KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT PADA MASA PEMERINTAHAN GEORGE WALKER BUSH DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PROSES PENYELESAIAN KONFLIK ISRAEL-PALESTINA.
SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menempuh ujian sarjana lengkap S-I pada jurusan Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pasundan
Pembimning: Drs. Iwan Gunawan, M.Si
Disusun oleh: Amanda Varina Ar 042030014
JURUSAN HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG 2010
LEMBAR PENGESAHAN
KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT PADA MASA PEMERINTAHAN GEORGE WALKER BUSH DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PROSES PENYELESAIAN KONFLIK ISRAEL-PALESTINA
Disusun oleh: Amanda Varina Ar NRP. 042030014
Telah diujikan pada tanggal .............................................................
Menyetujui: Dosen Pembimbing,
Drs. Iwan Gunawan, M.Si
Mengetahui:
Dekan
Ketua Jurusan
Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik,
Ilmu Hubungan Internasional,
Drs. Aswan Haryadi, M.Si
Drs. Iwan Gunawan, M.Si
ii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah benar-benar hasil pekerjaan penelitian saya sendiri. Adapun semua referensi/kutipan (baik kutipan langsung maupun tidak langsung) dari hasil karya ilmiah orang lain telah saya sebutkan sumbernya sesuai dengan etika ilmiah. Apabila di kemudian hari skripsi ini terbukti hasil meniru/plagiat dan terbukti mencantumkan kutipan karya orang lain tanpa menyebutkan sumbernya, saya bersedia menerima sanksi penangguhan gelar kesarjanaan dan menerima sanksi dari lembaga yang berwenang.
Bandung, 19 Mei 2010
Amanda Varina Ar 042030014
iii
A friend who is far away is sometimes much nearer than one who is at hand. Is not the mountain far more awe-inspiring and more clearly visible to one passing through the valley than to those who inhabit the mountain? (Kahlil Gibran)
In the arithmetic of love, one plus one equals everything… and two minus one equals nothing. (Amanda d’Imperfect)
A true friend sees the good in everything, and brings out the best in the worst of things… (Sasha Azevedo)
For my dear mother who always prays, For my families who always supports, For my lovely love who always beside me, From the bottom of my heart let me say… Thank you for all the things that you gave, It was very precious for me.
iv
ABSTRAK Berakhirnya Perang Dingin mengakibatkan perubahan struktur politik global yang menjadikan Amerika Serikat sebagai negara adidaya tunggal. Hal ini menghadapkan Amerika Serikat pada persoalan-persoalan baru yang berkaitan dengan peran internasional yang dimainkannya. Disisi lain, berakhirnya Perang Dingin tersebut telah menjadikan Amerika Serikat sebagai kekuatan politik dan militer yang paling berpengaruh di dunia, hal ini dibuktikan dengan peran yang dimainkan dalam memprakarsai sekaligus memimpin aliansi negara-negara anti Irak dalam krisis dan Perang Teluk yang memaksa Saddam Husein dengan cara ekonomi, politik dan militer untuk meninggalkan Kuwait. Namun dalam menghadapi konflik Israel-Palestina, hegemoni Amerika Serikat seolah-olah tidak berdaya melakukan tindakan tegas terhadap Israel. Amerika Serikat sebagai pihak yang mempunyai kompetisi tinggi tampak raguragu dalam upaya menyelesaikan konflik tersebut. Adapun tujuan penelitian yang hendak dicapai oleh penulis, yakni untuk menganalisis sejauhmana kekuatan hegomoni Amerika Serikat dapat bersikap netral dan adil terhadap Israel sehingga tidak merugikan pihak lain, yaitu Palestina, untuk mengetahui bagaimana implementasi kebijakan-kebijakan politik luar negeri yang telah dikeluarkan Amerika Serikat terhadap upaya perdamaian untuk Israel maupun Palestina sehingga konflik Israel-Palestina dipersatukan dalam sebuah titik terang. Penulis menarik hipotesis sebagai berikut: “Proposal peta jalan damai yang diajukan Amerika Serikat pada masa pemerintahan Bush cenderung merugikan bangsa Palestina, ditandai dengan semakin sulitnya kesepahaman antara Israel-Palestina, maka berdampak pada proses perundingan damai Israel-Palestina membutuhkan proposal perundingan perdamaian baru”. Metode yang digunakan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini yaitu metode deskriptif analitis dan historis analitis, yang bertujuan menggambarkan / memaparkan / menjabarkan suatu fenomena kebijakan politik luar negeri Amerika Serikat dan implikasinya terhadap upaya penyelesaian konflik Israel-Palestina berdasarkan pada sejarah konflik Israel-Palestina. Dengan demikian, hasil dari penelitian ini penulis menarik kesimpulan, yakni penyelesaian konflik Israel-Palestina akan sulit tercapai, manakala pihak-pihak yang berkonflik tidak menaati kesepakatan yang telah ditandatangani, dengan kata lain harus ada political will. Untuk pelaksanaan kesepakatan harus ada pihak yang netral, yang dapat mengawasi implementasi resolusi perdamaian dan dapat diterima oleh semua pihak. Amerika Serikat sebagai polisi dunia yang diharapkan mampu menjadi mediator perdamaian ternyata cenderung bersikap wishy-washy dalam menghadapi setiap tindakan Israel yang menentang hukum internasional dan ironisnya Amerika Serikat cenderung bermain ‘dua wajah’ yang selalu menguntungkan pihak Israel, karena selalu diuntungkan oleh permainan politik Amerika Serikat di kawasan Timur Tengah, Israel merasa mendapat dukungan yang sangat andal dan pada gilirannya memperkeras posisinya untuk tidak kompromi dengan pihak Arab dan Palestina.
Kata Kunci: Kebijakan Politik Luar Negeri Amerika Serikat dan Konflik IsraelPalestina.
v
ABSTRACT The End of Cold War changed the structure of global political that makes the United States as sole superpower. These is facing United States on new issues which related to the international character it plays. On the other hand, the end of Cold War has made United States as a political force and the most powerful military in the world, proved it by played a role in initiating led an alliance of anti Iraq countries in crisis and Gulf War that forced Saddam Husein in many way, such as economic, political and military to leave Kuwait. But in facing the Israeli-Palestinian conflict, the United States Hegemony seems powerless to act decisively against Israel. United States as a party that has high competition hesistated in an effort to resolve the conflict. As for research purposes to be achieved by the author, there are to analyze the extend of the power of the United States hegemony can be neutral and fair to Israel, so as not to disadvantage other parties, the Palestinians, to implementation of foreign policy has been issued by United States against the effort peace for Israelis and Palestinians that the Israeli-Palestinian conflict are united in a bright spot. The author draw following hypothesis: ”The road map peace proposal of United States proposed during the Bush administration seems harm the Palestinian, the more difficult is marked by mutual understanding between the Israeli-Palestinian, so the impact on process of Israeli-Palestinian peace is need a new proposal for peace negotiations”. The author is using the descriptive and historical analysis method to complete this theses, which aims to describe or explain a phenomenon foreign policy of the United States and its implications into settlement process of the Israeli-Palestinian conflict based on the historical of the Israeli-Palestinian conflict. Thus, the conclusion of this research is the Israeli-Palestinian conflict resolution will be difficult to achieve, when the conflicting parties did not abide by the agreement that already signed, in the other words there must be political will. For the implementation of the agreement there should be a neutral party, who can oversee the implementation of peace and a resolution acceptable to all parties. United States as world policeman is expected to become mediators for peace was semms wishy-washy in the facing of any Israeli action against the international law and ironically the United Stated tend to play ’two faces’, which always favor the Israelis, since it is always favored by the United States political game in the Middle East Region, Israel feels supported in a very reliable and in turn harden its position not to compromise with Arabs and the Palestinians.
Keywords: Foreign Policy of the United States and the Israel-Palestine Conflict.
vi
ABSTRAK Sarengsena Perang Dingin ngabalukrkeun robahna struktur politik sadunya nu ngajadikeun Amerika Serikat sakalu nagara adidaya tunggal. Hal ieu nyanghareupkeun Amerika Serikat kana pasualan-pasualan anyar nu patali jeung lakon internasional anu dimaenkeuna. Disisi lain, sarengsena Perang dingin eta geus ngajadikeun Amerika Serikat salaku kakuatan politik jeung militer anu loba pangaruhna di dunya, hal ieu dibuktikeun ku lakon anu dimaenkeuna dina mitemeyan sakaligus mimpin aliansi nagaranagara anti Irak dina krisis jeung Perang Teluk nu maksa Saddam Husein boh ku cara ekonomi, politik jeung militer kapaksa ninggalkeun Kuwait. Tapi, dina nyanghareupan konflik Israel-Palestina, hegemoni Amerika Serikat teh saolah-olah teu kawasa ngalakukeun lampah anu saklek ka Israel. Amerika Serikat salaku pihak anu boga kompetisiluhur katingalina asa-asa dina upaya ngarengsekeun konflik eta. Udagan panalungtik anu dipikahayang, nyaeta keur nganalisa sajauhmana kakuatan hegemoni Amerika Serikat boga sikep netral jeung adil nyanghareupan Israelmeh teu ngarugikeun pihak lian, nyaeta Palestina, keur mikanyaho kumaha implementasi kawijakan-kawijakan politik luar negeri anu geus dikaluarkeun ku Amerika Serikatkana upaya perdamaian, keur Israel oge keur Palestina, supaya konflik IsraelPalestina bisa nghahiji dina titik caang. Panalungtik narik hipotesis, nyaeta: ”proposal peta jalan damai nu diajukeun ku Amerika Serikat dina pamarentahan bush loba ngarugikeun bangsa Palestina, dicirian ku leuwih sulitna beda paham antara IsraelPalestina, ngabalukarkeun babadamian Israel-Palestina ngabutuhkeun proposal babadamian anu anyar”. Cara anu digunakeun ku panalungtik dina raraga ngarengsekeun skripsi ieu nyaeta cara deskriptif analitis jeung historis analitis, anu tujuanana ngagambarkeun / ngabeberkeun / ngahartikeun hiji fenomena kawijakan poitik luar negeri Amerika Serikat jeung implikasina kana upaya ngarengsekeun konflik Israel-Palestina dumasar kana sajarah konflik Israel-Palestina. Ku kitu na, hasil tina panalungtikan ieu panalungtik narik kesimpulan, nyaeta rengsena konflik Israel-Palestina hese ngawujud, lamun pihak-pihak nu aya dina konflik teu taat kana hasil kapanujuan anu atos ditawis, ringkesna mah kudu aya political will-na. Keur ngalaksanakeun kapanujuan teh kudu aya pihak anu netral, anu bisa ngawaskeun implementasi resolusi perdamaian jeung bisa ditarima ku sakabeh pihak. Amerika Serikat salaku pulisi dunya nu dipiharep mampu jadi panengah perdamaian, nyatana boga sikep wishy-washy dina nyangareupan lampah Israel anu nentang hukum internasional jeung ironisna Amerika Serikat teh katingalna boga sikep ’dua wajah’ anu salawasna nguntungkeun pihak Israel.
Kecap Konci: Kawijakan Politik Luar Negeri Amerika Serikat jeung Konflik IsraelPalestina.
vii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum. Wr.Wb
Dengan mengucapkan rasa syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan taufik dan hidayah-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dalam waktu yang telah ditentukan. Walaupun banyak hambatan yang penulis temui, baik berupa hambatan materil maupun spiritual, akan tetapi dengan bimbingan dan perlindungan-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Dengan kesadaran bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, namun yang terpenting penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk mencurahkan seluruh kemampuan penulis, dengan harapan semoga dapat berguna di suatu hari kelak terutama untuk rekan-rekan akademis. Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat sidang sarjana program Strata-1 (S1) jurusan Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Pasundan Bandung, dengan kajian studi Politik Internasional dengan judul: “KEBIJAKAN
LUAR
PEMERINTAHAN
NEGERI
GEORGE
AMERIKA
WALKER
SERIKAT
BUSH
DAN
PADA
MASA
IMPLIKASINYA
TERHADAP PROSES PENYELESAIAN KONFLIK ISRAEL-PALESTINA.” Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesarbesarnya kepada bapak Drs. Iwan Gunawan, M.Si selaku dosen pembimbing yang senantiasa telah meluangkan waktunya dan dengan sabar membimbing penulis dalam menyelesaiakan skripsi ini. Penulis juga berterima kasih sekali kepada: 1. Bapak Prof. Dr. H. M Didi Turmudzi, M.Si, selaku Rektor Universitas Pasundan, Bandung. 2. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Eddy Jusuf Sp, M.Si, selaku Pembantu Rektor I, Universitas Pasundan, Bandung. 3. Bapak Dr. T. Subarsyah, S.H, S.Sos, selaku Pembantu Rektor II, Universitas Pasundan, Bandung.
viii
4. Bapak Drs. Yaya Mulyana Abdul Azis, M.Si, selaku Pembantu Rektor III, Universitas Pasundan, Bandung. 5. Bapak Drs. Aswan Haryadi, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Pasundan, Bandung. 6. Bapak Drs. H. Thomas Bustomi, M.Si, selaku Pembantu Dekan I, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Pasundan, Bandung. 7. Bapak M. Budiana, S.IP, M.Si, selaku Pembantu Dekan II, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Pasundan, Bandung. 8. Bapak Drs. Deden Ramdhan, M.Si, selaku Pembantu Dekan III, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Pasundan, Bandung. 9. Bapak Drs. Iwan Gunawan, M.Si, selaku Ketua Jurusan Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Pasundan, Bandung. 10. Bapak Drs. Ade Priangani, M.Si, selaku Sekertaris Jurusan Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Pasundan, Bandung. 11. Ibu Dra. Dewi Astuti Mudji, M.Si, selaku Dosen Wali sekaligus dosen penguji dari penulis. 12. Ibu Dra. H. Rini Afriantari, M.Si, selaku Dosen Penguji dari penulis. 13. Seluruh Staff dan Dosen Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Pasundan, Bandung. Terima kasih atas bimbingan serta motivasinya terhadap perkembangan dan pembinaan akademik serta karier penulis selama kuliah. 14. Seluruh Staff Tata Usaha, SBAP dan seluruh karyawan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Pasundan, Bandung. 15. Seluruh Staff Perpustakaan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Pasundan, Bandung. Khususnya kepada Ibu Ita, yang selalu bersedia menemani dan telah berbaik hati membantu sekaligus mempermudah penulis dalam mencari data di Perpus dari awal pengerjaan skripsi sampai akhir.
ix
Dalam kesempatan ini juga penulis ingin menyambaikan ucapakn terima kasih yang tak terhingga kepada: 1. Allah SWT yang telah menganugrahi kesehatan, keselamatan, kesabaran dan ketekunan selama saya menyelesaikan studi ini. Allah Maha Besar. Tiada Tuhan selain Allah. 2. For my dearest mother. Im very grateful for your prays, advices, criticals, angers, tears, supports all the time. You have to know that you’re everything for me, you’re also my teacher, you teach me so many things, such as about political sciences and also english language. Ironically, you’re struggling alone to lead me until today. You’re the best single fighter I ever met. Standing applause for you. 3.
For my Father. Are you actually lose your mind? Huh…Im so speechless. But you are still my father until the end of time. Hopefully you can changed and also do the best for your families.
4. Untuk keluarga besar Bapak Aman Suherman (alm) dan Ibu Hj Male (she’s the great granny in my whole life) yang selalu mendoakan anak cucunya agar suatu hari kelak bisa jadi ‘orang’, especially for the big three, yaitu mang Dudi, Wa Hj. Enok a.k.a Wa Eteh dan Wa Hj. Cucu a.k.a Wa Galak terima kasih untuk kritik, saran, nasehat, dukungan jasmani & rohani dan juga doanya. Terima kasih banyak karena telah membesarkan saya dengan penuh kesabaran dan keikhlasan, terima kasih untuk segala bimbingan dan dukungan baik materi maupun spirit terhadap saya. Saya bukan apa-apa tanpa bantuan keluarga ini. 5. Untuk Bapak Mayor (L) TNI AL. R. Singgih Argadikusuma a.k.a Aki Singgih (alm) dan Ibu Arnoldien Pyloo a.k.a Oma Dien. Walaupun sejak kecil saya jarang berinteraksi dengan beliau tapi Aki dan Oma adalah orang yang berpengaruh dalam hidup saya. Jujur, saya bangga punya Kakek seorang pelaut yang pinter kaya Aki. Saya juga bangga punya nenek yang cerdas dan rajin kaya Oma. Ik hou van jou, Oma. Sebagai seorang cucu, saya wajib berterima kasih. 6. For my little brother, Icham. U itu pintar, bahkan cerdas, sebenarnya gw iri banget ma U. Gw banyak berharap sama U, karena gw sadar akan potensi U. Besar harapan gw bisa lihat perubahan U kearah yang lebih baik. Hopefully, you aware that you were wrong!
x
7. For my oldest stepbrother, terima kasih karena sudah menjadi abang yang baik untuk saya dan Ade 8. Untuk sepupu saya, sekaligus teman main waktu kecil, Hikam Sabela (alm) a.k.a Ibenk Bikers. Kam, makasih ya udah jadi sepupu sekaligus temen yang ‘easy going’ selama kamu hidup. Jujur, setelah kamu gak ada, saya gak ada temen sharing. Cuma kamu satu-satunya sepupu saya yang paling bisa jaga rahasia. Thanx ya, saya selalu berdoa agar Allah selalu terangi alam kubur kamu. Amien. 9. Untuk Tante Ratna Indrayani a.k.a Tante Mama dan Om Wawan Sumarwan sekeluarga. Terima kasih karena udah mau terima Manda sebagai bagian kecil dari keluarga Tante dan Om. Seneng sekali Manda bisa deket sama keluarga Tante dan Om sampai hari ini. 10. Especially for U, MyLuvLyLuv a.k.a Hunny a.k.a Iyank a.k.a Bebz a.k.a Anyun. Hun, Im nothing without you. Thanx for all the times that we’ve been spending together. Thanx for all the things that you gave to me, for your supports, your attentions, your prays, your care, your patiences, your faith, your times, your wise words. Especially for your heart and love. No one can replaced you in my life. 11. Untuk sahabat senasib dan sependeritaan saya, Iya a.k.a Aa Tutut. Hey kamu…hey kamu…! Thanx yah udah nemenin gw disaat suka maupun duka. Thanx udah ajarin gw bilyard. Thanx juga udah bisa anggap gw sebagai sahabat. 12. Untuk Sundel bLoon & Beca TiguLing. Thanx buat supportnya yah. 13. Untuk Ibu Eulis di Cihanjuang. Bu…hatur nuhun kanggo sadaya doa sareng nasehat na. Hatur nuhun tos ngalilirkeun abi yen doa sareng kayakinan (optimisme) teh nomer hiji. 14. Untuk teman lama saya, Ghayatri Sugiono a.k.a Pretty Blurry. Time is a precious things and life is too short, buddy! C’mon, move on! 15. Untuk Andrian a.k.a Choki. Thanx udah bantuin gw dari awal praktikum ampe nyusun. 16. Untuk Faujoel Iman, HI Unpas 2003. Thanx yah Man, udah mau gw repotin, udah mau gw datengin ke kost, udah mau gw gangguin. Demi skripsi gw mau lakuin apa aja.
xi
17. Untuk Maler, Kaka, Reni Ndut, Kiki & Oneng. Maler, thanx ya ampe hari ini..kamu bener-bener yang paling netral dari yang lain. Oneng, thanx ya atas hari-hari di awal kuliah, nunggu jam kuliah di kostan kamu sambil jajan mie si babeh. Wah mantap! 18. Untuk Janda-Janda HI-A 2004: Vien & Lora. Hey Janda!!! Makasih yah selalu ingetin gw buat slesein kuliah. Awalnya gw pikir itu susah, ternyata gak ada yang gak mungkin kalo ada niat. 19. Untuk Dina Y Sulaeman, alumni Universitas Padjajaran Fakultas Sastra, jurusan Sastra Arab tahun 1997, sekaligus penulis buku “Ahmedinejad On Palestine”. Ka Dina, makasih atas waktunya dan makasih juga atas data-datanya. 20. For all of the fvcking hypocrite persons around me. Thank you so much. Even though I hate U, at least you inspired me to be better than U. I promise, I will prove it!! Dan juga untuk someone yang berinisial “I” thanx udah pernah ngabisin waktu bareng gw di kampus. Dulu katanya kita sahabat dan U menjunjung tinggi arti dari persahabatan. Tapi sikap U ke gw gak ngeliatin sikap seorang sahabat. Catatan buat U: seorang sahabat selalu dukung sahabatnya, selalu bantu saat sahabatnya ada dalam kesulitan, selalu support setiap saat dan frekuensi ketemu bukanlah jadi masalah besar. Sayangnya, U sama sekali gak kaya gitu. Akhir kata penulis ingin menyampaikan maaf yang sebesar-besarnya, apabila terdapat kesalahan yang menyinggung perasaan, sungguh hal tersebut adalah suatu ketidaksengajaan karena penulis adalah manusia biasa yang tidak luput dari kekhilafan dan kealfaan.
Wassalamualaikum. Wr.Wb
Bandung, Maret 2010
Amanda Varina Ar
xii
RIWAYAT HIDUP PENULIS
A. Data Pribadi
Nama
: Amanda Varina Argadikusuma
Tempat / Tanggal Lahir
: Bandung, 27 September 1986
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Kewarganegaraan
: Indonesia
Alamat
: Komplek Taman Cibaduyut Indah Blok FB No.5 Bandung
B. Data Orang Tua
Nama Ayah
: Danny Haryadi Argadikusuma
Pekerjaan
: Wiraswasta
Nama Ibu
: Nani Maryani
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Alamat
: Komplek Taman Cibaduyut Indah Blok FB No.5 Bandung
C. Pendidikan
Tahun 1990-1992
: TK Taman Sakti, Jakarta Timur
Tahun 1992-1998
: SD Negeri 11, Lubang Buaya, Jakarta Timur
Tahun 1998-2001
: SLTP Negeri 21 Bandung
Tahun 2001-2004
: SMU Pasundan 1 Bandung
Tahun 2004
: Diterima di Universitas Pasundan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Hubungan Internasional
xiii
DAFTAR ISI
Halaman LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................................. ii LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................................... iii MOTTO/DEDIKASI ..................................................................................................... iv ABSTRAK ....................................................................................................................... v ABSTRACT ..................................................................................................................... vi ABSTRAK SUNDA ...................................................................................................... vii KATA PENGANTAR ................................................................................................. viii DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS .................................................................. xiii DAFTAR ISI ................................................................................................................ xiv DAFTAR TABEL ...................................................................................................... xviii DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... xix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
............................................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ..................................................................................................... 5 1. Pembatasan Masalah ....................................................................................... 6 2. Perumusan Masalah
....................................................................................... 6
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian
............................................................................. 6
.......................................................................................... 6
2. Kegunaan Penelitian ......................................................................................... 7 D. Kerangka Teoritis dan Hipotesis 1. Kerangka Teoritis
............................................................................. 7
........................................................................................... 7
2. Hipotesis ....................................................................................................... 23 3. Operasional Variabel dan Indikator ............................................................... 23 4. Skema Kerangka Teoritis ................................................................................ 25 E. Metoda Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data .................................................... 26 1. Metoda Penelitian ........................................................................................... 26 2. Teknik Pengumpulan Data .............................................................................. 26
xiii
F. Lokasi dan Lamanya Penelitian ................................................................................... 27 1. Lokasi Penelitian .............................................................................................. 27 2. Lamanya Penelitian ......................................................................................... 28 G. Sistematika Penulisan ................................................................................................. 30
BAB II KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT A. Tujuan dan Sasaran Politik Luar Negeri Amerika Serikat ......................................... 31 1. Tujuan Politik Luar Negeri Amerika Serikat ................................................... 31 2. Kepentingan Nasional Amerika Serikat ........................................................... 33 3. Sasaran Politik Luar Negeri Amerika Serikat .................................................. 36 B. Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat Secara Global ........................................... 42 1.
Faktor yang mendasari Kebijakan Politik Luar Negeri Amerika Serikat .............................................................................................................. 43 b. Faktor Eksternal ....................................................................................... 44 c. Faktor Internal .......................................................................................... 49
C. Kebijakan Politik Luar Negeri Amerika Serikat Pasca Tragedi WTC ..................... 50 a. Bush Doctrine .......................................................................................... 50 b. Tujuan Bush Doctrine .............................................................................. 52 D. Kebijakan Politik Luar Negeri Amerika Serikat di Timur Tengah .......................... 54 E. Instrumen Politik Luar Negeri Amerika Serikat ....................................................... 56 1. Coorporation ................................................................................................... 56 2. Oposisi ............................................................................................................. 57
BAB III PROSES PENYELESAIAN KONFLIK ISRAEL-PALESTINA A. Kronologis Konflik Israel-Palestina ........................................................................... 60 1. Konflik Arab-Israel .......................................................................................... 60 2. Konflik Israel-Palestina ................................................................................. 61 3. Mengurai Konflik Israel-Palestina ................................................................... 65 B. Penyelesaian Konflik Israel-Palestina ......................................................................... 76
xiv
1. Proses Perdamaian Israel-Palestina .................................................................. 76 a. Madrid dan Oslo (1931-1993) ....................................................................... 76 b. Perjanjian-Perjanjian (1996-1999) ................................................................ 77 c. KTT Camp David pada tahun 2000 .............................................................. 79 d. KTT Beirut .................................................................................................... 80 e. Road Map ...................................................................................................... 80 f. Proposal Perdamaian Alternatif ..................................................................... 82 C. Benturan Kepentingan dalam Konflik Israel-Palestina ............................................. 85 1. Konflik Internal Fatah-Hamas ....................................................................... 88
BAB IV DAMPAK KEBIJAKAN POLITIK LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT TERHADAP PROSES PENYELESAIAN KONFLIK ISRAEL-PALESTINA A. Beberapa Masalah dalam Proses Perundingan Damai ............................................... 92 1. Masalah Utama (Core Issue) ............................................................................ 93 a. Jerusalem ....................................................................................................... 93 b. Pengungsi Palestina dari Perang 1948 .......................................................... 96 c. Pemukiman Israel di Tepi Barat .................................................................. 100 d. Keamanan Israel .......................................................................................... 103 e. Status Internasional ..................................................................................... 104 f. Sumber Air .................................................................................................. 105 B. Keuntungan dan Kerugian Kedua Belah Pihak antara Israel-Palestina dalam Road Map ................................................................................................................. 107 C. Kepentingan Amerika Serikat terhadap Israel ......................................................... 110 D. Resolusi Konflik Israel-Palestina .............................................................................. 125 1. Proses Perdamaian Israel-Palestina ................................................................ 125 2. Persepsi Negara-Negara terhadap Perdamaian Israel-Palestina .................. 128 a. Dilihat dari Sisi Palestina ......................................................................... 128 b. Dilihat dari Sisi Israel .............................................................................. 129 c. Dilihat dari Sisi Amerika Serikat ............................................................ 130 3. Hambatan dalam Penyelesaian Konflik Israel-Palestina ........................... 131
xv
a. Aliran Israel First dan Evenhanded ......................................................... 135 b. Dua Ideologi yang Berbeda ...................................................................... 137 BAB V KESIMPULAN ........................................................................................................... 140 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................
xvi
1
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah Studi Hubungan Internasional merupakan studi yang bertujuan untuk mempelajari
perilaku internasional, dalam hal ini adalah perilaku dari aktor-aktor dalam sistem internasional. Hubungan Internasional merupakan studi tentang interaksi-interaksi antar berbagai aktor yang berpartisipasi dalam politik internasional, termasuk di dalamnya negara, organisasi internasional, organisasi non pemerintah, entitas subnasional seperti birokrasi dan pemerintah lokal, dan individu. Hubungan Internasional juga merupakan studi tentang tingkah laku dari aktor-aktor tersebut ketika berpartisipasi baik secara individu maupun bersama-sama dalam proses politik internasional. 1 Perilaku yang mungkin terjadi antara aktor-aktor tersebut dapat berwujud perang, kerjasama, pembentukan aliansi, interaksi dalam organisasi internasional, dan bentuk hubungan lainnya. Namun secara garis besar kondisi umum dan karakteristik perilaku di antara aktor-aktor tersebut akan selalu bergerak pada dua pola umum, yaitu: konflik (conflict) dan kerjasama (cooperation). 2 Konflik merupakan interaksi yang di dalamnya terdapat unsur kekerasan. Hasil akhir dari konflik yang paling ekstrem adalah perang. Sedangkan kerja sama merupakan interaksi yang melibatkan negara-negara dengan adanya persamaan kepentingan dan tujuan (Common interests), dengan asumsi dasar bahwa tujuan tersebut akan tercapai apabila ada kerjasama yang baik diantara negara-
1 2
Mignst, Karen. 1999. Essential of Intenational Relations. W. W. Norton and Co. New York, hal. 20 Holsti, K. J 1987. Politik Internasional: Suatu Kerangka Analisis. Pedoman Ilmu Jaya. Jakarta, hal. 589
2 negara tersebut. Dan interaksi yang berbentuk kompetisi lebih sering terjadi dalam konteks persaingan militer dan ekonomi. Kajian tentang interaksi antar negara banyak ditemui dalam teori politik internasional. Politik internasional membahas bagaimana reaksi yang diberikan oleh suatu negara terhadap aksi negara lain. Bukan hanya interaksi antar negara tetapi juga interaksi yang terjadi antar aktor non negara seperti NGOs dan IGOs. Banyaknya aktor non negara yang muncul sebagai pelaku interaksi mengindikasikan banyaknya isu-isu baru yang muncul sebagai konsekuensi dari tatanan dunia yang baru. Pada masa perang dingin, negara-negara banyak dihadapkan oleh isu-isu baru sebagai konsekuensi dari tatanan dunia baru. Pada masa Perang Dingin semua isu dalam hubungan internasional dan peraturan politik global berlangsung menurut aturan dalam kerangka konfrontasi Timur-Barat, adanya fokus berlebihan pada negara sebagai aktor utama, permasalahan yang sarat dengan muatan ideologi dan justifikasi tindakan dari kedua blok tersebut, dan tindakantindakan yang dilakukan hanya berupa intervensi-intervensi militer dengan mengabaikan dimensi lainnya demi kepentingan nasionalnya masing-masing. 3 Berakhirnya perang dingin mengakibatkan perubahan struktur politik global yang menjadikan Amerika Serikat (AS) sebagai adidaya tunggal. Hal ini menghadapkan AS pada persoalan-persoalan baru yang berkaitan dengan peranan internasional yang dimainkannya. Menurut AS ancaman komunisme dan kemunduran ekonomi AS mengundang perdebatan tentang sejauhmana AS sebaiknya terlibat dalam persoalan-
3
Jemadu, Aleksius..”Berbagai kecenderungan baru dalam studi HI dalam studi HI Pasca Perang Dingin dan Pemaknaannya bagi pembangunan Negara-Bangsa Indonesia”.Citra Aditya Bakti. Bandung, hal. 3637. 1999
3 persoalan internasional yang secara tidak langsung berkaitan dengan kepentingan nasionalnya. Sebagian pengamat dan praktisi politik luar negeri AS berpendapat bahwa AS perlu mempertahankan peranannya sebagai negara adidaya tunggal. Dalam situasi dunia yang transisional, kehadiran AS mutlak diperlukan guna mencegah kediktatoran, penindasan dan pelanggaran hak asasi manusia. Asumsinya bahwa sistem internasional sedang berada dalam kondisi unipolar, dimana AS bertindak sebagai satu-satunya penjaga ketertiban dunia atau “polisi dunia”. Sebagian lain berpendapat bahwa sebaiknya AS lebih berkonsentrasi pada upayaupaya pembangunan ekonomi domestiknya yang akhir-akhir ini mengalami kemunduran. Kalangan ini berpendapat bahwa mempertahankan keterlibatan AS secara luas dalam politik internasional dengan peranannnya sebagai hegemoni hanya akan menguras dan menghabiskan energi saja. Lebih baik AS melakukan semacam pembagian beban (burden sharing)
dengan
kekuatan-kekuatan
lain
seperti
Jepang
dan
Jerman,
selain
mengefektifkan melalui organisasi regional dan PBB. Asumsinya adalah dunia akan segera mencapai kondisi multipolar, dimana AS tidak perlu lagi bertindak sebagai satusatunya adidaya. 4 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa secara politik militer AS merupakan satu-satunya adidaya, namun dibidang ekonomi ada kekuatan-kekuatan lain yang menjadi pesaingnya seperti jepang, negara-negara uni eropa, cina, rusia dan negaranegara industri baru. Konstelasi politik internasional seperti ini, menurut Hunington disebut “uni-multipolar” yakni AS sebagai adidaya tunggal dalam keamanan dan militer tetapi menjadi saingan banyak dalam ekonomi, terutama Jepang dan Jerman. 5
4 5
Layne, 1993 Hunington, 1994:510
4 Terlepas dari perdebatan tersebut, berakhirnya perang dingin menjadikan AS sebagai kekuatan politik dan militer yang paling berpengaruh di dunia. Hal ini dapat dibuktikan dengan peran yang dimainkan dalam memprakasai sekaligus memimpin aliansi negara-negara anti Irak dalam krisis dan perang teluk yang memaksa pasukan Saddam Hussein dengan cara politik, militer dan ekonomi meninggalkan Kuwait. 6 AS dapat melakukan peran yang signifikan dalam menghentikan invasi Saddam ke Kuwait. Kemudian AS melalui Operasi Anakonda berhasil merontokkan pemerintahan Taliban di Afghanistan yang dituduh menjadi markas Terrorist Al Qaeda. Kepeloporan AS dengan menggunakan PBB sebagai wadah untuk memobilisasi tindakan-tindakan yang keras terhadap Irak. Serangan AS ke Afghanistan juga merupakan bukti lain. AS juga mampu meyakinkan dunia, bahwa terorisme internasional merupakan musuh bersama pasca tragedi WTC 11 september 2001. Berangkat dari kasus ini, niat AS untuk mempelopori suatu “tatanan dunia baru” (new world order) dimana hokum internasional ditegakkan dan fungsi PBB diefektifkan. Namun dalam menghadapi konflik Israel-Palestina hegemoni AS seolah-olah tidak berdaya melakukan tindakan tegas terhadap Israel. Meskipun dunia internasional, baik Liga Arab, negara-negara OKI, Uni Eropa bahkan PBB mengecam tindakan Israel dibawah Ariel Sharon telah melakukan kebiadaban, barbarian, pelanggaran hukum internasional serta pelanggaran HAM yang berat. Menteri Luar Negeri AS Collin L Powell gagal membujuk Sharon untuk menghentikan kekerasan militer terhadap rakyat Palestina, bahkan Sharon dan Bush meminta Arafat menghentikan bom bunuh diri. Bagi mereka tindakan represif yang dilakukan adalah sebagai upaya pertahanan diri. AS
6
Republika, 29 April 2009.
5 sebagai pihak yang memiliki kompetensi yang tinggi tampak ragu-ragu dalam menyelesaikan konflik tersebut. Jika menghadapi tindakan invasi, pelanggaran hukum, barbarian dan tindakantindakan yang dilakukan negara-negara Irak, Iran, Libya, Taliban, AS nampak sangat powerful. Atas nama kemanusiaan, mengapa AS tidak mampu melakukan tindakan drastic guna menghentikan aksi kekerasan Israel terhadap Palestina? Bagaimana hubungan kedua negara tersebut sehingga AS sebagai kekuatan hegemoni atau polisi dunia bersikap memihak Israel terhadap penyelesaian konflik Israel-Palestina? Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: “KEBIJAKAN
LUAR
PEMERINTAHAN
NEGERI
GEORGE
AMERIKA
WALKER
SERIKAT
BUSH
DAN
PADA
MASA
IMPLIKASINYA
TERHADAP PROSES PENYELESAIAN KONFLIK ISRAEL - PALESTINA”.
B.
Identifikasi Masalah Berdasarkan
latar
belakang
yang
diuraikan
diatas,
maka
penulis
mengidentifikasikan masalah yang akan diteliti sebagai berikut: 1. Mengapa AS tidak mampu bertindak adil dan tegas guna menghentikan aksi kekerasan Israel terhadap Palestina? 2. Sejauh mana pengaruh dampak dari proposal peta jalan damai terhadap proses penyelesaian konflik Israel-Palestina? 3. Bagaimana AS dapat melahirkan suatu proposal perdamaian baru sebagai salah satu upaya solusi konflik antara Israel-Palestina?
6 1.
Pembatasan Masalah Melihat begitu kompleksnya masalah penelitian, maka penulis melakukan
pembatasan masalah dengan menitik beratkan pada dampak kebijakan politik luar negeri Amerika Serikat pada masa pemerintahan Bush terhadap penyelesaian konflik PalestinaIsrael, dengan pertimbangan bahwa konflik yang terjadi tidak selesai sampai sekarang. 2.
Perumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah diatas, maka penulis
mencoba merumuskan permasalahan dengan research question sebagai berikut: “Bagaimana Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat Pada Masa Pemerintahan Bush Berdampak terhadap Proses Perundingan Perdamaian antara IsraelPalestina?”
C.
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.
Tujuan Penelitian Agar tujuan dapat dicapai dengan baik maka terlebih dahulu penulis merumuskan
secara tersusun dan jelas. Tujuan penelitian ini adalah : a. Untuk mengetahui politik luar negeri AS pada masa pemerintahan Bush.. b. Untuk mengetahui proses penyelesaian konflik Palestina-Israel. c. Untuk mengetahui pengaruh kebijakan luar negeri AS pada masa pemerintahan Bush terhadap penyesaian konflik Israel-Palestina.
7 2.
Kegunaan Penelitian a. Memberikan kontribusi bagi pengembangan studi Hubungan Internasional dan ikut memperkaya topik-topik penelitian sebelumnya. b. Menambah pengetahuan memperluas wawasan dan pola pikir penulis serta dapat menjadi masukan bagi penstudi lain. c. Memenuhi salah satu syarat untuk menempuh Ujian Sidang Sarjana Strata Satu (S1) pada Jurusan Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pasundan.
D.
Kerangka Teoritis dan Hipotesis
1.
Kerangka Teoritis Untuk mempermudah penelitian dan menunjang landasan berpijak yang kuat
maka perlu adanya suatu kerangka teoritis dalam membantu mengambil hipotesis dan analisis sebagai jawaban sementara untuk masalah yang sedang diteliti. Kerangka teoritis ini bertujuan untuk memahami dan menganalisa permasalahan dengan ditopang pendapat-pendapat dari para pakar Hubungan Internasional serta para aktor Hubungan Internasional yang pendapatnya relevan dengan masalah dalam penelitian ini. Dengan demikian hasilnya dapat dipertanggungjawabkan karena memiliki sifat ilmiah dan nilai akademis. Adapun beberapa teori dan konsep yang dibahas ini menggunakan premis mayor dan premis minor yang merupakan teori umum dan teori khusus sehingga alur-alur pembahasan terlihat seperti sebuah piramida terbalik yang dimulai dengan pembahasan teori-teori yang bersifat khusus. Dalam memahami dinamika interaksi antar anggota
8 masyarakat internasional, uraian tersebut dimulai dengan memahami hubungan internasional yang meliputi analisa kebijakan atau politik antar bangsa yang merupakan fenomena yang menarik, dikarenakan interaksi antar anggota masyarakat semakin sering terjadi tanpa mengenal batas-batas negara dan bangsa, baik itu disponsori oleh pemerintah ataupun tidak. Hubungan internasional juga berlangsung dalam suatu sistem, dimana berlangsung transaksi antar aktor baik pemerintah, organisasi internasional maupun transnasional yang memperlihatkan adanya perilaku terhadap situasi internasional. Situasi dan kondisi yang terbentuk dari serangkaian peristiwa terjadi karena adanya hubungan yang saling mempengaruhi diantara para aktor internasional yang saling berinteraksi didalam sistem internasional yang dapat merubah terhadap kebijakankebijakan yang ada. Dengan demikian interaksi, perilaku dan sistem pada hakikatnya merupakan esensi dari hubungan internasional yang dapat dipakai sebagai kerangka acuan dan pijakan bagi substansi hubungan internasional sehingga dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai fenomena-fenomena hubungan internasional yang dikemukakan oleh Suwardi Wiratmadja dalam bukunya Pengantar Hubungan Internasional, adalah : “Hubungan Internasional lebih sesuai untuk mencakup segala macam hubungan antar bangsa dan kelompok-kelompok bangsa dalam masyarakat dunia dan kekuatan-kekuatan, tekanan-tekanan, proses-proses yang menentukan cara hidup, cara bertindak dan cara berpikir dari manusia”. 7
Hubungan internasional yang menyangkut berbagai aspek kehidupan manusia pada hakikatnya akan membentuk tiga pola hubungan, yaitu : kerjasama (coorporation), persaingan (competition) dan konflik (conflict) antar negara yang satu dengan yang
7
Suwardi Winatmadja, Pengantar Hubungan Internasional, (Surabaya: Pustaka Tinta Mas, 1981), hal.1.
9 lainnya. Hal ini disebabkan adanya persamaan dan perbedaan kepentingan nasional diantara negara-negara atau bangsa didunia. Dengan adanya hubungan internasional ini, telah mendorong negara-negara kearah suatu hubungan yang kongkrit dan kokoh. Oleh karena itu dibutuhkan sarana penunjang agar proses interaksi antar negara sesuai dengan aturan dan tata cara sebagaimana mestinya, Jack C Plano dan Roy Olton dalam Kamus Hubungan Internasional menjelaskan diplomasi sebagai berikut: “Praktek pelaksanaan dapat mencakup seluruh proses hubungan antar negeri, pembentukan kebijaksanaan luar negeri, serta pelaksanaannya. Dalam pengertian ini diplomasi sama dengan politik luar negeri. Dalam artian yang lebih sempit, lebih tradisional, diplomasi mencakup sarana dan mekanisme sementara politik luar negeri, menetapkan tujuan atau sasaran. Dalam artian yang lebih terbatas lagi, diplomasi mencakup teknik operasional untuk mencapai kepentingan nasional di luar batas wilayah yuridiksi”. 8
Ada dua segi pandang negara dalam mengamati dan memahami hubungan internasional tersebut yaitu hubungan antar bangsa seperti yang dikemukakan oleh Ahmad Dahlan Nasution dalam bukunya Konsep Politik Internasional, sebagai berikut: “Secara analitik dapat dikatakan bahwa teori hubungan internasional itu menunjukkan dua macam teori, yaitu teori tindakan yang berurusan dengan sebuah negara dalam tindakannya dan teori interaksi yang memperhatikan hubungan antar bangsa. Teori tindakan merupakan politik luar negeri sedangkan teori interaksi merupakan kajian dari politik internasional”. 9
Begitupun menurut Didi Krisna dalam Kamus Politik Internasional menjelaskan bahwa: “Politik Internasional merupakan hubungan antar negara-negara merdeka, berdaulat yang dicirikan dengan konflik, kompetisi, kerjasama dan akomondasi. Politik Internasional juga merupakan bentuk perjuangan yang memperjuangkan who gets what, when and how”. 10
Lebih lanjut Hans J Morgenthau, sebagai pemikir realis menganggap politik internasional memuat pertarungan yang berorientasi kekuasaan seperti yang diterangkan dibawah ini: 8
Jack C Plano dan Roy Olton, Kamus Hubungan Internasional, (Putra A. Bardin, Bandung, 1999), hal.201. Ahmad Dahlan Nasution, Konsep Politik Internasional, (Jakarta: Erlangga, 1983), hal.13-14 10 1993:129 9
10 “Politik Internasional, sebagaimana halnya dengan semua politik ialah perjuangan mencapai kekuasaan. Apapun yang menjadi tujuan utama politik internasional, kekuasaanlah yang menjadi tujuan terdekatnya. Negarawan dan bangsa pada akhirnya mungkin secara pokok mencari kebebasan, kesejahteraan dan kemakmuran atau kepuasan itu sendiri. Mereka dalam berbagai ungkapan yang berhubungan dengan suatu ideal keagamaan, filosofis, ekonomi maupun sosial, mereka mungkin berharap bahwa ideal tersebut akan terwujud melalui kekuatan didalamnya sendiri, melalui ikut campur tangan Tuhan atau melalui perkembangan alamiah berbagai urusan manusiawi. Tapi bilamana mereka berusaha mewujudkan sasaran mereka dengan mempergunakan berbagai Politik Internasional sebagai alatnya maka mereka melakukan dengan berjuang untuk mencapai kekuasaan”. 11
Dinamika dari politik luar negeri aktor-aktor negara dalam sistem internasional membentuk atau menghasilkan fenomena politik internasional. Pada dasarnya politik luar negeri adalah basis atau pembentuk dasar politik internasional sehingga politik luar negeri juga dapat dipahami secara lebih kurang luas atau general sebagai alat untuk mencapai tujuan yang dimiliki oleh setiap negara bangsa. Ini mengkonsekuensikan bahwa politik luar negeri bermula dari politik dalam negeri dan berdinamika pada politik internasional. Soesiswo Soenarko dalam tulisannya Evaluasi Pelaksanaan Luar Negeri dalam sebuah buku Perkembangan Studi Hubungan Internasional dan Tantangan Masa Depan menjelaskan politik luar negeri, sebagai berikut: “Politik luar negeri suatu negara terdiri dari dua elemen utama, yaitu tujuan nasional yang akan dicapai dn instrumen yang dimiliki suatu negara untuk mencapai tujuannya. Tujuan nasional yang ingin dicapai suatu bangsa dapat terlihat dari kepentingan nasional yang dirumuskan elit suatu negara sedangkan instrumen untuk mencapai tujuan tersebut tergambar dari strategi diplomasi yang merupakan implementasi dari kebijakan politik luar negeri yang telah dirumuskan ”. 12
Aktor-aktor negara berinteraksi untuk bekerjasama atau berkonfrontasi melalui politik luar negerinya, dan sudah hukum alam bahwa selalu ada aktor aktif yang memiliki
11
Terjemahan, Politik Antar Bangsa, 1990:15 Soesiswo Soenarko, Perkembangan Studi Hubungan Internasional, (Jakarta: Sinar Harapan, 1996), hal.97. 12
11 kemampuan diatas rata-rata untuk mengkondisikan sesuatu hal. Termasuk dalam sistem internasional, hal ini pun terjadi. Dalam arti, ada aktor negara tertentu yang memiliki kemampuan yang berada diatas rata-rata aktor negara lain dalam mengkondisikan arah dan orientasi kebijakan politik luar negeri aktor-aktor negara lainnya yang terdapay dan berinteraksi dalam sistem internasional. Proses ini berikutnya menghasilkan politik internasional yang berhegemoni dalam setiap aspek yang terdapat dalam sistem internasional. Seperti yang diungkapkan oleh Goldstein dalam bukunya International Relations menyebutkan bahwa: “Politik luar negeri merupakan strategi yang digunakan oleh pemerintah didalam mengarahkan tindakan-tindakan mereka pada arena internasional. Politik luar negeri akan menjelaskan tujuan-tujuan yang telah diputuskan oleh para pemimpin negara dalam mengejar hubungan-hubungan yang telah ada maupun situasi-situasi termasuk hal-hal umum dalam mana mereka cenderung untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Keputusan harian yang dibuat oleh pemerintah diarahkan oleh tujuan penerapan politik luar negeri”. 13
Pengertian diatas menjelaskan bahwa ada kesamaan antara strategi dan politik luar negeri. Tujuan utama dari perumusan kebijakan luar negeri adalah merancang suatu strategi dalam rangka berkompetisi secara efektif dalam situasi yang kompleks dan mematikan dalam politik internasional. Menurut Lovell dalam bukunya Foreign Policy in Prespective: Strategy Adaption Decision Making, yaitu: “Strategi kebijakan luar negeri adalah rencana-rencana suatu negara demi memajukan atau mencapai kepentingan nasionalnya dan mencegah negaranegara lain menghalangi pencapaian kpeentingan nasional tersebut. Analisa politik luar negeri dari perspektif strategi mencoba untuk menjelaskan pola-pola yang dapat dilihat dalam perhitungan-perhitungan yang dibuat oleh pembuat keputusan untuk tujuan tertentu. Hal ini disebabkan karena serangkaian langkahlangkah politik luar negeri dlam periode tertentu telah menghasilkan pola-pola yang dapat diidentifikasikan dan analisis kebijakan luar negeri dapat diasumsikan bahwa tindakan-tindakan yang ada merefleksikan sebuah rencana daripada sebuah langkah-langkah yang bersifat acak”. 14 13
J S Goldstein, International Relations, (New York: Longman, 1999), hal.147. John P Lovell, Foreign Policy in Perspective: Strategy Adaption Decision Making, (New York: Holt, Rinehard & Winston Inc, 1970), hal.65.
14
12 AS adalah negara yang mewakili fenomena aktifitas hegemoni dalam sistem internasional baik pasca Perang Dunia II dan sampai dewasa ini. Tentunya kemampuan tersebut adalah sangat bergantung kepada strategi politik luar negeri yang dijalankan oleh AS. Politik luar negeri AS menciptakan suatu fenomena tersendiri dalam percaturan politik internasional yang diungkapkan oleh Marly Cardor (2001), yaitu: “Pada masa Perang Dingin yang terjadi adalah perang antar negara-negara besar di dinia. Negara, mempunyai wilayah teritorial geografis yang mudah dikenali sehingga perang yang terjadi sifatnya terbatas. Masa paca Perang Dingin yang ditandai dengan disintregasinya Uni Soviet, lahir pola tatanan sistem internasional dengan munculnya sistem bipolar dengan lahirnya Amerika Serikat sebagai negara adi kuasa, kini dunia mengenal corak dalam percaturan internasional yang dikenal dengan politik global. Isu politik global adalah bukan sesuatu yang baru dalam percaturan politik internasional karena pada dasarnya bibit politik global telah muncul sejak didirikannya League of Nation dengan Woodrow Wilson, dengan konsep-konsep open government, self-determination dan juga konsep collective security yang kemudian dikembangkan menjadi sebuah paradigma baru yang dikenal dengan paradigma idealisme, kemudian muncul paradigma yang intinya pengembangan dari idealisme seperti halnya liberalisme dan internasionalisme yang mengangkat isu-isu global”. 15
Kemampuan AS untuk mendominasi dan menghegemoni dalam sistem internasional lebih karena beberapa hal yang dapat disebutkan di bawah ini: “Patut untuk dipertanyakan: Mengapa AS begitu dominan? Gilpin (1981) berusaha menjawab pertanyaan ini dengan menyatakan bahwa dalam sistem perekonomian bebas (yang telah dipropagandakan AS dan Inggris pasca Perang Dunia II)...dimana para aktor bebas untuk melakukan transaksi...mereka yang berproduksi secara efisien akan menghasilkan keuntungan lebih dari yang lainnnya. Maka tidak mengherankan jika AS...yang dianggap paling efisien secara ekonomi maupun politis...menjadi kekuatan terbesar dunia. Sementara Hadiwinata dalam tesisnya menyatakan bahwa alasan lainnya adalah Perang Dingin. Pembagian dua kubu...liberalisme dan komunisme...dimana AS tampil sebagai pembela utama kekuatan liberal seolah-olah memberikan justifikasi bagi berbagai aksi militer dan ekonomi AS di berbagai wilayah dunia. Didukung oleh kekuatan militernya yang besar, hegemoni AS menjadi tidak terelakkan, masih menurut Hadiwinata, alasan lainnya adalah karena aktor sistem internasional, stabilitas tidak akan pernah terwujud jika tidak ada kekuatan hegemonis yang dapat ‘menghukum’ para pelanggar atau ‘memberikan imbalan’ bagi mereka yang mematuhi peraturan. Teori yang lebih dikenal dengan istilah ‘Hegemonic
15
“Bangsa Indonesia menyambut Globalisasi Politik”, dalam http://hildaku.blog.com/568343/review.html., diakses 13 Oktober 2009
13 Stability Theory’ ini berasumsi bahwa stabilitas dapat tercipta jika ada satu kekuatan hegemonis yang kekuatannya tidak dapat diimbangi oleh negara lain”. 16
Dengan demikian jelas sudah bahwa peran hegemoni yang dimiliki AS adalah tujuan sekaligus sarana untuk memperoleh kekuasaan sebersarnya, baik dalam bentuk kebijakan maupun keuntungan ekonomi dalam sistem internasional dan tentunya jalan menuju keuntungan tersebut adalah politik luar negeri. Politik luar negeri pasca terjadinya tragedi 11 September 2001 mengalami perubahan kebijakan menjadi uniteral dengan dikeluarkannya Bush Doctrine pada tanggal 17 September 2002. Bush Doctrine ini bertujuan untuk: “Menghindari suatu negara memiliki senjata pemusnah massal dengan mengadopsi kebijakan Preemtive War. Pasca 11 September, Preemptive War sangatlah mendesak dimana moral dijustifikasi karena kekuatan AS yang tak terhingga berkerja untuk kebaikan dunia, juga membawa kebebasan dan demokrasi. AS tidak akan pernah menjajah suatu negara tapi akan memerdekakan negara tersebut”. 17
Kebijakan luar negeri AS, seperti yang dikemukakan Presiden Bush pada bulan September 2002 di dalam dokumen berjudul “The National Security Strategy for The United States of America” (The Bush Doctrine) memiliki 8 tema besar, yaitu: “(1) Champions aspirations for human dignity (memperjuangkan cita-cita hak asasi manusua), (2) Strengthen alliances to defeat global terrorism and work to rrevent attacks againts us and our friends (memperkuat aliansi untuk mengalahkan terorisme global dan bekerja untuk encegah suatu serangan terhadap AS dan teman-temannya), (3) Work with others to defuse regional conflict (bekerja dengan negara lain untuk mematikan konflik regional), (4) Prevent our enemies from threatening us, our allies and our friends with weapons of mass destruction (mencegah musuh-musuh AS mengancam AS, aliansi dan teman-temannya melalui senjata pemusnah massal), (5) Ignite a new era of global economic growth through free markets and free trade (memulai sebuah era baru pembangunan ekonomi global melalui pasar bebas dan perdagangan bebas), (6) Expand the circle of development by opening societies and building the infrastructure of democracy (memperluas lingkaran pembangunan dengan cara 16
Kusnanto Anggoro, Dominasi Amerika Serikat di Asia Timur dan Dampaknya terhadap Kerjasama ASEAN, (Jakarta: CSIS, 2000), hlm.4. 17 Richard Wolfee and Michael Hirsh, “War and Consequenses”, Harian Newsweek, 3 Februari 2003, hal.15.
14 masyarakat terbuka dan membangun sebuah infrastruktur demokrasi), (7) Develop agendas for coorperative action with the other main centers of global power (mengembangkan agenda untuk aksi koorperatif dengan kekuatan global utama lainnya di dunia), (8) Transform America’s national security institutions to meet the challenges and opportunities of the twenty forst century (mentransformasi institusi keamanan nasional AS untuk menghadapi tantangan dan kesempatan dalam abad ke 21 ini)”. 18
Sebagaimana yang telah diterangkan sebelumnya bahwa politik luar negeri AS secara realis adalah politik luar negeri yang tergolong terbesar dan terdinamis raihan kekuasaannya dalam sistem internasional yang menyebabkan AS melalui politik luar negerinya mampu dan mengalami secara periodik dan relatif status quo dalam kemampuan dominasi dan hegemoninya pada sistem internasional. Dalam upaya mencapai tujuan-tujuan politik luar negeri AS, sebagai landasan perilaku politik luar negerinya, AS menetapkan seperangkat kebijakan yang bersifat strategis dan global, baik terhadap masalah-masalah internasional maupun regional penting yang berkenaan dengan kepentingan AS. Seperti yang dikemukakan oleh Bush dalam pidatonya di State of Union pada 2 Februari 2005. Bush menegaskan bahwa freedom sebagai Core of American Values dalam mewujudkan perdamaian dunia dan mendasari tiap langkah politik luar negeri AS, dengan mengatakan: “satu-satunya kekuatan yang cukup untuk menghentikan kekejaman dan teror, dan menggantikan kebencian dengan harapan, adalah kekuatan kebebasan manusia ”.
Dengan demikian, kebijakan luar negeri AS tidak terlepas dari tujuan untuk mengakhiri tirani diseluruh dunia. AS mendukung institusi internasional tetapi pada saat yang bersamaan juga menolak hambatan yang diakibatkan oleh multilateralisme dan cenderung untuk bertindak secara unilateral. Terdapat dua sumber ambivalensi ini, pertama, terdapat hasrat yang alami bagi AS sebagai super power untuk memaksimalkan 18
Ivo H Deadler and James M Lindsay, “Bush’s Revolution”, dalam Current History Journal, (November, 2003), hal.368.
15 kebebasan bertindaknya di luar negeri. Kerjasama multilateral dianggap hanya atraktif bagi negara yang lebih lemah (weaker power). Sebaliknya, AS secara sekilas tidak memiliki banyak insentif untuk melandaskan diri pada institusi global dan tidak beresiko apabila mem-bypass-nya. Dominasi AS juga memberikan justifikasi yang positif bagi aksi unilateralnya. Konflik adalah suatu tindakan yang mengarah pada penggunaan kekerasan yang direncanakan dengan baik, timbul dari perpaduan berbagai sebab seperti pertentangan tuntutan masalah, sikap bermusuhan, serta jenis tindakan militer dalam diplomasi tertentu. Konflik tersebut pada umumnya disebabkan oleh pertentangan dalam mencapai tujuan tertentu seperti pengganyaman wilayah dan mempertahankan wilayah teritorial dan keamanan. Mengarah pada permasalahan, prestise, persekutuan, revolusi dunia, penggulingan kekuasaan negara yang tidak koorperatif, mengubah prosedur dalam organisasi PBB, konflik merupakan pertentangan antar tuntutan yang dimiliki oleh suatu negara dengan kepentingan negara lain. Konflik digolongkan dalam dua struktur politik, yaitu: 1. secara “vertikal” dimana setiap komunitas didefinisikan sebagai kombinasi dari unsur-unsur yang berbeda. 2. secara “horizontal” dimana setiap unsur muncul di dalam berbagai jenis komunitas. Dalam memperjuangkan kepentingan yang harus dicapai suatu negara sering berbenturang dengan negara lain sehingga dapat menimbulkan konflik yang merupakan unsur yang selalu ada dalam percaturan politik internasional. Penulis menggunakan teori yang dipaparkan oleh K J. Holsti mengenai konflk, yakni sebagai berikut:
16 “Konflik yang mengarah pada pemakaian kekerasan yang direncanakan dengan baik, timbul dari perpaduan berbagai sebab, seperti tuntutan pertentangan masalah, sikap yang bermusuhan, serta jenis tindakan militer dan diplomatik tertentu. Konflik tersebut umumnya disebabkan pertentangan dalam mencapai tujuan tertentu seperti perluasan dan mempertahankan wilayah teritorial, keamanan, semangat jalur kemudahan daerah pemasaran, prestise, persekutuan, revolusi dunia pergulingan pemerintah negara yang tidak bersahabat, mengubah prosedur dalam organisasi PBB, dan lain-lain. Dalam usaha mempertahankan kekuasaan atau mencapai tujuan akan berlangsung dan bertentangan dengan kepentingan serta tujuan negara lainnya ”. 19
Kekuasaan untuk melindungi kemakmuran umum dari tekanan dan tuntutan kelompok-kelompok kepentingan yang khusus. Politik bertugas untuk mempertahankan hak-hak istimewa suatu minoritas yang ditentukan oleh status sosial seseorang dalam konsep sosiologi politik perjuangan atau pergolakan individu-individu dan kelompok memperlihatkan bahwa masyarakat dapat harmonis dalam mempertahankan kekuasaan dan ketertiban sosial yang sah. Sosiologi politik diuraikan sebagai penindasan ataupun sebagai intergrator, M. Amien Rais mengemukakan pemikirannya mengenai Timur Tengah sebagai berikut: “Proses perdamaian Timur Tengah yang sekarang sedang berjalan relatif cukup tepat, pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari perkembangan politik global dalam ukuran lima atau enam tahun terakhir ini. Perkembangan politik regional Timur Tengah mungkin terlepas dari perkembangan politik global. Tidak terkecuali Israel-Palestina.” 20
Regionalisme merupakan suatu konsep antara region dan regionalisme, ketika berbicara region maka berbicara tentang batasan geografis karena jika tidak berbicara tentang batasa geografis maka akan sulit membahas region. Dalam regionalisme batasan geografis merupakan faktor utama, namun selain batasan geografis juga terdapat kohesifitas-kohesifitas, yaitu:
19 20
http://www.wordpress.com kajian tentang Timur Tengah, diakses April 2006. Kompas, 15 Desember 2006.
17 1. kohesifitas sosial, meliputi etnis, ras, budaya, sejarah dan kultur. 2. kohesifitas ekonomi, meliputi tata cara dagang, complementary economic. 3. kohesifitas politik, meiputi apakah suatu rezim bersifat demokratis atau tidak. 4. kohesifitas organisasi, meliputi eksistensi institusi-institusi formal region. Ketika berbicara tentang kawasan Timur Tengah, maka bukan hanya satu region namun ada juga persamaan satu rumpun yang mempunyai satu kultur, bahasa yang sama. Artinya, berbicara tentang Timur Tengah, tidak terlepas bangsa Arab, namun di kawasan Timur Tengah yang mempunyai kohesifitas sosial yang sama sering terjadi kohesifitas politik. Israel-Palestina merupakan suatu region dalan kawasan Timur Tengah, hal ini terlihat dari batasan geografis. Seperti yang diketauhi bahwa Israel-Palestina berada dalam satu region yang sama. Mereka sesungguhnya tidak menoleh secara apriori terhadap penyelesaian damai. Jika dilihat dari region zaman dahulu Israel-Palestina samasama memiliki Jerusalem, tetapi Palestina hanya memiliki Jerusalem Timur yang biasa disebut dengan Jerusalem Tua. Sedangkan Israel memiliki Jerusalem Barat yang biasa disebut dengan Jerusalem Muda. Menyangkal hal tersebut, menurut Martin Griffith dalam bukunya Lima Puluh Pemikir Hubungan Internasional, mengatakan: “Nasionalisme kelihatannya sedang menyebar keseluruh dunia, mengancam untuk memecah beberapa negara yang ada menjadi beberapa bangsa begara yang baru. Tetapi istilah nasionalisme sering digunakan secara sangat samar, dan pemahaman kita tentang bentuk mobilisasi politik ini terhalang oleh kurangnya perhatian terhadapnya dalam studi Hubungan Internasional. Karena perbedaan perang di antara negara-negara dengan perang di dalam mereka kurang jelas sekarang dari pada masa era-era sebelumnya, nasionalisme sekarang menarik banyak perhatian. Satu diantaranya masalah-masalah besar mengenai tatanan internasional pada akhir abad kedua puluh adalah bagaimana merekonsiliasi prinsip kedaulatan negara (yang melindungi batas teritorial yang ada) dan prinsip self determination bagi rakyat (yang secara konstan mengecam untuk mendistribusikan batas-batas menjadi suatu prinsip normatif yang sama).” 21
21
1999: 345.
18 Prospek perdamaian antara Israel-Palestina sangat ditentukan oleh seberapa besar political wiil dari kedua belah pihak untuk mewujudkan perdamaian yang abadi melalui proses diplomasi atau perundingan karena penyelesaian dengan menggunakan cara kekerasan atau militer yang telah ditempuh hingga saat ini ternyata tidak bisa menyelesaikan konflik yang ada. Dengan kata lain, selama kedua belah pihak tersebut tidak bersedia saling memberi konsesi maka selama itu pula masalah Israel-Palestina tidak akan terselesaikan dan akan tetap menjadi sumber sengketa (Arab-Israel). Hal itu diperparah dengan begitu beragamnya (ramifikasi) kepentingan dan konflik, baik internal maupun intra Arab sendiri dan kepentingan-kepentingan eksternal negara-negara besar di luar kawasan, yang semuanya itu sekaligus dapat menjadi kendala dan peluang bagi proses perdamaian Israel-Palestina. Pada tanggal 22 November 1967, PBB mengeluarkan Resolusi 242 sebagai dasar bagi penyelesaian konflik yang adil dan kekal bagi konflik Israel-Palestina. Resolusi tersebut pada intinya menyerukan agar Israel segera menarik mundur pasukannya dari daerah-daerah yang diduduki dalam konflik terakhir dan pengakuan terhadap kedaulatan, integritas teritorial dan kemerdekaan politik dari setiap negara di kawasan tersebut. Serta hak-hak mereka untuk hidup dalam perdamaian dengan batas-batas aman yang diakui. Akan tetapi PLO segera menolak resolusi karena dalam resolusi tersebut dinyatakan bahwa masalah Palestina hanya sekedar masalah pengungsi. Suatu konflik apabila tidak diselesaikan akan menjadi suatu konflik yang berkepanjangan yang akan menyeret negara-negara disekitar konflik itu menjadi terpengaruh dan terbawa konflik secara langsung maupun tidak.
19 Hal tersebut tentu akan menambah dan memperumit masalah yang ada, demikian halnya dengan konflik Israel-Palestina ini terus berkepanjangan dan kini semakin luas aktor yang bertikai karena didalam tubuh Palestina terdapat konflik sehingga mempersulit jalan damai maka tidak salah jika masalah Palestina merupakan masalah yang paling tragis dan rumit sejak permulaan abad 20 hingga sekarang. Pada konflik Israel-Palestina, bersumber dari pertikaian dan perebutan wilayah antara penduduk Palestina dan penduduk Yahudi yang sama-sama ingin mendiami wilayah tersebut seperti yang dikemukakan oleh Deborah J. Gerner, yakni: “Konflik Israel-Palestina merupakan konflik sepetak tanah yang diakui oleh kedua bangsa, yaitu bangsa Arab Palestina dan bangsa Yahudi Israel, masingmasing mengakui sebagai pihak yang paling berhak atas tanah itu, akibatnya mereka berjuang untuk memperoleh apa yang diakuinya sebagai pemilik 22 kelompok. Tentunya konflik antar dua negara itu tidak dapat dihindari.”
Lebih jauh lagi dalam buku Reportase Untuk Perdamaian, buku I Jurnalis dan Konflik yang ditulis oleh Peter Du Toit menjelaskan, bahwa: “Kata-kata yang berhubungan dengan konflik adalah perang, kekerasan, pembunuhan, kematian, tentara, perkelahian, kekacauan, perubahan, revolusi, terorisme, kerusuhan, kebencian, perkosaan, kemajuan, ketidakbebasan, kemerdekaan, argumentasi, negosiasi, penjarahan, perusakan, pembantaian, ketakutan, perselisihan, tantangan, rekonsiliasi, pertempuran, pemogokan, demontrasi, protes, kerjasama, keserakahan, kekuasaan, politik, pembebasan, konsultasi, bom, perlawanan, oposisi, keluhan, hukuman, senjata, pergulatan, pembantaian, inisiatif, menjaga, perdamaian, penekanan, debat, keberanian, toleransi, stimulasi, perbedaan, keragaman, kriminal, jagoan, pasifis, kepemimpinan, persaingan, nasonalisme, pejuang, kemerdekaan kolaborator, manipulasi, dialog, persaingan, kemarahan, kebohongan, pengampunan, patriotisme, milista, ancaman, diskusi, penyelesaian, kesempatan, tidak toleran, ancaman, diskusi, penyelesaian, kesempatan, tidak toleran. ”
Selanjutnya adalah konsep perdamaian, Raymond Aron mengatakan bahwa: ”Perdamaian berlaku ketika hubungan antara negara-negara tidak melibatkan bentuk kekuatan militer. Tetapi sejak perdamaian ini terjadi dalam bayangbayang pertempuran di masa lalu dan dalam ketakutan atau harapan akan masa depan, maka prinsip perdamaian didasarkan pada power atau kekuatan yang 22
http://www.jewishvirtuallibrary.com tentang Israel Palestine conflict, diakses November 2005.
20 berada pada hubungan antara kapasitas tindakan satu sama lain yang dilakukan oleh unit politik”.
Penulis juga menggunakan konsep bergaining atau tawar menawar. Tawar manawar atau bergaining adalah kesediaan semua pihak yang terlibat dalam suatu konflik untuk mengurangi tuntutannya sendiri dan menerima bagian-bagian tertentu dari tuntutan pihak lain. Konsep bargaining ini digunakan untuk menjelaskan posisi negara Palestina setelah terbentuknya pemerintahan persatuan nasional, yaitu pemerintahan koalisi Hamas dan Fatah dalam proses tawar menawar dengan Israel, berkaitan dengan proses perundingan damai dan kesepakatan-kesepakatan yang saling menguntungkan. Dinamika proses tawar menawar internasional bisa dianalisis menurut operasi keempat bentuk alat tawar menawar, yaitu: a. Agumentasi, sering digunakan oleh negara-negara, terutama dalam mengacu pada sasaran perdamaian dan “kesatuan umat manusia”, meskipun pengaruhnya tampak tidak banyak. b. Janji, bisa menyangkut tindakan-tindakan ekonomi, politik dan militer. Citra negara menentukan apakah janjinya akan dipercaya atau tidak. Agar efektif, janji janji harus menyangkut sesuatu yang bernilai bagi negara sasaran, Quid Pro Quo atau tukar menukar janji merupakan aspek penting dalam semua politik, termasuk politik internasional. c. Ancaman, juga bisa menyangkut itndakan-tindakan ekonomi, militer dan politik. Cara
mengkomunikasikan
ancaman
akan
mempengaruhi
peluang
keberhasilannya. Dukungan politik didalam negeri dan dukungan dari negara lain akan mempengaruhi kredibilitas ancaman.
21 d. Kekerasan, sering digunakan untuk meningkatkan kredibilitas ancaman lainnya, kekerasan sering digunakan untuk mengkomunikasikan posisi tawar memawar. Dalam perundingan damai yang dilakukan antara Israel-Palestina, alat tawar menawar yang sering digunakan adalah ancaman. Sejak kemenangan Hamas dalam pemilu 2006 lalu, Israel dan negara-negara barat memboikot perekonomian Palestina. Hal ini merupakan bentuk ancaman ekonomi yang dilakukan agar dapat menekan pemerintahan Hamas. Ancaman berupa serangan militer pun tak henti-hentinya ditujukan kepada Palestina. Terbentuknya pemerintahan persatuan nasional di satu sisi akan meningkatkan posisi tawar menawar Palestina dalam perundingan damai dengan Israel. Namun disisi lain, bagi Israel, pemerintahan koalisi tersebut merupakan ancaman bagi eksistensinya. Aksi-aksi kekerasan yang sering dilakukan Hamas sebagai bentuk perjuangannya melawan Israel merupakan alat untuk meningkatkan posisi tawar menawar dengan Israel. Dalam penelitian ini, penulis juga menggunakan konsep kepentingan nasional. Adapun arti kepentingan nasional menurut Frankel adalah “sebagai keseluruhan nilai yang hendak ditegakkan oleh suatu bangsa”. Lebih lanjut lagi Frankel mengatakan bahwa, “kepentingan nasional dapat melakukan aspirasi negara dan kepentingan nasional dapat dipakai secara operasional dan dapat dilihat dalam aplikasinya pada kebijakan-kebijakan yang aktual serta rencana-rencana yang dituju berorientasi kepada kepentingan nasional”. Dalam melihat konflik Israel-Palestina itu K J. Holsti (1992) menawarkan 4 komponen untuk mengkajinya, yaitu (1) negara yang terlibat dalam konflik, (2) bidang masalah, (3) sikap pemerintah dan (4) tindakan pemerintah. Konflik tersebut, pertama, melibatkan hanya dua negara saja tapi sudah mengikutsertakan banyak
22 negara, terutama negara-negara yang memiliki kepentingan di kedua negara tersebut. Amerika Serikat adalah salah satu negara yang sangat berkepentingan sebab menyangkut strategi pertahanannya di kawasan Timur Tengah. Israel adalah buffer area untuk AS untuk membatasi dan memonitor gerak-gerik negara-negara di kawasan Timur Tengah. 23 Kedua, masalah yang melatarbelakangi konflik itu, tampaknya bukan hanya persoalan daerah kekuasaan saja namun ternyata faktor agama juga adalah substansi dari konflik tersebut. Israel dengan yahudi-nya dan Palestina yang menganut islam, masingmasing dipengaruhi sentimen agama. Padahal kedua negara itu adalah sama-sama agama monotheis. Persoalan ketiga bahwa sikap masing-masing pemerintahan Israel maupun Palestina saling “ngotot” terhadap keinginannya. Israel bersikeras agar Palestina tidak mendapatkan daerah di wilayah yang sudah dikuasainya. Sedangkan Palestina tetap memperebutkan wilayah yang diklaim adalah bagiannya. Ketiga faktor itu ternyata diperparah lagi dengan faktor keempat yaitu bentuk tindakan pemerintah kedua negara itu. Puncak kejengkelan Israel terimplementasi dengan tindakan agresi mereka terhadap Palestina, sebaliknya, Palestina terus melakukan perlawanan, meski dengan bersenjatakan batu dan aksi bom bunuh diri. Disamping keempat faktor tersebut tampaknya tindakan Israel menyerbu Palestina didorong dengan adanya resolusi dewan keamanan PBB 1368 dan 1373 yang menyerukan perang terhadap terorisme. Hal ini, menjadi “senjata” Israel mengusir Palestina sebab gerakan rakyat Palestina selama ini dianggap mengancam keamanan nasional dan tergolong gerakan teroris.
23
http://www.wordpress.com kajian tentang Timur Tengah, diakses April 2006.
23 2.
Hipotesis Penelitian Berdasarkan pada perumusan masalah, kerangka pemikiran dan asumsi yang
dikemukakan diatas, penulis dapat menarik suatu hipotesis sebagai berikut: “Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat cenderung merugikan pihak Palestina ditandai dengan tidak adanya kesepahaman antara Israel-Palestina, maka proses penyelesaian konflik Israel-Palestina membutuhkan proposal perdamaian baru”.
3.
Operasional Variabel dan Indikator Untuk membantu didalam menganalisa masalah penelitian lebih lanjut, maka
penulis membuat operasional variabel tentang konsep hipotesis diatas, yaitu:
Tabel 1 OPERASIONAL VARIABEL Variabel dalam Hipotesis (Teoritik) Variabel Bebas: Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat cenderung merugikan pihak Palestina ditandai dengan tidak adanya kesepahaman antara IsraelPalestina
Indikator (Empirik)
Verifikasi (Analisis)
1. Adanya kepentingankepentingan Amerika Serikat terhadap Israel yang cenderung merugikan pihak Palestina.
1. Pada tanggal 22 Juni 1989 Bush menegaskan pada anggota Konggres yang mendukung Israel bahwa Amerika Serikat akan tetap memberikan dukungan penuh terhadap Israel, baik secara finansial, politik, maupun militer. (Sumber: www.wordpress.com) 2. Pada tanggal 7 Februari 1990 Bush menekan Soviet agar meresmikan hubungan diplomatic dengan Israel dan memberikan izin kepada yahudi Soviet untuk migrasi ke Israel melalui jalur penerbangan langsung
24 dari Moscow ke Tel. Aviv. (Sumber: www.wordpress.com )
Variabel Terikat: Maka proses penyelesaian konflik Israel-Palestina membutuhkan proposal perdamaian baru
2. Dibentuknya proposal peta jalan damai yang diajukan oleh kelompok Quartet yaitu Amerika Serikat, Soviet, Rusia dan DK PBB.
3. Data fakta tentang proposal peta jalan damai 2003 dan peta jalan damai yang diusung oleh kelompok Quartet yaitu Amerika Serikat, Soviet, Rusia dan DK PBB sampai sejauh ini belum bisa menyelesaikan konflik Israel-Palestina hingga saat ini. (Sumber: “Ahmedinejad On Palestine”, penulis Dina Y Sulaeman.)
25 4.
Skema Kerangka Teoritis
KONFLIK ISRAEL-PALESTINA
PALESTINA
ISRAEL
“PETA JALAN DAMAI”
Keuntungan Israel
Kerugian Palestina
Kelemahan-Kelemahan Peja Jalan Damai Gambar 1 Judul Penelitian: Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat pada masa Pemerintahan George Walker Bush dan Implikasinya terhadap proses penyelesaian konflik Israel-Palestina.
26 E.
Metode Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data
1.
Metode Penelitian Metode penelitian merupakan suatu cara penelitian melalui proses atau langkah-
langkah yang diterapkan guna melakukan kajian terhadap masalah yang diteliti dengan tujuan untuk mencari jawaban dan solusi berdasarkan data yang dihimpun. Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa metode penelitian, yaitu: a. Metode Penelitian Deskriptif Analitis Suatu analisa yang bertujuan menggambarkan dan mengklasifikasikan gejalagejala atau fenomena-fenomena yang didasarkan pada hasil pengamatan dari berbagai kejadian dan masalah aktual, kemudian berusaha menganalisanya serta berusaha untuk menginterpretasikan masalah baik yang sedang maupun yang dipikirkan di masa mendatang. b. Metode Penelitian Historis Analitis Metode yang digunakan untuk menganalisa kejadian-kejadian di masa lampau secara berangkai atau secara generalisasi didalam memahami situasi yang sekarang terjadi dan kemungkinan perkembangannya di masa yang akan datang dengan cara mengumpulkan, mengevaluasi dan menverifikasi fakta serta memperoleh kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan.
2.
Teknik Pengumpulan Data Dalam
mengumpulkan
data
untuk
kepentingan
penelitian
ini,
penulis
menggunakan teknik pengumpulan data didasarkan pada studi kepustakaan, yaitu teknik pengumpulan data melalui buku-buku, tulisan-tulisan ilmiah yang terdapat di majalah-
27 majalah, dokumen-dokumen, artikel-artikel, surat-surat kabar, serta sebagai pelengkap dan menambah referensi dipakai sebagai literatur seperti internet dan bahan literatur lainnya yang memiliki relevansi dengan masalah uang akan dikaji.
F.
Lokasi dan Lamanya Penelitian
1.
Lokasi Penelitian Untuk menunjang penelitian maka dalam pencarian data, penulis mengambil
beberapa lokasi penelitian diantaranya sebagai berikut: a. Perpustakaan Fisip Unpas Jln. Lengkong Besar No.68, Bandung b. Zona Hotspot Fisip Unpas Jln. Lengkong Besar No.68, Bandung c. Perpustakaan Unpar Jln. Ciumbuleuit No.94, Bandung 40141 d. Perpustakaan Fisip Unpad Jln. Bukit Dago Utara No.25, Bandung 40135 e. Pusat Informasi Kompas Jln. Palmerah Selatan No.26-28, Jakarta 10270 f. Perpustakaan CSIS (Centre for Strategic and International Studies) Jln. Tanah Abang III No.23-27, Jakarta
28 2.
Lamanya Penelitian Penulis melakukan penelitian ini diperkirakan selama 6 bulan, terhitung sejak
bulan November 2009 sampai dengan bulan April 2010. Hal ini dapat dilihat dari table pada lembar berikutnya:
29
Tabel 2 Jadwal Kegiatan Penelitian
Bulan / Minggu No
Kegiatan
Desember 1
1
Konsultasi & Pengajuan Judul
2
Penyusunan Proposal
3
Seminar Proposal
4
Pengurusan Izin Penelitian
5
Pengumpulan Data
6
Analisa Data
7
Penyusunan Laporan Skripsi
8
Seminar Draft
9
Sidang
2
3
Januari 4
1
2
3
Februari 4
1
2
3
Maret 4
1
2
3
April 4
1
2
3
Mei 4
1
2
3
4
30 G.
Sistematika Penulisan
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
KEBIJAKAN POLITIK LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT. Pada bab ini, penulis membahas tentang kebijakan-kebijakan politik luar negeri Amerika Serikat pada masa pemerintahan Presiden George Walker Bush sampai dengan akhir masa pemerintahan Bush.
BAB III
PROSES PENYELESAIAN KONFLIK ISRAEL-PALESTINA. Pada bab ini, penulis membahas tentang latar belakang terjadinya konflik Israel-Palestina, upaya-upaya proses penyelesaian konflik Israel-Palestina sampai benturan kepentingan dalam konflik Israel-Palestina.
BAB IV
DAMPAK
KEBIJAKAN
POLITIK
LUAR
NEGERI
AMERIKA
SERIKAT TERHADAP PROSES PENYELESAIAN KONFLIK ISRAEL - PALESTINA. Pada bab ini, penulis membahas tentang uraian atau jawaban dari hipotesis dan indikator-indikator penelitian, bab ini juga berisi tentang uraian data (fakta-fakta dan angka-angka) mengenai kebijakan politik luar negeri Amerika Serikat dan proses penyelesaian konflik Israel-Palestina. BAB V
KESIMPULAN. Pada bab terakhir ini, penulis akan membahas mengenai kesimpulan dari hasil penelitian mengenai kebijkaan politik luar negeri Amerika Serikat dan proses penyelesaian konflik Israel-Palestina.
31 BAB II KEBIJAKAN POLITIK LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT
A.
Tujuan dan Sasaran Politik Luar Negeri Amerika Serikat
1.
Tujuan Politik Luar Negeri Amerika Serikat Cita-cita, prinsip dan isi dari politik luar negeri AS salah satunya adalah untuk
memberi kekuatan pada masyarakat AS pasca masa perang dingin. Tujuan politik luar negeri AS pasca perang dingin yang sebelumnya pernah dirumuskan terlebih dahulu oleh masa kepresidenan Clinton yang menitikberatkan pada tiga tujuan utama bagi program politik luar negerinya, yaitu Promoting Democracy, Promoting Prosperity dan Enhancing Security. 24 a. Promoting Democracy Clinton dan para penasehatnya menekankan bahwa tidak ada tujuan uang lebih penting selain mempromosikan demokrasi di luar negeri. Hal ini dilakukan dengan cara memperluas dan memperkuat pasar bagi masyarakat dunia yang didasarkan pada asas demokrasi. b. Promoting Prosperity Menunjukkan kemakmuran merupakan tujuan politik luar negeri AS yang kedua, dimana tema-tema tentang perdamaian dan kemakmuran yang diambil dari fokus demokrasi sebenarnya tidak dapat dipisahkan dari agenda ekonomi yang pernah dicanangkan oleh Clinton terdahulu, dimana pernyataannya bahwa untuk melakukan peremajaan ekonomi domestik, meningkatkan persaingan di pasar-pasar luar negeri serta memajukan pembangunan di wilayah secara global. 24
Martin L. Laster, US Strategic Option In Asia Pasific Community, 1996, hlm.29.
32 c. Enhancing security Runtuhnya imperium Uni Soviet serta berakhirnya kompetisi yang terjadi dimasa perang dingin telah membuat perubahan secara radikal dalam lingkungan keamanan yang dihadapi oleh bangsa AS. Cara untuk mengadaptasi perubahan tersebut merupakan isu hangat uang diperdebatkan dalam agenda politik internasional saat ini. 25 Tujuan politik AS ditujukan untuk kondisi yang ingin dicapai dan diwujudkan dalam jangka waktu yang panjang, yang disusun berdasarkan prioritas, sedangkan urutan tujuan politik luar negeri AS, antara lain: a. melindungi kemerdekaan dengan batas-batas yang memuaskan, yang menjamin demi tercapainya keamanan nasional. b. Memperluas batas-batas negara demi kepentingan keamanan, pelayanan, perdagangan, ruang untuk pertumbuhan penduduk dan penyebaran demokrasi. c. Melindungi serta memelihara hak-hak serta kepentingan warga negara AS dalam keadaan perang maupun damai. d. Memelihara perdamaian dan netralitas selama sikap itu melindungi keamanan dan kepentingan vital bangsa AS yang berusaha mencari cara-cara untuk menyelesaikan setiap permasalahan internasional. e. Mencegah keuatan-kekuatan di Eropa yang dapat menguasai daratan dan mencegah mereka melakukan campur tangan dalam masalah-masalah yang dihadapi oleh AS secara umum. f. Menyebarkan demokrasi dan agama nasrani bersama, mengakhiri perdagangan budak, menghentikan perburuhan suku-suku dan agama minoritas. 26
25 26
www.Irib.com/Iran/Foreign Policy. Ibid.
33 2.
Kepentingan Nasional Amerika Serikat Kerjasama dan konflik merupakan karakteristik utama interaksi antar negara-
negara yang berdaulat. Diantara dua tipe ekstrim tersebut, ada situasi yang disebut dengan persaingan. Holsti memasukkan krisis sebagai salah satu tahapan konflik. Interaksi antar negara ditentukan oleh sifat negara dan masyarakat internasional. Sifat utama negara merupakan bentuk tertinggi dari organisasi manusia dan negara hanya diperintah oleh kepentingan nasionalnya. Sedangkan masyarakat internasional tidak menerapkan kekuasaan otoritatif terhadap negara meskipun masyarakat internasional menerapkan peraturan-peraturan mengenai tingkah laku tertentu. Pada umumnya, negaranegara di dunia mengembangkan hubungan mereka dalam kerangka dua karakteristik tersebut sesuai dengan kepentingan nasionalnya. Persamaan internasional sering kali mendorong adanya kerjasama, tetapi perbedaan kepentingan antar negara juga dapat menimbulkan konflik internasional yang tidak dapat dihindari. Menurut pandangan Holsti, pada dasarnya segala jenis hubungan antar negara menunjukkan adanya sifat konflik, bahkan dalam bentuk hubungan kerjasama antar pemerintah, berbagai perbedaan pendapat akan selalu timbul. 27 Lebih lanjut lagi Holsti mengkaji tentang konflik internasional, terdapat empat komponen yang diperhatikan yaitu para aktor, isu bidang, sikap dan tindakan. Para aktor teresebut adalah negara atau non negara. Berdasarkan bidang isunya konflik bersumber dari konflik wilayah terbatas, konflik yang berkaitan dengan komposisi pemerintah, konflik kehormatan nasional, imperialisme regional, konflik pembebasan dan konflik untuk
27
Holsti, 1988:171.
34 menyatukan satu negara yang terpecah. 28 Tindakan dapat berupa nota protes, ancaman, blokade sampai perang. Dalam setiap pengambilan kebijakan luar negeri suatu negara senantiasa mendasarkan pada kepentingan nasional negara yang bersangkutan. Menurut Donald E. Nuckertlein, kepentingan nasional adalah kebutuhan dan keinginan yang dirasakan oleh suatu negara dalam hubungan dengan negara-negara lain yang merupakan lingkungan eksternalnya. 29 Dalam konteks Amerika Serikat, kepentingan nasional Amerika Serikat yang dicapai dari waktu ke waktu antara lain: a. mempertahankan negara AS dan sistem konstitusionalnya, b. perluasan eksistensi ekonomi AS dan mempromosikan produk-produknya ke luar negeri, c. menciptakan suatu tata dunia baru atau sistem keamanan internasional yang favorable, d. mempromosikan nilai-nilai demokrasi AS dan sistem pasar bebasnya. 30 Namun dalam periode pasca perang dingin, pemerintah AS menemukan komponen-komponen baru bagi kepentingan nasionalnya Anthony Lake menggariskan tujuh aspek kepentingan nasional Amerika Serikat, antara lain: a. untuk mempertahankan AS, warga negaranya didalam maupun diluar negeri, para sekutunya dari berbagai bentuk serangan langsung, b. untuk mencegah timbulnya agresi yang dapat mengganggu perdamaian internasional, c. untuk mempertahankan kepentingan ekonomi AS, 28
Ibid., 174. Nuckertlein, 1979:75. 30 Nuckertlein, 1991. 29
35 d. untuk menyebarluaskan nilai-nilai demokrasi, e. mencegah proliferasi senjata nuklir, f. untuk menjaga rasa percaya dunia internasional terhadap AS, serta g. memerangi kemiskinan, kelaparan dan pelanggaran terhadap HAM. 31 Untuk menjaga kepentingannya, AS senantiasa melakukan tiga hal penting yaitu pertama, AS tetap menjaga posisinya sebagai kekuatan utama dalam ekonomi global meskipun ia harus menghadapi kekuatan ekonomi Jepang. Kedua, AS akan menentang munculnya kekuatan hegemoni politik militer di Eropa dan ketiga negara itu akan melindungi kepentingannya di negara-negara ketiga. 32 Semua kepentingan dasar diatas memiliki peranan penting, namun dalam prakteknyasetiap negara harus menentukan dan memilih kepentingan mendasar tertentu untuk didahulukan daripada lainnya. 33 Berdasarkan strategi wilayah AS ada tiga hal yang mendapatkan prioritas tertinggi yakni wilayah Eropa, Asia Pasifik Timur, Timur Tengah, Asia Barat, Amerika Latin dan Afrika. 34 Bagi kepentingan AS, kawasan Timur Tengah sebagai prioritas ketiga karena selain wilayah itu menguasai lalu lintas laut dan udara Eropa-Asia Pasifik-Afrika, wilayah ini juga merupakan sumber-sumber energi bagi negara-negara sekutunya si Eropa Barat dan Asia Timu (Jepang). Sengketa Arab-Israel yang berkepanjangan, invasi Soviet ke Afghanistan, perang Irak-Iran, invasi Irak ke Kuwait, dan hubungan Soviet dengan Libya, Irak, PLO selama perang dingin. Kepentingan AS di kawasan Timur Tengah, antara lain:
31
Lake, 1995. Hunington, 1994:510. 33 Clinton, 1996:499. 34 Habib, 1997:481-2. 32
36 a. menjaga kelangsungan impor minyak dari Timur Tengah, terutama dari negaranegara teluk, b. menjaga eksistensi Israel. Hal ini penting karena Israel adalah kawan dekat AS di Timur Tengah yang dapat dijadikan perpanjangan tangan AS di kawasan tersebut, c. untuk memperlancar dua kepentingan diatas, AS perlu menjaga stabilitas politik dan keseimbangan kekuatan di kawasan tersebut, maka AS menciptakan ketergantungan terhadap beberapa negara, mencegah rezim yang cenderung radikal untuk berkuasa dengan jalan mendukung kelompok minoritas yang menentang penguasa untuk berontak, mempersenjatai negara-negara di Timur Tengah seperti Arab Saudi guna mencegah timbulnya dominasi politik maupun militer, d. menjadikan kawasan tersebut sebagai pangsa pasar industri senjata.
3.
Sasaran Politik Luar Negeri Amerika Serikat Terpilihnya George W. Bush dimasa kedua jabatannya perlu dicermati karena
citra nasionalnya sebagai “empire of liberty” menjadi prisma atau lensa yang menampis pandangan para pengambil kebijakan
terhadap Indonesia. AS memang satu-satunya
negeri yang menjaga dunia melalui lima komando militer global, yaitu memelihara lebih dari satu juta warganya yang dipersenjatai di empat dunia, menggelar kapal-kapal induk untuk berjaga-jaga di setiap samudera dunia, menjamin kelangsungan hidup negaranegara mulai dari Israel hingga Korea dan menggerakkan roda-roda perdagangan dan perniagaan global.
37 Banyak kalangan menolak pencitraan AS sebagai suatu kekaisaran atau empire. Namun, akademisi seperti Michael Ignatieff (2003) menguraikan secara lebih rinci hanya AS yang bisa memberlakukan aturan-aturan main (dari pasar hingga senjata pemusnah massal). Yang unik, AS sekaligus pula mempunyai hak untuk mengecualikan diri dari aturan-aturan yang berlaku - sebagaimana halnya keengganan AS untuk patuh pada pembatasan penggunaan ranjau darat, menghormati Kyoto Protocol dan mengakui keberadaan International Criminal Court (ICC). Akademisi Eliot Cohen (2004), yang menolak istilah “empire”, lebih menyukai pemahaman yang tersirat oleh kata hegemoni AS atau AS sebagai “hyperpower”. Mengesampingkan perdebatan sematik dalam pendefinisian dominasi AS, sementara kalangan memilih istilah “America Exceptionalizm” (keistimewaan AS). Keistimewaan AS mencakup berbagai dimensi. Salah satu ciri yang menonjol adalah AS memiliki sistem negara yang terdesentralisasi, memiliki pejabat yang dipilih langsung dengan jumlah yang terbesar di dunia, akan tetapi jumlah pesertanya rendah. Tim kampanye partai Republik menyadari, apabila GOP sekedar identik dengan politik luar negeri yang militeristik dan mendukung perencanaan ekonomi bagi orang-orang kaya, nasibnya adalah menjadi partai minoritas. Partai Republik kemudian berupaya mengangkat isu sosial seperti hak-hak wanita, soal-soal aborsi, pendidikan seks dan homoseksualitas, agar memperoleh dukungan kalangan yang taat beragama. Hal ini dilakukan melaui siaran media, televisi dan dalam forum-forum dialog. Semenjak mendapat dukungan konstituen ini, partai Republik telah berhasil memenangi 6
38 pemilihan presiden, mendominasi 7 dari 12 masa jabatan Senat, dan telah secara terus menerus menguasai House of Representative selama 10 tahun kebelakang. 35 Dalam pemilihan umum 2004, margin dari "electoral college" berasal dari perubahan demografis. Banyak warga Amerika yang pindah ke negara-negara bagian yang memilih Partai Republik. Namun, patut dicatat, dalam pemilihan umum yang baru lalu agama menjadi fokus pengambilan keputusan dan penerapan taktik politik. Kata-kata seperti "axis of evil" (poros kejahatan) dan inisiatif masyarakat yang berlandaskan agama (faith-based community initiative) marak menjelang pemilihan umum 2004. Hal ini amat berbeda dengan pemilihan umum tahun 2000, yang lebih mengandalkan istilah "compassionate conservative" (kaum konservatif yang berbelas kasih). Pandangan kelompok penginjil Protestan ini yang sudah lama beraliansi dengan kaum neokonservatif kian menonjol setelah peristiwa 11 September. Menyebarluaskan demokrasi dan kebebasan beragama menjadi tujuan moral sekaligus memenuhi kepentingan keamanan nasional. Dalam pandangan kelompok Kristen sayap kanan, doktrin Bush dan ekspansi kekuatan militer dan ekonomi adalah sebagian dari rencana Tuhan. Apa saja kebijakan dalam negeri Bush menuju suatu pemerintahan konservatif yang besar (big government conservatism) dalam periode kedua pemerintahannya? Yang akan diupayakan di tingkat domestik adalah reformasi pajak secara fundamental, perubahan hukum tentang litigasi, privatisasi jaminan social dan pelaksanaan program kupon di bidang perawatan kesehatan. Isu yang menonjol di dalam kebijakan dalam negeri pemerintahan Bush adalah defisit anggaran belanja dan neraca perdagangan. Harga perawatan kesehatan tak memadai jika dibandingkan dengan jumlah warga yang
35
http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2005/01/24/KL/mbm.20050124.KL10093 3.id.html
39 membutuhkannya. Program jaminan sosial juga akan terbebani. Selain itu, beban perang di Irak meningkat dan adanya defisit neraca perdagangan kian memperparah perekonomian Amerika Serikat. Bush juga mengubah secara radikal kebijakan dalam negerinya. Ia membangun birokrasi baru yang besar, yakni The Department of Homeland Security. Kekuasaan pemerintahan federal juga tampak di bidang pendidikan dan memperluas peranan Kejaksaan Agung untuk menangkap warga yang dituduh sebagai teroris. Perubahan kebijakan ini makin meningkatkan kesetiaan kepada partai dan menambah banyaknya opini yang ekstrem. Yang termarginalkan adalah kelompok liberal sentris. Dalam hal politik luar negeri, Presiden Bush tampaknya tidak akan mengubah. Di masa jabatan pertamanya, Presiden Bush dianggap tidak sensitif dan menyebabkan hilangnya dukungan dunia internasional. Amerika Serikat kehilangan kredibilitas karena bersikap absolutis. Akhirnya Amerika menjadi terisolasi dan reputasinya sebagai negara yang arogan kian tebal. Sekalipun demikian, Presiden Bush tampaknya tidak akan mengubah kebijakannya. Pada masa pemerintahannya, penasihat-penasihat neokonservatif semakin berperanan setelah dituduh kehilangan raison d'etre-nya di masa keruntuhan Uni Soviet. Tokoh-tokoh seperti Paul Wolfowitz, Douglas Feith, Stephen Cambone, Dov Zakheim, John Bolton, Elliot Abrams, Zalmay Khalizad, Richard Perle, dan Lewis I. Libby kian berperan pasca tragedi 11 September. Kebijakan luar negeri yang diupayakan kelompok ini bercirikan peningkatan anggaran pertahanan, perubahan rezim yang dinilai tak sesuai dengan nilai-nilai demokratis (yang didukung AS), dorongan untuk kebijakan pasar bebas
40 di luar negeri. Dan, menjaga agar Amerika Serikat menjadi satu-satunya negara adidaya di dunia. 36 Kelompok neokonservatif pada intinya tak sekeras kelompok konservatif dalam melihat masalah-masalah internal negara. Namun, dalam hal hubungan luar negeri, mereka menginginkan pulihnya citra Amerika sebagai negara adidaya satu-satunya. Sebelum serangan 11 September, kelompok ini terbendung oleh pemikiran konservatif yang menguasai kebijakan luar negeri. Ketika peranan kelompok konservatif diragukan dalam menghasilkan kebijakan luar negeri yang mampu mengakomodasi kebutuhan masyarakat akan pertahanan dan keamanan, kelompok neokonservatif mulai mengambil alih penguasaan dan penentuan kebijakan ini. Sekalipun legitimasi itu penting dan multilateralisme adalah alat untuk mendapatkan kekuasaan, tampaknya George Bush akan melanjutkan kebijakan pemerintahannya di masa sebelumnya. Bush melihat kekonstanan kebijakan sebagai cara untuk menarik perhatian rakyatnya dan menjaga timnya agar terus termotivasi. 37 Dalam jangka panjang, Bush melihat, cara menjaga keamanan Amerika adalah dengan
menyebarluaskan
kebebasan.
Doktrin
Bush
mengupayakan
pertahanan
perdamaian, memperluas perdamaian, dan meluaskan perdamaian dengan memperluas demokrasi. Bush benar-benar yakin akan kekuatan kebebasan, keleluasaan bertindak, dan jahatnya radikalisme Islam. 38 Dengan terpilihnya Condoleeza Rice, pemerintahan Bush akan terus menjalankan politik luar negeri yang mempromosikan kebebasan, pasar bebas, dan perdamaian. Perdamaian adalah kunci terciptanya kemakmuran dan kebebasan. Dengan mundurnya Menteri Luar Negeri Colin Powell, hilanglah pandangan yang 36
Selden, 2004. Gibbs dan Dickerson, 2004. 38 Ibid. 37
41 moderat, berhati-hati dan mengutamakan diplomasi tradisional. Doktrin Bush akan berlanjut dan penunjukan Rice pada hakikatnya merefleksikan kehendak Bush untuk mengurangi ancaman internasional terhadap AS. Condoleeza Rice adalah seorang realis, bukannya ideolog. Ia kemudian menunjuk Robert Zoellick, seorang pragmatis, sebagai wakilnya di Department of State. Soal lain adalah kebijakan terhadap negara-negara Dunia Ketiga. David Ronfeldt (2005) menggarisbawahi soal negara-negara Dunia Ketiga dengan memaparkan kenyataan bahwa di negara-negara tersebut konflik kesukuan dipertajam oleh konflik agama. Robert Kaplan (2005) pun menganjurkan bahwa pembentukan "social bonds" (persahabatan sosial) amat penting karena hanya dengan cara itulah perpecahan birokratis di Washington bisa teratasi. Pada akhirnya pun "actionable intelligence " (intelligence yang relevan untuk kebijakan) bisa diperoleh dengan membangun bantuan kemanusiaan. Apabila Indonesia dapat melakukan inisiatif baru menanggapi kebijakan-kebijakan Amerika Serikat, hal ini tentunya akan membantu pencapaian kawasan Asia yang sejahtera. Khusus di Asia, ada empat pilihan yang memerlukan respons tepat bagi hal-hal berikut: menonjolnya peranan Cina dan akibatnya terhadap ekuilibrium kekuasaan di Asia; pola-pola baru kerja sama regional Asia; promosi demokrasi di kawasan Asia dan pengaruh-mempengaruhi antara kekuatan Islam moderat dan radikal di kawasan Asia.
42 B.
Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat Secara Global Kebijakan luar negeri secara luas adalah suatu program yang ditetapkan guna
menentukan hubungan, kebijakan dan tindakan dari AS dengan atau terhadap negaranegara lain dan badan internasional. Pada akhirnya legitimasi berasal dari kehendak rakyat namun secara resmi dan langsung dari konstitusi yang membagi kewenangan antara eksekutif, legislatif dan cabang yudisial dari pemerintah. Dalam prakteknya, kebanyakan dirumuskan di Gedung Putih dan Departemen Negara & Pertahanan, kemudian didiskusikan oleh beragam diplomatik, ekonomi dan lembaga militer. Prinsip panduan kebijakan luar negeri selalu dinyatakan menjadi kepentingan nasional, tetapi interprestasi ini sering kontroversial. Etnis kelompok agama, perusahaan, pengaruh media, ekspresi opini publik, berbagai dimediasi politik yang menentukan didalamnya, secara keseluruhan merupakan budaya demokrasi yang sangat berlebihan. Pengaruh dalam negeri secara terus-menerus dalam kebijakan luar negeri AS lebih didorong oleh kekebalan bangsa melalui sebagian besar sejarahnya (terutama 18151941) dari ancaman fana. Dengan cara diplomasi, karena itu berangkat dari piilhan bukan keharusan, cenderung mengundang perdebatan yang sering menyerahkan pada argumen tentang nilai-nilai moral. Pemerintahan presiden, cenderung melakukan navigasi secara hati-hati, dikelilingi oleh batasan konstitusional yang kuat dan sering instropektif tapi stabil opini publik. Kebijakan luar negeri AS kadang sangat kuat (terutama sejak 1941), mendukung pada abad ke-19 impuls teritorial ekspansif dan baru-baru ini ekstensi ekonomi yang lebih luas. Namun demikian cenderung memiliki historis untuk manajerial dalam karakter dan moral dalam nada, sering mengekspresikan diri dalam formula
43 ringkas congenially (Doktrin Monroe, Manifest Destiny, Good Neighbor Policy). Diantara dua sudut pandang umum sejarawan mendominasi. Sebuah pandangan mainstream berpendapat bahwa terkadang cacat AS yang bermaksud jika diplomasi baik yang berosilasi antara keterlibatan internasional dan detasemen tetapi kebanyakan dipandu oleh keinginan untuk perdamaian, stabilitas dan pembangunan progresif. Tampilan revisionis lebih kritis, biasanya menggambarkan sebuah negara, pada dasarnya ekspansionis hegemonis. Antara dua pandangan dua penilaian ilmiah lainnya terutama yang lebih konservatif ”realis” kritik terhadap kecenderungan liberal dirasakan, invigorates lapangan intelektual.
1.
Faktor yang mendasari Kebijakan Politik Luar Negeri Amerika Serikat Kerangka besar kebijaksanaan luar negeri AS ialah membangun dan
mempertahankan keseimbangan kekuasaan dalam politik internasional yang akan menghambat ambisi negara-negara yang gila kekuasaan, sehingga menjamin perdamaian dan stabilitas dunia. Sebab-sebab yang mendasari strategi ini bukannya idealisme, tetapi kepentingan pribadi. Keamanan AS banyak bersandar pada keamanan dunia. Meskipun baik Uni Soviet maupun AS menghendaki keamanan sebagai prasyarat menjaga diri, kebijaksanaan mereka tetap menggambarkan perbedaan penting baik dalam sarana maupun tujuannya. Diplomasi AS setelah Perang Dunia II dibagi dalam 4 masa, yaitu masa bekerja sama (1945-1947), masa menahan diri (1947-1956), masa hidup persaingan dan akomonasi nuklir (1957-1968) dan masa detente (1969 sampai dengan awal 1980an). 39
39
Uraian tentang tahap-tahap diuraikan dengan sangat jelas dalam John Spanier, American Foreign Policy since World War II, terbitan ke-8, Holt Rinehart dan Winston, Inc., New York, 1980.
44 a. Faktor Eksternal Ω Promoting Human Dignity Penekanan aspek hak asasi manusia pada konteks global yang termanifestasi dalam kebijakan luar negeri AS sesungguhnya merupakan kelanjutan sejarah panjang yang telah dikembangkannya. 40 AS memandang perlu penghargaan terhadap martabat manusia sebagai nilai yang hakiki dan tidak dapat diganggu gugat. Promosi terhadap martabat meliputi aspek-aspek kepastian hukum bagi warga negara, penolakan terhadap segala bentuk absolutisme negara, kebebasan berpendapat yang sama, penghargaan terhadap wanita, agama dan perbedaan suku dan perhargaan terhadap barang-barang milik pribadi. Untuk mempromosikan hal ini, maka AS: (1) menentang segala bentuk kekerasan terhadap mertabat manusia dan memberikan peranan kepada lembaga internasional dalam memperjuangkan nilai-nilai kebebasan, (2) menggunakan bantuan luar negeri untuk mempromosikan nilai-nilai ini serta memberikan penghargaan terhadap negara-negara yang mulai melaksanakan demokrasi, (3) menjadikan nilai kebebasan dan institusi demokrasi sebagai prasyarat utama dalam membina hubungan bilateral dengan negara lain serta menjalin solidaritas dan kerjasama dengan negara-negara demokrasi lainnya. AS yang memberikan tekanan terhadap pemerintahan yang menolak penghargaan terhadap HAM agar negara tersebut bergerak ke masa depan yang lebih baik lagi. (4) melakukan upaya-upaya khusus untuk meningkatkan kebebasan beragama dan keyakinan serta melindungi dari gangguan pemerintah yang represif.
40
Jatmika, Sidik. 2000. AS Penghambat Demokrasi: Membongkar Politik Standar Ganda Amerika Serikat. Yogyakarta: Biograf Publishing.
45 Ω Defeating Global Terrorism Kebijakan luar negeri AS berusaha memperkuat aliansi untuk memerangi terorisme global dan bertujuan untuk mencegah serangan terorisme terhadap AS dan negara-negara sahabatnya. Seperti yang kita ketahui bahwa dunia kini berbeda dengan masa lalu. Ancaman bukan hanya dari rezim politik, ideologi, agama tetapi juga dari terorisme. Pemerintah AS mendefinisikan terorisme sebagai “sebuah tindakan yang direncanakan, bermotif politik dan dengan jalan kekerasan yang dilakukan oleh orang sub nasional yang biasanya bertujuan untuk memperngaruhi kebijakan sebuah negara”. Definisi ini memiliki pengertian bahwa kampanye melawan terorisme global bukan hanya melawan agama tertentu, etnik tertentu atau ideologi. Ini adalah kampanye melawan segala bentuk kriminal yang melakukan teror demi tujuan politik. Dalam laporan Pattern of Global Terrorism yang dikeluarkan pemerintah AS akan dapat dilihat bahwa tindakan-tindakan teror dilakukan oleh banyak keluarga, individu dari berbagai bangsa, ras, kelompok etnis dan orang yang mengatasnamakan agama yang memiliki afiliasi di berbagai belahan dunia. Meski dari latar belakang yang berbeda, dari keluarga religius serta etnik yang berbeda, namun teroris secara umum mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: tidak mempedulikan nilai-nilai kemanusiaan, melakukan tindakan secara diam-diam dan menggunakan cara-cara kekerasan terhadap orang-orang yang tidak bersalah. Ancaman terorisme memiliki ruang lingkup global dan dimensi yang luas. Oleh karena itu, AS memandang perlunya kerjasama dengan banyak negara di dunia untuk membentuk koalisi dengan tujuan memerangi terorisme.
46 Dalam kerjasama memerangi terorisme tersebut AS berpegang pada empat prinsip, yaitu : (1) AS tidak memberikan pengecualian terhadap tindakan terorisme dan tidak mengenal adanya kata negosiasi dengan teroris, (2) AS bertujuan membawa teroris ke pengadilan untuk mempertanggungjawabkan perbuatan mereka, (3) AS berusaha untuk mengisolasi dan memberi tekanan terhadap negara yang membantu terorisme agar mau mengubah sikap mereka terhadap teroris, (4) AS akan membantu memperkuat Counter Terrorist negara-negara yang telah bekerjasama dan membantu AS memerangi terorisme. Usaha AS dan koalisi untuk memerangi terorisme telah membuahkan hasil, namun kampanye melawan terorisme belum berakhir. Ancaman terorisme masih tetap ada, bukan hanya terhadap AS tetapi juga seluruh masyarakat internasional. Karena itulah negara-negara di dunia harus bekerjasama melawan terorisme melalui diplomasi, penegakan hukum, intelijen, bantuan keuangan dan militer. Sama halnya dengan pemerintahan negara yang meiliki peranan dalam usaha ini, setiap warga negara memiliki peranan yang penting dalam melawan terorisme. Dengan mempromosikan perdamaian, toleransi, saling menghargai dan membangun pengertian di antara masyarakat maka masyarakat akan membantu menciptakan sebuah ruang dimana teroris tidak dapat hidup.
Ω Defusing Regional Conflict Negara-negara harus secara aktif bekerjasama untuk memecahkan perselisihan regional yang dampaknya menyebabkan penderitaan manusia. Dalam dunia yang semakin berhubungan, krisis regional dapat mendorong terbentuknya aliansi negara yang dapat menyebabkan ketegangan dan membuat martabat manusia terabaikan. Oleh karena
47 itu, untuk menciptakan stabilitas perdamaian. AS akan bekerja dengan aliansinya dan negara-negara di dunia untuk mengurangi terjadinya konflik regional. Dengan segala keterbatasan politik ekonomi yang dimiliki, AS akan : (1) memberi waktu dan sumber daya yang dimilikinya demi terwujudnya hubungan internasional dan institusi yang dapat memberikan solusi ketika krisis regional terjadi, (2) AS akan membantu negara-negara yang tidak dapat menyelesaikan persoalannya sendiri.
Ω Preventing Proliferation of Weapon of Mass Destruction AS memfokuskan pada usaha untuk mencegah ancaman penggunaan Weapon of Mass Destruction dari pihak-pihak tertentu terhadap AS, aliansinya dan negara-negara sahabat AS. Pada tahun 1990-an AS mencatat munculnya sebuat rouge states yang membahayakan stabilitas keamanan dunia. Negara-negara ini: (1) bersikap brutal terhadap rakyatnya sendiri dan menggunakan sumber daya nasionalnya untuk kepentingan pribadi dan ambisi penguasa., (2) tidak menghormati hukum internasional, membahayakan negara tetangganya dan melanggar perjanjian-perjanjian internasional yang dibuatnya, (3) usaha mengembangkan MM untuk mengancam negara lain dan demi kepentingan rezim penguasa, (4) membantu terorisme di berbagai belahan dunia, (5) tidak menghargai nilai-nilai dasar kemanusiaan dan membenci AS dan segala tindakan yang dilakukan AS. Setelah tanggal 11 September 2001, AS menyadari adanya bahaya yang akan datang dari rouge states dan organisasi teroris, serta ada kemungkinan bahwa rouge states akan menyediakan WMD untuk digunakan teroris. Rouge states dan teroris tidak akan menyerang AS dengan menggunakan senjata konvensional. Irak adalah salah satu contoh dari rouge states yang mempunyai koneksi dengan kelompok teroris
48 internasional. Tidak seperti Taliban, rezim Saddam mempunyai program untuk mengembangkan senjata nuklir kimia dan biologi yang digunakan untuk melawan negara tetangga dan rakyatnya sendiri.
Ω Promoting Global Economic Growth Through Free Markets and Free Trade Ekonomi dunia yang kuat akan menciptakan kemakmuran dan kebebasan yang dapat meningkatkan keamanan dunia. Pertumbuhan ekonomi yang didukung oleh perdagangan yang bebas dan pasar bebas menciptakan lapangan pekerjaan dan pemasukan yang tinggi. Cara ini akan membuat orang-orang keluar dari kemiskinan, mencegah terjadinya korupsi dan nilai-nilai kebebasan akan semakin kuat. Untuk mempromosikan pertumbuhan ekonomi dan kebebasan ekonomi maka AS bekerjasama dengan negara-negara dunia, menggaris bawahi kebijakan-kebijakan yang menguntungkan dan menghasilkan produktifitas tinggi dan menopang pertumbuhan ekonomi, termasuk: a. Kebijakan pengaturan untuk memberi keberanian kepada dunia usaha. Untuk melakukan investasi bisnis, inovasi dan aktifitas entrepreneurship. b. Kepastian hukum dan intoleransi terhadap korupsi sehingga pebisnis akan merasa yakin bahwa mereka akan menikmati hasil dari usaha mereka. c. Sistem keuangan yang kuat yang dapat memberikan alokasi penggunaan modal seefisien mungkin. d. Kebijakan fiskal yang mendorong aktifitas bisnis. e. Investasi dalam bidang kesehatan dan kemampuan tenaga kerja serta masyarakat secara keseluruhan.
49 f. Perdagangan bebas yang memberikan jalan bagi pertumbuhan dan perkembangan penyebaran
teknologi
dan
gagasan-gagasan
yang
dapat
meningkatkan
produktifitas dan keamanan.
b. Faktor Internal Ω Keamanan Nasional (National Security) As selalu berusaha untuk membuat negaranya tetap merdeka, bebas, aman dari segala pengaruh baik dari dalam maupun luar negeri. Kebijakan luar negeri AS terhadap suatu negara atau suatu kawasan berkaitan dengan kepentingan nasional AS, yaitu menjaga keamanan negaranya.
Ω Perdamaian Dunia (World Peace) Hal ini merupakan cara terbaik untuk melindungi dan menjamin keamanan masyarakat. Perdamaian dunia ini merupakan tujuan jangka panjang dari kebijakan luar negeri AS. Untuk mewujudkannya, AS membangun aliansi dengan negara di beberapa kawasan serta bekerjasama dengan beberapa organisasi internasional serta negara-negara di dunia dalam menyelesaikan masalah-masalah internasional. Selain itu, AS juga memberikan bantuan kepada negara-negara lain yang membutuhkan.
Ω Pemerintahan Sendiri (Self Government) Hal ini merupakan bentuk dukungan dari setiap negara yang ingin membentuk suatu pemerintahan sendiri tanpa adanya intervensi pihak luar. AS juga memberikan dukungannya kepada negara yang menggunakan system demokrasi. Selain itu, AS juga
50 mencoba untuk membantu negara-negara yang tidak demokratis karena hal ini juga merupakan cara untuk melindungi keamanan AS.
Ω Perdagangan Bebas dan Terbuka (Free and Open Trade) AS membutuhkan pasar di luar negeri untuk memasarkan produk-produknya. Untuk itu, AS memberlakukan dan mempertahankan system perdagangan bebas dan terbuka dengan negara-negara lainnya untuk mencapai kepentingan nasionalnya.
Ω Kepedulian terhadap Kemanusiaan (Concern for Humanity) AS mempunyai kepedulian dan bersedia untuk memberikan bantuannya terhadap masyarakat dunia yang tertimpa bencana seperti bencana banjir, kelaparan, gempa bumi, begitu juga dengan negara-negara korban perang maupun korban pelecehan dan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Kebijakan ini merupakan salah satu cara untuk menjaga stabilitas politik dunia. 41
C.
Kebijakan Politik Luar Negeri Amerika Serikat Pasca Tragedi WTC
a.
Bush Doctrine Peristiwa WTC telah meninggalkan luka yang sangat dalam bagi rakyat AS.
Pemerintah AS merasa perlu melakukan langkah-langkah drastic agar peristiwa serupa tidak terulang kembali. Bush melontarkan sebuah revolusi dalam kebijakan luar negeri AS. 42 Bush mendefinisikan bagaimana AS harus berhadapan dengan dunia, melepaskan halangan yang ditunjukkan teman, sekutu dan institusi internasional terhadap kebebasan 41
United States ForeignPolicy Agenda. 2002. National Security Strategy. New York: United State Departement of States. 42 Microsoft Encarta Reference Librabry 2004, 1993-2003 Microsoft Coorporation.
51 AS. Bush menegaskan American Unbound, yang tidak terhingga, yang terkuat dan yang tidak tertandingi adalah satu-satunya cara yang dapat membuat AS lebih aman. Ketimbang bereaksi secara defensive dalam suatu krisis internasional seperti suatu invasi maka Washington akan bertindak secara ofensif dalam krisis tersebut dengan cara mengatasinya sendiri, dengan harapan dapat menghindari suatu pertempuran yang lebih besar di kemudian hari. 43 Maka pada tanggal 17 September 2002, pemerintah Bush mengeluarkan kebijakan luar negerinya yang baru yaitu The National Security Strategy of The United States of America 2002 atau yang lebih dikenal dengan The Bush Doctrine. The Bush Doctrine ini bertujuan untuk menghindari suatu negara memiliki senjata pemusnah massal dengan mengadopsi kebijakan preemptive war. Pasca 11 September 2001, preemptive war sangatlah mendesak, dimana secara moral dijustifikasi karena power AS tidak terhingga bekerja untuk kebaikan dunia, juga membawa kebebasan dan demokrasi. AS tidak akan pernah menjajah suatu negara tetapi akan memerdekakan negara tersebut. 44 Doktrin keamanan terbaru AS ini menggaris bawahi perubahan kebijakan keamanan AS secara menyeluruh. Doktrin-doktrin yang telah lama digunakan oleh AS dan telah teruji seperti containment dan detterence telah terkubur dalam-dalam dan digantikan dengan strategi baru, yaitu preemptive attack. Akibat perubahan itu, AS telah menerapkan kebijakan strategis global yang radikal.
43 44
Richard Wolffe and Michael Hirsh, “War and Consequences”, Newsweek 3 Februari 2003, hlm.15. Ibid.
52 b.
Tujuan Bush Doctrine Bush Doctrine telah merevolusi kehidupan luar negeri AS pasca peristiwa WTC.
Bush telah tergantung pada kegiatan unilateral dari kekuatan AS ketimbang hukum internasional dan organisasi internasional untuk mendapatkan keinginannya. Bush telah memenangkan doktrin yang proaktif dari preemption dan telah mengarangi strategi reaktif dari detterence dan containment. Bush telah mempromosikan sebuah larangan yang kuat, preemptive strikes dan pertahanan misil sebagai sebuah perlawanan terhadap senjata pemusnah missal dan tidak mengikuti lagi dukungan AS terhadap perjanjianperjanjian tradisional sebagai nonproliferation. 45 Bush merevolusi kebijakan luar negerinya berdasarkan dua kepercayaan, yang pertama, dalam dunia yang bahaya satu-satunya cara untuk mengamankan keamanan AS adalah dengan menghilangkan tekanan-tekanan yang di buat oleh teman-teman, aliansialiansi dan institusi-institusi internasional. Memaksimalkan kebebasan AS untuk bertindak sangatlah pernting karena posisi AS yang unik yang kemungkinan besar telah membuat AS menjadi sasaran dari negara atau kelompok yang tidak bersahabat dari barat. AS tidak dapat bergantung dari negara lain untuk melindunginya karena negaranegara tersebut akan mengabaikan AS akibat ancaman tersebut tidak menimpa mereka. Kerpercayaan yang kedua adalah bahwa American Unbound harus digunakan agar dapat merubah status quo di dunia. Politik luar negeri dari Bush tidak akan membuat AS berdiam diri jika ada bahaya yang mengancam. Sebaliknya, AS akan bertindak agresif ke luar negeri untuk mencari monster-monster untuk di hancurkan. 46
45
Ivo H. Daadler and James M. Lindsay, “Bush Revolution”, dalam Jurnal Current History, (November 2003), hlm.367-368. 46 Ibid., hlm.368-369.
53 Kepercayaan-kepercayaan ini membawa pada beberapa konsekuensi dalam politik luar negeri AS. Konsekuensi yang pertama adalah bahwa AS akan bertindak secara unilateral. Tindakan unilateral digunakan karena sangat gampang digunakan dan lebih efisien untuk jangka waktu yang pendek ketimbang multilateral. Sedangkan, konsekuensi yang kedua adalah bahwa preemption bukanlah lagi sebagai pilihan yang terakhir. Dimana di dalam dunia yang penyebaran senjata-senjata pemusnah massal sangat luas dan para teroris dan rouge state siap menyerang dalam cara yang tidak lazim, AS tidak bisa berdiam diri menunggu seperti zaman dahulu. AS tidak hanya harus bertindak preemptive terhadap ancaman-ancaman yang potensial terjadi. Kepercayaan terakhir adalah bahwa AS harus menggunakan kekuatannya yang tidak terhingga untuk menggantikan rezim dari dalam rouge states. 47 AS akan tetap mempunyai kekuatan militer yang tidak tertandingi dengan cara untuk tidak memperbolehkan suatu negara muncul sebagai kekuatan baru. Bush Doctrine tidak menghapuskan dua pilar utama dari politik luar negeri AS selama ini, yaitu kebijakan detterence yang bertujuan untuk menghindari suatu serangan nuklir dengan cara mengancam akan diadakannya suatu pembalasan dendam yang besar-besaran. Selanjutnya adalah kebijakan containment, yaitu bahwa militer AS menjadi kuat hanya agar dapat menahan para penyerang. 48
47
Ibid. Architasari, Rotarya, Aulia. 2006. Kebijakan Amerika Serikat dari Multilateralisme Menuju Unilateralisme dan Reaksi dari Negara Uni Eropa dalam Menyikapi Perubahan tersebut: Studi Invasi Amerika Serikat ke Irak pada Tahun 2003. Skripsi tidak diterbitkan. Bandung: FISIP-HI, UNPAS. 48
54 D.
Kebijakan Politik Luar Negeri Amerika Serikat di Timur Tengah Amerika Serikat memiliki tujuh sekutu non-NATO utama di wilayah Timur
Tengah Raya, secara khusus Israel disediakan AS dengan milyaran dengan milyaran bantuan asing setiap tahun. Presiden Bush mendukung Perang Lebanon pada tahun 2006 dan mengatakan bahwa Israel berhak untuk mempertahankan diri. 49 Pada Januari 2007, Departemen Luar Negeri memberi tahu Kongres bahwa Israel mungkin telah melanggar perjanjian dengan menggunakan bomb cluster terhadap penduduk sipil didaerah tersebut. Suatu keputusan terakhir belum dibentuk. Israel telah membantah, melanggar perjanjian, mengatakan bahwa Israel telah melakukan tindakan pembelaan diri. 50 Tujuan kebijakan luar negeri AS secara umum di Timur Tengah, antara lain: pertama, menjamin perdamaian dan stabilitas di kawasan Teluk sehingga tersedianya sumber minyak bumi dan gas alam untuk ekspor. Timur Tengah dikenal sebagai penghasil cadangan minyak bumi dan gas alam. Ketergantungan barat akan sumbersumber energi di Timur Tengah pada tahun 2020 akan bertambah besar. Oleh karena itu, tersedianya cadangan minyak bumi dan gas alam tanpa pembatasan persediaan serta harga yang mahal dari negara-negara Timur Tengah sangat penting, juga keamanan bagi cadangan minyak bumi dan gas alam dari pengaruh perselisihan regional dan kekacauan politik sangat diperhatikan oleh AS. Sebagaimana dalam Doctrine Carter bahwa “tak ada kekuatan yang diperbolehkan untuk mendominasi kawasan Teluk dan sumbersumber alam disana”. Oleh karena itu, perekonomian AS ditentukan oleh lancarnya arus minyak dari Timur Tengah.
49 50
Bush: 'Israel Has Right to Defend Itself' CRS Report for Congress, Israel: Background and Relations with the United States
55 Kedua, melanjutkan hubungan dengan Israel dan menjamin keselamatan Israel sebagai negara bangsa. Israel adalah sekutu AS yang keamanannya menjadi tujuan vital. Hal ini dapat dilihat dari bukti-bukti signifikan dan komitmen moral terhadap keselamatan dari negara Yahudi dimana setiap penyerangan terhadap Israel akan disamakan dengan ancaman terhadap posisi strategis AS. Pilihan AS mengutamakan Israel disebabkan oleh ketertarikan kultural komunitas Yahudi AS yang sangat berpengaruh terhadap hubungan AS dengan Israel dan adanya komunitas Yahudi yang sangat potensial di AS yang terdiri dari orang-orang Yahudi asli maupun keturunan Yahudi. Disamping itu, Yahudi banyak menguasai bidang politik, perdagangan, perbankan dan media massa. Selain karena pengaruh faktor domestik, pentingnya Israel bagi AS juga didasarkan kepada pendekatan keamanan para pembuat kebijakan luar negeri AS yang menganggap Israel sebagai sekutu paling terpercaya diTimur Tengah. Ketiga,
membantu
menghadapi
ancaman-ancaman
yang
membahayakan
keamanan daro negara-negara sahabat AS seperti Mesir, Arab Saudi dan Jordania. Orientasi pro Israel terhadap beberapa negara Arab merupakan kuni penting bagi posisi strategis AS. Sama halnya dengan tercapainya tujuan politik AS di kawasan tersebut. Mesir dianggap penting oleh AS karena sejarah peranan kepemimpinannya di Arab dan inisiatifnya di dalam perdamaian dengan Israel. AS harus melanjutkan hubungan baik dengan Mesir untuk menolong persaingan peran kepemimpinan ini. Arab Saudi merupakan negara penghasil cadangan minyak bumi terbesar di dunia dan di Arab Saudi terdapat dua tempat suci umat Islam serta kekuatan yang dimilikinya berdasarkan letak geografis dan sumber alamnya. Jordania memainkan peranan sangat penting di dalam menjamin keseimbangan regional.
56 Keempat, membangun koordinasi yang lebih efektif dalam merespon terorisme di Timur Tengah. AS melihat bahwa negara-negara barat, negara-negara Arab moderat dan Israel tetap menjadi target dari terorisme Timur Tengah. Oleh karena itu, kerjasama yang lebih efektif, koordinatif antara negara-negara G7 (AS, Inggris, Perancis, Jepang, Jerman, Rusia dan Kanada) dan kerjasama dengan negara-negara regional. 51 Setelah berakhirnya perang dingin, kemajuan proses perdamaian Timur Tengah diharapkan akan memberikan hasil yang menggembirakan dimana akan terwujudnya perdamaian di kawasan ini untuk mewujudkan perdamaian di kawasan ini dibutuhkan kesabaran diplomasi AS dalam menghadapi pihak-pihak yang bertikai seperti Israel, Palestina dan negara-negara lain di Timur Tengah.
E.
Instrumen Interaksi Politik Luar Negeri Amerika Serikat
1.
Kerjasama Hubungan Amerika Serikat merupakan faktor penting dalam pemerintah Amerika
Serikat kebijakan keseluruhan di Timur Tengah. The Kongres Amerika Serikat tempattempat penting yang besar terhadap pemeliharaan dan mendukung hubungan dekat dengan Israel. Ekspresi utama dukungan bagi Israel telah bantuan luar negeri, di mana Israel menerima lebih banyak daripada negara lain. Kongres memonitor bantuan ini dengan ketat, bersama dengan isu-isu lainnya dalam hubungan bilateral. Keprihatinan Kongres telah mempengaruhi kebijakan pemerintah yang berbeda selama 60 tahun terakhir.
51
CSIS. 1996. Foreign Policy Into The 21 Century: The United States Challenge. Washington DC: United State of Departement of State.
57 Bilateral hubungan telah berevolusi dari kebijakan AS awal simpati dan dukungan untuk menciptakan sebuah tanah air Yahudi pada tahun 1948 untuk sebuah kemitraan yang tidak biasa yang menghubungkan militer kuat, tetapi Israel kecil, tergantung pada Amerika Serikat untuk ekonomi dan kekuatan militer, dengan AS adidaya mencoba untuk menyeimbangkan kepentingan bersaing di wilayah ini. Beberapa di Amerika Serikat mempertanyakan tingkat bantuan dan komitmen umum pada Israel, dan berpendapat bahwa bias AS terhadap Israel beroperasi dengan mengorbankan hubungan AS ditingkatkan dengan berbagai Arab dan pemerintah muslim. Lain-lain memperthankan bahwa Israel adalah sekutu strategis, dan bahwa hubungan AS dengan Israel memperkuat kehadiran Amerika di Timur Tengah. 52
2.
Oposisi AS dikritik karena mendukung kediktatoran dengan bantuan ekonomi dan
peralatan militer. Diktator khusus telah memasukkan Musharraf dari Pakistan dengan Shan Iran, Museveni dari Uganda, di keluarga Royal Saudi, rezim Maois di China dan Panglima perang di Somalia. 53 AS dikritik oleh Naom Chomsky karena telah menentang gerakan nasinalis di negara-negara asing, termasuk reformasi sosial. 54 AS dikritik karena telah memanipulasi urusan internal negara-negara asing, termasuk Guatemala, Chile, Kuba, Colombia, berbagai negara di Afrika termasuk Uganda.
52
Israeli-United States Relations (Adapted from a report by Clyde R. Mark, Congressional Research Service, Updated October 17, 2002) 53 Stephanie McCrummen (22 Februari 2008). "Kebijakan AS di Afrika disalahkan pada Prioritas: Keamanan Apakah Stressed Over Demokrasi" 54 Chomsky, Noam. "The Israel Lobby?" 2006/03/28.
58 Beberapa kritikus berpendapat bahwa kebijakan AS untuk membela demokrasi dirasa kurang efektif dan bahkan kontraproduktif. Dalam World On Fire, profesor Yale Amy Chua menyarankan bahwa promosi demokrasi di negara-negara berkembang tidak selalu menjadi ide terbaik karena dapat menyebabkan pembiakan kebencian etnis dan ketidakstabilan global. 55 Zbigniew Brzezinski menyatakan bahwa munculnya kekuatan Hamas adalah contoh yang sangat baik dari tekanan demokrasi yang berlebihan dan berpendapat bahwa upaya demokrasi George W Bush merupakan alat untuk melawan terorisme yang penuh resiko dan berbahaya. 56 Ada rasa dimana AS terkadang melihat dirinya sebagai kualitatif berbeda dengan negara-negara lain sehingga tidak dapat dinilai dengan standard yang sama seperti negara lain hal ini disebut juga sebagai exceptionalism America. Seorang penulis di Majalah Time pada tahun 1971 menggambarkan exceptionalism Amerika sebagai "perasaan mistis hampir bahwa Amerika memiliki misi untuk menyebarkan kebebasan dan demokrasi di mana-mana". 57 Exceptionalism Amerika kadang-kadang dihubungkan dengan
kemunafikan,
misalnya,
AS
menyimpan
persediaan
besar senjata
nuklir sementara negara lain tidak mendapatkannya dan membenarkan bahwa hal itu dapat membuat pengecualian terhadap kebijakan non-proliferasi. 58 Ketika Amerika Serikat tidak mendukung perjanjian lingkungan yang dibuat oleh berbagai bangsa
55
http://www.businessweek.com/magazine/content/02_52/b3814021.html, diakses 30 Desember 2002. http://www.carnegieendowment.org/publications/index.cfm?fa=view&id=19637, diakses 10 Oktober 2007. 57 http://www.washingtonpost.com/wp-dyn/content/article/2007/06/07/AR2007060702239.html, diakses 31 Mei 1971 58 http://www.washingtonpost.com/wp-dyn/content/article/2007/06/07/AR2007060702239.html, diakses 21 Desember 2009. 56
59 di Kyoto atau perjanjian yang dibuat tentang konvensi Jenewa, kemudian kritikus melihat exceptionalism Amerika sebagai kontraproduktif. 59
59
http://www.washingtonpost.com/wp-dyn/content/article/2005/10/19/AR2005101902246.html, diakses 20 Oktober 2005.
60 BAB III PROSES PENYELESAIAN KONFLIK ISRAEL-PALESTINA
A.
Kronologis Konflik Israel-Palestina
1.
Konflik Arab-Israel Persoalan Palestina berawal dari konflik wilayah antara bangsa Arab dan Bangsa
Yahudi yang memperebutkan wilayah Palestina, bangsa Yahudi ingin kembali ke wilayah Palestina yang dianggap sebagai tanah airnya dan mendirikan negara Yahudi di Palestina. 60 Ketika Palestina dikuasai oleh Turki telah banyak orang Yahudi yang berdatangan ke Palestina dan hidup damai berdampingan dengan bangsa Arab. Namun dengan adanya suatu kekuatan politik yang timbul dari gagasannya Herzl, yaitu seorang wartawan Yahudi Austria yang menulis artikel yang berjudul Der Judenstaat (Negara Yahudi). 61 Herzl sengaja mengangkat persoalan tentang kaum Yahudi, dikarenakan kekerasan Anti-Yahudi ada dimana-mana, dan ditambah lagi dengan adanya dukungan dari kaum Yahudi Eropa Timur, sehingga timbullah suatu gerakan zionisme pada tahun 1895 dan tujuan dari gerakan zionisme 62 itu sendiri adalah: a. mempersatukan kaum Yahudi di seluruh dunia yang tidak hanya sebagai satu ras, melainkan menjadi satu nation (Kongres Zionis di Basel Swiss). b. menurut Palestina sebagai tanah air Yahudi. c. mendirikan sebuah negara Yahudi, yaitu Israel. d. Mengusahakan kembalinya bangsa Yahudi ke tanah Palestina.
60
http://www.infopalestina.com, tentang Politik dan Pemerintahan Israel, diakses 11 April 2009. http://www.infopalestina.com, tentang Politik dan Pemerintahan Israel, diakses 11 April 2009. 62 http://www.infopalestina.com, tentang Politik dan Pemerintahan Israel, diakses 11 April 2009. 61
61 2.
Konflik Israel-Palestina Israel adalah sebuah negara Yahudi yang atas dasar Deklarasi Balfour yang
sedikit banyak telah memperngaruhi situasi politik di kawasan Timur Tengah. Keputusan Dewan Keamanan PBB untuk membagi tanah Palestina yang sebelumya merupakan tanah koloni Inggris yang direbut dari Kerajaan Turki Usmani mendapatkan tentangan keras dari negara-negara Arab. 63 Kaum Yahudi yang mendapatkan 55% dari wilayah Palestina walaupun jumlah penduduk mereka hanya mewakili 30% dari seluruh penduduk di daerah ini. Kaum Yahudi akhirnya memproklamasikan berdirinya negara Yahudi Israel pada tanggal 14 Mei 1948 dan sehari kemudian langsung menjadi korban serbuan Lebanon, Irak, Mesir, Suriah dan Yordania. Peperangan terus berlanjut dikemudian hari, diantaranya Perang Kanal Suez, Perang Enam Hari, Perang Yom Kippur, dll. 64 Dalam Perang Yom Kippur yang menjadi titik tolak mengambangnya masalah Palestina, Mesir, Suriah merupakan negara yang paling menderita dalam perang ini, disamping rakyat Palestina dan Israel sendiri tentunya. Kedua negara ini kehilangan hampir 35.000 tentaranya. Mesir sendiri pada akhir perang terdesak oleh pasukan Israel hingga ke daerah terusan Suez dan perbatasan ibukota Kairo dan pada akhirnya menandatangani perjanjian Camp David. 65 Palestina terletak di bagian barat benua Asia yang membentang antara garis 15-34 dan 40-35 ke arah timur dan di antara garis lintang meridian 30-29 dan 15-33 ke arah utara. Palestina membentuk bagian tenggara dari kesatuan geografis yang besar di belahan timur dunia Arab yang disebut dengan negeri Syam. Selain Palestina, Syam juga meliputi Lebanon, Suriah dan Yordania. 63
http://www.infopalestina.com, tentang Konflik Palestina Israel, diakses 11 April 2009. http://www.infopalestina.com, tentang Konflik Palestina Israel, diakses 11 April 2009. 65 http://www.infopalestina.com, tentang Konflik Palestina Israel, diakses 11 April 2009. 64
62 Perbatasan Palestina dimulai dari Lebanon di Ras el-Nakoura di wilayah Laut Tengah dan dengan garis lurus mengarah ke timur sampai daerah di dekat kota kecil di Lebanon yaitu Bent Jubael, dimana garis pemisah antara kedua negara miring ke utara dengan sudut yang hampir lurus. Pada titik ini, perbatasan berada mengitari mata air sungai Yordania yang menjadi bagian Palestina dalam jalan kecil yang membatasinya dari wilayah timur dan wilayah barat Suriah serta danau Al-Hola, Laut Tengah dan Tabbariyya. 66 Perbatasan dengan Mesir dapat digambarkan dengan garis hampir membentang lurus yang membentang antara daerah semi pulau Semena dengan padang pasir Al-Naga. Perbatasan ini di mulai dari Rafah di Laut Tengah hingga sampai di daerah Taba di teluk Aqaba. Karena lokasinya terletak di pertengahan negara-negara Arab, Palestina membentuk kombinasi geografi yang natural dan humanistic bagi medan teresterial yang luas, yang memuat kehidupan orang-orang asli Badui di wilayah selatan dan gaya pendudukan yang sudah lama di kawasan utara. 67 Tanah Pelstina memiliki keistimewaan dibandingkan dengan yang lainnya karena merupakan bagian dari tempat diturunkannya semua agama Samawi, tempat dimana peradaban kuno muncul dan menjadi jembatan aktivitas komersial serta tempat penyelundupan ekspedisi militer di sepanjang sejarah yang berbeda. Lokasi strategis yang dimiliki Palestina memungkinnya untuk dijadikannya faktor penghubung antara berbagai dunia kuno baik Asia, Eropa maupun Afrika. Palestina menjadi tempat yang dijadikan pintu masuk bagi perjalanan ke negara-negara tetangga. 68
66
http://www.infopalestina.com, tentang Konflik Palestina Israel, diakses 11 April 2009. http://www.infopalestina.com, tentang Konflik Palestina Israel, diakses 11 April 2009. 68 http://www.infopalestina.com, tentang Konflik Palestina Israel, diakses 11 April 2009. 67
63 Perjuangan Yasser Afarat dengan organisasi PLO, yang telah mendapatkan hasil yang maksimal dalam usahanya membebaskan Palestina dari cengkraman Israel. 69 Kegagalan PLO dalam berjuangan Palestina kemudian melahirkan sebuah organisasi Islam Radika yang bernama Hamas, dalam membendung serangan Israel, Hamas menggunakan taktik Intifadah dan perang gerilya yang berlawanan taktik PLO yang menggunakan jalan diplomasi dan perundingan. Pada akhirnya waktulah yang menentukan kalau intifadah yang disponsori Hamas jauh lebih berhasil daripada diplomasi ala PLO. Perpecahan dunia Arab menjadi beberapa kubu yang saling bertentangan, benarbenar menyudutkan posisi PLO, walaupun sejak perang Oktober 1973, Yasser Arafat telah bersikap cerdik dalam memelihara perkembangan perimbangan kekuatan dunia Arab, namun poarisasi serta dampak perang Irak-Iran telah melahirkan ketegangaketegangan tertentu dalam sistem yang rumit. Hasil perjanjian Camp David yang awalnya untuk menyelesaikan masalah Palestina ternyata tidak jelas dan mempersulit posisi Palestina. 70 Merosotnya pengaruh politik PLO tatkala terlihat Arafat berupaya menegaskan kembali kebebasannya dengan mengambil sikap yang relatif netral dalam permusuhan Suriah versus Irak. Perjuangan bagi penundaan konferensi puncak antagonisme diantara dua kubu sama sekali tidak diacuhkan. Kegagalan ini membuat Arafat tunduk pada tekanan Suriah dan dengan terpaksa menyetujui pemboikotan terhadap pertemuan puncak Liga Arab di Amman, Yordania pada tahun 1980. 71
Masalah lain yang dihadapi
Palestina adalah tumbuhnya permusuhan antara mereka dengan orang-orang Lebanon. 69
http://www.infopalestina.com, tentang Konflik Palestina Israel, diakses 11 April 2009. http://www.infopalestina.com, tentang Konflik Palestina Israel, diakses 11 April 2009. 71 http://www.infopalestina.com, tentang Konflik Palestina Israel, diakses 11 April 2009. 70
64 Orang-orang Palestina sering kali meremehkan kedaulatan Lebanon, sebaliknya orangorang Lebanon berkeyakinan bahwa PLO bersungguh-sungguh bermaksud menanamkan dirinya tatkala peluang bagi pembentukan kekuasaan Negara murni semakin kecil. Konsep penanaman 72 yang beranggapan bahwa rakyat Palestina tengah berada pada proses pembentukan kedaulatan di Lebanon, sebagai bagian dari apa yang dinilainya merupakan rencana AS dan memecahkan dilema Timur Tengah dengan menempatkan mereka secara permanen. Namun tidak terdapat bukti yang memperkuat anggapan tersebut. Dengan demikian posisi PLO di dalam dunia Arab telah dihancurkan oleh polarisasi dalam perang Irak-Iran. Hal ini terjadi karena PLO amat bergantung pada keanekaragaman kedua blok yang terseret dalam perang tersebut. Posisi PLO yang dalam hal ini terjepit diantara dua kepentingan yang saling bertentangan telah mengakibatkan lunturnya kepercayaan rakyat Palestina terhadap perjuangan diplomasi yang dilakukan PLO. Dengan terjadinya peristiwa ini, Hamaslah yang mendapat keuntungan besar karena aksi Intifadah yang di sponsori Hamas jika dilihat dari segi efektivitas cenderung lebih berhasil bila dibandingkan dengan jalan terakhir yang ditempuh PLO. Perjuangan Hamas sendiri sangat diperngaruhi oleh ajaran Wahabi dari Arab Saudi, yang menjadi pemasok keuangan bagi kelangsunan operasi Hamas, disamping Iran dan Suriah. Kebijakan politik Hamas yang kurang mendukung usaha diplomasi Yasser Arafat di era 1990-an, dimana dihasilkan perjanjian Oslo dan juga program Jericho-Gaza First 73 yang kemudian mengalami kegagalan dan jalan buntu. Akibatnya di Palestina sering terjadi pertikaian antara faksi-faksi perjuangan seperti Al-Fatah, Hamas, PLO,
72 73
http://www.infopalestina.com, tentang Konflik Palestina Israel, diakses 11 April 2009. M.G Romli, Fundamentalisme Agama dalam Konflik Israel-Palestina, harian Kompas 8 Mei 2007.
65 Jihad Islam dan sebagainya, yang pada akhirnya dapat dikategorikan sebagai penghambat bagi perdamaian antara Israel dan Palestina.
3.
Mengurai Konflik Israel-Palestina Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, konflik Israel-Palestina sering kali
dipahami sebagai konflik Yahudi-Islam dan hal ini berhasil mensugesti hamper seluruh dunia Islam untuk membenci Yahudi dengan segala macam derivasinya. Sikap anti-pati terhadap Yahudi di kalangan mayoritas Islam bahkan telah ditanamkan demikian mengakar mulai dari lingkungan keluarga hingga institusi pendidikan Islam. Yahudi kerap digambarkan sebagai makhluk berwatak jelek, berwajah bengis dan berhati keji, sehingga tidak heran jika kemudian istilah “Yahudi” dijadikan bahasa cemooh untuk menyebutkan orang yang “bersifat jelek”. Segala kemungkinan bisa saja terjadi ketika kebencian telah dijadikan sebagai landasan untuk berpikir dan bertindak. Dalam konflik Israel-Palestina misalnya, seruan agar umat Islam bersatu untuk melawan Zionis-Yahudi bukan sesuatu yang aneh disuarakan meski dengan alasan yang masih sulit tebak: apakah merasa senasib dengan warga Islam Palestina atau justru dipicu oleh kebencian terhadap Yahudi yang telah jauh ditanamkan. Sebaliknya, umat Islam dunia bahkan sulit untuk memberikan dukungan terhadap pihak mana ketika terjadi perang saudara Suuni-Syiah di wilayah Timur Tengah, tetap saja sebagai perang melibatkan korban jiwa yang tidak dapat di tolerir secara kemanusiaan.
66 Hampir mustahil melacak kronoligis sejak kapan umat Islam dididik untuk membenci Yahudi, namun fakta yang ada justru menunjukkan hubungan keduanya cukup baik sepanjang sejarah umat Islam awal hingga periode pertengahan. Dalam literature Islam orang Yahudi diabadikan sebagai orang yang pernah menjadi sekretaris nabi khususnya untuk keperluan korespondensi luar negeri, bahkan nabi juga menunjukkan toleransinya kepada Yahudi dengan berpuasa saat mereka berpuasa. Pada periode Islam di Spanyol, umat Islam, Yahudi dan Kristen bersama-sama membangun dan menghasilkan sebuah peradaban yang berpengaruh pada Renaisance Eropa. Memang yang terjadi kerukunan umat Islam dan Yahudi bukan berarti tanpa konflik. Ketika pengaruh Muhammad semakin kuat dan daya imbau agama yang diajarkannya semakin terasa di kalangan Yahudi, para pemuka agama Yahudi mulai mengabaikan perjanjian damai yang pernah dibuat dengan umat Islam. Pengabdian terbuka atas perjanjian itu ditandai dengan masuk Islamnya Abdullah bin Salam, seorang rabi terpandang Yahudi yang sempat membujuk keluarganya untuk masuk ke agama Islam. Kondisi ini membuat Yahudi merasa terancam dan mulai melancarkan serangan teologis terhadap Muhammad dengan sejumlah pertanyaan dan perdebatan mengenai pokok-pokok dasar agama
Islam. Kebijakan resmi memerangi Yahudi digariskan
Muhammad sejak peristiwa pelecehan seorang wanita muslim oleh sekelompok Yahudi bani Qainuqa. Sejak saat itu, satu persatu kelompok Yahudi diusir dari Madinah karena terbukti mendukung pihak Makkah. Sebagaimana dituliskan oleh Hamid Basyaib, kondisi ini jelas menunjukkan pertikaian yang disebabkan oleh masalah politik.
67 Hingga terjadi konflik Israel-Palestina yang banyak hal dipandang sebagai konflik Yahudi-Islam, analisis tentang masalah politik sebagai pemicu konflik juga banyak digulirkan berbagai pihak. Konflik ini misalnya, merupakan konflik yang dipicu oleh klaim hak atas tanah Palestina dari kedua pihak yang bertikai. Seperti yang dituliskan oleh Trias Kuncahyono, Israel selalu mengatakan posisi legal internasional mereka atas Jerusalem berasal dari mandate Palestina. 74 Di pihak lain, Palestina juga menyatakan Jerusalem (Al-Quds) akan menjadi ibu kota negara Palestina Merdeka di masa mendatang atas dasar klaim pada agama, sejarah dan jumlah penduduk di kota itu. Pertikaian kedua belah pihak pada akhirnya sulit dihindari, sebab klaim hak atas tanah Palestina bukan sekedar menyangkut latar belakang sejarah dan wilayah politik, melainkan masalah simbol spiritualitas besar bagi kedua belah pihak. Trias Kuncahyono mengutip Dershowitz menuliskan, pembagian Jerusalemmenjadi bagian Israel dan Palestina sulit dilaksanakan karena peta demografi tidak mudah dirubah menjadi peta politik. Meskipun peta tersebut telah terbagi sebagai wilayah yang dihuni orang-orang Israel dan wilayah lain yang dihuni orang-orang Palestina, Jerusalem akan semakin sulit dibagi karena Jerusalem merupakan simbol tiga agama besar yang letaknya saling berdekatan. Jerusalem adalah pusat Yudaisme, tempat disalibnya Yesus dan kebangkitan serta kenaikannya ke surga, tempat diyakini umat Islam sebagai bagian dari perjalanan spiritualitas ketika mengalami perjalanan malam dari Masjid al Haram ke Masjid al Aqsha serta naik ke Sidratul Munthaha. Yahudi menganggap Palestina sebagai “tanah yang dijanjikan” dan mereka meyakini bahwa Jerusalem harus kembali menjadi ibu kota negara Israel sebagai intervensi Tuhan untuk mengembalikan hak bangsa Yahudi yang selama ini tertindas. Pandangan ini 74
Palestine Mandate, 24 Juli 1922.
68 mengakibatkan pergeseran paradigma politik yang mewarnai konflik Israel-Palestina ke paradigma teologis. Apalagi, mitos yang kerap dikembangkan untuk memberikan identitas kepada Yahudi, adalah “bangsa tanpa tanah untuk tanah tanpa bangsa”. Stereotipe tentang Yahudi sebagai “bangsa yang terusir dari tanahnya” ini juga telah berhasil membentuk konsep teologis orang-orang Yahudi, seperti yang dikatakan oleh Karen Amstrong bahwa Tuhan memulai penciptaan dengan tindakan yang kejam karena keinginan untuk membuat dirinya dikenal oleh para makhluknya. Keterkucilan dan pengasingan Yahudi bahkan pernah di alami oleh Adam sebelumnya, karena dosa yang dilakukan oleh Adam yang membuatnya terusir dari surga. Demikian Yahudi, mengembara ke seluruh penjuru dunia, menjadi terkucil selamanya dan merindukan penyatuan keembali dengan Tuhan. Ada mitos lain yang menarik menyangkut konsep teologi Yahudi, yaitu penantian terhadap datangnya seorang Messiah selama berabad-abad yang diharapkan akan membawa keadilan dan perdamaian. Dalam keyakinan Yeshiva, sebuah sekte yang didirikan R. Shalom Dor Ber yang sangat khawatir terhadap masa depan agama Yahudi, mereka akan menjadi prajurit dalam pasukan rabi tanpa kenal ampun dan kompromi untuk memastika agama Yahudi sejati tetap bertahan dan perjuangan mereka akan meratakan jalan bagi kedatangan Messiah. Cukup beralasan jika kemudian keyakinan Yeshiva ini dipahami dengan pandangan: Messiah hanya akan turun ketika terjadi kebrutalan dan peperangan (mitos penciptaan Luria). Jika ditinjau latar belakang sejarah, konflik Israel-Palestina merupakan bagian dari konflik Arab-Israel yang lebih luas sejak 1940-an. Agresi militer Israel terakhir yang dilancarkan sejak 26 Desember 2008 pada
69 prinsipnya meupakan bagian yang tidak terpisah dari konflik Israel-Palestina sebelumnya. Untuk lebih jelasnya konflik Israel-Palestina dapat dipahami melalui tabel berikut ini:
Tabel 2 Kronologi dan Anatomi Konflik Israel-Palestina 75 Tahun 1917
Peristiwa Deklarasi Balfour
1922 1936-1939
Mandat Palestina Revolusi Arab
1947
Rencana pembagian wilayah oleh PBB
1948
Deklarasi Negara Israel
1949
Persetujuan Gencatan Senjata
1956
Perang Suez
1964
Berdirinya Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) Perang Enam Hari
1967
75
Deskripsi 2 November 1917, Inggris memenangkan Deklarasi Balfour yang dipandang pihak Yahudi dan Arab sebagai janji untuk mendirikan tanah air bagi kaum Yahudi di Palestina. Pimpinan Amin al Husein yang menyebabkan kurang 5000 warga Arab terbunuh. 29 November 1947, PBB menyetujui untuk mengakhiri mandate Britania untuk Palestina dari tanggal 1 Agustus 1948 dengan pemecahan wilayah mandat. Israel diproklamirkan pada tanggal 14 Mei 1948, sehari kemudian langsung diserang tentara Lebanon, Yordania, Mesir, Irak dan negara Arab lainnya. Israel berhasil memenangkan peperangan dan merebut 70% dari luas total wilayah mandat PBB Britania Raya. 3 April 1949, Israel dan Arab sepakat untuk melakukan gencatan senjata. Israel mendapat 50% lebih banyak dari yang diputuskan rencana pemisahan PBB. 29 Oktober 1956, Krisis Suez, sebuah serangan militer terhadap Mesir dilakukan oleh Britania Raya, Perancis dan Israel. Mei 1964, Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) resmi berdiri dengan tujuan untuk menghasilkan Israel. Dikenal dengan perang Arab-Israel, merupakan peperangan antara Israel menghadapi gabungan tiga negara Arab: Mesir, Yordania dan Suriah. Dan mendapatkan bantuan aktif dari Irak, Kwait, Arab Saudi, Sudan dan Aljazair. Perang
http://www.mideastweb.org tentang Timeline of Israel-Palestine conflict, diakses 2 Maret 2010.
70
1967
Resolusi Khartoum
1968 1970
Palestina menuntut pembekuan Israel War of Attrition
1973
Perang Yom Kippur
1978
Kesepakatan Camp David
1982
Perang Lebanon
1990-1991 1993
Perang Teluk Kesepakatan damai antara Palestina-Israel
1996
Kerusuhan Terowongan Al Aqsha
tersebut berlangsung selama 132 jam, 30 menit. Sebuah pertemuan 8 pemimpin negara Arab pada tanggal 1 September 1967, karena terjadinya perang enam hari. Resolusi ini berlanjut ke perang Yom Kippur tahun 1973. Perjanjian Nasional Palestina dibuat dan secara resmi Palestina menuntut pembekuan Israel. Setelah perang enam hari (5-10 Juni 1967), terjadi insiden serius di Terusan Suez. Tembakan pertama dilepaskan pada tanggal 1 Juli 1967, ketika pasukan Mesir menyerang patroli Israel dan ini merupakan awal dari War of Attrition. Dikenal juga dengan perang Ramadhan pada tanggal 6-26 Oktober 1973 karena bertepatan dengan bulan Ramadhan. Perang ini merupakan perang antara pasukan Israel melawan koalisi negara-negara Arab yang dipimpin oleh Mesir dan Suriah. Terjadi pada hari raya Yom Kippur, hari raya paling besar dalam tradisi orang Yahudi. Ditantatangani pada tanggal 17 September 1978 di Gedung Putih yang diselenggarakan untuk perdamaian di Timur Tengah. Jimmy Carter (Presiden AS) memimpin perundingan rahasia yang berlangsung selama 12 hari antara Presiden Mesir Anwar Saddat dan Perdana Menteri Israel Menachem Begin. Perang antara Israel dan Lebanon yang terjadi pada tanggal 6 Juni 1982, ketika angkatan bersenjata Israel menyerang Lebanon Selatan. 13 September 1993, Israel dan PLO sepakat untuk saling mengakui kedaulatan masingmasing. Pertemuan Yasser Arafat dan Israel Yitzhak Rabin berhasil melahirkan kesepakatan OSLO. Rabin bersedia menarik pasukannya dari Tepi Barat dan Jalur Gaza serta memberikan Arafat kesempatan menjalankan sebuah lembaga semiotonom yang bisa memerintah di kedua wilayah. Arafat mengakui hak negara Israel untuk eksis secara aman dan damai. Israel sengaja membuka terowongan mesjis Al Aqsha untuk memikat para turis yang
71
1997 1998
Perjanjian Wye River
2000 2002
KTT Camp David
2005
Mahmud Abbas terpilih menjadi Presiden
2005
2005
26-01-2006
Maret 2006
11-05-2006
Hamas memenangkan Pemilu
membahayakan fondasi mesjid bersejarah, pertempuran berlangsung beberapa hari. Israel menarik pasukannya dari Hebron, Tepi Barat. Oktober 1998, Perjanjian Wye River berisi tentang penarikan Israel dan dilepaskannya tahanan politik dan kesediaan Palestina untuk menerapkan butir-butir perjanjian OSLO termasuk tentang penjualan senjata ilegal. Israel membangun tembok di Tepi Barat, diiringi rangkaian serangan bunuh diri Palestina. 9 Januari 2005, Mahmud Abbas dari Al Fatah terpilih sebagai Presiden Otoritas Palestina menggantikan Yasser Arafat yang wafat pada 11 November 2004. Juni 2005, pertemuan Mahmud Abbas dan Ariel Sharon di Jerusalem. Mahmud Abbas mengulur jadwal pemilihan karena takut kemenangan diraih oleh Hamas. Agustus 2005, Israel hengkang dari pemukiman Gaza dan empat wilayah pemukiman di Tepi Barat. Januari 2006, Hamas memenangkan kursi Dewan Legislatif, menyudahi dominasi Al Fatah selama 40 tahun. Lebih dari 40 roket Qassam Sredot jatuh pada bulan Maret, jumlah ini meningkat pada bulan berikutnya. IDF merespon dengan tembakan dari situs dan IAF meluncurkan serangan untuk membunuh pemimpin komite Perlawanan Rakyat, Jihad Islam, Hamas, Fatah Brigade AlAqsa yang terlibat dalam serangan. Tahanan Palestina dalam penjara-penjara Israel mengeluarkan dokumen menyerukan persatuan nasional untuk sebuah Negara di Tepi Barat dan Jalur Gaza dan hak kembali bagi pengungsi Palestina. Pemerintah Hamas menolak dokumen tersebut dan Mahmoud Abbas mengumumkan bahwa ia akan mengadakan referendum mengenai persetujuan dari dokumen tersebut jika faksi tidak setuju. Pada tanggal 28 Juni tahanan yang direvisi ‘dokumen ini dikeluarkan’, seharusnya disetujui oleh Hamas dan Fatah.
72
28-03-2006
Hasil pemilu Israel
14-08-2006
26-11-2006
Gencatan Senjata Israel Palestina
23-12-2006
Pertemuan antara Perdana Menteri Israel Ehud Olmert dan Presiden Palestina Mahmoud Abbas.
29-01-2007 Februari 2007
8-02-2007
Perjanjian persatuan Palestina di Makkah.
19-02-2007
Trilateral puncak antara Israel-Palestina-AS.
20-05-007
15-06-2007
Kudeta Hamas
Bagaimanapun, tidak semua faksi setuju dan Abbas memutuskan untuk mengadakan referendum. Ehud Olmert terpilih sebagai Perdana Menteri Israel, mewakili partai koalisi Kadima. Libanon menghentikan gencatan senjata berdasarkan pada Resolusi Dewan Keamanan PBB No.1701. Israel-Palestina mengumumkan gencatan senjata untuk diterapkan ke Jalur Gaza. Israel melanjutkan penyerangan dan penangkapan di Tepi Barat sebagai upaya melakukan teror Palestina. Di Jalur Gaza, Israel berpegang pada gencatan senjata tetapi serangan roket dari Jalur Gaza terus berlanjut. Pertemuan antara PM Ehud Olmert dan Presiden Palestina Mahmoud Abbas, Olmert berjanji untuk meningkatkan kualitas hidup bagi Palestina dan menghapus checkpoint, namun dalam prakteknya tidak ada perubahan yang nyata. Pembom bunuh diri Palestina membunuh tiga di Eilat. Israel melakukan renovasi dekat gerbang Mugharabi Mesjid Al-Aqsa di Jerusalem yang memicu kerusuhan luas di Arab atas tuduhan palsu bahwa Israel melakukan penghancuran terhadap Mesjid tersebut. Hamas dan Fatah sepakat untuk berbagi kekuasaan. Pejabat Hamas menegaskan kembali bahwa mereka tidak akan pernah mengakui Israel. AS dan Israel menegaskan bahwa pemerintah baru harus mengakui kedaulatan Israel, melucuti kelompokkelompok terori dan setuju untuk menghentikan kekerasan. Israel diwakili oleh PM Ehud, Palestina diwakili oleh Presiden Abbas, AS diwakili oleh Menteri Luar Negeri Condoleeza Rice dan berakhir tanpa hasil yang nyata. Awal konfrontasi pengungsi Palestina di Camp Nahr El Bared Libanon, antara pasukan keamanan Libanon dan Fatah Al-Islam (Al Qaeda) militan, jelas disponsori oleh Suriah. Pasukan Hamas menyerang Fatah di Jalur Gaza dan berhasil mengusir mereka keluar dari Jalur
73
2-09-2007
6-09-2007
Akhir konfrontasi antara pasukan Libanon dan Fatah Al Islam di Camp pengungsi Nahr El Bared. Serangan Udara Israel di Suriah.
13-11-2007
26 s/d 2811-2007
KTT Timur Tengah di Anapolis
Januari 2008
23-01-2008
Pembunuhan dalang teror
Gaza dalam kudeta brutal. Presiden Abbas membubarkan pemreintahan bersatu tetapi PM Haniyeh menegaskan bahwa pemerintah masih berkuasa. Sebuah pertemuan puncak di Sharm El Sheikh (25 Juni), dihadiri olrh Mesir, Yordaniaa dan Palestina janji mendukung pemerintahan Abbas tetapi Mesir menyarankan untuk bersatu kembali dengan Hamas. Sekitar 220 militan dan lebih dari 40 warga sipil tewas dalam pertempuran.
Serangan udara Israel di Suriah mengklaim struktur nuklir. Struktur ini hancur. Serangan Suriah membuktikan bahwa kekurangan yang efektif sistem pertahanan udara. Di Jalur Gaza. Pasukan Hamas menyerang demonstran Fatah selama peringatan kematiah Yasser Arafat sehingga menewaskan 7 orang dan melukai 55 orang AS menyelenggarakan KTT Timur Tengah di Anapolis. Israel dan Palestina setuju untuk melaksanakan peta jalan damai dibawah pengawasan AS dan terus berunding dengan tujuan mencapai kesepakatan status akhir pada akhir tahun 2008. Sebuah tur Timur Tengah oleh Presiden AS George Bush tampaknya gagal untuk mencapai dukungan guna mencapai tujuan-tujuan Timur Tengah. Namun, Israel dan Palestina berjanji untuk berunding dengan serius mengenai “isuisu inti” seperti Jerusalem dan pengungsi Palestina. Isu pemerintah Israel bertentangan status deklarasi mengenai pembekuan sebuah bangunan pemukiman di Tepi Barat dan daerah yang menganeksasi Jerusalem Timur dalam Perang Enam Hari. Setelah berbulan-bulan persiapan, ledakan lubang Hamas di Gaza / Rafah penghalang, memungkinkan ratusan ribu warga Gaza memasuki Mesir dengan bebas. Pelanggaran perbatasan sebagian ditutup oleh Mesir pada 28 Januari tetapi dibuka kembali oleh Hamas dan kemudian ditutup kembali oleh Mesir.
74 13-02-2008 27-02 s/d 3-03-2008 6-03-2008 9-05-2008
19-06-2008
29-06-2008
1-07-2008
28-07-2008
30-07-2008
17-08-2008 5-09-2008
17-09-2008
21-09-2008 20-10-2008
Hizbullah Iman Moughnieh di Damaskus. Serangan Israel dalam Menewaskan lebih dari 100 jiwa. skala besar di Jalur Gaza. Serangan teror Palestina Yeshivat Merkaz Harav membunuh 8 jiwa. di Jerusalem. Hizbullah mengambil alih Sa’ad Hariri media yang dimiliki, menenpatkan Hariri sebagai tahanan rumah di Beirut, mengancam kudeta, setelah pemerintahan Lebanon mencoba untuk mengabaikan milik resmi Hizbullah dan menutup jaringan komunikasi pribadi Hizbullah.Tentara Libanon, pemerintah akhirnya "memecahkan" krisis oleh Hizbullah capitulating kepada semua tuntutan di dalam "kompromi" selttement. Gencatamn senjata antara Israel dan Hamas di Jalur Gaza. Israel-Hizbullah menyetujui kesepakatan pertukaran tawanan. Serangan buldoser di Lebih dari 3 orang Israel tewas dan lebih dari Jerusalem. 50 orang terluka dalam serangan tersebut, sehingga polisi menembak dan membunuh militan penyerang. Penangkapan aktifis Kurang lebih 50 aktifis Hamas ditangkap oleh Hamas oleh Fatah di Tepi Fatah. Barat. Penahanan pendukung Pasukan Hamas menahan sekitar 160 orang gerakan Fatah oleh pendukung gerakan Fatah di Jalur Gaza, Hamas di Jalur Gaza. setelah tiga ledakan termasuk satu yang menewaskan 6 orang. Pembebasan warga Kabinet Israel menyetujui pembebasan 200 Palestina. orang Palestina dari penjara. Israel mengizinkan pengiriman 1000 senapan ditambah dengan amunisi untuk pasukan Otoritas Nasional Palestina. Pemerintahan baru Israel. Dalam pemilihan, PM Olmert dipaksa untuk mengundurkan diri atas improprietis keuangan dan Tzipi Livni terpilih untuk memimpin partai Kadima di Israel, sehingga melahirkan suatu pemerintahan baru di Israel. Perdana Menteri Olmert mengundurkan diri. IDF menghancurkan tiga pos ilegal di Tepi
75
9-11-008
Pertemuan kelompok Quartet di Sharm El Sheikh.
19-12-008
27-12-008
18-01-2009
Israel meluncurkan Oferet Yetzuka (Operation Cast Lead) melalui serangan udara yang terus menerus di fasilitas peluncuran roket, pabrik, penyelundupan terowongan, Pusat Kontrol dan Komando Hamas. Israel mengumumkan gencatan senjata sepihak dalam Operation Cast Lead.
10-02-2009
Pemilu Israel
1-06- 2009
Kunjungan DK PBB ke Israel.
4-06-2009
Pidato Obama di Kairo mengenai pemulihan hubungan Timur Tengah.
13 -06-009
Terpilihnya kembali Presiden Iran, Mahmoud Ahmedinejad.
Barat. Menegaskan kembali dukungan bagi proses perundingan perdamaian di Annapolis. Hamas membatalkan partisipasi di Mesir yang menjadi tuan rumah dalam pertemuan persatuan Palestina yang dimulai di Kairo. Hamas mengumumkan “Jeda” (tahidiya) telah berakhir dan dengan demikian hal itu tidak akan diperpanjang lagi. Serangan roket di Jalur Gaza ditingkatkan. Kurang lebih 400 orang warga Palestina tewas pada 31 Desember 2008. Hamas memperluas serangan roket untuk memasuki kota-kota Israel sejauh Beersheba dan Yavneh.
Membunuh sekitar 1300 orang Palestina dan 13 orang warga Israel pun tewas. Hamas menyatakan gencatan senjata pada hari yang sama tetapi serangan sporadis berlanjut, bersama dengan serangan-serangan IDF. Pemilu Israel memberikan suara mayoritas pada partai sayap kanan. Melalui Dovish pusat partai Kadima memperoleh jumlah suara terbesar, partai Likud akhirnya membentuk pemerintahan bersama dengan partai Buruh Israel dan partai Yisrael Beiteynu. Dewan HAM PBB investigasi panel dipimpin oleh hakim Richard Goldstone memasuki Jalur Gaza untuk menyelidiki dugaan kejahatan perang Israel, namun Israel menolak untuk kerjasama. Pidato bersejarah pemulihan hubungan dengan Arab dan dunia Islam juga memiliki implikasi langsung bagi konflik Israel-Palestina, Obama menyerukan Israel mengakhiri pembangunan pemukiman baru pada daerah yang diduduki, serta pengakuan Arab oleh Israel. Mahmoud Ahmedinejad mendeklarasikan terpilihnya kembali sebagai Presiden Iran pada pemilu yang dinyatakan sebagai penipuan
76
11-08-2009
Kongres Fatah pertama dalam 20 tahun.
26-08-2009
terang-terangan. Dikeluarkannya program kebijakan luar negeri Fatah. Otoritas Palestina didukung oleh Uni Eropa mengeluarkan sebuah rencana untuk menyatakan secara sepihak dalam kurun waktu 2 tahun: mengakhiri pendudukan dan pembentukan negara.
B.
Penyelesaian Konflik Israel-Palestina
1.
Proses Perdamaian Israel-Palestina a. Madrid dan Oslo (1931-1993) Pada tahun 1991, tepat setelah perang Teluk pertama, sebuah terobosan terjadi
ketika presiden AS George H. W Bush (dengan bantuan Menteri Luar Negeri James Baker) mengadakan konferensi di Madrid, Spanyol antara Israel dan bangsa-bangsa Arab “secara langsung terlibat dalam konflik Arab-Israel...yang...hanya untuk melayani pembukaan pembicaraan bilateral dan multilateral antara Israel dan tetanggatetangganya”, yang disebut dengan konferensi Perdamaian di Madrid pada tahun 1991. 76 Perundingan tetap berlanjut di Washington DC tetapi dengan beberapa hasil dan digantikan oleh serangkaian pertemuan rahasia antara perundingan Israel-Palestina yang diselenggarakan di Norwegia. Pertemuan-pertemuan ini menghasilkan perjanjian damai Oslo pada tahun 1993 antara Israel-Palestina, sebuah rencana pembahasan unsur-unsur dan syarat-syarat yang dibutuhkan untuk masa depan negara Palestina atas dasar Resolusi Dewan Keamanan 242 dan 338. 77
76
Eran, Oded. "Arab-Israel Peacemaking." The Continuum Political Encyclopedia of the Middle East. Ed. Avraham Sela. New York: Continuum, 2002, page 137. 77 Ibid, hlm.138.
77 Persetujuan, berjudul resmi Deklarasi Pengaturan Prinsip-Prinsip Interim Pemerintahan Sendiri, ditandatangani di halaman Gedung Putih pada tanggal 13 September 1993. Rabin, Arafat Menteri Luar Negeri Israel Shimon Peres yang dianugrahi Penghargaan Nobel Perdamaian pada tahun 1994 untuk usaha-usaha mereka. Setelah pembunuhan Yitzhak Rabin pada tahun 1995, proses perdamaian pada akhirnya berputar melambat lalu berhenti. Warga Palestina yang tinggal di wilayah-wilayah tidak melihat perbaikan kondisi hidup mereka. Tidak ada upaya untuk membongkar permukiman Israel (dilihat oleh warga Palestina sebagai salah satu kendala terbesar untuk perdamaian), bahkan sebaliknya yang terjadi. Populasi permukiman hampir menjadi dua kali lipat di Tepi Barat. Kemudian serangan sporadis bom bunuh diri dari kelompok-kelompok militan Palestina dan tindakan balasan selanjutnya dari militer Israel membuat kondisi perundingan perdamaian tidak dapat dipertahankan.
b. Perjanjian-Perjanjian (1996-1999) Perdana Menteri terpilih (baru) Benjamin Netanyahu menyatakan sebuah kebijakan baru setelah banyak serangan bom bunih diri Hamas dan Jihad Islam Palestina sejak tahun 1993, termasuk gelombang serangan bunuh diri sebelum pemilihan umum Israel pada bulan Mei tahun 1996. Netanyahu menyatakan kebijakan tit-for-tat yang disebutnya sebagai ‘timbal balik’, dimana Israel tidak akan terlibat dalam proses perjanjian perdamaian jika Arafat melanjutkan apa yang Netanyahu definisikan sebagai kebijakan pintu putar Palestina, yaitu hasutan mendukung terorisme baik secara langsung maupun tidak langsung. Perjanjian Hebron dan Perjanjian Wye telah ditandatangani
78 selama periode ini, setelah Israel menganggap bahwa syarat-syarat perjanjian tersebut telah ditemukan secara parsial.
Ω Perjanjian Hebron Persoalan pemindahan syarat-syarat perjanjian di Hebron juga dikenal dengan The Hebron Protocol atau Perjanjian Hebron, dimulai pada tanggal 7 Januari dan disimpulkan sejak tanggal 15-17 Januari 1997, antara Israel dan Palestina. Perjanjian ini ditandai dengan penarikan pasukan militer Israel di Hebron sesuai dengan Perjanjian Oslo. Perjanjian disepakati dengan penarikan di Hebron, masalah keamanan dan kekhawatiran lainnya.
Ω Perjanjian Wye River Memorandum Sungai Wye merupakan kesepakatan politik yang dinegosiasikan untuk pelaksanaan Perjanjian Oslo, diselesaikan pada tanggal 23 Oktober 1998. memorandum tersebut ditandatangani oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Ketua PLO Yasser Arafat. Memorandum tersebut pun dinegosiasikan di Sungai Wye (di Wye River Conference Center) dan ditandatangani di Gedung Putih oleh Presiden Bill Clinton sebagai saksi resmi. Pada tanggal 17 November 1998, 120 anggota Knesset, anggota parlemen Israel, menyetujui memorandum Sungai Wye dengan perolehan suara 75-19. Perjanjian disepakati dengan penarikan lebih lanjut di wilayah Tepi Barat, masalah keamanan dan kekhawatiran lainnya.
79 c. KTT Camp David pada tahun 2000 Pada tahun 2000, Presiden AS Bill Clinton mengadakan pertemuan puncak perdamaian antara Presiden Palestina Yasser Arafat dan Perdana Menteri Israel Ehud Barak. Perdana Menteri Israel Ehud Barak 78 dilaporkan menawarkan pemimpin Palestina sekitar 95% dari wilayah Tepi Barat dan seluruh wilayah Jalur Gaza, serta kedaulatan Palestina atas Jerusalem Timur, jika 69 permukiman Yahudi (yang terdiri dari 85% dari wilayah Tepi Barat pemukim Yahudi) akan diserahkan kepada Israel. Ehud Barak juga mengusulkan ‘kontrol sementara Israel’ atas yang lain tanpa batas 10% dari wilayah Tepi Barat-sebuah daerah yang didalamnya terdapat lebih banyak lagi pemukiman Yahudi. Menurut sumber-sumber warga Palestina, maka daerah akan tetap berada dibawah kendali Palestina, namun daerah-daerah tertentu akan dipecah oleh Israel dan dikelilingi checkpoint Israel. Tergantung pada bagaimana jalan keamanan akan dikonfigurasi, jalanjalan Israel ini mungkin menghalangi akses perjalanan warga Palestina di seluruh negara yang diusulkan mereka dan kurang mampu untuk menampung para pengungsi Palestina. Presiden Arafat menolak tawaran ini dan tidak mengajukan tawaran balasan. Tidak ada solusi yang terbentuk untuk memenuhi tuntutan keduanya, antara Israel dan Palestina, meskipun dibawah tekanan kuat AS. Clinton menyalahkan Arafat atas kegagalan KTT Camp David. Beberapa bulan setelah KTT tersebut, Clinton menunjuk mantan Senator AS Geore J. Mitchell untuk memimpin sebuah komite pencari fakta yang kemudian diterbitkannya ‘Laporan Mitchell’. Kemudian pada KTT Taba di Taba, pada Januari 2001, tim negosiasi Israel disajikan peta baru. Proposisi menghapus daerah ‘kontrol Israel sementara’ dan pihak Palestina menerima ini sebagai dasar untuk proses negosiasi lebih lanjut. Namun, Perdana Menteri Ehud Barak tidak melakukan negosiasi 78
"West Bank and Gaza Strip." ADL. 5 Januari 2009.
80 lebih lanjut pada waktu pembicaraan terakhir tanpa kesepakatan dan pada bulan berikutnya sayap kanan kandidat parta Likud Ariel Sharon terpilih menjadi Perdana Menteri pada Februari 2001.
d. KTT Beirut KTT Beirut belangsung pada bulan Maret 2002 dan diadakan untuk mempresentasikan rencana untuk meredakan konflik Israel-Palestina. Menteri Luar Negeri Israel Shimon Peres menyambutnya dan berkata, “...detail dari setiap rencana perdamaian harus dibicarakan secara langsung antara Israel dan Palestina, agar perdamaian ini dapat terwujud, Otoritas Palestina harus menghentikan aksi terorisme, ekspresi mengerikan yang kita saksikan dimalam terakhir Netanya 79 mengacu pada serangan bunuh diri Netanya yang dilakukan pada malam sebelumnya, dimana KTT Beirut dialamatkan gagal. Aspek-aspek utama dari inisiatif perdamaian Arab bahwa Israel belum siap untuk melaksanakan penarikan penuh pada perbatasan di tahun 1967 dan hak kembalinya para pengungsi Palestina.” 80
e. Road Map Pada tahun 2002, kelompok Quartet yakni AS, Uni Eropa, Rusia dan Dewan Keamanan PBB menguraikan prinsip-prinsip peta jalan damai untuk perdamaian termasuk negara Palestina merdeka. Peta jalan damai dirilis pada April 2003, setelah pengangkatan Mahmoud Abbas (alias Abu Mazen) sebagai Perdana Menteri Otoritas Palestina pertama. Baik AS maupun Israel menyambut Perdana Menteri baru Palestina 79
Eran, Oded. "Arab-Israel Peacemaking." The Continuum Political Encyclopedia of the Middle East. Ed. Avraham Sela. New York: Continuum. 2002. Hlm.121. 80 Ibid. Hlm.147.
81 itu, karena baik AS maupun Israel menolak bekerja sama dengan Perdana Menteri sebelumnya, yaitu Arafat. Rencana untuk menyerukan tindakan independen oleh Israel dan Otoritas Palestina, dengan isu-isu sengketa yang ditunda sampai hubungan dapat dibangun. Pada langkah pertama, Otoritas Palestina harus “terlihat melakukan upaya-upaya dilapangan untuk menangkap, mengganggu dan menahan individu-individu dan kelompok yang melakukan kekerasan dan merencanakan serangan terhadap Israel dimana saja” dan “pembangunan ulang dan perencanaan ulang aparat keamanan Otoritas Palestina” harus “mulai bertahan, pasang target dan efektifitas operasi yang ditujukan untuk menghadapi mereka yang terlibat dalam teror, pemberantasan teroris dan infrastruktur.” Kemudian Israel diminta untuk membongkar pemukiman yang dibangun setelah bulan Maret 2001, membekukan semua aktifitas pemukiman, menghapus tentaranya dari wilayah Palestina yang diduduki setelah 28 September 2000, menghentikan jam malam dan menghentikan perpindahan orang dan barang. 81 Belum
satupun
pihak
yang
memenuhi kewajibannya berdasarkan rencana perdamaian. Pasca Maret 2001 minoritas permukiman Israel telah dibingkar dan sebenarnya telah memperluas permukimannya didaerah lain. Israel juga telah diungsikan (kadang-kadang dengan paksaan) diseluruh Jalur Gaza pada Agustus 2005, semua pemukiman Yahudi didaerah tersebut telah dibongkar. Tentara Israel juga ditarik sepenuhnya dari Jalur Gaza. Tentara Israel masih berpatroli secara rutin dan dipindahkan ke daerah-daerah yang dikuasai oleh Palestina, menurut apa yang digambarkannya sebagai upaya untuk meerangi teroris. 81
Quandt, William. Peace process: American diplomacy and the Arab-Israeli conflict since 1967. Washington, DC: Brookings Institution and University of California Press. ISBN 0 520 22374 8. Accessible at Google Books
82 Palestina tidak membuat banyak kemajuan dalam mengurangi tindakan kekerasan Palestina terhadap Israel dan warganya. Palestina menyatakan bahwa ini diakibatkan dari perselisihan antara faksi-faksi perlawanan, misalnya Perdana Menteri Abbas menyatakan bahwa ia tidak dapat menghentikan Hamas tanpa menyebabkan perang sipil, dan melanjutkan serangan-serangan Israel. Pada awalnya Hamas dan Jihad Islam menyatakan 45 hari gencatan sementara secara sepihak (Hudna), dengan syarat Israel menghentikan aksi pembunuhan para pemimpin Palestina dan pelepasan massa ribuan warga Palestina yang ditahan dipenjara Israel tanpa pengadilan atau tuduhan. Israel pun menolak proposal tersebut.
f. Proposal Perdamaian Alternatif Karena kesulitan peta jalan damai, tekanan telah berkembang untuk menemukan cara alternatif ke depan. Pada tanggal 7 Desember 2003, Wakil Perdana Menteri Israel Ehud Olmert mengusulkan penarikan sepihak sebagian besar Jalur Gaza dan Tepi Barat secara sepihak, meninggalkan pemukiman Yahudi ketika menggabungkan daerah-daerah lain. Hal ini ditafsirkan oleh banyak orang sebagai balon sidang atas nama Ariel Sharon, yang dilanjutkan dengan pidato pada 18 Desember yang intinya memberikan Otoritas Palestina waktu (beberapa bulan) untuk mematuhi peta jalan damai sebelum Israel mengambil langkah-langkah sepihak. Pidato ini mendapat kritikan dari pemerintah AS, yang memperingatkan keluarnya perlanggaran peta jalan damai, dan oleh sebagian besar Israel sayap kanan, yang menyebutkan masalah keamanan dan kebutuhan untuk memcapai konsesi timbal balik sebagai imbalan dari penarikan.
83 Pendekatan lain diambil oleh tim perundingan yang dipimpin oleh mantan Menteri Kehakiman Israel Yossi Beilin dan mantan Menteri Penerangan Palestina Yasser Abed Rabbo setelah dua setengah tahun perundingan rahasia. Pada tanggal 1 Desember, kedua belah pihak menandatangani rencana susulan tidak resmi untuk perdamaian di Jenewa, yang dijuluki dengan The Geneva Accord. Dalam kontras yang tajam ke peta jalan damai, itu bukanlah sebuah rencana gencatan senjata sementara, tetapi sebuah komprehensif dan solusi yang bertujuan merinci semua isu-isu yang dipertaruhkan, khususnya, Jerusalem, pemukiman dan masalah pengungsi. Pada saat itu disambut dengan pengaduan yang pahit oleh Pemerintahan Israel dan warga Palestina, dengan Otoritas Palestina yang tetap tanpa komitmen, tapi hal tersebut disambut hangat oleh pemerintah Eropa dan beberapa elemen penting dari pemerintahan Bush, termasuk Menteri Luar Negeri Collin Powell. Namun, sejumlah pendekatan lain diusulkan oleh sejumlah pihak di dalam dan luar Israel: sebuah “binational solution” dimana
secara resmi Israel akan
menggabungkan wilayah Palestina akan tetapi hal tersebut akan membuat warga Arab Palestina dalam kesatuan negara sekuler. Diperjuangkan oleh Edward Said dan profesor Universitas New York Tony Judt, saran yang baik menimbulkan adanya kepentingan dan kutukan. Sebenarnya hal tersebut bukanlah gagasan baru, hingga tahun 1920-an, tetapi hal itu telah memberikan kepentingan tambahan dengan meningkatnya isu-isu kenaikan demografi akibat dari pertumbuhan populasi penduduk Arab di Israel yang meningkat dengan cepat dan wilayah.
84 Yang agak mengejutkan lagi, beberapa kelompok pemukim Israel mendukung hal tersebut, melihatnya sebagai sebuah cara dimana Israel secara permanen dapat melegitimasi hal tersebut di Tepi Barat dan Jalur Gaza. Mengingat besarnya isu-isu politik dan demografi itu akan meningkat, namun terlihat seperti masalah yang sulit terpecahkan. Rencana Perdamaian Elon adalah sebuah solusi bagi konflik Arab-Israel yang diusulkan pada tahun 2002 oleh mantan Menteri Benyamin Elon. Rencana tersebut menganjurkan penggabungan formal wilayah Tepi Barat dan Jalur Gaza dengan Israel dan bangsa Palestina akan menjadi bagian dari penduduk Yordania atau penduduk tetap di Israel selama mereka menjaga perdamaian dan taat pada hukum yang berlaku di wilayah tersebut. Semua tindakan ini harus dilakukan dengan persetujuan penduduk Yordania dan Palestina. Solusi ini terkait dengan demografi Yordania di tempat yang diklaim bahwa pada dasarnya Yordania sudah menjadi negara Palestina karena disana terdapat banyak para pengungsi Palestina dan keturunan mereka. 82 The Peace Valley Plan merupakan rencana personal yang didukung oleh Presiden Israel Shimon Peres, yang berusaha mempromosikan pendekatan baru berdasarkan pada kerjasama eknomin dan proyek bisnis. Saat ini, untuk merealisasikan rencana ini memerlukan pembangunan beberapa taman industri di beberapa lokasi di wilayah Tepi Barat. Dengan harapan dapat membawa suatu area usaha bersama baru yang dapat membawa rekonsiliasi di berbagai bidang. 83 Pada bulan Mei 2008, Tony Blair, utusan khusus kelompok Quartet mengumumkan rencana baru untuk perdamaian dan hak-hak Palestina berdasarkan pada gagasan dari The Peace Valley Plan. 84
82
Jerrusalem Post, 30 Oktober 2002. Arab-Israeli Articles: Jordania As The Palestinian Arab State by Yael Amishav Medved. 83 Jerrusalem Post, 18 Januari 2008. A Valley of Economic Harmony by Yaakov Lappin. 84 The Times, 14 Mei 2008. Israel May Erase Grip in Tony Blair Deal to Revive West Bank.
85 C.
Benturan Kepentingan dalam Konflik Israel-Palestina Eskalasi ancaman dan gerakan yang masih pasif dari kelompok garis keras Israel-
Palestina menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dari konflik yang berkepanjangan ini. Manuver-manuver dari kelompok itu sangat efektif dan acapkali mampu menghalangi bahkan menggagalkan kesempatan damai. Netanyahu (1996-1999) 85 dan Ehud Barak (1999-2001) 86 harus kehilangan jabatannya sebagai Perdana Menteri karena berani menandataangani kesepakatan Wye River I (Oktober 1998), Wye River II (September 1999) dan KTT Camp David II (Juli 2000). 87 Tidak jarang pemerintah Palestina menerima kecaman dari dunia karena dianggarp tidak bisa mengendalikan dua kelompok garis keras yang terus menerus melancarkan serangan di kantong-kantong masyarakat sipil Israel. Seperti ungkapan “berperang demi Tuhan”, “merebut tanah yang dijanjikan”, “mempertahankan tanah suci”
88
dan sebagainya. Yang lebih parah lagi,
mereka akan terus menolak setiap upaya perdamaian, dengan melanggar perintah Tuhan. Konflik antara Israel-Palestina telah menyulut berkobarnya kebangkitan fundamentalisme agama, baik Yahudi maupun Islam. Zionisme dan Fundamentalisme Yahudi berasal dari paham Yahudi, Talmodi (Talmodiac Judaism), yang biasa juga disebut dengan Yahudi Rabbani (Rabbanic Judaism) semenjak tahun 70 M tetapi pada abad ke XIX, Yahudi Talmodi lebih populer dengan sebutan Yahudi Ortodoks (Orthodox Judaism) atau mereka lebih senang disebut dengan “Yahudi yang meyakini Taurat” (True Torah Judaism). Misalnya saja mereka yakin bahwa “Taurat bersumber dari Tuhan sehingga bersifat statis dan abadi untuk segala ruang dan waktu”. Dan jika konsep
85
M G. Romli, Fundamentalisme Agama dalam Konflik Israel-Palestina, harian Kompas 8 Mei 2007. http://www.kompas.com/kompas-cetak/0306/14/opini/367614.htm 87 http://www.infopalestina.com, tentang Konflik Palestina Israel, diakses 11 April 2009. 88 http://www.infopalestina.com, tentang Konflik Palestina Israel, diakses 11 April 2009. 86
86 Taurat bertentangan, 89 maka yang harus diubah adalah situasi dan kondisi, bukan Tauratnya. Dalam ibadah ritual laki-laki dan perempuan tidak boleh bercampur dan perempuan dilarang untuk menziarahi tembok ratapan. Yahudi adalah bangsa terpilih. 90 Mereka juga meyakini adanya “tanah yang dijanjikan” di Palestina dan “kedatangan” seorang nabi Yahudi yang akan membangun kerajaan Yahudi, dan lain sebagainya. 91 Dan ketika gerakan zionisme berhasil mendirikan sebuah negara Israel di Palestina, Yahudi Ortodoks terpecah menjadi dua bagian, yaitu: a. Yahudi Ortodoks yang menerima paham zionisme dan konsep negara Israel. b. Yahudi Ortodoks Ekstreme yang tidak menerima paham zionisme dan konsep negara Israel. Menurut kelompok ini, komunitas Yahudi sekarang tidak boleh mendahului takdir Tuhan dengan terburu-buru membangun negara karena Tuhan nanti yang akan mengirim seorang nabi Yahudi dan akan membangun kembali keerajaan Yahudi. 92 Penganut paham ini sangat ekstrim, radikal dan rasis. Seperti Baruch Goldstein, yang membantai warga Muslim yang sedang menjalankan ibadah shalat subuh pada 25 Feberuari 1994 dan Yigal Amir, yang yakin diperintah oleh Tuhan sehingga lalu ia mengeksekusi Perdana Menteri Yitzhak Rabin. Dua kelompok Yahudi itu memiliki wakil-wakil di Knesset (parlemen Israel) melalui partai-partai agama, seperti Partai Agama Nasional (Mavdal), Partai Shas, Partai Memad dan Persatuan Taurat Yahudi. Partai-partai agama itu menjadi “mesin” fundamentaisme Yahudi yang menentukan lajunya politik di Israel.
89
M.G Romli, Fundamentalisme Agama dalam Konflik Israel Palestina, harian Kompas 8 Mei 2007. M.G Romli, Fundamentalisme Agama dalam Konflik Israel Palestina, harian Kompas 8 Mei 2007. 91 http://www.kompas.com/kompas-cetak/0306/14/opini/367614.htm 92 http://www.kompas.com/kompas-cetak/0306/14/opini/367614.htm 90
87 Zionisme sebagai ideologi resmi di negara Israel yang didirikan oleh Theodore Herzl pada tahun 1896, lebih tepat disebut sebagai gerakan politik daripada gerakan agama. 93 Namun, pada akhirnya gerakan zionisme ini mengadopsi mitos-mitos teologis Yahudi sebagai dasar perjuangannya sehingga ikut membangkitkan sentimen fundamentalisme dan radikalisme Yahudi. 94 Islamisme dan fundamentalisme Islam dapat diartikan menolak ajakan-ajakan pembaruan keagamaan dan gigih membela kemapanan (pro status quo). Mereka juga memuja dan ingin mengembalikan kejayaan masa lalu serta memahami ajaran agama secara rigid dan literal. 95 Dalam kehidupan sosial yang objektif dan plural, kelompok fundamentalisme Islam sering membawa klaim-klaim teologis yang subjektif, seperti “Islam adalah solusi”, “ajaran Islam sesuai dengan situasi dan kondisi” dan “Islam adalah agama dan negara”. Kelompok fundamentalisme Islam ketika menjelma menjadi gerakan sosial dan politik lalu menggunakan Islam sebagai ideologi. Dan menghadapkan Islam sebagai ideologi ‘vis a vis’ ideologi-ideologi lain. 96 Dalam percaturan gerakan sosial dan politik kelompok ini disebut “Islamisme”. Al-Jihad Al-Islami (Jihad) mulai dikenal luas sejak tahun 1986, meskipun ia memiliki akar sejarah hingga tahun 1971 ditangan Syekh Abdullah Darwish yang menyeru masyarakat untuk kembali kepada Islam dan meyakini Islam sebagai agama sekaligus konsep negara. Namun, sejak tahun 1990 Jihad terpecah menjadi tiga kelompok, yaitu Jihad Palestina, Jihad Baitul Maqdis dan Jihad Brigade al-Aqsha. 97
93
M.G Romli, Fundamentalisme Agama dalam Konflik Israel Palestina, harian Kompas 8 Mei 2007. Roger Garaudy: 1999. 95 http://www.kompas.com/kompas-cetak/0306/14/opini/367614.htm 96 http://www.kompas.com/kompas-cetak/0306/14/opini/367614.htm 97 http://www.kompas.com/kompas-cetak/0306/14/opini/367614.htm 94
88 Tujuan dan strategi kelompok ini tidak jauh dari kelompok Hamas di atas, mendirikan negara Islam dan menggunakan jihad (perlawanan fisik) dalam menghadapi musuh daripada perundingan. 98 Kalau kita mencoba menilik secara jeli, taulah bahwa antara paham fundamentalisme Yahudi dan fundamentalisme Islam di Palestina memiliki beberapa persamaan secara teologi, fundamentalisme Yahudi mengklain sebagai “umat terpilih”
dan
fundamentalisme
Islam
mengklain
sebagai
“umat
terbaik”,
fundamentalisme Yahudi meyakini bahwa Palestina adalah “tanah yang dijanjikan”, sedangkan
fundamentalisme
Islam
meyakini
Palestina
sebagai
“tanah
suci”.
Fundamentalisme Yahudi meyakini akan datangnya seorang “nabi yang dinantikan” demikian fundamentalisme Islam. 99
1.
Konflik Internal Fatah-Hamas Secara historis perbedaan muncul sejak munculnya gerakan Fatah tahun 1957 di
Kairo 100 dan di kalangan pelajar perguruan tinggi di tangan Yaser Arafat. Gerakan kemudian berpindah ke Kuwait. Saat itu Fatah menyerukan kepada pemuda Palestina untuk percaya diri dan memegang tampuk pembebasan Palestina. Seruan ini disampaikan di tengah arus gerakan nasionalisme seruan Nashr yang menfokuskan kesatuan Arab sebagai jalan pembebasan dan arus gerakan Islam yang menyerukan berdirinya saat itu adalah membebaskan wilayah jajahan tahun 1948. Gerakan Fatah mendasarkan diri kepada unsur-unsur aksi dan kedisiplinan dari pemuda Palestina dan memanfaatkan kondisi anti Ikhwanul Muslimin di tahun 1954 yang di antaranya adalah Khalil Al-Wazir, pemuda IM yang terjun di jihad Palestina dan Abdul Fattah Hamud, Muhammad Yusuf 98
Abd Jawwad, 1993: 240. http://www.kompas.com/kompas-cetak/0306/14/opini/367614.htm 100 http://www.Al-jazeera.com, diakses 11 April, 2009. 99
89 Najjar, Rafiq Natasyah, Salim Zaknu, Yusuf Amirah dan Muhammad Gunaim dan lainlain. 101 Bersama dengan dibentuknya organisasi Al-Ikhwan Palestina di Jalur Gaza pada tahun 1960 dan bangkitnya Ikhwanul Muslimin di Jordania (Tepi Barat dan Timur) hingga sebagian pemuda pindah ke Fatah, mulailah apa yang disebut dengan pemisahan diri. Artinya komitmen dengan Manhaj Ikhwanul Muslimin atau Manhaj Fatah, inilah awal dari gesekan antara dua gerakan ini. Setelah itu keadaan berjalan dengan normal, kesepahaman bersama ditekan pada tahun 1968 dengan dibentuknya “pangkalan para senior” 102 di utara Jordania dan terjun perang melawan Israel. Ikhwanul Muslimin menilai mereka lebih dulu dari Fatah dalam berjihad dalam perang pembebasan wilayah jajahan 1948 dengan pemimpin Kamil Syarif dan Makruf Hidlri dan lain-lain. Dimulai dari Jalur Gaza hingga Betlehem bahkan ke wilayah sekitar Al-Quds. Sementara Fatah menilai dirinya lebih dulu dalam melakukan perjuangan bersenjata pertama di Juni 1965. Ketika Intifadlah I meletus pada 8 Desember 1987, Ikhwanul Muslimin turun dijalan-jalan Jalur Gaza kemudian di Tepi Barat. Intifadlah I itu disebut juga dengan Resolusi Masjid 103 karena dimulai dari masjid-masjid sebelum diberi nama Resolusi Batu. Fatah dan faksi-faksi pembebasan 14 Januari 1988 masuk dalam komando persatuan. Sementara Hamas lebih dulu masuk sekitar sebulan sebelumnya 14 Desember 1987. 104 Kedua pemimpin ini tidak mungkin disatukan karena perbedaan visi dan misi, pada saat piagam Hamas memfokuskan diri kepada penghapusan
101
http://www.Al-jazeera.com, diakses 11 April, 2009. http://www.Al-jazeera.com, diakses 11 April, 2009. 103 http://www.Al-jazeera.com, diakses 11 April, 2009. 104 http://www.Al-jazeera.com, diakses 11 April, 2009. 102
90 penjajahan Israel dari seluruh tanah Palestina karena ia adalah tanah wakaf Islam, Fatah dan sekutunya menolak prinsip tersebut. Fatah fokus terhadap pembebasan wilayah jajahan dalam pengakuan mereka terhadap keputusan DK PBB nomor 242 pada 15 November 1988. 105 Kemudian keterlibatan mereka dalam Konferensi Madrid, kemudian Kesepakatan Oslo yang memecah rakyat Palestina menjadi dua bagian. Sejumlah upaya dilakukan Fatah untuk menghabisi Hamas lebih dini. Pada Mei 1992, Januari 1994 (pembatasan masjid Palestina), dari tahun 1996-2000 dengan berbagai aksi penangkapan, koordinasi keamanan, pembunuhan Muhyidin Syarif, Adil, Emad, Iwadullah, penangkapan rantisi, Maqadimah, Abu Hanud, Jamal Mansur, Taslim Shawarif, pejuang Hasan Salaman dan lain-lain. Perkembangan-perkembangan ini memperluas konflik Fatah dan Hamas, ketika Hamas memenangkan pemilu legislatif pada 25 Januari 2006, Fatah dan faksi PLO menolak bergabung dalam pemerintahan. Fatah mulai melakukan aksi penghambatan terhadap pemerintah Haniya dengan isolasi, boikot, profokasi, mogok kerja dan melakukan rencana Dayton untuk menyingkirkan Hamas dari Jaur Gaza dengan keterlibatan Mesir, Uni Eropa, AS dan Israel. 106 Tujuan Fatah pada kemenangan demokratik Hamas (Harakah Al-Muqawamah Al-Islamiyah) dalam pemilu legislatif pada 25 Januari lalu, sedikit banyaknya telah mengubah arus perpolitikan Palestina. Hamas menang telak dengan perolehan 57,6% suara atau 80 kursi dari 120 kursi parlemen. 107 Ini realita pahit bagi Israel dan AS yang sejak awal menghendaki keikutsertaan partai Intifadlah ini maju sebagai peserta pemilu. Hamas menurut Zionis Yahudi adalah salah satu gerakan yang dapat mrnghambat proyek 105
http://www.Al-jazeera.com, diakses 11 April, 2009. http://www.Al-jazeera.com, diakses 11 April, 2009. 107 http://www.Al-jazeera.com, diakses 11 April, 2009. 106
91 besar pendirian negara Israel Raya yang membentang dari Sungai Eufrat dan Tigris di Irak hingga Sungai Nil di Mesir. Berbeda dengan gerakan serumpunnya Fatah, tipikal Hamas dilihat terlalu radikal untuk diajak berunding, apalagi bersahabat, sehingga dutakutkan akan menjadi penghalang bagi kepentingan-kepentingan Yahudi di Timur Tengah.
92 BAB IV DAMPAK KEBIJAKAN POLITIK LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT TERHADAP PROSES PENYELESAIAN KONFLIK ISRAEL-PALESTINA
A.
Beberapa Masalah dalam Proses Perundingan Damai Yang diuraikan berikut adalah posisi resmi dari kedua belah pihak, akan tetapi
perlu dicatat bahwa tidak ada satu pun pihak yang memagang posisi. Baik Israel maupun Palestina, keduanya belah pihak tersebut termasuk moderat dan ekstrimis sama halnya seperti Dovish dan Hawkish. Saat ini, banyak warga Palestina percaya bahwa Israel tidak sungguh-sungguh untuk mencapai perjanjian tersebut akan tetapi lebih tertarik untuk melanjutkan pengendalian seluruh wilayah dari laut Mediterania sampai ke Sungai Yordan. Sebagai bukti klaim mereka, mereka menunjuk pada perluasan pemukiman Yahudi selama menjadi ketentuan partai Israel sayap kiri, argumen bahwa hal itu selalu Israel yang merebut wilayah yang dimiliki oleh negara-negara Arab, bahwa IDF telah memasuki kota-kota Palestina selama Intifadha, sama halnya seperti kutipan pemimpin Israel sayap kanan dan pemimpin agama yang telah menyatakan dukungan mereka dalam sebuah “Greater Israel” dan dalam melaksanakan perpindahan penduduk. Disisi lain, saat ini banyak warga Israel yang percaya bahwa Palestina sungguhsungguh berniat untuk merebut wilayah Palestina sepenuhnya dan bahwa klaim resmi mereka hanya strategi sementara. Sebagai bukti klaim mereka, mereka mencatat kemunculan Hamas, yang menyerukan pengambilalihan semua bagian Israel, penghasutan terhadap Israel dibuat di buku-buku sekolah Palestina dan kekerasan politik Palestina dilakukan terhadap warga sipil Israel dalam perbatasan jalur hijau. Sesuai
93 banyaknya pendapat dan interpretasi, pertanyaan tentang tuntutan sejati dari partai-partai dengan sendirinya menjadi isu politik, tentang banyak warga Israel dan alestina yang tidak setuju. 108
1.
Masalah dalam Konflik Israel-Palestina Berbagai kekhawatiran bermunculan sebagai isu utama dalam mencari
penyelesaian yang dinegosiasikan antara kedua belah pihak. Sejak Perjanjian Oslo, yang diselesaikan pada tahun 1993, pemerintah Israel dan Otoritas Palestina secara resmi telah berkomitmen pada two-state-solutions. Ada enam inti atau isu-isu yan perlu diselesaikan, antara lain:
a. Jerusalem Perbatasan Jerusalem merupakan masalah yang sangat sensitif dengan masingmasing pihak menyatakan klaim atas kota ini. Tiga agama terbesar yaitu Abrahamic, Yudaisme, Kristen,
Islam dan termasuk Jerusalem sebagai pengaturan penting bagi
agama mereka dan narasi sejarah. 109 Israel menegaskan bahwa kota Jerusalem tidak boleh terbagi dan harus tetap bersatu dalam kontrol politik Israel. Palestina mengklaim setidaknya bagian-bagian kota yang bukan bagian Israel sebelum Juni 1967. pada tahun 2005, ada lebih dari 719.000 orang yang tinggal di Jerusalem; 465.000 adalah orangorang Yahudi (kebanyakan tinggal di Jerusalem Barat) dan 232.000 adalah Muslim (kebanyakan tinggal di Jerusalem Timur). 110
108
www.en.wikipedia.org tentang Current Issue of Israel-Palestinian conflik, diakses 3 Maret 2010. BBC News tentang New Mid-East Peace Drive Launched, 28 November 2007. 110 www.en.wikipedia.org tentang Core Issu in Israel-Palestinian Conflic, diakses 3 Maret 2010. 109
94 Pemerintahan Israel, termasuk Knesset dan Mahkamah Agung yang berpusat di “kota baru” Jerusalem Barat telah ada sejak berdirinya Israel pada tahun 1948. setelah Israel mendapakan Yordania-pengawasan Jerusalem Timur melalui Perang Enam Hari, diasumsikan pengawasan admisnistratif lengkap Jerusalem Timur. Pada tahun 1980, Israel mengeluarkan undang-undang baru yang menyatakan Jerusalem, lengkap dan bersatu adalah ibukota Israel. 111 Pada perundingan Camp David dan Taba di tahun 20002001, AS mengusulkan sebuah rencana dimana bagian Arab dari Jerusalem akan diberikan pada negara Palestina yang diusulkan sementara, sedangkan bagian Yahudi tetap dipertahankan oleh Israel. Semua arkeologi bekerja dibawah gunung Bait akan bersama-sama dikendalikan oleh Israel dan Palestina. Pada prinsipnya kedua belah pihak telah menerima proposal, namun pada puncaknya mengalami kegagalan. 112 Israel memiliki keprihatinan serius mengenai kesejahteraan tempat-tempat suci Yahudi jika berada dibawah kontrol Palestina. Ketika Jerusalem berada dibawah kontrol Yordania, orang Yahudi dilarang untuk mengunjungi Tembok Barat atau tempat-tempat suci lainnya dan pemakaman Yahudi dibukit Zaitun dinodai. 113 Pada tahun 2000, warga Palestina mengambil alih Joseph’s Tomb sebuah tempat suci yang dianggap suci oleh Yahudi dan Muslim, kemudian menjarah dan membakar gedung serta mengubahnya menjadi mesjid. 114 Hal tersebut bukan wewenang Palestina untuk pembangunan di Gunung suci Bait di Jerusalem, hal tersebut dapat mengancam stabilitas Tembok Barat. Disisi lain, Israel jarang memblokade akses ke tempat suci agama-agama lain. Badan 111
www.jewishvirtuallibrary.com tentang Basic Law: Jerusalem, The Capital of Israel, diakses 9 April 2008. 112
Sela, Avraham. "Jerusalem. The Continuum Political Encyclopedia of the Middle East.” Ed. Avraham Sela. New York: Continuum, 2002. pp. 491-498.
113
www.jewishvirtuallibrary.com tentang Basic Law: Jerusalem, The Capital of Israel, diakses 9 April 2008. 114
Gold, Dore. “The Fight for Jerusalem: Radical Islam, the Wes, and the Future of the Holy City”. Washington, DC: Regnery Publishing, Inc., 2007. p. 5-6.
95 keamanan Israel secara rutin memantau rencana serangan ekstrimis Yahudi, sehingga mengakibatkan hampir tidak ada insiden yang serius selama kurang lebih 20 tahun terakhir. Selain itu, Israel telah memberikan hampir seluruh otonomi kepada umat Muslim di atas gunung Bait. 115 Israel mengungkapkan rasa keprihatinan atas keamanan warganya jika lingkungan di Jerusalem ditempatkan dibawah kontrol Palestina. Jerusalem telah menjadi target serangan oleh kelomopk militan terhadap sasaran sipil sejak 1967. banyak pemukiman Yahudi telah dibakar oleh dari daerah Arab. Kedekatan daerah Arab, jika daerah ini jatuh dalam batas-batas negara Palestina, maka hal tersebut akan menjadi ancaman terdekat bagi warga Yahudi. Nadav Shragai menyatakan ide dalam studinya tentang urusan publik pusat Jerusalem, Badan Keamanan Israel telah ditugaskan pada bulan Maret 2000 dengan memeriksa kemungkinan pengalihan tiga desa-desa Arab di luar Jrerusalem-Abu Bakar Dis, Al Zaria-untuk mengendalikan keamanan Palestina, dinilai pada saat itu: para teroris dapat memanfaatkan jarak yang dekat ini, kadang-kadang melibatkan lagi daripada menyebrang jalan, menyebabkan kerusakan pada orang-orang atau properti. Seorang teroris akan dapat berdiri diseberang jalan, menembaki warga Israel atau melempar bom dan mungkin mustahil untuk melakukan hal itu. Jalan merupakan perbatasan. Jika memang kasus lingkungan diluar batas-batas kota Jerusalem, berapa banyak lagi lingkungan Arab dalam batas-batas itu. 116 Palestina lambat laun cemas akan kesejahteraan Kristen dan tempat-tempat suci Islam berada dibawah kendali Israel. 117 Mereka menunjuk serangan pada mesjid Al-Aqsa sejak tahun 1967, termasuk kebakaran 115
Sela, Avraham. "Jerusalem. The Continuum Political Encyclopedia of the Middle East”. Ed. Avraham Sela. New York: Continuum, 2002. pp. 491-498.
116
www.jcpa.org tentang JCPA ME Diplomacy-Jerusalem: The Dangers of Division, diakses 5 Januari 2009/ 117 Alisa Rubin Peled, Debating Islam in the Jewish State: The Development of Policy Toward Islamic Institutions in Israel, State University of New York Press, 2001.
96 hebat pada tahun 1969 yang menghancurkan sayap selatan dan penemuan terowongan kuno pada tahun 1981 dibawah struktur mesjid, beberapa arkeolog mempercayai bahwa struktur bangunan mesjid Al-Aqsa telah semakin melemah. Beberapa pendukung Palestina telah membuat pernyataan dugaan bahwa terowongan itu kembali dibuka dengan maksud menyebabkan mesjid runtuh. 118 Israel menganggap bahwa pernyataan ini benar-benar tidak mendasar dan dengan sengaja bermaksud untuk mendorong agresi dan gangguan massa 119 dan menyatakan pernyataan ini dalam sebuah pidato tahunan PBB pada tahun 1996. 120 Pemerintah Israel mengklaim bahwa mereka memperlakukan umat Muslim dan tempat-tempat suci Kristen dengan sangat hormat.
b. Pengungsi Palestina dari Perang 1948 Menurut gambaran PBB dan Agensi Badan Pengungsi Palestina di Timur Dekat, seorang pengungsi Palestina adalah orang yang bertempat tinggal di Palestina antara Juni 1946 sampai dengan Mei 1948, yang kehilangan rumah-rumah mereka beserta mata pencaharian mereka akibat dari konflik Arab-Israel pada tahun 1948. 121 Jumlah penduduk Palestina yang melarikan diri atau diusir dari Israel setelah konflik Arab-Israel, pada tahun 1949 diperkirakan sekitar 711.000. 122 Para pengungsi keturunan asli Palestina pun harus melakukan registrasi dan layanan UNRWA pada tahun 2000, kurang lebih sekitar
118
Secret tunnel under Al-Aqsa Mosque exposed. Israel Ministry of Foreign Affairs, 26 Sep 1996. A Critical Analysis of Security Council Resolution , 1 Oktober 1996. 119
120 121
FM Levy- Address to the UN Security Council. Israel Ministry of Foreign Affairs, 27 September 1996.
Who is a Palestinian refugee? UNRWA, diakses 2 Juli 2009. General Progress Report and Supplementary Report of the United Nations Conciliation Commission for Palestine, Covering the Period from 11 December 1949 to 23 October 1950. United Nations Conciliation Commission for Palestine. 1950. Retrieved November 20, 2007. 122
97 4,6 juta orang. 123 Sepertiga dari para pengungsi di kamp-kamp pengungsi yang diakui di Yordania, Lebanon, Suriah, Tepi Barat dan Jalur Gaza. Sisanya tinggal di sekitar kota. Sebagian besar orang-orang yang dijelaskan diatas terlahir diluar Israel. 124 Namun demikian, negosiator Palestina, terutama Yasser Arafat, sejauh ini menegaskan bahwa pengungsi memiliki hak untuk kembali ke tempat dimana mereka tinggal sebelum 1948 dan 1967, termasuk yang didalam garis gencatan senjata 1949, mengutip Deklarasi Universal HAM dan Resolusi Majelis Umum PBB 194 sebagai bukti. Prakarsa Perdamaian Arab pada tahun 2002 menyatakan bahwa usulan kompromi hanya resolusi dari masalah pengusngsi. 125 Warga Palestina dan para penulis internasional telah membenarkan hak pengembalian para pengungsi Palestina dengan beberapa alasan, yaitu: 126127 a. Beberapa penulis termasuk para sejarawan baru menyatakan bahwa para pengungsi Palestina keluar atau diusir dengan tindakan Haganah, Lehi dan Irgun. 128 b. Sudut pandang Israel tradisional mengatakan bahwa para pemimpin Arab mendorong orang-orang Arab Palestina untuk melarikan diri juga telah diperdebatkan oleh para sejarawan baru, dengan dalih menunjukkan bukti-bukti
123
Who is a Palestinian refugee? UNRWA, diakses 2 Juli 2009.
124
Eran, Oded. "Arab-Israel Peace making." Sela, The Continuum Political Encyclopedia. 121-147.
125
Muasher, Marwan. "The Arab Peace Initiative." Embassy of Jordan- Washington, D.C. 16 January 2008. Flapan, Simha (1987):The Palestinian Exodus of 1948. Journal of Palestine Studies, Vol.16, No.4. (Summer, 1987). 127 Khalidi, Rashid I.(1992): Observations on the Right of Return. Journal of Palestine Studies, Vol.21, No.2. (Winter, 1992). 128 Wawancara Avi Shlaim di Haaretz's supplement. 126
98 yang menunjukkan para pemimpin Arab akan menarik penduduk Palestina untuk tetap tinggal. 129 c. Hukum Israel kembali memberi kewarganegaraan untuk setiap orang Yahudi dimana saja di dunia ini, yang dipandang oleh sebagian orang sebagai diskriminasi terhadap non-Yahudi dan terutama kepada Palestina yang tidak dapat mengajukan permohonan kewarganegaraan seperti itu atau kembali ke wilayah dimana mereka mengungsi. 130 d. Dasar hukum yang kuat dalam masalah ini adalah Resolusi PBB 194 yang diadopsi pada tahun 1948. Isinya menyatakan bahwa “para pengungsi yang ingin kembali ke rumah mereka, hidup damai harus melakukan beberapa hal dan kompensasi harus dibayar untuk properti mereka yang memilih untuk tidak kembali dan atas kehilangan atau kerusakan properti, dibawah prinsip-prinsip hukum internasional, yang dibuat oleh pemerintah atau kewenangan yang bertanggung jawab”. Resolusi PBB 3236 juga menegaskan bahwa “bangsa Palestina berhak untuk kembali ke rumah mereka, harta benda mereka dan panggilan untuk mereka kembali”. Resolusi PBB 242 menegaskan perlunya “mencapai penyelesaian yang adil tentang para pengungsi ini ”, namun Resolusi 242 tidak menentukan hanya penyelesaian atau seharusnya dalam bentuk harfiah hak kembali Palestina. 131 132
129
Masalha, Nur-eldeen (1988):On Recent Hebrew and Israeli Sources for the Palestinian Exodus, 1947-49. Journal of Palestine Studies, Vol. 18, No. 1, Special Issue: Palestine 1948. (Autumn, 1988), pp. 121-137. and Childers, Irskine (1961): The Other Exodus. The Spectator (London), May 12, 1961. 130 www.arabhra.org tentang The Arab Association of Human Rights criticises the israeli Law of Return as being discriminatory towards arabs. 131 Radley, K.Rene (1978): The Palestinian Refugees: The Right to Return in International Law. The American Journal of International Law, Vol.72, No.3 (Jul.,1978). 132 Global Policy Forum on Palestinians' right of return.
99
Banyak Israel terbuka untuk kompromi terhadap masalah ini, dengan cara perbaikan moneter dan reunifikasi keluarga inisiatif yang ditawarkan oleh Ehud Barak di perjanjian Camp David 2000. 133 Namun, yang lain menentang. Beberapa pendapat yang paling umum yang diberikan untuk masalah ini, antara lain: a. Pemerintahan Israel menegaskan bahwa masalah para pengungsi Arab sebagian besar disebabkan oleh semua penolakan, kecuali pemerintahan Arab Yordania yang memberikan kewarganegaraan kepada orang Arab Palestina yang tinggal di perbatasan negara. Hal ini telah menyebabkan banyak kemiskinan, masalah ekonomi para pengungsi, menurut dokumen MFA. 134 b. Masalah pengungsi Palestina ditangani oleh otoritas yang terpisah dari penanganan pengungsi lain, yaitu oleh UNRWA bukan oleh UNHCR. Sebagian besar orang mengakui bahwa diri mereka pengungsi Palestina akan sebaliknya berasimilasi ke negara dimana mereka tinggal dan tidak akan mempertahankan negara pengungsi jika bukan karena entitas yang terpisah. c. Mengenai asal para pengungsi Palestina, pemerintah resmi Israel komite tinggi Arab selama tahun 1948 dan mendorong negara-negara Arab Palestina untuk melarikan diri agar lebih mudah untuk mengusir negara Yahudi atau mereka melarikan diri dari perkelahian dengan rasa takut. 135 Bangsa Palestina adalah
133
www.jewishvirtuallibrary.com tentang Myths & Facts The Peace Process by Mitchell Brad, diakses 14 Februari 2009. 134 Israel Min of Foreign Affairs Q&A documen; “Palestinian refugees issue MFA website”, accessed 1st January, 2008. 135 Why did Palestinian Refugees flight ? on the official website of the Israeli Ministry of Foreign Affairs. retrieved 8 April 2008.
100 pengungsi yang diusir dan dirampas oleh milisi Yahudi dan tentara Israel seperti yang telah direncanakan sebelum perang. Para sejarawan masih memperdebatkan sebab-sebab exodus Palestina pada tahun 1948. d. Karena tidak satu pun dari 900.000 pengungsi Yahudi yang melarikan diri dari kekerasan anti-Yahudi di dunia Arab pernah dikompensasi atau dipulangkan oleh negara-negara bekas mereka tinggal, untuk tidak keberatan pada para pemimpin Arab, dimana telah ditetapkan sebagai tanggung jawab bangsa yang menerima para pengungsi untuk mengasimilasi mereka. 136137 e. Meskipun Israel menerima hak dispora Palestina untuk kembali ke negara Palestina yang baru, Israel menegaskan bahwa mereka kembali ke negara Israel saat ini akan menjadi bahaya besar bagi stabilitas negara Yahudi; masuknya pengungsi Palestina akan mengarah pada penghancuran negara Israel. 138
c. Pemukiman Israel di Tepi Barat Dalam tahun-tahun setelah Perang Enam Hari, terutama pada tahun 1990-an selama proses perdamaian, Israel kembali mendirikan komunitas yang hancur pada tahun 1929 dan 1948, sebagaimana telah ditetapkan sejumlah pemukiman baru di Tepi Barat. Sekarang pemukiman ini dihuni sekitar 350.000 orang. Sebagian pemukiman berada di Tepi Barat, sementara yang lain dalam wilayah Palestina, menghadap ke kota Palestina. Permukiman ini telah menjadi situs intercomunal banyak konflik.
136
Alwaya, Semha. "The vanishing Jews of the Arab world/Baghdad native tells the story of being a Middle East refugee." SFGate. 6 March 2005. 19 January 2009. 137 "Israel and the Palestine right of return." World Association of International Studies. 8 April 2008. 138
Erlanger, Steven. "Olmert Rejects Right of Return for Palestinians." The New York Times. 31 March 2007. 9 May 2008.
101 Masalah permukiman Israel di Tepi Barat sampai dengan tahun 2005, Jalur Gaza digambarkan sebagai penghalang untuk penyelesaian damai konflik, oleh media internasional 139, serta komunitas internasional (termasuk AS, Inggris dan Uni Eropa). Para pelaku ini juga menyebutnya sebagai permukiman ilegal dibawah hukum internasional, selanjutnya pengadilan internasional maupun organisasi HAM Israel, memanda sebagai permukiman ilegal. Namun perselisihan Israel ini, beberapa sarjana dan komentator tidak setuju, mengutip sejarah yang baru terjadi pada tahun 2005 untuk menyokong pendapat mereka 140, itu tidak mengubah pandangan masyarakat internasional dan organisasi hak asasi manusia. Sejak tahun 2006, 267.163 warga Israel tinggal di Tepi Barat dan Jerusalem Timur. 141 Pembentukan dan perluasan permukiman di Tepi Barat dan di Jalur Gaza (pada saat itu) digambarkan sebagai pelanggaran Konvensi Jenewa ke4 oleh DK PBB dalam beberapa resolusi. Uni Eropa 142 dan Majelis Umum PBB 143 mempertimbangkan permukiman ilegal. Para
pendukung
permukiman,
membenarkan
legalitas
mereka
dengan
menggunakan argument berdasarkan pada pasal 2 dan 49 dari Konvensi Jenewa ke-4, serta Resolusi DK PBB 242. 144 Pada tingkat praktis, beberapa keberatan yang disuarakan oleh Palestina pemukiman yang mengalihkan sumber daya yang dibutuhkan oleh kotakota Palestina, seperti tanah yang subur, air dan sumber daya yang lainnya, dan permukiman Palestina memperkecil kemungkinan untuk bepergian dengan bebas melalui jalan setempat karena pertimbangan keamanan. Pada tahun 2005, rencana pelepasan 139
Obstacles to peace: Borders and settlements. BBC News. May 25, 2007 Dershowitz, Alan. The Case for Israel. Hoboken: John Wiley & Sons, Inc., 2003. pp. 176-177 141 Report: 12,400 new settlers in 2006. Tovah Lazaroff. Jerusalem Post. 142 EU Committee Report. 143 General Assemby 1998 vote 144 Rostow, Eugene. Resolved: are the settlements legal? Israeli West Bank policies, The New Republic, October 21, 1991. 140
102 sepihak Israel, sebuah proposal yang diajukan oleh PM Sharon, sudah diberlakukan. Semua penduduk permukiman Yahudi di Jalur Gaza sudah dievakuasi dan semua bangunan tempat tinggal telah dihancurkan. 145 Berbagai mediator dan berbagai perjanjian yang diusulkan menunjukkan beberapa derajat keterbukaan untuk Israel mempertahankan beberapa bagian permukiman yang saat ini berada di Tepi Barat, keterbukaan ini didasarkan pada berbagai pertimbangan, seperti keinginan menemukan kompromi sesungguhnya antara Israel-Palestina, perihal klaim teritorial. 146 Posisi Israel diperlukan untuk mempertahankan beberapa tanah di Tepi Barat dan permukiman sebagai penyangga dalam kasus agresi yang akan datang dan posisi Israel pada beberapa permukiman adalah sah karena mereka mulai terbentuk ketika tidak ada operasi pengaturan diplomatik, dengan demikian mereka tidak melanggar perjanjian. 147 148 Bush menyatakan tidak mengharapkan Israel untuk kembali sepenuhnya ke garis gencatan senjata pada tahun 1949 karena kenyataan baru. 149 Salah satu rencana kerjasama diajukan pemerintahan AS untuk mengijinkan Israel mempertahankan beberapa permukiman di Tepi Barat, khususnya yang berada di blok-blok besar dekat perbatasan Israel pra-1967. Sebagai imbalannya, Palestina akan menerima beberapa konsensi tanah dibagian lain. Pemerintah AS melihat suatu pemblokiran konstruksi di permukiman Tepi Barat sebagai langkah penting menuju perdamaian. Pada bulan Mei dan Juni 2009, Barrack Obama mengatakan “AS tidak menerima legitimasi dari kelanjutan permukiman 145
“Special Update: Disengagement - August 2005". Israeli Ministry of Foreign Affairs. Tony Blair press conference on April 17, 2004. including comments on compromising on settlements. UK Foreign office. Accessed on July 12, 2007. 147 "Occupied Territories" to "Disputed Territories" by Dore Gold, Jerusalem Center for Public Affairs, January 16, 2002. Retrieved September 29, 2005. 148 ”Israeli Settlements and International Law”. Israel Foreign Ministry website on May 4, 2001. Accessed on December 18, 2007. 149 Israel 'to keep some settlements', BBC News. Accessed on December 4, 2005. 146
103 Israel dan Sekertaris Negara, Hillary Clinton menyatakan bahwa presiden ingin melihat penghentian permukiman-bukan beberapa permukiman, bukan pos keamanan, bukan pengecualian pertumbuhan alami”. 150
d. Keamanan Israel Selama konflik berlangsung, kekerasan politik Palestina telah menjadi keprihatinan bagi warga Israel. Israel 151, bersama AS dan Uni Eropa 152, mengacu pada kekerasan terhadap warga sipil Israel dan kekuatan militer oleh militan Palestina sebagai terorisme. Motivasi dibelakang kekerasan Palestina terhadap Israel sangat multipleks dan tidak semua kelompok Palestina menyetujui kekerasan satu sama lain, namun motif umumnya adalah menghapuskan negara Yahudi dan menggantikannya dengan sebuah negara Arab Palestina. 153 Kelompok-kelompok Islam yang paling menonjol, seperti Hamas, melihat Israel-Palestina sebagai jihad agama. 154 Ancaman roket Qassam ditembakkan dari Palestina ke Israel, yang juga menjadi perhatian bagi para pejabat pertahanan Israel. 155 Pada tahun 2006, setahun setelah pelepasan Israel dari Jalur Gaza, pemerintah Israel mencatat sekitar 1726 telah diluncurkan, lebih dari empat kali dari total roket yang ditembakkan pada tahun 2005. 156 Ada perdebatan yang signifikan dalam Israel tentang bagaimana menangani masalah 150
Israeli Settlement Growth Must Stop, Clinton Says. The New York Times. May 27, 2009 "Victims of Palestinian Violence and Terrorism since September 2000". Israeli Ministry of Internal Affairs. Retrieved April 10, 2007. 152 "Palestinian Anti-Terrorism Act of 2006." Global Legal Information Network”. 26 December 2006. 30 May 2009. 153 Sela, Avraham. "Terrorism." The Continuum Political Encyclopedia of the Middle East. Ed. Sela. New York: Continuum, 2002. 154 Sela, Avraham. "Hamas." The Continuum Political Encyclopedia of the Middle East. Ed. Avraham Sela. New York: Continuum, 2002. 155 Harel, Amos. "Defense officials concerned as Hamas upgrades Qassam arsenal." Haaretz. 7 December 2007. 156 "Victims of Palestinian Violence and Terrorism since September 2000". Israeli Ministry of Internal Affairs. Retrieved April 10, 2007. 151
104 keamanan negara. Pilihsn termasuk aksi militer (termasuk sasaran pembunuhan dan operasi pemusnahan teroris), diplomasi, gerakan unilateral menuju perdamaian dan peningkatan langkah-langkah keamanan seperti checkpoint. Legalitas dan kebijaksanaan dari semua taktik diatas dipertanyakan oleh berbagai komentator. 157
e. Status Internasional Di masa lalu, Israel menuntut pengendalian atas perbatasan wilayah antara Palestina, Yordania dan Mesir, serta hak untuk mengatur impor dan pengendalian ekspor, menyatakan bahwa Israel dan wilayah Palestina satu ruang ekonomi. Palestina bersikeras pada perbatasan wilayah, dimana pada gilirannya akan terpecah karena adanya persentuhan wilayah Israel. Dalam mencapai kesepakatan sementara seperti pada Perjanjian Oslo, Otoritas Palestina telah menerima kendali atas wilayah A (kota-kota), sementara desa-desa disekitarnya telah ditempatkan dibawah keamanan Israel pemerintahan sipil Palestina, yaitu wilayah B, dan kontrol lengkap Israel pada wilayah C. Israel telah membangun infrastruktur tambahan untuk akses Israel melintasi kawasan tanpa memasuki kota-kota Palestina. Daerah awal dibawah kendali Otoritas Palestina beragam dan tidak berdekatan. 158 Daerah telah berubah dari waktu ke waktu karena perundingan selanjutnya, termasuk Perjanjian Oslo II, Perjanjian Sungai Wye, dan Sharm El-Sheikh. Menurut Palestina, wilayah yang terpisah tidak mungkin bisa menciptakan sebuah bangsa yang layak dan pantas untuk mengalamatkan kepentingan keamanan Palestina; Israel menyatakan tidak ada kesepakatan untuk penarikan beberapa wilayah B, menghasilkan 157
Dershowitz, Alan. The Case for Peace: How the Arab-Israeli Conflict Can Be Resolved. Hoboken: John Wiley & Sons, Inc., 2005 158 IRIS: Information Regarding Israel's Security
105 tidak ada pengurangan dalam pembagian wilayah Palestina dan lembaga sistem yang aman, tanpa checkpoint Israel, antara bagian-bagian ini. Karena peningkatan kekerasan Palestina rencana pendudukan ini tertunda. Jumlah checkpoint meningkat, menghasilakn lebih banyak bom bunuh diri sejak awal musim panas tahun 2003. Tidak ada seorang pun yang mempublikasikan proposal
untuk peta akhir. (Beberapa peta telah bocor. Ini,
bermaksud untuk menunjukkan proposal Israel 159 dan Palestina 160).
f. Sumber Air Catatan Palestina, sebagai salah satu keprihatinan mereka yang paling utama, mereka harus diberikan tanah dan sumber daya dengan perhatian yang cukup agar mereka bisa menjadi masyarakat yang layak, dan itu wajib. Oleh karena itu, tidak bisa dibiarkan menyerahkan sumber daya yang terlalu banyak ke Israel, karena hal ini dapat menyebabkan masalah ekonomi. Di kawasan Timur Tengah, air adalah sumber daya yang merupakan kepedulian politik, sejak Israel menerima banyak air dari dua sumber air besar yang membentang dari Jalur Hijau, penggunaan air ini diperdebatkan dalam konflik Israel-Palestina. Sejak beberapa sumur yang digunakan untuk menghasilkan air terletak di wilayah Otoritas Palestina, banyak yang mempertanyakan legalitas penggunaan air untuk kebutuhan Israel. 161
162 163
Tapi pengkritik argumen ini menyatakan bahwa
meskipun Israel menarik air dari daerah tersebut, dan memasok daerah Tepi Barat sekitar
159
http://www.mideastweb.org/precdmap.htm http://www.mideastweb.org/campdavid%20orient.htm 161 "Geography of Water Resources." Princeton University. wws.princeton.edu/wws401c/geography.html 162 "What about water issues? Is Israel using Palestinian water?" Palestine Facts. www.palestinefacts.org 163 "Does Israel Use 'Palestinian' Water?" Camera Backgrounder. July, 2001. www.world.std.com 160
106 40 MCM setiap tahun, memberikan kontribusi 77% dari air persediaan Palestina di Tepi Barat, yang akan dibagikan pada kurang lebih 2,3 juta penduduk. 164 Ketika konsumsi air Israel berkurang, sejak itu pula pendudukan di Tepi Barat dimulai, masih dikonsumsi sebagian besar: pada tahun 1950-an, Israel mengkonsumsi 95% dari pengeluaran air Aquifer Barat dan 82% dari yang dihasilkan oleh Aquifer Timur Laur. Meskipun air ini diambil dari wilayah Israel pada perbatasan pra-1967, sumber-sumber air tetap saja berasal dari bagian cekungan air tanah yang terletak diantara Tepi Barat dan Israel. 165 Pada tahun 1999, jumlahnya menurun menjadi 82% dan 80%, masing-masing. 166167168 Dalam Perjanjian Oslo II, kedua belah pihak sepakat untuk menjaga “pemanfaatan kuantitas sumber daya yang ada”. Dengan demikian, legalitas produksi air Israel didirikan secara tegas oleh Otoritas Palestina di Tepi Barat. Selain itu, dalam perjanjian Israel berkewajiban untuk menyediakan air untuk persediaan air Palestina dan selanjutnya sepakat untuk mengizinkan pengeboran Palestina tambahan di Aquifer Timur. Banyak warga Palestina membantah bahwa Perjanjian Oslo II ini bermaksud untuk dijadikan sebuah resolusi dan sementara itu, tidak dimaksudkan untuk berlaku lebih dari satu dekade kemudian. Meskipun hal itu disebut dengan “Perjanjian Intrim Israel-Palestina”. 169
Perjanjian ini juga menetapkan hak Otoritas Palestina untuk
mengeksplorasi dan mengebor alam, bahan bakar dan minyak bumi dalam wilayah dan
164
"Palestinians grow by a million in decade". The Jerusalem Post. February 9, 2008. "Till the Last Drop: The Palestinian Water Crisis in the West Bank, Hydrogeology and Hydropolitics of a Regional Conflict". 29 November 2008. 166 "Geography of Water Resources." Princeton University. wws.princeton.edu/wws401c/geography.html 167 "What about water issues? Is Israel using Palestinian water?" Palestine Facts. www.palestinefacts.org 168 "Does Israel Use 'Palestinian' Water?" Camera Backgrounder. July, 2001. www.world.std.coml 169 The Israeli-Palestinian Interim Agreement-Annex I. Israeli Ministry of Foreign Affairs. September 1995. 165
107 perairan teitorial. Ini juga menggambarkan prasyarat utama mengenai peraturanperaturan fasilitas. 170
B.
Keuntungan dan Kerugian Kedua Belah Pihak antara Israel-Palestina dalam Road Map Resolusi konflik merupakan suatu terminologi ilmiah yang menekankan
kebutuhan untuk melihat perdamaian sebagai suatu proses terbuka dan membagi proses penyelesaian konflik dalam beberapa tahap sesuai dengan dinamika siklus konflik. Penjabaran tahapan proses resolusi konflik dibuat dengan empat tujuan utama. Pertama, konflik tidak boleh hanya dipandang sebagai suatu fenomena politikmiliter, namun harus dilihat sebagai suatu fenomena sosial. Kedua, konflik memiliki suatu siklus hidup yang tidak linear. Siklus hidup suatu konflik yang spesifik sangat tergantung dari dinamika lingkungan konflik yang spesifik pula. Ketiga, sebab-sebab suatu konflik tidak dapat direduksi ke dalam suatu variabel tunggal dalam bentuk suatu proposisi kausalitas bivariat. Suatu konflik sosial harus dilihat sebagai suatu fenomena yang terjadi karena interaksi bertingkat berbagai faktor. Terakhir, resolusi konflik hanya dapat diterapkan secara optimal jika dikombinasikan dengan beragam mekanisme penyelesaian konflik lain yang relevan. Suatu mekanisme resolusi konflik hanya dapat diterapkan secara efektif jika dikaitkan dengan upaya komprehensif untuk mewujudkan perdamaian yang langgeng. Peta jalan damai terdiri dari tiga tahap dengan tujuan utama yaitu mengakhiri konflik pada awal tahun 2005. Namun sebagai rencana berbasis kinerja, kemajuan sangat diperlukan dan tergantung pada upaya itikad baik pihak yang terlibat. Pada tahap pertama, yaitu: 170
The Israeli-Palestinian Interim Agreement-Annex I. Israeli Ministry of Foreign Affairs. September 1995.
108 menghentikan kekerasan di Palestina, melakukan reformasi politik di Palestina, penarikan tentara Israel dari wilayah pendudukan dan penghentian pembangunan permukiman, serta pemilu Palestina. Pada tahap kedua, yaitu: menyelenggarakan konferensi internasional untuk mendukung perbaikan ekonomi Palestina dan penyelesaian berbagai masalah utama Palestina, termasuk pengembalian para pengungsi. Pada tahap ketiga, yaitu: menyelenggarakan konferensi interasional kedua dan menyelesaikan semua konflik, termasuk penetapan wilayah negara serta nasib para pengungsi dan permukiman Israel. Dengan segera terbukti bahwa pada tahap pertama sama sekali tidak tercapai, bahkan hingga saat ini. Israel masih terus melakukan kekerasan yang dibalas oleh para pejuang Palestina. Sementara mengenai pembangunan permukimanterus dilanjutkan, bahkan ditambah pula dengan pembangunan Tembok Zionis. Perihal penarikan mundur tentara yang dijanjikan Israel sama sekali tidak ditepati. Tahap-tahap selanjutnya, sama secara praktis tidak terlaksana dan yang selalu dijadikan kambing hitam adalah kegagalan Otoritas Palestina dalam ‘menangani teoris’. Salah seorang seorang aktivis perdamaian Israel yaitu Dr.Ilan Pappe, yang mendukung ide two-state-solution sebagai upaya perdamaian konflik Israel-Palestina, dalam debatnya dengan Uri Avnery mengatakan, bahwa: “Two-state-solution lebih merupakan sebuah cara untuk mengatur sejenis pemisah antara penjajah dan yang dijajah, daripada sebuah solusi permanen yang terkait dengan kriminalitas Israel tahun 1948 dengan keberadaan 20% orang Palestina di dalam wilayah Israel, dan dengan populasi para pengungsi yang terus meningkat sejak 1948. …ketika ide two-state-solusion menjadi landasan dari proses perdamaian, ide itu memberikan payung bagi Israel untuk meneruskan operasi pendudukannya tanpa takut.
109 Hal ini karena pemerintah Israel, siapa pun perdana menterinya, dianggap terlibat dalam proses perdamaian. Dibawah kedok ‘proses perdamaian’ atau bisa juga disebut ‘dibawah kedok dua negara untuk dua bangsa’, permukiman-permukiman diperluas, kekerasan dan penindasan terhadap bangsa Palestina semakin mendalam. 171” Berbagai macam upaya perdamaian telah dilakukan untuk menciptakan perdamaian di bumi Palestina. Semua perundingan dan kesepakatan perdamaian telah ditandatanani, namun semua kesepakatan itu kandas. Semua kesepakatan dan resolusi itu tetap saja dilanggar oleh Israel, pelanggaran itu disebabkan oleh beberapa persoalan prinsip antara kedua belah pihak. Akan tetapi pihak Israel selalu menang diatas angin dalam berbagai situasi dan kondisi, dengan demikian Israel selalu berada di pihak yang selalu diuntungkan, sedangkan Palestina selalu berada pada pihak yang dirugikan. Israel memiliki power yang cukup kuat sehingga negara adidaya seperti AS sekalipun dapat berada dipihak Israel. Keberadaan Al-Quds, kedaulatan negara, masalah penyerahan wilayah Tepi Barat, nasib para pengungsi Palestina, perbatasan wilayah, dan masalah sumber ai. Hal tersebut merupakan masalah-masalah utama yang menjadi perdebatan panjang hingga saat ini, sehingga sampai saat ini bangsa Palestina harus mengalami penjajahan diatas tanah air sendiri.
171
http://www.ilanpappe.org/interviews/two%20states%20or%20one%20state.html
110 C.
Kepentingan Amerika Serikat terhadap Israel Sebagai negara adidaya tunggal, mestinya AS bersikap adil dalam penyelesaian
konflik Israel-Palestina. Namun faktanya menunjukkan sebaliknya dan sikap ini menjadikan salah satu hambatan dalam proses penyelesaian konflik. Sikap wishy washy AS dan keberpihakannya terhadap Israel tersebut justru melanggengkan konflik itu sendiri. Bagi AS, Israel adalah sekutu strategis di kawasan Timur Tengah. Sikap tersebut karena para pengambil kebijakan AS didomonasi oleh kelompok Israel First dan mengadopsi pandangan sayap kanan (Hawkish) serta kemampuan lobi politik Israel terutama melalui AIPAC. Keberhasilan lobi tersebut menurut Corbett disebabkan oleh empat faktor, yaitu: a. orang-orang Yahudi memiliki pendapatan dan pendidikan yang sangat tinggi, serta menunjukkan kemampuan yang luar biasa b. orang Yahudi sangat aktif dalam perpolitikan AS disemua negara bagian c. konsentrasi orang Yahudi berada di New York d. orang Yahudi sangat aktif dan gigih mencari akses terhadap kongres dan Gedung Putih 172 Sementara itu menurut Lipson, dukungan dan keberpihakan AS terhadap Israel didasarkan pada beberapa hal, antara lain: a. kekuatan militer Israel yang dapat dikatakan terbesar dikawasan Timur Tengah dan kekuatan tersebut dapat diandalkan sebagai partner regional, b. penentangan yang kuat dari Israel terhadap negara-negara Arab yang radikal, yang dalam waktu panjang menjadi sekutu Soviet atau menggantikannya dan
172
Utomo dan Sucipto, 2003: 63
111 masih menjadi ancaman suplai minyak serta stabilitas politik sejumlah pemerintahan Arab sekutu AS, c. kesuksesan Israel sebagai negara demokrasi yang stabil sehingga menarik AS untuk menjadikannya sebagai mitra ditengah wilayah yang selalu bergejolak. 173 Kesamaan kepentingan politik dan ekonomi, serta adanya musuh bersama mendorong kedua negara dapat melakukan kerjasama untuk mencapai kepentingan nasionalnya. Dan pengejaran kepentingan nasional adalah sesuatu yang harus ditempatkan sebagai prioritas utama. 174 Dalam setiap perundingan sangat jelas bahwa AS mendukung Israel karena selain mewarisi semangat demokrasi liberal sekuler, juga menjadi ‘buffer state’ AS untuk menghadapi negara-negara Islam radikal. Beberapa hal yang menunjukkan adanya kepentingan AS terhadap Israel, antara lain sebagai berikut: 175 1. sesaat setelah perjanjian Balfour ditandatangani pada 2 Februari 1917, presiden AS langsung menberikan konferensi pers: “saya pribadi dan atas nama presiden, sangat bangga dengan negara koalisi dan rakyatnya yang setuju dengan berdirinya negara komonoleth Yahudi Israel di Palestina dan saya sendiri mendukung secara mutlak berdirinya negara Israel.” 2. pada tanggal 12 September 1992, senator dan kongres AS mengeluarkan keputusan tentang dukungan penuh atas berdirinya negara Israel di Palestina untuk menampung bangsa Yahudi yang tersebar diseluruh dunia. 3. pada tanggal 11 Mei 1942, konferensi Zionis internasinal diselenggarakan di hotel Baltimore New York yang menghasilkan keputusan bersama untuk merubah 173
Utomo dan Sucipto, 2003: 89 Soeprapto, 1997: 28 175 Safari, 2005 174
112 Palestina menjadi negara Yahudi, mengusir semua warga Arab yang ada didalamnya dan jika mereka menolak atau melakukan perlawanan, maka harus diatasi dengan kekuatan militer. Melihat keputusan itu, presiden AS pada waktu itu Roosevelt, langsung memberi dukungan atas hasil konferensi Zionis itu. 4. pada 14 Maret 1945, presiden AS Roosevelt mengadakan pertemuan dengan salah satu ketua Zionisme, yaitu DR.Stephan Weiz. Melalui pertemuan itu presiden AS menjelaskan bahwa sesungguhnya is sebagai presiden sudah mempunyai sikap yang jelas dan tegas terhadap rencana Zionisme yang sudah ditulis dalam surat resmi pada Oktober 1944. surat itu dikirim langsung pada salah satu anggota kongres dari partai Demokrat di New York. Dalam surat itu ditegaskan tentang semua program kerja partai Demokrat khususnya untuk tahun 1944, khususnya tentang sikap mereka untuk program Exodus dan migrasi Yahudi ke Palestina, kemudian mendirikan negara Yahudi di Palestina. 5. pada 16 Agustus 1945, presiden AS Truman memberikan dukungan penuh untuk mengexodus sebanyak mungkin orang Yahudi ke Palestina, hal itu ia sampaikan dalam sebuah konferensi pers. 6. pada 31 Agustus 1945, presiden Truman mengirim surat resmi kepada PM Inggris Clamant Attlee, yang isinya meminta kepadanya agar segera mengizinkan 100.000 Yahudi yang selamat dari ancaman pemusnahan Hitler dan kabur ke Inggris untuk segera dikirim ke Palestina. 7. pada 5 Mei 1946, presiden Truman menekan PM Inggris untuk menerima 100.000 pendatang Yahudi di Palestina dan AS menjanjikan akan membantu proses
113 exodus mereka dengan mendatangkan kapal laut yang besar untuk mengangkut semua Yahudi itu. 8. pada 14 Oktober 1946, Truman juga mengeluarkan surat keputusan yang isinya menganjurkan semua orang Yahudi ke Palestina tanpa menunggu hasil akhir proses politik dan militer tentang penjajahan Palestina oleh Inggris. 9. pada 29 November 1947, AS melakukan tekanan intensif kepada beberapa negara, untuk mendukung voting pemecahan Palestina menjadi dua wilayah antara Yahudi dan bangsa Arab. Delegasi negara-negara yang mendapat tekanan AS adalah Haiti, Liberia dan lainnya. 10. 14 Mei 1948, hanya terselang 10 menit terbentuknya negara Israel, presiden Truman langsung mengumumkan sikap resmi negaranya dengan mengakui negara Israel dan langsung membuka hubungan diplomatik secara resmi. 11. pada 29 Mei 1965, Komisi Hubungan Luar Negeri di Kongres AS memutuskan untuk mengurangi bantuan untuk pengungsi Palestina sebesar 5%. 12. pada 12 Juni 1966, pemerintah AS menekan DK PBB agar menghentikan bantuan kemanusiaan kepada pengungsi Palestina yang melakukan pelatihan militer dan membentuk milisi perlawanan kepada Israel dan menghapus semua nama mereka berserta keluarganya yang mengikuti pelatihan dan pendidikan militer dari daftar nama yang berhak atas bantuan kemanusiaan dari UNHCR. 13. pada 2 Agustus 1966, presiden AS Johnson menjelaskan bahwa politik AS akan terus mendukung eksistensi Israel dan akan membantunya untuk menjadi negara super power di kawasan Timur Tengah.
114 14. pada 3 Oktober 1966, AS mengajukan proyek perdamaian antara Suriah dan Israel dan tuntutan agar keduanya jangan melakukan hal-hal yang akan menjadikan situasi keamanan di kawasan Timur Tengah memanas. Melihat kelicikan yang diinginkan oleh AS itu, akhirnya Uni Soviet menggunakan hak vetonya untuk menjegal rencana tersebut. 15. pada Januari 1979, presiden AS dalam sebuah pertemuannya dengan para tokoh terkemuka Zionis AS menegaskan bahwa negara Paman Sam itu sampai sekarang tidak akan membuka peluang pembicaraan dengan PLO. 16. pada 7 Juni 1982, beberapa politisi AS yang dipimpin oleh wakil presiden melakukan lobi untuk menggagalkan resolusi sanksi bagi Israel. 17. pada 12 Juni 1982, Menlu AS Alexander Heed menegaskan bahwa negaranya tidak akan menekan Israel untuk keluar dari Lebanon. 18. pada 15 Oktober 1982, pemerintah AS memutuskan untuk menghentikan bantuannya kepada IMF karena mereka lebih fokus untuk membantu perekonomian Israel. 19. pada 11 Desember 1982, salah seorang juru bicara hubungan luar negeri AS menegaskan bahwa hubungan diplomasi antara Israel dan AS masih berjalan dengan baik. 20. pada 21 Feberuari 1983, presiden AS Ronald Reagan meminta kepada seluruh negara-negara Arab agar menerima eksistensi Israel sesuai dengan realitas yang ada.
115 21. pada 19 Oktober 1983, pemerintah AS menjelaskan bahwa mereka memutuskan untuk meningkatkan hubungan diplomasinya dengan Israel dengan menutup semua perbedaan persepsi dalam peranan Israel di Lebanon. 22. pada 19 Oktober 1983, AS mengancam akan keluar dari DK PBB dan akan menghentikan bantuan finansialnya kepada badan keamanan itu, jika DK PBB tidak menerima usulan dari delegasi Israel. 23. pada 12 Novermber 1983, presiden AS Ronald Reagan menegaskan kepada PM Israel sikap Washington yang tetap konsisten menjaga keamanan negara Israel. 24. pada 4 Desember 1983, Ronald Reagan kembali menegaskan hubungan diplomasi kedua negara yang terus membaik. Dan sikap negaranya yang akan terus membantu menjaga keamanan Israel dan melawan semua hal yang mengancam keamanan negara Israel. 25. pada 20 September 1984, AS mengancam akan keluar dari Forum Kesatuan Parlemen Internasional jka forum tersebut mengeluarkan keputusan yang mengecam Israel dengan menyebutnya sebagai negara rasisme. 26. pada 1 Oktober 1984, kongres AS menyetujui untuk memindahkan kedutaan besar mereka dari kota Tel Aviv ke kota Jerusalem di Palestina. 27. pada 28 Oktober 1984, dalam sebuah seminar Yahudi AS, presiden Reagan menegaskan bahwa Israel adalah negara koalisi strategis dan sahabat AS. Dalam kesempatan itu juga, reagan mengecam orang yang menyamakan Israel dengan negara rasis karena menurutnya justru dengan berdirinya negara Israel, Yahudi didunia dapat kembali ke hokum mereka secara orisinalitas yang mereka tegakkan diatas tanah yang dijanjikan Tuhan pada bangsa itu.
116 28. pada 15 Mei 1985, Menlu AS menegaskan bahwa Washington akan terus menghalangi usaha sebagian kalangan untuk membantu negara Palestina merdeka. 29. pada 30 September 1985, Ronald Reagan menyetujui aksi militer Israel terhadap rumah kediaman ketua PLO di Tunisia sebagai bagian melindungi diri dari aksi teroris. 30. pada 18 Februari 1986, AS menolak permintaan ketua PLO agar AS mengakui hak bagi rakyat Palestina untuk menentukan nasibnya sendiri. 31. pada 16 Februari 1987, presiden Reagan memberikan hak istimewa kepada Israel dalam kesatuan negara-negara Atlantik walaupun Israel bukan anggota negara Atlantik. 32. pada 16 Februari 1988, juru bicara Gedung Putih menyatakan bahwa politik AS tetap pada persepsi lamanya tentang hakikat perdamaian di Timur Tengah yaitu semua rakyat Palestina dan bangsa Arab dan Muslim agar melepaskan tanah Palestina kepada Israel, jika itu terpenuhi, maka berarti perdamaian di kawasan itu akan cepat tercapai. 33. pada 11 Maret 1988, salah satu organisasi AS dibawah PBB meminta agar menghapus keanggotaan PLO dan kantornya di PBB. Mereka juga menuntut agar menyeret seluruh anggota PLO ke pengadilan internasional. 34. pada 10 Maret 1988, pemerintah AS secara sepihak menutup kantor perwakilan PLO di PBB yang mereka berlakukan sejak tanggal 21 Maret 1988. Keputusan itu tanpa memperhatikan semua keputusan internasional.
117 35. pada 17 Mei 1988, presiden Reagan dan Menlu George Solutes menegaskan bahwa sulosi terakhir dari konflik Israel-Palestina terletak pada keseriusan bangsa Arab untuk melepaskan tanah Palestina untuk bangsa Yahudi. 36. pada 27 Juli 1988, kongres AS menyetujui keputusan pemerintah untuk memindahkan kedutaan besar mereka dari kota Tel Aviv ke AL Quds (Jerusalem). 37. pada 28 Juli 1988, kongres AS menyetujui alokasi biaya pembangunan dua gedung kedutaan Amerika Serikat di kota Tel Aviv dan Jerusalem. 38. pada 12 Juli 1988, Dewan Pemimpin Pusat Partai Republik menolak terbentuknya negara Palestina merdeka. 39. pada 5 Oktober 1988, pemerintah AS memutuskan untuk memberikan kekebalan diplomasi kepada anggota utusan militer Israel di Washington. 40. pada 2 November 1988, salah seorang pembantu presiden AS George Bush menyatakan bahwa koalisi strategis antara AS dan Israel merupakan kunci utama perdamaian di kawasan Timur Tengah akan tetapi walaupun demikian Bush tetap mempunyai sikap yang konsisten untuk menolak terbentuknya negara Palestina merdeka. 41. pada 15 November 1988, Departemen Luar Negeri AS mengumumkan bahwa AS tidak setuju dengan usulan pembentukan negara Palestina merdeka, karena hal itu, berarti mengakui kepastian masa depan wilayah Tepi Barat dan Jalur Gaza. Padahal kedua wilayah itu masih ada dalam persengketaan antara Israel dan Palestina yang baru bisa diselesaikan dalam meja perundingan.
118 42. pada 25 November 1988, Amerika Serikat melarang pemimpin PLO yang mereka akui sebagai presiden Palestina untuk masuk ke wilayah Amerika Serikat guna memberikan sambutan dalam sidang umum Dewan Keamanan PBB. 43. pada 30 November 1988, mayoritas anggota Dewan Keamanan PBB dengan suara voting 151 suara mengakui resolusi tentang pengakuan hak bagi pemimpin PLO Yasser Arafat untuk berpartisipasi dalam pertemuan anggota Dewan Keamanan PBB, akan tetapi AS dan Israel menolak resolusi itu dengan alasan karena Arafat tidak mendapatkan visa dari pihak imigran AS. 44. pada 1 Mei 1989, pemerintah AS menegaskan tetap menolak keanggotaan Palestina dalam WHO sebagai anggota tetap dalam organisasi itu. 45. pada 15 Mei 1989, konggres AS menyetujui untuk menghentikan semua bantuan finansial bagi PBB dan bantuan kemanusiaan bagi seluruh organisasi di bawah PBB jika DK PBB mengakuai keanggotaan Palestina dalam dewan. 46. pada 22 Juni 1989, presiden AS George Bush menegaskan kepada anggota konggres yang mendukung Israel bahwa AS akan tetap memberikan dukungan penuh kepada Israel baik secara finansial, politik, diplomasi dan juga militer. 47. pada 7 February 1990, presiden AS George Bush menekan Uni Soviet agar meresmikan hubungan diplomatik dengan Israel dan memberikan izin kepada Yahudi Uni Soviet untuk migrasi ke Israel melalui jalur penerbangan langsung dari Moscow ke Tel Aviv dengan biaya pemerintah Uni Soviet. 48. pada 22 February 1990, dari 100 senator, 84 diantaranya mendukung Israel untuk menjadikan kota Al Quds (Jerusalem) sebagai ibukota negara Yahudi itu.
119 49. pada 3 April 1990, presiden AS George Bush mengumumkan dukungannya terhadap proyek eksodus dan migrasi Yahudi Uni Soviet ke Palestina, yang menurutnya proses migrasi itu merupakan kejadian yang bersejarah dalam abad modern ini sebagai bukti keseriusan AS untuk memberikan pembelaan terhadap Hak Asasi Manusia bagi setiap insan atas hak-haknya terutama bangsa Yahudi agar mendapatkan hak kembali di Palestina. selain itu Bush tetap menyerukan tekanannya kepada Uni Soviet agar memberikan fasilitas penerbangan langsung Moscow Tel Aviv. 50. pada 23 April 1990, konggres AS menyetujui usulan Israel untuk menjadikan kota Al Quds sebagai ibukota Israel. 51. pada 18 Juni 1990, konggres Amerika Serikat menyetujui resolusi yang sudah disepakati oleh Senator yang menuntut agar semua anggota DK PBB untuk menghapus resolusi PBB yang menyamakan antara Negara Israel dengan rasisme. 52. pada 19 Juni 1990, konggres AS dan anggota senat meminta kepada pemerintah AS agar menekan seluruh anggota PBB dan DK PBB agar segera melakukan sidang umum untuk menghapuskan resolusi PBB tahun 1975 yang menyatakan Israel sebagai negara rasis. 53. pada Desember 1990, DK PBB mengundur pelaksanaan sidangnya tentang proses perdamaian Timur Tengah karena tuntutan AS untuk menghapus pasal dalam resolusi PBB tentang pernyataan rasisme Israel . 54. pada 12 Desember 1990, pemerintah AS menjanjikan terhadap Moscow untuk memberikan pinjaman sebesar 1 milyard US dollar atas jasanya menerbangkan 360.000 Yahudi Uni Soviet pada tahun 1989.
120 55. pada 19 Juni 1991, konggres AS mengancam akan menghentikan bantuan militernya kepada Yordania dan mengembargonya jika tidak mengakui eksistensi Israel dan melakukan pertemuan perundingan dengan negara Yahudi itu sebagai usaha perdamaian antara kedua negara. 56. pada 14 Juli 1993, Menteri Pertahanan AS mengeluarkan pernyataan bahwa AS tetap terikat untuk terus membantu Israel secara intensif dan berkelanjutan dalam menghadapi setiap ancaman terhadap negara itu. Selain itu AS juga akan terus meningkatkan hubungan diplomatik strategisnya dengan Israel, agar keamanan Israel tetap terjamin. 57. pada bulan Oktober 1995, kongres dan Parlemen AS mengeluarkan keputusan yang berisi bahwa salah satu kebijakan politik luar negeri AS yang harus segera direalisasikan adalah eksistensi kota Al Quds (Jerusalem) sebagai ibukota Israel dan harus segera memindahkan kedutaan besar AS ke kota itu dari Tel Aviv paling lambat akhir Mei 1999. 58. pada 14 February 1997, PM Israel Netanyahu sangat marah dengan penjualan 100 pesawat tempur F 16 AS kepada Arab Saudi. Menurutnya kalau penjualan pesawat terlaksana, berarti AS tidak konsisten dengan kerjasama strategis IsraelAS dan masih menurutnya pula penjualan pesawat tempur canggih kepada selain Israel di kawasan Timur Tengah akan mengancam perdamaian di kawasan itu. Melihat reaksi keras seperti itu, maka Presiden AS Bill Clinton langsung menghubungi Netanyahu untuk meyakinkan bahwa penjualan pesawat tempur F 16 kepada Arab Saudi akan dibatasi oleh kepentingan keamanan Israel sendiri dan menurutnya sejauh ini kerjasama militer Washington–Riyadh justru untuk
121 menjaga keamanan Israel dari segala ancaman negara yang tidak simpatis dengan Israel. Pada kesimpulannya, Clinton berusaha meyakinkan Netanyahu bahwa AS tidak akan membiarkan Arab Saudi untuk menggunakan F 16nya sebagai alat untuk menyerang Israel. 59. pada 8 Oktober 1997, Menlu AS Madeline Albright mengumumkan daftar gerakan dan organisasi perlawanan Palestina yang dikategorikan sebagai gerakan teroris, antara lain: Harokah Muqowamah Islamiyah (Hamas), Hizbullah Lebanon, Jihad Islami, Front Pembebasan Rakyat Palestina, Qiyadah Ammah, Front Kemerdekaan Palestina, Milisi Nayeef Hawatimah dan Milisi Abu Nidhal. 60. pada 28 April 1998, Clinton menyambut hangat dan gembira peringatan berdirinya negara Israel yang ke 50. Dalam acara peringatan yang dilaksanakan di halaman Gedung Putih, ia memberikan sambutan dengan mengatakan: “kita bangsa besar AS sudah menyaksikan bersama perjalanan sejarah yang sangat membanggakan dalam perjalan bangsa ini, salah satu yang harus membuat kita bangga adalah karena kita merupakan negara pertama yang mengakui berdirinya negara Israel “. 61. pada 16 Juni 1998, pasca serangan pejuang Palestina ke pemukiman Yahudi, Presiden Clinton langsung memberikan konferensi Pers dengan mengatakan: “saya dan atas nama seluruh bangsa AS ikut berduka cita yang sedalamdalamnya terhadap Israel yang pagi tadi mendapat serangan teroris untuk yang kesekian kalinya”. 62. pada 23 Februari 1999, salah seorang pembantu Menlu AS untuk masalah Timur Tengah–dalam sebuah seminar yang diadakan oleh Dewan Yahudi Internasional–
122 mengatakan: perdamaian antara Israel dan suria akan sangat membantu kepentingan strategis AS di kawasan itu. 63. pada
13
Juni
1999,
pemerintah
Otoritas
Palestina
menyetujui
untuk
mengundurkan konferensi Jenewa tentang pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh Israel, karena mendapat tekanan kuat dari Washington. Dalam anggota kongres sendiri sekitar 365 di antara mereka mendukung kebijakan politik Menlu AS yang menentang konferensi itu dan hanya 5 orang yang mendukung terlaksananya konferensi. Selian itu anggota konggres juga menekan Sekjen PBB Koffi Annan dan pemerintah Swiss untuk tidak membantu dan memfasilitasi berlansungnya konferensi itu. 64. pada 20 Januari 2000, PM Israel Ehud Barak meminta kepada Presiden AS Bill Clinton untuk secara intensif menghentikan segala bentuk perlawanan Palestina yang merepotkan Israel khususnya di selatan Lebanon. 65. pada 30 Juni 2000, Presiden AS Bill Clinton mengancam akan merevisi sikap dan hubungan AS dengan rakyat Palestina kalau mereka mengumumkan negara Palestina merdeka secara sepihak. 66. Selama masa kepresidenan Bush Junior (George Walker Bush) sampai bulan Maret 2003 ini telah mengeluarkan sekitar 150 kebijakan politik khususnya dalam negeri untuk membantu menanggulangi krisis ekonomi dan politik Israel dan 150 resolusi yang mengenyampingkan hak-hak rakyat Palestina terhadap tanahnya. Bahkan lebih dari itu, dalam setiap resolusi itu, AS terus mengecam aksi perlawanan rakyat Palestina terutama aksi bom syahid. Mereka juga telah memasukan Jihad Islami, Hamas, Hizbullah dan hampir semua pergerakan
123 perlawanan Palestina dalam daftar organisasi teroris internaisonal yang akan diperangi oleh AS. 176
176
http://secretsocieties.wordpress.com/2008/12/16/66-bukti-pembelaan-amerika-terhadap-israel/
124
Pemerintahan Israel
Pemerintahan / Senat AS
Menteri Pertahanan Donald Rumsfeld
Kedubes Israel di AS Naor Gilon
Wakil Menteri Pertahanan Paul Wolfowitz
Kepala Bidang Kebijaksanaan Douglas Feith
Analisa Timur Tengah Larry Franklin (Pembocor)
Gambar 2 Skema Kepentingan Amerika Serikat Terhadap Israel 177
177
Kompas, 1 September 2004.
125 D.
Proses Penyelesaian Konflik Israel-Palestina
1.
Perundingan Damai Israel-Palestina Konflik Israel-Palestina bukanlah pertama kali. Berbagai acara perundingan
damai seolah tidak berarti karena konflik Israel-Palestina masih berlangsung hingga kini. Sebenarnya ada dua isu penting yang menjadi alasan konflik Israel-Palestina tidak kunjung padam, yakni isu politik dan isu teologis. Isu teologis karena mereka (IsraelPalestina) berjuang memperebutkan wilayah “suci” yang secara teologis-historis perjuangan untuk mendapatkannya telah “diamanatkan oleh Tuhan.” Konsep teologis kedua negara tersebut jelas sangat kontras, Israel dengan dasar teologi Yahudi sedangkan Palestina dengan dasar teologi Islam. Isu politik nyatanya sering digunakan pihak Israel untuk melancarkan agresi ke wilayah Palestina. Fokus serangan Israel saat ini adalah pada seluruh wilayah yang didiami oleh kelompok Hamas. Harakah Muqawamah Islamiyah atau lebih dikenal dengan Hamas merupakan organisasi yang didirikan sejak tahun 1987 dan secara sah merupakan partai politik yang mendominasi kursi parlemen Palestina (state sovereignity) dallam hal ini mengingat tujuan akhir serangan Israel adalah menggantikan posisi Hamas yang dianggap “garis keras” dengan posisi Fatah yang selama ini disukai oleh negaranegara Barat. Dewan Keamanan PBB merupakan suatu badan eksekutif yang dilengkapi dengan segala wewenang dan tanggung jawab untuk mengambil tindakan-tindakan penting demi terpeliharanya perdamaian dan keamanan. Fungsi sebagai “polisi dunia”
ini
dipertanyakan semenjak Negeri Paman Sam sangat sensitif terhadap isu-isu yang berhubungan dengan 911 bombing (Kasus WTC 11 September 2001).
126 Pasal 31-51 Piagam PBB (United Nations Charter) menunjukkan betapa kuatnya DK PBB walaupun terkadang seringkali ditemui banyak pelanggaran terhadap penggunaan kekuatan tersebut. Misalnya saja inti pada pasal 39 ialah sebelum memberikan rekomendasi yang diperlukan bagi pemulihan perdamaian dan keamanan, PBB akan menentukan apakah terdapat suatu keadaan yang mengancam (threat of peace), atau pelanggaran terhadap perdamaian (breach of peace) ataupun agresi (act of aggression) melalui investigasi. Dan penyelesaian konflik antar negara yang berujung melalui jalur kekerasan (use of force) maka harus mendapatkan ijin terlebih dahulu dari DK PBB. Namun, implementasi dari pasal-pasal tersebut menjadi tidak efektif karena nuansa kebijakan politik anggota DK PBB yang lebih mementingkan kepentingan mereka sendiri daripada common interest seluruh negara anggota PBB. Penggunaan hak veto pun terkadang sering melenceng dari garis yang telah ditetapkan DK PBB. Untuk itulah banyak negara yang merasa dirugikan akibat dijatuhkannya resolusi PBB. Konflik Israel-Palestina yang berkepanjangan membuat sebagian negara mempertanyakan fungsi dan efektivitas adanya DK PBB. Begitu dekatnya Amerika dengan Israel dalam berbagai hal menjadikan resolusi Dewan yang dijatuhkan terasa kurang efektif. Misaknya implementasi resolusi 271, 298, 452 dan 673. Israel memang punya hak untuk mempertahankan diri, namun tidak ada yang punya hak “mempertahankan” wilayah pendudukan. Dan ketika Mahkamah Internasional mengutuk pembangunan “dinding pemisah”, bahkan disebuah peradilan AS, hakim Buergenthal, menegaskan bahwa pembanguna tembok pemisah untuk memperthankan wilayah pendudukan Israel merupakan ipso facto dalam “pelanggaran hukum kemanusiaan internasional”, karena pendudukan itu sendiri ilegal. Namun kenyataannya, tembok besar
127 telah berdiri kokoh dan banyak penduduk sipil menjadi korban serta Israel seolah tidak bersalah. Terakhir, resolusi 1860 yang baru saja dikeluarkan DK PBB menjadi tidak berarti untuk dilaksanakan kedua belah pihak yang berselisih. Hanya Amerika Serikat saja yang abstain dalam pemungutan suara mengenai pengesahan resolusi 1860. Sedangkan ke-13 anggota DK PBB (baik permanent atau non permanent member) lainnya setuju untuk disahkannya resolusi tersebut guna menghindari banyaknya korban serta menghindari serangkaian pelanggaran terhadap prinsip-prinsip Hukum Internasional. Kedekatan Amerika dan Israel memang tidak terelakan lagi. The New York Times (23 September 2001), memberitakan bahwa bantuan yang diberikan untuk Israel adalah sebesar 77 Milyar US$sejak tahun 1967. Dan itu belum termasuk “sumbangan” teknologi militer yang canggih. Fakta tersebut memberikan gambaran buruk akibat adanya dua wajah Amerika yaitu sebagai anggota tetap DK PBB dan sebagai TTM Israel. Tidak salah lagi apabila Israel berani untuk “tidak mematuhi” segala aturan resolusi Dewan karena Amerika berada dibelakangnya. Sehingga muncul ketidakefektifan dan ketidakadilan resolusi Dewan yang berdasar kepentingan politik semata.
128 2.
Persepsi Negara-Negara terhadap Perdamaian Israel-Palestina a. Dilihat dari Sisi Palestina Palestina telah mengadakan beragam pandangan dan persepsi dari proses
perdamaian. Kunci titik awal untuk memahami pandangan-pandangan ini adalah kesadaran tujuan yang berbeda, yang dicari oleh para pendukung Palestina. Sejarawan akademis baru Israel, Ilan Pappe mengatakan bahwa penyebab konflik dari sudut pandang Palestina kembali pada tahun 1948 dengan dibentuknya negara Israel (dari pandangan Israel pada tahun 1967 menjadi titik krusial dan kembalinya wilayah-wilayah pendudukan
menjadi
pusat
perundingan
perdamaian)
dan
konflik
tersebut
memperjuangkan kepulangan para pengungsi ke negara Palestina. 178 Maka dari itu, tujuan utama dari proses perdamaian dan kelompok-kelompok seperti Hamas masih dalam perjuangan. Tetapi Slater mengatakan bahwa pandangan maximalist tentang penghancuran Israel untuk mendapatkan kembali tanah Palestina, suatu pandangan yang dipegang oleh Yasser Arafat dan PLO pada mulanya, telah dikelola dengan mantap oleh dari akhir tahun 1960-an dan seterusnya kesiapan menegosiasikan dan bukannya melihat suatu two-state-solution. 179 Persetujuan Oslo II menunjukkan pengakuan penerimaan oleh pimpinan Palestina negara terhadap hak hidup bangsa Israel sebagai imbalan dari penarikan pasukan Israel dari Jalur Gaza dan Tepi Barat. 180 Namun terdapat tema umum proses perdamaian di seluruh perundingan termasuk firasat bahwa penawaran Israel terlalu kecil dan keraguan pada tindakan serta
178
Pappe, I., 2004, A History of Modern Palestine: One Land, Two Peoples, Cambridge, Cambridge University Press 179 Slater J. 2001. What Went Wrong? The Collapse of the Israeli-Palestinian Peace Process, Political Science, Volume 116, Issue 2, Pages 171-199, page 176 180 Slater, J. 2001. What Went Wrong? The Collapse of the Israeli-Palestinian Peace Process, Political Science, Volume 116, Issue 2. Page171-199.
129 motif-motif Israel.
181
Namun, penawaran untuk ‘hak kembali’ (Right of Return) oleh
keturunan pengungsi Palestina pada Israel telah menjadi landasan pandangan Palestina dan berulang kali telah diucapkan oleh presiden Palestina Mahmoud Abbas yang memimpin upaya perdamaian Palestina.
b. Dilihat dari Sisi Israel Terdapat beberapa pandangan Israel terhadap proses perdamaian. Salah satu pandangan Israel adalah bahwa konflik berasal dari perang Enam Hari pada tahun 1967 dan akibatnya proses perdamaian harus berasal dari sini, dengan demikian dinegosiasikan berdasarkan penyerahan beberapa kendali atas wilayah-wilayah pendudukan sebagai imbalan untuk menghentikan konflik dan kekerasan. 182 Aliran garis keras mempercayai bahwa tidak ada konsesi teritorial yang harus diberikan pada Palestina dan ingin mempertahankan negara Israel yang berdaulat atas wilayah yang saat ini ditempati, atau jika tidak menegosiasikan masalah wilayah dalam proses perdamaian yang hanya dengan Jalur Gaza. 183 Israel melihat proses perdamaian terhalang dan hampir tidak mungkin karena terorisme di pihak Palestina dan tidak mempercayai kepemimpinan Palestina untuk mempertahankan kontrol. 184 Bahkan Pedahzur sejauh ini mengatakan bahwa terorisme bunuh diri berhasil, dimana perundingan damai gagal mendorong penarikan Israel dari kota-kota di Tepi Barat. 185
181
Bregman, A. & El-Tahri, J., 1998, The Fifty Year War: Israel and the Arabs, London, Penguin Books Pappe, I., 2004, A History of Modern Palestine: One Land, Two Peoples, Cambridge, Cambridge University Press 183 Slater, J. 2001. What Went Wrong? The Collapse of the Israeli-Palestinian Peace Process, Political Science, Volume 116, Issue 2, Pages 171-199 184 Ibid. 185 Pedahzur, A.2005. Suicide Terrorism, Cambridge, Polity Press. page 65. 182
130 Melalui perjanjian Oslo dan KTT Camp David pada tahun 2000, mengungkapkan kemungkinan dua sistem negara yang diterima sebagai kemungkinan solusi perdamaian dengan pemimpin Israel. Meskipun kekerasan Intifadha II telah memperkuat tekad bahwa perdamaian dan negosiasi tidak mungkin dan dua sistem negara bukanlah sebuah jawaban atas konflik ini 186, sebagaimana yang dipaksakan oleh Hamas. Suatu tema umum proses perdamaian melihat bahwa Palestina menuntut lebih banyak dan menawarkan sedikit perdamaian sebagai imbalannya.
c. Dilihat dari Sisi Amerika Serikat Ada banyak perbedaan pandangan mengenai proses perdamaian yang diselenggarakan oleh pejabat AS, warga negara dan kelompok lobi. Pemerintah AS memberi kontribusi yang signifikan terhadap dukungan finansial dan militer kepada Israel selama beberapa dekade. Bantuan AS untuk negara Israel melebihi jumlah bantuan luar negeri yang disediakan AS untuk negara lainnya. Pada tahun 2002, AS mulai membatasi bantuan keuangan untuk Otoritas Palestina (yaitu sekitar $100 juta per tahun) dan melobi negara-negara Eropa untuk memberikan kontribusi juga pada Israel, menyebabkan kontribusi total lebih dari satu miliar dolar. AS memiliki hak veto di DK PBB dan mampu memblokir resolusi PBB dan AS sering memveto resolusi yang mengecam tindakan Israel yang tidak sesuai dengan doktrin Negroponte-AS akan memveto setiap resolusi yang mengkritik Israel, yang tidak sama seperti mengkritik tindakan terorisme dan kelompok-kelompok Arab dianggap sebagai
186
Slater, J.2001.What Went Wrong? The Collapse of the Israeli-Palestinian Peace Process, Political Science, Volume 116, Issue 2. Pages 171-199.
131 teroris. 187 Baru-baru ini presiden AS telah mempertahankan kebijakan yang mewajibkan Israel menyerahkan sebagian tanah yang ditaklukkan pada perang tahun 1967 dengan dalih untuk mencapai perdamaian; Palestina harus secara aktif mencegah terorisme dan Israel mempunyai hak untuk hidup tanpa syarat.
3.
Hambatan dalam Penyelesaian Konflik Israel-Palestina Tidak bisa dipungkiri bahwa AS telah tampil sebagai kekuatan politik dan militer
yang paling berpengaruh di dunia. Untuk mendeskripsikan kekuatan global AS ada beberapa parameter yang dapat digunakan, seperti anggaran militer, kekuatan ekonomi, kekuatan politik dan diplomasi. Dengan kekuatan yang dimilikinya, AS mampu memainkan peran yang besar dalam berbagai masalah di dunia. Sengketa berkepanjangan antara Israel-Palestina adalah sejara konflik itu sendiri. Baik Israel maupun Palestina sama tuanya dengan usia klaim hak atas bumi Palestina. Perdamaian kawasan Timur Tengah tampak menjadi utopis. Namun bukan berarti tanpa penyelesaian, berbagai perundingan damai pun telah banyak digelar. Morgenthou menawarkan balance of power dan akomondasi atau diplomasi. Namun untuk menuju kearah itu banyak kendala yang telah dihadapi. Ada perbedaan persepsi tentang Resolusi PBB No.242 dan 338 sebagai landasan perundingan, yakni penarikan total pasukan Israel dari wilayah Arab. Israel menolak resolusi itu dilaksanakan dengan alasan merasa telah dilaksanakan dengan mengembalikan Gurun Sinai kepada Mesir lewat perjanjian Camp David pada tahun 1979. Bagi Israel, Tepi Barat dan Jalur Gaza adalah tanah biblika yudea dan samara yang tidak dapat dirundingkan. Dengan demikian formula penyelesaian land for peace, yakni Israel Tepi Barat dan Jalur Gaza ke Palestina tidak 187
Symbolic fight for Israel at UN
132 akan pernah terjadi. Rabin menafsirkan land for peace sebagai land for you, peace for you. Kegagalan Konferensi Madrid yang merupakan rekayasa AS yang dipaksakan sebagai strategi Bush untuk memenangkan Pemilu 1992. Diingkarinya Perjanjian Oslo I pada tahun 1993, yang mencantumkan batas akhir pemerintahan Otoritas Palestina pada 4 Mei 1999. Berbagai perundingan dan kesepakatan telah ditandatangani, dari Konferensi Madrid (1991), Perjanjian Oslo I (1993), Persetujuan Kairo (1994), Perjanjian Oslo II (1995), Persetujuan Hebron (1997), Memorandum Wye River (1998), Camp David (2000), Kesepakatan Sharm Seikh (2000), Tenet Plan (2001), keputusan PBB No.423 dan 322 dan tawaran KTT Liga Arab 2000. Peluncuran Road Map 14 Maret 2003 yang diprakarsai oleh AS, Uni Eropa, Rusia dan PBB pun kandas. Semua kesepakatan, perjanjian dan keputusan PBB pada intiya menuntut kedua belah pihak menahan diri dari aksi kekerasan. Dan lebih khusus lagi meminta Israel untuk menarik diri dari wilayah Palestina yang didudukinya. Selain itu juga menuntut Israel menghentikan menyerang warga sipil dan mengakui eksistensi Palestina. Namun, semua kesepakatan dan resolusi itu tetap saja dilanggar oleh Israel. Pelanggaran itu disebabkan oleh beberapa persoalan prinsip kedua belah pihak berkaitan dengan kesepakatan perjanjian. Pertama, masalah Al-Quds. Keberadaan Al-Quds sebagai kota suci tiga agama besar yakni Islam, Kristen dan Yahudi, menjadikan masalah krusial dan vital dalam proses perdamaian Israel-Palestina. Bagi Palestina, Al-Quds adalah ibukota merdeka Palestina masa depan, namun bagi Israel Al-Quds tetap saja kota utuh tidak terbagi-bagi dan dimasa depan menjadi ibukota Israel. Hingga kini wilayah tersebut masih dikuasai militer Israel, meski belum jelas statusnya. AS memberikan dukungan
133 terhadap cita-cita Israel tersebut dalam bentuk pemindahan kedubesnya ke Al-Quds (Jerusalem). Kedua, masalah negara. Kesepakatan Oslo (1993) tidak jelas atau menentukan hal yang menyangkut masalah negara Palestina. Sikap Israel adalah tidak melarang deklarasi resmi negara Palestina sebab tidak bertentangan dengan upaya Israel. Namun, diingatkan deklarasi dari satu saja akan berakibat serius bagi masa depan Palestina dan terancamnya perdamaian. Sebenarnya sikap Israel tersebut tidak menghendaki adanya negara Palestina merdeka dan independen. Ketiga, masalah penyerahan Tepi Barat. Kesepakatan Oslo menghendaki Israel harus melaksanakan tiga gelombang penarikan tentaranya dari Tepi Barat. Namun sikap keras dari para pemimpin Israel, hingga sekarang belum tercapai pelaksanaannya. Akibatnya, Palestina hingga kini Palestina hanya menguasai 40% dari wilayah Tepi Barat. Bahkan Israel terus membangun pemukiman di wilayah Tepi Barat, sebagai pengingkaran kesepakatan. Keempat, masalah pengungsi. Sejak berdirinya Israel pada tahun 1948 hingga kini lebih dari 5 juta rakyat Palestina hidup sebagai pengungsi di berbagai negara. Kelima, masalah perbatasan. Kedua perbatasan telah diatur dalam Perjanjian Oslo, yakni kawasan jajahan 1948, 78% adalah wilayah Palestina. Keenam, masalah air. Pada tahun 1996 Israel, Palestina dan Yordania menandatangani kesepakatan mengenai sumber-sumber air. Menurut Amien Rais, ada beberapa yang menjadi hambatan besar bagi perdamaian di kawasan Timur Tengah. 188 Pertama, sikap ‘wishy-washy’ di pihak AS dalam menghadapi setiap tindakan politik Israel yang bertentangan dengan hukum internasional. Kedua, AS cenderung
bermain ‘dua wajah’ yang selalu menguntungkan Israel. Karena selalu
diuntungkan oleh permainan politik AS di Timur Tengah, Israel merasa mendapat 188
Sihbudi, 1993: 14-15
134 dukungan yang amat handal dan pada giilrannya memperkeras posisinya untuk tidak kompromi dengan pihak Arab dan Palestina. Dari tahun 1972 hingga tahun 1996, AS telah memveto 30 kali resolusi PBB yang mengutuk Israel, sementara itu pemimpin Israel telah menerapkan program disintegrasi terhadap Israel. 189 Dan hingga tahun 2004, AS telah melakukan veto yang ke-79 kalinya. 190 Ketiga, rintangan terbesar sebenarnya adalah sikap Israel sendiri, yakni sikap politik, ideologis dan biblical untuk tidak mengembalikan Tepi Barat dan Jalur Gaza kepada Palestina.sikap ini telah ditanamkan oleh Manachem Begin sejak pertengahan tahun 1970-an yang hingga kini telah menjadi sikap nasional Israel. Penggunaan politik mitos, baik mitos teologis maupun mitos abad ke-21, dipakai sebagai alat untuk lobi-lobi dalam mencapau tujuan Israel. 191 Mitos-mitos tersebut adalah mitos tanah yang dijanjikan, mitos bangsa terpilih, mitos Yosua, mitos antifasisme orang Zionis, mitos pengadilan Nuremberg, mitos Holocaust dan mitos tanah tanpa bangsa untuk bangsa tanpa tanah. Keempat, dari pihak Arab adanya kantungkantung tertentu yang menyulitkan tercapainya perdamaian, terutama kelompokkelompok yang menolak setiap kompromi dengan Israel. Terakhir yang menjadi factor penghambat adalah adanya perbedaan antar-Arab tentang solusi masalah Palestina. PLO terus memperjuangkan aspirasinya membentuk negara Palestina merdeka. Selama tujuan ini belum tercapai, konflik Israel-Palestina akan terus berlanjut. Bahkan perang bisa meletus kembali, terutama jika Arab frustasi gagal mencapai tujuannya melalui diplomasi. Sebaliknya, Israel tidak akan segan mengorbankan upaya perdamaian jika situasi mengancam eksistensi bangsa dan negaranya. Hal itu bisa dilihat dari penolakan Israel terhadap tawaran rencana perdamaian yang dilontarkan oleh Liga Arab 189
Garaudy, 2000: viii Tempo, 26 Maret 2004. 191 Ibid. 190
135 pada KTT Liga Arab 27-28 Maret 2002 di Beirut. 192 Sikap ini sesuai dengan paradigma hubungan internasional bahwa suatu negara tidak mustahil akan mengorbankan perdamaian jika keselamatannya terancam. 193 Eksistensi negara adalah kepentingan nasional primer atau vital sehingga tidak bisa ditawar-tawar oleh siapapun. Sekalipun konflik Timur Tengah tampaknya tidak diorientasikan pada perang total yang membawa kehancuran semua pihak, namun tetap akan berdampak negatif baik dalam menghambat pembangunan maupun membawa korban materi dan jiwa. Oleh karena itu, sangat dimaklumi jika banyak orang yang menghendaki perdamaian di kawasan tersebut.
a. Aliran Israel First dan Evenhanded Dalam menghadapi masalah konflik Israel-Palestina dan masalah Timur Tengah pada umumnya, ada dua aliran pemikiran dikalangan intelektual dan politisi AS, yakni (1) kelompok yang membela doktrin ‘Israel First’ dan (2) kelompok ‘Evenhanded’ yang menginginkan AS lebih adil bersikap di Timur Tengah. 194 Dari dua kelompok tersebut ternyata ‘Israel First’ lebih dominan karena dianut oleh orang-orang yang duduk dalam posisi strategis di pemerintahan. Kelompok ini menginginkan dukungan Washington terhadap posisi dominant Israel di kawasan tersebut guna menjamin kepentingan AS di Timur Tengah. Dimata AS, Israel adalah sebuah asset strategis yang secara dasar-dasar moral harus didukung penuh karena Israel adalah penganut demokrasi sekuler dengan gaya hidup barat. Israel juga diibaratkan tempat perlindungan dan ‘pengganti kerugian’ bagi bangsa Yahudi yang telah mengalami ‘penderitaan historis’ pada masa Nazi.
192
Republika, 30 Maret 2002. Aron, 1993: 100. 194 Hudson, 1986. 193
136 Henry Kissinger dan Madeline Albright adalah beberapa pendukug kelompok ini. Penganut aliran ini lebih dominan dalam memperngaruhi kebijakan AS karena mereka menduduki posisi-posisi pentinga dalam sistem pemerintahan AS, seperti Dewan Keamanan Nasional (NSC), Departemen Luar Negeri, Inteligen bahkan Kongres konsisten mendukungnya. Oleh karena itu, tidak seorangpun kandidat Presiden AS berani mengambil resiko berkonfrontasi dengan Israel. Bill Clinton dalam kampanyenya disumbang 23 juta dolar AS dan sekitar 80% orang Yahudi berada dipihak demokrat. 195 Selain itu, kuatnya lobi Yahudi juga sangat efektif meskipun jumlah orang Yahudi di AS hanya 6 juta orang pada tahun 2001. Lobi yang efektif dan sistematis ini karena ada beberapa faktor yakni Yahudi menguasai ekonomi-ekonomi strategi, intelektual Yahudi menguasai hampir semua Universitas di AS dan menguasai industri strategis media massa, seperti TV ABC, NBC, CBS, New York Times, Time Magazine dan News Week. Akibatnya orang-orang Palestina yang ada di AS dan Eropa mengalami kesulitan, sementara orang-orang AS yang simpati pada perjuangan Palestina tidak berani terus terang mengadakan kontak dengan lobi-lobi Timur Tengah. Contohnya: Andrew Young (pernah menjadi Walikota Atlanta kemudian duta besar di PBB masa pemerintahan Carter) pernah mengadakan pertemuan khusus dengan orang-orang PLO tapi kemudian diketahui pers AS, dibongkar habis-habisan, akhirnya oleh Jimmy Carter dicopot dari duta besar di PBB. Sementara itu oenganut aliran ‘Evenhanded’ berpendapat bahwa dikap yang mendukung Israel itu tidak menjamin kepentingan AS di wilayah Timur Tengah.
Doktrin
‘Israel
First’
justru
dapat
menumbuhkan
gerakan-gerakan
‘Fundamentalis Islam Radikal’ yang mengancam keselamatan warga AS di kawasan tersebut. Pendukung aliran ini posisinya lemah. 195
Sihbudi, 1993: 42.
137 b. Dua Ideologi yang Berbeda Sejak awal pembentukannya, Hamas dan Fatah memang berbeda. Hamas berideologi Islam, sementara Fatah (dan PLO) berideologi nasionalis-sekuler. Perbedaan ini semakin tajam setelah Fatah dan PLO berbaik-baik dengan Israel, mengakui Israel, bersedia berunding berkali-kali dengan Israel, meski berkali-kali pula dikhianati. Diantara perundingan PLO-Israel yang dimediasi AS adalah perundingan Oslo yang hasilnya adalah berdirinya Otoritas Nasional Palestina (PNA, The Palestinian National Authority) pada tahun 1994. otoritas Palestina dipimpin oleh Yaser Arafat. Sepanjang masa kepemimpinan Arafat, Otoritas Palestina telah menjadi perpanjangan tangan Israel dalam menekan perjuangan gerilyawan Palestina, termasuk Hamas. Segala bentuk serangan terhadap Israel dikategorikan sebagai aksi teroris dan Otoritas Palestina berkewajiban membasmi ‘teroris’itu. Tanggal 11 November 2004, Arafat meninggal dunia. Januari 2005, diadakan pemilihan Presiden Otoritas Palestina. Hamas memboikot pemilu itu yang kemudian dimenangkan oleh Mahmoud Abbas, pemimpin Fatah pasca Arafat. Tapi, Hamas ikut serta dalam pemilu legislative bulan Januari 2006 dan berhasil meraup 42,9% suara (74 dari 132 kursi). Kemenangan Hamas membuktikan dua hal, yaitu: Ω Mayoritas rakyat Palestina mendukung Hamas, artinya mendukung perjuangan Hamas dalam memerdekakan Palestina. Ω Tinggal sedikit rakyat Palestina yang masih percaya pada gaya diplomasi Fatah yang tak henti-hentinya berunding dengan Israel dan Barat, menerima perjanjian-
138 perjanjian kosong dan tak pernah bersikap tegas terhadap aksi represif militer Israel. Kemenangan Hamas dalam pemilu parlemen berbuah terpilihnya Ismail Haniyah sebagai Perdana Menteri Palestina. Dalam sistem Politik Palestina, Perdana Menteri dipilih oleh Dewan Legislatif Palestina dan bukan dipilih secara langsung oleh rakyat. Meskipun begitu, sang perdana menteri umumnya mewakili koalisi mayoritas di parlemen. Namun, karena selama ini Hamas melakukan perlawanan bersenjata terhadap aksi-aksi kekerasan Zionis, negara-negara Barat telah menempatkan nama Hamas dalam daftar organisasi teroris. Ditambah lagi, sejak awal pembentukan kabinetnya, Ismail Haniyah secara tegas mengumumkan bahwa pihaknya tidak mengakui secara resmi keberadaan negara Israel. Barat pun menghentikan bantuannya kepada Otoritas Palestina, namun tetap menyuplai bantuan dana kepada Fatah. Padahal, Perdana Menteri Palestina sangat bergantung kepada bantuan asing untuk menjalankan roda pemerintahan. Sementara semua proses demokrasi ini berlangsung, Israel tidak pernah menghentikan serangan dan berbagai kebrutalannya di wilayah Palestina. Hamas membalas serangan militer itu dengan melemparkan roket-roket ke wilayah Israel. Dengan segera, Israel dan Barat (bahkan Sekjen PBB) meminta Hamas menghentikan aksi senjata dan menyebutnya sebagaiu teroris. Presiden Abbas bahkan ikut-ikutan Barat, meminta Hamas hentikan serangan teroris. Tak cukup, serangan-serangan bersenjata dan percobaan pembunuhan terhadap tokoh-tokoh Hamas pun dilancarkan oleh Fatah. Perang antara keduanya segera meletus dan menewaskan ratusan orang. Puncaknya, pada 14 Juni 2007, Presiden Otoritas Palestina embubarkan cabinet dan memecat Ismail Haniyah.
139 Hamas menolah keputusan ini dan tetap menganggap Haniyah sebagai Perdana Menteri. Hingga kini, Gaza dikuasai oleh Hamas dan Tepi Barat dikuasai oleh Fatah. Sejak bulan Juni 2007 itu pula, Israel memblokade Gaza, melarang siapapun keluar-masuk, termasuk truk-truk yang membawa makanan dan obat-obatan, serta para ibu yang harus ke rumah sakit di luar Gaza demi mengobati anaknya.
140 BAB V KESIMPULAN
Sebagai ‘pemimpin dunia’, AS merasa bertanggung jawab atas keamanan dunia. Di belahan dunia mana yang bergejolak, AS datang menginterverensinya, seperti yang dilukiskan dengan baik dalam karakter Rambo pada film produksi Amerika. Tetapi tesis ini, mungkin tidak sepenuhnya benar karena ternyata banyak rakyat AS yang menentang cara berpikir seperti ini. Seperti yang dirisaukan selama ini, sejak runtuhnya kekuasaan Uni Soviet serta sekutunya yang pernah menciptakan kekuatan bipolar berhadapan dengan negara barat yang dipimpin oleh AS. Di dunia ini hanya menyisahkan AS sebagai kekuatan tunggal dalam percaturan politik dunia. Dan AS sangat menyadari hal ini, apalagi dalam genggaman pemimpin seperti George Walker Bush. Konflik antara kedua negara ini yaitu antara Israel-Palestina tidak sesederhana yang dilihat seolah-olah ini hanya soal pandangan yang berbeda. Di masing-masing kubu terdapat organisasi-organisasi yang mengajukan penyingkiran territorial total dari komunitas yang lainnya. Sebagian menganjurkan solusi dua negara, sebagiannya lagi menganjurkan solusi dua bangsa. Sejak pertemuan Oslo, kedua pihak secara resmi bertekad untuk akhirnya tiba pada solusi dua negara. Dan masalah-masalah yang tidak terpecahkan diantara kedua pemerintah mencakup:
141 a. Status dan masa depan Tepi Barat, Jalur Gaza dan Jerusalem Timur yang mencakup wilayah-wilayah Palestina yang diusulkan. b. Keamanan Israel. c. Keamanan Palestina. d. Hakikat masa depan negara Palestina. e. Nasib para pengungsi Palestina. f. Kebijakan-kebijakan permukiman pemerientah Israel nasib para penduduk di permukimann tersebut. g. Kedaulatan terhadap tempat-tempat suci di Jerusalem, termasuk Bukit Bait Suci dan kompleks Tembok (ratapan) Barat.
Sampai sekarang maslah-maslaah diatas menjadi pokok masalah yang tidak beruung bagi kedua negara. Sebenarnya disini peranan PBB sangat dibutuhkan karena PBB merupakan organisasi yang memfasilitasi dalam hukum internasional, pengamanan internasional, lembaga ekonomi dan dasar perlindungan sosial. PBB harus mengambil tindakan agar tidak jatuh korban yang lebih banyak lagi. PBB harus bertindak tegas terhadap konflik Israel-Palestina, seperti:
a. Penetapan wilayah-wilayah yang adil bagi kedua belah pihak. Melalui pertemuan yang dihadiri oleh pemimpin kedua negara tersebut. b.
Mengadakan pertemuan yang dihadiri oleh oraganisasi-organisasi yang dimiliki oleh kedua negara tersebut, seperti Hamas, Fatah, untuk menemukan solusi bagi keamanan kedua belah pihak.
142 Berdasarkan pemaparan dingkat diatas, tampak jelas bahwa kunci penyelesaian konflik Israel-Palestina sesungguhnya terletak pada kedua belah pihak yang sedang bertikai tersebut. Penyelesaian konflik Israel-Palestina akan sulit tercapai manakala pihak-pihak yang terlibat konflik tidak menaati kesepakatan yang telah dibentuk. Pada aspek politik, langkah bijak yang tentunya dapat dilakukan adalah mengidentifikasi berbagai persoalan dari kedua belah pihak untuk mendapatkan kerjasama dengan kepentingan yang sama dari masing-masing kebijakan politik keduanya. Selain itu, aspek teologis agaknya tidak terlalu dominant mewarnai konflik tersebut, mengingat dalam sejarahnya hubungan teologis tiga agama besar pernah terjalin harmonis tanpa sentuhan ‘tangan-tangan poliltik’.
143
DAFTAR PUSTAKA A.
Buku
Anggoro, Kusnanto. 2000. Dominasi Amerika Serikat di Asia Timur dan Dampaknya terhadap Kerjasama ASEAN. Jakarta: CSIS. Bregman, A dan El-Tahri, J. 1998. The Fifty Year War: Israel and The Arabs. London: Penguin Books. Dershowitz, Alan. 2003. The Case for Israel. Hoboken: John Wiley & Sons, Inc., hal.176-177. Dershowitz, Alan. 2005. The Case for Peace: How The Arab Israeli Conflict Can Be Resolved. Hoboken: John Wiley & Sons, Inc. Eran, Oded (Ed). 2002. Arab Israel Peace Making: The Continuum Political Encyclopedia of The Middle East. New York: Continuum. Goldstein, J.S. 1999. International Relations. New York: Longman. Gold, Dore. 2007. The Fight For Jerusalem: Radical Islam, The Wes and The Future of The Holy City. Washington DC: Regnery Publishing, Inc. Holsti, K.J. 1987. Politik Internasional: Suatu Kerangka Analitis. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya. Jatmika, Sidik. 2000. AS Penghambat Demokrasi: Membongkar Politik Standar Ganda Amerika Serikat. Yogyakarta: Biograf Publishing. Jemadu, Aleksius. 1999. Berbagi Kecenderungan Baru dalam Studi HI dalam Studi HI Pasca Perang Dingin dan Pemaknaannya bagi Pembangunan Negara-Negara Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti. Laster, Martin. L. 1996. US Strategic Option in Asia Pasific Community. Lovell, John. P. 1970. Foreign Policy in Perspective: Strategy Adoption Decision Making. New York: Holt, Rinehard & Winston Inc. Mas’oed, Mochtar. 2002. Ilmu Hubungan Internasional, Disiplin dan Metodologi. Jakarta: LP3ES. Mignst, Karen. 1999. Essential of International Relations. New York: W.W.Norton and Co. Nasution, Ahmad Dahlan. 1983. Konsep Politik Internasional. Jakarta: Erlangga. Pedahzur, A. 2005. Suicide Terrorism. Cambridge: Polity Press. Plano, Jack.C dan Roy Olton. 1999. Kamus Hubungan Internasional. Bandung: Putra A. Bardin. Soenarko, Siswono. 1996. Perkembangan Studi Hubungan Internasional. Jakarta: Sinar Harapan. Winaatmadja, Suwardi. 1981. Pengantar Hubungan Internasional. Surabaya: Pustaka Tinta Mas.
144 B.
Jurnal, Analisis dan Ensiklopedia
Alwaya, Semha. 2009. The Vanishing Jews of The Arab World/Baghdad Native Tells The Story of Being a Middle East Refugees. SF Gate. BBC News. 2007. New Mid-East Peace Drive Launched. BBC News. 2007. Obstacles to Peace: Borders and Settlements. BBC News. 2005. Israel to Keep Some settlement. CSIS. 1996. Foreign Policy Into The 21 Century: The United States Challenge. Washington DC: United State of Departement of State. Deadler, Ivo. H dan James M. Lindsay. 2003. “Bush Revolution”. Current History Journal, hal.368. Flapan, Simha. 1987. The Palestine Exodus of 1948. Journal of Palestine Studies, Vol.16, No.4 (Summer, 1987). Khalidi, Rashid. I. 1992. Observation on The Right of Return. Journal of Palestine Studies, Vol.21, No.2 (Winter, 1992). Masalha, Nur-Eldeen. 1988. On Recent Hebrew and Israeli Sources for The Palestine Exodus. Journal of Palestine Studies, Vol.18, No.1. Microsoft Encarta Reference Library 2004, 1993-2003 Microsoft Coorporation. Pappe, I. 2004. A History of Modern Palestine: One Land, Two Peoples. Cambridge University. Radley, K. Rene. 1978. The Palestinian Refugees: The Right to Return in International Law. The American Journal of International Law, Vol.72, No.3 (July.,1978). Sela, Avraham (Ed). 2002. Terrorism. The Continuum Political Encyclopedia of The Middle East. New York: Continuum, 2002. Sela, Avraham (Ed). 2002. Hamas. The Continuum Political Encyclopedia of The Middle East. New York: Continuum, 2002. Slater, J. 2001. What Went Wrong? The Collapse of The Israeli-Palestinian Peace Process, Political Science, Vol.116, Issue.2, Hal.171-199.
C.
Media Massa
Harian Jerusalem Post. 2002, 30 Oktober. “Arab Israeli Articles: Jordania AS The Palestinian Arab State”. Harian Jerusalem Post. 2008, 18 Januari. “A Valley of Economic Harmony”. Harian Jerusalem Post. 2008, 9 Februari. “Palestinians Grow By A Milion in Decade”. Harian Kompas. 2006, 15 Desember. “Proses Perdamaian Timur-Tengah”. Harian Kompas. 2007, 8 Mei. “Fundamentalisme Agama dalam Konflik IsraelPalestina”. Harian Kompas. 2004, 1 September. “Adanya Kepentingan Amerika Serikat Terhadap Israel.” Harian Newsweek. 2003, 3 Februari. “War and Consequences”. Harian Republika. 2009, 29 April. “AS Perketat Keamanan”. Harian Republika. 2002, 30 Maret. “KTT Liga Arab”. Harian Tempo. 2004, 26 Maret. “Hak Veto Amerika Serikat”.
145 Harian The Times. 2008, 14 Mei. “Israel may Erase Grip in Tony Blair Deal to Revive West Bank”. Harian The New York Times. 2007, 31 Maret. “Olmert Rejects of Return For Palestinians”. Harian The New York Times. 2009. “Clinton Says: Israeli Settlement Growth Must Stop”.
D.
Internet
http://hildaku.blog.com/568343/review.html “Bangsa Indonesia menyambut Globalisasi Politik”. Diakses 13 Oktober 2009. http://www.wordpress.com “Kajian Tentang Timur Tengah”. Diakses April 2006. http://www.jewishvirtuallibrary.com “Israel Palestine Conflict”. Diakses November 2005. http://www.irib.com/Iran “Foreign Policy”. http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2005/01/24/KL/mbm.20050124.KL100933.id .html http://businessweek.com/magazine/content/02_52/b3814021.html Diakses 30 Desember 2002. http://carnegieendowment.org/publications/index.cfm?fa=view&id=19637 Diakses 10 Oktober 2007. http://washingtonpost.com/wp-dyn/content/article/2007/06/07/AR2007060702239.html Diakses 31 Mei 1971. http://washingtonpost.com/wp-dyn/content/article/2005/10/19/AR2005101902246.html Diakses 20 Oktober 2005 http://infopalestina.com “Politik dan Pemerintahan Israel”. Diakses 11 April 2009. http://infopalestina.com “Konflik Palestina Israel”. Diakses 11 April 2009. http://mideastweb.org “Timeline of Israel-Palestine Conflict”. 2 Maret 2010. http://kompas.com/kompas-cetak/0306/14/opini/367614.htm http://www.al-jazeera.com “Konflik Israel Palestina”. Diakses 11 April 2009. http://en.wikipedia.org “Core Issue in Israel Palestine Conflicts”. Diakses 3 Maret 2010. http://jewishvirtuallibrary.com “Basic Law: Jerusalem, The Capital of Israel”. Diakses 9 April 2008. http://jcpa.org “JCPA ME Diplomacy-Jerusalem: The Dangers of Divisions”. Diakses 5 Januari 2009. http://arabha.org “The Arab Association of Human Rights Criticises The Israeli Law of Return AS Being Discrimanatory Towards Arabs”. http://jewishvirtuallibrary.com “Myths & Facts The Peace Process”. Diakses 14 Februari 2009. http://priceton.edu/wws401c/geography.html “Geography of The Water Resources”. Princeton University. http://palestinefacts.org “What About Water Issues? Is Israel Using The Palestinian Water?”. Diakses 11 April 2009. http://world.std.org “Does Israel Use The Palestinian Water?”. Diakses Juli 2001.
146 E.
Skripsi
Architasari, Rotary Aulia. 2006. Kebijakan Amerika Serikat dari Multilateral menuju Unilateralisme dan Reaksi dari Negara Uni Eropa dalam menyikapi Perubahan tersebut: Studi Invansi Amerika Serikat ke Irak pada Tahun 2003. Skripsi tidak diterbitkan. Bandung: FISIP-HI, UNPAS. Erwin, Aldi. Rizaldi. 2005. Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat Terhadap Irak: Suatu Kajian Pasca Tragedi WTC (2001-2004). Skripsi tidak diterbitkan. Bandung: FISIP-HI, UNPAD. Iman, Fauzul. 2009. Dampak Perbedaan Paradigma Politik Hamas-Fatah dan Pengaruhnya Terhadap Penyelesaian Konflik Israel-Palestina. Skripsi tidak diterbitkan. Bandung: FISIP-HI, UNPAS. Kartini, Tini. 2006. Pengaruh Gerakan Fundamentalisme Islam Terhadap Politik Global Amerika Serikat. Skripsi tidak diterbitkan. Bandung: FISIP-HI, UNPAS. Manuhutu, Fadly Madesta. 2006. Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat di Irak Pasca Terbentuknya Pemerintahan Baru Hasil Pemilu 2005 di Irak. Skripsi tidak diterbitkan. Bandung: FISIP-HI, UNPAS.
F.
Dokumen Pemerintah
Embassy of Jordan. 2008. The Arab Peace Initiative. Washington DC. Israel Ministry of Foreign Affairs. 1996. A Critical Analysis of Security Council Resolution. Israel Ministry of Foreign Affairs. 1995. The Israeli – Palestinian InterimAgreement Annex I. Israel Ministry of Foreign Affairs Q & A Documen. 2008. Palestinian Refugees Issue MFA Website. Israel Ministry of Internal Affairs. Victims of Palestinian Violence and Terrorism Since September 2000. Retrieved April 10, 2007. Palestinian Anti Terrorism Act of 2006. 2009. Global Legal Information Network. UN Security Council. 1996. Israel Ministry of Foreign Affairs. United States Foreign Policy. 2002. Agenda. National Security Strategy. New York: United State Departement of States. United Nations Conciliation Commission For Palestine. 1950. General Progress Report and Supplementary Report of The United Nations Conciliation Commission For Palestine.
G.
Wawancara
Wawancara dengan Avi Shlaim. 2003. Guru Besar Hubungan Internasional St.Anthony’s College, Oxford University. Konferensi Pers dengan Tony Blair. 2004. Perdana Menteri Inggris, 12 Juli 2007.