PUBLIKASI ILMIAH PELAKSANAAN PENGANGKATAN PEJABAT STRUKTURAL DI LINGKUNGAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG PENGANGKATAN PNS DALAM JABATAN STRUKTURAL Oleh : ERA HENDRA BISMI, S.sos A.2021131051
Pembimbing I : Dr. Marcus Lukman, SH., MH. Pembimbing II :Drs. Arif Rakhman,.M.Si.,MH ABSTRACT This thesis discusses the implementation of structural appointments in the province of West Kalimantan based on Government Regulation No. 13 of 2002 on Appointment of civil servants in structural positions. From the research we concluded that: The process of appointment of civil servants in the implementation of structural positions in Government of West Kalimantan province have generally been implemented in accordance with applicable regulations. However, when considering the competence official who possess it still does not meet the work requirements as set forth in jabatan.Penilaian analysis of performance such as quality of service, responsiveness, responsibility and accountability in general although there is an increase in performance, but has not been fully able to meet the expectations of a person to be considered in the appropriate positions. There has been no standard procedure in providing services and lack of discipline of civil servants still part barrier performance improvement. Another thing that also needs to get attention is the level of responsiveness in describing the services to the community at umumnya.Faktor affecting the implementation of the removal of structural officials in the province of West Kalimantan Based on Government Regulation No. 13 of 2002 on Appointment of civil servants in structural positions that the arrangement of structural positions within the government of West Kalimantan Province, using two methods, namely internal factors and internal factors. Internal factors namely Human Resource Quality in Procurement and Placement Team Position and orientation and bureaucracy. While external factors namely lack of supervision of the Society and Mass Media and Politics placement Public apparatus. Structuring recommendations structural positions in the provincial government of West Kalimantan Province should consistently use the merit system is substantially not only merely procedural. Then Baperjakat must be professional and proportionate in managing structural positions in the provincial government of West Kalimantan although under pressure, deposit and also special directives of the Governor and the Deputy Governor and the elites of other determinants. Therefore it is also necessary that the strictest controls internally tbaik the provincial government through the Provincial Inspectorate of
1
West Kalimantan and also the legislature (DPRD West Kalimantan) and supported as well as synergistic with the political infrastructure in Kalimantan Barat.Harus there is a strong commitment to implementing Government Regulation No. 13 of 2002 on Appointment of civil servants In structural positions that are expected to be better as it will consider the realization of the work that has been carried out by civil servants in accordance with the workload that has been given to him. Society as one of the supporters of the creation of good governance need to raise awareness for a more critical and active role in monitoring or controlling processes. ABSTRAK
Tesis ini membahas pelaksanaan pengangkatan pejabat struktural di lingkungan provinsi kalimantan barat berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 2002 Tentang Pengangkatan PNS Dalam Jabatan Struktural. Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan, bahwa : Proses pelaksanaan pengangkatan PNS dalam Jabatan Struktural di Pemerintahan Provinsi Kalimantan Barat secara umum telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Namun apabila memperhatikan kompetensi pejabat yang mendudukinya masih belum memenuhi persyaratan jabatan sebagaimana dikemukakan dalam analisis jabatan.Penilaian kinerja seperti kualitas pelayanan, responsivitas, responsibilitas dan akuntabilitas meskipun secara umum terdapat peningkatan kinerja namun belum sepenuhnya mampu memenuhi harapan layaknya seseorang untuk dipertimbangkan dalam jabatan. Belum terdapat prosedur standar dalam memberikan pelayanan dan kurang disiplinnya PNS masih merupakan bagian hambatan peningkatan kinerja. Hal lain yang juga perlu untuk mendapatkan perhatian adalah tingkat responsivitas dalam memerikan pelayanan kepada masyarakat pada umumnya.Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan pengangkatan pejabat struktural di lingkungan Provinsi Kalimantan Barat Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 2002 Tentang Pengangkatan PNS Dalam Jabatan Struktural bahwa pada Penataan jabatan struktural di lingkungan pemerintah Provinsi Kalimantan Barat menggunakan dua metode, yakni Faktor Internal dan faktor Internal. Faktor Internal yaitu Kualitas Sumber Daya Manusia dalam Tim Pengadaan dan Penempatan Jabatan dan Orientasi Birokras. Sedangkan faktor eksternal yakni Kurangnya pengawasan dari Masyarakat dan Media Massa dan Politik penempatan aparatur Publik. Rekomendasi Penataan jabatan struktural di lingkungan pemerintah Provinsi Provinsi Kalimantan Barat seharusnya konsisten menggunakan sistem merit secara substansial bukan hanyalah procedural semata. Kemudian Baperjakat harus professional dan proporsional dalam menata jabatan struktural di lingkungan pemerintah Provinsi Kalimantan Barat meskipun mendapat tekanan, titipan dan juga arahan khusus dari Gubernur dan Wakil Gubernur serta elite-elite penentu lainnya. Oleh sebab itu juga diperlukan kontrol yang keta tbaik secara internal Pemprov melalui Inspektorat Provinsi Kalimantan Barat maupun juga lembaga legislatif (DPRD
2
Provinsi Kalimantan Barat) dan ditunjang serta sinergis dengan infrastruktur politik di Provinsi Kalimantan Barat.Harus ada komitmen yang kuat untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 2002 Tentang Pengangkatan PNS Dalam Jabatan Struktural sehingga diharapkan lebih baik karena akan mempertimbangkan realisasi kerja yang telah dilakukan oleh PNS sesuai dengan beban kerja yang telah diberikan kepadanya. Masyarakat sebagai salah satu bagian pendukung terciptanya good governance perlu meningkatkan kesadaran untuk lebih kritis dan berperan aktif dalam proses pengawasan atau controlling . Kata Kunci: Pelaksanaan, Pengangkatan Pejabat, Struktural di Lingkungan Provinsi Kalimantan Barat.
3
Latar Belakang Masalah Dampak reformasi yang terjadi di Indonesia ditinjau dari segi politik dan ketatanegaraan
adalah
terjadinya
pergeseran
paradigma
dan
sistem
pemerintahan yang bercorak monolitik sentralistik di Pemerintah Pusat ke arah sistem pemerintahan yang desentralistik (demokrasi lokal) di Pemerintah Daerah. Pemerintahan semacam ini memberikan keleluasaan kepada daerah dalam wujud “Otonomi Daerah” yang luas dan bertanggung jawab untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta, prakarsa dan aspirasi masyarakat sendiri atas dasar pemerataan dan keadilan serta sesuai dengan kondisi, potensi dan keragaman daerah. Pada
pembukaan
Undang-Undang
Dasar
1945
Alinea
ke
IV
menegaskan bahwa tujuan bangsa Indonesia adalah membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Demi perwujudan tujuan tersebut jelas diperlukan aparatur-aparatur yang tangguh, berwibawa serta berwawasan luas yang dapat berkompentensi dan memiliki dedikasi tinggi pada Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945. Salah satu aparatur negara yang memiliki keberadaan sentral dalam membawa kebijaksaan-kebijaksanaan atau peraturan- peraturan pemerintah guna
4
terlaksananya tujuan nasional yaitu Pegawai Negeri Sipil atau lebih dikenal dengan istilah PNS. PNS sebagai sumber daya manusia yang bertugas dalam melayani kepentingan publik memiliki andil dalam merealisasikan penyelenggaraan tugas
pemerintahan
Terselenggaranya
dan
pelaksanaan
pembangunan
nasional
pembangunan sangat
nasional.
tergantung
pada
kemampuan dan kesempurnaan aparatur negara yang pada pokoknya tergantung juga dari kesempurnaan Pegawai Negeri. Maka dari itu PNS sudah semestinya memiliki kualitas yang baik agar mampu menjalankan tugasnya secara profesional, adil, bertanggung jawab, tepat dan benar. Maka dari itu manajemen
PNS
diarahkan
guna
menjamin
penyelenggaraan
tugas
pemerintahan dan pembangunan yang berdaya guna dan berhasil guna. Manajemen PNS merupakan keseluruhan upaya untuk meningkatkan efisiensi, efektifitas dan derajat profesionalisme, penyelenggaraan tugas, fungsi dan kewajiban kepegawaian yang meliputi perencanaan, pengadaan, pengembangan kualitas, penempatan, promosi, penggajian, kesejahteraan dan pemberhentian. Pengangkatan PNS dalam jabatan merupakan salah satu bagian dari kebijaksanaan dalam manajemen PNS. Mengenai Pengangkatan PNS diatur dalam Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, dimana di dalamnya menyebutkan bahwa pengangkatan PNS dalam suatu jabatan dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai
5
dengan kompetensi, prestasi kerja dan jenjang pangkat untuk jabatan itu serta syarat objektif lainnya tanpa membedakan jenis kelamin, suku, agama, ras atau golongan. Pada penjelasan lebih lanjut, jabatan adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seorang PNS dalam suatu jabatan dalam suatu organisasi negara. Pada pengangkatan dalam jabatan dikenal dengan adanya istilah jabatan karier. Jabatan karier merupakan jabatan struktural dan fungsional yang hanya dapat diduduki oleh PNS setelah memenuhi syarat yang ditentukan. Selanjutnya Jabatan Struktural merupakan kedudukan yang menujukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seseorang PNS dalam rangka memimpin suatu satuan organisasi negara. Pengangkatan PNS dalam jabatan struktural antara lain dimaksudkan untuk membina karier PNS dalam jabatan struktural dan kepangkatan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk dapat diangkat dalam jabatan struktural seseorang harus berstatur sebagai PNS, Calon Pegawai Negeri Sipil tidak dapat diangkat dalam jabatan struktural. Mengenai penetapan jabatan struktural, jabatan struktural Eselon I pada instansi pusat ditetapkan oleh presiden atas usul pimpinan instansi setelah mendapat pertimbangan tertulis dari Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara, sedangkan jabatan struktural eselon II kebawah pada instansi pusat ditetapkan oleh pimpinan instansi setelah mendapat pertimbangan tertulis dari menteri yang bertanggung jawab dibidang pendayagunaan aparatur negara.
6
Untuk jabatan struktural eselon I kebawah di Propinsi dan jabatan struktural eselon II kebawah di Kabupaten/Kota ditetapkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Mengenai tata cara ketentuan pengangkatan PNS dalam jabatan struktural telah diatur dalam Peraturan Perundang-Undangan oleh pemerintah mengenai pengangkatan PNS dalam jabatan struktural yakni Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 jo Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002, yang selanjutnya juga telah diterbitkannya Keputusan Badan Kepegawaian Negara Nomor 13 Tahun 2002 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan PNS dalam jabatan struktural sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002. Berbicara mengenai perihal pengangkatan PNS dalam jabatan struktural, selama ini tidak sedikit dijumpai seleksi pengangkatan PNS dalam jabatan struktural baik pada instansi pemerintah pusat maupun di daerah masih menyimpang pengangkatan
dari
aturan-aturan
PNS
mempertimbangkan
dalam faktor-faktor
yang
jabatan
ditetapkan. struktural
pendidikan
dan
Dalam
aturannya
dilakukan
dengan
pelatihan
jabatan,
kompetensi, serta masa jabatan seorang PNS sejak pengangkatan pertama dalam jabatan tertentu sampai dengan pensiun, akan tetapi dalam kenyataannya pengangkatan pejabat dalam jabatan struktural tidak hanya murni berdasarkan syarat-syarat atau ketentuan yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun terkadang justru malah lebih ditentukan faktor-faktor di luar hal tersebut. Seperti dalam pengangkatan PNS
7
dalam jabatan struktural ataupun penempatannya masih saja didominasi kepentingan politik, kerabat, keluarga dan lain sebagainya. Hal ini dapat dikatakan bahwa dalam prakteknya pengangkatan pegawai dalam jabatan struktural sering tidak sesuai dengan apa yang telah ditentukan dalam aturan perundang-undangan. Hal inilah yang sering menimbulkan masalah kepegawaian antara lain rasa tidak senang dengan pejabat yang diangkat karena merasa pengangkatan tersebut tidak adil. Rasa tidak senang ini seringkali berakibat menurunnya tingkat etos kerja dengan pejabat yang bersangkutan sehingga akhirnya pekerjaan yang menjadi tanggung jawab bersama antara pegawai yang bersangkutan dengan pejabat tersebut menjadi kurang baik hasilnya. Selain itu sering ada rasa kurang puas dari pegawai yang lain yang pada akhirnya berakibat pada menurunnya prestasi kerja pegawai. Salah satu persoalan mendasar yang masih dihadapi oleh berbagai organisasi pemerintahan di Indonesia adalah penerapan prinsip-prinsip good governance dalam kebijakan penempatan aparatur dalam jabatan, terutama di level jabatanstruktural. Penerapan prinsip-prinsip good governance dalam penempatan
jabatan
struktural
semakin
penting
disinergikan
dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2003 tentang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (PNS), mengenai syarat umum pengangkatan PNS. Realitas yang berkembang bahwa, penempatan aparatur dalam jabatan masih banyak yang tidak berpedoman kepada atau mengabaikan beberapa ketentuan pada kebijakan yang berlaku,
8
atau
belum
sepenuhnya
berpedoman
kepada
prinsip-prinsip
good
governance, kurang menerapkan job description dan job specification yang dipersyaratkan. Prinsip-prinsip good governance, adalah: partisipasi (participatory), aturan
hukum
(rule
of
law),
transparansi
(transparancy),
responsif
(responsive), berorientasi kesepakatan (consensus orientation), kesetaraan (equity), efektif dan efisien, akuntabilitas (accountability), tenggang gugat, dan visi strategis (strategic vision). Selain itu dampak dari pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara langsung dapat mewarnai pola-pola rekruitmen pejabat struktural terlepas dari peran dukungan masing-masing PNS dalam pemenangan salah satu calon Kepala Daerah dalam proses kompetensi Pilkada. Walaupun ada ketentuan tentang netralitas PNS dalam partai politik, namun dalam kenyataannya dilihat dari tingkat atau kecenderungannya ada beberapa PNS yang melakukan aksi untuk mendukung calon kepala daerah dalam pelaksanaan Pilkada. Tak dipungkiri ini sudah menjadi isu politis yang sudah diketahui banyak kalangan, dimana terdapat kenyataan di lapangan masingmasing kepala daerah memiliki tim sukses yang bergerak secara tidak langsung atau timsukses bayangan/tidak resmi/non formal yang antara lain adalah
salah
satunya
PNS.
Akhirnya
terjadilah
fenomena
terdapat
persaingan tidak sehat untuk meraih jabatan struktural dengan pendekatan politik kepada pihak –pihak yang telah berjasa dan memiliki akses langsung yang sangat erat dengan kepala daerah terpilih karena telah memberikan
9
kontribusi terhadap pemenangan kepala daerah terpilih dalam pilkada. Para tim sukses pilkada dari jajaran PNS sudah barang tentu mendapat imbalan/kompensasi dari yang telah dilakukannya. Aspek loyalitas kepada penguasa merupakan faktor yang menjadi urutan terdepan dalam menentukan calon pejabat struktural yang akan dipilih untuk menduduki jabatan tertentu, bahkan yang lebih tidak kondusif lagi adalah munculnya pejabat struktural baru yang tampil karena kedekatan dengan lingkaran kekuasaan. Berdasarkan lima hal tersebut di atas jelas masih memperlihatkan adanya unsur-unsur kedekatan politis yang masih mewarnai proses pengangktan dalam jabatan struktural. Selain itu dapat dilihat dari setelah diberlakukannya Keputusan Badan Kepegawaian Negara Nomor 13 Tahun 2002 tentang Ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan PNS dalam Jabatan Struktural sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 yang menyebutkan bahwa persyaratan PNS untuk dapat diangkat hingga menduduki suatu jabatan struktural salah satunya adalah setiap pejabat yang diangkat dalam jabatan struktural haruslah memiliki kualifikasi dan tingkat pendidikan yang ditentukan, karena pada hakikatnya kualifikasi dan tingkat pendidikan akan mendukung pelaksanaan tugas dalam jabatannya secara profesional, khususnya dalam upaya penerapan kerangka teori, analisis metodologi pelaksanaan tugas dalam jabatannya, akan tetapi pada kenyataan dilihat di lapangan masih
10
ditemui kualifikasi dan tingkat pendidikan dalam pengangkatan dalam jabatan tidak sesuai dengan kebutuhan jabatan. Pimpinan daerah atau oknum pengambil kebijakan seringkali sengaja memilih orang- orang yang disukai atau memiliki hubungan kedekatan/ kekerabatan dengannya untuk diangkat atau ditunjuk menempati suatu jabatan struktural strategis dengan mengabaikan prinsip job description dan job specification analyses. Sikap keputusan tersebut seringkali hanya dimaksudkan untuk melancarkan praktek kolusi dan nepotisme, termasuk kemungkinan melancarkan konspirasi bagi-bagi proyek dan perilaku korup. Sikap keputusan yang demikian, tentunya sangat merugikan aparatur atau pejabat struktural lainnya, sebab hak-haknya untuk dipromosikan dan mengembangkan karier serta menduduki jabatan sesuai dengan kompetensi yang dimiliki, dengan mudah termentahkan oleh suatu keputusan yang bernuangsa politik transaksional dan selera - kepentingan pribadi oknum pengambil kebijakan atau keputusan. Implikasi luas pada pendistribusian SDM yang cenderung tidak didasarkan pada pendekatan profesionalisme, melainkan lebih dominan kepada pendapatan politik semata. Hal ini membawa kerugian yang sifatnya materi maupun materi dalam organisasi birokrasi pemerintahan dan pribadi individu unsur-unsur SDM. Implikasi lainnya bahwa kinerja organisasi pemerintahan daerah semakin tidak efektif akibat inefisiensi atau salah kelola dalam penataan SDM aparatur pada formasi jabatan yang ada. Ketidakefektivan tersebut akan menimbulkan kesulitan bagi perwujudan visi dan misi organisasi pemerintahan daerah,
11
sedangkan inefisiensi akan menimbulkan kerugian pada pembengkakan anggaran untuk membiayai SDM yang tidak profesional, kerugian uang negara akibat ketidakcakapan aparatur mengelola keuangan daerah bahkan akan semakin berpotensi menimbulkan perilaku korup. Seperti dalam pengangkatan dalam jabatan struktural pada Pemerintah Kota Bandar Lampung. Sampai saat sekarang ini masih ada ditemui PNS yang ditempatkan pada suatu jabatan pada instansi pemerintah yang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan dan bidang ilmu yang dikuasai PNS yang bersangkutan. Padahal seharusnya PNS yang diangkat dalam jabatan struktural harus memiliki kualifikasi serta tingkat pendidikannya sesuai dengan jabatan yang diemban, sehingga nantinya tidak menimbulkan kesulitan baginya dalam melaksanakan tugas jabatannya, namun pada kenyataan pengangkatan dalam jabatan yang sesuai dengan disipilin ilmu atau kemampuan pejabat yang seharusnya menjadi persyaratan utama dalam pengangkatan pejabat strukutural menjadi persyaratan yang diabaikan. Hal tersebut di atas seperti justru tidak sesuai dengan apa yang telah disyaratkan dalam Keputusan Badan Kepegawaian Negara Nomor 13 Tahun 2002 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan PNS dalam
Jabatan Strukutural
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 mengenai syarat untuk diangkat dalam jabatan strukutral. Masalah-masalah di atas menjadi kendala struktural untuk mencapai atau menerapkan prinsip dasar secara profesional di Pemerintahan Provinsi
12
Kalimantan Barat. Hal ini mengakibatkan terhambatnya efektifitas dan produktivitas dalam menjalankan pekerjaannya. Oleh karena itu berdasarkan ini juga tentu akan sulit munculnya efektifitas dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi organisasi serta kelancaran dalam penyelenggaraan pembangunan nasional.\Uraian di atas menarik minat penulis untuk meneliti lebih lanjut dalam
bentuk
penelitian
tesis
dengan
judul:
PELAKSANAAN
PENGANGKATAN PEJABAT STRUKTURAL DI LINGKUNGAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NO. 13 TAHUN 2002 TENTANG PENGANGKATAN PNS DALAM JABATAN STRUKTURAL. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada Latar Belakang Penelitian, dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut : 1. Bagaimana pelaksanaan pengangkatan pejabat struktural di lingkungan provinsi kalimantan barat berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 2002 Tentang Pengangkatan PNS Dalam Jabatan Struktural? 2. Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
Pemerintah
Daerah
Provinsi
Kalimantan Barat dalam pengangkatan pejabat pejabat struktural di lingkungan pemerintah Provinsi Kalimantan Barat Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 2002 Tentang Pengangkatan PNS Dalam Jabatan Struktural ?
13
Pelaksanaan Pengangkatan Pejabat Struktural Di Lingkungan Pemerintahan Provinsi Kalimantan Barat Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 2002 Tentang Pengangkatan PNS Dalam Jabatan Struktural. 1. Kedudukan Badan Pertimbangan Jabatan (Baperjakat) Provinsi Kalimantan Barat.
dan
Kepangkatan
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 tanggal 17 April 2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural maka Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat memandang perlu untuk melakukan perubahan dengan Peraturan Gunernur Provinsi Kalimantan Barat Nomor 36 Tahun 2012 Tentang Pendelegasian Wewenang Dan/Atau Pemberian kuasa Dalam Rangka Pemberian Cuti, Pengangkatan, Pemberhentian, Pemindahan dan Kenaikan Gaji Berkala Bagi Pegawai Negeri Sipil
Di Lingkungan Pemerintahan Provinsi
Kalimantan Barat. Sebagai pelaksana lebih lanjut dari Pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 serat dalam rangka menjamin kualitas, obyektifitas dan keadilan dalam pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dalam dan dari Jabatan Struktural perlu dibentuk Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan Provinsi Kalimantan Barat. Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) Provinsi Kalimantan Barat berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada Provinsi Kalimantan Barat.
14
2. Tugas Pokok dan Fungsi Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) Provinsi Kalimantan Barat Tugas Pokok Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) Provinsi Kalimantan Barat adalah memberikan pertimbangan Gubernur Kalimantan Barat dalam rangka pengambilan keputusan tentang pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian pegawai.Fungsi Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) Provinsi Kalimantan Barat adalah sebagai berikut: a. Memberikan pertimbangan kepada Gubernur Kalimantan Barat dalam rangka pengambilan keputusan tentang pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian dalam dan dari jabatan struktural di lingkungan Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat; b. Memberikan pertimbangan kepada Gubernur Kalimantan Barat dalam pemberian kenaikan pangkat bagi Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan struktural, menunjukan prestasi kerja luar biasa baiknya, menemukan penemuan baru yang bermanfaat bagi negara dan pertimbangan perpanjangan Batas Usia Pensiun bagi Pegawai Negeri Sipil yang menduduki Jabatan Struktural Eselon II; c. Memberikan pertimbangan kepada Gubernur Kalimantan Barat dalam rangka menentukan/menetapkan Pegawai Negeri Sipil yang akan mengikuti pendidikan dan Latihan dalam jabatan. 3. Susunan
Badan
Pertimbangan
Jabatan
(Baperjakat) Provinsi Kalimantan Barat
15
dan
Kepangkatan
Peraturan Gubernur Provinsi Kalimantan Barat Nomor 36 Tahun 2012 Tentang Pendelegasian Wewenang Dan/Atau Pemberian kuasa Dalam Rangka Pemberian Cuti, Pengangkatan, Pemberhentian, Pemindahan dan Kenaikan Gaji Berkala Bagi Pegawai Negeri Sipil
Di Lingkungan
Pemerintahan Provinsi Kalimantan Barat, Susunan Keanggotaan Badan Pertimbanga
Jabatan
dan
Kepangkatan
(BAPERJAKAT)
Provinsi
Kalimantan Barat terdiri dari: a. Sekertaris Daerah Provinsi Kalimantan Barat sebagai ketua merangkap anggota; b. Kepala Bidang Mutasi dan Pengembangan Pegawai pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Kalimantan Barat sebagai sekretaris; c. Assisten
Bidang
Pemerintahan
Sekretaris
Daerah
Provinsi
Kalimantan Barat sebagai anggota; d. Assisten Bidang Administrasi Umum Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Barat sebagai anggota; e. Inspektur Provinsi Kalimantan Barat sebagai Anggota; f.
Kepala Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Kalimantan Barat sebagai anggota.
Anggota BAPERJAKAT mempunyai tugas masing- masing sebagai berikut: a. Ketua Bertugas: 1) Menentukan jadwal rapat 2) Memimpin Rapat-Rapat BAPERJAKAT 3) Menyampaikan hasil Keputusan BAPERJAKAT kepada Gubernur Kalimantan
Barat
tentang
pertimbangan
dalam
pengangkatan,
pemindahan dan pemberhentian dalam dan dari jabatan struktural, kenaikan
pangkat
pilihandan
istimewa
dan
pertimbangan
perpanjangan batas usia pensiun bagi Pegawai Negeri Sipil yang
16
menduduki jabatan struktural eselon II sesuai wewenangnya disertai alasan-alasan. 4) Memberikan
bimbingan
dan
pengarahan
kepada
sekretarian
BAPERJAKAT. 5) Melaporkan hasil rapat. b. Sekretaris bertugas: 1) Membantu Ketua dalam melaksanakan tugasnya 2) Memimpin Sekretariat 3) Menerima tembusan surat tentang usul pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian dalam dan dari jabatan struktural, kenaikan pangkat pilihan dan istimewa bagi Pegawai Negeri Sipil dan pertimbangan perpanjangan batas usia pensiun bagi Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan struktural eselon II 4) Menyiapkan data dan bahan rapat 5) Atas petunjuk ketua mengundang pejabat lain yang perlu untuk didengar penjelasannya dalam rapat 6) Menyiapkan hasil pertimbangan dan saran yang akan disampaikan kepada Gubernur Kalimantan Barat. 7) Memberikan pertimbangan teknis mengenai Pegawai Negeri Sipil yang diusulkan untuk diangkat dalam suatu jabatan atau pangkat tertentu. 8) Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh ketua. c. Anggota Bertugas: 1) Mengahdiri Rapat-rapat BAPERJAKAT 2) Turut serta secara aktif memberikan pertimbangan dan saran 3) Melakukan tugas-tugas lain yang ditentukan oleh ketua 17
Masa keanggotaan Baperjakat adalah paling lama 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali untuk masa keanggotaan berikutnya yang ditetapkan dengan Peraturan Gubernur Kalimantan Barat. Selain itu untuk membantu kelancaran tugas Baperjakat dibentuk Sekertariat Baperjakat yang berkedudukan di Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Kalimantan Barat dan susunan keanggotaan dan Tata Kerjanya ditetapkan sebagai Keputusan Ketua Baperjakat Provinsi Kalimantan Barat. Berdasarkan Keputusan Ketua Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan Provinsi Kalimantan Barat Susunan Anggota Tim Sekretariat Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan Provinsi Kalimantan Barat terdiri dari: a. Koordinator: Sekretaris Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Kalimantan Barat b. Anggota-anggota: 1) Kepala
Bidang
Pengadaan,
Kepangkatan
dan
Penggajian
Pegawai pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Kalimantan Barat 2) Kepala Bidang Pembinaan, Pemberhentian, Data dan Informasi Kepegawaian
pada
Badan
Kepegawaian
Daerah
Provinsi
Kalimantan Barat 3) Kepala Sub Bidang Mutasi Pegawai pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Kalimantan Barat. 4) Kepala Sub Bidang Pengembangan Pegawai pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Kalimantan Barat. 18
5) Kepala Sub Bidang Kepangkatan dan Penggajian Pegawai pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Kalimantan Barat. 6) Kepala
Sub
Kepegawaian
Bidang pada
Kesejahteraan, Badan
Data
Kepegawaian
dan
Informasi
Daerah
Provinsi
Kalimantan Barat 7) 2 (dua) Orang Staf Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Kalimantan Barat Bidang
Mutasi
dan
Pengembangan
Pegawai
pada
Badan
Kepegawaian Daerah Provinsi Kalimantan Barat khususnya sub bidang Mutasi Pegawai dalam melaksanakan pengelolaan pelayanan dibidang kepegawaian memiliki tugas dan fungsi sebagai berikut: a. Penyiapan
daftar
nominatif
pegwai
yang
potensial
untuk
pengangkatan promosi jabatan struktural dan fungsional; b. Penyiapan
penyelesaian
pengangkatan,
pemindahan
dan
pemberhentian dalam dan dari jabatan struktural dan fungsional. c. Penyelesaian pemindahan dan penempatan tugas Pegawai Negeri Sipil d. Melaksanakan tugas lain dari atasan 4. Prosedur Pengisian Jabatan Struktural di Provinsi Kalimantan Barat Mekanisme pengisian jabatan struktural merupakan domain dari pejabat pembina kepegawaian, yakni Gubernur dan juga menjadi kewenangan dari Badan Pertimbangan Jabatan (BAPERJAKAT), yang terdiri dari Sekretaris Daerah selaku ketua, Kepala Badan Kepegawaian Daerah sebagai Wakil Ketua dan Kepala Inspektorat Daerah sebagai
19
Sekretaris. Namun di dalam penyelenggaraannya harus mencakup persyaratan sebagai berikut; 1) Mekanisme
pengajuan
melalui
badan
resmi
daerah
yakni,
BAPERJAKAT. 2) Ditunjang dengan syarat, yakni; a. PNS aktif b. Serendah-rendahnya menduduki peringkat 1 (satu) tingkat di bawah jenjang pangkat yang ditentukan; c.
Memiliki kualifikasi dan tingkat pendidikan yang ditentukan;
d. Semua unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir; e. Memiliki kompetensi atau kualifikasi jabatan yang diperlukan; f.
Mengikuti pendidikan dan pelatihan sesuai jenjang pangkat dan jabatannya
g. Sehat jasmani dan rohani. h. Kebijakan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian PNS dalam dan dari jabatan struktural mestinya 5. Mekanisme pengangkatan pegawai negeri sipil dalam jabatan struktural. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokokpokok Kepegawaian yang merupakan manajemen Pegawai Negeri Sipil yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 100 Tahun 2000 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2002 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengakatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural. Diantaranya Pasal 5
20
mengatur persyaratan untuk dapat diangkat dalam jabatan struktural adalah : a. Berstatus Pegawai Negeri Sipil. b. Serendah-rendahnya menduduki pangkat 1 (satu) tingkat di bawah jenjang pangkat yang ditentukan. c. Memiliki kualifikasi dan tingkat pendidikan yang ditentukan. d. Semua unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir. e. Memiliki kompetensi jabatan yang diperlukan dan f. Sehat jasmani dan rohani. Pasal 14 ayat (1) menyatakan, Untuk menjamin kualitas dan objektifitas dalam pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dalam dan dari jabatan Struktural, Eselon II ke bawah di setiap instansi dibentuk Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan, selanjutnya disebut Baperjakat. Untuk memenuhi ketentuan ayat (1) tersebut, maka berdasarkan Peraturan Gubernur Kalimantan Barat Nomor 36 Tahun 2012 Tentang Pendelegasian Wewenang Dan/Atau Pemberian kuasa Dalam Rangka Pemberian Cuti, Pengangkatan, Pemberhentian, Pemindahan dan Kenaikan Gaji Berkala Bagi Pegawai Negeri Sipil
Di Lingkungan
Pemerintahan Provinsi Kalimantan Barat. Tim Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) tersebut bertugas memberi pertimbangan kepada Gubernur Kalbar dalam :
21
1. Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentintian Pegawai Negeri Sipil dalam dan dari Jabatan Struktural Esselon II ke Bawah di lingkungan Pemerintah Provinsi Kalbar. 2. Pemberian
kenaikan
pangkat
bagi
yang
menduduki
jabatan
struktural, menunjukkan prestasi kerja luar biasa baiknya atau menemukan penemuan baru yang bermanfaat bagi negara. 3. Penunjukkan pegawai negeri sipil yang akan mengikuti pendidikan dan pelatihan struktural yang disyaratkan untuk pengangkatan dalam jabatan struktural. 4. Perpanjangan batas usia pensiun bagi pejabat struktural esselon I dan II dilingkungan pemerintah Provinsi Kalbar. 5. Mutasi pegawai negeri sipil dari Provinsi dan Kabupaten/Kota lain ke Pemerintah Provinsi Kalbar. 6. Pengangkatan dan pemberhentian dalam jabatan fungsional di lingkungan pemerintah Provinsi Kalbar. Dalam
memberikan
pertimbangan
kepada
Pejabat
Pembina
Kepegawaian Daerah ( Gubernur ), Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan
berpedoman
kepada
ketentuan-ketentuan
Peraturan
Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 sebagaimana yang diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural antara lain pasal 6 menyatakan, di samping persyaratan sebagaimana diamksud dalam pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000, pejabat pembina kepegawaian
daerah perlu
memperhatikan faktor senioritas dalam
22
kepangkatan, usia, pendidikan dan pelatihan jabatan, dan pengalaman yang dimiliki. Kemudian penjelasan atas Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian angka 10 menyatakan, Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural dan jabatan fungsional harus dilakukan secara obyektif dan selektif, sehingga menumbuhkan kegairahan untuk berkompetisi bagi semua Pegawai Negeri Sipil dalam meningkatkan kemampuan profesionalismenya dalam rangka memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. Prosedur
atau
cara
kerja
Badan
Pertimbangan
Jabatan
dan
Kepangkatan Pemerintah Provinsi Kalbar berdasarkan wawancara penulis dengan Kepala Bagian Pengembangan Pegawai Biro Kepegawaian Sekretariat
Daerah
Provinsi
Kalbar
sebagai
Sekretaris
Baperjakat
Pemerintah Provinsi Kalbar sebagai berikut ; Dalam hal perlu dilakukannya promosi bagi pegawai-pegawai yang akan menduduki jabatan struktural baik yang diangkat, dipindahkan ataupun diberhentikan karena pensiun dan sebagainya, maka Tim Baperjakat mengirim surat kepada seluruh dinas instansi Tingkat Provinsi dan khususnya Biro-biro di lingkungan Sekretariat Daerah Provinsi Kalbar agar mengirimkan data-data pegawai untuk dipromosikan kepada Tim Baperjakat. Selanjutnya data-data pegawai tersebut di rekapitulasi untuk dibahas dalam rapat Tim Baperjakat, hasil pembahasan dari Tim Baperjakat dilaporkan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah (Gubernur) untuk mendapatkan persetujuan. Setelah mendapat persetujuan dari
23
Gubernur maka ditindaklanjuti dengan proses lebih lanjut sampai kepada pelantikan pejabat-pejabat dimaksud. Menurut ketentuan pasal 10 Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 pegawai negeri sipil diberhentikan dari jabatan struktural karena : a. Mengundurkan diri dari jabatan yang didudukinya. b. Mencapai batas usia pensiun. c. Diberhentikan sebagai pegawai negeri sipil. d. Diangkat dalam jabatan struktural lain atau jabatan fungsional. e. Cuti di luar tanggungan negara, kecuali cuti di luar tanggungan negara karena persalinan. f. Tugas belajar lebih dari enam bulan. g. Adanya perampingan organisasi pemerintah. h. Tidak memenuhi persyaratan kesehatan jasmani dan rohani, atau i. Hal-hal lain yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengaturan jenjang kepangkatan untuk dapat menduduki jabatan struktural berdasarkan esselonering sebagaimana yang diatur dalam Lampiran Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2002 sebagaimana tabel di bawah ini. Jenjang Pangkat, Golongan/Ruang No .
Esselon
Terendah Pangkat
1
Ia
2
Tertinggi Gol/Ruang
Pangkat
Gol/Ruang
IV/d
Pembina Utama
IV/e
Ib
Pembina Utama Madya Pembina Utama Muda
IV/c
Pembina Utama
IV/e
3
IIa
Pembina Utama Muda
IV/c
Pembina Utama Madya
IV/d
4
IIb
Pembina Tk. I
IV/b
Pembina Utama Muda
IV/c
5
IIIa
Pembina
IV/a
Pembina Tk. I
IV/b
6
IIIb
Penata Tk. I
III/d
Pembina
IV/a
24
7
IVa
Penata
III/c
Penata Tk. I
III/d
8
IVb
Penata Tmuda Tk. I
III/b
Penata
III/c
9
Va
Penata Muda
III/a
Penata Muda Tk. I
III/b
Dari mekanisme pengangkatan aparatur dalam jabatan struktural di lingkungan Pemerintahan Provisi Kalimantan Barat yang perlu menjadi perhatian adalah pelaksanaan penyeleksian dan penilaian kinerja aparatur dalam jabatan struktural yang sifatnya tertutup dan rahasia. Padahal transparansi dan akuntabilitas pemerintahan saat ini menjadi tuntutan utama masyarakat dunia terhadap pemerintahannya. Ini tentunya untuk memenuhi rasa demokrasi dimana masyarakat/ rakyat seharusnya dapat berpartisipasi luas dan aktif dalam pemerintahan. Termasuk dalam pengawasan demi terwujudnya suatu pemeritahan yang baik. Pemerintahan yang baik (good governance) menuntut adanya dukungan aktif dan keselarasan antara tiga aspek penting good governance yaitu pemerintah, masyarakata dan pasar. Dan pelaksanaan proses penempatan aparatur dalam jabatan struktural tadi tentu menyalahi asas teciptanya pemerintahan yang baik. Apalagi mengingat keputusan yang akan diambil yaitu tentang siapa yang akan menjabati posisi strategis yang kelak kebijakan dan kinerjanya seara langsung atau tidak langsung akan mengenai masyarakat merupakan hal yang sangat krusial. Hal ini bertentangan dengan beberapa prinsip good governance yang diantaranya: (1) partisipasi (participation) yakni: keterlibatan masyarakat dalam pembuatan keputusan baik secara langsung maupun tidak langsung; (2) keterbukaan (transparency), yakni: keterbukaan memperoleh informasi
25
terutama berkaitan dengan kepentingan publik agar dapat langsung diakses secara langsung bagi mereka yang mebutuhkan; (3) Efektifitas dan efisiensi (effectiveness dan efficiency), yakni: penyelenggaraan negara harus menghasilkan sesuai dengan apa yang dikehendaki dengan menggunakan sumber daya. Pegawai negeri sipil merupakan orang – orang yang mengemban tugas untuk mengabdi kepada negara demi kehidupan bernegara yang sejahtera dan makmur. Untuk itu pegawai negeri sipil mesti terbebas dari dari berbagai pengaruh politik (praktis). Pegawai negeri sipil haruslah netral karena mereka memang ditugaskan untuk memenuhi kepentingan rakyat/ masyarakat, bukan kepentingan individu atau kepentingan suatu golongan atau kelompok. Hal senada juga ditegaskan oleh informan dari PNS yang berkerja di Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Kalimantan Barat yang mengatakan bahawa sudah menjadi rahasia umum bahwa pemerintahan tidaklah dapat dipisahkan dengan politik. Adanya intervensi politik dalam proses staffing di Provinsi Kalimantan Barat. Dalam keputusan rolling, promosi, mutasi, atau demosi beberapa pejabat eselon pada tahun 2013 misalnya tidak sematamata dilakukan karena persoalan penyegaran saja, akan tetapi ada intervnesi politik antar pejabat yang mempunyai kekuasaan, oleh sebab itu dalam aspek tertentu proses politik bisa mendominasi dibandingkan dengan persoalan internal birokrasi itu sendiri. Akan tetapi proses yang proporsional tetap
ada,
terdapat sejumlah
pejabat esselon
26
Pemerintah
Provinsi
Kalimantan Barat yang memang sepatutnya sudah layak menempati suatu jabatan. Seperti
yang
telah
dikemukakan
sebelumnya
sesuai
dengan
mekanisme berdasarkan pakem yang telah ditetapkan bahwa Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan dan badan Kepegawaian Daerah hanya terbatas pada memberikan/ mengajukan 3 nama calon pejabat yang akan ditempatkan, sedangkan untuk penentuan final dari siapa yang akan menduduki jabatan yang ditujukan adalah hak preogratif Kepala Daerah (Gubernur Kalbar) yang merupakan jabatan politik. Hal ini berdasarkan pakem yang telah ditetapkan dalam undang – undang sehingga apa yang telah dilaksanakan oleh Tim Badan Kepegawaian Daerah
dan Badan
Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan telah sesuai dengan prosedur. Namun lagi – lagi wewenang dan otoritas Kepala daerah (hak Prerogatif Gubernur Kalbar) yang cukup luas apalagi setelah era otonomi daerah memacu masyarakat untuk semakin berperan aktif dalam pengawasan atau controlling sehingga kesadaran pentingnya sebuah nilai kritis serta akses terhadap perumusan kebijakan dan hal tersebut akan berimplikasi positif terhadap terwujudnya kesejahteraan (prosperity) serta keamanan (security) yang sesuai dengan keinginan masyrakat karena itu adalah esensi dari birokrasi sebagai proses mekanistik dari pemerintahan. Sebagai salah satu contoh yang terjadi di Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Barat, untuk jabatan Struktural Penempatannya melalui mekanisme yang di bahas melalui Tim Badan Pertimbangan Jabatan
27
dan Kepangkatan (BAPERJAKAT) yang berada di Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat, dalam pelaksanaannya di tangani dan dikordinir oleh Badan Kepegawaian Daerah (BKD). Tim Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (BAPERJAKAT) ini dibentuk oleh Gubernur berdasarkan tingkat esselon jabatan Struktural yang akan di bahas dan dianalisis Tim bertanggung jawab kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Barat. Keanggotaan Tim terdiri dari unsure sekretariat Daerah, para Asisten lingkup Sekretariat Daerah, Inspektorat Daerah dan Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Kalimantan Barat sebagai simpul koordinasi. Tugas utama dari Tim Baperjakat ini adalah membuat analisa dan pertimbangan terhadap calon personil yang akan menduduki jabatan Struktural di maksud kepada Gubernur Kalimantan Barat sebagai pengambil keputusan dan kebijakan. Sebagai contoh untuk jabatan Kepala Sub Bagian Umum dan Aparatur sesuai
dengan
keputusan
Gubernur
Kalimantan
Barat
nomor
138/OR/2011 tentang uraian jabatan Dinas Perkebunan Kalimantan Barat seharusnya berpendidikan S-1 jurusan Administrasi Negara atau Hukum Tata Negara namun kenyataannya Jabatan tersebut di isi oleh yang berpendidikan S-1 jurusan Pertanian. Setidaknya ada empat jabatan di tingkat Sekretariat Dinas Perkebunan yang tidak sesuai dengan persyaratan pendidikan, yaitu jabatan Sekretaris (esselon 3), kepala Sub Bagian Umum dan Aparatur (esselon 4), Jabatan Kepala Sub Bagian Rencana Kerja dan
28
Monitoring dan Evaluasi (esselon 4), dan Kepala Sub Bagian Keuangan dan Aset (esselon 4). Menurut hasil wawancara penulis dengan salah satu anggota Baperjakat Provinsi Kalimantan Barat bahawa untuk jabatan Struktural memang pernah terjadi pengisian yang tidak berdasarkan Daftar Urutan Kepegawaian yang ada di lingkungan Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Barat, namun secara persyaratan kepangkatan minimal telah terpenuhi. Misalnya jabatan Struktural setingkat esselon 4 (Kepala Seksi / Kepala Sub Bagian) di isi oleh personil dengan pangkat pengatur III C, pada hal personil yang berpangkat pengatur Tingakat I (III D). Hal ini terjadi, semata-mata
untuk
kepentingan
Organisasi
dan
Hak
prerogatif
pengangkatannya ada pada Gubernur Kalimantan Barat. Walaupun terjadi beberapa kebijakan yang di ambil sampai saat ini kurang efektif, namun tidak pernah terjadi kesenjangan atau pun hambatan dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Barat, baik tugas-tugas urusan Pemerintahan maupun tugas-tugas teknis perkebunan, tugas Dekonsentrasi, tugas pembantu, dan tugas-tugas lainnya yang diserahkan Gubernur Kalimantan Barat sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Pelaksanaan Pengangkatan Pejabat Struktural Di Lingkungan Provinsi Kalimantan Barat Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 2002 Tentang Pengangkatan PNS Dalam Jabatan Struktural. 1. Faktor Internal
29
Faktor – faktor internal yang mempengaruhi proses Pelaksanaan Pengangkatan Pejabat Struktural Di Lingkungan Provinsi Kalimantan Barat yaitu kualitas sumber daya manusia dalam Tim Pengadaan dan Penempatan Jabatan, serta orientasi sistem birokrasi. a. Kualitas Sumber Daya Manusia dalam Tim Pengangkatan Pejabat Struktural Di Lingkungan Provinsi Kalimantan Barat. Sumber daya manusia dalam proses penempatan aparatur sangat vital. Diperlukan orang – orang yang memahami sistematika dari proses penyeleksian, jujur dan berkompeten sehingga pejabat – pejabat yang akan menduduki suatu jabatan struktural nantinya benar – benar orang yang berkompeten di posisinya, sehingga tercapai suatu pemerintahan yang baik. Namun, dari wawancara yang dilakukan peneliti, ada indikasi adanya tindak KKN yang disebabkan kurangnya tranparansi da dalam proses penempatan baik bersumber dari dalam maupun dari luar. b. Orientasi Sistem Birokrasi Faktor lain yang mempengaruhi proses Pengangkatan Pejabat Struktural Di Lingkungan Provinsi Kalimantan Barat adalah mengenai orientasi sistem birokrasi. Kondisi aparatur yang sebelumnya berorientasi pada “spoiled system” dimaan para pejabat pemerintah ditempatkan tidak pada tempat sesuai kemampuan. Sehingga orangorang dalam Tim yang menangani proses penempatan aparatur kurang kompeten.
30
2. Faktor Eksternal a. Kurangnya pengawasan dari Masyarakat dan Media Massa Dalam perspektif sosiologis, masyarakat adalah suatu komunitas yang berbudaya, terorganisasi dan memiliki kaidah normatif sebagai sarana interaksi sesama anggota masyarakat lainnya. Sebagai sarana interaksi dalam hidup sosial kemasyarakatan harus memiliki kepekaan dalam mengenali dan memahami setiap persoalan sosial kemasyarakatan sebagai subyek yang melakukan tindakan maka perilaku – perilkau menyimpang yang terjadi dalam kehidupan masyarakat harus disikapi oleh anggota masyarakat sendiri (self organization), tanpa harus ada perintah yang memaksa dari negara. Bila dikaitkan dalam proses perekrutan, masyarakat atau media harus berperan aktif dalam melakukan pengawasan atau control dalam pelaksanaannya. b. Politik penempatan aparatur publik Pemerintahan yang transparan dan akuntabel menajdi tuntutan masyarakat saat ini terhadap pemerintahannya yang merupakan salah satu dari tuntutan good governance. Dari hasil wawancara kepada Pegawai Negeri Sipil yang berkerja di Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Kalimantan Barat mengemukakan bahwa dalam mekanisme pengangktan pejabat Struktural. , Badan Kepegawaian Daerah dan Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan wewenangnya terbatas pada pemberian pertimbangan kepada
31
Kepala Daerah dalam mengajukan nama – nama
calon pejabat
yang akan ditempatkan, sedangkan keputusan final siapa yang menempati jabatan yang akan diisi merupakan hak preogratif Kepala Daerah (gubernur Kalimantan Barat). Selain itu, dalam mekanismenya,
dalam
tahap
verifikasi dan penilaian kinerja
dilaksanakan dalam sebuah rapat tertutup dan rahasia. Namun Kepala BKD menegaskan bahwa Badan Kepegawaian Daerah dalam proses pengangkatan aparatur publik tidak ada unsur politik praktis.
Hal
itu
disebabkan
bahwa
pegawai
negeri
dalam
pemerintahan harus netral dari pengaruh politik sebagai kode etik dari pegaw Kesimpulan 1. Proses pelaksanaan pengangkatan PNS dalam Jabatan Struktural di Pemerintahan
Provinsi
Kalimantan
Barat
secara
umum
telah
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Namun apabila memperhatikan kompetensi pejabat yang mendudukinya masih belum memenuhi persyaratan jabatan sebagaimana dikemukakan dalam analisis
jabatan.Penilaian
kinerja
seperti
kualitas
pelayanan,
responsivitas, responsibilitas dan akuntabilitas meskipun secara umum terdapat peningkatan kinerja namun belum sepenuhnya mampu
memenuhi
harapan
layaknya
seseorang
untuk
dipertimbangkan dalam jabatan. Belum terdapat prosedur standar dalam memberikan pelayanan dan kurang disiplinnya PNS masih
32
merupakan bagian hambatan peningkatan kinerja. Hal lain yang juga perlu untuk mendapatkan perhatian adalah tingkat responsivitas dalam memerikan pelayanan kepada masyarakat pada umumnya. 2. Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan pengangkatan pejabat struktural di lingkungan Provinsi Kalimantan Barat Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 2002 Tentang Pengangkatan PNS Dalam Jabatan Struktural bahwa pada Penataan jabatan struktural di lingkungan pemerintah Provinsi Kalimantan Barat menggunakan dua metode, yakni Faktor Internal dan faktor Internal. Faktor Internal yaitu Kualitas Sumber Daya Manusia dalam Tim Pengadaan dan Penempatan Jabatan dan Orientasi Birokras. Sedangkan faktor eksternal yakni Kurangnya pengawasan dari Masyarakat dan Media Massa dan Politik penempatan aparatur Publik
33
DAFTAR PUSTAKA
Ambar, T. Sulistiyani, Rosidah. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia, Konsep, Teori dan Pengembangan dalam Kontek Organisasi public. Yogyakarta: Graha Ilmu. Abdullah, Rozali. 1999. Pengantar Kebijakan Publik. Gramedia. Jakarta. Budiarjo, Miriam. 1998. Menggapai kedaulatan Untuk Rakyat Mizzan. Bandung. Bridgman, Peter dan Glyn Davis (2004), The Australian Policy Handbook, Crows Nest: Allen and Unwin. Cardoso, Faustino, Gomes, 1995, Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Andi Offset Darji Darmodiharjo dan Shidarta, Tanpa Tahun, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia, Jakarta. Deddy Supriady Bratakusumah dan Dadang Solihin, 2002, Otonomi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Effendi, Taufiq., 2009. Percepat Peningkatan Pelayanan Publik Melalui Best Practices. www.menpan.go.id., diakses tanggal 11 Mei 2010. Eko Susi R, 2007. Best Practices: Upaya Kreatif Pelaksanaan Good Governance http://www.yipd.or.id., diakses tanggal 15 Mei 2010.
Hadi, Prapto., 2006, Manajemen PNS Dalam Kerangka NKRI, Badan Kepegawaian Negara, Jakarta. Indoharto, 1991, Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Sinar Harapan, Jakarta. Jan Tin Bergen, 1973, Rencana Pembangunan, Yayasan Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Krina, Loina Lalolo. 2003. Indikator & Alat Ukur Prinsip Akuntabilitas, Transparansi dan Partisipasi. Sekretariat Good Public Governance Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Jakarta Koesworo, E., 2001, Otonomi Daerah, Untuk Demokrasi dan Kemandirian Rakyat, Yayasan Pariba, Jakarta. Marbun, S.F., 1997, Peradilan Administrasi Negara Dan Upaya Administratif Di Indonesia, Liberty, Yogyakarta.
34
-------------------, dan Moh. Mahfud MD., 1987, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, Liberty, Yogyakarta. Muchsan,
1992, Sisitem Pengawasan Terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah Dan Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia, Yogyakarta, Liberty.
M. Sitomurang, Viktor dan Juhir Yusuf, 1994, Aspek Hukum Pengawasan Melekat, Dalam Lingkungan Aparatur Pemerintah, Jakarta, Reneka Cipta. Makhya Syarief. 2010. Demokratisasi Bermasalah. Penerbit Universitas Lampung. Bandar Lampung. Moenir, A.S. 1992. Manajemen Pelayanan Umum. Bumi Aksara. Jakarta. Moloeng, Lexy J. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Remaja Rosdakarya. Bandung. Muhidin, ALi Sambas, Abdurrahman, Maman. 2007. Analisis Korelasi, Regresi dan Jalur dalam Penelitian. Pustaka Setia. Bandung. Pearce H. John A., and Richard B. Robinson, JR., 2000. Strategic Management: Formulation, Implementation, and Control . International Edition. McGraw- Hill, New York. Philipus M. Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia, PT. Bina Ilmu, Surabaya. Prajudi Admosudirdjo, 1981, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta. Safri Nugraha, et.al, 2007, Hukum Administrasi Negara, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok.
Soekanto, Soerjono, dan Sri Mamoedji, 2003, Penelitian Hukum Normatif, Rajawali Jakarta. Sudikno Mertokusumo, 1996, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta. Sedarmayanti, 2006. Good Governance dan Good Corporate Governanc. CV Mandar Maju. Jakarta. _______. 2007. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas. Mandar Maju. Bandung.
35
Solihin, Dadang 2008. . Hasil Uji Coba Pengukuran Good Governance Index. Fina Sujamto, 1993, Aspek-Aspek Pengawasan di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta. Thoha, Miftah., 2005. Manajemen Kepegawaian Sipil di Indonesia. Prenada Media, Jakarta. Wursanto. 1989. Manajemen Kepegawaian. Kanisius. Yogyakarta .
36