PEMBIDANGAN LINGUISTIK BERBAGAI PENDEKATAN Oleh Iwan Rumalean Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Pattimura Ambon
Abstrak: Kajian Ilmu Linguistik sangat luas sama seperti ilmu-ilmu yang lain, misalkan Ilmu Sejarah; Sejarah Dunia, Sejarah Islam, Sejarah Indonesia, Sejarah Ilmu, dsb. Ilmu Kedokteran dibagi atas: Dokter Umum, Dokter Gigi, Dokter THT, Dokter Anak, Dokter Hewan, Dokter Kandungan, dll. Oleh karena itu Linguistik juga perlu dilakuakn pembidangan. Tulisan ini mendeskripsikan pembidangan linguistik, bila dilihat dari: (1) kajian linguistik apakah bahasa pada umumnya atau bahasa tertentu, (2) Pembagian atau pencabangan linguistik didasarkan atas apakah objek kajian linguistik dilakukan terhadap suatu bahasa pada masa tertentu atau dilakukan pada bahasa sepanjang masa, (3) kajian pada aspek internal atau ekternal, (3) kajian linguistik berdasarkan aliran-aliran linguistik. Selanjutnya dilakukan pemaparan secara deskripsi dengan menggunakan pendekatan historis dan komparatif agar pembaca dapat mengeatahui pembidangan yang dilakukan antara satu ahli dengan ahli yang lain atau satu aliran dengan aliran linguistik yang lain, dengan demikian terjadi suatu pemahaman yang komprehensif. Kata-Kata Kunci: Pembidangan Linguistik,
Berbagai Pendekatan
PENDAHULUAN Sejalan dengan pencabangan suatu ilmu, Chaer (2003: 13) mengatakan bahwa hal tersebut disebabkan disiplin linguistik sangat luas atau menjadi sangat luas karena perkembangan dunia ilmu dan pengetahuan. Robins (1989: 4) menggunakan istilah subbagian, untuk membagi dan menjelaskan bahwa linguistik deskriptif, linguistik historis, linguistik komparatif atau linguistik bandingan merupakan subbagian dari linguistik umum. Sebagai sebuah gejala yang kompleks, bahasa (lingua) dapat diamati atau dikaji dari berbagai segi. Hal inilah yang memunculkan di berbagai cabangcabang linguistik (http:// www. scribd. com/doc/ 39626129/). Sependapt dengan pemikiran itu Chaer (2003: 13) mengatakan bahwa bahasa sebagai objek dari linguistik merupakan fenomena yang tidak dapat dilepaskan dari kegiatan manusia dalam kehidupan bermasyarakat yang sangat luas, sehingga linguistik juga memiliki cabang yang banyak. Pencabangan tersebut didasarkan atas suatu dasar pijakan atau kriteria tertentu. Linguistik sebagai ilmu yang otonom maka dalam cara-cara kerja, linguistik juga menggunakan metodemetode ilmiah. Penggunaan metode ilmiah yang berbeda-beda itulah sehingga melahirkan berbagai cabang linguistik.
Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-5, Cetakan ke-12
55
Oleh karena itu dalam disiplin linguistik terdapat beberapa lapangan studi atau pencabangan ataupun bagian dari linguistik, dan antara masing-masing cabang atau bagian-bagian tersebut saling berhubungan antara satu dengan yang lain, sekalipun masing-masing memberikan perhatian pada konsentrasi atau aspek-aspek kebahasaan tertentu (baca Parera, 1991: 20-21). PEMBAHASAN Pembidangan Linguistik Jika membaca berbagai literatur yang membahas pembidangan linguistik, maka akan ditemukan berbagai istilah yang berhubungan dengan pembidangan linguistik. Istilah-istilah tersebut yaitu cabang-cabang linguistik, atau bagianbagian languistik, ada juga menamakan tataran-tataran linguistik. Namun sebaiknya tidak perlu berdebat mengenai mana yang benar, atau mana yang lebih baik, karena masing-masing teori atau pendapat tersebut memiliki kadar kebenaran yang relative menurut standarstandar tertentu. Oleh karena itu, yang baik untuk dilakukan adalah mengetahui kesemuanya agar dapat menjadi pengayaan dalam memahami linguistik, dan ilmu linguistik. Untuk itu yang perlu didiskusikan adalah bagaimana perbedaan dan persamaan istilah-istilah pencabangan linguistik tersebut dan bagaimana cara kerja, serta metode-metode yang digunakan, sehingga dapatlah diperoleh suatu titik temu ataupun hubungan antara bidang-bidang linguistik tersebut. Pembahasan berikut ini digunakan istilah pembidangan yang lebih kurang memiliki maksud yang sama dengan pencabangan, bagian-bagian, ataupun tataran-tataran linguistik. Di bawah ini
akan dijelaskan mengenai pembidangan linguistik dilihat dari beberapa sudut pandang. Dilihat dari segi kajian linguistik apakah bahasa pada umumnya atau bahasa tertentu, maka linguistik dapat dibedakan atas: (1) Linguistik Umum, dan (2) Linguistik Khusus. Selanjutnya para ahli bahasa juga membedakan linguistik atas: (1) Linguistik Sinkronik atau disebut juga Linguistik Deskriptif (LD) dapat juga dikatakan sebagai Linguistik Kontemporer (linguistik yang mengaji bahasa pada masa tertentu), dan (2) Linguistik Diakronik, yang dalam kajiannya bisa menggunakan metode historis atau juga metode komparatif atau bahkan gabungan kedua metode tersebut, sehingga memunculkan cabang-cabang linguistik sebagai berikut. Apabila Linguistik Deskriptif dalam melakukan kajian terhadap bahasa sebagai objek dengan menggunakan metode historis maka melahirkan Linguistik Historis (LH). Apabila Linguistik Deskriptif dalam melakukan kajian terhadap bahasa dengan menggunakankan metode komparatif/ komparasi (perbandingan), maka melahirkan Linguistik Komparatif (LK), mata kuliah Linguistik Bandingan lebih kurang berada pada bidang LK. Apabila Linguistik Deskriptif, dalam melakukan kajian bahasa dengan menggunakan gabungan metode Historis dan Komparatif, maka melahirkan Linguistik Historis Komparatif (LHK). Pembagian atau pencabangan linguistik tersebut didasarkan atas apakah objek kajian linguistik dilakukan terhadap suatu bahasa pada masa tertentu atau dilakukan pada bahasa sepanjang masa. Dengan kata lain bahwa, pencabangan linguistik atas Linguistik Historis (LH) dan Linguistik Komparatif (LK) serta Linguistik
Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-5, Cetakan ke-12
56
Historis Komparatif (LHK) karena pendasarannya atas metode yang digunakan. Bila dilihat berdasarkan bagianbagian bahasa mana dari bahasa yang dikaji, apakah internal atau ekternal, maka linguistik dapat dibedakan atas: (1) Linguistik Makro (Makrolinguistik), dan (2) Linguistik Mikro (Mikrolinguistik). Bila dikaji berdasarkan aliran-aliran linguistik maka dapat diklasifikasikan atas. 1. Linguistik Tradisional, yang termasuk dalam linguistik zaman ini yaitu sebagai berikut: (a) linguistik zaman Yunani, dan (b) linguistik zaman Romawi. Aliran linguistik zaman Yunani terbagi lagi atas: (1) linguistik kaum Shopis (abad ke5 S.M); (2) linguistik zaman Plato (429-347); (3) linguistik zaman Aristoteles (384-322 S.M); (4) linguistik kaum Stoik (abad ke-4 S.M); (5) linguistik kaum Alexandaria (100 tahun S.M). Selanjuntnya pengikut dari aliran besar yang kedua atau linguistik zaman Romawi, yaitu: (1) linguistik Varro dan “De Lingua Latina” (2) linguistik Institutiones Grammaticae atau Tata Bahasa Priscia. (3) linguistik zaman Renaisans. (4) linguistik zaman Pertengahan (baca Char, 2003: 332-346). 2. Linguistik Modern/ Struktural, terbagai lagi atas: (a) Linguistik Aliran Strukturalis (Ferdinand de Sausure 1857-1913); (b) Linguistik Aliran Praha (1926); (c) Linguistik Aliran Glosematik;
(d) Linguistik Aliran Firthian; (e) Linguistik Aliran Sistemik; (f) Linguistik Aliran Strukturalis (Leonard Bloomfield dan Amerika 1877-1949); (g) Linguistik Aliran Tagmemik (pelopor Kenneth L. Pike); (h) Linguistik Transformasional, terbagi lagi atas: (1) Linguistik Aliran Tata Bahasa Transformasi (Noams Chomsky 1957); (2) Linguistik Aliran Semantik Generatif; (3) Linguistik Aliran Tata Bahasa Kasus; (4) Linguistik Aliran Tata Bahasa Relasional. Cabang linguistik selanjutnya adalah: (1) Linguistik Teoretis, dan (2) Linguistik Terapan. Pencabangan tersebut didasarkan atas tujuan penyelidikan atau penelitian atau penelaahan linguistik yang bertujuan merumuskan teori untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari terutama pemanfaatan linguistik dalam kegiatan yang bersifat praktis. Disamping cabang-cabang linguistik di atas, Verhaar (dalam, http:// www. scribd. com/doc/ 39626129/) juga memasukkan pembahasan fonetik dan fonologi, morfologi, sintaksis juga semantik sebagai cabang Linguistik yang berdiri sendiri. Sedangkan Chaer (2003: 15) mengatakan bahwa Fonologi, Morfologi, Sintaksis, Semantik, dan Leksikologi merupakan subdisiplin atau subcabang dari Linguistik Mikro (Mikrolinguistik). Soekemi, dkk (1996: 11) mengatakan ilmu bahasa khsusnya Linguistik Umum (LU) memiliki enam cabang, sebagai berikut: (1) Fonetik, dengan subcabang: (a) Fonetik Altikulatoris, (b) Fonetik Akustik, dan (c) Fonetik Auditoris;
Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-5, Cetakan ke-12
57
(2) Fonologi; (3) Morfologi; (4) Morfofonemik; (5) Sintaksis; (6) Semantik. Sedangkan menurut Bell (dalam Pateda, 1991: 17-18) membagi linguistik atas tiga subdisiplin linguistik yaitu: (1) sintaksis (sintax), (2) semantik (semantics), dan (3) pragmatik (pragmatics). Perlu diketahui bahwa, baik istilah cabang, bagian atau subbagian maupun subdisiplin dalam penjelasan di atas antara satu ahli atau dengan ahli yang lain memiliki relasi yang saling mengisi, misalkan pembidangan linguistik yang dilakukan oleh Verhaar maupun Soekemi dkk., itu sejalan dengan pembagian Chaer (2003) bila dilihat dari subbagian Mikrolinguistik, demikian pula dengan Robins (1989) bila dilihat dari pembagian Linguistik Umum. Linguistik Umum (general linguistics) dan Linguistik Khusus Istilah Linguistik Umum (LU) dan Linguistik Khusus (LK) digunakan oleh Chaer (2003) dalam buku yang berjudul “Linguistik Umum”. Buku tersebut menjelaskan bahwa Linguistik Umum berusaha menelaah kaidah-kaida kebahasaan secara umum untuk menghasilkan teori-teori yang dapat digunakan dalam penelaahan bahasa pada umumnya (langage), artinya hasil kajian dari Linguistik Umum itu tidak gunakan untuk menganalisis bahasa tertentu (langue) tetapi digunakan untuk langage. Berbeda dengan Linguistik Umum (LU), maka Linguistik Khusus (LK) bertugas menelaah kaidah kebahasaan pada bahasa-bahasa tertentu seperti bahasa Indonesia, bahasa Inggris,
bahasa-bahasa daerah di Indonesia, bahasa Arab, dan sebagainya. Chaer (2003) lebih lanjut menjelaskan bahwa kajian LK juga dapat digunakan untuk menganalisis suatu rumpun bahasa misalnya rumpun bahasa Austronesia atau subrumpun Austronesia Barat, subrumpun Astronesia Timur dan lain-lain. Dengan demikian LK tidak saja digunakan untuk menganalisis suatu bahasa tertentu tetapi bisa juga untuk menganalisis suatu rumpun bahasa tertentu pula yang di dalamnya terdapat beberapa bahasa dengan berbagai dialek. Kajian Linguistik Umum, Historis Komparatif, dan Tipologo Struktural yang ditulis oleh Parera (1991). Buku tersebut membandingkan antara General Linguistics (GL) dengan Linguistik Deskriptif (LD). Dikemukakan bahwa pada umumnya orang menyamakan antara GL/ LU dengan LD, karena dalam telaah kebahasaan baik GL/ LU dan LD menggunakan metode-metode yang sama dan saling berhubungan. Lebih lanjut Parera mengatakan bahwa LD itu merupakan sebuah metode, yang dapat digunakan untuk mencatat dan menganalisis berbagai gejala bahasa pada masa tertentu yang sifatnya kontemporer. Dalam kajian atau telaah bahasa, LD menggunaka sumber-sumber dan teori-teori yang dihasilkan oleh GL/ LU. Dengan demikian penggunaan metode deskriptif dalam menganalisis bahasa dapat melahirkan LD, dengan kata lain penggunaan metode deskritif dalam linguistik melahirkan Linguistik Deskriptif (LD= L+MD). Robins (1989) menulis buku yang berjudul General Liguistics yang diterjemahkan oleh Djajanegara ke dalam bahasa Indonesia. Buku tersebut Robins juga menggunakan istilah General
Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-5, Cetakan ke-12
58
Linguisics (GL) yang sama artinya dengan Linguistik Umum (LU) dalam bahasa Indonesia. Robins menjelaskan bahwa GL/ LU didefinisikan sebagai ilmu bahasa… yang bertugas menelaah bahasa manusia sebagai bagian yang universal dan dapat dikenali dari perilaku serta kemampuan manusia. Linguistik Sinkronis/ Sinkronik Istilah Linguistik singkronis diperkenalkan oleh Bapak linguistik modern berkebangsaan Perancis Ferdinand de Sausure (1857-1913). Dalam perkembangan lebih lanjut para ahli linguistik menyebut nama lain dari linguistik sinkronik adalah linguistik deskriptif atau linguistik historis (LS=LD=LH). Istilah Linguistik Sinkronik dikemukakan oleh (Chaer 2003: 14), sedangkan oleh Parera (1991: 21) mengunakan istilah Linguistik Sinkronis. Dengan demikian sinkkronik atau sinkronis dalam hal ini sama pengertian dan penggunaannya. Soekemi, dkk., (2003: 2-3) mengatakan bahwa LS memelajari bahasa dari sudut pandang historis, misalnya seseorang dapat mendeskripsikan perubahan-perubahan historis yang terjadi pada bahasa Indonesia sejak tahun 2000 sampai tahun 2011, baik dari tataran leksikal, gramatikal, dan semantik. Lebih lanjut dijelaskan bahwa LS memelajari bahasa pada suatu titik waktu teoretis tertentu tanpa memertimbangkan perubahanperubahan apapun yang terjadi pada saat itu. Artinya historis yang terjadi pada suatu bahasa yang dideskripsikan itu bukan sepanjang masa, tetapi hanya terjadi pada masa atau titik teoretis tertentu (kontemporer).
Chaer (2003; 14) menjelaskan, bahwa Linguistik Singkronik (LS) mengaji bahasa pada masa yang terbatas, dan berupaya mendeskripsikan bahasa secara apa adanya secara kontemporer, misalnya seseorang mendeskripsikan bahasa Indonesia tahun 2000, atau bahasa Jawa pada tahun 1945, atau Chaer (2003) mengatakan bahasa Inggris pada zaman William Shakespeare. Linguistik Diakronik/ Diakronis Istilah Linguistik Diakronik diperkenalkan oleh de Sausure (18571913) sama dengan istilah Linguistik Sinkronik/ Sinkronis. Selanjutnya Chaer (2003: 150) mengatakan, bahwa Linguistik Diakronik mengkaji bahasa (atau bahasa-bahasa) pada masa yang tidak terbatas. Ketidakterbatasan masa (waktu) kajian bahasa oleh Linguistik Diakronik maka sebagian ahli menamakan juga sebagai linguistik sepanjang masa atau kajian linguistik sepanjang masa. Dalam kajiannya, Linguistik Diakronik menggunakan metode historis dan komparatif, oleh karena itu sebgaian ahli/ penulis menamakan sebagai LHK. Sejalan dengan pernyataan Chaer di atas, Parera (1991: 21-22) mengatakan bahwa studi Linguistik Diakronis memelajari bahasa dalam fase-fase perkembangan bahasa dari zaman ke zaman, hal tersebut berbeda dengan Lingustik Sinkronis yang memelajari bahasa hanya pada zaman-zaman tertentu saja atau dalam masa yang terbatas, artinya kebalikan dari Linguistik Diakronis adalah Linguistik Sinkronis. Linguistik Diakronis menggunakan metode komparatif untuk medeskripsikan perubahan-perubahan historis suatu bahasa dari satu zaman ke zaman yang lain, dengan demikian maka seluruh data-
Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-5, Cetakan ke-12
59
data lisan maupun tertulis yang pernah ada selama kurun waktu yang menjadi batas waktu kajian tersebut harus direkam atau dikumpulkan. Sebagai conoth, seorang linguis yang ingin mendeskrpsikan perkembangan historis bahasa Indonesia sejak 1945 sampai dengan tahun 2011, maka linguis tersebut harus mengumpulkan seluruh data-data yang berhubungan dengan bahasa Indonesia sejak tahun 1945 sampai dengan 2011. Perkembangan tersebut bisa berupa perubahan secara fonologis, morfologis, leksikal, gramatikal, dan semantik (baca, Soekemi, dkk., 2000: 2). Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat dikatakan bahwa Linguistik Diakronik dalam telaah atau kajiannya bertujuan untuk mengetahui sejarah struktural dan perkembangan perubahan tersebut. Chaer (2003: 15) menulis, bahwa pernyataan “ kata batu berasal dari kata watu”; “kata pena dulu berarti „bulu angsa‟ sekarang maknanya menjadi alat tulis bertinta” penjelasan-penjelasan tersebut merupakan pernyataan secara diakronis. Hasil dari kajian atau telaah diakronis diperlukan untuk menerangjelaskan deskripsi sinkronik/ sinkronis. Linguistik Makro (Makrolinguistik) Linguistik Makro (Makrolinguistik) menyelediki atau menelaah bahasa dan kaitannnya dengan masalah-masalah di luar (eksternal) bahasa, misalnya penggunaan bahasa (linguistik) di dalam masyarakat (society) dengan ilmu-ilmu sosial, penggunaan bahasa dihubungkan dengan masalah kejiwaan (skykolgi) ilmu kejiwaan karena bahasa merupakan cerminan jiwa, stilistika ilmu mengenai tanda karena bahasa itu juga lambang atau tanda, antropolgi ilmu yang
memelajari budaya dan manusia karena bahasa itu manusiawi. Penggunaan dan penggabungan ilmu bahasa atau telaah bahasa dengan disiplin ilmu di luar linguistik dikenal juga istilah bidang interdisipliner. Bahasa dan penggunaannya di dalam masyarakat mencakup keseluruhan kegiatan manusia baik yang bersifat ilmiah maupun nonilmiah. Oleh karena itu studi bahasa tidak bisa terlepas dari ilmu (bidang studi) yang lain, dan di antara studi ilmu bahasa dengan ilmu yang lain itu terkait dan saling memberi manfaat. Penggabungan linguistik dengan ilmu-ilmu di luar linguistik itu dapat menghasilkan subdisiplin atau cabang linguistik (bidang interdisipliner) yang lain, Parera (1991) menyebutkan pencabangan/ subdisiplin/ pembidangan linguistik dengan istilah kerabat dekat linguistik karena menganggap bidangbidang disipliner tersebut lebih banyak membahas masalah-masalah diluar linguistik dari pada linguistik, oleh karena itu bukan linguistik tetapi kerabat karena dekat dengan linguistik. Dalam tulisan ini digunakan istilah pembidangan atau subdisiplin linguistik. Penggabungan linguistik dengan ilmu di luar linguistik dapat memunculkan cabang/ subdidplin yang lain tersebut, antara lain: 1. Linguistik digabungkan dengan ilmu sosial maka menghasilkan subdisiplin sosiolinguitik (ilmu yang memelajarai bahasa dan pemakaiannya dalam masyarakat). Sumarno, (2002) menyebutkan bahwa sosiolinguistik dapat disingkat SL. Lebih lanjut Holmes, (2001: 1) menulis “Sociolinguists study the relationship between language and society”. Dengan demikian Sosiolinguistik itu
Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-5, Cetakan ke-12
60
bertugas menelaah penggunaan bahasa dan penggunaannya dalam masyarakat. Secara mendalam dapat dipelajari dalam buku-buku Sosiolinguistik. 2. Linguistik bila digabungkan dengan ilmu psykology (ilmu kejiwaan), maka menghasilkan subdisiplin Psykolinguistik (ilmu yang memelajari penggunaan bahasa sebagai wujud mental/ jiwa seseorang) karena berbahasa merupakan cerminan kejiwaan. Seperti dikatakan Clark dan Clark (1977: 3) mengatakan bahwa “communication with language is carried out through two basic human activities: speaking and listening. Dalam ilmu bahasa dikenal empat komponen keterampilan berbahasa dua diantaranya adalah berbicara dan mendengar/ mendengarkan yang oleh Clark dan Clark mengatakan sebagai dua hal mendasar dalam berkomunikasi, dan media yang efektif dalam berkomunikasi adalah bahasa (linguistik) oleh karena itu bahasa dan psykologi memiliki ikatan yang sangat erat. 3. Penggabungan atau bidang interdisipliner antara ilmu linguistik dengan ilmu Antropologi (ilmu mengenai budaya dan masyarakat) menghasilkan subdisiplin Antropolinguistik yaitu ilmu yang bertugas menelaah/ memelajari bahasa dan hubungannya dengan budaya dan pranata-parnata budaya manusia. 4. Penggabungan atau bidang interdisipliner antara ilmu linguistik dengan ilmu Stilistika (stylistika; yaitu ilmu mengenai bahasa sebagai sistem tanda “kode kebahasaan”), akan menghasilkan subdisiplin Stylolinguistics (Stailolinguistik)
yaitu ilmu yang memelajari bahasa dan penggunaanya dalam karya sastra, (baca Aminuddin, 1995). 5. Penggabungan linguistik dengan atau interdisipliner linguistik dengan Neorologi (ilmu mengenai perkembangan saraf-saraf otak manusia, dan alat-alat ucap) menghasilkan Neorolinguistik yaitu cabang atau subdisiplin linguistik yang memelajari basis neorologi dari perkembangan dan penggunaan bahasa manusia, dan mencoba membentuk suatu model control otak terhadap dan pendengaran. 6. Penggabung linguistik dengan ilmu computer akan menghasilkan subdisiplin Linguistik Komputasi yaitu ilmu yang memejari penerapan teknik dan konsep-konsep komputasi untuk menjelaskanmasalah fonetik dan masalah yang lain. 7. Terdapat juga bidang interdisipliner antara linguistik dengan bidang ilmu lain yang di dalam penyebutan nama tidak menunjukkan cirri nama linguistik, namum merupakan subdisiplin ilmu linguistik (baca Chaer 2003), bidang-bidang interdisipliner tersebut sebagai berikut: (a) Filologi, yaitu subdisiplin linguistik yang memelajari bahasa, kebudayaan, pranata, dan sejarah suatu bangsa sebagaimana tertuang dalam naskah-naskah kuno yang dipunyai oleh suatu bangsa. Chaer (2003) mengatakan, bahwa Filologi merupakan bidang interdisipliner antara linguistik, sejarah, dan kebudayaan. (b) Filsafat bahasa, yaitu subdisiplin linguistik yang memelajari kodrat, hakiki dan kedudukan bahasa sebagai dari kegiatan manusia,
Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-5, Cetakan ke-12
61
serta dasar-dasar konseptual, dan teoretis linguistik. Filsafat bahasa merupakan bidang interdisipliner antara Filsafat dan Linguistik. (c) Dialektologi, adalah subdisiplin linguistik yang memelajari batasbatas dialek dan bahasa dalam suatu wilayah tertentu. Dialektologi merupakan bidan interdisipliner antara ilmu Linguistik dengan Ilmu Geografi. Parera (1991: 22) menyebutkan nama lain dari dialektologi adalah Linguistik Geografi yang bertugas mendeskripsikan variasi-variasi bahasa, dan Dialektologi juga bertugas membandingkan suatu dialek dengan dialek yang lain dalam suatu wilayah tertentu. (d) Linguistik Terapan (applied linguistics) merupakan subdisiplin linguistik yang memelajari teoriteori linguistik untuk diterapkan (dipraktiskan) dalam bahasabahasa tertentu untuk kepentingan pengajaran bahasa, penulisan tata bahasa suatu bahasa, terjemahan, penyusunan kamus, leksikografi, pembinaan bahasa nasional, politik bahasa, penyelesaian konflik, ataupun untuk kepentingan teknologi (men-teknologi-kan) bahasa (baca, Pateda, 1991). Dalam dunia pendidikan khususnya dalam proses pembelajaran, ada juga pakar pendidikan yang menggunakan Istilah Linguistik Edukasional (educational lingusitics) untuk menggantikan istilah Linguistik Terapan (applied linguistics), karena Linguistik Terapan cakupannya terlalu luas.
Linguistik Mikro (Mikrolinguistik) Linguistik Mikro melakukan kajian atau telaah pada bahasa secara internal, jadi kajian Linguistik Mikro itu tidak melakukan kajian secara interdisipliner dengan bidang ilmu di luar kebahasaan, artinya sekalipun terjadi penggabungan, namun penggabungan tersebut bukanlah antara subdisiplin Linguistik Mikro dengan subdisiplin Linguistik Makro, melainkan penggabungan antara Linguistik Mikro dengan Linguistik Mikro. Chaer (2003: 15) mengatakan bahwa Linguistik Mikro mengarahkan kajiannya pada struktur internal suatu bahasa atau struktur internal bahasa pada umumnya. Lebih lajut dikatakan bahwa Linguistik Mikro merupakan studi dasar dari ilmu linguistik, sebab yang dipelajari adalah studi internal dari suatu bahasa atau bahasa pada umumnya. Subdisiplin dari Linguistik Mikro yaitu. a. Fonologi (menelaah bunyi bahasa manusia); b. Morfologi (menelaah kata dan pembentukannya); c. Sintaksis (menelaah ujaran, dan satuan-satuan kalimat); d. Semantik, (menelaah makna bahasa: leksikal, gramatikal, dan kontekstual); e. Leksikologi (menelaah leksikon atau kosa kata dari berbagai aspek). Selain itu bila terjadi penggabungan antara satu subdisiplin Linguistik Mikro dengan subdisiplin Linguistik Mikro yang lain, maka akan menghasilkan subdisiplin yang baru, sebagai berikut: a. Fonologi dengan Morfologi menghasilkan subdisiplin Morfofonologi; b. Morfologi dengan Sintaksis mehgasilkan subdisiplin Morfosintaksis (dalam tata bahasa tradisional dikenal dengan istilah gramatika/ tata bahasa);
Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-5, Cetakan ke-12
62
c. Semantik dengan Leksikologi menghasilkan Leksikosemantik.
tradisional, baca Chaer 2003; de Sausure, 1996; Soekemi, dkk 2000).
Linguistik Teoretis Linguistik Teoretis menyelidiki suatu bahasa atau beberapa bahasa, dan hubungan bahasa dengan faktor-faktor yang berada di luar bahasa untuk menemukan kaidah yang berlaku dalam bahasa tersebut. Chaer (2003: 17) mengatakan bahwa kegiatatan Linguistik Teoretis hanya untuk kepentingan teori belaka.
Linguistik Struktural Ferdinand de Sausure (1857-1913) dianggap sebagai Bapak Linguistik Modern karena pemikiran-pemikiran dan cara menganalisis bahasa yang berbeda dengan aliran Linguistik Tradisional. Pemikiran de Saurure tersebut dimuat dalam buku Course de Linguistique Generale yang disusun oleh oleh tiga orang mahasiswa de Sausure yaitu Charles Bally, A. Riedlinger dan Albert Sechehay dan diterbitkan pada tahun 1915, setelah dua tahun de Sausure meninggal dunia. Buku tersebut berisi catatan-catatan kuliah selama de Sausure mengajar linguistik di Universitas Jenewa. Pemikiran de Sausure tersebut berisi emapt hal yaitu: sinkronik dan diakronik; langue dan parole; signifiant dan signifie; sintagmatik dan paradigmatik.
Linguistik Tradisionaal Adanya linguistik Tradisional menyebabkan dikenal pula tata bahasa tradisional. Dalam menganalisis bahasa Linguistik Tradisional mendasarkan diri pada filsafat dan semantik. Dengan demikian aliran Linguistik Tradisional menitikberatkan pada mencari hakekat atau kodrat bahasa dan makna bahasa. Ole karena itu kaum Linguistik Tradisional merumuskan pengertian “kata kerja” sebagai sebuah tindakan atau kejadian. Aliran Linguistik Tradisional telah melalui sebuah perjalanan yang panjang sehingga memiliki pengikut yang banyak, mulai dari linguistik zaman Yunani pada abad ke-5 S.M hingga menjelang lahirnya linguistik modern pada abad ke 19. Linguistik Tradisional menganalisis bahasa lebih banyak menerapkan polapola tata bahasa Yunani dan Latin. Bahkan bahasa lain juga diterapkan polapola bahasa Yunani dan Latin, hal ini pula yang ditentang oleh kaum Linguistik Struktural karena Linguistik Struktural yang dipelopori de Sausure justeru mendeskripsikan suatu bahasa berdasarkan cirri dan sifat khas bahasa itu sendiri bukan dari bahasa lain, (mengenai pengikut aliran linguistik
a. Sinkronik dan Diakronik Dalam pandangannya, Saussure lebih menekankan pada pentingnya penganalisisan bahasa dari dua sudut pandang yang berbeda, yakni dikotomi linguistik sinkronik dan linguistik diakronik, bahwa dua dikotomi tersebut belum dilihat oleh ahli bahasa sebelumnya, karena ahli ilmu bahasa sebelumnya mereka terfokus pada linguistik historis. Selanjutnya yang dimaksud dengan telaah linguistik sinkronik adalah mempelajari suatu bahasa dalam kurun waktu tertentu saja. Chaer (2003: 347) menjelaskan bahwa jika mempelajari bahasa Indonesia yang digunakan pada zaman Jepang atau pada masa tahun limapuluhan, merupakan kegiatan linguistik sinkronik. Sejalan dengan pendapat tersebut Soekemi, dkk., (2000: 2) mengatakan bahwa pada linguistik
Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-5, Cetakan ke-12
63
sinkronik, memelajari bahasa pada suatu titik waktu teoretis. Dengan demikan seorang linguistik sinkronik dapat mendeskripsikan keadaan suatu bahasa pada masa tertentu. Robins (1992: 4-5), dan Bloomfield (1995: 18) menjelaskan bahwa khusus untuk bahasa yang belum memunyai sistem tulisan atau baru saja memunyai sistem tulisan, maka yang dimaksud dengan waktu tertentu tersebut jelas adalah waktu sekarang. Sedangkan kegiatan seseorang dalam memelajari atau mendeskripsikan perkembangan atau perubahan bahasa dari satu zaman ke zaman yang lain, misalnya perkembangan bahasa Indonesia tahun 1945 sampai dengan kondisi bahasa Indonesia pada tahun 2008, kegiatan demikian disebut linguistik diakronik atau disebut juga dengan istilah linguistik historis (Soekemi, dkk., 2000: 2, dan Chaer, 2003: 347). b. La Langue dan La Parole Saussure mengemukakan langage, bahasa manusia adalah kemampuan berbahasa yang dimiliki manusia normal secara turun-menurun, namun lingkungan diperlukan sebagai stimuli untuk dapat berkembang secara layak. Selanjutnya Saussure membagi langage menjadi dua aspek yakni la langue atau langue dan la laparole atau parole. Langue adalah sistem bahasa yang tersimpan dalam akal budi manusia, langue ini identik dengan apa yang dimaksudkan oleh Chomsky sebagai competence. Untuk itu dapat dikatakan bahwa langue merupakan sistem tanda yang berfungsi sebagai alat komunikasi verbal antaranggota masyarakat dan bersifat abstrak. Sedangkan La parole atau parole adalah kegiatan berbicara individu-individu sebagai anggota masyarakat pada waktu, tempat, dan
kondisi tertentu. Parole ini pula yang dimaksudkan oleh Chomsky sebagai performance. Dengan demikian parole merupakan realisasi dari langue, artinya parole bersifat sosial, dinamis, dan konkret. Oleh karena itu dalam hal penelitian yang dapat di teliti dan diamati adalah parole, namun seorang linguis harus mampu membuat deskripsi bukan saja berlaku untuk setiap parole, tetapi harus berlaku umum (langue) untuk bahasa yang dipelajari atau diteliti (Saussure, 1996: 4-9; Sukemi, dkk., 2000: 4; dan Chaer, 2003: 347). c. Signifié dan Signifiant Saussure mengemukakan teori bahwa setiap tanda atau tanda linguistik (signé atau signé linguistique) dibentuk oleh dua komponen yang tidak terpisahkan, yaitu signifiant dan signifié. Signifiant (signified) adalah citra bunyi atau kesan psikologis bunyi yang timbul dalam pikiran seseorang, jadi signifiant (signified) itu sama dengan bunyi bahasa dalam bentuk urutan-urutan fonem. Sedangkan signifié (signifier) adalah pengertian atau kesan makna yang ada dalam pikiran seseorang, dengan kata lain signifié itu sama dengan makna, sedangkan signié sama dengan kata, Chaer (2003: 348). Selanjutnya Sausssure menyebutkan bahwa signifiant (signified) sebagai ‟yang menandai; penanda atau pesan, sedangkan signifié (signifier) sebagai ‟yang ditandai; petanda atau dengan kata lain sebagai seperangkat simbol. Kedua-duanya bagaikan satu lembar kertas yang tidak dapat diceraikan (Saussure, 1996: 12-16; Soekemi, dkk., 2003: 5).
Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-5, Cetakan ke-12
64
d. Sintagmatik dan Paradigmatik Saussure (1996: 16-17) mengatakan, bahwa bentuk bahasa dapat diuraikan secara cermat dengan meneliti hubungan sintagmatis dan hubungan paradigmatis, yang dimaksud dengan hubungan-hubungan sintagmatis adalah hubungan antara mata rantai dalam suatu rangkaian ujaran. Suatu sintagma dapat berupa satuan berurutan apa saja yang jelas batasannya; jumlahnya sekurangkurangnya ada dua, misalnya fonem, morfem, suku kata, kata, frase, dan sebagainya. Dengan demikian hubungan singtagmatis dalam fonologi dapat dilihat secara linier, misalnya kata ”kami”, terdapat urutan fonem / k, a, m, i/ apabila urutannya diubah maka maknanya akan berubah atau bahkan tidak bermakna. Contoh: k k i m m m
a i m a a i
m m a k i k
i a k i k a
Sedangkan yang dimaksud dengan hubungan paradigmatik adalah mata rantai dalam rangkaian wicara yang mengingatkan orang pada satuan bahasa lain karena satuan itu serupa atau berbeda dari yang lain dalam bentuk dan makna, Saussure (1996: 350). Dengan demikian hubungan paradigmatik dapat dilihat secara sibstitusi atau vertikal, misalnya pada tataran fonologi dapat dilihat pada beberapa contoh berikut. kamu tamu ramu jamu
Linguistik Transformasional Linguistik Tranformasi atau Transformasional lahir dengan diterbitkan buku yang berjudul Syntactic Structure (Struktur Sintaksis) yang ditulis oleh Noam Chomsky pada tahun 1957 kemudian dikembangkan lagi menjadi Aspect of the Teori of Syntax, dalam buku kedua itu Chomsky mengembangkan teori mengenai Transformational Generatif Grammar (Tata Bahasa Transformasi atau Tata Bahasa Generativ). Setelah mendapat kritik maupun dukungan dari berbagai pihak, maka buku tersebut oleh Comsky dilakukan refisi sebanyak lima kali. Comsky mengatakan bahwa salah satu tujuan dari penelitian bahasa adalah untuk menyusun tata bahasa dari bahasa tersebut. Setiap tata bahasa dari suatu bahasa adalah merupakan teori dari bahasa itu sendiri. Pemikiran tersebutlah yang membedakan antara Linguistik Tradisionla dengan Linguistik Struktural atau Linguistik Modern. Jika Linguistik Tradisioal meneliti dan menelaah bahasa Latin dan Yunani kemudian hasilnya di generalisasikan kepada bahasa yang lain, maka Linguistik Struktural/ Linguistik Modern justru tidak meng-generalisasikan hasil telaah suatu bahasa kepada bahasa yang lain. Sebagai ahli bahasa (linguis) yang hidup dalam alam Linguistik Struktural/ Modern, maka Chomsky (dalam Chaer 2003: 364) mengatakan bahwa sebuah tata bahasa harus memenuhi dua syarata sebagai berikut: 1. Kalimat yang dihasilkan oleh tata bahasa itu harus dapat diterima oleh pemakai bahasa tersebut, sebagai kalimat yang wajar dan tidak dibuatbuat, dan 2. Tata bahasa tersebut harus berbentuk sedemikian rupa, sehingga satuan atau
Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-5, Cetakan ke-12
65
istilah yang digunakan tidak berdasarkan pada gejala bahasa tertentu saja, dan semuanya itu harus sejajar teori linguistik tertentu. Pemikiran Chomsky mengenai telaah bahasa sejalan pula dengan de Susure mengenai langue dan parole. Langue adalah sistem bahasa yang tersimpan dalam akal budi manusia, langue ini identik dengan apa yang dimaksudkan oleh Chomsky sebagai competence. Sedangkan La parole atau parole adalah kegiatan berbicara individuindividu sebagai anggota masyarakat pada waktu, tempat, dan kondisi tertentu. Parole ini pula yang dimaksudkan oleh Chomsky sebagai performance, (http:// cakrabuwana. files. wordpress. com/ 2008/ 09/ paijo-babviii1.pdf KESIMPULAN Kajian linguistik apakah bahasa pada umumnya atau bahasa tertentu, maka linguistik dapat dibedakan atas: (1) Linguistik Umum, dan (2) Linguistik Khusus. Selanjutnya para ahli bahasa juga membedakan linguistik atas: (1) Linguistik Sinkronik atau disebut juga Linguistik Deskriptif (LD) dapat juga dikatakan sebagai Linguistik Kontemporer (linguistik yang mengaji bahasa pada masa tertentu); dan (2) Linguistik Diakronik, yang dalam kajiannya bisa menggunakan metode historis atau juga metode komparatif atau bahkan gabungan kedua metode tersebut, sehingga memunculkan cabangcabang linguistik sebagai berikut: Apabila Linguistik Deskriptif dalam melakukan kajian terhadap bahasa sebagai objek dengan menggunakan metode historis maka melahirkan Linguistik Historis (LH), dan
Apabila Linguistik Deskriptif dalam melakukan kajian terhadap bahasa dengan menggunakankan metode komparatif/ komparasi (perbandingan), maka melahirkan Linguistik Komparatif (LK), Pencabangan linguistik atas Linguistik Historis (LH) dan Linguistik Komparatif (LK) serta Linguistik Historis Komparatif (LHK) karena pendasarannya atas metode yang digunakan. Bila dilihat berdasarkan bagianbagian bahasa mana dari bahasa yang dikaji maka linguistik dapat dibedakan atas: (1) Linguistik Makro (Makrolinguistik) dengan sub cabang: (a) Psykolinguistik (b) Sosiolinguistik (c) Linguistik Komputasi (d) Filologi (e) Stylolinguistik, dll. (2) Linguistik Mikro (Mikrolinguistik): (a) Fonologi (b) Morfologi (c) Sintaksis (d) Sematik (e) Wacana Bila dikaji berdasarkan aliran-aliran linguistik maka dapat diklasifikasikan atas: 1) Linguistik Tradisional, terdiri atas: (a) linguistik zaman Yunani, dan (b) linguistik zaman Romawi. Aliran linguistik zaman Yunani terbagi lagi atas: (1) linguistik kaum Shopis (abad ke-5 S.M); (2) linguistik zaman Plato (429-347); (3) linguistik zaman Aristoteles (384-322 S.M); (4) linguistik kaum Stoik (abad ke-4 S.M); (5) linguistik kaum Alexandaria (100 tahun S.M). Linguistik zaman Romawi, terdiri atas: (a) linguistik Varro dan “De Lingua Latina”; (b) linguistik Institutiones
Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-5, Cetakan ke-12
66
Grammaticae atau Tata Bahasa Priscia; (c) linguistik zaman Renaisans; (d) linguistik zaman Pertengahan (baca Char, 2003: 332-346). 2) Linguistik Modern/ Strukturalis, memiliki pengikut sebagai berikut: a. Linguistik Aliran Struktural (Ferdinand de Sausure 1857-1913); b. Linguistik Aliran Praha (1926); c. Linguistik Aliran Glosematik; d. Linguistik Aliran Firthian; e. Linguistik Aliran Sistemik; f. Linguistik Aliran Strukturalis (Leonard Bloomfield dan Amerika 1877-1949) g. Linguistik Aliran Tagmemik (pelopor Kenneth L. Pike) 3) Linguistik Transformasional, terbagi lagi atas: (a) Linguistik Aliran Tata Bahasa Transformasi (Noams Chomsky 1957); (b) Linguistik Aliran Semantik Generatif; (c) Linguistik Aliran Tata Bahasa Kasus; (d) Linguistik Aliran Tata Bahasa Relasional; Pembidangan linguistik atas Linguistik Teoretis, Linguistik Terapan didasarkan atas tujuan penyelidikan atau penelitian atau penelaahan linguistik untuk tujuan merumuskan teori agar diterapkan dalam kehidupan sehari-hari (kegiatan praktis).
Parera, J. D. 1991. Kajian Linguistik Umum, Historis Komparatif, dan Tipologi Strukturalis. Jakarta: Erlangga. Pateda, Mansoer. 1991. Linguistik Terapan. Ende-Flores NTT: Nusa Indah. Robins, R. H. 1989. General Linguistics. London and New York: Longman. Soekemi, Kem., Soewono., Lis Amin Lestari. 2000. Metodologi Penelitian Bahasa. Surabaya: Unesa University Press.
SUMBER RUJUKAN Anonym: 2011. “Pengertian Linguistik”. http://www.scribd.com/ doc/ 39626129/ Linguistik-Bandingan (diakses pada 27 September 2011). Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta. Momogunology Club. 2010. “Sejarah Aliran Lingistik”. http://cakrabuwana.files.wordpress. com/2008/09/paijo-bab-viii1.pdf. (diakses pada 22 Maret 2010 jam 5:45).
Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-5, Cetakan ke-12
67