PEMBIAYAAN PENDIDIKAN DAN OTONOMI SEKOLAH DALAM MENGHADAPI GLOBALISASI1 Oleh: R. Gunawan Sudarmanto2 ABSTRAK Pendidikan yang berkualitas sangat diharapkan oleh berbagai pihak, namun disisi lain banyak pihak-pihak yang merasa keberatan
untuk
mengeluarkan
pembiayaan pendidikan.
dana
sebagai
sumber
Kualitas pendidikan sebagaimana
kita harapkan sangat ditentukan oleh tingkat pembiayan yang dilakukan. Guna menghasilkan pendidikan yang berkualitas tinggi diperlukan pembiayaan secara optimal.
Dewasa ini
iklim pendidikan kita berada dalam dua spirit yang bertolak belakang, yaitu konsep otonomi dan globalisasi.
Konsep otonomi menunjukkan pada spirit serba
keterbatasan yang tidak sejalan dengan tujuan pendidikan yang berkualitas. Sedangkan konsep globalisasi menunjukkan pada spirit serba tersedia untuk mencapai tujuan pendidikan berkualitas guna memenangkan persaingan global. Kenyataan demikian memerlukan kecerdasan manajemen sehingga menghasilkan kebijakan pendidikan yang optimal. Kata kunci: Pembiayaan, otonomi, globalisasi
A. PENDAHULUAN Globalisasi merupakan suatu proses yang tidak dapat dihindari lagi, oleh karena itu suatu bangsa atau suatu negara haruslah memiliki kebijakan yang tepat untuk menghadapi dan memenangkan persaingan global. Oleh karena itu, suatu negara haruslah mampu menciptakan sumber daya manusia yang unggul dan berkualitas. 1
Makalah ini disampaikan pada Seminar Internasional tentang Globalisasi Pendidikan yang diselenggarakan oleh Program Pascasarjana FKIP Universitas Lampung, bertempat di Balai Keratun Jl. Wolter Monginsidi, Badnar Lampung tanggal 21 Juni 2010. 2 Dr. R. Gunawan Sudarmanto, S.Pd., S.E., M.M. adalah Dosen Pendidikan Ekonomi Jurusan Pendidikan IPS, Dosen Pascasarjana Pendidikan IPS, dan Dosen Pascasarjana Manajemen Pendidikan di FKIP Universitas Lampung, Jl. Sumantri Brojonegoro No. 1, Bandar Lampung, 35145.
1
Penciptaan sumber daya manusia sebagai mana dimaksud hanya dapat dilakukan melalui dunia pendidikan. Kesalahan dalam menetapkan kebijakan pada dunia pendidikan akan mengakibatkan keterpurukan suatu negara dalam menghadapi persaingan. Trend permasalahan yang dihadapi di Indonesia dewasa ini berupa dua hal yang sangat bertolak belakang, yaitu berupa otonomi yang lebih kental bernuansa kedaerahan (lokal) dan globalisasi yang yang lebih kental bernuansa mendunia. Dalam makalah ini akan dibahas bagai mana konsekuensi pembiayaan pendidikan pada era otonomi dan globalisasi yang memiliki semangat bertolak belakang dan kepentingan.
B. PEMBIAYAAN PENDIDIKAN Pembiayaan pendidikan menjadi masalah yang sangat penting dalam keseluruhan pembangunan sistem pendidikan.
Uang memang tidak segala-galanya dalam
menentukan kualitas pendidikan, tetapi segala kegiatan pendidikan memerlukan uang. Oleh karena itu jika performance sistem pendidikan diperbaiki, manajemen penganggarannya juga tidak mungkin dibiarkan, mengingat bahwa anggaran mesti mendukung kegiatan. Tidak semua masyarakat Indonesia sepenuhnya menyadari bahwa biaya pendidikan yang cukup akan dapat mengatasi berbagai masalah pendidikan, meskipun tidak semua masalah akan dapat dipecahkan secara tuntas (Sutjipto, 2004). Biaya pendidikan bukanlah sesuatu yang baru akan tetapi masih merupakan hal yang sangat menarik untuk diperbincangkan, terutama pada tahun pelajaran baru. Biaya pendidikan merupakan salah satu komponen masukan instrumental yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan (di sekolah).
Dalam setiap upaya
pencapaian tujuan pendidikan—baik tujuan-tujuan yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif—biaya pendidikan memiliki peranan yang sangat menentukan.
Lebih
lanjut dinyatakan bahwa hampir tidak ada upaya pendidikan yang dapat mengabaikan peranan biaya, sehingga dapat dikatakan bahwa tanpa biaya, proses pendidikan (di sekolah) tidak akan berjalan (Supriadi, 2006:3).
2
Istilah biaya pendidikan sering kali dipadankan dengan pengeluaran pada pendidikan. Biaya pendidikan dalam cakupan ini memiliki pengertian yang luas, yaitu semua jenis pengeluaran yang berkenaan dengan penyelenggaraan pendidik-an, baik dalam bentuk uang maupun barang dan tenaga (yang dinyatakan dengan satuan moneter) (Supriadi, 2006:3). Biaya mengacu ke total biaya kesempatan suatu projek (sumber daya sebenarnya digunakan) yang digunakan untuk perencanaan jangka panjang.
Pengeluaran menunjukkan pada pembelian barang dan jasa, bangunan
sekolah, perlengkapan dan lainnya. Pengeluaran valid untuk analisis alokasi. Seperti biaya pribadi yaitu biaya yang dikorbankan oleh murid atau keluarganya, yang berupa biaya langsung (fee, dikurangi rata-rata nilai biasiswa jika menggunakan dana pemerintah, buku-buku, dsb.) dan biaya tidak langsung (penghasilan yang hilang) (Latchanna dan Hussein, 2007:51—52). Sebagaimana dikatakan Woodhall (2004: 29) pengeluaran uang hanya berarti karena pengeluaran menggambarkan pembelian tenaga pengajar, bangunan sekolah dan peralatan atau barang-barang dan jasa-jasa lainnya yang memiliki alternatif penggunaan. Konsep biaya pendidikan ini dapat dibedakan dengan cara mengelompokkan biaya yang terjadi, yaitu (1) social and private cost, (2) opportunity cost and money cost, and (3) explicit and implicit costs (Latchanna dan Hussein, 2007: 52—56). Pendapat ahli lain menyatakan bahwa dalam pendidikan dikenal beberapa kategori biaya pendidikan yaitu (1) biaya langsung (direct cost) dan biaya tidak langsung (indirect cost), (2) biaya pribadi (private cost) dan biaya sosial (social cost), dan (3) biaya dalam bentuk uang (monetary cost) dan bukan uang (non-menetary cost) (Anwar, 1991; Gaffar, 1991; Thomas, 1972). Dalam kenyataannya, pengkategorian biaya pendidikan tersebut dapat “bertumpang tindih”; misalnya ada biaya pribadi dan sosial yang bersifat langsung dan tidak langsung serta berupa uang dan bukan uang, dan ada juga biaya langsung dan tidak langsung serta biaya pribadi dan biaya sosial yang dalam bentuk uang maupun bukan uang (Supriadi, 2006). Pengeluaran sekolah berkaitan dengan pembayaran keuangan sekolah untuk pembelian berbagai macam sumberdaya atau masukkan (input) proses sekolah seperti tenaga administrasi, guru-guru, bahan-bahan, perlengkapan-perlengkapan dan fasilitas. Biaya menggambarkan nilai seluruh sumberdaya yang digunakan dalam proses sekolah apakah terdapat dalam anggaran sekolah dan pengeluaran atau tidak. 3
Biaya yang bersumber dari sekolah termasuk nilai setiap input yang digunakan, meskipun sekolah memberikan sumbangan atau tidak terlihat secara akurat dalam perhitungan pengeluaran (Levin and Hans, 1987:426). Pembahasan di atas menunjukkan bahwa dalam upaya perbaikan mutu pendidikan pada tingkat satuan pendidikan (sekolah) atau mutu pendidikan pada umumnya, pemahaman yang serius terhadap berbagai aspek pembiayaan pendidikan sangat diutamakan.
Pemahaman terhadap berbagai aspek pendidikan sangatlah penting
diperhatikan untuk dapat mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan. Pemahaman berbagai aspek pendidikan tersebut tidak dapat dilakukan hanya pada tingkat satuan pendidikan atau tingkat mikro akan tetapi harus bersifat nasional (makro). Pemahaman dimaksud merentang dari hal-hal yang sifatnya mikro (satuan pendidikan) hingga yang makro (nasional), antara lain meliputi sumber-sumber pembiayaan pendidikan, sistem dan mekanisme pengalokasiannya, efektivitas dan efisiensi dalam penggunaannya, dan akuntabilitas hasilnya yang diukur dari perubahan-perubahan kuantitatif dan kualitatif yang terjadi pada semua tataran, khususnya tingkat sekolah (Supriadi, 2006: 7). Paradigma umum pembiayaan pendidikan menekankan pada penyelesaian biaya rendah untuk meningkatkan efisiensi internal dan efisiensi eksternal sistem pendidikan pada jenjang sekolah yang berbeda. Keterkaitan antara efisiensi internal dan eksternal sekolah untuk sekolah dasar dan sekolah menengah dapat ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1. Keterkaitan antara Efisiensi Internal dan Eksternal Sekolah untuk Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Level of Schooling
School Efficiency
Basic Education Secondary Education and Above
Internal Efficiency High Pass rates, Drop-out Prevention Cost efective Approaches to Service Delivery of education
External Efficiency Good Citizenship Literacy/Numeracy Market-based skill Wage Employment On-job training
(Loxley, 2008: 4). Apabila diperhatikan dengan seksama, biaya pendidikan atau pengeluaran sekolah sangat ditentukan oleh komponen-komponen biaya pendidikan yang jumlah dan 4
porsinya berbeda-beda antara satu sekolah dengan sekolah lainnya. Berdasarkan pendekatan unsur biaya (ingridient approach), pengeluaran sekolah dapat dikategorikan ke dalam beberapa item pengeluaran yang berupa (a) pengeluaran untuk pelaksanaan pelajaran, (b) pengeluaran untuk tata usaha sekolah, (c) pemeliharaan sarana dan prasarana sekolah, (d) kesejahteraan pegawai, (e) administrasi, (f) pembinaan teknis edukatif, dan (g) pendataan (Fattah, 2002: 24). Secara lebih rinci pemanfaatan biaya pendidikan di sekolah digunakan untuk berbagai komponen yang berupa (1) gaji/kesejahteraan pegawai (termasuk guru), (2) pembinaan profesi guru, (3) pengadaan alat-alat pelajaran, (4) pengadaan buku pelajaran, (5) perawatan/rehabilitasi gedung ruang belajar, (6) pengadaan sarana kelas, (7) pengadaan sarana sekolah, (8) pembinaan kegiatan ekstrakurikuler, dan (9) pengelolaan sekolah (Fattah, 2002:109). Pengeluaran biaya pendidikan di atas terlihat bahwa secara keseluruhan merupakan beban yang harus dikeluarkan oleh sekolah. Di sisi lain, terdapat juga biaya-biaya yang harus dikeluarkan oleh siswa atau keluarganya berkaitan dengan kegiatan sekolah. Oleh karena itu pemanfaatan biaya pendidikan yang terjadi pada seorang siswa berkaitan dengan kegiatan sekolah dapat berupa (1) uang pangkal/uang masuk, (2) iuran rutin sekolah, (3) ulangan, (4) kegiatan ekstra-kurikuler, (5) praktikum, (6) buku pelajaran/latihan/LKS, (7) buku dan alat-alat tulis, (8) tas sekolah, (9) sepatu sekolah, (10) transportasi ke sekolah, (11) pakaian seragam sekolah, (12) pakaian olah raga, (13) les di sekolah oleh gauru, (14) kursus/les di luar sekolah, (15) karya wisata, (16) sumbangan insidental, (17) uang saku/jajan siswa, dan (18) biaya lainnya (Supriadi, 2006:192). Dalam konsep pembiayaan pendidikan ada dua hal penting yang perlu dikaji atau dianalisis, yaitu biaya pendidikan secara keseluruhan (total cost) dan biaya satuan per siswa (unit cost). Biaya satuan di tingkat sekolah merupakan aggregate biaya pendidikan tingkat sekolah, baik yang bersumber dari pemerintah, orang tua siswa, dan masyarakat yang dikeluarkan untuk penyeleng-garaan pendidikan dalam satu tahun pelajaran. Biaya satuan per siswa merupakan ukuran yang menggambarkan seberapa besar uang yang dialokasikan ke sekolah-sekolah secara efektif untuk kepentingan murid dalam menempuh pendidikan (Fattah, 2002).
5
6
C. OTONOMI PENDIDIKAN Sebagaimana kita pahami bersama bahwa pelaksanaan otonomi daerah (pendidikan) telah memiliki dasar yang kuat. Beberapa aturan yang merupakan dasar pelaksanaan otonomi tersebut antara lain Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (UUPD 1999), Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai daerah otonom, dan banyak lagi Peraturan Pemerintah lainnya. Konsep munculnya otonomi daerah (pendidikan) didasarkan pada pola pemikiran yang sangat baik, yaitu untuk menumbuhkembangkan inisiatif dan kreatifitas di tingkat daerah dan sekolah. Pemerintah daerah berani mengatasi kekurangan guru, sekolah memiliki inisiatif untuk meningkatkan mutu guru, daerah memiliki anggaran yang memadahi untuk pengadaan buku, daerah berani meningkatkan kesejahteraan guru, dan masih banyak pemikiran yang mendasari munculnya otonomi daerah (sekolah). Namun satu hal yang perlu dipahami bahwa untuk membuat kebijakan yang selaras dengan kearifan lokal bukan merupakan hal yang mudah dilakukan. Sekolah dan daerah sangat memerlukan tenaga ahli yang sesuai untuk dapat meningkatkan dan mengembangkan sekolah (daerah).
Selama ini sumber daya
manusia yang ada sudah terbiasa melakukan kegiatan yang bersifat rutin. Baedhowi (2010) menyatakan bahwa perlu ada semacam pemaparan komprehensif untuk menjelaskan konsep dasar dan implementasi kebijakan otonomi daerah bidang pendidikan.
Konsep tentang perlunya kebijakan otonomi pendidikan, dipandang
perlu karena daerah lebih accountable dan efektif dalam mengelola pendidikan. Berbeda jauh dibanding masa sentralisasi pendidikan, dengan birokrasi berbelit dan panjang. Keuntungan fundamental memakai sistem desentralisasi, yaitu jika keputusan berangkat dari daerah, keuntungannya daerah lebih mengetahui persoalan pendidikan di wilayahnya, ketimbang pusat. Satu hal yang harus diakui bahwa dengan desentralisasi pendidikan akan terwujud sebuah sistem manajemen sekolah yang benar-benar menekankan pada konsep kebhinnekaan.
Menurut Hamijoyo (1999: 3), terdapat beberapa hal yang harus
dipenuhi dalam pelaksanaan desentralisasi pendidikan, yaitu (1) pola dan pelaksanaan manajemen harus demokratis; (2) pemberdayaan masyarakat harus
7
menjadi tujuan utama; (3) peranserta masyarakat bukan hanya pada staheholders, tetapi harus menjadi bagian mutlak dari sistem pengelolaan; (4) pelayanan harus lebih cepat, efisien, efektif, melebihi pelayanan era sentralisasi demi kepentingan peserta didik dan rakyat banyak; dan (5) keanekaragaman aspirasi dan nilai serta norma lokal harus dihargai dalam kerangka dan demi penguatan sistem pendidikan nasional. Beberapa permasalahan yang mungkin dihadapi oleh sekolah dalam pelaksanaan otonomi pendidikan diantaranya berupa (1) kebijakan yang dibuat oleh sekolah dihadapkan pada kondisi faktual yang harus segera direspon, (2) sekolah harus mengelola sendiri sumber daya yang diperlukan (mencari dan memanfaatkannya), (3) masing-masing sekolah harus memiliki sumber daya manusia yang benar-benar profesional, (4) sekolah perlu memiliki kecerdasan yang memadahi untuk dapat menyusun kurikulum yang benar-benar menjawab kebutuhan, (5) penyelenggaraan sekolah harus berbasis pada sosial budaya lokal di mana sekolah bertempat, dan (6) sekolah harus benar-benar memiliki kecerdasan berwiraswasta dan berjiwa inovatif untuk mampu mengembangkan sekolah (satuan pendidikan).
D. GLOBALISASI Perlu disadari bersama bahwa globalisasi bukanlah merupakan suatu proses alami melainkan suatu proses yang dimunculkan berdasarkan gagasan, yang selanjutnya ditawarkan kepada dunia untuk diikuti oleh bangsa lain.
Dengan demikian,
globalisasi yang telah menghasilkan kesepakatan bersama sangat syarat dengan muatan kepentingan dan keuntungan bagi yang menciptakan. Proses globalisasi yang telah berlangsung pada semua bidang kehidupan (seperti bidang ideologi, politik, ekonomi, sosiologi, kebudayaan pertahanan keamanan, politik internasional dan lain-lain) akan memberikan dampak negatif pada negara-negara yang tidak memiliki jatidiri yang jelas.
Adanya globalisasi sudah barang tentu akan
memunculkan negara-negara sebagai subyek dan objek yang masing-masing perannya sangat berbeda. Banyak gejala lain, globalisasi ditandai oleh ambivalensi - yaitu tampak sebagai "berkah" di satu sisi tetapi sekaligus menjadi "kutukan" di sisi lain. Tampak sebagai 8
"kegembiraan" pada satu pihak tetapi sekaligus menjadi "kepedihan" di pihak lainnya. Ciri ambivalensi seperti ini dalam globalisasi adalah persoalan sentral yang maha penting. Di situ terletak locus problematicus yang menyimpan tantangan besar bagi pendidikan sekolah (Tanje, 2008). Mastuhu dalam Wicaksono (2008) mengemukakan bahwa Globalisasi sering diterjemahkan “mendunia” atau “mensejagat”. Sesuatu entitas, betapapun kecilnya, disampaikan oleh siapapun, dimanapun dan kapanpun, dengan cepat menyebar ke seluruh pelosok dunia, baik berupa ide, gagasan, data, informasi, produksi, temuan obat-obatan, pembangunan, pemberontakan, sabotase, dan sebagainya; begitu disampaikan, saat itu pula diketahui oleh semua orang di seluruh dunia. Hal ini biasanya banyak terjadi di lingkungan politik, bisnis, atau perdagangan, dan berpeluang mampu mengubah kebiasaan, tradisi, dan bahkan budaya. Menurut pendapat Scholte (2002) dalam Suroso (2010) menyatakan bahwa setidaknya ada lima kategori pengertian globalisasi yang umum ditemukan dalam literatur. Kelima kategori definisi tersebut berkaitan satu sama lain dan kadangkala saling tumpang-tindih, namun masing-masing mengandung unsur khas yang dapat dikemukakan sbb. 1. Globalisasi sebagai internasionalisasi Globalisasi dipandang sebagai sebuah kata sifat (adjective) untuk menggambarkan hubungan antar-batas dari berbagai negara.
Ia
menggambarkan pertumbuhan dalam pertukaran dan interdependensi internasional. Semakin besar volume perdagangan dan investasi modal, maka ekonomi antar-negara semakin terintegrasi menuju ekonomi global di mana ekonomi nasional yang distingtif dilepas dan diartikulasikan kembali ke dalam suatu sistem melalui proses dan kesepakatan internasional. 2. Globalisasi sebagai liberalisasi Dalam pengertian ini, globalisasi merujuk pada sebuah proses penghapusan hambatan-hambatan yang dibuat oleh pemerintah terhadap mobilitas antar negara untuk menciptakan sebuah ekonomi dunia yang terbuka dan tanpabatas. Mereka yang berpendapat pentingnya menghapus hambatan-hambatan
9
perdagangan dan kontrol modal biasanya berlindung di balik mantel globalisasi. 3. Globalisasi sebagai universalisasi Dalam konsep ini, kata global digunakan dengan pemahaman bahwa proses mendunia dan globalisasi merupakan proses penyebaran berbagai obyek dan pengalaman kepada semua orang ke seluruh penjuru dunia. Contoh klasik dari konsep ini adalah penyebaran teknologi komputer, televisi, internet, dll. 4. Globalisasi sebagai westernisasi atau modernisasi (lebih dalam bentuk yang Americanised) Globalisasi dalam konteks ini dipahami sebagai sebuah dinamika, di mana struktur-struktur sosial modernitas (kapitalisme, rasionalisme, industrialisme, birokratisme, dsb.) disebarkan ke seluruh penjuru dunia, yang dalam prosesnya cenderung merusak budaya setempat yang telah mapan serta merampas hak self-determination rakyat setempat. 5. Globalisasi sebagai penghapusan batas-batas teritorial (atau sebagai persebaran supra-teritorialitas) Globalisasi mendorong rekonfigurasi geografis, sehingga ruang-sosial tidak lagi semata dipetakan dengan kawasan teritorial, jarak teritorial, dan batasbatas teritorial. Dalam konteks ini, globalisasi juga dipahami sebagai sebuah proses (atau serangkaian proses) yang melahirkan sebuah transformasi dalam spatial organisation dari hubungan sosial dan transaksi-ditinjau dari segi ekstensitas, intensitas, kecepatan dan dampaknya-yang memutar mobilitas antar-benua atau antar-regional serta jejaringan aktivitas (Scholte, 2002 dalam Suroso, 2010). Dengan demikian, adanya globalisasi yang sudah berlangsung sangat berpengaruh terhadap semua aspek kehidupan, baik secara individu, kelompok, maupun Negara yang sudah barang tentu termasuk Indonesia. Globalisasi yang berdampak pada berbagai bidang kehidupan tersebut tentu saja berpengaruh terhadap dunia pendidikan di Indonesia. Globalisasi ini didorong oleh hiruk-pikuknya tiga faktor utama yang berupa (1) teknologi informasi, (2) uang, dan (3) manajemen sehingga
10
memiliki power untuk menggerakkan proses globalisasi keseluruh dunia (Gaffar, 2004).
E. PEMBAHASAN Sebagaimana dikemukakan di atas, bahwa terdapat tiga faktor utama sebagai pendorong globalisasi yaitu berupa teknologi informasi, uang, dan manajemen (Gaffar, 2004). Oleh karena itu, persyaratan yang mutlak untuk dapat memenangkan persaingan global termasuk bidang pendidikan haruslah memiliki kemampuan yang lebih unggul dalam menguasai informasi, memiliki kemampuan keuangan yang memadai, dan manajemen yang berdaya saing. Bagai mana kecerdasan yang dimiliki oleh seseorang atau suatu negara dalam mencari dan memanfaatkan informasi akan sangat menentukan sampai di mana informasi mendunia tersebut dapat dikuasai. Tindakan selanjutnya berkaitan dengan informasi yang dikuasai adalah bagai mana mengolah dan mengelola informasi tersebut menjadi lebih bermanfaat.
Kenyataan demikian sangat memerlukan
kecerdasan yang berkaitan dengan teknologi informasi.
Faktor lain sebagai
pendorong percepatan globalisasi dalam segala aspek yaitu berupa uang. Pada tahap awal, persoalan uang bukanlah pada berapa besar jumlah uang yang harus dimiliki, akan tetapi lebih fokus pada bagai mana kecerdasan yang dimiliki berkaitan dengan pengelolaan keuangan. Jumlah uang yang banyak bukan merupakan jaminan untuk memenangkan persaingan global, akan tetapi kecerdasan dalam mengelola keuangan akan menjadi faktor utama dalam memenangkan kompetisi global.
Kecerdasan
keuangan yang dimiliki akan mampu mendatangkan penghasilan luar biasa sehingga mampu memperbaiki perekonomian baik dirinya maupun negara. Faktor lain sebagai pendorong percepatan globalisasi yaitu kemampuan manajemen yang unggul pada diri individu atau suatu negara. Kecerdasan manajemen akan sangat menentukan bagai mana faktor teknologi informasi dan faktor uang akan memiliki peran penting. Dalam upaya memenangkan persaingan global haruslah memiliki kecerdasan dalam mengelola dan memadukan antara teknologi informasi dan uang.
11
Sisi lain, persoalan otonomi yang tampaknya kontradiktif dengan istilah globalisasi, perlu dicermati bersama oleh kita.
Globalisasi yang berlangsung menuntut
persyaratan sangat ketat yang berupa kecerdasan teknologi informasi, kecerdasan keuangan, dan juga kecerdasan manajemen (pengelolaan). Ketiga faktor tersebut merupakan tantangan bagi setiap unit atau setiap satuan yang telah menyatakan otonomi.
Kecerdasan teknologi informasi, kecerdasan keuangan, dan juga
kecerdasan manajemen merupakan tiga faktor yang sangat sulit untuk dipenuhi oleh daerah atau satuan pendidikan yang telah menyatakan sebagai wilayah otonom. Semangat yang terkandung dalam istilah otonomi dan globalisasi sangat berbeda dan pada umumnya persyaratan yang diperlukan untuk memenangkan persaingan global merupakan kelemahan yang dimiliki oleh unit-unit otonom. Untuk wilayah Indonesia, pada umumnya terdiri atas daerah-daerah yang masih tergolong rendah dalam segala aspek, khususnya dalam kecerdasan teknologi informasi, kecerdasan keuangan, dan kecerdasan manajemen. Hal ini merupakan titik lemah bagi setiap unit otonom yang harus menghadapi globalisasi yang telah hampir mengesampingkan jati diri.
Berdasarkan pengamatan penulis, dapat
dinyatakan bahwa negara-negara lain telah mulai melaksanakan globalisasi tetapi untuk masyarakat Indonesia pada umumnya masih ketakutan dengan istilah globalisasi. Hal ini diakibatkan oleh ketidakkonsistenan dalam mempertahankan jati diri bangsa sehingga menjadi tidak jelas ke arah mana akan bergerak. Disadari atau tidak perkembangan pendidikan di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat dan terjadi secara global. Adanya era pasar bebas merupakan tantangan bagi dunia pendidikan Indonesia, hal ini memberikan peluang bagi lembaga pendidikan dan tenaga pendidik dari mancanegara masuk ke Indonesia. Dalam menghadapi pasar global, kebijakan pendidikan nasional harus mampu meningkatkan kualitas pendidikan, baik secara akademik maupun non-akademik.
Kebijakan yang ditetapkan harus mampu
memperbaiki manajemen pendidikan sehingga menjadi lebih produktif dan efisien serta memberikan akses seluas-luasnya bagi masyarakat untuk mendapatkan pendidikan.
12
Sebagai mana ditetapkan dalam Undang-Undang Sisdiknas Pasal 11 ayat 2, menyatakan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun. Hal ini menunjukkan bahwa anak pada usia tujuh sampai lima belas tahun seharusnya mendapatkan pendidikan dasar secara gratis. Oleh karena itu, hendaknya pemerintah yang dalam hal ini sebagai pengemban amanat rakyat, dapat bergerak cepat menemukan dan memperbaiki celah–celah yang dapat menyulut gejolak tersebut. Salah satunya dengan cara menjadikan pendidikan di Indonesia semakin murah atau bahkan gratis tapi bukan pendidikan yang murahan tanpa kualitas. Hal ini memang sudah dimulai di beberapa daerah di Indonesia yang menyediakan sekolah unggulan berkualitas yang bebas biaya. Namun hal tersebut baru berupa kebijakan regional di daerah tertentu. Alangkah baiknya jika pemerintah pusat menerapkan kebijakan tersebut dalam skala nasional.
Untuk dapat
mewujudkan hal tersebut pemerintah perlu melakukan pembenahan terutama dalam bidang birokrasi. Korupsi mesti segera diberantas, karena korupsi merupakan salah satu yang menghancurkan bangsa ini. Dengan menekan angka korupsi di Indonesia yang masuk jajaran raksasa korupsi dunia, diharapkan dapat memperbesar alokasi dana untuk pendidikan.
Globalisasi dalam dunia pendidikan saat ini memang
diperlukan untuk menghadapi tantangan global.
Namun demikian globalisasi
pendidikan hendaknya tidak meninggalkan masyarakat kita yang masih termasuk golongan lemah agar kemajuan bangsa ini dapat menikmati secara merata oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia (Januar, 2006). F. SIMPULAN Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disampaikan beberapa simpulan sbb. a. Untuk memenangkan persaingan global, pembiayaan pendidikan yang selenggarakan secara otonomi perlu mendapat perhatian secara serius oleh berbagai pihak. b. Untuk dapat memenangkan persaingan global, maka spirit otonomi perlu menselaraskan dengan spirit globalisasi.
13
G. DAFTAR PUSTAKA Anwar, I. 1991. Biaya Pendidikan dan Metode Penetapan Biaya Pendidikan. Mimbar Pendidikan, No. 1 Tahun X, 1991: 28—33. Baedhowi. 2007. Kebijakan Otonomi Daerah Bidang Pendidikan: Konsep Dasar dan Implementasi. (Online). http://www.penapendidikan.com/mengupasotonomi-pendidikan.html, Diakses tanggal 12 Juni 2010. Fattah, N. 2002. Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan. Rosdakarya.
Bandung: Penerbit
Gaffar, M. F. 1991. Konsep dan Filosofi Biaya Pendidikan Pendidikan. Mimbar Pendidikan, Nomor 1 Tahun X, 1991: 56—60. Gaffar, Mohammad Fakry. 2004. Membangun Kembali Pendidikan Nasional dengan Fokus: Pembaharuan Manajemen Perguruan Tinggi pada Era Globalisasi. Disampaikan pada Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia V, di Surabaya, 5—9 Oktober 2004. Hamijoyo, Santoso S. 1999. Pola Otonomi Daerah yang Efektif dan Efisien untuk Diimplementasikan dalam Bidang Pendidikan. Malang. FIP UNM. Januar, Indra. 2006. Globalisasi Pendidikan Di Indonesia. (Online). http://zag.7p.com/globalisasi_pendidikan.htm, diakses tanggal 14 Juni 2010. Latchanna, G., dan Hussein, J. O. 2007. Economics of Education. New Delhi: Discovery Publishing House. Levin, M. H. and Hans, G. S. 1987. Financing Recurrent Educational. Beverly Hills California: Sage Publication Inc. Loxley, W. 2008. Financing Education: Perspectives of The Asian Development Bank. (Online). (http://www.adb.org/Education/financing-edu.pdf, diakses 29 Juli 2008). Supriyadi, D. 2006. Satuan Biaya Pendidikan Dasar dan Menengah. Rujukan bagi Penetapan Kebijakan Pembiayaan Pendidikan Pada Era Otonomi dan Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Suroso, Jarot S. 2010. Pendidikan Nasional di Indonesia. (Siapkah Menghadapi Globalisasi?). (Online). http://www.scribd.com/doc/6480664/GlobalisasiPendidikan, diakses tanggal 14 Juni 2010. Sutjipto, 2004. Pembiayaan Pendidikan di Indonesia: Masalah dan Tantangannya. Makalah disajikan dalam Musyawarah Nasional Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI), Hotel Bela Kutai Balikpapan, Kalimantan Timur, 21—23 Mei. Tanje, Sixtus. 2008. Globalisasi Pendidikan dan Ketidaksiapan Sekolah. (Online). http://re-searchengines.com/sixtus0409.html, diakses tanggal 14 Juni 2010. Thomas, J.A. 1971. The Productive School: A System Analysis Approach to Educational Administration. New York: John Wiley and Sons. Wicaksono, Rohadi. 2008. Dunia Pendidikan Di Era Global. Disampaikan pada acara Talk Show yang diadakan oleh Akademi Analis Farmasi dan Makanan 14
Putra Indonesia Malang, pada tanggal 9 Agustus 2008. (Online). http://www.scribd.com/doc/4643968/Dunia-Pendidikan-Di-Era-Global, diakses tanggal 14 Juni 2010. Woodhall, M. 2004. Cost Benefit Analysis in Educational Planning. Fourth edition. Paris: UNESCO International Institute for Educational Planning.
15
CURRICULUM VITAE
Nama
: Dr. R. Gunawan S., S.Pd., S.E., M.M.
Tempat dan Tanggal Lahir
: Gunungkidul, 8 Agustus 1960
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Status Perkawinan
: Kawin
Agama
: Islam
Golongan / Pangkat
: IV c/Pembina Utama Muda
Jabatan Fungsional Akademik: Lektor Kepala Perguruan Tinggi
: Universitas Lampung
Alamat
: Jl. Sumantri Brojonegoro No 1 Bandar Lampung Telp./Faks.
Alamat Rumah
: (0721) 704624/(0721) 704624 : Jl. Pulau Bawean I No. 28, Sukarame, Bandar Lampung, 35131
Telp.
: 0721-789556; 08127922967
Faks.
: Fax. 0721-789556
Alamat e-mail
:
[email protected] [email protected]
RIWAYAT PENDIDIKAN PERGURUAN TINGGI Tahun Lulus
Jenjang
1985
S1
Universitas Negeri Yogyakarta Pendidikan Akuntansi (IKIP Yogyakarta)
2001
S1
Universitas Lampung
Akuntansi
2001
S2
Universitas Brawijaya
Manajemen/Akuntansi Manajemen
2010
S3
Universitas Negeri Malang
Pendidikan Ekonomi
Perguruan Tinggi
Jurusan/Bidang Studi
16
Buku: No.
Judul
Penerbit
Tahun
1.
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Bidang Kependidikan BKS – PTN Bagian Barat Ke II (Penyunting)
LP Universitas Lampung
1993
2.
Laporan Keuangan dengan Menggunakan DacEsay Accounting
LP Universitas Lampung
2004
3.
Cara Mudah Menguasai DacEsay Accounting for Windows
Graha Ilmu
2005
4.
Kiat Mudah Menguasai MYOB Accounting
Graha Ilmu
2005
5.
Analisis Regresi Linear Ganda Menggunakan SPSS
Graha Ilmu
2005
6.
Akuntansi Biaya (Penulisan Buku Ajar)
-
2006
7.
Pengembangan Model Penyelenggaraan Akreditasi Sekolah Menengah
Balitbang Depdiknas
2008
8.
Karakteristik Penganggaran dan Efisiensi Biaya
Cahaya Abadi Tulung Agung
2010
17