TESIS
PEMBERIAN L-ARGININE ORAL MENCEGAH PENURUNAN NITRIC OXIDE (NO) DAN JUMLAH ENDOTEL AORTA PADA TIKUS (Rattus norvegicus) JANTAN YANG DIPAPAR ASAP ROKOK
JURIAH
PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016
1
2
PEMBERIAN L-ARGININE ORAL MENCEGAH PENURUNAN NITRIC OXIDE (NO) DAN JUMLAH ENDOTEL AORTA PADA TIKUS (Rattus norvegicus) JANTAN YANG DIPAPAR ASAP ROKOK
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana
JURIAH 1490761027
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016
3
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 20 Juli 2016
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Prof. Dr. IGM. Aman, Sp.FK NIP. 194606191976021001
Dr.dr.Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc,Sp.GK NIP. 195805211985031002
Mengetahui
Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Dr.dr.Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc,Sp.GK NIP. 195805211985031002
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Prof.Dr.dr.A.A.Raka Sudewi, Sp.S(K) NIP. 195902151985102001
4
PENETAPAN PENGUJI
Tesis ini telah diuji pada Tanggal 20 Juli 2016
Penguji tesis berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, No : 841//UN14.4/HK/2016, Tanggal 7 Juni 2016
Ketua
: Prof. Dr. IGM. Aman, Sp.FK
Sekretaris
: Dr. dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, MSc, SpGK
Anggota
: 1. Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, SpAnd, FAACS 2. Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, MSc, Sp.And 3. Dr. dr. Desak Made Wihandani, M. Kes
5
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
NAMA
: dr. Juriah
NIM
: 1490761027
PROGRAM STUDI : ILMU BIOMEDIK
JUDUL TESIS
: PEMBERIAN L-ARGININE ORAL MENCEGAH PENURUNAN NITRIC OXIDE (NO) DAN JUMLAH ENDOTEL AORTA PADA TIKUS (Rattus norvegicus) JANTAN YANG DIPAPAR ASAP ROKOK
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat.
Apabila dikemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai Peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar, Mei 2016
(dr. Juriah)
6
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat, karunia serta petunjuk-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pemberian L-Arginine Oral Mencegah Penurunan Nitric oxide (NO) dan jumlah Endotel Aorta pada Tikus (ratus norvegicus) Jantan yang di Papar Asap Rokok” dalam rangka memperoleh gelar Magister pada Program Studi Ilmu Biomedik, kekhususan Anti Aging Medicine, di Program Pascasarjana Universitas Udayana, Bali-Indonesia. Selama penelitian ini, penulis mendapat banyak pengalaman berharga yang memperkaya wawasan, serta sebagai proses pembelajaran hidup penulis baik dari segi ilmiah maupun aspek nilai sosial. Semua ini tidak lepas dari peran serta orang-orang disekeliling penulis yang senantiasa mendukung dengan tulus dan ikhlas. Pada kesempatan ini, perkenankanlah penulis menyampaikan rasa hormat, penghargaan, dan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Prof. Dr. IGM. Aman, Sp.FK, meluangkan
waktunya
untuk
selaku Pembimbing I, yang telah membimbing,
mengarahkan,
dan
memberikan masukan kepada Penulis selama penyusunan tesis ini mulai dari awal hingga selesai. 2. Dr. dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, MSc, SpGK selaku Pembimbing II, yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan, dan memberikan masukan kepada Penulis selama penyusunan tesis ini mulai dari awal hingga selesai. 3. Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, SpAnd, FAACS, selaku Penguji I, yang telah memberikan masukan, saran, serta koreksi yang sangat berharga
7
dalam penyusunan tesis ini. Serta selaku Ketua Program Studi Ilmu Biomedik yang telah memberikan kesempatan kepada Penulis untuk menuntut ilmu di Program Magister Ilmu Biomedik, Universitas UdayanaBali. 4. Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, MSc, Sp.And, selaku Penguji II, yang telah memberikan masukan, saran, serta koreksi yang sangat berharga dalam penyusunan tesis ini. 5. DR.dr. Desak Made Wihandani, M.Kes selaku Penguji III, yang telah memberikan masukan, saran, serta koreksi yang sangat berharga dalam penyusunan tesis ini. 6. Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD selaku Rektor Universitas Udayana atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada Penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister di Universitas Udayana, Bali. 7. Prof. Dr. dr. A. A Raka Sudewi, Sp. S (K), selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana yang telah memberikan kesempatan kepada Penulis untuk menjadi mahasiswi pada Program Magister Ilmu Biomedik, Universitas Udayana, Bali. 8. I Gede Wiranatha, S.Si, selaku staf di Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana-Bali. Yang telah banyak membantu secara teknis proses penelitian ini. 9. Ayahanda tercinta (Alm. H. Jamhari) dan Ibunda tercinta (Hj. Nawati), atas iringan doa, dukungan, perhatian dan kasih sayang yang tulus dan tidak terhingga kepada Penulis, sehingga Penulis mampu menyelesaikan tesis ini.
8
10. Suami dan Anak-anakku tersayang (Teddy Junaidi Sofyan, Naila putri, Raffasyah), atas doa, dukungan dan pengertian selama Penulis menempuh pendidikan dan menyelesaikan tesis ini. 11. Seluruh Dosen Ilmu Biomedik Pasca Sarjana Universitas Udayana, Bali. Yang telah memberikan ilmunya yang sangat bermanfaat. 12. Para staf Ilmu Biomedik Pasca Sarjana Universitas Udayana, Bali. Yang telah memberikan informasi dan bantuan kepada Penulis mulai dari awal sampai akhir menuntut ilmu di Bagian Biomedik. 13. Teman-teman angkatan 9, tahun 2014 Anti Aging Medicine, terutama dr.Herti E. Silalahi, MARS. PhD, dr. Fransisca Mochtar, SpOG., dr syska martala dewi, dr. Widya chistine manus, dr. Iftitah yang telah memberikan semangat selama penyusunan tesis ini berlangsung. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan Rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian tesis ini. Penulis menyadari bahwa tesis ini jauh dari sempurna, karena itu Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Akhir kata Penulis ucapkan, Semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang.
Denpasar, Mei 2016
Penulis, Juriah
9
ABSTRAK PEMBERIAN L-ARGININE MENCEGAH PENURUNAN NITRIC OXIDE (NO) DAN JUMLAH ENDOTEL AORTA PADA TIKUS (Rattus norvegicus) JANTAN YANG DIPAPAR ASAP ROKOK Perilaku merokok merupakan salah satu pola hidup yang tidak sehat yang hingga saat ini masih merupakan perilaku yang umum dapat diamati baik pada orang dewasa maupun remaja. Merokok dapat menurunkan aktivitas NO secara langsung dan tak langsung, dan asap rokok mengandung senyawa kimia yang menyebabkan kerusakan endotel. Nitric oxide dibentuk dari oksidasi L-Arginin bersama kofaktor NADPH dan oksigen dengan katalisis enzim NO synthase (NOS). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan pemberian LArginin dapat mencegah penurunan Nitric Oxide (NO) dan kerusakan endotelium pada tikus jantan yang dipapar asap rokok. Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan menggunakan completely randomized post test only control group design yang menggunakan 36 ekor tikus putih (Rattus norvegicus) jantan, dewasa (berumur 2,5-3 bulan) sebagai sampel, yang terbagi menjadi 2 (dua) kelompok masing-masing berjumlah 18 ekor tikus, yaitu kelompok kontrol P0 (paparan asap rokok + aquabides) dan kelompok perlakuan P1 (paparan asap rokok + L-Arginine dosis 9 mmol/kgBB). Hasil penelitian ini kemudian dianalisis dan disajikan menggunakan analisis deskriptif, normalitas data, homogenitas data, uji komparabilitas, dan uji efek perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan rerata kadar Nitric Oxide kelompok yang diberi aquades (P0) adalah 882,46±119,47 µM, berbeda Bermakna jika dibandingkan dengan kelompok yang diberi L-Arginine dosis 9 mmol/kgBB (P1) yaitu 1233,03±128,02 µM (p<0,01). Rerata jumlah sel endotel P0 adalah 3,3889±1,57675 sel dan berbeda nyata dengan kelompok P1 adalah 8,8506±1,16810 sel (p<0,01). Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian LArginin dapat mencegah penurunan Nitric Oxide (NO) dan mencegah penurunan jumlah endotel aorta pada tikus jantan yang dipapar asap rokok. Kata kunci : L-Arginine, nitric oxide, endotelium, asap rokok
10
ABSTRACT L-ARGININE PREVENTED THE DECREASE OF NITRIC OXIDE (NO) AND THE NUMBER OF ENDOTELIAL CELL AORTA DAMAGE IN CIGARETTE SMOKE-INDUCED MALE WISTAR RATS (Rattus norvegicus) Smoking is an unhealthy lifestyle which is still a common behavior observed in both adults and adolescents. Smoking can decrease the activity of NO directly and indirectly. Besides cigarette smoke contains chemical compounds that cause endothelial damage. Nitric oxide is formed from the oxidation of LArginine along cofactor NADPH and oxygen with enzyme catalysis NO synthase (NOS). The purpose of this study is to prove the administration of L-Arginine to prevent the decline of Nitric Oxide (NO) and endothelial damage in male rats exposed by cigarette smoke. This study was an experimental research using a completely randomized post-test only control group design with 36 male albino rats (Rattus norvegicus) as a sample, adult (aged 2.5-3 months), which is divided into two (2) groups respectively amounted to 18 mice, the negative control group P0 was given cigarette smoke exposure and aquabidest, while the treatment group called treatment group P1 was given cigarette smoke exposure and L-Arginine dose of 9 mmol/kg body weight. The results of this research were then analyzed and presented using descriptive analysis, data normality, homogeneity of data, and comparability test to determine effects of treatment. The results showed average levels of Nitric Oxide in kontrol group given distilled water (P0) was 882.46 ± 119.47 μM significantly lower when compared with the group given L-Arginine dose of 9 mmol / kg body weight (P1) which was 1233.03 ± 128 , 02 μM (p <0.01). The mean number of endothelial cells was 3.3889 ± 1.57675 cells in P0 group and significantly lower compared to the group P1 which was 8.8506 ± 1.16810 cells (p <0.01). Based on these results it can be concluded that the administration of LArginine prevented the decrease of Nitric Oxide (NO) and the number of endotelial cell aorta damage in male rats exposed by cigarette smoke. Keywords: L-Arginine, nitric oxide, the endothelium, smoke
11
DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM ................................................................................ .....
ii
LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................
iii
LEMBAR PENETAPAN PENGUJI .........................................................
iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ...........................................
v
UCAPAN TERIMA KASIH ......................................................................
vi
ABSTRAK .................................................................................................
ix
ABSTRACT ...............................................................................................
x
DAFTAR ISI ...............................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................
xv
DAFTAR TABEL .......................................................................................
xvi
DAFTAR SINGKATAN ............................................................................
xvii
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN ......................................................................
1
1.1 Latar Belakang ...................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah ..............................................................
8
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................
8
1.4 Manfaat penelitian ..............................................................
9
KAJIAN PUSTAKA...................................................................
10
2.1 Proses Penuaan ...................................................................
10
2.2 Radikal Bebas ....................................................................
15
2.2.1 Tahapan terbentuknya Radikal Bebas .....................
17
2.2.2 Peranan radikal bebas dalam proses penuaan .........
18
2.3 Endotelium ........................................................................
20
2.4 Nitric Oxide (NO) ..............................................................
22
12
2.4.1 Peran NO dalam pembuluh darah ............................
24
2.4.2 Patologi kelainan pembuluh darah diperantarai NO akibat stress oksidatif yang dipicu radikal bebas .....
27
2.5 Rokok .................................................................................
29
2.5.1 Definisi rokok ..........................................................
29
2.5.2 Radikal bebas dalam rokok ......................................
30
2.5.3 Hubungan antara rokok dan kadar NO ....................
37
2.6 L-Arginine .........................................................................
40
2.7 Hewan Coba Tikus ..... ........................................................
43
2.7.1 Penggunaan tikus ....................................................
43
2.7.2 Pemberian makanan dan minuman ..........................
44
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS ..........
46
3.1 Kerangka Berpikir ..............................................................
46
3.2 Kerangka Konsep ...............................................................
48
3.3 Hipotesis Penelitian ............................................................
49
BAB IV METODE PENELITIAN ...........................................................
50
4.1 Rancangan Penelitian .........................................................
50
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ..............................................
51
4.3 Populasi dan Sampel ..........................................................
51
4.3.1 Populasi ....................................................................
51
4.3.2 Kriteria sampel .........................................................
51
4.3.3 Besar sampel ............................................................
52
4.3.4 Teknik pengambilan sampel ...................................
53
4.4 Variabel ..............................................................................
53
4.4.1 Hubungan antar variabel ..........................................
54
13
4.4.2 Definisi operasional variabel ...................................
54
4.5 Bahan Penelitian dan Hewan Coba ....................................
55
4.5.1 Bahan penelitian.........................................................
55
4.5.2 Hewan percobaan ..... ................................................
55
4.6 Instrumen Penelitian ...........................................................
56
4.7 Prosedur Penelitian .............................................................
56
4.7.1. Pemilihan dan pemeliharaan hewan uji....... .............
56
4.7.2 Prosedur perlakuan ..... .............................................
57
4.7.3. Prosedur pengambilan darah .. .................................
57
4.7.4. Prosedur pemeriksaan kadar NO.. ............................
58
4.8 Analisis Data ...... ................................................................
59
4.9 Alur Penelitian ...... .............................................................
61
HASIL PENELITIAN ...............................................................
62
5.1 Analisis Deskriptif .............................................................
62
5.2 Uji Normalitas Data ...........................................................
63
5.3 Uji Homogenitas Data antar Kelompok ............................
64
5.4 Uji Komparabilitas ...........................................................
65
5.4.1 Uji Komparabilitas Kadar Nitric Oxide ....................
65
5.4.2 Uji Komparabilitas Jumlah Sel Endotel ....................
66
5.4.2 Hasil Histologi Endotel Aorta ...................................
67
BAB VI PEMBAHASAN ........................................................................
68
6.1 Subyek Penelitian ..............................................................
68
6.2 Distribusi dan Homogenitas Data Hasil Penelitian ...........
68
6.3 Paparan Asap Rokok Menurunkan Kadar Nitric Oxide dan Jumlah Sel Endotel .....................................................
69
BAB V
14
6.4 Pengaruh Pemberian L-Arginin Terhadap Kadar Nitric Oxide dan Jumlah Sel Endotel ..........................................
72
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN .......................................................
75
7.1 Simpulan ............................................................................
75
7.2 Saran ..................................................................................
75
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
76
15
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
2.1. Molekul Nitric oxide (NO) ........................................................................... 22 2.2. Skema Proses Sintesis Nitric oxide (NO) .................................................... 23 2.3. Mekanisme Vasodilatasi NO di dalam Pembuluh Darah ............................. 26 2.4. Interaksi antara Reactive Oxygen Species (ROS) dan Nitric Oxide ............. 38 2.5. Struktur Kimia L-Arginine........................................................................... 40 2.6. Metabolisme L-Arginine .............................................................................. 41 3.1. Konsep Penelitian......................................................................................... 48 4.1. Rancangan Penelitian ...........................................................................
50
4.2. Hubungan antar variabel ........... ..........................................................
54
4.3. Alur Penelitian .....................................................................................
61
5.1 Aquabides + Rokok ..............................................................................
67
5.2 Arginine 9mmol/kgbb + Rokok ...........................................................
67
16
DAFTAR TABEL Tabel
Halaman
2.1
Waktu Paruh NO dan Produknya .......................................................
24
2.2
Data Biologi Tikus …….. ..................................................................
44
5.1
Hasil Analisis Deskriptif Data Nitric Oxide .....................................
62
5.2
Hasil Analisis Deskriptif Data Jumlah Sel Endotel ..........................
63
5.3
Hasil Uji Normalitas Data Kadar Nitric Oxide Antar Kelompok .....
63
5.4
Hasil Uji Normalitas Data Jumlah Sel Endotel Antar Kelompok .....
64
5.5
Hasil Uji Homogenitas Variabel Penelitian Antar Kelompok ..........
64
5.6
Rerata Kadar Nitric Oxide antar Kelompok Sesudah Diberikan Perlakuan ...........................................................................................
65
Rerata Kadar Nitric Oxide antar Kelompok Sesudah Diberikan Perlakuan ...........................................................................................
66
5.7
17
DAFTAR SINGKATAN
ADMA
: Asymmetric dimethyl arginine
cGMP
: Cyclic Guanosine Mosophosphate
cNOS
: Constitutive NO synthase
DHEA
: dehydroepidanrosterone
eNOS
: Endothelial NO synthase
FSH
: Follicle Stimulating Hormone
GH
: Growth Hormone
HB4
: Tetrahydrobiopterin
IGF-1
: Insulin Growth Factor-1
iNOS
: Inducible NO synthase
LH
: Luteinizing Hormone
LNMA
: L-mono methyl arginine
MDA
: Malondyaldehide
NANC
: Nnonadrenergic-Noncholinergic
nNOS
: Neuronal NO synthase
NO
: Nitric Oxide
ROS
: Reactive Oxygen Species
sGC
: Soluble guanylate cyclase
XO
: xanthine oxidase
18
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu Anti-Aging Medicine telah membawa harapan baru untuk memperpanjang umur manusia dengan memperlambat proses penuaan dan menjaga fungsi tubuh tetap optimal. Banyak upaya yang telah dilakukan oleh para dokter klinisi maupun peneliti untuk mengidentifikasi dan mencegah penyebabpenyebab penuaan. Diharapkan proses penuaan dapat dicegah, diperlambat atau bahkan dihentikan sama sekali dengan upaya-upaya mencegah faktor penyebab terjadinya penuaan tersebut, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup manusia. Salah satu cara untuk mencegah penuaan ialah dengan menjalankan pola hidup sehat, tetapi fakta di masyarakat menunjukkan bahwa 64% penyebab kematian disebabkan oleh pola hidup yang tidak sehat (Sharkey, 2011). Perilaku merokok merupakan salah satu pola hidup yang tidak sehat yang hingga saat ini masih merupakan perilaku yang umum dapat diamati baik pada orang dewasa maupun remaja. Bahkan belakangan ini merokok sudah menjangkau anak-anak yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Pada tahun 2007, prevalensi merokok usia 15 tahun ke atas adalah sebesar 34,2% yakni lebih dari 50 juta orang dewasa, meningkat dari 31,5 % pada tahun 2001. Pada tahun 2002, masyarakat Indonesia mengkonsumsi 182 milyar batang rokok, menduduki peringkat ke 5 konsumsi rokok terbesar di dunia. Selain itu, berdasarkan jumlah
19
perokok, Indonesia adalah negara ketiga dengan jumlah perokok terbesar di dunia setelah China dan India (WHO, 2008). Asap rokok mengandung berbagai jenis bahan kimia, sebagian besar diantaranya bersifat toksik seperti nikotin, karbonmonoksida dan tar (Martin, 2008). Asap rokok ini mengandung lebih dari 1017 radikal bebas per gram dan lebih dari 1015 radikal bebas di setiap hisapannya (Valavanidis dkk., 2009). Radikal bebas yang terkandung dalam asap rokok antara lain aldehida, epoxida, peroxida, radikal peroksil, dan radikal lain dengan kandungan karbon dalam fase gas (Arief, 2007). Selain itu rokok juga mengandung bahan-bahan yang bersifat karsinogen dan mutagen seperti polonium, benzo-α-pyrene, dan dimethyl benzo(α)anthracene. Senyawa toksik dalam rokok juga akan berinterkasi dengan oksigen membentuk gas-gas beracun seperti NOx, CO dan SOx (Bindar, 2000). Teori radikal bebas mengenai proses penuaan menjelaskan bahwa radikal bebas merusak sel-sel tubuh manusia (Goldman dan Klatz, 2007). Radikal bebas adalah senyawa atau atom yang memiliki elektron tidak berpasangan pada orbit luarnya sehingga bersifat amat reaktif terhadap sel atau komponen sel sekitarnya. Pembentukan radikal bebas berlangsung terus menerus di dalam sel sebagai konsekuensi dari reaksi enzimatik dan non enzimatik (Droge, 2002). Selain itu radikal bebas dapat pula berasal dari luar tubuh seperti sinar UVB, asap kendaraan dan asap rokok. Bila produk radikal bebas melebihi kemampuan adaptasi dari enzim antioksidan, maka terjadi suatu keadaan yang dikenal dengan stres oksidatif (oxidative stress).
20
Dengan menghirup asap rokok yang merupakan sumber radikal bebas, akan terjadi kerusakan oksidatif yang berujung pada kerusakan berbagai makromolekul dalam sel yang berperan dalam pathogenesis penyakit degeneratif (Winarsi, 2007). Reaksi peroksidasi lipid yang dipicu oleh radikal bebas dapat menyebabkan kerusakan membran sel yang mengakibatkan munculnya berbagai kondisi patologis (Woolf dkk., 2005). Akibat akhir dari reaksi peroksidasi lipid tersebut yaitu terputusnya rantai asam lemak menjadi berbagai senyawa yang bersifat toksik terhadap sel, antara lain berbagai aldehida seperti malondialdehid dan bermacam-macam hidrokarbon (Ayala dkk., 2014). Salah satu radikal bebas dalam asap rokok adalah Reactive Oxygen Species (ROS). ROS merupakan salah satu radikal bebas yang paling umum ditemukan dalam tubuh manusia. ROS sebagian berbentuk radikal seperti radikal hidroksil (۰OH), radikal peroksil (۰OOH) dan ion superoksida (O2-). Di antara senyawa radikal yang paling reaktif adalah senyawa hidroksil, sehingga paling berbahaya. Tingginya ROS intraseluler dapat mengakibatkan kerusakan fungsi selular melalui terjadinya mutasi DNA, cleavage of DNA dan agregasi biomolekul melalui cross-linking reaction. Target utama radikal bebas adalah protein, asam lemak tak jenuh dan lipoprotein, serta unsur DNA termasuk karbohidrat. Dari ketiga target tersebut, yang paling rentan terhadap serangan radikal bebas adalah asam lemak tak jenuh (Lobo dkk., 2010). Sebuah radikal bebas mengambil elektron dari membran lipid sel, memulai serangan radikal bebas pada sel yang dikenal sebagai peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid merupakan reaksi berantai yang diinisiasi oleh serangan
21
radikal bebas pada fosfolipid dan polyunsaturated fatty acid. Serangan ini dimulai dari membran sel yang menghasilkan aldehid, keton dan hasil polimerasi yang bereaksi dan merusak biomolekul, enzim dan asam nukleat yang dapat menyebabkan
penuaan
(aging).
Salah
satu
konversi
oksidatif
dari
polyunsaturated fatty acid adalah malondialdehid (MDA) atau lipid peroksida (Gawel dkk., 2004). MDA juga ditemukan pada manusia sehat, yang mengindikasikan bahwa radikal bebas juga diproduksi dalam metabolisme tubuh normal (Pasupathi, 2009). Sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa perokok kronis memiliki peningkatan risiko untuk penyakit arteri serebral dan koroner. Hal ini karena pada perokok kronis terjadi stress oksidatif yang diakibatkan oleh superoksida dan sejumlah besar spesies oksigen reaktif lainnya (ROS) yang berujung pada akumulasi kerusakan oksidatif pada berbagai macam sel dalam tubuh salah satunya adalah sel endotel (Tsuchiya dkk., 2002). Telah banyak diketahui hubungan antara merokok dan penyakit pembuluh darah, dan telah diketahui secara umum pula bahwa rokok akan merusak sel-sel endotel vaskular. Integritas endotel sangat penting untuk fungsi homeostatis pembuluh darah dan untuk menjaga keadaan nontrombotik dan nonatherogenic (Guo dkk., 2006). Sel endotel arteri pada tikus yang terpapar asap rokok mensekresi lebih banyak
plasminogen
activator
inhibitor-1
(PAI-1)
yang mempermudah
munculnya trombosis. Disamping itu, pada arteri hewan yang terpapar asap rokok ini terjadi peningkatan dari endotelin dan vasoconstructing growth factors yang diproduksi oleh sel endotel, antara lain Angiotensin II. Sebaliknya faktor
22
vasodilatasi, seperti NO, prostacyclin dan endothelium hyperpolarising factor menurun. Perubahan yang terjadi di pembuluh darah karena penuaan ini memberikan suasana aktif baik secara enzimatis maupun metabolik terhadap terjadinya penyakit pembuluh darah seperti aterosklerosis (Najjar dkk., 2005) Nitric Oxide (NO), sebuah molekul kecil reaktif, merupakan bioregulator penting dalam tubuh mamalia. NO telah dikenal sebagai biomessenger yang ada di berbagai macam jenis organisme. NO diketahui merupakan regulator utama otot polos. NO adalah salah satu faktor relaksasi tergantung endotel yang berperan dalam relaksasi sel otot polos pembuluh darah. Penurunan bioavailabilitas NO diakibatkan oleh disfungsi endotel pada pembuluh darah (Tousoulis dkk., 2012). NO ternyata memiliki berbagai peran fisiologis yang melibatkan hampir semua jaringan tubuh. Sebagai ringkasan, penelitian beberapa dekade terakhir telah menunjukkan bahwa NO memiliki peran yang penting dalam proses fisiologis dan patologis (Bescós dkk., 2012). Pada manusia, NO digunakan untuk beberapa fungsi sinyal interseluler dan intraseluler, seperti transmisi sinyal neuron, sitotoksik terhadap patogen dan tumor, koordinasi irama jantung, dan pengaturan aktivitas respirasi seluler (Grove dan Wang, 2000). NO dalam hubungannya dengan pembuluh darah dapat menyebabkan relaksasi otot polos, sehingga berfungsi sebagai regulator aliran dan tekanan darah dan mencegah agregasi dan adhesi platelet. NO juga membantu transpor oksigen dengan melebarkan dinding pembuluh darah sehingga mempermudah perpindahan gas ke jaringan dan sebaliknya (Idhayu, 2006)
23
Sel-sel endotel merupakan sel yang secara konstitutif mensintesis nitrit oxide (NO) dari L-arginin oleh enzim endogen, NO synthase, untuk meregulasi pembuluh darah, aliran darah lokal, dan perfusi jaringan. Konsentrasi NO yang rendah dalam plasma merupakan gejala terjadinya disfungsi endotel dan sangat terkait dengan kebiasaan merokok jangka panjang (Tsuchiya dkk., 2002). Kondisi ini bisa mempercepat insufisiensi arteri koroner dan vasokonstriksi di banyak jaringan yang berbeda. NO merupakan vasodilator kuat yang menghambat perputaran matriks ekstraselular dan dengan demikian dapat memodifikasi sifat mekanik dinding arteri (Van Hove dkk., 2009). Penelitian melaporkan bahwa sekresi NO pada vena saphena pada manusia yang tidak merokok secara signifikan lebih tinggi daripada yang dari vena perokok berat (Rahman dan Laher, 2007). Dengan menggunakan antagonis NO, NG-monomethyl-l-arginin, beberapa peneliti telah menemukan penurunan kemampuan vasodilatasi pembuluh darah pada perokok (Vleeming dkk., 2002). Dalam penelitian lain, pengukuran nitrit dari arteri femoral dan karotis setelah paparan asap rokok jangka pendek dan jangka panjang memberikan bukti bahwa rokok mengurangi bioavaibility NO. Selanjutnya, kadar NO kembali normal setelah 3 minggu pasca penghentian paparan asap rokok (Guo dkk., 2006). Gangguan sekresi NO diduga terkait dengan berkurangnya sintesis atau aktivitas endothelial NO synthase (eNOS) (Burnett, 2004). Belakangan diketahui, baik peningkatan dan penurunan ekspresi mRNA eNOS telah dilaporkan berhubungan dengan paparan asap rokok dalam berbagai model eksperimental.
24
Asap rokok telah terbukti menghambat kerja eNOS pada arteri pulmonalis (Wagner dkk., 2007) dan pada penelitian lain menekan eNOS sebesar 52% pada kultur sel endotel (Wang dkk., 2000). Hal ini diperkuat dengan penelitian lain yang menyebutkan bahwa penghentian paparan asap rokok akan mengembalikan ekspresi eNOS menjadi normal setelah 16 minggu (Guo dkk., 2006). Telah dilaporkan bahwa asap rokok mengandung banyak sekali radikal bebas seperti nitrogen oksida, hidrogen peroksida, hidrogen sianida, dan akrolein yang secara langsung mempengaruhi ekspresi eNOS (Bindar, 2000; Guo dkk., 2006; Arief, 2007). Nitric oxide dibentuk dari oksidasi L-Arginin bersama kofaktor NADPH dan oksigen dengan katalisis enzim NOS. Konsentrasi fisiologis L-Arginine pada orang sehat yang cukup untuk membentuk endotel NOS, yaitu sekitar 3 μmol/L. Oleh karena itu, L-Arginin disebut sebagai asam amino semi esensial karena tubuh bisa memproduksi asam amino ini dalam jumlah yang mencukupi (Appleton, 2002). Beberapa penelitian menjelaskan efek biologis terkait suplementasi LArginine terhadap peningkatan kadar NO (Bode-Böger dkk., 2007) Proses penuaan dapat disebabkan oleh Pola hidup yang tidak sehat salah satunya merokok, asap rokok dan berbagai zat kimia radikal bebas yang terkandung dalam rokok masuk ke dalam tubuh
dapat menyebabkan stress
oksidatif sehingga dapat menyebabkan berbagai kerusakan sel terutama dalam penuruna jumlah endotel pembuluh darah, penurunan kadar nitric oxide dan menyebabkan penyakit degeneratif lain yang dapat mempercepat proses penuaan.
25
Penelitian menunjukkan bahwa suplementasi L-Arginine dapat membantu mengobati orang dengan faktor risiko aterosklerosis, seperti hiperkolesterolemia, hipertensi, kondisi penuaan yang semuanya berkaitan dengan penurunan biosintesis NO (Loscalzo, 2003; Gokce, 2004; Stapleton dkk., 2010). Namun, meskipun teori mengenai suplementasi L-Arginine yang dapat meningkatkan vasodilatasi pembuluh darah akibat peningkatan produksi NO telah diterima secara luas, mekanisme yang mendasari peningkatan produksi NO ini belum banyak diketahui (Alvares dkk., 2011). Selain itu penelitian yang dilakukan oleh (Alvares dkk. 2012) membuktikan bahwa suplementasi L-Arginine akut tidak meningkatkan kadar NO pada orang sehat. Berdasarkan latar belakang di atas, dilakukan penelitian untuk melihat dampak pemberian L-Arginine oral terhadap kadar NO serum dan jumlah endotel pada tikus yang diberi paparan asap rokok.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagi berikut. 1. Apakah pemberian L-Arginine oral dapat mencegah penurunan kadar Nitric Oxide (NO) pada tikus (Rattus norvegicus) jantan galur Wistar yang dipapar asap rokok? 2. Apakah pemberian L-Arginine oral dapat mencegah penurunan jumlah endotel aorta pada tikus (Rattus norvegicus) jantan galur Wistar yang dipapar asap rokok. 1.3 Tujuan Penelitian
26
1.3.1 Tujuan umum Untuk membuktikan efek proteksi dari L-Arginine terhadap stress oksidatif yang diinduksi paparan asap rokok dimana hal tersebut dapat menimbulkan kerusakan endotel pembuluh darah dan menurunkan kadar NO. 1.3.2 Tujuan Khusus 1
Untuk membuktikan bahwa pemberian L-Arginine oral dapat mencegah penurunan kadar Nitric Oxide (NO) pada tikus (Rattus norvegicus) jantan galur Wistar yang dipapar asap rokok.
2
Untuk membuktikan bahwa pemberian L-Arginine oral dapat mencegah penurunan jumlah endotel aorta pada tikus (Rattus norvegicus) jantan galur Wistar yang dipapar asap rokok.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Ilmiah Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan terkait penyakit pembuluh darah dan pengobatan
yang diakibatkan oleh paparan asap rokok
khususnya dengan menggunakan L-Arginine. 1.4.2 Manfaat Praktis Sebagai acuan bagi masyarakat untuk memahami manfaat L-Arginine bagi pencegahan dan pengobatan terkait penyakit pembuluh darah terutama yang di sebabkan oleh asap rokok.
27
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Penuaan Aging atau penuaan secara praktis dapat dilihat sebagai suatu penurunan fungsi biologik dari usia kronologik. Aging tidak dapat dihindarkan dan berjalan dengan kecepatan berbeda, tergantung dari susunan genetik seseorang, lingkungan dan gaya hidup, sehingga aging dapat terjadi lebih dini atau lebih lambat tergantung kesehatan masing-masing individu (Pangkahila, 20011). Definisi aging menurut A4M (American Academy of Anti Aging Medicine) adalah kelemahan dan kegagalan fisik dan mental yang berhubungdanengan aging yang normal disebabkan karena disfungsi fisiologik, dalam banyak kasus dapat diubah dengan intervensi kedokteran yang tepat (Goldman dan Klatz, 2003). Sebenarnya banyak teori yang menjelaskan mengapa manusia mengalami proses penuaan tetapi pada dasarnya semua teori itu dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu teori wear dan tear dan teori program. Teori wear dan tear meliputi kerusakan DNA, glycosilation (glikosilasi), proses imun, dan neuroendocrine theory (Pangkahila, 20011). Menurut Goldman dan Klatz 2003 ada 4 teori pokok dari aging, yaitu: 1.
Teori “wear dan tear” Tubuh dan selnya mengalami kerusakan karena sering digunakan dan
disalahgunakan (overuse dan abuse). Organ tubuh seperti hati, lambung, ginjal, kulit, dan yang lainnya, menurun karena toksin di dalam makanan dan
28
lingkungan, konsumsi berlebihan lemak, gula, kafein, alkohol, dan nikotin, karena sinar ultraviolet, dan karena stres fisik dan emosional. Tetapi kerusakan ini tidak terbatas pada organ melainkan juga terjadi di tingkat sel. 2.
Teori Neuroendokrin Teori ini berdasarkan peranan berbagai hormon bagi fungsi organ tubuh.
Hormon dikeluarkan oleh beberapa organ yang dikendalikan oleh hipotalamus, sebuah kelenjar yang terletak di otak. Hipotalamus membentuk poros dengan hipofise dan organ tertentu yang kemudian mengeluarkan hormonnya. Dengan bertambahnya usia, tubuh memproduksi hormon dalam jumlah kecil, yang akhirnya mengganggu berbagai sistem tubuh. 3.
Teori Kontrol Genetik Teori ini fokus pada genetik memprogram DNA, dimana kita dilahirkan
dengan kode genetik yang unik, yang memungkinkan fungsi fisik dan mental tertentu. Dan penurunan genetik tersebut menentukan seberapa cepat kita menjadi tua dan berapa lama kita hidup. 4.
Teori Radikal Bebas Teori ini menjelaskan bahwa suatu organisme menjadi tua karena terjadi
akumulasi kerusakan radikal bebas dalam sel sepanjang waktu. Radikal bebas sendiri merupakan suatu molekul yang memiliki elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas memiliki sifat reaktifitas tinggi, karena kecenderungan menarik elektron dan dapat mengubah suatu molekul menjadi suatu radikal bebas oleh karena hilangnya atau bertambahnya satu elektron pada molekul lain. Radikal bebas akan merusak molekul yang elektronnya ditarik oleh radikal bebas tersebut
29
sehingga menyebabkan kerusakan sel, gangguan fungsi sel, bahkan kematian sel. Molekul utama di dalam tubuh yang dirusak oleh radikal bebas adalah DNA, lemak, dan protein. Usia yang bertambahnya menyebabkan akumulasi kerusakan sel akibat radikal bebas semakin mengambil peranan, sehingga mengganggu metabolisme sel, juga merangsang mutasi sel, yang akhirnya membawa pada kanker dan kematian. Selain itu radikal bebas juga merusak kolagen dan elastin, suatu protein yang menjaga kulit tetap lembab, halus, fleksibel, dan elastis. Jaringan tersebut akan menjadi rusak akibat paparan radikal bebas, terutama pada daerah wajah, dimana mengakibatkan lekukan kulit dan kerutan yang dalam akibat paparan yang lama oleh radikal bebas (Goldman and Klatz, 2003). Berbagai faktor yang dapat mempercepat proses penuaan (Wibowo, 2003), adalah sebagai berikut: a.
Faktor lingkungan seperti pencemaran lingkungan yang berwujud bahanbahan polutan dan kimia sebagai hasil pembakaran pabrik, otomotif, dan rumah tangga, serta pencemaran lingkungan berwujud suara bising. Dari berbagai penelitian ternyata suara bising akan mampu meningkatkan kadar hormon prolaktin dan mampu menyebabkan apoptosis di berbagai jaringan tubuh. Kondisi lingkungan hidup kumuh serta kurangnya penyediaan air bersih akan meningkatkan pemakaian energi tubuh untuk meningkatkan kekebalan. Sinar matahari secara langsung yang dapat mempercepat penuaan kulit, hilangnya elastisitas dan rusaknya kolagen kulit (Pangkahila, 20011).
30
b.
Faktor diet / makanan. Jumlah nutrisi yang tidak optimal, jenis, dan kualitas makanan yang banyak menggunakan pengawet, pewarna, perasa dari bahan kimia terlarang. Zat beracun dalam makanan dapat menimbulkan kerusakan berbagai organ tubuh, antara lain organ hati.
c.
Faktor genetik seseorang sangat ditentukan oleh genetik orang tuanya, tetapi faktor genetik ternyata dapat berubah karena infeksi virus, radiasi, dan zat racun dalam makanan / minuman / kulit yang diserap oleh tubuh.
d.
Faktor psikis berupa stres ternyata mampu memacu proses apoptosis di berbagai organ/jaringan tubuh.
e.
Faktor organik secara umum meliputi: rendahnya kebugaran / fitness, pola makan kurang sehat, penurunan GH (Growth Hormone) dan IGF-1 (Insulin Growth Factor-1), penurunan testosteron, penurunan melatonin secara konstan setelah usia 30 tahun dan menyebabkan gangguan circadian clock (ritme harian), selanjutnya kulit dan rambut akan berkurang pigmentasinya dan terjadi pula gangguan tidur, peningkatan prolaktin yang sejalan dengan perubahan emosi dan stres, perubahan Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH) (Pangkahila, 2007). Proses penuaan dimulai dengan menurunnya bahkan terhentinya fungsi
berbagai organ tubuh. Akibat penurunan fungsi itu, muncul berbagai tanda dan gejala proses penuaan, yang pada dasarnya dibagi dua bagian, yaitu: 1.
Tanda fisik, seperti massa otot berkurang, lemak meningkat, kulit berkerut, daya ingat berkurang, fungsi seksual terganggu, kemampuan kerja menurun
31
dan sakit tulang. 2.
Tanda psikis antara lain menurunnya gairah hidup, sulit tidur, mudah cemas, mudah tersinggung, dan merasa tidak berarti lagi. Akan tetapi proses penuaan tidak terjadi begitu saja dengan langsung menampakkan perubahan fisik dan psikis seperti di atas. Menurut Pangkahila (20011), proses penuaan berlangsung melalui tiga
tahap sebagai berikut: 1) Tahap subklinik (usia 25-35 tahun): Pada tahap ini, sebagian besar hormon di dalam tubuh mulai menurun, yaitu hormon testosteron, growth hormone, dan hormon estrogen. Pembentukan radikal bebas yang dapat merusak sel dan DNA, mulai mempengaruhi tubuh. Kerusakan ini biasanya tidak tampak dari luar. Karena itu, pada tahap ini orang merasa dan tampak normal, tidak mengalami gejala dan tanda penuaan. Bahkan pada umumnya rentang usia ini dianggap usia muda dan normal. 2) Tahap transisi (usia 35-45 tahun): Selama tahap ini kadar hormon menurun sampai 25 persen. Massa otot berkurang sebanyak satu kilogram setiap beberapa tahun. Akibatnya, tenaga dan kekuatan terasa hilang, sedang komposisi lemak tubuh bertambah. Keadaan ini menyebabkan resistensi insulin, meningkatnya risiko penyakit jantung pembuluh darah dan obesitas. Pada tahap ini gejala mulai muncul, yaitu penglihatan dan pendengaran menurun, rambut putih mulai tumbuh, elastisitas dan pigmentasi kulit menurun, dorongan dan bangkitan seksual menurun. Pada tahap ini orang mulai merasa tidak muda lagi dan tampak lebih tua. Kerusakan oleh radikal bebas
32
mulai merusak ekspresi genetik, yang dapat mengakibatkan penyakit, seperti kanker, arthritis (radang sendi), berkurangnya memori, penyakit jantung koroner, dan diabetes. 3) Tahap Klinik (usia 45 tahun ke atas): Pada tahap ini penurunan kadar hormon terus berlanjut, yang meliputi DHEA (dehydroepidanrosterone), melatonin, growth hormone, testosteron, estrogen, dan juga hormon tiroid. Kemampuan penyerapan bahan makanan juga terjadi penurunan bahkan sampai menghilang. Densitas tulang menurun, massa otot berkurang sekitar satu kilogram setiap tiga tahun sehingga mengakibatkan ketidak mampuan membakar kalori, meningkatnya lemak tubuh dan berat badan. Penyakit kronis menjadi lebih nyata, sistem organ tubuh mulai mengalami kegagalan. Disfungsi seksual merupakan keluhan yang penting dan mengganggu keharmonisan banyak pasangan. Dengan melihat ketiga tahap ini, ternyata proses penuaan tidak selalu harus dinyatakan dengan gejala atau keluhan. Hal ini menunjukkan bahwa orang yang tidak mengalami gejala atau keluhan, bukan berarti tidak mengalami proses penuaan. Lebih jauh lagi, ini dapat menjadi pegangan bahwa untuk mengatasi proses penuaan jangan menunggu sampai muncul gejala atau keluhan yang nyata (Pangkahila, 20011).
2.2 Radikal Bebas Yang dimaksud dengan radikal bebas adalah suatu senyawa atau molekul yang mengandung satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbital
33
luarnya. Secara biokimia, proses pelepasan elektron dari suatu senyawa disebut oksidasi. Sementara proses penangkapan elektron disebut reduksi. Senyawa yang dapat menerima atau menarik elektron disebut oksidan. Oksidan dapat mengganggu integritas sel karena dapat bereaksi dengan komponen-komponen sel yang penting untuk mempertahankan kehidupan sel, maupun komponen struktural (Winarsi, 2007).
Sifat radikal bebas yang mirip dengan oksidan adalah
kecenderungannya untuk menarik elektron. Itulah sebabnya, radikal bebas digolongkan dalam oksidan. Namun tidak setiap oksidan adalah radikal bebas (Suryohudoyo, 2000). Radikal bebas lebih berbahaya dibandingkan dengan senyawa oksidan non radikal. Radikal bebas memiliki dua sifat, yaitu reaktivitas tinggi, karena kecenderungannya menarik elektron dan dapat mengubah suatu melokul menjadi suatu radikal. Berkaitan dengan tingginya reaktivitas senyawa radikal bebas tersebut mengakibatkan terbentuknya senyawa radikal baru. Bila radikal baru bertemu molekul lain akan terbentuk radikal baru lagi, dan seterusnya sehingga akan terjadi reaksi berantai (chain reaction). Bila elektron yang berikatan dengan radikal bebas berasal dari senyawa yang berikatan kovalen akan sangat berbahaya karena ikatan digunakan bersama–sama pada orbital luarnya. Umumnya senyawa yang memiliki ikatan kovalen adalah molekul-molekul besar seperti lipid, protein dan DNA. Diantara senyawa oksigen reaktif, radikal hidroksil merupakan senyawa
yang
paling
berbahaya
(Suryohudoyo, 2000; Winarsi, 2007).
karena
reaktivitasnya
sangat
tinggi
34
2.2.1 Tahapan terbentuknya Radikal Bebas Secara umum, tahapan reaksi pembentukan radikal bebas melalui 3 tahapan reaksi (Winarsi, 2007) yaitu: 1.
Tahap inisiasi, yaitu awal pembentukan radikal bebas.
2.
Tahap propagasi, yaitu pemanjangan rantai radikal.
3.
Tahap terminasi, yaitu bereaksinya senyawa radikal dengan radikal lain atau penangkap radikal, sehingga potensi propagasi rendah.
Reduksi oksigen memerlukan pengalihan empat elektron (elektron transfer). Pengalihan ini tidak dapat sekaligus tetapi dalam empat tahapan, yang setiap tahapan hanya melibatkan pengalihan satu elektron. Kendala yang mengharuskan oksigen hanya dapat menerima satu elektron setiap tahap menyebabkan terjadinya dua hal yaitu : 1.
Kurangnya reaktif oksigen
2.
Terjadinya senyawa senyawa oksigen reaktif seperti O2 • ( ion peroksida), H2O2 ( hydrogen peroksida ) , • OOH ( radikal peroksil) Reaksi–reaksi di bawah ini merupakan pengalihan satu elektron senyawa-
senyawa oksigen. Pembentukan senyawa oksigen reaktif tersebut secara singkat dapat sebagai berikut : O2 + e- -------- O2 - • • OOH
O2
+ e- + H+ ------
O2
+ 2e- + 2 H + ------- H2O2
O2
+ 3 e- + 3H + -------- • OH + H2O
O2
+ 4 e- + 4H+ -------- 2 H2O
35
Dari reaksi–reaksi diatas terlihat bahwa ion superoksida, radikal peroksil, hidrogen peroksida, dan radikal hidroksil terjadi karena pengalihan elektron yang kurang sempurna pada saat terjadi reduksi oksigen. 2.2.2 Peranan radikal bebas dalam proses penuaan Saat usia muda terdapat keseimbangan antara radikal bebas dan pertahanan antioksidan, seiring dengan pertambahan usia keseimbangan terganggu, oleh karena berkurangnya cadangan antioksidan dan produksi berlebih dari radikal bebas (Saxena and Lal, 2006). Senyawa oksigen reaktif diproduksi terus menerus di dalam organisme aerobik sebagai hasil dari metabolisme energi normal. Target utama radikal bebas adalah protein, asam lemak tak jenuh dan lipoprotein, serta unsur DNA termasuk karbohidrat. Dari ketiga hal di atas yang paling rentan adalah asam lemak tak jenuh. Senyawa radikal bebas dalam tubuh dapat merusak asam tak jenuh ganda pada membran sel, yang mengakibatnya sel menjadi rapuh (Pasupathi, 2009). Berbagai kemungkinan bisa diakibatkan oleh kerja radikal bebas.radikal bebas memiliki reaktivitas tinggi, sangat tidak stabil dan berumur singkat, sehingga keberadaannya sulit dideteksi. Dengan reaktivitasnya yang tinggi, radikal bebas akan segera menyerang komponen seluler yang berada di sekelilingnya, baik berupa senyawa lipid, lipoprotein, (protein, karbohidrat, RNA maupun DNA). Senyawa radikal bebas dapat merusak asam lemak tak jenuh ganda pada membran sel, sehingga mengakibatkan dinding sel menjadi rapuh. Senyawa ini juga berpotensi merusak basa DNA sehingga mengacaukan sistem
36
informasi genetika dan berlanjut pada pembentukan sel kanker, yang berkibat lebih jauh adalah terjadinya kerusakan struktur dan fungsi sel. Akibat ketidakseimbangan antara jumlah antioksidan dan senyawa radikal bebas akan mengakibatkan kerusakan stres oksidatif (Arief, 2010). Pada keadaan inilah perusakan tubuh terjadi oleh radikal bebas. Senyawa radikal mengoksidasi dan menyerang komponen lipid membran, senyawa ini merusak tiga jenis senyawa yang penting untuk mempertahankan integritas sel seperti asam lemak tak jenuh yang menyusun membran sel (fosfolipid), DNA (perangkat genetik) dan protein (enzim, reseptor, antibodi) (Fouad, 2007). Radikal bebas yang bereaksi dengan komponen biologis dalam tubuh akan menghasilkan senyawa teroksidasi. Banyaknya senyawa teroksidasi dapat digunakan sebagai indeks karakteristik stress oksidatif. Belleville-Nabet melaporkan molekul DNA yang teroksidasi akan menyebabkan penuaan (aging) dan kanker. Jika yang teroksidasi protein baik berupa enzim yang terinaktivasi atau protein yang terpolarisasi, akan terjadi inflamasi (Winarsi, 2007) Radikal bebas menyebabkan kerusakan oksidatif pada lipid, protein, dan asam nukleat. Ketidakseimbangan antara antioksidan dan senyawa oksigen reaktif menghasilkan stress oksidatif, penyebab kanker, penuaan, artherosclerosis, cedera iskemik, peradangan dan penyakit degeneratif (Parkinson dan Alzheimer) (Pangkahila,2007).
37
2.3 Endotelium Lapisan terdalam dari tunika intima, terdiri dari selapis sel yang disebut sel endotel. Sel ini berbentuk pipih, poligonal dengan ukuran sekitar 10 x 50 μm dan tebalnya 1-3 μm, dengan sumbu panjang sel sejajar dengan aliran darah (Sandoo et al., 2010). Sel ini berada disemua struktur pembuluh darah mulai dari jantung sampai dengan kepiler dan berhubungan langsung dengan aliran darah (Guyton dan Hall, 2012, Sandoo dkk., 2010). Selain berfungsi sebagai pelindung selektif, endotel juga mempunyai aktivitas metabolik dan sekretori. Usia biologik endotel dalam keadaan normal sekitar 30 tahun dan setelah usia tersebut sel endotel akan terlepas dan menghilang melalui proses apoptosis. Selanjutnya dengan bantuan sel endotel di sekitarnya terjadilah regenerasi sel endotel baru (Wills dkk., 2002). Sel endotel berfungsi untuk mengatur aliran darah yang dipompa oleh jantung menuju ke seluruh tubuh, begitu juga sebaliknya (Sandoo dkk., 2010), memiliki kemampuan yang luar biasa dalam mengadaptasikan dirinya, baik secara jumlah maupun kemampuan mengatur untuk tujuan memenuhi kebutuhan lokal (Pugsley dan Tabrizchi, 2000). Disamping itu sel ini, bilamana rusak akan mudah diganti oleh adanya Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF), hanya saja diperlukan waktu untuk proses regenerasi tersebut (Arsic dkk., 2004). Kelebihan inilah yang memberikannya kemampuan untuk memiliki fungsi yang berbedabeda sesuai dengan fungsi metabolik organ yang diembannya masing-masing (Sandoo dkk, 2010). Secara umum sel endotel memiliki 3 (tiga) fungsi dasar, yaitu: Pertama, endotel berfungsi sebagai garis pertahanan utama (barrier)
38
terhadap hampir semua elemen asing yang mencoba invasi ke dalam suatu organ; kedua endotel berfungsi sebagai tempat metabolisme dan katabolisme senyawasenyawa tertentu; dan ketiga, sel ini berfungsi sebagai tempat sintesis berbagai senyawa vasoaktif yang diperlukan dalam mempertahankan tonus pembuluh darah (Pugsley dan Tabrizchi, 2000), yaitu antara lain sintesis berbagai mediator inflamasi, mediator proliferasi sel-sel subendotel dan berbabagi faktor hemostasis lainnya (Guyton, 2012; Libby dkk., 2002 Najjar dkk., 2005; Sandoo dkk., 2010). Fungsi di atas disebabkan karena peran utama sel endotel adalah mengendalikan sifat-sifat arteri seperti tonus vaskuler, permeabilitas vaskuler, angiogenesis dan respon terhadap proses inflamasi (Najjar dkk., 2005) Catharina (2001) mengemukakan bahwa endotel memegang peran penting dalam proses protrombotik dan antitrombotik. Sel endotel utuh mempunyai tugas utama mencegah perlekatan trombosit dan pembekuan darah, sedangkan aktivasi terhadap endotel menyebabkan proses protrombotik terpicu dan bermuara pada pembentukan molekul agregasi trombosit. Zat yang berperan dalam proses protrombotik adalah vWF dan PAF, sedangkan zat yang berperan dalam proses antitrombotik adalah PGI2, ADPase dan NO. Sejalan dengan Miyata dkk. (2001), Wu dkk. (2003), dan Oppenheim (2003) mengemukakan bahwa berbagai sitokin yang beredar dalam aliran darah termasuk TNF-α, IL-1β, dan IL-6 merupakan zat yang dapat menyebabkan stres pada sel endotel pembuluh darah. Respon sel yang mengalami stres berlangsung dalam beberapa fase yaitu fase alarm, adaptation, dan exhaustion. Apabila fase adaptation tidak terlampaui, maka sel endotel tidak mengalami gangguan.
39
Namun, jika sel endotel tidak mampu beradaptasi, maka proses akan berlanjut menuju fase exhaustion yang bermuara pada kematian sel (Halstead, 2003).
2.4 Nitric Oxide (NO) Nitric oxide (NO) adalah molekul signaling fundamental yang berfungsi mengatur fungsi seluler, tetapi juga merupakan mediator kerusakan seluler dalam berbagai kondisi. Nitric Oxide terlibat dalam jalur anti – dan apoptotik bergantung dari kondisi dan tipe sel. Dalam konsentrasi tinggi NO menginduk sikematian sel saat cidera iskemi atau penyakit neurodegeneratif.fungsi sititoksis NO adalah dalam bentuk peroksinitrit (ONOO-) yang dihasilkan dari reaksi difusi antara NO dengan radikal bebas (Wiley,2007). Struktur kimia Nitric oxide (NO) digambarkan pada Gambar 2.1. Nitric oxide merupakan endothelium-derived relaxing factor (EDRF), untuk relaksasi otot polos pembuluh darah, mengakibatkan vasodilatasi dan meningkatkan aliran darah (Cerielo, 2008).
Gambar 2.1 Molekul Nitric oxide (NO) (Hala et al., 2011)
40
Nitric oxide disintesis oleh NOS yang mengubah L-Arginine menjadi LCitrulline dan NO. Tiga isoform mayor NOS yaitu neuronal NOS (nNOS), endothelial NOS (eNOS), dan inducible NOS (iNOS). Endothelial NOS dan nNOS berperan penting pada kondisi normal. Kedua isoform ini terdapat didalam sel dan secara cepat diaktivasi oleh Ca2+ dan calmodulin intrasel dan menghasilkan NO dalam jumlah yang kecil. Di dalam jaringan, NO dibentuk oleh L-arginine oleh enzim endothelial nitric oxide synthase (eNOS) dengan kofaktor NADPH, oksigen (O2), dan tetrahydrobiopterin (BH4) menghasilkan L-citrulline serta nitrat dan nitrit sebagai metabolit antara (R&D Systems, 2000; Lundberg dan Weitzberg, 2005). NO yang tidak digunakan akan dioksidasi menjadi nitrit. Apabila NO diperlukan kembali, nitrit dalam jaringan akan direduksi menjadi NO dikatalisis oleh enzim xanthine oxidase (XO) (Lundberg dan Weitzberg, 2005). Neuronal NOS mempunyai fungsi pada neurotrasmiter, sedangkan eNOS berperan pada relaksasi otot polos pembuluh darah. Inducible NOS tidak diekspresikan pada kondisi normal tetapi diinduksi oleh sitokin dan atau endotoksin selama proses inflamasi dan menghasilkan jumlah NO yang berlebihan dalam jangka waktu yang lama (Hala dkk., 2011; Zhang dkk., 2011).
Gambar 2.2 Skema Proses Sintesis Nitric oxide (NO) (Dash, 2015)
41
Dalam serum, waktu paruh NO sangat singkat karena cepat dipakai oleh sel endotel pembuluh darah sebagai vasodilator. Waktu paruh nitrit lebih pendek daripada nitrat karena nitrat dapat direduksi menjadi nitrit kemudian cepat direduksi menjadi NO pada keadaan hipoksia. Kadar nitrat, nitrit dan NO dalam serum berbanding lurus dengan waktu paruhnya. NO yang disekresi oleh sel endotel dengan cepat dioksidasi membentuk nitrit, kemudian berikatan dengan hemoglobin membentuk nitrat. Kadar nitrat dan nitrit relatif stabil di dalam darah, sehingga total kadar nitrit dan nitrat serum (NOx) dipakai sebagai indikator sintesis NO tubuh (Lundberg dan Weitzberg, 2005). Tabel 2.1 Waktu Paruh NO dan Produknya
(Lundberg dan Weitzberg, 2005) Pemeriksaan kadar NO secara langsung sangat sulit dilakukan, karena senyawa NO berupa gas, bersifat polar, dan memiliki waktu paruh yang sangat singkat. Senyawa nitrat dan nitrit merupakan metabolit antara NO yang memiliki waktu paruh yang lebih lama sehingga relatif stabil. Beberapa metoda pemeriksaan kadar NO yang sering dilakukan antara lain metoda oksidasi hemoglobin, chemiluminescent, reaksi Griess, dan konversi arginin-sitrulin. Metoda pemeriksaan tersebut hanya menggambarkan bioavailabilitas NO tubuh,
42
sedangkan bioaktivitas NO dapat diketahui dari perubahan ekspresi gen enzim eNOS yang mengkatalisis arginin menjadi NO (Tarpey dan Fridovich, 2001).
2.4.1 Peran NO dalam pembuluh darah Selama beberapa dekade , telah terbukti bahwa nitrat oksida tidak hanya berperan dalam mengontrol tonus vasomotor melainkan juga berperan dalam homeostasis pembuluh darah dan syaraf serta proses imunologik. Nitrat oksida endogen diproduksi melalui perubahan asam amino L-arginine menjadi Lcitrulline oleh enzim NO-synthase (NOS). Saat ini beberapa isoform dari NOS telah berhasil dipurifikasi dan diklon sebagai : NOS-type I (yang diisolasi dari otak/neuronal NOS) dan NOS-type III (yang diisolasi dari sel endotel/endothelial NOS) yang disebut juga constitutive-NOS (cNOS). Kedua isoform ini diatur oleh Ca2+-calmodulin dan NADPH, flavin adenine dinucleotide/mononucleotide (FAD/FMN), serta tetrahydrobiopterin (HB4) sebagai kofaktor. Neuronal-NOS (NOS type I) berperan penting dalam proses transmisi syaraf, kontrol homeostasis pembuluh darah dan dalam proses pembelajaran dan memori (Aldámiz-Echevarría dan Andrade, 2012; Tousoulis dkk., 2012). Didalam sistem syaraf tepi, NOS berhubungan dengan jalur syaraf nonadrenergic noncholinergic (NANC). Endothelial-NOS (NOS type III) berperan penting dalam mengontrol tonus pembuluh darah sebagai respons terhadap berbagai rangsangan, seperti rangsangan mekanik (shear stress), receptor dependent (asetil kholin) dan reseptor independen (calcium ionophore). Nitrat Oksida yang dihasilkan oleh NOS type III didalam endotel akan berdifusi kedalam
43
otot polos pembuluh darah yang akan mengaktifkan enzim guanylate cyclase. Bersamaan dengan peningkatan cyclic GMP, akan terjadi relaksasi dari otot polos pembuluh darah. Jadi hasil akhir dari peningkatan Nitrat Oksida akan terjadi vasodilatasi (Aldámiz-Echevarría dan Andrade, 2012; Tousoulis dkk., 2012).
Gambar 2.3 Mekanisme Vasodilatasi NO di dalam Pembuluh Darah (Aldámiz-Echevarría dan Andrade, 2012)
Sel endotel memproduksi nitrat oksida (NO) yang akan berdiffusi kedalam sel-sel otot polos pembulah darah dan mengaktivasi enzim soluble guanylate cyclase (sGC) yang memproduksi cyclic GMP dari prekursornya GTP. Cyclic GMP akan merangsang relaksasi otot sehingga akan terjadi vasodilatasi. NOS type III juga berperan dalam pencegahan aggregasi platelet yang abnormal. NOS type II dan IV (yang diisolasi dari makrofag) bersifat independen terhadap Ca++calmodulin dan disebut juga "inducible-NOS", karena aktivasinya hanya terjadi pada saat makrofag menimbulkan efek sitotoksik sebagai respons terhadap sitokin
44
(misal dalam keadaan sepsis) (Aldámiz-Echevarría dan Andrade, 2012; Tousoulis dkk., 2012). Setelah diketahui bahwa NO memiliki peran sebagai neurotransmitter non-adrenergik dan non-kolinergik (NANC) pada sistem saraf parasimpatis postganglionik, menginervasi berbagai otot polos termasuk corpus cavernosum (CC) penis. Sarah ini disebut "nitrergic" atau "nitroxidergic". Meskipun sel endotel sinusoidal korpus kavernosum juga memproduksi dan mensekresikan NO dalam menanggapi rangsangan kimia dan fisik, NO neurogenik juga memiliki peran dalam ereksi penis. NO dari saraf dan mungkin endotel memainkan peran penting dalam memulai dan mempertahankan tekanan intracavernous, vasodilatasi penis, dan ereksi penis yang bergantung pada GMP siklik disintesis dengan aktivasi soluble guanylyl cyclase. Vasodilatasi pembuluh darah yang menyuplai corpus cavernosum berakibat pada meningkatnya aliran darah dan fungsi ereksi (Cartledge dkk., 2001; Toda dkk., 2005).
2.4.2 Patologi kelainan pembuluh darah diperantarai NO akibat stress oksidatif yang dipicu radikal bebas Apabila bioaktivitas NO dalam sel endotel pembuluh darah menurun akibat rendahnya bioavailabilitas NO, menimbulkan gangguan endothelium dependent vasorelaxation sebagai disfungsi endotel. Rendahnya bioavailabilitas NO disebabkan berkurangnya pembentukan enzim eNOS, XO dan oksigen serta rendahnya asupan nitrat anorganik. Walaupun sintesis NO normal, namun bioaktivitasnya dapat berkurang akibat tingginya oksidasi NO oleh radikal
45
superoksida yang berakibat menurunnya efek vasodilator endogen (Deanfield et al., 2007). Peningkatan jumlah radikal bebas dan penurunan bioavailabilitas NO memperberat disfungsi endotel. Selain itu, menurunnya pembentukan NO tubuh berhubungan dengan rendahnya asupan bahan makanan sumber NO. Bahan makanan sumber NO mengandung antioksidan yang dapat meredam efek radikal bebas, sehingga bioavailabilitas NO dapat dipertahankan (Lundberg dan Weitzberg, 2005). Perubahan ekspresi eNOS dapat mengakibatkan gangguan sintesis NO. Aktivitas eNOS tergantung dari protein kinase Akt pada residu serin 1177 dan defosforilasi treonin 495. Beberapa inhibitor eNOS endogen, seperti asymmetric dimethyl arginine (ADMA), L-mono methyl arginine (LNMA) dan defisiensi kofaktor tetrahydrobiopterin (BH4) dapat mengubah aktivitas eNOS. Apabila tidak tersedia arginin atau BH4, eNOS dapat menjadi uncoupled dan menghasilkan radikal superoksida dan radikal hidrogen peroksida. Radikal superoksida bereaksi
dengan NO membentuk peroksinitrit
yang dapat
mengoksidasi BH4 sehingga BH4 menurun. Dalam keadaan defisiensi BH4, eNOS dapat meningkatkan stres oksidatif dan disfungsi endotel (Endemann, 2004). Stres oksidatif merupakan pemicu aktivasi disfungsi endotel, yang ditandai dengan penurunan kadar NO. Endotel mempunyai banyak fungsi penting antara lain mengatur tekanan darah melalui pelepasan bahan vasokonstriktor dan vasodilator, mengatur fungsi antikoagulan, antiplatelet dan fibrinolisis (Granger dkk., 2001).
46
Beberapa mekanisme yang mungkin terjadi pada stres oksidatif menyebabkan disfungsi endotel yaitu menurunnya vasodilator NO akibat ROS, terbentuknya produk peroksidasi lipid yang berperan sebagai vasokonstriktor, berkurangnya BH4 yang merupakan kofaktor penting untuk sintesa NO, menyebabkan kerusakan sel endotel serta kerusakan pada sel otot polos pembuluh darah, peningkatan konsentrasi kalsium bebas dalam sel dan peningkatan permeabilitas endotel (Grossman, 2008). Penurunan bioavailabilitas BH4 mengakibatkan
penurunan
aktivitas
eNOS
yang
memicu
peningkatan
pembentukan radikal peroksinitrit (Grassi dkk., 2005).
2.5 Rokok 2.5.1 Definisi rokok Rokok merupakan hasil olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu atau bahan lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotina tabacum, Nicotina rustica dan spesies lainnya atau sintesisnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan (Tendra, 2003). Pendapat lainnya menyatakan bahwa Rokok adalah silinder dari kertas berukuran antara 70-120 mm dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun tembakau yang telah dicacah (Martin, 2008). Rokok terdiri dari gabungan bahan kimia yang sangat kompleks yaitu bahan kimia non-spesifik dari pembakaran bahan-bahan organik dan bahan kimia yang spesifik dari pembakaran tembakau (Fowles dan Bates, 2000). Rokok dibentuk dari unsur karbon (C), hydrogen (H), Oksigen (O), nitrogen(N) dan
47
sulfur (S), sehingga jika diformulasikan secara kimia rokok yaitu sebagai CvHwOtNySz (Bindar, 2000). Asap rokok yang diisap oleh perokok mengandung asap utama dan asap sampingan yaitu asap yang keluar dari ujung rokok yang terbakar dan diisap oleh orang yang ada disekitar perokok (Anonim, 2000). Asap rokok utama (mainstream cigarette smoke) terdiri dari 8% fase tar dan 92% fase gas. Asap rokok fase tar ini mengandung nikotin, tar dan lebih dari 1017 radikal bebas di dalamnya. Di dalam ruangan lingkungan perokok, udara terdiri dari 85% asap rokok sampingan (sidestream cigarette smoke) dan 15% mainstream cigarette smoke (Valavanidis dkk., 2009).
2.5.2 Radikal bebas dalam rokok Secara biokimia, proses pelepasan elektron dari suatu senyawa disebut oksidasi. Sementara proses penangkapan elektron disebut reduksi. Senyawa yang dapat menerima atau menarik elektron disebut oksidan. Oksidan dapat mengganggu integritas sel karena dapat bereaksi dengan komponen-komponen sel yang penting untuk mempertahankan kehidupan sel, maupun komponen struktural Oksidan dalam pengertian ilmu kimia adalah senyawa penerima elektron (electron acceptor), yaitu senyawa yang dapat menarik elektron. Sebaliknya radikal bebas adalah atom molekul (kumpulan atom) yang memiliki elektron yang tidak berpasangan atau unpaired electron. Sifat radikal bebas yang mirip dengan oksidan adalah kecenderungannya untuk menarik elektron. Itulah sebabnya,
48
radikal bebas digolongkan dalam oksidan. Namun tidak setiap oksidan adalah radikal bebas ( Suryohudoyo,2000) Oksidan yang dapat merusak sel berasal dari berbagai sumber yaitu: proses fisiologis, proses peradangan, dan yang berasal dari luar tubuh seperti polutan, obat-obatan, dan asap rokok. Yang dimaksud dengan radikal bebas adalah suatu senyawa atau molekul yang mengandung satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbital luarnya. Radikal bebas lebih berbahaya dibandingkan dengan senyawa oksidan non radikal. Radikal bebas memiliki dua sifat utama, yaitu reaktivitas tinggi, karena kecenderungannya menarik elektron; dan dapat mengubah suatu melokul menjadi suatu radikal. Berkaitan dengan tingginya reaktivitas senyawa radikal bebas tersebut mengakibatkan terbentuknya senyawa radikal baru. Bila radikal baru bertemu molekul lain akan terbentuk radikal baru lagi, dan seterusnya sehingga akan terjadi reaksi berantai (chain reaction). Bila elektron yang berikatan dengan radikal bebas berasal dari senyawa yang berikatan kovalen akan sangat berbahaya karena ikatan digunakan bersama–sama pada orbital luarnya. Umumnya senyawa yang memiliki ikatan kovalen adalah molekul-molekul besar seperti lipid, protein dan DNA. Diantara senyawa oksigen reaktif, radikal hidroksil merupakan senyawa yang paling berbahaya karena reaktivitasnya sangat tinggi. Radikal bebas menyebabkan kerusakan oksidatif pada lipid, protein, dan asam nukleat. Ketidakseimbangan antara antioksidan dan senyawa oksigen reaktif menghasilkan stress oksidatif, penyebab kanker, penuaan, artherosclerosis, cedera
49
iskemik, peradangan dan penyakit degeneratif (Parkinson dan Alzheimer) (Pangkahila, 2007). Stres oksidatif adalah suatu keadaan ketika jumlah antioksidan tubuh kurang dari yang diperlukan untuk meredam efek buruk radikal bebas yang dapat merusak membran sel, protein dan DNA yang berakibat fatal bagi kelangsungan hidup sel/ jaringan. Bila terjadi dalam waktu yang berkepanjangan akan terjadi penumpukan hasil kerusakan oksidatif di dalam sel dan jaringan yang menyebabkan sel/jaringan kehilangan fungsinya dan mati. Penumpukan hasil kerusakan tadi akan bertambah dengan bertambahnya umur, merupakan penyebab utama proses penuaaan (Bagiada, 2001) Ketidakseimbangan antara oksidan dan antioksidan, secara potensial dapat menyebabkan kerusakan. Radikal bebas terbentuk sebagai hasil metabolisme aerobik normal, namun dapat juga diproduksi dalam jumlah banyak pada keadaan patofisiologis. Rokok mengandung oksidan atau radikal bebas yang sangat tinggi. Asap rokok ini mengandung lebih dari 1017 radikal bebas per gram dan lebih dari 1015 radikal bebas setiap hisapannya (Valavanidis dkk., 2009). Radikal bebas yang terkandung dalam asap rokok antara lain aldehida, epoxida, peroxida, nitrit oksida, radikal peroksil, dan radikal yang mengandung karbon ada dalam fase gas (Arief, 2007). Berdasarkan studi laboratorium terhadap kandungan radikal bebas dari asap rokok dengan menggunakan electron spin resonance Leybold Heracus didapatkan hasil rokok jenis kretek mengandung radikal oksigen, oksigen singlet, karbondioksida dan Mn2O2 (Muthmainnah dkk, 2014).
50
Proses pembakaran rokok tidaklah berbeda dengan proses pembakaran bahan-bahan padat lainnya. Rokok yang terbuat dari daun tembakau kering, kertas dan zat perasa, dapat dibentuk dari unsur Carbon (C), Hidrogen (H), Oksigen (O), Nitrogen (N) dan Sulfur (S) serta unsur-unsur lain yang berjumlah kecil. Rokok secara
keseluruhan
dapat
diformulasikan
secara
kimia
yaitu
sebagai
(CvHwOtNySzSi) (Bindar, 2000). Dua reaksi yang mungkin terjadi dalam proses merokok adalah: Pertama, reaksi rokok dengan oksigen membentuk senyawa-senyawa seperti CO2, H2O, NOx, SOx, dan CO. Reaksi ini disebut reaksi pembakaran yang terjadi pada temperatur tinggi yaitu diatas 800°C. Reaksi ini terjadi pada bagian ujung atau permukaan rokok yang kontak dengan udara. Skema reaksi kimia yang terjadi digambarkan seperti di bawah ini. CvHwOtNySzSi + O2 -> CO2+ NOx+ H2O + SOx + SiO2 (abu) (pada suhu 800°C)
Reaksi yang kedua adalah reaksi pemecahan struktur kimia rokok menjadi senyawa kimia lainnya. Reaksi ini terjadi akibat pemanasan dan ketiadaan oksigen. Reaksi ini lebih dikenal dengan pirolisa. Pirolisa berlangsung pada temperatur yang lebih rendah dari 800°C. Sehingga rentang terjadinya pirolisa pada bagian dalam rokok berada pada area temperatur 400-800°C. Ciri khas reaksi ini adalah menghasilkan ribuan senyawa kimia yang strukturnya komplek. Bagan reaksinya seperti di bawah ini. CvHwOtNySzSi -> 3000-an senyawa kimia lainnya + panas produk (pada suhu 400-800°C)
51
Walaupun reaksi pirolisa tidak dominan dalam proses merokok, tetapi banyak senyawa yang dihasilkan tergolong pada senyawa kimia yang beracun yang mempunyai kemampuan berdifusi dalam darah. Proses difusi akan berlangsung terus selagi terdapat perbedaan konsentrasi. Tidak perlu disangkal lagi bahwa titik bahaya merokok ada pada pirolisa rokok. Sebenarnya produk pirolisa ini bisa terbakar bila produk melewati temperatur yang tinggi dan cukup akan Oksigen. Hal ini tidak terjadi dalam proses merokok karena proses hirup dan gas produk pada area temperatur 400- 800°C langsung mengalir ke arah mulut yang bertemperatur sekitar 37°C (Bindar, 2000). Selain reaksi kimia, juga terjadi proses penguapan uap air dan nikotin yang berlangsung pada temperatur antara 100-400°C. Nikotin yang menguap pada daerah temperatur di atas tidak dapat kesempatan untuk melalui temperatur tinggi dan tidak melalui proses pembakaran. Terkondensasinya uap nikotin dalam gas tergantung pada temperatur, konsentrasi uap nikotin dalam gas dan geometri saluran yang dilewati gas (Bindar, 2000; Wang, 2000). Pada temperatur dibawah 100°C nikotin sudah mengkondensasi, sehingga sebelum gas memasuki mulut, kondensasi nikotin telah terjadi. Berdasarkan keseimbangan, tidak semua nikotin dalam gas terkondensasi sebelum memasuki mulut sehingga nantinya gas yang masuk dalam paru-paru masih mengandung nikotin. Sesampai di paru-paru, nikotin akan mengalami keseimbangan baru, dan akan terjadi kondensasi lagi (Bindar, 2000). Radikal aldehid dalam rokok menyebabkan sekresi dari sitokin proinflamasi oleh sel-sel saluran alveolar dan merangsang aktivasi sel radang akut seperti
52
neutrofil
dan
eosinofil
(Toorn
dkk.,
2013).
Radikal
karbonmonoksida
menyebabkan kerusakan jaringan dilihat dari peningkatan produk peroksidasi lipid dan degradasi protein matrik ekstraseluler (Vaart dkk., 2004). Radikal dalam fase tar dapat mengikat molekul DNA dan mengakibatkan mutasi yang berujung pada pathogenesis penyakit kanker (Martin, 2008). Asap rokok banyak mengandung radikal bebas baik pada komponen tar maupun komponen gas. Selain itu, komponen tar juga mengandung ion besi yang dapat mengkatalisa pembentukan radikal peroksil dan hidrogen peroksida (Valavanidis dkk., 2009). Semiquinon dan hidroquinon pada tar juga dapat melepaskan ion besi dan protein feritin sehingga lebih banyak ion besi yang bebas (Ghio dkk., 2008). Radikal bebas yang berasal dan asap rokok masuk ke dalam paru melalui saluran nafas, kemudian dibawa oleh aliran darah menuju ke jantung dan diedarkan ke seluruh tubuh (Ghio dkk., 2008; Valavanidis dkk., 2009). Radikal bebas menyerang membran plasma yang terdiri dari komponen lipid dan komponen protein. Komponen lipid akan mengalami peroksidasi dengan cara menarik atom H+ dari rantai samping PUFA, menghasilkan radikal karbon. Kemudian radikal karbon akan bereaksi dengan oksigen menjadi radikal peroksil, inilah yang menyerang ulang rantai samping PUFA menghasilkan radikal karbon baru dan peroksida lipid (Ayala dkk., 2014). Reaksi ini akan berlangsung terus secara berantai dan berakhir bila bertemu dengan radikal bebas lain atau dengan antioksidan. Komponen protein yang berfungsi sebagai kanal ion, pompa ion, reseptor, enzim, pembangkit energi, akan teroksidasi pada bagian yang mempunyai gugus sulfhidril menjadi ikatan disulfida, yang akan menyebabkan
53
ikatan silang (cross link) antar molekul protein, menyebabkan degradasi depolimerisasi protein, dan sifat protein menjadi kaku dan mudah putus, sehingga protein membran akan kehilangan berbagai fungsinya. Keadaan tersebut akan menyebabkan kanal ion terbuka, maka diduga kuat Ca2+ ekstra seluler yang mempunyai konsentrasi lebih tinggi dari sitosol akan masuk ke dalam sel, sehingga Ca2+ di dalam sitosol akan meningkat (Burlando dkk., 2001; Selvam, 2002; Kaplan dkk., 2003). Radikal bebas masuk ke dalam sel, akan merusak komponen-komponen int raseluler seperti sitosekleton, organella, protein non membran, molekul ades, enzim-enzim dan DNA. Radikal bebas akan menyerang komponen enzim terutama ATPase yang tersusun dari rangkaian asam amino yang mengandung gugus sulfhidril, sehingga ATPase menjadi inaktif, maka fungsinya sebagai pengendalian Ca2+ sitosol akan terganggu. Dengan terganggunya peran regulasi Ca2+ maka akan terjadi peningkatan Ca2+ di dalam sitosol (Kaplan dkk., 2003; Megala dan Geetha, 2010). Kerusakan sel yang mekanismenya didasari oleh kerusakan membran sel adalah nekrosis. Pada pemaparan asap rokok kapasitas proteksi antioksidan juga tertekan. Senyawa aldehid dalam asap rokok dapat menekan SOD yang berfungsi sebagai antioksidan enzimatik. Selain itu, pada perokok terdapat penurunan kadar vitamin C. Hal ini akan semakin memperparah nekrosis sel hepar akibat radikal bebas (Ruiz dkk., 2010; Bhandary dkk., 2013).
54
2.5.3 Hubungan antara rokok dan kadar Nitric Oxide (NO) Sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa perokok kronis memiliki peningkatan risiko untuk penyakit arteri serebral dan koroner. Hal ini karena pada perokok kronis terjadi stress oksidatif yang diakibatkan oleh superoksida dan sejumlah besar spesies oksigen reaktif lainnya (ROS) yang berujung pada akumulasi kerusakan oksidatif pada berbagai macam sel dalam tubuh salah satunya adalah sel endotel (Benjamin, 2011; Selim dkk., 2013). Sel-sel endotel merupakan sel yang secara konstitutif mensintesis nitrit oxide (NO) dari l-arginin oleh enzim endogen, NO synthase, untuk meregulasi pembuluh darah, aliran darah lokal, dan perfusi jaringan. Konsentrasi NO yang rendah dalam plasma merupakan gejala terjadinya disfungsi endotel dan sangat terkait dengan kebiasaan merokok jangka panjang (Tsuchiya et al., 2002). Kondisi ini bisa mempercepat insufisiensi arteri koroner dan vasokonstriksi di banyak jaringan yang berbeda. NO berperan dalam mengaktifkan reseptor soluble guanylate cyclase (sGC) pada otot polos pembuluh darah, yang menghasilkan pembentukan cyclic guanosine monophosphate (cGMP). Hal ini mengaktifkan berbagai jalur sinyal dan efek fungsional yang meliputi vasodilatasi pembuluh darah. Aktivitas NADPH oksidase (Nox1 dan Nox2) akan menghasilkan superoksida (O2-) dan aktivitas NOX4 akan menghasilkan hidrogen peroksida (H2O2), ROS kemudian dapat berpartisipasi dalam jalur sinyal, tetapi juga dapat menyebabkan cedera selular. O2- adalah scavenger NO yang mengurangi bioavailabilitas NO dengan membentuk peroxynitrite (ONOO-) yang juga dapat menyebabkan cedera selular.
55
H2O2 dapat bereaksi dengan logam berat untuk membentuk senyawa hidroksil yang sangat reaktif dan bersifat radikal (OH-) (De Silva dan Faraci, 2013).
Cigarette smoke
Gambar 2.4 Modifikasi Interaksi antara Reactive Oxygen Species (ROS) dan Nitric Oxide (De Silva dan Faraci, 2013)
Telah banyak diketahui hubungan antara merokok dan penyakit pembuluh darah, dan telah diketahui secara umum pula bahwa rokok akan merusak sel-sel endotel vaskular. Integritas endotel sangat penting untuk fungsi homeostatis pembuluh darah dan untuk menjaga keadaan nontrombotik dan nonatherogenic (Guo dkk., 2006). NO merupakan vasodilator kuat yang menghambat perputaran matriks ekstraselular dan dengan demikian dapat memodifikasi sifat mekanik
56
dinding arteri (Van Hove dkk., 2009). Rahman dan Laher (2007) melaporkan bahwa sekresi NO pada vena saphena pada manusia yang tidak merokok secara signifikan lebih tinggi daripada yang dari vena perokok berat. Dengan menggunakan antagonis NO, NG-monomethyl-l-arginin, beberapa peneliti telah menemukan penurunan kemampuan vasodilatasi pembuluh darah pada perokok (Vleeming dkk., 2002). Dalam penelitian lain, pengukuran nitrit dari arteri femoral dan karotis setelah paparan asap rokok jangka pendek dan jangka panjang memberikan bukti bahwa rokok mengurangi bioavaibility NO. Selanjutnya, kadar NO kembali normal setelah 3 minggu pasca penghentian paparan asap rokok (Guo dkk., 2006). Gangguan sekresi NO diduga terkait dengan berkurangnya sintesis atau aktivitas endothelial NO synthase (eNOS) (Burnett, 2004). Belakangan diketahui, baik peningkatan dan penurunan ekspresi mRNA eNOS telah dilaporkan berhubungan dengan paparan asap rokok dalam berbagai model eksperimental. Asap rokok telah terbukti menghambat kerja eNOS pada arteri pulmonalis (Wagner dkk., 2007) dan pada penelitian lain menekan eNOS sebesar 52% pada kultur sel endotel (Wang dkk., 2000). Hal ini diperkuat dengan penelitian lain yang menyebutkan bahwa penghentian paparan asap rokok akan mengembalikan ekspresi eNOS menjadi normal setelah 16 minggu (Guo dkk, 2006). Telah dilaporkan bahwa asap rokok mengandung banyak sekali radikal bebas seperti nitrogen oksida, hidrogen peroksida, hidrogen sianida, dan akrolein yang secara langsung mempengaruhi ekspresi eNOS (Bindar, 2000; Guo dkk., 2006; Arief, 2007).
57
2.6 L-Arginine Arginine merupakan salah satu jenis asam amino yang dikelompokkan bersama histidine dan lisin secara biokimiawi. Arginine merupakan asam amino semi-esensial yang artinya tubuh dapat memproduksi asam amino ini dalam jumlah kecil, sehingga asupan dari luar masih diperlukan (Garrett dan Grisham, 2012).
Gambar 2.5 Struktur Kimia L-Arginine (https://commons.wikimedia.org/wiki/File:L-arginine_ethyl_ester.png)
L-Arginine (2-amino-5-guanidinovaleric acid) merupakan asam amino dasar yang terdapat dalam cairan fisiologis tubuh (Wu dkk., 2009). L-Arginine banyak terdapat dalam seafood, jus semangka, kacang-kacangan, biji, alga, daging, konsentrat proteinasi, dan isolaso protein kedelai, namun rendah dalam susu yang berasal dari mamalia. Survei menunjukkan bahwa konsumsi harian orang dewasa di America (US) sebesar 4,4 gram/hari dan sebanyak 25% dari seluruh orang mengkonsumsi dalam jumlah <2,6 gram/hari, yang merupakan konsumsi arginin dibawah kadar optimal (Wu dkk., 2009).
58
Gambar 2.6 Metabolisme L-Arginine (Ricciardolo dkk., 2004)
Di dalam tubuh, L-arginine diangkut ke dalam sel melalui jalur cationic amino acid transport (CAT) dan dapat dimetabolisme oleh dua kelompok enzim. Nitric oxide synthase (NOS) mengkonversi L-arginine menjadi Nitric Oxide (NO) dan L-citrulline dalam dua langkah dengan NG-hydroxy-l-arginine sebagai senyawa antara. L-citrulline dapat dikonversi oleh argininosuccinate menjadi Larginine. NOS konstitutif akan diaktifkan dengan meningkatnya konsentrasi Ca2+ intraseluler. Arginase akan memetabolisme L-arginine menjadi L-ornithine. Lipopolisakarida (LPS) dan beberapa sitokin berperan dalam meningkatkan transportasi L-arginine dan memicu aktivitas arginase. NG-hydroxy-l-arginine
59
dapat menurunkan aktivitas arginase. Sedangkan NO dapat mengikat kelompok thiol dan membentuk S-nitrosothiol (R-SNO) (Ricciardolo dkk., 2004). Arginine dibutuhkan dalam berbagai proses fisiologi tubuh termasuk modulasi sistem imun, penyembuhan luka, sekresi hormone, tonus vaskuler, dan fungsi endotel. Arginine juga merupakan precursor dari prolin, sehingga kadar arginin yang cukup diperlukan untuk membantu proses deposisi kolagen, angiogenesis, dan kontraksi luka. Arginine memiliki peran dalam meningkatkan sistem kekebalan tubuh, dan merangsang kesembuhan luka baik pada individu sehat maupun sakit. Pada kondisi stress psikologis, kebutuhan metabolisme arginin meningkat, sehingga pemberian arginin pada terapi penyembuhan luka menunjukkan hasil yang lebih baik (Guo dan DiPietro, 2010). L-Arginine merupakan salah satu substansi yang meregulasi sintesis Nitric Oxide (NO), produksi antibodi dan perkembangan sel B, ekspresi reseptor sel T yang menyebabkan L-Arginine penting dalam sistem kekebalan bawaan (innate immune system) dan sistem kekebalan dapatan (adaptive immune system). LArginine merupakan prekursor dalam sintesis NO yang dilakukan oleh nitrit oksida sintase (Nitric Oxide Synthase/ NOS). NO merupakan molekul pengirim sinyal terhadap setiap jenis sel yang meregulasi jalur metabolisme, sehingga perlu dilakukan penelitian terhadap nutrisi arginin. Kekurangan L-Arginine dalam diet akan menyebabkan gangguan sistesis NO pada mamalia (Wu dkk., 2009; Lewis dan Langkamp-Henken, 2000).
60
2.7 Hewan Coba Tikus Hewan coba yang digunakan adalah tikus (Rattus norvegicus) yang dipelihara. Tikus merupakan hewan laboraorium yang sering digunakan dalam berbagai macam penelitian karena telah diketahui sifat-sifatnya, mudah dipelihara, cepat berkembang biak, mudah ditangani, memiliki gen homolog dengan manusia, karakter anatomi dan fisiologi telah diketahui secara baik (Hubrecht dan Kirkwood, 2010). Klasifikasi ilmiah tikus (Rattus norvegicus) galur Wistar adalah sebagai berikut (Russel dkk., 2008): Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Mamalia
Ordo
: Rodentia
Family
: Muridae
Genus
: Rattus
Spesies
: Rattus norvegicus
2.7.1. Penggunaan tikus Pada percobaan ini menggunakan tikus (Rattus norvegicus) karena tikus jenis ini mudah dipelihara dan cocok untuk berbagai mecam penelitian. Tikus jenis ini panjangnya dapat mencapai 40 cm, berat antara 140-500 gram, dan dapat hidup hingga usia 4 tahun (Kusumawati, 2004). Ciri khas tikus galur Wistar yaitu kepala besar dan ekor pendek.
61
Penggunaan tikus sebagai bahan percobaan lebih menguntungkan daripada mencit karena ukurannya yang lebih besar, serta tikus jantan lebih jarang berkelahi daripada mencit jantan. Sifat khas dari hewan percobaan tikus yaitu tidak mempunyai kantung empedu dan tidak mudah muntah. Secara umum, berat tikus laboratorium lebih ringan daripada tikus liar. Saat berumur 4 minggu ratarata memiliki berat 35-40 gram, dan saat dewasa 200-250 gram (Rat Behaviour dan Biology, 2012). Tabel 2.2 Data Biologi Tikus No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Kondisi Biologi Berat badan: -jantan -betina Lama hidup Temperatur tubuh Kebutuhan: -air -makanan Pubertas Lama kehamilan Tekanan darah: -sistolik -diastolik Frekuensi: -jantung -respirasi Tidal Volume (Russel dkk., 2008)
Jumlah 300-400 g 250-300 g 2,5- 3 tahun 37,50 C 8-11 ml/100g BB 5g/100g BB 50-60 hari 21-23 hari 84-184 mmHg 58-145 mmHg 330-480/menit 66-114/menit 0,6-1,25mm
2.7.2. Pemantauan keselamatan tikus Tikus sebagai hewan coba harus diperhatikan pada saat penggunaan, yaitu kandang tikus harus kuat, tidak mudah rusak, mudah dibersihkan, mudah dipasang lagi, tahan terhadap gigitan tikus, sehingga hewan tidak mudah lepas. Selain itu,
62
mudah dibersihkan dan hewan tampak jelas dari luar. Alas tempat tidur menggunakan sekam yang mudah menyerap air. Suhu, kelembaban dan pertukaran udara di dalam kandang harus baik (Ngatidjan, 2006). Setiap hari kandang dibersihkan dan alas tidur diganti, tangan perawat harus selalu bersih ketika merawat tikus, memperhatikan bila muncul gejala sakit seperti berat badan turun, sukar bernapas ataupun mencret.
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir Perilaku merokok merupakan salah satu pola hidup yang tidak sehat yang hingga saat ini masih merupakan perilaku yang umum dapat diamati baik pada orang dewasa maupun remaja. Asap rokok mengandung berbagai jenis bahan kimia, sebagian besar diantaranya bersifat toksik seperti nikotin, karbonmonoksida dan tar. Asap rokok ini mengandung lebih dari 1017 radikal bebas per gram dan lebih dari 1015 radikal bebas setiap hisapannya. Radikal bebas yang terkandung dalam asap rokok antara lain aldehida, epoxida, peroxida, nitrit oksida, radikal peroksil, dan radikal lain dengan kandungan karbon dalam fase gas. Nitric Oxide (NO), sebuah molekul kecil reaktif, merupakan bioregulator dan biomessenger yang ada di berbagai macam jenis organisme. NO diketahui merupakan regulator utama otot polos. NO adalah salah satu faktor
yang berperan dalam relaksasi sel otot polos pembuluh darah.
Penurunan bioavailabilitas NO diakibatkan oleh disfungsi endotel pada pembuluh darah. Merokok menurunkan aktivitas NO secara langsung dan tak langsung. Merokok menurunkan produksi NO dengan menurunkan kadar BH4 (tetrahidrobioprotein). Penurunan bioavailabilitas BH4 mengakibatkan uncoupling pada eNOS (endothelial Nitrit Oxide Syntase). Selain itu stress oksidatif yang diakibatkan oleh radikal bebas pada asap rokok dapat secara
63
64
langsung merusak sel endotel yang secara konstitutif mensintesis nitrit oxide (NO). Nitric oxide dibentuk dari oksidasi L-Arginin bersama kofaktor NADPH dan oksigen dengan katalisis enzim NO synthase (NOS). Suplementasi L-arginine dapat membantu mengobati orang dengan faktor risiko aterosklerosis,
seperti hiperkolesterolemia, hipertensi, diabetes
mellitus, gagal ginjal, hyperhomocysteinemia, merokok, dan kondisi penuaan-yang semuanya yang berkaitan dengan penurunan biosintesis NO. Hal ini karena L-Arginine yang merupakan bahan baku pembentukan NO dapat mencegah penurunan produksi NO yang dimediasi oleh NOS.
65
3.2 Konsep Penelitian
L-Arginine
Faktor Eksternal
Faktor Internal -
-
Usia Genetik Radikal bebas hormonal
Pola makan Gaya hidup Aktivitas fisik Obat-obatan atau zat kimia
Tikus wistar yang di papar asap rokok Kadar NO jumlah endotel aorta
Gambar 3.1 Konsep Penelitian Keterangan skema ------ Tidak diteliti Diteliti
66
3.3 Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagi berikut. 1. Pemberian L-Arginine oral dapat mencegah penurunan kadar Nitric Oxide (NO) pada tikus (Rattus norvegicus) jantan galur Wistar yang dipapar asap rokok 2. Pemberian L-Arginine oral dapat mencegah penurunan jumlah endotel aorta pada tikus (Rattus norvegicus) jantan galur Wistar yang dipapar asap rokok
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini adalah penelitian eksperimental, dengan menggunakan completely randomized post test only control group design (Federer, 2008). Pada kelompok subyek penelitian dilakukan alokasi sampel secara random sehingga didapatkan 2 kelompok. Satu kelompok sebagai kelompok kontrol yang diberikan paparan asap rokok + placebo (P0) dan kelompok lainnya adalah kelompok paparan asap rokok + perlakuan L-Arginine dosis 9 mmol/kgBB (P1) (Morita et al., 2014). P0 P
R
S
01
RA P1
02
Gambar 4.1 Rancangan Penelitian
Keterangan: P
= Populasi
S
= Sampel
R
= Randomisasi
O1
= Hasil pemeriksaan kadar NO kelompok kontrol (P0)
O2
= Hasil pemeriksaan kadar NO kelompok kontrol (P1)
67
68
perlakuan P0
= Perlakuan kelompok kontrol (paparan asap rokok + aquabides)
P1
= Perlakuan kelompok perlakuan (paparan asap rokok + L-Arginine dosis 9 mmol/kgBB)
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratory Animal Unit Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Bali. Dilanjutkan dengan analisis darah di bagian Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Bali. 2.Waktu penelitian a. Tahap Persiapan yaitu, melakukan penelitian pendahuluan selama 2 bulan b. Penelitian dilaksanakan selama 2,5 bulan dengan rincian sebagai berikut:
7 hari adaptasi
14 hari untuk perlakuan pemberian L arginine dan paparan asap rokok
14 hari untuk pemeriksaan kadar nitric oxide dan jumlah sel endotel aorta
1 bulan analisis data dan penyusunan laporan.
69
4.3 Populasi dan Sampel 4.3.1 Populasi Populasi target dalam penelitian eksperimental ini adalah seluruh tikus strain Wistar jantan. Populasi terjangkau adalah tikus yang berumur 2,5-3 bulan dengan berat badan ±200 gram. 4.3.2 Kriteria sampel Pada penelitian ini diambil sampel dari tikus yang memenuhi kriteria inklusi, dengan ketentuan sebagai berikut.
4.3.2.1 Kriteria inklusi Kriteria Inklusi yang ditetapkan sebagai sampel adalah sebagai berikut.
Tikus wistar jantan
Umur 2,5 - 3 bulan
Berat badan ± 200 gram
Sehat (aktif dan tidak menunjukkan abnormalitas anatomi)
4.3.2.2 Kriteria drop out Kriteria drop out yang ditetapkan adalah sebagai berikut.
Tikus yang tidak mau makan selama penelitian berlangsung.
Tikus sakit selama penelitian
Tikus yang mati selama penelitian dilakukan
4.3.3 Besar sampel
70
Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada rumus Federer (2008) sebagai berikut: ( n – 1 ) ( t – 1 ) > 15 Keterangan : n
= jumlah sampel
t
= jumlah kelompok perlakuan Dalam penelitian ini terdapat 2 kelompok perlakuan ( t=2 ), maka
jumlahsample yang diperlakukan : ( n – 1 ) ( 2 – 1 ) > 15 ( n – 1 ) 1 > 15 n > 15 + 1 n = 16 Berdasarkan hasil tersebut, jumlah sampel yang digunakan untuk setiap perlakuan adalah 16 ekor. Pada penelitian ini terdapat 2 kelompok perlakuan, sehingga diperlukan sampel sebanyak 32 ekor tikus. Untuk mengantisipasi terjadinya drop out pada sampel, maka dalam penelitian jumlah sampel ditambah 10%. Dengan demikian jumlah sampel masing-masing kelompok adalah 36 ekor tikus. 4.3.4 Teknik pengambilan sampel Semua sampel yang memenuhi kriteria penelitian (yang memenuhi kriteria eligibilitas) dimasukkan dalam sampel peneltian. Teknik penentuan sampel dilakukan dengan cara sebagai berikut :
71
a. Dari populasi tikus putih galur wistar diadakan pemilihan sampel berdasarkan kriteria inklusi. b. Dari jumlah sampel yang telah memenuhi syarat, diambil secara random untuk mendapatkan jumlah sampel. c. Dari sampel yang telah dipilih kemudian dibagi menjadi 2 kelompok secara random yaitu kelompok kontrol (P0), kelompok perlakuan 1 (P1), masing-masing kelompok dengan jumlah sampel yaitu 18 ekor tikus. 4.4 Variabel Variabel-variabel penelitian yang akan diukur adalah variabel bebas dan variabel tergantung sebagai berikut. Variabel Bebas
: Suplementasi L-Arginine oral
Variabel Tergantung
: Kadar Nitric Oxide (NO) serum, jumlah endotel aorta
Variabel Kendali
: Jenis tikus yang digunakan, umur tikus, berat badan tikus, jenis kelamin tikus, nutrisi, kondisi lingkungan (suhu,
kelembaban,
cahaya),
kesehatan
tikus,
makanan dan minuman, paparan asap rokok /zat kimia
72
4.4.1 Hubungan antar variabel VARIABEL BEBAS
L-Arginine
VARIABEL TERGANTUNG
Tikus Wistar
Kadar Nitric Oxide (NO) Jumlah endotel aorta
VARIABEL KENDALI Jenis/strain tikus Jenis kelamin, umur, berat badan Suhu, kelembaban, nutrisi, kandang, paparan asap rokok /zat kimia Gambar 4.2. Hubungan Antar Variabel 4.4.2 1.
Definisi operasional variabel Makanan, minuman Paparan asap rokok diberikan dengan menggunakan pompa dalam kandang yang tertutup berukuran 70x40x30 cm dengan ventilasi berukuran 20x10 cm, sebanyak 1 batang rokok kretek (rokok Djisamsoe) tanpa filter dalam waktu 30 menit setiap hari selama 14 hari.
2.
L-Arginine adalah sediaan asam amino dalam bentuk serbuk yang diberikan pada penelitian ini adalah L-arginine dari perusahaan GMC yang sudah di analisis di laboratorium analitik universitas udayana ( lampiran 2 ) diberikan satu kali sehari dengan dosis 9 mmol/kg berat badan tikus yang dilarutkan dalam 0,25 ml aquabidest steril secara oral menggunakan sonde lambung. Pemberian obat oral pada tikus kelompok perlakuan (P1) secara oral dengan menggunakan sonde dilakukan satu jam sebelum tikus diberi paparan asap rokok. .
73
3.
Nitric oxide
adalah endothelial – derived relaxing factor (EDRF) yang
disintesa dan dilepaskan oleh sel endotel, merupakan vasodilator kuat, dimana pelepasannya dirangsang oleh bradikinin. Dalam jumlah yang kecil dikeluarkan secara alamiah dari pembuluh darah untuk kontriksi ( Cantor,2005). Kadar NO diukur dengan metode Elisa, menggunakan reagen Griess I dan II (Assay Design) Total Nitric Oxide Assay Kit. dan satuan NO dinyatakan dalam mmole/L. Pemeriksaan dikerjakan di
Bagian Histologi
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
4.
Jumlah endotel, endotel adalah lapisan terdalam dari tunika intima yang terdiri dari selapis sel, sel ini berbentuk pipih, poligonal dengan sumbu panjang sel sejajar dengan aliran darah. Pada penelitian ini aorta yangdi ambil dari tikus dibuat sediaan untuk melihat endotel dengan pembesaran 400x. Pemeriksaan dikerjakan diBagian Histologi Fakultas Kedokteran Udayana.
4.5 Bahan Penelitian dan Hewan Coba 4.5.1 Bahan penelitian L-Arginine produksi GMC Makanan mencit berupa pellet dan air minum Ketamin Sarung tangan Masker Kapas
Universitas
74
Metil alkohol 70% Aquabidest Total Nitric Oxide Assay Kit 4.5.2 Hewan percobaan Dalam penelitian ini digunakan tikus Wistar yang berunur 2,5 - 3 bulan yang diperkirakan mencapai usia dewasa, berat badan antara 200-250 gram. Tikus dipelihara di kandang tikus Laboratorium Animal Unit Universitas Udayana Denpasar dengan persyaratan sesuai dengan penelitian eksperimental, yaitu tikus ditempatkan di dalam kandang yang terbuat dari tempat (kotak) berbahan plastik dengan ukuran 50 cm x 35 cm x 20 cm yang beralaskan sekam padi dan ditutup dengan anyaman kawat. Kandang tikus ditempatkan di ruangan yang berventilasi dengan suhu kamar (udara alami). 4.6 Instrumen Penelitian Alat yang digunakan adalah : Kandang mencit yang di dalamnya terdapat sekam dan botol minum Smoking Pump Timbangan digital merk TANITA Spuit 1cc untuk injeksi ekstrak ke lambung Tabung EDTA Sonde tusuk lambung Kamera digital untuk dokumentasi
75
4.7 Prosedur Penelitian 4.7.1 Pemilihan dan pemeliharaan hewan uji Hewan uji yang digunakan adalah tikus putih (Rattus norvegicus) jantan yang sehat sebanyak 36 ekor. Tikus kemudian dibagi secara random menjadi 2 kelompok, dengan masing-masing kelompok berjumlah 18 tikus. Kandang yang digunakan untuk pemeliharaan tikus adalah kandang yang tidak mudah rusakKandang yang digunakan adalah kandang yang mudah terlihat dari luar serta tahan gigitan, sehingga hewan tidak mudah lepas. Makanan yang diberikan adalah yang memenuhi syarat, serta lingkungan yang sehat (Ngatidjan, 2006).
4.7.2 Prosedur perlakuan 1. Tikus putih (Rattus norvegicus) jantan sebanyak 36 ekor, sehat, berumur 22,5 bulan dengan berat badan ± 200 gram. 2. Sebelum penelitian dimulai, tikus diadaptasi selama 1 minggu di tempat penelitian untuk penyesuaian dengan lingkungan. Satu kandang berisi dua ekor tikus. Kandang dibersihkan setiap hari. 3. Sampel tikus yang berjumlah 36 ekor kemudian dibagi atas 2 kelompok secara random di mana kelompok pertama (kelompok kontrol/P0) diberikan perlakuan paparan asap rokok + aquabidest, dan kelompok kedua (kelompok perlakuan 1/P1) diberikan perlakuan paparan asap rokok + L-Arginine dengan dosis 9 mmol/kgBB secara oral (Morita et al., 2014)
76
4. Setelah 14 hari perlakuan, keseluruhan kelompok tikus dilakukan pengambilan darah untuk pemeriksaan kadar Nitric Oxide (NO) sesudah perlakuan (posttest). 5. Selama penelitian, hewan coba diberikan makanan dan minuman secara teratur, kebersihan dan kenyamanan kandang dijaga.
4.7.3 Prosedur Pengambilan Darah Pengambilan sampel darah dilakukan satu
kali yaitu sesudah perlakuan.
Pengambilan sampel darah dilakukan melalui Canthus Medialis Sinus Orbitalis yaitu sebanyak 3 cc dengan menggunakan spuite 3 cc setelah sebelumnya dilakukan desinfeksi pada tempat pengambilan. Selanjutnya darah ditampung dalam vacutainer, disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit, dan didapatkan sebanyak 1 mL serum selanjutnya dimasukkan dalam tabung untuk segera diperiksa. Prosedur pemeriksaan laboratorium menggunakan kit pemeriksaan Colorimetric Griess dan pembacaan absorbance 520-560 nm menggunakan Elisa reader. Sampel darah akan diberikan label sesuai dengan nomor randomisasi blok masing-masing dari kedua kelompok yaitu kelompok plasebo dan kelompok L arginine 9 mmol . Pengambilan sampel darah dilakukan oleh petugas laboratorium, kemudian sampel darah yang telah berisi plasma dimasukkan ke dalam kotak styrofoam yang berisi es kering (dry ice) untuk segera dibawa ke UPT Laboratorium Analitik Universitas Udayana dan disimpan pada suhu -80 oC hingga dilakukan pemeriksaan.
77
4.7.4 Prosedur pemeriksaan kadar NO Serum atau plasma sebanyak 50 ul ditambahkan 50 ul larutan Sulfanilamide (1% sulfanilamide dalam 5% phosphoric Acid), kemudian diinkubasi selama 10 menit pada suhu ruang (lindungi dari cahaya). Selanjutnya masukkan larutan NED (0.1% N-1-napthylethylenediamine dihydrochloride in water) sebanyak 50 ul dan inkubasi selama 10 menit pada suhu ruang. Kemudian diukur absorbansi pada panjang gelombang 532 nm dalam 30 menit (setelah 30 menit warna yang terbentuk akan memudar). Larutan standar menggunakan larutan nitrite (0,1 M sodium nitrite dalam air) dan perhitungan konsentrasi NO dalam sampel dengan cara menggunakan perhitungan dari absorbance kurva standard menggunakan larutan nitrit.
4.7.5 Prosedur pemeriksaan endotel Pengambilan sampel aorta sebelumnya tikus dieutanasia dan dilakukan desinfeksi pada tempat pengambilan. Selanjutnya dilakukan pembedahan pada punggung tikus sampai terlihat aorta, kemudian aorta di potong dan ditampung dalam wadah urin 10cc yang telah berisi formalin buffer fosfat 10%, sediaan ini di rendam selama 24 jam. Pembuatan sediaan histologis dibagi menjadi tiga tahapan yaitu tahap fiksasi, dehidrasi, clearing dan embeding. Tahap fiksasi artinya aorta hasil biopsi direndam dalam formalin bufer fospat 10% selama 24 jam kemudian dilakukan triming bagian
jaringan yang akan diambil. Selanjutnya jaringan tersebut
direndam dengan alkohol bertingkat (tahap dehidrasi) direndam berturut turut
78
50%, 70%, 90%, 96% dan 100% masing masing 2 kali selama 2 jam. Selanjutnya masuk ke tahap clearing dengan memasukkan jaringan ke clearing agent (xylene) selama 24 jam sampai transparan. Tahap embeding diawali dengan proses infiltrasi sebanyak 2 kali selama masing-masing 1 jam dengan parafin murni (Histoplast) cair (suhu 60o C) kemudian jaringan ditanam ke dalam parafin cair dan dibiarkan membentuk blok yang memakan waktu selama satu hari agar mudah diiris dengan mikrotom. Pemotongan menggunakan mikrotom rotari (Jung Histocut Leica 820), tebal 5 mikro meter untuk selanjutnya dilakukan penempelan pada gelas obyek, lalu diinkubasi pada suhu 60o C selama 2 jam. Khusus untuk slide yang dicat dengan immunohistokimia, menggunakan object glass yang sudah dilapisi daya rekat seperti Poly-Lysine atau yang sejenis. Pewarnaan dengan Hematoxylin Eosin Sebelum dilakukan pengecatan, slide melalui proses deparafinisasi dan rehidrasi meliputi perendaman dalam larutan xylene 2 x 5 menit, etanol 100% selama 2 menit, etanol 96% 2 x 2 menit, etanol 70% selama 2 menit dan aquadest selama 2 menit. Dilakukan pewarnaan dengan Hematoxylin Gill selama selama 5 menit. Tahap selanjutnya dilakukan perendaman dengan air kran selama 5 menit. Selanjutnya sediaan direndam dalam larutan Eosin 1% selama 15 detik kemudian direndam dalam Aquabidest selama 15 detik. Dehidrasi dalam etanol 70% selama 10 detik, etanol 96% 2x 10 detik, etanol 100% selama 10 detik dan xylene 2 x 2
79
menit, keringkan selama 2 jam dalam suhu ruang, lalu mounting pada medium berbasis xylene (DPX). Analisis Pewarnaan Hematoxylin Eosin Pengamatan dilakukan dengan metode analisis digital. Sediaan dengan pembesaran 400 kali menggunakan mikroskop Olympus CX41 (Japan), difoto dengan kamera Optilab Pro (Miconos, Indonesia). Masing masing preparat difoto sebanyak 3 kali dengan menggunakan format JPEG menggunakan perangkat lunak Optilab Viewer 1.0 (Miconos, Indonesia).
80
4.8 Alur Penelitian
36 ekor tikus jantan sehat diadaptasi selama 7 hari
Dibagi menjadi 2 kelompok perlakuan
P1 (paparan asap rokok + aquabides)
P1 (paparan asap rokok + LArginine dosis 9mmol/kgBB)
Perlakuan selama 14 hari
Pemeriksaan Kadar NO posttest Pemeriksaan jumlah endotel aorta p Gambar 4.3. Alur Penelitian
4.9 Analisis Data Data yang diperoleh pada penelitian ini dianalisis menggunakan program khusus analisis statistik komputer dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Analisis deskriptif. Semua data terlebih dahulu dianalisis secara deskriptif. Analisis deskriptif dilakukan sebagai dasar untuk statistik analisis (uji hipotesis) untuk mengetahui karakteristik data. Analisis deskriptif dilakukan dengan program SPSS. Pemilihan penyajian data dan uji hipotesis tergantung normal tidak nya distribusi. 2. Uji Normalitas Digunakan uji dengan Shapiro-wilk Test, data berdistribusi normal dengan p>0,05. 3. Uji homogenitas Dilakukan dengan Lavene’s Test. Varian data bersifat homogen dengan p>0,05. 4. Uji komparasi Karena data berdistribusi normal p>0,05 maka uji komparabilitas digunakan uji statistik parametrik dengan Independent Sample T-Test pada taraf kemaknaan α = 0,05 digunakan untuk antar kelompok.
81
82
BAB V HASIL PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan menggunakan completely randomized post test only control group design yang menggunakan 36 ekor tikus putih (Rattus norvegicus) jantan, dewasa (berumur 2,5-3 bulan) sebagai sampel, yang terbagi menjadi 2 (dua) kelompok masing-masing berjumlah 18 ekor tikus, yaitu kelompok kontrol
P0 (paparan asap rokok + aquabides) dan
kelompok perlakuan (paparan asap rokok + L-Arginine dosis 9mmol/kgBB). Hasil penelitian ini kemudian dianalisis dan disajikan menggunakan analisis deskriptif, normalitas data, homogenitas data, uji komparabilitas, dan uji efek perlakuan.
5.1 Analisis Deskriptif Hasil analisis deskriptif kadar Nitric Oxide berupa rerata, simpangan baku, median, nilai minimum dan nilai maksimum pada masing-masing kelompok disajikan pada Tabel 5.1. Tabel 5.1 Hasil Analisis Deskriptif Data Nitric Oxide Kelompok
Rerata (µM)
SB
Median
Min
Maks
Kelompok P0
822,4639
119,47448
795,8050
Kelompok P1
1233,0322
128,01963 1258,7500 984,93 1430,95
623,61 1035,75
83
Hasil analisis deskriptif jumlah sel endotel berupa rerata, simpangan baku, median, nilai minimum dan nilai maksimum pada masing-masing kelompok disajikan pada Tabel 5.2. Tabel 5.2 Hasil Analisis Deskriptif Data Jumlah Sel Endotel Kelompok
Rerata
SB
Median
Min
Maks
Kelompok P0
3,3889
1,57675
3,3300
0,67
6,33
Kelompok P1
8,8506
1,16810
8,6650
7,00
11,00
5.2 Uji Normalitas Data Kadar Nitric Oxide pada masing-masing kelompok diuji normalitasnya dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk. Hasilnya menunjukkan bahwa data berdistribusi normal (p>0,05), yang disajikan pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3 Hasil Uji Normalitas Data Kadar Nitric Oxide Antar Kelompok Kelompok Subjek
n
P
Keterangan
Kelompok P0
18
0,529
Normal
Kelompok P1
18
0,365
Normal
n = jumlah sampel, p = signifikansi
84
Jumlah sel endotel pada masing-masing kelompok diuji normalitasnya dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk. Hasilnya menunjukkan bahwa data berdistribusi normal (p>0,05), yang disajikan pada Tabel 5.4.
Tabel 5.4 Hasil Uji Normalitas Data Jumlah Sel Endotel Antar Kelompok Kelompok Subjek
n
p
Keterangan
Kelompok P0
18
0,655
Normal
Kelompok P1
18
0,645
Normal
n = jumlah sampel, p = signifikansi
5.3 Uji Homogenitas Data antar Kelompok Kadar Nitric Oxide dan jumlah sel endotel pada masing-masing kelompok diuji homogenitasnya dengan menggunakan uji Levene’s test. Hasil menunjukkan bahwa varian data homogen (p>0,05), data disajikan pada Tabel 5.5. Tabel 5.5 Hasil Uji Homogenitas Variabel Penelitian Antar Kelompok Variabel Penelitian
n
p
Keterangan
Kadar Nitric Oxide
36
0,945
Homogen
Jumlah sel Endotel
36
0,443
Homogen
n = jumlah sampel p = signifikansi
85
5.4 Uji Komparabilitas 5.4.1 Uji Komparabilitas Kadar Nitric Oxide Analisis komparabilitas bertujuan untuk membandingkan rerata kadar Nitric Oxide antar kelompok perlakuan sesudah diberikan perlakuan berupa paparan asap rokok + aquabides (P0) dan paparan asap rokok + L-Arginine dosis 9 mmol/kgBB (P1) selama 14 hari. Hasil analisis kemaknaan diuji dengan uji Independent sample T test pada Tabel 5.6.
Tabel 5.6 Rerata Kadar Nitric Oxide antar Kelompok Sesudah Diberikan Perlakuan
Kelompok Subjek
n
Rerata Kadar Nitric Oxide (µM)
SB
t
P
Kelompok P0 18 822,4639 119,47448 -9,947 0,000 Kelompok P1 18 1233,0322 128,01963 n = jumlah sampel; SB = Simpangan Baku; t = distribusi t hitung; p = signifikansi
Tabel 5.6 menunjukkan rerata kadar Nitric Oxide kelompok yang diberi L-Arginine dosis 9 mmol/kgBB P1 sesudah diberikan perlakuan selama 14 hari memiliki rerata kadar Nitric Oxide yang lebih tinggi (p<0,01) dibandingkan dengan kelompok kontrol P0.
86
Gambar 5.1 Rerata Kadar NO (µM) Setelah perlakuan
5.4.2 Uji Komparabilitas Jumlah Sel Endotel Analisis komparabilitas bertujuan untuk membandingkan rerata kadar jumlah sel endotel antar kelompok perlakuan sesudah diberikan perlakuan berupa paparan asap rokok + aquabides (P0) dan paparan asap rokok + L-Arginine dosis 9 mmol/kgBB (P1) selama 14 hari. Hasil analisis kemaknaan diuji dengan uji Independent sample T test pada Tabel 5.7.
Tabel 5.7 Rerata Kadar Nitric Oxide antar Kelompok Sesudah Diberikan Perlakuan Kelompok Subjek
n
Rerata Jumlah Sel Endotel
SB
t
P
Kelompok P0 18 3,3889 1,57675 -11,809 0,000 Kelompok P1 18 8,8506 1,16810 n = jumlah sampel; SB = Simpangan Baku; t = distribusi t hitung; p = signifikansi
87
Tabel 5.7 menunjukkan rerata jumlah sel endotel kelompok yang diberi LArginine dosis 9 mmol/kgBB P1 sesudah diberikan perlakuan selama 14 hari memiliki rerata jumlah sel endotel ya lebih tinggi (p<0,01) dibandingkan dengan kelompok kontrol P0.
Gambar 5.2 Rerata Jumlah Endotel Setelah perlakuan
88
5.4.2 Hasil Histologi Endotel Aorta
Gambar 5.1 Kelompok kontrol ( P0 ) asap rokok + Aquabides dengan pembesaran 400x
Gambar 5.1 kelompok kontrol ( P0 ) asap rokok + L- arginin 9 mmol/kgbb dengan pembesaran 400x
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Subyek Penelitian Untuk menguji efek pemberian L-Arginin terhadap kadar Nitric Oxide dan jumlah sel endotel setelah paparan asap rokok, maka dilakukan penelitian eksperimental dengan rancangan completely randomized posttest only control group design, menggunaka tikus putih (Rattus norvegicus) jantan dan sehat, penelitian ini menggunakan tikus karena fisiologi pembuluh darah tikus wistar hampir sama dengan manusia. Pemilihan jenis kelamin jantan agar tidak dipengaruhi kehamilan dan hormonal karena bisa mempengaruhi hasil penelitian. Usia tikus dipilih tikus dewasa 2,5 – 3 bulan sebab memiliki persamaan dengan manusia dewasa muda dan belum mengalami proses penuaan. Penelitian dilakukan selama 14 hari, berdasarkan penelitian pendahuluan, pemberian oral L arginine 9 mmol/ kgbb selama 14 mampu mencegah penurunan Nitric oxide dan jumlah sel endotel aorta setelah paparan asap rokok .
6.2 Pengaruh Paparan Asap Rokok terhadap Kadar Nitric Oxide dan Jumlah Sel Endotel Rokok mengandung banyak sekali radikal bebas yang dapat menyebabkan stress oksidatif yang berujung pada akumulasi kerusakan pada berbagai macam sel dalam tubuh salah satunya adalah sel endotel (Benjamin, 2011; Selim dkk., 89
90
2013). Bukti yang menunjukkan kerusakan awal vaskular dan disfungsi endotel yang diinduksi perilaku merokok berasal dari berbagai studi klinis dengan menganalisis fungsi endotel menggunakan berbagai teknik (Widlansky dkk., 2003). Gangguan fibrinolisis dalam plasma pada perokok kronis dapat mempengaruhi fungsi endotel. Pada prinsipnya, fluktuasi kadar senyawa di dalam tubuh bisa terdeteksi sebagai indeks kerusakan endothelial akibat merokok. Beberapa studi telah mengidentifikasi penanda spesifik dan terukur dari disfungsi endotel, termasuk soluble adhesion molecules, von Willebrand factor (vWF) dan thrombomodulin (Constans dan Conri, 2006).
Telah banyak diketahui hubungan antara merokok dan penyakit pembuluh darah, dan telah diketahui secara umum pula bahwa rokok akan merusak sel-sel endotel vaskular. Integritas endotel sangat penting untuk fungsi homeostatis pembuluh darah dan untuk menjaga keadaan nontrombotik dan nonatherogenic (Guo dkk., 2006). NO merupakan vasodilator kuat yang menghambat perputaran matriks ekstraselular dan dengan demikian dapat memodifikasi sifat mekanik dinding arteri (Van Hove dkk, 2009). Rahman dan Laher (2007) melaporkan bahwa sekresi NO pada vena saphena pada manusia yang tidak merokok secara signifikan lebih tinggi daripada yang dari vena perokok berat. Dengan menggunakan antagonis NO, NG-monomethyl-l-arginin, beberapa peneliti telah menemukan penurunan kemampuan vasodilatasi pembuluh darah pada perokok (Vleeming dkk., 2002). Dalam penelitian lain, pengukuran nitrit dari arteri femoral dan karotis setelah paparan asap rokok jangka pendek dan jangka panjang
91
memberikan bukti bahwa rokok mengurangi bioavaibility NO. Selanjutnya, kadar NO kembali normal setelah 3 minggu pasca penghentian paparan asap rokok (Guo dkk., 2006). Gangguan sekresi NO diduga terkait dengan berkurangnya sintesis atau aktivitas endothelial NO synthase (eNOS) (Burnett, 2004). Belakangan diketahui, baik peningkatan dan penurunan ekspresi mRNA eNOS telah dilaporkan berhubungan dengan paparan asap rokok dalam berbagai model eksperimental. Asap rokok telah terbukti menghambat kerja eNOS pada arteri pulmonalis (Wagner dkk., 2007) dan pada penelitian lain menekan eNOS sebesar 52% pada kultur sel endotel (Wang dkk., 2000). Hal ini diperkuat dengan penelitian lain yang menyebutkan bahwa penghentian paparan asap rokok akan mengembalikan ekspresi eNOS menjadi normal setelah 16 minggu (Guo dkk., 2006). Telah dilaporkan bahwa asap rokok mengandung banyak sekali radikal bebas seperti nitrogen oksida, hidrogen peroksida, hidrogen sianida, dan akrolein yang secara langsung mempengaruhi ekspresi eNOS (Bindar, 2000; Guo dkk, 2006; Arief, 2007). 6.3 Pengaruh L-Arginin Terhadap Kadar Nitric Oxide dan Jumlah Sel Endotel Pada penelitian ini ditemukan sel endotel pada kelompok kontrol lebih sedikit secara bermakna dibandingkan dengan endotel aorta pada kelompok kontrol, tetapi dalam penelitian ini tidak mampu menjelaskan apakah perbedaan jumlah endotel ini adalah karena tergangunya disfungsi endotel ataw tidak. Secara teoritis asap rokok yang mengandung radikal bebas yang dapat menyebabkan stress oksidatif yang berujung pada akumulasi kerusakan sel pada
92
berbagai macam sel dalam tubuh salah satunya adalah sel endotel ( Benyamin,2011; Selim dkk.,2013) Radikal bebas salam asap rokok
O2- bertemu dengan
NO ,maka
mengurangi bioavailabilitas NO dengan membentuk peroxynitrite (ONOO -) yang juga dapat menyebabkan cedera selular (De Silva dan Faraci, 2013). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pemberian L-Arginin 9 mmol/kgbb secara oral selama 14 hari pada tikus wistar yang diberi paparan asap rokok dapat mencegah penurunan Nitric oxide dan penurunan jumlah sel endotel, hal ini disebabkan karena L-Arginine merupakan salah satu substansi yang meregulasi sintesis Nitric Oxide (NO). L-Arginine merupakan prekursor dalam sintesis NO yang dilakukan oleh nitrit oksida sintase (Nitric Oxide Synthase/ NOS). Dengan meningkatnya prekursor atau bahan baku pembentukan NO maka laju produksi NO akan meningkat. Selain itu penurunan jumlah endotel pembuluh darah akibat paparan asap rokok diakibatkan oleh berkurangnya kadar NO, dengan menyediakan prekursor sintesis NO, kadar NO meningkat dan penurunan jumlah endotel aorta dapat dicegah. Kekurangan L-Arginine dalam diet telah terbukti dapat menyebabkan gangguan sistesis NO pada mamalia (Wu dkk., 2009; Lewis dan LangkampHenken, 2000). Hasil penelitian ini didukung dengan hasil penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa pemberian singkat L-Arginin oral dengan dosis 1.5 g/10 kg BB/hari selama 1 minggu pada pasien dengan hipertensi pulmonum primer dapat meningkkan produksi NO (Nagaya dkk., 2001). Penelitian lain menyebutkan
93
bahwa suplementasi arginine pada pakan selama 14 hari dapat meningkatkan konsentrasi BH4 dan produksi NO pada sel-sel endotel baik pada tikus sehat dan tikus yang diinduksi diabetes dan nondiabetes (p<0,01) (Kohli dkk., 2004)
6.4 Kelemahan Penelitian Penurunan kadar NO tidak hanya disebabkan oleh paparan asap rokok, terdapat beberapa faktor lain seperti tingginya konsumsi garam dan obat-obat golongan katekolamin, tingginya intake asam folat dan vitamin B12, dan rendahnya kadar estrogen. Pada penelitian ini tidak diperiksa ekspresi disfungsi sel endotel,untuk melihat kerusakan fungsi endotel akibat penurunan NO, sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan simpulan sebagai berikut: 1. Pemberian L-Arginine oral dapat mencegah penurunan kadar Nitric Oxide (NO) pada tikus (Rattus norvegicus) jantan galur Wistar yang dipapar asap rokok. 2. Pemberian L-Arginine oral dapat mencegah penurunan jumlah sel endotel pada tikus (Rattus norvegicus) jantan galur Wistar yang dipapar asap rokok. 7.2 Saran Sebagai saran dalam penelitian ini adalah: 1. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk membuktikan efek pemberian Larginine terhadap penurunan kadar NO yang diakibatkan oleh faktor selain paparan asap rokok. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan pemeriksaan ekspresi disfungsi sel endotel.
94
DAFTAR PUSTAKA
Aldámiz-Echevarría, L., Andrade, F. 2012. Asymmetric dimethylarginine, endothelial dysfunction and renal disease. Int J Mol Sci. 13(9):11288-311. Alvares, T.S., Conte-Junior, C.A., Silva, J.T., Paschoalin, V.M.F. 2012. Acute LArginine supplementation does not increase nitric oxide production in healthy subjects. Nutrition & Metabolism. 9:54. Alvares, T.S., Meirelles, C.M., Bhambhani, Y.N., Paschoalin, V.M., Gomes, P.S. 2011. L-arginine as a Potential Ergogenic Aid in Healthy Subjects. Sports Med. 41(3):233–248. Appleton, J. 2002. Arginine: Clinical potential of a semi-essential amino. Altern Med Rev. 7(6):512–522. Arief, S. 2007. Radikal Bebas. Ilmu Kesehatan Anak FK UNAIR. Surabaya. Available at: http://www.sribd.com/doc/49918891/radikal-bebas. Accesed August 21, 2015. Arsic, N., Zacchigna, S., Zentilin, L., Ramirez-Correa, G., Pattarini, L., Salvi, A., Sinagra, G., Giacca, M. 2004. Vascular endothelial growth factor stimulates skeletal muscle regeneration in vivo. Mol Ther. 10(5):844-54. Ayala, A., Muñoz, M.F., Argüelles, S. 2014. Lipid Peroxidation: Production, Metabolism, and Signaling Mechanisms of Malondialdehyde and 4Hydroxy-2-Nonenal. Oxidative Medicine and Cellular Longevity. 2014: 360438. Bagiada, N.A. 2001. Proses Penuaan dan Penanggulangannya. Denpasar: Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Hal: 22 . Bauer, V., Sotníková, R. 2010. Nitric oxide--the endothelium-derived relaxing factor and its role in endothelial functions. Gen Physiol Biophys. 29(4):31940. Benjamin, R.M. 2011. Exposure to Tobacco Smoke Causes Immediate Damage: A Report of the Surgeon General. Public Health Reports. 126(2):158-159. Bescós, R., Sureda, A., Tur, J.A., Pons, A. 2012. The effect of nitric-oxide-related supplements on human performance. Sports Med. 42(2):99-117.
95
96
Bhandary, B., Marahatta, A., Kim, H.R., Chae, H.J. 2013. An Involvement of Oxidative Stress in Endoplasmic Reticulum Stress and Its Associated Diseases. International Journal of Molecular Sciences. 14(1):434-456. Bindar, Y. 2000. Ekonomi, Rokok dan Konsekuensinya. Available from: http://www.angelfire.com/il/Nalapralaya/rokok.htm. Accessed August 28, 2015. Bode-Böger, S.M., Scalera, F., Ignarro, L.J. 2007. The L-arginine paradox: importance of the L-arginine/asymmetrical dimethylarginine ratio. PharmacolTher. 114(3):295–306. Burlando, B., Panfoli, I., Viarengo, A., Marchi, B. 2001. Free radical-dependent Ca2+ signaling: role of Ca2+-induced Ca2+ release. Antioxid Redox Signal. 3(3):525-30. Burnett, A.L. 2004. Novel nitric oxide signaling mechanisms regulate the erectile response. International Journal of Impotence Research 16, S15–S19. Cartledge, J., Minhas, S., Eardley, I. 2001. The role of nitric oxide in penile erection. Expert Opin Pharmacother. 2(1):95-107. Catharina. 2001. Pathogenesis of Dengue Hemorrhagic Fever and Dengue Syok Syndrome. In: Dengue Hemorrhagic Fever in Indonesia: The Role of Cytokines in Plasma Leakage, Coagulation, and Fibrinolysis. Nijmegen University Press. Dinsdag. 15-23. Cerielo, A. 2008. Possible Role of Oxidative Stress in The Pathogenesis of Hypertension. Diabetes Care. 31(2): S181-S184. Constans, J., Conri, C. 2006. Circulating markers of endothelial function in cardiovascular disease. Clin Chim Acta, 368: 33–47 Dash,
P. 2015. Synthesis of Nitric Oxide. Avilable from: http://www.reading.ac.uk/nitricoxide/intro/no/synthesis.htm. Accessed Oct 23, 2015
De Silva, T.M., Faraci, F.M. 2013. Effects of angiotensin II on the cerebral circulation: role of oxidative stress.Front Physiol. 3:484. Deanfield, J.E., Halcox, J.P., dan Rabelink, T.J. 2007. Endothelial Fuction and Dysfunction : Testing and Clinical Relevance. Circulation. 115: 1285-95. Droge, W. 2002. Free Radicals in the Physiological Control of Cell Function. Physiol Rev 82: 47-95. Erdman, J.W., Balentine, D., Arab, L., Beecher, G., Dwyer, J.T., Folts, J., Harnly, J., Hollman, P., Keen, C.L., Mazza, G., Messina, M., Scalbert, A., Vita, J.,
97
Williamson, G., dan Burrowes, J. 2007. Flavonoids and Heart Health: Proceedings of the ILSI North America Flavonoids Workshop, May 31-June 1, Wahington, DC. J Nutr. 137: 718S-737S. Federer, W. 2008. Statistics and Society : Data Collection and Interpretation second ed. New York : Marcel Dekker. Gaweł, S., Wardas, M., Niedworok, E., and Wardas, P. 2004. Malondialdehyde (MDA) as a lipid peroxidation marker. Wiad Lek. 57(9-10): 453-5. Ghio, A.J., Hilborn, E.D., Stonehuerner, J.G., Dailey, L.A., Carter, J.D., Richards, J.H., Crissman, K.M., Foronjy, R.F., Uyeminami, D.L., Pinkerton, K.E. 2008. Particulate matter in cigarette smoke alters iron homeostasis to produce a biological effect. Am J Respir Crit Care Med. 178(11):1130-8. Gokce, N. 2004. L-arginine and hypertension. J Nutr. 134(10 Suppl):2807S2811S Goldman, Klatz. 2007. The New Anti-Aging Revolution: Stopping the Clock for a Younger, Sexier you!. Advantage Quest. Malaysia. Granger, J.P., Alexander, B.T., Llinas, M.T., Bennet, W.A., dan Khalil, R.A. 2001. Pathophysiology of Hypertension During Preeclampsia Linking Placental Ischemia With Endothelial Dysfunction. Hypertension. 38 (2): 718-722. Grassi, D., Necozione, S., Lippi, C., Croce, G., Valeri, L., Pasqualetti, P., Desideri, G., Blumberg, J.B., dan Ferri, C. 2005. Cocoa reduces Blood Pressure and Insulin Resistance and Improves Endothelium-Dependent Vasodilation in Hypertensives. Hypertension. 46: 398-405. Grossman, E. 2008. Does Increased Oxidative Stress Cause Hypertension? Diabetes Care. 31(2): S185–S189. Groves, J.T., Wang, C.C. 2000. Nitric oxide synthase: models and mechanisms. Curr Opin Chem Biol. 4(6):687-95. Guo, X., Oldham, M.J., Kleinman, M.T., Phalen, R.F., Kassab, G.S. 2006. Effect of cigarette smoking on nitric oxide, structural, and mechanical properties of mouse arteries. American Journal of Physiology - Heart and Circulatory Physiology 291(5): 2354-2361 Guyton, A.C., Hall, J.E. 2012. Pocket Companion to Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology. US : Saunders Elsevier Hala, O., El-Mesallamy., Kareem, A. R., and Ingy, M.H. 2011. Role of Oxidative Stress, Inflamation and Endothelial Disfunction in the Pathogenesis of Diabetic Retinopathy. The IIOAB Journal. 2: 91-97
98
Halstead, S.B. 2003. Neutralization and Antibody-dependent Enhancement of Dengue Viruses. Adv. Virus Res. 60:421–467. Iadecola, C. 2005. Rescuing troubled vessels in Alzheimer disease. Nature Medicine 11, 923 – 924 Idhayu, A.T. 2006. Pengaruh pemberian polifenol teh hijau terhadap sekresi nitrit oksida (NO) sel fagosit (skripsi). Semarang. Universitas Diponegoro. Kaplan, P., Babusikova, E., Lehotsky, J., Dobrota, D. 2003. Free radical-induced protein modification and inhibition of Ca2+-ATPase of cardiac sarcoplasmic reticulum. Mol Cell Biochem. 248(1-2):41-7. Kohli, R., Meininger, C.J., Haynes, T.E., Yan, W., Self, J.T., Wu G. 2004. Dietary L-arginine supplementation enhances endothelial nitric oxide synthesis in streptozotocin-induced diabetic rats. J Nutr. 134(3):600-8. Kusumawati, D. 2004. Bersahabat dengan Hewan Coba. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Lewis, B., Langkamp-Henken, B. 2000. Arginine enhances In vivo immune responses in young, adult and aged mice. J Nutr.130(7):1827-30. Lobo, V., Patil, A., Phatak, A., Chandra, N. 2010. Free radicals, antioxidants and functional foods: Impact on human health. Pharmacognosy Reviews. 4(8):118-126. Loscalzo, J. 2003. Adverse Effects of Supplemental l-Arginine in Atherosclerosis. Consequences of Methylation Stress in a Complex Catabolism?. Arteriosclerosis, Thrombosis, and Vascular Biology. 23: 3-5 Lundberg, J.O., Weitzberg, E. 2005. NO Generation From Nitrite and Its Role in Vascular Control. Arterioscler Thromb Vasc Biol, 25:915-22 Martin, T. 2008. The effect of Smoking on Human Health. Available from: http://quitsmoking.about.com. Accessed August 21, 2015. Megala, J., Geetha, A. 2010. Free radical-scavenging and H+, K+-ATPase inhibition activities of Pithecellobium dulce. Food Chemistry. 121(4): 1120–1128. Miyata. 2001. Spesific Association of Set of Molecular Chaperons Including Hsp 90 and Cdc 37 with MOK. The Journal of Biologycal Chemistry. 276: 21841-21848. Morita, M., Hayashi, T., Ochiai, M., Maeda, M., Yamaguchi, T,, Ina, K., Kuzuya M. 2014. Oral supplementation with a combination of L-citrulline and L-
99
arginine rapidly increases plasma L-arginine concentration and enhances NO bioavailability.Biochem Biophys Res Commun. 454(1):53-7. Muthmainnah, Syarifah, U., Mulyono, A. 2014. Analisis Fisis Membran Biofilter Asap Jurnal Neutrino Rokok Berbahan Biji Kurma Untuk Menangkap Radikal Bebas. Vol. 7, No. 1, pp: 40-48 Nagaya, N., Uematsu, M., Oya, H., Sato, N., Sakamaki, F., Kyotani, S., Ueno, K., Nakanishi, N., Yamagishi, M., and Miyatake, K. 2001. Short-term Oral Administration of l-Arginine Improves Hemodynamics and Exercise Capacity in Patients with Precapillary Pulmonary Hypertension. American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine. 163(4): 887-891. Najjar, S.S., Scuteri, A., Lakatta, E.G., Arterial aging: is it an immutable cardiovascular risk factor? Hypertension. 2005;46(3): 454–462. Ngatidjan. 2006. Metode Laboratorium dalam Toksikologi. Metode Uji Toksisitas. Hal: 86-135. Oppenheim. 2003. Cytokines. In: Medical Immunology. San Fansisco. 10: 48-166. Pangkahila, W. 20011. Anti Aging Tetap Muda dan Sehat, Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Pasupathi, P. 2009. Glutathione, glutathione-dependent enzymes and antioxidant status in gastric carcinoma patients. Journal of Applied Biomedicine, vol. 7, No.2, p 101-109. Pugsley, M.K., Tabrizchi, R. 2000. The vascular system: An overview of structure and function. J Pharmacol Toxicol Methods. 44:333–40. R&D
Systems, 2000. Nitric Oxide Synthases. Available from : http://rndsystems.com/mini_review_detail_objectname_MR00_NOS.aspx. Accessed November 12, 2015
Rahman, M.M., Laher, I. 2007. Structural and functional alteration of blood vessels caused by cigarette smoking: an overview of molecular mechanisms. Curr Vasc Pharmacol. 5(4):276-92. Rat Behaviour and Biology. 2012. How old is a rat in human years ?. Available at: http://www.ratbehavior.org/RatYears.htm. Accessed November 3, 2015 Ricciardolo, F.L., Sterk, P.J., Gaston, B., Folkerts, G. 2004. Nitric oxide in health and disease of the respiratory system. Physiol Rev. 84(3):731-65. Ruiz, A., Matute, C., Alberdi, E. 2010. Intracellular Ca2+ release through ryanodine receptors contributes to AMPA receptor-mediated mitochondrial dysfunction and ER stress in oligodendrocytes. Cell Death & Disease. 1(7):e54-.
100
Russel, J.C., Towns, D.R., Clout, M.N. 2008. Review of rat invasion biology. Science &Technical Publishing, Department of Conservation, New Zealand, p. 20. Sandoo, A., van Zanten, J.J.C., Metsios, G.S., Carroll, D., Kitas, G.D. 2010 The Endothelium and Its Role in Regulating Vascular Tone. The Open Cardiovascular Medicine Journal.; 4: 302-312. Saxena, R., Lal, A.M. 2006. Effect of Aging on antioxidant enzyme status and lipid peroxidation. J Indian Acad Geriatr. 2(2):53-6. Selim, G.M., Elia, R.Z., El Bohey, A.S., El Meniawy, K.A. 2013. Effect of shisha vs. cigarette smoking on endothelial function by brachial artery duplex ultrasonography: an observational study. Anadolu Kardiyol Derg. 13(8):759-65. Selvam, R. 2002. Calcium oxalate stone disease: role of lipid peroxidation and antioxidants. Urol Res. 30(1):35-47. Sharkey, B.J. 2011. Kebugaran dan Kesehatan (Fitness and Health). Diterjemahkan oleh Eri Desmarini Nasution. Pt Raja Grafindo Persada, Jakarta. Stapleton, P.A., Goodwill, A.G., James, M.E., Brock, R.W., Frisbee, J.C. 2010. Hypercholesterolemia and microvascular dysfunction: interventional strategies. J Inflamm (Lond). 18;7:54. Su, Y., Han, W., Giraldo, C., De-Li, Y., Block, E.R. 1998. Effect of cigarette smoke extract on nitric oxide synthase in pulmonary artery endothelial cells. Am J Respir Cell Mol Biol 19: 819–825 Suryohudoyo, P. 2000. Kapita Selekta Ilmu Kedokteran Molekuler. Jakarta : CV. Infomedika. p. 31-46. Tarpey, M.M., dan Fridovich I. 2001. Method of Detection of Vascular Reactive Species : Nitric Oxide, Superoxide, Hydrogen Peroxide, and Peroxynitrite. Circ Res. 89: 224-36. Tendra, H. 2003. Merokok dan Kesehatan. Surabaya. Toda, N., Ayajiki, K., Okamura, T. 2005. Nitric oxide and penile erectile function. Pharmacol Ther. 106(2):233-66. Tousoulis, D., Kampoli, A.M., Tentolouris, C., Papageorgiou, N., Stefanadis, C. 2012. The role of nitric oxide on endothelial function. Curr Vasc Pharmacol. 10(1):4-18. Trachtman, H., Futterweit, S., Garg, P., Reddy, K., Singhal, P.C. 1996. Nitric oxide simulates the activity of a 712-kDa neutral matrix metalloproteinase
101
in cultured rat mesangial cells. Biochem Biophys Res Commun 218: 704– 708. Tsuchiya, M., Asada, A., Kasahara, E., Sato, E.F., Shindo, M., Inoue, M. 2002. Smoking a Single Cigarette Rapidly Reduces Combined Concentrations of Nitrate and Nitrite and Concentrations of Antioxidants in Plasma. Circulation.105:1155-1157 Valavanidis, A., Vlachogianni, T., Fiotakis, K. 2009. Tobacco Smoke: Involvement of Reactive Oxygen Species and Stable Free Radic,als in Mechanisms of Oxidative Damage, Carcinogenesis and Synergistic Effects with Other Respirable Particles. International Journal of Environmental Research and Public Health. 6(2):445-462. Valko, M., Leibfritz, D., Moncol, J., Cronin, M.T., Mazur, M., Telser, J. 2007. Free radicals and antioxidants in normal physiological functions and human disease. Int J Biochem Cell Biol. 39(1):44-84. Van Hove, C., Van der Donckt, C., Herman, A., Bult, H., Fransen, P. 2009. Vasodilator efficacy of nitric oxide depends on mechanisms of intracellular calcium mobilization in mouse aortic smooth muscle cells. British Journal of Pharmacology. 158(3):920-930. Vleeming, W., Rambali, B., Opperhuizen, A. 2002. The role of nitric oxide in cigarette smoking and nicotine addiction. Nicotine Tob Res. 4(3):341-8. Wagner, L., Laczy, B., Tamaskó, M., Mazák, I., Markó, L., Molnár, G.A., Wagner, Z., Mohás, M., Cseh, J., Fekete, A., Wittmann, I. 2007. Cigarette smoke-induced alterations in endothelial nitric oxide synthase phosphorylation: role of protein kinase C. Endothelium. 14(45): 245-55 Wang, H., Ye, Y., Zhu, M., Cho, C. 2000. Increased interleukin-8 expression by cigarette smoke extract in endothelial Cells. Environ Toxicol Pharmacol 9: 19–23. WHO. 2008. Report on the Global Tobacco Epidemic. World Health Organization. Geneva Widlansky, M.E., Gokce, N., Keaney, J.F Jr., Vita, J.A. 2003. The clinical implications of endothelial dysfunction. J Am Coll Cardiol. 42:1149–1160 Wills, O., Stephens, A. 2002. Coagulation Abnormalities in Dengue Hemorrhagic Fever: Serial Investigations in 167 Vietnamese Children with Dengue Shock Syndrome. Clin. Infect. Dis. 35:277–285. Winarsi, H. 2007. Produk Oksidasi pada Senyawa Lipid. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Yogyakarta: Kanisius. p. 50-59.
102
Woolf, N., Wotherspoon, A., Young, M. 2005. The Liver, Billiary System and Exocrine Pancreas. Essentials of Pathologythology. Pennsylvania: Elsevier Saunders. Wu, G., Bazer, F.W., Davis, T.A. 2009 Arginine metabolism and nutrition in growth, health and disease. Amino acids. 37(1):153-168. Wu, L.L. 2003. Evaluation of Protective Efficacy and Immune Mechanisms of Using A Non-structural Protein NS1 in DNA Vaccine Against Dengue Virus in Mice. Vaccine. 21:3919–3929. Zhang, W., Liu, H., Rojas, M., Caldwell, R.W., and Caldwell, R.B. 2011. Antiinflammatory Therapy for DiabeticRetinopathy.Immunotherap, vol 3(5), pp.609-628.
103
Lampiran 1. Ethical Clearance
104
Lampiran 2. Hasil laboratorium L-Arginine
105
Lampiran 3. Analisis Data Menggunakan SPSS Analisis Deskriptif Report Kadar NO (uM) Kelompok
N
Mean
Std. Deviation
Median
Minimum
Maximum
Kontrol
18
822.4639
119.47448
795.8050
623.61
1035.75
Perlakuan
18
1233.0322
128.01963
1258.7500
984.93
1430.95
Total
36
1027.7481
241.32795
1004.6950
623.61
1430.95
Report Jumlah Sel Endotel Kelompok
N
Mean
Std. Deviation
Median
Minimum
Maximum
Kontrol
18
3.3889
1.57675
3.3300
.67
6.33
Perlakuan
18
8.8506
1.16810
8.6650
7.00
11.00
Total
36
6.1197
3.08882
6.6650
.67
11.00
Uji Normalitas Data Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov Kelompok Kadar NO (uM)
Kontrol
Statistic .135
df
Shapiro-Wilk
Sig. 18
.200
Statistic *
.956
df
Sig. 18
.529
106
Perlakuan
.147
18
.200
*
.946
18
.365
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov Kelompok Jumlah Sel Endotel
Statistic
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
Kontrol
.152
18
.200
*
.963
18
.655
Perlakuan
.172
18
.168
.962
18
.645
df1
df2
Sig.
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
Uji Homogenitas Data Test of Homogeneity of Variance Levene Statistic Kadar NO (uM)
Based on Mean
.005
1
34
.945
Based on Median
.011
1
34
.916
Based on Median and with
.011
1
32.590
.916
.008
1
34
.927
df1
df2
adjusted df Based on trimmed mean
Test of Homogeneity of Variance Levene Statistic Jumlah Sel Endotel
Sig.
Based on Mean
.602
1
34
.443
Based on Median
.505
1
34
.482
Based on Median and with
.505
1
28.678
.483
.584
1
34
.450
adjusted df Based on trimmed mean
107
Analisis Komparasi
Independent Samples Test t-test for Equality of Means
Levene's Test for Equality of Variances F Kadar Equal NO (µM) variances assumed
.005
Sig.
95% Confidence Interval of the Difference t
.945 -9.947
Equal variances not assumed
Sig. (2Mean Std. Error tailed) Difference Difference
df
Lower
Upper
34
.000 -410.56833
41.27360
-494.44638
-326.69029
-9.947 33.839
.000 -410.56833
41.27360
-494.46108
-326.67559
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference
F
Sig.
t
df
Sig. (2tailed)
Mean Std. Error Difference Difference
Lower
Upper
108
Jumlah Sel Equal Endotel variances assumed Equal variances not assumed
.602
.443 -11.809
34
.000
-5.46167
.46252 -6.40162
-4.52172
-11.809 31.341
.000
-5.46167
.46252 -6.40456
-4.51877
Lampiran 4. Dokumentasi Penelitian