Lokakarya Nasional Domba dan Kambing: Strategi Peningkatan Produksi dan Mutu Bibit Domba dan Kambing
PEMBERDAYAAN PETERNAK UNTUK MENINGKATKAN DAN MENGEMBANGKAN PRODUKTIVITAS PADA BUDIDAYA DOMBA DAN KAMBING SRI NASTITI JARMANI Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002
ABSTRAK Budidaya domba dan kambing pada umumnya banyak dipelihara masyarakat di pedesaan secara tradisional dan merupakan usaha sampingan dari usahatani dan digunakan sebagai tabungan sehingga produktivitasnya rendah. Upaya untuk meningkatkatkan produktivitas domba/kambing dan peternaknya sudah banyak dilakukan oleh pemerintah, tetapi keberhasilannya belum optimal karena tidak disertai dengan pengawalan dan pembimbingan inovasi teknologi. Pemberian paket domba dan kambing dengan perbandingan 1 ekor domba atau kambing jantan: 8 ekor domba atau kambing betina disertai dengan pengawalan dan bimbingan inovasi teknologi budidaya yang baik dan benar diharapkan dapat memberdayakan peternak serta meningkatkan dan mengembangkan produktivitas domba dan kambing. Disarankan pula untuk meningkatkan peran kelompok peternak dalam pemasaran, peningkatan pengetahuan anggota, dan mempererat kerjasama dengan institusi/dinas terkait. Sementara itu untuk pengadaan ternak melalui program pemberian bantuan langsung kepada masyarakat perlu ditinjau ulang baik untuk prosedur pengembalian dan jangka waktu pengembalian. Kata kunci: Domba, kambing, budidaya, inovasi teknologi
PENDAHULUAN Domba dan kambing sudah dibudidayakan mansyarakat di pedesaan sejak berpuluh tahun lalu. Laporan dari DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN (2006) menyebutkan bahwa hasil sensus pertanian tahun 2003 sebanyak 920,2 ribu rumah tangga memelihara domba dan 3,46 juta rumah tangga memelihara kambing, dengan total populasi domba 8,543 juta dan
14,05 juta kambing.atau rata-rata per rumah tangga memelihara 9 ekor domba dan 4 ekor kambing, sedangkan populasi domba dan kambing terbanyak tersebar di lima propinsi seperti terutlis pada Tabel 1 dan 2 dimana Provinsi Jawa Barat memiliki populasi domba terbanyak (45.18%) dan Propinsi Jawa Tengah memiliki populasi kambing terbanyak (23.1%) dari total populasi.
Tabel 1. Perkembangan populasi domba di beberapa propinsi (ekor) Propinsi
2002
2003
2004
2005
Jawa Timur Jawa Tengah Jawa Barat Banten Sumatra Utara Indonesia
1,354,297 1,972,322 3,162,234 476,762 215,217 7,640,684
1,362,236 1,972,936 3,288,884 476,762 232,391 7,810,702
1,380,366 1,948,084 3,529,456 440,931 250,935 8,075,149
1,399,054 1,944,362 3,735,919 444,906 271,314 8,327,022
Sumber: DITJEN PETERNAKAN (2006)
188
2006 1,415,083 1,946,242 3,860,896 477,089 392,346 8,543,206
Lokakarya Nasional Domba dan Kambing: Strategi Peningkatan Produksi dan Mutu Bibit Domba dan Kambing
Tabel 2. Perkembangan populasi kambing di beberapa propinsi (ekor) Propinsi Jawa Timur Jawa Tengah Jawa Barat Lampung Sumatra Utara Indonesia
2002 2,315,318 2,984,434 878,043 761,490 707,965 12,549,086
2003 2,34,554 2,984,845 930,066 810,456 721,566 12,722,082
2004 2,359,375 2,993,138 1,144,102 824,235 717,196 12,780,961
2005 2,384,973 3,224,067 1,138,695 927,736 640,500 13,409,277
2006 2,418,714 3,245,910 1,335,222 930,055 644,663 14,051,156
Sumber: DITJEN PETERNAKAN (2006) Perkembangan populasi domba dan kambing seperti tertulis pada Tabel 2 tersebut diatas sangat lamban karena pembudidayaannya masih tradisional, merupakan usaha sambilan, keterbatasan tingkat pendidikan dan pengetahuan peternak terhadap perkembangan teknologi serta jumlah pemilikannya kecil MUSOFI (2004) melaporkan bahwa tingkat pengetahuan peternak berkaitan erat dengan tingkat pendapatan dimana disebutkan pendapatan petani di desa Girikerto Kabupaten Klaten kontribusi pendapatan dari memelihara kambing PE yang berintegrasi dengan budidaya tanaman salak pondoh dapat mencapai 46.71% dari total pendapatan. Hal ini, karena peternak sudah mengetahui tentang manfaat susu kambing yang secara ekonomi harganya lebih tinggi (3 – 4 kali) dari susu sapi. Populasi domba dan kambing cenderung menurun pada musim kemarau dan menjelang musim tanam karena ternak-ternak tersebut dijual untuk memenuhi kebutuhan hidup atau sebagai modal biaya produksi pengolahan lahan, membeli bibit dan penanaman (tandur/tanam). Dari hasil wawancara personal dengan peternak domba di KABUPATEN CIANJUR (2006), posisi tawar peternak pada kedua masim penjualan tersebut rendah untuk ternak biasa atau yang berkualitas. Untuk menjaga “kestabilan populasi” dan menjaga ternak domba atau kambing yang berkualitas kelompok tani ternak perlu untuk lebih difungsikan karena kelompok tani merupakan media yang paling efektif bagi petugas dalam menyampaikan setiap inovasi teknologi (JARMANI et al., 1995). Lain daripada itu, motivasi dan dukungan dari petugas dan institudi pemerintah yang terkait sangat diperlukan mengingat peluang pasar untuk domba dan kambing masih terbuka lebar selain untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri ataupun ekspor.
GAMBARAN UMUM BUDIDAYA DOMBA DAN KAMBING Spesialisasi usaha beternak domba dan kambing belum banyak dilakukan meskipun di beberapa daerah sudah ada yang mengusahakannya seperti budidaya domba aduan di Kabupaten Garut dan usaha susu kambing di daerah Kabupaten Purworejo Kulonprogo dan Sleman dengan budidaya kambing perah (Kambing PE). Penggembalaan atau pemeliharaan secara ekstensif merupakan cara yang banyak dilakukan oleh petani dalam upaya untuk menghemat biaya pakan karena lebih dari 60% biaya produksi adalah untuk pakan. Namun, ketersediaan lahan penggembalaan saat ini tidak seimbang dengan jumlah populasi ternak yang ada, karena sebagian besar sudah beralih fungsi menjadi kawasan pemukiman, industri atau untuk sarana sosial lainnya. Penggembalaan dengan membiarkan domba dan kambing “berkeliaran” masuk di kawasan perkebunan dan kehutanan yang sedang melakukan “re-planting dan reboisasi” sangat mengganggu pertumbuhan tanaman. Penggembalaan menurut SUHARDONO et al. (2002) prevalensi infeksi cacing sangat tingg mendekati 100% dan 50% lebih dari populasi ternak domba menderita infeksi nematodisis dari derjat sedang hingga parah. Sementara itu BERIAJAYA dan SUHARDONO (1997) melaporkan bahwa kerugian akibat nematodiosis domba akan kehilangan bobot badan hingga 38% dengan tingkat kematian mencaoai 17%. Selain dilepas di perkebunan domba dan kambing sering terlihat “berkeliaran” di tempat pembuangan sampah akhir (TPA) dan di pasar dimana dengan mudah ternak-ternak tersebut mendapatkan sumber pakan dari limbah pasar Pada umumnya peternak tidak membrikan dedak, atau konsentrat sebagai sumber
189
Lokakarya Nasional Domba dan Kambing: Strategi Peningkatan Produksi dan Mutu Bibit Domba dan Kambing
karbohidrat meskipun peternak memiliki dedak dari hasil panen. Biomas hasil pertanian yang sewaktu-waktu diberikan adalah cacahan singkong atau ubi jalar yang dicampur dengan garam dan air (“komboran” dalam istilah peternak). Pertambahan bobot badan domba dan kambing yang dipelihara secara tradisional sangat rendah hanya brkisar 30 gram/ekor/hari (CHANIAGO et al., 1984) dan rawan terhadap infeksi penyakit yang disebabkan oleh cacing, terutama pada saat musim penghujan. Namun, dengan menggembalakan, petani yang tidak memiliki ternak jantan dapat mengawinkan ternaknya secara alami dengan domba atau kambing jantan yang ada di tempat penggembalaan, sehingga dapat menghemat biaya “sewa” pejantan. Di beberapa daerah yang sudah membudidayakan domba atau kambing dengan spesifikasi usaha, ternak pejantannya “disewakan” kepada peternak lain untuk mendapatkan keturunan yang baik. Perkawinan dlakukan secara alam, karena dengan cara inseminasi buatan keberhasilannya masih sangat kecil seperti yang dilaporkan oleh JARMANI et al. (2002). Perubahan cara membudidayakan sangat dperlukan untuk meningkatkan produktivitas domba dan kambing, mengingat peluang pasar di dalam negeri sangat luas karena domba dan kambing sangat diperlukan oleh masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam, yaitu untuk acara keagamaan (hari Idul Adha dan “aqiqah”). Untuk merubah perilaku peternak dari cara budidaya tradisional yang sudah mengakar dan dilakukan dalam waktu cukup lama menjadi peternak maju akan sulit dilakukan karena kegiatan budidaya yang ada saat ini adalah dilihat dan diturunkan dari pendahulunya Oleh karena itu perlu dicari peternak yang dapat memberikan contoh dan menjadi “panutan” bagi peternak lain, karena budaya masyarakat yang “patriarkhat” (MOSHER, 1978) dimana peternak tradisional akan berubah perilakunya bila sudah melihat keberhasilan dari peternak contoh. MENINGKATKAN DAN MENGEMBANGKAN BUDIDAYA DOMBA DAN KAMBING Rendahnya tingkat produktivitas domba dan kambing karena cara membudidayakan
190
yang tradisional dimana pakan dan bibit berkualitas tidak tersedia dilokasi sehingga ternak digembala dan kawin dengan pejantan lokal atau bahkan kawin dengan ternak sedarah di ladang pangonan (JARMANI et al., 2006). Pengandangan ternak secara intensif berari pula merubah cara pemberian pakan dari digembalakan menjadi “disajikan”. BAHAR et al. (2005) melaporkan bahwa pengandangan kambing disertai dengan perbaikan pemberian pakan dapat meningkatkan produktivitas ternak. Dampak negatif dari pengandangan adalah peternak akan membutuhkan waktu untuk mencari pakan dan kesulitan untuk mengawinkan bila tidak memiliki ternak jantan. CHANIAGO et al. (1984) melaporkan bahwa pertambahan bobot hidup domba yang digembalakan sangat rendah hanya berkisar 30 gr/ekor/hari. Banyak penelitian yang telah dilaporkan mengenai pertambahan bobot badan yang dapat ditingkatkan dengan merubah cara budidaya dari ekstensif ke intensif disertai dengan perbaikan pemberian pakan walaupun hasil pertambahan bobotnya beragam. SUPRIYATI et al. (1995) melaporkan bahwa pemberian 75% rumput raja + 25% daun gamal jumlah pakan diberikan 2,5 – 3% bobot badan pada domba ekor gemuk betina yang dikandangkan dapat meningkatkanbobot badang hingga mencapai 77.8 gram/ekor, sedangkan YULISTIANI et al. (2002) melaporkan bahwa pemberian rumput secara ad libitum ditambah dengan dedak 400 gram/ekor/hari serta daun gamal 50% (BK) dari konsumsi rumput pertambahann bobot badan yang dicapai 68,9 gram/ekor/hari. Sedangkan MUNIER et al. (2004) melaporkan bahwa pemberian dedak dan leguminosa pada domba ekor gemuk yang dipemelihara secara intensif dapat meningkatkan pertambahan bobot badan. Pemberian jerami yang difermentasi pada kambing Peranakan Etawa ditambah konsentrat seperti yang dilaporkan oleh MARTAWIIDJAJA dan BUDIARSANA (2004) menunjukkan respon pertumbuhan dan konversi pakan yang lebih baik dibanding dengan yang diberi ransum komplit maunpun yang diberi rumput raja dan konsentrat. Sebagai penunjang untuk keberhasilan pemeliharaan domba dan kambing perlu adanya kebun rumput unggul. Perbaikan pakan dapat dilakukan dengan menggunakan sumber bahan pakan yang sudah tersedia atau secara
Lokakarya Nasional Domba dan Kambing: Strategi Peningkatan Produksi dan Mutu Bibit Domba dan Kambing
sengaja mengadakan sumber pakan dengan cara menanam (untuk hijauan) atau mengolah dari biomas hasil pertanian, misalnya jerami padi atau biomas dari jagung. Kebiasaan sebagian besar petani setelah panen pertama di musim hujan, adalah membakar atau membenamkan jerami padi, jerami jagung atau limbah tanaman kacang-kacangan setelah panen, meninggalkan dedak di penggilingan padi dan membuang “tumpi” jagung saat perontokan. Dengan cara ini, dapat dikatakan mengabaikan potensi pakan yang dapat dimanfaatkan oleh ternak meskipun nilai nutriennya rendah. Nilai nutrien dari biomas hasil pertanian dapat ditingkatkan melalui teknologi pengkayaan yang sederhana, mudah
diterapkan dan sudah banyak dihailkan sehingga hanya diperlukan pengawalan dan pembimbingan terhadap peternak untuk penerapannya. SUTAMA et al. (2006) melaporkan bahwa pemberian jerami padi yang sudah difermentasi pada kambing PE dapat menggantikan rumput sebagai pakan utama. Sedangkan JARMANI dan HARYANTO (2004) melaporkan bahwa jerami padi yang difermentasi dapat meningkatkan bobot badan domba dan meningkatkan pendapatan petani. Pada Tabel 3, tertulis beberapa contoh biomasa limbah pertanian yang berpotensi dapat dimanfaatkan sebagai pakan domba dan kambing.
Tabel 3. Biomas yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan domba dan kambing* Jenis tanaman
Luas panen (000 ha)*
Padi
11,818.9
(ton/ha)* 4.57
Jagung
3,597.9
3.45
Ubi kayu
1,208.5
15.91
178.3 621.3 719.0
10.41 1.3 1.16
Ubi jalar Kacang kedele Kacang tanah Pisang
Produksi bio-masa(ton/ha)** 4.57 0.3 4.11 8.3 3.18 110.41 1547 3.25 12.19
Jenis biomasa Jerami Dedak Daun segar Brangkasan Daun Kulit ubi Daun Daun Daun Kulit buah
Sumber: *STATISTIK INDONESIA (2005/2006); ** dikutip dari berbagai sumber
Kebiasaan petani dengan meninggalkan dedak ditempat penggilingan padi sebagai pengganti biaya penggilingan dapat disarankan untuk disimpan didalam “lumbung” dedak sendiri, karena harga dedak sangat berfluktuasi dimana pada saat panen harganya murah dan pada saat kemarau harganya tinggi. “Kehilangan” dedak tidak terpikirkan karena peternak tidak mengetahui bahwa dedak dspat digunakan sebagai pakan domba atau kambing, kecuali untuk ayam atau kuda. Penyimpanan dedak didalam “lumbung” disarankan dalam kondisi kering agar kualitanya terjaga tidak mudah lembab, tahan lama dan cepat berbau ”tengik” dan penyimpanannya ditempat yang tidak lembab. Indonesia merupakan sumber bibit domba dan kambing yang sangat potensial sehingga peran Dinas Peternakan perlu ditingkatkan
terutama dalam pengawasan dan pengadaan bibit, mengingat domba dan kambing merupakan sumber pendapatan bagi masyarakat petani di pedesaan. Program perbaikan kualitas melalui perkawinan silang dengan domba unggul perlu untuk dikembangkan di wailayah pedesaan dinmana menurut laporan dari DJATIHARTI et al. (2005) ternak unngul atau yang pantas untuk dijadikan sebagai ternak jantan pemacek. sulit didapatkan di tempat penggembalan dipedesaan. Kekurangan modal merupakan salah satu penyebab penurunan atau habisnya kepemilikan domba dan kambing pada saat musim kemarau dan menjelang musim tanam, dimana domba dan kambing sebagai ternak “tabungan” difungsikan sebagai sumber biaya kebutuhan hidup sehari-hari dan modal
191
Lokakarya Nasional Domba dan Kambing: Strategi Peningkatan Produksi dan Mutu Bibit Domba dan Kambing
pengolahan lahan. Untuk menjaga kestabilan populasi domba atau kambing menjelang musim tanam, perlu dipikirkan adanya lembaga keuangan yang memberikan bantuan modal kerja kepada petani dengan persyaratan yang terjangkau. PEMBERDAYAAN PETERNAK Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah dalam membantu peternak dalam meningkatkan produktivitas ternaknya diantaranya adalah melalui program bantuan ternak sistem perguliran ternak atau “revolving”, gaduhan bagi hasil, modal pembelian bibit ternak, pemberian pejantan unggul dan penggemukan ternak. Salah satu persyaratan untuk mendapatkan bantuan tersebut adalah “pernah memelihara ternak”, dimana hal ini sangat memudahkan calon peternak penggaduh karena ternak merupakan bagian dari usaha tani sehingga hampir semua petani pernah memelihara ternak. Kepemilikan sumber hijauan atau kebun rumput sebagai sumber pakan untuk ternak ruminansia dalam kenyataanya kurang diperhatikan sehingga kasus kekurangan hijauan terutama di musim kemarau selalu terulang sepanjang tahun. Sementara itu, pada kenyataannya peternak penggaduh dalam pelaksanaannya masih tradisional seperti pada umumnya peternak sehingga produktivitas ternak rendah. Keterbatasan tenaga teknis, lokasi yang sulit dijangkau atau peternak dianggap mampu dan telah berpengalaman dalam memelihara ternak.merupakan sebagian penyebabnya. Oleh karena itu perlu adanya pengawalan dan bimbingan teknologi secara berkelanjutan hingga peternak dapat mandiri, yang menjadi persyaratan JARMANI et al. (1995) melaporkan bahwa pengalaman membudidayakan ternak tidak berhubungan nyata dengan tingkat keberhasilan membudidayakannya. Jumlah ternak domba atau kambing yang diberikan sebagai paket bantuan ternak kepada 1 (satu) keluarga peternak, berjumlah 9 (sembilan) ekor dengan perbandingan 1 ekor jantan: 8 ekor betina, dimana setelah jangka waktu 2 (dua) tahun, peternak dapat menjual 1 (satu) ekor ternak setiap bulan (ANONIM, 1995). Diharapkan sistem bantuan paket 9 ekor domba/kambing ini, kebutuhan hidup sehari-
192
hari peternak dapat terpenuhi dan peternak dapat “memupuk” modal untuk biaya usaha tani pada saat musim tanam tiba. Sementara itu, dalam memberikan bantuan modal berupa uang, sistem pinjaman “syariah” dimana pengembalian pinjaman berdasarkan “pembagian keuntungan bagi hasil” kemungkinan akan lebih diminati oleh petani/ peternak, karena sistem ini dianggap sistem yang paling aman, mudah dan tidak bertentangan dengan keyakinan yang dianut masyarakat. Banyaknya blantik yang “berkeliaran” di desa, menyebabkan posisi tawar peternak sangat rendah saat melakukan transaksi penjualan. Mengoptimalkan kembali fungsi kelompok tani ternak (seksi pemasaran) dengan mentaati ketentuan-ketentuan yang dibuat oleh kelompok diharapkan dapat mengurangi peran “blantik “ dalam penjualan ternak. KESIMPULAN DAN SARAN Program pengembangan ternak domba dan kambing sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitasnya belum optimal sehingga untuk menunjang keberhasilannya perlu disertai dengan pengawalan dan bimbingan teknologi sampai peternak dapat mandiri. Kelompok tani ternak perlu untuk lebih difungsikan sesuai dengan ketentuan yang dibuat oleh kelompok. Disarankan untuk mempercepat penambahan populasi dan meningkatkan pendapatan peternak dengan memberikan paket kredit ternak yang diberikan adalah 1 jantan: 8 betina dimana pengembalian dilakukan dengan cara bagi hasil dan dibayarkan setelah peternak dapat menjual ternak yang pertama. DAFTAR PUSTAKA ANONIMUS. 1995. Pedoman beternak domba dan kambing. Puslitbang Peternakan bekerjasama dengan SRCRSP. BAHAR, S., A. ELLA., D. PASAMBE, SUNANTO dan MANSUR AZIS. 2004. Kajian Pemberian Pakan Leguminosa, Daun Limbah Kubis dan Konsentrat pada Kambing. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Puslitbang Peternakan. Hlm. 637 – 648.
Lokakarya Nasional Domba dan Kambing: Strategi Peningkatan Produksi dan Mutu Bibit Domba dan Kambing
BERIAJAYA dan SUHARDONO. 1997. Penanggulangan Nematodiosis pada Ruminansia Kecil secara Terpadu antara Manajemen, Nutrisi dan Obat Cacing. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Jilid I. Puslitbang Peternakan Bogor. CHANIAGO, T.D, J.M. OBST., A. PARAKKASI dan M. WINUGROHO. 1984. The growth of Indonesian Sheep under village and improve management systems. Ilmu Peternakan 1 (6): 231 – 237. DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN. 2006. Statistik Peternakan 2006. Direktorat Jenderal Peternakan Departemen Pertanian. Jakarta. DJATIHARTI,A., S.N. JARMANI dan I. YULIARDI. 2005. Penampilan Usahatani Lahan Kering di kabupaten Indramayu. (Kasus Kecamatan Cikedung). Prosiding Lokakarya Nasional Pengembangan Pertanian Lahan Kering. BPTP Propinsi Lampung bekerjasama dengan Balai Penelitian dan Pengembangan Daerah Propinsi Lampung dan Universitas Lampung. Hlm. 271 – 274. F.F. MUNIER., D. BULO., SAIDAH., SYARIFUDIN., RUSLAN BOY., FEMMI N.F dan S. HUSEIN. 2004. Pertambahan Bobot Badan Domba Ekor Gemuk (DEG) yang Dipelihara secara Intensif. Prosiding Seminar Nasional Peternaka dan Veteriner. Puslitbang Peternakan. Hlm. 341 – 347. JAMANI, S.N. dan B. HARYANTO. 2004. Perolehan pendapatan pemeliharaan domba dengan pakan jerami padi yang difermentasi menggunakan probiotik probion. Jurnal Pengembangan Peternakan Tropis. Edisi spesial Oktober 2004. Buku 3. Hlm 23 – 26. JAMANI, S.N. 1995. Peranan kelembagaan dalam memacu produktivitas usaha peternakan. Media Majalah Pengembangan Ilmu-ilmu Peternakan dan Perikanan. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro.
JARMANI, S.N., N. HIDAYATI., I. INOUNU., D. PRIYANTO dan N. KUSUMAWARDANI. 2002. Perbaikan Manajemen Perkawinan Alam dengan inseminasi Buatan sebagai Alternatif Usaha untuk Memperbaiki Produktivitas Ternak Domba. Jurnal Produksi Ternak. Edisi khusus. Buku 1, Februari 2002. Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto. Hlm. 177 – 181. MARTAWIDJAJA, M. dan IGM. BUDIARSANA. 2004. Pengaruh Pemberian Jerami Padi Fermentasi dalam Ransum terhadap Bobot Badan Kambing PE lepas Sapih. Prosiding Seminar Nasional Peternaka dan Veteriner. Puslitbang Peternakan. Hlm. 407 – 415. MOSHER, A.T. 1978. indonesia.
Pembangunan
Pertanian
MUSOFIE, A. 2004. Peternakan Kambing Peranakan Ettawa dalam mendukung Agribisnis. Prosiding Lokakarya Nasional Kambing Potong. Puslitbang Peternakan Badan Litbang Pertanian. Hlm.139 – 146. SUHARDONO., BERIAJAYA dan D. YULISTIANI. 2002. Infeksi Cacing Nematoda Saluran Pencernaan pada Domba yang Digembalakan secara Ekstensif di daerah Padat Ternak di Jawa Barat. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Puslitbang Peternakan. SUPRIYATI., I.G.M. BUDIARSANA., Y. SAEFUDIN dan I.K. SUTAMA. 1995. Pengaruh Pemberian Glirisidia terhadap Kinerja reproduksi dan Produksi Domba Ekor Gemuk. JITV. (I9I): 16–20 SUTAMA, I.K., T. KOSTAMAN dan I.G.M. BUDIARSANA. 2006. Pengaruh Pakan Berbasis Jerami Padi Fermentasi terhadap Performans Beranak dan Produksi Susu Kambing Peranakan Ettawa. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.. Puslitbang Peternakan. Hlm. 550 – 554. YULISTIANI, D., I.W. MATIUS., M. MARTAWIDJAJA., W. PUASTUTI dan SUBANDRIYO. 2002. Uji Genotipe terhadap Pakan pada Domba Komposit Sumatera dan Persilangan Barbados. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Puslitbang Peternakan. Hlm. 178 – 181.
193