PEMBERDAYAAN PERSATUAN ORANGTUA PEDULI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (POPA) DALAM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN KELUARGA ANAK TUNARUNGU (Studi Kasus Di Kelurahan Sebengkok, Kecamatan Tarakan Tengah, Kota Tarakan, Provinsi Kalimantan Timur)
MUHAMAD SALEH
SEKOLAH PASCASARJA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
PERNYATAAN MENGENAI LAPORAN AKHIR DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa laporan akhir Pembedayaan Persatuan Orangtua Peduli Anak Berkebutuhan Khusus (POPA) dalam Meningkatkan Kesejahteraan Keluarga Anak Tunarungu: Kasus di Kelurahan Sebengkok Kecamatan Tarakan Tengah Kota Tarakan Provinsi Kalimantan Timur adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutif dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir kajian ini.
Bogor, Desember 2006
Muhamad Saleh NRP. A. 154050215
ABSTRAK MUHAMAD SALEH. Pemberdayaan Persatuan Orangtua Peduli Anak Berkebutuhan Khusus dalam Meningkatkan Kesejahteraan Keluarga Anak Tunarungu (Studi Kasus di Kelurahan Sebengkok, Kecamatan Tarakan Tengah, Kota Tarakan, Provinsi Kalimantan Timur). Dibimbing oleh MUHAMMAD FADHIL NURDIN dan NURMALA K. PANJAITAN. Permasalahan tunarungu bukan hanya menghambat penyandangnya dalam mengembangkan diri dan berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, tetapi juga menimbulkan permasalahan bagi keluarga baik secara psikologis, ekonomi dan sosial. Masalah tunarungu juga dapat menyebabkan masalah kemiskinan. Permasalahan tersebut berusaha dipecahkan oleh anggota Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) dengan membentuk Persatuan Orangtua Peduli Anak berkebutuhan khusus (POPA) dengan tujuan meningkatkan kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan khusus anak. Permasalahan yang kemudian muncul adalah sebagian besar anggota POPA termasuk kategori miskin, sehingga kurang mendukung kegiatan POPA baik dalam aspek finansial maupun pengetahuan dan keterampilan. Tujuan kajian adalah mengetahui kapasitas POPA; mengidentifikasi dan menganalisis masalah POPA; dan menyusun rancangan program pemberdayaan POPA. Strategi kajian dilakukan dengan studi kasus. Metode pengumpulan data menggunakan wawancara, pengamatan berperan serta, studi dokumen dan diskusi kelompok terfokus. Hasil kajian menunjukkan bahwa kapasitas POPA kurang mendukung dalam memenuhi kebutuhan anggota. Hal ini tercermin dari : (1) Pengetahuan dan keterampilan pengurus dan anggota dalam mengelola organisasi sosial kurang; (2) Pemimpin belum menjalankan fungsi kepemimpinannya; (3) Kerjasama antar anggota belum terjalin dengan baik; (4) Dalam aspek manajemen organisasi, secara substansi program POPA kurang berorientasi pada tujuan jangka panjang, pelaksanaan kegiatan POPA tidak berjalan dengan baik, evaluasi tidak pernah dilakukan; (5) POPA tidak memiliki sumber dana berkelanjutan. Permasalahan yang dihadapi POPA dalam mengembangkan organisasi adalah: (1) Anggota mengalami masalah psikologis, ekonomi dan sosial; (2) Organisasi kekurangan dana untuk mendukung operasional; (3) Keberadaan POPA kurang diketahui masyarakat; (4) Kurang memperoleh dukungan dari pemerintah dalam bentuk pendidikan, pelatihan, pendampingan maupun dana dan kurang sarana dan prasarana untuk mendukung kegiatan bimbingan. Strategi yang dilakukan untuk memberdayakan POPA adalah peningkatan kapasitas POPA, peningkatkan kemampuan memecahkan masalah psikologis, sosial dan ekonomi anggota dan pengembangan jejaring. Tujuan dari program pemberdayaan POPA adalah mewujudkan POPA mandiri secara organisasi, sehingga dapat memenuhi kebutuhan anggota baik dalam aspek ekonomi maupun sosial secara berkelanjutan.
ABSTRACT MUHAMAD SALEH. Making efficient use of the brotherhood children care of special need Association in increasing the prosperity of deaf children relative. (case study in Sebengkok Veleace, Centre Tarakan District, East Borneo Province). Supervised by MUHAMMAD FADHIL NURDIN and NURMALA K. PANJAITAN. Deaf problem not only hampers the improvement of the sufferers and their interaction at social environment, but also brings about problem to family, either psychologically, economically or socially. It also can cuase poverty. The member of (PKK) tried to solve it by forming Brotherhood Children Care of special need Association (POPA) which has purpose to increase the family’s ability to fulfil the children special need. Then, the others problem arouse that most of the member of POPA included ini poor category. So, they have lack support to do its program either in financial or knowledge and skill aspects. The purpose of study is to know the capacity of POPA; to identify and to analyze its problems. Composing the plan program of making efficient use of POPA, study strategy is done throughout case study, interview is used for collecting data and so is the observation. Document study and team discussion are in focus (Focus group discussion). The result of study showed that POPA capacity gets less support in fulfilling its member necessity. These are showed from (1) Knowledge and skill of the board and member are lack in managing social organization; (2) The leader has not carried out his function; (3) co-operated among the members have not been tied together yet; (4) In organization management, substantially, program of POPA has less orientation to the long term purpose; (5) POPA has no continuity fund resources. The problem that POPA faced in developing the organization are; (1) The members undergo psychology, economic and social problems; (2) The organization has lack fund to support its operational; (3) The existence of POPA is not well known in society; (4) Education, training an infrastructure terms to support its supervising programmes got lack attention government. The strategy doing make efficient use of POPA are increasing or improving its capacity and ability to solve psychology, social and economic member problem and net working development, the purpose of POPA program is to realize POPA be autonomy organizationally. So, it can fulfil their member necessity, either in economic or social continuity aspect.
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm dan sebagainya
PEMBERDAYAAN PERSATUAN ORANGTUA PEDULI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (POPA) DALAM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN KELUARGA ANAK TUNARUNGU (Studi Kasus Di Kelurahan Sebengkok Kecamatan Tarakan Tengah Kota Tarakan Provinsi Kalimantan Timur)
MUHAMAD SALEH
Tugas Akhir
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Pengembangan Masyarakat
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
Judul Tugas Akhir : PEMBERDAYAAN PERSATUAN ORANGTUA PEDULI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (POPA) DALAM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN KELUARGA ANAK TUNARUNGU (Studi Kasus Di Kelurahan Sebengkok, Kecamatan Tarakan Tengah, Kota Tarakan, Provinsi Kalimantan Timur) Nama Mahasiswa : MUHAMAD SALEH Nomor Pokok : A. 154050215
Disetujui, Komisi Pembimbing :
Muhammad Fadhil Nurdin, Ph.D.
Dr. Nurmala K. Panjaitan, MS. DEA.
Ketua
Anggota
Diketahui :
Ketua Program Studi Pengembangan Masyarakat
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS.
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.
Tanggal Ujian : 13 Desember 2006
Tanggal Lulus :
PRAKATA Tiada kata yang paling indah melainkan ucapan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga tugas akhir ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam tugas akhir ini ialah pemberdayaan, dengan judul Pemberdayaan Persatuan Orangtua Peduli Anak Berkebutuhan Khusus (POPA) dalam Meningkatkan Kesejahteraan Keluarga Anak Tunarungu. Kajian dilaksanakan di Kelurahan Sebengkok Kecamatan Tarakan Tengah Kota Tarakan Provinsi Kalimantan Timur sejak bulan Nopember 2005 sampai dengan bulan September 2006. Proses penyelesaian tugas akhir ini tidak lepas dari peranan yang besar dari komisi pembimbing dan pihak-pihak lain yang telah memberikan arahan, koreksi dan dukungan. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada : 1)
Muhammad Fadhil Nurdin, Ph. D. selaku ketua komisi pembimbing atas dorongan, arahan dan bimbingannya dalam penulisan tugas akhir ini.
2)
Dr. Nurmala K. Panjaitan, MS. DEA. selaku anggota pembimbing yang banyak memberikan petunjuk dan bimbingan dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
3)
Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS. selaku ketua program studi Pengembangan Masyarakat Institut Pertanian Bogor (IPB) dan staf pengelola program lainnya yang telah banyak memberikan bantuan dan sumbangan pemikiran selama pendidikan hingga penyelesaian tugas akhir ini.
4)
Dr. Marjuki. M, Sc. selaku Kepala Badan Pendidikan dan Latihan Sosial Departemen Sosial R. I.
5)
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS. selaku Dekan Sekolah Pascasarjana IPB.
6)
Dra.
Neni
Kusumawardhani,
MS.
selaku
Ketua
Sekolah
Tinggi
Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung 7)
Seluruh dosen pengajar pada Program Studi Pengembangan Masyarakat IPB yang telah memberikan materi perkuliahan.
8)
Walikota Tarakan yang telah mengijinkan pengkaji untuk mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB.
9)
Lurah Sebengkok beserta staf, Ketua FPPC Kota Tarakan, Ketua POPA Sebengkok dan masyarakat kelurahan Sebengkok khususnya Erna S, yang telah membantu, memberikan data, informasi dan kerjasama yang diperlukan untuk menyelesaikan kajian ini.
10)
Kawan-kawan seperjuangan di Program Studi Pengembangan Masyarakat atas segala kerjasamanya, khususnya Supriyono, AKS. Muhammad Firnanda, SSTP. Drs. Widi Harsono dan Dra. Mulyati. Sebagai sebuah tulisan ilmiah, laporan akhir ini diharapkan dapat
memberikan manfaat bagi khasanah ilmu sosial utamanya tentang upaya meningkatkan kesejahteraan keluarga anak tunarungu di kelurahan Sebengkok. Sadar atas
kekurangan dan kesalahan dalam laporan akhir ini, pengkaji
mengharapkan koreksi dan saran dari berbagai pihak untuk kesempurnaannya. Akhirnya, hanya kepada Allah pengkaji berserah diri semoga diberikan-Nya hidayah dan ridlo-Nya untuk mengembankan tugas dalam rangka merealisasikan kajian ini di kelurahan Sebengkok Kecamatan Tarakan Tengah Kota Tarakan sebagai sebuah pengabdian kepada masyarakat Kota Tarakan. Kepada semua pihak yang telah terlibat dalam penyelesaian laporan akhir ini pengkaji berdoa, semoga Allah SWT. memberikan balasan yang berlipat ganda, amin.
Bogor,
Desember 2006
Muhamad Saleh
RIWAYAT HIDUP Pengkaji lahir di ”kampung” Sekatak Buji Kecamatan Sekatak Kabupaten Bulungan Provinsi Kalimantan Timur pada tanggal 7 Maret 1965 dari ayah H. Muhammad bin Yakub dan ibu Hj. Rafeah binti Husin. Putra ke lima dari sembilan bersaudara. Sekolah Dasar diselesaikan di Sekatak Buji tahun 1977, Sekolah Menengah Tingkat Pertama lulus tahun 1981 di Tanjung Selor, tahun 1984 lulus dari Sekolah Pertanian Menengah Atas (SPMA) Daerah Samarinda, tahun 2005 lulus S1 pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Program Studi Sosiologi Perekonomian dan Masalah-masalah Sosial Universitas Terbuka Jakarta. Pekerjaan adalah Pegawai Negeri Sipil sebagai Pengamat Hama dan Penyakit pada Balai Proteksi Tanaman Pangan (BPTP) VIII Banjarmasin sejak tahun 1990 s/d Oktober 2001, dimutasikan sebagai Plt. Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial pada Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Pemerintah Kota Tarakan 2001 s/d Juli 2004, menjadi Sekretaris Lurah Kelurahan Karang Rejo, Juli 2004 s/d Juli 2005, jabatan terakhir adalah sebagai Kepala Sekolah Luar Biasa (SLB) ”Kasih Bahagia” Kota Tarakan Juli 2005, Agustus 2005 berkesempatan mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana Program Studi Pengembangan Masyarakat Institut Pertanian Bogor. Menikah dengan Hj. Asmawati (34) binti Abdullah Fatah dan dikaruniai empat orang anak yaitu Nabila Rasyida Fajriaty (13), Wirda Nurmi’rani Fajriaty (12), Muhammad Reza Aulia Fajri (7) dan Arafah Namira Fajriaty (2).
MAGISTER PROFESIONAL PENGEMBANGAN MASYARAKAT INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 Nama Mahasiswa
:
MUHAMAD SALEH
Nomor Pokok
:
A 154050215
Program Studi
: PENGEMBANGAN MASYARAKAT
Judul Kajian
:
PEMBERDAYAAN PERSATUAN ORANG TUA PEDULI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (POPA) DALAM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN KELUARGA ANAK TUNARUNGU (Studi Kasus Di Kelurahan Sebengkok, Kecamatan Tarakan Tengah, Kota Tarakan, Provinsi Kalimantan Timur)
Komisi Pembimbing
: :
1) MUHAMMAD FADHIL NURDIN, Ph.D. (Ketua) 2) Dr. NURMALA K. PANJAITAN, MS. DEA. (Anggota)
Kelompok/Bidang Ilmu
:
Ilmu-ilmu Sosial
Hari, tanggal
:
Rabu, 22 Nopember 2006
Waktu
:
Pukul 13.00 WIB
Tempat
:
Ruang Seminar IPB
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ......................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................
xiv
PENDAHULUAN Latar Belakang ................................................................................. Rumusan Masalah ........................................................................... Tujuan Kajian ................................................................................... Kegunaan Kajian ..............................................................................
1 3 3 3
TINJAUAN PUSTAKA Pemberdayaan dan Partisipasi Masyarakat ..................................... Organisasi Sosial dan kelompok ...................................................... Organisasi Sosial sebagai Media Pemberdayaan Masyarakat ............................................................. Kesejahteraan Sosial bagi Keluarga Anak Tunarungu ............................................................................... Kemiskinan ....................................................................................... Kerangka Pemikiran ........................................................................
9 12 14
METODOLOGI Strategi Kajian .................................................................................. Lokasi dan Waktu ............................................................................ Pengumpulan Data .......................................................................... Data Kajian ............................................................................. Sumber Data ........................................................................... Teknik Pengumpulan Data ..................................................... Analisis Data ........................................................................... Penyusunan Program .......................................................................
16 16 17 17 17 18 19 20
PETA SOSIAL KELURAHAN SEBENGKOK Gambaran Umum Lokasi ................................................................. Geografi .................................................................................. Kependudukan ....................................................................... Sumberdaya ........................................................................... Mata Pencaharian, Sistem Ekonomi, dan Strategi Tata Niaga .......................................................................... Lembaga Masyarakat dan Organisasi .............................................. Kepemimpinan Lokal ........................................................................ Kemiskinan dan Keanggotaan POPA .............................................. PERSATUAN ORANGTUA PEDULI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS Deskripsi dan Perkembangan Kegiatan ...........................................
4 7 8
21 21 21 24 25 26 30 32
34
Stuktur POPA ................................................................................... Kepengurusan ......................................................................... Keanggotaan .......................................................................... Karakteristik Anggota ............................................................. Tinjauan Terhadap POPA dalam Aspek Ekonomi dan Sosial ............................................................... Pengembangan Ekonomi Lokal .............................................. Pengembangan Modal Sosial dan Gerakan Sosial ....................................................................... ANALISIS KAPASITAS DAN PERMASALAHAN PERSATUAN ORANGTUA PEDULI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS Kapasitas POPA ............................................................................... Sumberdaya Manusia Pengurus dan Anggota ....................... Kepemimpinan ........................................................................ Kerjasama Antar Anggota ....................................................... Manajemen POPA .................................................................. Dana ....................................................................................... Permasalahan POPA ....................................................................... Masalah Anggota .................................................................... Permasalahan Organisasi ....................................................... RANCANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN POPA Latar Belakang ................................................................................. Penentuan Masalah dan Identifikasi Potensi Lokal ......................... Rancangan Program Pemberdayaan POPA .................................... Proses Penyusunan Program ................................................. Tujuan ..................................................................................... Tahapan dan Sasaran ............................................................ Program Kegiatan .................................................................... Peningkatan Kapasitas POPA ......................................................... Peningkatan Partisipasi Masyarakat ................................................ Konsultasi dan Pengembangan Sosial Ekonomi Keluarga ............................................................................
35 35 35 35 36 36 37
40 40 41 42 42 45 47 47 48 54 55 57 57 58 58 59 64 65 65
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan ...................................................................................... Kapasitas POPA ..................................................................... Pemasalahan POPA ............................................................... Strategi Pemberdayaan POPA ............................................... Rekomendasi ...................................................................................
67 67 67 68 68
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
70
LAMPIRAN ...............................................................................................
72
DAFTAR TABEL Halaman 1 2 3 4 5 6 7 8
Jadwal Pelaksanaan Kajian Pengembangan Masyarakat tahun 2005/2006 ............................................ Teknik Pengumpulan Data ................................................ Jumlah Penduduk Kelurahan Sebengkok Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin .............. Jumlah Penduduk Kelurahan Sebengkok Berdasarkan Mata Pencaharian ......................................... Daftar Nama-nama Pemborong ikan di Pasar Lingkas ................................................................ Komposisi Anggota POPA Berdasarkan Jenis Pekerjaan ................................................................. Permasalahan, Cara Mengatasi, Potensi dan Hambatan dalam Pemberdayaan POPA ............................ Program Kegiatan Pemberdayaan POPA .........................
17 19 22 25 28 36 57 60
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 2 3
Kerangka Pemikiran Pemberdayaan POPA ...................... Piramida Penduduk Kelurahan Sebengkok ...................... Jumlah Penduduk Sebengkok berdasarkan Pendidikan ....................................................
15 23 23
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 2 3
Peta Kelurahan Sebengkok ................................................ Notulen Rapat-rapat di Lokasi Kajian ................................. Photo-photo pelaksanaan Rapat ........................................
72 73 96
PENDAHULUAN Latar Belakang
Konstitusi mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Demikian juga Undang-Undang No. 6 Tahun 1974 menyatakan bahwa setiap warga negara berhak atas taraf kesejahteraan sosial sebaik-baiknya. Secara eksplisit ketentuan-ketentuan tersebut menjelaskan adanya persamaan kesempatan semua warga negara termasuk anak tunarungu dan keluarganya untuk memperoleh taraf kehidupan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Permasalahan tunarungu bukan hanya menghambat penyandangnya dalam mengembangkan diri dan berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, tetapi juga menimbulkan permasalahan bagi keluarga baik secara psikologis, ekonomi dan
sosial.
Secara
psikologis,
keberadaan
tunarungu
dalam
keluarga
menimbulkan masalah emosional. Hal ini seperti dikatakan oleh Dubois (1992) yang menyatakan bahwa orangtua biasanya marah, kecewa, merasa berdosa, bimbang dan khawatir ketika mengetahui bahwa anaknya cacat. Secara ekonomi, kebutuhan khusus yang dimiliki tunarungu akan menimbulkan konsekuensi bertambahnya beban ekonomi, misalnya biaya sekolah khusus yang lebih mahal daripada sekolah umum. Dalam aspek sosial, kurangnya penerimaan masyarakat terhadap tunarungu dan masih adanya pandangan yang miring, seperti anggapan bahwa tunarungu sebagai kutukan akibat kesalahan keluarga berdampak pada terganggunya keluarga dalam berelasi dengan lingkungannya. Masalah
tunarungu
dapat
menyebabkan
masalah
kemiskinan.
Keterbatasan aksesibilitas seperti akses terhadap pendidikan mengakibatkan kesulitan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan dalam dunia kerja, sehingga membatasi kesempatan untuk memperoleh pekerjaan dengan tingkat pendapatan yang memadai untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhannya. Upaya untuk meningkatkan kesejahteraan tunarungu telah dilakukan oleh pemerintah melalui penyelengaraan pelayanan sosial seperti panti sosial dan sekolah-sekolah luar biasa. Namun demikian, disebabkan oleh keterbatasan biaya, tidak semua tunarungu dapat memperoleh pelayanan sosial. Selain
2 pemerintah terdapat pula organisasi masyarakat yang memiliki kepekaan terhadap kesejahteraan anak tunarungu. Organisasi tersebut adalah Forum Pemberdayaan Penyandang Cacat (FPPC) Kota Tarakan. FPPC Kota Tarakan menyediakan sarana dan prasarana belajar mengajar bagi anak tunarungu dengan mendirikan Sekolah Luar Biasa “Kasih Bahagia”. Namun demikian, tidak semua keluarga anak tunarungu memanfaatkan sekolah tersebut dengan memasukkan anaknya ke SLB ”Kasih Bahagia”. Sampai tahun 2005, baru dua keluarga dari Kelurahan Sebengkok yang memasukkan anaknya ke SLB ”Kasih Bahagia”. Permasalahan ini berusaha dipecahkan oleh anggota PKK dengan menghimpun para keluarga anak tunarungu untuk peduli terhadap peningkatan kesejahteraan anak tunarungu. Para orangtua yang telah dihimpun sepakat menamakan perkumpulan mereka dengan nama Persatuan Orangtua Peduli Anak berkebutuhan khusus (POPA). Tujuan dari pembentukan organisasi ini adalah meningkatkan kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan khusus anak tunarungu agar dapat berkembang secara wajar dalam kehidupan masyarakat. Jumlah anak tunarungu di Kota Tarakan sebanyak 178 orang. Di Kecamatan Tarakan Tengah berjumlah 53 orang dan 21 orang diantaranya berasal dari Kelurahan Sebengkok 1. Di Kelurahan Sebengkok ini, telah terbentuk Persatuan
Orangtua
Peduli
Anak
berkebutuhan
khusus
(POPA)
yang
beranggotakan 21 orangtua. Permasalahan yang kemudian muncul adalah kondisi keluarga tunarungu tidak semua berlatar belakang sosial ekonomi yang memadai untuk dapat mendukung kegiatan POPA baik dalam aspek finansial maupun pengetahuan dan keterampilan. Dari 21 keluarga anak tunarungu yang tergabung dalam POPA, 14 diantaranya termasuk kategori miskin dengan tingkat pendidikan hanya sampai jenjang pendidikan dasar. Kondisi ini menyebabkan POPA tidak dapat berkembang untuk mencapai tujuannya. Hal ini diindikasikan dengan keanggotaannya semakin berkurang, kegiatan POPA tidak dilaksanakan secara berkesinambungan, kurangnya kerjasama antar anggota, kurangnya dana untuk mendukung operasional organisasi, keberadaan POPA belum diketahui masyarakat dan belum mendapat dukungan pemerintah. Oleh karena itu, 1
Sumber Data: Persatuan Orangtua Peduli Anak Berkebutuhan Khusus (POPA) Tahun 2005. Jumlah tunarungu di Kelurahan Sabengkok 21 orang dengan klasifikasi layak didik 4 orang, layak latih 9 orang dan tidak layak didik/latih 8 orang.
3 mengkaji kapasitas dan permasalahan POPA menjadi hal menarik dilakukan agar dapat ditemukan strategi untuk meningkatkan kapasitas POPA agar menjadi berdaya.
Rumusan Masalah Kajian ini difokuskan pada
“bagaimana pemberdayaan POPA dalam
meningkatkan kesejahteraan anggotanya?” Pemberdayaan POPA terkait dengan kapasitas dan permasalahan lembaga. Oleh karena itu, batasan masalah dirumuskan dengan pertanyaan sebagai berikut: 1)
Bagaimanakah kapasitas POPA?
2)
Permasalahan apa sajakah yang dihadapi oleh POPA?
3)
Bagaimanakah strategi yang dapat dilakukan untuk memberdayakan POPA untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga anak tunarungu?
Tujuan Kajian Kajian ini bertujuan untuk : 1)
Mengidentifikasi dan Menganalisis kapasitas POPA;
2)
Mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi POPA ;
3)
Menyusun
rancangan
program
yang
dapat
dilakukan
untuk
memberdayakan POPA, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga yang mempunyai anak tunarungu.
Kegunaan Kajian 1)
Memberikan
masukan
bagi
POPA
dalam
upaya
meningkatkan
kesejahteraan keluarga anak tunarungu; 2)
Memberikan
masukan
kepada
pemerintah
kelurahan
dan
pegiat
masyarakat tentang program pemberdayaan masyarakat dalam upaya meningkatkan kesejahteraan keluarga anak tunarungu; 3)
Memberikan pemberdayaan masyarakat.
masukan melalui
kepada
pemerintah
pengembangan
lokal
organisasi
tentang
model
sosial
dalam
TINJAUAN PUSTAKA Pemberdayaan dan Partisipasi Masyarakat Pemberdayaan
mempunyai
dua
dimensi.
Pertama,
suatu
proses
mengalihkan kemampuan, kekuatan dan kekuasaan kepada masyarakat agar menjadi lebih berdaya melalui pendayagunaan aset material lokal guna mendukung kemandirian melalui organisasi. Kedua, adalah proses memotivasi, mendorong dan menstimulasi agar suatu komunitas mempunyai kemampuan menentukan pilihan hidupnya melalui proses dialog (Hikmat, 2001). Dengan demikian,
strategi
pengembangan
pemberdayaan
organisasi
masyarakat
melalui
kegiatan
dapat
dilakukan
mendorong,
dengan
memotivasi,
meningkatkan kesadaran akan potensinya, memperkuat daya dan potensi yang dimiliki, dan menciptakan iklim untuk berkembang. Pendekatan kelompok seperti POPA merupakan salah satu strategi untuk memberdayakan masyarakat. POPA merupakan wahana untuk memberdayakan kelompok-kelompok masyarakat kecil yang lemah, rentan, miskin dan marjinal secara sosio-ekonomi sehingga mereka dapat mandiri sekaligus berperan serta dalam pengembangan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat erat kaitannya partisipasi masyarakat. Esensi dari pemberdayaan masyarakat adalah peningkatan partisipasi masyarakat. Partisipasi
masyarakat
merencanakan,
berarti
melaksanakan,
keterlibatan melestarikan
aktif dan
masyarakat
mengembangkan
dalam hasil
pembangunan (Loekman, 1995). Proses penguatan komunitas lokal, baik bagi individu, kelompok, organisasi sosial tidak luput dari peran aktif masyarakat. Secara eksplisit, Undang Undang no. 22 tahun 1999 menjelaskan perlunya partisipasi masyarakat yang mencakup keikutsertaan dalam perencanaan, pelaksanaan dan pemilikan, masyarakat sebagai pemegang saham dalam pembangunan. Peran serta masyarakat dan pemberdayaan masyarakat tersebut sebagai implementasi dari pelaksanaan desentralisasi kepada masyarakat. Dalam konteks ini, pemberdayaan masyarakat berarti menempatkan masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam peran yang bukan saja sebagai penerima manfaat, tetapi juga sebagai pengupaya, penilai sekaligus pemelihara hasil-hasil yang telah dicapai.
5 Menurut Sumaryadi (2005) tujuan pemberdayaan masyarakat adalah membantu mengembangkan manusia yang otentik dan integral dari masyarakat lemah, rentan, miskin, marjinal dan kaum kecil dan memberdayakan kelompokkelompok masyarakat kecil yang lemah, rentan, miskin dan marjinal secara sosio-ekonomi sehingga mereka dapat lebih mandiri dan dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup mereka, sekaligus berperan serta dalam pengembangan masyarakat. Tujuan tersebut memberikan acuan bahwa pemberdayaan juga merupakan upaya penguatan kapasitas kelompok-kelompok kecil termasuk di dalamnya adalah POPA. Dengan demikian, pemberdayaan POPA mencakup penguatan kemampuan baik dalam aspek sosial maupun ekonomi, sehingga anggota-anggotanya dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dan dapat berperan aktif dalam pengembangan masyarakat. Menurut Karsidi (2001), pendekatan dan strategi dalam pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan berbagai upaya: 1)
Memulai dengan tindakan mikro. Proses pembelajaran masyarakat dimulai dengan tindakan mikro, namun memiliki konteks makro dan global. Dialog mikro-makro terus menerus menjadi bagian pembelajaran masyarakat.
2)
Pengembangan sektor ekonomi strategis sesuai dengan kondisi lokal (daerah). Yang dimaksud dengan produk strategis (unggulan) di sini tidak hanya produksi yang ada di masyarakat, tetapi juga unggulan dalam hal bahan baku dan teknis produksinya, serta memiliki keterkaitan sektoral tinggi.
3)
Mengganti pendekatan kewilayahan administratif dengan pendekatan kawasan. Pemberdayaan masyarakat tidak mungkin didasarkan atas kewilayahan administratif. Pendekatan kewilayahan administratif adalah pendekatan birokrasi/kekuasaan. Pendekatan kawasan berarti lebih menekankan pada kesamaan dan perbedaan potensi yang dimiliki oleh suatu kawasan tertentu. Dengan pendekatan ini akan memungkinkan terjadinya pemberdayaan masyarakat dalam skala besar disamping keragaman model yang didasarkan atas keunggulan antara kawasan satu dengan lainnya.
4)
Membangun kembali kelembagaan masyarakat. Peranserta masyarakat menjadi keniscayaan bagi semua upaya pengembangan masyarakat, jika tidak dibarengi munculnya kelembagaan sosial, sosial ekonomi dan budaya yang benar-benar diciptakan oleh masyarakat sendiri.
6 5)
Mengembangkan
penguasaan
pengetahuan
teknis.
Perlu
dipahami
bersama bahwa desakan modernisasi telah menggusur ilmu pengetahuan dan teknologi lokal dan menciptakan ketergantungan pada input luar serta hilangnya kepercayaan diri yang sangat serius. 6)
Pengembangan kesadaran. Yang diperlukan adalah tindakan yang berbasis pada kesadaran masyarakat untuk membebaskan diri dari belenggu kekuatan ekonomi dan politik yang menghambat proses demokratisasi ekonomi.
7)
Membangun jejaring ekonomi strategis. Jejaring strategis akan berfungsi untuk
mengembangkan
kerjasama
dalam
mengatasi keterbatasan-
keterbatasan yang dimiliki kelompok masyarakat satu dengan lainnya. 8)
Kontrol
kebijakan.
Pemerintah
benar-benar
mendukung
upaya
pemberdayaan masyarakat. Kekuasaan pemerintah harus dikontrol oleh masyarakat. 9)
Menerapkan
model
pembangunan
berkelanjutan.
Setiap
peristiwa
pembangunan harus mampu secara terus menerus mengkonversi daya dukung lingkungan. Berdasarkan pemberdayaan
strategi
POPA
dapat
pemberdayaan dilakukan
sebagaimana
dengan
dikemukakan,
membangun
kesadaran
masyarakat untuk meningkatkan taraf kehidupan, menguatkan kelembagaan, meningkatkan pengetahuan anggota-anggotanya dan meningkatkan kondisi sosial ekonomi melalui pemanfaatan sumberdaya dan pengembangan jejaring. Pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat dikatakan berhasil apabila mencapai indikator keberhasilan yang menurut Sumodiningrat (1998) adalah: (1) Berkurangnya jumlah masyarakat miskin; (2) Berkembangnya usaha peningkatan pendapatan yang dilakukan oleh masyarakat miskin dengan memanfaatkan sumberdaya yang ada; (3) Meningkatnya kepedulian masyarakat terhadap kesejahteraan keluarga miskin di lingkungannya; (4) Meningkatnya kemandirian kelompok yang ditandai oleh makin berkembangnya usaha produktif kelompok, makin rapinya sistem administrasi kelompok dan makin luasnya interaksi kelompok dengan kelompok lain dalam masyarakat. Begitu juga Prijono (1996) yang mengatakan bahwa masyarakat berdaya bila mampu meningkatkan kesejahteraan sosial ekonominya melalui peningkatan kualitas sumberdaya manusia, peningkatan kemampuan permodalan, pengembangan usaha dan pengembangan kelembagaan usaha bersama dengan menerapkan prinsip
7 gotong
royong,
keswadayaan
dan
partisipasi.
Dua
pendapat
tersebut
memberikan acuan bahwa keberhasilan pemberdayaan POPA dapat dilihat dari peningkatan kesejahteraan sosial anggota-anggotanya yang dicapai melalui peningkatan SDM, peningkatan kemandirian kelompok, peningkatan pendapatan dan peningkatan partisipasi masyarakat terhadap kesejahteraan masyarakat miskin.
Organisasi Sosial Secara sederhana, organisasi dapat diartikan sebagai sekelompok orang yang saling menyatukan diri untuk melakukan kerjasama untuk mencapai tujuan. Barnard sebagaimana dikutip oleh Sumardhi (1996) menyatakan bahwa organisasi adalah sistem kerjasama diantara dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan bersama. Dari definisi ini maka unsur pokok suatu organisasi mencakup adanya sekelompok orang, adanya kerjasama dan ada tujuan yang ingin dicapai bersama. Pengertian organisasi secara lebih luas dikemukakan oleh Siagian sebagaimana dikutip Sumardhi (1996) yang menyatakan bahwa organisasi adalah bentuk persekutuan dua orang atau lebih yang bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama dan terikat secara formal dalam suatu ikatan hirarki, dimana selalu terdapat hubungan antara seorang atau beberapa orang yang disebut pimpinan dan seseorang atau sekelompok orang yang disebut bawahan. Pengertian ini menjadi acuan bahwa dalam organisasi, selain terdapat unsur kelompok, kerjasama dan tujuan bersama, juga terdapat hirarki dalam pola hubungan antar anggota. Pola hirarki ini menunjukkan peran dimana ada pimpinan dan bawahan. Organisasi sosial merupakan kumpulan orang-orang dalam masyarakat yang mengelola suatu kegiatan tertentu, Siagian sebagaimana dikutif Ruwiyanto, (1994). Organisasi tersebut pada dasarnya memiliki tujuan dan terdapat unsurunsur yang mengatur perilaku masyarakat yang terlibat didalamnya, artinya setiap organisasi mempunyai suatu sistem hubungan, nilai-nilai atau norma, sistem peraturan-peraturan untuk memenuhi kebutuhan individu. Organisasi sosial mengandung sistem norma yang mengatur hubungan antar manusia.
8 Norma tersebut berupa aturan-aturan yang mengikat secara formal terhadap tugas, hak dan kewajiban sekelompok orang. Pada dasarnya, organisasi merupakan wadah atau alat untuk mencapai tujuan. Sumardhi (1996) menyatakan bahwa organisasi hanya merupakan wadah mencapai tujuan dan bukan merupakan tujuan. Dalam organisasi sosial, organisasi dimaksudkan sebagi alat untuk menyelenggarakan dan melaksanakan tugas pokok dan fungsi untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Sebagai wadah atau alat untuk mencapai tujuan, sebuah organisasi bersifat dinamis. Organisasi dapat berkembang untuk dapat menyesuaikan diri dengan perubahan dan perkembangan permasalahan yang terjadi di masyarakat. Organisasi dapat dikembangkan, diperluas dan ditingkatkan sesuai dengan permasalahan dan kebutuhan masyarakat. Pengertian organisasi dan organisasi sosial sebagaimana dikemukakan menunjukkan bahwa POPA merupakan suatu organisasi. Unsur-unsur organisasi dalam POPA dapat dilihat dari adanya (1) Sekelompok orang, yaitu kelompok orangtua yang memiliki anak tunarungu; (2) Adanya kerjasama antar sekelompok anggota untuk mencapai tujuan, yaitu kesejahteraan keluarga dan anak tunarungu; (3) Ada hirarki dalam hubungan antar anggota, yaitu pengurus sebagai pimpinan dan anggota sebagai bawahan; (4) Adanya aturan formal yang mengatur tugas, hak dan kewajiban anggota.
Organisasi Sosial sebagai Media Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat dapat berarti membuat masyarakat lebih berdaya melalui proses memotivasi, mendorong dan menstimulasi serta mendayagunakan potensi lokal agar mencapai kemandirian. Untuk mencapai keberdayaan secara lebih efektif dapat dilakukan melalui organisasi.
Dalam
konteks ini, organisasi merupakan alat yang dapat digunakan untuk proses motivasi dan mendayagunakan potensi agar masyarakat dapat mencapai kemandirian. Organisasi dapat digolongkan ke dalam sektor-sektor sosial di tingkat lokalitas, yaitu : (1) Sektor publik, (2) Sektor Participatory; mencakup organisasi non pemerintah yang tumbuh dan dibangkitkan oleh masyarakat secara sukarela, kelembagaan
ini aktif berdasarkan tujuan sesuai dengan minat para
9 pendukungnya; (3) Sektor private, yang berorientasi kepada upaya mencari keuntungan, misalnya dalam bidang jasa, perdagangan dan industri. POPA merupakan organisasi partisipatory, yang dibentuk dan dikembangkan oleh masyarakat berdasarkan tujuan dan minat anggota-anggotanya. Sebagai organisasi partisipatory, POPA dapat dijadikan media yang efektif dalam pemberdayaan masyarakat. Vitayala (1986) mengemukakan bahwa pendekatan kelompok mempunyai kelebihan antara lain dapat mempercepat proses adopsi, karena adanya interaksi sesama anggota kelompok dalam bentuk saling mempengaruhi satu sama lain. Demikian juga Soekanto (2005) menyatakan bahwa dalam kelompok terjadi hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi dan juga suatu kesadaran untuk saling tolong-menolong berdasarkan kesamaan nasib, kepentingan, dan tujuan sehingga hubungan antara anggota bertambah erat. Dengan demikian, pengembangan POPA sebagai wadah kelompok masyarakat mempunyai makna strategis untuk memberdayakan masyarakat karena memungkinkan terjadinya proses perubahan, peningkatan kemampuan dan kerjasama melalui interaksi sosial yang saling mempengaruhi diantara anggota-anggotanya.
Kesejahteraan Sosial Keluarga Anak Tunarungu Kesejahteraan sosial berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial dalam Suharto (2005) adalah : Suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial, material maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir dan batin yang memungkinkan bagi setiap warga untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah, dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga, serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak atau kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila. Definisi tersebut menyebutkan sebuah tata kehidupan dan penghidupan sosial yang berarti menuntut kegiatan-kegiatan tertentu baik yang bernilai materi maupun bernilai spiritual dalam sebuah kondisi yang aman, adanya jaminan keselamatan, penghormatan terhadap norma kesusilaan, serta terjaminnya ketentraman baik lahir maupun batin sehingga terbentuk sebuah tatanan untuk mencapai tujuan-tujuan yang disebutkan dalam undang-undang tersebut, yaitu
10 pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial. Kebutuhankebutuhan jasmani antara lain sandang, pangan, papan, dan kesehatan. Kebutuhan-kebutuhan rohani berupa agama, keyakinan, kepercayaan, dan pendidikan, sedangkan kebutuhan sosial berupa hubungan yang sehat antar masyarakat, solidaritas, hormat menghormati, dan tenggang rasa. Di samping itu dituntut pula pemenuhan rasa aman, keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir dan batin. Kesejahteraan sosial adalah sebagai kegiatan-kegiatan yang terorganisasi yang bertujuan untuk membantu individu atau masyarakat dalam upaya memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya dan meningkatkan kesejahteraan selaras dengan kepentingan keluarga dan masyarakat, PBB sebagaimana dikutif Suharto (2005b). Berdasarkan penjelasan tersebut kesejahteraan sosial bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar manusia, sedangkan kebutuhan-kebutuhan dasar manusia meliputi kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial. Secara operasional, BKKBN sebagaimana dikutif Suharto, (2005b) memberikan indikator kesejahteraan dalam hal sandang, pangan dan papan. Indikator kesejahteraan dari segi pangan, sebuah keluarga yang sejahtera apabila dapat makan lebih dari dua kali sehari dan mampu menyediakan lauk pauk berupa ikan atau daging atau telur lebih dari sekali dalam seminggu. Indikator dalam hal sandang adalah apabila sebuah keluarga mempunyai pakaian yang berbeda untuk di rumah, bekerja/bersekolah, dan bepergian, serta minimal satu tahun sekali mendapatkan satu stel baju baru. Dalam hal papan, keluarga sejahtera minimal memiliki lantai seluas 8 m 2 tiap anggota, dan sebagian besar lantai bukan dari tanah. Sedangkan indikator kesehatan adalah apabila ada anggota keluarga yang sakit dapat dibawa ke sarana/petugas kesehatan, dan dapat bertahan minimal tiga bulan tidak sakit. Sebuah keluarga sudah memenuhi standar sejahtera secara rohani apabila dalam keluarga tersebut sudah merasakan suasana damai, harmonis, tidak terdapat suatu dosa, dan tidak ada sesuatu yang tidak wajar, serta tiada pengangguran ataupun sesuatu yang sia-sia. Dalam mencapai tujuan usaha kesejahteraan sosial tersebut diperlukan adanya pertolongan/pelayanan sosial dalam hal ini pelayanan tersebut diberikan oleh profesi pekerjaan sosial. Pemberdayaan masyarakat dalam praktek pekerjaan sosial memandang “kelayan” sebagai mitra kolaboratif, artinya sebagai
11 sumber tetapi juga sebagai potensi yang dianggap patologis. Kerja sama kolaboratif ini disebut juga sebagai aktualisasi pemberdayaan. Guna mencapai kehidupan yang lebih baik, Payne (1997) mengemukakan bahwa intinya suatu proses pemberdayaan untuk membantu masyarakat memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menemukan tindakan yang dilakukan masyarakat melalui peningkatan kemampuan dan percaya diri untuk menggunakan daya yang dimiliki masyarakat, antara lain melalui transper daya dari lingkungan. Oleh karenanya konsep pemberdayaan dalam pembangunan masyarakat akan dihubungkan dengan konsep mandiri, partisipasi, jejaring kerja dan keadilan, sehingga pemberdayaan dasarnya diletakkan pada kekuatan tingkat individu dan sosial. Anak tunarungu adalah Anak yang pendengarannya sampai batas yang menghambat pengertiannya akan pembicaraan melalui telinga saja dengan atau tanpa penggunaan alat bantu dengar, Frisina sebagaimana dikutif Subagya, (2005). Untuk kepentingan pendidikan anak tunarungu diartikan sebagai anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya pendengarannya sehingga tidak atau kurang mampu berkomunikasi secara verbal dan walapun telah diberikan pertolongan dengan alat bantu dengar masih tetap memerlukan pelayanan pendidikan khusus (Kurikulum Pendidikan Nasional, 1994). Tunarungu merupakan orang yang mengalami hambatan berkomunikasi secara verbal disebabkan oleh kehilangan seluruh atau sebagian daya pendengarannya. Ketidakmampuan berkomunikasi dan tidak berfungsinya daya pendengaran ini menyebabkan mereka kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Oleh karena itu, mereka membutuhkan perlakuan khusus agar dapat menyesuaikan diri secara wajar dalam kehidupan masyarakat. Anak tunarungu merupakan anak yang memiliki kebutuhan khusus. Karenanya, mereka membutuhkan perlakuan khusus pula. Untuk membantu tunarungu mengembangkan diri, diperlukan cara-cara yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Kebutuhan akan perlakuan khusus ini seringkali tidak dapat dipenuhi di dalam keluarga, sehingga upaya peningkatan pengetahuan dan kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan tunarungu menjadi hal penting dilakukan. Salah satu upaya tersebut adalah dengan mengembangkan kelompok orangtua yang memiliki anggota tunarungu .
12 Masalah tunarungu berkaitan dengan ketidakmampuan anak memperoleh hak-haknya sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan dan Konvensi Internasional tentang hak-hak orang cacat. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan keluarga, masyarakat dan pemerintah untuk menyediakan aksesibilitas yang memungkinkan mereka mengembangkan diri, sehingga dapat hidup secara wajar dalam kehidupan masyarakat.
Kemiskinan Timbulnya krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997, menyebabkan bertambahnya jumlah penduduk yang hidup dibawa garis kemiskinan. Faktor peningkatan ini juga dipengaruhi oleh meningkatnya indeks pengeluaran makanan dan non makanan yang digunakan sebagai standar garis kemiskinan dari BPS, sebagai akibat depresiasi nilai rupiah terhadap nilai dolar. Kemiskinan merupakan masalah pokok nasional yang penanggulangannya tidak dapat ditunda dengan dalih apapun dan harus menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan kesejahteraan sosial. Penanggulangan kemiskinan merupakan salah satu upaya strategis nasional dalam mewujudkan sistem ekonomi kerakyatan, keadilan sosial dan perlindungan terhadap hak asasi manusia terutama dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Kemiskinan pada dasarnya dibedakan menjadi dua, yaitu kemiskinan kronis (chronic poverty ) atau kemiskinan struktural yang terjadi terus menerus dan kemiskinan sementara (transient poverty) yang ditandai dengan menurunnya pendapatan masyarakat secara sementara sebagai akibat dari perubahan siklus ekonomi dari kondisi normal menjadi kondisi kritis, bencana alam dan bencana sosial. Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) yang dikatagorikan sebagai fakir miskin termasuk katagori kemiskinan kronis, yang membutuhkan penanganan yang sungguh-sungguh, terpadu secara lintas sektor dan berkelanjutan. Kemiskinan suatu masyarakat dapat ditinjau dari aspek ekonomi, politik dan sosial-psikologis, Ellis sebagaimana dikutif Suharto, (2005). Kemiskinan secara ekonomi didefinisikan sebagai kekurangan sumberdaya yang diperlukan untuk memenuhi hajat hidup dan meningkatkan kesejahteraan seseorang. Kemiskinan secara politik yaitu aksesibiltas seseorang terhadap kekuasaan
13 (power). Kekurangan
jaringan dan struktur sosial yang mendukung dalam
mendapatkan kesempatan-kesempatan peningkatan produktivitas dapat diartikan sebagai kemiskinan secara sosial-psikologis. Dari aspek psikologis, kepribadian seperti merasa tidak berguna, putus asa, rendah diri dan selalu tergantung pada orang lain merupakan budaya yang menimbulkan kemiskinan. Hal ini seperti diungkapkan Lewis sebagaimana dikutif Mubyarto (1995), yang mengatakan
bahwa orang yang memiliki kepribadian
inferior dan dependen tidak akan memiliki kepribadian yang kuat, kurang bisa mengontrol diri, mudah implusif, tidak berorientasi pada masa depan. Lewis menyarankan untuk menghilangkan budaya kemiskinan tersebut dengan menyatukan mereka dalam suatu organisasi. Berdasarkan konsep sebagaimana telah dikemukakan maka untuk memberdayakan keluarga miskin dapat dilakukan dengan mengembangkan organisasi. Salah satu organisasi tersebut adalah POPA. Melalui POPA, keluarga dan anak tunarungu yang mengalami perasaan rendah diri dan merasa tidak mempunyai kemampuan untuk hidup sejajar dangan kelompok masyarakat lainnya serta dihadapkan pada situasi kerentanan akibat tidak mempunyai aset yang memadai memiliki kesempatan untuk meningkatkan kemampuannya baik dalam memecahkan masalah maupun memenuhi kebutuhan sosial dan ekonominya.
14 Kerangka Pemikiran
Kegiatan POPA yang tidak berkesinambungan, kurangnya kerjasama antar anggota,
kurangnya
dana
untuk
mendukung
operasional
organisasi,
keberadaannya belum diketahui masyarakat dan belum mendapat dukungan pemerintah mengindikasikan bahwa dalam organisasi POPA terdapat masalahmasalah yang perlu dipecahkan. Permasalahan tersebut terkait dengan kapasitas POPA dalam menjalankan aktivitas organisasi untuk mencapai tujuan, yang mencakup kepemimpinan, kerjasama antar anggota, manajemen dan dukungan dana. Oleh karena itu, kajian ini difokuskan pada kapasitas POPA dan permasalahan yang menghambat atau mendukung perkembangannya. Strategi pemberdayaan POPA dilakukan dengan memperkuat organisasi secara internal melalui penguatan kelompok dan pengembangan usaha. Pengembangan usaha dilakukan untuk memecahkan masalah pendanaan dan meningkatkan
kondisi
ekonomi.
Untuk
mendukung
kegiatan
dan
keberlanjutannya, juga perlu dukungan eksternal berupa pengembangan jejaring dan peningkatan partisipasi masyarakat. Dalam menyusun strategi, dilakukan identifikasi sumber-sumber dari luar POPA yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung pengembangan. Identifikasi tersebut mencakup peluang-peluang dukungan dari masyarakat dan dukungan dari pemerintah. Hasil yang diharapkan dari strategi ini adalah POPA mandiri secara organisasi yang berdampak pada meningkatnya kondisi ekonomi dan sosial anggota-anggotanya. Secara lebih ringkas, kerangka pemikiran disajikan pada Gambar 1.
15 Gambar 1 Kerangka Pemikiran Pemberdayaan POPA
Permasalahan POPA 1) Masalah psikologis, sosial dan ekonomi anggota 2) Masalah keorganisasian : - Kegiatan kurang berkesinambungan - Keberadaan tidak diketahui masyarakat - Kurang dukungan Pemerintah dan masyarakat - Kurangnya sarana prasarana
Kapasitas POPA 1) SDM Pengurus dan anggota 2) Kepemimpinan 3) Kerjasama antar anggota. 4) Manajemen 5) Dana
1) 2) 3) 4) 5)
Strategi pemberdayaan POPA Pemecahan masalah psikologis anggota Penguatan Kelompok Pengembangan usaha ekonomi produktif Pengembangan Jejaring Peningkatan partisipasi masyarakat
Dukungan Pemerintah Lokal
POPA Mandiri: 1) Organisasi 2) Ekonomi 3) Sosial
METODOLOGI Strategi Kajian Kajian menggunakan studi kasus. Studi kasus dalam kajian ini adalah menerapkan metode kerja eksplanasi untuk memahami kasus terpilih, yaitu permasalahan dan kapasitas POPA. Tujuan kajian adalah menjelaskan permasalahan dan kapasitas POPA yang mencakup SDM pengurus dan anggota, kepemimpinan, kerjasama antar anggota, manajemen dan dukungan dana. Hasil kajian ini dijadikan dasar untuk menyusun program pemberdayaan POPA untuk mencapai kemandirian baik dalam aspek organisasi, ekonomi maupun sosial. Kajian dilakukan pada organisasi sosial, dengan pendekatan subyektifmikro,
yaitu
mempelajari
menyelenggarakan
permasalahan
pelayanan
dan
dan
operasional
kapasitas
POPA
organisasi
dalam
berdasarkan
pandangan, keyakinan dan tindakan anggotanya melalui interaksi langsung antara pengkaji dengan subyek kajian, yaitu pengurus dan anggota POPA.
Lokasi dan Waktu Kajian dilaksanakan di Kelurahan Sebengkok Kecamatan Tarakan Tengah Kota Tarakan Provinsi Kalimantan Timur. Pertimbangan penentuan lokasi ini adalah: 1)
Di Kelurahan Sebengkok terdapat 21 anak tunarungu atau 9.42 persen dari 223 orang anak tunarungu di Kota Tarakan.
2)
Dari 21 anak tunarungu di Kelurahan Sebengkok, baru 5 keluarga anak tunarungu yang memasukkan anaknya di SLB yang ada.
3)
15 keluarga anak tunarungu dari 21 orang keluarga anak tunarungu yang berada
di
Kelurahan
Sebengkok
mengikuti
program
bimbingan
keterampilan oleh POPA di Kelurahan Sebengkok. Kajian dilaksanakan pada bulan Juli 2006. Sebelum kajian ini dilakukan telah dilaksanakan Peraktik Lapangan I untuk melakukan Pemetaan Sosial pada bulan Nopember 2005 dan Praktik Lapangan II dengan kegiatan Evaluasi
17 Program Pengembangan Masyarakat pada bulan Maret 2006. Secara rinci jadwal pelaksanaan Kajian Pengembangan Masyarakat sebagaimana tercantum dalam Tabel 1. Tabel 1 Jadwal Pelaksanaan Kajian Pengembangan Masyarakat Tahun 2005/2006
Tahun/Bulan No
Jadwal Kegiatan
2005 11
3
Pemetaan Sosial (PL I) Evaluasi Program (PL II) Kolokium
4
Pengumpulan Data
5
Analisis Data
6
Pelaporan
1 2
7
Seminar
8
Perbaikan Laporan
9
Sidang Perbaikan dan Penggandaan Laporan
10
12
2006 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Pengumpulan Data Data Kajian Data yang dikumpulkan dalam kajian ini meliputi: 1)
Faktor penyebab permasalahan POPA yang mencakup berkurangnya anggota, kegiatan POPA tidak berkesinambungan, keberadaan POPA tidak diketahui masyarakat, kurang dukungan pemerintah dan masyarakat dan kurangnya sarana prasarana.
2)
Kapasitas
POPA
yang
mencakup
SDM
pengurus
dan
anggota,
kepemimpinan, kerjasama antar anggota, manajemen dan dukungan dana.
Sumber Data Sumber data dalam kajian ini adalah responden dan informan:
18 1)
Responden terdiri dari pengurus dan anggota POPA
2)
Informan terdiri dari pengurus PKK, tokoh masyarakat, pengurus FPPC, aparat kelurahan.
Teknik Pengumpulan Data Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data meliputi : 1)
Observasi (pengamatan langsung). Metode pengamatan mengandung makna : membuat catatan, melihat dengan mencatat, mengamati dari dekat dengan cermat, atau mengkaji. Adapun observasi yang dilakukan terhadap aktivitas POPA yang meliputi : sarana dan prasarana, program kegiatan, aktivitas bimbingan keterampilan.
2)
Wawancara mendalam. Wawancara
dilaksanakan
kepada
responden
dan
informan
guna
mengumpulkan data primer, berupa fakta dan pengalaman selama melaksanakan kegiatan organisasi POPA, faktor yang mendukung dan menghambat pelaksanaan kegiatan POPA. Responden-responden yang diwawancarai adalah pengurus dan anggota POPA; pemerintah lokal yang meliputi Lurah, Camat dan Bagian Sosial Sekretariat Daerah Kota Tarakan; organisasi sosial yang terdiri dari FPPC dan PKK; tokoh masyarakat dan tokoh agama 3)
Diskusi Kelompok Terfokus (Focus Group Discusion). Diskusi dilakukan ditujukan untuk mencapai suatu kesepakatan tertentu mengenai suatu permasalahan yang dihadapi oleh para peserta (Irwanto, 1998). Diskusi kelompok dilakukan untuk mendapatkan data tentang permasalahan, prioritas permasalahan, kebutuhan, potensi dan hambatan, penyebab, pemecahan masalah dan penyusunan program. Secara lebih rinci, pengumpulan data dalam kajian disajikan pada Tabel 2.
19 Tabel 2 Teknik Pengumpulan Data
No
Tujuan
Jenis Data
1 Mengetahui kapasitas POPA
1) SDM Pengurus dan anggota 2) Kepemimpinan 3) Kerjasama antar anggota 4) Manajemen 5) Dana 2 Memahami 1) Masalah psikologis, masalah yang sosial dan ekonomi dihadapi anggota-anggotanya POPA dan 2) Masalah faktor-faktor keorganisasian: penyebab - Kegiatan POPA masalah tidak tersebut berkesinambungan - Keberadaan POPA tidak diketahui masyarakat - Kurang dukungan Pemerintah dan masyarakat - Kurangnya sarana prasarana 3 Merumuskan 1) Pemecahan masalah strategi psikologis anggota penguatan 2) Penguatan kelompok Kapasitas 3) Pengembangan POPA usaha 4) Pengembangan Jejaring 5) Peningkatan partisipasi masyarakat
Analisis Data Analisis data dilakukan dengan tahapan:
Sumber Data
Teknik Pengumpulan Data
- Pengurus - Anggota POPA
- Studi Dokumentasi - Wawancara Mendalam - Observasi
- Pengurus POPA - Anggota POPA - Organisasi Sosial - Tokoh Masyarakat - Pemerintah lokal
- Wawancara Mendalam - FGD - Studi Dokumentasi
- Pemerintah lokal - Organisasi Sosial - Tokoh agama, tokoh masyarakat dan pemuda - Pihak swasta
- Wawancara mendalam - FGD
20 1)
Reduksi data Pada tahap ini, data yang telah dikumpulkan dipilih dan dikategorikan menurut tujuannya.
2)
Penyajian data Penyajian data dilakukan dalam bentuk narasi, bagan, tabel dan gambar untuk memudahkan dalam analisis.
3)
Penarikan kesimpulan Penarikan kesimpulan dilakukan dengan menghubungkan antar data secara kualitatif. Alur penarikan kesimpulan dimulai analisis terhadap faktor penyebab
permasalahan
POPA
mencakup
berkurangnya
anggota,
kegiatan POPA tidak berkesinambungan, keberadaan POPA tidak diketahui masyarakat, kurang dukungan pemerintah dan masyarakat dan kurangnya sarana prasarana. Kemudian hasil analisis permasalahan ini dihubungkan dengan kapasitas POPA, mencakup SDM pengurus dan anggota, kepemimpinan, kerjasama antar anggota, manajemen dan dukungan dana. Hasil analisis terhadap permasalahan dan kapasitas ini disusun sebagai dasar penyusunan program. 4)
Verifikasi
kesimpulan
melalui
peninjauan
kembali
kesimpulan
dan
mendiskusikan dengan responden dan informan.
Penyusunan Program Penyusunan program dilakukan bersama masyarakat melalui FGD. Pihak yang dilibatkan dalam FGD adalah pengurus, anggota, tokoh masyarakat, FPPC dan pemerintah lokal. Dalam penyusunan ini, pengkaji bertindak sebagai fasilitator. Fasilitator berupaya membangun partisipasi peserta FGD, sehingga FGD berjalan lancar, semua peserta FGD dapat mengemukakan segala aspirasi serta memberikan saran pendapat secara partisipatif. Program disusun dengan tujuan POPA mandiri secara organisasi, ekonomi dan sosial melalui penguatan kelompok, pengembangan usaha, pengembangan jejaring dan peningkatan partisipasi masyarakat.
PETA SOSIAL KELURAHAN SEBENGKOK Gambaran Umum Lokasi Geografi Kelurahan Sebengkok adalah sebuah kelurahan dari lima kelurahan yang terletak di Kecamatan Tarakan Tengah Kota Tarakan Provinsi Kalimantan Timur. Kelurahan Sebengkok merupakan ujung bagian Selatan Kecamatan Tarakan Tengah yang berbatasan langsung dengan wilayah Kecamatan Tarakan Timur. Secara goegrafis batas-batas Kelurahan Sebengkok dapat digambarkan sebagai berikut : 1)
Sebelah Utara
: Kelurahan Selumit
2)
Sebelah Timur
: Kelurahan Pamusian
3)
Sebelah Selatan
: Kelurahan Lingkas Ujung Kecamatan Tarakan Timur
4)
Sebelah Barat
: Laut Sulawesi
Sarana jalan umum sudah dibangun sampai ke pelosok pemukiman penduduk. Hampir seluruh kawasan pemukiman penduduk di Kelurahan Sebengkok dapat dijangkau dengan kendaraan roda dua. Daerah yang bertekstur tanah keras dibangun jalan aspal dan jalan bersemen, sementara itu pada pemukiman rawa-rawa dan dipinggir pantai dibuat jalan dengan kayu ulin. Jalan menuju ke sekolah, Rumah Sakit Umum (RSU) dan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) sudah tidak menjadi hambatan bagi masyarakat Kelurahan Sebengkok.
Kependudukan Kelurahan Sebengkok terdiri dari 47 RT dengan 5.690 Kepala Keluarga. Komunitas warga kelurahan Sebengkok terdiri dari etnis Arab, Banjar, Bugis, Bulungan, Buton, Jawa, Dayak dan cina. Etnis tersebut memiliki anggota komunitas diatas 5 kepala keluarga, selain itu terdapat pula etnis lain yang berjumlah di bawah 5 rumah tangga seperti etnis Gorontalo, Kaili, Kutai, Padang, Manado, Mandar dan Sunda. Perbedaan suku tidak menjadi suatu konflik etnis,
22 komunitas hidup berdampingan secara damai baik antar etnis maupun antar agama. Komposisi penduduk kelurahan Sebengkok bila dikelompokkan menurut umur termasuk ke dalam penduduk usia produktif. Jumlah penduduk usia produktif (UU No. 13/1998 tentang Lanjut Usia) yaitu usia 15 – 59 tahun sebanyak 9.735 jiwa atau 76.38 %. Selanjutnya komposisi penduduk Sebengkok berdasarkan kelompok usia dan jenis kelamin dapat digambarkan dalam Tabel 3 berikut :
Tabel 3 Jumlah Penduduk Kelurahan Sebengkok berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
Usia
Perempuan (Jiwa)
Laki-laki (Jiwa)
Jumlah (Jiwa)
65 +
253
221
474
60 – 64
230
234
464
55 – 59
275
261
536
50 – 54
324
333
657
45 – 49
419
498
917
40 – 44
524
512
1.036
35 – 39
500
518
1.018
30 – 34
599
656
1.255
25 – 29
663
797
1.460
20 – 24
664
782
1.446
15 – 19
637
773
1.410
10 – 14
468
562
1,030
5–9
261
265
526
0–4
266
250
516
6.083
6.662
12.745
Jumlah
Sebaran penduduk Kelurahan Sebengkok dapat digambarkan dalam piramida pada Gambar 2.
23
Gambar 2 Piramida Penduduk Kelurahan Sebengkok 1
5
0 65 + 60 - 64 55 - 59 50 - 54 45 - 49 40 - 44 35 - 39
1 30 - 341 25 - 29 20 - 24 15 - 19 10 - 14 5-9 0-4
0
5
10
Berdasarkan tingkat pendidikan, sebagian besar warga tidak atau belum sekolah yaitu 10.359 orang atau 82 persen dan tidak tamat Sekolah Dasar yaitu sejumlah 852 orang atau 7 persen. Kondisi pendidikan tersebut dapat digambarkan dalam Gambar 3 berikut : Gambar 3 Jumlah Penduduk Kelurahan Sebengkok Berdasarkan Pendidikan
411 3% 153 1%
852 7%
656 5%
282 2% 32 0%
Buta huruf Tidak tamat SD Tamat SD Tamat SLTP Tamat SLTA
10359 82%
Tamat S1 Tidak sekolah
Sebagian besar warga masyarakat yang buta huruf adalah mereka yang berusia diatas 59 tahun. Mereka tidak dapat membaca dan menulis huruf latin. Warga masyarakat yang tidak sekolah adalah mereka yang berusia 7–59 tahun
24 tetapi tidak pernah mengikuti pendidikan formal. Sebagian besar warga tidak memiliki pekerjaan tetap, kalaupun bekerja, mereka bekerja di pabrik atau menjadi buruh bangunan dengan penghasilan yang rendah.
Sumberdaya Hubungan antara komponen ekosistem yang ada di Kelurahan Sebengkok dapat dilihat dari bagaimana pemanfaatan sumberdaya yang ada di lingkungan oleh masyarakat setempat. Saat ini, hubungan antara masyarakat dengan lingkungan dapat dikatakan cukup baik, karena masyarakat mulai sadar akan pentingnya kelestarian alam. Kelestarian hutan kota yang terletak di Gunung Belah selalu dijaga oleh masyarakat secara swadaya. Karena masyarakat merasa pentingnya melestarikan sumber air bersih yang selalu mengalir terus menerus tanpa harus membayar. Sumberdaya alam yang dimiliki oleh Kelurahan Sebengkok adalah sebagai berikut : 1)
Hutan Kota Hutan Kota yang berada di Kelurahan Sebengkok terletak di Gunung Belah dengan luas + 7.5 Ha. Hutan kota ditumbuhi tanaman hutan asli dan semak belukar dibiarkan tumbuh secara alami. Penanggung jawab atas pengelolaan hutan kota tersebut adalah Dinas Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Kota Tarakan.
2)
Sumber Air Bersih Sumber air bersih Kelurahan Sebengkok adalah PDAM yang terletak di Kampung Bugis Kelurahan Karang Anyar yang dialirkan ke rumah-rumah penduduk di Kota Tarakan termasuk Kelurahan Sebengkok. Instalasi air bersih (PDAM) hanya mampu menjangkau daerah perkotaan lebih kurang 50 persen dari warga masyarakat Kelurahan Sebengkok akibat kecilnya debit sumber air. Masyarakat wilayah Sebengkok Tiram, dan Sebengkok Jeruju masih banyak yang menggunakan air sumur bor (air bawah tanah). Air sumur tersebut hanya digunakan untuk kepentingan MCK, sedangkan untuk kebutuhan air minum masyarakat membeli pada mobil-mobil tangki penjual air. Warga yang bermukim di sekitar hutan kota gunung belah tidak pernah
25 kesulitan air dan penduduk tinggal mengalirkan air melalui pipa plastik ke rumah-rumah mereka.
Mata Pencaharian, Sistem Ekonomi, dan Strategi Tata Niaga Jenis mata pencaharian penduduk Kelurahan Sebengkok dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Jumlah Penduduk Kelurahan Sebengkok Berdasarkan Mata Pencaharian No
Jumlah (Jiwa)
Mata Pencaharian
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pedagang Karyawan Swasta PNS POLRI/ABRI Buruh Nelayan tangkap Petani tambak Supir Tidak bekerja Jumlah
155 178 65 18 202 105 28 15 11,979 12,745
Prosentase (%) 1.22 1.40 0.51 0.14 1.58 0.82 0.22 0.12 93.99 100.00
Besarnya penduduk Kelurahan Sebengkok yang mata pencahariannya sebagai nelayan tangkap, buruh dan pedagang menyebabkan tingkat ekonomi penduduk
Kelurahan
Sebengkok
dipengaruhi
oleh
sistem
pengelolaan
sumberdaya yang tersedia. Pendapatan sebagai buruh lepas umumnya dibawah standar
Upah
Minimum
Regional
(UMR).
Sebagai
nelayan
tradisional
pendapatan nelayan sangat dipengaruhi oleh musim. Ketika terjadi musim angin bertiup kencang atau terjadi gelombang (musim angin Selatan) nelayan tersebut tidak melaut untuk menangkap ikan karena perahu dan peralatan yang mereka miliki tidak memungkinkan menangkap ikan dalam keadaan gelombang besar. Penduduk yang bekerja sebagai pedagang kaki lima berpindah dari satu tempat ke tempat lain serta tidak menjanjikan pendapatan yang stabil. Jenis usaha yang mereka perdagangkan tidak menentu tergantung pada peluang pasar. Umumnya mereka menjajakan makanan, sayuran dengan berjalan kaki atau bersepeda dan ada juga berjualan dengan gerobak dengan jenis barang dagangan lebih banyak lagi seperti peralatan dapur dari bahan plastik dan mainan anak-anak.
26 Sistem tataniaga yang berjalan di Kelurahan Sebengkok pada umumnya masih menggunakan cara-cara tradisional. Pendapatan penduduk Kelurahan Sebengkok sebagian besar bersumber dari sektor laut (nelayan) dan jasa (buruh). Pengelolaan sumberdaya lokal belum sistematis dilaksanakan, karena mata rantai ekonomi belum berjalan sebagaimana mestinya. Seperti nelayan tidak memiliki peralatan tangkap yang dapat menjangkau perairan laut yang dalam dan tidak dapat melaut ketika terjadi musim gelombang. Sebagai buruh lebih banyak menjadi buruh lepas, tukang kayu, tukang batu, buruh bangunan, pelayan toko dan buruh pelabuhan yang tidak memiliki jaminan hukum ketenagakerjaan yang jelas. Dengan demikian untuk mengembangkan sistem ekonomi di Kelurahan Sebengkok selain dengan cara mengeleminir faktor pembatas potensi ekonomi, juga diperlukan konsep tata ruang pedesaan sebagai peta pengawasan atau pedoman dalam sistem ekonomi kerakyatan.
Lembaga Masyarakat dan Organisasi Lembaga masyarakat yang terdapat di Kelurahan Sebengkok dibentuk oleh masyarakat dengan inisiatif sendiri seperti Persatuan Orangtua Peduli Anak berkebutuhan khusus (POPA), Kumpolanta Ulun Belungon (KUB), Forum Komunikasi Warga Tidung (FKWT), Paguyuban Keluarga Warga Jawa (Pakuwaja), Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS), Kerukukan Keluarga Buton (KKB), Kerukunan Bubuhan Banjar (KBB), Pengajian Al Kautsar, Majelis Taklim Nuur Haddad, Kelompok Selawatan ibu-ibu, dan Kelompok Fardu Kipayah. Tetapi ada juga lembaga yang dibentuk karena intervensi pihak pemerintah seperti Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Kelurahan Sebengkok dan PKK Kelurahan Sebengkok. Sedangkan
LSM yang ada di
Kelurahan Sebengkok adalah PFFC, SLB dan Forum Pemuda Sebengkok. Sedang organisasi yang ada antara lain : Ikatan Remaja Masjid (IRMA), Seni Beladiri Satria Nusantara (SN) dan Seni Beladiri Tapak Suci. Kerja sama dan tolong menolong serta gotong royong antar penduduk, antar kelompok dan antar paguyuban masih nampak di kelurahan Sebengkok. Kondisi ini terlaksana atas kebutuhan bersama seperti membangun jembatan, jalan lingkungan (gang), pos kamling, pos yandu dan rumah ibadah. Sikap saling tolong menolong antar warga masyarakat Sebengkok juga dapat ditemukan
27 ketika salah satu anggota warga Sebengkok mengadakan hajatan seperti acara perkawinan, selamatan dan kematian. Bantuan warga baik berupa uang atau barang disatukan bersama anggota kelompok/paguyuban, setelah terkumpul baru diantarkan kepada warga yang melaksanakan hajatan. Bantuan yang diberikan tidak menonjolkan pribadi penyumbang tetapi atas nama suatu kelompok/paguyuban yang bersangkutan. Penggalangan dana guna pembangunan fasilitas umum di tingkat kelurahan yang membutuhkan dana yang besar seperti membangun jembatan ”kampung”, semenisasi saluran di sepanjang jalan umum, atau merehabilitasi rumah ibadah dimobilisasi oleh paguyuban. Pengurus suatu paguyuban menarik sumbangan kepada anggota paguyubannya sesuai kesepakatan masing-masing anggota paguyuban. Dana yang terkumpul pada pengurus paguyuban tersebut merupakan partisipasi paguyuban kepada pembangunan ”kampung”. Fasilitas umum yang tidak dimiliki adalah Puskesmas dan Rumah Sakit Umum. Walaupun demikian jarak Kelurahan Sebengkok dengan Rumah Sakit Umum yang berada di Kelurahan Kampung Satu/Skip lebih kurang 8.5 Km dan dapat ditempuh dalam waktu 15-25 menit, sedangkan untuk menuju ke Puskesmas Karang Rejo jaraknya lebih kurang 2 Km dan dapat ditempuh dalam waktu 10-20 menit. Kelembagaan ekonomi yang ada di Kelurahan sebengkok adalah kegiatan jual beli hasil laut dan hasil bumi yang dilaksanakan di jembatan dan di pasar Lingkas. Kelembagaan ekonomi tersebut terlihat dari adanya kegiatan jual beli, pola hubungan dan norma-norma yang digunakan bersama antara pemborong dengan nelayan dan antara animar dengan belantik. Pola hubungan dan normanorma yang mengikat diantara mereka disusun dan disepakati bersama oleh mereka sendiri. Daftar nama-nama pembeli ikan di pasar Lingkas dapat dipaparkan dalam Tabel 5.
28 Tabel 5 Daftar Nama-Nama Pemborong Ikan di Pasar Lingkas
1
H. M. Hadiriansyah HA.
2
H. Lasinja
3
H. Mahyuddin
4 5
Said Abdul Gani
Jumlah Nelayan 23 15 45 59 45 66 20 63 58
6
Serabutan
105
Jumlah
499
No
Nama
Daerah asal nelayan Kabupaten Berau Pulau Bunyu Kota Tarakan Kota Tarakan Pulau Bunyu Kota Tarakan Pulau Bunyu Kota Tarakan Kota Tarakan Lain-lain
Keterangan
Nelayan musiman1
Transaksi perdagangan yang dilakukan di pasar dan jembatan Lingkas tidak saja oleh masyarakat Tarakan tetapi juga nelayan dan pedagang dari Kabupaten Bulungan, Malinau, Nunukan bahkan Kabupaten Berau. Nelayan dan pedagang berdatangan dari luar pulau Tarakan untuk menjual ikan, udang dan kepiting (hasil laut) atau buah-buahan, jagung, ubi kayu, ubi rambat, pisang dan sayuran (hasil kebun), beras (hasil tani) atau rotan, kayu gergajian, damar, tengkawang (hasil hutan) ke Tarakan. Pedagang dari luar pulau Tarakan sudah memiliki jejaring pemasaran yang mereka sebut Animar (langganan) di pasar dan jembatan Lingkas yang menampung dan memasarkan ikan atau barang dagangan tersebut. Nelayan dan pedagang (belantik) mengadakan bongkar muat barang di Jembatan Lingkas sekaligus menjadi tempat bertambat/sandar bagi kapal atau perahu mereka. Nelayan yang menjualkan ikannya kepada pemborong di jembatan pasar lingkas, setelah ditimbang harga ikannya langsung dibayar. Pedagang hasil kebun dan hutan masih harus menunggu dua sampai tiga hari baru dibayar. Ikan dan barang dagangan yang dibeli di jembatan lingkas, tidak semuanya dijual untuk konsumsi warga Tarakan. Ikan tersebut juga didistribusikan
(dilempartangan) kepada pengecer lain yang menjual ikan di
pasar Guzier Kelurahan Karang Rejo dan pasar Tenguyun Kelurahan Pamusian atau kepada pedagang ikan keliling. Ikan yang dijual di Kota Tarakan hanya jenis ikan campuran dan ikan-ikan kecil,
seperti ikan kepala batu, Belanak,
Selangat, ikan bandeng, udang bintik, kepiting dan ikan yang tidak 1
menjadi
Nelayan musiman adalah nelayan yang tidak terikat, tidak memiliki hutang piutang dengan pemborong (pem beli), dan pada umumnya merupakan nelayan kecil yang tidak menangkap ikan komoditi eksport.
29 komoditi eksport. Jenis ikan Bawal, Kurau, ikan Merah, Tenggiri, dan Udang diekspor ke Tawao Malaysia Timur. Kelembagaan ekonomi tersebut ditandai dengan hubungan dan norma perdagangan antara pembeli dan nelayan (anak buah) yang menjadi anggota pembeli yaitu berupa pelayanan dan permodalan dari pembeli. Pembeli menyediakan perahu, mesin tempel, pukat (jaring) dan peti es secara gratis. Nelayan tinggal menggunakan dan merawat peralatan tersebut. Kerusakan yang kecil-kecil seperti mengganti cat perahu, mengganti sparepart mesin dan memperbaiki pukat (jaring) biasanya ditanggung oleh nelayan. Apabila kerusakannya berat dan memerlukan biaya yang besar ditanggung oleh pengusaha. Nelayan yang akan melaut dapat meminjam biaya (ongkos) untuk ditinggalkan di rumah sebagai biaya anggota keluarga dan perbekalan nelayan ke laut. Bahan pengawet ikan berupa es “balok” disediakan oleh pembeli sesuai dengan jumlah yang diminta oleh nelayan ketika melaut. Ongkos dan harga es akan dibayar melalui pemotongan langsung dari harga ikan yang dimasukkan oleh nelayan kepada pembeli. Harga ikan selalu menyesuaikan dengan harga pasaran dan tukaran Ringgit Malaysia. Kemudahan yang diberikan oleh pembeli kepada nelayan membuat masyarakat yang tidak memiliki pekerjaan tetap banyak yang beralih profesi menjadi nelayan. Pembentukan kelembagaan ekonomi berupa kegiatan jalinan antara pemborong dengan nelayan atau antara animar dengan belantik seperti tersebut diatas para anggotanya bukan berasal dari satu etnis atau berasal dari kelurahan Sebengkok saja tetapi mencakup masyarakat Kota Tarakan dan masyarakat luar Kota Tarakan seperti Kabupaten Bulungan, Malinau dan Nunukan. Pembentukan kelompok usaha ekonomi ini dibentuk oleh pemborong sendiri yang memiliki modal dan mempunyai kharisma di Kelurahan Sebengkok. Pemborong atau animar adalah orang yang memiliki modal atau memiliki jaringan perdagangan dengan Tawao Malaysia Timur. Di kelurahan Sebengkok tidak terdapat Koperasi, baik Koperasi Unit Desa ataupun Koperasi Simpan Pinjam. Kelembagaan ekonomi yang ada selain perdagangan di jembatan Lingkas adalah kegiatan arisan ibu PKK dan arisan yang dilaksanakan oleh paguyuban masing etnis. Norma-norma yang mengatur pola hubungan dalam paguyuban masing– masing etnis dan pula hubungan antar kelembagaan di kelurahan Sebengkok mengalami perubahan sesuai dengan interaksi paguyuban bersangkutan dengan
30 masyarakat luar kelurahan baik dengan masyarakat asal komunitas maupun luar komunitas dan berdasarkan perkembangan waktu. Kelembagaan suatu komunitas mengadopsi norma-norma yang dilakukan oleh komunitas di daerah asal masing-masing etnis. Sistem kekerabatan yang ada di kelurahan Sebengkok antara lain pada acara pernikahan, selamatan dan upacara kematian. Pelaksanaan upacara sosial tersebut berbeda-beda antara etnis yang satu dengan yang lain, tetapi sistem kekerabatan seperti tolong menolong, saling mengunjungi dan memberikan sumbangan kepada warga yang hajatan dilakukan semua etnis. Sistem kekerabatan diperagarakan baik kepada sesama anggota paguyuban maupu kepada anggota paguyuban yang lain, baik satu agama maupun agama yang lain.
Kepemimpinan Lokal Kepemimpinan dapat tercipta karena adanya pelapisan sosial dalam suatu komunitas. Pelapisan Sosial adalah wujud pengelompokan masyarakat (strata) ke dalam tingkatan-tingkatan tertentu di dalam suatu komunitas, dimana dalam lapisan-lapisan tersebut terbentuk berbagai macam penggolongan dan kriteria seperti
tingkat
pendidikan,
wawasan/pengetahuan,
jumlah
kepemilikan
sumberdaya dan kedudukan formal. Masyarakat kelurahan Sebengkok yang nampak jelas memiliki pelapisan sosial terlihat pada suku Bulungan dan Tidung. Suku Arab, Banjar dan Madura memiliki lapisan sosial berdasarkan kriteria keturunan, etnis Jawa dan Dayak berdasarkan kriteria pengetahuan/wawasan tentang agama, dan berdasarkan tingkat pendidikan, sedangkan suku Bugis membentuk lapisan sosial berdasarkan jumlah kepemilikan sumberdaya /kekayaan. Pengakuan masyarakat Bulungan terhadap keturunan keluarga kerabat kerajaan masih tetap dipertahankan walaupun secara formal keberadaan kerajaan Bulungan sudah tidak ada. Nuansa kerajaan Bulungan kembali ditumbuhkan sejalan dengan kebijakan pemerintah Kota Tarakan untuk menggali sejarah keberadaan kerajaan Bulungan. Keadaan ini jelas terlihat dalam pelaksanaan upacara sosial seperti acara perkawinan, sunatan, selamatan. Keturunan
kerabat
kerajaan
diperlakukan
khusus
seperti
dalam
cara
menyampaikan undangan, dan menempatkan tempat duduk ketika pelaksanaan
31 acara. Penggolongan kerabat kerajaan berdasarkan gelar yang mereka miliki seperti, Datuk (laki-laki), Pengian (perempuan) adalah keturuan sultan; Pengeran adalah keturunan perdana menteri dan staf kerajaan; Aji adalah gelar mereka dari golongan agamawan, seperti kadi, habib, Imam, Khatib, Bilal. Gelar Aji juga dapat diperoleh seseorang dari sultan apabila seseorang memiliki jasa kepada kerajaan. Penggolongan tersebut tetap berlaku baik bagi mereka yang sudah memiliki pendidikan dan memiliki gelar sarjana apalagi dikalangan masyarakat tradisional yang tidak memiliki pendidikan. Dalam
komunitas
Banjar
status
sosial
seseorang
dilihat
dari
pengetahuannya tentang agama, semakin banyak seseorang menguasai ilmu agama semakin istimewa perlakuan masyarakat terhadapnya. Masyarakat Banjar memberikan penghormatan yang tinggi terhadap mereka yang memiliki pengetahuan agama dan menempatkan mereka pada posisi terhormat. Tingkat pendidikan merupakan kriteria pengakuan status seseorang dalam komunitas warga Jawa. Masyarakat warga Jawa dalam memilih pemimpin sebuah perkumpulan selalu memperhatikan tingkat pendidikan seseorang. Ketokohan seseorang ditentukan oleh gelar akademik yang disandangnya. Seseorang yang memiliki gelar akademik yang tinggi lebih didengar pendapatnya dan selalu ditempatkan pada posisi yang lebih terhormat. Pengakuan atas status seseorang bagi komunitas warga Bugis diberikan kepada seseorang yang memiliki kekayaan yang lebih. Masyarakat suku Bugis di Kelurahan Sebengkok akan memperoleh kehormatan untuk menduduki kekuasaan pada pimpinan formal atau diangkat menjadi punggawa/juragan yang memiliki status sosial lebih tinggi dari masyarakat biasa apabila orang tersebut memiliki harta. Pelapisan sosial pada kelurahan Sebengkok termasuk sistem pelapisan sosial terbuka yaitu status sosial yang dapat dimiliki individu berdasarkan usaha dan kemauan individu. Tokoh-tokoh kepemimpinan lokal yang ada di Kelurahan Sebengkok terdiri dari tokoh formal, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda. Keberadaan pemimpin formal seperti Lurah, Kepala Sekolah/Madrasah dan Ketua Rukun Tetangga di kelurahan Sebengkok memiliki peranan yang sangat penting. Masyarakat patuh kepada pemimpin formal. Pemimpin formal ditingkat rukun tetangga, dipilih secara langsung dan demokratis melalui musyawarah masyarakat dengan memperhatikan wibawa, kharisma dan kemampuan calon untuk mengayomi dan faktor keterlibatannya dalam kegiatan kemasyarakatan di
32 Kelurahan Sebengkok. Pemimpin informal terdiri dari tokoh agama seperti Ketua LPM, ketua masjid, ketua kelompok pengajian, ketua kelompok Fardu Kipayah; tokoh masyarakat, ketua-ketua paguyuban, ketua organisasi seperti ketua PKK, Ketua kelompok selawatan, ketua kelompok pengajian ibu-ibu; tokoh Pemuda seperti Ketua Ikatan Remaja Masjid (IRMA). Keberadaan tokoh masyarakat tidak hanya karena ketokohannya, tetapi ada juga tokoh masyarakat setiap etnis yang sekaligus ditunjuk menjadi ketua paguyuban etnis yang berada di Kelurahan Sebengkok. Peranan ketua etnis ini sangat penting terhadap keberhasilan pembangunan di Kelurahan Sebengkok baik pembangunan fisik maupun pembangunan mental spiritual. Ketua etnis yang terdapat di Kelurahan Sebengkok, yaitu Kumpolanta Ulun Belungon (etnis Bulungan), Forum Komunikasi Warga Tidung (etnis tidung), Ulun Dayo (etnis dayak), Kerukunan Bubuhan Banjar (etnis Banjar Kalimantan selatan), Kerukunan Keluarga Kutai (etnis Kutai Kalimantan Timur), Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (etnis Sulawesi Selatan) dan Kerukukan Keluarga Buton (etnis Buton). Peranan tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda dalam memberikan pengaruhnya kepada masyarakat sangat besar, khususnya dalam melaksanakan kegiatan sosial kemasyarakatan. Kerja sama dan kebersamaan serta gotong royong antar penduduk masih kelihatan, kondisi ini didasarkan atas kebutuhan bersama. Sistem jejaring sosial yang ada dan paling dominan adalah sistem kekerabatan, tetangga dan kesukuan. Menurut beberapa penduduk, apabila terjadi kesulitan maka pihak pertama yang diminta bantuan adalah tetangga kemudian keluarga.
Kemiskinan dan Keanggotaan POPA
Penduduk miskin di Kelurahan Sebengkok tercatat yaitu sejumlah 978 keluarga atau 30.49 persen dari jumlah KK. Dari jumlah tersebut, 14 keluarga mempunyai anak tunarungu dan bergabung dalam persatuan orangtua yang mempunyai anak tunarungu (POPA). Berbeda dengan data yang tercatat di Kelurahan Sebengkok yang bersumber dari BPS atau kantor pemerintah lokal melalui sensus atau survei, masyarakat mempunyai pandangan sendiri terhadap masalah kemiskinan di
33 daerahnya. Menurut pandangan masyarakat, keluarga miskin adalah keluarga yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1)
Pendapatan keluarga rendah, yaitu kurang dari Rp 600.000,-
2)
Rumahnya kecil, bahan bangunan tidak permanen dan tidak rapi.
3)
Tidak mempunyai pekerjaan atau mempunyai pekerjaan tidak tetap.
4)
Apabila petani, lahannya sempit (kurang dari setengah hektar) dan apabila nelayan tidak mempunyai kapal penangkap sendiri.
5)
Tidak dapat menyekolahkan anak-anaknya sampai SLTP.
6)
Tanggungan keluarga banyak (lebih dari empat orang dalam satu keluarga). Sebagian besar anggota POPA yang tergolong miskin memenuhi kriteria
miskin berdasarkan pandangan masyarakat ini. Dari 14 keluarga, rata-rata pendapatan mereka kurang dari Rp 600.000,- berumah tidak permanen, jumlah anggota keluarga antara empat sampai enam orang, bahkan ada satu keluarga yang berjumlah tujuh orang. Hampir semua keluarga anggota POPA yang mempunyai anak usia sekolah dan termasuk miskin ini tidak menyekolahkan anaknya sampai tingkat SLTP. Dari sembilan keluarga yang mempunyai anak usia SLTP, hanya dua keluarga yang menyekolahkan anaknya di SLTP. Kemiskinan yang dialami oleh 14 anggota POPA bukan hanya berdampak pada kurangnya kemampuan memenuhi kebutuhan ekonomi, tetapi juga dalam kehidupan sosialnya. Dalam POPA, kemiskinan yang dialami menimbulkan rasa rendah diri. Hal ini ditunjukkan dari keengganan untuk memberikan pendapat atau usulan dalam rapat, mereka selalu memilih tempat duduk di belakang dan ketergantungan terhadap inisiatif pengurus saja. Penilaian dari pihak lain juga kurang mendukung peningkatan kemampuan keluarga miskin ini. Dari 14 orang ini tidak ada satu orangpun yang duduk dalam kepengurusan.
PERSATUAN ORANGTUA PEDULI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
Deskripsi dan Perkembangan Kegiatan POPA dirintis pendiriannya oleh lima orang anggota PKK di Kelurahan Sabengkok yang simpati terhadap keluarga anak tunarungu. Pada tahun 2004, mereka mengadakan pertemuan yang dihadiri oleh 19 orangtua yang memiliki anak tunarungu. Hasil dari pertemuan tersebut adalah membentuk sebuah perkumpulan yang bernama Persatuan Orangtua Peduli Anak berkebutuhan khusus (POPA). Tujuan dibentuk POPA adalah untuk membantu anggota dalam memenuhi kebutuhan anaknya yang tunarungu dan memberikan bimbingan keterampilan anak-anak tunarungu agar mereka memiliki bekal keterampilan yang dapat digunakan untuk kehidupannya, baik melalui usaha sendiri maupun bekerja pada pihak lain. Kegiatan yang dilaksanakan adalah bimbingan keterampilan membuat vas bunga, membuat hiasan meja, membuat kotak tisu, hiasan dinding dan taplak meja.
Kegiatan bimbingan keterampilan dilaksanakan dua kali dalam
seminggu dengan instruktur berjumlah dua orang berasal dari ibu-ibu PKK yang juga sebagai pengurus POPA. Kegiatan bimbingan keterampilan dilaksanakan di ruang serba guna Kantor Kelurahan Sebengkok karena POPA tidak memiliki gedung sendiri. Setiap kegiatan bimbingan, orangtua anak ikut mendampingi. Pada saat mendampingi anak-anaknya, orangtua juga ikut bimbingan keterampilan, walaupun kegiatan ini tidak diwajibkan. Disamping bimbingan keterampilan kepada anak-anak tunarungu, POPA juga menyelenggarakan kegiatan pendidikan dan pelatihan bagi keluarga. Kegiatan diklat ini diselenggarakan bersama-sama kegiatan PKK. Pendidikan dan pelatihan yang dilakukan antara lain pembuatan makanan non beras, pembuatan petis udang, pembuatan kue dari singkong dan pembuatan ikan asin tipis. Pada awal berdirinya, pihak yang dilibatkan dalam POPA berjumlah 38 orang baik berasal dari keluarga yang mempunyai anak tunarungu ataupun warga masyarakat lain. Warga yang bukan keluarga yang memiliki anak tunarungu adalah anggota PKK yang bertindak sebagai pengurus. Dalam
35 perkembangannya, jumlah ini semakin berkurang dan sekarang hanya beranggotakan 21 orang keluarga yang mempunyai anak tunarungu dan lima orang pengurus. Kegiatan POPA didasarkan pada pendekatan pembangunan yang bertumpu kepada kelompok dengan asumsi bahwa kelompok dapat dibangun atas dasar ikatan-ikatan kesamaan tujuan, kesamaan kegiatan, kesamaan domisili yang mengarah pada efesiensi, efektivitas dan mendorong tumbuhnya modal sosial dalam masyarakat. Warga masyarakat dapat lebih dinamis dalam mengembangkan kegiatan dan nilai-nilai kemanusiaan serta kemasyarakatan, misalnya menjalin kebersamaan, gotong royong, solidaritas sesama warga dan saling bertukar informasi.
Stuktur POPA Kepengurusan Kepengurusan POPA terdiri dari: 1)
Ketua
2)
Sekretaris
3)
Bendahara
4)
Seksi-seksi: a)
Seksi Pendidikan dan Bimbingan Keterampilan
b)
Seksi Pelayanan Kesejahteraan Sosial
c)
Seksi Usaha dan Dana
d)
Seksi Hubungan Masyarakat.
Keanggotaan Keanggotaan POPA berjumlah 21 orang, terdiri dari : 1)
Pengurus : 7 orang
2)
Anggota
: 14 orang
Karakteristik Anggota Berbeda dengan pengurus yang mempunyai tingkat pendidikan lebih tinggi, yaitu SLTP dan SLTA, sebagian besar anggota berpendidikan SD atau tidak tamat SD. Dari 7 orang pengurus, 2 orang berpendidikan SLTP dan 4 orang
36 berpendidikan SLTA dan 1 orang sarjana. Sementara dari 14 keluarga anak tunarungu yang tergabung dalam POPA, 4 orang tidak tamat SD, dan 8 orang berpendidikan SD dan 2 orang berpendidikan SLTP. Berdasarkan pekerjaannya, sebagian besar anggota POPA bekerja sebagai buruh. Secara lebih rinci, komposisi anggota POPA berdasarkan pekerjaan disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Komposisi Anggota POPA Berdasarkan Jenis Pekerjaan No
Jenis Pekerjaan
Jumlah
1
PNS
1
2
Buruh
5
3
Nelayan
5
4
Petani Tambak
2
5
Pedagang
3
6
Serabutan
5
Jumlah
21
Dari Tabel 6 terlihat bahwa pekerjaan serabutan, nelayan dan buruh merupakan jenis pekerjaan yang paling banyak dilakukan anggota POPA. Dari anggota POPA yang tergolong miskin, mereka bukan sebagai nelayan yang mempunyai kapal penangkap sendiri, melainkan mereka meminjam dari juragan dengan sistem sewa dan diharuskan menjual ikan kepada juragan itu. Pada anggota yang bekerja sebagai buruh, mereka bekerja di tambak-tambak milik juragan, dan juga buruh di pasar dan buruh bangunan.
Tinjauan Terhadap POPA dalam Aspek Ekonomi dan Sosial Pengembangan Ekonomi Lokal Pengembangan ekonomi lokal merupakan kerjasama seluruh komponen masyarakat di suatu daerah (lokal) untuk mencapai pertumbuhan ekonomi berkelanjutan yang akan meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup seluruh masyarakat dalam komunitas (Syaukat dan Hendrakusumaatmaja, 2005). Dengan
kata
lain
pengembangan
ekonomi
lokal
merupakan
sebuah
37 perekonomian yang diselenggarakan atas dasar kemampuan dan potensi masyarakat yang ditujukan pada peningkatan kesejahteraan. Program pemberdayaan masyarakat melalui POPA merupakan program yang dapat membantu masyarakat memecahkan masalah ekonomi melalui peningkatan keterampilan usaha. Bagi golongan miskin yang tidak mempunyai keterampilan usaha, POPA ini sangat bermanfaat. Mereka bukan saja dapat memperoleh pendidikan dan pelatihan produksi, tetapi juga dapat membangun kerjasama antar anggota dan dengan pihak lain serta meningkatkan kemampuan mengelola kelembagaan sosial dan ekonomi. Pendapatan keluarga anak tunarungu dari penjualan kerajinan yang dibuat oleh anak tunarungu secara finansial tidak memberikan peningkatan yang signifikan. Hal ini karena sasaran yang ingin diperoleh dari progam POPA adalah meningkatkan
keberfungsian
sosial
keluarga
anak
tunarungu
ditengah
masyarakat Kelurahan Sebengkok. Usaha ekonomi produktif berupa pembuatan kerajinan yang telah dilakukan oleh keluarga anak tunarungu melalui POPA ini memberikan kontribusi dalam hal menciptakan kreativitas keluarga anak tunarungu. Mereka dimotivasi untuk memanfaatkan waktu luang dan sumberdaya manusia yang mereka miliki untuk suatu kegiatan ekonomi yang bermanfaat sebagai proses pembelajaran dalam melakukan peningkatan kesejahteraan keluarganya. Aspek pengembangan ekonomi lokal dapat dilihat dari kegiatan pendidikan dan pelatihan produksi yang diselenggarakan bersama PKK, memberikan bimbingan keterampilan kepada anak tunarungu yang layak latih dengan jenis bimbingan keterampilan yang diajarkan adalah membuat kerajinan dari bahan kartu, pipa sedotan plastik dirangkai menjadi bunga dan boneka, sedangkan instruktur bimbingan keterampilan adalah ibu-ibu yang mempunyai keterampilan membuat kerajinan tersebut. Hasil kerajinan tersebut dijual kepada masyarakat umum dan dana yang terkumpul digunakan untuk membiayai kegiatan lain, seperti membeli alat peraga dan bahan kerajinan lainnya. Pengembangan Modal Sosial dan Gerakan Sosial Nasdian (2005) menguraikan bahwa kelembagaan sosial didefinisikan sebagai suatu yang kompleks atau sistem peraturan-peraturan dan adat istiadat yang mempertahankan nilai-nilai penting. Uraian tersebut menyiratkan bahwa dalam kelembagaan ada suatu sistem hubungan yang teratur atau terorganisasi.
38 Pola hubungan yang teratur ini merupakan kumpulan dari adat istiadat atau kebiasaan yang terdapat dalam satu masyarakat. Unsur lain yang penting adalah bahwa adat istiadat atau kebiasaan-kebiasaan yang diorganisasikan dalam satu pola tertentu itu memiliki nilai-nilai dan cara-cara hubungan satu dengan yang lain yang tentunya diatur menurut kebiasaan tadi. Nilai berarti sesuatu yang dianggap baik diulang terus menerus oleh perilaku manusia. Pengulangan terus menerus itu kemudian menjadi kebiasaan lama kelamaan menjadi adat istiadat. Bagian lain yang penting dalam kelembagaan adalah bahwa hubungan sosial yang teratur berfungsi untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam suatu masyarakat. Sistem hubungan yang diperankan oleh anggota POPA satu dengan yang lain adalah berdasarkan ikatan solidaritas. Kenyataan di lapangan menunjukkan POPA sebagai wadah untuk mengorganisasikan keluarga anak tunarungu belum mampu berfungsi sebagai sarana meningkatkan solidaritas masyarakat. Masyarakat tidak terlibat dalam kegiatan POPA yang menunjukkan bahwa sistem nilai seperti tolong menolong dan kebersamaan, serta keterlibatan peranan-peranan sosial belum tersosialisasi dalam masyarakat. Putnam, menjelaskan bahwa Modal Sosial adalah kemampuan warga untuk mengatasi masalah publik dalam iklim demokratis, kerja sama antarwarga untuk menghasilkan tindakan kolektif, pilar modal sosial adalah Kepercayaan (Trust); Eksistensi Jaringan (Network); dan Kemudahan Bekerja Sama (Nasdian, 2005). Modal sosial menunjuk pada nilai kolektif dari semua hubungan sosial dan kecendrungan yang timbul dari hubungan ini untuk saling berbuat sesuatu (ada norma hubungan timbal balik). Modal sosial tidak hanya menekankan kehangatan dan rasa menyayangi, tetapi mencakup aspek kepercayaan, hubungan timbal balik dan kerja sama dalam hubungan sosial. Modal sosial menunjuk kepada institusi dan norma yang membentuk kualitas dan kuantitas interaksi sosial suatu masyarakat. Suatu perekat yang mengikat masyarakat. Modal sosial berlangsung melalui aliran informasi, norma hubungan timbal balik atau saling kerja sama, solidaritas yang didukung hubungan sosial yang menerjemahkan mentalitas aku menjadi mentalitas kami. Dampak modal sosial memberi efek pada transaksi ekonomi, produksi, loyalitas dan kesadaran untuk menanggung resiko bahkan bencana yang besar. Modal sosial dapat dibangun melalui relasi aktif dan jalinan kepercayaan. Dalam POPA, pemanfaatan modal sosial dapat diwujudkan dalam bentuk tanggung jawab, harapan dan kepercayaan pihak lain seperti donatur yang
39 memberikan bantuan secara insidentil pada setiap kegiatan. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Ibu Sc sebagai berikut : Sebenarnya kita juga telah beberapa kali mendapatkan bantuan seperti waktu kita melaksanakan peringatan Hari Anak Cacat Dunia, kegiatan lomba Agustusan dari beberapa pengusaha di Sebengkok. Walaupun sumbangannya tidak tetap, kita merasakan sebenarnya sudah ada kepercayaan pengusaha kepada POPA. kita menjadi merasa punya tanggung jawab yang lebih dalam mengembangkan POPA. Pernyataan Ibu Sc tersebut menunjukkan bahwa masyarakat Sebengkok memiliki rasa solidaritas dan kepedulian terhadap kegiatan organisasi sosial dan memberikan kepercayaan atas pelaksanaan kegiatan sosial yang dilakukan oleh organisasi sosial di kelurahan Sebengkok. Namun demikian, modal sosial yang ada belum dimanfaatkan secara optimal untuk mengembangkan POPA. Ibu Sn menuturkan pengalamannya mendapatkan bantuan tanpa diminta dari CV. Raya Sebengkok seperti yang diceritakan di bawah ini : Kemarin waktu saya membeli sedotan pelastik dan karton untuk bahan ketarampilan di CV. Raya oleh ibunya tidak mau di bayar. Padahal jumlahnya Rp. 120.000,-. Ibunya tanya, ”buka usaha warung ya bu?, saya jawab ah, tidak. ”Usaha katering kah?” kata ibunya. Tidak bu. jawab saya. ”Kok ibu selalu beli sedotan dan karton untuk apa ?”. saya ceritakan kegiatan POPA, itu lo bu ada kegiatan rutin mengajari anak tunarungu di kecamatan. Yang dari ini sedotan, kartu atau karton. Buat vas bunga, kotak tissue burung meja. ”sejak kapan kegiatan itu ada?. Baru kok bu, baru tahun ini kami laksanakan. Ya sudah dibawa saja, nanti kalau ada kegiatan bilang lagi ya sama saya. Pernyataan Ibu Sn ini menunjukkan bahwa masyarakat Sebengkok termasuk pengusaha dan pihak swasta yang merupakan potensi sumberdaya modal sosial, belum dimanfaatkan untuk mendukung POPA. Penyebabnya adalah mereka tidak mengetahui keberadaan POPA.
ANALISIS KAPASITAS DAN PERMASALAHAN PERSATUAN ORANGTUA PEDULI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
Kapasitas POPA Sumberdaya Manusia Pengurus dan Anggota Dalam aspek SDM, pendidikan pengurus lebih tinggi daripada anggota. Dari 7 orang pengurus, 2 orang berpendidikan SLTP dan 4 orang berpendidikan SLTA dan 1 sarjana. Semua pengurus tidak ada yang berlatar belakang pendidikan kesejahteraan sosial atau pernah mengikuti pendidikan pelayanan sosial. Sementara sebagian besar anggota berpendidikan SD atau tidak tamat SD. Dari 21 keluarga anak tunarungu yang tergabung dalam POPA, 14 diantaranya termasuk kategori miskin dengan pendidikan tidak tamat SD 4 orang tamat SD 8 orang dan SLTP 2 orang. Upaya
untuk
meningkatkan
SDM
telah
dilakukan
POPA
melalui
penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan produksi pembuatan makanan non beras, pembuatan petis udang, pembuatan kue dari singkong dan pembuatan ikan asin tipis. Pendidikan dan pelatihan ini diselenggarakan bersama ibu-ibu PKK.
Namun demikian, dari 14 orang yang telah mengikuti pendidikan dan
pelatihan tersebut tidak ada yang menindaklanjutinya dalam kehidupan keluarga. Kekurangan modal merupakan alasan mereka tidak menerapkan ilmu yang diperoleh dari pendidikan dan pelatihan. Hal ini seperti dikatakan Ibu Ar yang menyatakan: Sebenarnya pembuatan makanan yang diajarkan bermanfaat dan dapat dijadikan usaha, tetapi kami tidak mempunyai modal untuk membuat makanan yang banyak agar bisa di jual. Kami juga tidak tahu bagaimana cara menjual makanan itu. Dalam mengembangkan organisasi, pengurus tidak pernah mengikuti pendidikan dan pelatihan pelayanan kesejahteraan sosial tunarungu dan pendidikan lain untuk mengelola organisasi sosial. Keterampilan yang dilakukan dalam mengelola organisasi hanya berdasarkan pengetahuan dan kemampuan pengurus saja. Sementara mereka juga tidak mempunyai pengalaman lain dalam
41 mengembangkan organisasi sosial selain di POPA. Hal ini seperti diungkapkan oleh Ibu Sl (Ketua POPA) yang mengatakan: Di POPA belum pernah ada pendidikan dan pelatihan bagaimana mengelola POPA agar baik. Kami menjalankan tugas hanya semampu kami saja. Kami juga tidak tahu bagaimana caranya agar POPA ini dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi orangtua dan anaknya. Pernyataan dari ketua POPA sebagaimana dikemukakan di atas memperlihatkan bahwa pengetahuan dan keterampilan pengurus dalam mengelola organisasi masih terbatas pada pola-pola yang didasarkan pada pengalaman saja. Upaya untuk meningkatkan kualitas SDM tidak dilakukan. Faktor utama yang menyebabkan tidak melakukan upaya peningkatan SDM adalah ketidaktahuan tentang cara-cara meningkatkan SDM.
Kepemimpinan POPA Kepemimpinan POPA menunjuk pada kapasitas orang-orang yang menjadi pemimpin organisasi. Pemimpin dalam hal ini ketua dan pengurus POPA memegang peranan penting dalam kegiatan POPA. Keanggotaan dengan mayoritas miskin dan berpendidikan rendah menyebabkan pemimpin menjadi motor utama yang menggerakkan POPA. Dalam kondisi ini, pemimpin dituntut untuk memiliki kapasitas yang memadai agar organisasi berkembang dan dapat memenuhi kebutuhan dan aspirasi anggota-anggotanya. Namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa pemimpin POPA (ketua, sekretaris dan bendahara) dipilih bukan karena faktor kemampuan tetapi didasarkan pada kedudukannya dalam masyarakat. Baik ketua, sekretaris maupun bendahara adalah istri dari orang yang mempunyai jabatan dalam pemerintahan atau mempunyai kedudukan di Kelurahan Sebengkok. Hal tersebut dijelaskan dengan pernyataan Ibu Rs yang mengatakan: Anggota hanya ikut saja, yang ada di depan biar saja ibu-ibu itu. Ketua dan sekretaris kan orang terpandang di kelurahan, jadi semua orang disini pasti menunjuk mereka. Kalau masalah apakah mereka mampu atau tidak ya sama saja, asalkan pengurus lain aktif POPA tetap berjalan. Fungsi pemimpin sebagai motivator dan mengorganisasikan kegiatan POPA lebih banyak pada pengurus (seksi-seksi) terutama seksi pendidikan dan bimbingan keterampilan. Dalam seksi ini, pengurus juga sebagai instruktur
42 keterampilan yang membimbing anak tunarungu dan orangtuanya. Berjalan atau tidaknya kegiatan POPA lebih banyak ditentukan oleh instruktur. Dalam kegiatan sehari-hari, instruktur inilah yang menggerakkan kegiatan. Ketua, sekretaris dan bendahara jarang menghadiri kegiatan. Hal ini seperti dijelaskan oleh Ibu Yt (anggota) yang mengatakan: Ketua, sekretaris dan bendahara jarang kelihatan. Yang menjalankan bimbingan di POPA ini hanya pembimbing keterampilan saja. Mereka baru datang kalau ada pertemuan atau ada acara-acara. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa pemimpin POPA belum menjalankan fungsi kepemimpinannya dalam memberikan motivasi dan menggerakkan organisasi. Peran sebagai pemimpin organisasi lebih banyak pada instruktur keterampilan.
Kerjasama Antar Anggota Kerjasama antar anggota POPA belum terjalin dengan erat. Dalam keanggotaan POPA terdapat anggota dengan latar belakang kondisi sosial ekonomi baik dan banyak pula anggota yang miskin. Kerjasama antara anggota yang berbeda latar belakang sosial ekonomi ini tidak berjalan baik. Dalam kegiatan pertemuan, anggota yang berlatar belakang sosial ekonomi cukup ini lebih mendominasi dalam memberikan usulan. Sementara anggota yang miskin hanya mengikuti saja. Dalam aspek ekonomi, anggota yang berkondisi kecukupan dan mempunyai usaha juga tidak pernah berbagi pengalaman atau membantu anggota lain dalam mengembangkan usaha. Begitu juga dalam pengembangan POPA. Anggota yang mempunyai usaha ini juga tidak pernah memberikan pengalamannya kepada POPA atau kepada anggota POPA lain. Kurangnya kerjasama antar anggota juga terlihat dengan jarang diadakan pertemuan yang melibatkan semua anggota. Pelibatan dalam kegiatan bersama hanya terlihat pada acara-acara tertentu, misalnya memperingati hari anak cacat atau menerima kunjungan tamu.
Manajemen POPA Manajemen merupakan kapasitas dari pengurus dan anggota dalam menentukan tujuan dan aktivitas organisasi. Kegiatan manajemen mencakup
43 perencanaan, pengorganisasian, penggerakkan dan evaluasi. Oleh karena itu, kajian tentang manajemen difokuskan pada proses penyusunan rencana, pembagian kerja antar pengurus, pelaksanaan kegiatan dan evaluasi. Proses Perencanaan. Proses perencanaan program dalam POPA cukup demokratis. Program kerja
tidak hanya disusun pengurus, namun juga dari
anggota lain. Program kerja disusun dahulu oleh pengurus, kemudian ditawarkan kapada
anggota
pada
pertemuan.
Dalam
pertemuan
tersebut,
dibuka
kesempatan kepada anggota untuk memberikan saran, usulan atau pendapat tantang program kerja. Namun demikian, anggota biasanya akan menyetujui program kerja yang ditawarkan. Jarang dari anggota yang termasuk miskin memberikan pendapat dalam penyusunan program. Hal ini seperti diungkapkan oleh Ibu Yt yang mengatakan: Anggota hanya menyetujui saja. Pokoknya semua terserah yang di depan. Kami sendiri tidak tahu cara menyusun program, untuk apa. Yang penting bimbingan keterampilan bisa jalan. Secara substantif, program yang disusun POPA juga tidak berorientasi jangka panjang. Program yang ada lebih banyak pada program-program jangka pendek atau kegiatan insidentil, seperti memperingati hari anak cacat sedunia, memperingati hari kemerdekaan atau menyambut kunjungan tamu. Program pengembangan pelayanan, seperti peningkatan bimbingan keterampilan, pemecahan masalah anggota, dan kerjasama dengan pihak lain tidak pernah disusun. Pengorganisasian kerja. Pengorganisasian kerja yang tercermin dari pembagian tugas antar pengurus telah dilakukan. Dalam organisasi ini telah terbentuk kepengurusan dari ketua sampai seksi-seksi. Namun demikian, perangkapan tugas masih terjadi. Tugas-tugas untuk menjalankan organisasi lebih banyak pada instruktur keterampilan. Seksi-seksi lain tidak aktif. Ada seksinya, tetapi tidak ada kegiatannya. Hal ini diungkapkan oleh instruktur (Ibu Sc) yang mengatakan: Sebenarnya sama saja ada pembagian tugas pengurus atau tidak. Pengurus telah ditunjuk, tetapi mereka tidak pernah datang.Yang berjalan hanya cuma seksi pendidikan dan bimbingan keterampilan, sedangkan seksi yang lain ada namanya tetapi tidak ada kegiatannya. Terpaksa dalam kegiatan sehari-hari kami merangkap.
44 Pernyataan Ibu Sc tersebut menunjukkan bahwa pembagian kerja di POPA telah dilakukan. Dalam penerapannya pembagian kerja tersebut tidak dilaksanakan dengan baik. Tidak semua pengurus menjalankan tugas sesuai dengan bidang kerjanya. Ketidakaktivan dari beberapa pengurus menyebabkan terjadi perangkapan tugas. Pelaksanaan kegiatan. Pelaksanaan kegiatan POPA sehari-hari tidak berjalan dengan baik. Bimbingan keterampilan yang dilaksanakan hanya mengandalkan keaktivan pengurus yang juga instruktur. Apabila instruktur tidak dapat hadir dalam kegiatan, maka kegiatan POPA diliburkan. Partisipasi anggota dalam pelaksanaan kegiatan rutin (bimbingan keterampilan) sangat kurang. Partisipasi mereka lebih pada mobilisasi, yang hanya terlibat dalam kegiatan yang insidentil. Orang tua tunarungu berpartisipasi aktif dalam program-program yang bersifat insidentil dan berskala cukup besar tetapi kalau program yang bersifat rutin kurang diikuti oleh anggota. Kegiatan rutin POPA dilaksanakan setiap dua minggu sekali pada hari sabtu pukul 13.00 sampai dengan 17.00 Wite. Kegiatannya adalah memberikan bimbingan keterampilan anak tunarungu seperti membuat vas bunga, kotak tisu, kotak pensil/polpen, hiasan dinding dan meja. Kerajinan ini menggunakan bahan baku dari ”Kartu Remi”. Kartu-kartu remi tersebut digunting dan dilipat kemudian disusun sehingga membentuk sebuah jenis kerajinan. Sedotan minuman dari pelastik mereka buat menjadi bunga, kipas, hiasan dinding dan taplak meja. Bahan lain yang digunakan untuk membuat kerajinan adalah sabun mandi, pita kain, jarum pentul, gabus, benang, pewarna kertas, manik-manik, kecap, padi, kedelai dan botol bekas.
Kegiatan dimulai dengan mengajak anak-anak
bermain-main dalam ruang atau membiarkan anak-anak bermain diantara sesama mereka sendiri selama 30-35 menit. Kegiatan bimbingan dilaksanakan setelah anak tunarungu beristirahat selama 15-30 menit. Instruktur yang tetap hanya dua orang. Orangtua yang membawa anaknya sering diminta oleh pembimbing untuk mendampingi anaknya masing-masing, terutama kalau membuat kerajinan dengan menggunting atau memotong menggunakan gunting atau pisau cutter. Kegiatan rutin seperti ini hanya diikuti oleh keluarga tunarungu dan instruktur, sementara pengurus POPA jarang terlibat. Mereka biasa juga hadir tetapi tidak rutin dan tidak memiliki jadwal yang tetap untuk kehadirannya. Evaluasi. Evaluasi terhadap program dan kegiatan tidak pernah dilakukan. Pengurus dan anggota belum pernah terlibat bersama-sama untuk melakukan
45 evaluasi. Kegiatan yang telah dilakukan tidak pernah dievaluasi. Laporan kerja pengurus juga tidak pernah disusun. Laporan hanya dibuat apabila mengajukan proposal bantuan.
Dana Kapasitas POPA dalam aspek finansial masih kurang. Kapasitas finansial merupakan
kemampuan
organisasi
secara
finansial
untuk
mendukung
operasional sehari-hari, sehingga dapat memenuhi kebutuhan anggotaanggotanya. Dalam aspek ini, POPA belum mandiri secara finansial. Dana untuk program-program POPA sebagian besar berasal dari eksternal POPA yaitu melalui pencarian dana kepada dermawan secara sukarela. Dana tersebut bersifat langsung habis, tidak ada yang bersifat produktif. Sumber dana dari anggota untuk mendukung operasional sehari-hari tidak dapat diandalkan. Iuran sukarela dari anggota tidak berjalan. Banyak anggota yang tidak dapat membayar iuran. Untuk mendukung pengembangan organisasi, dana yang ada seharusnya diperuntukkan bagi operasional organisasi dalam memberikan pelayanan anggota-anggotanya. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa alokasi dana POPA lebih banyak ditujukan pada kegiatan yang bersifat acara perayaan, perlombaan dan acara seremonial. Sementara untuk kegiatan bimbingan keterampilan kurang yang ditunjukkan dari bimbingan keterampilan kadangkadang dihentikan karena kekurangan bahan. Hal ini seperti diungkapkan oleh Ibu Sn yang mengatakan: Memang aneh, untuk perayaan tujuh belas Agustus atau hari cacat sedunia yang digunakan besar. Bahkan untuk kegiatan-kegiatan itu dana dari sumbangan juga mudah diperoleh. Tetapi, untuk bimbingan keterampilan sering kekurangan bahan. Barang yang dibuat juga agak susah lakunya, sehingga tidak bisa untuk membeli bahan lagi. Berdasarkan kajian sebagaimana telah dikemukakan di atas, kapasitas POPA dapat dijelaskan sebagai berikut: 1)
Dalam aspek SDM, pendidikan pengurus lebih tinggi daripada anggota. Dari 7 orang pengurus, 2 orang berpendidikan SLTP dan 4 orang berpendidikan SLTA dan 1 sarjana. Sementara sebagian besar anggota berpendidikan SD atau tidak tamat SD. Dari 21 keluarga anak tunarungu yang tergabung dalam POPA, 14 diantaranya termasuk kategori miskin
46 dengan pendidikan tidak tamat SD 4 orang tamat SD 8 orang dan SLTP 2 orang. Baik pengurus maupun anggota tidak pernah mengikuti pendidikan dan pelatihan pengelolaan organisasi. 2)
Dalam aspek kepemimpinan, pemimpin POPA dipilih karena suaminya memiliki kedudukan dalam pemerintahan, bukan dipilih berdasarkan kemampuan memimpin organisasi. Pemimpin POPA belum menjalankan fungsi kepemimpinannya dalam memberikan motivasi dan menggerakkan organisasi. Peran sebagai pemimpin organisas i lebih banyak pada instruktur keterampilan
3)
Kerjasama antar anggota belum terjalin dengan baik. Dalam POPA belum ada pertemuan berkala antar anggota dan jarang dilakukan kegiatan bersama-sama yang melibatkan anggota.
4)
Dalam aspek manajemen : a)
Perencanaan telah disusun secara partisipatif. Keputusan-keputusan yang diambil terlebih dahulu dibicarakan dengan anggota lainnya atau dilakukan bersama-sama antara pengurus dan anggota. Namun demikian, secara substansi kurang berorientasi pada tujuan jangka panjang. Program-program kegiatan yang disusun lebih banyak program kegiatan yang bersifat insidentil, seperti menyambut hari kemerdekaan, memperingati hari cacat sedunia atau ada kunjungan dari pemerintah atau pihak luar. Program-program yang berorientasi pada peningkatan SDM atau peningkatan kondisi sosial ekonomi keluarga tidak ada.
b)
Pelaksanaan kegiatan POPA seperti bimbingan tidak berjalan dengan baik.
Bimbingan
keterampilan
yang
dilaksanakan
hanya
mengandalkan keaktivan pengurus. Partisipasi anggota dalam pelaksanaan kegiatan rutin (bimbingan keterampilan) sangat kurang. Partisipasi mereka lebih pada mobilisasi, yang hanya terlibat dalam kegiatan yang insidentil. c)
Evaluasi terhadap program dan kegiatan tidak pernah dilakukan. Pengurus dan anggota belum pernah terlibat bersama-sama untuk melakukan evaluasi.
5)
Dalam aspek dukungan dana, POPA mengalami kekurangan finansial untuk mendukung operasional kegiatan sehari-hari. Sumber dana untuk
47 operasional organisasi hanya mengandalkan sumbangan donatur yang diperoleh secara berkeliling kepada pengusaha atau masyarakat. Sumber dana dari dalam organisasi tidak dapat diandalkan untuk mendukung operasional. Alokasi dana lebih besar pada kegiatan yang bersifat insidentil atau untuk acara seremonial.
Permasalahan POPA
Masalah Anggota Anggota POPA adalah orangtua yang mempunyai anak tunarungu. Berbagai masalah dihadapi keluarga terkait dengan keberadaan tunarungu dan kondisi sosial ekonomi keluarga baik dalam aspek psikologis, sosial maupun ekonomi. Dalam beberapa aspek, ada kesamaan masalah diantara anggota yang berlatar belakang sosial ekonomi mapan dengan keluarga miskin. Namun demikian, dalam beberapa segi juga ada perbedaan. Masalah emosional yang umum dihadapi oleh keluarga yang memiliki anak tunarungu adalah kekhawatiran terhadap masa depan anak. Hal ini seperti dijelaskan oleh Ibu Dt (anggota POPA dengan kondisi sosial ekonomi baik) yang mengatakan: Bagi keluarga kami, perasaan paling dirasakan dengan kehadiran anak kami yang tunarungu adalah merasa kasihan. Karena keadaannya itu, kami sangat khawatir akan masa depannya. Mudahmudahan ada sekolah khusus yang dapat membantu bagaimana agar anak kami terampil. Kami sendiri kadang kesulitan untuk membantu anak agar seperti kakak-kakak atau adiknya. Hal yang hampir sama juga diungkapkan oleh Ibu HS (anggota miskin) yang mengatakan: Kami khawatir bagaimana kehidupan anak kami nanti. Sekarang walaupun pas-pasan kami bisa memenuhi kebutuhan anak, tetapi bagaimana nanti kalau kami orangtuanya sudah tidak ada. Dua pernyataan dari anggota POPA yang berbeda latar belakang sosial ekonomi tersebut memberikan kejelasan bahwa masalah psikologis yang paling dirasakan oleh keluarga yang memiliki anak tunarungu adalah kekhawatiran terhadap masa depan anak. Kekhawatiran terhadap masa depan anak tersebut
48 terkait dengan tidak ada lembaga yang memberikan pelayanan khusus yang mampu memberikan pendidikan dan bimbingan keterampilan secara memadai. Terkait dengan kondisi keluarga dalam memenuhi kebutuhan anak, ada perbedaan antara keluarga yang berlatar belakang sosial ekonomi cukup dengan keluarga miskin. Keluarga yang berkondisi sosial ekonomi cukup menyatakan bahwa masalah yang dihadapi sehari-hari dengan keberadaan anak tunarungu adalah dalam memberikan perlakuan khusus, seperti bagaimana menyekolahkan anak agar seperti anak lain dan membimbing anak dirumah. Hal ini seperti dijelaskan oleh Ibu Dt yang mengatakan: Dalam sehari-hari, kami kesulitan untuk membimbingnya. Mungkin karena tidak pernah sekolah, jadi anak itu kurang bisa menangkap perintah. Untuk menyuruh misalnya setelah menonton tv, nanti dimatikan sendiri sering susah, sering tv sampai tidak mati semalaman. Kami butuh sekolah khusus tunarungu yang memang dapat mendidik anak, biaya mungkin bisa kami usahakan. Berbeda dengan keluarga yang termasuk kategori miskin. Dalam kehidupan sehari-hari, mereka tidak mempermasalahkan bagaimana cara membimbing anak, tetapi mempermasalahkan bertambahnya beban ekonomi. Hal ini seperti diungkapkan Bapak WD yang mengatakan: Anak kami ini kerjanya cuma makan tidur dan main kesana kemari. Kalau mau makan tidak cocok kadang-kadang marah, padahal untuk memberi makan sehari-hari keluarga saja kami kekurangan. Yang penting bagi kami adalah dapat makan sehari-hari, syukur kalau anak bisa membantu orangtua. Dari dua pernyataan tersebut dapat dilihat perbedaan antara kebutuhan keluarga tunrungu yang berlatar belakang sosial ekonomi cukup dengan yang miskin. Bagi keluarga yang cukup, biaya bukan merupakan masalah untuk memenuhi kebutuhan khusus bagi anak-anaknya, sedangkan dari keluarga miskin, mereka tidak memperhatikan kebutuhan khusus anak, melainkan mempermasalahkan pemenuhan kebutuhan pokok umumnya.
Permasalahan Organisasi
Kurangnya dana untuk mendukung kegiatan. Permasalahan yang dihadapi oleh POPA saat ini adalah tidak tersedianya dana untuk mendukung
49 operasional organisasi seperti membeli alat dan bahan kerajinan, membayar honor instruktur serta dan operasional lainnya. Alat dan bahan kerajinan yang digunakan untuk mengajar anak tunarungu dibawa oleh instruktur secara sukarela. Instruktur bimbingan keterampilan dilaksanakan oleh anggota POPA sendiri dan oleh aktivis PKK Kelurahan, sehingga walaupun tanpa honorium dan penggantian biaya transportasi, bimbingan keterampilan tetap dapat berjalan namun tidak memenuhi harapan anggota. Hal ini dituturkan oleh ibu Mr sebagai berikut : Kasihan pak, anak-anak diajarkan kerajinan cuma dari sedotan plastik. Kalau tidak membuat burung dari kartu remi. Kalau membuat yang begitu anak saya sudah bisa. Kalau diajar itu lagi anak-anak lebih banyak mainnya. Ibu-ibu yang ngajar kasihan juga mau apalagi pengurus (POPA) tidak bisa menyediakan bahan kerajinan untuk kegiatan anak-anak. Itulah kami mencari jalan kalau kami punya usaha sendiri kami mau saja urunan mengumpulkan biaya. Ungkapan Ibu Mr tersebut menyiratkan rasa kekecewaannya terhadap kegiatan yang
dilaksanakan
POPA. Hal ini terkait dengan kurangnya
kesinambungan kegiatan disebabkan oleh terbatasnya dana untuk mendukung operasional POPA. Hal ini seperti diungkapkan ketua POPA (Ibu Sl) yang menuturkan : Masalah bimbingan yang dihadapi POPA selama ini adalah dana untuk perlengkapan belajar, bahan keterampilan dan pengganti uang transportasi pembimbing (instruktur). Kegiatan selama ini hanya sejumlah berapa dana yang kami dapat dari penjualan hasil kerajinan anak-anak. Dermawan belum ada yang siap menjadi donatur tetap. Paling mereka memberikan sumbangan pada saat kita ada acara seremonial saja. Penjelasan ketua POPA ini menunjukkan bahwa masalah utama yang dihadapi oleh POPA dalam melaksanakan kegiatan adalah tidak ada sumber dana yang berkelanjutan. Sumbangan yang diberikan oleh para dermawan tidak dapat diartikan sebagai kepedulian mereka terhadap kesejahteraan keluarga anak tunarungu tetapi hanya sebatas sebagai sumbangan sukarela atas kegiatan masyarakat kelurahan Sebengkok semata. Beberapa penyebab kurangnya dana, sehingga kegiatan tidak berkembang adalah (1) Anak-anak tunarungu tidak membayar biaya bimbingan; (2) POPA tidak memiliki usaha ekonomi produktif sebagai sumber dana yang berkelanjutan (3) Sektor swasta belum dapat dijaring oleh POPA. Upaya yang dilakukan POPA untuk mempertahankan keberlangsungan kegiatan adalah menjual hasil
50 kerajinan yang dibuat oleh anak binaan dan merekrut para dermawan yang bersimpati kepada POPA agar menjadi donatur tetap. POPA tidak diketahui masyarakat. Keberadaan POPA kurang diketahui oleh masyarakat. Penyebabnya adalah POPA tidak melibatkan masyarakat yang tidak memiliki anak atau anggota keluarga yang tunarungu dalam organisasinya maupun dalam kegiatannya. Anggota POPA dikhususkan hanya bagi mereka yang memiliki anak tunarungu. Dalam menyusun program kerja, POPA tidak mengajak tokoh masyarakat atau pemuka agama dan organisasi sosial. Masyarakat banyak yang bersimpati dan memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan anak tunarungu. Mereka bersedia berpartisipasi aktif dalam program POPA walaupun mereka tidak mempunyai anak atau anggota keluarga yang tunarungu. Hal ini seperti disampaikan oleh Bapak Jmd yang mewakili Ketua Majelis Ulama Indonesia Kota Tarakan dalam FGD sebagai berikut : saya tidak tahu lo pak kalau ada organisasi ini, saya sering melihat ibuibu ramai-ramai setiap hari sabtu sore membawa anaknya, saya pikir ada pengajian atau acara selamatan, abis mereka pakaiannya seperti pergi ke pesta gitu. Saya berterima kasih lo ada orang yang terbuka pikirannya mengadakan kegiatan ini. Kalau kita di bawa kita siap saja membantu paling kurang membantu menghubungkan dengan pengusaha dan donatur untuk memberikan sumbangan dalam kegiatan seperti ini. Pak Jmd sebagai seorang ulama yang bermukim di kelurahan Sebengkok dan banyak berinteraksi dengan masyarakat tidak mengetahui keberadaan POPA. Ini menunjukan bahwa POPA tidak mensosialisasikan programprogramnya
kepada
masyarakat.
Kurangnya
sosialisasi
POPA
kepada
masyarakat ini juga dijelaskan dengan pernyataan Ibu St yang mengatakan: Pernah saya ditanya pak, sama tetangga sebelah. Si Rion dibawa kemana bu setiap sore ?. Saya sekolahkan di kelurahan, saya bilang. Ada ya sekolah untuk anak tuli disini ? saya jawab, ada belajar keterampilan saja. Kantor apa yang membuat sekolah itu ? saya bilang, dari ibu-ibu disini saja yang membuatnya. Terus dia bilang, kenapa saya tidak diajak ya. Mungkin saya bisa ikut membantu. Pernyataan itu menunjukkan bahwa masyarakat Sebengkok tidak merasakan kehadiran POPA di lingkungannya. Hal ini disayangkan karena sebagian dari masyarakat ini merupakan potensi yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung keberlangsungan kegiatan POPA. Harapan pengurus dan anggota POPA terkait dengan perlunya partisipasi masyarakat ini adalah dapat memberikan dukungan moral. Hal ini seperti dinyatakan Bapak Amt yang mengatakan:
51 Kita tidak perlu minta uangnya masyarakat. Yang penting dukungan moral kepada ibu-ibu ini. Kalau mereka menjual hasil kerajinan jangan dihitung untung rugi, dikalkulasi harga bahan ogkos kerja segala macam. Bayarlah dengan harga yang diminta. Setiap ada undangan rapat hadirlah untuk memberikan semangat dan dan memberikan saran, masukan untuk perkembangan ke depan. Kurangnya sosialisasi POPA ini menyebabkan partisipasi masyarakat untuk mendukung perkembangan POPA kurang. Hal ini seperti dijelaskan oleh Ibu Sc yang mengatakan: Kalau saja masyarakat bersimpati dengan keberadaan anak tunarungu di kampung kita ini, kita tidak kesulitan lo, cuma sekedar membeli bahan-bahan yang harganya tidak seberapa. Yang kita biaya dalam kegiatan inikan cuma membeli bahan itu. Warga yang lain perlu kita ajak terlibat dalam kegiatan ini. Hasilnya nanti akan kembali kepada kampung kita kok. Bukan kemana-mana. Ungkapan tersebut menunjukkan bahwa masyarakat kurang berpartisipasi dalam mendukung POPA untuk melaksanakan kegiatannya dan di sisi lain juga menyadari perlunya lebih banyak melibatkan masyarakat dalam setiap kegiatan. Alasan perlunya melibatkan masyarakat adalah mendapatkan dukungan dana untuk pembelian peralatan dan bahan dalam bimbingan keterampilan. Kurang dukungan pemerintah dan masyarakat. Sampai saat ini, POPA belum memperoleh dukungan dari pemerintah baik dalam bentuk pendidikan, pelatihan, pendampingan maupun dana. Upaya menjalin kerjasama dengan pemerintah
dalam
pendanaan
organisasi
juga
tidak
dilakukan.
Dalam
menjalankan kegiatannya, POPA tidak pernah meminta bantuan kepada pemerintah lokal. Alasan POPA tidak mengajukan bantuan dana kepada pemerintah adalah adanya anggapan pengurus bahwa apabila jumlah anak tunarungu yang ditangani banyak, dengan sendirinya pemerintah Kota Tarakan akan memberikan perhatian. Hal ini disampaikan oleh ketua POPA (Ibu EM) sebagai berikut : Kita paham pemerintah banyak yang perlu dibiayai untuk mewujudkan misi dan visi Kota Tarakan. Jumlah kami belum banyak dan kegiatan kamipun belum berkembang. Nanti kalau jumlah kami sudah banyak dan program kami juga banyak, baru kami mengundang Pemerintah Kota Tarakan untuk melihat semangat anak tunarungu untuk maju dan mandiri. Tanpa harus meminta kepada Pemerintah, pemerintah akan memberikan bantuan dana untuk perkembangan kegiatan POPA ini.
52 Kurangnya dukungan pemerintah lokal terhadap POPA ini terkait dengan keberadaan POPA yang belum terdaftar pada Bagian Sosial atau kantor lainnya. Data di Bagian Sosial menunjukkan bahwa keberadaan POPA belum terdaftar pada instansi tersebut. Kurang sarana dan prasarana.
Sampai saat ini POPA belum memiliki
gedung sendiri untuk melaksanakan kegiatan-kegiatannya. Kegiatan POPA dalam bimbingan keterampilan dilakukan di gedung serbaguna yang berlokasi di wilayah kelurahan Sabengkok. Kegiatan pertemuan dilakukan di rumah pengurus. Berdasarkan kajian sebagaimana dikemukakan, permasalahan POPA secara ringkas dijelaskan sebagai berikut: 1)
Masalah anggota: a)
Dalam beberapa aspek, ada kesamaan masalah diantara anggota yang berlatar belakang sosial ekonomi cukup dengan keluarga miskin. Masalah yang umum keluarga adalah kekhawatiran terhadap masa depan anak. Kekhawatiran terhadap masa depan anak terkait dengan tidak adanya lembaga yang memberikan pelayanan khusus secara memadai.
b)
Terkait dengan kondisi keluarga dalam memenuhi kebutuhan anak, ada perbedaan antara keluarga yang berlatar belakang sosial ekonomi cukup dengan keluarga miskin. Masalah yang dirasakan keluarga berkondisi sosial ekonomi cukup adalah kesulitan dalam memberikan perlakuan khusus, sedangkan keluarga miskin adalah bertambahnya beban ekonomi.
c)
Bagi keluarga yang berkecukupan, biaya bukan merupakan masalah untuk memenuhi kebutuhan khusus bagi anak-anaknya, sedangkan dari keluarga miskin, mereka tidak memperhatikan kebutuhan khusus anak, melainkan mempermasalahkan pemenuhan kebutuhan pokok umumnya.
2)
Masalah organisasi: a)
Kurangnya dana untuk mendukung operasional POPA. Penyebabnya adalah anak-anak tunarungu tidak membayar biaya bimbingan;
53 POPA tidak memiliki usaha ekonomi produktif sebagai sumber dana yang berkelanjutan, sektor swasta belum dapat dijaring oleh POPA. b)
POPA tidak diketahui masyarakat disebabkan tidak melibatkan masyarakat dalam organisasi maupun dalam kegiatannya dan kurangnya sosialisasi.
c)
Kurang dukungan pemerintah dalam bentuk pendidikan, pelatihan, pendampingan maupun dana dan keberadaan POPA belum terdaftar pada Bagian Sosial.
d)
Kurang sarana dan prasarana untuk mendukung kegiatan bimbingan keterampilan.
RANCANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN POPA Latar Belakang Pemberdayaan POPA merupakan upaya strategis dalam mengembangkan kemampuan masyarakat khususnya keluarga yang mempunyai anak tunarungu dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Upaya ini akan memungkinkan keluarga anak tunarungu dan masyarakat untuk berpartisipasi secara aktif dalam peran yang bukan hanya terbatas pada penerima manfaat, tetapi juga penilai dan pemelihara capaian-capaian usaha kesejahteraan sosial. Hasil kajian menunjukkan bahwa kapasitas POPA sebagai suatu organisasi belum dapat melaksanakan fungsinya dalam memenuhi kebutuhan dan aspirasi anggota-anggotanya. Hal ini terkait dengan rendahnya SDM anggota dan pengurus, kurang berfungsinya kepemimpinan, kurangnya kerjasama antar anggota,
kurangnya kemampuan pengurus dalam pengelolaan (manajemen)
organisasi dan terbatasnya dana untuk mendukung kegiatan. Kurangnya kapasitas POPA terkait dengan permasalahan anggota dan permasalahan organisasi.
Anggota POPA sebagai penerima dampak dari
keberadaan anak tunarungu mengalami masalah baik psikologis, ekonomi maupun sosial. Sementara faktor-faktor yang menghambat POPA sebagai organisasi adalah kurangnya sarana dan prasarana dan tidak memperoleh dukungan baik dari masyarakat maupun pemerintah. Oleh karena itu, pemberdayaan POPA harus mencakup perbaikan lembaga, peningkatan pendanaan, dan pemecahan masalah anggota baik dalam aspek psikologis, ekonomi dan sosial. Upaya memberdayakan POPA dilakukan dengan memanfaatkan sumber dan potensi baik dari dalam maupun yang berada di luar POPA. Sebagaimana dikemukakan dalam Bab Tinjauan Pustaka, Sub-bab Pemberdayaan dan Partisipasi masyarakat, pemberdayaan merupakan proses mengalihkan kemampuan, kekuatan dan kekuasaan kepada masyarakat agar menjadi lebih berdaya melalui pendayagunaan aset material lokal guna mendukung kemandirian melalui organisasi dan juga merupakan proses memotivasi, mendorong dan menstimulasi agar suatu komunitas mempunyai kemampuan menentukan pilihan hidupnya melalui proses dialog (Hikmat, 2001).
55
Berpijak dari pengertian ini, pemberdayaan POPA dapat dilakukan dengan pengembangan
organisasi
melalui
kegiatan
mendorong,
memotivasi,
meningkatkan kesadaran akan potensinya, memperkuat daya dan potensi yang dimiliki, dan menciptakan kondisi yang memungkinkan orangtua dan anak tunarungu memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
Penentuan Masalah dan Identifikasi Potensi Lokal
Penentuan masalah dilakukan secara partisipatif melalui FGD dengan melibatkan pengurus, anggota, tokoh masyarakat, lembaga/organisasi sosial, pihak swasta dan pemerintah lokal. Penyusunan program dilakukan melalui FGD. Pengkaji sebagai fasilitator. Sebelum FGD dilakukan, pengkaji menyampaikan permasalahan POPA berdasarkan hasil kajian. Kemudian pengkaji memfasilitasi pihak-pihak yang dilibatkan untuk mengkategorikan atau mengelompokkan permasalahan dan menentukan masalah yang menjadi prioritas untuk dipecahkan, menentukan cara-cara mengatasi permasalahan, mengidentifikasi sumber-sumber atau potensi lokal yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung pemberdayaan POPA, dan mengidentifikasi hambatan-hambatan yang mungkin ditemui dalam proses pemberdayaan POPA. Hasil FGD tentang penentuan masalah dan identifikasi potensi lokal yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung pengembangan POPA adalah sebagai berikut: 1)
2)
Prioritas masalah: a)
Kurangnya kapasitas POPA
b)
Masalah psikologis, ekonomi dan sosial anggota
c)
Kurangnya dukungan pihak lain.
d)
Kurangnya sarana dan prasarana.
Cara mengatasi: a)
Konsultasi dengan para ahli
b)
Reorganisasi POPA
c)
Meningkatkan kemampuan pengurus
d)
Mengembangkan usaha bersama.
e)
Melibatkan partisipasi masyarakat
f)
Menjalin kerjasama dengan pihak swasta dan pemerintah.
56
g) 3)
Memanfaatkan sarana umum.
Potensi lokal yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung pengembangan: a)
Ada gedung serbaguna milik Kelurahan Sebengkok yang dapat digunakan untuk kegiatan POPA sebelum mempunyai gedung sendiri.
b)
Adanya pekerja sosial di FPPC yang dapat dimanfaatkan untuk konsultasi masalah-masalah sosial anggota.
c)
Terdapat program untuk mengatasi masalah sosial dari Bagian Sosial Kota Tarakan yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung pelayanan kesejahteraan sosial keluarga dan anak tunarungu.
d)
Terdapat
program
pendidikan
dan
pelatihan
pengembangan
kelembagaan sosial dari Bagian Sosial Kota Tarakan yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kemampuan pengurus. e)
Terdapat Forum Pemberdayaan Penyandang Cacat (FPPC) yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung peningkatan pelayanan kepada anak tunarungu dan keluarganya.
f)
Adanya lembaga masyarakat seperti PKK, MUI, tokoh masyarakat yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat.
g)
Ada anggota POPA yang mempunyai unit usaha konveksi dan bersedia bekerjasama dengan membentuk usaha konveksi bersama.
h)
Terdapat pengusaha lokal yang dapat dijalin kerjasama dalam pengembangan usaha anggota dan pemasaran.
4)
Hambatan-hambatan dalam pemberdayaan POPA: a)
Untuk memecahkan masalah psikologis dan sosial anggota perlu keterlibatan ahli (psikolog dan pekerja sosial), sementara jumlah psikolog/psikiater dan pekerja sosial di Kota Tarakan terbatas, sehingga apabila melibatkan mereka maka jadwal kegiatan konsultasi harus menyesuaikan dengan jadwal mereka.
b)
Untuk mendukung kegiatan POPA baik kegiatan bimbingan maupun pengembangan ekonomi anggota membutuhkan tempat yang memadai. Penyediaan sarana dan prasarana membutuhkan dana yang besar, sehingga kebutuhan ini membutuhkan waktu lama untuk memenuhinya. Hambatan sarana dan prasarana ini dapat diatasi dengan menggunakan gedung serbaguna kelurahan.
57
Permasalahan,
cara
mengatasi,
potensi
dan
hambatan
dalam
pemberdayaan POPA secara lebih rinci disajikan pada Tabel 7 Tabel 7 Permasalahan, Cara Mengatasi, Potensi dan Hambatan dalam Pemberdayaan POPA No
Masalah
Cara Mengatasi
1
Kurangnya sarana dan prasarana
Memanfaatkan gedung serbaguna kelurahan sebelum mampu membangun gedung sendiri
Pemerintah lokal, tokoh masyarakat
2
Kurangnya kapasitas POPA
- Reorganisasi POPA
- Program pemecahan masalah sosial dari Bagian Sosial - Program pendidikan dan pelatihan dari Bagian Sosial - PKK, FPPC dan tokoh masyarakat
Kurangnya dukungan pihak lain
- Melibatkan partisipasi masyarakat - Menjalin kerjasama dengan pihak swasta dan pemerintah
- Pengusaha lokal
Masalah psikologis, ekonomi dan sosial anggota.
- Masalah psikologis dan sosial: konsultasi dengan para ahli, membentuk kelompok arisan. - Masalah ekonomi : mengembangkan usaha bersama. - Mengembangkan bengkel kerja (work shop)
- Psikolog/psikiater - Pekerja sosial - Anggota POPA yang mempunyai unit usaha konveksi
3
4
- Meningkatkan kemampuan pengurus - Meningkatkan partisipasi dan kerjasama antar anggota - Meningkatkan kerjasama antar anggota.
Potensi yang Mendukung
- Program pemecahan masalah sosial dari Bagian Sosial
Sumber: Hasil FGD
Rancangan Program Pemberdayaan POPA
Proses Penyusunan Program Penyusunan program dilakukan melalui FGD dengan melibatkan pengurus, anggota, PKK, tokoh masyarakat, pemerintah lokal, FPPC, dan Bagian Sosial. Program yang disusun mencakup program jangka pendek, jangka menengah dan
58
jangka panjang berdasarkan hasil identifikasi masalah, cara mengatasi dan potensi lokal yang dapat mendukung pemberdayaan POPA. Sasaran program jangka pendek adalah pengembangan kapasitas organisasi POPA. Program jangka menengah adalah meningkatkan partisipasi masyarakat untuk mendukung POPA dan program jangka panjangnya adalah meningkatkan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dan memecahkan masalah yang dialami anggota POPA dan anak tunarungu. Tujuan Tujuan umum program pemberdayaan POPA adalah mewujudkan POPA mandiri secara organisasi, sehingga dapat memenuhi kebutuhan anggota dan anak tunarungu baik dalam aspek ekonomi maupun sosial secara berkelanjutan. Tujuan tersebut dicapai melalui tujuan khusus sebagai berikut: 1)
Meningkatkan kapasitas POPA
2)
Meningkatkan partisipasi masyarakat untuk mendukung pengembangan POPA.
3)
Meningkatkan
kemampuan
anggota
dalam
memecahkan
masalah
psikologis, sosial dan ekonomi anggota. 4)
Mengembangkan kegiatan bimbingan terhadap anak tunarungu.
Tahapan dan Sasaran Program pemberdayaan POPA dilakukan secara bertahap, meliputi program jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. 1)
Program kangka pendek : Penguatan kapasitas organisasi, mencakup proses memotivasi untuk meningkatkan kesadaran anggota, penataan keorganisasian, peningkatan pengetahuan dan keterampilan pengelolaan organisasi, dan peningkatan kerjasama antar anggota. Tujuan dari tahapan ini adalah meningkatkan kemampuan dalam melaksanakan fungsinya, sehingga POPA menjadi kuat secara organisasi dan mampu menyelenggarakan kegiatan-kegiatan organisasi sesuai dengan kebutuhan anggota. Sararan utama dari tahap ini adalah perbaikan organisasi.
59
2)
Program jangka menengah Peningkatan partisipasi masyarakat dan pengembangan jejaring, yaitu membangun kerjasama dengan berbagai pihak dengan tujuan memperoleh dukungan
dalam
mengembangkan
POPA
dan
memelihara
keberlanjutannya. 3)
Program jangka panjang: Pengembangan kegiatan yang berorientasi pada pemecahan masalah yang dialami keluarga dan perkembangan anak tunarungu. Pengembangan kegiatan ini dilakukan setelah POPA kuat secara organisasi, sehingga memungkinkan dilakukan secara kesinambungan. Kegiatannya meliputi pemecahan masalah anggota dan pengembangan kegiatan bimbingan untuk anak-anak tunarungu. Tujuannya adalah memecahkan masalah yang dialami
anggota
berkaitan
dengan
kemiskinan
yang
dialami
dan
keberadaan anak tunarungu dalam keluarga serta memperkuat kegiatan bimbingan terhadap anak tunarungu. Sasaran dari program ini adalah keluarga dan anak tunarungu.
Program Kegiatan Program kegiatan pemberdayaan POPA disusun bersama-sama pihak yang terlibat melalui FGD. Penyusunan program didasarkan pada hasil penentuan masalah, cara-cara mengatasi, tujuan, dan potensi lokal yang dapat mendukung
pengembangan
dan
tahapan
pengembangan
POPA.
Hasil
penyusunan program kegiatan yang disusun melalui FGD tersaji pada Tabel 8.
56
Tabel 8 Program Kegiatan Pemberdayaan POPA Sasaran
Penanggung jawab
Pihak Yang Terlibat
Peran Pihak Yang Terlibat
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
Meningkatkan kesadaran anggota tentang pentingnya POPA untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga dan tunarungu
Pengembangan organisasi
Memperkuat kinerja organisasi
Pengembangan organisasi
Program
Kegiatan
Tujuan
(1)
(2)
Peningkatan kapasitas POPA
Peningkatan motivasi melalui diskus i tentang permasalahan, manfaat dan harapan antar pengurus dan anggota. Reorganisasi POPA: - Menambah kepengurusan - Menyusun AD/ART - Menyusun pembagian tugas. - Memperbaiki pembukuan Membangun kerjasama antar anggota : - Pertemuan berkala. - Membentuk forum diskusi
Pengurus POPA
Pengurus POPA
-
Pengurus Anggota PKK Tokoh Masyarakat - Pemerintah lokal
- Penanggungjawab pelaksanaan program, menyelenggarakan diskusi.
- Pengurus - Anggota - PKK dan tokoh Masyarakat - Pemerintah lokal
- Bertanggungjawab terhadap
-
Mengikuti diskusi Memotivasi anggota Memfasilitasi diskusi Memotivasi dan memberikan penjelasan tentang masalah tunarungu.
pelaksanaan, menyelenggarakan reorganisasi. - Mengikuti kegiatan reorganisasi - Memfasilitasi terselenggaranya reorganisasi - Memberikan pendampingan dalam
penyusunan administrasi organisasi. Mengembangkan kekompakan anggota dan menumbuhkan solidaritas.
Pengembangan Organsiasi
Pengurus POPA
- Pengurus - Anggota - Tokoh Masyarakat
- Bertanggungjawab terhadap pelaksanaan, meyelenggarakan pertemuan berkala, menjadwalkan kegiatan, membentuk forum diskusi. - Mengikuti pertemuan berkala dan kegiatan diskusi, bersama pengurus menyusun jadwal kegiatan. - Memotivasi dan memfasilitasi kegiatan
60
57
Sasaran
Penanggung jawab
Pihak Yang Terlibat
Peran Pihak Yang Terlibat
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
Meningkatkan kemampuan pengurus dalam mengelola POPA
Pengembangan organisasi
Bagian Sosial
- Bagian sosial - Pengurus dan anggota - Pemerintah lokal (Kelurahan) - FPPC
- Penangungjawab program dan menyelenggarakan diklat manajemen organisasi. - Mengikuti pendidikan dan pelatihan menajemen organisasi sosial. - Memfasilitasi terselenggaranya diklat - Memberikan pendampingan dalam pelaksanaan diklat
Memperoleh dukungan dalam melaksanakan kegiatan
Pengembangan organisasi
Pemerintah Lokal (Kelurahan)
- Pengurus dan anggota - Pemerintah Lokal (Kelurahan) - PKK dan Tokoh Masyarakat
- Bersama tokoh masyarakat dan pemerintah lokal menentukan kegiatan. - Bertanggungjawab terhadap pelaksanaan program, memotivasi dan mensosialisasikan program kepada masyarakat. - Mendorong dan menggerakkan masyarakat untuk mendukung program.
Program
Kegiatan
Tujuan
(1)
(2) Peningkatan pengetahuan dan keterampilan pengurus - Pendidikan dan pelatihan manajemen organisasi - Pendampingan dalam pengelolaan manajemen
Peningkatan partisipasi masyarakat
Mempublikasikan program POPA kepada masyarakat
61
58
Program
Kegiatan
Tujuan
(1)
(2)
(3)
Menjalin kerjasama dengan lembaga lain dan pemerintah
Mengembangkan kemampuan POPA dalam menyelenggarakan kegiatan dan dukungan pendanaan.
Sasaran
Penanggung jawab
Pihak Yang Terlibat
Peran Pihak Yang Terlibat
(4)
(5)
(6)
(7)
- Pemerintah lokal - Pengurus dan anggota
- Penanggungjawab pelaksanaan kegiatan dan memfasilitasi kerjasama. - Bersama FPPC dan Bagian Sosial menentukan bentuk kegiatan dan mengembangkan kerjasama. - Memberikan pendampingan dalam menjalin kerjasama.
Pengembangan organisasi
Pemerintah Lokal (Kelurahan)
- PKK dan tokoh Masyarakat - Bagian Sosial - FPPC
Konsultasi psikologis dan Pengembangan sosial ekonomi keluarga
Menyelenggarakan pelatihan orang tua (parent training),
Meningkatkan kemampuan keluarga dalam memberikan perlakuan khusus untuk mendukung perkembangan anak.
Pengembangan sosial ekonomi Keluarga
Bagian sosial
- Bagian sosial - Pengurus dan Anggota - Psikolog dan Pekerja sosial - Pemerintah lokal - FPPC
- Bersama pengurus dan anggota POPA menentukan bentuk-bentuk dan pengembangan kerjasama. - Bersama pengurus dan anggota POPA menentukan bentuk-bentuk dan pengem bangan kerjasama. - Penanggungjawab pelaksanaan program, menyelenggarakan pelatihan. - Mengikuti pelatihan memberikan perlakuan kepada tunarungu. - Memberikan penjelasan dan pelatihan - Memfasilitasi terselenggaranya pelatihan. - Memberikan pendampingan dalam pelatihan.
62
59
Program
Kegiatan
Tujuan
(1)
(2)
(3)
Sasaran
Penanggung jawab
Pihak Yang Terlibat
Peran Pihak Yang Terlibat
(4)
(5)
(6)
(7)
Menyelenggarakan konseling keluarga
Memecahkan masalah-masalah psikologis dan sosial anggota
Pengembangan sosial ekonomi Keluarga
Membentuk kelompok arisan
- Mengembangkan solidaritas dan modal usaha - Meningkatkan pendapatan keluarga - Mendukung pendanaan dari dalam
Pengembangan sosial ekonomi Keluarga Pengembangan sosial ekonomi Keluarga
- Memperoleh bimbingan dalam mengelola usaha, memperoleh dukungan permodalan dan pemasaran hasil produksi
Pengembangan sosial ekonomi Keluarga
Membentuk usaha bersama konveksi
Menjalin kemitraan dengan pengusaha
Pengurus POPA
Pengurus POPA
Pengurus POPA
-
Pengurus Anggota Psikolog Pekerja sosial
Pengurus dan Anggota - Pengurus dan anggota - Bagian Sosial - PKK dan tokoh masyarakat - Pengusaha
Pengurus POPA
- Pengurus dan anggota - Bagian sosial dan pemerintah lokal - Tokoh Masyarakat - Pengusaha
- Penanggungjawab pelaksanaan program - Mengikuti konsultasi keluarga - Penanggungjawab konseling psikologis - Penanggungjawab konseling masalah sosial - Bersama-sama menyelenggarakan kelompok arisan. - Penanggungjawab pelaksanaan kegiatan dan bersama anggota mengembangkan kelompok usaha bersama. - Memfasilitasi bimbingan usaha dan permodalan - Menggerakan masyarakat untuk mendukung usaha. - Memberikan bimbingan pengelolaan usaha dan pemasaran. - Bersama bagian sosial dan pengusaha menentukan bentukbentuk kerjasama - Memfasilitasi bimbingan usaha dan permodalan - Menggerakan masyarakat untuk mendukung usaha. - Memberikan bimbingan pengelolaan usaha, permodalan dan pemasaran.
Sumber: Hasil FGD 63
64 Peningkatan Kapasitas POPA
Peningkatan kapasitas POPA merupakan upaya untuk memperbaiki kinerja organisasi, sehingga memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dan memecahkan masalah anggota. Upaya tersebut mencakup peningkatan kemampuan pengurus, perbaikan manajemen organisasi, peningkatan partisipasi dan kerjasama antar anggota. Kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kapasitas POPA terdiri dari: 1)
Peningkatan motivasi
terhadap pengurus dan anggota melalui diskusi
tentang permasalahan, manfaat dan harapan antar pengurus dan anggota. 2)
Reorganisasi AD/ART
POPA
secara
dengan
partisipatif,
menambah menyusun
kepengurusan, program
kerja,
menyusun menyusun
pembagian tugas antar pengurus dan memperbaiki administrasi. 3)
Membangun kerjasama antar anggota POPA dan peningkatan partisipasi dengan menyelenggarakan pertemuan berkala dan membentuk forum diskusi.
4)
Peningkatan pengetahuan dan keterampilan pengurus dalam menajemen melalui penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan manajemen organisasi sosial serta pendampingan dalam pengelolaan manajemen.
5)
Penyediaan
sarana
dan
prasarana
melalui
pemanfaatan
gedung
serbaguna kelurahan sambil berusaha membangun sendiri. Indikator keberhasilan dari peningkatan kapasitas ini dapat dilihat dari: 1)
Terselenggara forum diskusi antar anggota, dan anggota dapat mengikuti kegiatan diskusi untuk memecahkan masalah-masalah anggota dan organisasi.
2)
Terselenggara
reorganisasi,
bertambahnya
kepengurusan,
tersusun
AD/ART, tersusun program kerja, tersusun pembagian tugas pengurus secara jelas dan membaiknya pembukuan. 3)
Meningkatnya pengetahuan dan keterampilan manajemen organisasi sosial yang terlihat dari membaiknya administrasi POPA
4)
Tersedia sarana dan prasarana untuk melaksanakan kegiatan POPA.
65 Peningkatan Partisipasi Masyarakat Pengembangan partisipasi masyarakat dan kerjasama dengan lembaga lain dalam masyarakat dimaksudkan sebagai upaya untuk memperoleh dukungan dari pihak luar untuk mendukung perkembangan POPA secara berkelanjutan. Peningkatan partisipasi masyarakat dan kerjasama dengan lembaga
sosial
ini
bertujuan
untuk
memperoleh
dukungan
dalam
menyelenggarakan kegiatan dan dukungan pendanaan. Pihak yang dilibatkan dalam kegiatan ini adalah tokoh masyarakat, PKK, pemerintah lokal dan FPPC. Kegiatan yang dilakukan dalam meningkatkan partisipasi ini adalah: 1)
Mensosialisasikan program-program POPA kepada masyarakat
2)
Menjalin kerjasama dengan lembaga lain dan pemerintah lokal (Bagian Sosial)
untuk
mengembangkan
kemampuan
POPA
dalam
menyelenggarakan kegiatan dan dukungan pendanaan. Keberhasilan kegiatan ini dilihat dari indikator sebagai berikut: 1)
Semakin banyak anggota masyarakat yang terlibat dalam mendukung keberlanjutan POPA
2)
Terjalin kerjasama dengan lembaga lain dan memperoleh dukungan pendanaan.
Konsultasi dan Pengembangan Sosial Ekonomi Keluarga Anggota POPA sebagai keluarga yang memiliki anak tunarungu menghadapi masalah dalam memenuhi kebutuhan khusus anak. Masalah tersebut mencakup aspek psikologis dan sosial. Pemecahan masalah psikologis, sosial dan ekonomi menuntut keterlibatan para ahli yang berwenang, yaitu psikolog/psikiater dan pekerja sosial. Di Kota Tarakan, terdapat psikolog 1 orang, psikiater 1 orang dan pekerja sosial 2 orang. Dalam rangka mengembangkan ekonomi anggota, pendekatan kelompok melalui pembentukan usaha bersama merupakan strategi yang memungkinkan dilakukan dalam keanggotaan POPA yang sebagian besar miskin. Pihak yang dilibatkan dalam kegiatan ini adalah pengurus, anggota, psikolog/psikiater, pekerja sosial, PKK, FPPC. Tokoh masyarakat, pemerintah lokal dan pengusaha.
66 Kegiatan dalam meningkatkan kemampuan memecahkan masalah anggota ini terdiri dari: 1)
Penyelenggaraan pelatihan orangtua (parent training), melalui pemberian informasi tentang masalah yang berkaitan dengan tunarungu dan pelatihan dalam memberikan perlakuan khusus untuk memungkinkan perkembangan anak.
2)
Penyelenggaraan konseling keluarga untuk memecahkan masalahmasalah psikologis dan sosial berkaitan dengan keberadaan tunarungu dalam keluarga.
3)
Membentuk
kelompok arisan untuk meningkatkan kerjasama antar
anggota dan membentuk modal usaha anggota. 4)
Pembentukan usaha bersama konveksi untuk meningkatkan pendapatan keluarga dengan memanfaatkan potensi yang ada.
5)
Mengembangkan kerjasama dengan pemerintah dan pengusaha lokal untuk memperoleh dukungan pendanaan, bimbingan pengelolaan usaha dan pemasaran. Keberhasilan kegiatan ini dapat dilihat dari indikator sebagai berikut:
1)
Terselenggara pelatihan orangtua dan semua anggota POPA dapat mengikuti kegiatan pelatihan tersebut.
2)
Terselenggara konseling keluarga dalam POPA secara berkesinambungan
3)
Terbentuk kelompok arisan anggota POPA.
4)
Terbentuk usaha bersama konveksi dan meningkatnya pendapatan keluarga
5)
Terbangun kerjasama antara POPA dengan pemerintah dan pengusaha.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan Kapasitas POPA Kapasitas POPA kurang mendukung dalam memenuhi kebutuhan dan aspirasi anggota-anggotanya. Hal ini tercermin pengetahuan dan keterampilan pengurus dan anggota dalam mengelola organisasi sosial kurang mendukung kinerja POPA, pemimpin belum menjalankan fungsi kepemimpinannya dalam memberikan motivasi dan menggerakkan organisasi, kerjasama antar anggota belum terjalin dengan baik. Dalam aspek manajemen organisasi, perencanaan telah disusun secara demokratis, namun secara substansi kurang berorientasi pada tujuan jangka panjang. Program-program kegiatan yang disusun lebih banyak program kegiatan yang bersifat insidentil. Pelaksanaan kegiatan POPA tidak berjalan dengan baik. Partisipasi anggota dalam pelaksanaan kegiatan rutin (bimbingan keterampilan) sangat kurang. Evaluasi terhadap program dan kegiatan tidak pernah dilakukan. Dalam aspek dukungan dana, POPA mengalami kekurangan finansial untuk mendukung operasional kegiatan sehari-hari.
Permasalahan POPA 1)
Masalah anggota: a)
Masalah umum yang dihadapi keluarga yang mempunyai anak tunarungu adalah kekhawatiran terhadap masa depan anak.
b)
Terkait dengan kondisi keluarga ada perbedaan antara keluarga yang berlatar belakang sosial ekonomi cukup dengan keluarga miskin. Masalah yang dirasakan keluarga berkondisi sosial ekonomi cukup adalah kesulitan dalam memberikan perlakuan khusus, sedangkan keluarga miskin adalah bertambahnya beban ekonomi.
c)
Bagi keluarga yang cukup, biaya bukan merupakan masalah untuk memenuhi kebutuhan khusus bagi anak-anaknya, sedangkan dari keluarga miskin, lebih mempermasalahkan pemenuhan kebutuhan pokok umumnya.
68 2)
Masalah organisasi: Masalah yang dihadapi POPA adalah : kekurangan dana untuk mendukung operasional yang disebabkan keluarga tidak membayar biaya bimbingan; tidak mempunyai unit usaha, dan tidak memiliki jaringan dengan sektor swasta. Masalah lainnya adalah keberadaannya kurang diketahui masyarakat, tidak memperoleh dukungan dari pemerintah dalam bentuk pendidikan, pelatihan, pendampingan maupun dana dan kurang sarana dan prasarana untuk mendukung kegiatan bimbingan.
Strategi pemberdayaan POPA Strategi pemberdayaan dilakukan dengan menyusun program secara partisipatif melalui FGD. Program yang disusun untuk memberdayakan POPA mencakup
peningkatan
memecahkan
masalah
kapasitas psikologis,
POPA, sosial
peningkatkan dan
ekonomi
kemampuan anggota
dan
pengembangan jejaring. Tujuannya adalah mewujudkan POPA mandiri secara organisasi, sehingga dapat memenuhi kebutuhan anggota baik dalam aspek ekonomi maupun sosial secara berkelanjutan.
Rekomendasi Berkaitan dengan program yang telah dirumuskan secara partisipatif bersama-sama masyarakat, maka dalam rangka mendukung pelaksanaan program, beberapa hal yang perlu dilakukan pihak pemerintah dan swasta: 1)
Pemerintah a)
Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi diharapkan dapat memberikan
pelatihan
usaha
ekonomi
produktif
dan
dapat
mengalokasikan dana modal usaha bagi masyarakat kepada POPA. b)
RSU Poli THT serta Poli Jiwa dapat dimintakan bantuannya untuk memeriksa tingkat ketunarunguan anak atau memberikan perawatan kepada anak yang mengalami gangguan kesehatan.
c)
Pemerintah perlu memberikan fasilitas dalam bentuk peningkatan pengetahuan dan keterampilan, tidak berorientasi ekonomi dengan mensosialisasikan berbagai program yang dilaksanakan.
69 2)
LSM : a)
FPPC yang sudah mempunyai program pemberdayaan terhadap penyandang cacat di Kota Tarakan dapat membantu menyediakan tenaga instruktur dalam bimbingan keterampilan anak tunarungu.
b)
PPK Pokja I dalam kegiatan rutin setiap bulan melibatkan atau mengajak POPA untuk memperkenalkan dan mempromosikan program POPA kepada masyarakat di Kelurahan Sebengkok.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan Nasional R.I. 1994. Kurikulum Pendidikan Nasional Pedoman Bimbingan di Sekolah. Jakarta : Penerbit Departemen Pendidikan Nasional R.I. Dubois, Brenda. 1992. Social work Empowering Profession. Boston: Ailyn & Bacon. Hikmat Harry. 2004. Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Bandung: Penerbit Humaniora Irwanto. 1988. Focus Group Discusion. Jakarta: Pusat Kajian Pengembangan Masyarakat Unika Atma Jaya. Karsidi Ravik. 2001. dalam Prosiding Seminar Pemberdayaan Sumberdaya Manusia Menuju Terwujudnya Masyarakat Madani. editor: Dr. Ir. H. R. Pambudy dan Dr. Ir. Andriyono K. Adhi. Bogor: Penerbit Pustaka Wirausaha Muda. Mubyarto. 1995. Makalah : Strategi Pembangunan Ekonomi yang Berkeadilan. Dalam Kumpulan Makalah : Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia. Yogyakarta : Penerbit Aditya Media Nasdian F. Tony. 2006. Modul Sosiologi dan Pengembangan Masyarakat. Bogor: Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi, Magister Profesional Pengembangan Masyarakat Institut Pertanian Bogor. Payne, M. 1997. Modern Social Work Theory. London : Macmillay Press Ltd. Prijono
dan
Pranaka.
1996.
Pemberdayaan:
Konsep,
Kebijakan
dan
Implementasi, Jakarta : Centre Strategic and International Studies, Ruwiyanto Wahyudi. 1994. Peranan Pendidikan dalam Pengentasan Masyarakat Miskin. Jakarta: Penerbit PT. RajaGrafindo Persada. Soekanto, Soejono. 2005. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Penerbit Raja Grafindo Persada. Soetrisno Loekman. 1995. Menuju Masyarakat Partisipatif. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Subagya, Drs. MSi. 2005. Anak Berkebutuhan Khusus dan Pendidikannya. Solo: Penerbit Pusat Pengembangan dan Latihan Rehabilitasi Bersumber Masyarakat Prof. DR. Soeharso - YPAC Surakarta.
71
Suharman, Drs. 2001. Sosiologi Organisasi. Jakarta : Penerbit Universitas Terbuka Suharto, Edi. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat (Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial & Pekerjaan Sosial). Bandung: Penerbit PT Rafika Aditama Suharto, Edi. 2005b. Analisis Kebijakan Publik. Bandung. Alfabeta Sumardhi. 1986. Organisasi dan Administrasi Kesejahteraan Sosial Sebaga Proses. Bandung: Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial. Sumaryadi Nyoman I, Drs. MSi. DR. 2005. Perencanaan Pembangunan Daerah Otonomi & Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: Penerbit Citra Utama. Sumodiningrat, Gunawan. 1998. Membangun Perekonomian Rakyat. Yogyakarta. Pustaka Belajar & IDEA Syaukat, Yusman dan Hendrakusumaatmaja, Sutara. 2005. Pengembangan Ekonomi Lokal. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian IPB dan Program Pascasarjana IPB Thoha, Muharto, Drs. Msi.1992. Prilaku Organisasi. Jakarta : Penerbit Universitas Terbuka. Vitayala, Aida. 1986. Menggerakkan Masyarakat Lewat Penyuluhan. Bogor : LPPM. IPB.
Ketua POPA Ibu EM (berdiri) memberikan penjelasan dalam rapat yang dihadiri orangtua anak tunarungu
MUI (pakai peci) didampingi bapak Camat Tarakan Tengah memberikan masukan dalam FGD
Ibu SC Instruktur bimbingan keterampilan (berdiri) menjelaskan bentuk kegiatan bimbingan keterampilan
Lurah Sebengko (lakilaki) mendengarkan Instruktur (berdiri) Ibu Suciaty (baju biru dan Sunarisasi baju putih) menjawab pertanyaan orangtua
Camat Tarakan Tengah (laki-laki) melebur dengan anggota POPA Kelurahan Sebengkok
anggota POPA Kelurahan Sebengkok beserta anaknya yang tunarungu
Pengkaji mengikuti pertemuan POPA dengan orangtua anak tunarungu
Pengkaji memperkenalkan diri ditengah pertemuan orangtua anak tunarungu
Anak tunarungu mengikuti bimbingan seni tarian daerah (Tarian dayak)
Anak tunarungu dalam kostum pakaian daerah (Pakaian dayak)
Anak tunarungu menampilkan seni tarian dayak dalam acara peringatan anak cacat sedunia
Anak tunarungu menampilkan seni tarian dayak dalam acara peringatan anak cacat sedunia
Anak tunarungu mengikuti bimbingan ketermapilan pembuatan sandal jepit
Meja belajar duduk hasil karya anak tunarungu
Kalung manik khas Kaltim kerajinan anak tunarungu
Vas bunga, burungburungan dan mangkok karya anak tunarungu
Kotak tissue dan kotak pensil hasil kerajinan anak tunarungu
Vas bunga kecil karya anak tunarungu
Vas bunga kecil karya anak tunarungu
PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN MASYARAKAT SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PERSATUAN ORANG TUA PEDULI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (POPA) DI KELURAHAN SEBENGKOK KECAMATAN TARAKAN TENGAH KOTA TARAKAN KALIMANTAN TIMUR Oleh : MUHAMAD SALEH A. 154050215
21 ORANG ANAK TUNARUNGU TIDAK MENGIKUTI PENDIDIKAN DI SLB KARENA KEPERCAYAAN ORANG TUA ANAK TUNARUNGU SEBAGAI TAKDIR, KARMA, KUTUKAN, DOSA ORANG TUA, KESURUPAN ROH JAHAT, DIISOLASIKAN DAN SIKAP PENOLAKAN MASYARAKAT AKTIVIS PKK DAN ORANG TUA MEMBENTUK PERSATUAN ORANG TUA PEDULI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (POPA) SEBAGAI ALTERNATIF TEMPAT PEMBINAAN ANAK TUNARUNGU P0PA TIDAK BERKEMBANG - KEANGGOTAANNYA BERKURANG; - KETERAMPILAN YANG DIAJARKAN TIDAK BERVARIASI; - PRODUKSINYA TIDAK DITERIMA OLEH MASYARAKAT; - KEBERADAAN POPA TIDAK DIKETAHUI MASYARAKAT; - PERHATIAN PEMERINTAH KURANG ANAK BINAAN BERKURANG, PEMBINAAN POPA TERHENTI
TUJUAN §
§
§
Mengindentifikasi aktivitas POPA Kelurahan Sebengkok dalam membina anak tunarungu; Mengidentifikasi tingkat partisipasi masyarakat Kelurahan Sebengkok dalam pembinaan anak tunarungu; Merumuskan program yang dapat dikembangkan antara POPA dengan kelembagaan masyarakat dalam pembinaan anak tunarungu.
TINJAUAN PUSTAKA § Pengertian Pemberdayaan masyarakat sebagai sebuah proses dari mana individu memiliki otonomi, motivasi, dan keterampilan dalam upaya mempersiapkan masyarakat agar mereka mampu mewujudkan kemajuan, kemandirian, dan kesejahteraan dalam suasana keadilan sosial yang berkelanjutan (Sumaryadi, 2005); § Pengertian partisipasi masyarakat sebagai kerjasama antara rakyat dan pemerintah, dalam merencanakan, melaksanakan, melestarikan dan mengembangkan hasil pembangunan. Strategi pembangunan meletakkan partisipasi masyarakat sebagai fokus issue sentral pembangunan (Loekman, 1995,); § Pengertian anak tunarungu adalah anak yang pendengarannya sampai batas yang menghambat pengertiannya akan pembicaraan melalui telinga saja dengan atau tanpa penggunaan alat Bantu dengar (Frisina dalam Subagya, 2004).
KERANGKA PEMIKIRAN Anak Tunarungu - Keemampuan kurang - Pengetahuan rendah - Strata Sosial Ekonomi - Emosi tidak setabil - Motivasi - Bakat
PROSES
É
OUTPUT ANAK TUNARUNGU MANDIRI
Aktivitas Pembinaan
POPA
É Prasarana Pelatih, alat, bahan pelajaran,
Pemerintah - Undang-undang nomor 4 Tahun 1997 pasal 5 - PP No. 43 tahun 1998 - UU No. 3 tahun 2000 - Politik
Sarana Program Pembinaan
Swasta -Kemitraan Peluang kerja -Peluang pasar -Aksesibilitas -Jejaring
INPUT
Masyarakat -Bantuan -Penyediaan dana dan daya -Pembinaan -Advokasi -Sikap -Penerimaan -Kepercayaan
- Dapat membaca dan menulis - Terampil membuat kerajinan - Berbudaya - Berbudi pekerti
OUTCOME
Manfaat bagi individu dan masyarakat - Kemandirian emosi - Kemandirian Sosial berinteraksi dengan masyarakat - Kemandirian ekonomi
METODOLOGI - Batas kajian à Aktivitas POPA dan Masyarakat - Tipe kajian à kajian terapan deskriptif - Aras kajian à obyektif mikro - Strategi kajian à Studi kasus intrumental bersifat deskriptif terhadap aktivitas POPA - Kajian dilakukan dengan metode PRA - Lokasi à Kelurahan Sebengkok Tarakan Tengah - Metode Pengumpulan Data à observasi, wawancara mendalam dan FGD - Analisis data secara kualitatif
NOTULEN RAPAT Hari/Tanggal Jam Tempat Acara
: Rabu/26 Juni 2006 : 09.30 Wita : Kediaman Ibu Suciaty : Silaturrahim Pengurus POPA
Undangan
: Pengurus POPA
Rapat dibuka oleh ketua POPA Ibu EM pada pukul 10.11 Wita Pengurus POPA yang hadir 9 orang Ketua POPA Sekretaris POPA Bendahara POPA Devisi Humas (anggota) dua orang Devisi Olahraga/kesenian (Koordinator) Devisi Pengembangan usaha dana (anggota) satu orang Devisi pendidikan dan latihan (anggota) dua orang Ketua POPA (Pembukaan) ü Mengharapkan kegiatan POPA digiatkan kembali ü Melaksanakan pertemuan kembali. Bagi pengurus yang tidak hadir hari ini diajak lagi ü Undangan melalui lisan masing-masing koordinator mengajak anggotanya Sekretaris POPA ü Minta bantuan pengurus yang hadir mengajak pengurus yang lain untuk kembali aktif ü Informasi no. Telp semua pengurus Pengembangan usaha dana (anggota) ü Membuat celengan setiap ada pertemuan pengurus ü Pertemuan jangan pagi hari tapi setelah solat asar Koordinator devisi olahraga/kesenian ü 1 orang anggota devisi olahraga/kesenian sudah pindah Bendahara POPA ü Dana untuk kegiatan pembinaan tidak ada Pertemuan ditutup pukul 12.09 wita. Pertemuan berikutnya tanggal 3 Agustus 2006 pukul 15.30 wita Ketua POPA
Sekretaris rapat
Evi Martini Antono
Muhamad Saleh
NOTULEN RAPAT Hari/Tanggal Jam Tempat Acara
: Kamis/3 Agustus 2006 : 15.30 Wita : Kantor Lurah Sebengkok : Kegiatan Agustusan
Undangan
: - Pengurus POPA - Orangtua anak tunarungu
Rapat dimulai jam 16.20 wita Pengurus POPA yang hadar tujuh orang; orangtua anak tunarungu yang hadar empat orang. Ketua POPA (pembukaan) ü Usahakan POPA ada kegiatan lomba untuk anak binaan ü Jenis lomba yang ringan-ringan saja yang penting kegiatan POPA bisa dimulai lagi melalui acara agustusan ü Hadiah cukup berupa alat tulis ü Kita buat panitia kecil Sekretaris POPA ü Tidak perlu panitia langsung saja pengurus POPA ü Hadiah kita minta bantu kepada lurah Sebengkok ü Memperkenalkan dan menjelaskan maksud dan tujuan Muhamad Saleh ikut hadir dalam rapat POPA sebagai berikut : = menghimpun data untuk kajian mahasiswa = mendata masalah yang dihadapi POPA = melihat program POPA ke depan Koordinator devisi olahraga/kesenian ü Jenis lomba lari karung, pasang kancing, pukul air (dalam plastik, pengkaji), mewarnai gambar ü pelaksanaan lomba pada tanggal 17 Agustus 2006 sekaligus Sekretaris POPA ü Pasang kancing (lomba, pengkaji) diganti (lomba, pengkaji) tarik tambang atau ambil uang logam dalam tepung ü Tanggal 17 (Agustus,pengkaji) banyak kegiatan Pengkaji ü Belajar bersama POPA dalam pemninaan anak tunarungu ü Belajar menemukan masalah yang dihadapi POPA ü Bersama POPA menyusun rancangan program POPA ke depan Pertemuan diakhiri pukul 18.00 wite. Pertemuan berikutnya tanggal 6 Agustus 2006 pukul 09.00 wite Ketua POPA Sekretaris rapat
Evi Martini Antono
Muhamad Saleh
NOTULEN RAPAT Hari/Tanggal Jam Tempat Acara
: Minggu/6 Agustus 2006 : 09.00 Wita : Kantor Lurah Sebengkok : Silaturrahim dengan Muhamad Saleh
Undangan
: - Pengurus POPA - Orangtua anak binaan (anak tunarungu, pengkaji)
Rapat dibuka oleh ketua POPA pada pukul 09.43 wita Ketua POPA (pembukaan) ü Kegiatan POPA vacum sejak bulan April 2006 ü Dana kegiatan tidak ada, kas kosong ü Rapat hari ini pak Saleh yang pimpin Instruktur ü Terakhir anak binaan (tunarungu, pengkaji) yang ikut kegiatan 11 orang ü Anak tunarungu yang di SLB tetap aktif Pengkaji ü Rapat tetap ketua POPA yang memimpin ü Bolehkah saya mendapatkan informasi tentang keberadaan dan harapan orangtua terhadap anak tunarungu Instruktur ü Banyak anak-anak ada bakat membuat kerajinan kayu dan menggambar cantik. Ada si Fadli (mendapat, pengkaji) juara III lomba keterampilan di Dinas Pendidikan (Kota Tarakan, pengkaji) ü Kalau diajar membaca dan menulis sulit sekali, tidak ada minat anakanaknya Orangtua (Ds) ü Anak saya sudah biasa ikut saya melaut. Bisa juga pegang kemudi. ü Umurnya 21 tahun Orangtua (Spl) ü Anak saya memang tidak mau sekolah tapi kalau ada keramaian di kampung selalu ikut saja Orangtua (Am) ü Saya berharap anak saya bisa membaca dan menulis saja karena ada tetangga yang anaknya sekolah di jawa bisa membaca, biar tidak jelas tetapi cukup dimengerti. ü Dia (anak tunarungu) dapat membawa diri Orangtua (My) ü Anak-anak diajar jugalah sopan santun dan kesenian ü Coba bisakah diajarkan dengan buku pelajaran SD (Sekolah Dasar, pengkaji) Orangtua (Dn) ü Saya belum bisa membantu iuran/biaya pendidikan anak-anak.
ü Saya tidak punya pendapatan tetap. ü Saya terdaftar mendapatkan beras miskin setiap bulan 10 kg harganya Rp. 1.000,- (setiap kg, pengkaji) Pertemuan diakhiri pukul 12.42 wita Ketua POPA
Sekretaris rapat
Evi Martini Antono
Muhamad Saleh
NOTULEN RAPAT Hari/Tanggal Jam Tempat Acara
: Minggu/20 Agustus 2006 : 10.00 Wita : Rumah Ibu Suciaty : Pendataan orangtua anak binaan
Undangan
: - Pengurus POPA - Pengurus POPA
Undangan hadir pengurus POPA tujuh orang. Orangtua anak binaan 7 orang Instruktur ü Ketua POPA mohon maaf beliau masih di Balikpapan (tidak hadir, pengkaji) ü Tujuan kita berkumpul hari ini, kita minta kemukakan masalah orang tua yang ada anaknya menjadi binaan POPA Ibu Mr. orangtua ü Kasihan ba pak, anak-anak diajarkan cuma dari sedotan plastik, kalau tidak membuat burung dari kartu remi. Kalau membuat yang begitu anak saya sudah bisa. ü Kalau diajarkan itu lagi, anak-anak lebih banyak mainnya. Ibu-ibu yang ngajar (instruktur, pengkaji) juga kasihan mau apalagi. ü Pengurus POPA tidak bisa menyediakan bahan-bahan kerajinan untuk kegiatan anak-anak. Itulah kami mencari jalan kalau kami punya usaha sendiri, kami mau saja urunan (iuran) mengumpulkan biaya. Ibu NJ. orangtua ü Gimana la kami bisa membayar uang sekolah anak-anak ini. Bapaknya nelayan kecil yang memukat (jaring, pengkaji) dengan perahu kecil. Hasil ikan yang dia (bapak, pengkaji) dapat, dijual untuk makan kami seperanakan (sekeluarga, pengkaji) saja tidak cukup, kasihan. ü Ke sini saja jalan kaki membawa si Udin ini biar bisa ikut belajar, kasihan. Ibu Er. orangtua ü Saya usul bu, POPA mencari guru yang bisa mengajarkan membuat kue kering/basah, masak sayur. Mungkin anak-anak bisa dititipkan kerja di pabrik roti. ü Kan banyak pabrik roti di Tarakan, ada Milo (Bakery, pengkaji), ada juga di Kampung Bugis (pabrik roti, pengakaji) Ibu Ed. orangtua ü Saya juga bu, kalau bisa diajarkan (anak tunarungu, pengkaji) menjahit. Jadi bisa membantu saya menjahit di rumah. ü Dulu katanya sosial (Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tarakan, pengkaji) membuat pabrik penjahitan (konveksi, pengkaji) anak cacat, mana dia ? Ibu Mr. orangtua ü Kalau ada jalannya, kami mau saja berusaha berjualan makanankan, sekarangkan lagi laris orang berjualan sayuran masak. Biarlah anak-anak belajar, kami yang berjualan. Ada juga guru (instruktur, pengkaji) menjagakan (anak tunarungu). Tapi kami perlu perlengkapannya. ü Kalau kami bisa mendapatkan pinjaman uang tapi jangan kepada Bank, bunganya besar.
ü Dari pemerintah (Kota Tarakan, pengkaji) sajalah. Bilang (katanya, pengkaji) orang kantor Koperasi (Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi, pengkaji) ada pinjaman modal usaha. Gimana caranya, Bazis (Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah, pengkaji) juga mau (meminjamkan, pengkaji), bilang (kata, pengkaji) orang. ü Modal untuk membeli panci, dandangan, rantang, dan lain-lain la ü Perlengkapan masak, daripada duduk nyeritakan orang lain (ngerumpi, pengkaji) di sekolah baik kami berjualan Ibu Er. orangtua ü POPA juga usaha la cari toko tempat kita (orangtua, pengkaji) titip kue kering atau kita sama-sama buat usaha la untuk kita sama-sama. ü Keuntungannya kita sumbangkan ke POPA POPA ditutup pukul 13.00 wita
Instruktur
Sekretaris rapat
Suciaty
Muhamad Saleh
NOTULEN RAPAT Hari/Tanggal Jam Tempat Acara
: Jumat/25 Agustus 2006 : 09.00 Wita : Kantor Lurah Sebengkok : Rapat Pengurus POPA
Undangan
: Pengurus POPA
Rapat dimulai pukul 09.30 wita dibuka oleh ketua POPA Pengurus yang hadir 7 orang Sekretaris POPA sakit Ketua POPA (pembukaan) ü Saya POPA yang sudah kita (masyarakat Sebengkok, pengkaji) rintis kalau sampai mati ü Hari ini kita (pengurus POPA, pengkaji) minta masukan apa-apa yang menjadi hambatan kita selama ini dalam POPA ü Masalah pembinaan (anak tunarungu, pengkaji) yang dihadapi POPA selama ini adalah dana untuk perlengkapan belajar, bahan keterampilan dan pengganti uang transportasi pembimbing (instruktur). ü Kegiatan selama ini hanya sejumlah berapa dana yang kami dapat dari hasil penjualan hasil kerajinan anak-anak (tunarungu, pengkaji). ü Dermawan belum ada yang siap menjadi donatur tetap. Paling mereka memberikan sumbangan pada saat ada acara keramaian (seremonial, pengkaji) saja Ibu Sr. Instruktur ü Seperti vas bunga ini. Kerjanya Siska. Bahan-bahannya tidak sampai Rp. 10.000,- saya beli kartu tiga kotak cuma itu. Tapi kita jual Rp. 50.000,ü Uangnya kita belikan kartu lagi sisanya kita masukkan ke kas untuk dana kegiatan lain yang lebih besar. Untuk uang taksi saya pakai dana sendiri. Saya senang dengan kegiatan mengajar seperti ini sekalian saya beribadah. Mudah-mudahan menjadi amal jariah. Ibu EM. Ketua Popa ü Kita faham la pemerintah banyak yang perlu dibiayai untuk mewujudkan misi dan visi Kota Tarakan. Jumlah kami (anak binaan, pengkaji) belum banyak dan kegiatan kamipun berkembang. ü Nanti kalau jumlah sudah banyak (anak binaan, pengkaji) dan program kami berkembang, baru kami mengundang Pemerintah Kota Tarakan untuk melihat semangat anak tunarungu untuk maju dan mandiri, tanpa harus mengemis kepada pemerintah, pemerintah akan memberikan bantuan dana untuk perkembangan kegiatan POPA Ibu Sm. Bendahara POPA ü Pembimbing (instruktur, pengkaji) kita yang ada, mereka kayaknya tidak punya keterampilan lain yang bisa diajarkan kepada anak-anak yang kita bina Ibu Sv. anggota pengurus POPA ü Pengurus kita tidak aktif lagi. Ada yang sudah pindah, ada juga yang tidak pernah hadir dari pertama (sejak pembentukan POPA, pengkaji).
ü Bagaimana kita maju kalau pengurus saja kurang ü Mungkin perlu kita ganti Ibu Ms. anggota pengurus ü Masyarakat di Sebengkok belum ada yang pernah kita undang dalam kegiatan kita ü Pengusaha kita juga belum kita tawarkan kegiatan kita Ibu Sc. Instruktur ü Sebenarnya kita juga telah beberapa kali mendapatkan bantuan seperti waktu kita melaksanakan peringatan Hari Anak Cacat Dunia, kegiatan lomba Agustusan dari beberapa pengusaha di Sebengkok. Walaupun sumbangannya tidak tetap, kita merasakan sebenarnya sudah ada kepercayaan pengusaha kepada POPA. kita menjadi merasa punya tanggung jawab yang lebih dalam mengembangkan POPA. Ibu Sr. Instruktur ü Kalau menurut saya kita aktifkan dulu pengurus POPA, kalau POPA sudah kuat baru kita membuat program pembinaan ü Orangtuanya dulu (dikuatkan, pengkaji) baru anak tunarungunya Ibu Sv. anggota pengurus POPA ü Kita ajak atau minta masyarakat Sebengkok ikut jadi (menjadi, pengkaji) pengurus (POPA, pengkaji) biar tidak ada anaknya yang dibina Ibu Ms. anggota pengurus POPA ü Pengusaha juga bu. Ibu Sr. Instruktur ü Kemarin waktu saya membeli sedotan pelastik dan karton untuk bahan ketarampilan di CV. Raya oleh ibunya tidak mau di bayar. Padahal jumlahnya Rp. 120.000,-. Ibunya tanya, ”buka usaha warung ya bu?, saya jawab ah, tidak. ”Usaha katering kah?” kata ibunya. Tidak bu. jawab saya. ”Kok ibu selalu beli sedotan dan karton untuk apa ?”. saya ceritakan kegiatan POPA, itu lo bu ada kegiatan rutin mengajari anak tunarungu di kecamatan. Yang dari ini sedotan, kartu atau karton. Buat vas bunga, kotak tissue burung meja. ”sejak kapan kegiatan itu ada?. Baru kok bu, baru tahun ini kami laksanakan. Ya sudah dibawa saja, nanti kalau ada kegiatan bilang lagi ya sama saya. Bapak Rz. anggota pengurus POPA ü POPA sebaiknya mengundang masyarakat (tokoh agama dan tokoh masyarakat, pengkaji) Sebengkok dan instansi yang ada yang bertanggung jawab untuk kita menyusun program. ü Mungkin sosial (Bagian Sosial Setda Kota Tarakan, pengkaji), lurah, PKK, PSM juga. ü FPPC kan sudah ada, kita juga punya MUI (Majelis Ulama Indonesia, pengkaji) di sebengkok
Rapat diakhiri pada pukul 12.00 wita. Ketua POPA
Sekretaris rapat
Evi Martini Antono
Muhamad Saleh
NOTULEN RAPAT Hari/Tanggal Jam Tempat Acara
: Rabu/6 September 2006 : 10.00 Wita : Kantor Lurah Sebengkok : Perumusan rancana penyusunan program POPA
Undangan
:-
Lurah Sebengkok Bagian Sosial Ketua FPPC PKK Sebengkok Ketua MUI (tokoh agama) Pengurus POPA
Rapat dipimpin Lurah Sebengkok Bagian Sosial hadir Kepala Seksi Bantuan Sosial FPPC hadir ketua beserta dr. dari poli jiwa RSU Tarakan PKK hadir Ketua beserta Ketua Pokja I MUI hadir anggota bagian seksi dakwah Rapat dimulai pukul 10.15 wita dipimpin oleh Lurah Sebengkok Lurah ü Dua hari yang lalu pengurus POPA melaporkan rencana POPA menyusun rencana program dan penggantian pengurus ü Bapak dan ibu yang hadir hari ini karena saya minta POPA mengundangnya bapak dan ibu ü POPA selama ini melakukan kegiatan kegiatanpembinaan anak tunarungu di Sebengkok tapi mulai terhenti karena tidak ada dana ü Saya mengharapkan masukan bapak dan ibu untuk program ini Bpk Jm. anggota MUI seksi dakwah ü Saya tidak tau lo pak, kalau ada organisasi ini, saya sering melihat ibu-ibu ramai-ramai setiap hari sabtu sore begitu, membawa anaknya. ü Saya pikir pengajian atau acara selamatan (kenduri, pengkaji) abis mereka pakaiannya seperti pergi ke pesta gitu. ü Saya berterima kasih lo ada orang yang terbuka pikirannya mengadakan kegiatan ini. kalau kita dibawa kita siap saja membantu, paling kurang membantu menghubungkan dengan pengusaha dan donatur untuk memberikan sumbangan dalam kegiatan seperti ini Ibu Sd. anggota PKK ü Saya pernah bilang kepada ibu Siti, kalau ada kegiatan ajak PKK biar kita bisa berpartisipasi Ibu EV. Ketua FPPC ü Saya merasa berdosa menganaktirikan POPA, karena FPPC konsentrasi ke SLB ü Saya berterima kasih, POPA bisa terbentuk dan memulai kegiatannya walaupun terhenti ü Menurut saya hubungi dulu pengurus POPA yang lain, kalau memang tidak lagi mau aktif baru diganti ü POPAnya dulu dimatangkan, dengan diklat bagi penurus POPA
ü Untuk diklat FPPC bisa membantu Hj. Bg. anggota PKK ü POPA bisa bekerjasama dengan PKK pokja I nanti dalam pelaksanaan kegiatan ü POPA juga digerakkan PKK kan asalnya Lurah ü Nanti saya memfasilitasi POPA untuk dapat berhubungan dengan pengusaha supaya dapat menitipkan kerajinannya Bagian Sosial Setda Kota Tarakan ü Di Bagian Sosial ada namanya PSM nanti bisa kita minta untuk membantu pendampingan kegaiatan pada POPA Bpk Jm. anggota MUI seksi dakwah ü Sebaiknya organisasi POPAnya dulu dilengkapi dengan memasukkan masyarakat sebengkok untuk jadi anggota. ü Nanti dalam setiap kesempatan saya menghimbau masyarakat Ibu EM. Ketua POPA ü Kami (POPA, pengkaji) ingin ada hubungan dengan organisasi lain dalam satu kegiatan. Ada usaha ekonomi seperti berjualan kue atau sayuran masak. ü Biar sedikit tetapi terus menerus dapat disisihkan untuk kas POPA.”
Rapat ditutup oleh Lurah Sebengkok pada pukul 13.38 wita.
Ketua POPA
Sekretaris rapat
Zarkasih Mapelawa NIP. 010186776
Muhamad Saleh
PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN MASYARAKAT SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR KETERANGANPERBAIKAN SIDANG KAJIAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT Muhamad Saleh A154050215
No 1
4
Uraian Siapa yang menjadi sasaran utama program ini : Organisasi, keluarga tunarungu, anak tunarungu Siapa yang menanggung jawab setiap kegiatan, diantara pihakpihak yang terlibat Lebih baik menyusun program berdasarkan prioritas dengan membuat rencana jangka pendek, menengah dan panjang berdasarkan urutannya Program pemberdayaan POPA lebih operasional
5
Lampiran Notulen FGD sebaiknya diketik
2
3
Keterangan Sasaran utama program ini adalah organisasi POPA Dijelaskan pada halaman 58 Diperbaiki pada halaman 60 sampai dengan 63 (tabel 9) Sudah diperbaiki pada halaman 58 s/d 59 Diperbaiki pada halaman 60 sampai dengan 63 (tabel 9) Ekspalanasi halaman 58 s/d 59 Sudah diketik halaman 73 s/d 95