ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (inklusi) Disusun guna memenuhi tugas individu Mata Kuliah Strategi Belajar Mengajar Dosen pengampu : Bpk. Rasidi, S.Pd.
Disusun oleh : Nama
:Dodo Prastyoko
Nim
:12.0305.0170
Kelas
: “D”
PRODI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN i
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG
2012/2013 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang membahas tentang “ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS”. Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Strategi Belajar Mengajar Program studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Semester 2. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, dorongan, bimbingan dan arahan. Ucapan terima kasih dan penghargaan tersebut penulis sampaikan kepada : 1. Rasidi S. Pd, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dalam penulisan makalah ini. 2. Rekan-rekan yang telah memberikan dukungan dan motivasi. 3. Semua pihak yang turut membantu dalam penulisan makalah ini yang tak dapat kami sebutkan satu per satu Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa mendatang. Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membaca.
Magelang, 22 Juni 2013
Penulis
ii
DAFTAR ISI 1. HALAMAN SAMPUL ----------------------------------------------------------------------------------- I 2. KATA PENGANTAR ------------------------------------------------------------------------------------ II 3. DAFTAR ISI ----------------------------------------------------------------------------------------------- III 4. BAB I PENDAHULUAN 4.1.Latar Belakang ---------------------------------------------------------------------------------------- 1 4.2.Tujuan --------------------------------------------------------------------------------------------------- 2 4.3.Rumusan Masalah ------------------------------------------------------------------------------------ 2 5. BAB II PEMBAHASAN 5.1.Anak Berkabutuhan Khusus ----------------------------------------------------------------------- 3 5.2.Faktor-faktor Penyebab kelainan ----------------------------------------------------------------- 3 5.3.Operant Conditioning-------------------------------------------------------------------------------- 4 5.4.Karateristik Anak Berkebutuhan Khusus ------------------------------------------------------ 5 5.4.1. -Anak Tunagrahita --------------------------------------------------------------------------- 5 5.4.2. -Anak Dengan Kesulitan Belajar ---------------------------------------------------------- 6 5.4.3. -Karateristik Peserta Didik Hiperaktif --------------------------------------------------- 6 5.4.4. -Karateristik Anak Tunalaras-------------------------------------------------------------- 7 5.4.5. -Karateristik Anak Tunarungu Wicara -------------------------------------------------- 7 5.4.6. -Karateristik Anak Tunanetra ------------------------------------------------------------- 8 5.4.7. -Karateristik Anak Autistik ---------------------------------------------------------------- 9 5.4.8. -Karateristik Anak Tunadaksa ------------------------------------------------------------ 9 5.4.9. -Karateristik Anak Tunaganda ------------------------------------------------------------ 9 5.4.10. Karateristik Anak Berbakat dan Keberbakatan -------------------------------------- 10 5.5.Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus-------------------------------------------------------- 11 5.5.1. -Sekolah Anak Berkebutuhan Khusus --------------------------------------------------- 12 5.5.2. -Pendidikan Inklusi --------------------------------------------------------------------------- 13 6. PENUTUP 6.1.Kesimpulan--------------------------------------------------------------------------------------------- 15 7. DAFTAR PUSTAKA ------------------------------------------------------------------------------------- 16
iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Anak yang memerlukan layanan pendidikan khusus yaitu anak berkelainan atau anak luar biasa yang menyimpang dari kriteria normal atau rata-rata dalam hal sensorik, fisik, sosial emosional, intelektual dan mental. Penyimpanganpenyimpangan dalam hal ketajaman sensorik antara lain; visual, auditif dan taktil, sedangkan penyimpangan fisik adalah gangguan gerak, kelumpuhan, kelayuan, kekakuan, gangguan koordinasi motorik kasar serta hilangnya sebagian atau seluruh angguta tubuh dan lain sebagainya. Penyimpangan intelektual dalam bentuk kecerdasan dibawah rata-rata (mentally retarded) atau intelektual luar biasa tinggi (intelectually superior). Penyimpangan dalam bentuk gangguan emosional (emotional disturbance) dan ketidakmampuan perilaku sosial atau tuna laras (sosial maladjustment). Penyimpangan berkomunikasi dalam wicara atau tuna rungu diakibatkan karena gangguan suara, gangguan artikulasi dan gangguan kelancaran bicara. Jenis lain dari penyimpangan yang memerlukan layanan khusus yaitu tuna ganda mengalami berbagai gangguan dan penyimpangan yaitu dalam bentuk penyimpangan fisik, sensorik, intelektual, perilaku dan komunikasi. Anak kesulitan belajar pra akademik atau akademik, termasuk naka yang membutuhkan pendidikan khusus scara profesional. Kesulitan akademik menunjuk pada kegagalan-kegagalan pencapaian prestasi akademik yang sesuai dengan kapasita yang diharapkan dari seorang anak. Kesulitan belajar pra akademik yang berhubungan dengan perkembangan perhatian, persepsi, gangguan bahasa dan mental. Pembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus (student with special needs) membutuhkan suatu pola tersendiri sesuai dengan kebutuhanya masing-masing yang berbeda antara satu dan lainya. Dalam penyusunan program pembelajaran untuk setiap bidang studi hendaknya guru kelas sudah memiliki data pribadi setiap peserta didiknya. Data pribadi yakni berkaitan karateristik spesifik, kemampuan dan kelemahanya, kopetensi yang dimiliki, dan tingkat perkembanganya. Kriteria spesifik student with special needs pada umumnya berkaitan dengan tingkat perkembangan fungsional. Karateristik spesifik tersebut meliputi tingkat perkembangan sensorimotor, kognitif, kemampuan berbahasa, keterampilan diri, konsep diri, keterampilan berinteraksi sosial, serta kreativitasnya. Untuk mengetahui secara jelas tentang karateristik dari setiap siswa, seorang guru terlebih dahulu melakukan skrining atau asesmen agar mengetahui secara jelas mengenai kopetensi diri perserta didik bersangkutan. Tujuanya agar saat memprogramkan pembelajaran, sudah dipikirkan mengenai bentuk intervensi pembelajaran yang dianggap cocok. Asesmen adalah proses kegiatan untuk mengetahui kemampuan dan kelemahan setiap 1
peserta didik dalam segi perkembangan kognitif dan perkembangan sosial, melalui perkembangan yang sensitif. Kegiatan ini biasanya memerlukan penggunaan instrumen khususbsecara baku atau dibuat sendiri oleh guru kelas.
B. Tujuan 1. Memahami anak yang memerlukan atau berkebutuhan khusus 2. Mengidentifikasi penyebab faktor-faktor anak berkelainan 3. Mengetahui karateristik anak berkebutuhan khusus
C. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan anak berkebutuhan khusus ? 2. Faktor penyebab anak berkelainan ? 3. Apa itu operant conditioning ? 4. Karateristik anak berkebutuhan khusus ?
2
BAB II PEMBAHASAN
A. Anak Berkebutuhan Khusus Secara statistik yang dimaksud dengan anak luar biasa atau anak berkelainan adalah anak yang menyimpang dari kriteria normal atau rata-rata, baik menyimpang ke atas maupun menyimpang ke bawah; sedangkan anak yang menyandang ketunaan atau cacat ialah hanya menyimpang ke bawah dari kriteria normal. (Mulyono dan Sudjadi) Kirk dan Gallagher (1979) mengemukakan definisi anak luar biasa sebagai anak yang menyimpangdari rata-rata atau normal dalam: 1. Karateristik mental 2. Kemampuan sensoris 3. Karakter neuromotor 4. Perilaku sosial 5. Kemempuan berkomunikasi 6. Atau gabungan dari variabel tersebut Bertolak dari definisi yang dikemukakan oleh Kirk dan Gallagher dapat disimpilkan bahwa meskipun anak memiliki penyimpangan, anak tersebut tidak dapat digolongkan anak luar biasa atau nak berkelainan jika tidak memerlukan pelayana pendidikan khusus atau pendidikan luar biasa untuk mengembangkan kapasitasnya secara optimum. Anak yang diamputisa kaki kirinya atau terpotong telinganya karena suatu penyakit tidak dapat digolongkan anak luar biasa jika tidak memerlukan layanan pendidikan khusus untuk mengembangkan kapasitasnya secara optimum. (Mulyono A dan Sudjadi S., 1994)
B. Faktor-faktor Penyebab Anak Berkelainan Penyabab terjadianya anak luar biasa atau berkelainan sangat bervariasi tergantung pada setiap jenis kelainan. Pada umumnya terjadi kecacatan atau kelainan berdasarkan terjadinya tergolong kedalam 3 maca, yaitu disebabkan oleh faktor-faktor yeng terjadi pada saat di dalam kandungan, pada saat kelahiran, dan setelah kelahiran. 1. Faktor penyebab saat didalam kandungan atau sebelum kelahiran (prenatal) a) Kelahiran hereditas atau bawaan yang merupakan faktor genetika b) Keracunan pada saat di dalam kandungan c) Faktor psikologis d) Infeksi dalam kandungan e) Kekurangan gizi f) Berbagai penyakit yang disebabkan virus, seperti shiphillis, HIV 3
g) Kerusakan biokimia yeng menyebabkan abnormalitas kromosomal h) Faktor khusus 2. Faktor saat dilahirkan (natal) a) Pendarahan di otak b) Asfiksia c) Kerusakan bagian otak, yang diakibatkan terkena penjepit d) Lahir dengan vacum e) Sesak napas f) Prematuritas 3. Faktor setelah lahir (postnatal) a) Infeksi b) Encepalitis c) Meningitis d) Malnutrisi e) Disebabkan kecelakaan f) Perkembangan yang terlambat
C. Operant Conditioning Operant Conditioning merupakan pengkondisian karateristik perilaku tertentu terhadap peserta didikberkebutuhan khusus. Secara alamiah proses pengkondisian karateristik perilaku tertentu sangat diperlukan terhadap kejadian-kejadian yang berkaitan dengan perilakuyang mempunyai spesifikasi sulit. Kemngkinan diterapkan operant conditioning terhadap perilaku-perilaku khusus berkaitan dengan seringnya muncul perilaku menyimpang berhubungan dengan waktu dan intensitasnya. Cohen, liebson dan fallace (1971) dalam penelitianya telah memanfaatkan situasi kebiasaan minum minuman berakohol terhadap para pemabuk berusia 39 tahun yang menjadi responden perhatianya. Tujuan penelitian tersebut untuk mengevaluasi pengaruhpengaruh alkohol terhadap perilaku tertentu. Sebagai alat intervensi adalah 24 ons ethanol setiap hari. Sedangkan keseluruhan minuman beralkohol yang dikonsumsi selama kegiatan, tergantung pada ukuran masing-masing responden. Ketika operant conditioning mempunyai pengaruh, subyek ditempatkan pada lingkungan yang mengkonsumsi susu kadar tinggi. Tindakan ini dilakukan jika subyek mengkonsumsi kurang dari kurang dari 5 ons ethanol setiap harinya. Pola penguatan atau reinforcement terhadap responden berupa negative consquences, yaitu jika subyek mengkonsumsi lebih dari 5 ons ethanol setiap hari, yang bersangkutan akan kehilangan hak-hak istimewa untuk hari-hari berikutnya. Operan conditioning merupakan faktor penting dalam pengembangan berbagai bentuk perilaku bermain dan perilaku sosial anak disamping dapat meningkatkan harga diri dan kemampuan kontrol diri (bijaou & Bear, 1967). Selanjutnya skinner 4
mengaplikasikan konsep-konsep operant untuk memehami kehidupan sehari-hari (1953) dan pengembangan masyarakat yang tidak praktis (1948). Aspek-aspek utama operant conditioning dapat digambarkan sebagai berikut: 1. Acquissition atau kelahiran, merupakan tanggapan-tanggapan diikuti dengan penguatan dan peningkatan kekuatan respon hingga mencapai maksimal. 2. Extinction occrus atau terjadinya penghentian, jika respon yang terjadi tidak sesuai, dengan waktu tidak lama kegiatan yang sedang berlangsung dihentikan. Hal ini dimungkinkan terjadi penerimaan perilaku yang terjadi hanya sekali. 3. Spontaneous recovery atau recovery secara spontan, dilakukan dalam situasi beberapa saat setelah extintion terjadi lagi respon-respon organ tubuh tetapi pada tingkat rendah. 4. Generalization and Discrimination atau penggeneralisasian dan diskriminasi, bila tanggapan tanggapan mengarah pada trjadinya satu stimulus diskriminatif. Anak akan melakukan respon terhadap rangsangan atau stimulus yang sama tetapi secara ekplisit tidak terjadi penguatan dalam merespon terhadap stimulus kedua. Alat organ tubuh secara umum akan mempelajari respon hanya pada stimulus atau rangsangan yang pertama. 5. Punishment atau hukuman, tanggapan-tanggapan menjadi lebih rendah jika dilakukan hukuman positif atau penarikan rangsangan kainginan (yang bersifat hukuman negatif). Hukuman khusus berupa penguatan hukuman positif mempunyai variasi dari consequences yang tidak diinginkan. Dalam hal ini para ahli operant menyerahkan cara lain berupa kontrol prilaku (behavioral control).
D. Karateristik Anak Berkebutuhan Khusus 1. Anak Tunagrahita Anak Tunagrahita secara umum mempunyai tingkat kemampuan intelektual dibawah rata-rata. Selain itu juga mengalami hambatan terhadap parilaku adaptif selama masa perkembangan hidupnya dari 0 tahun hingga 18 tahun, sesuai dengan batasab dari AAMD (Grossman, 1983:11) Karateristik anak dengan perkembangan Tunagraita, meliputi hal-hal sebagai berikut : a) Mempunyao dasar secara fisiologis, sosial dan emosional sama seperti anak yang tidak menyandang tunagraita. b) Selalu bersifat external locus of control sehingga mudah sekali melakukan kesalahan (expectancy for filure) c) Suka meniru perilaku yang benar dari orang lain dalam upaya mangatasi kesalahan-kesalahan yang mungkin ia lakukan (outerdirectedness) d) Mempunyai perilaku yang tidak dapat mengatur diri sendiri e) Mempunyai permasalahan berkaitan dengan perilaku sosial (social behavioral) 5
f) g) h) i) j) k)
Mempunyai masalah berkaitan dengan karateristik belajar Mempunyai masalah dalam bahasa dan pengucapan Mempunyai masalah dalam kesehatan fisik Kurang mampu untuk berkomunikasi Mempunyai kelainan pada sensori dan gerak Mempunyai masalah berkaitan dengan psikiatrik, adnya gejala-gejala depresif menurut hasil penelitian dari meins tahun 1995 (smith, et al., 2002:278-289)
2. Anak Dengan Kesulitan Belajar (anak berprestasi rendah Anak yang berprestasi rendah(underachievers) umumnya kita temui di sekolah, karena mereka pada umumnya tidak mampu menguasai bidang studi tertentu yang diprogramkan oleh guru berdasarkan kurikulum yang berlaku. Ada sebagian dari mereka mempunyai nilai pelajaran sangat rendah ditandai juga dengan tes IQ berada di bawah rata-rata normal. Untuk golongan ini disebut deganslow learners. Pencapaian prestasi rendah umumnya disebabkan oleh fktor minimal brain dysfunction, dyslexsia, atau perceptual disabiliti. Di Amerika serikat anak yang berprestasi rendah disebut dengan istilah specific learning disability. Peserta didik yang tergolong dalam specific lesrning disability mempunyai karateristik sebagai berikut: a) Kelainan yang terjadi berkaitan dengan faktor psikologis sehingga mengganggu kelancaran berbahasa, saat berbicara dan menulis b) Pada umunya mereka tidak mampu menjadi pendengar yang baik, untuk berfikir, untuk berbicara, membaca dan menulis, mengeja huruf bahkanperhitungan yang bersifat matematika c) Kemampuan mereka yang rendaah dapat dicirikamelalui hasil tes IQ atau tes prestasi belajarkhususnya kemampuan-kemampuan berkaitan dengan kegiatan-kegiatan disekolah d) Kondisi kelainan dapat disebabkan oleh perceptual handicapes, brain injury, minimal brain disfunction, dyslexsia, dan developmental aphasia e) Mereka tidak tergolong kedalam penyandang tunagraita, tunalaras, atau mereka yang mendapatkan hambatan dari faktor lingkungan, budaya atau faktor ekonomi f) Mempunyai karateristik khusus berupa kesulitan di bidang akademik, masalah kognitif, dan masalah-masalah emosi sosial 3. Karateristik Peserta Didik Hiperaktif Hiperaktif bukan merupakan penyakit tetapi suatu gejala symptoms. (batshaw & perret, 1986: 261) symptoms disebabkan faktor-faktor brain demage, an emitional distribance, a hearing deficit, or mental retaradation. Hal ini dimungkinkan terjadi bahwa seorang anak mempunyai kelainan in-tensi disorder dengan hiperaktif (etention deficit disorder). 6
Ciri-ciri atau karateristik peserta didik heperaktif adalah sebagai berikut: a) Selalu berjalan-jalan memutari ruang kelas dan tidak mau diam b) Sering mengganggu teman-teman dikelasnya c) Suka berpindah-pindah dari satu kegiatan ke kegiatan lainya dan sangat jarang untuk tinggal diam menyelesaikan tugas sekolah, paling lama bisa tinggal diam di tempat duduk sekitar 5 sampai 10 menit d) Mempunyai kesulitan untuk untuk berkonsentrasi dalam tugas-tugas di sekolah e) Sengat mudah berperialku untuk mengacau atau mengganggu f) Kurang memberi perhatian untuk mendengarkan orang lainberbicara g) Selalu mengalami kegagalan dalam menyelesaikan tugas-tugas di sekolah h) Sulit mengikuti perintah atau suruhan lebih dari satu pada saat yang bersamaan i) Mempunyai masalah belajar hampir diseluruh bidang studi j) Tidak mampu menulis surat, mengeja huruf dan berkesulitan dalam surat menyurat k) Sering gagal disekolah disebabkan oleh adanya in-atensi dan masalah belajar karena persepsi visual dan auditory yang lemah l) Karena sering menurutkan kata hati mereka sering mendapat kecelakaan dan luka. (Rapport & ismond, 1984 dalam batshaw & perret, 1986:236) 4. Karateristik anak Tunalaras Definisi berkaitan dengan tunalaras atau emotionally handicapped atau behavioral desorder sekarang lebih terarahkan berdasarkan definisi dari Eli M. Bower (1981). Definisi Bower (1981) menyatakan bahwa anak dengan hambatan emosional atau kelainan perilaku, apabila ai menunjukan adanya satu atau lebih dari lima komponen berikut ini: a) Tidak mampu belajar bukan disebabkan karena faktor intelektual, sensory atau kesehatan b) Tidak mampu untuk melakukan hubungan baik dengan teman-teman dan guru-guru c) Bertingkah laku atau berperasaan tidak pada tempatnya d) Secara umum, mereka selalu dalam keadaan pervasive dan tidak menggembirakan atau depresi e) Bertendensi kearah symptoms fisik seperti: merasa sakit, atau ketakutan berkaitan dengan orang tua atau permasalahan di sekolah 5. Karateristik anak tunarungu Wicara Bentuk mimik peserta didik dengan hendaya pendengaran dan bicara (tuna rungu wicara) berbeda dengan anak-anak berkebutuhan khusus yang lain. Hal ini karena mereka tidak pernah mendengar atau menggunakan panca indera telinga dan mulut. Oleh sebab itu mereka tidak terlalu paham dengan apa yang dimaksudkan dan dikatakan oleh orang lain. Pengertian hendaya pendengaran adalah seseorang yang mengalami kekurangan atau kehilangan 7
kemampuan mendengar sebagian atau seluruhnya, diakibatkan tidak berfungsinya sebagian atau seluruh indera pendengaran. Ciri-ciri umum hambatan perkembangan bahasa dan komunikasi antara lain sebagai berikut: a) Kurang memperhatikan saat guru memberikan pelajaran dikelas b) Selalu memiringkan kepalanya, sebagai upaya untuk berganti posisi telinga terhadap sumber bunyi, sering kali ia meminta pengulangan penjelasan guru saat dikelas c) Mempunyai kesulitan saat mengikuti petunjuk secara lisan d) Keengganan untuk berpartisipasi secara oral, mereka mendapatkan kesulitan untuk berpartisipasi secara oral dan dimungkinkan karena hambatan pendengaranya e) Adanya ketergantungan terhadap petunjuk atau instruksi saat dikelas f) Mengalami hambatan dalam perkembangan bahasa dan berbicara g) Perkembangan intelektual peserta didik tuna rungu wicara terganggu h) Mempunyai kemampuan akademik yang rendah, khususnya dalam membaca 6. Karateristik anak Tunanetra Anak yang mengalami hambatan penglihatan atau tunanetra atau anak dengan hedaya penglihatan, perkembanganya berbeda dengan anak-anak berkebutuhan khusus lainya, tidak hanya disisi penglihatan tetapi juga dari hal lain. Bagi peserta didik yang memiliki sedikit atau tidak melihat sama sekali, jelas ia harus mempelajari lingkungan sekitarnya dengan menyentuh dan merasakanya. Perilaku untuk mengetahui objek yang akan diraih adalah perilakunya dalam perkembangan motorik. Sedangkan perilaku menekankan dan suka menepuk mata dengan jari, kemudian menarik ke depan dan ke belakang, menggosok dan memutarkan serta menatap cahaya sinar merupakan perilaku anak dengan hendaya penglihatan. Hal ini sering digunakan guna mengurangi tingkat stimulasi sensor dalam melihat dunia luar. Untuk dapat merasakan perbedaan dari setian objek yang dipegangnya, anak dengan hendaya penglihatan selalu menggunakan indera raba dengan jari-jarinya. Kegiatan ini merupakan perilakunya untuk menguasai dunia persepsi dengan menggunakan indera sensorik. Anak dengan hendaya penglihatan sangat sulit dan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menguasai dunia persepsi. Mengenai perkembangan kognitif anak dengan hendaya penglihatan menurut Lowenfeld (1948), terdapat tiga hal yang berpengaruh buruk terhadap perkembangan kognitifnya, antara lain sebagai berikut: a) Jarak dan beragamnya pengalaman yang dimiliki perserta didik dengan hendaya penglihatan. Kemampuan ini terbatas karena mereka mempunyai perasaan yang tidak sama dengan anak yang mampu melihat 8
b) Kemampuan yang telah diperoleh akan berkurang dan akan berpengaruh terhadap pengalamanya terhadap lingkungan c) Peserta didik dengan hendaya penglihatan tidak memiliki kendali yang sama terhadap lingkungan dan diri sendiri, seperti hal yang dilakukan oleh anak awas 7. Karateristik anak Autistik (autistic child) Autism syndrome merupakan kelainan yang disebabkan adanya hambatan ketidakmampuan berbahasa yang diakibatkan oleh kerusakan pada otak. Gejala-gejala penyandang autism menurut Delay & Deinaker (1952), dan Marholin & Phillips (1976) antara lain sebagai berikut : a) Senang tidur bermalas-malasan atau duduk menyendiri dengan tampang acuh, muka pucat, dan mata sayu dan selalu memandang kebawah b) Selalu diam sepanjang waktu c) Jika ada pertanyaan kepadanya, jawabanya sangat pelan dengan nada monoton, kemudian dengan suara yang aneh ia akan mengucapkan atau menceritakan dirinya dengan beberapa kata, kemudian diam menyendiri lagi d) Tidak pernah bertanya, tidak rasa takut, tidak punya keinginan yang bermacam-macam, serta tidak menyanangi sekelilingnya e) Tidak tampak ceria f) Tidak peduli terhadap lingkunganya, kecuali pada benda yang disukainya, misalnya boneka 8. Karateristik anak Tunadaksa atau anak dengan Hendaya Fisik dan Motorik Pada dasarnya kelainan peserta didik tunadaksa dikelompokan menjadi dua bagian besar, yaitu kelainan pada sistem serebral (cerebral system) dan kelainan pada sistem otot dan rangka (musculoskeletal sytem). Peserata didik tunadaksa mayoritas memiliki kecacatan fisik sehingga mengalami koordinasi gerak, persepsi, dan kognisi disamping ada kerusakan saraf tertentu. Dengan demikian dalam memberikan layanan disekolah memerlukan modifikasi dan adaptasi yang diklasifikasikan dalam tiga kategori umum, yaitu kerusakan saraf, kerusakan tulang, dan anak dengan gangguan kesehatan lainya. Kerusakan saraf disebabkan kerena pertumbuhan sel saraf yang kurang atau adanya luka pada sistem saraf pusat. Kelainan saraf utama menyebabkan adanya cerebal palsy (kelainan diakibatkan adanya kesulitan gerak berasal dari disfungsi otak), epilepsi, spina bifida, dan kerusakan otak lainya. 9. Karateristik anak Tunaganda Diartikan secara bebas bahwa “ Tunaganda adalah mereka yang mempunyai kelainan perkembangan mencakup kelompok yang mempunyai 9
hambatan-hambatan perkembangan neorologis yang disebabkan oleh satu atau dua komsinasi kelainan dalam kemampuan seperti intelegensi, gerak, bahasa, atau hubungan pribadi di masyarakat.” Selanjutnya, Walker (1975) berpendapat mengenai “tunaganda atau multihandicapped” sebagai berikut: a) Seorang dengan dua hambatan yang masing-masing memerlukan layananlayanan pendidikan khusus b) Seorang dengan hambatan-hambatan ganda yang memerlukan layanan teknologi c) Seorang dengan hambatan-hambatan yang memerlukan modifikasi metode secara khusus. (dalam Mulliken, R.T & Buckley, J.J., 1983:6) 10. Karateristik anak Berbakat dan Keberbakatan Pengartian anak berbakat dan keberbakatan dalam perkembangnya telah menglami berbagai perubahan. Dimulai dengan pengertian yang berdasarkan pada pendekatan unidimensi atau faktur tunggal (yang berpatokan pada IQ) ke pendekatan yang bersifat multidimensi atau faktor jamak. Pengertian yang berdasarkan pada faktor tunggal (unidimensi) adalah pengertian yang menggunakan intelegensi sebagai kriteria tunggal dalam menentukan kebakatan. Sedangkan pengrtian yang berdasarkan pada pendekatan multidimensi tidak hanya menggunakan intelegensi sebagai kriteria tunggal dalam menentukan keberbakatan, tetapi kriteria jamak berupa kriteria-kriteria lain selain intelegensi. Dalam pendekatan multidimensi diakui adanya keragaman dalam konsep dan kriteria keberbakatan, sehingga diperlukan berbagai cara dan alat yang seragam dalam menentukan siapa anak berbakat dan keberbakatan (Amin, M., 1996:1) Peserta didik berbakat mempunyai empat kategori, yaitu sebagai berikut: a) Mempunyai kemampuan intelektual atau mempunyai intelegensi yang menyaluruh, mengacu pada kemampuan berfikir secara abtrak dan mampu memecahkan masalah secara sistematis dan masuk akal. Kemampuan ini dapat diukur pada anak maupun orang dewasa dengan tes psikometrik berkaitan dengan prestasi umumnya dinyatakan dengan skor IQ. b) Kemampuan intelektual khusus, mengacu pada kemampuan yang berbeda dalam matematika, bahasa asing, musik, atau ilmu pengetahuan alam. c) Berfikir kreatif atau berfikir murni menyeluruh. Umumnya mampu berfikir untuk memecahkan permasalahan yang tidak umum dan memerlukan pemikiran tinggi. Pikiran kreatif menghasilkan ide-ide yang produktif melalui imajinasi, kepintaranya, keluwesanya, dan bersifat menakjubkan. d) Mempunyai bakat kreatif khusus, bersifat orisinil, dan berbeda dengan orang lain. 10
E. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Mungkin sudah banyak yang memahami pengertian dari anak berkebutuhan khusus. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki karakteristik khusus yang berbeda dengan anak kebanyakan. Namun demikian anak berkebutuhan khusus terkadang tidak selalu mengacu kepada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik yang seringkali menjadi kesalahan interpretasi masyarakat umum. Dalam hal aktifitas belajar atau menimba ilmupun sebenarnya anak berkebutuhan khusus belum tentu dan tidak selalu mengalami problem. Namun barangkali yang menjadi problem adalah ketika anak berkebutuhan khusus ini melakukan interaksi dengan teman sebayanya dalam sebuah sistem pendidikan reguler. Untuk menghindari terjadinya permasalahan ini, perlu kiranya dipertimbangkan sebuah program pemerintah untuk pendidikan anak berkebutuhan khusus beserta faktor pendukungnya agar persentase keberhasilan pendidikan dapat mengalami peningkatan.
Berikut ini beberapa faktor pendukung dan penentu keberhasilan pembelajaran pendidikan anak berkebutuhan khusus sebagaimana diolah dari berbagai sumber, yaitu:
Kemampu anak Kenali dengan benar kemampuan dan kelemahan tiap anak. Kemampuan dan kelemahan anak akan berbeda antara satu dengan yang lain, sehingga metode pembelajaran juga akan berbeda.
Kecerdasan kognitif Kenali dengan benar kecerdasan kognitif yang dimiliki tiap anak, beberapa anak bisa saja memiliki kecerdasan kognitif lebih tinggi dibandingkan dengan yang lain sehingga mempengaruhi metode pembelajaran.
Kemampuan berbahasa Kenali dengan benar kemampuan berbahasa yang dimiliki tiap anak, sehingga efektifitas metode penyampaian materi pembelajaran dapat disesuaikan dengan kondisi ini.
Interaksi sosial Tidak semua anak berkebutuhan khusus mempunyai interaksi sosial yang buruk sehingga metode pembelajaran paling tepat dapat ditentukan melalui serangkaian tugas kelompok atau grup. 11
Kreatifitas Semakin tinggi tingkat kreatifitas anak, semakin besar pula peluang keberhasilan pendidikan yang akan ditempuh oleh anak berkebutuhan khusus ini.
Sekolah Anak Berkebutuhan Khusus Memperoleh pendidikan yang layak adalah hak setiap warga negara, tanpa terkecuali untuk anak berkebutuhan khusus. Namun faktanya tidak mudah menemukan sekolah anak berkebutuhan khusus, bahkan bisa jadi sekolah yang memiliki fasilitas ini belum tentu terdapat pada tiap kecamatan pada kota kecil sekalipun. Lain halnya jika bertempat tinggal pada daerah perkotaan dimana sekolah anak berkebutuhan khusus bisa dijumpai pada tiap kecamatan. Hal ini sebenarnya bisa dipahami karena memang terdapat kendala keterbatasan tenaga pengajar yang memiliki keahlian dalam memberikan pendidikan kepada anak berkebutuhan khusus. Namun demikian beberapa orangtua yang memiliki anak berkebutuhan khusus juga tidak memahami apa saja jenis dan macam sekolah ini.
Berikut ini akan disampaikan beberapa jenis dan macam sekolah anak berkebutuhan khusus sebagaimana diolah dari berbagai sumber, yaitu : Segregasi Segregasi adalah suatu sistem pendidikan anak berkebutuhan khusus dimana anak yang memiliki bakat spesial ini belajar dalam lingkungan yang berisi dengan anak-anak yang sama-sama berkebutuhan khusus juga. Keuntungan dari pendidikan ini adalah anak tidak perlu lagi beradaptasi dengan lingkungan sekolah. Integrasi Integrasi adalah suatu sistem pendidikan anak berkebutuhan khusus dimana anak berkebutuhan khusus tersebut diberi kesempatan untuk berinteraksi dengan anak normal di sekolah reguler. Keuntungan dari pendidikan ini adalah anak akan terbiasa untuk berinteraksi secara sosial dalam masyarakat, serta memungkinkan anak mendapat perlakuan dan penerimaan yang tepat dari lingkungan sekitarnya. Inklusi Inklusi adalah suatu sistem pendidikan anak berkebutuhan khusus dimana 12
penempatan anak yang memiliki bakat spesial mulai dari tingkat ringan, sedang, dan berat dipadukan secara penuh di kelas reguler. Walaupun anak akan terbiasa melakukan interaksi dengan teman sekelasnya, namun metode ini bisa saja membuat lingkungan memandang anak secara negatif dan begitu juga sebaliknya, anak spesial ini juga akan memandang rendah status
Pendidikan Inklusi Sekolah inklusi yang dijalankan dengan metode pembelajaran dan pengajaran, pendidikan inklusi diharapkan mampu mengakomodasi keberagaman. Sehingga, tidak lagi diperlukan ekslusivitas dalam penyelenggaraan pendidikan, karena tanpa disadari, pembagian segmentasi peserta didik itu menghambat proses interaksi. Bahkan, akan menanamkan sifat mendiskriminasikan sebagai sesama. Lebih parah lagi, siswa ABK atau difabel menjadi komunitas terpinggir yang tereliminasi dari dinamika sosial di masyarakat.
Misi utama dari penyelenggaraan sistem pendidikan inklusi adalah terbangunya tatanan masyarakat inklusif (inclusive society). Sebuah sistem kemasyarakatan yang dibangun dari spirit saling menghormati dan menjunjung tinggi nilai dan fakta keberagaman sebagai realitas kehidupan.
Pendidikan inklusi diselenggarakan berdasarkan semangat untuk membangun sistem masyarakat inklusif, yaitu sebuah tatanan masyarakat yang saling menghargai dan menghormati keberagaman. Dengan demikian penyelenggaraan pendidikan inklusi didasari pula semangat kebersamaan dalam keberagaman. Peleksanaanya dilakukan dengan penerapan metode dan penciptaan kondisi suasana belajar yang saling menumbuhkan (comperative learning). Proses pembelajaran comperative learning akan menstimulasi siswa untuk dapat saling memahami (mutual understanding) kekurangan yang terdapat dalam diri masingmasing temanya. Selanjutnya, dari tumbuhnya kesadaran akan keberagaman dan keberbedaan kemampuan diantara mereka akan tumbuh sikap peduli (care) terhadap kelemahan yang disandang temanya. Pada akhirnya, pendidikan inklusi yang melibatkan partisipasi aktif dari tenaga pendidik dan sisiwa akan dapat 13
menciptakan tradisi atau budaya peduli, bukan budaya kompetitif. Selain itu, aplikasi dari budaya belajar bekerja sama (comperative learning) niscaya tidak hanya mencapai target mencerdaskan otak bagi masing-masing siswa, melainkan juga
mempertajam
kecerdasan
14
dan
kepekaan
sosial.
PENUTUP A. KESIMPULAN Anak yang memerlukan layanan pendidikan khusus yaitu anak berkelainan atau anak luar biasa yang menyimpang dari kriteria normal atau rata-rata dalam hal sensorik, fisik, sosial emosional, intelektual dan mental. Maka sebab itu Pembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus (student with special needs) membutuhkan suatu pola tersendiri sesuai dengan kebutuhanya masing-masing yang berbeda antara satu dan lainya. Dalam penyusunan program pembelajaran untuk setiap bidang studi hendaknya guru kelas sudah memiliki data pribadi setiap peserta didiknya. Data pribadi yakni berkaitan karateristik spesifik, kemampuan dan kelemahanya, kopetensi yang dimiliki, dan tingkat perkembanganya.
15
DAFTAR PUSTAKA Siti, Ellah. 2005 Terapi Permainan Bagi Anak Yang Memerlukan Layanan Pendidikan Khusus. Jakarta PPTG Dirjen Dikti Depdikbud Delphie, Bandi. 2006 Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung PT Refika Adit Santoso, Budi. 2010 Sekolah Alternatif, Mengapa Tidak....?!. Jogjakarta DIVA Press www.google.com, Wikipedia Bahasa Indonesia. Anak Berkebutuhan Khusus
16