PEMBERDAYAAN KELOMPOKTANI DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN BIOFARMAKA Oleh Wida Pradiana Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Bogor Corr :
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemberdayaan kelompoktani dalam pengembangan kawasan biofarmaka di Kecamatan Maja Kabupaten Lebak. Pengambilan sampel dengan cara Purposive Sampling kepada 55 responden. Data dianalisis dengan menggunakan analisis non parametrik konkordasi Kendall’s W, sehingga diperoleh indikator pengetahuan merupakan sisi terlemah dari variabel pemberdayaan kelompoktani dalam pengembangan kawasan biofarmaka dengan nilai 1,46. Selanjutnya indikator pemasaran, juga merupakan sisi terlemah dengan nilai 1,13. Indikator sarana produksi merupakan sisi terkuat dalam pengembangan kawasan biofarmaka dengan nilai 3,35. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai mean rank sarana produksi 3,35, budidaya 3,19, sikap 2,85, pasca panen 2,34 terkatagori tinggi, sehingga aspek yang perlu diberdayakan adalah aspek pengetahuan dalam hal pemasaran. Kata Kunci : Pemberdayaan Kelompoktani, Kawasan Biofarmaka ABSTRACT The objective of this research was to determine the empowerment of farmer groups in the development of herbs region in District Maja Lebak. Purposive sampling method was used in this research. 55 respondents were chosen. Data were analyzed using non-parametric analysis of concordance Kendall's W, to obtain indicators of knowledge as the weakest indicators with a value of 1.46. Indicators of marketing, also the weakest with a value of 1.13. The indicator of production facilities was the strongest with a value of 3.35. The results showed that the mean rank production facilities 3,35, cultivation 3.19, the attitude 2,85, post harvest 2.34 catagorized as high. Farmers’ knowledge in marketing need to be improved. Keywords: Empowerment of Farmers Group, Region Biofarmaka
PENDAHULUAN Kawasan Tanaman Biofarmaka adalah suatu wilayah dengan kesamaan ekosistem dan disatukan oleh fasilitas infrastruktur ekonomi yang sama sehingga membentuk kawasan yang berisi berbagai kegiatan usaha berbasis pasar mulai dari penyediaan sarana produksi, budidaya, penanganan pascapanen, pemasaran serta berbagai kegiatan pendukungnya, sehingga diperlukan dukungan subsektor terkait secara terintegrasi dari aspek budidaya sampai pemasaran.
Mengingat begitu pentingnya kawasan tanaman Biofarmaka dalam menyokong pembangunan pertanian, diperlukan suatu pedoman umum pengembangan Kawasan Tanaman Biofarmaka yang terintegrasi dengan berbagai pemangku kepentingan salah satunya kelembagaan kelompoktani. Kecamatan Maja terletak di Kabupaten Lebak yang merupakan sentral tanaman biofarmaka. Jenis-jenis tanaman biofarmaka yang banyak dikembangkan di Kecamatan Maja yaitu lengkuas, jahe, kunyit dan kencur. Namun tanaman yang paling
banyak ditanam oleh petani setempat adalah tanaman lengkuas. Dalam perjalanan perkembangan kawasan biofarmaka terdapat beberapa masalah diataranya masih rendahnya tingkat penerapan intensifikasi komoditi lengkuas, serta kurangnya kerjasama antar anggota kelompoktani dalam penyediaan sarana produksi untuk budidaya lengkuas. Guna mengatasi hal tersebut pemberdayaan kelompoktani dalam pengembangan suatu kawasan biofarmaka menjadi upaya penting untuk dilaksanakan. Tujuan penelitian ini adalah memberdayakan kelompoktani dalam pengembangan kawasan biofarmaka dan menganalisis kebutuhan sarana produksi dalam pengembangan kawasan biofarmaka.
METODE Lokasi penelitian adalah di Kecamatan Maja Kabupaten Lebak Provinsi Banten. Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 14 April 2015 sampai dengan 8 Juni 2014. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 124 orang yang terdistribusi pada empat kelompoktani, yaitu kelompoktani Sampora Sari 28 orang, Kelompoktani Rajaban 35 orang, Kelompoktani Mekarjaya 32 orang dan Kelompoktani Pasirkacapi 29 orang.
Jumlah sampel dihitung dengan menggunakan rumus Slovin, sehingga jumlah sampel yang diambil 55 responden. Berdasarkan rumus tersebut proporsi masing-masing kelompoktani yaitu Kelompoktani Sampora Sari 12 orang, Kelompoktani Rajaban 16 orang, Kelompoktani Mekarjaya 15 orang dan Kelompoktani Pasirkacapi 12 orang. Setiap responden sudah dapat dipastikan memiliki lahan garapan atau menanam lengkuas dan merupakan anggota kelompoktani aktif. Data primer dikumpulkan langsung dari sumbernya yaitu petani sampel yang diwawancarai dengan menggunakan instrumen sebagai pedoman dalam melakukan wawancara terstruktur. Bentuk pertanyaan dalam kuesioner adalah pertanyaan tertutup. Data sekunder diperoleh melalui pencatatan data yang telah tersedia di kantor Kecamatan dan BPP. Teknik analisa data yang digunakan dalam kajian ini menggunakan analisis non parametric Kendall’W, untuk mengetahui indikator terlemah dari jawaban responden suhingga akan diperoleh rangking. Program atau software yang digunakan untuk olah data statistik adalah SPSS Version 21, SPSS (Statistical Product and Service Solution).
Tabel 1. Variabel dan indikator penelitian No Variabel Indikator 1.Pengetahuan Pemberdayaan 2.Sikap 1. Kelompoktani 3. Keterampilan 1. Sarana Produksi Pengembangan 2. Tehnik Budidaya 2. Kawasan Lengkuas Biofarmaka 3. Pasca panen 4. Pemasaran HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden Responden adalah anggota dan pengurus dari 4 kelompoktani yaitu
Ket Prilaku
Subsistem agribisnis
Kelompoktani Mekarjaya Desa Mekarsari, Kelompoktani Sampora Desa Cilangkap, Kelompoktani Rajaban Desa Pasir Kembang dan Kelompoktani Pasirkacapi Desa Pasirkacapi Kecamatan Maja Kabupaten Lebak.
Responden yang dikaji sebanyak 55 orang dengan karakteristik meliputi 1) umur, 2) pendidikan dan 3) luas lahan usahatani. Umur responden tertinggi
adalah 72 tahun dan terendah 30 tahun. Gambaran karakteristik responden selengkapnya disajikan pada Tabel 2 berikut ini.
Tabel 2. Karakteristik responden berdasarkan umur, pendidikan dan Luas lahan. Karakteristik Klasifikasi Umur <30 30-55 >56 Pendidikan TTS SLTP-SLTA >SLTA Luas Lahan <0,1 (Ha) 0,1-0,5 0,5-1 >1
Jumlah Responden (org) 40 15 43 10 2 1 21 24 9
Kategori Produktif Tidak produktif Dasar Menengah Tinggi Sempit Sedang Luas Sangat Luas
% 72,7 27,3 78,2 18,2 3,6 1,8 40 43,6 14,6
Sumber : Data Primer Analisa Pengkajian 2014
Berdasarkan Tabel 2. Persentase umur responden tertinggi adalah berumur 30-55 tahun sebesar 72,7% berjumlah 40 orang. Sedangkan responden yang berumur > 56 tahun berjumlah 15 orang atau 27,3%. Menurut Keynesian dalam Wibowo (2001), usia produktif berada pada kisaran umur 1455 tahun. Dengan demikian umur responden didominasi oleh usia produktif yaitu sebanyak 40 orang (72,2%) sedangkan umur >56 tahun sebanyak 15 orang (27,3). Sehingga untuk menerapkan teknologi baru akan sangat baik. Umur merupakan suatu aspek yang berhubungan dengan kemampuan fisik maupun psikologis baik mental, emosional, ataupun sosial seseorang. Dominasi petani dewasa merupakan aset SDM yang penting dalam proses penerimaan satu inovasi. Usia 37-54 tahun dikategorikan masa dewasa madya dan merupaka masa berprestasi. Petani dewasa dapat menjadi penggerak dan perintis dalam mendukung upaya-upaya kemajuan usahatani yang digeluti melalui penerimaan inovasi teknologi usahatani yang terus berkembang. Berdasarkan Tabel 2 diatas sebagian besar responden berpendidikan rendah,
sehingga akan berpengaruh pada pengetahuan, keterampilan, dan sikapnya dalam pengembangan kawasan biofarmaka. Rendahnya tingkat pendidikan responden juga dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah sarana pendidikan yang sangat terbatas jumlahnya, sarana infrastruktur jalan yang rusak dan lokasi sekolah yang jauh serta kebanyakan berada di pusat Kecamatan Maja dan kabupaten Lebak. Alih teknologi memerlukan tingkat pengetahuan dan keterampilan. Petani berpendidikan tinggi dan rendah memiliki perbedaan dalam berperilaku khususnya dalam menyikapi teknologi baru. Menurut Soekartawi, 2005, petani dengan pendidikan tinggi relatif lenih cepat dalam melaksanakan adopsi teknologi. Begitu pula sebaliknya petani berpendidikan rendah agak sulit untuk melaksanakan adopsi teknologi dengan cepat. Pendidikan memiliki peran dalam pembentukan perilaku (pengetahuan, sikap, dan keterampilan) petani dalam mendukung kemajuan usahatani yang digelutinya. Walaupun sebagian besar responden berpendidikan rendah, perilaku anggota kelompoktani di empat desa kajian memiliki motivasi yang besar untuk ikut berpartisipasi dalam pengembangan
kawasan biofarmaka. Hal ini dapat disebabkan oleh selain pendidikan formal, perilaku anggota kelompoktani dipengaruhi juga oleh pendidikan non formal, lingkungan dan budaya masyarakat setempat. Pendidikan non formal yang dimaksud adalah seperti mengikuti kegiatan pengajian, pelatihan, pembinaan kelompoktani dan kegiatan lainnya. Analisis Pengetahuan Kelompoktani terhadap Pengembangan Kawasan Biofarmaka. Pada Indikator pengetahuan, dari 55 orang responden, sebanyak 40 orang atau 72,72 % menyatakan sudah mengetahui perencanaan dan persiapan kebutuhan dalam proses pengembangan kawasan biofarmaka di Kecamatan Maja. Hal ini disebabkan adanya program pemerintah dalam pengembangan kawasan biofarmaka yang dilaksanakan di Kecamatan Maja. Kegiatan perencanaan yang dilaksanakan oleh kelompok, sebanyak 31 orang atau 56,36% yang mengetahui rencana kegiatan yang akan dilakukan oleh kelompok, sebanyak 5 orang atau 9,1% sangat mengetahui. Namun demikian sebanyak 11 orang atau 20% kurang mengetahui dan 8 orang atau 14,54% tidak mengetahui. Hal ini disebabkan kurang aktifnya anggota kelompoktani dalam mengikuti pertemuanpertemuan yang dilakukan oleh kelompok. Dalam pengembangan komoditas lengkuas para petani kurang memperhatikan perhitungan kebutuhan untuk budidaya tanaman lengkuas, dari 55 orang responden, sebanyak 22 orang atau 40% mengetahui, 14 orang atau 25, 45% sangat mengetahui dan 18 orang atau 32,73% tidak mengetahui cara melakukan analisa usahatani yang sedang diusahakan kelompok. Hal tersebut disebabkan para petani kurang mengerti cara menghitung kebutuhan berusahatani, sehingga perlu mendapatkan pembinaan dalam menganalisa usahataninya.
Data hasil analisa mengenai pengetahuan tentang cara mengelola administrasi/pembukuan yang ada dalam kelompoktani menunjukkan 27,3% mengetahui, sedangkan 41,8% tidak mengetahui, 29,1% kurang mengetahui cara mengelola administrasi yang ada di kelompoktani. Hal tersebut disebabkan karena ketidakpedulian anggota kelompoktani dengan administrasi yang ada dikelompoktaninya, sedangkan 3,63% sangat mengetahui karena merupakan pengurus dari kelompoktani tersebut. Analisis Sikap Kelompoktani terhadap Pengembangan Kawasan Biofarmaka. Secara keseluruhan nilai rerata untuk indikator sikap adalah 3,15. Nilai tersebut menunjukkan katagori sikap setuju dari anggota kelompoktani terhadap pengembangan kawasan biofarmaka di Kecamatan Maja. Dukungan yang sangat besar terhadap kegiatan pengembangan kawasan biofarmaka ini karena sebagian besar petani berharap dapat meningkatkan pendapatan dan meningkatkan kesejahteraan keluarganya. Analisis Keterampilan Kelompoktani terhadap Pengembangan Kawasan Biofarmaka.
Berdasarkan rerata indikator keterampilan yang diperoleh 2,65, menunjukkan bahwa tingkat keterampilan anggota kelompoktani terkatagori terampil dalam kegiatan pengembangan kawasan biofarmaka di Kecamatan Maja. Namun demikian perlu ditingkatkan melalui kegiatan penyuluhan tentang pentingnya keterampilan dalam menjalin kerjasama dengan pihak penyedia sarana produksi, pemanfaatan lahan dengan memperhatikan kondisi kesuburan tanah serta berperan aktif pada saat dilakukan kegiatan penyuluhan.
Analisis Sarana Produksi terhadap Pengembangan kawasan Biofarmaka
Nilai rerata indikator sarana produksi 3,3. Nilai tersebut menunjukkan katagori sangat setuju pengadaan sarana produksi tepat waktu dalam kegiatan pengembangan kawasan biofarmaka di Kecamatan Maja. Hal tersebut menunjukkan sarana produksi sangat penting bagi pengembangan kawasan pertanian biofarmaka. Dengan pengadaan yang tepat waktu, para anggota kelompoktani dapat melaksanakan kegiatan budidaya sesuai rencana. Analisis Budidaya terhadap Pengembangan Kawasan Biofarmaka. Berdasarkan nilai rerata indikator budidaya yang diperoleh adalah 3,24. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan anggota kelompoktani budidaya tanaman lengkuas cukup tinggi. Hal ini dapat ditunjukkan dari kegiatan budidaya yang dilakukan seharihari, mulai dari pengolahan tanah, penggunaan benih sampai dengan pemeliharaan dilakukan dengan baik, karena sudah terbiasa melakukan kegiatan budidaya sesuai dengan anjuran dan latihan yang diberikan oleh petugas penyuluh pertanian lapangan setempat. Analisis Kegiatan Pasca Panen terhadap Pengembangan Biofarmaka.
Dengan nilai rerata indikator pasca panen 2,95, menunjukkan responden setuju dengan adanya tindakan perlakuan tanaman lengkuas setelah dipanen. Perlakuan tersebut meliputi kegiatan pencucian, yaitu hasil panen disemprot dengan menggunakan mesin pompa steam/ember secara berhati-hati untuk menghilangkan kotoran, serta mengurangi tanah dan mikroba yang menempel pada rimpang. Kegiatan pencucian diupayakan menggunakan air mengalir sehingga sisa pencucian langsung terbuang. Setelah
proses pencucian, lengkuas segera dikemas menggunakan bahan karung plastik yang bersih. Dengan demikian hasil panen dapat bernilai jual tinggi. Analisis Kegiatan Pemasaran terhadap Pengembangan Kawasan Biofarmaka. Secara keseluruhan nilai rerata untuk indikator pemasaran adalah 2,36. Angka ini menunjukkan katagori kurang baik. Hal ini disebabkan di Kecamatan Maja dalam memasarkan lengkuas masih banyak didominasi oleh keterlibatan tengkulak sehingga selalu merugikan petani. Oleh karena itu diperlukan pembinaan yang intensif dengan melibatkan pengusaha lokal serta instansi terkait. Selain itu petani melalui kelompoktaninya harus aktif mencari informasi tentang memasarkan tanaman lengkuas dan dituntut peran anggota kelompoktani dalam merencanakan kemitraan dengan pihak luar. Analisis Uji Kendall’sW Terkait Pemberdayaan Kelompoktani dalam Pengembangan Kawasan Biofarmaka. a. Variabel Pemberdayaan
Menurut Margono (2000) dalam Mardikanto (2008), Pemberdayaan masyarakat merupakan ungkapan lain dari tujuan penyuluhan pembangunan, yaitu mengembangkan masyarakat tani menjadi SDM yang mampu meningkatkan kualitas hidupnya secara mandiri, tidak tergantung pada “belas kasih”pihak lain. Berdasarkan Tabel 3. Hasil uji Kendall’s W tersaji bahwa dari 55 orang responden anggota kelompoktani, nilai terendah terdapat pada indikator pengetahuan. Dengan demikian indikator pengetahuan merupakan sisi terlemah dari variabel pemberdayaan kelompoktani dalam pengembangan kawasan biofarmaka dengan hasil mean rank 1,46. Sedangkan indikator sikap merupakan
sisi terkuat dengan mean rank 2,85 pada variabel pemberdayaan. Tabel 3. Pemeringkatan hasil uji Kendall’sW dari masing-masing indikator pemberdayaan. Indikator Kajian Mean Rank Rangking Sikap 2,85 I Keterampilan 1,68 II Pengetahuan 1,46 III Sumber : Data Primer 2014
Berdasarkan hasil wawancara dengan anggota kelompoktani, rendahnya tingkat pengetahuan anggota kelompoktani dalam pengembangan kawasan biofarmaka disebabkan karena kurangnya informasi tentang inovasi teknologi dalam pengembangan kawasan biofarmaka. Selain itu keterbukaan antar anggota kelompoktani dalam hal inovasi baru juga kurang. Rendahnya tingkat pengetahuan petani juga disebabkan karena penyuluhan tentang pengembangan kawasan biofarmaka jarang disampaikan pada kelompoktani, padahal peningkatan pengetahuan melalui penyuluhan tentang pengembangan kawasan biofamaka sangat diharapkan oleh petani. Tingkat pendidikan petani sebagian besar tamat Sekolah Dasar juga merupakan faktor penyebab. Sehingga diperlukan peningkatan wawasan pengetahuan petani melalui kegiatan penyuluhan yang intensif terkait dengan animo petani dalam pengembangan pertanian biofarmaka cukup besar.
Begitu juga dengan keterampilan petani; dari hasil wawancara tentang keterampilan petani dalam pengembangan pertanian biofarmaka, keterampilan petani merupakan warisan turun temurun dari sesepuh terdahulu, sehingga dalam penguasaan inovasi baru kurang respon dan sudah apriori dengan kebiasaan lama yang diwariskan. Oleh karena itu untuk mengatasi hal tersebut perlu diadakan pelatihan dan kunjungan pada kelompoktani yang lebih maju, tidak juga sekedar membantu petani dalam kegiatan pelatihan tetapi juga mempermudah penerapan inovasi baru pada petani dengan aplikatif dan nyata. Menurut Margono (2000) dalam Mardikanto (2008), Kekuatan pendorong dalam masyarakat adalah orang-orang yang mempunyai ciri 1) tidak puas dengan kondisi situasi yang ada, mempunyai perasaan adanya sesuatu yang belum dimiliki secara kejiwaan/psycholgist. b. Variabel Biofarmaka
Pengembangan
Kawasan
Pemeringkatan hasil uji Kendall’sW dari masing-masing indikator pengembangan kawasan biofarmaka Indikator Kajian Mean Rank Rangking Sarana Produksi 3,35 I Budidaya 3,19 II Pasca panen 2,34 III Pemasaran 1,13 IV
Tabel 4.
Sumber : Data Primer 2014
Pada Tabel 3. Hasil Uji Kendall’sW tersaji bahwa dari 55 orang anggota
kelompoktani, nilai terendah terdapat pada indikator pemasaran. Dengan demikian indikator pemasaran merupakan sisi terlemah dari
variabel pengembangan kawasan biofarmaka, dengan hasil mean rank 1,13, sedangkan indikator sarana produksi merupakan indikator terkuat dengan mean rank 3,35. Rendahnya pengetahuan pemasaran anggota kelompoktani dalam pengembangan kawasan biofarmaka karena kurangnya kegiatan penyuluhan tentang pemasaran. Hasil wawancara dengan anggota kelompoktani, pemasaran lengkuas masih dikuasai oleh para tengkulak. Tengkulak juga berperan dalam pengadaan sarana produksi, sehingga petani tidak dapat memasarkan lengkuas secara bebas, petani diharuskan menjual hasil panennya kepada tengkulak yang memberikan modal usaha diawal sehingga harga jual juga ditentukan oleh tengkulak. Upaya yang harus dilakukan adalah dengan melakukan penyuluhan dengan fokus materi pada peningkatan pengetahuan petani tentang pemasaran dalam pengembangan pertanian biofarmaka. Selain itu diupayakan juga mengundang para pengusaha setempat yang telah berhasil dalam usaha pertanian biofarmaka untuk memberi materi sekaligus menjadi figur yang patut dicontoh dalam penerapan strategi pemasaran lengkuas yang lebih menguntungkan.
SIMPULAN Pemberdayaan kelompoktani dalam pengembangan kawasan biofarmaka perlu terus ditingkatkan, terutama peningkatan aspek pengetahuan kelompoktani melalui analisa kebutuhan usahataninya, menjalin kemitraan dengan pihak luar terutama pihak penyedia sarana produksi serta peningkatan pengetahuan tentang strategi pemasaran usahatani biofarmaka. DAFTAR PUSTAKA
Dinas Pertanian Kabupaten Lebak. 2012. Petunjuk Teknis Pengemba-ngan Kawasan Tanaman Obat. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 50 2012. Tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian. Soekartawi. 2005. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. Jakarta: UI Press. Wibowo, S. 2002. Diktat Pengembangan Wilayah Pedesaan. Bogor: Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Bogor.