63
pembentukan vanilin. Sedangkan produksi glukosa tertinggi dihasilkan dengan penambahan pektinase komersial. Hal ini kemungkinan besar disebabkan pektinase komersial merupakan enzim kasar selulase dari Aspergillus sp. yang memproduksi endo-β-glukanase dan β-glukosidase dalam jumlah besar, dengan sedikit
ekso-β-glukanase
(http://www.fao.org/docrep/w7241e/w7241e08.htm
2005). Selain itu, pektinase komersial mengandung aktifitas karbohidrase lainnya yakni arabinase, β-glukanase, hemiselulase dan silanase. Hal ini memperkuat dugaan bahwa glukosa di dalam ekstrak vanili tidak hanya bersumber dari prekursor vanilin, tapi juga berasal dari komponen karbohidrat (termasuk serat pangan) buah vanili segar. Perbedaan fungsi enzim ini sangat berhubungan dengan spesifisitasnya dan hal ini sangat menguntungkan bagi industri pangan. Menurut Tucker (1995), mekanisme yang jelas sebenarnya belum diketahui pasti, tapi konsep kunci dan anak kunci mengindikasikan bahwa bentuk sisi aktif enzim secara struktur harus cocok dengan molekul substrat. Ini berarti bahwa enzim pada umumnya memiliki spesifisitas yang tinggi untuk substratnya, sehingga mereka dapat mengkatalisis substrat. Misalnya glukosaoksidase (EC.1.1.3.4) mengkatalisis konversi Dglukosa menjadi D-glukonat. Spesifisitas dapat juga terjadi pada tipe ikatan. Misalnya α-amilase (EC. 3.2.1.1) selektif terhadap ikatan α antara residu glukosa dalam pati. Sedangkan selulase (EC. 3.2.1.4) selektif terhadap ikatan β antara molekul glukosa dalam selulosa. Enzim yang berbeda dapat juga selektif terhadap cara mereka berinteraksi dengan molekul substrat yang sama. Misalnya kerja αamilase dan β-amilase (EC. 3.2.1.2) terhadap pati menghasilkan pembentukan glukosa dan maltosa. Akan tetapi, tidak semua enzim menunjukkan spesifisitas ekstrim. Beberapa protease yang spesifik terhadap protein, menunjukkan spesifisitas rendah dengan kemampuannya menghidrolisa ikatan peptida. Pada Gambar 25 dapat dilihat bahwa penggunaan etanol mampu menghasilkan kadar glukosa yang lebih tinggi dibanding air. Perlakuan yang paling
signifikan
perbedaannya
adalah
perlakuan
pektinase+air
dan
pektinase+air+etanol dengan kadar glukosa 55.96%bk ekstrak dan 90.26%bk ekstrak. Diketahui pula bahwa ekstraksi enzimatik vanili segar dengan etanol ternyata menghasilkan kadar glukosa lebih tinggi dibanding kontrol (ekstraksi
64
vanili kering dengan pelarut air+etanol) yang memiliki kandungan glukosa 3.28%bk ekstrak. Berdasarkan percobaan pada tahap ini, penambahan enzim β-glukosidase menghasilkan kadar vanilin tertinggi serta semua perlakuan yang menggunakan pelarut air+etanol menghasilkan kadar vanilin lebih tinggi dibanding pelarut air sehingga pada tahapan penelitian berikutnya, ekstraksi enzimatik dilakukan dengan pelarut air+etanol. Adapun ekstrak vanili segar yang dihasilkan dari penambahan 1 jenis enzim dapat dilihat pada Gambar 26.
Gambar 26 Ekstrak buah vanili segar dengan penambahan satu jenis enzim komersial dengan pelarut air dan atau etanol, dari kiri ke kanan: air, air+etanol, selulase+air selulase+air+etanol, pektinase+air, pektinase+air+etanol, β-glukosidase+air, βglukosidase+air+etanol Pada Gambar 26 dapat dilihat bahwa setiap perlakuan menghasilkan penampakan visual ekstrak yang berbeda. Perlakuan dengan penambahan etanol menghasilkan warna coklat yang lebih terang dan jernih dibanding perlakuan tanpa etanol. Hal ini kemungkinan besar disebabkan gum tidak ikut larut serta pati akan mengendap dengan adanya alkohol. Perbedaan yang paling nyata terlihat pada perlakuan dengan penambahan enzim. Menurut Purseglove et al. (1981), warna coklat secara progresif meningkat jika kandungan etanol dalam ekstrak dinaikan hingga 60%v/v. Kandungan etanol lebih dari 70%v/v menyebabkan warna yang terbentuk lebih terang dan dengan 95%v/v etanol sangat sedikit warna yang terekstrak. Kandungan etanol 5060%v/v akan menghasilkan ekstrak dengan flavor dan warna yang baik
65
Disamping itu, produksi glukosa dan vanilin yang lebih tinggi pada ekstrak dengan penambahan etanol (Gambar 25), menyebabkan lebih kuatnya warna coklat yang terbentuk, sebagai akibat reaksi pencoklatan non enzimatik yakni pembentukan melanoidin pada reaksi Maillard, pembentukan kuinon pada reaksi enzimatik serta hilangnya Mg2+ pada gugus porfirin klorofil buah vanili. Penambahan 2 atau 3 Jenis Enzim Komersial dengan Pelarut Air dan Etanol Untuk mengetahui peran enzim selulase, pektinase dan β-glukosidase komersial lebih jauh maka dilakukan percobaan dengan mengkombinasikan enzim-enzim tersebut. Adapun pengaruh kombinasi enzim terhadap kadar vanilin
91.58 62.84
as e sid ko gl u
uk o
in as e+ b-
gl se lu
perlakuan
la se +p ek t
as e+ bin
se lu l
as e+ bgl
uk
ek t la se +p se lu
4.46
s id as e
as e
in
os id
ro nt
7.56
5.81
4.35
ko
63.56
60.10
pe kt
11.95 3.28
as e
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
l
kadar (%bk ekstrak)
dan glukosa yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 27.
vanilin glukosa
Gambar 27 Kadar vanilin dan glukosa ekstrak buah vanili kering (kontrol) dan vanili segar dengan penambahan 2 atau 3 jenis enzim komersial dengan pelarut air+etanol Pada Gambar 27 dapat dilihat bahwa perlakuan dengan penambahan pektinase+β-glukosidase menghasilkan kadar vanilin ekstrak tertinggi yakni sebesar 7.56%bk, diikuti perlakuan selulase+β-glukosidase sebesar 5.81%bk, selulase+pektinase+β-glukosidase sebesar 4.46%bk serta selulase+pektinase yakni sebesar 4.35%bk ekstrak. Kombinasi enzim dengan β-glukosidase yang menghasilkan kadar vanilin lebih tinggi, memperkuat dugaan bahwa vanilin yang dilepaskan dari glukosida merupakan hasil kerja enzim ini. Disisi lain, terlihat
66
bahwa penambahan kombinasi enzim komersial menghasilkan kadar vanilin lebih tinggi dibanding kontrol (ekstrak vanili kering dengan pelarut air+etanol) yang memiliki kadar vanilin 3.28%bk ekstrak. Pada Gambar 27 dapat dilihat bahwa penambahan pektinase+β-glukosidase menghasilkan kadar vanilin ekstrak tertinggi yakni sebesar 7.56%bk, walaupun nilai ini jauh lebih rendah dibanding penambahan β-glukosidase+air dan βglukosidase+air+etanol (Gambar 25), sebagai akibat kadar padatan terlarut yang dihasikan perlakuan pektinase+β-glukosidase lebih tinggi yakni sebesar 2.98% (Lampiran 7). Perbandingan padatan terlarut ekstrak vanili segar yang dihasilkan melalui penambahan kombinasi enzim komersial selulase, pektinase dan βglukosidase dengan penambahan enzim tunggal β-glukosidase dapat dilihat pada Gambar 28.
Gambar 28
Padatan terlarut ekstrak vanili segar, dari kiri ke kanan: selulase+pektinase, selulase+β-glukosidase, pektinase+βglukosidase, selulase+pektinase+β-glukosidase, β-glukosidase
Sebaliknya kadar vanilin ekstrak paling rendah adalah dengan perlakuan selulase+pektinase yakni sebesar 4.35%bk, bahkan nilai ini lebih rendah dibanding
penambahan
selulase+air+etanol, glukosidase+air+etanol.
1
jenis
enzim
pektinase+air+etanol, Hal
ini
yakni
perlakuan
β-glukosidase+air
kemungkinan
besar
selulase+air, dan
β-
terjadinya
efek
penghambatan apabila 2 atau 3 jenis enzim digunakan sekaligus. Apabila diperhatikan lebih jeli, dari Gambar 25 diketahui bahwa apabila enzim yang ditambahkan hanya selulase saja maka akan menghasilkan kadar vanilin yang lebih tinggi dibanding penambahan dengan pektinase. Namun
67
apabila masing-masing enzim tersebut dikombinasikan penggunaannya dengan βglukosidase, maka perlakuan pektinase+β-glukosidase menghasilkan kadar vanilin lebih tinggi dibanding perlakuan selulase+β-glukosidase. Hal ini disebabkan kadar padatan terlarut yang dihasilkan perlakuan pektinase+βglukosidase lebih rendah yakni sebesar 2.98%. Penambahan pektinase komersial yang mengandung aktifitas pektinase mampu menurunkan viskositas dan menyebabkan partikel keruh membentuk agregat membentuk unit yang lebih besar sehingga dengan mudah dipisahkan melalui sentrifugasi atau filtrasi (Pilnik dan Voragen 1991). Enzim pektik yang berasal dari Aspergillus sp. biasanya mengandung
enzim
pektinesterase,
poligalakturonase
dan
pektin
liase.
Pektinesterase berperan dalam deesterifikasi enzimatik pektin, menyebabkan koagulasi kalsium pektat dan klarifikasi alami yang diinginkan dalam jus jeruk. Selanjutnya endopoligalakturonase dan eksopoligalakturonase menghidrolisis depolimerisasi asam pektik yang juga menyebabkan penurunan viskositas. Keberadaan enzim poligalakturonase ini dapat diuji dengan pengukuran viskositas larutan pektat dan analisis derajat gula pereduksi misalnya dengan metode Somogy Nelson. Sedangkan
pektin liase adalah endo enzim yang dapat
memotong asam poligalakturonik teresterifikasi tinggi secara langsung sehingga menyebabkan penurunan viskositas yang cepat (Pilnik dan Rombouts 1981). Disamping itu, pektinase komersial mengandung campuran aktifitas karbohidrase yang meliputi arabinase, selulase, β-glukanase, hemiselulase dan silanase. Diketahui bahwa enzim terutama bekerja melalui maserasi jaringan buah vanili, merusak dinding sel untuk melepaskan komponen flavor yang terikat. Dinding sel tanaman merupakan struktur yang sangat kompleks, dimana mengandung jalinan selulosa, silan, pektin dan lain-lain. Degradasi dinding sel akan lebih baik dilakukan melalui kombinasi beberapa aktifitas enzim seperti selulase,
silanase
dan pektinase
dibanding penggunaan
enzim
tunggal
(http://www.biocatalysts.com. 2005). Pada Gambar 27 dapat dilihat bahwa perlakuan pektinase+β-glukosidase menghasilkan kadar glukosa ekstrak tertinggi yakni sebesar 91.58%bk. Sebaliknya kadar glukosa ekstrak paling rendah adalah dengan perlakuan selulase+β-glukosidase yakni sebesar 60.10%bk. Kombinasi enzim dengan
68
pektinase komersial yang menghasilkan kadar glukosa lebih tinggi memperkuat dugaan bahwa glukosa yang terbentuk juga berasal dari karbohidrat buah, dimana peran pektinase komersial sangat dominan. Berdasarkan
percobaan
pada
tahap
ini,
penambahan
pektinase+β-
glukosidase menghasilkan kadar vanilin ekstrak tertinggi, namun masih lebih rendah dibanding penambahan β-glukosidase. Oleh sebab itu, percobaan tahap berikutnya adalah optimasi konsentrasi serta waktu inkubasi β-glukosidase. Adapun ekstrak vanili segar yang dihasilkan dari penambahan kombinasi enzim dapat dilihat pada Gambar 29.
Gambar 29
Ekstrak vanili segar dengan penambahan 2 atau 3 jenis enzim komersial dengan pelarut air+etanol, dari kiri ke kanan: selulase+pektinase, selulase+β-glukosidase, pektinase+βglukosidase, selulase+pektinase+β-glukosidase
Pada Gambar 29 dapat dilihat perbedaan warna coklat yang mencolok akibat reaksi pencoklatan enzimatik maupun non enzimatik yang terjadi selama ekstraksi. Perlakuan pektinase+β-glukosidase yang mengandung kadar glukosa tertinggi (Gambar 27) menghasilkan warna coklat paling kuat. Dalam kasus ini, walaupun kadar vanilin perlakuan selulase+β-glukosidase+air+etanol lebih tinggi dibanding perlakuan selulase+pektinase, tapi warna coklat yang terbentuk justru lebih muda. Fenomena ini memperkuat dugaan bahwa reaksi yang paling berperan dalam pembentukan warna coklat adalah reaksi Maillard dengan glukosa sebagai substrat. Hal ini ditunjukkan dengan kadar glukosa terendah pada perlakuan selulase+β-glukosidase.
69
OPTIMASI EKSTRAKSI ENZIMATIK Penentuan Konsentrasi Optimum Enzim β-glukosidase Penentuan konsentrasi optimum enzim β-glukosidase penting dilakukan agar penggunaaan enzim lebih efektif dan efisien. Adapun data penentuan konsentrasi optimum β-glukosidase dapat dilihat pada Gambar 30. 90 kadar (%bk ekstrak)
80
73.95
76.75
80.61
82.07
79.98
79.12
70 60
vanilin
50
glukosa
40 30 20
15.62
10
16.09
16.99
17.15
16.72
16.57
30
40
50
60
3.12 1.52
0 0
10
20
konsentrasi (unit)
Gambar 30 Penentuan konsentrasi optimum enzim β-glukosidase Pada Gambar 30 dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan kadar vanilin dari 1.52%bk (tanpa penambahan enzim β-glukosidase) menjadi 17.15%bk setelah penambahan 40 unit aktifitas β-glukosidase. Hal ini menunjukkan adanya aktifitas enzim dan rendahnya kandungan senyawa penghambat seperti ion logam berat dalam sistem reaksi (Tucker 1995). Sering diasumsikan bahwa laju reaksi berbanding lurus dengan konsentrasi enzim. Hal ini benar adanya jika konsentrasi substrat melebihi konsentrasi enzim seperti terlihat pada perlakuan 0 unit hingga 40 unit. Dengan kata lain, pada konsentrasi enzim yang rendah, seluruh bagian aktif enzim telah diduduki oleh substrat yang berlebih sehingga laju reaksi pembentukan produk berbanding lurus dengan konsentrasi enzim. Sebaliknya pada konsentrasi enzim yang sangat tinggi, penambahan enzim tidak lagi meningkatkan laju reaksi. Hal ini terjadi pada penambahan enzim β-glukosidase 40 unit, dimana vanilin sebagai produk hasil reaksi tidak lagi mengalami peningkatan walaupun konsentrasi enzim ditambah. Bahkan terlihat terjadinya
70
penurunan dari perlakuan 40 unit hingga 60 unit berturut-turut sebesar 17.15, 16.72 dan 16.57%bk ekstrak. Disamping substrat yang habis, hal ini bisa disebabkan adanya penghambat dalam jumlah besar sehingga mengganggu aktifitas enzim. Penghambat adalah molekul yang secara alami ada atau molekul sintetik yang menurunkan atau menghilangkan aktifitas enzim. Beberapa penghambat dapat mengikat enzim sangat kuat dan menginaktifkannya secara irreversible (http://wikipedia.org/wiki/Enzyme, 2006). Pada Gambar 30 dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan kadar glukosa dari 3.12%bk (tanpa penambahan enzim β-glukosidase) menjadi 82.07%bk ekstrak setelah penambahan 40 unit aktifitas β-glukosidase. Selanjutnya kadar glukosa menurun kembali seiring dengan menurunnya kadar vanilin. Berdasarkan percobaan pada tahap ini, konsentrasi optimum penambahan enzim β-glukosidase adalah 10 unit karena menghasilkan kadar vanilin ekstrak yang tidak berbeda nyata dengan penambahan enzim β-glukosidase pada konsentrasi yang lebih tinggi. Oleh sebab itu, percobaan tahap berikutnya adalah optimasi waktu inkubasi β-glukosidase, dimana β-glukosidase yang ditambahkan sebesar 10 unit. Ekstrak vanili segar yang dihasilkan dari penambahan βglukosidase sebanyak 0, 10, 20, 30, 40, 50 dan 60 unit dapat dilihat pada Gambar 31. Dari Gambar 31 terlihat bahwa perlakuan dengan berbagai konsentrasi enzim β-glukosidase menghasilkan penampakan visual yang tidak terlalu berbeda. Namun demikian, apabila diperhatikan lebih jeli pembentukan warna coklat ekstrak pada penambahan β-glukosidase 10 unit hingga 60 unit mengikuti trend peningkatan kadar glukosa (Gambar 29).
71
0 unit
10 unit
20 unit
30 unit
40 unit
50 unit
60 unit
Gambar 31 Ekstrak vanili segar dengan konsentrasi enzim β-glukosidase yang berbeda
Penentuan Waktu Inkubasi Optimum Enzim β-glukosidase Penentuan waktu inkubasi optimum enzim β-glukosidase dilakukan dengan memvariasikan waktu inkubasi enzim selama 0, 4, 8, 12, 16, 20 dan 24 jam dengan penambahan enzim β-glukosidase sebanyak 10 unit. Data penentuan waktu inkubasi optimum enzim β-glukosidase dapat dilihat pada Gambar 32.
90
kadar (%bk ekstrak)
80 73.86
70
74.65
73.86
71.76
71.35
75.10
60
vanilin
50
glukosa
40 30 20
15.04
15.49
15.00
4
8
12
14.67
1.96 0.93
10
14.52
14.50
0 0
16
20
waktu (jam)
Gambar 32 Penentuan waktu inkubasi optimum enzim β-glukosidase
24
72
Pada Gambar 32 dapat dilihat bahwa kadar vanilin mengalami peningkatan hingga mencapai optimum 15.49%bk ekstrak pada perlakuan 8 jam dan menurun kembali menjadi 14.50% pada perlakuan 24 jam. Pada saat awal pengamatan, kadar vanilin yang dihasilkan berbanding lurus dengan bertambahnya waktu. Namun sejalan dengan berlalunya waktu tersebut, kadar vanilin tidak mengalami peningkatan lagi. Pada Gambar 32 terlihat bahwa laju produksi awal mungkin linier, tapi selanjutnya laju reaksi mulai menurun. Beberapa enzim dapat menunjukkan laju awal linier hanya untuk beberapa menit saja, sedangkan enzim lainnya lebih dari beberapa jam. Hilangnya aktifitas seiring waktu ini, dapat menguntungkan jika keberadaan aktifitas enzim pada produk akhir tidak diinginkan. Akan tetapi, hilangnya aktifitas enzim, jika masih diperlukan dalam proses, justru dapat menurunkan efisiensi dan menuntut adanya biaya tambahan. Selama tahap awal reaksi, ketika konsentrasi substrat diasumsikan konstan, reaksi enzim ada pada orde 0 terhadap pembentukan produk. Tapi kenyataannya, konsentrasi substrat menurun seiring waktu sehingga reaksi mengikuti orde 1. Alasan lain mengapa laju enzim menurun seiring waktu adalah penghambatan oleh produk yang terbentuk serta inaktivasi enzim akibat molekul-molekul enzim yang tidak stabil. Dalam hal ini aktifitas enzim yang paling penting tergantung pada molekul protein yang dapat mempertahankan struktur 3 dimensinya secara tepat (Tucker 1995). Pada Gambar 32 dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan kadar glukosa dari 1.96%bk ekstrak (tanpa penambahan enzim β-glukosidase) menjadi 74.65%bk ekstrak setelah penambahan β-glukosidase 40 unit. Selanjutnya kadar glukosa menurun kembali seiring dengan menurunnya kadar vanilin hingga perlakuan 20 jam. Namun berbeda dengan kadar vanilin, perlakuan 24 jam inkubasi menyebabkan kadar glukosa meningkat kembali menjadi 75.10%bk ekstrak. Hal ini kemungkinan besar disebabkan pada waktu inkubasi 24 jam dimungkinkan senyawa-senyawa penghasil glukosa selain prekursor vanilin yang sukar didegradasi dapat terurai. Meski demikian peningkatan kadar glukosa pada waktu inkubasi 24 jam tersebut tidak terjadi signifikan.
73
Pada umumnya, selama ekstraksi, holding time harus cukup agar pelarut mampu melarutkan solut dan untuk perubahan komposisi sehingga mencapai kesetimbangan. Waktu yang diperlukan tergantung pada kelarutan solut terhadap pelarut dan juga tergantung pada beberapa faktor, antara lain suhu dan luas permukaan padatan yang terekspos dengan pelarut (Fellow 2000). Berdasarkan percobaan pada tahap ini, waktu inkubasi optimum bagi aktifitas enzim β-glukosidase adalah selama 4 jam karena menghasilkan kadar vanilin ekstrak yang tidak berbeda nyata dengan waktu inkubasi yang lebih lama. Adapun ekstrak vanili segar yang dihasilkan dengan enzim β-glukosidase selama 0, 4, 8, 12, 16, 20 dan 24 jam dapat dilihat pada Gambar 33.
0jam
4jam
8jam
12jam
16jam
20jam
24jam
Gambar 33 Ekstrak vanili segar dengan waktu inkubasi enzim β-glukosidase yang berbeda Pada Gambar 33 terlihat bahwa perlakuan waktu inkubasi yang berbeda akan menghasilkan warna ekstrak vanili segar yang berbeda pula. Penampakan warna yang paling mencolok adalah perlakuan dengan waktu inkubasi 0 jam yang berwarna hijau kekuningan. Apabila waktu inkubasi ditingkatkan maka warna menjadi lebih coklat sesuai dengan kandungan vanilin dan glukosa yang terbentuk.