PEMBENTUKAN – PENERBANGAN UU NO. 1 TAHUN 2009 2009 UNDANG-UNDANG TENTANG PENERBANGAN ABSTRAK
STATUS
:
:
-
Bahwa Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi, perubahan lingkungan strategis, dan kebutuhan penyelenggaraan penerbangan saat ini sehingga perlu diganti dengan undangundang yang baru.
–
Dasar hukum : Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1) dan (2), Pasal 25A dan Pasal 33 UUD Republik Indonesia Tahun 1945.
–
Undang-Undang ini mengatur tentang : Bab I : Ketentuan Umum; Bab II : Asas dan Tujuan; Bab III : Ruang Lingkup Berlakunya Undang-Undang; Bab IV : Kedaulatan Atas Wilayah Udara; Bab V : Pembinaan; Bab VI : Rancang Bangun dan Produksi Pesawat Udara; Bab VII : Pendaftaran dan Kebangsaan Pesawat Udara; Bab VIII : Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara; Bab IX : Kepentingan Internasional atas objek Pesawat Udara; Bab X : Angkutan Udara; Bab XI : Kebandarudaraan; Bab XII : Navigasi Penerbangan; Bab XIII : Keselamatan Penerbangan; Bab XIV : Keamanan Penerbangan; Bab XV : Pencarian dan Pertolongan Kecelakaan Pesawat Udara; Bab XVI : Investigasi dan Penyelidikan Lanjutan Kecelakaan Pesawat udara; Bab XVII : Pemberdayaan Industri dan pengembangan Teknologi Penerbangan; Bab XVIII : Sistem Informasi Penerbangan; Bab XIX : Sumber Daya Manusia; Bab XX : Peran Serta Masyarakat; Bab XXI : Penyidikan; Bab XXII : Ketentuan Pidana; Bab XXIII : Ketentuan Peralihan; Bab XXIV : Ketentuan Penutup
-
Mulai berlaku pada tanggal diundangkan; Pada saat berlakunya Undang-Undang ini, semua peraturan pelaksanaan UU No. 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau diganti dengan yang baru; Mencabut dan menyatakan tidak berlaku UU No. 15 Tahun 1992; Diundangkan pada tanggal 12` Januari 2008.
-
CATATAN
:
-
-
-
Diundangkannya UU ini disambut baik oleh sejumlah kalangan. Materi UU Penerbangan ini 70% mengadopsi Cape Town Convention, yang mengutamakan keselamatan penerbangan. UU ini juga lebih memberikan kepastian hukum diantaranya dengan adanya pengaturan masalah pembiayaan dari luar negeri, leasing (sewa guna) pesawat, dan PNBP yang selama ini dikelola oleh masing-masing pengelola bandara. Adanya UU ini juga disambut baik oleh Uni Eropa dan menjadi dasar pertimbangan bagi pihaknya untuk menarik kembali larangan penerbangan maskapai negara-negara Asia Tenggara di wilayah Eropa.
LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA UU NO. 2 TAHUN 2009 2009 UNDANG-UNDANG TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA ABSTRAK
STATUS
CATATAN
:
:
:
-
Bahwa sektor perdagangan luar negeri merupakan salah satu faktor penunjang pertumbuhan, pemerataan, dan stabilitas perekonomian nasional untuk meningkatkan kesejahteraan, kemajuan, dan kemandirian bangsa. Untuk mempercepat laju pertumbuhan perdagangan luar negeri Indonesia dan meningkatkan daya saing pelaku bisnis, diperlukan suatu lembaga pembiayaan independen yang mampu menyediakan pembiayaan, penjaminan, asuransi, dan jasa lainnya, maka perlu membentuk Undang-Undang tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia.
-
Dasar hukum : Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
-
Undang-Undang ini mengatur tentang : Bab I : Ketentuan Umum; Bab II : Pembiayaan Ekspor Nasional; Bab III : Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia; Bab IV : Organisasi; Bab V : Pembinaan dan Pengawasan; Bab VI : Bantuan Hukum; Bab VII : Sanksi Administratif; Bab VIII : Ketentuan Pidana; Bab IX : Ketentuan Peralihan; Bab X : Ketentuan Penutup.
-
Mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
–
Disahkan pada tanggal 12 Januari 2009.
-
Pembentukan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dikarenakan Indonesia memerlukan lembaga pendukung ekspor yang mampu menyediakan fasilitas bantuan pendanaan, pembiayaan bersama, subordinated loans, penjaminan dan atau asuransi serta jasa konsultasi. Diperlukan lembaga pendukung yang bukan saja mengkhususkan diri pada industri dan perdagangan ekspor, tetapi juga mempunyai kemampuan mendukung dan membantu mengatasi kesulitan dalam penyediaan pembiayaan yang diperlukan, terutama kredit berjangka menengah dan panjang. Lembaga pendukung seperti ini telah banyak berperan di banyak negara lain dengan sebutan Export Credit Agency (ECA) atau Exim Bank, termasuk di negara-negara berkembang seperti India, China, Korea, Thailand dan lainnya. Dengan demikian kebijakan perdagangan luar negeri yang berorientasi pada pengembangan ekspor nasional pada akhirnya merupakan integrasi antara kebijakan investasi untuk mendorong ekspor, kebijakan fiskal terkait fasilitas pembiayaan ekspor nasional, dan kebijakan peningkatan daya saing perekonomian nasional, serta kebijakan pengembangan sektor riil.
MA – PERUBAHAN UU NO. 3 TAHUN 2009 2009 UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG ABSTRAK
:
-
Bahwa UU Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 5 Tahun 2004, sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum masyarakat dan ketatanegaraan menurut UUD Negara RI Tahun 1945.
–
Dasar hukum : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 24A, Pasal 24B dan Pasal 25 UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; UU No. 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 5 Tahun 2004; UU No. 4 Tahun 2004.
–
Undang-Undang ini mengatur tentang : perubahan atas Undang-Undang tentang Mahkamah Agung, dengan sistematika sebagai berikut: Pasal I : Penyisipan Pasal 6A dan 6B, perubahan Pasal 7, perubahan Pasal 8, perubahan Pasal 9, Perubahan Pasal 11, penyisipan Pasal 11A, Perubahan Pasal 12, Perubahan Pasal 13, Perubahan pasal 20, Penghapusan Pasal 31 ayat (5), Perubahan Pasal 31A, Perubahan pasal 32, Penyisipan Pasal 32A dan Pasal 32B, Penghapusam Pasal 38; Perubahan Pasal 80C, Penyisipan Pasal 80D, Perubahan Pasal 81A, Penyisipan Pasal 81B dan Pasal 81C,. Pasal II : status Undang-Undang ini.
STATUS
:
-
Mulai berlaku pada tanggal diundangkan; Diundangkan pada tanggal 12 Januari 2009.
CATATAN
:
-
Undang-Undang ini menuai banyak kontroversi sejak saat pembuatan hingga setelah pengundangannya. Kontroversi meliputi materi perpanjangan usia pensiun hingga prosedur pada saat pengesahannya menjadi UU yang menyebabkan ICW kemudian mengajukan uji materi terhadap Undang-Undang ini.
PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA UU NO. 4 TAHUN 2009 2009 UNDANG-UNDANG TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA ABSTRAK
:
-
Bahwa mineral dan batubara yang terkandung dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia merupakan kekayaan alam tak terbarukan mempunyai peranan penting dalam memenuhi hajat hidup orang banyak. Kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara merupakan kegiatan usaha usaha pertambangan di luar panas bumi, minyak dan gas bumi serta air tanah mempunyai peranan penting dalam memberikan nilai tambah secara nyata kepada pertumbuhan ekonomi nasional dan pembangunan daerah berkelanjutan. Dengan mempertimbangkan perkembangan nasional maupun internasional, UU No. 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan sudah tidak sesuai lagi sehingga dibutuhkan perubahan peraturan perundang-undangan di bidang pertambangan mineral dan batubara yang dapat mengelola dan mengusahakan potensi mineral dan batubara secara mandiri, andal, transparan, berdaya saing, efisien, dan berwawasan lingkungan, guna menjamin pembangunan nasional secara berkelanjutan, perlu membentuk Undang-Undang tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
-
Dasar hukum : Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 dan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
-
Undang-Undang ini mengatur tentang : Bab I : Ketentuan Umum; Bab II : Asas dan Tujuan; Bab III : Penguasaan Mineral dan Batubara; Bab IV : Kewenangan Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara; Bab V : Wilayah Pertambangan; Bab VI : Usaha Pertambangan; Bab VII : Izin Usaha Pertambangan; Bab VIII : Persyaratan Perizinan Usaha Pertambangan; Bab IX : Izin Pertambangan Rakyat; Bab X : Izin Usaha Pertambangan Khusus; Bab XI : Persyaratan Perizinan Usaha Pertambangan Khusus; Bab XII : Data Pertambangan; Bab XIII : Hak dan Kewajiban; Bab XIV : Penghentian Sementara Kegiatan Izin Usaha Pertambangan Dan Izin Usaha Pertambangan Khusus; Bab XV : Berakhirnya Izin Usaha Pertambangan Dan Izin Usaha Pertambangan Khusus; Bab XVI : Usaha Jasa Pertambangan; Bab XVII : Pendapatan Negara Dan Daerah; Bab XVIII : Penggunaan Tanah Untuk Kegiatan Usaha Pertambangan; Bab XIX : Pembinaan, Pengawasan, Dan Perlindungan Masyarakat;
Bab XX Bab XXI Bab XXII Bab XXIII Bab XXIV Bab XXV Bab XXVI STATUS
:
: : : : : : :
Penelitian Dan Pengembangan Serta Pendidikan Dan Pelatihan; Penyidikan; Sanksi Administratif; Ketentuan Pidana; Ketentuan Lain-lain; Ketentuan Peralihan; Ketentuan Penutup.
-
Mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
–
Disahkan pada tanggal 12 Januari 2009.
KONVENSI PBB – PENGESAHAN UU NO. 5 TAHUN 2009 2009 UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENENTANG TINDAK PIDANA TRANSNASIONAL YANG TERORGANISASI) ABSTRAK
:
-
Bahwa kerjasama internasional perlu dibentuk dan ditingkatkan guna mencegah dan memberantas tindak pidana transnasional yang terorganisasi sehingga kemudian Pemerintah RI turut menandatangani Konvensi PBB Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi dan disahkan melalui pembentukan Undang Undang ini.
–
Dasar hukum : Pasal 5, Pasal 11, dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; UU No. 37 Tahun 1999; dan UU No. 24 Tahun 2000.
–
Undang-Undang ini mengatur tentang : pengesahan Konvensi PBB dengan pensyaratan (reservation) terhadap Pasal 35 ayat (2) dan lampiran berupa salinan naskah asli konvensi ini dalam bahasa Inggris dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia.
STATUS
:
-
Mulai berlaku pada tanggal diundangkan; Diundangkan pada tanggal 12 Januari 2009.
CATATAN
:
-
Persetujuan ratifikasi ini diperoleh berdasarkan suara bulat seluruh fraksi di DPR. Para anggota dewan berharap Pemerintah segera mempersiapkan tata pelaksanaan konvensi ini dalam rangka pencegahan dan penanganan dari berbagai tindak pidana transnasional seperti tindak pidana narkotika dan psikotropikan yang beroperasi di Indonesia dengan melibatkan WNA atau kelompok lintas negara, kasus penebangan liar, kegiatan penjualan manusia atau penyelundupan pekerja ilegal terutama perempuan dan anak-anak yang melibatkan pelaku dari dalam dan luar negeri, terutama untuk menanggulangi para koruptor maupun pihak-pihak yang membawa hasil korupsi dan pencucian uang ke luar negeri. Mengingat pentingnya ratifikasi ini , dewan juga meminta pemerintah untuk mencermati kajian komprehensif pelaksanaan konvensi PBB tersebut di negaranegara lain yang telah meratifikasi, mengetahui mekanisme perubahan atau amandemen konvensi, dan mengerti langkah-langkah yang akan dilakukan pemerintah bilamana ada pasal-pasal yang penjelasan hukum dan pelaksanaannya belum jelas.
-
BANK INDONESIA - PENETAPAN UU NO. 6 TAHUN 2009 2009 UNDANG-UNDANG TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA MENJADI UNDANG-UNDANG ABSTRAK
STATUS
:
:
-
Bahwa sehubungan dengan telah terjadi krisis ekonomi secara global yang mempengaruhi stabilitas sistem keuangan termasuk perbankan, diperlukan upaya untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap perbankan. Pengaturan mengenai kriteria agunan yang dijaminkan oleh Bank untuk memperoleh kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dari Bank Indonesia tidak sejalan dengan kondisi ekonomi saat ini, sehingga Presiden telah menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.
-
Dasar hukum : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 22 ayat (1) dan ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. UU No. 7 Tahun 1992; 3. UU No. 23 Tahun 2003.
-
Undang-Undang ini mengatur tentang : Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia ditetapkan menjadi Undang-Undang dan melampirkannya sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.
-
Mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
–
Disahkan pada tanggal 13 Januari 2009.
LPS – PENETAPAN UU NO. 7 TAHUN 2009 2009 UNDANG-UNDANG TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANGUNDANG NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN MENJADI UNDANG-UNDANG ABSTRAK
STATUS
:
:
-
Bahwa penambahan kriteria ancaman krisis global yang berakibat merosotnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan dan membahayakan stabilitas keuangan untuk merubah nilai simpanan yang dijamin dengan menetapkan Perpu No. 3 Tahun 2008.
–
Dasar hukum : Pasal 5, Pasal 20 ayat (1) dan Pasal 22 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; UU No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998; dan UU No. 24 Tahun 2004.
–
Undang-Undang ini mengatur tentang : penetapan Perpu No. 3 Tahun 2008 menjadi Undang-Undang disertai dengan Perpu No. 3 Tahun 2008 sebagai lampirannya.
-
Mulai berlaku pada tanggal diundangkan; Diundangkan pada tanggal 13 Januari 2009.
APBN TAHUN ANGGARAN 2006 - PERTANGGUNGJAWABAN UU NO. 8 TAHUN 2009 2009 UNDANG-UNDANG TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2006 ABSTRAK
STATUS
:
:
-
Bahwa APBN Tahun Anggaran 2006 yang diundangkan berdasarkan UU No. 13 Tahun 2005 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 14 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No. 13 Tahun 2005, pelaksanaannya perlu dilakukan pemeriksaan dan dipertanggungjawabkan sesuai UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, terhadap pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2006 telah dilakukan pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan, pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2006 harus ditetapkan dengan Undang-Undang.
-
Dasar hukum : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), ayat (2), dan ayat (5), dan Pasal 23 ayat (1) dan Pasal 23E UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. UU No. 17 Tahun 2003; 3. UU No. 1 Tahun 2004; 4. UU No. 10 Tahun 2004; 5. UU No. 15 Tahun 2004; 6. UU No. 13 Tahun 2005; 7. UU No. 15 Tahun 2006.
-
Undang-Undang ini mengatur tentang : Pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2006 tertuang dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat 2006 sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Undang-Undang ini. Laporan Keuangan tersebut terdiri dari : (1) Laporan Realisasi APBN Tahun Anggaran 2006; (2) Neraca Pemerintah Pusat per 31 Desember 2006; (3) Laporan Arus Kas Tahun Anggaran 2006; dan (4) Catatan atas Laporan Keuangan.
-
Mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
–
Disahkan pada tanggal 13 Januari 2009.
BADAN HUKUM PENDIDIKAN – PEMBENTUKAN UU NO. 9 TAHUN 2009 2009 UNDANG-UNDANG TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN ABSTRAK
:
-
Bahwa untuk mewujudkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, diberikan otonomi dalam pengelolaan pendidikan formal yang terwujud dengan adanya badan hukum pendidikan yang menjadi landasan hukum bagi penyelenggara atau satuan pendidikan dalam mengelola pendidikan formal, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 53 UU No. 20 Tahun 2003, maka badan hukum pendidikan tersebut perlu diatur dengan undang-undang.
–
Dasar hukum : Pasal 5, Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; UU No. 20 Tahun 2003.
–
Undang-Undang ini mengatur tentang : pembentukan badan hukum pendidikan dengan sistematika sebagai berikut : Bab I : Ketentuan Umum; Bab II : Fungsi, Tujuan, dan Prinsip; Bab III : Jenis, Bentuk, Pendirian dan Pengesahan; Bab IV : Tata Kelola; Bab V : Kekayaan; Bab VI : Pendanaan; Bab VII : Akuntabilitas dan Pengawasan; Bab VIII : Pendidik dan Tenaga Kependidikan; Bab IX : Penggabungan; Bab X : Pembubaran; Bab XI : Sanksi Administratif; Bab XII : Sanksi Pidana; Bab XIII : Ketentuan Peralihan; Bab XIV : Ketentuan Penutup.
STATUS
:
-
Mulai berlaku pada tanggal diundangkan; Diundangkan pada tanggal 16 Januari 2009.
CATATAN
:
-
Pemberian otonomi dalam pengelolaan pendidikan formal dikhawatirkan dapat disalahgunakan sehingga pendidikan menjadi bersifat komersial. Hal inilah yang menjadi sorotan banyak pihak ketika Undang-Undang ini disahkan, bahkan pengesahan undang-undang ini diwarnai dengan aksi demonstrasi para mahasiswa di berbagai kota. Menanggapi hal ini, Mendiknas justru yakin UU BHP dapat mereformasi struktur satuan pendidikan, sebab selama ini pengaturan keuangan PTN yang berstatus BHMN hanya diatur dalam PP yang justru memberikan keleluasaan keuangan yang tidak terkontrol., dan sebaliknya dalam UU ini ada pengaturan tentang pendanaan yang ditunjukan dengan pengawasan atas jumlah biaya maksimal. Selain itu diatur juga materi tentang yayasan yang menyelenggarakan pendidikan dimana selama ini terjadi kekosongan aturan
-
tentang hal tersebut karena tahun 2007 merupakan batas akhir yayasan boleh menyelenggarakan satuan pendidikan. Berkaitan dengan keuangan negara yang dipisahkan, terdapat pengaturan yang menyatakan bahwa semua bentuk pendapatan dan sisa hasil kegiatan Badan Hukum Pendidikan Pemerintah dan Badan Hukum Pendidikan Pemerintah Daerah yang diperoleh dari penggunaan kekayaan negara yang telah dipisahkan sebagai kekayaan BHPP dan BHPPD tidak termasuk PNBP.
KEPARIWISATAAN UU NO. 10 TAHUN 2009 2009 UNDANG-UNDANG TENTANG KEPARIWISATAAN ABSTRAK
STATUS
:
:
-
Bahwa kepariwisataan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang dilakukan secara sistematis, terencana, terpadu, berkelanjutan, dan bertanggung jawab dengan tetap memberikan perlindungan terhadap nilai-nilai agama, budaya yang hidup dalam masyarakat, kelestarian dan mutu lingkungan hidup, serta kepentingan nasional. UU No. 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan tidak sesuai lagi dengan tuntutan dan perkembangan kepariwisataan sehingga perlu diganti.
-
Dasar hukum : Pasal 20 dan Pasal 21 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
-
Undang-Undang ini mengatur tentang : Bab I : Ketentuan Umum; Bab II : Asas, Fungsi dan Tujuan; Bab III : Prinsip Penyelenggaraan Kepariwisataan; Bab IV : Pembangunan Kepariwisataan; Bab V : Kawasan Strategis; Bab VI : Usaha Pariwisata; Bab VII : Hak, Kewajiban dan Larangan; Bab VIII : Kewenangan Pemerintah dan Pemerintah Daerah; Bab IX : Koordinasi; Bab X : Badan Promosi Pariwisata Indonesia; Bab XI : Gabungan Industri Pariwisata Indonesia; Bab XII : Pelatihan Sumber Daya Manusia, Standardisasi, Sertifikasi, dan Tenaga Kerja; Bab XIII : Pendanaan; Bab XIV : Sanksi Administratif Bab XV : Ketentuan Pidana; Bab XVI : Ketentuan Peralihan; Bab XVII : Ketentuan Penutup.
-
Mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
–
Disahkan pada tanggal 16 Januari 2009.
KESEJAHTERAAN – PEMBENTUKAN UU NO. 11 TAHUN 2009 2009 UNDANG-UNDANG TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL ABSTRAK
STATUS
:
:
-
Bahwa untuk mewujudkan kehidupan yang layak dan bermartabat, negara perlu menyelenggarakan pelayanan dan pengembangan kesejahteraan sosial secara terencana, terarah dan berkelanjutan. Sebagai salah satu upaya, maka dibentuklah undang-undang ini yang juga menjadi pengganti UU No. 6 Tahun 1974 karena dirasakan sudah tidak sesuai dengan perkembangan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
–
Dasar hukum : Pasal 18A, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 23 ayat (1), Pasal 27 ayat (2), Pasal 28C ayat (1), Pasal 28H ayat (1), (2), (3) dan Pasal 34 UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
–
Undang-Undang ini mengatur tentang : kesejahteraan sosial dengan sistematika sebagai berikut : Bab I : Ketentuan Umum; Bab II : Asas dan Tujuan; Bab III : Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial; Bab IV : Penanggulangan Kemiskinan; Bab V : Tanggung jawab dan Wewenang; Bab VI : Sumber Daya Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial; Bab VII : Peran Masyarakat; Bab VIII : Pendaftaran dan Perizinan Lembaga Kesejahteraan Sosial; Bab IX : Akreditasi dan Sertifikasi; Bab X : Pembinaan dan Pengawasan Serta Pemantauan dan Evaluasi; Bab XI : Ketentuan Penutup.
-
Mencabut dan menyatakan tidak berlaku UU No. 6 Tahun 1974; Pada saat UU ini berlaku, peraturan pelaksanaan UU No. 6 Tahun 1974 masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau diganti berdasarkan UU ini. Mulai berlaku pada tanggal diundangkan; Diundangkan pada tanggal 16 Januari 2009.
-
KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI - PEMBENTUKAN UU NO. 12 TAHUN 2009 2009 UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MERANTI DI PROVINSI RIAU ABSTRAK
STATUS
:
:
-
Bahwa untuk memacu kemjuan Provinsi Riau pada umumnya dan Kabupaten Bengkalis pada khususnya, serta adanya aspirasi yang berkembang dalam masyarakat, dipandang perlu meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, dan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat, dengan memperhatikan kemampuan ekonomi, potensi daerah, luas wilayah, kependudukan dan pertimbangan dari aspek sosial politik, sosial budaya, pertahanan dan keamanan serta dengan meningkatnya beban tugas dan volume kerja di bidang pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan di Kabupaten Bengkalis, dipandang perlu membentuk Kabupaten Meranti di wilayah Provinsi Riau.
-
Dasar hukum : 1. Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 20, dan Pasal 21 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. UU No. 12 Tahun 1956; 3. UU No. 61 Tahun 1958; 4. UU No. 22 Tahun 2003; 5. UU No. 32 Tahun 2004; 6. UU No. 33 Tahun 2004; 7. UU No. 22 Tahun 2007; 8. UU No. 10 Tahun 2008.
-
Undang-Undang ini mengatur tentang : Bab I : Ketentuan Umum; Bab II : Pembentukan, Cakupan Wilayah, Batas Wilayah, dan Ibu Kota; Bab III : Urusan Pemerintahan Daerah; Bab IV : Pemerintahan Daerah; Bab V : Personel, Aset, dan Dokumen; Bab VI : Pendapatan, Alokasi Dana Perimbangan, Hibah, dan Bantuan Dana; Bab VII : Pembinaan; Bab VIII : Ketentuan Peralihan; Bab IX : Ketentuan Penutup.
-
Mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
–
Disahkan pada tanggal 16 Januari 2009.
KABUPATEN – PEMBENTUKAN UU NO. 13 TAHUN 2009 2009 UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MAYBRAT DI PROVINSI PAPUA BARAT ABSTRAK
STATUS
:
:
-
Bahwa untuk memacu kemajuan Provinsi Papua Barat pada umumnya dan Kabupaten Sorong pada khususnya, serta adanya aspirasi masyarakat, dan dengan memperhatikan kemampuan daerah, maka dibentuklah kabupaten ini dengan tujuan untuk meningkatkan pelayanan di bidang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan serta memberikan kemampuan dalam pemanfaatan potensi daerah.
–
Dasar hukum : Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 20, Pasal 21 UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; UU No. 12 Tahun 1969; UU No. 21 Tahun 2001; UU No. 26 Tahun 2002; UU No. 22 Tahun 2003; UU No. 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 12 Tahun 2008; UU No. 33 Tahun 2004; UU No. 22 Tahun 2007; UU No. 10 Tahun 2008; UU No. 35 Tahun 2008.
–
Undang-Undang ini mengatur tentang : pembentukan kabupaten Maybrat dengan sistematika sebagai berikut : Bab I : Ketentuan Umum; Bab II : Pembentukan, Cakupan Wilayah, Batas Wilayah, dan Ibu Kota; Bab III : Urusan Pemerintahan Daerah; Bab IV : Pemerintahan Daerah; Bab V : Personel, Aset dan Dokumen; Bab VI : Pendapatan, Alokasi Dana Perimbangan, Hibah dan Bantuan Dana; Bab VII : Pembinaan; Bab VIII : Ketentuan Peralihan; Bab IX : Ketentuan Penutup.
-
Mulai berlaku pada tanggal diundangkan; Diundangkan pada tanggal 16 Januari 2009.
KONVENSI PBB - PENGESAHAN UU NO. 14 TAHUN 2009 2009 UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL TO PREVENT SUPPRESS AND PUNISH TRAFFICKING IN PERSONS, ESPECIALLY WOMEN AND CHILDREN, SUPPLEMENTING THE UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME ABSTRAK
STATUS
:
:
-
Bahwa setiap orang memiliki hak-hak asasi sesuai dengan kemuliaan harkat dan martabatnya yang dilindungi oleh undang-undang. Protokol untuk mencegah, menindak, dan menghukum perdagangan orang, terutama perempuan dan anakanak oleh Pemerintah RI merupakan pencerminan keikutsertaan bangsa Indonesia dalam melaksanakan ketertiban dunia, untuk itu, perlu membentuk Undang-Undang tentang Pengesahan tersebut.
-
Dasar hukum : 1. Pasal 5 Ayat (1), Pasal 11, Pasal 20, dan Pasal 28B Ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. UU No. 37 Tahun 1999; 3. UU No. 24 Tahun 2000; 4. UU No. 23 Tahun 2002; 5. UU No. 21 Tahun 2007; 6. UU No. 5 Tahun 2009.
–
Undang-Undang ini mengatur tentang : Pengesahan Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, Especially Women and Children, Supplementing the United Nations Convention against Transnational Organized Crime dengan Declaration terhadap Pasal 5 Ayat (2) huruf c dan Reservation terhadap Pasal 15 Ayat (2).
-
Mulai berlaku pada tanggal diundangkan; Diundangkan pada tanggal 5 Maret 2009.
KONVENSI PBB – PENGESAHAN UU NO. 15 TAHUN 2009 2009 UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL AGAINST THE SMUGGLING OF MIGRANTS BY LAND, SEA AND AIR, SUPPLEMENTING THE UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME (PROTOKOL MENENTANG PENYELUNDUPAN MIGRAN MELALUI DARAT, LAUT, DAN UDARA, MELENGKAPI KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENENTANG TINDAK PIDANA TRANSNASIONAL YANG TERORGANISASI) ABSTRAK
STATUS
:
:
-
Bahwa Protokol Menentang Penyeludupan Migran melalui Darat, Laut dan Udara, merupakan salah satu bagian yang tidak terpisahkan dari Konvensi PBB Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi sehingga pencegahan dan pmberantasan penyelundupan migran perlu dilakukan baik pada tingkat nasional, regional maupun internasional, dan Pemerintah RI telah menanndatangani Protokol ini sebagai pencerminan keikutsertaan bangsa Indonesia dalam melaksanakan ketertiban dunia.
–
Dasar hukum : Pasal 5, Pasal 11, dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; UU No. 37 Tahun 1999; UU No. 24 Tahun 2000; dan UU No. 5 Tahun 2009.
–
Undang-Undang ini mengatur tentang : pengesahan, berlakunya undang-undang ini beserta lampiran berupa salinan naskah asli protokol dalam bahasa Inggris dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia dengan pokok-pokok sebagai berikut : hubungan antara Protokol dan Konvensi PBB Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi, tujuan Protokol, ruang lingkup Protokol, tanggung jawab pidana migran, dan kewajiban negara pihak.
-
Mulai berlaku pada tanggal diundangkan; Diundangkan pada tanggal 16 Maret 2009.
KETENTUAN UMUM & TATA CARA PERPAJAKAN - PENETAPAN UU NO. 16 TAHUN 2009 2009 UNDANG-UNDANG TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN MENJADI UNDANG-UNDANG ABSTRAK
STATUS
:
:
-
Bahwa dalam rangka menghadapi dampak krisis keuangan global, sangat mendesak untuk memperkuat basis perpajakan nasional guna mendukung penerimaan negara dari sektor perpajakan yang lebih stabil. Pelaksanaan ketentuan Pasal 37A Ayat (1) UU No. 28 Tahun 2007 sangat efektif untuk memperkuat basis perpajakan nasional. Masih banyak masyarakat yang ingin memanfaatkan fasilitas pengurangan atau penghapusan sanksi administratif perpajakan, sehingga Presiden menetapkan Perpu No. 5 Tahun 2008 yang memberikan perpanjangan waktu yang merupakan langkah tepat untuk memperkuat basis perpajakan nasional.
–
Dasar hukum : Pasal 5 Ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 22 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; UU No. 28 Tahun 2007.
–
Undang-Undang ini mengatur tentang : Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menjadi Undang-Undang.
-
Mulai berlaku pada tanggal diundangkan; Diundangkan pada tanggal 25 Maret 2009.
PEMILU - PENETAPAN UU NO. 17 TAHUN 2009 2009 UNDANG-UNDANG TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANGUNDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH MENJADI UNDANG-UNDANG ABSTRAK
STATUS
:
:
-
Bahwa untuk memberikan kepastian tidak terjadinya kehilangan suara pemilih, perlu pengaturan pemberian tanda lebih dari satu kali pada surat suara dinyatakan sebagai suara yang sah, sehingga untuk mengatasi hal kegentingan yang memaksa sebagai akibat adanya permasalahan dalam penyelenggaraan pemilahan umum, Presiden telah menetapkan Perpu No.1 Tahun 2009 tentang Perubahan atas UU No.10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
–
Dasar hukum : Pasal 5 Ayat (1), Pasal 20 Ayat (1), Pasal 22 Ayat (1) dan Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; UU No. 10 Tahun 2008.
–
Undang-Undang ini mengatur tentang : Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menjadi Undang-Undang.
-
Mulai berlaku pada tanggal diundangkan; Diundangkan pada tanggal 29 Mei 2009.
PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN – PENYELENGGARAAN UU NO. 18 TAHUN 2009 2009 UNDANG-UNDANG TENTANG PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN ABSTRAK
STATUS
:
:
-
Bahwa pemanfaatan hewan diarahkan untuk kesejahteraan masyarakat sehingga perlu diselenggarakan kesehatan hewan yang melindungi kesehatan manusia dan hewan beserta ekosistemnya;
-
Bahwa dengan perkembangan keadaan tuntutan otonomi daerah dan globalisasi, peraturan perundang-undangan di bidang peternakan dan kesehatan hewan yang berlaku saat ini sudah tidak sesuai lagi sebagai landasan hukum bagi penyelenggaraan peternakan dan kesehatan hewan.
–
Dasar hukum : Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
–
Undang-Undang ini mengatur tentang : Bab I : Ketentuan Umum; Bab II : Asas dan Tujuan; Bab III : Sumber Daya; Bab IV : Peternakan; Bab V : Kesehatan Hewan; Bab VI : Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan; Bab VII : Otoritas Veteriner; Bab VIII: Pemberdayaan Peternak dan Usaha Di Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan; Bab IX : Pengembangan Sumber Daya Manusia; Bab X : Penelitian dan Pengembangan; Bab XI : Penyidikan; Bab XII : Sanksi Administratif; Bab XIII: Ketentuan Pidana; Bab XIV: Ketentuan Peralihan; Bab XV : Ketentuan Penutup.
-
Mencabut dan menyatakan tidak berlakunya : UU No. 6 Tahun 1967 dan Ketentuan yang mengatur kehewanan yang tercantum dalam peninjauan kembali ketentuan mengenai pengawasan praktik dokter hewan dan kebijakan kehewanan, desentralisasi dari wewenang pusat sesuai dengan ketentuan Staatsblad Tahun 1914 Nomor 486, perubahan dan tambahan atas tambahan pada Staatsblad Tahun 1912 nomor 432, ketentuan baru mengenai pengenalan dan pemberantasan mewabahnya rabies, pelimpahan sebagian kegiatan pemerintah pusat kepada provinsi mengenai dinas kehewanan sipil dan polisi khusus kehewanan, tambahan atas Lembaran Negara RI Tahun 1926 Nomor 452, petunjuk mengenai pemotongan hewan, pemotongan hewan besar betina bertanduk yang tercantum dalam PP Tahun 1936 mengenai hewan besar
CATATAN
:
-
-
bertanduk, perubahan peraturan mengenai campur tangan pemerintah dalam dinas kehewanan, polisi kehewanan, dan ordonansi tentang penyakit anjing gila, desentralisasi untuk dinas kehewanan di daerah seberang, dan perubahan terhadap peraturan mengenai campur tangan pemerintah pada dinas kehewanan dan polisi kehewanan. Mulai berlaku pada tanggal diundangkan; Diundangkan pada tanggal 4 Juni 2009. Pembahasan Undang-Undang ini dilakukan selama 25 bulan, dengan mengadakan beberapa kali rapat yang membahas sekitar 427 Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dalam rangka menyamakan persepsi untuk menghasilkan aturan dan kebijakan yang memiliki nilai strategis. UU ini dimaksudkan untuk memberi kepastian hukum dan kepastian berusaha dalam bidang peternakan dan kesehatan hewan yang diharapkan dapat mencukupi kebutuhan pangan, barang dan jasa hewan secara mandiri, berdaya saing,dan berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan peternakan dan masyarakat menuju pencapaian ketahanan pangan nasional.
STOCKHOLM CONVENTION ON PERSISTENT ORGANIC POLLUTANTS - PENGESAHAN UU NO. 19 TAHUN 2009 2009 UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN STOCKHOLM CONVENTION ON PERSISTENT ORGANIC POLLUTANTS (KONVENSI STOCKHOLM TENTANG BAHAN PENCEMAR ORGANIK YANG PERSISTEN) ABSTRAK
STATUS
:
:
-
Bahwa pada tanggal 23 Mei 2001 Pemerintah Indonesia ikut serta menandatangani Stockholm Convention on Persistent Organic Pollutants (Konvensi Stockholm tentang Bahan Pencemar Organik yang Persisten), yang bertujuan melindungi kesehatan manusia dan lingkungan hidup dari 12 bahan yang dikategorikan sebagai bahan pencemar organik yang persisten dan masih ditemukan di Indonesia sehingga perlu dilakukan pengelolaan yang berwawasan lingkungan terhadap timbunan residu bahan pencemar organik yang persisten tersebut, serta melakukan pengawasan yang lebih ketat terhadap peredaran bahan pencemar organik yang persisten tersebut dan pencegahannya.
–
Dasar hukum : Pasal 5 Ayat (1), Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 20, dan Pasal 33 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Undang-Undang No. 24 Tahun 2000.
–
Undang-Undang ini mengatur tentang : Pengesahan Stockholm Convention on Persistent Organic Pollutants (Konvensi Stockholm tentang Bahan Pencemar Organik yang Persisten) yang salinan naskah aslinya dalam bahasa Inggris dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia sebagaimana terlampir dan bagian yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.
-
Mulai berlaku pada tanggal diundangkan; Diundangkan pada tanggal 11 Juni 2009.
PENGHARGAAN – PENGATURAN UU NO. 20 TAHUN 2009 2009 UNDANG-UNDANG TENTANG GELAR, TANDA JASA, DAN TANDA KEHORMATAN ABSTRAK
STATUS
:
:
-
Bahwa pengaturan mengenai penghargaan atas jasa-jasa setiap warga negara yang diberikan oleh negara dalam bentuk gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan masih tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan, sehingga diperlukan pembentukan Undang-Undang ini.
–
Dasar hukum : Pasal 15, Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
–
Undang-Undang ini mengatur tentang : Bab I : Ketentuan Umum; Bab II : Asas dan Tujuan; Bab III : Jenis Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan; Bab IV : Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan; Bab V : Tata Cara Pengajuan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan; Bab VI : Hak dan Kewajiban; Bab VII : Pencabutan Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan; Bab VIII: Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan dari Negara Lain; Bab IX : Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan Bagi WNA; Bab X : Ketentuan Peralihan; Bab XI : Ketentuan Lain-Lain; Bab XII : Ketentuan Penutup.
-
Mencabut dan menyatakan tidak berlakunya : UU No. 30 Tahun 1954; UU No. 65 Tahun 1958 sebagaimana diberlakukan dengan UU No. 20 Tahun 1959; UU No. 70 Tahun 1958; UU No. 4 Drt Tahun 1959; UU No. 5 Drt Tahun 1959; UU No. 6 Drt Tahun 1959; UU No. 21 Tahun 1959 sebagaimana diberlakukan dengan UU No. 8 Tahun 1964; UU No. 23 Tahun 1959; UU No. 14 Tahun 1961; UU No. 5 Tahun 1963; UU No. 33 Prps Tahun 1964; UU No. 14 Tahun 1968; UU No. 23 Tahun 1968; UU No. 24 Tahun 1968; UU No. 13 Tahun 1971; UU No. 4 Tahun 1972; dan UU No. 10 Tahun 1980. Mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Diundangkan pada tanggal 18 Juni 2009.
CATATAN
:
-
Keberadaan Undang-Undang ini perlu disambut dengan baik, karena memudahkan pemberian tanda jasa dan tanda kehormatan yang selama ini pengaturannya tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Selain itu yang lebih memudahkan lagi, kewenangan itu berada di tangan Presiden dengan dibantu oleh sebuah lembaga khusus bernama Dewan Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan sehingga diharapkan pemberian itu akan menjadi lebih cermat.
-
Substansi yang menarik adalah undang-undang ini juga membuka kesempatan bagi WNA untuk mendapatkan tanda jasa dan tanda kehormatan dengan dua syarat kesetaraan hubungan timbal balik kenegaraan dan/atau berjasa besar pada bangsa dan negara Indonesia.
HUKUM LAUT – PENGESAHAN UU NO. 21 TAHUN 2009 2009 UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT FOR THE IMPLEMENTATION OF THE PROVISIONS OF THE UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA OF 10 DECEMBER 1982 RELATING TO THE CONSERVATION AND MANAGEMENT OF STRADDLING FISH STOCKS AND HIGHLY MIGRATORY FISH STOCKS (PERSETUJUAN PELAKSANAAN KETENTUAN-KETENTUAN KONVENSI PERSERIKATAN BANGSABANGSA TENTANG HUKUM LAUT TANGGAL 10 DESEMBER 1982 YANG BERKAITAN DENGAN KONSERVASI DAN PENGELOLAAN SEDIAAN IKAN YANG BERUAYA TERBATAS DAN SEDIAAN IKAN YANG BERUAYA JAUH) ABSTRAK
:
-
Bahwa untuk melindungi keanekaragaman hayati dan memelihara keutuhan ekosistem laut di ZEE Indonesia dan Laut Lepas perlu dilakukan konservasi dan pengelolaan sediaan ikan yang beruaya terbatas dan sediaan ikan yang beruaya jauh;
-
Bahwa dalam Sidang Majelis Umum PBB pada tanggal 24 Juli s.d 4 Agustus 1995, telah diterima Persetujuan Pelaksanaan Ketentuan-Ketentuan Konvensi PBB tentang Hukum Laut tanggal 10 Desember 1982 yang berkaitan dengan Konservasi dan Pengelolaan Sediaan Ikan yang Beruaya Terbatas dan Sediaan Ikan yang Beruaya Jauh, dan Indonesia telah mengesahkan Konvensi PBB yang mengamanatkan pengaturan lebih lanjut mengenai sediaan ikan yang beruaya terbatas dan sediaan ikan yang beruaya jauh.
–
Dasar hukum : Pasal 5 ayat (1), Pasal 11 dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; UU No. 17 Tahun 1985; UU No. 37 Tahun 1999; UU No. 24 Tahun 2000.
–
Undang-Undang ini mengatur tentang : pengesahan Persetujuan Pelaksanaan Ketentuan-Ketentuan Konvensi PBB tentang Hukum Laut tanggal 10 Desember 1982 yang berkaitan dengan Konservasi dan Pengelolaan Sediaan Ikan yang Beruaya Terbatas dan Sediaan Ikan yang Beruaya Jauh, dalam lampiran Undang-Undang ini yang tersedia dalam bahasa Inggris dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia.
STATUS
:
-
Mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Diundangkan pada tanggal 18 Juni 2009.
CATATAN
:
-
Pengesahaan UNIA 1995 memberikan manfaat bagi Indonesia dalam mendapatkan hak dan kesempatan untuk turut memanfaatkan potensi perikanan laut lepas sehingga dapat membuka kesempatan bagi kapal kita untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan di laut lepas secara legal. Selain itu, pengesahaan konvensi ini juga bermanfaat dalam memperkuat posisi Indonesia dalam forum organisasi pengelolaan perikanan regional dan mendapat kuota internasional terhadap distribusi tangkapan yang dihasilkan oleh kapal perikanan
berbendera Indonesia. Dengan kata lain, didorongnya kapal-kapal besar beroperasi di laut lepas dapat mengurangi tekanan sumberdaya ikan di perairan teritorial dan ZEEI serta membuka kesempatan bagi kapal-kapal berukuran kecil untuk beroperasi di wilayah tersebut.
LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN – PENETAPAN UU NO. 22 TAHUN 2009 2009 UNDANG – UNDANG TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN ABSTRAK
:
-
-
STATUS
:
-
Bahwa Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan oleh UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagai bagian dari sistem transportasi nasional harus dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran berlalu lintas dan Angkutan Jalan dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi dan pengembangan wilayah. Perkembangan lingkungan strategis nasional dan internasional menuntut penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, otonomi daerah, serta akuntabilitas penyelenggaraan Negara. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi, perubahan lingkungan strategis, dan kebutuhan penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan saat ini sehingga perlu diganti dengan undangundang yang baru. Berdasarkan pertimbangan tersebut dipandang perlu membentuk Undang-Undang tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Dasar Hukum : Pasal 5 ayat (1) serta Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-Undang ini mengatur tentang : Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dengan sistimatika sebagai berikut : 1. Ketentuan Umum; 2. Asas dan Tujuan; 3. Ruang Lingkup Keberlakuan Undang-Undang; 4. Pembinaan; 5. Penyelenggaraan; 6. Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; 7. Kendaraan; 8. Pengemudi; 9. Lalu Lintas; 10. Angkutan; 11. Keamanan dan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; 12. Dampak Lingkungan; 13. Pengembangan Industri dan Teknologi Sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; 14. Kecelakaan Lalu Lintas; 15. Perlakuan Khusus Bagi Penyandang Cacat, Manusia Usia Lanjut, Anak-Anak, Wanita Hamil, dan Orang Sakit; 16. Sistem Informasi Dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; 17. Sumber Daya Manusia; 18. Peran Serta Masyarakat; 19. Penyidikan dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; 20. Ketentuan Pidana; 21. Ketentuan Peralihan; 22. Ketentuan Penutup. Mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Diundangkan pada tanggal 22 Juni 2009
APBN 2007 – PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN UU NO. 23 TAHUN 2009 2009 UNDANG – UNDANG TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2007 ABSTRAK
:
-
-
-
STATUS
:
-
Bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2007 yang diundangkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2006 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2006, pelaksanaannya perlu dilakukan pemeriksaan dan dipertanggungjawabkan sesuai Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Sesuai dengan ketentuan Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Pasal 4 ayat (2) UndangUndang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara, terhadap pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2007 telah dilakukan pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Sesuai ketentuan Pasal 3 ayat (2), Pasal 30, dan Pasal 32 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2006 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2007, pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2007 harus ditetapkan dengan Undang-Undang. Pembahasan Undang-Undang tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2007 dilakukan Dewan Perwakilan Rakyat bersama Pemerintah dan dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah sesuai Surat Keputusan Dewan Perwakilan Daerah Nomor 37/DPD/2008 tanggal 25 September 2008. Berdasarkan pertimbangan tersebut dipandang perlu untuk membentuk Undang-Undang tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2007. Dasar Hukum : Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), ayat (2) dan ayat (5), Pasal 23 ayat (1) dan Pasal 23E UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945; UU Nomor 17 Tahun 2003; UU Nomor 1 Tahun 2004; UU Nomor 10 Tahun 2004; UU Nomor 15 Tahun 2004; UU Nomor 18 Tahun 2006, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 41 Tahun 2007; UU Nomor 15 Tahun 2006. Undang-Undang ini mengatur tentang : Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2007. Mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Diundangkan pada tanggal 1 Juli 2009
BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA SERTA LAGU KEBANGSAAN UU NO. 24 TAHUN 2009 2009 UNDANG-UNDANG TENTANG BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA SERTA LAGU KEBANGSAAN ABSTRAK
STATUS
:
:
-
Bahwa bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan Indonesia adalah sarana pemersatu, identitas, dan wujud eksistensi bangsa yang menjadi simbol kedaulatan dan kehormatan negara, yang merupakan manifestasi kebudayaan yang berakar pada sejarah perjuangan bangsa, kesatuan dalam keragaman budaya, dan kesamaan dalam mewujudkan cita-cita bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan belum diatur di dalam bentuk undang-undang.
–
Dasar hukum : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 35, Pasal 36, Pasal 36A, Pasal 36B, dan Pasal 36C Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
–
Undang-Undang ini mengatur tentang : Pengaturan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan yang bertujuan untuk memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, menjaga kehormatan yang menunjukkan kedaulatan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan menciptakan ketertiban, kepastian, dan standarisasi penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan.
-
Mulai berlaku pada tanggal diundangkan; Diundangkan pada tanggal 9 Juli 2009.
PELAYANAN PUBLIK UU NO. 25 TAHUN 2009 2009 UNDANG – UNDANG TENTANG PELAYANAN PUBLIK ABSTRAK
:
-
-
-
STATUS
:
-
Bahwa negara berkewajiban melayani setiap warga negara dan penduduk untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya dalam kerangka pelayanan publik yang merupakan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Membangun kepercayaan masyarakat atas pelayanan publik yang dilakukan penyelenggara pelayanan publik merupakan kegiatan yang harus dilakukan seiring dengan harapan dan tuntutan seluruh warga negara dan penduduk tentang peningkatan pelayanan publik. Sebagai upaya untuk mempertegas hak dan kewajiban setiap warga negara dan penduduk serta terwujudnya tanggung jawab negara dan korporasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik, diperlukan norma hukum yang memberi pengaturan secara jelas. Sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas dan menjamin penyediaan pelayanan publik sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik serta untuk memberi perlindungan bagi setiap warga negara dan penduduk dari penyalahgunaan wewenang di dalam penyelenggaraan pelayanan publik, diperlukan pengaturan hukum yang mendukungnya. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka dipandang perlu untuk dibentuk UndangUndang tentang Pelayanan Publik. Dasar Hukum : Pasal 5 ayat (1), Pasal 18A ayat (2), Pasal 20, Pasal 27 Pasal 28A, Pasal 28B, Pasal 28C, Pasal 28D, Pasal 28H, Pasal 28I ayat (2), dan Pasal 34 ayat (3) UUD Negara RepubIik Indonesia Tahun 1945; UU Nomor 8 Tahun 1974, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 43 Tahun 1999; UU Nomor 32 Tahun 2004, sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 12 Tahun 2008; UU Nomor 11 Tahun 2005;UU Nomor 12 Tahun 2005; UU Nomor 37 Tahun 2008. Undang-Undang ini mengatur tentang : Pelayanan Publik, dengan sistimatika sebagai berikut : 1. Ketentuan Umum; 2. Maksud, Tujuan Asas dan Ruang Lingkup; 3. Pembina, Organisasi Penyelenggara, dan Penataan Pelayanan Publik; 4. Hak, Kewajiban, dan Larangan; 5. Penyelenggaraan Pelayanan Publik; 6. Peran Serta Masyarakat; 7. Penyelesaian Pengaduan; 8. Ketentuan Sanksi; 9. Ketentuan Peralihan; 10. Ketentuan Penutup. Mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Diundangkan pada tanggal 18 Juli 2009
MPR, DPR, DPD, DAN DPRD UU NO. 27 TAHUN 2009 2009 UNDANG-UNDANG TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH ABSTRAK
STATUS
:
:
-
Bahwa untuk melaksanakan kedaulatan rakyat, mewujudkan lembaga permusyawaratan rakyat, lembaga perwakilan rakyat, dan lembaga perwakilan daerah, mengembangkan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dan untuk peningkatan peranan dan tanggung jawab lembaga permusyawaratan rakyat, lembaga perwakilan rakyat, lembaga perwakilan daerah sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah perlu diganti.
–
Dasar hukum : Pasal 1 ayat (2), Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5 ayat (1), Pasal 7A, Pasal 7B, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 11, Pasal 13, Pasal 18 ayat (3), Pasal 19, Pasal 20 ayat (1), Pasal 20A, Pasal 21, Pasal 22B, Pasal 22C, Pasal 22D, Pasal 22E ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), Pasal 23E, Pasal 23F, Pasal 24C ayat (2), dan Pasal 37 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
–
Undang-Undang ini mengatur tentang : Bab I : Ketentuan Umum; Bab II : MPR; Bab III : DPR; Bab IV : DPD; Bab V : DPRD Provinsi; Bab VI : DPRD Kabupaten/Kota; Bab VII : Sistem Pendukung; Bab VIII : Ketentuan Lain-lain; Bab IX : Ketentuan Peralihan; Bab X : Ketentuan Penutup.
-
Pada saat Undang-Undang ini berlaku, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku; Mulai berlaku pada tanggal diundangkan; Diundangkan pada tanggal 29 Agustus 2009.
-
PAJAK DAN RETRIBUSI – PENGATURAN UU NO. 28 TAHUN 2009 2009 UNDANG-UNDANG TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH ABSTRAK
STATUS
:
:
-
Bahwa dengan berlakunya UU Nomor 32 Tahun 2004 yang telah diubah beberapa kali terakhir dengan UU Nomor 12 Tahun 2008 dan berlakunya UU Nomor 33 Tahun 2004, maka penyelenggaraan pemerintahan daerah dilakukan dengan memberikan kewenangan seluas-luasnya, termasuk mengenai pajak dan retribusi daerah yang merupakan salah satu pendapatan daerah;
-
Bahwa dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan kemandirian daerah, perlu dilakukan perluasan objek pajak daerah dan retribusi daerah dan pemberian diskresi dalam penetapan tarif;
-
Bahwa UU Nomor 18 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 34 Tahun 2000 perlu disesuaikan dengan kebijakan otonomi daerah.
–
Dasar hukum : Pasal 5 ayat (1), Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 20 ayat (2), Pasal 22D dan Pasal 23A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
–
Undang-Undang ini mengatur tentang : Bab I : Ketentuan Umum; Bab II : Pajak; Bab III : Bagi Hasil Pajak Provinsi; Bab IV : Penetapan dan Muatan yang Diatur dalam Peraturan Daerah tentang Pajak; Bab V : Pemungutan Pajak; Bab VI : Retribusi; Bab VII : Penetapan dan Muatan yang Diatur dalam Peraturan Daerah tentang Retribusi; Bab VIII : Pengawasan dan Pembatalan Peraturan Daerah tentang Pajak dan Retribusi; Bab IX : Pemungutan Retribusi; Bab X : Pengembalian Kelebihan Pembayaran; Bab XI : Kedaluwarsa penagihan; Bab XII : Pembukuan dan Pemeriksaan; Bab XIII : Insentif Pemungutan; Bab XIV : Ketentuan Khusus; Bab XV : Penyidikan; Bab XVI : Ketentuan Pidana; Bab XVII : Ketentuan Peralihan; Bab XVIII : Ketentuan Penutup.
-
Mencabut dan menyatakan tidak berlakunya UU No. 18 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 34 Tahun 2000.
CATATAN
:
-
Mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2010. Diundangkan pada tanggal 15 September 2009.
-
Dalam Undang-Undang ini, terdapat penambahan jenis pajak daerah seperti pajak rokok, pajak sarang burung walet, PBB pedesaan dan perkotaan serta bea perolehan hak atas tanah dan bangunan. Perubahan pengaturan mengenai pajak dan retribusi daerah diharapkan dapat menyempurnakan sistem pemungutan pajak dan retribusi daerah, memberikan wewenang lebih besar dalam perpajakan kepada daerah, dan meningkatkan efektifitas pengawasan untuk meningkatkan PAD. Bahkan daerah dapat dikenakan sanksi apabila melakukan pelanggaran yang dibuktikan dengan adanya ketentuan mengenai pengawasan guna mendukung upaya terciptanya iklim investasi yang kondusif di daerah. Selain pengaturan-pengaturan tersebut, terdapat juga ketentuan baru lainnya mengenai ear marking (alokasi penggunaan) yang wajib dilakukan Pemda, yakni menggunakan minimal 10% dari hasil penerimaan pajak untuk belanja infrastruktur jalan dan transportasi umum di daerah.
-
-
.
KETRANSMIGRASIAN - PERUBAHAN UU NO. 29 TAHUN 2009 2009 UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN ABSTRAK
:
-
Bahwa dengan diberlakukannya sistem penyelenggaraan pemerintahan daerah yang menganut asas otonomi dan tugas pembantuan serta upaya memperbaiki iklim investasi guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Kawasan Transmigrasi, maka dilakukan penyempurnaan ketentuan penyelenggaraan transmigrasi dengan membentuk undang-undang ini;
-
Dasar hukum : Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 33 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; dan UU No. 15 Tahun 1997.
–
Undang-Undang ini mengatur tentang : Pasal I : perubahan ketentuan Pasal 1, Pasal 7, Pasal 8 ayat (1), (2), (3) dan (5), Pasal 9, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 25 ayat (4) – ayat (7) dan penjelasan Pasal ini ayat (1) – ayat (3), Pasal 26, Pasal 29 ayat (2) dan ayat (3) serta perubahan penjelasan, Pasal 30 ayat (2) – ayat (4) beserta perubahan penjelasan, perubahan judul Bab VIII, perubahan Pasal 32, perubahan Pasal 33, penghapusan Bab IX, penghapusan Pasal 34, perubahan Pasal 35, penghapusan Bab XI dan penyisipan Bab XA, XB, XC. Pasal II : berlakunya undang-undang ini.
STATUS
:
-
Mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Diundangkan pada tanggal 15 September 2009.
CATATAN
:
-
Perubahan undang-undang ini didasari atas tuntutan reformasi dan perubahan jaman. Pembangunaan transmigrasi dengan konsep paradigma baru merupakan salah satu percepatan pembangunan kota-kota kecil, yakni dengan cara membangun dan mengembangkan kawasan kota terpadu mandiri yang dirancang menjadi pusat pertumbuhan dengan fungsi perkotaan. Sehingga menjadikan kawasan transmigrasi sebagai pusat ekonomi potensial daerah, melalui pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan. Terdapat 4(empat) hal yang menjadi pokok perubahan UU No. 15 Tahun 1997, yaitu penegasan secara eksplisit peran Pemda dalam melaksanakan pembangunan transmigrasi yang terkait dengan proses kegiatan lintas daerah, mempertegas tugas pemerintah dan pemda dalam memberikan fasilitas dan layanan kepada badan usaha yang akan mengembangkan investasi di kawasan transmigrasi, mendorong perbaikan iklim investigasi dengan mempertegas pengaturan jenis-jenis transmigrasi, mempertegas tugas pemerintah dan pemda dalam melakukan pengawasan pelaksanaan transmigrasi serta pengaturan mengenai sanksi administratif dan pidana kepada Pejabat Pemerintah, Pemda, Badan Usaha, Transmigran dan kelompok masyarakat yang melanggar peraturan perundang-undangan dalam melaksanakan kegiatan transmigrasi.
-
KETENAGALISTRIKAN - PENGATURAN UU NO. 30 TAHUN 2009 2009 UNDANG-UNDANG TENTANG KETENAGALISTRIKAN ABSTRAK
STATUS
:
:
-
Bahwa tenaga listrik mempunyai peran yang sangat penting dan strategis dalam mewujudkan tujuan pembangunan nasional sehingga peran pemerintah daerah dan masyarakat daslam penyediaan tenaga listrik perlu ditingkatkan namun penyediaan dan pemanfaatannya harus tetap memperhatikan ketentuan keselamatan ketenagalistrikan;
-
Bahwa UU Nomor 15 Tahun 1985 tentang ketenagalistrikan tidak sesuai lagi dengan tuntutan perkembangan keadaan dan perubahan dalam kehidupan masyarakat sehingga perlu diganti dengan undang-undang baru.
–
Dasar hukum : Pasal 5 ayat (1), Pasal 18, Pasal 20 dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
–
Undang-Undang ini mengatur tentang : Bab I : Ketentuan Umum; Bab II : Asas dan Tujuan; Bab III : Penguasaan dan Pengusahaan; Bab IV : Kewenangan Pengelolaan; Bab V : Pemanfaatan Sumber Energi Primer; Bab VI : Rencana Umum Ketenagalistrikan; Bab VII : Usaha Ketenagalistrikan; Bab VIII : Perizinan; Bab IX : Penggunaan Tanah; Bab X : Harga Jual, Sewa Jaringan, dan Tarif Tenaga Listrik; Bab XI : Lingkungan Hidup dan Keteknikan; Bab XII : Pembinaan dan Pengawasan; Bab XIII : Penyidikan Bab XIV : Sanksi Administratif; Bab XV : Ketentuan Pidana; Bab XVI : Ketentuan Peralihan; Bab XVII : Ketentuan Penutup.
-
Mencabut dan menyatakan tidak berlakunya UU No. 15 Tahun 1985. Peraturan Pelaksanaan yang telah ada berdasarkan UU No. 15 Tahun 1985 tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti berdasarkan UndangUndang ini. Mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Diundangkan pada tanggal 23 September 2009.
CATATAN
:
-
-
Meskipun ada 1(satu) fraksi yang tidak berpendapat bahkan ada beberapa kelompok peneliti dari masyarakat menentang keras undang-undang ini, namun pengaturan mengenai ketenagalistrikan ini tetap disahkan. Kelompok-kelompok peneliti dalam masyarakat itu berpendapat bahwa uu ini akan membuat tarif listrik semakin mahal sekaligus melemahkan peran masyarakat dalam menjamin kesejahteraan rakyat sebab membuka peluang bagi swasta untuk menyediakan listrik. Keterbatasan modal yang menjadi alasan elektrifikasi
diswastanisasikan seharusnya bukanlah masalah karena penyediaan listrik dapat dilakukan secara partisipatif di tingkat pusat maupun daerah dengan melibatkan BUMN dan/atau BUMD. Selain itu adanya ketentuan penetapan tarif regional dalam UU ini akan menimbulkan kesenjangan ekonomi bertambah lebar antara daerahdaerah yang kaya dan miskin.
LINGKUNGAN HIDUP – PENGELOLAAN – PERLINDUNGAN UU NO. 32 TAHUN 2009 2009 UNDANG-UNDANG TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP ABSTRAK
STATUS
:
:
-
Bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28H Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; kualitas lingkungan hidup yang semakin menurun telah mengancam kelangsungan perikehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya sehingga perlu dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang sungguh-sungguh dan konsisten oleh semua pemangku kepentingan; serta agar lebih menjamin kepastian hukum dan memberikan perlindungan terhadap hak setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari perlindungan terhadap keseluruhan ekosistem, perlu dilakukan pembaharuan terhadap undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
–
Dasar hukum : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28H ayat (1), serta Pasal 33 ayat (3) dan ayat (4) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
–
Undang-Undang ini mengatur tentang : Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dengan sistematika sebagai berikut : 2. Ketentuan Umum; 3. Asas, Tujuan, dan Ruang Lingkup; 4. Perencanaan; 5. Pemanfaatan; 6. Pengendalian; 7. Pemeliharaan; 8. Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun serta Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun; 9. Sistem Informasi; 10. Tugas dan wewenang Pemerintah dan Pemerintah daerah; 11. Hak, Kewajiban dan Larangan; 12. Peran Masyarakat; 13. Pengawasan dan Sanksi Administratif; 14. Penyelesaian Sengketa Lingkungan; 15. Penyidikan dan Pembuktian; 16. Ketentuan Pidana; 17. Ketentuan Peralihan; dan 18. Ketentuan Penutup.
-
Mulai berlaku pada tanggal diundangkan; Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan peraturan yang baru berdasarkan Undang-Undang ini;
CATATAN
:
-
-
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dicabut dan dinyatakan tidak berlaku; Diundangkan pada tanggal 3 Oktober 2009. Konvensi ILO Nomor 185 mengenai Konvensi Perubahan Dokumen Identitas Pelaut merupakan salah satu instrumen yang memberikan perlindungan dan kemudahan bagi tenaga kerja pelaut dalam menjalankan profesinya dengan menggunakan identitas diri bagi pelaut yang berstandar internasional. Dokumen Identitas Pelaut tersebut sekaligus merupakan bentuk lain dari Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN) khusus pelaut.
PERFILMAN - PENGATURAN UU NO. 33 TAHUN 2009 2009 UNDANG-UNDANG TENTANG PERFILMAN ABSTRAK
STATUS
:
:
-
Bahwa film merupakan karya seni budaya, media komunikasi massa, dan alat penetrasi kebudayaan yang perlu dimajukan agar sejalan dengan dinamika masyarakat dan kemajuan iptek;
-
Bahwa UU Nomor 8 Tahun 1992 tentang Perfilman tidak sesuai lagi dengan tuntutan perkembangan perfilman dan semangat zamannya sehingga perlu dicabut, dan dibentuk Undang-Undang ini.
–
Dasar hukum : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28, Pasal 28F, Pasal 28J, Pasal 31 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) serta Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
–
Undang-Undang ini mengatur tentang : Bab I : Ketentuan Umum; Bab II : Asas, Tujuan, dan Fungsi; Bab III : Kegiatan Perfilman dan Usaha Perfilman; Bab IV : Hak dan Kewajiban; Bab V : Kewajiban, Tugas, dan Wewenang Pemerintah dan Pemerintah Daerah; Bab VI : Sensor Film; Bab VII : Peran Serta Masyarakat; Bab VIII : Penghargaan; Bab IX : Pendidikan, Kompetensi, dan Sertifikasi; Bab X : Pendanaan; Bab XI : Sanksi Administratif; Bab XII : Ketentuan Pidana; Bab XIII : Ketentuan Peralihan; Bab XIV : Ketentuan Penutup.
-
Mencabut dan menyatakan tidak berlakunya UU No.8 Tahun 1992. Peraturan Pelaksanaan yang merupakan peraturan pelaksanaan UU Nomor 8 Tahun 1992 tentang Perfilman dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti berdasarkan Undang-Undang ini, dan badan yang dibentuk berdasarkan UU No. 8 Tahun 1992 tentang Perfilman dan peraturan pelaksanaannya tetap melaksanakan tugas dan fungsinya sampai dibentuk atau diubahnya badan tersebut oleh Pemerintah. Mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Diundangkan pada tanggal 8 Oktober 2009.
-
IBADAH HAJI – PERPU – PENETAPAN UU NO. 34 TAHUN 2009 2009 UNDANG-UNDANG TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI MENJADI UNDANGUNDANG ABSTRAK
:
-
Bahwa dengan adanya kewajiban bagi setiap jemaah haji Indonesia untuk menggunakan paspor biasa mulai tahun 1430 Hijriyah, diperlukan upaya untuk menjamin agar penyelenggaraan ibadah haji dapat dilaksanakan; sehingga dalam rangka menjamin terlaksananya penyelenggaraan ibadah haji perlu melakukan perubahan ketentuan mengenai paspor haji bagi jemaah haji sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 13 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji.
–
Dasar hukum : Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 22 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; UU No. 9 Tahun 1992; dan UU No. 13 Tahun 2008.
–
Undang-Undang ini mengatur tentang : Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji Menjadi Undang-Undang,
-
Mulai berlaku pada tanggal diundangkan; Diundangkan pada tanggal 9 Oktober 2009.
.
STATUS
:
NARKOTIKA - PEMBENTUKAN UU NO. 35 TAHUN 2009 2009 UNDANG-UNDANG TENTANG NARKOTIKA ABSTRAK
STATUS
:
:
-
Bahwa narkotika di satu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan di sisi lain dapat pula menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila disalahgunakan atau digunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan saksama;
-
Bahwa mengimpor, mengekspor, memproduksi, menanam, menyimpan, mengedarkan, dan/atau menggunakan Narkotika tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan saksama serta bertentangan degan peraturan perundang-undangan merupakan tindak pidana Narkotika;
-
Bahwa tindak pidana Narkotika telah bersifat transnasional yang dilakukan dengan menggunakan modus operandi yang tinggi, teknologi canggih, didukung oleh jaringan organisasi yang luas dan sudah banyak menimbulkan korban terutama generasi muda bangsa sehingga Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika sudah tidak sesuai dengan perkembangan situasi dan kondisi untuk menanggulangi dan memberantas tindak pidana tersebut.
–
Dasar hukum : Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; UU No. 8 Tahun 1967 beserta Protokol Tahun 1972 yang mengubahnya; dan UU No. 7 Tahun 1997.
–
Undang-Undang ini mengatur tentang : Bab I : Ketentuan Umum; Bab II : Dasar, Asas, dan Tujuan; Bab III : Ruang Lingkup; Bab IV : Pengadaan; Bab V : Impor dan Ekspor; Bab VI : Peredaran; Bab VII : Label dan Publikasi; Bab VIII : Prekursor Narkotika; Bab IX : Pengobatan dan Rehabilitasi; Bab X : Pembinaan dan Pengawasan; Bab XI : Pencegahan dan Pemberantasan; Bab XII : Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan; Bab XIII : Peran Serta Masyarakat; Bab XIV : Penghargaan; Bab XV : Ketentuan Pidana; Bab XVI : Ketentuan Peralihan; Bab XVII : Ketentuan Penutup.
-
Mencabut dan menyatakan tidak berlakunya UU No. 22 Tahun 1997 dan Lampiran mengenai jenis Psikotropika Golongan I dan Golongan II sebagaimana tercantum dalam Lampiran UU Nomor 5 Tahun 1997.
-
CATATAN
:
-
Peraturan Perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan UU Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan peraturan baru berdasarkan UndangUndang ini. Mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Diundangkan pada tanggal 12 Oktober 2009. Undang-Undang ini memperkuat lembaga BNN sesuai dengan perkembangan jaman, dimana BNN ditetapkan sebagai lembaga pemerintah non-departemen yang memiliki kewenangan menyelidik, menyidik, mempercepat pemusnahan barang bukti, dan menyadap pihak yang terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. Penyadapan tersebut dapat dilakukan tanpa izin tertulis dari Ketua Pengadilan Negeri terlebih dahulu.
KESEHATAN UU NO. 36 TAHUN 2009 2009 UNDANG-UNDANG TENTANG KESEHATAN ABSTRAK
STATUS
:
:
-
Bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksdu dalam Pancasila dan Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; sehingga setiap kegiatan dalam upaya untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip nondiskriminatif, partisipatif, dan berkelanjutan dalam rangka pembentukan sumber daya manusia Indonesia, serta peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa bagi pembangunan nasional, selain itu Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan, tuntutan, dan kebutuhan hukum dalam masyarakat sehingga perlu dicabut dan diganti dengan Undang-Undang tentang Kesehatan yang baru.
–
Dasar hukum : Pasal 20, Pasal 28H ayat (1), serta Pasal 34 ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
–
Undang-Undang ini mengatur tentang : Kesehatan dengan sistematika sebagai berikut: 1. Ketentuan Umum; 2. Asas dan Tujuan; 3. Hak dan Kewajiban; 4. Tanggung Jawab Pemerintah; 5. Sumber Daya Di Bidang Kesehatan; 6. Upaya Kesehatan; 7. Kesehatan Ibu, Bayi, Anak, Remaja, Lanjut Usia, dan Penyandang Cacat; 8. Gizi; 9. Kesehatan Jiwa; 10. Penyakit Menular dan Tidak Menular; 11. Kesehatan Lingkungan; 12. Kesehatan Kerja; 13. Pengelolaan Kesehatan; 14. Informasi Kesehatan; 15. Pembiayaan Kesehatan; 16. Peran Serta Masyarakat; 17. Badan Pertimbangan Kesehatan; 18. Pembinaan dan Pengawasan; 19. Penyidikan; 20. Ketentuan Pidana; 21. Ketentuan Peralihan; 22. Ketentuan Penutup;
-
Mulai berlaku pada tanggal diundangkan;
–
Pada saat Undang-Undang ini berlaku, semua peraturan pelaksanaan UndangUndang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dinyatakan masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini;
–
Pada saat Undang-Undang ini berlaku, semua peraturan pelaksanaan UndangUndang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku;
–
Diundangkan pada tanggal 13 Oktober 2009.
KEIMIGRASI AN – PERPU – PENETAPAN UU NO. 37 TAHUN 2009 2009 UNDANG-UNDANG TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN MENJADI UNDANG-UNDANG ABSTRAK
STATUS
:
:
-
Bahwa dalam rangka menjamin terlaksananya penyelenggaraan ibadah haji perlu melakukan perubahan terhadap ketentuan mengenai Surat Perjalanan Republik Indonesia bagi jemaah haji sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 9 tahun 1992 tentang Keimigrasian.
–
Dasar hukum : Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 22 ayat (1) dan ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945; UU No. 9 Tahun 1992; dan UU No. 13 Tahun 2008.
–
Undang-Undang ini mengatur tentang : Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian Menjadi Undang-Undang
-
Mulai berlaku pada tanggal diundangkan;
–
Diundangkan pada tanggal 14 Oktober 2009.
PEMUDA UU NO. 40 TAHUN 2009 2009 UNDANG-UNDANG TENTANG KEPEMUDAAN ABSTRAK
STATUS
:
:
-
Bahwa dalam pembaharuan dan pembangunan bangsa, pemuda mempunyai fungsi dan peran yang sangat strategis sehingga perlu dikembangkan potensi dan perannya melalui penyadaran, pemberdayaan, dan pengembangan sebagai bagian dari pembangunan nasional; dalam rangka mewujudkan tujuan pembangunan nasional diperlukan pemuda yang berakhlak mulia, sehat, tangguh, cerdas, mandiri, dan profesional; serta untuk membangun pemuda diperlukan pelayanan kepemudaan dalam dimensi pembangunan di segala bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara republik Indonesia Tahun 1945.
–
Dasar hukum : Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 27, Pasal 28C, dan Pasal 31 ayat (1), ayat (4), dan ayat (5) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
–
Undang-Undang ini mengatur tentang : Kepemudaan dengan sistematika sebagai berikut: 1. Ketentuan Umum; 2. Asas dan Tujuan; 3. Fungsi, Karakteristik, Arah, dan Strategi Pelayanan Kepemudaan; 4. Tugas, Wewenang, dan Tanggung Jawab Pemerintah, dan Pemerintah Daerah; 5. Peran, tanggung Jawab, dan Hak Pemuda; 6. Penyadaran; 7. Pemberdayaan; 8. Pengembangan; 9. Koordinasi dan Kemitraan; 10. Prasarana dan Sarana Kepemudaan; 11. Organisasi Kepemudaan; 12. Peran Serta Masyarakat; 13. Penghargaan; 14. Pendanaan; 15. Ketentuan Peralihan; 16. Ketentuan Penutup;
-
Mulai berlaku pada tanggal diundangkan;
–
Diundangkan pada tanggal 14 Oktober 2009.
PANGAN - PERLINDUNGAN UU NO. 41 TAHUN 2009 2009 UNDANG-UNDANG BERKELANJUTAN
TENTANG
ABSTRAK
-
Bahwa negara menjamin hak atas pangan sebagai hak asasi setiap warga negara sehingga negara berkewajiban menjmin kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan;
-
Bahwa makin meningkatnya pertambahan penduduk serta perkembangan ekonomi dan industri mengakibatkan terjadinya degradasi, alih fungsi, dan fragmentasi lahan pertanian pangan telah mengancam daya dukung wilayah secara nasional dalam menjaga kemandirian, ketahanan dan kedaulatan pangan;
-
Bahwa sesuai dengan pembaruan agraria yang berkenaan dengan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan sumber daya agraria perlu perlindungan lahan pertanian pangan secara berkelanjutan sehingga perlu membentuk Undang-Undang ini.
–
Dasar hukum : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 27 ayat (2), Pasal 28A, Pasal 28C, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; UU No.5 Tahun 1960; dan UU No.26 Tahun 2007.
–
Undang-Undang ini mengatur tentang : Bab I : Ketentuan Umum; Bab II : Asas, Tujuan dan Ruang Lingkup; Bab III : Perencanaan dan Penetapan; Bab IV : Pengembangan; Bab V : Penelitian; Bab VI : Pemanfaatan; Bab VII : Pembinaan; Bab VIII : Pengendalian; Bab IX : Pengawasan; Bab X : Sistem Informasi; Bab XI : Perlindungan dan Pemberdayaan Petani; Bab XII : Pembiayaan; Bab XIII : Peran Serta Masyarakat; Bab XIV : Sanksi Administratif; Bab XV : Penyidikan; Bab XVI : Ketentuan Pidana; Bab XVII : Ketentuan Peralihan; Bab XVIII : Ketentuan Penutup.
-
Mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Diundangkan pada tanggal 14 Oktober 2009.
STATUS
:
:
PERLINDUNGAN
LAHAN
PERTANIAN
PANGAN
PPN – BARANG/JASA - PERUBAHAN UU NO. 42 TAHUN 2009 2009 UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ABSTRAK
STATUS
:
:
-
Bahwa dalam rangka lebih meningkatkan kepastian hukum dan keadilan, menciptakan sistem perpajakan yang lebih sederhana, serta mengamankan penerimaan negara agar pembangunan nasional dapat dilaksanakan secara mandiri perlu dilakukan perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, sehingga perlu membentuk Undang-Undang tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah .
–
Dasar hukum : Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 23A UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945; UU No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No. 16 Tahun 2009; UU No. 8 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No. 18 Tahun 2000.
–
Undang-Undang ini mengatur tentang : Mengubah beberapa ketentuan dalam UU No. 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan UU No. UU No. 18 Tahun 2000, dengan perubahan sebagai berikut : 1. Ketentuan Pasal 1; 2. Ketentuan pasal 1A; 3. Ketentuan Pasal 3A; 4. Ketentuan Pasal 4; 5. Ketentuan Pasal 4A; 6. Ketentuan Pasal 5; 7. Ketentuan Pasal 5A; 8. Ketentuan Pasal 7 ayat (2) dan ayat (3); 9. Ketentuan Pasal 8; 10. Di antara Pasal 8 dan Pasal 9 disisipkan satu pasal, yakni Pasal 8A; 11. Ketentuan Pasal 9; 12. Ketentuan Pasal 11 ayat (1) dan Penjelasan ayat (2); 13. Ketentuan Pasal 12 ayat (1), ayat (2), dan ayat (4); 14. Ketentuan Pasal 13; 15. Di antara Pasal 15 dan Pasal 16 disisipkan satu pasal, yakni Pasal 15A; 16. Ketentuan Pasal 16B ayat (1); 17. Ketentuan Pasal 16D; 18. Di antara Pasal 16D dan Pasal 17 disisipkan dua pasal, yakni Pasal 16E dan Pasal 16F;
–
Mulai berlaku pada tanggal 1 April 2010; Diundangkan pada tanggal 16 Oktober 2009.
KEARSIPAN - PENYELENGGARAAN UU NO. 43 TAHUN 2009 2009 UNDANG-UNDANG TENTANG KEARSIPAN ABSTRAK
STATUS
:
:
-
Bahwa untuk menjamin ketersediaan arsip yang autentik dan terpercaya, menjamin perlindungan kepentingan negara dan hak-hak keperdataan rakyat, serta mendinamiskan sistem kearsipan, diperlukan penyelenggaraan kearsipan yang sesuai dengan prinsip, kaidah, dan standar kearsipan sebagaimana dibutuhkan oleh suatu sistem penyelenggaraan kearsipan nasional yang andal;
-
Bahwa ketentuan, pengaturan dan penyelenggaraan kearsipan nasional masih bersifat parsial, belum terpadu, sistemik dan komprehensif dikarenakan pemahaman dan pemaknaan umum terhadap arsip yang masih bersifat terbatas dan sempit oleh berbagai kalangan;
-
Bahwa Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1971 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kearsipan perlu disesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
–
Dasar hukum : Pasal 5, Pasal 20, dan Pasal 28F Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
–
Undang-Undang ini mengatur tentang : Bab I : Ketentuan Umum; Bab II : Maksud, Tujuan, Asas, dan Ruang Lingkup; Bab III : Penyelenggaraan Kearsipan; Bab IV : Pengelolaan Arsip Dinamis; Bab V : Pengelolaan Arsip Statis; Bab VI : Autentikasi; Bab VII : Organisasi Profesi dan Peran Serta Masyarakat; Bab VIII : Sanksi Administratif; Bab IX : Ketentuan Pidana; Bab X : Ketentuan Peralihan; Bab XI : Ketentuan Penutup.
-
Mencabut dan menyatakan tidak berlaku UU Nomor 7 Tahun 1971. Mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Diundangkan pada tanggal 23 Oktober 2009.
RUMAH SAKIT UU NO. 44 TAHUN 2009 2009 UNDANG-UNDANG TENTANG RUMAH SAKIT ABSTRAK
STATUS
:
:
-
Bahwa Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya; sehingga dalam rangka peningkatan mutu dan jangkauan pelayanan Rumah sakit serta pengaturan hak dan kewajiban masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan, perlu mengatur Rumah sakit dengan Undang-Undang.
–
Dasar hukum : Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28H ayat (1) dan Pasal 34 ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
–
Undang-Undang ini mengatur tentang : Rumah Sakit dengan sistematika sebagai berikut: 1. Ketentuan Umum; 2. Asas dan Tujuan; 3. Tugas dan Fungsi; 4. Tanggung Jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah; 5. Persyaratan; 6. Jenis dan Klasifikasi; 7. Perizinan; 8. Kewajiban dan Hak; 9. Penyelenggaraan; 10. Pembiayaan; 11. Pencatatan dan Pelaporan; 12. Pembinaan dan Pengawasan; 13. Ketentuan Pidana; 14. Ketentuan Peralihan; 15. Ketentuan Penutup;
–
Mulai berlaku pada tanggal diundangkan; Pada saat diundangkannya Undang-Undang ini berlaku, semua peraturan perundangundangan yang mengatur Rumah Sakit tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti berdasarkan Undang-Undang ini; Diundangkan pada tanggal 28 Oktober 2009.
–
TIPIKOR - PENGADILAN UU NO. 46 TAHUN 2009 2009 UNDANG-UNDANG TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI ABSTRAK
STATUS
:
:
-
Bahwa tindak pidana korupsi telah menimbulkan kerusakan dalam berbagai sendi kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara sehingga upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi perlu dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan yang menuntut peningkatan kapasitas sumber daya, baik kelembagaan, sumber daya manusia, maupun sumber daya lain, serta mengembangkan kesadaran, sikap, dan perilaku masyarakat antikorupsi agar terlembaga dalam sistem hukum nasional; selain itu Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang dasar pembentukannya ditentukan dalam Pasal 53 Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi dinyatakan bertentangan dengan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, sehingga perlu diatur kembali Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dengan undang-undang yang baru .
–
Dasar hukum : Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 24A ayat (1) dan ayat (2), Pasal 25, dan Pasal 28D ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945; UU No. 8 Tahun 1981; UU No. 14 Tahun 1985 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No. 3 Tahun 2009; UU No. 2 Tahun 1986 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 8 Tahun 2004; UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001; UU No. 30 Tahun 2002; UU No. 4 Tahun 2004; UU No. 16 Tahun 2004.
–
Undang-Undang ini mengatur tentang : Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dengan sistematika sebagai berikut: 1. Ketentuan Umum; 2. Kedudukan dan tempat Kedudukan; 3. Kewenangan; 4. Susunan Pengadlian; 5. Transparansi dan Akuntabilitas; 6. Hukum Acara; 7. Pembiayaan; 8. Ketentuan Peralihan; 9. Ketentuan Penutup;
-
Mulai berlaku pada tanggal diundangkan;
–
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, ketentuan Pasal 53 samapai dengan Pasal 62 dari Bab VII mengenai pemeriksaan di sidang pengadilan yang diatur dalam Undang-Undang nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak pidana Korupsi dicabut dan dinyatakan tidak berlaku;
–
Diundangkan pada tanggal 29 Oktober 2009.
KEKUASAAN KEHAKIMAN - PENGATURAN UU NO. 48 TAHUN 2009 2009 UNDANG-UNDANG TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN ABSTRAK
STATUS
:
:
-
Bahwa untuk mewujudkan kekuasaan kehakiman yang merdeka dan peradilan yang bersih serta berwibawa perlu dilakukan penataan sistem peradilan yang terpadu;
-
Bahwa Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum dan ketatanegaraan menurut UUD Negara RI Tahun 1945.
–
Dasar hukum : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 24, Pasal 24A, Pasal 24B, Pasal 24C dan Pasal 25 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
–
Undang-Undang ini mengatur tentang : Bab I : Ketentuan Umum; Bab II : Asas Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman; Bab III : Pelaku Kekuasaan Kehakiman; Bab IV : Pengangkatan dan Pemberhentian Hakim dan Hakim Konstitusi; Bab V : Badan-Badan Lain Yang Fungsinya Berkaitan Dengan Kekuasaan Kehakiman; Bab VI : Pengawasan Hakim dan Hakim Konstitusi; Bab VII : Pejabat Peradilan; Bab VIII : Jaminan Keamanan dan Kesejahteraan Hakim; Bab IX : Putusan Pengadilan; Bab X : Pelaksanaan Putusan Pengadilan; Bab XI : Bantuan Hukum; Bab XII : Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan; Bab XIII : Ketentuan Penutup.
-
Mencabut dan menyatakan tidak berlaku UU Nomor 4 Tahun 2004. Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua ketentuan pelaksanaan yang berkaitan dengan kekuasaan kehakiman dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini. Mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Diundangkan pada tanggal 29 Oktober 2009.
-
PERADILAN UMUM – PERUBAHAN UU NO. 49 TAHUN 2009 2009 UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM ABSTRAK
:
-
Bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan sehingga perlu diwujudkan adanya lembaga peradilan yang bersih dan berwibawa dalam memenuhi rasa keadilan dalam masyarakat; sehingga Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 tahun 2004, sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum masyarakat dan ketatanegaraan menurut Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
–
Dasar hukum : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 24 dan Pasal 25 UUD Negara RI Tahun 1945; UU No. 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 3 Tahun 2009; UU No. 2 Tahun 1986 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 8 Tahun 2004; UU No. 48 Tahun 2009.
–
Undang-Undang ini mengatur tentang : Mengubah beberapa ketentuan dalam UU No. 2 Tahun 1986 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 8 Tahun 2004, dengan perubahan sebagai berikut : 1. Ketentuan Pasal 1; 2. Ketentuan Pasal 8; 3. Di antara Pasal 13 dan Pasal 14 disisipkan enam pasal, yakni Pasal 13A, Pasal 13B, Pasal 13C, Pasal 13D, Pasal 13E, dan Pasal 13F; 4. Ketentuan Pasal 14; 5. Di antara Pasal 14 dan Pasal 15 disisipkan dua pasal, yakni Pasal 14A dan Pasal 14B; 6. Ketentuan Pasal 15 ayat (1); 7. Ketentuan Pasal 16 ayat (1) dan di antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan dua ayat, yakni ayat (1a) dan ayat (1b); 8. Ketentuan Pasal 19 ayat (1); 9. Ketentuan Pasal 20; 10. Ketentuan Pasal 21; 11. Di antara ayat (1) dan ayat (2) Pasal 22 disisipkan satu ayat, yakni ayat (1a); 12. Ketentuan Pasal 25; 13. Ketentuan Pasal 28; 14. Ketentuan Pasal 29 huruf b dihapus; 15. Ketentuan Pasal 31 huruf b dihapus; 16. Ketentuan Pasal 36; 17. Di antara Pasal 36 dan Pasal 37 disisipkan dua Pasal, yakni Pasal 36A dan Pasal 36B; 18. Ketentuan Pasal 40; 19. Ketentuan Pasal 45 dihapus; 20. Ketentuan Pasal 46; 21. Ketentuan Pasal 47; 22. Di antara Pasal 52 dan Pasal 53 disisipkan satu pasal, yakni Pasal 52A;
23. Ketentuan Pasal 53; 24. Di antara Pasal 57 dan Pasal 58 disisipkan dua pasal, yakni Pasal 57A dan Pasal 57B; 25. Di antara Pasal 68 dan Pasal 69 disisipkan tiga pasal, yakni Pasal 68A, Pasal 68B, dan Pasal 68C. STATUS
:
-
Mulai berlaku pada tanggal diundangkan;
–
Diundangkan pada tanggal 29 Oktober 2009.
PERADILAN AGAMA - PERUBAHAN UU NO. 50 TAHUN 2009 2009 UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA ABSTRAK
STATUS
:
:
-
Bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan sehingga perlu diwujudkan adanya lembaga peradilan yang bersih dan berwibawa dalam memenuhi rasa keadilan dalam bermasyarakat;
-
Bahwa Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah dngan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum masyarakat dan ketatanegaraan menurut UUD Negara RI Tahun 1945.
–
Dasar hukum : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 24, dan Pasal 25 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; UU Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana diubah terakhir dengan UU Nomor 3 Tahun 2009; UU Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 3 Tahun 2006; dan UU Nomor 48 Tahun 2009.
–
Undang-Undang ini mengatur perubahan-perubahan sebagai berikut : 1. Perubahan ketentuan Pasal 1; 2. Perubahan ketentuan Pasal 3A; 3. Penambahan Pasal 12A, Pasal 12B, Pasal 12C, Pasal 12D, Pasal 12E, dan Pasal 12F; 4. Perubahan Pasal 13; 5. Penambahan Pasal 13A dan Pasal 13B; 6. Perubahan Pasal 14 ayat (1); 7. Perubahan Pasal 15 ayat (1) dan Penambahan ayat (1a) dan (1b); 8. Perubahan Pasal 18 ayat (1); 9. Perubahan Pasal 19; 10. Perubahan Pasal 20; 11. Penambahan Pasal 21 ayat (1a); 12. Perubahan Pasal 24; 13. Perubahan Pasal 27; 14. Perubahan Pasal 30; 15. Perubahan Pasal 35; 16. Penambahan Pasal 38A dan Pasal 38B; 17. Perubahan Pasal 39; 18. Penghapusan Pasal 44; 19. Perubahan Pasal 45; 20. Perubahan Pasal 46; 21. Perubahan Pasal 53; 22. Penambahan Pasal 60A, Pasal 60B, dan Pasal 60C; 23. Penambahan Pasal 64A; dan 24. Penambahan Pasal 91A dan 91B;
-
Mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
-
Diundangkan pada tanggal 29 Oktober 2009.
PERADILAN TUN – PERUBAHAN UU NO. 51 TAHUN 2009 2009 UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA ABSTRAK
:
-
Bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan sehingga perlu diwujudkan adanya lembaga peradilan yang bersih dan berwibawa dalam memenuhi rasa keadilan dalam masyarakat; sehingga Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 9 tahun 2004, sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum masyarakat dan ketatanegaraan menurut Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
–
Dasar hukum : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 24 dan Pasal 25 UUD Negara RI Tahun 1945; UU No. 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 3 Tahun 2009; UU No. 5 Tahun 1986 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 9 Tahun 2004; UU No. 48 Tahun 2009.
–
Undang-Undang ini mengatur tentang : Mengubah beberapa ketentuan dalam UU No. 5 Tahun 1986 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 9 Tahun 2004, dengan perubahan sebagai berikut : 1. Ketentuan Pasal 1; 2. Ketentuan Pasal 9A; 3. Di antara Pasal 13 dan Pasal 14 disisipkan enam pasal, yakni Pasal 13A, Pasal 13B, Pasal 13C, Pasal 13D, Pasal 13E, dan Pasal 13F; 4. Ketentuan Pasal 14; 5. Di antara Pasal 14 dan Pasal 15 disisipkan satu pasal, yakni Pasal 14A; 6. Ketentuan Pasal 15 ayat (1); 7. Ketentuan Pasal 16 ayat (1) dan di antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan dua ayat, yakni ayat (1a) dan ayat (1b); 8. Ketentuan Pasal 19 ayat (1); 9. Ketentuan Pasal 20; 10. Ketentuan Pasal 21; 11. Di antara ayat (1) dan ayat (2) Pasal 22 disisipkan satu ayat, yakni ayat (1a); 12. Ketentuan Pasal 25; 13. Ketentuan Pasal 28; 14. Ketentuan Pasal 29 huruf b dihapus; 15. Ketentuan Pasal 30; 16. Ketentuan Pasal 31 huruf b dihapus; 17. Ketentuan Pasal 32; 18. Ketentuan Pasal 33; 19. Ketentuan Pasal 34; 20. Ketentuan Pasal 35; 21. Ketentuan Pasal 36; 22. Di antara Pasal 38 dan Pasal 39 disisipkan dua Pasal, yakni Pasal 38A dan Pasal 38B; 23. Ketentuan Pasal 39B; 24. Ketentuan Pasal 41 dihapus;
25. Ketentuan Pasal 42; 26. Ketentuan Pasal 43; 27. Di antara Pasal 51 dan Pasal 52 disisipkan dua pasal, yakni Pasal 51A dan Pasal 51B; 28. Ketentuan Pasal 52 ayat (1) diubah dan diantara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan satu ayat, yakni ayat (1a); 29. Di antara Pasal 107 dan Pasal 108 disisipkan satu pasal, yakni Pasal 107A; 30. Ketentuan Pasal 116; 31. Ketentuan Pasal 135; 32. Di antara Pasal 144 dan Aturan Tambahan ditambahkan empat pasal, yakni Pasal 144A, Pasal 144B, Pasal 144C, dan Pasal 144D. STATUS
:
-
Mulai berlaku pada tanggal diundangkan;
–
Diundangkan pada tanggal 29 Oktober 2009.
KEPENDUDUKAN/KELUARGA – PERKEMBANGAN DAN PEMBANGUNAN UU NO. 52 TAHUN 2009 2009 UNDANG-UNDANG TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA ABSTRAK
STATUS
:
:
-
Bahwa pembangunan nasional mencakup semua dimensi dan aspek kehidupan termasuk perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang dilaksanakan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sedangkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera belum mengatur secara menyeluruh mengenai kependudukan dan pembangunan keluarga sesuai dengan perkembangan kondisi saat ini pada tingkat nasional dan internasional sehingga perlu dicabut dan diganti dengan Undang-Undang tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga.
–
Dasar hukum : Pasal 20, Pasal 26 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 28B ayat (1) dan ayat (2), Pasal 28C ayat (1), dan Pasal 28J ayat (1) UUD Negara RI Tahun 1945.
–
Undang-Undang ini mengatur tentang : Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga dengan sistematika sebagai berikut: 1. Ketentuan Umum; 2. Asas, Prinsip, dan tujuan; 3. Hak dan Kewajiban Penduduk; 4. Kewenangan dan Tanggung Jawab Pemerintah; 5. Pembiayaan; 6. Perkembangan Kependudukan; 7. Pembangunan Keluarga; 8. Data dan Informasi Kependudukan; 9. Kelembagaan; 10. Peran Serta Masyarakat; 11. Ketentuan Peralihan; 12. Ketentuan Penutup.
-
Mulai berlaku pada tanggal diundangkan;
–
Pada saat Undang-Undang ini berlaku, maka UU No. 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera dicabut dan dinyatakan tidak berlaku;
–
Diundangkan pada tanggal 29 Oktober 2009.