KETENTUAN PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH (Berdasarkan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan) NURYANTI WIDYASTUTI Direktur Fasilitasi Perancangan Peraturan Daerah dan Pembinaan Perancang Peraturan Perundang-undangan
Disampaikan pada: Rapat Koordinasi Pendampingan Penyusunan RAPERDA tentang Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh Tahun Anggaran 2016
Yang dimaksud dengan: Peraturan Daerah adalah peraturan perundangundangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah.
Kedudukan Peraturan Daerah dalam Hierarki Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945; Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; UU/Peraturan Pemerintah Pengganti UU; PP; Peraturan Presiden; Peraturan Daerah Provinsi; dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. (Pasal 7 ayat (1) UU Nomor 12 Tahun 2011 ttg Pembentukan Peraturan Perundang-undangan)
Kedudukan Peraturan Daerah dalam Hierarki Produk-produk Pengaturan di Daerah Produk Hukum Daerah berbentuk peraturan bdskn
Permendagri No. 80 Thn 2015 ttg Pembentukan Produk Hukum Daerah meliputi: a. Peraturan Daerah; b. Peraturan Kepala Daerah; c. Peraturan Bersama Kepala Daerah; dan d. Peraturan DPRD. Secara hierarki, kedudukan Peraturan Daerah berada pada urutan pertama dan menjadi acuan peraturan yang berada di bawahnya.
Dasar Pembentukan Peraturan Daerah Berdasarkan ketentuan butir 39 Lampiran II UU No. 12/2011, dasar pembentukan Peraturan Daerah dibedakan menjadi: Yang memberikan dasar kewenangan a. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 b. Undang-Undang tentang Pembentukan Daerah yang bersangkutan c. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Yang memerintahkan
peraturan perundang-undangan yang memerintahkan secara tegas pembentukan Peraturan Daerah.
PEMAHAMAN DAN KETENTUAN DALAM PROGRAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH Perencanaan
dilakukan dalam suatu Program Pembentukan Peraturan Daerah
Disusun oleh DPRD dan kepala daerah
untuk jangka waktu 1 (satu) tahun berdasarkan skala prioritas pembentukan rancangan Perda.
Perencanaan Penyusunan Peraturan Daerah Provinsi dilakukan dalam Program Pembentukan Daerah Provinsi. Perencanaan Penyusunan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dilakukan dalam Program Pembentukan Pembentukan Daerah Kabupaten/Kota.
Fungsi Program Pembentukan Peraturan Daerah:
a. memberikan gambaran objektif tentang kondisi umum mengenai permasalahan pembentukan Peraturan Daerah; b. menetapkan skala prioritas penyusunan rancangan Peraturan Daerah untuk jangka panjang, menengah atau jangka pendek sebagai pedoman bersama dalam pembentukan Peraturan Daerah; c. menyelenggarakan sinergi antar lembaga yang berwenang membentuk Peraturan Daerah; d. mempercepat proses pembentukan Peraturan Daerah dengan memfokuskan kegiatan penyusunan Rancangan Peraturan Daerah menurut skala prioritas yang ditetapkan; dan e. menjadi sarana pengendali kegiatan pembentukan Peraturan Daerah.
Program Pembentukan Peraturan Daerah memuat
program pembentukan Peraturan Daerah dengan judul rancangan peraturan daerah, materi yang diatur serta keterkaitannya dengan Peraturan Perundangundangan lainnya. Materi yang diatur serta keterkaitannya dengan
Peraturan Perundang-undangan lainnya merupakan keterangan mengenai rancangan peraturan daerah yang meliputi: a. latar belakang dan tujuan penyusunan; b. sasaran yang ingin diwujudkan; c. pokok pikiran, lingkup atau obyek yang akan diatur; dan d. jangkauan dan arah pengaturan.
MEKANISME PENYUSUNAN: Penyusunan Program Pembentukan Peraturan Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota dilaksanakan oleh DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota dan Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota. Program Pembentukan Provinsi Provinsi, Kabupaten/Kota ditetapkan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun berdasarkan skala prioritas pembentukan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota. Penyusunan dan penetapan Program Pembentukan Peraturan Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota dilakukan setiap tahun sebelum penetapan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota.
Lanjutan … Penyusunan Program Pembentukan Peraturan Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota antara DPRD Provinsi,
Kabupaten/Kota dan Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota dikoordinasikan oleh DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota melalui alat kelengkapan DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota yang khusus menangani bidang legislasi. Penyusunan Program Pembentukan Peraturan Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota di lingkungan DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota dikoordinasikan oleh alat kelengkapan DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota yang khusus menangani bidang legislasi.
Lanjutan … Penyusunan Program Pembentukan Peraturan
Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota di lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota dikoordinasikan oleh biro hukum dan dapat mengikutsertakan instansi vertikal terkait. (Yang dimaksud dengan “instansi vertikal” adalah Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM)
Lanjutan … Hasil penyusunan Program Pembentukan Peraturan
Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota antara DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota dan Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota disepakati menjadi Program Pembentukan Peraturan Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota dan ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota. Program Pembentukan Peraturan Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota ditetapkan dengan Keputusan DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota.
Lanjutan … Dalam program pembentukan Perda dapat
dimuat daftar kumulatif terbuka yang terdiri atas: a. akibat putusan Mahkamah Agung; dan b. APBD.
Lanjutan … Selain itu dalam program pembentukan
Peraturan Daerah dapat dimuat daftar kumulatif terbuka mengenai: a. penataan Kecamatan; dan b. penataan Desa.
Lanjutan … Dalam keadaan tertentu, DPRD dan Kepala Daerah
dapat mengajukan rancangan Perda di luar program pembentukan Perda karena alasan: a. mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik, atau bencana alam; b. menindaklanjuti kerja sama dengan pihak lain; c. mengatasi keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi atas suatu rancangan Perda yang dapat disetujui bersama oleh alat kelengkapan DPRD yang khusus menangani bidang pembentukan Perda dan unit yang menangani bidang hukum pada Pemerintah Daerah;
Lanjutan … d. akibat pembatalan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat untuk Perda Kabupaten/Kota; dan e. perintah dari ketentuan peraturan perundangundangan yang lebih tinggi setelah program pembentukan Perda ditetapkan.
Lanjutan … Pasal 41 UU No. 12 Tahun 2011 ttg Pembentukan Peraturan Perundang-undangan “Dalam Program Pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten/kota dapat dimuat daftar kumulatif terbuka mengenai pembentukan, pemekaran, dan penggabungan Kecamatan atau nama lainnya dan/atau pembentukan, pemekaran, dan penggabungan Desa atau nama lainnya”.
PEMAHAMAN DAN KETENTUAN PENYUSUNAN NASKAH AKADEMIK Naskah Akademik adalah: naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut dalam suatu Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, atau Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat. (Pasal 1 angka 10 UU No. 12/2011 ttg Pembentukan Peraturan Perundang-undangan)
Tujuan Penyusunan Naskah Akademik:
Memuat sasaran utama dibuatnya suatu Peraturan Daerah dan menjadi landasan ilmiah bagi penyusunan suatu peraturan daerah, karena Naskah Akademik memberikan arah dan menetapkan ruang lingkup pembentukan suatu peraturan perundang-undangan sesuai dengan ruang lingkup identifikasi masalah.
Fungsi Penyusunan Naskah Akademik: 1. Salah satu cara meminimalisasi pembentukan peraturan perundang-undangan yang saling tumpang tindih; 2. Bahan awal bagi pemrakarsa dalam penyusunan Raperda atau sebagai suatu pemikiran baru; 3. Memudahkan legal drafter dalam menyusun dan menarik norma hukum bagi pembentukan peraturan perundang-undangan; 4. Memberikan arahan bagi pemangku kepentingan yang menduduki fungsi sebagai pengambil kebijakan (decision maker), dan para hakim untuk memutuskan perkara khususnya perkara yang berkaitan dengan judicial review karena dapat ditelusuri perdebatannya sampai kepada suatu norma.
Penyusunan
Naskah Akademik sebelum dilakukan penyusunan Peraturan Daerah, dapat menjadi landasan kuat bahwa Peraturan Daerah tersebut benar-benar diperlukan oleh masyarakat dan Pemerintah Daerah dan dapat menjadi dasar hukum untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu, serta memberikan kejelasan aturan dan kepastian hukum.
PENGATURAN NASKAH AKADEMIK: Pasal 56 UU No. 12 Tahun 2011 menyatakan bahwa:
(2)
Rancangan Peraturan Daerah Provinsi disertai dengan penjelasan atau keterangan dan/atau naskah akademik. (3) Dalam hal Rancangan Peraturan Daerah Provinsi: a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi; b. Pencabutan Peraturan Daerah Provinsi yang hanya terbatas mengubah beberapa materi; c. Perubahan Peraturan Daerah Provinsi yang hanya terbatas mengubah beberapa materi. Disertai dengan keterangan yang memuat pokok pikiran dan materi muatan yang diatur. Pasal 63 UU No. 12 Tahun 2011 menyatakan bahwa:
“Ketentuan penyusunan Peraturan Daerah Provinsi berlaku mutatis mutandis untuk penyusunan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.”
Sistematika Naskah Akademik
JUDUL KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN BAB II KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANGUNDANGAN TERKAIT BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI MUATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI ATAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN/KOTA BAB VI PENUTUP DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN (Lampiran II Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 ttg Pembentukan Peraturan Perundang-undangan)
PROSES DAN PROSEDUR PENYUSUNAN RAPERDA Penyusunan rancangan Perda dilakukan berdasarkan program pembentukan Perda. Penyusunan rancangan Perda dapat berasal dari DPRD atau kepala daerah.
Lanjutan … Raperda inisiatif DPRD Disampaikan oleh: - Anggota DPRD - Komisi - Gabungan Komisi - Alat kelengkapan DPRD yang menangani bidang legislasi Penyebarluasan Raperda yang berasal dari DPRD dilaksanakan oleh sekretariat DPRD. B. Raperda inisiatif Kepala Daerah Disampaikan dengan surat pengantar kepada DPRD Penyebarluasan Raperda yang berasal dari Kepala Daerah dilaksanakan oleh Sekretariat Daerah.
Apabila dalam satu masa sidang, Kepala Daerah dan DPRD menyampaikan Raperda,mengenai materi yang sama, maka yang dibahas adalah Raperda yang disampaikan oleh DPRD, sedangkan Raperda yang disampaikan oleh Kepala Daerah digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan.
Pembahasan dilakukan oleh DPRD bersama kepala
daerah untuk mendapat persetujuan bersama. Pembahasan bersama dilakukan melalui tingkat pembicaraan, yaitu: pembicaraan tingkat I dan pembicaraan tingkat II.
Pembicaraan Tingkat I meliputi:
a.
Dalam hal rancangan Perda berasal dari kepala daerah dilakukan dengan kegiatan sebagai berikut: 1. penjelasan kepala daerah dalam rapat paripurna mengenai rancangan peraturan daerah; 2. pemandangan umum fraksi terhadap rancangan Perda; dan 3. tanggapan dan/jawaban kepala daerah terhadap pemandangan umum fraksi.
b. Dalam hal rancangan Perda berasal dari DPRD dilakukan dengan kegiatan sebagai berikut: 1. penjelasan pimpinan komisi, pimpinan gabungan komisi, pimpinan Badan Pembentukan Peraturan Daerah, atau pimpinan panitia khusus dalam rapat paripurna mengenai rancangan Perda; 2. pendapat kepala daerah terhadap rancangan Perda; dan 3. tanggapan dan/jawaban fraksi terhadap pendapat kepala daerah.
Pembicaraan Tingkat II meliputi:
a.
pengambilan keputusan dalam rapat paripurna yang didahului dengan: 1. penyampaian laporan pimpinan komisi/ pimpinan gabungan komisi/pimpinan panitia khusus yang berisi proses pembahasan, pendapat fraksi dan hasil pembicaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c; dan 2. permintaan persetujuan dari anggota secara lisan oleh pimpinan rapat paripurna. b. pendapat akhir kepala daerah.
Pada tingkat II, apabila persetujuan tidak dapat
dicapai secara musyawarah untuk mufakat, keputusan diambil berdasarkaan suara terbanyak. Dalam hal rancangan Perda tidak mendapat persetujuan bersama antara DPRD dan kepala daerah, rancangan Perda tersebut tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan DPRD masa itu.
Penetapan Rancangan Peraturan Daerah Rancangan Perda yang telah disetujui bersama oleh
DPRD dan Kepala Daerah disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada kepala daerah untuk ditetapkan menjadi Perda. Penyampaian rancangan Perda dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama. Kepala daerah wajib menyampaikan rancangan Perda kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak menerima rancangan Perda dari pimpinan DPRD untuk mendapatkan nomor register Perda.
Lanjutan … Gubernur
sebagai wakil Pemerintah Pusat memberikan nomor register rancangan Perda paling lama 7 (tujuh) hari sejak rancangan Perda diterima. Rancangan Perda yang telah mendapat nomor register ditetapkan oleh kepala daerah dengan membubuhkan tanda tangan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak rancangan Perda disetujui bersama oleh DPRD dan kepala daerah. Dalam hal kepala daerah tidak menandatangani rancangan Perda yang telah mendapat nomor register akan sah menjadi Perda dan wajib diundangkan dalam lembaran daerah.
Lanjutan … Rancangan Perda yang tidak ditandatangani kepala
daerah dinyatakan sah dengan kalimat pengesahannya berbunyi “Peraturan Daerah ini dinyatakan sah”. Pengesahan tersebut harus dibubuhkan pada halaman terakhir Perda sebelum pengundangan naskah Perda ke dalam lembaran daerah.
Lanjutan … Rancangan
Perda yang belum mendapatkan nomor register belum dapat ditetapkan kepala daerah dan belum dapat diundangkan dalam lembaran daerah. Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat secara berkala menyampaikan laporan Perda yang telah mendapatkan nomor register kepada Menteri.
Lanjutan … Perda diundangkan dalam lembaran daerah. Pengundangan
Perda dalam lembaran daerah dilakukan oleh Sekretaris Daerah. Perda mulai berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat pada tanggal diundangkan, kecuali ditentukan lain di dalam Perda yang bersangkutan.
Lanjutan … DPRD
dan kepala daerah wajib melakukan penyebarluasan sejak penyusunan program pembentukan Perda, penyusunan rancangan Perda, dan pembahasan rancangan Perda. Penyebarluasan program pembentukan Perda dilakukan bersama oleh DPRD dan kepala daerah yang dikordinasikan oleh alat kelengkapan DPRD yang khusus menangani pembentukan Perda.
Lanjutan … Penyebarluasan rancangan Perda yang berasal dari
DPRD dilaksanakan oleh alat kelengkapan DPRD. Penyebarluasan rancangan Perda yang berasal dari kepala daerah dilaksanakan oleh sekretaris daerah. Penyebarluasan dilakukan untuk dapat memberikan informasi dan/atau memperoleh masukan masyarakat dan para pemangku kepentingan.
TEKNIK PENYUSUNAN RAPERDA Berdasarkan Lampiran II Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 ttg Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
MATERI MUATAN PERATURAN DAERAH 1. 2. 3.
dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan; menampung kondisi khusus daerah; penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Pasal 14 UU No. 12/2011 ttg Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Jo. Pasal 236 ayat (3) dan ayat (4) UU No. 23/2014 ttg Pemerintahan Daerah
KERANGKA PERATURAN DAERAH Judul Pembukaan
Batang
Tubuh Penutup Penjelasan Lampiran (Jika Diperlukan)
JUDUL
Judul harus singkat, jelas, tetapi mencerminkan norma yang diatur. Judul memuat keterangan mengenai jenis, nomor, tahun penetapan, dan nama Peraturan Daerah. Nama Peraturan Daerah dibuat secara singkat dengan hanya menggunakan 1 (satu) kata atau frasa tetapi secara esensial mempunyai makna dan mencerminkan isi Peraturan Daerah. Judul ditulis dengan huruf kapital yang diletakkan di tengah marjin tanpa diakhiri tanda baca. Judul tidak boleh ditambah dengan singkatan atau akronim. Nama daerah tidak disebutkan 2 (dua) kali pada suatu judul Peraturan Daerah.
PEMBUKAAN 1.
2. 3.
4. 5.
Frasa “DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA”. Jabatan Pembentuk Peraturan Daerah. Konsiderans Menimbang Dasar Hukum Mengingat Diktum
KONSIDERANS MENIMBANG Konstatasi fakta mengenai urgensinya dibuat suatu peraturan harus disusun sedemikian rupa untuk setiap pertimbangan yang satu dengan pertimbangan berikutnya tidak boleh berdiri sendirisendiri maknanya, tetapi alur pikirannya harus berkesinambungan secara rentet. Memuat uraian singkat mengenai pokok-pokok pikiran yang menjadi latar belakang dan alasan pembuatan peraturan perundang-undangan. Pokok-pokok pikiran memuat unsur filosofis, yuridis, dan sosiologis yang menjadi latar belakang pembuatannya.
POKOK-POKOK PIKIRAN DALAM KONSIDERANS Filosofis: Peraturan yang dibentuk mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan UUD Negara RI tahun 1945. Sosiologis: Peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek. Yuridis: Peraturan yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat.
LANJUTAN Konsideran
cukup memuat satu pertimbangan yang berisi uraian singkat mengenai perlunya melaksanakan ketentuan Pasal atau beberapa Pasal dari UU atau PP yang memerintahkan pembentukan Peraturan Daerah tersebut dengan menunjuk Pasal atau beberapa Pasal dari UU atau PP yang memerintahkan pembentukannya. Contoh: Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Bantuan Hukum;
DASAR HUKUM Memuat
dasar kewenangan pembuatan peraturan perundang-undangan dan peraturan peraturan perundang-undangan yang memerintahkan pembuatan peraturan perundang-undangan. Dasar hukum pembentukan Perda adalah Pasal 18 ayat (6) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, UU tentang Pembentukan Daerah dan UU tentang Pemerintahan Daerah. Peraturan perundang-undangan yang digunakan sebagai dasar hukum hanya peraturan perundang-undangan yang tingkatannya lebih tinggi atau sama. Peraturan perundang-undangan yang akan dicabut dengan peraturan perundangan yang dibentuk atau belum resmi berlaku tidak boleh dijadikan dasar hukum.
LANJUTAN Apabila
lebih dari satu, urutan pencantuman perlu memperhatikan tata urutan peraturan perundang-undangan dan jika tingkatannya sama disusun secara kronologis berdasarkan saat pengundangan atau penetapannya. Diikuti dengan penyebutan Lembaran Daerah dan Tambahan Lembaran Daerah. Setiap frasa diakhiri dengan tanda baca “titik koma (;). Walaupun untuk akhir frasa huruf terakhir. Contoh: Peraturan Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota … Tahun … Nomor … tentang … (Lembaran Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota … Tahun … Nomor …, Tambahan Lembaran Daerah Nomor …)
DIKTUM
Diktum terdiri atas: a. kata memutuskan; b. kata menetapkan; c. jenis dan nama Peraturan Perundang-undangan.
CONTOH DIKTUM Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI JAWA BARAT dan GUBERNUR JAWA BARAT MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH.
BATANG TUBUH 1. 2.
3. 4. 5.
Ketentuan Umum; Materi Pokok Yang Diatur; Ketentuan Pidana; (Jika Diperlukan) Ketentuan Peralihan; (Jika Diperlukan) Ketentuan Penutup.
KETENTUAN UMUM a. b.
c.
d.
Batasan pengertian atau definisi Singkatan atau akronim yang digunakan dalam peraturan Hal-hal lain yang bersifat umum yang berlaku bagi pasal-pasal berikutnya antara lain ketentuan yang mencerminkan asas, maksud, dan tujuan. Frasa Pembuka dalam ketentuan umum Peraturan Daerah berbunyi: Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
LANJUTAN Jika ketentuan umum memuat batasan pengertian atau definisi, singkatan atau akronim lebih dari satu, maka masing-masing uraiannya diberi nomor urut dengan angka Arab dan diawali dengan huruf kapital serta diakhiri dengan tanda baca titik. f. Kata atau istilah yang dimuat dalam ketentuan umum hanyalah kata atau istilah yang digunakan berulang-ulang di dalam pasal atau beberapa pasal selanjutnya. e.
PERBEDAAN DEFINISI DAN PENGERTIAN Definisi: 1. Harus diambil dari definisi yang sudah disebutkan dalam Peraturan Perundang-undangan di atasnya; 2. Tidak boleh dikurangi atau ditambahkan, hanya disesuaikan dengan substansi.
Pengertian: Dibuat sesuai kebutuhan.
SINGKATAN ATAU AKRONIM Perbedaan
singkatan dan akronim: Contoh singkatan: Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Contoh akronim: Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL) Frasa yang digunakan adalah: Singkatan>>>>>>> yang selanjutnya disingkat……. Akronim >>>>>>> yang selanjutnya disebut……..
MATERI POKOK YANG DIATUR
Ditempatkan langsung setelah bab ketentuan umum, dan jika tidak ada pengelompokan bab, materi pokok yang diatur diletakkan setelah pasal-pasal ketentuan umum.
SANKSI ADMINISTRATIF Sanksi
administratif atau sanksi keperdataan atas pelanggaran norma tersebut dirumuskan menjadi satu bagian (Pasal) dengan norma yang memberikan sanksi administratif atau sanksi keperdataan. Jika norma yang memberikan sanksi administratif atau keperdataan terdapat lebih dari satu Pasal, sanksi administratif atau sanksi keperdataan dirumuskan dalam Pasal terakhir dari bagian (Pasal tersebut).
SANKSI ADMINISTRATIF & SANKSI KEPERDATAAN Sanksi administratif dapat berupa: a. Pencabutan izin; b. Pembubaran; c. Pengawasan; d. Pemberhentian sementara; e. Denda administratif.
Sanksi keperdataan berupa, antara lain: - ganti kerugian.
KETENTUAN PIDANA Peraturan Daerah boleh memuat ketentuan pidana (Pasal 15 UU No.12/2011 jo. Pasal 238 UU No. 23/2014) tetapi tetap dibatasi sebagai berikut : 1.
Lamanya pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan.
2.
Banyaknya denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
3.
Perda dapat memuat ancaman pidana kurungan atau pidana denda selain sebagaimana tersebut di atas, sesuai dengan yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan
Contoh:
Setiap orang yang melanggar ketentuan mengenai penyelenggaraan usaha pariwisata yang meliputi kegiatan usaha jasa pariwisata dan usaha sarana pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal ..., dipidana dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 UndangUndang Nomor 9 Tahun 1990 tentang kepariwisataan.
LANJUTAN
Ketentuan pidana tidak boleh diberlakukan surut. Dalam hal ketentuan pidana berlaku untuk siapa saja, maka untuk subyek ditulis “setiap orang“. Bila ketentuan pidana hanya berlaku untuk subyek tertentu, maka harus secara tegas disebut subyek tersebut, misalnya Pegawai Negeri Sipil, Pengemudi dan lain-lain. Rumusan ketentuan pidana harus menyatakan secara tegas kualifikasi pidana yang dijatuhkan bersifat kumulatif, alternatif, atau kumulatif alternatif.
KETENTUAN PERALIHAN Memuat
penyesuaian pengaturan tndakan hukum atau hubungan hukum yang sudah ada berdasarkan Peraturan Perundangundangan yang lama terhadap Peraturan Perundang-undangan yang baru, yang bertujuan untuk: Menghindari terjadinya kekosongan hukum; Menjamin kepastian hukum; Memberikan perlindungan hukum bagi pihak yang terkena dampak perubahan ketentuan Peraturan Perundang-undangan; dan Mengatur hal-hal yang bersifat transisional atau bersifat sementara.
KETENTUAN PENUTUP Memuat ketentuan mengenai: a. penunjukan organ atau alat kelengkapan yang melaksanakan Peraturan Perundang-undangan; b. nama singkat Peraturan Perundang-undangan; c. status Peraturan Perundang-undangan yang sudah ada; dan d. saat mulai berlaku Peraturan Perundang-undangan.
KETENTUAN PENUTUP Tidak menggunakan frasa ….. mulai berlaku efektif pada tanggal ….. atau yang sejenisnya, karena frasa ini menimbulkan ketidakpastian mengenai saat berlakunya suatu Peraturan Perundang-undangan yaitu saat diundangkan atau saat berlaku efektif. Saat mulai berlakunya Peraturan Perundang-undangan, pelaksanaanya tidak boleh ditetapkan lebih awal daripada saat mulai berlaku Peraturan Perundang-undangan yang mendasarinya. Peraturan Perundang-undangan hanya dapat dicabut dengan Peraturan Perundang-undangan yang tingkatannya sama atau lebih tinggi.
CONTOH KETENTUAN PENUTUP
Jika jumlah Peraturan Perundang-undangan yang dicabut lebih dari 1 (satu), cara penulisan dilakukan dengan rincian dalam bentuk tabulasi. Contoh: Pada saat Peratruan DAerah ini mulai berlaku: a………..: b………..; c………...; dan d………..., dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
CONTOH KETENTUAN PENUTUP
Kalau terdapat penyimpangan terhadap saat mulai berlakunya, maka harus disebutkan dengan tegas. Contoh: a. Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal 17 Agustus 2011. b. Saat mulai berlakunya Undang-Undang ini akan ditetapkan dengan Peraturan Presiden. c. Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan.
Contoh yang salah: Dalam ketentuan Penutup memuat ketentuan mengenai delegasi blangko sbb: Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. (??)
PENUTUP Penutup merupakan bagian akhir Peraturan Perundang-undangan yang memuat: a. rumusan perintah pengundangan dan penempatan Peraturan Perundang-undangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, Lembaran Daerah Provinsi, Lembaran Daerah Kabupaten/Kota, Berita Daerah Provinsi atau Berita Daerah Kabupaten/Kota; b. penandatanganan pengesahan atau penetapan Peraturan Perundang-undangan; c. pengundangan atau Penetapan Peraturan Perundang-undangan; dan d. akhir bagian penutup.
LANJUTAN Rumusan
perintah pengundangan dan penempatan Peraturan Daerah dalam Lembaran Daerah atau Berita Daerah
Contoh: Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Kepulauan Riau. (Tidak menggunakan kata “dapat” diantara kata “orang” dan “mengetahuinya”, karena akan menimbulkan ketidakpastian hukum).
LANJUTAN Penandatanganan penetapan Peraturan Daerah memuat: a. tempat dan tanggal penetapan; b. nama jabatan; c. tanda tangan pejabat; dan d. nama lengkap pejabat yang menandatangani, tanpa gelar, pangkat, golongan dan nomor induk pegawai.
Pengundangan Peraturan Daerah memuat: a. tempat dan tanggal Pengundangan; b. nama jabatan yang berwenang mengundangkan; c. tanda tangan; dan d. nama lengkap pejabat yang menandatangani, tanpa gelar, pangkat, golongan dan nomor induk pegawai. (untuk UU >>>>>> Disahkam untuk Peraturan Perundang-undangan di bawah UU >>>>> Ditetapkan)
PENJELASAN
Setiap Undang-Undang, Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota diberi penjelasan. Peraturan Perundang-undangan di bawah Undang-Undang (selain Peraturan Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota) dapat diberi penjelasan jika diperlukan.
LAMPIRAN Dalam hal Peraturan Daerah memerlukan lampiran, hal tersebut dinyatakan dalam batang tubuh bahwa lampiran dimaksud merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Contoh: Pasal 57 ayat (2) UU 12 Tahun 2011 Pada halaman akhir tiap lampiran harus dicantumkan nama dan tanda tangan pejabat yang menetapkan Peraturan Daerah, ditulis dengan huruf kapital yang diletakkan di sudut kanan bawah dan diakhiri dengan tanda baca koma setelah nama pejabat yang menetapkan Peraturan Daerah.
Lampiran Judul lampiran ditulis seluruhnya dengan huruf kapital yang diletakkan dI sudut kanan atas tanpa diakhiri tanda baca dengan rata kiri. Contoh: LAMPIRAN I UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
PRASYARAT AGAR PERDA YANG TELAH DITETAPKAN TIDAK DIBATALKAN Agar
Perda yang telah ditetapkan tidak dibatalkan maka tidak boleh bertentangan dengan: a. peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi; b. kepentingan umum; dan/atau c. kesusilaan.
(Pasal 251 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 ttg Pemerintahan Daerah)
Jika
bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau kesusilaan maka akan dibatalkan secara keseluruhan. Jika bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang lebih tinggi maka hanya pasal atau ayat saja yang dibatalkan.
TERIMA KASIH