perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PEMBELAJARAN SEJARAH LOKAL DI SMA NEGERI 1 BLORA TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Gelar Magister
Program Studi Pendidikan Sejarah
Oleh :
SARNO NIM: S861008023 JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012
commit to user
i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
“Tiada hasil yang di dapat tanpa adanya suatu pengorbanan, tiada pengorbanan yang bisa diberikan secara terus meneruus tanpa adanya suatu keyakinan, dan tiada suatu keyakinan bisa bertahan jika tidak mengetahui untuk apa semuanya ini” (Nardi T. Nirwanto, Pembinaan Mental karate Kyokushinkai Karate-Do Indonesia)
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Sarno (2012). Pembelajaran Sejarah Lokal di SMAN 1 Blora. Tesis: Program Pascasarjana Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Sebelas Maret Surakarta. Tujuan penelitian ini adalah: (1) Mendeskripsikan pembelajaran sejarah lokal Saminisme di SMAN 1 Blora. (2) Mendeskripsikan manajemen perencanaan, pengorganisasian, dan pelaksanaan pembelajaran sejarah lokal Saminisme di SMAN 1 Blora. (3) Mendeskripsikan hasil dan dampak pembelajaran sejarah lokal Saminisme di SMAN 1 Blora. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian deskriptif kualitatif studi kasus tunggal bersifat terpancang, karena fokus penelitian ini telah dirumuskan sebelum penelitian dilaksanakan dan variabel-variabelnya sudah ditentukan, sudah terarah pada batasan dan fokusnya pada pembelajaran sejarah lokal. Lokasi penelitian di SMAN 1 Blora, sedangkan subyek penelitian adalah kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru sejarah, dan peserta didik. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi, dan studi dokumen. Teknik cuplikan menggunakan purposive sampling. Untuk menguji validitas data menggunakan trianggulasi sumber dan analisis data menggunakan analisis model interaktif. Hasil penelitian menunjukkan (1) Paradigma mengajar guru sejarah telah melaksanakan kurikulum KTSP dengan pembelajaran guru tunggal dan tujuan pembelajaran sejarah lokal Saminisme dapat tercapai. (2) Perencanaan pembelajaran sejarah lokal Saminisme sudah dilaksanakan dengan baik, karena semua guru yang mengajar sejarah memang berlatar belakang pendidikan sejarah sehingga berhasil menanamkan nilai-nilai Saminisme kepada peserta didik. (3) Hasil pembelajaran sejarah lokal Saminisme dapat membuat anak tertarik untuk lebih memahami tentang nilai-nilai yang terkandung didalam ajaran Saminisme. Peneliti menyarankan perlunya guru sejarah untuk membuat buku khusus tentang ajaran Saminisme yang digunakan dalam proses belajar mengajar. Tetapi jika guru mengalami kesulitan, MGMP perlu bersama-sama membuat buku pegangan mengajar tentang ajaran Saminisme. Sehingga ajaran Saminisme yang berisi tentang etika perilaku dalam pergaulan seperti kejujuran, tolong-menolong, kerja keras, dan bekerja sama dapat dilestarikan dan diteladani oleh peserta didik dimasa-masa yang akan datang tidak lapuk oleh arus globalisasi.
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Sarno. Local History Instruction at State Senior High School 1 of Blora. Thesis: The Master Program in Educational History, Postgraduate Program, Sebelas Maret University, Surakarta, 2012. The aims of the research are to describe : (1) the Saminisme local history instruction at State Senior High School 1 of Blora; (2) the planning, organizational, and implementing management of the Saminism local history instruction at State Senior High School 1 of Blora; and (3) the results and impacts of the Saminism local history instruction at State Senior High School 1 of Blora. This research used a descriptive qualitative approach of a single embedded case study and research because their focus were formulated prior to their execution and the variables have been decided and directed to the definition and focus of the local history instruction. It was conducted at State Senior High School 1 of Blora. The subjects of the research covered the principal, vice-principal, history teachers, and the students. Its data were gathered through in-depth interview, observation, and content analysis (documentation), and its samples were taken by using a purposive sampling technique. Their validity was tested by using a source triangulation and the data were then analyzed by using an interactive model of analysis. The results of the research show that (1) The history teachers’ instructional paradigms have implemented the curriculum of KTSP with a single teacher-based instruction and the aims of the Saminism local history instruction can be gained. (2) The planning of the Saminism local history instruction has been implemented well because all of the teachers who teach history have the educational background of history education so it succeeded to implant the Saminism values to the students. (3) The result of the Saminism local history instruction can attract the students to understand further values in the Saminism theory. Based on the results of the research, some recommendations are proposed by the writer. History teachers should be organized to write particular book about the Saminism theory which will be used in the teaching learning proces. However, if the teachers find some difficulties in writing it, MGMP should write it together. As the result, the Saminism theory which contained etiquette how to behave in the social life; such as honesty, helping each other, hard working and cooperation will be continued and followed by the students and will not disappear by the influence of the globalization current.
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Sudah semestinya jika dalam pengantar ini penulis memanjatkan puji syukur kehadirat Allah Swt atas ridho-Nya, dan menyampaikan terima kasih kepada mereka yang telah ikut membantu tersusunnya tesis ini. Ungkapan terima kasih itu penulis sampaikan kepada: 1. Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta beserta staf yang telah memberikan kesempatan dan kemudahan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan perkuliahan di Program Studi Pendidikan Sejarah Pascasarjana. 2. Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan kemudahan perijinan dalam peyusunan tesis ini. 3. Dr. Hermanu Joebagio, M.Pd. selaku ketua Program Pendidikan Sejarah, yang selalu memberikan dorongan semangat dalam penulisan tesis ini. 4. Prof. Dr. Herman J. Waluyo dan
Dr. Hermanu Joebagio, M.Pd. selaku
pembimbing penulis, atas bimbingan, dorongan, arahan dan segala bantuannya. 5. Para dosen Program Studi Pendidikan Sejarah Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah dengan tekun dan sabar memberi dorongan serta motivasi demi terwujudnya penulisan tesis ini. 6. Kepala sekolah SMAN 1 Blora yang telah memberikan kesempatan melakukan penelitian penyusunan tesis ini. 7. Guru-guru sejarah SMAN 1 Blora yang telah membantu jalannya penelitian. 8. Kepala sekolah SMAN 1 Ngawen yang telah memberikan ijin belajar kepada peneliti. commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9. Rekan-rekan guru SMAN 1 Ngawen yang telah memberikan semangat dan dorongan. 10.Teman diskusi dan sahabatku Didik Budi Handoko. Khoirus Sholeh, Agus Prasetyo, dan Yuni Faridda, yang telah memberi masukan dan pendalaman untuk kelengkapan tesis ini. 11.Ibunda Warni dan Bapak Suripan (alm.) dan ibu dan bapak mertua Hj. Kiswatun dan H. Rochmin (alm.), yang telah memberikan dorongan dan doa restu dalam menyusun dan menyelesaikan tesis ini. 12.Istri (Eny Ruhayah, S.Pd.) dan kedua putri (Lis Wahyuni dan Dyah Keisworini), yang telah banyak memberikan dorongan, motivasi dan pengorbanan dalam penulisan tesis ini. Selain itu kritik dan saran sangat penulis harapkan demi kesempurnaan penulisan tesis ini. Semoga atas kebaikan mereka Allah meridhoi, Amin.
Surakarta,
Januari 2012
Penulis
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI JUDUL…………………………………………………………………...
i
PERSETUJUAN…………………………………………………………
ii
PENGESAHAN…………………………………………………………
iii
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS………………………………….
iv
MOTTO………………………………………………………………….
v
ABSTRAK………………………………………………………………
vi
ABSTRACT…………………………………………………………….
vii
KATA PENGANTAR………………………………………………….
viii
DAFTAR ISI……………………………………………………………
ix
DAFTAR TABEL………………………………………………………
xiii
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………..
xiv
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………...
xv
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………..
1
A. Latar Belakang…………………………………………………
1
B. Rumusan Masalah……………………………………………...
10
C. Tujuan Penelitian………………………………………………
10
D. Manfaat Penelitian…………………………………………….
11
BAB II KAJIAN TEORI ………………….…………………………
12
A. Kajian Teori……………………………………………………
12
1. Sejarah……………………………………………………..
13
2. Sejarah Lokal………………………………………………
17
3. Pembelajaran Sejarah Lokal………………………………. commit to user
18
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4. Budaya Samin Dalam Pembelajaran Sejarah Lokal……….
31
B. Penelitian yang Relevan……………………………………….
41
C. Kerangka Berpikir………………………………………………
43
BAB III METODE PENELITIAN……………………………………
45
A. Tempat dan Waktu Penelitian………………………………….
45
B. Bentuk dan Strategi Penelitian…………………………………
45
C. Data dan Sumber Data…………………………………………
46
D. Teknik Pengumpulan Data dan Sampling……………………..
47
E. Validitas Data…………………………………………………
49
F. Teknik analisis Data…………………………………………..
49
BAB IV DESKRIPSI DATA DAN PEMBAHASAN ………………
51
A. Deskripsi Lokasi Penelitian…………………………………..
51
1. Letak Geografis…………………………………………..
51
2. Sejarah Sekolah…………………………………………..
52
3. Keadaan Guru, Karyawan, dan Peserta Didik……………
53
4. Kurikulum dan Kegiatan Belajar Mengajar………………
55
B. Sajian Data …………………………………………………..
59
1. Perencanaan Pembelajaran Sejarah Lokal di SMAN 1 Blora
59
2. Pembelajaran Sejarah Lokal di SMAN 1 Blora………….
67
3. Dampak Pembelajaran Sejarah Lokal di SMAN 1 Blora..
68
C. Pokok-pokok Temuan………………………………………..
71
1.
Perencanaan Pembelajaran Sejarah Lokal commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
di SMAN 1 Blora………………………………………
71
2. Pembelajaran Sejarah Lokal di SMAN 1 Blora…………
73
3. Dampak Pembelajaran Sejarah Lokal di SMAN 1 Blora..
78
D. Pembahasan Hasil Penelitian……………………………………
79
1. Perencanaan Pembelajaran Sejarah Lokal di SMAN 1 Blora
79
2. Pembelajaran Sejarah Lokal di SMAN 1 Blora……………
84
3. Dampak Pembelajaran Sejarah Lokal di SMAN 1 Blora….
88
BAB V PENUTUP…………………………………………………….
97
A. Simpulan……………………………………………………….
97
B. Implikasi Hasil Penelitian……………………………………...
103
C. Saran…………………………………………………………...
104
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………
108
commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1
Kualifikasi Pendidikan, Status, Jenis Kelamin, dan Jumlah Guru SMAN 1 Blora………………………..
54
Tabel 2
Penerimaan Peserta Didik Baru SMAN 1 Blora……
54
Tabel 3
Jumlah Peserta Didik SMAN 1 Blora………………
55
Tabel 4
Struktur Program Kurikulum SMAN 1 Blora……...
55
Tabel 5
Jumlah Rombongan Belajar SMAN 1 Blora……….
59
Tabel 6
Materi Pembelajaran Sejarah Kelas X Semester 1 SMAN 1 Blora……………………………………...
commit to user
xiii
62
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1
: Kerangka Berpikir……………………………………… 34
Gambar 2
: Pola dan teknis analisis data……………………………
commit to user
xiv
40
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1
Gambar-gambar/dokumentasi………………………
121
Lampiran 2
Catatan Lapangan………………………………….
126
Lampiran 3
Skala Likert………………………………………..
155
Lampiran 4
Rakapitulasi Skala Likert………………………….
159
Lampiran 5
RPP………………………………………………..
163
Lampiran 6
Silabus……………………………………………..
171
Lampiran 7
Surat Ijin Penelitian……………………………….
178
commit to user
xv
1 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa lampau merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan masa kini, begitu pula antara masa lampau dengan masa yang akan datang bertemu dengan masa kini, sehingga ada baiknya untuk menengok ke masa lampau sebelum melangkah ke masa depan. Begitulah rangkaian pernyataan yang sering dikemukakan oleh orang-orang arif, filosof, dan sejarawan yang berusaha mengingatkan tentang pentingnya masa lampau. Pernyataan diatas ternyata bukan hanya sekedar omong kosong belaka. Masa lampau pantas mendapat perhatian dari semua pihak. Hal ini setidaktidaknya dibuktikan oleh banyaknya tulisan, kajian-kajian, dan penelitianpenelitian yang berusaha menguak dan mengungkap makna masa lampau dalam kaitannya dengan masa kini. One cannot escape from history (orang tidak dapat lepas melarikan diri dari sejarah) merupakan kata-kata yang sering dan gemar dikemukakan oleh Bung Karno pada masa jayanya (Ruslan Abdulgani, 1963:17). Soeharto dalam salah satu pesannya kepada generasi muda yang diabadikan diatas sebongkah batu besar pada halaman Kompleks Pusat Komunikasi Pemuda yang terletak disebelah gedung TVRI Senayan-Jakarta, bertuliskan; “Belajar dari sejarah adalah tidak lain usaha untuk membuat sejarah yang lebih baik dan gemilang dimasa depan” (Budhisantoso, 1983/1984:15). Kalau diperhatikan ungkapan-ungkapan tersebut diatas maka jelaslah bahwa sejarah sebagai salah satu cabang ilmu sosial mempunyai fungsi dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
2 digilib.uns.ac.id
kegunaan yang sangat penting dalam kehidupan, yakni sebagai pedoman dan penunjuk dalam menghadapi masa kini dan masa yang akan datang. Karena dengan mempelajari sejarah berarti memperbanyak pengetahuan dan pengalamanpengalaman, sehingga memperbanyak pula pedoman atau pelajaran hidup. Untuk hal tersebut jauh sebelum abad Masehi, Herodotus dan Cicero sudah mengungkapkan bahwa, historia magistra vitae, yang berarti sejarah adalah guru kehidupan (Sarita Pawiloy, 1986: 25). Terkait dengan uraian diatas, Sartono Kartodirdjo (1987) mengemukakan bahwa sejarah adalah cerita tentang pengalaman kolektif suatu komunitas atau bangsa dimasa lampau. Pada pribadi, pengalaman membentuk kepribadian seseorang dan sekaligus menentukan identitasnya. Proses serupa terjadi pula pada koletivitas, yaitu pengalaman kolektifnya atau sejarahnyalah yang membentuk kepribadian nasional dan sekaligus identitas nasionalnya. Bangsa yang tidak mengenal sejarahnya dapat diibaratkan sebagai seorang yang telah kehilangan memorinya. Oleh karena itu untuk mengenal identitas suatu bangsa maka pengetahuan sejarah sangat diperlukan. Pentingnya komunikasi antar daerah akan membentuk jaringan yang merupakan kerangka, yaitu tempat melekatnya “darah dan daging sejarah”, ialah fakta-fakta tentang kegiatan interaksi antara golongan lapisan sosial dan antara daerah-daerah. Berdasarkan arti penting dari sejarah seperti yang dikemukakan diatas, maka peranan pendidikan dan pengajaran sejarah sangatlah berarti dan berguna bagi kepentingan pembangunan dan kelangsungan hidup suatu bangsa. Jadi tidaklah beralasan apabila masih ada segelintir orang yang mencoba menganggap commit to user
3 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bahwa pendidikan dan pengajaran sejarah tidak relevan lagi dengan situasi dan perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi dewasa ini. Dalam masa pembangunan dewasa ini, salah satu fungsi pendidikan adalah mengembangkan kesadaran nasional sebagai daya mental dalam proses pembangunan nasional dan identitasnya. Struktur kepribadian nasional tersusun dari karakteristik perwatakan yang tumbuh dan melembaga dalam proses pengalaman sepanjang kehidupan bangsa. Dengan demikian kepribadian dan identitasnya bertumpu pada pengalaman kolektif, yaitu pada sejarahnya. Dalam konteks pembentukan identitas bangsa, maka pengetahuan sejarah mempunyai fungsi yang fundamental (Sartono Kartodirdjo, 1989). Terhadap kepribadian dan identitas suatu bangsa maka pembelajaran sejarah lokal merupakan juga salah satu sarana dan sumber untuk lebih memahaminya secara mendalam. Apalagi kalau bangsa itu tersusun dari berbagai suku atau etnis. Hal ini dapat diungkapkan bahwa untuk mengetahui kesatuan yang lebih besar, maka bagian yang lebih kecil itupun harus dapat dimengerti dengan baik. Terkait dengan hal tersebut, Sartono Kartodirdjo sebagaimana dikutip oleh (Widja,1989) mengemukakan bahwa seringkali hal-hal yang ada di tingkat nasional baru dapat dimengerti dengan lebih baik, apabila dimengerti dan dipahami pula dengan baik perkembangan ditingkat lokal. Hal-hal ditingkat lebih luas itu bisaanya hanya memberikan gambaran dari pola-pola umum saja, sedangkan situasinya yang lebih kongrit dan terperinci baru dapat diketahui dengan melalui gambaran sejarah lokal. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
4 digilib.uns.ac.id
Menurut Soedjatmoko (dalam Patahuddin, 1996: 5) sejarah lokal mempunyai peranan penting untuk memahami diri sebagai suatu bangsa dengan berbagai masalah yang dihadapi sekarang. Disamping itu, kepentingan lain dari adanya pembelajaran dan penulisan sejarah lokal menurut Lapian (1980) adalah: (1) Untuk mengenal berbagai peristiwa sejarah
di daerah-daerah seluruh
Indonesia dengan lebih baik dan lebih bermakna; (2) Untuk dapat mengadakan koreksi terhadap generalisasi-generalisasi yang sering dibuat dalam penulisan sejarah nasional; (3) Guna memperluas pandangan tentang dunia Indonesia, maksudnya ialah untuk meningkatkan saling pengertian diantara kelompokkelompok etnis yang ada di Indonesia dengan jalan meningkatkan pengetahuan kesejarahan dari masing-masing kelompok terhadap kelompok lainnya. Pembelajaran sejarah lokal di sekolah dapat mempergunakan sumber kehidupan sosial dan kehidupan budaya masyarakat setempat. Para peserta didik akan lebih mengenal dan akrab dengan kehidupan sosial budaya dan memperoleh contoh yang kongkret. Sejarah lokal sebagai suatu materi pembelajaran sejarah di SMA Negeri 1 Blora berisi tentang aspek-aspek kesejarahan dari ajaran Samin Surosentiko, yang kita kenal dengan tradisi lisan masyarakat Samin (Saminisme). Dalam membahas Saminisme, yang perlu mendapat perhatian adalah memahami gerakan Samin Surosentiko, memahami tradisi lisan masyarakat Samin, dan memikirkan kelestarian tradisi lisan masyarakat Samin, serta keteladanan yang dapat diambil dari tradisi lisan masyarakat Samin untuk peserta didik. Penelitian mengenai masyarakat Samin yang dilakukan oleh Soerjanto Sastroatmodjo (2003), mengungkap tentang gerakan masyarakat Samin pimpinan commit to user
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Samin Surosentiko dan bagaimana ideologinya. Ajaran Saminisme berpangkal pada kesusilaan. Inilah yang menjadi segala aksi yang ditujukan kepada pemerintah kolonial Belanda antara tahun 1880-1910, yang kemudian diikuti dengan gerakan moral yang diwujudkan dalam tata kemasyarakatan yang mandiri. Penelitian mengenai masyarakat Samin juga dilakukan oleh Titi Mumfangati dkk. Hasil dari penelitian menyebutan bahwa masyarakat Samin adalah masyarakat yang memiliki ciri-ciri khusus yang menjadi identitas mereka dalam penampilan sehari-hari. Identitas
itu menunjukkan karakter dan
kelengkapan mereka sesuai dengan ajaran Samin Surosentiko yang mereka pertahankan dari waktu ke waktu. Dengan adanya ciri khas tersebut mereka akan merasa bangga mengenakannya pada saat-saat tertentu, seperti pertemuan rutin, hajatan, dan sebagainya. Masyarakat Samin mempunyai kehidupan yang cukup unik dan menarik untuk dikaji. Ajaran-ajaran dari Samin Surosentiko pada dasarnya merupakan ajaran yang positif terutama yang berkaitan dengan aspek kejujuran, kesederhanaan hidup, dan semangat kerja. Untuk itu perlu diungkap dan dipelajari lebih lanjut untuk diambil segi-segi positifnya. Menurut Finberg dan Skipp (1973: 25-44) mengatakan bahwa sasaran sejarah lokal adalah asal-usul, pertumbuhan, kemunduran, dan kejatuhan dari kelompok masyarakat lokal. Pembelajaran sejarah lokal ada sejak kurikulum 1994 (kurikulum Cara Belajar Siswa Aktif) pelaksanaannya berpedoman kepada Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) dan dipraktekkan dikelas secara bertahap mulai tahun pelajaran 1994/1995, berdasarkan Surat commit to user
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 060/U/1993. Disamping mempertimbangkan persiapan berbagai sarana demi kelancaran pelaksanaan kurikulum 1994, juga mempertimbangkan faktor kemampuan guru. Semenjak Reformasi tahun 1999 terjadi beberapa kali perubahan dibidang kurikulum, utamanya dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 1999 menjadi Kurikulum Tingkat Satuan pendidikan (KTSP) tahun 2004. KTSP disusun dan dikembangkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 36 ayat 1), dan 2) sebagai berikut: 1. Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. 2. Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. (http://wijayalabs.multiply.com. diunduh 14 April 2011). Menurut KTSP dan seiring dengan adanya Otonomi Daerah (Otoda), masing-masing daerah kabupaten atau propinsi diberi kesempatan untuk mengembangkan potensi lokal didaerah tersebut untuk dikembangkan dengan memasukkan kedalam materi pembelajaran di sekolah. Bahan kajian dari suatu mata pelajaran dapat dijabarkan dan ditambah sesuai dengan keadaan lingkungan setempat. Hal tersebut memberi kesempatan bagi guru untuk menyesuaikan tujuan, isi bahan kajian, program kegiatan belajar mengajar dan penilaian. (Hermana Somantrie, 1993: 35). commit to user
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Ada kemungkinan seorang guru tidak mampu menyusun sendiri program pengajaran dan beberapa tuntutan kurikulum. Guru dapat memperingan tugas yang berkaitan dengan kegiatan belajar – mengajar dibahas bersama melalui pertemuan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). Implementasi KTSP di SMA oleh pemerintah memberi otonomi bagi sekolah untuk memilih materi tertentu dalam pembelajaran yang ada kaitannya dengan potensi di daerah. Adanya otonomi sekolah ini dimanfaatkan oleh Musyawarah
Guru
Mata Pelajaran
(MGMP) sejarah
Kabupaten
Blora
memasukkan sejarah lokal yaitu tradisi lisan masyarakat Samin dalam pembelajaran sejarah Kelas X pada Standart Kompetensi (SK) Memahami prinsip dasar ilmu sejarah dan Kompetensi Dasar (KD) Mendeskripsikan tradisi sejarah dalam masyarakat Indonesia masa pra-aksara dan masa aksara. Walaupun hanya sedikit waktu yang tersedia, tetapi paling tidak guru dapat memperkenalkan kepada peserta didik mengenai tradisi lisan masyarakat Samin yang ada di wilayah kabupaten Blora. Harapan dari peneliti adalah tradisi lisan masyarakat Samin Kabupaten Blora dapat dikenali oleh peserta didik yang menyangkut tradisi, ajaran, dan pandangan hidup yang baik dari masyarakat Samin dapat diambil sebagai suri tauladan bagi mereka. MGMP sejarah SMA Kabupaten Blora memilih Saminisme menjadi materi sejarah lokal karena apabila kita bermaksud menyususn historiografi Indonesia yang baru, artinya yang Indonesiasentris, maka perjuangan tokoh-tokoh terlupakan seperti Samin Surosentiko ini patut diperhatikan sebagai bahan studi yang layak. Apalagi sumber-sumber tentang itu masih dapat dilacak, baik commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
8 digilib.uns.ac.id
berdasarkan bahan yang tersimpan di Leiden, Amsterdam, mapun beberapa Dagsregister dan dokumen historis di Bojonegoro, Rembang, dan Pati, karena di daerah itulah gerakan Samin Surosentiko terjadi. Ajaran Samin Surosentiko sampai sekarang masih banyak dianut oleh masyarakat di kabupaten Blora. Samin Surosentiko menjadi seorang pemimpin besar, bahkan seorang mesias dikalangan pengikutnya, tetapi tokoh ini terlupakan oleh penulis sejarah. Sejarah lokal termasuk budaya lokal sangat penting untuk dijadikan materi pembelajaran di sekolah. Karena sejarah atau budaya lokal merupakan potensi daerah yang perlu ditumbuh kembangkan, dilestarikan, dan dikenali oleh generasi muda agar tidak punah. Dalam usahanya untuk melestarikan dan mengembangkan potensi daerah inilah pemerintah memberi otonomi kepada sekolah, juga pemerintah kabupaten kota dan propinsi mengembangkan dan memasukkan sejarah lokal ke kurikulum sekolah. Kebudayaan mempunyai fungsi yang sangat besar bagi masyarakat. Menurut Koentjaraningrat, ada dua fungsi kebudayaan yaitu: 1) sebagai sistem gagasan dan perlambangan yang memberi identitas kepada warga masyarakat dan 2) sebagai sistem gagasan atau pralambang yang dapat digunakan oleh semua warga masyarakat yang majemuk sehingga dapat saling berkomunikasi untuk memperkuat solidaritas.(Koentjaraningrat, 1990 ). Dengan memasukkan sejarah lokal ke kurikulum sekolah, maka peserta didik tidak akan terasing dengan lingkungannya. Peserta didik akan lebih kenal dengan sejarah daerahnya sehingga mereka akan rumongso handarbeni, rumongso melu hangrungkepi, dan mulat saliro angrosowani. Mereka merasa ikut memiliki, commit to user
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
melestarikan, dan mempertahankan bahkan mengembangkan sejarah dan budaya lokal yang ada di daerahnya. Mereka akan mengenali tokoh-tokoh lokal di daerahnya. Dalam kajian anthropologi, sastra lisan termasuk dalam jenis folklore lisan. Folklore (Danandjaja, 2002:2) yaitu sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan diwariskan secara turun temurun diantara kolektif apa saja, secara tradisional dan versi yang berbeda baik dalam bentuk lisan yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat. Tradisi lisan adalah berbagai pengetahuan dan adat kebisaaan secara turun temurun disampaikan secara lisan.Adapun bentuk-bentuk tradisi lisan antara lain cerita rakyat, teka-teki, peribahasa, dan nyayian rakyat. Masyarakat Samin menyebut dirinya wong sikep (orang yang bertanggung jawab), dan disebut Samin karena mereka mempunyai pemimpin yang bernama Samin Surosentiko. Samin Surosentiko mengajarkan kepada pengikutnya untuk berbuat kebajikan, dan kesabaran, kesederhanaan, kejujuran, bekerja sama, tolong menolong, dan kerja keras. Hal yang berkaitan dengan masyarakat Samin cukup banyak, dan – terutama tradisi lisan masyarakat Samin - yang identik dengan masyarakat Blora. Orang mendengar kata “Samin”pasti akan teringat dengan Blora, walaupun di kabupaten lain seperti Pati, Kudus,Rembang, Tuban, dan, Bojonegoro, juga ada masyarakat Samin.
commit to user
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas dapat diambil suatu rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pemahaman guru terhadap silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)? 2. Bagaimanakah implementasi nilai pedagogis dalam silabus, dan RPP mengenai materi Saminisme? 3. Bagaimanakah dampak instruksional implementasi budaya masyarakat Samin dalam pembelajaran sejarah lokal terhadap peserta didik?
C. Tujuan Penelitian Penelitian pelaksanaan pembelajaran sejarah lokal di SMA Negeri 1 Blora mempunyai tujuan sebagai berikut: 1. Untuk mendeskripsikan pemahaman guru terhadap silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). 2. Untuk mendeskripsikan implementasi nilai pedagogis dalam silabus, dan RPP mengenai materi Saminisme. 3. Untuk mendeskripsikan dampak instruksional implementasi budaya masyarakat Samin dalam pembelajaran sejarah lokal terhadap peserta didik.
commit to user
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
D. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk: 1. Dapat memberikan informasi kepada peserta didik SMA Negeri 1 Blora. 2. Menjadi obyek studi lanjutan untuk memperkaya pengetahuan tentang Saminisme. 3. Sebagai bahan pertimbangan terhadap Dinas yang terkait dilingkungan pemerintah Kabupaten Blora khususnya, dan pemerintah Indonesia pada umumnya dalam pelestarian dan pembinaan budaya daerah.
commit to user
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS A. Kajian Teori 1. Sejarah Sebelum dibicarakan mengenai belajar sejarah secara lebih jauh, perlu disajikan terlebih dahulu mengenai pengertian sejarah. Sejarah memiliki pengertian yang beragam sesuai dengan sudut pandang para sejarawan dalam memberikan pengertian sejarah. Kuntowijoyo mengatakan bahwa sejarah merupakan rekonstruksi masa lalu tentang apa saja yang mudah diperkirakan, dikatakan, dikerjakan, dirasakan dan dialami oleh orang (Kuntowijoyo, 1995 : 7). Pengertian yang dimajukan oleh Kuntowijoyo tersebut tidak membatasi terhadap perolehan, sehingga apa saja dapat disebut dengan sejarah asalkan memenuhi syarat untuk disebut sejarah. Menurut Hill, sejarah diartikan sebagai catatan masa lampau suatu bangsa, berdasarkan penyelidikan kritis dari dokumen-dokumen dan kenyataan-kenyataan lain.(Hill,1956 :12). Pengertian tersebut menekankan pada pengusutan kebenaran sejarah melalui penafsiran sejarah. Penghargaan terhadap obyektifitas kenyataan dengan subyektifitas tafsiran merupakan satu hal sebagai kunci untuk kemajuan sejarah. Berdasarkan dua pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa sejarah merupakan catatan sebagai rekonstruksi masa lampau kehidupan manusia yang didasarkan pada penyelidikan kritis terhadap kenyataan masa lampau tersebut dalam batasan wilayah tertentu. Pengertian ini mendasarkan diri pada kenyataan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
13 digilib.uns.ac.id
bahwa umat manusia dalam kehidupannya selalu terkait dalam suatu lingkup wilayah tertentu sesuai dengan tarap perkembangan kehidupannya. Menurut Kuntowijoyo kegunaan sejarah ada dua; pertama kegunaan intrinsik yaitu kegunaan sebagai pengetahuan, meliputi (a) sejarah sebagai cara mengetahui masa lampau,(b) sejarah sebagai cara memahami masa lampau (c) sejarah sebagai pernyataan pendapat dan (d) sejarah sebagai profesi. Kedua kegunaan ekstrinsik, yaitu sumbangan terhadap luar dirinya. Secara ekstrinsik sejarah memiliki fungsi pendidikan, ilmu bantu, latar belakang, rujukan dan sebagai bukti. Berbagai kegunaan sejarah yang dikemukakan diatas menunjukkan bahwa pada dasarnya sejarah sangat diperlukan bagi kehidupan manusia. Sejarah perlu disebarluaskan dan diajarkan kepada setiap generasi umat manusia.Sedangkan satu fungsi khusus mengajarkan sejarah di sekolah-sekolah adalah membantu mengembangkan pada anak didik cinta terhadap tanah airnya, dan pengertian tentang adat istiadat dan cara-cara hidupnya, bagaimana tanah airnya telah bersatu atau bagaimana telah membebaskan dirinya dari kekuasaan-kekuasaan asing, bagaimana pemerintahannya terjadi keistimewaan adat dan kebisaaannya, perubahan-perubahan apa yang terjadi dalam kehidupan ekonomi dan sosialnya berlingkup satu negara. Kondisi yang ada saat ini telah memaksa setiap warga negara untuk menaruh perhatiannya kepada permasalahan yang melampaui batas tanah airnya. Besarnya kegunaan sejarah dalam kehidupan umat manusia menjadi faktor pendorong seseorang mempelajari sejarah. Jadi belajar sejarah adalah sikap commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
14 digilib.uns.ac.id
mental yang dapat menumbuhkan perhatian spontan sesuai dengan dorongan hati, konsentrasi, pemahaman dan pelibatan diri dan pencegahan terhadap segala yang bertentangan dengan hal tersebut diatas dalam kaitannya dengan bidang studi sejarah. Menurut Taufik Abdullah mendifinisikan sejarah lokal sebagai sejarah dari suatu tempat, suatu locality yang batasnya ditentukan oleh perjanjian penulis sejarah. (Taufik Abdullah, 1985: 15).Penulis sejarah lokal bebas menentukan batasan penulisannya, apakah dengan wilayah, kajian geografis, atau etnis yang ada dalam suatu daerah atau beberapa wilayah tertentu. Belajar sejarah pada dasanya adalah belajar tentang kehidupan masyarakat. Berbagai aspek kehidupan dapat dipelajari dalam sejarah. Pembelajaran sejarah di sekolah sebaiknya lebih mudah dipahami peserta didik. Dalam pembelajaran sejarah hendaknya peserta didik dapat melihat langsung kehidupan yang nyata. Sejarah lokal dalam konteks pembelajaran di sekolah tidak hanya sebatas sejarah yang dibatasi oleh lingkup ruang yang bersifat administratif belaka, seperti sejarah provinsi, sejarah kabupaten, sejarah kecamatan, dan sejarah desa. Bertolak dari sejarah lokal inilah peserta didik dapat menyadari akan kekayaan tema kehidupan yang terjadi dalam lingkungan masyarakat sekitarnya, sehingga peserta didik akan lebih bisa memahami dan memaknai peristiwa sejarah. Walaupun sebagian dari kalangan awam baik itu orang tua murid maupun peserta didik di sekolah mempertanyakan tentang adanya kegunaan pelajaran sejarah yang secara umum mereka ketahui hanyalah sebuah cerita atau dongeng tentang masa lalu, padahal secara kenyataannya bukan seperti itu, para ahli telah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
15 digilib.uns.ac.id
menyatakan bahwa sejarah itu memiliki kegunaan. Secara garis besar setidaknya terdapat tiga kegunaan sejarah, yaitu: guna edukatif, guna inspiratif, dan guna rekreatif dan instruktif. Sejarah memiliki guna edukatif karena sejarah dapat memberikan kearifan bagi yang mempelajarinya, yang secara singkat dirumuskan oleh Bacon: histories make man wise. Sejarah yang memberikan perhatian pada masa lampau tidak dapat dipisahkan dari kemasakinian, karena semangat dan tujuan untuk mempelajari sejarah ialah nilai kemasakiniannya. Hal ini tersirat dari ungkapan Benedetto Croce bahwa all history is contemporary history, yang kemudian dikembangkan oleh Carr bahwa sejarah adalah unending dialogue between the present and the past (Widja, 1988: 49-50). Dari pernyataan-pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa apabila kita dapat memproyeksikan masa lampau ke masa kini, maka kita dapat menemukan makna edukattif dalam sejarah. Sejarah memiliki guna inspiratif karena sejarah dapat memberikan inspirasi kepada kita tentang gagasan-gagasan dan konsep-konsep yang dapat digunakan untuk memecahkan persoalan-persoalan masa kini, khususnya yang berkaitan dengan semangat untuk mewujudkan identitas sebagai suatu bangsa dan pembangunan bangsa. Sejarah memiliki guna rekreatif karena dengan membaca tulisan sejarah kita seakan-akan melakukan perlawatan sejarah karena menerobos batas waktu dan tempat menuju zaman masa lampau untuk mengikuti peristiwa yang terjadi. Sementara itu guna instruktif merupakan kegunaan sejarah untuk menunjang bidang-bidang ketrampilan tertentu (Nugroho Notosusanto, 1979: 2-3). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
16 digilib.uns.ac.id
Dalam hubungannya dengan guna edukatif dan inspiratif dari sejarah, dapat dikemukakan bahwa sejarah memiliki kaitan yang sangat erat dengan pendidikan pada umumnya dan pendidikan karakter bangsa pada khususnya. Melalui sejarah dapat dilakukan pewarisan nilai-nilai dari generasi terdahulu ke generasi masa kini. Dari pewarisan nilai-nilai itulah akan menumbuhkan kesadaran sejarah, yang pada gilirannya dapat dimanfaatkan untuk pembangunan watak bangsa (nation character building). Pewarisan nilai-nilai dari generasi ke generasi ini dapat dilakukan dengan penggalian dan penyampaian sejarah lokal dalam pembelajaran sejarah disekolah, adapun pengertiannya sebagai berikut: sejarah lokal dalam konteks pembelajaran di sekolah tidak hanya sebatas sejarah yang dibatasi oleh keruangan yang bersifat administratif belaka, seperti sejarah propinsi, sejarah kabupaten, sejarah kecamatan dan sejarah desa. Lokal disini juga lebih dijelaskan lagi oleh Taufik Abdullah (1985: 15) bahwa: pengertian kata lokal tidak berbelit-belit, hanyalah tempat dan ruang. Jadi sejarah lokal hanyalah berarti sejarah dari suatu tempat, suatu locality, yang batasannya ditentukan oleh perjanjian yang diajukan penulis sejarah. Batasan geografisnya dapat suatu tempat tinggal suku bangsa, yang kini mungkin telah mencangkup dua-tiga daerah administratif tingkat dua atau tingkat satu (suku bangsa Jawa, umpamanya) dan dapat pula suatu kota, atau malahan suatu desa. 2. Sejarah Lokal Pembelajaran sejarah dalam proses pendidikan formal di Indonesia berlangsung sejak tahun 1959 (Sukamto,1992:5). Di sekolah agama seperti commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
17 digilib.uns.ac.id
pesantren dikenal mata pelajaran sejarah dengan nama Tarikh, yang fokusnya mengenalkan peserta didiknya mengenai riwayat hidup Nabi Muhammad S.A.W. dan proses lahirnya Islam. Demikian pula dalam kehidupan sehari-hari orang tua sering berkisah diwaktu senggang menjelang tidur anak-anaknya, tentang kejadian masa lampau yang dialaminya. Dengan cerita seperti itu orang tua mengharapkan anak-anaknya akan mengambil suatu hal yang baik dari apa yang telah diceritakannya. Tidak disadari orang tua di daerah Blora kadang-kadang menjadi sumber sejarah lokal,seperti menceritakan Gunandar (seorang perwira polisi yang dibunuh oleh PKI tahun 1965 di hutan jati sebelah utara Randublatung), pembunuhan orang-orang yang dianggap PKI oleh lawan politiknya yang dikubur secara massal dihutan jati, cerita tentang Den (Raden) Sujud, salah satu bupati Blora dengan kesaktiannya, dan cerita tentang masyarakat Samin. Dari kenyataan semacam itu tujuan orang tua pada anaknya adalah untuk mendidik dengan cara mengingat masa lampau. Burckart (dalam Sanusi, 1992:3) mengatakan sejarah adalah suatu perjuangan manusia yang panjang dan dengan akalnya memahami lingkungannya yang kemudian manusia melaksanakan perannya. Dari kalimat ini jelas bahwa sejarah memberikan pelajaran kepada manusia agar manusia dapat mempelajari segala peristiwa masa lampau dan mengenal lingkungannya untuk meneruskan kehidupan umat manusia di permukaan bumi ini. Memasukan sejarah lokal sebagai suatu kurikulum di sekolah memegang peranan yang sangat urgen untuk membangkitkan kecintaan peserta didik kepada daerahnya. Taufik Abdullah (1978: 15) mendefinisikan sejarah lokal sebagai commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
18 digilib.uns.ac.id
"sejarah dari suatu tempat", suatu locality yang batasnya ditentukan oleh perjanjian penulis sejarah. : http://detik.com, diunduh 14 April 2011. 3. Pembelajaran Sejarah Lokal Pembelajaran sejarah lokal di SMA didasarkan pada UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah RI No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasinal Pendidikan. Kedua perautan tersebut mengamanatkan dilaksanakannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang standart isi yang didalamnya memuat materi muatan lokal yang harus diajarkan oleh masing-masing sekolah sesuai dengan keadaan daerahnya. Muatan Lokal inilah oleh SMA di Kabupaten Blora dimanfaatkan untuk memasukkan materi sejarah lokal. Untuk memahami tentang pembelajaran alangkah baiknya kita perlu memahami tentang pengertian belajar. Beberapa pendapat dari para ahli tentang belajar adalah sebagai berikut. Cronbach, Harold Spears dan Geoch dalam Sardiman (2007 : 20) sebagai berikut: Cronbach “Learning is shown by a change in behavior as a result of experience”. Belajar adalah memperlihatkan perubahan dalam perilaku sebagai hasil dari pengalaman. Geoch, mengatakan: “Learning is a change in performance as a result of practice”. Belajar adalah perubahan dalam penampilan sebagai hasil praktek. Dari kedua definisi diatas dapat disimpulkan bahwa belajar itu senantiasa merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru, dan sebagainya. Belajar akan lebih baik jika subyek belajar mengalami atau melakukan, jadi tidak commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
19 digilib.uns.ac.id
bersifat verbalistik. Belajar sebagai kegiatan individu merupakan rangsanganrangsangan individu yang dikirim kepadanya oleh lingkungan. Thursan Hakim (2003: 1) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebisaaan, pemahaman, ketrampilan, daya pikir, dan lain-lain. Hal ini berarti bahwa peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seseorang diperlihatkan dalam bentuk bertambahnya kualitas dan kuantitas kemampuan seseorang dalam berbagai bidang. Dalam proses belajar, apabila seseorang tidak mendapatkan suatu peningkatan kualitas dan kuantitas kemampuan, maka orang tersebut sebenarnya belum mengalami proses belajar atau dengan kata lain ia mengalami kegagalan didalam proses belajar. Menurut Crow & Crow (1992): “Belajar adalah diperolehnya kebisaaankebisaaan, pengetahuan dan sikap baru”. Dari beberapa pengertian diatas, kata kunci dari belajar adalah perubahan perilaku. Menurut Moh. Surya (1985) mengemukakan bahwa hasil belajar akan tampak dalam: kebisaaan, ketrampilan, pengamatan, berfikir asosiatif, berfikir rasional dan kritis, sikap, inhibisi (menghindari hal yang mubazir), apresiasi, dan perilaku afektif. Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal pertama yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan belajar peserta didik, karena itu lingkungan sekolah yang baik dapat mendorong untuk belajar yang lebih giat. Keadaan sekolah ini meliputi cara penyajian pelajaran, hubungan guru dengan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
20 digilib.uns.ac.id
peserta didik, alat-alat pelajaran dan kurikulum. Hubungan antara guru dengan peserta didik yang kurang baik akan mempengaruhi hasil belajarnya. Menurut Kartono (1995:6) “guru dituntut untuk menguasai bahan pelajaran yang akan diajarkan, dan memiliki tingkah laku yang tepat dalam mengajar”. Oleh sebab itu, guru dituntut menguasai bahan pelajaran yang disajikan, dan memiliki metode yang tepat dalam mengajar. Menurut UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Sedangkan menurut Udin S. Winataputra (2008) pengertian pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa. Salah satu tugas utama guru adalah melaksanakan pembelajaran berdasarkan kurikulum yang berlaku. Manajemen pembelajaran harus diarahkan agar proses pembelajaran berjalan dengan baik, dengan tolok ukur pencapaian tujuan oleh peserta didik. Guru perlu didorong untuk terus menyempurnakan strateginya guna pencapaian tersebut dapat lebih efektif dan efisien. Tahapan manajemen pembelajaran melalui empat tahap, yaitu (1) perencanaan, (2) pengorganisasian, (3) pelaksanaan, dan (4) pengendalian (Depdikbud, 2005:.11). Pada tahap perencanaan, kurikulum dijabarkan menjadi rencana pembelajaran, yang didalamnya mulai dari Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) menjadi silabus, penentuan kriteria ketuntasan minimal, program tahunan, program semester, hingga rencana program pembelajaran yang merupakan program paling rinci dari sebuah kompetesi dasar dalam bentuk commit to user
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
rencana pembelajaran untuk satu kali tatap muka. Mengingat pentingnya silabus, program tahunan, program semester, dan rencana pembelajaran maka guru harus membuatnya. Dalam pembuatan tersebut dapat dilakukan secara perorangan namun sebaiknya dibuat bersama dalam kegiatan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) jika ada kesulitan atau masalah yang timbul dalam penyusunan dapat dipecahkan secara bersama. Mengingat materi sejarah lokal yang mana tidak semua sekolah melaksanakannya, maka seyogyanya dibuat di forum MGMP. Sehingga materi yang disampaikan kepada peserta didik bisa sama antara sekolah yang satu dengan sekolah yang lain dalam lingkup satu kabupaten. Hal ini dilakukan agar tujuan pembelajaran sejarah lokal dapat tercapai. Tahap
pengorganisasian
dan
koordinasi,
merupakan
tahap
pengorganisasian bahan pembelajaran, pengaturan tugas kepada peserta didik, hal ini perlu agar beban peserta didik tidak terlalu berat dalam mengerjakan tugas. Penggunaan ruang media atau kelas diatur sedemikian rupa sehingga dalam pembelajaran menjadi lebih efektif dan efisien. Tahap pelaksanaan, adalah tahap pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru bersama peserta didik didalam kelas, laboratorium, lapangan, atau tempat belajar lainnya. Dalam hal ini guru dan peserta didik hendaknya dapat melakukan sinergi. Guru melakukan supervisi untuk membantu peserta didik
dalam
mengatasi
kesulitan
yang
dihadapi
dalam
melaksanakan
pembelajaran. Guru yang profesional dalam pembelajaran, menurut Suyanto, (2006:2)
adalah guru yang memiliki kemampuan terkait dengan strategi
manajemen pembelajaran, yang meliputi: (1) memiliki kemampuan untuk commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
22 digilib.uns.ac.id
menghadapi dan menangani peserta didik yang tidak memiliki perhatian, suka menyela, mengalihkan pembicaraan, dan mampu memberikan transisi substansi bahan ajar dalam proses pembelajaran; (2) mampu bertanya atau memberikan tugas yang memerlukan tingkatan berpikir yang berbeda untuk semua peserta didik. Tahap pengendalian, terdapat dua aspek yaitu, (1) evaluasi dikaitkan dengan tujuannya, dan (2) pemanfaatan hasil evaluasi. Evaluasi memiliki tujuan ganda, yaitu terkait dengan peserta didik untuk mengetahui ketercapaian tujuan pembelajaran dan kesulitan peserta didik. Sedangkan yang terkait dengan guru untuk mengetahui kelemahan dan kekuatan pembelajaran yang dilaksanakan. Dengan demikian maka hasil evaluasi seharusnya benar-benar dimanfaatkan oleh guru untuk memperbaiki kegiatan pembelajaran yang diupayakan selalu meningkat kualitasnya. Pembelajaran sejarah memiliki peran mengaktualisasikan pembelajaran dan pendidikan intelektual (intellectual training), serta pembelajaran dan pendidikan moral bangsa. Unsur pembelajaran dan pendidikan intelektual (intellectual training) pada pembelajaran sejarah tidak hanya memberikan gambaran masa lampau, tetapi juga memberikan latihan berpikir kritis, menarik kesimpulan, menarik makna dan nilai dari peristiwa sejarah yang dipelajari. Latihan berpikir kritis dilakukan dengan pendekatan analitis, salah satunya melalui pertanyaan “mengapa” (why) dan “ bagaimana” (how) dapat melatih peserta didik berpikir kritis dan analitis, berbeda dengan bentuk pertanyaan “siapa” (who), “apa” (what), “dimana” (where), dan “ kapan” (when). commit to user
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pembelajaran dan pendidikan moral bangsa menuntut pembelajaran sejarah
berorientasi
pada
pendidikan
kemanusiaan
(humaniora)
yang
memperhatikan nilai-nilai dan norma-norma (Gottschalk, 1975:10). Hasil pembelajaran sejarah menjadikan peserta didik berkepribadian kuat,mengerti sesuatu agar dapat menentukan sikapnya. Pentingnya pengertian tentang sejarah untuk kehidupan sehari-hari membuat peserta didik mempunyai alat untuk menyingkap tabir rahasia gerak masyarakat. Dengan sejarah dapat diketahui hasilhasil perjuangan sejak jaman dahulu. Sejarah dapat diibaratkan pendidik, karena dapat mendidik jiwa manusia lewat hasil yang dicapainya (Trevelyan, 1967:228). Ketrampilan guru diperlukan didalam kelas untuk memberikan gambaran peristiwa sejarah secara jelas kepada peserta didik, sehingga peserta didik mempunyai gambaran dari suatu peristiwa sejarah. Gambaran peristiwa sejarah yang diterima peserta didik diharapkan dapat berpengaruh pada sikap dan prilaku peserta didik sesuai dengan tujuan dari pendidikan dan pembelajaran sejarah. Peserta didik dalam pembelajaran sejarah mendapatkan informasi kesejarahan dari guru yang berhubungan dengan ciri peristiwa sejarah, yaitu what, when, who, where, why, dan how. Imajinasi diperlukan peserta didik, karena mereka diajak oleh guru memahami suatu peristiwa yang terjadi pada masa lampau. Peristiwa masa lampau sebagai peristiwa sejarah dari segi waktu adalah peristiwa yang sudah lama terjadi dan wujudnya hanya berupa rekonstruksi sumber-sumber masa lalu, tempat dan pelaku dalam peristiwa tersebut tidak dikenal dan tidak dapat dihubungi. Gambaran peristiwa sejarah yang diterima peserta didik selanjutnya dihapalkan, dihayati, dan diamalkan. Permasalahan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
24 digilib.uns.ac.id
timbul sehubungan dengan ketrampilan pembelajaran yang diperlukan, agar gambaran sejarah tersebut dapat dipahami oleh peserta didik dengan benar. Pembelajaran sejarah agar menarik dan menyenangkan dapat dilaksanakan dengan berbagai cara antara lain mengajak peserta didik pada peristiwa-peristiwa sejarah yang terjadi disekitar peserta didik. Lingkungan disekitar peserta didik terdapat berbagai peristiwa sejarah yang dapat membantu guru untuk mengembangkan pemahaman peserta didik tentang masa lalu. Umumnya peserta didik akan lebih tertarik terhadap pelajaran sejarah bila berhubungan dengan situasi nyata di sekitarnya. Sehingga peserta didik dapat menggambarkan suatu peristiwa masa lalu seperti dalam pelajaran sejarah. Kondisi nyata di sekitar peserta didik dapat digunakan oleh guru sebagai cara untuk menggambarkan atau mengantarkan suatu peristiwa sejarah. Seperti diketahui bahwa setiap daerah di Indonesia mengalami perjalanan waktu dan perubahan dari jaman pra sejarah sampai sekarang. Banyak daerah menyimpan berbagai peninggalan sejarah sebagai bukti otentik terjadinya peristiwa sejarah disuatu daerah. Pristiwa-peristiwa sejarah ditiap daerah di Indonesia mempunyai benang merah yang saling berkaitan. Setelah memperkenalkan peristiwa sejarah yang ada di sekitar peserta didik, guru dapat membawa peserta didik pada lingkup yang lebih luas. Peristiwa sejarah disekitar peserta didik diharapkan dapat membantu memahami bentuk-bentuk dan terjadinya peristiwa masa lalu. Penggunaan peristiwa sejarah disekitar peserta didik dapat juga digunakan sebagai contoh untuk menerangkan konsep-konsep kesejarahan, seperti; konsep tentang commit to user
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kepahlawanan, penjajahan, dan perjuangan. Penggunaan peristiwa sejarah dari lingkup sekitar peserta didik atau lokal, selanjutnya diarahkan ke lingkup daerah lain, dan nasional bahkan internasional dikenal sebagai pembelajaran induktif. Pembelajaran sejarah bukan hanya untuk menanamkan pemahaman masa lampau hingga masa kini, menumbuhkan adanya perkembangan masyarakat, kebangsaan dan cinta tanah air, kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, dan memperluas wawasan hubungan masyarakat antar bangsa di dunia; melainkan ditekankan
pada
kegiatan
yang
dapat
memberikan
pengalaman
untuk
menumbuhkan rasa kebangsaan dan kecintaan pada manusia secara universal. Pembelajaran sejarah juga menekankan pada cara berpikir, bernalar, kematangan emosional dan sosial, serta meningkatkan kepekaan perasaan dan kemampuan untuk memahami dan menghargai perbedaan. Pembelajaran sejarah adalah bagian dari proses penanaman nilai-nilai yang fungsional untuk menanamkan pengetahuan (Abbas, 1998: 83). Pembelajaran sejarah di sekolah merupakan salah satu wahana mencapai tujuan pendidikan nasional, terutama sebagai upaya menumbuhkan dan mengembangkan rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan peserta didik (Wiriaatmadja, 2002: 93). Pengetahuan peserta didik tentang sejarah diharapkan dapat menumbuhkan kemampuan dan kearifan dalam menghadapi kehidupan masa kini. Kesadaran akan kebangsaannya dapat menumbuhkan kepribadian yang tegar, karena pengenalan jati dirinya akan menumbuhkan kemauan dan kesediaan bekerja keras untuk diri dan bangsanya. commit to user
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pembelajaran sejarah memiliki fungsi untuk membangkitkan minat kepada sejarah tanah airnya dan mendapatkan inspirasi sejarah dari kisah-kisah kepahlawanan maupun peristiwa-peristiwa tragedi nasional, memberi pola berpikir
secara
rasional-kritis-empiris,
dan
mengembangkan
sikap
mau
menghargai nilai-nilai kemanusiaan (Kartodirdjo, 1982: 43). Pembelajaran sejarah di sekolah selain untuk melatih peserta didik berpikir kritis juga mempunyai fungsi pragmatis sebagai pembentukan identitas dan eksistensi bangsa (Kartodirdjo, 1989). Selain pengetahuan kesejarahan (kognitif) pembelajaran sejarah juga menyimpan pendidikan nilai untuk pembentukan kesadaran sejarah, kepribadian bangsa dan sikap. Nilai-nilai tersebut antara lain: nasionalisme, kepahlawanan, persatuan dan kesatuan, pantang menyerah, ulet, tanggung jawab, kebajikan, religious, dan keluhuran. Pembelajaran sejarah dituntut mensosialisasikan dan menginternalisasikan nilai-nilai tersebut. Tujuan umum pembelajaran sejarah untuk membentuk warga negara yang baik, menyadarkan para peserta didik mengenal dirinya sebagai orang baik, dan memberikan perspektif sejarah kepada peserta didik. Tujuan khusus dari pengajaran sejarah adalah mengajarkan konsep, mengajarkan ketrampilan intelektual, dan memberikan informasi kesejarahan kepada siswa (Gunning, 1978: 178-180). Tujuan pembelajaran sejarah dijabarkan oleh Clark (1973: 179) adalah 1.To teach pupils to think historically – that is, to use the historical method, to understand the structure of history, and to utilize the past in studying the present and the future. 2. To teach pupils to the creatively. 3. To explain the present (learning how the present got to the way it is, using the knowledge of the past to understand the present in order to help solve to user contemporary problems), 4. Tocommit understand the sweep of history, that is, that
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
the status of anything to day is the result of what happened in the past, and in time what happens today will, in one way or another, influence the future. 5. To enjoy history… 6. To help the pupils to become familiar with that body of knowledge that is history. (1. Mengajar siswa untuk berpikir sejarah dengan menggunakan metode sejarah, memahami struktur dalam sejarah, dan menggunakan masa lampau untuk mempelajari masa sekarang dan masa yang akan datang. 2. Mengajar siswa untuk berpikir kreatif. 3. Untuk menjelaskan masa sekarang (belajar bagaimana masa sekarang, menggunakan pengetahuan masa lampau untuk memahami masa sekarang untuk membantu menyelesaikan masalah-masalah kontemporer), 4. Untuk menjelaskan sejarah bahwa status apapun hari ini adalah hasil dari apa yang terjadi di masa lalu, dan pada waktunya apa yang terjadi hari ini akan mempengaruhi masa depan. 5. Menikmati sejarah… 6. Membantu siswa akrab dengan unsure-unsur dalam sejarah. Pembelajaran sejarah di sekolah bertujuan membangun kepribadian dan sikap mental peserta didik, membangkitkan keinsafan akan suatu dimensi fundamental dalam eksistensi umat manusia (kontinuitas gerakan dan peralihan terus menerus dari yang lalu kearah masa depan), mengantarkan manusia ke kejujuran dan kebijaksanaan pada peserta didik, dan menanamkan cinta bangsa dan sikap kemanusiaan (Meulen, 1987: 82-84). Arti terpenting pelajaran sejarah adalah dapat memecahkan masalah masa kini dengan menggunakan masa lampau. Salah satu bagian dari sejarah lokal adalah tradisi lisan (oral tradition). Bagian dari kebudayaan yang penyebarannya pada umumnya melalui tutur kata atau lisan dinamakan folklore. Istilah folklor merupakan pengindonesiaan dari kata folklore, dalam bahasa Inggris. Menurut Alan Dundes (dalam Danandjaja, 1982: 1) folk adalah sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenalan fisik, sosial, dan kebudayaan, sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok lainnya. Hal itu tampak pada pengenalan warna kulit, bentuk rambut, dan agama atau kepercayaan yang sama. Namun yang lebih penting lagi adalah bahwa commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
28 digilib.uns.ac.id
mereka telah memiliki suatu tradisi yakni kebudayaan yang telah mereka warisi secara turun temurun dan mereka sadar atas identitas mereka sendiri. Menurut Danandjaja (1982: 1-2) yang dimaksud lore adalah tradisi folk, yaitu sebagian kebudayaannya, yang diwariskan secara turun-temurun secara lisan atau melalui suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (mnemonic device). Dengan demikian definisi folklor yaitu kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan diwariskan secara turun-temurun, secara tradisional dalam versi yang berbeda baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan isyarat atau alat pembantu lainnya. Adapun ciri-ciri pengenal utama folklor pada umumnya adalah: (1) penyebaran dan pewarisannya biasanya dilakukan secara lisan, (2) folklor bersifat tradisional, yakni disebarkan dalam bentuk relative tetap atau dalam bentuk standar, (3) folklor ada (exist) dalm versi-versi bahkan dalam varian-varian yang berbeda, (4) folklor bersifat anonym, nama penciptanya tidak diketahui orang lain, (5) folklor biasanya mempunyai bentuk berumus atau berpola, (6) folklor mempunyai kegunaan dalam kehidupan bersama atau kolektif, (7) folklor bersifat prologis, yaitu mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai dengan logika umum, terutama bagi folklor lisan dan sebagian lisan, (8) folklor menjadi milik bersama dari kolektif tertentu, (9) folklor pada umumnya bersifat polos dan lugu sehingga sering kali kelihatannya kasar, terlalu spontan (Danandjaja 1982: 3-4). Jan Harold Brunvand (1978: 3) memilah folklor ke dalam tiga kelompok, yaitu: (1) folklor lisan (verbal folklore), (2) folklor sebagian lisan (partly verbal folklore), dan (3) folklor bukan lisan (non verbalfolklore). Folklor lisan adalah commit to user
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
folklor yang bentuknya memang murni lisan. Bentuk-bentuk (genre) yang termasuk kelompok besar ini adalah bahasa rakyat, ungkapan tradisional, pertanyaan tradisional, puisi rakyat, cerita prosa rakyat, dan nyanyian rakyat. Folklor sebagian lisan adalah folklor yang bentuknya merupakan gabungan unsur lisan dan unsur bukan lisan, contohnya adalah kepercayaan rakyat dan permainan rakyat. Folklor bukan lisan adalah folklor yang bentuknya bukan lisan, walaupun pembuatannya diajarkan secara lisan. Follor bukan lisan dibagi dua yaitu (a) material, antara lain arsitektur rakyat (bentuk rumah asli daerah, bentuk lumbung padi), kerajinan tangan, pakaian dan perhiasan adat, makanan dan minuman rakyat, dan obat-obatan tradisional; (b) bukan material, adalah gerak isyarat tradisional, bunyi isyarat, dan musik rakyat (Danandjaja, 1982: 22). Tradisi lisan masyarakat Samin antara lain legenda, mithos, nyanyian rakyat, dan folklor. Penelitian mengenai masyarakat Samin telah banyak dilakukan oleh para peneliti baik dari sejarah maupun anthropologi. Salah satunya adalah Soerjanto Sastroatmodjo (2003) berjudul “Masyarakat Samin Siapakah Mereka” yang membahas perjuangan Samin Surosentiko melawan Belanda dengan cara “diam” dan bagaimana idiologinya, bagaimana ajaran Samin dapat menyebar luas dikalangan masyarakat, Blora, Bojonegoro, dan Pati.Buku sejenis primbon
yang mengatur perilaku
kehidupan
luas, sikap
mental, dan
pranatamangsa,disimpan oleh beberapa pemuka masyarakat samin yang berusia lanjut. Misalkan “Punjer Kawitan”, semacam primbon sejarah silsilah; “Serat Pikukuh Kasajaten”, seperti katurangganing manungsa menurut batasan watak commit to user
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan tingkahnya; “Serat Uri-uri Pambudi”, yaitu petunjuk melakukan tapa brata dalam meraut budi pekerti; dan “Jati Kawit”, yang berisi kemuliaan akhirat. Penelitian yang lainnya telah melahirkan bentuk-bentuk kearifan lokal (Titi Mumfangati, dkk. 2004: 75-80). Ia memaparkan tentang budaya masyarakat Samin yang memiliki ciri khusus yang menjadi identitas mereka yang diwujudkan dalam penampilan sehari-hari. Ajaran moral dari pemimpin Samin diwujudkan dalam tradisi lisan yang kita anggap sebagai bentuk kearifan antara lain anggerangger pratikel (hukum tindak tanduk), angger-angger pangucap (hukum berbicara), dan angger-angger lakonan (hukum perihal apa saja yang perlu dijalankan). Berdasarkan kajian pustaka dapat diketahui bahwa penelitian tentang masyarakat Samin sangatlah menarik untuk dikaji. Banyak tradisi lisan dari masyarakat Samin yang menarik untuk diketahui dan diteladani. Namun demikian semuanya memiliki unsur kebaruan, termasuk penelitian ini. Penelitian mengenai pembelajaran sejarah lokal di SMA Negeri 1 Blora yang mengangkat ajaran Samin Surosentiko (Saminisme) kedalam ranah pendidikan sejarah SMA belum ada yang meneliti, maka peneliti memilih penelitian ini. Di dalam kurikulum sejarah SMA kelas X semester 1 pada Standar Kompetensi : Memahami prinsip dasar ilmu sejarah. Dengan Kompetensi Dasar: Mendeskripsikan tradisi sejarah dalam masyarakat Indonesia masa pra-aksara dan masa aksara, unsur sejarah lokal yaitu Saminisme dijadikan sebagai materi pembelajaran sejarah di SMA Negeri 1 Blora. Tokoh Samin Surosentiko dengan commit to user
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ajaran-ajarannya yang tumbuh dan berkembang di daerah Blora agar dapat dikenali, dipahami, dihayati, dan diteladani oleh peserta didik. Masyarakat Samin mempunyai tradisi lisan seperti legenda, mithos, folklor, dan nyanyian rakyat. Selain itu juga adanya ajaran moral yang merupakan larangan-larangan yang harus dipatuhi bersama dalam hidup bermasyarakat seperti berjudi, mencuri, berjina dan sebagainya. Juga adanya ajaran untuk selalu jujur, tolong-menolong, dan kerja keras dalam mengarungi hidup bersama. Tradisi lisan ini penting untuk diperkenalkan kepada peserta didik agar bisa lebih dikenali, dihayati, syukur kalau diteladani, dan adanya citra yang kurang baik bagi masyarakat Samin agar bisa berubah karena perilakunya yang dianggap kurang wajar sesungguhnya sedang mati-matian mempertahankan nilai-nilai leluhur untu bertindak apa adanya, penuh kejujuran (Moh. Rosyid, 2010: vi).
B. Penelitian yang Relevan Metode yang digunakan untuk meneliti pembelajaran sejarah lokal di SMA Negeri 1 Blora adalah metode penelitian deskriptif kualitatif , observasi langsung, dan wawancara. Soeryanto Sastroatmodjo dalam bukunya yang berjudul Masyarakat Samin Siapakah Mereka. Dalam buku ini memuat tentang riwayat munculnya masyarakat Samin, ideologi perlawanan ada dibalik perilaku kultural masyarakat Samin, serta penghayatan masyarakat Samin terhadap Sang Pencipta. Titi Mumfangati dalam bukunya Kearifan Lokal di Lingkungan Masyarakat Samin, Kabupaten Blora, Propinsi Jawa Tengah. Bahwa kemajuan commit to user
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi sekarang ini membawa perkembangan yang cukup menggembirakan sehingga dapat berpengaruh terhadap lingkungan hidup dan nilai-nilai kehidupan dalam masyarakat, termasuk masyarakat Samin. Akan tetapi dibalik kegembiraan tersebut, kalau tidak bisa ditangkap secara arif dan bijaksana sesuai dengan adat budaya lokal dapat menimbulkan dan merusak tata nilai dalam kehidupan masyarakat itu sendiri. Moh. Rosyid dalam bukunya Kodifikasi Ajaran Samin. Menyebutkan bahwa masyarakat Samin Kudus responsif terhadap lingkungan diluar komunitasnya tidak introvet atau menutup diri dengan budaya luar dan berpeluang menjadi
pelaku
budaya
yang
responsif
terhadap
dinamika
kehidupan
lingkungannya yang berbasis Samin ataupun non-Samin. Rudy Gunawan dalam tesisnya yang berjudul Hubungan Pengajaran Sejarah,
Lingkungan
Keluarga
dan
Sikap
Siswa
terhadap
Nilai-Nilai
Kepahlawanan. Tujuannya adalah untuk mengetahui sikap peserta didik pada pengajaran sejarah yang tepat dan lingkungan keluarga yang baik menjadikan makin tinggi sikapnya pada nilai-nilai kepahlawanan atau sebaliknya. Hasilnya adalah bahwa pengajaran sejarah dan lingkungan keluarga berhubungan dengan sikap peserta didik terhadap nilai-nilai kepahlawanan. Endang Tristinah dalam tesisnya yang berjudul Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Pada Mata pelajaran Sejarah di SMA Negeri Surakarta. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh deskripsi tentang pemahaman, kesiapan guru dalam implementasi pembelajaran sejarah, kesulitan dan solusi yang dilakukan, dan pendapat peserta didik mengenai solusi yang commit to user
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dilakukan oleh guru di SMA Negeri 6 Surakarta. Hasilnya adalah pemahaman, kesiapan guru, implementasi pembelajaran sejarah berjalan cukup baik. Soebijantoro dengan tesisnya yang berjudul Pelaksanaan pengajaran Sejarah Melalui Metode Quantum Teaching, bertujuan untuk mengetahui latar belakang pelaksanaan pengajaran sejarah, pemahaman guru, implementasi quantum teaching. Hasilnya adalah pelaksanaan quantum teaching di dorong oleh semangat School Base Management dapat dipahami oleh guru berhasil memotivasi belajar peserta didik yang tinggi. Materi tentang sejarah lokal ditulis oleh Taufiq Abdullah menjadi acuan bagi peneliti untuk mengupas tentang sejarah lokal masyarakat Samin.
C. Kerangka Berpikir Pembelajaran sejarah lokal hendaklah tidak meninggalkan karakteristik sejarah sebagai disiplin ilmu. Sejarah sebagai disiplin ilmu yang didalamnya terdapat sejarah lokal hendaknya dipahami oleh guru dalam mengkaji suatu tema, topik, atau permasalahan agar tidak meninggalkan ciri khas dan tujuan dari belajar sejarah. Arah pembelajaran sejarah lokal adalah untuk lebih memperkenalkan kepada peserta didik mengenal dan memahami lingkungan sekitar. Tujuan tersebut akan dapat tercapai sesuai dengan visi dan misi pembelajaran sejarah lokal apabila guru dalam pembelajaran menerapkan perencanaan yang tepat, pengorganisasian pembelajaran, melaksanakan pembelajaran sejarah lokal dengan filsafat sejarah dan metodologi sejarah, dan evaluasi dengan mengarah pada commit to user
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tujuan dan fungsi pembelajaran sejarah serta menekankan aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Pembahasan suatu masalah dalam pembelajaran hendaknya mampu dilaksanakan secara bijaksana dan tetap bersandar pada nilai-nilai filosofis kebenaran, artinya pembahasan masalah dari sudut pandang sejarah lokal seharusnya berdasarkan filsafat sejarah, memahami suatu peristiwa sejarah lokal hendaknya memahami secara komprehensif dari unsur yang tampak maupun unsur-unsur didalamya. Kerangka pikir pembelajaran sejarah lokal digambarkan sebagai berikut:
Kurikulum KTSP
Permendiknas No. 22 tahun 2006
Silabus Pembelajaran Sejarah Lokal
PBM RPP
Kerangka pikir pembelajaran sejarah lokal
commit to user
Penilaian/ Assesment
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Blora, sekolah satu-satunya yang merupakan sekolah Rintisan Sekolah Bertarap Internasional (RSBI) di Kabupaten Blora. Guru sejarah di SMA Negeri 1 Blora ada tiga orang yang berstatus pegawai negeri, dua berpendidikan Strata satu dan satu orang berpendidikan Strata dua. Jika dilihat dari karakteristik peserta didik yang masuk di SMA Negeri 1 Blora, semuanya merupakan anak-anak yang pandai. Kebanyakan berasal dari kalangan tingkat ekonomi menengah keatas. Dalam seleksi penerimaan peserta didik baru dilakukan beberapa tahap. Pertama seleksi berkas, langkah berikutnya adalah test tertulis, dan terakhir test wawancara orang tua calon peserta didik. Setelah dilakukan tahap-tahap tersebut kemudian diumumkan seorang calon peserta didik diterima atau tidak. Waktu penelitian dari bulan Juli sampai dengan Nopember 2011. B. Bentuk dan Strategi Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif deskriptif, karena data yang dikumpulkan berupa kata-kata, kalimat atau gambar yang memiliki arti lebih bermakna dari pada sekedar sajian angka atau frekuensi (Sutopo,2006: 40). commit to user
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sedangkan strategi penelitiannya berupa studi kasus tunggal (embeded case study) (Yin, 1996: 133) karena lokasi penelitiannya hanya pada satu sekolah yaitu SMA Negeri 1 Blora. Menurut Sutopo (2006:141) yang menentukan bentuk studi kasus tunggal bilamana penelitian tersebut terarah pada sasaran dengan satu karakrteristik. Sifat penelitian ini terpancang (embeded research) karena variabelvariabelnya sudah ditentukan, sudah terarah pada batasan dan fokusnya pada pembelajaran sejarah lokal dengan menitik beratkan pada perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan evaluasi dalam pembelajaran, telah ditentukan sebelum penelitian dilakukan (Sutopo, 2006:139). C. Data dan Sumber data Jenis sumber data secara menyeluruh yang bisa digunakan dalam penelitian kualitatif berupa manusia dengan segala tingkah lakunya, peristiwa, dokumen dan benda-benda lain. (Sutopo, 2005:57). Oleh karena itu sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Informan, yang terdiri dari kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guruguru sejarah, dan peserta didik di SMA Negeri 1 Blora. 2. Arsip dan dokumen, yang berupa kurikulum, silabus, rencana program pembelajaran (RPP), media pembelajaran, daftar nilai yang dimiliki oleh guru sejarah. 3. Tempat dan aktivitas penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar sejarah lokal di SMA Negeri 1 Blora. commit to user
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
D. Teknik Pengumpulan Data dan Sampling Sutopo ( 2006: 66) mengatakan bahwa dalam penelitian kualitatif dapat dikelompokkan dalam dua cara, yaitu metode interaktif dan non-interaktif. Metode interaktif meliputi wawancara mendalam, observasi berperan (pasif, aktif, dan penuh), sedangkan non interaktif meliputi kuesioner, mencatat dokumen atau arsip, dan observasi tak berperan. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah 1. Wawancara mendalam (in-depth interviewing), wawancara ini dilakukan secara tidak berstruktur tetapi memfokuskan pada masalah. Wawancara ini dilakukan dengan kepala sekolah, guru-guru sejarah dan peserta didik untuk menangkap dan menggali pandangan subyek yang diteliti tentang banyak hal yang bermanfaat supaya menjadi dasar bagi penggalian informasi yang lebih jauh, lengkap dan mendalam (Sutopo, 2006:69). 2. Observasi langsung, dalam observasi ini peneliti hanya sebagai pengamat yang hadir di kelas pada waktu pembelajaran sejarah sedang berlangsung di kelas X SMA Negeri 1 Blora. Teknik seperti ini oleh Sutopo (2006: 228) disebut obervasi berperan pasif. Observasi langsung dapat dilakukan dengan cara formal dan informal untuk mengamati kegiatan pembelajaran sejarah di sekolah. 3. Mencatat dokumen, teknik ini dilakukan untuk mengumpulkan data yang bersumber dari arsip, dokumen, kurikulum, silabus, RPP, media dan nilai yang dimiliki oleh guru sejarah. commit to user
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4. Studi pustaka, dilakukan untuk mencocokkan antara teori dengan kenyataan dilapangan tempat penelitian. Sedangkan data lain adalah data tambahan. Karena penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, maka sampling yang digunakan bersifat purposive sampling, dimana peneliti senantiasa cenderung memilih informan yang dianggap tahu dan dapat dipercaya sepenuhnya sebagai sumber data serta mengetahui permasalahan secara mendalam (Sutopo, 2006: 64). Hal tersebut senada dengan penjelasan (Moleong,2007: 224) yang menyatakan bahwa pada penelitian kualitatif tidak ada sampel acak. Oleh Sutopo, (2006: 62) dijelaskan teknik sampling semacam ini disebut internal sapling karena mewakili informasinya, bukan populasi, dan bukan untuk maksud atau kepentingan generalisasi sebagaimana yang dilakukan dalam penelitian kuantitatif. Dalam penelitian ini diusahakan memilih informan yang dipandang paling mengetahui permasalahannya, yaitu semua guru sejarah di SMA Negeri 1 Blora sebagai obyek penelitian yang melaksanakan pembelajaran. Kemudian kepala sekolah dan lima wakil kepala sekolah yaitu urusan kurikulum, kesiswaan, sarana dan prasarana,humas, serta peningkatan mutu sebagai administrator dan supervisor yang mengetahui permasalahan yang ada dilingkungan sekolah. Informasi yang penting dan berharga juga berasal dari para peserta didik yang terlibat dalam aktivitas pembelajaran sejarah dan dokumen yang dimiliki guru. Karena peneliti ingin mendapatkan informasi yang sedalam-dalamnya maka diusahakan membina hubungan rapport, yaitu suatu hubungan antara peneliti commit to user
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dengan subjek sudah melebur sehingga tidak ada dinding pemisah diantara keduanya (Moleong, 2007: 140). Selanjutnya keputusan dapat diambil begitu peneliti mempunyai pikiran umum
yang muncul mengenai apa yang sedang dipelajari, dengan siapa
berbicara, kapan melakukan observasi yang paling tepat, dan berapa jumlah dokumen yang perlu diteliti. E. Validitas Data Untuk menjamin kebenaran data dan informasi yang diperoleh (validitas data)
dalam penelitian kualitatif bisa ditempuh dengan banyak cara. Dalam
penelitian ini cara untuk menguji valditas data adalah trianggulasi sumber( Patton, 1987: 331) dengan cara membandingkan hasil wawancara antara informan dengan kajian dokumen dan hasil observasi kegiatan. Karena sumbernya berbeda, cara seperti ini oleh Sutopo (2006: 95) disebut trianggulasi sumber, teori, metode, dan peneliti. Data yang kami dapatkan akan kami simpan dan kami kembangkan agar sewaktu-waktu diperlukan mudah untuk dicari dan ditelusuri jika diperlukan adanya verifikasi data. F. Teknik Analisis data Analisis penelitian kualitatif bersifat induktif, maksudnya bahwa semua kesimpulan dibentuk dari informasi yang diperoleh dilapangan. Proses analisis ini dilakukan sejak awal dengan proses pengumpulan data. Data dan informasi yang telah terkumpul dan terekam ditranskrip secara tertulis lalu ditafsirkan maknanya. commit to user
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tekni analisis yang digunakan adalah analisis interaktif. Analisis interaktif mempunyai empat kompunen analisis yaitu pengumpulan data, reduksi data, sajian data, dan verifikasi atau penarikan kesimpulan. Dari keempat komponen, terdapat tiga komponen bersifat siklus, yaitu sajian data, reduksi data, dan verifikasi. Antara ketiga kompunen tersebut tidak ada batas yang kaku. Jika pada tingkat verifikasi diperlukan data baru, maka dicari data baru dan ditelusuri keterkaitan antara semua bukti penelitian sehingga dapat memantapkan kesimpulan yang diragukan. Pada proses verifikasi peneliti melangkah pada tahap pengumpulan data, reduksi data, dan sajian data sehingga terjadi trianggulasi data sampai pada penarikan kesimpulan. Pola dan teknik analisis data tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Pengumpulan data
1
2
Reduksi data
Sajian data
3 Pemeriksaan kesimpulan/veri fikasi
Model analisis interaktif Miles dan Huberman (dalam Sutopo, 2006:120) commit to user
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB IV DESKRIPSI DATA DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian 1. Letak Geografis Letak SMAN 1 Blora ada di tengah-tengah kota Blora, Jl. Tentara Pelajar No. 21 Blora, telpon (0296) 531152 E-mail:
[email protected] Website: www.sma1blora.sch.id termasuk Kelurahan Tempelan, Kecamatan kota Blora. Walaupun berada di tengah kota namun sekolah ini sangat cocok untuk belajar karena semua ruang kelas diletakkan dibagian belakang yang cukup jauh dari jalan raya. Jalan Tentara Pelajar bukanlah jalan protokol, sehingga tidak banyak dilewati kendaraan roda empat maupun roda dua sehingga tidak mengganggu kegiatan belajar. Pertama kali masuk halaman SMAN 1 Blora akan bertemu dengan satu unit bangunan gedung yang dugunakan sebagai tempat guru piket, ruang TU, ruang waka, ruang kepala sekolah, ruang MOU, ruang BK, serta ruang karawitan. Mushola ada di bagian kanan halaman sekolah, dan satu unit gedung yang baru direhab berlantai 2 sebagai kantor guru. Dibelakang kantor guru terdapat ruang dapur. Sedangkan lantai 2 bangunan ini untuk ruang belajar kelas XII IPA. Tempat parkir sepeda motor guru dan karyawan ada di teras samping kanan dan kiri unit gedung utama. Aula ada dibelakang gedung utama, kebelakang baru berderet ruang kelas, kopsis, kantin, laboratoriaum fisika, kimia, biologi, bahasa, komputer, perpustakaan, dan tempat parkir peserta didik. commit to user
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
SMAN 1 Blora dikelilingi oleh pagar tembok yang tinggi, pintu keluar masuk hanya lewat pintu utama. Setiap jam 07.00 pintu utama sudah ditutup oleh security, hanya dengan seijin security orang boleh masuk. Dan jam 13.30 bel pulang dibunyikan, tetapi karena seringnya ada pelajaran tambahan maka biasa pulang jam 16.00. 2. Sejarah Sekolah Perkembangan sejarah pendidikan di wilayah Kabupaten Blora tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan perkembangan SMAN 1 Blora. Seiring dengan perkembangan jaman ternyata SMAN 1 Blora masih dapat mempertahankan komitmennya untuk ikut serta mencerdaskan kehidupan bangsa, khususnya di Kabupaten Blora. Banyak prestasi telah berhasil diraih oleh peserta didik SMAN 1 Blora ditingkat propinsi, regional, maupun nasional. Seiring dengan kebutuhan akan pendidikan, pada tahun 1956 lahirlah yayasan otonom (sekarang PEMDA) di Blora yang mendirikan Sekolah Lanjutan Atas swasta bernama SMA Wijaya yang dipimpin oleh Bapak Zenny Soenarto (mantan mahasiswa kedokteran Surabaya), yang menggunakan gedung SD Kedungjenar sampai tahun 1962, dan masuk sore hari. Oleh yayasan SMA Wijaya dipersiapkan untuk menjadi SMA Negeri. Berdasarkan Surat Keputusan tertanggal 1 Oktober 1959 SMA Wijaya dinyatakan menjadi SMA Negeri Blora. Setelah peresmian yang dilakukan oleh Bupati Blora di rumah dinas bupati, bapak Soeyadi Danoe Soebroto, BA diangkat menjadi pejabat direktur. commit to user
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pada tahun 1962, selama 3 tahun menempati gedung SD Kedungjenar, SMA Negeri Blora pindah ke gedung baru di Kelurahan Tempelan, Jl. Tentara Pelajar no. 21 Blora, yang dulunya merupakan gedung SD khusus untuk WNI keturunan (Tionghoa). Pada jaman Belanda gedung tersebut dijadikan sebagai asrama militer. Dana pembelian gedung ini atas inisiatif Bupati Blora, Soekirno dan Padmowijoto Kepala Inspeksi P dan K dilakukan dengan cara menjual jagung yang diperoleh dari sumbangan rakyat. Pada tahun 1982 dengan berdirinya SMA Negeri 2 Blora, maka SMA Negeri Blora berubah nama menjadi SMA Negeri 1 Blora. Berdasarkan Keputusan Direktur Pembinaan Sekolah Menengah Atas Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Depdiknas Nomor; 1823/C.C4/LL/2009 SMAN 1 Blora ditetapkan menjadi sekolah penyelenggara program Rintisan Sekolah Menengah Atas Bertarap Internasional (RSBI). Pada tahun pelajaran 2007/2008 mulai dipersiapkan untuk menjadi RSBI dengan daya tampung tujuh kelas untuk kelas X. Tahun pelajaran 2011/2012 telah menerima peserta didik baru sepuluh kelas paralel. 3. Keadaan Guru, Karyawan dan Peserta didik Keadaan guru dan karyawan di SMAN 1 Blora memiliki karakteristik tersendiri dilihat dari jenis kelamin, guru wanita lebih banyak dari pada pria. Banyaknya guru wanita merupakan dampak adanya permintaan guru yang asalnya dari luar kota mengajukan mutasi ke sekolah ini dengan tujuan mendekatkan tempat bekerja dengan rumah tempat tinggal guru yang bersangkutan atau mengikuti suami.
commit to user
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 1 Kualifikasi Pendidikan, Status, Jenis Kelamin, dan Jumlah Guru SMAN 1 Blora. No. Tingkat Pendidikan Jumlah dan Status guru Jumlah GT/PNS GTT L P L P 1. D3 2. S1 10 24 3 5 42 3. S2 6 7 1 14 4. S3 16 31 3 6 56 Sumber: Profil SMAN 1 Blora tahun 2011 Jumlah tenaga kependidikan sebanyak 6 orang pegawai tetap dan 12 orang pegawai tidak tetap. Semenjak menjadi sekolah RSBI perkembangan peserta didik di SMAN 1 Blora mengalami peningkatan karena merupakan Rintisan Sekolah Menengah Atas Bertarap Internasional satu-satunya di Kabupaten Blora. Selain itu letaknya yang ada di dalam kota Blora, sehingga peserta didik yang berasal dari luar kota dapat dengan mudah mencari tempat indekost di sekitar sekolah.Orang tua dan peserta didik sangat berharap mendapatkan ilmu yang lebih dari SMAN 1 Blora untuk mencapai cita-citanya. Selama tiga tahun terakhir keadaan siswa adalah sebagai berikut:
Tahun Pelajaran 2009/2010 2010/2011 2011/2012
Tabel 2 Penerimaan Peserta Didik Baru Rencana Pendaftar Penerimaan L P 301 233 392 317 116 201 368 146 259
Jumlah 625 317 405
Sumber: Data buku laporan Penerimaan Peserta didik baru SMAN 1 Blora tahun pelajaran 2009, 2010, 2011. commit to user
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tingkat atau Kelas X XI XII Jumlah
Tabel 3 Jumlah Peserta Didik SMAN 1 Blora Jurusan Tahun Tahun Pelajaran Pelajaran 2009/2010 2010/2011 Umum 301 282 IPA 169 151 IPS 148 146 IPA 169 169 IPS 147 147 929 895
Tahun Pelajaran 2011/2012 296 161 119 151 147 874
Sumber: Data siswa SMAN 1 Blora tahun 2009,2010,dan 2011 4. Kurikulum dan Kegiatan Belajar Mengajar Sejak tahun 2006 SMAN 1 Blora menggunakan kurikulum KTSP dengan acuan dari BNSP dan struktur programnya sebagai berikut:
No
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
Tabel 4 Struktur Program Kurikulum SMAN 1 Blora Mata Pelajaran Jumlah jam perminggu Kelas Kelas Kelas X XI XII IPA IPS IPA IPS Pnd. Agama PKn Bhs. Ind. Bhs. Ingg. Matematika Fisika Biologi Kimia Sejarah Geografi Ekonomi Sosiologi Seni Budaya Penjas Orkes TIK Ketrampilan Mulok Bhs. Jawa
2 2 4 4 4 2 2+1=3* 2+1=3* 1 1 2+1=3* 2 2 2 2 2 2
2 2 4 4 4+1=5* 4 4+1=5* 4+1=5* 1 2 2 2 2 2
commit to user
2 2 4 4+1=5* 4+1=5* 3 3+1=4* 4+1=5* 3 2 2 2 2 2
2 2 4 4 4+1=5* 4 4+1=5* 4+1=5* 1 2 2 2 2 2
2 2 4 4 4 3 3+1=4* 4+3=7* 3 2 2 2 2 2
perpustakaan.uns.ac.id
46 digilib.uns.ac.id
*Mata pelajaran yang jam pelajarannya ditambah atas kebijakan dari kepala sekolah untuk mengantisipasi atau menghadapi ujian nasional. Sumber: Dokumen kurikulum SMAN 1 Blora. Jika dilihat dari struktur program kurikulum diatas maka untuk jam mata pelajaran eksakta seperti fisika, biologi, dan kimia, serta mata pelajaran ekonomi lebih diutamakan di kelas X dengan cara menambah satu jam pelajaran setiap minggu. Pelajaran sejarah yang diharapkan dapat menumbuhkan semangat nasionalisme peserta didik dan materinya banyak tidak ada penambahan jam pelajaran. Kepala sekolah mestinya dapat mengambil kebijaksanaan untuk menambah 1 jam untuk pelajaran sejarah kelas X. Sehingga menjadi 2 jam perminggu. Dengan demikian ada keseimbangan antara waktu dan meteri pembelajaran. Sehingga guru tidak banyak mengalami kekurangan waktu dalam menyampaikan materi ketika proses kegiatan belajar. Kepala sekolah tidak mengabil kebijakan untuk menambahnya karena SMAN 1 Blora merupakan sekolah RSBI, sehingga jam pelajaran yang diperbanyak di mata pelajaran eksakta dan mata pelajaran yang diuji nasionalkan, seperti yang dikatakan oleh Waka urusan kurikulum Drs. Sari, M.Pd. (Wawancara: Selasa, 1/11/2011) bahwa “Untuk sejarah tidak ada penambahan jam, selama ini yang ditambah hanya yang MIPA, fisika, kimia, biologi. jadi tidak enak kalau ngrubah-ngrubah jam”. Hal yang sama juga dikatakan oleh S.W.Dini Astari, S.Pd., M.Pd., (guru sejarah) (wawancara: Jumat, 30/9/ 2011) sebagai berikut: “Walah pak...sejarah kok ditambah. Satu jam ya tetap satu jam, pada hal materinya sangat banyak. Disini yang diperbanyak jam mapel IPA”. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
47 digilib.uns.ac.id
Struktur program kurikulum ini selanjutnya dituangkan dalam jadwal pembelajaran untuk setiap minggu. Kegiatan pembelajaran mengikuti ketentuan Dindikpora Kabupaten Blora mulai pelajaran pukul 07.00 dengan durasi 45 menit setiap jam pelajaran. Dokumen kurikulum tingkat satuan pendidikan, mencakup penyusunan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan dijabarkan oleh guru masing-masing mata pelajaran sesuai dengan karakteristiknya. Silabus disusun oleh guru setiap awal semester dengan format yang telah disediakan pihak sekolah, sehingga guru tinggal mengisinya saja. Keterangan di atas juga diperkuat dengan adanya dokumen mengajar yang dibuat oleh guru, serta pengamatan yang dilakukan terhadap dokumen mengajar yang disimpan oleh waka urusan kurikulum SMAN 1 Blora, hal tersebut menunjukkan bahwa silabus benar-benar telah dibuat dan dikembangkan oleh guru. Format silabus ini memuat Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD), materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, alokasi waktu, bahan/alat, sumber belajar, pendidikan karakter bangsa, dan kewirausahaan (lihat lampiran 2). Untuk kewirausahaan tidak cocok untuk pelajaran sejarah lokal. Namun karena format itu merupakan format jadi maka tetap ada pada silabus sejarah. Apabila dilihat dari format silabus yang ada, artinya format silabus tersebut sudah sesuai dengan aturan yang berlaku. Pengembangan silabus selanjutnya diserahkan kepada masing-masing guru. Terkait dengan adanya penambahan pendidikan karakter bangsa sangat cocok untuk mata pelajaran sejarah sebagai acuan guna menumbuhkan rasa commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
48 digilib.uns.ac.id
nasionalisme dan kecintaan terhadap tanah air terutama daerahnya. Sedangkan untuk kewirausahaan dalam silabus sejarah, tidak semua KD dalam silabus dapat diisi. Kebijakan kepala sekolah menambah jam pelajaran bertujuan untuk mempertahankan peringkat sekolah dalam pencapaian kelulusan, terutama mapel ujian nasional, sebab untuk mata pelajaran yang ujian nasional nilai yang dicapai oleh peserta didik merupakan nilai murni dari peserta didik dalam mengerjakan soal ujian itu. Sedangkan mata pelajaran yang non ujian nasional, pihak sekolah dalam hal ini guru masih bisa mengaturnya. Kepala sekolah juga mendapat tekanan dari Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Kabupaten untuk berusaha agar peserta didik dapat lulus dalam ujian sekolah maupun ujian nasional. Akibat dari kebijakan dan tuntutan dari pejabat tersebut dampaknya pada mata pelajaran non ujian nasional seolah dipandang sebelah mata dan merupakan mata pelajaran yang nomor dua jika dibanding mata pelajaran yang diujikan secara nasional. Keadaan ini juga dialami oleh mata pelajaran sejarah yang tidak diujikan dalam ujian nasional, seakan-akan pelajaran sejarah tidak memiliki kontribusi dalam kelulusan ujian sekolah. SMAN 1 Blora memiliki tiga orang guru sejarah, satu orang diantaranya sudah lulus sertifikasi, sehingga menurut kepala sekolah guru tersebut wajib mengajar 24 jam per minggu. Hal ini sesuai dengan PP. Nomor 74 tahun 2008. Jumlah jam mata pelajaran sejarah secara keseluruhan sebanyak 44 jam, mestinya cukup dengan dua orang guru. Jika guru sertifikasi mengajar 24 jam, maka tinggal commit to user
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
20 jam per minggu yang harus dibagi oleh dua orang guru. Dengan demikian ada guru sejarah yang harus mengajar mata pelajaran lain yang relevan yaitu Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) untuk mencukupi jam mengajar minimal 18 jam per minngu. Tabel 5 Jumlah Rombongan Belajar Jumlah kelas rombongan belajar XI IPA IPS IPA 5 4 5
X 10
XII IPS 4
Sumber: Data kurikulum SMAN 1 Blora tahun 2011/2012
B. Sajian Data 1. Perencanaan Pembelajaran Sejarah Lokal di SMAN 1 Blora a. Silabus Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan guru diberikan kebebasan untuk mengubah, memodifikasi bahkan membuat sendiri silabus yang sesuai dengan kodisi sekolah dan daerah. Oleh karena itu guru diberi kewenangan secara leluasa untuk menganalisis dalam penyusunan silabus sesuai dengan karakteristik dan kondisi sekolah serta kemampuan dalam menjabarkannya menjadi persiapan mengajar yang siap dijadikan pedoman pembentukan kompetensi peserta didik dalam proses pembelajaran. Kurikulum operasional inilah yang kemudian diturunkan dalam bentuk perencanaan pembelajaran (lesson plan) yang harus disusun oleh guru dengan memperhatikan berbagai variable. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
50 digilib.uns.ac.id
Dokumen Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran (KTSP) pada Buku II mencakup penyusunan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang dijabarkan oleh guru masing-masing mata pelajaran sesuai dengan karakteristiknya. Dari BNSP hanya menentukan standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD). Silabus disusun oleh guru setiap awal semester dengan format yang telah disediakan pihak sekolah, sehingga guru tinggal mengisinya saja. Berdasarkan hasil wawancara dengan
Drs. Teguh
Sutrisno, M. Pd ( kepala sekolah) Senin, 10/10/ 2011, dalam wawancara sebagai berikut : “Silabus dan RPP dibuat diawal tahun ajaran, bentuknya ada yang soft copy dan ada yang hard copy. Jadi guru tinggal mengisinya sesuai kebutuhan dari masing-masing mapel. Untuk bidang kurikulum ada dua yaitu pengembangan kurikulum dan ISO. Mengenai silabus dan lain-lain diurusi Waka kurikulum”. Keterangan ini juga diperkuat oleh Keterangan Drs. Sari, M.Pd.( waka urusan kurikulum) Jumat, 30/9/ 2011,dalam wawancara sebagai berikut : “Sekolah telah menyediakan format silabus sehingga guru tinggal mengisi poin-poin sesuai dengan mata pelajarannya. Format ini disediakan sekolah setiap awal semester, namun begitu ada juga guru yang menyusun silabus lengkap untuk satu tahun pelajaran.” Guru sejarah S.W. Dini Astari, S.Pd., M.Pd dalam keterangannya memperkuat keterangan dari kepala sekolah dan waka kurikulum. Dalam wawancara, Jumat, 30/9/2011, menjelaskan bahwa “Sekolah telah menyediakan format silabus sehingga guru tinggal mengisi poin-poin sesuai dengan mata pelajaran”. Keterangan di atas juga diperkuat dengan adanya dokumen mengajar to useryang dilakukan terhadap dokumen yang dibuat oleh guru, sertacommit pengamatan
perpustakaan.uns.ac.id
51 digilib.uns.ac.id
mengajar yang disimpan oleh waka urusan kurikulum SMAN 1 Blora, hal tersebut menunjukkan bahwa silabus benar-benar telah dibuat dan dikembangkan oleh guru. Pengembangan silabus selanjutnya diserahkan kepada masing-masing guru. Seperti dituturkan oleh S.W. Dini Astari, S.Pd., M.Pd ( guru sejarah) Jumat, 30/9/2011,dalam wawancara sebagai berikut : “Tentunya guru diberi keleluasaan untuk mengembangkan silabus sendiri, sesuai dengan karakteristik dari mata pelajarannya dan kondisi serta sesuai situasi yang ada.” Pernyataan S.W. Dini juga diperkuat oleh Drs. Sari M.Pd (waka kurikulum) Jumat, 30/9/2011, sebagai berikut: “Tentunya guru diberi keleluasaan untuk mengembangkan silabus sendiri”. Pernyataan diatas diperkuat dengan dokumen mengajar yang dikumpulkan pada waka urusan kurikulum. Berdasarkan pengamatan pada dokumen tersebut maka silabus memang dibuat dan dikembangkan oleh masing-masing guru sesuai dengan karakteristik mata pelajarannya. Termasuk di sini adalah silabus yang dikembangkan oleh guru sejarah SMAN 1 Blora. Silabus yang terdiri dari kompetensi dasar, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian (teknik, bentuk instrumen, contoh instrumen), alokasi waktu. Sumber belajar, dan pendidikan karakter. Dalam penyusunan silabus ini mengenai penilaian mestinya diperjelas atau bisa lebih rinci seperti teknik penilaian tes lisan commit to user atau tertulis, bentuk instrumen penilaian yang berupa daftar pertanyaan, dan
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
contoh instrumen penilaian yang berupa butir soal. Format silabus dari MGMP belum dirubah oleh guru, sehingga mengenai penilaian perlu beberapa unsur tambahan. Pendidikan karakter dalam silabus didasarkan pada Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang harus digunakan dalam mengembangkan upaya pendidikan di Indonesia. Pasal 3 UU Sisdiknas menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Tujuan pendidikan nasional itu merupakan rumusan mengenai kualitas manusia Indonesia yang harus dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan. Oleh karena itu, rumusan tujuan pendidikan nasional menjadi dasar dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa (Said Hamid Hasan,2010: 2). Pendidikan merupakan upaya terencana dalam mengembangkan potensi peserta didik, sehingga mereka memiliki sistem berpikir, nilai, moral, dan keyakinan yang diwariskan masyarakatnya dan mengembangkan warisan tersebut ke arah yang sesuai untuk kehidupan masa kini dan masa mendatang. commit to user
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak (Said Hamid Hasan, 2010: 3). Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain. Interaksi seseorang dengan orang lain menumbuhkan karakter masyarakat dan karakter bangsa. Oleh karena itu, pengembangan karakter bangsa hanya dapat dilakukan melalui pengembangan karakter individu seseorang. Akan tetapi, karena manusia hidup dalam ligkungan sosial dan budaya tertentu, maka pengembangan karakter individu seseorang hanya dapat dilakukan dalam lingkungan sosial dan budaya yang berangkutan. Artinya, pengembangan budaya dan karakter bangsa hanya dapat dilakukan dalam suatu proses pendidikan yang tidak melepaskan peserta didik dari lingkungan sosial,budaya masyarakat, dan budaya bangsa. Jadi karakter bangsa dapat dimaknai sebagai pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa pada diri peserta didik sehingga mereka memiliki nilai dan karakter sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan warganegara yang religius, nasionalis, produktif dan kreatif .
commit to user
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Fungsi pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah: 1. Pengembangan: pengembangan potensi peserta didik untuk menjadi pribadi berperilaku baik; ini bagi peserta didik yang telah memiliki sikap dan perilaku yang mencerminkan budaya dan karakter bangsa; 2. Perbaikan: memperkuat kiprah pendidikan nasional untuk bertanggung jawab dalam pengembangan potensi peserta didik yang lebih bermartabat; dan 3. Penyaring: untuk menyaring budaya bangsa sendiri dan budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang bermartabat. Saminisme yang berisi nilai kejujuran, tolong menolong, kerja keras dan nilai-nilai moral sangat baik sebagai materi sejarah lokal guna membentuk karakter peserta didik sehingga menjadi bangsa seperti yang diharapkan oleh pemerintah seperti yang tertulis dalam tujuan pendidikan nasional. Pengembangan silabus oleh guru sejarah SMAN 1 Blora sudah mengintegrasikan sejarah lokal Saminisme dalam pembelajaran, hal ini terlihat pada kolom kegiatan pembelajaran dan kolom indikator penilaian. Pada materi pembelajaran guru secara jelas memasukan ajaran Samin Surosentiko sebagai materi ajar bagi peserta didik. Selain itu untuk lebih memperdalam materi pembelajaran guru memberikan tugas mandiri tidak terstruktur pada materi mengenai peristiwa, peninggalan sejarah, dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
55 digilib.uns.ac.id
monumen peringatan peristiwa bersejarah yang ada di sekitarnya (lihat lampiran 5 dan 6). Kompetensi dasar dalam silabus di kelas X semester 1 ada tiga, untuk materi sejarah lokal dapat dimasukkan kedalam dua kompetensi dasar yaitu kompetensi dasar (KD) menjelaskan pengertian dan ruang lingkup ilmu sejarah dan kompetensi dasar (KD) mendeskripsikan tradisi sejarah dalam masyarakat Indonesia masa pra-aksara dan masa aksara. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 6 Materi pelajaran sejarah kelas X semester 1 Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Memahami Prinsip 1.1. Menjelaskan pengertian dan ruang lingkup dasar ilmu sejarah ilmu sejarah. · Pengertian sejarah. · Manfaat sejarah. · Pengertian sumber, bukti, dan fakta sejarah. · Peristiwa, peninggalan sejarah, dan monumen peringatan peristiwa bersejarah yang ada di sekitarnya. · Periodisasi dan kronologi sejarah Indonesia. 1.2. Mendeskripsikan tradisi sejarah dalam masyarakat Indonesia masa pra-aksara dan masa aksara. Tradisi sejarah pada masyarakat pra-aksara. Uraian Materi: · Jejak sejarah di dalam sejarah lisan (foklor, mitologi, dongeng, dan, legenda), dari berbagai daerah di Indonesia. · Nilai, norma, dan tradisi yang diwariskan di dalam sejarah lisan Indonesia. · Tradisi sejarah masyarakat pada masa aksara. 1.3.Menggunakan prinsip-prinsip dasar penelitian sejarah. commit to user
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sesuai dengan kajian penelitian ini maka materi sejarah lokal SMAN 1 Blora diisi dengan ajaran Samin Surosentiko yang lebih dikenal dengan Saminisme, yang dimasukan dalam (i) Kompetensi dasar (KD) pengertian dan ruang lingkup ilmu sejarah yaitu peristiwa, peninggalan sejarah, dan monumen peringatan peristiwa bersejarah yang ada di sekitarnya, dan (ii) Kompetensi dasar (KD) mendeskripsikan tradisi sejarah dalam masyarakat Indonesia masa pra-aksara dan masa aksara, yang meliputi: jejak sejarah di dalam sejarah lisan (foklor, mitologi, dongeng, dan, legenda) dari berbagai daerah di Indonesia; nilai, norma, dan tradisi yang diwariskan di dalam sejarah lisan
Indonesia; tradisi sejarah masyarakat pada masa aksara.
Tradisi sejarah pada masyarakat pra-aksara salah satu tradisi lisan yang diharapkan dapat meningkatkan kompetensi dasar peserta didik adalah, foklor, mitologi, dongeng, dan, legenda yang ada didalam masyarakat Samin. Budaya masyarakat Samin seperti foklor atau legenda memang terjadi pada jaman aksara tetapi mereka mewariskannya secara lisan (oral tradition) dan turun temurun. Sehingga tradisi pewarisan yang seperti ini termasuk dalam tradisi sejarah jaman pra-aksara. b. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Sejarah Lokal Materi atau bahan pelajaran merupakan seperangkat pengetahuan ilmiah yang dijabarkan dalam kurikulum untuk disampaikan kepada peserta didik atau dibahas dalam proses belajar mengajar seperti yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Dalam proses belajar mengajar diperlukan commit to user
57 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
rencana pelaksanaan pembelajaran agar tidak melenceng atau keluar dari materi seperti yang telah digariskan dalam silabus. Penyusunan RPP sejarah lokal merupakan kebutuhan pokok sebelum pelaksanaan pembelajaran. Banyak sumber bahan pelajaran yang dapat digunakan, akan tetapi bahan yang harus disampaikan harus bersifat paedagogis. Oleh karena itu, guru harus pandai menyeleksi bahan mana yang sesuai dan mana yang tidak, dalam arti ada relevansinya dengan tujuan pembelajaran. Pada hakekatnya rencana pelaksanaan pembelajaran
merupakan
perencanaan jangka pendek untuk memperkirakan atau memproyeksikan apa yang akan dilakukan oleh guru dalam pembelajaran. Seperti pernyataan dari S.W. Dini Astari, S.Pd., M.Pd (guru sejarah) wawancara, Jumat, 30/9/2011, sebagai berikut: Penyusunan RPP didahuilui dengan identifikasi, yang meliputi: mata pelajaran, kelas, semester, dan tahun pelajaran, dengan mengetahui mata pelajaran yang akan di uraikan dalam RPP maka dapat dirinci dalam RPP yang sesuai, kejelasan mata pelajaran, kelas, semester dan tahun pelajaran tersebut dapat membantu guru dalam membuat RPP secara rinci, dan sesuai dengan tujuan kurikulum. Dengan demikian RPP merupakan upaya untuk merancang tindakan yang
akan
dikembangkan
dilakukan untuk
dalam
kegiatan
pembelajaran.
mengkoordinasikan
RPP
perlu
komponen-komponen
pembelajaran, yaitu satandar kompetensi (SK),kompetensi dasar (KD), indikator hasil belajar, materi pokok, sasaran hasil belajar/tujuan pembelajaran,
sumber
belajar/alat,
kegiatan
pembelajaran,
metode
pembelajaran, dan penilaian. RPP akan bermuara pada pelaksanaan to user pembelajaran (lihat lampirancommit 3).
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Atas dasar wawancara dengan kepala sekolah serta melihat RPP yang dibuat
oleh
guru,
memberi
keyakinan
kepada
peneliti
untuk
mengkomunikasikan hasil wawancara tersebut melalui pendeskripsian cara penyusunan RPP sejarah. Seperti yang disampaikan oleh Drs. Teguh Sutrisno, M.Pd. (kepala sekolah) Senin, 10/10/2011, sebagai berikut: “RPP harus dimiliki guru untuk keperluan dalam pembelajaran dan akreditasi, serta jika ada supervisi dari pengawas, sehingga guru wajib mengumpulkan RPP yang setiap saat dapat digunakan pada saat pengawas datang ke sekolah dan sekolah dapat menunjukkan bukti dokumen tersebut”.
Ketika peneliti mengkonfirmasi pada guru sejarah Tri Rahayu, S.Pd. menguatkan keterangan dari kepala sekolah. Wawancara, Selasa, 4/10/2011, memaparkan tentang pembuatan perangkat KBM sebagai berikut “ sudah, membuat tapi belum selesai”. Pembuatan silabus dan RPP oleh guru sangat penting dalam pembelajaran. Hal ini dilakukan untuk mengetahui perspektif penyusunan rencana pembelajaran sejarah, khususnya materi sejarah lokal di SMAN 1 Blora. RPP pada dasarnya merupakan pedoman bagi guru pada saat mengajar, dilakukan dengan langkah membagi jam pelajaran dalam program semester, mencocokkan dengan silabus, dan mencari metode yang tepat untuk pembelajaran. Dengan telah diketahuinya standar kompetensi dan kompetensi dasar, maka langkah selanjutnya dalam menyusun rencana pembelajaran sejarah commit to user lokal adalah dengan menetapkan tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran
59 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ditentukan setelah ditentukan standar kompetensi dan kompetensi dasar, serta indikator, dan materi pembelajaran. Tujuan pembelajaran berisikan target yang akan dicapai dalam proses pembelajaran, dalam satu atau beberapa kali tatap muka. Perencanaan lainnya selain pengembangan silabus ke dalam RPP adalah perencanaan kegiatan pembelajaran. Rencana kegiatan pembelajaran dibuat dalam bentuk langkah-langkah yang akan dilakukan oleh guru dalam proses pembelajaran dengan Kegiatan
pembelajaran
penentuan rencana kegiatan pembelajaran.
meliputi
kegiatan
awal,
kegiatan
inti
(eksplorasi,elaborasi, dan korfirmasi), penutup. Pada kompetensi dasar (KD) menjelaskan pengertian dan ruang lingkup ilmu sejarah dan materi peristiwa peninggalan sejarah dan monumen peringatan peristiwa bersejarah yang ada disekitar peserta didik, materi sejarah lokal Saminisme dimasukan oleh guru sejarah sebagai materi pembelajaran. Pada indikator seperti yang dibuat oleh guru dalam RPP disebutkan (1) Mendiskripsikan peristiwa pemberontakan Samin Surosentiko dan (2) Mendiskripsikan ajaran-ajaran Samin Surosentiko. Tujuan pembelajaran atau sasaran hasil belajar adalah siswa dapat meningkatkan dan mengembangkan pemahamannya tentang peristiwa peninggalan sejarah dan monumen peringatan peristiwa bersejarah yang ada disekitarnya. Dengan kata lain peserta didik agar dapat mengembangkan commit to user
60 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pengetahuan dan pemahamannya tentang ajaran dan pergerakan Samin Surosentiko. Dari hasil wawancara maupun dokumentasi dapat disimpulkan bahwa RPP sejarah dengan materi sejarah lokal yang disusun oleh guru di SMAN 1 Blora telah dilengkapi dengan rencana kegiatan pembelajaran dalam bentuk langkah-langkah pembelajaran yang berisikan pendahuluan atau kegiatan awal, kegiatan inti, dan penutup. Langkah selanjutnya yang dilakukan oleh guru dalam menyusun RPP sejarah lokal dengan materi pembelajaran Saminisme adalah menentukan metode dan teknik pembelajaran, dalam penyampaian materi pembelajaran menggunakan metode diskusi, sedangkan untuk memperdalam materi juga menggunakan metode penugasan. Dalam hal ini peserta didik dapat aktif dalam pembelajaran (student center). Sedangkan teknik penyampaian materi pembelajarannya oleh guru menggunakan power point. Berdasarkan
uraian
diatas
dapat
diartikan
bahwa
dalam
merencanakan pembelajaran sejarah lokal dengan materi Saminisme guru telah merencanakan dengan baik, sehingga guru telah menyusun bahan pembelajaran sendiri sesuai dengan inisiatif guru. 2. Pembelajaran Sejarah Lokal di SMAN 1 Blora. Salah satu tradisi yang masih berkembang di Kabupaten Blora adalah tradisi lisan masyarakat Samin. Legenda dianggap sebagai sesuatu yang sakral bagi masyarakat Samin karena penyebarannya dari mulut ke mulut dan berupa ajaran-ajaran atau panutan hidup masyarakat Samin. Tradisi lisan masyarakat commit to user
61 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Samin dijadikan sebagai materi pembelajaran Sejarah Lokal dengan tujuan agar peserta didik lebih mengenali dan memahami tentang Saminisme. Pembelajaran sejarah lokal Saminisme telah dilaksanakan pada kelas X semester 1 SMAN 1 Blora oleh dua orang guru sejarah (observasi, Jumat, 4/11/2011, lihat lampiran 2). Dalam pembelajaran sejarah lokal Saminisme MGMP ikut berperan. Mengingat selama ini pemerintah Kabupaten Blora belum mengeluarkan peraturan daerah tentang Saminisme untuk dijadikan materi sejarah lokal pada sekolah-sekolah. Berikut hasil wawancara dengan S.W. Dini Astari, S.Pd., M.Pd Jumat, 30/9/2011 sebagai berikut: “lho…pak, kan sudah disepakati di MGMP, bahwa Samin menjadi materi sejarah lokal”. Memang dasar pelaksanaannya masih lemah secara hukum karena baru berupa kesepakatan guru-guru sejarah di forum MGMP. Dalam hal ini dari MGMP pun mempunyai kontribusi sebagai bentuk tanggung jawab dari kesepakatan tadi yaitu bersama-sama membuat silabus sedangkan untuk RPP nya dibuat oleh guru masing-masing. Seperti yang disampaikan oleh S.W. Dini Astari, S.Pd., M.Pd (guru sejarah) dalam wawancara dengan peneliti, Jumat, 30/9/ 2011 sebagai berikut: “Sudah…, sebab tentang sejarah lokal dari MGMP sudah membuat silabus yang dapat membantu guru dalam mengajar sejarah lokal”. Atas pernyataan dari S.W. Dini Astari kemudian peneliti melakukan pengecekan terhadap dokumen silabus yang disimpan oleh waka kurikulum. Ternyata benar bahwa MGMP telah membuat silabus dan peneliti melihat ada commit to user
62 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kolom tanda tangan dari ketua MGMP selain guru mata pelajaran dan kepala sekolah dibagian bawah silabus (lihat lampiran 6). Masyarakat Samin adalah pendukung dari ajaran Samin Surosentiko (Saminisme). Samin Surosentiko dikenal sebagai petani biasa, sesepuh (orang yang dituakan),dan memimpin melawan penjajah Belanda di Kabupaten Blora (Hakim,1998: 64). Sekitar tahun 1880 Samin Surosentiko mulai menyebarkan ajarannya kepada orang-orang sedesanya. Ia melakukan banyak semedi, memperoleh kitab suci sebagai petunjuk dan baru kemudian menyampaikan wahyu kepada orang banyak (Widianto, 1983: 60). Ajarannya mendapat tanggapan baik dan segera memikat orang banyak dari desa-desa sekitarnya. Ajaran
Samin
juga diartikan
sami-sami
amin
atau
sama-sama.
Menganggap semua seperti saudara (sedulur) sehingga harus saling tolong menolong. Mereka juga mengganggap bumi ini milik bersama dan harus dimanfaatkan bersama-sama pula demi kesejahteraan bersama. Masyarakat Samin mempunyai ungkapan yang mencerminkan semangat kebersamaan yaitu “sama rata sama rasa” yang meliputi: lemah podho duwe, banyu podho duwe, kayu podho duwe yang artinya tanah, air, hutan milik bersama. Masyarakat Samin juga mempunyai etika yang dilaksanakan secara ketat sekali dimana para pengikutnya dilarang keras mencuri, berbohong, berzina. Mereka dianjurkan untuk bekerja dengan rajin, sabar, jujur, dan murah hati. Merekapun harus hidup rukun dan damai. Oleh sebab itu masyarakat Samin berhasil mempertahankan diri sekian lama dalam kehidupan masyarakat yang mengalami pengaruh perubahan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
63 digilib.uns.ac.id
Pada tahun 1905 (Sadi Hutomo, 1996: 15) masyarakat Samin mulai tidak mau membayar pajak, serta menolak mengandangkan sapi dirumah. Sikap yang demikian ini sangat menjengkelkan pamong desa. Sikap ini dipelopori oleh Samin Surosentiko karena orang Belanda tidak layak memimpin atau memerintah rakyat pribumi.Gerakan ini nantinya dianggap membahayakan pemerintah kolonial, oleh para pengikutnya Samin Surosentiko pada 8 Nopember 1908 diangkat menjadi Raja, bergelar Prabu Panembahan Suryongalam (cahaya alam semesta) dan mengangkat Kamitowo Bapangan sebagai Patih, bergelar Suryadilaga (cahaya di medan laga) sehingga tidak lama kemudian ditangkap oleh Pemerintah Kolonial Belanda dan dihukum buang di Sawahlunto Sumatra Barat sampai meninggal tahun 1914. Ajaran samin Surosentiko ditulis dalam beberapa kitab yaitu Anggerangger Pangucap adalah hukum atau kaidah berbicara, Serat Punjer Kawitan yang berisi silsilah raja-raja di Jawa. Saminisme bukanlah agama, juga bukan sebuah aliran kepercayaan. Samin itu lelakon (tingkah laku). Ajarannya berupa pitutur (nasehat) yang digunakan untuk menentramkan hati, mengingatkan orang agar mempunyai budi pekerti yang baik dan tidak sombong. Hanya saja ajaran-ajaran ini tidak dikembangkan secara tertulis. Tradisi lisan masyarakat Samin antara lain: 1. Cerita rakyat yang berupa legenda Yaitu legenda tentang Raden Kohar atau Kyai Samin Surosentiko dan Pangeran Kadilangu. Raden Kohar adalah putra Raden Surowidjojo dan cucu dari Reden Mas Adipati Brotodiningrat. Raden Kohar memiliki lima commit to user
64 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
saudara, semua laki-laki ibarat pewayangan pandhawa lima. Raden Kohar yang tidak lain
adalah Samin Surosentiko sering bersemedi untuk
mendapatkan wangsit atau wahyu dalam pertapaannya.
Wangsit yang
diterima agar segera mencari buku yang masih terpendam disuatu tempat di dekat pertapannya. Setelah Samin Surosentiko menemukan buku tabiatnya berubah, kemanapun ia pergi selalu membawa buku tersebut. Buku tersebut diberi nama kitab Kalimasadha yang berisi panguripaning manungsa kang sampurna “kehidupan manusia yang sempurna” dan panguripaning manungsa kang ora sampurna “kehidupan manusia yang tidak semurna”. Samin Surosentiko memiliki musuh yaitu Belanda. Berbagai upaya dilakukan oleh Belanda untuk menyingkirkan Samin Surosentiko. Upaya pertama yaitu dengan cara mengikat diatas bara api (dipanggang) sehingga api itu membakar seluruh tubuhnya, tetapi upaya itu gagal karena tubuh Samin Surosentiko masih utuh. Upaya kedua dengan cara mengikat dan membuangnya kelaut. Upaya inipun gagal karena ketika orang-orang yang membuang pulang sampai di perkampungan, Samin Surosentiko juga sudah berada di tengah-tengah rakyatnya. Upaya ketiga dengan cara ditembak, ternyata juga tidak mempan. Akhirnya Belanda membawa Samin Surosentiko keluar daerah (diselong) yaitu di Sawahlunto Sumatra Barat. Samin Surosentiko tidak mati tetapi musno bersama raganya. Ahli waris dan pengikut Samin Surosentiko bercaya jika menemui kesulitan akan ditemui olehnya dan mereka akan mendapat kemudahan. commit to user
65 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Legenda Pangeran Kadhilangu. Ia seorang pangeran yang dimanja. Ia suka merampas, mencuri, merampok rakyatnya, bahkan ia selalu berbuat adigang adigung adiguno (berbuat sewenang-wenang) terhadap rakyat. Akhirnya ia bosan dengan kehidupan istana dan mengembara yang akhirnya sampai di Desa Tanduran, Kecamatan Kedungtuban. Pangeran Kadhilangu bertemu dengan putri Samin Surosentiko yang akhirnya menjadi pengikut dan menantu Samin Surosentiko. Setelah bertapa kemudian berganti nama Suro Kidin, nama yang lebih merakyat. Cerita Raden Kohar dan pangeran Kadhilangu ini masih sangat dikenal oleh masyarakat Samin. 2. Peribahasa atau Ungkapan Tradisional Salah satu perlawanan Samin terhadap Belanda adalah menggunakan bahasa Jawa ngoko yang kasar dan sering disertai sanepa atau perumpamaan. Ajaran-ajaran masyarakat Samin lebih dikenal sebagai petuah yang arif dan bijaksana. Ungkapan tersebut sebagai berikut: 2.1 Peribahasa yang Tergolong Dalam Ajaran yang Masih Dilaksanakan oleh Masyarakat Samin. 1. Ajaran tentang larangan mengumbar hawa nafsu. Peribahasa atau ungkapan tradisional diungkapkan sebagai berikut: Wong urip kuwi intine siji aja ngumbar napsu aja kaya wong nulis tanpa mangsi, wong maca tanpa papan. (Orang hidup itu intinya hanya satu jangan mengumbar hawa nafsu, jangan seperti orang menulis tanpa tinta, orang membaca tanpa papan). commit to user
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Ajaran tentang cara memberikan pendidikan kepada pengikutnya agar tidak berbuat jahat. Ajaran tentang larangan berbuat jahat diungkapkan sebagai berikut: Mbah-mbahku biyen kuwi nek ngajari dadi wong kuwi aja drengki, srei, dahwen kemeren, tukar padu, bedhok colong, begal kecu aja dilakoni apa maneh kuthil jupuk, nemu wae emoh. (Orang-orang dulu kalau mengajari jadi orang jangan berbuat jahat, iri hati, dengki, bertengkar mulut, mencuri, merampok dan menjambret jangan dijalankan, menemukan barang dijalan yang bukan miliknya saja tidak mau). 3. Ajaran tentang cara terbebas dari hukum karma. Ajaran tentang cara terbebas dari hukum karma tersirat dalam ungkapan sebagai berikut: Nglakoni sabar trokal, sabare dieling-eling, trokale dilakoni. (Melaksanakan hidup sabar tawakal, sabarnya selalu diingat, tawakalnya dijalankan). 4. Ajaran tentang larangan menyakiti orang lain. Larangan menyakiti orang lain tersirat dalam ungkapan sebagai berikut: Yen dijiwit lara, ya aja njiwit wong, aja mbedakna marang sepadha, wong nyileh kudhu mbalekna, wong kang utang kudhu nyaur. (Kalau dicubit sakit, ya jangan mencubit orang lain, jangan commit to user
67 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
membedakan sesama manusia, yang pinjam wajib mengembalikan, orang berhutang harus membayar). 5. Ajaran tentang panutan hidup. Ajaran yang memberikan kehormatan dan kepatuhan anak terhadap orang tua tersirat dalam ungkapan: Sak dhuwur-dhuwure gunung isih dhuwur wong tuwa, sak manjurmanjure pandhita, isih manjur wong tuwa. (Setinggi-tingginya gunung masih tinggi orang tua, sehebat-hebatnya pendheta masih hebat orang tua). 6. Ajaran tentang memegang teguh ucapan. Ajaran yang diberikan kepada anak-anak masyarakat Samin tentang keharusan memegang teguh ucapan tersirat dalam ungkapan sebagai berikut: Gunem sakkecap ampun wola-wali duwe langgar dhewe, ngadheg padha dhuwur, lungguh padha endhek. (Ucapan sekata jangan dibolak-balik, punya larangan sendiri, berdiri sama tinggi duduk sama rendah). Pangucap saka lima bundhelane ana pitu lan pangucap saka sanga bundhelane ana pitu. (Ucapan dari lima bertemu dengan tujuh dan ucapan dari Sembilan bertemu dengan tujuh). Melua ombaking segara, enten kawula, enten bendara, enten desa. (Ikutilah ombaknya lautan, ada rakyat, ada penguasa, ada desa). commit to user
68 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Bahwa dalam pemerintahan ikutilah peraturan yang berlaku, karena dalam tatanan kehidupan selalu ada rakyat, penguasa, dan desa yang masing-masing mempunyai hak dan kewajiban. Pada waktu dijajah Belanda mereka tidak mau membayar pajak dan melanggar aturan pemerintah, karena selalu dijajah. Tetapi sekarang mereka membayar pajak tepat waktu, gotong royong datang terlebih dahulu dari pada masyarakat yang bukan Samin. Sukma ngawula raga, raga ngawula suara.(Jiwa tercermin dalam raga, raga tercermin dalam suara). Ungkapan diatas mengandung makna bahwa jika pembicaraan baik maka raganya baik, dan jika raganya baik maka hatinya baik pula. 2.2 Peribahasa yang Tergolong dalam Perilaku masyarakat Samin 1. Tabiat hidup. Manusia dalam hidup yang penting bukan lahirnya, bukan kata-katanya, tetapi isi hati dan perbuatan yang nyata. Mereka yakin akan hukum karma, seperti ungkapan berikut: Wong nandur bakal panen, nandhur pari, thukul pari, ngundhuh pari,nandhur rawe, thukul rawe, ngundhuh rawe, Ora bakal nandur pari thukul jagung ngundhuh rawe.(Siapa menanam bakal memetik, menanam padi, tumbuh padi, menuai padi, menanam rawe, tumbuh rawe, memetik rawe, tidak mungkin menanam padi tumbuh jagung memetik rawe). commit to user
69 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Becik ketitik ala ketara, sapa goroh bakal gronoh, sapa salah bakal seleh.(Siapa yang baik akan kelihatan, siapa berdusta akan nista, siapa yang bersalah akan kalah). Jadi perbuatan baik dan buruk akan selaras. Dalam hal mempertahankan bumi kelahiran diungkapkan sebagai berikut: Sadhumuk bathuk sanyari bumi ditohi pati. (Secuil pikiran seluas bumi dipertaruhkan nyawa). 2. Kejujuran Dalam masalah kejujuran bagi sesamanya, masyarakat Samin memberikan ungkapan dalam bentuk peribahasa sebagai berikut: Puteh-puteh, abang-abang, (Putih-putih,merah-merah). Maknanya jika benar dikatakan benar,dan jika salah dikatakan salah, mereka pantang berbohong. Tentang ajaran-ajaran yang mereka jalankan kalau ada yang bertanya mereka akan menjawab sebatas pertanyaannya, mereka tidak akan cerita sebelum ada yang bertanya. Sing ana ning ati, ya iku sing bakal metu sangka cangkem. (Apa yang ada di hati, itu yang akan keluar dari mulut). 2.3 Peribahasa yang Tergolong dalam Pandangan Hidup Masyarakat Samin Tentang Hak Milik Pandangan masyarakat Samin mengenai “sawah” tidaklah sama dengan masyarakat yang bukan Samin. Sawah menurut mereka adalah commit to user
70 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
alat reproduksi wanita. Hal ini diungkapkan dalam kalimat sebagai berikut: Sawah niku nggih gadhahane kulo niki, sawah kulo nggih sing gadhah bojone kulo wong sing nanduri bojone kulo, thukule nggih niku larelare, wujude loro lanang karo wedok. (Yang dikatakan sawah itu ya milik saya ini, yang punya ya suami saya, yang menanami juga suami saya, hasilnya ya anak laki-laki dan perempuan). Titi Mumfangati (2004: 4) menyebutkan tanah bagi masyarakat Samin sebagai barang yang sangat berharga: Tanah niku nggih kados bumi niki, prasasat ibune kulo piyambak, Artinipun nggih dipun enciki, digarap saged ngaselake lan diajeni, Amargi maringi sandhangan kalawan pangan. (Tanah itu adalah bumi ini, diibaratkan sebagai ibu saya sendiri,Maksudnya digunakan untuk berpijak, dikerjakan bisa menghasilkan, Dan dihormati karena bisa memberikan sandhang dan pangan). 2.4 Peribahasa yang Tergolong dalam Pandangan masyarakat Samin Tentang Pekerjaan Sesuai dengan ajaran dari Samin Surosentiko, masyarakat Samin suka bekerja keras. Bagi Mereka pekerjaan yang sangat cocok adalah bertani. Tiyang pingin urip, gesang, kedah tata nggrantoh, gebyah macul. (Orang ingin hidup harus bekerja keras, dengan mencangkul). commit to user
71 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2.5 Peribahasa yang Tergolong dalam Adat yang Masih Dilaksanakan oleh Masyarakat Samin 1. Perkawinan Perkawinan merupakan sarana untuk membangun keluarga dengan keluhuran budi untuk mendapatkan anak yang utama harus berdasarkan kejujuran. Hal terungkap dalam peribahasanya: Kukuh dhemen janji. (Kokoh memegang janji). Isteri hanya satu untuk selamanya. 2.
Agama atau kepercayaan Masyarakat Samin Menganut Agama Adam. Agama itu gaman, Adam pangucape. Pengertian gaman menurut mereka adalah sikep rabi. Ing sajroning agama ana rasa, rasa sejatine rasa, rasa sejatine wujud banyu. (Di dalam agama itu ada rasa, rasa sejatinya rasa, rasa wujudnya air).
3.
Orang meninggal Orang meninggal diistilahkan sebagai salin sandhangan. Salin sandhangan sukma ninggal raga, asale wong mbalik wong, lahir mamalih, turun maturun, bayi udha nangis nger niku sukma ketemu raga. (Ganti baju, jiwa meninggalkan raga, mulanya manusia, terlahir lagi menjadi turun temurun, bayi telanjang menangis itu menandakan jiwanya ketemu raga). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
72 digilib.uns.ac.id
3. Nyanyian rakyat Biasanya dilagukan dalam bentuk pangkur dan pucung. Berikut tembang pangkur: Saha malih dadya garan Anggegulang gulunganing pembudi Palakrama nguwoh mangun Memangun traping widya Kasampar kasandhung dugi prayogantu Ambudya atmaja tama Mugi-mugi dadi kanthi “Ada lagi yang menjadi pegangan Yaitu melatih diri pribadi Melatih diri pribadi berbuat kebajikan Membangun rumah tangga Mengetrapkan pengetahuan yang benar Walaupun tersepak kesana kemari Sampai mendapatkan anak utama yang diinginkan Semga menjadi kenyataan” Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan telah memberi peluang bagi guru dan sekolah untuk mengisi materi bahan ajar sesuai dengan kebutuhan sekolah atau daerah. Dari BNSP hanya menentukan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Dalam mata pelajaran sejarah kesempatan ini digunakan untuk memasukan ajaran Saminisme menjadi materi sejarah lokal dengan tujuan agar peserta didik commit to user
73 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bisa lebih mengenal peristiwa yang terjadi dilingkungan sekitarnya. Selain itu peserta didik juga bisa lebih akrap dengan lingkungannya. Ajaran Saminisme perlu dilestarikan, dipahami, dan menjadi suri tauladan bagi peserta didik. Peserta didik perlu contoh yang nyata dalam kehidupan sehari-hari dari kehidupan masyarakat yang ada dilingkungannya. Hasil observasi, Jumat, 4/11/2011 (lihat lampiran 2) di SMAN 1 Blora tentang pelaksanaan pembelajaran sejarah lokal menunjukkan adanya variasi dalam pelaksanaannya. Mereka menggunakan metode konstruktivisme, jadi peserta didik menjadi pusat pembelajaran (student center). Metode diskusi kelompok lebih sering digunakan sebagai metode pembelajaran. Masing-masing kelompok mendiskusikan materi tentang Saminisme dengan topik yang berbeda, antara lain ajaran Samin Surosentiko, bentuk-bentuk perjuangan Samin Surosentiko terhadap pemerintah Kolonial Belanda, sebab-sebab perlawanan Samin Surosentiko terhadap pemerintah Kolonial Belanda, dan tradisi lisan masyarakat Samin.Selain metode diskusi kelompok guru juga menggunakan metode tanya jawab dan penugasan. Seperti yang dinyatakan Rahman Nur Hakim. Wawancara, Jumat, 12/11/2011, sebagai berikut: “Ya…Samin dan foklor, selain itu mencari foklor dari budaya Blora”. Untuk pemanfaatan fasilitas internet dilakukan juga metode penugasan. Hal ini dilakukan oleh guru mengingat terbatasnya waktu dan banyaknya materi yang harus disampaikan sesuai dengan kompetensi dasar yang ada. Seperti yang dipaparkan oleh S.W. Dini Astari, S.Pd., M.Pd (guru sejarah) dalam wawancara Jumat, 30/9/2011:
commit to user
74 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
“Selain tentang Samin, biasanya saya beri tugas untuk mencari mengenai folklor, mithos, legenda, dongeng, dan upacara adat disekitar Blora. Seperti di Desa janjang. Karena dalam satu minggu hanya satu jam pelajaran maka anak-anak kami beri tugas untuk mengetahui lebih banyak tentang sejarah disekitarnya”. Karena di sekolah ada hot spot, maka guru memberi kesempatan pada peserta didik untuk membuka internet. Tugas-tugas tersebut kemudian dikumpulkan menjadi satu setiap kelasnya, dan kemudian di jilid. Dalam pembelajaran sejarah lokal Saminisme, guru menggunakan media, LCD, laptop, dan foto Samin Surosentiko yang ditayangkan melalui layar LCD pada disply di depan kelas. Dalam penyampaian materi menggunakan power point (lihat lampiran 1). Untuk mengetahui hasil dari kegiatan belajar mengajar (KBM) yang dilaksanakan, maka guru melakukan penilaian dengan cara tes tertulis diakhir pembelajaran. Hasil ulangan harian dari materi sejarah lokal menunjukkan 70% anak tuntas melebihi batas KKM. Kegiatan inti pembelajaran sejarah lokal secara umum, guru telah menyampaikan tujuan pembelajaran kepada peserta didik, sehingga terlihat peserta didik serius terhadap apa yang disampaikan oleh guru dalam pembelajaran. Penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar sejarah lokal sangat tampak. Selain menyampaikan materi sejarah lokal Saminisme, juga bentukbentuk folklor dan legenda, serta mithos yang ada dalam masyarakat Samin.
commit to user
75 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Dampak Penbelajaran Sejarah Lokal di SMAN 1 Blora Hasil pembelajaran dapat dilihat dari daftar nilai yang dimiliki guru sejarah pada ulangan harian. Penelusuran dokumen didapatkan data bahwa guru sejarah pada semester satu tahun pelajaran 2011/2012 baru melakukan ulangan harian sebanyak dua kali, satu kali tugas dan tes tengah semester. Batas nilai Kriteria Ketuntasan Belajar (KKM) untuk mata pelajaran sejarah kelas X adalah 76. Seperti yang disampaikan oleh S. W. Dini Astari. S.Pd., M.Pd (guru sejarah) wawancara, Jumat, 30/9/2011: “KKM 76 pak…”. Untuk ulangan harian yang pertama peserta yang tuntas KKM sebesar 46,67%. Sedangkan untuk ulangan harian kedua mencapai ketuntasan 70% dari peserta didik. Secara umum tingkat ketuntasan belajar peserta didik pada saat tes tengah semester adalah 60 % (lihat lampiran). Berbagai macam ulangan memang harus dilakukan oleh sekolah seperti yang dipaparkan oleh Drs. Sari, M.Pd Wawancara, Jumat, 30/9/2011, yaitu: “Selain ulangan harian, ulangan semester, dan ujian nasional, ulangan tengah semester merupakan kegiatan yang telah direncanakan oleh wakil kepala sekolah urusan kurikulum, ulangan tengah semester dilaksanakan secara serempak, dengan soal-soal yang telah dipersiapkan oleh guru yang dikoordinir oleh MGMP sekolah. Ulangan tengah semester atau mid dimaksudkan agar siswa dan guru sama-sama mempunyai gambaran tentang hasil pembelajaran yang dicapai, dan sebagai evaluasi pelaksanaan pembelajaran bagi guru dan evaluasi hasil pembelajaran bagi siswa”. Berdasarkan keterangan dari guru, nilai-nilai yang tercantum dalam daftar nilai merupakan nilai kogntif, sebab untuk mengadakan penilaian aspek afektif dan psikomotor masih kesulitan walaupun jumlah peserta didik hanya tiga puluh.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
76 digilib.uns.ac.id
Penelusuran dokumen pada daftar nilai yang dimiliki guru sejarah di SMAN 1 Blora menunjukkan bahwa analisis ulangan harian juga belum dilaksanakan dengan baik, pada hal analisis ulangan akan sangat berarti bagi guru untuk mengetahui tingkat kesulitan butir soal bagi peserta didik. Salah satu guru mengatakan kepada peneliti bahwa untuk melaksanakan penilaian pada ranah afektif dan psikomotor memang mengalami kesulitan karena indikator penilaiannya. Untuk nilai afektif indikator yang dinilai adalah kedisiplinan, kebersihan, kesehatan, sopan santun, kejujuran, dan pelaksanaan ibadah ritual. Cukup banyak indikator penilaiannya. Karena pada saat penentuan kenaikan atau kelulusan kepala sekolah selalu memerintahkan kepada guru untuk memberi nilai “baik” pada ranah tersebut, secara umum peserta didik “baik” atau “amat baik”. Dokumen soal-soal ulangan secara umum tidak didokumentasikan oleh guru, soal ulangan disesuaikan dengan apa yang tertulis dalam rencana pelaksanaan pembelajaran. Soal yang tertulis di RPP biasanya juga dipakai untuk soal pre-test dan juga pos-test. Hal seperti ini untuk memudahkan guru dalam melakukan evaluasi pembelajaran. Memang kepala sekolah melalui waka urusan kurikulum mewajibkan guru-guru memiliki perangkat pembelajaran dan harus dikumpulkan menjadi satu untuk keperluan akreditasi juga supervisi pengawas. Dampak pembelajaran sejarah
lokal yang dilaksanakan dengan
menerapkan manajemen pembelajaran sejarah sesuai dengan tujuan pembelajaran sejarah serta diampu oleh guru yang memiliki kompetensi ilmu sejarah akan menghasilkan peserta didik yang cerdas, dan berakhlak mulia. Sehingga pengetahuan sejarah peserta didik tidak berhenti dan terbelenggu oleh sekumpulan commit to user
77 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
data, fakta-fakta, dan nama tokoh. Tujuan pembelajaran sejarah bukan sekedar transfer of knowledge, tetapi juga transfer of value. Dalam pembelajaran sejarah lokal peserta didik tidak hanya sebagai pendengar dari gurunya tetapi juga diajak untuk memulai menulis sejarah lokal Blora melalui penugasan. Menurut Taufik Abdullah (1978:17) bahwa tiap pengerjaan ilmu harus dibimbing oleh suatu dorongan moral, suatu cita-cita, memang benar…Ia harus dibimbing oleh rasa cinta tanah air dan tanggung jawab intelektual. Ilmu tidaklah harus bermula dan berhenti pada dirinya. Ia bisa juga muncul berdasarkan sesuatu yang berada diluar dirinya. Dari
hasil wawancara
dengan
beberapa peserta didik tentang
pembelajaran sejarah lokal sebagian besar mereka senang, karena bisa lebih kenal dengan tokoh di lingkungan sendiri. Selain itu mereka bisa lebih tahu tentang ajaran Samin Surosentiko yang selama ini salah pemahamannya mengenai orang Samin. Berikut pernyataan dari Agnes Manik Sari Utami (peserta didik) wawancara, Jumat, 12/11/2011 menyatakan : “Yang menarik adalah Samin melawan pemerintah Kolonial Belanda tanpa kekerasan, kitab-kitabnya, kebudayaannya dan ajaran yang berbentuk lagu-lagu atau tembang”. Ungkapan yang senada juga disampaikan oleh Rahman Nur Hakim (peserta didik) wawancara, Jumat, 12/11/2011: “yang menarik adalah kesederhanaan, polos, jujur, dan cara perjuangannya”. Orang Samin dianggap orang yang tidak waras, edan, sehingga bila mereka dikatakan orang Samin akan tersinggung dan marah-marah. Anggapan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
78 digilib.uns.ac.id
publik yang ada dalam benaknya jika mendengar kata ‘Samin’, pencitraan yang dimunculkan sebagai sosok/komunitas serba negatif (Moh. Rosyid, 2010: vi). Setelah mendapatkan pembelajaran sejarah lokal tentang ajaran Samin Surosentiko, peserta didik dapat memahami tentang nilai-nilai yang terkandung di dalam ajaran Samin Surosentiko (Saminisme). Peserta didik menangkap tentang ajaran Samin yang utama yaitu “kejujuran”. Mereka juga tidak akan marah dan tersinggung jika dikatakan sebagai orang Samin. Dari penjelasan Rahman Nur Hakim (peserta didik) Jumat, 12/11/2011, ketika wawancara dengan peneliti mengatakan “tidak tersinggung” bahkan “bangga menjadi orang Samin”. Mereka bangga dengan ajaran Saminisme yang dijadikan sebagai materi sejarah lokal di sekolah. Hal ini berdasarkan hasil kuisioner yang mereka isi mencapai 97% memilih sangat setuju dan setuju, sedangkan 3% menjawab tidak tahu (lihat lampiran 4). Berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti terhadap perilaku peserta didik dalam kesehariannya pada umumnya baik dan sopan, hal ini dibuktikan dengan setiap bertemu dengan peneliti memberi senyum dan sapa, bisa dilihat pada absensi kehadiran peserta didik di kelas. Selama mengikuti pelajaran tidak ditemukan peserta didik yang pulang tanpa ijin atau membolos. Mereka berpakaian rapi. Ketika guru memasuki ruang kelas mereka sudah siap menerima pelajaran. Jika ada yang masih diluar bisaanya ada yang mengijinkan karena kegiatan sekolah. Peserta didik SMAN 1 Blora juga tidak pernah melakukan perkelahian antar pelajar, antar sekolah, atau kejadian lain yang mengarah pada tindakan kriminal. “Kantin kejujuran” yang diadakan oleh sekolah berjalan commit to user
79 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dengan baik, dan tidak pernah merugi, ini menandakan tingkat kejujuran peserta didik sudah tinggi. Semoga kejujuran yang merupakan ajaran Saminisme berdampak luas pada peserta didik dan masyarakat sekitarnya.
C. Pokok-pokok Temuan 1. Perencanaan Pembelajaran Sejarah Lokal di SMAN 1 Blora a. Silabus 1) Penyusunan
silabus didasarkan
atas
kurikulum
tingkat
satuan
pendidikaan yang disusun oleh Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) sejarah, dan dikembangkan oleh guru masing-masing mata pelajaran sesuai dengan karakteristiknya. 2) Silabus disusun oleh guru setiap awal semester dengan format yang telah disediakan pihak sekolah. 3) Silabus yang dikembangkan oleh guru telah mengintegrasikan sejarah lokal Saminisme ke dalam pembelajaran sejarah. 4) Dalam penyusunan silabus guru sejarah telah memasukan pendidikan karakter yang akan dicapai dalam pembelajaran. Unsur pendidikan karakter menjadi sangat penting karena dalam rangka membentuk karakter bangsa (nation character). Terkait dengan pembelajaran sejarah lokal, tujuan pembelajaran yang akan dicapai dapat dilihat dari unsur pendidikan karakter.
commit to user
80 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Sejarah lokal 1) Perencanaan pembelajaran sejarah dengan memasukkan sejarah lokal Saminisme di SMAN 1 Blora, merupakan kegiatan guru sejarah untuk mengembangkan kurikulum, dan silabus sejarah dikembangkan dalam bentuk rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). 2) RPP dibuat oleh masing-masing guru dengan tetap mengacu pada RPP yang dibuat dalam Musyawarah Kegiatan Guru Mata Pelajaran (MGMP) sejarah SMA Kabupaten Blora. 3) RPP yang disusun oleh guru masing-masing menunjukkan bahwa guru sejarah di SMAN 1 Blora telah memiliki kemampuan untuk mengembangkan perangkat kurikulum sekolah. 4) Sejarah
lokal Saminisme dimasukan
dalam
kompetensi dasar
menjelaskan pengertian dan ruang lingkup ilmu sejarah. Dan kompetensi dasar mendeskripsikan tradisi sejarah dalam masyarakat Indonesia masa pra-aksara dan masa aksara. 5) Bahan ajar tentang Saminisme dibuat oleh guru sendiri khususnya dalam bentuk presentasi power point. Guru juga mempunyai bahan ajar berbentuk video CD pembelajaran yang diperoleh dari MGMP. Sedangkan untuk memperdalam materi ajar bagi peserta didik dilakukan penugasan. 6) Guru telah merencanakan secara rinci mengenai rencana pelaksanaan pembelajaran dalam bantuk soft copy maupun hard copy tentang RPP. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
81 digilib.uns.ac.id
7) Pembuatan RPP yang telah dilakukan oleh guru belum memasukan alat penilaian dalam setiap pertemuan. Alat penilaian menjadi penting karena sebagai barometer berhasil tidaknya tujuan pembelajaran atas materi yang diberikan dalam pertemuan tersebut. 2. Pembelajaran Sejarah Lokal di SMAN 1 Blora Sejarah lokal merupakan sejarah dalam lingkup lokal. Lokal dalam pengertiannya yaitu ruang lingkup geografis atau tempat spatial yang terbatas, meliputi suatu lokalitas tertentu beserta kehidupan masyarakat. Lingkungan tersebut adalah suatu unit kesadaran historis, bukan hanya satu kecamatan, kabupaten, atau propinsi. Bisa saja sejarah lokal terjadi disuatu kawasan yang meliputi beberapa kecamatan atau kabupaten. Masing-masing pada dirinya dan pada bagiannya merupakan pusat terjadinya sejarah. Setiap daerah etnis kultural memiliki kesatuan historis serta konsep tentang kelampauan yang khas. Menurut Taufik Abdullah (1978:15) sejarah lokal hanyalah berarti sejarah dari suatu tempat, suatu locality, yang batasannya ditentukan oleh perjanjian yang diajukan penulis sejarah. Batasan geografisnya dapat suatu tempat tinggal suku bangsa, yang kini mungkin telah mencakup dua-tiga daerahadminsitratif tingkat dua atau tingkat satu (suku bangsa Jawa, umpamanya) dan dapat pula suatu kota, atau malahan suatu desa. Sejarah lokal dirumuskan sebagai kisah di kelampauan dari kelompok atau kelompok-kelompok masyarakat yang berada pada daerah geografis yang terbatas. Studi mengenai sejarah lokal sangat penting digalakkan sejak dini guna memperkaya kajian sejarah lokal yang mengarah pada adanya kesadaran sejarah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
82 digilib.uns.ac.id
lokal. Penulisan sejarah lokal (Taufik Abdullah, 1978:15) sebagai bahan pelengkap dari apa yang untuk mudahnya sebagai sejarah nasional. Untuk itu pembelajaran sejarah lokal di sekolah-sekolah hendaknya dipandang sebagai salah satu alternatif yang mungkin dapat dipilih dan diterapkan dengan membawa peserta didik pada apa yang sering disebut living history, yaitu sejarah dari lingkungan sekitar dirinya. Sejarah lokal menjadi alternatif dalam pembelajaran sejarah karena kemungkinan pengembangan wawasan sejarah. Hal ini diharapkan peserta didik bisa lebih bergairah dalam mengikuti pelajaran dan mendapatkan manfaat lebih besar dari proses pembelajarannya. Pendekatan ataupun metode pembelajaran sangat beragam dan masing-masing punya kelebihan sekaligus kelemahan, oleh karenanya pilihan suatu pendekatan pembelajaran akan sangat tergantung pada tujuan atau sasaran yang hendak dicapai. Sejarah lokal merupakan sarana untuk pembentukan jati diri bangsa melalui kesadaran sejarah dan kesadaran budaya, juga sebagai pendekatan seorang guru sejarah untuk mengenalkan kepada peserta didik tentang kearifan-kearifan lokal (local wisdom) yang ada di sekitar mereka. Pembelajaran seperti ini akan menjadikan peserta didik paham dengan sejarah diri atau lingkungannya, yang bisa menjadikan peserta didik menjadi peka dengan apa yang terjadi di sekitarnya. Dan sebagai alternatif para guru sejarah untuk menanamkan rasa memiliki terhadap sejarah sendiri, agar tidak diganggu oleh sejarah dari negara lain. Jika pembelajaran sejarah lokal tidak diajarkan pada generasi muda bangsa ini, dikhawatirkan sejarah lokal yang seharusnya turun-temurun dipahami generasi muda, sedikit demi sedikit akan hilang dari pengetahuan masyarakat. commit to user
83 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Temuan yang berkaitan dengan pembelajaran sejarah lokal di SMAN 1 Blora bahwa pembelajaran dilakukan dengan sistem guru tunggal, karena seperti yang disampaikan oleh waka urusan kurikulum bahwa Peraturan Menteri tentang pembelajaran dengan team teaching akan berakhir bulan Desember 2011. Hasil observasi sebagai berikut: a.
Kegiatan Pendahuluan 1) Guru mengkondisikan kelas kemudian mengucapkan salam, melakukan apersepsi dengan mengaitkan materi pembelajaran pada pertemuan sebelumnya. Pemberian apersepsi dan motivasi juga dilakukan guru dengan memberikan pertanyaan lisan kepada peserta didik berkaitan dengan tugas peserta didik tentang sejarah lokal Blora dan melakukan pendekatan secara individual dengan peserta didik. 2) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran sesuai dengan kompetensi dasar. 3) Guru selain memberikan apersepsi dan motivasi dengan cara-cara diatas juga menggunakan gambar Samin Surosentiko yang ditayangkan dalam power point agar pemberian apersepsi dan motivasi lebih efektif dan efisien.
b. Kegiatan Inti 1) Eksplorasi dilakukan guru dengan membimbing siswa untuk mencari informasi dan sumber tentang Saminisme. 2) Elaborasi, peserta didik mendiskripsikan tentang pengertian Saminisme dan mendiskusikan tentang ajaran-ajaran Samin Surosentiko, sebabcommit to user
84 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sebab perlawanan Samin Surosentiko, dan bentuk-bentuk perlawanan Samin Surosentiko terhadap pemerintah Kolonial Belanda. 3) Konfirmasi, guru menyimpulkan ide/pendapat dari peserta didik dan menerangkan semua materi yang disajikan. 4) Dalam pelaksanaan pembelajaran sejarah lokal guru merasakan kekurangan sumber materi ajar. Hal ini dikarenakan guru hanya mendasarkan materi pembelajaran sejarah pada buku pegangan wajib peserta didik sejarah kelas X yang diterbitkan oleh Yudistira.Memang belum ada buku paket yang memasukan Saminisme sebagai materi sejarah lokal, tetapi buku-buku tentang Saminisme sudah banyak. 5) Pelaksanaan pembelajaran sejarah lokal dilakukan oleh guru sejarah dengan memanfaatkan program powerpoint guna mempresentasikan pembelajaran dalam bentuk gambar, dan teks,
selain itu guru
memanfaatkan
Samin
media
CD
tentang
masyarakat
sebagai
pembelajaran sejarah lokal. Sedangkan untuk memperdalam materi dan mamanfaatkan fasilitas hot spot di sekolah guru memberi penugasan dengan pengumpulannya lewat print out maupun lewat blog dari guru masing-masing. Dengan
demikian
guru
SMAN 1 Blora telah
melaksanakan model pembelajaran blanded learning. Menurut Graham, Allen, dan Ure (2003) (dalam Sri Anitah, Blended Learning, Makalah, 2011: 2)
yaitu: 1. Kombinasi penyampaian media pembelajaran, 2.
Kombinasi metode-metode pembelajaran, 3. Kombinasi pembelajaran online dengan tatap muka. commit to user
85 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Seperti yang disampaikan guru sejarah kelas
X tentang cara
pengumpulan tugas peserta didik adalah sebagai berikut: ”Tugas dikumpulkan perkelas dijadikan satu buku di jilidkan atau lewat email atau blog saya pak... enak....kalau harus di jilid ya...dibukukan, kalau harus lewat email atau blog ya aku tinggal lihat buka internet”. Untuk mengecek kebenaran dari pernyataan di atas kemudian peneliti menanyakan blog kepada S.W. Dini Astari, S.Pd., M.Pd. Memang betul guru yang bersangkutan telah mempunyainya. Untuk pengumpulan tugas peserta
didik
dapat
mengirim
melalui
blog
yaitu:
http://diniastarismansa.blogspot.com atau http://dinismansa.blogspot.com atau bisa melalui e-mail pada
[email protected] Memang dengan sistem pembelajaran seperti tersebut diatas memang lebih efektif dan efisien waktu, seperti yang disampaikan oleh Sri Anitah (Makalah, 2011: 5) tentang alasan seorang instruktur, pelatih, atau mahasiswa memilih Blended Learning (BL) yaitu (1) memperkaya pendidikan, (2) akses pengetahuan, (3) interaksi sosial, (4) agen pribadi, (5) keefektifan biaya, (6)
mudah
revisi.
Alasan
yang
paling
umum
adalah
BL
mengkombinasikan dua dunia yang paling baik (tatap muka dan online). 6) Sekolah menyediakan LCD dengan layar display di setiap ruang pembelajaran. 7) Pembelajaran sejarah lokal dengan metode pembelajaran kontekstual dengan memanfaatkan lingkungan sekolah dan lingkungan tempat tinggal peserta didik. commit to user
86 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
8) Saminisme sebagai materi pembelajaran sejarah lokal sangat menarik bagi siswa, hal ini berdasarkan dari angket yang diisi oleh peserta didik sebanyak 97% menyatakan senang dan bangga ajaran Saminisme menjadi materi sejarah lokal di SMA (lihat lampiran rekapitulasi skala likert), dan membuat siswa lebih paham dengan materi yang harus dikuasai khususnya tentang orang Samin, yang mana selama ini dibenak pikiran mereka orang Samin itu identik dengan orang gila, orang yang tidak waras. Dari angket yang diisi oleh peserta didik juga peneliti menemukan pendapat dari mereka bahwa 97% mengakui bahwa nilainilai Saminisme seperti kejujuran, gotong royong, tolong menolong, dan kerja keras sangat diperlukan diera sekarang. Sedangkan yang 3% menjawab tidak tahu. c. Penutup 1) Guru melakukan kegiatan tanya jawab dan memberi kesempatan peserta didik untuk bertanya. 2) Guru bersama dengan peserta didik menyimpulkan materi pelajaran, sedangkan guru dengan menggunakan power point menegaskan hasil kesimpulan materi pelajaran. 3) Guru memberikan penugasan secara tertulis atau lisan. Penugasan juga dilakukan dengan memanfaatkan internet sebagai sumber belajar. 4) Guru menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya. 3. Dampak Pembelajaran Sejarah Lokal di SMAN 1 Blora a. Kejujuran
commit to user
87 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Gotong royong c. Tolong menolong d. Kerja keras e. Nilai-nilai moral
D.
Pembahasan Hasil Penelitian
1. Perencanaan Pembelajaran Sejarah Lokal di SMAN 1 Blora Setiap kegiatan perlu diawali dengan penyusunan rencana secara jelas dan tepat, sehingga pelaksanaannya menjadi lebih terarah. Demikian halnya dengan pembelajaran sejarah lokal ini, perlu adanya perencanaan yang matang sehingga hasilnya bisa lebih optimal. Perencanaan pembelajaran ini berbentuk silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran. Silabus merupakan rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran dengan tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian, pendidikan karakter bangsa, dan pendidikan
kewirausahaan.
Berdasarkan
paparan
data
diketahui
bahwa
penyusunan silabus didasarkan atas kurikulum yang disusun oleh sekolah, dan dijabarkan
oleh
guru
masing-masing
mata
pelajaran
sesuai
dengan
karakteristiknya oleh guru mata pelajaran masing-masing. Untuk penyusunan silabus ini acuan yang digunakan adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, dimana sekolah diberikan keleluasan untuk menyusun kurikulum sesuai dengan situasi dan kondisi sekolah.
commit to user
88 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian, dari materi dan kegiatan pembelajaran guru membentuk karakter peserta didik. Dalam implementasinya, silabus dijabarkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran, dilaksanakan, dievaluasi, dan ditindaklanjuti oleh masing-masing guru. Silabus yang sudah disusun oleh guru dikaji dan dikembangkan secara berkelanjutan dengan memperhatikan masukan hasil evaluasi hasil belajar, evaluasi proses (pelaksanaan pembelajaran), dan evaluasi rencana pembelajaran. Dalam
pengembangan silabus
memang perlu
mengkaji standar
kompetensi dan kompetensi dasar, mengembangkan kegiatan pembelajaran, merumuskan indikator pencapaian kompetensi, penentuan jenis penilaian, dan menentukan alokasi waktu, serta menentukan sumber belajar. Silabus yang dikembangkan oleh guru telah mengintegrasikan materi sejarah lokal sebagai pembelajaran sejarah untuk kelas X semester I. Perencanaan pembelajaran sejarah lokal di SMAN 1 Blora, merupakan kegiatan guru sejarah mengembangkan kurikulum, silabus sejarah dalam bentuk rencana pelaksanaan pembelajaran, dibuat oleh guru dengan tetap mengacu pada silabus dan RPP yang dibuat dalam kegiatan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). RPP yang disusun oleh guru menunjukkan bahwa guru sejarah di SMAN 1 Blora telah mengembangkan proses belajar dengan memasukan materimateri sejarah lokal ke dalam kurikulum sekolah. Dengan demikian perencanaan pembelajaran merupakan proses penerjemahan kurikulum dan pengembangan commit to user
89 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
silabus yang berlaku menjadi program-program pembelajaran yang selanjutnya dapat dijadikan pedoman oleh guru dalam penyelenggaraan proses pembelajaran. Penyusunan RPP sejarah lokal oleh Guru SMAN 1 Blora, dimulai dari kesiapan guru sebelum melaksanakan pembelajaran dengan terlebih dahulu memahami identitas, standar kompetensi dan standar isi. Dengan pemahaman tersebut, maka guru dapat melakukan pengembangan silabus dalam bentuk RPP. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara terhadap informan seperti dalam sajian data dapat dijelaskan bahwa dalam menyusun RPP sejarah lokal guru terlebih dahulu menentukan identifikasi terhadap mata pelajaran yang meliputi: nama sekolah, mata pelajaan, kelas/semester, tahun pelajaran, alokasi waktu, dan pertemuan yang ke sekian. Dengan mengetahui identitas khususnya mata pelajaran, kelas/semester dan alokasi waktu, maka guru dapat dengan mudah untuk menentukan standar kompetensi, kompetensi dasar, tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran, menentukan metode dan teknik pembelajaran, dan merencanakan penilaian sesuai dengan kondisi sekolah. Langkah selanjutnya adalah mengkaji dan menganalisis standar kompetensi, setiap mata pelajaran dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1) Urutan RPP tidak harus sesuai dengan urutan dalam standar isi, melainkan berdasar hirarki konsep disiplin ilmu dan tingkat kesulitan bahan. 2) Keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata pelajaran. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
90 digilib.uns.ac.id
3) Keterkaitan standar kompetensi dan kompetensi dasar antar mata pelajaran. RPP sejarah lokal yang dibuat oleh guru SMAN 1 Blora sesuai dengan kelas dan semester masing-masing, yang pada dasarnya merupakan perencanaan jangka pendek untuk memperkirakan atau memproyeksikan apa yang akan dilakukan dalam pembelajaran sejarah. Dengan demikian, RPP sejarah lokal yang dibuat merupakan upaya untuk memperkirakan tindakan yang akan dilakukan dalam kegiatan pembelajaran sejarah. RPP sejarah lokal perlu dikembangkan untuk mengkoordinasikan komponen pembelajaran, yaitu: kompetensi dasar, materi standar, indikator hasil belajar, penilaian, dan pembentukan karakter bangsa. Kompetensi dasar berfungsi mengembangkan potensi peserta didik, materi standar berfungsi memberi makna terhadap kompetensi dasar, indikator hasil belajar berfungsi menunjukkan keberhasilan pembentukan kompetensi peserta didik, sedangkan penilaian berfungsi mengukur pembentukan kompetensi, dan menentukan tindakan yang harus dilakukan apabila kompetensi standar belum terbentuk atau belum tercapai. Sedangkan pembentukan karakter bangsa merupakan nilai suri tauladan yang dapat diambil dari materi pembelajaran dalam membentuk kepribadian peserta didik. Penentuan identitas dalam RPP sejarah lokal merupakan syarat mutlak, karena dengan diketahuinya identitas, maka tujuan dari perencanaan untuk merencanakan suatu desain pembelajaran dapat dibuat dengan tepat. Kegiatan guru menentukan identifikasi terhadap mata pelajaran sebelum melakukan pembelajaran sejarah dengan pembelajaran sejarah lokal tersebut sesuai dengan commit to user
91 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yaitu memberikan otonomi luas kepada sekolah dan satuan pendidikan, karena ada celah bagi guru untuk bisa memasukan materi lokal ke dalam kurikulum sesuai pendapat
dan prinsip
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang memberikan keleluasaan penuh kepada setiap sekolah mengembangkan kurikulum dengan tetap memperhatikan potensi sekolah dan potensi daerah sekitar. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan merupakan hasil kreasi dari guru-guru di sekolah berdasarkan standar isi dan standar kompetensi. Rencana pelaksanaan pembelajaran sejarah lokal yang disusun oleh guru di SMAN 1 Blora telah mencakup tiga kegiatan yaitu: identifikasi kebutuhan, perumusan kompetensi dasar, dan penyusunan program pembelajaran. Pilihan guru dalam menentukan materi sejarah lokal merupakan langkah guru untuk memudahkan peserta didik dan guru menciptakan kondisi yang memungkinkan bagi peserta didik dan guru dalam melakukan proses belajar mengajar dengan mudah, peserta didik memberikan pengetahuan dan peserta didik juga menerima pengetahuan. Dengan demikian segala sesuatu yang dapat menyampaikan dan menyalurkan pesan dari sumber secara terencana sehingga tercipta lingkungan belajar yang kondusif di mana penerimanya dapat melakukan proses belajar secara efisien dan efektif. Penyusunan rencana pembelajaran sejarah lokal yang dilakukan oleh guru tersebut merupakan implementasi dari desentralisasi pendidikan, dimana sekolah diberikan kewenangan yang seluas-luasnya untuk mengembangkan kurikulum.
commit to user
92 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tindakan
guru
untuk
mengadakan
evalusi
dan
merencanakan
pembelajaran sejarah lokal, karena guru beranggapan bahwa dengan mempelajari sejarah lokal terdapat
keuntungan yang dapat diambil, dan memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk mendalami peristiwa bersejarah yang terjadi di sekitarnya yang sesuai dengan bidang ketertarikan mereka. Maka peserta ddik dilibatkan langsung dalam pencarian materi melalui penugasan. Dalam pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning) merupakan pendekatan pembelajaran yang menekankan proses keterlibatan peserta didik untuk dapat menemukan materi, dan menghubungkannya dengan situasi nyata sehingga akan mendorong mereka untuk menerapkan dalam kehidupannya. Prinsip menghubungkan situasi dilakukan melalui inkuiri dan didiskusikan di dalam kelas agar masing-masing peserta didik dapat merefleksikan nilai-nilai yang terkandung dalam materi pembelajaran yaitu Saminisme. Menurut Udin Saefudin Sa’ud (2008: 162-176) Refleksi terhadap nilai-nilai tradisi tersebut daharapkan menumbuhkan kesadaran kolektif yang pada gilirannya menjadi landasan identitas nasional. Dengan tujuan akhirnya adalah agar peserta didik lebih mengenal dan memahami peristiwa penting di sekitarnya dan menjadi dasar untuk menambah kecintaannya terhadap bangsa, negara, dan tanah airnya. 2. Pembelajaran Sejarah Lokal di SMAN 1 Blora a. Kegiatan Pendahuluan Dari
hasil
observasi
diketahui
bahwa
dalam
melaksanakan
pembelajaran sejarah lokal guru telah melakukan rangkaian kegiatan yang meliputi pendahuluan atau kegiatan awal yaitu dengan menjelaskan rencana commit to user
93 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pembelajaran dan mengaitkan dengan materi sebelumnya. Pola pelaksanaan pembelajaran sejarah lokal tersebut guru telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan RPP yang dibuat, yaitu telah mengucapkan salam melakukan langkah apersepsi dan motivasi; kemudian kegiatan inti yaitu eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi, dan kegiatan penutup dengan tanya jawab dan rencana pertemuan berikutnya. Apersepsi berdasarkan data yang diperoleh dilakukan oleh guru dengan mengungkapkan kembali materi yang telah disampaikan pada pertemuan sebelumnya dan tugas yang sedang dikerjakan oleh peserta didik untuk dikumpulkan. Pada tahap pembelajaran, guru telah melakukan pengembangan konsep dalam melakukan proses pembelajaran sejarah lokal. Dalam tahap ini telah berlangsung interaksi antara guru dengan peserta didik dimana guru menjelaskan materi sejarah lokal, dan peserta didik mendengarkan dengan seksama. Terhadap peserta didik sesekali guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menjawab pertanyaan yang tentunya peserta didik diberi kesempatan untuk diskusi. Kegiatan pembelajaran yang berpusat pada guru tersebut dilaksanakan sesuai dengan RPP sejarah lokal yang telah dibuat oleh guru. b. Kegiatan Inti Pola pembelajaran sejarah lokal di SMAN 1 Blora tersebut sesuai dengan pendapat Bob Fox yang mengatakan bahwa: dalam tahap pengajaran berlangsung interaksi antara guru
dengan siswa,
siswa dengan siswa,
siswa dengan group atau siswa secara individual. Rentangan interaksi ini commit to user
94 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berada di antara dua kutub yang ekstrem, yakni suatu kegiatan yang berpusat pada guru dan kegiatan yang berpusat pada siswa. Peserta didik SMAN 1 Blora lebih tertarik dengan pembelajaran sejarah lokal karena dalam pembelajaran tersebut peserta didik di bawa pada kondisi kontekstual bukan hanya sekedar bersifat verbal. Mereka belajar lebih dekat dengan lingkungan sekitar. Lebih bisa mengenali peristiwa sejarah dan budaya masyarakatnya sendiri. Dari observasi dan wawancara terhadap guru sejarah di SMAN 1 Blora, ternyata mereka mengalami kendala dalam mencari sumber pembelajaran sejarah lokal, karena tidak adanya buku ajar yang khusus mengenai ajaran Samin Surosentiko atau Saminisme. Selama ini mereka mengajarkan sejarah lokal Saminisme sejauh hal-hal yang pokok untuk disampaikan kepada peserta didik agar bisa dipahami dan diteladani seperti nilai-nilai kejujuran, gotong royong, tolong-menolong dan kerja keras. Budaya Samin yang termasuk legende, mithos, nyanyian rakyat, dan foklor, yang masuk dalam kompetensi dasar tradisi lisan masyarakat jaman praaksara belum bisa tersampaikan secara mendalam. c. Kegiatan Penutup Pada akhir pelaksanaan pembelajaran sejarah lisan guru mengakhiri dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya, membimbing peserta didik untuk membuat rangkuman, menyampaikan materi pembelajaran yang akan disampaikan pertemuan berikutnya, melakukan tanya jawab, dan penugasan. commit to user
Kegiatan melakukan evaluasi
95 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tersebut merupakan strategi dasar seperti yang disampaikan oleh Syaiful Bahri Djamarah yaitu merupakan strategi menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria serta standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan patokan oleh guru dalam melakukan evaluasi hasil belajar mengajar
yang
selanjutnya
akan
dijadikan
umpan
balik
untuk
penyempurnaan sistem intruksional yang bersangkutan secara keseluruhan. Kegiatan apersepsi, melakukan kegiatan inti, dan melakukan evaluasi tersebut merupakan rangkaian strategi pembelajaran sejarah lokal, seperti yang dikatakan oleh pendapat Mike Wald (2008: 221) bahwa: ”strategi mempunyai pengertian suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan.
Strategi bisa diartikan
sebagai pola-pola umum kegiatan guru, anak didik dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah digariskan” Berdasarkan paparan data dan temuan penelitian diketahui bahwa adanya faktor hambatan dalam pelaksanaan pembelajaran sejarah lokal yang berupa tidak adanya buku yang secara khusus membicarakan Saminisme dan waktu tatap muka yang sangat terbatas tersebut menunjukkan bahwa guru perlu mencari sumber sendiri untuk materi ajar sejarah lokal Saminsme. Jika perlu guru dituntut harus membuat buku ajar yang berisi Saminisme. Atau Musyawarah Guru Mata Pelajaran sejarah dapat menghasilkan buku panduan sebagai pegangan guru dalam pembelajaran sejarah lokal. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
96 digilib.uns.ac.id
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa pembelajaran sejarah lokal dilakukan oleh guru bukan hanya Saminisme yang diajarkan melalui pembelajaran di kelas, tetapi juga dengan cara penugasan. Hal tersebut dilakukan bertujuan agar peserta didik lebih memahami apa yang diajarkan oleh guru. Dengan mempraktekkan apa yang dijelaskan dalam kelas mendukung peserta didik untuk lebih memahami dan menimbulkan kesan yang dalam dari apa yang dikerjakan, sehingga dengan melakukan praktek mencari sendiri di internet atau wawancara dengan penganut Saminisme peserta didik memiliki kecenderungan lebih memahami apa yang diajarkan oleh guru. Partisipasi guru dalam kegiatan belajar dengan peserta didik dapat meningkatkan kepercayaan peserta didik terhadap guru. 3. Dampak Pembelajaran Sejarah Lokal di SMAN 1 Blora Tujuan pembelajaran sejarah lokal di SMAN 1 Blora agar peserta didik dapat lebih akrap dengan lingkungan, mengenali, memahami, dan mengambil suritauladan dari peristiwa sejarah yang terjadi dilingkungan sekitar tempat tinggal peserta didik itu sendiri. Dari peristiwa sejarah lokal yang menonjol di daerah Blora adalah ajaran Saminisme yang sampai sekarang masih banyak dianut oleh para pengikut Samin Surosentiko. Ajaran Saminisme itu antara lain meliputi: a. Kejujuran Saminisme merupakan ajaran tentang perilaku hidup bagi manusia untuk mencapai kesempurnaan. Oleh karena itu yang dapat diambil dari Saminisme berupa nilai-nilai dalam hidup bermasyarakat. Nilai kejujuran merupakan nilai yang paling tinggi karena sulitnya untuk melakukannya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
97 digilib.uns.ac.id
Orang harus jujur dalam setiap perkataan dan perbuatan, tidak boleh bohong. Seperti yang disampaikan oleh Moh.Rosyid (2010: xxix) ketika ada pemilu anggota legeslatif ketika mereka menerima ‘amplop’ caleg dan dan diberi ‘amplop’ caleg lainnya, berujar: kulo sampun janji kalayan sedulur ingkang dateng rumiyen ten mondoan kulo, ngapuntene mboten saget nampi amplop panjenengan. Kejujuran, kerukunan, dan persaudaraan antar sesama manusia adalah urat nadi kehidupannya. Karena kejujurannya inilah terkadang orang Samin dianggap gila oleh orang diluar Samin. Nilai kejujuran sebagai salah satu nilai yang perlu diteladani utamanya oleh peserta didik. Karena dalam kehidupan di sekolah dalam banyak hal peserta didik sulit untuk berlaku jujur, seperti pada saat ulangan, mereka melakukan pelanggaran tata tertib karena melakukan nyontek, bertanya kepada kawan. Mereka berdalih membantu orang tua dengan cara curang. Seperti yang diungkapkan oleh Bu Rossita (guru sejarah) mengutip dari perkataan peserta didik “jujur ajur”. Untuk mencapai nilai tinggi ternyata mereka tidak jujur dalam mengerjakan soal. Akibatnya anak yang pandai tetapi jujur nilainya kalah dengan yang berprilaku nyontek dan bertanya kepada kawan. Bentuk ketidak jujuran yang biasa dilakukan oleh peserta didik antara lain minta uang untuk membeli buku atau LKS, mereka bisa mengatakan kepada orang tua mengenai harga buku sedikit lebih tinggi dari harga yang semestinya dengan tujuan mendapat kelebihan uang. Bahkan yang lebih fatal mereka tidak membeli buku tetapi bilang dengan orang tua telah commit to user
98 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
membeli buku. Ketika ditanya oleh orang tua buku milik kawannya yang dipinjam untuk ditunjukkan kepada orang tua. Keterlambatan peserta didik masuk ke dalam kelas terkadang juga berlaku bohong, alasannya seperti ban bocor, tidak ada angkutan, bangun kesiangan dan lain-lain. Dengan pembelajaran sejarah tentang Saminisme diharapkan bisa menjadi suri tauladan bagi peserta didik untuk berperilaku jujur.
Hasil
wawancara dengan peserta didik, Agnes Mamik Sari Utami, Jumat, 12/11/2011, mengakui “Kejujuran, gotong royong… untuk anak-anak sekolah tentang
kejujuran perlu ditingkatkan, karena masih banyak anak sekolah yang tidak jujur, seperti nyontek pada waktu ulangan”. Lebih lanjut wawancara yang mendalam dengan Agnes Manik Sari Utami, Jumat, 12/11/2011,juga mengatakan: “Saya bangga dengan Samin Surosentiko karena ajaran-ajarannya yang melawan pemerintah Kolonial Belanda tidak harus menggunakan kekerasan, tetapi dengan cara lain yang juga merepotkan Belanda. Saya akan mengambil inti ajarannya bukan keseluruhan, terutama tentang kejujuran”. Hal yang menarik dari kejujuran ajaran Saminisme identik dengan kepolosan. Wawancara dengan Rahman Nur Hakim (peserta didik) Jumat, 12/11/2011, mengatakan ketertarikannya terhadap Saminisme yaitu “ jujur, tolong- menolong, kerja keras, cara perjuangan tidak harus dengan kekerasan, untuk siswa harus dengan belajar”. Lebih jauh Rahman Nur Hakim (peserta didik) ketika diwawancarai mengenai keteladanan ajaran Saminisme tentang kejujuran mengatakan: commit to user
99 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
“Semoga bisa pak…karena dikelas ini kalau menemukan barang dilaporkan ke ruang guru. Dan di kelas ini juga tidak pernah ada barang yang hilang. Kejujuran Samin perlu kita teladani”. Pembelajaran mengenai kejujuran dari Saminisme ternyata menjadi materi yang menarik bagi peserta didik. Mereka menyatakan sangat perlu diera sekarang ini sikap jujur, gotong royong, tolong menolong, dan kerja keras walaupun orang bekerja diberi upah berupa uang (lihat lampiran 4). Berdasarkan angket yang peneliti sebarkan 97% menyatakan tidak setuju jika sikap jujur, gotong royong, tolong menolong, dan kerja keras dianggap sudah tidak perlu, dan 3% menyatakan tidak tahu. b. Gotong royong Dalam kehidupan bermasyarakat kita terkadang dihadapkan pada pekerjaan yang berat, yang tidak mungkin mampu dikerjakan seorang diri, baik itu terkait dengan kepentingan pribadi maupun kepentingan umum. Pekerjaan yang berat itu antara lain membuat atau mendirikan rumah, membangun jembatan, jalan, dan membersihkan lingkungan sekitar. Untuk melaksanakannya perlu kerja gotong-royong, lung-tinulung,saling tolong (Moh. Rosyid: 65). Kerja gotong-royong sangat melekat dalam kehidupan masyarakat Samin. Mereka patuh untuk melestarikan ajaran pemimpinnya yaitu Samin Surosentiko. Gotong-royong menjadi ciri khas masyarakat Indonesia, namun sekarang sudah menipis. Kerja gotong-royong sudah diganti dengan kerja borongan yang semuanya dinilai dengan uang. Jika dari unsur pendidikan commit to user
100 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tidak sedini mungkin menanamkan jiwa gotong-royong maka suatu ketika bisa punah, tidak ada lagi gotong-royong, yang ada adalah bisnis. Nilai
gotong-royong
yang
masih
melekat
dalam
kehidupan
masyarakat Samin sangat perlu diteladani oleh peserta didik. Selain untuk melestarikan budaya bangsa, juga untuk menanamkan kebisaaan peduli dengan kepentingan umum. Sehingga jika disekolah diadakan kerja bakti kebersihan kelas peserta didik tidak merasa berat, tetapi dengan senang hati akan melakukannya. c. Tolong menolong Masyarakat Samin mempunyai prinsip dasar dalam berinteraksi sosial seperti yang diungkapkan oleh Moh. Rosyid (2010: 65) berupa : lungtinulung, tang piutang, nyileh kudu mbalekno, lan utang kudu nyaur (saling menolong, saling menghutangi, meminjam harus mengembalikan, dan hutang harus membayar). Perilaku membantu orang lain sangat kental dalam kehidupan masyarakat Samin, seperti acara hajatan, mengerjakan sawah, dan ketika ada warga yang meninggal. Mereka tanpa diundang dengan suka rela membantu warga tanpa imbalan uang. Bagi mereka uang itu berlaku hanya untuk jual beli. Jika ada warga yang mempunyai hajatan mereka selain menyumbang tenaga juga membawa bahan makan yang nantinya untuk dimakan bersama. Melalui gotong-royong dan tolong menolong mereka kelihatan sangat rukun. Secara implisit juga mengandung nilai kerukunan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
101 digilib.uns.ac.id
Dalam pembelajaran sejarah lokal tentang Saminisme materi tolong menolong yang menjadi kebisaaan dari masyarakat Samin bisa menjadi suri tauladan bagi peserta didik. Sifat individual dan egois perlu dirubah oleh guru melalui pembelajaran dengan mencontoh perilaku masyarakat Samin. Perilaku tolong menolong dalam kehidupan di sekolah bisa dilakukan ketika ada warga sekolah yang berduka karena salah satu dari anggota keluarganya ada yang meninggal. Bisa juga ketika ada kegiatan tiba-tiba ada peserta didik yang sakit atau pingsan, maka serta merta mau dan ingin menolongnya. d. Kerja keras Seiring dengan perkembangan teknologi baik dibidang tranportasi maupun pertanian, masih ada masyarakat Samin yang belum mau menerima hasil teknologi pertanian. Seperti yang diungkapkan oleh Soerjanto Sastroatmodjo (2003: 47) bahwa mereka menolak mesin seperti traktor, huller, dan lain-lain, karena alat-alat tersebut mempersempit tanaga manusia setempat. Seperti di daerah Kutuk, Tapelan, Tlagawungu, Nginggil, masih banyak terjadi hal yang bila dilihat dari kaca mata sekarang kurang tepat, seperti penggunaan tenaga manusia untuk menarik bajak, nutu (menumbuk padi), pembuatan gula aren dan tebu dengan tenaga manusia. Ini merupakan bukti bahwa masyarakat Samin suka bekerja keras, tetapi mestinya semangat kerja itu bisa menyesuaikan dengan perkembangan teknologi pertanian yang ada sekarang. Sehingga hasilnya bisa lebih maksimal dan penggunaan tenaga manusia bisa dihemat. Masyarakat Samin memanfaatkan commit to user
102 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
alam sekitar dengan pertimbangan keselarasan, keseimbangan, dan keharmonisan, Titi Mumfangati (2004:56). Mereka bangun pagi-pagi terus bekerja ke sawah bagi yang laki-laki dan memasak didapur bagi perempuan. Menjelang siang hari setelah memasaknya selesai tugas perempuan mengirim makanan ke sawah untuk bapak atau mereka yang bekerja di sawah, sore hari baru pulang. Peserta didik yang telah mendapatkan materi pembelajaran Saminisme telah menyadari untuk mencontoh sikap hidup masyarakat Samin yang berasal dari ajaran Kyai Samin Surosentiko, seperti yang dipaparkan oleh Rahman Nur Hakim, Jumat, 12/11/2011, ketika wawancara mengatakan: “jujur, tolong menolong, kerja keras, cara perjuangan tidak harus dengan kekerasan, untuk siswa harus dengan belajar”. Bertitik tolak dari pembelajaran diatas, peserta didik bisa mengambil suri tauladan dengan cara belajar giat, tekun dan tidak mudah putus asa dalam mencapai cita-cita. Dengan perjuangan keras, ulet, pantang menyerah dalam belajar, maka cita-cita akan tercapai. e. Nilai-nilai moral Dalam pembelajaran sejarah lokal Saminisme terkandung ajaran tentang nilai-nilai moral, seperti larangan mengumbar hawa nafsu, pegangan agar orang Samin tidak berbuat jahat, agar terbebas dari hukum karma, larangan menyakiti orang lain, menghormati orang tua, dan memegang teguh ucapan.
Moh. Rosyid (2010: 65) menyebutkan pantangan hidup
dalam berkepribadian masyarakat Samin meliputi (i) bedok; menuduh, (ii) commit to user
103 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
colong; mencuri, (iii) pethil; mengambil barang yang masih melekat dengan alam , (iv) jumput; mengambil barang yang sudah menjadi komoditas pasar, (v) nemu wae ora keno; menemukan barang menjadi pantangan, karena jika ditemukan, maka si pemilik yang kehilangan tidak akan mendapatkan barang yang hilang. Dalam berperilaku dianjurkan, Moh. Rosyid (2010: 66-67) meliputi kudu weruh te-e dewe, lugu, mligi, lan rukun. Pertama, kudu weruh te-e dewe; harus memahami barang yang dimilikinya dan tidak memanfaatkan milik orang lain. Kedua, lugu; bila mengadakan perjanjian, transakasi, ataupun kesediaan dengan pihak lain; jika sanggup mengatakan ya, jika tidak sanggup atau ragu-ragu mengatakan tidak. Ketiga, mligi; taat pada aturan berupa prinsip beretika dan berinteraksi. Diantara aturan yang tidak boleh dilanggar adalah judi karena dianggap sebagai faktor pemicu menurunnya semangat kerja dan hubungan seks bebas karena bukan haknya. Keempat, rukun dengan istri, anak, orang tuanya, tetangga, dan dengan siapa saja. Ajaran ini menumbuhkan rasa solidaritas terhadap siapa yang dijumpai. Ajaran Samin berupa pantangan dalam bentuk etika sosial berupa (i) ojo drengki (memfitnah), (ii) ojo srei (serakah), (iii) ojo panasten (mudah tersinggung atau membenci sesama), (iv) ojo dahwen (mendakwa tanpa bukti), (v) ojo kemeren (iri hati atau keinginan memiliki barang milik orang lain dengan jalan yang tidak benar), (vi) ojo nyiyo marang sepodo (berbuat nista terhadap sesama).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
104 digilib.uns.ac.id
Nilai-nilai moral ini harus ditanamkan kepada peserta didik sejak awal agar bisa menjadi orang yang bijaksana (to be wise). Hasil wawancara dengan Rahman Nur Hakim (peserta didik) Jumat, 12/11/2011, menyatakan ketertarikannya terhadap Saminisme adalah mengenai
“Kesederhanaan,
polos, jujur, dan cara perjuangannya”. Mengenai sikap moral yang menjadi materi pembelajaran sejarah lokal sangat menarik dan mengena pada peserta didik. Wawancara yang mendalam dengan Rahman Nur Hakim (peserta didik) jika dia disebut sebagai orang Samin tidak marah, demikian pernyataannya, wawancara, Jumat, 12/11/2011: “tidak…. Sama sekali tidak marah pak… malah saya bangga dengan mereka karena kejujurannya, kerja kerasnya, dan perilakunya yang tidak mau neko-neko (macam-macam). Saya ingin seperti mereka, orang bodho tetapi jujur dan polos”. Nilai moral Saminisme perlu diteladani oleh semua orang dan utamanya peserta didik. Kepatuhannya masyarakat Samin terhadap pemimpinnya perlu di contoh juga oleh peserta didik terhadap gurunya. Di era modern ini sudah banyak nilai-nilai moral yang ditinggalkan oleh peserta didik, sedikit demi sedikit terkikis oleh budaya Barat yang individual. Perkelahian antar pelajar banyak terjadi karena sebab yang sepele. Melalui pembelajaran sejarah lokal Saminsme bisa menjadi perisai untuk menangkal pengaruh negative pergaulan remaja dimasa kini dan masa yang akan datang. Guru memang dituntut untuk dapat memilih materi yang sesuai dengan situasi perkembangan jaman. Dapat memilah-milah materi yang baik dan tidak baik dampaknya bagi peserta didik. Sebagaimana yang diketahui oleh commit to user masyarakat umum bahwa masyarakat Samin tidak mau membayar pajak.
105 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Jika ini disampaikan sebagai materi ajar begitu saja maka akan mendidik anak yang tidak baik, karena membayar pajak sudah menjadi kewajiban bagi setiap warga negara, dan pajak menjadi modal pembangunan bagi pemerintah. Masyarakat Samin tidak mau membayar pajak itu dahulu sebelum Indonesia merdeka sebagai bentuk perlawanan terhadap pemerintah Kolonial Belanda, tetapi sekarang Indonesia sudah merdeka, sudah dipimpin oleh anak negeri, jadi masyarakat Samin tidak satupun yang tidak membayar pajak kepada pemerintah. Mereka taat kepada pemerintah sekarang.
commit to user
106 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB V PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Perencanaan Pembelajaran Sejarah Lokal di SMAN 1 Blora Perencanaan pembelajaran sejarah lokal dilakukan oleh
guru sejarah
diawali dengan melakukan identifikasi mata pelajaran dan jumlah jam pelajaran. Berdasarakan identifikasi tersebut guru mengetahui permasalahan yang terkait dengan pelajaran yang akan direncanakan. Dengan mengidentifikasi pelajaran tersebut maka RPP sejarah lokal dapat disusun dengan mengacu pada standar kompetensi dan kompetensi dasar yang ada di dalam kurikulum. RPP disusun oleh guru pada awal tahun pelajaran atau awal semester yang digunakan sebagai pedoman ketika mengajar. Sekolah memberikan fasilitas berupa format RPP sehingga guru hanya tinggal mengisi saja. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa tidak semua kompetensi dasar dapat direncanakan dengan materi pembelajaran sejarah lokal, karena perencanaan pembelajaran sejarah lokal disesuaikan dengan kompetensi dasar yang ada didalam silabus serta kemampuan guru dalam menyusun materi pembelajaran sejarah lokal tersebut. Perencanaan pembelajaran yang mengintegrasikan Saminisme bisaanya sudah dipersiapkan oleh guru sebelumnya, karena didalam buku paket yang menjadi pegangan guru maupun peserta didik tidak ada materi secara khusus mengenai Saminisme. Guru yang bisa mengoperasikan komputer membuat powerpoint, sedangkan commit yang belum bisa mengoperasikan komputer baru to user
107 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sebatas menggunakan DVD Player dengan materi yang didapatkan dari forum MGMP. 2. Pelaksanaan Pembelajaran Sejarah Lokal di SMAN 1 Blora Pelaksanaan pembelajaran sejarah lokal dengan materi Saminisme, ternyata mampu menjadikan peserta didik tertarik dengan ajaran Saminisme dan berupaya untuk menjadikan suri tauladan dalam kehidupan mereka. Adanya guru yang belum memiliki buku sebagai pegangan atau sumber belajar dapat diatasi dengan mengakses internet untuk memperdalam materi Sejarah lokal tentang Saminisme. Pemilihan Saminisme dalam pembelajaran sejarah lokal sangatlah tepat, karena selain untuk menumbuhkan rasa cinta tanah air juga peserta didik lebih akrap dan mengenali lingkungan sekitarnya. Dalam pembelajaran sejarah lokal guru dapat membuat power point. Berdasarkan hasil pengamatan dalam proses pelaksanaan pembelajaran sejarah lokal pada awal pembelajaran untuk menarik perhatian siswa, guru menampilkan topik materi ajaran Saminisme yang disertai dengan foto pemimpin Samin yaitu Samin Surosentiko. Pembelajaran dengan
power point menarik
perhatian peserta didik sehingga secara menyeluruh terpusat kepada guru. Kegiatan pembelajaran sejarah lokal dengan materi Saminsme ini guru tidak hanya sekedar menayangkan presentasi atau video saja, namun disertai dengan pemberian tugas kepada peserta didik berupa tugas tidak terstruktur mengenai budaya masyarakat Samin yang termasuk foklor, legende, mithos, dan nyanyian rakyat. Sedangkan dalam kegiatan penutup guru membuat kesimpulan bersama commit to user
108 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dengan siswa, dan diakhiri dengan pemberian tugas kepada siswa dengan memanfaatkan internet sebagai sumber belajar. 3. Dampak Pembelajaran Sejarah Lokal Saminisme Nilai-nilai moral masyarakat Samin sebenarnya sarat dengan kearifan, maka kita mempunyai kewajiban untuk menggali kearifan-kearifan budaya tersebut dan meletakkannya dalam kerangka untuk terciptanya hidup dan kehidupan selanjutnya. Menurut Warren (dalam Titi Mumfangati 2003: 2) konsep kearifan lokal atau kearifan tradisional atau sistem pengetahuan lokal (indigenous knowledge system) adalah pengetahuan yang khas milik suatu masyarakat atau budaya tertentu yang telah berkembang lama, sebagai hasil dari proses hubungan timbal balik antara masyarakat dengan lingkungannya. Cara bereaksi dan tindakan yang dilakukan adalah berdasarkan atas pengetahuan yang dimiliki masyarakat tersebut. Ajaran Saminisme yang dimiliki oleh masyarakat Samin tentunya sarat dengan kearifan-kearifan lokal yang didalamnya terkandung filosofi keselarasan, keharmonisan, sekaligus rasionalitas dari tindakan masyarakat bersangkutan. Saminisme merupakan perilaku dalam hidup manusia, Saminisme bukan aliran agama atau kepercayaan. Khusus bagi orang Samin beranggapan bahwa semua agama yang ada itu baik, agama mereka adalah agama Adam (Titi Mumfangati, 2004: 16). Tentang agama itu orang Samin mengatakan: Agama itu gaman, Adam pangucape, Man gaman lanang. Dengan demikian orang Samin mengartikan ”agama” bukan sebagai keyakinan atau kepercayaan, tetapi pengertian ”agama” menurut mereka man lanang (penis). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
109 digilib.uns.ac.id
Salah satu bentuk ajaran Saminisme adalah gotong royong, sebagai wujud solidaritas manusia untuk membantu satu sama lain yang dilandasi oleh rasa kewajiban moral. Berdasarkan tujuan dan kepentingannya, gotong royong dibedakan pengertian menjadi: gotong royong berupa tolong menolong dan gotong royong kerja bakti. Dalam kehidupan sehari-hari kenyataannya edua perbedaan itu tidak lagi diperhatikan. Gotong royong atau sambatan, lungtinulung dalam masyarakat Samin dilakukan misalnya apabila seorang warga desa mempunyai hajat (gawe) seperti mendirikan bangunan rumah, memindahkan bangunan rumah, perbaikan jalan, membersihkan tempat-tempat yang dianggap rawan penyakit, membuat gapura, dan mengolah tanah pertanian. Sikap gotong royong yang kian menipis dalam kehidupan masyarakat sangat perlu dilestarikan, yang diawali dari peserta didik dilingkungan sekolah, seperti untuk kebersihan kelas, lingkungan sekolah, dalam pembuatan tugas kelompok, menata meja atau kursi, dan mengangkat teman yang pingsan. Samin Surosentiko menyampaikan ajaran kepada pengikut-pengikutnya dengan cara ceramah (sesorah) di rumah atau di tanah lapang. Hal ini dilakukan karena para pengikut Samin tidak tahu menulis dan membaca (Hutomo, dalam Titi Mumfangati, 2004: 23). Pokok-pokok ajarannya itu antara lain sebagai beikut: a. Agama itu gaman, Adam pangucape, Man gaman lanang (Agama adalah senjata atau pegangan hidup) b. Aja drengki srei, tukar padu, dahpen. Kemeren. Aja kutil jumput, bedhog nyolong. (Jangan mengganggu orang, jangan bertengkar, jangan suka iri hati. Jangan suka mengambil milik orang) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
110 digilib.uns.ac.id
c. Sabar lan trokal empun ngantos drengki srei, empun ngantos riyo sapada, empun nganti pek-pinepek, kutil jumput bedhog nyolong. Nopo malih bedhog colong, napa milik barang, nemu barang teng dalan mawon kulo simpangi (Berbuatlah sabar dan jangan sombong, jangan mengganggu orang, jangan takabur, jangan mengambil milik orang lain. Apa lagi mencuri, mengambil barang. Sedangkan menjumpai barang tercecer dijalan dijauhi). d. Wong urip kudu ngerti uripe, sebab urip siji digawa salawase. (Manusia hidup harus memahami kehidupannya, sebab hidup = roh hanya satu dan dibawa abadi selamanya) e. Wong enom mati uripe titip sing urip. Bayi udho nangis nger niku sukma ketemu raga. Dadi mulane wong niku mboten mati. Nek ninggal sandhangan niku nggih. Kedah sabar lan trokal sing diarah turune. Dadi ora mati nanging kumpul sing urip. Apik wong salawase sepisan dadi wong, salawase dadi wong. (Kalau anak muda meninggal dunia, rohnya dititipkan ke roh yang hidup. Bayi menangis itu tanda bertemunya roh dengan raga. Karena itu roh orang meninggal tidaklah meninggal, hanya menanggalkan pakaiannya. Jadi roh itu tidak mati, melainkan berkumpul dengan roh yang masih hidup. Sekali orang itu berbuat baik, selamanya akan menjadi orang baik) f. Pangucap saka lima bundhelane ana pitu lan pangucap saka sanga bundhelane ana pitu. (Ibaratnya orang berbicara dari angka lima berhenti pada angka tujuh, dan angka sembilan juga berhenti pada commit to user
111 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
angka tujuh = merupakan isyarat atau simbol bahwa manusia dalam berbicara harus menjaga mulut) Prinsip ajaran-ajaran Samin Surosentiko itu, pada hakekatnya menyangkut tentang nilai-nilai kehidupan manusia, kehidupan yang sempurna dan juga kehidupan manusia yang tidak sempurna (Titi Mumfangati 2004: 24). Oleh karena itu ajaran Samin Surosentiko adalah ajaran tentang ajakan hidup yang baik untuk sesama umat manusia, seperti kejujuran, gotong-royong, tolong menolong, kerja keras, serta nilai-nilai moral seperti larangan mengumbar hawa nafsu, larangan berbuat jahat, larangan menyakiti orang lain, ajaran agar terbebas dari hukum karma, menghormati orang tua, dan memegang teguh ucapan. Peneliti menemukan bahwa orang-orang pengikut ajaran Samin Surosentiko oleh masyarakat luar (bukan Saminisme) menyebutnya ”Samin”. Pada hal orang-orang Samin sendiri tidak suka jika disebut ”Wong Samin” mereka lebih suka disebut ”Wong Sikep” yang artinyta orang yang bertanggung jawab. Sebab nama Samin dikonotasikan dengan arti perbuatan yang tidak terpuji (1) dianggap kelompok orang yang tidak mau membayar pajak (2) sering membantah dan menyangkal peraturan yang telah ditetapkan (3) sering keluar masuk penjara (4) sering mencuri kayu jati (5) perkawinannnya tidak dilakukan menurut tatacara agama Islam (Prasongko, 1981: 28 dalam Titi Mumfangati, 2004: 26). commit to user
112 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Implikasi Hasil Penelitian Adanya perencanaan pembelajaran sejarah lokal yang dibuat oleh guru di SMAN 1 Blora memberikan dampak positif pada pelaksanaan pembelajaran, perencanaan yang dibuat secara rinci oleh guru sangat membantu guru dalam pelaksanaan pembelajaran. Dengan demikian apabila guru ingin melaksanakan pembelajaran dengan baik, maka guru harus mempersiapkan langkah-langkah mengajar dalam bentuk rencanan pelaksanaan pembelajaran secara rinci. Terkait dengan pembelajaran sejarah lokal, karena guru tidak memahami makna dan tujuan pembelajaran sejarah berakibat pembelajaran sejarah hasilnya hanya dilihat dari nilai-nilai kognitif saja tanpa mengukur nilai-nilai afektif dan psiko motor, akibatnya pembelajaran sejarah lokal bagi peserta didik kadangkadang merupakan pembelajaran yang berat, membosankan dan tidak memiliki nilai guna dalam kehidupan masa depan karena tidak menghasilkan materi. Hal ini disebabkan karena beberapa hal, antara lain (1) guru yang mengajar sejarah kurang memahami visi dan misi pembelajaran sejarah lokal, (2) kurangnya perencanaan yang matang dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran dan kajian sejarah lokal, (3) pelaksanaan pembelajaran sejarah lokal yang kurang menarik akan menimbulkan kebosanan pada peserta didik. Untuk meningkatkan motivasi belajar peserta didik, maka dalam setiap pembelajaran guru seharusnya menggunakan laptop atau komputer untuk menampilkan power point, karena dengan menggunakan power point, peserta didik labih mudah memahami apa yang diajarkan oleh guru. Namun apabila guru tidak menggunakan power point maka, peserta didik kurang tertarik untuk commit to user
113 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mengikuti pembelajaran karena jika seorang guru hanya menggunakan metode ceramah peserta didik cepat bosan.
C. Saran Pengelolaan pembelajaran sejarah lokal mengenai Saminisme di SMAN 1 Blora dimulai dari perencanaan pembelajaran, perencanaan pembelajaran yang memasukan Saminisme masih sebatas pada kompetensi dasar tertentu. Pelaksanaan pembelajaran sejarah lokal tentang Saminisme juga tidak semua guru memiliki kemampuan untuk mengeksplorasi materi tentang Saminisme. Kurangnya pengetahuan guru terhadap Saminisme, maka penulis memberikan saran kepada: 1. Kepala Sekolah Berdasarkan kesimpulan penelitian diketahui bahwa belum semua guru sejarah membuat rencanakan pelaksanaan pembelajaran dengan baik,karena tidak setiap pertemuan mereka membuat rencana pelaksanaan pembelajaran, untuk itu disarankan agar kepala sekolah memberikan pemahaman
kepada
guru
akan
pentingnya
rencana
pelaksanaan
pembelajaran. Kurangnya sumber belajar tentang Saminisme maka Kepala Sekolah disarankan agar memfasilitasi guru untuk meningkatkan kreatifitas dan ketrampilan dengan mengadakan pelatihan pembuatan bahan ajar dengan menggunakan power point, atau animasi gambar. Jam tatap muka mata pelajaran sejarah kelas X yang hanya 1 jam memang sangat kurang karena banyaknya materi. Penulis menyarankan commit to user kepada Kepala Sekolah untuk mengambil kebijakan menambah 1 jam
114 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pelajaran dari mata pelajaran ekonomi kelas XII, karena untuk mata pelajaran ekonomi kelas XII ditambah 3 jam ini bisa dikurangi 1 jam untuk mata pelajaran sejarah kelas X. 2. Guru Kesimpulan hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak semua membuar rencana pelaksanaan pembelajaran guru membuat RPP jika aka nada penilaian, supervise, atau kenaikan pangkat, untuk itu disarankan agar setiap RPP dibuat sebelum proses pelaksanaan pembelajaran dilakukan, sehingga pembelajarannya bisa lebih
tepat
sesuai dengan tujuan
pembelajaran. Karena penggunaan media power point sangat membantu guru dan peserta didik dalam memahami kompetensi dasar dan standart kompetensi yang telah ditetapkan maka setiap mengajar sebaiknya guru sudah menyiapkan. Kurangnya sumber belajar yang berupa buku dapat diatasi dengan mencari di internet. Akan lebih baik jika guru mempunyai inisiatif untuk menulis buku materi pembelajaran tentang Saminisme sebagai pegangan guru dan peserta didik. Buku-buku tentang masyarakat Samin memang sudah banyak tetapi belum ada yang dirancang untuk materi pembelajaran di sekolah. Maka disarankan ada guru yang mau meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk membuat modul pembelajaran sejarah lokal Blora yaitu Saminisme. 3. Pemerintah Kabupaten Blora Bagi
masyarakat
Blora ketokohan Samin Surosentiko perlu commit to user diperkenalkan, dipelajari, dihayati, dan diteladani oleh generasi muda. Hal
115 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ini juga didasarkan pada mesyarakat diluar Kabupaten Blora yang menstikma pada masyarakat Blora identik dengan masyarakat Samin. Banyak orang yang beranggapan bahwa orang Samin itu jelek. Pada hal Samin Surosentiko dengan ajarannya, sangat baik, bahkan penulis dapat mengatakan layak sebagai pahlawan, walaupun ditingkat lokal Kabupaten Blora. Karena bisa kita bandingkan antara ajaran Mahatma Gandhi di India dengan ajaran Samin Surosentiko yang ternyata lebih dulu ada. Ada kendala dalam pembelajaran sejarah lokal Saminisme, baik itu yang berkenaan dengan konseptual maupun praktis. Maka diperlukan kemampuan pemahaman maupun skills yang diperlukan dalam disiplin sejarah sudah selayaknya diperkenalkan. Permasalahan besar yang dihadapi dalam pengembangan sejarah lokal Saminisme adalah ketersediaan sumber pembelajaran. Tulisan-tulisan mengenai berbagai peristiwa sejarah lokal belum banyak tersedia. Sumbernya yang minim, dibutuhkan waktu dan biaya yang cukup menyita perhatian para guru sejarah. Hal inilah yang menyebabkan kurang antusiasmenya guru sejarah untuk menggali potensi sejarah lokal di daerahnya. Dengan demikian, sejarah lokal tidak bisa disepelekan dalam pendidikan sejarah Indonesia. Harapan penulis, pembelajaran sejarah lokal Saminisme
dapat diajarkan di sekolah-sekolah di seluruh wilayah
Kabupaten Blora harus diberikan ruang, agar sejarah lokal Saminisme tidak hilang sampai kapanpun dari pengetahuan masyarakat. Agar pemerintah kabupaten mau dan dapat memfasilitasi terwujudnya buku sebagai bahan commit to user
116 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ajar sejarah lokal Saminisme disekolah-sekolah di Kabupaten Blora dari tingkat sekolah dasar sampai dengan SLTA. Karena perjuangan dari Samin Surosentiko terhadap pemerintah Kolonial Belanda yang terkenal dengan Geger Samin (1907) beserta ajaranajarannya yang sampai sekarang masih dianut oleh para pengikutnya maka penulis menyerankan untuk diusulkan kepada pemerintah pusat menjadi pahlawan nasional.
commit to user
117 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
A.B. Lapian. 1980. Memperluas Cakrawala Melalui Sejarah Lokal. Prisma. (8) Tahun IX hal.3-9. Jakarta: LP3ES. Alice, Crow. Dan Laster D, Crow. 1992. Educational Psychologi. New Jersey: Littlefeld Adams and Co. Brunvand,Jan Harold. 1978. The Study of American Folklore –An Introduction,2 nd ed.New York: W.W., Norton & Co-Inc. Budhisantoso, 1983/1984. “ Tradisi Lisan Sebagai Sumber Penulisan Sejarah Nasional”, Pemikiran Biografi dan Kesejarahan II. Jakarta: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional Direktorat Sejarah dan Nikai Tradisional Depdikbud. Clark, Leonard H. 1973. Teaching Social Studies in Secondary Schools. USA: Macmillan Publishing Co. Depdikbud. 2005. Monitoring dan Evaluasi Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah. Finberg, H.P.R. dan Skipp, V. H. T. 1973. Local History: Objective and pursuit. Newtown Abbott: David Charles. Gottschalk, Louis. 1975. Mengerti Sejarah (Terjemahan Nugroho Notosusanto). Jakarta: UI Press. Gr. Sukamto. 1992. Ideologi Dalam Kurikulum Sejarah. Makalah Mukernas Sejarah IX di Jakarta: FS UI. Gunning, Dennis. 1993. The Teaching of History. London: Cronhelm. Hermana Somantrie. 1993. Perekayasaan Kurikulum Pendidikan Dasar dan Menengah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan nasional (Pengembangan dan Penilaian). Bandung: Angkasa. Hill,C.P. 1956. Saran-saran Tentang Memajukan Sejarah (terj. Haksan Wiriasutisna). Jakarta: Perpustakaan Perguruan Kementerian Pendidikan P dan K. http://mandikdasmen.aptisi3.org
commit to user