PEMBELAJARAN SASTRA TEKNIK MENGAJARKAN SASTRA ANAK BERBASIS AKTIVITAS (KONTRIBUSI UNTUK PENGAJARAN SASTRA ANAK DI SEKOLAH)
Oleh Merlyn Rutumalessy Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Pattimura
Abstrak: Pembelajaran sastra yang dapat membawa siswa memahami dan menghargai karya sastra sering diabaikan dengan berbagai alasan, mulai dari kemampuan dasar dalam bidang kesastraan yang sangat terbatas, pemilihan bahan sastra yang tidak disesuaikan dengan usia dan kebutuhan siswa, sarana dan prasarana yang tidak memadai bahkan minat baca siswa yang minim mengakibatkan pembelajaran sastra di berbagai jenjang pendidikan formal hingga saat ini belum mencapai sasaran sebagaimana yang diharapkan. Sastra anak atau Children’s literature adalah karya sastra yang dapat dikomsumsi oleh anak-anak. Sebagaimana karya sastra pada umumnya, bacaan sastra anak-anak merupakan hasil kreasi imajinatif yang mampu menggambarkan dunia rekaan, menghadirkan pemahaman dan pengalaman keindahan tertentu. Penggambaran realitas di atas membutuhkan kreatifitas bukan sekedar perhatian terhadap pembelajaran sastra khususnya bagaimana teknik mengajarkan sastra anak di sekolah sehingga tujuan akhir pembelajaran sastra, penumbuhan dan peningkatan apresiasi sastra pada subjek didik dapat dicapai. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan problematika
pembelajaran sastra anak dan penerapan pembelajaran sastra berbasis aktivitas. Metode yang diterapkan adalah kepustakaan dengan merujuk pada beberapa penelitian yang telah dilakukan dan menyesuaikan penerapannya dalam pembelajaran sastra di sekolah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kreatifitas guru untuk mengelola pembelajaran sastra yang membuat siswa tertarik dan ingin terlibat di dalamnya. Kreativitas diperlukan untuk menjangkau kebutuhan anak terhadap nilai dengan tidak mengabaikan perlu diciptakan situasi yang menyenangkan. Kata-Kata Kunci: sastra, Pembelajaran berbasis aktivitas.
Pembelajaran sastra anak
PENDAHULUAN Pembelajaran sastra di lembaga pendidikan formal merupakan masalah klasik yang sampai sekarang belum tuntas terselesaikan, dari hari ke hari semakin sarat dengan berbagai persoalan. Pembelajaran sastra di sekolah menuai banyak sorotan dari berbagai pihak yang merasa prihatin dengan realitas sastra dan pengajarannya di sekolah. Pembelajaran sastra di sekolah hanya sebatas pada pengetahuan bukan pada apreasiasinya. Hal ini mengakibatkan siswa kurang bahkan tidak berminat membaca karya-karya sastra yang
Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-7, Cetakan ke-16
37
berujung pada minimnya apresiasi siswa. Pembelajaran sastra yang dapat membawa siswa memahami dan menghargai karya sastra sering diabaikan dengan berbagai alasan, mulai dari kemampuan dasar dalam bidang kesastraan yang sangat terbatas, pemilihan bahan sastra yang tidak disesuaikan dengan usia dan kebutuhan siswa, sarana dan prasarana yang tidak memadai bahkan minat baca siswa yang minim mengakibatkan pembelajaran sastra di berbagai jenjang pendidikan formal hingga saat ini belum mencapai sasaran sebagaimana yang diharapkan. Padahal, pentingnya pemahaman siswa akan membantu mereka mengenal dirinya dan dunia di sekitar mereka, yang berdampak pada pembentukan karakter. Sastra anak atau children’s literature adalah karya sastra yang dapat dikomsumsi oleh anak-anak. Istilah sastra anak semula dikemukakan oleh para kritikus sastra di Eropa sekitar tahun 50an atau jauh sebelumnya (Rahman,2011:1). Karya sastra anak yang merupakan jenis bacaan cerita anak-anak merupakan bentuk karya sastra yang ditulis untuk konsumsi anak-anak. Sebagaimana karya sastra pada umumnya, bacaan sastra anak-anak merupakan hasil kreasi imajinatif yang mampu menggambarkan dunia rekaan, menghadirkan pemahaman dan pengalaman keindahan tertentu. Penggambaran realitas di atas membutuhkan kreatifitas bukan sekedar perhatian terhadap pembelajaran sastra khususnya bagaimana teknik mengajarkan sastra anak di sekolah sehingga tujuan akhir pembelajaran sastra, penumbuhan dan
peningkatan apresiasi sastra subjek didik dapat dicapai.
pada
PEMBAHASAN Sastra Anak Sastra anak adalah sastra yang dibaca anak-anak “dengan bimbingan dan pengarahan anggota dewasa suatu masyarakat sedang penulisannya dapat dilakukan oleh orang dewasa (Sarumpaet,2010:12). Hunt (dalam Nurgiyantoro,2005:8) menyatakan sastra anak adalah buku bacaan yang dibaca oleh, yang secara khusus cocok untuk, dan yang secara khusus pula memuaskan sekelompok anggota yang disebut anak. Jadi, sastra anak adalah buku bacaan yang sengaja ditulis atau diciptakan untuk dibaca oleh anak-anak dan diarahkan oleh orang dewasa, isinya menunjukkan dunia anak baik perkembangan emosional dan intelektual anak. Sastra untuk anak dan untuk orang dewasa sama berada pada wilayah sastra yang meliputi segala perasaan, pikiran dan wawasan kehidupan. Perbedaannya terletak pada pemberian gambaran kehidupan yang diuraikan dalam karya sastra termasuk didalamnya format tampilan juga dapat karakteristik sastra anak berbentuk bundar, buah-buah, penuh gambar dan ilustrasi-ilustrasi yang menambah variasi pada sastra anak. Hubungan interaktif antara pengalaman dengan pengetahuan kebahasaan yang merupakan kunci awal dalam memahami dan menikmati sastra anak. Sehingga siapapun yang menulis sastra anak tidak perlu dipermasalahkan asalkan dalam penggambarannya ditekankan pada kehidupan anak yang memiliki nilai kebermaknaan bagi anak.
Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-7, Cetakan ke-16
38
Penggambaran sastra anak harus mencerminkan perasaan dan pengalaman anak-anak walaupun seringkali dilihat dan diukur dari perspektif orang dewasa. Sebagai sebuah karya, sastra anak menawarkan sesuatu pada pembacanya yaitu nilai yang terkandung di dalamnya yang dikemas secara intrinsik maupun ekstrinsik. Sehingga sastra anak dapat memberikan manfaat bagi perkembangan anak. Huck (dalam Noor, 2011:48 ) menguraikan bahwa karya sastra anak dengan penggunaan bahasa yang efektif akan membuahkan pengalaman estetik bagi anak. Penggunaan bahasa yang imajinatif dapat menghasilkan responsiresponsi intelektual dan emosional dimana anak akan merasakan dan menghayati peran tokoh dan konflik yang ditimbulkannya, juga membantu mereka untuk merasakan keindahan, keajaiban, kelucuan, kesedihan dan ketidakadilan. Selanjutnya, dapat membantu anak merasakan bagaimana memikul penderitaan dan mengambil resiko, juga akan ditantang untuk memimpikan berbagai mimpi serta merenungkan dan mengemukakan berbagai masalah mengenai dirinya sendiri, orang lain dan dunia sekitarnya(Huck dalam Noor, 2011:48). Noor (2011:51-56) menyimpulkan bahwa pengalaman bersastra akan memberikan manfaat pada anak secara intrinsik dan ekstrinsik. Secara intrinsik; (1) memberi kesenangan, kegembiraan, dan kenikmatan bagi anak-anak, (2) mengembangkan imajinasi anak dan membantu mereka mempertimbangkan dan memikirkan alam, kehidupan, pengalaman atau gagasan dengan berbagai cara, (3) memberikan
pengalaman baru yang seolah dirasakan dan dialaminya sendiri, (4) mengembangkan wawasan kehidupan anak menjadi perilaku kemanusiaan, (5) menyajikan dan memperkenalkan anak terhadap pengalaman universal dan (6) mendekatkan anak dengan orangtua. Sedangkan nilai ekstrinsik memberi manfaat untuk perkembangan anak terutama dalam hal; (1) perkembangan bahasa, (2) perkembangan kognitif, (3) perkembangan kepribadian, dan (4) perkembangan sosial. Sastra anak yang terwujud untuk anak-anak selain ditujukan untuk mengembangkan imajinasi, fantasi dan daya kognisi yang akan mengarahkan anak untuk memunculkan daya kreatifitas juga bertujuan mengarahkan anak pada pemahaman yang baik tentang alam dan lingkungan serta pengenalan pada perasaan dan pikiran tentang diri sendiri maupun orang lain. Beragam jenis dan tema sastra anak yang tersedia dapat dijadikan sebagai alat untuk memperoleh gambaran dan kekuatan dalam memandang dan merasakan serta menghadapi realitas kehidupan; dalam menghadapi dirinya dan semua yang ada di luar di luar dirinya. Dunia anak-anak yang berkisar antara masa anak-anak yang tumbuh menuju ke masa remaja, diantara keluarga dan teman sebaya yang penuh dengan pengalaman pribadi membawa warna baru dalam dunia sastra anak-anak. Melalui kegiatan membaca atau menyimak cerita dengan tema di atas mereka akan menjadi lebih baik.
Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-7, Cetakan ke-16
39
Pembelajaran Sastra Pembelajaran sastra pada umumnya akan berhadapan dengan dua kemungkinan yaitu pembelajaran teori sastra (termasuk sejarah sastra) dan pembelajaran apresiasi sastra. Walaupun disadari bahwa untuk memahami dan menghargai sastra tidak hanya dibutuhkan teori dan sejarah tapi bagaimana pembelajaran apresiasi sastra. Hal ini senada dengan pendapat Rusyana (1984:313) bahwa pembelajaran sastra terutama dapat digunakan untuk ikut serta dalam usaha untuk mencapai tujuan apresiasi itu. Tujuan pengajaran sastra adalah untuk menjauharikan si terdidik agar ia dapat menghayati nilai-nilai luhur, agar ia siap melihat dan mengenal nilai dengan tepat, dan menjawabnya dengan hangat dan simpatik. Seseorang yang telah memiliki apresiasi bukan sekadar yakin bahwa sesuatu itu dikehendaki sebagai hasil perhitungan akalnya, melainkan benarbenar menghasratkan sesuatu, dan menjawab dengan sikap yang penuh dengan kegairahan terhadapnya. Sehingga merumuskan dan memilih materi yang tepat dengan kebutuhan perkembangan anak dibutuhkan dukungan tujuan dan metode pembelajaran. Kejelasan rumusan tujuan pembelajaran sastra dengan demikian sangat penting, karena tujuan yang dirumuskan akan dijadikan pedoman bagi pemilihan bahan yang sesuai. Pemilihan bahan pembelajaran termasuk bahan yang akan diteskan, harus menopang tercapainya pembelajaran secara maksimal, yaitu membimbing dan meningkatkan kemampuan mengapresiasi sastra siswa.
Problematika Pembelajaran Sastra Anak di Sekolah Sejak kapankah keluhan ketidakpuasaan atas pengajaran sastra? Ajib Rosidi (dalam Rusyana,1984: 324) menyatakan bahwa sudah sejak tahun 1955, masalah pengajaran sastra khususnya apresiasi sastra, diperbincangkan oleh sastrawan dan pengajar atau guru sastra karena dirasakan tidak memenuhi harapan. Bahasa Indonesia (termasuk sastra Indonesia) yang diajarkan di sekolah-sekolah sejak permulaan kemerdekaan bangsa (Burhan, 1971:9), selama kurang lebih satu dasawarsa pengajaran sastra belum terkuasai dengan baik. Kenyataan ini menunjukkan bahwa kegiatan sastra yang seharusnya membawa siswa pada proses menggali nilai-nilai sosial kebudayaan, agama, dan nilai-nilai kemanusiaan yang dapat mengantarkannya menuju kearifan dan kebijaksanaan (wisdom) hidup dan mengembangkan daya nalar, malah cenderung dibatasi oleh kurangnya kreatifitas bahkan sarana prasarana yang menunjang. Sistem pendidikan di Indonesia, belum menempatkan sastra sebagai bidang kajian yang penting dan berperan dalam perkembangan bangsa yang berkarakter. Siswa lebih banyak diarahkan agar siap untuk menyambut derasnya perkembangan teknologi dan informasi, sehingga konsep-konsep yang berkaitan dengan sains, teknologi, dan kebutuhan fisik dianggap lebih penting dan utama. Sedikitnya perhatian terhadap sastra dan kebudayaan pada umumnya merupakan salah satu indikasi adanya kecenderungan tersebut. Pembelajaran sastra lama dihadapkan pada berbagai
Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-7, Cetakan ke-16
40
permasalahan yaitu naskah-naskah sastra lama ditulis dalam aksara Jawi atau aksara daerah lain. Hal ini mengakibatkan naskah-naskah tersebut tidak menarik perhatian siswa untuk membacanya. Selain itu, belum semua naskah-naskah tersebut diproduksi untuk dijadikan bahan bacaan. Bacaan yang terbit tampaknya teralu berat untuk dijadikan bahan bacaan karena biasanya merupakan telaah ilmiah seperti tesis dan disertasi. Kurikulum tidak memberikan peluang yang memadai bagi diajarkannya sastra lama kepada siswa. Kalaupun ada, hal itu harus diintegrasikan dengan pengajaran sastra modern. Diantara sekian banyak siswa, hanya sebagian siswa yang tertarik secara khusus pada bidang bahasa dan sastra, namun jumlah yang sedikit sehingga banyak sekolah yang tidak membuka jurusan ini. Pembelajaran sastra modern dihadapkan pada masih banyaknya cerita rakyat yang belum ditransformasikan ke dalam bahasa modern. Jika transformasi ke dalam bahasa Indonesia dilakukan terus menerus (Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan Nasional atau oleh penerbit seperti Gramedia dan Yayasan Obor), memperhatikan kaidah penerjemahan maka tidaklah menjadi kendala dalam proses apresiasi dan pembelajaran di sekolah. Tersedianya cerita anak dalam bentuk dongeng, cerita bergambar, dan cerita pendek baik dalam majalah maupun buku yang beredar bukanlah sepenuhnya karya asli dari negeri sendiri melainkan terjemahan dari karya sastra asing. Tidak dapat disangkal bahwa penerbitan sastra anak terjemahan tersebut dapat mengisi kekosongan akan karya-karya sastra anak yang
bermutu di Indonesia. Namun, di sisi lain diperlukan filter untuk menyaring nilai-nilai budaya asing yang turut dibawa dalam karya-karya tersebut mengingat adanya kaitan erat antara karya sastra dengan budaya masyarakatnya. Materi-materi pelajaran (textbook) bahasa Indonesia tidak memperluas ruang pengajaran sastra, tetapi pada bagian materi bacaan yang ada justru yang menumpang adalah materi sejarah, biografi, kepariwisataan dan lingkungan hidup. Materi itu disadari sangat penting di satu sisi tetapi telah mengambil ruang penyajian sastra yang seharusnya disana. Implikasi kebijakan pemerintah khususnya dengan sistem kisi-kisi, maka secara tidak langsung memaksa penulis buku untuk ikut kisi-kisi yang boleh jadi tidak proposional. Selanjutnya sastra dalam buku pelajaran, sastra disintesiskan dengan kegiatan menyimak dan membaca sebagai aktifitas reseptif siswa. Sisi lain yang sangat penting, yang hingga kini terlupakan dan kurang mendapat perhatian dan sorotan adalah penempatan sastra anak dan sastra remaja sebagai genre sastra dalam pengajaran sastra di sekolah. Padahal dengan membaca karya sastra, siswa dapat menggali nilai-nilai sosial, kebudayaan, agama, dan nilai-nilai kemanu-siaan yang dapat mengantarkan siswa menuju kearifan dan kebijaksanaan (wisdom) hidup. Selain itu dengan membaca karya sastra, siswa dapat mengembangkan daya nalarnya karena sastra merupakan salah satu sarana untuk merangsang serta menunjang perkembangan kognitif atau penalaran anak-anak. Berkaitan dengan permasalahan di atas, sastra anak berada pada
Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-7, Cetakan ke-16
41
situasi yang tidak menyenangkan. Setiap pembaca berhak atas bacaannya termasuk anak dan remaja yang memiliki dunia sastranya yang sesuai dengan kehidupan mereka. Materi pembelajaran sastra di sekolah hanya terfokuskan teks sastra pada buku cetak tanpa memilahnya sesuai dengan kebutuhan dan kelompok umur pada setiap jenjang pendidikan. Sistem evaluasi pengajaran sastra yang cenderung ke aspek kognitif atau pengetahuan. Pelaksanaan sistem evaluasi pengajaran sastra seharusnya mempertimbangkan evaluasi yang mengarah ke penumbuhan ketrampilan. Bila model evaluasi tersebut tidak memungkinkan dilakukan di sekolah, evaluasi tersebut dapat dilaksanakan di berbagai kesempatan lain. Evaluasi ketrampilan dan apresiasi siswa ini dapat saja dilakukan melalui penugasan di rumah, kegiatan ekstrakulikuler, dan berbagai kegiatan lain. Pengadaan dan pemanfaatan buku bacaan kesastraan di sekolah yang memprihatinkan dari segi jumlah maupun tema yang diangkat. Peranan lingkungan di luar sekolah turut menentukan perkembangan apresiasi sastra anak dan remaja. Anak belum dapat memilih bacaan sastra yang baik untuk dirinya sendiri dan akan membaca apa saja yang ditemui tak peduli cocok atau tidak untuknya. Oleh sebab itu, orang tua memegang peranan penting untuk mengenalkan karya sastra yang layak dibaca oleh anak dengan mempertimbangkan faktor budaya karena anak dibesarkan dalam lingkungan budaya.
Pembelajaran sastra di sekolah akan menemukan gairahnya kembali jika ditunjang oleh semua komponen di dalam maupun diluar sekolah, hal dapat diuraikan sebagai berikut: Kesadaran tentang manfaat sastra harus dimulai sejak usia dini. Peranan orang tua untuk memperkenalkan nilai-nilai sastra pada anak-anak yang harus dilakukan terus menerus. Meluangkan waktu untuk mendongeng sebelum tidur adalah langkah awal memperkenalkan anak pada sastra. Kreatifitas dan imajinasinya yang mulai berkembang membutuhkan perhatian ekstra terhadap apa yang ditonton bahkan bacaan yang perlu dibaca. Memilih bacaan yang sesuai dengan usia dan kebutuhan anak adalah langkah tepat untuk menumbuhkembangkan apresiasinya pada karya sastra. Selanjutnya, pembelajaran sastra di sekolah membutuhkan dukungan dari kurikulum pendidikan yang memberikan porsi seimbang bagi pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia dan pembelajaran bidang studi lainnya. Keterkaitan antara pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia dengan bidang studi yang lain tidak difokuskan pada materi semata namun nilai yang dikembangkan. Selanjutnya, mengenalkan siswa pada sastra lama dapat dimulai dengan mengenal dan membahas cerita-cerita lama yang sudah dikuasai. Menemukan kaitan antara nilai yang terkandung dalam sastra lama dengan kenyataan hidup di masa sekarang akan membantu siswa lebih menghargai dirinya dan lingkungan diluar dirinya. Menemukan pemahaman terhadap karya sastra lama dapat dilakukan dengan berkenalan dengan fisik sastra lama, berkunjung ke perpustakaan
Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-7, Cetakan ke-16
42
nasional, perpustakaan daerah, museum atau lembaga-lembaga lain yang memiliki koleksi naskah lama baik dalam bentuk kegiatan wisata maupun ekstrakulikuler lainnya. Selain itu, pemanfaatan tradisi lisan yang masih berkembang dalam masyarakat melalui kegiatan merekam (kaset, handycam atau tertulis) folklor sastra, kemudian hasil rekaman tersebut dibawa dan dibicarakan di sekolah. Tradisi sastra lokal, pembacaan puisi, musikalisasi puisi, dan drama yang ditayangkan di radio dan televisi dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembelajaran. Ketiadaan buku dan bahan penunjang pembelajaran sastra dapat ditanggulangi melalui pemanfaatan media massa cetak seperti koran dan majalah yang memuat karya sastra. Pemanfaatan sastra online di internet dapat dijadikan solusi alternatif. Guru sebagai fasilitator diharapkan menguasai karya sastra dan memilih bahan yang sesuai dengan usia dan kebutuhan siswa, sehingga pembelajaran sastra yang diterapkan lebih menyenangkan dan inovatif. Ketersediaan karya sastra yang layak dinikmati oleh anak berupa puisi, prosa dan drama dapat digunakan oleh guru untuk mengembangkan apresiasi atau penghargaan siswa (anak dan remaja). Hal ini berkaitan erat dengan bagaimana guru menyajikan dan merangsang siswa untuk mengenal, menghargai bahkan memproduksi cipta sastra. Pembelajaran sastra yang dikembangkan harus menyediakan kesempatan-kesempatan bagi siswa untuk menjelajahi masalah, berekspresi dan mengungkapkan pendapat dengan bebas agar daya nalar dapat berkembang secara normal. Proses ini membutuhkan kesiapan dan kemampuan guru menguasai dan
menerapkan model, teknik, dan media pembelajaran yang sesuai. Selanjutnya akan diuraikan alternatif model dan teknik pembelajaran sastra di sekolah maupun di luar sekolah. Pembelajaran Sastra: Teknik Mengajarkan Sastra Anak Berbasis Permainan Menciptakan suasana pembelajaran sastra yang menyenangkan dibutuhkan kesigapan guru memanfaatkan berbagai teknik mengajar, salah satunya adalah menciptakan permainan-permainan sastra yang disesuaikan dengan kebutuhan materi yang diajarkan. Permainan-permainan ini dapat mengadaptasi permainan tradisional dan modern yang berbasis IT. Permainan-permainan ini dapat dilakukan sebagai bentuk evaluasi terhadap materi yang disampaikan dan mengembangkan imajinasi siswa, antara lain: a. Permainan tradisional “bola berantai” Urutan permainan: 1. Permainan ini dapat dilakukan dalam kelompok yang besar maupun yang kecil, terdiri atas 5 – 15 orang. 2. Siswa dibagi dalam kelompok yang terdiri atas 4-5 orang 3. Masing-masing peserta memegang bola yang terbuat dari plastik. Warna bola dapat ditentukan dan hanya ada satu bola yang mempunyai warna berbeda atau ditandai oleh guru. 4. Guru telah menyediakan pertanyaan dalam kotak atau kardus yang telah disediakan. 5. Sebelum permainan dimulai, guru menginformasikan beberapa peraturan dalam permainan antara
Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-7, Cetakan ke-16
43
lain : 1) jika lagu yang dinyanyikan selesai, siswa yang mendapatkan bola yang telah ditandai atau berwarna beda, diberikan kesempatan untuk mengambil pertanyaan dalam kotak atau kardus, 2) guru membacakan pertanyaan dan siswa diberikan kesempatan untuk menjawab, 3) jika jawaban benar, maka nilai akan diberikan kepada kelompok siswa tersebut berasal, dan jika jawaban salah maka kelompok akan menunjuk kelompok yang lain untuk menjawab pertanyaan tersebut. 6. Permainan dimulai dengan menyanyikan lagu “pindahkan bola kecil ini” atau lagu lain diketahui. Permainan ini membutuhkan kesiapan siswa agar dapat menjawab pertanyaan yang disampaikan. Pada tahap apresiasi, seringkali kelompok harus bekerja sama untuk melakonkan bagian drama yang telah dipelajari atau bahkan menceritakan secara berantai cerita yang telah dipelajari. b. Permainan “pesan berantai” Urutan Permainan: 1. Siswa dibagi dalam kelompok yang terdiri atas 4-6 orang 2. Masing-masing kelompok akan diberikan pesan berupa lakon dan kalimat dalam cerita atau petunjuk untuk melakukan sesuatu 3. Guru menginformasikan pesan kepada utusan dari masingmasing kelompok 4. Utusan menyampaikan pesan tersebut secara berantai dan kelompok yang tercepat akan diberikan kesempatan untuk menyampaikan isi pesan. Kegiatan ini dapat dilakukan sebelum proses belajar mengajar sebagai apersepsi bahkan setelah proses
pembelajaran selesai. Permainan ini membutuhkan penguasaan ketrampilan menyimak oleh siswa. c. Games Bahasa dan Sastra Indonesia Perkembangan ilmu dan teknologi ternyata membawa dampak yang positif bagi proses pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah. Games bahasa dan sastra Indonesia dibuat untuk mengevaluasi pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia yang telah disampaikan oleh guru. Pemanfaatan Komik Sastra Hakikat komik adalah perpaduan antara gambar dan bahasa, teks visual dan teks verbal, pembicaraan struktur komik juga tidak dapat dilepaskan dari dua unsur yang secara langsung mendukungnya itu. Kedua aspek komik itu bersifat saling mengisi, menguatkan, dan menjelaskan. Adegan-adegan tertentu membutuhkan teks verbal untuk menegaskan apa yang terjadi. Berdasarkan teks verbal itu pembaca jadi tahu dialog, isi dialog, atau isi fikiran tokoh. Di pihak lain, lewat panelpanel gambar ada banyak deskripsi verbal yang dapat dihindari atau dihemat. Berdasarkan teks visual dan verbal itu pula kita dapat menafsirkan karakter tokoh dan perkembangan alur cerita. Komik dapat dimanfaatkan oleh guru sebagai bahan ajar puisi, prosa, dan drama, tentunya disesuaikan dengan kebutuhan materi yang akan diajarkan.
Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-7, Cetakan ke-16
44
Sanggar Sastra Seiring dengan semakin dikenalnya dunia sastra di masyarakat, hadir pula sebuah wadah bersastra beberapa individu yang disebut dengan sanggar sastra. Sanggar dapat diartikan adalah tempat untuk kegiatan seni. Dengan kata lain, istilah sanggar juga dapat diartikan sebagai sebuah tempat untuk berkesenian, baik untuk seni lukis, seni tari, seni musik, maupun seni pertunjukkan. Jika merujuk pada defenisi sanggar di atas, maka sanggar sastra dapat diartikan sebagai sebuah tempat untuk bersastra, baik untuk mengapresiasi ataupun memproduksi karya sastra. Akan tetapi, biasanya sebuah sanggar sastra lebih memilih untuk melakukan keduanya. Cakupan sanggar sastra adalah ekspresi kreatif lisan dan tulisan pada ragam puisi, prosa fiksi, dan drama. Materi-materi yang tidak dapat disampaikan pada proses belajar mengajar dapat disampaikan pada pertemuan-pertemuan sanggar. Pelaksanaan terhadap fungsi tersebut, selain membantu guru Bahasa Indonesia memberikan pengetahuan kesastraan terhadap siswa, sekolah juga telah memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengekspresikan dirinya dalam dunia sastra. Dengan demikian, pemasyarakatan sastra terhadap generasi muda akan lebih mudah dilakukan. Selain meningkatkan pengalaman bersastra siswa, keberadaan sanggar sastra di sekolah secara tidak langsung juga (diharapkan) mengurangi tingkat kenakalan remaja (siswa). Kecenderungan remaja untuk menojolkan dan membuktikan eksistensi secara individu maupun
berkelompok dapat diarahkan pada kegiatan yang positif. Kelompok Baca Sastra Pepatah mengatakan “Membaca adalah jendela dunia dan ilmu pengetahuan”. Kata-kata bijak tersebut menggambarkan bahwa dengan membaca kita dapat memahami dunia dan ilmu pengetahuan termasuk sastra. Perkembangan informasi yang terus berkembang dengan pesat menuntut kita untuk memahami diri kita dan sekitar kita dengan cermat dan tepat. Kebiasaan membaca tidak tumbuh sesaat, diperlukan proses yang panjang. Kesadaran membaca bukan tanpa nilai. Ada investasi berharga ketika seseorang rajin membaca. Seorang anak yang terbiasa membaca cenderung bersikap kritis dan mampu menyeleksi informasi yang diterima. Kegiatan membaca yang menyenangkan akan mendorong terbentuknya karakter yang baik. Kelompok baca sastra adalah alternatif pembelajaran sastra yang dapat dilakukan di luar sekolah bahkan di lingkungan tempat tinggal. Ketersediaan buku bacaan anak baik sastra lama maupun modern, dipilih dengan cermat agar membawa dampak yang positif bagi perkembangan anak. Kelompok baca sastra ini terdiri atas 4-6 orang yang memperhatikan usia. Kelompok usia yang sama akan membantu pemilihan bacaan yang sesuai. Setiap kelompok akan didampingi oleh pemandu yang disebut „kakak pemandu‟ dengan tugas memandu kegiatan kelompok baca tersebut. Pertemuan kelompok baca sastra ini biasanya dilaksanakan sebanyak dua kali pertemuan dalam seminggu tergantung jenis dan tingkat
Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-7, Cetakan ke-16
45
kesukaran bacaan yang diberikan. Kegiatan kelompok baca sastra ini tidak terbatas pada membaca cipta sastra saja, tetapi dilanjutkan dengan kegiatan membahas bahan bacaan yang dibahas, dan tiap bulan akan diakhiri dengan kegiatan lomba menyangkut bahan bacaan yang telah dibahas. Kelompok baca sastra diharapkan dapat memasyarakatkan karya sastra baik sastra lama maupun modern disamping menambah wawasan dan perbendaharaan kosa kata peserta kelompok baca sastra. SIMPULAN Sistem pembelajaran sastra yang dikembangkan harus menyediakan kesempatan-kesempatan bagi siswa untuk menjelajahi masalah, berekspresi dan mengungkapkan pendapat dengan bebas agar daya nalar dapat berkembang secara normal. Pembelajaran sastra di sekolah haruslah menyenangkan dan terus menerus dibaharui dengan berbagai kreatifitas yang inovatif. Pembelajaran sastra yang dapat menjawab dan membantu siswa menemukan nilai kehidupan yang dapat membawanya pada pengambilan keputusan yang tepat dan bijaksana serta dapat memahami dunia sekeliling. Pemilihan bahan (materi) dan pemberian tugas hendaknya dilakukan dengan mempertimbangkan perkembangan kejiwaan dan kognitif siswa. Sedangkan penilaian hasil belajar kesastraan hendaknya tak hanya mencakup ranah kognitif saja, melainkan juga afektif dan psikomotoris. Atau dalam evaluasi, tes harus mencakup aspek informasi, konsep, perspektif, dan apresiasi. Guru hendaknya sudah merencanakan persiapan secara matang bahan atau materi dan
prosedur-prosedur yang ditempuh dalam pengajaran, dan pendekatan yang digunakan seperti pendekatan apresiasi, yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan belajar siswa. . SUMBER RUJUKAN Ali, Mahmud, Jauhari. 2008. “Prolematika Pengajaran Sastra di Sekolah Dasar”. Tersedia di www. Sastraindonesia.com. Ampera, Taufik. 2010a. “Menelusuri Karya yang “Terselip” dalam Pelajaran Bahasa Sunda”. Makalah disampaikan dalam Seminar Pengajaran Sastra di Sekolah, diselenggarakan Perkumpulan Keluarga Besar Wargi Bogor, 18 Mei 2010. --------------------. 2010b. Pengajaran Sastra; Teknik Mengajar Sastra Anak Berbasis Aktivitas. Bandung: Widya Padjadjaran. Beach, Richard W.dan James D. Marshall. Teaching Literature in the Secondary School. New York: Harcourt Brace Jovanovich, Publisher. Huck, Charlotte S. 1987. Children Literature in the Elementary School New York : Holt Rinehart. Nurgiyantoro, Burhan. 2001. Penilaian dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: BPFE. Rahmanto. B. 2000. Pengajaran Sastra. Tersedia di www.sastra – indonesia.com. Rusyana, Yus. 1984. Bahasa dan Sastra dalam Gamitan Pendidikan. Bandung: CV. Diponegoro. Zuchdi, Darmiati dan Budiasih. 1997. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Rendah. Jakarta: Depdikbud.
Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-7, Cetakan ke-16
46