2 PEMBELAJARAN ORGANISASI PADA PONDOK PESANTREN DALAM MEMASUKI ERA GLOBAL
Moh. Riza Zainuddin* *STAI Muhammadiyah Tulungagung
[email protected] Abstract National problems that never ended, ranging from the economic slump, a leadership crisis, a moral crisis, the environmental crisis to the threat of terrorism, requires all the elements and components of the nation to stand and take part as a problem solver. No exception with a wide range of potential schools that are still hidden treasures tub. This is one of the major challenges of our times, how big the potential raises pesantren became a real contribution to society and the nation. Kata Kunci: Pembelajaran, Pesantren, Era Global
Konsep Pe mbelajaran Organisasi Pesantren Organisasi pesantren memang penting dalam rangka mengantarkan kemajuan organisasi. Pesantren berperan membantu dalam rangka pembelajaran perilaku organisasi berkaitan dengan memotifasi kreatifitas. Dengan demikian, manajemen pendidikan merupakan faktor yang dominan dalam kerangka kemajuan suatu bangsa. Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang berbasis masyarakat (society based-education). Dalam kenyataannya, pesantren telah mengakar dan tumbuh dari masyarakat, kemudian dikembangakan oleh masyarakat, sehingga kajian mengenai pesantren sebagai sentra pengembangan masyarakat sangat menarik beberapa peneliti akhir-akhir ini. Kendatipun pesantren atau popular
18 Edukasi, Volum e 0 1, No mor 01, Ju ni 201 3: 0 17- 033
pondok pesatren merupakan kenyataan sosial yang sudah mapan dalam masyarakat Indonesia, namun tidak memperoleh perhatian dan intervensi yang signifikan dari pemerintah untuk mengembangkan ataupun memberdayakannya. Hal ini menjadikan pesantren tumbuh dengan kemampuan sendiri yang pada akhirnya menumbuhkan varian yang sangat besar, karena sangat tergantung pada kemampuan masyarakat itu sendiri. Kehadiran sistem Madrasah di Pesantren tampaknya tidak terelekkan sifatnya, bukan hanya karena tuntutan modernitas, tetapi juga berkenaan dengan elan-vital pesantren tetapi juga persoalan akomodasional pesantren untuk mengakses masa depan. Bahkan, Pesantren juga ingin menjamin survivalnya. Sebagian Pesantren, yang terus ingin mempertahankan corak konvensional pesantren sebagai lembaga pendidikan masyarakat, hanya dapat melakukan pembelajaran agama kepada masyarakat dengan cara kiainya mendatangi mushalla dan masjid tertentu di luar pesantren untuk memberikan pembelajaran agama. Berbeda dengan pembelajaran agama konvensional, pembelajaran di madrasah dilaksanakan dengan sistem kelas (classical sistem) yang terorganisir dan terstruktur. Murid dikelompokkan ke dalam kelas-kelas, dan setiap murid baru diperkenankan mengambil mata pelajaran berikutnya sesudah menyelesaikan mata pelajaran di tingkat sebelumnya. Dalam sistem Madrasah, semua elemen penting pendidikan mulai dari pengorganisasian, kurikulum, pendekatan, metode, rekruitmen, sampai evaluasi hasil belajar diatur secara terencana, terukur dan terkontrol. Terkadang muncul adalah bahwa pesantren merupakan lembaga yang eksklusif dan kurang mengakomodasi perkembangan zaman. Dalam sistem dan metodologi pembelajaran, misalnya, pesantren terkesan terlalu lamban bahkan acuh-tak acuh dengan berbagai temuan baru berkenaan dengan bagaimana sebuah lembaga pembelajaran serta kelompok “professional” di dalamnya dapat terus menerus meningkatkan hasil- hasil pembelajarannya. Perkembangan
penelitian
pembelajaran,
berikut
berbagai
teori
pembelajaran, melahirkan apa yang disebut teknologi pembelajaran (educational
Pembelajaran Organisasi pada Pondok Pesantren dalam M emasuki Era Global – Moh. Riza Zainuddin
technology,
learning
technolology)
yang
menyediakan
berbagai
19
teknik
pembelajaran yang dipandang efektif dan efisien. Dalam bentuknya yang paling menarik, misalnya, saat ini sudah muncul sebuah system atau lebih tepat pendekatan pembelajaran yang disebut dengan Quantum Learning yang berpasangan dengan Quantum Teaching. Kehadiaran dua pendekatan ini disebut oleh para tokoh pembelajaran sebagai indikasi terjadinya revolusi pembelajaran (learning revolution). Jika ditinjau dari sistem pendidikan yang diterapkan di pondok pesantren, terutama sebelum masa orde baru, maka pendekatan yang sering dipergunakannya adalah pendekatan holistik, hal itu dibuktikan paling tidak dengan prinsip-prinsip yang tercermin dari sistem pendidikannya. Sistem pendidikan pesantren, mendasarkan filsafat pendidikannya pada filsafat theocentric, yang memandang bahwa semua aktivitas pendidikan dipandang sebagai ibadah kepada Tuhan dan merupakan bagian integral dari totalitas kehidupan muslim, se hingga belajar dan mengajar di Pesantren tidak dipandang sebagai alat tetapi dipandang sebagai tujuan. Implikasi dari prinsip tersebut, maka para pengajar di Pondok Pesantren memandang bahwa kegiatan di pesantren sebagai ibadah kepada Tuhan, sehingga penyelenggaraan Pondok Pesantren dilaksanakan “di bawah bayang-bayang Tuhan”, sukarela dan dijadikan sebagai media pengabdian kepada sesama manusia dalam rangka mengabdi kepada Tuhan. Hal itu juga tercermin dari kearifan dan kesederhanaan hidupnya sehari- hari yang menyiratkan semacam kesadaran transcendental. Kesederhanaan di sini adalah id entik dengan kemampuan bersikap dan berpikir wajar, proporsional, dan tidak tinggi hati. Pengembangan pembelajaran di Pondok Pesantren ini juga dapat dibedakan dari dua poros, yaitu pengembangan ke dalam (internal), dalam arti pemberdayaan dan pemerkayaan; dan pengembangan keluar (external), yang berarti bahwa pesantren mengakomodasi sistem dan metodologi pembelajaran modern untuk melengkapi atau bahkan mengganti sistem dan metodologi konvensional. . Sistem dan metodologi pembelajaran konvensional yang dianut pesantren pada umumnya
20 Edukasi, Volum e 0 1, No mor 01, Ju ni 201 3: 0 17- 033
berkisar pada varian-varian seperti sorogan, weton/bandongan, halaqah dan hafalan,serta Sorogan. Sistem sorogan ini termasuk penerapan sistem pembelajaran dengan pendekatan individual dan berbentuk halaqah. Halaqah ini merupakan s istem kelompok kelas dari sistem bandongan. Halaqah yang arti bahasanya “lingkaran murid”, atau sekelompok siswa dengan formasi duduk melingkar, yang belajar di bawah bimbingan seorang guru atau belajar bersama dalam satu tempat. Halaqah ini juga merupakan kelompok belajar dengan menggunakan metode diskusi takterstruktur untuk memahami isi kitab. Diskusi berkisar pada persoalan apa kandungan atau hikmat pelajaran yang dapat diambil dari bacaan, baik dari sumber kitab al-Qur’an, kitab Hadits, atau kitab-kitab kuning lainnya dan bukan untuk mempertanyakan benar-salahnya apa-apa yang diajarkan oleh kitab. Aspek kritisnya bukan diletakkan pada kemampuan mempertanyakan normativitas isi kitab tetapi kemampuan berijtihad mengenai apa maksud yang diajarkan oleh kitab. Bila dipandang dari sudut pengembangan intelektual, menurut Mahmud Yunus sistem ini hanya bermanfaat bagi santri yang cerdas, rajin dan mampu serta bersedia mengorbankan waktu yang besar untuk studi ini. Sistem ini juga hanya dapat menghasilkan satu persen murid yang pandai dan yang lainnya hanya sebatas partisipan. Pendapat Mahmud Yunus di atas, tentu saja lebih merupakan penilaian atas kenyataan penerapan metode halaqah saat itu, yaitu yang hanya dapat dinikmati oleh segelintir siswa yang tergolong mampu menganalisis masalah dan mampu pula mengungkapkan hasil pikirannya secara lisan maupun tulisan. Tetapi, saat ini metode halaqah ini justeru harus diperkaya. Salah satu alasannya adalah bahwa forum yang dibangun dengan metode halaqah itu sudah merupaka n metode pembelajaran yang paling di andalkan dalam sistem pembelajaran siswa aktif. Kedua ialah bahwa belajar dalam pandangan modern tidak hanya untuk mengejar
pengetahuan
sebagai
hasil
belajar
satu-satunya,
melainkan
menginternalisasi nilai-nilai yang secara laten dapat diperoleh dari halaqah, seperti belajar kemampuan cara menganalisis masalah dan kemampuan mengenai cara mengungkapkan pemikiran. Jadi, halaqah tidak hanya menghasilkan
Pembelajaran Organisasi pada Pondok Pesantren dalam M emasuki Era Global – Moh. Riza Zainuddin
21
instructional effect, tetapi juga formal effect atau disebut juga nurturent effect. Instruktional effect adalah hasil belajar seperti yang dibatasi oleh tujuan pembelajaran yang telah disusun. Sedangkan nurturent effect adalah hasil belajar laten yang diberoleh dari pembelajaran, yang biasanya berupa perubahan kualitaskualitas personal seseorang dalam belajar, baik dalam bentuk sikap perhatian maupun motivasi belajar.
Potensi Pesantren dalam Melejitkan Organisasi Terdapat banyak solusi bagi sejumlah besar permasalahan besar masyarakat dan bangsa yang tersimpan di pesantren. Misalnya saja, sebagai lembaga pendidikan tertua dan asli Indonesia, pesantren bisa menjadi tumpuan harapan dalam mencetak generasi handal dan bermoral terutama bagi kalangan masyarakat menengah ke bawah. Pesantren juga bisa menjadi tempat penyemaian pemimpin masa depan (the breeding ground of future leaders) dalam banyak bidang. Pesantren juga berpotensi besar menjadi wadah pencetak entrepreneurs yang bisa menggerakkan potensi ekonomi masyarakat. Selain itu, dengan keunikan dan kekhasannya, pesantren bisa menjadi kebanggaan kita bersama sekaligus cagar budaya dan nilai- nilai ke-Indonesiaan di era global. Sayang, banyak potensi pesantren yang belum tergali. Yang terjadi justru sebaliknya. Lembaga yang seyogyanya adalah tempat kaderisasi ulama dan cendekiawan ini disebut sebagai sarang teroris dan tempat perkecambahan (breeding ground) radikalisme di Indonesia. Pihak pesantrenpun acapkali terlalu menutup diri. Sebagai lembaga pendidikan tertua di Indonesia, pesantren telah ada sejak ratusan lalu. Pesantren umumnya didirikan oleh kaum Muslim modernis untuk merespon ekspansi sekolah-sekolah model Belanda saat itu. Kemudian berlanjut pada masa pembaharuan kurikulum pendidikan Islam sekitar tahun 1920-an. Momentum perubahan yang cukup revolusioner terjadi pada tahun 1970-an ketika Menteri Agama Mukti Ali memasukkan sekitar 70 persen mata pe lajaran umum kedalam kurikulum Madrasah.
22 Edukasi, Volum e 0 1, No mor 01, Ju ni 201 3: 0 17- 033
Berdasarkan UU Sisdiknas Tahun 1989, ekuivalensi pendidikan madrasah diakui sama dengan sekolah umum. Lalu pada tahun 2000, beberapa pesantren di Indonesia mendapatkan status ekuivalensi dengan sekolah umum. Sejak fase pembaharuan ini, pesantren kemudian menjadi semacam ‘the holding institution’ yaitu lembaga pendidikan yang tidak hanya mencakup pendidikan agama, tetapi lebih dari itu, didalamnya juga mencakup pendidikan umum. Pesantren bahkan juga menjadi pusat pengembangan masyarakat dalam berbagai bidang, meliputi ekonomi rakyat, seperti koperasi dan usaha kecil, tekhnologi tepat guna, kesehatan masyarakat sampai pada konservasi lingkungan. Dalam sejarah pendidikan Indonesia khususnya dalam bidang pendidikan Islam, pesantren terbukti memberi sumbangan sangat besar dalam mencerdaskan bangsa melalui sistem pendidikan yang sudah ratusan tahun diterapkan. Sejumlah tokoh penting baik di masyarakat maupun pemerintahan adalah produk pendidikan pesantren. Para alumni pesantren juga mampu berkompetisi dan sukses melanjutkan pendidikan di seluruh penjuru dunia, tidak hanya di wilayah Timur Tengah. Pesantren yang terbukti mampu bertahan di tengah be gitu banyak perubahan yang cepat dan berdampak luas, membuatnya menjadi harapan masyarakat sebagai pendidikan alternatif yang di dalamnya tidak hanya mencakup pendidikan umum, tetapi juga pendidikan kemasyarakatan yang kelak akan memberi nilai tambah pada alumni-alumninya. Pesantren kian menjadi pilihan masyarakat terutama kalangan menengah ke bawah ketika biaya pendidikan semakin meroket. Budaya Organisasi Pesantren Membahas budaya, jelas tidak bisa lepas dari pengertian organisasi itu sendiri
pada dasarnya apabila dilihat dari bentuknya, organisasi merupakan
sebuah masukan (input) dan luaran (output) serta bisa juga dilihat sebagai living organism yang memiliki tubuh dan kepribadian, sehingga terkadang sebuah organisasi bisa dalam kondisi sakit (when an organization gets sick), sehingga organisasi dianggap sebagai suatu output (luaran) memiliki sebuah struktur (aspek anatomic), pola kehidupan (aspek fisiologis) dan system budaya (aspek kultur) yang berlaku dan ditaati oleh anggotanya.
Pembelajaran Organisasi pada Pondok Pesantren dalam M emasuki Era Global – Moh. Riza Zainuddin
23
Pengertian Organisasi sebagai output (luaran) inilah melahirkan istilah budaya organisasi atau budaya kerja ataupun lebih dikenal didunia pendidikan sebagai budaya akademis. Menurut Umar Nimran mendefinisikan budaya organisasi sebagai “Suatu sistem makna yang dimiliki bersama oleh suatu organisasi yang membedakannya dengan organisasi lain.” Budaya organisasi banyak digunakan dalam organisasi perusahaan, bahkan beberapa perusahaan memasang tulisan yang menunjukkan budaya organisasi mereka di tempat-tempat yang menarik perhatian. Misalnya di depan pintu masuk kantor, atau di dekat tempat para karyawan melayani pelanggan. Konsep budaya organisasi mulai berkembang
sejak awal tahun 1980-an. Konsep budaya
organisasi diadopsi dari konsep budaya yang lebih dahulu berkembang pada disiplin ilmu antropologi. Prilaku organisasi atau juga disebut budaya organisasi sangat berpengaruh terhadap produktifitas organisasi itu sendiri. Pimpinan organisasi tertantang untuk melakukan perubahan didalam dan diluar institusi mengingat tuntutan nilai (value) dari masyarakat yang menginginkan sebuah organisasi yang responsive mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dengan kwalitas hasil yang maksimal dan biaya yang rendah. Demi efektifitas dan produktifitas organisasi diperlukan tindakan – tindakan dengan memperhatikan kemampuan individu dalam organisasi, pemberian penghargaan merupakan salah satu metode efektif untuk
meningkatkan
produktifitas individu dalam organisasi. Ada enam kekuatan utama organisasi yang perlu diperhatikan dan diberdayakan dalam ra ngka pembentukan budaya organisasi yang prima: 1. Sumber daya manusia, 2. Globalisasi, 3. Keragaman budaya , 4. Kecepatan perubahan, 5. Kontrak psikologis antar pimpinan dan bawahan, atau antara kyai, ustad dan santri 6. Tekhnologi . Salah satu yang sangat penting untuk diperhatikan bagi kelangsungan dan kemajuan organisasi adalah lingkungan , seperti seorang pelari yang ingin menjadi juara, dia harus memperhatikan jarak tempuh dan medannya sehingga dia dapat membuat sebuah keputusan tindakan apa yang harus dilakukan untuk mencapai target dengan lebih cepat, akan tetapi tanpa analisa yang matang mungkin dia
24 Edukasi, Volum e 0 1, No mor 01, Ju ni 201 3: 0 17- 033
akan banyak kehilangan waktu dan tertinggal dari peserta lainnya, lingkungan yang mempengaruhi organisasi tersebut dapat dibedakan menjadi 2 yaitu lingkungan external dan lingkungan internal yang dapat dijadikan acuan untuk menentukan kecocokan organisasi dengan lingkungan tersebut. Lingkungan external adalah segala sesuatu diluar organisasi yang mungkin mempengaruhi, yang dapat dibagi dua yaitu lingkungan umum dan lingkungan tugas, sedangkan lingkungan internal adalah kondisi kek uatan yang dimiliki organisasi, sehingga yang termasuk lingkungan internal adalah : pemilik, karyawan, lingkungan fisik, dewan direksi, dan budaya, sedangkan lingkungan external yang sifatnya lingkungan umum meliputi : Pembuat aturan, competitor, konsumen, pemasok, partner strategis, dan yang bersifat umum : Dimensi politik hokum, dimensi internasional, dimensi teknologi, dimensi ekonomi, dan dimensi social budaya. Salah satu basis budaya pesantren adalah bentuk pendidikan pesantren yang bercorak tradisionalisme. Menurut Mochtar Buchori, pesantren merupakan bagian struktural internal pendidikan Islam di Indonesia yang diselenggarakan secara tradisional yang telah menjadikan Islam sebagai cara hidup. Sebagai bagian struktur internal pendidikan Islam Indonesia, pesantren mempunyai kekhasan, terutama dalam fungsinya sebagai institusi pendidikan, di samping sebagai lembaga dakwah, bimbingan kemasyarakatan, dan bahkan perjuangan. Pesantren dalam Era Modern Sebagaimana yang dapat dilihat dari fenomena sekarang, apa yang akan terjadi di masa mendatang, masih akan didominasi oleh kecenderungan globalisasi sebagai akibat dari era reformasi, yang memang akan melahirkan perubahan kebudayaan yang mendalam, yang secara umum disebabkan oleh loncatan perkembangan Iptek, proses ledakan informasi, dan proses perubahan gaya hidup yang mencerminkan imperalisme kultural. Keseluruhannya memperkuat tumbuhnya masyarakat modern sebagai gambaran dari keberhasilan iptek, yang akan menghantarkan masyarakat pada suasana kehidupan yang betul-betul baru. Dalam kondisi yang demikian, semua
Pembelajaran Organisasi pada Pondok Pesantren dalam M emasuki Era Global – Moh. Riza Zainuddin
25
lembaga atau institiusi merasa tertantang untuk dapat menyesuaikan dengan perkembangan baru tersebut, termasuk salah satunya adalah lembaga pendidikan pondok pesantren. Proses berdirinya pondok pesantren biasanya diprakarsai sekelompok santri yang menginginkan hidup bersama ustadz atau kyainya dan tidak jarang pesantren juga berdiri karena inisiatif ustadz atau kyai untuk mengamalkan ilmunya, sehingga perlu membangun sebuah lembaga pendidikan. Atas dasar itu, maka berdirilah pondok, tempat yang tetap untuk kehidupan bersama bagi para santri dengan para ustadz dan kyainya. Seiring laju perkembangan masyarakat, pesantren juga mengalami dinamika dan selalu berbenah diri agar tetap sesuai dengan tuntutan perubahan. Pesantren sedikit demi sedikit secara berangsur-angsur terus mengadakan pembaruanpembaruan pada sistem pendidikannya. Setidak-tidaknya ada tiga hal utama yang telah dilakukan pesantren dalam meraih konstruksi sistem pendidikan. Pertama, pembaruan dari segi metode belajar mengajar dalam pesantren. Pada mulanya pesantren hanya menerapkan sistem menghafal, dan menempatkan kyai sebagai satu-satunya sumber dalam proses belajar mengajar. Tapi sekarang, sistem modern telah juga dipraktikkan dalam berbagai pesantren. Kedua, pembaruan dari segi muatan isi kurikulumnya. Pesantren tidak lagi mengajarkan sebatas pengetahuan keagamaan, melainkan telah juga diajarkan pendidikan sosial dan teknologi. Ketiga, pembaruan dari segi mengoptimalkan pesantren
sebagai pusat pengembangan
masyarakat (center
of society
development). Pengembangan yang dimaksud di sini adalah penyesuaiannya dengan dunia modern dengan tetap memelihara identitas keIslaman, yaitu membekali para santri dengan berbagai disiplin keilmuan dan keterampilan dalam memasuki dunia modern dengan tetap berpegang pada tuntutan-tuntutan spiritual, syariat dan akhlak Islam. Hingga saat sekarang, lembaga pendidikan Pesantren masih tetap diminati oleh sebagian umat Islam di Indonesia, bahkan semakin popular setelah memberikan perhatiab khusus dalam pengembangan dan pembinaannya. Pengembangan pesantren yang selama ini nyaris terbatas di pedesaan, sekarang
26 Edukasi, Volum e 0 1, No mor 01, Ju ni 201 3: 0 17- 033
tidak sedikit pesantren yang telahg tumbuh dan berkembang di kota-kota besar. Pada umunya pesantren pada saat sekarang telah menyesuaikan dengan tuntutan pendidikan modern, yaitu dengan menyeimbangkan antara pengetahuan umum dan agama, dan hal ini memungkinkan bagi mereka untuk melanjutkan studi ke perguruan tinggi agama dan perguruan tinggi umum. Selain itu, beberapa jenis keterampilan juga di ajarkan di pesantren, yang hal itu menjadi daya atarik tersenndiri. Daya tarik pesantren bagi sebagian umat Islam, tidak terlepas dari akibat yang ditimbulkan oleh perkembangan dunia modernyang sering membawa perkembangan negative bagi perkembangan remaja, dengan memasukkan anaknya ke pesantren, para orang tua berharap agar anakknya mempunyai keseimbangan antara pengetahuan umum dan pengetahuan keagamaan yang tinggi, sehingga diharapkan akan terbentuk akhlak Islami yang karimah pada anak tersebut, maka dari itu tantangan berat yang dihadapi pesantren dalam mengemban kepercayaan masyarakat adalah, mampukah pesantren menghasilkah lulusannya yang mempunyai profesionalisme, kecerdasan dan moralitas yang tinggi sesuai yang diharapkan masyarakat. Oleh sebab itu, ada beberapa hal yang perlu di perhatikan dan dipikirkan oleh pengelola pesantren, juga masyarakat pada umumnya yang memiliki kepedulian terehadap keberlangsungan nasib pesantren. Pertama, pesantren harus bisa memberikan pelayanan jasa pendidikan yang lebih berkualitas sesuai dengan perkembangan zamandan permintaan masyarakat. Kedua, pesantren harus bisa meningkatkan kesejahteraan para pengasuh, pengurus, tenega pengajar dan administrasinya. Ketiga, pesantren harus bisa senantiasa merenovasi dirinya, dengan sarana dan prasarana yang lebih memadai dan canggih, dan mengembangkan sistem kelembagaan sesuai de ngan tuntutan manajemen modern. Keempat, dewasa ini pesantren tidak cukup hanya berpikir sekedar survive. Oleh karena itu, untuk bisa tumbuh dan berkembang, pesantren perlu memikirkan surplus dari anggaran penerimaan dan pengeluaran, karena pada umumnya pesantren harus membiayai anggarannya send iri, maka suka atau tidak
Pembelajaran Organisasi pada Pondok Pesantren dalam M emasuki Era Global – Moh. Riza Zainuddin
27
suka Pesantren harus dikelola dengan manajemen yang mendasarkan diri pada prinsip-prinsip badan usaha, sekalipun pesantren itu sendiri harus dipertahankan sebagai lembaga nir- laba. Artinya sudah menjadi tuntutan bagi Pesantren pada saat sekarang untuk memikirkan lembaganya sebagai badan ekonomi dan industri pada tingkat terttentu, dengan tidak mengabaikan tujuan utamanya sebagai lembaga pendidikan keagamaan.
Globalisasi Dunia Pesantren Indonesia sebagai negara satu-satunya didunia yang memiliki system pendidikan pesantren, seharusnya mampu menjadikan Pesantren sebagai lembaga pendidikan yang bergensi dan mampu bersaing dengan pendidikan formal lainnya di luar negeri. Selama ini, masyarakat lebih disibukkan dengan pemenuhan kebutuhan akan lembaga pendidikan formal yang bergensi. Bila mendengar nama pesantren maka yang timbul adalah sikap apatis dan berusaha menjauhkan keluarganya dari lingkungan pesantren. Padahal Pesantren telah terbukti dan mampu memberikan pembinaan dan pendidikan bagi para santri untuk menyadari sepenuhnya atas kedudukannya sebagai mansuia, mahluk itama yang harus menguasai alam sekelilingnya. Hasil pembinaan pondok pesantren juga membuktikan bahwa para santri menerima pendidikan
untuk
memiliki
nilai- nilai kemasyarakatan
selain
akademis
keberhasilan pondok pesantren dalam bidang pembinaan bangsa ini. Sikap apatisme masyarakat terhadap lembaga pendidikan tertua di tanah air ini seharusnya dijawab para pimpinan pesantren dengan sebuah aksi damai. Aksi tersebut bisa dengan kampanye di masyarakat luas bahwa pesantren adalah lembaga pendidikan yang bukan melahirkan orang-orang bermental rusak, bertype khianat dan mencoreng citra agama, tetapi Pesantren adalah lembaga pendidikan yang mampu mencetak kader-kader bangsa menguasai ilmu dunia dan ilmu agama (tafaqquh fi al ddin) secara mendalam serta menghayati dan mengamalkan dengan ikhlas.
28 Edukasi, Volum e 0 1, No mor 01, Ju ni 201 3: 0 17- 033
“Pesantren adalah tempat mencetak para manusia yang mengenal agama secara kaffa dan menguasai ilmu dunia untuk bekal karir duniawinya,” kata Drs. K.H. Ma’rus Amien Pimpinan Pondok Pesantren Darunnajah Group. Dalam era globali sekarang ini, seharusnya semua pimpinan pondok pesantren mampu untuk menjalin komunikasi secara priodik guna menciptakan langkah kongkrit dalam memberikan image positif, yang terpenting dari itu semua adalah adanya sebuah kerjasama yang kongkrit antar Pondok Pesantren satu dengan yang lainnya, sehingga disadari atau tidak, Pesantren adalah lembaga pendidikan yang salah satunya bersifat konsumtif. Lihatlah bagaimana pengasuh pesantren harus mempersiapkan kebutuhan konsumsi bagi para santrinya tanpa bisa berbuat lebih banyak lagi selain mendapat pasokan dari luar Pesantren. Hal itu seharusnya dapat terpecahkan apabila sesama pesantren mampu untuk bersikap mandiri dengan mengandalkan kerjasama bidang ekonomi. Cara yang paling mudah adalah menjadikan sebuah Pesantren yang mampu memasok sebuah kebutuhan ke pesantren lainnya. Sebagai contoh misalnya, Pesantren A memproduksi beras yang akan di distribusikan ke masing- masing Pesantren yang masuk dalam sindikasi perkumpulan pesantren. Maka, semua pesantren yang masuk dalam lembaga itu, hanya akan membeli beras dari Pesantren A. Begitu pula, misalkan, pesantren B memasok kebutuhan sayur-sayuran, maka semua anggota sindikasi hanya akan membeli sayuran dari pesantren B. Belum kebutuhan seragam,kebutuhan perlengkapan santri, ikan, daging, buah-buahan dan sebagainya. Setiap Pesantren hanya dimungkinkan memasok satu item kebutuhan pesantren. Apabila system itu bisa dijalankan, maka diyakini ekonomi Pesantren akan menjadi mandiri, sebab roda perputaran uang hanya akan terjadi di Pesantren saja. Margin yang akan diraih dari masing- masing anggota sindikasi juga akan dapat dipergunakan untuk memperluas jaringan masing- masing Pesantren. Itu dari segi ekonomi.
Pembelajaran Organisasi pada Pondok Pesantren dalam M emasuki Era Global – Moh. Riza Zainuddin
29
Modernisasi Pendidikan Pesantren Pesantren merupakan salah satu jenis pendidikan Islam Indonesia yang bersifat tradisional untuk mendalami ilmu agama Islam dan mengamalkan sebagai pedoman hidup keseharian. Pesantren telah hidup sejak ratusan tahun yang lalu, serta telah menjangkau hamper seluruh lapisan masyarakat muslim. Pesantren telah diakui sebagai lembaga pendidikan yang telah ikut mencerdaskan kehidupan bangsa. Pada masa kolonialisme berlangsung, Pesantren merupakan lembaga pendidikan agama yang sangat berjasa bagi masyarakat dalam mencerahkan dunia pendidikan. Tidak sedikit pemimpin bangsa yang ikut memproklamirkan kemerdekaan bangsa ini adalah alumni atau setidak-tidaknya pernah belajar di pesantren. Namun, kini reputasi pesantren tampaknya dipertanyakan oleh sebagian masyarakat Muslim Indonesia. Mayoritas pesantren masa kini terkesan berada di menara gading, elitis, jauh dari realitas social. Problem sosialisasi dan aktualisasi ini ditambah lagi dengan problem keilmuan, yaitu terjadi kesenjangan, alienasi (keterasingan) dan differensiasi (pembedaan) antara keilmuan pesantren dengan dunia modern. Sehingga terkadang lulusan pesantren kalah bersaing atau tidak siap berkompetisi dengan lulusan umum dalam urusan profesionalisme di dunia kerja. Dunia pesantren dihadapkan kepada masalah- masalah globalisasi, yang dapat dipastikan mengandung beban tanggung jawab yang tidak ringan bagi pesantren. Semakin disadari, tantangan dunia pesantren semakin besar dan berat dimasa kini dan mendatang. Paradigma “mempertahankan warisan lama yang masih relevan dan mengambil hal terbaru yang lebih baik” perlu direnungkan kembali. Pesantren harus mampu mengungkai secara cerdas problem kekiniankita dengan pendekatan-pendekatan kontemporer, disisi lain modernitas yang menurut beberapa kalangan harus segera dilakukan oleh kalangan pesantren, ternyata berisi paradigm dan pandangan dunia yang telah merubah cara pandang lama terhadap dunia itu sendiri dan manusia. Dalam konteks yang dilematis ini, pilihan terbaik bagi insane pesantren adalah mendialogkannya dengan paradigm dan pandangan dunia yang telah
30 Edukasi, Volum e 0 1, No mor 01, Ju ni 201 3: 0 17- 033
diwariskan oleh generasi pencerahan Islam. Maksudnya, insane pesantren perlu memosisikan warisan masa lalu sebagai “teman dialog” bagi modernitas dengan segala produk yang ditawarkannya. Mereka harus membaca khazanah lama dan baru dalam frame yang terpisah. Masa lalu hadir atau dihadirkan dengan terang dan jujur, lalu dihadapkan dengan kekinian. Boleh jadi masa lalu tersebut akan tampak “basi” dan tak lagi relevan, namun tak menutup kemungkinan masih ada potensi yang dapat dikembangkan untuk zaman sekarang. Modernisasi atau inovasi pendidikan pesantren dapat diartikan sebagai upaya untuk memecahkan masalah pendidikan pesantren. Atau dengan kata lain, inovasi pendidikan pesantren adalah suatu ide, barang, metode yang dirasakan atau diamati sebagai hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang , baik berupa hasil penemuan (invention) maupun discovery, yang digunakan untuk mencapai tujuan atau memecahkan masalah pendidikan pesantren. Miles mencontohkan inovasi (modernisasi) pendidikan adalah sebagai berikut: 1. Bidang personalia. Pendidikan yang merupakan bagian dari sistem sosial, tentu menentukan personel sebagai komponen sistem. Inovasi yang sesuai dengan komponen personel misalnya adalah peningkatan mutu guru, sistem kenaikan pangkat, dan sebagainya. Dalam hal ini, pesantren telah di bantu dengan adanya program Beasiswa S1 untuk guru diniyah oleh Departemen Agama. 2. Fasilitas fisik. Inovasi pendidikan yang sesuai dengan komponen ini misalnya perubahan tempat duduk, perubahan pengaturan dinding ruangan perlengkapan
Laboratorium
bahasa,
laboratorium
Komputer,
dan
sebagainya. 3. Pengaturan waktu. Suatu sistem pendidikan tentu memiliki perencanan penggunaan waktu. Inovasi yang relevan dengan komponen ini misalnya pengaturan waktu belajar, perubahan jadwal pelajaran yang dapat memberi kesempatan siswa/mahasiswa untuk memilih waktu sesuai dengan keperluannya, dan lain sebagainya.
Pembelajaran Organisasi pada Pondok Pesantren dalam M emasuki Era Global – Moh. Riza Zainuddin
31
Menurut Nur Cholis Majid, yang paling penting untuk direvisi adalah kurikulum pesantren yang biasanya mengalami penyempitan orientasi kurikulum. Maksudnya, dalam pesantren terlihat materinya hanya khusus yang disajikan dalam bahasa Arab. Mata pelajarannya meliputi fiqh, aqa’id, nahwu-sharf, dan lain- lain. Sedangkan tasawuf dan semangat keagamaan yang merupakan inti dari kurikulum keagamaan cenderung terabaikan. Tasawuf hanya dipelajari sambil lalu saja, tidak secara sungguh-sungguh. Padahal justru inilah yang lebih berfungsi dalam masyarakat zaman modern. Selain itu, pengetahuan umum nampaknya masih dilaksanakan secara setengahsetengah, sehingga kemampuan santri biasanya samgat terbatas dan kurang mendapat pengakuan dari masyarakat umum. Maka dari itu, Cak Nur menawarkan kurikulum Pesantren Modern Gontor sebagai model modernisasi pendidikan Pesantren. Kesimpulan dan Saran Pesantren pada umumnya disebut sebagai lembaga pendidikan karena menyelenggarakan pendidikan khusus, umum, keterampilan dan lembaga keagamaan. Sebab di lembaga itu Islam dip ikirkan, dikembangkan dan disiarkan. Selain itu, Pesantren juga berfungsi sebagai lembaga sosial, yang ikut menciptakan nilai- nilai, pemimpin, memotifasi, dan menggerakkan masyarakat. Pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan Islam di Indonesia dapat dikatakan sudah tua sekali keberadaannya, telah tumbuh dan berdiri sejak ratusan tahun yang lalu, yang setidak-tidaknya memiliki lima unsure pokok sebagai karakteristiknya, yakni kyai, santri, pondok, masjid, dan pengajaran ilmu- ilmu agama, di lembaga ini berlangsung upaya pendidikan sepanjang hari dan malam dibaawah asuhan Kyai. Secara histroris, pesantren merupakan salah satu bentuk
lembaga
keagamaan yang menjadi ujung tombak penyebaran Islam secara luas. Hal tersebut dapat dilihat dari pengaruhnya dalam dinamika sosial, terutama otoritasnya dalam bidang keagamaan, yang menempatkan kyai dan lembaga pesantren sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan bagi mayoritas umat
32 Edukasi, Volum e 0 1, No mor 01, Ju ni 201 3: 0 17- 033
Islam yang tinggal di pedesaan. Pesantren juga telah memainkan perannya yang besar dalam turut mencerdaskan kehidupan bangsa. Pada saat bangsa Indonesia berada dalam kungkungan penjajah, pendidikan bagi sebagian bangsa Indonesia sangat mahal, di samping adanya faktor- faktor hambatan struktural, maka pendidikan pesantren merupakan salah satu alternatif kala itu. Pondok pesantren sebagai sebuah organisasi harus mengembangkan budayanya sendiri yang berkarakter sesuai dengan visi dan misinya, agar seluruh warga pesantren menjadi lebih produktif dan akan dapat mencetak generasi Islami seperti yang di idamkan. Perbedaan pendapat adalah hal yang biasa dalam menyikapi suatu gagasan. Maka dari itu, tidak perlu dibesar-besarkan. Kalangan pesantren harus bisa bersikap dewasa dan berpikir positif dalam hal ini. Hal ini salah satu judul buku Harun Yahya,”Seeing good in the something”.
Pembelajaran Organisasi pada Pondok Pesantren dalam M emasuki Era Global – Moh. Riza Zainuddin
33
DAFTAR PUSTAKA Arif, Mahmud, Pendidikan Islam Transformatif, Yogyakarta: LKiS, 2008. Bawani, Imam, Tradisionalisme Dalam Pendidikan Islam, Surabaya: Al-Ikhlas, 1993. Khalil, Ahmad, Islam Jawa, Sufisme Dalam Etika Dan Tradisi Jawa, Malang: UIN Malang Press, 2008. Khozin, Jejak-Jejak Pendidikan Islam Di Indonesia: Rekonstruksi Sejarah Untuk Aksi, Malang: UMM Press, 2006. Mulkhan, Abdul Munir, dkk., Rekonstruksi Pendidikan Dan Tradisi Pesantren: Religiusitas Iptek, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998. Nasir, Ridlwan, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal: Pondok Pesantren Di Tengah Arus Perubahan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005. Suwendi, Sejarah Dan Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2004. Wahjoetomo, Perguruan Tinggi Pesantren: Pendidikan Alternatif Masa Depan, Jakarta: Gema Insani Press, 1997. Yasmadi, Modernisasi Pesantren: Kritik Nalar Nur Cholis Majid Terhadap Pendidikan Islam Tradisional, Ciputat: Ciputat Press, 2005.