PEMBELAJARAN MULTIPLE INTELLIGENCE MELALUI SASTRA: SEBUAH ALTERNATIF PEMBELAJARAN Wahyudi Siswanto Universitas Negeri Malang
Abstract: Teaching and learning process of literature does not involve intrinsic and extrinsic aspects of literary work. With the development of teaching models where quantum teaching is more involved and variations of teaching strategies are focused more on the creativity and the use of media are emphasized, literary teaching is now more fruitful. Variations of teaching are implemented using direct methods where students are involved and purposes of teaching are varied in response to the multiple intelligence strategies. This paper analyzes the role of literary teaching in relation to the power of multiple intelligence approach. The seven component of multiple intelligence that include (1) linguistics-verbal, (2) mathematic-logic, (3) visual-spatial, (4) rhythmic-music, (5) kinesthetic, (6) interpersonal, and (7) intrapersonal are discussed in this paper. Keywords: literary teaching, multiple intelligence
Novel Laskar Pelangi yang ditulis Andrea Hirata mendapat sambutan hangat. Sambutan ini tidak hanya berasal dari masyarakat sastra, tetapi juga masyarakat pendidikan. Bagi para pendidik dan pelajar, disarankan untuk membaca novel ini. Novel ini memberi warna arah dan hakikat pendidikan kita. Ternyata, dari sebuah novel, kita bisa belajar bahwa pendidikan tidak hanya soal nilai. Pendidikan lebih pada pembentukan karakter siswa. Karakter siswa tidak hanya dibangun dari kecerdasan intelektual saja, tetapi dari seluruh kecerdasan siswa. Seluruh kecerdasan inilah yang disebut multiple intelligence (kecerdasan ganda). Kalau kita simak Kurikulum, mata pelajaran Bahasa Indonesia, antara lain, bertujuan agar peserta didik mampu (1) menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa dan (2) menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia. Dari hal di atas, ternyata, melalui karya sastra kita dapat banyak hal. Tulisan ini hendak membahas pembelajaran multiple intelligence melalui sastra. PENDIDIKAN SASTRA Ada tiga hal yang bisa kita bahas bila kita membicarakan sastra dan pendidikan. Ketiga hal itu adalah (1) pendidikan tentang sastra, (2) pendidikan sastra, dan (3) pendidikan melalui sastra (Siswanto, 2008). 201
202 Konstruktivisme, Volume 6, Nomor 2, Juli 2014
Pendidikan tentang sastra adalah pendidikan yang membahas hal ihwal tentang sastra. Pendidikan semacam ini bertujuan untuk mengembangkan kompetensi teori sastra. Aspek yang dikembangkan lebih pada aspek kognitif peserta didik. Siswa lebih banyak dituntut untuk menghafalkan pengertian, definisi, atau klasifikasi tentang karya sastra dan sejarah sastra. Mereka tidak dibelajarkan untuk secara langsung mengapresiasi dan mengkritik karya sastra (Siswanto, 2008). Pembelajaran semacam ini lebih banyak berkaitan dengan intrasastra. Pembelajaran ini membelajarkan siswa untuk menghafal definisi unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik sastra tanpa bersentuhan dengan karya sastra. Bila mereka membahas prosa rekaan, yang dibicarakan lebih pada aspek menghafal pengertian pengertian tokoh (utama, pembantu, pelengkap), definisi watak (protagonis, antagonis), latar (tempat, waktu, suasana, budaya), atau unsur ekstrinsik karya seperti latar belakang sosiologis, psikologis, atau budaya sastrawan. Saat mereka membahas puisi, mereka akan menghafal pengertian unsur-unsur puisi dan jenis-jenis puisi. Mereka akan menghafal pengertian rima, macammacam rima, jenis gaya bahasa, pengertian pantun, talibun, pantun berkait, soneta, puisi baru, puisi bebas, atau sejenisnya. Saat mereka membahas drama, mereka juga membahas pada tataran kognitif. Mereka akan membahas pengertian drama, teater, sandiwara, prolog, dialog, monolog, atau epilog. Pendidikan tentang sastra juga mengajarkan sejarah sastra. Yang diajarkan di sejarah sastra lebih pada menghafal periodisasi sastra. Peserta didik dituntut untuk menghafal macam-macam angkatan yang ada di Indonesia, tokoh-tokoh yang menonjol di setiap angkatan, sebabsebab timbulnya angkatan, nama-nama sastrawan di setiap angkatan beserta (judul) karya sastranya (Siswanto, 2008). Pendidikan sastra adalah pendidikan yang mencoba untuk mengembangkan kompetensi apresiasi sastra, kritik sastra, dan proses kreatif sastra. Kompetensi apresiasi yang diasah dalam pendidikan ini adalah kemampuan menikmati dan menghargai karya sastra. Dengan pendidikan semacam ini, peserta didik diajak untuk langsung membaca, memahami, menganalisis, dan menikmati karya sastra secara langsung. Dengan pendidikan sastra, peserta didik tidak hanya diajak untuk memahami dan menganalisis berdasarkan bukti nyata yang ada di dalam karya sastra dan kenyataan yang ada di luar sastra, tetapi juga diajak untuk mengembangkan sikap positif terhadap karya sastra. Pendidikan semacam ini akan mengembangkan kemampuan pikir, sikap, dan keterampilan peserta didiknya (Siswanto, 2008). Pendidikan melalui sastra adalah pendidikan kepribadian siswa melalui pembelajaran sastra. Melalui sastra kita bisa mengembangkan peserta didik dalam hal keseimbangan antara spiritual, emosional, etika, logika, estetika, dan kinestetika; pengembangan kecakapan hidup; belajar sepanjang hayat; serta pendidikan kemenyeluruhan dan kemitraan
Wahyudi Siswanto, Pembelajaran Multiple Intelligence
(Siswanto, 2008). Melalui pembelajaran mengembangkan multiple intelligence.
sastra,
kita
203
dapat
MULTIPLE INTELLIGENCE Apa yang dimaksud multiple intelligence? Multiple intelligence di sini merujuk pada tujuh komponen kecerdasan manusia, yang meliputi kecerdasan (1) lingusitik-verbal, (2) matematika-logis, (3) visual-spasial, (4) ritmik-musikal, (5) kinestetik, (6) interpersonal, dan (7) intrapersonal. Masing-masing jenis kecerdasan ini akan dikembangkan melalui pembelajaran sastra. Berikut ini akan dijelaskan serba singkat pengertian masing-masing jenis kecerdasan, kegunaannya dalam kehidupan siswa. Untuk bagian berikutnya akan diberikan beberapa contoh pembelajaran untuk mengasah kecerdasan ini melalui pembelajaran sastra. Kecerdasan lingusitik-verbal mengacu pada kemampuan untuk menyusun pikiran dengan jelas dan mampu menggunakan kemampuan ini secara kompeten melalui kata-kata untuk mengemukakan pikiran-pikiran ini dalam berbicara, membaca, dan menulis (Amstrong, 1994:2; Lwin dkk., 2003:11). Seseorang yang dengan kecerdasan verbal yang tinggi tidak hanya akan memperlihatkan suatu penguasaan bahasa yang sesuai, tetapi juga dapat menceritakan kisah, berdebat, berdiskusi, menafsirkan, menyampaikan laporan, dan melaksanakan tugas lain yang berkaitan dengan berbicara dan menulis (Lwin dkk., 2003:11). Kecerdasan matematis-logis adalah kemampuan untuk menangani bilangan dan perhitungan, pola dan pemikiran logis dan ilmiah. Hubungan antara matematika dan logika adalah bahwa keduanya secara ketata mengikuti hukum dasar. Ada konsistensi dalam pemikiran logis (Amstrong, 1994:2; Lwin dkk., 2003:43). Anak yang cerdas secara matematis tertarik dengan bilangan dan pola dari usia yang masih muda. Mereka menikmati berhitung dan dengan cepat belajar menambah, mengurangi, mengalikan, dan membagi. Selain itu, mereka cepat memahami konsep waktu. Mereka senang melihat pola dalam informasi mereka, dan mereka dapat mengingat bilangan dalam pikiran mereka dalam waktu yang panjang. Menjelaskan konsep-konsep secara logis atau menyimpulkan informasi menggunakan matematika dapat meningkatkan pemahaman mereka. Mereka suka membuat kesimpulan ilmiah dari pengamatan mereka (Lwin dkk., 2003:43). Kecerdasan matematis-logis dapat (1) meningkatkan logika dan memperkuat keterampilan berpikir, (2) menemukan cara kerja pola dan hubungan, (3) meningkatkan pengertian bilangan, (4) mengembangkan keterampilan memecahkan masalah, (5) memperbaiki kemampuan untuk mengklasifikasikan dan mengelompokkan, dan (6) meningkatkan daya ingat (Lwin dkk., 2003:44—48). Kecerdasan visual-spasial adalah kecerdasan yang dimiliki oleh arsitek, insinyur mesin, seniman, fotografer, pilot, navigator, pemahat, dan penemu. Apa kesamaan yang dimiliki oleh professional yang kelihatannya
204 Konstruktivisme, Volume 6, Nomor 2, Juli 2014
berbeda ini? Mereka mempunyai kemampuan untuk melihat dengan tepat gambaran visual di sekitar mereka dan memperhatikan rincian kecil yang kebanyakan orang lain mungkin tidak memperhatikan. Anda dapat mengatakan bahwa mereka memiliki kekuatan persepsi yang besar. Apabila seorang seniman memperhatikan sebuah lukisan, dia dapat memperhatikan perbedaan yang takkentara dengan cara penggunaan warna dan perubahan dalam sapuan kuas (Amstrong, 1994:2; Amstrong, 1994:2; Lwin dkk., 2003:73). Seseorang yang cerdas dalam bidang ini akan dapat menghasilkan informasi visual dengan menciptakan atau memodifikasi gambaran atau objek fisik yang ada. Hal ini berarti mereka mempunyai kemampuan untuk menerjemahkan gambaran dalam pikiran mereka ke dalam bidang fisik melalui penggambaran pelukisan, pemahatan, pembangunan, atau pembentukan (Lwin dkk., 2003:74). Kecerdasan ini penting untuk (1) meningkatkan kreativitas, (2) meningkatkan daya ingat, (3) mengembangkan pemikiran tingkat tinggi dan keterampilan memecahkan masalah, (4) mencapai puncak kinerja, dan (5) membantu anak mengungkapkan perasaan dan emosi (Lwin dkk., 2003:75—82) Kecerdasan irama musik adalah kemampuan menyimpan nada dalam benak seseorang, untuk mengingat irama itu, dan secara emosional terpengaruh oleh musik. Kecerdasan ini penting untuk (1) meningkatkan kreativitas dan imajinasi, (2) meningkatkan kecerdasan, (3) meningkatkan daya ingat, (4) membantu mengajarkan kecerdasan lainnya, (5) mempunyai dampak terapi (Amstrong, 1994:3; Lwin dkk., 2003:137—142) Kecerdasan Kinestetik memungkinkan manusia membangun hubungan yang penting antara pikiran dan tubuh, dengan demikian memungkinkan tibuh untuk memanipulasi objek dan menciptakan gerakan. Kecerdasan ini merujuk pada kemampuan menggunakan dengan baik pikiran dan tubuh secara serempak untuk mencapai segala tujuan yang diinginkan (Amstrong, 1994:3; Lwin dkk., 2003:167—168) Kecerdasan ini penting untuk (1) meningkatkan kemampuan psikomotor, (2) meningkatkan keterampilan social, (3) membangun rasa percaya diri dan harga diri, (4) meletakkan fondasi bagi gaya hidup sporty, (5) meningkatkan kesehatan (Lwin dkk., 2003:169—174). Kecerdasan interpersonal adalah kemampuan untuk berhubungan dengan orang-orang di sekitar kita. Kecerdasan ini adalah kemampuan untuk memahami dan memperkirakan perasaan, temperamen, suasana hati, maksud dan keinginan orang lain, dan menanggapinya secara layak. Kecerdasan inilah yang memungkinkan kita untuk membangun kedekatan, pengaruh, pimpinan dan membangun hubungan dengan masyarakat (Amstrong, 1994:3; Lwin dkk., 2003:197). Kecerdasan ini berkembang dari pembinaan dan pengajaran. Kecerdasan interpersonal penting untuk (1) menjadi orang dewasa yang sadar secara sosial dan mudah menyesuaikan diri, (2) menjadi
Wahyudi Siswanto, Pembelajaran Multiple Intelligence
205
berhasil dalam pekerjaan, dan (3) kesejahteraan emosional dan fisik (Lwin dkk., 2003:198—202). Kecerdasan intrapersonal adalah kecerdasan mengenai diri sendiri. Kecerdasan ini adalah kemampuan untuk memahami diri sendiri dan bertanggung jawab atas kehidupannya sendiri. Orang yang berkecerdasan interpersonal tinggi cenderung menjadi pemikir yang tercermin pada apa yang mereka lakukan dan terus-menerus membuat penilaian diri. Mereka selalu bersentuhan dengan dengan pemikiran, gagasan dan impian mereka dan mereka juga memiliki kemampuan untuk mengerahkan emosi mereka sendiri sedemikian rupa untuk memperkaya dan membimbing kehidupan mereka sendiri. Mereka adalah individu yang sangat termotivasi dengan keputusan mereka. Akan tetapi, yang paling ekstrim, mereka bisa sangat individualistis dan introvert (Amstrong, 1994:3; Lwin dkk., 2003:233). Kecerdasan ini penting untuk (1) mengembangkan pemahaman yang kuat mengenai diri yang membimbingnya kepada kestabilan emosi, (2) mengendalikan dan mengarahkan emosi, (3) mengatur dan memotivasi diri, (4) bertanggung jawab atas kehidupan diri sendiri, dan (5) mengembangkan harga diri yang tinggi (Lwin dkk., 2003:234—237). PEMBELAJARAN SASTRA DENGAN MULTIPLE INTELLIGENCE Pembelajaran sastra tidak hanya digunakan untuk mengasah kemampuan intrakarya sastra dan pengetahuan tentang sastra. Pembelajaran sastra bisa digunakan untuk mengembangkan kepribadian siswa. Salah satu kepribadian siswa akan tercermin dalam multiple intelligence. Bagaimana cara mengajarkan kecerdasan lingusitik-verbal melalui pembelajaran sastra? Selama ini, kecerdasan inilah yang banyak diasah guru dalam pembelajaran sastra. Untuk itulah, tidak salah bila guru membelajarkan siswa untuk menceritakan kisah, berdebat, berdiskusi, menafsirkan, menyampaikan laporan, dan melaksanakan tugas lain yang berkaitan dengan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis tentang karya sastra (puisi, prosa, dan drama). Bagaimana cara mengajarkan kecerdasan matematis-logis melalui pembelajaran sastra? Dalam pembelajaran sastra, siswa bisa dibelajarkan untuk berpikir logis dan analitis terhadap karya sastra yang diapresiasi. Hal-hal yang dianalisis bisa berupa unsur intrakarya sastra bisa juga ekstrakarya sastra. Siswa dibelajarkan untuk berpikir logis tentang hal-hal yang ada di dalam dan di luar karya sastra. Siswa diminta untuk berhitung tentang hal-hal yang ada di dalam karya sastra (puisi, prosa, dan drama). Berhitung di sini bisa berupa berhitung tentang tokoh, kata tertentu, jumlah gaya bahasa, tempat, jangka waktu terjadinya peristiwa, atau yang lainnya. Siswa diminta untuk menduga dan menebak berandai-andai tentang peristiwanya akan terjadi dalam karya sastra dan yang akan terjadi pada peristiwa lain. Bisa juga siswa diminta untuk melengkapi cerita/puisi/dialog pada awal, tengah, atau akhir. Siswa diminta untuk
206 Konstruktivisme, Volume 6, Nomor 2, Juli 2014
melihat pola-pola karya sastra (puisi, prosa, dan drama). Bahan pembelajaran bisa berupa cerita detektif, cerita teka-teki, puisi teka-teki atau karya sastra pada umumnya. Bagaimana cara mengajarkan kecerdasan visual-spasial melalui pembelajaran sastra? Dalam pembelajaran sastra, siswa dapat dibelajarkan untuk memahami informasi visual yang terdapat di dalam karya sastra yang mereka baca atau yang mereka amati di dunia nyata untuk kemudian dituliskan atau dimodifikasi ke dalam karya sastra mereka. Informasi visual itu misalnya berupa latar (fisik, suasana, waktu, peristiwa, budaya, musim, bahasa, dsb.), tingkah laku seseorang, atau peristiwa. Bagaimana cara mengajarkan kecerdasan irama musik melalui pembelajaran sastra? Dalam pembelajaran sastra, dalam bentuk sederhana, siswa bisa diminta untuk membacakan puisi, berdeklamasi, bercerita, menirukan dialog dan dialek tokoh. Bisa juga siswa diajarkan untuk berpantun, berkidung, atau menyanyikan puisi. Bagaimana cara mengajarkan kecerdasan kinestetik melalui pembelajaran sastra? Dalam pembelajaran sastra, siswa bisa diminta untuk menirukan gerakan-gerakan yang dilakukan oleh tokoh dalam sebuah prosa atau drama. Proses ini hendaknya disesuaikan dengan tingkat usia dan minat siswa. Bagaimana cara mengajarkan kecerdasan interpersonal melalui pembelajaran sastra? Untuk mengasah kecerdasan ini, dalam pembelajaran sastra, siswa bisa diajak untuk mengapresiasi watak dan perwatakan yang ada di dalam karya sastra (prosa dan drama) atau apa yang dialami seseorang seperti yang ada di dalam puisi. Mereka bisa diminta untuk memahami dan memperkirakan perasaan, temperamen, suasana hati, maksud dan keinginan tokoh-tokoh yang ada di dalam karya sastra atau orang yang diceritakan di dalam puisi. Mereka diminta untuk menanggapi, menirukan, atau memerankannya secara layak. Bagaimana cara mengajarkan kecerdasan intrapersonal melalui pembelajaran sastra? Untuk mengasah kecerdasan ini, siswa diminta untuk memahami diri sendiri dan bertanggung jawab atas kehidupannya sendiri dengan bercermin pada apa yang dialami, dirasakan, diinginkan oleh tokoh-tokoh dalam karya sastra. Dalam pembelajaran ini, diskusi yang intensif diperlukan sampai siswa memperoleh pemahaman tentang dirinya sendiri. CONTOH MODEL PEMBELAJARAN Pada bagian ini akan diberikan contoh dua model pembelajaran sastra. Pertama, model pendidikan kecerdasan linguistik-verbal melalui pembelajaran sastra. Kedua, model pendidikan kecerdasan linguistikverbal melalui pembelajaran sasatra.
Wahyudi Siswanto, Pembelajaran Multiple Intelligence
207
Model Pendidikan Kecerdasan Linguistik-Verbal Ada beberapa model pendidikan kecerdasan linguistik-verbal yang bisa dikembangkan melalui pembelajaran sastra. Model yang dimaksud adalah (1) membacakan puisi, (2) berdeklamasi, (3) bercerita, (4) menirukan dialog dan dialek tokoh, (5) berpantun, (6) berkidung, (7) menyanyikan puisi, (8) musikalisasi puisi. Berikut ini akan diberikan salah satu contoh modelnya, yaitu model musikalisasi puisi. Model Musikalisasi Puisi adalah model pembelajaran yang ingin mengembangkan kecerdasan irama musik kepada murid melalui karya sastra dengan cara menyanyikan puisi atau membuat pembacan puisi dengan iringan musik. Langkah yang ditempuh dalam pembelajaran ini adalah sebagai berikut. (1) Guru memberi contoh bahwa puisi bisa dinyanyikan (2) Murid diminta untuk menulis puisi atau mencari puisi (3) Murid diminta untuk mencoba menyanyikan puisi. Irama yang digunakan bisa berupa irama lagu yang diciptakan orang lain, bisa juga ciptaan murid sendiri Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran kecerdasan linguistik-verbal melalui pembelajaran sastra. Hal yang dimaksud adalah sebagai berikut. (1) Saat guru memberi contoh bahwa puisi bisa dinyanyikan, guru bisa memberikan model cara menyanyikannya (2) Tugas menulis puisi bisa merupakan pengembangan kompetensi murid tersendiri. Oleh karena itu, tugas ini bisa digabungkan dengan tugas menulis puisi yang sebelumnya dikerjakan murid. Tugas mencari puisi bisa dilakukan sebelum pembelajaran berlangsung, bisa juga pada saat pembelajaran berlangsung. (3) Tugas merancangan nyanyian bisa dilakukan secara individual, bisa juga secara berkelompok Untuk lebih memberikan gambaran yang konkret, berikut ini akan diberikan contoh pembelajaran kecerdasan linguistik-verbal melalui pembelajaran sastra. (1) Guru menunjukkan sebuah puisi dan membacakannya dengan cara biasa. DENGAN PUISI, AKU Dengan puisi aku bernyanyi Sampai senja umurku nanti Dengan puisi aku bercinta Berbatas cakrawala Dengan puisi aku mengenang Keabadian yang akan datang Dengan puisi aku menangis Jarum waktu bila kejam mengiris
208 Konstruktivisme, Volume 6, Nomor 2, Juli 2014
Dengan puisi aku mengutuk Nafas zaman yang busuk Dengan puisi aku berdoa Perkenankanlah kiranya
(2) Guru membawakan puisi (yang telah dibacakannya) dengan irama nyanyian (3) Murid diminta untuk menulis puisi atau mencari puisi (4) Murid diminta untuk mencoba menyanyikan puisi. Irama yang digunakan bisa berupa irama lagu yang diciptakan orang lain, bisa juga ciptaan murid sendiri Ada beberapa variasi pembelajaran kecerdasan linguistik-verbal melalui pembelajaran sastra. Berikut ini akan diberikan variasnya. (1) guru memberi contoh bahwa puisi bisa dibacakan dengan cara diiringi musik (2) murid diminta untuk menulis puisi atau mencari puisi (3) murid diminta untuk mencoba berlatih membaca puisi (4) murid diminta untuk merancang iringan musik untuk pembacaan puisi. Model Kecerdasan Kinestetik Ada beberapa model pendidikan kecerdasan kinestetik yang bisa dikembangkan melalui pembelajaran sasatra. Model yang dimaksud adalah menirukan gerakan-gerakan yang dilakukan oleh tokoh dalam sebuah prosa atau drama. Berikut ini akan diberikan gambaran tentang model peragaan. Model peragaan adalah model pembelajaran kecerdasan kinestetik dengan menirukan gerakan-gerakan yang dilakukan oleh tokoh dalam sebuah prosa atau drama. Langkah model ini adalah sebagai berikut. (1) Murid diminta untuk membaca sebuah prosa atau drama (2) Murid diminta untuk berlatih menirukan gerakan-gerakan yang dilakukan oleh tokoh dalam prosa atau drama tersebut (3) Murid secara bergantian memperagakannya di depan kelas. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam model ini. (1) Guru hendaknya memotivasi murid agar mau dan tidak malu untuk melakukan atau meniru gerakan-gerakan yang dilakukan oleh tokoh dalam prosa atau drama (2) Setiap murid diberi kesempatan yang sama untuk mengaktualisasikan diri. (3) Gerakan diusahakan dari yang mudah ke yang sulit, dari yang sederhana ke yang kompleks, dari yang dikenal hingga yang kurang dikenal, dari yang konkret ke imajinatif. (4) Suasana kelas hendaknya dibuat rileks dan menyenangkan. Untuk lebih memperoleh gambaran tentang model ini, berikut ini akan diberikan contoh pembelajarannya.
Wahyudi Siswanto, Pembelajaran Multiple Intelligence
209
(1) Bacalah kutipan di bawah ini dengan cermat! (2) cobalah berlatih untuk meniru gerakan-gerakan yang dilakukan oleh Tomi dalam kutipan tersebut (3) Silakan mencoba untuk menirukan gerakan Tomi di muka temanteman kalian secara bergiliran Bolpoin Tomi Saat mencatat pelajaran, tiba-tiba bolpoin Tomi macet. Ia memeriksa ujung bolpoinnya. Tomi mencari kertas di tasnya, ia berusaha mencoretcoretkannya di kertas itu. Usahanya tidak berhasil. Ia mencoba mencoretcoret di penggaris, kemudian mencobanya di kertas. Ternyata bolpoinnya tetap macet. Sekali lagi ia memeriksa ujung bolpoinnya. Ia mencoba dengan menyedot tintanya. Berhasil. Tetapi akibatnya mulut Tomi hitam terkena tintanya. Mengetahui ini, ia bingung dan minta izin kepada gurunya untuk membersihkan mulutnya. Ada beberapa variasi yang bisa kita pilih dengan pembelajaran ini. Variasi itu, misalnya, (1) murid bisa menyusun sendiri cerita yang hendak diperagakan dan (2) murid bisa memperagakan secara berkelompok. PENUTUP Pembelajaran yang selama ini sudah dilakukan, juga sudah mengasah berbagai kecerdasan di atas. Hanya saja kurang dilakukan secara sistematis dan sistemis Tulisan ini seharusnya dilengkapi oleh tahap-tahap pembelajaran yang runtut, bahan-bahan pembelajaran, contoh skenario pembelajaran, dan bagaimana cara mengevaluasinya. Tapi itu belum saya perbuat. Saya akan senang bisa pembaca membantu saya untuk memperkaya materi itu. Saya yakin, jika ini tersusun, paling tidak pembelajaran sastra tidak begitu membosankan dan bisa digunakan untuk tujuan di luar sastra. Akhirnya, saya hanya bisa berterima kasih dan mohon maaf. DAFTAR PUSTAKA Amstrong, Thomas. 1994. Multiple Intelligences in the Classroom. Alexandria: ASCD Depdiknas. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Depdiknas Lwin, May; Khoo, Adam; Lyen, Kenneth; dan Sim, Caroline. How to Multiply Your Child’s Intelligence: Cara Mengembangkan Berbagai Komponen Kecerdasan (terj. Christine Sujana). Jakarta: Indeks Siswanto, Wahyudi. 2008. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Grasindo.