Pembelajaran Gramatika Arab dengan Communicative Grammar, Hayati Nufus
PEMBELAJARAN GRAMATIKA ARAB DENGAN COMMUNICATIVE GRAMMAR Oleh: Hayati Nufus Komp. IAIN Ambon, Kebun Cengkeh, Batu Merah Atas, Ambon Email:
[email protected]
Abstract: Arabic grammar learning was difficulty and complex. This requires expertise of teachers in teahing the Arabic grammar learning must consider in addition to suitable materials, media, methods, and strategies. It is can be helped a teacher and learners in Arabic grammar learning selecting methods. The articles’ goal to develop teaching materials based Arabic grammar with the communicative grammar, and find out learning process of the students by using teaching materials based communicative grammar. This strategi says that the grammar of a language can be presented with communicative grammar patterns that invite learners are able to communicate with the language learned in real life situations. Therefore, the presentation of the material in Arabic grammar should be functional and emphazing to the needs of learners in mastering language. Pembelajaran gramatika Arab itu menyulitkan dan kompleks. Hal ini membutuhkan kepiawaian pengajar pada pembelajaran gramatika Arab untuk memperhatikan kesesuaian materi ajar, media, metode dan strategi. Ini dapat membantu pengajar dan pembelajar dalam pembelajaran gramatika untuk memilih metode yang tepat. Tulisan ini bertujuan menjelaskan materi ajar yang berdasarkan pada pola communicative grammar. Menurut strategi ini, gramatika bahasa dapat disajikan dengan pola communicative grammar yang mengajak pembelajar mampu berkomunikasi dengan bahasa yang dipelajari dalam situasi kehidupan nyata. Penyajian gramatika Arab harus fungsional dan memperhatikan kebutuhan pemerolehan bahasa pembelajar. Key words: Materi ajar, gramatika, metode pembelajaran, communicative grammar. Pendahuluan
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Ambon
57
Horizon Pendidikan, Vol. 8, Nomor 1, Januari-Juni 2013: 57-78
Mempelajari gramatika bahasa Arab berarti mempelajari bahasa Arab, bukan sebaliknya, mempelajari bahasa Arab berarti mempelajari gramatika bahasa Arab. Hal inilah yang selalu terjadi pada pembelajaran bahasa Arab baik itu di sekolah tingkat dasar sampai di perguruan tinggi. Hal ini disebabkan karena pembelajaran gramatika tidak diintegrasikan dengan pembelajaran lainnya sehingga terkesan sulit dan membingungkan. Padahal mempelajari gramatika bahasa berfungsi untuk lebih mengetahui bahasa target baik itu komunikasi sehari-hari yang dilakukan oleh penutur bahasa maupun kebiasaan atau budaya dari penutur bahasa target. Inilah yang kemudian menjadi salah satu kelemahan umum dalam pembelajaran bahasa asing di sekolah ataupun di perguruan tinggi. Terlebih lagi dengan cara atau metode yang dilakukan pengajar bahasa kurang variatif dan terkesan “kolot”.Tidak jarang penulis melihat pengajar bahasa asing hanya menggunakan satu metode saja dalam pembelajarannya, yang diperoleh dari gurunya secara turun temurun sehingga pembelajaran gramatika “nyaris” tidak mengalami perubahan yang signifikan. Gramatika yang sulit akan tambah menjadi sulit jika diajarkan dengan pendekatan, metode, teknik pembelajaran yang kurang mengena. Oleh karena itu mempelajari gramatika dalam bahasa merupakan suatu keharusan karena prin-sip yang mendasari gramatika itu ada agar bahasa dapat disajikan menjadi bahasa tutur yang jelas dengan cara yang singkat dan lancar.1 Selain itu juga tujuan mempelajarinya untuk bisa membaca dan berkomunikasi langsung dengan bahasa yang dipelajari. Walau sebenarnya belajar bahasa bukan belajar gramatika. Tujuan mempelajari grammar dalam bahasa Inggris misalnya, sebagai alat bantu pembelajar mampu berkomunikasi dalam bahasa Inggris. Sedang dalam bahasa Arab mempelajari gramatika bukan tujuan akhir belajar bahasa Arab, tetapi merupakan sarana dan alat untuk memahami teks-teks bacaan dan menjaga kefasihan ucapan. Menguasai gramatika menjadi sangat penting dalam membaca karena bahasa Arab memiliki logika tersendiri dalam mempelajarinya, terutama jika dikaitkan dengan kemam-puan membaca dan memahami. Dalam bahasa asing lain konsepnya mem-baca untuk memahami isi teks, sedangkan dalam bahasa Arab konsepnya memahami untuk bisa membaca. Maksudnya bahwa seseorang yang sedang belajar bahasa Arab tidak akan bisa membaca tulisan/teks berbahasa Arab jika ia tidak memahami materi yang dibaca, terutama kedudukan atau
1 Soepomo Poedjosoedarmo, Filsafat Bahasa (Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2001), 191.
58
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Ambon
Pembelajaran Gramatika Arab dengan Communicative Grammar, Hayati Nufus
jabatan masing-masing kata dalam kalimat (i’rab).2 Oleh karena itu Richards mengatakan, gramatika merupakan jalan untuk mempelajari suatu bahasa, dengan menganalisa gramatika, maka dapat membuka tabir pengetahuan pada bahasa sasaran (bahasa yang dipelajari). Jadi belajar gramatika harus dibarengi dengan belajar terjemah sehingga membantu dalam pembelajaran gramatika dan bahasa secara keseluruhan. 3 Mempelajari gramatika bahasa Arab penting bagi pembelajar bahasa Arab, terlebih lagi bagi mereka yang mendalami Islam, karena sumber Islam adalah Al-Quran dan hadith yang keduanya berbahasa Arab. Selain itu mengetahui gramatika bahasa Arab juga sangat berpengaruh terhadap pembelajar memiliki kompetensi komunikatif yaitu suatu kompetensi untuk menerapkan kaidah-kaidah gramatikal suatu bahasa dalam mem-bentuk kalimat-kalimat yang benar4 sehingga komunikasi dengan meng-gunakan bahasa yang baik akan mudah untuk dipahami yang pada akhir-nya maksud dan tujuan pembicaraan akan tercapai. Gramatika dalam bahasa Arab mencakup nahwu, sharaf dan balaghah. Balaghah menurut bahasa berarti sampai atau berakhir sedangkan menurut istilah adalah sifat bagi perkataan dan bagi pembicara. Balaghah dibagi dua yaitu (1) balaghat al-kalam yang berarti sesuainya perkataan dengan situasi dan kondisi serta kefasihannya dalam kata-kata dan susunannya, yang diucapkan oleh pembicara untuk mengemukakan pernyataan dengan cara tertentu. (2) balaghat al-mutakallim yaitu bakat pembicara yang memung-kinkannya menyatakan menyatakan maksud dengan perkataan yang tepat dalam tujuan apapun.5 Nahwu dan sharf berfungsi untuk menghindari lahn. Kesalahan berbahasa Arab telah terjadi di masa Nabi yang ditimbul-kan oleh orang-orang Non Arab. Apalagi setelah Islam menyebar luas. Kesalahan-kesalahan tersebut cukup mengelisahkan para tokoh karena dikawatirkan berakibat kepada tatanan hukum Islam yang terdapat dalam Al-Quran yang berbahasa Arab. Oleh karena itu dilakukan upaya penjagaan al-Quran dari kesalahan baca melalui ikatan-ikatan kaidah nahwu dan sharf.6 Sedangkan balaghah berfungsi untuk menjaga kefasihan (kejelasan) ucapan seseorang baik itu dalam bentuk kata 2 Makalah Aziz Fakhrurozi pada seminar nasional yang bertema “Model Pembelajaran bahasa Arab di Lembaga Pendidikan Islam”, pada hari Kamis tanggal 24 Mei 2007 di UIN Jakarta. 3 Jack C. Richards and Theodore S. Rodgers, Approaches and Methods in Language Teaching (New York: Cambridge University Press, 1992), 3. 4 Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Kompetensi Bahasa (Bandung: Angkasa Bandung, 1990), 31. 5 Hifni Bek Dayyab dkk., Kaidah Tata Bahasa Arab ….. 416-417. 6 Muh}ammad T}ant}awi>, Nash‘at al-Nahw wa-Ta>ri>kh Asar al-Nuh}a>t (tt.: Da>r al-Mana>r, 1991), 7.
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Ambon
59
Horizon Pendidikan, Vol. 8, Nomor 1, Januari-Juni 2013: 57-78
ataupun kalimat. Ketika seseorang berbahasa Arab itu dengan fasih dan terhindar dari kesalahan i‘rab maka dia akan merasakan rasa bahasa (dhawq al-lughah) dan terhindar dari penyelewengan kaidah nahwu dan sharf.7 Nahwu adalah ilmu yang digunakan untuk mengetahui fungsi/kedudukan kata dari sebuah kalimat. Ilmu ini mengajarkan cara menata kata menjadi kalimat yang benar sehingga pembelajar terhindar dari kesalahan dan kekeliruan, baik pada bacaan, maupun pemahaman.8 Sharf menurut terminologis ilmu untuk mengetahui aturan-aturan morfologis bahasa Arab, apakah shahh atau mu’tal, atau perubahan itu bersifat lafziyah atau maknawiyah.9 Sedangkan balaghah adalah ilmu yang mempelajari tentang kefasihan dan ketepatan seseorang berbahasa dengan mengetahui bahasa dan perbendaharaannya serta rasa bahasa yang normal.10 Gramatika dalam bahasa Arab mencakup nahwu dan sharf. Keduanya berfungsi untuk menghindari kesalahan dalam i’rab (lahn)11 karena sejatinya kesalahan berbahasa Arab telah terjadi di masa Nabi yang ditimbulkan oleh orang-orang Non Arab. Apalagi setelah Islam menyebar luas. Kesalahan-kesalahan tersebut cukup menggelisahkan para tokoh karena dikawatirkan berakibat kepada tatanan hukum Islam yang terdapat dalam al-Quran yang berbahasa Arab. Oleh karena itu dilakukan upaya penjagaan al-Quran dari kesalahan baca melalui ikatan-ikatan kaidah nahwu dan sharf. Nahwu, secara lughawi berarti contoh, merupakan kaidah mengenai penyusun-an kalimat dan penjelasan bunyi akhir (i’rab) mengenai kata yang berada dalam struktur kalimat serta hubungan satu kalimat dengan lainnya sehingga ungkapannya tepat dan bermakna. Ilmu Nahwu mempelajari hubungan kata-kata dalam kalimat, termasuk posisi kata (mawqi’ al-i’rab) dalam struktur kalimat. karenanya Nahwu adalah ilmu yang digunakan untuk mengetahui fungsi/kedudukan kata dari sebuah kalimat. Ilmu ini mengajarkan cara menata kata menjadi kalimat yang benar sehingga pembelajar terhindar dari kesalahan dan kekeliruan, baik pada bacaan, maupun pemahaman.12 Sedangkan sharf menurut termino-logis Hifni Bek Dayyab dkk., Kaidah Tata Bahasa Arab, terjemahan dari Qawa>‘id alLughah al-‘Arabiyyah oleh Chotibul Umam dkk. Jakarta: Darul Ulum Press, 2004.… 418. 8 H{asan Ja’far al-Khalifah, Fus{u>l fi Tadri>s al-Lughah al-‘Arabiyyah (Riyad: Maktabah al-Rusyd,2003), II, 341. 9 Ya>si>n al-H{afiz, al-Tah}lil al-S{arfi> (Damaskus: Dar al-‘As}ma>’, 1997), I, 67. 10 Hifni Bek Dayyab dkk., Kaidah Tata Bahasa Arab, … 418. 11 Menurut Tamam Hassan Lahn menurut bahasa adalah lagu, melodi dan kesalahan gramatika. Bandingkan dengan Muhammad T}ant}awi>, Nash‘at al-nah}w wa Ta>rikh As}har al-Nuh}a>t (Da>r al-Mana>r, 1991), 7 12 Lihat H{asan Ja’far al-Khalifah, Fus{u>l fi> Tadri>s al-Lughah al-‘Arabiyyah (Riya>d}: Maktabah al-Rushd, 2003), II, 341. 7
60
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Ambon
Pembelajaran Gramatika Arab dengan Communicative Grammar, Hayati Nufus
ilmu untuk mengetahui aturan-aturan morfologis bahasa Arab, apakah sahih atau mu‘tal, atau perubahan itu bersifat lafziyah atau maknawiyah. Perubahan itu sendiri dalam gramatika bahasa Arab disebut dengan Sharf atau tashrif yang menurut arti leksikal adalah al-Taghyir (perubahan) mengembalikan sesuatu dari suatu keadaan kepada keadaan lain. 13 Untuk menghindari berbagai ancaman kesalahan baca maka ‘Ali Ibn Abi Thalib sebagai orang pertama yang melakukan upaya penjagaan bahasa Arab terutama al-Quran dari kesalahan baca dengan memerintahkan Abu alAswad al-Duali untuk memberikan harkat pada tulisan al-Quran. Abu Aswad al-Duali memiliki nama asli Dzalam bin Amru bin Sufyan bin Jandal bin Yu’mar bin Duali. Dia biasa dipanggil dengan Abu Aswad sementara alDuali merupakan nisbat dari kabilahnya yang bernama Dual dari Bani Kinanah. Abu Aswad merupakan seorang Tabi’in, murid sekaligus sahabat ‘Ali bin Abi Talib. Ia lahir pada 603 Masehi dan wafat pada 688 Masehi.14 Itulah kemudian yang melatarbelakangi lahirnya nahwu sebagai cikal bakal gramatika bahasa Arab di masa kini. Selain itu ada beberapa hal yang melatarbelakangi lahirnya nahwu yaitu pertama, faktor agama, maksudnya menjaga al-Quran dari kesalahan baca. Kedua, faktor bangsa/nasionalisme yaitu sepeninggal Rasulullah Saw, Islam menyebar ke berbagai daerah luar jazirah Arab maka akulturasi budaya menyebabkan orang Arab akan memilih mana budaya terbaik diantara budaya yang ada. Oleh karena itu dalam hal ini jangan sampai orang Arab tertarik dengan budaya bangsa lain yang mempengaruhi kemurnian al-Quran, tetapi sebaliknya al-Quranlah yang harus mewarnai budaya bangsa yang didatanginya. Penjagaan alQuran adalah sesuatu yang harus dilakukan. Ketiga, faktor politik, pada saat itu pengembangan ilmu nahwu lebih banyak dilakukan oleh orang-orang non Arab (mawaliy) sebagai upaya meningkatkan status sosial mereka, karena dianggap masyarakat kelas dua.15
Urgensi mempelajari gramatika Arab. Terdapat perbedaan diantara para ahli bahasa tentang perlu dan tidak pembelajaran gramatika dalam pembelajaran bahasa. Ada pendapat yang Ya>si>n al-H{a>fiz, al-Tah}li>l al-S{arfi> (Damaskus: Dar al-‘As}ma>’, 1997),
13
I, 6-7. 14
Republika, Ahad, 3 Februari 2013. Lihat juga Shawqi> D{ayf, al-Mada>ris alNah}wiyyah (Kairo: Da>r al-Ma’a>rif, 1976), 13. 15 Tama>m Hasa>n, al-Us}ul: Dirasah Epistimu>lu>jiyyah li al-fikr al-Lughawi ‘ind al-‘Arab (Kairo: ‘A>lam al-Kutta>b, 2000), 23. Lihat juga Shawqi> D{ayf, al-Mada>ris al-Nah}wiyyah (Mesir: Da>r al-Ma’a>rif, 1976), 11-13. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Ambon
61
Horizon Pendidikan, Vol. 8, Nomor 1, Januari-Juni 2013: 57-78
menyatakan bahwa gramatika sama sekali tidak perlu diajarkan karena penguasaannya akan terjadi dengan sendirinya sebagai akibat dari interaksi dan komunikasi yang dilakukan. Perbedaan pandangan ini terjadi karena ada perubahan pendekatan pembelajaran bahasa dari pendekatan tradisional yang membelajarkan gramatika tersendiri dari pembelajaran kompetensi kebahasaan lainnya kepada pembelajaran moderen yang menggunakan pendekatan komunikatif yang menitikberatkan pembelajaran gramatika terintegrasi dengan pembelajaran kompetensi kebahasaan lainnya16 begitu juga sejumlah penelitian yang dilakukan pakar bahasa seperti Long, tahun 1983, Rutherford dan Sharwood Smith, pada tahun 1988, dengan jelas menunjukkan bahwa gramatika sangat diperlukan dalam rangka mencapai kelancaran produksi bahasa. Peneliti bahasa juga menemukan bahwa pembelajar bahasa harus mempelajari gramatika di samping keahlian berbahasa lainnya karena ternyata tanpa penguasaan gramatika yang cukup baik para pembelajar bahasa cenderung kurang cakap dalam berkomunikasi baik lisan maupun tulisan.17 Bahkan, Richards menyatakan tidak ada data empiris yang dapat dijadikan bukti bahwa kelas bahasa dengan pendekatan komunikatif yang sama sekali mengabaikan pengajaran gramatika dapat menghasilkan pembelajar dengan kemampuan berbahasa yang lebih baik daripada kelas bahasa dengan pendekatan tradisional. Dengan demikian keberadaan gramatika dalam pembelajaran bahasa memang dibutuhkan yang harus diperhatikan adalah tujuan belajar bahasa adalah belajar komunikasi bukan belajar gramatika, karena gramatika hanya sebagai alat pendukung pembelajaran bahasa.18 Oleh karena itu, terlalu “gegabah” untuk menyatakan bahwa berkomunikasi secara aktif atau berinteraksi secara intensif di dalam kelas bahasa akan menjamin penguasaan gramatika. Karena kembali harus ditegaskan bahwa tujuan belajar bahasa bukan belajar gramatika tetapi belajar berkomunikasi sedangkan gramatika hanya sebagai alat pendukung pembelajaran bahasa. Dengan begitu maka belajar gramatika harus bersama-sama dilakukan dengan pembelajaran keahlian berbahasa lainnya agar tujuan belajar bahasa dapat tercapai dengan baik. Pembelajar memerlukan gramatika dalam berbahasa. Karena gramatika dianggap sebagai sebuah dasar bangunan dari suatu bahasa yang ISID, “Sejarah Kurikulum Bahasa Arab di Sekolah”, makalah PBA (Pendidikan Bahasa Arab) ISID, http://arabionline.blogspot.com/2012/02/sejarah-kurikulum-bahasaarab-di-sekolah.html. diakses pada 24 Februari 2012. 17 I Made Sutama, “Pengintegrasian Pembelajaran Gramatika ke dalam pembelajaran Menulis Bahasa Indonesia”, makalah penelitian pada Universitas Pendidikan Ganesha, dalam http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/41208288300.pdf. Diakses pada 15 Desember 2012. 18 Sutama, “Pengintegrasian Pembelajaran…”, 16
62
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Ambon
Pembelajaran Gramatika Arab dengan Communicative Grammar, Hayati Nufus
akan membantu mereka menemukan struktur linguistik yang sistematis yang akan mereka gunakan untuk menunjang kelancaran berbahasa.19 Oleh karena itu, peniadaan pengajaran gramatika dalam pengajaran bahasa, yang berpendekatan komunikatif sekalipun, tidak dapat dilakukan mengingat peran pentingnya di dalam menunjang kemampuan berbahasa yang komunikatif. Pembelajaran gramatika dalam pembelajaran bahasa tidak mungkin ditinggalkan. Dalam bahasa Indonesia istilah tatabahasa dikenal dengan gramatika, dalam bahasa Inggris disebut dengan grammar, dan dalam bahasa Arab disebut qawa‘id. Qawa’id merupakan bentuk jamak dari qa’idah yang secara lughawi berarti: fondasi, dasar, pangkalan, basis, model, pola dasar, formula, aturan dan prinsip. Dalam hal ini yang dimaksud qawa’id adalah sejumlah aturan dasar dan pola bahasa yang mengatur penggunaan suatu bahasa, baik lisan maupun tulisan. Dalam bahasa Arab qawa’id meliputi nahwu (sintaksis) dan sharaf (morfologi)20 Secara umum para pakar bahasa menyatakan bahwa mempelajari grama-tika adalah suatu keniscayaan meskipun sulit dan merepotkan, karena pertama gramatika merupakan unsur fenomenal dalam bahasa, kedua gramatika merupakan aturan-aturan yang mengikat pada penggunaan bahasa, dan ketiga gramatika membantu dalam memahami kalimat dan susunannya.21 Secara khusus dalam bahasa Arab urgensi gramatika dipelajari untuk pertama memelihara bahasa Arab dari lahn (kesalahan mengucapkan), Kedua gramatika memiliki pengaruh terhadap tatabahasa secara umum, Ketiga memiliki hubungan erat dengan unsur bahasa yang lain. Keempat gramatika menghantarkan untuk mema-hami makna bahasa. Kelima melatih pembelajar agar bahasanya fasih baik itu dalam ucapan, bacaan maupun tulisan sesuai dengan tingkatan kemampuan daya fikirnya. Keenam gramatika dapat membuka tabir kekeliruan berbahasa. Ketujuh menambah kekayaan mufradat, tarkib, dan pola-pola kalimat dari teks-teks yang dikaji. Kedelapan membangkitkan kemampuan berfikir cermat, disaat melakukan analisa.22 Dengan demikian jelas, mempelajari gramatika dalam bahasa 19
Jadi belajar gramatika merupakan alat pendukung terhadap penguasaan bahasa secara keseluruhan. I Made Sutama, “Pengintegrasian Pembelajaran Gramatika ke dalam pembelajaran Menulis Bahasa Indonesia”, 20 Hans Wehr, Mu‘jam al-Lughah al-‘Arabi>yah al-Mu‘as}irah (Beirut: Maktabah Lubna>n,1980), 780. Majdi> Wah}bah dan Ka>mil al-Muhandis, Mu‘jam alMus}t}alah{a>t al-‘Arabi>yah fi> al-Lughah wa-al-Adab (Beirut: Maktabah Lubna>n, 1984), II, 298. 21 Alasan ini berlaku untuk kajian bahasa asing manapun karena gramatika memang salah satu unsur penting dalam pembelajaran bahasa. Asep Saepuloh, “Metodologi Pengajaran Gramatika Bahasa Arab”, (Jakarta: Tesis SPs. UIN Jakarta, 2008), 2. 22 Bahasa Arab memiliki sistem gramatika yang berbeda dengan bahasa asing lainnya karena di dalamnya ada dua sistem yang harus dikaji yaitu nahw dan sarf, yang keduanya Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Ambon
63
Horizon Pendidikan, Vol. 8, Nomor 1, Januari-Juni 2013: 57-78
merupakan suatu keharusan karena tujuan mempelajarinya untuk bisa membaca dan memahami teks-teks bahasa asing termasuk bahasa Arab di dalamnya. Sejalan dengan itu Richards mengatakan, gramatika merupakan jalan untuk mempelajari suatu bahasa, dengan menganalisa gramatika dapat membuka tabir pengetahuan pada bahasa sasaran (bahasa yang dipelajari).23 Untuk itu peran gramatika dalam pembelajaran bahasa menjadi penting, terlebih lagi pembelajaran bahasa moderen yang berorientasi berbeda dengan pembelajaran bahasa tradisional. Jika dulu belajar gramatika itu demi untuk melatih pembelajar menguasai terjemah (penguasaan bahasa secara tulisan) sedangkan pembelajaran bahasa sekarang mengarahkan pada penguasaan gramatika untuk menguasai bahasa secara komunikasi lisan dan tulisan. Keberadaan gramatika dalam bahasa menjadi alat pengontrol kemampuan seseorang terhadap penguasaannya berbahasa. Walaupun kemudian belajar bahasa bukan belajar gramatika. Communicative Grammar alternative method dalam pembelajaran gramatika Sebagaimana disebutkan, adanya gramatika atau tata bahasa Arab disebabkan karena terjadi lahn (kesalahan berbahasa). Lahn secara bahasa artinya lagu, melodi dan kesalahan gramatikal. Dalam perkembangan nahwu, lahn dianggap sebagai salah satu faktor pendorong gramatisasi bahasa Arab. Namun Tamam Hasan melihat lahn itu bukan faktor utama melainkan hanya bagian dari tiga faktor pemicu tumbuhnya nahwu, yaitu faktor agama, faktor nasionalisme dan faktor politik 24 selain itu adanya kekhawatiran umat Islam akan munculnya sebagian non Arab yang salah dalam membaca al-Qur’an. Maka hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran tata bahasa Arab harus berorientasi kepada penggunaan bahasa Arab itu sendiri. Bukan semata-mata belajar dan menghafal kaidah tanpa dibarengi dengan aplikasinya secara nyata. Signifikansi mempelajari gramatika Arab lebih terlihat pada fungsinya sebagai standar (mi‘yar) dalam penilaian benar tidaknya susunan kalimat, dan dalam waktu yang sama sebagai media untuk menjaga memiliki tingkat kesulitan dalam pembelajaran-nya. Na>yif Mah}mu>d Ma‘ru>f, Khas}a>’is} al-‘Arabi>yah wa-T}ara>‘iq Tadri>siha> (Beirut: Da>r al-Nafa>’is, 1998), V, 183. 23 Jack C. Richards and Theodore S. Rodgers, Approaches and Methods in Language Teaching (New York: Cambridge University Press, 1992), 3. 24 Tamma>m Hassa>n, al-Us{ul: Dirasat Epistimulujiyyah li al-Fikr al-Lughawi ‘inda al-‘Arab: al-Nah}w – Fiqh al-Lughah – al-Balaghah (Kairo: ‘A
64
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Ambon
Pembelajaran Gramatika Arab dengan Communicative Grammar, Hayati Nufus
kesalahan berbahasa serta membantu kita memahami teks. Hanya saja para ulama nahwu di masa lalu terlalu berlebihan dalam melakukan ta‘qi>d (pengkaidahan), sehingga kaidah bahasa yang tidak diperlukan pun dirumuskan dan dibuatkan argumentasi yang berlebihan.25 Menurut Muhbib, seharusnya pembelajaran gramatika disusun berdasarkan pada prinsip-prinsip pembelajarannya yaitu: (1) qawa‘id (nahwu-sharf) itu bukan tujuan (g}ha>yah) melainkan perantara atau media (wasilah), (2) pembelajaran qawa‘id harus aplikatif dan fungsional, dan memfasilitasi pengembangan empat keterampilan berbahasa, yakni mampu mengantarkan pembelajar bahasa menguasai secara benar menyimak, berbicara, membaca dan menulis bahasa Arab dengan baik, (3) pembelajaran qawa‘id harus kontekstual, yakni memperhatikan konteks kalimat yang digunakan, bukan semata-mata menekankan i‘rab. (4) pembelajaran qawa‘id harus berlangsung secara gradual, bertahap dari mudah menuju sulit, dari yang konkret menuju yang lebih abstrak, dari yang ada persamaannya dalam bahasa ibu menuju yang tidak ada persamaannya, (5) membelajarkan makna kalimat lebih dahulu dibandingkan i‘rab, (6) menghafal istilah dan kaidah qawa‘id bukan prioritas utama, melainkan hanya sarana memahamkan pembelajar akan kedudukan kata dalam kalimat, (7) tidak dianjurkan untuk mengembangkan i‘rab yang panjang dan tidak fungsional, pembela-jar cukup mengetahui mubtada itu marfu‘, fa‘il itu marfu‘ tanpa harus diikuti dengan penjelasan tanda rafa‘nya itu d}ammah zahirah fi akhirihi dan sebagainya, dan (8) tidak dianjurkan juga dalam pembelajaran qawa‘id dikembangkan teori-teori dan kaidah-kaidah qawa‘id yang abstrak, tidak praktis dan kurang bermanfaat.26 Berdasarkan hal tersebut maka patut dilihat pernyataan Shawqi Dhayf yang menyatakan bahwa faktor penyebab terjadinya kesulitan pem-belajar mempelajari gramatika (qawa‘id) adalah karena cara penyampaian materi yang kurang komunikatif dan bervariasi serta tidak adanya media pendukung yang dianggap efektif untuk digunakan dalam pembelajaran qawa‘id. Karena terkadang Pengajar bahasa Arab terutama dalam pembelajaran gramatika cenderung menggunakan satu metode saja yang
25
Muhbib Abdul Wahab, Epistemologi dan Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2008), 176. Lihat juga H}asan Shah{at{ah, Ta‘li>m alLughah al-‘Arabiyyah bayna al-Naz{ariyyah wa al-Tat{bi>q (Kairo: Da>r al-Mis{riyyah al-Lubna>niyyah, 1996), III, 203. 26 Muhbib Abdul Wahab, “Model Pengembangan Pembelajaran Qawa’id (nahwu sharaf)” dalam Mimbar: Jurnal Agama dan Budaya, UIN Jakarta: Volume 23 No. 4, 2006, 453. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Ambon
65
Horizon Pendidikan, Vol. 8, Nomor 1, Januari-Juni 2013: 57-78
menyulitkan pembelajar memahami dengan baik setiap materi pelajaran 27 Oleh karena itu pemilihan cara atau metode yang tepat harus dilakukan oleh pengajar bahasa Arab agar pembelajaran gramatika (qawa‘id) sebagai sarana untuk memudahkan pembelajar menguasai bahasa Arab dengan baik. Beeby dalam penelitiannya menyatakan bahwa salah satu kelemahan umum pembelajaran dalam kelas di Indonesia terletak pada komponen metodologi pembelajarannya. Pengajar cenderung mengajar secara rutin tanpa adanya variasi dalam penyampaian materi, padahal hasil pembelajaran selalu berkolerasi positif dengan metode pembelajaran yang diikuti dengan cara belajar pembelajar.28 Selain metode yang dianggap menentukan kecapaian tujuan pembelajaran bahasa baik dalam pembelajaran bahasa Arab atau bahasa asing lainnya harus juga dipahami mengenai pendekatan, karena pendekatan inilah akan menentukan metode. Perbedaan antara pendekatan dan metode menurut Edward M. Anthony dalam Tarigan adalah pendekatan adalah seperangkat asumsi korelatif yang menangani hakikat pengajaran dan pembelajaran bahasa. Pendekatan bersifat aksiomatik. Pendekatan memberikan pokok bahasan yang di ajarkan. Sedangkan metode merupakan rencana keseluruhan bagi penyajian bahasa secara rapi dan tertib, tidak ada kontradiksi antar satu dengan lainnya yang kesemuanya itu didasarkan pada pendekatan yang dipilih. Jika pendekatan bersifat aksiomatik maka metode bersifat prosedural.29 Untuk tingkat implementasinya pendekatan dan metode menggunakan teknik dan strategi pembelajaran. Metode pembelajaran saja tidak cukup untuk memudahkan pembelajaran sehingga dibutuhkan juga buku ajar sebagai pendukung yang membantu terlaksananya pembelajaran dengan baik dan menyenangkan. Kemudian pemilihan metode dan buku ajar yang tepat membantu proses pembelajaran berlangsung. Beberapa metode pembelajaran sudah sering diuji cobakan mengingat sejak tahun 1970-1990 para pengajar bahasa asing sangat menekankan pembelajaran bahasa asing pada tatabahasa (grammar, qawa‘id) untuk menggali kompetensi gramatikal pembelajar. Hal ini dilakukan karena pengajaran bahasa Arab tradisional pada umumnya mengajarkan bahasa Arab untuk tujuan-tujuan keagamaan saja dengan
Zakiah, “Pembelajaran nahwu dengan Pendekatan Kontekstual”, dalam A>fa>q ‘Arabiyyah, Jurnal kebahasaaraban dan Pendidikan Bahasa Arab, Vol. 4, No. 1, Juni 2009, 4 28 Lihat hasil penelitian C>E> Beeby, Pendidikan di Indonesia (Jakarta: LP3ES, 1982), 81-85. 29 Henry Guntur Tarigan, Strategi Pengajaran dan Pembelajaran Bahasa (Bandung: Angkasa Bandung, 2009), 3-4. 27
66
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Ambon
Pembelajaran Gramatika Arab dengan Communicative Grammar, Hayati Nufus
aksentuasi pada aspek penguasa-an gramatika dan keahlian menterjemah.30 Para pakar bahasa menawarkan pendekatan dan metode pembelajaran bahasa Arab modern berbasis communicative language teaching yang bertujuan pada pencapaian kemampuan komunikasi (communicative competence) dengan bahasa melalui proses komunikatif,31 sesuai dengan fungsi bahasa Arab sebagai bahasa komunikasi internasional yang mengharuskan pembelajarnya menguasai bahasa Arab secara komunikatif baik lisan maupun tulisan. Communicative competence pertama kali digunakan oleh Dell Hymes pada awal tahun 1970-an sebagai reaksi terhadap language competence yang diusung oleh Chomsky. Hymes mengatakan bahwa kompetensi komunikatif diperoleh seseorang karena memahami struktur gramatika dan menguasai konteks sosial dimana dia tinggal, berbeda dengan Chomsky yang mengatakan bahwa seseorang bisa saja berkomunikasi karena dia mempunyai kemampuan bahasa dari dalam dirinya. Keduanya sama-sama mengedepankan pendekatan komunikatif tetapi cara pemerolehannya yang berbeda, Chomsky mengutamakan kemampuan dari dalam diri pembelajar sedangkan Hymes memadukan kemampuan berbahasa pembelajar dengan kemampuannya memahami kondisi sosial lingkungannya. Communicative competence ini menginspirasi adanya communicative approach atau pendekatan komunikatif dalam pembelajaran bahasa asing dengan didasarkan pada teori bahwa tujuan berbahasa adalah komunikasi.32 Karena tujuan bahasa itu komunikasi maka model pembelajaran gramatika disesuaikan dengan tujuan bahasa itu sendiri sehingga muncullah istilah communicative grammar dalam pembelajaran gramatika bahasa asing. Istilah ini dikenalkan oleh Patricia K. Warner pada tahun 1997 melalui bukunya yang berjudul A Communicative Grammar. Gramatika dalam proses pembelajarannya diajarkan bersama-sama dengan kemampuan bahasa lainnya. Hal ini dimaksudkan untuk lebih memudahkan pembelajar memperoleh penguasaan komunikasi dengan menggunakan bahasa target dalam kehidupan nyata.33 Pembelajaran gramatika dengan pola Communicative Grammar menggali kompetensi Lihat pada “Sejarah Kurikulum Bahasa Arab di Sekolah”, makalah mata kuliah dari Fakultas Pendidikan Bahasa Arab (PBA) Institut Studi Islam Darussalam, melalui http://arabionline.blogspot.com/2012/02/sejarah-kurikulm-bahasa-arab-di-sekolah.html diakses pada 24 februari 2012. 31 Kurnia Nurany, “ CLT(Communicative Language Teaching)”, melalui http://kurnianurany.wordpress.com/2012/02/28/clt diakses pada 29 Februari 2012. 32 Kurnia Nurany, “ CLT(Communicative Language Teaching)”, … 33 Patricia K. Warner at all, Interaction Access: A Communicative Grammar (New York: The MacGrawHill Companies, Inc., 1997), ix. 30
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Ambon
67
Horizon Pendidikan, Vol. 8, Nomor 1, Januari-Juni 2013: 57-78
kebahasaan dan cara-cara mengekspresikannya, terutama kompetensi gramatikal, yaitu suatu kemampuan untuk mengetahui sistem bahasa dan mampu menggunakannya,34 dan bertujuan agar pembelajar memiliki kompetensi berkomunikasi dengan menggunakan bahasa yang dipelajarinya dalam berbagai situasi sosial yang ada.35 Pembelajaran bahasa dengan menggunakan istilah ini menimbulkan pertanyaan mengapa harus communicative grammar? Apa bedanya dengan conventional grammar? Jawabannya, karena Communicative grammar merupakan suatu kegiatan pembelajaran gramatika bahasa yang terintegrasi dengan pemberian keterampilan berbahasa lainnya seperti menyimak, membaca, menulis dan berbicara yang disesuaikan dengan tingkat kebutuhan pembelajar bahasa, karenanya membuat pembelajaran gramatika itu menyenangkan, interaktif-komunikatif dan penuh makna. Berbeda sekali dengan pembelajaran gramatika model conventional grammar yang pembelajarannya terpaku pada gramatika saja. Misalnya metode membaca, pembelajar hanya diberikan keterampilan membaca disertai dengan pemberian kaidah-kaidah gramatika yang harus dihafalkan agar mampu digunakan untuk membaca teks-teks Arab. Proses pembelajarannya pun dilakukan terpisah dengan keahlian berbahasa lainnya sehingga pembelajar merasa pembelajaran gramatika itu tidak nyata dan membosankan terlebih pembelajaran gramatika tradisional diorientasikan pada pemahaman gramatika untuk tujuan menerjemahkan bahasa asing tersebut. Pola communicative grammar ini juga menekankan pada komunikasi faktual dalam arti pembelajar dapat menggunakan kaidah-kaidah gramatika yang dipelajari dapat diterapkan dalam komunikasi aktif baik lisan maupun tulisan, serta menekankan pada kebermaknaan bentuk-bentuk bahasa yang dipelajari, karena bahasa merupakan sistem ekspresi makna. Dengan prinsip kebermaknaan pembelajar diharapkan dapat berkomunikasi tidak hanya reseptif tapi juga produktif. Aktualisasi Communicative Grammar dalam Penyajian Materi Pembelajaran Gramatika Materi ajar merupakan objek kajian pembelajaran yang didalami oleh pembelajar dan sarana yang penting untuk mencapai tujuan pembelajaran karena materi ajar membantu pengajar dalam mempersiapkan kegiatan pembelajaran dan membimbing pembelajar dalam belajar, baik di sekolah 34
M. Canale and M. Swain, Theoritical Basis of Communicative Approaches to Second Language Teaching and Testing, dalam Applied Linguistics, Vol. 1, No. 1, 1980, 47. 35 Chaedar Alwasilah dan Furqanul Aziz, Pengajaran Bahasa Komunikatif: Teori dan Praktek (Bandung: Rosdakarya, 1996), 1.
68
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Ambon
Pembelajaran Gramatika Arab dengan Communicative Grammar, Hayati Nufus
maupun di rumah. Tugas pengajar memilih pendekatan, metode dan teknik pembelajaran yang relevan. Materi ajar harus disusun berdasarkan prinsipprinsip dasar dan langkah-langkah dalam memilih materi pembelajaran yang disesuaikan dengan sistematika pengembangan materi ajar serta kriteria penilaian terhadap penggunaannya di lapangan untuk menjamin mutu bahan ajar yang dikembangkan.36 Materi ajar selalu diasosiasikan dengan buku teks pelajaran. Namun, Tomlinson menyatakan bahwa buku teks pelajaran hanya salah satu di antaranya. Materi ajar adalah apa saja yang dapat digunakan oleh guru dan siswa untuk memfasilitasi pembelajaran. Dengan demikian materi ajar dapat berupa kamus, kaset, video, lembar kerja, dan sebagainya.37 Oleh karena itu, dalam pembelajaran para pengajar harus mampu mengembang-kan materi ajar yang berkesesuaian dengan kebutuhan pembelajar artinya bahwa pembelajaran itu harus fungsional tidak hanya teoritis. Dalam hal ini penulis menggunakan materi (buku) ajar al-‘Arabiyyah Baina Yadaik jilid I untuk melihat sejauhmana aktualisasi commu-nicative grammar digunakan, karena penulis meyakini materi ajar yang ada pada buku tersebut memudahkan pembelajar mempelajarinya. Dalam buku al‘Arabiyyah Baina Yadaik jilid I, masing-masing wah}dat ada satu atau dua pelajaran (dars) yang mempelajari gramatika. Pada buku jilid I ini materi gramatika disajikan pada pelajaran (dars) ketiga sebanyak empat halaman. Tiga halaman pertama untuk latihan struktur gramatika yaitu mubtada dan khabar mubtada yang didahului dengan istifham (kata tanya) yaitu من,هل ما ؟, أينdan satu halaman terakhir merupakan ringkasan materi gramatika yang telah diajarkan pada wah}dat tersebut yang disajikan dalam bentuk tabel untuk memudahkan pembelajar dalam mema-hami gramatika tersebut. Jika diperhatikan pada setiap wah}dat, materi gramatika selalu disajikan pada dars ketiga, yang sebelumnya didahului dars pertama tentang hiwar dan dars kedua tentang mufradat. Hal ini dilakukan karena penulis melihat bahwa latihan-latihan gramatika diambil dari sebagian isi hiwar, dengan begitu pembelajaran gramatika tidak terlepas dari konteks yang ada pada hiwar, yang hiwar sendiri merupakan latihan bercakap yang diambil dari percakapan popular dikalangan orang Arab (budaya berkomunikasi native speaker). Dengan demikian, pembelajaran gramatika tidak dapat dipisahkan dengan konteks situasi dan kondisi yang terjadi (aktual dan
36 Sugirin, “Pengembangan Materi Ajar Bahasa Inggris”, makalah pelatihan Pemanfaatan internet sebagai Sumber bahan Ajar, FBS UNY, 11-12 juli 2011. 37 Ibid.
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Ambon
69
Horizon Pendidikan, Vol. 8, Nomor 1, Januari-Juni 2013: 57-78
faktual). Hal ini sejalan dengan sistem pembelajaran terpadu yang mengitegrasikan pembelajaran gramatika dengan kehidupan nyata pembelajar.38 Untuk lebih jelasnya mari kita perhatikan penyajian materi gramatika pada wahdat 1 dars ketiga: a. Latihan pada wahdat 1: Buatlah bentuk tanya jawab dengan temanmu seperti contoh berikut ini: هل أنت باكستاني؟- : المثال. أنا باكستاني, نعم هل أنت باكستانية؟39 . أنا باكستانية, نعمUntuk membantu pembelajar mudah membuat contoh tersebut, penyusun memberikan mufradat lain, yaitu: تركي – تركية مصرية- مصري سورية- سوريPenulis melihat pada latihan 1 tersebut, pembelajar secara tidak langsung di ajarkan beberapa kaidah gramatika, yaitu: 1. Belajar ism dlamir, yaitu: ) للمتكلم وحدة (مذكر ومؤنث: أنا) للمخاطب (مذكر: أنت) للمخاطبة (مؤنث: أنتDlamir-dlamir tersebut yang dikenalkan pada hiwar itu adalah أنا, أنت dan أنت. Dlamir أناditujukan untuk mutakallim (orang pertama tunggal= saya). Dlamir أنتditujukan untuk orang yang diajak bicara (orang kedua tunggal (mukhathab: kamu laki-laki). Dlamir أنتditujukan untuk orang yang diajak bicara (orang kedua tunggal (mukhathabah: kamu perempuan). Dlamir-dlamir ini sebagai subjek yang akan berpengaruh terhadap perubahan predikatnya. Perubahan yang terjadi pada kalimat tersebut merupakan perubahan bentuk peruntukkan mu’annath atau mudhakkar tergantung kepada siapa subjeknya. 2. Belajar membuat identitas diri dengan menggabungkan dlamir yang dipahami tadi dengan kata benda (ism) yang sesuai dengan damirnya. Seperti pada contoh: . أنا باكستاني. أنا باكستانية38 Sistem pembelajaran terpadu, biasa disebut dalam bahasa Arab dengan Naz}ariyat al-Wah}dat (sistem kesatuan). 39 Latihan ini adalah latihan 1 pada buku al-‘Arabiyah Baina Yadaika jilid 1, 9.
70
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Ambon
Pembelajaran Gramatika Arab dengan Communicative Grammar, Hayati Nufus
Contoh tersebut cara membuat identitas diri yang dinisbatkan kepada nama negara yaitu باكستانyang berarti pakistan. Adapun jika hendak menyatakan sebagai identitas kebangsaan maka pada kata tersebut dimasuki huruf ya nisbat, maka jadilah identitas diri yaitu orang pakistan. Hal yang sama juga dilakukan pada kata (mufradat) lainnya. 3. Belajar membedakan jenis kelamin (mu’annath dan mudhakkar) berdasarkan pasangan subjek dan predikatnya. Contohnya: . أنت باكستاني.أنت باكستانيةPerbedaan yang dikenalkan pada pembelajar adalah jika yang menyatakan identitas itu perempuan maka di samping ya nisbat tapi juga harus ditambahkan dengan ta’ marbuthah. 4. Belajar bertanya dengan mengguna-kan kata tanya (istifham), seperti: هل أنت باكستاني؟, bertanya dengan menggunakan kata tanya (istifham) هل yang berarti apakah adalah ungkapan yang paling sering digunakan. Jadi, ketika penulis melihat contoh-contoh ujaran tersebut sebenarnya secara tidak langsung pembelajar diajarkan mengenal dan memahami kaidah gramatika yang langsung digunakan dalam bentuk ungkapan-ungkapan kalimat yang biasa diucapkan sehari-hari. Hal inilah yang kemudian penulis meyakini bahwa materi gramatika bahasa Arab pada buku ini mengandung prinsip-prinsip atau kriteria pembelajaran gramatika bahasa model communicative grammar yaitu prinsip psikologis atau berdasarkan kebutuhan pembelajar. Untuk lebih jelas coba diperhatikan contoh-contoh kalimat pada pengajaran gramatika wahdat kedua. b. Latihan 1 dalam wah}dat kedua: Buatlah bentuk tanya jawab bersama temanmu sesuai dengan dua contoh di bawah ini: أين المعطف؟. هذا هو المعطف أين الغرفة؟. هذه هي الغرفةContoh tersebut diikuti oleh beberapa mufradat lain untuk dibentuk menjadi kalimat dengan pola seperti contoh, mufradat-mufradat itu adalah: . صورة – مسجد – نظارة – حمام – شجرة-ابن – ابنة – مصايDari contoh latihan di atas, secara tidak langsung pembelajar mendapatkan pola-pola kaidah gramatika sebagai berikut: 1. Belajar mengenal kata benda (ism) al-nakirah dan al-ma‘rifah yaitu معطفuntuk ism al-nakirah dan المعطفuntuk ism al-ma‘rifah. Perbedaannya terletak pada penambahan alif lam ( )الpada ism nakirah. Begitu seterusnya digunakan alif dan lam pada setiap kata yang lain. 2. Belajar mengenal kata tunjuk (ism al-isyarah) yaitu : هذاdan هذه.
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Ambon
71
Horizon Pendidikan, Vol. 8, Nomor 1, Januari-Juni 2013: 57-78
3.
4.
Ism al-isharah tersebut merupakan kata tunjuk jarak dekat berarti “ini”, هذاmerupakan kata tunjuk bagi mudhakkar (kata benda yang menunjukkan laki-laki) seperti: هذا صديقيsedangkan هذهmerupakan kata tunjuk bagi mu’annath (kata benda yang menunjukkan perem-puan) seperti: هذه صديقتي. Belajar ism dlamir yang lain selain yang sudah dipelajari di wahdat 1 yaitu: هوdan هي. Dlamir هوuntuk mudhakkar, jadi ketika pembelajar menemukan ism al-nakirah atau al-ma‘rifah yang berbentuk mudhakkar seperti مدرس, مهندسdan صديقmaka dlamir yang tepat untuk kata-kata tersebut adalah هو.Dlamir هيuntuk mu’annath, ketika pembelajar menemukan kata (ism) al-nakirah atau al-ma‘rifat seperti مدرسة, مهندسةdlamir yang tepat untuk kata-kata tersebut adalah هي. Pembelajar diajarkan bentuk kata tanya yang lain yang sering digunakan dalam percakapan sehari-hari, yaitu kata tanya أينyang berarti “di mana?”. Kata أينsering digunakan setelah kata benda yang berbentuk nakirah atau ma‘rifah, biasanya digunakan untuk menanyakan tempat.
Jika mengamati pembelajaran tersebut maka jelas terlihat pembelajaran gramatika secara tidak langsung diajarkan. Pembelajaran dilakukan bersamaan dengan penggalian kompetensi lainnya seperti kompetensi kebahasaan lainnya, sesuai dengan prinsip communicative grammar yaitu pembelajaran gramatika terintegrasi dengan pembelajaran kompetensi bahasa lainnya. Karenanya penyajian materi kaidah gramatika menggunakan bentuk hiwar yang menuntut pembelajar melakukan percakapan ringan dengan pembelajar lainnya. pembelajaran seperti ini selain mengenalkan pola kalimat yang mengandung kaidah gramatika dalam setiap ungkapan kalimat juga melatih pendengaran (keahlian mendengar/istima‘), melatih keahlian berbicara (kalam), membaca (qira’ah) dan menulis (kitabah) walaupun menulis bentuk kalimat sederhana. c. Latihan 1 dan 3 pada wahdat ketiga: Buatlah bentuk kalimat tanya jawab dengan temanmu seperti contoh berikut ini: هل تسكن في بيت ؟: اإلجابة. أنا أسكن في بيت,نعم. أنا أسكن في شقة,الContoh tersebut diikuti oleh beberapa mufradat lain untuk dibentuk menjadi kalimat dengan pola seperti contoh, mufradat-mufradat itu adalah: مكة – المدينة- حي المطار- حي الجامعة Dari contoh kalimat tersebut pembelajar secara tidak langsung mempelajari pola kalimat yang mengandung kaidah gramatika sebagai berikut: 72
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Ambon
Pembelajaran Gramatika Arab dengan Communicative Grammar, Hayati Nufus
1. 2. 3. 4.
Belajar merubah kata kerja (fi‘il mudari‘) dari dlamir أنتke أناatau sebaliknya seperti contoh di atas yaitu: أسكنdan dlamir أنت, yaitu:تسكن. Belajar menjawab pertanyaan yang menggunakan kata tanya هلdengan jawaban نعمuntuk “ya” dan الuntuk “tidak” atau “bukan”. Belajar menyusun kalimat yang mengandung fi‘il (jumlah fi‘liyah) baik itu kalimat tanya هل تسكن في بيت ؟ataupun pernyataan أسكن في بيت. Belajar susunan mubtada dan khabar mubtada yang khabar mubtadanya terdiri dari jar majrur, seperti : في بيتdan في شقة.
Pembelajaran tersebut memperlihatkan pembelajaran gramatika itu tidak sesulit yang dibayangkan karena pembelajaran dengan komunikatif akan menyenangkan pembelajar. Hal ini terlihat dari contoh-contoh ungkapan tersebut yang memperlihatkan bahwa pola kalimat tersebut selalu lekat digunakan oleh pembelajar sehari-hari untuk berinteraksi atau berhubungan dengan orang lainnya. Pembelajaran seperti ini sesuai dengan prinsip pembelajaran communicative grammar yaitu ada interaksi untuk saling memberi informasi agar tujuan pembelajaran bahasa dapat tercapai tentunya baik itu di kelas maupun di luar kelas. a. Latihan 1dan 3 pada wahdat keempat: Buatlah bentuk kalimat tanya jawab bersama temanmu seperti contoh berikut: متى تذهب إلى المدرسة؟.أذهب الساعة السابعة أين تصلي الفجر؟. أصلي الفجر في المسجد تفعلين؟-ماذا تفعلأقرأ القرآنContoh kalimat tersebut diikuti oleh mufradat baru lainnya agar pembelajar mudah membuat kalimat sesuai contoh. Mufradat itu antara lain: . المسجد – الثالثة, الطبيب – الثانية,البيت – الواحدة. يغسل األطباق – المطبخ, يشاهد التلفاز – الغرفة, يقرأ القرآن – المصلي. يكنس – يكوي – يغسلDari latihan-latihan tersebut ditambah dengan penggunaan mufradat baru walau pola kalimat sama, pembelajar secara tidak langsung sudah mempelajari kaidah gramatika berpola sebagai berikut: 1.
Belajar kata tanya (istifham) متىyang berarti kapan, gunanya untuk menanyakan waktu, maka dipilh kata bilangan bertingkat untuk dapat menjawab pertanyaan tersebut yaitu dengan kata الواحدة, الثانية, الثالثةdan seterusnya.
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Ambon
73
Horizon Pendidikan, Vol. 8, Nomor 1, Januari-Juni 2013: 57-78
2. 3.
Belajar kata kerja (fi‘il) yang membutuhkan objek (maf‘ul), diantaranya yaitu: يكنس, يغسل,يقرء. Belajar merubah kata kerja (fi‘il) yang bersandar pada dlamir أنتke dlamir أنتseperti pada kata تفعلmenjadi تفعلين.
Ungkapan-ungkapan kalimat yang digunakan tersebut mengingatkan pembelajar akan kebiasaan kegiatan sehari-hari yang dilakukan. Tentunya ini akan memudahkan mereka memahami kaidah gramatika yang di ajarkan walau tanpa disadari oleh mereka. Inilah kemudian yang menjadikan pembelajaran gramatika itu tidak sesulit yang dibayangkan karena pembelajaran yang dilakukan menggunakan metode yang menyenangkan sesuai dengan prinsip pembelajaran dengan communicative grammar yaitu pembelajar didorong untuk kreatif menemukan sendiri kaidah gramatika yang di ajarkan melalui latihan komunikatif secara berulang. e.latihan 3 pada wahdat kelima. Buatlah bentuk kalimat dibawah ini sesuai contoh: . يأكل الطعام. ال تأكل الطعامContoh kalimat di atas diikuti beberapa kalimat contoh yang lain seperti: . يشرب الحليب. يغسل المالبس. يكنس الغرفة. يطلب السمكMelalui contoh tersebut pembelajar diminta untuk merubah kalimatkalimat tersebut sesuai contoh kalimat sebelumnya dengan menambah la nahy (kata perintah melarang mengerjakan sesuatu). Dengan melakukan kegiatan pengulangan dan mengganti kalimat demi kalimat diharapkan pembelajar mengerti dan memahami pola gramatika yang diajarkan. Karena dilakukan berulang-ulang, pembelajar diharapkan mampu menggali kompetensi gramatikal mereka tanpa mereka sadari bahwa mereka mempelajari kaidah gramatika. Hal ini sesuai dengan prinsip pembelajaran dengan pola communicative grammar bahwa pembelajar dengan tidak disadarinya menguasai kompetensi komunikasi melalui latihan pengulangan pola-pola gramatikal yang akhirnya pembelajar memiliki kompetensi gramatikal. Dengan melihat latihan-latihan pola gramatika tersebut, jelas bahwa struktur gramatika tidak diajarkan secara tematis melainkan dalam bentuk struktur tertentu yang dalam struktur kalimat terdiri dari sekumpulan tema gramatika (tidak satu tema atau pola gramatika). Hal ini sesuai dengan tujuan mengajarkan struktur kalimat bukan untuk memahami kaidah gramatika secara terpisah (far‘iyah) tetapi bertujuan agar pembelajar 74
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Ambon
Pembelajaran Gramatika Arab dengan Communicative Grammar, Hayati Nufus
memiliki kemampuan menggunakan struktur kalimat tersebut sesuai dengan tingkat kreativitas pembelajar dalam berkomunikasi.40 Latihan-latihan yang diberikan sepintas memang seperti latihan pengulangan yang hanya membuat pembelajar mampu berbahasa secara pasif dan tidak ada kreativitas, tetapi sebenarnya mereka diajarkan untuk kreatif dengan mengikuti pola yang telah dipelajari dengan mufradat lain yang ditawarkan ataupun mereka mencari sendiri. Hal inilah yang dilakukan oleh penulis bersama-sama dengan pembelajar untuk menumbuhkan kebermaknaan dalam pembelajaran bahasa Arab. Kebermakmaknaan yang dimaksud adalah pembelajaran bahasa Arab dihubungkan dengan konteks kehidupan sehari-hari, baik itu konteks lingkungan pribadi, sosial dan budaya. Kegiatan tersebut, misalnya dicontohkan dalam wahdat keempat yaitu tentang kegiatan sehari-hari pembelajar. Setiap pembelajar pasti berbeda dalam melakukan kegiatan harian mulai dari bangun tidur, pergi ke sekolah dan lain-lain. Dibawah ini adalah hasil belajar yang dilakukan oleh kelas semester 1a pada jurusan pendidikan Matematika Tarbiyah IAIN Ambon. Pola gramatika yang diberikan kepada pembelajar adalah pola jumlah fi‘liyyah yang menggunakan fi‘il mudari‘ dengan didahului oleh istifha>m yang sering digunakan dalam percakapan sehari-hari. Pola kalimat itu disajikan dalam bentuk pertanyaan, sebagai berikut: متى تستيقظ؟أين تصلي الفجر؟ هل تنام بعد الصالة؟ ماذا تفعل بعدالصالة؟متى تذهب إلى المدرسة؟هل تذهب بالسيارة؟Pembelajar menjawab semua pertanyaan dosen tersebut dengan cara menuliskannya pada lembar kerja masing-masing. Di sini terlihat ada integrasi dalam pembelajaran gramatika tersebut yaitu pembelajar digali keterampilan menyimak, bercakap, membaca, dan menulis. Keterampilan menyimak didapatkan di awal kegiatan pembelajaran dengan mendengarkan kaset atau bacaan dari pengajar, keterampilan bercakap langsung dilakukan setelah kegiatan menyimak selesai, keterampilan membaca dilakukan bersamaan dengan menyimak, terakhir keterampilan menulis dilakukan setelah pembelajar memahami bentuk pola kalimat yang diajarkan.
40 Asep Saepuloh, “Metodologi Pengajar-an Gramatika Bahasa Arab untuk Non Arab”, (Tesis Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), 137.
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Ambon
75
Horizon Pendidikan, Vol. 8, Nomor 1, Januari-Juni 2013: 57-78
Pola struktur kalimat yang ter-dapat pada materi di atas struktur jumlah fi‘liyyah yang menggunakan fi‘il mudari‘. Inilah jawaban pembelajar yang diberikan kepada pengajar pada lembar kerja masing-masing. Mahasiswa 1 atas nama Dinar, menjawab sebagai berikut: .أستيقظ في الساعة الخامسة صباحا.أصلي الفجر في البيت مع عائلتي جماعة. وبعد الصالة أقرء كتب الدرس.أذهب الى الجامعة في الساعة السابعة والنصف مغ أصدقائي بالحافلةMahasiswa ke 2 atas nama Wiwi, menjawab sebagai berikut: .أستيقظ في الساعة السادسة صباحاdrah r erak آل أصلي الفجر,اليوم.وبعد الغسل أستعد لذهاب إلى الجامعة.أذهب إلى الجامعة في الساعة السابعة مشياMahasiswa kedua ini agak bingung untuk menuliskan kata baru yang belum tahu bahasa Arabnya sehingga dia menuliskannya dengan bahasa Indonesia, dosen memahami itu dan memberikan kosakata baru yang merupakan terjemah dari kata tersebut. Dari sini tampak bahwa sebenarnya ada usaha yang baik pada pembelajar untuk memahami dan menggunakan pola kalimat terstruktur tersebut dengan baik, karena mereka berharap mampu menggunakannya dalam percakapan sehari-hari. Dari pembelajaran tersebut tampak ada dinamika pembelajaran yang harmonis antara materi dengan konteks lingkungan pribadi pembelajar sehingga nampak pembelajaran itu bukan hanya pengulangan yang sifatnya drill semata, tetapi bermakna. Pembelajaran itu dapat dipahami dengan mudah dan menyenangkan, karena baik kata maupun susunan kalimat yang digunakan lekat, dengan kehidupan sehari-hari dan sangat dibutuhkan oleh pembelajar untuk mengekspresikan keterampilan berbahasa Arab mereka. Dengan pembiasaan mempelajari pola kalimat yang sering digunakan dalam keseharian tersebut, diharapkan pembelajar akan terlatih untuk dapat menghubungkan apa yang diperoleh di kelas dengan kehidupan nyata. Karena pembelajaran yang dilakukan membuat pembelajar merasa senang dan bergairah. Pembelajar juga merasa dengan materi pembelajaran seperti ini mereka tidak hanya masuk pada tataran pengetahuan kebahasaan saja tetapi juga pada penerapan bahasanya itu sendiri.
Penutup Pembelajaran gramatika Arab harus fungsional dan memperhatikan kebutuhan pembelajar untuk menguasai bahasa Arab itu sebagai bahasa 76
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Ambon
Pembelajaran Gramatika Arab dengan Communicative Grammar, Hayati Nufus
komunikasi lisan maupun tulisan. Pembelajaran dilakukan sesuai dengan pendekatan, metode dan strategi yang disesuaikan dengan tingkat kebutuhan pembelajar sehingga pembelajaran gramatika tidak lagi menjadi pembelajaran yang menjenuhkan dan membuat pembelajar merasa sulit untuk memahaminya. Pendekatan communicative grammar dapat menjadi alternatif method yang dapat dilakukan oleh pengajar bahasa dalam melakukan pembelajar bahasa berdasarkan penelitian pada pengalaman penulis mengajarkan pola ini pada kelas I jurusan pendidikan Matematika pada Fakultas Tarbiyah IAIN Ambon.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Wahab, Muhbib. Epistemologi dan Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2008. Abdul Wahab, Muhbib “Model Pengembangan Pembelajaran Qawa’id (nahwu sharaf)” dalam Mimbar: Jurnal Agama dan Budaya, UIN Jakarta: Volume 23 No. 4, 2006, 453. Arifah, Zakiyah. “Pengembangan Pembelajaran Qawaid Bahasa Arab Berbasis Mind Map untukPerguruanTinggi”,http://ejournal.uin.malang.ac.id/idex.php/leml it/article/download/1947/pdf Diakses pada 17 Juni 2012 Beeby,C>E>. Pendidikan di Indonesia (Jakarta: LP3ES, 1982), 81-85. Canale M. and M. Swain, Theoritical Basis of Communicative Approaches to Second Language Teaching and Testing, dalam Applied Linguistics, Vol. 1, No. 1, 1980, 47. Dlayf, Shawqi, al-Madaris al-Nahwiyyah. Mesir: Dar al-Ma’arif, 1976. Fakhrurozi, Aziz. “Model Pembelajaran bahasa Arab di Lembaga Pendidikan Islam”, makalah seminar nasional pada hari Kamis tanggal 24 Mei 2007 di UIN Jakarta. Hassan, Tammam. al-Ushul: Dirasah Epistimulujiyyah li al-fikr al-Lughawi ‘ind al-‘Arab Kairo: ‘Alam al-Kuttab, 2000. al-Hafiz, Yasin. al-Tahlil al-Sharfi. Damaskus: Dar al-‘Asma’, 1997. ISID, “Sejarah Kurikulum Bahasa Arab di Sekolah”, makalah PBA (Pendidikan Bahasa Arab) ISID, http://arabionline.blogspot.com/2012/02/sejarah-kurikulum-bahasa-arab-disekolah.html. diakses pada 24 Februari 2012.
I Made Sutama, “Pengintegrasian Pembelajaran Gramatika ke dalam pembelajaran Menulis Bahasa Indonesia”, makalah penelitian pada Universitas Pendidikan Ganesha, dalam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Ambon
77
Horizon Pendidikan, Vol. 8, Nomor 1, Januari-Juni 2013: 57-78
http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/41208288300.pdf. Diakses pada 15 Desember 2012. K. Warner, Patricia at all, Interaction Access: A Communicative Grammar (New York: The MacGrawHill Companies, Inc., 1997), ix. al-Khalifah, H{asan Ja’far. Fushul fi Tadris al-Lughah al-‘Arabiyyah. Riyad: Maktabah al-Rusyd,2003. Ma‘ruf, Nayif Mahmud. Khasha’ish al-‘Arabiyah wa-Tara‘iq Tadrisiha. Beirut: Dar al-Nafa’is, 1998. Poedjosoedarmo, Soepomo. Filsafat Bahasa. Surakarta: Muhamma-diyah University Press, 2001. Richards, Jack C. and Theodore S. Rodgers, Approaches and Methods in Language Teaching New York: Cambridge University Press, 1992. Saepuloh, Asep. “Metodologi Pengajaran Gramatika Bahasa Arab”. Jakarta: Tesis SPs. UIN Jakarta, 2008. Sugirin, “Pengembangan Materi Ajar Bahasa Inggris”, makalah pelatihan Pemanfaatan internet sebagai Sumber bahan Ajar, FBS UNY, 11-12 juli 2011. Tarigan, Henry Guntur. Pengajaran Kompetensi Bahasa. Bandung: Angkasa Bandung, 1990. Thanthawi, Muhammad. Nash‘at al-Nahw wa-Tarikh Asar al-Nuhat. tt.: Dar al-Manar, 1991. Wehr, Hans. Mu‘jam al-Lughah al-‘Arabiyah al-Mu‘ashirah. Beirut: Maktabah Lubnan,1980. Alwasilah, Chaedar dan Furqanul Aziz, Pengajaran Bahasa Komunikatif: Teori dan Praktek Bandung: Rosdakarya, 1996 I. Sugirin, “Pengembangan Materi Ajar Bahasa Inggris”, makalah pelatihan Pemanfaatan internet sebagai Sumber bahan Ajar, FBS UNY, 11-12 juli 2011. Zakiah, “Pembelajaran nahwu dengan Pendekatan Kontekstual”, dalam Afaq ‘Arabiyyah, Jurnal kebahasaaraban dan Pendidikan Bahasa Arab, Vol. 4, No. 1, Juni 2009, 4.
78
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Ambon