BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA
Vol. 16 No. 4 Juli-Agustus 2015
ARTIKEL
PERAN TEKNOLOGI DNA dalam Pengawasan Keamanan Pangan, Produk Terapetik dan Obat Tradisional di Indonesia SWAMEDIKASI
Cerdas Menghadapi Gigitan dan Sengatan Serangga INFORMASI UNTUK DOKTER
Pembatasan Dosis dan Kontraindikasi Produk Diklofenak Terkait Risiko Kardiovaskular Surat Edaran Tentang Batas Maksimum Kalium per Hari yang Diizinkan Digunakan dalam Produk Suplemen Kesehatan
InfoPOM Vol. 16 No. 4 Juli-Agustus 2015
1
editorial Pembaca yang terhormat, Kalium, merupakan mineral yang mungkin belum banyak diketahui fungsinya dan juga darimana saja ia diperoleh. Satu hal yang pasti, mineral ini diketahui sangat dibutuhkan oleh tubuh. Karena itu, dengan maraknya promosi suplemen kesehatan baik di media elektronik maupun media cetak, maka terjadi peningkatan konsumsi kalium di masyarakat. Namun ternyata bukan hanya efek positif yang didapat dari konsumsi kalium, konsumsi suplemen kesehatan yang mengandung kalium secara berlebihan dapat berpotensi menimbulkan berbagai gangguan kesehatan antara lain lemas otot, gangguan jantung, hingga bahkan kematian. Maka dari itu, kami sajikan informasi tentang Kalium dalam Suplemen Kesehatan dalam Sajian Utama Buletin InfoPOM edisi kali ini. Informasi ini turut mendukung informasi yang telah disampaikan Badan POM melalui Surat Edaran nomor HK.04.4.42.06.15.768 tentang Batas Maksimum Kalium per Hari yang Diizinkan Digunakan dalam Produk Suplemen Kesehatan. Perkembangan teknologi DNA telah marak diaplikasikan pada bidang pengolahan pangan dan produk terapetik. Hal ini tentunya harus diiringi dengan pengawasan yang memadai dengan memanfaatkan teknologi yang sebanding. Karena itu,
kebutuhan akan adanya metode deteksi terhadap bahan pangan/ produk terapetik/obat tradisional menjadi hal yang amat penting dan mendesak, meskipun untuk penerapannya diperlukan biaya yang tidak sedikit. Simak lebih lanjut mengenai “Peran Teknologi DNA dalam Pengawasan Keamanan Pangan, Produk Terapetik dan Obat Tradisional di Indonesia” pada artikel InfoPOM. Menghadapi musim kemarau, sulit untuk menghindari gigitan atau sengatan serangga yang memang paling banyak muncul di musim ini. Tak jarang gigitan atau sengatan yang terjadi menimbulkan dampak yang mengganggu kehidupan sehari-hari. Simak Seri Swamedikasi kali ini untuk dapat menghadapi hari-hari yang aman dari gigitan atau sengatan serangga. Jika kebanyakan serangga tidak memiliki gigitan dan sengatan yang berbahaya, berbeda halnya dengan tarantula yang patut diwaspadai sengatannya. Apa tindakan yang harus dilakukan jika tersengat tarantula? Simak penjelasannya dalam Forum SIKer Nas. Dan jangan lewatkan juga Forum PIO Nas yang membahas konstipasi akibat efek samping obat. Selamat membaca.
tim redaksi Penasehat : Pengarah : Penanggung jawab : Redaktur : Editor
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Sekretaris Utama Badan POM Kepala Pusat Informasi Obat dan Makanan Kepala Bidang Informasi Obat
: • Efizal, S.Si, Apt., M.Si (Direktorat Obat Asli Indonesia) • Arief Dwi Putranto, S.Si, Apt., MT (PIOM) • Tanti Kuspriyanto, S.Si, M.Si (PIOM) • Arlinda Wibiayu, S.Si, Apt (PIOM) • Dwi Resmiyarti, S.Farm, Apt (PIOM)
Kontributor : • Efizal, S.Si, Apt., M.Si (Direktorat Obat Asli Indonesia) • Yenita, S.Si, Apt (PPOMN) • Febriana Sari, S.Si (PPOMN) • Judhi Saraswati, SP, MKM (PIOM) • Arlinda Wibiayu, S.Si, Apt (PIOM) • Dwi Resmiyarti, S.Farm, Apt (PIOM) • Christy Cecilia S.N., S.Farm, Apt (PIOM) • Sheila Evicka Novri, S.Farm, Apt (PIOM) Sekretariat : • • • • • • • • •
Ridwan Sudiro, S.IP (PIOM) Netty Sirait (PIOM) Surtiningsih (PIOM) Dwi Resmiyarti, S.Farm, Apt (PIOM) Syatiani Arum Syarie, S.Farm, Apt (PIOM) Riani Fajar Sari, A.Md (PIOM) Khafidloh Tri Rusdaniati, A.Md (PIOM) Tri Handayani, S.Farm, Apt (PIOM) Endah Nuftapia, S.Farm, Apt (PIOM)
Fotografer : • Khafidloh Tri Rusdaniati, A.Md (PIOM) • Syatiani Arum Syarie, S.Farm, Apt (PIOM) Redaksi menerima sumbangan artikel yang berisi informasi terkait dengan obat, makanan, kosmetika, obat tradisional, komplemen makanan, zat adiktif dan bahan berbahaya. Kriteria penulisan yaitu berupa tulisan ilmiah populer dengan jumlah karakter tidak lebih dari 10.000 karakter. Kirimkan tulisan melalui alamat redaksi dengan melampirkan identitas diri penulis. Alamat redaksi: Ged. Pusat Informasi Obat dan Makanan lt. 5 BPOM, Jl. Percetakan Negara No. 23, Jakarta Pusat.Telepon/fax: 021-42889117. Email ke:
[email protected]
2
InfoPOM Vol. 16 No. 4 Juli-Agustus 2015
SAJIAN UTAMA
KALIUM
DALAM SUPLEMEN KESEHATAN
Maraknya penggunaan suplemen kesehatan yang mengandung kalium di masyarakat perlu diwaspadai karena konsumsi suplemen kalium yang berlebihan dapat menimbulkan efek terhadap kesehatan antara lain lemas otot, gangguan jantung, hingga kematian. Kalium merupakan salah satu mineral yang dibutuhkan oleh tubuh untuk menjaga kesehatan. Kalium berperan dalam menjaga keseimbangan elektrolit, menjaga fungsi sistem saraf, mengendalikan tekanan darah, mencegah penyakit jantung koroner, stroke, menjaga fungsi ginjal serta untuk pertumbuhan tulang dan kontraksi otot. Namun, tubuh kita tidak dapat memproduksi sendiri kalium sehingga harus diperoleh dari luar agar keseimbangan kalium dalam tubuh dapat terjaga. Dengan maraknya promosi suplemen kesehatan baik di media elektronik maupun media cetak, maka terjadi peningkatan konsumsi di masyarakat. Konsumsi suplemen kesehatan yang mengandung kalium secara berlebihan dapat berpotensi menimbulkan berbagai gangguan kesehatan antara lain lemas otot, gangguan jantung, hingga kematian9. Kalium dalam Suplemen Kesehatan Definisi suplemen kesehatan berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) No. 27 tahun 2013 tentang Pengawasan Pemasukan Obat dan Makanan ke dalam Wilayah Indonesia adalah produk yang dimaksudkan untuk melengkapi kebutuhan zat gizi, memelihara, meningkatkan dan memperbaiki fungsi kesehatan, mengandung satu atau lebih bahan berupa vitamin, mineral, asam amino atau bahan lain (berasal dari tumbuhan atau bukan tumbuhan) yang mempunyai nilai gizi dan/atau efek fisiologis, yang tidak dimaksudkan sebagai pangan. Surat Edaran No. HK.04.4.42.06.15.768 tentang Batas Maksimum Kalium per Hari yang Diizinkan Digunakan dalam Produk Suplemen Kesehatan telah mengatur batas maksimum penambahan kalium sebagai kalium adalah 50 mg per hari. Namun, batas maksimum 50 mg per hari ini tidak memperhitungkan jumlah kalium yang secara alami terkandung dalam bahan baku lain yang digunakan dalam formula suplemen kesehatan3. Agar dapat terhindar dari konsumsi kalium yang berlebihan, maka perlu diketahui kebutuhan kalium untuk tubuh dalam satu hari1.
InfoPOM Vol. 16 No. 4 Juli-Agustus 2015
Bayi
Miligram (mg)/hari
0 - 6 bulan
400
7 - 12 bulan
700
Anak 1 - 3 tahun
3000
4 - 8 tahun
3800
9 - 13 tahun
4500
Dewasa >19 tahun
4700
Wanita Hamil
4700
Wanita Menyusui
5100
Kebutuhan kalium dapat diperoleh dari berbagai buah-buahan dan sayur-sayuran1. Bahan Makanan
mg/100g bahan
Bahan Makanan
mg/100g bahan
Kacang Merah
1151
Pisang
435
Kacang Hijau
1132
Durian
691
Kacang Kedelai
1504
Alpukat
278
Bayam
462
Jambu Biji
420
Tomat
296
Beras Giling
241
Wortel
245
Singkong
394
Kelapa
555
Pepaya
223
3
SAJIAN UTAMA
Sumber Kalium Selain dari suplemen kesehatan, kalium juga terdapat dalam makanan mentah atau segar, terutama buah, sayuran, dan kacang-kacangan1. Mengkonsumsi makanan mentah atau segar seperti tertera pada tabel di atas diharapkan dapat memenuhi kebutuhan tubuh akan kalium. Mengkonsumsi suplemen kalium yang berlebihan dapat menyebabkan hiperkalemia, yang dapat memberikan efek merugikan bagi tubuh. Hiperkalemia Hiperkalemia adalah kondisi dimana nilai kalium di atas nilai normal. Hiperkalemia merupakan keadaan medis yang serius yang dapat menyebabkan aritmia hingga kematian6. No.
Nilai kalium (mEq/L)
Kondisi
1
3.5 - 5.0
Normal
2
5.1 - 6.0
Hiperkalemia Ringan
3
6.1 - 7.0
Hiperkalemia Sedang
4
>7.0
Hiperkalemia Berat
Hiperkalemia ringan dan sedang tidak memiliki gejala spesifik, tapi untuk hiperkalemia berat memiliki gejala antara lain muntah, lemas, diare, serta peningkatan tekanan darah5. Hiperkalemia berat dapat menyebabkan: • Kesemutan/kram otot • Otot - otot menjadi lemas selama beberapa saat. • Memperparah kondisi gagal ginjal. • Berhentinya jantung karena kalium berperan dalam potensial aksi/ pertukaran kalium natrium yang menjaga keseimbangan kerja jantung7,9. Pada umumnya, penyebab utama dari hiperkalemia adalah disfungsi ginjal, penyakit-penyakit dari kelenjar adrenal, kalium yang keluar dari sel-sel ke dalam sirkulasi darah, dan obatobat (Non-selective beta blockers, Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor, diuretik hemat kalium, Non Steroid Anti Inflamation Drug,Angiotensin Receptor blockers, Calcineurin inhibitor, antagonis aldosteron,Trimethoprim, suplemen kalium)8. Penanganan Hiperkalemia • Hiperkalemia sedang Kondisi ini dapat diatasi dengan pemberian cation exchange resin atau diuretik untuk meningkatkan ekskresi kalium disertai koreksi sumber peningkatan kalium. • Hiperkalemia berat Untuk penanganan kondisi ini, semua sumber kalium dari luar yang berupa cairan suntikan/injeksi intravena, suplemen oral, obat-obat yang dapat memicu hiperkalemia serta total parenteral nutrisi harus dihentikan. Nilai normal kalium perlu dipantau secara berkala dan diberikan obat untuk meningkatkan ekskresi kalium, seperti diuretik. Bila nilai kalium sudah normal, obat untuk menurunkan nilai kalium dapat dihentikan, tapi pemeriksaan nilai kalium dan EKG berkala tetap dilakukan4.
4
Pencegahan Gangguan Kesehatan Akibat Konsumsi Kalium yang Berlebihan Beberapa cara memilih suplemen kalium yang baik antara lain: a. Teliti sebelum membeli Pastikan suplemen kesehatan yang akan dikonsumsi asli, memiliki kualitas yang baik, dan jangan mudah tergiur harga murah. Pilihlah suplemen yang telah memiliki nomor izin edar (NIE) dari BPOM. b. Teliti komposisi suplemen kesehatan Teliti komposisi kalium pada suplemen kesehatan sehingga dapat diketahui jumlah kalium yang telah dikonsumsi. Batas maksimum kalium yang diperbolehkan dalam produk suplemen kesehatan adalah 50 mg/hari sebagai mineral. Namun demikian dalam mengkonsumsinya, konsumen harus berhati-hati dan memperhitungkan kemungkinan asupan kalium yang diperoleh dari sumber lain seperti sayur, buah segar, atau kacang-kacangan, dan juga bahan baku lain sesuai syarat dan ketentuan yang berlaku3. c. Pastikan penggunaan tepat Bila konsumen memiliki penyakit penyerta seperti gagal ginjal, gangguan jantung, maka perlu terlebih dahulu berkonsultasi dengan tenaga kesehatan sebelum menggunakan suplemen kesehatan tersebut. Penulis: Bidang Informasi Obat - Pusat Informasi Obat dan Makanan
Pustaka 1. Amatsier, Sunita. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia 2. Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2013. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 27 Tentang Pengawasan Pemasukan Obat dan Makanan ke dalam Wilayah Indonesia. Jakarta. 3. Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2015. Surat Edaran No HK.04.4.42.06.15.768 Tentang Batas Maksimum Kalium Perhari yang Diizinkan Digunakan dalam Produk Suplemen Kesehatan. Jakarta. 4. Lederer, E. 2014. Hyperkalemia Treatment & Management. http://emedicine.medscape.com/article/766479-overview [diakses pada tanggal 29 Juli 2015] 5. Hyperkalemia (High Potassium). http://chemocare.com/ chemotherapy/side-effects/hyperkalemia-high-potassium. aspx [diakses pada tanggal 30 Juli 2015] 6. McVeigh, Gary, Fitzpatrick, Kieran, Maxwell, Peter, Trinick, dan Tom. 2005. Guidelines for the Treatment of Hyperkalemia in Adults. California. 7. National Kidney Fondation. 2014. Clinical Update on Hyperkalemia. New York: Relypsa. 8. Salem, Ben, C., Badreddine, A., Fathallah, N., et al. 2014. Drug induced Hyperkalemia. Drug Saf. 2014;37:677-692. 9. Yelena, Mushiyakh, MD., Harsh, Dangaria, MD., Shahbaz, Qavi, MD., Noorjahan, Ali, MD., John, Pannone, MD., dan David, Tompkins, MD. 2011. Treatment and Pathigenesis of Acute Hyperkalemia. Journal of Community Hospital Internal Medicine 2011. 1:7372-7378. InfoPOM Vol. 16 No. 4 Juli-Agustus 2015
ARTIKEL
PERAN TEKNOLOGI DNA DALAM PENGAWASAN KEAMANAN PANGAN, PRODUK TERAPETIK DAN OBAT TRADISIONAL DI INDONESIA Kemajuan teknologi di bidang pengolahan pangan dan produk terapetik dengan menggunakan teknologi rekayasa enzim, rekayasa metabolik dan rekayasa bioproses telah berhasil meningkatkan produksi dalam skala besar, cepat dan berbiaya murah. Kemajuan tersebut, termasuk kemampuan dalam menciptakan ‘pangan baru’ atau novel food, harus diiringi dengan pengawasan yang memadai dengan memanfaatkan teknologi yang sebanding. Kebutuhan akan adanya metode deteksi terhadap bahan pangan/produk terapetik/obat tradisional menjadi hal yang amat penting dan mendesak, meskipun untuk penerapannya diperlukan biaya yang tidak sedikit 13. Dalam pengawasan tersebut, aspek yang perlu ditinjau tidak hanya berupa aspek keamanannya saja tetapi juga efikasi dan mutu, meliputi: 1. Deteksi mikroorganisme patogen atau yang berpotensi menimbulkan penyakit pada pangan, produk terapetik dan obat tradisional. 2. Autentikasi sumber bahan/komposisi pangan olahan yang berpotensi mengandung Bovine Spongiform Enchephalopathy (BSE) atau yang sering disebut ‘penyakit sapi gila’. 3. Novel food, misalnya pangan yang mengandung organisme yang telah dimodifikasi secara genetik (Genetically Modified Organism - GMO). 4. Kehalalan produk. Adanya kasus baso, siomay, dan sosis yang mengandung daging babi atau daging tikus, cangkang kapsul obat yang mengandung gelatin babi, serta racikan obat tradisional yang mengandung hewan buas (empedu ular, kelelawar) dll, perlu dijadikan perhatian. 5. Konfirmasi komposisi terkait adanya pangan yang diklaim mengandung hewan tertentu, misalnya sate daging kuda, pangan atau suplemen yang mengandung sirip ikan hiu, pre cooked seafood dan frozen fillets yang identifikasi keasliannya sudah tidak dapat dilakukan lagi berdasarkan morfologinya. Konfirmasi komposisi ini dibutuhkan untuk mencegah potensi bahaya, kesalahan pelabelan pada kemasan, bahkan over-eksploitasi spesies terkait konservasi dan perlindungan spesies yang langka pada habitat tertentu, dll 18. 6. Komposisi bahan pada obat tradisional racikan yang tidak hanya mengandung bahan tumbuhan tetapi juga hewan. Suatu produk obat tradisional yang diklaim mengandung tumbuhan langka berkhasiat obat, mungkin saja dicampur atau disubstitusi dengan tumbuhan lain. Bahkan tidak mustahil pula suatu produk obat tradisional mengandung bagian tubuh hewan, seperti tokek, kalajengking, atau jenis hewan lain yang mungkin dapat membangkitkan respon imun berlebih/alergi.
a According to 2008 retail prices.
Tabel 1. Potensi kerugian akibat kesalahan pelabelan, adanya substitusi bahan untuk mendapatkan keuntungan 17
InfoPOM Vol. 16 No. 4 Juli-Agustus 2015
Isu BSE, GMO, kehalalan produk dan isu lainnya di atas diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk memperhatikan komposisi produk pangan, produk terapetik dan obat tradisional yang akan dikonsumsi. Pencantuman komposisi bahan pada kemasan seringkali tidak lengkap atau tidak menampilkan informasi yang sesungguhnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan klarifikasi dan konfirmasi terhadap sertifikat bebas BSE atau bebas GMO yang merupakan dokumen penting bagi perdagangan dan ekspor impor, melalui pengujian di laboratorium. Teknologi yang banyak digunakan untuk mengidentifikasi spesies spesifik dan GMO saat ini adalah teknologi DNA.
Penggunaan Teknologi DNA Teknologi DNA merupakan teknologi yang memanfaatkan DNA, dengan menggunakan sifat-sifat DNA, baik struktur maupun fisiologisnya di dalam sel. Salah satu teknik DNA yang handal adalah teknik Polymerase Chain Reaction (PCR). Prinsip PCR ini adalah meniru aktifitas replikasi/ perbanyakan DNA di dalam sel hidup. Penerapan teknologi DNA sebagai metode deteksi dikenal sebagai teknologi yang berbiaya tinggi karena membutuhkan pemisahan ruangan untuk setiap tahap pengujiannya, kondisi akomodasi lingkungan yang memadai, biaya pengadaan alat dan operasional yang mahal, serta diperlukan teknisi yang terampil. Pada mulanya food authentication atau pendeteksian spesies spesifik dilakukan dengan metode berbasis protein, yaitu dengan cara immunoassay, HPLC (High Performance Liquid Chromatography), capillary electrophoresis (CE) dan isoelectric focusing (IEF). Namun metode tersebut hanya dapat diterapkan pada sampel jaringan/daging mentah (fresh/frozen) dan tidak dapat diterapkan pada sampel yang telah mengalami pemanasan. Proses pemanasan dan pengeringan di pabrik dapat mengubah struktur dan integritas protein sehingga deteksi tidak lagi efektif. Meskipun beberapa produk yang telah dimasak/dipanaskan masih dapat dideteksi dengan SDS PAGE dan urea IEF, metode tersebut sama sekali tidak dapat mendeteksi produk yang telah mengalami sterilisasi 14. Pengembangan metode immunoassay dengan menciptakan antibodi terhadap antigen protein daging matang masih memiliki kelemahan, yaitu adanya cross reaction dengan protein lain yang mirip 2, 12. Penggunaan metode deteksi berbasis DNA (DNA base method) dinyatakan lebih handal (specific, sensitive dan reliable) daripada protein base method karena beberapa hal berikut: 1. DNA memiliki ikatan hidrogen dan ikatan fosfodiester yang bersifat stabil sehingga strukturnya dapat tetap bertahan meskipun berada dalam kondisi stress akibat proses pengolahan di industri. Ikatan hidrogen pada struktur DNA yang terlepas akibat pemanasan suhu tinggi masih dapat pulih kembali pada saat suhu menurun. DNA memiliki peluang yang lebih tinggi untuk terdeteksi daripada protein. Selama kerusakan ikatan fosfodiester tidak terlalu banyak, maka masih akan tersisa sedikit fragmen sehingga identitas DNA masih dapat ditelusuri secara bioinformatika. Potongan DNA yang telah disekuensing (diurutkan) kemudian dirujuk ke bank data DNA dengan memanfaatkan pemetaan genom, baik bakteri, cendawan, hewan maupun tumbuhan. 2. Melalui sekuens data, DNA dapat memberikan lebih banyak informasi daripada protein. Protein yang terdapat pada setiap jaringan tubuh memiliki struktur yang berbeda. Contohnya, protein yang terkandung pada organ hati akan berbeda dengan protein yang terkandung di ginjal. Lain halnya dengan DNA. DNA dari sel dan jaringan manapun akan memberikan informasi yang sama. DNA di
5
ARTIKEL sel hati sama dengan DNA di sel ginjal, demikian pula DNA yang ada di daun akan sama dengan DNA yang terdapat di akar. Dengan demikian selama masih terkandung DNA, maka analisis akan dapat dilakukan pada sampel jaringan manapun. 3. Teknologi berbasis DNA mengalami perkembangan yang sangat pesat. Banyak informasi baru yang muncul seiring perkembangan teknologi tersebut. Hal itu mendorong ditemukannya metodemetode terbaru untuk melakukan deteksi/authentication. 4. Teknologi DNA mempunyai tingkat akurasi dan kepastian yang tinggi. Misal, apabila secara serologi dapat ditemukan suatu antigen Cronobacter sakazakii (dahulu dikenal dengan nama Enterobacter sakazakii), maka perlu dilakukan pengujian ulang karena pada pengujian serologi/immunoassay masih terdapat potensi timbulnya cross reaction dengan protein yang mirip sehingga pengujian akan memberikan hasil positif palsu. Dengan digunakannya teknologi DNA, maka spesies, subspesies atau strain bakteri akan dapat ditelusuri 12, 13, 17.
Tantangan/Kendala Pengujian DNA, Apa yang Harus Dipenuhi? 1. Sarana dan Prasarana Selain peralatan PCR dan sekuenser, laboratorium pengujian DNA memerlukan beberapa ruangan terpisah, yaitu ruang preparasi sampel, ruang isolasi DNA, ruang mastermix PCR, ruang PCR dan ruang pasca PCR atau ruang elektroforesis. Pengaturan tata kerja harus berpedoman kepada GLP (Good Laboratory Practice) untuk laboratorium pengujian PCR, yang diantaranya adalah menerapkan alur kerja satu arah (forward flow system).
menjadi template/cetakan pada proses amplifikasi menggunakan PCR. Kualitas dan kuantitas DNA ini dipengaruhi oleh metode isolasi yang digunakan 4. 1. Kualitas DNA a. Kemurnian DNA Kemurnian DNA merupakan faktor yang menentukan keberhasilan PCR. Kemurnian DNA dapat dihitung berdasarkan rasio DNA dibagi protein dengan menggunakan spektrofotometer DNA. Saat ini terdapat alat nanodrop yang dapat menghitung konsentrasi dan kemurnian DNA hanya dari sejumlah 1 µl DNA hasil isolasi. Semakin tinggi kemurnian DNA yang diperoleh, maka sensitivitas PCR akan semakin tinggi. Selain protein, produk pangan olahan atau produk terapetik dapat mengandung senyawa penghambat PCR, misalnya pewarna, pengawet, etanol, fenol, EDTA, dan lain-lain 4, oleh karena itu DNA yang dihasilkan harus mendapatkan pemurnian lebih lanjut. b. Keutuhan DNA Keutuhan DNA dapat meningkatkan sensitivitas PCR. DNA dapat terdegradasi oleh panas dan tekanan tinggi, asam/ basa kuat. Pola DNA yang telah terfragmentasi atau terdegradasi akan tampak dalam hasil foto UV gel elektroforesis. DNA yang sudah terdegradasi oleh perlakuan panas 95-100oC selama 30 menit 1 atau 100-120oC 7 tidak dapat teramplifikasi pada fragmen berukuran >300 bp. Untuk dapat mendeteksi DNA tersebut perlu dibuat disain PCR dengan menggunakan fragmen pendek <300 bp.
FORWARD - FLOW - SYSTEM Stock Solutions Preparation
PCR Setup I
Separate air flow systems between key areas
Sample Movement Sample Arrival Point
Sample Preparation
Sample Storage
DNA Extraction
PCR Setup II
PCR
Post PCR
Scoring DNA of Samples
2. Metode Badan POM melakukan pengawasan terhadap produk pangan olahan, bukan bahan pangan, artinya komoditi yang diawasi adalah pangan yang sudah diolah oleh industri. Contohnya, bila pada bahan pangan sampel yang dideteksi berbentuk biji kedelai atau biji jagung, dengan DNA kedelai dan jagung tersebut masih utuh, maka pada pangan olahan sampel sudah berbentuk susu kedelai atau mayonnaise. Sudah tentu residu DNA kedelai dan jagung yang ditemukan sangat sedikit dan sudah mengalami kerusakan (degradasi). Dengan demikian metode deteksi yang digunakan harus dapat mengatasi kendala yang ada. Pada prinsipnya pengujian berbasis DNA menggunakan metode PCR (Polymerase Chain Reaction) meliputi 5 tahapan, yaitu: 1. Preparasi sampel 2. Isolasi DNA 3. Mastermix PCR 4. Amplifikasi DNA dengan PCR 5. Analisis Produk PCR/Elektroforesis Terdapat dua hal yang mempengaruhi keberhasilan pengujian DNA, yaitu: A. Kualitas dan kuantitas DNA yang dihasilkan pada proses isolasi DNA yang dihasilkan pada proses ekstraksi dan isolasi DNA akan
6
Gambar 1. Visualisasi hasil ekstraksi DNA pada adonan roti (mixing), adonan roti yang difermentasi dengan yeast (ferment), adonan roti yang dipanggang selama 5 menit, 10 menit dan 15 menit (baking), Roti (BR), roti yang disimpan selama 1 hari, 3 hari dan 5 hari (storage)15.
Salah satu contoh degradasi DNA dapat dilihat pada Gambar 1. Pada adonan roti dari tepung gandum (mixing) DNA sudah mulai terdegradasi membentuk pita yang smear, tetapi masih tampak pita utuh di bagian atas. Setelah dilakukan fermentasi, sebagian DNA di bagian atas lebih terdegradasi dan tidak lagi terdeteksi pada kisaran 13000 bp tetapi dapat terdeteksi pada kisaran 3000 bp. Degradasi semakin banyak saat adonan dipanggang pada suhu 218oC selama 10 dan 15 menit 15.
Gambar 2. Hasil PCR untuk adonan mixing, ferment, baking, BR dan storage. Tampak pada bagian A, adonan yang dipanggang selama 10 menit dan 15 menit sudah tidak dapat terdeteksi dengan primer 900 bp, tetapi dapat terdeteksi dengan jelas menggunakan primer 238 bp (bagian B) 15
InfoPOM Vol. 16 No. 4 Juli-Agustus 2015
ARTIKEL 2. Kuantitas DNA Secara teori, PCR dapat mengamplifikasi/memperbanyak DNA target mulai dari satu copy DNA. Namun apabila DNA target yang kita harapkan dapat teramplifikasi tersebut berasal dari sampel produk campuran/mix, maka peluang terjadinya amplifikasi akan bergantung pada banyaknya DNA target yang dihasilkan pada proses isolasi DNA. Dengan demikian metode isolasi DNA menjadi sangat menentukan tahapan PCR selanjutnya. B. Metode PCR yang digunakan Beberapa faktor yang mempengaruhi amplifikasi DNA menggunakan PCR adalah: 1. Desain Primer a. Desain primer tidak boleh berpotensi membentuk hairpin loop, self-dimer, repetition region, dsb. b. Mempunyai panjang basa 18-30 basa. c. Memiliki komposisi basa G dan C sebanyak 40-60%. d. Pemilihan sekuens primer hendaknya memperhatikan filogeni dan kekerabatan suatu spesies dengan spesies lainnya. e. Spesifisitas primer diuji homologinya dengan melakukan BLAST dan dianalisis kesejajaran terhadap sekuens basanya. f. Penggunaan DNA mitokondria sebagai sumber sekuens primer. DNA mitokondria memiliki beberapa keistimewaan dibandingkan dengan DNA inti sel. Pertama, jumlah copy genom mitokondria dapat mencapai 10000 (tiap sel mengandung 1000 mitokondria, yang masing-masing mengandung 10 copy) 19. Dengan demikian peluang untuk mengamplifikasi DNA mitokondria pada sampel lebih besar dari pada DNA inti. Kedua, DNA mitokondria memiliki variasi yang cukup besar pada daerah intra dan interspesies, sehingga sekuens primer memiliki tingkat spesifitas tinggi. Ketiga, DNA mitokondria diwariskan utuh secara maternal. Sebelum tahun 2003 gen cytochrome b dari DNA mitokondria lebih banyak digunakan sebagai marker DNA. Tetapi sejak tahun 2003, DNA mitokondria gen cytochrome c oxidase 1 (COI) telah dinobatkan sebagai DNA barcoding untuk menentukan spesies spesifik. Perbandingan kedua marker DNA tersebut dilakukan berdasarkan variasi interspesies pada spesies yang berbeda dan variasi intraspesies di dalam satu spesies yang sama.
Gambar 3. DNA Mitokondria
g. Sensitivitas primer juga ditentukan oleh panjang basanya. Semakin pendek panjang basanya maka kemampuannya untuk mengamplifikasi sampel DNA yang sudah rusak/terdegradasi akan semakin tinggi 1. 2. Jenis pereaksi PCR a. Pada PCR End point atau PCR konvensional, aktifitas dan kestabilan enzim polimerase dalam melakukan hibridisasi dipengaruhi oleh pH, suhu dan kadar garam. Kualitas buffer MgCl2 sebagai kofaktor enzim polimerase juga sangat mempengaruhi aktifitas enzim tersebut. InfoPOM Vol. 16 No. 4 Juli-Agustus 2015
b. Pada Realtime PCR:
• Pereaksi realtime PCR yang menggunakan probe akan lebih sensitif dan spesifik dibandingkan tanpa probe (misalnya sybr green). Hal itu karena sybr green ini dapat mengikat semua DNA, termasuk DNA non target sehingga dapat menurunkan spesifisitasnya. • Umumnya realtime PCR menggunakan primer yang memiliki panjang basa yang lebih pendek. Dengan demikian pada sampel yang sudah mengalami kerusakan DNA karena proses pengolahan di industri, DNA masih dapat terdeteksi. Penulis : Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional
Pustaka 1. Aslan O., Hamill R. M., Sweeney T., Reardon W. and Mullen A. M. 2009. Integrity of nuclear genomic deoxyribonucleic acid in cooked meat: Implications for food traceability J Anim Sci 2009, 87:57-61. 2. Bataille, M., Crainic, K., Leterreux, M., Durigon, M. & de Mazancourt, P. 1999. Multiplex amplification of mitochondrial DNA for human and species identification in forensic evaluation. Forensic Sci Int 99, 165–70 3. Bauer,T., P.Weller,W. P. Hammes, and C. Hertel. 2003.The effect of processing parameters on DNA degradation in food. Eur. Food Res.Technol. 217:1438– 2377 4. Bergerová E., Godálová Z., Siekel. Combined Effects of Temperature, Pressure and Low pH on the Amplification of DNA of Plant Derived Foods. Czech J. Food Sci.Vol. 29, 2011, No. 4: 337–345. 5. Design & Management of the GMO testing laboratory. European Commission, Directorate General Joint Research Centre. GMO-labJRC.pdf 6. Good Laboratory Practice When Performing Molecular Amplification Assays. QSOP 38. 2006. National Standard Method. Standards Unit, Evaluations and Standards Laboratory. www. evaluations-standards.org.uk 7. Hird, H., J. Chisholm, A. Sanchez, M. Hernandez, R. Goodier, K. Schneede, C. Boltz, and B. Popping. 2006. Effect of heat and pressure processing on DNA fragmentation and implications for the detection of meat using a real-time polymerase chain reac- tion. Food Addit. Contam. 23:645–650. 8. ISO 24276:2006. Methods of analysis for the detection of genetically modified organisms and derived products, General requirements and definitions. 9. ISO 21571:2006 Methods of analysis for the detection of genetically modified organisms and derived products, Nucleic acid extraction. 10. ISO 21569:2006 Methods of analysis for the detection of genetically modified organisms and derived products, Qualitative nucleic acid analysis. 11. ISO 21570:2006 Methods of analysis for the detection of genetically modified organisms and derived products, Quantitative nucleic acid analysis. 12. Li Yang, Zongqing Tan, Daren Wang, Ling Xue, Min-xin Guan,Taosheng Huang & Ronghua Li. 2014. Species Identification Through Mitochondrial r RNA Genetic Analysis. Scientific Report, 4:4089, DOI:10.1038/srep04089, 1-11. 13. Lockley, A.K. and Bardsley, R.G. 2000. DNA-Based Methods for Food Authentication. Trends in Food Science & Technology (11):67-77. 14. Mackie IM, Pryde SE, Gonzales-Sotelo C, Medina I, Perez-Martin RI, Quinteiro J, Rey-Mendez M, Rehbein H. 1999. Challenges in the identification of species of canned fish. Trends Food Sci Technol 10:9–14. 15. Tilley, M. 2004. PCR Amplification of Wheat Sequences from DNA extracted During Milling and Baking. Cereal Chem. 81(1): 44-47. 16. Querci, M., M.Jermini & G. Van den Eede. 2006. The Analysis of Food Samples for the Presence of Genetically Modified Organisms: User Manual. Edition 2006. Joint Research Center, European Commision. 17. Rasmussen, R.S. and Morrissey, M.T. 2008. DNA-Based Method for the Identification of Commercial Fish and Seafood Species: Comprehensive Reviews. Food Science and Food Safety. Institute of Food Technologist. Vol 7.280-295. 18. Teletchea F, Maudet C, Hanni C. 2005. Food and forensic molecular identification: update and challenges. Trends Biotechnol 23(7):359–66. 19. Wolf, C., Rentsch, J. and Philipp Hubner, P. 1999. PCR-RFLP Analysis of Mitochondrial DNA: A Reliable Method for Species Identification. J.Agric. Food Chem. (47):1350-1355.
7
SURAT EDARAN No. HK.04.4.42.06.15.768
Tentang Batas Maksimum Kalium per Hari yang Diizinkan Digunakan dalam Produk Suplemen Kesehatan Sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.00.05.23.3644 Tahun 2005 tentang Ketentuan Pokok Pengawasan Suplemen Makanan, terkait dengan Batas Maksimum Kalium per Hari yang Diizinkan Digunakan dalam Produk Suplemen Makanan yang tercantum dalam Lampiran 1, bersama ini diberitahukan bahwa : 1. Batas Maksimum 50 mg per hari dimaksudkan untuk batas maksimum penambahan Kalium sebagai mineral. 2. Batas Maksimum 50 mg per hari tidak memperhitungkan jumlah Kalium yang secara alami terkandung dalam bahan baku lain yang digunakan dalam formula suplemen kesehatan. Demikian, untuk diketahui dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
PUBLIKASI
Jakarta, 26 Juni 2015
a.n. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Plt. Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen
Judul buku : Panduan Persyaratan Ekspor Obat Tradisional Indonesia Jilid I (Persyaratan Umum) Penerbit : Direktorat Obat Asli Indonesia – Badan POM Jumlah Halaman : 128 halaman Ukuran Buku : 15 x 21,5 cm Tahun : 2014 ISBN : 978 602 7899 28 5 Penulis : Direktorat Obat Asli Indonesia
Kegiatan Ekspor Obat Tradisional Indonesia merupakan salah satu kegiatan ekspor non migas yang dapat memberikan kontribusi terhadap devisa negara. Kegiatan ekspor obat tradisional berbeda dengan kegiatan ekspor barang lainnya, karena antara lain harus memiliki nomor izin edar dan surat keterangan ekspor dari Badan POM. Kurangnya informasi dan pengetahuan para pelaku usaha di bidang ekspor obat tradisional menyebabkan kegiatan ekspor obat tradisional belum sesuai dengan yang diharapkan. Direktorat Obat Asli Indonesia – Badan POM bekerjasama dengan beberapa Kementerian terkait termasuk pelaku usaha obat tradisional dan Gabungan Pengusaha Jamu berupaya memberikan
8
informasi secara komprehensif dalam bentuk Buku Panduan Persyaratan Ekspor Obat Tradisional Indonesia Jilid I (Persyaratan Umum) kepada pelaku usaha yang berorientasi pada ekspor obat tradisional Indonesia, terutama kepada eksportir pemula. Pada buku jilid I ini, berisikan pengetahuan tentang: aspek-aspek yang perlu diperhatikan untuk ekspor obat tradisional, legalitas eksportir dan produk ekspor, pengetahuan dasar di bidang ekspor, tahap-tahap persiapan ekspor dan sistem pembayaran internasional. Dengan diterbitkannya buku ini diharapkan wawasan pelaku usaha dan masyarakat dapat meningkat dan dapat digunakan sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan ekspor produk jadi obat tradisional, sehingga dapat memberikan kontribusi dalam meningkatkan volume ekspor yang merupakan sumber devisa negara serta menambah jumlah eksportir obat tradisional Indonesia yang berwawasan internasional.
InfoPOM Vol. 16 No. 4 Juli-Agustus 2015
SWAMEDIKASI
CERDAS MENGHADAPI GIGITAN DAN SENGATAN
SERANGGA
Pada saat musim kemarau di negara tropis seperti disini, tentu banyak sekali nyamuk berkeliaran di malam hari. Gigitan dari nyamuk walaupun tidak menyakitkan tetapi sangat mengganggu kenyamanan dalam beraktivitas sehari-hari. Selain nyamuk, gigitan atau sengatan serangga lain dapat menyebabkan gangguan aktivitas sehari-hari. Berikut ini akan dijelaskan mengenai penyebab, akibat yang ditimbulkan dan cara pencegahan serta pengobatan sendiri gigitan atau sengatan serangga. Gigitan dan sengatan serangga dapat terjadi pada siapapun yang melakukan aktivitas di luar maupun di dalam ruangan. Jika terkena gigitan dan sengatan serangga akan timbul nyeri, kemerahan, bengkak, gatal, perih, kebas, ataupun geli pada daerah yang tergigit. Pada beberapa orang, gigitan atau sengatan serangga dapat menyebabkan syok anafilaktik yang dapat membahayakan hidup. Gejala syok anafilaktik dapat terjadi dengan cepat dan mempengaruhi seluruh tubuh yang diantaranya nyeri dada, pembengkakan pada muka atau mulut, kesulitan menelan dan bernapas.
tertarik dengan kulit manusia karena kehangatan tubuh atau gas karbondioksida yang dikeluarkan melalui pernapasan. Meskipun kutu loncat termasuk parasit, namun mereka dapat bertahan hidup tanpa makanan selama beberapa minggu. Manusia biasanya tergigit kutu loncat di tempat yang banyak terdapat hewan piaraan. Gigitan kutu loncat biasanya berkelompok, dan pada manusia umumnya terjadi di kaki. Lesi yang dihasilkan berwarna kemerahan dan terasa sangat gatal.
Penyebab
Scabies merupakan infeksi kulit akibat parasit yang menular, yang disebabkan oleh serangga Sarcopes scabiei yaitu tungau yang sangat kecil dan jarang terlihat. Tungau ini dapat menembus kulit ke dalam lapisan tanduk dan tungau betina meletakkan telurnya di tempat tersebut. Tempat-tempat yang biasa digigit adalah sela-sela jari, bagian dalam pergelangan tangan, kelamin laki-laki bagian luar, bokong dan lipatan ketiak bagian depan. Infeksi scabies tampak kemerahan dan bengkak serta amat gatal. Tungau dapat berpindah dari orang yang terinfeksi dengan cara kontak fisik.
Gigitan dan sengatan serangga yang sering terjadi adalah gigitan yang berasal dari nyamuk, kutu, kutu loncat, dan kutu busuk yang umumnya tidak berbisa. Setiap gigitan serangga memberikan gejala yang berbedabeda pada tempat yang tergigit atau tersengat. Berikut akan dijelaskan secara singkat tentang penyebab dan reaksi yang kira-kira akan muncul. Nyamuk (Culicidae) Nyamuk banyak ditemukan di berbagai tempat di seluruh dunia, terutama pada tempat yang lembab dan cuaca yang hangat. Setelah hinggap di kulit manusia, nyamuk menggigit dan mengeluarkan air liurnya yang mengandung zat anti pembekuan darah. Tubuh bereaksi terhadap air liur tersebut dan membentuk antigen. Komponen antigen inilah yang menghasilkan rasa gatal. Nyamuk umumnya menggigit langsung pada permukaan kulit, namun dapat juga menggigit menembus pakaian yang tipis. Kutu Loncat Kutu loncat (Ctenocephalides felis kutu loncat pada kucing atau Ctenocephalides canis kutu loncat pada anjing) adalah hewan kecil yang menghisap darah yang dapat ditemukan di seluruh dunia, terutama pada daerah beriklim tropis. Kutu loncat mengenali dan
InfoPOM Vol. 16 No. 4 Juli-Agustus 2015
Tungau (Sarcoptes scabiei)
Kutu Busuk (Cimex lectularius) Kutu busuk biasanya bersembunyi pada siang hari dan meletakkan telurnya di celah tembok, lantai, pigura foto, kasur, tempat tidur, atau furnitur. Kutu busuk menggigit mangsanya di malam hari. Manusia dapat digigit pada cahaya temaram seperti di dalam bioskop atau tempat umum lainnya. Reaksi yang timbul dari gigitan kutu busuk dapat bervariasi mulai dari iritasi di tempat yang digigit hingga perdarahan kecil pada kulit, tergantung tingkat sensitivitas masing-masing orang.
9
SWAMEDIKASI
Tomcat (Paederus littorarius) Tomcat merupakan serangga yang bersifat kosmopolitan, artinya berada di mana saja dan menyukai tempat yang lembab serta dapat hidup di lantai tanah atau keramik. Tomcat memiliki badan berwarna jingga dengan bagian bawah perut dan kepala berwarna hitam. Saat merasa terancam tomcat akan menaikkan bagian perut sehingga terlihat seperti kalajengking. Bila bersentuhan langsung dengan tomcat dapat menyebabkan dermatitis kontak akibat racun paederin yang terdapat di dalam tubuhnya atau secara tidak langsung melalui handuk, baju, atau barang lain yang tercemar racun paederin. Jika menemukan serangga ini, sebaiknya jangan dipencet menggunakan tangan melainkan dimasukkan ke dalam plastik dengan hati-hati menggunakan alat bantu seperti kertas, kemudian buang di tempat yang aman.
Penanganan Terapi non obat Pencegahan terhadap gigitan serangga dapat dilakukan dengan cara melindungi kulit yaitu menggunakan pakaian, topi atau sepatu, menggunakan kelambu saat tidur, menghindari daerah rawa, hutan dan rerumputan, genangan air, dan selalu menjaga kebersihan lingkungan. Tetapi bila sudah tergigit, dapat diberi air mengalir dan sabun atau dikompres dengancairan antiseptik dingin atau es untuk mengurangi bengkak, nyeri dan iritasi. Penggunaan pengusir serangga Pengusir serangga bermanfaat untuk menghindari gigitan serangga seperti nyamuk, kutu loncat dan kutu busuk tetapi tidak efektif untuk lebah. Pengusir serangga harus aman untuk manusia, dapat melindungi hingga beberapa jam, efektif terhadap berbagai jenis serangga, serta bentuk, bau dan penampilan nyaman saat digunakan. Pemilihan pengusir serangga harus berdasarkan jenis dan kadar kandungan bahan aktif, jenis perlindungan dan lama paparan. Pada umumnya pengusir serangga mengandung n,n-dietil-m-toluamid (DEET) dengan kadar 7 – 40% atau kombinasi dengan etil butilasetilaminopropionat, dimetil ftalat, atau bahan aktif lainnya.
produk ini kurang efektif jika dibandingkan dengan DEET terutama pada lama perlindungan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan produk pengusir serangga, yaitu: • Baca dan ikuti setiap petunjuk dan larangan pada label kemasan. • Jangan mengoleskan pada kulit yang terluka dan teriritasi serta jenis kulit yang sensitif. • Jangan sampai tertelan, basuh tangan setelah mengoleskan. Pada anak-anak jangan dioleskan di tangan, dekat mata atau mulut. • Gunakan produk secukupnya sesuai kebutuhan, jangan berlebihan atau sering. Hindari penggunaan pada anak di bawah 2 tahun. Terapi obat Gigitan serangga dapat diobati sendiri jika reaksinya terbatas pada daerah gigitan saja, tidak meluas dan tidak menimbulkan reaksi sistemik. 1. Antihistamin topikal Antihistamin topikal memberikan efek anestesi dengan cara menekan reseptor kulit yang kemudian meredakan nyeri dan gatal. Antihistamin topikal digunakan untuk meredakan nyeri dan gatal yang berhubungan luka bakar ringan, sengatan matahari, gigitan serangga, dan iritasi kulit. Cara pemakaian biasanya dioleskan di sekitar tempat yang tergigit sampai dengan 3-4 kali sehari. Sebelum menggunakan antihistamin topikal, sebaiknya perlu diperhatikan bahwa antihistamin topikal dapat menyebabkan alergi dan jangan gunakan antihistamin topikal pada gejala eksim. Pemakaian antihistamin topikal tidak direkomendasikan untuk pemakaian lebih dari 3 hari. Konsultasikan ke dokter, jika gejala tidak hilang setelah 7 hari. Gejala tersebut dapat berupa kemerahan, gatal, bengkak pada tempat gigitan, bila kondisi semakin parah selama pengobatan, atau terjadi infeksi sekunder seperti demam, nyeri sendi, dan pembesaran kelenjar limfa. 2. Counterirritants Counterirritant digunakan secara topikal untuk meredakan nyeri. Counterirritant bekerja dengan cara menimbulkan sedikit rasa nyeri untuk melawan rasa nyeri yang sebelumnya dirasakan. Terdapat efek psikologis dalam cara kerja counterirritant untuk meredakan nyeri. Obat ini mengeluarkan efek psikogis dari aromanya yang menenangkan atau dari sensasi hangat atau dingin yang ditimbulkan di kulit. Counterirritant dapat digunakan pada anak usia di atas dua tahun dan orang dewasa. Counterirritant yang biasa digunakan adalah metil salisilat, kamfer, dan mentol. 3. Pelindung kulit Pengobatan seperti zink oksida, kalamin dan titanium dioksida yang digunakan untuk gigitan serangga biasanya dalam bentuk sediaan losion, salep dan krim. Obat ini bekerja sebagai pelindung dan cenderung mengurangi radang dan iritasi. Zink oksida merupakan astringent ringan dengan daya antiseptik lemah. Zink oksida dan kalamin juga menyerap cairan lesi. Obat-obatan ini harus digunakan sesuai kebutuhan pada area yang tergigit. Obat-obatan ini dapat digunakan pada bayi, anak-anak dan orang dewasa.
Obat yang mengandung DEET tidak membunuh serangga, namun mengeluarkan aroma yang jika dioleskan ke kulit atau pakaian akan membuat serangga tidak tertarik. Penggunaan pada anak dapat dipilih yang kadarnya di bawah 30%, sedangkan untuk anak di bawah 2 tahun sebaiknya dihindari. Produk dengan kadar 10 – 40% DEET biasanya sudah cukup melindungi orang dewasa pada kondisi seharihari. Sedangkan produk dengan kadar lebih dari 50% DEET biasanya dianjurkan untuk orang dewasa yang banyak terpapar serangga untuk waktu yang lama, atau pada kondisi cuaca panas dan kelembaban tinggi. Semakin tinggi kadar DEET semakin tinggi kemungkinan terjadi reaksi kulit. Iritasi kulit adalah permasalahan yang sering terjadi pada pemakaian DEET, selain itu juga mempengaruhi sistem saraf pusat seperti kejang, hilang keseimbangan, hipotensi, dan lain-lain. Meskipun demikian, produk ini sebenarnya tergolong aman, termasuk pada wanita hamil dan menyusui, jika digunakan secara tepat. Produk pengusir serangga lain berupa sitronela (minyak sereh), minyak kayu putih, minyak cemara, minyak lavender, dan sejenisnya. Biasanya
10
Sedangkan bila gigitan atau sengatan serangga menyebabkan syok anafilaktik maka harus segera dibawa ke pusat pelayanan kesehatan terdekat. Penulis: Bidang Informasi Obat - Pusat Informasi Obat dan Makanan
Pustaka 1. Handbook of Nonprescription Drugs 17th Edition. Chapter 36. American Pharmacist Association. 2012 2. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Merebaknya Wabah Serangga Tomcat atau Kumbang Rove di Surabaya dan Jawa Timur. http://pppl.depkes. go.id/berita?id=523 diakses pada tanggal 26 Agustus 2015 3. MedlinePlus. Insect bites and stings. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/ article/000033.htm diakses pada tanggal 10 Agustus 2015 4. FDA Consumer health information. Beware of Bug Bites and Stings. 2008. www. fda.gov/consumer/updates/bugbites061908.html diunduh pada tanggal 10 Agustus 2015 5. Badan Pengawas Obat dan Makanan. Bahaya DEET pada Insect. http://ik.pom. go.id/v2014/artikel-keracunan diunduh pada tanggal 13 Agustus 2015
InfoPOM Vol. 16 No. 4 Juli-Agustus 2015
FORUMPIONas Konstipasi Akibat Efek Samping Obat Pertanyaan: Saya diresepkan obat yang mengandung asam mefenamat 500 mg dan klorfeniramin maleat 4 mg. Setelah mengkonsumsi kedua obat tersebut saya mengalami konstipasi, padahal sebelumnya pencernaan saya lancar-lancar saja. Apakah konstipasi saya ini diakibatkan obat yang saya konsumsi? Jika ya, obat yang mana? (AY,Wiraswasta) Jawaban: Sebelum mengkonsumsi obat, sebaiknya pasien menanyakan hal-hal terkait jenis obat dan penggunaannya kepada Apoteker atau tenaga kesehatan yang menyerahkan obat, agar tujuan pengobatannya tercapai. Asam mefenamat adalah analgesik golongan antiinflamasi non-steroid (AINS) yang dapat memberikan efek samping seperti gangguan saluran cerna, gangguan sistem darah, pandangan kabur, mengantuk, diare, ruam kulit, trombositopenia, anemia hemolitik, hingga kejang pada keadaan over dosis. Klorfeniramin maleat merupakan golongan antihistamin (AH1) yang memiliki efek samping berupa mengantuk, sedasi ringan, hipotensi, kelemahan otot, tinitus, euforia, nyeri kepala, stimulasi sistem saraf pusat, reaksi alergi, kelainan darah, gangguan saluran cerna, dan efek antimuskarinik.Telah diketahui bahwa asam mefenamat dan klorfeniramin maleat keduanya dapat menghasilkan efek samping gangguan pada saluran cerna. Namun terdapat perbedaan diantara keduanya, yaitu asam mefenamat menyebabkan dispepsia, diare, dan iritasi pada mukosa lambung, sedangkan gangguan saluran cerna yang merupakan efek samping penggunaan klorfeniramin maleat adalah hambatan pergerakan lambung dan usus yang memicu konstipasi. Konstipasi yang Saudara alami kemungkinan besar merupakan efek samping yang dapat timbul karena mengkonsumsi obat yang mengandung klorfeniramin maleat. Namun demikian, konstipasi juga dapat disebabkan oleh konsumsi makanan yang kurang serat. Selain itu, perlu kami sampaikan efek samping yang dialami oleh setiap orang bersifat individual, yang artinya reaksi yang dialami Saudara belum tentu dialami juga oleh
orang lain. Hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi efek samping konstipasi selama penggunaan klorfeniramin maleat yaitu dengan memperbanyak konsumsi makanan berserat seperti sayur dan buah-buahan, minum lebih banyak air putih, meningkatkan frekuensi berolah raga, serta tidak mengabaikan keinginan untuk buang air besar. Jika konstipasi yang dialami membuat tidak nyaman dan mempengaruhi aktivitas sehari-hari, disarankan segera berkonsultasi dengan dokter untuk menambahkan pencahar pada obat yang diberikan atau mengganti klorfeniramin maleat dengan antihistamin lain yang aktivitas antikolinergiknya lebih rendah sehingga tidak menyebabkan konstipasi.
Pustaka 1. Badan POM RI. 2013. Informatorium Obat Nasional Indonesia. Badan POM, Jakarta. 2. Daniel L. Krinsky, Rosemary R. Berardi, Stefanie P. Ferreri, Anne L. Hume, Gail D. Newton, Carol J. Rollins, Karen J. Tietze. 2012. Handbook of Nonprescription Drugs An Interactive Approach to Self-Care 17th Edition. American Pharmacists Association, Washington DC. 3. Gunawan, Sulistia Gan. 2008. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Balai Penerbit FKUI, Jakarta. 4. National Library of Medicine. 2014. Drug Record: Antihistamines. http://livertox.nih.gov/Antihistamines.htm [diakses pada tanggal 23 Juli 2015] 5. Susan L. Folden, Jane H. Backer, Frederick Maynard, Kathleen Stevens, Judith A. Gilbride, Marilyn Pires, Kathleen Jones. 2002. Practice Guidelines for the Managements of Constipation in Adults. http://www.rehabnurse.orf/pdf/BowelGuideforWEB.pdf [diakses pada tanggal 23 Juli 2015]
FORUMSIKerNas
Pertolongan Pertama Sengatan Tarantula Pertanyaan: Apakah ada antidotum untuk sengatan tarantula? Adik saya mengalami sengatan tarantula namun sudah dibawa ke RS dan saat ini sedang dalam pengobatan oleh dokter di IGD RS. (F, Ibu Rumah Tangga) Jawaban: Tarantula merupakan laba-laba terbesar di dunia. Terdapat sekitar 850 spesies tarantula yang umumnya hidup di dataran tropis dan subtropis. Tarantula merupakan binatang yang lambat bergerak, tidak bersifat agresif dan hanya menyengat sebagai bentuk pertahanan diri. Hewan ini memiliki sungut/taring yang mengandung racun. Bila seseorang tersengat tarantula, umumnya efek yang muncul berupa rasa sakit, hangat dan merah di daerah yang tersengat, menyerupai sengatan lebah. Nyeri InfoPOM Vol. 16 No. 4 Juli-Agustus 2015
yang timbul akibat sengatan tarantula dapat disebabkan oleh kombinasi cedera mekanik, racun dengan pH rendah, dan efek senyawa amina, seperti histamin, serotonin, adenosin dan ATP. Pada individu yang alergi terhadap racun tarantula, gejala yang muncul dapat berupa kesulitan bernapas, kelopak mata membengkak, gatal, tekanan darah menurun, peningkatan detak jantung, ruam kulit, bengkak pada area sengatan, bibir dan tenggorokan bengkak, kram otot, dan pada kasus yang sangat serius mengakibatkan kolaps jantung. Pertolongan pertama yang dapat dilakukan bila tersengat tarantula adalah mencuci luka dengan air dan sabun atau antiseptik ringan. Kemudian berikan es batu yang telah dilapisi kain pada daerah yang tersengat tarantula selama 15-20 menit. Bila daerah yang tersengat adalah tangan atau kaki, maka pemberian es batu perlu dilakukan secara lebih hatihati karena dapat mempengaruhi sirkulasi. Bila diperlukan, korban dapat diberi penghilang nyeri atau antihistamin. Bila korban mengalami gejala lain seperti nyeri atau bengkak yang parah, infeksi, memar yang tidak biasa, lepuh, demam dan nyeri otot maka harus segera dibawa ke rumah sakit. Pengobatan pada korban sengatan tarantula bersifat simptomatis dan belum ada antidotumnya.
Pustaka 1. Szalay, J. 2014. Tarantula Facts. http://www.livescience.com/39963tarantula.html [diakses pada tanggal 1 Juni 2015] 2. Tarantula. 2015. http://animals.nationalgeographic.com/animals/bugs/ tarantula/ [diakses pada tanggal 1 Juni 2015] 3. Heller, J.L. 2013. Tarantula spider bite. http://www.nlm.nih.gov/ medlineplus/ency/article/002855.htm . [diakses pada tanggal 1 Juni 2015] 4. New Zealand Poison Center. 2015. Theraphosidae. Diunduh dari: http://www.toxinz.com/Spec/1881450/138462. [diakses pada tanggal 17 Juni 2015].
11
INFORMASI UNTUK DOKTER PEMBATASAN DOSIS DAN KONTRAINDIKASI PRODUK DIKLOFENAK TERKAIT RISIKO KARDIOVASKULAR Diklofenak merupakan kelompok non-steroid yang bersifat anti-reumatik, anti-inflamasi, analgesik, dan antipiretik dengan mekanisme kerja menghambat biosintesis prostaglandin. Diklofenak terdapat dalam bentuk garam natrium dan kalium. Di Indonesia, diklofenak beredar dalam bentuk sediaan sistemik (tablet, kapsul, suppositoria, dan injeksi) dan topikal dengan nama dagang dan generik.
semua produk obat yang mengandung diklofenak (sistemik) yang beredar sebagai berikut:
Terdapat informasi keamanan berupa peningkatan risiko kardiovaskular pada penggunaan diklofenak dalam bentuk sediaan yang memberikan efek sistemik pada dosis tinggi dan dalam jangka panjang. Informasi keamanan tersebut diperoleh dari studi PLoS yang dipublikasikan pada tahun 2013. Studi tersebut bertujuan untuk melihat tingkat keamanan penggunaan obat AINS terkait risiko kardiovaskular. Hasil studi tersebut menunjukkan bahwa diklofenak meningkatkan risiko kardiovaskular secara konsisten dan risikonya sebanding dengan rofecoxib yang diketahui memiliki toksisitas terhadap jantung.
• Apabila berdasarkan penilaian dokter diperlukan dosis yang lebih tinggi, harus ada pertimbangan manfaat-risiko dengan baik.
Terkait isu keamanan diklofenak ini, beberapa badan otoritas di negara lain seperti European Medicine Agency-Uni Eropa, MHRAInggris, Therapeutic Goods Administration-Australia, dan Health Canada-Kanada telah melakukan tindak lanjut regulatori berupa perbaikan informasi produk. Dalam rangka lebih meningkatkan perlindungan kepada masyarakat, Badan POM RI telah melakukan pengkajian Aspek Keamanan Obat diklofenak (sistemik) secara komprehensif terkait kardiovaskular pada tanggal 26 Maret 2015 dan menetapkan tindak lanjut regulatori berupa perbaikan penandaan dengan pembatasan dosis dan penambahan kontraindikasi untuk BPOM Jl Percetakan Negara 23 Jakarta Pusat 10560
12
021 4244691 081 21 9999 533 021 4263333
[email protected] www.pom.go.id @HaloBPOM1500533 Bpom RI
1. Posologi: • Dosis maksimal 100 mg per hari (dosis awal maksimal 150 mg sehari pada hari pertama) dalam dosis terbagi dan dengan durasi sesingkat mungkin.
2. Kontraindikasi: • Ischaemic heart disease • Peripheral arterial disease • Cerebrovascular disease • Congestive heart failure (New York Heart Association [NYHA] classification II-IV) Badan POM RI akan secara terus menerus melakukan pemantauan aspek keamanan obat, dalam rangka memberikan perlindungan yang optimal kepada masyarakat, dan sebagai upaya jaminan keamanan obat yang beredar di Indonesia. Jakarta, 13 Juli 2015
a.n. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI
Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA
Badan Pengawas Obat dan Makanan merupakan institusi pemerintah yang melaksanakan tugas di bidang pengawasan Obat dan Makanan agar produk Obat, Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, Kosmetik, dan Makanan/Minuman yang beredar terjamin keamanan, mutu, dan khasiat/manfaatnya dalam upaya melindungi kesehatan masyarakat. Untuk menghubungi, menyampaikan pengaduan maupun permintaan informasi ke BPOM dapat menghubungi Contact Center Halo BPOM. InfoPOM Vol. 16 No. 4 Juli-Agustus 2015