PEMBANGUNAN KEBUN SUMBER BENIH TEMBAKAU DAN PENGEMBANGAN VARIETAS LOKAL DI WILAYAH JAWA TENGAH Oleh : Badrul Munir, S.TP, MP (PBT Ahli Pertama BBPPTP Surabaya)
I. Pendahuluan Isu strategis untuk komoditas tembakau adalah ditetapkannya rokok sebagai salah satu industri prioritas. Industri rokok di Indonesia 80% menggunakan bahan baku tembakau lokal. Oleh karena itu, kegiatan penelitian diprioritaskan pada tembakau lokal yang meliputi tembakau
madura,
tembakau
temanggung,
tembakau
boyolali,
tembakau
yogyakarta,
tembakau tembakau
paiton, muntilan,
tembakau weleri, dan tembakau kasturi yang merupakan bahan baku utama untuk rokok kretek. Industri perbenihan tanaman perkebunan memiliki peran sangat penting dalam pertumbuhan perkebunan. Luas penanaman tembakau semakin meningkat setiap tahun, sehingga kebutuhan benih terus meningkat dari tahun ke tahun. Dalam upaya memaksimalkan produktivitas, peran sumber benih sangat signifikan karena sumber benih merupakan penghasil bahan
tanam
yang
dapat
mempengaruhi
hasil
dari
usaha
perkebunannya. Sumber benih adalah tempat dimana suatu kelompok benih diproduksi. Predikat memenuhi syarat dalam kegiatan pemeriksaan terhadap kebun sumber benih merupakan jaminan bahwa sumber benih tersebut akan menghasilkan benih yang berkualitas, terjaga mutu dan legalitasnya.
II. Pengembangan Tanaman Tembakau di Jawa Tengah Provinsi Jawa Tengah terbagi menjadi 29 kabupaten dan 6 kota. Luas wilayah Jawa Tengah pada tahun 2010 tercatat sebesar 3,25 juta hektar atau sekitar 25,04 persen dari luas Pulau Jawa (1,70
1
persen dari luas Indonesia).
Luas yang ada, terdiri dari 992 ribu
hektar (30,47 persen) lahan sawah dan 2,26 juta hektar (69,53 persen)
bukan
lahan
sawah.
Dibandingkan
dengan
tahun
sebelumnya, luas lahan sawah tahun 2010 turun sebesar 0,013 persen, sebaliknya luas bukan lahan sawah naik sebesar 0,006 persen (Jateng dalam Angka 2013). Berikutnya, lahan kering yang dipakai untuk tegal/kebun
sebesar 31,83 persen dari total bukan
lahan sawah. Persentase itu merupakan yang terbesar, dibanding persentase penggunaan bukan lahan sawah lain (Jateng dalam Angka 2013). Jawa Tengah merupakan sentra penghasil tembakau ketiga setelah Jawa Timur dan NTB. Total luasan tanaman tembakau di Jawa Tengah mencapai 45.930 ha (Tempo, 2012). Bahkan menurut data Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM) tahun 2012, pengembangan tanaman tembakau meliputi 21 kabupaten di Jawa Tengah. Tembakau temanggung menyumbang 70 – 80 persen terhadap total pendapatan petani. Peranan tembakau temanggung untuk rokok kretek sangat penting karena berfungsi sebagai pemberi rasa dan aroma yang khas. Sedangkan Tembakau asepan adalah tembakau lokal VO, berbentuk kerosok, dan diproses secara dark fire cured (DFC). Kerosok tembakau asepan digunakan sebagai bahan baku tembakau shag dalam negeri dan ekspor dengan jumlah kebutuhan masing-masing sebesar 5.000 dan 2.000 ton per tahun. Di pasar dunia, tembakau asepan dari Indonesia masih menduduki urutan ketiga setelah AS dan Malawi. Di Jawa Tengah, areal pengembangannya tersebar di tiga kabupaten, yaitu Boyolali, Klaten, dan Sukoharjo. Di antara ketiga kabupaten tersebut, Boyolali merupakan daerah potensial penghasil tembakau asepan dengan mutu tinggi.
2
III. Pengembangan Varietas Unggul Lokal Permasalahan yang ada di daerah pengembangan tembakau di Jawa
Tengah
khususnya
di
daerah
sentra
yaitu
kabupaten
Temanggung adalah adanya penyakit lincat yang disebabkan oleh kompleks patogen Phytophthora nicotianae, Ralstonia solanacearum, dan Meloidogyne spp. Di samping itu juga degradasi lahan karena erosi. Oleh karenanya, telah dikembangkan varietas tahan penyakit lincat, yaitu Kemloko-2 dan Kemloko-3 (Gambar 1 dan Gambar 2) serta teknologi konservasi untuk menanggulangi erosi. Teknologi pengendalian erosi dan penyakit lincat dapat menurunkan tingkat erosi sebesar 66%, menekan kematian tanaman sebesar 44%, serta meningkatkan hasil dan mutu tembakau masing masing sebesar 31% dan 8% (Balittas, 2011). Bahkan tembakau temanggung merupakan bahan penting dalam industri rokok kretek, karena memiliki aroma dan rasa yang khas (Balittas, 2011).
Gambar 1. Kemloko 2
Gambar 2. Kemloko 3
3
Boyolali merupakan daerah potensial penghasil tembakau asepan dengan mutu tinggi. Permasalahan yang dihadapi petani tembakau asepan adalah adanya variasi produksi dan mutu dari tahun ke tahun, sehingga kebutuhan akan produksi dan mutu yang diinginkan oleh konsumen (eksportir dan pabrik rokok) tidak dapat dipenuhi. Salah satu penyebab adanya variasi tersebut adalah penggunaan varietas lokal berupa populasi tanaman yang masih sangat beragam (tidak murni). Varietas lokal yang umum ditanam petani tembakau asepan dan diminati oleh konsumen adalah Grompol Jatim. Galur Grompol Jatim dilepas dengan nama Grompol Jatim 1 berdasarkan SK Mentan No: 131/Kpts/SR.120/2/2007. Saat ini penggunaan Grompol Jatim 1 mencapai areal seluas 1.000 ha, tersebar di Kabupaten Boyolali, Klaten, dan Sukoharjo. Varietas tersebut tidak hanya digunakan oleh petani tetapi juga dikembangkan dan digunakan oleh eksportir tembakau, yaitu PT Pandu Sata Utama dan PT Indonesia Dwi Sembilan sampai sekarang. Produktivitas Grompol Jatim 1 di tingkat petani berkisar antara 1,6-2,7 ton kerosok/ha (tergantung pengelolaan lahan oleh petani).
Gambar 3. Grompol Jatim 1
4
IV. Kebun Sumber Benih Tembakau Kebun sumber benih tembakau adalah kebun yang dibangun dengan kaidah-kaidah pembangunan kebun sumber benih dengan tujuan untuk menghasilkan benih tembakau. Kebun sumber benih tembakau harus memenuhi beberapa persyaratan yang meliputi : 1. Asal usul : jelas dengan didukung dokumen tertulis. 2. Lokasi kebun : mudah dijangkau dan mudah transportasi, bebas dari tanaman tembakau sebelumnya, minimal satu periode tanaman, harus terpisah dari varietas lain. 3. Isolasi jarak : Kebun Benih Dasar minimal 200 m, Kebun Benih Sebar minimal 100 m 4. Masa panen : ± 3 bulan ( 75 % kapsul/buah telah masak dan berwarna coklat ) 5. Campuran varietas lain : Kebun Benih Dasar (0,5 %), Kebun Benih Sebar 1 %) 6. Serangan hama dan penyakit : ringan maksimal 5 %. Di samping itu, seorang produsen/penangkar benih tembakau harus memenuhi persyaratan : 1. Memiliki TRUP (Tanda Registrasi Usaha Perbenihan) 2. Memiliki dokumen asal usul benih 3. Menguasai lahan untuk memproduksi benih 4. Memiliki SDM yang menguasai teknologi produksi benih Dengan semakin meningkatnya luas areal pengembangan tanaman tembakau, maka kebutuhan benih/bibit semakin meningkat. Sehingga diperlukan pembangunan kebun sumber benih di Jawa Tengah. Untuk itu, kegiatan pelatihan dalam rangka peningkatan pengetahuan dan ketrampilan petani di dalam budidaya pembibitan dan pembangunan kebun sumber benih tembakau sangat penting dilakukan setiap tahun.
5
V. Penutup Industri rokok memerlukan bahan baku berupa tembakau lokal sebanyak hampir 20 %. Kebutuhan ini dapat dipenuhi dengan membangun kebun pembibitan. Untuk menghasilkan bibit tembakau yang bermutu dan bersertifikat perlu didukung dengan teknik budidaya pembibitan maupun penyediaan sumber benih yang bersertifikat. Pengembangan varietas unggul lokal telah dikembangkan di beberapa Kabupaten sentra tembakau Jawa Tengah. Varietas Kemloko 1, 2, dan 3 serta varietas Grompol 1 Jatim sangat cocok dikembangkan di wilayah Jawa Tengah. Varietas – varietas ini selain memberikan hasil yang tinggi juga tahan terhadap penyakit khususnya yang disebabkan bakteri maupun virus.
Daftar Pustaka Anonim. 2012. Laporan Badan Koordinasi dan Penanaman Modal. Jakarta Anonim. 2011. Varietas Unggul Tembakau Jawa Tengah. Anonim. 2013. Jawa Tengah dalam Angka 2013. Badan Pusat Statistik. http://www.tempo.co/read/news/2012/07/23/173418670/RencanaKonversi-Lahan-Tembakau-Ditolak. Diakses pada Nopember 2013.
12
Rochman, F dan Sri Yulaikah. 2012. Varietas Unggul Tembakau Temanggung.
6