Seminar Nasional Aplikasi Sains dan Teknologi 2008 – IST AKPRIND Yogyakarta
Pembangkitan Curah Hujan dengan model MA (Moving Average) dari Hasil Pengukuran di Surabaya 1
1
Made Sutha Yadnya Kadek Reni Astuti , Gamantyo Hendrantoro2 Universitas Mataram, Nusa Tenggara Barat Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya
Abstrak - Penelitian ini telah sebagai langkah awal pemilihan model kanal wireless di Indonesia, dipergunakan untuk pembangkitan sinyal dengan fokus utama pada curah hujan. Kanal yang dimodelkan adalah kanal terkena hujan pada saat komunikasi berlangsung. Model yang didapatkan adalah model kanal dipengaruhi hujan maka terjadi pelemahan (redaman) disebabkan oleh fading serta perubahan polarisasi dari penjalaran (propagasi) gelombang millimeter orde gigahertz (30 GHz). Pengambilan data menggunakan alat Parsivel dengan memanfaat software ASDO secara online. Variasi data statistik mean, varian, autokorelasi, serta autokkovarian dari curah hujan model inti yang harus diolah untuk pembuatan model. Pembangkitan model dengan Moving Average (MA), serta dari data curah hujan di ITS Surabaya. Kata Kunci : Pengukuran Curah Hujan, dan Moving Average 1. Pendahuluan Komunikasi tanpa kabel (wireless) mengalami perkembanggan teknologi sangat pesat, hal ini ditandai dengan pemakaian gelombang ( frekuensi) semakin diatur oleh Pemerintah (Menkopinfo).Untuk frekuensi tinggi sampai orde GHz, gelombang ini dapat megirimkan data informasi dengan kecepatan tinggi, layanan mencakup audio, video, serta multimedia lainnya, namun menggunakan komunikasi dengan frekuensi ini sangat rentan terhadap gangguan (noise) karena panjang gelombang sangat pendek. Noise komunikasi wireless disebabkan oleh beberapa hal seperti : peralatan panas (noise themal), kanal (jalur transmisi), dan lain-lain. Penelitian ini dikhususkan pada propagasi gelombang dengan memakai transmisi orde GigaHertz (30 GHz). Komunikasi wireless membentuk kanal-kanal dalam penyampaian informasi, kanal ini dinamai kanal propagasi [1]. Suatu hal yang menarik untuk daerah tropis seperti di Indonesia, lebih rinci lagi di Surabaya memiliki dua musim yaitu kemarau dan penghujan, ini harus diteliti karena tanpa penelitian ini pengaruh curah hujan sebagai batas toleransi komunikasi wireless dihubungkan dengan teknik mitigasi [2]. Penelitian ini sudah didahului oleh beberapa peneliti sebelumnya tertarik tentang fungsi autokorelasi temporal dari redaman hujan pada sebuah link komunikasi dapat diperoleh dari pengukuran redaman hujan secara langsung pada link komunikasi radio. Dimana dalam kasus ini diasumsikan panjang link kurang dari 1 km dan curah hujannya bersifat homogen [3]. ESD (Energy Spectral Density), PSD (Power Spectral Density) dan fungsi autokorelasi didalam model analisa curah hujan R(t) untuk redaman gelombang mikro dan fade dinamik. Pengukuran dilakukan di Barcelona selama 49 tahun. Diperoleh untuk perbandingan autokorelasi (AC) Barcelona dan Tokyo, dengan pengambilan data dari 1 menit sampai 10 menit, hasil yang diperoleh fungsi autokorelasi ternormalisasi Barcelona lebih rendah dibandingkan fungsi autokorelasi ternormalisasi Tokyo [4]. Penggunaan fungsi autokorelasi ternormalisasi Barcelona dibandingkan dengan Surabaya telah diteliti oleh tim ITS[5]. 2. Model Proses Curah Hujan Model stokastik dari curah hujan pada lintasan radio gelombang milimeter. Model ini mengasumsikan distribusi lognormal bagi curah hujan dengan parameter-parameter statistik dan fungsi autokovarians yang diketahui. Model ini dapat digunakan untuk membangkitkan barisan berharga riil yang menunjukkan sifat stokastik jangka pendek dari curah hujan pada lintasan radio yang pendek. Koefisien-koefisien MA yang diperlukan dapat diturunkan dari rata-rata, simpangan baku, dan fungsi autokovarians dari nilai logaritmik curah hujan. Dua parameter yang disebut pertama diperoleh dari pengukuran di lapangan.. Model MA Koefisien MA didapatkan dengan langkah pertama-tama mengestimasi sampel input (dalam hal ini curah hujan hasil pengukuran). Setelah mengestimasi parameter AR high order dengan cara mencari invers dari suatu filter AR seperti yang dilakukan dengan metode circular lattice [8] menggunakan algoritma Pade yang lebih ngetren dalam matrik adalah dengan segitiga bawah, yang mana dapat dituliskan dengan persamaan :
202
Seminar Nasional Aplikasi Sains dan Teknologi 2008 – IST AKPRIND Yogyakarta
p
hi (n) = −∑ a p (k )h(n − k ) + bq (n)
(1)
k =1
dimana a adalah koefisien AR, p adalah orde dari derret AR, hi adalah invers filter AR.. Setelah mengestimasi kemudian membangkitkan estimasi sampel input dari data dengan mengkonvolusikan data curah hujan dengan invers dari filter AR. Estimasi tersebut dapat dibangkitkan dengan persamaan :
bq (n) = hi (n) + a p (k )h(n − k )
(2)
dengan bq(n) adalah input estimate dari data, h(n) adalah data dari curah hujan, hi adalah invers dari filter AR, Parameter/koefisien MA diperoleh dengan meminimisasi covarian dengan menekan memakai angka 0(nol).
0 ⎡ φη (0) ⎢ φ (1) φ η η (0) 2 Φ=ση ⎢ ⎢ M M ⎢ ⎣⎢φη (M −1) φη (M − 2)
⎡1 ⎤ ⎡0⎤ 0 ⎤⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ap 0 ⎥ 0 ⎥⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢. ⎥ = ⎢0⎥ O M ⎥⎢ ⎥ ⎢ ⎥ 0 ⎥. L φη (0)⎦⎥⎢⎢ ⎥⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ . a ⎣ p ⎦ ⎣0⎦ 0 0
Xqap=xp+1
(3)
(4)
Sinyal berupa vektor maka diperoleh : bn ( j ) adalah koefisien MA, dan nilai autokorelasi dan autokovarian merupakan hal yang sangat penting dalam pembentukan model ini. Untuk medapatkan pembangkitan ARMA maka terlebih dahulu jalan untuk mendapatkan koefisien AR dan MA harus dilaksanakan . 3 Karakteristik Hujan Dalam penelitian ini curah hujan dibagi dalam 2 kelompok, yaitu hujan stratiform dan convective. Karakteristik hujan staratiform yaitu curah hujannya kurang dari 25 mm/h, durasinya lebih dari satu jam dan cakupan lokasinya luas. Sedangkan karakteristik hujan convective memiliki curah hujan yang tinggi diatas 25 mm/h, durasinya singkat (beberapa menit) biasanya disertai badai, dan cakupan lokasinya tertentu [5]. Hasil pengukuran curah hujan dapat terlihat pada Gambar 1. Gambar tersebut menjelaskan bahwa kecepatan curah hujan dipegaruhi oleh besarnya titik hujan yang jatuh metode yang dipakai adalah Gain-Kyser. Prosentasenya diberikan dalam suatu kurun waktu tertentu (biasanya dalam 1 tahun). Jadi jika dikatakan prosentase waktu 0.01% (R0.01), ini berarti besarnya curah hujan rata-rata yang melebihi curah hujan pada pengukuran dalam kurun waktu 0.01 % dalam setahun (52.56 menit). Pengukuran curah hujan dengan menggunakan disdrometer, kemudian memodelkan curah hujan dengan model AR, MA, dan ARMA, lalu dibandingkan nilai Standard Deviasi dan Autokorelasinya. Pengukuran curah hujan dilakukan didalam lingkungan kampus ITS Surabaya menggunakan disdrometer yang diletakkan diatas atap gedung Teknik Mesin dan analisa data dilakukan di Laboratorium Perambatan Gelombang Elektromagnetik dan Radiasi, Jurusan Teknik Elektro. Disdrometer disetting menggunakan software Hydras yang hanya bisa mendeteksi curah hujan (mm/h) dengan waktu sampling 60 detik dan software Asdo yang bisa mendeteksi curah hujan (mm/h) dan distribusi titik hujan (DSD) dengan waktu sampling 10 detik. Disdrometer optic bekerja berdasarkan system laser optic. Pengukuran dapat dilakukan secara real time, jika ada partikel-partikel hujan yang melewati balok laser maka disdrometer dapat mendeteksi curah hujan (mm/h) dan distribusi titik hujan (DSD) dapat dilihat pada Gambar 1, kemudian hasilnya disimpan dalam software yang disebut data parsivel yang blok diagram sistem pengukuran secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 2.
203
Seminar Nasional Aplikasi Sains dan Teknologi 2008 – IST AKPRIND Yogyakarta
Gambar 1. Pengukuran Menggunakan Software ASDO
Gambar 2. Sistem Pengukuran Online 45 Rain Rate 40 35
Rain Rate(mm/h)
30 25 20 15 10 5 0
0
500
1000 1500 2000 Sample of Rain Rate
2500
3000
Gambar 3. Data Curah Hujan 25 Desember 2007 4 Rain 25 Desember 2007 3
log rain rate(mm/h)
2 1 0 -1 -2 -3 -4
0
500
1000
1500 2000 Sample Rain Rate
2500
3000
Gambar 4. Data Ln Curah Hujan 25 Desember 2007
204
Seminar Nasional Aplikasi Sains dan Teknologi 2008 – IST AKPRIND Yogyakarta
1 empiris teori
0.9 0.8 0.7
F(x)
0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 -2
-1
0
1
2
3 x
4
5
6
7
8
Gambar 5. Uji Kosmogorov-Smirnov
0.999 teori empiris
0.997 0.99 0.98 0.95 0.90
0.50 0.25 0.10 0.05 0.02 0.01 0.003 0.001 0
1
2
3
4
5
6
7
Data
Gambar 6. Uji Probabilitas 10 empiris teori
8
6
Quantiles of Input Sample
Probability
0.75
4
2
0
-2
-4
-6
-8 -4
-3
-2
-1 0 1 Standard Normal Quantiles
2
3
4
Gambar 7. Uji QQ
205
Seminar Nasional Aplikasi Sains dan Teknologi 2008 – IST AKPRIND Yogyakarta
12 Moving Average 25 Desember 2007 10
Rain Rate(mm/h)
8
6
4
2
0
0
500
1000
1500 2000 Sample Rain Rate
2500
3000
Gambar 8. Pembangkitan model MA 4. Hasil Simulasi Hasil simulasi pada Gambar 3 data hasil pengukuran yang diplot sesuai dengan jumlah sampel, ini menunjukan bahwa curah hujan terjadi lama yaitu 28300 detik. Data dari hasil pengukuran dilog-natural hasinya dapat dilihat pada Gambar 4. Untuk pengecekan data kenormal data mennghasilkan nilai bahwa data tersebut adalah normal. Uji kenormalan data mengunakan metode Kosmogorov-Smirnov dihasilkan data yang normal hasilnya sesuai Gambar 5. Dalam pengujiannya dilakukan probabilitas kenormalan dari data diperoleh bahwa data tersebut adalah normal hasilnya sesuai Gambar 6. Pengujian normal terakhir dangan uji Quantil Quantity (QQ) menguji data hasil empiris dengan perhitungan teoritis data yang normal hasilnya sesuai Gambar 7. Hasil akhir pembangkitan MA (Moving Average) sebagai kanal penggangu komunikasi millimeter diperlihatkan pada Gambar. 8. 5. Diskusi Hujan merupakan pengganggu transmisi sinyal karena mendapatkan pelemahan, ini merupakan suatu permasalahan di bidang telekomunikasi khusus teknologi wireless. Kondisi kanal juga berbeda tiap-tiap pegiriman frekuensi yang dipakai. Untuk frekuensi 30GHz mempunyai kelemahan gelombang sangat pendek orde milimeter untuk mendapatkan perfoma baik (diinginkan) perlu mendiasain anti fading. Pendisainan dari komunikasi wireless diperlukan metode tepat untuk mitigasi agar komunikasi dapat terlaksana walaupun dengan kondisi hujan. Pengolahan data statistik dari makalah ini dapat sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya. 6. Kesimpulan Data hasil pengukuran curah hujan di Surabaya dikelompokan menjadi sinyal stasioner dan sinyal nonstasioner. Data pengukuran curah hujan kemudian diuji nilai kenormalan data. Pengujian kenormalan data menggunakan Goodness-of-fit test metode uji Kolmogorov-Smirnov (K-S) test. Hasil pengujian data adalah normal untuk log-natural dari data pengukuran curah hujan, atau berarti lognormal untuk data pengukuran curah hujan Hasil distribusi pengukuran curah hujan dipergunakan sebagai validasi model pembangkitan distribusi lognormal. Pembangkitan distribusi lognormal dipergunakan parameter statistik log-natural dari data hasil pengukuran curah hujan, parameter tersebut adalah rata-rata dan varian tiap even. Resedual error dari data hasil pengukuran curah hujan dipergunakan sebagai acuan pemilihan orde dengan persamaan AIC. Hasil AIC dihubungkan dengan nilai autokorelasi dan autokovarian dipergunakan sebagai acuan model pembangkitan. Model pembangkitan berhubungan dengan konstanta pembangkitan c masing masing model dikalikan skalar dengan pembangkitan normal. Curah hujan dalam runtun waktu (domain waktu) dapat dibangkitkan mempergunakan pendekatan matematika dengan model MA. Pembangkitan tersebut dipergunakan sesuai dengan data masukan dari data.
206
Seminar Nasional Aplikasi Sains dan Teknologi 2008 – IST AKPRIND Yogyakarta
7.Ucapan Terimakasih Riset Makalah ini didukung oleh JICA proyek PREDICT-ITS, DP2M Dikti Depdiknas dana Hibah Penelitian Fundamental, Laboratorium Antena dan Propagasi (B306) serta Reseach Grant A2 JTE Unram. Proyek A2 Research Grant A2 Fakultas Teknik Universitas Mataram. Daftar Pustaka [1] Rec.ITU.838-4,2003,”Characteristics Rain of Precipilation for Modeling”. [2] Salehudin.M, B.Hanantasena, L .J.M Wijdemans 1999, “ Ka-Band Line of Sight Radio Propagation Experiment in Surabaya Indonesia “, Fifth Ka-Band Utilization Conference. [3] Hendrantoro.G ,2004, “ An Autoregressive Model for Simulation of Time-Varying Rain Rate”, ANTEM 2004 [4] Burgueno, E. Vilar, M. Puigcerver 1990,”Spectral Analysis of 49 Years of Rainfall Rate and Relation to Fade Dynamics”, IEEE TRANSACTION ON COMMUNICATION Vol.38 no.9 pp(13591366) [5] Yadnya, M.S, Mauludiyanto .A, Muriani, Hendrantoro.G ,Wijayanti.A ,Mahmudah. H, “Simulation of Rain Rate and Attenuation in Indonesia for Evaluation of Millimeter-wave Wireless System Transmission”, ICSIIT 26 Juli 2007 [6] Morita.K & Higuti , 1976, “ Prediction Method of Rain Attenuation Distribution of micro-millimeter waves “, Rev Electr.communication Lab vol 24, no 7-8, pp 651-688. [7] Yadnya, M.S, Mauludiyanto .A, Hendrantoro.G (2008a) “Simulation of Rain Rates for Wireless ChannelCommunication in Surabaya ”, Kumamoto ICAST 14 Maret 2008. [8] Yadnya, M.S, Mauludiyanto .A, Hendrantoro.G (2008b) “Pemodelan ARMA untuk Curah Hujan di Surabaya”, SITIA 8 May 2008 Surabaya. [9] Yadnya, M.S, Mauludiyanto .A, Hendrantoro.G (2008c) “Statistical of Rain Rate for Wireless Channel Communication in Surabaya”,WOCN 5-7 May 2008 Surabaya-Indonesia. [10] Yadnya, M.S, Mauludiyanto .A, Hendrantoro.G (2008d) “Akaike Information Criteria Application to Stationary and Nonstationary Rainfalls for Wireless Communication Channel in Surabaya”, ICTS 5 August 2008 Surabaya-Indonesia. [11] Yadnya, M.S, Mauludiyanto .A, Hendrantoro.G (2008e), “ARMA Modeling from Rain Rate Measurement to Simulation Communication Channel Modeling for Millimeter Wave in Surabaya” Kumamoto Surabaya Forum 5 November 2008 Surabaya-Indonesia
.
207