251
PEMBAJAKAN UDARA DAN EXTRADISI PEMBAJAK *) OJeh : K. Martono, SR. LLM.
Pendahuluan
diextradisikan ke Polandia. Selanjut- . -nya beberapa hari kemudian, dua orang yang tidak dikenal membajak sebuah pesawat udara tipe DC- 9 milik perusahaan penerbangan di Venezuela. Mereka telah menguasai pesltwat udara beberapa menit setelah tinggal landas dan menguasai menara pengawas dan merampas uang kirjrnan perusahaan asuransi Venezuela sejumlah US$ 1,6 juta. Lain peristiwa pembajakan udara terja di pada tanggal 16 Desem ber 1980 Sebuah pesawat udara jenis Boeing 727 milik perusahaan penerbangan Aviance Airlines, Colombia, yang sedang membawa peserta Konperensi Tingkat Tinggi (KTT) di Amerika Latin, dipaksa mendarat di Kuba. Pembajak yang bernama Rosembergh Pabon, adalah pimpinan kaum revolusioner M-19. Ia telah memimpin penyanderaan 11 diplomat di kedutaan besar Dominika di Bogota pada awal tahun 1980. Dari berbagai macam · peristiwa pembajakan udara tersebut, mengundang masalah-masalah hukum baik nasional maupun internasional. Masalahmasalah hukum tersebut antara lain Dapatkah pembajak diextradisikan ? Apakah dasar hukum extradisi? Siapakah yang mempunyai jurisdiksi terhadap pembajak ? Apakah hak dan kewajiban negara dimana pembajak kedapatan? Apakah pembajak dapat dihukum? Tindakan-tindakan apakah yang telah diambil oleh organisasi internasional baik pemerintah maupun non pernerintah? Banyak masalah-masalah hukum akibat pembajakan untuk dikemukakan disini. Tetapi dalam tulisan ini hanya akan dibatasi . uraian mengenai pembajakan udara pada umumnya dan extradisi pemba-,
Pada awal Juli 1980, seorang lakilaki tidak diketahui kebangsaannya, membajak sebuah pesawat udara tipe Boeing 737, milik perusahaan penerbangan Aerolineas, Argeninas, Argentina. Pembajak. yang mengaku pendukung mendiang presiden Juan Peron itu, me!luntut uang tebusan US$ 100,000,00 kepada Menteri Perekonomian, Martinez De Hoz. Tanggal 23 bulan yang sarna, sebuah pesawat udara tipe L 1011 , millk perusahaan penerbangan Delta Airlines, Amerika Serikat, dibajak oleh seorang berke· bangsaan Spanyol yang tinggal di Serikat Kuba. Pemerintah Amerika • minta agar pembajak diextradisikan ke Amerika Serikat. Tiga hari kemudian, sebuah pesawat udara tipe Boeing 737 milik perusahaan penerbangan di Kuwait, dibajak ke Iran oleh seorang berkebangsaan J ordan yang dideportasioleh pemerintah Kuwait. Pembajak menuntut tebusan US$ 750.000.00 sebagai kompensasi deportasi. Sementara pemerintah Iran dengan Kuwait merundingkan kemungkinannya extradisi, pesawat udara tinggal landas dengan tidak diketahui tujuan pendaratannya. Dalam bulan Desember 1980 yang lalu, tidak kurang dari tiga kali peristiwa pembajakan udara. Seorang Polandia, membajak sebuah pesawat udara tipe Antonov-24, yang sedang melakukan penerbangan dalam negeri. Pesawat udara milik perusahaan penerbangan "LOT" Polandia ini, dipaksa mendarat disebuah pelabuhan udara millter Amerika Serikat di Jerman Barat. Pembajak yang minta suaka politik Jellnan Barat tersebut, dituntut oleh pemerintah Polandia untuk •
•
Mei 1981
252 jak udara. Untuk keperluan ini, agar mempun:;ai pengertian lebih jelas mengenai pembajakan udara perlu diuraikan secara singkat perkembangan pembajak udara, motip pembajakan, hukum yang berlaku terhadap kejahatan udara baik hukum nasional maupun hukum internasional, hukum extradisi dan akhirnya extradisi pembajak udara. Perkembangan Pembajakan Udara Berbicara mengenai "pembajakan", sebenarnya tindakan "pembajakan", sudah dikenal sejak awal tahun Masehi. Masa itu, ketika pedagang-pedagang, musafir-musafir' padang pasir masih memperg~makan onta atau hewan lainnya. untuk mengangkut barang-barang dagangan atau barang-barang bawaannya. Mereka sering mengalami tindakan "pembajakan", ditengah perjalanan mereka. Akan tetapi istilah "pem bajakan" atau "membajak" itu sendiri, pada waktu itu belum dikenal. Timbulnya istilah itu diperkirakan pada sekitar abad ke-18, dimana pada waktu itu para pembajak (merampok dengan cara menghentikan kendaraan di tengah jalan) dengan mempergunakan lentera (lampu minyak tanah) sebagai isyarat untuk menghadang kendaraan di tengah jalan. Dan ketika kendaraan berhenti, pembajak mengambil barang barang mereka. Mengenai pembajak udara, pertama kali terjadi pada tahun 1930, dimana ,eorang revo1usioner Peru mengambil alih kemudi pesawat udara milik pemerintah Peru, untuk melarikan diri. Sesudah peristiwa ini, untuk waktu yang cukup lama tidak terjadi 1agi peristiwa pembajak~ udara. Hal ini timbul1agi, pada tahun 1947. Sejak tahun ini, sampai tahun 1951 gelombang pertama pembajakan terjadi. Dalam waktu enam tahun terjadi peristiwa pembajakan 11 kali berhasil, dan 3 kali tidak berhasil. Gelombang pembajakan ini terjadi di np.gara-negara Eropah Timur seperti Bulgaria, Czechoslova-
Hukum dan Pembangunan
kia, Romania, Polandia dan Yugoslavia. Mereka lari dari negara-negara komunis kenegara-negara non komunis di Eropa Barat. Gelombang pembajakan kedua, terjadi diantara tahun-tahun 1958 sampai tahun 1961. Masa ini adalah saat-saat mulai berdirinya pemerintahan Cuba dibawah pimpinan presiden Fidel Castro, dan umumnya, arah tujuan pembajak adalah dari Cuba ke Amerika Serikat. Sebaliknya, sekitar tahun 1961, arah tujuan pembajak dari Amerika Serikat ke Cuba. Sebagian besar pesawat udara yang dibajak adalah pesawat udara berkebangsaan Amerika Serikat; kemudian berturuHurut berkebangsaan Amerika Latin seperti argentina. Brazilia, Mexico, Colombia dan Venezuela, hampir semuanya tujuan pendaratan adalah Cuba. Gelombang berikutnya adalah sekitar tahun 1967 sampai dengan tahun 1971. Pada saat-saat ini dapat dikatakan merupakan masa-masa krisis penerbangan sipil internasional. Pada akhir tahun 1968, dimana konvensi Tokyo 1963 , tentang ''Pelanggaran-Pelanggaran dan Tindakan-Tindakan Tertentu Lainnya yang Dilakukan Dalam Pe~awat Udara" belum berlaku, pembajakan udara meraja lela dimana-mana. Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (the International Civil Aviation Organization) serta organisasi-organisasi internasional lainnya baik pemerintah maupun non pemerintah, menyerukan tindakan bersama vencegahan dan pemberantasan pembajakan udara. Tetapi pembajakan udara bukannya mereda, melainkan baik kwalitatif maupun kwantitatif meningkat. Arena pembajakan beralih dari dunia barat (Amerika) kedaerah Timur Tengah (Middle East). Sasaran pembajakan terutama sekali penerbangan rute IsraeL Untuk menanggulangi pembajakan ini, dalam waktu dua tahun, organisasi penerbangan sipil int ern asionall telah mengesahkan dua buah konvensi internasional masing-masing mengenai "Pemberantas Penguasaan Mei 1981
,
,
,,
Ekstradisi Pembajak
Pesawat Udara Secara Melawan Hukum" yang biasa disebut "the Hague Convention of 1970" dan "Pemberantasan Tindakan-tindakan Melawan Hukum Yang Mengancam Keamanan Penerbangan Sipil" yang biasa disebut "Montreal Convention of 1971". Motip Pembajakan Udara Berbagai motip melatar belakangi timbulnya aksi pembajakan udara, baik pribadi (personal), tekanan politik maupun sosial. Mereka yang melakukan pem bajakan udara, karena ingin melarikan diri dari ancaman hukuman dapat digolongkan sebagai suatu tindakan krirninal biasa. kadangkadang pembajak melakukan pembajakan udarakarena tekanan hidup yang diderita. Sebagai akibat diputarnya film-film tentang pem bajakan atau setelah membaca berita-berita tentang pembajakan, mereka seakan-akan mendapat dorongan untuk melakukan pembajakan udara. Jenis pembajakan ini sering dilakukan oleh orang-orang yang mengalami gangguan jiwa ataupun tekanan mental lainnya. Sementara itu ada, golongan yang menganggap bahwa untuk melarikan diri dari sistem politik serta atau so sial tertentu, ataupun keadaan-keadaan yang mengakibat kan tekanan phisik maupun mental, satu-satunya jalan hanyalah dengan car a membajak. Hal ini terbukti dari gelombang pembajakan yang terjadi antara tahun 1947 sampai dengan 1951. Mereka mem bajak pesawat udara dari Eropah Timur ke negara-negara non komunis di Eropah Barat. Golongan terbesar adalah beIlllotip politik. Tenuasuk golongan ini adalah grup revolusioner kiri seperti "Black Panthers" di Amerika Serikat, kaum komunis muda di J epang, Korea Selatan, pergerakan pem bebasan Palestina (Popular Front for the Liberation of Palestine) di Tirnur Tengah (Middle East), Ethiopia, koloni Portugis di Afrika, Kashmir dan juga kaum Yahudi di Rusia dan orang-orang Mei 1981
253 Cuba di Amerika Serikat yang in gin kembali ke Cuba. Mengenai pelaku pem bajak, dapat dilakukan . secara individu, organisasi maupun pemerintah atau organisasiorganisasi politik lainnya, bahkan dapat juga dilakukan oleh awak pesawat udara itu sendiri sebagai pelaku pembajak. Pem bajak yang terdiri dari kaum militan yang menentang suatu pemerintahan tertentu, kadang-kadang melakukan tawar menawar tuntutan politis, sementara pesawat udara · dengan penumpang-penumpangnya ada dalam kekuasaan mereka. Pem bajak semacam ini banyak terjadi pada waktu timbulnya pertikaian politik antara negara-negara Arab dengan Israel. Pada tahun 1968, tiga orang anggauta "Popular Front for the Liberation of Palestine" mem bajak pesawat udara EL AL milik perusahaan penerbangan di Israel, menuju Aljazair. Pembajak menuntut agar anggauta PFLP yang ditahan Israel dibe bask an. Sesudah itu, secara berturut-turut, terjadi peristiwa pembajakan pesawat udara milik perusahaan penerbangan Trans World Airlines, Swissair, British Overseas Airways Corporation (BOAC), EL AL, Pan American, Costa Rican dlL Seperti dikatakan diatas, pemerintah juga bisa melakukan pembajakan udara. (Dalam hal ini pem bajakan adalah suatu tindakan pembelokan arah penerbangan, ketempat tujuan yang lain dari tujuan pendaratan semula). Pada tahun 1967, pemerintah Aljazair dan Congo terlibat pembajakan pesawat udara yang dicarter oleh perdana menteri Congo, Moise Tshombe. Yang paling hebat dari jenis pembajakan ini adalah dua buah pesawat udara milik angkatan udara Lybia yang memaksa pesawat udara milik maskapai penerbangan Inggris (BOAC) untuk mendarat dipelabuhan udara Benghasi, dan menahan dua orang Sudan. yang menuju Khartoum yang akan ikut bergabung dengan suatu kekuatan yang akan melakukan kudeta di Sudan. Begitu pula pada bulan Agustus 1970,
254 pemerintah Israel menurunkan dan menahan dua orang pejabat Aljazair dari pesawat udara BOAC yang mendarat di Tel Aviv yang sedang dalam perjalanan dari Karachi ke London. Pelaku lainnya dari pem bajakan adalah awak pesawat udara itu sendiri yang membajak. Hal ini terjadi pada tahun 1956. Sebuah pesawat Carter Perancis, yang membawa lima p emimpin pemberontak Aljazair dan pejabat udara dipaksa mendarat dipelabuhan udara militer Perancis di Aljazair. Pembajak yang bermotip perampokan terjadi pada tahun 1968 dan 1969. Pesawat udara berkebangsaan Am erika Serikat, yang melakukan penerbangan dalam negeri, dipaksa m endarat ke Cuba dan sebelum mendarat pem bajak merampas semua harta penumpang. Tetapi setelah mendarat , pembajak ditahan oleh Pemerintah Kuba dan dipaksa untuk mengembalikan harta tersebut kepada penumpang. Hal yang sarna terjadi pada tahun 1971 Pesawat udara yang mengadakan penerbangan dari Miami-New York dipaksa untuk mendarat di Nassau , dan pembajak menuntut tebusan US $ 500 .000.00 Berbeda dengan motip pembajakan pada masa sebelum pembajakan udara, pembajakan udara sebagian besar ad alah berm otip politik. Hal ini terbukti dari data yang dikumpulkan ole h INTERPOL (International Police) yang ternyata 64.4% dari jumlah p embajakan udara adalah bermotip p o litik dan sisanya berbagai macam motip . HUKUM MENGENAI KEJAHATAN PENERBANGAN (PEMBAJAKAN) a. Hukum Nasional Pada umumnya, pandangan internasional berpendapat bahwa ten tang pembajakan udara adalah sebagai suatu k ejahatan dalam dunia penerbangan yang menganeam keselamatan penumpang dan/atau pesawat udara serta merukan perkembangan penerbangan
Hu kum dan Pem bal1gul1al1
sipil baik nasional maupun internasional. Hal ini akan dapat menghilangkan/mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap keamanan penerbangan sipi!. Sewajarnyalah, us aha-us aha pencegahan pem baj akan segera diam bi!. Langkah-langkah semaeam ini sampai tahun 1960 belum tampak dilakukan seeara internasiona!. Sedangkan usaha nasional untuk meneegah pembajakan udara, satu dan lain negara berbeda, tergantung seberapa 1auh keterlibatan pesawat udara na• sional mereka. Di negara-negara komunis, menjelang 1950 sudah diumumkan tentang ancaman hukuman terhadap pembajak udara. Rusia menganeam hukuman terhadap pembajak udara, bukan hanya berupa hukuman kurungan, melainkan lebih jauh lagi, dengan ancaman hukum mati. Pada tahun 1950, saat-saat rnembanjirnya pelarian dari Eropah Tim ur ke negara-negara non-korn unis di Eropah Barat , atau sekitar arena pembajakan udara di Kuba, boleh dikatakan di negara-negara non-komunis belurn ada hukum nasional rnengenai pembajakan udara. Sebelas tahun kemudian, 1961, situasi sangat berlainan, setelah disadari bahwa pembajakan udara akan dapat rnerugikan bahkan mengubur perusahaan penerbangan nasional rnereka. Tahun 1961, Arnerika Serikat , setelah pesawat udaranya dibajak , mengumumkan bahwa terhz.dap p embajak udara dapat diancam h ukum mat i at au kurungan tidak kurang dar.l 20 t allun. Sejak gelorn bang pembiljakan tahun 1967, terutama pada aren a pem bajakan udara di Timur Tengah (l1.1 iddle East), negara-negara Eropah Barat mulai menyusun undang-undang anti pembajakan udara, Indonesia, dengan un dang undang nomor 2 tahun 1976 dan undang-undang nomor 4 tahun yang sarna, mengumumkan undang-undang kejahatan penerbangan dengan. mengadakel .;! perobahan-perobahan beberapa pasal K UHF bertalian dengan perluasan bc'\aku nY2. pemndang-undangan piMei 1981
,
I
•
I,,
i I
Ekstradisi Pembajak
dana kejahatan penerbangan dan kejahatan terhadap sarana/prasarana penerbangan. Kurang adanya pengaturan dalam hukum pidana nasional terhadap tindakan kejahatan seperti itu ditiap-tiap negara, tidaklah menjadi penghalang untuk menghukum pembajak udara, sebab berbagai macam ancaman hukuman dapat diterapkan, seperti pemilikan senjata tanpa ijin, perampokan atau mengancam kehidupan orang lain, yang ancaman hukumannya dapat berupa kurungan beberapa bulan sampai hukuman mati. Cuba dim Philipina telah menjatuhkan hukuman mati terhadap pembajak udara. Hukum nasional Canada, Polandia, Mesir, Yunani, Australia, menerapkan ancaman hukuman yang berbeda-beda terhadap pem bajak udara. Pada tahun 1970, Rusia telah menjatuhkan hukuman kurungan IS tahun sampai dengan hukuman mati, Amerika Serikat menerapkan hukuman kurungan dari 20 tahun sampai hukuman mati, sedangkan Indonesia mengancam hukuman kurungan tiga tahun sampai dengan hukuman seumur hidup sesuai dengan undang·undang nomor 4tahun 1976. b. Hukum Internasional Sebagian besar negara, menurut hukum nasional mereka, dapat menjatuhkan ancaman hukuman yang berat terhadap pembajakan udara, sepanjang menyangkut pesawat udara nasional mereka. Tidaklah demikian persoalannya terhadap pesawat udara asing yang dibajak dan mendarat di wilayah mereka. Aturan umum hukum internasional ten tang perlakuan terhadap pembajak udara pesawat asing ditentukan oleh pertirn bangan politik. Pada umumnya, pembajak diberi suaka politik atau dibiarkan saja dapat meneruskan perjalanannya Misalnya, pembajak-pembajak dari Eropa Timur pada tahun 1947 sampai dengan 1951, dari negara-negara komunis ke negaranegara non-komunis di Eropah Barat. Mei1981
255 Pembajak dengan gembira disambut sebagai pahlawan pelarian politik dari negara-negara komunis. Pem bajak Cuba yang lari ke Amerika Serikat selalu diberi suaka politik. Aljazair dan Syria yang sangat bangga dengan pembajak udara Palistina, telah mengcluarkan perangko bcrgam bar dua orang gerilyawan PFLP dengan latar belakang pesawat udara yang sedang dibakar. Sejak tahun 1967, dunia internasional mulai mempertimbangkan bahwa tindakan pembajakan udara tidaklah semata-mata bermotip politik, melainkan juga mcrupakan tindakan kejahatan biasa. N egara-negara Eropah Barat, disamping mempunyai hak untuk memberi suaka politik, mereka juga menghukum pem bajak udara. Ada beberapa kasus. yang mana pengadilan negara-ncgara Eropah Barat telah, disamping menyatakan hak, memberi suaka politik, menghukum kurungan pembajak-pembajak Czechoslovakia dan Polandia selama delapan sampai tiga puluh bulan, karena dituduh membahayakan keselamatan penumpang di dalam pesawat udara. Rafael Minichiello, seorang veteran warga negara Amerika Serikat yang membajak TWA ke Roma, dihukum penjara pemerintah It ali selama 7'12 tahun kurungan, karena dituduh penculikan dan "memiliki scnjata tanpa ijin, tetapi akhirnya dibebaskan setelah dikurung selamanya delapan belas bulan. Konvensi intcrnasional yang pertama kali mengenai kejahatan penerbangan sipil ialah Konvensi Tokyo tahun 1963 mengenai "PelanggaranPelanggaran Dan tindakan-Tindakan Tertentu Lainnya Yang Dilakukan Dalam Pesawat Udara (the Offinces and Certain Other Acts Committed on Board Aircraft)" yang ditanda tangani di Tokyo tahun 1963. Konvensi ini mengatur agar jangan sampai pe1anggaran atau tindakan-tindakan tertentu • yang dilakukan di dalam pesawat udara yang membahayakan pesawat, penumpang dan barang-barangnya, dibiarkan begitu saja tidak ada hukum-
256
an , karena negara tersebut tidak mempunyai jurisdiksi terhadap pelanggar. Negara dimana pesawat udara asing itu mendarat, tidak mempunyai jurisdiksi sebab wewenang jurisdiksi pada negara dimana pesawat udara tersebut didaftar. Konvensi tersebut juga memberi wewenang kepolisian kepada kapten pesawat udara atau awak pesawat udara lainnya. Mereka dapat menahan , menurunkan dan mengamankan penumpang yang dicurigai melakukan tindakan pelanggaran. bilamana polisi negara dimana pesawat udara terbang, tidak dapat melakukan tugas-tugas kepolisian. Tetapi wewenang ini tidak berlaku bilamana pesawat terbang di atas lautan bebas atau daerah tidak bertuan. Disamping itu, konvensi juga mengatur wewenang dan kewajiban negara anggau ta konvensi. Setiap negara anggauta konvensi harus mengizinkan kapten pesa wat udara asing, untuk menurunkan orang yang dicurigai atau melakukan suatu pelanggaran di dalam pesawat udara. Negara dimana orang tersebut ditumnkan , harus mengambil langkah-Iangkah terten·· tu untuk menjaga serta melakukan pc·· meriksaan pendahuluan dan menghubungi negara atau perwakilan negara di mana pembajak mempunyai kewarga negaraan . Sepanjang mengenai extradisi, negara dimana pesawat udara asing tersebut mendarat atau dimana pe langgar itu berada, tidak diwajibkan untuk mengextradisikan pembajak atau pelanggar kepada negara dimana pesawat udara tersebut terdaftar. Hal ini merupakan titik kelemahan konvensi terse·· but, karena negara dimana pesawat tersebut terdaftar tidak dapat rnelaksanakan jurisdiksinya terhadap pembajak sebab ia berada di luar wilayah hukurnnya. Kelemahan-kelemahan tersebut dimanfaatkan oleh pembaj ak untuk meningkatkan pembajakan udara. Pad a tahun 1969 , Kornite Hukum Organisasi Penerbangan Sipil Interna• sional diperintahkan untuk menyiap-
Hukum dan Pembangunan
kan suatu draft konvensi untuk mencegah pem bajakan. Draft konvensi telah disiapkan dan dibahas dalam konperensi Diplomatik rnengenai hukum udara internasional di Den Haag tahun 1970. Yang paling sulit dibahas dalam konperensi tersebut adalah ketentuan rnengenai "Ex tradisi". Amerika Serikat dan Rusia menghendaki agar jangan sampai politik dipakai sebagai alasan untuk tidak rnengextradisikan pembajak. Semua pembajak, apapun alasannya, harus dapat diex tradisikan dengan negara dimana pesawat udara tersebut didaftar. Apakah pelanggaran tersebut bellllotip politik, agama, ras semuanya hams dapat diextradisikan. Begitu pula pembajak, walaupun pesawat melakuk an penerbangan dalam negeri, negara dimana pem bajak kedapatan, hams dapat diextradisikan. Misalnya, pesawat udara registrasi Indonesia, melakukan penerbangan dalam negeri Jakarta - Banjarmasin, dipaksa mendarat ke Balikpapan, kemudian pembajak lari ke Malaysia (dalam hal ini pembajak kedapatan di Malaysia), maka pembajak tersebut dapat diextradisikan ke Indonesia. Usul kedua negara besar ini, Amerika Serikat dan Rusia ditolak oleh negara-negara Eropa Barat dan negaranegara berkem bang lainnya. Mereka menghendaki penj ahat-penjahat bermotip po litik tidak dapat diextradisikan. Pendapat lai.n adalah konvensi, dalam hal t idal<- adanya peIjanjian extradisi timbal b8.lik d ian tara mereka, dipertimb angkan sebagai dasar hukum extradisi. Delegasi Belanda menyatakan, bukan saja dipe rtimbangkan sebagai dasar hukum extradisi, melainkan mewajibkan sebagai dasar hukum extradisi. DeJegasi Belanda menyatakan , melainkan mewajibkan sebagai dasar hukum extradisi. Hal ini 1ebih ditentang oleh negara-negara Afrika dan negara-negara berkembang lainnya. Setelah panjang lebar dibahas akhirnya d apat di se tujui antara lain sebagai berikut •
Mei 1981
j
Ekstradisi Pembajak a. Negara anggau ta bertanggung ja wab untuk memasukkan pelanggaran sebagai kejahatan di dalam perjanjian ex tradisi yang dibuat dian tara mereka ;
I
b. Bilamana negara yang minta extrad isi tidak mempunyai perjanjian extradisi timbal balik dengan negara yang diminta ex tradisi, apabila negara terakhir ini rnensyaratkan adanya perjanjian ex trad is~ maka ia boleh mernpertirnbangkan konvensi sebagai dasar hukurn ex tradisi Extradisi akan tunduk pada hukurn nasional negara yang terakhir ini. Misalnya Indonesia dengan Singapore tidak mempunyai perjanjian ex tradis~ Singapore minta Indonesia untuk rnengextradisikan pernbajak yang Iari ke Indonesia. , Bilamana Indone sia rnen syaratkan adanya perjanjian ex tradisi, maka Indo nesia dapat mempergunakan konvensi sebagai dasar h uk urn ex tradisi
c. Dalam hal su b. b). diatas, bilarnana Indonesia tidak rn ensyaratkan adanya perjanjian ex tradis~ rnaka Indo nesia mengakui bahwa pembajak ter sebut dapat diex tradisikan ke Singapore.
Hukum Extradisl Tidaklah ada artinya suatu ketentuan yang menyatakan bahwa negara dimana pesawat udara didaftar berwenang mengadili dan menghukum pem. bajak udara, bila negara tersebut tidak dapat melaksanakanjurisdiksi tersebut, karen a kenyataannya pembajak secara phisik berada di luar jurisdiksinya. Oleh karena itu , diperlukan suatu upaya agar pembajak udara dikem balikan ke negara dimana pesawat tersebut didaftar, agar ia dapat diadili dan dihukum. Upaya pengembalian pembajak terse but biasanya dilakukan melalui tata cara ex tradisi. Ex tradisi adalah suatu penyerahan oleh suatu negara kenegara lain, seseorang tertuduh atau sese orang yang melakukan suatu kejahatan diluar wilayah hukumnya , dan didalam jurisdiksi teritorial negara lain, dimana negara yang berkompeten untuk mengadili dan menghukum ia, minta penyerahan. Biasanya penyerahan terse but berdasarkan perjanjian extradisi. Perjanjian Mei 1981
257 ex t rad isi ini merupakan dasar ' hukum dan yang akan memuat secara terperinci , kejahatan-kejahatan yang dapat di ex tradisikan. Secara umum , negara-negara mengextradisil;:an tertuduh hanya penjahat-penjahat yang berat (serious) dan kejahatan-kejah atan tersebut harus diancam hukuman oleh hukum nasional negara yang minta dan yang diminta untuk mengextradisikan penjahat. Kejahatan-kejahatan agam a, ras dan politik biasanya tidak diextradisikan. •
Ada suatu prinsip umum bahwa ex tradisi tidak akan dijamin terhadap pelanggaran-pelanggaran politik. Prinsip ini dimaksudkan agar suatu negara dapat dengan bebas melindungi sistim politik mereka, tetapi akhir-akhir ini, dengan banyaknya perjanjian-perjanjian extradisi, banyak negara-negara yang dalam praktek tidak ., berpegang teguh pada prinsip ini. Hal ini disebabkan sering pelanggaran politik dikaitkan dengan pembunuhan , perampokan dan lain-lain yang sebenarnya adalah kejahatan biasa. Walaupun begitu, negara-negara Eropah Barat dan negara-negara berkembang masih bertahan, bahwa kejahatan yang bermotip politik tidak dapat dimasukkan di dalam perjanjian extradisi.
Ex t radisi Pembajak Udara Pembajak udara sering tidak dapat diextradisikan karena tidak adanya perjanjian extradisi timbal balik antara mereka. Walaupun, mungkin, ada perjanjian extradisi timbal balik , pem bajak udara sering tidak dimasukkan ke dalam perjanjian extradisi tersebut. Dalam kasus peristiwa pembajakan pesawat udara tipe Antonov-24, milik perusahaan penerbangan "LOT" Polandia, pemerintah Polandia menuntut agar pem bajak diextradisikan ke Polandia. Pemerintah Jerman Barat . ' sebagai negara berdaulat, berhak melindungi siapa saja yang berada diwilayahnya. Walaupun pemerintah
258
Polandia mempunyai jurisdiksi terhadap pembajak, Polandia tidak darat berbuat apa-apa karena pem bajak berada di luar wilayah hukumnya. Satu-satunya upaya adalah agar pembajak dikirim kern bali ke Polandia untuk diadili. Pengembaliart• pembajak ke Polandia baru mungkin apabila ada perjanjian extradisi timbal balik antara Polandia dengan Jerman Barat. Bilamana kedua negara tersebut tidak mempunyai perjanjian extradisi, mereka dapat mempcrgunakan konvensi Den Haag sebagai dasar hukum extradisi. Didalam konvensi tersebut dinyatakan bahwa dalam hal tidak adanya perjanjian extradisi tim bal balik diantara negara anggauta , oonvensi dapat dipergunakansebagai dasar hukum extradisi . Persoalannya, apakah pemerintah Jerman Barat mau melaksanakan extradisi terse but atau tidak ? J awaban pertanyaan ini tergantung beberapa pertimbangan oleh Jerman Barat. Pertim bangan-pertim bangan itu antara lain apakah motip pem bajakan tersebut? Berdasarkan posisi Jellnan Barat pada waktu sidang diplomatik mengenai hukum udani internasional di Den Haag, Jerman Barat berpendirian tidak akan mcngextradisikan pembajak yang bermotip politik . Kemungkinan, dalam hu bungannya dengan pem bajakan tersebut , J eIlllan Barat tidak akan mengex tradisikan ke Polandia . Tetapi, kemungkinan, sikap Jerman Barat tersebut berobah, karena kenyataannYJi kejahatan politik sclalu dibarengi tindakan pidana kejahatan biasa, seperti perampokan, pembunuhan dan lain-lain. Pembajak yang berkebangsaan Polandia terse but ternyata hanya menuntut suaka politik tanpa dibarengi dengan tindakan pidana kejahatan. Menyimpulkan dari anggapan ini, maka J erman Barat tidak akan mengextradisikan pembajakan ke Polandia. Bilamana kesimpulan terse but benar, maka, berdasarkan pasal 7 konvensi terse but menentukan antara lain bilamana negara dim ana kedapat-
Hukum dan PembangunQn
an pembajak , tidak mengextradisikan pembajak kenegara dimana pesawat udara didaftar, maka ncgara tersebut wajib mengadili dan menuntut pembajak terse but menurut hukum nasionalnya. Sudah barang tentu , Jerman Barat akan menuntut dan mengadili pembajak bilamana ia punya hukum nasional mengenai pembajakan udara atau hukum-hukum lain yang dapat ditrapkan terhadap kejahatan udara. Disamping pertimbangan tersebut diatas, factor-factor lain seperti hakhak azasi manusia harus diperhatikan pula. Hal ini diakui pula dalam pasal 14 deklarasi hak-hak azasi manusia. Pasal terscbut antara lain mengatakan bahwa setiap individu berhak mencari dan menikmati perJindungan politik dari negara lain. Walaupun pasal tersebu t tidak mewajibkan suatu negara untuk mem beri perlindungan setiap individu yang meminta perlindungan kepadanya. Faktor ini juga akan mempengaruhi apakah Jerman Barat akan mengextradisikan ataukah tidak. Hal ini memang dimungkinkan karena konvensi Den Haag tidak mewajibkan negara anggauta untuk mengextradisikan pembajak yang kedapatan di dalam jurisdiksinya, terscrah kepada kebijaksanaan negara anggauta. Permintaan ex tradisi pem bajak udara juga tcrjadi pada peristiwa pembajakan pesawat udara tipe Ll 0 II, milik perusahaan penerbangan Delta Airlines di Amerika Serikat. Seorang berkebangsaan Spanyol yang tinggal di Kuba, membajak se buah pesawat udara yang sedang mclakukan penerbangan dalam negcri, kc K uba. Setelah mendarat di Kuba , pesawat udara kembali ke Amerika Serikat ,. Pemcrintah Amerika Serikat minta agar pembajak diextradisikan ke Amerika Serikat. Sebenarnya, menurut konvensi Den Haag, walaupun pesawat tersebut melakukan penerbangan dalam ncgeri, negara anggauta konvensi dimana kedapatan pembajak, dapat mengextradisikan pembajak kencgara dim ana pe£awat didaftar. Tetapi, dalam hubunganM ei 1981
Ekstradisi Pembajak
259
nya dengan pembajakan tersebut di atas, Kuba tidak menjadi peserta konvensi Den Haag, walaupun Amerika Serikat peserta konvensi Den Haag tidak dapat diterapkan. J alan lain yang dapat ditempuh adalah melalui perjanjian extradisi timbal balik antara kedua negara tersebut, bilamana ada. Pengalaman telah membuktikan bahwa Kuba mengadili pembajak orang-orang Kuba di Amerika Serikat yang ingin kembali ke Kuba. 7. Kesimpulan Enam bulan terakhir ini dunia penerbangan sipil internasional, kem bali terasa dicemaskan peristiwa-peristiwa pembajakan udara baik pem bajakan itu bermotip politik maupun kejahatan biasa.Sebenarnya, masalah pem bajakan telah berlangsung sejak awal tahun Masehi, hanya pem baj akan udara dimulai sejak tahun 1930. Kemudian secar a bergelombang terjadi peristiwa pembajakan an tara tahun 1947 sampai dengan 1951, tahun 1958 sampai dengan 1961 dan tahun 1967 sampai dengan 1971. Selain gelombang-gelombang pembajakan tersebut, sesungguhnya pembajakan berlangsung terus menerus, walaupl'.n berbagai usaha baik secara nasional maupun internasiona1, Usaha secara nasional tidak ada halangan apapun juga karena mereka dapat menerapkan hukum nasional mereka dengan berbagai macam ancaman hukuman baik hukuman kurungan yang ringan maupun berat, bahkan sampai hukuman mati. Usaha secara internasional mengalami berbagai macam halangan dengan berbagai macam alasan politik maupun kepentingan lainnya. Walaupun akhirnya dunia internasional menyadari bahwa disamping kepentingan politik sebagai pertimbangan, juga ke•
.
Mei 1981
,
jahatan yang mengancam keselamatan penerbangan sipil harus dipertimbangkan pula. Dalam hubungan ini, Organisasi Penerbangan Sipil Internasional telah mengesahkan tiga konvensi internasional mengenai kejahatan penerbangan sipil yaitu konvensi Tokyo 1963 tentang "Pelanggaran-Pelanggaran dan Tindakan-Tindakan Tertentu Lainnya Yang Dilakukan Dalam Pesawat Udara (the Offences and Certain Other Acts Committed on Board Aircraft), konvensi The Hague mengenai .. pemberantasan Penguasaan Pesawat Udara Secara Melawan Hukum (Convention for the Suppression of Unlawful Seizure of Aircraft)", dan konvensi Montreal 1971 mengenai "Pemberantasan Tindakan-Tindakan Melawan Hukum Yang Mengancam Keamanan Penerbangan Sipil (Convention for the Suppression of Unlaw,ful Acts Againt the Safety of Civil Aviation"). Untuk mencegah pembajakan udara, setidak-tidaknya mengurangi prekwensi pembajakan, telah diusahakan agar para pem bajak udara dapat dihukum oleh negara yang mempunyai wewenang untuk mengadili. Wewenang mengadili tersebut biasanya tidak dapat dilaksanakan dengan baik karena setelah pembajak melakukan pembajakan, mereka melarikan diri ke wilayah hukum negara lain untuk menghindari tuntutan hukum. Oleh· karena itu hukum internasional dalam hal ini konvensi Den Haag, mengatur masalahmasalah extradisi, walaupun pelaksanaan extradisi terse but banyak tergantung kebijaksanaan negara angguta. Kebijaksanaan-kebijaksanaan negara anggauta untuk mengextradisikan atau tidak, didasarkan atas pertimbanganpertim bangan politik, agama serta hakhak asasi manusia yang diakui secara universial .
260
Hukum dan Pembangunan
BAHAN BACAAN LOW EN FEL , A.F., Aviation Law : Cases and Materials New York: Matthew, Bender 1972
L
2. CASTEL,
J .(~ . ,
International Law, 3rd Edition Toronto: Buttherworths - 1976
3. The Canadian Yearbook of International Law, Volume 7 pp. 269-295 (1969) 4. International Conciliation Volum e 585, pp. 7-27 {1971} 5. Harvard International Law Journal, Volume 12 pp. 33 -- 70 (I971) 6. lCAO Document 8966 Conve ntion for the Suppression of Unlawful Acts Against the Safety of Civil Aviation 7. leAO Document 8364 Conven tion on Offences and Certain Other Acts Committed on Board Aircraft 8.
lCAO Document 9285 Annual Re port of the Coullcil - 1979 Montreal, 1980
9. Kumpulan I'eraturan Dibidang Perhubungan Udara Vol. I, II Edisi 1979 .
*) Disampaikall pada lokakarya Permasalahan Hukum dan Pengaturan Perhubungan di Ja-
karta tanggal 31 Maret··· 2 April 1 98 1.
Tetap unggul rasanya ,khas
,
, .
•
1'.1'. l'I'ruSIIhftlln Ilokok TJllp (in.\\"(i G:\ll-\M K4'dlrl-lndorw!ila
Mei 1981