PEMBAGIAN HART A PUSAKA MENURUT HUKUM KEW ARISAN ISLAM DAN HUKUM KEW .ARISAN ADA T PERPATIH DI DAERAH REMBAU PROPINSI NEGERI SEMBILAN MALAYSIA Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk memenuhi salah satu syarat mempcroleh Gelar Sarjana Hukum Islam (SH!)
Oleh:
FATEHAH BINTI ZULKAFLI 106044103562
KONSENTRASI PERADILAN A GAMA PROGRAM STUDI AHWAL AL- SYAKHSHIYAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUI\1 UIN SY ARIF HIDA YATULLAH JAKARTA L110 U / 1fillQ M
PEMBAGIAN HART A PUSAKA MENURUT HUKUM KEWARISAN ISLAM DAN HUKUM KEWARISAN ADAT PERPATIH DI DAERAH REMBAU PROPINSI NEGERI SEMBILAN MALAYSIA SKRIP SI Diajukan Kepada Fakultas Syariah Dan Hukum Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)
Olch:
FATEHAH BINTI ZULKAFLI NIM: 106044103562
Di Bawah Bimbingan :
DR. H .
fifi Fauzi Abbas. M.A NIP: 150 210 421
KOSENTRASI PERADILAN A GAMA PROGRAM STUDI AHWAL SYAKHSHIYAH FAKULT AS SYARIAH DAN HUKUM VIN SYARIF HIDA YA TULLAII JAKARTA 1429 HI 2008 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
Skripsi yang be1judul "PEMBAGIAN HARTA PUSAKA MENURUT HUKUM KEWARISAN ISLAM DAN HUKUM KEWARISAN ADAT PERPATIH DI DAERAH REMBAU PROPINSI NEGERI SEMBILAN MALAYSIA" telah diajukan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pada tanggal
15 September 2008 Skripsi ini telal1 diterima
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sai:jana Hukum !slain pada Program Studi Ahwal Syahkshiyah.
PROF. DR. H.
AMIN SUMA Slfl, MA, MM. NIP : 150 210 422
(. . p. .:. :. . . . . . . . . . . )
PANITIA UJIAN SIDANG MUNAQASAH Ketua
: Drs. H. A. Basiq Djalil, SH, MA Nip: 150 169 422
Sakertaris
: Kamarusdiana, S.Ag, MH Nip: 150 285 972
~
(.......................................... )
Pembimbing : Dr. H. Afifi Fauzi Abbas. MA Nip: 150 210 421 '\)
Penguji I
: Prof. Dr.H. A. Sutarmadi Nip: 150 031 177
(..........................................)
Peng1tji II
: Kamarusdiana, S.Ag, MH Nip: 150 285 972
(............................................ )
~
KATA PENGANTAR
~ )1 i:r-)' .Ji1 r Segala puji bagi Allah SWT, Pencipta dan Penguasa alam semesta yang telah melimpahkan taufiq dan hidayah-Nya kepada penulis terutarnanya dalam rangka penyelesaian skripsi ini. Selanjutnya shalawat dan salam untuk junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah menyelamatkan umat dari alarn kegelapan lee alam terang benderang. Skripsi ini ditulis dalam rangka melengkapi syarat-syarat guna memperoleh gelar strata satu (S. l), pada Program Studi Ahwal Syakhsiyah, Fakultas Syariah dan Hukum UlN Syarif Hidayatullah Jakarta yang berjudul: "PE:MBAGIAN HARTA PUSAKA MENURUT HUKUM KEWARISAN ISLAIVI DAN HUKUM KEWARISAN ADAT PERPATIH DI IDAERAH RENCBAU PROPINSI NEGERI SEMBILAN MALAYSIA". Untuk menyelesaikan skripsi ini penulis banyak mendapat petunjuk dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam ha! ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:
1.
Bapak Prof. DR. Muhannnad Amin Suma MA, SH, MM. selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UlN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Dengan kewenangan yang dimiliki telah memberikan kepercayaan kepada penulis untuk menyusun skripsi ini.
2.
Bapak Drs. H.A Basiq Djalil, SH, MA dan Bapak Kamarusdiana S.Ag. MI-I, masing-masing selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan Ahwal Syakhshiyah yang telah banyak memberi motivasi dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
3.
Bapak Dr. I-I. Afifi Fauzi Abbas, M.A, selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan sabar memberi tunjuk ajar, arahan, dan masukan kepada penulis hingga selesainya skripsi ini. I-lanya Allah saja yang memba!as jasa baiknya kepada penulis.
4.
Seluruh Staff Pengajar (dosen) Program Studi Ahwal Syakhshiyah Fakultas Syariah dan Hukum, serta kepada karyawan dan staff perpustakaan yang telah memfasilitasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
5.
Teristimewa buat tatapan ayahanda tercinta Zulkafli Bin Taha dan lbunda tercinta Che Num Binti Bakar, kakanda tersayang Kaklong, Angal1, Alang, Kakteh, Banchek dan Kakcik serta selmuh ahli keluarga yang amat dicintai dan disayangi, terima kasih banyak atas bantuan kalian terutama dari segi keuangan, doa serta dukungan kalian tidak dilupakan. Terima kasih juga atas pengorbanan serta kesabaran yang tidak terhingga serta sentiasa memberi semangat tanpa jemu hingga penulis dapat menyelesaikan pengajian di sini dengan selamat, dan sempurna. Tidak ada yang dapat dipersembahkan sebagai balasan, melainkan sebuah keberhasilan.
6.
Teman-teman sahabat perjuangan, terutama K.wi, K.wani, K.siti, K.leli, K.ti, Cikdah, jutaan terima kasih penulis ucapkan karena. turut mendoakan
keberhasilan, memberi partisipasi, dan semangat kepada penulis demi keberhasilan penulisan karya ilmiah ini. 7.
Teman-teman Malaysia yang berada di Indonesia maupun di Malaysia, dan teman-teman seangkatan 2006/2007 Jurusan Ahwal Syakhsiyyah. Terima kasih atas kebersarnaan kalian dalarn menemani penulis selama kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Akhirnya, semoga slaipsi ini dapat memberikan masukar1 yang positif kepada
pembaca sekalian, semoga bantuan yang telah diberikan kepada penulis mendapat imbalan dari yang Maha Kuasa. Penulis menyadari bahwa dalarn penulisan skripsi ini tidak luput dari kekhilafan dan kesalahan, maka kritikan dart saran yang bersifat konstruktif sangat diharapkan dalan1 rangka perbaikan dan kesempurnaan penulisan m1.
Kepada Allah SWT jualah penulis memohon, semoga jasa baik yang telah kalian sumbangkan menjadi amal soleh dan mendapat balasan yang lebih baik dari Allah SWT. -Amin Ya Rabbal A 'lamin-
Jakarta:
4 Juli 2008 M l Rajab 1429 H
Penulis
v
DAFTARISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii DAFTAR ISi .................................................................................................... vi DAFT ART ABEL .......................................................................................... viii BABI
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1 B. Pembatasan dan Perwnusan Masai ah ........................................... 8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................... 9 D. Objek Penelitian ......................................................................... 10 E. Metode Penelitian ....................................................................... 11 F. Sistematika Penulisan ................................................................. 14
BAB II PEMBAGIAN W ARIS DALAM ISLAM A. Pengertian dan Dasar Hukum ..................................................... 16 B. Rukun-rukun dan Syarat-syarat Kewarisan Dalam Islam .......... 23 C. Sebab-sebab dan Halangan Untuk Menerima Warisan .............. 24 D. Ahli Waris dan Bagian-bagiannya ............................................. 26 E. Wasiat Wajibah ........................................................................... 39
BAB III KEDUDUKAN HART A DALAM SISTIM KEWARISAN ADAT PERPATIH DI REMBAU A. Sekilas Tentang Adat Tanah Melayu (Malaysia) ....................... 42
B. Adat Perpatih Dalam Hukum Adat Negeri Sembilan ................ 49 C. Macam-macam Harta Dalam Sistim Adat Perpatih ................... 57 D. Demografi Daerah Rembau Negeri Sembilan ............................ 65
BAB IV PEMBAGIAN HARTA PUSAKA DALAM ADAT PERPATIH A. Sistem Perwarisan Harta Dalam Adat Perpatih .......................... 75 B. Cara Membagi Harta Pada Masyarakat Rembau ..................... 77 C. Aspek yang Berbeda Dalam Pembagian Harta Pusaka Hukum Islam dan Adat Perpatih ................................................ 85 D. Analisa Penulis ........................................................................... 93
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ............................................................................... 102 B. Saran-saran ............................................................................... l 04
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 107 LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 : Jumlah Penduduk Daerah Rembau Mengikut Jantina dan Mukim ..... 69 Tabel 3.2 : Profil Daerah Rembau ........................................................................ 70 Tabel 3.3 : Sarana Keagamaan .............................................................................. 70 Tabel 3.4 : Jumlah Persentase Penganut Daerah Rembau .................................... 72 Tabel 3.5 : Jumlah Penduduk Mengikut Bangsa Daerah Rembau ........................ 72 Tabel 3.6 : Jumlah Sarana Pendidikan Daerah Rembau ....................................... 73 Tabel 3.7 : Jumlah Penduduk Mengikut Mata Pencariim ..................................... 74
Vlll
BABI
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Hukum Islam melengkapi selurnh segi kehidupan manusia, baik untuk mendapatkan kebahagiaan di dunia maupun di akhirat kelak. Dengan demikian terdapat lima ha! yang dibutuhkan dalam kehidupan manusia yaitu agama, aka!. j iwa, harta dan keturunan. Di antara aturan yang mengatur hubungan manusia
yang ditetapkan oleh Allah adalah aturan tentang harta pusaka yaitu semua harta yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal selepas kematiannya semua harta bergerak seperti emas, perak, mata wang dan perabot, ataupun harta tidak bergerak seperti tanah, rumah dan sebagainya.' Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tent1mg pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa saja yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiarmya masing-masing. 2 Adapun hukum kewarisan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan kehidupan manusia. Setiap menusia di dunia ini akan mengalami satu peristiwa yang disebut dengan kematian. Sebagaimana foman Allah dalam surah Al-Ankabut, ayat 57:
1
Mustofa Al-Khin, Kitab Fikah Mazhab Syajie, (Kuala Lumpur : Pustaka Salam Sdn Bhd, 2003) Jilid 5, h. 845. 2
355
Ahmad Rofiq, Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2003) h.
2
Artinya: 'Tiap-tiap yang be1jiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan ". (Al-Ankabut/ 29 : 57) Sistem kewarisan merupakan suatu sistem yang lahir dari fitrah awal manusia dan ia menjadikan orang yang kemudian mewarisi warisan dari orang yang terdahulu. Setiap bangsa juga mempunyai sistem kewarisan tertentu yang berbeda dari sistem warisan yang lain. Hukum kewarisan Islam atau dikenali dengan istilah faraidh atau mirats adalah didasarkan kepada Al-Quran dan Sunnah. Ia merupakan suatu istilah Arab yang juga bermaksud undang-undang pusaka Islam a.tau
'mirats ', yang
berasaskan Al-Quran dan As-Sunnah. Ia adalah satu cabang ilmu yang berkaitan dengan pewarisan, pengetahuan tentang cara pengiraan yang membolehkan pembagian harta pusaka dibuat dan pengetahuan tentang baha.gian yang wajib dari harta pusaka untuk setiap mereka yang berhak.' Dari definisi di atas, dapatlah disimpulkan bahwa, ilmu faraidh atau mirats adalah satu ilmu yang membincangkan tentang cara pembagian pusaka menurut hukum Islam, dan siapa yang berhak untuk mendapat harta tersebut. 4 Di antara yang diatur dalam hukum kewarisan ini adalah mengenai ketentuan-ketentuan tentang siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris, berapa bagian masing-masing, dan cara membagi clan syarat-syarat penerima harta. 3
Zaleha Kamaruddin, Kam us !stilah Undang-Undang Ke/uarga Islam, (Kuala Lumpur: Zebra Editions Sdn Bhd, 2002), h. 26 4
Mimi Kamariah Majid, Undang-Undang Keluarga Di Malaysia, (Butterworths: The Butterworth Group Of Companies, 1992), h. 197
3
Pemilikan harta pusaka tidak akan menimbulkan tanggungjawab terhadap harta si penerima waris, karena hutang-hutang yang ditinggalkan si mati tidak akan berpindah kepada si penerima tetapi terbebankan pada harta peninggalan si mati. Tegasnya sistem kewarisan Islam mengakui hak setiap ahli waris dalam harta peninggalan dengan cara seluas-luasnya membuka kemungkinan untuk diwariskan kepada semua waris yang ada di antaranya laki-la.ki, perempuan, anakanak atau orang tua. Secara umum, Islam telah menetapkan secara terperinci tentang pembagian harta pusaka melalui surah an-Nisaa' ayat 11, 12, dan 176. Dari ketiga ayat ini dapat disimpulkan seperti berikut : 1. Bagian pusaka anak laki-laki adalah dua kali bagian pusaka anak perempuan. 2. Anak perempuan, jika si mati tidak bersama anak laki-laki mendapat Y, sekiranya seorang dan 2/3 sekiranya ramai atau berbilang. 3. !bu mendapat 1/3 jika si mati tidak mempunyai anak keturunan atau mempunyai beberapa saudara dan ibu mendapat 1/6 jika si mati mempunyai anak keturunan atau beberapa saudara. 4. Bapak menerima 1/6 dan 'asabah' (bagi) jika simati mempunyai anak keturunan perempuan, 1/6 saja jika si mati mempunyai :mak keturunan lakilaki, dan 'asabah' jika si mati tidak mempunyai anak keturunan apakah lakilaki atau perempuan. 5. Istri atau istri-istri mendapat Y. jika si mati tidak mempunyai anak ketunman dan 1/8 jika si mati mempunyai anak keturunan.
4
6. Suami mendapat Y,jika si mati tidak mempunyai anak keturunan dan Y. jika si mati mempunyai anak keturunan. 7. Saudara-saudara seibu sama ada laki-laki atau perempuan mendapat 1/6 jika seorang dan 1/3 jika berbilang ketika si mati tidak mempunyai anak keturunan dan bapak ke atas. 8. Bagian pusaka saudara-saudara laki-laki seibu sebapa atau sebapa dua kali bagian pusaka 5 Di propinsi Negeri Sembilan Malaysia, sebagian masyarakat di propinsi itu menyelesaikan pembagian kewarisan mengikut hukum adat. Hukum adat yang digunakan atau dipakai di Negeri Sembilan adalah hukum Adat Perpatih. Hukum Adat Perpatih ini mempunyai pengaruh yang besar dalam pemerintahan kerajaan Negeri Sembilan. Adapun pelaksanaan pembagian kewarisan dalam hukum Adat Perpatih ini selalu menjadi topik perdebatan hangat di kalangan masyarakat Melayu karena pemberian hmia pusaka yang memberikan kelebihan kepada kaum perempuan. Sebagian masyarakat di Malaysia juga seringkali dihadapkan dengan persoalan bahwa sistem pembagian hmia yang dilaksanakan oleh masyarakat Adat Perpatih adalah be1ientm1ga'1 denga11 ketetapan hukum syara'. Ada beberapa daerah di Negeri Sembilan yang menggunakan Adat Perpatih ini sampai ketahap mengesampingkan undang·-undang Islam.
5
Zaini Nasohah et.al. Syariah Dan Undang-Undang Suatu Perbandingan, (Kuala Lumpur: Utusan Publications & Distributors Sdn Bhd, 2004), h. 247-248.
5
Menurut pandangan Islam, harta pusaka ialah harta. peninggalan si mati setelah diselesaikan segala keperluan seperti keperluan penyelenggaraan pengebumian mayat, membayar hutang-hutang si mati dan menunaikan wasiat. Peninggalan-peninggalan dari keperluan-keperluan di atas tadi, merupakan harta pusaka yang akan dibagi-bagikan kepad.a waris si mati. Harta pusaka itu adalah harta yang menjadi milik si mati dari yang sekecil-kecilnya sampai kepada yang sebesar-besarnya. Harta pusaka itu pula boleh berupa sawah ladang, kedai, pakaian, perhiasan-perhiasan, barang-barang perniagaan, hutang piutang dan sebagainya. Sebelum pembagian haita dijalankan penting dilakukan penilaian terhadap harta pusaka tersebut. 6 Membuat penilaian pada harta pusaka itu ada kepentingannya. Hal ini akan menentukan dan memudahkai1 pembagian harta pusaka dijalankan. Setiap waris yang tinggal, tidak mendapat jumlah bagian harta mengikut kehendak sendiri. Malah mereka akan mendapat bagian-bagian yang telah ditentukan oleh Al-Qman seperti setengah, sepertiga, dua pertiga, seperempat, seperenam dan seperdelapan dari kesemua jumlah hai·ta pusaka yang telah dinilaikan. Bagian-bagian yang telah ditentukan di dalan1 Al-Quran itu diberikan kepada orang-orang yang tertentu mengikut darjatnya berdasarkan kepada waris yang paling dekat, diikuti pula oleh waris-waris yang lain. Waris-waris
6
Faraded Bt. Mohd. Dom, Persoa/an Pembagian Harta Dalam Adat Peipatih, (Latihan llmiah Tahun Kepujian, Universiti Kebangsaan Malaysia, 1978-1979), h. 73.
6
yang dekat dengan si mati itu misalnya di antara suami dan isteri, andainya si suami meninggal dunia, warisnya yang dekat ialah isterinya dan sekiranya si mati meninggalkan anak, ia merupakan waris yang kedua dekat dengan si mati. Setelah itu barulah dimasukkan ibubapa dan saudara-saudara yang lain. Untuk menentukan bahwa seseorang itu menjadi waris kepada si mati adalah berdasarkan kepada dua cara. Cara pertama adalah melalui jalan perkawinan khususnya di antara suami dan isteri. Cara kedua ialah dengan jalan kekerabatan atau hubungan darah misalnya di antara ibubapa dan anak juga dengan saudara-saudara yang lain. Setelah memahami konsep harta pusaka yang serba ringkas menurut pandangan Islan1 yang menyeluruh dan merangkum semua benda dari yang sekecil-kecilnya hingga kepada sebesar-besarnya, timbul pula persoalan tentang konsep harta pusaka menurnt Adat Perpatih. Konsep harta pusaka dalam masyarakat Adat Perpatih berbeda dengan konsep harta pusaka mengikut pandangan Islam. 7 Ini karena, Adat Perpatih memberikan kelebihan kepada kaum wanita. Harta pusaka diberikan kepada perempuan dan waris laki-laki hanya mendapatkan harta soko 8 saja. Di samping harta pusaka, terdapat beberapa Jems harta yang pada pengertiannya adalah sama. Ini dapat dibuktikan dengan membandingkan
7
8
Ibid, h. 74
Harta soko misalnya keris, songkok, baju dan alat-alat perhiasan si mati
7
deretan jenis barang atau benda yang dinamakan harta pusaka itu seperti tanah, rumah, sawah dan ladang terdapat dalan1 penge1iian harta pencaharian, harta bawaan dan harta dapatan 9. Cuma yang membedakan harta-harta tersebut adalah dari segi sumber mandapatkannya, cam pemilikan dan cara pembagiannya. Kalau menurut pandangan Islam, semua itu diistilahkan sebagai harta pusaka asal saja ia berupa hak milik simati tanpa mernbedakan di antara harta pencaharian bujang, pencaharian suarni isteri atau pencaharian janda. Oleh karena konsep harta di antara kedua-dua sistem itu berbeda, rnaka tidak heranlah jika cara pembagian harta terse but juga menimbulkan beberapa kekeliruan dan kesamaran dengan sistem pembagian haiia mengikut Adat Perpatih ini sehingga menyebabkan terjadinya perselisihan dalam suatu keluarga. Dari uraian di atas penulis merasa perlu untuk membahas tentang pembagian harta pusaka menurut hukum Adat Perpatih ini. Maka penulis memilih judul "PEMBAGIAN HARTA PUSAKA MJENURUT HUKUM KEWARISAN ISLAM DAN HUKUM KEWARISAN ADAT PERPATIH DI
DAERAH
REMBAU,
PROPINSI
NEGERI
SEMBILAN,
MALAYSIA".
9
Harta dapatan adalah harta yang dimiliki oleh seorang perempuan sebelum ia berkawin.
8
B. Pcmbatasan Dan Pcrumusan Masalah Untuk mempemmdahkan penulis dalam pembahasan, penulis perlu kiranya mengidentifikasi masalah sehingga jelas masalah yang perlu dibahas. Masalah yang timbul adalah masalah masyarakat di Daerah Rembau, propinsi Negeri Sembilan Malaysia menggunakan sistem pembagian harta pusaka menurut Adat Perpatih. Ini karena masyarakat di propinsi lainnya seringkali dihadapkan dengan persoalan bahwa sistem pembagian harta pusaka yang di laksanakan di kalangan masyarakat Adat Perpatih ini berbeda dengan hukum Islam. Dalam skripsi ini penulis membatasi pada pembagian harta pusaka menurut hukum Adat Perpatih yang berlaku dalan1 masyarakat desa Rembau, di mana ia merupakan adat yang diamalkan oleh masyarakat di desa itu kemudian dibedakan dengan pembagian harta menurut hukum Islam. Masalah Skripsi ini dapat dirumuskan sebagai berikut yaitu pembagian hm1a menurut Adat Perpatih ini berbeda dengm1 hukum Islam karena ia memberikan kelebihan kepada kaum perempuan berbanding kaum lelaki. Oleh karena itu, seringkali terjadi perselisihan dalam sebuah keluarga disebabkan sistem pembagian harta ini. Perselisihan dalam sebuah keluarga itu juga terjadi karena adanya kesamaran dan kekeliruan yang sering timbul dalam pembagian harta Adat Perpatih ini. Ini karena dalam pembagian hm1a Adat Perpatih tidak dijelaskan atau tidak disebutkan dengan jelas berapakah jumlah pembagian terhadap ahli-ahli
waris mereka. Karena ini
maka timbulnya masala11
bagaimanakah sebenamya cara pembagian harta Adat Perpatih ini diberlakukan.
9
Agar penelitian dan pembahasan ini lebih terarah dan jelas pokok permasalahannya, maka penulis merumuskan permasalahannya sebagai berikut : I. Bagaimana kedudukan harta dalam sistem kewarisan Adat Perpatih di Rembau? 2. Bagaimana aturan pembagian harta pusaka menurut Adat Perpatih'! 3. Bagaimanakah pelaksanaan pembagian harta pusaka menurut hukum Adat Perpatih? 4. Adakah perbedaan antara sistem pembagian harta pusaka menurut Islam dengan sistem pembagian harta pusaka menurut hukum Adat perpatih?
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian 1.
Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui bagaimana keduclukan harta clalam sistem kewarisan Aclat Perpatih di Rembau. b. Untuk mengetahui bagaimana aturan pembagian harta pusaka menurut Aclat Perpatih. c. Untuk mengetahui cara perlaksanaan pembagian harta pusaka menurut hukum Adat Perpatih. d. Untuk mengetahui aclakah perbedaan antara sistem pembagian harta pusaka menurut hukum Islam dengan sistem pembagian harta pusaka menurut hukum Adat Perpatih.
- 10
2.
Manfaat Penelitian
Melalui penulisan skripsi ini, setidaknya ada beberapa manfaat yang dapat di ambil yaitu supaya dapat menambahkan pengetahuan dan wawasan dalam wilayah kajian yang erat kaitannya dengan program studi yang digeluti penulis yaitu Peradilan Agama, khususnya menyangkut tentang pembagian kewarisan di daerah penulis melakukan penelitian secara langsung. D. Objek Penelitian
Dengan membawakan judul Pembagian Hai1a Menurut Hukum Kewarisan Islam dan Hukum Kewarisan Adat Perpatih di Daerah Rembau, Negeri Sembilan ini, penulis akan coba mengkaji bagaimana cara perwarisan dan pembagian harta dalam masyarakat tersebut dan masalah yang timbul dai·i sio.tem pembagian harta itu. Berdasai·kan kajian perbandingan di antara cara pembagian harta dalam Adat Perpatih dan cara pembagian harta menurut hukum syara', akan timbul beberapa persoalan seperti kesamaran yang timbul diantara kedua-dua sistem tersebut,
aspek-aspek
yang
menimbulkan
kekeliruan
dan perkara yang
bertentangan di antai·a kedua sistem pembagian harta itu. Oleh karena timbulnya beberapa persoalai1 seperti kesamaran dan kekeliruan dalam pembagian harta dalam Adat Perpatih ini, maka ia menyebabkan pemicu terjadinya perselisihan dalam sebuah institusi kekeluargaan dalam masyarakat Rembau, Negeri Sembilan.
11
Oleh karena itu, dalam penulisan ini, penulis coba mencari apakah perkara yang menimbulkan kesamaran, kekeliruan dan perkara yang bertentangan di antara kedua sistem pembagian harta tersebut. E. Metode Penelitian
Untuk menyelesaikan penelitian ini, maka penulis menggunakan metodemetode berikut : l.
Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Pertama, primer. Yakni data yang paling akurat dan yang paling penting dalam penelitian ini. Yaitu penjelasan dari tokoh-tokoh adat di Rembau, praktek pembagian waris di Rembau serta implikasi-implikasi disebabkan pembagian hmia menurut Adat Perpatih ini dan perbedaanperbedaan yang terdapat antara pembagian hmia menurut hukum Islam dan Adat Perpatih di daerah Rembau, Propinsi Negeri Sembilan, Malaysia. Kedua, sekunder. Merupakan sumber pendukung dari sumber primer yang bersumberkan dari bahan kepustakaan yang terdiri dari buku-buku, literatur-literatur, dokumen dan artikel yang berkaitan dengan masalah kewarisan Adat Perpatih di Rembau dan Hukum Islmn. Diantaranya ialah maklumat-maklumat yang berhubungan dengan pembagian harta menurut Adat Perpatih. Dengan menganalisis sumber atau data tersebut, penulis menggunakan pendekatan-pendekatan masalah yang dibahas.
keilmuan
yang
sesuai
dengan
12
2.
Sumber Data
Untuk memperoleh data dalam penulisan ini, penulis mendapatkan sumber dengan menggunakan studi lapangan dan studi kepustakaan (field
reseach and library reseach). Studi ini untuk mempelajari pembagian harta pusaka menurut hukum Islam dan Adat Perpatih. Pendekatan analisis kualitatif dilakukan melalui wawancara clan studi kepustakaan. Wawancara dilakukan dengan melakukan tanya jawab terhadap Kepala Adat Perpatih, diantaranya adalah Dato' Perba dari Lembaga Suku Biduanda Waris Dua Carak yaitu Hj. Yahaya b. Abel Ghani PPJ.JP, Dato' Putih clari Lembaga Suku Batu Hampar Petani yaitu Haji Mohd Zain b. Nawi, serta Dato' Gempa Maharaja dari Lembaga Suku Batu Hampar yaitu Ismail b. Jassin. Adapun sumber data dari studi kepustakaan di ambil dari buku-buku yang menjadi kutipan penulis seperti Kitab Fikah Mazhab Syafie karangan Mustafa Al-Khin, Adat Perpatih Perbezaan clan Persamaannya Dengan Adat Temenggung karangan Norhalim Hj. Ibrahim clan sumber-smnber data dari buku-buku lain. Bagi mendapatkan data, penulis mengunjungi beberapa perpustakaan tennasuk perpustakaan daerah Rembau, Negeri Sembilan, perpustakaan utama UIN Syarif Hidayatullah, Jakaita clan lain-Jain perpustakan.
13
3.
Metode Pengnmpulan Data
Penelitian ini, sebagaimana yang telah dijelaskan mernpakan .field
reseach dan librwy reseach. Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk
penelitian field
reseach
dengan
menggunakan
wawancara.
Wawancara dilakukan secara berstruktur dengan menggunakan instrument pedoman wawancara. Wawancara dalam ha! ini adalah percakapan yang diarahkan kepada masalah tertentu atau pusat perhatian untuk mendapatkan informasi. Manakala pengumpulan data library reseach dilakukan dengan cara mengumpulkan kitab-kitab ataupun buku-buku dan berbagai literatur yang ada di perpustakaan yang kemudian penulis melakukan studi dokumen atau penelahan teks-teks dari referensi primer dan sekunder dari berbagai literatur. 4.
Metode Pengolahan Data
Data yang terkumpul selanjutnya diolah, pertama data diseleksi atas dasar reliabitas dan validitasnya., data yang rendah reliabitas dan validitas dan yang kurang lengkap digugurkan atau dilengkapi dengan data yang lainnya. Selanjutnya data yang lulus dalam seleksi diatur dalam tabel agar mempermudahkan pengolahan selanjutnya. 5.
Metodc Analisis Data
Proses analisis data dimulai dengan menelaah selurnh data tersedia dari pelbagai sumber, baik primer maupun sekunder. Setelah dipelajari dan
14
ditelaah maka langkah penulis berikutnya adalah mereduksi data, dengan jalan merangkum masalah yang penulis teliti. Dalam menganalisa data penulis menggunakan metode pendekatan falsafati, dan dalam pengambilan kesimpulan penulis menggunakan metode yuridis normatif, yaitu suatu metode yang menggambarkan suatu masalah berdasarkan kepada norma hukum yang berlaku.
6.
Teknik Penulisan Adapun teknik penulisan, penulis merujuk kepada sistem penulisan skripsi yang terdapat di dalam buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah Dan Hukum, UIN SyarifHidayatullah, Jakarta.
F. Sisternatika Penulisan Penulisan ini terdiri dari lima bab dengan sistematika sebagai berikut:
l.
Bab I ini penulis mengemukakan latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, objek penelitian, metode penulisan dan sistematika penulisan.
2.
Bab II penulis mendiskripsikan pembagian kewarisan dalam Islam yang meliputi: pengertian dan dasar hukum, rukun-rukun dan syarat-syarat kewarisan dalam Islam, sebab-sebab dan halangan untuk menerima warisan, dan ahli waris dan bagian-bagiannya.
3.
Bab III memaparkan kedudukan harta dalam sistem kewarisan Adat Perpatih di Rembau meliputi: sekilas tentang Adat Tanah Melayu (Malaysia), Adat
15
Perpatih dalam hukum adat Negeri Sembilan, macam-macam haiia dalam sistem Adat Perpatih, dan demografi daerah Rembau, Negeri Sembilaii. 4.
Bab IV membahaskan mengenai pembagian harta pusaka dalam Adat Perpatih yang di dalamnya meliputi : sistem perwarisan harta dalain Adat Perpatih, cara membagi harta pada masyarakat Rembau, aspek yang berbeda dalam pembagian harta pusaka hukum Islam dan Adat Perpatih dan analisa penulis.
5.
Bab V merupakan bab penutup yaitu kesimpulan clan saran-saran, clalam perbahasan ini penulis mengemukakan satu kesimpulai1 dari skripsi ini. Selain itu dalam bab ini penulis akan mengungkapkan beberapa saran berclasarkan hasil analisa dari peneltian ini yang di harapkan clapat dijadikan bahan masukan dan sumbangan penulis kepada pihak-pihak yang berkait.
BABU PEMBAGIAN WAIUSAN DALAM ISLAM A. Pengertian dan Dasar Hokum 1. Pengertian Hokum Kewarisan Islam
a.
Menurut Bahasa Lafal Faraidh adalah kata jamak bagi faridhah yang bermaksud sesuatu yang diwajibkan atau sesuatu yang ditetapkan. Ini karena di dalam faraidh terdapat pembagian-pembagian yang ditetapkan oleh syarak. Faraidh menurut etimologis adalah ketetapan. 1
b.
Menurut Istilah Faraidh menurut terminologis ialah bagian yang ditetapkan oleh
syarak kepada pewaris. Ilmu faraidh dalam pengertiGm syarak bermaksud pengetahuan mendalam tentang pusaka dan ilmu yang dapat mengantarkan kita untuk mengetahui bagian pusaka yang berhak diterima oleh orangorang yang berhak. Ilmu faraidh juga disebut sebagai ilmu mawarits, kata jamak bagi mirats (warisan) yang juga disebut sebagai turats dan irts. Ia adalah kata
nama bagi harta pusaka yang di warisi dari si mati. 2 Para fuqaha' menta'rifkan ilmu ini dengan :
1
Mustofa Al-Khin, Mustafa Al-Bugha dan Ali Asy- Syarbaji, Kitab Fikah Mazhab Syafie, (Kuala Lumpur: Pustaka Salim Sdn. Bhd, 2002 ), Jilid 5, Cetakan Pertama ,h 841 2
Ibid, h 841
17
"J/mu untuk mengetahui orang yang berhak menerima pusaka, orang yang tidak dapat menerimafusaka, kadar yang diterima oleh tiap-tiap waris dan cara pembagiannya. " 2. Dasar Hukum Kewarisan Islam Dasar hukum bagi hukum kewarisan Islam adalah Al-Quran, As- Sunnah, dan ijtihad para ulama'.
a. Al-Quran Di dalam firman Allah SWT, ada surah dan ayat yang menjelaskan tentang hukum kewarisan Islam, diantaranya adalah :
.±Jj ~ c;_ _,9 ; ;T ':10 0_,~)\;13 01:U')I .±Jj ~ ~ J~JJ , ,
(v:
f / <W1)
G,J,'_er-· ".;_: L. -~; cJ.<'f ~, "1~ t_.:_,, -.....:.....J --: J-!..r ',j{jj,J v... 1:u·~ll ./'"' J IY' , , y
Artinya: "Bagi /aki-laki ada hak bagian dari harta pusaka ibu bapak dan kerabat. Dan bagi wanita ada hak bagian dari harta pusaka ibu bapak dan kerabatnya, sedikit atau banyak sesuai bagian yang ditentukan. "(QS : An-Nisa' / 4: 7)
3
Hasbi Ash- Shiddieqy, Fiqhul Mmvaris: Hukum-hukum Warisan Da/am Syariat Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1973), Cet. Ke-1, h 18
18
'-1~,a~ jj y}f r~if 03J:G '] r5J~f_, r5'jl_!1; "9~~ _,;ft,; lS'f';. 3~,"'-' <" : f
/
.W1J
~-
1: . ~c (;!?:Jil(;J "~! J
{ ~)
A11inya: "Allah mensyariatkan bagimu tentang pembagian pusaka untuk anak-anakmu. Yaitu bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan dan jika anak itu semuanya perempuan /ebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditingga/kan, jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak, jika orang yang meningga/ tidak mempunyai seorang anak dan ia diwarisi oleh ibu bapalmya saja, maka ibunya mendapat sepertiga jika yang meninggal ilu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapar seperenam. Pembagian-pembagian tersebut di atas sesudah dipenuhi wasiat yang ia bual atau dan sesudah dibayar hutangnya. Tentang orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa diantara mereka yang lebih dekat banyak manfaat bagimu. lni adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha bijaksana." (QS : An-Nisa'/ 4: 11)
19
<' i': f I <WI)
~_J.;.. ~ , ,
Artinya: "Dan bagimu suami-suami seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istriistrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika istri-istrimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperenam dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau dan sesudah dibayar hutangnya. Para istri memperoleh seperenam harta yang kamu tinggalkan jiaka kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para istri seperdelapan dari harta yang kamu tingga/kan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau dan sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-/aki atau perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara /aki-laki seibu saja atau seorang saudara perempuan seibu saja, maka bagian masing-masing dari kedua jenis saudara itu maha mengetahui seperenam harta. Tetapi jika saudara··Saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat kepada ahli waris. Allah menetapkan yang demikian itu sebagai syariat yang benar-banar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun." (QS: An-Nisa'/ 4: 12) Surah An-Nisa ayat 33 :
/.
--
,,.
1:i __s"· ~:._s:,,
.,,
J
F
...
~
olf= :ui1 oJ ,...,
..-: .... /.
[.
•
J.
)
_...
~ ~_yw
)
J
. ·'
rf--=, .. ~"1
(i''i': f I
<WI)
Artinya: "Bagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang ditinggalkan ibu bapak dan karib kerabat, kami jadikan pewaris-pewarisnya. Dan jika ada orang-orang yang telah kamu telah bersumpah setia dengan mereka, maka berilah kepada mereka bagiannya. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu." (QS : An-Nisa'/ 4 :33)
20
- J"
.J)-'
,dJj ::\lj
.,,,, ,.. ,.. ,.. • !:i
J,,.
"-'T 61?. L1 CJJ') ()',,
~ ,..
..
,.,
(.,.. ,,.,.. .,,.,
,;u if) .llli> 1_;;.191 ~I
-::
a
:t
'
J
J,,.._"'
)
,.. ,..
J"' ,..
,,.
~)·,\- ,~
<~ r-1".()'1I:~ , ,', c.!r~ '· , I'-16-" :Ii i..::-.>-t 'ij-'_fl Y') '.r' t.: ~ J}
0"'~
,..
,..
,..
J;,;.. ~ j~ {Gj ~\.?-_),.. ~Y.-!,.. ,. ,..
(V~
)
JI· f=.:o.~ .liil JJ
I .w1) ~-~c ~ju
'
,..
[.
»
i;i? oG .LI}&, 0L±ll 1:61i _,.
.&t
JS; ;,t\_:; i_H,5 of rC.::::J ;,t\ ~ ~~\ .i
)
Artinya: "lvfereka meminta fatwa kepadamu tentang kalalah. Katakanlah : "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kala/ah, yaitu : jika seseorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang /aki-laki mempusakai seluruh harta saudarn perempuan, jika ia tidak mempunyai anak tetapi jika saudara perempuan itu dia orang, maka bagi keduanya dua pertiga harta yang ditinggalkan oelh yang meninggal. Dan jika mereka ahli waris itu terdiri dari saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-/aki sebanyak bagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan hukum ini kepadamu, supaya kamu tidak sesat. Dan Allah mengetahui segala sesuatu." (QS : An-Nisa' / 4: 176) b. As-Sunnah
21
Artinya: Dari Jabir bin Abdullah berkata : " Telah datang isteri Sa 'ad bin Rabi kepada Rasul/ah SAW. Dengan membawa kedua anak perempuannya dari Sa 'ad bin Rabi lalu berkata : "Ya Rasulullah, ini dua anak perempuan Sa 'ad. Yang bapak dari kedua anak ini, te/ah terbunuh bersama engkau da/am perang Uhud dalam keadaan syahid. Sesungguhnya paman dari kedua anak ini, telah mengambil narta dari keduanya, serta tidak meninggalkan harta untuk mereka, tidak menikahkan keduanya kecuali jika ada harta, /alu Rasulullah SAW, bersabda : Allah akan memberikan alas hukum ini, lalu turunlah ayat tentang waris. Kemudian Rasulullah SAW, membawa mereka pada pamannya. Lalu Nabi bersabda : berikanlah kedua anak Sa 'ad 213 harta, ibunya 118 harta dan sisanya untukmu ". (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, Alunad, Turrnudzi kecuali Nasa'i)
Artinya: Dari Jbnu Abbas r.a. dari Nabi SAW beliau bersabda : " berikanlah harta pusaka kepada yang berhak, dan seberapa yang tinggal itu untuk laki-laki yang paling dekat (kepada yang meninggal) ". (HR. Bukhari)
J!j rL)
~
' Alli ~ ~\
6(<..£.J~\
L;1\ ..1,!j
0\J.J)
J.
j_.,\.,_,,\
"
/
0
er/
~\ :;t.SJ1 ':J)
1 •
Mu'ammal Hamidy, dkk, Terjemahan Nai/atul Authar Himpunan Hadits-hadits Hukum, (PT. Bina !!mu: Surabaya, 2001), Cetakan Ke- 3, h 2051 5
H. Zainuddin Hamidy, dkk, Te1jemahan Hadits Shahih Bukhari, (Jakarta: Widjaya, 1992), Cetakan ke 13, h 90 6
Ibid, h 91
22
Artinya Dari Usamah bin Zaid r.a., bahwa Nabi SAW bersabda : "Orang Islam tidak menerima pusaka dari orang kafir dan orang kafir tidak menerima pusaka dari orang Islam". (HR. Bukhari) Kandungan hadits yang pertan1a menjelaskan tentang ketetapan dalam wans dan menghilangkan tradisi jahiliyyah yang tidak memberikan harta wansannya kepada anak-anak perempuan sekaligus menerangkan bagian masing-masing dan tunmnya ayat-ayat warisan. Hadits k-~dua dan ketiga dapat dipahami bahwa pembagian warisan diserahkan terlebih dahulu kepada orangorang yang berhak yaitu tergolong ke dalam ashabul al-fiu-udh, ashabah dan
zawil arham. Diketahui pula bahwa perbuatan waris mewarisi hanya diperbolehkan oleh yang satu agama saja.
c. Ijtihad Sahabat Ijtihad para sahabat, imam-imam madzhab clan mujtahid kenamaan banyak perannya serta tidak sedikit sumbangannya terhadap pemecahanpemecahan masalah faraidh atau waris yang belum dijelaskan clalam nashnash Al-Quran maupun hadits. Banyak masalah-masalah yang berhubungan dengan faraid atau waris diputuskan melalui kesepakat<m ijma' sebagi hasil ijtihad mereka. Misalnya, bagaimana pembagian warisan te1jadi apabila saudara-saudara mewarisi bersama kakek dan sebagainya.
7
7
KH. Asyhari Abta, Djunaidi Abd. Syakur, I/mu Waris Al- Faraid/, ( Surabaya : Pustaka Hikmah Perdana, 2005 ) Cet pertama, h 6
23
B. Rukun- Rukun dan Syarat-Syarat Kewal'isan Islam l. Rukun- rukun Kewarisan
Rukun kewarisan itu ada tiga : a. Muwarits, orang yang meninggalkan hartanya. b. Warits, orang yang ada hubungan dengan orang yang telah meninggal, seperti kekerabatan (hubungan darah) dan perkawinan. c. Aiauruts, harta yang menjadi pusaka. Barta ini dalam istilah fiqh dinamakan mauruts, mirats, iris, turats dan tarikah. 8
2. Syarat-syarat Kewarisan Syarat- syarat kewarisan adalah : a. Pewaris (si mati). Mati yang diartikan di sini terdapat dua keadaan. Pe1iama mati haqiqi dan yang kedua mati hukmi. Mati haqiqi adalah mati yang sebenarnya, atau tidak hidup manakala mati hukml' adalah mati yang dihukumkan oleh qadhi karena hilang dan sebagainya. Dengan keputusan qadhi ini hartanya boleh dibagi-bagikan kepada ahli waris. b. Warits, yaitu orang yang akan mewaiisi harta peninggalan si mawaris lantaran mempunyai
sebab-sebab
untuk
mempusakai,
sepeiii
adanya
ikatan
perkawinan, hubungan darah (keturunan) dai1 hubungan hak perwalian dengan .
.
s1 muwarns.
' Zakiah Daradjat, dkk, I/mu Fiqh 3, (Jakarta : Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama Islam, 1986), Cet. Ke-2, h 16
24
c. Tiada halangan. Maksudnya tidak ada perkara yang boleh menghalangnya daripada mandapat harta pusaka seperti pembunuhan dan berlainan agama. 9
C. Sebab- Sebab Dan Halangan Untuk Menerima Harta Warisan Sebab- sebab Waris Mewarisi
1.
Sebab- sebab waris mewarisi adalah : a.
Hubungan kekerabatan atau nasab atau disebut juga hubungan darah, hubungan disini bersifat alamiyah. Hubungan darah ini clitentukan oleh
kelahiran.
Seseorang yang
clilahirkan
oleh
seorang
ibu
mempunyai hubungan kerabat dengan ibu yang melahirkannya dan dengan orang-orang yang berhubungan kerabat dengan ibu itu. Selanjutnya ia mempunyai hubungan kerabat dengan laki-laki yang secara sah menikahi ibu itu clan ia lahir clari hasil pemikahan tersebut (sebagai ayah) clan berhubung kerabat pula clengan orang-orang yang berhubungan kerabat clengan laki-laki tersebut. b.
Hubungan perkawinan, bila seseorang laki-Jaki telah melangsungkan akacl nikah yang sah dengan seseorang perempuan maka diantara keduanya telah terdapat hubimgan kewarisan, clalam aiii istri menjacli ahli waris bagi suaminya yang telah mati dan suami menjadi ahli waris bagi istrinya yang telah mati.
9
83
Mohd Yusuf Ahmad, Pendidikan Islam, (Kuala Lumpur: Universiti Malaya, 2003), h 81-
25
c.
Hubungan pemerdekaan hamba, yaitu hubungan seseorang dengan hamba sahaya yang telah dimerdekakannya. Hubungan disini hanyalah hubungan sepihak dalam arti orang telah memerdekakan hamba berhak
menjadi
ahli
waris
bagi
hamba
sahaya
yang
telah
dimerdekakannya, tetapi hamba sahaya yang telah dimerdekakan tidak berhak mewarisi orang yang memerdekakannya. d.
Hubungan sesama Islam dalan1 arti umat Islam, sebagai kelompok berhak menjadi ahli waris dari orang Islam yang meninggal dan sama sekali
tidak
meninggalkan
ahli
waris.
Harta peninggalannya
dimasukkan kedalan1 Baitul maal atau perbendaharaan umat Islam, yang digunakan untuk umat Islan1. 10 2.
Penghalang atau Sebab-sebab Tidak Mewarisi Yang dimaksud penghalang disini ialah suatu tindakan atau hal-hal yang menggugurkan hak seseorang untuk mewarisi harta pusaka. Adapun yang menjadi penghalang untuk seseonmg itu mendapatkan warisan adalah :
a.
Halangan beda agama, dalam arti bila orang yang mati beragama Islam yang berhak menjadi ahli warisnya hanyalah orang yang beragama Islam. Non muslim tidak berhak mewarisi mus!im dan sebaliknya muslim ticlak boleh mewarisi non muslim.
'° Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqh. (Jakarta : Prenada Media, 2003 ), Cet Ke- l, h. 149-151
26
b.
Halangan pembunuhan, dengan ruii seseorang yang membunuh orang yang berhubungan kewarisan dengannya tidak berhak mewarisi orang yang dibunuhnya itu. Pembunuhan yang menghilangkan hak kewarisan itu yang disepakati
oleh ulama adalah pembunuhan
sengaja dalam
bentuk
permusuhan. 11
D. Ahli Waris dan Bagian-Bagiannya I.
Ahli Waris
Pengertian ahli waris ialah orru1g yang mewarisi hruia peninggalan si muwarris lantaran mempunyai sebab-sebab w1tuk mempusakai, seperti adanya ikatan perkawinan, hubungan darah (keturunzm) dan hubungan hak . d engan s1. muwarns. . 12 perwal1an
M.
Idris Rrunulyo, memberikan pengertian ahli wans ialah
sekumpulan orang-orang atau individu, atau himpunan kerabat atau keluarga yang berhak menelima harta peninggalan yang ditinggalkan mati oleh seseorang misalnya: a.
Anak-anak beserta keturunan, baik laki-laki maupun perempuan.
b.
Orang tua, ibu dan bapak bese1ia muwali I penggru1ti dru·i orang tua.
II
Ibid, h. 152
12
Fatchur Rahman, J/mu Waris, (Jakarta: PT al-Ma'arif, , 1975 ), Cet ke- 4, h. 36
27
c.
Saudara-saudara baik laki-laki maupun perempuan beserta keturunan, dan suami istri.
d.
Kalau tidak ada
sampai 3 diatas maka harta peninggalan diserahkan
kepada baitul maal. 13 Selanjutnya untuk mengetahui siapa-siapa yang berhak menerima harta warisan dalam hukum Islam yang sesuai dengan keadilan. Maka berikut ini akan penulis jelaskan mengenai ahli waris dan pembagiannya dalam hukum Islam. Dalam hukum waris Islam, ahli waris yang dinyatakan mendapat harta warisan dapat dibedakan dalam tiga golongan, yaitu :
a.
Ahli waris Dzawil Furudh dan Ketentuan Bagiannya Ahli waris dzawil furudh adalah ahli waris yang selalu mendapatkan bagian tertentu, tidak berubah seperti yang telah ditetapkan dalam al-Quran, 1/ 2, 1/3, 1/6. 14 Dan ahli waris dzawil furudh adalah sebagai berikut :
I)
Ayah dan Ketentuan Bagiannya Ketentuan bagian ayah ada tiga macam, diantaranya adalah. : a) Mendapatkan 1/6 : apabila bersama-sama dengan mrnk laki-laki atau cucu laki-laki dari anak laki-laki.
13
M. Idris Ramulyo, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta : Ind. Hill co, 1987), Cet ke- 2, h. 48-
49 14
Hasanain Muhammad Makhluf, Al-Tirkah fl Syari'ati Al-lslamiyah, (Mesir : al-Madani, 1976), Cet. Ke-7, h.43.
28
b) Mendapatkan 1/6 dan ashabah : apabila bersama-sama dengan anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki. c) Menjadi ashabah: apabila tidak ada anak atau cucu dari anak laki-laki. Ketentuan ha! tersebut sebagaimana tercantum pada surat an-Nisa' ayat 11 di dalam sumber hukum kewarisan Islam yang sudah terlampirkan di atas. 2)
Ibu dan Ketentuan Bagiannya
Ketentuannya ada tiga macam, diantaranya adalah : a) Mendapat 1/6 apabila bersama-sama dengan anak atau cucu dari anak lakilaki atau dua orang saudara baik seibu seayal1, atau s,eayah, ataupun seibu saja atau lebih. b) Mendapat 1/3 apabila tidalc ada anak, cucu dari anak laki-laki, ataupun dua orang (lebih) saudara seperti tersebut di atas. c) Mendapatkan 1/3 apabila bersama-sama dengan ayah beserta suami atau isteri. Ketentuan ha! tersebut sebagaimana tercantum pada surat an-Nisa' ayat 11 di dalam sumber hukum kewarisan Islam yang sudah terlampirkan diatas. 3)
Kakek dan Ketentuan Bagiannya
Kakek (ayah dari ayah) ketentuannya sama denga11 ketentuan ayah, dalam ha! si ayah tidak ada, karena ia mahjub oleh ayah. Kecuali jika bersamasama dengan saudara seibu seayah, atau seayah ataupun dalam masalah "gharawain ", maka ketentuannya adalah berlainan dengan ayah.
29
Cara pembagiannya menurut jumhur Ulama' da.lam masalah tersebut ialah, apabila kakek tidak bersama-sama dengan ahli waris dzawil furudh selain saudara tersebut baik laki-laki atau perempuan, seibu seayah atau seayah saja, maka bagi kakek ketentuan bagiannya ialah memilih diantara yang banyak diantara "Muqasamah" dan sepertiga harta warisan semuanya. 15 lvfuqasamah, artinya bagian kakek tersebut disamakan dengan bagian
seorang saudara laki-laki diantara saudara lainnya yang ada dengan perhitungan yang laki-laki dua kali bagian yang perempuan. Tetapi dengan muqasamah itu kalau bagiannya kurang dari II 3, maka kakek dapat mengambil 1/3 warisan saJa. 4)
Suami dan Ketentuan Bagiannya Ketentuan bagian suami ada dua macam diantaranya adalah : a) Mendapatkan Y., apabila bersama-sama dengan anak atau cucu dari anak laki-laki. b) Mendapatkan Yz apabila tidak ada anak atau cucu dari anak laki-laki. Bagian suami ini diatur dalam surat an-Nisa' ayat 12 di dalam sumber hukum kewarisan Islam yang sudah terlampirkan diatas.
5)
Isteri dan Ketentuan Bagiannya Ketentuan bagian isteri ada dua macam, diantaranya ialah :
15
Moh Anwar Be. Hk, Fara 'id/ : Hukum Waris Dalam Islam dan Masalah-masa/ahnya, (Surabaya : PT Al-Ikhlas, I 981 ), Cet. Ke-1, h. 60-64.
30
a) Mendapat 1/8 apabila bersama-sama dengan anak atau cucu dari anak lakilaki. b) Mendapat Y, apabila tiada anak atau cucudari anak laki-laki. Dua ketentuan tersebut sesuai dengan surat an-Nisa' ayat 12 di dalam surnber hukurn kewarisan Islam yang sudah terlampirkan diatas. 6)
Anak Perempuan dan Ketentuan Bagiannya Ketentuan bagiannya ada tiga macam, diantaranya adalah : a) Mendapat Yi kalau hanya seorang dan tidak ada anak laki-laki. b) Mendapat 2/3 bagian, kalau dua orang anak perempuan atau lebih serta tidak ada anak laki-laki. c) Tertarik menjadi ashabah bila terdapat anak laki-laki, tentang bagiannya, anak laki-laki dua lipat dari anak perempuan. Ketentuan tersebut sesuai dengan surat an-Nisa' ayat 12 di dalam sumber hukurn kewarisan Islam yang sudah terlampirkm1 di atas.
7)
Cu cu Perempuan dari Anak Laki-laki dan Ketentuan Bagianuya Ketentuan bagiannya ada Iima macam, diantaranya adalah : a) Mendapatkan Yi kalau hanya seorang dan tidak ada anak, lagi tidak ada waris yang menarik menjadikannya ashabah. b) Mendapatkan 2/3, kalau dua orang atau lebih dan tidak ada anak, Iagi tidak ada waris yang menarik menjadikannya ashabah. c) Mendapatkan 1/6 jika seorang atau lebih jika bersama-sama dengan seorang anak perempuan (yakni untuk menyempumakan bagian 2/3).
31
d) Tertarik menjadi ashabah oleh cucu laki-laki dari anak laki-laki yang bersamaan tingkatannya (sama halnya cucu laki-laki te:rsebut saudaranya sendiri atau anak pamannya, lagi telah mempunyai bagian tertentu atau tidak mempunyai). Juga tertarik menjadi ashabah oleh cucu laki-laki dari jurusan anak laki-laki yang lebih bawah tingkatannya (cucu buyut) apabila tidak mempunyai bagian. e) Mahjub (terhalang) oleh : I. Anak laki-laki
2. Dua anak perempuan atau lebih jika tidak ada yang menarik ashabah kepadanya seperti yang dinyatakan di nomor 4 tersebut.
8)
Saudara Perempuan Seibu Seayah dau Ketentuan Bagiannya Ketentuan bagiannya ada lima macam, diantaranya adalah : a) Mendapatkan 1/2, apabila seorang, yaitu tidak ada anak, cucu dan ayah se1ia tidak ada ahli waris yang menarik menjadi ashabah kepadanya. b) Mendapatkan 2/3, dua orang atau lebih, dengan tiada anak, cucu dan ayah serta tidak ada yang menariknya menjadikan ashabah kepadanya. c) Tertarik menjadi ashabah oleh saudara laki-laki seibu seayah atau oleh kakek (disebut ashabah bilghair). d) Menjadi ashabah karena yang lain (ashabah ma 'al ghair) yaitu untuk seorang atau lebih karena bersama-sama dengan anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki.
32
e) Mahjub (terhalang) oleh : I. Ayah
2. Anak laki-laki atau cucu laki-laki dari anak laki-Jaki
9)
Saudara Perempuan Seayah dan Ketentuan Bagiannya Ketentuan bagiannya ada enam macam, di antaranya adalah : a) Mendapatkan 1/2, apabila seorang yaitu ketika tidak ada anak, cucu, saudara seibu seayah atau saudara seayah, demikian pula tidak ada yang menarik menjadi ashabah kepadanya. b) Mendapatkan 2/3 apabila dua orang atau lebih, yaitu ketika tidak ada anak, cucu, saudara seibu seayah atau saudara seayah, demikian pula tidak ada yang menarik menjadi ashabah kepadanya. c) Te1iaiik menjadi ashabah oleh saudara laki-laki seayah atau nenek laki-laki. d) Mendapatkai1 1/6, seorang atau lebih ketika bersama-sama dengai1 seorfillg saudara perempufill seibu seayah, (yaitu tmtuk menyempumakan bagian
213). e) Menjadi ashabah ma 'al ghair, yaitu seorfillg atau lebih, karena bersamasama dengfill ai1ak perempufill atau cucu perempuan. f)
Mahjub (terhalang) oleh : I. Ayah 2. Anak laki-laki atau cucu laki-laki 3. Dua orfillg (atau lebih) saudai·a perempuai1, seibu seayah bila tidak ada yang menarik ashabah kepadfillya.
33
4. Seorang saudara perempuan, seibu seayah ketika bersama-sama anak
perempuan atau cucu perempuan. 5. Oleh saudara laki-laki seibu seayah. 10)
Saudara Seibu Laki-laki atau Perempmm dan Ketentuan Bagiannya Saudara seibu baik laki-laki ataupun perempuan ketentuan bagiannya ada tiga macam, iantaranya adalah : a) Mendapat 1/6, apabila hanya seorang ketika tidak ada ayah, nenek laki-laki tidak ada anak atau cucu dari anak laki-laki. b) Mendapatkan 113, ketika dua orang atau lebih ketika tidak ada ayah, nenek laki-laki tidak ada anak atau cucu dari anak laki-laki. c) Mahjub (terhalang) oleh : I. Ayah.
2. Kakek. 3. Anak. 4. Cucu dari anak laki-laki. 16 Adapun macam-macam ketentuan (al-ji1rudh al-Muqaddarah) yang diatur dalam Al-Quran itu ada enam, yaitu : a) Yang mendapat bagian Y2 (al-nisj7separuh). b) Yang mendapat bagian \t4 (al-rubu '/seperempat). c) Yang mendapat bagian 1/8 (al-sumun/seperdelapan).
16
Ibid, h. 68
34
d) Yang mendapat bagian 2/3 (al-sulusan/dua per tiga). e) Yang mendapat bagian 1/3 (al- su1us/sepertiga). f) Yang mendapat bagian 1/6 (a1-sudus/seperenam).
Ketentuan tersebut pada dasarnya wajib dilaksanakan kecuali apabila dalam kasus-kasus tertentu tidak bisa di laksanakan misalnya terjadi kekurangan harta (au/) atau kelebihan harta (radd). 17 Ahli Waris Ashabalt dan Ketentuan Bagiannya
b.
Ashabah ialah bagian sisa setelah diberikan kepada ahli waris ashab alfurudh. Dengan kata lain, ashabah juga berarti mereka yang berhak atas semua peninggalan bila tidak didapatkan seorang pun diantara "ashabuljiirud".
18
Sesuai dengan sabda Rasululah SAW :
Artinya: "Dari Jbnu Abbas r.a. dari Nabi SAW bersabda : "Berikan/ah faraid (bagianbagian yang ditentukan) itu kepada yang berhak dan selebihnya berikanlah untuk laki-laki dari keturunan /aki-laki yang terdekat. "
17
Mudzakir AS, Fikih Sunnah: Terjemahannya, (Bandung: Al ..Ma'arif), Jilid 14, Cet. Ke-2,
18
Ibid, h. 159
19
Abdullah Muhammad bin Ismail al- Bukhari, Shahih Bukhari, (Beirut : Dar al- Fikr, 1981)
h. 159.
h. 5
35
Adapun macam-macam ahli waris ashabah ada tiga macam, yaitu sebagai berikut: I)
Ashabah bi 11afsih, yaitu ahli waris yang karena kedudukan dirinya
sendiri berhak menerima bagian ashabah. Ahli waris ini semuanya adalah ahli waris kelompok laki-laki kecuali mutiqah (orang perempuan yang memerdekakan hamba sahaya), diantaranya adalah : a) Ayah, ketika tidak terdapat anak. b) Kakek (ayahnya ayah), demikian seterusnya kearns berturut-turut dari jurusan laku-laku ketika tidak ada anak dan ayah. c) Anak laki-laki. d) Cucu laki-laki dari anak laki-laki demikian seterusnya kebawah berturut-turut dari jmusan laki-laki. e) Saudara laki-laki seibu seayah. t) Saudara laki-laki seayah.
g) Kemenakan laki-laki (anak laki-laki dari saudara laki-laki seibu seayah). h) Kemenakan laki-laki (anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah). Nomor 7 dan 8 dan seterusnya ke bawah berturut-turut yang keluar dari jurusan laki-laki. i) Paman (saudara ayah yang seibu seayah). j) Paman (saudara ayah yang seayah). k) Saudara laki-laki sepupu (anak paman seibu seayah).
36
I) Saudara laki-laki sepupu (anak paman seayah). m) Anak keturunan dari saudara sepupu dua golongan tersebut di atas (seibu seayah atau seayah sebagaiman tersebut dalam nomor 11 dan 12) yang laki-laki darijurusan laki-laki. n) Kakek Wredah (saudara !aki-laki kakek yang seibu seayah dengan kakek). o) Kakek Wredah (saudara laki-laki kakek yang seayah dengan kakek). p) Anak keturunan kakek wredah dua golongan terse but diatas (nomor 14 dan nomor 15) yang laki-laki dan dari jurusan laki-laki. q) Kakek laki-laki buyut wredah (saudara kaakek buyut yang seibu seayah dan yang seayah, serta anak keturunannya yang laki-laki dari jurusan laki-laki). r) Orang yang memerdekakan si mati tersebut/ mutiq atau mutiqah. s) Baitul Maal. 1) Ashabah bi al-ghair, yaitu ahli waris yang menerima bagian sisa karena
bersama-sama dengan ahli waris lain yang telah menerima bagian sisa. Apabila ahli waris penerima sisa tidak ada, maka ia tetap menerima bagian tertentu (furudh al-muqaddarah). Ahli waris penerima ashabah bi al-ghair tersebut adalah : a) Anak perempuan bersama-sama dengan anak laki-.laki. b) Cucu perempuan garis laki-laki bersama dengan cucu laki-laki garis laki-laki.
37
c) Saudara perempuan sekandung bersama saudara laki-laki sekandung. d) Saudara perempuan seayah bersama dengan saudara laki-laki seayah.
2) Asltabah ma 'a al-ghair, yaitu ahli waris yang menerima bagian sisa karena bersama-sama dengan ahli waris lain yang tidak menerima bagian sisa. Apabila ahli waris lain tidak ada, maka ia menerima bagian tertentu (al-furudh
al-muqaddarah). Ahli waris yang menerima bagian ashabah ma 'al-ghair terse but adalah : a) Saudara perempuan sekandung (seorang atau lebih) bersama dengan anak perempuan atau cucu perempuan garis laki-laki (seorang atau lebih). b) Saudara perempuan seayah (seorang atau lebih) bersama dengan anak atau cucu perempuan (seorang atau lebih). 20
c. Ahli Waris Dzawil al-arham "Ar ham" merupakan bentuk jama' dari kata "rahmu '. Pengertian asal kata "ar-rahim" menurut bahasa adalah tempat terbentuknya janin dalam perut ibunya. Kemudian dijadikan pengertian terhadap kekerabatan secara mutlak. Baik kekerabatan itu dari pihak bapak atau dari ibu. Menurut istilah dzawul arham ialah mereka yang tidak mempunyai bagian tertentu dalam Al-Quran dan sunnah, dan bukan termasuk ashabah. Dengan
20
74-75.
Ahmad Rofiq, Fiqh Mmvaris : Edisi Reflsi,_ (Jakarta : Raja Grafindo, 2002), Cet. Ke-4, h.
38
ungkapan yang lebih ringkas, mereka yang bukan ashabul fiirudh clan bukan
ashabah. Maka setiap kerabat yang mempunyai hubungan kekerabatan clengan mayat, clan tic\ak mewaris melalui jurudh clan ta 'shib, c\ia. itu termasuk dzawil
arham. 21 Menurut Dr. H. Abdullah Sic\c\ik, SH. dzawil arham ini ac\alah anggota keluarga perempuan cligaris bapak clan anggota keluarga digaris ibu, baik laki-laki atau perempuan. Jac\i kesimpulan dzawil arham ac\alah anggota keluarga c\igaris ibu baik laki-laki atau perempuan clan semua anggota keluarga perempuan di garis bapak. Kecuali empat perempuan yang c\itentukan bagiannya di dalam Al-Quran, yaitu anak perempuan, anak perempuan dari anak laki-laki, sauc\ara perempuan sekanc\ung clan sauc\ara perempuan sebapak. 22 Dasar hukumnya ac\alah firman Allah SWT: JI~
(.
J
):
i}jlj ~ ~jli :A\
JLa;'Ji)
F }
i_,*j i_,fi-LP.j l;~
J
-::
iY.:1; 0;.;\JTj
~ ~:j J5; :&I 01 ,_;iii~ J,,~~ ,J.:;i ~--!' b. j ~T (Vo
Artinya
"Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) di dalam kitab Allah''. (Q.S. Al-Anfal /8: 75) Ac\apun macam-macam ahli waris dzawil arham, cliantaranya ac\alah:
21
Sarmin Syukur, Hukum Waris Islam : Terjemahannya, (Surabaya : al-Iklas, I 995), Cet. Ke-
!, h. 21 l. 22
H. Abdullah Siddik, Hukum Waris Islam, (Jakarta: Widjaya, 1984), Cet. Ke-1, h. 46.
39
•
Cucu dari anak perempuan.
•
Kemenakan dari anak dari saudara perempuan.
•
Kemenakan perempuan dari saudara laki-laki.
•
Paman seibu (saudara ayah seibu)
•
Paman dari pihak ibu (saudara ibu).
•
Bibi dari pihak ibu (saudara perempuan seibu).
•
Bibi dari pihak ayah (saudara perempuan seayah).
•
Kakek dari pihak ibu (ayahnya ibu).
•
Nenek (perempuan) dari pihak ayah atau pihak ibu (ibunya ayah atau ibu).
•
Saudara sepupu perempuan (anak perempuan paman).
•
Kemenakan dari saudara laki-laki yang seibu. 23
E. Wasiat Wajibah Suatu wasiat yang tidak dibuat tetapi di duga keras akan dibuat sekiranya si mati masih hidup di namakan wasiat wajibah. Para ahli faraidh umumnya sepakat bahwa wasiat wajibah hanya diberikan kepada cucu yang memiliki darjat kekerabatan kedua (hanya kepada anaknya anak). 24
" Teungku Muhammad Hasbi Ashshiddieqy, Fiqh Mawaris, (Semarang: Pustaka Rizkia Putra, 2001), Cet. Ke-3, h. 29. 24
h 68
Otje Salman, Mustafa Haffas, Hukum Waris Islam, (Bandung: PT Refika Aditama, 2006),
40
Pada dasarnya memberikan wasiat itu adalah suatu tindakan ikhtihriyah. Yalmi suatu tindakan yang dilakukan atas dorongan kemauan
sendiri dalam keadaan bagaimana juga. Penguasa maupun hakim tidak dapat memaksa seseorang untuk memberikan wasiat. Adapun kewajiban wasiat bagi seseorang disebabkan keteledorannya dalam memenuhi hak-hak Allah SWT, seperti tidak menunaikan haji, enggan membayar zakat, melanggar laranganlarangan berpuasa dan lain sebagainya telah diwajibkan oleh syariat sendiri, bukan oleh penguasa atau oleh hakim. 25 Namun demikian penguasa atau hakim sebagai aparat Negara tertinggi, mempunyai wewenang untuk memaksa atau memberi surat putusan wajib wasiat yang terkenal dengan istilah 'washiyat wajibah' kepada orang tertentu dalam keadaan tertentu. Dikatakan washiyat wajibah (wajib) disebabkan karena dua hal : 1. Hilangnya unsur ikhtiar bagi si pemberi wasiat dan munculnya unsur kewajiban melalui perundang-undangan atau surat keputusan tanpa tergantung kerelaan orang yang berwasiat dan persetujuan si penerima wasiat. 2. Ada kemiripannya dengan ketentuan pembagian harta pusaka dalam penerimaan laki-laki dua kali lipat bagian perempuan. 26
25
KH. Asyhari Abta, Djunaidi Abd. Syakur, I/mu Waris Al- Faraid/, (Surabaya : Pustaka Hikmah Perdana, 2005 ) Cet pertama, h 228 26
Ibid, h 228
41
Adapun orang-orang yang berhak mendapat wasiat wajibah adalah cucu laki-laki atau perempuan baik pancar laki-laki maupun perempuan yang terhalang mendapat warisan karena adanya anak si mayyit. 27 Kedudukan cucu perempuan pancar laki-laki adalah ashabul fi;rudh dan cucu pancar perempuan adalah dzawi/ arham.
S1~bagai
dzawil arham
arham, cucu pancar perempaun tidak akan menerima waris sedikit pun jika ada ashabah furudh atau ashabah. Sementara cucu perempuan pancar lakilaki, walaupun sebagai ashabul furudh, jika ada beberapa anak perempuan atau anak laki-laki haknya belum terbuka sehingga sepe1ti halnya cucu pancar perempuan boleh jadi tidak akan menerima warisan sedikit pun. 28 Dengan memandangkan bahwa mustahil seorang kakek atau nenek tega hati membiarkan cucunya tidak mendapat bagian dari harta yang ditinggalkan, serta memandang bahwa wasiat itu hukumnya wajib, maka surat wasiat bagi cucu diperkirakan akan dibuat sekiranya dia masih hidup. Adapun besarnya wasiat wajibah adalah sebesar bagian orang tua11ya dengan ketentuan tidak boleh lebih dari 1/3 bagian. 29
27
Ibid, h 228
28
Otje Salman, Mustafa Haffas, Hukum Waris Islam, (Bandung : PT Refika Aditama, 2006),
29
Ibid, h 68
h 68
BAB III KEDUDUKAN HART A DALAM SISTEM KEWARISAN ADAT PERP ATIH DIREMBAU A. Sekilas Tentang Adat Tanah Melayu (Malaysia)
Sebelum kedatangan Islam, agama Hindu dan Budd.ha telah masuk dan tersebar di dalam masyarakat di kepulauan Melayu. Pengaruh Hindu dan Buddha begitu kuat dan jelas mempengarUhi sistem politik, sosial ekonomi dan pemikiran masyarakat Melayu. Kedatangan Islam di kepulauan Melayu tidak dinafikan telah banyak membawa pembaharuan kepada corak pemikiran dan sosiopolitik masyarakat Melayu. Agama Islam telah membawa ajaran clan kebudayaan yang lebih tinggi dan lengkap. Ajaran yang lebih rasional dengan lebih mudah diterima oleh masyarakat Melayu dan akhimya melenyapkan kegemilangan kebudayaan Hindu dan Buddha di alam Melayu. Pusat peradaban Islam di alam melayu termasuklah Melaka, Jambi, Acheh dan Johor-Riau. 1 Sebelum kedatangan agama Hindu dan Buddha, kepercayaan yang dianut oleh pribumi yaitu animisme dan dinamisme yang mempercayai bahwa setiap benda adajiwa dan roh, atau semangat yang mempunyai perwatakan sendiri yang membawa kesan baik atau buruk.
1
Mahdi Shuid, Suzani Osman, Sazlina Othman, Sejarah Malaysia, (Selangor: Pearson Malaysia Sdn. Bhd, 2006), Cetakan Ke- I , h. 23
43
Roh nenek moyang yang dinamakan "hyang" yang sama dengan "poyang" atau "moyang" dipercayai masih berada di kalangan mereka dan mempunyai tenaga yang kuat dan bisa mempengaruhi mereka. Oleh karena itu roh perlu ditenangkan melalui upacara pemujaan dan penyembahan. Ada yang menganggap "hyang" sebagai jelmaan Tuhan, maka timbullah istilah "sembah hyang", yaitu menyembah roh jelmaan Tuhan. Pawang dan bomoh merupakan perantara yang bisa menghubungi
"hyang"
melalui upacara jampi serapah, penyajian,
penyembelihan, pewayangan, perbomohan dan lain-lain. Namun ada pendapat mengatakan sebelum masulmya ajaran Hindu dan Buddha, bahwa telah wujud agama Tauhid, yaitu kepercayaan kepada Tuhan yang Maha Esa di alam Melayu. Perkataan tuhan itu sendiri berasal daripada "tuha-an" yaitu gabungan kepada "tuha" yang bermaksud tua dan akhimya "an" yang bermaksud yang paling tua atau yang tidak ada permulaan. Maka timbullah konsep "Sang Hyang Tunggal" yang artinya Tuhan Yang Maha Esa, yang merupakan peninggalan daripada agama Tauhid yang primordial yang dibawa oleh para Nabi. 2
I.
Kerajaan Awa! Tanah Melayu Menurut sumber-sumber asli dari kerajaan Negara China, sistem pemerintahan kerajaan Tun-Sun dan Chih-Tuh di Utara Semenanjung Tanah Melayu adalah baik dan teratur. Gelara:n raja diberikan kepada yang menjadi 2
Azhar Hj. Mad Aros, Tamadun Islam Dan Tamadun Asia, (Sekmgor: Oxford Fajar Sdn. Bhd, 2006), Cetakan Ke-7, h. 71.
44
ketua kerajaan dan dibantu oleh beberapa orang pembesar dengan gelaran tertentu. Kerajaan-kerajaan ini juga mempunyai hubungan yang erat dengan kerajaan Negara China dan pelabuhan-pelabuan lain di seluruh Nusantara. Kerajaan-kerajaan ini pula sesuai dengan peranannya sebagai bandar pelabuhan telah menjadi tumpuan dan tempat persinggahan kapal-kapal yang belayar mengikuti musim di antara Negara China dengan India untuk berdagang. Bisa dikatakan kerajaan-kerajaan tersebut sudah mempunyai kebudayaan yang tinggi karena adanya adat istiadat seperti adat pe1iabalan raja, adat menyembah raja, adat menyambut pelawat yang membawa bingkisan dan adat perkawinan, kematian dan pelantikan jawatan tinggi. 3
2.
Kerajaan Lembah Bujang (Kedah Tua) Kerajaan Melayu terawal dan tertua di Tanah Melayu ialah kerajaan Lembah Bujang (Kedah Tua) yang telah berkuasa sejak menjelang kurun ke-5 masehi dan terkenal sebagai tempat persinggahan pedagang dan menjadi terkenal karena tanda Gunung Jerai dan kemudahan yang dimilikinya. Kerajaan ini terletak di Lembah Bujang dan diperintah dengan baik oleh para pemerintahnya. Menurut kajian, kerajaan ini menpunyai dua pusat kekuasaan : 1. Terletak di desa Sungai Emas yang telah ada sejak kurnn ke-5 sampai kurun ke-10 Masehi.
3
Ibid, h. 72.
45
2. Terletak di pangkalan Bujang, telah ada sejak kurun ke-10 sampai ke kurun-14 Masehi. Fungsi kerajaan Kedah Tua termasuk sebagai pusat pemerintahan kerajaan Lembah Bujang dan sebagai perlabuhan antar bangsa. Di antara kapal-kapal yang singgah di perlabuhan tersebut termasuk dari India, Asia Barat dan Negara China. Secara keseluruhan, perlabuhan Kedah Tua merupakan tempat persinggahan yang sangat penting karena kedudukan geografisnya terletak di jalan masuk ke Selat Melaka dari India dan Asia Barat. Bagi pedagang dari China ia merupakan pelabuhan yang penting dan sesuai untuk disinggahi karena terletak di jalan keluar dari Selat Melaka menuju ke India. Bahan-bahan arkeologi yang banyak dijw11pai dan dari berbagai jenis peninggalan menunjukkan bahwa kerajaan Lembah Bujang merupakan kerajaan yang terkenal, makmur dan kuat pada masa dahulu. 4
3.
Kerajaan Srivijaya Kerajaan Srivijaya merupakan sebuah kerajaan Melayu tua yang berpusat di Palembang, Swnatera Utara. Kerajaar1 Srivijaya telah diasaskan pada akhir kurun ke-7 Masehi. Di puncak pemerintahamlya, kerajaan Srivijaya telah berhasil menaklukan kerajaan lain yang terkenal seperti kerajaan Melayu Jambi dan kerajaan Lembah Bujang (Kedah Tua). 4
Siti Zurina Abd Majid, Sejarah Malaysia Tingkatan 5, (Kuala Lumpur: Mutucetak Sdn. Bhd, 2002), Cetakan Ke-I, h. 23.
46
Kerajaan Ligor di bagian Selatan Negara Thailand pula telab ditakhlukan kerajaan tersebut pada tabun 775 Masehi. Apabila kerajaan Srivijaya berhasil menakhlukan pelabuhan Kedab Tua maka ia sekaligus dapat menguasai jalan perdagangan yang penting dan kaya di Sela! Melaka. Kerajaan Srivijaya yang menguasai bandar-bandar pelabuhan Melayu seperti Kedab Tua, Melayu Jambi dan kerajaan Palembang di Sumatera, kemudiannya telab meajadi pelabuhan yang makmur clan kaya. Kerajaan Kedab Tua telab menjadi pelabuhan yang terpenting untuk persinggahan menjelang abad ke-9. Dikatakan juga kerajaan Srivijaya telab mempunyai hubungan persababatan dan diplomatik dengan Negara China karena kedudukannya sebagai pusat perdagangan yang terpenting di gugusan kepulauan Melayu. Menurut penelitian, ada di kalangan raja Srivijaya yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan kerajaan Sailendra di Jawa Tengah menjelang tabun 775 Masehi. Ini untuk menguatkan kedudukannya sebagai keraj aan yang unggul dan diperkuat lagi dengan hubungan persababatan yang erat dengan raja India, yaitu Raja Pala. Dengan sistem pemerintaban, hubungan antar bangsa dan kepimpinan yang baik, kerajaan Srivijaya terus unggul sebagai kerajaan Melayu dalam tempo yang lama. 5
5
Ibid, h. 27.
47
Menurut buku Sejarah Kebudayaan Asia, kerajaan Srivijaya telah mengamalkan sistem pemerintahan yang tersusw1, beraja dan dibantu oleh para pembesar. Kerajaan Srivijayajuga merupakan pusat peradaban Melayu yang penting karena ia merupakan pusat pembelajaran dan penyebaran bahasa Sanskrit. Malahan sebagai pusat pembelajaran dan penyebaran agan1a Buddha di gugusan kepulauan Melayu. Menurnt sejarah, Raja Chola telah menyerang kerajaan Srivijaya pada tahW1 1017 Masehi dengan tujuan merampas kuasa sebagai pusat perdagangan dan kekayaan. Raja Chola juga telah menyerang kerajaan-kerajaan di Swnatera dan SemenanjW1g Tanah Melayu pada tahW1 1025 Masehi termasuk kerajaan Lembah Bujang, kerajaan Panei dan Jambi. Menjelang abad ke-13, kerajaan Jambi telah menjadi semakin lemah dan tanah jajahannya juga dikuasai oleh Negara lain, kerajaan Thailand di bawah kepimpinan Sukhotai telah merampas jajahan takhluk Srivijaya di bagian utara Semenanjung Tanah Melayu dan Ligor juga ditaklukkan oleh Raja Thailand di bawah pemerintahan Rama Kbamheng. 6
4.
Kerajaan Majapahit Kerajaan Majapahit mw1cul di saat kejatuhan kerajaan Srivijaya. Kerajaan ini berpusat di Jawa pada tahun 1350 Masehi, kerajaan Majapahit
6
Azhar Hj. Mad Aros, Tamadun Islam Dan Tamadun Asia, (Selangor: Oxford Fajar Sdn. Bhd, 2006), Cetakan Ke-7, h. 76.
48
mengalami zaman kegemilangannya di bawah pimpinan Hayam Wuruk yang memerintah sehingga tahun 1389 Masehi. Perdana Menteri, Gajah Mada bertanggungjawab meluaskan kekuasaan Majapahit dan menguatkan kedudukan kerajaan semasa pemerintahan Hayam Wuruk. 7 Kerajaan Majapahit juga telah berjaya menaklukan kerajaan Melayu yang ada pada masa itu di seluruh gugusan kepulauan Melayu. Kerajaan Majapahit telah berhasil menaklukan kerajaan Srivijaya dan dengan ini menguasai jalan perdagangan yang kaya dan penting di Selat Melaka. Setelah memerintah hampir 200 Tahun kerajaan Majapahit menjadi lemah dan mulai berpecah. Namun begitu kebudayaiannya tetap menjadi asas kepada budaya Melayu. 8 Dengan
pergantian pemerintah dan kerajaan, ditambah dengan
datangnya pedagang-pedagang dari luar ke Tanah Melayu, maka secara tidak langsung budaya serta adat yang dibawa pada masa tersebut semakin diwarisi dari zaman ke zaman dengan hanya melalui lisan. Ada juga hukum adat dijadikan sebagai undang-undang, ini bertujuan mengukuhkan kedudukan raj a pada zaman tersebut.
7
L. Devi, Mansor Hassan, Sejarah Malaysia Tingkatan 5, (Petaling Jaya: Sasbadi Sdn. Bhd, 2000), h. 13. 8
Azhar Hj. Mad Aros, Tamadun Islam Dan Tamadun Asia, (Selangor: Oxford Fajar Sdn. Bhd, 2006), Cetakan Ke-7, h. 75.
49
Walaupun dengan kedatangru1 Islrun banyak menghilangkan adat-adat yang bertentangan dengan syariat seperti pemujaan dan sebagainya, tapi tidak dinafikan babwa masih ada sisa-sisa yang dipergunakan oleh masyarakat Malaysia hingga ke hari ini.
B. Adat Perpatih Dalam Hukum Adat Di Negeri Sembilan Adat perpatih, seperti yang biasa dipabruni, adalah sistem kemasyarakatan yang berdasarkan sistem nasab ibu (matrilineal), sedangkan sistem sosial !slrun adalab berteraskan nasab bapa (patrilineal). 9 Dalam masyarakat Melayu Negeri Sembilru1, adatnya ada dua jenis adat yang berkembang yaitu adat Perpatih dan adat Temenggong. Pembagian yang dimaksudkan ialab : "ke darat Ada/ Perpatih ke laut Adat Temenggung".
Ini berarti, dari segi adat, Negeri Sembilru1 itu terbagi kepada dua wilayab. Daerab-daerab yang jauh dari laut (yang dikatakan sebagai ke darat) seperti Jelebu, Jempol, Kuala Pilab, Trunpin, Rembau dan Seremban adalab wilayab Adat Perpatih. Masyarakat melayu yang tinggal di pesisiran atau berdekatan
9
Norhalim Haji Ibrahim, Ada/ Perpatih Perbezaan dan Persamaan dengan Adat Temenggong ,(Kuala Lumpur: Penerbit Fajar Bakti Sdn.Bhd, 1993), h. 3.
50
dengan laut dalam konteks pendaerahan modem, daerah Port Dickson, adalah pengamal Adat Temenggung. 10 Namun begitu Negeri Sembilan lebih dikenal clengan negen yang mengamalkan Aclat Perpatih dibanding clengan negeri-negeri lain. Dari segi prakteknya masyarakat Melayu di Negeri Sembilan lebih banyak memakai Adat Perpatih dibanding Adat Temenggung. Adat Perpatih berasal dari Tanah Minangkabau Sumatera, clibawa oleh seorang pemimpin Minang bemama Sutan Balun yang bergelar Dato' Perpatih Nan Sebatang. 11 Adat Perpatih merupakan satu peraturan hidup, kontrol sosial juga sebagai satu sistem kekerabatan yang liberal dan menyeluruh. Oleh karena itu terdapat konsep-konsep tertentu di dalamnya seperti jurai, perut, suku dan sebagainya. Konsep ini selalu dikaitkan dengan silsilah keturumm seseorang. Dalam Aclat Perpatih, jurai keturunarmya berbentuk unilineal, yaitu keturunarmya hanya disilsilahkan kepada satu pihak saja. Jurai keturunan itu pula bersifat matrilineal, di mana seseorang itu disilsilahkan mengikut sebelah ibu. 12
'
0
Ibid, h. 6-7
11
http://halaqah.net I VlO I index. Php? action= profile; U=4 Adat Temenggung, diakses pada 16 April 2008. 12
Faraded Bt. Mohd. Dom, Persoa/an Pembagian Har/a Da/am Adat Perpatih, (Latihan llmiah Tahun Kepujian, Universiti Kebangsaan Malaysia, 1978-1979), h. 14.
52
Dalam setiap suku itu mempunyai seorang ketua yang mana ketua setiap suku itu dikenal sebagai Lembaga Suku sepe1ti Lembaga Suku Biduanda, Lembaga Suku Batu Hampar dan seterusnya. 15 Suku Biduanda merupakan suku yang Jebih istimewa kedudukannya berbanding dengan suku-suku yang Jain. Ini karena menurut anggapan pengamalpengamal Adat Perpatih, suku Biduanda itu adalah sebagai suku pribumi yang sesungguhnya merupakan orang asal di Negeri Sembilan sedangkan suku-suku lain ialah orang pendatang. Anggota-anggota suku inilah yang berhak menyandang pusaka Undang Luak. 16 Undang ialah puncak dari pada struktur dan susunan ketua-ketua adat di peringkat kawasan atau disebut Juak. Suku dianggap sebagai satu kelompok kekeluargaan yang besar dalam masyarakat Adat Perpatih. Ahli-ahli sesuku menganggap diri mereka sebagai adik beradik. Dengan itu rasa kesatuan di kalangan mereka sangat kuat dan kokoh. Keahlian dalam sesuatu suku adalah kekal sepanjang hayat. 17 Di kalangan masyarakat bersuku ini pula terdapat satu pola tempat kedianmn bagi pasangan yang telah menjadi suami istri. T'empat kediaman bagi
15
Dalo' Perba, Haji Yahya b. Abd Ghani PPJ. JP, Lembaga Suku Biduanda Waris Dua Carak, Wawancara Pribadi, Di Kantor Balai Undang, 15 April 2008. 16
17
Undang Luak adalah Ketua Pemerintah dalam Adat Perpatih
Faraded Bt. Mohd. Dom, Persoa/an Pembagian Horta Dalam Ada/ Perpatih, (Latihan Ilmiah Tahun Kepujian, Universiti Kebangsaan Malaysia, !978-1979), h. 97
53
pasangan suami istri adalah di kawasan kepunyaan ibu istrinya. Di tempat istri, suami adalah orang semenda dan pihak lelaki yang menjadi ahli perut isterinya adalah tempat semenda baginya. 18 Adapun keanggotaan dalam suku adalah berdasarkan kelahiran atau melalui upacara kedim. Penentuan suku adalah mengikut suku ibu. Sekiranya seseorang perempuan dari suku Tanah Datar kahwin dengan laki-laki daripada suku Mungkal, anak-anak mereka akan tergolong dalam suku ibunya yaitu suku Tanah Datar. Keanggotaan suku melalui sistem istiadat berkedim mempunyai kaitan dengan upacara menganak angkat. Kedim makna umumnya ialah saudara. Menurut konsep umum Ada! Perpatih, istilah ini digunakan bagi lembaga anak angkat yang terdiri dari dua jenis kedim iaitu : I. Kedim adat clan pusaka 2. Kedim adat pada lembaga Kedim adat dan pusaka lebih tinggi tingkatnya dibanding kedim adat pada lembaga. Apabila seseorang itu telah dikedimkan kepada satu suku dengan cara ini, jika dia seorang perempuan, maka dia berhak pada harta pusaka suku dan seluruh anggota keluarga yang dikembangkannya meajadi ahli suku yang mengkedimkannya, tidak lagi suku asal melalui kelahirannya. Jika yang mengikut upacara ini laki-laki, dia berhak menyandang pusaka yang dijunjung. Oleh sebab
18
Ibid, h. 15
54
kedim jenis ini melibatkan segala aspek keanggotaan suku seperti harta pusaka, gelaran dan sebagainya, maka upacara kedim kategori ini harus dihadiri oleh ketua adat dalam suku berkenaan seperti Lembaga, Buapak 19 dan Waris tennasuk Dato' Undang. 20 Kedim adat pada lembaga bertaraf lebih rendah daripada kedim adat dan pusaka dan ia hanya untuk mengikut adat istiadat sahaja. Orang yang dikedimkan hanya diakui sebagai ahli, tidak berhak menyandang gelaran pusaka atau mewarisi harta. Namun, dia berhak mendapat perlindungan seperti ahli-ahli lain dalam suku itu. Dalam upacara kedim kategori ini, lembaga saja yang perlu hadir. Undang hanya diberitahu setelah selesai segala-galanya. 21 Menurnt Abdullah Siddik, yang dimaksudkan dengan kedim adat pada lembaga ialah pengambilan anak angkat 'terbatas ', yaitu seorang anak perempuan dari sukunya sendiri atau dari bagian sukunya diambil sebagai anak angkat dan kepadanya diberi hak hanya atas harta yang ditetapkan dan telah diberikan kepadanya semasa hidup ibu angkatnya. 22
19
Buapak ialah ketua kelompok kekeluargaan perut dalam Adat Perpatih.
20 Norhalim Haji Ibrahim; Adat Perpatih Perbezaan dan Persamaan dengan Adat Temenggong ,(Kuala Lumpur: Penerbit Fajar Bakti Sdn.Bhd, 1993), 98. 21
22
Ibid, h. 99
Abdullah Siddik, Pengantar Undang-Undang Adat di Malaysia, (Kuala Lumpur: Universiti Malaya, 1975), h. 117.
55
Menurut tradisi, suku adalah unit dasar dari segi kediaman, kekeluargaan dan pengelompokan para pemilik harta. Kesatuan dalam suku diikat oleh persamaan nilai dasar yang terkandung di dalan1 kesatuan suku. Setiap individu mempunyai suku masing-masing dan hanya boleh menjadi anggota satu suku saja. Setiap suku bisa dibagi kepada kelompok yang lebih kecil yang dinamakan perut. Bilangan perut dalam tiap-tiap suku bergantung kepada struktur suku. Dengan kata lain, bilangan perut antara satu suku dengan suku yang lain tidak sama. Seperti juga suku, kelompok kekeluargaan perut juga. mempunyai seorang ketua yang disebut dengan Buapak. 23 Peru! adalah kelompok kekeluargaan yang berasal da.ripada satu keturunan moyang yang sama. Tentang jumlah generasi yang menggabungkan sesuatu perut itu, para sarjana agak berbeda pendapat. Ada yang mengatakan seperut bermakna mempunyai kaitan sehingga lima generasi, sembilan generas:i dan enam generasi. Hubungan kekeluargaan dalam satu perut itu lebih jel.as jika dibandingkan dengan hubungan kekeluargaan dalam satu suku. Kerjasama di kalangan ahli perut dalam ritual-ritual utama seperti majlis perkawinan dan kematian, adalah perlu sebelum melakukan atau menjalankan aktifitas yang lain, ahli seperut akan dikumpulkan dalam satu majlis yang dinamakan berkarnpung. Istiadat ini merupakan satu istiadat yang mengumpulkan semua ahli (sesuku/seperut/
23
Dato' Perba, Haji Yahya b. Abd Ghani PPJ. JP, Lembaga Sttlrn Biduanda Waris Dua Carak, Wawancara Pribadi, Di Kantor Balai Undang, 15 April 2008.
56
kelompok kekeluargaan yang lain) untuk membicarakan suatu masalah atau keputusan yang harus diambil untuk kepentingan bersama. Oleh karena anak-anak perempuan yang menerima harta pusaka, serta bertanggungjawab pula untuk menjaga ibu bapa atau suarni di masa tua kelak maka jika keluarga itu tidak mempunyai anak perernpuan, mereka akan mengambil anak angkat dengan istiadat berkedim tadi. Adat Perpatih ini diwariskan dari generasi ke generasi melalui kata-kata perbilangan (undang-undang suku). Ia meliputi berbagai aspek kehidupan masyarakat termasuk soal harta pusaka, perlantikan pemimpin, hukum nikah kawin, amalan bermasyarakat, sistem menghukum mereka yang melanggar adat atau melakukan kesalahan dan pelbagai aspek lagi. 24 Adat Perpatih mempunyai lima prinsip utama yaitu : I.
Keturunan ditetapkan melalui nasab ibu. Adat Perpatih memberi keistimewaan kepada perempuan yang dianggap bunda kandung yaitu ibu yang melahirkan anggota-anggota masyarakat. Seseorang individu itu adalah anggota suku ibunya dan bukan anggota suku bapanya.
2.
Tempat kediaman adalah di kawasan ibu isteri. Apabila berlangsung sesuatu perkawinan, si laki-laki akan meninggalkan kampung halamannya dan menetap di kawasan ibu isterinya sebagai seorang semenda.
24
http : //ms. wikipedia. org I wiki I Adat_Perpatih, diakses pada 13 April 2008.
57
3.
Perempuan mewarisi pusaka, laki-laki menyandang saka. Hanya lakilaki saja yang berhak menyandang saka Gabatart-jabatan dalam adat) manakala perempuan adalah mewarisi harta pusaka keluarga ibunya.
4.
Perkawinan seperut atau sesuku adalah dilarang. Dalam suatu perut dan suku, hubungan adalah rapat dan si laki-laki menganggap perempuan dalam perut atau sukunya adalah saudara perempuannya. Begitu juga sebaliknya. Oleh karena itulah perkawinan sesama suku ini adalah dilarang. Perempuan yang kawin sesama suku akan hilang haknya untuk mewarisi harta pusaka ibunya manakala ia laki-laki akan hilang haknya untuk menyandang apapun jabatan dalam adat.
5.
Orang luar boleh menjadi ahli sesuatu suku. Ini bertujuan agar perkawinan atau waris mewarisi dibenarkan orang luar untuk menjadi ahli sesuatu suku dengan cara melalui upacara berkedim. Dalam upacara ini seseorang itu akan bersumpah taat setia dan bersaudara dengan ahli-ahli suku yang akan disertainya. 25
C. Macam-Macam Harta Dalam Adat Perpatih
Dalam Adat Perpatih terdapat empat jenis harta yaitu26
:
l . Harta Pusaka. 2. Harta Dapatan Tunggal (Harta Dapatan).
25
26
http: //ms. wikipedia. org/ wiki I Adat_Perpatih, diakses pada 13 April 2008
Dato' Putih, Hj Mohd Zain b. Nawi, Lembaga Suku Batu Harnpar Petani, Wawancara Pribadi, Di Rumah Dato' Putih, 21 April 2008.
58
3. Harta Carian Bagi (Harta Carian a.tau Harta Pencaharian) 4. Harta Bawa.an Kembali (Harta Pembawa).
1. Harta Pusaka Pada dasarnya harta pusaka ialah harta kepunyaan se:matu suku a.tau perut berupa rumah, tanah a.tau barang-barang perhiasan yang ktaknya di atas tanah pusaka yang diwarisi turun temurun dari ibu bapa a.tau nenek moyang a.tau generasi yang terdahulu dan hanya diberikan kepada anak-anak perempuan, saudara-saudara perempuan dan seterusnya. Perempuan yang mewarisi tanah pusalca hanya mempunyai hak pakai. Dia boleh memindahkan hak pakai ini kepada orang lain !eta.pi tidak boleh menukarkan nama pemilik tanah tersebut. Kuasa hak pakai dan mengeluarkan hasilnya dalam Adat Perpatih di Rembau dikenal sebagai 'genggam nan beruntuk', yang bermaksud diuntukkan kepada pemegang yang tertentu. 27 Mengenai harta pusaka ini, dalam Adat Perpatih dibagikan kepada dua jenis . 28 yaitu :
a. Barta Pusaka Benar. b. Harta Pusaka Sendiri.
27
Mad Zahid b. Darus, Sistem Perwarisan Har/a Dalam Ada/ Perpatih Di Rembau (Satu Tinjauan), (Latihan Ilmiah Untuk Sarjana Muda Sastera, Universiti Kebangsaan Malaysia, 19771978), h. 21. 28
Abdullah Siddik, Pengantar Undang-Undang Adat di Malaysia, (Kuala Lumpur : Universiti Malaya, 1975), h. 146.
59
Pusaka benar ini, di negeri asal Minangkabau dikenal dengan istilah pusaka tinggi. lanya juga dikenali sebagai harta pusaka suku. Terdi1i dari tanah-tanah kampung, sawah, kebun buah-buahan dan rumah yang diwarisi dari ibu yang letaknya di atas tanah pusaka. Perwarisan harta pusaka benar ini diberikan kepada anak perempuan sesuku secara turun temurun bermula dari ibu, anak perempuan, seterusnya kepada keturunan perempuannya. Tanah yang menjadi harta pusaka ini didaftarkan atas nama wanita. Anak laki-laki tidak boleh memilikinya tetapi mereka boleh tinggal dan mengerjakan tanah tersebut sebelum dia beristeri atau jika tanah itu terbengkalai. 29 Pemilik-pemilik perempuan adalah sebagai pemegang amanah yang tertentu saja, yaitu berhak mengusahakan, mengambil faedah dru.ipadanya. Dalam istilah hukum adat, mereka itu hanya mempunyai hak pakai dan bukan hak milik perseorangan. Oleh karena itu, harta pusaka benar ini tidak boleh dijual kecuali oleh sebab tertentu dan dengan kebenaran Lembaga Suku atau Undang. 30 Menurut Adat Perpatih, Buapak dan Dato' Lembagalah yang bertindak sebagai wakil keluarga dalam suku atau dengan pendek kata merekalah sebagai pemegang kuasa atas tanah pusaka benar. Tidak ada seorang pun dibenarkan
29
Dato' Putih, Hj Mohd Zain b. Nawi, Lembaga Suku Batu Hampar Petani, Wawancara Pribadi, Di Rumah Dato' Putih, 21 April 2008. 30
Abdullah Siddik, Pengantar Undang-Undang Adat di Malaysia, (Kuala Lmnpur : Universiti Malaya, 1975), h. 146.
60
menjual atau menggadaikan tanah pusaka benar kecuali atas empat alasan sebagai yang digurindamkan oleh adat : Adat pusaka tak berdiri, Rumah gadang ketirisan, Gadis gadang tak berlaki, Maya! terbujur di tengah rumah. 31
Adapun yang dimaksudkan dengan gurindan1 di atas adalah32
:
I) Adat Pusaka Tak Berdiri Contohnya pada suku atau rumah itu sudah perlu mempunyai penghulu atau sudah lama pusaka penghulu terbenam lantaran biaya untuk fungsi adat pada negeri tidak cukup. 2) Rumah Gadang Ketirisan Rumah adat yang sudah rusak, perlu dibaiki sedangkan pemiliknya tidak mempunyai uang yang cukup untuk memperbaikinya. 3) Gadis Gadang Tak Berlaki Adanya dara yang sudah patut dikawinkan tetapi keluarganya tidak mempunyai uang yang cukup untuk membiayai perkawi11a1111ya. Juga boleh dijual untuk membiayai hidup gadis tersebut jika tidak kawin hingga akhir hayatnya.
31
Ibid, h. 147.
32
Ibid, h. 147.
61
4) Mayat Terbujur Di Tengah Rumah Tanah adat tersebut boleh digadaikan untuk membiayai pemakaman mayat dan keperluan kematian apalagi jika yang mati itu seorang penghulu. Dalam perkembangan Adat Perpatih yang seterusnya, telah dibolehkan juga seseorang menjual dan menggadaikan tanah pusaka dengan alasan-alasan yang sangat terdesak tetapi dibutuhkan orang di dalam perut dan sukunya saja. Tegasnya penjualan dan penggadaian pusaka dibenarkan dalam sesuku dan diberikan hak keutamaan kepada waris yang paling dekat, seumpamanya saudara seibu sebapa, sepupu atau seibu dan seterusnya. 33 Pusaka sendiri atau disebut juga pusaka pakaian diri sendiri, adalah segala jenis harta benda yang diwarisi oleh anak daripada orang-orang tuanya, seperti barang-barang hiasan dan lain-lain harta carian. 34 Pusaka sendiri ini di negeri asal Minangkabau terkenal dengan istilah Pusaka Rendah. Inilah harta pusalca jenis kedua dalam Adat Perpatih. Dikenali juga sebagai harta pusalca waris. Harta ini merupakru1 harta nenek moyang yang pada asalnya merupakan harta penambahan dalrun sesuatu suku. Harta jenis ini merupakan harta benda yang diwarisi oleh anak daripada orang tuanya
" Mochtar Nairn, Mengga/i Hukum Tanah dan Hukurn Waris Minangkabau, (Indonesia: Center For Minangkabau Studies Press, 1968), h. 141. 34
Abdullah Siddik, Pengantar Undang-Undang Adat di Malaysia, (Kuala Lumpur: Universiti Malaya, 1975), h. 147.
62
seperti barang-barang hiasan dan lain-lain harta carian bapa atau pemberian kepada bapa. 35 Cara perwarisan harta pusaka waris tidak sama dengan harta pusaka suku. Perwarisannya tidak diperuntukkan kepada kaum perempuan saja. Ini bermaksud kaum laki-laki juga berhak menuntut bagiannya. Bagi menentukan perwarisan ini, permufakatan sering diadakan untuk memutuskan siapa yang berhak mendapat bagian, sama saja ahli waris laki-laki atau ahli waris perempuan, bergantung kepada kata putus dari permufakatan itu. 2. Harta Dapatan Tunggal (Harta Dapatan) Harta dapatan merupakan harta yang dimiliki oleh seorang perempuan sebelum ia berkawin. Ia diperoleh melalui warisan orang tuanya ataupun hasil usaha perempuan tersebut sewaktu masih gadis. Jika diperoleh semasa ia masih gadis, harta ini dikenali sebagai carian dara dan apabila diperoleh sewaktu menjadi janda, ia dikenali sebagai carian janda.36 Seorang perempuan itu harus memberitahu bahwa harta tersebut merupakan harta dapatannya, sebelum ia berkawin. Jika si isteri mati, maka harta itu akan diserahkan kepada anak perempuannya. Jika si anak sudah meninggal
35
Dato' Putih, Hj Mohd Zain b. Nawi, Lembaga Suku Batu Hampar Petani, Wawancara
Pribadi, Di Rumah Dato' Putih, 21 April 2008. 36
Maimunah Manab, Adat Jstiadat Per/antikan dan Peranan Buapak Di Rembau, (Seremban : Maktab Perguruan Raja Melewar, 1995 ), h. 30.
63
semasa ibunya masih hidup maka harta itu akan diwarisi oleh keturunan anak perempuannya. Seandainya dia tidak mempunyai waris perempuan, hartanya akan jatuh kepada keturunan perempuan terdekat dari nenek moyang yang masing-masing akan memperoleh hak yang sama yaitu anak laki-laki y:mg akan berpeluang mengambil hasil dari harta itu.
37
3. Harta Carian Bagi (Harta Carian) Harta carian di Rembau dimaksudkan harta carim1 suami isteri. Harta carian suan1i isteri ialah segala penambahan harta
sema~a
hidup bersama
dijalankan. Tetapi sering terjadi dimana harta itu telah diperoleh pada masa seorang laki-laki itu belum nikah atau pun masa ia duda. Oleh ha! ym1g demikian ia dipanggil harta carian bujang. Misalnya semasa bujang si laki-laki mempunyai dua ekor sapi dan kemudian laki-laki itu kawin. Sepanjang perkawinan dengan isterinya itu sapi itu sudah membiak sebanyalc empat ekor. Maka sapi yang membiak itu dipanggil harta carian suami isteri. 38 Seandainya terjadi perceraian, pembagian hru.ia ini akan dilakukan di hadapan buapak. Pembagian ini hendaklah dibuat sebelun1 atau sesudah lafaz talak dijatuhkan. Isteri berhak menuntut harta pencariru.1 ini untuk membayar
37
Abdullah Siddik, Pengantar Undang-Undang Adat di Malaysia, (Kuala Lumpur: Universiti Malaya, 1975), h. 141. Mad Zahid b. Darus, Sistem Pe1~arisan Harta Da/am Adat Perpatih Di Rembau (Satu TilJjauan), (Latihan Jlmiah Untuk Sarjana Muda Sastera, Universiti Kebangsaan Malaysia, 19771978), h. 21. 38
64
hutang suaminya. Jika seorang suami menjatuhkan talak kepada isterinya tanpa menuntut bagiannya, maka bagiannya itu akan hilang secara otomatis. Biasanya j ika perkawinan menghasilkan anak, bagian suami akan d:itinggal kepada isteri untuk memelihara anak-anak mereka. 39 4. Harta Bawaan Kembali (Harta Pembawa) Harta pembawa merupakan harta milik seorang suarni sebelum ia kawin. Ia diperoleh baik melalui hasil titik peluh laki-laki tersebut ataupun hadiah daripada kedua ibu bapanya. Sewaktu kawin, laki-laki terse:but mestilah terlebih dahulu memberitahu atau memaklumkan bahwa harta tersebut adalah miliknya dan ditetapkan sebagai harta pembawa walaupun sesudah dia berkawin. Harta ini tidak akan bertukar menjadi status harta pencarian dan isteri tidak mempunyai hak terhadapnya. 40 Apabila seorang suami meninggal dunia, harta tersebut akan jatuh ke tangan saudara perempuannya atau balik semula kepada warisnya. Pihak keluarga isteri tidak ada hak untuk menuntut harta ini. Kesukaran akan timbul sekiranya seseorang itu kawin lebih dari sekali. Dari perkawinan pertama akan dianggap sebagai pembawaan bila laki-laki tersebut kawin buat kali kedua atau seterusnya.
39
Maimunah Manab, Adat lstiadat Per/antikan dan Peranan Buapak Di Rembau, (Seremban : Maktab Perguruan Raja Melewar, 1995 ), h. 31. 40
Roswati bt. Yaakub, Di/ema Tanah Adat Abad ke -20: Tinjauan Daerah Rembau, Negeri Sembi/an, (Latihan Ilmiah Sarjana Muda Sastera, Universiti Kebangsaan Malaysia, 1997), h. 29.
65
Adapunjenis-jenis harta yang tergolong di dalam harta pembawa ialah41 : 1. Harta carian bujang yaitu harta carian jerih payah anggota laki-laki berkenaan. Bila ia mati harta carian bujang jenis ini jatuh kepada saudara perempuannya. 2. Harta yang dihadiahkan oleh ibu bapa kepada anak laki-.lakinya. Bila dia mati dan kalau dia sudah kawin, harta ini dikembalikan kepada warisnya. 3. Hadiah-hadiah dari keluarga kepada anggota laki-laki sudah berkawin. Segala harta pembawa mestilah diberitahu waktu kawin dan apabila mati permohonan untuk pemulangannya mesti dibuat pada kegiatan 'meratus hari'. Tatkala ini juga si suami dijemput balik ke tempat suku asal keluarganya. Tanpa isteri ia tidak mempunyai hak lagi untuk tinggal di tanah isterinya. 4. Harta bagiannya hasil dari pembagian harta carian jika ia sudah beristeri sebelum itu. Apabila ia mati harta ini akan dikembalikan kepada warisnya.
D. Demografi Daerah Rembau Rembau adalah sebuah daerah di Negeri Sembilan yang terletak di daerah selatan bersebelahan dengan Negeri Melaka. Kedudukannya adalah antara daerah Kuala Pilah di Timur Laut, Tampin di Timur Tengah, Sercmban di Barat Laut, Port Dickson di Barat dan Melaka di Selatan. Rembau terletak antara garisan
41
Faraded Bt. Mohd. Dom, Persoa/an Pembagian Horta Da/am Adat Perpatih, (Latihan Ilmiah Tahun Kepujian, Universiti Kebangsaan Malaysia, 1978-1979), ha! 29.
66
lintang 2'23' utara dengan gansan lintang 2'43' utara clan di gansan bujur I 02'06' timur sehingga bujur 102' 13' timur.
42
Daerah Rembau seluas 402.76 kilometer persegi atau 41 418 hektar dengan penduduk sejumlah 44 230 orang yang mendiami 17 mukim yang terdiri dari 204 buah kampung. Penduduk daerah ini mayoritas aclalah petani, pegawai kerajaan, pegawai swasta, pekerja perkilangan di kawasan perindustrian daerah a tau di Seremban.
43
Yang Di Pertuan Besar Negeri Sembilan yang pertama yaitu Raja Melewar, dinobatkan di Rembau yaitu di kampong Penajis clan bertempat tinggal di Kampung Astana Raja. Baginda mangkat di Rembau dan :makanmya masih ada di Rembau. Undang Rembau pada masa ini ialah Dato' Haji Muhammad Sharip b. Othman. Daerah ini mempunyai satu kawasan parlimen yaitu Parlimen Rembau dan dua kawasan undangan negeri yaitu Chembong dan Kota. DUN Paroi dan Rantau terletak dalam wilayah kekuasaan daerah Seremban. Parlimen Rembau diwakili oleh Khairy Jamaluddin sebagai anggota parlimen. 44 Sejarah Rembau telah dapat diketahui semenjak awal abad ke 15. Ia disebut dalam sejarah Melayu sebagai 'Dari Kampung Keling (Melaka) datang ke
42
Roswati bt. Yaakub, Dilema Tanah Ada/ Abad ke -20: Tinjauan Daerah Rembau, Negeri Sembi/an, (Latihan Ilmiah Sarjana Muda Sastera, Universiti Kebangsaan Malaysia, 1997), h. 17. 43
http : //ms.wikipedia.org/wiki/Rembau, diakses pada 15 April 2008.
41
http: //ms.wikipedia.org/wiki/Rembau, diakses pada 15 April 2008.
67
Kuala Penagoh (simpang cabang Sungai Rembau- Sungai Linggi)'. Sebelum abad ke 15, penduduk Rembau terdiri dari orang asli Jakun atau Melayu Proto. Menurut Newbold, orang-orang minangkabau mula-mula masuk ke Rembau sebelum 1400 M. Nama Jakun ini kemudiannya dijadikan nama suku yang menjadi Biduanda setelab mereka memeluk Islarn. 45 Mereka yang datang dari suku Biduanda inilab yang boleh menjadi atau memegang jawatan sebagai Undang. Orang J akun ini mempunyai satu sistem susunan hidup yang tinggal di kampung-kampung kecil dan bertempat tinggal di sekitar tebing sungai. Mereka mendiami rumab yang mempunyai sebuah bilik dan bertiang tinggi. Mereka mengamalkan 'adat benar' yang mempunyai ciri-ciri sistem nasab ibu. 46 Di Rembau, pada tabun 1530 rombongan yang diketuai oleh Tuk Lela Balang dari Kampung Paya Bidara, Minangkabau telab datmg ke Rembau. Dari Sungai Linggi, mereka mudik ke Sungai Rembau dan setelah sampai di Kampung Kota, mereka telab bertemu dengan Batin atau Bendabara Sekudai yang bernama Puteri Bungkal. Asal ketunman Lelamabaraja inilab yang tdab mewarisi pusaka Undang Rembau. 47
45
Roswati bt. Yaakub, Dilema Tanah Adat Abad ke -20: Tinjauan Daerah Rembau, Negeri Sembilan, ( Latihan Ilmiah Smjana Muda Sastera, Universiti Kebangsaan Malaysia, 1997), h. 18. 46
41
Ibid, h. 18.
Maimunah Manab, Adat Istiadat Perlantikan dan Peranan Buapak Di Rembau, (Seremban: Maktab Perguruan Raja Melewar, 1995 ), ha! 7.
68
Dengan kedatangan orang-orang Minangkabau di Rembau dengan membawa adat Minangkabau, maka penyesuaian dan pengukuhan melalui perkawinan dan penyemendaan, maka wujudlah penduduk Rembau seperti hari ini yang mengamalkan Adat Perpatih. Mereka mendiami be:berapa kampong dan beberapa kawasan barn seperti di Batu Hampar, Pedas, Gadong dan lain-lain lagi. Adapun sistem administrasi daerah Rembau kurang teratur, hal ini dapat dilihat perbedaan kampong dengan kota-kota kecil yang agak jauh serta fasilitas yang terbatas. Bagi mereka yang ingin mengurus sesuatu pembayaran seperti rekening listrik, terpaksa menggunakan mobil angkutan untuk berurusan ke kota tersebut yangjaraknya ada yang melebihi 12 km. Kuantitas penduduk daerah Rembau merupakan wilayah daerah yang pertumbuhan penduduknya sangat cepat, sehingga jumlah penduduknya meningkat. Menurut data yang diperolehi jumlah penduduk daerah Rembau secara keseluruhannya sejumlah 978 248 orang. Sebaran penduduk Rembau dapat dilihat pada table 3. I berikut ini :
69
Tabel 3.1 Jumlah Penduduk Daerah Rembau Mengikut Jantina dan Mukim
No
Daerah Pentadbiran/Mukim
Lelaki
Jumlah
Perempuan --
1.
Rembau
2.
Batu Hampar
3.
Bongek
4.
Chembong
5.
Chengkau
6.
Gadong
7.
~.
21 670
22 560
44 230
1 636
1 729
3 365
753
846
1 599
5 125
5 228
10 353
613
713
1 314
2 181
2204
4 385
Kundur
866
1 013
1 879
8.
Legong Hilir
833
862
I 695
9.
Legong Hulu
310
356
666
10. Miku
111
95
206
11. Nerasau
494
584
1 078
12. Pedas
3 434
3 312
6 746
13. Pilin
495
508
1 003
1 577
1 788
3 365
14.
Selemak
15.
Semerbok
308
284
592
16.
Sepri
538
578
1 116
827
905
l 732
1 569
1567
3 136
502 812
475 43fi,
978 248
17. Tanjung Keling 18.
Titian Bintangor Jumlah Keseluruhan
Sumber Data: Kantor Daerah Rembau Tahun 2007
70
Tabel 3.2 Profil Daerah Rembau Luas Daerah Rembau
41 418 hektar
Jumlah Pemukiman
17 buah
Kampung Tradisional
204 buah
Bilangan JKKK
45 buah
Bilangan Kampung
210 buah
Bilangan Penduduk
44 230 orang
Dewan Undangan
Chembong dan Kota
Sumber Data: Kantor Daerah Rembau Tahun 2007
Tabel 3.3 Sarana Keagamaan No.
Sarana I Fasilitas
I.
Masjid
.Jumlah 32 buah '
2.
Surau
51 buah
3.
Kuil Hindu
4 buah
4.
Tokong Cina
2 buah
5.
Gereja
Tiada
Sumber Data: Kantor Daerah Rembau Tahun 2007
71
Berdasarkan urman di atas, menunjukkan bahwa againa yang dianut masyarakat daerah Rembau mayoritasnya Islmn, dibanding clengan agama-againa yang lainnya. Nainun bagi mereka yang bukan beragaina !slain mereka masih boleh menj alankan aktifitas keagainaan mereka dengan ainan dan tenang di tern pat peribadatan mereka yang telah disediakan sesuai dengan agama yang dianutnya. Walaupun begitu kadangkala masyarakat Melayu lebih mengutainakan kepentingan adat melebihi aturan yang ditetapkan againa. Masyarakat Melayu merupakan masyarakat yang amat menyukai serta mengainalkan hal-hal yang berkaitan dengan hukum adat. Dalain pepatah Melayu sendiri terkenal dengan ismah "biar mati anak jangan mati adat "48 yang bermaksud, masyaralcat Melayu sanggup kehllangan anak
tetapi jm1gan kehilangan adat. Kalau dilihat pada tahun 60-an, bagi masyarakat Melayu yang melanggar hukum adat, maka sanksinya adalah dibum1g dari daerah ataupun dicainbuk, nainun demikian pada saat ini Islan1 sudal1 berkembang dan menjadi le:bih baik dan berbeda dengan masyarakat yang terdahulu. Banyak perkara yang berlawm1an dengan hukum !slain kini sudah banyak yang ditinggalkan oleh masym·akat. Meskipun mayoritas penduduk Daerall Rembau mengmmt agmna Islam, bagi masyarakat non-muslim mereka tetap menjalankan aktivitas keagamaan tanpa adanya gangguan. Disebabkan ha! inilah kehidupan masyarakat Melayu yang beragaina Islam
48
Mahdi Shuid, Suzani Osman, Sazlina Othman, Sejarah Malaysia, ( Selangor: Pearson Malaysia Sdn. Bhd, 2006), Cetakan Ke-1, h. 17
72
dengan masyarakat non-muslim yang lainnya tetap berjalan harmonis. Untuk melihat jumlah penganut agama di Daerah Rembau dapat dilihat daTi tabel di bawah ini:
Tabel 3.4 Jumlah Perseutase Penganut Agama Daerah R'embau
No.
Jenis Agama
Jumlah Persentase
I.
Islam
85.5 %
2.
Buddha
8.7%
3.
Hindu
5.2%
4.
Lain-lain
0.6%
Sumber Data: Kantor Daerah Rembau Tahun 2007 Tabet 3.5 Jumlah Penduduk Mengikut Bangsa Daerah Rembau
No.
Jenis Agama
Jumlah Persentase
I.
Melayu
85.5 %
2.
Cina
8.7%
3.
India
5.2%
4.
Lain-lain
0.6%
Sumber Data: Kantor Daerah Rembau Tahun 2007 Berdasarkan tabel 3.4 di atas jelaslah bahwa kehidupan beragama dalam masyarakat Daerah Rembau merupakan hal yang sangat penti.ng karena semua ha! yang dilakukan harus berdasarkan ajaran agama Islam. Jadi dapat disimpulkan bahwa masyarakat di Daerah Rembau adalah merupakan masyarakat yang agamis. Ini karena
73
pada waktu aktivitas seharian masyarakat Daerah Rembau sangat berpegang teguh pada ajaran Agama Islam. Namun dalam beberapa ha! tertentu masyarakat lebih mengutamakan hukum adat tanpa memperhatikan ajaran agama Islam seperti ha! yang berkaitan dengan pembagian harta dan sebagainya.
Tabel 3.6 Jumlah Sarana Pendidikan Daerah Rembau No.
I.
Sarana Pendidikan Sekolah Menengah Kebangsaan
Jumlah 2 buah
(SLTPN) 2.
Sekolah Rendah Kebangsaan
14 buah
(SDN) 3.
Sekolah Jenis Kebangsaan (Cina)
1 buah
(SD Swasta Cina)
4.
Sekolah Jenis Kebangsaan (Tamil)
2 buah
(SD Swasta Tamil) 5.
Pra Sekolah (Kerajaan)
7buah
(TK Negri) 6.
Tabika I Nurseri (Swasta)
Tiada
(TK Swasta) 7.
Sekolah Rendah Agama Rakyat
Tiada
(MIS)
8.
Sekolah Menengah Agama Rakyat
Tiada
(MTSS)
9.
Sekolah Menengah Agama Negri
1 buah
Sumber Data: Kantor Daerah Rembau Tahun 2007
74
Secara umum perkembangan pendidikan, baik pendidikan umum maupun pendidikan agama di Daerah Rembau sampai saat ini mencukupi dari segi fasilitas bangunan sekolah, maupun penyediaan buku bagi bacaan siswa. Di Daerah tersebut san1pai saal ini siswa-siswi sekolah tingkal dasar seperli Madrasah lblidaiyah, akan pergi ke sekolah-sekolah yang berdekatan dengan rumah mereka begitu juga bagi mereka yang bersekolah di sekolah menengah pertengahan dan sekolah menengah alas. Tabel 3.7 Jumlah Pcnduduk Berdasarkan Mata Pencarian
No.
Mata Pencarian
Jumlah Persentasc
1.
Pertanian
40%
2.
Pekerja Kerajaan (PNS)
18 %
3.
Peke1ja Sektor Swasta
32%
4.
Perikanan
10%
Sumber Data : Kantor Daerah Rembau Tahun 2007
Adapun mata pencarian penduduk Daerah Rembau terdiri daripada pelbagai jenis pekerjaan. Berdasarkan label 3.7 di atas, jelas bahwa kebanyakan penduduk Daerah Rembau memenuhi kebuluhan hidupnya dengan melakukan pekerjaan tani. Di antara faktor yang mendorong banyaknya masyarakat memilih bertani sebagai pekerjaan ulama adalah karena Derah Rembau mempunyai tanah yang cukup banyak dan keadaan lanah yang subur menjadikan setiap tanaman menjadi subur serta mudah untuk dijaga.
BAB IV PEMBAGIAN HART A PU SAKA ADAT PERI' ATIH A. Sistem Perwarisan Harta Dalam Adat Perpatih
Seperti yang telah dibahas dalam bab sebelum m1, yaitu dalam judul Macam-macam Harta Dalam Adat Perpatih, telah dijelaskan bahwa harta dalam Adat Perpatih itu terdiri dari empat jenis yaitu harta pusaka, harta dapatan tunggal (harta dapatan), harta carian bagi (harta carian atau harta pencaharian), dan harta bawaan kembali (harta pembawa). Dalam Adat Perpatih yang diartikan dengan harta pusaka adalah harta kepunyaan sesuatu suku atau perut berupa rumah, tanah atau barang-barang perhiasan yang letaknya di atas tanah pusaka suku yang diwarisi secara turun temurun dari ibu bapa atau nenek moyang atau generasi yang terdahulu dan diberikan kepada anak-anak perempuan, saudara-saudara perempuan dan seterusnya. Sistem perwarisan harta di dalam Adat Perpatih adalah berdasarkan kepada hukwn Adat Waris yaitu kaedah-kaedah hukwn yang mengatur pemindahan harta seseorang yang mati kepada ahli warisnya. 1 Untuk membolehkan harta itu diwariskan, ada tiga unsur penting yang perlu diperhatikan dan diselesaikan menurut hukum Adat Waris yaitu:
1
Abdullah Siddik, Pengantar Undang-Undang Adat di Malaysia, (Kuala Lumpur: Universiti Malaya, 1975), h. 144
76
1. Ada seseorang yang meninggal dunia. 2. Ada ahli waris dari si mati. 3. Ada harta peninggalan si mati. Sistem kewarisan Adat Perpatih adalah sistem kewarisan yang kolektif di mana harta peninggalan atau harta pusaka tidak boleh dibagi-bagikan pemilikannya di antara para ahli waris. Dan ini adalah sesuai dengan sifat kekeluargaan dalam Adat Perpatih yang menimbulkan masyarakat yang bersuku. Dengan sistem kewarisan yang kolektif tersebut maka harta tinggal dalam keluarga dan suku sendiri. 2 Sesuai dengan sistem kekeluargaan yang unilaterialmatrilineal, maka yang berhak mewarisi adalah setiap orang yang garis keturunannya diambil dari garis perempuan saja. Tegasnya semua pusaka benar diturunkan kepada anak-anak perempuan saja. Dalam sistem perwarisan Adat Perpatih, khususnya tanah adat, hak milik ke atas tanah-tanah tersebut tidak boleh dipindah milik kepada orang lain. Ia tidak boleh dipindah milik, digadai atau dijual kecuali dengan izin atau persetujuan ketua adat dan waris yang berhak ke atas tanah tersebut. Perwarisan tanah adat adalah berdasarkan kepada waris perempuan yang terdekat mengikut sistem jalur ibu atau nasab ibu. 3 Mengenai harta pembawaan yaitu harta suami yang diperoleh sebelum kawin dan harta dapatan yaitu harta istri yang diperoleh sebelum kawin, 2
3
Ibid, h. 145
Dato' Putih, Hj Mohd Zain b. Nawi, Lembaga Suku Batu Hampar Petani, Wawancara Pribadi, Di Rumah Dato' Putih, 21 April 2008.
77
apabila pemiliknya meninggal dunia, maka harta itu berpindah kepada keturunan perempuan simati. 4 Pepatah adat ada menyebut : Hart a pusaka turun kepada anak Tiada anak waris ikrab Tiada waris ikrab waris bersanak Tiada waris bersanak terpu/ang kepada suku. j
Mengikut Adat Perpatih, keutamaan warisan harus diberikan kepada pihak perempuan karena sifat wanita itu sendiri yang mempunyai kudrat yang lemah dibanding dengan kaum laki-laki. Tambahan pula gerak gerik mereka lebih terbatas dan tidak bebas dibanding dengan kaum laki-laki. Ada! Perpatih telah menempatkan kaum wanita pada posisi yang paling baik dan tinggi. Ini mernpakan penghormatan yang diberi untuk memelihara nasib dan masa depan mereka. 6 B. Cara Membagi Harta Pada Masyarakat Rembau
Pembagian harta pada masyarakat Rembau berdasarkan pada jenis-jenis hartanya. Sudah menjadi kebiasaan dalam sistem Adat Perpatih, musyawarah demi mencapai keharmonian dan kesepakatan adalah penting di antara ahli-ahli suku. Walaubagaimanapun kadang-kadang terdapat juga perselisihan dan pertengkaran di antara ahli-ahli suku disebabkan perwarisan harta ini. Perselisihan
4
Abdullah Siddik, Pengantar Undang-Undang Adat di Malaysia, (Kuala Lumpur: Universiti Malaya, 1975), h. 116 5
Roswati bt. Yaakub, Dilema Tanah Adat Abad ke-20: Tinjauan Daerah Rembau, Negeri Sembi/an, ( Latihan Ilmiah Sarjana Muda Sastera, Universiti Kebangsaan Malaysia, 1997), h 26 6
Dato' Putih, Hj Mohd Zain b. Nawi, Lembaga Suku Batu Ham par Petani, Wmvancara Pribadi, Di Rumah Dato' Putih, 21 April 2008
78
dan pertengkaran ini mungkin disebabkan perasaan tidak puas hati pihalc keluarga dalam satu suku. 1. Cara Membagi Harta Pusaka Suku
Adapun cara pembagian harta pada masyara.kat Rembau adalah dengan cara permufakatan di kalangan ahli keluarga. Misalnya Lembaga Suku atau Buapak akan mengumpulkan semua ahli keluarga dan mereka akan bermufakat untuk membagi harta-harta itu. Jika pihak keluarga itu mempunyai empat orang anak perempuan maka harta-harta itu akan turun kepada keempat-empat anak perempuan tersebut dan anak laki-laki merelakan dan bersetuju dengan pembagian itu. Apabila semuanya sepakat maka tidak akan terjadinya kericuhan atau perselisihan dalam ahli keluarga tersebut. 7 Pemegang mutlak bagi hruia pusaka suku adalah anak perempuan jalur keturunru1 ibu. Jika didapati anak perempua!1 dalan1 keluarga itu lebih dari seorang, harta pusaka suku ini akru1 dibagikan sarna banyak di antara mereka. Dalam ha! ini, kebiasaan dalmn hukum Adat Perpatih di Rembau, analc perempuan yang bungsu akan memiliki rumah si ibu dan tapak rumah. Maka dialah yang menjaga ibunya pada masa tuanya, juga disebabkan anak bungsu agak lambat berumah tangga daripada kakak-kakaknya. Tanah
7
Dato' Gempa Maharaja, Ismail bin Jassin, Lembaga Suku Batu Hampar , Wawancara Pribadi, Di Rumah Dato' Gempa Maharaja, 22 April 2008
79
sawah akan dibagikan samarata di kalangan saudara-saudara perempuan. Jika salah seorang dari saudara-sauclara perempuan itu ada yang telah meninggal
dunia clan
meninggalkan anak
perempuan,
maka anak
perempuannya itu berhak mendapat bagian yang sama banyak. 8 Namun jika si ibu ticlak mempunyai anak perempuan, maka harta itu akan clibagi kepacla keluarga perempuan yang terclekat atau yang sekeclim, pada kebiasaannya adalah sauclara perempuan atau anak saudara perempuan. Andainya tidak ada waris sekedim maka harta itu akan berpindah kepacla saudara perempuan dalam suku, walaupun saudara jauh. Penclek kata yang paling berhak aclalah waris yang clekat. Bila tiacla waris yang clekat barnlah harta pusaka itu jatuh kepacla waris yang jauh. 9 Anak laki-laki tidak acla hak clalam harta pusaka,. mereka hanya boleh memakan hasil dari tanah pusaka itu saja. Jika tiacla langsung anak perempuan dan waris perempuan anak laki-laki tetap tidak berhak. Maka harta yang seperti ini clinamakan 'pusaka gantung' di mana anak atau waris akan mempersembahkan harta itu kepacla Undang untuk kebenaran menjualnya. Seperti yang telah disebutkan tadi, perselisihan atau pertengkaran tidak akan timbul apabila anak laki-laki dalam ahli keluarga itu merelakan 8
Dato' Gempa Maharaja, Ismail bin Jassin, Lembaga Suku Batu Hampar , Wawancara Pribadi, Di Rumah Dato' Gempa Maharaja, 22 April 2008 9
Dato' Gempa Maharaja, Ismail bin Jassin, Lembaga Suku Batu Hampar , Wawancara Pribadi, Di Rumah Dato' Gempa Maharaj a, 22 April 2008
80
pembagian harta itu, namun kericuhan atau pertengkaran akan timbul apabila timbul rasa tamak dan tidak puas hati di kalangan mereka. Perselisihan dan pertengkaran sering terjadi apabila pemerintah mengambil tanah itu untuk tujuan pembangw1an. Maka pemeri:ntah akan membayar uang ganti rugi kepada pemilik tanah tersebut. Di sini akan terjadi pertengkaran apabila uang ganti rugi itu diberikan kepada anak perempuan saja. Pihak laki-laki akan meminta bagian mereka tapi saudara perempuan dalam keluarga mereka tidak mau memberinya dengan alasan bahwa lakilaki tidak berhak atas uang itu karena tanah pusaka hanya diberikan kepada kaum perempuan saja, tidak pada anak laki-laki. 10 Perselisihan juga timbul disebabkan tanah adat yang dimiliki oleh satu suku itu berpindah milik kepada suku yang lain. Misalnya si A mempunyai tanah dan si A adalah merupakan suku tiga nenek tapi tanah itu telah berpindah
milik
kepada
si
B
yang merupakan
suku
Biduanda.
Bagaimanakah keadaan ini bisa terjadi?. Tanal1 pusaka dari suku tiga nenek telah
berpindah milik kepada suku Biduanda.
Ini
mungkin ada
penyelewengan yang telah terjadi. Tidaklah keterlaluan kalau menyalahkan pihak-pihak yang berkenaan seperti peranan Datuk Lembaga, Buapak dan
'°
Dato' Gempa Maharaja, Ismail bin Jassin, Lembaga Suku Batu Hampar , Wawancara
Pribadi, Di Rumah Dato' Gempa Maharaja, 22 April 2008
81
lain-lainnya karena hanya mereka yang berkuasa dalam pemindahan atau pertukaran hak milik tanah pusaka. 11 Pertengkaran juga terjadi dalam pembagian harta sesama suku ini apabila saudara sekedim tidak mendapatkan bagiannya. Sedangkan dalam Adat Perpatih itu sendiri mementingkan kedudukan anak angkat dan mereka berhak
untuk mendapatkan harta pusaka.
Namun setelah mereka
dikedimkan mereka tidak mendapat bagian mereka. Maka di sini telah timbul pe1tengkaran dalam keluarga suku tersebut. 12
2. Cara Membagi Harta Pusaka Waris Cara pembagian harta pusaka war1s tidaklah sama dengan cara pembagian harta pusaka suku. Harta pusaka waris, cara membaginya tidaklah hanya kepada kaum perempuan saja. Ia melibatkan juga kaum atau waris laki-laki. Tidak semestinya kaum perempuart sebagai pemegang mutlaknya. Kaum laki-laki dari waris yang sanrn juga berhak menuntut bagiannya. Bagi menentukan cara membagi harta pusaka waris ini, permufakatan sering diadakan untuk mencapai kata sepakat dalam menentukan siapakah ahli waris yang patut menerima sesuatu hak, mungkin ahli waris laki-laki dan mungkin ahli waris perempuan. Ini tergantung
11
Mad Zahid b. Darus, Sistem Penvarisan Har/a Dalam Adat Perpatih Di Rembau (Satu Tinjauan), (Latihan llmiah Untnk Sarjana Muda Sastera, Universiti Kebangsaan Malaysia, 19771978), h. 38 12
Ibid, h. 39
82
kepada kata putus atau kesepakatan yang diambil dalam pe1muafakatan itu. 13 3.
Cara Membagi Harta Pembawa Sistem pembagian harta pembawaan di Rembau adalah berdasarkan kepada hukum adat yang mengatakan 'bawaan kembali'. Pengertian kembali adalah memulangkan, meletakkan atau rnenyerahkan semula kepada yang sebenar dan sepatutnya yang menerima hak. Dalam ha! ini fungsi buapak begitu penting sekali. Buapaklah yang mengetahui tentang jenis-jenis harta pembawa ini. Buapak akan meneliti apakah jenis harta pembawa ini tergolong di dalam harta pusaka waris atau tergolong dalam harta pusaka suku. Jika buapak mendapati harta tersebut terdiri dari harta pusaka suku, maka buapak akan mengarahkan kepada anak buahnya yang berkenaan agar memulangkan kembali harta itu kepada suku si suami. Jika harta pembawa itu terdiri dari hai1a pusaka waris, maka harta bawaan itu akan dipulangkan kepada waris yang layak mempusakainya. Sebelum memulangkan semula haiia-harta tersebut kepada suku atau waris si suami, permuafakatan dan perundingan antara buapak dengan anak-anak buahnya yang berkenaan dan juga permufakatan antara si istri dengan buapak sebelah suami dijalankan. Kebiasaaimya terdapat sikap toleransi dan
13
Dato' Gempa Maharaja, Ismail bin Jassin, Lembaga Suku Batu Hampar , Wawancara
Pribadi, Di Rumah Dato' Gempa Maharaja, 22 April 2008
83
tarik ulur antara kedua belah pihak. Mereka menghormati almarhum si suami atau orang yang telah kembali ke rahmatullah. 14 Dalam membagikan harta pembawa ini pernah terjadi perselisihan dan pertengkaran. Hal ini terjadi apabila seorang suami mati dan ada menyimpan sedikit duit tapi duit simpanan itu merupakan duit simpanan semasa almarhum masih bujang. Ini bermaksud uang simpanan itu termasuk dalam kategori harta carian bujang, dan seharusnya harta itu akan jatuh kepada saudara perempuannya. Namun begitu si istri enggan menyerahkan uang tersebut karena si suami meninggalkan empat orang anak. Maka di sini timbullah perselisihan dan pertengkaran hingga merenggangkan hubungan antara dua buah keluarga. 15 4. Cara Membagi Harta Carian Mengenai cara membagi harta carian, telah ditetapkan oleh hukum adat di Rembau berdasarkan kata-kata pepatah : Putus be/ah seorang beragih Carian bahagi Dapatan tinggal Bawaan kembali
Ungkapan putus belah beragih bermakna seorang suami atau istri apabila telah meninggal dunia. Istilah ini disebut penceraian mati.
14
Mad Zahid b. Darus, Sislem Perwarisan Har/a Dalam Ada/ Perpatih Di Rembau (Satu Tinjauan}, (Latihan Ilmiah Untuk Sarjana Muda Sastera, Universiti Kebangsaan Malaysia, 19771978), h. 32 15
lbid h. 38
84
Pembagian harta kepada waris si mati berpandukan kepada jenis hruta-harta itu. Jika didapati harta itu harta carian bujang atau jru1da maka harta carian hendaklah diserahkan pada suku atau waris si mati. Jika didapati pula hruta carian itu terdiri dari carian suruni istri, maka harta itu berhak dikuasai oleh salah seorang yang masih hidup, baik itu suami ataupun istri. Jika sisuruni yang meninggal dunia, maka hruta itu akan dijaga oleh si istri, begitu juga sebaliknya. Jni sesuai dengan pepatah 'putus be/ah seorang beragih '. Tetapi pihak yru1g masih hidup perlu menjaga harta
tersebut untuk diwariskan pada anak-anak mereka baik laki-laki maupun perempuan. Jika perkawinan antara suruni istri tidak menghasilkru1 anak, maka harta tersebut hendaklah dibagikan antara suku dan waris si suruni dan juga si istri. Begitulah sebalilmya jika si istri meninggal dunia lebih awal dru·i si suruni. Perwarisan harta carian suruni istri ini tdah dinyatakan dalrun kata-kata pepatah di Rembau : Mati Zaki tinggal kebini Mati bini tinggal kelaki Mati laki bini tinggal keanak
Jika terjadi perceraian hidup, harta carian bujang atau jru1da akan dikembalikan semula kepada yang empunyanya. Kalau si suruni mempunyai harta carian semasa bujang, maka diserahkan kepada si suruni itu semula,
85
begitu juga sebalilmya. Jika ada harta carian bersama suami istri maka hendaklah dibagikan antara keduanya itu. 16
5.
Cara Membagi Harta Dapatan Cara membagi harta dapatan di Rembau adalah berpandukan dan memegang kata adat 'dapatan tinggal '. Harta dapatan adalah hak milik si istri. Apabila te1jadi perceraian hidup atau kematian si suami, maka tetaplah harta itu menjadi hak milik si 'istri. Jika si istri mati lebih dahulu, segala haita dapatan itu terpulang kepada anak perempuan:nya. Ini dinrjuk pula jenis harta dapatan itu. Sekiranya harta dapatan itu harta pusaka suku maka ia terpulang pada anak perempuan ataupun sukunya. Andainya harta dapatan itu pula terdiri dari harta pusaka waris maka harta dapatai1 itu terpulang pada anak laki-laki atau anak perempuannya. 17
C. Aspek Yang Berbeda Dalam Pembagian Harta Pusalrn: Hukum Islam dan
Adat Perpatih di Rembau Setelah melihat kedua-dua sistem perwarisan dan cara pembagiai1 antara hukum adat perpatih dengan hukum Islam, penulis dapati antara kedua-duanya terdapat perbedaan. Adat Perpatih lebih mementingkan anak perempuan sebagai pewaris yang sah manakala Hukum Islam pula menetapkan anak laki-laki sebagai pewaris yang sah di samping anak-anak perempuan juga mempunyai hak-hak
16
/bid, h. 33-34
17
lbid, h. 35
86
yang telah ditetapkan dalam Islam. Jika mengikut hukum Islam, keutamaan diberikan kepada waris laki-laki atas sebab-sebab tertentu namun demikian bagian kaum perempuan tidak dikesan1pingkan bahkan menerima separuh dari apa yang dimiliki oleh waris laki-laki. 18 Walaupun dalam Adat Perpatih ada menyatakan bahwa 'Hukum Bersandi Adat, Adat Bersandi Kitabullah', namun ia hanya pada teori saja. Dari segi perlaksanaannya Adat Perpatih menolak sistem perwarisan yang telah ditetapkan oleh hukum Islam. Kata-kata 'Hukum Basandi Adat, Adat Basandi Kitabullah' belum dapat dilaksanakan lagi. Aspek yang berbeda yang dapat dilihat di sini adalah Tanah Adat. Status tanah Adat yang telah menetapkan jika tanah didaftarkan dengan perkataan 'Tanah Adat', ia tidak boleh dijual beli, digadai atau tidak boleh ditukar nama. Jika seorang perempuan mewarisi Tanah Adat, dia hanya berhak menggunakan tanah tersebut tetapi tidak mempunyai milik yang mutlak dan tidak boleh berbuat sesuka hati. Ini karena tanah adat dalam Adat Perpatih itu bukanlah milik mutlak seseorang. Harta Pusaka dalam pengertian Adat Minangkabau (Adat Perpatih) adalah harta kaum yang digarap oleh anggota kaum sebagai hak pakai dan bukan hak milik. Sebagai bukti bukan hak milik dari anggota kaum. yang menggarapnya ialah si penggarap tidak dapat menjual harta yang ada ditangannya.
18
Faraded Bt. Mohd. Dom, Persoalan Pembagian Harta Dalam Adat Perpatih, (Latihan llmiah Tahun Kepujian, Universiti Kebangsaan Malaysia, 1978-1979), h 84
87
Bila seseorang hanya memiliki manfaat dari harta yang ada ditangannya dan tidak memiliki benda atau zat harta itu maka harta itu tidak dinan1akan hak milik pribadinya. Dalam ha! ini barang yang disewa, barang yang dipinjall1, barang titipan dan lain-lain yang bendanya masih merupakan hak pemilik asal (suku), bukan hak milik penuh dari yang menyewa, atau yang meminjall1 atau yang menerima titipan. 19 Ini berbeda dengan status Tanah Pusaka dalan1 hukum Islan1. Mengikut hukum Islan1, pemilik harta pusaka mempunyai hak sepenuhnya atas tanah yang diwarisinya. Artinya, seseorang itu bo!eh menjual, menghibah, menukar !1all1a dan menggadaikan harta tersebut. Pemilik boleh melakukan apa saja asalkan tidak bertentangan dengan hukum Islan1. 20 Sistem pengiktirafan anak angkat ataupun sistem 'kedim' dalan1 Ad at Perpatih tidak jauh berbeda dengan hukum Islan1 yaitu dalam konsep hibah. Jika keluarga angkat memberi tanah adat kepada anak angkatnya ketika dia masih hidup maka ianya sall1a dengan konsep hibah. Hanya saja dalall1 Adat Perpatih, anak
angkat
(perempuan)
dia
berhak
pada harta
pusaka
suku
yang
mengkedimkannya sekalipun tidak ditentukan dalall1 wasiat, sedangkan dalan1 hukum Islam, anak angkat tidak mempunyai apa-apa hak perwarisan. Dia hanya boleh mewarisi haiia keluarga angkatnya melalui wasiat dengan kadar yang telah
19 0
Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, (Prenada Media : Indonesia, 2005), h 208
Roswati bt. Yaakub, Dilema Tanah Adat Abad ke -20: Tilyauan Daerah Rembau, Negeri Sembilan, ( Latihan Ilmiah Sarjana Muda Sastera, Universiti Kebangsaan Malaysia, 1997), h. 41 '
88
ditetapkan yaitu tidak melebihi satu pertiga daripada jumlah harta pusaka tersebut. Sebagaimana yang telah disabdakan oleh Rasulullah SAW :
,,"',,,,<)I . .,,fl ) J; LJ .;,._; /
/
";?o,, "1 ";;?",, ):. t:11" ',_ t~1"1 ' ~ ~:
-·
<)
)
-,
)
'J,; LO
o':.
::111~: -
h,:..1.!JW>
ii
~I
'):
J,,
I;L!>
o.
~'\
'""'
J/ r ' J
/)
/
Artinya: "Dan dari Sa'ad bin Abi Waqqash, bahwa ia berkata : Rasu/ullah SAW pernah datang ke tempatku untuk melawat aku ketika aku sedang sakit keras, /alu aku bertanya : Ya Rasulullah! Sesungguhnya sakitku sudah sangat payah sebagaimana yang engkau /ihat sendiri, sedangkan aku ini orang yang kaya dan tidak ada ah/i waris lain se/ain anakku perempuan, apakah boleh aku menyedekahkan dua pertiga gari hartaku itu? Ia menjawab : Jangan. Aku bertanya lagi : Ya Rasulullah! Bagaimana kalau separohnya? Ia pun menjawab /agi : Jangan. Aku bertanya /agi : Ka/au sepertiga? Ia menjawab : Sepertiga, dan (sekali lagi) sepertiga itu sudah cukup banyak atau sudah cukup besar, karena sesungguhnya engkaujika meninggalkan ah/i warismu itu dalam keadaan cukup atau kaya akan /ebih baik daripada engkau tinggalkan mereka dalam keadaan kekurangan yang se/alu menadahkan tangan kepada orang lain". (HR Jama' ah)
21
Mu'ammal Hamidy, dkk, Terjemahan Nailatul Authar Himpunan Hadits-hadits Hukum, (PT. Bina Ilmu: Surabaya, 2001), Cetakan Ke-3,Jilid 5, h 2022
89
Persetujuan waris simati juga perlu di ambil kira dafom soal ini. Jika tidak mendapat persetujuan dari semua pihak yang terlibat, dia tidak berhak mendapat apa-apa bagian dari keluarga angkatnya. 22 Jumlah pembagian harta di dalam Adat Perpatih tidak ditetapkan seperti di dalam hukum Islam. Ini karena memang harta pusaka adat itu bukan untuk dibagibagikan kepemilikannya namun yang dibagi adalah peruntukkan untuk menguruskannya. Di dalam Adat Perpatih, walaupun anak perempuan ditetapkan sebagai pewaris yang sah, namun kadar haita yang diwarisi antara mereka tidak sama rata. Hanya dinyatakan hak anak bungsu perempuan saja yang akan mendapat rumah pusaka dan tanah pusaka (rumah dai1 tanah adat) sedangkan hak anak-anak perempuan yang lain tidak dinyatakan dengan jelas. Ini berbeda dengan sistem faraidh yang telah menetapkan bagian-bagian yang akan diterima oleh anak laki-laki dan perempuan. Contohnya, anak laki-laki akan mendapat sama bagian dengai1 dua orang anak perempuan dan jika anak itu sama-sama perempuan dan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari haita yang ditinggalkan. Jika anak perempuan itu seorang saja, maka dia memperoleh satu perdua daripada harta. Mengenai 'harta bawaan' yakni harta-harta yang dibawa oleh pihak suami sama ada basil carian bujangnya ataupun dari bagiai1 harta yang diperoleh dari istri-istri sebelumnya Gika pernah berkawin sebelum ini), maka menurut Adat
22
Roswati bt. Yaakub, Dilema Tanah Ada/ Abad ke -20: Tinjauan Daerah Rembau, Negeri Sembilan, ( Latihan Ilmiah Sarjana Muda Sastera, Universiti Kebangsaan Malaysia, 1997), h. 43
90
Perpatih ia hendaklah dikembalikan pada keluarga si suami apabila ia meninggal dunia, atau dalam arti kata lain si istri tidak mempunyai hak menyekat dan mengambil barang milik bawaan suami terdahulu. Begitu juga terhadap 'harta dapatan' tetap milik mutlak si istri dan akan kembali pada keluarganya apabila ia telah meninggal dunia. Bentuk harta ini telah dipisahkan mengikut milik asal sebelum perkawinan mereka dilangsungkan. 23 Menurut Alunad Ibrahim, di bagian-bagian Negeri Sembilan dan Melaka yang mengamalkan Adat Perpatih, maka pembagian harta selepas perceraian adalah mengikut hukum adat. Dalam kasus pembubaran perkawinan bukan saja carian laki bini (harta yang diperolehi dengan usaha bersama dua pasangan perkawinan itu), akan tetapi semua harta kedua belah pihak, harta bergerak dan tidak bergerak hendaklah dian1bil kira tanpa mempersoalk<m harta itu atau atas nama siapa harta itu didaftarkan. Harta yang ada pada masa perkawinan itu bermula hendaklah dikembalikan seperti harta dapatan tinggal, yaitu harta isteri tinggal dengarmya atau sukunya dan harta bawaan kembali yaitu haiia sendirian suami yang dibawa olehnya dipulangkan kepadanya. Carian laid bini dibagikan bersama pada masa penceraian, tidak kira jika isteri itu meleilmkan penzinaan dan tidak kira banyaknya anak mereka. 24
23
Zakaria bin Hitam, Adat Bersendikan Hukum, Sejauhmana Kebenarannya dan Pangaruhnya Dalam Sistem Penmdangan Islam di Negeri Sembilan, (Latihan llmiah Diploma Undang-undang dan Pemtadbiran Kehakiman Islam, Universiti Islam Antarabangsa Selangor, 19871988), h. 96-97
91
Ini berarti, harta dapatan dan harta pembawa dalam Adat Perpatih di Rembau itu tidak bisa dilebur menjadi harta sepencaharian. Kedua-dua harta itu tetap kembali kepada hak masing-masing. Harta dapatan kembali kepada suku si isteri manakala harta pembawa kembali kepada suku si suami. Islam tidak membedakan antara harta milik suami dan harta milik istri secara terpisah seperti pembagian adat di alas. Allah telah berfoman :
Artinya: "Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (karena) bagi orang lakilaki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu." (QS : An-Nisa' I 4: 32)
Apa yang jelas ialah kematian salah satu pihak
m•~mastikan
pembagian
wajar antara mereka yang tinggal setelah melunasi terlebih dahulu hutang piutang si mati. Wasiat menurut syarat-syarat ketentuan Islam se:bagaimana kehendak Allah menerusi Firmannya:
24
Ahmad Ibrahim, Undang-Undang Keluarga Islam di Malaysia, (Malayan Law Journal Sdn Bhd: Selangor, 1999), h 243-244
92
Artinya: "Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteriisterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik lakilaki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara Zaki-laid (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun. (QS: An-Nisa'/ 4:12) Jelasnya ayat ini telah memperuntukkan bagian si suami atau si istri dengan kematian salah seorang daripada mereka. Dengan harta yang ditinggalkannya itulah dapat membekali hidup si istri (jika kematian suami bcgitu juga sebaliknya) anak-anak, membayar hutang-piutangnya serta wasiat sebelum ia meninggal dunia. Tidak ada satu pun ayat yang menerangkan secara total bahwa kesemua
93
harta pembawa dan harta dapatan tersebut mesti dirujukkan semula kepada keluarga asal si suami atau si istri. 25 D. Analisa Penulis
Bentuk pembagian harta Adat Perpatih merupakan tata cara yang mempunyai sistem dan gaya tersendiri. Dengan adanya perbedaan dari yang lain ini maka terdapat sedikit perbedaan dengan pembagian harta mengikut aturan Islam. Dalam bab-bab yang telah lalu, penulis telah coba menguraikan secara meluas walaupun tidak secara terperinci mengenai Adat Pe1vatih yang berja!an di Rembau sekarang ini dan penulis telah coba menarik perhatian kepada unsurunsur yang berbeda dengan kehendak agama. Ternyata setelah meneliti dan mengkaji, maka terdapat sedikit perbedaan antara Adat Perpatih dengan Hukum Islam. Islam memandang harta pusaka dalan1 Adat Perpatih itu posisinya dalam Islam adalah sebagai harta titipan (milik suku), bukannya harta penuh milik individu. Ia dapat menggunakan dan mengolah tetapi tidal dapat memilikinya secara perorangan. Dalam ketentuan adat bila ia mati harta itu kembali kepada kaum atau suku. 26 Disebabkan harta pusaka adat ini adalah harta titipan maka ia
25
Zakaria bin Hitam, Adat Bersendikan Hukum, Sejauhmana Kebenarannya dan Pangaruhnya Dalam Sistem Perundangan Islam di Negeri Sembilan, (Latihan Ilmiah Diploma Undang-undang dan Pemtadbiran Kehakiman Islam, Universiti Islam Antarabangsa Selangor, 19871988), h. 97-98
94
tidal< boleh dijual beli dan digadaikan. Dalan1 Islan1 pewarisan adalah suatu kejadian hukum yang mengalihkan ha!< milik dari pewaris kepada ahli waris. Peralihan ha!< milik hanya dapat berlal
26
Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, (Prenada Media : Indonesia, 2005), h 286
27
Ibid, h 208
95
Seperti yang telah diterangkan sebelum ini, hak perwarisan yang diberikan hanya wujud dalam arti 'mewarisi' tidak 'memiliki'. Walaupun pada dasarnya hak perwarisan yang diberikan hanya wujud dalam arti 'mewarisi' tidak 'memiliki' secara mutlak atas asas harta milik seluruh anggota suku, namun keistimewaan
sebelah
pihak
(perempuan)
dan
mengenepikan
langsung
kepentingan pihak laki-laki sudah tentu tidak dapat mengimbangi lagi tuntutan Islam. Tidak sepatutnya mereka terasing karena mereka juga mempunyai hak menerima bagian sebagai anak dan sebagai anggota keluarga, malah lebih jauh dari itu Islam telah menempatkan kaum laki-laki sebagai pelindung kaum wanita, tempat bergantung si istri, memberikan makan minum, tempat tinggal, palrnian dan pelajaran kepada anak-anak. Tanggungjawab ini semua terpikul di atas bahu suami bukannya istri. Dalam Adat Perpatih, perempuan merupakan wai·is utama dan berhak mewarisi kesemua harta pusaka (pusaka adat), keadaai1 sebaliknya ditetapkan dalam Islam. Mengikut hukum Islam, perempuan berhak mendapat satuperdua dari bagian laki-laki. Terdapat beberapa hikmah yfillg terkai1dung dalam syariat Islan1 yang membedakan kewarisfill laki-laki dari perempuan yaitu:
28
Habibah Zainuddin, Adat Pe1patih Pendangan Islam dan Masyarakat Rembau, (Latihan Ilmiah Sarjana Muda Kepujian Dalam Pengajian Islam, Universiti Kebangsaan Malaysia, Bangi, 19781979), h. 130-131
96
I. Nafkah perempuan sudah ditanggung oleh orang lain sarna ada anak laki-laki, ayah saudara laki-laki dan keluarga laki-laki yang lain yang wajib rnemberi nafkah kepadanya. 2. Perempuan tidak dituntut memberi nafkah kepada siapapun sedangkan Jakilaid
dituntut
memberi
nafkah
keluarga
dan
or.ang
yang
menjadi
tanggungjawabnya. 3. Laki-Jaki mempunyai berbagai kewajiban memberi nafkah kepada siapapun sehingga keperluannya terhadap harta Jebih besar daripada perempuan. 4. Laki-laki dituntut memberi mahar (mas kawin) kepada istrinya serta nafkah kepada istri dan anak-anaknya yang kesemua pembiayaan mereka menjadi tangunggjawabnya. 29 Selain daripada anak laki-laki yang berhak mewarisi harta pusaka, terdapat juga waris terdekat seperti anak perempuan, istri atau suami, termasuklah ibu bapa si mati. Ia dapat dilihat dalam firman Allah swt:
29
Roswati bt. Yaakub, Dilema Tanah Adat Abad ke -20: Tinjauan Daerah Rembau, Negeri Sembilan, ( Latihan llmiah Sarjana Muda Sastera, Universiti Kebangsaan Malaysia, 1997), h. 38-39
97
Artinya: "Allah mensyari 'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka 1mtuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di alas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat a/au (dan) sesudah dibayar hutangnya. (I'entang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) man/a 'atnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana". (Surah An-Nisa' :11)
Susunan ayat di atas bukan saja menggariskan pembagian kepada kedua belah pihak (anak laki-laki dan anak perempuan) malah diterapkan juga unsurunsur keadilan berdasarkan nilai-nilai kehendak Allah. Mengenai tanah adat, apa yang berlaku pada hari ini yaitu di Rembau banyak tanah-tanah kampong dan tanah sawah yang tidak dijaga dan dibefa. Rumah-rumah pusaka juga banyak yang dibiarkan tidak berpenghuni. Ini karena kebanyakan perempuan yang mewarisi rumah pusaka itu apabila dia sudah berkawin mereka akan mengikut suami, maka disebabkart itulah rumah-rumah yang diwarisi oleh mereka itu ditinggalkan begitu saja tanpa ada orang yang menjaga dan membelanya, manakala anak laki-laki di Rembau itu lebih senang
98
mengumpulkan haiia sendiri dari menjaga rumah-rumah yang ditinggalkan oleh saudai·a-saudara perempuan dalam suku mereka. Dewasa ini jumlah ahli-ahli masyarakat Adat Perpatih telah bertainbah berganda-ganda tetapi jumlah tanah adat sentiasa tetap. Dengan ini bermakna melalui proses perwarisan terjadi berulang kali, terjadi pemisahan tanah adat sehingga jumlah tanah pusaka yang dimiliki oleh seorang wanita dalain masyarakat ini meajadi ainat kecil. Kadang-kadai1g basil daripada pembagian tanah yang seperti ini, untuk membuat tapak rumah pun t:idak mencukupi. Jadi bagi penulis kalau hanya ada naina saja sedangkan barang tidak dapat digunakan dan tidak mendatangkan basil, serupalah keadaannya seperti tidak mempunyai apa-apa. Kadang-kadang ha! yang seperti ini juga boleh menimbulkan perpecahan dan perselisihan antara adik beradik karena masing-masing mengaku punya hak dalain tanah tersebut sekalipun mereka menyadari harta itu tidak dapat memberi sesuatu keuntungan kepada mereka. 30 Dalan1 hal inilah kelebihan ilmu Tuhan itu lebih adil dalain pembagian hatia pusaka. Memberi hak milik sepenuhnya kepada setiap ahli wai·is tanpa mengira laki-laki dan perempuan. Mereka boleh melakukai1 apa saja kepada hartanya sendiri saina ada tujuannya itu baik atau buruk, ini semua terserah kepada budi
30
Habibah Zainuddin, Adat Perpatih Pendangan Islam dan Masyarakat Rembau, (Latihan Ilmiah Sarjana Muda Kepujian Dalam Pengajian Islam, Universiti Kebangsaan Malaysia, Bangi, 19781979), h. 133-134
99
bicara mereka sendiri. Apa yang penting ialah mmengikut terlebih dahulu ketetapan yang dibuat oleh Allah SWT. Mengenai soal kerelaan yang ditimbulkan oleh mereka yaitu tokoh-tokoh adat, mereka mengatakan bahwa wujudnya Adat Perpatih ini adalah di atas kesepakatan antara adik beradik laki-laki dan perempuan. Jadi, laki-laki telah merelakan haiia tersebut diturunkan kepada perempuan, dan ini menurnt mereka tidak lagi bertentangan dengan !slain. Dalam ha! ini, soal kerelaan sebenarnya tidak timbul dalain Adat Perpatih. Dapat difahaini di sini bahwa prinsip pembagian haiia ini adalah asas. Sama saja laki-laki memberikan kerelaan atau tidak haiia tetap di bagikai1 kepada pihak perempuan. Menurnt !slain, kerelaan tidak boleh hanya dengan disifatkan begitu saja atau hanya kata mulut dari laki-laki tanpa memperhitungkan pembagiannya di sisi Islam terlebih dahulu, karena yang penting dalam hukum Tuhan ini ialah hak pemilikan individu terlebih dahulu. Selepas ditentukan hak ini, maka terserahlah kepada saudara laki-laki apakah merelakan haiia itu diberi kepada saudara perempuan atau tidak. Kerelaan seperti inilah yai1g diakui sah dalam Islam. 31 Hasil perwarisan secara adat ini tidak jarang melahirkan gejala-gejala sampingan lainnya yang turut juga tidak menyelarasi Islam. Umpamai1ya anak
31
/bid, h. 135-136
100
angkat akan mewarisi harta pusaka apabila dalam satu suku itu tidak ada anak perempuan atau saudara perempuan. Seperti yang telah disebutkan bahwa dalam Islam anak angkat tidak berhak mendapat harta pusaka melainkan ibu angkatnya mewasiatkan harta kepadanya. Dalam Adat Perpatih mereka mementingkan anak angkat sebagai waris yang sah dalam suku tersebut sedangkan dalam Islam tidak. Ketidak seimbangan yang berlaku memungkinkan anak laki-laki merasa begitu kecewa dan implikasinya boleh mencetuskan rasa kecil hati dan boleh merenggangkan ikatan kekeluargaan sesama keluarga. Seharnsnya masyarakat sadar karena mereka tidak hams tunduk sepanjang masa menerima apa saja yang disodorkan oleh adat tanpa memikirkan secara rasional baik burnknya dan selaras atau tidaknya dengan agama mereka. Paling menyedihkan di mana suasana itu tadi tambah berlarntan apabila mereka menapak setapak lagi meninggalkan Islam dengan tindakan mengambil anak angkat dijadikan pewaris harta pusaka mereka ketika ketiadaan anak perempuan. Ini tambah memburnkkan lagi keadaan pembagian Adat Perpatih ini. 32 Di sini penulis mengharap agar mereka meninggalkan adat-adat yang berlawanan dengan hukum Islam supaya mereka menjalankan hukum Islam yang sebenar-benarnya. Tiap-tiap hukum dalam Islam itu adalah semata-mata untuk
32
Zakaria bin Hitam, Adat Bersendikan Hukum, Sejauhmana Kebenarannya dan Pangaruhnya Da/am Sis/em Perundangan Islam di Negeri Sembilan, (Latihan llmiah Diploma Undang-undang dan Pemtadbiran Kehakiman Islam, Universiti Islam Anta:rabangsa Selangor, 19871988), h. 96
101 PER PUST IJll\! SYc\!11: kebajikan manusia sama ada terhadap perseorangan, keluarga, masyarakat dan Negara seluruhnya. Namun begitu tidak semua perkara dalam Adat Perpatih itu melanggar hukum Islam. Penulis tidak menafikan adanya kebaikan dalam Adat Perpatih ini terntamanya dari segi hubungan kekelua:rgaan dan kemasyarakatan yang kuat. Penulis merasakan jika pembagian harta pusaka dalam adat ini dibuat berteraskan hukum Islam, pastilah Adat Perpatih ini mernpakan adat yang paling istimewa
di
Malaysia
khususnya
pada
masyarakat
Rembau
yang
mengamalkannya. Anak-anak setempat pasti akan merasa bangga karena memiliki adat yang istimewa, bukan saj a dapat diterima oleh masyarakat seluruhnya bahkan ianya juga sah di sisi agama Islam.
BABV PENUTUP A. Kesimpulan
Setelah membahas tentang masalah pembagian harta pusaka menurut hukum Islam dan Adat Perpatih di daerah Rembau, propinsi Neger:i Sembilan Malaysia, maka dengan ini penulis dapat membuat beberapa kesimpula11 yaitu : 1. Mengikut sistem pusaka Islam, keutamaan diberikan kepada waris laki-laki
atas sebab-sebab tertentu, namun demikian bagian wa.ris perempuan tidak dikesampingkan bahkan menerima separuh dari apa yang dimiliki oleh waris laki-laki. Harta kepunyaan si mati juga haruslah milik sempuma bukannya barang titipan atau pinjaman. 2. Harta dalam Adat Perpatih itu ada empat, ia terdiri dari harta pusaka, harta pembawa, harta carian dan harta dapatan. Harta pusaka pula terbagi kepada dua yaitu harta pusaka benar dan harta pusaka sendiri. Harta dapatan, harta carian dan harta pembawa tergolong dalam harta perkawinan. 3. Aturan pembagian harta pusaka pada masyarakat Rembau adalah dengan cara permuafakatan di kalangan ahli keluarga. Misalnya Lembaga Suku atau buapak akan mengumpulkan semua ahli keluarga dan mereka akan be1muafakat untuk membagi harta-harta itu. Harta pusaka dalam Adat Perpatih adalah mengikut nasab ibu. Semua harta pusaka akan jatuh kepada anak perempuan dalam keluarga tersebut. Jika dalam keluarga tersebut mempunyai empat orang anak perempuan, maka harta pusaka itu akau
103
dibagikan sama rata di antara mereka, dan apabila salah seorang dari adik beradik perempuan ada yang telah meninggal dunia dan meninggalkan anak perempuan, maka anak perempuannya itu berhak mendapat bagian yang sama banyak. Jika berlaku dalam keluarga tersebut tidak ada anak perempuan, maka harta itu akan j atuh kepada saudara sekedim yaitu anak angkat dalam keluarga tersebut. 4. Setelah melihat kedua-dua sistem perwarisan dan cara pembagian yaitu antara hukum adat dengan hukum Islam, penulis dapati ke:dua-duanya terdapat perbedaan. Adat Perpatih mementingkan anak perempuan sebagai pewaris yang sah manakala hukum Islam pula menetapkan anak laki-laki sebagai pewaris yang sah di samping anak-anak perempuan juga mempunyai hak- hak yang telah ditetapkan dalam Islam. Status ha11a pusaka (tanah adat) dalam Adat Perpatih adalah sebagai harta titipan saja. Ianya tidak boleh dijual beli dan digadaikan sedangkan harta pusaka dalam Islan1 itu haruslah milik penuh seseorang dan jika ia diwariskan haiia itu boleh dijual beli dan digadaikan. Sistem berkedim dalam Adat Perpatih adalah berbeda dengan Hukum IslaJ11. Ini karena, dala.JJ1 Adat Perpatih anak angkat diiktiraf sebagai pewaris yang sah dan berhak mendapat harta pusaka, sedangkan dalarn Hukwn Islam anak angkat tidak mempunyai hak untuk mendapatka.!1 harta pusaka melainkan ibu angkatnya memberikan harta kepadanya melalui wasiat sebelum ibu aJlgkatnya itu meninggal dunia. Namun jika ibu a.J1gkatnya memberi harta
104
kepadanya semasa ibu angkatnya itu masih hidup maka ini sama dengan konsep hibah dalam Islam. B. Saran-saran
Dalam menyingkapi permasalahan pembagian haiia pusaka menurut hukum Islam dan Adat Perpatih yang berlaku di daerah Rembau, propinsi Negeri Sembilan,
Malaysia,
penulis mempunyai
beberapa pandangan be1iujuan
membantu masyarakat agar dapat menilai bahwa Islam itu jernih, bukan dengan pandangan prejudis. Di sini beberapa saran yang ingin penulis sampaikan dalam penulisan ini adalah : I. Bagi umat Islam, fahamilah Islam dengan benai:. Janganlah kita terlalu mengutamakan adat jika kita sendiri merasa tidak yakin akan kebenaran adat itu sendiri. Hendaknya setiap orang Islam tetap berpegang teguh kepada prinsip hukum kewarisan Islam, karena sudah merupakan satu kewajiban bagi umat Islam agar menjadikan Al-Quran dan As-Sunnah sebagai landasan hukum dalam kehidupan sehari-hari. 2. Demi menjaga kesucian Agama Islam dan mendapatkan keredhaan Allah terhadap masyarakat Islam keselurnhannya dan di Rembau khasnya, maka penulis berharap supaya pemegai1g-pemegang teraju adat di Negeri Sembilan meninjau kembali pembagian harta pusaka dapat selaras dengan kehendak Islam yang sebenarnya supaya prinsip dan dasar Adat Perpatih ini dibuat pernbahan selari dengan ketentuan Islan1 karena adat se:ndiri mengakui, adat itu bukanlah suatu yang statis yang tidak boleh di ubah dan di pindah. Dan
105
memang setiap perubahan itu akan meninggalkan perasaan kejanggalan dan keganjilan tetapi ini semua adalah perkara biasa, yang lama-kelamaan akan bersedia juga menerima perubahan tersebut lebih-lebih lagi kalau perubahan itu menuju ke arah kebaikan. Penulis merasakan, tidak ada gunanya mempertahankan sesuatu yang memang diakui wujudnya kesalahan dan penyelewengan, yang penting bukan keaslian atau originality dan tahan ujinya sesuatu adat atau kebiasaan itu, sebaliknya keredhaan dan keesahannya di sisi Allah SWT. 3. Untuk mengelakkan terjadi perselisihan dalam sesebuah keluarga terutama apabila tanah adat diambil oleh pemerintah, maka mereka yang mendapat uang ganti rugi itu harus menginvestasikan uang tersebut. Misalnya dengan uang tersebut mereka membuka sebual1 toko dan hasil dari perusahaan itu harus dibagi sama rata dikalangan ahli-ahli suku tersebut. Begitu juga jika tanah adat itu terbiar atau tidak dijaga, maka ahli dalarn suku tersebut harus menginvestasi tanah adat itu sehingga bisa diperluaskan dan bisa dinikmati hasilnya bersama-sarna. 4. Kepada teman-teman mahasiswa agar dapat melanjutkan karya ilmiah ini karena penulis menyadari bahwa karya ilmiah yang penulis hasilkan ini masih perlu untuk dikaji lebih jauh lagi.
106
Dengan berlakunya ha! demikian diharap agar suatu masa nanti daerah Rembau akan menjadi daerah yang terkenal di seluruh Malaysia dengan peraturan yang berlandaskan syariat Islam persis sewaktu zaman kegemilangan khalifah arRasyidin dan para sahabat.
DAFTAR PUST AKA
Abd Hameed, Amir. SPM Bahasa Malaysia, Kuala Lumpur: Sasbadi Sdn Bhd, cet. Pertama, 2000. Abd Majid, Siti Zurina. Sejarah Malaysia Tingkatan 5, Kuala Lumpur: Mutucetak Sdn. Bhd, Cetakan Pertama, 2002. Abta, KH. Asyhari. dan Abd. Syakur, Djunaidi. I/mu Waris Al- Faraid, Surabaya: Pustaka Hikmah Perdana, cet pertama, 2005. AS, Mudzakir.Fikih Sunnah : Terjemahannya, Bandung: Al-Ma' arif, Cet. Ke-2, Jilid 14. Ash Shiddieqy, Hasbi. Fiqhul Mawaris, Hukum-hukum Warisan Dalam Syariat Islam, Jakarta: Bulan Bintang, Cet. Ke-I, 1973. Ashshiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. Fiqh Mawaris, Semarang: Pustaka Rizkia Putra, Cet. Ke-3, 2001. Bukhari, Ismail. Abdullah Muhammad. Shahih Bukhari, Juz-8, Beirut: Dar al-Fikr, 1981. Daradjat, Zakiah. I/mu Fiqh 3, Jakarta: Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama Islam, Cet. Ke-2, 1986. Departemen Agama RI. Al-Qur'an dan Te1jemahnya. Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2005. Devi, L. dan Hassan, Mansor. Sejarah Malaysia Tingkatan 5, Petaling Jaya: Sasbadi Sdn. Bhd, 2000. Paraded Bt. Mohd. Dom, Persoalan Pembagian Harta Dalam Adat Perpatih, (Latihan Ilmiah Tahun Kepujian, Universiti Kebangsaan Malaysia, 1978-1979 Habibah Zainuddin, Adat Perpatih Pendangan Islam dan }..fasyarakat Rembau, (Latihan Ilmiah Saijana Muda Kepujian Dalam Pengajian Islam, Universiti Kebangsaan Malaysia, Bangi, 1978-1979) Haji lbrahim,Norhalim. Adat Perpatih Perbezaan dan Persamaan dengan Adat Temenggong, Kuala Lumpur: Penerbit Fajar Bakti Sdn.Bhd, 1993.
108
Hamidy, H Zainuddin. Terjemah Hadis Shahih Bukhari, Jakruta: Widjaya, cet. 13, 1992. Haron, Nadzan. Pemilikan dan Pentadbira Tanah Adat 1800-1960, Negeri Sembilan: Malindo Printers, 1997. Khin, Al, Mustofa. Kitab Fikah Mazhab Syafie, Kuala Lumpur: Pustaka Salam Sdn Bhd, Jilid 5, 2003. Mad Aros, Azhar. Tamadun Islam Dan Tamadun Asia, Selangor: Oxford Fajar Sdn. Bhd, cet Ketujuh, 2006. Mad Zahid b. Darns, Sistem Perwarisan Harta Da/am Adat Perpatih Di Rembau (Satu Tinjauan), (Latihan Ilmiah Untuk Sarjana Muda Sastera, Universiti Kebangsaan Malaysia, 1977-1978) Majid, Kamariah, Mimi. Undang-Undang Keluarga Di Malaysia, Butterworths: The Butterworth Group Of Companies, 1992. Manab, Maimunah. Adat Istiadat Perlantikan dan Peranan Buapak Di Rembau, Seremban: Maktab Perguruan Raja Melewar, 1995. Moh Anwar, Be. Hk. Fara'id : Hukum Waris Dalam Li/am dan Masa/ahmasalahnya, Surabaya: PT Al-Ikhlas, Cet. Ke-1, 1981. Mohd Yusuf Ahmad, Pendidikan Islam, Kuala Lumpur: Universiti Malaya, 2003. Muhammad Makhluf, Hasanain. Al-Tirkah Madani, Cet. Ke-7, 1976.
fl Syari'ati Al-Islamiyah, Mesir: al-
Naim, Mochtru'. Menggali Hukum Tanah dan Hukum Waris lvfinangkabau, Indonesia: Center For Minangkabau Studies Press, 1968. Nasohah, Zaini et.al. Syariah Dan Undang-Undang Suatu Perbandingan, Kuala Lumpur: Utusan Publications & Distributors Sdn Bhd, 2004. Ramulyo, M. Idris. Hukum Kewarisan Islam, Jakruta: Ind. Hill co, cet. 2, 1987. Rofiq, Ahmad. Fiqh Mawaris, Edisi Refisi, Jakarta: Raja Grafindo, cet. Ke-4, 2002. Rofiq, Ahmad. Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003.
109
Roswati bt. Yaakub, Dilema Tanah Ada! Abad ke -20 : Tinjauan Daerah Rembau, Negeri Sembi!an, ( Latihan Ilmiah Saijana Muda Sastera, Universiti Kebangsaan Malaysia, 1997) Salman Otje, Mustofa Haffas, Hukum Waris Islam, Bandung : PT Refika Aditan1a, 2006 Shuid,Mahdi dan Osman, Suzani dan Othman, Sazlina. Sejarah Malaysia, Selangor: Pearson Malaysia Sdn Bhd, Cetakan Pertaina, 2006. Siddik, Abdullah. Pengantar Undang-Undang Ada! di Malaysia, Kuala Lumpur: Universiti Malaya, 1975. Siddik, H Abdullah. Hukum Waris Islam, Jakarta: Widjaya, Cet. Ke- I, 1984. Syarifuddin, Amir. Garis-garis Besar Fiqh, Jakarta: Prenada Media, cet. Pertama, 2003. Syukur, Sarmin Hukum Waris Islam: Terjemahannya, Surabaya: Al-Iklas, Cet. Ke-I, 1995. Zakaria bin Hitain, Ada! Bersendikan Hukum, Sejauhmana Kebenarannya dan Pangaruhnya Dalam Sistem Perundangan Islam di Negeri Sembilan, (Latihan Ilmiah Diploma Undang-undang dan Pemtadbiran Kehakiman Islain, Universiti Islan1 Antarabangsa Selangor, 1987-1988) Zaleha, Kainaiuddin. Kamus Istilah Undang-Undang Keluarga l>lam, Kuala Lumpur, Zebra Editions Sdn Bhd, 2002. Wawancara
Wawancara Pribadi Dato' Gempa Maharaja, Ismail bin Jassin, Lembaga Suku Batu Hainpar , Wawancara Pribadi, Di Rwnah Dato' Gempa Maharaja, Rembau. 22 April 2008. Wawancara Pribadi dengan Dato' Perba, Haji Yahya b. Abd Ghani PPJ. JP, Lembaga Suku Biduanda Waris Dua Carak, , Di Kantor Balai Undang, Rembau. 15 April 2008. Wawancara Pribadi dengan Dato' Putih, Hj Mohd Zain b. Nawi, Lembaga Suku Batu Hainpai· Petani, Di Rumah Dato' Putih, Rembau. 21April2008.
110
Website: http://halaqah.net I VlO I index. Php? action= profile; U=4 Adat Temenggung http : //ms. wikipedia. org I wiki I Adat_Perpatih http : //ms.wikipedia.org/wiki/Rembau
DEPARTEi\1EN AG.'\i\1A RI UNIVERSITAS ISLAl\1 NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAII JAKARTA FAKULTAS SYARJ'AH DAN HUKUi\1 Il..luanda No. 9) Ciputal ·.Jakarta I 5412
Tclp. (62-21) 7,1711:;37 Fax.·162-21) 74'Jlo21 -~·'.\~_y{,.~LLl.lJ l~ L!l~._ilL L' 111:11 l · l:..;h_. 11 i nj k l(~t'\":1 l tt it L\"tl.I
\Vch;-;1 I c
===========================:;;;==== No. Lamp II a I
ES/PP.042.2/ c•o,,Z /l /2008
.laka11a, 3 Januari 2008
Mohan Kcscdia:rn iytcnjadi Pcmbirnbing Skripsi
Kepada Yang Terhcrmat Drs.H.Afifi fauzi Abbas, MA Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta DiJAKARTA
Assa!amu 'a/aikz.:m Wr. Wb. Pimpinan Fakultas Syariah dan 1-lukum UIN Syarifl-Jidaya1:ullah .Ja!-:arta mengharapkan kesediaan saudara untuk menjadi pembimbing skripsi nrnhasiswa: Nama NIM Program Stud i Konsentrasi Judul Skripsi
: Fatebah Binti Zulkifli : l 06044103562 : Ahwal Syakhsiyyah : Peradilan Agama : Pembagian Harta Pusaka Menurut Hukum Kewarisan Islam dan 1-lukum Kewarisan ·Adat Perpatih di Desa Rembau, Propinsi Negeri Sembilan Malaysia
Beberapa hal yang dapat dipe1timbangkan adalah sebagai berikut : 1. Topik bahasan dan outline bila dianggap perlu dapat dilakukan perubahan dan penyempurnaan. 2. Teknik penulisan agar merujuk kepada buku "Pedoman Penulisan Karya llmiah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta". Demikian atas kcsediaan saudara kami ucapkan terima kasih.
Wassa/amua/aikwn Wr. Wb.
Ahwal Sy[khshiyah
Tembusan disampaikan dengan horrnat kepada: I. Kasubag Akadcmik & Kemahasiswaan Fakultas Svariah dan Huk11rn
DEPARTEMEN AGAMA, RI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS SYARl'AH DAN HUKUM r.H .. Juandn No.95 Cip111i1t Jal..:arla 15412
Tclp. (62-21)74711537 F"x. (62-21)7491821 \.Vebsitc: \V\V\v.uinjl\t.nc.id. Enn1il: syHr [email protected]
0111or
: Un.Ol/1'4/KIVL00.02/lyty /08
tmpiran al
: Mol1on Data/ Wawancara
]Elkarta, { Maret 2008
I<epada Yth, I<epala Adat Perpatih, Rembau Negeri Sembilan diTern pat Asst1/n111u' /niku m Wr. Wb.
Dengan l lormat, f'impinan fakultas Syariah dan J-lukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menerangkan bahwa : : Fatehah Binti Zulkafli
Na~Tta
Nomor Pokok Tempat /Tanggal Lahir Semester ]u rusan/I
: 106044103562
: Malaysia, 10 Februari 198',7 1 : IX ( Sembilan ) : SAS / Peradilan Agama ; : Aspi UJN Syarif J-lidayatullah Jakarta. : 08174969871
Fakultas Syariah & Hukum UIN Syarif menyelesaikan skripsi dengan Hidayatullah Jakarta yang sedang Topik/ Judul: riddlah
benar
1nal1asiswa
"( Pe/aksanaan pembagiah Harta Pusaka menurul HukumKewarisan Islam Adat Perpatih Di Desa Rembau, Propinsi Negeri Sembi/an, Malaysia).
Untuk melengkapi bahan/ data yang berkaita.n dengan penulisan / pembahasan Topik/Judul di atas, dimohon kiranya Bapak/lbu/Saudara/i dapat mcmbantu/menerima yang bersangkutan untuk berwawancara. Atas kesed1aan Bapak/lbu/Saudara/i, kami ucapkan bcinyak terima kasih. Wnss11/nm11 'rtlm /01111 J!Vr.11\!b.
cin.DEKAN Pembantu Dekan Bid. Akademik,
'J:<'..J
Balai Y. T.M. · Luak Rembau, lembau,
jt,l
t_.ii,1 J~
•J:
~~J:,
)e111bi/t1n D11rul K/Jusus.
I Fox : IJ6-685 / 4<J7
...r'~l).:i
l3il: (OIS)dlm.PGULR/i\M/2008 Tarikh : 22 Mei 2008
KEPADA SESIAPA YANG BERKENAAN
Assa!amualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Tuan,
PENGESAHAN KEHADIRAN FATEHAH BlNTIZULKAFLI NOMBOR MATRIK: 106044103562 Adalah saya disabdakan oleh Kebawah Kaus Yang Teramat Mulia Dato' Lela Maharaja Dato' Hj Muhamad Sharip bin Hj Othman DTNS, Undang Luak Rembau merujuk kepada perkara di atas. 2. Schubungan dcngan itu disahkan kchadiran Mahasiswa Fakulti Syariah dan llukum Univcrsiti islam Ncgeri Syarif Hidayatullah f.Jakarta bertujuan untuk mcndapatkan bahan kajian lcsis. Sekian, terima kasih.
"REMBAU MAJU BERSAMA ADA T"
l\dalah saya dengan sabda,
l~ZL~N~-ilTE KAMIN >ctiausaha Sulit Kcpada \"TM Undang Luak Rembau
Ba/ai Y. T. M. Luak Rembau, Rembau, Sembi!an Darul Khusus. 1/Fax: 06-6851497 I
~
·~.)
J,:-4-" ~;; ._r~I)_)
SENARAI UNDANG LUAK REMBAU NEGERl SEMBILAN DARUL KHUSUS.
NAMA
WARIS
KAMPUNG
DATO' SRI RAMA
LELA MAHARAJ A
KOTA
1540-1555.
DATO' OMBO
SEDIARAJA
KG. TENGAH
1555-1605
DATO' LENGGANG
LELA MAHAR.AJA
KOTA
1605-1620
DATO' PANDAK
SEDIARAJA
KG. TENGAH
1620-1645
DATO'UBAN
LELA l\1AfIARAJA
KG. CHENGKAU
1645-1660
DATO' SAGA!l
SEDIARAJA
KG. TENGAH
DATO'KURAP
SEDIARAJA
KG. TENGAH
DATO' SABAT
SEDIARAJA
KG. TENG.AH
DATV LILINSUH
LELA MAHARAJA
KG. CHENGKAU
1750- ]790
DATO'PEKAK
SEDIARAJA
KG. Tf,NGAH
1790- 1795
DATO' KUSIL
LELA MAHA.RAJA
KG. TEBAT
1795-1812
DATO'BOGOK
SEDIARAJA
KG.BUKIT
1812-1819
DATO' NGANIT
LELA MAHA.RAJA
KG. CHENGKAU
1819-1838
DATO' AKHIR.
SEDIARAJA
KG.PULAU
1R38-1871
DARI -HINGGA
1660-1750
'
DATO' ID. SAHJL
LELA MAHA.RAJA
KG. CHENGICAU
1871-1883
DATO' SERUN B SIDIN
SEDIARAJA
KG.TENG.AH
1883~1905
DATO' ID. SULONG B MIAH
LELA MAHARAJA
KG.GADONG
1905-1922
DATO' ABDULLAH ID. DAHAN
SEDIARAJA
KG. TANJONG
1922-1938
DATO'ID. IPAP BIN ABDULAH
LELA MAHARAJA
KG.KOTA
1938-1963
DATO' HJ. ADNAN HJ. MAAH
SEDIARAJA
KG.BUKIT
1963-1998
KG. TEBAT
1998-
'·.
~
DATO' HJ. MUHAMAD'Si-IAiIPj LELA MAHARAJA BIN ID. OTHMAN
~- '
r,. .. .. •
REM BAU .-:';;:---...-..."~;
·~
;·:: .;-•·
.r
{..1
. -1~
r
~
"w
&vi
,..."1 J':,
; l
p \.
n.~n
KELUASAN DAERAH -REM BAU : 41,418 HEK
sn,11.1
\
,..:·:·-
BIL.MU KIM
17 BUAH
KG.TRADISIONAL
204 BUAH
BIL. JKKK
45 BUAH
BIL. KAMPUNG
210 BUAH
..
~
.,,._.,,. ...
'~--~
.•.,,,,, .
BIL. PENDUDUK
I
-I
··"'"'
;~.,,.,.
DEWAN UNDANGAN
44,230 ORG CHEM BONG DAN KOTA
8 .,
.,;;,·
2
3
4
5
7
6
8
A k Ji
N,ECERI SEMBilAN'" Sc11li1 1 ; 670 400
0
10
___ .______,__!1!,_
--------......¥r-··-----~:~-~-···----·-·-!J1
.,. " m """ " "" '" """ " "
~iiie
'"
~!fIDf11lJll)m;rm1;i.n~•
lt'11iion
D~
llin·a Rec. J>ar)o; fort lukut Jeram Tol W1terl1!1 l1t1 KIJ1n1 WaterhU
lenueni Rec, P•rk Pedal Hot Spring
fort
30KM
20
Kempa~
Or1n1 Aili VHlaJe Port DICklon >Jm Hon1 Temple Sri Men1ntl J>al~ce Th& Portern111t
u1u B~nd!>! Rec. U\u h•ll1'!1 lln~.
G~rdcn l'M~
.
0\(.ea,uring-6,645 sq k~, Nej~erl 5emb111in Otfoi"$'ri'!Di'~ "t"han jUit belld1e1. Then~ II a l!tUe bit l)f everyth1n~ for'l!.veryone, from tht! hl~tory bulf r!1>ht to the 1iattJre lover. A lint t!rile visitor to Nejerl Sembll~n. would perhnp~ be drawn t_o tht> dghtilllclinl- feature ol 11 grnllt m1jorlty of tradlllorial houies which haVe: the dl~tlnctlve Hy\e af the MlnangkabMJ people whq had rrilgrH_e·d
JoterestlnBly, the M. 1nanill11b11l;1 of Ne!lerl Semb!lan s\Ut ptactlee the matrHlne3l rnclal syHem known as the- "adat perpMeh· making •t~t.- thre to ioc!.il nornn.
lh<'
..
,,
·- ...
-.-·-·-·~--
---- -·-·-----·-··----
j