PEMASARAN BERORIENTASI KEPUASAN PELANGGAN : KONSEP, TEORI, DAN IMPLIKASI Oleh: Dr. Tun Huseno, SE., M.Si
ABSTRACK Consumer satisfaction mix variables consisting of compiling calculated, or it is forecasting of some different factors involved in relationship between firm and consumer. Some elements of consumer offering are receivable positively, but another offering is receivable negatively, because it can't fulfill consumer expectation. To satisfy consumers, the firm needs to understand what the important thing for the is, and it must seek to fulfill consumers needs, at least their basic expectation. Needs of consumers are not only good and service, but it also the factor influencing of consumers satisfactory. As a result of good appraisal and satisfactory is, the consumer may be making purchasing and giving more advantages to the firm, so that it will be established stronger relations for long-term period and the further would be able to increase profit company. Thus, the profit will accompany it self, if the consumers feel os satisfy from the service given. Key Words : Consumer Satisfaction
22
mana
Pendahuluan Mencapai
tingkat
kepuasan
yang
tampaknya
bisa
menguntungkan dalam jangka panjang.
pelanggan tertinggi adalah tujuan utama pemasaran. Pada kenyataannya, akhir-
Persepsi dan Jasa Yang Diharapkan
akhir ini banyak perhatian tercurah pada
Konsumen
konsep
Persepsi adalah proses bagaimana konsumen menyeleksi, mengorganisir dan menginterprestasikan stimuli untuk membuatnya mengerti (Assael, 1998 dalam Haryono, 2003). Kanuk (2000) memberikan definisi persepsi adalah sebagai proses bagaimana seorang individu menyeleksi, mengorganisir dan
kepuasan
total,
yang
implikasinya adalah mencapai kepuasan sebagian saja tidaklah cukup untuk membuat pelanggan setia dan kembali lagi. Ketika pelanggan merasa puas akan pelayanan yang didapatkan pada saat proses transaksi dan juga puas akan barang atau jasa yang mereka dapatkan, besar
kemungkinan
mereka
akan
menginterprestasikan stimuli ke dalam suatu yang penuh dengan arti dan gambar yang masuk akal dari dunia (Haryono 2003). Stimuli dapat dibedakan menjadi dua tipe yaitu; (1) stimuli fisik yang datang dari lingkungan sekitar dan; (2) stimuli yang berasal dari dalam diri si individu itu sendiri dalam bentuk predeposisi, seperti harapan/ekspektasi, motivasi dan pembelajaran yang didasarkan pada pengalaman sebelumnya. Jasa yang diharapkan, merupakan harapan konsumen sebelum membeli atau mengkonsumsi suatu jasa sebagai standar atau acuan dalam mengevaluasi kinerja perusahaan yang bersangkutan. Hasil peneiitian Zeithami, dkk. (1993) menunjukkan bahwa terdapat sepuluh faktor utama yang mempengaruhi harapan pelanggan terhadap suatu produk. Kesepuluh faktor tersebut meliputi: (1) enduring service intens berupa harapan yang disebabkan oleh orang lain dan filosofi pribadi seseorang mengenai suatu layanan; (2) kebutuhan pribadi, meliputi
kembali lagi dan melakukan pembelianpembelian yang lain dan juga akan kembali lagi dan melakukan pembelianpembelian yang lain dan juga akan merekomendasikan pada orang lain tentang perusahaan tersebut dan produkproduknya.
Pemasaran
bukanlah
semata-mata
membuat
penjualan;
melainkan
tentang
bagaimana
memuaskan pelanggan terus-menerus, dengan
harapan
ketika
pelanggan
merasa puas, penjualan berikutnya akan terjadi. Namun
demikian,
diperlukan
kehati-hatian agar tidak terjebak pada keyakinan
bahwa
dipuaskan
tak
pelanggan peduli
harus
berapapun
biayanya, karena tidak semua pelanggan memiliki nilai yang sama bagi suatu perusahaan.
Jika
akan
memuaskan
pelanggan, maka pelanggan yang harus diutamakan
terlebih
dahulu
adalah
pelanggan yang paling potensial dalam jangka panjang. Tantangannya adalah bagaimana
menentukan
pelanggan
23
kebutuhan fisik, sosial, dan psikologis; (3) transitory service intensifers, terdiri atas situasi darurat yang membutuhkan jasa tertentu seperti asuransi kesehatan dan asuransi kecelakaan dan jasa terakhir yang pernah dikonsumsi konsumen; (4) persepsi pelanggan terhadap tingkat layanan perusahaan lain; (5) self perceived service role, yaitu persepsi pelanggan terhadap tingkat keterlibatannya dalam proses penyampaian jasa; (6) faktor situasional yang berada di luar kendali penyedia jasa; (7) janji layanan eksplisit, baik berupa iklan, personal selling, perjanjian, maupun komunikasi dengan karyawan penyedia jasa; (8) janji layanan eksplisit, yang tercermin dari harga dan sarana pendukung jasa; (9) word of mouth baik dari teman, keluarga, rekan sekerja, pakar, maupun publikasi media massa, dan (10) pengalaman masa lalu. Kualitas jasa berfokus pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan konsumen. Terdapat tiga tipe harapan konsumen, sbb. (1) Will expectation, yaitu tingkat kinerja yang diprediksi atau diperkirakan konsumen akan diterimanya, berdasarkan semua informasi yang diketahuinya. Tipe ini merupakan tingkat harapan yang paling sering dimaksudkan oleh konsumen sewaktu menilai kualitas jasa tertentu. (2) Should expectation, yaitu tingkat kinerja yang dianggap sudah sepantasnya diterima konsumen. Biasanya tuntutan dan apa yang seharusnya terjadi jauh lebih tinggi
daripada apa yang diperkirakan akan terjadi. (3) Ideal expectation, yaitu tingkat kinerja optimum atau terbaik yang diharapkan dapat diterima konsumen (Oliver, 1997). Pelaku bisnis dihadapkan pada persaingan di antara pebisnis yang dari waktu ke waktu semakin kompetitif. Kondisi yang demikian ini menuntut pebisnis
untuk
kinerjanya satisfaction
menggeser
dari
profit
orientasi
oriented
oriented
ke
dengan
memberikan layanan yang berkualitas kepada konsumennya, sehingga teori kontingensi
patut
untuk
diterapkan
dalam rangka tidak hanya menjaga survival usaha yang dijalankannya tetapi lebih dari itu yaitu dapat tumbuh dan berkembang dengan lebih baik. Kualitas layanan produk baik barang maupun jasa sangat besar kontribusinya terhadap kepuasan retensi
pelanggan konsumen,
{konsumen),
komunikasi
dan
mulut ke mulut {word of mouth), pangsa pasar, return on investment (ROI), dan perputaran aset {asset turnover) yang selanjutnya akan dapat meningkatkan laba
perusahaan.
mengikuti
dengan
Jadi
laba
sendirinya
akan bila
konsumen merasa puas akan layanan yang diberikan (Brown, 1991). Ketika
pelanggan
mengalami
kepuasan total mereka merasa bahwa mereka telah terlibat dalam lebih dari sekadar transaksi bisnis biasa, mereka mungkin akan merasa bahwa mereka telah diperlukan berbeda dibandingkan perlakuan yang mereka terima dari
24
perusahaan lain. Walaupun perbedaan-
menjadi tiga jenis, yaitu: (1) search quality (dapat dievaluasi sebelum dibeli), misalnya harga; (2) experience quality, hanya dapat dievaluasi setelah dikonsumsi, contohnya kualitas produk, harga yang bersaing, ketepatan waktu, dan kecepatan layanan (Parasuraman, dkk., 1994); dan (3) credence quality, ini sukar dievaluasi oleh konsumen sekalipun telah mengkonsumsi jasa, misalnya kualitas operasi bedah jantung. Dimensi kedua, functional quality (proses-related dimension) berkaitan dengan kualitas cara penyam paian jasa atau menyangkut proses transfer kualitas teknis, output atau hasil akhir jasa dan penyedia jasa kepada konsumen. Selain itu functional quality juga dipengaruhi kehadiran konsumen lain yang secara simultan mengkonsumsi jasa yang sama atau serupa. Mereka dapat menyebabkan antrian panjang atau mengganggu konsumen tertentu. Namun di lain pihak, mereka dapat pula mempengaruhi
perbedaan tersebut tidak kentara dan mungkin tidak tampak jelas oleh orang lain, pelanggan yang bersangkutan bisa merasakan perbedaannya. Itulah yang utama. Kepuasan pelanggan yang terusmenerus mengarah pada pembinaan hubungan yang baik. Sebagai hasil dari perasaan yang bagus dan benar-benar terpuaskan,
besar
kemungkinan
pelanggan akan melakukan pembelianpembelian yang lain dan memberikan keuntungan
lebih
pada
perusahaan,
sehingga akan tercipta hubungan yang lebih kuat dalam jangka panjang. Lovelock (1988), menyatakan bahwa kualitas jasa merupakan tingkat kesempurnaan yang diharapkan dari pengendalian atas kesempurnaan tersebut guna memenuhi keinginan konsumen. Dengan kata lain, ada dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas layanan kepada konsumen, yaitu layanan yang diharapkan {expected service) yang merupakan kinerja perusahaan dan layanan yang dipersepsikan (Parasuraman dalam Tjiptono, 2000). Implikasinya baik dan buruknya kualitas layanan tergantung pada kemampuan pebisnis (perusahaan) dalam memenuhi harapan konsumen secara konsisten. Selanjutnya Gronroos (1990) menyatakan bahwa persepsi konsumen terhadap kualitas layanan total suatu produk terdiri dan dua dimensi utama. Dimensi pertama, technical quality (outcome dimension) berkaitan dengan kualitas output jasa yang dipersepsikan konsumen. Komponen ini dapat dijabarkan lagi
terciptanya suasana interaksi pembelipenjual yang menyenangkan. Bila dibandingkan dengan technical quality, dimensi functional quality umumnya dipersepsikan secara subjektif dan tidak dapat dievaluasi se objektif techical quality. Menurut Tjiptono, (2005), terdapat enam kriteria kualitas jasa yang dipersepsikan baik, sebagai berikut: 1.
Profesionalisme Pelanggan
and
Skills,
mendapati
bahwa
penyedia jasa, karyawan, sistem operasional, dan sumber daya fisik,
25
memiliki
pengetahuan
keterampilan untuk mereka
yang
dibutuhkan
memecahkan secara
dan
masalah profesional
{outcome-related criteria). 2.
3.
4.
5.
6.
Attitudes and behavior. Pelanggan merasa bahwa karyawan jasa (customer contact personel) menaruh perhatian besar pada mereka dan berusaha membantu memecahkan masalah mereka secara spontan dan ramah {processrelated criteria). Accesbility and Flexcibility. Pelanggan merasa bahwa penyedia jasa, lokasi, jam operasi, karyawan, dan sistem operasionalnya, dirancang dan dioperasikan sedemikian rupa sehingga pelanggan dapat mengakses jasa tersebut dengan mudah. Selain itu, juga dirancang dengan maksud agar dapat menyesuaikan permintaan dan keinginan pelanggan secara luwes {process-related criteria). Reliability and Trusworthiness. Pelanggan memahami bahwa apa pun yang terjadi atau telah disepakati, mereka bisa mengandalkan penyedia jasa beserta karyawan dan sistemnya dalam memenuhi janji dan melakukan segala sesuatu dengan mengutamakan kepentingan pelanggan {process-related criteria). Recovery. Pelanggan menyadari bahwa bila terjadi kesalahan atau sesuatu yang tidak diharapkan dan tidak dapat diprediksi, maka
penyedia jasa akan segera mengambil tindakan untuk mengendalikan situasi dan mencari solusi yang tepat {process-related criteria). Reputation and Credibility. Pelanggan meyakini bahw operasi dari penyedia jasa dapat dipercaya dan memberikan nilai/imbalan yang sepadan dengan biaya yang dikeluarkan {image-related criteria).
Dimensi Kualitas Jasa Pengukuran kualitas jasa dalam model SERVIVAL didasarkan pada skala multi-item yang dirancang untuk mengukur harapan dan persepsi konsumen, serta gap di antara keduanya dalam dimensi-dimensi utama kualitas jasa. Menurut Parasuraman, dkk. (1988) terdapat lima dimensi utama kualitas layanan kepada konsumen, yaitu: (1) reliabilitas {reliability) yakni kemampuan memberikan layanan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan; (2) daya tanggap {responsiveness) yaitu keinginan para staf untuk membantu para konsumen dan memberikan layanan dengan tanggap; (3) jaminan {assurance), mencakup pengetahuan, kompetensi, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, risiko atau keragu-raguan; (4) empati {empathy), meliputi kemudahan dalam menjalin relasi, komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan pemahaman atas kebutuhan individual para konsumen; dan (5) bukti fisik
26
memperoleh kepuasan apabila produk tersebut berkualitas tinggi yaitu jika persepsi konsumen terhadap nilai produk yang dikonsumsi sesuai atau lebih tinggi daripada ekspektasi atau harapannya (Kotler, 2003). Tingkat kepuasan konsumen pada
(tangible), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai dan sarana komunikasi. Konsumen yang merasakan kepuasan terhadap layanan yang diberikan perusahaan akan melakukan pembelian ulang terhadap produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Di samping itu konsumen yang loyal juga tidak akan beralih untuk menggunakan produk yang telah digunakannya. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Sheth (1999) bahwa bila sikap konsumen positif (favorable) terhadap merek tertentu dibandingkan merek-merek lain, maka dapat dikatakan bahwa konsumen tersebut loyal terhadap merek yang bersangkutan. Lebih jauh dikatakan bahwa loyalitas konsumen merupakan komitmen konsumen terhadap suatu merek, toko, atau pemasok, berdasarkan sikap yang sangat positif yang tercermin dalam pembelian ulang yang konsisten. Konsumen yang loyal akan dapat meningkatkan produk yang dihasilkan yang akhirnya akan dapat meningkatkan
hakekatnya adalah cerminan dari derajat kualitas barang/jasa. Menurut Cyndee Miller
defmisi
kualitas
barang/jasa
adalah : seluruh ciri dan karakteristik suatu barang atau jasa yang mempunyai kemampuan
memenuhi
harapan/keinginan konsumen baik yang tersurat maupun yang tersirat (Miller, 1993).
Menggarisbawahi
Miller,
Kotler
pendapat
menyatakan
bahwa
barang/jasa yang mempunyai kualitas tinggi adalah barang/jasa yang mampu memenuhi
atau
konsumen
(Kotler
demikian kepuasan
melebihi
harapan
2003).
Dengan
pembahasan konsumen
mengenai
adalah
identik
dengan pembahasan mengenai kualitas barang/jasa. Hakekatnya mengkonsumsi
laba perusahaan.
jasa
tidak
berbeda
mengkonsumsi
barang,
dengan walaupun
Gronroos memberi istilah yang berbeda Hubungan Antara Kepuasan dan Kesetiaan Konsumen. Menurut Kotler konsumen adalah value-maximizers, artinya konsumen selalu menginginkan produk yang bisa memberikan nilai atau tingkat kepuasan paling tinggi. Konsumen mempunyai ekspektasi/harapan atas produk yang mereka konsumsi. Sedangkan kepuasan adalah perasaan seseorang yang muncul atas persepsinya terhadap suatu produk. Konsumen akan
yaitu dengan istilah output consumtion untuk kegiatan mengkonsumsi barang dan process consumtion untuk aktivitas mengkonsumsi jasa (Gronroos, 2000). Menurut
Lovelock,
elemen
penting
dalam mengkonsumsi jasa adalah waktu. Untuk
jasa
bank
misalnya,
pihak
perbankan meminjamkan dana kepada debitur
dengan
kosekwensi
adanya
opportunity cost yaitu dana tersebut selama periode waktu peminjaman tidak
27
bisa digunakan untuk alternatif lain. Disini peminjam dana adalah adalah pihak konsumen jasa yang mengkonsumsi waktu atas dana yang disediakan oleh pihak bank (Lovelock, 2001). Pandangan Kotler mengenai keterkaitan antara harapan/ekspektasi dengan kepuasan konsumen atas produk yang dikonsumsi mempunyai kesamaan dengan pendapat Cristopher Lovelock dalam hal jasa. Menurut Lovelock, konsumen membeli jasa tertentu adalah dalam rangka memenuhi kebutuhan spesifik, dan mereka melakukan evaluasi mengenai manfaat dari jasa yang telah dibelinya berdasarkan atas apa yang mereka harapkan. Sebelum membeli dan mengkonsumsi suatu jasa, konsumen telah mempunyai standar tertentu yang menjadi ekspektasi atau harapannya. Dengan memperbandingkan antara harapan dan manfaat yang diperoleh, terbentuklah penilaian konsumen atas jasa tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian Zeithaml, Berry dan Parasuraman, Lovelock mengemukakan bahwa ekspektasi/harapan konsumen terhadap jasa yang dikonsumsi mengandung beberapa elemen yang berbeda yaitu Desired Service. Adequate Service, Predicted Service dan Zone of Tolerance. Zone of Tolerance adalah derajat kesediaan konsumen untuk menerima variasi kualitas pelayanan suatu jasa tertentu tanpa merasa berkurang kepuasannya atau luasnya suatu wilayah dimana konsumen tidak mempermasalahkan kinerja sebuah pelayanan jasa. Konsep mengenai Zone of Tolerance muncul karena karakter kualitas jasa tidak bisa selalu stabil walaupun diproduksi dan dilayani oleh perusahaan atau personil yang sama. Mengacu pada model diatas, luasnya wilayah Zone of Tolerance tergantung pada level Desired service dan Adequate service yang keduanya antara lain dipengaruhi oleh pengalaman
Hasil penilaian disebut negative disconfirmation apabila manfaat jasa lebih rendah daripada harapan; disebut simple confirmation bila manfaat jasa sama seperti yang diharapkan disebut positive disconfirmation apabila manfaat jasa lebih tinggi daripada yang diharapkan (Lovelock, 2001). Dari uraian diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa dengan berlandaskan paradigma konfirmasi dan diskonfirmasi atas ekspektasi dengan kinerja produk, tingkat kepuasan konsumen bila dideteksi dan tingkat kualitas barang atau jasa bisa diketahui.
sebelumnya (Lovelock, 2001). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semakin lama seorang konsumen menjadi pelanggan jasa tertentu, semakin banyak pengalaman konsumen mengenai pelayanan jasa tersebut dan semakin luas wilayah toleransinya. Walaupun derajat kepuasan konsumen bisa berubah-ubah sesuai persepsinya terhadap kinerja produk, namun studi empirik membuktikan bahwa faktor kepuasan konsumen mempunyai pengaruh terhadap kesetiaan dan pada gilirannya berdampak pada kinerja perusahaan.
28
Hubungan konsumen
antara
dengan
kepuasan
kesetiaan
semakin meningkat kebutuhannya atas jasa tersebut); (2) keuntungan diperoleh dari penurunan biaya operasional (akibat dari konsumen yang sudah menjadi pelanggan setia tidak lagi memerlukan penjelasan dan bantuan yang memerlukan waktu dan tenaga); (3) keuntungan berasal dari menurunnya biaya advertensi karena konsumen setia secara tidak langsung telah ikut mempengaruhi sejumlah konsumen baru yang menirunya; (4) keuntungan berasal dari perilaku konsumen setia yang cenderung untuk bersedia membayar lebih mahal (price premium) pada waktu-waktu tertentu karena mereka sudah sangat percaya dan tergantung pada perusahaan.
tidak
berupa hubungan yang proporsional. Bagi konsumen dengan kategori "kurang puas", mereka cenderung meninggalkan perusahaan dan bahkan menyiarkan keburukan perusahaan; bagi konsumen dalam kategori "cukup puas" walaupun tidak
akan
menyiarkan
keburukan
perusahaan namun mereka cenderung mudah pindah pada perusahaan lain yang tinggi.
memberikan Hanya
kepuasaan
konsumen
lebih dengan
kategori "sangat puas" yang cenderung akan menjadi pelanggan setia (Kotler, 2003). Penelitian yang dilakukan oleh Jones dan Sasser pada perusahaan Xerox menemukan fakta bahwa konsumen pada kategori "sangat puas" mempunyai probabilitas 6 kali lebih besar untuk membeli lagi produk Xerox dalam kurun waktu 18 bulan kedepan dibanding konsumen pada kategori "cukup puas" (Jones dan Sasser 1995). Penelitian Reicheld dan Sasser pada tahun 1990 membuktikan bahwa semakin lama konsumen menjadi pelanggan sebuah perusahaan jasa, semakin besar keuntungan yang diperoleh perusahaan dan konsumen tersebut (Reichheld dan Sasser 1990 dalam Lovelock 2001). Dua peneliti tersebut menemukan adanya 4 faktor yang mempengaruhi peningkatan keuntungan perusahaan sehubungan dengan keberadaan konsumen yang setia, yaitu: (1) keuntungan yang diperoleh dan peningkatan jumlah pembelian (karena konsumen tersebut
Penutup Perkembangan teori kualitas jasa dan persepsi konsumen telah mengalami pergeseran-pergeseran paradigma, pelaku bisnis yang pada awalnya memikirkan bagaimana meningkatkan efisiensi dengan orientasi kenaikan laba perusahaan (profit oriented), selanjutnya berkembang pemikiran untuk menggeser orientasi laba yang kurang mempertimbangkan kepentingan konsumen tersebut ke orientasi kepuasan konsumen (satisfaction oriented) yang lebih memperhatikan kepentingan konsumen, dan dapat membentuk konsumen yang loyal terhadap produk/jasa yang dihasilkan perusahaan. Strategi semacam ini memungkinkan terbinanya hubungan tulus jangka panjang, karena pelanggan merasa lekat dekat
29
perusahaan setelah memperoleh sesuatu yang ada di tempat lain. Ini adalah keuntungan kompetitif yang strategis: strategis karena disesuaikan dengan pelanggan, kompetitif karena berbeda dengan pendekatan yang dilakukan perusahaan lain yang umumnya menekankan pada perbaikan produk dan pemberian diskon. Para pelanggan mengharapkan tingkat kualitas yang sangat tinggi dari semua pesaingpesaing yang ada. Hal yang dulu kita anggap berharga dan memberikan nilai tambah pada produk inti, sekarang sudah menjadi hal standar yang diharapkan oleh semua orang.
Marketing: Australia and New Zealand. Prentice Hall International, Inc. Lovelock, C.H, (2001), Service Marketing: People, Technology, Strategy. Prentice Hall International, Inc. Miller, Cyndee (1993), US Firms Lag in Meeting Global Quality Standars. Marketing News, February 15. Oliver,
Tjiptono, Fandi (2005), Pemasaran Jasa. Penerbit Bayumedia Publishing.
DAFTAR PUSTAKA Brown, S.W (1991), Service Quality : Multidisciplinery & Multinational Perspective. New York: Lexington Books Inc.
Parasuraman (1988), Serqual: A Multiple Item Scale For Measuring Consumer Perception of Service Quality. Journal of Retailing 64 (12)
Gronroos, C (2000), Service Reflections : Service Marketing Comes of Age, dalam Handbook of Services Marketing and Management, T. Schwartz dan D. Jacobucci (ed), Sage Publication
Zeithami, Valerie A (1981), How Consumers Evaluation Process Differ Between Goods and Services, dalam Marketing of Services, ed J.H Donelly dan W.R George, Chicago: American Marketing Association.
Haryono, Tulus (2003), Analisis Persepsi Pelanggan Terhadap Kualitas Jasa Pada PT. PLN (Persero). Disertasi, Tidak Dipublikasikan. Kotler,
R (1997), Satisfaction: A Behavioral Perspective on the Customer, New York: McGrawHill.
Philip (2003), Marketing Management, Perason Education, Inc, Upper Saddle River, New Jersey, 07458
Lovelock, C.H. Peterson, P.G, dan Walkjer, R.H, (1998), Service
30
31