PEMANFAATAN TEPUNG CANGKANG UDANG SEBAGAI MEDIA PRODUKSI KITINASE OLEH BAKTERI KITINOLITIK ISOLAT 26
SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Studi Biologi (S1) dan mencapai gelar Sarjana Sains
Oleh Lutfiya Cahyani NIM. 081810401038
JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS JEMBER 2013
i
PERSEMBAHAN Skripsi ini saya persembahkan dengan penuh rasa kasih kepada: 1. Ayahanda Nur Ali dan Ibunda Mahmudah tercinta, terimakasih sebesarbesarnya atas untaian kasih sayang, pengorbanan, motivasi, dan do’anya untuk kesuksesan penulis selama ini, semoga penulis dapat memuliakan dan membahagiakan sampai akhir hayat; 2. Keluarga besar yang telah memberi semangat, dukungan, dan do’a selama penulis menuntut ilmu; 3. Guru-guru yang telah mendidik dan memberikan ilmunya; 4. Almamater Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Jember.
ii
MOTO Saat ikhtiar sudah dimaksimalkan, Allah yang akan menyempurnakan (M. Arief Budiman) Pengetahuan tidaklah cukup: kita harus mengamalkannya, Niat tidaklah cukup: kita harus melakukannya (Johann Wolfgang Von Goethe)
iii
PERNYATAAN Saya yang bertanda tangan dibawah ini: nama : Lutfiya Cahyani NIM
: 081810401038
menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya ilmiah yang berjudul “Pemanfaatan Tepung Cangkang Udang Sebagai Media Produksi Kitinase Oleh Bakteri Kitinolitik Isolat 26” adalah benar-benar karya ilmiah sendiri, kecuali jika dalam pengutipan substansi disebutkan sumbernya dan skripsi ini belum pernah diajukan pada institusi manapun serta bukan karya jiplakan. Penelitian ini dibiayai sepenuhnya oleh Esti Utarti, S.P., M.Si. Data yang diperoleh dari penelitian ini tidak dipublikasikan kecuali atas izin Esti Utarti, S.P., M.Si. Saya bertanggung jawab atas keabsahan isinya sesuai dengan sikap ilmiah yang harus dijunjung tinggi. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-beenarnya, tanpa adanya tekanan dan paksaan dari pihak mana pun serta bersedia mendapat sanksi akademik jika ternyata dikemudian hari pernyataan ini tidak benar.
Jember, Februari 2013 Yang menyatakan,
Lutfiya Cahyani NIM.081810401038
iv
SKRIPSI
PEMANFAATAN TEPUNG CANGKANG UDANG SEBAGAI MEDIA PRODUKSI KITINASE OLEH ISOLAT 26 BAKTERI KITINOLITIK
Oleh Lutfiya Cahyani NIM. 081810401038
Pembimbing Dosen Pembimbing Utama Dosen Pembimbing Anggota
: Esti Utarti, S.P., M.Si. : Drs. Rudju Winarsa, M.Kes.
v
PENGESAHAN Skripsi berjudul “Pemanfaatan Tepung Cangkang Udang Sebagai Media Produksi Kitinase Oleh Bakteri Kitinolitik Isolat 26” telah diuji dan disahkan pada: hari, tanggal : tempat : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Jember Tim penguji: Ketua,
Sekretaris,
Esti Utarti, S.P., M.Si NIP 197003031999032001
Drs. Rudju Winarsa, M.Kes NIP 196008161989021001
Anggota I,
Anggota II,
Drs. Siswanto, M.Si NIP 196012161993021001
Sattya Arimurti, S.P., M.Si NIP 197403311999032001
Mengesahkan Dekan,
Prof. Drs. Kusno, DEA.,Ph.D NIP 196101081986021001
vi
RINGKASAN Pemanfaatan Tepung Cangkang Udang Sebagai Media Produksi Kitinase Oleh Bakteri Kitinolitik Isolat 26; Lutfiya Cahyani, 081810401038; 2013; 26 halaman; Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Jember.
Udang merupakan salah satu komoditas andalan sektor perikanan yang setiap tahunnya mengalami peningkatan produksi sebesar 4.8%. Umumnya udang diekspor dalam bentuk beku tanpa cangkang (kulit dan kepala), cangkang dari industri udang beku sangat melimpah sebagai limbah udang. Pada usaha pengolahan udang menghasilkan limbah udang berkisar antara 30% – 75% dari berat udang. Cangkang udang diketahui mengandung kitin sebesar 18,7%. Limbah cangkang yang dihasilkan dari pengolahan udang sebesar 30-75% dari berat udang. Derivat kitin mempunyai nilai ekonomi yang tinggi karena dapat dimanfaatkan dalam berbagai bidang. Upaya pengolahan kitin menjadi derivatnya dapat dilakukan secara enzimatik dengan menggunakan bakteri kitinolitik. Bakteri kitinolitik merupakan bakteri yang memiliki enzim kitinase, yang aktif mengkatalisis degradasi kitin dan mampu menghidrolisa polimer kitin menjadi kitin oligosakarida atau monomer N-asetil glukosamin. Bakteri kitinolitik isolat 26 dari limbah udang pada tambak udang dengan kondisi habitat suhu 37ºC dan pH 7,7. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi tepung cangkang udang yang paling sesuai untuk produksi kitinase isolat 26. Metode yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari (i) Peremajaan Isolat (ii) Pola Pertumbuhan Bakteri (iii) Pembuatan Tepung Cangkang Udang Produksi Kitinase (iv) Pembuatan koloidal kitin (v) Pengendapan dengan Amonium Sulfat (vi) Pengukuran Aktifitas Kitinase, dan diakhiri dengan (vii) Penentuan standar N-asetil glukosamin dan (viii) Penentuan kandungan protein terlarut.
vii
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa, isolat 26 mempunyai fase awal logaritmik pada jam ke-9 dengan jumlah sel 8,7 x 107 CFU/ml dan akhir fase logaritmik pada jam ke-12 dengan jumlah sel 1,2 x 109 CFU/ml. Aktivitas kitinase isolat 26 bakteri kitinolitik meningkat sebanding dengan penambahan konsentrasi media produksi kemudian menurun setelah dicapai aktivitas optimum. Pada media dengan konsentrasi substrat 2,5%[b/v] aktivitas enzim kitinase mencapai titik tertinggi yaitu sebesar 0,1 U/ml, kemudian aktivitas menurun pada konsentrasi substrat 3 % [0,04 U/ml]. Pada konsentrasi substrat 3,5%[b/v] aktivitas enzim kitinase mengalami kenaikan lagi yaitu 0,06 U/ml, dan aktivitasnya mengalami penurunan lagi pada konsentrasi 4%[b/v] menjadi 0,045 U/ml. Nilai efisiensi tertinggi yaitu 3,195% diperoleh dari kitinase yang diproduksi pada media dengan konsentrasi tepung cangkang udang 2,5%[b/v]. Setiap hidrolisis koloidal kitin 1 gram oleh kitinase yang diproduksi pada media dengan konsentrasi tepung cangkang udang 2,5%[b/v] dihasilkan N-asetil glukosamin sebesar 31,95 mg dan menghasilkan sebesar 5,97 mg N-asetil glukosamin per gram tepung udang. Aktivitas spesifik kitinase isolat 26 sebelum diendapkan dengan ammonium sulfat sebesar 0,308 U/mg, setelah diendapkan dengan ammonium sulfat konsentrasi 80% aktivitas spesifiknya menjadi 0,475 U/mg. Hasil identifikasi morfologi isolat 26 Bakteri Kitinolitik secara makroskopis menunjukkan bahwa isolat 26 berwarna kuning, berbentuk bulat, elevasi melengkung, tepi utuh, karakteristik optik opaque. Sedangkan berdasarkan morfologi mikroskopis isolat 26 merupakan bakteri Gram positif yang berbentuk coccus.
viii
PRAKATA
Puji Syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga
penulis
dapat
menyelesaikan
penyusunan
skripsi
yang
berjudul
“Pemanfaatan Tepung Cangkang Udang Sebagai Media Produksi Kitinase Oleh Isolate 26 Bakteri Kitinolitik”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan strata satu (S1)
Jurusan Biologi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Jember. Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada: 1.
Esti Utarti, S.P, M.Si selaku Dosen Pembimbing Utama dan Drs. Rudju Winarsa, M.Kes selaku Dosen Pembimbing Anggota yang telah banyak membantu dan meluangkan waktu, pikiran, dan perhatiannya untuk membimbing penulisan skripsi ini sejak awal hingga akhir;
2.
Drs Siswanto, M.Si selaku Dosen Penguji I dan Sattya Arimurti, S.P, M.Si, selaku Dosen Penguji II atas kesediaannya untuk turut memberikan saran dan kritikan yang membangun terhadap penulisan skripsi ini;
3.
Dr. rer. nat. Kartika Senjarini S.Si., M.Si. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah membimbing penulis selama menyelesaikan masa studi;
4.
Ir. Endang Susetyaningsih, selaku Teknisi Laboratorium Mikrobiologi dan Purnama Okviandari, S.P., M.Si., selaku Teknisi Laboratorium Biologi Dasar yang telah banyak membantu, mengarahkan, dan menasihati penulis selama penelitian;
5.
kedua orang tuaku tercinta dan adikku Lisna Latifiana yang selalu berdoa untuk kesuksesan dan keberhasilanku;
6.
rekan seperjuangan di Laboratorium Mikrobiologi Azizah dan Niar terimakasih atas kerjasama, dukungan, dan bantuan yang diberikan selama penelitian; ix
7.
teman-teman “Sugar Group” Mas Aji, Hiday dan “TBV” Ajus, Anton, Imam, Arif, Wisnu dan Dewi terimakasih atas bantuan dan keramahannya;
8.
sahabat sejati tempat berbagi suka dan duka Liya, Ria, dan Maya terimakasih atas solidaritas, kebersamaan, dan dukungannya;
9.
keluarga besar “Omfalomesenterika” 2008 terimakasih atas persaudaraan, kekompakan dan bantuannya selama ini, semoga kita dipertemukan dalam kesuksesan kelak;
10. keluarga baruku di Jember terimakasih atas kasih sayang dan motivasinya; 11. dan akhirnya kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas bantuannya dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat-Nya dan membalas semua kebaikan-kebaikannya. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis menerima segala kritik dan saran dari pembaca sekalian. Akhirnya penulis berharap, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Jember, Februari 2013
Penulis
x
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL…………………………………………………
i
HALAMAN PERSEMBAHAN……………………………………..
ii
MOTO………………………………………………………………..
iii
HALAMAN PERNYATAAN……………………………………….
iv
HALAMAN PEMBIMBINGAN…………………………………….
v
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………….
vi
RINGKASAN………………………………………………………...
vii
PRAKATA……………………………………………………………
ix
DAFTAR ISI…………………………………………………………
xi
BAB 1. PENDAHULUAN…………………………………………..
1
1.1. Latar Belakang………………………………………...
1
1.2. Permasalahan………………………………………….
2
1.3. Tujuan ………….……………………………………...
2
1.4. Manfaat………………………………………………...
2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA…………………………………….
3
2.1. Udang…………………………………………………..
3
2.2. Cangkang udang dan kitin……………………………
4
2.3. Bakteri kitinolitik dan kitinase…………………….....
7
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN…………………………...
9
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian…………………………
9
3.2 Rancangan Penelitian …………………………………
9
3.3 Alat dan Bahan ………………………………………...
10
3.4 Prosedur Penelitian…………………………………….
10
3.4.1 Peremajaan isolat ……………………………........
10
xi
3.4.2 Uji stabilitas kitinase isolat 26…………………….
10
3.4.3 Identifikasi makroskopis dan mikroskopis……......
11
3.4.4 Pola pertumbuhan bakteri………………………....
11
3.4.5 Pembuatan tepung cangkang udang…………........
12
3.4.6 Pembuatan koloidal kitin………………………….
12
3.4.7 Produksi kitinase……………………………….....
12
3.4.8 Presipitasi dengan ammonium sulfat………….......
13
3.4.9 Pengukuran aktivitas kitinase …………………….
13
3.4.9 Penentuan standar n-asetil glukosamin……............
14
3.4.10 Penentuan aktivitas spesifik kitinase….…….........
14
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………...
15
4.1. Stabilitas kitinase bakteri kitinolitik isolat 26………..
15ss
4.2. Pola pertumbuhan bakteri kitinolitik isolat 26……….
16
4.3. Produksi enzim kitinase bakteri kitinolitik isolat 26…
17
4.4. Presipitasi kitinase menggunakan amonium sulfat......
20
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN……………………………...
22
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………...
23
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
2.1 Struktur kitin, kitosan, dan selulosa (Skjak-Braek and Sanford
6
dalam Toharisman, 2007)……………………………………… 2.2 Proses hidrolisis kitin menjadi derivatnya (Agdour,2007)…….
8
3.1 Diagram alir penelitian…………………………………………
11
4.1 Zona bening yang terbentuk pada media agar kitin oleh bakteri
17
kitinolitik isolat 26……………………………………………. 4.2 Kurva pertumbuhan bakteri kitinolitik isolat 26………………
18
4.3 Hasil produksi kitinase bakteri kitinolitik isolat 26 pada berbagai
19
variasi konsentrasi media produksi berdasarkan aktivitasnya pada substrat koloidal kitin (1%)…........................ 4.4 Aktivitas
spesifik
kitinase
isolat
26
setelah
presipitasi
menggunakan ammonium sulfat……………….........................
xiii
20
DAFTAR TABEL
Halaman 2.1
Kandungan limbah cangkang udang (Mahata dalam Mawarda et
4
al., 2011)……………………………............................................... 4.1
Nilai efisiensi kitinase bakteri kitinolitik isolat 26 pada uji aktivitas dengan substrat kitin1%[b/v]…………………………….
xiv
20
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Komposisi dan cara pembuatan media ……………………
28
A.1 Media nutrient agar.......................................................
28
A.2 Media agar kitin……………………………………….
28
A.3 Media luria broth……………………………………...
29
B.
Reagen Schale……………………………………...............
30
C.
Jumlah sel bakteri kitinolitik isolat 26 ……………………
30
D.
Hasil kurva standar N-asetil glukosamin…………..............
30
E.
Aktifitas kitinase bakteri kitinolitik Isolat 26 setelah
31
A.
presipitasi dengan ammonium sulfat……………………… F.
Identifikasi morfologi makroskopis dan mikroskopis bakteri kitinolitik isolat 26…………………………………
xv
32
0
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Udang merupakan salah satu komoditas andalan sektor perikanan yang setiap tahunnya mengalami peningkatan produksi sebesar 4.8% (Ferdiansyah, 2005). Umumnya udang diekspor dalam bentuk beku tanpa cangkang (kulit dan kepala), cangkang dari industri udang beku sangat melimpah sebagai limbah udang (Mawarda et al., 2011). Pada usaha pengolahan udang menghasilkan limbah udang berkisar antara 30% – 75% dari berat udang. Pemanfaatan limbah udang selama ini adalah untuk pencampur ransum pakan ternak, bahan pencampur pembuatan terasi, petis dan kerupuk udang (Marganof, 2003). Cangkang udang diketahui mengandung berbagai macam senyawa organik, salah satu komponen yang terkandung dalam cangkang udang adalah kitin. Kitin yang terkandung dalam cangkang udang berada dalam kadar cukup tinggi yaitu sebesar 18,7% Mahata et al. dalam Mawarda et al. (2011). Kitin merupakan biopolimer yang tersusun oleh unit-unit N-asetil-D-glukosamin, termasuk golongan polisakarida yang mempunyai berat molekul tinggi dan merupakan polimer berantai lurus dengan nama lain β-(1-4)-2-asetamida-2-dioksi-D-glukosa (Hirano, 1986). Dibandinkan kitin aplikasi derivat kitin lebih luas (Rahayu, 1999) dan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi karena dapat dimanfaatkan untuk kosmetik, biomedis, farmasi, pengolahan air limbah, dan pengawet makanan (Suhartono, 1989). Upaya pengolahan kitin menjadi derivatnya dapat dilakukan secara enzimatik maupun kimiawi. Pengolahan kitin secara enzimatik dapat dilakukan dengan menggunakan bakteri kitinolitik. Bakteri kitinolitik merupakan bakteri yang mampu menghasilkan enzim kitinase, yang aktif mengkatalisis degradasi polimer kitin menjadi kitin oligosakarida atau monomer N-asetil glukosamin (Nasran et al., 2003). Meningkatnya kebutuhan terhadap derivat kitin mengakibatkan meningkatnya
1
kebutuhan kitinase (Widyastuti, 2007), sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mendapatkan kitinase dengan menggunakan cangkang udang sebagai media produksinya. Beberapa bakteri diketahui mempunyai aktivitas kitinolitik yaitu Aeromonas, Alteromonas, Chromobacterium, Enterobacter, Ewingella, Pseudoalteromonas, Pseudomonas, Seratia, Vibrio (Gooday, 1994), Bacillus, dan Pyrococcus (Harman et al.,1993). Penelitian Asmarany (2011) berhasil mengisolasi isolat 26 bakteri kitinolitik indigenous limbah udang. Penggunaan bakteri indigenous diharapkan akan meningkatkan kemampuan adaptasinya dalam media tepung cangkang udang. Hasil pengujian secara semikuantitatif menunjukkan bahwa isolat 26 tersebut memiliki aktivitas kitinolitik dengan nilai indeks aktifitas enzim kitinase sebesar 14,6. Tetapi pada isolat tersebut belum dilakukan uji aktivitas kitinase secara kuantitatif.
1.2 Rumusan Masalah Cangkang udang merupakan limbah hasil produk usaha pengolahan udang yang mengandung kitin sebesar 18,7%, sehingga memungkinkan digunakannya sebagai media produksi kitinase. Penelitian ini menggunakan bakteri kitinolitik isolat 26 hasil isolasi dari limbah udang. 1.3 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi tepung cangkang udang yang paling sesuai untuk produksi kitinase isolat 26 bakteri kitinolitik.
1.4 Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif pemanfaatan limbah cangkang udang sebagai media produksi kitinase. Hasil dari penelitian ini juga dapat digunakan sebagai data untuk penelitian selanjutnya.
2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Udang Udang digolongkan ke dalam Filum Arthropoda dan merupakan Filum terbesar dalam Kingdom Animalia, sebagian besar hidupnya di laut dan bernapas dengan insang. Udang mempunyai tubuh bilateral simetris, mempunyai lima pasang kaki jalan sehingga disebut hewan berkaki sepuluh (Decapoda) (Fast dan Laster, 1992). Udang merupakan subfilum Crustacea yang secara morfologi tubuhnya terdiri atas kepala dan dada yang menyatu (Cephalothorax) dan abdomen. Cephalothorax terdiri dari 13 ruas, yaitu 5 ruas di bagian kepala dan 8 ruas di bagian dada. Bagian badan dan abdomen terdiri dari 6 ruas, tiap-tiap ruas (segmen) mempunyai sepasang anggota badan (kaki renang) yang beruas-ruas. Pada ujung ruas keenam terdapat ekor kipas (Rizal, 2009). Ruas-ruas pada udang merupakan eksoskeleton yang tersusun oleh kitin. Terdapat sekitar 11 jenis udang Penaidae di Indonesia yang mempunyai nilai ekonomis penting, umumnya dari genus Penaeus dan Metapenaeus. Spesies udang yang sering dikonsumsi oleh masyarakat pada umumnya adalah spesies Litopenaeus vannamei. Klasifikasi udang Litopenaeus vannamei menurut Boone dalam Kusuma, (2009) sebagai berikut: Kingdom Filum Subfilum Kelas Ordo Famili Genus Subgenus Spesies
: Animalia : Arthropoda : Crustacea : Malacostrata : Decapoda : Penaidae : Penaeus : Litopenaeus : Litopenaeus vannamei
3
2.2 Cangkang Udang dan Kitin Umumnya Indonesia mengekspor udang dalam bentuk beku tanpa cangkang. Cangkang dari industri udang beku sangat melimpah sebagai limbah udang (Mawarda et al., 2011). Limbah udang dapat diperoleh dari industri pengolahan udang beku dan pengalengan udang. Limbah udang tersebut pada umumnya terdiri dari bagian kepala, kulit ekor dan sedikit daging udang. Limbah udang yang dihasilkan dari proses tersebut berkisar antara 30–75% dari berat total udang (Darmawan, et al., 2007), dengan demikian jumlah limbah dari usaha pengolahan udang cukup tinggi. Cangkang udang mengandung serat, protein, lemak juga kitin. Komponen penyusun cangkang udang disajikan pada tabel 2.1. Tabel 2.1. Kandungan limbah cangkang udang Komponen Air Serat kasar Protein kasar Lemak Kalsium Fosfor Kitin Sumber: Mahata dalam Mawarda et al. (2011).
Jumlah komponen(%) 7,87 26,89 24,03 5,14 16,69 0,85 18,7
Kitin yang merupakan komponen penyusun cangkang udang adalah suatu polisakarida alami dan polimer organik alam terbanyak kedua setelah selulosa (Tsigos, 2000). Kitin merupakan suatu polisakarida struktural yang mengandung nitrogen dan bergabung dengan protein sebagai bahan dasar pembentuk kerangka luar (eksoskeleton) Invertebrata (Rahayu et al, 1999), dan melekat pada suatu matriks dari CaCO3 dan fosfat yang menyebabkan kerasnya kulit crustaceae (udang) dan molusca (kerang). Kitin termasuk golongan polisakarida yang mempunyai berat molekul tinggi dan merupakan polimer berantai lurus dengan nama lain β (1-4)-N-asetil-D-
4
Glukosamin (Hirano, 1986). Struktur kitin sama dengan selulosa dimana ikatan yang terjadi antara monomernya terangkai dengan ikatan glikosida pada posisi β-(1-4). Perbedaan antara kitin dengan selulosa adalah gugus hidroksil yang terikat pada atom karbon nomor dua digantikan oleh gugus asetamida (NHCOCH2), sehingga kitin menjadi sebuah polimer berunit N-asetilglukosamin sedangkan pada kitosan digantikan oleh gugus amin (NH2) (Fernandez, 1982). Perbedaan struktur kitin, kitosan dan selulosa disajikan pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1
Struktur Kitin, Kitosan, dan Selulosa (Sumber: Skjak-Braek and Sanford dalam Toharisman, 2007).
Kitin merupakan biopolimer kristalin yang tersebar di alam dengan 3 struktur yaitu α, ß, dan γ. Struktur α kitin terdapat dalam jumlah yang melimpah dalam bentuk isomorpus, struktur kristalinnya tersusun rapat, padat dengan rantai yang tersusun secara antiparalel serta mempunyai ikatan hidrogen yang kuat. Struktur ß kitin rantainya tersusun secara parallel dengan gaya intermolekuler yang lemah, molekulnya kurang stabil dibandingkan dengan α kitin. Sedangkan struktur γ kitin merupakan perpaduan antara α dan ß kitin (Matsumoto, 2006). Struktur γ kitin fibrilnya masing-masing tersusun dari tiga rantai, dua rantainya tersusun paralel dan
5
rantai ketiga anti parallel (Yurnaliza, 2002). Kitin α diantaranya terdapat pada Hydrozoa, nematoda, rotifer, dan arthropoda. Kitin ß ditemukan pada molusca dan sebagai pembentuk dinding sel luar serangga, sedangkan kitin γ terdapat pada lambung cumi-cumi (Stivil et al., 1993). Unit monomer Kitin memiliki rumus molekul (C8H13NO5)n dengan komposisi perbandingan massa atom C : 47,29%, H : 6,45%, N : 6,89%, O : 39,37% (Hirano, 1976). Kitin merupakan zat padat yang tak berbentuk (amorphous), tak larut dalam air, asam anorganik encer, alkali encer dan pekat, serta alkohol tetapi larut dalam asam-asam mineral yang pekat. Rantai kitin tersusun atas ikatan hidrogen yang sangat kuat antara gugus NH dari satu rantai dan gugus C=O dari rantai yang berdekatan. Ikatan hidrogen menyebabkan kitin tidak dapat larut dalam air dan membentuk formasi serabut (fibril) (Yurnaliza, 2002). Sifat kitin yang tidak larut dalam air dan pelarut organik menyebabkan kitin harus dikonversi terlebih dahulu menjadi koloidal kitin sebelum digunakan pada suatu penelitian. Koloidal kitin adalah kitin yang telah dihidrolisis secara parsial dengan larutan asam klorida (HCl) 10 N, sehingga ikatan hidrogen yang terdapat pada kitin terputus (Haran et al., 1995). Beberapa manfaat yang dapat diambil dari kitin dan derivatnya adalah pada bidang kedokteran atau kesehatan yaitu dapat digunakan sebagai immunoadjuvant (stimulator non spesifik respons imun), bahan dasar pembuatan benang operasi, benang operasi ini mempunyai keunggulan dapat diuraikan dan diserap dalam jaringan tubuh, tidak toksik, dapat disterilisasi dan dapat disimpan lama (Kaban, 2009). Senyawa N-asetil glukosamin hasil hidrolisis kitin digunakan dalam pengobatan osteoarthritis dan digunakan juga sebagai suplemen makanan (Sashiwa et al.,2002). Pada bidang kecantikan derivat kitin dapat digunakan sebagai bahan kosmetik, pasta gigi, krim badan, serta produk perawatan rambut. Pada bidang tekstil banyak digunakan sebagai coating material untuk serat selulosa, nilon, kapas, dan wool (Kaban, 2009).
6
2.4 Bakteri Kitinolitik dan Kitinase Bakteri kitinolitik merupakan bakteri yang memiliki enzim kitinase. Kemampuan isolat bakteri kitinolitik dalam mendegradasi kitin dapat diketahui dari aktivitas hidrolisisnya. Nilai aktifitas hidrolisis dapat dilihat dari zona bening yang terbentuk disekitar koloni jika bakteri kitinolitik ditumbuhkan pada media agar kitin. Suryanto dan Munir (2006) menyatakan bahwa aktifitas hidrolisis diukur dengan membandingkan diameter zona bening disekitar koloni dengan diameter koloni. semakin besar zona bening yang terbentuk maka semakin tinggi aktifitas hidrolisisnya. Genus bakteri yang banyak dilaporkan memiliki kitinase antara lain Aeromonas,
Alteromonas,
Chromobacterium,
Enterobacter,
Ewingella,
Pseudoalteromonas, Pseudomonas, Seratia, Vibrio (Gooday, 1994), Bacillus, dan Pyrococcus (Harman et al.,1993). Kitinase merupakan enzim yang aktif mengkatalisis hidrolisa polimer kitin menjadi kitin oligosakarida atau monomer N-asetilglukosamin. Berdasarkan cara kerjanya dalam mendegradasi substrat, kitinase dikelompokkan menjadi dua, yaitu Endokitinase dan Eksokitinase. Endokitinase menghidrolisa kitin secara acak dari bagian dalam menghasilkan kitooligomer. Sedangkan Eksokitinase menghidrolisa kitin secara berurutan dari ujung nonreduksi menghasilkan kitobiosa sebagai produk akhir dan ß-N-asetilheksosaminidase yang menghidrolisa kitin secara berurutan dari ujung nonreduksi menghasilkan N-asetilglukosamin (Patil et al.,2000). Degradasi kitin yang selanjutnya yaitu mekanisme pengubahan kitin oleh deasetilase kitin menjadi kitosan. Dimana ikatan glikosida β-(1,4) pada kitosan akan dihidrolisis dan menghasilkan diasetilkitobiosa (kitobiosa) yang kemudian dihidrolisis kembali menjadi glukosamin (Gooday 1990). Proses Hidrolisis kitin menjadi derivatnya disajikan pada Gambar 2.2.
7
Gambar 2.2.
Proses Hidrolisis kitin menjadi derivatnya (Agdour, 2007)
Kitin dihidrolisis oleh kitinase secara acak pada ikatan glikosidiknya (Nasran et al., 2003). Degradasi kitin secara enzimatis oleh kitinase berlangsung secara bertahap. Awalnya polimer kitin dipecah menjadi oligomer kitin (umumnya berupa dimer) dan selanjutnya diuraikan menjadi monomer N-asetil glukosamin oleh Nasetilglukosaminidase (Purwani et al., 2001). Pada bidang pertanian, kitinase berperan sebagai agen pengendali hayati penyakit tanaman yang disebabkan oleh jamur. Kitinase menyebabkan terjadinya lisis pada dinding sel jamur yang umumnya mengandung kitin (Patil et al., 2000).
8
BAB 3. METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi dan Biologi Dasar, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Jember yang dimulai pada bulan September 2012 sampai Januari 2013. 3.2 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif. Sampel dianalisis di laboratorium, data yang diperoleh adalah data kuantitatif dan kualitatif yang disajikan dalam bentuk tabel dan gambar. Diagram alir disajikan pada Gambar 3.1 Peremajaan bakteri kitinolitik isolat 26
Pola pertumbuhan Bakteri
Identifikasi morfologi makroskopis dan mikroskopis
Produksi Kitinase Ekstrak Kasar
Uji aktivitas Kitinase Ekstrak Kasar
Perhitungan efisiensi kitinase
Presipitasi Ammonium Sulfat
Uji aktivitas Spesifik Gambar 3.1 Diagram alir penelitian
9
3.3 Alat dan Bahan 3.3.1 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi tabung reaksi, jarum Ose, vorteks, gelas ukur, Beaker glass, Erlenmeyer, sentrifuge, tabung sentrifuge, shaker, pHmeter,
pipet mikro, spektrofotometer, tip mikro, botol, pengaduk, magnetic
stirrer, penangas air, cawan petri, oven, sendok bengkok, lampu Bunsen, inkubator, Laminar Air Flow (LAF), sprayer, timbangan analitik, dan spektrofotometer uv-vis. 3.3.2 Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain isolat 26 yang diisolasi dari tambak udang oleh Asmarany (2011), cangkang udang, media Nutrien Agar (NA), Media Luria Broth (LB), akuades, garam fisiologis (0,85% NaCl) steril, bacto agar, MgSO4. 7H2O; 0,05% Ekstrak yeast; 0,1 % Trypton, buffer pH 7, kitin, reagen Schale (0,125 g K-ferrisianida dalam 250 ml 0,5 M Na- Karbonat), HCl pekat, 12N NaOH, Larutan N-Asetil glukosamin, 0,2M Na2HPO4.12H2O, etanol, kertas pH, allumunium foil dan alkohol. 3.4 Prosedur Penelitian 3.4.1 Peremajaan Isolat Isolat 26 diremajakan dengan mengambil masing-masing 1 ose isolat dan ditumbuhkan dengan metode goresan pada media Nutrien Agar (NA) miring (Lampiran A.1) dan dengan metode kuadran pada cawan petri. 3.4.2 Uji stabilitas Bakteri kitinolitik isolat 26 Uji stabilitas bakteri kitinolitik isolat 26 dilakukan dengan cara menumbuhkan isolat tersebut pada media agar kitin (Lampiran, A.2), kemudian diinkubasi selama 3 hari. Zona bening yang terbentuk diamati dengan cara ditetesi dengan larutan iodine,
10
kemudian dibilas dengan akuades. Indeks aktivitas enzim merupakan rasio diameter zona bening yang terbentuk dengan diameter koloni. 3.4.3 Identifikasi Makroskopis dan Mikroskopis Identifikasi makroskopis dilakukan dengan cara mengamati secara langsung koloni bakteri kitinolitik isolat 26 berdasarkan buku identifikasi Dwidjoseputro (2010), selanjutnya diidentifikasi secara mikroskopis dengan melakukan pewarnaan Gram. Pengecatan Gram dilakukan dengan mengambil sebanyak 1 ose isolat bakteri diencerkan dalam 3 ml akuades steril dan di ambil 10 µl lalu diletakkan pada gelas obyek dan difiksasi. Selanjutnya ditambahkan sebanyak 1 tetes kristal violet (Gram A) selama 1 menit kemudian dicuci dengan air mengalir dan di keringanginkan. Setelah kering ditambahkan 1 tetes larutan iodine (Gram B). Setelah 1 menit kemudian dicuci dengan air mengalir. Selanjutnya isolat bakteri ditambah etil alkohol 95% (Gram C) selama 30 detik dan dicuci dengan air mengalir. Kemudian isolat bakteri ditambahkan safranin (Gram D) selama 2 menit dan dicuci dengan air mengalir dan dikering anginkan, selanjutnya diamati dengan mikroskop. Bakteri Gram Positif berwarna ungu dan bakteri Gram negatif berwarna merah. 3.4.4 Pola Pertumbuhan Bakteri Pola pertumbuhan bakteri ditentukan dengan membuat kurva pertumbuhan bakteri kitinolitik isolat 26. Isolat bakteri diambil satu ose dan diinokulasikan pada 50 ml Luria Broth (LB) (Lampiran A.3). selanjutnya diinkubasi pada suhu 30ºC diatas shaker dengan kecepatan 150 rpm selama 30 jam. Setiap selang waktu 6 jam selama 30 jam dilakukan pengukuran pertumbuhan. Sebanyak 1 ml kultur isolat yang tumbuh pada media LB diencerkan dalam garam fisiologis steril 9 ml sebagai pengenceran 10-1. Pengenceran selanjutnya dilakukan dengan mengambil 100 μl dari pengenceran 10-1 dan dimasukkan dalam tabung sentrifuge yang berisi 900 μl garam fisiologis steril. Hal ini dilakukan sampai pengenceran 10-10. Selanjutnya sebanyak 10 μl dari masing-masing pengenceran
11
ditumbuhkan secara drop plate pada media Nutrien Agar (NA) dan diinkubasi selama 28 jam. Kemudian dihitung jumlah koloni yang tumbuh. Jumlah koloni yang dapat digunakan sebagai data adalah yang koloninya 5-50. Jumlah koloni dihitung sebagai jumlah sel/ml yang ditentukan berdasarkan rumus sebagai berikut: Jumlah sel/ml(CFU/ml) = Jumlah koloni per cawan x 1000 µl x 10 µl
1 pengenceran
3.4.5 Pembuatan Tepung Cangkang Udang Cangkang udang (kepala, kulit, dan bagian ekor) dicuci dengan air sampai bersih, kemudian dioven pada suhu 60ºC selama ± 24 jam sampai beratnya konstan. Selanjutnya cangkang udang yang sudah kering dihaluskan. Cangkang udang yang sudah halus merupakan tepung cangkang udang yang siap untuk digunakan. 3.4.6 Pembuatan Koloidal Kitin Sebanyak 5 gram kitin dimasukkan ke dalam 60 ml HCl pekat. Kemudian diinkubasi selama 1 malam pada suhu 4ºC sambil dilarutkan dengan pengadukan menggunakan magnetic stirrer, Campuran ditambah dengan 2 l etanol dingin 95% dan diinkubasi selama 1 malam pada suhu 25 ºC sambil diaduk menggunakan magnetic stirrer. Selanjutnya diendapkan dengan sentrifugasi pada kecepatan 5000 rpm suhu 4ºC selama 20 menit. Filtrat yang diperoleh dicuci dengan akuades steril sampai pH 7 dengan cara disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 5 menit. Pelet yang dihasilkan merupakan koloidal kitin yang siap untuk digunakan lebih lanjut (Robert et al., 1987). 3.4.7 Produksi Kitinase Sebanyak 2,5 ml inokulum dari isolat 26 diinokulasikan ke dalam 22,5 ml media produksi kitinase (tepung udang; 0,1 % K2HPO4; 0,01 % MgSO4.7H2O; 0,05% Ekstrak yeast; 0,1 % Trypton). Konsentrasi (b/v) tepung cangkang udang yang digunakan dalam media produksi kitinase 1 %, 1,5%, 2%, 2,5%,3%, 3,5%, dan 4% dengan pengulangan sebanyak 2 kali. Selanjutnya diinkubasi pada suhu 30ºC dengan
12
waktu inkubasi selama 24 jam. Ekstraksi enzim dilakukan dengan cara sentrifugasi pada 8000 rpm selama 10 menit. Supernatan yang dihasilkan merupakan kitinase ekstrak kasar. 3.4.8 Presipitasi dengan Amonium Sulfat Presipitasi dengan Ammonium sulfat dilakukan untuk mengendapkan protein yang terlarut pada supernatan. Amonium sulfat ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam ekstrak kasar enzim sambil distirrer sampai kejenuhan 30% hingga 80%. Campuran diendapkan semalam pada suhu 4ºC, kemudian disentrifugasi pada 8000 rpm selama 15 menit. Pellet yang diperoleh dilarutkan dalam 0,02 M buffer fosfat pH 7 dan disimpan pada suhu 4ºC (Copeland, 2000). 3.4.9 Pengukuran Aktifitas Kitinase Sebanyak 900 μl koloidal kitin (1%), 450 μl buffer fosfat pH 7 dan 450 μl ekstrak kasar enzim dihomogenisasi dalam tabung reaksi dan diinkubasi pada suhu 40ºC selama 30 menit. Pada kontrol, ekstrak kasar enzim ditambahkan buffer tanpa penambahan substrat sehingga enzim tidak bereaksi dengan substrat pada saat inkubasi. Reaksi dihentikan dengan inkubasi pada air mendidih selama 5 menit, campuran didinginkan selama 10 menit. Kemudian pada kontrol ditambahkan 900 μl koloidal kitin, selanjutnya disentrifuge selama 5 menit dengan kecepatan 2000 rpm. Hasil dari perlakuan diatas disebut dengan campuran enzim. Tahap selanjutnya yaitu membuat larutan sampel yang terdiri dari 600 μl campuran enzim, 1500 μl akuades, dan 3000 μl reagen Schale (Lampiran B). Kontrol dibuat dengan komposisi yang sama seperti sampel, sedangkan blanko terdiri dari 2100 μl akuades dan 3000 μl reagen schale. Kemudian diinkubasi pada air mendidih selama 10 menit dan diukur absorbansinya pada λ= 420 nm.
Konsentrasi N -asetil glukosamin dihitung
berdasarkan kurva standar yang disiapkan dari stok N -asetil glukosamin 1000 ppm dengan konsentrasi larutan 0-300 ppm. Satu unit aktivitas enzim kitinase
13
didefinisikan sebagai jumlah enzim yang menghasilkan 1 μmol N-asetil glukosamin per menit pada kondisi analisis yang disebutkan (Mahagiani, 2008). 3.4.10 Penentuan Standar N-asetil glukosamin Standar N-asetil glukosamin dibuat dengan campuran antara larutan N-asetil glukosamin (berkisar antara 0 hingga 300 μg/ml) sebanyak 500 μl, campuran direaksikan dengan 100 μl reagen Schale dan selanjutnya diinkubasi pada air mendidih selama 10 menit, kemudian diukur absobansinya pada panjang gelombang 420 nm
menggunakan spektrofotometer.
Nilai absorbansi
yang diperoleh
dikonversikan dalam persamaan y = a + bx. 3.3.11 Penentuan Aktivitas Spesifik Kitinase Kadar protein yang diperoleh dari hasil pengendapan menggunakan ammonium sulfat digunakan untuk menentukan aktivitas spesifik enzim kitinase. Aktifitas spesifik adalah rasio jumlah unit enzim permiligram protein. Penentuan total protein terlarut menggunakan metode Bradford (1976). Kandungan protein terlarut diukur dengan memasukkan 5 μl sampel ke dalam tabung reaksi yang berisi larutan Bradford 995 μl. Kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 595 nm menggunakan spektrofotometer. Standart yang digunakan adalah protein BSA (Bovine Serum Albumine) konsentrasi 1 μg/ml dengan masing-masing konsentrasi 0, 100, 200, dan 300 ppm.
14
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Stabilitas Kitinase Bakteri Kitinolitik Isolat 26 Aktivitas kitinolitik dari bakteri kitinolitik isolat 26 ditunjukkan dengan terbentuknya zona bening disekitar koloni. Zona bening tersebut membuktikan bahwa isolat mampu mendegradasi substrat kitin yang terkandung pada media agar kitin. Enzim kitinase merupakan enzim yang bersifat indusible (Rochima, 2005), sehingga keberadaan kitin pada media akan menstimulir isolat 26 menghasilkan kitinase untuk memanfaatkan kitin sebagai sumber karbon. Hasil uji yang dilakukan oleh Asmarany (2011) menyatakan bahwa bakteri kitinolitik isolat 26 mempunyai indeks aktivitas enzim sebesar 14,60, namun pada penelitian ini indeks aktivitas enzim dari bakteri kitinolitik isolat 26 nilainya lebih kecil yaitu sebesar 6,61. Penurunan nilai indeks aktivitas enzim diduga karena bakteri kitinolitik isolat 26 pada saat pemeliharaan ditumbuhkan pada media yang tidak mengandung kitin dan disimpan pada suhu 4ºC, sehingga kemungkinan kemampuannya dalam mendegradasi kitin menurun. Aktivitas kitinolitik dari bakteri kitinolitik isolat 26 pada media agar kitin, ditunjukkan pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1 Zona bening yang terbentuk pada media agar kitin oleh bakteri kitinolitik isolat 26
15
4.2 Pola Pertumbuhan Bakteri Kitinolitik Isolat 26 Berdasarkan hasil identifikasi makroskopis menunjukkan bahwa bakteri kitinolitik isolat 26 berbentuk bulat, berwarna kuning, elevasi melengkung, tepi koloni utuh, karakteristik optik opaque, dengan permukaan koloni halus mengkilat sedangkan hasil identifikasi secara mikroskopis dengan pewarnaan
Gram
menunjukkan bahwa isolat 26 merupakan Bakteri Gram negatif berbentuk coccus (Lampiran F). Bakteri mempunyai masa pertumbuhan yang bervariasi dimana dalam aktivitas
metabolisme
tersebut
bakteri
memiliki
beberapa
fase
dalam
pertumbuhannya. Fase –fase pertumbuhan tersebut sangat berpengaruh terhadap enzim yang dihasilkan oleh bakteri dalam membantu mencerna substratnya. Pola pertumbuhan isolat 26 diperlukan untuk mengetahui fase-fase pertumbuhan pada isolat 26, sehingga dapat ditentukan fase logaritmik sebagai sumber inokulum. Pola pertumbuhan bakteri kitinolitik isolat 26 disajikan pada Gambar 4.2 dan Lampiran C. Berdasarkan pola pertumbuhan selama rentang waktu 24 jam, bakteri kitinolitik isolat 26 tidak tampak mengalami fase adaptasi, hal ini diduga karena fase adaptasi bakteri kitinolitik isolat 26 sangat pendek sehingga tidak terlihat. Awal fase logaritmik diduga berada di antara jam ke-0 sampai jam ke-6 dengan masing-masing jumlah sel 8,1x106 CFU/ml dan 8,7x107 CFU/ml. Puncak fase logaritmik bakteri kitinolitik isolat 26 terjadi pada jam ke-12 dengan jumlah sel sebesar 1,2x109 CFU/ml. Inokulum untuk produksi kitinase dipilih pada pertengahan atas fase logaritmik yaitu jam ke-9. Chusnia (2009) menyatakan bahwa pada fase logaritmik aktivitas metabolisme berada pada kondisi optimum dan metabolisme paling aktif, sedangkan Sumarsih (2003) menyatakan bahwa sintesis bahan sel sangat cepat dengan jumlah konstan terjadi pada fase ini, sehingga pada fase ini bakteri sangat baik apabila digunakan sebagai inokulum. Fase logaritmik ditandai dengan bertambahnya jumlah sel secara signifikan, waktu yang dibutuhkan oleh setiap jenis bakteri tidak sama, dari beberapa menit,
16
beberapa jam sampai beberapa hari tergantung kecepatan pertumbuhannya. Kecepatan pertumbuhan merupakan perubahan jumlah atau massa sel per unit waktu.
Gambar 4.2 Kurva pertumbuhan bakteri kitinolitik isolat 26
4.3 Produksi Enzim Kitinase Bakteri Kitinolitik Isolat 26 Substrat yang digunakan untuk menginduksi aktivitas kitinase bakteri kitinolitik isolat 26 pada penelitian ini adalah tepung cangkang udang yang diketahui mempunyai kandungan kitin sebesar 18,7% (Mahata dalam Mawarda et al.,2011). Keberadaan kitin dalam media produksi akan menstimulir bakteri untuk mensekresi kitinase keluar dari sel sehingga dapat memecah polimer kitin menjadi monomernya. Hasil pengujian aktivitas kitinase bakteri kitinolitik isolat 26 yang diproduksi pada media tepung cangkang dengan berbagai variasi konsentrasi setelah diinkubasi selama 24 jam ditunjukkan pada Gambar 4.3.
17
Gambar 4.3
Hasil produksi enzim kitinase oleh bakteri kitinolitik isolat 26 pada berbagai variasi konsentrasi media produksi berdasarkan aktivitasnya yang diuji pada substrat koloidal kitin 1%.
Produksi enzim kitinase ditentukan berdasarkan nilai aktivitas enzimnya. Jika volume subtrat, konsentrasi substrat serta volume enzim yang digunakan pada saat pengujian aktivitas adalah sama maka perbedaan aktivitas enzim yang dihasilkan ditentukan oleh perbedaan konsentrasi enzim. Berdasarkan Gambar 4.3 diketahui bahwa pada media produksi dengan konsentrasi tepung cangkang udang 1%, 1,5% dan 2% [b/v] aktivitas enzim kitinase berturut-turut sebesar 0,03 U/ml; 0,02 U/ml; 0,04 U/ml dan mencapai titik tertinggi yaitu sebesar 0,1 U/ml pada konsentrasi media 2,5%[b/v]. Selanjutnya terjadi penurunan aktivitas pada konsentrasi media produksi 3% [0,04 U/ml]. Pada konsentrasi media 3,5%[b/v] aktivitas enzim kitinase mengalami kenaikan lagi meskipun tidak setinggi pada konsentrasi media 2,5 %[b/v] yaitu 0,06 U/ml, dan selanjutnya mengalami penurunan aktivitasnya pada konsentrasi 4%[b/v] menjadi 0,045 U/ml. Hal ini menunjukkan bahwa pada penelitian ini, konsentrasi media 2,5%[b/v] menghasilkan kitinase dengan konsentrasi tertinggi. Stewart dan Parry (1981) menyatakan bahwa substrat yang tidak terlalu tinggi adalah keadaan optimum
18
pada fermentasi submerged, yang diduga karena pada konsentrasi tersebut difusi oksigen dan adsorbsi enzim terhadap substrat berjalan optimal. Kemampuan kitinase untuk merombak substrat kitin menjadi N-asetil glukosamin dapat diketahui dari nilai efisiensi kitinase. yang dihitung dari hasil mikrogram N-asetil glukosamin yang dihasilkan dari tiap aktivitas kitinase per gram substrat kitin yang digunakan. Efisiensi kitinase dalam merombak kitin ditunjukkan oleh Tabel 4.1. Tabel 4.1
Nilai efisiensi kitinase isolat 26 pada uji aktivitas dengan substrat kitin1%[b/v]
Konsentrasi Media Produksi (%) 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4
N-asetil glukosamin (μg) 14,21 14,21 28,42 63,94 21,31 35,52 21,31
Nilai Efisiensi katalitik (%) 0.71 0,71 1,42 3,19 1,06 1,77 1,06
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai efisiensi terkecil diperoleh dari kitinase yang diproduksi pada konsentrasi tepung cangkang udang 1%[b/v] dan 1,5%[b/v] yaitu 0,71%, dari nilai efisiensi menunjukkan bahwa setiap hidrolisis 1 gram koloidal kitin oleh kitinase hasil produksi dengan konsentrasi tepung cangkang udang 1%[b/v] dan 1,5%[b/v] akan dihasilkan N-asetil glukosamin sebesar 7,1 mg, N-asetil glukosamin yang dihasilkan dari kitinase yang diproduksi pada konsentrasi tepung cangkang udang 2%; 2,5%; 3,5%[b/v] berturut-turut adalah sebesar 7,1 mg hasil produksi dengan konsentrasi tepung cangkang udang Jika kadar kitin pada cangkang udang 18,7 %, maka dengan nilai efisiensi sebesar 0,71% diduga setiap hidrolisis 1 gram tepung cangkang udang akan menghasilkan N-asetil glukosamin sebesar 1,33 mg.
19
Nilai efisiensi tertinggi yaitu 3,19% diperoleh dari kitinase yang diproduksi pada media dengan konsentrasi tepung cangkang udang 2,5%[b/v]. Setiap hidrolisis koloidal kitin 1 gram oleh kitinase yang diproduksi pada media dengan konsentrasi tepung cangkang udang 2,5%[b/v] dihasilkan N-asetil glukosamin sebesar 31,95 mg dan menghasilkan sebesar 5,97 mg N-asetil glukosamin per gram tepung udang. Nilai efisiensi kitinase hasil produksi dengan konsentrasi tepung cangkang udang 2%, 3%, 3,5 % dan 4% [b/v] berturut-turut sebesar 1,42%, 1,06%, 1,77% dan 1,06%, sehingga setiap hidrolisis 1 gram koloidal kitin dihasilkan N-asetil glukosamin berturut-turut sebesar 1,42 mg; 10,65 mg; 17,75 mg. Selanjutnya diasumsikan bahwa
setiap hidrolisis 1 gram tepung cangkang udang akan
menghasilkan N-asetil glukosamin berturut-turut sebesar 2,65mg; 1,99mg; 3,32 mg; dan 1,99 mg.
4.4 Presipitasi Kitinase Menggunakan Amonium Sulfat Presipitasi menggunakan ammonium sulfat bertujuan untuk mengendapkan protein. Presipitasi dilakukan pada enzim ekstrak kasar dengan konsentrasi media produksi 2,5%[b/v], karena berdasarkan hasil uji pada konsentrasi media tersebut aktivitas kitinase isolat 26 optimum. Konsentrasi ammonium sulfat yang digunakan adalah sebesar 20 %, 40%, 60% dan 80%. Presipitasi protein dengan ammonium sulfat akan memisahkan protein dari kontaminan non protein seperti karbohidrat dan lipid. Kelarutan ammonium yang lebih tinggi dari protein akan menyebabkan protein terendapkan (Haryati, et al. 2010). Kadar protein yang diperoleh dari hasil pengendapan menggunakan ammonium sulfat digunakan untuk menentukan aktivitas spesifik enzim kitinase, nilai aktivitas spesifik meningkat selama pemurnian suatu enzim dan menjadi maksimum dan tetap (konstan) jika enzim sudah berada pada keadaan murni.
20
20
Gambar 4.4
40
60
80
Aktivitas spesifik bakteri kitinolitik isolat 26 hasil presipitasi menggunakan ammonium sulfat
Gambar 4.4 dan Lampiran E menunjukkan terjadinya peningkatan aktivitas kitinase setelah dilakukan presipitasi menggunakan ammonium sulfat. Menurut Rochima (2004) hal ini dikarenakan enzim adalah protein, maka setelah pengendapan dimungkinkan konsentrasi kitinase dalam campuran juga akan meningkat, dengan konsentrasi yang lebih besar aktivitas enzim terhadap substrat yang sama juga akan meningkat. Konsentrasi ammonium sulfat sebesar 80% mampu meningkatkan aktifitas spesifik enzim kitinase isolat 26. Hal ini sama dengan penelitian Haliza (2003) yang menyatakan bahwa Kejenuhan 80% merupakan konsentrasi yang optimum untuk pemekatan protein Bacillus coagulans LH 28.38. Aktivitas spesifik kitinase isolat 26 sebelum diendapkan dengan ammonium sulfat sebesar 0,308 U/mg, setelah diendapkan dengan ammonium sulfat konsentrasi 80% aktivitas spesifiknya menjadi 0,475 U/mg.
21
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Bakteri kitinolitik isolat 26 dengan nilai indeks aktivitas enzim sebesar 6,61 mempunyai aktivitas kitinolitik tertinggi sebesar 0,1 Unit/ml pada media produksi tepung cangkang udang dengan konsentrasi 2,5%[b/v]. Kitinase yang diproduksi pada media dengan konsentrasi tepung cangkang udang 2,5%[b/v] mempunyai nilai efisiensi katalitik tertinggi sebesar 3,195% dan mempunyai aktivitas spesifik tertinggi sebesar 0,475 Unit/mg setelah dilakukan presipitasi menggunakan ammonium sulfat konsentrasi 80%.
5.2 Saran Faktor yang mempengaruhi produksi enzim tidak hanya konsentrasi media produksi, tetapi juga pH, suhu dan lama inkubasi. oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh pH, suhu, dan lama inkubasi terhadap produksi kitinase bakteri kitinolitik isolat 26. Presipitasi protein dilakukan hanya terbatas sampai pada pengendapan ammonium sulfat, maka perlu dilakukan dialisis untuk mendapatkan enzim kitinase yang lebih murni.
22
DAFTAR PUSTAKA BUKU Dwidjoseputro. 2010. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan. Suhartono, M.T. 1989. Enzim dan Bioteknologi. Bogor: PAU Institut Pertanian Bogor. Sumarsih, S. 2003. Diktat Kuliah Mikrobiologi Dasar. Yogjakarta: Ilmu Tanah Universitas Veteran. Terbitan Berkala Darmawan, E., Mulyaningsih, S., Firdaus, F. 2007. Karakteristik Khitosan yang Dihasilkan dari Limbah Kulit Udang dan Daya Hambatnya terhadap Pertumbuhan Candida albicans. LOGIKA . Yogyakarta: Bidang Farmakologi dan Bioteknologi, Farmasi FMIPA UII Yogyakarta, Bidang Material dan Komposit, DPPM UII Yogyakarta, Universitas Islam Indonesia Yogyakarta. Vol.4: 207-213. Fast, A.W., and Laster . 1992. Marine Shrimp Culture: Principles And Practices. J(Edt) 23. Amsterdam, London, New-York: Elsevier, Development in Aquaculture and Fisheries Sciences.Vol.23: 167-171. Fernandez, M.P., Juelita, U., Correa and Cabib, E. 1982. Activation Of Chitin Synthetase In Permeabilized Cells Of A Saccharomyces Cerevisiae Mutant Lacking Proteinase B. Journal Bacteriology PP.Vol.17: 204-217. Haran S, Schickler H, Oppenheim, A. and Chet, I. 1995. New Components of The Chitinolytic System of Trichoderma harzianum. Mycology Research.Vol.9: 225-227. Harman, G.E. dan Tronsmo, A. 1993. Detection and Quantification of N-AcetylBeta-D-glucosaminidase, Chitobiosidase, and Endochitinase In Solutions and on Gels. Analitical. Biochemistry. Vol.208: 53-57. Hirano, S., Nakahira, T., Nakagawa, M., Kim, S.K. (1999). The Preparation and Applications of Functional Fibers From Crab Shell Chitin. Journal of Biotechnology.Vol.70: 373-380. Matsumoto, K. S. 2006. Fungal Chitinases. Journal of Agricultural and Food Biotechnology.Vol.7: 289-304.
23
Nasran, S. F.Ariyani, dan N. Indriati. 2003. Produksi Kitinase dan Kitin Deasetilase Dari Vibrio harveyi. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia.Vol.9: 167-174. Patil, R.S., Ghormade, V. and Despande, M.V. 2000. Chitinolytic Enzymes: an Exploration. Enzyme and Microbial Technology.Vol.26: 473-483. Pujiyanto, S., E. Kusdiyantini, dan M. Hadi. 2008. Isolasi dan Seleksi Bakteri Kitinolitik Isolat Lokal yang Berpotensi untuk Mengendalikan Larva Nyamuk Aedes aegypti L. Jurnal Biodiversitas.Vol.9: 5-8. Purwani, E.Y., Toharisman, A. Chasanah, E., Laksmi, J.F., Welan. Suhartono, M. T., Purwadaria T., Hwang, J. K., dan Pyun, Y. R. 2002. Studi Pendahuluan Enzim Kitinase Extraseluler Yang Dihasilkan Oleh Isolat Bakteri Asal Manado. Jurnal Teknologi Dan Industri Pangan.Vol.13: 111-117. Rahayu, S., Fredy, T., Maggy, T.S., Hwang, J.K., dan Pyur, Y.R. 1999. Eksplorasi Bakteri Termofilik Penghasil Enzim Kitinase Asal indonesia. Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian Bidang Ilmu Hayat. Bogor, Korea: Laboratoriurn Mikrobioiogi dan Biokirnia, PAU Bioteknologi-Institut Pertanian Bogor, Bioproduct Research Centre-University Yonsei. Rober, W. dan Selitrennikof, C. 1987. Plant and Bacterial Chitinases Differ in Antifungal Activity. Journal of’ General Microbiology: USA.Vol.134: 169176. Sashiwa H, S Fujishima, N. Yamano, N. Kawasaki, A Nakayam, E. Muraki, K Hiraga, K. Oda and S. Aiba. 2002. Production of N-Acetyl glucosamine from α-chitin by Crude Enzymes from Aeromonas hydrophila H-2330. Carbohydrate Research. Vol.337: 761-763. Steward, J. and Parry, J.1984. Factor Influencing The Production Of Cellulose By Aspergillus Fumigates(Fresonius). Journal of general mikrobiology. Department of Biological Sciences.Covertry (Lanchester) Polytechnic. Priory Street.Covertry CVI 5 FB, U.K.Vol.24: 144-149. Tsigos, L., Martinou, A., Kafetzopoulos, D., dan Bouriotis, V. 2000. Chitin Deacetylases: New, Versatile Tools In Biotechnology . Tibteck July 2000.Vol. 18: 305-312. Stivil, A. L., Nichadain, S. N., Moore, J. A., dan Kirchman, D.L. 1997. Chitin Degradation Proteins Produced By The Marine Bacterium Vibrio Harveyii Growing On Different Of Chitin. Applied and Environtmental Microbiology. Vol.63: 408-413.
24
Widhyastuti, N. 2007. Produksi Kitinase Ekstrakseluler Aspergillus rugulosus 501 Secara Optimal Pada Media Cair. Berita Biologi.Vol.8:547-553. Tidak Diterbitkan Asmarany, A. 2011. Skrining Bakteri Kitinolitik Dan Uji Produksi Kitinase Menggunakan Tepung Cangkang Udang. Skripsi. Jember: Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Jember Copeland, R.A., 2000. Methods for Protein Analysis: Apractical Guide to Laboratory Protocols. New York: Chapman and hall. Ferdiansyah, V. 2005. Pemanfaatan Kitosan Dari Cangkang Udang Sebagai Matriks Penyangga Pada Imobilisasi Enzim Protease. Skripsi. Bogor: Program studi Teknologi Hasil Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Gooday, G.W. 1990. Physiology of Microbial Degradation of Chitin and Chitosan, Biodegradation. Haliza, W. 2003. Karakteristik Kitosanase Unik Dari Bacillus coagulans LH 28.38 Asal Lahendong Sulawesi Utara. Tessis. Bogor: Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Kaban, J. 2009. Modifikasi Kimia dari Kitosan dan Aplikasi Produk Yang Dihasilkan. Medan: Universitas Sumatera Utara. Kusuma, R. V. S. 2009. Pengaruh Tiga Cara Pengolahan Tanah Tambak Terhadap Pertumbuhan Udang Vaname Litopenaeus vannamei. Skripsi. Bogor :Institut Pertanian Bogor. Mahagiani, I. 2008. Isolasi Bakteri Kitinase Dari Bakteri Perakaran Tanaman Cabai Dan Aplikasinya Pada Kutu Kebul. Skripsi. Bogor: Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor. Mawarda, P.C., Triana, R., dan Nasrudin . 2011. Fungsionalisasi Limbah Cangkang Udang Untuk Meningkatkan Kandungan Kalsium Susu Kedelai Sebagai Penambah Gizi Masyarakat. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Marganof. 2003. Potensi Limbah Udang Sebagai Penyerap Logam Berat (Timbal, Kadmium, Dan Tembaga) Di Perairan. Makalah Pribadi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
25
Rochima, E. 2005. Pemurnian dan Karakterisasi Kitin Deasetilase Termostabil Dari Bacillus Papandayan Asal Kawah Kamojang Jawa Barat. Bandung: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran Jatinangor. Toharisman, A. 2007. Peluang Pemanfaatan Enzim Kitinase Di Industri Gula. P3GI. Internet Agdour, S. 2007. Production and Characterization Of The Recombinant Wheatchitinase Wch I And Generation Of Chitin-Specific Antibodies. [Serial online].http://Darwin.bth.rwth-aachen.de/opus3/voltexte/. [27 Februari 2013]. Chusnia, W. 2009. Kurva Pertumbuhan Bakteri. [on line]. http://wildablog. blogspot. com. [2 Februari 2013]. Suryanto, D., dan Munir. 2006. Potensi Pemanfaatan Isolat Bakteri Kitinolitik Lokal Untuk Pengendalian Hayati Jamur [serial online]. Prosiding Seminar hasilhasil penelitian. Universitas sumatera utara, 2006. http://www.usu.ac.id/id/ files/ artikel /erman_munir/indonesia/2006_usu.pdf, [18 Februari 2012]. Yurnaliza. 2002. Senyawa Khitin Dan Kajian Aktifitas Enzim Microbial Pendegradasinya [serial online]. http://www.library.usu.ac.id/download/fmipa /biologi-yurnializa2.pdf. [24 Mei 2012].
26
LAMPIRAN
Lampiran A. Komposisi dan cara pembuatan Media A.1 Komposisi dan cara pembuatan media nutrient agar Bahan Pepton Beef extract Agar Aquades
Jumlah 5 gr 3 gr 15 gr 1000 ml
Pembuatan media nutrien agar Bahan yang telah tersedia dilarutkan dalam 1000 ml akuades dan direbus hingga mendidih. pH dari media yang digunakan adalah 7. Selanjutnya dituang sebanyak 10 ml dalam tiap tabungdan disterilkan pada suhu 121ºC selama 15-20 menit dengan tekanan 15 lbs. A.2 Komposisi dan cara pembuatan media agar kitin Bahan Koloidal kitin MgSO4.7H2O K2HPO4 Yeast extract Agar Aquades
Jumlah 5 gr 1 gr 0,2 gr 1 gr 15 gr 1000 ml
Pembuatan media agar kitin 5 gram koloidal kitin dilarutkan terlebih dahulu dalam 10 ml akuades. Setelah itu ditambahkan 0,1% MgSO4.7H2O, 0,02% K2HPO4, 0,1% ekstrak yeast, 1.5 % agar dan 990 ml akuades. pH dari media yang digunakan adalah 7. Semua bahan yang
27
telah dicampur kemudian dididihkan. Media dituang sebanyak 10 ml dalam tiap tabung dan disterilkan pada suhu 121ºC selama 15-20 menit dengan tekanan 15 lbs.
A.3 Komposisi dan cara pembuatan media LB Bahan Tripton Yeast exstract Nacl Akuades
Jumlah 10 gr 10 gr 0,1 gr 1000 ml
Pembuatan media luria broth Bahan yang telah tersedia dilarutkan dalam 1000 ml akuades dan dididihkan. pH yang digunakan pada media adalah 7. Selanjutnya dituang sebanyak 10 ml dalam tiap tabung dan disterilkan pada suhu 121ºC selama 15-20 menit dengan tekanan 15 lbs. Lampiran B. Reagen Schale` Komposisi
Jumlah
Kalium Ferrisianida
0,125 gr
Natrium Karbonat
250 ml 0,5 M
Pembuatan Reagen Schale Natrium karbonat dilarutkan dalam 250 ml aquadest steril, kemudian ditambahkan 0,125 gr K. ferrisianida sambil diaduk sampai larutan homogen. Larutan disimpan pada botol gelap.
28
Lampiran C. Jumlah sel isolat 26 Bakteri kitinolitik
Waktu Inkubasi (Jam)
Jumlah sel/ml (CFU)
Jumlah Log sel
0
8,1 x 106
6,9
6
8,7 x 107
7,9
12
9
9,07
8
1,2 x 10
18
5,1 x 10
8,7
24
8,4 x 107
7,92
Lampiran D. Hasil kurva standar N-asetil glukosamin Konsentrasi GLcNAc (µg/ml)
Absorbansi
0
0,644
100
0,633
200
0,614
300
0,6
29
Y=-6560x+4235 R2=0,990
Kurva Standar N- asetil glukosamin
Lampiran E.
Aktifitas Kitinase Isolat 26 setelah presipitasi dengan ammonium sulfat
Konsentrasi Ammonium
Aktivitas enzim (U/ml)
Sulfat(%)
Aktivitas Spesifik (Unit/mg)
0
0.022
0,32
20
0.023
0,32
40
0.023
0,31
60
0.023
0,31
80
0.037
0,47
30
Lampiran F.
Karakteritik Morfologi Warna Koloni Bentuk Koloni Elevasi Koloni Tepi Koloni Karakteristik optic Permukaan
Pengecatan Gram Bentuk Sel
Identifikasi morfologi makroskopis dan mikroskopis Isolat 26
Isolat 26 Kuning Bulat Melengkung Utuh Opaque Halus mengkilat
Merah (Gram negatif) Coccus
Sumber: Dwidjoseputro (2010)