PEMANFAATAN FLAVOR KEPALA UDANG WINDU (Penaeus Penaeus monodon) DALAM PEMBUATAN KERUPUK BERKALSIUM DARI CANGKANG RAJUNGAN (Portunus (Portunus sp.)
Oleh:
Ardyaning Estrida Jayanti C34104030
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Pemanfaatan Flavor Kepala Udang Windu (Penaeus monodon) dalam Pembuatan Kerupuk Berkalsium dari Cangkang Rajungan (Portunus sp.) adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada pihak manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Ardyaning Estrida Jayanti
C34104030
RINGKASAN Ardyaning Estrida Jayanti. C34104030. Pemanfaatan Flavor Kepala Udang Windu (Penaeus monodon) dalam Pembuatan Kerupuk Berkalsium dari Cangkang Rajungan (Portunus sp.). dibimbing oleh DJOKO POERNOMO dan MALA NURILMALA. Limbah kepala udang merupakan limbah potensial yang biasanya diperoleh dari proses produksi udang beku terutama dalam bentuk headless (udang tanpa kepala) dan peeled (udang tanpa kulit kepala). Volume produksi udang windu pada tahun 2004 sebesar 410 kg/hektar tambak, kemudian meningkat menjadi 633 kg/hektar tambak pada tahun 2005. Peningkatan volume produksi ini otomatis meningkatkan limbah udang yang dihasilkan. Limbah industri potensial berupa kepala udang belum dimanfaatkan secara optimal, sehingga dicobakan untuk membuat flavor cair dalam bentuk kaldu dan diaplikasikan dalam pembuatan kerupuk berkalsium. Tujuan dari penelitian ini adalah memanfaatkan limbah potensial berupa kepala udang sebagai flavor dalam bentuk filtrat cair (kaldu) dan menambahkannya pada pembuatan kerupuk berkalsium. Penelitian dilakukan dalam 2 tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Tahap penelitian pendahuluan adalah pembuatan tepung cangkang rajungan dan pembuatan kerupuk dengan penambahan tepung cangkang rajungan dengan konsentrasi 0%, 5%, 10%, 15% dan 20%. Penelitian utama adalah pembuatan kerupuk berkalsium terpilih dengan penambahan flavor dalam bentuk cair dari kepala udang windu. Pada pembuatan kaldu kepala udang, perbandingan udang dengan air yang digunakan adalah 1:1 (1 kg kepala udang : 1 liter air), 1:2 (1 kg kepala udang : 2 liter air), 1:3 (1 kg kepala udang : 3 liter air), 1:4 (1 kg kepala udang : 4 liter air). Komposisi terpilih pada penelitian pendahuluan adalah kerupuk dengan penambahan tepung cangkang rajungan 10%. Penambahan flavor cair kepala udang pada kerupuk berkalsium berpengaruh nyata terhadap parameter warna, penampakan, aroma dan rasa, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap kerenyahan. Hasil pengujian organoleptik skala hedonik terhadap kerupuk berkalsium menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai aroma, warna dan kerenyahan pada kerupuk berkalsium dengan penambahan flavor cair dengan perbandingan kepala udang dan air 1 : 2. Hal ini ditunjukkan dengan nilai rata-rata organoleptik tertinggi pada aroma yaitu 5,52 (suka), rasa 5,57 (suka) dan kerenyahan 5,28 (suka). Kerupuk berkalsium mentah dengan penambahan flavor cair dengan perbandingan kepala udang dan air 1 : 2 mempunyai kadar air 10,69%, abu 5,22%, protein 2,58%, lemak 1,32%, karbohidrat 80,19%, kalsium 2435,05 mg/100 g bk, fosfor 123,3 mg/100 g bk. Kerupuk berkalsium matang dengan penambahan flavor cair dengan perbandingan kepala udang dan air 1 : 2 mempunyai kadar air 1,97%, abu 3,24%, protein 1,08%, lemak 47,40%, karbohidrat 46,32%, kalsium 1803,65 mg/100 g bk dan fosfor 115,3 mg/100 g bk. Berdasarkan perhitungan per 100 gram kerupuk maka dihasilkan kalsium sebesar 1803,65 mg Ca. Jika diketahui berat per kerupuk adalah 3 gram, maka jumlah kalsium yang tersedia adalah 54,10 mg.
PEMANFAATAN FLAVOR KEPALA UDANG WINDU (Penaeus monodon) DALAM PEMBUATAN KERUPUK BERKALSIUM DARI CANGKANG RAJUNGAN (Portunus sp.)
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor
Oleh :
Ardyaning Estrida Jayanti C34104030
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
Judul
:
Nama
:
PEMANFAATAN FLAVOR KEPALA UDANG WINDU (Panaeus monodon) DALAM PEMBUATAN KERUPUK BERKALSIUM DARI CANGKANG RAJUNGAN (Portunus sp.) Ardyaning Estrida Jayanti
NRP
:
C34104030
Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Ir. Djoko Poernomo NIP. 131 288 097
Mala Nurilmala, S.Pi, M.Si NIP. 132 315 793
Mengetahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP. 131 578 799
Tanggal disetujui:
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul Pemanfaatan Flavor Kepala Udang Windu (Penaeus monodon) dalam Pembuatan Kerupuk Berkalsium dari Cangkang Rajungan (Portunus Sp.) yang disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Ir. Djoko Poernomo dan Ibu Mala Nurilmala, S.Pi, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan pengarahan, bimbingan, semangat kepada penulis selama menyelesaikan skripsi ini. 2. Bapak Ir. Dadi R. Sukarsa dan Ibu Asadatun Abdullah, S.Pi, M.Si selaku dosen penguji atas pengarahan, saran dan kritik selama penyusunan penulisan 3. Ibu Desniar, S.Pi, M.Si selaku pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan selama menjalani masa perkuliahan. 4. Papah dan Mamah atas doa dan kasih sayang yang tiada henti serta saudaraku Mas Alphin, Mbak Linda, Mas Edo, Elang dan keponakanku Quanesha Cyrilla atas dukungannya selama ini. 5. Mbah Kung, Ibu dan seluruh keluarga besar H. Soekiswo di Brebes terima kasih atas dukungan dan suasana kekeluargaan yang menyenangkan. 6. Seluruh staf dosen dan TU THP, Ibu Ema, Mas Zacky, Mas Ipul, Mbak Icha dan Mas Mail terima kasih atas kerjasamanya selama ini. 7. Ibu Rubiyah, atas bantuan dan kerjasamanya dalam penyelesaian skripsi ini. 8. Fandian Harsya, terima kasih untuk support, senyuman, kenangan, dan kasih sayang. Semoga impian kita bisa terwujud. 9. Sahabatku Al Deemi, Amel, Iis, Didie, Ulfah, Enif, Masikah, Ranti, Meiria, Ayu dan Vika. I hope this friendship is never end. 10. Teman-temanku di Batang, Dini, Lira, Arum, Astri, Guntur dan Revi tanpa kalian mungkin Batang akan terasa sepi. 11. Teman-teman THP’41, Eka, Anang, An’im, Bojong, Glory, Nuzul, Ika, Nia, Arie, Windy, Sereli, Dilla, Rijal, Gilang, Yudha, Ubit, Hangga, Alif, Dery,
Dede, Opik, Nicho, Yugha, Andika, Sayt, Vera, Ima, Syeni, Fuji, Tetha, Dwi, Rini, Fahmi, Dhias, Rijan, Alim, Tomi, Fuji, Deslina dan teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terima kasih atas kebersamaan dan persahabatan yang indah selama ini. 12. Wili Rendanikusuma, S.Pi, terima kasih atas dukungan yang pernah diberikan. 13. Semua teman-teman THP 40 (khususnya Kak Hilman), 42, 43 dan semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Namun demikian, penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi yang memerlukan.
Bogor, Januari 2009
Penulis
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Ardyaning Estrida Jayanti, lahir di Brebes pada tanggal 20 November 1986 dari ayah Ir. Bambang Irianto dan ibu Srie Ningsih.
Penulis
merupakan anak ketiga dari empat bersaudara. Pendidikan formal penulis dimulai pada tahun 1992 di SDN Proyonanggan 9 Batang dan lulus pada tahun 1998. Pada tahun yang sama penulis diterima di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 3 Batang dan menyelesaikan pendidikannya pada tahun 2001. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Batang dan lulus pada tahun 2004.
Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai
mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Program Studi Teknologi Hasil Perikanan melalui Jalur USMI (Undangan Seleksi Mahasiswa IPB). Selama kuliah di Institut Pertanian Bogor, penulis menjadi Asisten mata Kuliah Teknologi Pengolahan Tradisional Hasil Perairan 2007-2008 dan aktif dalam berbagai kegiatan dan kepanitiaan di kampus seperti Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Perikanan (HIMASILKAN) sebagai staf bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia periode 2006-2007 dan Fish Processing Club (FPC) sebagai anggota periode 2007/2008 Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melakukan penelitian dengan judul Pemanfaatan Flavor Kepala Udang Windu (Penaeus monodon) dalam Pembuatan Kerupuk Berkalsium dari Cangkang Rajungan (Portunus sp.) dibawah bimbingan
Ir. Djoko Poernomo dan Mala Nurilmala, S.Pi, M.Si.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ..........................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................
xii
1.
2.
3.
PENDAHULUAN ................................................................................
1
1.1 Latar Belakang ..............................................................................
1
1.2 Tujuan Penelitian...........................................................................
3
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................
4
2.1 Udang Windu (Penaeus monodon) ................................................
4
2.2 Limbah Udang ...............................................................................
5
2.3 Flavor ...........................................................................................
6
2.4 Rajungan (Portunus sp.) dan Limbah Rajungan .............................
9
2.5 Kalsium ......................................................................................... 2.5.1 Kegunaan kalsium pada manusia…………………………… 2.5.2 Kebutuhan kalsium.................................................. ............... 2.5.3 Penyerapan kalsium............................................. ................... 2.5.4 Sumber kalsium .................................................................... 2.5.5 Dampak kekurangan dan kelebihan kalsium ..........................
11 12 13 15 16 17
2.6. Kerupuk ........................................................................................ 2.6.1 Kerupuk berkalsium .............................................................. 2.6.2 Proses pembuatan kerupuk .................................................... 2.6.3 Bahan pembuatan kerupuk .................................................... 2.6.3.1 Tepung tapioka ......................................................... 2.6.3.2 Bahan tambahan ....................................................... (1) Garam ................................................................ (2) Gula ................................................................... (3) Bawang putih ..................................................... (4) Soda kue ............................................................
17 18 19 21 22 22 23 23 24 24
METODOLOGI ...................................................................................
25
3.1 Waktu dan Tempat ........................................................................
25
3.2 Bahan dan Alat .............................................................................. 3.2.1 Alat....................................................................................... 3.2.2 Bahan ...................................................................................
25 25 25
3.3 Metode Penelitian ..........................................................................
26
4.
5.
3.3.1 Penelitian pendahuluan ......................................................... 3.3.2 Penelitian utama ...................................................................
26 30
3.4 Proses pembuatan .......................................................................... 3.4.1 Proses pembuatan kaldu flavor kepala udang ........................ 3.4.2 Proses pembuatan kerupuk ....................................................
32 32 33
3.5 Pengamatan ................................................................................... 3.5.1 Uji organoleptik .................................................................... 3.5.2 Analisis fisik ......................................................................... (1) Kekerasan........................................................................ (2) Uji kemekaran ................................................................. 3.5.3 Analisis kimia ....................................................................... (1) Kadar air ......................................................................... (2) Kadar abu ........................................................................ (3) Kadar protein................................................................... (4) Kadar lemak .................................................................... (5) Kadar karbohidrat ............................................................ (6) Kadar kalsium ................................................................. (7) Kadar fosfor .................................................................... (8) Kadar merkuri .................................................................
33 33 34 34 34 34 34 35 35 35 36 36 37 38
3.6 Rancangan Percobaan dan Analisis Data ..........................................
39
HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................
42
4.1 Penelitian Pendahuluan.....................................................................
42
4.2 Penelitian Utama .............................................................................. 4.2.1 Penampakan ............................................................................ 4.2.2 Warna ...................................................................................... 4.2.3 Aroma...................................................................................... ... 4.2.4 Rasa ......................................................................................... 4.2.5 Kerenyahan..............................................................................
44 44 46 47 49 50
4.3. Kandungan Zat Gizi dan Sifat Fisika Kerupuk................................. 4.3.1 Kadar air ............................................................................... 4.3.2 Kadar abu .............................................................................. 4.3.3 Kadar protein......................................................................... .. 4.3.4 Kadar lemak .......................................................................... 4.3.5 Kadar karbohidrat.................................................................. 4.3.6 Kadar kalsium……………………………………………… 4.3.7 Kadar fosfor……………………………………………….... 4.3.8 Uji kemekaran………………………………………………. 4.3.9 Tingkat kekerasan…………………………………………...
52 53 54 55 57 58 59 61 62 63
4.4. Informasi Nilai Gizi…………………………………………………
64
KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………………..
67
5.1 Kesimpulan…………………………………………………………..
67
5.2 Saran…………………………………………………………………
68
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………...
69
LAMPIRAN…………………………………………………………………..
74
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Kandungan gizi tepung cangkang rajungan...................................................
11
2. Daftar kebutuhan kalsium ...........................................................................
14
3. Syarat mutu kerupuk udang berdasarkan Standar Nasional Indonesia…….
18
4. Komposisi pembuatan kerupuk dengan penambahan tepung cangkang rajungan…………………………………………………………………….
28
5. Nilai rata-rata organoleptik skala hedonik kerupuk dengan penambahan tepung cangkang rajungan………………………………………………….
43
6. Hasil analisis kimia kerupuk………………………………………………...
53
7. Informasi nilai gizi kerupuk berkalsium perlakuan penambahan flavor cair dengan perbandingan1:2……………………………………………………
65
8. Jumlah gram kerupuk yang dianjurkan untuk dikonsumsi terhadap kebutuhan kalsium tubuh (per hari) tiap golongan umur..................................................
66
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Udang windu (Penaeus monodon)...............................................................
5
2. Rajungan betina (Portunus pelagicus) .........................................................
10
3. Proses pembuatan kerupuk (Tababaka 2004)……………………………….
21
4. Proses pembuatan tepung cangkang rajungan………………………………
27
5. Proses pembuatan kerupuk (Tababaka 2004 yang dimodifikasi)…………..
29
6. Proses penelitian utama…………………………………………………….
31
7. Proses pembuatan kaldu flavor udang (Suptidjah et al. 1994 yang dimodifikasi)………………………………………………………………
31
8. Kerupuk matang dengan penambahan konsentrasi tepung cangkang rajungan……………………………………………………………………
42
9. Diagram batang nilai rata-rata organoleptik skala hedonik kerupuk dengan penambahan tepung cangkang rajungan…………………………..
43
10. Kerupuk berkalsium dengan penambahan flavor cair kepala udang perlakuan perbandingan kepala udang dan air…………………………….
44
11. Diagram batang nilai rata-rata penampakan kerupuk………………………
45
12. Diagram batang nilai rata-rata warna kerupuk……………………………..
46
13. Diagram batang nilai rata-rata aroma kerupuk……………………………..
48
14. Diagram batang nilai rata-rata rasa kerupuk……………………………….
50
15. Diagram batang nilai rata-rata kerenyahan kerupuk……………………….
51
16. Kadar air kerupuk mentah dan kerupuk matang……………………….......
53
17. Kadar abu kerupuk mentah dan kerupuk matang………………………….
55
18. Kadar protein kerupuk mentah dan kerupuk matang………………………
56
19. Kadar lemak kerupuk mentah dan kerupuk matang………………………..
57
20. Kadar karbohidrat kerupuk mentah dan kerupuk matang………………….
59
21. Kadar kalsium kerupuk mentah dan kerupuk matang………………………
60
22. Kadar fosfor kerupuk mentah dan kerupuk matang………………………..
61
23. Nilai uji kemekaran kerupuk………………………………………………..
62
24. Nilai tingkat kekerasan kerupuk…………………………………………….
64
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Lembar penilaian (score sheet) uji organoleptik kerupuk………………..
75
2a. Rekapitulasi uji organoleptik terhadap warna kerupuk dengan penambahan flavor cair pada berbagai perbandingan kepala udang dan air………………………………………………………………………..
76
2b. Rekapitulasi uji organoleptik terhadap penampakan kerupuk dengan penambahan flavor cair pada berbagai perbandingan kepala udang dan air………………………………………………………………………..
76
3a. Rekapitulasi uji organoleptik terhadap kerenyahan kerupuk dengan penambahan flavor cair pada berbagai perbandingan kepala udang dan air…………..............................................................................................
77
3b. Rekapitulasi uji organoleptik terhadap aroma kerupuk dengan penambahan flavor cair pada berbagai perbandingan kepala udang dan air………………………………………………………………………..
77
4. Rekapitulasi uji organoleptik terhadap rasa kerupuk dengan penambahan flavor cair pada berbagai perbandingan kepala udang dan air……………………..............................................................................
78
5. Uji Kruskal Wallis terhadap warna, penampakan, kerenyahan, aroma dan rasa kerupuk dengan penambahan flavor cair pada berbagai perbandingan kepala udang dan air……………………………………...
79
6. Analisis ragam warna, penampakan, kerenyahan, aroma dan rasa kerupuk dengan penambahan flavor cair pada berbagai perbandingan kepala udang dan air……………………………………………………..
80
7. Uji lanjut Tukey warna, penampakan, aroma dan rasa kerupuk dengan penambahan flavor cair pada berbagai perbandingan kepala udang dan air………………………………………………………………………...
81
8a. Uji homogen warna kerupuk……………………………………………...
83
8b. Uji homogen penampakan kerupuk………………………………………
83
8c. Uji homogen aroma kerupuk……………………………………………..
83
9a. Uji homogen rasa kerupuk……………………………………………….
84
9b. Data kadar air kerupuk mentah…………………………………………..
84
9c. Data kadar air kerupuk matang…………………………………………..
84
9d. Data kadar abu kerupuk mentah………………………………………….
84
10a. Data kadar abu kerupuk matang…………………………………………
85
10b. Data kadar protein kerupuk mentah……………………………………...
85
10c. Data kadar protein kerupuk matang……………………………………...
85
10d. Data kadar lemak kerupuk mentah……………………………………..
85
11a. Data kadar lemak kerupuk matang……………………………………..
86
11b. Data kadar kalsium kerupuk mentah……………………………………
86
11c. Data kadar kalsium kerupuk matang……………………………………
86
11d. Data kadar fosfor kerupuk mentah……………………………………..
86
12a. Data kadar fosfor kerupuk matang……………………………………...
87
12b. Data uji kemekaran……………………………………………………...
87
12c. Data uji kekerasan………………………………………………………
87
13. Analisis ekonomi kerupuk berkalsium dengan penambahan flavor cair dengan perbandingan kepala udang dan air 1 : 2 dalam takaran saji 100 gram (secara kasar)………………………………………………………
88
1. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Potensi perikanan Indonesia adalah yang terbesar di dunia.
Secara
keseluruhan mencapai 65 juta ton yang terdiri dari 7,3 juta ton pada sektor perikanan tangkap dan 57,7 juta ton pada sektor perikanan budidaya (Dahuri 2004). Diantara potensi tersebut, udang merupakan sektor andalan bagi ekspor non migas. Hingga pertengahan tahun 2007 total ekspor udang sebanyak 92,647 ton atau senilai dengan US$ 603 ribu atau Rp 5,6 miliar. Jumlah ini cenderung menurun jika dibandingkan dengan jumlah ekspor tahun 2006 dimana total ekspor udang sebesar 169,329 ton atau senilai dengan US$ 1,11 juta atau Rp 10,2 miliar, sedangkan produk perikanan lainnya, seperti ikan tuna, cakalang dan tongkol sampai Juli 2006 sebesar 62,571 ton senilai US$ 162,7 ribu atau Rp 1,5 miliar (DKP 2007). Budidaya udang tambak saat ini telah berkembang pesat, karena udang merupakan salah satu komoditi ekspor yang memiliki potensi cerah. Produksi udang tambak, khususnya udang windu meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan ekspor. Menurut data statistik, pada tahun 2003 volume produksi udang windu yang dihasilkan sebesar 400 kg/hektar tambak. Pada tahun 2004, volume produksi meningkat menjadi 410 kg/hektar tambak, kemudian pada tahun 2005 terjadi peningkatan yang cukup tinggi yakni dengan volume produksi sebesar 633 kg/hektar tambak (DKP 2005). Produk olahan yang dihasilkan pada industri pembekuan udang, diantaranya dalam bentuk head on (udang utuh), head less (udang tanpa kepala) dan peeled (udang tanpa kepala dan kulit). Khusus produk head less (udang tanpa kepala) dan peeled (udang tanpa kepala dan kulit) dihasilkan limbah industri potensial berupa kepala dan kulit udang yang cukup besar, yakni dapat mencapai 36-49% untuk bagian kepala, sedangkan kulit sebesar 17-23% dari keseluruhan berat badan (Purwaningsih 2000). Selama ini limbah potensial tersebut belum dimanfaatkan secara optimal. Oleh sebab itu, pemanfaatan kepala udang dalam bentuk flavor cair diharapkan dapat dijadikan alternatif dalam pembuatan produk karena mempunyai aroma yang kuat dan khas disamping itu filtrat cairnya (kaldu)
masih mengandung protein. Biasanya pemanfaatan limbah kepala udang digunakan sebagai campuran beberapa produk tradisional seperti terasi, petis dan kerupuk. Komoditas perikanan yang juga menghasilkan limbah adalah rajungan. Pemanfaatan rajungan biasanya hanya diambil bagian dagingnya. Berdasarkan data Departemen Kelautan dan Perikanan (2005), ekspor rajungan beku sebesar 2813,67 ton tanpa cangkang dan rajungan tidak beku (bentuk segar maupun dalam kaleng) sebesar 4312,32 ton. Cangkang rajungan merupakan limbah potensial dari industri pasteurisasi daging rajungan, sedangkan pada industri pengalengan daging rajungan menghasilkan limbah proses yang terdiri dari 57% cangkang, 3% body reject (bagian yang tidak utuh) dan 20% whey (air rebusan). Golongan crustacea seperti rajungan pada umumnya mengandung 25% bahan padat dapat dimakan dan sekitar 50-60% hasil buangan (Angka dan Suhartono 2000).
Bobot tubuh
rajungan yang berkisar antara 100-350 gram, mengandung cangkang sekitar 50-177 gram. Hal ini menunjukkan bahwa bobot cangkang rajungan mengisi kurang lebih 50% atau setengah dari bobot tubuh rajungan (Multazam 2002). Limbah potensial tersebut selama ini belum dimanfaatkan secara optimal, padahal sebagian besar limbah potensial ini merupakan sumber mineral penting seperti kalsium dan fosfor yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Kalsium merupakan salah satu makromineral, yaitu mineral yang dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg per hari. Kebutuhan mineral ini untuk manusia di segala kelompok umur sangat tinggi, untuk ukuran masyarakat Indonesia sekarang ini asupan tiap hari yang direkomendasikan selama masa kanak-kanak di bawah umur sepuluh tahun adalah 500 mg/hari, remaja 1000 mg/hari dan wanita hamil sebesar 1150 mg/hari, sedangkan untuk orang dewasa memerlukan kalsium sebanyak 800 mg/hari (Widyakarya Pangan dan Gizi 1998). Fungsi dari kalsium dalam tubuh manusia adalah sebagai mineral pembentuk tulang dan gigi, pengatur pembekuan darah, pengatur reaksi otot dan mineral yang mempengaruhi pertumbuhan tubuh (Guthrie 1975). Cangkang rajungan merupakan limbah yang mengandung kalsium tinggi. Cangkang rajungan bisa dimanfaatkan sebagai fortifikasi ke dalam campuran
produk dalam bentuk tepung. Hilman (2008) telah memanfaatkan tepung cangkang rajungan dalam pembuatan kerupuk sebagai alternatif produk berkalsium. Hasil penelitian Hilman (2008), kadar kalsium kerupuk dengan penambahan tepung cangkang rajungan adalah sebesar 15% cukup tinggi, tetapi pada pembuatan kerupuk tersebut kandungan protein yang terkandung dalam kerupuk mentah masih sedikit yaitu sebesar 1,87%. Oleh karena itu, penambahan flavor cair (kaldu) kepala udang diharapkan dapat meningkatkan kandungan protein dalam kerupuk serta cita rasanya, disamping itu juga dapat meningkatkan penerimaan terhadap produk.
1.2.
Tujuan penelitian Tujuan umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah pemanfaatan limbah potensial
kepala udang sebagai flavor dalam bentuk filtrat cair (kaldu) dalam pembuatan kerupuk berkalsium. Tujuan khusus Tujuan
khusus
dilakukannya
penelitian
mengenai
pemanfaatan
pemanfaatan flavor udang windu (Penaeus monodon) dalam pembuatan kerupuk berkalsium adalah : (1) Mempelajari pengaruh penambahan flavor dari kepala udang windu dalam bentuk filtrat cair (kaldu) terhadap kerupuk berkalsium dari cangkang rajungan (2) Mengevaluasi
karakteristik
organoleptik, fisik dan kimia
kerupuk
berkalsium
yang
meliputi
uji
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Udang Windu (Panaeus monodon) Secara garis besar dan sesuai dengan habitatnya, udang dapat dibedakan
dalam dua golongan, yaitu udang laut (tercakup di dalamnya udang tambak) dan udang tawar (Suwignyo 1990). Klasifikasi udang windu menurut Suwignyo (1990) adalah sebagai berikut : Filum
: Arthropoda
Sub Filum
: Mandibula
Kelas
: Crustacea
Sub Kelas
: Malacostraca
Ordo
: Decapoda
Sub Ordo
: Natantia
Famili
: Penaidae
Genus
: Penaeus
Spesies
: Penaeus monodon
Udang windu memiliki kulit badan keras, berwarna hijau kebiru-biruan dan berloreng-loreng besar. Namun anehnya udang yang mengalami dewasa usia di laut memiliki kulit merah muda kekuning-kuningan dengan ujung kaki renang berwarna merah. Adapun yang masih muda memiliki kulit dengan ciri khas totoltotol hijau. Kerucut bagian atas memiliki 7 buah gerigi dan bagian bawah 3 buah gerigi (Murtidjo 1991). Penaeus monodon yang hidup di laut, panjang tubuhnya bisa mencapai 35 cm dengan berat sekitar 260 gram, sedangkan yang dipelihara dalam tambak panjang tubuhnya hanya bisa mencapai 20 cm, dengan berat sekitar 140 gram. Meskipun demikian, udang ini cukup ekonomis dan potensial untuk dipelihara dalam tambak, terutama karena udang jenis ini memiliki daya tahan yang tinggi untuk hidup di dalam air payau yang memiliki salinitas 3-35 permil (Murtidjo 1991). Lokasi budidaya udang windu secara intensif adalah di sepanjang pantai, dari 81.000 km panjang pantai yang dimiliki Indonesia, sebagian bisa dimanfaatkan untuk budidaya udang, terutama di wilayah pesisir. Lokasi paling
potensial untuk budidaya udang windu adalah pesisir timur Pulau Sumatera (Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Riau, dan Lampung), pesisir utara Pulau Jawa (pantura), pesisir Kalimantan, Bali dan Nusa Tenggara, Sulawesi, serta Papua (Dahuri 2001). Gambar udang windu (Penaeus monodon) dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Udang windu (Penaeus monodon) Sumber : (Anonim 2004)
2.2.
Limbah Udang Secara umum limbah udang merupakan bagian-bagian dari tubuh udang
yang tidak dimanfaatkan dalam suatu pengolahan.
Limbah ini dapat
dikategorikan dalam beberapa macam sesuai dengan pengolahan udangnya (Suptidjah et al. 1992) : a. Limbah berupa kepala udang, biasanya merupakan hasil samping dari pembekuan udang segar tanpa kepala. b. Limbah berupa kulit udang atau tanpa kepala, juga merupakan hasil samping dari industri udang beku yang berkualitas kedua atau industri pengalengan udang. c. Limbah campuran yaitu campuran antara kepala dan kulit yang biasanya merupakan hasil samping dari industri pengalengan udang. Di Indonesia saat ini ada sekitar 170 pengolahan udang dengan kapasitas produksi terpasang sekitar 500.000 ton per tahun. Proses pembekuan udang (cold storage) dalam bentuk udang beku headless atau peeled untuk ekspor, 60-70% dari berat udang jadi limbah (bagian kulit dan kepala). Diperkirakan, dari proses
pengolahan oleh seluruh unit pengolahan yang ada, akan dihasilkan limbah sebesar 325.000 ton per tahun. Limbah sebanyak itu, jika tidak ditangani secara tepat, akan menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan sebab limbah tersebut dapat meningkatkan biological oxygen demand dan chemical oxygen demand, sedangkan selama ini pemanfaatan limbah cangkang udang hanya terbatas untuk campuran pakan ternak saja, seperti itik, bahkan sering dibiarkan membusuk (Prasetiyo 2006). Ada peluang besar dalam inovasi pengolahan limbah cangkang udang yang berbasis bioindustri perikanan dan kelautan. Sebab, limbah tersebut merupakan sumber potensial pembuatan kitin dan khitosan, yakni biopolimer yang secara
komersial potensial dalam
berbagai bidang dan industri
(Prasetiyo 2006). Limbah kulit udang ini bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku berbagai industri, seperti industri farmasi, kosmetik, pangan, dan tekstil.
Salah satu
kandungan kulit udang yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku industri adalah kitin dan kitosan (senyawa turunan dari kitin). Kulit udang mengandung chitin 22-25% dari berat keringnya. Kulit udang mengandung chitin 22-25% dari berat keringnya. Pasar utama chitin di dunia adalah Jepang, Amerika Serikat, Inggris, dan Jerman (Dahuri 2001).
2.3.
Flavor Flavor adalah sensasi yang dihasilkan bahan makanan ketika diletakkan
dalam mulut terutama yang ditimbulkan oleh rasa dan bau. Komposisi makanan dan senyawa-senyawa yang merupakan pemberi rasa dan bau berinteraksi dengan reseptor organ perasa dan penciuman menghasilkan signal yang dibawa menuju pusat susunan syaraf untuk memberi pengaruh dari flavor (Zuhra 2006). Menurut Winarno (1997), flavor adalah gabungan dari tiga komponen yaitu bau, rasa dan rangsangan mulut. Faktor lain yang mempengaruhi kualitas yang dihasilkan secara keseluruhan selain rasa dan bau yaitu tekstur (kehalusan, kekesatan, butir-butiran dan viskositas). Perubahan viskositas dapat mengubah rasa atau bau yang timbul
karena dapat mempengaruhi kecepatan timbulnya rangsangan terhadap sel reseptor olfaktori dan kelenjar air liur (Zuhra 2006). Berdasarkan proses pembuatannya, flavor ini dibedakan atas flavor natural atau alami, sintetis (buatan), dan natur identical (diolah dari bahan alami untuk menghasilkan flavor sintetis). Perasa alami dibuat atau diambil dari bahan-bahan alami, misalnya rasa bawang yang diambil dari ekstrak bawang, rasa ayam yang diperoleh dari sari ayam, rasa udang yang berasal dari kaldu udang, dan seterusnya. Perasa buatan dihasilkan dari bahan-bahan sintetis. Misalnya saja dari sintesis bahan-bahan kimia yang berasal dari turunan minyak bumi. Bahanbahan ini memiliki karakter seperti penyusun rasa tertentu.
Misalnya butil
cinamaldehid yang memiliki rasa mirip dengan bunga (melati dan lili), butil butirat yang memiliki rasa mirip buah-buahan pir dan nanas, dan seterusnya atau berbagai asam amino yang bisa menyerupai rasa daging atau ayam. Asam amino ini bisa disintesa dari bahan-bahan kimia. Bahan-bahan kimia tersebut merupakan bahan-bahan yang menyusun komponen flavor (Wahid 2006). Berdasarkan bentuk fisiknya flavor dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelas yaitu bentuk cair (liquid flavourings), bentuk emulsi ( emulsion flavourings) dan bentuk pasta atau padat (paste or solid flavourings). Flavor ditimbulkan oleh adanya senyawa cita rasa (flavouring agent) yang terdapat dalam jumlah yang sangat kecil dalam bahan pangan. Komponen struktural pada sel makhluk hidup yang meupakan sumber terbesar pembentuk flavor adalah protein, lemak, dan karbohidrat. Komponen pembentuk flavor dari produk hasil perikanan, lebih banyak ditemukan pada daging moluska dan krustase. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daging remis, udang dan kepiting mempunyai aroma dan cita rasa yang lebih tinggi daripada daging ikan (Supran 1978 diacu dalam Damuningrum 2002). Flavor dan aroma pada daging ikan berhubungan erat dengan kesegarannya.
Senyawa-senyawa yang bertanggung jawab atas terbentuknya
flavor dan aroma adalah : turunan aldehid, keton, alkohol, asam amino dan lemak volatil yang terbentuk dengan adanya proses enzimatik dan aktivasitas mikroorganisme (Suptidjah et al. 1984).
Trimetil amin (TMA) berperan dalam aroma ikan dan udang, begitu pula dimetil amin (DMA) yang diproduksi karena terjadinya degradasi enzimatik dari trimetil amin oksid (TMAO), yang biasanya hanya ditemukan pada spesies ikan yang hidup di laut. Adapun sifat aroma ikan yang lainnya, dikarenakan adanya gugus karbonil, dimana ikan-ikan berlemak terjadi proses autooksidasi asam lemak tak jenuh menjadi senyawa-senyawa : 2,4 dekadienol, 2,4,7 dekatrienol dan C4 heptanol (Suptidjah et al. 1984). Penghancuran bahan diperkirakan dapat meningkatkan efektivitas ekstraksi, karena kerusakan sel sehingga memudahkan keluarnya senyawa flavor. Senyawa pembentuk flavor biasanya terdistribusi pada bahan yang sebagian terikat dalam bentuk ikatan lemak, protein dan air. Penghancuran menyebabkan permukaan bahan menjadi semakin luas sehingga rasio luas permukaan terhadap volume bahan semakin besar. Dengan demikian, kemampuan untuk melepas komponen flavornya semakin besar. Oleh sebab itu, filtrat yang dihasilkan dari kepala udang yang dihancurkan mempunyai aroma yang tajam (Saleh et al. 1996). Pemanasan pada suhu dan tekanan tinggi diperkirakan lebih baik daripada perebusan biasa, karena senyawa flavor akan lebih terekstraksi. Namun demikian suhu tinggi juga dapat berpengaruh buruk terhadap warna dan kualitas protein filtrat (Saleh et al. 1996). Proses pemanasan mengakibatkan terjadinya reaksi kimia sehingga terbentuk senyawa-senyawa volatil pembentuk flavor. Reaksi kimia pembentuk flavor yaitu reaksi maillard (reaksi antara gugus amina dan gugus karboksil), oksidasi lemak dan deproteinasi (Wong 1989). Berdasarkan hasil penelitian Astuti (2005), komposisi kimia flavor udang dengan perbandingan kepala udang dan air 1:3 mempunyai kadar air 5,71%, kadar abu 13,67%, kadar protein 10,90%, kadar lemak 3,86% dan karbohidrat 65,85%.
2.4.
Rajungan (Portunus sp.) dan Limbah Rajungan Rajungan (Portunus sp.) merupakan salah satu komoditas perikanan yang
memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Pada umumnya rajungan berbeda dengan kepiting (Scylla sp.) tanda khusus yang dapat membedakan jenis kepiting dan rajungan adalah dengan melihat karapas dan jumlah duri karapasnya. Rajungan dicirikan dengan karapas yang relatif lebih panjang dan memiliki duri
cangkang
yang
lebih
panjang
dibandingkan
dengan
kepiting
bakau
(BBPMHP 2000). Klasifikasi rajungan menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut : Filum
: Arthropoda
Kelas
: Crustacea
Sub Kelas
: Malacostraca
Ordo
: Eucaridae
Sub Ordo
: Decapoda
Famili
: Potunidae
Genus
: Portunus sp. Rajungan (swimming crab) memiliki tempat hidup yang berbeda dengan
jenis kepiting pada umumnya seperti kepiting bakau (Scylla serrata), tetapi memiliki tingkah laku yang hampir sama dengan kepiting.
Coleman (1991)
melaporkan bahwa rajungan (Portunus pelagicus) merupakan jenis kepiting perenang yang juga mendiami dasar lumpur berpasir sebagai tempat berlindung. Jenis rajungan ini banyak terdapat pada lautan Indo-Pasifik dan India. Sementara itu informasi dari panti benih rajungan milik swasta menyebutkan bahwa tempat penangkapan rajungan terdapat di daerah Gilimanuk (pantai utara Bali), Pengambengan (pantai selatan Bali), Muncar (pantai selatan Jawa Timur), Pasuruan (pantai utara Jawa Timur), daerah Lampung, daerah Medan, dan daerah Kalimantan Barat. Habitat rajungan adalah pada pantai bersubstrat pasir, pasir berlumpur, dan di pulau berkarang, juga berenang dari dekat permukaan laut (sekitar 1 m) sampai kedalaman 56 meter. Rajungan hidup di daerah estuaria kemudian bermigrasi ke perairan yang bersalinitas lebih tinggi untuk menetaskan telurnya, dan setelah mencapai rajungan muda akan kembali ke estuaria (Nybakken 1986). Rajungan banyak menghabiskan hidupnya dengan membenamkan tubuhnya di permukaan pasir dan hanya menonjolkan matanya untuk menunggu ikan dan jenis invertebrata lainnya yang mencoba mendekati untuk diserang atau dimangsa. Hewan ini mempunyai karapas yang sangat menonjol dibandingkan dengan abdomennya. Lebar karapas pada hewan dewasa dapat mencapai ukuran 18,5 cm. Abdomennya berbentuk segitiga (meruncing pada jantan dan melebar
pada betina), tereduksi dan melipat ke sisi ventral karapas. Pada kedua sisi muka (antero lateral) karapas terdapat 9 buah duri. Duri pertama di anterior berukuran lebih besar daripada ketujuh dari belakangnya, sedangkan duri ke-8 yang terletak di sisi karapas merupakan duri terbasar. Kaki jalan berjumlah 5 pasang, pasangan kaki pertama berubah menjadi capit yang digunakan untuk memegang serta memasukkan makanan ke dalam mulutnya, sedangkan pasangan kaki jalan kelima berfungsi sebagai pendayung atau alat renang, sehingga sering disebut sebagai kepiting renang (swimming crab) (Oemarjati dan Wardhana 1990). Gambar rajungan (Portunus sp.) dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Rajungan betina (Portunus pelagicus) Sumber : DKP 2004 Berdasarkan analisa usaha Balai Besar Pengembangan Budi daya Air Payau (BBPBAP), budi daya rajungan di tambak ukuran 5.000 meter persegi, dengan produksi rata-rata 1 ton per musim tanam (102 hari), dalam dua musim memberi keuntungan Rp 16,1 juta. Harga rajungan Rp 25.000 per kilogram. Rajungan bisa diekspor ke berbagai negara, khususnya Amerika Serikat (AS) dengan harga 7-10 dollar AS per kilogram (Kompas 2002). Cangkang merupakan bagian terkeras dari semua komponen rajungan dan selama ini baru dimanfaatkan sebagai pakan ternak atau pupuk organik mengingat kandungan mineral, terutama kalsiumnya cukup tinggi. Cangkang rajungan mengandung khitin, protein, CaCO3 serta sedikit MgCO3 dan pigmen antaxanthin (Hirano 1989 diacu dalam Hafiluddin 2003). Limbah dalam bentuk cangkang rajungan diekspor dalam bentuk kering sebagai sumber khitin, khitosan dan karotenoid yang dimanfaatkan oleh berbagai
industri sebagai bahan baku obat, kosmetik, pangan dan lain-lain. Bahan-bahan tersebut memegang peranan sebagai anti bakteri dan digunakan sebagai obat untuk meringankan dan mengobati luka bakar. Cangkang rajungan juga dapat digunakan sebagai bahan pengawet makanan yang aman seperti khitosan. Kandungan gizi tepung cangkang rajungan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan gizi tepung cangkang rajungan BPPMHP(a)
Zat gizi
Hilman(b)
Kadar air
4,45%
4,15%
Kadar abu
55,21%
60,02%
Kadar kalsium
24780,20 mg/ 100 g bk
28110,60 mg/ 100 g bk
Kadar fosfor
1898,96 mg/ 100 g bk
1829,50 mg/ 100 g bk
(a) Tepung cangkang rajungan berdasarkan hasil penelitian BBPMHP (2000) (b) Tepung cangkang rajungan berdasarkan hasil penelitian Hilman (2008)
2.5.
Kalsium Mineral merupakan bagian dari unsur pembentuk tubuh yang memegang
peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ, maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Mineral disamping itu berperan pula dalam berbagai tahap metabolisme, terutama sebagai kofaktor dalam aktivitas enzim. Mineral dapat digolongkan ke dalam mineral makro dan mikro. Mineral makro adalah mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg per hari, sedangkan mikro dibutuhkan kurang dari 100 mg per hari (Almatsier 2003). Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat dalam tubuh, yaitu 1,5-2% dari berat orang dewasa atau kurang lebih sebanyak 1 kg dari jumlah ini, 99% berada di dalam jaringan keras, yaitu tulang dan gigi terutama dalam bentuk hidroksiapatit {(3Ca(PO4)2.Ca(OH)2}.
Kalsium tulang berada dalam
keadaan seimbang dengan kalsium plasma pada konsentrasi kurang lebih 2,25-2,60 mmol/l (9-10,4 mg/100 ml). Densitas tulang berbeda menurut umur, meningkat pada bagian pertama kehidupan dan menurun secara berangsur setelah dewasa. Selebihnya kalsium tersebar luas di dalam tubuh. Cairan ekstraselular dan intraselular kalsium memegang peranan penting dalam mengatur fungsi sel, seperti untuk transmisi saraf, kontraksi otot, penggumpalan darah dan menjaga
permeabilitas membran sel. Kalsium menjaga permeabilitas membran sel, mengatur pekerjaan hormon-hormon dan faktor pertumbuhan (Almatsier 2003). 2.5.1. Kegunaan kalsium pada manusia Fungsi kalsium dalam tubuh manusia menurut Almatsier (2003) adalah sebagai berikut : a. Pembentukan tulang Kalsium di dalam tulang mempunyai dua fungsi : (a) sebagai bagian integral dari struktur tulang, dan (b) sebagai tempat menyimpan kalsium. Pada tahap pertumbuhan janin dibentuk matriks sebagai cikal bakal tulang tubuh. Bentuknya sama dengan tulang tetapi masih lunak dan lentur hingga setelah lahir. Matriks yang merupakan sepertiga bagian dari tulang terdiri atas serabut yang terbuat dari protein kolagen yang diselubungi oleh gelatin. Segera setelah lahir, matriks mulai menguat melalui proses kalsifikasi, yaitu terbentuknya kristal mineral. Kristal ini terdiri dari kalium fosfat atau kombinasi kalsium fosfat dan kalsium hidroksida yang dinamakan hidroksiapatit {(3Ca(PO4)2.Ca(OH)2}. Kalsium dan fosfor merupakan mineral utama dalam ikatan ini, sehingga keduanya harusnya berada dalam jumlah yang cukup di dalam cairan yang mengelilingi matriks tulang.
Batang tulang yang merupakan bagian terkeras
matriks, mengandung kalsium fosfat, magnesium, seng, natrium karbonat dan fluor di samping hidroksiapatit. Selama pertumbuhan, proses kalsifikasi berlangsung terus dengan cepat. Pada ujung tulang panjang ada bagian yang berpori yang dinamakan trabekula, yang menyediakan suplai kalsium siap pakai guna mempertahankan konsentrasi kalsium normal dalam darah.
Selama manusia hidup, tulang senantiasa
mengalami perubahan, baik dalam bentuk maupun kepadatan, sesuai dengan usia dan perubahan berat badan. b. Pembentukan gigi Mineral yang membentuk dentin dan email yang merupakan bagian tengah dan luar dari gigi adalah mineral yang sama dengan yang membentuk tulang. Akan tetapi, kristal dalam gigi lebih padat dan kadar airnya lebih rendah. Protein dalam email gigi adalah keratin, sedangkan dalam dentin adalah kolagen. Berbeda dengan tulang, gigi sedikit sekali mengalami perubahan setelah muncul
dalam rongga mulut.
Pertukaran antara kalsium gigi dan kalsium tubuh
berlangsung lambat dan terbatas pada kalsium yang terdapat di dalam lapisan dentin. c. Mengatur pembekuan darah Bila terjadi luka, ion kalsium di dalam darah merangsang pembekuan fosfolipida tromboplastin dari platelet darah yang terluka.
Tromboplastin ini
mengkatalisis perubahan protrombin, bagian darah normal, menjadi trombin. Trombin kemudian membantu perubahan fibrinogen, bagian lain dari darah, menjadi fibrin yang merupakan gumpalan darah. d. Katalisator reaksi biologis Kalsium berfungsi sebagai katalisator berbagai reaksi biologis, seperti absorpsi vitamin B12, tindakan enzim pemecah lemak, lipase pankreas, ekskresi insulin oleh pankreas, pembentukan dan pemecahan asetilkolin, yaitu bahan yang diperlukan dalam transmisi suatu rangsangan dari serabut saraf yang satu ke yang lainnya. Kalsium yang diperlukan untuk mengkatalisis reaksi-reaksi ini diambil dari persediaan kalsium dalam tubuh. e. Kontraksi otot Pada waktu otot kalsium berkontraksi kalsium berperan dalam interaksi protein di dalam otot, yaitu aktin dan miosin. Bila darah kalsium kurang dari normal, otot tidak bisa mengendur setelah kontraksi. Tubuh akan kaku dan dapat menimbulkan kejang. Beberapa fungsi kalsium lain adalah meningkatkan fungsi transpor membran sel, kemungkinan dengan bertindak sebagai katalisator membran dan transmisi ion melalui membran organel sel. 2.5.2. Kebutuhan kalsium Sebenarnya di dalam tubuh manusia telah terdapat kalsium sebanyak 1200 gram. Sebanyak 99% dari kalsium dalam tubuh tersebut terdapat dalam kerangka tubuh. Sebagian dari kalsium dikeluarkan secara rutin melalui urin, keringat dan feses. Setiap hari tubuh memerlukan kalsium sebanyak 800 hingga 1200 gram kalsium, untuk menggantikan kadar kalsium yang terbuang. Pada usia anak-anak, asupan kalsium dibutuhkan lebih banyak. Hal ini dikarenakan daya absorpsi (serap) pada anak-anak yang bisa mencapai tingkatan 75%. Berbeda pada usia dewasa, yang memiliki daya absorpsi hanya 20% hingga 40% (Siswono 2006).
Kebutuhan kalsium dalam tubuh manusia berbeda menurut usia dan jenis kelamin. Kebutuhan kalsium tubuh orang Indonesia per hari yang ditetapkan oleh Widyakarya Pangan dan Gizi (1998) disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Daftar kebutuhan kalsium Kelompok umur Bayi (bulan) 0-6 7-11 Anak (tahun) 1-3 4-6 7-9 Pria (tahun) 10-12 13-15 16-18 19-29 30-49 50-64 65+ Wanita (tahun) 10-12 13-15 16-18 19-29 30-49 50-64 65+ Hamil Trimester 1 Trimester 2 Trimester 3 Menyusui 6 bulan pertama 6 bulan kedua
Kebutuhan Ca (mg/hari) 200 400 500 500 600 1000 1000 1000 800 800 800 800 . 1000 1000 1000 800 800 800 800 +150 +150 +150 +150 +150
Sumber : Widyakarya Pangan dan Gizi (1998)
Manfaat kalsium bagi tulang dan gigi sangat penting. Sebanyak 99% kalsium digunakan untuk membentuk sel-sel tulang dan gigi, sedangkan 1% kalsium di luar tulang berfungsi untuk, menstabilkan tekanan darah, mengoptimalkan sistem syaraf dan produksi hormon, menjaga kesehatan otot dan jantung, serta penyembuhan luka. Jika 1% kalsium itu tidak tercukupi, tubuh akan mengambil kalsium dari tulang. Proses ini menyebabkan tulang rapuh dan
risiko osteoporosis meningkat. Hal inilah yang membuat para ahli kesehatan menganjurkan agar kita mengonsumsi cukup kalsium (Siswono 2006). 2.5.3. Penyerapan kalsium Garam kalsium lebih larut dalam larutan asam, penyerapannya dalam tubuh berlangsung pada daerah duodenal dari usus kecil dan tidak semua kalsium dari makanan dapat diserap oleh tubuh. Kalsium dari asupan makanan hanya 20-30% yang diserap tubuh pada saluran pencernaan dan masuk ke aliran darah dalam kondisi normal. Penyerapan kalsium tergantung kepada keperluan tubuh, tipe makanan dan jumlah kalsium yang dicerna. Pada anak-anak yang sedang dalan pertumbuhan dan wanita yang sedang hamil atau menyusui dapat menyerap sekitar 40% kalsium yang ada dalam diet mereka. (Esminger et al. 1995). Faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan kalsium dalam tubuh menurut Esminger et al. (1995) adalah : 1) Vitamin D Salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi penyerapan kalsium dalam tubuh adalah pasokan vitamin D yang cukup, yaitu dari kandungan diet maupun dari radiasi sinar ultra violet matahari.
Vitamin D atau turunannya
(25-hydroxycholecalciferol, 25-HCC) dapat meningkatkan penyerapan kalsium dengan cara mensintesis kalsium dengan protein yang dapat memfasilitasi transpor kalsium melewati dinding usus. 2) Protein Protein yang terkandung dalam makanan dapat meningkatkan penyerapan kalsium pada usus kecil.
Asam amino seperti lisin dan arginin dari protein
mampu membebaskan kalsium dari garam kalsium agar lebih mudah diserap usus. Makanan yang mengandung protein tinggi juga menjaga keseimbangan kalsium dengan membuang sisa kelebihan kalsium melalui urine. 3) Laktosa Makanan yang mengandung laktosa (seperti susu) mengatur penyerapan kalsium pada usus kecil. Penyerapan kalsium tergantung pada aktivitas enzim laktase yang menghidrolis laktosa.
4) Media asam Penyerapan kalsium lebih baik dalam kondisi pH rendah atau keadaan asam, karena dapat mempertahankan kelarutan kalsium. Hal ini menyebabkan penyerapan kalsium banyak terjadi pada duodenum. 2.5.4. Sumber kalsium Sumber kalsium utama adalah susu dan hasil olahannya, seperti keju. Ikan yang dimakan dengan tulang, termasuk ikan kering merupakan sumber kalsium yang baik. Serealia, seperti kacang-kacangan dan hasil olahannya, tahu, tempe, dan sayuran hijau merupakan kalsium yang baik pula, tetapi bahan makanan ini banyak mengandung zat yang dapat menghambat penyerapan kalsium seperti serat, fitat dan oksalat. Kebutuhan kalsium akan terpenuhi bila mengkonsumsi makanan dengan menu seimbang tiap hari (Almatsier 2003). Tepung ikan yang dibuat dari keseluruhan tubuh ikan memiliki kandungan kalsium yang sangat tinggi baik dalam ukuran 100 g per porsi maupun per 100 kkal. Meskipun tulang ikan ini bisa dijadikan sumber kalsium dan protein yang penting bagi negara yang tidak mampu menyediakan susu, kemungkinan penyebarannya pada bahan pangan Amerika masih kecil karena masih terdapat masalah dengan flavor dan masalah penyimpanan (Guthrie 1975). Sumber kalsium yang biasa digunakan dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok (Kaup 1991 diacu dalam Lestari 2001), yaitu : 1. tepung tulang, mono kalsium dan di-kalsium fosfat yang ketersediaannya paling tinggi diantara sumber kalsium lain 2. ground limestone (batuan kapur biasanya mengandung magnesium dan bersifat agak asam), defluorined fosfat (garam kalsium fosfat yang masih mengandung fluor yang bersifat racun bila kadarnya berlebihan) dan kalsium karbonat. Kelompok ini merupakan sumber kalsium yang ketersediaannya sedang. 3. hay, yaitu kalsium yang berikatan dengan mineral lain yang sukar larut. Sumber ini memiliki ketersediaan yang rendah.
2.5.5. Dampak kekurangan dan kelebihan kalsium Kekurangan kalsium pada masa pertumbuhan dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan seperti tulang kurang kuat, mudah bengkok dan rapuh. Semua orang dewasa, terutama setelah usia 50 tahun, kehilangan kalsium dari tulangnya. Tulang menjadi rapuh dan mudah patah, hal ini dinamakan osteoporosis yang dapat dipercepat oleh keadaan stres sehari-hari. Osteoporosis lebih banyak terjadi pada wanita daripada pria dan lebih banyak pada orang kulit putih daripada kulit berwarna. Osteoporosis lebih banyak terjadi pada perokok dan peminum alkohol (Almatsier 2003). Kekurangan kalsium dapat pula menyebabkan osteomasia, yang dinamakan juga ricketsia pada orang dewasa dan biasanya terjadi karena kekurangan vitamin D dan ketidakseimbangan konsumsi kalsium terhadap fosfor. Mineralisasi matriks tulang terganggu, sehingga kandungan kalsium dalam tulang menurun (Almatsier 2003). Kadar kalsium darah yang sangat rendah dapat menyebabkan tetani atau kejang.
Kepekaan serabut syaraf dan pusat syaraf terhadap rangsangan
meningkat, sehingga terjadi kejang otot, misalnya pada kaki. Hal ini dapat terjadi pada ibu hamil yang makanannya terlalu sedikit mengandung kalsium atau terlalu tinggi mengandung fosfor. Tetani kadang terjadi pada bayi yang diberi minum susu sapi tidak diencerkan dan mempunyai rasio kalsium dibanding fosfor rendah. Konsumsi kalsium hendaknya tidak melebihi 2500 mg per hari.
Kelebihan
kalsium bisa terjadi bila menggunakan suplemen kalsium dalam bentuk tablet atau bentuk lain (Almatsier 2003). 2.6.
Kerupuk Kerupuk adalah makanan kecil yang bersifat kering, ringan, dan poros
yang terbuat dari bahan-bahan yang mengandung pati cukup tinggi. Produk ini merupakan makanan khas yang digemari masyarakat (Wiriano 1984). Berdasarkan Standar Nasional Indonesia tahun 1992, kerupuk adalah suatu produk makanan kering yang dibuat dari tepung pati dengan penambahan bahanbahan lainnya dan bahan tambahan makanan yang diijinkan. Berdasarkan bentuk dan rupanya, maka dikenal pula jenis kerupuk mie, kerupuk kemplang, dan kerupuk atom. Pembuatan kerupuk meliputi empat tahap proses yaitu pembuatan
adonan, pengukusan, pengeringan, dan penggorengan.
Mutu kerupuk dapat
dinilai dengan menggunakan beberapa parameter, yaitu bersifat sensori, kimiawi, fisik, maupun mikrobiologis. Bahan baku yang paling banyak digunakan untuk pembuatan kerupuk adalah tepung tapioka. Namun banyak juga yang menggunakan bahan dasar tepung terigu, tepung beras, tepung jagung, tepung kacang hijau, tepung kedelai dan tepung sagu (Wiriano 1984). Tabel 3.
Syarat mutu kerupuk udang berdasarkan Standar Nasional Indonesia Uraian Persyaratan Rasa dan aroma Khas kerupuk udang Benda asing Tidak nampak Berjamur dan berserangga Tidak nampak Kadar air, % Maks. 12 Abu, % Maks. 11 Protein, % Min. 4 Lemak, % Maks. 0,8 Zat warna atau bahan tambahan Tidak nyata atau sesuai izin lainnya Departemen Kesehatan Cemaran logam berbahaya (Pb, Cu, Tidak nyata atau sesuai dengan aturan Hg) yang berlaku Sumber : SNI 1992
2.6.1. Kerupuk berkalsium Cangkang rajungan merupakan limbah potensial dari industri pasteurisasi daging rajungan, sedangkan pada industri pengalengan daging rajungan menghasilkan limbah proses yang terdiri dari 57% cangkang, 3% body reject (bagian yang tidak utuh) dan 20% whey (air rebusan). Golongan crustacea seperti rajungan pada umumnya mengandung 25% bahan padat
dapat dimakan dan
sekitar 50-60% hasil buangan (Angka dan Suhartono 2000). Dalam penelitian Permana (2007) menyatakan bahwa pengolahan limbah tersebut tentunya belum mempunyai nilai tambah yang besar karena masih terbatas dari segi harga maupun jumlah produksinya, sehingga diperlukan upaya dalam pemanfaatan limbah tersebut berupa diversifikasi produk pangan manusia yang diformulasikan dalam bentuk tepung sebagai sumber kalsium alami dan diaplikasikan sebagai bahan fortifikasi dalam suatu produk yang sudah populer dan digemari masyarakat banyak, yaitu kerupuk.
Kerupuk merupakan makanan kudapan yang bersifat kering, ringan, dan porous, yang terbuat dari bahan-bahan yang mengandung pati cukup tinggi. Kerupuk merupakan makanan kudapan yang sangat populer, mudah cara pembuatannya, beragam warna dan rasa, disukai oleh segala lapisan usia dan suku bangsa di Indonesia ini. Namun selama ini produk kerupuk hanya digunakan sebagai makanan kudapan yang bersifat hiburan saja dan nyaris tanpa memperhatikan
nilai
maupun
mutu
gizinya.
Berdasarkan
penelitian
Permana (2007), pemanfaatan cangkang yang dibuat menjadi tepung kalsium dan diaplikasikan sebagai bahan tambahan dalam produk kerupuk, diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah yang berguna bagi masyarakat, khususnya bagi penderita defisiensi kalsium dan penderita gangguan tulang (osteoporosis). Penderita osteoporosis lebih banyak diderita oleh penduduk Asia yang mempunyai postur tubuh yang kecil, dan di antara penduduk Asia sendiri ternyata kaum perempuan lebih banyak yang terkena osteoporosis dibandingkan kaum prianya.
Osteoporosis adalah penyakit rapuh tulang yang ditandai dengan
hilangnya kepadatan tulang, sehingga tulang mudah patah dan tidak tahan benturan, walaupun ringan.
Asupan kalsium yang tidak mencukupi dan
rendahnya penyerapan kalsium oleh tubuh, hanyalah dua dari beberapa faktor resiko bagi timbulnya osteoporosis.
2.6.2. Proses pembuatan kerupuk Faktor penting dalam pembuatan adonan adalah homogenitas adonan, karena sifat ini akan mempengaruhi keragaman produk akhir yang dihasilkan, baik karakteristik fisik, kimia maupun organoleptik. Pembuatan adonan kerupuk ditinjau dari proses pencampuran bahan dapat dikelompokkan ke dalam dua proses (Wiriano 1984).
Pertama disebut proses dingin dimana semua bahan
dicampur dalam keadaan dingin.
Semua bahan dicampurkan atau dilarutkan
dengan air kecuali pati ubi kayu, sambil diaduk rata. Kemudian pati ubi kayu ditambahkan sedikit demi sedikit dan adonan diaduk sambil ditekan sampai kalis. Kelompok kedua disebut proses panas.
Pada proses panas ini dibuat
adonan kerupuk sagu dengan cara melarutkan 1/3 bagian tepung sehingga diperoleh larutan sagu, kemudian ditambahkan garam dan bawang putih yang
sudah dihaluskan dimasukkan ke dalam larutan sagu tersebut. Larutan tersebut dipanaskan sampai diperoleh larutan seperti bubur, bubur yang sudah dibuat dipindahkan ke meja adonan dan dicampur dengan sisa sedikit tepung sedikit demi sedikit sampai terbentuk adonan yang homogen. Pengukusan merupakan tahap penting karena pada tahap ini terjadi proses gelatinisasi pati yang berkaitan erat dengan pengembangan kerupuk saat digoreng. Lamanya pengukusan tergantung dari bentuk adonan yang dicetak. Pengukusan adonan berbentuk dodolan dilakukan selama 1,5-2 jam sampai adonan masak dan seluruh adonan berwarna bening serta teksturya kenyal. Pengukusan lama akan menyebabkan air terikat oleh gel pati terlalu banyak. Akibatnya proses pengeringan dan penggorengan tidak sempurna. Jika dodolan setengah matang mengakibatkan pati tidak tergelatinisasi secara sempurna dan akan menghambat perkembangan kerupuk (Djumali et al. 1982 diacu dalam Zulfiani 1992). Proses pengeringan kerupuk mentah bertujuan untuk menghasilkan bahan dengan kadar air tertentu. Kadar air yang terkandung dalam kerupuk mentah akan mempengaruhi kualitas dan kapasitas pengembangan kerupuk dalam proses penggorengan.
Menurut Wiriano (1984), diperlukan suatu tingkat kadar air
tertentu dari kerupuk mentah untuk menghasilkan tekanan uap yang maksimum pada proses penggorengan sehingga gel pati bisa mengembang. Pengeringan dengan matahari mempunyai kelemahan yaitu intensitas cahayanya yang tidak tetap menyebabkan kadar air produk tidak seragam, juga berpeluang terkontaminasi dari debu dan kotoran atau organisme dari udara. Penggorengan merupakan proses untuk memasak bahan pangan dengan menggunakan lemak atau minyak pangan (Ketaren 1986). Minyak atau lemak digunakan sebagai medium memasak baik dalam penggorengan dengan minyak terbatas maupun minyak melimpah. Penggorengan dengan minyak melimpah berlangsung relatif cepat. Minyak tersebut mendidih pada suhu jauh lebih tinggi dibandingkan air mendidih yaitu berkisar 160-250
0
C, tergantung jenis
minyaknya. Suhu penggorengan yang dianjurkan berkisar antara 177-201 0C atau tergantung bahan yang digoreng (Winarno 1999).
Tepung tapioka, garam, gula,bawang putih,
Tepung tulang ikan patin Pencampuran dengan air mendidih ± 200 ml Pengadonan sampai kalis Pengukusan selama 90 menit Pendinginan dalam refrigerator, 18 jam Pengirisan dengan ketebalan maksimal 2-3 mm
Penjemuran selama 1-2 hari
Penggorengan
Kerupuk goreng siap saji
Gambar 3. Proses pembuatan kerupuk (Tababaka 2004) 2.6.3. Bahan pembuatan kerupuk Bahan dalam pembuatan kerupuk dibagi menjadi dua yaitu bahan baku dan bahan tambahan. Bahan baku adalah bahan yang digunakan dalam jumlah besar dan fungsinya tidak dapat digantikan oleh bahan lain. Sumber bahan baku yang digunakan dalam pembuatan kerupuk adalah bahan pangan yang mengandung karbohidrat yang cukup tinggi yaitu pati.
Pati yang digunakan
sebagai bahan baku dalam pembuatan kerupuk disebut puffable material. Puffable material adalah bahan yang memegang peranan utama dalam proses pemekaran produk. Bahan baku yang paling banyak digunakan dalam pembuatan kerupuk adalah tepung tapioka (Wiriano 1984).
2.6.1.1. Tepung tapioka Tepung tapioka adalah hasil ekstraksi pati ubi kayu yang telah mengalami proses pencucian secara sempurna serta dilanjutkan dengan pengeringan.
Tepung tapioka hampir seluruhnya dari pati.
Pati merupakan
senyawa yang tidak memiliki rasa dan bau sehingga modifikasi citarasa pada tepung tapioka mudah dilakukan.
Ukuran granula pati tapioka berkisar 5-35
mikron (Muchtadi et al. 1988). Pati terdiri dari dua polimer yaitu amilosa dan amilopektin. Tepung tapioka banyak digunakan dalam berbagai industri karena kandungan patinya tinggi yang mudah membengkak dalam air panas membentuk kekentalan yang dikehendaki. Pati bersifat larut dalam air dingin karena jaringan molekulnya terikat pada ikatan hidrogen yang banyak, tetapi apabila dipanaskan akan meningkatkan kekentalan dan terbentuk pastapai (Meyer 1978). Penambahan air pada pati menyebabkan pembengkakan granula pati. Pati mentah yang dimasukkan ke dalam air dingin, granula patinya akan menyerap air dan membengkak, namun demikian jumlah air yang terserap dan pembengkakan terbatas. Air yang terserap hanya dapat mencapai 30% (Winarno 1997). Pembengkakan granula pati disebabkan oleh molekul-molekul air yang berpenetrasi ke dalam granula dan terperangkap ke dalam susunan molekulmolekul amilosa dan amilopektin. Semakin naik suhu suspensi pati dalam air, maka pembengkakan granula semakin besar (Muchtadi et al. 1988). Peningkatan volume granula pati terjadi dalam air pada suhu antara 55-65 0C merupakan pembengkakan yang sesungguhnya, dan setelah itu granula pati tidak dapat kembali pada keadaan semula atau terjadi gelatinisasi (Winarno 1997). Gelatinisasi merupakan fenomena penting yang mempengaruhi pengembangan kerupuk, karena gelatinisasi mempengaruhi pengembangan volume granula pati yang membentuk struktur elastis yang dapat mengembang pada tahap penggorengan (Suarman 1996). 2.6.1.2. Bahan tambahan Bahan tambahan adalah bahan yang sengaja ditambahkan dengan maksud tertentu misalnya untuk meningkatkan konsistensi nilai gizi, cita rasa, untuk
mengendalikan keasaman dan kebasaan serta memantapkan bentuk dan rupa (Winarno 1997). (1) Garam Istilah garam biasanya digunakan untuk garam dapur dengan nama kimia Natrium klorida (NaCl).
Garam yang ditambahkan selain berfungsi untuk
penyedap rasa dapat juga memperkuat kekompakan adonan. Jumlah garam yang ditambahkan sekitar 2-3% dari total adonan yang dibuat. Pemakaian garam yang berlebihan menyebabkan warna kerupuk menjadi lebih tua dan tekstur yang kasar (Wiriano 1984). Garam
merupakan bahan makanan penting.
Pemakaian garam NaCl
biasanya lebih banyak diatur oleh rasa, kebiasaan dan tradisi daripada keperluan. Makanan yang mengandung natrium kurang dari 0,3% akan terasa hambar sehingga kurang disenangi (Winarno 1999). Garam juga berfungsi sebagai pengawet karena garam berperan sebagai penghambat selektif terhadap mikroorganisme pencemar tertentu. Garam mempengaruhi aktivitas air (Aw) dari bahan,
sehingga
dapat
mengendalikan
pertumbuhan
mikroorganisme
(Buckle et al. 1987). Garam dapat berperan sebagai pengambat selektif pada mikroorganisme tertentu. Mikroorganisme pembusuk atau proteolitik dan pembentuk spora adalah yang paling mudah terpengaruh walau dengan kadar garam yang rendah sekalipun yaitu sampai 6%. Mikroorganisme patogenik termasuk Clostridium botulinum dengan pengecualian pada Streptococcus aureus, dapat dihambat oleh konsentrasi garam sampai 10-12% (Buckle et al. 1987). (2) Gula Gula adalah bentuk dari karbohidrat, jenis gula yang paling sering digunakan adalah kristal sukrosa padat. Gula digunakan untuk merubah rasa dan keadaan makanan atau minuman.
Gula sederhana seperti glukosa (yang
diproduksi dari sukrosa dengan enzim atau hidrolisis asam) menyimpan energi yang akan digunakan oleh sel (Wikipedia 2007). Secara kimiawi gula sama dengan karbohidrat, tetapi umumnya pengertian gula mengacu pada karbohidrat yang memiliki rasa manis, berukuran kecil dan dapat larut. Kata gula pada umumnya digunakan sebagai padanan kata untuk
sakarosa (sukrosa). Pada bagian ini pengertian gula mengacu pada karbohidrat yang memiliki rasa manis, berukuran kecil dan dapat larut (dalam air). Rasa manis yang biasa dijumpai pada tanaman terutama disebabkan oleh tiga jenis gula, yaitu sakarosa, fruktosa dan glukosa (Wikipedia 2007). (3) Bawang putih (Allium sativum) Bawang putih adalah nama tanaman dari genus Allium sekaligus nama dari umbi yang dihasilkan. Umbi dari tanaman bawang putih merupakan bahan utama untuk bumbu dasar masakan Indonesia. Bawang mentah penuh dengan senyawasenyawa sulfur, termasuk zat kimia yang disebut allisin yang membuat bawang putih mentah terasa getir (Wikipedia 2007). Bawang putih digunakan sebagai bumbu yang digunakan hampir di setiap makanan dan masakan Indonesia. Sebelum dipakai sebagai bumbu, bawang putih dihancurkan dengan ditekan dengan sisi pisau sebelum dirajang halus dan ditumis di penggorengan dengan sedikit minyak goreng.
Bawang putih bisa juga
dihaluskan dengan berbagai jenis bahan bumbu yang lain (Wikipedia 2007). (4) Soda kue Natrium bikarbonat disebut juga soda kue. Senyawa ini merupakan kristal yang sering terdapat dalam bentuk serbuk. Natrium bikarbonat larut dalam air. Senyawa ini digunakan dalam roti atau kue karena bereaksi dengan bahan lain membentuk gas karbon dioksida, yang menyebabkan produk mengembang. Soda kue akan mempercepat proses pelepasan air dalam adonan, yang menyebabkan terbentuknya rongga-rongga udara sehingga produk yang dihasilkan menjadi lebih garing dan renyah (Wikipedia 2008). Soda kue berbentuk bubuk berwarna putih yang digunakan sebagai bahan pengembang kue, cake dan kerupuk. Dosis soda kue yang digunakan adalah 2,5-5 g per kg adonan. Dalam pembuatan kerupuk, soda kue berfungsi sebagai bahan pengembang dan pelunak tepung yang keras (Suprapti 2008).
3. METODOLOGI
3.1.
Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai November 2008.
Bertempat di
Laboratorium
Karakteristik
Bahan
Baku
Hasil Perairan,
Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Laboratorium Organoleptik, Departemen Teknologi Hasil Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan dan Laboratorium Kimia Pangan, Departemen Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor.
3.2.
Alat dan Bahan
3.2.1. Alat Alat yang digunakan untuk pembuatan tepung cangkang rajungan dan flavor udang adalah erlemenyer, timbangan analitik, kompor listrik, pisau stainless steel, baskom, gelas ukur, panci, sendok besar, termometer, talenan dan autoklaf. Peralatan analisis mutu produk terdiri dari oven, tanur, neraca analitik, jangka sorong, tabung Kjehdahl, desikator, kertas saring, soxhlet, labu lemak, Atomic Absorption Spectrofotometri (AAS) dan peralatan-peralatan gelas.
3.2.2. Bahan Bahan baku untuk pembuatan tepung cangkang rajungan berupa limbah cangkang rajungan (Portunus sp.) yang diperoleh dari usaha pengumpul cangkang rajungan H. Ama, Muara Angke Jakarta Utara, sedangkan yang digunakan untuk pembuatan flavor cair berupa kepala udang windu (Penaeus monodon) yang diperoleh dari perusahaan Lola Mina, Muara Baru Jakarta Utara. Bahan yang digunakan untuk pembuatan kerupuk adalah sebagai berikut : tepung tapioka, bawang putih, gula, minyak goreng, garam beryodium, soda kue dan air, sedangkan bahan untuk analisis fisika dan kimia terdiri dari akuades, HCl, NaOH, H2SO4 pekat, HNO3, tablet Kjeltab, pelarut heksana, H3BO3, HClO4 dan metil merah.
3.3.
Metode Penelitian Metode penelitian mencakup tahap penelitian pendahuluan dan tahap
penelitian utama. Tahap penelitian pendahuluan merupakan tahap pembuatan tepung cangkang rajungan dan pembuatan kerupuk dengan penambahan tepung cangkang rajungan pada berbagai konsentrasi. Penelitian utama merupakan tahap pembuatan kerupuk dengan penambahan flavor dalam bentuk cair dari kepala udang windu pada kerupuk cangkang rajungan dengan konsentrasi terpilih.
3.3.1. Penelitian pendahuluan Penelitian pendahuluan dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah pembuatan tepung cangkang rajungan. Tepung cangkang rajungan dibuat dengan menggunakan metode Muna (2005), yang dimodifikasi pada saat hidrolisis. Muna (2005) membuat tepung cangkang rajungan dengan cara cangkang dihidrolisis dengan NaOH pada konsentrasi 2,5 N, 5 N dan 10 N.
Tahapan pembuatan
cangkang rajungan adalah sebagai berikut : Cangkang rajungan yang telah direbus selama 30 menit dibersihkan dari kotoran dan daging dengan menggunakan air bersih, kemudian dilakukan pengecilan ukuran 1-2 cm, setelah dilakukan pengecilan ukuran dihidrolisis dengan NaOH 1 N pada suhu 60-65 0C selama 1-2 jam. Menurut hasil penelitian Hilman (2008), hidrolisis cangkang rajungan dengan NaOH 1 N menghasilkan tepung cangkang rajungan yang berwarna putih kecoklatan, halus dan terlihat cerah.
Cangkang rajungan yang telah dihidrolisis dinetralkan dengan
menggunakan air bersih sampai mencapai pH 5-6. Pengecekan pH dilakukan dengan menggunakan kertas lakmus, kemudian dilakukan sterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121 0C dan tekanan 1 atm selama 15 menit. Perhitungan waktu sterilisasi setelah suhu mencapai 121 0C.
Cangkang yang dihasilkan
kemudian dikeringkan dengan sinar matahari selama 1-2 hari, setelah kering dilakukan penggilingan menggunakan mesin penepungan dengan ukuran 80 mesh. Skema pembuatan tepung cangkang rajungan dapat dilihat pada Gambar 4.
Cangkang Rajungan
Perebusan
Pembersihan
Pengecilan ukuran (1-2 cm)
NaOH 1 N*
Hidrolisis T = 60-65 0C t = 1-2 jam P = 1 atm
Fraksi larut
Penetralan dengan pencucian
Sterilisasi (Autoklaf) T = 121 0C t = 15 menit
Penjemuran dengan matahari (1-2 hari)
Pengecilan ukuran (80 mesh) (mesin penepungan)
Tepung Cangkang Rajungan
Gambar 4. Proses pembuatan tepung cangkang rajungan (Muna 2005 yang dimodifikasi) Keterangan : * = modifikasi proses hidrolisis NaOH 1 N
Tahap kedua dari penelitian pendahuluan adalah pembuatan kerupuk dengan penambahan tepung cangkang rajungan. Pembuatan kerupuk bertujuan untuk mendapatkan formula yang terpilih yang akan digunakan pada penelitian utama. Kerupuk dengan penambahan tepung cangkang rajungan dibuat dalam lima formula. Bahan-bahan utama yang ditambahkan adalah tepung tapioka, garam, gula dan bawang putih. Persentase tepung cangkang rajungan dalam formula yang ditambahkan berdasarkan penambahan tepung tulang ikan yang dilakukan Tababaka (2004) dalam pembuatan kerupuk.
Komposisi pembuatan kerupuk
dengan penambahan tepung cangkang rajungan disajikan pada Tabel 4. Tabel 4.
Komposisi pembuatan kerupuk dengan penambahan tepung cangkang rajungan
Konsentrasi tepung cangkang rajungan terhadap tepung tapioka (%) 0 5 10 15 20
Tepung tapioka (g)
Tepung cangkang rajungan (g)
Garam (g)
Gula (g)
Bawang putih (g)
Soda kue (g)
300 300 300 300 300
0 15 30 45 60
12 12 12 12 12
6 6 6 6 6
6 6 6 6 6
1 1 1 1 1
Penentuan komposisi terpilih ditentukan dengan uji organoleptik skala hedonik. Komposisi terpilih ini yang akan digunakan dalam penelitian utama. Parameter yang diuji dalam uji organoleptik skala hedonik meliputi penampakan, warna, aroma, rasa dan kerenyahan kerupuk.
Komposisi adonan yang
menghasilkan kerupuk dengan penambahan cangkang rajungan terbaik akan digunakan dalam penelitian utama.
Cara pembuatan kerupuk mengacu pada
metode Tababaka (2004) yang dimodifikasi pada proses pembuatannya. Skema pembuatan kerupuk dapat dilihat pada Gambar 5.
Tepung tapioka, garam, gula, bawang putih, soda kue
Tepung cangkang rajungan konsentrasi (0%, 5%, 10%, 15%, 20%)*
Pencampuran dengan air mendidih masing-masing 200 ml
Pengadonan sampai kalis
Pengukusan selama 1 jam*
Pendinginan dalam suhu ruang, ± 30 menit*
Pendinginan dalam refrigerator, 18 jam
Pengirisan dengan ketebalan maksimal 2-3 mm
Penjemuran selama 1-2 hari
Penggorengan pada suhu 175-185 0C, ± 30 detik*
Kerupuk goreng siap saji
Gambar 5. Proses pembuatan kerupuk (Tababaka 2004 yang dimodifikasi) Keterangan : *
= modifikasi proses
3.3.2.
Penelitian Utama Komposisi terpilih dari kerupuk dengan penambahan tepung cangkang
rajungan pada penelitian pendahuluan tersebut diberi perlakuan dengan penambahan air rebusan (kaldu) kepala udang. Pembuatan kaldu kepala udang dilakukan dengan menggunakan metode Suptidjah et al. (1994) yang dimodifikasi.
Dalam pembuatan kaldu kepala udang perlakuan perbandingan
kepala udang dengan air yang digunakan adalah 1:1 (1 kg kepala udang : 1 liter air), 1:2 (1 kg kepala udang : 2 liter air), 1:3 (1 kg kepala udang : 3 liter air), 1:4 (1 kg kepala udang : 4 liter air). Tahap ini bertujuan untuk mengetahui penerimaan panelis terhadap kerupuk dengan penambahan flavor kepala udang dalam bentuk filtrat cair dan menentukan konsentrasi flavor kepala udang terbaik yang ditambahkan dalam pembuatan kerupuk. Konsentrasi yang terbaik ditentukan dengan uji organoleptik skala hedonik pada kerupuk matang. Parameter yang diuji dalam uji hedonik meliputi penampakan, warna, aroma, rasa dan kerenyahan kerupuk. Selain diuji secara organoleptik, pengujian mutu kerupuk juga dilakukan adalah secara fisik yaitu uji kekerasan dan kemekaran yang dilakukan pada kerupuk matang, serta pengujian secara kimia yaitu analisis proksimat (kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat by difference), kadar kalsium dan kadar fosfor yang dilakukan pada kerupuk mentah dan kerupuk matang. penelitian utama dapat dilihat pada Gambar 6.
Skema
Bahan adonan kerupuk berkalsium terpilih
Perlakuan penambahan kepala udang : air (1:1, 1:2, 1:3 dan 1:4) sebanyak 200 ml
Pengadonan sampai kalis
Pengukusan selama 1 jam
Pendinginan dalam suhu ruang, ± 30 menit
Pendinginan dalam refrigerator, 18 jam
Pengirisan dengan ketebalan maksimal 2-3 mm
Penjemuran selama 1-2 hari
Penggorengan pada suhu 175-185 0C, ± 30 detik
Kerupuk matang
Uji organoleptik skala hedonik
Kerupuk terpilih
Gambar 6. Proses penelitian utama
• • •
Analisis Uji kekerasan Uji kemekaran Analisis proksimat
3.4.
Proses Pembuatan
3.4.1.
Proses pembuatan kaldu flavor kepala udang (Suptidjah et al. 1994) Pembuatan kaldu kepala udang dilakukan dengan menggunakan metode
Suptidjah et al. (1994) yang dimodifikasi yaitu pertama kepala udang dicuci bersih untuk menghilangkan kotoran lalu ditiriskan, kemudian kepala udang dicacah dan direbus selama 30 menit dengan suhu 90 0C sambil diaduk sampai diperoleh cairan yang berwarna kecoklatan. Kaldu flavor dipisahkan dari kepala udang dengan menggunakan saringan kasar kemudian disaring kembali dengan menggunakan saringan halus.
Perbandingan kepala udang dengan air yang
digunakan dalam pembuatan kaldu kepala udang adalah 1:1 (1 kg kepala udang : 1 liter air), 1:2 (1 kg kepala udang : 2 liter air), 1:3 (1 kg kepala udang : 3 liter air), 1:4 (1 kg kepala udang : 4 liter air). Skema pembuatan kaldu udang dapat dilihat pada Gambar 7. Kepala udang
Pencucian Penimbangan udang Pencacahan kepala udang* Perebusan (suhu 90 0C, 30 menit) Penyaringan dengan saringan kasar
Penyaringan dengan saringan halus
Flavor kaldu kepala udang
Gambar 7. Proses pembuatan flavor dari kaldu kepala udang Suptidjah et al. (1994) yang dimodifikasi Keterangan : * = modifikasi proses
3.4.2.
Proses pembuatan kerupuk Tahap pembuatan kerupuk adalah sebagai berikut : tepung tapioka 300 g
dicampur dengan garam beryodium 12 g, bawang putih 4 g, gula 6 g, soda kue 1 g dan
tepung
cangkang
rajungan
dengan
konsentrasi
ditambahkan air mendidih 200 ml sampai tergelatinisasi.
tertentu
kemudian
Adonan tersebut
dikukus selama 1 jam, selanjutnya didinginkan dalam refrigerator selama 18 jam. Adonan yang telah dingin dan keras diiris setebal 2-3 mm dan dijemur selama 1-2 hari pada panas matahari. Kerupuk mentah yang sudah kering digoreng pada suhu ± 170 0C, selama ± 30 detik, sehingga kerupuk goreng siap saji. Cara pembuatan kerupuk mengacu pada metode Tababaka (2004) yang dimodifikasi. Skema proses pembuatan kerupuk dapat dilihat pada Gambar 5.
3.5.
Pengamatan Pengamatan yang dilakukan meliputi uji organoleptik skala hedonik,
analisis fisika (uji kekerasan dan uji kemekaran) dan analisis kimia (kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat by difference, kadar kalsium dan kadar fosfor).
3.5.1. Uji Organoleptik Uji organoleptik untuk tingkat kesukaan dilakukan dengan uji hedonik. Sampel disajikan dengan memberikan nomor secara acak dan panelis sebanyak 30 orang diminta memberikan penilaian tingkat kesukaan terhadap penampakan, warna, aroma, rasa dan kerenyahan produk yang disajikan. Uji skala hedonik dilakukan berdasarkan tingkat kesukaan panelis dalam 7 skala kesukaan (1=sangat tidak suka, 2= tidak suka, 3= agak tidak suka, 4= netral, 5= agak suka, 6=suka, 7=sangat suka) (Soekarto 1985). Parameter yang diuji meliputi warna, aroma, rasa, tekstur, kerenyakan dan penampakan terhadap kerupuk yang telah diformulasikan dengan flavor udang. Hasil uji dianalisis dengan uji statistik non parametrik kruskal wallis, apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata maka dilanjutkan uji perbandingan ganda (Multiple comparison).
3.5.2. Analisis Fisik (1)
Kekerasan atau kerenyahan metode penetrometri (Ranggana 1986) Kekerasan atau kerenyahan diukur dengan menggunakan metode
penetrometer. Kerupuk direntangkan pada dasar alat penetrometer, kemudian ditusukkan jarum ke dalam kerupuk selama 1 detik.
Nilai kerenyahan atau
kekerasan dapat dilihat pada angka yang ditunjukkan oleh meter penunjuk. Semakin kecil nilai yang didapatkan, maka tingkat kerenyahannya semakin besar. (2) Uji kemekaran (Koesbandi 1974) Kemekaran kerupuk ikan ditetapkan dengan melihat perubahan luasan kerupuk sebelum dan sesudah digoreng, pengukuran panjang dan lebar irisan kerupuk menggunakan jangka sorong. Persentase kemekaran dihitung dengan rumus :
Kemekaran (%) =
L1 x100 L0
% Keterangan : L0 = Luas kerupuk mentah (panjang x lebar)
L1 = Luas kerupuk matang (panjang x lebar) 3.5.3. Analisis Kimia (1)
Analisis kadar air (AOAC 1995) Cawan kosong yang akan digunakan dikeringkan dalam oven selama
15 menit atau sampai didapat berat tetap, kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang. Sampel kira-kira sebanyak 2 g ditimbang dan diletakkan dalam cawan kemudian dipanaskan dalam oven selama 3-4 jam pada suhu 105-110 0C. Cawan kemudian didinginkan dalam desikator dan setelah dingin ditimbang kembali.
Persentasi kadar air (berat basah) dapat dihitung
dengan rumus sebagai berikut : Kadar air (%) =
B1 − B2 × 100% B
Keterangan : B = Berat sampel B1 = Berat (sampel+cawan) sebelum dikeringkan B2 = Berat (sampel+cawan) setelah dikeringkan
(2) Analisis kadar abu metode gravimetri (AOAC 1995) Cawan kosong dipanaskan dalam oven kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit. Sampel ditimbang kurang lebih 3 g diletakkan dalam cawan, kemudian dibakar dalam kompor listrik sampai tidak berasap. Cawan kemudian dimasukkan ke dalam tanur. Pengabuan dilakukan dalam dua tahap, tahap pertama pada suhu sekitar 450 0C dan tahap kedua pada suhu 550 0C, pengabuan dilakukan selama 2-3 jam.
Cawan kemudian didinginkan dalam
desikator, setelah dingin cawan kemudian ditimbang. Persentasi dari kadar abu dihitung menggunakan rumus sebagai berikut : Kadar abu (%) =
Bobot abu (g) × 100% Bobot sampel (g)
(3) Analisis kadar protein metode kjeldahl (AOAC 1995) Penentuan kadar protein menggunakan metode mikro Kjeldahl. Contoh (0,1 g) dan satu tablet kjeltab dimasukkan ke dalam tabung kjeldahl selama 1-1,5 jam sampai cairan jernih kemudian didinginkan. Isi labu dituangkan ke dalam alat destilasi, lalu dibilas 5-6 kali dengan akuades (20 ml). Air bilasan dimasukkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan larutan NaOH 40% sebanyak 20 ml. Cairan dalam ujung tabung kondensor ditampung dengan erlenmeyer 125 ml berisi larutan H3BO3 dan 3 tetes indikator (campuran metil merah 0,2% dalam alkohol dan metilen biru 0,2% dalam alkohol 2:1) yang ada di bawah kondensor. Destilasi dilakukan sampai diperoleh kira-kira 200 ml destilat yang bercampur dengan H3BO3 dan indikator dalam erlenmeyer.
Destilat dititrasi
dengan larutan HCl 0,1 N sampai terjadi perbahan warna menjadi merah. Hal yang sama juga dilakukan terhadap blanko.
(ml HCl - ml HCl blanko) x N HCl x 14,007 x 100% mg sampel Protein (%) = %N x faktor konversi (6,25) N (%) =
(4) Analisis kadar lemak (AOAC 1995) Contoh sebanyak 0,5 g ditimbang dan dibungkus dengan kertas saring kemudian diletakkan pada alat ekstraksi soxlet yang dipasang di atas kondensor
serta labu lemak di bawahnya. Pelarut heksana dituangkan ke dalam labu lemak secukupnya sesuai dengan ukuran soxhlet yang digunakan dan dilakukan refluks selama minimal 16 jam sampai pelarut turun kembali ke dalam labu lemak. Pelarut di dalam labu lemak didestilasi dan ditampung. Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105 0C selama 5 jam. Labu lemak kemudian didinginkan dalam desikator selama 20-30 menit dan ditimbang.
Lemak (%) =
(5)
Berat lemak (g) x 100% Berat sampel
Analisis kadar karbohidrat by difference Kadar karbohidrat ditentukan by difference yaitu hasil pengurangan dari
100% dengan kadar air, kadar protein, kadar lemak dan kadar abu, sehingga kadar karbohidrat tergantung pada pengurangannya. Hal ini karena karbohidrat sangat berpengaruh kepada kandungan zat gizi lainnya.
Penentuan dengan cara ini
kurang akurat dan merupakan perhitungan kasar sebab karbohidrat yang dihitung termasuk serat kasar yang tidak menghasilkan energi. Serat kasar adalah fraksi karbohidrat yang sukar dicerna. Kadar karbohidrat (%) = 100% - % kadar (air + protein + lemak + abu)
(6)
Analisis kadar kalsium (AOAC 1995) Penetapan kadar kalsium dilakukan dengan mengukur sampel yang sudah
didestruksi secara basah pada Atomic Absorption Spectrofotometri (AAS) dengan menggunakan panjang gelombang 420 nm. Sampel didestruksi dengan campuran asam lalu dipisahkan residunya. Larutan stok standar kalsium 1000 ppm dibuat dengan cara menimbang 2,497 g CaCO3 kemudian dilarutkan dengan asam nitrat 1:4 sampai 1 liter. Larutan standar dibuat dari larutan stok 100 ppm. Seri larutan standar yang digunakan adalah 0, 2, 5, 10 dan 20 ppm dengan volume 100 ml. larutan tersebut diukur absorbansinya dengan AAS. Dari nilai absorbansi yang dihasilkan AAS pada seri larutan standar didapat hubungan antara konsentrasi dengan absorben,
melalui persamaan garis lurus Y = a + bx (Y = nilai absorbansi; a = Intersep; b : Slope; dan x = konsentrasi). Analisis kadar kalsium sampel dilakukan dengan menimbang 0,1 g sampel halus yang kemudian dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 10 ml dan ditambahkan 10-13 ml campuran asam yang terdiri dari HNO3, HClO4 dan HCl (perbandingan 6:6:1), larutan didekstruksi sampai berwarna jernih kemudian didinginkan. Setelah dingin campuran hasil dekstruksi disaring dengan kertas saring whatman. Pada saat penyaringan, labu kjeldahl dan corong dibilas dengan air bebas ion sebanyak 4 kali. Volume hasil penyaringan ditera hingga 100 ml dan siap diukur pada AAS dengan panjang gelombang 420 nm. Perhitungan kadar kalsium ditetapkan dengan rumus sebagai berikut : Ca (%) =
(ml aliquot/10 0) x FP x (ppm sampel - ppm blanko) x 100% mg sampel
Keterangan : FP
= Faktor Pengenceran
Ca (mg/100 g) = % Ca x 1000
(7)
Analisis fosfor metode Taussky (Anggraeni 2003)
Preparasi larutan : 1. Larutan A (Asam Trikloro Asetat + TCA 17%), sebanyak 17 g TCA dilarutkan dalam akuades 100 ml. 2. Larutan B ((NH4)6MoO24.4H2O) 10% = Amonium Molibdat. Sebanyak 10 g Amonium Molibdat diencerkan dengan 60 ml akuades dalam labu takar, kemudian ditambahkan 28 ml H2SO4 secara bertahap dan diencerkan dengan akuades hingga 100 ml. 3. Larutan C (dibuat sesaat sebelum analisis) Larutan B diambil sebanyak 10 ml kemudian ditambahkan dengan 60 ml akuades dan 5 g FeSO4.7H2O dalam labu takar dan diencerkan hingga 100 ml. Pembuatan larutan standar : Dilarutkan 4,394 g KH2PO4 dalam akuades sampai 100 ml agar didapatkan konsentrasi fosfor sebesar 1000 ppm. Sebanyak 10 ml larutan tersebut kemudian diencerkan dengan penambahan akuades hingga 400 ml dan didapatkan
konsentrasi sebesar 25 ppm. Kemudian dibuat konsentrasi larutan standar P =2, 3, 4 dan 5 ppm dalam 5 ml dengan mengambil larutan standar 25 ppm berturut-turut sebanyak 0,4; 0,6; 0,8 ; 1,0 ml. Masing-masing volume tersebut ditamabahkan 2 ml larutan C dan akuades hingga 5 ml, kemudian dibaca dalam spektrofotometer dengan panjang gelombang 660 nm. Penetapan sampel : Diambil 0,2 ml sampel ditambah 1 ml akuades dan 2,5 ml larutan A. Kemudian larutan divortex dan disentrifuse dalam 2500 rpm selama 10 menit. Filtrat larutan dipipet ke dalam kuvet sebanyak 3 ml dan dibaca pada panjang gelombang 660 nm. Perhitungan : Nilai absorbansi larutan standar 2, 3, 4 dan 5 ppm diukur dan diregresikan sehingga didapatkan persamaan Y = a + bx (Y = nilai absorbansi sampel (y) dimasukkan untuk mendapatkan nilai konsentrasi sampel (x).
(8)
Kadar merkuri (Hg) Prinsip dari kadar merkuri (Hg) yaitu contoh dicerna dan dioksidasi
dengan campuran H2SO4-HNO3. Sebanyak 3-5 g contoh ditimbang di erlenmeyer dan ditambahkan 25 ml H2SO4 18 N, 20 ml HNO3 7 N dan 1 ml sodium molibdat 2%. Erlenmeyer ini kemudian dengan cepat dihubungkan dengan kondensor dan digoyang-goyang hingga tercampur.
Selanjutnya air dingin dialirkan melalui
kondensor selama pemanasan dilakukan. Pemanasan dilakukan selama 1 jam dan kemudian erlenmeyer didinginkan selama 15 menit.
Setelah itu ke dalam
erlenmeyer ditambahkan 20 ml HNO3+HClO4 (1+1) dan dipanaskan selama 10 menit. Selanjutnya erlenmeyer didinginkan dan ditambahkan 10 ml H2O melalui kondensor. Kemudian erlenmeyer dipanaskan lagi selama 10 menit dan dibilas dengan HCl encer 15 ml. Lalu erlenmeyer didinginkan kembali dan ditepatkan 50 ml dengan H2O demineralisasi. Selanjutnya contoh siap dipreparasi untuk pembuatan standar adisi. Larutan standar Hg yang digunakan adalah 0, 5, 10 dan 20 ppm. Pembuatan larutan standar dengan konsentrasi 0 ppm ditambahkan 10 ml contoh ke labu takar 250 ml dan ditera dengan H2O sampai 25 ml. Pembuatan larutan standar dengan konsentrasi 5 ppm ditambahkan 1 ml larutan standar Hg 125 ppm,
10 ml contoh dan ditera dengan H2O sampai 25 ml. Pembuatan larutan standar dengan konsentrasi 20 ppm ditambahkan 4 ml larutan standar Hg 125 ppm, 10 ml contoh dan ditera dengan H2O sampai 25 ml.
Pembuatan larutan contoh,
sebanyak 25 ml contoh dimasukkan ke labu takar 25 ml. setelah siap dilanjutkan dengan pengukuran AAS.
3.6.
Rancangan Percobaan dan Analisis Data (Steel dan Torrie 1993) Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktor tunggal dengan dua kali ulangan pada faktor perbandingan flavor kepala udang dan air yang terdiri dari empat perlakuan, yaitu 1:1 (1 kg kepala udang : 1 liter air), 1:2 (1 kg kepala udang : 2 liter air), 1:3 (1 kg kepala udang : 3 liter air), 1:4 (1 kg kepala udang : 4 liter air). Model rancangan menurut Steel dan Torrie (1993) adalah : Yij = α + Ai + εij Keterangan : Yij = Nilai Pengamatan pada satuan pengamatan ke-j yang mendapat perlakuan i
α
= Nilai rata-rata pengamatan
Aij = Pengaruh faktor penambahan flavor udang pada level ke-i εij = sisaan (galat) perlakuan ke-i ulangan ke-j Hipotesis yang digunakan adalah : H0 : faktor penambahan flavor udang tidak signifikan H1 : faktor penambahan flavor udang signifikan Data hasil uji organoleptik diuji dengan uji nonparametrik Kruskal Wallis. Uji Kruskal Wallis ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang nyata antara perlakuan dan rangking. Apabila hasil analisis menunjukkan adanya pengaruh nyata maka dilanjutkan dengan uji Multiple Comparison yang bertujuan untuk mengetahui perlakuan mana saja yang memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap parameter yang dianalisis.
Langkah-langkah metode pengujian Kruskal Wallis adalah sebagai berikut : 1) Merumuskan H0 dan H1 2) Perangkingan 3) Membuat tabel rangking 4) Mengitung jumlah T(t-1)(t+1) 5) Menghitung faktor koreksi atau pembagi
Pembagi = 1 -
T (n - 1)(n + 1)n
6) Menghitung H 2 12 Ri H= ∑ n − 3 (n + 1) i n (n + 1)
7 ) Menghitung H’
H' =
H Pembagi
8) Melihat X2 tabel dengan α : 0,05 db (v) = k-1 Jika x2 hitung > x2 tabel = tolak H0 = uji lanjut Multiple Comparison Jika x2 hitung < x2 tabel = gagal tolak H0 Keterangan : T
= (t-1)(t+1)
ni
= banyaknya pengamatan dalam perlakuan
R i2
= jumlah rangking dalam perlakuan ke-i
t
= banyaknya pengamatan seri dalam kelompok
H’
= H terkoreksi Hasil yang berbeda nyata diuji dengan uji lanjut Multiple Comparison
dengan rumus sebagai berikut :
R ' i − R ' j >< Z a / k ( k −1)
N ( N + 1) 1 1 + n n 12 j i
Keterangan : R’i
= rata – rata rangking perlakuan ke-i
R’j
= rata – rata rangking perlakuan ke-j
N
= banyaknya data
K
= banyaknya perlakuan
ni
= jumlah data perlakuan ke-i
nj
= jumlah data perlakuan ke-j
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan
formula terpilih dengan penambahan tepung cangkang rajungan. Kerupuk dengan penambahan tepung cangkang rajungan dibuat dalam lima formula. Persentase tepung cangkang rajungan yang ditambahkan adalah 0%, 5%, 10%, 15% dan 20%. Persentase tepung cangkang rajungan dalam formula yang ditambahkan berdasarkan penambahan tepung tulang ikan yang dilakukan Tababaka (2004) dalam pembuatan kerupuk. Penentuan konsentrasi tepung cangkang rajungan terpilih yang dibuat kerupuk ditentukan secara organoleptik skala hedonik.
Uji skala hedonik
dilakukan berdasarkan tingkat kesukaan panelis dalam skala kesukaan (1= sangat tidak suka, 2= tidak suka, 3= agak tidak suka, 4= netral, 5= agak suka, 6= suka, 7= sangat suka) (Soekarto 1985). Parameter yang diuji meliputi warna aroma, rasa, tekstur, kerenyahan dan penampakan dari kerupuk. Kerupuk matang dengan penambahan konsentrasi tepung cangkang rajungan disajikan pada Gambar 8.
Gambar 8. Kerupuk matang dengan penambahan konsentrasi tepung cangkang rajungan Penilaian organoleptik diuji dengan Kruskal Wallis untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang nyata antara perlakuan. Parameter penilaian uji organoleptik skala hedonik terdiri atas penampakan, aroma, rasa, warna dan kerenyahan yang nilainya dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5.
Nilai rata-rata rata organoleptik skala hedonik kerupuk matang dengan penambahan tepung cangkang rajungan. Konsentrasi tepung cangkang rajungan
Parameter
0% 5% Penampakan 5.10 ab 4.80 a Aroma 5.13 b 4.50 ab Rasa 4.97 ab 4.63 a Warna 5.37 ab 5.07 a Kerenyahan 4.97 a 4.33 a Rata-rata 5.11 4.67 Ket : Angka-angka angka dalam kolom yang sama dan
10% 5.20 b 4.73 ab 5.53 b 5.43b 5.47 b 5.27
15% 5.03 b 4.70 ab 4.90 ab 4.67 ab 5.27 b 4.91
20% 4.57 a 4.03 a 3.97 a 4.47 a 5.13 ab 4.43
diikuti oleh huruf superscript berbeda menunjukkan berbeda nyata (P<0,05), sedangkan yang diikuti huruf superscript sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05)
(a,b) (a,b)
Berdasarkan uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa penambahan flavor cair berpengaruh nyata pada tingkat kesukaan terhadap parameter penampakan, aroma, rasa, warna dan kerenyahan. Hasil organoleptik menunjukkan bahwa kerupuk dengan penambahan tepung cangkang rajungan 10% memiliki nilai ratarata tertinggi pada setiap parameter. Diagram nilai rata-rata rata rata organoleptik skala hedonik kerupuk dengan perlakuan penambahan tepung tep cangkang rajungan pada berbagai konsentrasi dapat dilihat pada Gambar 9.
Nilai rata-rata organoleptik
6.00
5.11
5.27 4.67
4.91 4.43
5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 0%
5%
10%
15%
20%
Konsentrasi tepung cangkang rajungan
Gambar 9. Diagram batang nilai rata rata-rata organoleptik rganoleptik skala hedonik kerupuk dengan penambahan tepung cangkang rajungan. Gambar 9 menunjukkan bahwa hasil penerimaan panelis terhadap semua perlakuan pada kerupuk memiliki nilai rata-rata rata rata tidak terlalu jauh. Oleh karena
itu, dari lima formula kerupuk tersebut, terpilih kerupuk dengan penambahan tepung cangkang rajungan 10% yang digunakan pada penelitian utama karena memiliki nilai penerimaan tertinggi oleh panelis. 4.2.
Penelitian Utama Penelitian utama merupakan lanjutan dari penelitian pendahuluan, yakni
produk terpilih dari penelitian pendahuluan yaitu kerupuk dengan penambahan tepung cangkang rajungan sebanyak 10% diberi perlakuan penambahan flavor dalam bentuk filtrat cair (kaldu) kepala udang. Pembuatan kaldu kepala udang dilakukan dengan menggunakan metode Suptidjah et al. (1994) yang dimodifikasi. Dalam pembuatan kaldu udang perbandingan kepala udang dengan air yang digunakan adalah 1:1 (1 kg kepala udang : 1 liter air), 1:2 (1 kg kepala udang : 2 liter air), 1:3 (1 kg kepala udang : 3 liter air), 1:4 (1 kg kepala udang : 4 liter air). Berdasarkan uji organoleptik skala hedonik akan dipilih satu sampel kerupuk terbaik atau kerupuk yang paling disukai oleh panelis.
Adapun contoh lembar penelitian organoleptik dapat dilihat pada
Lampiran 1, sedangkan hasil penilaian panelis dapat dilihat pada Lampiran 2. Kerupuk berkalsium dengan penambahan flavor cair kepala udang disajikan pada Gambar 10.
Gambar 10. Kerupuk berkalsium dengan penambahan flavor cair kepala udang perlakuan perbandingan kepala udang dan air
4.2.1. Penampakan Penampakan merupakan parameter organoleptik yang penting karena sifat sensori yang pertama kali dilihat oleh konsumen. Pada umumnya konsumen memilih makanan yang memiliki penampakan menarik (Soekarto 1985).
Hasil
uji
kesukaaan
terhadap
penampakan
kerupuk
berkalsium
menunjukkan bahwa nilai rata-rata rata rata kesukaan terhadap penampakan kerupuk berkalsium dengan penambahan flavor cair kepala kepala udang adalah 4,27 (agak suka) sampai 5,52 (suka) tingkat kesukaan tertinggi terhadap penampakan terdapat pada kerupuk berkalsium A4 (flavor cair dengan perbandingan kepala kepala udang dan air 1 : 4) dan terendah pada kerupuk berkalsium A1 (flavor ca cair dengan perbandingan kepala udang dan air 1 : 1).
Diagram batang nilai rata rata-rata
Nilai rata-rata penampakan
penampakan kerupuk dapat dilihat pada Gambar 11.
6
5,33 b
5,18 ab
5,23 ab
5,52 b
A2
A3
A4
4,72 a
5 4 3 2 1 0 A0
A1
Perlakuan Angka-angka angka dalam kolom yang sama dan diikuti oleh huruf superscript berbeda menunjukkan berbeda nyata (P<0,05), sedangkan s yang diikuti huruf superscript sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05)
(a,b) (a,b)
Gambar 11. Diagram batang nilai rata-rata rata penampakan kerupuk berkalsium rkalsium dengan perlakuan penambahan flavor cair kepala udang Berdasarkan uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa penambahan flavor cair berpengaruh nyata pada tingkat kesukaan terhadap penampakan kerupuk berkalsium. Hasil uji lanjut Multiple Comparison menunjukkan bahwa kerupuk berkalsium A4 (perbandingan kepala udang dan air 1:4) berbeda nyata de dengan kerupuk berkalsium A1 (perbandingan kepala udang dan air 1:1), akan tetapi tidak berbeda nyata dengan kerupuk berkalsium A2 (perbandingan kepala udang dan air 1:2), A3 (perbandingan kepala udang dan air 1:3) dan A0 (kerupuk kontrol). Tingkat kesuka kesukaan an panelis terhadap kerupuk berkalsium mengalami kenaikan seiring dengan bertambahnya jumlah air yang digunakan dalam pembuatan kaldu kepala udang. Semakin banyak air yang digunakan dalam
perbandingan pembuatan kaldu kepala udang maka menghasilkan kaldu ya yang lebih encer. Hal ini dapat mempengaruhi penilaian panelis terhadap kerupuk yang dihasilkan karena kerupuk dengan perbandingan air yang lebih banyak akan menghasilkan kerupuk dengan penampakan lebih cerah.
4.2.2. Warna Mutu bahan pangan pada umumnya tergantung ergantung pada beberapa faktor. Faktor-faktor faktor tersebut antara lain cita rasa, tekstur, nilai gizi, mikrobiologis dan warna. Sebelum faktor lain dipertimbangkan, secara visual faktor warna akan tampil lebih dulu (Winarno 1997).
Faktor warna tersebut akan m menjadi
pertimbangan pertama ketika bahan makanan itu dipilih. Suatu bahan pangan yang dinilai bergizi dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau memberi kesan telah menyimpang dari warna seharusnya (Soekarto 1985). Diagram batang nilai ratarata rata warna kerupuk dapat dilihat pada Gambar 12. 5,55 b
Nilai rata-rata warna
6
4,90 a
5,32 ab
5,43 ab
A2
A3
5,73 b
5 4 3 2 1 0 A0
A1
A4
Perlakuan Angka-angka angka dalam kolom yang sama dan diikuti oleh huruf superscript berbeda menunjukkan berbeda nyata (P<0,05), sedangkan yang diikuti huruf superscript sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05)
(a,b) (a,b)
Gambar 12. Diagram batang nilai rata-rata warna kerupuk berkalsium dengan perlakuan penambahan flavor cair kepala udang Berdasarkan uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa penambahan flavor cair berpengaruh ruh nyata pada tingkat kesukaan terhadap warna kerupuk berkalsium. Hasil uji lanjut Multiple Comparison menunjukkan bahwa kerupuk
berkalsium A1 (perbandingan kepala udang dan air 1:1) berbeda nyata dengan kerupuk berkalsium A4 (perbandingan kepala udang dan air 1:4) dan A0 (kerupuk kontrol), akan tetapi tidak berbeda nyata dengan kerupuk berkalsium A2 (perbandingan kepala udang dan air 1:2) dan kerupuk berkalsium A3 (perbandingan kepala udang dan air 1:3). Nilai rata-rata kesukaan terhadap warna kerupuk berkalsium dengan penambahan flavor cair kepala udang antara 4,90 (agak suka) sampai 5,73 (suka). Tingkat kesukaan tertinggi terdapat pada kerupuk berkalsium A4 (flavor cair dengan perbandingan kepala udang dan air 1 : 4) dan terendah pada kerupuk berkalsium A1 (flavor cair dengan perbandingan kepala udang dan air 1 : 1). Gambar 12 menunjukkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap warna kerupuk berkalsium mengalami kenaikan seiring dengan bertambahnya jumlah air yang digunakan dalam pembuatan flavor cair kepala udang. Semakin banyak jumlah air yang digunakan, maka akan menghasilkan flavor cair yang lebih encer. Hal ini mempengaruhi dalam pembuatan kerupuk dan menghasilkan warna kerupuk lebih cerah. Pengaruh penggorengan juga menyebabkan kerupuk berwarna kuning kecoklatan.
Berubahnya warna karena penggorengan
disebabkan adanya reaksi browning non enzimatis, yaitu reaksi antara karbohidrat dan protein, khususnya gula pereduksi dengan gugus asam amino primer. Tingkat intensitas warna ini tergantung dari lama penggorengan, suhu penggorengan dan komposisi kimia pada permukaan luar bahan pangan (Ketaren 1986).
4.2.3. Aroma Aroma lebih banyak berhubungan dengan panca indera pembau. Baubauan baru dapat dikenali, bila terbentuk uap dan molekul-molekul komponen bau yang menyentuh silia sel olfaktori. Pada umumnya bau yang diterima oleh hidung dan otak lebih banyak merupakan campuran empat bau utama yaitu harum, asam, tengik dan hangus (Winarno 1997). Kelezatan suatu makanan sangat ditentukan oleh faktor aroma. Dalam banyak hal aroma menjadi daya tarik sendiri dalam menentukan rasa enak dari produk makanan (Soekarto 1985). Hasil uji kesukaan terhadap kerupuk berkalsium menunjukkan bahwa nilai rata-rata kesukaan terhadap aroma kerupuk berkalsium dengan penambahan
flavor cair kepala udang adalah 4,82 (agak suka) sampai 5,52 (suka). Tingkat kesukaan tertinggi terdapat pada kerupuk berkalsium A2 (flavor cair dengan perbandingan kepala udang dan air 1 : 2) dan dan terendah terdapat pada kerupuk A A0 (kerupuk kontrol).
Diagram batang nilai rata-rata aroma kerupuk berkalsium
dengan perlakuan penambahan flavor cair kepala udang dapat dilihat pada Gambar 13.
Nilai rata-rata aroma
6
4,82 a
5,13 b
5,52 b 4,93 ab
4,83 a
5 4 3 2 1 0 A0
A1
A2
A3
A4
Perlakuan Angka-angka angka dalam kolom yang sama dan diikuti oleh huruf superscript berbeda menunjukkan berbeda nyata (P<0,05), sedangkan yang diikuti huruf superscript sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05)
(a,b) (a,b)
Gambar 13. Diagram batang nilai rata-rata aroma kerupuk berkalsium dengan perlakuan erlakuan penambahan flavor cair kepala udang Gambar 13 menunjukkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap aroma kerupuk berkalsium mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya jumlah air yang digunakan dalam pembuatan flavor cair. Semakin sedikit perbandingan air yang digunakan igunakan dalam pembuatan flavor cair menyebabkan aroma udang pada kerupuk cenderung semakin kuat. Berdasarkan hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa penambahan flavor cair berpengaruh nyata pada tingkat kesukaan terhadap aroma kerupuk berkalsium. Hasil uji lanjut Multiple Comparison menunjukkan bahwa kerupuk berkalsium A2 (perbandingan perbandingan kepala udang dan air 1:2) 1:2 berbeda nyata dengan kerupuk berkalsium A4 (perbandingan kepala udang dan air 1:4) dan kerupuk A0 (kerupuk kontrol), akan kan tetapi tidak berbeda berb nyata dengan kerupuk berkalsium A1
(perbandingan kepala udang dan air 1:1) dan kerupuk berkalsium A3 (perbandingan kepala udang dan air 1:3). Hal ini diduga bahwa flavor cair dengan perbandingan udang dan air 1:2 merupakan perbandingan yang optimal sehingga kerupuk yang dihasilkan mempunyai aroma yang dipaling disukai oleh panelis. Pada pembuatan flavor cair, kepala udang dihancurkan sebelum perebusan.
Penghancuran bahan ini bertujuan agar kepala udang terekstrak
sempurna.
Penghancuran bahan diperkirakan dapat meningkatkan efektivitas
ekstraksi, karena kerusakan sel sehingga memudahkan keluarnya senyawa flavor. Senyawa pembentuk flavor biasanya terdistribusi pada bahan yang sebagian terikat dalam bentuk ikatan lemak, protein dan air. Penghancuran menyebabkan permukaan bahan menjadi semakin luas sehingga rasio luas permukaan terhadap volume bahan semakin besar.
Dengan demikian, kemampuan untuk melepas
komponen flavornya semakin besar. Oleh sebab itu, filtrat yang dihasilkan dari kepala udang yang dihancurkan mempunyai aroma yang tajam (Saleh et al. 1996). 4.2.4. Rasa Rasa merupakan faktor penting untuk menentukan diterima atau tidaknya suatu produk makanan. Walaupun semua parameter normal, tetapi tidak diikuti oleh rasa yang enak maka makanan tersebut tidak akan diterima oleh konsumen. Rasa lebih banyak melibatkan indera pengecap (Winarno 1997).
Walaupun
warna, aroma, dan tekstur baik, jika rasanya tidak enak, maka makanan tersebut tidak akan diterima. Oleh karena itu, rasa merupakan faktor penting lainnya dalam keputusan terakhir konsumen untuk menerima atau menolak suatu makanan. Hasil uji kesukaan terhadap kerupuk menunjukkan bahwa nilai rata-rata kesukaan terhadap rasa kerupuk berkalsium dengan penambahan flavor cair kepala udang adalah 4,97 (agak suka) sampai 5,57 (suka). Tingkat kesukaan tertinggi terdapat pada kerupuk berkalsium A2 (flavor cair dengan perbandingan kepala udang dan air 1 : 2) dan terendah terdapat pada kerupuk A0 (kerupuk kontrol).
6
5,32 ab
5,57 b
5,42 ab
5,30 ab
A3
A4
4,97 a
Nilai rata-rata rasa
5 4 3 2 1 0 A0
A1
A2 Perlakuan
Angka-angka angka dalam kolom yang sama dan diikuti oleh huruf superscript berbeda menunjukkan berbeda nyata (P<0,05), sedangkan yang diikuti huruf superscript sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05)
(a,b) (a,b)
Gambar 14. Diagram batang nilai rata-rata rasa kerupuk berkalsium dengan perlakuan penambahan flavor cair kepala udang Berdasarkan hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa penambahan flavor cair berpengaruh nyata pada tingkat kesukaan terhadap rasa kerupuk berkalsium. Hasil uji ji lanjut Multiple Comparison menunjukkan bahwa kerupuk berkalsium A2 (perbandingan perbandingan kepala udang dan air 1:2) 1:2 berbeda nyata dengan kerupuk A0 (kerupuk kontrol), kontrol akan kan tetapi tidak berbeda nyata dengan kerupuk berkalsium A1 (perbandingan kepala udang dan air 1:1), kerupuk berkalsium A3 (perbandingan kepala udang dan air 1:3) dan kerupuk berkalsium A4 (perbandingan kepala udang dan air 1:4). Hal ini diduga bahwa flavor cair dengan perbandingan udang dan air 1:2 merupakan perbandingan perbandingan yang optimal sehingga kerupuk yang dihasilkan mempunyai rasa yang dipaling disukai oleh panelis. 4.2.5. Kerenyahan Salah satu faktor yang menentukan penerimaan konsumen terhadap kerupuk adalah kerenyahan. Hasil uji kesukaan terhadap kerupuk berkalsium menunjukkan bahwa nilai rata-rata rata rata kesukaan terhadap kerenyahan kerupuk berkalsium dengan penambahan flavor cair kepala udang adalah 5,03 (agak suka) sampai 5,30 (suka).
Tingkat kesukaan tertinggi terdapat pada kerupuk A0
(kerupuk kontrol) dan terendah erendah terdapat pada kerupuk berkalsium A4 (flavor cair dengan perbandingan kepala udang dan air 1: 4)
Nilai rata-rata kerenyahan
6
5,30
5,07
5,28
5,18
5,03
5 4 3 2 1 0 A0
A1
A2
A3
A4
Perlakuan Angka-angka angka dalam kolom yang sama dan diikuti oleh huruf superscript berbeda menunjukkan berbeda nyata (P<0,05), sedangkan yang diikuti huruf superscript sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05)
Gambar 15.
(a,b) (a,b)
Diagram batang nilai rata-rata kerenyahan kerupuk berkalsium dengan perlakuan penambahan flavor cair kepala udang
Berdasarkan hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa penambaha penambahan flavor cair tidak berpengaruh nyata pada tingkat kesukaan terhadap kerenyahan kerupuk berkalsium. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat tingkat kesukaan yang cenderung sama terhadap kerenyahan kelima kerupuk tersebut.
Hal ini
disebabkan karena kerupuk yang yang diuji dibuat dari formula yang sama sehingga kerupuk tersebut memiliki tingkat kerenyahan yang sama. Kerenyahan pada kerupuk berhubungan dengan proses gelatinisasi pati dalam adonan kerupuk. Kandungan amilopektin yang tinggi pada tepung tapioka menyebabkan bkan granula pati mudah membengkak dalam air panas sehingga proses pembentukan gel sempurna.
Pembengkakan granula pati disebabkan oleh
molekul-molekul molekul air yang berpenetrasi ke dalam granula dan terperangkap ke dalam susunan molekul-molekul molekul amilosa dan amilopektin. Semakin naik suhu suspensi pati dalam air, maka pembengkakan granula semakin besar (Muchtadi et al. 1988).
4.3.
Kandungan Zat Gizi dan Sifat Fisika Kerupuk Analisis kandungan zat gizi dilakukan pada kerupuk terbaik dari hasil uji
organoleptik. Pemilihan kerupuk terbaik didasarkan pada produk yang mendapatkan nilai rata-rata kesukaan panelis tertinggi. Uji kesukaan dilakukan pada 5 parameter yaitu warna, rasa, aroma , penampakan dan kerenyahan. Hasil pemilihan tersebut juga diperkuat oleh hasil uji Kruskal Wallis dan Multiple Comparison Test. Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa dari segi aroma, rasa dan kerenyahan kerupuk berkalsium dengan penambahan flavor cair dengan perbandingan kepala udang dan air 1 : 2. Hal ini ditunjukkan dengan nilai ratarata organoleptik tertinggi pada aroma yaitu 5,52 (suka), rasa 5,57 (suka) dan kerenyahan 5,28 (suka), sedangkan untuk warna dan penampakan panelis lebih menyukai dengan penambahan flavor cair dengan perbandingan kepala udang dan air 1 : 4. Berdasarkan hasil uji organoleptik diatas dapat disimpulkan bahwa kerupuk berkalsium dengan penambahan flavor cair dengan perbandingan kepala udang dan air 1 : 2 merupakan kerupuk yang paling disukai panelis, sehingga penambahan flavor cair kepala udang yang sesuai untuk pembuatan kerupuk berkalsium adalah flavor cair dengan perbandingan kepala udang dan air 1 : 2. Analisis kandungan zat gizi dilakukan pada kerupuk terbaik yaitu kerupuk berkalsium dengan penambahan flavor cair dengan perbandingan kepala udang dan air 1 : 2 dan kontrol sebagai pembanding. Parameter yang diuji terdiri dari kadar air, protein, karbohidrat, lemak, abu, kalsium, fosfor dan logam berat, serta uji fisik terdiri dari tingkat kekerasan dan uji kemekaran. Hasil analisis fisika kimia kerupuk terbaik beserta SNI kerupuk sebagai pembanding disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Hasil analisis kimia kerupuk berkalsium dan SNI kerupuk udang sebagai pembanding Kerupuk Mentah Kerupuk matang Parameter SNI 1992 Kontrol 1 : 2 Kontrol 1:2 Tingkat kekerasan (gf) 314.65 292.7 Uji kemekaran (%) 59,81 59,28 Air (%) Maks 12 12,16 10,69 3,03 1,97 Protein (%) Min 4 0,62 2,58 0,39 1,08 Lemak (%) Maks 0,8 0,90 1,32 53,56 47,40 Abu (%) Maks 11 0,46 5,52 0,36 3,24 Karbohidrat (%) 85,95 80,19 42,56 46,32 Cemaran logam berat Tidak nyata -* -* (Hg) Kalsium (mg/100 g bk) 87,6 2435,0 59,2 1803,6 5 5 Fosfor (mg/100 g bk) 13,25 123,3 8,65 115,3 Ket : - = tidak dilakukan analisis -* = tidak terdeteksi
4.3.1. Kadar air Tingkat kadar air tertentu pada kerupuk diperlukan untuk menghasilkan tekanan uap yang maksimal pada saat kerupuk tersebut digoreng. Tekanan uap yang maksimal dapat mengembangkan gel pati pada kerupuk sehingga kerupuk mentah bisa mengembang (Wiriano 1984).
14
12,16 10,69
Kadar air (%)
12 10 8 mentah
6
3,03 1,97
4
matang
2 0 A0
A2 Perlakuan
Gambar 16.
Kadar air kerupuk berkalsium mentah dan kerupuk berkalsium matang dengan perlakuan penambahan flavor cair kepala udang
Hasil analisis menunjukkan kadar air pada kerupuk mentah kontrol (A0) adalah 12,16% dan untuk kerupuk matang kontrol (A0) adalah 3,03%, sedangkan untuk kerupuk berkalsium mentah dengan penambahan flavor cair dengan perbandingan kepala udang dan air 1:2 (A2) adalah 10,69% dan untuk kerupuk matangnya adalah 1,97%. Menurut SNI 1992 kadar air untuk kerupuk maksimal sebesar 12%, maka kadar air yang dihasilkan kerupuk berkalsium sudah memenuhi standar SNI. Berdasarkan uji kadar air pada kerupuk mentah berkalsium dengan penambahan flavor cair dengan perbandingan kepala udang dan air 1:2 mempunyai kadar air lebih rendah daripada kerupuk tanpa penambahan apapun atau kontrol.
Hal ini diduga karena adanya penambahan tepung cangkang
rajungan menyerap air dalam kerupuk. Kandungan air dalam bahan makanan mempengaruhi daya tahan bahan makanan terhadap serangan mikroba yang dinyatakan dengan aw, yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya (Winarno 1992). Kadar air pada kerupuk matang kontrol maupun kerupuk dengan penambahan flavor cair lebih rendah daripada kadar air pada kerupuk mentah kontrol maupun dengan penambahan flavor cair. Hal ini disebabkan pada saat penggorengan, air dalam kerupuk mentah menguap sehingga kadar air dalam kerupuk goreng menjadi lebih rendah.
Menurut Ketaren (1986), selama
penggorengan berlangsung sebagian minyak masuk ke dalam ruang yang kosong dalam bahan pangan yang mulanya diisi oleh air.
4.3.2 Kadar abu Abu adalah residu organik dari pembakaran bahan-bahan anorganik. Abu sisa pembakaran pada analisis kadar abu menunjukkan banyaknya kandungan zat anorganik dalam produk tersebut, sedangkan yang menguap menunjukkan kandungan zat organik. Biasanya komponen tersebut terdiri dari kalsium, kalium, natrium, besi, mangan, magnesium, dan iodium. Unsur-unsur mineral tersebut di dalam tubuh berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur (Winarno 1997). Nilai kadar abu kerupuk mentah dan matang disajikan pada Gambar 17.
5,22
6
Kadar abu (%)
5 3,24
4 3
mentah matang
2 0,46
0,36
1 0 A0
A2 Perlakuan
Gambar 17. Kadar abu kerupuk berkalsium mentah dan kerupuk berkalsium matang dengan perlakuan penambahan mbahan flavor cair kepala udang Kadar abu kerupuk mentah kontrol (A0) adalah 0,46% dan kerupuk matang untuk kerupuk kontrol (A0) adalah 0,36%. Kadar abu kerupuk berkalsium mentah dengan penambahan flavor cair dengan perbandingan kepala udang dan air 1:2 (A2) adalah 5,22% kerupuk berkalsium matang dengan penambahan flavor cair dengan perbandingan kepala udang dan air 1:2 (A2) adalah 3,24%. Hasil analisis abu pada kerupuk berkalsium dengan penambahan flavor cair kepala udang lebih besar daripada kerupuk ko kontrol. ntrol. Hal ini diduga karena adanya penambahan tepung cangkang rajungan sebesar 10%. Tepung rajungan tersebut mengandung mineral mineral-mineral mineral seperti kalsium dan fosfor sehingga menyebabkan kadar abunya lebih tinggi.
Tingginya kadar abu tersebut
menguntungkann apabila ditinjau dari segi nutrisi karena sebagian besar tepung cangkang rajungan mengandung unsur kalsium dan fosfor yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Menurut SNI 1992 kadar abu untuk kerupuk maksimal adalah 11%, maka kadar abu yang dihasilkan kerupuk sudah memenuhi standar SNI.
4.3.3. Kadar protein Protein merupakan suatu su tu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh manusia. Protein dalam tubuh berfungsi sebagai bahan bakar, bahan baha pengatur dan pembangun. Selama proses pencernaan, protein akan diubah menjadi asam asam-asam
amino (unit penyusun protein) yang kemudian akan diserap oleh tubuh. Pada umumnya kadar protein dalam pangan menentukan mutu bahan pangan tersebut (Winarno 1991). Kadar protein kerupuk berkalsium mentah dengan penambahan flavor flav cair dengan perbandingan kepala udang dan air 1:2 (A2) (A adalah 2,58% % sedangkan kadar protein kerupuk berkalsium matang dengan penambahan flavor cair dengan perbandingan kepala udang dan air 1:2 (A2) (A adalah 1,08%.
Kadar protein
kerupuk mentah kontrol (A0) (A ) adalah 0,62% sedangkan kadar protein kerupuk matang kontrol (A0)) adalah 0,39%. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa penambahan flavor cair kepala udang dapat meningkatkan kadar protein pada kerupuk.
Menurut Shahidi dan Synowiecki (1992), kandungan kandungan protein
dalam kepala udang sebesar 13,46% berdasarkan berat basah. Kadar protein yang terkandung dalam kerupuk berkalsium dengan penambahan flavor cair udang lebih tinggi daripada kadar protein kerupuk hasil penelitian Hilman (2008) yaitu kerupuk dengan penambahan cangkang rajungan. Menurut standar SNI, kadar protein yang terkandung dalam kerupuk berkalsium dengan penambahan flavor cair udang belum memenuhi standar SNI yaitu minimal 4.
2,58
3.0
Kadar protein (%)
2.5 2.0 1,08
1.5 1.0
0,62
mentah matang
0,39
0.5 0.0 A0
A2 Perlakuan
Gambar 18. Kadar protein kerupuk berkalsium mentah dan kerupuk berkalsium matang dengan perlakuan penambahan flavor cair kepala udang
Gambar 18 menunjukkan bahwa ada kecenderungan kadar protein kerupuk matang lebih rendah daripada kerupuk mentah. Hal ini diduga karena pada saat penggorengan suhu yang digunakan adalah 170 0C, sehingga ada sebagian protein dalam bahan hilang akibat proses pemasakan. Kadar protein yang menurun pada saat penggorengan juga disebabkan karena sebagian protein larut dalam lemak minyak goreng, selain itu penurunan kadar protein ini berkorelasi dengan penurunan kadar air. Menurut Ketaren (1986), hal ini disebabkan pada proses penggorengan yang menggunakan suhu tinggi, sehingga dengan adanya panas dapat mengakibatkan protein terdenaturasi.
Denaturasi protein dapat terjadi
akibat panas, pH, bahan kimia, mekanik dan lain sebagainya. Masing-masing cara tersebut mempunyai pengaruh yang berbeda-beda terhadap denaturasi protein.
4.3.4. Kadar lemak Lemak dan minyak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kekebalan dan kesehatan tubuh manusia.
Selain itu, lemak dan minyak
merupakan sumber energi yang lebih efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein. Satu gram minyak atau lemak dapat menghasilkan 9 kkal, sedangkan karbohidrat dan protein menghasilkan 4 kkal/gram (Winarno 1997). Kadar lemak kerupuk berkalsium mentah dengan penambahan flavor cair dengan perbandingan kepala udang dan air 1:2 (A2) adalah 1,32% sedangkan kadar lemak kerupuk berkalsium matang dengan penambahan flavor cair dengan perbandingan kepala udang dan air 1:2 (A2) adalah 47,4%. Kadar lemak kerupuk mentah kontrol (A0) adalah 0,9% sedangkan kadar lemak kerupuk matang kontrol (A0) adalah 53,56%. Hasil analisis kadar lemak kerupuk mentah dan kerupuk matang disajikan pada Gambar 19.
53,56 60
47,4
Kadar lemak (%)
50 40 30
mentah matang
20 10
1,32
0,9
0 A0
A2 Perlakuan
Gambar 19. Kadar lemak kerupuk berkalsium mentah dan kerupuk berkalsium matang dengan perlakuan penambahan flavor cair kepala udang Gambar 19 menunjukkan bahwa kadar lemak pada kerupuk matang mengalami peningkatan yang cukup besar. Hal ini disebabkan karena adanya penambahan lemak dari minyak goreng pada saat dilakukan penggorengan. Penggorengan merupakan erupakan poses untuk memasak bahan pangan dengan menggunakan lemak atau minyak pangan. Pada saat penggorengan berlangsung sebagian minyak goreng ng yang digunakan akan masuk ke dalam bagian kerak (permukaan luar) dan lapisan luar sehingga mengisi ruang kosong kosong yang mulanya diisi oleh air (Ketaren 1986). 4.3.5. Kadar karbohidrat Karbohidrat merupakan sumber kalori utama bagi hampir seluruh penduduk dunia, khususnya bagi penduduk negara yang sedang berkembang. Walaupun jumlah yang dapat dihasilkan oleh 1 gram gram karbohidrat hanya 4 kkal, tetapi bila dibandingkan dengan protein dan lemak, karbohidrat merupakan sumber kalori yang murah. Karbohidrat juga berperan penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan misalnya rasa, warna, tekstur, dan lain-lain lain (Winarno 1997). Kadar karbohidrat kerupuk berkalsium mentah dengan penambahan flavor cair dengan perbandingan kepala udang dan air 1:2 (A2) (A adalah 80,19% sedangkan kadar karbohidrat kerupuk berkalsium berkalsium matang penambahan
flavor cair dengan perband perbandingan kepala udang dan air 1:2 (A2)) adalah 46,32%. Kadar karbohidrat kerupuk mentah kontrol (A (A0)) adalah 85.95% sedangkan kadar karbohidrat kerupuk matang kontrol (A0) (A adalah 42,56%. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa penambahan flavor cair kepala udang udang dapat menurunkan kadar karbohidrat kerupuk. Hasil asil analisis kadar karbohidrat kerupuk mentah dan kerupuk matang disajikan pada Gambar 20.
Kadar karbohidrat (%)
85,95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
80,19
46,32
42,56
mentah matang
A0
A2 Perlakuan
Gambar 20.
Kadar karbohidrat kerupuk berkalsium mentah dan kerupuk berkalsium matang dengan perlakuan penambahan flavor cair kepala udang
Penurunan karbohidrat ini diduga karena pada analisis ini hanya menggunakan cara perhitungan kasar (proximate ( analysis)) atau disebut juga carbohydrate by difference. difference Apabila rata-rata rata kandungan gizi, air, abu, protein protein, dan lemak meningkat maka secara proporsional kandungan gizi karbohidrat menurun. 4.3.6. Kadar kalsium Salah satu mineral yang sangat penting untuk manusia adalah kalsium. Kalsium merupakan salah satu mineral makro yang dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah lah lebih dari 100 mg per hari. Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat dalam tubuh, tubuh yaitu 1,5-2% 2% dari seluruh berat badan orang dewasa atau kurang lebih sebanyak 1 kg (Almatsier 2003).
Kadar kalsium kerupuk berkalsium mentah dengan penamba penambahan flavor cair
dengan
perbandingan
kepala
udang
dan
air
1:2
(A2 (A2)
adalah
2435,05 mg/100 g bk dan an kerupuk berkalsium matang dengan penambahan flavor cair
dengan
perbandingan
kepala
udang
dan
air
1:2
(A2 (A2)
adalah
1803,65 mg/100 g bk, sedangkan kerupuk mentah kontrol (A0)) mengandung kadar kalsium 87,6 mg/100 g bk dan kerupuk matang kontrol (A0) (A ) mengandung kadar kalsium 59,2 mg/100 g bk.
Kadar kalsium (mg/100 g bk)
2435,05 2500 1803,65 2000 1500 mentah 1000 500
matang 87,6
59,2
0 A0
A2 Perlakuan
Gambar 21. Kadar kalsium kerupuk berkalsium mentah dan kerupuk berkalsium matang dengan perlakuan penambahan flavor cair kepala udang Pada kerupuk berkalsium dengan penambahan flavor cair kepala udang memiliki kadar kalsium lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena pada kerupuk tersebut ditambahkan tepung cangkang rajungan.
Kandungan kalsium pada
tepung cangkang rajungan lebih tinggi daripada tepung tapioka. Menurut Hilman (2008), cangkang rajungan yang dihidrolisis dengan NaOH 1 N adalah 28110,60 mg/100 g bk, sedangkan menurut Tahir (1985) kadar kalsium tepung tapiokaa adalah 840 mg/100 g bk. Gambar 21 menunjukkan bahwa ada kecenderungan kadar kalsium kerupuk matang lebih rendah daripada kerupuk mentah. Pemasakan dengan cara penggorengan menurunkan kelarutan kelaruta kalsium yang cukup besar. Hal ini diduga karena tingginya suhu selama penggorengan.
Kalsium sangat dibutuhkan oleh tubuh tetapi konsumsi kalsium hendaknya tidak lebih dari 2500 mg per hari. Kelebihan kalsium dapat menyebabkan batu ginjal atau gangguan ginjal. Di samping itu dapat menyebabkan konstipasi (susa (susah buang air besar). Kelebihan kalsium dapat terjadi jika menggunakan suplemen kalsium berupa tablet atau bentuk lain (Almatsier 2002).
4.3.7. Kadar Fosfor Fosfor merupakan mineral kedua terbanyak setelah kalsium, yaitu 1% da dari berat tubuh. Kurang lebi lebih 58% fosfor di dalam tubuh terdapat sebagai garam kalsium fosfat, yaitu bagian dari garam hidroksiapatit di dalam tulang dan gigi yang tidak dapat larut (Almatsier 2003). Kadar fosfor kerupuk berkalsium mentah dengan penambahan flavor cair dengan perbandingan ingan kepala udang dan air 1:2 (A2) (A adalah 123,33 mg/100 g bk dan kerupuk berkalsium matang dengan penambahan flavor cair dengan perbandingan kepala udang dan air 1:2 (A2) (A adalah 115,33 mg/100 g bk. Sedangkan
kerupuk
mentah
kontrol
(A0) (A )
mengandung
kadar
kalsium
13,25 25 mg/100 g bk dan kerupuk matang kontrol (A0) (A ) mengandung kadar kalsium 8,65 mg/100 g bk. Hasil analisis nilai kadar fosfor disajikan pada Gambar ambar 22. 123,3
Kadar Fosfor (mg/100 g bk)
140
115,3
120 100 80 mentah
60 40
matang 13,25
8,65
20 0 A0
A2 Perlakuan
Gambar 22.. Kadar fosfor kerupuk berkalsium mentah dan kerupuk berkalsium matang dengan perlakuan penambahan flavor cair kepala udang Fosfor yang dikonsumsi dapat diabsorpsi tubuh pada kondisi normal mencapai 50-70%.
Menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi ((1998),
Angka Kecukupan Gizi orang laki-laki dewasa usia 19-29 tahun dengan berat badan 56 kg dan tinggi badan 165 cm membutuhkan fosfor 600 mg per hari. Sama halnya dengan laki-laki, untuk wanita dengan berat badan 52 kg dan tinggi badan 156 cm membutuhkan fosfor 600 mg per harinya. Kekurangan fosfor akan menyebabkan kerusakan tulang. adalah rasa lelah dan kurang nafsu makan.
Gejalanya
Kelebihan kadar fosfor akan
menyebabkan ion fosfat mengikat kalsium sehingga menimbulkan kejang (Almatsier 2003).
4.3.8. Uji kemekaran Uji kemekaran kerupuk ditetapkan dengan melihat perubahan luasan kerupuk sebelum dan sesudah digoreng.
Nilai rata-rata kemekaran kerupuk
tertinggi adalah pada kerupuk kontrol (A0) yaitu sebesar 248,85% dan nilai ratarata kemekaran kerupuk berkalsium dengan penambahan flavor cair dengan perbandingan kepala udang dan air 1 : 2 (A2) yaitu sebesar 246,47%. Pengembangan kerupuk berkalsium dengan penambahan flavor cair dengan perbandingan kepala udang dan air 1 : 2 lebih rendah daripada kerupuk kontrol. Hal ini disebabkan oleh kantong-kantong udara kerupuk yang dihasilkan semakin kecil karena padatnya kantong-kantong udara kerupuk tersebut terisi oleh bahan lain. Kandungan amilopektin yang lebih tinggi dari bahan akan memberikan kecenderungan pengembangan kerupuk yang lebih besar dibandingkan dengan amilosa yang tinggi.
Amilosa cenderung mengurangi kemekaran kerupuk,
sedangkan amilopektin berfungsi sebaliknya mengarah pada pembentukan tekstur yang lebih ringan yang berhubungan langsung dengan kemekaran kerupuk (Lavlensia 1995).
Menurut Harris (2001) pati tapioka tersusun atas 17,41%
amilosa dan 82,13% amilopektin.
248,85
246,47
Nilai kemekaran (%)
250 200 150 100 50 0 A0
A2 Perlakuan
Gambar 23. Nilai uji kemekaran kerupuk berkalsium dengan perlakuan penambahan flavor cair kepala udang Penggunaan jenis pengembang tekstur berpengaruh terhadap volume pengembangan kerupuk. Dalam penelitian ini digunakan soda kue sebagai bahan pengembang. Hasil penelitian Lavlensia (1995), soda kue, soda abu dan amoniak kue dapat meningkatkan volume pengembangan kerupuk sekitar 20%. Soda kue akan bereaksi dengann bahan lain membentuk gas karbon dioksida dioksida, yang menyebabkan produk mengembang. mengembang. Soda kue akan mempercepat proses pelepasan an air dalam adonan, yang menyebabkan terbentuknya rongga rongga-rongga udara sehingga produk yang dihasilkan menjadi lebih garing dan renyah (Wikipedia 2008).
4.3.9. Tingkat kekerasan Kekerasan kerupuk merupakan salah satu faktor mutu kerupuk yang penting karena rena menentukan penerimaan panelis. Pengujian tingkat kekerasan ini dilakukan pada kerupuk matang.
Hasil pengukuran kekerasan pada kerupuk
berkalsium A2 (penambahan penambahan flavor cair dengan perbandingan kepala udang dan air 1 : 2) adalah 292,7 gf dan kerupuk A0 (kerupuk kontrol) adalah 314,65 gf. Jika dibandingkan dengan kerupuk kontrol, tingkat kekerasan kerupuk berkalsium dengan penambahan flavor cair dengan perbandingan kepala udang dan air 1 : 2 semakin rendah, dengan demikian kerupuk dengan penambahan flavor cair
dengan perbandingan kepala udang dan air 1 : 2 semakin renyah. Hasil asil analisis tingkat kekerasan kerupuk disajikan disa pada Gambar 24. Nilai angka kekerasan menunjukkan angka yang rendah atau kecil artinya kerupuk semakin renyah.
Sebaliknya makin tinggi angka kekerasan maka
kerupuk semakin keras. Kerenyahan timbul akibat terbentuknya rongga rongga-rongga udara pada proses pengembangan atau pada ssaat aat penggorengan (Winarno 1997). 314,65
292,70
Nilai kekerasan (gf)
350 300 250 200 150 100 50 0 A0
A2 Perlakuan
Gambar 24.. Nilai tingkat kekerasan kerupuk berkalsium dengan perlakuan penambahan flavor cair kepala udang Perbedaan tingkat kekerasan erat kaitannya dengan perbedaan komposisi dari bahan dasarnya terutama komponen amilosa dan amilopektinnya. Kadar amilosa yang tinggi gi dalam bahan akan meningkatkan kerenyahan produk yang dihasilkan. Amilosa pada bahan pangan aakan mampu pu membentuk ikatan hidrogen dengan air dalam jumlah banyak sehingga meningkatkan ruang kosong dalam bahan dan menjadikan kerupuk lebih renyah. Menurut Ketaren (1986) salah satu fungsi minyak yang terserap adalah untuk meningkatkan tingkat kerenyahan kerenyah yang terbentuk.
4.4.
Informasi Nilai Gizi Angka Kecukupan Gizi (AKG) atau Recommended Dietary Allowed
(RDA) adalah taraf konsumsi zat-zat zat zat gizi esensial yang berdasarkan pengetahuan ilmiah dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan hampir semua orang sehat
(Almatsier 2003). Nilai gizi yang terkandung dalam sajian kerupuk berkalsium dengan penambahan flavor cair dengan perbandingan 1:2 dihitung berdasarkan AKG pada diet 2000 kkal (Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi 1998) disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Informasi nilai gizi kerupuk berkalsium perlakuan penambahan flavor cair dengan perbandingan 1:2 Kerupuk dengan penambahan flavor cair dengan perbandingan 1:2 Takaran saji 100 gram % AKG(*)
Gizi Protein Lemak Kalsium Merkuri (Hg)
1,08 47,40 1803,65 Tidak nyata
Energi
616,65 kkal/100 gram
1,96 83,15 360,73(**)
Ket : (*) Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (**) Perhitungan berdasarkan kebutuhan kalsium pria dan wanita (umur 20-45)
Tabel 7 menunjukkan bahwa nilai gizi kerupuk berkalsium dengan penambahan flavor cair dengan perbandingan 1:2 dalam takaran per 100 gram dapat menghasilkan energy sebesar 616,65 kkal terhadap pemenuhan kecukupan gizi yang dianjurkan per harinya. Komponen zat gizi pada kerupuk berkalsium dengan penambahan flavor cair dengan perbandingan 1:2 yaitu protein dan lemak dapat menymbangkan terhadap kecukupan gizi perharinya berturut-turut 1,96% dan 83,15%, sedangkan jumlah kalsium yang tersedia dalam takaran saji 100 gram sebesar 1803,65 mg Ca dan dapat menyumbangkan terhadap kecukupan gizi yang dianjurkan per hari sebesar 360,73% bagi pria dan wanita berumur 20-45 tahun. Jumlah kalsium yang tersedia dalam kerupuk berkalsium dengan penambahan flavor cair dengan perbandingan 1:2 sebesar 1803,65 mg/100 g Ca, jika diketahui berat rata-rata per kerupuk sebesar 3 gram, maka jumlah kalsium yang tersedia adalah 54,10 mg. Jika diasumsikan pasokan atau asupan kalsium hanya dari kerupuk berkalsium perlakuan penambahan flavor cair dengan perbandingan 1:2, maka jumlah kerupuk yang dianjurkan untuk dikonsumsi dijelaskan pada Tabel 8.
Tabel 8.
Jumlah gram kerupuk yang dianjurkan untuk dikonsumsi terhadap kebutuhan kalsium tubuh (per hari) tiap golongan umur. Golongan Kebutuhan Ca Jumlah gram kerupuk yang Jumlah keping umur (mg)/hari dianjurkan dikonsumsi(*) kerupuk 10-15 700 38,81 13 45-59 600 11 33,27 Pria 20-45 500 27,72 9 45-59 800 44,35 15 ≥60 500 27,72 9 Wanita 20-45 500 27,72 9 45-59 600 11 33,27 ≥60 500 27,72 9 Sumber : Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (1998) (*) Berdasarkan hasil perhitungan per berat kerupuk perlakuan
Kalsium yang disaring (filter) dan diserap kembali dalam kulit misalnya kalsium dalam urin (komposisi 50% Ca2+ dan 50% Ca kompleks dengan sulfat, fosfat, sitrat dan oksalat) hilang dengan kisaran antara 100-240 mg per harinya (rata-rata 170 mg) sedangkan kehilangan kalsium pada feses berkisar antara 45-100 mg per hari (Groff dan Gropper 2000).
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan Komposisi terpilih pada penelitian pendahuluan adalah kerupuk dengan
penambahan tepung cangkang rajungan 10%. Penambahan flavor cair kepala udang pada kerupuk berkalsium berpengaruh nyata terhadap parameter warna, penampakan, aroma dan rasa, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap kerenyahan. Hasil pengujian organoleptik skala hedonik terhadap kerupuk berkalsium menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai aroma, warna dan kerenyahan pada kerupuk berkalsium dengan penambahan flavor cair dengan perbandingan kepala udang dan air 1 : 2. Hal ini ditunjukkan dengan nilai rata-rata organoleptik tertinggi pada aroma yaitu 5,52 (suka), rasa 5,57 (suka) dan kerenyahan 5,28 (suka). Uji fisiko-kimia kerupuk mentah kontrol mempunyai kadar air 12,16%, abu 0,46%, protein 0,62%, lemak 0,90%, karbohidrat 85,95%, kalsium 87,6 mg/100 g bk, fosfor 13,25 mg/100 g bk. Kerupuk berkalsium mentah dengan penambahan flavor cair dengan perbandingan kepala udang dan air 1 : 2 mempunyai kadar air 10,69%, abu 5,22%, protein 2,58%, lemak 1,32%, karbohidrat 80,19%, kalsium 2435,05 mg/100 g bk, fosfor 123,3 mg/100 g bk. Kerupuk matang kontrol mempunyai kadar air 3,03%, abu 0,36%, protein 0,39%, lemak 53,56%, karbohidrat 42,56%, kalsium 59,2 mg/100 g bk dan fosfor 8,65 mg/100 g bk. Kerupuk berkalsium matang dengan penambahan flavor cair dengan perbandingan kepala udang dan air 1 : 2 mempunyai kadar air 1,97%, abu 3,24%,
protein
1,08%,
lemak
47,40%,
karbohidrat
46,32%,
kalsium
1803,65 mg/100 g bk dan fosfor 115,3 mg/100 g bk. Berdasarkan perhitungan per 100 gram kerupuk maka dihasilkan kalsium sebesar 1803,65 mg Ca. Jika diketahui berat per kerupuk adalah 3 gram, maka jumlah kalsium yang tersedia adalah 54,10 mg.
5.2.
Saran Saran yang dapat diberikan pada penelitian ini adalah :
(1) Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai keseragaman suhu pengeringan, lama pengeringan dan proses pengirisan dengan alat mekanik agar penampakan dan tingkat keseragaman produk menjadi lebih baik (2) Perlu dilakukan kajian mengenai umur simpan kerupuk yang meliputi aspek mikrobiologis dan teknik pengemasan yang tepat (3) Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan penambahan Isolat Soybean Protein untuk menghasilkan kadar protein kerupuk yang lebih tinggi. (4) Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan melakukan perbandingan dengan kerupuk udang komersil.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier S. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Anonim. 2004. Fish to Avoid. www.fishonline.org. [3 Maret 2008] Anggraeni D. 2003. Analisa Mineral Plasma Darah. Di dalam Standar Operating Procedure. Bogor: Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Angka SL dan Suhartono MT. 2000. Bioteknologi Hasil Laut. Bogor : Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir Laut. Institut Pertanian Bogor [AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 1995. Official Methods of Analysis of The Associationof Official Analytical Chemist. Arlington Virgina USA.: Published by The Association of Official Analytical Chemist. Astuti D. 2005. Peningkatan mutu kerupuk singkong dengan menggunakan flavor kepala udang windu (Penaeus monodon) [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. BPPMHP. 2000. Perekayasaan Teknologi Pengolahan Limbah. Jakarta : Direktorat Jenderal Perikanan. Buckle KA, Edward RA, Fleet GH, Wooton N. 1987. Ilmu Pangan. Edisi kedua. Purnomo H, Adiono, penerjemah. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Terjemahan dari: Food Science Coleman. 1991. Pengamatan Aspek Biologi Rajungan dalam Menunjang Teknk Pembenihannya. www.ikanmania.wordpress.com. [2 September 2008]. Dahuri. 2001. Strategi Pemasaran Udang Windu (Penaeus monodon) di Kabupaten Wajo. www.indoskripsi.com. [2 September 2008]. ---------. 2004. Potensi Perikanan Indonesia. www.dkp.go.id [3 Maret 2008]. Damuningrum A. 2002. Mempelajari karakteristik bakso ikan nila (Oreochromis niloticus) dengan penambahan bubuk flavor dari ekstrak kepala udang windu (Penaeus monodon) [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. [DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2004. Pengamatan Aspek Biologi Rajungan dalam Menunjang Teknik Pembenihannya. www.dkp.co.id [3 Maret 2008]. ---------. 2005. Statistika Ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan.
---------. 2005. Potensi perikanan budidaya hingga tahun 2005. www.dkp.co.id [29 Desember 2008]. ---------. 2007. Ekspor Udang Merosot Terendah Dalam Dasawarsa Ini. www.kompas.go.id [3 Maret 2008]. Ensminger AH, Ensminger ME, Konlande JE, Robson RK. 1995. The Concise Encyclopedia of Foods and Nutrition. United State of America: CRC. Press Limited Fish online. 2004. Black Tiger Shrimp. www.fishonline.com [3 Maret 2007]. . Groff JL, Gropper SS. 2000. Advance Nutrition and Human Metabolism 3rd. Australia : Wadsworth Guthrie HA. 1975. Introductory Nutrition. Ed-3. United State of America: CRC. Press Limited. Hafilludin. 2003. Studi proses isolasi khitin dari cangkang rajungan (Portunus sp.) dengan menggunakan mesin ekstraksi semi otomatis. [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Hambali E, Suryani A, Wadli A. 2004. Membuat Aneka Olahan Rumput Laut. Jakarta: Penebar Swadaya. Harris H. 2001. Possibility of Using Edible the Starch of Cassavafor Packing of Lempuk. Bengkulu Univesity. Hilman M. 2008. Pemanfaatan cangkang rajungan (Portunus sp.) sebagai alternatif sumber kalsium dalam kerupuk. [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Ketaren S. 1986. Peran Lemak dalam Bahan Pangan. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Koesbandi S. 1974. Pengaruh Kadar Air terhadap ‘Kerapuhan” (Cripness) Kerupuk Udang. [karya ilmiah]. Bogor: Institut Pertanian Bogor, Departemen Perikanan, Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan, Universitas Brawijaya. Afiliasi Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Komalasari. 2003. Mempelajari bubuk flavor dari kepala udang windu (Panaeus monodon). [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Kompas. 2002. Rajungan Bisa Dibudidayakan dan Diekspor. www.kompas.com. [2 September 2008]
Lavlinesia. 1995. Kajian beberapa pengembang volumetrik dan kerenyahan kerupuk ikan. [tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Lestari S. 2001. Pemanfaatan tulang ikan tuna (limbah) untuk pembuatan tepung tulang. [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Meyer LH. 1978. Food Chemistry. Westpost Connecticut : The AVI Ptl. Inc. Moeljanto R. 1979. Pemanfaatan Limbah Perikanan. Jakarta: Lembaga Penelitian Teknologi Perikanan Muchtadi D, Palupi NS, Astawan. 1994. Metabolisme Zat Gizi. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Muchtadi TR, Purwiyatno, Basuki A. 1988. Teknologi Pemasakan Eksruksi. Bogor: Pusat Antar Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Multazam. 2002. Prospek pemanfaatan cangkang rajungan (Portunus sp.) sebagai suplemen pakan ikan. [Skripsi]. Bogor. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Muna N. 2005. Pemanfaatan cangkang rajungan (Portunus sp.) sebagai alternatif sumber kalsium pada kue kering. [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Murtidjo BA. 1991. Tambak Air Payau, Budidaya Udang dan Bandeng. Yogyakarta: Kanasius. Nybakken. 1986. Pengamatan Aspek Biologi Rajungan dalam Menunjang Teknk Pembenihannya. www.ikanmania.wordpress.com. [2 September 2008] Oemarjati BS, Wardhana W. 1990. Taksonomi Avertebrata. Di dalam Pengantar Praktikum Laboratorium. Jakarta : Universitas Indonesia Press. Prasetiyo K. 2006. Pengolahan Limbah Cangkang Udang. www.kompas.com. [2 September]. Permana H. 2007. Optimalisasi cangkang kerang hijau (Perna viridis L.) dalam pembuatan kerupuk. [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Purwaningsih S. 2000. Teknologi Pembekuan Udang. Jakarta: Penebar Swadaya. Ranggana. 1986. Handbook of Analysis and Quality Control for Fruit and Vegetable Product. Westport, Connecticut: The AVI Publisher Company.
Saanin H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Jilid I dan II. Bandung: Binacipta. Saleh M, Ahyar A, Murdinah, Haq N. 1996. Ekstrak Kepala Udang Menjadi Flavor Udang Cair. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia 2: 60-68. Shahidi dan Synowiecki. 1992. Quality and Compotional Characteristic of Newfoundland Shellfish Processing Discard. In : CJ Brine, PA Sanford, JP Zikakis (editor). Advance in Critical. New York : Elsevier Applied Science. Siswono. 2006. Susu Perbaiki Perkembangan www.bkpsulteng.go.id. [1 September 2008].
Fisik
Bangsa.
Soekarto ST. 1985. Penilaian Organolepik untuk Indistri Pangan dan Hasil Pertanian. Jakarta: Bahatara Karya Aksara. Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Ed ke-3. Sumantri B, penerjemah. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari: Principle and Procedure of Statistics. Suarman W. 1996. Kajian Pembuatan Kerupuk secara Mekanis. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Suprapti M. 2008. Kerupuk Udang Sidoarjo. www. books.google.co.id. [1 November 2008] Suwignyo S. 1990. Avertebrata Air. Bogor: Lembaga Sumber Daya Informasi, Institut Pertanian Bogor. [SNI] Standar Nasional Indonesia. 1992. Kerupuk Udang. 01-2714-1992. Jakarta: Departemen Perindustrian. Suptidjah P, Salamah E, Setianingsih I. 1994. Modifikasi Protein Konsentrat Dan Flavor Dari Kepala Udang. Laporan Penelitian. Bogor: Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Suptidjah P, Salamah E, Sumaryanto H, Santoso J, Purwaningsih S. 1992. Pengaruh Berbagai Metode Isolasi Khitin Kulit Udang terhadap Kadar dan Mutunya. Laporan Penelitian. Bogor: Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Tababaka T. 2004. Pemanfaatan tepung tulang ikan patin (Pangasius sp.) sebagai bahan tambahan kerupuk. [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Wahid N. 2006. Bahan Perasa (Flavor). www.republika.com. [2 September 2008].
Widyakarya Nasional Pangan Dan Gizi. 1998. Risalah Widya Karya Pangan dan Gizi. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia. ------------. 1999. Minyak Goreng dalam Menu Masyarakat. Bogor: Pusat Pengembangan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor. Wikipedia. 2007. Gula. www.wikipedia.co.id. [3 Februari 2008] ------------. 2007. Bawang Putih. www.wikipedia.co.id. [3 Februari 2008] ------------. 2008. Natrium Bikarbonat. www.wikipedia.co.id. [3 Februari 2008] Wiriano H. 1984. Mekanisme Teknologi Pembuatan Kerupuk. Balai Penelitian dan Pengembangan Industri, Balai Pengembangan Makanan Fitokimia, Jakarta: Departemen Perindustrian. Wong D. 1989. Mechanism and Theory in Food Chemistry. New York : AVI Book. Zuhra C. 2006. Flavor (Citarasa). www.library.usu.ac.id. [16 September 2008]. Zulfiani R. 1992. Pengaruh berbagai tingkat penggorengan terhadap pola pengembangan kerupuk sagu goreng. [skripsi]. Bogor: Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Lampiran 1.
Lembar penilaian (score sheet) uji organoleptik kerupuk skala
hedonik Nama panelis
:
Tanggal pengujian
:
Jenis sampel
: Kerupuk
Intruksi
: Nyatakan penilaian anda dengan angka
Kode F 27 H 58 B 04 D 84 A 65 G 63 C 49 E 15
Warna
Penampakan
Kriteria : 7 = sangat suka 6 = suka 5 = agak suka 4 = netral 3 = agak tidak suka 2 = tidak suka 1 = sangat tidak suka Keterangan : H 58 G 63 F 27 E 15 D 84 C 49 B 04 A 65
: ulangan 1, perbandingan 1:4 : ulangan 2, perbandingan 1:4 : ulangan 1, perbandingan 1:3 : ulangan 2, perbandingan 1:3 : ulangan 1, perbandingan 1:2 : ulangan 2, perbandingan 1:2 : ulangan 1, perbandingan 1:1 : ulangan 2, perbandingan 1:1
Kerenyahan Aroma
Rasa
Lampiran 2a.
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
A 5 5 6 5 3 5 5 2 2 5 5 5 6 3 3
B 5 5 6 6 5 5 6 6 5 3 4 5 5 3 4
C 5 6 6 5 3 5 5 6 5 5 6 4 6 3 4
Lampiran 2b.
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
A 5 5 6 5 3 5 5 3 3 5 6 6 6 3 4
B 5 5 6 6 3 3 6 6 6 5 6 5 5 3 3
C 5 6 6 3 3 4 5 6 4 6 6 6 6 3 3
Rekapitulasi uji organoleptik terhadap warna kerupuk dengan penambahan flavor cair pada berbagai perbandingan kepala udang dan air D 5 5 6 4 5 5 5 6 5 5 6 5 6 5 4
E 4 6 6 6 6 4 2 5 6 5 6 6 6 5 4
F 5 6 6 5 5 5 5 5 5 5 6 6 5 5 5
G 5 6 7 7 6 6 2 7 7 7 7 6 6 5 5
H 5 6 6 6 6 5 5 6 6 5 6 6 5 5 6
I 6 6 6 5 7 4 6 6 6 7 7 6 7 7 4
J 5 5 6 6 7 5 5 6 5 5 7 6 6 6 5
No 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
A 6 6 5 6 5 6 5 5 5 6 3 4 5 6 6
B 4 6 4 6 4 6 5 5 6 6 5 4 5 6 5
C 5 6 5 6 6 6 6 5 5 6 5 4 5 7 6
D 6 6 5 6 6 7 5 5 5 6 6 5 5 6 6
E 4 6 7 6 6 6 5 6 5 6 6 4 6 7 6
F 5 6 4 6 6 6 5 7 5 6 6 4 6 6 6
G 3 6 4 6 6 7 7 7 4 7 6 5 5 7 5
H 4 6 6 6 4 7 6 6 6 6 6 4 6 7 6
I 6 7 6 4 5 5 7 7 5 7 4 4 5 6 4
J 6 5 6 4 6 5 6 5 5 6 3 4 5 7 3
Rekapitulasi uji organoleptik terhadap penampakan kerupuk dengan penambahan flavor cair pada berbagai perbandingan kepala udang dan air D 5 5 5 3 5 5 6 6 5 5 6 6 6 5 4
E 4 6 6 6 5 4 2 5 5 6 6 6 6 3 5
F 4 6 6 6 3 3 6 6 3 6 6 6 5 5 5
G 4 6 6 6 6 5 2 6 6 7 6 6 6 5 5
H 4 6 6 5 5 4 5 6 5 6 6 7 5 6 6
I 6 6 5 5 7 4 6 7 5 6 7 6 7 6 4
J 6 5 6 6 6 5 6 6 5 3 5 6 6 6 6
No 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
A 4 5 3 6 3 5 5 5 5 6 3 5 5 5 5
B 3 5 4 6 3 5 5 6 5 5 3 4 5 6 5
C 5 5 4 6 7 6 6 6 5 7 5 4 5 6 5
D 4 5 4 6 3 7 6 6 5 6 6 5 5 6 6
E 4 5 6 6 6 6 6 6 5 5 3 4 6 6 6
F 5 5 5 6 5 6 6 6 6 6 6 4 5 6 6
G 4 6 4 6 6 7 7 7 5 6 5 6 5 5 5
H 4 6 5 6 5 6 6 6 5 7 6 5 5 6 5
I 6 6 6 4 4 5 6 7 5 7 4 5 5 6 4
J 4 3 6 3 4 6 6 5 5 6 3 5 5 6 3
Lampiran 3a. Rekapitulasi uji organoleptik terhadap kerenyahan kerupuk dengan penambahan flavor cair pada berbagai perbandingan kepala udang dan air No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
A 4 6 6 4 4 4 6 4 4 4 5 4 7 3 5
B 4 6 6 5 5 5 6 6 6 4 6 4 7 4 5
C 4 6 6 6 4 5 5 4 5 4 6 4 5 4 5
Lampiran 3b.
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
A 4 6 6 6 4 5 5 4 5 4 6 4 5 4 5
B 4 6 6 4 3 3 5 4 4 4 5 4 7 5 5
C 4 6 6 4 5 4 6 4 6 4 5 4 7 6 7
D 4 6 6 4 4 4 5 4 4 4 5 4 7 5 5
E 3 4 7 5 5 6 2 4 5 4 5 4 6 5 5
F 3 6 5 6 4 4 6 5 4 4 6 4 5 5 5
G 3 4 5 5 4 4 6 6 6 4 5 5 6 5 3
H 4 3 6 6 4 6 5 5 6 5 6 6 6 5 6
I 4 6 6 4 4 4 2 4 4 6 6 4 6 5 5
J 3 6 5 4 4 4 5 4 4 4 5 6 7 4 5
No 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
A 5 5 6 7 4 5 6 6 6 6 4 5 3 6 6
B 5 4 3 6 4 5 6 6 5 6 5 5 4 6 5
C 5 5 6 6 6 5 7 7 5 6 6 5 5 6 6
D 5 6 6 6 5 7 6 7 6 6 5 6 4 6 6
E 5 5 7 6 5 6 6 6 5 6 5 5 6 7 6
F 5 6 5 6 4 5 7 6 5 5 6 5 6 6 6
G 6 5 5 6 5 4 7 7 4 6 5 4 4 6 3
H 5 5 6 5 4 4 5 6 4 6 3 6 5 4 7
I 5 5 5 7 6 6 7 7 6 6 6 6 6 6 6
J 5 6 6 7 5 5 7 6 5 6 6 6 5 7 6
Rekapitulasi uji organoleptik terhadap aroma kerupuk dengan penambahan flavor cair pada berbagai perbandingan kepala udang dan air D 6 6 6 5 7 6 6 6 6 6 6 5 7 4 5
E 3 4 7 5 5 6 2 4 5 4 5 3 2 4 5
F 3 3 5 6 4 4 6 5 7 6 5 4 5 4 3
G 4 6 6 4 4 7 2 4 4 6 6 4 7 5 5
H 3 5 5 4 4 4 5 4 5 4 5 6 7 4 5
I 3 4 5 5 4 4 6 6 6 4 3 5 6 6 3
J 6 3 6 6 4 6 5 5 6 5 6 6 6 5 6
No 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
A 5 5 6 6 6 5 6 7 4 5 6 5 5 6 6
B 5 6 4 6 5 7 6 7 6 3 5 7 4 6 6
C 5 5 6 7 5 5 6 7 6 7 4 5 6 4 6
D 5 6 6 6 4 4 6 6 5 7 5 5 7 5 5
E 5 5 4 3 5 6 6 6 5 4 5 5 6 7 6
F 5 7 5 6 4 5 7 6 5 5 6 5 6 6 6
G 5 5 5 3 4 6 4 4 6 6 5 4 6 6 2
H 2 4 7 6 6 5 5 6 5 4 3 4 5 7 6
I 5 5 4 4 5 4 4 7 4 6 5 4 4 6 3
J 5 5 4 3 4 5 5 6 4 4 3 6 5 5 4
Lampiran 4.
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
A 6 5 4 5 5 3 6 3 3 6 5 7 7 3 5
B 4 6 7 5 5 5 6 6 6 3 5 7 6 6 6
Rekapitulasi uji organoleptik terhadap rasa kerupuk dengan penambahan flavor cair pada berbagai perbandingan kepala udang dan air C 4 5 6 5 5 6 5 4 6 4 6 6 6 5 5
D 4 5 6 5 3 3 5 5 3 4 7 7 7 6 7
E 6 6 6 4 5 5 3 5 5 7 6 5 6 5 6
F 6 3 6 5 4 5 5 6 3 4 5 5 6 6 5
G 5 6 5 5 5 6 3 4 5 4 5 5 5 5 5
H 6 5 6 6 5 3 6 7 3 6 5 6 3 4 5
I 6 6 4 5 4 4 6 5 4 5 4 5 4 4 4
J 6 6 5 6 4 5 6 4 6 5 4 5 6 5 7
No 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
A 5 5 6 7 5 6 6 6 6 7 5 5 6 5 6
B 4 4 3 6 4 6 7 6 6 6 3 5 5 6 6
C 5 6 6 6 6 5 7 7 6 5 5 6 5 7 6
D 5 6 6 7 6 7 6 7 6 7 6 7 4 5 6
E 4 6 5 6 6 6 7 7 6 6 6 6 6 7 6
F 4 5 6 6 5 5 6 6 6 7 4 7 4 5 5
G 4 5 7 6 4 6 7 7 6 6 5 5 5 7 6
H 5 5 6 6 6 5 7 5 5 5 6 5 5 7 5
I 5 6 6 6 4 6 5 4 5 5 6 5 5 6 5
J 5 5 6 4 4 6 5 4 4 4 3 5 5 5 4
Lampiran 5. Uji Kruskal Wallis terhadap warna, penampakan, kerenyahan, aroma dan rasa kerupuk dengan penambahan flavor cair pada berbagai perbandingan kepala udang dan air Perlakuan Warna
kontrol 1:1 1:2 1:3 1:4 Total Penampakan kontrol 1:1 1:2 1:3 1:4 Total Kerenyahan kontrol 1:1 1:2 1:3 1:4 Total Aroma kontrol 1:1 1:2 1:3 1:4 Total Rasa kontrol 1:1 1:2 1:3 1:4 Total
N 30 30 30 30 30 150 30 30 30 30 30 150 30 30 30 30 30 150 30 30 30 30 30 150 30 30 30 30 30 150
Mean Rank 84,58 52,17 70,00 77,12 93,63 82,20 53,18 74,33 77,72 90,07 81,62 70,00 81,00 76,47 68,42 64,33 79,93 97,45 71,32 64,47 56,67 75,03 89,77 82,28 73,75
Lampiran 6. Analisis ragam warna, penampakan, kerenyahan, aroma dan rasa kerupuk dengan penambahan flavor cair pada berbagai perbandingan kepala udang dan air
Warna
Penampakan
Kerenyahan
Aroma
Rasa
H0
Antar Grup Dalam Grup Total Antar Grup Dalam Grup Total Antar Grup Dalam Grup Total Antar Grup Dalam Grup Total Antar Grup Dalam Grup Total
Jumlah Kuadrat 11.723 102.350 114.073 10.590 113.858 124.448 1.777 110.217 111.993 10.190 105.983 116.173 5.857 85.917 91.773
Derajat bebas 4 145 149 4 145 149 4 145 149 4 145 149 4 145 149
Kuadrat rata-rata 2.931 .706
F hitung 4.152
Signifikan .003
2.648 .785
3.372
.011
.444 .760
.584
.674
2.548 .731
3.485
.009
1.464 .593
2.471
.047
: Faktor penambahan flavor cair udang pada kerupuk tidak memberikan pengaruh terhadap kesukaan panelis
H1 : Faktor penambahan flavor cair udang pada kerupuk memberikan pengaruh terhadap kesukaan panelis
Lampiran 7.
Variabel utama Warna
Uji lanjut Tukey warna, penampakan, aroma dan rasa kerupuk dengan penambahan flavor cair pada berbagai perbandingan kepala udang dan air (i) Kepala udang : air kontrol
1:1
(j) Kepala udang : air
1:3
1:4
Signifikan
Batas bawah
Batas atas
.2169 .2169
.026 .819
.051 -.366
1.249 .833
1:3
.1167
.2169
.983
-.483
.716
1:4
-.1833
.2169
.916
-.783
.416
kontrol
-.6500(*)
.2169
.026
-1.249
-.051
1:2
-.4167 -.5333 -.8333(*)
.2169 .2169 .2169
.311 .106 .002
-1.016 -1.133 -1.433
.183 .066 -.234
kontrol
-.2333
.2169
.819
-.833
.366
1:1
.4167
.2169
.311
-.183
1.016
1:3
-.1167
.2169
.983
-.716
.483
1:4
-.4167 -.1167 .5333
.2169 .2169 .2169
.311 .983 .106
-1.016 -.716 -.066
.183 .483 1.133
1:2
.1167
.2169
.983
-.483
.716
1:4
-.3000
.2169
.640
-.899
.299
.1833
.2169
.916
-.416
.783
1:2 1:3
.8333(*) .4167 .3000
.2169 .2169 .2169
.002 .311 .640
.234 -.183 -.299
1.433 1.016 .899
1:1
.6167
.2288
.060
-.015
1.249
1:2
.1500
.2288
.965
-.482
.782
1:3
.1000
.2288
.992
-.532
.732
1:4
-.1833 -.6167 -.4667 -.5167
.2288 .2288 .2288 .2288
.930 .060 .253 .165
-.815 -1.249 -1.099 -1.149
.449 .015 .165 .115
-.8000(*)
.2288
.006
-1.432
-.168
kontrol 1:1
kontrol 1:1
Penampakan
kontrol
1:1
kontrol 1:2 1:3 1:4
1:2
1:3
1:4
kontrol
-.1500
.2288
.965
-.782
.482
1:1
.4667
.2288
.253
-.165
1.099
1:3
-.0500 -.3333 -.1000
.2288 .2288 .2288
.999 .592 .992
-.682 -.965 -.732
.582 .299 .532
1:1
.5167
.2288
.165
-.115
1.149
1:2
.0500
.2288
.999
-.582
.682
1:4
-.2833
.2288
.729
-.915
.349
.1833 .8000(*) .3333
.2288 .2288 .2288
.930 .006 .592
-.449 .168 -.299
.815 1.432 .965
1:3
.2833
.2288
.729
-.349
.915
1:1
-.3167
.2207
.606
-.926
.293
1:2
-.7000(*) -.1167 -.0167
.2207 .2207 .2207
.016 .984 1.000
-1.310 -.726 -.626
-.090 .493 .593
1:4 kontrol
kontrol 1:1 1:2
Aroma
kontrol
Standar kesalahan
.6500(*) .2333
1:1 1:2
1:3 1:4 1:2
Selang kepercayaan 95 % Perbedaan rata-rata (i-j)
1:3 1:4
1:1
1:2
1:3
kontrol
.3167
.2207
.606
-.293
.926
1:2
-.3833
.2207
.415
-.993
.226
1:3
.2000
.2207
.894
-.410
.810
1:4
.3000 .7000(*) .3833
.2207 .2207 .2207
.655 .016 .415
-.310 .090 -.226
.910 1.310 .993
1:3
.5833
.2207
.068
-.026
1.193
1:4
.6833(*)
.2207
.020
.074
1.293
.1167
.2207
.984
-.493
.726
-.2000 -.5833 .1000 .0167
.2207 .2207 .2207 .2207
.894 .068 .991 1.000
-.810 -1.193 -.510 -.593
.410 .026 .710 .626
1:1
-.3000
.2207
.655
-.910
.310
1:2
-.6833(*)
.2207
.020
-1.293
-.074
1:3
-.1000
.2207
.991
-.710
.510
1:1 1:2 1:3
-.3500 -.6000(*) -.4500
.1988 .1988 .1988
.400 .025 .163
-.899 -1.149 -.999
.199 -.051 .099
1:4
-.3333
.1988
.451
-.882
.216
kontrol 1:1
kontrol 1:1
1:4
Rasa
kontrol
1:1
1:2
1:3
1:4
1:2 1:4 kontrol
kontrol
.3500
.1988
.400
-.199
.899
1:2
-.2500
.1988
.717
-.799
.299
1:3
-.1000 .0167 .6000(*)
.1988 .1988 .1988
.987 1.000 .025
-.649 -.532 .051
.449 .566 1.149
1:1
.2500
.1988
.717
-.299
.799
1:3
.1500
.1988
.943
-.399
.699
1:4
.2667
.1988
.666
-.282
.816
1:1 1:2
.4500 .1000 -.1500
.1988 .1988 .1988
.163 .987 .943
-.099 -.449 -.699
.999 .649 .399
1:4
.1167
.1988
.977
-.432
.666
kontrol
.3333
.1988
.451
-.216
.882
1:1
-.0167
.1988
1.000
-.566
.532
1:2
-.2667 -.1167
.1988 .1988
.666 .977
-.816 -.666
.282 .432
1:4 kontrol
kontrol
1:3
Lampiran 8a. Uji homogen warna kerupuk Kepala udang : air
N
1:1 1:2 1:3 kontrol 1:4 Sig.
30 30 30 30 30
α = .05 1 2 4,900 5,317 5,317 5,433 5,433 5,550 5,733 .106 .311
Rata-rata dari grup homogen berikutnya ditampilkan a. Menggunakan ukuran rata-rata sampel yang harmoni sebesar = 30,000
Lampiran 8b. Uji homogen penampakan kerupuk Kepala udang : air
N
1:1 1:2 1:3 kontrol 1:4 Sig.
30 30 30 30 30
α = .05 1 2 4,717 5,183 5,183 5,233 5,233 5,333 5,333 5,517 .060 .592
Rata-rata dari grup homogen berikutnya ditampilkan a. Menggunakan ukuran rata-rata sampel yang harmoni sebesar = 30,000
Lampiran 8c. Uji homogen aroma kerupuk Kepala udang : air
N
kontrol 1:4 1:3 1:1 1:2 Sig.
30 30 30 30 30
α = .05 1 2 4,817 4,833 4,933 4,933 5,133 5,133 5,517 .606 .068
Rata-rata dari grup homogen berikutnya ditampilkan a. Menggunakan ukuran rata-rata sampel yang harmoni sebesar = 30,000
Lampiran 9a. Uji homogen rasa kerupuk Kepala udang : air
N
kontrol 1:4 1:1 1:3 1:2 Sig.
30 30 30 30 30
α = .05 1 2 4,967 5,300 5,300 5,317 5,317 5,417 5,417 5,567 .163 .666
Rata-rata dari grup homogen berikutnya ditampilkan a. Menggunakan ukuran rata-rata sampel yang harmoni sebesar = 30,000
Lampiran 9b. Data kadar air kerupuk mentah Kepala udang : air Kontrol
1:2
Ulangan 1 2 Rata-rata 1 2 Rata-rata
Nilai (%) 11,88 12,44 12,16 10,97 10,42 10,69
Lampiran 9c. Data kadar air kerupuk matang Kepala udang : air Kontrol
1:2
Ulangan 1 2 Rata-rata 1 2 Rata-rata
Nilai (%) 2,85 3,22 3,03 1,95 1,99 1,97
Lampiran 9d. Data kadar abu kerupuk mentah Kepala udang : air Kontrol
1:2
Ulangan 1 2 Rata-rata 1 2 Rata-rata
Nilai (%) 0,43 0,29 0,36 4,83 5,6 5,22
Lampiran 10a. Data kadar abu kerupuk matang Kepala udang : air Kontrol
1:2
Ulangan 1 2 Rata-rata 1 2 Rata-rata
Nilai (%) 0,48 0,44 0,46 3,39 3,09 3,24
Lampiran 10b. Data kadar protein kerupuk mentah Kepala udang : air Kontrol
1:2
Ulangan 1 2 Rata-rata 1 2 Rata-rata
Nilai (%) 0,56 0,69 0,62 2,58 2,58 2,58
Lampiran 10c. Data kadar protein kerupuk matang Kepala udang : air Kontrol
1:2
Ulangan 1 2 Rata-rata 1 2 Rata-rata
Nilai (%) 0,33 0,45 0,39 1,11 1,04 1,08
Lampiran 10d. Data kadar lemak kerupuk mentah Kepala udang : air Kontrol
1:2
Ulangan 1 2 Rata-rata 1 2 Rata-rata
Nilai (%) 1,07 0,73 0,90 1,36 1,28 1,32
Lampiran 11a. Data kadar lemak kerupuk matang Kepala udang : air Kontrol
1:2
Ulangan 1 2 Rata-rata 1 2 Rata-rata
Nilai (%) 53,40 53,71 53,56 46,07 48,73 47,40
Lampiran 11b. Data kadar kalsium kerupuk mentah Kepala udang : air Kontrol
1:2
Ulangan 1 2 Rata-rata 1 2 Rata-rata
Nilai (mg/100 g bk) 87,9 87,3 87,6 2437,4 2432,7 2435,05
Lampiran 11c. Data kadar kalsium kerupuk matang Kepala udang : air Kontrol
1:2
Ulangan 1 2 Rata-rata 1 2 Rata-rata
Nilai (mg/100 g bk) 58,9 59,5 59,2 1777 1830,3 1803,65
Lampiran 11d. Data kadar fosfor kerupuk mentah Kepala udang : air Kontrol
1:2
Ulangan 1 2 Rata-rata 1 2 Rata-rata
Nilai (mg/100 g bk) 12,6 13,9 13,25 123 123,6 123,3
Lampiran 12a. Data kadar fosfor kerupuk matang Kepala udang : air Kontrol
1:2
Ulangan 1 2 Rata-rata 1 2 Rata-rata
Nilai (mg/100 g bk) 8,5 8,8 8,65 113,7 116,9 115,3
Lampiran 12b. Data uji kemekaran Kepala udang : air Kontrol
1:2
Ulangan 1 2 Rata-rata 1 2 Rata-rata
Nilai (%) 252,19 245,51 248,85 261,38 231,55 246,47
Lampiran 12c. Data uji kekerasan Kepala udang : air Kontrol
1:2
Ulangan 1 2 Rata-rata 1 2 Rata-rata
Nilai (%) 344,7 284,6 314,65 224,6 360,8 292,7
Lampiran 13. Analisis ekonomi kerupuk berkalsium dengan penambahan flavor cair dengan perbandingan kepala udang dan air 1 : 2 dalam takaran saji 100 gram (secara kasar) Biaya pokok produksi • Bahan-bahan penyusun : - Tepung tapioka 100 g - Gula pasir 2g - Bawang putih 2g - Garam 4g - Minyak goreng 100 ml - Tepung cangkang rajungan 10 g - Flavor kepala udang 100 ml • Biaya proses (NaOH, listrik dan air)
= Rp 600 = Rp 15 = Rp 10 = Rp 10 = Rp 1000 = Rp 1000 = Rp 850 = Rp 1000
JUMLAH
= Rp 4475