SEMNAS FEKON 2016
PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNKASI (TIK) SEBAGAI INOVATIF PEMBELAJARAN DAN STRATEGI PROMOSI PADA PERGURUAN TINGGI DI ERA DIGITAL 1)
Yushita Marini, SE, M.Si 1) Dosen Jurusan Manajemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Terbuka
ABSTRACT: Utilization of Information and Communication Technology (ICT) in education world is not just to provide ease of service and to research, but it can also be used for educational and promotional activities of packaging information/knowledge-value appropriate for its users. In addition can be used as a development education and promotion strategy, in Open University, strategy and innovation in educational activities can also be used as development of education as marketing management in economics at college. Direct implementation of the learning innovations can be realized with good feedback between education stakeholders with the costumer in this case colleges in the use of digital information as the transformation of the promotion strategy. Keyword: Marketing Promotion Strategy, Development Education, The Learning Inovation, Information and Communication Technology (ICT) ABSTRAK Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) didunia pendidikan tidak hanya sekedar untuk memberikan kemudahan dalam pelayanan dan penelusuran informasi kepada pengguna, tetapi juga dapat dimanfaatkan untuk kegiatan promosi pendidikan dan pembuatan kemasan informasi/pengetahuan yang bernilai tepat guna bagi penggunanya. Selain dapat dimanfaatkan sebagai perkembangan pendidikan dan strategi promosi, di Universitas Terbuka, strategi dan inovasi dalam kegiatan pendidikan juga dapat dimanfaatkan sebagai pengembangan materi pembelajaran manajemen pemasaran dibidang ekonomi pada perguruan tinggi. Implementasi langsung terhadap inovasi pembelajaran, dan penguasaan materi dapat terwujud dengan feedback yang baik antara pelaku pendidikan kepada konsumen dalam hal ini mahasiswa dalam memanfaatkan informasi digital sebagai transformasi strategi promosi pemasaran. Keyword: Strategi Promosi Pemasaran, Perkembangan Pendidikan, Inovasi Pembelajaran, Teknologi Informasi dan Komunikasi PENDAHULUAN Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) didunia pendidikan tidak hanya sekedar untuk memberikan kemudahan dalam pelayanan dan penelusuran informasi kepada pengguna, tetapi juga dapat dimanfaatkan untuk kegiatan promosi, seperti pada bidang pendidikan dan pembuatan kemasan informasi/pengetahuan yang bernilai tepat guna bagi penggunanya. Dalam pemanfaatan TIK tersebut tentunya diperlukan strategi dan inovasi yang tepat bagi para pendidik dan pengelola perguruan tinggi untuk meningkatkan mutu layanan pembelajaran yang berorientasi pada kebutuhan informasi pengguna (user oriented). Pendidikan memang merupakan perusahaan nirlaba (non-profit), namun tidaklah salah bila dunia pendidikan melakukan inovasi dalam meningkatkan kepuasan pelanggan, dalam hal ini mahasiswa. Beberapa ide inovasi layanan yang dapat dilakukan dunia pendidikan adalah mempromosikan produk dan jasa pendidikan serta melakukan kemas ulang informasi dalam berbagai bentuk paket informasi/pengetahuan, selain itu ide inovasi juga dapat dikembangkan pada proses penggunaan teknologi pembelajaran terhadap penyampaian informasi/pengetahuan materi pembelajaran. Muncul berbagai isu pemanfaatan TIK di dunia pendidikan, seperti digital library, institutional repository, online learning, bookshop online, mass media education online dan education promotion online, diharapkan dapat menjadi peluang bagi pelaku pendidikan untuk meningkatkan layanan informasi digital dan mempromosikan sumber daya digitalnya ke masyarakat. Terkait TIK didunia pendidikan, selain dapat dimanfaatkan sebagai kegiatan promosi dan media pembelajaran perguruan tinggi, strategi dan inovasi dalam kegiatan promosi pendidikan, juga dapat dimanfaatkan sebagai pengembangan materi pembelajaran khususnya dibidang manajemen pemasaran pada bidang ekonomi, terutama di era digital. 452
SEMNAS FEKON 2016
Implementasi langsung dapat terpenuhi terhadap pembelajaran bidang ekonomi, dan penguasaan materi dapat terwujud dengan feedback yang baik antara produsen selaku pelaku pendidikan kepada konsumen selaku pelanggan atau pengguna pendidikan dalam hal ini mahasiswa dalam memanfaatkan TIK sebagai transformasi strategi pemasaran di era digital. Tulisan ini berupaya mendeskripsikan perkembangan yang terjadi dalam dunia pendidikan terhadap pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi baik untuk media promosi pemasaran, media pembelajaran maupun implementasi yang mungkin dapat dilakukan langsung dalam mempelajari strategi promosi pemasaran sebagai bagian dari materi pembelajaran ekonomi manajemen. PEMBAHASAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) mengandung pengertian luas yaitu segala kegiatan yang terkait dengan pemrosesan, manipulasi, pengelolaan, pemindahan informasi antarmedia. Istilah TIK muncul setelah adanya perpaduan antara komputer (baik perangkat keras maupun perangkat lunak) dengan teknologi komunikasi pada pertengahan abad ke-20. Perpaduan kedua teknologi tersebut berkembang pesat melampaui bidang teknologi lainnya. Hingga awal abad ke-21, TIK masih terus mengalami berbagai perubahan dan belum terlihat titik jenuhnya. (https://id.wikipedia.org) TIK memiliki dua aspek, yaitu teknologi informasi dan teknologi komunikasi. Teknologi informasi menliputi segala hal yang berkaitan dengan proses, pemakaian sebagai alat bantu, pengelolaan informasi, serta manipulasi informasi. Teknologi komunikasi merupakan semua hal yang berkaitan dengan pemakaian alat bantu untuk memperoses serta mentransfer data dari perangkat satu ke perangkat lainnya. Pengolahan informasi dan pendistribusiannya melalui jaringan telekomunikasi membuka banyak peluang untuk dimanfaatkan di berbagai bidang kehidupan manusia, termasuk salah satunya bidang pendidikan. Ide untuk menggunakan mesin-belajar, membuat simulasi proses-proses yang rumit, animasi proses-proses yang sulit dideskripsikan sangat menarik minat praktisi pembelajaran. Dalam perkembangannya, TIK mampu hadir sebagai alat informasi dan komunikasi dalam keseharian kita, diantaranya adalah : 1. Komputer merupakan alat teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk mengolah data sesuai dengan prosedur program yang sudah dirumuskan. 2. Proyektor LCD merupakan alat yang berguna untuk menampilkan sesuatu yang berasal dari komputer atau media lain yang bisa terhubung dengan proyektor tersebut. 3. Radio merupakan alat informasi berupa gelombang elektromagnet sehingga radio tersebut menghasilkan suara. 4. Televisi merupakan media informasi dari perpaduan antara gambar dengan suara. 5. Internet merupakan jaringan global yang sangat yang saat ini populer. Internet berguna untuk bertukar informasi melalui jaringan global. 6. GPS(Global Positioning System) merupakan suatu alat informasi yang berguna untuk menentukan letak serta arah yang ada di seluruh permukaan bumi ini. 7. Satelit merupakan suatu alat informasi buatan manusia yang diletakan di ruang angkasa untuk keperluan komunikasi. 8. Telepon merupakan suatu alat komunikasi jarak jauh. Telepon dapat mengirim suara kita melalui sinyal listriknya. 9. Handphone, tidak jauh beda pengertiannya dari telepon, hanya fasilitasnya lebih komplit dengan menyatukan fungsi telepon dan komputer dalam satu alat. 10. Modem merupakan hardware atau perangkat keras guna untuk mengubah sinyal digital menjadi sinyal listrik. Untuk mengakses internet, kita membutuhkan hardware modem ini, karena modem merupakan perangkat penghubung dengan internet. 11. Jaringan (WIFI, WLAN) merupakan teknologi yang memanfaatkan peralatan elektronik untuk bertukar data secara nirkabel (baik itu menggunakan kabel, gelombang radio maupun melalui satelit) sebagai koneksi Internet berkecepatan tinggi.
453
SEMNAS FEKON 2016
12. Konferensi Video (Video Conference) merupakan seperangkat teknologi telekomunikasi interaktif yang memungkinkankan dua pihak atau lebih di lokasi berbeda dapat berinteraksi melalui pengiriman dua arah audio dan video secara bersamaan. 13. Media Sosial (Medsos) adalah sebuah media online, dengan para penggunanya bisa dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi meliputi blog, jejaring sosial, wiki, forum dan dunia virtual. Blog, jejaring sosial dan wiki merupakan bentukmedia sosial yang paling umum digunakan oleh masyarakat di seluruh dunia. 14. Aplikasi adalah suatu program komputer yang dibuat untuk mengerjakan dan melaksanakan tugas khusus dari pengguna, seperti mengolah dokumen, mengatur Windows &, permainan (game), dan sebagainya. 15. e-Mail (electronic mail) adalah salah satu jenis layanan internet yang dapat digunakan untuk berkirim surat secara elektronik. Surat akan dikirim sesuai dengan alamat yang diberikan kepadanya. INOVASI PEMBELAJARAN DAN PERKEMBANGAN PENDIDIKAN Belajar (learning) adalah suatu proses yang melibatkan mengambil informasi, memahaminya, dan kemudian menggunakannya untuk melakukan sesuatu yang anda tidak bisa melakukan sebelumnya. Pendidikan (education) Sebuah proses dan serangkaian kegiatan yang bertujuan memungkinkan individu berasimilasi dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai dan pemahaman yang tidak hanya berkaitan dengan bidang sempit aktivitas tetapi memungkinkan berbagai masalah yang harus didefinisikan, dianalisis dan dipecahkan. (Buckley, 2004) Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran menyiratkan adanya interaksi antara pengajar dengan peserta didik. Bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik merupakan kunci dari pembelajaran. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Pembelajaran yang berkualitas sangat tergantung dari motivasi pelajar dan kreatifitas pengajar. Pembelajar yang memiliki motivasi tinggi ditunjang dengan pengajar yang mampu memfasilitasi motivasi tersebut akan membawa pada keberhasilan pencapaian target belajar. Target belajar dapat diukur melalui perubahan sikap dan kemampuan siswa melalui proses belajar. Desain pembelajaran yang baik, ditunjang fasilitas yang memandai, ditambah dengan kreatifitas pengajar akan membuat peserta didik lebih mudah mencapai target belajar. Inovasi dalam pembelajaran dalam meningkatkan kemampuan pencapaian target belajar siswa perlu terus diperbaharui dan dikembangkan dengan baik dengan memanfaatkan fasilitas TIK yang saat ini sedang berkembang dalam mendukung proses pembelajaran dunia pendidikan. Kemapanan pengajar dalam memanfaatkan TIK dan mengolah kreatifitasnya dalam mengajar dan pembelajaran memudahkan terciptanya inovasi-inovasi baru yang baik diimplementasikan sebagai solusi capaian target belajar. STRATEGI PROMOSI PEMASARAN Strategi pemasaran adalah suatu pola, dimana terdapat perencanaan pemasaran, pengarahan sumber daya, serta interaksi dengan pasar, pesaing, konsumen dan sebagainya. Promosi pada hakekatnya adalah suatu komunikasi pemasaran, artinya aktifitas pemasaran yang berusaha menyebarkan informasi, mempengaruhi/membujuk, dan atau mengingatkan pasar sasaran atas perusahaan dan produknya agar bersedia menerima, membeli dan loyal pada produk yang ditawarkan perusahaan yang bersangkutan (Tciptono, 2002). Sementara Shimp & Terence A (2002) mengungkapkan arti promosi adalah suatu upaya atau kegiatan perusahaan dalam mempengaruhi ”konsumen aktual” maupun ”konsumen potensial” agar mereka mau melakukan pembelian terhadap produk yang ditawarkan, saat ini atau dimasa yang akan datang. Konsumen aktual adalah konsumen yang langsung membeli produk yang ditawarkan pada saat atau sesaat setelah promosi produk tersebut dilancarkan perusahaan. Dan konsumen potensial adalah konsumen yang berminat melakukan pembelian terhadap produk yang ditawarkan perusahaan dimasa yang akan datang. Prof. Philip Kotler (dalam Kartajaya,1992) mengatakan bahwa salah satu strategi memenangi persaingan dalam strategi promosi pemasaran adalah dengan menggunakan Public Relation yang baik. Beliau memberikan 454
SEMNAS FEKON 2016
singkatan pada strategi penggunaan Public Relation ini dengan istilah P-E-N-C-I-L-S, yang diuraikan sebagai berikut: 1. Publication (publikasi) : Perusahaan dapat mengusahakan penerbitan-penerbitan tertentu untuk meningkatkan citra perusahaan. 2. Event (kegiatan): Event yang dirancang secara tepat dapat mencapai suatu tujuan public relation tertentu. 3. News (pemberitaan): Semua usaha dilakukan supaya aktivitas tertentu dari perusahaan menjadi bahan berita di media masa. 4. Comunity Involvement (kepedulian pada masyarakat) : Perusahaan berusaha akrab dan ramah pada masyarakat disekatarnya. Hal ini terutama perlu pada saat sebuah cabang suatu perusahaan didirikan di daerah baru. 5. Identity Media (penggunaan media sebagai identitas) : Semua stationary yang dipakai, mulai dari kartu nama, kertas maupun amplop harus dibuat sedemikian rupa sehingga dapat meningkatkan citra suatu perusahaan. Selain itu identity media juga dapat diterapkan pada sarana atau prasarana lain, seperti gedung, mobil pengangkut barang dan lain sebagainya. 6. Lobbying (mempengaruhi) : Kontak pribadi yang dilakukan secara informal untuk mencapai tujuan tertentu. 7. Social Invesment (investasi sosial) : Perusahaan dapat merebut hati masyarakat yang ditujunya dengan melakukan partisipasi sosial seperti pembangunan jembatan, masjid, taman fasilitas umum lainnya. Meningkatnya jumlah pengguna smartphone dan produk gadget lainnya, mendorong para pelaku ekonomi untuk mulai menyesuaikan strategi pemasaran yang mereka jalankan. Tak hanya menjangkau konsumen pengguna komputer PC, sekarang ini perusahaan mulai mengubah tampilan websitenya menjadi mobile friendly sehingga lebih banyak konsumen yang mengunjungi websitenya. Dalam aktivitas pemasaran digital terdapat istilah AIDA (Awareness, Interest, Desire, dan Action), khususnya dalam proses memperkenalkan produk atau jasa ke pasar (konsumen) sebagai kunci sukses pemasaran digital. (Haryanto, 2008). 1. Awareness (Kesadaran) : Dalam ranah digital, pemasar membangun kesadaran konsumen dengan memasang iklan terlebih dahulu di media online, seperti Detik.com. 2. Interest (Ketertarikan) : Ketertarikan muncul setelah membangun kesadaran pada konsumen. Sistem offline, konsumen langsung mencari informasi di pasar. Sistem online, konsumen mencari tahu tentang produk melalui mesin pencari (Google, Yahoo! dll) dan jejaring sosial (Facebook, Twitter dll). 3. Desire (Keinginan) : Timbul keyakinan pada konsumen sehingga berkeinginan untuk mencoba produk atau jasa. Sistem online ditandai dengan mencari keterangan lengkap tentang produk atau jasa melalui situs web. 4. Action (Tindakan) : Tahap terakhir sebagai penentuan dari pihak konsumen terhadap produk atau jasa. Pasar adalah tempat komunikasi dua arah, begitu juga dengan pasar digital. Untuk memperoleh komunikasi tersebut, didalam dunia digital, suatu merek produk harus melakukan penempatan promosi yang tepat terlebih dahulu, dapat melalui berbagai media (Forum, blog, dan lain-lain) dan yang paling efektif ialah melalui jejaring sosial. Didunia pendidikan, promosi pasar dilakukan untuk menginformasikan dengan mengajak para calon siswa untuk dapat menuntut ilmu sesuai dengan bidang yang diinginkannya ditempat yang sesuai dengan keinginan siswa tersebut. Dengan adanya promosi digital, calon siswa dapat memperoleh informasi mengenai strategi belajar, program belajar dan proses pembelajaran.
PEMANFAATAN TIK DALAM INOVASI PEMBELAJARAN DAN PERKEMBANGAN PENDIDIKAN Pemanfaatan TIK dalam pembelajaran di Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Inisiatif menyelenggarakan siaran radio pendidikan dan televisi pendidikan merupakan upaya melakukan penyebaran informasi ke satuan-satuan pendidikan yang tersebar di seluruh nusantara. Hal ini adalah wujud dari kesadaran untuk mengoptimalkan pendayagunaan teknologi dalam membantu proses pembelajaran masyarakat. Kelemahan 455
SEMNAS FEKON 2016
utama siaran radio maupun televisi pendidikan adalah tidak adanya feedback yang seketika. Siaran bersifat searah yaitu dari narasumber atau fasilitator kepada pembelajar. Introduksi komputer dengan kemampuannya mengolah dan menyajikan tayangan multimedia (teks, grafis, gambar, suara, dan gambar bergerak) memberikan peluang baru untuk mengatasi kelemahan yang tidak dimiliki siaran radio dan televisi. Bila televisi hanya mampu memberikan informasi searah (terlebih jika materi tayangannya adalah materi hasil rekaman), pembelajaran berbasis teknologi internet memberikan peluang berinteraksi baik secara sinkron (real time) maupun asinkron (delayed). Pembelajaran berbasis Internet memungkinkan terjadinya pembelajaran secara sinkron dengan keunggulan utama bahwa pembelajar maupun fasilitator tidak harus berada di satu tempat yang sama. Pemanfaatan teknologi video conference yang dijalankan dengan menggunakan teknologi Internet memungkinkan pembelajar berada di mana saja sepanjang terhubung ke jaringan komputer. Selain aplikasi unggulan seperti itu, beberapa peluang lain yang lebih sederhana dan lebih murah juga dapat dikembangkan sejalan dengan kemajuan TIK saat ini. Salah satu inovasi pembelajaran yang sangat memanfaatkan TIK dalam pemrosesannya adalah e-learning. e-learning adalah pembelajaran melalui jasa elektronik. Meski beragam definisi namun pada dasarnya disetujui bahwa e-learning adalah pembelajaran dengan memanfaatkan teknologi elektronik sebagai sarana penyajian dan distribusi informasi. Dalam definisi tersebut tercakup siaran radio maupun televisi pendidikan sebagai salah satu bentuk e-learning. Meskipun radio dan televisi pendidikan adalah salah satu bentuk e-learning, pada umumnya disepakati bahwa e-learning mencapai bentuk puncaknya setelah bersinergi dengan teknologi internet. Internet-based learning atau web-based learning dalam bentuk paling sederhana adalah website yang dimanfaatkan untuk menyajikan materi-materi pembelajaran. Cara ini memungkinkan pembelajar mengakses sumber belajar yang disediakan oleh narasumber atau fasilitator kapanpun dikehendaki. Bila diperlukan dapat pula disediakan mailing list khusus untuk situs pembelajaran tersebut yang berfungsi sebagai forum diskusi. Fasilitas e-learning yang lengkap disediakan oleh perangkat lunak khusus yang disebut perangkat lunak pengelola pembelajaran atau LMS (learning management system). LMS mutakhir berjalan berbasis teknologi internet sehingga dapat diakses dari manapun selama tersedia akses ke internet. Fasilitas yang disediakan meliputi pengelolaan siswa atau peserta didik, pengelolaan materi pembelajaran, pengelolaan proses pembelajaran termasuk pengelolaan evaluasi pembelajaran serta pengelolaan komunikasi antara pembelajar dengan fasilitatorfasilitatornya. Fasilitas ini memungkinkan kegiatan belajar dikelola tanpa adanya tatap muka langsung di antara pihak-pihak yang terlibat (administrator, fasilitator, peserta didik atau pembelajar). ‘Kehadiran’ pihak-pihak yang terlibat diwakili oleh e-mail, kanal chatting, atau melalui video conference. Universitas Terbuka, sebagai pelopor penggunaan teknologi pendidikan, universitas yang telah ada dari tahun 1984 ini termasuk universitas yang sudah memanfaatkan teknologi baik dalam sistem pembelajarannya maupun dalam penerapan strategi pendidikannya. Sebagai universitas negeri yang menerapkan sistem belajar terbuka dan jarak jauh, institusi ini menyadari bahwa kehadiran teknologi memberikan solusi atas keterbatasan tempat dan waktu yang harus ditempuh untuk mengenyam dunia pendidikan dan meningkatkan potensi sumber daya manusia (SDM) dan mengembangkan karir. Sejak berdiri tahun 1984, Pusat Komputer (Puskom) UT telah melaksanakan pengolahan data secara terkomputerisasi. UT memiliki fasilitas hardware dan software berupa aplikasi program komputer yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan yang spesifik. Penggunaan teknologi sebagai proses pembelajarannya dilakukan dimulai dengan menggunakan e-learning radio dan televisi, sebagai proses pembelajaran satu arah perantara antara para pengajar dan para mahasiswa. Meski proses pembelajaran elearning ini dirasa kurang maksimal, namun pada perkembangan teknologi itu sendiri Universitas Terbuka semakin menyempurnakan proses pembelajarannya dengan melakukan inovasi dalam pembelajarannya. Pada tahun 2003, dimana masa berkembangnya internet dan jaringan digital teknologi, Universitas Terbuka dengan mantapnya ikut mengembangkan institusinya sebagai salah satu anggota sekaligus pendiri “The Global Mega-University Network (GMUNET). GMUNET didirikan pada tahun 2003 merupakan jaringan universitas terbuka seluruh dunia dengan jumlah mahasiswa yang terdaftar lebih dari 100.000 orang. Dengan memanfaatkan internet dan aplikasi yang dapat digunakan sebagai proses pelayanan mahasiswa dan pembelajaran, Universitas Terbuka nyatanya mampu memanfaatkan perkembangan teknologi sebagai bagian dari proses perkembangan universitas itu sendiri. Berbagai aplikasi dan software komputerisasi dan digital terus dikembangkan secara konstan dalam mengembangkan suatu layanan, mengembangkan suatu sistem, dan mengoptimalkan efesiensi pendidikan 456
SEMNAS FEKON 2016
berbasis teknologi informasi. Dimulai dari sistem registrasi yang fleksibel dengan adanya inovasi aplikasi registrasi online mahasiswa melalui internet. Kemudian ada sistem pembelajaran jarak jauh yang semakin fleksibel dengan adanya aplikasi tutorial online baik melalui internet maupun melalui jaringan digital yang dapat diunduh melalui handphone yang dapat dibawa-bawa, sehingga dapat belajar kapan dan dimana saja. Ada Video Conference, yang dapat memberkan interaksi langsung antara mahasiswa dengan pengajarnya dalam baik pembimbingan maupun dalam penyampaian materi. Lalu ada pelayanan perpustakaan yang dapat dilakukan melalui aplikasi perpustakaan online, sampai kepada pengembangan berbagai program berbantuan computer. PEMANFAATAN TIK BAGI STRATEGI PROMOSI PEMASARAN PENDIDIKAN Bagi dunia bisnis, jejaring telekomunikasi awalnya digunakan seperti halnya jejaring listrik, distribusi air, dan jejaring utilitas lain. Apa yang dulunya merupakan biaya untuk menjalankan bisnis, sekarang menjadi sumber keuntungan kompetitif. Layanan TIK sekarang digunakan oleh semua sektor ekonomik, mulai dari pertambangan dan pertanian sampai layanan finansial, manufaktur dan kepariwisataan. Jejaring privat ini hadir di semua industri global, di mana perusahaan multinasional menjadi perusahaan jejaring. Para pengguna bisnis berskala besar memiliki kebutuhan akan sistem yang cost-effective, leluasa, aman, automated, terpadu dan terandalkan. Jika para penyedia layanan lokal tidak dapat memenuhi kebutuhan ini, dengan biaya yang masuk akal, perusahaanperusahaan besar memiliki pilihan untuk mengembangkan sendiri jejaring privat atau jejaring umum yang terus berkembang didunia teknologi. Begitu juga dengan dunia pendidikan, sebagai bagian dari sektor yang mampu meningkatkan perkembangan perekonomian, institusi pendidikan telah dapat mengkoordinasikan produk pembelajaran dan marketing dengan sistem komunikasi berbasis satelit dengan kapabilitas video-conferencing, untuk tujuan mengkoordinasikan pengembangan produk dan penggunaan proses pembelajarannya. Sebagaimana dengan pemanfaatan TIK bagi Perusahaan-perusahaan pada umumnya, institusi pendidikan juga dapat mengembangkan jejaring TIK sendiri baik untuk strategi promosi, pengembangan inovasi pembelajaran, maupun pengembangan inovasi dari proses pembelajaran tersebut. Universitas Terbuka yang diberikan keistimewaan dalam pelaksanaan sistem pembelajarannya dan sistem perkembangan produknya terus mengadopsi TIK baru untuk memberikan inovasi-inovasi yang positif dalam meningkatkan kualitas instansi tersebut. Kehadiran teknologi informasi kemudian disadari masyarakat luas, saat internet dirasa mulai dapat menghadirkan berbagai solusi dalam penyampaian informasi dimasyarakat, termasuk dapat membantu proses pembelajaran dan proses pengembangan informasi pendidikan yang ada. Universitas Terbuka baik secara langsung atau tidak langsung membuka informasi bagi masyarakat luas mengenai mudahnya belajar dengan e-learning. Melalui website, sosial media dan pengembangan aplikasi yang terus dilakukan mengikuti perkembangan teknologi digital. Tidak salah bila kemudian Universitas Terbuka termasuk dalam “The Top Ten Mega University of the World” yang mampu memaksimalkan pemanfaatan TIK dalam dunia pendidikan. Bila dilihat dari penggunaan strategi promosi pemasaran, Universitas Terbuka nyatanya mampu menggunakan public relation dengan baik. Dari hasil analisis, strategi public relation Universitas Terbuka mampu terlaksana dengan baik dilihat dari : 1. Publication (publikasi) : Instansi Universitas Terbuka telah menerbitkan dan mempublikasikan banyaknya karya ilmiah, majalah pendidikan, buku materi (modul) dan inovasi-inovasi aplikasi yang dapat meningkatkan citra perusahaan. 2. Event (kegiatan) : Berbagai Event yang sering dilakukan dirancang secara tepat sehingga mencapai suatu tujuan public relation tertentu, seperti seminar nasional, sosialisasi dan promosi, Dies Natalis, wisuda dan banyak event yang menunjukkan nama baik instansi. 3. News (pemberitaan) : Berbagai berita mengenai pendidikan, khususnya pendidikan terbuka dan jarak jauh serta pemanfaatan e-leraning, Pelaku Pendidikan Universitas Terbuka sering dijadikan pembicara atau penyaji materi terhadap setiap pemberitaan, baik itu pada televisi, radio maupun media cetak dan media digital. 4. Comunity Involvement (kepedulian pada masyarakat) : Universitas Terbuka sering menunjukkan kepeduliannya terhadap masyarakat disekatarnya dengan melakukan kegiatan kepedulian masyarakat dibanyak daerah. Kegiatan Go Green dengan penanaman seribu pohon memberikan nilai positif terhadap 457
SEMNAS FEKON 2016
image instansi sebagai bukti kepeduliannya terhadap lingkungan. Pemberian beasiswa kepada para mahasiswanya juga sebagai bentuk kepedulian Universitas Terbuka kepada masyarakat yang ingin terus melanjutkan studi namun terbentur dengan anggaran. 5. Identity Media (penggunaan media sebagai identitas) : Penggunaan ID Pegawai UT terhadap para pelaku pendidikannya, kertas maupun amplop harus dibuat dengan logo instansi, gedung Unit Pelayanan Belajar Jarak Jauh UT yang megah diberbagai daerah, mobil dinas yang mewah yang berstiker logo UT dan lain sebagainya telah dimanfaatkan. Penggunaan media elektronik dan media sosial bagi para pelaku pendidikan yang bekerja di instansi UT juga diwajibkan menghadirkan logo UT sebagai bagian dari bentuk promosi UT terhadap media sosial dan digital yang sedang berkembang saat ini. 6. Lobbying (mempengaruhi) : Sejumlah institusi telah menjalin kerjasama dengan UT untuk meningkatkan kualitas SDM. Beberapa institusi tersebut antara lain: Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Dalam Negeri, TNI Angkatan Laut, Departemen Pertahanan dan Keamanan, Departemen Pertanian, Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Rakyat Indonesia (BRI), Garuda Indonesia, Merpati Nusantara, PT Pos Indonesia, Badan Pusat Statistik, PT Indosat, PT Tugu Pratama, Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Pusat pendidikan Ma'had Al-Zaytun, Bank Tabungan Negara (BTN), ANRI, BKN, STEKPI, dan PT Jakarta Software Komunikasi serta seluruh Dinas Pendidikan Provinsi, Kabupaten dan Kota se-Indonesia. Universitas Terbuka juga telah melakukan kerjasama keberbagai organisasi Internasional didunia. 7. Social Invesment (investasi sosial) : Universitas Terbuka memberikan investasi sosial melalui kegiatan pengabdian masyarakat dibanyak daerah. Selain kegiatan Go Green dengan penanaman seribu pohon, Universitas Terbuka melalui UPBJJ-UT didaerah sering melakukan berbagai kegiatan pelatihan pengembangan tutorial pembelajaran kepada para pendidik lainnya yang berada didaerah, sebagai bentuk investasi jangka panjang UT kepada para masyarakat mengenai manfaat tutorial dan e-learning. Dalam aktivitas pemasaran digital, Universitas Terbuka dapat dikatakan telah menjalankan kunci sukses pemasaran digital. Perhatian khusus terhadap AIDA (Awareness, Interest, Desire, dan Action), khususnya dalam proses memperkenalkan produk pendidikan atau jasa ke pasar (kemahasiswa) sebagai kunci sukses pemasaran digital. 1. Awareness (Kesadaran) : Dalam ranah digital, UT memasarkan produk pendidikan dan media pembelajarannya dengan memasang iklan terlebih dahulu di media online, seperti Google.com, Kompas.com, Detik.com dan banyak media online lainnya. 2. Interest (Ketertarikan) : Ketertarikan muncul setelah membangun kesadaran pada konsumen, dalam hal ini calon mahasiswa. Sistem offline, calon mahasiswa langsung mencari informasi ke instansi setempat diberbagai daerah, dalam hal ini UT diwakili oleh UPBJJ-UT didaerah. Sistem online, calon mahasiswa dapat mencari tahu tentang produk pendidikan dan bidang studi pendidikan melalui mesin pencari (Google, Yahoo! dll) dan jejaring sosial (Facebook, Twitter dll). 3. Desire (Keinginan) : Timbul keyakinan pada konsumen sehingga berkeinginan untuk mencoba produk atau jasa. Sistem online ditandai dengan mencari keterangan lengkap tentang produk atau jasa melalui situs web. Guna memenuhi keinginan konsumen, UT memberikan transparansi dan keterbukaan informasi mengenai produk pendidikan, sistem pembelajaran dan sistem penyelenggaraan UT agar komunikasi antar konsumen (dalam hal ini mahasiswa) dan produsen (Pelaku Pendidikan UT) dapat berjalan baik. 4. Action (Tindakan) : Tahap terakhir sebagai penentuan dari pihak konsumen terhadap produk atau jasa. Untuk meyakinkan konsumen dalam hal ini mahasiswa untuk dapat bergabung dengan UT, UT terus melakukan interaksi mengenai informasi yang benar-benar dibutuhkan mahasiswa agar konsumen dapat mengambil tindakan dengan ikut bergabung menjadi mahasiswa UT atau membeli modul yang sudah disukainya. Pemanfaatan TIK dapat dimaksimalkan oleh UT dalam memberikan kontribusi yang positif kepada perusahaan, baik itu pemanfaatan terhadap media digital pembelajaran sebagai inovasi strategi pembelajaran, maupun pemanfaatan dalam menjalankan strategi promosi pemasaran produk pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari berbagai analisis diatas terhadap penggunaan strategi promosi pemasaran digitalnya. PEMANFAATAN TIK BAGI IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN STRATEGI PEMASARAN EKONOMI MANAJEMEN 458
SEMNAS FEKON 2016
Dengan melihat dan mempelajari keberhasilan pemanfaatan TIK yang dilakukan oleh Universitas Terbuka, maka dapat dijadikan acuan terhadap pengimplementasian pada pembelajaran strategi pemasaran ekonomi manajemen. Pemberian contoh implementasi langsung dapat diterapkan bagi mata kuliah strategi pemasaran. Dengan memanfaatkan media digital e-learning pembelajaran, mahasiswa manajemen dapat mendiskusikan pengembangan strategi yang digunakan UT dalam melakukan inovasi terhadap produk (dalam hal ini produk pendidikan) dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan pasar (dalam hal ini dunia pendidikan). Mahasiswa kemudian dapat mencoba memulai ide-ide kreatif dan inovatif terhadap dunia bisnis ekonomi dengan menggunakan strategi yang UT telah dilakukan sebagai dasar implementasi strategi pemasaran tersebut. Dengan memaksimalkan pemanfaatan TIK bagi pembelajaran secara langsung meningkatkan wawasan SDM dari para mahasiswa UT. DAFTAR PUSTAKA Buckley, Jack., Mark Schneider, and Yi Shang. 2004. The Effects of School Facilities on Teacher Retention in Urban School Districts. National Clearinghouse for Educational. Facilities. Vol. 2 No. 1, pp: 1 – 10. Haryanto, Edy. (2008). Teknologi Informasi dan Komunikasi: Konsep dan Perkembangannya. Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi Sebagai Media Pembelajaran : Wikipedia.com tanggal akses 09 September 2016 https://id.wikipedia.org/wiki/Pembelajaran, tanggal akses 09 September 2016 http://jurnal-sdm.blogspot.co.id/2009/08/strategi-promosi-penjualan-definisi.html, tanggal akses 09 September 2016 https://taniakharismaya.wordpress.com/2015/05/31/pemanfaatan-teknologi-informasi-dalam-komunikasibisnis/, tanggal akses 10 September 2016 Kartajaya, Hermawan. 1992. Marketing Plus: Jalur Sukses untuk Bisnis, Jalur Bisnis untuk Sukses. Jakarta: Penerbit Pustaka Sinar Harapan. Kamus Besar Bahasa Indonesia Robbins, Stephen P. Perilaku Organisasi Buku 1, 2007, Jakarta: Penerbit Salemba Empat. Shimp, Terence A. 2000. Periklanan Promosi. Jakarta: Penerbit Erlangga. Situs Resmi Universitas Terbuka Tciptono, Fandy. 2002. Strategi Pemasaran. Yogyakarta: Penerbit ANDI.
459
SEMNAS FEKON 2016
PENGARUH BRAND PERSONALITY DAN SELF CONGRUITY TERHADAP LOYALITAS PELANGGAN DENGAN GENDER SEBAGAI VARIABEL MODERASI Yusnaidi1, Yohandes Rabiqy2 Universitas Teuku Umar, Meulaboh Email :
[email protected] Universitas Teuku Umar, Meulaboh Email :
[email protected] ABSTRAK Persaingan antar produk petualangan semakin ketat seiring dengan semakin banyak produk tersebut yang tidak hanya terkait dengan kegunaan produk namun telah menjadi bagian dari gaya hidup. Pelanggan cenderung mengidentikkan kepribadian merek suatu produk dengan kepribadiannya. Sehingga tercipta suatu ikatan yang kuat antara kedua pihak. Demikian pula dengan self congruity yang terkait dengan cara pandang konsumen terhadap diri sendiri. Penelitian ini mengembangkan tiga model persamaan regresi dimana ketiga persamaan memperlihatkan hasil bahwa ada pengaruh positif brand personality dan self congruity terhadap loyalitas pelanggan dimana gender sebagai variabel moderasi. Oleh karenanya produsen perlu secara terus menerus memperkuat brand personality nya serta memperhatikan self congruity para konsumen guna mempertahankan dan meningkatkan loyalitas pelanggan. Kata Kunci: Brand personality, self congruity, loyalitas pelanggan ABSTRACT The competition in adventure products market is really fierce. There are many products in this market and the products are not only related to its utilities but has been developed as part of the lifestyle. The customers used to identify brand personalities of the product to their own personalities. Therefore the products and customer personalities are united. Self congruity is defined as the way customer look them self. This research develops three regression models. All of those models show that brand personalities and self congruity have positif impact to customer loyalty where as gender as the moderat variable. In conclusion producer should strengthen its brand personalities and pay attention to consumer self congruity to maintain and increse customer loyalty. Key words: Brand personality, self congruity, customer loyalty. I.
PENDAHULUAN Persaingan dalam dunia bisnis saat ini, semakin tinggi dan mempertahankan konsumen menjadi semakin sulit. Hal ini terlihat dari semakin banyaknya alternatif produk yang dapat dipilih oleh konsumen. Perusahaan harus dapat menentukan strategi pemasaran yang tepat agar usahanya dapat bertahan dan memenangi persaingan. Terjadinya persaingan ketat mengakibatkan tantangan untuk mendapatkan konsumen dan membuat konsumen loyal terhadap suatu merek semakin sulit. Perkembangan merek sangat berpengaruh dalam dunia fashion karena merek sering dikaitkan dengan ciri-ciri kepribadian manusia. Kepribadian merek (brand personality) memainkan peran penting dalam keberhasilan sebuah merek. Hal itu menyebabkan pelanggan turut merasakan kepribadian merek dan mengembangkan hubungan yang kuat dengan merek (Doyle, 1990). Menurut Gelder (2005) brand personality adalah suatu cara yang bertujuan untuk menambah daya tarik merek terhadap pandangan konsmen. Konsumen sendiri mungkin memiliki preferensi yang berbeda untuk setiap merek dan produk yang mana disesuaikan dengan brand personality dan karakter kepribadian atau konsep diri konsumen tersebut (Govers dan Schoormans, 2005). Konsep citra diri telah digunakan pemasar sebagai bantuan dalam pemahaman yang lebih baik bagaimana konsumen dapat mengidentifikasi diri mereka dengan produk yang mereka beli. Dalam self-congruity konsumen didasarkan pada pandangan dan sikap individu terhadap diri sendiri. Ekinci & Riley (2003) menjelaskan bahwa self- congruity merupakan prediktor signifikan dalam menentukan aspek perilaku konsumen pasca pembelian seperti kepuasan. Self Congruity terdiri dari empat indikator dimensi (Schiffman & Kanuk, 2008), yaitu: Actual Self Congruity, Social Self Congruity, Ideal Self Congruity, Ideal 460
SEMNAS FEKON 2016
Social Self Congruity. Pandangan individu diri terkait dengan fisik, karakteristik individual, dan motivasi diri. Jika konsumen telah mengkonsepkan diri sebenarnya mereka akan termotivasi untuk menggunakan merek produk yang akan memuaskan personality. Meningkatnya kegiatan di alam bebas juga berbanding lurus dengan meningkatnya konsumsi permintaan akan jenis produk merek outdoor. Dapat dilihat sekarang ini banyak sudah bermunculan toko (outlet) yang menjual merek-merek outdoor dengan berbagai macam jenis merek outdoor baik produk lokal maupun luar negeri seperti Consina, Jack Wolfskin, Eiger, Avtech, The North Face, dan lain-lain. Perkembangan merek outdoor sekarang ini bukan hanya sekedar untuk kegiatan berpetualangan (adventure) saja, tetapi sudah berubah menjadi lifestyle konsumen keseharian. Objek dalam penelitian ini adalah konsumen produk merek Eiger. Eiger merupakan sebuah label yang memproduksi berbagai macam peralatan yang biasa digunakan khusus untuk kegiatan pecinta alam. Namun tidak dipungkiri bahwa banyak orang yang memakai produk ini untuk digunakan setiap hari, tanpa membedakan gender. Merek Eiger dikenal luas dan diakui sebagai merek terkemuka lokal di Indonesia. Yang memiliki kepribadian merek (brand personality) yang sangat kuat. Semakin banyaknya perusahaan yang menghasilkan produk yang sama, maka akan menciptakan persaingan yang ketat dan brand personality merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh dalam suatu pemasarannya. Jenis produk Eiger antara lain seperti alat-alat pertualangan, sandal, tas, pakaian, aksesoris, dan lain sebagainya. Salah satu produk yang banyak diminati para konsumen adalah jenis tas laptop. Seperti yang dikutip dari www.topbrand-award.com tas laptop merek Eiger termasuk jenis produk top brand dengan memiliki peningkatan penilaian pada setiap tahunnya seperti pada tahun 2014 tas eiger memiliki index penilaian sebesar 13,0% dan pada tahun 2015 meningkat menjadi 22,3%. index peningkatan tas laptop eiger dalam urutan top brand award mengalami peningkatan sebesar 9,3%. Berdasarkan latar belakang penjelasan yang diuraikan diatas maka rumusan permasalahan yang ingin diteliti dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah brand personality berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan ? 2. Apakah self-congruity berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan ? 3. Apakah gender memoderasi brand personality terhadap loyalitas pelanggan ? 4. Apakah gender memoderasi self-congruity terhadap loyalitas pelanggan ? Sirgy (1986) mengemukakan bahwa gender sebagai inti konsep diri, dan telah digunakan untuk mempangruhi efek self-congruity yang dibuat dalam produk konsumen dan merek konsumsi. Adapun model penelitian yang akan dikembangkan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: Brand Personality
Customer Loyalty
Self Congruity Gender Gambar 1. Model Kerangka Penelitian II. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode kuantitatif. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh konsumen Eiger di kalangan mahasiswa atau pelajar kota Banda Aceh. Sampel dari penelitian ini adalah 100 orang responden yaitu dengan kriteria bahwa mereka berdomisili di Banda Aceh dan pernah membeli produk merek Eiger. Operasional variabel dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Y (Loyalitas Pelanggan) dengan indikator utama (1) Melakukan pembelian secara teratur, (2) Membeli antar lini produk dan jasa, (3) Mereferensikan kepada orang lain, (4) Tidak berniat pindah Griffin (2005). Definisi operasional dari loyalitas pelanggan adalah perilaku pembelian yang didefinisikan pembelian 461
SEMNAS FEKON 2016
nonrandom yang diungkapkan dari waktu ke waktu oleh beberapa unit pengambilan keputusan Griffin (2005). 2. X1 (Brand Personality) dengan indikator utama yaitu (1) Sincerity, (2) Excitement, (3) Competence, (4) Sophistication, (5) Ruggedness, (Amstrong, 2006). Definisi operasional dari Brand Personality yaitu suatu cara yang bertujuan untuk menambah daya tarik merek terhadap pandangan konsumen. (Gelder, 2005) 3. X2 (Self Congruity) dengan indikator utama (1) actual self congruity, (2) social self congruity, (3) ideal self congruity, (4) Ideal Self Social Congruity (Schiffman & Kanuk, 2008). Definisi operasional dari self congruity adalah sebagai predictor signifikan dalam menentukan aspek perilaku konsumen pasca pembelian seperti kepuasan (Ekinci& Riley, 2003). 4. Z (Gender sebagai Moderating Variabel). Hipotesis penelitian ini adalah : Ho1 : Brand personality berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan. Ho2 : Self-congruity berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan. Ho3 : Moderat gender berpengaruh terhadap brand personality dan loyalitas pelanggan. Ho4 : Moderat gender berpengaruh terhadap self-congruity dan loyalitas pelanggan. III. Hasil Penelitian dan Pembahasan Analisis regresi terhadap data primer menghasilkan nilai statistik sebagaimana diterangkan pada bagian berikut. 1. Analisis Pengaruh Brand Personality Dan Self Congruity Terhadap Loyalitas Pelanggan Berdasarkan hasil regresi dapat dibuat garis persamaan linier sebagai berikut: Y = 0,295X1 + 0,389X2 Maka dari persamaan tersebut dapat menjelaskan bahwa koefisien regresi Brand Personality (X1) bernilai positif (0,295) sehingga menunjukkan Brand Personality berpengaruh positif terhadap Loyalitas Pelanggan (Y) pada konsumen Eiger kalangan mahasiswa atau pelajar kota Banda Aceh. Koefisien regresi Self Congruity (X2) bernilai positf (0,389) sehingga menunjukkan Self Congruity berpengaruh positif terhadap Loyalitas Pelanggan (Y) pada konsumen Eiger kalangan mahasiswa atau pelajar kota Banda Aceh. Hasil analisis korelasi antara Brand Personality (X1) dan Self Congruity (X2) terhadap Loyalitas Pelanggan (Y) pada tabel diatas diperoleh adjusted R square sebesar 0,349 yang menjelaskan terdapat hubungan positif antara variabel Brand Personality (X1) dan Self Congruity (X2) terhadap Loyalitas Pelanggan (Y) dengan keeratan hubungan sebesar 34,9%. Nilai korelasi determinan (r2) sebesar 0,362 menjelaskan bahwa Brand Personality (X1) dan Self Congruity (X2) dalam meningkatkan Loyalitas Pelanggan (Y) sebesar 36,2%. Sementara nilai sisa (nilai residu) dari peran variabel tersebut sebesar 0,638 (63,8%). Dengan demikian Brand Personality (X1) dan Self Congruity (X2) dominan dalam mempengaruhi Loyalitas Pelanggan pada konsumen Eiger kalangan mahasiswa atau pelajar kota Banda Aceh. 2. Analisis Pengaruh Brand Personality, Self Congruity, dan Gender Terhadap Loyalitas Pelanggan. Berdasarkan hasil regresi dapat dibuat garis persamaan linier sebagai berikut: Y= 0,230X1 +0,345X2 + 0,195Z. Maka dari persamaan tersebut dapat menjelaskan bahwa koefisien regresi Brand Personality (X1) bernilai positif (0,230) sehingga menunjukkan Brand Personality berpengaruh positif terhadap Loyalitas Pelanggan (Y) pada konsumen Eiger kalangan mahasiswa atau pelajar kota Banda Aceh. Koefisien regresi Self Congruity (X2) bernilai positif (0,345) sehingga menunjukkan Self Congruity berpengaruh Personality berpengaruh positif terhadap Loyalitas Pelanggan (Y) pada konsumen Eiger kalangan mahasiswa atau pelajar kota Banda Aceh.. Koefisien regresi Gender (Z) bernilai positif (0,195) sehingga menunjukkan Gender berpengaruh positif terhadap Loyalitas Pelanggan (Y). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, dikarenakan penelitian ini menggunakan koefisien korelasi dari nilai standardized coefficient, maka untuk nilai analisis korelasi digunakan adjusted R Square. Hasil analisis korelasi antara Brand Personaity, Self Congruity, dan Gender terhadap loyalitas pelanggan pada tabel 4.16 diperoleh adjusted R square sebesar 0,372 yang menjelaskan terdapat hubungan positif antara variabel Brand Personality (X1), Self Congruity(X2), dan Gender (Z) terhadap Loyalitas Pelanggan (Y) dengan keeratan hubungan sebesar 37,2%. 462
SEMNAS FEKON 2016
Nilai korelasi determinan (r2) sebesar 0,391 menjelaskan bahwa Brand Personality (X1), Self Congruity (X2), dan Gender (Z) dalam meningkatkan Loyalitas Pelanggan (Y) sebesar 39,1% Sementara nilai sisa (nilai residu) dari peran variabel tersebut sebesar 0,609 (60,9%). Dengan demikian Brand Personality (X1), Self Congruity (X2), dan Gender (Z) dominan dalam mempengaruhi Loyalitas Pelanggan pada konsumen Eiger kalangan mahasiswa atau pelajar kota Banda Aceh. 3. Analisis Pengaruh Brand Personality, Self Congruity dan Gender Terhadap Loyalitas Pelanggan dengan Gender Sebagai Variabel Moderasi Berdasarkan hasil regresi dapat dibuat garis persamaan linier adalah sebagai berikut: Y = 0,251X1 + 0,294X2 + 0,554Z+ 0,315X1Z + 0,161X2Z Maka dari persamaan tersebut dapat menjelaskan bahwa koefisien regresi Brand Personality (X1) bernilai positif (0,251) artinya ketika Brand Personality pada konsumen Eiger di kalangan mahasiswa atau pelajar kota Banda Aceh meningkat maka akan meningkatkan Loyalitas Pelanggan (Y). Koefisien regresi Self Congruity (X2) bernilai positif (0,294) artinya ketika Self Congruity pada konsumen Eiger di kalangan mahasiswa atau pelajar kota Banda Aceh meningkat maka akan meningkatkan Loyalitas Pelanggan (Y). Koefisien regresi Gender (Z) bernilai positif (0,554) artinya ketika Gender tinggi, maka akan meningkatkan Loyalitas Pelanggan. Brand Personality yang dimoderasikan oleh Gender diperoleh nilai koefisien regresi yang bernilai positif (0,315) artinya semakin tinggi Brand Personality dengan adanya Gender yang baik, maka akan meningkatkan Loyalitas Pelanggan pada konsumen Eiger kalangan mahasiswa atau pelajar kota Banda Aceh. Self Congruity yang dimoderasikan oleh Gender diperoleh nilai koefisien regresi yang bernilai positif (0,161) artinya semakin tinggi Self Congruity dengan adanya Gender yang baik, maka akan akan meningkatkan Loyalitas Pelanggan pada konsumen Eiger di kalangan mahasiswa atau pelajar kota Banda Aceh. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, dikarenakan penelitian ini menggunakan koefisien korelasi dari nilai standardized coefficient, maka untuk nilai analisis korelasi digunakan adjusted R Square. Hasil analisis korelasi antara Brand Personality dan Self Congruity terhadap Loyalitas Pelanggan dengan Gender sebagai variabel moderasi pada tabel 4.16 diperoleh adjusted R square sebesar 0,432 yang menjelaskan terdapat hubungan positif antara variabel Brand Personality (X1) dan Self Congruity (X2) terhadap Loyalitas Pelanggan (Y) dengan Gender (Z) sebagai variabel moderasi dengan keeratan hubungan sebesar 43,2%. Nilai korelasi determinan (r2) sebesar 0,461 menjelaskan bahwa Brand Personality (X1) dan Self Congruity (X2) terhadap Loyalitas Pelanggan (Y) dengan Gender (Z) sebagai variabel moderasi meningkat sebesar 46,1%. Dengan demikian Brand Personality (X1), Self Congruity (X2), dan Gender (Z) dominan dalam mempengaruhi Loyalitas Pelanggan pada konsumen Eiger kalangan mahasiswa atau pelajar kota Banda Aceh. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan metode Moderating Regression Analysis (MRA) untuk mengetahui pengaruh antar variabel yang meliputi: 1. Brand Personality berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan sebagai hipotesis 1. 2. Self Congruity berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan sebagai hipotesis 2. 3. Brand Personality berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan yang dimoderasikan oleh Gender sebagai hipotesis 3. 4. Self Congruity berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan yang dimoderasikan oleh Gender sebagai hipotesis 4. Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa variabel Brand Personality diperoleh nilai beta koefisien regresi dengan arah positif sebesar 0,295 dengan probabilitas <0,05. Sehingga hal tersebut membuktikan bahwa hipotesis 1 terdukung. Berdasarkan tabel 4.15 dapat diketahui bahwa variabel Self Congruity diperoleh nilai beta koefisien regresi dengan arah positif sebesar 0,389 dengan probabilitas <0,05. Sehingga hal tersebut membuktikan bahwa hipotesis 2 terdukung. Berdasarkan tabel 4.15 dapat diketahui bahwa variabel Brand Personality yang dimoderasikan oleh Gender diperoleh nilai beta koefisien regresi dengan arah positif sebesar 0,315 sehingga menunjukkan bahwa Gender berada pada pengaruh positif terhadap Loyalitas Pelanggan. Artinya semakin Brand Personality yang didukung dengan adanya Gender pada konsumen Eiger kalangan mahasiswa atau pelajar kota Banda Aceh tinggi maka akan meningkatkan Loyalitas Pelanggan. Nilai signifikan yang diperoleh sebesar 0,001 sehingga dapat disimpulkan bahwa Gender memoderasi Brand Personality berpengaruh signifikan terhadap Loyalitas Pelanggan 463
SEMNAS FEKON 2016
pada konsumen Eiger kalangan mahasiswa atau pelajar kota Banda Aceh karena nilai signifikan yang diperoleh lebih kecil dari 0,05 . sehingga hal tersebut membuktikan bahwa hipotesis 3 terdukung. Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa variabel Self Congruity yang dimoderasikan oleh Gender diperoleh nilai beta koefisien regresi dengan arah positif sebesar 0,161 sehingga menunjukkan bahwa Gender berada pada pengaruh Positif terhadap Loyalitas Pelanggan. Artinya semakin Self Congruity yang didukung dengan adanya Gender pada konsumen Eiger kalangan mahasiswa atau pelajar kota Banda Aceh tinggi maka akan meningkatkan Loyalitas Pelanggan. Nilai signifikan yang diperoleh sebesar 0,003 sehingga dapat disimpulkan bahwa Gender memoderasi Self Congruity berpengaruh signifikan terhadap Loyalitas Pelanggan pada konsumen Eiger kalangan mahasiswa atau pelajar kota Banda Aceh karena nilai signifikan yang diperoleh lebih kecil dari 0,05 . sehingga hal tersebut membuktikan bahwa hipotesis 4 terdukung. Tabel 1. Rangkuman Hasil Analisis Regresi Untuk Menguji Efek Moderasi dari Gender Sumber: Data Gender (Z) Loyalitas Pelanggan (Y) Primer (diolah), Tahap persamaan Tahap 1 (β) Tahap 2 (β) Tahap 3 (β) 2016 Brand Personality 0,295 0,230 0,251 Self Congruity Gender Moderasi 1 Moderasi 2
0,389
0,345 0,195
0,294 0,554 0,315 0,161
R 0,602 0,626 0,349 R² 0,362 0,391 0,372 ∆R² 0,415 0,655 0,432 Signifikan pada tingkat p<0,05 Berdasarkan tabel 1 diatas menunjukkan bahwa pada persamaan pertama, Brand Personality berpengaruh signifikan terhadap loyalitas pelanggan dengan nilai regresi 0,295 pada probabilitas <0,05 dan pada self congruity berpengaruh signifikan terhadap loyalitas pelanggan dengan nilai regresi 0,389. Pada persamaan kedua, brand personality berpengaruh signifikan terhadap loyalitas pelanggan dengan nilai 0,230 pada probabilitas <0,05 dan pada self congruity berpengaruh signifikan terhadap loyalitas pelanggan dengan nilai regresi 0,345 pada probabilitas <0,05. Pada gender berpengaruh signifikan terhadap loyalitas pelanggan dengan nilai regresi 0,195 pada probabilitas <0,05. Pada persamaan ketiga, brand personality berpengaruh signifikan terhadap loyalitas pelanggan dengan nilai 0,251 pada probabilitas <0,05 dan pada self congruity berpengaruh signifikan terhadap loyalitas pelanggan dengan nilai regresi 0,294 ada probabilitas <0,05. Pada gender berpengaruh signifikan terhadap loyalitas pelanggan dengan nilai regresi 0,554 pada probabilitas <0,05. Saat gender memoderasi brand personality berpengaruh signifikan terhadap loyalitas pelanggan dengan nilai regresi 0,315 ada probabilitas <0,05. Hal yang sama terjadi juga pada saat gender memoderasi self congruity berpengaruh signifikan terhadap loyalitas pelanggan dengan nilai regresi 0,161 pada probabilitas <0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan pengaruh brand personality terhadap loyalitas pelanggan dimoderasi oleh gender terdukung sebagai hipotesis 3. Begitu juga pengaruh self congruity terhadap loyalitas pelanggan dimoderasi oleh gender terdukung sebagai hipotesis 4. Ini merupakan tipe moderasi Quasi. Dimana tipe Quasi jika persamaan 3 dan 4 signifikan. Hasil pengujian hipotesis penelitian ini terangkum sebagai berikut : Hipotesis H1 : Brand Personality berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan (Terdukung). Hipotesis H2 : Self Congruity berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan (Terdukung). Hipotesis H3: Brand Personality berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan.yang dimoderasikan oleh gender (Terdukung). Hipotesis H4 : Self Congruity berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan.yang dimoderasikan oleh gender (Terdukung).
464
SEMNAS FEKON 2016
Berikut gambaran hubungan variabel Brand Personality dan Self Congruity terhadap Loyalitas Pelanggan dengan Gender sebagai variabel moderasi setelah dilakukan analisis faktor, yang dapat diperhatikan pada kerangka pemikiran berikut: 0,295 Brand 0,389 Personality 0,315 Loyalitas (X1) 0,161 Pelanggan (Y) Self Congruity (X2) Gender (Z) Gambar 2. Kerangka Pemikiran Teoritis
IV. Kesimpulan Brand Personality yang diindikasikan dengan adanya karakter yang tulus (sincerity), karakter unik yang penuh semangat (excitement) dan suatu yang dapat diandalkan oleh konsumen (competence) berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan. Self Congruity yang diaktualisasikan dengan adanya konsep diri yang secara nyata telah ditunjukan individu pada lingkungannya, konsep diri yang sebenarnya ingin dicapai oleh individu dalam kehidupan pribadinya, dan konsep diri yang mendorong individu untuk menunjukkan sisi ideal dari dirinya yang juga berpengaruh positif terhadap loyalitas pelanggan. Pengaruh Brand Personality dan Self Congruity terhadap Loyalitas Pelanggan pada konsumen Eiger kalangan mahasiswa atau pelajar kota Banda Aceh akan meningkat dengan adanya Gender. Gender merupakan bagian dari Quasi moderator atau moderasi semu, karena selain berfungsi sebagai prediktor juga sebagai pemoderasi. DAFTAR PUSTAKA Chi, H. K., Huery, R. Y., & Ya, T. Y. (2009). The impact of brand awareness on consumer purchase intention: The mediating effect of perceived quality and brand loyalty. Journal of International Management Studies, 4(1), 135-144. Gobe, Marc. (2005). Emotional Branding. Jakarta: Erlangga. Griffin, Jill, 2005. Customer Loyalty: Menumbuhkan dan Mempertahankan Kesetiaan Pelanggan, Erlangga, Jakarta. Kotler, Philip &Keller, K. Lane, 2007. Manajemen Pemasaran, Edisi 12, Jilid 1, PT.Indeks, Jakarta. Gelder, S.V. (2005). Global brand strategy. London: Kogan Page. Schifman, Leon G& Leslie Lazar Kanuk, 2008. Perilaku Konsumen. Edisi Ketujuh. Terjemahan. Jakarta: Erlangga. Sirgy, M.J., & Su, C. (2000). Destination image, self-congruity, and travel behavior: Toward an integrative model. Journal of Travel Research, 38(4), 340–352. Vesel, P., & Zabkar, V. (2009). Managing customer loyalty through the mediating role of satisfaction in the DIY retail loyalty program. Journal of retailing and customer services, 16, 396-406. http://www.topbrand-award.com
465
SEMNAS FEKON 2016
PENGARUH EKSPEKTASI PELANGGAN, KUALITAS PRODUK DAN KEPUASAN PELANGGAN TERHADAP LOYALITAS PELANGGAN INTERNET TELKOMSEL DI BANDA ACEH Yohandes Rabiqy Universitas Teuku Umar ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menguji faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat loyalitas pelanggan internet Telkomsel di Banda Aceh. Populasi penelitian ini adalah pelanggan yang menggunakan atau berlangganan layanan Internet Unlimited Telkomsel Flash, dan minimal selama enam bulan berlangganan. Analisis regresi linier berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel harapan pelanggan, kualitas produk, dan kepuasan pelanggan dihipotesiskan efek pada loyalitas pelanggan. Hasil analisis regresi linier berganda menunjukkan bahwa faktor dominan yang mempengaruhi loyalitas pelanggan adalah variabel kualitas produk, diikuti oleh harapan pelanggan variabel, dan efek yang paling berpengaruh pada loyalitas pelanggan adalah variabel kepuasan pelanggan. Variabel penelitian ini cukup baik dalam menjelaskan loyalitas pelanggan. Saran dari penulis kepada perusahaan adalah bahwa perusahaan harus menciptakan produk yang lebih unggul dalam kualitas, dan selalu menjaga kualitas produk untuk terus berinovasi pada produk yang disesuaikan dengan keinginan pelanggan untuk produk. Selain itu, perusahaan harus memperhatikan keluhan pelanggan dengan meminimalkan keluhan pelanggan. Kata kunci : Ekspektasi, kualitas produk, kepuasan pelanggan, loyalitas pelanggan Abstract : This research aims to examine the factors that influence the level of internet customer loyalty Telkomsel in Banda Aceh. The population of this research is the customer who use or are subscrib to Internet service Unlimited Telkomsel Flash, and a minimum for six months subscription. Multiple linear regression analysis is used to determine the effect of variable customer expectations, product quality, and customer satisfaction is hypothesized to effect on customer loyalty. The results of multiple linear regression analysis showed that the dominant factor that affect the customer loyalty is the variable quality of the product, followed by a variable customer expectations, and the least effect on customer loyalty is customer satisfaction variables. The variables of this research are quite good in explaining customer loyalty. The advice from the author to the company is that companies have to create products that are superior in quality, and always maintain the quality of the product to constantly innovate on products tailored to the desires of customers to the product. Furthermore, the company have to pay attention to the complaints of customers by minimizing customer complaints. Keywords: Expectations, product quality, customer satisfaction, customer loyalty PENDAHULUAN Pertumbuhan akses internet saat ini sangat pesat. Diawali dengan masuknya internet sekitar tahun 1994, saat ini pemakai internet di indonesia sudah mencapai 16 juta, meningkat 400% dari hanya sekitar 4 juta di tahun 2000. Dari data pertumbuhan tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan internet di indonesia berkembang sangat pesat. Karena belakangan ini internet dirasakan memiliki berbagai manfaat berarti bagi umat manusia, terutama bagi beberapa golongan yang sangat memperhatikan perkembangan tekhnologi. Secara umum manfaat yang dapat diperoleh apabila seseorang mempunyai akses ke internet adalah memperoleh informasi yang luas tanpa batas secara individu, sosial, maupun informasi bisnis/pekerja pun dapat diperoleh melalui akses internet. Akses informasi internet tidak mengenal batas geografis, ras, suku, budaya, negara, maupun kelas ekonomi, atau faktor-faktor lain yang biasanya dapat menghambat pertukaran pikiran. Dari aktifitas tanpa batas ini internet mampu menciptakan suatu komunitas-komunitas unik seperti kaskus, facebook, twitter. Dan tidak menutup kemungkinan melalui komunitas dalam internet tersebut dapat terjalin kerjasama bisnis. Karena banyaknya manfaat tersebut, maka dewasa ini pengguna internet semakin meningkat jumlahnya seiring dengan banyaknya kemudahan-kemudahan yang diperoleh dalam penggunaan internet. Karena ada kebutuhan dan permintaan yang terus meningkat setiap tahunnya, terutama untuk jasa internet. Permintaan akan jasa internet ini semakin marak dan melonjak dari seluruh penjuru nusantara. Jasa 466
SEMNAS FEKON 2016
internet ini dirasakan sebagai bisnis yang potensial dan menghasilkan margin yang menguntungkan bagi perusahaan. Melihat potensi tersebut banyak perusahaan provider telekomunikasi selular yang mencoba peruntungannya dan terjun ke dalam bisnis jasa internet. Terdapat beberapa raksasa provider selular di tanah air yang merambah bisnis internet, antara lain Telkomsel dengan jagoan produknya Flash unlimited, Flash prepaid . Indosat dengan jagoan produknya Broom dan IM2. Telkom dengan andalannya Speedy dan Telkom-Net instant, dll. Kesemua provider tersebut berusaha meraih pasar sebesar-besanya dengan berbagai strategi yang diterapkan. Perang tekhnologi antar provider pun tidak dapat dihindarkan, karena semua operator tersebut berusaha memberikan layanan yang terbaik bagi setiap pelanggannya dan menyediakan nilai lebih dibanding provider lainnya. Setiap provider berusaha memberikan layanan yang terbaik kepada setiap pelanggannya, berusaha mengaplikasikan tekhnologi yang tercanggih dan mutakhir dalam setiap layanannya (HSDPA, EDGE, 3G, GPRS, MMS), menciptakan suatu akses internet yang cepat, memperluas jangkauan jaringan (coverage area) sehingga akses internet dapat dilakukan disetiap wilayah atau daerah, kemudian menawarkan tarif yang semurah mungkin dan bersaing dengan kompetitornya. Telkomsel Flash Unlimited adalah produk PT. Telkomsel dengan layanan akses internet nirkable (wireless) kecepatan tinggi melalui laptop,PC (Personal Computer) yang dapat diakses melalui modem datacard, ponsel, gadget maupun router. Layanan ini disediakan oleh Telkomsel untuk seluruh pelanggannya pengguna KartuHALO. Telkomsel Flash menawarkan suatu pengalaman baru dalam melakukan koneksi jaringan internet dengan kecepatan tinggi (hingga 3,2 Mbps) dan lokasi akses yang dapat dilakukan dimana saja dalam jangkauan jaringan HSUPA, HSDPA, 3G, EDGE ataupun GPRS. Layanan akses internet milik Telkomsel ini pertama kali diluncurkan pada 06 April 2007, di Jakarta. PT. Telkomsel merupakan salah satu perusahaan provider di Indonesia yang masih menjadi market leader dan memiliki market share terbesar dalam industri seluler GSM (Global System Mobile) pra bayar. Dengan diciptakannya suatu layanan internet Flash unlimited dan Flash prepaid, PT. Telkomsel mencoba peruntungan bisnis baru dalam bidang internet. Sebagai pendahulu BTS (Base Transceiver Station) milik PT. Telkomsel lebih banyak tersebar ke beberapa penjuru nusantara, bahkan untuk kenyamanan akses internet konsumennya PT. Telkomsel tidak segan-segan untuk menambah kuantitas terabit per bulannya dan kapasitas jaringan data Telkomsel telah dipersiapkan mencapai 6.000 terabit, tekhnologi fiture yang diberikan juga cukup canggih dan up to date dengan adanya kerjasama bundling USB modem dengan Telkomsel. Semestinya hal ini menjadi daya tarik tersendiri bagi para pelanggannya, namun hal tersebut tidak cukup untuk tetap mempertahankan diri sebagai Market leader. Perusahaan dituntut mampu menawarkan barang atau jasa dengan mutu atau pelayanan yang diberikan pada konsumen dari waktu ke waktu, karena konsumen yang semakin pandai dan terdidik, menyebabkan keinginan dan kebutuhannya berubah sangat cepat. Perusahaan sudah semestinya berorientasi pada pelanggan, agar dapat memenangkan persaingan. Dengan memberikan kepuasan pada pelanggan akan membangun kesetiaan pelanggan dan akhirnya dapat menciptakan hubungan yang erat antara pelanggan dan perusahaan. Fenomena bisnis yang terjadi saat ini adalah perang tarif antar provider layanan internet yang berlangsung gencar dan sengit. Perang tarif ini dikomunikasikan secara besar–besaran dan terang-terangan di berbagai media masa baik cetak maupun elektronik. Bentuk penawaran ini mempengaruhi pola pemikiran dari para konsumen, terutama mengenai harga yang sangat mempengaruhi pola pikir konsumen. Setiap provider berlomba-lomba memberikan fasilitas dan penawaran terbaik demi kepuasan kepada para pelanggannya. Kepuasan pelanggan sangat tergantung pada kinerja dan berpikir positifnya pelanggan. Kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja atau outcame yang dirasakan dengan harapan-harapan terhadap produk tersebut (Philip Kotler, 2007). Tingkat kepuasan pelanggan merupakan perbedaan daya guna yang dirasakan konsumen (perceived performance atau perceived outcame) dan ekspektasi yang ada. Bagi perusahaan yang berorientasi kepada pelanggan (customer oriented), kepuasan pelanggan menjadi sasaran kiat pemasaran. Pelanggan yang dapat tingkat kepuasan tinggi akan memberi ikatan pada merek produk, bukan hanya preferensi nasional dan akhirnya semua ini membangun loyalitas pelanggan. Bagi perusahaan, konsumen yang loyal sangat besar artinya selain menggambarkan besarnya profitabilitas yang diperoleh konsumen yang loyal juga dapat menunjukan citra atau image perusahaan di mata public. Bahkan menurut Graham, customers lebih penting dari orders. Membangun loyalitas pelanggan dan 467
SEMNAS FEKON 2016
terciptanya customers relationship adalah hal terbaik yang dimiliki perusahaan (Lena Ellitan, 2009). Pelanggan yang setia dapat menjadi partner dalam mengembangkan produk baru, karena mereka mempertahankan dan membela bahkan menggunakan pelayanan perusahaan yang ada. Dengan adanya deregulasi kebijakan tarif yang ditetapkan setiap operator, hal tersebut otomatis akan mempengaruhi kesetiaan jumlah pelanggan setiap operatornya. Hal ini merupakan persoalan mendasar bagi pihak perusahaan. Syarat yang harus dipenuhi oleh suatu perusahan agar sukses dalam persaingan adalah berusaha mencapai tujuan untuk menciptakan dan mempertahankan pelanggan (Fandy Tjiptono, 2001). Dengan memahami perilaku konsumen, pihak perusahaan dapat mengetahui faktor–faktor apa saja yang dipertimbangkan pelanggan dalam memilih layanan internet yang ditawarkan berbagai provider telekomunikasi, sehingga dapat menetapkan strategi sesuai dengan keinginan pelanggan. Variabel ekspektasi pelanggan diyakini memunyai peranan yang besar dalam menentukan kualitas produk (barang atau jasa) dan kepuasan pelanggan. Dalam mengevaluasinya, pelanggan akan menggunakan harapannya sebagai standard atau acuan pelanggan dalam memilih suatu produk (barang maupun jasa). Variabel kualitas produk adalah variabel pembanding antara produk yang diharapkan dengan produk yang diterima konsumen. Variabel kepuasan adalah variabel yang menjelaskan respon konsumen terhadap evaluasi diskrepansi atau ketidaksesuaian yang dirasakan antara ekspektasi sebelumnya dengan kinerja sesungguhnya dari produk yang telah dikonsumsi (Tse dan Wilton dalam Kadampully dan Suhartanto, 2000). Pada penelitian yang akan dilakukan saat ini akan meneliti loyalitas konsumen pengguna layanan internet Telkomsel (Flash Unlimited). Adapun beberapa variabel yang diambil adalah ekspektasi pelanggan, kualitas produk, kepuasan pelanggan dan berpengruh terhadap loyalitas. Judul yang diambil dalam penelitian ini adalah “Pengaruh Ekspektasi Pelanggan, Kualitas Produk, dan Kepuasan Pelanggan Terhadap Loyalitas Pelanggan Internet Telkomsel di Banda Aceh” PERUMUSAN MASALAH Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Berapa besar variabel ekspektasi pelanggan berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan pengguna layanan internet Telkomsel 2. Berapa besar variabel kualitas produk berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan pengguna layanan internet Telkomsel 3. Berapa besar variabel kepuasan pelanggan berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan pengguna layanan internet Telkomsel ? TUJUAN PENELITIAN Sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan, tujuan penelitian yang hendak dicapai adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui besar pengaruh faktor ekspektasi pelanggan terhadap loyalitas konsumen 2. Mengetahui besar pengaruh faktor kualitas produk terhadap loyalitas konsumen. 3. Mengetahui besar pengaruh faktor kepuasan konsumen terhadap loyalitas konsumen. TINJAUAN PUSTAKA Ekspektasi Pelanggan Ekspektasi atau harapan merupakan perkiraan atau keyakinan pelanggan tentang apa yang akan diterimanya. Pengertian ini didasarkan pada pandangan bahwa harapan merupakan standar prediksi yang dilakukan konsumen dalam melakukan pembelian. Menurut Olson dan Dover (Zeithaml, 2003), harapan pelanggan merupakan keyakinan pelanggan sebelum mencoba atau membeli suatu produk, yang dijadikan standar atau acuan dalam menilai kinerja produk tersebut. Meskipun demikian, dalam beberapa hal belum tercapai kesepakatan, misalnya : sifat standar harapan yang spesifik, jumlah standar yang digunakan, maupun sumber harapan. Menurut (Sri Mulyani, 2003) model konseptual mengenai harapan pelanggan terhadap jasa dipengaruhi oleh faktor–faktor sebagai berikut : 468
SEMNAS FEKON 2016
1. Enduring Service Intensifiers 2. Personal Need / Kebutuhan perorangan 3. Transitory Service Intensifiers 4. Perceived Service Alternatives 5. Self Percuived Service Role 6. Situational Factors 7. Explicit Services Promises 8. Implicit Service Promises 9. Word – of – Mouth / Rekomendasi. 10. Past Experience / Pengalaman. Kualitas Produk Pada penelitian ini ditentukan empat indikator dari variabel Kualitas Produk menurut Fandy Tjiptono (2000), yaitu : 1. Kinerja (performance) 2. Keistimewaan tambahan (feature) 3. Kegunaan (Serviceability) Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality) Kepuasan Pelanggan Sesuai dengan yang dikatakan Philip Kotler dalam Saraswati (2008) yang menyatakan kunci untuk mempertahankan pelanggan adalah kepuasan pelanggan. Pelanggan yang puas akan : 1. Melakukan pembelian ulang 2. Mengatakan hal yang baik tentang perusahaan kepada orang lain (rekomendasi). 3. Kurang memperhatikan merek dan iklan produk pesaing. 4. Membeli produk lain dari perusahaan yang sama. Menurut Fandy Tjiptono (2001) dalam Julita (2001) kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purnabeli dimana alternatif dipilih sekurang-kurangnya memberi hasil yang sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan pelanggan timbul ketika hasil (outcome) yang tidak sesuai dengan harapan. Loyalitas Pelanggan Menurut (Jacoby dan Olson, 1970) mengutarakan pengertian loyalitas pelanggan menekankan pada runtutan pembelian, proporsi pembelian, atau dapat juga probabilitas pembelian. Dalam lingkungan bisnis dimana persaingan berlangsung sangat keat sepeti saat ini, upaya memenangkan persaingan tidak hanya didasarkan pada mutu produk atau jasa yang tinggi, harga jual bersaing, tetapi juga upaya terpadu untuk memberikan kepuasan pada pelanggan dan memenuhi kebutuhan lebih baik sesuai dengan yang diharapkan pelanggan. Pelanggan yang setia bisa menjdi partner dalam mengembangkan produk baru. Mereka mempertahankan dan membela pelayanan perusahaan yang ada. Dalam penelitian ini ditentukan empat indikator variabel loyalitas pelanggan: 1. Pelanggan yang melakukan pembelian ulang secara teratur. 2. Pelanggan yang membeli produk yang lain di tempat yang sama. 3. Pelanggan yang mereferensikan kepada orang lain. 4. Pelanggan yang tidak dapat dipengaruhi pesaing untuk pindah. Kerangka Model Penelitian Sesuai dengan latar belakang penelitian dan penelitian sebelumnya yang telah dipaparkan, penelitian ini akan meneliti seberapa besar Pengaruh Ekspektasi Pelanggan, Kualitas Produk, dan Kepuasan Pelanggan Terhadap Loyalitas Pelanggan Layanan Internet Telkomsel di Banda Aceh. Kerangka pemikiran teoretis dapat dilihat dalam gambar berikut ini : EKSPEKTASI PELANGGAN (X1) KUALITAS PRODUK (X2)
LOYALITAS PELANGGAN (Y) 469
SEMNAS FEKON 2016
KEPUASAN PELANGGAN (X3)
Sumber: dikembangkan untuk penelitian Dari kerangka penelitian yang tertera diatas, variabel Harapan Pelanggan, Kualitas Produk, Kepuasan Konsumen mempengaruhi tingkat loyalitas pelanggan. METODE PENELITIAN Teknik Pengumpulan Data Metode pengambilan sample dengan menggunakan metode purposive sampling, yaitu pengambilan sample yang berdasarkan pertimbangan tertentu dan harus representative atau mewakili populasi yang akan diteliti.Untuk memperoleh data yang akurat dan relevan dengan penelitian ini, penulis melakukan serangkaian kegiatan pengumpulan data yang dimulai dengan kegiatan pengumpulan data melalui daftar pertanyaan yang disebarkan kepada konsumen yang menggunakan produk Telepon seluler di Kota Banda Aceh. Dalam hal ini diedarkan sebanyak 100 kuisioner. Selanjutnya Studi dokumentasi dilakukan dengan mengumpulkan dan mempelajari dokumen-dokumen serta data pendukung pelanggan Telkomsel Banda Aceh baik itu media cetak dan juga media elektronik Peralatan Analisis Data Dalam analisis ini dapat dilihat bagaimana variabel bebas, yaitu Ekspektasi pelanggan (X1), kualitas produk (X2), kepuasan pelanggan (X3) mempengaruhi (secara positif atau negatif) variabel terikat, yaitu loyalitas pelanggan (Y). Bentuk matematisnya adalah sebagai berikut Y= b1X1 + b2X2 + b3X3 Dimana : Y = loyalitas pelanggan b1 – b3 = koefisien regresi variabel X1-X3 X1 = ekspektasi pelanggan X2 = kualitas produk X3 = kepuasan pelanggan HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian ini mendapatkan hasil bahwa loyalitas pelanggan dapat dijelaskan oleh faktor harapan pelanggan, kualitas produk, kepuasan pelanggan. Diperoleh bahwa 68,8% loyalitas konsumen dapat dijelaskan oleh ketiga variabel tersebut. Dari hasil pengujian variabel kualitas produk dapat disimpulkan bahwa variabel kualitas produk berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap loyalitas pelanggan Telkomsel Flash Unlimited. Hal ini terbukti pada nilai t hitung (4,888) lebih besar dari t tabel (1,660) dengan nilai signifikansi 0,000 dengan menggunakan batas signifikansi 0,05 (Imam Ghozali, 2005). Pada variabel kualitas produk diperoleh rata-rata skor jawaban sebesar 67,45 yang berada dalam kategori sedang berdasarkan three box methode (Augusty Ferdinand, 2006). Pembuktian hipopenelitian 2 menunjukkan bahwa kualitas produk memiliki pengaruh yang signifikan terhadap loyalitas pelanggan. Dengan keunggulan kualitas produk yang baik, maka produk tersebut akan mengalahkan produk milik operator pesaing. Apabila suatu produk dapat memuaskan keinginan konsumen maka konsumen akan memberikan penilaian positif terhadap poduk tersebut Dengan penilaian tersbut maka konsumen akan tetap berkeinginan untuk tetap menggunakan produk Telkomsel Flash Unlimited. Dari hasil pengujian variabel harapan pelanggan dapat disimpulkan bahwa variabel harapan pelanggan berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap loyalitas pelanggan Telkomsel Flash Unlimited. Hal ini terbukti pada nilai t hitung (4,714) lebih besar dari t tabel (1,660) dengan nilai signifikansi 0,000 82 dengan menggunakan batas signifikansi 0,05 (Imam Ghozali, 2005). Pada variabel harapan pelanggan diperoleh rata-rata skor jawaban sebesar 65,25 yang berada dalam kategori sedang berdasarkan three box methode (Augusty 470
SEMNAS FEKON 2016
Ferdinand, 2006). Pembuktian hipopenelitian 1 diperoleh bahwa variabel harapan pelanggan menjadi standar prediksi yang dilakukan konsumen dalam melakukan pembelian, harapan pelanggan dijadikan standar atau acuan dalam menilai suatu kinerja produk, apabila harapan pelanggan dapat terpenuhi maka akan tercipta loyalitas dari konsumen tersebut. Dengan indikator personal need, explicit service promises, implicit service promises, past experience dapat menjadi suatu pertimbangan seorang konsumen untuk tetap menggunakan produk Telkomsel Flash. Dari hasil pengujian variabel kepuasan pelanggan dapat disimpulkan bahwa variabel kepuasan pelanggan berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap loyalitas pelanggan Telkomsel Flash Unlimited. Hal ini terbukti pada nilai t hitung (3,954) lebih besar dari t tabel (1,660) dengan nilai signifikansi 0,000 dengan menggunakan batas signifikansi 0,05 (Imam Ghozali, 2005). Pada variabel kepuasan pelanggan diperoleh ratarata skor jawaban sebesar 66,90 yang berada dalam kategori sedang berdasarkan three box methode (Augusty Ferdinand, 2006). Pengujian hipopenelitian 3 menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan antara variabel kepuasan pelanggan terhadap loyalitas pelanggan. Kepuasan pelanggan dapat menjadi dasar menuju terwujudnya konsumen yang loyal atau setia. Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan Lena Elitan (1997), pelanggan yang mencapai tingkat kepuasan yang tinggi akan memiliki ikatan pada merek produk, bukan hanya preferensi rasional dan pada akhirnya akan membangun loyalitas pelanggan. Loyalitas konsumen dapat diprediksikan dari tingkat kepuasan konsumen yang diperoleh selama penggunaan akan suatu produk jasa, dengan indikator tidak ada keluhan pelanggan, perasaan puas akan keseluruhan produk, kesesuaian dengan expectasi, dan harapan yang terlampaui. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah diuraikan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Hasil penelitian untuk hipopenelitian pertama diperoleh penjelasan bahwa variabel Ekspesitas Pelanggan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap loyalitas pelanggan Internet Telkomsel di Banda Aceh. 2. Hasil penelitian terhadap hipopenelitian kedua diperoleh penjelasan bahwa variabel Kualitas Produk memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap loyalitas pelanggan Internet Telkomsel di Banda Aceh. 3. Sedangkan penelitian terhadap hipopenelitian ketiga dapat dijelaskan bahwa variabel Kepuasan Konsumen positif dan signifikan terhadap loyalitas pelanggan Internet Telkomsel di Banda Aceh. Saran 1. PT.Telkomsel harus mempertahankan bahkan meningkatkan mutu produk yang memiliki kualitas unggul untuk disajikan kepada konsumen agar terpenuhi dan bertambahnya kepuasan konsumen. 2. PT. Telkomsel harus berusaha mewujudkan segala ekspektasi pelanggan dengan tujuan mempertahankan loyalitas pelanggan sehingga profitabilitas perusahaan juga semakin meningkat. 3. PT. Telkomsel juga harus meraih pangsa pasar yang lebih besar dengan produk-produk yang lebih inovativ sehingga dapat menciptakan loyalitas konsumen yang sustainable. DAFTAR PUSTAKA Ferdinand, A.T., 2006 , Metode Penelitian Manajemen, BP Undip, Semarang. Hatane Samuel dan Foedjiawati (2005) Pengaruh Kepuasan Konsumen Terhadap Kesetiaan Merek (Studi Kasus Restoran The Prime Steak & Ribs Surabaya), Jurnal Manajemen & Kewirausahaan, Vol. 7 No.1, Surabaya : Fakultas Ekonomi-Universitas Kristen Petra. Julita (2001) “Menuju Kepuasan Pelanggan melalui Penciptaan kualitas pelayanan” Jurnal Ilmiah manajemen dan Bisnis, Vol. 01, No. 01 : 41-54. Kotler, Philip (2007) Manajemen Pemasaran, Edisi Millenium, Jilid 2, PT. Indeks, Jakarta. Malhotra, K, Naresh, (2006), Riset Pemasaran Pendekatan Terapan, PT. Indeks Kelompok Gramedia, Jakarta. Pearce and Robinson (2005 Strategi Perusahaan, Erlangga, Jakarta. Prahald (1995), CONSUMER BEHAVIOUR Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran, Edisi 4, Jilid 1, Erlangga, Jakarta. 471
SEMNAS FEKON 2016
Rangkuti, Freddy (2003), Riset Pemasaran, PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Sri, Mulyani, 2003, “Dampak Kualitas Jasa Pelayanan Terhadap Perilaku Konsumen”. Jurnal Gemawisata Vol. II No. 1, 2003. jiptono, Fandy (2005) Pemasaran Jasa, Bayumedia, Surabaya.
472
SEMNAS FEKON 2016
PENERAPAN CRITICAL PATH METHOD DAN EARNED VALUE METHOD PADA PROYEK PEMBANGUNAN JARINGAN DISTRIBUSI LISTRIK PERDESAAN Fauziah Nurunnajmi1, Diqbal Satyanegara2 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Serang1 Email:
[email protected] Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Serang 2 Email:
[email protected] ABSTRAK: Pada tahun 2015, PT. PLN Area Banten Selatan membuat Proyek Pembangunan Jaringan Distribusi Listrik Perdesaan Banten 2015. Proyek ini dikerjakan oleh PT. Z yang bergerak dibidang jasa instalasi listrik pada Juni 2015. Berdasarkan kontrak, batas waktu penyelesaian proyek tersebut adalah 150 hari. PT. Z menyelesaikan proyek tersebut dengan biaya Rp 1.803.421.000 dalam jangka waktu 154 hari, yang sebelumnya diestimasikan selama 143 hari. Dari hasil penelitian teridentifikasi perencanaan penjadwalan proyek yang masih belum optimal. Berdasarkan analisis terdapat tiga pekerjaan yang tidak tercantum dalam perencanaan penjadwalan pada proyek tersebut, sehingga berpengaruh pada pertambahan waktu penyelesaian proyek. Hasil perhitungan yang dilakukan menggunakan CPM, PT. Z dapat mempersingkat waktu selama 3 hari dari realisasi penyelesaian proyek dengan biaya sebesar Rp 1.802.386.000. Jika berdasarkan hasil perhitungan EVM, biaya yang dikeluarkan PT. Z mengeluarkan sebesar Rp 1.695.987.279. Kata Kunci: Proyek, CPM, EVM ABSTRACT: In 2015, PT PLN South Banten Area made a Project of Development of Rural Electricity Distribution Network Banten 2015. This project held by electrical installation services company, PT. Z, in June 2015. This project due date is 150 days. PT. Z had defined time completion on 143 days, but its project completion took 154 days. This research identified unoptimal project schedule planning. There are three activities in project schedule which unlisted yet, therefore it effect time project completion. Based on CPM calculation, PT. Z could shorten time project completion whithin 3 days from its realization with cost Rp 1.802.386.000. From EVM calculation, the amount of PT. Z spending cost is Rp 1.695.987.279. Keywords: Project, CPM, EVM. PENDAHULUAN Perencanaan dan pengendalian adalah proses yang terus menerus berulang dilakukan dan merupakan hal yang tidak terpisahkan sampai proyek diselesaikan. Dalam menyukseskan pembangunan suatu proyek, keterlibatan perencanaan yang baik dari segi waktu, biaya, dan lingkup proyek merupakan hal penting (Widiasanti, 2013). Namun hasil dari perencanaan bukanlah dokumen yang bebas dari koreksi karena sebagai acuan bagi tahapan pelaksanaan dan pengendalian (Husen, 2011). Penjadwalan proyek merupakan salah satu elemen hasil perencanaan dan merupakan alat untuk menentukan waktu yang dibutuhkan oleh suatu kegiatan dalam penyelesaian. Ketepatan penjadwalan dalam pelaksanaan proyek sangat berpengaruh pada terhindarnya banyak kerugian, misalnya pembengkakan biaya, keterlambatan penyerahan proyek, dan perselisihan atau klaim (Widiasanti, 2013). Dengan diketahuinya kurun waktu penyelenggaraan proyek, seringkali timbul pertanyaan apakah kurun waktu tersebut sudah optimal, atau dengan kalimat lain, dapatkah kurun waktu penyelesaian proyek dipersingkat dengan menambah biaya atau sumber daya lain dalam batas-batas yang masih dianggap ekonomis. Untuk meminimalkan terjadinya keterlambatan yang mengakibatkan konflik, maka muncul permasalahan bagaimana merencanakan dan mengendalikan proyek tersebut agar dapat dilaksanakan sesuai dengan waktu dan biaya yang telah ditentukan. 473
SEMNAS FEKON 2016
Dalam pelaksanaan pembangunan suatu proyek terkadang mengalami keterlambatan dalam penyelesaiannya. Seperti yang terjadi di PT. Z untuk proyek Pembangunan Jaringan Distribusi Listrik Perdesaan Banten tahun 2015, dimana masih terdapat kesenjangan baik dari segi waktu maupun biaya perencanaan dan realisasi pelaksanaan proyek dengan batas waktu penyelesaian proyek berdasarkan kontrak selama 150 hari kerja (Tabel 1). Pertambahan waktu dan biaya tersebut bisa disebabkan oleh berbagai hal. Keterlambatan penyelesaian proyek umumnya selalu menimbulkan akibat yang merugikan baik bagi pemilik maupun perusahaan pengembang kontrak. Dampak dari keterlambatan tersebut adalah konflik dan perdebatan tentang apa dan siapa yang menjadi penyebab, juga tuntutan mengenai waktu dan biaya tambah. Tabel 1. Perbandingan Antara Perencanaan dan Realisasi Batas Perencanaan Realisasi Nama Waktu Perusahaan dalam Waktu Biaya Waktu Biaya Kontrak 154 Rp PT. Z 150 Hari 143 Hari Rp 1.803.421.000 Hari 1.803.421.000 (Sumber: data primer, diolah) Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka teridentifikasi masalah sebagai berikut: 1. Keterlambatan penyelesaian proyek yang berakibat pada perpanjangan waktu. Ketidaksesuaian jadwal yang dibuat perusahaan dengan realisasi di lapangan (proyek) mengakibatkan kerlambatan penyelesaian proyek yang akan berimbas pada perpanjangan waktu penyelesaian. Ini terbukti dari bertambahnya waktu penyelesaian yang semula dalam kontrak hanya 150 hari kerja menjadi 154 hari kerja untuk PT. Z. 2. Pertambahan biaya yang dikeluarkan perusahaan. Selain mengakibatkan perpanjangan waktu penyelesaian, keterlambatan yang terjadi juga memungkinkan berakibat pada pertambahan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah untuk: 1. Mengetahui penyebab terjadinya keterlambatan penyelesaian proyek Pembangunan Jaringan Distribusi Listrik Perdesaan Banten tahun 2015 yang dikerjakan oleh PT. Z. 2. Mengetahui prakiraan keterlambatan penyelesaian proyek. 3. Mengetahui biaya yang sebaiknya dikeluarkan perusahaan pengembang kontrak dalam penyelesaian proyek. METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini populasi yang digunakan adalah keseluruhan proyek Pembangunan Jaringan Distribusi Listrik Perdesaan Banten tahun 2015. Penelitian ini menggunakan non probability sampling yaitu cara pengambilan sampel yang tidak semua anggota sampel diberi kesempatan untuk dipilih sebagai anggota sampel (Sugiyono, 2009). Sampel yang diambil untuk penelitian ini adalah Pembangunan Jaringan Distribusi Listrik Perdesaan Banten oleh PT. Z. Data primer penelitian diperoleh melalui wawancara dengan pihak perusahaan khususnya pemimpin perusahaan serta mengumpulkan dokumen-dokumen perusahaan. Dari hasil wawancara diketahui bahwa proyek Pembangunan Jaringan Distribusi Listrik Perdesaan Banten tahun 2015 mengalami keterlambatan penyelesaian dan pertambahan biaya. Data primer yang digunakan meliputi nama-nama aktivitas/kegiatan proyek, kurun waktu pelaksanaan kegiatan proyek, biaya proyek, dan data serta informasi lain mengenai proyek tersebut. Adapun berkaitan dengan data sekunder, penulis mendapatkannya melalui studi kepustakaan tentang proyek, khususnya konsep-konsep teoritis mengenai manajemen proyek dan lebih difokuskan pada metode Critical Path Method (CPM) dan Earned Value Method (EVM) agar dapat memperoleh gambaran yang lebih jelas dalam melakukan pembahasan masalah. Definisi operasional dari variabel penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Waktu optimal proyek
474
SEMNAS FEKON 2016
Dalam hal ini adalah lamanya suatu rangkaian ketika proses berlangsung, yang merupakan penjabaran perencanaan proyek menjadi urutan langkah-langkah kegiatan untuk mencapai sasaran. Waktu optimal proyek adalah jumlah waktu penyelesaian proyek yang terbaik atau waktu yang relatif singkat. b. Durasi proyek Durasi proyek adalah jumlah waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan seluruh pekerjaan proyek. c. Hubungan ketergantungan antar kegiatan proyek Hubungan ketergantungan antar kegiatan proyek terkait dengan kegiatan mana yang harus didahulukan atau dikerjakan dan dapat dilihat pula bahwa suatu kegiatan belum dapat dimulai apabila kegiatan sebelumnya belum selesai dikerjakan. d. Rencana anggaran biaya proyek Biaya proyek adalah anggaran yang dikeluarkan untuk pelaksanaan proyek, dalam hal ini merupakan penggunaan dana untuk melaksanakan pekerjaan dalam kurun waktu tertentu. Dalam mengerjakan suatu proyek, aspek biaya diperhitungkan dengan membuat hubungan biaya dan waktu atau durasi untuk setiap aktifitas yang dilakukan. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan CPM dan EVM. CPM merupakan metode perencanaan dan pengendalian proyek untuk menentukan perkiraan waktu yang memasukkan konsep biaya (Hersanto, 2011), sedangkan EVM adalah suatu metode pengendalian yang digunakan untuk mengendalikan biaya dan jadwal (waktu) pengerjaan proyek secara terpadu (Dewi, 2015). Dengan adanya CPM dan EVM, diharapkan proyek dapat terselesaikan dengan waktu dan biaya yang optimal.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pada pengolahan data, penulis memerlukan data yang terdiri dari jadwal dan biaya perencanaan proyek Pembangunan Jaringan Distribusi Listrik Perdesaan Banten tahun 2015 yang diperoleh dari wawancara dan telaah dokumen perusahaan yang dilakukan penulis. Untuk metode CPM penulis mempergunakan metode AON. Setelah perencanaan yang dibuat oleh perusahaan dan realisasi proyek di analisis, penulis mendapatkan hasil pengolahan data berupa perencanaan usulan yang ditujukan untuk pengevaluasian proyek tersebut. Perencanaan usulan terdiri dari predesesor penjadwalan usulan, network diagram dengan menggunakan metode AON usulan, serta perhitungan biaya menggunakan CPM dan EVM. 1. Predesesor Penjadwalan Usulan Predesesor adalah sebuah tabel yang menerangkan setiap kegiatan yang didahului dan kegiatan yang mendahului, atau bisa disebut dengan hubungan kegiatan. Predesesor ini berguna untuk perencanaan proyek agar proyek dapat dijalankan sesuai perencanaan yang baik. Predesesor penjadwalan yang diusulkan penulis berbeda dengan predesesor perencanaan perusahaan. Hal ini disebabkan karena pekerjaan penebangan pohon dapat dikerjakan secara bersamaan dengan pengadaan material barang MDU dan barang non MDU tanpa menggangu lintasan kritis dari proyek tersebut. Predesesor usulan dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Predesesor Usulan untuk PT. Z No Kode Nama Kegiatan 1
Waktu Kegiatan (hari) Pendahulu
Kegiatan Pengikut
8
-
B
A
C
B
L
Pekerjaan Persiapan A
Survey Lokasi Pekerjaan
B
Pengadaan Material: Barang MDU 30 dan Barang Non MDU Mobilisasi Personil, Peralatan 3 Kerja, Material, dan Peralatan K3
C
475
SEMNAS FEKON 2016
2
D
3
Penebangan Pohon
3
A
L
11
L
F
Pekerjaan Jaringan SUTM E
Pemasangan Traves
F
E
G
G
Pemasangan Tupang 7 Tarik/Tumpang Antar Taris Penarikan Kawat AAACS 70 7 mm2 Pekerjaan Jaringan SUTR
F
H
H
Pemasangan Aksesoris TR
12
G
I
I
Pemasangan Skur TR
3
H
J
J
I
K
J
M
C, D
E
K
N
M
-
4
5
K
Penarikan Kabel TIC 9 3x35+N/3x50+N Pekerjaan Gardu Cantol 50 kVA 40
6
L
Pekerjaan Tiang LBS 630 A
7
6
Finishing dan Administrasi M
Pengetesan SUTM, Gardu, dan 10 SUTR N Penyempurnaan SUTM, Gardu, 5 dan SUTR (Sumber: data primer, diolah) 2.
Perencanaan Usulan Menggunakan Network Diagram AON Setelah predesesor usulan dibuat, maka tahapan selanjutnya adalah perencanaan usulan menggunakan network diagram AON. Jaringan AON adalah sebuah penjadwalan yang diwakili oleh sebuah node (kotak). Ketergantungan antar aktivitas dilukiskan dengan anak panah diantara bujur sangjar pada jaringan AON. Anak panah menandai bagaimana aktivitas-aktivitas dikaitkan dan urutan dimana beberapa hal harus diselesaikan. Perencanaan usulan dengan menggunakan gambar jaringan AON yang didasarkan predesesor usulan dapat dilihat pada gambar 1. 3.
Perhitungan Biaya Setiap proyek sudah tentu memerlukan biaya, perhitungan biaya pada penelitian ini menggunakan metode CPM dan EVM. Penulis memaparkan biaya proyek untuk mengetahui biaya yang seharusnya dikeluarkan dalam penyelesaian proyek. Biaya yang dihitung menggunakan metode CPM adalah data hasil perhitungan pertambahan ataupun pengurangan biaya penyelesaian yang sebelumnya sudah dihitung menggunakan AON. Sedangkan biaya yang akan dihitung menggunakan metede EVM, menyajikan data dan perhitungan tabulasi analisis identifikasi varians, konsep nilai hasil, serta estimasi biaya akhir proyek. Biaya yang dihitung menggunakan metode EVM mencakup ACWP, BCWS, BCWP, CPI, SPI, CV, SV, dan EAC.
476
SEMNAS FEKON 2016
Gambar 1. Diagram Usulan PT. Z
3.1 ACWP (Actual Cost of Work Performance) Dalam proyek Pembangunan Jaringan Distribusi Listrik Perdesaan Banten tahun 2015, biaya aktual didapat dari biaya langsung ditambah biaya tidak langsung dan ditambah dengan pajak. a. Perhitungan Biaya Langsung Nilai biaya langsung proyek didapat dari hasil perhitungan total biaya tenaga kerja ditambah total biaya material serta ditambah dengan biaya alat, seperti berikut: Biaya Langsung PT. Z = Biaya Tenaga Kerja + Total Biaya Material + Biaya Alat = (Rp 354.000 x 154 hari) + Rp 1.411.994.490 + Rp 10.401.975 = Rp 53.130.000 + Rp 1.411.994.490 + Rp 10.401.975 = Rp 1.475.526.465 b. Perhitungan Biaya Tidak Langsung Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak perusahaan, biaya tidak langsung proyek sebesar 10% dari total biaya yang dikeluarkan perusahaan sebelum ditambah dengan pajak. Biaya Tidak Langsung PT. Z = 0,10 x Total Biaya Proyek = 0,10 x Rp 1.638.473.850 = Rp 163.847.385 Biaya Tidak Langsung per minggu = Rp 163.847.385 : 22 = Rp 7.447.608 c. Pajak 10% Nilai pajak didapat dari total biaya proyek dikalikan 10%. Dan nilai total biaya keseluruhan didapat dari total biaya proyek ditambah dengan pajak. Pajak PT. Z = Total Biaya Proyek x 10% = Rp 1.638.473.850 x 10% = Rp 163.847.385 Dari data perhitungan biaya langsung, biaya tidak langsung, dan pajak diatas maka akan menghasilkan nilai ACWP. ACWP Keseluruhan PT. Z = Total Biaya Proyek + Pajak = Rp 1.638.473.850 + Rp 163.847.385 = Rp 1.803. 421.235 477
SEMNAS FEKON 2016
Dibulatkan = Rp 1.803.421.000 3.2 BCWS BCWS didapat dari bobot pekerjaan yang dilaksanakan dalam jadwal pelaksanaan proyek dikali dengan rencana anggaran biaya (RAB) kemudian diakumulasikan tiap minggunya. BCWS PT. Z = Nilai RAB x Bobot Pekerjaan = Rp 1.803.421.000 x 2,09% = Rp 37.834.007 Akumulasi nilai BCWS pada akhir periode jadwal sebesar Rp 1.803.421.000. 3.3 BCWP BCWP didapat dari bobot aktual terhadap seluruh pekerjaan dikali dengan besarnya nilai kontrak, kemudian diakumulasikan tiap minggunya. Bobot aktual terhadap seluruh pekerjaan diperoleh laporan kemajuan proyek. BCWP PT. Z = Nilai Kontrak x Bobot Pekerjaan = Rp 1.803.421.000 x 3,24% = Rp 58.552.630 Dan akumulasi nilai BCWP pada akhir periode pengerjaan proyek adalah sebesar Rp 1.803.421.000. 3.4 CPI CPI (Indeks kinerja biaya) dihitung dengan menggunakan rumus besarnya BCWP dibagi ACWP. Contoh CPI PT. Z hari ke-140 = BCWP / ACWP = Rp 1.639.473.636 / Rp 1.570.886.856 = 1,0436612 3.5 SPI SPI (indeks kinerja jadwal) dihitung dengan menggunakan rumus besarnya BCWP dibagi BCWS. Contoh SPI PT. Z hari ke-140 = BCWP / BCWS = Rp 1.639.473.636 / Rp 1.765.586.993 = 0.9285714 3.6 CV CV dihitung dari selisih BCWP dengan ACWP. Contoh perhitungan CV PT. Z hari ke-140 = BCWP – ACWP = Rp 1.639.473.636 - Rp 1.570.886.856 = Rp 68.586.780. 3.7 SV SV dihitung dari selisih BCWP dengan BCWS. Contoh perhitungan SV PT. Z hari ke-140 = BCWP – BCWS = Rp 1.639.473.636 / Rp 1.765.586.993 = Rp (126.113.357) 3.8 EAC Prakiraan total biaya proyek dihitung menggunakan rumus : EAC = ACWP + (BAC-BCWP)/(CPI x SPI) Contoh perhitungan EAC PT. Z hari ke-140 = ACWP + (BAC-BCWP)/(CPI x SPI) = Rp 1.570.886.856 + (Rp 1.803.421.000 – Rp 1.639.473.636) / (1,0436612 x 0,9285714) = Rp 1.575.100.494 Rekapitulasi Perhitungan CV dan SV setiap minggunya disajikan pada tabel 3.
Minggu ke1 2 3 4 5 6 7 8 9
BAC (Rp) 1.803.421.000 1.803.421.000 1.803.421.000 1.803.421.000 1.803.421.000 1.803.421.000 1.803.421.000 1.803.421.000 1.803.421.000
Tabel 3. Tabel Perhitungan EAC PT. Z BCWP ACWP CPI (Rp) (Rp) 81.973.682 9.862.608 8,3115624 163.947.364 19.725.216 8,3115624 245.921.045 29.587.824 8,3115624 327.894.727 39.450.432 8,3115624 409.868.409 49.313.040 8,3115624 491.842.091 59.175.648 8,3115624 573.815.773 89.117.421 6,4388732 655.789.455 191.477.833 3,4248845 737.763.136 316.976.988 2,3274975
SPI
EAC
0,9285714 0,9285714 0,9285714 0,9285714 0,9285714 0,9285714 0,9285714 0,9285714 0,9285714
232.909.281 232.150.618 231.391.958 230.633.295 229.874.633 229.115.970 294.773.008 552.339.902 810.052.303 478
SEMNAS FEKON 2016
10 1.803.421.000 11 1.803.421.000 12 1.803.421.000 13 1.803.421.000 14 1.803.421.000 15 1.803.421.000 16 1.803.421.000 17 1.803.421.000 18 1.803.421.000 19 1.803.421.000 20 1.803.421.000 21 1.803.421.000 22 1.803.421.000 (Sumber: Data primer, diolah)
819.736.818 901.710.500 983.684.182 1.065.657.864 1.147.631.545 1.229.605.227 1.311.578.909 1.393.552.591 1.475.526.273 1.557.499.955 1.639.473.636 1.721.447.318 1.803.421.000
480.387.439 819.096.078 844.787.162 870.478.245 1.011.735.888 1.117.791.696 1.209.766.772 1.301.741.847 1.393.716.923 1.485.691.998 1.570.886.856 1.615.400.410 1.803.421.000
1,7064077 1,1008605 1,1644166 1,2242211 1,1343193 1,1000307 1,0841585 1,0705291 1,0586987 1,0483330 1,0436612 1,0656474 1
0,9285714 0,9285714 0,9285714 0,9285714 0,9285714 0,9285714 0,9285714 0,9285714 0,9285714 0,9285714 0,9285714 0,9545455 -
1.101.195.822 1.701.199.546 1.602.929.487 1.519.473.859 1.634.342.589 1.679.553.677 1.698.326.430 1.714.058.269 1.727.256.015 1.738.319.786 1.740.059.287 1.695.987.279 1.803.421.000
Pembahasan Berdasarkan hasil perhitungan pada subbab sebelumnya, maka didapatkan kondisi akhir proyek Pembangunan Jaringan Distribusi Listrik Perdesaan Banten tahun 2015 dengan metode AON untuk CPM dan metode EVM sebagai berikut: 1. Metode AON Berdasarkan tabel hubungan antar kegiatan dari perencanaan ulang, maka yang didapat adalah waktu-waktu pada lintasan kritis, yaitu rangkaian kegiatan dari sebuah proyek yang memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap proyek yang dikerjakan, dimana apabila satu kegiatan dari proyek pada lintasan kritis itu tertunda dapat mengakibatkan kegiatan yang lain juga tertunda. Hasil lain yang didapat dengan menggunakan metode AON adalah adanya pekerjaan yang bisa dikerjakan bersamaan dengan pekerjaan lain, pekerjaan tersebut adalah pekerjaan penebangan pohon. Dari hasil perhitungan tersebut, total waktu penyelesaian proyek untuk masingmasing perusahaan berkurang. Selisih dari penjadwalan PT. Z sebesar 154 hari – 151 hari = 3 hari. Dari hasil perencanaan ulang (rescheduling), maka dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Setiap aktifitas yang dilakukan bisa dilihat secara detail waktu pelaksanaannya. b. Meminimalisasi kegiatan-kegiatan yang banyak menunggu yang pada akhirnya bisa mengakibatkan pemborosan waktu sehingga memperpanjang waktu pelaksanaan proyek. c. Meminimalisasi biaya proyek. Setelah dilakukan perhitungan biaya usulan, maka didapat total biaya proyek yang dikerjakan PT. Z sebesar Rp 1.802.386.000 dengan selisih dari perhitungan biaya aktual proyek dan biaya proyek usulan adalah sebesar Rp 1.803.421.000 – Rp 1.802.386.000 = Rp 1.035.000, yang didapat dari penghematan biaya tenaga kerja selama 3 hari dengan upah per hari sebesar Rp 345.000. 2.
Metode EVM Dengan mengetahui semua data yang dibutuhkan, kita dapat membandingkan hasil hitungan biaya dan tolak ukur untuk mengetahui kondisi akhir proyek yang di evaluasi. Hasil perhitungan biaya dengan metode EVM adalah sebagai berikut: a. Varians Biaya Dari hasil perhitungan varians biaya terpadu, didapat nilai varians biaya dan indeks kinerja biaya kumulatif pada minggu terakhir periode penyelesaian proyek masing-masing CV = 0 dan CPI = 1. Hasil kumulatif minggu terakhir periode penyelesaian proyek masing-masing perusahaan menunjukkan bahwa nilai CV sama dengan 0. Artinya tidak terjadi penghematan ataupun pertambahan biaya penyelesaian proyek karena anggaran yang dikeluarkan masing-masing perusahaan sama dengan anggaran yang tertera dalam kontrak. b. Varians Jadwal Dari hasil perhitungan varians jadwal dan indeks kinerja jadwal kumulatif pada akhir periode pengerjaan proyek, nilai varians jadwal dan indeks kinerja jadwal PT. Z yaitu SV = Rp (81.973.682) dan SPI= 0,9545455. Hasil perhitungan varians jadwal dan indeks kinerja jadwal tersebut menunjukkan bahwa pekerjaan tidak 479
SEMNAS FEKON 2016
terlaksana sesuai rencana yang dibuat oleh masing-masing perusahaan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai SV yang negatif (< 0) untuk masing-masing perusahaan. Artinya terjadi keterlambatan penyelesaian proyek pada akhir periode. c. EAC Dari perhitungan yang dilakukan sebelumnya, dihasilkan nilai estimasi biaya akhir proyek sebesar Rp 1.803.421.000. Nilai dana tersebut menunjukkan bahwa proyek masih bisa dibiayai tanpa harus mengajukkan adendum atau permohonan pertambahan biaya. Tetapi masing-masing perusahaan tidak mendapatkan keuntungan. Hal disebabkan karena terlambatnya penyelesaian proyek, sehingga mengakibatkan pertambahan biaya yang semula biaya akhir proyek sebesar Rp 1.695.987.279 menjadi sama dengan nilai kontrak. d. Perbandingan Grafik BCWS, BCWP, dan ACWP Grafik pada gambar 2 menunjukkan hubungan antara BCWS, BCWP, dan ACWP. Hubungan ketiga grafik tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Perbandingan grafik BCWS dan BCWP Dari grafik tersebut terlihat bahwa grafik BCWP selalu berada dibawah grafik BCWS tetapi tidak bertemu di titik ujungnya. Ini menunjukkan bahwa kegiatan dikerjakan sesuai dengan time schedule tetapi penyelesaiannya tidak sesuai dengan time schedule. Titik ujung grsfik BCWP berada lebih jauh dari titik ujung BCWS. Artinya terjadi keterlambatan penyelesaian proyek yang mengakibatkan pertambahan waktu atau overrun. 2. Perbandingan grafik BCWS dan ACWP Grafik diatas menunjukkan bahwa ACWP kumulatif lebih rendah dari nilai BCWS. Tetapi titik ujungnya berada lebih jauh dari titik ujung BCWS. Hal ini berarti biaya aktual kumulatif yang dikeluarkan dalam proyek lebih rendah dari biaya yang direncanakan. Tetapi total biaya yang dikeluarkan perusahaan lebih besar daripada total biaya yang direncanakan disebabkan oleh pertambahan waktu penyelesaian. 3. Perbandingan grafik BCWP dan ACWP Sejak minggu pertama hingga minggu terakhir periode pengerjaan proyek, nilai ACWP selalu berada dibawah nilai BCWP. Hal ini menunjukkan bahwa proyek tidak mengalami kerugian. Tetapi pada minggu terakhir penyelesaian proyek biaya meningkat hingga batas maksimal biaya dalam kontrak. Karena penigkatan biaya aktual tersebut, masing-masing perusahaan tidak mendapatkan keuntungan atau laba dari pelaksanaan proyek. 2.000.000.000 1.800.000.000
1.600.000.000 1.400.000.000 1.200.000.000
BCWS Kum
1.000.000.000
BCWP Kum
800.000.000
ACWP Kum
600.000.000 400.000.000 200.000.000 1
3
5
7
9
11 13 15 17 19 21
Gambar 2. Perbandingan BCWS, BCWP, dan ACWP PT. Z KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 480
SEMNAS FEKON 2016
1. Keterlambatan penyelesaian proyek diakibatkan oleh tidak adanya lintasan kritis yang diterapkan pada perencanaan yang dibuat oleh masing-masing perusahaan. Selain itu, keterlambatan juga disebabkan karena adanya pertambahan pekerjaan proyek yang sebelumnya tidak dicantumkan dalam jadwal perencanaan. 2. Terdapat pekerjaan yang sebenarnya bisa dilakukan bersamaan dengan pekerjaan lainnya tanpa mengganggu lintasan kritis. Pekerjaan tersebut adalah pekerjaan penebangan pohon yang bisa dikerjakan bersamaan dengan pekerjaan pengadaan material. 3. Durasi kegiatan yang sebelumnya 154 hari dapat dipersingkat menjadi 151 hari kerja untuk PT. Z. 4. Biaya yang seharusnya dikeluarkan metode AON adalah sebesar Rp 1.802.386.000 dengan selisih dari perhitungan biaya aktual proyek dan biaya proyek usulan adalah sebesar Rp 1.803.421.000 – Rp 1.802.386.000 = Rp 1.035.000, yang didapat dari penghematan biaya tenaga kerja selama 3 hari dengan upah per hari sebesar Rp 345.000. Dan jika berdasarkan hasil perhitungan EVM, biaya yang seharusnya dikeluarkan PT. Z sebesar Rp 1.695.987.279. Saran 1. Dalam pembuatan jaringan pekerjaan hendaknya tidak melakukan pemborosan tahapan pekerjaan, hal ini akan memperlambat waktu penyelesaian proyek. 2. Sebuah jaringan pekerjaan hendaknya dilakukan dengan dibantu metode yang dapat menunjang pengerjaan pada jaringan pekerjaan, yaitu dengan metode AON (Activity On Node) sehingga bisa memperpendek waktu pengerjaan proyek. 3. Dalam melaksanakan proyek hendakanya mencermati faktor biaya dan waktu supaya dapat mencapai hasil yang maksimal. DAFTAR PUSTAKA Dewi, Nirmala, M. Asad Abdurrahman, dan Suharman Hamzah. 2015. Studi Penggunaan Metode EVM (Earned Value Management) Pada Pengendalian Biaya Dan Waktu Pada Proyek Pembangunan Mall Grand Daya Square. Hersanto. 2011. Manajemen Proyek. Dinas Pendidikan Provinsi Banten. Husen, Abrar. 2011. Manajemen Proyek. Yogyakarta: Andi Offset. Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Pusat Bahasa Depdiknas. Widiasanti, Irika dan Lenggogeni. 2013. Manajemen Konstruksi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
481
SEMNAS FEKON 2016
PENINGKATAN DAYA SAING UMKM RAMBAK TAPIOKA DI KABUPATEN SUKOHARJO MELALUI INTRODUKSI TEKNOLOGI PRODUKSI DAN BRANDING KEMASAN Harini, Choirul Anam dan Emi Widiyanti Pusat Studi Pendampingan Koperasi dan UMKM LPPM UNS ABSTRAK Usaha pembuatak kerupuk rambak ini, khususnya rambak yang terbuat dari tapioka cukup berkembang di Kabupaten Sukoharjo. Di antara pelaku UMKM pembuat rambak tapioka yang ada di kota ini, dua UMKM pelaku yang cukup eksis di mayarakat yaitu kerupuk rambak “ayu” milik Ibu Feri Indah Cahyaningrum dan rambak tapioka milik Ibu Sri Mulyati. Namun kedua UMKM ini menghadapi permasalahan produksi maupun manajemen. Untuk itu d i p e r l u k a n a d a n y a kegiatan yang berupaya memberikan solusi bagi permasalahan kedua mitra. Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan adalah sebagai beikut: 1) Introduksi alat perajang rambak; 2) introduksi kompor satu tungku dengan tekanan tinggi; 3) wajan penggorengan yang lebih besar; 4) penambahan tempat penjemuran dari besi; 5) penambahan dan handsiller untuk introduksi teknologi pengemasan; 6) dan perbaikan branding kemasan Kata kunci: daya saing, teknologi produksi, branding kemasan ABSTRACT Rinds tapioca-making business is developing in Sukoharjo district. Among SMEs rambak tapioca maker in this city, the two actors are quite SMEs exist in society, namely rinds "ayu" and rinds tapioca "Mbak Sri". But both of these SMEs face problems of production and management. It is necessary for their activities that seeks to provide solutions to the problem of both partners. Some activities that can be done is as beikut: 1) Introduction rambak chopper tool; 2) introduction of a single burner stove with high pressure; 3) a larger frying pan; 4) the addition of drying space of iron; 5) adding and handsiller for packaging technology introduction; 6) and improved packaging branding Keywords: competitiveness, production technology, packaging branding PENDAHULUAN A. ANALISIS SITUASI Kerupuk rambak merupakan makanan camilan yang pasti dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat khususnya di Jawa Tengah. Karena jenis makanan sangat fleksibel yang bisa dikonsumsi sebagai pelengkap makan utama ataupun sebagai camilan ringan. Usaha pembuatak kerupuk rambak ini, khususnya rambak yang terbuat dari tapioka cukup berkembang di Kabupaten Sukoharjo. Di antara pelaku UMKM pembuat rambak tapioka yang ada di kota ini, dua UMKM pelaku yang cukup eksis di mayarakat yaitu kerupuk rambak “ayu” milik Ibu Feri Indah Cahyaningrum dan rambak tapioka milik Ibu Sri Mulyati. Usaha rambak tapioka milik Ibu Feri Indah Cahyaningrum telah berjalan selama 3 tahun karena telah berdiri pada tahun 2011, berlokasi di Rt 01 Rw 01 Trangsam, Desa Toriyo, Kecamatan Bendosari, kabupaten Sukoharjo. Sedangkan usaha rambak tapioka milik Sri Mulyati telah berjalan selama lebih dari 5 tahun, dan berlokasi di Kranggan Rt 01 Rw 02 Wirogunan Kecamatan Kartosuro Kabupaten Sukoharjo. Meskipun masih merupakan industri rumah tangga dan hanya merupakan produk kerupuk rambak, namun hasil produksi kedua mitra telah mampu dipasarkan ke kota lain seperti Kota Solo dan Boyolali baik dalam bentuk rambak mentah maupun rambak matang. Jika dilihat dari permintaan kerupuk rambak tapioka ini yang cukup potensial karena produk ini dinikmati oleh semua kalangan dan cenderung selalu meningkat permintaannya, namun sayangnya seringkali kedua UMKM mitra tidak mampu memenuhi permintaan karena kurang optimalnya produksi yang disebabkan oleh masih minimnya atau sederhananya peralatan produksi. 482
SEMNAS FEKON 2016
Selain kendala di peralatan produksi, kedua UMKM ini juga masih menggunakan kemasan yang sangat sederhana desainnya sehingga kurang menjual. Hal ini juga menyebabkan pangsa pasar mereka hanya sebatas di konsumen kelas menengah ke bawah. Selama ini produk mereka dibeli oleh pedagang pengecer yang selanjutnya rambak mereka dijual di rumah makan atau di pasar. Produk rambak tapioka mitra belum mampu menembus pasar menengah ke atas seperti pusat oleh-oleh maupun Resto-resto di wilayah Solo Raya. Dari sisi manajemen, kedua mitra masih lemah karena mereka hanya mengandalkan modal sendiri untuk perputaran usahanya dan belum memiliki keberanian untuk menambah modal mereka dengan mengakses lembaga permodalan karena mereka belum memiliki pengetahuan tentang manajemen usaha. Melihat potensi pasar rambak tapioka yang masih terbuka luas untuk dikembangkan dan perlunya upaya meningkatkan daya saing UMKM dimana mereka harus memiliki keunggulan produknya di tengah-tengah persaingan usaha, maka perlu adanya program pendampingan dan introduksi teknologi baik untuk perbaikan produksi maupun manajemen usaha khususnya untuk meningkatkan daya saing usaha rambak tapioka kedua UMKM mitra. Konsep daya saing UMKM disini merujuk pada Arslan dan Tathdil (2012) yaitu konsep keunggulan komparatif, dimana untuk menciptakan daya saing nasional produk makanan, maka setiap UMKM makanan yang ada harus mampu mencapai tingkat efisiensi tertinggi dan mampu meraih keunggulan komparatif.
B. PERMASALAHAN MITRA Usaha krupuk rambak tapioka ini sangat potensial karena merupakan makanan khas masyarakat Jawa Tengah. Namun kedua UMKM ini menghadapi beberapa permasalahan baik dari sisi produksi maupun sisi manajemen usaha sebagai berikut 1. Permasalahan produksi a. Keterbatasan alat produksi (alat perajang adonan rambak dan kompor gas) Permasalahan yang dihadapi mitra adalah meningkatnya permintaan konsumen akan rambak mentah maupun goreng namun tidak didukung oleh peralatan pengirisan atau perajangan rambak yang cepat. Selama ini untuk mengiris adonan rambak dalam bentuk persegi, kedua mitra selama ini hanya menggunakan alat pisau rumah tangga biasa. Hal ini menyebabkan lamanya proses pengirisan dan tidak samanya hasil ketebalan irisan (jika terlalu tebal maka proses peneringan dan penggorengan akan lebih lama). Lamanya proses pengirisan ini menyebabkan lamanya proses produksi. Biasanya ketika musim kemarau kedua UMKM mitra selalu berusaha memproduksi rambak setengah jadi sebanyak-banyak yang digunakan sebagai cadangan ketika musim penghujan tiba. Untuk itu mereka membutuhkan sebuah alat perajang yang mempunyai kemampuan merajang lebih cepat dengan ukuran/ketebalan yang sama. Berikut gambaran hasil rajangan rambak kedua mitra. Selain alat perajangan yang masih sederhana hanya menggunakan pisau rumah tangga. Kedua UMKM dalam proses produksi khususnya dalam proses penggorengan masih menggunakan kompor gas dengan tekanan yang rendah. Hal ini menyebabkan lamanya penggorengan dan tidak maksimalnya hasil penggorengan. Disamping itu karena tekanan rendah, proses penggorengan dilakukan sebanyak 2 kali (2 tahap) yaitu setengah matang dan dilanjutkan pematangan. Hal ini tentunya akan menyebabkan tidak efisiennya bahan bakar gas dan tidak efektifnya waktu pengerjaan. Untuk itu mitra membutuhkan kompor gas yang bertekan tinggi sehingga lebih cepat penggorengannya dan lebih efisien bahan bakunya 2. Keterbatasan alat pengering hasil rajangan Selain masih manualnya alat perajang, permasalahan lain yang dihadapi adalah masih terbatasnya jumlah tempat penjemuran rambak. Ketika produksi banyak mereka merasa kekurangan tempat untuk menjemur hasil rajangan rambak. 3. Teknik Pengemasan yang Masih Sederhana Selama ini rambak yang telah matang dipasarkan dengan pengemasan menggunakan plastik biasa dengan ketebalan kurang dari 0,5 sehingga produk mudah hancur karena plastik yang digunakan kurang tebal. Untuk merekatkan kemasan, mereka juga masih menggunakan pemanasan yang sangat sederhana yaitu berupa lilin. Hal ini sangatlah tidak efektif karena membutuhkan waktu yang lama dan kurang rapat dan kurang kuat pengelemannya, sehingga mudah terjadi kebocoran kemasan yang menyebabkan produk mudah 483
SEMNAS FEKON 2016
kedaluwarsa dan cepat mlempem (tidak renyah). Untuk itu mereka membutuhak teknologi pengemasan yang lebih tepat yaitu penggunaan hand sealer dan plastik kemasan yang lebih tebal. 4. Permasalahan Manajemen Adapun permsalahan manajemen yang dihadapi adalah masih terbatasnya pemasaran di konsumen kelas menengah ke bawah dan ketidakmauan untuk mengembangkan usahanya yang diakibatkan dari kemasan yang masih sederhana. METODE PELAKSANAAN Untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi UMKM mitra, tim pengabdian menawarkan beberapa metode penyelesaian masalah yaitu : introduksi mesin perajang rambak, introduksi kompor 1 tungku dengan tekanan tinggi, penambahan alat penggoreng (wajan), penambahan tempat penjemuran rambak, introduksi hand sealer, dan perbaikan kemasan produk a. Introduksi mesin perajang rambak Untuk mengatasi permasalahan lamanya proses perajangan dan ukuran produk yang tidak sama karena pengirisan manual, maka akan diintroduksikan teknologi berupa dua buah mesin perajang rambak untuk kedua mitra dengan spesifikasi : berdimensi 60 x 40 x 70 cm, pisau, corong dan cover terbuat dari stainless steel, rangka dari siku besi, penggerak Dinamo 1/2 HP, roll pengarah dari kayu, kapasitas : 50-60 lembar ( 600-750 potongan ) per menit. Dengan alat ini diharapkan ukuran produk sama dan lebih cepat sehingga kapasitas produksi meningkat. b. Introduksi kompor 1 tungku dengan tekanan tinggi Peningkatan kapasitas produksi irisan rambak tentu akan mengakibatkan meingkatnya jumlah rambak mentah yang siap digoreng. Dalam kondisi ini permasalahan akan kebutuhan kompor gas untuk memasak akan bertambah. Untuk itu akan diintroduksi dua buah kompor gas satu tungku untuk kedua mitra dengan spesifikasi : Rinai RI-300 HP, gas consumption 21,8 Kw/H, berdimensi 570 x 315 x 168 mm, cast iron, hight pressure. Dengan kompor ini diharapkan kapasitas penggorengan lebih besar dengan waktu yang lebih cepat. c. Penambahan alat penggoreng (wajan) Untuk mempercepat proses penggorengan karena adanya peningkatan produksi rambak mentah, maka akan diberikan dua buah alat penggorengan (wajan) untuk kedua mitra dengan diamer 57 cm. d. Penambahan tempat penjemuran rambak Untuk mengantisipasi peningkatan kapasitas produksi rajangan/irisan rambak mentah maka akan diberikan penambahan jumlah tempat penjemuran sebanyak 5 (lima) tempat untuk masing-masing UMKM mitra sehingga total tempat penjemuran yang akan dibuat adalah 10 buah. e. Introduksi hand sealer dan plastik ketebalan 0,5 mm Agar produk rambak matang lebih tahan lama kerenyahan maka diintroduksikan palstik kemasan yang lebih tebal dengan ketebalan 0,5 mm dan akan diberikan 1 buah hand sealer untuk masing-masing mitra, dengan spesifikasi hand sealer tipe PCS300C Side Cutter Model, Impulse Power : 400W, Seal Length : 300mm, Seal Width : 2mm, Machine Weight : 4.5kg f. Perbaikan kemasan desain produk Untuk mampu menembus pasar kelas menengah ke atas perlu dilakukan perbaikan desain kemasan plastik sebagai upaya branding. Dengan kemasan yang lebih marketable akan mampu menembus kelas menengah atas yang tentunya harga jualnya lebih tinggi. HASIL KEGIATAN A. Introduksi Alat Perajang Salat satu upaya peningkatan produksi dalam kegiatan ini adalah melalui introduksi alat perajang dengan penggerak mesin dinamo. Namun dari hasil koordinasi kembali dengan kedua mitra dan setelah mengajak mitra untuk mencoba alat perajang dengan penggerak dinamo, kedua mitra lebih memilih untuk tetap menggunakan alat perajang manual namun lebih mudah dalam proses perajangan sehingga kapasitasnya meningkat. Beberapa pertimbangan kedua mitra kurang menyukai alat perajang dengan menggunakan mesin adalah: 1) terkadang hasil rajangan hancur, 2) dalam proses perajang membutuhkan minyak goreng untuk pelumas yang cukup banyak jumlahnya, 3) penambahan biaya dan beban listrik, pengeluaran untuk minyak goreng sebagai 484
SEMNAS FEKON 2016
pelumas dan penambahan biaya listrik dirasa cukup membebani biaya usaha atau dengan kata lain menjadi tidak efisien dan 4) keterbatasan keterampilan tenaga kerja pengirisan (tenaga kerja yang membantu proses pengiriman sudah berusia lanjut sehingga kurang terampil menggunakan mesin). Proses introduksi alat perajang kepada mitra melalui beberapa tahap sebagai berikut: a. Koordinasi model alat perajang dan pemasanan alat Pada tahap ini, tim mencoba menggali kembali bentuk alat perajang yang diinginkan oleh mitra dan mengajak mitra untuk melihat dan mencoba mesin perajang dengan penggerak dinamo. Dari hasil ujicoba diperoleh hasil bahwa mitra kurang menyukai mesin perajang dengan dinamo dengan pertimbangan diatas. Berikut gambaran kegiatan:
Gb 1. Alat perajang sebelumnya
Gb 2. Diskusi Alat perajang manual yang akan diintroduksikan
Gb 3. Mencoba dan membandingkan alat perajang rambak yang manual dengan alat perajang dengan mesin Setelah koordinasi diputuskan untuk memesan alat perajang manual namun sudah dapat diatur tebal tipisnya rajangan sehingga ketebalan lebih konsisten dan perajangan dapat lebih cepat. Alat perajang dipesan di pengusaha alat-alat pertanian di Kabupaten Salatiga. b. Penyerahan dan Pendampingan penggunaan alat Perajang Setelah dua minggu pemesanan alat, dilakukan penyerahan sekaligus pendampingan penggunaan alat perajang yang baru. Berikut gambaran alat perajang rambak yang diintroduksikan.
485
SEMNAS FEKON 2016
Gb. 4. Alat perajang sebelumnya
Gb. 5. Alat Perajang yang diintroduksikan
Model alat perajang yang diintroduksikan sebenarnya masih bersifat manual namun kelebihan telah terdapat alat dudukan untuk adonan rambak yang akan dirajang dan pisau yang telah tertanam dengan ketebalan yang bisa di atur. Untuk merajangnya mitra hanya menggerakkan tangkai pisau yang telah terpasang. Dengan adanya pisau yang telah tertanam, hasil rajangan menjadi lebih kosisten tebal tipisnya dan dengan kecapatan perajangan pun lebih maksimal karena tinggal menggerakan tangkai pisau. Dengan penggunaan alat ini kecepatan pengirisan bisa meningkat 2 (dua) kali lipat, sehingga kapasitas produksi dapat meningkat 2 kali lipat. Peningkatan kapasitas produksi (hasil rajangan) berdampak pada peniingkatan kebutuhan tempat penjemuran rambak. Pada kegiatan IPM ini juga telah dilakukan penambahan tempat penjemuran rambak. B. Introduksi kompor 1 tungku dengan tekanan tinggi Pada kegiatan IPM ini diintroduksi dua buah kompor gas satu tungku untuk kedua mitra dengan spesifikasi : Rinai RI-300 HP, gas consumption 21,8 Kw/H, berdimensi 570 x 315 x 168 mm, cast iron, hight pressure. Dengan kompor ini diharapkan kapasitas penggorengan lebih besar dengan waktu yang lebih cepat. Berikut gambaran introduksi kompor kepada kedua mitra
Gb. 6. Kompor gas sebelumnya
Gb 7. Kompor gas 1 tungku yang diintroduksikan
486
SEMNAS FEKON 2016
Gb. 8. Penyerahan kompor gas 1 tungku Introduksi kompor gas satu tungku ini menghasilkan beberapa hasil perubahan atau perbaikan usaha secara ekonomis maupun sosial. Secara ekonomis kompor ini lebih menghemat bahan bakar gas karena panas yang dihasilkan lebih merata dan stabil, sehingga proses penggorengan lebih cepat dan kualitas gorengannya pun lebih bagus. Secara sosial, kompor gas ini lebih ramah lingkungan karena tidak menimbulkan suara gas yang bising (keras) sehinggaaktivitas penggorengan tidak mengganggu lingkungan sekitarnya. C. Penambahan alat penggoreng (wajan) Untuk mempercepat proses penggorengan karena adanya peningkatan produksi rambak mentah, telah diberikan dua buah alat penggorengan (wajan) untuk kedua mitra dengan diamer 65 cm. Ukuran kedua wajan ini lebih besar dari rencana semula. Berikut gambaran introduksi wajan untuk kedua mitra
Gb. 9 Introduksi wajan berdiameter 65 cm Sebelum kegiatan IPM ini kedua mitra hanya menggunakan wajan penggorengan dengan diamater 30 – 45 cm, hal ini menyebabkan tidak efisien penggunaan minyak maupun bahan bakar gas karena penggorengan harus dilakukan berulang-ulang (sediki demi sedikit). Namun setelah adanya introduksi wajan berukuran diamter 65 cm ini terjadi peningkatan efisiensi biaya produksi khususnya untuk penggunaan minyak goreng dan bahan bakar karena penggorengan langsung dilakukan dengan kapasitas besar. Selain itu dengan wajan yang besar tidak ada minyak goreng yang tertumpah saat penggorengan. Jika sebelum menggunakan wajan besar ini dilakukan 8 kali penggorengan untuk sekali produksi setiap harinya, maka setelah menggunakan wajan ini hanya diperlukan 5 kali penggorengan. D. Penambahan tempat penjemuran rambak sebanyak 10 buah terbuat dari besi untuk kedua mitra Untuk mengantisipasi peningkatan kapasitas produksi rajangan/irisan rambak mentah maka akan diberikan penambahan jumlah tempat penjemuran untuk UKM rambak Ayu sebanyak 9 buah yang tersusun dari 487
SEMNAS FEKON 2016
3 lajur penjemuran. Masing-masing lajur penjemuran terdiri dari 3 tempat penjemuran. Berikut gambaran tempat penjemuran yang telah terpasang.
Gb. 10. Tempat penjemuran dari besi telah terpasang Tempat penjemuran ini berubah dari rencana semula baik jumlah maupun bentuknya. Pada awalnya tempat penjemuran akan dibuat sebanyak 10 buah untuk tiap UKM sebanyak 5 buah, namun dari hasil koordinasi lebih lanjut, tempat penjemuran dari besi hanya diperuntukkan bagi UKM rambak ayu, sedangkan untuk rambak Ibu Sri cukup ditambah tempat penjemuran dari bambu dengan memanfaatkan bambu yang telah dimiliki. Sebagai penggantinya, diberikan blender kepada Ibu Sri karena dirasa lebih membutuhkan alat penghalus bumbu dan timbangan digital untuk pengemasan produk. Pemberian tempat jemuran dari besi ini menggantikan tempat jemuran sebelumnya yang terbuat dari bambu yang telah keropos. Dengan rangka dari besi, tempat jemuran ini lebih tahan lama dan lebih tahan terhadap perubahan cuaca (panas dan hujan), selain itu dengan rangka besi lebih mudah untuk dipindah tempat. Dengan rangka jemuran sebelumnya yang terbuat dari bambu, setiap 2 tahun sekali UKM rambak ayu harus mengganti rangka jemuran karena lapuk akibat perubahan cuaca panas dan hujan. Sehingga jemuran dari besi ini juga telah menghemat biaya tahunan untuk penggantian tempat jemuran. E. Introduksi hand sealer dan plastik ketebalan 0,5 mm Agar produk rambak matang lebih tahan lama kerenyahan maka diintroduksikan palstik kemasan yang lebih tebal dengan ketebalan 0,5 mm. Pada tahap ini telah diberikan 1 buah hand sealer untuk masing-masing mitra, dengan spesifikasi hand sealer tipe PCS300C Side Cutter Model, Impulse Power : 400W, Seal Length : 300mm, Seal Width : 2mm, Machine Weight : 4.5kg
Gb. 11 Introduksi wajan berdiameter 65 cm Dengan menggunakan siller ini kemasan yang dihasilkan lebih rapi dan awet sehingga tidak menimbulkan kebocoran untuk waktu yang lama. Sehingga produk lebih awet dan lebih marketable. 488
SEMNAS FEKON 2016
F. Pendampingan dalam perbaikan kemasan Konsumen memandang merek sebagai bagian penting dari produk, dan penetapan merek dapat menambah nilai bagi suatu produk (Kotler and Armstrong, 2006). Sedangkan pada tingkat persaingan yang tinggi, merek memberikan kontribusi dalam menciptakn dan menjaga daya saing sebuah produk (Winatapradja, 2013). Untuk itu Pada kegiatan tim telah mencoba melakukan pendampingan dan memberikan edukasi tentang pentingnya perbaikan kemasan. Khusus untuk UKM rambak Ibu Sri Mulyati, tim mencoba untuk memberikan pengertian pentingnya memberikan merek pada kemasan rambak. Karena selama ini masih tanpa merek. Dari hasil diskusi berhasil disepakati bahwa rambak ibu Sri akan diberi merek “ Rambak Mbak Sri”. Berikut gambaran perbaikan desain dan branding yang diberikan kepada kedua mitra.
Gb 11. Produk Rambak sebelum perbaikan kemasan
Gambar 12. Produk Rambak setelah perbaikan kemasan Dengan adanya perbaikan merek ini, diharapkan meningkatkan segmen pasarnya dari kelas menengah ke bawah ke segmen menengah ke atas. Karena upaya pemberian merek (branding) memberikan banyak manfaat seperti yang diungkapkan Kotler (2000) yang mengidentifikasi beberapa manfaat merek bagi produsen atau penjual yaitu : a) merek memudahkan penjual memproses pesanan dan menelusuri masalah, b) nama dan tanda merek penjualan memberikan perlindungan hukum atau ciri-ciri produk yang unik, c) merek memberikan kesempatan kepada penjual untuk menarik pelanggan yang setia dan menguntungkan, d) merek membantu penjual melakukan segmentasi pasar dan d) merek membantu membangun citra perusahaan dan mempermudah perusahaan meluncurkan merek-merek baru. Meskipun terdapat beberapa kendala yang mengakibatkan perubahan beberapa kegiatan maupun teknologi yang diberikan, namun kegiatan ini telah mengahasilkan beberapa perbaikan usaha antara lain :
No
Tabel 1. Capaian Kegiatan IPM Rambak tapioka Jenis Kegiatan Perubahan yang dihasilkan
1.
Alat Perajang
-
Konsistensi ketebalan irisan 489
SEMNAS FEKON 2016
-
Peningkatan kecepatan perajangan Peningkatan kapasitas hasil rajangan
2
Kompor 1 tungku dengan tekanan tinggi
-
Bahan bakar gas lebih hemat Panas lebih merata dan stabil Hasil gorengan lebih bagus Lebih ramah lingkungan karena tidak bising
3.
Alat penggoreng (wajan) diameter 65 cm
-
peningkatan efisiensi biaya produksi khususnya untuk penggunaan minyak goreng dan bahan bakar karena penggorengan langsung dilakukan dengan kapasitas besar
4
Penambahan tempat penjemuran dari rangka besi
-
lebih tahan lama dan lebih tahan terhadap perubahan cuaca (panas dan hujan), lebih mudah untuk dipindah tempat. menghemat biaya tahunan untuk penggantian tempat jemuran.
spesifikasi hand sealer tipe PCS300C Side Cutter Model,
-
Perbaikan kemasan dan branding
-
5
6
-
-
kemasan lebih rapi dan awet sehingga tidak menimbulkan kebocoran untuk waktu yang lama. lebih marketable. produk lebih marketable perluasan segmen pasar ke kelas menengah ke atas
KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Secara umum kegiatan berjalan lancar dan adanya kerjasama yang baik dengan kedua UKM mitra. Meskipun terdapat beberapa perubahan kegiatan karena adanya perkembangan permasalahan yang dihadapi mitra. Namun perubahan yang ada sifatnya lebih mengutamakan kemanfaatan kegiatan dan peralatan yang diberikan. Dari kegiatan ini telah dintroduksikan beberapa peralatan dan kegiatan sebagai beikut: 1) Introduksi alat perajang rambak; 2) introduksi kompor satu tungku dengan tekanan tinggi; 3) wajan penggorengan yang lebih besar; 4) penambahan tempat penjemuran dari besi; 5) penambahan dan handsiller untuk introduksi teknologi pengemasan; 6) perbaikan kemasan dan branding; Diharapkan dari beberapa luaran di atas usaha rambak tapioka kedua mitra pada akhirnya mampu mengatasi masalah dan mampu meningkatkan kapasitas produksi dan memperluas pangsa pasar mereka, dan pada akhirnya mampu meningkatkan pendapatan mereka. B. SARAN Diharapkan kegiatan IPM ini menjadi meningkatkan motivasi kedua UKM mitra untuk mengembangkan usaha mereka dan pada akhirnya mampu menyerap tenaga kerja yang ada di lingkungan mereka. Sehingga keberadaan UMKM terus eksis dan memjadi tumpuan pembangunan ekonomi dengan penyerapan tenaga kerja lokal. DAFTAR PUSTAKA Arslan, Neslihan dan Huseyin Tathdil. 2012 Defining and Measuring Competitiveness: A Comparative Alanysis of Turkey With 11 Potential Rivals. International Journal of Basic & Applied Sciences IJBAS-IJENS Vol 12 (02): 31-43 490
SEMNAS FEKON 2016
Kotler, Philip and Gary Amstrong. 2006. Prinsip-Prinsip Pemasaran. Penerbit Erlangga. Jakarta Kotler, Philip. 2000. Manajemen Pemasaran. PT. Ikrar Mandiriabadi. Jakarta Winatapradja, Nabila. 2013. Ekuitas Merek Pengaruhnya Terhadap Keputusan Pembelian Produk Donat J.CO Donut & Coffe di Manado Town Square. Jurnal EMBA Vol 1(03): 958-968
491
SEMNAS FEKON 2016
ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU PADA PT. SANTOSA AGRINDO Ira Mutiara1, Moh. Mukhsin2 1Universitas 2Universitas
Sultan Ageng Tirtayasa Serang Email:
[email protected] Sultan Ageng Tirtayasa Serang Email:
[email protected]
ABSTRAK Perusahaan perlu mengendalikan persediaan bahan baku untuk mencapai tingkat efisiensi karena permasalahan yang sering muncul dalam persediaan bahan baku adalah ketidakseimbangan stok penyimpanan bahan baku dengan tingkat produksinya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat efisiensi dari pengendalian persediaan bahan baku Premix PT. Santosa Agrindo dengan metode Economic Order Quantity (EOQ). Dalam mengantisipasi kekurangan stok untuk menghindari terjadinya back order, maka penelitian ini juga menghitung persediaan pengaman sebagai persediaan penyangga dan titik pemesanan kembali untuk mengetahui pada kuantitas berapa pemesanan harus dilakukan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa untuk tingkat efisiensi pada biaya total persediaan bahan baku Premix, dengan metode Economic Order Quantity (EOQ), Perusahaan dapat menghemat biaya persediaan pada bahan baku Premix B sebesar Rp 21.687.822,08 atau 36% dan Premix C sebesar Rp 9.143.043,76 atau 17%. Sedangkan persediaan penyangganya adalah 24,03 Kg untuk Premix A, 38,95 Kg untuk Premix B, dan 100,21 Kg untuk Premix C dan titik pemesanan kembali sebesar 51,83 Kg untuk Premix A, 76,17 Kg untuk Premix B, 198,5 Kg untuk Premix C. Kata kunci: Pengendalian Persediaan, Economic Order Quantity (EOQ), Persediaan Pengaman, Titik Pemesanan Kembali, Peramalan ABSTRACT Company need to controled the Inventory of rwa material to rreach the efficiencies because the problem that often appears is unbalance of the storage stocks and its production proceed. The purpose of this research was to find out how efficient the inventory control of raw materials Premix at PT. Santosa Agrindo by using Economic Order Quantity (EOQ) method. In the anticipation of shortage stock and to avoid back order case, then this research was also calculated safety stock as a buffer and had reorder point to find out at how many quantity company needs to order new raw materials. The results of this research showed that the efficiency of total inventory cost of raw materials Premix using Economic Order Quantity (EOQ) method, the Company could saving Premix B with the amount of Rp. 21.687.822,08 or 36% and Premix C with the amount of Rp. 9.143.043.,76 or 17%. The company could added the stock as a buffer for each of Premix with the amount of 24,03 Kg for Premix A, 38,95 Kg of Premix B, and 100,21 Kg for Premix C and found the reorder point for each of Premix with the amount of 51,83 Kg for Premix A, 76,17 Kg for Premix B, and 198,5 Kg for Premix C. Keywords: Inventory Control, Economic Order Quantity (EOQ), Safety Stock (SS), Reorder Point (ROP), Forecasting
Latar Belakang Masalah Era globalisasi sekarang menuntut semua aspek dapat dikerjakan secara efektif dan efisien. Hal ini pun terjadi pada perusahaan manufaktur dalam mencapai target yang direncanakan. Namun untuk mencapai hal tersebut tidaklah mudah, karena banyak permasalahan yang harus di antisipasi oleh perusahaan sehingga perlu adanya strategi atau teknik yang pada akhirnya dapat mendekati tingkat efektivitias dan efisiensi tersebut. Salah satu permasalahan yang ada pada perusahaan manufaktur adalah tingkat persediaannya. Persediaan adalah bahan atau barang yang disimpan yang digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk digunakan dalam proses produksi atau perakitan, untuk dijual kembali, atau untuk suku cadang dari suatu peralatan atau mesin (Herjanto, 2007). Terjadi ketidakseimbangan antara penyimpanan persediaan bahan baku dengan tingkat produksinya, seperti, stok bahan baku yang memiliki skala yang besar namun tingkat produksi yang sedang menurun atau sebaliknya. Ketidakseimbangan tersebut menunjukkan adanya kecenderungan yang 492
SEMNAS FEKON 2016
mengakibatkan proses produksi terganggu atau terjadi efek domino lain sehingga perlu adanya pengendalian untuk hal tersebut. Pada PT. Santosa Agrindo (Serang), penulis melihat permasalahan persediaan bahan baku Premix, yang merupakan salah satu komponen pembuatan produk Sosis. PT. Santosa Agrindo merupakan anak perusahaan PT. JAPFA Comfeed Indoensia Tbk yang berbasis Rumah Potong Hewan dan Produk Daging Bernilai Tambah. Terjadi ketidakseimbangan pada kuantitas persediaan dan tingkat produksinya berdasarkan data tahun 2015 yang mengakibatkan sulitnya maintaining stock secara efisien karena tingkat persediaan memiliki gap yang terlalu besar dengan analisis perusahaan. Belum lagi timbulnya back order karena produksi harus tetap berjalan namun ada beberapa stok bahan baku sudah tidak dapat digunakan. Oleh karena itu, penulis melakukan perhitungan untuk melihat tingkat efisiensi bahan baku Premix miliki PT. Santosa Agrindo (Serang) menggunakan metode Economic Order Quantity (EOQ) yang merupakan metode pengendalian persediaan untuk menentukan jumlah ekonomis setiap kali pemesanan sehingga meminimisasi biaya total persediaan (Deitiana, 2011). Untuk memaksimumkan perhitungan pengendalian persediaan, penulis melakukan perhitungan persediaan pengaman dengan metode Safety Stock yang merupakan persediaan minimal yang harus ada untuk mengantisipasi kehabisan bahan baku dikarenakan keterlambatan pengiriman barang ataupun kecepatan penggunaan mesin karena penggunaan yang lebih dari biasanya (Herjanto, 2007) dan melakukan perhitungan ReOrder Point yang adalah adalah jumlah persediaan yang menandai saat harus dilakukan pemesanan ulang sedemikian rupa sehingga kedatangan atau penerimaan barang yang dipesan adalah tepat waktu (Herjanto, 2007). Identifikasi Masalah PT. Santosa Agrindo mengalami kesulitan dalam maintenance stock yang efisien ditinjau dari pengendalian persediaan bahan baku karena beberapa stok yang masih ada cenderung akan mengalami penurunan kualitas bahkan tidak dapat digunakan sehingga membuat perusahaan melakukan back order karena produksi harus tetap berjalan. Serta bahan baku pendukung yang diperoleh adalah barang impor yang mana memiliki waktu tunggu lebih lama dan akan ada penambahan biaya (added cost) yang lain. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui kecenderungan peramalan permintaan kebutuhan bahan baku Premix untuk periode kedepan pada PT. Santosa Agrindo. 2. Untuk mengetahui biaya total persediaan dalam pengendalian biaya persediaan bahan baku Premix dengan menggunakan metode EOQ dan perbandingannya dengan perusahaan. 3. Untuk mengetahui Safety Stock dan Reorder Point bahan baku Premix pada PT. Santosa Agrindo. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan format penelitian deskriptif kuantitatif yang bertujuan untuk menjelaskan, meringkas berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai variabel yang timbul di Perusahaan yang menjadi objek penelitian itu berdasarkan apa yang terjadi. Format deskriptif studi kasus memusatkan diri pada suatu unit tertentu dari berbagai variabel (Burhan, 2005). Penelitian ini menggunakan metode EOQ untuk menentukan kuantitas pesanan persediaan ekonomis yang dapat meminimumkan biaya persediaan dengan mengetahui total biaya persediaan, persediaan pengaman (Safety Stock) sebagai bahan baku penyangga, dan titik pemesanan kembali (Reorder Point) sebagai antisipasi siklus pemesanan. Selain itu, untuk menentukan kecenderungan permintaan kebutuhan bahan baku pada periode yang akan datang dilakukan peramalan dengan teknik metode Time Series sebagai informasi pendukung keputusan bagi Perusahaan. Berdasarkan teknik analisis persediaan bahan baku tersebut, maka rumusan tiap metode yang digunakan adalah sebagai berikut: Rumusan metode peramalan Time Series garis tren linear: ŷ = a+bX Dimana: ŷ: Nilai terhitung dari variabel yang akan diprediksi a: Persilangan sumbu y b: Kemiringan garis regresi (atau tingkat perubahan pada y untuk perubahan yang terjadi di x) 493
SEMNAS FEKON 2016
X: Variabel bebas, waktu satuan periode berikutnya Dalam persamaan tersebut, perlu diketahui nilai a dan b, rumusan yang digunakan adalah sebagai berikut: a=
∑𝒚 𝒏
b=
∑ 𝒙.𝒚 ∑ 𝒙𝟐
Dimana: Σ: Tanda penjumlahan total x: Nilai variabel bebas yang diketahui yaitu periode waktu y: Nilai variabel terkait yang diketahui yaitu data permintaan kebutuhan bahan baku n: Unit data yaitu waktu bulanan Rumusan EOQ pemesanan bahan baku yang ekonomis adalah sbb: Jumlah Optimum Kuantitas per Order Jumlah Optimum Pemesanan Pertahun. 𝐃 √2SD N = 𝐐∗ Q* = H
Dimana: Q: Jumlah tiap pesanan bahan baku D: Permintaan bahan baku S: Biaya pemesanan bahan baku H: Biaya penyimpanan bahan baku
Dimana: N: Jumlah Optimum pesanan Q: Jumlah tiap pesanan D: Permintaan bahan baku
Rumusan Safety Stock dapat diketahui dengan rumusan sebagi berikut: Z=
𝑺𝑺 𝝈
atau
∑(𝐗−𝛍)²
SS = Z σ, menghitung standar deviasi σ = √
𝐍
Dimana: X: Tingkat persediaan μ: Rata-rata permintaan N: Periode waktu yang digunakan Z: Standar deviasi normal SS: Safety Stock σ: Standar deviasi
Rumusan Re Order Point adalah sebagai berikut: ROP = d X L + SS Dimana: ROP: Titik pemesanan ulang d: tingkat kebutuhan bahan baku Premix A, B, dan C per unit dalam setahun L: Waktu Tunggu (Lead time) yaitu 2 bulan SS: Safety Stock
Hasil Penelitian dan Pembahasan Dibawah ini merupakan hasil perhitungan masing-masing metode dari teknik analisis pengendalian bahan baku Premix tahun 2015 pada PT. Santosa Agrindo yang adalah sebagai barikut:
Rekapitulasi permintaan kebutuhan bahan baku Premix Bulan Premix A (Kg) Premix B (Kg) Premix C (Kg) Total (Kg) Januari 14,34 22,85 60,92 98,11 Februari 12,69 20,68 55,45 88,82 494
SEMNAS FEKON 2016
Maret 11,03 18,5 49,97 79,5 April 9,38 16,33 44,5 70,21 Mei 7,72 14,15 39,02 60,89 Juni 6,07 11,97 33,55 51,59 Juli 4,42 9,8 28,07 42,29 Agustus 2,76 7,62 22,6 32,98 Total 68,41 121,9 334,08 524,38 MAD 21,43 29,01 71,70 122,14 Sumber: Data primer (diolah tahun 2016) Berdasarkan perhitungan tersebut diketahui bahwa kecenderungan permintaan bahan baku Premix menggunakan metode Time Series Tren Linear hasilnya adalah tren negatif dengan nilai MAD yang cukup besar. Setelah mengetahui nilai dari biaya-biaya pengendalian bahan baku Premix, maka dapat disubtitusikan kedalam rumusan metode EOQ, maka hasilnya adalah sebagai berikut: Rumusan Premix A
Q* =
Premix B
Q* =
Prmeix C
Q* =
Rumusan 𝐃 N = 𝐐∗
√𝟐𝐒𝐃 𝐇 √2(2288730.23)(311) √1423590205.29 = 420054.17 = 58,22 420054.17 √2(7643870.80)(457) √6.986.497.914 = 651829.17 = 103,53 651829.17 √2(6727004.94)(1191) √16.023.725.776 = 811972.92 = 140,48 811972.92
Q* =
Premix A 311
N = 58.22 = 5,34
Premix B
Premix C
457
1191
N = 86.81 = 4,41
N = 131.95 = 8,48
Hasil perhitungan menunjukan nilai EOQ dan frekuensi optimum adalah sebagai berikut: Rincian perhitungan data dengan menggunakan metode EOQ EOQ Premix A Premix B Premix C Jumlah optimum kuantitas per order (kg) 58,22 103,53 140,48 Jumlah optimum pemesanan per tahun (kali) 5 4 8 Total pesanan 291,08 414,12 1.123,83 Sumber: Data primer (diolah tahun 2016) Berdasarkan perhitungan diatas maka dapat dijumlahkan nilai biaya-biaya yang telah diketahui untuk mendapatkan total biaya persediaan dan dapat pula dibandingkan hasil metode EOQ dengan hasil berdasarkan nilai Perusahaan. Berikut rincian perbandingan hasil perhitungan EOQ dan nilai Perusahaan: Biaya total persediaan EOQ dan Perusahaan Variabel Frekuensi (kali) Total biaya pemesanan (Rp) Total biaya penyimpanan (Rp) Total biaya pembelian (Rp) Total biaya persediaan (Rp) Variabel Frekuensi (kali) Total biaya pemesanan (Rp) Total biaya penyimpanan (Rp) Total biaya pembelian (Rp) Total biaya persediaan (Rp)
Perhitungan EOQ Premix B Premix C 4 8 4.869.968,58 5.600.057,63 739.547,92 2.500.071,99 32.466.457,22 37.333.717,56 38.075.973,72 45.433.847,18 Perhitungan Perusahaan Premix A Premix B Premix C 2 4 4 2.288.730,23 7.643.870,8 6.727.004,94 308.422,44 1.160.789,5 3.003.183 15.258.202,12 50.959.135,5 44.846.703 17.855.354,79 59.763.795,8 54.576.890,94 Premix A 5 2.486.005,21 335.006,61 16.573.368,05 19.394.379,87
495
SEMNAS FEKON 2016
Sumber: Data primer (diolah tahun 2016) Total biaya persediaan merupakan hasil penjumlahan dari total biaya pemesanan, total biaya peyimpanan, dan total biaya pembelian (Deitiana, 2011). Diketahui bahwa total biaya persediaan yang lebih kecil untuk Premix A adalah nilai dari perhitungan Perusahaan yaitu sebesar Rp. 17.855.354,79. Sedangkan total biaya persediaan yang lebih kecil untuk Premix B dan C adalah dengan perhitungan metode EOQ yaitu sebesar Rp. 38.075.973,72 untuk Premix B dan Rp. 45.433.847,18 untuk Premix C.
Rumusan Safety Stock: Z = 1,65 (Safety Factor) Z = 1,65 (Safety Factor) Z = 1,65 (Safety Factor) σ = 14,56 σ = 23,61 σ = 60,74 SS = Z x σ SS = Z x σ SS = Z x σ = 1.65 + 14,56 = 1.65 + 23,61 = 1.65 + 60,74 = 24,03 = 38,95 = 100,21 Berdasarkan rumusan Safety Stock tersebut maka diketahui hasil kuantitas tiap bahan baku Premix untuk stok penyangga yang bisa dilakukan, kemudian Rumusan Re Order Point ada;ah sebagai berikut: 311 Premix A D = 12 = 25,92 L = 2 bulan ROP = d X L = 51,83 → Premix B 457 L = 2 bulan ROP = d X L = 76,17 D = 12 = 38,08 → 1191 Premix C D= = 99,25 L = 2 bulan ROP = d X L = 198,50 12 → Berdasarkan rumusan diatas diketahui bahwa dalam kuantitas tersebut perusahaan perlu melakukan pemesanan kembali agar tingkat efisiensi pada waktu tunggu bisa optimum karena estimasi yang diharapkan adalah ketika stok akan habis, stok baru tiba pada waktu yang tepat. Maka rekapitulasinya adalah sebagai berikut: Titik pemesanan kembali, waktu tunggu, dan persediaan pengaman Bahan baku Variabel Premix A Premix B Premix C Permintaan bahan baku (D) (Kg) 25,92 38,08 99,25 Waktu tunggu (L) (bulan) 2 2 2 Titik pemesanan kembali ROP) (Kg) 51,83 76,17 198,5 Persediaan pengaman (SS) (Kg) 24,03 38,95 100,21 ROP dengan SS (Kg) 76,86 115,12 298,71 Sumber: Data primer (diolah tahun 2016) KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Penerapan peramalan menggunakan pendekatan proyeksi tren garis linear dari metode Time Series menunjukkan kecenderungan penurunan pada garis tren linear atau disebut tren negatif. 2. Nilai total biaya persediaan dengan perhitungan metode EOQ yaitu sebesar Rp. 19.394.379,87 untuk bahan baku Premix A, Rp. 38.075.973,72 untuk Premix B dan Rp. 45.433.847,18 untuk Premix C. Berdasarkan nilai total biaya persediaan tersebut, Premix B dan C diketahui dapat menghemat biaya persediaan sebesar Rp 21.687.822,08 atau 36% untuk bahan baku Premix B dan Rp 9.143.043,76 atau 17% untuk bahan baku Premix C. 3. Hasil perhitungan Persediaan Pengaman (SS) masing-masing bahan baku Premix adalah 24,03 Kg untuk Premix A, 38,95 Kg untuk Premix B, dan 100,21 Kg untuk Premix C, artinya bila ketidakpastian permintaan memungkinkan terjadinya kehabisan stok, hal tersebut dapat di antisipasi dengan melakukan penyimpanan unit penyangga sampai ROP dilakukan. Sedangkan untuk Titik Pemesanan Kembali (ROP) pada masingmasing bahan baku Premix adalah 51,83 Kg untuk Premix A, 76,17 Kg untuk Premix B, 198,5 Kg untuk Premix C. Saran 496
SEMNAS FEKON 2016
1. Perhitungan proyeksi trend garis linear dari metode Time Series ini dapat menjadi salah satu acuan informasi perusahaan untuk membuat perencanaan terkait permintaan bahan baku. Karena hasil pada permintaan kebutuhan bahan baku ini belum 100% akurat dilihat dari nilai MAD yang cukup besar, 2. Berdasarkan hasil perhitungan, Perusahaan dapat mempertimbangkan untuk menggunakan metode Economic Order Quantity (EOQ) meskipun tidak semua bahan baku Premix memiliki tingkat efisiensi. 3. Bila Perusahaan lebih memilih teknik yang sudah ada, Perusahaan masih dapat menggunakan persediaan pengaman dan memperhitungkan titik pemesanan kembali sebagai antisipasi agar kasus back order ataupun hambatan dalam proses produksi karena out of stock bahan baku dapat diminimalisir. Daftar Pustaka Bungin, Burhan. 2005. Metodologi Peneltian Kuantitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group Deitiana, Tita. 2011. Manajemen Operasional Strategi dan Analisa. Penerbit: Mitra Wacana Media Herjanto, Eddy. 2007. Manajemen Operasi. Edisi Ketiga. Jakarta: Grasindo Heizer, Jay dan Render, Barry. 2011. Operations Management: Manajemen Operasi. Edisi ke-9. Jakarta: Salemba Empat Michel. 2014. Analisis Pengendalian Bahan Baku Ikan Tuna pada CV. Golden KK. Manado. Jurnal EMBA Vol. 2 Hal 524-536 Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
497
SEMNAS FEKON 2016
MODEL PENINGKATAN KINERJA SUMBER DAYA MANUSIA MELALUI WORK ENGAGEMENT DALAM KONTEKS ORGANIZATION VALUE PADA PDAM KABUPATEN DEMAK Mohamad Arif Djoko Susilo, S.Sos
[email protected] NIM. MM15541710 Program Pascasarjana Universitas Islam Sultan Agung Semarang Program Studi Magister Manajemen ABSTRACT The relationship between employer and employee which is usually called Leader Member Exchange (LMX) found differences in attitudes received from subordinates of his superiors, this difference can be formed by of like and dislike, differences in competence, trust and also some other reasons which are owned by the employer. Based on the phenomenon and the research dictinction indicated that individuals bound by his organization would be to have a high performance. The result be opposite with other finding , which states that the job does not affect the performance of human resource engagement. The purpose of his study is to develop model of improving employee performance through Leader Member Exchange (LMX) and Work Engagement in the context of organizational value?. Keyword: LMX (Leader Member Exchange), Work Engagement and Organization Value PENDAHULUAN Dalam sebuah organisasi, terdapat sebuah hubungan hierarki antara atasan dan bawahan / stafnya. Tingkat kedekatan hubungan ini biasa disebut dengan Leader Member Exchange (LMX). Menurut Liao et.al (2013) dalam lingkungan sebuah organisasi, LMX mengacu pada hubungan yang terjadi antara pimpinan dengan karyawan yang menjadi pengikut pimpinan.” Menurut Bauer dan Erdogan (2015) LMX ditemukan adanya perbedaan sikap yang diterima dari bawahan dari atasannya, perbedaan ini dapat terbentuk atas dasar like and dislike, perbedaan kompetensi, trust dan juga beberapa alasan lain yang dimiliki oleh atasan. Perbedaan itu membentuk kelompok terpisah yang menerangkan hubungan antara atasan dan bawahan yang disebut dengan in-group dan out-group. Pada In Group pemimpin menaruh kepercayaan lebih, memberikan dukungan dan batas toleransi yang lebih kepada SDM yang tergabung didalamnya. Hal ini terjadi dikarenakan SDM dalam in – group memiliki persamaan sikap dan karakteristik pribadi dengan atasan, atau SDM dalam in-group memiliki kompetensi yang lebih baik dibandingkan dengan SDM yang tergabung dalam out-group. Tingkat kedekatan hubungan antara atasan-bawahan Leader Member Exchange ( LMX ) berpengaruh terhadap tingkat komitmen pekerja terhadap pimpinan, dan meningkatkan motivasi pekerja. Dampaknya adalah berpengaruh terhadap tingkat kualitas layanan yang diberikan kepada para pelanggan atau pengguna organisasi (Bauer dan Erdogan, 2015). Hal tersebut sejalan dengan temuan Findikli (2015) yang menunjukkan bahwa hubungan atasan-bawahan Leader Member Exchange ( LMX ) berpengaruh terhadap peningkatan kinerja SDM. Dengan kata lain, kuatnya hubungan atasan-bawahan / persepsi yang muncul di kalangan pekerja mengenai positifnya hubungan atasan-bawahan akan berpengaruh terhadap peningkatan kinerja SDM. Selanjutnya, Liao et.al (2013) berpendapat bahwa pemahaman terhadap hubungan pertukaran yang terjadi di antara atasan bawahan menjadi bagian penting dalam memahami bagaimana proses kepemimpinan dan peningkatan kinerja berjalan. Meski demikian masih terlihat sangat terbatasnya penelitian empiris yang dilakukan sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui peran LMX terhadap kinerja SDM. Dalam menghadapi fenomena tersebut work engagement menjadi hal yang fenomenal untuk dibahas dalam organisasi. Banyak kalangan berpendapat bahwa work engagement harus menjadi perhatian khusus para pengambil keputusan agar mampu bertahan dalam era kompetensi global ini Penelitian tentang work engagement diantaranya adalah teori Little dan Little (2006) mereka mengakui bahwa SDM yang engaged dapat meningkatkan motivasi, inovasi, produktivitas, serta kinerja SDM 498
SEMNAS FEKON 2016
keuangan yang baik. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Fachrunnissa dan Ardian (2014) yang menyatakan bahwa individu yang terikat dengan organisasinya akan lebih memiliki prestasi kerja yang tinggi. Hal ini berbeda dengan hasil Azwar (2013) yang menyatakan bahwa job engagement tidak mempengaruhi kinerja SDM. Employee engagement merupakan sikap positif yang dimiliki oleh SDM terhadap organisasi (Little dan Little, 2006) sehingga SDM yang engaged akan menyadari bagai mana cara meraih peluang, mensinergikan potensi yang ada dengan rekan kerjanya untuk mewujudkan tujuan organisasi (Macey dan Schneider, 2008). Di samping work engagement terdapat pula nilai organisasi yang terdapat di dalam budaya organisasi, di mana budaya organisasi ini tidak bisa terlepas dari bagaimana suatu perusahaan ingin meningkatkan kinerja sumber daya manusianya. Budaya merupakan gabungan kompleks dari asumsi, tingkah laku, cerita, mitos, metafora dan berbagai ide lain yang menjadi satu untuk menentukan apa arti menjadi anggota masyarakat tertentu (Sudarti dan Arijani, 2011). Menurut Martin dan Terblanche (2003), budaya sangat berkaitan dengan nilai-nilai dan keyakinan masing masing individu dalam sebuah organisasi. Budaya organisasi berkaitan antara karyawan pada nilai-nilai organisasi, norma-norma, sejarah, kepercayaan dan prinsip-prinsip serta menggabungkan asumsi sebagai aktivitas dan set perilaku standar. Nilai-nilai budaya ini konsisten dengan strategi yang dipilih organisasi yang mengarah ke organisasi yang sukses. Berkaitan dengan hal yang masih kontradiktif di atas maka paper ini bertujuan membangun model bagaimana meningktkan kinerja SDM dengan melibatkan variable lain yang diharapkan dapat menjadi solusi peningkatan kinerja SDM
KAJIAN PUSTAKA A. Kinerja SDM Kinerja SDM adalah akumulasi hasil yang dicapai seseorang secara kualitas dan kuantitas sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Humprey, et.al, 2009). Kinerja SDM merupakan hasil perolehan individu dalam periode tertentu dalam pencapaian standar, target/sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama (Le, et.al, 2009). Kinerja SDM merupakan akumulasi hasil kerja baik dalam kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara 2004). Faktor – faktor yang memengaruhi kinerja SDM individu tenaga kerja, yaitu : kemampuan, motivasi, dukungan yang diterima, keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan dan hubungan mereka dengan organisasi (Widodo 2011). Berdasarkan beberapa pendapat tentang kinerja SDM dan prestasi kerja dapat disimpulkan kinerja SDM sebagai hasil kerja secara kualitas dan kuantitas dalam melaksanakan fungsi sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Indikator yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitas kerja, kuantitas kerja, dan ketepatan waktu Bernardin dan Russel (2003), serta kesesuaian SOP pelayanan PDAM. B. Leader Member Exchange ( LMX ) LMX merupakan teori yang difokuskan terhadap interaksi antara pemimpin dan pengikutnya (Liao et.al, 2013). Le Blanc dan Vicente (2012) menyatakan bahwa LMX menunjukkan bagaimana pemimpin dan bawahan menekankan pada kualitas hubungan yang terbentuk yang saling mempengaruhi satu sama lain dan menegosiasikan peran bawahan di dalam suatu organisasi. Liao et.al, (2013 ) menyatakan bahwa LMX merupakan sebuah hubungan yang khusus antara seorang pemimpin dengan suatu group yang terdiri dari beberapa pengikutnya”. Menurut Bauer dan Erdogan (2015) menjelaskan bahwa LMX adalah multi dimensional dan memiliki empat dimensi yaitu kontribusi, loyalitas, afeksi dan respek terhadap profesi. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa teori LMX merupakan salah satu teknik untuk dapat mempengaruhi perilaku SDM sehingga dapat melakukan suatu kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi. Tingkat kedekatan hubungan antara atasan-bawahan (Leader Member Exchange) berpengaruh terhadap tingkat komitmen pekerja terhadap pimpinan, dan meningkatkan motivasi pekerja. Dampaknya adalah berpengaruh terhadap tingkat kualitas layanan yang diberikan kepada para pelanggan atau pengguna organisasi 499
SEMNAS FEKON 2016
(Bauer dan Erdogan, 2015). Hal tersebut sejalan dengan temuan Findikli (2015) yang menunjukkan bahwa hubungan atasan-bawahan (Leader Member Exchange) berpengaruh terhadap peningkatan kinerja SDM. Dengan kata lain, kuatnya hubungan atasan-bawahan / persepsi yang muncul di kalangan pekerja mengenai positifnya hubungan atasan-bawahan akan berpengaruh terhadap peningkatan kinerja SDM. Menurut Findikli (2015) keterlibatan karyawan dipengaruhi oleh berbagai faktor pribadi yang berhubungan dengan pekerjaan, hubungan atasan dan bawahan berhubungan dengan Employee Engagement, dimana LMX merupakan aspek penting dalam kehidupan organisasi yang mempengaruhi hasil perilaku serta sebagai proses keterlibatan. C.
Work Engagement Menurut Scaufeli et.al (2008) mendefinisikan employee engagement merupakan sikap positif karyawan terhadap organisasi dan nilainya. Sumberdaya manusia yang engaged akan bekerja dengan penuh semangat dan mampu merasakan hubungan yang mendalam dengan organisasinya (Sacks, 2006), SDM yang enggaged mereka mampu menjadi agen perubahan, mendorong inovasi dan mendorong kemajuan organisasi (McClearn, 2010). Keterikatan kerja terjadi ketika seseorang merasa bernilai dan percaya pada pekerjaan yang mereka lakukan (Rich, 2010). Keterikatan kerja merupakan sebuah motivasi dan pusat pikiran positif yang berhubungan dengan pekerjaan (Nahgrang, 2011) Engagement merupakan konsep yang kompleks dan dipengaruhi banyak faktor, diantaranya adalah budaya dalam organisasi, komunikasi dalam organisasi, gaya manajerial serta kepemimpinan yang dianut dan reputasi organisasi itu sendiri. Engagement juga dipengaruhi karakteristik organisasional, seperti reputasi untuk integritas, komunikasi internal yang baik, dan inovasi budaya (Xiantophulou et.al 2010). Faktor yang mempengaruhi keterikatan kerja menurut (Bakker dan Demerouti, 2008) adalah: Job Demands, Job Request, Personal Resources dan personality. Dalam hal ini, work engagemet disimpulkan sebagai upaya diskresi seseorang dalam bentuk tambahan waktu, kemampuan otak atau energi, yang ditunjukkan SDM di tempat kerja. Indikator yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1) Mempercayai visi dan misi organisasi mereka, (2) Menyenangi pekerjaan mereka dan memahami kontribusi pekerjaan mereka pada tujuan yang lebih besar, (3) Dapat dipercaya dan saling percaya satu sama lain. Hasil penelitian Christian et.al (2011) menyatakan ketika SDM memiliki engagement yang tinggi terhadap organisasinya maka akan memiliki kinerja SDM yang tinggi. Individu yang terikat dengan organisasinya akan lebih memiliki prestasi kerja yang tinggi. D. Organizational Value Para pemimpin perusahaan maupun organisasi pastinya selalu mengharapkan adanya budaya organisasi yang baik karena budaya organisasi yang baik akan berdampak kepada seberapa baik organisasi meraih tujuannya. Budaya organisasi yang positif akan membawa organisasi kearah yang lebih baik, sebaliknya budaya yang negatif akan berdampak buruk terhadap organisasi (Haas et.al, 2005). Sebagai seorang makhluk sosial, SDM bersinggungan dengan berbagai bentuk nilai dan norma yang berlaku di dalam masyarakat, termasuk didalam organisasi. Budaya yang tumbuh di dalam organisasi akan mempengaruhi bagaimana seorang SDM bersosialisasi dengan rekan kerjanya, menghadapi masalah, menyelesaikan pekerjaannya dan dalam seluruh aspek pekerjaannya (Kurniawan et al., 2011). Nilai menurut Wenstep (2006) adalah ide atau konsep yang bersifat abstrak tentang apa yang dipikirkan seseorang atau dianggap penting oleh seseorang, biasanya mengacu kepada estetika (keindahan), etika pola prilaku dan logika benar-salah atau keadilan / justice. Menyebutkan sistem nilai budaya terdiri dari konsepkonsep yang hidup dalam masyarakat mengenai hal-hal yang dianggap benar (Zwikael, 2012). Nilai merupakan sesuatu yang mampu menyenangkan kita, identik dengan apa yang diinginkan, nilai merupakan sarana pelatihan kita, dan nilai pengalaman pribadi semata, nilai merupakan hakekat suatu hal yang menyebabkan hal tersebut pantas dikejar oleh manusia (Pitelis, 2005). Dapat disimpulkan bahwa nilai merupakan sesuatu yang menyebabkan hal tersebut berharga dan pantas dijadikan sebuah tujuan yang berdasarkan etika, moral dan akhlak. Indikator yang digunakan adalah Trust, Integrity dan Professionalism. 500
SEMNAS FEKON 2016
Menurut Findikli (2015), budaya sangat terkait dengan nilai-nilai dan keyakinan bersama oleh personil dalam sebuah organisasi. Nilai organisasi konsisten dengan strategi yang dipilih organisasi yang mengarah ke organisasi yang sukses. Berdasarkan pembahasan tersebut, penelitian ini menduga bahwa nilai organisasi akan berdampak positif pada kinerjanya.
MODEL KONSEPTUAL
Leader Member Exchange (X1)
Work Engagement ( Y1 )
Kinerja SDM ( Y2 )
Organizational Value ( X2 )
Adapun indikator masing-masing variable dalam model ini adalah sebagao berikut : 1. Leader Member Exchange merupakan salah satu tehnik yang baik untuk dapat mempengaruhi perilaku anak buah sehingga dapat melakukan suatu kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi.. indikatornya adalah kontribusi, loyalitas, afeksi dan respek terhadap profesi (Bauer dan Demeroti, 2008) 2. Work Engagement merupakan upaya diskresi seseorang dalam bentuk tambahan waktu, kemampuan otak atau energi, yang ditunjukkan SDM di tempat kerja. Dengan indicator percaya visi dan misi organisasi , mengerti kontribusinya, dapat dipercaya , (Bauer dan erdogan, 2015). 3. Organizational Value adalah sesuatu yang menyebabkan hal tersebut berharga dan pantas dijadikan sebuah tujuan yang berdasarkan etika, moral dan akhlak. Trust, integrity, professionalism (findikli, 2015). 4. Kinerja SDM merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas dalam melaksanakan fungsi sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya indikatornya adalah kualitas kerja, kuantitas kerja, ketepatan waktu , kesesuaian SOP pelayanan (bernadin dan russel, 2003)
PENUTUP Hubungan atasan-bawahan (Leader Member Exchange) berpengaruh terhadap peningkatan kinerja SDM (Findikli, 2015). Tingkat kedekatan hubungan antara atasan-bawahan (Leader Member Exchange) berpengaruh terhadap Employee Engagement (Findikli, 2015), dampaknya adalah berpengaruh terhadap tingkat kualitas layanan yang diberikan kepada para pelanggan atau pengguna organisasi (Bauer dan Erdogan, 2015). Hasil penelitian Christian et.al (2011) menyatakan ketika SDM memiliki engagement yang tinggi terhadap organisasinya maka akan memiliki kinerja SDM yang tinggi. Individu yang terikat dengan organisasinya akan lebih memiliki prestasi kerja yang tinggi. Menurut Findikli (2015), budaya sangat terkait dengan nilai-nilai dan keyakinan bersama oleh personil dalam sebuah organisasi. Nilai organisasi konsisten dengan strategi yang dipilih organisasi yang mengarah ke organisasi yang sukses.
DAFTAR PUSTAKA
501
SEMNAS FEKON 2016
Agarwal, U. A., Datta, S., Blake-Beard, S., dan Bhargava, S. 2012. Linking Lmx, Innovative Work Behaviour And Turnover Intentions: The Mediating Role Of Work Engagement. Career Development International, 17(3): 208-230. Arsintadiani, D., dan Harsono, M. 2002. Pengaruh Tingkat Lmx Terhadap Penilaian Kinerja Dan Kepuasan Kerja Dengan Kesamaan Jender Dan Locus Of Control sebagai Variabel Moderator. Jurnal Perspektif, 7: 113122. Azwar, Viviyanti. Peranan Moderasi Soft Skills Dalam Meningkatkan Mutu Pelayanan Rumah Sakit. Kesmas: Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, 2013, 7.8: 378-384. Bakker, A. B. 2011. An Evidence-Based Model Of Work Engagement. Current Directions In Psychological Science, 20(4): 265-269. Bakker, A. B., dan Bal, M. P. 2010. Weekly Work Engagement And Performance: A Study Among Starting Teachers. Journal Of Occupational And Organizational Psychology, 83(1): 189-206. Bakker, A. B., dan Leiter, M. P. 2010. Work Engagement: A Handbook Of Essential Theory And Research: Psychology Press. Bauer, T. N., dan Erdogan, B. 2015. Leader–Member Exchange (Lmx) Theory: 1 An Introduction And Overview. The Oxford Handbook Of Leader-Member Exchange: 3. Christian, M. S., Garza, A. S., dan Slaughter, J. E. 2011. Work Engagement: A Quantitative Review And Test Of Its Relations With Task And Contextual Performance. Personnel Psychology, 64(1): 89-136. Cronin, J. J., Brady, M. K., dan Hult, G. T. M. 2000. Assessing The Effects Of Quality, Value, And Customer Satisfaction On Consumer Behavioral Intentions In Service Environments. Journal Of Retailing, 76(2): 193-218. Erdogan, B., dan Enders, J. 2007. Support From The Top: Supervisors' Perceived Organizational Support As A Moderator Of Leader-Member Exchange To Satisfaction And Performance Relationships. Journal Of Applied Psychology, 92(2): 321. Halbesleben, J. R. 2010. A Meta-Analysis Of Work Engagement: Relationships With Burnout, Demands, Resources, And Consequences. Work Engagement: A Handbook Of Essential Theory And Research, 8: 102-117. Harris, K. J., Wheeler, A. R., dan Kacmar, K. M. 2009. Leader–Member Exchange And Empowerment: Direct And Interactive Effects On Job Satisfaction, Turnover Intentions, And Performance. Jose, G., dan Mampilly, S. R. 2015. Relationships Among Perceived Supervisor Support, Psychological Empowerment And Employee Engagement In Indian Workplaces. Journal Of Workplace Behavioral Health, 30(3): 231-250. Kartika, D., dan Suharnomo, S. 2016. Pengaruh Pertukaran Pemimpinanggota (Lmx) Terhadap Kinerja Karyawan Dengan Kepuasan Kerja Dan Keterlibatan Karyawan Sebagai Variabel Mediasi (Studi Pada Hotel Bahari Inn Tegal). Fakultas Ekonomika Dan Bisnis. Kosasih, N. 2014. Analisis Pengaruh Budaya Organisasi Dan Komitmen Keorganisasian Terhadap Kinerja Pegawai. Jurnal Dinamika Manajemen, 2(3): 197-208. Le Blanc, P. M., dan González-Romá, V. 2012. A Team Level Investigation Of The Relationship Between Leader– Member Exchange (Lmx) Differentiation, And Commitment And Performance. The Leadership Quarterly, 23(3): 534-544. Legood, A. 2013. Trust In Leader-Follower Relationships: How And When Trust Building Enhances Dyadic And Organisational Outcomes. Aston University. Liao, F.-Y., Yang, L.-Q., Wang, M., Drown, D., dan Shi, J. 2013. Team–Member Exchange And Work Engagement: Does Personality Make A Difference? Journal Of Business And Psychology, 28(1): 63-77. Liaw, Y.-J., Chi, N.-W., dan Chuang, A. 2010. Examining The Mechanisms Linking Transformational Leadership, Employee Customer Orientation, And Service Performance: The Mediating Roles Of Perceived Supervisor And Coworker Support. Journal Of Business And Psychology, 25(3): 477-492. Loi, R., Ngo, H. Y., Zhang, L., dan Lau, V. P. 2011. The Interaction Between Leader–Member Exchange And Perceived Job Security In Predicting Employee Altruism And Work Performance. Journal Of Occupational And Organizational Psychology, 84(4): 669-685. 502
SEMNAS FEKON 2016
Luthans, F., dan Avolio, B. J. 2009. The “Point” Of Positive Organizational Behavior. Journal Of Organizational Behavior, 30(2): 291-307. Markham, S. E., Yammarino, F. J., Murry, W. D., dan Palanski, M. E. 2010. Leader–Member Exchange, Shared Values, And Performance: Agreement And Levels Of Analysis Do Matter. The Leadership Quarterly, 21(3): 469-480. Martin, R., Guillaume, Y., Thomas, G., Lee, A., dan Epitropaki, O. 2015. Leader–Member Exchange (Lmx) And Performance: A Meta‐Analytic Review. Personnel Psychology. Masoud, E. Y. 2013. The Impact Of Functional Competencies On Firm Performance Of Pharmaceutical Industry In Jordan. International Journal Of Marketing Studies, 5(3). Nahrgang, J. D., Morgeson, F. P., dan Hofmann, D. A. 2011. Safety At Work: A Meta-Analytic Investigation Of The Link Between Job Demands, Job Resources, Burnout, Engagement, And Safety Outcomes. Journal Of Applied Psychology, 96(1): 71. Nahrgang, J. D., Morgeson, F. P., dan Ilies, R. 2009. The Development Of Leader–Member Exchanges: Exploring How Personality And Performance Influence Leader And Member Relationships Over Time. Organizational Behavior And Human Decision Processes, 108(2): 256-266. Fachrunnisa, O., & Adhiatma, A. 2014. The role of work place spirituality and employee engagement to enhance job satisfaction and performance. International Journal of Organizational Innovation (Online), 7(1): 15. Pitelis, C. N. 2009. The Co-Evolution Of Organizational Value Capture, Value Creation And Sustainable Advantage. Organization Studies, 30(10): 1115-1139. Pitoyo, D. J. 2016. Keterkaitan Antara Transformational Leadership, Meaning In Work, Leader Member Exchange (Lmx), Job Performance Dan Work Engagement. Universitas Sebelas Maret. Rich, B. L., Lepine, J. A., dan Crawford, E. R. 2010. Job Engagement: Antecedents And Effects On Job Performance. Academy Of Management Journal, 53(3): 617-635. Rosen, C. C., Harris, K. J., dan Kacmar, K. M. 2011. Lmx, Context Perceptions, And Performance: An Uncertainty Management Perspective. Journal Of Management, 37(3): 819-838. Saks, A. M. 2006. Antecedents And Consequences Of Employee Engagement. Journal Of Managerial Psychology, 21(7): 600-619. Volmer, J., Spurk, D., dan Niessen, C. 2012. Leader–Member Exchange (Lmx), Job Autonomy, And Creative Work Involvement. The Leadership Quarterly, 23(3): 456-465. Walumbwa, F. O., Mayer, D. M., Wang, P., Wang, H., Workman, K., dan Christensen, A. L. 2011. Linking Ethical Leadership To Employee Performance: The Roles Of Leader–Member Exchange, Self-Efficacy, And Organizational Identification. Organizational Behavior And Human Decision Processes, 115(2): 204-213. Wenstøp, F., dan Myrmel, A. 2006. Structuring Organizational Value Statements. Management Research News, 29(11): 673-683.
503
SEMNAS FEKON 2016
ANALISIS KUALITAS LAYANAN PENDIDIKAN JARAK JAUH BAGI MAHASISWA UPBJJ-UT MANADO DI KAB. KEPULAUAN SANGIHE 1 Vigilia K. Montolalu dan Benny Sigiro Universitas Terbuka
[email protected],
[email protected] ABSTRAK Kualitas layanan menjadi salah satu faktor kunci yang penting bagi sebuah organisasi atau institusi publik. Studi ini mencoba untuk menganalisis kualitas layanan pendidikan jarak jauh bagi mahasiswa Program Non Pendas UPBJJ-UT Manado di Kabupaten Kepulauan Sangihe. Kualitas layanan dianalisis dengan menempatkan kepuasan mahasiswa (pelanggan) dalam hubungannya secara konseptual, dan mendiskusikan layanan UPBJJ-UT Manado terutama tentang layanan Tutorial Online (Tuton) sebagai salah satu media pembelajaran dalam sistem belajar jarak jauh. Untuk mencapai tujuan tersebut, studi ini menggunakan metode kantitatif yang disertai dengan analisis kualitas layanan UPBJJ-UT Manado dari persepsi mahasiswa Program Non Pendas di Kabupaten Kepulauan Sangihe. Pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner, studi dokumen, dan studi pustaka. Artikel ini menunjukkan bahwa kualitas layanan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan mahasiswa. Besaran pengaruh tersebut sebesar 0,383 (38,3%), dan sisanya dijelaskan oleh faktor-faktor lainnya yang tidak diteliti. Berdasarkan statistik deskriptif, nilai rerata (mean) menunjukkan tingkat jawaban mahasiswa untuk variabel kualitas layanan maupun kepuasan mahasiswa memiliki nilai yang cukup tinggi. Dari tinjauan persepsi mahasiswa, hampir sebagian besar mahasiswa (57,5%) mempersepsikan kualitas layanan UPBJJ-UT Manado berada pada kategori baik (tinggi), dan sisanya mempersepsikan sedang (35%) dan rendah (7,5%). Secara khusus pada Layanan Tuton, pada umumnya mahasiswa mempersepsikan kualitas layanan Tuton pada tingkat yang baik (72,5%). Hal ini dilihat dari daya tanggap dan perhatian/empati petugas, ketepatan layanan maupun materi-materi yang terkait dengan layanan Tuton (bukti fisik). Layanan Tuton tersebut dipersepsikan oleh sebagian besar mahasiswa, memiliki manfaat bagi mahasiswa, khususnya dalam rangka pencapaian tujuan kompetensi matakuliah. Karena itu, meski kualitas layanan dipersepsikan oleh mahasiswa pada tingkat yang baik, dan kualitas layanan memiliki pengaruh terhadap kepuasan mahasiswa hanya sebesar 38,3%, namun kualitas layanan tetap menjadi priroitas untuk ditingkatkan kedepannya secara kontinyu dalam kerangka menjaga ataupun meningkatkan kepuasan mahasiswa sebagai pelanggan utama UPBJJ-UT Manado. Kata kunci: kualitas layanan, pendidikan jarak jauh, kepuasan pelanggan
PENGANTAR Pendidikan sebagai salah satu sektor strategis dalam menentukan kualitas sumber daya manusia (SDM). Apalagi, arus globalisasi telah merasuki berbagai aspek kehidupan manusia yang menghendaki persaingan secara selektif dan kompetitif. Untuk itu, pendidikan memiliki peran penting dalam menghasilkan kualitas SDM yang mampu bersaing secara global. Namun demikian, upaya pembangunan SDM masih diwarnai dengan persoalan terkait akses dan kualitas layanan pendidikan. Dalam lingkup yang demikian, pemerintah tengah berupaya untuk mengatasi masalah akses dan pemerataan kesempatan bagi masyarakat dalam memperoleh pendidikan tinggi. Hal ini dapat dilihat misalnya melalui Angka Partisipasi Kasar (APK) Perguruan Tinggi (PT) Indonesia pada tahun 2012 sebesar 28% yang meningkat dua kali lipat dari APK tahun 2004 sebesar 14%. Pelbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah di samping menambah kapasitas di PT yang ada dan membangun PT baru, pemerintah juga mengucurkan beasiswa sebagai jembatan bagi masyarakat yang kurang mampu secara ekonomi untuk dapat Makalah ini sebagai bagian dari hasil penelitian (studi) tahun 2015 yang berjudul: “Analisis Pengaruh Kualitas Layanan terhadap Loyalitas melalui Kepuasan Mahasiswa UPBJJ-UT Manado (Studi pada Mahasiswa Non-Pendas Kab. Kepulauan Sangihe)”, dengan melakukan penambahan analisis yang seperlunya. 1
504
SEMNAS FEKON 2016
masuk ke PT. Harapannya, terjadi kenaikan APK setiap tahunnya, sehingga APK pada tahun 2045 nantinya akan dapat mencapai 60% (Rogeleonick, 2014). Kondisi demikian merupakan tantangan kedepannya dalam rangka mengatasi masalah keterbatasan akses bagi masyarakat untuk mengikuti pendidikan tinggi. Salah satu alternatif yang dapat ditempuh dalam memberikan kesempatan yang luas bagi masyarakat untuk memperoleh pendidikan tinggi yaitu melalui penyelenggaraan Sistem Pendidikan Jarak Jauh (SPJJ). SPJJ bersifat sangat luwes karena digunakannya teknologi komunikasi dan informasi sebagai sarana untuk interaksi pembelajaran (Pribadi, 2010:4). Menurut Nugraheni (2009:4), Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh (PTJJ) dapat menyediakan akses bagi warga yang tinggal di daerah atau di pulau terpencil. Universitas Terbuka (UT) merupakan salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia dengan sistem PTJJ yang menawarkan program pendidikan yaitu program Sarjana (S1) Pendidikan Dasar (Pendas) dan S1 Non-Pendidikan Dasar (Non Pendas), program sertifikat, serta program Pascasarjana (S2). UT memiliki empat fakultas, yaitu (1) Fakultas Ekonomi (FEKON); (2) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP); (3) Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA); dan (4) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP). Dalam memberikan layanan pendidikan tinggi kepada masyarakat, UT memiliki 39 Unit Program Belajar Jarak Jauh (UPBJJ) dan 1 UPBJJ layanan luar negeri. UPBJJ sebagai unit operasional UT untuk menjalankan seluruh proses pembelajaran dan layanan bagi mahasiswa (Universitas Terbuka, 2014a). UPBJJ merupakan perpanjangan tangan UT Pusat, yang berperan di dalam menjangkau dan memberi layanan bagi masyarakat yang tinggal di daerah-daerah (Kabupaten/Kota). Salah satunya adalah UPBJJ-UT Manado yang menawarkan layanan pendidikan tinggi bagi masyarakat di daerah propinsi Sulawesi Utara (Sulut). Provinsi Sulut sebagai provinsi paling utara di Indonesia yang memiliki 258 pulau, dan sebanyak 168 pulau diantaranya berada di pulau terluar Provinsi Sulut, yakni (1) di Kabupaten (Kab) Kepulauan Talaud sebanyak 16 pulau, (2) Kab. Kepulauan Sangihe 105 pulau, dan (3) Kab. Kepulauan Sitaro (Siau, Tagulandang dan Biaro) sebanyak 47 pulau (Setiawan, 2012). Secara khusus di bidang pendidikan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (2013) menegasi bahwa pendidikan tinggi wilayah terdepan, terluar, tertinggal (3T) Indonesia akan mendapat perhatian khusus (The President Post Indonesia, 2013). Data dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kemenkeu, menyebut terdapat tiga daerah kabupaten/kota di Sulut yang termasuk dalam daftar 3T, yaitu Kabupaten Kepulauan Talaud, Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Kabupaten Kepulauan Sitaro (Lpdp.kemenkeu, 2014). Di Propinsi Sulut, jumlah mahasiswa yang mengikuti pendidikan jarak jauh di UPBJJ UT-Manado sampai pada tahun 2016 kurang lebih sebanyak 3000-an mahasiswa. Khusus pada semester atau masa registrasi 2015.1 berjumlah 1593 mahasiswa, dan sekitar 29% diantaranya atau kurang lebih 400-an mahasiswa merupakan mahasiswa S1 Program Non-Pendas yang berada di wilayah kepulauan. Dari jumlah tersebut, sebagian besar berada di Kabupaten Kepulauan Sangihe sebanyak 342 mahasiswa, disusul Kabupaten Kepulauan Talaud yang berjumlah 96 mahasiswa, dan selebihnya 21 mahasiswa berada di Kabupaten Kepulauan Sitaro. Data tersebut berfungsi sebagai gambaran bahwa UPBJJ-UT Manado di samping memberikan layanan pendidikan bagi masyarakat yang ada di wilayah kepulauan, juga mencerminkan proses pemberian layanan pendidikan jarak jauh bagi para mahasiswanya. Praktik layanan pendidikan jarak jauh seperti UT secara umum mencakup dua aspek yang saling mempengaruhi antara yang satu dengan yang lain, yakni layanan mahasiswa yang bersifat akademik seperti layanan tutorial tatap muka, tutorial online, bimbingan akademik, dan lainnya, dan layanan yang bersifat non akademik seperti registrasi, alih kredit, kurikulum, bahan ajar, yudisium, dan lainnya (Darojat, 2007:20-22). Dalam lingkup yang demikian, kualitas layanan menjadi sangat penting bagi institusi pendidikan. UPBJJUT Manado diharapkan dapat memberikan layanan yang berkualitas kepada mahasiswa seiring dengan tuntutan perkembangan kemajuan teknologi informasi dewasa ini. Apalagi, UPBJJ UT-Manado tercatat memperoleh sertifikat ISO 9001:2000 pada tahun 2008 dan 2010, dan ISO 9001:2008 pada tahun 2015. Tujuan utama dari upaya peningkatan kualitas bukan semata-mata memperoleh sertifikat ISO, akan tetapi menekankan adanya tindakan perbaikan secara terus-menerus (continual improvement). Hal ini menjadi relevan mengingat pelayanan kepada pelanggan dalam lembaga pendidikan merupakan suatu dasar dari pendirian lembaga tersebut. Mahasiswa sebagai pelanggan utama (main customer) yang menerima layanan langsung dari UT berhak mendapatkan yang terbaik dari usaha yang telah mereka lakukan sehingga apa yang diperoleh sesuai dengan harapan. Jika mahasiswa 505
SEMNAS FEKON 2016
tidak merasa senang dengan produk atau layanan yang diberikan, maka dengan mudah bagi mahasiswa untuk berpindah ke lembaga pendidikan tinggi lain. Mahasiswa akan terus setia jika merasa puas terhadap layanan yang diterima sesuai dengan harapan (Prayekti, 2008). Kualitas layanan menjadi fondasi dalam meningkatkan kepuasan para pelanggan terhadap organisasi pemberi layanan. Menurut American Society for Quality Control, ”kualitas (quality) adalah totalitas fitur dan karakteristik produk atau jasa yang bergantung pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat” (Kotler & Keller, 2009:134). Dalam konteks ini, kualitas sebagai suatu keharusan bagi sebuah institusi pendidikan di dalam memberikan layanannya kepada para konsumen/pelanggannya. Asumsinya, pelanggan yang puas cenderung akan menjadi pelanggan yang loyal (Tjiptono, 2008), dan karenanya, mahasiswa sebagai main customer harus disajikan layanan yang berkualitas oleh UPBJJ-UT Manado, mulai dari layana registrasi, tutorial hingga pada layanan ujian akhir semester mahasiswa. UPBJJ-UT Manado diharapkan dapat memberikan layanan sesuai jenis kebutuhan maupun keluhan dari mahasiswa, baik secara surat, telepon, SMS, email maupun secara tatap muka dengan para petugas UPBJJ-UT Manado. Terutama adalah bagi mahasiswa di wilayah kepulauan yang secara geografis cukup jauh jangkauannya dibandingkan dengan mahasiswa lainnya yang berada di sekitar kantor UPBJJ-UT Manado. Muaranya, jumlah partisipasi masyarakat (mahasiswa) khususnya di wilayah Kepulauan yang menempuh layanan pendidikan jarak jauh pada UPBJJ-UT Manado diharapkan akan dapat meningkat. Di Kab. Kepulauan Sangihe, jumlah mahasiswa untuk Program Non-Pendas yang melakukan registrasi atau sebagai mahasiswa aktif selama kurun waktu tiga tahun terakhir, yakni masa registrasi atau semester 2012.1 hingga pada 2015.1, disajikan dalam Tabel 1. Berikut. Tabel 1. Registrasi Mahasiswa Non-Pendas UPBJJ UT-Manado Kab. Kepulauan Sangihe Masa 2012.1-2015.1 Masa Registrasi*
Mahasiswa Aktif Registrasi**
Baru Lama 2012.1 40 397 2012.2 42 339 2013.1 23 334 2013.2 79 377 2014.1 41 344 2014.2 46 359 2015.1 17 325 Rata-Rata 41 354 Sumber: Data UPBJJ UT-Manado (Diolah)
Jumlah Mahasiswa (Lama) yang tidak Registrasi*** Jumlah 437 381 357 456 385 405 342 395
98 47 112 26 80 73
Ket: * Masa registrasi 2012.1, 2013.1, 2014.1, dan 2015.1 yaitu masa untuk mahasiswa yang melakukan registrasi dan mengikuti studi pada bulan Januari s/d Juni, sedangkan masa registrasi 2012.2, 2013.2, dan 2014.2 adalah mahasiswa yang melakukan registrasi dan mengikuti studi pada bulan Juli s/d Desember di tahun berjalan. ** Jumlah mahasiswa aktif registrasi yaitu mahasiswa yang terdaftar sebagai mahasiswa aktif dan melakukan registrasi. *** Mahasiswa memungkinkan untuk tidak melakukan registrasi karena sistem pembelajaran di UT tidak menerapkan adanya drop out (DO) bagi mahasiswa. Namun, mahasiswa yang tidak melakukan registrasi selama beberapa semester statusnya akan menjadi mahasiwa non-aktif (DN). Tabel 1. tersebut merupakan perkembangan jumlah mahasiswa Program Non-Pendas UPBJJ-UT Manado yang ada di Kab. Kepulauan Sangihe yang jumlah mahasiswanya lebih banyak bila dibandingkan dengan wilayah kepulauan lainnya seperti Kab. Kepulauan Sitaro dan Talaud. Pada tabel tersebut, tampak ada peningkatan jumlah 506
SEMNAS FEKON 2016
mahasiswa yang melakukan registrasi, namun terjadi juga penurunan pada masa registrasi tertentu. Pada masa registrasi 2012.2 – 2013.1 tampak terjadi penurunan jumlah mahasiswa yang melakukan registrasi. Pada masa registrasi 2013.2 – 2015.1, jumlah mahasiswa yang registrasi bersifat dinamis, terjadi peningkatan di awal registrasi namun diikuti penurunan pada masa registrasi berikutnya. Demikian halnya dengan jumlah mahasiswa (non-mahasiswa baru) yang tidak melakukan registrasi. Khusus pada masa registrasi yang terakhir (2015.1), tampak jumlah mahasiswa yang tidak melakukan registrasi sebanyak 80 mahasiswa. Jumlah ini relatif cukup besar, dan bahkan sebagai jumlah terbesar ketiga setelah masa registrasi 2014.1 dan 2012.2. Beberapa faktor yang menyebabkan menurunnya jumlah mahasiswa dalam melakukan registrasi diantaranya yaitu keterlambatan mahasiswa melakukan registrasi, kesibukan mahasiswa dalam bekerja pada saat waktu registrasi, mahasiswa telah pindah ke perguruan tinggi lain, dan lainnya. Mengacu pada perkembangan data jumlah mahasiswa tersebut, kualitas layanan menjadi faktor kunci yang penting bagi mahasiswa. Mahasiswa sebagai pelanggan utama UT, khususnya UPBJJ-UT Manado tentunya menjadi prioritas di dalam pemberian layanan. Meski sistem pembelajaran di UT tidak menerapkan sistem drop out, akan tetapi idealnya mahasiswa melakukan registrasi dan mengikuti studi pada setiap semesternya. Karena itu, pelayanan kepada mahasiswa menjadi bagian penting di dalam kelancaran proses studi mahasiswa. Apalagi, mahasiswa yang secara geografis tinggal di daerah kepulauan seperti halnya Kab. Kepulauan Sangihe tentunya menginginkan layanan yang baik dan memuaskan sehingga dapat membuat mahasiswa menjadi loyal sebagai mahasiswa (pelanggan). Hal ini merupakan tantangan bagi UPBJJ-UT Manado terutama dalam meningkatkan kualitas layanan yang diberikan kepada mahasiswa khususnya di Kab. Kepulauan Sangihe sehingga mahasiswa termotivasi untuk kembali melakukan registrasi, mengikuti kegiatan pembelajaran dan dapat menyelesaikan studinya, serta merasa puas terhadap layanan yang diberikan kepadanya. TUJUAN Para ahli telah menegasi pentingnya kualitas pelayanan kepada pelanggan. Sebagaimana halnya Parasuraman, et al. (1988) mengemukakan lima dimensi pokok kualitas jasa, yakni reliabilitas (reliability), daya tanggap (responsiveness), jaminan (assurance), empati (empathy) dan bukti fisik (tangibles). Di bidang pendidikan, institusi dengan kualitas layanan yang rendah akan kurang diminati, atau bahkan ditinggalkan oleh pelanggan, terutama perusahaan di bidang jasa seperti perguruan tinggi (Salim A, 2011). Institusi harus memperhatikan kepuasan pelanggan dari sudut pandang mahasiswa sebagai konsumen, dan peningkatan kepuasan mahasiswa merupakan keharusan sebagai suatu tujuan/sasaran yang mendasar (misalnya, Lombone, et al., 2012). Mengacu pada studi tersebut, studi ini menganalisis kualitas layanan UPBJJ-UT Manado bagi mahasiswa Program Non-Pendas yang berada di Kab. Kepulauan Sangihe masa registrasi 2015.1. Karenanya, tujuan studi ini yaitu untuk mengetahui kualitas layanan UPBJJ-UT Manado dan pengaruhnya terhadap kepuasan mahasiswa Non-Pendas di Kab. Kepulauan Sangihe.
METODOLOGI Mengacu pada tujuan penelitian ini, maka jenis penelitian ini tergolong sebagai penelitian eksplanasi. Penelitian eksplanatif dapat dimaknai sebagai penelitian yang menghasilkan jawaban tentang pola hubungan diantara objek atau variabel (Prasetyo dan Jannah, 2010). Studi ini dimaksudkan untuk menjelaskan kualitas layanan UPBJJ-UT Manado bagi mahasiswa Program Non-Pendas di Kab. Kepulauan Sangihe masa 2015.1 dan hubungannya secara konseptual terhadap kepuasan mahasiswa. Dipilihnya lokasi Kab. Sangihe dengan pertimbangan bahwa layanan UPBJJ-UT Manado bagi mahasiswa di wilayah kepulauan berbeda dari sisi keterjangkauan apabila dibandingkan dengan para mahasiswa yang tinggal di wilayah sekitar kantor UPBJJ-UT Manado. Di samping itu, sebaran jumlah mahasiswa program Non Pendas di Kab. Kepulauan Sangihe lebih banyak dibandingkan dengan wilayah kepulauan lainnya. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa program Non-Pendas yang teregistrasi/terdaftar di daerah Kab. Kepulauan Sangihe masa registrasi 2015.1 berjumlah sebanyak 342 mahasiswa. Penentuan sampel menggunakan pendekatan statistik dengan Pendekatan Yamane (1973). Dari pendekatan tersebut, diperoleh jumlah sampel sebanyak 184 mahasiswa. Teknik sampling menggunakan Sampling Purposive, dengan kriteria penarikan sampel yaitu (1) mahasiswa yang memperoleh layanan UPBJJ-UT Manado, yakni pernah mengikuti 507
SEMNAS FEKON 2016
tutorial tatap muka/tutorial online; dan (2) mahasiswa yang sudah melakukan registrasi dalam empat masa registrasi terakhir (2013.2 – 2015.1). Mahasiswa dalam studi ini adalah mahasiswa dalam masa studi mengacu pada beberapa studi sebelumnya (misalnya, Helgesen, O. and Nesset, E., 2007; Monsari, S., Vaz, A. and Ismail, Z.M.M., 2014). Pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran kuesioner kepada responden2, wawancara terstruktur, studi dokumentasi dan studi kepustakaan. Penelitian ini menetapkan kualitas layanan sebagai variabel independen, dan kepuasan mahasiswa sebagai variabel dependen. Kualitas layanan didefinisikan sebagai suatu proses yang secara konsisten yang meliputi pemasaran dan operasi yang memperhatikan keterlibatan orang, pelanggan internal, dan pelanggan eksternal, dan semuanya memenuhi berbagai persyaratan dalam penyampaian jasa (Haynes & Du Vall, 1992). Pengukuran variabel kualitas layanan menggunakan indikator kualitas jasa yang dikemukakan oleh Parasuraman, et al. (1988) yaitu: 1) reliabilitas (reliability); 2) daya tanggap (responsiveness); 3) jaminan (assurance); 4) empati (empathy) dan 5) bukti fisik (tangibles). Sedangkan, kepuasan pelanggan merupakan perasaan senang atau kecewa pelanggan yang timbul karena membandingkan kinerja (hasil) produk yang dipersepsikan terhadap ekspektasi mereka. Variabel kepuasan pelanggan menggunakan indikator kepuasan pelanggan yang dikemukakan oleh Kotler & Keller, yakni 1) kesetiaan; 2) pembelian ulang; 3) membicarakan hal positif; 4) tidak memperhatikan produk/jasa lain dan 5) partisipasi (Kotler & Keller, 2009:138-140). Daftar pertanyaan untuk variabel kualitas layanan dan kepuasan disusun masing-masing sebanyak 8 butir pertanyaan. Pengukuran masing-masing variabel menggunakan skala Likert. Uji coba kuesioner dilakukan kepada mahasiswa dengan melibatkan sebanyak 55 mahasiswa. Seluruh butir pertanyaan kuesioner untuk masing-masing variabel telah dinyatakan valid. Untuk kualitas layanan, nilai koefisien berkisar antara 0,519 hingga 0,832, dan nilai koefisien untuk kepuasan ahasiswa berkisar antara 0,358 hingga 0,852. Berdasarkan hasil uji realibilitas, kuesioner telah reliabel dengan nilai Cronbach’s Alpha untuk masing-masing variabel yang diteliti berada pada kisaran 0,748 – 0,876 (nilai Alpha > dari 0,60). Di samping menggunakan analisis regresi untuk menguji hipotesis, deskripsi digunakan untuk kepentingan analisis kualitas layanan dan kepuasan mahasiswa. HASIL 1. Gambaran Umum Layanan UPBJJ-UT Manado Pengelolaan program/kegiatan di UPBJJ-UT berkaitan dengan registrasi, distribusi bahan ajar, pelaksanaan tutorial, dan pelaksanaan ujian bagi mahasiswa (Universitas Terbuka, 2014b:13-15). UPBJJ-UT Manado sebagai salah satu unit UT yang memberikan layanan bagi masyarakat di wilayah propinsi Sulawesi Utara (Sulut) dengan mencakup 15 (lima belas) Kabupaten/Kota. Layanan yang diberikan oleh UPBJJ-UT Manado, baik layanan akademik maupun non akademik dilaksanakan sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku di UT. Layanan akademik kepada mahasiswa bertujuan untuk mahasiswa memiliki kompetensi dibidangnya juga untuk meningkatkan kualitas hasil belajar. Sedangkan, layanan non-akademik dapat mempengaruhi proses belajar mahasiswa, yang diberikan kepada mahasiswa dengan tujuan untuk memperlancar proses studi mahasiswa. Layanan Akademik dan Non-Akademik UPBJJ-UT Manado diantaranya dijabarkan dalam Tabel 2. sebagai berikut. Tabel 2. Layanan Akademik dan Non-Akademik UPBJJ-UT Manado No. Layanan Akademik No Layanan Non-Akademik 1. Tutorial Tatap Muka (TTM) 1. Informasi dan Penyapaan 2. Tutorial Online (Tuton) 2. Registrasi 3. Bimbingan Akademik 3. Alih Kredit 4. Keg. Praktik dan Praktikum 4. Upacara Penyerahan Ijazah (UPI) 5. Legalisasi Ijazah 6. Transkrip Nilai 2
Penyebaran kuesioner dilakukan pada tahun 2015 dan 2016, yakni (1) penyebaran kuesioner tahun 2015 dengan melibatkan 55 mahasiswa untuk kepentingan uji coba kuesioner, dan distribusi kusioner kepada 184 mahasiswa sebagai sampel penelitian untuk kepentingan penyusunan laporan penelitian (studi); dan (2) penyebaran kuesioner tahun 2016 kepada 60 mahasiswa guna memperoleh persepsi mahasiswa terhadap layanan UPBJJ-UT Manado yang didalamnya mencakup layanan pembelajaran Tutorial Online. 508
SEMNAS FEKON 2016
7. 8. 9. 10
Surat Keterangan Perubahan Data Pribadi Administrasi Akademik Pindah UPBJJ
Sumber: UPBJJ UT-Manado (2015) 2. Deskripsi Umum Profil Responden Dari sebanyak 184 responden (mahasiswa) yang menjadi sampel dalam penelitian ini, diketahui karakteristik responden diantaranya jenis kelamin, pekerjaan, lama studi, dan pernah atau tidaknya mengikuti Tutorial Tatap Muka (TTM) dan Tutorial Online (Tuton). Dari jumlah sampel tersebut, sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 112 orang (60,9%), dan sisanya sebanyak 72 orang (39,1%) berjenis kelamin laki-laki. Dari sisi pekerjaan, pada umumnya responden bekerja sebagai PNS (51,6%), seperti tampak pada Gambar 1. berikut. Gambar 1. Karakteristik Responden berdasarkan Jenis Pekerjaan
Pekerjaan Responden
95
100
51,6
54 29,3
50
22
12,0
6
3,3
3 1,6
2 1,1
2
1,1
0 Jumlah
Persentasi
Sumber: Data primer 2015 (diolah) Responden dalam studi ini adalah mahasiswa dalam masa studi. Pada umumnya, lama studi mahasiswa adalah enam semester ke atas dengan jumlah 127 responden (69%), diikuti dengan sebanyak 31 responden (16,8%) yang lama studinya lima semester, dan sisanya 26 responden (14,1%) dengan lama studi selama empat semester. Dari jumlah 184 mahasiswa sebagai responden, hampir sebagian besar mahasiswa sudah pernah mengikuti layanan tutorial, baik tutorial online (Tuton) maupun tutorial tatap muka (TTM). Mahasiswa yang sudah pernah mengikuti layanan Tuton sebanyak 103 mahasiswa (56,0%), dan mengikuti layanan TTM sebanyak 93 mahasiswa (50,5%), seperti disajikan dalam Gambar 2. berikut. Gambar 2. Pengalaman Responden Mengikuti Layanan Tuton dan TTM Layanan Tuton dan TTM 200
103
93
81
91
Mengikuti Tuton Mengikuti TTM
0
Pernah
Belum pernah
Sumber: Data primer 2015 (diolah) 3. Statistik Deskriptif Statistik deskriptif variabel yang diteliti dalam sudi ini diringkas dalam Tabel 3. berikut. Tabel 3. Ringkasan Statistik Deskriptif Nilai Nilai Standar Variabel N Mean Minimum Maksimum Deviasi Kualitas Layanan 184 14 40 30,67 4,650 Kepuasan Pelanggan 184 18 40 31,58 3,864 Sumber: Data primer 2015 (diolah) 509
SEMNAS FEKON 2016
Berdasarkan pada Tabel 3. tersebut, nilai minimum untuk variabel kualitas layanan adalah 14 dan variabel kepuasan pelanggan adalah 18. Sedangkan nilai maksimum untuk masing-masing variabel adalah 40. Sementara, nilai rata-rata (mean) menunjukkan tingkat jawaban responden untuk setiap variabel cukup tinggi. 4. Analisis Kualitas Layanan UPBJJ-UT Manado a. Pengaruh Kualitas Layanan terhadap Kepuasan Mahasiswa Untuk mengetahui pengaruh kualitas layanan terhadap kepuasan mahasiswa dilakukan analisis regresi linear dengan program SPSS versi 20. Uji hipotesis dengan analisis regresi dapat dilakukan karena pengujian asumsi regresi telah memenuhi persyaratan. Uji asumsi klasik regresi yang digunakan yaitu multikolinieritas, heteroskedastisitas dan normalitas. Adapun hasil analisis regresi dirangkum dalam Tabel 4 berikut. Tabel 4. Rangkuman Hasil Analisis Regresi Nilai Koefisien Koefisien Nilai p Variabel3 Nilai t Adjusted regresi (β) (Sig.) R R² R² Konstan 15.724 10.509 .000 Kualitas Layanan .517 10.714 .000 .622 .387 .383 - Reliabilitas (X11) 1.951 6.003 .000 .407 .165 .161 - Daya Tanggap (X12) 1.161 7.223 .000 .472 .223 .219 - Jaminan (X13) 1.053 5.746 .000 .392 .154 .149 - Empati (X14) .896 5.048 .000 .350 .123 .118 - Bukti fisik (X15) 1.350 3.976 .000 .283 .080 .075 Variabel Dependen: Kepuasan konsumen (mahasiswa) Sumber: Data primer 2015 (diolah) Berdasarkan Tabel 4. tersebut, kualitas layanan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan mahasiswa. Artinya, dapat diinterpretasikan bahwa jika kualitas layanan dengan kepuasan diukur dengan instrumen yang dikembangkan dalam studi ini, maka setiap perubahan skor kualitas layanan sebesar satu satuan dapat diestimasikan skor kepuasan konsumen akan berubah sebesar 0,517 satuan pada arah yang sama. Sementara, besaran pengaruh tersebut dapat ditunjukkan oleh koefisien determinasi pada perubahan nilai R square (Adjusted R²) (Ghozali, 2011:97), yaitu sebesar 0,383. Adapun persamaan regresi yang diperoleh dari hasil pengujian tersebut sebagai berikut. Y = 15,724 + 0,517X Hasil tersebut menunjukkan bahwa kualitas layanan berpengaruh terhadap kepuasan mahasiswa NonPendas UPBJJ-UT Manado di Kab. Kepulauan Sangihe masa registrasi 2015.1. Berdasarkan nilai koefisien determinasi (adjusted R²) sebesar 0,383 diartikan bahwa variasi dalam variabel kepuasan mahasiswa sebesar 38,3% dijelaskan oleh variabel kualitas layanan, sedangkan sisanya sebesar 61,7% harus dijelaskan oleh faktorfaktor lain yang tidak diteliti. Hasil penelitian ini mendukung penelitian terdahulu (misalnya, S., Vaz, A. and Ismail, Z.M.M, 2014; Raghavan, R. and Ganesh, R., 2015; Winahyuningsih, P. dan Edris, M., 2012) yang menegasi kualitas layanan memiliki pengaruh terhadap kepuasan mahasiswa (pelanggan). Kualitas layanan sebesar 38,3% tersebut pengaruhnya terhadap kepuasan mahasiswa tidak lepas dari proses pemberian layanan pendidikan jarak jauh oleh UPBJJ-UT Manado kepada para mahasiswanya, baik layanan yang bersifat akademik maupun non akademik. Dengan kata lain, kepuasan mahasiswa dapat 3
Guna kepentingan untuk mengetahui pengaruh masing-masing indikator dari variabel Kualitas Layanan terhadap Kepuasan Mahasiswa dilakukan analisis dengan regresi, dan diperoleh gambaran bahwa indikator daya tanggap memiliki pengaruh yang lebih besar 0,219 (21,9%) disusul oleh reliabilitas 0,161 (16,1%), jaminan 0,149 (14,9%), empati sebesar 0,118 (11,8%), dan indikator bukti fisik sebesar 0,75 (7,5%). 510
SEMNAS FEKON 2016
ditingkatkan salah satunya melalui peningkatan kualitas layanan yang mencakup keandalan, daya tanggap, jaminan, empati, dan bukti fisik. Dalam pemberian layanan akademik misalnya layanan tutorial online (Tuton) maupun tutorial tatap muka (TTM), perlu dilakukan penyapaan dan motivasi oleh pihak UPBJJ-UT Manado kepada mahasiswa agar mereka dapat memanfaatkan layanan Tuton atau TTM. Hal ini di samping diharapkan dapat meningkatkan kepuasan mahasiswa terhadap layanan Tuton dan TTM juga diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam hal mencapai tujuan belajar dan penyelesaian studi sesuai target yang diharapkannya. Berdasarkan uraian tersebut, adanya pengaruh kualitas layanan terhadap kepuasan mahasiswa, merefleksikan bahwa kualitas layanan merupakan priorias yang tidak bisa diabaikan oleh institusi dalam pemberian layanan kepada para pelanggannya. Sebagaimana halnya ditegaskan oleh para ahli bahwa kualitas layanan yang diberikan secara konsisten (baik) kepada pelanggan dapat memuaskan pelanggan (Ariani, 2009). Dengan kata lain, apabila layanan (jasa) yang diterima pelanggan lebih besar dari yang dibayangkan, maka pelanggan akan merasa puas (Daryanto & Setyobudi, 2014). b. “Ilustrasi” Layanan UPBJJ-UT Manado: Analisis Persepsi Mahasiswa Mengacu hasil penelitian dengan analisis statistik sebelumnya, bagian ini membahas tentang layanan UPBJJ-UT Manado dari perspektif persepsi mahasiswa di Kab. Kepulauan Sangihe. Dengan asumsi bahwa mahasiswa program Non Pendas di Kab. Kepulauan Sangihe memiliki jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan mahasiswa yang berada di daerah kepulauan lainnya di wilayah UPBJJ-UT Manado, sehingga perlu dilakukan analisis tentang persepsi mahasiswa terhadap layanan UPBJJ-UT Manado bagi mahasiswa di Kab. Kepulauan Sangihe, khususnya persepsi mahasiswa terhadap layanan Tutorial Online (Tuton). Hal ini juga terkait dengan kriteria mahasiswa dalam masa studi, dan pernah atau tidaknya mengikuti pembelajaran melalui Tuton. Layanan Tuton merupakan bantuan belajar bagi mahasiswa di samping tutorial tatap muka (TTM) yang dapat dimanfaatkan oleh mahasiswa. Dalam konteks sistem belajar jarak jauh, sistem pembelajaran ditandai dengan adanya keterpisahan jarak antara dosen dengan mahasiswa. Di samping itu, tidak adanya batasan usia dan tahun ijazah bagi mahasiswa UT menyebabkan karakteristik mahasiswa sangat beragam. Karenanya, untuk mengetahui persepsi mahasiswa yang dimaksud, dilakukan penyebaran kuesioner kepada mahasiswa sebanyak 60 kuesioner4˒5 sebagai bagian dari upaya untuk mendeskripsikan hasil penelitian dengan analisis statistik yang diuraikan pada bagian sebelumnya. Dari sebanyak 60 kuesioner yang disebar ke mahasiswa, kuesioner yang kembali sebanyak 50 kuesioner (83,3%) dan layak diolah datanya sebanyak 40 kuesioner (66,7%). Dari data yang diperoleh tersebut diuraikan hasilnya sebagai berikut. 1) Persepsi Mahasiswa terhadap Kualitas Layanan UPBJJ-UT Manado
2) Persepsi Mahasiswa terhadap Layanan Pembelajaran Tutorial Online (Tuton) Dalam sistem pendidikan tinggi, terbuka dan jarak jauh (PTTJJ), proses pembelajaran di UT salah satunya dijembatani oleh Tutorial Online (Tuton), di samping tutorial tatap muka (TTM). Tuton merupakan media pembelajaran bagi mahasiswa untuk membantu mahasiswa dalam memahami materi kuliah yang terdapat pada bahan ajar atau buku materi pokok UT. Hal ini relevan dengan fungsinya untuk meningkatkan motivasi belajar dan membantu mahasiswa dalam mencapai tujuan kompetensi matakuliah, sehingga mahasiswa mencapai tujuan belajar maupun pencapaian studinya. Berdasarkan kuesioner yang disebar ke mahasiswa, dari 40 kuesioner yang kembali dan layak dianalisis, pada umumnya mahasiswa mempersepsikan kualitas layanan Tuton pada tingkat yang baik, seperti disajikan pada Gambar 3 berikut. Gambar 3. Tingkat Kualitas Layanan Tuton menurut Persepsi Mahasiswa 4
Penyebaran kuesioner dilaksanakan pada tahun 2016 dengan mendistribusikan sebanyak 60 kuesioner kepada mahasiswa yang pernah mengikuti Tuton dalam masa studi. 5
Kuesioner ini merupakan tindak lanjut dari kuesioner penelitian sebelumnya yang menganalisis pengaruh kualitas layanan terhadap kepuasan mahasiswa, yang dimaksudkan untuk mengetahui persepsi mahasiswa terhadap layanan UPBJJ-UT Manado khususnya tentang layanan Tuton bagi mahasiswa program Non Pendas di Kab. Sangihe. 511
SEMNAS FEKON 2016
Persepsi Mahasiswa terhadap Kualitas Layanan Tuton 100
72,5
50 7
Jumlah
29
17,5
4 10,0
Persentasi
0 0,0
0
Sangat Baik
Baik
Kurang baik Sangat kurang baik
Sumber: Data primer 2016 (diolah) Berdasarkan Gambar 3. tersebut, sebagian besar mahasiswa Program Non Pendas di Kab. Kepulauan Sangihe mempersepsikan kualitas layanan pembelajaran Tuton pada tingkat yang baik (72,5%), hanya sebagian kecil mahasiswa yang memberi jawaban kurang baik (10,0%). Hal ini menandai bahwa layanan Tuton yang diikuti oleh mahasiswa dapat memenuhi standar dari apa yang diharapkan oleh mahasiswa, seperti dalam hal memperoleh informasi atau layanan seputar tentang proses pelaksanaan Tuton di UPBJJ-UT Manado, seperti tampak pada Gambar 4. berikut. Gambar 4. Persepsi Mahasiswa dalam Memperoleh Layanan Tuton
30
Persepsi Mahasiswa dalam Memperoleh Layanan Tuton 28 di26 UPBJJ 27 26
25 20 15 10 5
10 6 2 1
0
8
6 2
6
6 0
6
Sangat Baik 0
Baik Kurang baik Sangat kurang baik
Sumber: Data primer 2016 (diolah) Dari Gambar 4. tersebut, pada umumnya mahasiswa dalam hal memperoleh layanan Tuton yang diberikan oleh UPBJJ-UT Manado bagi mahasiswa Program Non Pendas di Kab. Kepulauan Sangihe, cenderung pada kategori baik (rata-rata 66,9%). Artnya, petugas UPBJJ-UT Manado dalam memberikan layanan tentang pembelajaran Tuton bagi mahasiswa di Kab. Kepulauan Sangihe dipersepsikan oleh mahasiswa berada pada tingkat yang baik, yakni mulai dari petugas selalu membantu mahasiswa dalam memperoleh informasi Tuton (67,5%), petugas merespon terhadap kesulitan mahasiswa (65,0%) seperti dalam proses aktivasi Tuton, petugas memberikan layanan sesuai prosedur sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh mahasiswa/terukur (65,0%), dan petugas memberikan perhatian kepada para mahasiswa tentang fasilitas layanan Tuton sebagai media pembelajaran mahasiswa (70%). Sementara, dari seluruh komponen penilaian mahasiswa tersebut hanya sebagian kecil yang mengatakan kurang baik (12,5%) dan sangat kurang baik (1,9%). Sementara, dari sisi ketepatan layanan dan materi-materi layanan Tuton dipersepsikan oleh mahasiswa seperti tampak pada Gambar 5. berikut. Gambar 5. Persepsi Mahasiswa mengenai Ketepatan dan Materi-materi Layanan Tuton 512
SEMNAS FEKON 2016
Persepsi Mahasiswa tentang Ketepatan dan Materi Layanan Tuton
20
27
26
30
Sangat Baik Baik
11
9
4
10
2
Kurang baik 0 0 Sangat kurang baik Layanan Materi-materi Tuton yang berkaitan diberikandengan secara tepat layanan sejak Tuton awalberdaya tarik visual 1
Sumber: Data primer 2016 (diolah) Berdasarkan Gambar 5. tersebut, dan Tuton dapat membantu mahasiswa dalam memahami materi atau mencapai tujuan kompetensi matakuliah yang terdapat pada buku materi pokok (BMP), seperti tampak pada Gambar 6. berikut. Gambar 6. Persepsi Mahasiswa terhadap Manfaat Tuton Tuton memberi Manfaat bagi Mahasiswa 47,5
50 0
19
Sangat baik
19
47,5
baik Jumlah
2 5,0
0 0,0
kurangSangat baik kurang baik Persentasi
Sumber: Data primer 2016 (diolah) Mengacu pada Gambar 4. tersebut, sebagian besar mahasiswa mempersepsikan bahwa tuton bermanfaat bagi mahasiswa dalam hal memahami materi ataupun menunjang pencapaian tujuan kompetensi matakuliah. Dari tanggapan mahasiswa tersebut, pada umumnya mahasiswa menyatakan sangat baik dan baik, dengan masingmasing persentasi sebesar 47,5 persen. Sedangkan, hanya 5 persen yang menyatakan kurang baik. Artinya, layanan Tuton yang diikuti oleh mahasiswa yang berada di Kab. Kepulauan Talaud dapat merasakan manfaat Tuton dari pada tidak mengikutinya. Mahasiswa yang mengikuti pembelajaran Tuton tidak lepas dari kemudahan dalam mengakses layanan Tuton. Dengan kata lain, Tuton yang dilaksanakan melalui jaringan internet dapat diakses di mana saja dan kapan saja melalui http://student.ut.ac.id. Namun di sisi lainnya, ada juga mahasiswa yang mempersepsikan sulit mengikuti layanan Tuton terkait dengan persoalan jaringan internet di sekitar tempat tinggalnya yang belum memadai. Di samping itu, kendati layanan Tuton dapat diakses oleh mahasiswa yang berada di Kab. Kepulauan Sangihe, namun pada saat yang sama mahasiswa yang belum pernah mengikuti Tuton seperti tampak pada uraian sebelumnya (Gambar 2.) dengan jumlah relatif cukup besar (44,0%). Hal ini menunjukkan perlunya upaya dari institusi UT, khususnya UPBJJ-UT Manado untuk memotivasi mahasiswa yang menerapkan cara belajar mandiri dengan memanfaatkan layanan Tuton.
513
SEMNAS FEKON 2016
KAJIAN DETERMINAN BIAYA TRANSAKSI TAKSI KONVENSIONAL DENGAN BIAYA TRANSAKSI TAKSI ONLINE Alief Rakhman Setyanto 1), Bhimo Rizky Samudro 2) 1)
Mahasiswa Magister Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Universitas Diponegoro Semarang Email:
[email protected] 2)
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sebelas Surakarta Email:
[email protected] Abstract
The dynamics of public choice with based information technology evolving in the beginning of this decade. The information technology make it easy consumers transportation of choice public transportation its considered to be at very efficiency from acces of aspect and cost of aspect. The research in purpose describe transaction cost issued by conventional taxi with transaction cost online taxi. This research use qualitative approach and describtive statistics with content analysis. The research in result show online taxi manage acces aspect and managerial aspect so can actually reducing the transactions of cost used to it conventional taxi. The result of this study can be used as the basis for simulation alternative public police existence of from conventional taxi and taxi based online 514
SEMNAS FEKON 2016
Keywords: Transaction Cost, Conventional Taxi, Online Taxi PENDAHULUAN Dinamika pilihan transportasi publik dengan berbasis perkembangan teknologi informasi berkembang pesat dalam awal dekade ini.Transportasi merupakan unsur yang penting dan berfungsi sebagai urat nadi kehidupan dan perkembangan ekonomi, sosial, politik dan mobilitas penduduk yang tumbuh bersamaan dan mengikuti perkembangan yang terjadi dalam berbagai bidang dan sektor tersebut (Kamaludin,2003). Menurut Widyaningsih (2010) pertumbuhan ekonomi yang begitu pesat menjadikan transportasi sebagai sarana yang begitu penting dalam kehidupan sehari hari dalam beraktivitas, sehingga masyarakat akan lebih jeli menentukan pilihan dalam transportasi yang akan digunakan. Banyak perusahaan transportasi yang menawarkan dan berusaha menarik minat penumpang untuk tertarik akan produk dan jasa yang ditawarkan. Suatu alat transportasi dinilai dapat diterima oleh masyarakat dapat diketahui dari seberapa besar masyarakat percaya dan menggunakan jasa transportasi tersebut. Menurut Zakaria (2013), alat transportasi pada umumnya untuk memperlancar kegiatan masyarakat untuk beraktivitas. Sedangkan alat transpotasi itu dibedakan menjadi tiga yaitu alat transportasi darat, alat transportasi laut, dan alat transportasi udara. Setiap perusahaan berusaha memberikan pelayanan yang terbaik dengan fasilitas yang memadai bagi konsumennya agar mereka terhadap jasa yang mereka rasakan dan mereka mau menjadi pelanggan. Melihat betapa pentingnya transportasi digunakan masyarakat untuk menuju tempat tujuannya dan memilih transportasi yang sesuai dengan kondisi jarak dan biaya yang diperlukan, maka sebagian besar masyarakat masih memilih angkutan umum untuk memenuhi sesuai kebutuhan mobilitasnya. Hal ini berdasarkan karena masyarakat umum masih tergolong berada di tingkat ekonomi yang rendah. Dalam realitanya bisnis usaha dibidang jasa transportasi angkutan umum menjadi salah satu pilihan yang cukup baik bagi para pengusaha swasta, terutama di bawah naungan sebuah koperasi. Terutama di kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Medan, Semarang dan kota besar lainnya memiliki beberapa macam pilihan armada taksi yang ada, bahkan di kota Jakarta yang justru memiliki permasalahan kemacetan namun tidak mengerucutkan keinginan di pihak – pihak pengusaha jasa angkutan umum untuk menambah armadanya. Di negara yang sedang berkembang maupun negara maju, angkutan umum akan menjadi salah satu akses pilihan terbaik mengatasi masalah kemacetan yang ada, para pengguna mobil pribadi rela meninggalkan kendaraan pribadinya dengan menggunakan angkutan umum atau dengan menggunakan taksi yang memberikan fasilitas kenyamanan di dalamnya. Penggunaan istilah taksi dalam masyarakat sebenarnya tidak tepat. Pengertian taksi pada masyarakat ditujukan kepada kendaraan bermotor sebagai angkutan umum yang melayani jalur trayek tertentu dimana kendaraan tersebut tidak dilengkapi dengan argometer dan tanda khusus sehingga bertentangan dengan pengertian taksi menurut pasal 1 butir 9 Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993. Pengertian taksi dalam pasal ini adalah “jenis mobil penumpang yang diberi tanda khusus dan dilengkapi dengan argometer”. Dalam hal ini sarana transportasi angkutan umum menjadi salah satu angkutan umum yang mempunyai fungsi sebagai sarana pembantu manusia untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain, dan juga merupakan sebuah sarana alternatif di dalam kota, terutama masyarakat yang tidak memiliki kendaraan pribadi. Sehingga kebutuhan angkutan umum menjadi salah satu pilihan alternatif yang sangat tinggi di suatu wilayah. Fenomena perkembangan teknologi informasi pada saat ini memudahkan konsumen transportasi publik yang dianggap paling efisien dalam dari aspek akses dan aspek biaya, selain itu konsumen dimudahkan dengan perkembangan teknologi informasi pada saat ini terutama untuk pemesanannya. Dimanapun dan kapanpun juga secara cepat dan real time, konsumen mudah melakukan mobilisasi kemana saja dengan memiliki aplikasi saat ini. Bisnis yang memanfaatkan aplikasi virtual untuk memudahkan pemesanan sarana transportasi ini adalah bisnis Go car (Go jek) dan Grab Transportasi angkutan publik menghasilkan produk yang berupa jasa, dimana jumlah jasa yang dihasilkannya dihitung menurut ton-km atau ton-mil dan penumpang –km atau penumpang-mil. Pada hubungan ini menghasilkan biaya – biaya dari kegiatan ekonomi pada perusahaan transportasi tersebut. Menurut Yustika (2013) bahwa efisien tidaknya desain kelembagaan suatu organisasi atau usaha dapat diukur menggunakan alat 515
SEMNAS FEKON 2016
analisis yaitu biaya transaksi. Semakin tinggi biaya terjadi dalam kegiatan ekonomi berarti semakin tidak efisien kelembagaan yang telah didesain, sebaliknya semakin rendah biaya terjadi dalam kegiatan ekonomi berarti efisien kelembagaan yang telah didesain. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk menguraikan biaya transaksi yang dikeluarkan oleh taksi konvensional dengan transaksi taksi online. LANDASAN TEORI Ekonomi Kelembagaan Keberadaan aliran ekonomi kelembagaan (Institutional Economics) merupakan reaksi dari ketidakpuasan terhadap aliran Neoklasik, yang sebenarnya merupakan kelanjutan dari aliran ekonomi klasik. Menurut Hasibuan (2003) inti pokok aliran ekonomi kelembagaan adalah melihat ilmu ekonomi sebagai bagian dari ilmu sosial: psikologi, sosiologi, politik, antrologi, sejarah dan hukum. Salah satu bagian penting dalam konteks ekonomi kelembagaan adalah biaya transaksi. North (1991) menyatakan biaya transaksi sebagai ongkos untuk menspesifikasi dan memaksakan kontrak yang mendasari pertukaran, sehingga dengan sendirinya mencakup biaya organisasi politik dan ekonomi yang memungkinkan kegiatan ekonomi mengutip laba dri perdagangan. Dalam teori ekonomi kelembagaan baru mengemukakan bahwa transaksi – transaksi menimbulkan biaya. Sukarsih (2012) memaparkan biaya transaksi bukanlah nol, sepanjang individu – individu memiliki rasionalitas terbatas maka muncul biaya transaksi dan non zero transaction. Biaya transaksi merupakan biaya atas lahan, tenaga kerja, kapital, dan keterampilan kewirausahaan yang diperlukan untuk memindahkan (transfer) secara fisik input menjadi output (Mburu, 2002). Tranportasi Adisasmita (2011) berpendapat transportasi adalah suatu kegiatan mengangkut atau memindahkan muatan baik manusia atau barang. Secara umum pada era modern dan global transportasi digambarkan sebagai kendaraan yang dapat mengangkut sebuah muatan dalam jumlah banyak dalam satu kali kerja, sehingga dapat memberikan hasil yang efektif dan efisien. Transportasi menjadi sebuah ikon kebutuhan penting dalam kehidupan sebagai sarana menunjang aktivitas dalam kegiatan sehari – hari dan diharapkan mampu menjadi komponen penunjang yang sesuai dengan fungsi dan manfaatnya. Manfaat Tranportasi Adisasmita (2011) mengungkapkan yang dikutip dari L.A Schumer dalam bukunya yang berjudul The elements of Transport, menyatakan bila tranportasi memiliki 3 buah manfaat diantaranya manfaat secara ekonomi, manfaat secara sosial dan manfaat secara politik. a) Manfaat Transportasi dalam Ekonomi Manfaat transportasi secara ekonomi adalah berfungsi memperluas pasar dalam kegiatan ekonomi, sebagai sarana distribusi dalam kegiatan produksi, sebagai sarana spesialisasi produksi dalam suatu daerah sesuai dengan potensi produksi baik secara sumber daya alam ataupun sumber daya manusianya.
b) Manfaat Transportasi dalam sosial Manfaat transportasi secara sosial adalah mampu memberikan kontribusi dalam kegiatan sosial seperti dengan kendaraan bantuan. Contoh di Indonesia misalnya ambulance, kendaraan operasional BNPB ( Badan Nasional Penanggulangan Bencana) mobil perpustakaan keliling dan lain sebagainya c) Manfaat Transportasi dalam politik.
516
SEMNAS FEKON 2016
Manfaat transportasi dalam bidang politik sebagai sarana handal dalam menunjang kebujakan politik suatu negara atau daerah diantaranya kebujakan diplomatik terhadap suatu kondisi yang memungkinkan berimbas pada kebijakan militer, sebagai gangguan keamanan baik dalam negeri atau luar negeri. Tranportasi dalam fungsinya memiliki peranan vital dalam perencanaan pembangunan perekonomian suatu negara atau daerah. Hal ini dikarenakan bila dalam kegiatan perekonomian memiliki tiga komponen yaitu produksi, konsumsi dan distribusi. Distribusi menjadi komponen utama kegiatan perekonomian yang mampu dijalankan oleh transportasi sehingga keefektifan maupun efiesiensi bisa berjalan dengan baik. Taksi Konvensional Pengertian taksi konvensional adalah salah satu alternatif alat transportasi darat dilengkapi dengan argometer yang banyak diminati oleh masyarakat. Jasa taksi dapat digunakan oleh masyarakat dengan cukup mudah. Masyarakat dapat memesan jasa taksi dengan memanggil taksi secara langsung di jalan, menelepon operator taksi, hingga sms. Taksi Online Pengertian taksi online tidak jauh beda dengan taksi konvensional tetapi yang membedakan pada taksi online grab atau Go car adanya alih teknologi yang berupa aplikasi layanan transportasi guna meningkatkan kesejateraan pekerja di sektor informal. Biaya Transaksi Menurut Yustika (2013), biaya transaksi merupakan biaya biaya untuk melakukan proses negosiasi, pengukuran, dan pemaksaan pertukaran. Pasar menunjukkan bila pertukaran ternyata tidak hanya memperhitungkan berapa biaya dihabiskan untuk memproduksi suatu barang, tetapi haru memperhitungkan berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk melakukan pertukaran. Furubotn dan Richter (2000) menyatakan bahwa biaya transaksi adalah ongkos untuk menggunakan pasar ( market transaction costs) dan biaya memakai hak untuk memberikan pesanan (orders) di dalam perusahaan (managerial transaction costs). Selain itu, ada juga rangkaian biaya yang diasosiasikan untuk menggerakkan dan menyesuaikan dengan kerangka politik kelembagaan ( political transaction costs ) Yustika ( 2013 ). PENELITIAN TERDAHULU Penelitian tentang kajian determinan biaya transaksi pada taksi online dengan taksi konvensional telah dilakukan peneliti – peneliti sebelumnya, lebih jelasnya lihat tabel dibawah ini
Penelitian Terdahulu Judul Studi explorasi biaya transaksi petani tebu
Tahun 2008
Masalah Industri gula sampai kini masih menjadi prioritas dalam pembangunan sektor pertanian di Indonesia khususnya Jawa timur. Tetapi, kinerja industri gula di Jawa timur
Metode Menggunakan analisis biaya transaksi untuk mengidentifikasi masalah industri gula di Jawa timur
Hasil Studi ini memperlihatkan bahwa ongkos untuk mengorganisasi tebang muat angkut (TMA) (termasuk biaya karung) berkontribusi paling tinggi 517
SEMNAS FEKON 2016
dalam dua dekade ini cenderung menurun yang antara lain terdapat penurunan jumlah produksi Biaya transaksi 2015 pada umkm yang memproduksi yoghurt (Studi pada Rumah yoghurt di Junrejo dan Yo Good di Sawo jajar)
Analisis penerapan komunikasi tepat guna pada bisnis transportasi ojek online (studi pada bisnis gojek dan grab bike dalam penggunaan teknologi komunikasi tepat guna untuk mengembangkan bisnis transportasi
2016
UMKM mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan ekonomi nasional dan merupakan salah satu sektor riil yang dapat mengurangi pengganguran. Namun pada UMKM terdapat biaya transaksi yang menyebabkan tidak efisiensinya kegiatan ekonomi. Perkembangan teknologi komunikasi yang cukup pesat memberikan perubahan sosial masyarakat. Banyak bisnis mulai bermunculan dengan memanfaatkan perkembangan teknologi komunikasi tersebut,salah satunya adalah kemunculan bisnis penyedia layanan jasa transportasi ojek online.Adanya ojek online ternyata memberikan solusi dan menjawab berbagai kekhawatiran masyarakat akan
Teknik analis data yang digunakan dalam penelitian ini pendekatan kualitatif dan statistik deskriptif
Menggunakan teori difusi inovasi dan pendekatan penelitian kualitatif yang heuristik terhadap 2 (dua) penyedia layanan transportasi ojek online terbesar di Indonesia yaitu Grab Bike dan PT Go jek Indonesia
dari total biaya transaksi petani tebu, baik berdasarkan lokasi, tipe petani maupun luas lahan. Hasil penelitian menunjukkan biaya transaksi yang muncul pada industri Yoghurt adalah managerial transaction cost, market transaction cost dan political transaction cost
Hasil penelitian ini nantinya akan memberikan kontribusi dan sumbangan konsep terutama dalam penerapan inovasi berupa teknologi komunikasi
518
SEMNAS FEKON 2016
Ekonomi kreatif 2016 dan inovatif berbasis TIK ala Gojek dan Grabbike
layanan transportasi umum Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi membawa dampak positif dalam berbagai bidang. Salah satu dampak positif tersebut adalah bidang ekonomi kreatif
Sistem kemitraan yang ditawarkan oleh kedua perusahaan ini baik Gojek dan Grabbike adalah sistem bagi hasil yang saling menguntungkan
Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi yang kreatif dan menguntungkan berbagai pihak yang diharapkan semakin berkembang dan terus berinovasi
METODOLOGI PENELITIAN Metode penelitian syarat utama dalam sebuah penelitian ilmiah. Penelitian ilmiah merupakan kegiatan yang memiliki tujuan untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan dengan menggunakan cara – cara ilmiah dan metode yang sistematik. Penelitian menggunakan metode mixed method. Sugiyono (2012) memaparkan bahwa penelitian kombinasi (mixed method) merupakan suatu metode penelitian yang mengkombinasikan antara metode kualitatif dan kuantitatif. Penelitian dilakukan dengan in depth interview (wawancara mendalam) terlebih dahulu kemudian diikuti oleh data kuantitatif berupa statistik deskriptif. Bobot utama dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Subjek penelitian ini yaitu driver Grab Indonesia , driver Go-car Indonesia dan driver Blue Bird selaku informan kunci dan informan utama Lokasi penelitian untuk Jakarta dilakukan pada rute Stasiun Gambir – Wisma Universitas Terbuka, Bandara Soekarno Hatta – daerah Jatinegara dan Semarang pada lokasi Jalan Wonodri krajan (Semarang Selatan) – Jalan Setiabudi ( Sukun – Banyumanik) Teknik Pengumpulan data Herdiansyah (2013) memaparkan data sebagai atribut yang melekat pada suatu objek tertentu, berfungsi sebagai informasi yang dapat dipertanggungjawabkan, dan diperoleh melalui suatu metode /instrumen pengumpulan data. Dalam penelitian di tengah perjalalanan wawancara dengan driver Grab Indonesia Go-Car Indonesia dan Blue Bird peneliti menggunakan dua teknik pengumpulan data yaitu: A. Metode Wawancara Wawancara atau kusioner lisan diartikan sebagai wawancara antar orang, yaitu antara peneliti (pewawancara) dengan responden ( informan) yang diarahkan oleh pewawancara untuk tujuan memperoleh informasi yang relevan. Pewawancara biasanya telah menyiapkan daftar pertanyaan terlebih dahulu. Wawancara, sering tertulis yang berisi pertanyaan- pertanyaan yang difokuskan untuk menjawab pertanyaan (Kuncoro,2014) Teknik Wawancara dilakukan jika peneliti memerlukan komunikasi atau hubungan dengan responden. Data yang dikumpulkan umumnya berupa masalah tertentu yang bersifat kompleks, sensitif, atau kontroversial, sehingga jika menggunakan teknik kuesioner akan kurang memperoleh tanggapan responden. Teknik kuesioner dilakukan terutama untuk responden sedangkan untuk wawancara dilakukan pada informan. B. Studi dokumentasi 519
SEMNAS FEKON 2016
Arikunto (2002) menyatakan studi dokumentasi adalah mencari data yang berupa catatan transkip,buku, surat kabar, majalah, notulen rapat, agenda dan sebagainya. Nawawi (2005) mendefinisikan studi dokumentasi adalah cara pengumpulan data melalui peninggalan tertulis terutama arsip-arsip dan termasuk buku yang relevan Informan Penelitian Peneliti menggunakan pengalaman perjalanannya untuk menentukan Informan penelitiannya. Penentuan Taksi online berdasarkan aplikasi sedangkan Taksi konvensional berdasarkan perintah operator perusahaan. Menurut Krueger (1994) bahwa manusia adalah makhluk sosial yang keberadaannya sangat dipengaruhi dan mempengaruhi orang lain. Manusia memiliki kecenderungan membuat keputusan berdasarkan stimulasi sosial, baik berupa saran, masukan, bisikan,komentar dari orang – orang di sekitarnya. INFORMAN PENELITIAN No Jumlah Driver Estimasi Rute Lokasi Waktu Informan Jarak pengambilan Data 1 1 orang Grab Car 28 Km Stasiun Jakarta 21 Gambir – September Universitas 2016 Terbuka 2 1 orang Go Car 8,5 km Jalan Semarang 22 Wonodri September krajan- Jalan 2016 Setia budi 3 1 orang Go Car 8,3 km Jalan Semarang 3 Oktober Setiabudi – 2016 Jalan Wonodri krajan 4 1 orang Blue Bird 8,5 km Jalan Semarang 1 Oktober Setiabudi – 2016 Jalan Wonodri Krajan 5 1 orang Blue Bird 171 km Bandara Jakarta 25 Juli 2016 Soekarno Hatta – Jatinegara Sumber : Data Primer Diolah Jenis dan Sumber Data Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Etta dan Sopiah (2013) menyatakan Data primer merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli ( tidak melalui perantara ). Data primer berasal dari wawancara langsung dengan Driver di tengah perjalanan peneliti akan melakukan observasi di lokasi penelitian. Observasi bertujuan untuk pencatatan komponen biaya transaksi pada taksi konvensional dan taksi online Menurut Kuncoro (2009) Data Sekunder merupakan Data yang telah dikumpulkan oleh lembaga pengumpul data dan dipublikasikan kepada masyarakat pengguna. Data Sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari kajian literatur, publikasi ilmiah yang berkaitan dengan biaya transaksi, transportasi online atau transportasi konvensional Teknik Analisis Data 520
SEMNAS FEKON 2016
Pengumpulan Data
Penyajian Data
Reduksi Kesimpulan/Verifik asi Data
Sumber : Matthew B Miles & Huberman A Michael (1993) Herdiansyah (2013) memaparkan bahwa proses analisis data dalam penelitian kualitatif sudah dimulai dan dilakukan sejak awal penelitian hingga penelitian selesai. Dalam hal ini setiap peneliti melakukan proses pengambilan data, peneliti langsung melakukan analisis dari data tersebut seperti pemilihan tema dan katagorinya. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan model analisis data interaktif menurut Miles dan huberman (1993) dikutip Herdiansyah (2013). Model analisis data ini memiliki 4 tahapan, yaitu tahap pertama pengelompokkan data, tahap kedua reduksi data, tahap ketiga display data dan tahap keempat menarik kesimpulan serta verifikasi data. 1) Melakukan Pengelompokkan Data Pengelompokkan data adalah hal pertama yang harus dilakukan. Dimulai dengan menyatukan semua bentuk data mentah ke dalam bentuk transkip atau bahasa tertulis. Jika masih berbentuk rekaman audio, rekaman tersebut diubah bentuk menjadi transkip. Jika masih berupa catatan singkat, diubah menjadi transkip termasuk ingatan-ingatan ( memory ), harus dituangkan menjadi bentuk transkip. Jika masih ada catatan – catatan spesifik lainnya juga harus diubah ke dalam bentuk transkip. Setelah semua data diubah menjadi bentuk transkip, langkah berikutnya adalah mengelompokkan data mentah ke dalam kelompok tema – tema tertentu. Pada saat melakukan penelitian, observasi,catatan lapangan, bahkan ketika berinteraksi 2) Melakukan Reduksi Data Tahap berikutnya setelah pengelompokkan data dilakukan, adalah melakukan reduksi data atau pemilihan pemangkasan dan penyeleksian data yang terkait dengan tujuan penelitian dan pertanyaan penelitian. Inti dari reduksi data adalah proses penyeragaman dan penggabungan semua bentuk data yang diporeleh menjadi satu bentuk tulisan yang akan dianalisis. Hasil wawancara akan diubah menjadi bentuk verbatim wawancara. 3) Melakukan Display data Tahap berikutnya setelah melakukan reduksi data, adalah melakukan display data atau memproses pengolahan semua data berbentuk tulisan menjadi beberapa kategori sesuai dengan tema atau kelompok masing – masing dan biasanya disajikan dalam bentuk tabel, diagram, matriks, ataupun grafik. Terdapat tiga tahapan dalam display data, yaitu kategori tema, subkategori tema, dan proses 521
SEMNAS FEKON 2016
pengodean. Tahap kategori tema merupakan proses pengelompokkan tema-tema yang telah disusun dalam tabel wawancara ke dalam suatu matriks kategorisasi. Tema dalam penelitian ini antara lain: a) Aspek Akses b) Aspek Managerial Tahapan selanjutnya adalah subkategori tema. Inti dari tahap ini merupakan memilah tema – tema tersebut ke dalam subtema yang merupakan bagian dari tema yang lebih kecil dan sederhana. Tahapan terakhir yaitu proses pengodean. Inti dari tahap ini adalah memasukkan atau mencantumkan pernyataan – pernyataan informan sesuai dengan kategori tema dan subkategori temanya ke dalam matriks serta memberikan kode tertentu pada setiap pernyataan- pernyataan tersebut. 4) Melakukan kesimpulan/verifkasi Penarikan kesimpulan merupakan tahapn terakhir dari analisis data, yang dimana kesimpulan dalam model Miles dan Huberman (1993) berisi semua uraian dari subkategori tema yang tercantum pada tabel kategorisasi dan pengodean yang sudah terselesaikan disertai dengan quote verbatim wawancaranya Uji Keabsahan Data Menurut Moleong (2014) yang dimaksud keabsahan data adalah bahwa setiap keadaan harus memenuhi : 1) Mendemonstrasikan nilai yang benar 2) Menyediakan dasar agar hal itu dapat diterapkan 3) Memperbolehkan keputusan luar yang dapat dibuat tentang konsistensi dari prosedurnya dan kenetralan dari temuan dan keputusan- keputusannya Isu dasar hubungan keabsahan data pada dasarnya adalah sederhana. Bagaimana peneliti memaparkan bahwa temuan- temuan penelitian dapat dipercaya atau dapat dipertimbangkan. Berikut Perbandingan antara penelitian kuantitatif dan kualitatif dari segi konstruknya Kriteria Keabsahan Data Untuk menetapkan keabsahan (trustworthiness) data diperlukan teknik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. Ada empat kriteria yang digunakan, yaitu derajat kepercayaan ( credibilitas), keteralihan ( transferabilitas ), kebergantungan ( dependability ), dan kepastian ( Confirmabilitas ). Emzir ( 2010) Memaparkan kepercayaan atau credibility mempunyai arti bahwa penetapan hasil penelitian kualitatif adalah credibility atau dapat dipercaya dari perspektif partipasan dalam penelitian tersebut, selain itu menurut Moleong (2014) kepercayaan atau credibility berfungsi sebagai : pertama, pelaksanaan inkuiri sedemikian rupa sehingga tingkat kepercayaan penemuannya dapat dicapai ; kedua mempertunjukkan derajat kepercayaan hasil – hasil penemuan dengan jalan pembuktian oleh peneliti pada kenyataan ganda yang sedang diteliti. Tujuan dari penelitian kualitatif adalah untuk mendeskripkan atau memahami fenomena yang menarik perhatian dari sudut pandang partisipan. Strategi untuk mengoptimalkan kredibilitas data meliputi perpanjangan waktu penelitian, ketekunan penelitian , triangulasi, diskusi teman sejawat, analisis kasus negatif, dan member checking. Herdiansyah ( 2013) menyatakan triangulasi adalah penggunaan dua atau lebih sumber untuk mendapatkan gambaran yang menyeluruh tentang suatu fenomena yang akan diteliti Menurut Moleong (2014) keteralihan atau transferabilitas sebagai suatu persoalan empiris bergantung pada kesamaan antara konteks pengirim dan penerima. Untuk melakukan transferabilitas seorang peneliti hendaknya mencari dan mengumpulkan kejadian empiris tentang kesamaan konteks. 522
SEMNAS FEKON 2016
Peneliti kualitatif dapat meningkatkan transferabilitas dengan melakukan suatu pekerjaan mendeskripsikan konteks penelitian dan asumsi-asumsi yang menjadi sentral pada penelitian tersebut. Kriteria Dependabilitas disebut juga dengan istilah reliabilitas dalam penelitian kuantitatif. Prastowo (2011) memaparkan bahwa uji dependabilitas dalam penelitian kualitatif dilakukan dengan melaksanakan audit terhadap keseluruhan proses penelitian. Semua hal yang dipaparkan oleh peneliti mulai menentukan masalah/fokus, memasuki lapangan, menentukan informan, melakukan analisis data, melakukan uji keabsahan data, sampai membuat kesimpulan harus ditunjukkan oleh peneliti. Apabila hal tersebut tidak dapat menunjukkan jejak aktivitas lapangannya, maka dependabilitasnya patut diragukan Konfirmabilitas berasal dari konsep ‘ objektivitas ‘ menurut penelitian kuantitatif. Konfirmabilitas merujuk pada tingkat kemampuan hasil penelitian kualitatif dapat dikonfirmasikan oleh orang lain, menguji konfirmabilitas berarti menguji hasil penelitian yang dihubungkan dengan proses penelitian yang dilakukan. Sugiyono (2012) memaparkan apabila hasil penelitian tersebut merupakan fungsi dari proses penelitian yang dilakukan , maka penelitian tersebut telah memenuhi standar konfirmabilitas Dalam studi penelitian ini, peneliti menggunakan kriteria kredibilitas (derajat kepercayaan) dengan teknik pemeriksaan yaitu Triangulasi dan Ketekunan/Keajegan Pengamatan. Triangulasi Moleong (2013) memaparkan teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain . Di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap suatu data. Teknik triangulasi yang paling banyak digunakan ialah pemeriksaan melalui sumber lainnya. Pada penelitian biaya transportasi taksi konvensional dengan biaya transportasi taksi online, peneliti menggunakan teknik triangulasi dengan penggunaan sumber Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif (Patton,1987). Hal itu dapat dicapai dengan jalan (1) membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara; (2) membandingkan apa yang dikatan orang di depan umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi; (3) membandingkan apa yang dikatakan orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu; (4) membandingkan keadaan dan perpektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada, orang pemerintah; (5) membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. Dalam hal ini jangan sampai banyak mengharapkan bahwa hasil pembandingan tersebut merupakan kesamaan pandangan, pendapat, atau pemikiran. Yang terpenting di sini ialah bisa mengetahui adanya alasan – alsan terjadinya perbedaan – perbedaan tersebut (Patton,1987). Ketekunan/Keajegan Pengamatan Keajegan pengamatan berarti mencari secara konsisten interpretasi dengan berbagai cara dalam kaitan dengan proses analisis yang konstan atau tentatif. Mencari suatu usaha membatasi berbagai pengaruh. Mencari apa yang dapat diperhitungkan dan apa yang tidak dapat. Menurut Moleong (2012) Ketekunan pengamatan bermaksud menemukan ciri – ciri dan unsur – unsur dalam situasi yang sangat releven dengan persoalan atau isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan pada hal – hal tersebut secara rinci. Dengan kata lain ketekunan pengamatan menyedian kedalaman hal hal secara rinci. Hal itu berarti bahwa peneliti hendaknya mengadakan pengamatan dengan teliti dan rinci secara berkesinambungan terhadap faktor – faktor yang menonjol. Kemudian ditelaah secara rinci samapi suatu titik sehingga pada pemeriksaan tahap awal tampak salah satu atau seluruh faktor yang ditelaah sudah dipahami dengan cara yang biasa. Untuk keperluan itu teknik ini menuntut agar peneliti mampu menguraikan secara rinci bagaimana prose penemuan sencara tentatif dan penelaahan secara rinci tersebut dapat dilakukan. Setting Penelitian Setting penelitian ini difokuskan pada (dua) perusahaan transportasi taksi online terbesar di Indonesia yaitu PT Gojek Indonesia dan PT Grab Indonesia. Peneliti mengambil dua fokus perusahaan tranportasi taksi 523
SEMNAS FEKON 2016
online ini karena banyaknya masyarakat terutama Jakarta dan Semarang yang menggunakan transportasi online dari perusahaan tersebut. Kedua objek dari penelitian tersebut diharapkan bisa memberikan analisa yang representatif dan komprehensif terhadap penerapan teknologi informasi tepat guna pada transportasi taksi online sehingga dapat memberikan perubahan baik dari sistem sosial, kebiasaan dan pola pikir masyarakat. Sebagai perbandingan dari transportasi taksi online, peneliti mengambil Blue bird dari jenis taksi kovensional. Blue bird dipilih karena banyaknya jumlah armada baik di Jakarta dan Semarang serta banyaknya masyarakat yang masih menggunakan taksi konvensional tersebut. Hasil dan Pembahasan Komponen Biaya Transaksi Pada Perusahaan Transportasi Online Penentuan komponen biaya transaksi sangatlah kompleks, didapatkan aspek akses dan aspek manajerial, pada teori Furubotn dan Ritcher aspek manajerial sebagai berikut 1. Biaya Transportasi 2. Biaya Iklan 3. Biaya Pencarian Penumpang 4. Biaya Izin Untuk mengetahui Aspek akses lebih rinci dapat dilihat pada tabel sebagai berikut Tabel 1. Aspek Akes Grab Car, Go-Car dan Blue bird Aspek Akses Grab Car Go- Car Blue bird Akses Jarak Melewati jalur Melewati jalur Melewati jalur utama Tempuh altenatif, menghemat alternatif, ( jalan protokol ), waktu menghemat waktu Ketidak pahaman dengan akses jalan alternatif Sumber : Data primer diolah Pada tabel tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan akses jarak dengan melewati jalur altenatif dapat menghemat waktu dan meminimalisir cost menjadi murah sedangkan melewati jalur utama yang berisiko terkena macet akan menambah cost menjadi mahal Pada aspek managerial terdapat perbedaan pada taksi online dengan taksi taksi konvensional Untuk mengetahui komponen biaya transaksi pada Managerial cost yang lebih rinci dapat dilihat pada tabel sebagai berikut Tabel 2. Komponen Managerial Cost Grab Car, Go-car dan Blue Bird Jenis Aspek Biaya managerial Biaya managerial Biaya managerial Manajerial Grab car Go-Car Blue Bird Managerial Cost Biaya mengelola Biaya mengelola Biaya mengelola Biaya Transportasi operasional operasional operasional kendaraan kendaraan kendaraan dibebankan pada dibebankan pada ditanggung langsung mitra ( Driver) mitra ( Driver) pada perusahaan Biaya Iklan Menggunakan media Menggunakan Media Menggunakan Media sosial Sosial Massa (Koran, pamflet, brosur) Biaya pencari Biaya pulsa untuk Biaya pulsa Biaya komunikasi informasi operasional operasional menggunakan Handy Biaya pulsa untuk Talky menghubungi calon penumpang Biaya Politik Biaya Perizinan Biaya Perizinan Biaya Perizinan untuk pendirian Grab untuk pendirian Go- untuk pendirian Blue 524
SEMNAS FEKON 2016
dengan status koperasi
jek dengan status perseroan terbatas
Bird dengan status perseroan terbatas
Sumber : Data Primer diolah Perbandingan Biaya transaksi Taksi Online dengan Taksi Konvensional Perbandingan biaya transaksi dari kedua moda transportasi ada perbedaan pada biaya transportasi, biaya iklan dan biaya pencari informasi. Berikut perbandingan biaya transportasi antara taksi online dengan taksi konvensional Tabel 3 Komponen Managerial Cost Grab Car, Go Car dan Blue Bird Jenis Aspek Biaya managerial Biaya managerial Biaya managerial Manajerial Grab car Go-Car Blue Bird Managerial Cost Rp 800.000 Rp 800.000 Rp 1.500.000 Biaya Transportasi Biaya Iklan Free Free Rp 100.000 per tampil di media massa Biaya pencari Rp 100.000 Rp 100.000 Rp 200.000 informasi Biaya Politik Free Free Free Jumlah Rp.900.000 Rp 900.000 Rp 5.320.000 Sumber : Data primer diolah Pada Tabel perbedaan biaya transaksi antara taksi online dengan taksi konvensional menunjukkan pada biaya transportasi taksi Blue bird lebih besar daripada biaya transportasi Grab car dan Go car hal ini dikarenakan untuk pengelolaan operasional kendaraan pada taksi Blue bird lebih mahal dari pada Grab car dan Go car menurut informan dari blue bird selaku driver menuturkan “ Kami para driver ga tau yang pasti mas, karna semuanya kantor yang urusi kata teman di humas sih habisnya 1.500.000 Menurut mitra driver dari Go car dan Grab car Ini pengelolaan operasional kendaraan dibebankan pada kami karna untuk mobilnya sendiri punya kami pak kalau habis sekitar 800 ribuan pak Pada biaya iklan pun taksi Blue Bird lebih besar dari Grab car dan Go car hal ini dikarenakan pada taksi Blue bird mengutarakan bahwa Ya kalau untuk iklan sih kami promosi ke koran atau radio pak untuk promo agar konsumen mau naik taksi kami lagi biaya nya sih habis 100 rebu saya tau dari temen di kantor Namun berbeda dengan Grab Car dan Go car 100 % kami free mas silahkan aja kalau mau lihat ke instagram official nya Pada biaya pencari informasi ini pun taksi Blue Bird lebih besar dari Grab car dan Go car. Menurut driver Blue bird menyatakan Nyawa kami ini ada di Handy talky terpasang di armda kami ini pak kalau rusak komunikasi pun menjadi terhambat kalau diperbaiki biayanya mahal pak, pernah benerin atas biaya sendiri sekitar 200 ribu lalu kami klaim ke kantor Namun berbeda dengan Grab car dengan Go car Kami menggunakan pulsa dari kantong kami sendiri mas, paling habis 100 rebu untuk menghubungi pelanggan kami apa bila mendapat orderan mas Pada biaya politik ini baik Blue bird atau Grab car dan Go car sama sama menyatakan free Sepengetahuan saya free pak kalau mau lebih jelas silahkan ke kantor saja Sama halnya dengan Blue bird, driver Grab car dan menyatakan Kalau di Grab karena pas kemarin demo demo itu kami langsung mendaftarkan status usaha kami jadi koperasi mas Sedangkan dari Go car menyatakan 525
SEMNAS FEKON 2016
Karena Go car ini anak usahanya Go jek udah tentu mas kami udah berbadan hukum sejak lama Kesimpulan Berdasarkan paparan tersebut dapat disimpulkan bahwa pada taksi online mampu mengelola aspek akses dan aspek manajerial sehingga mampu mereduksi biaya transaksi menjadi lebih kecil dari biaya transaksi taksi konvensional. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai basis simulasi alternatif kebijakan publik untuk mengelola eksistensi dari taksi konvensional dan taksi berbasis online. Diharapkan pada masa mendatang taksi konvensional dalam hal ini Blue bird untuk memperbaiki aspek akses dan aspek manajerial guna memperbaiki biaya transaksi yang dihasilkan sehingga konsumen tidak dirugikan dengan berbagai hal alasan. Keterbatasan Penelitian Secara objektif penelitian ini perlu dikembangkan lagi dan memiliki keterbatasaan.Penelitian menggunakan sumber data yang berasal dari keterangan para informan di lapangan yaitu para Driver dari Grab Car, Go-Car dan Blue Bird. Untuk akses informasi ke Grab, Gojek dan Blue bird peneliti tidak diperbolehkan mengambil data, semua ketiga usaha tranportasi tersebut mengatakan bahwa rahasia perusahaan. Dengan keterbatasan yang ada diharapkan penelitian dapat ditindaklanjuti dan menjadi masukan pada penelitian selanjutnya. Daftar Pustaka Anindhita,Wiratri dkk.2016. Analisis Penerapan Teknologi Komunikasi Tepat Guna Pada Bisnis Transportasi Ojek Online. Jakarta,Prosiding Seminar Nasional Universitas Bakrie 2- 3 Mei 2016 Arikunto,S 2002.Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek Jakarta PT Rineka Cipta Cresswell .W.John 2015., Penelitian Kualitatif & Desain Riset Yogyakarta Pustaka Pelajar Denzin ,N.K., & Lincoln,Y.S ( 2011) . Introduction: the dicipline and practice pf qualitative research.The Sage handbook of qualitative research ( edisi ke-4, hlm.1-19). Thousand Oaks,CA:sage _______, Emzir. 2010. Metode Penelitian Kualitatif Analisis Data. Jakarta: Rajawali Pers Furubotn,Eirik and Ritchter Rudolf.2000. Instituions and Economic Theory: The contibution of the new Institution Economics. The University of Michigan Press. Ann Arbor.USA Hasibuan,Nurimasnyah.2003.Sejarah pemikiran ekonomi.Jakarta:Pusat penerbitan Universitas Terbuka Herdiansyah, Haris., 2013. Metodologi penelitian kualitatif untuk ilmu ilmu sosial, Jakarta, Salemba Humanika Kamaludin, Rustian.2003. Ekonomi Transportasi Karakteristik,Teori dan Kebijakan,Jakarta. Ghalia Indonesia Kuncoro,Mudrajad .,2014., Metode Riset untuk bisnis dan ekonomi,edisi 4 Jakarta, Erlangga Krueger, Anne O. 1994. Government Failure in Develompent. The journal of Economis Perspectives. Vol. 4, Issues 3. Summer : 9- 23 Mburu,John.2002. “Collaborative Management of wildlife in Kenya : An empirical Analysis of Stakeholders participation cost and incentives”. Socioeconomic Studies on rural Development.Vol 130.Wissen Schaftsverlagvank kiel KG Miles, Mathew B. and Huberman Michael 1993. Qualitative Data Analysis: A Sourcebook of New Methods. London: Sage Publication, Inc. Moleong,J Lexy.2014. Metodologi Penelitian Kualitatif : Bandung. PT Remaja Rosda Karya Nawawi.2003, Metode penelitian bidang sosial,Yogyakarta, Gajah mada University Press. 526
SEMNAS FEKON 2016
North,Gary.1992.The Coase Theorm:A Study In Economic Epistomology.Institute For Cristian Economic. Texas.USA Patton, Michael, Quinn. 1987. Qualitative Ecaluation Methods. Beverly Hills: Sage publications Prastowo, Andi. 2011.Metodologi Penelitian Kualitatif : dalam perpektif Rancangan Penelitian.Yogyakarta : Arruzz Media Sangadji,M,Etta dan Sopiah.2010 Metodologi penelitian Pendekatan praktis dalam penelitian,Yogyakarta, Andi Septanto,Henry.2016. Ekonomi Kreatif dan Inovatif berbasis TIK ala Gojek dan Grabbike.Bina Insani ICT Journal Vol.3,No.1,Juni 2016 Sugiyono. 2012, Metode penelitian kuantitatif & kualitatif & RnD Bandung, Alfabeta Sukarsih,dan Gunawan,Diah.2012.Analisis Korelasi Antara Pajak Ekspor dan Nilai Ekspor di Indonesia (Periode 1987-2007).Eko-Regional,Vol.7,No.1,Maret 2012 Widyaningsih,Kusnaeni.2010. Analisis Perekonomian dan Kebijakan Pengembangan Potensi Unggulan di Kota Bekasi. Tesis Program Pascasarjana Universitas Indonesia Yustika,Ahmad Erani 2008. Studi Eksplorasi biaya transaksi petani tebu. Jurnal Ekonomi & Bisnis Indonesia Volume 23, No. 3 2008. Yogyakarta Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada Yustika,Ahmad Erani.2013.Ekonomi Kelembagaan:Paradigma,Teori dan Kebijakan. Jakarta.Erlangga Zafira,Arviona Nadya.2015. Biaya transaksi pada UMKM yang memproduksi Yoghurt (Studi kasus rumah Yoghurt di Junrejo dan Yo Good di Sawojajar. Skripsi Program Sarjana Universitas Brawijaya Zakaria,Shandy Ibnu.2013..Analisis Faktor – faktor yang mempengaruhi kepuasan konsumen terhadap pengguna jasa transportasi. Skripsi Program Sarjana Universitas Diponegoro
527
SEMNAS FEKON 2016
PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA DAN PERTUMBUHAN EKONOMI DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT Erni Panca Kurniasih Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Tanjungpura Pontianak
[email protected]
Abstrak Produktivitas tenaga kerja merupakan salah satu ukuran efisiensi penggunaan tenaga kerja dalam menghasilkan output. Peningkatan produktivitas tenaga kerja memberikan indikasi positif terhadap kecenderungan terjadinya peningkatan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi melalui penambahan output. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh produktivitas tenaga kerja sektor primer, sekunder, dan tersier terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Kalimantan Barat. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang dianalisis dengan metode Ordinary Least Square (OLS) . Berdasarkan hasil penelitian, produktivitas tenaga kerja sektor primer dan sekunder keduanya berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Kalimantan Barat, sedangkan produktivitas tenaga kerja sektor tersier berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Kalimantan Barat. Kata Kunci: Produktivitas Tenaga Kerja, Pertumbuhan Ekonomi PENDAHULUAN Produktivitas tenaga kerja juga merupakan salah satu ukuran dari tingkat efisiensi penggunaan tenaga kerja dalam menghasilkan barang dan jasa (Bappenas, 2012). Menurut paham neoklasik pertumbuhan ekonomi yang baik salah satunya adalah ditandai dengan tingginya produktivitas tenaga kerja di mana pertumbuhan output selalu bersumber dari satu atau lebih dari tiga faktor yakni kenaikan kualitas dan kuantitas tenaga kerja, penambahan modal (tabungan dan investasi) dan penyempurnaan teknologi (Todaro dan Smith, 2008). Peningkatan produktivitas memberikan indikasi positif terhadap kecenderungan terjadinya peningkatan pendapatan, yang berarti juga peningkatan kemakmuran. Produktivitas adalah perbandingan terbalik antara hasil yang diperoleh (output) dengan jumlah sumber kerja yang digunakan (input). Produktivitas kerja dikatakan tinggi jika hasil yang diperoleh lebih besar daripada sumber kerja yang digunakan. Sebaliknya produktivitas kerja dikatakan rendah, jika hasil yang diperoleh lebih kecil dari sumber kerja yang digunakan (Hasibuan, 2005; Mulyadi, 2003). Secara umum, peningkatan produktivitas tenaga kerja dilakukan dengan peningkatan kemampuan/ketrampilan, disiplin, etos kerja produktif, sikap kreatif dan inovatif, dan membina lingkungan kerja yang sehat untuk memacu prestasi. Menurut Lewis (1959) dan Fei-Ranis (1961) dalam Jhingan (2008) kelebihan tenaga kerja merupakan kesempatan dan bukan suatu masalah. Kelebihan pekerja satu sektor akan memberikan andil terhadap pertumbuhan output dan penyediaan pekerja di sektor lain.Sektor subsisten terbelakang (sektor pertanian dan sektor informal) mempunyai kelebihan tenaga kerja dan upah yang relatif lebih rendah dari sektor kapitalis modern. Kelebihan pekerja justru merupakan modal untuk mengakumulasi pendapatan, dengan asumsi bahwa perpindahan pekerja dari sektor subsisten terbelakang ke sektor kapitalis modern berjalan lancar dan jumlahnya tidak berlebihan. Kelebihan pekerja akan terserap ke sektor jasa dan industri yang meningkat terus menerus sejalan dengan pertambahan output dan perluasan usahanya. 528
SEMNAS FEKON 2016
Hubungan antara produktivitas tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi telah banyak dilakukan. Secara umum menunjukkan bahwa produtivitas tenaga kerja mendorong pertumbuhan ekonomi. Matsuyama (2000) menemukan bahwa produktivitas sektor pertanian dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan kemajuan di sektor manufaktur akan meningkatkan produktivitas pertanian. Peningkatan produktivitas selama krisis merupakan pendorong yang signifikan dari perekonomian setelah jangka waktu tertentu (Emsina (2014). Di sisi lain, investasi swasta, inflasi, ekspor dan produktivitas tenaga kerja berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia (Ramayani, 2012) Pada beberapa pelitian lain produktivitas sektoral ternyata tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Alany (2011) menemukan bahwa pertumbuhan kemajuan teknologi menghasilkan pertumbuhan ekonomi, sedangkan peningkatan produktivitas baik modal atau produktivitas tenaga kerja menimbulkan penurunan pertumbuhan ekonomi dalam periode tersebut, karena pertumbuhan produktivitas tenaga kerja mungkin telah menyebabkan pekerja untuk menikmati lebih banyak waktu luang daripada bekerja lebih atau pertumbuhan produktivitas modal bisa membuat modal yang lebih efisien dan menghasilkan kapasitas yang lebih menganggur. Hasil penelitian Lee (2014) juga menunjukkan bahwa peningkatan produktivitas sektor jasa dapat mematikan mesin pertumbuhan baru yang dapat mengarah ke terhadap pertumbuhan ekonomi yang kuat di Asia dalam jangka panjang Selama 20 tahun (1994-2013) kelompok sektor yang dominan memberikan sumbangan dalam pembentukan PDRB Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) adalah sektor tersier (rata-rata 47,19%) dan juga merupakan sektor dengan pertumbuhan tercepat (23,78%) . Sektor tersier meliputi perdagangan, hotel, dan restoran, komunikasi dan transportasi, keuangan, persewaan dan sektor jasa. Kelompok sektor sekunder (sektor industri pengolahan, listrik, gas, air bersih, dan konstruksi) berada diurutan kedua yang memberikan kontribusi terhadap pembentukan PDRB Provinsi Kalimantan Barat (rata-rata 26,92%) dengan rata-rata laju pertumbuhan sektor sebesar 17,58 persen. Kelompok sektor primer (sektor pertanian, pertambangan dan penggalian) merupakan sektor terkecil dalam memberikan sumbangannya dalam pembentukan PDRB Provinsi Kalimantan Barat (rata-rata 26,92%) dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 12,33 persen. Jumlah tenaga kerja di Provinsi Kalbar didominasi oleh sektor primer sebanyak 1.192.263 jiwa atau sebesar 65,85 persen, sedangkan jumlah tenaga kerja sektor tersier rata –rata sebanyak 466.241 jiwa atau sebesar 25,3 persen. Sektor yang paling rendah menyerap tenaga kerja adalah sektor sekunder sebanyak 150.482 atau hanya sebesar 8,66 persen. Dilihat dari perkembangan selama kurun waktu 20 tahun, tenaga kerja sektor tersier memberikan rata-rata produktivitas terbesar yaitu Rp 43.246.270 juta. Selanjutnya sektor primer sebagai tumpuan penduduk Provinsi Kalimantan Barat menghasilkan produktivitas tenaga kerja rata-rata sebesar Rp 35.036.721 juta. Sedangkan sektor sekunder memberikan produktivitas tenaga kerja rata-rata paling rendah sebesar Rp 31.810.447 juta. Keadaan ini mencerminkan bahwa di Provinsi Kalimantan Barat tenaga kerja yang memiliki produktivitas tertinggi adalah tenaga kerja di sektor tersier sementara jumlah tenaga kerja terbanyak berada pada sektor primer. Kondisi lainnya adalah bahwa sektor tersier memberikan kontribusi dominan dalam pembentukan PDRB Kalbar sementara sektor primer pertumbuhannya terus melambat. Berdasarkan kodisi tersebut maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah :bagaimana pengaruh produktivitas tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Kalimantan Barat ? Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan menganalisis pengaruh produktivitas tenaga kerja sektor primer, sekunder dan tersier terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Kalimantan Barat. METODE PENELITIAN Untuk menguji dan menganalisis pengaruh produktivitas tenaga kerja sektor primer, sekunder, dan tersier terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Kalimantan Barat, maka alat analisis yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda dengan data runtut waktu 20 tahun dari 1994 sampai 2013. Model penelitian tersebut dirumuskan menjadi : Yt = α + β1X1+ β2X2 +β3X3 + е1 Keterangan : Yt = Pertumbuhan ekonomi (variabel terikat) dalam satuan waktu (time series) X1 = Produktivitas tenaga kerja sektor primer(variabel bebas) 529
SEMNAS FEKON 2016
X2 X3 α е1 β1, β2
= Produktivitas tenaga kerja sektor sekunder (variabel bebas) = Produktivitas tenaga kerja sektor tersier (variabel bebas ) = Konstanta = Error term = Koefiesien regresi yang menunjukkan angka atau penurunan/peningkatan variabel terikat didasarkan variable bebas.
HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1 menyajikan hasil pengolahan menggunakan alat bantu E-views version 6 diperoleh hasil regresi variabel bebas (produktivitas tenaga kerja sektor primer, sektor sekunder, dan sektor tersier) terhadap variabel terikat (pertumbuhan ekonomi) dengan hasil sebagai berikut: Tabel 1. Hasil Estimasi Model Variabel Coefficient Probability Keterangan Produktivitas Tenaga Kerja Primer 0.089260 0.7588 Tidak signifikan Produktivitas Tenaga Kerja Sekunder 0.457974 0.2120 Tidak signifikan Produktivitas Tenaga Kerja Tersier 0.695369 0.0410 Signifikan Sumber : Hasil Pengolahan Perumusan fungsi dari pertumbuhan ekonomi untuk penelitian ini sebagai berikut: Y = 7.205742+ 0.089260LnX¹+ 0.457974LnX²+ 0.695369LnX³ Dari persamaan regresi diatas, maka hasil uji hipotesis dapat diinterprestasikan sebagai berikut : 1. Produktivitas tenaga kerja sektor primer berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomiProvinsi Kalimantan Barat. 2. Produktivitas tenaga kerja sektor sekunder berpengaruh positif tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Kalimantan Barat. 3. Produktivitas tenaga kerja sektor tersier berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Kalimantan Barat. Berdasarkan hasil pengolahan data dengan program E-views didapatkan hasil R-Squared sebesar 0.719970. artinya sebesar 71 persen variabel produktivitas tenaga kerja sektor primer, sektor sekunder, dan sektor tersier mampu menjelaskan variasi variabel Pertumbuhan Ekonomi, sedangkan sebanyak 29 persen dipengaruhi oleh faktor-faktor lain diluar dari variabel tersebut. Pengaruh Produktivitas Tenaga Kerja Sektor Primer Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Kalimantan Barat Hipotesis pertama menunjukkan bahwa produktivitas tenaga kerja sektor primer berpengaruh positif dan tetapi tidak signifikan. Hal ini dikarenakan beberapa hal terkait kondisi ketenagakerjaan di sektor primer . 1. Status pekerjaan utama pekerja sektor primer Provinsi Kalimantan Barat Berdasarkan status pekerjaan utama sebanyak 38,80 persen pekerja di sektor pertanian berstatus pekerja tidak dibayar yang biasanya adalah anggota keluarga rumah tangga petani. Hal ini menunjukkan bahwa di sektor primer yang bersifat lebih padat karya, cenderung lebih banyak menggunakan pekerja keluarga.Lebih banyaknya pekerja keluarga, mengakibatkan kemampuan mereka untuk berproduksi tinggi sangatlah kecil. Hal ini disebabkan tradisi bahwa bekerja untuk keluarga, adalah gotong royong atau bahu-membahu, imbalan yang mereka terima bukanlah upah dalam bentuk uang, melainkan upah tenaga atau upah hasil pertanian apabila mereka panen. Kondisi ini jelas berakibat pada volume produksi yang cenderung rendah dan tetap.Banyaknya pekerja yang tidak dibayar mengakibatkan under-estimate biaya produksi pertanian, dengan kata lain harga input (tenaga kerja) sektor pertanian menjadi rendah. Di sektor primer yang sebagian besar masyarakat pertanian, umumnya mereka bekerja merangkap sebagai tenaga kerja sekaligus manajer. Kondisi ini membuat pekerja di satu sisi harus bekerja, dan disisi lain harus memikirkan hal-hal yang berkaitan dengan kelangsungan usaha 530
SEMNAS FEKON 2016
mereka. Kondisi ini membuat mereka tidak bisa fokus pada satu hal yang pada akhirnya lahan pertanian tidak di garap maksimal, dan sistem manajemen nya pun tidak optimal. 2. Tingkat pendidikan tenaga kerja sektor primer Provinsi Kalimantan Barat Tingkat pendidikan tenaga kerja sektor primer sekitar 91,38 persen berpendidikan rendah, sedangkan yang berpendidikan tinggi hanya sebesar 9,18 persen. Rendahnya pendidikan pekerja sektor primer, berakibat pada rendahnya kemampuan mereka dalam mengadopsi teknologi. Mereka lebih senang bekerja tradisional, daripada mengoperasikan teknologi modern dalam pekerjaan mereka.Mereka lebih senang mengoperasikan teknologi biologi sederhana seperti menabur bibit, disertai pemupukan dan pemberantasan hama, daripada menggunakan teknologi mekanis yang pada umumnya dapat menghemat penggunaan tenaga kerja dan menghasilkan output yang lebih efektif dan efisien. Mereka juga lebih senang menggunakan bibit bukan unggul karena bibit unggul biasanya memerlukan penanganan yang lebih khusus. Sementara tenaga kerja di sektor pertambangan Provinsi Kalimantan Barat, jumlahnya sangat kecil dibanding sektor pertanian. Sektor pertambangan di Provinsi Kalimantan Barat pun belum optimal, hal ini dikarenakan di Provinsi Kalimantan Barat belum ada sektor industri pengolahan pertambangan, akibatnya pekerja hanya melakukan aktivitas eksploitasi barang tambang, lalu mengekspor barang mentah tanpa menjalankan aktivitas pengolahan yang bisa meningkatkan produktivitas mereka. Akibatnya, output yang mereka hasilkan pun semakin menurun. 3. Jumlah jam kerja tenaga kerja sektor primer Provinsi Kalimantan Barat Curahan jam kerja menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas tenaga kerja di sektor primer. Menurut Badan Pusat Statistik (2000), konsep jam kerja yang rendah adalah kurang dari 35 jam seminggu.Selama kurun waktu enam tahun terakhir rata-rata tenaga kerja sektor primer yang bekerja pada 1 sampai 34 jam seminggu lebih besar dibanding dengan yang bekerja lebih dari 35 jam seminggu, sebesar 49,94 persen. Tenaga kerja yang bekerja selama lebih dari 35 jam seminggu rata-rata persentasenya tidak jauh berbeda dengan yang bekerja kurang dari 35 jam seminggu, yaitu sebesar 48,26 persen. Sedangkan yang sementara tidak bekerja rata-rata persentasenya sangat kecil yaitu sebesar 2,30 persen. Hal ini mencerminkan keadaan bahwa di sektor primer pekerja lebih banyak bekerja dengan curahan jam kerja yang sedikit. Curahan jam kerja yang sedikit ini dapat menyebabkan mereka seperti setengah mengaggur atau pengagguran tersembunyi.Besarnya jumlah pengangguran tersembunyi sehingga akan berakibat pada rendahnya produktivitas, sehingga dengan produktivitas yang rendah maka pendapatan yang diterima relatif rendah. Akibatnya output yang mereka hasilkan pun lebih sedikit dibanding dengan mereka yang bekerja pada jam kerja tinggi. 4. Tenaga kerja sektor primer menurut desa - kota Provinsi Kalimantan Barat Terdapat 93,93 persen tenaga kerja sektor primer bekerja di daerah di pedesaan, sedangkan yang berdomisili di perkotaan hanya 6,02 persen. Keadaan ini mencerminkan bahwa kegiatan sektor pertanian, pertambangan dan penggalian bertumpu di daerah pedesaan. Di pedesaan,lahan pertanian dan pertambangan masih sangat luas dibanding perkotaan. Akibatnya sektor primer membutuhkan tambahan tenaga kerja yang banyak. Lahan yang luas kadangkala tidak dapat dimanfaatkan dengan baik oleh pekerja sektor primer. Mereka yang tua akan kerepotan mengurus lahan. Maka salah satu akibat yang ditimbulkan dari masalah ini adalah tingginya angka migrasi para penduduk dari desa ke kota yang sebenarnya daerah perkotaan sudah terlampau padat bagi para penduduk sementara lahan garapan pertanian yang ada di desa ditinggalkan dan tidak ada generasi penerus yang akan mengelola karena para pemuda dan pemudi desa memilih untuk melakukan migrasi ke kota agar bisa bekerja di perkantoran atau di sektor lain dengan harapan memperoleh standar hidup yang lebih baik. Pengaruh Produktivitas Tenaga Kerja Sektor Sekunder Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Kalimantan Barat Hipotesis kedua menunjukkan bahwa produktivitas tenaga kerja sektor sekunder berpengaruh positif namun tidak signifikan. Hal ini dikarenakan diantaranya kondisi jumlah tenaga kerja sektor sekunder yang masih sedikit, dan belum optimalnya sektor listrik air, dan gas. Hal ini ditandai oleh masih banyaknya daerah di Provinsi Kalimantan Barat yang belum mendapatkan pasokan listrik, serta air bersih secara optimal. Ada beberapa faktor dari kondisi ketenaga kerjaan sektor sekunder yang dapat mempengaruhi produktivitas tenaga kerja sektor sekunder. 531
SEMNAS FEKON 2016
1.
Status pekerjaan utama tenaga kerja sektor sekunder Provinsi Kalimantan Barat Berdasarkan status pekerjaan utama sebanyak 51,50 persen tenaga kerja sektor sekunder berstatus pekerja atau karyawan. Sisanya sebanyak 11,70 persen adalah pengusaha, baik pengusaha sendiri, dibantu pekerja tak tetap, maupun yang dibantu pekerja tetap. Sedangkan tenaga kerja yang tidak dibayar adalah sebanyak 9,84 persen. Meskipun jumlah pekerja keluarga sedikit di sektor sekunder, namun pekerja yang dibayar lebih banyak bekerja di sektor dengan produktivitas rendah, seperti sektor listrik dan air bersih. Sektor industri pengolahan di Provinsi Kalimantan Barat lebih banyak mengolah barang-barang primer, misalnya produk hasil perkebunan, makanan, dan minuman. Sedangkan untuk mengolah produk pertambangan yang bisa menghasilkan output yang tinggi, di Provinsi Kalimantan Barat belum terdapat pengolahan hasil pertambangan. Sementara itu, kapasitas/suplai listrik di wilayah Provinsi Kalimantan Barat belum memadai, Ratusan desa masih gelap gulita. Pemadaman listrik di kota yang terhitung sering. padahal listrik dan air bersih merupakan penujang bergeraknya seluruh sektor perekonomian. Tanpa didukung listrik yang memadai, aktivitas perekonomian akan berjalan lambat, sehingga berpengaruh pada kinerja sektor-sektor ekonomi lainnya. Tenaga kerja sektor sekunder yang bekerja lebih dari 35 jam seminggu sebesar 75,81 persen. Hal ini lebih baik dibandingkan dengan jam kerja pekerja sektor primer. Sedangkan yang bekerja kurang dari 35 jam seminggu rata-rata persentasenya sebesar 21,33 persen. Sedangkan yang sementara tidak bekerja rata-rata persentasenya sebanyak 2,83 persen. Kondisi ini lebih baik bila dibandingkan pekerja sektor primer. Namun meskipun curahan kerjanya tinggi, produktivitas tenaga kerja sektor sekunder masih rendah. Hal ini dikarenakan potensi sektor sekunder di Provinsi Kalimantan Barat ini belum optimal. Infrastruktur untuk pembangunan industri belumlah lengkap. Kondisi ini diperparah dengan penggunaan jam kerja yang tidak efektif. Misalnya kondisi pekerja di sektor bangunan, walaupun mereka bekerja pada jam kerja tinggi, namun selama dalam masa kerja mereka ada yang mengaggur, mengobrol, makan, minum, dan merokok di luar jam istirahat. Hal ini tentu sangat berpengaruh terhadap output yang dihasilkan baik dari segi kuantitas maupun kualitas. 2. Tingkat pendidikan tenaga kerja sektor sekunder Provinsi Kalimantan Barat Tenaga kerja sektor sekunder yang berpendidikan tinggi sebanyak 31,18 persen. Sisanya sebanyak 68,82 persen berpendidikan rendah. Tenaga kerja sektor sekunder berpendidikan rendah dikarenakan mereka banyak bekerja di sektor yang tidak memerlukan pengetahuan khusus seperti menjadi kuli bangunan dan industri kecil pengolahan 3. Tenaga kerja sektor sekunder Provinsi Kalimantan Barat menurut desa-kota Provinsi Kalimantan Barat Berdasarkan desa-kota, sebanyak 50,47 persen bekerja di daerah pedesaan, sedangkan sisanya 48,35 persen bekerja di daerah perkotaan. Kondisi yang tidak jauh berbeda ini disebabkan sektor bangunan yang lebih banyak berpusat di kota, dikarenakan aktivitas pembangunan banyak terjadi di perkotaan. Meskipun demikian aktivitas pembangunan juga terdapat di desa, utamanya desa-desa yang baru dimekarkan. Hal ini mempengaruhi kualitas output yang dihasilkan karena meskipun tenaga kerja juga banyak bekerja di perkotaan namun kondisi dari sektor sekunder di Provinsi Kalimantan Barat sendiri pun belum optimal. Pengaruh Produktivitas Tenaga Kerja Sektor Tersier Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Kalimantan Barat Produktivitas tenaga kerja sektor tersier berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Kalimantan Barat. Beberapa faktor yang mempengaruhi produktivitas tenaga kerja sektor tersier di Provinsi Kalimantan Barat sebagai berikut: 1. Status pekerjaan utama tenaga kerja sektor tersier Provinsi Kalimantan Barat Dilihat dari status pekerjaan utama tenaga kerja sektor tersier sebanyak 62,96 persen adalah pekerja atau karyawan. Hal ini mencerminkan kualitas dan kuantitas output yang mereka hasilkan. Kondisi ini diperkuat bahwa di sektor tersier, pekerja tidak bisa bekerja dengan sistem kekeluargaan atau tanpa pembayaran, karena mereka bekerja berdasarkan pengetahuan dan pendidikan yang mereka miliki. Pekerja banyak terserap di kantor pemerintahan, perusahaan jasa dan keuangan. Masing-masing pekerja berlomba-lomba meningkatkan output, karena output yang tinggi juga mempengaruhi pendapatan . 2. Tingkat pendidikan tenaga kerja sektor tersier 532
SEMNAS FEKON 2016
Dilihat dari tingkat pendidikan sebanyak 53,38 persen tenaga kerja sektor tersier berpendidikan tinggi. Semakin berkembangnya sektor tersier, semakin tinggi penawaran akan tenaga kerja terdidik.Tenaga kerja berpendidikan tinggi mempengaruhi output yang mereka hasilkan karena pendidikan mereka digunakan untuk menjalankan sistem perdagangan, ekspor-impor, maupun keuangan dan jasa di Provinsi Kalimantan Barat. Tenaga kerja berpendidikan tinggi memberikan peluang yang lebih besar untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja, karena pendidikan yang tinggi membuat pekerja lebih cepat paham dan menguasai tentang alat-alat atau teknologi yang digunakan sebagai selama proses produksi. Dengan pendidikan yang tinggi mereka juga bisa lebih mudah menciptakan karir. 2. Jumlah jam kerja tenaga kerja sektor tersier Provinsi Kalimantan Barat Dilihat dari jumlah jam kerja utama, tenaga kerja sektor tersier sebanyak 77,41 persen bekerja lebih dari 35 jam seminggu. Sektor tersier adalah sektor padat modal dengan pekerja yang memiliki curahan jam kerja yang tinggi dan pekerja dibayar Produktivitas yang tinggi dari pekerja sektor tersier mempengaruhi kuantitas output yang mereka hasilkan, sehingga output dari tenaga kerja sektor tersier ini mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Provinsi Kalimantan Barat secara signifikan. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh JongWha Lee yang menyatakan bahwa sektor jasa (bagian dari sektor tersier) memberikan kontribusi positif bagi pertumbuhan dalam jangka panjang. 3. Tenaga kerja sektor tersier menurut domisili desa - kota Provinsi Kalimantan Barat Tenaga kerja sektor tersier di Provinsi Kalimantan Barat sebanyak 59,81 persen bekerja di daerah perkotaan, sisanya sebanyak 40,48 persen bekerja di pedesaan. Kemajuan sektor pengangkutan dan transportasi tidak hanya berdampak pada perkotaan, namun justru berdampak besar bagi pedesaan, terutama kemudahan dalam pendistribusian hasil sektor primer. Barang yang telah di distribusikan masuk ke dalam sektor perdagangan yang akhirnya meningkatkan output tenaga kerja sektor tersier. Pada pekerjaan sektor tersier terdapat penggunaan teknologi modern dalam aktivitas produksi nya sehingga semakin mengefektifkan output yang dapat di capai dan selanjutnya produktivitas tenaga kerja meningkat. Meskipun pada umumnya produktivitas tenaga kerja di Provinsi Kalimantan Barat masih rendah, namun bila di bandingkan masing-masing sektor primer, sekunder, dan tersier, produktivitas tenaga kerja sektor tersier lah yang yang paling tinggi. Keadaan ini juga mempertegas bahwa kualitas tenaga kerja sektor tersier yang lebih baik tercermin dari output tenaga kerja sektor tersier yang lebih tinggi dibandingkan sektor primer dan sekunder, mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Kalimantan Barat. Hal ini berarti pertumbuhan ekonomi di Provinsi Kalimantan Barat salah satunya di dorong oleh produktivitas tenaga kerja sektor tersier tersebut. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI Berdasarkan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa produktivitas tenaga kerja sektor primer dan sekunder berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Kalimantan Barat, sedangkan produktivitas tenaga kerja sektor tersier berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Kalimantan Barat. Kondisi ini membawa implikasi bahwa produktivitas tenaga kerja sektor primer dan sekunder harus terus ditingkatkan karena jumlah tenaga kerja pada kedua sektor ini merupakan yang terbanyak di di Provinsi Kalbar. Produktivitas tenaga kerja sektor primer dapat ditingkatkan dengan menambah output sektor primer, dengan cara misalnya penggunaan mesin-mesin pertanian, bibit unggul, pupuk memperbaiki kualitas faktor input tenaga kerja misalnya mempersiapkan para lulusan Sekolah Menengah Kejuruan menjadi tenaga siap pakai dengan memberi pelatihan ketrampilan dan memperbaiki kualitas pendidikan tenaga kerja. Untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja sektor sekunder, pemerintah diharapkan untuk mendukung dan memperbaiki infrastruktur jalan penghubung antar daerah, serta membenahi asupan listrik agar bisa mendirikan pabrik pengolahan sendiri sehingga output pekerja sektor sekunder bisa lebih di tingkatkan.Produktivitas tenaga kerja sektor tersier meskipun sudah tinggi tetap harus ditingkatkan dari sisi kuaitas tenaga kerja dengan DAFTAR PUSTAKA
533
SEMNAS FEKON 2016
Alany, Jimmy. 2012. Effects of Productivity Growth on Employment Generation, Capital Accumulation and Economic Growth in Uganda, International Journal of Trade, Economics and Finance, Vol. 3, No. 3, June 2012 Emsina, A, Austra. 2014. Labour Productivity, Economic Growth and Global Competitiveness in Post-crisis Period. Economics and Management 19 (3), 233-240 . Jhingan,M.L, 2008, Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada
Matsuyama, Kiminori. 1992. Agricultural Productivity, Comparative Advantage,and Economic Growth. Journal of Economic Theory, Vol 58, Issue 2, 317-334 Moertiningsih dan Bulan samosir. 2010. Dasar-dasar Demografi Edisi 2. Depok: Penerbit Salemba Empat. Mulyadi, Subri. 2003. Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Ramayani, Citra. 2012. Analisis Produktivitas Tenaga Kerja dan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Jurnal Kajian Ekonomi. Vol.1 no 1,2012 Sinungan, Muchdarsyah. 2005. Produktivitas. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Todaro, Michael dan Smith. 2008. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta :Penerbit Erlangga. Lee, Jong-Wha & McKibbin, Warwick J.,2014. Service Sector Productivity and Economic Growth in Asia. ADBI Working Papers 490, Asian Development Bank Institute Publication. Tokyo.
534
SEMNAS FEKON 2016
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETIMPANGAN PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI ACEH Fajri Hadi Fakultas Ekonomi Universitas Teuku Umar, Aceh Barat
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pertumbuhan ekonomi dan ketimpangannya di Provinsi Aceh. Untuk melihat pertumbuhan dan ketimpangan ini digunakan data PDRB Aceh denganmenggunakan modelIndeks Williamson danTipologi Klassen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa angka koefisien ketimpangan pertumbuhan ekonomidi Provinsi Aceh mengalami peningkatan. Hal ini ditunjukkan oleh tingginya koefisien ketimpanganpendapatan perkapita dari tahun 2004 sampai dengan 2014. Pengeluaran pemerintahdan jumlah penduduk berpengaruh positif dan signifikan dalam meningkatkan indek ketimpangan pertumbuhan ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh. 51,09 persen variasi dari indek ketimpangan pendapatan dapat diterangkan oleh pengeluaran pemerintah dan jumlah penduduk, sedangkan 48,91 persen lagi dapat dijelaskan oleh faktorfaktor lain di luar model ini. Hasil analisis indeks williamson menunjukkan di Kabupaten/kota mengalami ketimpangan yang sangat tinggi pada tahun 2008 dan terus tumbuh sehingga pada tahun 2014 ketimpangannya turun dibawah rata-rata meskipun masih berada di tingkat ketimpangan dengan indeks yang tinggi namun mampu menunjukkan pembangunan yang lebih baik, misalnya Kabupaten Aceh Barat Daya pada tahun 2008 mengalami ketimpangan yang sangat tinggi dengan koefisien ketimpangan 0,862 dan selanjutnya menurun pada tahun 2014 dengan indeks ketimpangan (IW) dibawah rata-rata dengan koefisien ketimpangan 0,761. Untuk mengurangi tingkat ketimpangan antar wilayah di Provinsi Aceh di masa yang akan datang, Pemerintah Aceh perlu meningkatkan pengeluaran untuk belanja modal untuk kabupaten yang berada di wilayah Tengah dan Barat Selatan dan penciptaan lapangan kerja untuk mendorong pertumbuhan ekonomi didaerah ini. Kata Kunci: pertumbuhan ekonomi, ketimpangan, pengeluaran pemerintah. PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses perubahan kondisi perekonomian yang terjadi sepanjang waktu untuk meningkatkan kondisi ekonomi menjadi lebih baik dari keadaan sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi tersebut merupakan indikasi dari keberhasilan pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi daerah 535
SEMNAS FEKON 2016
merupakan sebuah proses dalam mencapai kemajuan yang lebih baik dari keadaan sebelumnya. Dalam konteks ini, pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama dan khusus dalam upaya meningkatkan pertumbuhan perekonomian masyarakat pada umumnya. Masalah kesenjangan pembangunan selalu menjadi topik yang menarik dalam melihat kondisi pertumbuhan ekonomi daerahnya. Belum adanya kesepakatan diantara para peneliti mengenai sumber-sumber kesenjangan pertumbuhan ekonomi membuka peluang untuk terus dilakukannya penelitian dan studi yang lebih mendalam. Ini ditunjukkan dari banyaknya publikasi penelitianpenelitian tentang kesenjangan pembangunan dan pertumbuhan regional yang telah dilakukan sampai saat ini. Demikian pula halnya studi tentang kesenjangan pembangunan regional di Provinsi Aceh. Pembangunan regional di Indonesia khususnya selama pelaksanaan Repelita di masa orde baru lebih dimaksudkan sebagai pembangunan daerah (local development). Tujuannya, dirumuskan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN), yaitu untuk (1) memelihara keseimbangan pembangunan antar sektor dan antar wilayah, (2) memelihara keseimbangan ekonomi antar wilayah dan mencegah kesenjangan antar daerah, (3) meningkatkan prakarsa daerah dan peran serta masyarakat dalam pembangunan, dan (4) memelihara keserasian pembangunan antara pusat-pusat kegiatan pembangunan di wilayah perkotaan dan wilayah pedesaan di sekitarnya (Jamal, 2008:2) Menurut Sumodiningrat, pembangunan adalah proses natural mewujudkan cita-cita bernegara, yaitu terwujudnya masyarakat makmur sejahtera secara adil dan merata. Kesejahteraan ditandai dengan kemakmuran yaitu meningkatnya konsumsi disebabkan meningkatnya pendapatan. Todaro mengungkapkan bahwa, pembangunan adalah proses multidimensional yang melibatkan perubahan-perubahan mendasar dalam struktur sosial, perilaku sosial, dan institusi nasional, disamping akselerasi pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketidakmerataan, dan pemberatasan kemiskinan (Rezeki, 2007:1) Akselerasi pembangunan akan lebih cepat dicapai jika terdapat keseimbangan pembangunan antar-daerah. Percepatan ini dapat dijelaskan misalnya jika terjadi penambahan dana pembangunan, akan lebih membawa dampak peningkatan pendapatan masyarakat melalui angka pengganda pengeluaran yang sama setiap daerah, yang pada gilirannya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang relatif merata dengan laju pertumbuhan yang lebih tinggi. Pertumbuhan ekonomi ini akan dapat menciptakan peluang kerja yang lebih besar dan tentunya akan meningkatkan pendapatan masyarakat. Bila ini tercapai maka beban daerah-daerah tertentu dapat dikurangi karena berkurangnya penduduk yang melakukan perpindahan dari daerah pedesaan ke perkotaan. Perpindahan penduduk ini muncul sebagai akibat adanya ketimpangan pembangunan antar-daerah. Ada daerah yang mengalami pertumbuhan ekonomi yang tinggi di satu sisi tetapi di sisi lain ada daerah yang tertinggal tingkat pembangunan ekonominya (Aliasuddin, 2002: 27). Daerah tertentu yang mengalami pertumbuhan ekonomi lebih tinggi daripada daerah lain akan menghadapi beban perkotaan yang terus meningkat karena banyak penduduk dari pedesaan terus berpindah ke daerah tersebut. Kondisi ini terjadi karena adanya tarikan peluang kesempatan kerja yang lebih banyak di daerah perkotaan tersebut. Daerah perkotaan secara terus menerus mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi karena sumberdaya yang potensial terus berpindah ke daerah perkotaan sebagai pusat pertumbuhan dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi (Aliasuddin, 2002: 27). Provinsi Aceh sebagai salah satu provinsi yang terintegrasi di dalam negara Republik Indonesia, Pertumbuhan ekonomi Aceh tanpa minyak dan gas (migas) selama semester I tahun 2010 mencapai 5,40 persen. Sedangkan dengan migas, pertumbuhan ekonomi relatif kecil, hanya 2,44 persen. Sementara, struktur ekonomi Aceh masih didominasi oleh sektor pertanian, perdagangan, hotel, dan restoran dengan kontribusi kedua sektor tersebut mencapai angka hampir 45 persen dalam arti Pertumbuhan ekonomi Aceh tanpa migas pada semester I tahun 2009 atas dasar harga berlaku Rp 27,81 triliun, dan pada semester I 2010 bertambah menjadi Rp 31,84 triliun. Sementara atas dasar harga konstan 2000 pada semester I 2009 sebesar Rp 13,61 triliun, tumbuh 5,40 persen pada semester I tahun 2010 menjadi Rp 14,35 triliun, Kondisi Ketenagakerjaan terus menunjukkan perbaikan. Menurut lapangan pekerjaan utama, sektor pertanian masih menjadi penyerap tenaga kerja terbesar. Sementara menurut status pekerjaan utama, tenaga kerja didominasi oleh tenaga kerja berstatus buruh/ karyawan. Angka Kemiskinan terus membaik (BPS, 2011). Kesejahteraan masyarakat petani meningkat tipis. Peningkatan kesejahteraan terutama terjadi pada kelompok petani tanaman perkebunan rakyat, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Aceh dengan migas atas dasar harga berlaku (ADHB) pada semester I tahun 2009 sebesar Rp 34,75 triliun, tumbuh menjadi Rp 37,84 536
SEMNAS FEKON 2016
triliun pada semester I tahun 2010. Sedangkan PDRB atas dasar harga konstan (ADHK) 2000, pada semester I tahun 2009 mencapai Rp 16,07 triliun, tumbuh 2,44 persen menjadi Rp 16,46 persen pada semester I tahun 2010 (BPS, 2011). Akan tetapi, dengan tingginya angka-angka tersebut tidaklah menjamin telah terjadinya kemajuan yang merata antar kabupaten/kota di Provinsi Aceh. Beberapa kabupaten/kota menunjukkan perkembangan pembangunan yang sangat cepat, sementara yang lainnya sebaliknya menunjukkan perkembangan yang lambat. Hal ini ditunjukkan oleh beberapa indikator ekonomi dan sosial seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, tingkat pengangguran, kemiskinan dan tingkat pendidikan penduduk. Perbedaan tersebut lebih disebabkan oleh faktorfaktor seperti perbedaan sumberdaya dan letak geografis dari wilayah. Pertumbuhan ekonomi dilihat berdasarkan Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh juga sangat bervariasi dimana pada tahun 2004 tingkat pertumbuhan Kabupaten/Kota yang tertinggi adalah kabupaten Aceh Barat dengan tingkat pertumbuhan mencapai 8,35 persen dan Kabupaten/Kota yang tingkat pertumbuhannya paling rendah adalah kabupaten Aceh Tengah sebesar -38,85 persen. Pada tahun 2005 tingkat pertumbuhan Kabupaten/Kota yang tertinggi adalah Aceh Timur dengan tingkat pertumbuhan ekonominya mencapai 54,01 persen (termasuk miyak bumi dan Gas) dan kabupaten atau/Kota yang tingkat pertumbuhan ekonominya yang paling rendah yaitu Kabupaten Aceh Barat sebesar -13,14 persen. Pada tahun 2006 tingkat pertumbuhan ekonomi yang paling tinggi adalah Kota Sabang dan Aceh tenggara mencapai 33,83 persen dan 33,5 persen dan kabupaten/kota yang tingkat pertumbuhanya paling rendah atau mengalami penurunan adalah kabupaten Aceh Tamiang dan Aceh Singkil sebesar -39,32 persen dan -38,99 persen. Pada tahun 2007 tingkat pertumbuhan ekonomi yang paling tinggi adalah Kabupaten Aceh Barat mencapai 6,10 persen dan kabupaten yang tingkat pertumbuhan ekonominya yang paling rendah adalah Kabupaten Aceh Utara (termasuk minyak bumi dan Gas) turun sebesar -11,83 persen. Sementara pada tahun 2008 tingkat pertumbuhan ekonomi yang paling tinggi adalah Kabupaten aceh timur mencapai 10,47 persen (termasuk minyak bumi dan Gas) dan pertumbuhan yang paling rendah atau mengalami penurunan adalah Kota Lhokseumawe. Adapun tingkat pertumbuhan ekonomi di Provinsi Aceh terhadap 23 Kabupaten/Kota tahun 2005 mengalami penurunan sebesar 10,1 persen yaitu dari 40.374 menjadi 36.288 milliar (pasca bencana tsunami). Pada tahun 2006 mengalami peningkatan sebesar 2,7 persen yaitu dari 36.288 menjadi 36.854. pada tahu 2007 pertumbuhan ekonomi di Provinsi Aceh kembali mengalami penurunan sebesar -2.36 persen yaitu dari 36.854 menjadi 35.983 milliar. Pada tahun 2008 pertumbuhan ekonomi kembali mengalami penurunan sebesar -5.27 yaitu dari 35.983 menjadi 34.085 milliar, dan pada tahun 2009 petumbuhan ekonomi juga mengalami penurunan sebesar -547 persen yaitu dari 34.085 menjadi 32.221 milliar, dan selanjutnya pada tahun mengalami peningkatan sebesar 2,64 persen dari Jadi 32.221 menjadi 33.071. Pertumbuhan ekonomi rata-rata di Provinsi Aceh selama 5 tahun terakhir sebesar -1,78 persen. Namun apabila pertumbuhan ekonomi di Provinsi Aceh terhadap 23 Kabupaten/Kota tidak memasukkan hasil minyak bumi dan Gas pertumbuhan selama lima tahun ini tumbuh secara positif. Ini mungkin karena menurunnya pendapatan dari hasil minyak bumi dan Gas. Adapun tingkat pertumbuhan ekonomi pada tahun 2005 mencapai 1,2 persen yaitu dari 22.261 menjadi 22.532 milliar. Pada tahun 2006 terus mengalami peningkatan mencapai 7,7 persen yaitu dari 22.532 menjadi 24.268 milliar. Pada tahun 2007 pertumbuhan ekonomi kembali mengalami peningkatan sebesar 7,22 persen yaitu dari 24.268 menjadi 26.022 milliar. Pada tahun 2008 pertumbuhan ekonomi sedikit meningkat sebesar 1,8 persen yaitu dari 26.022 menjadi 26.511 milliar. Pada tahun 2009 pertumbuhan ekonomi terus meningkat sebesar 4,01 persen yaitu dari 26.511 menjadi 27.576 milliar, dan terus meningkat pada tahun 2010 sebesar 5,3 persen yaitu dari 27.576 menjadi 29.042. Jadi tingkat pertumbuhan ekonomi rata-rata Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam selama lima tahun terakhir mencapai 5,228 persen (Tidak termasuk minyak bumi dan Gas). Gambar.1.1 Indeks ketimpangan pendapatan perkapita provinsi aceh.
537
SEMNAS FEKON 2016
Indeks K etimpang an (IW)
0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Berdasarkan Gambar 1.1 diatas dapat dlihat bgaimana kondii tingkat indeks keimpangan yang terjadi di provinsi Aceh. Dengan menggunakan indikator pendapatan perkapita kabupaten/kota di Provinsi Aceh menghasilkan indeks ketimpangan yang cukup tinggi, dan angka tersebut terus meningkat setiap tahunnya bila dibandingkan dengan tahun dasar penelitian yaitu tahun 2000 dengan angka indeks ketimpangan 0,272 dan terus meningkat pada tahun berikutnya yaitu tahun 2001 dan 2002 dengan indeks ketimpang masing-masing 0,277 dan 0, 304. Pada tahun 2003 mengalami perbaikan dengan menurunnya angka indeks ketimpangan 2,54, akan tetapi ditahun selanjutnya indeks ketimpangan kembali meningkat menjadi 0,294 pada tahun 2004. Pada tahun 2005 pasca terjadinya bencana alam Tsunami sangat berpengaruh terhadap pendapatan perkapita yang dapat meningkatkan indeks ketimpangan menjadi 0,362. Pada tahun 2006 dengan indikator tersebut sedikit membaik menunjukkan ideks ketimpangannya pada kisaran 0,360 namun angka tersebut masih berada diangka yang tinggi dan juga tidak terus membaik, justru pada tahun selanjutnya 2007 sampai tahun 2012 angka indeks ketimpangan terus saja meningkat dengan masing-masing tahun 2007 0.405,tahun 2008 0.416, tahun 2009 0,416, tahun 2010 0,432, tahun 2011 dengan angka indeks ketimpangan 0,437, dan tahun 2012 meningkat dengan angka indeks ketimpangan 0,440. Gambar 1.2. Indeks Ketimpangan Kabupaten/Kota tahun 2012.
Indeks K etimpang an 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1
m av in er ag e m ax
A Ace ce h h B B a ar ra a t A tD ce h aya B A esa ce r h A Ja ce y a A hP ce i h di A S el e ce a t A h S an ce in g h T ki A am l ce i A h T ang ce e h n T ga en h A gg ce ar h T a i A c m B eh ur en U er tar M a er ia B ir h e G ue ay n N oL ag u a n es Pi Ra di ya e J Si ay m a B eu an lu da e A c L L eh ho a k s ng eu sa m aw e Su Sa bu ba lu ng ss al am
0
Indeks ketimpangan kabupaten/kota diprovinsi aceh masih cukup tinggi pada tahun 2012 (Gambar 1.2). Dimana terdapat 12 kabupaten dan 1 kota berada ditingakat indeks ketimpangan yang tinggi dan hanya 6 kabupaten dan 4 kota yang kondisi ketimpangannya yang berada dibawah rata-rata. Perumusan Masalah 1. Bagaimana tingkat ketimpangan perekonomian Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh. 2. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan ketimpangan perekonomian antar Kabupaten Kota di Provinsi Aceh. 3. Strategi apakah yang dapat diaplikasikan guna menekan tingkat ketimpangan perekonomian Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh. 538
SEMNAS FEKON 2016
Tujuan penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : 1. Besaran angka indeks ketimpangan perekonomian antar Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh. 2. Faktor-faktor yang menyebabkan ketimpangan perekonomian antar Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh. METODE PENELITIAN Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini hanya mengkaji pertumbuhan dan ketimpangan ekonomi antar kota/kabupaten yang dibatasi pada pengkajian variabel-variabel sosioekonomi, di mana wilayah yang dimaksudkan di sini mencakup 23 kabupaten/kota di Provinsi Aceh. Penentuan semua kabupaten/kota tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa kabupaten/kota tersebut merupakan wilayah yang memberikan kontribusi yang besar di dalam pembangunan ekonomi Aceh dengan masa pembangunan yang sudah relatif lama, dan kabupaten/kota tersebut berada pada jalur wilayah tengah, pantai utara, timur, dan barat Aceh. Sumber dan Jenis Data Jenis data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data seri waktu (time series) selama periode 2002-2014, yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten/Kota dan Provinsi Aceh, Bappeda, dan instansi lain yang terkait. Model Analisis 1. Indeks Williamson Di dalam penelitian ini analisis dilakukan dengan menggunakan dua model, yaitu analisis kuantitatif dan kualitatif deskriptif. Analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan indeks Williamson, yaitu (Sjafrizal,2008:108): 1
𝐶𝑉𝑤 = 𝑌̅ √∑𝑛𝐼=1(𝑦1 − 𝑦)2
𝑃𝑖 𝑃
(3.1)
di mana :
Vw = Indeks Ketimpangan Williamson y1 = PDRB perkapita daerah i 𝑦 = PDRB perkapita rata-rata seluruh daerah pi = jumlah penduduk daerah i p = jumlah penduduk seluruh daerah Kelebihan indeks Williamson adalah mudah dan praktis dalam melihat disparitas. Sedangkan kelemahannya adalah Indeks Williamson bersifat agregat sehingga tidak diketahui daerah mana saja yang memberikan kontribusi terhadap disparitas. Seperti halnya Gini Koefisien, Indeks Williamson mempunyai nilai 0 dan 1. Indeks Williamson 0 berarti terjadi distribusi pemerataan sempurna dan 1 berarti ketimpangan sempurna. Sedangkan pola hubungan natara Indeks Williamson dan pertumbuhan ekonomi cenderung sama seperti yaitu terjadi trade-off dimana pada saat pertumbuhan ekonomi tinggi, ketimpangan (Indeks Williamson/CVw) juga tinggi. Ini artinya pada saat pertumbuhan ekonomi tinggi hanya terjadi pada wilayah tertentu saja tidak terdistribusi secara merata wilayah lainnya (Kuncoro, 2012: 256). 2.
Persamaan Regresi Linier Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi ketimpangan pembangunan Kabupaten/kota di Provinsi Aceh maka akan dianalisis dengan menggunakan analisis regresi linier berganda (Multiple Regressions). Persamaan regresi linier berganda menurut Gujarati (2002) sebagai berikut: 𝒀 =∝ +𝜷𝟏 𝑿𝟏 + 𝜷𝟐 𝑿𝟐 + 𝜷𝟑 𝑿𝟑+ + 𝒆𝒊 Dimana: Y = Dependent Variable α = Intercept β = Koefisien Regresi X = Independent Variable Ei = Faktor Pengganggu. 539
SEMNAS FEKON 2016
Kemudian model tersebut diformulasikan kedalam model penelitian sebagai berikut: 𝑰𝒌 = 𝒇(𝑷𝑫𝑹𝑩, 𝑺𝑫𝑴, 𝑺𝑫𝑨) Sehingga: 𝑰𝒌 = 𝒂 + 𝒃𝟏 𝑷𝑫𝑹𝑩 + 𝒃𝟐 𝑺𝑫𝑴 + 𝒃𝟑 𝑺𝑫𝑨 + 𝒆𝒊 Dimana: Ik = Indeks Ketimpangan a = intercept b1b2b3 = Koefisien regresi PDRB = Pendapatan Regional SDM = Sumber Daya Manusia SDA =Sumber Daya Alam HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Ketimpangan ekonomi Ketimpangan pertumbuhan sektor ekonomi mempunyai implikasi yang sangat serius bila tidak ditangani secara dini. Banyak persoalan sosial timbul akibat adanya ketimpangan pertumbuhan sektor ekonomi antardaerah. Untuk itu kajian tentang ketimpangan ini sangat diperlukan sebagai dasar pengambilan kebijakan di masa yang akan datang. Untuk tahun 2002 (lihat tabel IV.2), angka koefisien ketimpangan sebesar 0,275 sedikit meningkat menjadi 0,277 pada tahun 2003 dan kembali meningkat pada tahun 2004 menjadi 0,304. Pada tahun 2005 kembali menurun menjadi 0,254 dan meningkat lagi di tahun 2006 menjadi 0,294. Tabel. 4.2. Indeks Williamson Terhadap PDRB per kapita Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh Periode Tahun 2002 – 2014. Tahun
Indeks Williamson 0,275 0,277 0,304 0,254 0,294 0,362 0,360 0,406 0,417 0,416 0,432 0,437 0,440
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Sumber: Lampiran 4 (data diolah) Selanjutnya pada tahun 2007 kembali mengalami peningkatan menjadi 0,362 dan terus meningkat pada tahun 2008 menjadi 0,360, pada tahun 2009 meningkat menjadi 0,402 dan terus meningkat menjadi 0,417 pada tahun 2010 dan pada tahun 2011 menurun menjadi 0,416 dan kembali meningkat pada tahun 2012 indeks ketimpangannya menjadi 0.432. Kondisi ini memperlihatkan bahwa kebijakan selama ini semakin memperparah ketimpangan pertumbuhan sektor ekonomi antar kabupaten/kota di daerah ini. Dengan kata lain, daerah perkotaan mengalami peningkatan yang cukup signifikan sedangkan daerah pedesaan mengalami peningkatan yang relatif rendah. Pengeluaran pemerintah (APBD) pada pariode tahun 2007-2014 juga berkontribusi dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan juga terjadinya ketimpangan, pada tahun 2007 indeks williamson menunjukkan 0,384 dan meningkat menjadi 0,397 pada tahun 2008 selanjutnya tahun 2009 smakin meningkat menjadi 0,441 dan pada tahun 2010 menurun menjadi 0,416, selanjutnya pada tahun 2011 kembali meningkat menjadi 0,423 dan terus meningkat menjadi 0,430 pada tahun 2012. selanjutnya indeks ketimpangan pengeluaran pemerintah 540
SEMNAS FEKON 2016
kembali menurun pada tahun 2013 dan 2014 dengan indeks ketimpangan masing-masing 0,425 dan 0,412 dan berada pada tingkat ketimpangan ekonomi wilayah yang tinggi atau sangat tidak merata. Hal ini menunjukkan bahwa pengeluaran pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) ikut memberi andil dalam terjadinya ketimpangan pertumbuhan sektor ekonomi antar kabupaten/kota di Provinsi Aceh. Gambar 4.2. Koefisien Indeks ketimpangan terhadap Pengeluaran Pemerintah Daerah (APBD) per kapita Kabupaten/Kota Periode Tahun 2007-2014 0,460 0,440 0,420 0,400 0,380 0,360 0,340 2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
Analisis Data dan Pembahasan 1. Uji Asumsi Klasik Pengujian asumsi klasik dilakukan terhadap hasil regresi dari model yang digunakan. Pengujian ini diperlukan untuk mengetahui hasil estimasi regresi yang dilakukan benar-benar bebas dari adanya gejala multikolinieritas, gejala auto korelasi, dan heteroskedastisitas. Pengujian yang dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 20. Uji Multikolinieritas Multikolinieritas terjadi jika terdapat hubungan yang sempurna di antara beberapa variabel atau semua variabel independen dari model regresi. Pengujian asumsi klasik Multikolinieritas dilakukan dengan melihat nilai VIF (Variace Inflation Factor) kurang dari 10 dan nilai toleraninya diatas 0,1 atau 10% maka dapat disimpulkan dalam model bebas dari penyimpangan asumsi klasik. Multikolinieritas (Ghozali, 2005; Gujarati, 2003) Tabel 4.5. Hasil Uji Multikolinieritas Variabel bebas Tolerance VIF Keterangan Pendapatan 0,162 6,164 Bebas Multikol Angkatan Kerja 0,411 2,431 Bebas Multikol Pertanian 0,129 7,781 Bebas Multikol Sumber: Lampiran 2 Hasil pengolahan data dengan menggunakan Program SPSS 20 Berdasarkan Tabel 4.5 diatas maka dapat disimpulkan bahwa semua variabel independen mempunyai nilai VIF lebih kecil dari 10 dan nilai toleransina diatas 0,1. Maka dapat disimpulkan bahwa model ini tidak ada hubungan linier yang sempurna antara variabel independen, maka tidak terdapat masalah multikolinieritas. Uji Autokorelasi Uji ini menjelaskan bahwa ada tidaknya korelasi diantara variabel diantara serangkaian pengamatan yang tersusun dalam tahapan uji Durbin Watson terhadap variabel dependen sebagai berikut (Gujarati, 2003): Kriteria pengujian: Deteksi Autokorelasi Positif: Jika d < dL maka terdapat autokorelasi positif, Jika d > dU maka tidak terdapat autokorelasi positif, Jika dL < d < dU maka pengujian tidak meyakinkan atau tidak dapat disimpulkan. Deteksi Autokorelasi Negatif: Jika (4 - d) < dL maka terdapat autokorelasi negatif, Jika (4 - d) > dU maka tidak terdapat autokorelasi negatif, Jika dL < (4 - d) < dU maka pengujian tidak meyakinkan atau tidak dapat disimpulkan. 541
SEMNAS FEKON 2016
Kriteria pengujian: - Tingkat Kepercayaan α = 5% - Durbin Watson tabel: K=3, n=13, d = 1,583, maka: dl = 0,86124; du = 1,56212 4 – d = 4 – 1,583 = 2,417 Berdasarkan analisis diatas maka dapat disimpulkan: Deteksi Autokorelasi Positif: Jika 1,583 < 0,86124 maka terdapat autokorelasi positif---> Salah Jika 1,583 > 1,56212 maka tidak terdapat autokorelasi positif ---> Benar Jika 0,86124 < 1,583 < 1,56212 maka pengujian tidak meyakinkan atau tidak dapat disimpulkan---> Salah Deteksi Autokorelasi Negatif: Jika 2,417 < 0,86124 maka terdapat autokorelasi negatif---> Salah Jika 2,417 > 1,56212 maka tidak terdapat autokorelasi negatif---> Benar Jika 0,86124 < 2,417 < 1,56212 maka pengujian tidak meyakinkan atau tidak dapat disimpulkan---> Salah Maka dari hasil analisis regresi tersebut dapat disimpulkan bahwa model tersebut tidak terdapat autokorelasi positif dan tidak terdapat autokorelasi negatif sehingga bisa disimpulkan sama sekali tidak terdapat autokorelasi. Uji Heterokedastisitas Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dan residual antar sesama pengamatan. Jika varian dan residual antar sesama pengamatan tetap maka disebut hemokedastisitas, dan jika sebaliknya maka disebut heterokedastisitas. Untuk melihat apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dan residual antara satu pengamatan dengan pengamatan yang lain. Uji ini dilakukan dengan uji Glejser yang meregres terhadap variabel indepanden. Hasil uji tersebut menunjukkan bahwa semua nilai ßi tidak ada yang signifikan (taraf signifikan > 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa model tersebut tidak ada masalah heterokedastisitas. 2.
Hasil Regresi Hasil output memberikan unstandardized beta Pendapatan (PDRB) selama 13 tahun sebesar -0,045 dan signifikan pada 0,025 yang berarti bahwa Pendapatan perkapita (PDRB) Provinsi Aceh mempunyai dampak yang negatif dan signifikan terhadap Indeks Ketimpangan ekonomi (Ik). Untuk variabel angkatan kerja (SDM) hasil output memberikan unstandardized beta Sumber daya manusia (usia angkatan kerja) selama 13 tahun sebesar 0,064 dan secara parsial mempunyai dampak negatif dan tidak signifikan terhadap indeks ketimpangan pembangunan ekonomi dengan unstadardized betanya 0,064. Begitu juga dengan variabel sektor pertanian (SDA) secara parsial juga mempunyai dampak positif dan tidak signifikan terhadap indeks ketimpangan pembangunan dengan unstadardized betanya adalah 0,014 dan pada tingkat signifikan 0,698. Hal ini disebabkan oleh meratanya peranan variabel-variabel dalam analisis ini yang mendorong pertumbuhan ekonomi di Provinsi Aceh terkecuali pada variabel pendapatan perkapita (PDRB) yang berpengaruh negative terhadap terjadinya ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi Aceh. Adapun Bentuk persamaan regresinya adalah: Ik = 0.517 - 0,045X1 + 0,64X2 + 0,014X3 + ei Uji Koefisien Regresi R2 (Koefisien Determinasi) ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan variabel independen dalam menjelaskan secara komprehensif terhadap variabel dependen. Nilai R2 (Koefisien Determinasi) mempunyai range antara 0-1. Semakin besar R2 mengindikasikan semakin besar kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen. Berdasarkan hasil regresi tersebut diperoleh R² (Koefisien determinasi) sebesar 0,877 artinya variael dependen (IK) dalam model yaitu ndeks ketimpangan kabupaten/kota di Provinsi Aceh dijelasan oleh variabel independen (X) yaitu PDRB sektor ekonomi (X1), angkatan kerja atau SDM (X2) dan pertaniana atau SDA (X3) sebesar 87,7 %, sedangkan sisanya sebesar 12,3% dijelaskan oleh faktorlain yang tidak dihpotesis atau variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model. 542
SEMNAS FEKON 2016
Nilai F-statistik sebesar 21.420 dengan nilai signifikan 0,000, oleh karena nilai signifikannya lebih kecil dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa variabel independen seperti Pendapatan (PDRB), angkatan kerja (SDM), serta pertanian (SDA) berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen ketimpangan perekonomian kabupaten/kota di Provinsi Aceh secara simultan. DAFTAR PUSTAKA Aliasuddin, 2002. Jurnal Triwulan Ekonomi dan Pembangunan: Ketimpangan Pembangunan Antar Kecamatan Di Aceh, Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, vol 1, No.1, 2002, hal. 27-35. BPS. 2011. PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh. Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh. Gujarati, Damodar, 2003. Basic Econometric, (Fourth edition), USA, Mc Graw HillInternatonal. Jamal, Abd, dan Muhammad Abrar, 2008. Analisis Disparitas Sosioekonomi Intra dan Antarwilayah (Intra and Interregional) Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Laporan Penelitian, Lemlit Unsyiah. Kuncoro, 2012. Ekonomika Industri Indonesia : Menuju Negara Industri Baru 2030?, Penerbit Andi, Yogyakarta Rezeki, Rina, 2007. Tesis Program Pasca Sarjana Magister Teknik: Disparitas Sub Wilayah (Kasus Perkembangan Antar Kecamatan di Kabupaten Tanah Datar), Undip, 2007 Sugiharto, 2000. Pembangunan dan Pengembangan Wilayah, USU Press, Medan. 2006.
POTRET USAHA KECIL MIKRO (UKM) DI BALI IMPLEMENTASI BANTUAN MODAL DARI KEMENKOP TAHUN 2015- 2016 Hendrin Hariati Sawitri UPBJJ-UT Denpasar
[email protected] Abstrak Pada kejadian krisis ekonomi, banyak ahli dan praktisi ekonomi selalu diingatkan betapa rentannya perusahaanperusaahaan yang berskala besar. Kemudian para ahli tersebut akan mencari pelaku ekonomi yang dianggap tahan banting, mereka menyatakan fakta ketangguhan daya hidup usaha kecil mikro (UKM), usaha yang relatif mampu tetap bertahan, meskipun dukungan dari sektor perbankan belum dipergunakan secara maksimal. Kekuatan UKM sebagai sektor usaha yang tahan banting mampu adaptif terhadap perubahan-perubahan bahkan gejolak ekonomi. Masih banyaknya pelaku UKM yang belum menggunakan jasa perbankan karena alasan tidak adanya jaminan, namun ada pihak- pihak tertentu yang melayani sektor UKM dalam hal pemenuhan kebutuhan modal kerja atau modal usahanya. Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil memberikan bantuan modal kepada pelaku usaha mikro khususnya kepada mahasiswa UPBJJ UT Denpasar sebanyak 45 pengusaha, bantuan ini sangat berarti dan diharapkan ada progress kemajuan pengembanagn dalam usaha mereka. Kata Kunci: Usaha kecil mikro – bantuan modal- kemajuan usaha Pendahuluan Usaha Menengah Kecil dan Mikro (UMKM) mempunyai ketahanan terhadap resesi ekonomi global, karena UMKM secara langsung tidak terkait dengan perekonomian global. UMKM kebanyakan memproduksi barang kebutuhan sehari-hari daripada barang mewah, bersifat lokal dalam produksinya dan pemasarannya dan UMKM memiliki beberapa keunggulan dibandingkan usaha besar seperti halnya inovasi yang mudah terjadi dalam pengembangan produk, seperti halnya observasi yang dilakukan penulis di daerah ubud Gianyar Bali dimana banyak barang-barang kerajinan dari kayu yang model dan bahannya cepat sekali berubah. 543
SEMNAS FEKON 2016
Menurut Mirza UMKM pada umumnya mampu menyerap tenaga kerja cukup banyak, fleksibilitas dan adaptasi terhadap perubahan pasar yang cepat lebih baik dibandingkan usaha besar (Mirza Adrian, dalam Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Di Indonesia: Sebuah Tinjauan Singkat , 20 July 2011) UMKM merupakan sektor usaha yang bersentuhan langsung dengan aktifitas ekonomi rakyat sehari-hari. Dalam skala usahanya yang kecil, bahkan sangat kecil sehingga disebut mikro, maka pengusaha ini biasa disebut sebagai Usaha Kecil Mikro (UKM). Untuk selanjutnya penulis hanya akan menyoroti tentang UKM saja. UKM sangat minim bahkan ada yang samasekali tidak pernah mengalami sentuhan manajemen usaha, proses produksi dan pengelolaan usahanya berjalan begitu saja, hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, melayani sesama, memberikan pekerjaan kepada family atau tetangga. Sehingga sektor ini bersifat tidak bankable Banyaknya pelaku UKM yang belum bankable sehingga menimbulkan pihak- pihak tertentu mau melayani sektor UKM dalam hal pemenuhan kebutuhan modal kerja atau modal usahanya, baik itu secara individual, sebagai suatu usaha bersama, maupun oleh lembaga keuangan formal , hal ini sesuai dengan observasi pada beberapa mahasiswa Universitas Terbuka yang nota bene sebagai pengusaha mikro yang dilakukan oleh penulis. Ada pihak-pihak tertentu yang mengkoordinir penghimpunan dana secara kolektif untuk mendukung penyediaan dana yang pemanfaatannya secara bergulir, meski ada pula yang yang berperan sebagai rentenir, menyediakan pinjaman uang secara cepat dengan mengenakan bunga pinjaman yang sangat tinggi namun para mahasiswa yang di observasi tidak menggunakan jasa rentenir tersebut. UKM yang diakui peranannya dalam menggerakkan perekonomian sering kali merupakan pihak yang sangat lemah posisinya dalam berhubungan dengan sumber modal/dana. Menurut Mirza Adrian gambaran di atas memang tidak mengambarkan kondisi nyata UKM secara keselurahan, akan tetapi secara nyata memang masih banyak nasib UKM yang cukup memilukan. Ada cukup banyak pula UKM yang sudah relatif maju, memiliki manajemen usaha yang memadai, telah berhubungan dan bahkan mendapat pinjaman dari Bank, (Mirza Adrian, percikan renungan.blogspot/2011/07, 20 Juli 2011) Terus bagaimanakah menumbuhkan UKM-UKM baru dan melakukan penguatan dan pendampingan terhadap UKM yang sudah ada? Ini adalah sebuah pekerjaan rumah yang perlu mendapat perhatian kita semua, karena dengan banyaknya UKM yang kuat dan mandiri, akan memperkokoh perekonomian nasional dalam menghadapi krisis ekonomi yang secara berkala sering datang. Provinsi Bali, merupakan salah satu dari 33 provinsi yang ada di Indonesia, memiliki luas wilayah sekitar 5.636,66 km2 dengan jumlah penduduk 3.686.665 orang dengan kepadatan penduduk 654 orang /km persegi. (BPS Propinsi Bali, Bali Dalam Angka 2012). Propinsi Bali terdiri dari 8 kabupaten (Badung, Buleleng, Jembrana, Gianyar, Tabanan, Bangli, Kelungkung, dan Karangasem) dan 1 kota (Denpasar). Menurut Nyoman Sugara Korry, karena kecilnya luas lahan di Propinsi Bali maka potensi ekonomi didaerah Bali tidak didukung oleh sumber-sumber pertambangan maupun potensi hutan, sehingga pada awalnya struktur ekonomi daerah Bali didominasi oleh sektor pertanian/primer namun lambat laun sektor pertanian sudah semakin berkurang peranannya dibandingkan dengan peranan sektor industri/sekunder, dan sektor perdagangan, hotel, restoran dan jasa-jasa/tersier (Nym Sugawa Korry,. SE,.Ak,.MM, 2012) Tanggapan dari Semadi, pemerintah daerah dan para pemikir pembangunan ekonomi sepakat untuk merumuskan kebijakan pembanguan baru yang sering disebutkan dengan tiga strategi sektoral, untuk membangun ekonomi didaerah Bali. Tiga strategi sektoral tersebut diwujudkan dalam kebijakan pembangunan ekonomi sektor pertanian dalam arti luas, pembangunan dan pengembangan sektor pariwisata dan pembangunan sektor industri kecil/rumah tangga (Semadi, dalam Selayang Pandang Pertanian di Bali, 10 Desember 2013). Kebijakan pembangunan ekonomi dengan tiga strategi sektoral ini diharapkan mampu melahirkan keseimbangan baru dalam 544
SEMNAS FEKON 2016
struktur ekonomi daerah Bali dalam rangka mendorong peningkatan dan pemerataan kesejahteraan masyarakat daerah Bali. Kebijakan tiga strategi sektoral ini dilaksanakan secara berkesinambungan sampai dengan saat ini. Kalau dilihat dari tingkat pendapatan regional Bali , PDRB bali dari tahun 2012 sampai dengan 2014 semakin meningkat secara nominal. Sedangkan dilihat menurut Lapangan Usaha potensi secara persentasenya terbesar masih disektor Perdagangan, Hotel dan restoran sebesar 31.35% serta sector keuangan, Persewaan dan jasa perusahaan sebesar 21.33%. Sementara sector yang lain kecil peranannya. TABEL 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Bali Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha 2012 – 2014 (Milliar Rupiah) Lapangan Usaha
2012
2013*
2014**
(2)
(3)
(4)
18.518,18
20.450,71
22.899,52
2. Pertambangan dan Penggalian
1.548,33
1.758,25
1.955,76
3. Industri Pengolahan
7.699,34
8.656,36
9.984,34
427,36
438,63
512,62
5. Bangunan
11.959,01
13.258,59
14.114,26
6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran
34.012,18
40.109,58 49.048,89
7. Pengangkutan dan Komunikasi
16.303,33
18.623,14
8. Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan
25.748,56
29.087,07 33.379,56
(1) Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan 1. Perikanan
4. Listrik, Gas, dan Air Bersih
9. Jasa-jasa
1.771,28
Produk Domestik Regional Bruto
2.016,72
22.238
2.315,34
117.987,40 134.399,05 156.448,28
Keterangan: *)Angka sementara, **) Angka sangat sementara Sumber: Bali Dalam Angka 2015 Sementara itu data perkembangan pengusaha kecil mikro Indonesia semakin meningkat jumlahnya dan tenaga kerja yang diserap juga semakin besar. Pada Tahun 2012 jumlah UMKM di Indonesia 56534592 dan mampu menyerap tenaga kerja sebesar 107657509. Seperti terlihat pada tabel 2 berikut
TABEL 2 Tabel Perkembangan UMKM Indonesia 545
SEMNAS FEKON 2016
No. 1 2
Indikator 2010 Jumlah UMKM 53 823 732 Pertumbuhan Jumlah 2,01 UMKM 3 Jumlah Tenaga Kerja 99 401 775 UMKM 4 Pertumbuhan Jumlah 3,32 Tenaga Kerja UMKM 5 Sumbangan PDB UMKM 1285571,80 (harga konstan) 6 Pertumbuhan sumbangan 5,77 PDB UMKM 7 Nilai Ekspor UMKM 175 894,89 8 Pertumbuhan Nilai Ekspor 8,41 UMKM Sumber : BPS File UMKM Indonesia 2013
2011 55 206 444 2,57
2012 56 534 592 2,41
101 722 458 2,33
107 657 509
1 369 326,00 6,76 187 441,82 6,56
5,83 1 504 928,20 9,90 208 067,00 11,00
Dari dua tabel di atas dapat dilihat bahwa pertumbuhan UMKM di Indonesia semakin meningkat meski di tahun 2012 pertumbuhan UMKM mengalami sedikit turun. Sementara itu pertumbuhan PDRB Bali semakin meningkat dan ini juga adanya kontribusi peningkatan pertumbuhan UMKM di Bali. Di Bali peran sektor pengusaha kecil mikro mempunyai andil yang besar dalam menyangga perekonomian. Meski UKM sebagian besar berada pada sector informal namun kalau dilihat dari nominal kontribusi terhadap PDRB daerah Bali cukup besar. Data dari Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Bali jumlah UMKM tahun 2011 mencapai 233.334 unit yang terdiri dari sektor informal 169.119 unit dan sektor formal 64.215 unit ( dinas koperasi Propinsi Bali 2012) Tingginya pertumbuhan UKM di Bali mempunyai dampak positif dari segi penyerapan tenaga kerja, pemerataan pembangunan dan hasilnya khususnya di bidang ekonomi dan peningkatan Pendapatan Domestik Regional Bruto. Pelaku UKM ini sebagian besar belum memanfaatkan layanan Bank dalam menopang permodalannya. Karena berbagai hal seperti tidak adanya jaminan kredit, terlalu tinggi bunga bank dan belum adanya pendampingan dalam penggunaan kredit bank sehingga sering mengakibatkan kredit macet Melalui Program Bantuan Dana Bagi Pengembangan Wirausaha Pemula dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil, Universitas Terbuka utamanya Unit Program Belajar Jarak Jauh (UPBJJ) Denpasar diberikan bantuan ini kepada para mahasiswa yang mempunyai usaha kecil dan merupakan pengusaha pemula. Sebanyak 40 pengusaha kecil pemula diberikan bantuan ini. Besaran bantuan antara 15.000.000 rupiah sampai dengan 30.000.000 rupiah di tahun 2015. Tujuan dari pemberian bantuan dana ini adalah untuk memacu pertumbuhan dan perkembangan wirausaha pemula dan memberikan bantuan dana dalam rangka menumbuhkan dan mengembangkan semangat berwirausaha, khususnya bagi wirausaha pemula. Tujuan Penulisan Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah, 1. Mengetahui adanya perkembangan keuntungan dan omset setelah diberi bantuan dana dari Kemenkop bagi pelaku UKM UT di Bali 2. Mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi pelaku UKM binaan Kemenkop dan UT di wilayah Bali 3. Melakukan Prediksi Keuntungan dan Omset rata-rata 2016.8 sampai dengan 2017.7 4. Mengetahui hubungan antara tingkat keuntungan dengan Omset dan asset sesudah diberi bantuan modal Tinjauan Pustaka 546
SEMNAS FEKON 2016
UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) Dalam perekonomian Indonesia UMKM merupakan kelompok usaha yang memiliki jumlah paling besar dan terbukti tahan terhadap berbagai macam goncangan krisis ekonomi. Kriteria usaha yang termasuk dalam Usaha Mikro Kecil dan Menengah telah diatur dalam payung hukum yaitu berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Menurut Kementrian Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menegkop dan UKM), bahwa yang dimaksud dengan Usaha Kecil (UK), termasuk Usaha Mikro (UMI), adalah entitas usaha yang mempunyai memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, dan memiliki penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000. Sementara itu, Usaha Menengah (UM) merupakan entitas usaha milik warga negara Indonesia yang memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp 200.000.000 s.d. Rp 10.000.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan definisi UKM berdasarkan kuantitas tenaga kerja. Usaha kecil merupakan entitas usaha yang memiliki jumlah tenaga kerja 5 s.d 19 orang, sedangkan usaha menengah merupakan entitias usaha yang memiliki tenaga kerja 20 s.d. 99 orang. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 316/KMK.016/1994 tanggal 27 Juni 1994, usaha kecil didefinisikan sebagai perorangan atau badan usaha yang telah melakukan kegiatan/usaha yang mempunyai penjualan/omset per tahun setinggi-tingginya Rp 600.000.000 atau aset/aktiva setinggi-tingginya Rp 600.000.000 (di luar tanah dan bangunan yang ditempati) terdiri dari : (1) badan usaha (Fa, CV, PT, dan koperasi) dan (2) perorangan (pengrajin/industri rumah tangga, petani, peternak, nelayan, perambah hutan, penambang, pedagang barang dan jasa
Kriteria Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Kriteria Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah (UMKM) menurut UU Nomor 20 Tahun 2008 digolongkan berdasarkan jumlah aset dan omset yang dimiliki oleh sebuah usaha.
TABEL III Kriteria UMKM NO USAHA KRITERIA Asset Omset 1 Usaha Mikro Maks 50 juta Maks 300 jt 2 Usah Kecil >50 jt – 500 jt >300jt – 2,5 miliar 3 Usaha Menengah >500jt-10 miliar >2,5 mil – 50 miliar Sumber : Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, 2012 Menurut Sudaryanto, Ragimun dan Rahma Rina Wijayanti dalam penelitiannya (Sudaryanto, Ragimun dan Rahma Rina Wijayanti dalam Strategi Pemberdayaan UMKM Menghadapi Pasar bebas Asean , 8 Desember 2014. Pusat Kebijakan Ekonomi Mikro, BKF) menyatakan bahwa dalam pemberdayaan potensi UKM diperlukan adanya penguatan lembaga pendampingan UKM melalui kemudahan akses serta peningkatan capacity building dalam bentuk pelatihan serta pembukaan akses pemasaran disamping itu juga peningkatan kualitas sumberdaya manusia pelaku UMKM Menurut Budianto Tedjasuksmana dari Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya ( Budianto Tedjasuksmana dalam “ Potret UMKM Indonesia Menghadapi Masyarakat EkonominAsean 2015”, The 7th NCFB and Doctoral Colloquium 2014, Towards a New Indonesia Business Architecture, Sub Tema: “Business And Economic Transformation Towards AEC 2015” ISSN No : 1978 – 6522) menyimpulkan bahwa , Pemberdayaan UMKM 547
SEMNAS FEKON 2016
hanya akan terjadi secara nyata apabila dapat dijamin kesempatan seluas-luasnya bagi UKM untuk memasuki kegiatan ekonomi. Dukungan yang diperlukan terutama bantuan peningkatan kemampuan untuk memperoleh akses pasar, teknologi dan permodalan yang dikembangkan melalui bank maupun bukan bank. Seyogyanya UMKM diatur oleh pemerintah, yaitu sekurang-kurangnya menggandeng UMKM sebagai mitra. UMKM sebagai bagian penting dari perusahaan tersebut, seperti yang dilakukan incubator IPB. Dengan adanya kolaborasi tersebut akan membawa pengaruh dalam banyak aspek. Keikutsertaan incubator UMKM dalam pameran nasional dan internasional diharapkan membuahkan hasil positif. Melihat uraian ini seyogyanya Kementerian Koperasi dan UKM bekerjasama dengan Kementrian Pendidikan mengikutsertakan dunia perguruan tinggi. Menurut Hesti Respatiningsih dari STIE Purworejo ( Hesti Respatiningsih dalam Manajemen Kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) , No 1, Januari 2011 , SEGMEN Jurnal Manajemen dan Business, STIE Purworejo) menyatakan bahwa Salah satu upaya yang ditempuh pemerintah untuk pengembangkan UMKM salah satunya yaitu melalui penyaluran kredit UMKM. Akan tetapi tidak sedikit pelaku usaha yang akhirnya terlilit oleh kredit yang berkepanjangan dan terbebani oleh kewajiban membayar angsuran yang terkadang lebih besar dari pemasukan (income) yang diperoleh. Sebelum melangkah yang harus difikirkan adalah kemampuan membayar bukan kemampuan meminjam. Inilah pentingnya kita memikirkan pentingnya manajemen kredit dalam usaha mikro kecil dan menengah. Menurut Nyoman Sugara Korry ( Nyoman Sugara Korry dalam Kebijakan Pembelaan Terhadap Usaha Mikro , Kecil, Menengah dan Koperasi melalui Lembaga Penjaminan Kredit Daerah Propinsi Bali, 10 september 2010) menyimpulkan dalam makalahnya adalah , Bentuk pembelaan terhadap usaha mikro,kecil,menengah dan koperasi,dilaksanakan dengan orientasi membantu mengatasi permaslahan yang dihadapi oleh mereka.Salah satu permasalahan mendasar yang dihadapi,adalah lemahnya UMKMK memperoleh akses permodalan ,baik dilembaga bank maupun non bank,karena mereka banyak yang tidak mampu menyediakan jaminan/agunan sesuai dengan persyaratan bank atau non bank. Untuk memfasilitasi dan membantu usaha mikro , keci,menengah dan koperasi mendekatkan dengan akses permodalan,maka pembentukan PT.JAMKRIDA BALI MANDARA ,dipandang sebagai lembaga yang sangat sesuai. Dalam rangka mewujudkan PT,JAMKRIDA BALI MANDARA,maka perlu didukung oleh peraturan daerah perseroan terbatas penjaminan kredit daerah provinsi Bali. Dari berbagai tanggapan dan pandangan para penulis terdadulu dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan pemberdayaan UKM perlu adanya pemodalan yang mudah didapat, akses pemasaran yang luas, pendampingan menajemen operasional dan peran lembaga keuangan, Kementerian Koperasi dan Usah Kecil serta peran Perguruan Tinggi sebagai pendamping pelaku UMKM Untuk itu penulis ingin melakukan penelitian tentang pemberdayaan pengusaha kecil mikro di kalangan mahasiswa UPBJJ-UT Denpasar yang mengalami masalah tentang permodalan yang dikaitkan dengan pertumbuhan omset dan keuntungannya. Dengan bantuan modal dari Kemenkop yang digulirkan pada tahun 2015 apakah betul akan memberikan progress kemajuan dalam omset dan keuntungan. Metode Penelitian Desain Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mencapai tujuan penelitian yang telah ditetapkan yaitu untuk mengetahui perkembangan keuntungan dan omset bagi pelaku UKM mahasiswa UT yang diberi bantuan dana oleh Kemenkop tahun 2015 – 2016 . Serta mengidentifikasi permasalahan yang dialami oleh pelaku UKM mahasiswa UT. Selain itu juga untuk mengetahui apakah ada hubungan antara tingkat keuntungan dengan besarnya omset dan asset setelah ada suntikan bantuan dana dari kemenkop. Metode Pengumpulan Data 548
SEMNAS FEKON 2016
Sumber data yang digunakan adalah data primer, dengan metode pengumpulan datanya adalah menggunakan survey wawancara dan data sekunder melihat laporan perkembangan usaha dari para responden. Kuesioner dibagikan kepada responden dalam hal ini mahasiswa peserta UKM binaan Kemenkop tahun 2015. Data laporan berupa data keuntungan, omset dan asset sebelum ada bantuan dana dan data sesudah ada bantuan dana. Data time series bulanan kentungan, omset dan asset sesudah ada bantuan dari 2015.7 sampai dengan 2016.7 Hipotesis : Ada hubungan antara tingkat keuntungan dengan omset dan asset H0 : ada hubungan antara tingkat keuntungan dengan omset dan asset Ha : tidak ada hubungan antara tingkat keuntungan dengan omset dan asset Metode Analisis Data Untuk menganalisis data berdasarkan model ini, peneliti melakukan analisis dengan menggunaka statistik deskriptif dan regresi linier Analisis Data dan Pembahasan Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode wawancara, yaitu menggunakan kuesioner yang berisi pertanyaan yang digunakan dalam penelitian ini. Jumlah responde 40 orang. Dari 40 responden yang diwawancarai hanya bersedia sebanyak 35 orang. Hasil pengumpulan data jumlah kuesioner dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut ini. TABEL IV Hasil Pengumpulan Data Jumlah Kuesioner Keterangan Responden yang diwawancarai Responden yang bersedia Responden gagal Total kuesioner yang dianalisis (Data primer diolah, 2015)
Jumlah 40 35 1 34
Prosentase 100% 87.5% 2.5% 85%
Karakteristik Jenis usaha Responden Karakteristik responden dalam setting penelitian ini dijabarkan dalam kategori jenis jenis usaha responden. TABEL V Karakteristik Responden Berdasarkan jenis usaha Jenis Usaha Makanan Kerajinan Peternak Jasa Jasa IT Total (Data primer diolah, 2015)
Jumlah 10 8 6 11 5 40
Prosentase 25% 20% 15% 27.5% 12.5% 100%
Dari data diatas ternyata pengusaha mikro mahasiswa UT UPBJJ Denpasar sebagai pengusaha Jasa sebesar 27.5% kemudian pengusaha Makanan 25% , Kerajinan 20% , Peternak 15% dan jasa IT 12,5%. Pengusaha Jasa antara lain bergerak dibidang usaha Spa yang sekarang sedang marak di bali, Spa ini masih besar peluangnya terutama untuk kebutuhan wisatawan, baik wisatawan domestic maupun manca Negara. Pengusaha modiste, usaha modiste ini di bali sangat laku karena biasanya modiste pakaian adat bali, seperti diketahui bahwa di Bali sering melaksanakan upacara agama dan selalu memakai pakaian adat, sehingga pakaian 549
SEMNAS FEKON 2016
adat di Bali seperti kebaya, kain, sarung , baju adat dan lain sebagainya banyak peminatnya dan cepat sekali mengalami perubahan model dan bahan pakaian, sehingga pengusaha ini kecenderungannya akan terus berkembang. Pengusaha warung kelontong, warung beras, les Privat, toko cellular, laundry dan fotokopi. Jasa-jasa ini memang selalu dibutuhkan oleh masyarakat kecil dalam kehidupannya sehari-hari, sehingga kecenderungan pengusaha – pengusaha ini akan bisa berkembang. Pengusaha Makanan antara lain bergerak di bidang pengusaha kue, warung makanan lalapan, permen, sosis, catering makanan, bakery , aneka camilan dan warung bakso. Pengusaha makanan ini umumnya bergerak dalam bidang penyedia kue-kue kecil berupa kue basah maupun kue roti. Ini sejalan pula dengan pola kegiatan masyarakat Bali dengan upacara adatnya yang memerlukan unsur kue basah atau roti di dalam alat sembahyang mereka yang berupa sesaji. Makanan lalapan juga berkembang setelah banyak pendatang dari Jawa Timur mengenalkan jenis makanan ini ke masyarakat dan rupanya di gemari oleh masyarakat bali pada umumnya. Sehingga perputaran usaha kue dan makanan ini sangat cepat dan sering, dengan demikian diharapkan usaha ini terus berkembang. Pengusaha Kerajinan , pengusaha kerajinan di Bali pada umumnya adalah pengusaha turun temurun seperti kerajinan ukir kayu, kerajinan alat-alat sembahyang, kerajinan tenun songket dan ikat, kerajinan seni Barong, kerajinan tradisional buah camplung untuk keperluan wisata, kerajinan dupa. Semua kerajinan ini memerlukan skill seni yang khusus, sehingga tidak semua orang bisa bergerak dalam kerajinan ini. Namun demikian prospek kemajuan usaha ini sangat bagus karena setiap saat masyarakat melakukan kegiatan adat yang selalu mempergunakan bahan-bahan ini sebagai prasarananya. Demikian juga kerajinan untuk wisatawan tentunya sangat berprospek karena selalu dicari. Pengusaha Peternak, usaha ini bergerak di bidang usaha jamur Tiram, peternak ayam, peternak babi, pupuk organik. Usaha ini juga banyak permintaannya karena sehungan dengan upacara adat dan selain itu juga usaha ternak yang memang haasilnya diminati oleh masyarakat bali sebagai pemasok ke renstoran maupun ke warungwarung makan. Usaha ini kecenderungannya akan terus berkembang. Pengusaha Jasa IT, masyarakat bali sekarang ini sudah mengikuti kemajuan teknologi Komunikasi, sehingga alat komunikasi sudah menjadi kebutuhan pokok pula. Usah jasa IT ini terdiri dari toko Cellular, jasa Fotokopi, Jasa Teknik printiing dan Cetak media. Jasa-jasa ini diperlukan masyarakat pada umumnya dan kecenderungannya akan maju. Besarnya Rata-rata Omset, Rata-rata Keuntungan per Bulan serta besarnya Aset Sebelum ada Bantuan Dari semua responden yang diwawancarai mereka menyatakan memerlukan tambahan modal untuk mengembangkan usahanya. Selama ini mereka kesulitan untuk berkembang karena tidak bisa menambah jumlah omset / produksinya dengan alasan permodalan. Semua responden yang diwawancarai juga mengaku tidak menghubungi pihak Bank untuk mencarai kredit, alasannya sebagian besar menyatakan tidak punya jaminan bank atau sebagian juga belum pernah menghubungi bank. Oleh karena itu sebaiknya para pengusaha ini diberikan pendampingan dari sisi manajemen untuk mengajukan proposal peminjaman ke Bank dan pendampingan manajemen untuk proses usahanya. Gambaran rata-rata Omset, rata-rata Keuntungan per bulan serta Aset dari 20 dari 40 pengusaha UKM mahasiswa UPBJJ-UT Denpasar sebelum mendapat bantuan modal dari Kemenkop bisa dilihat pada table berikut.
TABEL VI Rata-rata Omset, Rata-rata Keuntungan dan Aset Pengusaha Mikro Sebelum Ada Bantuan UPBJJ-UT Denpasar No 1
Jenis Usaha
Omset/bulan
Pupuk Organik
500,000
Keuntungan/bulan 200,000
Aset 7,000,000 550
SEMNAS FEKON 2016
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Peternak Ayam Pejantan Jual Beras Kerajinan Sarana Adat Laundry Makanan Aneka Keripik Peternak Babi Spa dan Massage Fotokopi Kue Tradisionil Kerajinan Bantal Cacron Bakery Sosis Tenun Songket Sidemen Kerajinan Buah Camplung Seni Ukir Bali Dupa Harum Modiste pakaian Adat Pertamini Bakso Rata-rata
4,656,250
1,850,000
11,500,000
4,500,000
133,850
5,000,000
1,000,000
500,000
2,000,000
2,186,500
202,500
4,807,000
6,000,000
1,750,000
1,000,000
1,250,000
500,000
2,000,000
600,000
189,600
2,500,000
580,290 2,700,000
207,580 1,500,000
11,500,000 10,400,000
1,000,000
166,000
600,000
2,000,000 750,000
1,150,000 375,000
4,000,000 700,000
3,000,000
600,000
10,000,000
2,000,000
700,000
3,000,000
3,500,000 3,000,000
2,200,000 1,200,000
15,000,000 4,000,000
1,000,000
600,000
3,000,000
3,000,000 3,200,000
500,000 1,500,000
2,000,000 6,000,000
2.321.152
801.227
5.300.350
Gambaran tersebut hanya diambil 20 pengusaha saja sebagai contoh, sisanya sampai dengan tahap analisis data belum menyerahkan laporannya.
Gambar 1 Rata-rata Omset, Keuntungan per Bulan dan Aset Sebelum Ada Bantuan
551
SEMNAS FEKON 2016
Sebelum ada bantuan modal dari Kemenkop rata-rata omset per bulan masih berkisar 2.321.152 rupiah. Rata-rata keuntungan masih kecil hanya berkisar dibawah 801.227 rupiah per bulan, Aset berkisar 5.300.000 rupiah. Sedangkan Aset terbesar pada pengusaha seni ukir tradisional hampir 15.000.000 rupiah, hal ini dikarenakan mesin bubut yang dipergunakan dan alat-alat ukir yang cukup mahal.Usaha lain yang memerlukan modal awal beasar adalah jenis usaha yang menggunakan mesin seperti pupuk organic dengan alat potong sampahnya, laundry mesin cucinya, kue tradisional ovennya, tenun songket alat tenunnya. Sementara itu Omset terbesar pada jenis makanan aneka keripik, peternak ayam dan penjualan beras. Sedangkan keuntungan yang menjanjikan pada usaha petrnak ayam, makanan keripik, bakery, kue tradisional, seni ukir dan bakso.
Besarnya Rata-rata Omset, Rata-rata Keuntungan per Bulan serta besarnya Aset Sesudah ada Bantuan TABEL VI Rata-rata Omset, Rata-rata Keuntungan dan Aset Pengusaha Mikro Sesudah Ada Bantuan UPBJJ-UT Denpasar
552
SEMNAS FEKON 2016
N o 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Jenis Usaha Pupuk Organik Peternak Ayam Pejantan Jual Beras Kerajinan Sarana Adat Laundry
Keuntungan /bulan 200.000
7.000.000
14.000.000
14.129.167
3.471.667
16.620.000
16.500.000
14.875.000
1.957.825
18.500.000
13.500.000
5.500.000
1.200.000
14.500.000
13.500.000
712.400
4.807.000
8.129.439
2.056.109
1.000.000
10.000.000
5.250.000 5.176.800 2.300.000 3.859.000
1.950.000 1.700.525 750.000 2.071.000
21.000.000 10.180.000 13.755.800 13.500.000
15.000.000 13.000.000 11.500.000 13.500.000
6.300.000
3.150.000
18.300.000
13.000.000
4.500.000 2.150.000
2.150.000 1.750.000
13.805.000 6.841.600
13.000.000 10.500.000
7.500.000
4.000.000
23.000.000
14.500.000
4.500.000
1.300.000
10.000.000
10.500.000
9.000.000 5.000.000
4.000.000 2.200.000
19.000.000 10.000.000
14.000.000 11.000.000
2.500.000
750.000
7.500.000
8.000.000
5.000.000 4.000.000 5.868.290
1.500.000 2.500.000 2.058.476
12.000.000 6.000.000 12.515.470
10.000.000 7.000.000
Omset/bulan 500.000
2.696.400
Makanan Aneka Keripik Peternak Babi Spa dan Massage Fotokopi Kue Tradisionil Kerajinan Bantal Cacron Bakery Sosis Tenun Songket Sidemen Kerajinan Buah Camplung Seni Ukir Bali Dupa Harum Modiste pakaian Adat Pertamini Bakso Rata-rata
Aset
Bantuan
10.000.000
Gambar 2 Rata-rata Omset, Keuntungan per Bulan dan Aset Sesudah ada Bantuan
553
SEMNAS FEKON 2016
Setelah ada suntikan dana modal dari Kemenkop terlihat bahwa ada kenaikan Omset, keuntungan dan Aset per bulan. Omset rata-rata per bulan menjadi 5.868.290 rupiah dari 2.321.152 rupiah, rata-rata keuntungan per bulan menjadi 2.058.47 dari 801.227 rupiah dan rata-rata Aset per bulan menjadi 12.515.470 rupiah dari 5.300.350 rupiah. Omset terbesar pada usaha Peternak ayam, beras, seni ukir, tenun songket, aneka keripik, kerajinaan sarana adat , kerajinan camplung, dupa harum dan Pertamini. Keuntungan, demikian pula mengalami kenaikan pada usaha Peternak ayam, seni ukir, tenun songket, kerajinan bantal crayon dan spa. Semua usaha mengalami kenaikan keuntungan, namun rupanya yang paling responsive pada usaha seni ukir dan tenun songket.
Gambar 3 Rata-rata Omset, Keuntungan per Bulan dan Aset Sesudah ada Bantuan
554
SEMNAS FEKON 2016
Gambar 4 Rata-rata Omset, Keuntungan per Bulan dan Aset Sesudah ada Bantuan
555
SEMNAS FEKON 2016
Gambar 5 Rata-rata Omset, Keuntungan per Bulan dan Aset Sesudah ada Bantuan
Trend Omset Dengan menggunakan data bulanan Omset dari 20 pengusaha yang di rata-rata sesudah mendapatkan dana bantuan kemudian akan dihitung Trend atau prediksi Omset pada satu tahun ke depannya. Diharapkan prediksi ini akan mendekati kenyataan. Data diambil dari tahun 2015.7 ( tahun 2015 bulan juli ) sampai dengan 2016.7 ( 556
SEMNAS FEKON 2016
tahun 2016 bulan juli) untuk mendapatkan pola garis prediksinya dengan Rumusan Y= a + bX , dimana Y adalah periode bulan dan X rata-rata omset bulan ke n . TABEL VII Rata-rata Omset Bulanan
Periode 2015.7 2015.8 2015.9 2015.10 2015.11 2015.12 2016.1 2016.2 2016.3 2016.4 2016.5 2016.6 2016.7
Omset (Y) 5.869.000 6.500.000 6.800.000 7.200.000 5.868.400 7.400.000 8.200.000 8.400.000 6.200.000 7.800.000 6.000.200 7.200.000 7.100.000
Dengan perhitungan Statistika sebagaimana terlampir ditemukan persamaan garis Trend nya sebagai berikut Y= 6535585 + 61263,73X Dengan persamaan garis trend tersebut kemudian dihitung prediksi untuk Omset rata-rata semua pengusaha untuk tahun 2016.8 sampai dengan 2017.7. Hasilnya bisa dilihat pada tabel berikut
TABEL VIII Prediksi Rata-rata Omset Bulanan
557
SEMNAS FEKON 2016
Periode Prediksi 2016.8 2016.9 2016.10 2016.11 2016.12 2017.1 2017.2 2017.3 2017.4 2017.5 2017.6 2017.7
Omset (Y) 7.393.277 7.454.541 7.515.805 7.577.068 7.638.332 7.699.596 7.760.860 7.822.123 7.883.387 7.944.651 8.005.915 8.067.178
Trend Keuntungan Setelah diketahui, sesudah mendapatkan dana bantuan prospek keuntungan dari para pengusaha ini kelihatan ada kemajuan maka, penulis ingin memprediksi keadaan keuntungan para pengusaha ini di periode satu tahun mendatang. Dengan menggunakan data rata-rata keuntungan para pengusaha per bulan dari tahun 2015.7 sampai dengan 2016.7, maka akan di prediksi garis trend nya. Hasilnya garis trend sebagai berikut : Y = 3936723 + 807X perhitungan sebagaimana terlampir. Dengan persamaan garis trend tersebut kemudian dihitung prediksi untuk Keuntungan rata-rata semua pengusaha untuk tahun 2016.8 sampai dengan 2017.7. TABEL IX Data Rata-rata Keuntungan Bulanan Periode 2015.7 2015.8 2015.9 2015.10 2015.11 2015.12 2016.1 2016.2 2016.3 2016.4 2016.5 2016.6 2016.7
Keuntungan (Y) 3500000 3700200 3800500 4200000 4200100 3900000 4600000 4250000 3600000 4700000 3500000 3600000 3700000
Sedangkan Prediksi Keuntungan per bulan dari 2016.8 sampai dengan 2017.7 sebagaimana pada table berikut, TABEL X Prediksi Rata-rata Keuntungan Bulanan
558
SEMNAS FEKON 2016
Periode Prediksi Keuntungan (Y) 2016.8 3.948.021 2016.9 3.948.828 2016.10 3.949.635 2016.11 3.950.442 2016.12 3.951.249 2017.1 3.952.056 2017.2 3.952.863 2017.3 3.953.670 2017.4 3.954.477 2017.5 3.955.284 2017.6 3.956.091 2017.7 3.956.898
Kalau dilihat dari hasil prediksi, keuntungan para pengusaha berkisar antara 3.956.898 hal ini dimungkinkan apabila para pengusaha disiplin dan berusaha dengan baik mka prediksi keuntungan tidk berfluktuasi scara tajam missal sampai jatuh di angka kurang dari tiga juta. Mudah-mudahan dengan adanya bantuan ini para pengusaha dapat meningkatkan usahanya sehingga prediksi ini paling tidak sebagai ancer-ancer pendapatannya kelak. Analisis Data dengan Regresi linier Untuk mengetahui hubungan antara tingkat keuntungan dengan omset dan asset dipergunakan persamaan : Y = c + dX1 + eX2 + error Dimana Y = Keuntungan X1= Omset X2= Asset c,d,error = intersep, kecenderungan tingkat omset dan asset Hipotesis : Ada hubungan antara tingkat keuntungan dengan omset dan asset H0 : ada hubungan antara tingkat keuntungan dengan omset dan asset Ha : tidak ada hubungan antara tingkat keuntungan dengan omset dan asset Untuk mendapatkan kurve yang linier (garis linier maka persamaan tersebut di atas ditarik logaritma (logaritma Naturalis = Ln) sehingga persamaan menjadi , LnY = c + dLnX1 + eLnX2 + error atau LY = c + dLX1 + eLX2 + error Dengan data time series bulanan mulai dari juli 2015 sampai dengan juli 2016 dengan mempergunakan program Eviews-5, dapat diperoleh koefisien regresi penaksir dari masing-masing variable independen dan diperoleh intersep masing-masing variable indepndennya. Adapun hasilnya sebagai berikut : LnY = 8,13 + 0,534X1 - 0,086X2 (2,34) (2,408) (-1,01) 559
SEMNAS FEKON 2016
TBEL SIGNIFIKANSI Variabel Dependen : LnY Variabel C LX1 LX2
Koefisien 8,13 0,534 -0,086
R- Squared D-W
t hitung 2,34 2,40 -1,01 hitung
t table (α,n-k) 2,23 (0.975, 10) 2,23 (0.975,10) 0,879 (0.90, 10) tabel
Kesimpulan Signifikan Signifikan Signifikan
2,20
dl = 0,715 du=1,779
3,0321
5,14 (0.05, 2, 10)
2,22<2,20<1,779 Tidak ada otokorelasi Sampel berasal dari populasi yang tidak homogin
0,377
F Stat
Dependent Variable: LNY Method: Least Squares Date: 11/07/16 Time: 13:36 Sample: 2015M07 2016M07 Included observations: 13 Variable
Coefficie nt
Std. Error
t-Statistic
Prob.
8.137782 0.534671 0.086577
3.474420 0.222039
2.342199 2.408004
0.0412 0.0368
0.085636
-1.010983
0.3359
R-squared Adjusted R-squared
0.377504 0.253004
Mean dependent var S.D. dependent var
S.E. of regression
0.092078
Akaike info criterion
Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.084783 14.26573 2.206346
Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
C LNX1 LNX2
15.18781 0.106536 1.733189 1.602816 3.032174 0.093473
Dari hasil tersebut disimpulkan bahwa, variable omset berpengaruh secara positif terhadap tingkat keuntungan secara signifikan, namun variable aseet ternyata berpengaruh negative terhadap tingkat keuntungan secara signifikan. Artinya besarnya asset belum tentu bisa menambah keuntunggan meski kecenderungannya sangat kecil yaitu – 0,086 persen. Kalau dilihat dari uji F, Nilai F table sebesar 5,14 (dfi/df2, 2/10, α=0,05) ternyata lebih besar dari F hitung = 3,032 sehingga didapat kesimpulan bahwa sampel berasal dari populasi yang tidak homogen. Populasi para pengusaha UMK Denpasar memang berasal dari banyak jenis UMK yang masing-masing memerlukan asset yang berbeda-beda. 560
SEMNAS FEKON 2016
Dilihat dari Durbin Watson statistic, Nilai D-W hitung sebesar 2,20 terletak diantara dU dan 4-dU yaitu 2,221 < 2,20 < 1,779 yang artinya tidak ada otokorelasi data antara variable-variabel dalam penelitian. Sementara itu nilai R-Squared sebesar 0,377 bearti hampir 40% variable dependen bisa menjelaskan variable independen. Dengan demikian Hipotesa nol diterima yaitu ada hubungan yang signifikan antara tingkat Keuntungan dengan Omset dan Aset. Kendala dan Masalah Kendala yang diutarakan dalam wawancara dengan para pengusaha ini antara lain adalah kurangnya waktu untuk lebih focus ke usahanya, karena untuk menambah tenaga kerja selain susah mendapatkannya juga biaya tenaga kerjanya mahal Bahan baku kadang harganya berfluktuasi sehingga harus menyesuaikan dengan hasil produksinya dan penetapan harga produksinya. Kalau itu usaha makanan denagn siasat mengurangi volume hasil produksinya atau mengganti dengan bahan baku lain. Kalau itu usaha kerajinan missal tenun songket harga benang yang mahal terutama benang impor maka harga hasil produksinya akan dinaikkan. Atau dengan mengganti benang impor dengan bahan alami yang memerlukan proses produksi yang lebih lama. Ketidaktahuan tentang pengelolaan keuangan sehingga kadang para pengusaha tidak bisa tepat untuk menentukan harga hasil produksinya. Biasanya mereka dalam pengelolaan baik manajemen produksi, keuangan dan SDM masih minim sekali. Keterbatasan da mengakibatkan proses produksi kadang agak terganggu. Kesimpulan dan Saran Berdasarkan atas uraian dan kajian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa, 1. Provinsi Bali dengan luas wilayah yang relative kecil namun dengan kepadatan penduduk yang tinggi serta sumber daya Alam yang terbatas, maka sangat dimungkinkan untuk berkembangnya usaha berskala mikro. 2. Peranan UKM di Bali sangat dominan yaitu sekitar 99% dari semua pengusaha di Bali 3. Sangat beragamnya UKM di Bali sejalan dengan perkembangan kegiatan adat dan wisatawan di Bali sehingga memacu berkembangnya jenis usaha UKM di Bali 4. Dengan adanya bantuan dana pemodalan UKM oleh Kemenkop untuk para pengusaha UKM mahasiswa UPBJJ-UT Denpasar sangat memicu tingkat produksi sehingga omset meningkat dan keuntungannya juga meningkat. Dengan semakin berkembangnya UKM di Bali maka perlu adanya penyediaan SDM yang cukup memadai dari segi kualitas maupun kuantitasnya, adanya balai-balai pelatihan yang bekerjasama dengan SMK atau Perguruan Tinggi sangat diperlukan. Disamping itu pula, peran serta dan dukungan pemerintah kabupaten dan kota se Bali, sangat diharapkan, baik dalam dukungan permodalan,maupun dukungan pembinaan dan pengembangan di daerah masing-masing.karena pada hakekatnya, keberadaan usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi , berada di daerah kabupaten/kota diseluruh Bali . Demikian pula halnya,dengan peranan pengendalian dan pengawasan,dilaksanakan sejak dini,sesuai dengan fungsi dan peranan masing-masing lembaga/instasi,baik pengawasan internal,pengawasan dari pemerintah daerah,DPRD ,maupun departemen keuangan Daftar Pustaka Adrian Mirza, dalam “Pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia : Sebuah Tinjauan Singkat “, 20 Juli 2012 Korry Nyoman Sugara, SE, Ak, MM., “Kebijakan Pembelaan Terhadap Usaha Mikro, Kecil, Menengah Dan Koperasi Melalui Lembaga Penjaminan Kredit daerah Provinsi Bali”, 10 september 2010 561
SEMNAS FEKON 2016
Respatiningsih Hesti, dalam Manajemen Kredit Usaha Mikro Kecil Dan Menengah (UMKM)”,
[email protected], STIE Rajawali Purworejo, SEGMEN Jurnal Manajemen dan Bisnis , Januari 2011 Semadi, dalam “ Selayang Pandang Pertanian Bali “, Staff.umud.ac.id/-semadiantara/?p=670, 10 Desember 2013 Sudaryanto, Ragimun dan Rahma Rina Wijayanti, dalam “Strategi Pemberdayaan UMKM Menghadapi Pasar bebas Asean”, Pusat Kebijakan Ekonomi Mikro, BKF , 8 Desember 2014. Tedjasuksmana Budianto, dalam “Potret UMKM Indonesia Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean 2015”, Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya, 2015 Publikasi Statistik Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Tahun 2008-2009 Statistik Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Tahun 2011-2013 PDRB Bali dari tahun 2012 sampai dengan 2014 Data dari Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Bali jumlah UMKM tahun 2011 LAMPIRAN
Usaha, Omset dan Keuntungan rata-rata per bulan Sesudah Ada Bantuan Modal N o 1 2
Jenis Usaha Pupuk Organik Peternak Ayam Pejantan
3
Jual Beras
4 5 6 7 8 9 10 11
Omset/bulan
Keuntungan
Aset
5.000.000
2.000.000
10.000.000
14.129.167
3.471.667
16.620.000
14.875.000
1.957.825
18.500.000
Kerajinan Sarana Adat
5.500.000
1.200.000
14.500.000
Laundry
2.696.400
712.400
4.807.000
8.129.439
2.056.109
1.000.000
Makanan Aneka Keripik Peternak Babi Spa dan Massage Fotokopi Kue Tradisionil Kerajinan Bantal Cacron
5.250.000
1.950.000
21.000.000
5.176.800
1.700.525
10.180.000
2.300.000
750.000
13.755.800
3.859.000
2.071.000
13.500.000
6.300.000
3.150.000
18.300.000
12
Bakery
4.500.000
2.150.000
13.805.000
13
Sosis
2.150.000
1.750.000
6.841.600
Bantuan 14.000.000
X2
XY 1
5.000.000
4
28.258.334
9
44.625.000
16
22.000.000
25
13.482.000
36
48.776.634
15.000.000
49
36.750.000
13.000.000
64
41.414.400
11.500.000
81
20.700.000
13.500.000
100
38.590.000
121
69.300.000
13.000.000
144
54.000.000
10.500.000
169
27.950.000
16.500.000 13.500.000 13.500.000 10.000.000 10.000.000
13.000.000
562
SEMNAS FEKON 2016
14
15 16
Tenun Songket Sidemen Kerajinan Buah Camplung Seni Ukir Bali
7.500.000
4.500.000
4.000.000
1.300.000
23.000.000
10.000.000
14.500.000
9.000.000
4.000.000
19.000.000
Dupa Harum
5.000.000
2.200.000
10.000.000
18
Modiste pakaian Adat
2.500.000
750.000
7.500.000
19
Pertamini
5.000.000
1.500.000
12.000.000
20
Bakso
4.000.000
2.500.000
6.000.000
2.058.476
12515470
5.868.290
105.000.000
225
67.500.000
14.000.000
256
144.000.000
11.000.000
289
85.000.000
324
45.000.000
10.000.000
361
95.000.000
7.000.000
400
80.000.000
2870
1.072.346.368
10.500.000
17
Rata-rata
196
8.000.000
Analisa Garis Trend OMSET Analisa Garis Trend OMSET Periode
Periode (X)
Omset (Y)
X2
XY
2015.7
1
5.869.000
1
5.869.000
2015.8
2
6.500.000
4
13.000.000
2015.9
3
6.800.000
9
20.400.000
2015.10
4
7.200.000
16
28.800.000
2015.11
5
5.868.400
25
29.342.000
2015.12
6
7.400.000
36
44.400.000
2016.1
7
8.200.000
49
57.400.000
2016.2
8
8.400.000
64
67.200.000
2016.3
9
6.200.000
81
55.800.000
2016.4
10
7.800.000
100
78.000.000
2016.5
11
6.000.200
121
66.002.200
2016.6
12
7.200.000
144
86.400.000
2016.7
13
7.100.000
169
92.300.000
7
6.964.431
Rata-rata
Y = a + bX a = 6.535.585 b = 61263,73626 Y = 6.535.585 + 61263.73 X
563
SEMNAS FEKON 2016
Analisa Garis Trend Keuntungan Garis Trend Keuntungan Periode Keuntungan Periode (X) (Y) 2015.7 1 3500000 2015.8 2 3700200 2015.9 3 3800500 2015.10 4 4200000 2015.11 5 4200100 2015.12 6 3900000 2016.1 7 4600000 2016.2 8 4250000 2016.3 9 3600000 2016.4 10 4700000 2016.5 11 3500000 2016.6 12 3600000 2016.7 13 3700000
X2 1 4 9 16 25 36 49 64 81 100 121 144 169
XY 3500000 7400400 11401500 16800000 21000500 23400000 32200000 34000000 32400000 47000000 38500000 43200000 48100000
Y = a + bX a = 3.936.723 b = 807 Y = 3.936.723 + 507 X Dependent Variable: LNY Method: Least Squares Date: 11/07/16 Time: 13:36 Sample: 2015M07 2016M07 Included observations: 13 Variable
Coefficie nt
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LNX1
8.137782 0.534671
3.474420 0.222039
2.342199 2.408004
0.0412 0.0368 564
SEMNAS FEKON 2016
0.086577
0.085636
R-squared Adjusted R-squared
0.377504 0.253004
Mean dependent var S.D. dependent var
S.E. of regression
0.092078
Akaike info criterion
Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.084783 14.26573 2.206346
Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
LNX2
-1.010983
0.3359 15.18781 0.106536 1.733189 1.602816 3.032174 0.093473
PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN BELANJA MODAL TERHADAP INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA Jouzar Farouq Ishak Universitas Widyatama Bandung Email:
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah terdapat pengaruh secara signifikan pendapatan asli daerah dan belanja modal terhadap indeks pembangunan manusia pada Pemerintah Kabupaten atau Kota di Provinsi Jawa Barat baik secara parsial maupun secara simultan. Populasi dalam penelitian ini adalah Pemerintah Kabupaten atau Kota di Provinsi Jawa Barat. Data yang diperoleh adalah kombinasi antara data time series dan data crosssection atau yang biasa disebut dengan data panel. Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah purposive sampling. Peneliti menggunakan analisis regresi yang dilakukan dengan menggunakan regression analysis merupakan suatu bentuk regresi yang dirancang secara hierarki untuk menentukan hubungan antara dua variabel dimana dalam persamaan regresinya mengandung unsur interaksi antara dua atau lebih variabel independen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan asli daerah berpengaruh signifikan terhadap indeks pembangunan manusia pada Pemerintah Kabupaten atau Kota di Provinsi Jawa Barat. Belanja modal berpengaruh signifikan terhadap indeks pembangunan manusia pada Pemerintah Kabupaten atau Kota di Provinsi Jawa Barat. Pendapatan asli daerah dan belanja modal berpengaruh signifikan terhadap indeks pembangunan manusia pada Pemerintah Kabupaten atau Kota di Provinsi Jawa Barat. Kata Kunci:
pendapatan asli daerah, belanja modal, indeks pembangunan manusia
PENDAHULUAN Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal mengharapkan pemerintah daerah memiliki kemandirian yang lebih besar dalam keuangan daerah. Oleh karena itu, peranan pendapatan asli daerah sangat menentukan kinerja keuangan daerah. Dengan potensi yang dimiliki oleh daerah diharapkan dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan penerimaan daerah yang dapat digunakan untuk membiayai segala kewajiban dari pemerintah daerah dalam menjalankan kegiatan pemerintahan daerah, termasuk untuk digunakan dalam meningkatkan infrastruktur daerah (Kusnandar & Dodik Siswantoro, 2012). Dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan kualitas pelayanan publik, pemerintah daerah hendaknya mampu mengubah proporsi belanja yang dialokasikan untuk tujuan dan hal-hal yang positif, sebagai contoh melakukan aktivitas pembangunan yang berkaitan dengan program-program untuk kepentingan publik (Lilis Setyowati & Yohana Kus Suparwati, 2012). Nur Isa Pratowo (2011) menjelaskan bahwa dalam upaya peningkatan indeks pembangunan manusia, perlu kebijakan penganggaran dengan memperbesar komposisi anggaran belanja supaya lebih terfokus pada program sasaran dan memperkecil belanja yang berupa upah/gaji/honor birokrat atau mitra pelaksana program. 565
SEMNAS FEKON 2016
Program sasaran yang dimaksud adalah di bidang kesehatan, pendidikan, dan penciptaan lapangan kerja serta memperluas pasar produk-produk regional agar meningkatkan pendapatan masyarakat untuk mencapai kehidupan yang layak. Pada tahun 2012, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Provinsi Jawa Barat sebesar 73,11 sedangkan IPM secara Nasional sebesar 73,29. Begitu juga Provinsi 2008 2009 2010 2011 2012 pada tahun sebelumnya 69,70 70,06 70,48 70,95 71,49 yaitu pada Banten tahun 2011 bahwa IPM di Provinsi Jawa 77,03 77,36 77,60 77,97 78,33 Barat sebesar DKI Jakarta 72,73 sedangkan IPM secara Jawa Barat 71,12 71,64 72,29 72,73 73,11 Nasional sebesar 72,77. Berdasarkan data tersebut Jawa Tengah 71,60 72,10 72,49 72,94 73,36 dapat dilihat apabila IPM di Provinsi Jawa DI Yogyakarta Barat lebih 74,88 75,23 75,77 76,32 76,75 rendah daripada IPM secara Nasional. Jawa Timur 70,38 71,06 71,62 72,18 72,83 Tabel 1. Indeks 71,17 71,67 72,27 72,77 73,29 Pembangunan Indonesia Manusia Pada 6 Provinsi di Pulau Jawa dan Indonesia Tahun 2008 s.d 2012 Sumber: Badan Pusat Statistik Indonesia Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang diajukan adalah sebagai berikut: 1) Seberapa besar pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Indeks Pembangunan Manusia pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat? 2) Seberapa besar pengaruh Belanja Modal terhadap Indeks Pembangunan Manusia pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat? 3) Seberapa besar pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Modal terhadap Indeks Pembangunan Manusia pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat? Granof (2007) menyatakan bahwa pendapatan dalam pemerintahan harus tersedia untuk membayar kewajiban dari periode saat ini yang sedang berlangsung sebelum dapat diakui. Fokus dalam pengukuran pendapatan tersebut diantaranya sumber-sumber keuangan saat ini seperti kas, piutang, surat berharga, dan persediaan serta aset modal seperti tanah, gedung, dan peralatan tidak diperhitungkan dalam pemerintahan melainkan dalam aktivitas pemerintahan. Melalui otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, pemerintahan daerah memiliki wewenang untuk menggali pendapatan dan melakukan peran alokasi secara mandiri dalam menetapkan prioritas pembangunan. Diharapkan dengan adanya otonomi dan desentralisasi fiskal dapat lebih memeratakan pembangunan sesuai dengan aspirasi lokal untuk mengembangkan wilayah menurut potensi daerah guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Hadi Sasana, 2009). Menurut Freeman, et al. (2006: 217) belanja, konsep yang yang berbeda daripada beban, adalah sebuah ukuran dari dana kewajiban yang dikeluarkan selama periode dari operasional pemerintahan, pengeluaran modal, dan hutang. Belanja pemerintah dapat didefinisikan sebagai akuntansi dana di mana semua penurunan dana aset bersih untuk kegiatan rutin operasional pemerintah, pengeluaran modal, dan hutang kecuali yang terjadi dari transfer ke dana lainnya. Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang membuat rakyat menikmati umur panjang, sehat, dan menjalankan kehidupan yang produktif. Hal ini nampaknya sederhana. Tetapi seringkali terlupakan oleh kesibukan jangka pendek untuk mengumpulkan harta dan uang (UNDP, 2000).
566
SEMNAS FEKON 2016
UNDP mendefinisikan pembangunan manusia sebagai suatu proses untuk memperluas pilihan-pilihan bagi penduduk. Dalam konsep tersebut penduduk ditempatkan sebagai tujuan akhir sedangkan upaya pembangunan dipandang sebagai sarana untuk mencapai tujuan tersebut. Untuk menjamin tercapainya tujuan pembangunan manusia, empat hal pokok yang perlu diperhatikan adalah produktivitas, pemerataan, kesinambungan, dan pemberdayaan (UNDP, 2000). Hipotesis penelitian yang diajukan peneliti dapat dirumuskan sebagai berikut: H1: Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan Manusia. H2: Belanja Modal berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan Manusia dengan Belanja Modal. H3: Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Modal secara bersama-sama berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan Manusia.
METODE PENELITIAN Objek dalam penelitian ini adalah Pendapatan Asli Daerah, Belanja Modal, dan Indeks Pembangunan Manusia. Penelitian ini dilakukan pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat tahun 2007 sampai dengan tahun 2012. Pemilihan Provinsi Jawa Barat dikarenakan rasio realisasi belanja per kapita lebih rendah di bawah rata-rata nasional dan nilai Indeks Pembangunan Manusia yang lebih rendah daripada nilai Indeks Pembangunan Manusia secara nasional. Populasi dalam penelitian ini adalah Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat yang terdiri dari 27 Pemerintah Kabupaten/Kota dan populasi sasarannya adalah 25 Pemerintah Kabupaten/Kota. Menurut Sekaran (2003: 277) purposive sampling di sini adalah terbatas jenis tertentu kepada orangorang yang dapat memberikan informasi yang diinginkan, baik karena mereka hanya orang yang memilikinya, atau sesuai dengan beberapa kriteria yang ditetapkan oleh peneliti. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan regression analysis merupakan suatu bentuk regresi yang dirancang secara hierarki untuk menentukan hubungan antara dua variabel dimana dalam persamaan regresinya mengandung unsur interaksi antara dua atau lebih variabel independen (Imam Ghozali, 2005). Data dapat diperoleh dari sumber primer dan sekunder. Data primer merujuk pada informasi yang diperoleh secara langsung oleh peneliti terhadap variabel yang diteliti untuk spesifikasi dalam penelitian. Sedangkan data sekunder diperoleh dari informasi yang dikumpulkan dari sumber-sumber yang tersedia (Sekaran, 2003: 219). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan data sekunder. Sumber data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data realisasi Pendapatan dan Belanja Daerah serta Pertumbuhan Ekonomi periode 2007 sampai dengan 2011 dan data Indeks Pembangunan Manusia periode 2008 sampai dengan 2012 pada 25 Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat yang berasal dari Badan Pusat Statistik beserta dokumen-dokumen lainnya yang dipublikasikan oleh Pemerintah.
Pendapatan Asli Daerah (X1) Indeks Pembangunan Manusia (Y) Belanja Modal (X2) Gambar 1. Hubungan Struktur X1, X2 terhadap Y HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Besarnya pengaruh variabel X1 dan X2 terhadap Y ditunjukkan pada tabel di bawah ini: 567
SEMNAS FEKON 2016
Tabel 2. Coefficientsa Coefficientsa
Model 1
(Constant) Pendapatan Asli Daerah Belanja Modal
Unstandardiz ed Coef f icients B Std. Error 71.866 .414 1.90E-011 .000 -7.9E-012 .000
Standardized Coef f icients Beta .648 -.395
t 173.718 4.504 -2.747
Sig. .000 .000 .007
a. Dependent Variable: Indeks Pembangunan Manusia
Nilai ttabel dilihat pada taraf signifikansi 0,05 di mana df = jumlah sampel - variabel bebas = 125 – 2 = 123. Oleh karena itu, nilai ttabel pada df = 123 adalah 1,65734. Nilai thitung diperoleh pada tabel di atas yaitu 4,504 yang berarti thitung > ttabel (4,504 > 1,65734). Dengan demikian, H0 ditolak dan Ha diterima yang memberikan kesimpulan bahwa variabel Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap variabel Indeks Pembangunan Manusia. Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal mengharapkan pemerintah daerah memiliki kemandirian yang lebih besar dalam keuangan daerah. Oleh karena itu, peranan pendapatan asli daerah sangat menentukan kinerja keuangan daerah. Dengan potensi yang dimiliki oleh daerah diharapkan dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan penerimaan daerah yang dapat digunakan untuk membiayai segala kewajiban dari pemerintah daerah dalam menjalankan kegiatan pemerintahan daerah, termasuk untuk digunakan dalam meningkatkan infrastruktur daerah (Kusnandar & Dodik Siswantoro, 2012). Hasil ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Lilis Setyowati & Yohana Kus Suparwati (2012) menemukan bahwa pendapatan asli daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap indeks pembangunan manusia. PAD akan mempengaruhi pembangunan di daerah yang direalisasikan dalam bentuk pengadaan fasilitas dan infrastruktur yang ditujukan untuk kepentingan publik, sehingga hal ini akan meningkatkan alokasi belanja modal dan mempengaruhi dalam hal meningkatkan indeks pembangunan manusia. Nilai ttabel dilihat pada taraf signifikansi 0,05 di mana df = jumlah sampel - variabel bebas = 125 – 2 = 123. Oleh karena itu, nilai ttabel pada df = 123 adalah -1,65734. Nilai thitung diperoleh pada tabel di atas yaitu 2,747 yang berarti -thitung < -ttabel (-2,747 < -1,65734). Dengan demikian, H0 ditolak dan Ha diterima yang memberikan kesimpulan bahwa variabel Belanja Modal berpengaruh terhadap variabel Indeks Pembangunan Manusia. Keterkaitan antara belanja modal dengan indeks pembangunan manusia sangat erat dimana kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia didasarkan kepada pemikiran bahwa pendidikan tidak sekedar menyiapkan peserta didik agar mampu masuk dalam pasaran kerja, namun lebih daripada itu, pendidikan merupakan salah satu upaya pembangunan watak bangsa seperti kejujuran, keadilan, keikhlasan, kesederhanaan dan keteladanan (Denni Sulistio Mirza, 2012). Hasil ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Hadi Sasana (2012) menemukan bahwa belanja modal berpengaruh signifikan terhadap indeks pembangunan manusia. Pemberdayaan dan pemihakan alokasi belanja daerah bagi peningkatan infastruktur dan pelayanan dasar adalah faktor penting bagi pembangunan di daerah dalam pelaksanaan otonomi. Indikator kinerja yang menunjukkan pencapaian output dan kualitas layanan yang semakin baik dapat menjadi penunjang berbagai aktivitas baik sosial maupun ekonomi masyarakat. Sehingga hasil, manfaat, dan dampaknya dapat dirasakan langsung atau tidak langsung bagi kepentingan sebesarbesarnya rakyat yang berujung pada peningkatan kesejahteraan.
KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan oleh penulis, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Pendapatan Asli Daerah secara parsial berpengaruh signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat. 568
SEMNAS FEKON 2016
2. Belanja Modal secara parsial berpengaruh signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat. 3. Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Modal secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat. Selain itu, penulis memberikan saran yaitu sampel yang digunakan dalam penelitian ini hanya terbatas pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat sehingga generalisasi hasil penelitian dan pembahasan kurang dapat diberlakukan bagi provinsi-provinsi yang lain di Indonesia. Diharapkan untuk penelitian yang akan datang agar dapat memperluas serta menambah sampel penelitian dengan periode pengamatan yang lebih panjang agar dapat menghasilkan data yang lebih komprehensif dan akurat. DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. (2014). Jawa Barat Dalam Angka. Bandung. Freeman, Robert J., Shoulders, Craig D., & Allison, Gregory S. (2006). Governmental and Nonprofit Accounting. Prentice Hall: Pearson. Ghozali. Imam. (2005). Analisis Multivariate dengan SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Granof, Michael H. (2007). Government & Non Profit Accounting. New York: John Wiley & Sons. Kusnandar & Siswantoro, Dodik. 2012. Pengaruh Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran dan Luas Wilayah terhadap Belanja Modal. Simposium Nasional Akuntansi XV Banjarmasin: 20 s.d 23 September 2012. Mirza, Denni Sulistio. (2012). Pengaruh Kemiskinan, Pertumbuhan Ekonomi, dan Belanja Modal terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Jawa Tengah tahun 2006-2009. Economics Development Analysis Journal Universitas Negeri Semarang, vol 1, no 2. Pratowo. Nur Isa. (2011). Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan Manusia. Jurnal Studi Ekonomi Indonesia. Sasana. Hadi. (2012). Pengaruh Belanja Pemerintah Daerah dan Pendapatan Perkapita Terhadap Indeks Pembangunan Manusia. Media Ekonomi Manajemen, vol 25, no 1. Sekaran. Uma. (2003). Research Methods for Business. New York: John Wiley & Sons. Setyowati, Lilis & Suparwati, Yohana Kus. (2012). Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, DAU, DAK, PAD Terhadap Indeks Pembangunan Manusia dengan Pengalokasian Anggaran Belanja Modal sebagai Variabel Inetervening. Prestasi vol 9, no 1. United Nations Development Programme (2000). Human Development Report 2000: Economic and Human Development. Published for United Nations Development Programme. New York: Oxford University Press.
569
SEMNAS FEKON 2016
PENYERAPAN TENAGA KERJA INDUSTRI MIKRO DAN KECIL MAKANAN DAN MINUMAN PROVINSI ACEH Yasrizal Universitas Teuku Umar, Meulaboh email:
[email protected] Abstract The competition of labor market in Asean Economic Society will be determined by the labor’s productivity. Small businesses of foods and beverages is the highest sub sector which recuit the labor in Aceh. In 2010 there were 929.910 small businesses which were able to recruit 2.152.981 labor or around 31,99%. There are three variables impact the absorbtion of labor, the wages, labor productivity and capital. This research uses multiple regression technique to analyse data. The techique analysis used to find the impact of wages, productivity and capital to the absorbtion of labor in small businesses and enterprises. Based on research finding, the competitive advantage of Indonesian labor is at the sixth rank within ten countries in ASEAN. The research also found that productivity has significant impact to the absorbtion of labor while capital and wages have no significant impact to the absorbtion of labor in Aceh Province. Keywords: Labor, Productivity, Capital dan Wages.
1. PENDAHULUAN Pesaingan tenaga kerja semangkin ketat sejak diterapkan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). NegaraNegara di wilayah Asia Tenggara akan membentuk sebuah kawasan yang terintegrasi. Akses investasi, distribusi barang dan jasa semangkin dipermudah, tenaga kerja yang kompetitif bebas masuk ke setiap negara, yang tidak siap bersaing akan kalah dalam pertarungan di kompetisi Masyarakat ekonomi ASEAN. Inilah tantangan baru pembangunan ekonomi Indonesia. Produktivitas tenaga kerja merupakan penopang utama daya saing suatu perekonomian, namun faktor inflstruktur, kualitas kependidikan, iklim investasi, kondisi transportasi, logistik, sistem perbangkan yang pro bisnis serta faktor pendukung lainnya perlu ditingkatkan untuk meningkatkan daya saing perekonomian Indonesia di pasar ASEAN Menurut Michael Porter daya saing dalam perdagangan internasional akan dapat dicapai melalui keunggulan komparatif seperti pentingnya unsur teknologi, dan sinergi antara pemerintah serta dunia usaha dalam meningkatkan daya saing negara dalam perdagangan internasional. Penguasaan teknologi telah terbukti oleh perusahaan-perusahaan Jepang yang meniru barang-barang yang telah ada tetapi dapat menjadi lebih baik dan lebih murah. Masalah utama dalam pembangunan ekonomi dan mendasar dalam ketenagakerjaan di Indonesia adalah masalah tingkat pengangguran yang tinggi. Hal tersebut disebabkan karena pertambahan tenaga kerja baru jauh lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan lapangan kerja yang dapat disediakan setiap tahunnya (Amri Amir: 2004: 2). Pada tahun 2014 jumlah pengangguran di Indonesia tercatat sebanyak 7,56 juta jiwa (BPS 2015), sedangkan jumlah pengangguran di Provinsi Aceh sebanyak 216.806 jiwa (BPS Aceh 2015). Proses pembangunan ekonomi suatu Negara sering kali dikaitkan dengan proses industrialisasi. Pembangunan industri sebenarnya merupakan salah satu jalur untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam arti tingkat hidup yang lebih maju maupun taraf hidup yang lebih bermutu (Sukirno, 2005). Sektor industri diyakini sebagai sektor yang dapat memimpin sektor-sektor lain dalam sebuah perekonomiannya menuju kemajuan, karena produk industrial memiliki daya tukar (Term of Track) yang tinggi, lebih menguntungkan, dan dapat menciptakan nilai tambah yang lebih besar dibandingkan dengan produk dari sektor lain. Hal ini disebabkan karena industri memiliki variasi produksi yang sangat beragam dan mampu memberikan manfaat marginal yang tinggi kepada pemakainya (Dumary, 2002). 570
SEMNAS FEKON 2016
Industri Mikro dan Kecil (IMK) memiliki peran yang penting dalam perekonomian Indonesia. Hal ini dikarenakan IMK sebagai pemain utama dalam kegiatan ekonomi di berbagai sektor, penyedia lapangan kerja yang terbesar, pemain penting dalam pengembangan kegiatan ekonomi lokal dan pemberdayaan masyarakat, dan sebagai pencipta pasar baru dan sumber inovasi. Usaha IMK bersifat labor intensif dengan memanfaatkan tenaga kerja yang jauh lebih banyak dibandingkan industri besar yang lebih berfokus pada modal (capital intensive). Berdasarkan Data BPS (2015), pertumbuhan IMK di Indonesia meningkat sebesar 5,65%, sedangkan berdasarkan data BPS Aceh (2015) jumlah Industri Mikro Kecil (IMK) di Provinsi Aceh sebanyak 1.862 unit usaha atau 2,09 % dari jumlah IMK Indonesia. Sektor industri pengolahan makanan menjadi primadona sebagai penyumbang terbesar dalam menciptakan lapangan pekerjaan dan pemerataan pendapatan penduduk. Tahun 2010 tercatat sebanyak 929.910 industri bergerak di bidang pengolahan makanan, dimana industri tersebut dapat menyerap tenaga kerja sebanyak 2.152.981 jiwa atau sebanyak 31,99% dari jumlah tenaga kerja IMK Indonesia (Industri Mikro dan Kecil, BPS 2010). Berdasarkan latar belakang dan uraian diatas peneliti tertarik untuk mengkaji lebih lanjut mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja pada industri mikro dan kecil sub sektor makanan dan minuman di Provinsi Aceh. Adapun faktor-faktor yang dimaksud adalah variabel upah tenaga kerja, variabel produktivitas tenaga kerja dan variabel modal. 2. METODE PENELITIAN 2.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk menganalisa secara empiris mengenai penyerapan tenaga kerja pada industri mikro kecil di Provinsi Aceh khususnya industri makanan dan minuman. Yang menjadi variabel yang akan diteliti adalah upah tenaga kerja, modal serta produktivitas tenaga kerja yang dihasilkan oleh setiap tenaga kerja. 2.2 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan data sekunder dan data primer. Data sekunder berupa data yang berasal dari Badan Pusat Statistik Aceh, Dinas Perindustrian, Perdagangan Koperasi dan UKM Aceh dan dilengkapi dengan studi kepustakaan. Data primer berupa data mentah (row data) sampel perusahaan IMK di Provinsi Aceh, berdasarkan survey usaha industri mikro kecil (IMK) tahun 2014 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik Aceh dengan Klarifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) khususnya industri makanan dan minuman dengan kode 10 untuk makanan dan kode 11 untuk industri minuman. Sebagai data utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah jumlah penyerapan tenaga kerja pada industri mikro kecil subsektor industri makanan dan minuman di Provinsi Aceh, tingkat upah, modal serta produktivitas tenaga kerja yang dihasilkan oleh karyawan pada industri makanan dan minuman.
2.3 Metode Analisis Analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis regresi linier berganda dengan metode kuadrat terkecil atau Ordinary Least Square (OLS) Model yang digunakan dalam penelitian ini bertitik tolak pada teori produksi. Bentuk umum fungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut : Q = f(K,L) (2.1) Dimana : Q= Output, K = modal, L = tenaga kerja Kemudian model fungsi produksi pada persamaan (2.1) diatas dirubah dalam bentuk persamaan lagrangian untuk memperoleh fungsi permintaan tenaga kerja yaitu sebagai berikut : Q = f(K, L) (2.2) Minimum c (w, r, Q) = min w L + r K Subject to Q = f(K, L) Fungsi produksi pada persamaan (2.2) dirubah ke bentuk fungsi lagrangian sehingga bentuk persamaannya menjadi : i = w L + r K + λ [Q – f(K, L) ] (2.3) 571
SEMNAS FEKON 2016
Turunan pertama (first-order conditions) dari persamaan (2.3) ke atas terhadap K, L dan λ adalah sebagai berikut : w – λfl =0 (2.4) r – λfk =0 (2.5) Q – f(K, L) = 0 (2.6) Dari persamaan (2.4) dan (2.5) diperoleh : 𝑤 𝜆𝑓𝐿 = 𝜆𝑓𝐾 𝑟
(2.7)
𝑤
K = 𝑟. L
(2.8)
Persamaan (2.8) disubstitusikan ke persamaan (2.6) Q = f(K, L) 𝑤 Q = ( 𝑟 L). L 𝑤
Q = 𝑟 L2 L2 = 𝑤𝑄⁄ 𝑟
𝑟
L = √𝑤 Q
(2.9)
Ld = F(r, w, Q) Ld = F(r+, w-, Q+)
(2.10) (2.11)
Dimana : C = biaya, r=harga dari modal (tingkat bunga), K =modal, w=harga dari tenaga kerja (upah), L=jumlah tenaga kerja, Q=produksi, Ld=permintaan tenaga kerja, i=persamaan lagrange dan λ= variabel buatan. Selanjutnya persamaan (2.10) diatas dirubah dalam bentuk regresi linier dengan menggunakan logaritma natural (Ln) sehingga bentuk persamaannya menjadi sebagai berikut : Ln LD = α + β1LnR + β2LnQ + β3LnW Persamaan diatas dapat ditulis dalam bentuk regresi linier sebagai berikut : Ln LD = βo + β1LnR + β2LnQ - β3LnW + ε
(2.12)
(2.13)
Dimana : LD = jumlah penyerapan tenaga kerja pada industri mikro dan kecil dan satuan ukurannya dalam orang R = modal pada industri mikro dan kecil dan satuan ukuran dalam rupiah Q = jumlah produktivitas tenaga kerja pada industri mikro dan kecil dan satuan ukurannya dalam rupiah W = upah dari tenaga kerja pada industri mikro dan kecil dan satuan ukurannya dalam rupiah A = konstanta B = koefisien
3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Jumlah Industri Mikro Kecil di Provinsi Aceh Industri Mikro dan Kecil (IMK) di Provinsi Aceh berjumlah 1.862 unit usaha yang tersebar di 81 kabupaten/kota (BPS Aceh 2015). Lokasi kabupaten/kota mempengaruhi jumlah IMK, hal ini dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 1. Prekembangan Jumlah Industri Mikro Dan Kecil Kabupaten/Kota Di Provinsi Aceh Tahun 2014 572
SEMNAS FEKON 2016
Jumlah No. Kabupaten Kota IMK 1 Simeulu 8 2 Aceh Singkil 20 3 Aceh Selatan 74 4 Aceh Tenggara 29 5 Aceh Timur 46 6 Aceh Tengah 17 7 Aceh Barat 39 8 Aceh Besar 40 9 Pidie 416 10 Bireuen 255 11 Aceh Utara 197 12 Aceh Barat Daya 17 13 Gayo Lues 165 14 Aceh Taming 36 15 Nagan Raya 21 16 Aceh Jaya 14 17 Bener Meriah 3 18 Pidie Jaya 303 19 Banda Aceh 67 20 Sabang 30 21 Kota Langsa 35 22 Lhokseumawe 28 23 Subulussalam 2 Total Provinsi 1862 Rata-Rata Kab/Kota 81 Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh 2015
Persentase dari Provinsi 0,43 1,07 3,97 1,56 2,47 0,91 2,09 2,15 22,34 13,69 10,58 0,91 8,86 1,93 1,13 0,75 0,16 16,27 3,60 1,61 1,88 1,50 0,11 100,00
Berdasarkan Tabel 1, Jumlah industri mikro kecil Provinsi Aceh adalah Pidie sebesar 416 IMK, disusul pidie jaya sebesar 303 unit atau sebasar 16, 27 persen, dan urutan ketiga diraih oleh kabupaten Bireuen yaitu sebesar 255 unit atau 10,8 persen. Kabupaten dengan jumlah IMK terkecil adalah Kabupaten Simeulu yang berjumlah 8 unit atau 0,43 persen. Jumlah besar dan kecilnya jumlah IMK di suatu kabupaten dipengaruhi oleh kondisi investasi sektor swasta, didorong semangat wirausaha masyarakat dan peran pemerintah yang mendukung kegiatan perekonomian masyarakat. Semangkin tinggi semangat wirausaha masysrakat pertumbuhan usaha mikro dan kecil semangkin tinggi. Hal ini terlihat pada Kabupaten Pidie dan Pidie Jaya, umumnya masyarakat yang berasal dari Pidie (Kabupeten Pidie dan Pidie Jaya) merupakan masyarakat yang mempunya semangat wirausaha yang tinggi. Diperkuat dengan pendapat Selo Sumardjan dalam buku (Ishak Hasan mewirausahakan akar rumput 2013) Orang Pidie “banyak di antara mereka yang pandai berdagang (berwirausaha), dan hanya sedikit saja yang suka bekerja sebagai petani, mereka merantau secara invidual, tidak berkelompok”.
3.2 Jenis Industri Kecil Makanan dan Minuman di Kabupaten/Kota Provinsi Aceh Bila dilihat dari penyebaran jenis industri makanan dan minuman, maka industry paling banyak diminati oleh pengusaha adalah industry kue, kemudian emping melinjo, keripik pisang, dimana jumlah industrinya lebih dari 10 unit. Hal ini tergambar pada Gambar 3.1 dibawah ini. 573
SEMNAS FEKON 2016
1% 1% 1% 3% 1% 2% 4% 2% 3% 1% 2% 1% 11% 1%
1% 1% 2% 5% 3%
40%
1% 7% 1% 5% 1%
Air Isi Ulang Bulu Pancing Emping Melinjo Es Campur Es Cream Es Lilin Garam Jamu Keripik Ketan Keripik Peyek Keripik Pisang
Gambar 3 Penyebaran Jenis Industri Makanan dan Minuman di Provinsi Aceh Berdasarkan gambar 3 di atas dapat dlihat bahwa distribusi usaha paling banyak adalah jenis usaha kue dengan jumlah sebesar 40% dari total usaha mencapai 149 unit iusaha. Hal ini menandakan bahwa peluang usaha kue merupakan peluang paling besar dibandingkan usaha lainnya di Provinsi Aceh Saat ini. 3.3 Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kecil Makanan dan Minuman di Provinsi Aceh Jumlah penyerapan tenaga kerja merupakan jumlah tenaga kerja yang telah bekerja di sector industry makanan dan minuman. banyaknya penyerapan tenaga kerja sangat bervariasi dalam sebuah usaha, dimana jumlah tenaga kerja mulai dari 1 orang tenaga kerja sampai 15 orang tenaga kerja, hal ini terlihat pada Tabel 3 dibawah ini : Tabel 2. Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja di Sektor Industri Makanan dan Minuman di Provinsi Aceh Tahun 2014. Jumlah Tenaga Kerja Frequency Percent 1 1 Orang 13 8,72 2 2 Orang 44 29,53 3 3 Orang 35 23,49 4 4 Orang 37 24,83 5 5 Orang 5 3,36 6 6 Orang 3 2,01 7 7 Orang 1 0,67 8 8 Orang 3 2,01 9 9 Orang 2 1,34 10 10 Orang 1 0,67 11 11 Orang 1 0,67 12 12 Orang 2 1,34 13 15 Orang 2 1,34 Total 149 100 Berdasarkan Tabel 3 di atas dapat dilihat bahwa jumlah penyerapan tenaa kerja paling banyak yaitu 15 orang hanya 2 unit usaha, sedangkan peyerapan paling banyak digunakan usaha adalah 2 orang tenaga kerja dengan jumlah usaha mencapai 44 unit usaha dan paling sedikit yaitu 7 orang, 10 orang, dan 11 orang masingmasing 1 unit usaha. Bila dilihat dari penyerapan tenaga kerja pada industry makanan dan minuman, tergambar pada Gambar 3.2 dibawah ini.
574
SEMNAS FEKON 2016
; 1% 2,01 ; 2,01 2% ; 2% 0,67 0,67 ; 1% 1,34 ; 1% 1,34; 1% ; 1% 1,34 ; 1% 3,36 ; 3% 0,67
8,72 ; 9%
29,53%
24,83
23,49%
1 Orang 2 Orang 3 Orang 4 Orang 5 Orang 6 Orang 7 Orang 8 Orang 9 Orang 10 Orang 11 Orang 12 Orang
Gambar 4 Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Makanan dan Minuman di Provinsi Aceh, Tahun 2011 Bila dilihat dari jumlah penyebaran penyerapan tenaga kerja, maka penyerapan tenaga kerja dengan jumlah 1 – 4 orang yang paling banyak diserap dimana paling besar 2 orang dengan jumlah usaha mencapai 29,53% kemudian dengan jumlah 4 orang sebesar 24,83% dan yang terakhir dengan jumlah 4 orang 23,49 %. 3.4 Jumlah Upah Kerja Tenaga Kerja Pada Industri Kecil Makanan dan Minuman di Kabupaten/Kota Provinsi Aceh Besarnya upah kerja sebuah usaha sangat dipengaruhi oleh jumlah tenaga kerja yang digunakan oleh sebuah usaha.Hal ini dikarenakan bila tenaga kerja yang digunakan dalam jumlah besar dan jumlah nilai produksi yang dihasilkan kecil, maka usaha tersebut tidak layak dimenggunakan tenaga kerja dalam jumlah besar. Hal ini terlihat pada Tabel Tabel 3. Jumlah Upah Kerja Tenaga Kerja Pada Industri Makanan dan Minuman di Kabupaten/Kota Provinsi Aceh Tahun 2011. No. Upah Kerja Frequency Percent < 631.249 37 24,83 1 631.250 - 712.499 58 38,93 2 712.500 - 793.749 24 16,11 3 793.750 - 874.999 22 14,77 4 875.000 1.037.499 2 1,34 5 1.037.500 - 1.118.749 2 1,34 6 > 1.118.750 4 2,68 7 Total 149 100 Berdasarkan Tabel 4 di atas dapat dilihat besarnya upah yang dikeluarkan oleh pengusaha untuk membayar upah tenaga kerja, dimana jumlah upah tertinggi Rp.1.200.000 hanya ada 4 usaha yang memberikan upah sebesar Rp.1.118.749 per bulan, sedangkan yang terbanyak adalah Rp.712.499 per bulan dengan jumlah usaha mencapai 58 unit. Jika dilihat dari kurva dibawah ini, maka porsi terbesar yaitu sebesar 38,93 persen ada di tingkat upah Rp. 631.250 - 712.499 per bulan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.3 dibawah ini :
575
SEMNAS FEKON 2016
1,34 1,34 2,68
1 < 631.249 24,83
14,77
2 631.250 - 712.499 3 712.500 - 793.749
16,11
4 793.750 - 874.999 38,93
5 875.000 - 1.037.499
6 1.037.500 - 1.118.749 7 > 1.118.750
Gambar 5 Jumlah Upah Kerja Tenaga Pada Industri Makanan dan Minuman di Provinsi Aceh, Tahun 2011 Berdasarkan gambar 5 ini memperlihatkan bahwa distribusi penyebaran jumlah upah terima yaitu mulai dari upah Rp. 875.000 - > 1.118.750 hanya 6 unit usaha, sedangkan kurang dari Rp.875.000 per bulan mencapai 143 unit usaha. 3.5 Modal Usaha Pada Industri Kecil Makanan dan Minuman di Kabupaten/Kota Provinsi Aceh Modal usaha merupakan komponen penting dalam sebuah usaha, dimana dengan modal besar maka para pengusaha dapat membelanjakan sesuai dengan kebutuhan usaha, hal ini dipengaruhi oleh jenis usaha yang akan dibangun oleh karena itu semakin besarnya sebuah usaha, maka modal yang digunakan juga semakin besar. Hal ini terlihat pada Tabel 4.4 tentang kondisi penggunaan modal usaha. Tabel 5. Modal Usaha Pada Industri Makanan dan Minuman Provinsi Aceh Tahun 2014. Modal Usaha Frequency Percent < 26.418.749 136 91,28 1 26.418.750 - 51.787.499 4 2,68 2 51.787.500 - 77.156.249 3 2,01 3 77.156.250 - 127.893.749 1 0,67 4 127.893.750 - 153.262.499 2 1,34 5 153.262.500 - 178.631.249 1 0,67 6 > 178.631.250 2 1,34 7 Total 149 100 Berdasarkan Tabel 5 memperlihatkan bahwa jumlah modal paling banyak digunakan oleh pengusaha untuk membuka usaha makanan dan minuman yaitu < Rp.26.418.749 sebanyak 136 unit usaha, sedangkan sisanya adalah Rp.26.418.750 – Rp.178.631.250 sebanyak 13 unit usaha. Untuk melihat penyebaran modal usaha tersebut dapat dilihat pada gambar 6 dibawah ini. 3% 2%
1% < 26.418.749 26.418.750 - 51.787.499 51.787.500 - 77.156.249 77.156.250 - 127.893.749 91%
127.893.750 - 153.262.499 153.262.500 - 178.631.249
576
SEMNAS FEKON 2016
Gambar 6 Modal Usaha Pada Industri Makanan dan Minuman di Provinsi Aceh Tahun 2011 Berdasarkan Gambar 6 memperlihatkan bahwa total penyebaran dimana selain 91% usaha menggunakan modal usaha sebesar
68.468.125 1 0,67 Total 149 100 Berdasarkan Tabel 6 memperlihatkan bahwa tingkat nilai produksi usaha terbanyak yaitu < Rp.14.693.624 per Tahun sebanyak 133 unit usaha dan selebihnya Rp. 14.693.625 – 68.468.125 yaitu sebanyak 16 unit usaha. Sedangkan bila dilihat secara penyebaran tingkat nilai produksi usaha, seperti terlihat pada Gambar 7 dibawah ini . 1% 4%
1% 1% < 14.693.624 14.693.625 - 28.137.249 28.137.250 - 41.580.874 41.580.875 - 55.024.499 89%
55.024.500 - 68.468.124 > 68.468.125
Gambar 7 Nilai Produksi Pada Industri Makanan dan Minuman di Provinsi Aceh Tahun 2014 Berdasarkan Gambar 7 memperlihatkan bahwa penyebaran nilai produksi terbesar yaitu < Rp.14.693.624 per tahun sebesar 89,% dan sisanya sebesar 11% yaitu mulai dari Rp.14.693.625 – Rp. 68.468.125 per tahun.
3.7 Hasil Analisis Data Uji Normalitas
577
SEMNAS FEKON 2016
Gambar 8 Scatter Plot Uji Normalitas Berdasarkan hasil analisis uji Normalitas, terlihat bahwa penyebaran data mendekati garis diagonal, sehingga dapat dikatakan bahwa data penelitian ini menunjukan normal. Uji Multikolinieritas Tabel 7. Hasil Analisis Uji Multikolinieritas Variabel Independen Tolerance
VIF
Keterangan
Tingkat Upah
0,837
1,194
Non Multikolinearitas
Nilai Produksi
0,782
1,279
Non Multikolinearitas
Modal Usaha
0,867
1,154
Non Multikolinearitas
Sumber : Data diolah (lampiran) Dari perhitungan di atas dapat kita ketahui bahwa nilai VIF dan tolerance sebagai berikut: 1. Variabel Tingkat Upah Kerja mumpunyai nilai VIF sebesar 1,194 dan tolerance sebesar 0,837 2. Variabel Nilai Produksi mempunyai nilai VIF1,279 dan tolerance sebesar 0,782 3. Variabel Modal Usaha mumpunyai nilai VIF sebesar 1,154 dan tolerance sebesar 0,867 Dari ketentuan yang ada bahwa jika VIP < 10 dan tolerance>0,10 maka tidak terjadi gejala multikolinieritas dan nilai yang didapat dari perhitungan adalah sesuai dengan ketetapan nilai VIP dan tolerance, sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam mode regresi tersebut tidak menunjukkan ada gejala multikolinieritas.
Uji Heterokedatisitas Tabel 8. Hasil Uji Multikoniaritas Data Mode Unstandardized l Coefficients B Std. Error 1 (Constant) -.774 1.791 Tingkat Upah Kerja .105 .143 Nilai Produksi -.015 .026 Modal Usaha -.005 .020 Dependent Variable: RES
t Partial -.432 .733 -.563 -.250
Sig.
.666 .465 .574 .803
Dari output di atas dapat diketahui bahwa variabel tingkat upah tenaga kerja, nilai produksi kerja dan modal usaha tidak ada gejala heteroskedastisitas karena Sig.> 0,05. 578
SEMNAS FEKON 2016
Uji T Tabel 9. Koefisien Regresi
Model 1
(Constant) Tingkat Upah Kerja Nilai Produksi Modal Usaha
Coefficientsa Unstandardized Coef f icients B Std. Error -4.758 2.925 .150 .233 .224 .043 .021 .033
Standardiz ed Coef f icients Beta .051 .431 .052
t -1.626 .643 5.217 .659
Sig. .106 .521 .000 .511
a. Dependent Variable: Jumlah Tenaga Kerja
Untuk melihat sejauh mana pengaruh faktor tingkat upah, nilai produksi dan modal usaha terhadap penyerapan tenaga kerja dengan hasil perhitungan akhir estimator adalah sebagai berikut: LnLD= -4,758 + 0,150 (Ln W) + 0,224 (Ln Q)+ 0,021 (Ln R) Dari model tersebut terdapat satu variabel bebas yang signifikan mempengaruhi variabel terikat secara parsial. Variaber tersebut adalah Nilai Produksi. Sedangkan dua variabel bebas lainya yang tidak signifikan mempengaruhi variabel terikat secara parsial yaitu, X1 (Tingkat Upah), dan X2 (Modal Usaha) LnLD = variabel terikat yang nilainya akan di prediksi oleh variabel bebas. Dalam penelitian ini yang akan menjadi variabel terikat yaitu Penyerapan Tenaga Kerja. C = ( Konstanta ) bernilai – 4,758 yang artinya ketika LnW, LnQ, dan LnR = 0 maka Tingkat Pengangguran meningkat sebesar 4,758 persen yang disebabkan oleh pertumbuhan angkatan kerja. B2 = Variabel Ln Q yang probabilitas sebesar 0,000 < 0,05 yang artinya variabel Nilai Produksi secara parsial signifikan mempengaruhi penyerapan tenaga kerja. Nilai koefisien Ln Q sebesar 0,224 mengartikan bahwa ketika ada tambahan nilai produksi sebesar 1 persen akan meningkatkan pendapatan nelayan sebesar 0,224 persen
Uji F ANOV Ab
Tabel 10. ANNOVA Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares 7.428 25.560 32.988
df 3 145 148
Mean Square 2.476 .176
F 14.046
Sig. .000a
a. Predictors: (Constant), Modal Usaha , Tingkat Upah Kerja, Nilai Produksi b. Dependent Variable: Jumlah Tenaga Kerja
Berdasarkan hasil uji-F (secara simultan) diperoleh Fhitung sebesar 14,046 sedangkan Ftabel pada tingkat signifikansi = 5% adalah sebesar 2,67. Hal ini memperlihatkan bahwa Fhitung> Ftabel, dengan tingkat signifikansi 0,0001. Jadi dapat dikatakan bahwa upah (X1), nilai produksi (X2) dan modal kerja (X3) secara bersama-sama berpengaruh terhadap penyerapan terhadap penyerapan tenaga kerja (Y) pada industri mikro dan kecil untuk sektor makanan dan minuman di Provinsi Aceh. 579
SEMNAS FEKON 2016
Uji R2 Tabel 11. Koefisien Korelasi Model 1
R .475a
b M ode l Sum m ar y
R Square .225
Adjusted R Square .209
Std. Error of the Estimate .41985
a. Predictors: (Constant), Modal Us aha , Tingkat Upah Kerja, Nilai Produksi b. Dependent V ariable: Jumlah Tenaga Kerja
Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,225 . Artinya bahwa sebesar 22,5% perubahan-perubahan dalam variabel terikat terikat (penyerapan tenaga kerja) dapat dijelaskan oleh perubahan-perubahan dalam faktor tingkat upah, nilai produksi dan modal usaha. Sedangkan selebihnya yaitu sebesar 77,5% dapat dijelaskan oleh faktor-faktor lain diluar variabel penelitian seperti yang dijelaskan di atas. 3.8 Pembahasan 3.8.1 Pengaruh Nilai Produksi Terhadap Penyerapan tenaga Kerja Besarnya koefisien regresi nilai produksi adalah 0,224 memiliki makna bahwa jika variabel ini meningkat 1% maka penyerapan tenaga kerja akan meningkat sebesar 0,224 persen dengan asumsi variable-variabel lain konstan. Jadi hubungan nilai produksi dengan penyerapan tenaga kerja adalah positif dan berpengaruh secara signifikan pada industri mikro dan kecil untuk sektor makanan dan minuman di Provinsi Aceh. Pengaruh signifikan ini lebih jauh mengandung makna bahwa nilai produksi pada industri mikro kecil subsektor makanan dan minuman ini mempengaruhi pihak pengusaha kecil untuk menentukan jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam produksi. Sedangkan hubungan positif pada hasil regresi ini menunjukkan bahwa apabila nilai produksi meningkat, maka jumlah tenaga kerja baik tenaga kerja yang memiliki ketrampilan maupun tenaga kerja yang kurang terampil yang digunakan dalam proses produksi akan meningkat pula. Karena peningkatan dalam nilai produksi mencerminkan peningkatan dalam jumlah produksi dengan asumsi harga produk tetap. Sesuai dengan teori bahwa untuk meningkatkan output diperlukan peningkatan input yang digunakan, dalam hal ini adalah tenaga kerja. Sehingga semakin tinggi produktivitas tenaga kerja maka semakin tinggi pula jumlah barang yang diproduksi dengan asumsi faktor produksi lainnya tetap maka nilai produksi juga akan meningkat. Sesuai dengan penelitian Adrianto (2013) yang melakukan penelitian tentang tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja pada industri kecil di Kabupaten Mojokerto menunjukkan bahwa nilai produksi merupakan faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja pada industri kecil. 3.8.2 Pengaruh Tingkat Upah Kerja Terhadap Penyerapan tenaga Kerja Hasil penelitian terhadap variable upah tenaga kerja (X1) diperoleh nilai thitung sebesar 0,643, sedangkan nilai ttabel sebesar 1,976. Hasil ini menunjukkan bahwa thitung< ttabel dengan tingkat signifikan sebesar 0,521.. Dengan demikian hasil perhitungan statistik menunjukkan bahwa secara parsial variabel upah tenaga kerja (X 1) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja di industry makanan dan minuman. Hubungan yang tidak signifikan ini disebabkan sebagian tenaga kerja sektor makanan dan minuman di Provinsi Aceh adalah usaha rumah tangga, umumnya tenaga kerja terdiri dari unsur keluarga yag akan menggerakkan industri pada usaha makanan dan minuman, selain itu pengusaha industri makanan dan minuman di Aceh membaya upah bedasarkan prooduksi dan produktivitas tenaga kerja, semangkin produktif maka jumlah penerimaan yang diperoleh setiap tenaga kerja semangkin besar. Inilah sebab mengapa upah tidak signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja di Aceh. Selanjutnya industri mikro dan kecil makanan dan minuman di Provinsi Aceh jika berkonversi menjadi industri manufaktur maka baru ada pengaruh antara penyerapan tenaga kerja dengan tingkat upah 580
SEMNAS FEKON 2016
3.8.3 Pengaruh Modal Usaha Terhadap Penyerapan tenaga Kerja Besarnya koefisien regresi Modal usaha adalah 0,021 dengan tingkat signifikan0,511 atau lebih besar dari 0,05 yang bermakna bahwa nilai tersebut tidak memiliki signifikasi antara penambahan modal dengan penyerapan tenaga kerja pada industri mikro dan kecil untuk usaha makanan dan minuman di Provinsi Aceh. Menunjukkan bahwa pada industri mikro dan kecil subsektor makanan dan minuman Provinsi Aceh penyerapan tenaga kerja tidak dipengaruh oleh penambahan modal, disebabkan karena penambahan modal lebih kepada upaya peningkatan jumlah produksi melalui penambahan bahan baku, penggunaan mesin dan teknologi dibandingkan dengan penggunaan tenaga kerja, untuk merubah tata cara produksi ke arah yang lebih modern untuk meningkatkan jumlah produksi dan produktivitas dari tenaga kerja. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis faktor-faktor yang mempengarui penyerapan tenaga kerja sektor industri mikro dan kecil pada industri makanan dan minuman di Provinsi Aceh dapat kita simpulkan bahwa: 1. Daya saing produktivitas tenaga kerja Indonesia berada pada peringkat keenam. Penyebabnya karena rendahnya tingkat pendidikan dn pelatihan, tingkat upah rata-rata juga sangat rendah. 2. Hasil analisis diatas menunjukkan nilai produksi berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja pada industri mikro, kecil subsector industri makanan dan minuman di Provinsi Aceh, namun nilai produksi berpengaruh secara positif terhadap penyerapan tenaga kerja pada industri mikro dan kecil untuk makanan dan minuman di Provinsi Aceh. Namun tingkat upah dan modal tidak berpengaaruh secara signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja pada industri mikro dan kecil untuk makanan dan minuman di Provinsi Aceh. 3. Untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja di Provinsi Aceh, maka yang harus dilakukan adalah dengan meningkatkan nilai produksi usaha, oleh karena itu diperlukan pertumbuhan industri makanan dan minuman untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja melalui peningkatan investasi, pemberian kredit murah pada usaha mikro dan kecil dan memperluas pasar produksi sehingga nilai produksi bisa meningkat. DAFTAR PUSTAKA Amri A. 2007. Pengaruh inflasi dan pertumbuhan ekonomi terhadap pengangguran di Indonesia. Jurnal Inflasi dan Pengangguran. 1(1). Adrianto Rizky. 2013. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kacill (Studi Kasus Pada Industri Krupuk Rambak di Kelurahan Bangsal, Kecamatan Bangsal, Kabupaten Mojokerto) (BPS) Badan Pusat Statistik. 2010. Industri Mikro dan Kecil. BPS: Jakarta. (BPS) Badan Pusat Statistik. 2015. Data Sosial Ekonomi, Ed-60. BPS: Jakarta. (BPS) Badan Pusat Statistik. 2015. Sosial dan Ekonomi Masyarakat Provinsi Aceh. BPS Aceh: Provinsi Aceh. Dumary, 2001. Perekonomiann Indonesia. Airlangga. Jakarta (ILO), 2015. ASEAN Cummonity 2015.: ILO and ADB. Bangkok, Thailand Mulyadi S. 2003. Ekonomi Sumber Daya manusia dalam Perspektif Pembangunan. PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta. Partomo TS, Soejoedono AR. 2004. Ekonomi Skala Kecil/Menengah dan Koperasi. Ghalia Indonesia: Jakarta. Sukirno S. 2005. Mikro Ekonomi Manajemen SDM, Ketenagakerjaan. Graha Ilmu: Yogyakarta.
581
SEMNAS FEKON 2016
PERAN KUALITAS KAPITAL MANUSIA DAN INVESTASI ASING LANGSUNG TERHADAP PRODUK DOMESTIK BRUTO Rini Febrianti1, I Nengah Baskara Wisnu Tedja Universitas Terbuka, Jakarta [email protected] Abstrak This article identifies the roles of domestic investment, foreign direct investment and the level of labour education to GDP. Employing time varying method by Kalman Filter, we find that the effect of domestic investment to GDP is decreasing. Meanwhile, foreign direct investment gives an increasing effect to GDP. For education levels, we find that there are decreasing effects of labours with primary and higher educations. On the contrary, labours with secondary education play an increasing role to GDP’s growth. Keywords: Foreign direct investment, human capital, GDP, time varying parameter, Indonesia. 582
SEMNAS FEKON 2016
PENDAHULUAN Argumen mengapa penelitian FDI menarik untuk diteliti adalah karena diyakini memberikan dampak positif terhadap peningkatan produktivitas, transfer teknologi, mengenalkan proses produksi yang lebih maju, meningkatkan ketrampilan tenaga kerja dan akses pasar internasional. Dalam dekade terakhir ini investasi asing langsung FDI ke Indonesia meningkat signifikan. Secara teoritis investasi asing langsung mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan kapital yang secara langsung meningkatkan persaingan produk yang juga berdampak pada pasar tenaga kerja dan pasar input lainnya. Investasi asing langsung mengikuti pemahaman International Monetary Fund (IMF) dengan definisi “The acquitition of at least ten percent of the ordinary share or voting power in a public or private enterprise by non-resident ivestor. Direct investment involves a lasting interest in the management of an enterprise and inculdes reinsvestment of profit”. Investasi asing langsung secara umum dikenal sebagai sumber utama dalam kemajuan teknologi bagi negara berkembang (Agrawal dan Khan, 2011), bukan hanya sumber kemajuan teknologi produksi tetapi juga keahlian manajerial dan jaringan ekspor. Modal asing dalam bentuk investasi potofolio juga akan berperan dalam formasi kapital tetapi tidak menyertakan teknologi untuk dapat bersaing dengan pasar dunia. Investasi asing langsung akan meningkatkan kesempatan kerja di negara penerima, mengurangi gap tabungan-investasi yang cukup besar untuk memenuhi permintaan investasi dan sharing pengetahuan dan keahlian manajerial melalui kaitan kedepan maupun kebelakang bagi negara penerima (Frenkel dkk, 2004). Secara teoritis investasi asing langsung mendorong pertumbuhan ekonomi melalui pertumbuhan kapital, penyerapan teknologi, pertumbuhan ekspor dan penyerapan tenaga kerja. Investasi asing langsung mampu memberikan stimulasi terhadap tumbuhnya investasi dalam negeri (Misztal, 2010) yang berkaitan dengan dibangunnya infrastruktur fisik berupa pabrik, jaringan transportasi, enerji dan komunikasi (Romer, 1993). Dari perspektif ini FDI berkontribusi terhadap produktivitas seluruh perusahaan, perusahaan dalam negeri akan lebih efisien dengan munculnya pesaing baru. Industri hulu dalam negeri akan bekembang sebagai penyedia input yang meningkatkan daya serap tenaga kerja lokal. FDI yang masuk ke Indonesia ada 3 sektor yaitu sektor primer, sekunder dan tersier menunjukkan peningkatan bain dalam jumlah proyek maupun nilainya (Tabel 1). Jumlah dan nilai proyek sektor primer terendah dibandingkan sektor sekunder dan tersier, sedangkan jumlah proyek FDI terbesar di sektor tersier namun bila dilihat dari nilai proyeknya maka yang terbesar adalah sektor sekunder. Tabel 1. Aliran Masuk FDI per Sektor NO. I
SEKTOR
2011 P 713
I 4,883.2
2012 P 734
2013 I
P 1,467
2014 I
P 977
I 6,991.3
SEKTOR PRIMER 1,378.4 1,491.2 II SEKTOR 1,714 3,322 3,075 13,019.3 SEKUNDER 1,643 6,789.6 3,430.2 2,869.4 III SEKTOR 1,986 2,131 4,823 4,833 8,519.2 TERSIER 7,801.7 2,606.1 2,423.9 JUMLAH / 4,342 4,579 9,612 8,885 28,529.7 Total 19,474.5 7,414.8 6,784.5 Sumber: http://www7.bkpm.go.id/contents/p16/statistics/17#.VmYsyDCQ_8g Keterangan: I : nilai proyek dalam juta$ P: jumlah proyek Investasi asing langsung menggunakan teknologi lebih tinggi dalam upayanya menjaga efisiensi produksi yang membutuhkan kapital manusia dengan kualitas yang memadai. Salah satu insentif bagi investasi asing langsung (perusahaan multi nasional) adalah tersedianya program pendidikan dan pelatihan oleh perusahaan lokal. Investasi asing langsung oleh perusahaan multi nasional mampu melakukan pelatihan bagi karyawannya secara internal namun bagi perusahaan menengah dan kecil akan lebih mengandalkan pendidikan formal yang berkualitas tenaga kerja yang ada di pasar tenaga kerja (Miyamoto, 2003). Kualitas kapital manusia di pasar tenaga kerja lokal menentukan daya serap teknologi yang dibawa oleh investasi asing langsung yang berdampak pada produktivitas tenaga kerja (Agraval dan Kahn, 2011). 583
SEMNAS FEKON 2016
Tenaga kerja (kapital manusia) dan kapital (kapital fisik) merupakan dua komponen utama dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB). Penaksiran PDB berdasarkan model Cobb Douglas menggunakan OLS akan menghasilkan parameter konstan sehingga perubahan produktivitas/pengaruh kapital dan tenaga kerja seperti yang dikemukakan teori pertumbuhan endogen. Permasalahan yang diangkat pada penelitian ini mengacu pada model pertumbuhan endogen adalah bagaimana dampak investasi domestik, investasi asing langsung dan tenaga kerja terhadap PDB dari waktu ke waktu. Perkembangan Investasi Kapital dan Kualitas Tenaga Kerja. Seiring dengan berkembangnya globalisasi keseluruh belahan dunia, aliran investasi dan perdagangan antar negara menjadi semakin mudah. Investasi asing langsung (FDI) ke Indonesia rata-rata periode tahun 2000-2010 masih relatif rendah, dibawah 0,5% PDB (Sekretariat ASEAN, 2008). Aliran FDI di Indonesia mengalami fluktuasi yang tidak dapat dilepaskan dari kondisi ekonomi global. Saat krisis moneter 1998 mengalami penurunan drastis dengan titik terendah mencapai -$4.550 juta pada tahun 2000. Selanjutnya FDI cenderung meningkat seiring dengan naiknya PDB. Data Bank Indonesia (BI) menunjukkan, aliran masuk FDI Tahun 2010 didominasi oleh aliran masuk dari Jepang dan Singapura, sementara aliran masuk dari Eropa mengalami penurunan (Tabel 2.). Tabel 1 Asal Negara Aliran Masuk FDI No. Negara 2010 2011 2012 2013 2014 I ASIA / ASIA 9,135.5 11,098.4 13,798.2 13,458.2 7,977.8 ASEAN 5,841.8 5,460.0 5,495.9 6,131.9 7,938.6 ASIA diluar 1,845.9 3,293.6 5,638.4 8,302.3 5,519.6 ASEAN II EROPA / Europe 2,179.9 2,573.9 2,566.6 1,302.3 3,983.2 UNI EROPA 1,160.6 2,158.1 2,303.3 2,414.0 3,764.2 EROPA LAINNYA 141.7 21.8 270.5 152.5 219.0 III AMERIKA / America 2,715.0 2,018.9 2,139.5 3,748.8 2,120.1 IV AUSTRALIA / 239.2 112.1 745.4 233.5 684.9 Australia V AFRIKA / Africa 150.0 202.1 1,195.7 801.7 663.9 VI GABUNGAN 3,830.4 5,826.0 6,811.8 7,468.6 7,619.4 NEGARA Jumlah (juta $) 16,214.8 19,474.5 24,564.7 28,617.5 28,529.7 Sumber : BKPM, 2015 Model kapital manusia yang dikembangkan Lucas (1988) memasukkan unsur learning by doing pada kapital manusia. Investasi kapital manusia bukan hanya pada pendidikan yang diperoleh tetapi juga sama pentingnya adalah learning by doing dan berbagai pelatihan. Dengan memasukkan efek eksternal ke dalam akumulasi kapital manusia, Lucas membuat model endogen dengan tingkat pertumbuhan konstan perkapita yang memungkinkan perbedaan pertumbuhan antar negara tanpa mengacu pada produktivitas faktor pada masing-masing negara. Hasil akhir model ini tidak banyak berbeda dengan model pertumbuhan klasik sebelumnya, negara berpenghasilan rendah dengan nilai perdagangan internasional rendah akan menghasilkan efektifitas learning by doing rendah sehingga pertumbuhan ekonomipun tetap rendah. Model pertumbuhan Romer mengacu pada output pada berbagai jenis barang kapital. Model dasar fungsi produksi Cobb Douglas, barang kapital diasumsikan tidak dapat dipertukarkan satu dengan lainnya, produksi dilakukan berdasarkan paten yang diperoleh melalui riset dan pengembangan. Sektor riset dan pengembangan yang menghasilkan barang kapital baru dilakukan melalui input kapital manusia dan pengetahuan teknis. Pengetahuan menghasilkan limpahan yang dapat dimanfaatkan oleh unit ekonomi secara bebas. Sektor penelitian dan pengembangan diasumsikan tidak menunjukkan diminishing return. Kapital manusia juga digunakan pada 584
SEMNAS FEKON 2016
sektor produk final dan pada penelitian dan pengembangan. Makin tinggi kualitas stok kapital manusia maka makin tinggi kapital manusia yang terlibat di penelitian dan pengembangan yang berdampak pada meningkatnya PDB.
PENELITIAN TERDAHULU Beberapa penelitian yang menunjukkan adanya dampak positif FDI terhadap pertumbuhan dilakukan oleh Hsiao dan Hsiao (2006), Hakro dan Ghumro (2011), Ismail dkk. (2009), Craigwell, Roland (2006). Sebaliknya di beberapa negara FDI tidak berkontribusi secara signifikan terhadap pertumbuhan makro ekonomi (Carkovic dan Levin, 2002, dan Eremina, 2009). Analisis empirik sumbangan FDI terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia yang telah dilakukan menghasilkan kesimpulan yang berbeda antar peneliti. Perbedaan ini mempunyai implikasi kebijakan yang bertentangan. Kustituanto dan Istikomah (1998), studinya mengenai peranan penanaman modal asing terhadap pertumbuhan ekonomi selama tahun 1977 – 1996, menunjukkan dalam jangka pendek maupun jangka panjang, FDI tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Berbeda dengan hasil penelitian oleh Khaliq dan Noy (2007), FDI memiliki dampak positif secara agregat tetapi secara sektoral ada yang berdampak negatif. Sumbangan kapital manusia terhadap PDB berbeda antar berbagai negara, demikian pula sumbangan kapital manusia terhadap produktivitas perusahaan yang berasal dari investasi asing langsung. Produktivitas kapital manusia ditentukan oleh kualitas kapital manusia awal (Rutkowski, 2006). Produktivitas kapital manusia Indonesia meningkat dari waktu ke waktu, elastisitas kapital fisik cenderung turun dan elastisitas kapital manusia meningkat seiring dengan naiknya tingkat pendidikan formal rata-rata kapital manusia (Baskara dan Zulfahmi, 2013: Baskara dkk, 2011). METODE PENELITI Penelitian ini mengacu kepada model Solow (1957), secara matematis bentuk umum fungsinya adalah: Q f (K , L ) (1) Q merupakan keluaran (PDB) dan K dan L masing-masing adalah kapital dan input tenaga kerja. Dengan menurunkan persamaan (1) terhadap waktu maka akan menghasilkan persamaan (2). (2) Qt f (Kt , Lt ) Diasumsikan terdapat perubahan teknologi dalam produksi dan perubahan pendidikan dan ketrampilan kapital kapital dan kapital manusia yang berubah tetapi elastisitanya juga berubah mengikuti produktifitas faktor produksi. Miyamoto (2003) dan Ogutcu (2002), investasi asing langsung merupakan katalis penting bagi pembangunan ekonomi dan mendorong integrasi ke perdagangan dunia. Investasi asing langsung merupakan satu set kapital yang terdiri kapital, teknologi, manajemen dan akses pasar. Dengan dukungan infrastruktur maka investasi asing akan menghasilkan skala ekonomi, kaitan kedepan dan kebelakang yang mendorong produktifitas. Eksternalitas teknologi dan ketrampilan yang dibawa dari luar negeri selanjutnya mendorong perusahaan dalam negeri untuk bersaing dengan peningkatan efisiensi produksi, manajemen dan perluasan akses pasar sehingga PDB meningkat. Dengan dasar pemikiran tersebut maka investasi asing langsung berdampak pada PDB. Kapital manusia berperan penting dalam pertumbuhan ekonomi pada model Cobb-Douglas yang pada penelitian ini dilengkapi dengan unsur investasi asing langsung dan kualitas kapital manusia. Investasi asing langsung diukur dengan besarnya nilai yang masuk ke Indonesia dan kualitas kapitul manusia diukur dengan ratarata pendidikan angkatan kerja. (3) Qt f (Kt , Lt , FDI t , H t ) dimana: FDI : kapital asing langsung H : kualitas kapital manusia Supaya persamaan (3) mudah ditaksir maka perlu diubah dalam bentuk logaritma natural: (4) ln Qt ln ln Kt ln Lt ln FDI t ln H t t dimana: t adalah error yang diasumsikan mengikuti white noise. 585
SEMNAS FEKON 2016
Persamaan (4), ditaksir dengan metoda time varying parameter yang dalam bentuk umum dikenal sebagai state space. Nilai parameter , dan dapat berubah dari waktu ke waktu seiring dengan perubahan sumbangan Kt, Lt, FDIt, dan Ht terhadap Qt. Ada dua manfaat utama dalam penggunaan sistem dinamik dalam bentuk state space yaitu (1) State space memasukkan variabel yang tidak diamati (state variables) kedalam model bersama variabel yang tidak diamati untuk diestimasi. Model state space dapat diestimasi dengan menggunakan algoritma rekursif yaitu Kalman filter baik untuk tujuan analisis struktur maupun peramalan (Hamilton, 1994). (2) Model ekonometri dengan parameter konstan adalah kurang realistik (Harvey, 1989). Penelitian direncanakan menggunakan data pengamatan selama 30 tahun terakhir, dimulai tahun 1982 sampai dengan tahun 2012. Pada periode ini terdapat gejolak ekonomi yang ekstrim yaitu terjadinya krisis moneter 1998 dimana PDB merosot tajam diiringi oleh aliran FDI keluar. Dampak FDI terhadap pertumbuhan ekonomi pada saat resesi, pemulihan dan booming dapat diamati perubahan parameternya. Untuk mengetahui perubahan elastisitas secara runtut waktu maka parameter variabel Kt, Lt, FDIt, dan Ht dilihat trend nya dengan menggunakan metode Hodrick Prescott filter. Penelitian ini mengacu pada teori pertumbuhan klasik dengan Cobb-Douglas dengan memperluas variabel penjelas dengan menambah dua variabel penjelas yaitu: pertama, variabel investasi asing langsung (FDI). Investasi asing langsung berpengaruh terhadap PDB secara langsung dan tidak langsung melalui spillover peningkatan efisiensi kapital melalui kemajuan teknologi dan ketrampilan manajemen. Dampak tidak langsung ini akan tampak pada perubahan parameter kapital (K) dan kapital manusia (L). Kedua, kualitas tenaga kerja ditenjukkan oleh parameter persamaan variabelnya. Tenaga kerja dibagi dalam 3 kategori kualitas yaitu tenaga kerja berpendidikan rendah, menengah dan tinggi, kelompok pendidikan rendah terdiri dari pekerja yang tidak pernah sekolah, tidak lulus SD dan lulus SD. Untuk kelompok tenega kerja berpendidikan menengah terdiri dari lulusan SMP, tidak lulus SMA dan lulusan SMA. Kelompok tenaga kerja berpendidikan tinggi terdiri dari kelompok tenaga kerja berpendidikan D1, D2, D3, D4, S1, S2 dan S3. risis moneter tahun 2008 yang diakibatkan oleh krisis keuangan internasional menyebabkan perubahan mendasar pada perekonomian Indonesia. Banyak modal yang keluar, kurs yang sebelum krisis moneter menganut sistem kurs tetap berubah menjadi sistem kurs mengambang sesuai kekuatan pasar dan PDB turun drastis. Pada saat itu FDI bernilai negatif karena banyak investasi asing yang dipindahkan oleh pemiliknya ke luar Indonesia. Nilai negatif ini menyebabkan model Cobb-Douglas yang berbentuk logaritma tidak dapat diturunkan dalam bentuk logaritma, untuk itu fungsi produksi Cobb-Douglas ditransformasi menjadi fungsi linier sehingga parameter yang diperoleh bukan lagi berbentuk elastistas (paremeter dalam bentuk logaritma). Model awal persamaan mengacu pada persamaan (2) 𝑃𝐷𝐵 = 𝑓(𝐾, 𝐿) (5) Pada persamaan (5) PDB merupakan fungsi kapital stok dan tenaga kerja, teknologi melekat pada perubahan parameter variabel (time varying parameter), tidak lagi sebagai variabel terpisah. Selanjutnya kapital stok (K) diuraikan menjadi K(-1)+formasi kapital dan tenaga kerja (L) dibagi menjadi tiga kategori yaitu tenaga kerja berpendidikan rendah (TKrendah), menengah (TKmen) dan tinggi (Tktinggi). 𝑃𝐷𝐵 = 𝑓(𝐾(−1), 𝑐𝑎𝑝𝑓𝑜𝑟, 𝑡𝑘𝑟𝑒𝑛𝑑𝑎ℎ, 𝑡𝑘𝑚𝑒𝑛, 𝑡𝑘𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖) (6) Formasi kapital berasal dari dalam negeri (capfornat) dan luar negeri (FDI). Data kapital stok yang ada tidak memisahkan kapital stok dalam negeri dengan kapital stok luar negeri, disumsikan formasi kapital dalam negeri (capfornat) dan FDI merupakan faktor pembentuk PDB. Fungsi PDB menjadi 𝑃𝐷𝐵 = 𝑓(𝑐𝑎𝑝𝑓𝑜𝑟𝑛𝑎𝑡, 𝐹𝐷𝐼, 𝐿𝑟, 𝐿𝑚, 𝐿𝑡) (7) Model persamaan yang dianalisis 𝑃𝐷𝐵 = 𝛼 + 𝛽1 𝑐𝑎𝑝𝑓𝑜𝑟𝑛𝑎𝑡 + 𝛽2 𝐹𝐷𝐼 + 𝛽3 𝑡𝑘𝑟𝑒𝑛𝑑𝑎ℎ + 𝛽4 𝑡𝑘𝑚𝑒𝑛 + 𝛽5 𝑡𝑘𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 + 𝜀 Dimana PDB = pendapatan Domestik Bruto;
(8)
1...... n = parameter persamaan capfornat = formasi kapital dalam negeri FDI = investasi asing langsung tkrendah = tenaga kerja pendidikan rendah
586
SEMNAS FEKON 2016
tkmen = tenaga kerja pendidikan menengah tktinggi= tenaga kerja pendidikan tinggi = kesalahan bersifat white noise ANALISIS DAN PEMBAHASAN Persamaan (8) ditaksir menggunakan metode Kalman Filter dengan spesifikasi model sebagai berikut: @SIGNAL PDB = 126494.2291 + SV1*CAPFORNAT + SV2*FDI + SV3*TKRENDAH + SV4*TKMEN + SV5*TKTINGGI + [VAR = EXP(1.601352656)] Diasumsikan konstanta persamaan nilainya konstan, variabel CAPFORNAT, FDI TKRENDAH, TKMEN dan TKTINGGI parameternya dapat berubah dari waktu ke waktu. Hasil estimasi persamaan (8) menggunakan metode Kalman Filter ditunjukkan pada Tabel 3 dan nilai parameter masing-masing variabel ditunjukkan pada Tabel 4. Tabel 3. Hasil Estimasi Sspace: KALMAN Method: Kalman filter Date: 11/29/15 Time: 23:56 Sample: 1984 2014 Included observations: 31 Final State Root MSE z-Statistic SV1 SV2 SV3 SV4 SV5 Log likelihood Parameters Diffuse priors
obs 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
SV1F 4.488910 4.037317 4.076014 3.598064 3.434961 3.431641 2.979725 3.316276 3.525320 3.273893 2.787508 2.739928 2.727175 2.781354 2.866749
Prob.
2.964211 2.651647 -7833.906 3496.778 -15937.10 -5.18E+08
2.67E-05 110948.9 0.0000 0.000167 15921.53 0.0000 0.257473 -30426.12 0.0000 0.139232 25114.67 0.0000 1.234017 -12914.82 0.0000 Akaike info 3344992 criterion 3 0 Schwarz criterion 3344992 3 5 Hannan-Quinn 3344992 criter. 3 Tabel 4. Parameter Regresi SV2F SV3F SV4F SV5F -5.393667 880.0703 -1406.448 7094.703 -2.652553 328.6451 -1047.783 5991.406 -2.928299 1230.823 -1556.561 10331.61 -1.008582 831.5298 -1313.003 14237.31 -0.653713 -5298.993 2101.822 -11818.80 -0.456794 -5353.052 2122.319 -11305.42 2.035040 -6050.515 2538.400 -10532.33 1.231425 -3365.093 992.5472 883.9405 0.745471 -1801.592 94.86937 7152.181 1.415092 -3154.048 876.7417 2411.158 3.783013 -4799.692 1830.934 -1566.373 3.789773 -4701.647 1781.690 -715.9614 3.780174 -4635.576 1746.460 -302.7481 3.463221 -6131.099 2568.711 -7060.898 3.057942 -6998.083 3042.380 -11522.35
587
SEMNAS FEKON 2016
Hasil estimasi model pada akhir periode pengamatan adalah semua variabel bebas signifikan dengan derajat keyakinan 95%. Kapital domestik (CAPFORNAT) bernilai positif, FDI bernilai positif, tenaga kerja berpendidikan rendah negatif dan tenaga kerja berpendidikan tinggi negatif. Parameter negatif variabel TKTINGGI se arah dengan penelitian sejenis (Baskara, 2010). Model persamaan mampu menggambarkan PDB aktual yang ditunjukkan pada Gambar 1. Pergerakan PDB yang berfluktuasi mampu dijelaskan model secara baik.
One-step-ahead GDP 1000000 800000 600000 400000 20000
200000
10000
0
0 -10000 -20000 1990
1995
2000
Std. Residuals
2005
2010
Actual
Predicted
Gambar 1 PDB Aktual dan Hasil Estimasi
Pengaruh Investasi Domesik Negeri terhadap PDB Pengaruh investasi domestik 4.8 (CAPFORNAT) semakin turun dari waktu 4.4 ke waktu. Meskipun pengaruh investasi 4.0 domestik mengalami trend menurun 3.6 namun jumlahnya meningkat dari waktu 3.2 ke waktu. Turunnya pengaruh investasi 2.8 domestik ini diimbangi dengan naiknya 2.4 tenaga kerja berpendidikan menengah. 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014 Kondisi ini sesuai dengan teori FORKAPDN HPTREND pertumbuhan endogen dimana pendidikan Gambar 2 tenaga kerja mampu mendorong Pengaruh Investasi DomestiK Terhadap pertumbuhan ekonomi melalui kenaikan PDB sumbangan tenaga kerja. Pengaruh FDI terhadap PDB Pengaruh FDI terhadap PDB semakin besar dari waktu ke waktu dengan pertumbuhan koefisien yang semakin berkurang (Gambar 3). Nilai FDI dibandingkan dengan investasi domestik masih relatif kecil namun pengaruhnya terhadap PDB meningkat dari waktu ke waktu. Besar investasi domestik dan FDI ditunjukkan pada Gambar 4. Secara umum peningkatan investasi domestik (capfornat) tumbuh lebih cepat dibandingkan FDI. Krisis moneter tahun 1998 menurunkan jumlah investasi domestik secara signifikan. Pada saat itu FDI bernilai negatif, ini menunjukkan adanya disinvestasi pada saat terjadinya krisis global.
6 4 2 0 -2 -4 -6 2002
2004
2006 FDI
2008
2010
2012
2014
HPTREND
Gambar 3 Pengaruh FDI terhadap PDB 300000 250000 200000 150000 100000 50000 0 -50000 1985
1990
1995
2000
CAPFORNAT
2005
2010
FDI
588
SEMNAS FEKON 2016
Gambar 4 Investasi Domestik dan FDI Pengaruh Tenaga Kerja Berpendidikan Rendah Terhadap PDB Pengaruh tenaga kerja pendidikan rendah 2000 terhadap PDB memiliki trend yang 0 menurun. Terdapat penurunan tenaga kerja pendidikan yang tajam pada tahun -2000 2004-2006 yang merupakan awal keluarnya Indonesia dari krisis moneter tahun 1998, -4000 penurunan ini diimbangi dengan naiknya -6000 jumlah tenaga kerja berpendidikan menengah. Terjadinya transformasi sektor -8000 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014 pertanian ke sektor industri dan jasa tergambar pada turunnya jumlah tenaga Tenaga Kerja Pendidikan Rendah HPTREND kerja di sektor pertanian yang diimbangi dengan naiknya jumlah tenaga kerja di Gambar 5. sektor industri dan jasa. Kecenderungan Pengaruh Tenaga Kerja Pendidikan penurunan jumlah tenaga kerja Rendah Terhadap PDB pendidikan rendah akan terus berlangsung Pengaruh Tenaga Kerja Berpendidikan Menengah Terhadap PDB Jumlah tenaga kerja pendidikan 4000 menengah memiliki trend meningkat dari 3000 tahun ke tahun. Naiknya jumlah tenaga kerja diiringi oleh meningkatnya pengaruh 2000 tenaga kerja pendidikan menengah 1000 terhadap PDB yang menggambarkan 0 kenaikan produktivitasnya. Trend kenaikan pengaruh tenaga kerja terhadap -1000 PDB cenderung semakin berkurang -2000 (Gambar 6). 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014 Pendidikan menengah semakin penting Tenaga Kerja Pendidikan Menengah bagi produktifitas tenaga kerja, secara HPTREND tidak langung berpengaruh positif Gambar 6 terhadap PDB. Naiknya jumlah tenaga Pengaruh Tenaga Kerja Pendidikan kerja pendidikan menengah memiliki dua Menengah Terhadap PDB peran penting terhadap kenaikan PDB, pertama adalah jumlah tenaga kerja yang bertambah, kedua, meningkatnya parameter tenaga kerja pendidikan menengah. Kombinasi ini mampu meningkatkan PDB lebih ting Pengaruh Tenaga Kerja Berpendidikan Tinggi Terhadap PDB
589
SEMNAS FEKON 2016
Tenaga kerja berpendidikan tinggi masih jumlahnya relatif kecil dibandingkan dengan tenaga kerja pendidikan menengah dan rendah (Gambar 5) sehingga sumbangan terhadap PDB pun masih rendah. Jumlah penawaran tenaga kerja pendidikan tinggi lebih tinggi dari permintaan tenaga kerja dimana tingkat penganggurannya mencapai Gambar 7 Pengaruh Tenaga Kerja Pendidikan 8,8% dari seluruh pengangguran pada Tinggi Terhadap PDB tahun 2013 (WDI, 2015). 15000
10000
5000
0
-5000
-10000
-15000 2000
2002
2004
2006
2008
2010
2012
2014
Tenaga Kerja Pendidikan Tinggi HPTREND
Secara teoritis seiring dengan naiknya jumlah lulusan pendidikan tinggi maka akan meningkatkan penawaran tenaga kerja dan mendorong turunnya upah. Disisi lain terdapat peraturan upah minimal sehingga membatasi penyerapan tenaga kerja pendidikan tinggi yang memunculkan pengangguran terpaksa angkatan kerja berpendidikan tinggi.
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI Kesimpulan 1. Pengaruh investasi domestik terhadap PDB cenderung semakin rendah. Turunnya pengaruh investasi domestik ini diimbangi dengan naiknya pengaruh tenaga kerja pendidikan yang jumlahnya terus meningkat yang menggambarkan kenaikan produktivitasnya. 2. Pengaruh FDI terhadap PDB cenderung meningkat. FDI sebagai pengisi kesenjangan investasi dalam negeri berjalan dengan baik meskipun terdapat fluktuasi nilai FDI sesuai dengan perkembangan ekonomi dalam negeri dan perekonomian dunia. 3. Pengaruh tenaga kerja berpendidikan rendah terhadap PDB cenderung menurun. Jumlah tenaga kerja berpendidikan rendah cenderung berkurang dari waktu ke waktu. Tenaga kerja berpendidikan mayoritas bekerja di sektor primer dimana peran sektor primer dalam pembentukan PDB digeser oleh sektor sekunder dan tersier. 4. Pengaruh tenaga kerja berpendidikan menengah terhadap PDB cenderung meningkat. Berkembangnya sektor sekunder dan dan tersier didukung oleh naiknya jumlah tenaga kerja berpendidikan menengah dan naiknya produktivitas tenaga kerja berpendidikan menengah. Ini menggambarkan meningkatnya ketrampilan pekerja dari waktu ke waktu. 5. Pengaruh tenaga kerja berpendidikan tinggi cenderung turun. Turunnya pengaruh tenaga kerja berpendidikan tinggi terhadap PDB ini tidak diharapkan. Kemungkinan penyebab tutunnya pengaruh tenaga kerja pendidikan tinggi terhadap PDB adalah tetidak sesuaian permintaan dan penawaran pasar tenaga kerja yang tampak dari tingginya pengangguran angkatan kerja berpendidikan tinggi.
Implikasi 1. Untuk meningkatkan serapan tenaga kerja pendidikan tinggi di sektor industri dan jasa perlu peningkatan kerjasama antara penyelenggara pendidikan tinggi sehingga kurikulum pendidikan tinggi sesuai kebutuhan sektor industri. Dampaknya adalah kompetensi lulusan mampu memenuhi kebutuhan industri. 2. Perlu adanya insentif dari pemerintah bagi perusahaan yang bersedia sebagai tempat praktek kerja mahasiswa. Ini sangat penting karena mengenalkan dunia kerja secara nyata bagi mahasiswa sehingga setelah lulus akan mampu memenuhi kualifikasi permintaan industri dan cepat beradaptasi dengan lingungan kerja. DAFTAR PUSTAKA 590
SEMNAS FEKON 2016
Agraval, G. Kahn , M.A., 2011, Impact FDI on GDP: A Comparatif Study of China and India, International Journal of Business and Management, Vol. 6 No.10; October 2011 Craigwell Roland, 2006, Foreign Direct Investment and Employment in the English and Dutch-Speaking Caribbean, ILO Subregional Office for the Carribean. Baskara, I. N. dkk, 2011, Pendidikan dan Pertumbuhan Ekonomi Jangka Panjang, Transaksi: Jurnal Bisnis, Ekonomi dan Sosial, No.1, Vol.3, 2011 Frenkel, M. Funke, K. and Stadtmann, G., 2004, A panel analysis of bilateral FDI flows to emerging economics, Economic System, Vol 28, 281-300. Hakro, A.N. dan Ghumro, I. A, 2011, Determinant of Foreign Direct Investment Flows to Pakistan, The Journal of Developing Area, Vol 44 (2): 217-242. Harvey, Andrew C, 1989, Foecasting, Structural Time Series Models and The Kalman Filter , Cambridge University Press, New York. Hsiao, Frank S.T. dan Hsiao, Mei-Chu W., 2006, FDI, Export, and PDB in East and Southeast Asia—Panel Data versus Time –Series Causality Analysis, Journal of Asian Economics Vol 17 (6): 1082-1106. Ismail N. W., Smith, P. Dan Kugler M., 2009, The Effect of ASEAN Economic Integration on Foreign Direct Investment, Journal of Economic Integration Vol24 (3):385-407. Kustituanto, Bambang dan Istikomah, 1999, Peranan Penanaman Modal Asing Gterhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol XIV(2) Lucas, Robert E. 1988. On the Mechanics of Economic Development, Journal of Monetary Economics. 22: 3-42 Misztal, Piotr, 2010, Foreign Direct Investment, As a Factor For Economic Growth In Romania, Journal of Advanced Studied in Finance, Vol 1 (1): 72-82 Miyamoto, K., 2003, Human Capital Formation and Foreign Direct Investment in Developing Contries, Working Paper No. 211, OECD Development Centre Ogutcu, M., 2002, Foreign Direct Investment and Regional Development: Sharing experiences from Brazil, China, Russia and Turkey, OECD paper, Paris Romer, P, 1993, Idea Gaps and Object Gaps in Economic Development, Journal of Monetary Economics, Vol 32 (2):543-73. Rutkowski, A., 2006, Inward FDI, skilled labour, and product differentiation in the CEEC, Journal of East Europian Management Studies, Vol 11(2):91-112 Schmidt, Rodney, 2008, Enough Foreign Direct Investment Quikens Economic Growth Everywhere, The NorthSouth Institute, Ottawa. Solow, R. M., 1957, Technological Change and the Aggregate Production Function, Review of Economic and Statistics, Vol 39: 679-693. UNCTAD., 1994. World Investment Report, New York: United Nation
591
SEMNAS FEKON 2016
MODEL PEMBERDAYAAN DAN PENINGKATAN KINERJA USAHA KECIL MENENGAH (UKM) Siti Hanif Mahmudah FE Unissula Semarang [email protected] Nunung Ghoniyah FE Unissula Semarang [email protected] Abstract This study aims to discribe and analysis the corelation of qardh al hasan financing, founding and endeavoring of increasing UKM performance. The sample of this study used 50 small and medium enterprises that got qordhul hasan from BUS BMT and BMT Nurul Fikri. Some experiments should be done to compare with assumsions that was signed by using data analyse (data quality experiment, classic assumsion experiment, hypothesis experiment and doubled linier regression analysis). By using SPSS 16.0 show that qardh al hasan financing variable, founding and endeavoring were influence to increase small and medium interprises performance. The partial experiment show that qardh al hasan financing variable (X1) has significant t value 0.057, founding small and medium enterprises (X2) has significant value t 0.084, for empowerment small and medium enterprises (Y1) has significant t value 0.057. qardh al hasan financing variable, founding and endeavoring were influence to increase small and medium interprises can give contribution to increasing performance variable of small and medium enterprises 0.382 atau 38.2% and the rest 61.8% was been influence by other variable that exclude on this study. Keywords: Qardh Al Hasan Financing, Founding, Empowerment, Increasing Of Performance Small And Medium Enterprises 1. PENDAHULUAN Di era globalisasi ini, Pembangunan ekonomi merupakan hal yang sangat peting bagi negara. Pembangunan ekonomi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan pendapatan masyarakat. Salah satu usaha yang dapat membantu pembangunan ekonomi adalah sektor UKM (Usaha Kecil Menengah). Keberadaan UKM (Usaha Kecil Menengah) hendaknya dapat memberikan kontribusi khusus dalam masalah kemiskinan dan pengangguran. Pembangunan dan pertumbuhan UKM jadi salah satu penggerak yang krusial bagi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi disetiap negara. Sektor ekonomi merupakan sektor yang paling banyak kontribusinya terhadap penciptaan lapangan kerja, tapi untuk saat ini para pelaku UKM masih kesulitan dalam mengakses modal. Berdasarkan hasil penelitian dari berbagai peneliti terdahulu yang terkait tentang pembiayaan Qardhul Hasan, pembinaan pemberdayaan dan kinerja usaha kecil menengah diantaranya adalah Menurut Widiyanto (2011) yang menemukan hasil adanya perbedaan pendapat dan keutungan yang cukup signifikan dari pendapatan 592
SEMNAS FEKON 2016
usaha dan keuntungan yang dari penerima pembiayaan Qardhul Hasan.Alamgir (2000) menyatakan bahwa pembiayaan mikro yang dilakukan oleh Paili Karma Sahayak Foundation melalui program partner organization berkontribusi dalam meningkatkan hidup dan menciptakan keuntungan bagi penerima pembiayaan. Afrane (2003) juga menyebutkan bahwa skema kredit berpengaruh positif terhadap pemberdayaan wanita, kinerja bisnis diukur dengan meningkatnya turnover dan menekankan kmpetensi wanita dalam mengembangkan usaha. Dari beberapa hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa pembiayaan dapat mengembangkan usaha kecil dan menengah (UKM). Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Uswatun (2010) bahwa pembiayaan Qardhul Hasan mempunyai pengaruh yang tidak signifikan terhadap perkembangan usaha kecil, tetapi masih membantu dalam penambahan modal dan kelangsungan hidup usaha. Hasil penelitian yang dilakukan Aryo (2011) bahwa adanya pengaruh positif pembinaan usaha kecil pengrajin kerupuk terhadap pemberdayaan usaha kecil. Menurut Liana (2008) Apabila pembinaan dan pengembangan terhadap UK berhasil dilakukan pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama dan dilakukan secara terarah dan terpadu dan berkesinambungan maka dapat meningkatkan pemerataan pendapatan dan memperkokoh struktur perekonomian nasional. Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka penilitian ini mengkaji “Model Pemberdayaan Dan Peningkatan Kinerja Usaha Kecil Menengah (UKM)”. 2. PENGEMBANGAN HIPOTESIS DAN KERANGKA TEORITIS 2.1 Pengembangan Hipotesis 2.1.1 Pengaruh pembiayaan Qardhul Hasan terhadap pemberdayaan usaha kecil menengah Menurut Siti Ratna (2013) peran pembiayaan qardhul hasan BMT terhadap pembiayaan ekonomi dhuafa atau ekonomi lemah sangat membantu kehidupan sehari-hari karena dari pembiayaan qardhul hasan anggota mendapatkan pinjaman dana untuk penambahan modal usahanya. Sama halnya dengan penelitian Calingga (2014) peran pembiayaan qardhul hasan BMT terhadap pemberdayaan ekonomi dhuafa atau ekonomi lemah sangat membantu dalam kehidupan sehari-hari karena pembiayaan qardhul hasan membantu penambahan modal usaha mereka. Hipotesis pertama yang diajukan peneliti adalah: H1 : Pembiayaan Qardhul Hasan mempunyai pengaruh positif terhadap pemberdayaan Usaha Kecil Menengah 2.1.2 Pengaruh pembinaan usaha kecil menengah terhadap pemberdayaan Usaha Kecil Menengah Menurut Aryo (2011) menyatakan bahwa pembinaan usaha kecil menengah berpengaruh positif terhadap pemberdayaan usaha kecil menengah dan dapat diterima. Hipotesis kedua yang diajukan adalah : H2 : Pembinaan Usaha Kecil Menengah mempunyai pengaruhpositif terhadap pemberdayaan Usaha Kecil Menengah 2.1.3 Pengaruh pembiayaan Qardhul Hasan terhadap peningkatan kinerja usaha kecil dan menengah Penelitian terdahulu yang terkait dengan pengaruh pembiayaan qordhul hasan terhadap kinerja usaha kecil dan menegah diantaranya yaitu hasil penelitian Wulansari (2004) dimana zakat produktif yang diberikan kepada mustahik dalam bentuk modal berbasis qardhul hasan mempengaruhi kinerja usaha yang dilihat dari adanya perbedaan modal, omset dan keuntungan. Sama halnya dengan hasil penelitian Auliyannisa (2014) bahwa adanya pengaruh signifikan terhadap pendapatan dan keuntungan keuntungan dari penerima pembiayaan Qardhul Hasan dan berpengaruh pada peningkatan kinerja usaha. Oleh karena itu pembiayaan qardhul hasan mempunyai pengaruh terhadap peningkatan usaha kecil dan menengah. Hipotesis ketiga yang diajukan adalah. H3 : Pembiayaan Qardhul Hasan mempunyai pengaruh positif terhadap peningkatan kinerja usaha kecil dan menengah 2.1.4 Pengaruh pembinaan usaha kecil menengah terhadap peningkatan kinerja usaha kecil menengah Menurut Alhempi (2013) hasil penelitian dinyatakan bahwa variabel pembinaan berpengaruh signifikan terhadap variabel perkembangan usaha kecil menengah, artinya pelatihan dan pembinaan sama-sama berdampak terhadap peningkatan usaha kecil menengah. Hipotesis keempat yang diajukan adalah : H4 : Pembinaan Usaha Kecil Menengah mempunyai pengaruh positif terhadap peningkatan kinerja Usaha Kecil Menengah 2.1.5 Pengaruh pemberdayaan usaha kecil menengah terhadap peningkatan kinerja usaha kecil menengah 593
SEMNAS FEKON 2016
Penelitian yang dilakukan Niela (2008) hasil dari penelitian ini dapat dipaparkan bahwa pemberdayaan dapat membantu meningkatkan kinerja usaha kecil menengah seperti menyediakan barang bagi calon nasabahnya. Hipotesis kelima yang diajukan adalah : H5 : Pemberdayaan usaha kecil menengah mempunyai pengaruh positif terhadap peningkatan kinerja usaha kecil menengah Berdasarkan kajian pustaka maka kerangka pemikiran teoritik dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Gambar 2. 1 Model EmpirikPeningkatan Usaha Kecil Menengah 3. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk menguji hipotesis dengan maksud memperkuat hipotesis dengan harapan, yang pada akhirnya dapat memperkuat teori yang dijadikan sebagai pijakan.Berkaitan dengan hal tersebut maka jenis penelitian yang digunakan adalah “explanatory research” atau penelitian yang bertujuan menguji berbagai hipotesis tertentu dengan maksud memperkuat hipotesis ( Wiyono, 2011). 3.2 Populasi dan Sampel Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2011). Populasi dalam penelitian ini adalah usaha kecil menengah yang mendapatkan pembiayaan Qardhul Hasan di BMT BUS Cabang Juwana dan BMT Nurul Fikri. Dengan asumsi karakteristik populasi relatif homogen. Penarikan sampel penelitian menggunakan taknik acak sederhana (simple random sampling). Responden yang dijadikan sampel adalah pengusaha/pemilik usaha/ anggota yang menerima pembiayaan Qardhul Hasan BMT BUS Cabang Juwana dan BMT Nurul Fikri. Roscoe dalam Sekaran (2006) menegaskan bahwa ukuran sampel harus lebih besar dari 30 dan kurang dari 500. Suharsimi (2005) juga memberikan pendapat jika peneliti memiliki beberapa ratus subyek dalam populasi maka pengambilan sampel kurang lebih 25-30 % dari jumlah populasi tersebut. Sehingga jumlah sampel yang dijadikan responden yaitu sebanyak 50 pengusaha yang telah menerima pembiayaan selama 1 tahun 3.3 Teknik Analisis 3.3.1 Pengujian Hipotesis Secara statistik, ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual dapat diukur dari nilai signifikan baik menggunakan koefisien determinasi (Adjusted R2) dan uji parameter individual (Uji t). 3.3.2 Analisis Regresi Linier Berganda Analisis regresi linear berganda merupakan perluasan regresi sederhana yang terdiri dari variabel dependen (teriket) dan dua atau lebih vaiabel dependen (Alifah Ratnawati, dkk,2012:104). Variabel independen dalam penelitian ini adalah pembiayaan qardhul hasan dan pembinaan usaha kecil menengah. Sedangkan variable dependen adalah pemberdayaan usaha kecil menengah dan peningkatan kinerja usaha kecil menengah. Adapun persamaan untuk menguji hipotesis secara keseluruhan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 𝑌1 = 𝛼 + 𝛽1𝑋1 + 𝛽2𝑋2 + ℯ 𝑌2 = 𝛼 + 𝛽1𝑋1 + 𝛽2𝑋2 + 𝛽3𝑌1 + ℯ Sumber: (Alifah Ratnawati, dkk, 2012:105) Keterangan : Y1 : Pemberdayaan usaha kecil menengah Y2 : Peningkatan kinerja usaha kecil menengah α : Konstanta 594
SEMNAS FEKON 2016
X1 : Pembiayaan qardhul hasan X2 : Pembinaan usaha kecil menengah β1...β3 : Koefisien Regresi e : Error 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Identitas Responden Responden dalam penelitian ini adalah pemilik usaha kecil dan menengah yang menjadi binaan BMT BUS cabang juwana dan BMT Nurul Fikri, alasan pengambilan sampel ini adalah anggota BMT yang memiliki usaha kecil dan menengah. Selain itu dikarenakan terjangkaunya obyek penelitian sehingga memudahkan dalam memperoleh data. Berdasarkan jenis kelamin responden menunjukkan bahwa responden perempuan memiliki jumlah lebih banyak dibandingkan responden laki-laki yaitu responden perempuan sebanyak 41 orang (89%) sedangkan responden laki-laki sebanyak 5 orang (11%). Ini menunjukkan bahwa pemberian pembiayaan ini diberikan kepada laki-laki maupun perempuan dan tidak bermaksud membedakan jenis kelamin. Berdasarkan usia produktif responden memiliki kisaran usia antara 28 – 48 tahun yaitu sebanyak 32 orang (70%) dan diikuti oleh usia responden yang kurang produktif memiliki kisaran usia antara 49 – 76 tahun yaitu sebanyak 14 orang (30%). Ini menunjukkan bahwa pembiayaan itu tidak hanya ditujukan kepada yang muda namun juga kepada usia lanjut. Pembiayaan untuk usaha pada usia lanjut berguna untuk kelangsungan hidup penerima pembiayaan. Berdasarkan jenis usaha diperoleh bahwa 46 orang (100%) penerima pembiayaan menjalankan usaha dibidang perdagangan (seperti makanan, minuman, kelontong, pulsa dan peralatan rumah tangga). 4.2 Uji Kualitas Data Dari hasil uji validitas data bahwa semua item dalam indikator-indikator dinyatakan valid dengan nilai r hitung lebih besar dari r tabel (0.290), sehingga dapat dilanjutkan pada proses selanjutnya. Demikian juga data dinyatakan reliabel dengan nilai α > 0.60. 4.3 Uji Asumsi Klasik Dari hasil Uji asumsi klasik bahwa uji normalitas nilai signifikansi Kolmogorov Smirnov lebih besar dari 0.05. Diketahui bahwa nilai signifikansi Kolmogorov Smirnov adalah 0.958 Dengan demikian data dalam penelitian ini terdistribusi secara normal. Demikian juga dengan Uji multikolinearitas disini tidak mengalami gejala multikolinearitas, karena VIF < 10 dan tolerance > 0.1. Berdasarkan Uji heteroskedastisitas (Uji Glejser), dapat diketahui bahwa nilai signifikansi seluruh variabel bebas dalam penelitian lebih besar dari 0.05. Dengan kata lain, tidak terdapat gejala heteroskedastisitas dalam model regresi tersebut. 4.4 Uji Hipotesis 4.4.1 Koefisien Determinasi (adjusted R2) Persentase variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen dalam model penelitian ditunjukkan oleh besarnya Koefisien Determinasi. Koefisien Determinasi menunjukan seberapa besar pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen yang dinyatakan dalam persen (%). Nilai koefisien determinasi dari variabel pembiayaan qardhul hasan,pembinaan usaha kecil menengah, pemberdayaaan usaha kecil menengahberhasil menjelaskan peningkatan kinerja usaha kecil menengahsebesar 38.2 %, sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor lain yang tidak diamati dalam penelitian ini. 4.4.2 Uji Model Uji model dilakukan dengan mengunakan uji F, hal ini untuk melihat hubungan antara variabel bebas terhadap variabel terikat secara simultan, Nilai F hitung dapat dilihat pada hasil regresi dan nilai F tabel didapat melalui sig. α = 0,05 dengan df1 = k – 1 = 5 – 1 = 4dan df2 = n – k =46 – 5 = 41 maka diperoleh nilai Ftabel =2,6. Nilai Fhitung sebesar 10.263 lebih besar dibanding Ftabel (2,61) dan Sig. 0,000 lebih kecil daripada 0,05. Dengan demikian model regresi antara pembayaan qardhul hasan (X1), pembinaan UKM (X2), pemberdayaan UKM (Y1),terhadap peningkatan kinerja UKM (Y2) dinyatakan fit atau layak (goodness of fit) sebagai model dalam peningkatan kinerja UKM. 595
SEMNAS FEKON 2016
4.4.3 Uji Signifikansi Parameter Individual Hasil uji parameter individual dapat dilihat pada tabel berikut :
a. Pengaruh Pembiayaan Qardhul Hasan Terhadap Pemberdayaan Usaha Kecil Menengah Hasil perhitungan tabel diatas, diperoleh nilai signifikasi untuk pembiayaan qardhul hasan yaitu 0.068 < 0.10 dengan arah koefisien positif (0.271), menandakan bahwa pembiayaan qardhul hasan berpengaruh positif terhadap pemberdayaan usaha kecil menengah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa H1 diterima. b. Pengaruh Pembinaan Usaha Kecil Menengah Terhadap Pemberdayaan Usaha Kecil Menengah Hasil perhitungan tabel diatas, diperoleh nilai signifikasi untuk pembinaan usaha kecil menengah yaitu 0.013 < 0.10 dengan arah koefisien positif (0.375), menandakan bahwa pembinaan usaha kecil menengah berpengaruh positif terhadap pemberdayaan usaha kecil menengah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa H2 diterima. c. Pengaruh Pembiayaan Qardhul Hasan Terhadap Peningkatan Kinerja Usaha Kecil Menengah Hasil perhitungan tabel diatas, diperoleh nilai signifikasi untuk pembiayaan qardhul hasan yaitu 0.057 < 0.10 dengan arah koefisien positif (0.273), menandakan bahwa pembiayaan qardhul hasan berpengaruh positif terhadap peingkatan kinerja usaha kecil menengah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa H3 diterima. d. Pengaruh Pembinaan Usaha Kecil Menengah Terhadap Peningkatan Kinerja Usaha Kecil Menengah Hasil perhitungan tabel diatas, diperoleh nilai tidak signifikasi untuk pembinaan usaha kecil menengah yaitu 0.084 < 0.10 dengan arah koefisien positif (0.255), menandakan bahwa pembinaan usaha kecil menengah berpengaruh positif terhadap peingkatan kinerja usaha kecil menengah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa H4 diterima. e. Pengaruh Pemberdayaan Usaha Kecil Menengah Terhadap Peningkatan Kinerja Usaha Kecil Menengah Hasil perhitungan tabel diatas, diperoleh nilai signifikasi untuk Pemberdayaan usaha kecil menengah yaitu 0.057 < 0.10 dengan arah koefisien positif (0.277), menandakan bahwa Pemberdayaan usaha kecil menengah berpengaruh positif terhadap peingkatan kinerja usaha kecil menengah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa H5 diterima. 4.5 Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Pengaruh langsung dan tidak langsung antar variabel penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut. a. Pengaruh Pembiayaan Qardhul Hasan Terhadap Peningkatan Kinerja Usaha Kecil Menengah Melalui Pemberdayaan Usaha Kecil Menengah Nilai pengaruh langsung pembiayaan qardhul hasanterhadap peningkatan kinerja usaha kecil menengah sebesar .271 lebih besar dari pengaruh tidak langsung sebesar .075 (.275 x .277). Hal ini menunjukkan bahwa pemberdayaan usaha kecil menengah tidak menjadi variabel intervening antara pembiayaan qardhul hasan dan peningkatan kinerja usaha kecil menengah. Dengan kata lain responden menilai bahwa pembiayaan qardhul hasan 596
SEMNAS FEKON 2016
bisa berhubungan langsung ke peningkatan kinerja usaha kecil menengah tanpa perantara pemberdayaan usaha kecil menengah. b. Pengaruh Pembinaan Usaha Kecil Menengah Terhadap Peningkatan Kinerja Usaha Kecil Menengah Melalui Pemberdayaan Usaha Kecil Menengah Nilai pengaruh langsung Pembinaan usaha kecil menengah terhadap peningkatan kinerja usaha kecil menengah sebesar .375 lebih besar dari pengaruh tidak langsung sebesar .103 (.375 x .277). Hal ini menunjukkan bahwa pemberdayaan usaha kecil menengah tidak menjadi variabel intervening antara Pembinaan usaha kecil menengah dan peningkatan kinerja usaha kecil menengah. Dengan kata lain responden menilai bahwa pembinaan usaha kecil menengah bisa berhubungan langsung ke peningkatan kinerja usaha kecil menengah tanpa perantara pemberdayaan usaha kecil menengah. 4.6 Pembahasan 4.6.1 Pengaruh Pembiayaan Qardhul Hasan Terhadap Pemberdayaan Usaha Kecil Menengah Pembiayaan qardhul hasan berpengaruh positif terhadap pemberdayaan usaha kecil menengah. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dikemukakan oleh Afrane (2003) menunjukkan bahwa pembiayaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap pemberdayaan usaha kecil menengah. Pembiayaan qardhul hasan berpengaruh positif terhadap pemberdayaan usaha kecil menengah. Hal ini terjadi karena sebagian besar responden dalam penelitian ini merasa pembiayaan qardhul hasan sebagai media yang dapat membantu pemberdayaan usaha kecil menengah yang mereka jalankan. Dengan adanya pinjaman qardhul hasan yang tanpa bunga maka pengusaha kecil menengah ini merasa terbantu dan bisa mengembangkan usahanya supaya lebih berdaya. 4.6.2 Pengaruh Pembinaan Usaha Kecil Menengah Terhadap Pemberdayaan Usaha Kecil Menengah Pembinaan usaha kecil menengah berpengaruh positif terhadap pemberdayaan usaha kecil menengah. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Aryo (2011) menyatakan bahwa adanya pengaruh positif pembinaan usaha kecil pengrajin kerupuk terhadap pemberdayaan usaha kecil. Pembinaan usaha kecil menengah berpengaruh positif terhadap pemberdayaan usaha kecil menengah. Hal ini terjadi karena sebagian besar responden dalam penelitian ini merasa pembinaan usaha kecil menengah merupakan media penghubung bagi mereka sehingga usaha kecil dapat berdaya. Dengan dilakukannya pembinaan secara teratur maka pengusaha kecil menengah ini merasa terbantu dan bisa mengembangkan usahanya serta memberdayakan usaha agar lebih baik. 4.6.3 Pengaruh Pembiayaan Qardhul Hasan Terhadap Peningkatan Kinerja Usaha Kecil Menengah Pembiayaan qardhul hasan berpengaruh positif terhadap peningkatan kinerja usaha kecil menengah. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Auliyannisa (2014) bahwa adanya pengaruh positif terhadap pendapatan dan keuntungan keuntungan dari penerima pembiayaan Qardhul Hasan dan berpengaruh pada peningkatan kinerja usaha. Pembiayaan qardhul hasan berpengaruh positif terhadap peningkatan kinerja usaha kecil menengah. Hal ini terjadi karena sebagian besar responden dalam penelitian ini merasa pembiayaan qardhul hasan sebagai media yang dapat membantu peningkatan usaha kecil menengah. Dengan adanya pinjaman qardhul hasan yang tanpa bunga maka pengusaha kecil menengah ini merasa terbantu dan bisa mengembangkan usahanya dan meningkatkan kinerja usahanya. 4.6.4 Pengaruh Pembinaan Usaha Kecil Menengah Terhadap Peningkatan Kinerja Usaha Kecil Menengah Pembinaan usaha kecil menengah berpengaruh positif terhadap peningkatan kinerja usaha kecil menengah. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Alhempi (2013) hasil penelitian dinyatakan bahwa variabel pembinaan berpengaruh signifikan terhadap peningkatan usaha kecil menengah. Pembinaan usaha kecil menengah berpengaruh positif terhadap peningkatan kinerja usaha kecil menengah. Hal ini terjadi karena sebagian besar responden dalam penelitian ini merasa pembinaan usaha kecil menengah merupakan media penghubung yang dapat meningkatkan kinerja usaha kecil mereka. Dengan dilakukannya pembinaan secara teratur maka pengusaha kecil menengah ini merasa terbantu dan bisa mengembangkan 597
SEMNAS FEKON 2016
usahanya serta meningkatkan kinerja usaha secara baik. 4.6.5 Pengaruh Pemberdayaan Usaha Kecil Menengah Terhadap Peningkatan Kinerja Usaha Kecil Menengah Pemberdayaan usaha kecil menengah berpengaruh positif terhadap peningkatan usaha kecil menengah. Hal ini sejalan dengan peneltian yang dilakukan oleh Niela (2008) hasil dari penelitian ini dapat dipaparkan bahwa pemberdayaan berpengaruh positif dan dapat membantu meningkatkan kinerja usaha kecil menengah seperti menyediakan barang bagi calon nasabahnya. Pemberdayaan usaha kecil menengah berpengaruh positif terhadap peningkatan kinerja usaha kecil menengah. Hal ini terjadi karena sebagian besar responden dalam penelitian ini merasa pemberdayaan usaha kecil menengah merupakan media penghubung yang dapat meningkatkan kinerja usaha kecil mereka. Dengan adanya pemberdayaan secara teratur kepada usaha kecil menengah maka pengusaha kecil menengah ini merasa terbantu dan bisa mengembangkan usahanya serta meningkatkan kinerja usaha secara baik. 5. Simpulan 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan terhadap seluruh data yang diperoleh, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1.
Pembiayaan qardhul hasan berpengaruh signifikan dan positif terhadap peningkatan kinerja usaha kecil menengah. 2. Pembinaan usaha kecil menengah berpengaruh signifikan dan positif terhadap peningkatan usaha kecil menengah. 3. Pembiayaan qardhul hasan dan pembinaan usaha kecil menengah dapat berpengaruh langsung terhadap peningkatan usaha kecil menengah tanpa melalui pemberdayaan usaha kecil menengah. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemberdayaan usaha kecil menengah bukan merupakan variabel intervening tetapi menjadi variabel independen yang mempengaruhi peningkatan kinerja usaha kecil menengah. 4. Pembinaan usaha kecil menengah berpengaruh signifikan dan positif terhadap peningkatan usaha kecil menengah. 5.2 Saran Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka saran yang diberikan adalah: 1. Pembinaan usaha kecil menengah sebaiknya dilakukan dengan lebih intensif dan terstruktur untuk memberikan dukungan penuh kepada penerima pembiaayan. Pembinaan perlu dilakukan untuk membangun mental dan ahlak penerima. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa mereka sangat membutuhkan pembinaan terutama pada pelatihan dan konsultasi. 2. Peneliti selanjutnya dapat mengulang kembali variabel-variabel yang sudah diteliti dan sebaiknya menambah dengan variabel lain yang diduga dapat meningkatkan kinerja usaha kecil menengah. 3. BMT kedepannya dapat lebih baik dalam pelayanan dan lebih obyektif dalam memilih anggota supaya lebih berkembang dan bisa mendapatkan kepercayaan oleh semua anggota. 5.3 Keterbatasan Penelitian Keterbatasan penelitian ini adalah: 1. R2 masih kurang dari 50% sehingga untuk meningkatkan kinerja UMKM perlu memperhatikan variable lain selain variable dalam penelitian ini. Referensi Absari, A. I. (2014). Model Pengembangan Usaha Mikro Melalui Pembiayaan Qardhul Hasan, Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Islam Sultan Agung, Semarang (tidak Dipublikasikan) Afrane, S. (2003). Impact Assesment of Microfinance Intervention in Ghana and South Africa. Journal of Microfinance, 4(1), 37-58 Alamgir, D.A.H.(2000). Financing the Microcredit Programs of Non-Goverment Organization (NGOs):A Case Study. Journal of Development Enterpreneurship..5(2), 157-168. 598
SEMNAS FEKON 2016
Alhempi, R. R., & Harianto, W. (2013). Pengaruh Peletihan Dan Pembinaan Terhadap Pengembangan Usaha Kecil Pada Program Kemitraan Bina Lingkungan, Media Riset Bisnis & Manajemen, 13(1), 20-38 Al-Qur’an Word For Microsoft Office 2007. Software. Amalia, N. (2008). Peran Pembiayaan Ba’i Bitsamanil Ajil Terhadap Pemberdayaan Usaha Mikro Di BMT (Studi Kasus Pada Koperasi Bmt-MMU Sidogiri Cabang Wonorejo), Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Islam Negeri (UIN) Malang, Malang (tidak Dipublikasikan) Calingga, G. (2014). Peranan Dana Qardhul Hasan Baitul Maal Bmt Bismillah Dalam Pemberdayaan Ekonomi Dhuafa Di Sukorejo, Skripsi. Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Islam Iain Walisongo, Semarang (tidak Dipublikasikan) Hubeis, M. (2010). Kajian Pembinaan, Pengembangan dan Pengawasan UKM Binaan PT. Sucofindo, Jurnal Manajemen IKM, 5(1), 1-11, ISSN 2085-8418 Ismawati, S. R. (2013). Peranan Produk Qardhul Hasan Baitul Maal BMT Marhamah Terhadap Pemberdayaan Ekonomi Dhuafa’ Di Wonosobo, Skripsi. Fakultas Syari’ah Dan Ekonomi Islam Iain Walisongo, Semarang(tidak Dipublikasikan) Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia.(2013). Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) dan Usaha Besar (UB) Tahun 2011-2013 Kristianto, A. B. (2011). Peran Pemberdayaan Dalam Meningkatkan Kinerja Usaha Kecil Pengrajin Kerupuk Di Kecamatan Tulangan (Sidoarjo), Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan “Veteran” Jawa Timur, Surabaya (tidak Dipublikasikan) Liana, L. (2008). Pembinaan Dan Pengembangan Usaha Kecil Sebagai Sarana Memperkokoh Struktur Perekonomian Nasional, Jurnal Bisnis Dan Ekonomi, 15(2), 98-106, ISSN: 1412-3126 Pedoman Penulisan Pra Skripsi dan Skripsi Progam Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Sultan Agung Semarang 2015 Sanusi, A & Anggalia Wibasuri. (2015). Model Pemberdayaan Tata Kelola Kelompok Usaha Kecil Menengah Pengrajin Batu Permata Bungur Lampung Selatan, Jurnal Pengabdian pada Masyarakat,1(1), 96 -123 Ulum, F. (2014). Optimalisasi Intermediasi Dan Pembiayaan BMT Menuju Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat, Jurnal studi keislaman, 9(1), 161-192, ISSN 1978-3183 Uswatun. (2010). Pengaruh Pembiayaan Qardhul Hasan Pada Bni Syari’ah Cabang Semarang Terhadap Perkembangan Usaha Kecil, Skripsi. Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo, Semarang (tidak Dipublikasikan) Widiyanto., Siti Mutamimah & Hendar.(2011). Effectiveness of Qard al Hasan Financing as a Poverty Alleviation Model. Economic Journal of Emerging Markets 3.1: 27-42 Widyani, W. M. (2013). Pentingnya Pola Kemitraan Dalam Rangka Meningkatkan Peran Dan Kinerja Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Di Jawa Timur Periode 2006-2011, Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya, 2(2) Wulansari, S. D,.& Setiawan, A. H,. (2014). Analisis Peranan Dana Zakat Produktif terhadap Perkembangan Usaha Mikro Mustahik (Penerima Zakat) (Studi Kasus Rumah Zakat Kota Semarang).Diponegoro Journal of Economics, 3(1), 1-15, ISSN (Online): 2337-3814
PENGARUH DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI PROVINSI ACEH 599
SEMNAS FEKON 2016
Yoyon Safrianto Universitas Teuku Umar Abstrak Desentralisasi fiskal bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di wilayah yang lebih cepat, karena daerah itu sendiri mengatur dan mengelola keuangannya sendiri dalam melaksanakan kegiatan pembangunan. Sehingga daerah diharapkan menjadi kekuatan pendorong dalam pertumbuhan ekonomi, untuk masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah apakah ada perbedaan dalam pertumbuhan ekonomi sebelum dan sesudah desentralisasi fiskal di provinsi Aceh, bagaimana pengaruh besar dari desentralisasi fiskal pada ekonomi pertumbuhan di Province. Untuk tujuan menentukan perbedaan pertumbuhan ekonomi sebelum dan sesudah desentralisasi fiskal di Provinsi Aceh dan untuk menentukan pengaruh desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi. Metode penelitian ini menggunakan waktu analisis data series. Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data sekunder di tingkat makro dari instansi terkait seperti Bappeda Aceh, Biro Pusat Statistik (BPS) dan kemudian dianalisis dengan menggunakan model regresi linier berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada pengaruh pertumbuhan ekonomi di Aceh sebelum dan sesudah desentralisasi fiskal adalah 0,129% (persen) sehingga dianjurkan bahwa kebijakan desentralisasi fiskal dianggap penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Kata Kunci: Pertumbuhan ekonomi (PDRB), DBH (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) PENDAHULUAN Otonomi daerah dan desentraliasi fiskal mulai hangat dibicarakan sejak bergulirnya era reformasi pasca runtuhnya tembok kekuasaan pemerintahan orde baru. Sistem pemerintahan sentralistis yang selama ini dianut pemerintahan presiden Soeharto dianggap tidak mampu membawa kesejahteraan dan kemakmuran bagi masyarakat luas sehingga memunculkan tuntutan kewenangan yang lebih besar dari daerah untuk melaksanakan pembangunan. Tuntutan ini kemudian melahirkan undang-undang otonomi daerah, yaitu UU No. 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah dan sekaligus menjadi awal era baru desentralisasi fiskal di Indonesia. UU ini memberikan kewenangan kepada daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya dalam mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan. Bagian yang menjadi urusan Pemerintah Pusat hanya meliputi Politik Luar Negeri, Pertahanan, Keamanan, Yuridis, Moneter dan Fiskal, serta Agama. Pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia ditandai dengan proses pengalihan sumber keuangan bagi daerah dalam jumlah yang sangat signifikan. Pada awal desentralisasi fiskal, transfer ke daerah berupa Dana Perimbangan (DAPER) hanya sebesar Rp. 81,1 triliun, dan meningkat sebesar 16,8 persen ditahun 2002 menjadi Rp. 94,7 triliun. Tahun 2006 Dana Perimbangan mencapai Rp. 222,2 triliun atau meningkat sebesar 55,2 persen dari tahun sebelumnya. Sampai tahun 2008, besarnya dana perimbangan telah mencapai Rp. 278,7 triliun (BPS, 2009). Desentralisasi dan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah akan meningkatkan penerimaan pemerintah daerah dan keputusan pengeluaran yang benar akan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah tersebut.Dengan kata lain bahwa pemerintah
600
SEMNAS FEKON 2016
daerah memiliki kemampuan keuangan yang cukup besar dalam melaksanakan pembangunan di daerah, yang menjadi pertanyaan, bagaimanakah efektifitas pemerintah daerah dalam memobilisasi sumber-sumber pendapatan daerah dan mengalokasikan dana tersebut pada sektorsektor atau pos-pos yang penting atau yang membutuhkan dalam meningkatkan pembangunan, apakah sudah mencapai sasaran atau belum. Sampai saat ini, desentralisasi fiskal dan otonomi daerah merupakan topik pembicaraan yang selalu menarik untuk didiskusikan. Ini disebabkan studi tentang desentralisasi fiskal tidak hanya menjadi ranah ekonomi, tetapi memiliki keterkaitan erat dengan dimensi lain seperti politik, administratif, dan geografis. Selain itu hasil studi desentralisasi fiskal sering kali tidak menghasilkan kesimpulan yang sama diantara para peneliti dan peminat desentralisasi. Dari fenomena diatas penulis sangat tertarik meneliti sejauh mana pengaruh desentralisasi fiscal terhadap pertumbuhan ekonomi di provinsi Aceh. Oleh karena itu judul yang diambil dalam penelitian ini adalah “Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Aceh” PERUMUSAN MASALAH Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah terdapat perbedaan pertumbuhan ekonomi sebelum dan setelah diterapkan desentralisasi fiskal di Provinsi Aceh. 2. Berapa besar pengaruh desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Aceh. TUJUAN PENELITIAN Sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan, tujuan penelitian yang hendak dicapai adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui perbedaan pertumbuhan ekonomi sebelum dan setelah diterapkan desentralisasi fiskal di Provinsi Aceh. 2. Untuk mengetahui pengaruh desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Aceh. TINJAUAN PUSTAKA Desentralisasi Fiskal Desentralisasi adalah sebuah mekanisme penyelenggaraan pemerintahan yang menyangkut pola hubungan antara pemerintah nasional dan pemerintah lokal. Tujuan otonomi daerah adalah membebaskan pemerintah pusat dari beban-beban yang tidak perlu dalam menangani urusan domestik, sehingga pemerintah pusat berkesempatan mempelajari, memahami dan merespon berbagai kecenderungan global dan mengambil manfaat daripadanya. Pemerintah hanya berkonsentrasi pada perumusan kebijakan makro nasional yang bersifat strategis. Desentralisasi diperlukan dalam rangka peningkatan efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan, sebagai wahana pendidikan politik di daerah, untuk memelihara keutuhan negara kesatuan atau integrasi nasional, untuk mewujudkan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintah yang dimulai dari daerah, untuk memberikan peluang kepada masyarakat untuk membentuk karir dalam bidang politik dan pemerintahan, sebagai sarana bagi percepatan pembangunan di daerah, untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
601
SEMNAS FEKON 2016
Pengaruh Desentralisasi Fiskal terhadap Pertumbuhan Ekonomi Berbagai argumen yang mendukung desentralisasi antara lain dikemukakan oleh Tiebout (1956), Oates (1972), Tresch (1981), Breton (1996), Weingast (1995), dan sebagaimana dikutip oleh Litvack et al (1998:311), yang mengatakan bahwa pelayanan publik yang paling efisien seharusnya diselenggarakan oleh wilayah yang memiliki kontrol geografis yang paling minimum karena : a. Pemerintah lokal sangat menghayati kebutuhan masyarakatnya; b. Keputusan pemerintah lokal sangat responsif terhadap kebutuhan masyarakat, sehingga mendorong pemerintah lokal untuk melakukan efisiensi dalam penggunaan dana yang berasal dari masyarakat; c. Persaingan antar daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakatnya akan mendorong pemerintah lokal untuk meningkatkan inovasinya. Bahn dan Linn (1992:274), berpendapat bahwa pendelegasian sebagian urusan keuangan publik dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah merupakan konsekuensi dari pencapaian taraf hidup masyarakat yang lebih baik. Pernyataan ini didukung oleh dua argument sebagai berikut. Pertama, median vote theory yang memaparkan tentang respon dunia usaha atas selera dan preferensi masyarakat daerah. Pelayanan publik disesuaikan dengan kehendak dan permintaan masyarakat setempat. Kedua, fiscal mobility theory yang menggambarkan tingkat mobilitas penduduk antar daerah yang dipicu oleh tingkat kesejahteraan masyarakat yang lebih tinggi. Perbaikan kualitas hidup orang akan mendorong mereka untuk memilih daerah yang menyediakan pelayanan publik yang lebih baik. Dana Bagi Hasil (DBH) Dana bagi hasil adalah dana yang bersumber dari APBN yang dibagihasilkan kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu dengan memperhatikan potensi daerah penghasil. Dana bagi hasil terdiri dari dana bagi hasil bersumber dari pajak dan dana bagi hasil sumber daya alam. Penjelasan umum Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 mengandung pengertian bahwa pengalokasian Dana Bagi Hasil pada APBN merupakan pendapatan yang diperoleh dari sumber-sumber daya nasional yang berada di daerah berupa pajak dan sumber daya alam. Tim Asistensi Menteri Keuangan Bidang Desentralisasi Fiskal (2008:44) menjelaskan, Dana Bagi Hasil merupakan dana perimbangan yang strategis bagi daerah-daerah yang memiliki sumber-sumber penerimaan pusat di daerahnya, meliputi penerimaan pajak pusat dan penerimaan dari sumber daya alam. Besarnya dana bagi hasil dari pajak maupun sumber daya alam ditetapkan berdasarkan persentase tertentu. Dana Alokasi Umum (DAU) Dana Alokasi Umum, selanjutnya disebut DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi (UU Nomor 33 Tahun 2004, Pasal 1 ayat 21). DAU dialokasikan berdasarkan persentase pendapatan dalam negeri yang ditetapkan dalam APBN. DAU untuk suatu daerah ditetapkan berdasarkan kriteria tertentu yang menekankan pada aspek pemerataan dan keadilan yang selaras dengan penyelenggaraan urusan pemerintahan yang formula dan perhitungan DAUnya ditetapkan sesuai Undang-undang. Dana Alokasi Khusus (DAK)
602
SEMNAS FEKON 2016
Syarifin dan Jubaedah (2005:107) “Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional”. Sesuai dengan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, kegiatan khusus yang dimaksud adalah 1. Kegiatan dengan kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan dengan rumus alokasi umum, dalam pengertian kebutuhan suatu daerah tidak sama dengan kebutuhan daerah lain, misalnya kebutuhan di kawasan transmigrasi, kebutuhan beberapa jenis investasi/prasarana baru, pembangunan jalan di kawasan terpencil, serta saluran irigasi primer. 2. Kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional. Wijaya (2007:112) menambahkan kriteria pengalokasian DAK, yaitu: a. Kriteria Umum, dirumuskan berdasarkan kemampuan keuangan daerah yang tercermin dari penerimaan umum APBD setelah dikurangi belanja PNSD; b. Kriteria Khusus, dirumuskan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur penyelenggaraan otonomi khusus dan karakteristik daerah; dan c. Kriteria Teknis, yang disusun berdasarkan indikator-indikator yang dapat menggambarkan kondisi sarana dan prasarana, serta pencapaian teknis pelaksanaan kegiatan DAK di daerah. Pertumbuhan Ekonomi Pembangunan di suatu negara pada dasarnya adalah pembangunan sumber daya manusia. Pembangunan ini dilaksanakan harus merata sehingga tidak terjadinya ketimpangan pembangunan. Pembangunan yang dilaksanakan biasanya dititikberatkan pada bidang ekonomi. Pembangunan adalah sebagai suatu proses perbaikan yang berkesinambungan atas suatu masyarakat menuju kehidupan yang lebih baik atau lebih manusiawi (Todaro, 2002:19). METODE PENELITIAN Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mempunyai tujuan untuk menguji pengaruh desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi. Desentralisasi fiskal dilihat dari DBH, DAU, dan DAK di Provinsi Aceh sebagai variabel bebas terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Aceh sebagai variabel terikat. Sumber dan Jenis Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dari Sekretariat Daerah Aceh, Dinas Keuangan Aceh, Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Aceh. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder dengan menggunakan variabel DBH, DAU, DAK dan Pertumbuhan Ekonomi dari tahun 2000-2012. Metode Analisis Untuk mengetahui perbedaan pertumbuhan ekonomi sebelum dan setelah diterapkan desentralisasi fiskal menggunakan uji t dengan persamaan sebagai berikut: X1 X 2 Nilai hitung. t = 1 2 1 S p n1 n2
603
SEMNAS FEKON 2016
Dimana : n1 = n2 = x1 = x2 = t = Sp =
Periode data pertumbuhan ekonomi sebelum adanya desentralisasi Periode data pertumbuhan ekonomi setelah adanya desentralisasi Rata-rata pertumbuhan ekonomi sebelum adanya desentralisasi Rata-rata pertumbuhan ekonomi setelah adanya desentralisasi thitung Estimasi variasi gabungan
Untuk mengetahui besarnya pengaruh dana bagi hasil, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus terhadap pertumbuhan ekonomi Aceh akan dianalisis dengan menggunakan analisis regresi linier berganda, persamaan regresi linier berganda tersebut secara matematis diformulasikan (Gujarati, 2009, 188):: Ln Y = βo + β1 LnDBH + β2 LnDAU + β3 LnDAK + β4 D Dimana: Y = Variabel tidak bebas X = Variabel bebas α = Intersep β = Koefisien estimasi μ = Error term Kemudian model tersebut diformulasikan ke dalam bentuk Ln dengan model penelitian sebagai berikut: Ln PE = α + β1LnDBH + β2LnDAU + β3LnDAK +B4 D+ ε Keterangan: PE = Pertumbuhan ekonomi α = Konstanta β1...β3 = Koefisien Regresi DBH = Dana Bagi Hasil DAU = Dana Alokasi Umum DAK = Dana Alokasi Khusus D = Dummy Variabel 1 = sebelum desentralisasi 0 = sesudah desentralisasi ε = Error (variabel pengganggu) HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Untuk Untuk mengetahui perbedaan pertumbuhan ekonomi sebelum dan setelah diterapkan desentralisasi fiskal di Provinsi Aceh digunakan Uji Beda rata-rata. Pengujian ini dilakukan terhadap pengujian dua sampel yang berpasangan. Pengujian hipotesisi akan dilakukan pada tingkat konfident interval 95 % atau tingkat significans = 0,05 atau dengan n = 50, adapun hipotesis nya sebagai berikut : Ho : Tidak terdapat perbedaan pertumbuhan ekonomi sebelum dan setelah diterapkan desentralisasi fiskal di Provinsi Aceh. Ha : Terdapat perbedaan pertumbuhan ekonomi sebelum dan setelah diterapkan desentralisasi fiskal di Provinsi Aceh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa korelasi antara kedua variabel tersebut diperoleh nilai signifikan = 0,000, karena nilai signifikan = 0,000 < Alpha = 0,05, maka menolak H0, artinya Terdapat perbedaan pertumbuhan ekonomi sebelum dan setelah diterapkan desentralisasi fiskal di Provinsi Aceh.
604
SEMNAS FEKON 2016
Berdasarkan pengujian multikolinieritas untuk ketiga variabel bebas memiliki nilai VIF dibawah 10 dan nilai toleran lebih besar dari 0,10 untuk ketiga variabel bebas tersebut dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model regresi tidak mengalami gangguan multikolinearitas. Analisis hasil output diperoleh nilai Prob. Chi-square (X2) = 0,4663 yang lebih besar dari nilai alpha = 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa model ini terbebas dari masalah autokorelasi. Dari hasil analisa output diperoleh nilai probabilitas t statistic untuk variable DBH, DAU, DAK dan D1 secara berturut-turut adalah 0.3707, 0.4359, 0.1472 dan 0.4180 semua nilai tersebut lebih besar dari nilai taraf nyata (alpha) 0.05, sehingga tidak ada dari variable tersebut yang signifikan, maka dapat disimpulkan bahwa kasus ini terbebas dari masalah heteroskedastisitas Dari hasil penelitian diperoleh persamaan regresi secara umum pertumbuhan ekonomi Provinsi Aceh sebelum dan sesudah terjadinya desentralisasi fiskal sebagai berikut: Ln PE = 3.200 – 0.0149 LnDBH - 0.00859 LnDAU + 0.5227 LnDAK + 0.0149 D 1. Dapat kita jabarkan bahwa nilai Konstanta sebesar 3,20 artinya apabila dana alokasi khusus, dana bagi hasil dan dana alokasi umum dianggap konstan maka besarnya pertumbuhan ekonomi di Provinsi Aceh sebesar 3,20 persen 2. Koefisien regresi untuk dana bagi hasil diperoleh sebesar 0,0149 artinya setiap kenaikan sebesar 1 persen yang terjadi pada variabel dana bagi hasil maka akan berpengaruh terhadap meningkatnya pertumbuhan ekonomi di Provinsi Aceh sebesar 0,0149 persen saat desentralisasi, dengan asumsi variabel dana alokasi khusus dan dana alokasi umum dianggap tetap. 3. Koefisien regresi untuk dana alokasi umum diperoleh sebesar 0,0086 artinya setiap kenaikan sebesar 1 persen yang terjadi pada variabel dana alokasi umum maka akan berpengaruh terhadap meningkatnya pertumbuhan ekonomi di Provinsi Aceh sebesar 0,0086 persen, dengan asumsi variabel dana alokasi khusus dan dana bagi hasil dianggap tetap. 4. Koefisien regresi untuk Dana Alokasi Khusus diperoleh sebesar 0,523 artinya setiap kenaikan sebesar 1 persen yang terjadi pada variabel dana alokasi khusus maka akan berpengaruh terhadap meningkatnya pertumbuhan ekonomi di Provinsi Aceh sebesar 0,523 persen, dengan asumsi variabel dana bagi hasil dan dana alokasi umum dianggap tetap. 5. Nilai dummy sebesar 0,0149 memiliki arti bahwa pertumbuhan ekonomi Provinsi Aceh meningkat sebesar 0,0149 terjadi saat diberlakukannya desentralisasi fiskal. Dari hasil penelitian diatas, ternyata variabel dana alokasi khusus yang memiliki koefisien regresi yang paling besar. maka dapat disimpulkan bahwa dana alokasi khusus yang paling besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Aceh.
KESIMPULAN Dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat di ambil kesimpulan yaitu : 1. Hasil Regresi dengan menggunakan dummy menunjukkan bahwa Diperoleh nilai R2 (R Square) = 0,9933 memiliki arti bahwa 99.33 persen variasi naik turunnya Pertumbuhan Ekonomi dapat dipengaruhi oleh Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi
605
SEMNAS FEKON 2016
Khusus, dan krisis ekonomi sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dimasukkan ke dalam model. Konstanta sebesar 1,162 artinya apabila dana alokasi khusus, dana bagi hasil dan dana alokasi umum dianggap konstan maka besarnya pertumbuhan ekonomi di Provinsi Aceh sebesar 1,162 persen. 2. Dana Alokasi Umum dan Krisis Ekonomi berturut-turut adalah 0,2130 dan 0,1780, kedua nilai tersebut > nilai alpha = 0,05. Artinya secara individu variabel Dana alokasi umum dan variabel dummy krisis ekonomi tidak mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi. Sedangkan untuk variabel Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil diperoleh nilai probabilitas t-statistik secara berturut-turut 0,000 dan 0,0061, kedua nilai tersebut < nilai alpha = 0,05, Artinya secara individu variabel Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil mempengaruhi pertumbuhan ekonomi SARAN 1. Untuk meningkkatkan pertumbuhan ekonomi Provinsi Aceh, pemerintah pusat dan daerah perlu meningkatkan penggunaan dana alokasi khusus (DAK) untuk meningkatkan pembangunan daerah sesuai dengan tingkat kebutuhan dan pengembangan potensi wilayah dan dana bagi hasi (DBH) untuk peningkatan kualitas sumberdaya manusia, kualitas sarana dan prasarana publik karena kedua variabel ini memberi pengaru yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Aceh. 2. Alokasi investasi juga harus dilihat berdasarkan potensi daerah yang belum diupayakan sehingga mampu memberikan nilai tambah yang baru terhadap pembentukan PDRB daerahnya yang berujung pada peningkatan PDRB per kapita. Sehubungan dengan kebijakan yang dapat diambil oleh pemerintah dalam mempercepat proses konvergensi PDRB per kapita di Provinsi Aceh, yaitu dengan pola pertumbuhan yang tidak seimbang pada besarnya alokasi investasi untuk meningkatkan PDRB per kapita sehingga kebijakan dari desentralisasi mampu mendorong pertumbuhan ekonomi daaerah lebih cepat di bandingkan dengan kebijakan sentralisasi DAFTAR PUSTAKA BadanPusatStatisik, Statistik Keuangan Pemerintahan Kabupaten/Kota 2006-2012, Jakarta – Indonesia. Gujarati, Damodar N, (2009), Basic Econometrics, McGraw-Hill Education (Asia) Kuncoro, Mudrajat. (2004), Otonomi dan Pembangunan Daerah, Jakarta:Erlangga. Oates, W. E., (1993), Fiscal Decentralization and Economic Development, National Tax Journal, LXVI (2):237-43. PeraturanMenteriKeuanganNomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Pusat Statistik, Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten/Kota di Indonesia 2006 – 2010, Jakarta – Indonesia. Qanun Aceh Nomor 2 Tahun 2008,Tentang Tata Cara Pengalokasian Tambahan Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi dan Penggunaan Dana Otonomi Khusus. Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 53 Tahun 2009 tentang Dana Alokasi Umum Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota Tahun 2010 --------------, Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. --------------,Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Aceh. --------------, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
606
SEMNAS FEKON 2016
--------------,Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. --------------,Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah -------------,Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Sukirno, Sadono (2004), Makro Ekonomi Teori Pengantar, Edisi ke tiga, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta. Tim Asistensi Menteri Keuangan Bidang Desentralisasi Fiskal, 2008, Grand Design, Jakarta: Desentralisasi Fiskal Indonesia, Departemen Keuangan Republik Indonesia. Todaro, Michael P (2002), Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Jilid I, Edisi Keenam, Penerbit Erlangga. Wijaya (2007). Kebijakan Fiskal Dalam Suatu Negara. PT. Gia, Indonesia
PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP KINERJA KEUANGAN DAERAH (Studi Kasus Pada Kabupaten/Kota di Propinsi Banten Tahun 2012 - 2015)
607
SEMNAS FEKON 2016
Rakhmini Juwita Fakultas Ekonomi, Universitas Terbuka [email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) (Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah dan Lain-lain PAD yang sah) terhadap kinerja keuangan pada pemerintah daerah Propinsi Banten. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif eksplanatori, dengan menggunakan metode non probability sampling pada 9 pemerintah daerah di pemerintahan daerah Propinsi Banten. Data yang digunakan yaitu data realisasi anggaran dari tahun 2012 – 2015, analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa secara parsial pajak daerah dan retribusi daerah mempengaruhi kinerja keuangan pemerintah daerah sedangkan hasil pengelolaan kekayaan daerah dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah secara simultan tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan daerah. Pendapatan Asli Daerah mempunyai pengaruh positif dan signifikan sebesar 84.6% terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah Propinsi Banten. Hal ini berarti bahwa semakin meningkat Pendapatan Asli Daerah akan meningkatkan kinerja keuangan pemerintah daerah propinsi Banten. Kata Kunci: Pendapatan Asli Daerah dan Kinerja Keuangan PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam rangka melaksanakan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) sistem pemerintahan daerah di Indonesia menjalankan pemerintahannya dengan prinsip otonomi daerah dimana daerah diberi kewenangan untuk mengurus dan mengatur pemerintahan daerah sendiri yang telah diatur oleh undang-undang, hal ini dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat. Perwujudan dari otonomi daerah dalam segi pengelolaan keuangan pemerintah daerah menggunakan pinsip desentralisasi fiskal, dimana kewenangan pengelolaan keuangan oleh pemerintah daerah untuk mencapai tujuan pembangunan pemerintah. Keuangan daerah tergantung dari pendapatan daerah karena meningkatnya pendapatan daerah maka akan meningkatkan penghasilan daerah untuk pembangunan dan kesejahteraan rakyat, untuk itu sektor pendapatan daerah sangat diutamakan khususnya Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pendapatan Asli Daerah bersumber dari wilayah daerah sendiri dan dipungut oleh daerah sendiri sehingga PAD ini merupakan wujud dari desentralisasi fiskal. Semakin besar Pendapatan Asli Daerah maka semakin kecil ketergantungan terhadap bantuan dari pemerintah pusat. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber pemasukan utama Pemerintah Provinsi Banten dengan andil mencapai 71% dari total pendapatan. Dalam hal ini, pajak daerah memiliki kontribusi paling besar yakni 67% dari total Pendapatan Asli Daerah (http://kabar24.bisnis.com/read/20141202/78/379197/realisasi-pendapatan-banten-rp498triliun). Pengelolaan pendapatan asli daerah pemerintah harus dilakukan secara efektif dan efisien, karena sebagian besar dana tersebut bersumber dari dana masyarakat, sehingga perlu adanya transparansi publik untuk pertanggungjawaban kepada masyarakat. Pertanggungjawaban keuangan pemerintah sangatlah penting karena dengan adanya pertanggungjawaban tersebut masyarakat umum dapat mengetahui kinerja pemerintah khususnya di bidang keuangan. Pengukuran kinerja keuangan dilakukan untuk mengetahui
608
SEMNAS FEKON 2016
kemampuan daerah untuk melaksanakan otonomi daerah, kinerja keuangan daerah ini dapat dilihat dari laporan pertanggungjawaban pemerintah berupa realisasi anggaran. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah di Propinsi Banten. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui pengaruh pendapatan asli daerah terhadap kinerja keuangan di pemerintah propinsi Banten. LANDASAN TEORI Pendapatan Asli Daerah Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Pendapatan Daerah adalah semua hak Daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. PAD bertujuan memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi Daerah sebagai perwujudan Desentralisasi (UU No.33 Tahun 2004). Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdiri dari empat komponen yaitu: 1. Pajak daerah Menurut UU no 28 Tahun 2009 Pajak Daerah yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Adapun jenis pajak daerah terbagi dua yaitu (1) Jenis Pajak provinsi terdiri atas: a. Pajak Kendaraan Bermotor b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor; c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; d. Pajak Air Permukaan; dan e. Pajak Rokok. (2) Jenis Pajak kabupaten/kota terdiri atas: a. Pajak Hotel; b. Pajak Restoran; c. Pajak Hiburan; d. Pajak Reklame; e. Pajak Penerangan Jalan; f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; g. Pajak Parkir; h. Pajak Air Tanah; i. Pajak Sarang Burung Walet; j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. 2. Retribusi daerah Menurut UU No. 28 Tahun 2009 bahwa pajak daerah dan retribusi daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah. Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus
609
SEMNAS FEKON 2016
disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan. Objek Retribusi adalah: a. Jasa Umum; (Retribusi Pelayanan Kesehatan; b. Retribusi Pelayanan Persampahan/ Kebersihan; c. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil; d. Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat; e. Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum; f. Retribusi Pelayanan Pasar; g. Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor; h. Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran; i. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta; j. Retribusi Penyediaan dan/atau Penyedotan Kakus; k. Retribusi Pengolahan Limbah Cair; l. Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang; m. Retribusi Pelayanan Pendidikan; Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi. b. Jasa Usaha; Jenis Retribusi Jasa Usaha adalah: a. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah; b. Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan; c. Retribusi Tempat Pelelangan; d. Retribusi Terminal; e. Retribusi Tempat Khusus Parkir; f. Retribusi Tempat Penginapan/ Pesanggrahan/ Villa; g. Retribusi Rumah Potong Hewan; h. Retribusi Pelayanan Kepelabuhanan; i. Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga; j. Retribusi Penyeberangan di Air; dan k. Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah c. Perizinan Tertentu. Objek Retribusi Perizinan Tertentu adalah pelayanan perizinan tertentu oleh Pemerintah Daerah kepada orang pribadi atau Badan yang dimaksudkan untuk pengaturan dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Jenis Retribusi Perizinan Tertentu adalah: a. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan; b. Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol; c. Retribusi Izin Gangguan; d. Retribusi Izin Trayek; dan e. Retribusi Izin Usaha Perikanan. 3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dimaksud antara lain bagian laba dari BUMD dan hasil kerja sama dengan pihak ketiga. 4. Lain-lain PAD yang sah Lain-lain PAD yang sah menurut UU No 33 Tahun 2004 Lain-lain PAD yang sah sebagaimana dimaksud meliputi: a. hasil penjualan kekayaan Daerah yang tidak dipisahkan; b. jasa giro; c. pendapatan bunga; d. keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing; dan e. komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh Daerah. Kinerja Keuangan Daerah Dalam menyelenggarakan sebagian Urusan Pemerintahan yang diserahkan dan/atau ditugaskan, penyelenggara Pemerintahan Daerah mempunyai kewajiban dalam pengelolaan keuangan Daerah (UU No.23 Thn 2014). Menurut IAI (2007) Kinerja Keuangan adalah kemampuan perusahaan dalam mengelola dan mengendalikan sumberdaya yang dimilikinya. Pengukuran/penilaian kinerja adalah suatu alat manajemen untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Pengukuran kinerja secara berkelanjutan akan memberikan umpan balik, sehingga upaya perbaikan secara terus menerus prestasinya secara objektif dalam suatu periode waktu tertentu (James B. Whittaker: 1995). Menurut peraturan pemerintah RI No.58 tahun 2005 Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai
610
SEMNAS FEKON 2016
dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut. Menurut Muindro Renyowijoyo (2013) keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum dimiliki/dikuasai oleh negara atau daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak lain sesuai ketentuan/peraturan perundang-undangan yang berlaku. Halim (2004) menyatakan bahwa kinerja keuangan daerah atau kemampuan daerah merupakan salah satu ukuran yang dapat digunakan untuk melihat kemampuan daerah dalam menjalankan otonomi daerah. Bentuk dari penilaian kinerja tersebut berupa rasio keuangan yang terbentuk dari unsur Laporan Pertanggungjawaban Kepala Daerah berupa perhitungan APBD. Di dalam organisasi pemerintah untuk mengukur kinerja keuangan ada beberapa ukuran kinerja, yaitu rasio kemandirian pembiayaan, rasio desentralisasi fiskal dan rasio ketergantungan. Kerangka Pemikiran Pendapatan asli daerah (PAD) merupakan semua penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Halim, 2004). Sektor pendapatan daerah memegang peranan yang sangat penting, karena melalui sektor ini dapat dilihat sejauh mana suatu daerah dapat membiayai kegiatan pemerintah dan pembangunan daerah. Sehingga dengan meningkatnya pendapatan asli daerah maka akan meningkatkan kinerja keuangan daerah pula. Pajak Daerah
Retribusi Daerah Kinerja Keuangan daerah Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah
Lain-lain PAD yg sah Gambar 1 Model Penelitian Hipotesis Penelitian - Pajak Derah berpengaruh terhadap kinerja keuangan - Retribusi Daerah berpengaruh terhadap kinerja keuangan daerah - Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah berpengaruh terhadap kinerja keuangan daerah - Lain-lain PAD yang sah berpengaruh terhadap kinerja keuangan daerah - Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang meningkat akan meningkatkan kinerja keuangan daerah Metode Penelitian
611
SEMNAS FEKON 2016
Dalam penelitian ini Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan variabel independen sedangkan Kinerja Keuangan merupakan variable dependen. Variabel PAD terdiri dari 4 variabel yaitu: 2. Pajak Daerah (X1) 3. Retribusi Daerah (X2) 4. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah (X3) 5. Lain-lain PAD yang sah (X4) Sedangkan variabel kinerja keuangan dalam penelitian ini menggunakan rasio desentralisasi Fiskal yaitu kemampuan pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan Pendapatan Asli daerah guna membiayai pembangunan, rasio ini dapat diukur dengan cara berikut: =
Total Pendapatan Asli Daerah Total Penerimaan Daerah
Populasi dalam penelitian ini adalah pemerintah daerah pemerintah daerah yang ada di propinsi Banten. Teknik penarikan sampel yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan non probability sampling dengan menggunakan sampel jenuh. Sampel dalam penelitian ini adalah populasi yaitu seluruh pemerintah kabupaten/kota yang ada di propinsi Banten yaitu 4 pemerintah daerah kabupaten, 4 pemerintah daerah kota dan 1 pemerintah daerah propinsi. Tabel 1 Sampel Penelitian No
Pemerintahan Daerah
1
Kabupaten Serang
2
Kabupaten Tangerang
3
Kabupaten Lebak
4
Kabupaten Pandeglang
5
Kota Serang
6
Kota Tangerang
7
Kota Tagerang Selatan
8
Kota Cilegon
9
Propinsi Banten
Sumber data dalam penelitian ini yaitu menggunakan data sekunder yaitu sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara yaitu dari dirjen perimbangan keuangan (http://www.djpk.depkeu.go.id/), data yang digunakan adalah data tahun 2012 – 2015. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan analisis regresi linier berganda, dengan menggunakan alat uji software SPSS.
612
SEMNAS FEKON 2016
Metode pengujian data dengan menggunakan uji asumsi klasik (uji normalitas, uji multikulinearitas dan uji heterokedastisitas) dan uji hipotesis (uji t, uji F dan koefesien determinasi) HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Uji normalitas Uji normalitas data dilakukan dengan menggunakan normal probability plot, dari hasil pengujian didapatkan gambar dibawah ini terlihat bahwa data residual terdistribusi normal karena penyebaran titik-titik berada disekitar garis diagonal.
Gambar 2 Normal P-Plot Uji Multikolinearitas Dari tabel dibawah didapat bahwa tidak ada variabel yang memiliki nilai tolerance kurang dari 0.10 sehingga tdk ada korelasi antar variabel independen yang nilainya lebih dari 95%. tidak ada variabel yang memiliki nilai VIF lebih dari 10 sehingga dapat dikatakan tidak ada multikolinearitas antar variabel independen dalam model regresi Tabel 2 Hasil Uji Multikolinearitas Coefficientsa Model Collinearity Statistics Tolerance VIF (Constant) PJK ,292 3,420 RET ,872 1,147 1 KKYAN ,289 3,465 LLPAD ,615 1,625 a. Dependent Variable: KINERJA Uji Heterokedastisitas Titik-titik pada grafik Scatterplot di bawah ini menyebar secara acak di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y, hal ini menunjukkan tidak terjadi heteroskedastisitas pada
613
SEMNAS FEKON 2016
model regresi, maka data yang kita gunakan memenuhi syarat untuk melakukan regresi berganda. Gambar 3 Hasil Uji Heterokedastisitas
Uji Hipotesis Tabel 3 Hasil Uji Hipotesis Coefficientsa Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients B Std. Error Beta
Model
(Constant) PJK 1
RET KKYAN
-1,259 2,376
,522 ,473
-,817 ,756
t
Sig.
,776
-2,412 5,023
,024 ,000
,461
-,158
-1,770
,040
,892
,132
,848
,405
LLPAD -,127 ,428 -,031 -,296 ,770 a. Dependent Variable: KINERJA Dari hasil output spss diatas dapat disimpulkan beberapa hal yaitu: - Variabel Pajak Daerah memiliki nilai nilai signifikansi 0.000 lebih kecil dari 0.05. Hal ini dapat disimpulkan H0 ditolak H1 diterima yaitu Pajak Daerah berpengaruh pada kinerja keuangan pemerintah daerah. - Variabel Retribusi Daerah memiliki nilai signifikansi 0.040 lebih kecil dari 0.05. Hal ini dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima artinya Retribusi Daerah berpengaruh pada kinerja keuangan pemerintah daerah. - Variabel Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah memiliki nilai nilai signifikansi 0.405 artinya 0.405 > 0.05. Hal ini dapat disimpulkan bahwa H0 diterima dan menolak H1 yang artinya Hasil Pengelolaan kekayaan daerah tidak berpengaruh pada kinerja keuangan daerah.
614
SEMNAS FEKON 2016
-
Variabel Lain-Lain Pendapatan asli daerah memiliki nilai nilai signifikansi 0.770 lebih besar dari 0.05. hal ini dapat disimpulkan bahwa H0 diterima dan H1 ditolak artinya lainlain pendapatan asli daerah tidak berpengaruh pada kinerja keuangan daerah. Persamaan Regresi Y = -1.259 + 2.376X1-0.817X2+0.756X3-0.127X4 Uji F (Uji Simultan) Tabel Uji F’ menunjukan bahwa nilai (sig) 0.002 atau dapat nilai signifikansi 0.00 lebih kecil dari nilai probabilitas 0.05 yang artinya bahwa variable bebas yaitu pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah dan lain-lain PAD yang sah secara bersama mempengaruhi kinera keuangan pemerintah daerah
Model
Tabel 4 Hasil Uji F ANOVAa df
Sum of Mean Squares Square Regression ,946 4 ,237 1 Residual ,181 23 ,008 Total 1,127 27 a. Dependent Variable: KINERJA b. Predictors: (Constant), LLPAD, RET, PJK, KKYAN
F 30,092
Sig. ,000b
Koefesien Determinasi Tabel 5 Hasil Uji Koefesien Determinasi Model Summaryb Mode R R Square Adjusted R Std. Error of l Square the Estimate a 1 ,932 ,869 ,846 ,08021 a. Predictors: (Constant), LLPAD, RET, PJK, KKYAN b. Dependent Variable: KINERJA Nilai Adjusted R Square sebesar 0.869 menyatakan bahwa 84.6% kinerja keuangan dipengaruhi oleh Pendapatan Asli Daerah sisanya 15.4% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti Pembahasan Pemerintah Daerah di propinsi Banten terdiri dari 8 pemerintah daerah kabupaten/kota dan 1 pemerintah daerah propinsi, dari 9 pemerintah daerah yang ada di propinsi Banten yang memiliki kontribusi pendapatan asli daerah terbesar terhadap penerimaan daerah yaitu pemerintah daerah propinsi Banten yaitu rata-rata selama 4 tahun (2012-2015) sebesar 69%. Kontribusi PAD nya yang paling kecil terhadap penerimaan yaitu pemerintah daerah Kota Serang selama 4 tahun rata-ratanya yaitu sebesar 5%. Dari hasil pengamatan selama 20122015 di 9 pemerintah daerah di propinsi Banten, Pendapatan Asli Daerah yang paling tinggi yaitu pada tahun 2015 di Propinsi Banten sebesar Rp.5.133.482.000.000. Pendapatan Asli daerah yang paling kecil selama 2012-2015 yaitu sebesar Rp.36.516.000.000 pada tahun 2012 di kota Serang.
615
SEMNAS FEKON 2016
Pemerintah daerah yang memiliki Kinerja keuangan yang paling tinggi yaitu propinsi Banten dengan pesentase 68.86% selama 4 tahun (2012-2015), sedangkan pemerintah daerah yang memiliki kinerja keuangan yang paling rendah yaitu kota Serang sebesar 0.05%. Kinerja keuangan yang paling tinggi selama tahun 2012-2015 yang paling besar yaitu pada tahun 2012 di Propinsi Banten yaitu sebesar 76.41%, sedangkan kinerja keuangan yang paling kecil yaitu kota Serang pada tahun 2014 sebesar 0.02%. Kinerja keuangan dalam penelitian ini diukur dengan cara rasio antara pendapatan asli daerah dan total penerimaan daerah. Sehingga dapat dikatakan bahwa semakin meningkat pendapatan daerah akan meningkatkan kinerja.keuangan. Dari hasil uji spss menyatakan bahwa Pajak Daerah dan retribusi daerah di propinsi Banten berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerahnya sedangkan hasil pengelolaan kekayaan daerah dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah di propinsi Banten tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerahnya. Pajak daerah di propinsi memiliki kontribusi terbesar untuk Pendapatan asli daerah, dari hasil penelitian ini Pajak dan retribusi daerah memiliki pengaruh dalam kinerja keuangan pemerintah daerah, sehingga besar kecilnya penerimaan pajak dan retribusi daerah di propinsi Banten akan mempengaruhi kinerja keuangan pemerintah daerahnya. Sedangkan besar kecilnya hasil Penerimaan dari pengelolaan kekayaan daerah dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah tidak akan mempengaruhi nilai kinerja keuangan daerah. Secara simultan pendapatan asli daerah di Propinsi Banten mempengaruhi kinerja keuangan pemerintah daerah sebesar 84.6% sisanya 15.4% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Dari hasil penelitian ini, ada beberapa yang dapat disimpulkan 1. Pajak daerah dan retribusi daerah secara parsial mempengaruhi kinerja keuangan pemerintah daerah di propinsi Banten 2. Hasil pengelolaan kekayaan daerah dan lain-lain PAD yang sah tidah mempengaruhi kinerja keuangan pemerintah daerah di propinsi Banten 3. Pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah dan lain-lain PAD yang sah secara bersama-sama mempengaruhi kinerja keuangan pemerintah daerah di Propinsi Banten sebesar 84.6% Saran Adapun Saran yang diberikan oleh penulis untuk peneliti selanjutnya dan pemerintah daerah yaitu sebagai berikut 1. Bagi peneliti selanjutnya - Menambah variabel selain PAD untuk mengetahui kinerja keuangan pemerintah daerah - Menggunakan metode pengukuran kinerja selain menggunakan rasio desentralisasi fiskal sebagai bahan perbandingan 2. Bagi Pemerintah Daerah di Propinsi Banten Pemerintah lebih menekankan pendapatan dari sektor PAD untuk mengurangi ketergantungan dan untuk meningkatkan kinerja keuangan pemerintah daerah.
Referensi Abdul Halim, 2004. Akuntansi Keuangan Daerah, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.
616
SEMNAS FEKON 2016
Ikatan Akuntan Indonesia. 2007. “Standar Akuntansi Keuangan”. Jakarta: Salemba Empat. Junarwati, Hasan Basri, Syukriy Abdullah, 2013. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Kinerja Keuangan daerah Pada Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh Tahun 2010-2012.Jurnal Telaah & Riset Akuntansi Vol 6 No 2 Juli 2013 Hlm 186-193. Fakultas Ekonomi Syah Kuala. Muindro Renyowijoyo, 2013. Akuntansi Sektor Publik Organisasi Non Laba. Mitra Wacana Media. Jakarta. Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah Republik Indonesia, Undang-Undang nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Reribusi Daerah Republik Indonesia, UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Whittaker, James, 1995. The Government Performance and Results Act of 1993: A Mandate for strategic planning and performance measurement, educational services institute: Arlington, Virginia www.kabar24.bisnis.com/read/20141202/78/379197/realisasi-pendapatan-banten-rp498triliun. Diunduh [25/9/2016]
PEMASARAN BISNIS ONLINE (E-COMMERCE) TERHADAP JARINGAN INTERNET DAN PENGGUNAAN SOSIAL MEDIA
617
SEMNAS FEKON 2016
Triana Sri Gunarti Dosen Universitas Terbuka UPBJJ-UT Palembang [email protected] Abstrak Kesulitan ekonomi yang terjadi pada saat ini membuat banyak orang berpikir untuk menjadi wirausaha. Namun, bisnis usaha secara konvensional terbilang ketinggalan jaman saat ini. Di era digital, internetlah yang sangat maju dan berkembang. Bahkan internet telah menjadikan peluang dunia usaha di era digital, dimana setiap orang dapat menawarkan barang atau jasa mereka dimanapaun dan kapanpun tanpa batas. Pengaruh perkembangan teknologi menyebabkan dunia perdagangan dituntut untuk menawarkan sebuah konsep perdagangan baru melalui jaringan internet yang disebut dengan e-marketing. Pengaruh antara bisnis online (e-commerce) terhadap jaringan social internet mempunyai keterkaitan antara marketing mix yaitu system pemasaran antara system pemasaran tradisional dan system pemasaran modern yang dapat menjadi landasan pada pemasaran e-commerce. Teknologi informasi memberikan peranan yang besar dalam aspek pengelolaan bisnis. Strategi pemasaran bisnis online yang baik dalam pemasaran produk tidak hanya akan menambah potensi sukses, namun juga membuat bisnis atau perusahaan memiliki reputasi yang baik di kalangan konsumen luas serta merk yang kuat di pasaran. Strategi pemasaran untuk bisnis online jelas banyak memanfaatkan teknologi informasi dalam prosesnya. Tidak heran jika peran teknologi informasi sangat mendukung dalam suksesnya sebuah bisnis kedepannya. Kata Kunci: Analisis Pemasaran, Bisnis Online (E-Commerce) PENDAHULUAN Latar Belakang Di dunia digital saat ini, belanja online merupakan salah satu bentuk gaya hidup masyarakat modern. Penjual maupun konsumen merasa sangat diuntungkan dengan adanya belanja online . Penjual akan dimudahkan dalam melakukan pemasaran terhadap produk yang ingin diperjualbelikan, mempermudah komunikasi dengan pembeli serta menurunkan biaya operasional. Saat ini terdapat berbagai macam social media yang popular digunakan masyarakat, contohnya Twitter, Facebook hingga Instagram. Masing-masing mempunyai fungsi, tujuan dan cara penggunaan yang berbeda-beda, yang dapat digunakan sebagai alat bisnis dan promosi. Seiring dengan perkembangan teknologi maka semakin banyak pengguna internet yang memilih menggunakan internet dalam transaksi jual beli mereka, untuk itu maka dunia perdagangan dituntut untuk menawarkan sebuah konsep perdagangan baru melalui jaringan internet yang disebut dengan e-marketing. Dimana dengan kosep baru ini pemasaran dapat dilakukan dengan lebih cepat dan akurat dan para pedagang dapat menjangkau daerah pemasaran hingga ke seluruh dunia. Berbagai macam metode yang digunakan dalam marketing dilakukan dengan cara yang bermacam-macam dan metode yang terus berkembang menjadi sesuatu yang baru serta inovatif sehingga produsen dan kosumen mampu bertemu serta bertransaksi melalui media tertentu termasuk dengan internet marketing yang memudahkan konsumen menentukan dan bertransaksi jual beli melalui media tersebut secara bebas serta tidak memerlukan tempat maupun waktu karena semua orang dapat bertransaksi secara bebas dalam internet. Hal ini tentu menguntungkan dari segi cost maupun financial karena internet tidak memerlukan
618
SEMNAS FEKON 2016
pengeluaran biaya yang terlalu banyak untuk melakukan promosi produk secara dor to door ataupun launching produk, mereka hanya perlu mengunakan jaringan internet untuk membuat sebuah informasi yang berkaitan dengan produk mereka pada sebuah website. Internet juga memiliki daya tarik dan keunggulan bagi para konsumen maupun organisasi ataupun komunitas, misalnya dalam kenyamanan, akses 24 jam sehari, efisiensi alternative ruang maupun pilihan yang relative tak terbatas, personalisasi, sumber informasi potensial, dan lain-lain. Pada umumnya, strategi pemasaran melalui sebuah web di internet sama seperti strategi pemasaran secara tradisional (traditional marketing), yaitu meliputi penciptaan nilai pelanggan. Namun, strategi pemasaran melalui sebuah web dapat mengubah konsep marketing mix yang ada sebelumnya. Hal ini dikarenakan sebuah web dapat mempengaruhi pengembangan dan keputusan dalam strategi pemasaran terutama marketing mix. METODE PENELITIAN Untuk mengetahui tingkat pemasaran dalam jaringan social maupun e-commerce yang berkaitan dengan metode pemasaran modern maupun tradisional yang disusun dalam marketing mix dapat dilihat melalui strategi pemasarannya pada internet dan dapat diukur berdasarkan intensitas pengguna (user) melalui sebuah data. Dalam bisnis online, seseorang ataupun sebuah perusahaan dapat memasarkan produk mereka dalam internet hal ini dapat mempermudah distribusi produk dalam konsumen dengan biaya yang relative rendah dan efisien terhadap advertising atau pengiklanan karena banyak peminat yang memilih jakur teknologi internet yang dari tahun ke tahun memiliki jutaan pengguna tetap. Electronic Commerce (e-commerce) merupakan suatu konsep yang menjelaskan proses pembelian, penjualan dan pertukaran produk, servis dan informasi melalui jaringan computer yaitu internet. E-commerce merupakan bagian dari sebuah website yang dapat digunakan sebagai media pemasaran melalui jaringan komputer yaitu internet. Adapun metode penelitian yang digunakan disini adalah pengamatan dan observasi. HASIL DAN PEMBAHASAN Saat ini perdagangan baik jasa maupun produk saling berlomba-lamba untuk menjadi yang terbaik dan terdepan dalam melayani keinginan pelanggannya. Mereka ingin agar produk/jasa yang mereka hasilkan menjadi sebuah bintang di dalam dunia perdagangan, dimana produk mereka menempati posisi terdepan dalam hal pangsa pasar dan permintaan dari para pelanggan. Oleh karena itu, sebuah perusahaan harus memiliki strategi bisnis yang tepat supaya tetap mendapat kepercayaan dari para konsumen, serta dapat bersaing dengan para pesaing lainnya. Seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang pesat pada saat dewasa ini menyebabkan munculnya berbagai aplikasi bisnis yang berbasis internet. Pengaruh perkembangan teknologi tersebut menyebabkan dunia perdagangan dituntut untuk menawarkan sebuah konsep perdagangan baru melalui jaringan internet yaitu e-marketing. Kepuasan pelanggan sepenuhnya bukan berarti memberikan kepada apa yang menurut kita keinginan dari mereka, akan tetapi apa yang sesungguhnya mereka inginkan serta kapan dan bagaimana mereka inginkan. Strategi pemasaran harus menggunakan 4P, yaitu place (tempat yang strategis), product (produk yang bermutu), price (harga yang kompetitif) dan promotion (promosi yang gencar. Sedangkan dari sisi pelanggan, memperhatikan 4C, yaitu customer needs dan wants (kebutuhan dan keinginan pelanggan, cost to the customer (biaya pelanggan), convenience
619
SEMNAS FEKON 2016
(kenyamanan) dan communication (komunikasi). Jika kita tarik kesimpulan, maka tujuan akhir dari konsep, kiat dan strategi pemasaran adalah kepuasan pelanggan sepenuhnya. Arti dari kepuasan pelanggan bukan berarti memberikan kepada apa yang menurut kita keinginan dari mereka, tetapi apa yang sesungguhnya mereka inginkan serta kapan dan bagimana mereka inginkan. Teknologi internet merupakan modal utama bagi pebisnis online. Seorang seller tidak hanya harus tahu teknik menjual, akan tetapi dia juga harus tahu bagaimana mempertahankan bisnis onlinenya agar bisa tahan menghadapi perubahan digital dalam beberapa tahun ke depan. * Kreativitas Seorang seller harus bisa melakukan inovasi produk, jika tidak maka produknya akan tertinggal dari seller lain yang pastinya menjual produk-produk dengan kelebihan yang lebih maju sesuai dengan perubahan zaman. * Estetika Seorang seller harus mampu menunjukkan rasa estetika saat mendesain toko online nya. Tampilan desain toko online harus dibuat menarik dan diperbahrui secara berkala, sehingga mampu bertahan menghadapi persaingan. * Bermedia social Seorang seller harus bisa menggunakan media social untuk menjalin kedekatan dengan buyer, sehingga buyer akan tetap setia pada seller tersebut meski banyak seller lain yang menjual produk serupa. * Melek teknologi Dalam berbisnis online, seorang seller harus mampu mengikuti perkembangan teknologi yang menunjang bisnisnya. Seorang pebisnis online harus melakukan tips dan trik sebelum memulai usahanya menggunakan social media: * Tentukan minat Sebelum memulai bisnis, seorang seller harus mengetahui dengan jelas apa minat terbesar dalam membangun sebuah bisnis, misal minat dalam membuat bisnis di bidang fashion, atau bisnis makanan, minuman, dll * Lihat peluang bisnis yang ada Jangan membuat bisnis yang tidak ada pasarnya. * Menikmati bisnis sesuai hobi Menjalankan suatu bisnis yang merupakan hobi tentu akan lebih mudah dan menyenangkan untuk dijalani * Modal Langkah awal yang harus dilakukan adalah menyiapka modal * Buatlah rencana yang matang tentang proses bisnis yang akan dijalani Buatlah rencana yang matang. Hitung secara cermat ongkos produksi yang akan dikeluarkan dan hitung untung ruginya sebelum menentukan harga barang *Gunakan sarana komunikasi digital untuk mempromosikan bisnis anda Teknologi digital memang tidak aka nada habisnya untuk dibahas. Teknologi digital sangat membantu pekerjaan supaya menjadi lebih ringkas termasuk dalam bidang bisnis.
KESIMPULAN DAN SARAN Pemasaran melalui internet selain memberikan kemudahan kepada para pelaku bisnis untuk memasarkan produknya. Pemasaran melalui internet tidak terbatas oleh waktu, tidak seperti bisnis offline lainnya karena bisa diakses selama 24 jam non stop. Internet memiliki
620
SEMNAS FEKON 2016
system otomatis yang dapat memberikan respon denga cepat bila ada pesanan maupun permintaan dari para konsumen., sehingga permintaan produk dari konsumen dapat dilayani kapan saja dan dimana saja selama ada jaringan internet. Pemasaran melalui internet juga menjangkau pasar lebih luas. Melalui bisnis internet, pelaku bisnis dapat menginformasikan produk hingga ke seluruh daerah nusantara bahkan menjangkau ke seluruh pelosok negeri. Dengan memakai strategi pemasaran melalui internet, dapat mengurangi biaya pemasaran, dan memudahkan pelaku usaha untuk menjalin hubungan dengan para konsumen. Teknologi informasi memberikan peranan yang besar dalam aspek pengelolaan bisnis. Salah satu teknologi informasi yang sampai saat ini banyak digunakan oleh masyarakat dunia adalah internet, sedangkan e-commerce merupakan salah satu cara yang efektif untuk meningkatkan penjualan dan omset. Saran: * Hendaknya tetap terjalin hubungan baik antara konsumen dan responden, dalam hal ini responden adalah pemilik toko yang menggunakan jasa e-commerce * Adanya peningkatan keamanan dalam e-commerce sehingga responden dan konsumen menjadi semakin merasa nyaman dan aman dalam melakukan transaksi tanpa diikuti rasa khawatir *Responden hendaknya meningkatkan pelayanan dengan mempercantik penamlipan atau menambahkan fungsi-fungsi baru pada e-commerce DAFTAR PUSTAKA Arnoot, David C. dan Susan Bridgewater, 2002. “Internet, Interaction and Implication for Marketing,”Marketing Intellegence dan Planning, 20 (2):86-95 Bennet, R, 1997. “Export Marketing and Internet: experience of Web Site Use and Perceptions of Export Barriers among UK, “Business, Industrial Marketing Review, 14 (5):324-344 Djarwanto dan Pangestu S, Metode Penelitiasn: 108 Gunawan Wahyu.2010. Kebut Sehari Jadi master PHP. Yogyakarta: Penerbit Genius Publisher Hadi, Mulya. 2009. Dreamweaver CS4 Untuk Orang Awam. Palembang: Maxicom
PENGARUH WORK FAMILY CONFLICT, STRES KERJA PADA TURNOVER INTENTION DENGAN KOMPENSASI SEBAGAI VARIABEL MODERATING Nailil Muna Magister Manajemen Unissula
621
SEMNAS FEKON 2016
Abstrak Perkembangan ekonomi di Indonesia yang semakin pesat membuat kebutuhan rumah tangga semakin meningkat. Suami istri yang bersama-sama mencari nafkah (bekerja) untuk masa depan keluarga mereka sudah lazim terjadi pada era globalisasi seperti saat ini. Work-family conflict berhubungan kuat dengan depresi dan kecemasan yang diderita oleh wanita dibandingkan pria. Work-family conflict bisa timbul dari tuntutan waktu yang sulit sehingga dapat menyebabkan stres. Work Family Conflict dan stres kerja dapat menurunkan kepuasan kerja sehingga dapat meningkatkan keinginan karyawan untuk keluar dari perusahaan (turnover intention). Kepuasan dan ketidakpuasan atas kompensasi yang diterima adalah fungsi dari ketidakcocokan antara apa yang dirasakan akan diterima seseorang dengan berapa banyak yang diterima seseorang. Kepuasan akan kompensasi dapat memprediksi tingkat absensi dan turnover karyawan. Pada artikel ini akan mengembangkan definisi konseptual dan indikator dari variabel tersebut. Keywords: wfc, stres, kompensasi, turnover intention Pendahuluan Fenomena yang ditandai dengan adanya perubahan kecenderungan demografi yang melanda seluruh dunia yaitu terdapat peningkatan jumlah wanita yang bekerja. Seiring dengan perkembangan jaman, dimana ilmu dan teknologi berkembang dengan pesat, menyebabkan kesejajaran kedudukan antara wanita dengan pria sudah tidak menjadi kendala bagi wanita untuk melakukan pekerjaan. Maka tidak mengherankan bila saat ini kita sering menjumpai wanita yang bekerja. Bagi seorang wanita, peran dalam keluarga berhubungan dengan tekanan yang timbul dalam menangani urusan rumah tangga dan menjaga anak. Peran dalam pekerjaan berhubungan dengan tekanan yang timbul dari beban kerja yang berlebihan dan waktu yang dibutuhkan, misalnya pekerjaan yang harus segera diselesaikan. Berdasarkan penjelasan di atas, pekerjaan dan keluarga merupakan hal yang sangat penting dan saling terkait. Akan tetapi, menjalankan kedua peran tersebut sangat sulit sehingga dapat menimbulkan suatu konflik yang disebut dengan work family conflict. Work family conflict berakibat pada stres kerja karena adanya konflik antar peran yaitu konflik antara tuntutan peran pekerjaan dan keluarga saling tumpang tindih, contohnya waktu yang dihbiskan bersama keluarga dengan waktu yang dihabiskan dalam pekerjaan dengan kompensasi yang tidak kompetitif. Stres kerja pada karyawan perempuan adalah tanggapan seorang perempuan terhadap suatu kondisi atau kejadian yang muncul karena interaksi antara perempuan tersebut dengan individu yang lain dengan pekerjaanya sebagai karyawan di suatu perusahaan yang dapat mengganggu kondisi fisik dan psikologisnya. Penelitian terdahulu menunjukan work-family conflict memiliki hubungan negatif dengan hasil kerja seperti kepuasan kerja dan komitmen organisasinal (Carlson et al.,2010). Work- family conflict bisa mempengaruhi kepuasan kerja sebelum karyawan tersebut akhirnya harus keluar dari pekerjaan. Akan tetapi, hubungan langsung menunjukan bahwa karyawan akan terus menikmati pekerjaanya meski mengalami work-family conflict, tapi karena tekanan keluarga cukup kuat maka hal tersebut bisa memaksanya untuk keluar dari pekerjaan (Agustina, 2008). Work family conflict timbul saat seseorang yang melakukan perannya dalam suatu pekerjaan mengalami kesulitan melakukan perannya dalam keluarga, maupun sebaliknya. Tinggi atau rendahnya tekanan work family conflict ini, dapat dipengaruhi oleh beberapa
622
SEMNAS FEKON 2016
faktor salah satunya adalah kepuasan kerja. Bentuk kepuasan kerja ini salah satunya berupa kompensasi, Kepuasan dan ketidakpuasan atas kompensasi yang diterima adalah fungsi dari ketidakcocokan antara apa yang dirasakan akan diterima seseorang dengan berapa banyak yang diterima seseorang. Kepuasan akan kompensasi dapat memprediksi tingkat absensi dan turnover karyawan. Landasan Konseptual Turnover Intention Hartono (2002) menyatakan, “turnover intention” adalah kadar atau intensitas dari keinganan untuk keluar dari perusahaan, banyak alasan yang menyebabkan timbulnya turnover intention ini dan diantaranya adalah keinginan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Pendapat tersebut juga relatif sama dengan pendapat yang diungkapkan sebelumnya, bahwa intensi turnover pada dasarnya adalah keinginan untuk meninggalkan atau keluar dari perusahaan. Turnover intention diindikasikan sebagai sikap individu yang mengacu pada hasil evaluasi mengenai kelangsungan hubungannya dengan organisasi dimana dirinya bekerja dan belum terwujud dalam bentuk tindakan pasti (Suwandi dan Indrantoro,1999). Menurut Lekatompesy (2003) turnover lebih mengarah pada kenyataan akhir yang dihadapi organisasi berupa jumlah karyawan yang meninggalkan organisasi. Tinggi rendahnya turnover karyawan pada suatu organisasi mengakibatkan tinggi rendahnya biaya perekrutan seleksi, dan pelatihan yang harus ditanggung organisasi. Hal ini dapat mengganggu efiensi operasional organisasi, apalagi karyawan yang pindah tersebut memiliki pengetahuan, keterampilan dan pengalaman yang baik. Namun dari segala efek negatif yang ada, turnover juga dapat memberikan dampak positif yaitu akan timbul kesempatan untuk individu yang memiliki keterampilan , motivasi dan loyalitas yang tinggi (Irwandi, 2002). Pada setiap perusahaan, karyawan dapat keluar dari waktu ke waktu. Beberapa peneliti telah mengemukakan bahwa mempunyai niat untuk keluar adalah prediktor terbaik dari turnover. Model konseptual dan model empiris tentang turnover intention memberikan dukungan kuat terhadap proposisi yang menyatakan bahwa intensi perilaku membentuk determinan paling penting dari perilaku sebenarnya (actual behavior) dalam Pare and Trembaly (2001). Menurut Siregar (2006:214) Turnover Intention adalah kecenderungan atau niat karyawan untuk berhenti bekerja dari pekerjaannya secara sukarela menurut pilihannya sendiri. Turnover intention dipengaruhi oleh stres kerja dan lingkungan kerja. Faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang untuk pindah kerja, yaitu karateristik individual dan faktor lingkungan kerja. Faktor individual meliputi umur, pendidikan, serta status perkawinan sedangkan faktor lingkungan kerja terbagi dua yaitu lingkungan kerja fisik dan lingkungan kerja non fisik. Lingkungan kerja fisik meliputi keadaan suhu, cuaca, kontruksi, bangunan, serta lokasi pekerjaan sedangkan lingkungan kerja non fisik meliputi sosial budaya di lingkungan kerjanya, besar atau kecilnya beban kerja, kompensasi yang diterima, hubungan kerja se-profesi, serta kualitas kehidupan kerjanya. Faktor-faktor yang mempengaruhi Turnover Intention, namun sebagian besar pergantian karyawan membawa dampak atau pengaruh yang kurang baik terhadap perusahaan, baik dari segi biaya maupun dari segi
623
SEMNAS FEKON 2016
hilangnya waktu dan kesempatan untuk memanfaatkan peluang. Faktor-faktor terjadinya turnover intention bisa diindikasikan sebagai berikut : 1. Absensi yang meningkat Karyawan yang berkeinginan untuk melakukan pindah kerja biasanya ditandai dengan absensi yang semakin meningkat. Tingkat tanggung jawab pada fase ini sangat kurang dibandingkan dengan sebelumnya. 2. Mulai malas bekerja Karyawan yang berkeinginan untuk melakukan pindah kerja, akan lebih malas bekerja karena orientasi karyawan ini adalah bekerja ditempat lainnya yang dipandang lebih mampu memenuhi semua keinginan karyawan yang bersangkutan. 3. Peningkatan terhadap pelanggaran tata tertib kerja berbagai pelanggaran terhadap tata tertib dalam lingkungan pekerjaan sering dilakukan karyawan yang ingin melakukan turnover. Karyawan lebih sering meninggalakan tempat kerja disaat jam kerja sedang berlangsung maupun berbagai bentuk pelanggaran lainnya.4. Peningkatan protes karyawan. Karyawan yang berkeinginan untuk melakukan pindah kerja, lebih sering melakukan protes terhadap kebijakan kebijakan perusahaan kepada atasan. Materi protes yang ditekankan biasanya berhubungan dengan balas jasa atau aturan lainnya yang tidak sependapat dengan keinginan karyawan. Menurut Oetomo dalam Riley (2006:2), keinginan untuk keluar dapat dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu: 1. Organisasi Faktor organisasi yang dapat menyebabkan keinginan karyawan untuk keluar antara lain berupa upah/gaji, lingkungan kerja, beban kerja, promosi jabatan, dan jam kerja yang tidak fleksibel. 2. Individu Faktor organisasi yang dapat menyebabkan keinginan karyawan untuk keluar antara lain berupa pendidikan, umur, dan status perkawinan. Menurut Rivai (2009:240), beberapa karateristik pekerjaan yang dapat mempengaruhi keinginan pindah kerja adalah sebagai berikut: a. Beban Kerja merupakan sesuatu yang muncul dari interaksi antara tuntutan tugas-tugas, lingkungan kerja dimana digunakan sebagai tempat kerja, keterampilan, perilaku, dan persepsi dari pekerjaan. Beban kerja dibedakan menjadi dua yaitu secara kuantitatif dan kualitatif. Beban kerja kuantitatif timbul karena tugas-tugas yang terlalu banyak yang diberikan kepada tenaga kerja untuk diselesaikan dalam waktu tertentu, sedangkan secara kuantitatif yaitu jika seseorang tidak dapat mengerjakan suatu tugas atau tugas yang diberikan tidak menggunakan keterampilan potensi yang sesuai dari tenaga kerja. b. Lama Kerja Pada dasarnya, karyawan yang ingin pindah dari tempat kerja disebabkan karena setelah lama bekerja, dimana harapan - harapan yang semula dari pekerjaan itu berbeda dengan kenyataan yang didapat. Adanya korelasi yang negatif antara masa kerja dengan kecenderungan turnover, yang berarti semakin lama masa kerja semakin rendah kecenderungan perpindahan tenaga kerja. Perpindahan tenaga kerja ini lebih banyak terjadi pada karyawan dengan masa kerja lebih singkat. c. Dukungan Sosial yang dimaksud adalah adanya hubungan saling membantu untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan baik secara langsung maupun tidak langsung. Dukungan sosial memiliki pengaruh yang cukup besar dalam mendukung aspek psikologis karyawan, sehingga mereka mampu bekerja dengan tenang, konsentrasi, termotivasi, dan mempunyai komitmen yang tinggi terhadap organisasinya. Sedangkan karyawan yang kurang mendapatkan dukungan sosial bisa mengalami frustasi, stress dalam bekerja sehingga prestasi kerja menjadi buruk, dan dampak lainnya tingginya absensi kerja, keinginan pindah kerja bahkan sampai pada berhenti bekerja.d. Kompensasi didefenisikan sebagai setiap
624
SEMNAS FEKON 2016
bentuk penghargaan yang diberikan kepada karyawan sebagai balas jasa atas kontribusi yang mereka berikan kepada organisasi. Kompensasi mempunyai arti yang sangat penting karena kompensasi mencerminkan upaya organisasi dalam mempertahankan dan meningkatkan kesejahteraan karyawannya. Kompensasi yang tidak memadai akan menimbulkan terjadinya turnover intention. WORK FAMILY CONFLICT Greenhaus dan Beutell dalam Reddy (2010:17) mendefinisikan work-family conflict adalah salah satu bentuk konflik antar peran dimana tekanan peran dari pekerjaan dan keluarga tidak dapat disejajarkan atau saling bertentangan di beberapa aspek. Sedangkan menurut Susanto (2010:78) work-family conflict adalah konflik yang terjadi pada individu akibat menanggung peran ganda, baik dalam pekerjaan (work) maupun keluarga (family), di mana karena waktu dan perhatian terlalu tercurah pada satu peran saja, sehingga tuntutan peran lain tidak bisa dipenuhi secara optimal. Timbulnya sebuah konflik biasanya terjadi pada saat seseorang berusaha memenuhi tuntutan peran dalam pekerjaan dan usaha tersebut dipengaruhi oleh kemampuan orang yang bersangkutan untuk memenuhi tuntutan keluarganya, atau sebaliknya, di mana pemenuhan tuntutan peran dalam keluarga dipengaruhi oleh kemampuan orang tersebut dalam memenuhi tuntutan pekerjaannya (Frone dan Copper dalam Asra 2013:17). Mernurut Greenhaus dan Butell dalam Esson (2004:4) work-family conflict merupakan konsep yang bi-directional atau memiliki 2 arah yang dimana satu sama lain saling terkait yakni (1)Work-family conflict yaitu konflik yang muncul dikarenakan tanggung jawab dan tuntutan dalam pekerjaan menjadi hambatan dan mengganggu tanggung jawab seseorang didalam keluarga dan (2)Family-work conflict yaitu sebuah konflik yang muncul karena tanggung jawab terhadap keluarga mengganggu atau menghambat tanggung jawab seseorang di dalam pekerjaannya. Frone, Rusell & Cooper (1992) mendefinisikan konflik pekerjaan keluarga sebagai konflik peran yang terjadi pada karyawan, dimana di satu sisi ia harus melakukan pekerjaan di kantor dan di sisi lain harus memperhatikan keluarga secara utuh, sehingga sulit membedakan antara pekerjaan mengganggu keluarga dan keluarga mengganggu pekerjaan. Pekerjaan mengganggu keluarga, artinya sebagian besar waktu dan perhatian dicurahkan untuk melakukan pekerjaan sehingga kurang mempunyai waktu untuk keluarga. Sebaliknya keluarga mengganggu pekerjaan berarti sebagian besar waktu dan perhatiannya digunakan untuk menyelesaikan urusan keluarga sehingga mengganggu pekerjaan. Konflik pekerjaankeluarga ini terjadi ketika kehidupan rumah seseorang. Jadi WFC merupakan salah satu bentuk dari konflik peran dimana secara umum dapat didefinisikan sebagai kemunculan stimulus dari dua tekanan peran. Kehadiran salah satu peran akan menyebabkan kesulitan dalam memenuhi tuntutan peran yang lain. Sehingga mengakibatkan individu sulit membagi waktu dan sulit untuk melaksanakan salah satu peran karena hadirnya peran yang lain. Jane Yolanda Roboth, (2015) mendefinisikan konflik pekerjaan-keluarga sebagai bentuk konflik dimana tuntutan umum, waktu serta ketegangan yang berasal dari pekerjaan mengganggu tanggung jawab karyawan terhadap keluarga. Menurut Boles, James S., W.
625
SEMNAS FEKON 2016
Gary Howard & Heather H. Donofrio, (2001) dalam Jane Yolanda Roboth, (2015) indikator-indikator konflik pekerjaan-keluarga adalah: 1. Tekanan kerja 2. Banyaknya tuntutan tugas 3. Kurangnya kebersamaan keluarga 4. Sibuk dengan pekerjaan 5. Konflik komitmen dan tanggung jawab terhadap keluarga. Menurut Frone, Russell dan Cooper, (1992) dalam Jane Yolanda Roboth, (2015) indikator-indikator konflik keluarga-pekerjaan adalah: 1. Tekanan sebagai orang tua 2. Tekanan perkawinan 3. Kurangnya keterlibatan sebagai istri 4. Kurangnya keterlibatan sebagai orang tua 5. Campur tangan pekerjaan STRES KERJA Stres kerja adalah sesuatu kondisi ketegangan yang menciptakan adanya ketidakseimbangan fisik dan psikis, yang mempengaruhi emosi, proses berpikir, dan kondisi seorang karyawan (Rivai 2004:108). Menurut Robbins (2008:368) stres adalah suatu kondisi dinamis di mana seorang individu dihadapkan pada peluang,tuntutan, atau sumber daya yang terkait dengan apa yang dihasratkan oleh individu itu dan hasilnya dipandang tidak pasti dan penting. Sebagian stres bisa bersifat positif dan sebagian lagi negatif. Dewasa ini para peneliti berpendapat bahwa stres tantangan, atau stres yang menyertai tantangan di lingkugan kerja (seperti memiliki banyak proyek, tugas dan tanggung), beroperasi sangat berbeda dari stres hambatan, atau stres yang menghalangi mencapai tujuan (birokrasi, politik kantor, kebingungan terkait tanggung jawab kerja). Sebagai definisi dapat dikatakan bahwa stres kerja merupakan kondisi ketegangan yang berpengaruh terhadap emosi, jalan pikiran dan kondisi fisik seseorang (Siagian, 2007:300).Stres kerja mengakibatkan kelelahan kerja, seringkali tanda awal dari stres kerja adalah suatu perasaan bahwa dirinya mengalami kelelahan emosional terhadap pekerjaan-pekerjaan. Bila diminta menjelaskan yang dirasakan, seorang karyawan yang lelah secara emosional akan merasa kehabisan tenaga dan lelah secara fisik. Beberapa aspek dalam stres kerja antara lain: a. Kelelahan Emosional Kelelahan emosional yang gawat dapat sangat melemahkan baik di dalam maupun diluar pekerjaan, sehingga orang-orang yang mengalami hal itu harus mencari cara untuk mengatasinya. Satu cara yang umum mengatasi hal tersebut adalah dengan diri sendiri, dengan orang lain, dan dengan mengurangi keterlibatan pribadi terhadap persoalanpersoalan yang ada. b. Perasaan tidak mampu Bila digabungkan dengan kelelahan emosional, perasaan tidak mampu akan menurunkan motivasi sampai suatu titik dimana kualitas kerja karyawan akan menurun yang akhirnya menuju kepada kegagalan lebih lanjut.
626
SEMNAS FEKON 2016
KOMPENSASI Dessler (1998:85) menyatakan kompensasi adalah: semua bentuk upah atau imbalan yang berlaku bagi karyawan dan muncul dari pekerjaan mereka, dan mempunyai dua komponen. Ada pembayaran keuangan langsung dalam bentuk upah, gaji, insentif, komisi, dan bonus, dan ada pembayaran yang tidak langsung dalam bentuk tunjangan keuangan seperti uang asuransi dan uang liburan yang dibayarkan oleh majikan. Salah satu cara manajemen untuk meningkatkan prestasi kerja, memotivasi dan meningkatkan kepuasan kerja para karyawan adalah melalui kompensasi (Mathis dan Jackson, 2000). Pemberian kompensasi dapat meningkatkan prestasi kerja dan memotivasi kerja. Oleh karena itu, perhatian organisasi terhadap pengaturan kompensasi secara rasional dan adil sangat diperlukan (Widodo, 2010). Bila karyawan memandang pemberian kompensasi tidak memadai, presatasi kerja, motivasi maupun kepuasan kerja mereka cenderung menurun (Robbins & Coulter, 2008). Penelitian Tsutsumi dan Kawakami (2004), menguji pemberian kompensasi juga bisa menjadi faktor pengurang tingkat stres karyawan. Kompensasi yang dikelola dengan baik dapat membantu perusahaan atau organisasi dalam mencapai tujuan (Ardana, dkk.,2012:153). Wheatley and Doty (2010) menyatakan bahwa kompensasi berupa bonus diberikan kepada karyawan yang telah bekerja dengan baik. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Dhermawan, dkk.(2012) menyatakan bahwa kompensasi berpengaruh signifikan dan positif terhadap kinerja. Pada umumnya karyawan selain menginginkan kompensasi dan penghargaan yang seimbang dari perusahaan, juga mengharapkan kesejahteraan yang terjamin bagi dirinya dan juga keluarganya saat mereka masih aktif bekerja maupun saat mereka mencapai masa pensiun. Dengan memenuhi kesejahteraan karyawan diharapkan keinginan untuk berpindah kerja akan berkurang. Hal ini tentu akan berdampak positif bagi kinerja dan pencapaian tujuan perusahaan. Menurut Simamora (2001) secara umum kompensasi kepada karyawan dibagi kedalam empat jenis kompensasi: 1. Gaji dan upah 2. Pembayaran intensif atau tambahan tambahan kompensasi diluar gaji atau upah yang diberikan organisasi atau perusahaan. 3. Tunjangan yaitu berupa asuransi kesehatan dan jiwa, liburan yang ditanggung instansi, program pensiun, dan tunjangan lain yang berhubungan dengan hubungan kepegawaian 4. Fasilitas yang dapat mewakili jumlah substansial dari kompensasi, terutama bagi eksekutif yang dibayar mahal. Disamping itu, manusia bekerja juga ingin memeroleh uang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk itulah seorang karyawan mulai menghargai kerja keras dan semakin menunjukkan loyalitas terhadap perusahaan dan karena itulah perusahaan memberikan penghargaan terhadap prestasi kerja karyawan yaitu dengan jalan memberikan kompensasi. Salah satu cara manajemen untuk meningkatkan prestasi kerja, memotivasi dan meningkatkan kinerja para karyawan adalah melalui kompensasi (Mathis dan Jackson, 2000). Kompensasi acapkali juga disebut penghargaan dan dapat didefinisikan sebagai setiap bentuk penghargaan yang diberikan kepada karyawan sebagai balas jasa atas kontribusi yang mereka berikan kepada organisasi (Panggabean, 2002). Kompensasi adalah pengaturan keseluruhan pemberian balas jasa bagi “employers” maupun “employess” baik yang langsung berupa uang (financial) maupun yang tidak berupa uang (non financial). Flinkman et al. (2007) menyatakan alasan utama meninggalkan profesi
627
SEMNAS FEKON 2016
adalah gaji, banyaknya permintaan pekerjaan, pergeseran waktu kerja dan status pekerjaan yang tidak pasti. Kepuasan dan ketidakpuasan atas kompensasi yang diterima adalah fungsi dari ketidakcocokan antara apa yang dirasakan akan diterima seseorang dengan berapa banyak yang diterima seseorang. Kepuasan akan kompensasi dapat memprediksi tingkat absensi dan turnover karyawan. Terdapat beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa kompensasi berpengaruh terhadap turnover intention seperti yang dikemukakan oleh Ramlall (2003), yang menyebutkan bahwa pertimbangan turnover intention untuk turnover ditentukan oleh faktor kompensasi (59%) dan pengembangan karir. Studi Herpen et. al. (2002) juga menyatakan desain dan implementasi kompensasi dapat mempengaruhi motivasi karyawan yang dalam kasus ini adalah kompensasi berpengaruh terhadap kepuasan kerja dan turnover intention. Hasil penelitian terdahulu juga mengungkapkan bahwa ketidakpuasan kerja b e r u p a k o m p e n s a s i dan turnover intention disebabkan oleh adanya work family conflict (Amelia, 2010). Yang-Mei (2007) mengungkapkan bahwa bayaran yang adil akan mempengaruhi situasi dan emosional karyawan. Penyediaan remunerasi yang kompetitif dengan salary dan benefit yang menarik merupakan faktor penting yang mempengaruhi karyawan (64,1%) untuk tetap bekerja (Ramlall, 2003). Ketidakpuasan dengan gaji adalah alasan paling utama yang mendasari niat keluar, selain faktor pengembangan karier. Turnover yang tinggi disebabkan oleh upah yang tidak memenuhi harapan karyawan dan tidak cukup memotivasi harapan. Penelitian Sumarto, menyatakan Ketidakpuasan dengan gaji adalah alasan paling utama yang mendasari niat keluar, selain faktor pengembangan karier. Kompensasi merupakan bentuk sebuah kepuasan kerja, Kepuasan kerja merupakan masalah umum yang dihasilkan melalui work family conflict (Lathifah dan Rohman, 2014), sehingga dapat digambarkan pada model konseptual berikut ini: Work-family conflict X1
H1
H3 H2 H4
Stres kerja X2
Turnover Intention Y1
Kompensasi X3
KESIMPULAN Kesimpulan dari artikel ini penyebab terjadinya turnover intention dapat dipengaruhi oleh wfc dan stres kerja dengan pertimbangan kompensasi. Turnover Intention mempengaruhi keefektifitasan organisasi, turnover yang tinggi berakibat pada meningkatnya biaya investasi pada sumberdaya manusia (SDM), serta dapat menyebabkan ketidak stabilan dan
628
SEMNAS FEKON 2016
ketidakpastian terhadap kondisi tenaga kerja karyawan sehingga hal ini dapat berimplikasi pada kinerja perusahaan. Tingkat turnover yang cenderung tinggi ini diidentifikasi disebabkan oleh beberapa faktor antara lain kepuasan gaji dan kepuasan kerja yang rendah serta komitmen organisasional yang kurang dari karyawannya. Pekerjaan dan keluarga merupakan dua hal yang saling terkait dan sangat penting bagi setiap orang. Kedua hal tersebut amatlah sulit diintegrasikan apabila orang tersebut sudah menikah dan memiliki anak. Konflik akan muncul ketika seseorang harus membuat pilihan diantara dua peran yang harus dijalani (peran dalam keluarga dan pekerjaan) sehingga orang tersebut harus menjalankan peran ganda yaitu sebagai suami/istri, orang tua, anak dan karyawan. Kompensasi juga dapat mempengaruhi turnover intention, semakin tinggi kompensasi yang diterima oleh karyawan maka akan semakin rendah tingkat turnover intention. Maka dari itu, dalam penelitian ini peneliti menempatkan vriabel kompensasi sebagai variabel oderasi demi mengkaji apakah dengan adanya kompensasi akan menurunkan pengarug wfc dan stres terhadap turnover intention atau tidak. Selanjutnya dalam artikel ini melakukan pengujian model konseptual tersebut secara empiris dengan sampel yang akan dilakukan pada perawat perempuan di Rumah Sakit Roemani Semarang. REFERENSI Amelia, Anisah. 2010. Pengaruh Work Family Conflict dan Family to Work conflict terhadap kepuasan dalam bekerja, dan kinerja karyawan. Jurnal ekonomi dan bisnis.Vol 4, no 3. 201-219 Amstad, F.T., Meier, L.L., Fasel, U., Elfering, A., & Semmer, N.K. (2011). A Meta Analysis of Work-Family Conflict and Various Outcomes with a Special Emphasis on Cross-Domain Versus Matching-Domain Relations. Journal of Occupational Health Psychology.Vol.16 No.2 hal.151. Andini, R. 2013. Analisis Penagruh Kepuasan Gaji, Kepuasan Kerja, Komitmen Organisasional Terhadap Tunover Intention. Dinamika Sains. Vol. 8, no 16 Handoko, Hani. 1998. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. BPFE. Yogyakarta. Greenhaus, Jeffrey H & Nicholas J. Beutell. (1985). Sources of Conflict between Work and Family Roles. The Academy of Management Review. Vol. 10, No. 1.Hal.76-88. Netemeyer, Richard G., Boles, James S., McMurrian, Robert. (1996). Development and Validation of Work-Family Conflict and Family-Work Conflict Scales. Journal of Applied Psychology. Vol. 81. No. 4 hal 400- 410 Sugiyono. (2005). Metode Penelitian Administrasi. Bandung: CV. Alfabeta. Sugiyono. (2010). Statistika untuk Penelitian. Bandung : CV Alfabeta. Suryana. (2009). Statistika Terapan. www.statistikaterapan.wordpress.com T. Hani Handoko 2008. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia Yogyakarta: BPFE. Tjokro, Cythia Imelda dan Asthenu, Jean Rosa. (2015). Pengaruh Konflik Peran Ganda dan Stress Kerja terhadap Kinerja Perawat Rumah Sakit Umum Dr. M. Haulussy Ambon. Jurnal Arthavidya. Vol. 17 No.1.
629
SEMNAS FEKON 2016
Triaryati, Nyoman. (2003). Pengaruh Adaptasi Kebijakan Mengenai Work-Family Issue Terhadap Absen dan Turnover. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan.Vol. 5 No.1 hal.8596. Wang, Mei-Ling and Tsai, Li-Jane. (2014). Work-Family Conflict and Job Performance in Nurses: The Moderating Effects of Social Support. Nurses Research:Vol.2 Wirawan. 2009. Evaluasi Kinerja Sumber Daya manusia. Jakarta: Salemba Empat. Yang-Mei, W. 2007. An Empirical analysis on the influence factors of job statisfaction from knowledge workers in service line. Journal Business School, Zhejiang Wanli University, Nigho 3151, China
630
SEMNAS FEKON 2016
MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA BERBASIS KOMPETENSI: STRATEGI MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) Nenah Sunarsih Universitas Terbuka, Tangerang Selatan Email: [email protected] Abstrak Pada Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang sudah berlaku sejak 31 Desember 2015 menjadi tantangan dan sekaligus peluang bagi Indonesia. Sementara itu ketakutan yang muncul dengan diberlakukannya MEA yaitu masyarakat ASEAN bebas memilih dimana akan bekerja, sedangkan SDM atau Tenaga Kerja Indonesia (TKI) masih relatif rendah kualitasnya dibandingan dengan negara ASEAN lainnya. Adapun strategi yang dapat dilakukan organisasi atau perusahaan untuk menciptakan dan meningkatkan daya saing dengan melaksanakan Manajemen Sumber Daya Manusia berbasis kompetensi. Makalah ini bertujuan untuk memahami MSDM berbasis kompetensi sebagai salah satu strategi dalam menghadapi MEA. Kompetensi merupakan inti dari MSDM berbasis kompetensi. MSDM berbasis kompetensi sebagai salah satu strategi dalam menaghadapi MEA dapat diimplementasikan mulai dari rekrutmen dan seleksi, pelatihan dan pengembangan, perencanaan suksesi, manajemen kinerja, pembinaan karier dan remunerasi semua didasarkan pada kompetensi. Dalam menghadapi MEA diperlukan SDM yang berkompeten dan berdaya saing tinggi, dalam hal ini strategi yang dilakukan organisasi atau perusahaan dengan melaksanakan MSDM-BK sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. Kata Kunci: kompetensi, manajemen sumber daya manusia berbasis kompetensi, MEA PENDAHULUAN Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang sudah berlaku sejak 31 Desember 2015 menjadi tantangan dan sekaligus peluang bagi Indonesia. Pada dasarnya Indonesia memiliki banyak Sumber Daya Alam (SDA) yang dapat dimanfaatkan, namun diperlukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki keahlian dan kemampuan yang handal sehingga dapat mengolah bahan baku dan memanfaatkan SDA dengan sebaik-baiknya sehingga mampu “menguasai kekayaan alamnya sendiri”. Sementara itu ketakutan yang muncul dengan diberlakukannya MEA yaitu masyarakat ASEAN bebas memilih dimana akan bekerja, sedangkan SDM atau Tenaga Kerja Indonesia (TKI) masih relatif rendah kualitasnya dibandingan dengan negara ASEAN lainnya sehingga akan kalah bersaing di pasaran. Siap atau tidak siap MEA harus dihadapi dengan menciptakan dan meningkatkan daya saing, salah satu caranya adalah dengan mempersiapkan SDM yang berkompeten. Fungsi MSDM menjadi semakin strategis bagi suatu organisasi/perusahaan. Menurut Ulrich dkk. (2011), fungsi MSDM sudah memasuki tantangan untuk mampu menerjemahkan situasi dan kondisi persaingan bisnis di lingkungan eksternal sehingga menjadi bahan pertimbangan dalam menyusun strategi bagi perusahaan di dalam mempertahankan eksistensi dan memenangkan persaingan bisnis. Peran MSDM dalam suatu organisasi bukan hanya sebagai administratif namun bagaimana mengembangkan potensi SDM agar lebih kreatif dan inovatif. 631
SEMNAS FEKON 2016
Kompetensi mampu menerjemahkan sistem MSDM dari perspektif bisnis daripada hanya dari perspektif MSDM semata (Walker dan Reif, 1999). Pada Era MEA diperlukan SDM yang berkompeten dan berdaya saing tinggi. Adapun strategi yang dapat dilakukan organisasi atau perusahaan untuk menciptakan dan meningkatkan daya saing dengan melaksanakan Manajemen Sumber Daya Manusia berbasis kompetensi sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. MSDM berbasis kompetensi merupakan pendekatan baru dalam menata kinerja sumber daya manusia. Manajemen SDM berbasis kompetensi terkait dengan serangkaian keputusan untuk mengelola hubungan ketenagakerjaan mulai dari calon karyawan, karyawan sampai dengan pensiunan. Subjek yang menjadi fokus pembahasan pada makalah ini adalah apakah MSDM berbasis kompetensi dapat menjadi salah satu strategi dalam menghadapi MEA. Makalah ini bertujuan untuk memahami MSDM berbasis kompetensi sebagai salah satu strategi dalam menghadapi MEA. PEMBAHASAN Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) Masyarakat Ekonomi ASEAN merupakan kesepakatan antar negara ASEAN dalam meningkatkan kerjasama di bidang perekonomian. Kawasan ASEAN menjadi pasar tunggal dan terbuka yang berbasis pada produksi, dimana terjadi pergerakan bebas dari arus barang, jasa, investasi, modal dan tenaga kerja. Adapun cetak biru atau blueprint MEA menjadi arah atau pedoman bagi negara-negara ASEAN untuk mewujudkan MEA 2015. Blueprint MEA memuat empat pilar (http://www.academia.edu), yaitu: 1. ASEAN sebagai pasar tunggal dan berbasis produksi tunggal yang didukung dengan elemen aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terdidik, dan aliran modal yang lebih bebas. 2. ASEAN sebagai kawasan dengan daya saing ekonomi tinggi, dengan elemen peraturan kompetisi, perlindungan konsumen, hak atas kekayaan intelektual, pengembangan infrastruktur, perpajakan dan e-commerce. 3. ASEAN sebagai kawasan dengan pengembangan ekonomi yang merata dengan elemen pengembangan usaha kecil dan menengah, dan prakarsa integrasi ASEAN untuk negara-negara CLMV (Cambodia, Laos, Myanmar dan Vietnam). 4. ASEAN sebagai kawasan yang terintegrasi secara penuh dengan perekonomian global dengan elemen pendekatan koheren dalam hubungan ekonomi di luar kawasan, dan meningkatkan peran serta dalam jejaring produksi global. Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) Sumber Daya Manusia merupakan asset organisasi/perusahaan yang paling berharga di bandingkan asset lainnya karena asset lain tidak dapat berjalan dengan baik tanpa adanya campur tangan dari SDM, sehingga pemeliharaan SDM menjadi faktor penting agar aktivitas perusahaan bisa berjalan efisien dan efektif serta organisasi dapat mencapai tujuannya. Dessler (2000) mengemukakan peningkatan peran strategis dari MSDM yaitu: “Strategic human resource management is the linking of human resource management with strategic role and objectives in order to improve business performance and develop organizational cultures and faster innovation and flexibility”. Manajemen perlu mengaitkan pelaksanaan MSDM dengan strategi organisasi untuk meningkatkan kinerja dan mengembangkan budaya organisasi yang dapat mendukung penerapan inovasi dan fleksibilitas. 632
SEMNAS FEKON 2016
Mnurut Mangkunegara (2007), Manajemen sumber daya manusia merupakan suatu perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan terhadap pengadaan, pengembangan, pemberian balas jasa, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemisahan tenaga kerja dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Pada dasarnya MSDM terkait dengan pengelolaan individu yang diatur menurut fungsinya seperti perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengendalian, perekrutan dan pengembangan SDM agar efektif dan efisien sehingga individu dapat memberikan kontribusi untuk mencapai tujuan organisasi. Kompetensi Menurut Moeheriono (2009) kompetensi terletak pada bagian dalam setiap manusia dan selamanya ada pada kepribadian seseorang yang dapat memprediksikan tingkah laku dan performansi secara luas pada semua situasi dan tugas pekerjaan. Spencer and Spencer (1993) mendefinisikan kompetensi sebagai underlying characteristics of an individual which is causally related to criterion-referenced effective and or superior performance in a job or situation. Karakteristik yang mendasari seseorang dan berkaitan dengan efektivitas kinerja individu dalam pekerjaannya Secara sederhana kompetensi merupakan perpaduan antara keterampilan, atribut perseorangan, dan pengetahuan yang tercermin dalam perilaku kinerja seseorang. Kompetensi merupakan inti dari MSDM berbasis kompetensi. Woordruffe (1991) and Woodruffe (1990), membedakan competence dan competency. Competence diartikan sebagai konsep yang berhubungan dengan pekerjaan, yaitu menunjukkan wilayah kerja dimana orang dapat menjadi kompeten atau unggul sedangkan Competency merupakan konsep dasar yang berhubungan dengan orang, yaitu menunjukkan dimensi perilaku yang melandasi prestasi unggul. Sementara itu Spencer and Spencer (1993), membagi kompetensi menjadi 2 (dua) kategori yaitu threshold competencies dan differentiating competencies. Threshold competencies yaitu karakteristik utama yang harus dimiliki oleh seseorang agar dapat melaksanakan pekerjaannya. Namun Threshold competencies tidak untuk membedakan seorang yang berkinerja tinggi dan ratarata. Differentiating competencies yaitu faktor-faktor yang membedakan individu yang berkinerja tinggi dan rendah. Threshold competencies dapat tergambar dari pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki dalam melaksanakan tugasnya. Namun pengetahuan dan kemampuan saja tidak cukup untuk bisa mencapai kinerja yang tinggi apabila tidak didasari oleh differentiating competencies. Differentiating competencies dapat mendorong karyawan untuk bekerja dengan lebih baik dan mencapai target yang lebih tinggi. Kompetensi seseorang ditunjukkan dengan hasil kerja atau karya, pengetahuan, keterampilan, perilaku, karakter, sikap, motivasi dan bakatnya (Siswanto, 2003). Adapun karyawan yang tidak berhasil melaksanakan tugas pekerjaannya, bukan berarti tidak memiliki kompetensi, tetapi mungkin karena memiliki kompetensi yang tidak sesuai dengan pekerjaannya. Maka karyawan tersebut perlu mengikuti pelatihan sehingga semua karyawan memiliki standar kerja dan kemampuan yang sepadan. Menurut Spencer & Spencer, metode pengukuran meliputi behavioral event interviews (BEI), tests, assessment centers, biodata dan ratings. Namun dari beberapa metode pengukuran, assessment center merupakan metode yang terjamin dari segi objektivitas, validitas dan reliabilitasnya.
633
SEMNAS FEKON 2016
Menurut Prihadi (2004), Karakteristik utama assessment center adalah menggunakan kombinasi beberapa jenis teknik dan metoda assessment, dilakukan berdasarkan suatu acuan tertentu yang bersifat multi kriteria, keterlibatan sejumlah assessor dalam sebuah proses assessment, informasi dan data yang diperoleh diintegrasikan sedemikian rupa sehingga tersusun suatu kesimpulan berupa rekomendasi sebagai hasil program assessment center. Manajemen Sumber Daya Manusia berbasis kompetensi Menurut Siswanto (2000) Manajemen Sumber Daya Manusia berbasis kompetensi (MSDM-BK) merupakan suatu proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian aktivitas tenaga kerja mulai dari rekruitmen sampai dengan pensiun dimana proses pengambilan keputusan-keputusannya didasarkan pada informasi kebutuhan kompetensi jabatan dan kompetensi individu untuk mancapai tujuan perusahaan (http://www.asb.co.id). Manajemen sumber daya manusia berbasis kompetensi terkait erat dengan serangkaian keputusan untuk mengelola hubungan ketenagakerjaaan secara optimal mulai dari rekrutmen, seleksi, penempatan, pemeliharaan (kompensasi dan kesajahteraan), dan pengembangan (karier, pendidikan dan pelatihan) serta terminasi untuk mencapai tujuan organisasi/perusahaan. Secara sederhana MSDM-BK didasarkan pada pemikiran bahwa untuk mewujudkan visi, misi dan tujuan organisasi/perusahaan perlu diidentifikasi dan ditentukan terlebih dahulu kompetensi yang diperlukan organisasi dan harus dimiliki karyawan untuk mencapai visi, misi dan tujuan tersebut. Perbedaan antara MSDM-BK dengan MSDM konvensional terletak pada informasi yang digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan aktivitas MSDM-nya. Aktivitas dan keputusan dalam MSDM-BK lebih transparan, dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan tidak diskriminatif dibanding MSDM konvensional. MSDM-BK mengacu pada kebutuhan kompetensi jabatan (KKJ) dan kompetensi individu (KI) yang terukur dan dapat teramati validitasnya berdasarkan perilaku seseorang yang bekerja dalam suatu organisasi. KKJ dan KI menjadi acuan dalam membangun suatu sistem informasi yang terintegrasi mulai dari proses rekrutmen, penempatan, karier, penilaian kinerja, pendidikan dan pelatihan serta kompensasi karyawan.
Performansi Pelatihan & pengembangan
Kompensasi
Informasi:
Rekrutmen - Jabatan: kompetensi yang dibutuhkan -Individu: kompetensi
Perencanaan suksesi
Seleksi
Evaluasi & Job desain Jalur karier
634
SEMNAS FEKON 2016
Gambar 1. Sistem MSDM-BK Terpadu Konsep kompetensi yang terintegrasi dan terfokus pada kinerja organisasi dapat mempengaruhi sistem MSDM yang lain, yaitu (http://www.hrcentro.com): 1. Rekrutmen dan Seleksi Dalam rekrutmen karyawan diperlukan adanya persyaratan kompetensi yang jelas pada setiap jabatan yang direkrut atau diseleksi sehingga diperoleh SDM yang handal. Mulai dari perencanaan sampai dengan penempatan SDM didasarkan pada kesesuaian antara kompetensi yang dimiliki karyawan dengan tuntutan kompetensi jabatan. Selain itu pemilihan metode assessment atau seleksi yang tepat mampu memilih karyawan sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan. 2. Pelatihan dan Pengembangan Pelatihan dan pengembangan karyawan yang berdasarkan kompetensi membantu organisasi lebih fokus pada pengembangan kompetensi yang dibutuhkan organisasi dalam meningkatkan kinerja. Disamping itu, implementasi dari pelatihan dan pengembangan karyawan berbasis kompetensi membantu organisasi dalam menetapkan program pelatihan dan pengembangan yang lebih terarah. 3. Pembinaan Karier Dengan sistem kompetensi, organisasi lebih mudah mengidentifikasi dan mengembangkan karyawan yang memiliki kompetensi tinggi. Pengambilan keputusan dan pelaksanaan promosi atau mutasi karyawan lebih tepat dan mempunyai dasar yang kuat. Kejelasan dalam pembinaan karier dapat meningkatkan motivasi karyawan dalam meningkatkan kinerja. Adapun pengembangan karier perlu didasarkan pada kompetensi karyawan. 4. Manajemen Kinerja Dalam mempertahankan SDM untuk tetap di organisasi dapat dilakukan dengan melaksanakan manajemen kinerja. Pengelolaan SDM berbasis kompetensi membantu organisasi untuk fokus pada pengembangan kompetensi organisasi sebagai pembeda dari organisasi lain. Yang pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja organisasi secara keseluruhan, karena kompetensi yang dikembangkan dapat memprediksi kinerja organisasi. 5. Remunerasi Memperjelas sistem penghargaan dan remunerasi dengan memberikan imbalan bagi kompetensi yang ditunjukkan karyawan, sehingga dapat memotivasi karyawan untuk meningkatkan kompetensi dan kinerjanya. Disamping itu memperjelas kaitan antara imbalan atau penghargaan dengan kinerja, dimana SDM yang memiliki kompetensi tinggi harus diberikan pengahargaan yaitu penggajian/kompensasi yang lebih tinggi pula. Tahap-tahap yang perlu dilakukan organisasi/perusahaan dalam melaksanakan MSDM Berbasis Kompetensi antara lain yaitu (http://www.hrm-indonesia.com): 635
SEMNAS FEKON 2016
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Review visi, misi dan value organisasi Telaah strategi bersaing organisasi Identifikasi posisi Analisis pekerjaan dan kegiatan Identifikasi secara detail sebagai kebutuhan awal Identifikasi kompetensi yang dibutuhkan untuk suatu posisi Memprioritaskan kompetensi dengan menggunakan: - Sistem rangking - Sistem pembobotan 8. Membuat standar kinerja minimum untuk suatu kompetensi 9. Mengidentifikasi kandidat yang potensial 10. Membandingkan tiap-tiap kandidat dengan menggunakan standar kinerja minimum 11. Melakukan gap analysis pada tiap-tiap kandidat (analisis untuk dapat mengetahui perbedaan antara kandidat yang satu dengan yang lain) dengan menggunakan standar kinerja minimum 12. Melakukan training untuk rencana pengembangan pada tiap-tiap kandidat untuk meng upgrade para kandidat, dalam rangka proses pengembangan standar kinerja minimum dan pengembangan karier 13. Mendesain sistem monitoring kinerja secara individual maupun secara global pada kandidat 14. Mengimplementasikan training dan rencana pengembangan pada tiap-tiap kandidat 15. Mengimplementasikan sistem monitoring pengukuran kinerja 16. Memilih kandidat terbaik (the best candidate). Adapun tujuan akhir dari MSDM berbasis kompetensi yaitu memberikan hasil (output) yang sesuai dengan tujuan dan sasaran organisasi/perusahaan dengan standar kinerja yang telah ditetapkan. KESIMPULAN Dalam menghadapi MEA diperlukan SDM yang berkompeten dan berdaya saing tinggi, dalam hal ini strategi yang dilakukan organisasi atau perusahaan dengan melaksanakan MSDM berbasis komeptensi sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. MSDM berbasis kompetensi mengacu pada kebutuhan kompetensi jabatan (KKJ) dan kompetensi individu (KI) yang terukur dan dapat teramati validitasnya berdasarkan perilaku seseorang yang bekerja dalam suatu organisasi. MSDM berbasis kompetensi sebagai salah satu strategi dalam menaghadapi MEA dapat diimplementasikan mulai dari rekrutmen dan seleksi, pelatihan dan pengembangan, perencanaan suksesi, manajemen kinerja, pembinaan karier dan remunerasi semua didasarkan pada kompetensi. DAFTAR PUSTAKA Dessler, G. (2000). Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Terjemahan. Jakarta: Penerbit PT. Prenhallindo. Mangkunegara, A.A. A.P. (2007). Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia. Bandung: PT Refika Aditama. Moeheriono. (2009). Pengukuran Kinerja Berbasis Kompetensi. Bogor: Ghalia Indonesia.
636
SEMNAS FEKON 2016
Prihadi, S.F. (2004). Assessment Centre: Identifikasi, Pengukuran dan Pengembangan Kompetensi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Spencer L.M dan Spencer S.M. (1993). Competence at Work: Models for Superior Performance. New York: John Wiley & Sons, Inc. Siswanto, B. (2000). Manajemen Tenaga Kerja. Bandung: Sinar Baru. Siswanto, B. (2003). Manajemen Tenaga Kerja Indonesia. Edisi 2. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Ulrich, D., Younger, J., Brockbank, W., Ulrich, M. (2011). Competence for HR Professional Working Outside-In. The RBL Group. Walker, J.W., & Reif, W.E. (1999). Human Resource Leaders: Capability Strengths and Gaps. Human Resource Planning. 22(4). 21-30. http://www.academia.edu/9060577/buku_pedoman_MEA_2015 (diakses 26 Oktober 2016). http://www.asb.co.id/document/deskripsi_msdm-bk.pdf (diakses 26 Oktober 2016). http://www.hrm-indonesia.com/manajemen-sdm-msdm-berbasis-kompetensi.html (diakses Nopember 2016)
1
http://www.hrcentro.com/dasar_sdm/Konsep_Manajemen_SDM_Berbasis_Kompetensi_081211. html (diakses 1 November 2016).
637
SEMNAS FEKON 2016
BRAND ORIGIN, BRAND CREDIBILITY, DAN SELF-IMAGE CONGRUENCE TERHADAP PURCHASE INTENTION DENGAN BRAND KNOWLEDGE SEBAGAI MODERASI Muhammad Faiq Aziz [email protected] Program Pascasarjana Universitas Islam Sultan Agung Semarang Program Studi : Magister Manajemen Abstract Current marketing paradigm has shifted from profit-oriented to customer oriented. customeroriented marketing will endeavor to make high customer satisfaction, so that customers become loyal longer, where it could be realized through delivering high customer value. Shopping activity today is no longer just to make ends meet, but has become a lifestyle. Shopping activity is thought to increase prestige or self-image of the culprit. Marketers are trying to create a variety of stimuli that consumers can get a congruence or self-congruit. Keyword: brand origin, brand credibility, self-image congruence purchase intention, brand knowledge PENDAHULUAN Paradigma pemasaran saat ini telah bergeser dari profit oriented kepada customer oriented. Pemasaran yang berorientasi pada pelanggan akan berusaha membuat high customer satisfaction, agar pelanggan menjadi loyal longer, di mana hal tersebut dapat diwujudkan melalui deliver high customer value (Kotler dan Keller, 2006:135-137). Dengan demikian, tujuan akhir dari aktivitas bisnis yang dijalankan saat ini adalah high customer satisfaction dan high customer loyalty. Loyalitas adalah komitmen yang mendalam untuk melakukan pembelian ulang suatu produk atau jasa yang disukai secara konsisten di waktu yang akan datang (Hurriyati, 2005:129). Customer loyalty atau loyalitas konsumen menurut Tunggal (2008 ) adalah kelekatan pelanggan pada suatu 638
SEMNAS FEKON 2016
merek, pabrikan, pemberi jasa, atau entitas lain berdasarkan sikap yang menguntungkan dan tanggapan yang baik, seperti pembelian ulang. Kegiatan belanja saat ini bukan lagi sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidup saja, tetapi telah menjadi sebuah lifestyle. Kegiatan berbelanja dianggap bisa meningkatkan prestige atau citra-diri pelakunya. Pemasar berusaha menciptakan berbagai stimuli agar konsumen bisa mendapatkan congruence atau self-congruity (Sirgy, 2009:51). Kenyamanan selama berbelanja, sehingga memotivasi konsumen untuk belanja dalam waktu lama dan berulang. Salah satu cara yang dapat dilakukan pemasar untuk dapat memenuhi kebutuhan konsumennya adalah dengan menyajikan barang dan jasa yang memiliki karakteristik yang sesuai dengan selfimage konsumennya. Self image congruity dapat mempengaruhi motivasi pembelian, karena seseorang memiliki motif untuk berperilaku yang sesuai dengan persepsi dirinya (Ibrahim dan Najjar, 2007). Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa brand credibility memiliki pengaruh terhadap purchase intention (Wang et.al, 2010) dan Mitra et.al (2010) yang menyatakan bahwa brand credibility tidak memiliki pengaruh terhadap purchase intention. Pertanyaannya adalah adakah varibel lain yang dapat memperkuat pengaruh brand credibility terhadap purchase intention? Berkaitan dengan hal tersebut maka paper ini akan mengembangkan model konseptual yang terkait dengan bagaimana meningkatkan purchase intention dengan memasukkan varibel brand origin, brand credibility, dan self-image congruence dan brand knowledge sebagai varirbel moderasi”. KAJIAN PUSTAKA Purchase Intention / minat beli Minat beli adalah sesuatu diperoleh dari proses belajar dan proses pemikiran yang yang membentuk suatu persepsi. Minat beli ini menciptakan suatu motivasi yang terus terekam dalam benaknya dan menjadi suatu keinginan yang sangat kuat yang pada akhirnya ketika seorang konsumen harus memenuhi kebutuhannya akan mengaktualisasikan apa yang ada didalam benaknya itu (Mowen dalam Oliver (2006). Minat beli merupakan bagian dari komponen perilaku dalam sikap mengkonsumsi. Menurut Kinnear dan Taylor dalam Tjiptono (2003), minat beli adalah tahap kecenderungan responden untuk bertindak sebelum keputusan membeli benar-benar dilaksanakan. Menurut Mowen dalam Oliver (2006) efek hierarki minat beli digunakan untuk menggambarkan urutan proses munculnya keyakinan (beliefs). Sikap (attitudes) dan perilaku pengetahuan kognitif yang dimiliki konsumen dengan mengaitkan atribut, manfaat, dan obyek (dengan mengevaluasi informasi), sementara itu sikap mengacu pada perasaan atau respon efektifnya. Sikap berlaku sebagai acuan yang mempengaruhi dari lingkungannya (Loudon dan Dela Bitta, 1993). Brand origin Ahmed et.al (2004) brand origin merupakan negara produsen atau perakitan yang diidentifikasi oleh label “dibuat di” atau “diproduksi di”. Czinkota dan Ronkainen (2001) menyebutkan bahwa brand of origin image dipahami sebagai efek yang muncul dalam persepsi konsumen yang dipengaruhi oleh lokasi di mana suatu produk dihasilkan. Lokasi atau negara tempat suatu produk dihasilkan akan memengaruhi persepsi orang mengenai kualitas produk tersebut. Reputasi produsen terhadap kategori kualitas hasil produk cenderung lebih berpengaruh daripada daya tarik secara keseluruhan (O’Shaughnessy dan Mazodier et al (2012). Lusk et al.(2006) menyatakan bahwa konsumen dapat menggunakan reputasi suatu Negara / pabrik untuk memprediksi kualitas produk. Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan Parkvithee dan Miranda 639
SEMNAS FEKON 2016
(2012) bahwa orang-orang peduli dari negara mana suatu produk dihasilkan dan di mana produk tersebut dibuat, serta mempertimbangkan faktor ini saat mengevaluasi kualitas suatu produk. Self Image Concruence Para konsumen menggunakan suatu produk untuk memperlihatkan konsep diri yang terdapat dalam dirinya sendiri. Dalam membeli suatu produk, konsumen akan mendefinisikan seperti apa dirinya. Membeli dan menggunakan suatu barang merupakan cara seseorang untuk mengekspresikan konsep dirinya, biasanya konsumen membeli produk atau merek yang sesuai dengan konsep diri yang melekat padanya (Amibola, 2012). Hal ini menunjukkan kesesuaian antara suatu produk yang digunakan dengan konsep diri pemakainya. Dalam berbagai penelitian menunjukkan bahwa kesesuaian konsep diri akan mempengaruhi pemilihan suatu produk yang dilakukan oleh konsumen (rodriguest et.al, 2012). Konsumen mungkin akan memilih merek yang memiliki citra yang sesuai dengan persepsi konsumen itu sendiri terhadap dirinya. Kesesuaian citra diri akan memfasilitasi secara positif tingkah laku dan kebiasan terhadap produk maupun merek (rodriguest et.al, 2012). Model Self Image Congruence mengemukakan bahwa konsumen akan menggunakan produk yang memiliki atribut yang sesuai atau dapat mendukung konsep dirinya (choi et.al, 2012). Proses keputusan konsumen untuk membeli produk yang sesuai dengan konsep dirinya dilandasi oleh proses berfikir kognitif dirinya (Lamb et al., 2001: 222). Brand Credibility Ghorban dan Tahernejad (2012) percaya bahwa kredibilitas harus menjadi pendahulu untuk setiap tindakan atau sinyal sehingga dapat mempengaruhi pelanggan dalam cara yang sangat baik. Kredibilitas secara umum didefinisikan oleh Erdem dan Swait (2004) sebagai kredibilitas merek didefinisikan sebagai kepercayaan terhadap informasi produk yang terkandung dalam sebuah merek, yang diperlukan konsumen untuk memahami bahwa merek memiliki kemampuan (yaitu, keahlian) dan kemauan (yaitu, kepercayaan) untuk terus-menerus memberikan apa yang telah dijanjikan. Erdem dkk, (2002) menjelaskan kepercayaan sebagai tujuan dari sebuah merek yang dapat dipercaya, dan keahlian sebagai kapasitas untuk menyampaikan komitmen merek. Brand Knowledge Pengetahuan konsumen adalah semua informasi yang dimiliki oleh konsumen mengenai berbagai macam produk dan jasa serta pengetahuan lainnya yang terkait dengan produk dan jasa tersebut dan informasi yang berhubungan dengan fungsinya sebagai konsumen. Pengetahuan konsumen akan mempengaruhi keputusan pembelian (Shirin dan Khambitz, 2009). Pengetahuan konsumen adalah semua informasi yang dimiliki konsumen mengenai berbagai macam produk, serta pengetahuan lainnya yang terkait dan informasi yang berhubungan dengan fungsinya sebagai konsumen (Chi et.al, 2009). Pengetahuan konsumen adalah semua informasi yang dimiliki oleh konsumen mengenai berbagai macam produk dan jasa serta pengetahuan lainnya yang terkait dengan produk dan jasa tersebut dan informasi yang berhubungan dengan fungsinya sebagai konsumen. Pengetahuan konsumen akan mempengaruhi keputusan pembelian (Jalivand et.al, 2009). MODEL KONSEPTUAL PENINGKATAN PURCHASE INTENTION Brand origin (x1)
Self image conruence (x2)
Purchase intention (y1)
640 Brand credibility (x3)
SEMNAS FEKON 2016
Pejelasan Keterkaitan Variabel Dalam Model Tersebut Mengenai Cara Meningkatkan Purchase Intention
No 1.
2.
3.
4.
Variabel dan Indikator Variabel Indikator brand origin merupakan 1. Innovativeness, npersepsi konsumen terhadap 2. good design, negara asal / produsen suatu 3. prestige (status and reputation) merek yang mempengaruhi niat 4. dan workmanship (reliability, pembelian. durability, craftsmanship, and quality). Mitra (2012) adalah brand credibility merupakan 1. kepercayaan kepercayaan konsumen pada 2. keahlian. kemampuan merek produk Mitra (2012) tersebut dalam memberikan apa yang telah dijanjikan. Penelitian ini menggunakan self image concruence sebagai 1. merefleksikan diri sendiri yang kesesuaian citra merek sebuah sesungguhnya, produk terhadap konsumen 2. banyak orang yang yang mempengaruhi niat menggunakan merek yang pembelian. sama dengan saya, 3. citra dari merek ini mencerminkan diri saya. Mitra (2012) brand knowledge adalah 1. merasa tidak asing dengan pengetahuan merek oleh produk, konsumen terhadap produk. 2. mengetahui merek produk, 3. dapat dengan cepat mengingat produk. 4. (shirin dan Kambiz, 2011).
641
SEMNAS FEKON 2016
5.
Purchase intention / minat beli 1. Minat transaksional,. adalah tahap kecenderungan 2. Minat refrensial, perilaku membeli dari 3. Minat preferensial, konsumen pada suatu produk 4. Minat eksploratif, barang atau jasa yang dilakukan Ferdinand (2002:129) pada jangka waktu tertentu dan secara aktif menyukai dan mempunyai sikap positif terhadap suatu produk barang/jasa, didasarkan pada pengalaman pembelian yang telah dilakukan pada masa lampau.
PENUTUP Kegiatan belanja saat ini bukan lagi sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidup saja, tetapi telah menjadi sebuah lifestyle. Kegiatan berbelanja dianggap bisa meningkatkan prestige atau citra-diri pelakunya. Pemasar berusaha menciptakan berbagai stimuli agar konsumen bisa mendapatkan congruence atau self-congruity (Sirgy, 2009:51). Kenyamanan selama berbelanja, sehingga memotivasi konsumen untuk belanja dalam waktu lama dan berulang. Salah satu cara yang dapat dilakukan pemasar untuk dapat memenuhi kebutuhan konsumennya adalah dengan menyajikan barang dan jasa yang memiliki karakteristik yang sesuai dengan selfimage konsumennya. Self image congruity dapat mempengaruhi motivasi pembelian, karena seseorang memiliki motif untuk berperilaku yang sesuai dengan persepsi dirinya (Ibrahim dan Najjar, 2007).
DAFTAR PUSTAKA Abimbola, T., et al. (2012). "Self-congruity, brand attitude, and brand loyalty: a study on luxury brands." European Journal of Marketing 46(7/8): 922-937. Aguirre-Rodriguez, A., et al. (2012). "Moderators of the self-congruity effect on consumer decision-making: A meta-analysis." Journal of Business Research 65(8): 1179-1188. Amzar, A. And C. Sahuri (2013). "Peningkatan Prestasi Kerja Melalui Mutasi Dan Motivasi Kerja." Jurnal Administrasi Pembangunan 1(01). Anggraeni, N. (2011). "Pengaruh Kemampuan Dan Motivasi Terhadap Kinerja Pegawai Pada Sekolah Tinggi Seni Indonesia (Stsi) Bandung." Journal Penelitian Pendidikan 12(2). Arianto, D. A. N. (2014). "Pengaruh Kedisiplinan, Lingkungan Kerja Dan Budaya Kerja Terhadap Kinerja Tenaga Pengajar." Jurnal Economia 9(2): 191-200.
642
SEMNAS FEKON 2016
Brahmasari, I. A. And A. Suprayetno (2009). "Pengaruh Motivasi Kerja, Kepemimpinan Dan Budaya Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Serta Dampaknya Pada Kinerja Perusahaan (Studi Kasus Pada Pt. Pei Hai International Wiratama Indonesia)." Jurnal Manajemen Dan Kewirausahaan (Journal Of Management And Entrepreneurship) 10(2): Pp. 124-135. Cahyono, A. (2012). "Analisa Pengaruh Kepemimpinan, Motivasi, Dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Dosen Dan Karyawan Di Universitas Pawyatan Daha Kediri." Jurnal Ilmu Manajemen Revitalisasi 1(1): 283-298. Choi, S. M. and N. J. Rifon (2012). "It is a match: The impact of congruence between celebrity image and consumer ideal self on endorsement effectiveness." Psychology & Marketing 29(9): 639-650. Djibran, I. And F. A. Nawai (2015). "Hubungan Motivasi Kerja Dengan Kinerja Pegawai Di Badan Kepegawaian Daerah Dan Diklat (Bkd) Kota Gorontalo." Kim Fakultas Ilmu Pendidikan 3(3). Godey, B., et al. (2012). "Brand and country-of-origin effect on consumers' decision to purchase luxury products." Journal of Business Research 65(10): 1461-1470. Hartoyo, H. (2012). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Pegawai Di Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Pemalang, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Hosany, S. and D. Martin (2012). "Self-image congruence in consumer behavior." Journal of Business Research 65(5): 685-691. Jamal, A. and M. M. Goode (2001). "Consumers and brands: a study of the impact of self-image congruence on brand preference and satisfaction." Marketing Intelligence & Planning 19(7): 482-492. Kasenda, R. (2013). "Kompensasi Dan Motivasi Pengaruhnya Terhadap Kinerja Karyawan Pada Pt. Bangun Wenang Beverages Company Manado." Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis Dan Akuntansi 1(3). Koschate-Fischer, N., et al. (2012). "Are consumers really willing to pay more for a favorable country image? A study of country-of-origin effects on willingness to pay." Journal of International Marketing 20(1): 19-41. Koesmono, H. T. (2006). "Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Motivasi Dan Kepuasan Kerja Serta Kinerja Karyawan Pada Sub Sektor Industri Pengolahan Kayu Skala Menengah Di Jawa Timur." Jurnal Manajemen Dan Kewirausahaan (Journal Of Management And Entrepreneurship) 7(2): Pp. 171-188. Kressmann, F., et al. (2006). "Direct and indirect effects of self-image congruence on brand loyalty." Journal of Business Research 59(9): 955-964. 643
SEMNAS FEKON 2016
Kune, D., Et Al. (2015). "Pengembangan Sumber Daya Manusia Aparatur Melalui Pendidikan Dan Pelatihan Dalam Meningkatkan Kinerja Pejabat Eselon Iv Pada Badan Kepegawaian Daerah Dan Pendidikan Pelatihan Kota Gorontalo." Kim Fakultas Ekonomi & Bisnis 3(1). Kurniawan, D., Et Al. (2012). "Pengaruh Budaya Kerja Dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan International Federation Red Cross (Ifrc) Banda Aceh." Jurnal Ilmu Manajemen Issn 2302: 0199. Lucyanda, J. (2012). "Motivasi Dan Kinerja." Jurnal Lppm: Paradigma 8(01). Mazodier, M. and D. Merunka (2012). "Achieving brand loyalty through sponsorship: the role of fit and self-congruity." Journal of the Academy of Marketing Science 40(6): 807-820. Mudayana, A. A. (2010). "Pengaruh Motivasi Dan Beban Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Di Rumah Sakit Nur Hidayah Bantul." Jurnal Kesehatan Masyarakat (Journal Of Public Health) 4(2). Murti, H. And V. A. Srimulyani (2013). "Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja Pegawai Dengan Variabel Pemediasi Kepuasan Kerja Pada Pdam Kota Madiun." Jurnal Riset Manajemen Dan Akuntansi (Jrma) 1(1): 10-17. Muslih, B. (2013). "Analisis Pengaruh Motivasi Terhadap Kepuasan Kerja Dan Kinerja Pegawai Di Pt Sang Hyang Seri (Persero) Regional Iii Malang." Jurnal Aplikasi Manajemen 10(4): Pp. 799-810. Octaviana, N. (2011). Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Motivasi Dan Kepuasan Kerja Serta Kinerja Karyawan (Pada Pt. Mirota Kampus Di Yogyakarta), Upn" Veteran" Yogyakarta. Pakpahan, E. S. (2014). "Pengaruh Pendidikan Dan Pelatihan Terhadap Kinerja Pegawai (Studi Pada Badan Kepegawaian Daerah Kota Malang)." Jurnal Administrasi Publik 2(1): 116121. Rahman, A. (2014). "Pengaruh Karakteristik Individu, Motivasi Dan Budaya Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Pada Badan Keluarga Berencana Dan Pemberdayaan Perempuan Kabupaten Donggala." Katalogis 1(2). Ranihusna, D. (2010). "Efek Rantai Motivasi Pada Kinerja Karyawan." Jurnal Dinamika Manajemen (Journal Of Management Dynamics) 1(2). Rezvani, S., et al. (2012). "A conceptual study on the country of origin effect on consumer purchase intention." Asian Social Science 8(12): 205. Samad, F., Et Al. (2015). "Efektivitas Pendidikan Dan Pelatihan Pegawai Negeri Sipil Dalam Meningkatkan Kinerja Aparatur (Suatu Studu Di Badan Kepegawaian Daerah Kota Ternate)." Jurnal Administrasi Publik 4(32). 644
SEMNAS FEKON 2016
Shabrina, N. M. (2014). "Efektifitas Pelaksanaan Pendidikan Dan Pelatihan Pegawai Negeri Sipil Dalam Rangka Peningkatan Kinerja Berdasarkan Pasal 2 Dan 3 Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 Tentang Pendidikan Dan Pelatihan Pegawai Negeri Sipil (Studi Di Badan Kepegawaian Da." Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum 1(1). Tahir, I. T. (2014). Pengelolaan Diklat Pada Badan Kepegawaian Daerah Pendidikan Dan Pelatihan (Bkd-Diklat) Kabupaten Gorontalo, Universitas Negeri Gorontalo. Tintami, L., Et Al. (2013). "Pengaruh Budaya Organisasi Dan Gaya Kepemimpinan Transformasional Terhadap Kinerja Karyawan Melalui Disiplin Kerja Pada Karyawan Harian Skt Megawon Ii Pt. Djarum Kudus." Jurnal Ilmu Administrasi Bisnis 1(1): 189196. Usman, E., Et Al. (2013). "Pengaruh Pendidikan Dan Pelatihan (Diklat) Terhadap Kinerja Pegawai Pada Kantor Badan Kepegawaian Dan Diklat (Bkd) Kabupaten Bone Bolango." Kim Fakultas Ekonomi & Bisnis 1(1). Widodo, T. (2012). "Pengaruh Lingkungan Kerja, Budaya Organisasi, Kepemimpinan Terhadap Kinerja (Studi Pada Pegawai Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga)." Jurnal Ilmiah Among Makarti 3(5).
MODEL PENGUATAN BRAND LOYALTY UNTUK PENGGUNA ELECTRONIC DATA CAPTURE BRI Sandi Sutopo Aribowo, S.Si [email protected] Program pascasarjana Magister Manajemen UNISSULA Abstrak 645
SEMNAS FEKON 2016
Penguatan brand loyalty merupakan hal yang sangat penting dan perlu dilakukan oleh setiap perusahaan. Peningkatan ini akan berdampak pada performance perusahaan. Banyak cara untuk menguatkan brand loyalty. Kualitas layanan, kepuasan merek, kepercayaan merek dan promosi merupakan faktor penting yang perlu mendapatkan perhatian dalam penguatan brand loyalty. Penguatan masing-masing variabel tersebut akan berdampak pada penguatan variabel yang lain, yang pada akhirnya akan menguatkan brand loyalty. Paper ini disiapkan untuk membuat model peningkatan brand loyalty berbasis pada keempat variabel tersebut di atas. Kata Kunci : Kualitas layanan, kepuasan merek, kepercayaan merek, promosi, brand loyalty dan Electronic Data Capture (EDC)
PENDAHULUAN Pesatnya perkembangan teknologi komunikasi informasi secara signifikan ikut mempengaruhi eksistensi industri jasa baik perusahaan skala besar, menengah maupun kecil. Industri yang akan terkena dampak dari pesatnya teknologi informasi dan komunikasi adalah dunia perbankan. Layanan perbankan yang dahulu masih bersifat konvensional, dimana setiap transaksi nasabah harus datang ke kantor bank, sekarang telah dimanjakan dengan adanya layanan ebanking. Penerapan layanan perbankan elektronik (e-banking) yang berkualitas merupakan salah satu kunci keberhasilan perusahaan perbankan untuk menghimpun dana dari nasabah saat ini. Penggunaan layanan e-banking bagi nasabah memberikan keuntungan bagi perusahaan terutama dari segi efisiensi biaya dan waktu. Penggunaan teknologi informasi ini (TI) harus mampu menciptakan nilai (value) lebih bagi pihak internal maupun eksternal. Industri perbankan yang telah menerapkam teknologi informasi salah satunya adalah PT. Bank Rakyat Indonesia (persero). Layanan e-banking yang dimiliki oleh Bank BRI antara lain ATM BRI, CRM (Cash Recycle Mechine), Brizzi (e-money), SMS Banking, internet banking, mobile banking, call BRI, BRILink dan EDC (Electronic Data Capture). EDC (Electronic Data Capture) merupakan suatu terminal / perangkat yang digunakan untuk bertransaksi baik menggunakan kartu debit / kredit / prabayar di merchant atau toko (OJK,2015). Terminal tersebut terhubung ke jaringan komputer bank. Data dari Bank Indonesia (2013) dalam sindonews.com jumlah EDC BRI, BNI dan Mandiri 614 ribu unit, BNI memiliki 64.839 EDC, 35 ribu merupakan EDC BRI, 210 ribu EDC adalah milik Bank Mandiri. Tahun 2013 kartu yang beredar dipasaran berjumlah 94 juta, BNI memiliki 12 juta kartu debit dan kredit juga prepaid, BRI dengan 20 juta kartu, sementara 18 juta kartu merupakan milik Bank Mandiri. Hasil penelitian terdahulu yang terkait dengan iklan, kualitas layanan, brand trust, brand satisfaction terhadap brand loyalty diantaranya : Ahmed, et. all (2014) kualitas layanan berpengaruh positif terhadap kepercayaan merek. kualitas pelayanan membantu lebih dari 30% untuk menciptakan kepercayaan merek antara pelanggan. Etemadifard, dkk (2013) mengatakan Kualitas layanan memiliki efek positif secara signifikan pada menciptakan loyalitas merek melalui kepercayaan merek. Berbeda dengan penelitian Delafrooz dan Fooladi (2015) yang menyatakan hubungan antara kualitas layanan dan kepercayaan merek tidak signifikan. Hubungan antara kualitas layanan berpengaruh positif terhadap kepuasan merek (Delafrooz dan Fooladi, 2015). Setyawan, dkk (2015) mengatakan kepercayaan merek menjadi mediasi variabel dalam hubungan antara, kepercayaan pada perusahaan dan kepuasan merek dengan loyalitas merek. Asadollahi, dkk (2012) juga mengatakan bahwa terdapat efek atau pengaruh antara kepuasan merek dengan 646
SEMNAS FEKON 2016
kepercayaan merek. Brand Satisfaction memiliki pengaruh yang signifikan terhadap brand loyalty pada merek Harley Davidson dan Brand Trust memiliki pengaruh yang signifikan terhadap brand loyalty pada merek Harley Davidson (Kusuma, 2014) Mengacu pada fenomena dan pebedaan hasil peneltian sebagaimana disebutkan di atas, maka peper ini disusun untuk mengembangkan model penguatan brand loyalty dengan menggunakan variabel-variabel di atas sehingga runtutan keterkaitan antar variabel menjadi jelas. Dengan kejelasan keterkaitan antar variabel tersebut langkah-langkah penguatan brand loyalty lebih mudah untuk dilakukan. TINJAUAN PUSTAKA Loyalitas Merek Lau dan Lee (2000) mendefisinikan loyalitas adalah perilaku berniat membeli dan menyarankan ke orang lain untuk melakukan hal yang sama. Kotler (2012) dalam Setyawan, dkk (2015) merek adalah nama, tanda, simbol atau desain atau kombinasi dari semua yang berarti sebagai identifikasi produk atau layanan dan membuat perbedaan dari pesaing. Loyalitas merek merupakan sikap positif konsumen terhadap merek, mempunyai komitmen terhadap merek tersebut dan pembelian tersebut berulang-ulang di masa mendatang (Mowen dan Minor, 2001). Schiffman dan Kanuk (2004) mengatakan loyalitas merek merupakan hasil yang diharapkan dari suatu penelitian mengenai perilaku konsumen. Loyalitas Merek merupakan ukuran keterkaitan pelanggan terhadap suatu merek (Aaker, dkk, 2007). Ukuran ini memberikan gambaran tentang kemungkinan seorang pelanggan beralih ke produk lain terutama pada suatu merek tersebut didapatinya adanya perubahan, baik menyangkut harga atau atribut lain. Jadi, loyalitas merek adalah hasil yang diharapkan dari suatu penelitian mengenai perilaku konsumen, dimana konsumen tersebut melakukan pembelian pada merek dan produk tertentu secara berulang – ulang di masa akan datang. Kualitas Layanan Yang dan Fang dalam Kaur dan Kiran (2015) Kualitas layanan merupakan instrument penting untuk mengukur kepuasan pelanggan. Kualitas layanan merupakan suatu tindakan atau kegiatan tak kasat mata yang ditawarkan oleh satu pihak ke pihak lain dan dapat digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan. Kualitas pelayanan menurut American Society for Quality Control dalam Lupiyoadi (2001) keseluruhan ciri – ciri dan karakteristik – karateristik suatu produk atau jasa dalam kemampuannya memenuhi kebutuhan – kebutuhan yang ditentukan atau bersifat laten. Kepercayaan Merek Aaker (1996), Lassar, et.al (1995) dalam Kusuma (2014) kepercayaan merek merupakan suatu nilai yang dapat diciptakan dan dikembangkan mengatur beberapa aspek yang melebihi kepuasan konsumen terhadap kinerja fungsional produk dan atribu-atributnya. Kepercayaan merek keinginan dan kepercayaan konsumen terhadap suatu merek atau produk, dimana konsumen tersebut merasa puas menggunakan produk tersebut Kepuasan Merek Kepuasan menurut Oliver dalam irawan (2002) merupakan respon pemenuhan dari konsumen. Kepuasan dan ketidakpuasan pelanggan merupakan evaluasi dari pelanggan atas respon ketidaksesuaian atau diskonfirmasi yang dirasakan antara harapan sebelumnya (atau norma kerja lainnya) dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah pemakaiannya. (Tjiptono, 2006)
647
SEMNAS FEKON 2016
Kepuasan merupakan respon pemenuhan dari konsumen atas ketidaksesuaian yang dirasakan antara harapan sebelumnya dengan kinerja produk yang dirasakan setelah pemakaiannya.
Promosi (Iklan) Iklan merupakan media informasi yang dibuat sedemikian rupa agar dapat menarik minat khalayak, orisinil, serta memiliki karakteristik tertentu dan persuasive sehingga para konsumen atau khalayak secara suka rela terdorong untuk melakukan suatu tindakan sesuai dengan yang diinginkan pengiklan (Jefkins, 1997). Promosi merupakan suatu pemberitahuan, pembujukan, dan pengimbasan terhadap keputusan konsumen. (Kotler dan Amstrong, 2001). Promosi merupakan unsur terpenting dalam marketing mix yang digunakan oleh perusahaan untuk meningkatkan volume penjualan dan menciptakan laba bagi perusahaan. Iklan atau promosi merupakan suatu media pemberitahuan atau pembujukan yang dibuat sedemikian rupa untuk mempengaruhi keputusan konsumen. MODEL PENGUATAN BRAND LOYALTY Banyak hal yang bisa dilakukan dalam upaya mingkatkan brand loyalty. Perbaikan kualitas layanan merupakan titik awal yang paling penting dalam penguatan brand loyalty. Peningkatan kualitas layanan akan berdampak pada peningkatan brand trust yang kemudian akan menguatkan brand loyalty. Peningkatan kualitas layanan juga akan meningkatkan brand satisfaction yang pada gilirannya dapat secara langsung menguatkan brand loyalty atau terlebih dahulu melalui tahapan penguatan brand trust baru kemudian menguatkan brand loyalty. Promosi khususnya melalui iklan mempunyai pernan yang penting dalam penguatan brand loyalty. Perbaikan kualitas layanan dan didukung dengan promosi yang baik akan mampu memperbaiki brand trust lebih kuat. Brand satisfaction yang baik dan diringi dengan promosi yang baik maka akan mempunyai daya dorong yang lebih kuat untuk membangun brand loyalty. Secara skematis model penguatan brand loyalty adalah sebagai berikut:
Kualitas layanan
Brand Trust
Brand Loyalty
Brand Satisfaction
PENUTUP
Promosi / Iklan 648
SEMNAS FEKON 2016
Penguatan brand loyalty sangat penting dilakukan oleh setiap perusahaan. Penguatan ini akan berdampak pada performance perusahaan. Banyak cara yang bisa dilakukan untuk meningkatkan brand loyalty suatu perusahaan. Salah satu cara penguatan brand loyalty adalah dengan perbaikan kualitas layanan. Kualitas pelayanan yang meningkat akan berdampak pada brand trust. Brand trust yang meningkat akan menguatkan brand loyalty suatu produk dari perusahaan. Peningkatan kualitas layanan juga dapat meningkatkan brand satisfaction dari produk perusahaan. Peningkatan brand satisfaction berdampak langsung pada penguatan brand loyalty atau terlebih dahulu melalui penguatan brand trust kemudian penguatan brand loyalty. Penelitian ini peneliti menempatkan variabel promosi / iklan sebagai variable moderasi demi mengakaji apakah dengan adanya variable promosi / iklan akan memperkuat atau memperlemah brand loyalty. DAFTAR PUSTAKA Ahmed, Zohaib, Muhammad Rizwan, Mukhtar Ahmad, Misbahul Haq. 2014. Effect of brand trust and customer satisfaction on brand loyalty in Bahawalpur. Journal of Sociological Research ISSN 1948-5468 2014, Vol. 5, No. 1 Asadollahi, Amin, Mohammad Jani, Parisa Pourmohammadi Mojaveri dan Farshad Bastani Allahabadi. 2012. Investigating the Effect of Brand Satisfaction, Brand Trust and Brand Attachment on Purchase Behavior of Customers. Research Journal of Applied Sciences, Engineering and Technology 4(17): 3182-3187 ISSN: 2040-7467 Delafrooz, Narges dan Fooladi, Naeimeh. 2015. EFFECT OF SERVICES QUALITY ON CONSUMER LOYALTY IN THE INSURANCE INDUSTRY. Science Journal Volume- 4 Issue- 1 ISSN: 2319–4731 (p); 2319–5037 Etemadifard, Mehri, Azar Kafashpoor, Ahmad Zendehdel. 2013. The Effect of Brand Communication and Service Quality in the Creation of Brand Loyalty through Brand Trust (Case Study: Samsung's Representatives Company in Mashhad City). Int J Adv Stu Hum Soci Scie. 2013; 1(8):1067-1077 http://ekbis.sindonews.com/read/892478/34/pangsa-pasar-bank-bumn-50-dari-total-transaksi1408350744 diakses tanggal 04 November 2016 https://sharingvision.com/2012/10/pertumbuhan-mesin-edc-di-indonesia-2009-2011/ diakses tanggal 04 November 2016 Jefkins, Frank. (1997). Periklanan. Edisi kedua. Jakarta: Erlangga. Kusuma, Yohanes Surya. 2014. PENGARUH BRAND EXPERIENCE TERHADAP BRAND LOYALTY MELALUI BRAND SATISFACTION DAN BRAND TRUST HARLEY DAVIDSON DI SURABAYA. Jurnal Manajemen Pemasaran Petra Vol.2, No.1, (2014) 111 Kusuma, Yohanes Surya. 2014. PENGARUH BRAND EXPERIENCE TERHADAP BRAND LOYALTY MELALUI BRAND SATISFACTION DAN BRAND TRUST HARLEY DAVIDSON DI SURABAYA. Jurnal Manajemen Pemasaran Petra Vol.2, No.1, (2014) 1-11 OJK. 2015. Bijak Ber-ebanking. Jakarta : Otoritas Jasa Keuangan Schiffman L.G. dan Kanuk L.L. 2004. Consumer Behavior, international edition 8thed. Pearson Prentice Hall : New Jersey. Setyawan, Anton A., Kussudiyarsana, Imronudin. 2015. BRAND TRUST AND BRAND LOYALTY, AN EMPIRICAL STUDY IN INDONESIA CONSUMERS. British Journal of Marketing Studies Vol.4, No.3, pp.37-47, May 2015
649
SEMNAS FEKON 2016
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REVALUASI ASET TETAP (Studi Kasus Pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2014 dan 2015) 1Miftah
Ahmad Rizki Syafiqurrahman
2Muhammad 1Jurusan
Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sebelas Maret [email protected] 2Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sebelas Maret [email protected] Abstrak Terdapat dua cara dalam melakukan penilaian aset tetap, yaitu menggunakan metode biaya atau metode revaluasi. Perusahaan melakukan revaluasi dipengaruhi oleh berbagai hal. Dalam penelitian ini sendiri faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi revaluasi antara lain rasio utang terhadap ekuitas, rasio harga terhadap buku, aset, aset tetap, ilikuiditas, utang luar, deplesi aset dan tahun. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi revaluasi aset tetap. Dari faktor-faktor itu sendiri diharapkan diharapkan dapat menjadi pertimbangan pemerintah untuk memutuskan kebijakan demi meningkatkan jumlah pajak dari revaluasi aset tetap. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Lopes dan Walker (2012). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini merupakan perusahaan manufaktur yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesi (BEI). Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rasio harga terhadap nilai buku dan tahun berpengaruh terhadap revaluasi aset tetap. Pada variabel lain tidak ditemukan pengaruh terhadap revaluasi aset tetap. Kata Kunci: revaluasi aset tetap, rasio laporan keuangan, aset, aset tetap, pajak revaluasi aset tetap PENDAHULUAN Untuk melaksanakan sebuah sistem pemerintahan, sebuah negara tentu memerlukan sebuah pemasukan untuk membiayai pengeluarannya. Negara melakukan pengeluaran pada berbagai bidang demi kesejahteraan seluruh masyarakat. Pengeluaran negara sendiri dapat berupa pengeluaran untuk operasi, sosial, pembayaran utang dan lain-lain. Dalam pendapatan dapat berupa pendapatan lain-lain, hibah, kontribusi dan juga pajak (Nordiawan, Hertianti, dan Mardiasmo, 2010). Pajak sendiri merupakan kontribusi wajib yang dilakukan masyarakat. Bagi sebuah negara, pajak merupakan penerimaan terbesar dan dapat dikatakan pula bahwa pajak merupakan denyut nadi perekonomian sebuah negara. Permasalahan yang terjadi di Indonesia sendiri dimana pemerintah menetapkan target pajak yang cukup tinggi pada tahun 2015 sebesar Rp 1.294 triliun. Demi memenuhi target pajak yang besar itu pemerintah menetapkan PMK No. 191/PMK.010/2015 yang mengatur mengenai tarif pajak revaluasi aset tetap. Tarif PPh Final yang sebelumnya sebesar 10% turun menjadi 3% per 20 Oktober 2015 hingga 31 Desember 2015. Pada 1 Januari 2016 hingga 30 Juni 2016 menjadi 650
SEMNAS FEKON 2016
4% dan 6% untuk 1 Juli 2016 hingga 31 Desember 2016. Hal ini dilakukan pemerintah agar banyak perusahaan melakukan revaluasi aset tetap dan dapat meningkatkan penerimaan dari sektor pajak. Pada kenyataanya strategi tersebut tidak berhasil. Pada akhir November, penerimaan pajak masih jauh dari harapan. Hingga 22 November 2015 penerimaan pajak sendiri baru mencapai Rp 854,04 triliun dari total target penerimaan pajak (KOMPAS, 2015). Jumlah tersebut bila dihitung, baru mencapai 66% dari target. Hal ini juga yang menyebabkan Sigit Priadi Pramudito mundur dari jabatannya sebagai Dirjen Pajak. Masalah ini penting untuk dibahas, karena seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, pajak merupakan penerimaan terbesar negara. Dengan pendapatan tersebut, pemerintah dapat melakukan pembangunan demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui programprogram yang telah direncanakan. Apabila pendapatan suatu negara tidak mencukupi, programprogram yang direncanakan tersebut akan terhambat dan juga akan berdampak pada pembangunan negara. Beberapa penelitian sudah pernah mengungkapkan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi revaluasi aset tetap. Dalam penelitian Lin dan Peasnell (2000) revaluasi dipengaruhi secara positif oleh utang, ukuran perusahaan dan intensitas aset. Sementara dalam penelitian Iatridis dan Kilirgiotis (2012) memperoleh hasil bahwa revaluasi aset tetap dipengaruhi ukuran perusahaan, operasi luar, intensitas aset tetap, leverage dan akusisi. Dalam penelitian Choi, Pae, Park dan Song (2012), perusahaan tertarik melakukan revaluasi aset tetap apabila jumlah aset yang dimiliki besar, rasio leverage tinggi, membutuhkan dana yang besar serta pernah melakukan revaluasi. Dalam penelitian dalam negeri sendiri, Yulistia, Fauziati, Minovia, dan Khairati (2015) tidak menemukan faktor yang signifikan mempengaruhi revaluasi aset. Penelitian ini sendiri mengacu pada penelitian Lopes dan Walker (2012). Pada penelitian tersebut digunakan sampel semua jenis perusahaan kecuali jenis pembiayaan dan asuransi pada tahun 1998 hingga 2004. Pada penelitian ini sampel yang digunakan merupakan perusahaan manufaktur pada tahun 2014 dan 2015 agar lebih mencerminkan keadaan terkini. Penelitian ini sendiri menggunakan perusahaan manufaktur disebabkan di dalam perusahaan manufaktur persentase aset tetap cukup besar sehingga memiliki kemungkinan revaluasi lebih besar. Pada variabel BCG digunakan indeks tata kelola perusahaan berdasarkan BAPEPAM No.KEP134/BL/2006. Pada variabel tahun terdapat perubahan perhitungan dikarenakan tidak terdapat devaluasi di Indonesia pada tahun 2014 dan 2015. Perhitungannya sendiri berdasarkan terjadinya penurunan tarif pajak revaluasi aset tetap di Indonesia. ADR tidak digunakan karena perusahaan yang dual listing hanya sedikit. Pada variabel independen lainnya mengacu pada penelitian sebelumnya. METODE PENELITIAN Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel Populasi merupakan sekumpulan kelompok yang akan diteliti oleh peneliti yang kelompok tersebut dapat berisikan kejadian, manusia, ataupun hal-hal lainnya (Sekaran dan Bougie, 2013). Populasi dalam penelitian ini sendiri merupakan perusahaan manufaktur yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia dari tahun 2014 dan 2015, yaitu berjumlah 284 perusahaan. alasan digunakannya perusahaan manufaktur adalah perusahaan manufaktur cenderung lebih banyak memiliki aset tetap demi kebutuhan dalam produksinya. Oleh karena itu perusahaan manufaktur memiliki kemungkinan lebih besar untuk melakukan revaluasi aset dibandingkan jenis perusahaan lain.
651
SEMNAS FEKON 2016
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling agar bertujuan mendapatkan sampel yang representatif dan sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Sampel sendiri merupakan bagian kecil dari populasi
Definisi Operasional Variabel Penelitian dan Pengukurannya Variabel Independen Dalam penelitian ini terdapat sembilan variabel independen, yaitu rasio utang dengan ekuitas, rasio harga terhadap nilai buku, aset, aset tetap, likuiditas, utang luar, deplesi aset, tahun, dan tata kelola perusahaan. Rasio utang terhadap ekuitas Rasio utang terhadap ekuitas merupakan perbandingan antara rasio utang terhadap ekuitas. Rasio utang pada ekuitas menentukan seberapa besar kemampuan modal perusahaan untuk melunasi kewajiban. Dalam buku Subramanyam dan Wild (2014), rasio ini merupakan salah satu cara untuk menghitung solvabilitas perusahaan. Rumus yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑈𝑡𝑎𝑛𝑔 𝐷/𝐸 = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐸𝑘𝑢𝑖𝑡𝑎𝑠 Rasio harga terhadap nilai buku Rasio harga terhadap nilai buku merupakan perbandingan harga saham dengan ekuitas dibagi dengan nilai buku. digunakan untuk menilai apakah sebuah perusahaan potensial bagi investor. Dalam Subramanyam dan Wild (2014) rasio ini dihitung dengan membagi harga pasar per lembar saham dengan nilai buku per lembar saham. Rasio harga terhadap nilai buku dihitung dengan cara: 𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑃𝑎𝑠𝑎𝑟 𝑃𝑒𝑟 𝐿𝑒𝑚𝑏𝑎𝑟 𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚 𝑃𝑇𝐵 = 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐵𝑢𝑘𝑢 𝑃𝑒𝑟 𝐿𝑒𝑚𝑏𝑎𝑟 𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚 Aset Aset perusahaan sendiri menggambarkan jumlah manfaat ekonomi yang dikendalikan perusahaan. Aset dalam penelitian sebelumnya, Lopes dan Walker (2012) dihitung dengan menjumlahkan seluruh aset, sehingga dalam penelitian ini, aset dihitung dengan cara: 𝐴𝑆𝑆𝐸𝑇𝑆 = 𝐿𝑛 (𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡) Aset tetap Aset tetap menggambarkan jumlah aset yang termasuk dalam kelompok aset tetap yang dimiliki perusahaan. Lopes dan Walker (2012) menghitung aset tetap dengan cara membagi aset tetap dengan seluruh jumlah aset, sehingga, aset tetap dihitung dengan cara: 𝐴𝑠𝑒𝑡 𝑇𝑒𝑡𝑎𝑝 𝐹𝐼𝑋𝐸𝐷𝐴𝑆𝐸𝑇𝑆 = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡
652
SEMNAS FEKON 2016
Ilikuiditas Ilikuditas merupakan kebalikan dari likuiditas, dimana ilikuiditas menggambarkan ketidaklancaran suatu perusahaan. Perhitungan Ilikuditas sendiri harus dapat menggambarkan ilikuiditas itu sendiri dan pada periode yang tepat (Wang dan Kong, 2011). Ilikuiditas dihitung Lopes dan Walker (2012) dengan membagi aset lancar dengan utang lancar. Ilikuiditas dihitung dengan cara: 𝑈𝑡𝑎𝑛𝑔 𝐿𝑎𝑛𝑐𝑎𝑟 𝐼𝐿𝐼𝑄𝑈𝐼𝐷𝐼𝑇𝑌 = 𝐴𝑠𝑒𝑡 𝐿𝑎𝑛𝑐𝑎𝑟 Utang Luar Utang menggambarkan jumlah kewajiban lancar dan tidak lancar perusahaan. Utang luar sendiri merupakan kewajiban perusahaan kepada kreditor luar negeri. Dalam penelitian Lopes dan Walker (2012) utang dihitung dengan cara: 1 = 𝑎𝑝𝑎𝑏𝑖𝑙𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑢𝑠𝑎ℎ𝑎𝑎𝑛 𝑚𝑒𝑚𝑖𝑙𝑖𝑘𝑖 𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑑𝑜𝑙𝑙𝑎𝑟 0 = 𝑎𝑝𝑎𝑏𝑖𝑙𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑢𝑠𝑎ℎ𝑎𝑎𝑛 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑚𝑒𝑚𝑖𝑙𝑖𝑘𝑖 𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑑𝑜𝑙𝑙𝑎𝑟 Deplesi Aset Deplesi aset disini menggambarkan perbandingan antara jumlah depresiasi dengan jumlah aset tetap. Dalam Lopes dan Walker (2012) deplesi aset dihitung dengan cara: 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐴𝑘𝑢𝑚𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖 𝐷𝑒𝑝𝑟𝑒𝑠𝑖𝑎𝑠𝑖 𝐴𝑆𝑆𝐸𝑇𝐷𝐸𝑃𝐿𝐸𝑇𝐼𝑂𝑁 = 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑡𝑒𝑟𝑐𝑎𝑡𝑎𝑡 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐴𝑠𝑒𝑡 𝑇𝑒𝑡𝑎𝑝 Tahun Dalam variabel tahun, dihitung dengan cara: 0 = 𝑙𝑎𝑝𝑜𝑟𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑢𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 2014 1 = 𝑙𝑎𝑝𝑜𝑟𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑢𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 2015 Tata Kelola Perusahaan Dalam tata kelola perusahaan, dihitung dengan cara: 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡 𝐺𝐶𝐺 = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑆𝑘𝑜𝑟 Variabel Dependen Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah revaluasi aset. Berdasarkan Lin dan Peasnell (2000) revaluasi aset dihitung dengan cara: 1 = 𝑎𝑝𝑎𝑏𝑖𝑙𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑢𝑠𝑎ℎ𝑎𝑎𝑛 𝑚𝑒𝑙𝑎𝑘𝑢𝑘𝑎𝑛 𝑟𝑒𝑣𝑎𝑙𝑢𝑎𝑠𝑖, 0 = 𝑎𝑝𝑎𝑏𝑖𝑙𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑢𝑠𝑎ℎ𝑎𝑎𝑛 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑚𝑒𝑙𝑎𝑘𝑢𝑘𝑎𝑛 𝑟𝑒𝑣𝑎𝑙𝑢𝑎𝑠𝑖 Pengujian Hipotesis Dalam pengujian ini, penelitian ini menggunakan analisis regresi logistik. Alasan digunakan regresi logistik adalah dikarenakan variabel dependen dalam penelitian ini merupakan kategori. Persamaan regresi berganda dalam penelitian ini dalah sebagai berikut: 𝑅𝐸𝐴𝑉𝐴𝐿 = 𝛽0 + 𝛽1 𝐷/𝐸 − 𝛽2 𝑃𝑇𝐵 + 𝛽3 𝐴𝑆𝑆𝐸𝑇𝑆 + 𝛽4 𝐹𝐼𝑋𝐸𝐷𝐴𝑆𝐸𝑇𝑆 + 𝛽5 𝐼𝐿𝐼𝑄𝑈𝐼𝐷𝐼𝑇𝑌 + 𝛽6 𝐸𝑋𝑇𝐸𝑅𝑁𝐴𝐿𝐷𝐸𝐵𝑇 + 𝛽7 𝐴𝑆𝑆𝐸𝑇𝐷𝐸𝑃𝐿𝐸𝑇𝐼𝑂𝑁+𝛽8 𝑌𝐸𝐴𝑅 + 𝛽₉𝐺𝐶𝐺 + 𝑒
653
SEMNAS FEKON 2016
Tabel 1 Keterangan Persamaan Regresi Berganda Simbol Keterangan REAVAL
Revaluasi
D/E
Rasio utang terhadap ekuitas
PTB
Rasio harga terhadap nilai buku
ASSETS
Aset
FIXEDASETS
Aset Tetap
ILIQUIDITY
Ilikuiditas
EXTERNALDEBT
Utang Luar
ASSETDEPLETION Deplesi Aset YEAR
Tahun
GCG
Tata Kelola Perusahaan
β₀
Konstan
β₁- β₉
Koefisien Regresi
E
Error
HASIL PENELITIAN Analisis Deskriptif Analisis deskriptif dalam penelitian ini akan menguji mengenai mean (nilai rata-rata), standar deviasi, nilai minimum dan maksimum dari tiap-tiap variabel. Hal ini dilakukan untuk mengetahui gambaran dari data sampel. Berikut ini merupakan klasifikasi perusahaan yang melakukan revaluasi dan hasil analisis deskriptif: Berdasarkan hasil analisis deskriptif, akan dijelaskan mengenai statistik deskriptif mengenai revaluasi aset tetap, rasio utang terhadap ekuitas, rasio harga terhadap nilai buku, aset, aset tetap, ilikuiditas, utang luar, deplesi aset dan tahun. Variabel revaluasi aset tetap (REAVAL) memiliki nilai maksimum 1 dan nilai minimum 0. Untuk rata-ratanya sebesar 0,814 dengan standar deviasi 0,388. Dapat disimpulkan bahwa perusahaan manufaktur yang melakukan revaluasi aset masih sangat sedikit. Untuk variabel rasio utang (D/E) terhadap ekuitas, terdapat nilai maksimum 8,710 dan minimum 0,070. Perusahaan dengan rasio utang terhadap ekuitas maksimum adalah Tirta Mahakam Resources dan minimum adalah Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk. Rasio utang terhadap ekuitas memiliki rata-rata 1,195 dengan standar deviasi 1,347. Variabel rasio harga buku terhadap nilai buku (PTB) memiliki nilai rata-rata sebesar 15,972 dengan deviasi 142,872. Nilai minimum dan maksimum variabel ini adalah 0,080 dan 1955,290. Nilai minimum dan maksimum sendiri terdapat pada Nusantara Inti Corpora Tbk dan Japfa Comfeed Indonesia Tbk. 654
SEMNAS FEKON 2016
Variabel aset (ASSETS) memiliki nilai rata-rata 28,264 dengan deviasi 1,710. Untuk nilai maksimum dan minimumnya sebesar 36,48 dan 23,33. Nilai maksimum dan minimum terdapat pada Champion Pasific Indonesia Tbk dan Kedaung Indag Can Tbk. Variabel aset tetap (FIXEDASETS) memiliki nilai rata-rata 0,351 dengan deviasi 0,209 Untuk nilai maksimum dan minimumnya sebesar 0,900 dan 0,00. Nilai maksimum dan minimum terdapat pada Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk dan Kimia Farma Tbk. Nilai maksimum dan minimum terdapat pada variabel ilikuiditas (ILIQUIDITY) adalah nilai rata-rata 0,639 dengan deviasi 0,398. Untuk nilai maksimum dan minimumnya sebesar 2,220 dan 0,080. Nilai maksimum dan minimum terdapat pada Nusantara Inti Corpora Tbk dan Duta Pertiwi Nusantara. Hasil Penelitian dan Analisis Data Berdasarkan uji Homesher dan Lemeshow, penelitian ini memiliki chi square sebesar 10,795 dengan tingkat derajat bebas dan nilai signifikan 0,214. Berdasarkan Ghozali (2011), hasil ini dapat disimpulkan bahwa terdapat kecocokan antara model dengan data empiris dikarenakan nilai signifikan diatas 0,05. Pada pengujian model fit, terjadi penurunan 27,722. Dengan adanya penurunan nilai, hal ini menunjukkan penambahan variabel independen ke model yang digunakan akan memperbaiki model fit. Pada hasil pengujian keseluruhan model, nilai dari Nagelkerke R Square sebesar 0,215 atau 21,5%. Hal ini menunjukkan bahwa variabel rasio utang terhadap ekuitas, rasio harga terhadap buku, aset, aset tetap, ilikuiditas, utang luar, deplesi aset dan tahun mampu menjelaskan variabel revaluasi aset tetap sebesar 21,5% dan 78,5% dijelaskan oleh variabel lain.
Variables β₀ D/E PTB ASSETS FIXEDASETS ILIQUIDITY EXTERNALDEBT ASSETDEPLETION
Β -2,15 0,184 -0,53 0,048 1,493 -1,21 -0,57 -0,66
Tabel 2 Uji Wald Wald Sig. 0,29 0,59 1,2 0,27 6,37 0,01*** 0,11 0,75 1,66 0,2 2,36 0,13 1,15 0,29 0,08 0,78
YEAR 1,019 5,66 0,02** GCG 0,023 0 0,99 Keterangan: ***; **; * signifikan pada level 1%; 5%; 10% D/E= rasio utang terhadap ekuitas; PTB= rasio harga terhadap nilai buku; ASSETS=aset; FIXEDASSETS= aset tetap; ILIQUIDITY= ilikuiditas; EXTERNALDEBT=utang luar; ASSETDEPLETION=deplesi aset; YEAR=tahun; GCG=good corporate governance Hasil ini dari pengujian variabel rasio utang terhadap ekuitas adalah sebesar 0,184 dengan nilai signifikan 0,273. Hal menunjukkan bahwa rasio utang terhadap ekuitas tidak berpengaruh 655
SEMNAS FEKON 2016
secara signifikan terhadap revaluasi aset tetap. Hasil ini tidak mendukung hipotesis pertama penelitian ini. Dalam prakteknya sendiri, biaya serta pajak revaluasi aset tetap menjadi faktor utama perusahaan dengan rasio utang terhadap ekuitas yang tinggi tidak melakukan revaluasi. Tidak ada arus kas sebenarnya yang masuk padahal perusahaan harus mengeluarkan biaya yang cukup besar menjadi faktor yang sangat besar, lebih lagi untuk perusahaan yang memiliki utang yang cukup besar. Menurut Lin dan Peasnell (2000) perusahaan dalam melakukan revaluasi akan memikirkan antara biaya dan manfaat juga. Hasil penelitian ini sendiri tidak sejalan dengan Lopes dan Walker (2012). Hasil ini dari pengujian variabel rasio harga terhadap nilai buku adalah sebesar -0,527 dengan nilai signifikan 0,012. Hal menunjukkan bahwa rasio harga terhadap nilai buku berpengaruh secara signifikan terhadap revaluasi aset tetap. Hasil ini mendukung hipotesis pertama penelitian ini. Hasil penelitian ini sendiri sejalan dengan Lin dan Peasnell (2000) dan Choi, Pae, Park dan Song (2012). Hasil penelitian ini juga sejalan dengan Lopes dan Walker (2012). Hasil ini dari pengujian variabel aset adalah sebesar 0,048 dengan nilai signifikan 0,746. Hal menunjukkan bahwa aset tidak berpengaruh secara signifikan terhadap revaluasi aset tetap. Hasil ini tidak mendukung hipotesis ketiga penelitian ini. Hasil penelitian ini sendiri tidak sejalan dengan Lin dan Peasnell (2000), dan Lopes dan Walker (2012). Tetapi hasil ini sejalan dengan penelitian Yulistia, dkk (2015) Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, perusahaan dalam melakukan revaluasi akan memikirkan biaya dan manfaat juga (Lin dan Peasnell, 2000). Yulistia, dkk (2015) menyatakan bahwa dalam melakukan revaluasi, total aset bukan merupakan faktor penentu. Hal ini dikarenakan pada prakteknya, apabila aset semakin besar, maka kenaikan aset juga akan semakin besar. hal ini menyebabkan pajak yang besar juga harus dibayar yang mana harus dibayar langsung kecuali memenuhi syarat-syarat agar boleh diangsur. Hasil ini dari pengujian variabel aset tetap adalah sebesar 1,493 dengan nilai signifikan 0,198. Hal menunjukkan bahwa aset tetap tidak berpengaruh secara signifikan terhadap revaluasi aset tetap. Hasil ini tidak mendukung hipotesis keempat penelitian ini. Hasil penelitian ini sendiri tidak sejalan dengan Lin dan Peasnell (2000), dan Lopes dan Walker (2012). Tetapi hasil ini sejalan dengan penelitian Yulistia, dkk (2015). Sama seperti sebelumnya, penulis menduga walaupun perusahaan memiliki aset tetap yang besar besarnya biaya serta pajak revaluasi aset tetap menjadi faktor yang membuat perusahaan tidak melakukan revaluasi. Hasil ini dari pengujian variabel ilikuiditas adalah sebesar -1,210 dengan nilai signifikan 0,125. Hal menunjukkan bahwa ilikuiditas tidak berpengaruh secara signifikan terhadap revaluasi aset tetap. Hasil ini tidak mendukung hipotesis kelima penelitian ini. Hasil penelitian ini sendiri tidak sejalan dengan Lin dan Peasnell (2000), dan Lopes dan Walker (2012). Penulis menduga dalam prakteknya perusahaan yang memiliki utang jangka pendek yang besar, besar berarti perusahaan harus akan ada biaya yang harus dibayar pada tahun tersebut. Apabila perusahaan melakukan revaluasi biaya tersebut akan bertambah besar dimana perusahaan harus melakukan pembayaran pajak final revaluasi aset tetap. Hasil ini dari pengujian penelitian utang luar adalah sebesar -0,568 dengan nilai signifikan 0,285. Hal menunjukkan bahwa utang luar tidak berpengaruh secara signifikan terhadap revaluasi aset tetap. Hasil ini tidak mendukung hipotesis keenam penelitian ini. Hasil penelitian ini sendiri tidak sejalan dengan Lopes dan Walker (2012). Penulis menduga walaupun perusahaan memiliki utang luar tidak akan melakukan revaluasi karena mempertimbangkan manfaat dan biaya. Perusahaan yang memiliki utang luar, cenderung memiliki utang lebih besar. Apabila perusahaan 656
SEMNAS FEKON 2016
melakukan revaluasi aset makan akan ada biaya biaya dan pajak yang harus dibayar padahal tidak terjadi aliran masuk kas yang nyata. Hasil ini dari pengujian variabel deplesi aset adalah sebesar -0,66 dengan nilai signifikan 0,777. Hal menunjukkan bahwa deplesi aset tidak berpengaruh secara signifikan terhadap revaluasi aset tetap. Hasil ini tidak mendukung hipotesis ketujuh penelitian ini. Hasil penelitian ini sendiri tidak sejalan dengan Lopes dan Walker (2012). Penulis menduga dalam prakteknya perusahaan memiliki memiliki akumulasi depresiasi yang besar, perusahaan tidak melakukan revaluasi dikarenakan terdapat resiko penurunan aset. Selain itu besarnya pajak dan biaya revaluasi menjadi pertimbangan juga bagi perusahaan. Hasil ini dari pengujian variabel tahun adalah sebesar 1,019 dengan nilai signifikan 0,017. Hal menunjukkan bahwa tahun berpengaruh secara signifikan terhadap revaluasi aset tetap. Hasil ini mendukung hipotesis kedelapan penelitian ini. Turunnya pajak revaluasi aset tetap memang menjadi motivasi perusahaan untuk melakukan revaluasi. Pada kenyataannya memang terbukti terjadi kenaikan perusahaan yang melakukan revaluasi pada tahun 2015 dibandingkan tahun 2014. Hasil ini dari pengujian variabel GCG adalah sebesar 0,023 dengan nilai signifikan 0,0985. Hal menunjukkan bahwa GCG tidak berpengaruh secara signifikan terhadap revaluasi aset tetap. Hasil ini tidak mendukung hipotesis terakhir penelitian ini. Pada kenyataannya memang terbukti terjadi kenaikan perusahaan yang melakukan revaluasi pada bukan untuk meningkatkan kualitas laporan keuangan, tetapi memperbaiki laporan keuangan. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan pada 196 perusahaan manufaktur yang telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), maka dapat ditarik beberapa kesimpulan. Corporate governance tidak berpengaruh terhadap revaluasi aset tetap. Kebanyakan perusahaan melakukan revaluasi untuk memperbaiki laporan keuangan. Biaya serta pajak revaluasi aset tetap juga menjadi salah satu faktor. Rasio utang terhadap ekuitas tidak berpengaruh terhadap revaluasi aset tetap. Hal ini cukup menarik dikarenakan penelitian sebelumnya di negara lain, rasio utang terhadap ekuitas berpengaruh terhadap revaluasi aset tetap. Biaya serta pajak revaluasi aset tetap menjadi faktor utama perusahaan dengan rasio utang terhadap ekuitas yang tinggi tidak melakukan revaluasi. Berbeda dengan rasio utang terhadap ekuitas, rasio harga terhadap nilai buku berpengaruh terhadap revaluasi aset tetap. Hasil ini mendukung hasil hipotesis kedua. Hal ini terjadi karena semakin tinggi harga saham perusahaan, semakin tinggi tingkat kepercayaan investor. Perusahaan tidak akan melakukan revaluasi dikarenakan terdapat resiko penurunan nilai aset. Besarnya biaya serta pajak revaluasi aset tetap, kemungkinan besar juga menjadi alasan perusahaan dengan aset besar tidak melakukan revaluasi. Hal ini dilihat dari hipotesis ketiga yang tidak didukung oleh hasil penelitian. Hasil penelitian memperlihatkan aset tidak memiliki pengaruh terhadap revaluasi. Sama seperti aset, aset tetap tidak berpengaruh terhadap revaluasi aset tetap. Hasil ini tidak mendukung hasil hipotesis keempat. Sama seperti aset, biaya serta pajak revaluasi aset tetap menjadi faktor utama perusahaan dengan aset tetap tinggi tidak melakukan revaluasi. Ilikuiditas tidak berpengaruh terhadap revaluasi aset tetap. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis kelima. Hal ini disebabkan biaya serta pajak revaluasi aset tetap juga menjadi faktor dalam hal ini. Utang luar dan tata kelola perusahaan juga tidak berpengaruh terhadap revaluasi aset tetap. Hasil ini tidak mendukung hasil hipotesis keenam. Hal ini disebabkan perusahaan mungkin tidak mau mengambil revaluasi aset dikarenakan biaya dan pajak yang harus dibayar padahal tidak terjadi aliran masuk kas yang nyata. Selanjunya, deplesi aset tidak berpengaruh terhadap revaluasi 657
SEMNAS FEKON 2016
aset tetap. Hasil ini tidak mendukung hasil hipotesis ketujuh. Perusahaan yang memiliki akumulasi depresiasi yang besar tidak melakukan revaluasi dikarenakan terdapat resiko penurunan aset. Selain itu bila dilakukan revaluasi, terdapat kemungkinan terdapat kenaikan yang cukup signifikan akan terjadi dikarenakan penurunan yang besar pula. Hal ini dapat menyebabkan pajak yang besar terjadi. Sama halnya dengan rasio harga terhadap nilai buku, tahun berpengaruh terhadap revaluasi aset tetap. Hasil ini mendukung hipotesis kedelapan. Hal ini disebabkan perusahaan akan memanfaatkan tarif pajak yang turun untuk melakukan revaluasi aset tetap.
Saran Melihat keterbatasan penelitian ini, penulis memberikan saran untuk menambah sampel dengan memperpanjang periode penelitian. Selain itu penelitian selanjutnya dapat menggunakan variabel lain yang tidak digunakan dalam penelitian ini. Salah satu contohnya adalah biaya penilaian kembali (appraisal cost). DAFTAR PUSTAKA Choi, T., Pae, J., Park, S., dan Song, Y. (2013). Asset Revaluations: Motives and Choice of Items to Revalue. Asia-Pacific Journal of Accounting & Economics, 20 (2), 144-171 Ghozali, I. (2011). Aplikasi Analisis Multivariative dengan Program IBM SPSS 19. Badan Penerbit Universitas Dipenogoro. Semarang. Iatridis, G., dan Kilirgiotis, G. (2012). Incentives for Fixed Asset Revaluations: the UK Evidence. Journal of Applied Accounting Research, 13 (1), 5-20 Kompas. (2015). Saat Jadi Dirjen Pajak, Sigit Akui Beberapa Kebijakan Tak Berjalan. .Diunduh di http://bisniskeuangan.kompas.com. Diperoleh 20 April 2016 Lin, Y., dan Peasnell, K. (2000). Fixed Asset Revaluation and Equity Depletion in the UK. Journal of Business Finance and Accounting, 27 (3), 359-394 Lopes, A., dan Walker, M. (2012). Asset Revaluations, Future Firm Performance and FirmLevel Corporate Governance Arrangements: New Evidence from Brazil. The British Accounting Review, 44 (1), 53–67. Nordiawan, D., Hertianti, A., dan Mardiasmo. (2010). Akuntansi Sektor Publik Jilid 2. Jakarta: Salemba Empat. Sekaran, Uma dan Bougie, R (2013). Research Methods for Business: A Skill Building Approach. John Wiley & Sons. UK, 2013 Subramanyam, K., dan Wild, J. (2014). Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: Salemba Empat. Wang, M. dan Kong, D. (2011). Illiquidity and Asset Pricing in the Chinese Stock Market. China Finance Review International, 1 (1), 57-77 Yulistia, R., Fauziati, P., Minovia, A., dan Khairati, D (2015). Pengaruh Leverage, Arus Kas Operasi, Ukuran Perusahaan dan Fixed Asset Intensity terhadap Revaluasi Aset Tetap Simposium Nasional Akuntansi, Medan.
658
SEMNAS FEKON 2016
ANALISIS ANOMALI PASAR MODAL DI BURSA EFEK INDONESIA Ratih Paramitasari UPBJJ-UT Surakarta Email: [email protected] Abstrak Fenomena anomali pasar efisien berupa day of the week effect terjadi karena banyaknya investor yang mengetahui informasi yang sama di pasar modal sehingga mengakibatkan terjadinya penyimpangan hipotesis pasar efisien. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan terjadinya anomali pasar Monday Effect, Weekend effect, dan Rogalski Effect. Penelitian dilakukan dengan menggunakan sampel saham perusahaam yang masuk kategori LQ45 periode 2011-2014 di Bursa Efek Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terjadi Monday Effect, Weekend Effect, dan Rogalski Effect selama periode penelitian. Hal ini dapat dijelaskan bahwa pada return saham hari Senin harga saham tidak lebih rendah dari return saham hari non Senin, return hari Jumat tidak lebih tinggi dari return saham hari non Jumat, dan return hari Senin di bulan Januari tidak lebih tinggi dari return hari Senin di bulan non Januari. Kata Kunci: Monday Effect, weekend effect, rogalski effect PENDAHULUAN Banyaknya investor yang mengetahui informasi yang sama di pasar modal mengakibatkan terjadinya penyimpangan hipotesis pasar efisien. Penyimpangan ini disebut anomali pasar efisien. Menurut hipotesis pasar efisien, pasar yang efisien adalah pasar dimana harga semua sekuritas yang diperdagangkan telah mencerminkan semua informasi yang tersedia, baik informasi di masa lalu, informasi saat ini, maupun informasi yang bersifat pendapat atau opni rasional yang beredar di pasar yang mempengaruhi harga (Tendelilin, 2001). Namun kenyataannya, pada pasar modal yang efisien, investor tidak dapat menggunakan informasi tersebut untuk mendapatkan keuntungan maksimal karena investor menghadapi kesulitan untuk mendapatkan keuntungan maksimal. Investor menghadapi kesulitan untuk mendapatkan keuntungan karena banyaknya
659
SEMNAS FEKON 2016
invesor yang sama dalam pola investasinya sehingga pola investasi tersebut tidak efektif lagi bagi investor. Menurut teori pasar efisien, return saham harian cenderung akan memiliki besaran yang sama di setiap harinya selama lima hari masa perdagangan. Namun teori tersebut bertentangan dengan fenomena yang ada yaitu Monday Effect dan Weekend Effect yang merupakan bagian dari day of the week effect. Banyak penelitian diluar maupun didalam negeri yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan return saham karena pengaruh hari perdagangan (Prasetyo, 2006). Monday Effect menyatakan bahwa adanya return saham yang negatif di hari Senin sedangkan Weekend Effect menyatakan bahwa return positif terjadi pada hari Jumat (Mulyadi dan Anwar, 2009). Penelitian tentang Monday Effect telah dilakukan oleh Iramani dan Mahdi (2006) yang menemukan adanya fenomena Monday Effect pada Bursa Efek Jakarta pada tahun 2005, penelitian Cahyaningdyah dan Witiastuti (2010) juga membuktikan bahwa terjadi Monday Effect pada periode 2004-2006. Sedangkan pada penelitian Azlina (2009), membuktikan bahwa munculnya gejala Monday Effect di Bursa Efek Indonesia tidak stabil dan bervariasi dari tahun ke tahun sepanjang Januari 2005 – Desember 2007. Sedangkan Satoto (2011) berhasil membuktikan bahwa Monday Effect tidak terkadi pada saham LQ45 periode tahun 2009-2010. Penelitian tentang Weekend Effect dilakukan oleh Cahyaningdyah dan Witiastuti (2010) dengan hasil penelitiannya yang berhasil membuktikan adanya Weekend Effect pada 70 saham yang aktif di perdagangkan selama periode penelitian 2004-2006. Sularso, et.al (2011) menganalisis anomali Weekend Effect pada saham kategori LQ45 selama periode Agustus 2010 sampai Januari 2011 di Bursa Efek Indonesia, yang hasil penelitiannya menunjukkan bahwa tidak terjadi Weekend Effect selama periode pengamatan. Luhgiatno (2013) dalam penelitiannya juga membuktikan bahwa Weekend Effect pada IHSG dan Indeks LQ45 periode 2009-2010 tidak terjadi, hal ini terjadi karena investor tidak menganggap Senin dan Jumat hari yang berbeda, sehingga kebiasaan mereka tidak berubah dari hari yang biasa serta investor pada umumnya mereka sudah profesional dalam bidang investasi. Satoto (2011) berhasil membuktikan terjadinya Rogalski Effect pada saham LQ45 di Bursa Efek Indonesia perode 2009-2010, yang menunjukkan penyampaian laporan keuangan direspon positif oleh pasar. Penelitian yang lain menunjukkan bahwa efek Rogalski (Rogalski Effect) tidak terjadi di Indeks LQ45 Bursa Efek Indonesia periode 2011-2012 dikarenakan ratarata return setiap bulannya adalah signifikan negative Maliasari (2014). Iramani dan Mahdi (2006) juga menganalisis anomali Rogalski Effect dan hasil penelitiannya membuktikan tidak terjadi Rogalski Effect pada saham LQ45 pada tahun 2005. Studi anomali terhadap pasar efisien bukan merupakan suatu masalah baru tetapi masalah lama yang masih harus diteliti. Belum adanya konsistensi ada atau tidaknya anomali pasar di Indonesia merupakan tantangan bahwa fenomena anomali pasar masih harus terus diuji. Berdasarkan latar belakang tersebut, masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah apakah terdapat anomali pasar Monday Effect, Weekend Effect, dan Rogalski Effect di Bursa Efek Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan bahwa terdapat anomali pasar Monday Effect, Weekend Effect, dan Rogalski Effect di Bursa Efek Indonesia. Anomali Pasar Monday Effect Cahyaningdyah dan Witiastuti (2010) mendefinisikan Monday Effect adalah return saham secara signifikan negatif pada hari Senin. Adanya bad news pada hari Jumat sore juga menjadi
660
SEMNAS FEKON 2016
faktor bagi investor menjual sahamnya untuk mengurangi terjadinya kepanikan pada investor, yang di reaksi negatif oleh pasar sehingga mengakibatkan menurunya harga saham pada Senin. Penelitian tentang Monday Effect twlah dilakukan oleh Iramani dan Mahdi (2006) yang membuktikan adanya fenomena Monday Effect pada Bursa Efek Jakarta pada 2005. Penelitian Azlina (2009) membuktikan bahwa munculnya gejala Monday Effect di Bursa Efek Indonesia tidak stabil dan bervariasi dari tahun ke tahun sepanjang Januari 2005 – Desember 2007, sedangkan pada penelitian Cahyaningdyah dan Widiastuti (2010) membuktikan terjadinya Monday Effect pada periode 2004-2006 di Bursa Efek Indonesia. H1: Terdapat anomali pasar Monday Effect di Bursa Eefek Indonesia Weekend Effect Cahyaningdyah dan Widiastuti (2010) (2010) mendefinisikan Weekend Effect adalah return Jumat merupakan return tertinggi dibandingkan return hari perdagangan lainnya. Dimana terdapat peningkatan aktivitas perdagangan yang dilakukan oleh investor pada Jumat dan terdapat kecenderungan bahwa investor cenderung untuk melakukan penjualan dibandingkan pembelian. Penelitian tentang Weekend Effect telah dilakukan oleh Cahyaningdyah dan Witiastuti (2010) yang hasil penelitiannya berhasil membuktikan adanya Weekend Effect pada 70 saham yang aktif di perdagangkan selama periode penelitian 2004-2006. Ramadhani (2015) juga melakukan penelitian yang hasilnya menunjukkan bahwa Weekend Effect terjadi secara parsial pada kelompok indeks saham LQ45 dan JII di tahun 2011, 2012, dan 2013. Rata-rata return hari Jumat ditemukan signifikan lebih tinggi daripada rata-rata return saham hari non Jumat yaitu hari Jumat-Senin dan Jumat Kamis. Sedangkan untuk hari Jumat-Selasa dan Jumat-Rabu, rata-rata return hari Jumat tidak lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata return hari non Jumat. H2: Terdapat anomali pasar Weekend Effect di Bursa Eefek Indonesia Rogalski Effect Kecenderungan return yang lebih tinggi pada bulan Januari menyebabkan munculnya fenomena Rogalski Effect. Fenomena Rogalski Effect ini merupakan fenomena yang ditemukan oleh seorang peneliti bernama Rogalski di tahun 1984 yang mengemukakan adanya hubungan yang menarik antara day of the week effect dengan January effect yaitu ditemukan bahwa rata-rata return negatif pada hari Senin, menghilang pada bulan Januari. Hal ini disebut dengan January Effect, yaitu adanya kecenderungan return yang lebih tinggi pada bulan Januari dibandingkan dengan bulan-bulan yang lainnya. Satoto (2011) berhasil membuktikan terjadinya Rogalski Effect pada saham LQ45 di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2010, hal ini menunjukkan penyampaian laporan keuangan direspon positif oleh pasar. Cahyaningdyah dan Witiastuti (2010) juga melakukan analisis dan hasil penelitiannya berhasil membuktikan adanya Rogalski Effect pada 70 saham yang aktif di perdagangkan selama periode penelitian 2004-2006 di Bursa Efek Indonesia. H4: Terdapat anomali pasar Rogalski Effect di Bursa Eefek Indonesia METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Indonesia dengan populasi seluruh perusahaan yang masuk kategori LQ45 terdaftar pada Bursa Efek Indonesia selama periode tahun 2011 sampai dengan tahun 2014. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling. Kriteria penentuan sampel dalam penelitian ini adalah saham perusahaan yang masuk kategori LQ45 secara berturut-turut dengan periode pengamatan tahun 2011 sampai dengan 2014 dan 661
SEMNAS FEKON 2016
mempunyai data harga saham penutupan harian yang lengkap selama periode yang telah ditentukan. Teknik Analisis Data Pengujian Normalitas Data Uji normalitas menggunakan Kolmogorov- smirnov Test, jika nilai sign > 0,05, maka artinya sampel terdistribusi normal. Sebaliknya jika nilai sign < 0,05, maka artinya sampel tidak terdistribusi normal. Pengujian Hipotesis 1 Untuk menguji hipotesis 1 yaitu apakah terdapat anomali pasar Monday Effect digunakan pengujian independen sample t-test jika data terdistribusi normal sedangkan jika data tidak tersistribusi normal maka digunakan uji Wilcoxon Test. Hipotesis statistik pengujiannya sebagai berikut: Ho: µ1 ≥ µ2 H1: µ1 < µ2 Dimana: µ1 = rata-rata return hari Senin µ2 = rata-rata return non hari Senin (Selasa, Rabu, Kamis, Jumat) Jika Probabilitas > 0.05 maka Ho diterima, jika Probabilitas < 0.05 maka Ho ditolak. Untuk menguji hipotesis 2 yaitu apakah terdapat anomali pasar Weekend Effect digunakan pengujian independent sample t-test jika data terdistribusi normal sedangkan jika data tidak tersistribusi normal maka digunakan uji Wilcoxon Test. Hipotesis statistik pengujiannya sebagai berikut: Ho: µ1 ≤ µ2 H1: µ1 > µ2 Dimana: µ1 = rata-rata return hari Jumat µ2 = rata-rata return non hari Jumat (Senin, Selasa, Rabu, dan Kamis) Jika Probabilitas > 0.05 maka Ho diterima, jika Probabilitas < 0.05 maka Ho ditolak. Untuk menguji hipotesis 3 yaitu apakah terjadi Rogalski Effect di Bursa Efek Indonesia digunakan pengujian independent sample t-test jika data terdistribusi normal sedangkan jika data tidak tersistribusi normal maka digunakan uji Wilcoxon Test. Hipotesis statistik pengujiannya sebagai berikut: Ho: µ1 ≤ µ2 H1: µ1 > µ2 Dimana: µ1 = rata-rata return Senin pada bulan Januari µ2 = rata-rata return Senin pada bulan non Januari Jika Probabilitas > 0.05 maka Ho diterima, jika Probabilitas < 0.05 maka Ho ditolak. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Statistik Deskriptif Return Saham Tabel 1 Statistik Deskriptif Abnormal Return Rata-rata
Std Dev
Min
Max 662
SEMNAS FEKON 2016
Senin -0,00005 0,005214 -0,052 0,021 Selasa -0,00053 0,004457 -0,031 0,009 Rabu 0,00007 0,004439 -0,032 0,018 Kamis 0,00023 0,004381 -0,019 0,032 Jumat -0,00039 0,004520 -0,029 0,018 Sumber : data diolah Tabel 1 menunjukkan rata-rata abnormal return harian selama tahun 2011, 2012, 2013, dan 2014. Dari data tersebut, diketahui bahwa rata-rata abnormal return terendah terjadi terjadi pada hari Selasa yaitu sebesar -0,00053, sedangkan rata-rata abnormal return tertinggi terjadi pada hari Kamis. Nilai deviasi standar tertinggi terjadi pada hari Senin, hal ini dapat disimpulkan bahwa hari Senin memiliki risiko terbesar dibandingkan hari perdagangan lainnya. Sedangkan deviasi standar terkecil terjadi pada hari Kamis yang berarti bahwa hari Kamis memiliki risiko terkecil dibandingkan hari perdagangan lainnya. Nilai deviasi standar yang lebih besar daripada rata-rata abnormal return menunjukkan bahwa risiko yang dihadapi investor lebih besar daripada return yang akan diperoleh. Pengujian normalitas dilakukan dengan menggunakan one sample Kolmogorov Smirnov Test. Hasil pengujiannya adalah sebagai berikut: Tabel 2 Uji Normalitas Tahun
2011
2012
Asymp. Sig. (2-tailed)
2013
0,.000
0,000
2014 0,015
0,518
Sumber : data diolah Tabel 2 menunjukkan bahwa distribusi data tahun 2011, 2012, dan 2013 adalah tidak normal karena memliki signifikansi < 0,05, sedangkan pada tahun 2014 berdistribusi normal karena memiliki signifikansi > 0,05. Hasil Pengujian Hipotesis 1 Untuk menguji hipotesis 1 yaitu terdapat anomali pasar Monday Effect maka pengujian menggunakan uji Wilcoxon Test. Hasil pengujiannya adalah sebagai berikut: Tabel 3 Hasil Uji Hipotesis 1 Th 2011 Asymp. Sig (2-tailed) 0,889
0,542
2012 0,979
2013
2014 0,143
Sumber : Data diolah Tabel diatas menunjukkan tahun 2011, 2012, 2013, dan 2014 mempunyai signifikansi > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2011, 2012, 2013, dan 2014 tidak terjadi Monday Effect pada Bursa Efek Indonesia. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Satoto (2011) dan Azlina (2009), tetapi tidak sejalan dengan hasil penelitian Iramani dan Mahdi (2006) dan Cahyaningdyah dan Widiastuti (2010) yang dapat membuktikan bahwa terjadi Monday Effect di Bursa Efek Indonesia. 663
SEMNAS FEKON 2016
Tidak terjadinya Monday Effect dapat disebabkan oleh faktor mood investor setelah hari libur mempunyai kecenderungan untuk membeli saham dan investor tidak menunda melakukan pembelian saham di hari Senin, sehingga demand meningkat yang mengakibatkan harga saham mengalami peningkatan. Juga dapat disebabkan perusahaan emiten tidak mengumumkan bad news sampai dengan penutupan hari Jumat dan direspon pasar pada hari Senin. Investor telah menentukan strategi dalam bertransaksi dengan melakukan pengkajian atas informasi yang berkaitan dengan perusahaan pada hari terakhir perdagangan. Jadi, secara psikologis para investor tidak terpengaruh dengan kebiasaan tidak menyukai hari Senin dan investor yang tidak melakukan overreaction atas informasi buruk sehingga demand saham hari Senin menyebabkan return saham menjadi positif. Hasil Pengujian Hipotesis 2 Untuk menguji hipotesis 2 yaitu terdapat anomali pasar Weekend Effect maka pengujian menggunakan uji Wilcoxon Test. Hasil pengujiannya adalah sebagai berikut: Tabel 4 Hasil Uji Hipotesis 2 Th 2011 Asymp. Sig (2-tailed) 0,785
2012 0,967
2013 0,758
2014 0,393
Sumber : Data diolah Tabel diatas menunjukkan tahun 2011, 2012, 2013, dan 2014 mempunyai signifikansi > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2011, 2012, 2013, dan 2014 tidak terjadi Weekend Effect pada Bursa Efek Indonesia. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sularso, et.al (2011) dan Luhgiatno (2013) tetapi hasil penelitian ini tidak sejalan dengan Cahyaningdyah dan Witiastuti (2010) yang berhasil menemukan anomali Weekend Effect di Bursa Efek Indonesia. Terjadinya return hari Jumat yang tidak lebih tinggi daripada return hari non Jumat dapat disebabkan pada hari-hari tersebut investor di Bursa Efek Indonesia telah menjalankan strategi dalam melakukan transaksi setelah melakukan pengkajian informasi. Investor dapat menerapkan strategi dengan melakukan pembelian saham yang dianggap baik atau menguntungkan setelah melalui proses pengkajiam, sehingga para investor bisa mendapatkan return yang positif. Secara psikologis para investor dalam menghadapi libur akhir pekan tidak melakukan aksi profit taking, hal ini bisa disebabkan karena investor tidak bergerak agresif dalam bertransaksi setelah memperoleh informasi dari hari-hari sebelumnya. Hasil Pengujian Hipotesis 3 Untuk menguji hipotesis 3 yaitu terdapat anomali pasar Rogalski Effect maka pengujian menggunakan uji Independent Sample T-Test. Tabel 5 Hasil Uji Hipotesis 3 Th 2011 Asymp. Sig (2-tailed) 0,210
2012 0,470
2013 0,676
2014 0,812 664
SEMNAS FEKON 2016
Sumber : Data diolah Tabel diatas menunjukkan tahun 2011, 2012, 2013, dan 2014 mempunyai signifikansi > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2011, 2012, 2013, dan 2014 tidak terjadi Rogalksi Effect pada Bursa Efek Indonesia. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang telah dilakukan Maliasari (2014) dan Iramani dan Mahdi (2006), tetapi penelitian ini tidak mendukung penelitian Satoto (2011) dan Cahyaningdyah dan Witiastuti (2010) yang berhasil membuktikan adanya anomali Rogalski Effect di Bursa Efek Indonesia. Tidak terjadinya Rogalski Effect di Bursa Efek Indonesia disebabkan para investor lokal maupun asing di Bursa Efek Indonesia mulai berhati-hati dalam melakukan pembelian saham serta sangat memilih dengan cermat dan hati-hati saham yang ditawarkan sehingga peningkatan penjualan saham tidak diikuti dengan pembeliannya. Terjadinya krisis ekonomi yang berkepanjangan di Eropa dan Amerika Serikat juga akan berdampak pada negara lainnya termasuk Indonesia. Hal ini dapat mengubah investor yang tadinya risk taker menjadi investor risk averse yang sangat berhati-hati dalam melakukan investasi. Dengan adanya suatu krisis, investor seakanakan menjadi trauma dan akan memilih untuk pasif melakukan perdagangan sehingga sulit mengharapkan return yang optimal, yang akhirnya menjadikan Rogalski Effect pada bulan Januari tidak terjadi. KESIMPULAN DAN SARAN Penelitian ini bertujuan untuk menguji kembali fenomena anomali pasar Monday Effect, Weekend Effect, dan Rogalsky Effect pada saham LQ45 periode 2011 sampai dengan 2014. Berdasarkan hasil pengujian diatas, dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi Monday Effect, Weekend Effect, Rogalski Effect di Bursa Efek Indonesia. Hal ini dapat dijelaskan bahwa pada return saham hari Senin harga saham tidak lebih rendah dari return saham hari non Senin, return hari Jumat tidak lebih tinggi dari return saham hari non Jumat, dan rata-rata return hari Senin di bulan Januari tidak lebih tinggi dari return hari Senin di bulan non Januari. Penelitian selanjutnya sebaiknya tidak hanya mengungkapkan konsistensi keberadaan Monday Effect, Weekend Effect, dan Rogalski Effect, tetapi dapat mengungkapkan anomali pasar modal yang lain dan juga memberikan argumentasi yang cukup mengenai fenomena tersebut. DAFTAR PUSTAKA Azlina, Nur. 2009. Pengaruh Monday Effect terhadap Return Saham JII di Bursa Efek Indonesia. PEKBIS (Jurnal Pendidikan Ekonomi Dan Bisnis), Vol. 1, No. 01, hal. 26-35. Cahyaningdyah, Dwi dan Widiastuti, Rini Setyo. 2010. Analisis Monday Effect dan Rogalski di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Dinamika Manajemen, Vol. 1 No. 2, hal. 154-168. Iramani dan A Mahdi. 2006. Studi tentang Pengaruh Hari Perdagangan terhadap Return Saham pada BEJ. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 8 No. 2, (November), hal. 63-70. Luhgiatno. 2013. Analisis Weekend Effect Terhadap Return Saham di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan Vol. 2 No. 2. Maliasari, K. 2014. Pengaruh January Effect dan Rogalski Effect Terhadap Abnormal Return Saham dan Trading Volume Activity (Studi Pada Perusahaan LQ45 yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia. Diunduh di http://download.portalgaruda.org. Mulyadi, M. S dan Anwar, Y. 2009. The Day of The Week Effects in Indonesia, Singapore and Malaysia Stock Market. MPRA Paper, 16873 (20).
665
SEMNAS FEKON 2016
Prasetyo, H. (2006). Analisis Pengaruh Hari Perdagangan Terhadap Return, Abnormal Return dan Volatilitas Return Saham (Studi Pada LQ45 Periode Januari-Desember 2005). Tesis. Semarang: Universitas Diponegoro. Ramadhani, Ranita. 2015. Pengujian Anomali Pasar Monday Effect, Weekend Effect, Rogalski Effect Di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB Universitas Brawijaya Vol 3, No 2: Semester Genap 2014/2015. Satoto, Shinta Heru. 2011. Analisis Day of the Week Effect: Pengujian Monday Effect, Weekend Effect, Rogalski Effect (Studi Empiris pada Perusahaan LQ45 di BEI). Jurnal Manajemen Vol. 10, No. 2, Mei 2011. Hal 193-202. Sularso, et.al. 2011. Analisis Monday Dan Weekend Effect Pada Saham Perusahaan Lq 45 Di Bursa Efek Indonesia. Journal and Proceeding FEB Unsoed Vol 1, No 1. Tendelilin, Eduardus. 2001. Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio Edisi Pertama, Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.
KESADARAN MAHASISWA AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA TERHADAP SERTIFIKASI PROFESI: SEBUAH ANALISIS DESKRIPTIF Riza Arisman1, Suwaldiman2 Universitas Islam Indonesia Yogyakarta1 Email: [email protected] Universitas Islam Indonesia Yogyakarta2 Email: [email protected]
666
SEMNAS FEKON 2016
Abstrak Tujaun penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan bagaimana kesadaran mahasiswa akuntansi FE UII terhadap sertifikasi profesi. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif dengan menggunakan metode pengambilan data melalui wawancara. Informan yang dipilih adalah mahasiswa dari angkatan 2012 sampai dengan 2015 yang masih berstatus aktif di Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia. Informan lain adalah ketua program studi jurusan akuntansi sebagai pembuat kebijakan terkait sertifikasi profesi di FE UII. Pengujian keabsahan data menggunakan metode triangulasi, sedangkan metode analisis yang digunakan adalah analisis coding, yaitu open coding, axial coding, dan selective coding. Penelitian ini menemukan bahwa mahasiswa akuntansi FE UII sebagian besar sudah menyadari akan pentingnya memiliki sertifikasi profesi dan menginginkan untuk memilikinya dengan alasan yang berbeda-beda. Faktor yang mempengaruhi mahasiswa mengambil sertifikasi profesi di antaranya adalah untuk menambah kemampuan, mendapatkan pengakuan dan kepercayaan di dunia kerja, memiliki standar gaji, dan sebagai pembeda dari lulusan akuntansi lainnya. Faktor penghambatnya adalah biaya dan ketersediaan informasi serta waktu. Hingga saat ini prodi akuntansi FE UII terus berbenah untuk menyusun standar kurikulum, pemberian subsidi biaya ujian dan pelatihan sertifikasi profesi serta sosialisasi terhadap mahasiswa. Kata Kunci: sertifikasi profesi, kesadaran, mahasiswa, prodi akuntansi FE UII, analisis deskriptif PENDAHULUAN Pada tanggal 1 Januari 2015 ASEAN resmi memberlakukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Tantangan terbesar dalam pemberlakuan MEA bagi Indonesia adalah kesiapan sumber daya manusia dalam berkompetisi. SDM yang berkompeten diartikan sebagai perilaku yang ditunjukkan mereka yang memiliki kinerja yang sempurna, lebih konsisten dan efektif; dibanding dengan mereka yang memiliki kinerja rata-rata (Yunus, 2009). Salah satu cara dalam mewujudkan hal tersebut adalah dengan meningkatkan mutu pendidikan yang ada. Menurut Bawono (2006), pedidikan merupakan tahapan penting bagi proses kehidupan manusia karena dapat meningkatkan kemampuan individu secara kualitatif (upgrading human resources). Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada bulan agustus tahun 2015 mencatat bahwa tenaga kerja indonesia mencapai 122,4 juta orang dengan jumlah pekerja sebesar 114,82 juta orang. Mayoritas dari tenaga kerja Indonesia masih berpendidikan setingkat sekolah dasar. Selain itu, masih banyak pekerja yang bekerja di bidang informal, dan bila dilihat dari pendidikan dan produktivitas, tenaga kerja Indonesia masih kalah bersaing dengan tenaga kerja yang berasal dari Singapura, Malaysia, dan Thailand. Laporan The Global Competitiveness tahun 2015-2016 yang dikeluarkan oleh Forum Ekonomi Dunia (WEF) menyatakan bahwa daya saing global Indonesia berada di posisi 37 dunia (turun 3 peringkat dibandingkan tahun lalu). Posisi ini sangat jauh bila dibandingkan dengan Singapura yang berada di peringkat 2, Malaysia berada di posisi 18 dan Thailand di posisi 32. Pada lingkup ASEAN, keterampilan dan kompetensi sumber daya manusia Indonesia masih belum optimal. Hal ini dikarenakan belum maksimalnya pemerataan sertifikasi profesi tenaga kerja. (Rahman, 2015). Dalam kesepakatan ASEAN Mutual Recognition Arrangment (MRA) terdapat delapan profesi yang memungkinkan setiap tenaga profesional dari profesi tersebut dapat bekerja antar negara ASEAN lainnya, salah satunya adalah akuntan. Data Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) mencatat bahwa jumlah kebutuhan akuntan profesional di indonesia sekitar 425 ribu akuntan 667
SEMNAS FEKON 2016
sedangkan data yang tercatat pada pusat pembinaan akuntan dan jasa penilai (PPAJP) kemenkeu hanya mencatat sebesar 15.940 orang (IAI, 2014). Jika hal ini tidak segera ditindaklanjuti maka akan berakibat ribuan akuntan dari negara ASEAN lainnya akan berpraktik di indonesia. Penelitian ini mendeskripsikan kesadaran mahasiswa akuntansi FE UII terhadap sertifikasi peofesional. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskiptif yang belum pernah dilakukan sebelumnya terhadap mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Pengumpulan data menggunakan metode wawancara semi-struktur terhadap informan. Subyek penelitian adalah mahasiswa Prodi Akuntansi FE UII yang masih aktif dari angkatan 2012 sampai dengan 2015. Jumlah keseluruhan informan mahasiswa berjumlah 18. Satu orang informan merupakan pejabat ketua jurusan Prodi Akuntansi yaitu Dekar Urumsah, Drs., S.Si, MCom(IS), PhD. Pejabat ketua prodi dimasukkan sebagai informan untuk mengetahui kebijakan prodi terkait dengan sertifiksi profesional di bidang akuntani. Data diuji keabsahan dengan menggunakan teknik triangulasi. Metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis interaktif. Miles dan Huberman (1984) dalam Sugiono (2008) mengemukakan bahwa aktifitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung terus menerus sampai tuntas, dan sampai datanya menjadi jenuh.
Gambar 1: Komponen analisis data, model interactive (Emzir,2010) Dalam penelitian ini juga digunakan standar proses analisis data yang sistematis yaitu dengan menggunakan open coding, axial coding serta selective coding. Menurut Koentjoro (2006) open coding berisi kegiatan memeberi nama, mengkategorisasikan fenomena yang diteliti melalui proses menelaah secara mendetail dengan tujuan untuk menemukan kategorisasi fenomena yang diteliti. Menurut Koentjoro (2006) axial coding merupakan prosedur yang diarahkan untuk melihat keterkaitan antara kategori-kategori yang dihasilkan oleh open coding. Sedangkan selective coding merupakan satu proses untuk menyeleksi kategori pokok, kemudian secara sistematis menghubungkannya dengan kategori-kategori lainnya. Proses ini secara langsung akan memvalidasi keterkaitan antara kategori-kategori yang berhasil diidentifikasi. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
668
SEMNAS FEKON 2016
Makna sertifikasi profesi bagi mahasiswa akuntansi FE UII Pengetahuan mengenai sertifikasi antara mahasiswa satu dengan yang lainnya berbedabeberapa. Kategori mahasiswa ada yang tergolong tahu, paham, serta belum tahu. Mahasiswa yang tahu merupakan mahasiswa yang mengenal nama-nama sertifikasi seperti Ak, CA atau CPA, ACCA, akan tetapi belum mengerti bagaimana cara mendapatkannya serta langkah apa saja yang harus ditempuh. Sedangkan mahasiswa yang paham sertifikasi profesi akuntansi adalah mahasiswa yang sudah mengerti bagaimana cara mendapatkannya dan tahap apa saja yang harus dilakukan. Mahasiswa yang belum tahu adalah mahasiwa yang ketika di wawancara seputar pengetahuan sertifikasi profesi belum tahu tentang nama dan jenis sertifikasi profesi. Pendapat mahasiswa terkait sertifikasi profesi ini beraneka ragam. Ada mahasiswa berpendapat bahwa sertifikasi profesi digunakan untuk menjadikan nilai tambah ketika mencari pekerjaan; sebagian lagi berpendapat untuk standarisasi gaji ataupun meningkatkan keaahlian, sebagai persiapan menghadapi MEA dan kompetisi global. Ada lagi yang masih beranggapan sertifikasi profesi sebagai bentuk pendidikan lanjutan pasca S1. Ada pula yang berpendapat bahwa sertifikasi profesi adalah sesuatu yang tidak penting karena tidak menggambarkan kompetensi seseorang yang sebenarnya. Menurut informan tersebut sertifikasi sewaktu-waktu bisa dibeli, dan dia beranggapan bahwa yang terpenting adalah kemampuan yang dimiliki individunya dan bukan sebatas sertifikat formalnya. Ada pula mahasiswa yang tidak berminat atau tidak tahu dikarenakan bidang yang dia pilih bukan bidang akademik atau praktik akuntansi melainkan bidang kewirausahaan. Hampir seluruh mahasiswa akuntansi dalam penelitian ini menganggap sertifikasi profesi merupakan hal yang penting dan perlu untuk dimiliki. Akan tetapi pengetahuan mahasiswa FE UII masih berkutat dalam sertifikasi yang secara umum ada di lingkungan fakultas seperti CA, CPA, SAP ERP serta ACCA. Mereka belum mengenal jenis sertifikasi yang lain. Hal ini menyebabkan mahasiswa masih bingung jika harus mengambil sertifiksi karena merasa sertifikasi yang ada bukan merupakan bidang yang diinginkan. Kesadaran Mahasiswa Akuntansi FE UII terhadap sertifikasi profesi akuntansi Penelitian ini mengukur kesadaran mahsiswa akuntansi FE UII dengan penilaian jawaban atas pertanyaan yang diberikan. Dari hasil penilaian penulis maka sebagian besar mahasiswa akuntansi yang diwawancarai dapat dikategorikan sudah sadar terkait sertifikasi profesi. Penulis menerapkan kriteria bahwa yang termasuk mahasiswa yang sudah sadar adalah ketika mahasiswa menyadari bahwa sertifikasi profesi itu penting serta mengetahui manfaat atau keuntungan yang akan didapatkan billa mengambil sertifikasi profesi tersebut. Mahasiswa dikategorikan sadar bila mahasiswa tersebut sudah melakukan usaha ataupun langkah untuk mendapatkan sertifikasi profesi, seperti shortcourse, tes, dan usaha lain yang menunjang keberhasilan dalam ujian sertifikasi profesi. Faktor pendukung dan penghambat kesadaran mahasiswa akan sertifikasi profesi Dari hasil penelitian ditemukan beberapa sebab mengapa pemahaman sertifikasi mahasiswa FE UII masih kurang. Salah satu sebabnya adalah kurangnya ketersediaan informasi. Menurut informan 5, mahasiswa yang mengikuti sosialisasi perihal sertifikasi profesi adalah beberapa kalangan mahasiswa tertentu saja. Mahasiswa yang mengikuti kelas mata kuliah tertentu akan diwajibkan oleh dosennya untuk mengikuti sosialisasi mengenai sertifikasi profesi tertentu, akan tetapi, sebagian kelas lain tidak mendapatkan kesempatan yang sama untuk mengikutinya. Selain itu dikatakan pula oleh informan 5 bahwa sosialisasi yang diselenggarakan juga masih jarang, bahkan dalam satu semester pun tidak bisa dipastikan akan ada sosialisasi profesi.
669
SEMNAS FEKON 2016
Mayoritas dari informan di penelitian ini terutama yang termasuk mahasiswa sadar-tahu mengatakan bahwa Fakultas harus menyediakan informasi atau sosialisasi yang bisa diakses dengan mudah oleh mahasiswa. Informasi menjadi aspek yang penting dalam menentukan pengetahuan menganai sertifikasi profesi. Jika sosialisasi ataupun wadah informasi sudah tersedia dengan cukup, maka akan meningkatkan tingkat pemahaman dan kesadaran mahasiswa akuntansi terhadap sertifikasi profesi. Motivasi Dari hasil penelitian, ditemukan beberapa motivasi yang mendukung mahasiswa akuntansi FE UII untuk mengambil sertifikasi profesi. Motivasi ini dimiliki secara baik oleh mahasiswa yang sudah tergolong sadar akan sertifikasi profesi. Motivasi ini bisa timbul dari luar maupun dari dalam diri mahasiswa sendiri. Informan 1 yang berpendapat bahwa motivasi untuk mendapatkan sertifikasi profesi muncul karena adanya dorongan dari saudaranya yang merupakan seorang dosen yang sudah memiliki sertifikasi profesi. Sedangkan motivasi dari dalam seperti keinginan yang timbul dari diri mahasiswa untuk berkarir di luar negeri, ingin diakui kompetensinya di dunia kerja, serta ingin mendapatkan standar gaji yang memadai. Mayoritas dari informan menjawab bahwa keahlian kompetensi menjadi motivasi untuk mendapatkan sertifikasi profesi. Hambatan yang dialami oleh mahasiswa diantaranya adalah hambatan biaya yang tergolong mahal, karena sertifikasi memerlukan tahapan ujian sebelum mendapatkan gelar sertifikasi. Informan 8 adalah informan yang pernah mengikuti shortcourse ACCA menyampaikan bahwa untuk mendapatkan sertifikasi ACCA ada 3 tahap ujian yang diujikan dan setiap ujian dikenakan biaya yang cukup mahal. Sama halnya yang disampaikan oleh informan 15 yang sudah pernah mengikuti shortcourse ERP SAP di FE UII mengatakan bahwa untuk pelatihan saja biaya yang harus dikeluarkan mencapai 17 juta rupiah dan belum termasuk ujiannya. Kalau gagal ujian maka untuk ujian berikutnya harus membayar lagi. Oleh karena itu sebagian besar informan mengatakan biaya sebagai hambatan untuk mendapatkan sertifikasi. Waktu juga menjadi kendala mahasiswa dalam mendapatkan sertifikasi profesi. Kendala waktu disampaikan oleh beberapa mahasiswa terjadi pada saat mahasiswa mempersiapkan untuk mengikuti pelatihan sertifikasi ataupun persiapan menghadapi ujian sertifikasi. Informan 8 menyampaikan bahwa dirinya merasa tidak bisa membagi waktu antara mengikuti shortcourse brevet pajak, shortcourse ACCA serta menyelesaikan tugas akhir atau skripsi yang membutuhkan banyak waktu dan tenaga. Keuntungan dan manfaat sertifikasi profesi Salah satu alasan mengapa mahasiswa akuntansi menginginkan sertifikasi profesi adalah karena adanya keuntungan yang akan mereka dapatkan ketika memperoleh sertifikasi profesi. Jawaban paling banyak adalah sertifikasi profesi akan membuat seseorang diakui akan kompetensinya pada bidang tertentu. Selain itu memiliki sertifikasi profesi dapat membedakan dari lulusan yang tidak memiliki sertifikasi. Dari sisi peluang, menurut kebanyakan informan mengatakan bahwa lebih mudah memperoleh pekerjaan dengan sertifikasi profesi yang dimiliki daripada tidak. Hal ini sesuai dengan teori pengharapan yang dapat diartikan jika seorang memiliki gelar sertifikasi profesi, maka orang lain akan lebih yakin dengan kemampuannya dalam bekerja pada bidang tertentu. Berdasarkan teori tersebut maka wajar jika banyak mahasiswa yang sadar akan pentingnya sertifikasi profesi dan terpacu untuk mendapatkannya. Kebijakan Prodi Akuntansi FE UII terkait sertifikasi profesi akuntansi Peneliti juga menggali informasi dari pejabat ketua prodi akuntansi mengenai kebijakan terkait sertifikasi profesi. Dari hasil penelitian yang dilakukan, dapat diketahui beberapa kebijakan yang saat ini diberlakukan. Kebijakan yang diberlakukan oleh Prodi Akuntansi FE UII terkait 670
SEMNAS FEKON 2016
sertifikasi berupa dukungan secara finansial maupun non finansial. Dalam bentuk finansial, dukungan berupa keringanan biaya berupa subsidi untuk mahasiswa dalam mengikuti ujian maupun shortcourse sertifikasi profesi. Prodi akuntansi FE UII sudah menyelengarakan shortcourse sertifikasi ACCA di kampus FE UII. Dukungan secara finansial ini akan terus berlanjut dan dikatakan oleh Dekar Urumsah selaku Kaprodi akuntansi FE UII bahwa untuk kedepan dukungan subsidi ini bisa ditambah dengan kebijakan bagi mahasiswa yang memiliki prestasi untuk bisa mendapatkan diskon biaya pelatihan ataupun tes sertifikasi yang persentasenya disesuaikan. Sedangkan dukungan non-finansial yang telah diberikan adalah pendampingan materi sebelum melakukan ujian oleh dosen terhadap mahasiswa, serta mengirim beberapa dosen untuk pelatihan dan belajar mengenai materi tentang ACCA. Selain itu juga mendorong dosen di kelas agar memberikan informasi, memotivasi, dan menyadarkan mahsiswa secara terus menerus terkait pentingnya sertifikasi profesi, serta akses informasi berupa seminar atau kuliah umum mengenai sertifikasi profesi terhadap mahasiswa. Namun dikatakan oleh beberapa informan mahasiswa bahwa usaha fakultas selama ini masih belum efektif. Rencana yang telah dibuat oleh Prodi Akuntansi terkait sertifikasi profesi adalah untuk mendorong mahasiswa untuk mengambil sertifikasi. Namun hal tersebut juga harus diimbangi dengan kemauan mahasiswa akuntansi untuk mengambil sertifikasi. untuk itu, selain usaha sosialisasi, prodi akuntansi FE UII juga sudah memfasilitasi mahasiswa dalam upaya meningkatkan minat sertifikasi bagi mahasiswa saat ini diantaranya tersedianya tes sertifikasi CPA di FE UII yang saat ini menurut Pak Dekar masih dalam usaha untuk menyusun akreditasinya, selain itu, pembelajaran ERP SAP yang sudah masuk kedalam kurikulum akuntansi dengan adanya matakuliah lab ERP dan BPI, serta yang paling baru adalah sertifikasi ACCA yang dianggap belum banyak universitas di indonesia yang menyediakan pelatihan serta workshop seperti di UII. KESIMPULAN DAN SARAN Hampir semua mahasiswa FE UII dalam penelitian ini dikatagorikan sadar dan tahu terhadap sertifikasi profesi, akan tetapi hanya sedikit yang sadar dan paham. Dapat disimpulkan bahwa mahasiswa akuntansi FE UII dalam penelitian ini membutuhkan informasi yang lebih untuk memahamkan terkait sertifikasi profesi. Faktor penyebab mengapa mahasiswa kurang paham terhadap sertifikasi profesi akuntansi adalah kurangnya pengenalan dan sosialisasi dari pihak prodi akuntansi FE UII. Sedangkan faktor penyebab mahasiswa belum sadar berhubungan dengan minat mahasiswa sendiri yang memilih bidang lain. Faktor yang menjadi alasan mahasiswa akuntansi FE UII untuk mengambil sertifikasi berasal dari internal dan juga eksternal. Faktor internal seperti keinginan untuk menambah kemampuan dan mendapat kepercayaan lebih. Faktor eksternal yang mempengaruhi mahasiswa akuntansi FE UII untuk mengambil sertifikasi profesi adalah melihat saudara atau kolega yang menyandang gelar sertifikasi profesi. Hambatan yang secara umum ditemui adalah masalah waktu, biaya dan kesiapan. Mahasiswa yang sudah paham dan sadar adalah mahasiswa tingkat akhir yang sedang mengampu skripsi sehingga pembagian waktu untuk persiapan ujian sertifikasi sangat kurang. Kebijakan Prodi Akuntansi meningkatkan pemahaman dan kesadaran mahasiswa akuntasni FE UII terkait sertifikasi yaitu memeberikan dukungan secara finansial dan non finansial. Dukungan finansial berupa subsidi bagi mahasiswa dalam mengikuti pelatihan maupun ujian sertifikasi. Dukungan non-finansial berupa kebijakan penyesuaian kurikulum supaya sesuai dengan standar yang mendekati kurikulum dalam ujian sertifikasi tertentu.
671
SEMNAS FEKON 2016
DAFTAR PUSTAKA ACCA. (2016) Apply to become ACCA student. diambil kembali pada 25 Mei 2016 dari: http://www.accaglobal.com/gb/en/qualifications/apply-now.html ACFE.(2016, Mei). Sertifikasi CFE. Diambil kembali pada 25 Mei 2016 dari Association of Certified Fraud Examiners :http://acfe-indonesia.com /?p=833 ASEAN. (2007). ASEAN MUTUAL Recognition Arrangement (MRA)-Handbook. Indonesia: ASEAN Secretariat Bawono, Icuk Rangga. (2006). Persepsi Mahasiswa S1 Akuntansi Reguler Tentang Pendidikan Profesi Akuntansi (PPA). Jurnal Akuntansi dan Manajemen, Volume XVII Nomor 3. Badan Nasional Sertifikasi Nasional. (2015, September). Sertifikasi Kompetensi dan Manfaatnya. Diambil kembali pada 04 April 2016, dari LSP LSK-K3 ICCOSH:http://www.iccoshlskk3.or.id/index.php/tentang-sertifikasi-kompetensi. Badan Pusat Statistik. (2016). Tenaga kerja Indonesia. Diambil pada 25 Maret 2016 dari data pusat statistik. CISA. (2015, Mei). How to become CISA certified diambil pada 25 Mei 2016 dari Information Systems Audit and Control Association : http://www.isaca.org/certification/cisacertified-information-systems-auditor/how-to-become-certified/pages/default.aspx CFA. (2015). CFA Overview. Diambil kembali pada 25 Mei 2016, dari CFA Institute :https://www.cfainstitute.org/programs/cfaprogram/ charterholder/ Pages/index.aspx CMA. (2015). CMA Overview. Diambil kembali pada 04 April 2016, dari Certified Management Accountant: (http://www.cmawebline.org/ education/cma-program.html) Emzir. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif : Analisis Data. Jakarta: Rajawali Pers. Davis, D. dan Timothy, C. B. (1975). Use of First Person Pronouns as a Function of Increased Objective Self-Awareness and Performance Feedback. Journal of experimental social psychology. 11 : 381-388 Forum Ekonomi Dunia. (2016). The Global Competitiveness Report 2015-2016. Diambil pada 29 Maret 2016, dari Forum Ekonomi Dunia: http://reports.weforum.org/globalcompetitiveness-report-2015- 2016/competitiveness-rankings/ Herdiansyah, H. (2014). Metode Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta. Salemba Humanika. Hastjarjo, D. (2005). Sekilas tentang Kesadaran (Consciousness). Buletin Psikologi. 13(2): 79-90 IAI. (2012). Register Negara Untuk Akuntan. Diambil kembali pada 02 April 2016,dari Ikatan Akuntan Indonesia: http://www.iaiglobal.or.id /v02/ akuntan_profesional. php?id=2 IAI. (2014, Februari 02). Bersiap Diri Menyambut Pasar Tunggal ASEAN. Diambil kembali pada 02 April 2016, http://www.iaiglobal.or.id/v02/berita/detail.php?catid&id=617 672
SEMNAS FEKON 2016
IAI. (2015, Januari 06). Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) telah menetapkan sebutan Chartered Accountant Indonesia (CA). Diambil kembali pada 03 April 2016, dari Ikatan Akuntan Indonesia: http://www.iaiglobal.or.id/v02/berita/detail.php?catid=&id=815 Institut Akuntan Publik Indonesia. (2015). Informasi Sertifikasi Akuntan Publik. Diambil kembali pada 04 April 2016, dari Institut Akuntan Publik Indonesia: http://www.cpaofindonesia.or.id/info/read/90 Ikhsan, Sukardi, dkk. (2013). Dampak Implementasi Undang-Undang Akuntan Publik Terhadap Minat Menjadi Akuntan Publik: Studi Kasus Mahasiswa Akuntansi Universitas Negeri Semarang. Jurnal Dinamika Akuntansi, Volume 5 Nomor 2, pp. 99-108 Ikhsan, M . (2013). Dukungan sosial pada prestasi dan faktor penyebab kegagalan siswa SMP dan SMA. Jurnal psikoislamika, 10(1), hal. 53-71 Koentjoro. (2006) . Teknik Analisis data penelitian Kualitatif: Materi Perkuliahan. Universitas Gadjah Mada : Tidak diterbitkan Lunenburg, Fred C. (2011). Expectancy Theory of Motivation: Motivating by Altering Expectation. International Journal of Management, Business, and Administration, Volume 15, Number 1. Natsoulas, T. (1999). The Concepts of Consciousness : The General State Meaning. Journal for the Theory for Social Behavior, 20(1), hal. 59-87. Rahman M.A.S, (2015). Daya saing tenaga kerja Indonesia dalam menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN. Ejurnal ilmu hubungan internasional. 3(1): 117-130 Saraswati, E . (2011). Pergeseran citra pribadi perempuan dalam sastra indonesia: analisis psikoanalisis terhadap karya sastra indonesia mulai angkatan sebelum perang hingga mutakhir. jurnal artikulasi.12(2), hal. 754-768. Sugiyono. (2008) . Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta. Stewart, C.J. dan Cash, W.B. (2008). Interviewing, Principle and Practices. 12th ed. New York. McGraw Hill. Widyastuti, Suryaningsum dan Juliana. (2004). Pengaruh Motivasi terhadap Minat Mahasiswa Akuntansi Untuk Mengikuti Pendidikan Profesi Akuntansi. Simposium Nasional Akuntansi VII. YPIA. (2015). Program sertifikasi QIA. Diambil kembali pada 06 April 2016 dari Yayasan pendidikan Internal Audit: http://ypia.co.id/program-sertifikasi-qia/ Yunus, E. (2009). Pengaruh kompetensi sumber daya manusia terhadap kinerja pegawai KPPBC tipe madya Pabean tanjung perak surabaya. Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan :368-387
673
SEMNAS FEKON 2016
Zeman, A. (2001). Consciousness. Brain, Vol.124, No.7, p.1263-1289. UK. Oxford University Press. FAKTOR-FAKTOR DETERMINASI BOOK TAX GAP (Studi Kasus Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada Tahun 2012-2014) 1Stella
2
Monika Muhammad Syafiqurrahman
1Jurusan
Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sebelas Maret Surakarta ([email protected]) 2 Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sebelas Maret Surakarta ([email protected]) Abstrak Perusahaan menghitung laba di setiap periode untuk tujuan ganda, yaitu untuk pelaporan keuangan dan untuk penentu kewajiban pajak. Laba akuntansi (pelaporan keuangan) berdasarkan standar akuntansi, sedangkan penghasilan kena pajak (pelaporan pajak) berdasarkan peraturan pajak. Perbedaan laba menurut akuntansi dan pajak dikenal sebagai Book Tax Gap (BTG). BTG sering dianggap sebagai ukuran perencanaan pajak, tax avoidance, dan manajemen laba untuk tujuan pajak. Perusahaan melakukan manajemen laba dan manajemen pajak karena perusahaan ingin mendapatkan laba yang tinggi dengan tarif pajak yang rendah. Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh faktor-faktor, seperti total akrual sebagai proksi manajemen laba, kepemilikan institusional, likuiditas, profitabilitas, leverage, dan ukuran kantor akuntan publik perusahaan yang dianggap menyebabkan manajemen laba terhadap BTG, Pengujian dilakukan dengan model regresi satu arah menggunakan sampel perusahaan manufaktur di Indonesia yang listing di BEI tahun 2012-2014. Hasil penelitian menunjukkan net profit margin sebagai proksi dari profitabilitas berpengaruh signifikan positif terhadap kesenjangan antara laba akuntansi dan laba fiskal. Kata Kunci: Book Tax Gap, Kepemilikan Institusional, Karakteristik Perusahaan, Earning Management, Manufaktur PENDAHULUAN Pada laporan keuangan terdapat item laba. Perusahaan melakukan penghitungan laba pada setiap periode untuk dua tujuan yaitu tujuan pelaporan keuangan (financial reporting) dan penetapan kewajiban pajak (tax liabilities) (Sovdan, 2012). Persada dan Martani (2010) mengatakan perbedaan laba menurut akuntansi dan pajak dikenal sebagai Book Tax Gap (BTG). BTG sering dianggap sebagai ukuran perencanaan pajak, tax avoidance, dan manajemen laba untuk tujuan pajak (Persada dan Martani, 2010). Perusahaan melakukan perencanaan pajak karena ingin memberikan pengembalian yang maksimal kepada pemegang saham dan mengurangi risiko pengawasan pajak oleh negara, dan memberikan motivasi kontrak berbasis pajak seperti skema kompensasi setelah pajak (Tang dan Firth, 2011). Scott (2012) juga berpendapat bahwa perusahaan melakukan manajemen laba atau peraturan laba karena bonus, perjanjian utang, memenuhi harapan 674
SEMNAS FEKON 2016
invetor terhadap laba, menjaga reputasi perusahaan, dan sedang melakukan Initial Public Offering (IPO). Penelitian yang membuktikan bahwa BTG dapat digunakan sebagai proksi manajemen laba telah banyak dilakukan. Mills dan Newberry (2001) membuktikan manajemen insentif yang besar untuk mengelola pendapatan, akan menghasilkan BTG yang besar. Phillips et al. (2003, dalam Yulianti, 2005) menggunakan model distribusi laba untuk mengukur manajemen laba di Amerika Serikat. Mereka menemukan bukti bahwa beban pajak tangguhan dan akrual secara signifikan dapat mendeteksi manajemen laba. Serupa dengan Tang dan Firth (2011) yang memberikan kesimpulan BTG berkaitan dengan manajemen laba, manajemen pajak, dan interaksi keduanya di China. Ada banyak faktor yang mempengaruhi perbedaan manajemen laba antar perusahaan. Cornett et al (2006) mendeteksi manajemen laba dengan akrual dikresioner. Cornett et al. (2006) menunjukkan bahwa faktor manajemen laba yaitu kepemilikan institusional berpengaruh negatif. Hal ini serupa dengan Balsam et al. (2002, dalam Siregar dan Utama, 2005) serta Widyastuti (2007) bahwa kepemilikam institusional dapat menurunkan atau mengurangi manajemen laba. Selain struktur kepemilikan, terdapat faktor lain yang diduga berpengaruh terhadap manajemen laba. Yulianti (2005) menguji penggunaan beban pajak tangguhan berdasarkan undang-undang pajak tangguhan di Indonesia dan akrual perusahaan untuk mendeteksi manajemen laba di perusahaan. Faktor yang mempengaruhi manajemen laba yang digunakan dalam penelitian Yulianti (2005) yaitu profitabilitas, liabilitas perusahaan, ukuran perusahaan, pertumbuhan perusahaan, dan kualitas auditor dengan menilai ukuran KAP (Kantor Akuntan Publik). Berdasarkan penjelasan diatas, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah faktor spesifik yang dianggap mempengaruhi manajemen laba dapat mempengaruhi BTG di perusahaan manufaktur yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2012 – 2014. Variabel independen terdiri dari total akrual sebagai proksi manajemen laba, kepemilikan institusional, likuiditas, profitabilitas, leverage, dan ukuran Kantor Akuntan Publik (KAP). Variabel dependen pada penelitian ini yaitu book tax gap (BTG). Penelitian ini mengacu pada penelitian Martani et al. (2011) yang dilakukan di Indonesia dengan sampel perusahaan yang terdaftar di bursa saham pada periode 1999-2008. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah (1) variabel independen manajemen laba dengan ketentuan surat ketetapan pajak (dummy), variabel independen insentif persediaan, dan variabel perusahaan berafiliasi (dummy) dihilangkan karena dalam penelitian tersebut tidak terbukti mempunyai hubungan yang signifikan dengan book tax gap. (2) Variabel kepemilikan institusional ditambahkan karena varibel ini dianggap sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi manajemen laba menurut Cornett et al. (2006); Balsam et al. (2002, dalam Siregar dan Utama, 2005); serta Widyastuti (2007). (3) Variabel independen profitabilitas diukur dengan profit margin dan variabel ukuran Kantor Akuntan Publik (KAP) ditambahkan dalam penelitian karena merupakan faktor manajemen laba menurut Yulianti (2005). METODE PENELITIAN Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2012). Populasi dalam penelitian ini adalah laporan keuangan tahunan seluruh perusahaan go public yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2012 hingga 2014. 675
SEMNAS FEKON 2016
Sampel adalah bagian dari populasi yang karakteristiknya sesuai dengan kriteria hendak diteliti atau diselidiki dan dianggap bisa mewakili keseluruhan populasi, jumlahnya lebih sedikit dari jumlah populasi (Sekaran, 2013). Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan metode nonprobability sampling dengan teknik purposive sampling dimana pengambilan sampel tidak memberi peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel karena pengambilan sampel dilakukan berdasarkan pertimbangan/kriteria tertentu. Sampel dalam penelitian ini adalah sampel yang memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut: 1. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dari tahun 2012 hingga 2014. 2. Perusahaan yang memiliki kelengkapan data laporan tahunan dan laporan keuangan dari tahun 1 Januari 2012 hingga 31 Desember 2014. Laporan keuangan yang dipilih mulai tahun 2012 karena Indonesia telah melakukan adopsi penuh IFRS mulai 1 Januari 2012 (Cahyonowati dan Ratmono, 2012). Program konvergensi IFRS menyebabkan SAK (Standar Akuntansi Keuangan) mengalami perubahan, seperti bersifat principle based, banyak menggunakan fair value, memerlukan proffesional judgement, dan pengungkapan yang lebih banyak (Sinaga, 2012). Principle based tidak menekankan pada aturan baku dan banyak menggunakan professional judgement, sehingga menyebabkan penilaian akuntansi berdasar pandangan subyektif yang memungkinkan peluang manajemen laba berbeda. 3. Perusahaan yang menggunakan mata uang rupiah dalam penyusunan laporan keuangan. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa laporan tahunan serta laporan keuangan perusahaan. Data sekunder dapat diperoleh melalui website Indonesia Stock Exchange (IDX) dan website perusahaan terkait. Definisi Operasional Variabel Penelitian dan Pengukurannya Variabel Dependen Variabel dependen dalam penelitian ini adalah book tax gap yang dihitung dengan estimasi dari model Total Book Tax Differences (BTD). BTD = (laba akuntansi – laba pajak) / total aset Laba Pajak = Beban pajak kini / Tarif pajak Variabel Independen Variabel independen dalam penelitian ini diidentifikasikan dengan manajemen laba, kepemilikan institusional, likuiditas, profitabilitas, leverage, dan ukuran Kantor Akuntan Publik (KAP). Manajemen Laba Manajemen laba diukur dengan total akrual. Total Accrual (𝑇𝐴𝐶𝐶𝐼𝑡 ) diestimasikan selisih antara laba akuntansi yang dilaporkan dengan arus kas dari operasi (Healy, 1985). Healy (1985) membagi total akrual terdiri dari akrual diskresioner dan akrual non-diskresioner (𝑇𝐴𝐶𝐶𝐼𝑡 = 𝐷𝐴𝐼𝑡 + 𝑁𝐴𝐼𝑡 ). Akrual diskresioner adalah penyesuaian arus kas yang dipilih oleh manajer (Healy, 1985). Sedangkan akrual non-diskresioner adalah akuntansi penyesuaian arus kas perusahaan yang diamanatkan oleh badan standar pengaturan akuntansi (Healy, 1985). Oleh karena itu, akrual nondiskresioner dapat dikatakan sebagai mandatory, bukan aktifitas manajemen untuk mengelola laba. Hal tersebut dapat diasumsikan 𝑁𝐴𝐼𝑡 konstan atau bernilai nol (0), maka 𝑇𝐴𝐶𝐶𝐼𝑡 = 𝐷𝐴𝐼𝑡 𝑇𝐴𝐶𝐶𝑖𝑡 = 𝐷𝐴𝑖𝑡 + 𝑁𝐴𝑖𝑡 Jika NAit diasumsikan nol (NAit = 0), maka 𝑇𝐴𝐶𝐶𝑖𝑡 = 𝐷𝐴𝑖𝑡 𝑇𝐴𝐶𝐶𝑖𝑡 = 𝑁𝐼𝑖𝑡 − 𝐶𝐹𝑂𝑖𝑡 676
SEMNAS FEKON 2016
𝐷𝐴𝑖𝑡 =
𝑇𝐴𝐶𝐶𝑖𝑡 𝑇𝐴𝑖𝑡
Kepemilikan Institusional Koubaa dan Anis (2015) mengukur kepemilikan institusional dengan presentase rata-rata saham perusahaan i yang dimiliki oleh saham institusional di semua tanggal laporan untuk tahun t. Rasio kepemilikan institusional diukur dengan: Ʃ𝑠𝑎ℎ𝑎𝑚 𝑝𝑒𝑟𝑢𝑠𝑎ℎ𝑎𝑎𝑛 𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑚𝑖𝑙𝑖𝑘𝑖 𝑖𝑛𝑠𝑡𝑖𝑡𝑢𝑠𝑖𝑜𝑛𝑎𝑙 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑡 Ʃ 𝑠𝑎ℎ𝑎𝑚 𝑝𝑒𝑟𝑢𝑠𝑎ℎ𝑎𝑎𝑛 𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑟𝑒𝑑𝑎𝑟 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑡 Likuiditas Alsaeed (2006) menghitung likuiditas dengan membagi aktiva lancar dibagi kewajiban lancar. Likuiditas dihitung dengan membagi aset lancar ke total aset (Martani et al., 2011). Fontanella dan Martani (2014) membagi aktiva lancar dengan utang lancar untuk menghitung likuiditas. Likuiditas adalah rasio total aktiva lancar dan kewajiban lancar untuk tahun t (Koubaa dan Anis, 2015). Rasio likuiditas diukur 𝐿𝑖𝑘𝑢𝑖𝑑𝑖𝑡𝑎𝑠 =
𝐴𝑠𝑒𝑡 𝐿𝑎𝑛𝑐𝑎𝑟 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐿𝑎𝑛𝑐𝑎𝑟
Profitabilitas Profitabilitas dalam penelitian ini diukur dengan proksi net profit margin. Alsaeed (2006) mengukur net profit margin dengan laba bersih yang tersedia bagi pemegang saham dibagi dengan penjualan bersih. Brigham dan Houston (2010) mengukur margin laba atas penjualan (profit margin on sales) dengan membagi antara laba bersih dan penjualan. Kieso et al. (2011) mengukur profit margin on sales dengan membagi antara laba bersih terhadap penjualan bersih. Rasio profitabilitas diukur dengan proksi net profit margin dengan rumus sebagai: 𝑁𝑒𝑡 𝑃𝑟𝑜𝑓𝑖𝑡 𝑀𝑎𝑟𝑔𝑖𝑛 =
𝐿𝑎𝑏𝑎 𝐵𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ 𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛 𝐵𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ
Leverage Alsaeed (2006) mengukur leverage dengan total utang (liabilities) dibagi dengan total aset. Ajay et al. (2006) juga mendefinisikan leverage sebagai rasio dari total utang dibagi dengan total aktiva. Noor et al. (2010) mendefinisikan leverage dihitung sebagai total utang dibagi dengan total aktiva. Leverage dihitung sebagai rasio dari utang jangka panjang terhadap total aktiva (Kim and Zhang, 2016). Rasio leverage diukur dengan 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐿𝑒𝑣𝑒𝑟𝑎𝑔𝑒 = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡 Ukuran Kantor Akuntan Publik (KAP) KAP berukuran besar dapat digolongkan sebagai Big Four dan KAP berukuran kecil dikelompokkan sebagai Non Big Four. Ukuran Kantor Akuntan Publik (KAP) diukur dengan variabel dummy. Jika perusahaan diaudit oleh KAP Big Four, maka mempunyai nilai 1. Jika perusahaan diaudit oleh KAP Non Big Four, maka mempunyai nilai 0. Variabel Kontrol Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah ukuran perusahaan. Ukuran perusahaan merupakan natural logaritma total aset perusahaan. 677
SEMNAS FEKON 2016
Pengujian Hipotesis Persamaan regresi yang digunakan dalam penelitian ini adalah: BTGit = α0 + β1TACCit + β 2KI+ β 3LIQit+ β 4NPM3it + β 5LEVit + β 6KAPit + β 7SIZEit + εit
Variabel BTG TACC KI LIQ NPM LEV KAP SIZE
Tabel 1 Keterangan Model Persamaan Regresi Keterangan Book Tax Gap diukur dengan Total Book Tax Differences Manajemen laba dengan total akrual Kepemilikan Institusional Likuiditas untuk perusahaan i pada tahun t, diukur dengan aset lancar/liabilitas lancar Profitabilitas perusahaan i pada tahun t dengan net profit margin Leverage untuk perusahaan i pada tahun t, diukur dengan total liabilitas/total aset. Ukuran KAP dengan variabel dummy, 1 jika perusahaan menggunakan auditor Big Four, 0 jika Non Big Four Ukuran perusahaan, diukur dengan logaritma natural total aset
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Deskriptif Hasil statistik deskriptif menunjukkan variabel TotBTD memiliki nilai minimum sebesar 0,147695 dan maksimum sebesar 0,814682. Nilai TotBTD minimum dimiliki oleh PT PT Bentoel Internasional Investama Tbk pada tahun 2014. Nilai TotBTD yang negatif menunjukkan laba akuntansi lebih kecil dibanding laba kena pajak. Nilai TotBTD maksimum dimiliki oleh PT Kedawung Setia Industrial pada tahun 2012. PT Kedawung Setia Industrial Tbk ini memiliki TotBTD positif yang menunjukkan laba akuntansi lebih besar dari laba kena pajak. Nilai standar deviasi yang lebih besar dari mean merupakan indikator bahwa terdapat variabel TotBTD yang bernilai negatif. Variabel TACC memiliki nilai minimum -0,278034 dan maksimum 0,473716. Perusahaan manufaktur yang memiliki TACC minimum adalah PT Gunawan Dianjaya Steel Tbk pada tahun 2012. Perusahaan yang memiliki TACC maksimum adalah PT Alam Karya Unggul Tbk tahun 2014. Variabel KI memiliki nilai minimum 0,000000 dan maksimum 0,993300. Nilai minimum 0,000000 dimiliki oleh PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk tahun 2013. Saham dari perusahaan ini tidak ada yang dimiliki oleh pihak institusi atau dengan kata lain saham PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk tahun 2013 dimiliki oleh perseorangan. Perusahaan yang memiliki KI maksimum yaitu PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. Nilai maksimum ini menunjukkan hampir semua saham perusahaan ini dimiliki oleh pihak institusi. Nilai rata-rata KI sebesar 0,706125 berarti rata-rata perusahaan memiliki kepemilikan saham oleh institusional lebih dari 50%. Nilai standar deviasi yang lebih kecil dari mean merupakan indikator bahwa nilai mean merepresentasikan keseluruhan data. Variabel Liq memiliki nilai minimum 0,233930 dan maksimum 13,87127. Tingkat kemampuan PT Alam Karya Unggul Tbk pada tahun 2012 dalam melunasi utang jangka 678
SEMNAS FEKON 2016
pendeknya merupakan yang terendah dari semua sampel yang ada karena perusahaan ini memiliki rasio likuiditas minimum. Nilai Liq maksimum berasal dari PT Intanwijaya International Tbk tahun 2013 yang menunjukkan bahwa kemampuan perusahaan dalam melunasi utang jangka pendek relatif tinggi. Nilai minimum variabel NPM sebesar -4,502078 dimiliki oleh PT Malindo Feedmill Tbk tahun 2014. Variabel NPM maksimum sebesar 0,818592 berasal dari PT Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk tahun 2012. Nilai maksimum dari variabel NPM menunjukkan bahwa konstribusi penjualan untuk menghasilkan laba perusahaan yang tertinggi sebesar 0,818592. Nilai rerata variabel NPM yaitu 0,006183 dengan nilai standar deviasi 0,390914. Nilai standar deviasi yang lebih besar dari mean merupakan indikator bahwa nilai mean kurang merepresentasikan keseluruhan data. Nilai rerata variabel Lev sebesar 0,520145 dengan nilai standar deviasi 0,399512. Nilai standar deviasi yang lebih kecil dari mean merupakan indikator bahwa nilai mean merepresentasikan keseluruhan data. Nilai minimum variabel Lev adalah 0,026112 dimiliki oleh PT Tempo Scan Pacific Tbk tahun 2014 yang menunjukkan perusahaan ini memiliki tingkat utang terendah. Nilai maksimum Lev sebesar 2,876290 dimiliki oleh PT Primarindo Asia Infastructure Tbk tahun 2012. Variabel KAP menggunakan variabel dummy 1 bagi perusahaan yang menggunakan auditor independen Big Four dan 0 bagi perusahaan yang menggunakan auditor independen Non Big Four. Penelitian ini dari sampel sebanyak 301 sampel dari tahun 2012-2014 ditemukan 104 sampel menggunakan KAP Big Four. Nilai standar deviasi yang lebih besar dari mean merupakan indikator bahwa nilai mean kurang merepresentasikan keseluruhan data. Variabel SIZE memiliki nilai minimum 23,08250 dari PT Alam Karya Unggul Tbk tahun 2012 dan nilai maksimum 33,09498 dari PT Astra International Tbk tahun 2014. Perusahaan manufaktur terbesar dalam sampel penelitian ini yaitu PT Astra International Tbk tahun 2014 dan perusahaan yang terkecil dimiliki oleh PT Alam Karya Unggul Tbk tahun 2012. Hasil Penelitian dan Analisis Data Berdasarkan uji Chow menunjukkan bahwa nilai probability yang dihasilkan sebesar 0,000 atau lebih kecil dari 0,050 (<0,050) atau signifikan. Berdasarkan hasil nilai probability tersebut, maka model Fixed Effect dianggap lebih cocok digunakan sebagai model regresi dalam penelitian ini. Hasil uji Hausman menunjukkan nilai probability sebesar 0,8563 atau lebih kecil dari 0,050 (<0,050) atau tidak signifikan. Berdasarkan hasil nilai probability tersebut, maka model random effect dianggap lebih cocok digunakan sebagai model regresi dalam penelitian ini. Nilai adjusted R Square atas model regresi yang digunakan pada variabel TotBTD adalah sebesar 0,029767 atau 2,9767 %, sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel-variabel independen mampu menjelaskan variabel dependen sebesar 2,9767% dan sisanya sebesar 97,0233% (100% 2,9767%) dijelaskan oleh variabel lain diluar model. Hasil uji F pada tabel menunjukkan nilai F hitung sebesar 2,314888 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,025933 atau tingkat signifikansi yang dihasilkan lebih kecil dari 0,050. Hasil tersebut menunjukkan bahwa model regresi dapat dikatakan layak untuk digunakan dalam memprediksi variabel dependen, sehingga dapat disimpulkan variabel independen secara bersamasama berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen.
679
SEMNAS FEKON 2016
Tabel 2 Hasil Pengujian Regresi Variable Model (Constant) TACC KI Liq NPM Lev KAP Size * sig pada level 1% ** sig pada level 5% *** sig pada level 10%
Coefficients -0,033455 0,062490 -0,008325 0,001817 0,027976 -0,008809 -0,006176 0,002131
Prob. 0,6963 0,1739 0,6613 0,3871 0,0078 0,4073 0,5368 0,4711
Interpretasi Tidak Didukung Tidak Didukung Tidak Didukung Didukung Tidak Didukung Tidak Didukung
Hipotesis pertama menyatakan jika variabel manajemen laba berpengaruh positif terhadap book tax gap. Penelitian terdahulu seperti Milss dan Newberry (2001) membuktikan manajemen insentif akan menghasilkan BTG yang besar. Penelitian Martani et al. (2011) membuktikan bahwa manajemen laba dengan proksi total akrual berpengaruh positif terhadap BTG. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa nilai signifikansi variabel independen manajemen laba lebih besar dari tingkat signifikansi 0,05 (0,17 > 0,05), maka hipotesis pertama tidak didukung dengan hasil uji statistik. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Milss dan Newberry (2001) serta Martani et al. (2011). Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan pernyataan Yulianti (2005) yang menunjukkan jika selisih antara laba komprehensif dan laba fiskal dapat dijadikan sebagai proksi dari manajemen laba oleh perusahaan dengan tujuan tertentu. Peneliti menduga perbedaan hasil penelitian ini karena ketatnya peraturan dan regulasi BAPEPAM mengenai laporan keuangan perusahaan emitten BEI mempersempit ruang manajemen untuk melakukan manajemen laba (Wiryandari dan Yulianti, 2009). Selain itu pengguna laporan keuangan juga menjadi lebih cermat dalam menganalisa laporan keuangan emitten dan memiliki pengetahuan yang lebih luas serta mendalam untuk mendeteksi manajemen laba yang mungkin terjadi (Wiryandari dan Yulianti, 2009). Dugaan lain yang mengakibatkan perbedaan hasil penelitian yaitu penggunaan proksi manajemen laba dari total akrual model Healy (1985). Healy (1985) mengasumsikan jika non-akrual diskresioner konstan dari waktu ke waktu karena merupakan keputusan mandatory. Sedangkan Jones (1991) menolak asumsi bahwa akrual non-diskresioner adalah konstan. Model Jones (1991) mengontrol dampak perubahan ekonomi perusahaan terhadap akrual non-diskresioner. Jones (1991) berpendapat jika manajemen laba dapat dicapai dengan tiga cara, yaitu penggunaan akrual, perubahan metode akuntansi, dan perubahan struktur modal. Hipotesis kedua menyatakan jika variabel kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap book tax gap. Keputusan manajemen berdampak pada besarnya BTG, seperti pada penelitian sebelumnya membuktikan keputusan akuntansi tertentu oleh manajerial tercermin dari BTG (Koubaa dan Anis, 2015). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa nilai signifikansi variabel independen kepemilikan institusional lebih besar dari tingkat signifikansi 0,05 (0,66 > 0,05), maka hipotesis kedua tidak didukung dengan hasil uji statistik. Hasil penelitian ini tidak didukung dengan penelitian Long et al. (2013) serta Kouba dan Anis (2015) yang menyatakan kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap BTG. Hasil penelitian tidak didukung pula oleh Chung 680
SEMNAS FEKON 2016
et al. (2002); Cornett el al. (2008); dan Moore (2012) yang menemukan kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap BTG. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa investor institusional tidak memiliki kemampuan menggunakan informasi yang diperoleh dan belum efektif dalam melakukan pengawasan terhadap pihak manajer. Oleh sebab itu kepemilikan modal oleh pihak investor institusional tidak mengurangi batas manipulasi manajer (Koubaa dan Anis, 2015) yang mengakibatkan tingginya tingkat BTG. Dugaan lain dari hasil penelitian ini yaitu terdapat perbedaan perlakuan pemegang saham antara di China, U.S, dan Indonesia. Hipotesis ketiga menyatakan jika variabel likuiditas yang merupakan faktor dari manajemen laba berpengaruh negatif terhadap book tax gap. Hasil uji statistik menunjukkan nilai signifikansi variabel independen likuiditas lebih besar dari tingkat signifikansi 0,05 (0,38 > 0,05), maka hipotesis ketiga tidak didukung dengan hasil uji statistik. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Long et al. (2013) yang menyatakan jika likuiditas berpengaruh negatif terhadap BTG. Namun hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Martani et al. (2011); Fontanella dan Martani (2014); serta Koubaa dan Anis (2015). Penulis menduga perbedaan hasil penelitian ini dikarenakan perusahaan yang terdaftar di BEI, baik yang memiliki rasio likuiditas yang tinggi maupun rendah mulai menyadari untuk mematuhi peraturan tentang pelaporan keuangan yang berlaku (Wiryandari dan Yulianti, 2009). Perusahaan mulai mematuhi peraturan diduga karena peraturan dan regulasi dari BAPEPAM tentang laporan keuangan perusahaan emitten BEI mempersempit ruang gerak perusahaan untuk melakukan manipulasi laba (Wiryandari dan Yulianti, 2009). Hipotesis keempat menyatakan jika variabel profitabilitas yang merupakan faktor dari manajemen laba berpengaruh positif terhadap book tax gap. Penelitian terdahulu seperti Mills dan Newberry (2001); Atwood et al. (2012); Fontanella dan Martani (2014); serta Koubaa dan Anis (2015) membuktikan jika profitabilitas berpengaruh positif terhadap BTG. Hasil uji statistik menunjukkan nilai signifikansi variabel independen profitabilitas lebih kecil dari tingkat signifikansi 0,05 (0,00 < 0,05), maka hipotesis keempat didukung dengan hasil uji statistik. Penelitian ini sesuai dengan Mills dan Newberry (2001); Atwood et al. (2012); Fontanella dan Martani (2014); dan Koubaa dan Anis (2015). Namun hasil penelitian ini tidak sesuai dengan Martani et al. (2011) yang menyatakan jika profitabilitas tidak mempengaruhi BTG. Hasil pengujian mendukung argumen bahwa perusahaan yang mempunyai laba tinggi atau unggul cenderung mengelola laba dengan cara mengelola kebijakan prosedur akuntansi (Kolay et al., 2011 dalam Koubaa dan Anis, 2015). Pernyataan tersebut didukung oleh Manzon dan Plesko (2002) bahwa perusahaan yang mempunyai laba tinggi dapat melakukan pengelolaan pemotongan pajak, kredit pajak, dan pembebasan pajak dibanding dengan perusahaan yang mengalami kerugian, yang mengakibatkan BTG menjadi lebih besar. Hipotesis kelima menyatakan jika variabel leverage berpengaruh positif terhadap book tax gap. Penelitian terdahulu yang mendukung hipotesis tersebut yaitu Atwood et al. (2012) dan Koubaa dan Anis (2015). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa nilai signifikansi variabel independen leverage lebih besar dari tingkat signifikansi 0,05 (0,40 > 0,05), maka hipotesis kelima tidak didukung dengan hasil uji statistik. Hasil penelitian ini tidak didukung dengan penelitian Atwood et al. (2012) dan Koubaa dan Anis (2015) yang membuktikan leverage berpengaruh positif terhadap BTG. Hasil penelitian ini berbeda juga dengan Moore (2012) dan Long et al. (2013) yang membuktikan leverage berpengaruh negatif terhadap BTG. Namun hasil penelitian ini sesuai dengan Martani et al. (2011) dan Fontanella dan Martani (2014).
681
SEMNAS FEKON 2016
Hasil penelitian ini mendukung argumen bahwa di Indonesia tidak seluruh beban bunga utang dapat dibebankan, karena hal ini tergantung dari beban bunga atas pinjaman yang ditempatkan dalam deposito (Kamila dan Martani, 2014). Jika beban bunga atas utang yang dibayarkan melebihi jumlah rata-rata pendapatan bunga deposito berjangka, maka beban bunga baru dapat dibebankan. Hal lain yang diduga mengakibatkan leverage tidak berpengaruh signifikan yaitu menteri keuangan mempunyai wewenang untuk menentukan perbandingan utang terhadap modal untuk perhitungan pajak terutang (Septiani dan Martani, 2014). Kegiatan monitoring yang ketat dari kreditor dan pemegang obligasi kepada perusahaan yang memiliki rasio leverage tinggi diduga turut menjadi penyebab leverage tidak berpengaruh signifikan terhadap BTG (Long et al., 2013; Septiani dan Martani, 2014). Hipotesis keenam menyatakan jika variabel ukuran KAP berpengaruh negatif terhadap book tax gap. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa nilai signifikansi variabel independen ukuran KAP lebih besar dari tingkat signifikansi 0,05 (0,53 > 0,05), maka hipotesis keenam tidak didukung dengan hasil uji statistik. Hal ini dapat dijelaskan dengan pernyataan Nindita dan Siregar (2012) bahwa tidak semua KAP Big Four menghasilkan kualitas audit yang lebih baik dibanding KAP Non Big Four. Nindita dan Siregar (2010) juga menjelaskan jika KAP Big Four tidak menjamin laporan keuangan yang diaudit bebas dari kesalahan yang material. Maka peneliti menduga tidak semua KAP Big Four mengeluarkan laporan audit berkualitas yang memuat minimum book tax gap akibat pelanggaran atau kecurangan sistem akuntansi dan meminimalkan risiko informasi pada laporan keuangan yang mengandung salah saji material. Hal lain yang dapat disimpulkan yaitu kualitas KAP berukuran besar maupun kecil dapat dikatakan hampir seragam (Nindita dan Siregar, 2010). Hal ini terjadi karena hampir semua KAP mengaudit laporan keuangan berpedoman pada standart pengendalian mutu kualitas audit yang sama yang telah ditetapkan oleh Dewan Standar Profesional Akuntan Publik Institut Akuntan Publik Indonesia (DSPAP IAPI) dan aturan etika akuntan publik yang ditetapkan oleh IAPI (Winata, 2014). SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan variabel manajemen laba, kepemilikan institusional, likuiditas, leverage, dan ukuran KAP dapat mempengaruhi secara bersama-sama terhadap BTG. Variabel total akrual belum bisa menjelaskan BTG sebagai indikator manajemen laba. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan Yulianti (2005) bahwa total akrual merupakan alat yang paling sering digunakan untuk melakukan manajemen laba dan semakin besar akrual perusahaan, semakin besar probabilitas perusahaan melakukan manajemen laba. Penulis menduga bahwa total akrual tidak dapat digunakan sebagai indikator manajemen laba karena total akrual terdiri dari dua macam yaitu akrual diskresioner dan akrual non-diskresioner. Akrual diskresioner memang dapat digunakan oleh manajer sebagai kesempatan untuk mengatur dan memilih prosedur yang berlaku sesuai yang telah ditetapkan oleh badan standar pengaturan akuntansi. Sedangkan akrual nondiskresioner bersifat mandatori, karena akuntansi penyesuaian yang telah diamanatkan oleh badan standar pengaturan akuntansi dan bukan merupakan aktifitas manajemen laba. Oleh sebab itu peneliti menduga bahwa proksi yang tepat digunakan untuk mengukur manajemen laba yaitu akrual diskresioner dan bukan total akrual. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi manajemen laba juga ikut diuji terhadap BTG. Hal ini dilakukan untuk memberikan hasil bahwa faktor-faktor yang menyebabkan manajemen 682
SEMNAS FEKON 2016
laba dapat menjelaskan BTG, sehingga BTG dapat digunakan sebagai indikator manajemen laba. Pada penelitian ini kepemilikan institusional belum bisa menjelaskan BTG sebagai indikator manajemen laba. Pihak investor institusional yang dianggap sebagai investor canggih dan mempunyai sumber daya yang lebih (Herawaty, 2008; Long et al., 2013), diduga tidak dapat memiliki kemampuan menggunakan informasi yang diperoleh dan belum efektif melakukan pengawasan terhadap pihak manajer. Hal ini mengakibatkan kepemilikan modal oleh pihak investor institusional tidak mengurangi batas manipulasi manajer yang berdampak tingginya tingkat BTG. Faktor lain yang belum bisa menjelaskan BTG sebagai indikator dari manajemen laba yaitu likuiditas dan leverage. Rasio leverage yang tinggi menandakan perusahaan mempunyai utang dan beban bunga yang tinggi. Tingginya beban bunga utang tidak dapat sepenuhnya mempengaruhi pendapatan kena pajak yang berakibat tingginya BTG. Hal ini terjadi karena tidak semua beban bunga utang dapat dibebankan untuk mengurangi pendapatan kena pajak (Kamila dan Martani, 2014). Beban bunga baru dapat dibebankan sebagian jika bunga yang dibayar atau terutang atas rata-rata pinjaman melebihi jumlah rata-rata bunga yang ditempatkan dalam deposito berjangka (Septiani dan Martani, 2014). Kegiatan monitoring yang ketat dari kreditor dan pemegang obligasi kepada perusahaan yang memiliki rasio leverage diduga menyebabkan leverage tidak dapat mempengaruhi BTG (Septiani dan Martani, 2014). Perbedaan hasil penelitian mengenai likuiditas dikarenakan perusahaan yang terdaftar di BEI, baik yang memiliki rasio likuiditas yang tinggi maupun rendah mulai menyadari untuk mematuhi peraturan tentang pelaporan keuangan yang berlaku dan ketatnya peraturan dari BAPEPAM (Wiryandari dan Yulianti, 2009). Faktor lain yang belum bisa menjelaskan BTG sebagai indikator manajemen laba yaitu ukuran KAP yang mengaudit perusahaan. Hal ini dapat dijelaskan dengan pernyataan Nindita dan Siregar (2005) jika tidak semua KAP Big Four menghasilkan kualitas audit yang lebih baik dibanding KAP Non Big Four dan menjamin menghasilkan laporan keuangan audit yang berkualitas. Oleh karena itu, peneliti menduga tidak semua KAP Big Four mengeluarkan laporan keuangan audit yang berkualitas yang memuat minimum book tax gap. Faktor yang diduga mempengaruhi manajemen laba dan juga mempengaruhi BTG yaitu profitabilitas. Perusahaan mempunyai laba tinggi atau unggul cenderung mengelola laba dengan cara mengelola kebijakan prosedur akuntansi (Kolay et al., 2011 dalam Koubaa dan Anis, 2015). Pernyataan tersebut didukung oleh Manzon dan Plesko (2002) bahwa perusahaan yang mempunyai laba tinggi dapat melakukan pemotongan pajak, kredit pajak, dan pembebasan pajak dibanding dengan perusahaan yang mengalami kerugian, sehingga BTG lebih besar. Saran Penelitian selanjutnya diharapkan untuk memperluas sampel dari berbagai sektor usaha, jika perlu menggunakan perusahaaan di sektor baik keuangan maupun non keuangan. Hal ini diharapkan agar dapat memberikan pengetahuan mengenai implementasi Book Tax Gap (BTG) pada sektor usaha yang lain. Untuk variabel independen dapat ditambahkan karakteristik diluar perusahaan atau faktor-faktor lain yang mempengaruhi manajemen laba seperti kepemilikan manajerial, kepemilikan keluarga, Price to Earning Ratio (PER), Price to Book Value Ratio (PB), dan lain-lain. Variabel independen terkait manajemen laba dapat menggunakan proksi yang lain seperti model diskresioner akrual, diskresioner non akrual, dan akrual khusus (agregate accrual). DAFTAR PUSTAKA
683
SEMNAS FEKON 2016
Ajay, A; C. Derashid; dan H. Zhang. 2006. Public Policy, Political Connections and Effective Tax rates: Longitudinal Evidence from Malaysia. Journal of Accounting and Public Policy, 25 (5): 574-995. Alsaeed, K. 2006. The Association Between Firm-Specific Characteristics and Disclosure. Managerial Auditing Journal, 21 (5): 476-496. Atwood, T. J.; M. S. Drake; J. N. Myers; dan L. A. Myers. 2012. Home Country Tax System Characteristics and Corporate Tax Avoidance: International Evidence. The Accounting Review, 87 (6): 1831-1860. Brigham, E. F. dan J. F. Houston. 2010. Dasar-dasar Manajemen Keuangan. Edisi 11. Buku 1. Jakarta: Salemba Empat. Cahyonowati, N. dan D. Ratmono. 2012. Adopsi IFRS dan Relevansi Nilai Informasi Akuntansi. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, 14 (2): 105-115. Chung, R; M. Firth; dan J. Kim. 2002. Institutional Monitoring and Opportunistic Earnings Management. Journal of Corporate Finance, 8(1): 29-48. Cornett, M. M; J. J. McNutt; dan H. Tehranian. 2006. Cororate Governance and Earning Management at Large U.S Bank Holding Companies. Journal of Corporate Finance, 15 (4): 412-430. Cornett, M. M; A. J. Marcus; dan H. Tehranian .2008. Corporate Governance and Pay for Performance: The impact of Earnings Management. Journal of Financial Economics, 87(2): 357-373. Fontanella, A. dan D. Martani. 2014. Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Book Tax Differences (BTD) pada Perusahaan listed di Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi XVII Mataram. Healy, P. M. 1985. The Effect of Bonus Schemes on Accounting Decisions. Journal of Accounting and Economics, 7: 85-107. Herawaty, V. 2008. Peran Praktek Corporate Governance Sebagai Moderating Variable dari Pengaruh Earning Management Terhadap Nilai Perusahaan. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, 10 (2): 97-108. Jones, G. R. 2001. Organizational Theory: Text and Cases. New Jersey: Prentice Hall. Kamila, P. A. dan D. Martani. 2014. Analisis Hubungan Agresivitas Pelaporan Keuangan dan Agresivitas Pajak. Simposium Nasional Akuntansi XVII Mataram. Kieso, D. E; J. J. Weygandt; dan T. D. Warfield. 2011. Intermediate Accounting. USA: John Wiley & Sons, Inc. Kim, C. F. dan L. Zhang. 2016. Corporate Political Connections and Tax Aggressiveness. Contemporary Accounting Research. 33 (1): 78-114. Koubaa, R. R. dan J. Anis. 2015. Book-Tax Differences: Relevant Explanatory Factors. International Journal of Accounting Economics Studies, 3 (2): 95-104. Long, Yue’e; K. Ye; dan M. Lv. 2013. Non-institutional Determinants of Book-Tax Differences: Evidence from China. Journal of Accounting and Finance, 13 (3): 146-153. Manzon, G. B. dan G. A. Plesko. 2002. The Relation Between Financial and Tax Reporting Measures of Income. Working Paper. Tax Law Review Symposium on Corporate Tax Shelters. http://papers.ssrn.com/abstract_id=264112. Februari, 21, 2016 Martani, Dwi; Y. Anwar; dan D. Fitriasari. 2011. Book-Tax Gap: Evidence From Indonesia. China-USA Business Review, 10 (4): 278-284.
684
SEMNAS FEKON 2016
Mills, L. F. dan K. J. Newberry. 2001. The Influence of Tax and Nontax Costs on Book-Tax Reporting Differences: Public and Private Firms. The Journal of the American Taxation Association, 23 (1): 1-19. Moore, J. A. 2012. Empirical Evidence on The Impact of External Monitoring on Book-Tax Differences. Advances in Accounting, Incorporating Advances in International Accounting, 28: 254–269. Nindita, C. dan S. V. Siregar. 2012. Analisis Pengaruh Ukuran Kantor Akuntan Publik terhadap Kualitas Audit di Indonesia. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, 14 (2): 91-104. Noor, R. Md; N. S. M. Fadzillah; dan N. A. Mastuki. 2010. Corporate Tax Planning: A Study on Corporate Effective Tax Rates of Malaysian Listed Companies. International Journal of Trade, Economics and Finance,1 (2): 189-193. Persada, A. E. dan D. Martani. 2010. Analisis Faktor yang Mempengaruhi Book Tax Gap dan Pengaruhnya terhadap Persistensi Laba. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, 7 (2): 205-221. Scott, W. R. 2012. Financial Accounting Theory. Canada: Prentice Hall International Toronto. Sekaran, U. 2013. Research and Methods for Business. India: Wiley. Septiani, S. dan D. Martani. 2014. Analisis Corporate Governance dan Reformasi Perpajakan terhadap Manajemen Laba dan Manajemen Pajak pada Perusahaan Terdaftar di BEI. Simposium Nasional Akuntansi XVII Mataram. Sinaga, R. U. 2012. Standar Akuntansi Keuangan per 1 Juni 2012. Jakarta: Ikatan Akuntan Indonesia. Siregar, S. V. N. P. dan S. Utama. 2005. Pengaruh Struktur Kepemilikan, Ukuran Perusahaan, dan Praktek Corporate Governance terhadap Pengelolaan Laba (Earnings Management). Simposium Nasional Akuntansi VIII Solo. Sovdan, S. 2012. Book Tax Differences and Companies Financial Characteristics: The Case of Croatia. The Business Review Cambridge, 19 (2): 265-271. Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Tang, T. 2006. Book-tax differences: a function of accounting-tax misaligment, earnings management and tax management: empirical evidence from China. In American Asociation Annual Meeting, Washington DC. Widyastuti, T. 2007. Pengaruh Karakteristik Perusahaan terhadap Manajemen Laba dan Dampaknya pada Return Saham. Akuntabilitas, 7 (1): 38-44. Winata, Fenny. 2014. Pengaruh Corporate Governance terhadap Tax Avoidance pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2013. Tax and Accounting Review, 4 (1): 111. Wiryandari, S. A. dan Yulianti. 2009. Hubungan Perbedaan Laba Akuntansi dan Laba Pajak dengan Perilaku Manajemen Laba dan Persistensi Laba. Simposium Nasional Akuntansi XII Palembang. Yulianti. 2005. Kemampuan Beban Pajak Tangguhan dalam Mendeteksi Manajemen Laba. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, 2 (1): 107-129
685
SEMNAS FEKON 2016
ANALISIS PENGARUH AKTIVA PAJAK TANGGUHAN DAN AKRUAL TERHADAP MANAJEMEN LABA (Kajian Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Sektor Miscellaneous Industry di BEI) Susi Handayani dan Iin Rosini Universitas Pamulang, Tangerang Selatan [email protected] Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa dan menguji pengaruh aktiva pajak tangguhan dan akrual sebagai prediktor manajemen laba pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia periode 2010-2014. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif, yaitu metode penelitian yang dilakukan dengan menguraikan terlebih dahulu kondisi objek penelitian atau perusahaan yang diteliti berdasarkan fakta dan data yang ada untuk menguji hipotesis. Untuk pengujian hipotesis, metode yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda dengan menggunakan program Statistical Package for the Social Science (SPSS) versi 22.0 dengan metode enter. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik purpose sampling,dihasilkan 10 (sepuluh) perusahaan manufaktur sector Miscellaneous Industry. Dari hasil analisis regresi logistik biner dapat diketahui secara parsial dan simultan variabel aktiva pajak tangguhan tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba, sedangkan variabel akrual berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur sektor Miscellaneous Industry di Bursa Efek Indonesia. Kata Kunci: Aktiva Pajak Tangguhan, Akrual, Manajemen Laba
686
SEMNAS FEKON 2016
PENDAHULUAN Penyusunan laporan keuangan oleh manajemen bertujuan untuk menyampaikan informasi mengenai kondisi keuangan dan ekonomi perusahaan pada periode tertentu. Fenomena yang terjadi adalah timbulnya masalah keagenan. Sulistiyanto dan Midiastuti (2003) menyatakan bahwa manajemen perusahaan berusaha untuk memberikan sinyal positif kepada pasar tentang perusahaan yang dikelolanya. Oleh karena itu, manajer perusahaan kemudian berkeinginan untuk menaikkan laba yang dilaporkan kepada para pemegang saham dan pemakai eksternal lainnya (Deviana, 2008). Banyak manajer yang memanfaatkan peluang untuk merekayasa angka laba (earnings management) pada perusahaannya dengan rekayasa akrual untuk mempengaruhi hasil akhir dari berbagai keputusan antara lain adanya motivasi bonus, dianggap kinerjanya lebih baik atau meminimalkan beban pajak penghasilan yang harus dibayar oleh perusahaan (Suranggane, 2007:526). Sebagai contoh kasus pada PT. PLN (PERSERO) Distribusi Bali. Setelah dilakukan pemeriksaan pajak, didapatkan hasil yang berupa pajak penghasilan fiskal pada Tahun 2003 sebesar Rp 616.206.533.565,- dan pada Tahun 2004 sebesar Rp 120.344.177.465,-. Pajak tangguhan yang ada di PT. PLN (PERSERO) Distribusi Bali untuk Aktiva Pajak Tangguhan Tahun 2003 Rp. 184.861.966.070,- dan kewajiban Pajak Tangguhan Tahun 2003 sebesar Rp 65.002.051.320,-. Tahun 2004 Aktiva Pajak Tangguhan sebesar Rp 36.103.253.240,- kewajiban Pajak Tangguhan Tahun 2004 sebesar Rp 37.515.162.581,-. Pada saat diadakan Koreksi Fiskal atas Laporan Laba Rugi Tahun 2003 ditemukan adanya selisih sebesar Rp 57.366.518.774,- lebih besar menurut fiskal daripada Laporan Keuangan Perusahaan. Pada Tahun 2004 juga ditemukan selisih yang lebih besar menurut fiskal daripada Laporan Keuangan Perusahaan sebesar Rp 48.766.124.690,-. Pada Laporan Keuangan PT. PLN (Persero) (Laidian, 2010). Hal ini menunjukkan bahwa pajak tangguhan dijadikan celah oleh manajemen untuk mempengaruhi besarnya pajak penghasilan yang seharusnya dibayarkan. Perusahaan di Indonesia dalam menyusun laporan keuangan berpedoman pada PSAK dan Peraturan Perpajakan. Dalam menyiapkan laporan keuangan manajemen membutuhkan penilaian dan perkiraan. Hal ini memberikan manajemen fleksibilitas dalam menyusun laporan keuangannya. Fleksibilitas penyusunan laporan keuangan diatur dalam Pedoman Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.1 tentang penyajian laporan keuangan dengan pendekatan akrual (accrual basis). Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) pada tahun 1997 menerbitkan pernyataan standar akuntansi keuangan (PSAK) No.46 yang mengatur tentang akuntansi pajak penghasilan (PPh) yang mulai diterapkan pada tahun 2001. Sebelum diberlakukannya PSAK No.46 tersebut, perusahaan hanya menghitung dan mengakui besarnya beban pajak penghasilan untuk tahun berjalan saja tanpa menghitung dan mengakui pajak tangguhan. Pajak tangguhan (deferred tax) adalah efek pajak yang diakui pada saat diadakan penyesuaian dengan beban pajak penghasilan periode yang akan datang (Suranggane, 2007). Pengakuan pajak tangguhan (deferred tax) dalam laporan keuangan perusahaan adalah satu hal yang relatif baru dalam dunia akuntansi di Indonesia. TUJUAN Tujuan penelitian ini, untuk mendapatkan bukti empiris bahwa terdapat pengaruh aktiva pajak tangguhan dan akrual terhadap manajemen laba. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada pengembangan teori, terutama kajian mengenai agency theory yang berhubungan dengan manajemen laba, Selain itu dapat memberikan manfaat dan memberikan masukan bagi perusahaan dan pemakai laporan keuangan dalam memahami aktiva pajak tangguhan dan akrual serta manajemen laba sehingga mudah dalam pengambilan keputusan. 687
SEMNAS FEKON 2016
METODE PENELITIAN Metode penelitian ini menggunakan penelitian asosiatif kausal. Menurut Ghojali (2009) penelitian asosiatif kausal adalah penelitian yang bertujuan untuk menganalisis hubungan antara satu variabel dengan variable lainnya atau bagaimana suatu variabel mempengaruhi variabel lain. Populasi dan Sampel Penelitian ini populasi yang digunakan adalah laporan keuangan auditan pada perusahaan manufaktur sektor Miscellaneous Industry yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 20102014. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 42 perusahaan. Metode pemilihan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Jenis dan Sumber Data Data dalam penelitian ini adalah data sekunder (secondary data), yang diambil dari laporan keuangan tahunan (annual report) perusahaan manufaktur sektor Miscellaneous Industry yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010 sampai dengan 2014. Sumber data penelitian ini adalah Indonesian Capital Market Directory (ICMD) dan Laporan Keuangan perusahaan yang telah diaudit tahun 2010-2014 dalam situs resmi BEI yaitu www.idx.co.id. Definisi Operasional Variabel 1. Aktiva Pajak Tangguhan Aktiva pajak tangguhan adalah saldo akun di neraca sebagai manfaat pajak yang jumlahnya merupakan jumlah estimasi yang akan dipulihkan dalam periode yang akan datang sebagai akibat adanya perbedaan sementara antara standar akuntansi keuangan dengan peraturan perpajakan dan akibat adanya saldo kerugian yang dapat dikompensasikan pada periode mendatang (Waluyo, 2008:217). Dalam penelitian aktiva pajak tangguhan sebagai variabel bebas yang diukur dengan perubahan nilai aktiva pajak tangguhan pada akhir periode t dengan t-1 dibagi dengan nilai aktiva pajak tangguhan pada akhir periode t. 2. Akrual (Variabel X₂) Komponen akrual merupakan pengakuan kejadian non kas dalam laporan laba rugi namun diharapkan akan diterima atau dibayarkan biasanya dalam kas dimasa yang akan datang (Belkaoui, 2007:14). Dalam penelitian ini variabel akrual diproksi dengan Model Heally. TAccit = IBEIit – (CFOit - EIDOit) Keterangan: TAccit = Total accrual perusahaan i pada periode t IBEIit = Income before extraordionary items pada tahun t CFOit = Cash flows from operation pada tahun t EIDOit = Extraordionary items and discontinued operation tahun t 3. Manajemen laba (Variabel Y) Manajemen laba merupakan perilaku yang dilakukan oleh manajer perusahaan untuk meningkatkan atau menurunkan laba dalam proses pelaporan keuangan eksternal dengan tujuan untuk menguntungkan dirinya sendiri (Belkaoui, 2007:201). Variabel manajemen laba merupakan variabel dummy, dimana kategori 1 untuk perusahaan berada dalam range small profit firms dan 0 untuk perusahaan berada dalam range small loss firms. Metode Analisis Data 688
SEMNAS FEKON 2016
Metode statistik yang digunakan untuk menganalisis data dan menguji hipotesis yaitu dengan menggunakan statistik deskriptif dan regresi logistic dengan menggunakan bantuan perangkat lunak Microsoft Excel 2007 dan SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 22.0 Pengujian hipotesis dilakukan dalam penelitian ini dengan menggunakan model regresi logistik biner (binary logistic regression), yang variabel bebasnya merupakan kombinasi antara metrik dan nonmetrik (nominal). Persamaan model regresi logistik biner yang digunakan adalah sebagai berikut : Ln EM = α + β₁ APTit + β2 TACCit+ Є 1-EM Keterangan: Ln EM = Variabel dummy kategori manajemen laba. 1-EM α = Konstanta β = Koefisien masing-masing variabel APTit = Aktiva pajak tangguhan perusahaan i pada periode t TACCit = Total accrual perusahaan i pada periode t Є = Error term HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pengumpulan data Data yang dikumpulkan tersebut berupa data laporan keuangan yang telah diaudit dari perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia sektor Miscellaneous Industry periode 20102014. Jumlah seluruh populasi dalam penelitian ini adalah 42 perusahaan. Dari hasil pengambilan sampel secara purposive sampling didapatkan hasil sampel berjumlah 10 perusahaan sehingga 50 periode penelitian.
Tabel 1 Proses Seleksi Sampel No Kriteria Perusahaan Manufaktur sektor Miscellaneous Industry yang terdaftar 1 di Bursa Efek Indonesia selama periode penelitian 2010-2014 Terdaftar sebelum 1 Januari 2010 2 Penyajian laporan keuangan menggunakan Rupiah selama periode 3 pengamatan Perusahaan mempublikasikan laporan keuangan secara berturut-turut 4 yang diaudit oleh auditor independen dan terdapat informasi yang lengkap terkait semua variabel yang diteliti selama periode pengamatan. Jumlah Sampel Sumber : data sekunder diolah Tabel 2 Sampel Data Penelitian No Kode Nama Perusahaan
Jumlah 42 38 25
10 10
689
SEMNAS FEKON 2016
1
LPIN
Multi Prima Sejahtera Tbk
2
KBLI
KMI Wire and Cable Tbk
3
SCCO
Sucaco Tbk
4
UNIT
Nusantara Inti Corpora Tbk
5
JECC
Jembo Cable Company Tbk
6
ASII
Astra International Tbk
7
VOKS
Voksel Electric Tbk
8
RICY
Ricky Putra Globalindo Tbk
9
PRAS
Prima Alloy Steel Tbk
10
AUTO
Astra Otoparts Tbk
Sumber : IDX Statistik yang diolah penulis Statistik Deskriptif Variabel aktiva pajak tangguhan (APT) memiliki nilai minimum sebesar -0,18 nilai maksimum sebesar 0,81, rata-rata sebesar 0,1514 dengan standar deviasi sebesar 0,19303. Disajikan dalam tabel 3. Tabel 3 Descriptive Statistics Variabel N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Aktiva_Pajak_Tangguhan 50 -,18 ,81 ,1514 ,19303 Akrual 263,996 50 -104,00 7188,00 1075,55478 0 Manajemen_Laba 50 ,00 1,00 ,3600 ,48487 Valid N (listwise) 50 Sumber : Data diolah Hasil Uji Hipotesis Tabel 4 Hasil Signifikan Data Variables in the Equation Variabel Step 1a
Aktiva_Pajak_Tangguhan Akrual Constant
B
S.E. Wald
-,247 1,724 ,021 ,006 ,003 4,294 -1,037 ,429 5,857
Df
Sig. 1 1 1
,886 ,038 ,016
Exp(B) ,781 1,006 ,354
a. Variable(s) entered on step 1: Aktiva_Pajak_Tangguhan, Akrual. 690
SEMNAS FEKON 2016
Sumber : Data diolah Hasil uji hipotesis pertama menunjukkan bahwa koefisien variabel aktiva pajak tangguhan 0,247 dengan p-value = 0,886 > α = 0,05 (signifikan lebih besar dari 0,05) yang berarti Ha1 ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa aktiva pajak tangguhan tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba (earning management) pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Jadi, besarnya pajak tangguhan belum tentu menjamin perusahaan untuk melakukan manajemen laba. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian Wedari (2009) dan penelitian Suranggane (2007) bahwa aktiva pajak tangguhan tidak berpengaruh terhadap earning management. Besarnya perubahan aktiva pajak tangguhan tidak menjamin tidak diberlakukannya tindakan manajemen laba oleh perusahaan. Ada beberapa hal yang dapat dijadikan alasan mengapa manajemen perusahaan manufaktur di Indonesia tidak memanfaatkan aktiva pajak tangguhan untuk melakukan manajemen laba (earning management). Pertama, karena adanya keterkaitan yang erat antara aktiva pajak tangguhan dengan ketentuan perpajakan. Kedua, karena manajemen perusahaan tidak ingin memanfaatkan celah dari kebijakan yang adadalam PSAK No. 46 tentang pajak tangguhan karena kebijakan tersebut baru berlaku pada tahun 2001. Hasil uji hipotesis kedua menunjukkan bahwa tingkat signifikansi akrual terhadap manajemen laba adalah sebesar 0,006 dengan nilai signifikansi sebesar 0,038 < 0,05 yang berarti Ha2 diterima. Dengan demikian, akrual berpengaruh terhadap manajemen laba. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Phillips (2003), Yulianti (2005), Suranggane (2007) yang menunjukkan bahwa akrual berpengaruh signifikan terhadap earning management dengan tingkat parameter yang positif. Hasil perhitungan yang terdapat pada wald statistic berdasarkan pengujian hipotesis menunjukkan bahwa hanya satu variabel yang berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen yaitu akrual, sedangkan variabel aktiva pajak tangguhan tidak signifikan terhadap variabel dependen pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Jadi, besarnya pajak tangguhan belum tentu menjamin perusahaan untuk melakukan manajemen laba. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian Wedari (2009) dan penelitian Suranggane (2007) bahwa aktiva pajak tangguhan tidak berpengaruh terhadap earning management. Hasil persamaan regresi logistic dalam penelitian ini menunjukkan daya klasifikasi ketepatan prediksi keseluruhan sebesar 78,0% dengan klasifikasi untuk kelompok perusahaan yang mengalami small loss firms sebesar 100% dan untuk kelompok perusahaan yangmengalami small profit firms sebesar 38,9%. Ini ditunjukkan dengan classification table pada output SPSS dengan cut-off value 0,50 dan mendukung hipotesis II dalam penelitian yang berarti variable independen (aktiva pajak tangguhan, dan akrual) dapat digunakan untuk memprediksi earning management perusahaan. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Hasil pengujian Logistic Binary menunjukkan bahwa variabel aktiva pajak tangguhan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba (earning management) pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia. variabel akrual berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba (earning management) Hasil perhitungan menunjukkan bahwa hanya satu variabel yang berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen yaitu akrual, sedangkan variabel aktiva pajak tangguhan tidak signifikan terhadap variabel dependen 691
SEMNAS FEKON 2016
Saran Saran Penelitian ini bagi (1). Bagi Industri Manufaktur, Laba (Net Income) dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi perusahaan untuk melihat kelangsungan hidup perusahaan tersebut dan dapat dijadikan dasar pertimbangan mengambil keputusan untuk periode yang akan datang. (2). Bagi Investor, Investor sebagai salah satu pemilik modal dapat mengetahui sinyal earning management yang dilakukan oleh perusahaan sehingga dapat mengambil keputusan yang tepat atas resiko investasinya. (3). Bagi Pemerintah Pemerintah khususnya Dirtjen Pajak dapat mengetahui sinyal perusahaan-perusahaan yang melakukan earning management dilakukan pemeriksaan pajak oleh pihak fiskal untuk perusahaan-perusahaan yang disinyalir melakukan tindakan manajemen laba. (4). Bagi Peneliti Lain, Penelitian selanjutnya diharapkan dapat memperluas penelitian dengan menambahkan jumlah sampel , tidak hanya terfokus pada manufaktur sektor Miscellaneous Industry saja, serta dapat memperluas tahun atau periode penelitian. DAFTAR PUSTAKA Belkaoui, Ahmed R. (2007). Accounting Theory. Edisi Lima. Jakarta: Salemba Empat Deviana, Brigita. (2008). Kemampuan Beban Pajak Tangguhan dan Beban Pajak Kini Dalam Mendeteksi Manajemen Laba pada Seasoned Equity Offerings. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia/Tahun 2008 Vol.XII, No.02 (132:14). Ghozali, Imam. 2009. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Universitas Diponegoro. Laidian, Sufliya. (2010) Kasus Pada PT. PLN (PERSERO) Distribusi Bali Mengenai Manipulasi Pajak Tangguhan. Artikel ini diakses tanggal 22 November 2010 dari http://studentresearch.umm.ac.id/index.php/dept_of_accounting/article/view/5206. Philips, Pincus dan S.O. Rego. (2003). “Earnings Management : New Evidence Based on Deferred Tax Expense”. The Accounting Review. No 78 pp 491-521. Suranggane, Zulaikha. (2007). Analisis Aktiva Pajak Tangguhan dan Akrual Sebagai Prediktor Manajemen Laba. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia. Vol. 4, No. 1, hal. 77-49. Waluyo. (2008). “Akuntansi Pajak”. Jakarta : Salemba Empat.
Hasil Perhitungan Aktiva Pajak Tangguhan (APT) No
Kode
2010
2011
2012
2013
2014
1
LPIN
0,05
0,33
0,38
0,08
0,08
2
KBLI
-0,18
-0,16
0,18
0,18
0,10
3
SCCO
-0,17
-0,11
-0,26
-0,24
0,03
4
UNIT
-0,02
0,06
0,04
0,05
0,03
692
SEMNAS FEKON 2016
5
JECC
-0,78
0,48
0,20
0,45
0,17
6
ASII
0,25
0,23
0,28
0,21
0,14
7
VOKS
-0,01
0,14
-0,19
-0,89
0,81
8
RICY
-0,52
0,76
0,30
-1,58
0,31
9
PRAS
-0,13
-0,46
0,36
-0,18
-0,33
10
AUTO
0,24
0,26
031
0,09
0,17
Sumber : Data diolah Hasil Perhitungan Akrual (TAcc) No
Kode
2010
2011
2012
2013
2014
1
LPIN
-4
6
9
2
3
2
KBLI
-28
-15
115
100
99
3
SCCO
90
-24
-32
-84
75
4
UNIT
-13
-26
-10
-1
-22
5
JECC
-8
19
30
129
-18
6
ASII
11
11
13
2458
7188
7
VOKS
-104
-27
42
-97
82
8
RICY
-22
-3
-26
93
-32
9
PRAS
-92
-3
-32
2
-0,2
10
AUTO
766
843
598
448
691
Sumber : Data diolah
Earning Management (Variable Dummy) No
Kode
2010
2011
2012
2013
2014
1
LPIN
1
1
1
1
0
2
KBLI
0
0
0
0
0 693
SEMNAS FEKON 2016
3
SCCO
0
1
1
1
1
4
UNIT
0
0
0
0
0
5
JECC
0
0
0
0
0
6
ASII
1
1
1
1
1
7
VOKS
0
0
0
0
0
8
RICY
0
0
0
0
0
9
PRAS
0
0
0
0
0
10
AUTO
1
1
1
1
1
Sumber : Data diolah
PENGARUH KEPUASAN PENGGUNA SISTEM E-FILING TERHADAP EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI PELAPORAN SPT TAHUNAN SECARA ONLINE
694
SEMNAS FEKON 2016
Wildoms Sahusilawane Fakultas Ekonomi Universitas Terbuka dpk UPBJJ-UT Ambon, Kota Ambon Email: [email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh unsur-unsur kepuasan pengguna sistem eFiling terhadap efisiensi dan efektivitas pelaporan SPT tahunan secara online. Populasi penelitian ini adalah wajib pajak orang pribadi yang berjumlah 54 responden, Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah secara non probabilitas yaitu convenience sampling. Data primer pada penelitian ini meliputi jawaban responden melalui penyebaran kuesioner dan hasil wawancara. Kuesioner yang dikumpulkan dianlisis dengan alat analisis korelasi dan regrasi berganda yang meliputi statistik deskriptif, uji reliabilitas, uji validitas selanjutnya dilakukan pengujian asumsi klasik meliputi uji multikolinearitas, kemudian uji hipotesis dan pembahasan. Hasil analisis menunjukkan bahwa unsur-unsur kepuasan pengguna sistem e-Filing berpengaruh terhadap efisiensi dan efektivitas pelaporan SPT secara online. Namun untuk hasil uji t diperoleh hasil bahwa unsur-unsur kepuasan pengguna yang diukur diperoleh hasil variabel stabilitas berpengaruh signifikan terhadap Efisiensi pelaporan SPT, sedangkan untuk efektivitas pelaporan SPT hanya variabel stabilitas dan Kemudahan yang berpengaruh secara signifikan. Kata Kunci : Kepuasan Pengguna, Efisiensi dan Efektivitas PENDAHULUAN Di masa sekarang ini perkembangan teknologi informasi mengalami perkembangan yang sangat pesat memberi banyak kemudahan di berbagai aspek kehidupan manusia. Sebelum perkembangan teknologi informasi yang signifikan seperti dewasa ini, proses dan kegiatan dilakukan secara manual dengan tingkat akurasi yang cukup rendah dan membutuhkan waktu yang cukup lama. Menurut Dewi (2009), peranan TI dalam berbagai aspek bisnis dapat dipahami karena sebagai sebuah teknologi yang menitikberatkan pada pengaturan sistem informasi dengan penggunaan komputer, TI dapat memenuhi kebutuhan informasi dunia bisnis dengan cepat, tepat waktu, relevan, dan akurat. Penerapan suatu sistem informasi dalam perusahaan dihadapkan kepada dua hal, apakah perusahaan mendapatkan keberhasilan penerapan sistem atau kegagalan sistem. Oleh karena itu, pengukuran keberhasilan sistem informasi sangat penting bagi organisasi. Keberhasilan sistem informasi merupakan suatu model yang digunakan dalam berbagai riset sebagai kriteria dasar untuk mengevaluasi sistem informasi (DeLone dan McLean, 1992). Sebagaimana yang dikemukakan Gupta et al., (2007) bahwa untuk mengetahui efektivitas sistem informasi maka yang dapat digunakan sebagai ukuran adalah kepuasan pengguna. Kepuasan pengguna merupakan salah satu indikator keberhasilan pengembangan sistem informasi. Sebayang (2009) menyebutkan kepuasan pengguna akhir merupakan akumulasi dari perasaan dan cara pandang yang berbeda terhadap pengiriman informasi dalam bentuk produk maupun layanan. Hal ini menggambarkan secara keseluruhan tentang kepuasan pengguna mengenai sistem informasi. Supriyatna dan Jin (2006) menyebutkan bahwa kepuasan pengguna sistem informasi dapat diukur dengan menggunakan enam variabel, yaitu kelengkapan fungsi/fitur, stabilitas/keandalan, kemudahan penggunaan, inovasi, keamanan, dan fleksibilitas. Kepuasan
695
SEMNAS FEKON 2016
pengguna dapat memotivasi pengguna untuk lebih mengoptimalkan pemanfaatan sistem informasi untuk menunjang efisiensi dan efektivitas dalam pekerjaan, khususnya di bidang perpajakan. Mengantisipasi perkembangan teknologi informasi, Direktorat Jenderal Pajak berusaha untuk memenuhi aspirasi Wajib Pajak dengan mempermudah tata cara pelaporan SPT baik itu SPT Masa maupun SPT Tahunan. Direktoral Jenderal Pajak melakukan pembenahan pelayanan publik kepada wajib pajak dengan diterbitkannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER1/PJ/2014 tentang Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang menggunakan Formulir 1770S atau 1770SS secara E-filing melalui Website Direktorat Jenderal Pajak (www.pajak.go.id). E-filing adalah sarana pelaporan pajak secara online dan realtime menggunakan media internet dengan melalui penyedia layanan aplikasi atau Application Service Provider (Wiyono, 2008). Dengan demikian menggunakan e-Filing maka lebih mudah dalam menyampaikan SPT ataupun permohonan perpanjangan SPT tahunan tanpa harus datang ke kantor pajak untuk menyampaikan hardcopy SPT termasuk induk SPT dan SSP nya serta teknis pengisian e-SPT. efiling juga membantu karena ada media pendukung dari Penyedia Jasa Aplikasi (ASP) yang akan membantu dalam 24 jam sehari dan 7 hari dalam seminggu. Dengan begitu, sistem e-filing ini dirasa lebih efektif dan efisien. Pelaporan pajak menggunakan e-filing dapat membantu memangkas waktu dan biaya yang dibutuhkan oleh wajib pajak untuk mempersiapkan, memproses, dan menyerahkan surat pemberitahuan ke Kantor Pelayanan Pajak secara benar dan tepat waktu. Keunggulan lain yang dimiliki e-filing adalah kualitas sistem dan kualitas informasi e-filing dapat memudahkan wajib pajak dalam melakukan pelaporan pajak secara cepat dan aman. Berdasarkan keunggulankeunggulan tersebut, e-filing diharapkan dapat efektif dan layak menjadi sarana pelaporan pajak secara elektronik yang dapat memuaskan wajib pajak dalam melaporkan SPT Tahunan. Namun dalam praktiknya, sistem ini bukan merupakan hal yang mudah untuk dilaksanakan. Hal tersebut dikarenakan sistem ini masih baru sehingga masih terdapat kekurangankekurangan dan masih banyak hal-hal yang harus dipahami yang terkait dengan kesiapan sumber daya manusia, sarana serta perangkatnya sehingga butuh proses dan waktu panjang, disamping harus mengikuti perkembangan Teknologi Informatika (Novarina, 2005). Beberapa Penelitian terdahulu mencoba untuk meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan teknologi informasi Venkatesh dan Moris (2003) melakukan penelitian untuk melihat perbedaan gender terhadap faktor sosial dan peran mereka dalam penerimaan teknologi dan perilaku pemakai dengan technology acceptance model (TAM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa minat pemanfaatan sistem informasi dan kondisi yang memfasilitasi pemakai berpengaruh terhadap penggunaan sistem informasi. Wiyono (2008) melakukan penelitian tentang evaluasi perilaku penerimaan Wajib Pajak terhadap penggunaan e-filing sebagai sarana pelaporan pajak secara online dan realtime. Menunjukkan bahwa persepsi kegunaan dan persepsi kemudahan penggunaan berpengaruh signifikan terhadap penggunaan senyatanya, sedangkan minat perilaku tidak berpengaruh signifikan terhadap penggunaan senyatanya. Kerumitan memiliki hubungan signifikan terhadap penggunaan senyatanya dan jenis kelamin signifikan terhadap persepsi kemudahan, sedangkan pengalaman dan kesukarelaan tidak signifikan terhadap penggunaan senyatanya. Noviandini (2012) juga melakukan penelitian untuk melihat pengaruh persepsi kebermanfaatan, persepsi kemudahan penggunaan, dan kepuasan Wajib Pajak terhadap penggunaan e-filing bagi Wajib Pajak. Hasil penelitian menyatakan bahwa persepsi kebermanfaatan berpengaruh positif dan signifikan terhadap penggunaan e-filing, persepsi 696
SEMNAS FEKON 2016
kemudahan penggunaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap penggunaan e-filing, dan kepuasan Wajib Pajak memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap penggunaan e-filing. Berikutnya penelitian ini akan meneliti pengaruh kerumitan, persepsi kemudahan penggunaan, persepsi kegunaan, dan kepuasan pengguna terhadap penggunaan fasilitas e-filing. Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Apakah unsur-unsur kepuasan penggunaan e-Filing mempunyai pengaruh terhadap efisiensi pelaporan SPT tahunan secara online? (2) Apakah unsur-unsur kepuasan penggunaan e-Filing mempunyai pengaruh terhadap efektivitas pelaporan SPT tahunan secara online? Adapun tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui pengaruh unsur-unsur kepuasan pengguna e-Filing terhadap efisiensi pelaporan SPT tahunan secara online. 2. Untuk mengetahui pengaruh unsur-unsur kepuasan pengguna e-Filing terhadap efektivitas pelaporan SPT tahunan secara online. METODE PENELITIAN Data penelitian berupa data primer dan sekunder. Populasi dalam penelitian ini adalah wajib pajak orang pribadi yang tersebar di 6 lokasi yaitu Bandung, Pangkal Pinang, Banjarmasin, Jakarta, Lampung dan Ambon. Sampel penelitian ini adalah para Wajib Pajak orang pribadi yang menggunakan e-filing. Alasan memilih Wajib Pajak Orang Pribadi sebagai responden dalam penelitian ini adalah karena Wajib Pajak Orang Pribadi yang menggunakan e-filling masih sedikit. Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah secara non probabilitas yaitu convenience sampling. Convenience sampling merupakan metode pengambilan sampel yang dilakukan dengan memilih sampel secara bebas sekehendak peneliti. Metode pengambilan sampel ini dipilih untuk memudahkan pelaksanaan riset dengan alasan bahwa jumlah populasi yang diteliti tidak diketahui sehingga terdapat kebebasan untuk memilih sampel yang paling cepat dan murah. Kuesioner yang dikirimkan sebanyak 80, kuesioner yang kembali sebanyak 58, kuesioner yang terisi dengan lengkap sebanyak 54 dan terdapat 4 kuesioner yang tidak lengkap. Menurut sumbernya, penelitian ini menggunakan sumber data primer. Simamora (2004) mengatakan data primer adalah data yang belum tersedia sehingga untuk menjawab pertanyaan penelitian, data harus diperoleh dari sumber aslinya. Data primer pada penelitian ini meliputi jawaban responden melalui penyebaran kuesioner dan hasil wawancara. Data sekunder adalah data yang sudah tersedia yang tidak perlu pengolahan seperti : data kepegawaian pada masing-masing satuan kerja yang diteliti. Teknik analisa data yang digunakan adalah dengan alat analisis dengan bantuan program SPSS. Hasil analisis akan berupa uji hipotesis dan pembahasan. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Uji Hipotesis pada Efisiensi Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antaranol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalammenjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Tabel 1 berikut ini adalah hasil uji koefisien determinasi pada efisinsi. Tabel 1 Hasil Koefisien Determinasi pada Efisiensi 697
SEMNAS FEKON 2016
Model Summaryb Mode R R Square Adjusted R Std. Error of Durbinl Square the Estimate Watson a 1 ,643 ,414 ,324 ,35818 1,666 a. Predictors: (Constant), Keamanan, Kegunaan, Fleksibilitas, Stabilitas, Perilaku, Kemudahan b. Dependent Variable: Efisiensi Tabel 1 model summary menunjukkan nilai Adjusted R² sebesar 0,324 atau (32,4%). Hal ini menunjukan bahwa persentase sumbangan pengaruh variabel independen (fleksibilitas, perilaku, stabilitas, kemudahan, kegunaan, dan keamanan) mampu menjelaskan sebesar 32,4% variasi variabel dependen (efisien). Sedangkan sisanya 67,6% dijelaskan oleh variabel lain diluar model ini. Tabel 2 Hasil Uji F pada Efisiensi ANOVAa df
Model
Sum of Mean F Sig. Squares Square Regression 4,163 7 ,595 4,636 ,001b 1 Residual 5,901 46 ,128 Total 10,065 53 a. Dependent Variable: Efisiensi b. Predictors: (Constant), Keamanan, Kegunaan, Fleksibilitas, Stabilitas, Perilaku, Kemudahan Dari hasil uji ANOVA atau F test menghasilkan nilai F hitung sebesar 4,636 dengan tingkat signifikansi 0.001 jauh dibawah 0.05. Hal ini berarti bahwa variabel independen fleksibilitas, perilaku, stabilitas, kemudahan, kegunaan, dan keamanan secara bersama-sama atau simultan mempengaruhi efisien. Sehingga disimpulkan bahwa kepuasan pengguna sistem e-filing mempunyai pengaruh signifikan terhadap efisiensi pelaporan SPT tahunan secara online. Tabel 3 Hasil Uji t pada Efisiensi Coefficientsa Model
1
(Constant) Fleksibilita s
Unstandardized Coefficients
Standardiz ed Coefficient s B Std. Error Beta -,015 ,830 ,059
,154
,049
t
Sig.
-,018
,986
,386
,701
698
SEMNAS FEKON 2016
Perilaku ,027 ,171 ,024 ,158 ,876 Stabilitas ,467 ,142 ,440 3,280 ,002 Kemudaha ,318 ,188 ,250 1,689 ,098 n Kegunaan -,036 ,181 -,031 -,201 ,842 Keamanan ,029 ,123 ,032 ,236 ,815 a. Dependent Variable: Efisiensi Hasil pengujian pengaruh fleksibilitas terhadap efisiensi pelaporan SPT tahunan menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,701. Nilai ini lebih besar dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa fleksibilitas tidak berpengaruh terhadap efisiensi pelaporan SPT tahunan secara online. Hasil pengujian pengaruh perilaku pengguna terhadap efisiensi pelaporan SPT tahunan menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,876. Nilai ini lebih besar dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa perilaku pengguna tidak berpengaruh terhadap efisiensi pelaporan SPT tahunan secara online. Hasil pengujian pengaruh stabilitas pengguna terhadap efisiensi pelaporan SPT tahunan menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,002. Nilai ini lebih kecil dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa stabilitas pengguna berpengaruh terhadap efisiensi pelaporan SPT tahunan secara online. Hasil pengujian pengaruh kemudahan terhadap efisiensi pelaporan SPT tahunan menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,098. Nilai ini lebih besar dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa kemudahan tidak berpengaruh terhadap efisiensi pelaporan SPT tahunan secara online. Hasil pengujian pengaruh kegunaan terhadap efisiensi pelaporan SPT tahunan menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,842. Nilai ini lebih besar dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa kegunaan tidak berpengaruh terhadap efisiensi pelaporan SPT tahunan secara online. Hasil pengujian pengaruh keamanan terhadap efisiensi pelaporan SPT tahunan menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,815. Nilai ini lebih besar dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa keamanan tidak berpengaruh terhadap efisiensi pelaporan SPT tahunan secara online. Uji Hipotesis pada Efektivitas Tabel 4 Hasil Koefisien Determinasi pada Efektivitas Model Summaryb Model R R Square Adjusted R Std. Error of the Durbin-Watson Square Estimate a 1 ,714 ,509 ,434 ,27905 2,096 a. Predictors: (Constant), Keamanan, Kegunaan, Fleksibilitas, Stabilitas, Perilaku, Kemudahan b. Dependent Variable: Efektivitas Tampilan hasil output koefisien determinasi menunjukan nilai Adjusted R² sebesar 0,434 atau (43,4%). Hal ini menunjukan bahwa persentase sumbangan pengaruh variabel independen 699
SEMNAS FEKON 2016
(fleksibilitas, perilaku, stabilitas, kemudahan, kegunaan, dan keamanan) mampu menjelaskan sebesar 43,4% variasi variabel dependen (efektivitas). Sedangkan sisanya 56,6% dijelaskan oleh variabel lain diluar model ini.
700
SEMNAS FEKON 2016
Tabel 5 Hasil Uji F pada Efektivitas ANOVAa df
Model
Sum of Mean F Sig. Squares Square Regression 3,715 7 ,531 6,816 ,000b 1 Residual 3,582 46 ,078 Total 7,297 53 a. Dependent Variable: Efektifitas b. Predictors: (Constant), Keamanan, Kegunaan, Fleksibilitas, Stabilitas, Perilaku, Kemudahan Dari hasil uji ANOVA atau F test menghasilkan nilai F hitung sebesar 6,816 dengan tingkat signifikansi 0.000 jauh dibawah 0.05. Hal ini berarti bahwa variabel independen fleksibilitas, perilaku, stabilitas, kemudahan, kegunaan, dan keamanan secara bersama-sama atau simultan mempengaruhi efektivitas pelaporan SPT tahunan secara online. Tabel 6 Hasil Uji t pada Efektivitas
Model
Coefficientsa Unstandardized Standardize Coefficients d Coefficients B Std. Error Beta ,253 ,647
(Constant) Fleksibilita -,041 s Perilaku ,039 1 Stabilitas ,229 Kemudaha ,496 n Kegunaan ,024 Keamanan ,016 a. Dependent Variable: Efektivitas
t
Sig.
,391
,698
,120
-,040
-,343
,733
,133 ,111
,041 ,254
,294 2,070
,770 ,044
,147
,458
3,376
,002
,141 ,096
,023 ,021
,167 ,167
,868 ,868
Hasil pengujian pengaruh fleksibilitas terhadap efektivitas pelaporan SPT menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,733. Nilai ini lebih besar dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa fleksibilitas tidak berpengaruh terhadap efektivitas pelaporan SPT tahunan secara online. Hasil pengujian pengaruh perilaku pengguna terhadap efektivitas pelaporan SPT tahunan menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,770. Nilai ini lebih besar dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa perilaku pengguna tidak berpengaruh terhadap efektivitas pelaporan SPT tahunan secara online. 701
SEMNAS FEKON 2016
Hasil pengujian pengaruh stabilitas pengguna terhadap efektivitas pelaporan SPT tahunan menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,044. Nilai ini lebih kecil dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa stabilitas pengguna berpengaruh terhadap efektivitas pelaporan SPT tahunan secara online. Hasil pengujian pengaruh kemudahan terhadap efektivitas pelaporan SPT tahunan menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,002. Nilai ini lebih kecil dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa kemudahan berpengaruh terhadap efektivitas pelaporan SPT tahunan secara online. Hasil pengujian pengaruh kegunaan terhadap efektivitas pelaporan SPT tahunan menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,868. Nilai ini lebih besar dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa kegunaan tidak berpengaruh terhadap efektivitas pelaporan SPT tahunan secara online. Hasil pengujian pengaruh keamanan terhadap efektivitas pelaporan SPT tahunan menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,868. Nilai ini lebih besar dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa keamanan tidak berpengaruh terhadap efektivitas pelaporan SPT tahunan secara online. Pembahasan Hasil Penelitian 1. Pengaruh unsur-unsur kepuasan pengguna e-filing terhadap efisiensi pelaporan SPT tahunan secara online Hasil hipotesis unsur-unsur kepuasan pengguna e-filing berpengaruh pada efisiensi pelaporan SPT, dilakukan pengujian dengan Regression Analysis. Berdasarkan hasil pengujian analisis dengan SPSS versi 17.00 diperoleh nilai Fhitung sebesar 4,636 dengan nilai probabilitas sebesar 0,005 < 0,05 artinya unsur-unsur kepuasaan pengguna yang terdiri dari fleksibilitas (X1), perilaku (X2), stabilitas (X3), kemudahan (X4), kegunaan (X5), dan keamanan (X6) berpengaruh sangat kuat terhadap efisiensi pelaporan SPT (Y1). Hal ini berarti bahwa hipotesis 1 yang menyatakan bahwa unsur-unsur kepuasan pengguna e-filing berpengaruh pada efisiensi pelaporan SPT tahunan secara online dapat diterima. Hasil penelitian membuktikan bahwa dari fleksibilitas, perilaku, stabilitas, kemudahan, kegunaan, dan keamanan secara bersama-sama memiliki kontribusi terhadap efisiensi pelaporan SPT. Hasil pengujian secara parsial pada unsur kepuasan pengguna e-filing memberikan hasil bahwa stabilitas berpengaruh pada taraf 5%. Temuan ini sejalan dengan penelitian Ratmini (2014) pada efisiensi pengguna sistem informasi. Hal ini dapat dipahami karena penggunaan sistem efiling mengalami perkembangan yang sangat baik dan telah teruji kehandalannya dalam menyajikan informasi secara tepat dan efisien. 2. Pengaruh unsur-unsur kepuasan pengguna e-filing terhadap efektivitas pelaporan SPT tahunan secara online Hasil hipotesis unsur-unsur kepuasan pengguna e-filing berpengaruh pada efektivitas pelaporan SPT, dilakukan pengujian dengan Regression Analysis. Berdasarkan hasil pengujian analisis dengan SPSS versi 17.00 diperoleh nilai Fhitung sebesar 6,816 dengan nilai probabilitas sebesar 0,005 < 0,05 artinya unsur-unsur kepuasaan pengguna yang terdiri dari fleksibilitas (X1), perilaku (X2), stabilitas (X3), kemudahan (X4), kegunaan (X5), dan keamanan (X6) berpengaruh sangat kuat terhadap efektivitas pelaporan SPT (Y2). Hal ini berarti bahwa hipotesis 2 yang menyatakan bahwa unsur-unsur kepuasan pengguna e-filing berpengaruh pada efektivitas pelaporan SPT tahunan secara online dapat diterima. Hasil penelitian membuktikan bahwa dari 702
SEMNAS FEKON 2016
fleksibilitas, perilaku, stabilitas, kemudahan, kegunaan, dan keamanan secara bersama-sama memiliki kontribusi terhadap efektivitas pelaporan SPT secara online. Hasil pengujian secara parsial pada unsur kepuasan pengguna e-filing memberikan hasil bahwa stabilitas dan kemudahan penggunaan berpengaruh pada taraf 5%. Temuan ini yaitu stabilitas/kehandalan sejalan dengan penelitian Ratmini (2014) pada efektivitas pengguna sistem informasi. Hal ini berarti bahwa efektivitas penggunaan sistem e-filing dapat diandalkan untuk digunakanoleh pengguna yaitu wajib pajak dalam melaporkan SPT secara online. 1.
2.
3.
KESIMPULAN Berdasarkan penelitian dan pembahasan. Maka kesimpulan penelitian ini sebagai berikut : 1. Unsur-unsur kepuasaan pengguna yang terdiri dari fleksibilitas (X1), perilaku (X2), stabilitas (X3), kemudahan (X4), kegunaan (X5), dan keamanan (X6) secara bersamasama berpengaruh positif dan signifikan terhadap efisiensi pelaporan SPT tahunan secara online. Namun berdasrkan hasil uji t atau secara parsial ditemukan hasil bahwa unsur kepuasan pengguna yaitu stabilitas yang berpengaruh terhadap efisiensi pelaporan SPT tahunan. Sedangkan unsur kepuasan pengguna yaitu fleksibilitas, perilaku, kemudahan, kegunaan, dan keamanan tidak berpengaruh terhadap efisiensi pelaporan SPT tahunan secara online. 2. Unsur-unsur kepuasaan pengguna yang terdiri dari fleksibilitas (X1), perilaku (X2), stabilitas (X3), kemudahan (X4), kegunaan (X5), dan keamanan (X6) secara bersamasama berpengaruh positif dan signifikan terhadap efektivitas pelaporan SPT tahunan secara online. Namun berdasarkan hasil uji t atau secara parsial ditemukan hasil bahwa unsur kepuasan pengguna yaitu stabilitas dan kemudahan penggunaan yang berpengaruh terhadap efektivitas pelaporan SPT tahunan. Sedangkan unsur kepuasan pengguna yaitu fleksibilitas, perilaku, kegunaan, dan keamanan tidak berpengaruh terhadap efektivitas pelaporan SPT tahunan secara online. IMPLIKASI Penelitian ini mempunyai implikasi bahwa efisiensi dan efektivitas pelaporan SPT tahunan dipengaruhi oleh tingkat kepuasan pengguna sistem e-filing yaitu fleksibilitas, perilaku, stabilitas, kemudahan, kegunaan, dan keamanan. Hasil penelitian ini bisa dijadikan acuan yang perlu dipertimbangkan bagi wajib pajak orang pribadi dalam menggunakan sistem efiling untuk melaporkan pajaknya. Kontribusi lainnya di masa mendatang diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya. SARAN 1. Meskipun hasil penelitian ini tidak berhasil mendukung seluruh hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, namun hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan pertimbangan dalam mengembangkan sistem e-filing. 2. Penelitian selanjutnya dapat menambah variabel lain, karena tidak terbatas pada variabel yang diuji tetapi faktor teknis untuk mendukung implementasi sistem e-filing. 3. Perlu dilakukan juga penelitian dengan sampel yang lebih banyak dan tidak terbatas pada beberapa wilayah saja, tetapi diperluas lagi untuk seluruh Indonesia dan perlu dilakukan pengembangan instrumen, yaitu disesuaikan dengan kondisi dan lingkungan dari obyek yang diteliti.
703
SEMNAS FEKON 2016
DAFTAR PUSTAKA DeLone, W. H., and Mclean, E. R. 1992. Information System Success: The Quest for the Dependent Variable, Information System Research, 3(1): 60-95. Dewi, A.A. Ratih Khomalyana. 2009. “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Wajib Pajak terhadap Penggunaan E-filling.” Skripsi Tidak Dipublikasikan, Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro. Gupta M.P, Kanungo S, Kumar R and Sahu G.P,2007. “A Study of Information Technology Efectiveness in Select Government Organizationsin India”. Journal for Decision Makers. Vol 32. No.2. Novarina, Ayu Ika. 2005. “ Implementasi Electronic Filling System (EFILLING) dalam Proses Penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) di Indonesia.” Thesis tidak Dipublikasikan, Magister Kenotariatan, Universitas Diponegoro. Noviandini, Nurul Citra. 2012. Pengaruh Persepsi Kebermanfaatan, Persepsi Kemudahan Penggunaan, dan Kepuasan Wajib Pajak di Yogyakarta. Jurnal Nominal, Vol.1 Nomor 1. Perdanawati, Luh Putu Vira Indah., Rasmini Ni Ketut., Wirama D.G. 2014. Pengaruh Unsur-Unsur Kepuasan Pengguna Pada Efisiensi dan Efektiviitas Kerja Pengguna Aplikasi Sistem Akuntansi Instansi di Satuan kerja Pendidikan Tinggi di Provinsi Bali. E-Jurnal Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, Vol.3 No. 8, Hal. 478-493 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Indonesia Nomor 1 Tahun 2014. Tentang Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan dan Penyampaian Pemberitahuan Perpanjangan Surat Pemberitahuan Tahunan Secara Elektronik (e-Filing) Melalui Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP). Ratmini, S.K.D. 2014. “Pengaruh Tingkat Kepuasan Pengguna Software Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD) Terhadap Efisiensi dan Efektivitas Kerja Pengguna Sistem Informasi.” Tesis Tidak Dipublikasikan, Program Magister Ilmu Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Lampung. Sebayang, Firmanta. 2009. Ketersediaan Sistem Informasi Terintegrasi Terhadap Kepuasan Pengguna. Jurnal Keuangan dan Perbankan, Vol.13, No.2 Mei 2009, hal.325-336. Simamora, Bilson. 2004. Riset pemasaran: Falsafah, teori, dan aplikasi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Supriyatna, Dicky, dan Jin, Fung, Tjhai., (2006). Analisis Pengaruh Kepuasan Pengguna Public Computer Terhadap Efisiensi dan Efektivitas Mahasiswa Trisakti School of Management. Jurnal Bisnis dan Akuntansi. Vol.8, No.2, Agustus 2006, 111-134. Venkatesh and Moris, M.G., Davis, G.B., and Davis F.D., 2003, User Acceptance of Information Technology: Toward a Unified View, MIS Querterly, Vol.27, No.3, September. Wiyono, Adrianto Sugiarto. 2008. “Evaluasi Prilaku Penerimaan Wajib Pajak Terhadap Penggunaan E-filling Sebagai Sarana Pelaporan Pajak Secara Online dan Realtime.” Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol.11, No.2, hal. 117-132
704
SEMNAS FEKON 2016
PEMBELAJARAN PENGANTAR ILMU EKONOMI DENGAN EXCEL: ULASAN SUMBER BELAJAR DAN APLIKASI KURVA LAFFER Akhmad Solikin Politeknik Keuangan Negara STAN & Badan Kebijakan Fiskal, Jakarta Email: [email protected] Abstrak Penggunaan kertas kerja (spreadsheet) berpotensi meningkatkan pengalaman dan kualitas belajar bagi (maha)siswa. Dengan alasan tersebut tidak mengherankan bahwa kertas kerja dipergunakan secara luas sebagai media pembelajaran. Artikel ini membahas mengenai penggunaan Microsoft Excel sebagai media pembelajaran dengan aplikasi pada estimasi Kurva Laffer. Kurva Laffer sangat popular dan kontroversial sehingga sangat penting dijelaskan kepada mahasiswa Pengantar Ilmu Ekonomi untuk menunjukkan hubungan antara tarif pajak dengan penerimaan pajak. Dengan studi terhadap pustaka yang tersedia dijelaskan perkembangan dan permasalahan terkait dengan Kurva Laffer serta kemungkinan penggunaan Microsoft Excel sebagai alat untuk mengestimasi Kurva Laffer tersebut. Pendugaan Kurva Laffer untuk membuktikan keberadaan Kurva Laffer dapat dengan mudah dilakukan dengan Microsoft Excel. Di lain pihak, identifikasi tarif pajak optimal dan syarat pencapaian titik optimal tersebut di luar cakupan buku teks standar Pengantar Ilmu Ekonomi. Selain itu, penggunaan data asli dalam prosedur tersebut dapat menjadi jembatan perkenalan mahasiswa dengan metode regresi dan tata cara analisis data dalam praktik. Kata Kunci: Pengantar Ilmu Ekonomi, Lembar kerja, Microsoft Excel, Kurva Laffer. PENDAHULUAN Media pembelajaran sangat penting untuk membantu proses belajar dan diharapkan dapat meningkatkan hasil pembelajaran (Umar, 2013). Salah satu media pembelajaran yang dapat digunakan adalah perangkat lunak Microsoft Excel. Penggunaan kertas kerja (spreadsheet) sangat berpotensi meningkatkan kualitas dan pengalaman belajar (maha)siswa (Baker dan Sugden, 2007). Artikel ini membahas tentang penggunaan Microsoft Excel sebagai media pembelajaran untuk mata kuliah Pengantar Ilmu Ekonomi dengan aplikasi Kurva Laffer. Artikel ini terdiri dari enam bagian. Setelah bagian pendahuluan, artikel akan membahas tentang penggunaan kertas kerja dan sumber belajar khususnya topik-topik ekonomi berbantuan kertas kerja. Bagian empat dan lima membahas tentang Kurva Laffer dan tahap-tahap untuk menggunakan Microsoft Excel untuk mereplikasi Kurva Laffer. Bagian terakhir menawarkan kesimpulan dan rekomendasi. PENGGUNAAN SPREADSHEET DALAM PEMBELAJARAN Penggunaan Microsoft Excel untuk media pembelajaran merupakan topik penelitian yang cukup berkembang di Indonesia. Hasil penelusuran pada situs Portal Garuda (id.portalgaruda.org), menghasilkan sejumlah artikel yang mengindikasikan hal tersebut. Sebagaimana tercantum pada Tabel 1, penggunaan Microsoft Excel untuk media pembelajaran di Indonesia sangat luas meliputi 705
SEMNAS FEKON 2016
antara lain fisika (Kurniawan, 2014; Nugroho, 2015; Paramita dan Pujayanto, 2015; Purwadi dan Ishafit, 2014), akuntansi dan manajemen keuangan (Nugroho, 2008; Nurkholisah et al., 2011; Pratiwi, 2012), matematika (Awaluddin, 2013; Semadiartha, 2012), serta teknik (Yasin, Pakpahan, dan Kusnan, 2015). Meskipun demikian, penggunaan Microsoft Excel sebagai media pembelajaran untuk mata kuliah ekonomi masih cukup sulit ditemukan pada literatur karangan penulis Indonesia. Tabel 1. Contoh Artikel Penggunaan Microsoft Excel untuk Pembelajaran Mata Pengarang (Tahun) Tingkat Pelajaran/ Topik Kuliah SMA Matematika Persamaan lingkaran Awaluddin (2013) SMA Fisika Gelombang elektromagnetik Kurniawan (2014) S1 Manajemen Neraca, laporan laba rugi, rasio Nugroho (2008) Keuangan keuangan SMA Fisika Impuls dan momentum Nugroho (2015) Pengantar Membuat kode akun, jurnal, buku Nurkholisah et al. (2011) S1 Akuntansi I besar, neraca saldo, laporan keuangan S1 Fisika Simulasi osilasi harmonis Paramita & Pujayanto (2015) S1 Akuntansi Laporan keuangan Pratiwi (2012) Fisika Kinematika Purwadi & Ishafit S1 (2014) SMA Matematika Trigonometri Semadiartha (2012) SMK Teknik Rancangan anggaran belanja Yasin et al. (2015) bangunan (RAB) Sumber: Penulis Perangkat lunak Microfost Excel digunakan dalam media pembelajaran karena sebagian besar mahasiswa dianggap sudah mempunyai kemampuan mengoperasikan perangkat lunak tersebut. Hal tersebut karena perangkat lunak ini sudah diajarkan pada level sekolah menengah atas (misalnya Awaludin, 2013; Kurniawan, 2014; Nugroho, 2015; Semadiartha, 2012; Yasin, Pakpahan, dan Kusnan, 2015), sekolah menengah pertama (Agustinawati dan Nugroho, 2014; Untarti dan Subekti, 2015), bahkan sekolah dasar (Kusbianto, 2013; Palupi, 2014). SUMBER BELAJAR EKONOMI DENGAN KERTAS KERJA Terdapat jurnal daring (online) yang khusus membahas penggunaan kertas kerja (spreadsheets) sebagai media pembelajaran, yaitu Spreadsheets in Education dengan alamat situs di epublications.bond.edu.au. Selain menampilkan artikel, adakalanya terdapat artikel dilengkapi dengan file Excel yang bisa diunduh secara gratis. Sumber daring lain yang dapat dipakai misalnya adalah situs The Economics Network (www.economicsnetwork.ac.uk) yang juga memberikan tautan sumber-sumber belajar interaktif untuk mata kuliah Pengantar Mikroekonomi. Diantara link yang diberikan dalam situs tersebut adalah material Excel yang dikembangkan oleh Reynolds (2007). File Microsoft Excel yang disediakan pada situs tersebut berjumlah lebih dari dua puluh dengan perincian topik terdiri dari 706
SEMNAS FEKON 2016
model kemungkinan produksi (production possibilities model), biaya kesempatan dan kurva kemungkinan produksi, garis anggaran, menggambarkan permintaan, kurva indiferen, pendapatan dan permintaan, model permintaan dengan elastisitas, kurva permintaan, penawaran, ekuilibrium, elastisitas, elastisitas silang, elastisitas pendapatan, produksi jangka pendek, fungsi produksi Cobb-Douglas, dari produksi ke biaya, utilitas, analisis manfaat-biaya; laba, biaya, dan penerimaan; dan matriks biaya produksi. Selain itu, topik tentang teori permainan (game theory) dapat menggunakan acuan karya Rosser (1995) meskipun dalam artikel tersebut Rosser menggunakan perangkat lunak Lotus 123. Penggunaan perangkat lunak Excel untuk menggambarkan teori permainan dapat merujuk pada Aguiar et al. (2014). Website SERC (https://serc.carleton.edu) juga memberikan contoh penggunaan Excel untuk menerangkan barang Giffen, yaitu barang yang permintaannya menurun ketika harganya menurun, dan sebaliknya, yang berlawanan dengan hukum permintaan. Buku yang memaparkan tentang ekonomi dengan mengunakan perangkat lunak Microsoft Excel antara lain adalah Barreto (2009) dan Jechlitschka, Kirsche, dan Schwarz (2007). Buku yang pertama sesuai dengan judulnya memaparkan topik-topik terkait dengan Mikroekonomi Tingkat Menengah, meliputi tiga bagian yaitu teori perilaku konsumen, teori perusahaan, dan sistem pasar. Pada tiap bagian, dibagi lagi menjadi bab-bab, dan setiap bab dibagi menjadi subbab dengan file Excel yang terkait. Buku yang kedua memaparkan topik-topik Analisis Mikroekonomi yang terbagi dalam empat bagian, yaitu tentang analisis kebijakan harga, analisis kebijakan struktural, model pasar jamak (multi-markets), dan kebijakan anggaran dan penetapan prioritas. Jelaslah bahwa buku yang kedua tingkat kesulitannya lebih tinggi daripada buku kedua. Pada kedua buku tersebut, topik tentang kurva Laffer tidak dibahas. KURVA LAFFER Kurva Laffer adakah kurva yang menggambarkan hubungan antara tarif pajak dengan penerimaan pajak. Penyebutan Kurva Laffer dipopulerkan oleh Wanniski (1978) yang sebenarnya kurva tersebut bisa juga disebut Kurva Dupuit merujuk pada tulisan yang bersangkutan pada tahun 1884 atau bisa juga disebut dengan Kurva Burke merujuk pada pidato yang bersangkutan tahun 1774 (Blinder, 1981). Laffer sendiri mengakui bahwa Kurva Laffer bukan temuannya dan bahkan merujuk Ibnu Khaldun yang mengemukakan hal tersebut jauh sebelumnya di dalam bukunya Muqaddimah (Laffer, 2004; Ismail dan Jaafar, 2013). Ide dasar dari kurva Laffer adalah perubahan tarif pajak mempunyai dua dampak, yaitu dampak aritmetik dan dampak ekonomi (Laffer, 2004). Dampak aritmetika terjadi karena dengan penurunan (atau kenaikan) tarif akan menurunkan (atau menaikkan) penerimaan pajak. Hal tersebut terjadi karena penerimaan pajak merupakan hasil perkalian antara tarif pajak dengan basis pajak (tax base). Di lain pihak, dampak ekonomi memperhatikan dampak positif atas tarif pajak yang rendah terhadap keinginan bekerja, output, dan kesempatan kerja, karena memberikan insentif atas aktivitas-aktivitas tersebut. Sebaliknya, peningkatan tarif pajak akan memberikan penalti atas aktivitas-aktivitas tersebut. Sebagaimana digambarkan pada Grafik 1, pada saat tarif pajak ditetapkan sebesar 0% penerimaan pajak adalah sebesar 0, berapa pun besarnya basis pajaknya. Demikian pula, tarif pajak 100% akan menghasilkan penerimaan pajak 0. Kenaikan tarif pajak secara gradual akan meningkatkan penerimaan pajak, sampai pada suatu tarif pajak tertentu (T*) dimana penerimaan pajak akan mencapai titik optimal. Penetapan tarif pajak lebih tinggi daripada T* justru akan menurunkan penerimaan pajak. Dari tarif 0 sampai dengan T* disebut tarif normal, sedangkan tarif di atas T* disebut tarif prohibitif (Laffer, 2004; Laffer, Moore & Tanous, 2008; Walewski, 2001). 707
SEMNAS FEKON 2016
Kurva Laffer termasuk topik yang dibahas pada buku teks standar Pengantar Mikroekonomi, misalnya buku karangan Mankiw (2012) serta Ragan dan Lipsey (2011). Pada buku Ragan dan Lipsey, Kurva Laffer dibahas pada bagian tentang peran pemerintah dalam ekonomi pasar, terutama yang membahas tentang perpajakan dan efisiensi. Setelah membahas tentang beban perpajakan, dibahas pula tentang efek disinsentif dari pajak. Efek disinsentif pajak karena pengenaan tarif pajak yang terlalu tinggi akan mengurangi insentif untuk bekerja atau berusaha, sehingga dengan pengurangan tersebut akan terjadi pengurangan basis pajak. Pada akhirnya, basis pajak yang mengecil akan menyebabkan penerimaan pajak berkurang. Ragan dan Lipsey menjelaskan bahwa puncak (peak) dari kurva Laffer tidak harus ada. Penerimaan Pajak
Tarif Pajak
Grafik 1. Kurva Laffer Sumber: Mankiw (2012, hal. 164); Walewski (2001) T*
Grafik Kurva Laffer yang diilustrasikan oleh Laffer (Laffer, 2004; Laffer, Moore & Tanous, 2008, hal. 30) sebenarnya menempatkan tarif pada aksis vertikal dan penerimaan pajak pada aksis horizontal. Selain tentang penempatan variable, bentuk Kurva Laffer sendiri terdapat beberapa pendapat. Blinder (1981) berpendapat bahwa bentuk Kurva Laffer seharusnya tidak seperti yang tergambarkan pada Grafik 1. Sisi kanan dari kurva seharusnya secara asimptotik mendekati nol ketika tarif pajak menuju tak terhingga. Hal tersebut terkait dengan kenyataan bahwa beberapa jenis pajak (misalnya cukai) tarifnya dapat ditetapkan sampai di atas 100%, sedangkan jenis pajak tertentu (contohnya pajak penghasilan) memang mempunyai tarif maksimum sebesar 100%. Beberapa pengarang lain (Nechyba, 2011; Varian, 2008; Ragan dan Lipsey, 2011) juga menggambarkan Kurva Laffer tidak simetris seperti Grafik 1, yaitu digambarkan condong ke arah kanan meskipun tidak asimptotik seperti Blinder (1981). Blinder (1981) sangat skeptis dengan Kurva Laffer dengan menyatakan bahwa untuk terjadinya kurva yang berbentuk seperti itu tidak diperlukan syarat ekonomi atau sistem pajak tertentu, hanya merupakan hasil matematika. Berdasarkan teorema Rolle, suatu fungsi misalnya G(t) yang continuous dan dapat dideferensiasikan, dimana terdapat G(a) = 0 dan G(b) = 0, maka pasti terdapat suatu titik t* di antara a dan b yang memenuhi G’(t*) = 0. Misalnya a adalah titik ketika tarif pajak 0 dan b adalah ketika tarif pajak 100% (atau di atas 100%, lihat penjelasan berikut), maka dengan asumsi bahwa G’(t) adalah positif, maka Kurva Laffer sudah pasti ada (exist). Selain itu, Blinder (1981) menyatakan bahwa tarif pajak di sebelah kanan T* hanya 708
SEMNAS FEKON 2016
mungkin terjadi pada jenis pajak yang basisnya sangat sempit (narrowly defined taxes). Untuk pajak dengan basis yang besar, misalnya pajak penghasilan badan dan pajak penghasilan orang pribadi, penerimaan yang melewati (berada di sebelah kanan) titik puncak hanya akan terjadi apabila elastisitasnya sangat besar. Mankiw (2012: 166) memberikan penjelasan tentang kurva Laffer terkait dengan dead weight loss dan penerimaan pajak apabila tarif pajak dinaikkan atau diturunkan. Setelah menjelaskan bahwa pada umumnya perdebatan ekonom disebabkan oleh tidak adanya konsensus tentang besarnya elastisitas yang terkait, Mankiw menjelaskan bahwa pesan yang dapat diambil dari kurva Laffer yaitu bahwa seberapa besar penerimaan yang akan diperoleh pemerintah dari menaikkan atau menurunkan tarif pajak bukan hanya tergantung pada tarif pajak saja, tetapi juga tergantung bagaimana perubahan tarif pajak mengubah perilaku wajib pajak. Tarif pajak yang sangat tinggi akan mendorong keluarnya sejumlah besar modal dan tenaga kerja dari sistem pasar menuju ekonomi nonpasar atau ekonomi bawah tanah (Blinder, 1981). Buku teks lain yang membahas tentang Kurva Laffer adalah Gwartney, Stroup, Sobel, dan Macpherson (2006), Varian (2010), dan Nechyba (2011). Gwartney, Stroup, Sobel, dan Macpherson (2006) tersebut memuat definisi, grafik, dan kasus penurunan tarif pajak bagi orang kaya tahun 1980-an di Amerika Serikat yang sukses menaikkan penerimaan pajak sebagai bukti Kurva Laffer. Selain itu, dijelaskan bahwa tarif pajak yang ideal bukan ditetapkan pada T* tetapi di bawahnya karena pada tarif sekitar T* dead weight loss jauh lebih besar besar daripada tambahan penerimaan pajak. Varian (2010) menjelaskan Kurva Laffer dalam appendix sebagai contoh penggunaan elastisitas, khususnya elastisitas penawaran tenaga kerja. Dengan grafik dan matematika, dibuktikan bahwa diperlukan elastisitas yang sangat besar (lebih dari 1) agar efek Laffer bisa terjadi, sesuatu hal yang dianggap kurang memungkinkan di Amerika Serikat mengingat tarif pajak yang tidak sangat besar (dibandingkan Swedia) dan bukti empiris yang menunjukkan bahwa elastisitas penawaran tenaga kerja berada pada kisaran 0,2. Nechyba (2011) menjelaskaan Kurva Laffer dengan singkat tetapi banyak memberikan kasus aplikasi Kurva Laffer dengan model selera (taste) atas waktu luang berbentuk kuasi linear, Cobb-Douglas, maupun keseimbangan umum. Penerapannya pada penawaran tenaga kerja, pajak penjualan, selain pada penentuan titik puncak (peak) dan dead weight loss. Terkait dengan Kurva Laffer, Nechyba menulis bahwa rekomendasi kebijakan yang umumnya disarankan adalah lebih mudah meningkatkan penerimaan pajak dengan menerapkan tarif pajak yang rendah terhadap basis pajak yang besar daripada tarif pajak yang tinggi terhadap basis pajak yang kecil. REPLIKASI KURVA LAFFER DENGAN EXCEL Terdapat beberapa cara untuk menyajikan Kurva Laffer, tergantung tujuan yang ingin dicapai apakah untuk mengidentifikasi tarif optimal, prasayarat untuk tercapainya, atau hanya membuktikan eksistensi Kurva Laffer (de Oliveira & Costa, 2015). Cara penyajian pertama yaitu dengan memodelkan hubungan antara tarif pajak dengan penerimaan pajak untuk suatu negara atau wilayah tertentu. Sebagai contoh adalah penggunaan model pertumbuhan neoklasik untuk memperkirakan Kurva Laffer di Amerika Serikat dan empat belas negara di Eropa (Trabandt dan Uhlig, 2011) dan di Jepang (Nutahara, 2015). Model tersebut cukup rumit dan kurang cocok disajikan bagi mahasiswa tingkat pertama. Cara lain yang lebih sederhana adalah dengan menggunakan regresi runtut waktu (time series regression), regresi data silang (cross section regression), atau regresi data panel. Regresi runtut waktu dilakukan misalnya oleh Hsing (1996) untuk kasus Amerika Serikat dengan data 709
SEMNAS FEKON 2016
tahun 1959-1991, Walewski (2001) untuk Polandia, Ceko, dan Hungaria secara terpisah dengan menggunakan data tahun 1992-1997, serta Karas (2012) untuk Ceko pada periode 1993-2010. Regresi data silang (cross section regression) dapat digunakan untuk mempelajari sejumlah negara tertentu pada suatu waktu tertentu. Regresi dengan data panel misalnya dilakukan oleh de Oliveira dan Costa (2015) untuk 27 negara anggota EU untuk tahun 1995-2011 serta Brill dan Hasset (2007) untuk negara-negara OECD pada periode 1980-2005. Khusus artikel yang terakhir tersebut, hasilnya kemudian masuk dalam editorial Wall Street Journal tanggal 13 Juli 2007, tetapi hanya untuk tahun 2004 dengan data 29 negara anggota OECD dan satu nonOECD yaitu Uni Emirat Arab. Hasilnya adalah Kurva Laffer yang sempurna sebagaimana tercantum dalam Gambar 1. Hasil tersebut dikritik oleh banyak pihak, termasuk Nyhan (2007) yang mengkritisi masuknya Norwegia dan Uni Emirat Arab. Norwegia seharusnya tidak dimasukkan ke dalam model karena merupakan outlier dengan penerimaan minyak dan gas bumi yang sangat besar. Uni Emirat Arab seharusnya tidak masuk karena bukan anggota OECD, dan tampaknya dimasukkan model semata-mata karena tarif pajaknya 0%.
Gambar 1: Kurva Laffer di Wall Street Journal 2007 Sumber: Nyhan (2007) Nyhan (2007) telah mereplikasi hasil tersebut dengan perangkat lunak Stata dengan data tahun 2004. Artikel ini akan mereplikasi Kurva Laffer tersebut dengan data yang lebih baru dan dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel. Untuk maksud tersebut diperlukan data penerimaan dan tarif pajak yang diperoleh dari sumber-sumber sebagai berikut: a. Dipilih tentang jenis pajak yang digambarkan Kurva Laffer-nya karena setiap jenis pajak mempunyai Kurva Laffer yang berbeda. Pada artikel ini, dipilih pajak penghasilan badan. b. Data tentang tarif pajak penghasilan badan diperoleh dari KPMG (2013), sedangkan data tentang penerimaan pajak diperoleh dari OECD (2016). Data penerimaan yang umumnya dipakai adalah data rasio penerimaan terhadap PDB, untuk menghilangkan bias terkait ukuran ekonomi sautu negara. Demikian pula, tarif dan penerimaan pajak dipakai data tahun yang sama dengan catatan bahwa penggunaan jeda waktu (lag) (Brill dan Hasset, 2007) dapat pula diterapkan.
710
SEMNAS FEKON 2016
c. Norwegia dikeluarkan dari data karena penerimaan minyak dan gas bumi yang tinggi dapat menyebabkan bias pada data (Edwards, 2008; Nyhan, 2007). Negara lain yang potensial dikeluarkan dari model adalah Irkandia dan Swiss (Brill dan Hasset, 2007). Setelah data yang diperlukan siap, prosedur untuk membuat Kurva Laffer dengan Microsoft Excel adalah sebagai berikut: a. Menginput nama negara pada kolom A, tarif pajak penghasilan badan pada kolom B, dan rasio penerimaan pajak penghasilan badan terhadap produk domestik bruto pada kolom C. b. Membuat diagram scatter dengan cara blok data kemudian klik insert, scatter, scatter with only markers. c. Klik salah satu penanda (marker) pada grafik, kemudian klik kanan pada mouse, pilih add trendline. d. Tersedia pilihan garis trend, mulai eksponensial, linear, logaritmik, polinomial, power, dan moving average. e. Pilih jenis trend linear atau polinomial derajat (order) dua. Mahasiswa dapat juga ditunjukkan garis kecenderungan yang paling cocok dengan membandingkan koefisien determinasi (R2) yang paling besar. Untuk menampilkan persamaan regresi dan R2 dapat dilakukan dengan mencentang pilihan pada bagian bawah. f. Mahasiswa diajak mengidentifikasi eksistensi Kurva Laffer dengan memperhatikan bentuk kurva yang mirip dengan huruf U terbalik, sebagaimana dapat dilihat pada gambar kanan pada Grafik 2. Prosedur penyusunan Kurva Laffer yang dibahas di atas menggunakan metode regresi yang sangat sederhana. Prosedur tersebut berbeda dengan pendekatan Barreto (2009) yang memadukan Microsoft Excel dengan Visual Basic. Prosedur yang dijelaskan di atas lebih mirip dengan prosedur yang digunakan oleh Jechlitschka, Kirsche, dan Schwarz (2007). Kelebihan dari metode ini adalah kemungkinan menggunakan data asli, suatu hal yang agak sulit dilakukan jika menggunakan Visual Basic, sehingga dapat mengilustrasikan bagaimana analisis data dilakukan dalam praktik. Selain itu, metode ini juga mengenalkan mahasiswa dengan konsep regresi, dalam rangka mempersiapkan mahasiswa mengambil mata kuliah pada tingkat yang lebih lanjut. 6 y = 0,062x + 1,0538 R² = 0,1393
5
Penerimaan Pajak (% GDP)
Penerimaan Pajak (% GDP)
6
4 3 2 1 0
y = -0,004x2 + 0,2758x - 1,6363 R² = 0,1779
5 4 3 2 1 0
0
10
20
30
Tarif Pajak (%)
40
50
0
10
20
30
40
50
Tarif Pajak (%)
711
SEMNAS FEKON 2016
Grafik 2. Kurva Laffer 31 Negara OECD 2012: Regresi Linear (kiri) dan Regresi Polinomial (kanan) Sumber: Penulis KESIMPULAN DAN SARAN Sebagaimana telah dibahas pada bagian-bagian terdahulu, Microsoft Excel dapat dipakai sebagai media belajar untuk menjelaskan Kurva Laffer. Artikel ini menjelaskan tentang sumber belajar yang tersedia dan mendesain program Microsoft Excel untuk digunakan dalam pembelajaran di kelas. Artikel ini tidak melakukan pengujian untuk menilai efektivitas alat pembelajaran tersebut. Meskipun demikian, berdasarkan pengamatan atas desain yang dikembangkan tersebut dapat diketahui beberapa kelemahan dan kelebihan dari alat belajar tersebut, yaitu antara lain: a. sulit untuk menjelaskan cara menurunkan rumus tertentu, sehingga penjelasan tersebut lebih cocok untuk mahasiswa vokasional yang lebih mempelajari pengetahuan aplikasi. b. Penjelasan dengan Excel dapat menggambarkan secara interaktif trade-off antara kenaikan tarif dan penurunan penerimaan pajak karena terkait dengan angka. Angka-angka tersebut kemudian dapat digambarkan dalam bentuk grafik. Dengan demikian, metode penjelasan dengan Micrisoft Excel kurang cocok apabila digunakan sebagai ilustrasi untuk menggambarkan konsep yang tidak dapat diangkakan, seperti menggambarkan kurva indiferen dengan metode ordinal. c. Penggambaran Kurva Laffer seperti dicontohkan pada artikel ini memerlukan hanya sedikit pengetahuan tentang regresi dan tidak perlu pengetahuan modeling sama sekali. Apabila mahasiswa belum diperkenalkan dengan ekonometrika, hal tersebut memberikan kesempatan untuk memperkenalkan konsep tersebut dan dapat memberikan petunjuk bahwa penjelasan yang detail tentang regresi dapat dipelajari pada matakuliah ekonometrika atau matakuliah yang sejenis. d. Kasus penyelahgunaan Kurva Laffer sebagaimana ditulis oleh Nyhan (2007) dapat ditambahkan sebagai contoh bahwa pengetahuan Pengantar Ilmu Ekonomi dan analisis data sangat penting dipahami agar tidak salah mengambil keputusan. Dorongan untuk menggunakan Microsoft Excel untuk media pembelajaran tidak otomatis menafikan pentingnya isi (content) dibandingkan dengan metode dan teknologi penyampaian (delivery) isi kuliah (Colander, 2004). Justru, penggunaan Microsoft Excel digabungkan dengan konten yang tepat (yaitu Kurva Laffer) merupakan usaha untuk menunjukkan ilmu ekonomi sebagai pelajaran yang menarik dan relevan bagi mahasiswa (Becker, 2004). DAFTAR PUSTAKA Aguiar, G. de F., Brawerman, A., Aguiar, B. C. X. C, & Wilhelm, V. E. (2014). A game theory approach using Excel. Journal of Mechanics Engineering and Automation, 4, 747-751. Agustinawati, S. & Nugroho, G. K. (2014). Pembuatan Media Pembelajaran Microsoft Excel pada Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Tawangmangu. Speed Journal – Sentra Penelitian Enginering dan Edukasi, 11(1), 100-106. Awaluddin. (2013). Pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok dengan penerapan software excel dan LKS untuk memahamkan persamaan lingkaran. Jurnal Pendidikan Sains, 1(1), 65-71. Baker, J. & Sugden, S. J. (2007). Spreadsheets in education- The fisrt 25 years. Spreadsheets in Education (eJSiE), 1(1), Article 2, 18-43.. 712
SEMNAS FEKON 2016
Barreto, H. (2009). Intermediate Microeconomics with Microsoft Excel. Cambridge: Cambridge University Press. Becker, W. E. (2004). Economics for a higher education. International Review of Economics Education, 3(1), 52-62. Blinder, A. S. (1981). Thoughts on the Laffer Curve. Dalam Meyer, L. H. (Ed.). The Supply-Side Effects of Economic Policy, pp.81-92. Boston/The Hague/London: Kluwer & Nijhoff Publishing. Brill, A. & Hasset, K. A. (2007). Revenue-maximizing Corporate Income Taxes: The Laffer Curve in OECD Countries. American Enterprise Institute for Public Policy Research Working Paper No. 137. Colander, D. (2004). The art of teaching economics. International Review of Economics Education, 3(1), 63-76. de Oliveira, F. G. & Costa, L. (2015). The VAT Laffer curve and the business cycle in the EU27: An empirical approach. Economic Issues, 20(2), 29-44. Edwards, C. (2008). Corporate Tax Laffer Curve. Tax and Budget Bulletin No. 49. Cato Institute. Gwartney, J. D., Stroup, R. L., Sobel, R. S. & MacPherson, D. A. (2006). Microeconomics: Private and Public Choice, 11th Ed. Mason: Thomson South-Western. Hsing, Y. (1996). Estimating the Laffer curve and policy implications. Journal of SocioEconomics, 25(3), 395-401. Ismail, A. G. & Jaafar, A. B. (2013). Tax Rate and Its Determinants: An Opinion from Ibn Khaldun. IRTI Working Paper Series No. 1435-01. Jeddah: Islamic Research and Training Institute. Jechlitschka, K., Kirsche, D. & Schwarz, G. (2007). Microeconomics Using Excel: Integrating Economic Theory, Policy Analysis, and Spreadsheet Modelling. London/New York: Routledge. Karas, M. 2012. Tax rate to maximize the revenue: Laffer curve for the Czech Republic. Acta Universitatis Agriculturae et Silviculturae Mendelianae Brunensis, 60(4), 189-194. KPMG. (2013). Corporate and Indirect Tax Survey 2012. https://www.kpmg.com/EE/et/ IssuesAndInsights/ArticlesPublications/Documents/corporate-indirect-tax-survey-2012web.pdf. Diakses 2 November 2016. Kurniawan, H. E. (2014). Pengembangan bahan ajar fisika SMA kelas X pada materi gelombang elektromagnetik dengan aplikasi spreadsheet excel. Jurnal Pena Sains, 1(2), 27-35. Kusbianto, F. (2013). Media Pembelajaran Microsoft Office Excel 2010 untuk Sekolah Dasar Negeri 03 Macanan. Seminar Riset Unggulan Nasional Informatika dan Komputer FTI UNSA 2013. Laffer, A. B. (2004). The Laffer Curve: Past, Present, and Future. Backgrounder, No. 1765, 1-16. Laffer, A. B., Moore, S., & Tanous, P. J. (2008). The End of Prosperity: How Higher Taxes Will Doom the Economy-If We Let It Happen. New York/London/Toronto/Sydney: Threshold Editions. Mankiw, N. G. (2012). Principles of Economics, Edisi 6. Ohio, USA: South-Western Cengage Learning. Nechyba, T. J. (2011). Microeconomics: An Intuitive Approach with Calculus. Mason: SouthWestern Cengage Learning. Neyhan. B. (2007). Replicating the WSJ's "Laffer Curve" Graph. http://www.brendannyhan.com/blog/2007/08/replicating-the.html. Diakses 4 Oktober 2016.
713
SEMNAS FEKON 2016
Nugroho, D. K. (2015). Pengembangan media pembelajaran fisika SMA Kelas XI menggunakan Microsoft Excel 2010 pada pokok bahasan impuls dan momentum. JRKPF UAD, 2(1), 1-5. Nugroho, H. C. (2008). What-if analysis dengan Excel Scenario Manager untuk perhitungan neraca, laporan laba rugi, analisa rasio keuangan. Nurkholisah, K., Helliana, Nurhayati, & Nurhayati, N. (2011). Penggunaan Program Excel untuk Meningkatkan Kualitas Proses Belajar Mengajar pada Matakuliah Pengantar Akuntansi. Prosiding SNaPP2011: Sosial, Ekonomi dan Humaniora. Nutahara, K. (2015). Laffer curves in Japan. Journal of the Japanese and International Economies, 36, 56-72. OECD. (2016). Tax on corporate profits (indicator). https://data.oecd.org/tax/tax-on-corporateprofits.htm#indicator-chart. Diakses 2 November 2016. Palupi, D. A. R. (2014). Media pembelajaran interaktif Microsoft Excel 2003 Sekolah Dasar Negeri 01 Sukosari. Speed Journal – Sentra Penelitian Enginering dan Edukasi, 11(3), 6674. Paramita, P. S. S. & Pujayanto. (2015). Media pembelajaran menggunakan spreadsheet excel untuk materi osilasi harmonik teredam. Prosiding Seminar Nasional Fisika dan Pendidikan Fisika (SNFPF) ke-6, 6(1), 263-269. Pratiwi, R. D. (2012). Menyusun laporan keuangan sederhana dengan Microsoft Excel. Media Ekonomi dan Teknologi Informasi, 19(1), 64-70. Purwadi & Ishafit. (2014). Pemodelan gerak parabola yang dipengaruhi seretan serta spin efek Magnus bola dengan program Modellus dan Excel. JRKPF UAD, 1(1), 11-18. Ragan, C. T. S. & Lipsey, R. G. (2011). Economics, 13th Canadian Edition. Toronto: Pearson Canada. Reynolds, R. L. (2007). Basic Micro Economics. https://cobe.boisestate.edu/lreynol/WEB/ excel_index.htm. Diakses 21 Oktober 2016. Rosser, M. (1995). Modelling Game Theory with Spreadsheets. Computers in Higher Education Economic Review (CHEER), 9(2). Semadiartha, I. K. S. (2012). Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis Komputer dengan Microsoft Excel yang Berorientasi Teori van Hiele pada Bahasan Trigonometri Kelas X SMA untuk Meningkatkan Prestasi dan Motivasi Belajar Matematika Siswa. Artikel Tesis Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha. SERC. An Excel Spreadsheet Numerical Example of a Giffen Good. https://serc.carleton.edu/ sp/library/spreadsheets/examples/42931.html. Diakses 20 Oktober 2016. Trabandt, M. & Uhlig, H. (2011). The Laffer curve revisited. Journal of Monetary Economic, 58, 305-327. Umar. (2013). Media pendidikan: Peran dan fungsinya dalam pembelajaran. Jurnal Tarbawiyah, 10(2), 126-141. Untarti, R. & Subekti, F. E. (2015). Pengembangan media pembelajaran melalui pelatihan Microsoft Excel untuk Guru SMP di MGMP Matematika MKKS Rayon 6 Banyumas. Seminar Nasional Hasil-Hasil Penelitian dan Pengabdian LPPM Universitas Muhammadiyah Purwokerto, 26 September. Varian, H. R. (2010). Intermediate Micro Economics: A Modern Approach, 8th Ed. New York/London: W. W. Norton & Company. Walewski, M. (2001). Searching for the Laffer curve in transition economies. Dalam Dabrowksi, M. & Rostowski, J. The Eastern Enlargement of the EU. New York: Springer Science+Business Media. 714
SEMNAS FEKON 2016
Wanniski, J. (1978). Taxes, revenue and the “Laffer Curve”. The Public Interest, Winter, 14 pages. Yasin, M., Pakpahan, N. F. D. B., Kusnan. (2015). Pembelajaran aktif integratif berbantuan MSExcel (spreadsheet) pelajaran RAB menghitung biaya pondasi rumah. Jurnal Pendidikan Vokasi: Teori dan Praktek, 3(2), 157-166.
BAGAIMANA SISTEM PENGENDALIAN INTERNAL DI UPBJJ-UT? Any Meilani Etik Ipda Riyani Hasmonel Universitas Terbuka Abstrak Menurut Peraturan Pemerintah No. 60 tahun 2008, Sistem Pengendalian Intern (SPI) adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Tujuan penelitian untuk mengukur tingkat sistem pengendalian internal di UPBJJ-UT. Sampel sebanyak 167 dari 17 UPBJJ-UT dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan mengirimkan kuesioner. Data dianalisis dengan menggunakan analisis faktor. Hasil penelitian: 1) tingkat sistem pengendalian internal secara individu menunjukkan bahwa 35% responden menilai tingkat SPI cukup, 25% responden menilai tingkat SPI baik, 22% responden menilai tingkat SPI sangat baik dan hanya 18% responden menilai tingkat SPI kurang atau lemah; 2) tingkat sistem pengendalian internal per UPBJJ-UT menunjukkan 59% UPBJJ-UT memiliki tingkat SPI cukup, 715
SEMNAS FEKON 2016
23% UPBJJ-UT memiliki tingkat SPI baik, 12% UPBJJ-UT memiliki tingkat SPI sangat baik serta sisanya sistem pengendalian internal UPBJJ-UT dinilai kurang atau lemah. Kata Kunci: sistem pengendalian internal, UPBJJ-UT PENDAHULUAN Universitas Terbuka (UT), adalah satu-satunya perguruan tinggi yang menyelenggarakan sistem belajar jarak jauh di Indonesia dan termasuk salah satu perguruan tinggi yang paling kompleks permasalahannya. Kompleksitas permasalahan yang dialami oleh UT antara lain disebabkan: 1. memberikan kesempatan yang luas bagi warga negara Indonesia, dimanapun tempat tinggalnya, untuk memperoleh pendidikan tinggi, sehingga jumlah mahasiswa yang dilayani pernah melampaui lebih dari 600.000 orang dan tersebar di seluruh Indonesia dan 17 negara. 2. Usia ijazah dan usia mahasiswa yang sangat beragam karena memberikan layanan pendidikan tinggi bagi mereka, yang karena bekerja atau karena alasan lain, tidak dapat melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi tatap muka. 3. Jumlah staf akademik dan non akademik kurang lebih 2000 orang (1 : 300). 4. Dana yang dikelola lebih dari 1 triliun rupiah. 5. Kegiatan layanan yang berada tidak kurang di 500 kabupaten/kota. Sebagai konsekuensi dalam mencapai tujuan utama UT, maka seluruh sumber daya ekonomi harus digunakan secara ekonomis, berdaya guna, dan berhasil guna (efisien dan efektif). Salah satu alat untuk mencapai tujuan tersebut, yaitu diperlukan adanya sistem pengawasan internal yang dapat memantau dan memastikan adanya keselarasan seluruh kegiatan unit yang dilaksanakan oleh UT terhadap strategi bisnis dan strategi kegiatan lainnya yang telah ditetapkan oleh UT, serta merekomendasikan tindakan perbaikan (corrective action) apabila ditemukan adanya penyimpangan. Dalam Permendiknas RI Nomor 47 Tahun 2011 tentang Satuan Pengawasan Intern di Lingkungan Kementerian Pendidikan Nasional disebutkan bahwa Satuan Pengawasan Intern yang selanjutnya disebut SPI adalah satuan pengawasan yang dibentuk untuk membantu terselenggaranya pengawasan terhadap pelaksanaan tugas unit kerja di lingkungan Kementerian Pendidikan Nasional. Satuan Pengawasan Intern bertugas untuk melaksanakan penilaian terhadap sistem pengendalian intern. Hasil yang diperoleh diharapkan akan dapat memberikan saran-saran perbaikan bagi manajemen. Satuan Pengawasan Internal (SPI) UT memiliki peran yang sangat penting guna membantu mewujudkan sistem pengendalian internal tersebut dengan menjalankan fungsi pengawasan dan berperan sebagai strategic partners (Naskah Akademik SPI : 2009). Sebelum melakukan audit, auditor selalu menilai sistem pengendalian internal yang ada di unit kerja, termasuk di UPBJJ-UT. Hal ini dilakukan untuk menyusun prioritas Tentative Audit Objectives (TAO) dan menentukan luas dan jenis pengujian substantif yang diperlukan. Pengendalian internal dalam sebuah instansi pemerintah yang telah berjalan akan sangat baik bila seluruh kegiatan operasionalnya dipantau. Karena pada kenyataannya, sering terjadi pengendalian internal yang tidak berjalan dengan semestinya disebabkan kurangnya tanggung jawab manajemen dan pegawai dalam suatu instansi sehingga banyak terjadi penyimpangan. Penyimpangan tersebut antara lain berbentuk pelanggaran (ketidakpatuhan) terhadap kebijakan dan prosedur serta aturan yang berlaku sehingga menyebabkan pengendalian internal tidak berjalan secara maksimal. Menurut Bodnar dan Hopwood (2004), proses pengendalian internal adalah mengindikasikan tindakan yang di ambil dalam suatu organisasi untuk mengatur dan 716
SEMNAS FEKON 2016
mengarahkan aktivitas dalam organisasi tersebut. Pengendalian memastikan bahwa kebijakan dan arahan manajemen dijalankan secara semestinya. Artikel ini membahas persepsi pegawai mengenai sistem pengendalian internal di UPBJJ-UT. Tujuan penelitian untuk mengukur tingkat sistem pengendalian internal di UPBJJ-UT baik dilihat dari sisi individu/responden maupun dari unit kerja/UPBJJ-UT. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pimpinan UPBJJ-UT khususnya, Satuan Pengawasan Internal (SPI) dan pimpinan UT pada umumnya. Manfaat bagi UPBJJ-UT adalah sebagai bahan evaluasi dalam mengaplikasikan fungsi dan tugas pegawai, bagi SPI hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai alat evaluasi pelaksanaan audit untuk meningkatkan kinerja SPI serta bagi pimpinan UT, diharapkan akan dapat memberikan masukan dalam pengambilan keputusan. TINJAUAN PUSTAKA Sistem Pengendalian Manajemen (SPM) Pengendalian (control) merupakan bagian dari fungsi manajemen. Pemahaman dan penilaian Sistem Pengendalian Manajemen (SPM) atau sering disebut sebagai Sistem Pengendalian Internal (SPI) dalam sebuah audit adalah bagian penting dari sebuah proses audit. Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut. Survey Pendahulu an
T A O
PAHA MI dan UJI SPM
F A
AUDIT LANJUT AN
A O
Laporan Hasil Audit (LHA)
Gambar 1. Pemahaman SPM dalam proses audit Melalui pemahaman dan penilaian keandalan sistem pengendalian manajemen dapat diperoleh manfaat sebagai berikut. 1. Menghindari atau mengurangi risiko audit 2. Sebagai dasar penetapan arah, lingkup, sifat, dan waktu audit 3. Mempercepat proses audit karena lebih terarah dan memberikan jaminan bahwa sasaran audit tercapai dengan baik (BPKP, 2009). Pengendalian intern menurut COSO dalam Internal Control-Integrated Framework (1992) mendefinisikan “pengendalian intern adalah suatu proses yang dipengaruhi oleh dewan komisaris suatu entitas, manajemen, dan personil lain, dirancang untuk menyediakan keyakinan yang memadai berkaitan dengan pencapaian tujuan dalam beberapa kategori: 1. Efektivitas dan efisiensi kegiatan 2. Keandalan pelaporan keuangan 3. Ketaatan pada peraturan dan ketentuan yang berlaku Dari pendekatan COSO, Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 mengenai Sistem Pengendalian Intern Pemerintah yang disingkat SPIP, yang mendefinisikan “sistem pengendalian intern adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien,
717
SEMNAS FEKON 2016
keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan”. Dengan kata lain, tujuan dari sistem pengendalian manajemen adalah: 1. Diperolehnya keterandalan dan integritas informasi 2. Kepatuhan pada kebijakan, rencana, prosedur, peraturan dan ketentuan yang berlaku 3. Melindungi organisasi 4. Pencapaian kegiatan yang efisien dan efektif Undang-undang di bidang keuangan negara membawa implikasi perlunya sistem pengelolaan keuangan negara yang lebih akuntabel dan transparan. Hal ini baru dapat dicapai jika seluruh tingkat pimpinan menyelenggarakan kegiatan pengendalian atas keseluruhan kegiatan di instansi masing-masing. Dengan demikian, penyelenggaraan kegiatan pada suatu Instansi Pemerintah, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, sampai dengan pertanggungjawaban, harus dilaksanakan secara tertib, terkendali, serta efisien dan efektif. Untuk itu dibutuhkan suatu sistem yang dapat memberi keyakinan memadai bahwa penyelenggaraan kegiatan pada suatu Instansi Pemerintah dapat mencapai tujuannya secara efisien dan efektif, melaporkan pengelolaan keuangan negara secara andal, mengamankan asset negara,dan mendorong ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Sistem ini dikenal sebagai Sistem Pengendalian Intern yang dalam penerapannya harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan serta mempertimbangkan ukuran, kompleksitas, dan sifat dari tugas dan fungsi Instansi Pemerintah tersebut. Pasal 58 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara memerintahkan pengaturan lebih lanjut ketentuan mengenai sistem pengendalian intern pemerintah secara menyeluruh dengan Peraturan Pemerintah. Sistem Pengendalian Intern dalam Peraturan Pemerintah ini dilandasi pada pemikiran bahwa Sistem Pengendalian Intern melekat sepanjang kegiatan, dipengaruhi oleh sumber daya manusia, serta hanya memberikan keyakinan yang memadai, bukan keyakinan mutlak. Berdasarkan pemikiran tersebut, dikembangkan unsur Sistem Pengendalian Intern yang berfungsi sebagai pedoman penyelenggaraan dan tolok ukur pengujian efektivitas penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern. Pengembangan unsur Sistem Pengendalian Intern perlu mempertimbangkan aspek biaya manfaat (cost and benefit), sumber daya manusia, kejelasan kriteria, pengukuran efektivitas, dan perkembangan teknologi informasi serta dilakukan secara komprehensif. Unsur Sistem Pengendalian Intern dalam Peraturan Pemerintah ini mengacu pada unsur Sistem Pengendalian Intern yang telah dipraktikkan di lingkungan pemerintahan di berbagai negara, yang meliputi: a. Lingkungan pengendalian Pimpinan Instansi Pemerintah dan seluruh pegawai harus menciptakan dan memelihara lingkungan dalam keseluruhan organisasi yang menimbulkan perilaku positif dan mendukung terhadap pengendalian intern dan manajemen yang sehat. b. Penilaian risiko Pengendalian intern harus memberikan penilaian atas risiko yang dihadapi unit organisasi baik dari luar maupun dari dalam. c. Kegiatan pengendalian Kegiatan pengendalian membantu memastikan bahwa arahan pimpinan Instansi Pemerintah dilaksanakan. Kegiatan pengendalian harus efisien dan efektif dalam pencapaian tujuan organisasi. d. Informasi dan komunikasi Informasi harus dicatat dan dilaporkan kepada pimpinan Instansi Pemerintah dan pihak lain yang ditentukan. Informasi disajikan dalam suatu bentuk dan sarana tertentu serta tepat waktu 718
SEMNAS FEKON 2016
sehingga memungkinkan pimpinan Instansi Pemerintah melaksanakan pengendalian dan tanggung jawabnya. e. Pemantauan Pemantauan harus dapat menilai kualitas kinerja dari waktu ke waktu dan memastikan bahwa rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya dapat segera ditindaklanjuti. Untuk memperkuat dan menunjang efektivitas penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern dilakukan pengawasan intern dan pembinaan penyelenggaraan SPIP. Sebagaimana tertera pada Kemdikbud No. 47 Tahun 2011 bahwa Pengawasan Intern merupakan salah satu bagian dari kegiatan pengendalian intern yang berfungsi melakukan penilaian independen atas pelaksanaan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah. Lingkup pengaturan pengawasan intern mencakup kelembagaan, lingkup tugas, kompetensi sumber daya manusia, kode etik, standar audit, pelaporan, dan telaahan sejawat. Pembinaan penyelenggaraan SPIP meliputi penyusunan pedoman teknis penyelenggaraan, sosialisasi, pendidikan dan pelatihan, serta pembimbingan dan konsultansi SPIP, serta peningkatan kompetensi auditor aparat pengawasan intern pemerintah. Dalam rangka penguatan tata kelola dan akuntabilitas, penyelenggaraan tugas dan fungsi serta kegiatan di lingkungan Kementerian Pendidikan Nasional, perlu mendapat pengawasan secara sistematik agar terkendali, efisien, dan efektif, serta patuh dengan peraturan perundang-undangan. METODOLOGI PENELITIAN Data penelitian ini berupa data primer, yaitu data yang langsung diperoleh dari responden (pegawai UPBJJ-UT). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai UPBJJ-UT yang sudah menjadi pegawai negeri sipil minimal 2 (dua) tahun. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 167 orang dari 17 UPBJJ-UT. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling yaitu pengambilan sampel dengan mempertimbangkan tujuan tertentu. Instrumen yang digunakan berupa kuesioner yang berisi pendapat responden tentang sistem pengendalian internal yang mereka rasakan di UPBJJ-UT. Data penelitian dikumpulkan dengan cara mengirimkan kuesioner kepada para responden. Teknis penyampaian kuesioner yang diberikan secara langsung dengan 2 (dua) cara, yaitu untuk lokasi UPBJJ-UT yang jauh (harus menggunakan pesawat) diberikan bersamaan dengan pelaksanaan audit. Untuk lokasi UPBJJ-UT yang dekat dengan UT Pusat diberikan secara langsung. Statistik deskriptif digunakan untuk melihat karakteristik responden dan analisis faktor digunakan untuk mengukur sistem pengendalian internal
PEMBAHASAN Jumlah sampel 167 responden dari 17 UPBJJ-UT, terdiri dari pria 58%, wanita 35% dan sisanya responden yang tidak mengisi. Bila dilihat dari sisi pendidikan, 49% responden lulusan S1, 28% responden lulusan S2, 14% responden lulusan SLTA, dan sisanya lulusan S3 dan responden yang tidak mengisi. Sebanyak 40% responden sudah bekerja di UT sekitar 6-14 tahun, 36% responden sudah bekerja selama 25 tahun atau lebih, 8% responden sudah bekerja selama 14-25 tahun dan sisanya merupakan responden yang masa kerjanya kurang dari 5 tahun serta responden yang tidak mengisi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini. 719
SEMNAS FEKON 2016
Tabel 1. Profil Responden Jumlah Jenis Kelamin No. UPBJJ Responden Pria Wanita N/A 1 Ambon 8 6 2 2 Bandung 5 1 3 1 3 Denpasar 14 9 4 1 4 Jayapura 7 2 4 1 5 Lampung 11 4 4 3 6 Malang 13 10 3 7 Manado 7 5 2 8 Mataram 9 7 1 1 9 Medan 11 4 6 1 10 Palangkaraya 10 4 5 1 11 Palembang 15 9 5 1 12 Pangkalpinang 6 5 1 13 Pontianak 9 6 3 14 Semarang 8 5 2 1 15 Serang 19 12 6 1 16 Sorong 6 2 4 17 Ternate 9 6 3 Total 167 97 58 12 Keterangan : N/A = data blank (responden tidak mengisi data)
SLTA 1 2 1 1 1 0 0 4 3 0 4 1 1 2 2 0 1 24
Pendidikan S1 S2 S3 4 3 3 11 1 2 4 4 3 10 1 1 3 4 3 2 3 3 2 6 5 6 3 1 1 6 1 1 2 3 9 7 6 5 2 81 47 3
N/A
< 5 th 1
1 3 1
2 2
1
1 1
1 1 1 12
4 3 11
Lama Kerja 6 - 14 15 - 24 >=25 N/A 5 3 2 2 4 3 5 2 1 1 4 1 2 2 2 4 1 3 7 2 3 3 1 5 1 2 1 1 7 1 7 3 4 1 10 6 4 2 3 3 3 2 12 5 2 1 1 5 1 66 14 60 16
Analisis faktor dengan metode Principal Component Analysis (PCA) terhadap struktur korelasi antar variabel indikator SPI diolah dengan LISREL, menunjukkan semua 19 variabel SPI mampu mengidentifikasi tingkat SPI dari 167 responden. Ada lima faktor utama yang membedakan indeks SPI antar responden, dengan urutan kumulatif variansi sebagai berikut: Tingkat pengaruh PI terhadap komitmen aturan (DAL4) (57,0 % variasi SPI), kemudian tingkat komunikasi pelaksanaan perjadin (IK2) (65,2 %), tingkat dampak PI terhadap bertambahnya pengetahuan tentang aturan (LP3) (71,6%), tingkat kesadaran adanya resiko temuan (RIS3) (76,6%), dan tingkat dampak PI terhadap penurunan pelanggaran aturan (DAL2) (81,1%).
Tabel 2. Identifikasi Tingkat Sistem Pengendalian Internal (SPI)
720
SEMNAS FEKON 2016
Kode No. Variabel 1 2 3
LP1 LP2 LP3
Deskripsi Variabel
PI berpengaruh positif pada sistem pengendalian di UPBJJ Materi sosialisasi pada setiap pembukaan audit Kegiatan PI menambah pengetahuan tentang peraturan perundangan perjadin 4 LP4 PI memotivasi pengendalian 5 LP5 PI memberikan dampak positif bagi seluruh staf 6 RIS1 PI berdampak pengendalian risiko di UPBJJ 7 RIS2 PI mengurangi risiko pelanggaran perjadin 8 RIS3 Pelaksana perjadin, bila tidak mematuhi berisiko temuan 9 DAL1 Adanya PI, aktivitas pengendalian di UPBJJ meningkat 10 DAL2 Adanya PI, temuan pelanggaran perjadin unit mengecil 11 DAL3 PI berpengaruh positif terhadap ketertiban perjadin 12 DAL4 PI berpengaruh positif terhadap komitmen taat aturan 13 DAL5 PI berpengaruh terhadap kebijakan-kebijakan pemimpin unit 14 IK1 Adanya PI, informasi perjalanan dinas dikomunikasikan 15 IK2 Komunikasi pelaksana perjadin dg pimp. UPBJJ cukup terbuka 16 IK3 Informasi oleh pengawas cukup komunikatif 17 TAU1 PI efektif memantau pelaksana perjadin 18 TAU2 Temuan perjadin oleh PI dievaluasi pimpinan UPBJJ 19 TAU3 Temuan perjadin oleh PI ditindaklanjuti pimpinan UPBJJ % Keragaman Kumulatif (% Keragaman) Keterangan : F1-F5 = faktor-faktor; (-) = nilai korelasi kurang dari 0,4.
Korelasi Variabel dengan Faktor (F) F1 F2 F3 F4 F5 0,783 0,651 0,578
- 0,486 - 0,626
-
Kontribusi Keragaman
-
0,751 0,687 0,816
0,688 0,694 0,697 0,735 0,428 - 0,530 0,783 0,659 - 0,557 0,867 0,910 0,756 0,801 0,727 0,621 0,746 0,837 0,807 0,803 57,0 8,3 6,4 4,9 4,5 57,0 65,2 71,6 76,6 81,1
0,621 0,664 0,647 0,686 0,860 0,645 0,955 0,917 0,943 0,644 0,772 0,940 0,722 0,740 0,801 0,792
Skor SPI dari lima faktor dijadikan skor tunggal SPI dengan cara membuat rata-rata terbobot dari setiap kontribusi variansi masing-masing faktor. Rata-rata skor terbobot SPI (selanjutnya disebut indeks SPI) untuk setiap responden, mempunyai rata-rata 0,00 dan standar deviasi 2,86. Distribusinya disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Distribusi Indeks SPI
721
SEMNAS FEKON 2016
Tabel 3. Kategori Indeks SPI Tingkat SPI 1 2 3 4
Batas Indeks SPI < -2,50 -2,50 - < 0,00 0,00 - < 2,50 2,50 atau lebih
Kategori SPI Kurang Cukup Baik Sangkat Baik
Distribusi skor indeks SPI pada Gambar 1 mempunyai pusat distribusi pada nilai rata-rata nol. Artinya seorang responden yang mempunyai skor nol, ia mempunyai skor SPI sama dengan ratarata SPI seluruh responden. Oleh karena itu, batas indeks SPI dianggap baik bila nilainya nol di atasnya. Tabel 4. Kategori Indeks SPI berdasarkan Responden dan UPBJJ-UT No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
UPBJJ Ambon Bandung Denpasar Jayapura Lampung Malang Manado Mataram Medan Palangka Raya Palembang Pangkalpinang Pontianak Semarang Serang Sorong Ternate Grand Total
Jumlah Responden 8 5 14 7 11 13 7 9 11 10 15 6 9 8 19 6 9 167
Frekuensi responden Kurang Cukup Baik S. Baik 3 2 2 1 2 1 2 2 8 3 1 1 3 3 3 4 3 1 2 5 3 3 1 1 5 1 5 3 6 3 1 1 4 2 2 2 5 4 6 3 3 2 7 1 4 3 6 9 2 2 4 2 1 2 3 3 30 58 42 37
Persentase responden Kurang Cukup Baik S. Baik 37,5 25,0 25,0 12,5 40,0 20,0 40,0 14,3 57,1 21,4 7,1 14,3 42,9 42,9 27,3 36,4 27,3 9,1 15,4 38,5 23,1 23,1 14,3 14,3 71,4 11,1 55,6 33,3 54,5 27,3 9,1 9,1 40,0 20,0 20,0 20,0 33,3 26,7 40,0 50,0 50,0 22,2 77,8 12,5 50,0 37,5 31,6 47,4 10,5 10,5 66,7 33,3 11,1 22,2 33,3 33,3 18,0 34,7 25,1 22,2
Rata-rata SPI Indeks Tingkat Kategori -0,97 2 Cukup 1,18 3 Baik -1,18 2 Cukup -0,44 2 Cukup -0,66 2 Cukup -0,16 2 Cukup 2,63 4 Sangat Baik -0,62 2 Cukup -2,66 1 Kurang -0,56 2 Cukup 1,40 3 Baik -0,01 2 Cukup 3,88 4 Sangat Baik 1,83 3 Baik -1,43 2 Cukup -0,42 2 Cukup 1,28 3 Baik 0,00 3 Baik
Secara keseluruhan responden menilai sistem pengendalian internal yang dilakukan UPBJJUT adalah 18% responden menilai Kurang, 35% responden menilai Cukup, 25% responden menilai Baik, dan 22% responden menilai tingkat sistem pengendalian internal di UPBJJ-UT Sangat Baik. Dengan kata lain penilaian responden terhadap sistem pengendalian internal yang dilakukan UPBJJ-UT hampir berimbang atau tidak terlalu berbeda, dengan perbandingan kurangcukup : baik-sangat baik = 53% : 47%. Berbeda dengan penilaian responden di masing-masing UPBJJ-UT, hanya ada 2 UPBJJ-UT yang dinilai pegawainya memiliki sistim pengendalian internal sangat baik karena memiliki indeks SPI di atas rata-rata, 4 UPBJJ-UT dinilai pegawainya dengan kategori Baik, dan 10 UPBJJ-UT cukup baik serta hanya 1 UPBJJ-UT yang dinilai pegawai memiliki sistem pengendalian internal dengan kategori kurang atau masih lemah dengan rata-rata indeks SPI masih jauh kurang dari rata-rata. 722
SEMNAS FEKON 2016
Dengan kata lain penilaian responden terhadap sistem pengendalian internal yang dilakukan oleh UPBJJ-UT sendiri, mereka menilai lebih rendah daripada penilaian berdasarkan individu. Perbandingan penilaian kurang-cukup : baik-sangat baik = 65% : 35%. Rata-rata secara keseluruhan adalah 0,0 (Baik) dengan standar deviasi 2,86. Nilai standar deviasi tinggi menunjukkan variasi SPI antar UPBJJ-UT tinggi, sehingga kondisi rata-rata SPI satu UPBJJ-UT dengan UPBJJ-UT lainnya berbeda-beda cukup jauh dari nilai rata-rata seluruh responden. Apabila tingkat sistem pengendalian internal kita bandingkan antara penilaian pegawai UPBJJ-UT dengan data yang ada di Satuan Pengawasan Internal (SPI) ternyata 65% sama dan 35% berbeda (Lihat Tabel 5). Hal ini sangat wajar karena kuesioner yang digunakan, penilai dan tingkat skor yang dipakai berbeda pula, namun hal ini menunjukkan kecenderungan kondisi di UPBJJ-UT relatif dapat diterima. Untuk ke depan seyogyanya Satuan Pengawasan Internal melakukan penilaian sistem pengendalian internal secara rutin baik dari sisi audit maupun pendapat pegawai di UPBJJ-UT khususnya dan semua unit kerja yang ada di UT pada umumnya. Hal ini dilakukan agar seluruh komponen merasa terlibat dan bertanggung jawab atas jalannya sistem pengendalian internal. Tabel 5. Penilaian Sistem Pengendalian Internal menurut Responden dan Data SPI Penilaian Tingkat SPI menurut No. UPBJJ-UT Responden Data di SPI UPBJJ-UT 1 Ambon Cukup Kurang 2 Bandung Baik Baik 3 Denpasar Cukup Cukup 4 Jayapura Cukup Cukup 5 B. Lampung Cukup Cukup 6 Malang Cukup Cukup 7 Manado Sanga Baik Cukup 8 Mataram Cukup Cukup 9 Medan Kurang Kurang 10 Palangkaraya Cukup Cukup 11 Palembang Baik Baik 12 Pangkalpinang Cukup Kurang 13 Pontianak Sangat Baik Cukup 14 Semarang Baik Kurang 15 Serang Cukup Cukup 16 Sorong Cukup Cukup 17 Ternate Baik Cukup Sumber: data diolah dan data SPI
Ket berbeda
berbeda
berbeda berbeda berbeda
berbeda
KESIMPULAN 723
SEMNAS FEKON 2016
Berdasarkan paparan sebelumnya, maka kesimpulan dari penelitian ini adalah: 1) tingkat sistem pengendalian internal secara individu responden menunjukkan bahwa 35% responden menilai tingkat SPI cukup, 25% responden menilai tingkat SPI baik, 22% responden menilai tingkat SPI sangat baik dan hanya 18% responden menilai tingkat SPI kurang atau lemah; 2) tingkat sistem pengendalian internal di masing-masing UPBJJ-UT menunjukkan 59% UPBJJUT memiliki tingkat SPI cukup, 23% UPBJJ-UT memiliki tingkat SPI baik, 12% UPBJJ-UT memiliki tingkat SPI sangat baik serta sisanya sistem pengendalian internal UPBJJ-UT dinilai kurang atau lemah. SARAN 1) Satuan Pengawasan Internal perlu melakukan penilaian sistem pengendalian internal di masing-masing UPBJJ-UT oleh para pegawainya untuk dijadikan data pendukung dalam kegiatan pengawasan berikutnya. 2) Satuan Pengawasan Internal menginformasikan hasil penilaian sistem pengendalian internal kepada pimpinan UPBJJ-UT supaya mereka dapat memperbaikinya dimasa mendatang 3) Satuan Pengawasan Internal masih harus melakukan sosialisasi mengenai pentingnya sistem pengendalian internal dilakukan oleh seluruh pegawai, bukan hanya tanggung jawab pimpinan saja. 4) Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai adakah hubungan atau keterkaitan antara sistem pengendalian internal dengan temuan di unit kerja. DAFTAR PUSTAKA Bodnar, George H dan Hopwood, Williams. 2004. Sistem Informasi Akuntansi. Andi. Yogyakarta. Tim UT, 2009. Piagam SPI UT. ----------, 2009. Pengantar Sistem Pengendalian Manajemen. Pusdiklatwas. Jakarta. ----------, 2008. Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Internal Pemerintah. ----------, 2011. Permendikbud No 47 Tahun 2011 tentang Satuan Pengawasan Internal di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
724
SEMNAS FEKON 2016
TINJAUAN TAX AMNESTY DAN PENERAPANNYA DI INDONESIA Inneke Putri Widyani UPBJJ-UT Jember [email protected] Noorina Hartati Fakultas Ekonomi, UT Pusat [email protected] Abstrak Tax Amnesty merupakan isu yang masih hangat diperbincangkan, terutama di kalangan para pelaku ekonomi yang sedang gencar-gencarnya melaporkan harta dan utangnya yang berada baik di dalam maupun di luar negeri. Tax Amnesty ini digadang-gadang akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia melalui repatriasi harta (assets). Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji secara dalam mengenai apa itu Tax Amnesty dan bagaimana penerapannya di Indonesia. Akibat kondisi ekonomi global yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Indonesia, seingga meningkatkan angka pengangguran, kemiskinan, dan mempertajam kesenjangan antara “si kaya” dan “si miskin”. Oleh karena itu, Indonesia harus menemukan sumber pertumbuhan ekonomi baru dengan cara repatriasi harta (assets). Kata Kunci: Tax Amnesty, Repatriasi Harta (Assets), Indonesia PENDAHULUAN Dampak Brexit terhadap anjloknya pasar keuangan global merupakan euforia yang sesaat. Pasar dikejutkan oleh hasil referendum yang menyatakan bahwa 51,9% memutuskan untuk UK keluar dari EU. Hasil simulasi menunjukkan bahwa efek Brexit semata-mata tidak akan memberikan dampak yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Namun, jika Brexit mengakibatkan guncangan selanjutnya pada perekonomian Eropa dan lebih lanjut pada perekonomian negara-negara lain, maka efek lanjutannya diperkirakan dapat mengkoreksi pertumbuhan ekonomi Indonesia walaupun hanya secara moderat. (Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, 2016). Masyarakat Inggris memutuskan meninggalkan Uni Eropa (UE) lewat referendum yang bersejarah. Jumlah warga Inggris yang memilih keluar dari UE (Brexit/British Exit) mencapai 725
SEMNAS FEKON 2016
17.410.742 orang (52%) berbanding dengan memilih tetap bergabung dengan UE (Brimain/British Remain) sebanyak 16.141.241 orang (48%). Hasil referendum tersebut tentu saja membawa berbagai implikasi. Bukan hanya untuk Inggris dan UE sebagai pihak yang terlibat langsung, tetapi juga dunia internasional, mengingat UE dan Inggris merupakan salah satu kekuatan utama dalam dinamika politik dan ekonomi global. Terbukti, keputusan Brexit langsung direspon pasar keuangan di seluruh dunia (Marta, 2016). “Negara-negara maju masih mengalami kesulitan dalam perbaikan fiskal dan moneter, dikarenakan sempitnya ruang fiskal dan beban hutang. Hal ini yang dikhawatirkan dapat mempengaruhi kondisi perekonomian dunia, khususya di Negara Indonesia pada tahun 2016,” ujar Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani pada tanggal 26/12/ 2015. Semua kondisi yang tidak menguntungkan ini, pada akhirnya akan berakibat pada meningkatknya angka pengangguran, kemiskinan, dan mempertajam kesenjangan antara si kaya dengan si miskin. Untuk mengatasi hal-hal tersebut, Indonesia harus menemukan sumber pertumbuhan ekonomi baru. Oleh karena itu, Indonesia mulai mencari sumber investasi dari luar negeri, sehingga peluang investasi di Indonesia terbuka lebar. Cara terbaik adalah dengan REPATRIASI. Pengertian repatriasi adalah proses pengembalian seseorang dan atau sesuatu ke negara asal tempat seseorang dan atau sesuatu itu berasal, dalam pajak repatriasi harta adalah proses pengalihan harta dari luar negeri ke dalam Indonesia. Dalam PMK Nomor 119/PMK.08/2016 Tentang Tata Cara Pengalihan Harta Wajib Pajak Ke Dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia Dan Penempatan Pada Instrumen Investasi Di Pasar Keuangan Dalam Rangka Pengampunan Pajak istilah repatriasi bahkan tidak muncul sama sekali. Pengertian Repatriasi Harta adalah proses pengembalian Akumulasi Penghasilan berupa Aset atau harta dari luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan, pengertian Harta Repatriasi adalah Akumulasi Penghasilan dalam bentuk Aset atau harta yang berada di luar wilayah indonesia dan akan di alihkan ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia (Jupri, 2015). Sidang paripurna DPR telah menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty untuk disahkan menjadi undang-undang. Asumsi penerimaan dari tax amnesty Rp 165 triliun pun dimasukkan ke APBN-P 2016. Tax amnesty diberlakukan pada 1 Juli 2016 hingga 31 Maret 2017. MENGAPA PENULIS TERTARIK UNTUK MENULIS TENTANG TAX AMNESTY? Tax Amnesty merupakan isu yang masih hangat diperbincangankan. Sehingga penulis sangat berkeinginan untuk mempelajari dan mengkaji lebih dalam mengenai Tax Amnesty dan penerapannya di Indonesia. Lebih lanjut, penulis ingin melakukan riset mengenai kepuasan WP terhadap implementasi Tax Amnesty di Indonesia. MENGAPA HARUS ADA TAX AMNESTY? 726
SEMNAS FEKON 2016
Karena disinyalir harta Warga Negara Indonesia (WNI), terutama para pengusaha tersebar di seluruh dunia. Sekarang saatnyalah untuk kembali ke Negara Indonesia sebagai pendapatan nasional karena Negara Indonesia membutuhkan banyak dana untuk pembangunan yang inklusif. MENGAPA HARUS SEKARANG? Karena setelah tahun 2018, Wajib Pajak (WP) tidak akan bisa lagi menyembunyikan harta (assets) nya dimanapun berada dari otoritas pajak. MANFAAT DAN TUJUAN TAX AMNESTY 1. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui repatriasi harta (assets), yang ditandai dengan peningkatan likuiditas domestik, perbaikan nilai tukar Rupiah, penurunan suku bunga, dan peningkatan investasi. 2. Merupakan bagian dari reformasi perpajakan menuju sistem yang berkeadilan, serta perluasan basis data perpajakan 3. Meningkatkan penerimaan pajak KAJIAN LITERATURE PENGERTIAN TAX AMNESTY Penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan cara mengungkap Harta dan membayar Uang Tebusan. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Harta adalah akumulasi tambahan kemampuan ekonomis berupa seluruh kekayaan, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang digunakan untuk usaha maupun bukan untuk usaha, yang berada di dalam dan/atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Utang adalah jumlah pokok utang yang belum dibayar yang berkaitan langsung dengan perolehan Harta. Uang Tebusan adalah sejumlah uang yang dibayarkan ke kas negara untuk mendapatkan Pengampunan Pajak. Surat Pernyataan Harta untuk Pengampunan Pajak yang selanjutnya disebut Surat Pernyataan adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk mengungkapkan Harta, Utang, nilai Harta bersih, serta penghitungan dan pembayaran Uang Tebusan. Surat Keterangan Pengampunan Pajak yang selanjutnya disebut Surat Keterangan adalah surat yang diterbitkan oleh Menteri sebagai bukti pemberian Pengampunan Pajak. SUBYEK TAX AMNESTY Semua WP kecuali WP yang sedang dilakukan penyidikan dan berkas penyidikannya telah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan, WP sedang dalam proses peradilan, dan WP yang sedang menjalani hukuman pidana atas tindak pidana di bidang perpajakan (Pasal 3, Ayat 3). OBYEK TAX AMNESTY 727
SEMNAS FEKON 2016
Sesuai dengan Pasal 3, Ayat 5, obyek pajak Tax Amnesty antara lain: 1. Pajak Penghasilan (PPh) 2. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN/PPnBM) TARIF TAX AMNESTY Harta yang berada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia 01 Juli-30 Sept 2016 01 Okt-31 Des 2016 01 Jan-31 Mar 2017
2% 3% 5%
Harta yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tidak dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia 01 Juli-30 Sept 2016 01 Okt-31 Des 2016 01 Jan-31 Mar 2017
4% 6% 10%
Tarif repatriasi : Harta yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jangka waktu paling singkat 3 (tiga) tahun terhitung sejak diinvestasikan (Pasal 4, Ayat 1).
01 Juli-30 Sept 2016 01 Okt-31 Des 2016 01 Jan-31 Mar 2017
2% 3% 5%
Tarif khusus pelaku usaha dengan peredaran usaha s.d Rp4,8 M (pasal 4, ayat 3) 01 Juli 2016-31 Maret Jika pengungkapan harta 0.5% 2017 sampai dengan 10 miliar Jika pengungkapan harta 2% lebih dari 10 miliar CARA MENGHITUNG UANG TEBUSAN UANG TEBUSAN = TARIF x DASAR PENGENAAN Dasar pengenaan Uang Tebusan dihitung berdasarkan nilai Harta bersih yang belum atau belum seluruhnya dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir.
728
SEMNAS FEKON 2016
HARTA BERSIH = HARTA – UTANG Keterangan: 1. Nilai Harta tambahan yang belum atau belum seluruhnya dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir 2. Nilai Utang yang berkaitan dengan Harta tambahan
CARA PENYAMPAIAN SURAT PENYAMPAIAN HARTA Surat Pernyataan ditandatangani oleh Wajib Pajak orang pribadi. WP orang pribadi adalah pemimpin tertinggi berdasarkan akta pendirian badan atau dokumen lain yang dipersamakan, bagi Wajib Pajak badan; atau penerima kuasa, dalam hal pemimpin tertinggi berhalangan. Syarat Pengajuan: untuk memperoleh Pengampunan Pajak (Tax Amnesty), Wajib Pajak harus menyampaikan Surat Pernyataan dengan memenuhi persyaratan: o Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) o Membayar uang tebusan o Melunasi seluruh tunggakan pajak (melunasi pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan bagi WP) o Yang sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan dan/atau penyidikan tidak pidana di bidang perpajakan o Menyampaikan SPT Pajak Penghasilan (PPh) terakhir bagi WP yang telah memiliki kewajiban menyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh o Mencabut permohonan dan/atau pengajuan: Pengembalian kelebihan pembayaran pajak Pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi dalam surat ketetapan pajak (SKP) dan/atau surat tagihan pajak (STP) pengurangan atau pembatalan SKP yang tidak benar pengurangan atau pembatalan STP yang tidak benar Keberatan pembetulan atas STP, SKP dan/ atau surat keputusan Banding gugatan dan/ atau peninjauan kembali Dalam hal WP sedang mengajukan permohonan dan/atau pengajuan dan belum diterbitkan surat keputusan atau putusan. Apabila Syarat tersebut tidak terpenuhi, maka Wajib Pajak tidak dapat penyampaian pernyataan Pengampunan Pajak. Surat Keterangan harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterima Surat Pernyataan beserta lampirannya SANKSI ADMINISTRATIF 729
SEMNAS FEKON 2016
Apabila Wajib Pajak melanggar atau tidak sesuai dengan ketentuan terkait Pasal 8 ayat (6) dan (7) Harta yang di laporkan dalam Surat Pernyataan Harta (SPH) maka: o Harta bersih tambahan diperlakukan sebagai penghasilan pada Tahun Pajak 2016 dan dikenakan tarif umum o Uang Tebusan yang telah dibayar oleh Wajib Pajak diperhitungkan sebagai pengurang pajak PERLAKUAN ATAS HARTA YANG BELUM ATAU KURANG DIUNGKAP Harta yang belum di ungkap dianggap sebagai tambahan penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak pada saat ditemukannya data tersebut Atas tambahan penghasilan dikenai PPh secara umum ditambah sanksi administrasi berupa kenaikan 200% (dua ratus persen) dari PPh yang tidak atau kurang dibayar WP yang tidak menyampaikan Surat Pernyataan sampai Periode Pengampunan Pajak berakhir, dan Ditjen Pajak menemukan data dan/atau informasi mengenai Harta yang diperoleh sejak tanggal 1 Januari 1985 s.d. 31 Desember 2015 dan belum dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh paling lama 3 (tiga) tahun sejak UU disahkan. Harta yang belum di ungkap dianggap sebagai tambahan penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak pada saat ditemukannya data tersebut. Atas tambahan penghasilan dikenai PPh secara umum (Pasal 18, Ayat 2) UPAYA HUKUM Segala sengketa yang berkaitan dengan pelaksanaan Undang-Undang ini hanya dapat diselesaikan melalui pengajuan gugatan. Gugatan hanya dapat diajukan pada badan peradilan pajak. KETENTUAN PIDANA Ketentuan Pidana diatur dalam Pasal 23, yang bunyinya sebagai berikut: Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun Penuntutan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan atas pengaduan orang yang kerahasiaannya dilanggar SIMPULAN Tax Amnesty (Pengampunan Pajak) ini digadang-gadang akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia melalui repatriasi harta (assets). Karena disinyalir harta Warga Negara Indonesia (WNI), terutama para pengusaha tersebar di seluruh dunia. Sekarang saatnyalah untuk kembali ke Negara Indonesia sebagai pendapatan nasional karena Negara Indonesia membutuhkan banyak dana untuk pembangunan yang inklusif. Setelah tahun 2018, Wajib Pajak (WP) tidak akan bisa lagi menyembunyikan harta (assets) nya dimanapun berada dari otoritas pajak dan tentunya
730
SEMNAS FEKON 2016
dengan sanksi administrative bahkan pidana. Oleh karena ini lebih baik dilaporkan sesegera mungkin sebelum periode pengampunan pajak berakhir yaitu 31 Maret 2017. DAFTAR PUSTAKA Direktorat Jenderal Pajak, Kementrian Keuangan. 2015. Amnesti Pajak. Power Point. Jupri, M. 2015. Pengertian Harta Repatriasi Adalah!! Diakses pada http://www.lembagapajak.com/2016/08/definisi-pengertian-hartarepatriasi-adalah.html tanggal 05 Nopember 2016 pukul 21.30 WIB Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas. 2016. Brexit dan Pengaruhnya Terhadap Perekonomian GlobaldanIndonesia.Diaksespadahttp://www.bappenas.go.id/index.php?cID=8802 tanggal 05 Nopember 2016 pukul 15.00 WIB. Marta, M Fajar. 2016. Seberapa Besar Dampak "Brexit" terhadap Ekonomi Indonesia?Diaksespadahttp://bisniskeuangan.kompas.com/read/2016/06/25/104648026/seberapa. besar.dampak.brexit.terhadap.ekonomi.indonesia tanggal 05 Nopember 2016 pukul 15.30 WIB. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 118/PMK.03/2016 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak. Riaupos.2015.“Ekonomi2016BelumStabil”.Diaksespada http://riaupos.co/96307-berita-ekonomi2016 belumstabil.html#ixzz4P91uFqQn 05 Nopember 2016 pukul 18.00 WIB Tim Redaksi Ortax. 2016. Tax Learning. Diakses pada http://www.ortax.org/ortax/?mod=studi&page=show&id=141 pada tanggal 06 Nopember 2016 pukul 18.00 WIB
PENGAWASAN PENGENDALIAN, PEMERIKSAAN KEUANGAN DAERAH, DAN KINERJA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DI INDONESIA Agus Prasetyo Universitas Terbuka Abstract This study discusses about the accountability of local governments in Indonesia. This study aims to examine the effect of financial investigation from Supreme Audit Institution in Indonesia - BPK RI (audit findings of internal control weakness, audit findings of noncompliance with regulations, and follow up recommendations), oversight from parliament, and supervision public with the local government’s performance in Indonesia. This study uses multiple regression method to 197 districts/municipalities as a sample selected by purposive sampling method. The research data is secondary data obtained from the search results on the website of local government and Internal affairs Ministry of Republic of Indonesia. This study provides evidence that the result of investigation by BPK about audit findings of internal control weakness and follow up recommendations have significant positive effect on local government’s performance and audit findings of noncompliance with regulations have significant negative effect on local government’s performance. The results also indicate that the interaction of size and education background, size 731
SEMNAS FEKON 2016
and board membership composition affect the local government’s performance in Indonesia. While for tenure, and structure of the leadership does not affect the local government’s performance While for oversight by legislature does not significant effect on the performance of local government and public supervision have significant positive effect. In other words, the study in the implementation of external monitoring is more influential than internal monitoring in local government Indonesia. Keywords: Monitoring Mechanisme, the Local Government’s Performance, Audit Findings, Follow Up Recommendations, Composition, six Public Supervision. Size, Structure, Leadership, Tenure, and Background PENDAHULUAN Sesuai dengan perkembangannya hubungan antara pemerintah dan rakyat dari sentral ke desentralistik. Otonimi memberikan kewenangan yang lebih besar kepada pemerintah daerah untuk kelola keuangan daerahnya (Bennet, 2010). Untuk menciptakan good governance yaitu dengan pengambilan keputusan dalam pengelolaan sunber daya melalui suatu proses yang dapat dipertanggungjawabkan, akuntabel, transparan dan memenuhi tujuan pelayanan public (efektif) (widyananda, 2008). Pemerintahan melakukan reformasi dalam pengelolaan keuangan dangan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003. Penelitian ini mnegenai akuntabilitas pemerintah daerah terkait dengan kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah di padang dari hasil audit, serta karakteristik pemerintah daerah. Karakteristik pemerintah daerah dengan keadaan geografis yang beraneka ragam. Sinergi keberhasilan kinerja pemerintah daerah didukung oleh seluruh elemen, baik dari elemen pemerintah atau pihak swasta dan masyarakat terkait, sebagai upaya keberhasilan penyelenggaraan otonomi daerah.
NO
URAIAN
PROVINSI
KABUPATEN
KOTA
1.
Daerah Otonom yang wajib menyampaikan LPPD Tahun 2013
33
287
91
2.
Daerah Otonom yang menyampaikan LPPD Tahun 2013 dan di evaluasi
33
383
91
3.
Daerah Otonom yang wajib menyampaikan LPPD Tahun 2013 tetapi tidak dapat di evaluasi
0
4
0
4.
Daerah Otonom yang belum wajib menyampaikan LPPD Tahun 2013
1
25
2
Catatan : 1. Daerah Otonom di Indonesia sampai dengan bulan Juli 2013 berjumlah 539, yang terdiri atas 34 Provinsi, 412 Kabupaten, dan 93 Kota (tidak termasuk 5 kota administratif dan 1 kabupaten administratif di Provinsi DKI Jakarta). 732
SEMNAS FEKON 2016
2. Pemerintah Kabupaten yang sudah wajib menyampaikan LPPD namun tidak dapat di evaluasi, yaitu : - Kabupaten Teluk Bintuni Provinsi Papua Barat, dikarenakan terlambat menyampaikan LPPD 2013; - Kabupaten Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur, dikarenakan tidak menyampaikan LPPD 2013; - Kabupaten Bovan Digoel Provinsi Papua, dikarenakan tidak menyampaikan LPPD 2013; - Kabupaten Pegunungan Bintang Provinsi Papua, dikarenakan tidak tersedianya hasil evaluasi Timda dan dokumen/data pendukung LPPD 2013. Sumber :Puspen_Kemendagri Mengacu pada UU No 32 Tahun 2004, partisipan pada organisasi pemerintahan meliputi rakyat, lembaga bupati atau walikota, dan DPRD. Sebagai lembaga legislatif dari perwakilan rakyat yang berperan sebagai mitra kerja eksekutif daerah mempunyai tiga fungsi secara khusus yaitu fungsi legislasi (fungsi membuat peraturan perundang-undangan), fungsi anggaran (fungsi untuk menyusun anggaran), dan fungsi pengawasan (fungsi untuk mengawasi kinerja eksekutif). Salah satu indikator kinerja pemerintah daerah adalah opini audit atas Laporan keuangan Pememerintah Daerah. Kebutuhan akan governance telah menjadi sebuah keniscayaan pada industri biobank (Gottweis & Petersen, 2008), ilmu pengetahuan (Foss & Michailova, 2009) dan lingkungan hidup (Kanie & Haas, 2004), kemudian governance dipercaya sebagai faktor utama keberhasilan sebuah organisasi dalam menjalankan fungsinya pada entitas institutsional baik pada organisasi privat (Monks & Minow, 2004) dan organisasi pemerintahan (Department of Economic and Social Affairs United Nations, 2006; Smismans, 2006).
TINJAUAN TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 1. Toeri keagenan Lane (2003a) teori keagenan dapat di terapkan dalam organisasi public. Negara demokrasi modern didasarkan pada serangkaian hubungan principal-agen (Lane, 2000:12-13). Pendapat Moe (1984 ) mendukung pernyataan tersebut dijelaskan konsep ekonomika organisasi publik dengan menggunkan teori keagenan.. Bergman dan lane (2000) menyatakan bahwa rerangka hubungan principal agen merupakan suatu pendekatan yang sangat penting untuk menganalisis komitmenkomitmen kebijakan publik. Sesuai teori keagenan Mecklin (1976) menyatakan bahwa hubungan keagenan sebagai kontrak, yang muncul ketika satu orang atau lebih sebagai pemilik (Principal) untuk mempekerjakan orang lain (Agent) agar dapat memberikan suatu jasa kepada principal dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut. Prinsipal sendiri harus mengeluarkan biaya (costs) untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan dalam memonitor kinerja agents dan untuk menentukan struktur insentif dan monitoring yang efisien (Petrie, 2002). Pemerintahan terdapat hubungan keagenan yaitu antara masyarakat dengan DPRD dan DPRD dengan pemerintah daerah (Nuraini, 2012).
733
SEMNAS FEKON 2016
2. Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kinerja penyelenggaraan Pemerintah Daerah (KPPD) yaitu capaian atas penyelenggaraan urusan pemerintah daerah yang diukur dari masukan, proses, keluaran, hasil manfaat dan / dampak (Permendagri Nomor 73 tahun 2009) Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (LPPD) yang selanjutnya dilakukan evaluasi setiap tahunnya, sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 69 dan Pasal 70 Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Pengumuman Hasil Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (EKPPD) terhadap Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) merupakan langkah strategis Pemerintah Pusat, untuk menilai keberhasilan daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah, sekaligus sebagai bentuk bahan kebijakan dalam meningkatkan kapasitas penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dasar Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah adalah LPPD merupakan kewajiban Kepala Daerah (KDH) yang dilaporkan kepada Pemerintah setiap tahun berdasarkan PP No. 3 Tahun 2007 dan dilakukan evaluasi sejak tahun 2009 sesuai amanat PP No. 6 Tahun 2008. Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah ini dilakukan secara terukur, dengan melibatkan beberapa Kementerian/LPNK (Kemendagri, Kemen PAN-RB, Kemenkeu, Kem Hukum dan HAM, Setneg, BAPPENAS, BKN, BPKP, BPS dan LAN) terhadap Provinsi, Kabupaten dan Kota untuk memotret kinerja penyelenggaraan Pemda terutama dari aspek Manajemen Pemerintahan. Dari hasil evaluasi tersebut dapat diperoleh gambaran kinerja dari pemerintahan daerah, baik di level pengambil kebijakan maupun di level pelaksana kebijakan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai pelayan masyarakat. Adapun tujuan utama dilaksnakan evaluasi adalah untuk menilai tingkat kemampuan pemerintah daerah dalam menyelenggarakan otonominya antara satu daerah dengan daerah lainnya secara regional dan nasional; untuk mendorong dan meningkatkan kapasitas Pemerintahan Daerah dalam menyelenggarakan otonominya; sebagai bahan Pemerintah dalam melakukan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan prinsip-prinsip good governance. evaluasi kemampuan penyelenggaraan otonomi daerah (EKPOD), dan evaluasi daerah otonom baru (EDOB). PENGEMBANGAN HIPOTESIS a. Hasil pemeriksaaan BPK dan Kinerja Penyelanggaraan pemerintah daerah Sistem Pengendalian intern yang efektif akan berpengaruh terhadap kinerja (Sarita, 2012). Pengendalian internal akuntansi pemerintah daerah berpengaruh terhadap laporan keuangan. Sesuai peran dari BPK berfungsi sebagai penguji, penilai dan pemeriksa pengunaan keuangan daerah. BPK akan melaporkan hasilnya kepada DPRd untuk pengelolaan dareah dan kepada DPR untuk pengelolaan keuangan Negara. Sistem pengendalian intern yang efektif akan berpengaruh terhadap kinerja (Sarita, 2012). Pengendalian internal akuntansi pemerintah daerah berpengaruh terhdap laporan keuangan pemerintah daerah yang dinyatakan dengan ketepatwaktuan dan keterandalan. Kelemahan pada system pengendalian intern berpengaruh negatif signifikan terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah periode berikutnya (Sutaryo, 2011). Adanya masalah yang timbul SPI terhadap kualitas informasi yang diihasilkan yaitu kurangnya perencanaan dan belum sepenuhnya memahami ketentuan antara pihak terkait. Sesuai dengan temuan tersebut hipotesis yang dapat dikembangkan dalam penelitian ini adalah H1. : Sistem pengendalian intern lemah berpengaruh negative terhadap kinerja pemerintah daerah periode berikutnya.
734
SEMNAS FEKON 2016
b. Peran fungsi pengawasan DPRD dan kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah Fungsi dari pengawasan merupakan salah satu peran dari DPRD dalam menjamin berlangsung jalannya pemerintahan, dan memastikan antara tujuan dapat dicapai secara efektij dan efisien dalam memelihara akuntabilitas, pelaksana pengawasan, fungsi pengawasan ini merupakan aktivitas sebagai kontribusi untuk memberikan telaahan dan saran, berupa tindakan perbaikan dalam proses pembangunan agar aktivitas pengelolaan dapat mencapai tujuan dan sasaran secara efektif dan efisien (Kartiwa, 2006). Sesuai dengan kenyataan tersebut dapat diterik hipotesis sebagai berikut : H2 : DPRD sebagai fungsi pengawasan berpengaruh positif terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah periode berikutnya. c. Latar Belakang Pendidikan DPRD dan kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah Jumlah anggota dewan dan latar belakang pendidikan dapat membuat DPRD mampu menelaah setiap keputusan eksekutif rasional sehingga lembaga tersebut mampu memilah antara keputusan opportunistik dari keputusan yang menguntungkan individu atau kelompok. Pengetahuan anggota DPRD bisa didapatkan dari latar belakang pendidikan sehingga latar belakang pendidikan juga berpengaruh terhadap opini LKPD. Simpulan yang dapat dinyatakan bahwa bangunan governance pemerintah daerah di Indonesia masih lebih menggunakan transaction cost yang berusaha memaksimalkan utilitasnya yang didasarkan pada upaya untuk mengarahkan perilaku individu dengan aransemen dan mekanisme yang mempunyai konsekuensi ekonomi terhadap pihak yang terlibat dalam kontrak dibanding untuk meningkatkan kinerja agen atau eksekutif dalam menjalankan fungsi pemerintahanya. Berdasarkan dengan problem tersebut bahwa hiptesis yang dapat ditarik adalah H3: Tingkat pendidikan kepala DPRD berpengaruh positif penyelenggaraan pemerintah daerah d. Kemandirian Pemerintah daerah dan Kinerja Pemerintah Daerah
terhadap
kinerja
Ketergantungan sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan pelayanan kepada masyarakat yang masih sangat tinggi oleh daerah terhadap pemerintah pusat, mengindikasikan bahwa kemampuan yang dimiliki pemerintah daerah untuk mengendalikan sumber keuangan dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat menjadi terbatas. Problem yang dihadapi didaerah adalah upaya untuk mewujudkan kemandirian keuangan yang memberikan kemampuan yang besar bagi daerah untuk mendalikan atau mengelolah sumber daya keuangan yang dimiliki secara optimal sesuai kebutuhan pembangunan didaerah dalam rangka mewujudkan peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat. Undang – undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah menyebutkan bahwa otonomi daerah diartikan sebagai hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang undangan. Sesuai dengan temuan tersebut hipotesis yang dapat dikembangkan dalam penelitian ini adalah H4 : Tingkat Kemandirian pemerintah daerah berpengaruh positif terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah
735
SEMNAS FEKON 2016
METODE PENELITIAN 1. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pemerintah daerah di Indonesia Tahun 2011. Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini menggunakan purposive sampling. Kriteria dan hasil pengambilan sampel penelitian tersaji dalam TABEL 1 berikut ini. No Keterangan Jumlah 1 Pemerintah kabupaten kota di Indonesia tahun 2011 495 2 Pemerintah kabupaten kota yang tidak menerbitkan LKPD (8) 3 Pemerintah kabupaten kota yang menyusun LKPD tetapi tidak di audit (2) oleh BPK 4 Pemerintah kabupaten kota yang menerbitkan LKPD dan diaudit oleh (138) BPK tetapi tidak menyajikan data dan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian 5 Pemerintah kabupaten kota yang mempunyai website tetapi tidak (198) aktif/tidak dapat diakses/tidak menyajikan data karakteristik daerah dan legislative daerah 6 Jumlah sampel 149 2. Data dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder. Sumber data terdiri dari hasil Penetapan Peringkat dan Status Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Secara Nasional Tahun 2011 yang dipublikasi dalam SK Mendagri Nomor 120- 2818 Tahun 2013, Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Tahun Anggaran 2011 diperoleh dari Pusat Informasi dan Komunikasi (PIK) Badan Pemeriksa Keuangan, komposisi anggota DPRD yang mendukung pemilihan kepala daerah dipublikasikan melalui website Pemerintah. 3. Variabel dan Pengukuran Variabel Variabel independen dalam penelitian ini seperti yang digunakan Manasan, Gonzalez, dan Gaffud (1999), Vafeas (2000), Hartono (2006), Johnson et al. (2008), sutaryoo (2011) yaitu ini menggunakan variabel dependen berupa kinerja pemerintah daerah di Indonesia dan variabel independen hasil audit BPK berupa temuan kelemahan system pengendalian, temuan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, menggunakan DPRD sebagai lembaga resmi untuk pengawasan serta menggunakan variabel kontrol berupa , Kemandirian, Populasi, LNAPBD, Geografi, tipe daerah. Variabel dan pengukurannya secara lengkap dapat disajikan. Variabel control berupa ukuran dari DPRD dalam Komposisi diukur dengan menggunakan proporsi antara partai pendukung kepala daerah jumlah anggota keseluruhan DPRD. Kemandirian, LNPopulasi, LNAPBD, Geografi, Tipe Daerah daerah yang dipublikasikan oleh Kemendagri, serta fungsi pengawasan yang dilakukan oleh pengawasan masyarakat baik langsung atau tidak langsung. Variabel dan pengukurannya secara lengkap dapat disajikan dalam tabel 3. Hasil pengujian dalam Tabel 3 menunjukkan bahwa seluruh model regresi yang menggunakan interaksi antar variabel independen (model 1 sampai dengan model 12) menunjukkan bahwa model regresi yang digunakan fit terbukti dengan nilai signifikansi yang lebih kecil dari 1%, 5%, dan 10%. NO VARIABEL
AKRONIM
DEFISI OPERASIONAL 736
SEMNAS FEKON 2016
1
1
KINERJA PENYELENGGARAAN PEMERINTAH DAERAH KPPD KELEMAHAN SPI PADA PEMERINTAH DAERAH I PADA TAHUN KSPIPD
2
3
4
KETIDAKPATUHAN TERHADAP UNDANG-UNDANG LATAR BELAKANG PENDIDIKAN KETUA DPRD KEMANDIRIAN PEMERINTAH DAERAH
KTPPD
PENDIDIKAN
KEMANDIRIAN
5 PENGAWASAN DPRD
PGWS DPRD
UKURAN DPRD
SIZE DPRD
LETAK GEOGRAFIS LN ANGARAN PENDAPATAN BELANJA DAERAH (APBD) LN POPULASI JUMLAH PENDUDUK PERKABUPATEN KOTA TIPE PEMERINTAH DAERAH ( KABUPATEN /KOTA)
GEOGRAFIS
6
7 8
9
10
Skor indeks kinerja penyelenggaraanm pemerintah daerah oleh Kemendagri Total temuan kelemahan SPI dlaporan hasil pemeriksaan atas loparan keuangan pemerintah daerah oleh BPK Total tamuan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundangundangan daerah laporan keuangan pemerintah daeraholeh BPK RI Latar belekang pendidikan ketua DPRD sebagai lembaga resmi yang mewakili masyarakat Ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat yaitu PAD di bagi APBD Jumlah anggota DPRD dari partai pemenang pendukung bupati / walikota dibagi total anggota DPRD Dummy Variabel, 1 untuk jumlah kursi DPRD > 100 dan 0 untuk jumlah kursi < 100 Dummyvariable, 1 untuk Jawa dan 0 untuk luar jawa Logaritma natural atas Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
LNAPBD Logaritma populasi jumlah penduduk kabupatan kota LNPPLS
TYPE_KABKO
Dummy variable, 1 untuk pemerintah kota dan 0 untuk pemerintah kabupaten
Metode pengujian dengan menggunakan regresi berganda dengan formula adalah : KPPDIt = α - ß1KSPIPDit-1 – ß2KTPPDit-1 + ß3PENDIDIKANit-1 + ß4 KEMANDIRIANit-1 + ß5 PGWSDPRDit-1 + ß6SIZEDPRDit-1 + ß7GEOGRAFI it-1 + ß8LNAPBDit-1 + ß9LNPPLSit-1 + ß10TYPE_KABKO it-1 + εi 737
SEMNAS FEKON 2016
Keterangan : KPPDit KSPIPDit-1 KTPPDit-1 PENDIDIKANit-1 KEMANDIRIANit-1 PGWSDPRDit-1 SIZEDPRDit-1 GEOGRAFI it-1 LNAPBDit-1 LNPPLSit-1 TYPE_KABKO it-1 α ß1 - ß7 εi
: Skor indeks kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah i tahun t : Kelemahan SPI pada pemerintah daerah i pada tahun t-1 : Ketidakpatuhan Peraturan pada pemerintah daerah i tahun t-1 : Latar belekang pendidikan ketua DPRD i tahun t-1 : Jumlah PAD di bagi APBD pada i tahun t-1 : Komposisi DPRD pada daerah i tahun t-1 : Komposisi jumlah DPRD pada daerah i tahun t-1 : Letak geografi pada daerah i tahun t-1 Logaritma natural APBD untuk daerh i tahun t-1 : : Logaritma natural jumlah popolasi untuk daerah i tahun t-1 : Tipe pemerintah daerah (kabupaten/kota) pada tahun t-1 : Konstanta : Koefisien regresi : Standard error
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 1. Diskriptif Statistik dan Korelasi antar Variabel Analisis data yang pertama adalah statistik deskriptif dan Uji Korelasi. Deskripsi data penelitian memberikan gambaran umum mengenai data yang digunakan dalam penelitian. Diskripsi yang dimaksud meliputi nilai minimum, maksimum dan rata-rata dapat diungkapkan dengan tabel berikut ini. Tabel 1 Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean 1 KINERJA 2011 149 1.3742 3.2124 2.534191 2 KSPIPD 149 -0.59104 0.461629 0.004099 3 KTPPD 149 0.01 0.77 0.076644 4 PENDIDIKAN 149 0 1 0.838926 5 KEMANDIRIAN 149 30 65 50.57047 6 TYPE_KABKO 149 0 1 0.194631 7 UKR DPRD 149 18 100 46.91275 8 GEOGRAFIS 149 0 1 0.308725 9 PWS DPRD 149 0.000219 0.921927 0.09319 10 LNAPBD 149 12.21379 14.4419 13.45707 11 LNPOPULASI 149 10.12615 14.78232 12.72291 Valid N (listwise) 149 Uji pearson correlation digunakan untuk mengetahui tingkat hubungan antar variabel. Pada tabel 2 pearson correlation menunjukkan bahwa kelamahan SPI, ketidakpatuhan dengan perudang undangan, kemandirian, pengawasan DPRD, ukuran DPRD, berhubungan dengan kinerja pemerintah daerah di Indonesia. Sementara pendidikan, populasi, APBD, tipe kabko daerah tidak berhubungan dengan kinerja pemerintah daerah di Indonesia. 738
SEMNAS FEKON 2016
Hasil ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi pengawasan semakin baik maka setiap kebijakan yang diambil lebih hati - hati, sehingga kinerja meningkat, kinerja penyelenggaraan pemerintah meningkat. Jumlah DPRD semakin tinggi maka pengawasan akan meningkat akan berakibat pada pengambilan kebijakan yang lebih baik dalam pengelolaan keuangan daerah dan mampu mencapai kinerja keuangan yang lebih baik. Fungsi pengawasan ini mengandung makna penting, baik bagi pemerintah daerah maupun pelaksana pengawasan. Peran pemerintah daerah, fungsi pengawasan merupakan suatu mekanisme peringatan dini, digunakan mengawal pelaksanaan aktivitas mencapai tujuan dan sasaran. Sedangkan bagi pelaksana pengawasan, fungsi pengawasan ini merupakan aktivitas sebagai kontribusi untuk memberikan telaah dan saran, berupa tindakan perbaikan dalam proses pembangunan agar aktivitas pengelolaan dapat mencapai tujuan dan sasaran secara efektif dan efisien (Kartiwa, 2006). Jumlah penduduk tinggi yang menggunakan hak pilihnya maka membuktikan bahwa peran masyarakat dalam pengawasan akan tinggi sehingga dapat mempengaruhi kinerja pemerintah. Hasil ini mengidentifikasikan bahwa kinerja di daerah Jawa lebih baik dari pada daerah diluar Jawa. Walaupun tidak mustahil akan berubah. Pengujian multivariate dilakukan dengan regresi baik untuk masing-masing variabel independen maupun interaksi di antara variabel independen terhadap perubahan kinerja pemerintah daerah di Indonesia. Hasil pengujian menujukkan bahwa dari seluruh model regresi sebagaimana tersaji dalam, TABEL 4. Hasil ini mengindikasikan bahwa pengawasan masyarakat diperlukan dalam mewujudkan peran serta masyarakat guna menciptakan penyelenggaraan pemerintahan yang efektif, efisien, bersih dan bebas dari korupsi, kolusi serta nepotisme. Keikutsertaan masyarakat dalam pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah dilakukan melalui pengaduan atas dugaan terjadinya penyimpang atau penyalahgunaan kewenangan. Partisipasi masyarakat sangat penting karena pada dasarnya bentuk kebijakan kapala daerah harus tetap mengedepankan aspirasi dan kepentingan masyarakat. Seperti apa yang dijalankan pemerintahan anti pungli. Sementara ini hasil penelitian tidak mampu membuktikan pengaruh pendidikan, terhadap outcome yang dalam hal ini adalah kinerja pemerintah daerah di Indonesia. Hasil ini dapat dijelaskan bahwa setiap kepala daerah akan selalu berusaha memaksimalkan utilitasnya seperti dijelaskan dalam bangunan governance dalam Transaction Cost (Williamson, 1979). Dengan demikian pemerintah daerah di Indonesia saat ini didasarkan pada pernyataan bahwa perilaku individu dengan aransemen dan mekanisme yang mempunyai konsekuensi ekonomi terhadap pihak yang terlibat dalam kontrak. INSERT TABEL 3 Hasil ini mengindikasikan bahwa populasi yang lebih tinggi maka semakin kecil pengaruh terhadap perubahan kinerja pemerintah daerah. Jumlah penduduk yang besar bagi pemerintah daerah merupakan beban dalam penyelenggaraan pemerintahan. Infrastruktur dan penyediaan sarana yang harus disediakan akan semakin besar sehingga biaya yang harus disediakan besar pula. Peran masyarakat merupakan tolak ukur keberhasilan suatu kebijakan publik. Efektif atau tidaknya suatu kebijakan publik tergantung kepada tepat tidaknya tujuan dan sasaran kebijakan publik tersebut kepada masyarakat, sehingga masyarakat terpenuhi hak-haknya sebagai warga negara. Hasil tabel selanjutnya mengindikasikan bahwa keadaan geografi dapat mempengaruhi kinerja dengan keterbatasan sarana dan prasarana penunjang. Peran masyarakat dalam
739
SEMNAS FEKON 2016
menciptakan suasana yang menunjung keberlangsungan jalannya pemerintahan yang efisien dan efektif sangat diperlukan. Sistem pengendalian intern kurang cermat berpengaruh negative terhadap kinerja pemerintah daerah periode berikutnya. INSERT TABEL 4 Hasil pengujian tabel 4 menunjukkan bahwa seluruh model regresi yang menggunakan interaksi antar variabel independen. Nilai F value dan signifikansi F pada tabel 4 dijelaskan secara umum artinya dari semua regresi yang digunakan dalam tabel multivariateI interaksi nilai signifikansinya dibawah 1%, 5% dan 10% sehingga seluruh model regresi tersebut ini menjadi layak (fit) untuk digunakan dalam pengujian dan secara sama pada variabel independen dalam penelitan ini mempengaruhi variabel dependen. Nilai adjusted R2 digunakan untuk melihat seberapa besar variasi dari nilai variabel dependen dapat dijelaskan oleh variasi nilai dari variabelvariabel independennya. Nilai adjusted R2 pada tabel 4 terkecil sebesar 0,475 ; berarti hanya 47,5 % variasi kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dijelaskan oleh kurang cermatnya pengendalian intern yang tepat, akan mempengaruhi kinerja pemerintahan sedangkan 52,5 % variasi kinerja pemerintah daerah di Indonesia dijelaskan oleh variabel-variabel diluar variabel independen dalam penelitian ini. Sedangkan Nilai adjusted R2 terbesar 0,497 ; berarti hanya 49,7 % variasi kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dijelaskan oleh SPI yang cermat tidak sepenuhnya mempengaruhi kinerja, sedangkan 50,3 % variasi kinerja pemerintah daerah di Indonesia dijelaskan oleh variabel-variabel diluar variabel independen dalam penelitian ini. Baik secara individual maupun diinteraksikan dengan lemahanya SPI berpengaruh terhadap kinerja artinya bahwa semakin tinggi pengendalian maka semakin bagus dalam pengelolaan keuangan daerah sehingga mampu mencapai kinerja penyelenggaran keuangan daerah yang baik. Hal ini dapat terbukti dari signifikansi untuk kemandirian pemerintah daerah diinteraksi semakin tingginya SPI akan mempengaruhi kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah yang baik. Dengan level pendidikan yang sesuai maka ketua DPRD sebagai wakil dari masyarakat merupakan bagian pengawasan, akan mempunyai pemahaman yang baik sehingga dengan pemahaman itu mampu memunculkan komitmen baik dan mampu menjalankan pemerintahan yang baik dan mampu mencapai kinerja yang baik. Untuk variabel control, ukuran DPRD, populasi, geografi dan tipe kabupaten atau kota ini berpengaruh baik di regresi 1 sampai dengan regresi 12 sedangkan untuk variabel kontrol kemandirian, LNAPBD baik regresi 1 sampai dengan 12 tidak berpengaruh terhadap penyelenggaraan kinerja pemerintah. PENUTUP Penelitian ini menguji hubungan lemahnya sistem pengendalian intern dan pengawasan terhadap keuangan pemerintah daerah terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah di Indonesia. Pengawasan ektern yang dilakukan oleh masyarakat dan hasil dari kelemahan hasil audit BPK dan kepatuhan pihak eksekutif terhadap perundang – undangan di gunakan sebaik – baiknya oleh pemerintah daerah untuk proses perbaikan untuk periode selanjutnya. Fungsi pengawasan yang dilakukan oleh DPRD tidak sepenuhnya berpengaruh positif terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah. Latar belakang pendidikan dan jumlah DPRD yang memadai berpengaruh terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah. Latar belakang pendidikan yang memadai diharapkan mampu untuk memahami lebih setiap keputusan eksekutif rasional dan dapat membedakan yang 740
SEMNAS FEKON 2016
menguntungkan kelompok atau individu dengan kepentingan publik. DPRD mendukung eksekutif untuk meningkatkan kinerja dan upaya untuk menjalankan penyelenggaraan pemerintah yang efektif, dinamis. Penigkatan kemandirian keuangan daerah ini memberikan kemampuan serta keleluasaan yang besar kepada daerah untuk mengatur dan mengelolah sember daya keuangan yang dimiliki secara optimal untuk membiayai berbagai program pembangunan sesuai kebutuhan daerah dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat.Tingkat kemandirian dari pemerintah daerah berpengaruh pesitif terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah dengan semakin mandirinya pemerintah daerah maka kinerja penyelenggaraan semakin baik. KETERBATASAN Penelitian ini dilakukan dengan berbagai keterbatasan seperti berikut. a. Sumber data dari website pemerintah Kabupaten/Kota dalam penelitian ini. Dalam website untuk mengumpulkan data karakteristik DPRD ada beberapa non aktif, sehingga tidak dapat diakses atau tidak mempublikasikan data DPRD . b. Data untuk pengawasan masyarakat dalam penelitian ini hanya menggunakan indikator IPM (Indeks Pembangunan Manusia), tidak secara langsung menunjukkan aktivitas pengawasan masyarakat pada pemerintah daerah yang bersangkutan. c. Data untuk pengawasan dari DPRD dalam penelitian ini hanya menggunakan komposisi dewan mencerminkan karakteristik DPRD SARAN Untuk penelitian selanjutnya dapat dilakukan sebagai berikut : Dapat menambahkan indikator partisipasi masyarakat dengan jumlah aduan yang menggunakan media social atau media yang lain untuk meningkatkan pengawasan dari pemerintah daerah. DAFTAR PUSTAKA BPK. 2011. Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I Tahun 2010. Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. BPK. 2011. Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Tahun Anggaran 2010 .Pusat Informasi dan Komunikasi Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. Bennet, R. 2010. Decentralizing Authority After Suharto: Indonesia’s Big Bang, 1998-2010. Innovations for Successful Societies. Princeton University: 1-11. Gottweis, H. and Petersen, A., Eds. (2008). Biobanks: Governance in comparative perspective. Oxon, Routledge Foss, N. J. and Michailova, S., 2009. Knowledge Governance Processes and Perspectives. Oxford, Oxford University Press. Kanie, N. and Haas, P. M., Eds. (2004). Emerging forces in environmental governance. Tokyo, United Nations University Press
741
SEMNAS FEKON 2016
Lane, Jan-Erik. 2000. The Public Sector – Concepts, Models and Approaches. London: SAGE Publications. Sutaryo, 2011. SNA 16 Artikel 2 Kelemahan Pengawasan Intern dan Kinerja penyelenggaran Pemerintah Daerah di Indonesia. Sarita, P. D. 2012. Pengaruh Pengendalian Internal dan Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja Karyawan SPBU Yogyakarta (Studi Kasus Pada SPBU Anak Cabang Perusahaan RB.Group). Jurnal Nominal 1 (1): 1-22. Jensen, M. and Meckling, W., 1976. "Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency Cost and Ownership Structure." Journal of Financial Economics 3(305-360). Kartiwa, H. A., 2006. Implementasi Peran dan Fungsi DPRD dalam Rangka Mewujudkan “good governance”. Paper. Universitas Padjajaran Moe, T. M. 1984. The new economics of organization. American Journal of Political Science 28(5): 739-777. Petrie, Murray. 2002. A framework for public sector performance contracting. OECD Journal on Budgeting 2: 117-153 Widyananda, H. 2008. Revitalisasi Peran Internal Auditor Pemerintah untuk Penegakan Good Governance di Indonesia. Publikasi, Seminar, Makalah dan Sambutan BPK RI Nomor: 3/PUB/VI/12/2008. Universitas Padjajaran. Puspen_Kemendagri Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Permendagri Nomor 73 tahun 2009 http://www.kemendagri.go.id/news/2015/05/07/hasil-ekppd-terhadap-lppd-tahun-2013-dalamrangka-memperingati-hari-otda-ke-xix-tanggal-27-april-2015 http://sutaryofe.staff.uns.ac.id/files/2011/10/SUTARYO-SNA-16-ARTIKEL-2.pdf
Lampiran 1 : Tabel 1 Descriptive Statistics N Minimum Maximum 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
KINERJA 2011 KSPIPD KTPPD PENDIDIKAN KEMANDIRIAN TYPE_KABKO UKR DPRD GEOGRAFIS PWS DPRD LNAPBD LNPOPULASI Valid N (listwise)
149 149 149 149 149 149 149 149 149 149 149 149
1.3742 -0.59104 0.01 0 30 0 18 0 0.000219 12.21379 10.12615
3.2124 0.461629 0.77 1 65 1 100 1 0.921927 14.4419 14.78232
Mean 2.534191 0.004099 0.076644 0.838926 50.57047 0.194631 46.91275 0.308725 0.09319 13.45707 12.72291
742
SEMNAS FEKON 2016
Keterangan : KSPIPDT-1 KTPPDt-1 PENDIDIKAN KEMANDIRIAN TYPE_KABKO SIZE DPRD GEOGRAFIS PGWS DPRD LNAPBD LNPOPULASI
: : : : : : : :
KELEMAHAN SPI PADA PEMERINTAH DAERAH I PADA TAHUN t-1 KETIDAKPATUHAN TERHADAP UNDANG-UNDANG t-1 LATAR BELAKANG PENDIDIKAN KETUA DPRD KEMANDIRIAN PEMERINTAH DAERAH
TIPE PEMERINTAH DAERAH ( KABUPATEN /KOTA) UKURAN DRPD DUMMY ANTAR WIL JAWA DAN LUAR JAWA JUMLAH ANGOTA DPRD DARI PARTAI PEMENANG PENDUKUNG BUPATI / WALIKOTA DIBAGI TOTAL ANGGOTA DPRD : LN ANGARAN PENDAPATAN BELANJA DAERAH (APBD) : LN POPULASI JUMLAH PENDUDUK PERKABUPATEN KOTA
743
SEMNAS FEKON 2016
Lampiran : 2 Tabel 2 Uji Univariat Person Korrelation Pengawasan dan Kinerja Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Correlations KINERJA KSPIPD t-1
KTPPD t-1
KMD
PENDIDIKAN PGWSDPRD GEOGRAFI
SIZEDPRD
LNPPLS
LNAPBD
TYPE_KABKO
1 KINERJA_2011
1 Pearson Correlation Sig. (2-tailed) 2 KSPIPD t-1 Pearson Correlation -0.102 Sig. (2-tailed) 0.215 3 KTPPD t-1 Pearson Correlation -0.057 Sig. (2-tailed) 0.492 4 KMD Pearson Correlation 0.07 Sig. (2-tailed) 0.398 5 PENDIDIKAN Pearson Correlation 0.094 Sig. (2-tailed) 0.253 PGWSDPRD 6 Pearson Correlation .488** Sig. (2-tailed) 0 7 GEOGRAFI Pearson Correlation .253** Sig. (2-tailed) 0.002 8 SIZEDPRD Pearson Correlation .623** Sig. (2-tailed) 0 9 LNPPLS Pearson Correlation .310** Sig. (2-tailed) 0 10 LNAPBD Pearson Correlation .598** Sig. (2-tailed) 0 11 TYPE_KABKO Pearson Correlation .416** Sig. (2-tailed) 0 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
1 -0.017 0.838 -0.055 0.508 0.044 0.596 -.164* 0.045 -0.049 0.549 -0.12 0.145 0.008 0.923 -0.113 0.169 -0.074 0.37
1 0.053 0.52 0.058 0.48 -0.009 0.911 -0.099 0.229 -0.026 0.749 0.007 0.933 -0.123 0.135 -0.145 0.077
1 -0.082 0.321 -0.03 0.719 0.141 0.085 0.063 0.446 0.092 0.264 0.09 0.275 0.043 0.606
1 0.043 0.598 -0.016 0.849 0.032 0.697 0.045 0.582 -0.013 0.873 0.123 0.134
1 .394** 0 .743** 0 .385** 0 .656** 0 .603** 0
1 .463** 0 .189* 0.021 .511** 0 .510** 0
1 .272** 0.001 .734** 0 .643** 0
1 .344** 0 .344** 0
1 .770** 0
1
744
SEMNAS FEKON 2016
Lampiran : 3 TABEL 3 Uji Multivariate Regresi Kinerja Penyelenggaran Pemerintah Daerah 1 1 KSPID 2 KTPPD 3 PDDK 4 KMD 5 PPLS 6 SIZEDPRD 7 PGWSDPRD 8 LNAPBD 9 Geografi 10 Tipe kabko
R2 R2-Adj F Sig N
BETA t-value BETA t-value BETA t-value BETA t-value BETA t-value BETA t-value BETA t-value BETA t-value BETA t-value BETA t-value
2
3
4
5
6
7
-0.002
-0.003
-0.105
-0.163 -0.006
-0.011
-0.136
-0.275 0.002
0.002
0.512
-0.160
c -0.160 c
-1.760 0.003
-1.751
c
1.765 0.137
a
3.960
0.132
0.003
3.645
0.132
0.003 0.132
0.141
0.143
a
0.140 -0.122
-1.560
-1.522
0.246
a
2.939
b
a
0.141
0.248
a
2.995
b
0.139
0.251
a
3.023
b
0.143
0.242
a
2.953
a
0.150
0.243
a
0.150
2.582
2.575
2.496
2.605
2.761
2.681
0.493
0.514
0.514
0.514
0.515
0.526
0.528
0.475
0.486
0.483
0.483
0.484
0.496
0.486
27.816
18.517
16.345
16.367
16.402
17.157
12.683
a
149
0.000
a
149
0.000
a
149
0.000
a
149
0.000
a
149
0.000
a
149
a
a
2.902
2.572
0.000
c
1.737
-0.122
-1.235
b
0.131
1.805
0.003
-1.188
-1.222
0.137
a
-1.719
c
-0.093
-0.096
3.003
1.706
0.003
3.811
-1.233
5.302
-1.661
c
3.927
-0.096
a
0.003
3.586
-1.518
0.248
1.931
3.613
-0.114
a
1.888
3.627
-0.098
0.322
-1.808
c
1.762
a
0.106
c -0.166 c -0.150 c -0.158 c
-1.757
c
1.759
a
-0.160
0.653 0.102
0.000
a
a
149
745
SEMNAS FEKON 2016
TABEL 4 Uji Multivariate Pengawasan dan Kinerja Penyelenggaran Pemerintah Daerah 1 1 KSPIPD t-1
BETA t-value 2 KTPPD t-1 BETA t-value 3 PENDIDIKAN BETA t-value KSPIPD t-1 x KTPPD t-1 BETA t-value KSPIPD x KEMANDIRIAN BETA t-value KSPIPD x PENDIDIKAN BETA t-value KEMANDIRIAN x PENDIDIKANBETA t-value KTPPD t-1 x pendidikan BETA t-value 4 LNPPLS BETA t-value 5 sIZE DPRD BETA t-value 6 KMD BETA t-value 7 PGWSDPRD BETA t-value 8 LNAPBD BETA t-value 9 GEO BETA t-value 10 Tipe kabko BETA t-value
R2 R2-Adj F Sig N
2
3
0.002 0.066 0.024 0.143
-0.007 -0.182
4
5
-0.264
-0.017
-1.706
-0.330
-0.002
6
7
8
9
-0.505
0.026
-1.507
0.259
0.045
0.120
0.208
2.791
10
11
a
12
0.039 0.073
0.000
-0.198
0.329 0.005
c
1.711
0.010
0.000
1.498
0.125
0.015
0.018
-0.043
0.270
1.526
-0.385 0.014 0.329
1.769
1.809
1.699
1.806
1.702
1.923
1.754
1.829
1.736
1.723
0.054
0.050
-0.043
0.024
0.027
0.001
0.012
0.037
0.033
0.032
-0.004
0.000
0.176
0.163
-0.139
0.078
0.090
0.003
0.041
0.122
0.108
0.104
-0.014
-0.003
a
0.131
-1.772
c
a
-1.772
0.132
-0.162
c
-1.775
c
a
0.003
0.132
c
a
-0.149
-0.154
-1.640
-1.708
0.003
0.143
c
a
0.003
0.141
-0.161
c
-1.755
c
a
0.004
0.137
-0.160
c
-1.752
c
a
0.003
0.132
c
a
-0.148
-0.159
-1.622
-1.749
0.003
0.141
c
a
0.003
0.134
c
2.003
1.759
0.003
-0.162
c
0.126 -0.160 -1.757
c
0.002 b
-0.159 c -1.759 0.003 c
0.037
c
0.001
-0.158
c
-1.727
c
a
0.003
0.141
-0.157 c -1.749
c
0.003 c 1.749
a
0.141 a
3.585
3.608
3.638
3.633
3.904
3.856
3.725
3.632
3.811
3.641
3.856
3.915
-0.096
-0.098
-0.093
-0.096
-0.120
-0.114
-0.109
-0.095
-0.124
-0.095
-0.118
-0.119
-1.204
-1.243
-1.190
-1.233
-1.513
-1.454
-1.372
-1.199
-1.548
-1.209
-1.495
-1.524
0.245
a
2.890 0.141
0.247
a
2.980
b
0.139
0.247
a
2.946
b
0.139
0.253
a
3.005
b
0.140
0.239
a
2.859
b
0.152
0.253
a
3.084
a
0.146
0.232
a
2.769
a
0.134
0.248
a
2.988
b
0.142
0.243
a
2.952
b
0.144
0.247
a
2.975
b
0.145
0.245
a
0.244 a
2.967
b
0.153
2.990
a
0.153 a
2.476
2.524
2.534
2.566
2.763
2.690
2.395
2.540
2.575
2.577
2.782
2.827
0.514
0.514
0.525
0.514
0.527
0.522
0.523
0.514
0.527
0.514
0.528
0.528
0.475
0.483
0.487
0.483
0.489
0.491
0.485
0.483
0.489
0.483
0.490
0.497
13.190
16.351
13.777
16.367
13.858
16.874
13.653
16.346
13.875
16.367
13.920
17.259
0.000a
0.000a
0.000a
0.000a
0.000a
0.000a
0.000a
0.000a
0.000a
0.000a
0.000a
0.000a
149
149
149
149
149
149
149
149
149
149
149
149
746
SEMNAS FEKON 2016
PENGARUH BRAND IMAGE DALAM KEPUTUSAN PENGAMBILAN PEMBIAYAAN KPR DI BNI SYARIAH KANTOR CABANG SEMARANG Tahta Rahmanditya Program Pasca Sarjana Magister Manajemen Universitas Islam Sultan Agung Jl. Raya Kaligawe KM 4 Semarang Email: [email protected] Abstrak Perkembangan industri syariah pada umumnya, dan perbankan syariah pada khususnya memang sedang mengalami peningkatan, tetapi belum terlalu signifikan apabila dibandingkan dengan perkembangan industri perbankan konvensional yang telah berkembang pesat terlebih dahulu. Adanya perbedaan prinsip dasar perhitungan dalam transaksional serta adanya sentuhan kalbu dari insan perbankan syariah, menjadikan industri ini mulai mendapat perhatian di masyarakat yang mayoritas muslim ini. Produk yang ditawarkan pun juga sangat bervasriasi, sehingga dapat menjangkau segala kebutuhan masyarakat, mulai dari tabungan, pembiayaan produktif hingga konsumtif, pemberian modal kerja hingga pembiayaan KPR. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh brand image terhadap nilai jual dan keputusan pembiayaan KPR pada PT Bank BNI Syariah Kantor Cabang Semarang. Ada tiga variabel dalam penulisan ini, Brand Image ditunjang oleh adanya Personal Selling, Kualitas sistem pembiayaan yang jelas, dan kualitas pelayanan yang baik. Dalam praktek perbankan syariah harus memenuhi dua aspek mendasar, yakni perhitungan laba rugi bisnis demi kelancaran industri usaha, dan aspek syari, serta segala transaksi dilandasi oleh hukum yang sesuai dengan ajaran al-quran dan al-hadist sehingga tercipta hubungan baik sesama manusia dengan sistem saling menguntungkan dan hubungan baik dengan Sang Khalik dengan mempedomani prinsip prinsip Islam yang ada. Hablumminallah dan Hablumminannas. Kata Kunci: brand image, lembaga keuangan, prinsip syar’i PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian Perekonomian Indonesia pun kini mulai tersentralisasi di bank. Ada banyak jenis bank yang beredar di negeri ini. Mulai dari bank umum konvensional, bank daerah, bank perkreditan rakyat, hingga bank syariah. Industri syariah memang sedang marak dalam beberapa dekade terakhir. Hal ini dapat terbukti dari beberapa instansi yang memakai label syariah di nama besar mereka. Tentu saja hal ini sangat berpengaruh positif terhadap dominasi agama Islam di Indonesia. akan tetapi, pertumbuhan perbankan syariah masih sangat kecil, bahkan masih dibawah 5% dari total pertumbuhan perbankan secara nasional. Hal ini sangat lah miris mengingat bahwa, lebih dari 80% masyarakat Indonesia memeluk agama Islam dan Indonesia menjadi negara dengan umat muslim terbesar di dunia. Dalam kondisi persaingan yang semakin kompetitif seperti sekarang ini, dengan menampilkan produk yang memiliki citra merek yang positif dapat mempertinggi kepercayaan konsumen terhadap produknya dan mendorong konsumen semakin lama akan menjadi konsumen yang loyal terhadap produknya tersebut, konsumen telah memandang merek sebagai bagian penting dari produk dan pemberian merek dapat menambah nilai dari produk tersebut. Industri jasa (service industry) saat ini berkembang dengan sangat cepat. Persaingan yang terjadi saat ini sangat kompetitif. Pelayanan yang diberikan antara satu penyedia jasa (service provider) dengan pemberi jasa lainnya sangat bervariatif yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumennya. Salah satu industri jasa yang berkembang dengan sangat cepat di Indonesia adalah industri perbankan, baik perbankan milik 747
SEMNAS FEKON 2016
pemerintah maupun milik swasata. Industri jasa perbankan sebagai salah satu jasa dalam dunia pemasaran dituntut memberikan kualitas optimal atas kinerja yang diberikan kepada konsumen karena konsumen akan memberikan penilaian subjektif atau membentuk persepsi langsung terhadap brand image perusahaan atau penyedia jasa yang bersangkutan. Menurut Lupiyoadi dalam Nisrul Irawati (2008), perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa mencoba untuk memperlihatkan Image-nya, karena dengan Image yang bagus maka memberi nilai tambah bagi perusahaan dan juga membuat para konsumen senang dan betah bila kondisi tempat perusahaan itu benar memberikan suasana yang nyaman. Kepuasan pengguna merupakan faktor utama dalam menilai kualitas pelayanan, dimana konsumen menilai kinerja pelayanan yang diterima dan yang dirasakan langsung terhadap produk suatu layanan (Cronin dan Taylor dalam Taslim Bahar, 2009). Konsep ini menyiratkan bahwa kepuasan nasabah saja tidaklah cukup, karena puas atau tidak puas hanyalah salah satu bentuk emosi. Disamping itu, loyalitas nasabah juga tidak kalah relevannya untuk dianalisis sebab sikap loyal nasabah akan timbul setelah nasabah merasakan puas atau tidak puas terhadap layanan perbankan yang diterimanya (Tjiptono, 2005:386). Seperti pada Bank BNI yang berdiri sejak 1946 yang dahulu dikenal sebagai Bank Negara Indonesia, merupakan bank pertama yang didirikan dan dimiliki oleh Pemerintah Indonesia. Bank BNI dalam esistensinya dalam dunia usaha perbankan nasional, terus berupaya mengembangkan sayapnya ke berbagai lini bidang usaha, yakni dengan dibentuknya berbagai anak perusahaan. Asuransi Tripakarta, BNI Life Insurance, BNI Multifinance, BNI Asset Management, BNI Securities, dan BNI Syariah. BNI 46 sebagai induk perusahaan terus mensupport dalam rangka mendidik anak perusahaan agar mampu berkembang dan bersaing di pasar bebas. Dari beberapa anak perusahaan BNI tersebut, hanya BNI Syariah yang ikut sang induk untuk mengembangkan dunia perbankan Indonesia dengan konsep ekonomi berbasis Islami. Berbagai keunggulan produk dan program yang dimiliki oleh induk perusahaan, oleh BNI Syariah dikemas menjadi sebuah produk baru dengan mengedepankan kemaslahatan umat, yakni dengan basis Islami. Konsep yang diusung BNI Syariah dalam mengembangkan ekonomi islam tidaklah mudah, mengingat masyarakat Indonesia yang heterogen dan belum sepenuhnya memahami dari ekonomi Islam tersebut. Dalam perkembangannya, BNI Syariah yang terbentuk pada 29 April 2000 sebagai Unit Usaha Syariah (UUS) Bank BNI 46 hanya memiliki 5 kantor cabang seluruh Indonesia, yakni Yogyakarta, Malang, Pekalongan, Jepara, dan Banjarmasin. Namun, pada 19 Juni 2010, BNI Syariah telah dilepas atau spin off oleh BNI 46 dari Unit Usaha Syariah menjadi Bank Umum Syariah dengan 49 kantor cabang utama diseluruh Indonesia. Untuk mempertahankan dan menyalurkan nilai nilai kebaikan dan manfaat, BNI Syariah membuat beberapa macam produk yang sesuai dengan keinginan serta kebutuhan masyarakat. BNI Syariah memiliki 5 pilar penopang unit bisnis untuk mempertahankan esistensinya didunia perbankan nasional. Unit Consumer and Retail, Pembiayaan Produktif, Pembiayaan Mikro, Pembiayaan Korporasi, dan Hasanah Card. Dari kelima unit bisnis tersebut, unit Consumer Retail lah yang memegang medali utama, karena unit tersebut yang menyumbang lebih dari 60% laba bersih BNI Syariah secara keseluruhan. Hal tersebut tidak lepas dari fitur dan produk yang mumpuni dari BNI Syariah. Unit Consumer Retail memiliki beberapa produk dalam menyalurkan pembiayaannya ke masyarakat luas. Griya iB Hasanah menjadi andalan utama BNI Syariah, dengan angsuran tetap hingga lunas, dan bebas biaya bank (administrasi, provisi, dan appraisal). Griya iB Hasanah menyumbang 85% dari total laba unit Consumer Retail. I.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh brand image terhadap variabel keputusan pengambilan pembiayaan pada nasabah BNI Syariah Kantor Cabang Semarang 2. Bagaimana pengaruh brand image terhadap variabel kepuasan meintenance pembiayaan pada nasabah BNI Syariah Kantor Cabang Semarang 748
SEMNAS FEKON 2016
3. Bagaimana pengaruh brand image terhadap variabel loyalitas serta referral customer pada nasabah BNI Syariah Kantor Cabang Semarang I.3 Tujuan Penelitian a. Untuk menganalisis pengaruh brand image terhadap variabel keputusan pengambilan pembiayaan pada nasabah BNI Syariah Kantor Cabang Semarang b. Untuk menganalisis pengaruh brand image terhadap variabel kepuasan meintenance pembiayaan pada nasabah BNI Syariah Kantor Cabang Semarang c. Untuk menganalisis pengaruh brand image terhadap variabel loyalitas serta referral customer pada nasabah BNI Syariah Kantor Cabang Semarang I.4 Manfaat Penelitian a. Dapat mengetahui sejauh mana potensi brand image dalam membantu penjualan produk suatu badan usaha b. Dapat mengetahui dan menerapkan hasil penelitian konsep penggunaan brand image dalam suatu perusahaan KAJIAN PUSTAKA II.1 Landasan Teori II.1.1 Brand Image II.1.1.1 Definisi Brand Image Pengertian brand image menurut Fandy Tjiptono (2005:49) adalah deskripsi tentang asosiasi dan keyakinan konsumen terhadap merek tertentu. Brand image itu sendiri memiliki arti kepada suatu pencitraan sebuah produk dibenak konsumen secara missal. Setiap orangakan memiliki pencitraan yang samaterhadap sebuah merek. Menurut Kotler (2005) brand image yang efektif dapat mencerminkan tiga hal, yaitu : 1. Membangun karakter produk dan memberikan value proposition. 2. Menyampaikan karakter produk secara unik sehingga berbeda denganpara pesaingnya. 3. Member kekuatan emosional dari kekuatan rasional. Citra merek dapat dianggap sebagai jenis asosiasi yang muncul dalam benak konsumen ketika mengingat suatu merek tertentu. Asosiasi tersebut secara sederhana dapat muncul dalambentuk pemikiran atau citra tertentu yang dikaitkan dengan suatu merek, samahalnya ketika seseorang berpikir tentang orang lain. Asosiasi tersebut dapat dikonseptualisasi berdasarkan jenis, dukungan, kekuatan, dan keunikan. Jenis asosiasi merek meliputi atribut, manfaat, dan sikap. Brand image merupakan interpretasi akumulasi berbagai informasi yangditerima konsumen (Simaromora & Lim, 2002).Menurut Kotler (2005) yang menginterprestasi adalah konsumen dan yang diintrepetasikan adalah informasi. Informasi citra dapat dilihat dari logo atau symbol yang digunakan oleh perusahaan untuk mewakili produknya. Dimana simbol dan logo ini bukan hanyasebagai pembeda dari para pesaing sejenis namun juga dapat merefleksikan mutudan visi misi perusahaan tersebut. II.1.1.1 Definisi Personal Selling Dalam melakukan promosi agar dapat efektif perlu adanya bauran promosi, yaitu kombinasi yang optimal bagi berbagai jenis kegiatan atau pemilihan jenis kegiatan promosi yang paling efektif dalam meningkatkan penjualan. Ada lima jenis kegiatan promosi, antara lain : (Kotler, 2001:98-100) : Periklanan (Advertising), Penjualan Tatap Muka (Personal Selling), Publisitas (Publisity), Promosi Penjualan (Sales promotion), Pemasaran Langsung (Direct marketing), Dari beberapa aspek diatas, Personal Selling mempunyai perbedaan diantara yang lainnya, hal ini dikarenakan Personal Selling langsung bertemunya antara marketer dengan calon buyer. Menurut Philip Kotler yang dikutip oleh Djaslim Saladin ( 2006 : 172 ) penjualan tatap muka (personal selling) didefinisikan sebagai berikut : 749
SEMNAS FEKON 2016
”Personal selling is face to face interaction with one or more prospective purchase for the purpose of making presentations, answering question, and procuring ordersales”. Maksudnya, ”Penjualan tatap muka adalah penyajian lisan dalam suatu pembicaraan dengan satu atau beberapa pembeli. Adapun tujuan Penjualan Tatap Muka (Personal Selling) menurut Philip Kotler ( 2007 : 305 ) : 1. Mencari calon; melakukan pencarian calon pembeli atau petunjuk. 2. Menetapkan sasaran; memutuskan bagaimana mengalokasikan waktu mereka diantara calon dan pelanggan. 3. Berkomunikasi; mengkomunikasikan informasi tentang produk jasa perusahaan tersebut. 4. Menjual; mendekati, presentasi, menjawab keluhan, dan menutup penjualan. 5. Melayani ; menyediakan berbagai layanan kepada pelanggan, memberikan konsultasi tentang masalah, memberikan bantuan teknis, merencanakan pembiayaan, dan melakukan pengiriman. 6. Mengumpulkan informasi ; melakukan riset pasar dan melaksanakan tugas intelejen. 7. Mengalokasikan ; memutuskan pelanggan mana akan memperoleh produk tidak mencukupi selama masa – masa kekurangan produk. Sedangkan sifat-sifat Personal Selling menurut Fandy Tjiptono (2008:224) adalah : 1. Personal Confrontation, yaitu adanya hubungan yang hidup, langsung, dan interaktif antara dua orang atau lebih. 2. Cultivation, yaitu sifat yang memungkinkan berkembangnya segala macam hubungan, mulai dari sekedar hubungan beli sampai dengan hubungan yang lebih akrab. 3. Response, yaitu situasi yang seolah-olah mengharuskan pelanggan untuk mendengar, memperhatikan, dan menanggapi. H1 : Brand image ditunjang oleh adanya Personal Selling dapat berpengaruh positif terhadap Keputusan Memilih Suatu Produk perusahaan II.1.2 Keunggulan Produk Sistem Pembiayaan II.1.2.1 Definisi Produk Menurut Kotler dan Amstrong (2003:337) Produk adalah semua yang dapat ditawarkan kepada pasar untuk diperhatikan, dimiliki, digunakan, atau dikonsumsi yang dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan pemakainya. Produk tidak hanya terdiri dari barang yang berwujud, tetapi definisi produk yang lebih luas meliputi objek fisik, jasa, kegiatan, orang, tempat, organisasi, ide, atau campuran dari hal-hal tersebut. Menurut Kotler and Armstrong (2004:283) arti dari kualitas produk adalah “the ability of a product to perform its functions, it includes the product’s overalldurability, reliability, precision, ease of operation and repair, and other valued attributes”. Yang artinya kemampuan sebuah produk dalam memperagakan fungsinya, hal itu termasuk keseluruhan durabilitas, reliabilitas, ketepatan, kemudahan pengoperasian dan reparasi produk juga atribut produk lainnya. II.1.2.2 Definisi Pembiayaan Pembiayaan atau financing adalah pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga. Dengan kata lain, pembiayaan adalah pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan. (Rahmat Ilyas, 2015). Berikut ini beberapa keuntungan dari pembiayaan di bank yang berbasis ayariah berikut ini : Lebih adil, Menggunakan falsafah dasar koperasi bank berbasis syariah, Harga yang ditentukan berdasarkan kesepakatan antara kedua belah pihak, Menerapkan prinsip-prinsip bank berbasis syariah, Sebagai alat hubungan ekonomi internasional II.1.2.3 Kualitas Pelayanan 750
SEMNAS FEKON 2016
Dewasa ini, pertimbangan akan kualitas sebuah pelayanan sangatlah penting mengingat persaingan bisnis yang semakin tidak terkendali. hal ini tentu tidak terlepas dari produk yang ditawarkan. Menurut Wykof dalam Fandy Tjiptono (2000: 59) kualitas jasa adalah keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan untuk memenuhi keinginan pelanggan. Menurut Parasuraman, dalam Kotler (2002: 499) ada lima dimensi kualitas pelayanan yaitu : a. Reliability (Keandalan/kemampuan mewujudkan janji), b. Responsivenes (ketanggapan dalam memberikan pelayanan) c. Assurance (keyakinan atau kemampuan memberikan jaminan pelayanan) d. Empathy (memahami keinginan konsumen) e. Tangibles (tampilan fisik pelayanan) Sedangkan menurut Bruhn (2003), pemasaran relasional berhubungan dengan bagaimana sebuah perusahaan mampu membangun keakaraban dengan konsumennya, untuk dapat membangun hubungan yang akrab, maka sebuah perusahaan harus memperhatikan dua dimensi utama, yaitu: (1) Trust, upaya membangun kepercayaam dengan konsumen, terdiri dari 3 attribute yaitu: 1. Harmony, adanya hubungan yang harmonis dengan saling memahami peran baik perusahaan mapun konsmen. 2. Acceptance,adanya hubungan saling menerima berdasar kejelasan dari maksud dan tindakan yang diambil masing-masing pihak. 3. Participation simplicity, kemudahan untuk dapat sealing berhubungan dengan meniadakan batasan-batasan yang bersifat birokratis maupun administrative. (2) familiarity, membangun situasi dimana seorang konsumen merasa nyaman dalam relationship yang dibangun. terdiri dari tiga attribute yaitu: 1. personal understanding, 2. personal awareness 3. professional awareness. H2 :Kualitas sistem pembiayaan yang jelas dan kualitas pelayanan yang baik berpengaruh positif terhadap Keputusan Memilih Suatu Produk II.1.3 Pengertian Perilaku Konsumen Perilaku konsumen merupakan respon psikologis yang kompleks, yang muncul dalam bentuk perilaku atau tindakan yang khas secara perseorangan yang langsung terlibat dalam usaha memperoleh dan menggunakan produk, serta menentukan proses pengambilan keputusan dalam melakukan pembelian produk, termasuk dalam pembelian ulang ( Hasan, 2009 :129). Proses keputusan pembelian konsumen terdiri dari 5 tahap yaitu pengenalan masalah, mencari informasi, evaluasi, keputusan membeli, dan pasca pembelian ( Kotler, 2000: 204). 1. Pengenalan kebutuhan Kebutuhan muncul karena adanya perbedaan antara kondisi yang diinginkan dengan kondisi nyata atau yang dialami konsumen, artinya jika tidak ada perbedaan antara kondisi yang diinginkan dengan kondisi yang nyata maka tidak akan ada kebutuhan. 2. Pencarian informasi Pencarian informasi digunakan untuk memilih alternatif yang mampu memberikan manfaat secara maksimal dari penggunaan produk tersebut. Informasi dapat diperoleh dari sumber internal ataupun sumber eksternal H3 : Keputusan membeli suatu produk dapat dipengaruhi oleh Brand Image dan Keunggulan dari sistem serta ditunjang oleh kualitas layanan yang baik II.2 Model Penelitian dan Hipotesis Berdasarkan tinjauan pustaka, maka dapat disusun suatu kerangka pemikiran penelitian seperti yang disajikan dalam gambar sebagai berikut : 751
SEMNAS FEKON 2016
X3 Brand Image BNI Syariah
Personal Selling H1 H3
X1 Keputusan Membeli Y H2 H4 Kualitas Produk X2
Kualitas Layanan
X4
H1 : Brand image ditunjang oleh adanya Personal Selling dapat berpengaruh positif terhadap Keputusan Memilih Suatu Produk perusahaan H2 :Kualitas sistem pembiayaan yang jelas dan kualitas pelayanan yang baik berpengaruh positif terhadap Keputusan Memilih Suatu Produk H3 : Keputusan membeli suatu produk dapat dipengaruhi oleh Brand Image dan Keunggulan dari sistem serta ditunjang oleh kualitas layanan yang baik
752
SEMNAS FEKON 2016
DESA WISATA PULAU PISANG PESISIR BARAT Tamjuddin [email protected] Andy Mulyana [email protected] Staf Pengajar Fekon Universitas Terbuka Abstrak Kajian desa wisata yang menyajikan desa perintis kerajinan kain tapis dan sulam khas lampung di pesisir pantai dan pulau pisang, disepanjang wilayah pesisir barat lampung dan kawasan perbukitan (TNBBS), observasi dan wawancara stakeholder, peserta pelatihan desa wisata pulau pisang (2016) dalam wawacara potensi desa tentang daerah pesisir dengan ciri khas topografi lautan dan wilayah pesisir terdiri dari sejumlah potensi destinasi dilakukan kajian mengembangkan sektor wisata dari sejumlah titik-titik destinasi tersebar pada 11 kecamatan dari 118 desa memiliki 53 titik destinasi wisata 57% berupa kawasan pesisir pantai sementara destinasi lainnya kawasan hutan, potensi alam, sejarah, wisata khusus dan sumber kelautan perkebunan, upaya pengembangan diperlukan simulasi kelayakan untuk meraih manfaat pariwisata, sektor wisata sebagai sumber pendapatan bagi desa yang Dapat menyediakan jasa dan sebagai sumber pendapatan daerah untuk pembangunan, penerapan teknologi digital dalam mengelola wisata pada lapangan pekerjaan reservasi dan usaha kreatif kerajinan rakyat, pelestarian lingkungan dan budaya lokal, peran kelompok masyarakat untuk mewujudkan desa wisata: butuh partisipasi dalam membuat keputusan mengelola kepariwisataan, pada tahap awal Pemerintah daerah sebagai perintis yang banyak berperan mengelola sumber daya dan membutuhkan pengetahuan untuk menumbuhkan kesadaran dalam meningkatkan potensi wisata, regulasi dan keterlibatan penduduk disekitar destinasi, dibutuhkan peran pokdarwis terampil dapat menerima, pengunjung dan usaha yang terkait pada sektor ini, ketersediaan sarana fasilitas yang dibutuhkan kelompok masyarakat sarana dan prasarana yang memadai, peningkatan, kuantitas dan kualitas yang dapat menciptakan daya tarik melalui rencana dan program kerja yang terukur. Kata Kunci: Kawasan wisata, pembangunan, pemda, kelompok masyarakat, program, infrastruktur.
PENDAHULUAN Pembangunan sektor kepariwisatan dengan berbagai macam kegiatan wisata didukung oleh berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan masyarakat, pemerintah, pelaku bisnis atau pengusaha dan pemerintah daerah. Potensi pariwisata indonesia sangat besar tak bisa diabaikan, selain potensi panorama alam yang indah yang tersebar hampir di seluruh desa dengan jumlah desa puluhan ribu desa dari 17.508 pulau dengan bentangan daratan 2 juta 753
SEMNAS FEKON 2016
km, 7 juta km lautan dan memiliki kekayaan Plasma Nutfah, budaya, bahasa serta kearifan lokal, industri pariwisata secara finansial banyak manfaatnya dan menguntungkan, terutama sumber penerimaan negara dan penyedia jasa di beberapa negara yang menggandalkan industri pariwisata sebagai sumber pendapatan dan penarikan pajak pemasukan untuk kepentingan pembangunan, salah satu sumber pemasukan dari wisatawan menjadi upaya bagi pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Gambaran pariwisata Indonesia kedepan menjadi tantangan, pegembangan industri ini perlu dan perencanaan sebagai proses yang berkesinambungan yang mencakup keputusan atau kebijakan, dari pilihan berbagai alternatif dari penggunaan sumber daya, terkait dengan diberlakukan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) maka perlu menyikapi perkembangan tersebut. Pada akhir tahun 2015, pemberlakuan lalu lintas perdagangan barang dan jasa semakin bebas. Pasar tunggal Asia Tenggara dalam kerangka Masyarakat Ekonomi Asean yang mulai dilaksanakan 31 Desember 2015 sejak saat itu tenaga trampil demi melindungi tenaga kerja dari seluruh negara Asean bebas bekerja di Negara Aesan lainnya. Negara tidak boleh menghambat arus tenaga kerjanya. Oleh karena itu kebijakan pembangunan kepariwisataan yang diarahkan pada pengembangan pariwisata, sektor unggulan yang mampu mendatangkan devisa Negara, membutuhkan tenaga kerja yang memiliki keterampilan khusus, ada upaya untuk meningkatkan kemampuan agar kesejahteraan masyarakat dapat ditingkatkan, melestarikan budaya dan lingkungan hidup. Desa wisata adalah desa yang dilengkapi dengan perangkat dan pengaturan pedesaan, keaslian desa yang unik (kuliner sosial dan ekonomi tradisional, budaya, adat istiadat setempat dan tradisi, dan seni arsitektur lokal yang spesifik dan perlu dilestarikan, dikenalkan dan promosi lebih lanjut sebagai tujuan wisata. (Priasukmana et. al., 2001). Prinsip-prinsip desa wisata termasuk desentralisasi dan undang-undang otonomi daerah pedesaan, strategi pembangunan ekonomi dan pariwisata berbasis masyarakat. Pembangunan sektor pariwisata telah menjadi salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut dilakukan terutama untuk menyikapi diberlakukannya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) pada tahun 2015 dimana lalu lintas perdagangan baik barang maupun jasa menjadi semakin bebas. Oleh karena itu, kebijakan pembangunan kepariwisataan yang dijalankan oleh pemerintah diarahkan pada pengembangan pariwisata sebagai sektor unggulan yang mampu mendorong devisa Negara, meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekaligus, melestarikan kekayaan budaya dan lingkungan hidup. Hal ini bukanlah sesuatu yang mustahil karena sejak tahun 2009, devisa dari pariwisata merupakan kontributor terbesar ketiga devisa negara, setelah minyak dan gas bumi serta minyak kelapa sawit. Peringkat ini menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat sejak tahun 2006 yang hanya menempati peringkat ke-6 dari 11 komoditi sumber devisa Negara (BPS 2010). Data lainnya menunjukkan bahwa dari tahun 2000 hingga tahun 2014 BPS. Jumlah wisatawan mancanegara yang berwisata ke Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya, dan pada tahun 2014 mencapai 9.435.411 orang. Terkait dengan jenis dan jumlah kunjungan wisatawan kota, wisata belanja, sejarah, religi, dari sudut pandang ekonomi Indonesia merupakan pasar yang sangat potensial dan menjanjikan bagi praktik pasar wisata yang sedang tren, hingga saat ini pada tahun 2016 terdapat tujuh (7) jenis wisata yang sedang tren yaitu: Ekowisata, Wisata budaya, Wisata petualangan, Wisata minat khusus. Wisata MICE (Meeting, Incentive, Convention, Exhibition). wisata Volunteer, dan Wisata bisnis. Dalam mengembangkan kepariwisataan tersebut, pemerintah mengacu kepada Undangundang No 10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan dimana masyarakat berhak berperan dalam proses pembangunan kepariwisataan dan berkewajiban melestarikan daya tarik wisata, serta membantu terciptanya suasana aman, tertib, bersih, berperilaku santun, dan menjaga kelestarian lingkungan destinasi pariwisata. Hal tersebut juga termaktub dengan jelas dalam UU RI No 10 tahun 2009 tentang pembangunan kepariwisataan diperlukan untuk mendorong pemerataan kesempatan berusaha dan memperoleh manfaat serta mampu menghadapi perubahan lingkungan dan kehidupan lokal, nasional dan global. Dengan demikian, masyarakat yang ada di tingkat lokal, dalam hal ini pedesaan mempunyai 754
SEMNAS FEKON 2016
kesempatan yang setara dengan pembangunan kepariwisataan dalam mensejahterakan masyarakat. Seiring perkembangan globalisasi tentang kesadaran terhadap lingkungan, seperti berlaku kesadaran Go Green, green product, hemat energi, menggunakan energi terbarukan, pemanfaatan sumber daya air, angin, gelombang laut, penggunaan produkproduk halal dst, tumbuhnya kesadaran untuk menghindari kegiatan pariwisata yang bersifat eksploitatif. Tren kepariwisataan saat ini cenderung beralih kearah pariwisata yang berkelanjutan (sustainable) dan karena pariwisata eksploitatif cenderung tidak memperhatikan kelestarian lingkungan. Ekowisata atau wisata budaya yang salah satu contoh diwujudkan dengan desa wisata menjadi alternatif dalam mengelola wisata. Wisata dilaksanakan dengan bersih tanpa polutan yang lebih memperhatikan aspek sosial dan ekologis, desa wisata akan menjadi tren karena potensi sumber daya wisata ini berupa wisata alam dan budaya pada umumnya terletak di wilayah pedesaan. Oleh karena itu dengan berbagai potensi menjadi daya tarik, wisata dikembangkan agar masyarakat mendapat manfaat sebesar-besarnya terkait poteni desa yang ada dengan menjadikan suatu kawasan desa wisata. Pada dasarnya wisatawan membutuhkan berbagai macam fasilitas dan kebutuhan, hal tersebut menjadi kesempatan bagi masyarakat desa yang ikut serta terlibat dalam pengelolaan desa wisata, pengelola tku kepentingantanggung jawab terhadap dampak pengelolaan wisata, konsekuensi untuk mengelola sumber pendanaan agar dapat meneruskan pembangunan butuh dana pemasukan. Masyarakat mendapat manfaat dari desa wisata tentu berusaha menjaga lingkungan yang asri tetap dijaga dengan aman, menjaga ketertiban, indah dan lestari. Jika lingkungan alam dan budaya desa rusak, maka wisatawan untuk mengunjungi kembali, kesadaran ini yang perlu ditimbulkan kepada warga masyarakat. Dengan demikian pengembangan desa wisata dapat bermuara pada tingkat kesadaran pemangku kepentingan, masyarakat, pemerintah dan pelaku dunia usaha. Kabupaten Pesisir Barat merupakan kabupaten termuda di Provinsi Lampung pesisisr barat ini memiliki potensi wisata, produk budaya khas lokal belum terjamah secara industrialisasi, masih terdapat produk craft Dengan 118 pekon yang masih asri dan kekayaan yang alami potensi wisata menyadarkan Pemerintah Kabupaten Pesisir Barat optimis akan pengembangan asset kepariwisataan dengan konsep desa wisata yang menjanjikan bahwa kesejahteraan masyarakat dapat ditingkatkan, jika masyarakat sadar bahwa menjaga kelestarian lingkungan alam dan budaya itu penting dan harus dapat dilaksanakan untuk ditindak lanjuti. Kementerian Pariwisata di tingkat kabupaten pesisisr barat memberikan tugas kepada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) mendorong pembangunan kepariwisataan dalam mengembangkan industri pariwisata yang berdaya saing, menggali potensi destinasi pariwisata yang berkelanjutan, dan menerapkan pemasaran sector pariwisata Indonesia dengan penuh tanggung jawab. Menumbuhkan daya saing industri pariwisata seperti di kawasan Asean termasuk negara sedang berkembang, Thailand dan Vietnam sangat gencar melakukan pemasaran pariwisata. Harapan salah satunya adalah dapat diadakan pelatihan desa wisata dapat memberikan sumbangan berupa inspirasi dan motivasi kepada masyarakat untuk menyikapi secara cerdas akan potensi desa dan memanfaatkan peluang dalam pengembangkan desa wisata, maka melalui Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Pemerintah Kabupaten Pesisir bertanggung jawab mendukung Kegiatan Pelatihan Desa Wisata Kabupaten Pesisir Barat Tahun 2016. Demi pencapaian visi-misi Kabupaten Pesisir Barat menuju Kota Modern Berbasis Lingkungan dalam meningkatkan potensi dan pengelolaan sumberdaya yang tersedia, peningkatan kualitas pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat dan sadar membangun lingkungan. Tujuan mewujudkan kawasan wisata di perdesaan merupakan langkah yang sangat strategis ketika mempersiapkan SDM pada Era Digital Kebijakan Pariwisata Pemerintah Pesisir Barat : meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara material dan sosial di pesisir barat mempromosikan pelestarian budaya dan seni di Pesisir Barat 755
SEMNAS FEKON 2016
meningkatkan kemitraan antara pemerintah, sektor swasta dan masyarakat meningkatkan kualitas sumber daya manusia pengelolaan bidang kepariwisataan melakukan promosi dalam peningkatan kapasitas masyarakat dan sosialisasi kesadaran kebijakan pariwisata pemerintah pesisir barat. Atas dasar tersebut, maka permasalahan lingkungan dan implementasi kebijakan pada kajian ini terkait pada:
KAJIAN LITERATUR Desa Wisata Desa wisata adalah Desa yang dilengkapi dengan pengaturan pedesaan asli dan unik (kuliner sosial dan ekonomi tradisional, budaya, adat istiadat setempat dan tradisi , dan arsitektur yang spesifik lokal) potensi sumber daya yang dapat dikembangkan dan dipromosikan lebih lanjut sebagai tujuan wisata. (Priasukmana et.al.2001). Prinsip-prinsip desa wisata, desentralisasi dan undang-undang otonomi daerah pedesaan, strategi pembangunan ekonomi dan pariwisata berbasis masyarakat. Sapta Pesona Menghayati pengertian sapta pesona yang merupakan kondisi yang harus diwujudkan dalam rangka menarik minat wisatawan yang berkunjung ke suatu daerah atau wilayah di Indonesia ini. Sapta pesona terdiri atas prinsip dasar pengelolaan pariwisata: Aman, Tertib, Bersih, Sejuk, Indah, Ramah, Kenangan. Di awal kajian lapangan, sejumlah masalah muncul kepermukaan, dalam paraktek tidak mudah untuk dilaksanakan, tantangan atau hambatan cukup tinggi. Tujuan Desa Wisata Tujuan dari desa wisata adalah: • Membantu peningkatan wawasan dan menggali potensi desa untuk pembangunan ekonomi local, melalui konsep desa wisata. • Ruralization: kampanye kembali ke desa , mengelola masalah kota-kota besar yang penuh sesak • Mengelola dan mempromosikan kebanggaan diri di kalangan pemuda Desa-Wisata • Meningkatkan toleransi sosial dan kohesi sosial masyarakat • Membuat konsep pengembangan desa wisata yang terkait dengan pariwisata (bahasa asing, lingkungan, budaya dan seni dll ) • Mempromosi pendidikan kejuruan pedesaan dalam mata pelajaran Kriteria Desa Wisata Kriteria Desa Wisata adalah: • Atraksi wisata mencakup alam, budaya dan hasil ciptaan manusia • Jarak tempuh dari tempat tinggal wisatawan, ibukota provinsi dan ibukota kabupaten • Besaran Desa menyangkut masalah-masalah jumlah rumah, jumlah penduduk, karakteristik dan luas wilayah desa sebagai daya dukung kepariwisataan • Ketersediaan infrastruktur meliputi transportasi, listrik, air bersih, drainase dan telepon. • Sistem Kepercayaan dan kemasyarakatan serta pertimbangan agama yang menjadi mayoritas dan sistem kemasyarakatan yang ada. Prasyarat Desa Wisata (Soetarso dan Mulyadi, 2001) Prasyarat Desa Wisata menurut soetarso dan mulyadi, adalah: • Aksesibilitas 756
SEMNAS FEKON 2016
• Alam, Seni, Budaya, Legenda, & Kuliner Lokal • Dukungan Pemerintah dan keramahan Masyarakat • Keamanan, tertib, bersih, asri Metodologi Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara yang intensif terhadap narasumber yaitu kepada stakeholder, dan observasi lokasi serta studi literatur. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan analisis situasi lingkungan, Penyajian data dilakukan dalam bentuk teks naratif, tabel jalur akses dan preferensi masyarakat kawasan pesisir, grafik dan bagan, penarikan kesimpulan yang diverifikasi selama penelitian berlangsung.
Hasil dan Pembahasan Potensi Desa Wisata. Rute Menuju Detinasi desa desa Wisata
Gambar 1. Peta Jalur Wisata Pesisir Barat Rute Jalur Destinasi Desa desa di Kawasan Pesisir Barat: Apa yang menjadi daya tarik kawasan pesisir. Ketika kita Menuju Kabupaten Termuda Pesisir Barat di Provinsi Lampung. Kabupaten yang dimekarkan menjadi DOB (Daerah Otonomi Baru) dan diresmikan bertepatan pada 22 April tahun 2013, wilayah pesisir barat sebagai daerah tujuan wisata di Indonesia yang diperhitungkan dan menarik untuk dikunjungi oleh wisatawan ke destinasi desa-desa wisata di kabupaten pesisir barat. Letak posisi Pesisir Barat berada yang diapit antara Kabupaten Tanggamus, Kabupaten Lampung Barat, OKU Selatan Provinsi Sumatra Selatan dan wilayah kabupaten Kaur Provinsi Bengkulu. Rute atau jalur ini yang dapat digunakaan untuk menuju ke daerah tujuan, Rute yang menggunakan Jalur Selatan Lintas Barat Sumatera melewati Kabupaten Tanggamus dan Jalur Utara melewati Lintas Tengah (Lintas Sumatra). Rute perjalanan untuk ke Wilayah kabupaten Pesisir Barat. Jalur lain arah Lampung Utara melalui wilayah Lampung Barat, melalui Lintas sumatera, Bandar Lampung menuju Lampung Tengah melewati 757
SEMNAS FEKON 2016
Terbanggi Bandar Jaya mengikuti Lintas Sumatera ke arah Bukit Kemuning (Lampung Utara) sampai Kota Liwa. Perjalanan dimulai dari pesisir barat menyusuri kawasan Bukit Barisan melalui sejumlah kabupaten: Tanggamus, Kota Agung (menuju ke arah Barat kawasan TNBBS dari kota Bandar Lampung) jalur ini akan melintasi Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, sebelum memasuki wilayah perbukitan dan tanjakan yang berliku-liku dalam jarak puluhan kilometer panjang kawasan melewati desa sejauh puluhan kilometer, dan pesona alam sangat menarik dan menantang, ruas jalan tidak begitu lebar sehingga bagi pengendara, butuh waspada dan kecekatan persiapan berkendaraan dan perhatian penuh mengendalikan laju kendaraan dan sebelum memasuki jalan menyusuri Tanjakan desa Sedayu dan Tumbak Bayur, setelah lokasi tersebut menjumpai rest area Puncak setelah beristirahat pada rest area dan meneruskan perjananan ke Lokasi Utama yang menuju ke titik-titik destinasi sepanjang pesisir barat : 1. Kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (Rhino camp) → Tampang Belimbing /Pematang Sawah kecamatan terakhir berbatasan dengan kabupaten Tanggamus→ perjalanan kemudian dilanjutkan ke Pemerihan yaitu sebuah kawasan hutan Taman Nasional BBS 2. Pemerihan → Muara Tembulih → Way Jambu → Tanjung Setia → Walur → Labuhan Jukung → Way Sindi → tebakak → Pulau Pisang 3. Pasar krui Dermaga →Kuala Stabas → Way Sindi → Saung → Pugung Tampak/ Lemong → Pulau pisang. 4. Jalur laut belum prioritas perjalanan menuju wilayah pesisir barat. Sepanjang kawasan di Jalur ini banyak dijumpai area atau destinasi yang eksotis. Wisatawan atau pengunjung yang akan melanjutkan perjalanan ke wilayah pesisir barat, hal tersebut berlaku sama untuk semua pengunjung wahana wisata. Dari lokasi Sukaraja, terdapat pula pengembangan kegiatan untuk perburuan satwa liar serta kegiatan untuk melakukan penelitian keanekaragaman hayati, maupun keragaman yang terdapat dalam habitat kawasan taman nasional bukit barisan, di kawasan taman nasional kaya dengan spesies flora dan fauna yang tersedia di lokasi. Perjalanan ke kawasan ini dapat dilakukan melalui Kota Agung Kabupaten Tanggamus dapat menggunakan kendaraaan umum seperti bus atau jenis travel umum dari bandar lampung adapula rental sewa atau sewa dari Kota Agung, wilayah Kabupaten pesisir dengan Kabupaten Lampung Barat jarak tempuh 40 km. Sekilas objek destinasi yang membutuhkan perhatian untuk dikembangkan dan dikelola oleh tangan-tangan profesional. 1. Rhino Camp, Sukaraja KM 140 Lokasi Camp ini Terletak di KM 140, jelajah hutan wisata, merupakan kawasan hutan yang dihuni satwa, bila kondisi memungkinkan dalam suasana hujan rintik yang masih tersisa embun di pagi hari, memungkinkan kita menjumpai sejumlah satwa seperti burung, owa. Lalu adapula jejak satwa liar seperti jejak gajah dan harimau. Serta tumbuhan seperti Raflesia, Kantong Semar (Nepenthes). Berikut salah satu akses menuju “Camp Rhino”. Dimulai dari Bandar Lampung → Kota Agung → Wonosobo → Sukaraja Atas → Camp Rhino → Way Pemerihan. Perjalanan ke tempat ini mungkin diintegrasikan ke tempat lain Area Camp Rhino, Bila kondisi tidak hujan, jelajah hutan dapat dilakukan malam hari untuk melihat, ngamati jenis satwa bancanus tarsius atau sejenis kelinci. Semua kegiatan di dalam hutan harus dipandu oleh Petugas Jagawana untuk keamanan dan kenyamanan kunjungan di Bukit Barisan Selatan. Berikut adalah fasilitas yang tersedia seperti camp 758
SEMNAS FEKON 2016
sederhana untuk tamu menginap, tersedia fasilitas seperti toilet , sarana ibadah shalat dan ruang untuk pertemuan terbuka, terdapat Post keamanan, tersedia gerai sarana komunikasi untuk jaringan seluler GSM, karena lokasi terletak di jalur wisata tersebar pada jalur lintas Pesisir Barat Sumatera ke wilayah Pesisir Barat menuju utara Krui yang berbatasan dengan kabupaten Kaur Provinsi Bengkulu. . 2. Kawasan hutan Way Pemerihan Hutan Way Pemerihan adalah semacam wahana spot bagi kunjungan wisata Taman Nasional Bukit Barisan Selatan yang terletak pada Km 149. Terdapat Atraksi Gajah yang terlatih dengan pendampingan petugas Jagawana, penjaga kawasan siap melakukan patroli kegiatan hutan, bertugas untuk mengontrol dan mengatasi kegiatan di kawasan hutan yang ilegal di sekitar taman nasional. Potensi ekowisata pengunjung yang menjelajahi dapat menikmati panorama hutan tropis.
3. Way pemerihan Km 152 Perjalanan untuk tujuan ke kota kabupaten pesisisr barat dan melewati alam perdesaan, perlintasan antara kawasan hutan dan pemukiman penduduk setelah melewati Taman Nasional Bukit Barisan Selatan di jalur lintas setelah melewati Way Pemerihan, dari arah Sedayu kabupaten Tanggamus.Daerah ini ini merupakan desa terdekat dengan TNBBS. Sebelum masuk dikawasan terdapat sarana kuliner. Pada KM 172 Terletak di Pekon atau berada di Di Kilometer (KM 172) dari arah Bandar Lampung. Muara Tembulih nama lokasi pantai muara tembulih berada di Kecamatan Ngambur atau seki.tar 59 km dari kota Liwa. Area ini merupakan bagian dari Kawasan Konservasi Laut Daerah Pesisir Barat. Hal menarik di tempat ini, terdapat satwa langka yang dilindungi terdapat 4 jenis penyu dari sejumlah jenis penyu di dunia (7) diantaranya jika singgah di daerah sekitar Pantai Muara Tembulih dapat disambangi beberapa yaitu penyu sisik, penyu lekang, penyu hijau dan penyu belimbing. dan 6 jenis yang ada di Indonesia. kawasan yang layak untuk dikunjungi r wisalanctawan asing maupun domestik, kegunaan untuk peneliti atau mereka yang memiliki miersat khusus terhadap ekologi pantai. Untuk menjangkau destinasi penangkaran tempat ini didukung akomodasi wisata dan pemandu yang dapat membantu pemenuhan hasrat pengetahuan tentang penyu dan habitat kehidupan satwa langka yang banyak dijumpai lokasi ini. Tempat penangkaran penyu satwa langka sekaligus menjadi lokasi peningkatan kesadaran untuk pelestarian satwa langka dan mengedukasi konservasi wisata. 4. Surfing Spots Sepanjang pesisir pantai terdapat area surfing yang sangat baik berselancar seperti lokasi Way jambu, Karang Nyimbor, Mandiri Beach, Labuhan Jukung, Way Redak, dan Pugung Tampak. Beberapa desa yang telah dikenal diantaranya adalah Tanjung Setia. Desa tersebut adalah desa wisata yang sudah banyak dikenal oleh peselancar dunia. Di pantai Tanjung setia ini sangat populer dan dapat dijadikan tempat berselancar dengan aman dan langsung menghadap Samudera Hindia letak lokasi dari Bandar Lampung 215 km. Agenda wisatawan manca negara berkunjung ke lokasi ini antara bulan April sampai Oktober dan saat saat situasi gelombang mencapai ketinggian 4 meter dan panjang alur ombakmencapai sekitar 200 meter, pengenalan pantai tanjung setia sejak masih bergabung dengan kabupaten Lampung barat. Beberapa tempat lainnya yang dapat digunakan untuk berselancar, lokasi pogung dan pesisir pantai pulau pisang. Wahana seperti spot surfing masih terbatas wisatawan asing, 5. Pantai Way redak, Labuhan jukung, dan Selalau Lokasi wisata pantai yang terletak pada satu kawasan dispanjang pesisir pantai. Mendekati titik nol.Ibukota kota Krui terlatak pada km 236. Letaknya mudah dijangkau dari Bandara Udara perintis Serai. Di Way redak, Labuhan Jukung dan Selalau 759
SEMNAS FEKON 2016
merupakan rangkaian pantai yang terletak di Pesisir Barat dekat dengan ibukota pesisir barat kota Krui. Pantai Way Redak dan Pantai Labuhan Jukung, merupakan salah satu pangkalan nelayan tangkapdan komunitas nelayan yang mengandalkan pancing dengan jumlah perahu nelayan di Way Redak lebih banyak dari pada yang terdapat di Pantai Labuhan Jukung. Pada saat nelayan sedang merapatkan parahu atau sedang antri kita dapat melihat ikan-ikan yang sedang diangkat dari perahu. Jika kita berada disekitar dermaga, kita sembari menunggu keberangkatan kapal, maka kita dapat menyaksikan atraksi pengangkutan ikan- ikan hasil tangkapan yang di bawa ke pengepul untuk dipasarkan sekitar dermaga jkuala stabas, pasar tradisional Krui. Di samping itu, jika laut sedang surut, atraksi yang dapat dilkukan oleh penduduk penduduk setempat dengan menangkap gurita. Pantai Way Redak (Way Ghedak) dalam bahasa Lampung letak lokasi pantai sekitar 3 km dari pusat kota Krui, Pesisir Barat, jika dihitung melalui jalan raya, ke arah selatan. Pantai ini masih merupakan satu rangkaian dari Pantai Labuhan Jukung, dermaga kuala stabas yang terletak di pusat kota Krui. Jika ditelusuri lewat pesisir pantai, baik dari Pantai Labuhan Jukung, Pantai Way Redak, way jambu merupakan satu kawasan pesisir barat. Masih terdapat sejumlai pantai-pantai lainnya mulai dari selatan sampai utara kecamatan belimbing bengkunat hingga kecamatan lemong seperti, pantai ujung belimbing, teluk bengkunat, siging, nusantara, curup indah, suka negara, sumber agung, way sindi, tebakak, walur pugung, pugung tampak yang belum banyak diekspos.
6. Kawasan wisata Alam dan wisata Sejarah Way Manula, teletak di desa Lemong Lokasi wisata religi Makam Syekh Aminullah adalah salah satu tempat berziarah yang sering dikunjungi wisatawan, destinasi ini dikenal sebagai Kramat Manula di Lemong, menuju arah utara Krui, meninggal sekitar tahun 1525 Masehi. Syekh Aminullah berasal dari tanah Arab yang berlayar ke nusantara dari Aceh. Penyerbaran agama mengikuti Jalur Perdagangan, menyusuri pesisir barat sumatera dan ketika melintasi lautan di pesisir Krui Indonesia badai menerjang kapal ditumpangi dan kapal tersebut terdampar di wilayah ini. Cerita legenda lokal yang memuat misteri yang mendukung suasana komunitas kehidupan masyarakat tradsional, hikayat penyebaran agama islam melalui jalur perdaganan pada saat itu, perkembangan mengenai pesatnya penyebaran agama islam hingga pelosok nusantara. Saat itu selain berdagang, pedagang dari luar juga berdakwah ke daratan Pesisir Barat Sumatera. Dari Gujarat, Yaman. Penyebaran agama islam ini juga dilakukan oleh saudagar-saudagar dan banyak oleh pengikut-pengikutnya. Peristiwa ini dianggap sebagai sejarah penyebaran islam dipesisir barat. Dan sejarah menuliskan bahwa banyak murid-murid yang belajar islam itu berasal dari bengkulu, Palembang dan Jawa, banten pada awal abad XVI (1525 M). Desa lemong yang seing dikunjungi wisatawan untuk berziarah guna mengenang perjuangan syech aminulah mengembangkan ajaran islam di nusantara. Mereka mengenang jasa para ulama dan memberikan inspirasi bagi pemeluk agama islam. Sehingga daerah ini sangat mungkin untuk berkembangnya destinasi wisata religi. Destinasi turismuslim dan wisatawan lainnya ke wilayah bersejarah, terutama bagi pengunjung yang ingin mengetahui sejarah perkembangan agama islam di pesisir barat dan pelayaran nusantara. 7. Pahmungan Pesisir Tengah Pekon atau desa Pahmungan yang berada di km 236 lokasi ini merupakan lokasi perkampungan desa penghasil getah damar (damarra). Getah Damar yang berasal dari daerah ini termasuk kelas terbaik, tanaman damar di Krui Kabupaten Pesisir Barat Damar Mata Kucing (Shorea javanica) yang mana tumbuhan ini menghasilkan resin untuk industri cat, vernis, linoleum , farmasi , secara tradisional untuk lampu penerangan, bahan malam pembatik, bentuk bongkahan putih kekuningan bening 760
SEMNAS FEKON 2016
transparan. Kini pohon tersebut tidak banyak lagi tumbuh, karena ditebangi untuk bahan bangunan. Dan pohon kayu damar semakin langka. Ditambah peremajaan kurang diminati. Hal ini memberikan pelajaran untuk anak cucu kita terkait pentingnya kelestarian. Getah Damar baru dapat dipanen setelah masa produktif 20 tahun. Selain itu, Pohon kayu damar ini cocok untuk kelestarian hutan lindung, tanaman yang bermafaat untuk memulihkan lingkungan hutan, perbaikan kesuburan dan struktur kesuburan tanah. Pohon ini terdapat di beberapa daerah bumi nusantara sepanjang kawasan hutan sumatera mulai dari Aceh, Sumatra Barat, Tapanuli, Sumatra Selatan dan Lampung. Namu sudah banyak yang punah. Salah satu ikon daerah pesisir barat ini adalah Tugu Beton Ikan atau Tugu Datuk. Jika datang ke pasar tengah, disitu kita dapat melihat “Tugu Datuk “,Yakni: Ikon Kota Krui. Dikenal juga dengan sebutan lain yaitu Tugu beton pohon damar dan ikan, jenis Ikan Setuhuk (macaria indica) Black Marlin. Tugu tersebut merupakan ikon Kota Krui selain pohon damar kawasan pegunungan hutan dan bukit sepanjang pulau Andalas.
8. Pulau Pisang Tantangan mewujudkan pesona wisata adalah prinsip dasar pengembangan desa wisata (Aman, Tertib, Bersih, Sejuk, Indah, Ramah , Kenangan). Sebuah daratan pulau kecil dengan luas daratan 64 kilometer persegi ( 2,20 % luas kabupaten pesisir barat 2889,88 km) terletak di seberang Pesisir Barat Lampung. Pulau ini telah dan dihuni oleh masyarakat dari 6 pekon. Pesona alam pantai berpasir putih, kebun kelapa cengkeh, perbukitan merupakan pemandangan yang dapat dijumpai di pulau ini. Ditambah lagi jika kita memandang dari atas bukit,Terlihat Samudra Hindia sejauh mata memandang. Keindahan dan sejuknya alam pegunungan gugusan perbukitan yang pandangan dari pulau kearah daratan sumatera dipadukan dengan budaya dan keramahan masyarakat lokal, sungguh merupakan tempat tempat yang layak untuk bersantai. Hal yang dapat dilakukan adalah jelajah pantai, menikmati sunset, mandi berenang dan jika mendapat keberuntungan dalam perjalanananda akan ditemani oleh lumba lumba liar, ide gagasan untuk membiasakan satwa tetap tinggal di jalur penyebarangan ke pulau dengan memberikan makanan pada lumba-lumba yang sering muncul, cukup menarik. Perlu sarana angkutan laut untuk mencapai pulau Pisang yang memadai untuk keamanan, sementara ini digunakan angkutan perahu jukung bermesin tunggal, keberangkatan diatur sesuai kebutuhan dari dua tempat penyeberangan melalui Pelabuhan kuala Krui sekitar 40 menit .atau dari penyeberangan Tebakak di sebelah utara Kota Krui. ± 15 menit. yang selain itu dapat menggunakan perahu nelayan, safety angkutan laut, ketertiban parkir dermaga yang aman dan nyaman untuk pengunjung maupun aman, anjungan dermaga didarat ke perahu lainnya. Deburan ombak dan arus gelombang pantai pulau pisang sebelah selatan yang menghadap samudra Hindia yang mungkin dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi terbarukan, mungkin perlu studi stabilitas arus gelombang laut kelayakan pasokan listrik.untuk masyarakat, mengembangkan potensi wisata pantai, perkebunan kelapa dan cengkeh rakyat, sumur putri, ziarah, kerajinan kain sulam dan tapis. Taman Nasional Bukit Barisan selatan Aspek Penawaran Pemerintah melindungi satwa langka berupa bewan-hewan, seperti: Gajah, Harimau, Badak, uIar, Kerbau utan, Burung, dll. Daerah ini pun juga ditumbuhi oleh flora yang sangat langka seperti berbagai macam anggrek. TNBBS, sebuah taman nasional Bukit Barisan bagian selatan Pulau Sumatera, mencakup beberapa wilayah di wilayah Kabupaten Tanggamus.TNBBS. Wilayah paling ujung selatan pulau sumatera ini merupakan lokasi yang sangat tepat untuk konservasi. Masalahnya apa? Masalahnya adalah aspek penawaran pariwisata yakni berupa : 761
SEMNAS FEKON 2016
Aksesibilitas wisatawan dapat menjangkau Daerah Tujuan Wisata (protection of tourism) dengan mudah dalam pencapaian tujuan. Atraksi, daya tarik pada Daya tarik, merujuk pada Daerah Tujuan Wisata dalam menarik wisatawan untuk menentukan pilihan ketertarikan pada Alam masyarakat dan budaya. Amenitis,merupakan aspek yang menjadi salah satu syarat terwujudnya DTW seperti penyediaan makan minum,sarana penginapan seperti homestay, arena hiburan, spots dll. Ancillary adalah, kelembagaan pariwisata yang menunjang rasa aman, ketika wisatawan kritik dan saran apa terkait pada saat kunjungan wisatawan berlangsung. Ke DTW. Aspek Permintaan Pariwisata. Maka perlu dilakukan kajian dan melalui berbagai pendekatan: Pendekatan Psikologi pendekatan ini memperlihatkan permintaan pariwisata sebagai interaksi antara lingkungan, dorongan jiwa dan kepribadian calon wisatawan dalam hal melakukan berbagai kegiatan (faktor sosial budaya, kekeluargaan, gotong royong). Berdasarkan pertimbangan kekayaan akan potensi, destinasi yang memilikit 53 destinasi yang diperkirakan dapat dimunculkan dari 118 desa dan 11 kecamatan, dalam pelatihan desa wisata pesisir barat ( Dinas Pariwisata Ekonomi dan Kreatif Pesisir Barat, 2106 ) terdapat desa-desa yang masih asri berada di Kabupaten Pesisir Barat perlu dikembangkan agar masyarakat dapat merasakan manfaat ekonomi, sosial budaya dan lingkungan. Penerapan MEA di awal tahun 2016 ini bisa jadi menimbulkan masalah yang dapat menyebabkan ketidaksiapan masyarakat dalam menghadapi bentuk-bentuk kerjasama masyarakat ekonomi Asean. MEA sendiri bertujuan untuk memperkuat perekonomian antar Negara Asean dalam rangka menghadapi pasar bebas, sistem lalu lintas perdagangan dan hubungan yang semakin terbuka, peluang investasi dan akses lalu lintas pedagangan ke Negara Asean itu sendiri. Begitu juga dengan kebutuhan perjalanan orang yang bepergian masuk kesuatu negara tanpa persyaratan visa, manfaat yang terkait dengan perkembangan sektor pariwisata, Disisi lain perlu disadari banyak peluang untuk mengembangkan sektor ini namun seberapa kuat perhatian untuk pengembangan. Ketersediaan sumber daya alam yang melimpah ruah dapat membawa manfaat bagi lingkungan sekitar. Tetapi jika kekayaan alam, budaya dan ekonomi kreatif di seluruh penjuru dan tidak dapat dinikmati oleh masyarakat, ada kejanggalan dalam mengelola di sektor ini. Terlebih jika hal tersebut ada kaitannya dalam kondisi persaingan industri pariwisata saat ini. Sejak berlaku MEA pada awal tahun 2016, hal merupakan salah satu titik balik bagi negara yang bergabung kedalam masyarakat ekonomi Asean, dimana peran negara untuk menghadirkan kemakmuran melalui peningkatan perekonomian di masing-masing negara yang tergabung dalam bentuk kerjasama internasional dikawasan Asean. Dengan terbukanya peluang tingkat kunjungan wisatawan dengan berlaku sejak dideklarasikan secara sah MEA, maka dimungkinkan akan ada pengaruhnya pada peningkatan wisatawan terutama pada destinasi yang sudah banyak dikenal. Persaingan juga muncul dari beberapa negara yang berlomba untuk meningkatkan promosi industri wisata melalui berbagai media. Industri pariwisata mendapat banyak kesempatan untuk berkembang melalui pengelolaaan ekonomi kreatif. Hal yang tak terpisahkan juga ialah kesiapan produk yang memasuki pasar potensi baru. Berkaitan dengan lingkungan dan pariwisata, mengedukasi masyarakat yang terkait, melakukan transformasi Sistem Pembelajaran digital. Strategi Kolaborasi dan Integrasi dalam mengikuti proses pembelajaran dari bentuk kegiatan dan pelatihan. Kebijakan tumpang tindih ancaman kelestarian Kebijakan yang berkaitan dengan kelestarian khususnya didaerah yang memiliki potensi wisata harus ditindak lanjutin dengan pendekatan yang hati-hati. Pendekatan masalah pariwisata tidak bisa diselesaikan secara parsial, pendekatan harus holistik. Karena kalau didekati dengan satu aspek ekonomi saja, maka akan merusak aspek yang lain seperti 762
SEMNAS FEKON 2016
lingkungan dan budaya, contoh riil dilapangan ketika masyarakat boleh menebangi pohonpohon karena terdapat kebijakan pemerintah (Departemen Kehutanan) mengenai kemudahan pemanfaatan dan penebangan kayu dari hutan rakyat, Analisis Deskriptif-Kualitatif Tabel .1 PENILAIAN AKSETABILITAS MASYARAKAT KAWASAN PESISIR BARAT FAKTOR PERINGKAT (4)
(3)
( 2)
( 1) SS
KS
T
TT Pengembangan kawasan sebagai DTW Tidak tahu
sangat setuju
kurang
tidak
Peran aktif masyarakat terhadap YA wisata Pengembangan pariwisata YA
Kurang Setuju Kurang
TIDAK
Tidak tahu
Tidak
Keberadaan wisatawan di DTW Manfaat dan keuntungan DTW
kurang Kurang
Tidak tidak bersedia
Tidak Tahu Tidak tahu Tidak tahu
YA YA
Tabel .2 PREFRENSI PELUANG EKONOMI DAN SOSIAL BUDAYA NILAI Faktor Tinggi (4) Sedang (3) Kurang (2) Rendah(1) Peluang ekonomi dengan sangat ingin Ingin Kurang Tidak ingin wisata ingin Peluang investasi banyak Banyak Kurang Tidak ingin ingin Berjualan makanan minuman sangat ingin Ingin Kurang Tidak ingin ingin Pembuat an sovenir sangat ingin Ingin Kurang Tidak ingin ingin Usaha penginapan sangat ingin Ingin Kurang Tidak ingin ingin Usaha jual makanan sangat ingin Ingin Kurang Tidak ingin ingin Usaha transpotasi sangat ingin Ingin Kurang Tidak ingin ingin Kembangan Objek dan Atraksi sangat ingin Ingin Kurang Tidak ingin ingin Pemandu wisata sangat ingin Ingin Kurang Tidak ingin ingin Seni kriya kain tapis,budaya sangat ingin Ingin Kurang Tidak ingin ingin Produk perikanan sangat ingin sangat ingin Ingin Kurang Tidak ingin ingin Usaha petanian sangat ingin sangat ingin Ingin Kurang Tidak ingin ingin 763
SEMNAS FEKON 2016
Keamanan pantai
sangat ingin
Ingin
Penyedia guna Informasi sangat ingin kawasan wisata Peluang Ekonomi penunjang sangat ingin wisata kawasan *Hasil diskusi kelompok 2016.
Ingin Ingin
Kurang ingin Kurang ingin Kurang ingin
Tidak ingin Tidak ingin Tidak ingin
STRATEGI PENGEMBANGAN DAERAH WISATA Dari beberapa contoh desa-desa wisata di kawasan pesisir barat yang berpotensi jumlah dengan khas dan masalah masing masing desa yang dikaji pengembangannya, contoh tedapat sejumlah titik destinasi dari 11 kecamatan diatas diperlukan simulasi strategi pengembangan untuk kajian studi kelayakan desa wisata kawasan sbb : Pengembangan Desa wisata yaitu: 1. Keterlibatan masyarakat untuk mengembangkan desa wisata: tahap perencanaan, pelaksanaan dan juga evaluasi. 2. Partisipasi dalam pembuatan keputusan dan manajemen. Dalam tahap ini Pemerintah hanya berperan sebagai fasilitator dan pengambilan keputusan tentang pengembangan desa wisata berada ditangan masyarakat. Pola kemitraan atau kerjasama dapat saling menguntungkan antara pihak pengelola desa wisata dengan para pengusaha pariwisata di kota atau pihak Pembina desa wisata dalam hal ini pihak dinas pariwisata daerah. Bidang-bidang usaha yang bisa dikerjasamakan, antara lain seperti : bidang akomodasi, perjalanan, promosi, pelatihan, dan lain-lain. 3. Partisipasi dalam pelaksanaan dan evaluasi. a. Penduduk sekitar menyediakan rumahnya sebagai tempat penginapan para pengunjung yang ingin bermalam di desa Desa wisata. b. Penyediaan lahan parkir di Kantor Kepala Desa/ Desa wisata. c. Masyarakat ikut berpartisipasi dalam penjualan berbagai usaha makanan dan minuman bagi para pengunjung, cinderamata, sebagai d. Petugas/penjaga parker pemandu di daerah wisata di desa Desa wisata. e. Didalam mengevaluasi program kegiatan yang berjalan masyarakat dapat dibantu oleh Pemerintah. 4. Mengembangkan program dalam bentuk paket desa wisata yang khas sesuai potensi alam dan budaya masyarakat.Optimalisasi ke unggulan yang ada di desa wisata Contoh untuk Pulau Pisang kain tapis, sulaman yang menarik, diharapkan dapat menarik pengunjung untuk berkunjung ke desa desa wisata seperti: 06:00 Check in Homestay ( Kota,desa) 06:00-07:00 Menuju Desa-Desa wisata 07:00-07:30 Sarapan serabi, Kuliner Khas desa wisata 07:30-08:30 contoh (Susur pantai, tracking atau menggunakan perahu menuju tempat penangkaran penyu, Gua matu, pulau pisang, hutan wisata, kampung damar pahmungan) 10:00-12:30 Dilanjutkan ke Pantai 12:30-13:00 Isoma 13:00-16:00 Tracking dan berinteraksi dengan penduduk desa (kenangan/cinderamata) 16:00 Persiapan untuk pulang ke tempat asal. 5. Membentuk lembaga atau organisasi masyarakat untuk pengelolaan desa wisata berbasis masyarakat. Pembentukan kelompok sadar wisata atas dasar kebutuhan 764
SEMNAS FEKON 2016
lembaga atau kelompok masyarakat pengelola wisata yang belum terbentuk pada adesa wisata 6. Melakukan promosi tentang desa wisata berbasis alam dan budaya masyarakat. 1. Promosi Media Cetak, promosi ini dilakukan dengan cara membuat spanduk, banner, iklan di koran, majalah, buku, sticker, pamphelet, flyer dan lain-lain. 2. Promosi Media Elektronik Media elektronik merupakan salah satu cara untuk da seni dan festival budaya 3. Mengelar tulisan dan melukis tentang wisata budaya diadakan berkala tujuan sebagai daya tarik kepada masyarakat . 7. Membangun koordinansi antara Pemerintah dan juga kelompok masyarakat dengan peningkatan kapasitas lembaga desa wisata. Peningkatan kapasitas kelembagaan ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dalam hal waktu dan sumber daya yang dibutuhkan guna mencapai suatu tujuan, efektifitas dan responsifitas dari kinerja. 8. Pendampingan kepada masyarakat untuk mengawal proses. Pemerintah Kabupaten, khususnya Dinas Pariwisata melakukan pendampingan kepada kelompok sadar wisata di desa dan ini diperlukan untuk mengawal proses penerapan desa wisata yang berbasis masyarakat dipastikan berjalan karena tidak dapat dilakukan secara instan. Kegiatan Pemerintahan di desa wisata yang dilakukan oleh pemerintahan desa seperti: Rapat, agenda festival wisata, pameran pembangunan, dan upacara pada hari-hari besar diselenggarakan di desa wisata yang memerlukan pendampingan oleh pihak yang memiliki kompetensi sesuai bidangnya. Pendampingan serta memberikan fasilitas, membina masyarakat agar menjadi warga yang mandiri 9. Pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) Pelaksanaan pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM), bisa dilakukan melalui pendidikan, pelatihan dan keikutsertaan dalam seminar, diskusi, dan lain sebagainya, serta di bidang-bidang kepariwisataan. Pendidikan diperlukan untuk tenaga-tenaga yang akan dipekerjakan dalam kegiatan manajerial. Untuk itu, sebaiknya ditugaskan generasi muda dari desa yang bersangkutan untuk dididik pada sekolah-sekolah kepariwisataan, sedangkan pelatihan diberikan kepada mereka yang akan diberi tugas menerima dan melayani wisatawan. 10. Keikutsertaan dalam seminar, diskusi, dan lain sebagainya diberikan kepada para petugas kepariwisataan di desa, kecamatan, dan kabupaten, karena penduduk desa umumnya hanya mempunyai keterampilan bertani. Kepada mereka dapat diberikan pelatihan keterampilan lain untuk menambah kegiatan usaha seperti kerajinan, industri rumah tangga, pembuatan makanan lokal, budi daya jamur, cacing, menjahit, dan lain sebagainya. Pelatihan peningkatan kemampuan SDM bagi warga masyarakat desa wisata kawasan dengan mengadakan pelatihan manajemen usaha bidang pariwisata. Salah satu contoh program pelatihannya adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
pelayanan prima usaha wisata pelatihan dan peningkatan seni budaya lokal pelatihan bahasa dan komunikasi pengelolaan homestay pelatihan pengembangan usaha desa wisata pelatihan pengelolaan desa wisata pemeliharaan ketentraman, ketertiban dan mitigasi bencana alam 765
SEMNAS FEKON 2016
11. Memberikan penyuluhan, pengarahan dan penjelasan kepada masyarakat, khususnya yang bertempat tinggal di sekitar objek wisata, mengenai pariwisata atau manfaat pembangunan pariwisata bagi upaya penunjang pembangunan perekonomian daerah serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan yang bertempat tinggal di sekitar objek wisata. Dengan penyuluhan ini dapat meningkatkan pengetahuan, perubahan perilaku dari masyarakat desa. Desa wisata tentang bagaimana menjaga dan memelihara lingkungan desa serta peningkatan kesadaran masyarakat memajukan daerah dengan menjadikan desa wisata yang memberikan daya tarik. KESIMPULAN Kesimpulan kajian desa wisata di Desa Kecamatan Kabupaten adalah sebagai berikut: 1. Terdapat sejumlah Desa-Desa wisata yang berpotensi pariwisata, dapat dikembangkan menjadi desa wisata unggulan. Potensi atraksi wisata alam seperti pantai dan ekosistem kawasan TNBBS, desa perngrajin kriya, desa Pantai, Hutan, potensi air tejun, dan bendungan irigasi serta makam Syeikh Aminullah, situs patih gadjamada yang diduku membutuhkan komitmen yang tinggi dari pengelola dan pemerintah desa untuk membangun desa wisata.melibatkan masyarakat dan pengelola selain memberdayakan masyarakat desa juga menggali nilai sejarah dan budaya, menciptakan kreasi karya seni dan budaya masyarakat. 2. Menjaga keberlangsungan ekonomi masyarakat dengan menjadikan desa sebagai tujuan wisata namun demi menjaga kelestarian ekosistem dan juga pelestarian nilai-nilai estetika, religi yang berlaku dimasyarakat. 3. Mempersiapkan SDM yang memiliki kualifikasi untuk mengembangkan potensi desa sebagai destinasi dan perlu membentuk lembaga atau organisasi dalam kelompok masyarakat yang mendukung sector kepariwisataan: membentuk kelompok sadar wisata berbagai kegiatan peningkatan ketrampilan melalui pelatihan. DAFTAR PUSTAKA Acep Hidayat, 1999. Linking Enterpreneurship into the Education in Tourism. A Keynote Speech Presented in the Occation of atlas asia Inaguration conference, Institute Technology Bandung, 5 – 7 July 1999. Berne,1995. For a Dynamic Partnership between Tourism and Culture, Forum on Culture and International Tourism, UGM, Jogyakarta, August 1995. Conservation through Tourism). Departemen Dalam Negeri, 2000. Tentang Visi, Misi, Startegi, dan KebijakanPemberdayaan Masyarakat Desa. Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kabupaten Pesisir Barat. 2016. Pelatihan Desa Wisata Kabupaten Pesisir Barat Tahun 2016 Hawkins, Donald, 1995. Private Letter Hurdle, Sue, 1999. The Capability of ACT (Action Conservation througjh Tourism) International Tourism, Keynote Speech on Forum of Culture and InternationaL Tourism,UGMJogyakarta, August 1995. Kompas. 2015. Menatap Indonesia 2015 (antara harapan dan tantangan). Jakarta: PT kompas Media Leinberg and Donald Hawkins, 1993. Eco-tourism for planners and Managers. Perez de Cuellar, 1995. Linking Enterpreneurship into the Education in Tourism. A Keynote Speech Presented in the Occation of atlas asia inaguration conference, Institute Technology Bandung, 5 – 7 July 1999. 766
SEMNAS FEKON 2016
Muhammad Ikhsan (dalam solidarity, 2015. Perencanaan desa wisata. Acep Hidayat, 1999). Nusantara. Perez de Cuellar, 1995. International Tourism, Keynote Speech on Forum of Culture and International Tourism, UGM Jogyakarta, August 1995. Priasukmana Soetarso, 1995. Eco tourism in Forestry. Supporting paper at the Seminar on Biodiversity, BPPT,5–7 September 1995. Sucipto, Hery., dan Fitria Andayani. 2002. wisata syariah (Karakter, Potensi, Prospek dan Tantangannya). Jakarta: Grafindo Books Media & Wisata Syariah Consulting Jakarta. Indonesia. Sugiarto, Tonny Hendratono dan Djoko Sudibyo. 2015. metodologi penelitian hospitaliti & pariwisata. Jakarta: PT Manata Publishing Utama. Tamjuddin, Etik ipda, 2015. Tantangan Pengembangan Ekowisata Bahari Di Pulau Pisang Pesisir Barat Lampung LPPM Universtas Terbuka. Zulkarnain Nasution, 2007. Komunikasi Pembangunan (Pengenalan Teori dan Penerapannya). Yang Menerbitkan PT Raja Grafindo Persada : Jakarta
PENINGKATAN NILAI PELANGGAN MELALUI KUALITAS PRODUK DAN BRAND IMAGE DENGAN TRUST SEBAGAI VARIABEL MODERATING (KASUS KONSUMEN PRODUK KOSMETIK) Triana Hasty Kusuma, SE [email protected] Program Pascasarjana Universitas Islam Sultan Agung Semarang Program Studi Magister Manajemen Abstrak Persaingan di lingkungan bisnis yang semakin kompetitif memberikan peluang kepada konsumen untuk lebih leluasa dalam memilih produk yang dibutuhkan ataupun diinginkannya. Hal ini menimbulkan suatu gejala bahwa semakin banyak dan beragam produk yang ditawarkan, maka menyebabkan semakin tersedianya alternatif pilihan bagi konsumen. Hal ini menjadi ancaman bagi perusahaan lama yang tidak mampu menciptakan suatu inovasi terhadap produknya. Sehingga konsumen mudah untuk berpindah brand. Untuk itu perusahaan perlu mengetahui cara mempertahankan pelanggan yang sudah ada agar tidak beralih ke merek pesaing. Salah satu caranya adalah dengan meningkatkan nilai pelanggan (customer value). Tujuan paper ini adalah mengembangkan model meningkatkan nilai pelanggan melalui peningkatan kualitas produk dan brand image melalui trust sebagai variabel moderating pada produk Kosmetik. Kata Kunci: Kualitas Produk, Brand Image, Trust, Nilai Pelanggan,Kosmetik PENDAHULUAN Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang akan berlangsung akhir tahun ini, potensi bisnis halal tersebut mulai digarap. Produk yang menjadi pengisi pasar halal pun sekarang sudah tidak hanya sekedar makanan saja, namun salah satunya juga ke industri kosmetik. Bahkan, negara yang mayoritas bukan Muslim, seperti Singapura dan 767
SEMNAS FEKON 2016
Thailand sudah mulai menggarap pusat produk halal di negaranya. Disini persaingan di dunia bisnis menjadi semakin ketat. Negara-negara tersebut paham betul, bahwa menjual produk bagi konsumen turis dari negara-negara muslim harus identik dengan produk halal. Bagi industri kosmetik yang target konsumennya sebagian besar muslim, maka tentu saja dengan adanya jaminan kehalalan produk akan menjadi daya tarik bagi pelanggan sehingga akan meningkatkan nilai pelanggan. Indonesia merupakan negara berpenduduk mayoritas Muslim terbesar di dunia. Namun anehnya, gerakan-gerakan halal justru diprakarsai oleh negara-negara yang penduduk Muslimnya minoritas, misalnya Vietnam. Saat ini penggunaan kosmetik di Indonesia tergolong berkembang pesat. Berdasarkan data Kementrian Perindustrian, penjualan kosmetik pada 2012 meningkat Rp 9,76 triliun dari sebelumnya Rp 8,5 triliun dan terus meningkat hingga 2013. Di bawah ini gambar 1.1 menggambarkan pertumbuhan kosmetik di Indonesia dari tahun 2009-2013. Dari data di bawah ini dapat dilihat penjualan kosmetik terus meningkat di Indonesia, sehingga persaingan industri kosmetik menjadi semakin ketat.
Gambar 1 Pertumbuhan Penjualan Kosmetik di Indonesia 11,2
12 10 8
Triliun
9,76
8,9
8,5
2010
2011
7,56
6 4 2 0 2009
2012
2013
(Sumber : http://Indonesianconsume.blogspot.com/ ) Memberikan value kepada pelanggan merupakan issue yang mendasar di pasar industri kosmetik sekarang ini. Pemasar menginginkan dapat mempertahankan pelanggannnya dalam jangka panjang, bahkan jika mungkin selamanya. Pemberian nilai yang terbaik kepada pelanggan adalah merupakan tujuan utama perusahaan untuk memenangkan persaingan. Menurut Lusy et al. (2013), nilai pelanggan merupakan penilaian keseluruhan dari konsumen terhadap kegunaan atau manfaat dari suatu produk atau jasa berdasarkan persepsinya terhadap apa yang diterima dan apa yang diberikan. Dalam menciptakan nilai pelanggan, pemasar harus dapat meningkatkan kualitas produk. Semakin baik kualitas produk, akan semakin tinggi pula nilai pelanggan. Menurut Bella (2014) kualitas produk merupakan kemampuan suatu produk untuk melakukan fungsinya meliputi, daya tahan keandalan, ketepatan kemudahan operasi dan perbaikan, serta atribut bernilai lainnya. Selain itu, untuk dapat menciptakan sebuah nilai bagi konsumen, faktor brand image juga sangat mempengaruhi pembentukan nilai pada konsumen. Menurut Aditya (2013) 768
SEMNAS FEKON 2016
bahwa brand image didefinisikan "sebagai persepsi dan preferensi pelanggan terhadap suatu merek, yang tercermin dari berbagai tipe asosiasi merek yang melekat dalam ingatan konsumen. Adapun asosiasi tersebut dihasilkan dari pengalaman langsung dengan produk, dari informasi yang dikomunikasikan (melalui perusahan itu sendiri, sumber komersial lainnya, dan mulut ke mulut), dan sebagainya. Beberapa penelitian terdahulu yang mendukung penelitian ini yang dilakukan oleh Aditya (2013) menunjukkan bahwa brand image berpengaruh positif terhadap nilai pelanggan, hal ini membuktikan bahwa konsumen dalam melakukan suatu pembelian selalu memperhatikan brand image. Kualitas Produk juga mampu mempengaruhi citra merek, dimana semakin baik kualitas produk maka citra merek akan meningkat, sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Noerchoidah (2013) menyatakan bahwa kualitas produk dapat mempengaruhi brand image. Selain itu kualitas produk juga mampu mempengaruhi variabel nilai pelanggan. Hal ini sejalan dengan penelitian Cyntia dan Suliyanto (2012) menunjukkan bahwa kualitas produk berpengaruh positif terhadap nilai pelanggan. Berikut dapat dilihat pada gambar di bawah ini terdapat data market share kosmetik di Indonesia yang dikuasai oleh beberapa merek kosmetik menurut TopBrand :
Gambar 2 Data Penjualan Kosmetik di Indonesia 3 Tahun Terakhir 20 15 10 5 0
2013 2014 2015
(Sumber : Hasil Pengolahan Data dari TopBrand) Gambar 1.2 di atas dapat dilihat bahwa penjualan dari beberapa produk kosmetik mengalami kenaikan dan penurunan market share selama 3 tahun terakhir. Dapat dilihat bahwa penjualan Revlon berada pada urutan pertama yang memiliki market share merek kosmetik tertinggi dibandingkan dengan produk kosmetik lain. Hasil penelitian yang terkait dengan nilai pelanggan menunjukkan hasil yang berbeda. Sebagai contoh, penelitian terdahulu oleh Ikanita (2012) menunjukkan Kualitas produk berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai pelanggan. Berbeda dengan penelitian Ruth (2012) menunjukkan kualitas produk tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai pelanggan. Hal ini terjadi karena kualitas produk tidak cocok dengan jenis kulit tertentu sehingga pelaggan hanya akan berurusan dengan LnC Skin Care Singaraja berdasarkan tingkat kebutuhannya semata sehingga proses mencari klinik kecantikan kulit dengan produk yang lebih baik masih akan terus dilakukan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada variabel penelitian. Dalam penelitian ini ditambahkan satu variabel moderasi yang belum terlalu banyak diteliti, yang menghubungkan antara variabel kualitas produk, brand image dan nilai pelanggan yaitu variabel trust (kepercayaan). Menurut Sumaedi (2014), literatur hubungan pemasaran telah 769
SEMNAS FEKON 2016
mengakui trust (kepercayaan) sebagai konstruk kunci dalam membangun hubungan dengan pelanggan. Berdasarkan fenomena tentang produk kosmetik dan perbedaan hasil penelitian tersebut di atas maka menarik untuk membangun model peningkatan nilai pelanggan untuk produk kosmetik. KAJIAN PUSTAKA A. Nilai Pelanggan Nilai pelanggan menurut Zeithaml (2000) dalam Lusy, Suharyono, Srikandi (2013) merupakan penilaian keseluruhan dari konsumen terhadap kegunaan atau manfaat dari suatu produk atau jasa berdasarkan persepsinya terhadap apa yang diterima dan apa yang diberikan. Menurut Kottler (2012) nilai pelanggan adalah selisih nilai pelanggan total dan biaya pelanggan total, dimana nilai pelanggan total adalah sekumpulan manfaat yang diharapkan oleh pelanggan dari produk atau jasa tertentu dan biaya pelanggan total adalah sekumpulan biaya yang diharapkan oleh konsumen yang dikeluarkan untuk mengevaluasi, mendapatkan dan membuang produk. Jadi, dapat disimpulkan bahwa nilai pelanggan adalah perbandingan antara manfaat (benefits) yang dirasakan oleh pelanggan dengan apa yang pelanggan (costs) untuk mendapatkan atau mengkonsumsi produk tersebut. Indikator pengukur nilai pelanggan menurut Lupiyoadi (2008) adalah sebagai berikut: nilai produk, nilai layanan, fasilitas yang diberikan, dan nilai personal. 1. Nilai Produk adalah persepsi pelanggan terhadap produk kosmetik. 2. Nilai Layanan adalah persepsi pelanggan terhadap pelayanan yang diberikan di Outlet Kosmetik. 3. Fasilitas yang diberikan adalah persepsi pelanggan terhadap fasilitas yang terdapat di Outlet produk kosmetik. 4. Nilai personal adalah nilai karyawan pada outlet produk kosmetik terhadap pelayanan kepada pelanggan. B. Kualitas Produk Menurut Kotler dan Armstrong dalam Vitrilia et al. (2013), "kualitas produk adalah kemampuan suatu produk untuk melakukan fungsinya, itu termasuk beberapa daya tahan produk, keandalan, ketepatan, kemudahan operasi dan perbaikan, dan atribut bernilai lainnya". American Society untuk Kontrol Kualitas dalam Kotler dan Keller (2012) mendefinisikan kualitas sebagai totalitas fitur dan karakteristik dari produk atau jasa yang bergantung pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat. Dari definisi-definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kualitas produk adalah kemampuan produk di dalam menjalankan fungsinya dan kualitas ini dapat diukur melalui pendapat konsumen tentang kualitas itu sendiri, sehingga selera pribadi sangat mempengaruhi. Indikator kualitas produk menurut David (2003) adalah sebagai berikut: Daya Guna (Performance), keistimewaan (features), keandalan (reliability), kepastian (comformance), ketahanan produk (durability), dan estetika. 1. Daya Guna (Performance) adalah persepsi pelanggan terhadap bentuk tambahan dari suatu produk inti yang dapat menambah nilai suatu produk. 2. Keistimewaan(features) adalah persepsi pelanggan terhadap ciri khas yang dimiliki produk kosmetik dan mudah dibedakan dengan produk lain. 3. Keandalan (reliability) adalah persepsi pelanggan terhadap kemungkinan suatu produk berhasil menjalankan fungsinya setiap kali digunakan dalam periode waktu tertentu dan dalam kondisi tertentu pula. 4. Kepastian Halal adalah persepsi pelanggan terhadap produk pasti halal dibuktikan oleh sertifikat halal LPPOM MUI. 5. Kepastian Thoyib adalah persepsi pelanggan terhadap produk pasti thoyib dibuktikan oleh sertifikat BPOM. 770
SEMNAS FEKON 2016
6. Ketahanan produk (durability) adalah persepsi pelanggan terhadap ukuran masa pakai suatu produk. 7. Estetika adalah persepsi pelanggan terhadap desain kemasan produk yang menarik pelanggan. Penelitian terdahulu oleh Ikanita (2012) menunjukkan Kualitas produk berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai pelanggan. Penelitian lain Afshar et al. (2011) menujukkan bahwa kualitas produk berpengaruh signifikan dan positif pada nilai pelanggan. Jika produk mempunyai harapan pelanggan, maka pelanggan akan senang dan menganggap bahwa produk dapat diterima. Penelitian menurut Noerhoidah (2013) menujukkan kualitas produk berpengaruh signifikan terhadap brand image. Berdasarkan hasil penelitian bahwa variabel kualitas produk telah terbukti secara empiris berpengaruh terhadap brand image, dengan meningkatkan kualitas produk dengan membuat variasi, memperbaiki warna, memperbaiki kualitas produk agar image produk akan tetap terjaga. C. Brand Image Brand Image menurut Shimp (2013) adalah jenis asosiasi yang muncul dalam benak konsumen ketika mengingat suatu merek tertentu. Jenis asosiasi merek meliputi atribut, manfaat atau nilai dan sikap atribut terdiri dari atribut yang berhubungan dengan produk misalnya harga, pemakai, dan citra pengguna. Sedangkan manfaat atau nilai mencakup manfaat secara fungsional, manfaat secara simbolis dan manfaat berdasarkan pengalaman. Menurut Achmad (2014) brand didefinisikan sebagai gambar yang dapat diingat oleh masyarakat, yang mana membuat brand yang postif, relevan dan mudah diingat oleh orangorang. . Dari definisi-definisi tersebut Brand image merupakan konsep yang diasumsikan oleh pelanggan karena alasan subyektif dan emosi pribadi mereka sendiri. Brand image juga disebut sebagai persepsi pelanggan baik alasan atau dasar rasional atau melalui emosi lebih ke arah brand tertentu. Jadi, brand image akan terbentuk pada benak konsumen melalui informasi dan pengalaman mereka terhadap sebuah merek. Variabel brand image dibentuk dari 5 indikator menurut Aaker dan Keller (2000), yaitu sebagai berikut : 1. Mudah dikenali Mudah dikenali ini artinya bahwa brand produk tersebut mudah dikenali oleh orangorang. 2. Selalu diingat Selalu diingat ini artinya bahwa suatu brand produk tertentu sudah tertanam di benak para konsumen sehingga selalu diingat di memori para konsumen. 3. Terkenal Terkenal ini artinya bahwa suatu brand produk tertentu sudah popular di banyak masyarakat dan brand tersebut sudah tidak asing lagi di mata para pembeli. 4. Ciri khas Ciri Khas ini artinya suatu produk ini memiliki ciri tertentu yang khas dan khusus di mata para pembeli. Hasil penelitian terdahulu oleh Lusy et al. (2013) bahwa citra merek memiliki pengaruh yang signifikan terhadap nilai pelanggan berarti bahwa dengan brand image yang baik, maka akan timbul nilai pada benak konsumen yang akan mempresepsikan manfaat dan kegunaan produk. Penelitian Aditya (2013) menunjukkan brand image berpengaruh positif pada nilai pelanggan. Penelitian lain oleh Natalia et al. (2014) menunjukkan bahwa brand image berpengaruh signifikan terhadap nilai pelanggan. Berbeda dengan Penelitian oleh Ruth (2012) menunjukkan kualitas produk tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai pelanggan. D. Trust 771
SEMNAS FEKON 2016
Trust menurut Tjiptono dalam Soegoto (2013) adalah respon pelanggan terhadap evaluasi ketidaksesuaian yang dirasakan antara harapan dan kinerja actual produk dalam pemakaiannya. Kepercayaan dapat dibagi menjadi dua, yaitu kepercayaan personal dan kepercayaan organisasi (Nadia, 2013). Kepercayaan terhadap suatu merek (produk) merupakan kepercayaan personal. Trust tumbuh dari keyakinan akan adanya penilaian positif seseorang terhadap suatu brand, produk, perusahaan, maupun yang lainnya. Dari pengertian-pengartian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa trust merupakan keyakinan dalam benak para konsumen dalam mempersepsikan suatu produk, brand dan keyakinan ini sebagai kunci utama dalam membangun hubungan dengan para pelanggan. Indikator dari Trust menurut Kim et al (2003 ) adalah sebagai berikut: kenyamanan, kepuasan dan tanggung jawab. 1. Kenyamanan adalah persepsi pelanggan bahwa produk kosmetik memberikan kenyamanan dalam pemakaiannya. 2. Kepuasan adalah persepsi pelanggan bahwa produk kosmetik memberikan kepuasan dalam pemakaiannya. 3. Tanggung Jawab adalah persepsi pelanggan bahwa produk kosmetik memberikan tanggung jawab terhadap para pelanggan. Hasil penelitian terdahulu oleh Aprilian et al. (2014) menunjukkan bahwa variabel trust memoderasi pengaruh variabel kualitas produk dan brand image. Konsumen akan semakin yakin dengan pilihannya dan konsumen akan memiliki kepercayaan pada merek, menyukai merek serta mengangap merek tersebut sebagai bagian dari dirinya. Jika Produk sudah memiliki image yang baik di benak konsumen, dimana sebagian besar konsumen suatu produk sudah berpendapat bahwa kualitas produk dan perusahaanya sudah baik. Penelitian oleh Siti dan Nina (2014) menunjukkan bahwa kualitas produk terhadap nilai pelanggan berpengaruh signifikan dengan kepercayaan (trust) sebagai variabel moderasi. Penelitian lain oleh Suharto (2012) bahwa kualitas produk berpengaruh signifikan terhadap nilai pelanggan (customer value) yang dimoderasi oleh variabel trust. Hal ini menunjukkan jika konsumen atau pengguna produk percaya atas kualitas produk maka konsumen akan tertarik untuk membeli produk tersebut dikarenakan konsumen sudah merasa percaya dengan produk karena adanya pengalaman yang baik sehingga konsumen tidak ragu menggunakan produk. Penelitian oleh Aprilian et al. (2014) menunjukkan bahwa variabel trust memoderasi pengaruh variabel brand image dan nilai pelanggan. Penelitian lain oleh Achmad et al. (2014) menunjukkan bahwa pengaruh brand image terhadap nilai pelanggan melalui trust mempunyai hubungan yang signifikan. Apabila nilai pelanggan dan citra merek dipersepsikan positif oleh konsumen serta konsumen merasa bahwa suatu merek mampu memenuhi harapan konsumen atau bahkan melebihi harapan konsumen dan memberikan jaminan kualitas pada setiap kesempatan penggunaannya, serta merek tersebut diproduksi oleh perusahaan yang memiliki reputasi, maka konsumen akan semakin yakin dengan pilihannya dan konsumen akan memiliki kepercayaan pada merek, serta menganggap merek tersebut sebagai bagian dari dirinya. Sehingga model konseptual yang bisa dibangun berdasarkan kajian teori adalah sebagai berikut: Gambar 3 Model Empirik Kualitas Produk X1
Brand Image Y1
Nilai Pelanggan Y2 Trust X2
772
SEMNAS FEKON 2016
Pada gambar di atas menunjukkan pengaruh variabel kualitas produk (X1) terhadap variabel brand image (Y1) yang ditunjukkan oleh H1a (Noerhoidah, 2013), variabel Kualitas produk (X1) akan berpengaruh terhadap variabel nilai pelanggan (Y2) yang ditunjukkan oleh H1b (Ikanita, 2012). Pengaruh langsung antara variabel brand image (Y1) akan berpengaruh terhadap variabel nilai pelanggan (Y2) ditunjukkan oleh H2 (Aditya, 2013). Pengaruh tidak langsung ditunjukkan oleh variabel kualitas produk (X1) dan variabel brand image (Y1) dimoderasi dengan adanya variabel trust (X2) ditunjukkan oleh H3a (Aprilian et al., 2014). Selain itu pengaruh variabel kualitas produk (X1) terhadap nilai pelanggan (Y2) dimoderasi dengan adanya variabel trust (X2) ditunjukkan oleh H3b (Suharto, 2012). Pengaruh tidak langsung juga ditunjukkan pada pengaruh variabel brand image (Y1) dan nilai pelanggan (Y2) dimoderasi dengan adanya variabel trust (X2) yang ditunjukkan oleh H3c (Achmad, 2014). PENUTUP Kosmetik merupakan salah satu produk yang ditawarkan yang berguna untuk memenuhi kebutuhan sekunder dan keinginan konsumen, agar bisa tampil lebih cantik dan menarik. Produk yang menjadi pengisi pasar halal pun sekarang sudah tidak hanya sekedar makanan saja, namun salah satunya juga ke industri kosmetik. Kosmetik yang mendapat sertifikat halal dari LPPOM MUI akan menjadi daya tarik bagi pelanggan dan akan meningkatkan nilai pelanggan. Produk kosmetika yang halal akan sesuai dengan ketentuan syari’at Islam. Dan bahan baku yang digunakan untuk produk kosmetik tidak diragukan lagi sangat aman dan halal tentunya sesuai dengan ketentuan syari’at islam. Namun tidak dapat dihindari bahwa penjualan kosmetik terus meningkat di Indonesia, sehingga persaingan industri kosmetik menjadi semakin ketat. Untuk menghadapi persaingan yang ketat tersebut, salah satu cara yang dilakukan dengan meningkatkan nilai pelanggan dengan melalukan peningkatan kualitas produk melalui perbaikan produk, variasi produk dan ketahanan produk. Selain itu juga dengan melalukan peningkatan brand image dengan cara menciptakan brand yang kuat di mata para konsumen agar selalu diingat di benak para konsumen salah satunya dengan memiliki ciri khas yaitu kosmetik yang dikenal sebagai produk yang halal dan Islami. Sehingga dengan adanya kehalalan produk kosmetik maka pelanggan akan percaya bahwa produk Kosmetik merupakan produk yang aman untuk digunakan. Kualitas produk dan brand image terhadap sebuah perusahaan tidak serta merta tercipta dengan sendirinya, untuk itu perlu adanya kepercayaan (trust) dari pelanggan untuk lebih mengenal tentang produk dan brand sebuah perusahaan. Maka dari itu, dalam penelitian ini peneliti menempatkan variabel trust sebagai variabel moderasi demi mengkaji apakah dengan adanya trust (kepercayaan) akan meningkatkan pengaruh kualitas produk dan brand image terhadap nilai pelanggan atau tidak. Selanjutnya dalam artikel ini melakukan pengujian model koseptual tersebut secara empiris mengenai peningkatan customer value dengan cara peningkatan kualitas produk dan brand image melalui trust. DAFTAR PUSTAKA Aaker David A, and Kevin L. Keller. 2000. Consumer Evaluations og Brand Extention.Journal of Marketing , Vol 54, Hal.27-41. Achmad Yanu. 2014. The Influence of Brand Image on Purchase Behaviour Through Brand Trust. Business Management and Strategy, Vol.5, No.2, Hal. 58-76.
773
SEMNAS FEKON 2016
Aditya. 2013. Pengaruh Kualitas Pelayanan dan Citra Merek Bengkel Resmi terhadap Nilai Pelanggan serta Implikasinya pada Kepuasan Pelanggan. Jurnal Kebangsaan,Vol.2(3). 1-11. Afshar et al,. 2011. Study the Effects of Customer Service and Product Quality on Customer Satisfaction and Loyalty (automotive industries). Journal of Humanities and Social Science. Vol.1 No.7. Chaudhuri, Arjun and Holbrook, Morris B. (001. The Chain of Effects from Brand Trust and Brand Affect to Brand Performance: The Role of Brand Loyalty. Business Faculty Publications. Cyntia Dewi dan Suliyanto. 2012 . Analisis Pengaruh Brand Image, Keterlibatan Produk dan Media Periklanan Es Krim Magnum terhadap Perilaku Pembelian konsumen .Performance, Vol. 16(2). 1-13. David A.Garvin. 2003. What Does Product Quality Really mean?.Sloan Management Review. 26(1). 25-43. Ghozali, Imam. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. Ikanita Noviriana. 2012. Analisis Pengaruh Citra Merek, Kualitas Produk, dan Harga Terhadap Minat Beli Produk Oriflame. Diponegoro Journal of Management, Vol 1 (1). 1-17. Kim, D. J., Ferrin, D. L., dan Rao, H. R..2003a. “Antecedents of Consumer Trust in B-toC Electronic Commerce”, Proceedings of Ninth Americas Conference on Information Systems, pp. 157-167. Kotler, P. & Keller, K.L. 2012. Marketing Management 14th Edition. New Jersey: Prentice Hall. Lupiyoadi. Rambat. 2008. Manajemen Pemasaran Jasa. Salemba Empat Jakarta. Lusy,Suharyono dan Srikandi. 2013. Pengaruh Reputasi Merek dan Komunitas Pelanggan terhadap Nilai pelanggan, Word of Mouth serta Keputusan Pembelian. Jurnal Profit,Vol 7(1) .50-60. M.Kirom. 2016. Masyarakat Ekonomi ASEAN. Melalui Mehdi, F.Asgar Hashemi, Mohammad Safari Kahrer.2011. Designing a New Model for determining Customer Value Satisfication and Loyalty towards Banking Sector of Iran, European. Journal of Economics,Finance and Administrative Sciences. Mowen, John, C., and Minor, M. 2002. Perilaku Konsumen Jilid 1, Edisi Kelima (translation), Erlangga, Jakarta. Nadia Lona,dkk.2013. Pengaruh Citra Merek (brand image) dan Kepercayaan Merek (brand trust) terhadap Keputusan Toyota Avanza di kota semarang. Natalia, Andriansyah & Ina.2014. Pengukuran Customer Loyalty melalui Analisis Experiential Marketing, Service Quality dan Brand Image dengan Customer Value sebagai Variable Intervening. Journal of Business Strategy and Execution, 6(2).220235. Noerchoidah.2013. Analisis Pengaruh Harga, Kualitas Produk Dan Iklan Terhadap Brand Image Dan Keputusan Pembelian Sepeda Motor Merek Kawasaki. Jurnal WIGA,Vol. 3(1). 48-60. 774
SEMNAS FEKON 2016
Ruth et al. 2012. Pengaruh Kualitas Layanan, Produk, dan Kewajaran Harga terhadap Kepuasan dan Loyalitas Pelanggan Pada Lnc Skincare Singaraja. Jurnal Universitas Udayana Management. Hal 22-29. Shimp, T. A. 2013. Integrated Marketing Communication in Advertising and Promotion (Vol.8th ed.). Ohio: South-Western Cengage Learning. Suharto.2012. Pengaruh Service Quality, Terhadap Loyalitas Dimediasi Customer value, dan Customer trust (Studi pada pengguna Jasa PT.Pos Indonesia Persero Malang 65100) Sik Sumaedi. 2014. The role of trust, perceived value,and satisfaction (a case study from Bekasi, Indonesia). An International Journal, Vol. 19(3). 269-283. Siti dan Putu Nina. 2014. Pengaruh Orientasi Pasar terhadap Nilai Pelanggan serta Implikasinya terhadap Kepercayaan Pelanggan (Studi Pada Kereta Api Lodaya). Soegoto, Supandi Agus. 2013. Presepsi Nilai Dan Kepercayaan Terhadap Kepuasan Dan Dampaknya Terhadap Loyalitas Konsumen , Jurnal Emba, 3 (1). Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Tengku Firli. 2014. Analisis Customer Value Pada My Salon International Di Mall Ciputra Seraya Pekanbaru. Jurnal Ekonomi, Vol. 22(1). 1-15. Vitrilia, Mohammad & Aam. 2013. The Influence of Brand Image and Quality Products On Customer Satisfaction in Improving Customer Loyalty. Widiyanto, Ibnu. 2008. Pointers : Metodologi Penelitian. BP Undip, Semarang. ANALYSIS OF CIGARETTE SUB SECTOR COMPANIES FINANCIAL DISTRESS AT INDONESIAN STOCK EXCHANGE OF BASED ON SPRINGATE AND ZMIJEWSKI METHOD Francis M. Hutabarat,1 Hizkia Babtison,2 Gary Anderson Purba Cibro3 Universitas Advent Indonesia [email protected], [email protected],
Abstract Every company surely aims for profit and improve their financial performance. Financial performance is deemed essential for the continuance of a company. Vary ways to measure and analyze financial performance. And bankruptcy model of Springate and Zmijewski method are few of such models. The study used descriptive method and the data used were secondary data derived from the financial report of Manufacturing Companies of Cigarette Sub-Sector companies of year 2013 to 2015. The analysis Springate and Zmijewski shows that GGRM, HMSP and WIIM are solvent and does not have financial problems. On the other hand, RMBA shows that they are on financial difficulties and potentially bankrupt on 2013 and 2014 and vary in 2015 as the score given are below the standard of both Springate and Zmijewski Model. Keywords: Springate, Zmijewski, Financial Distress 775
SEMNAS FEKON 2016
INTRODUCTION Every company surely aims for profit and improve their financial performance. Financial performance is deemed essential for the continuance of a company. Vary ways to measure and analyze financial performance. One way known to measure it is through financial statement analysis, since financial statement depicted the performance of the company. The financial statements can indicate the condition of the company's performance. Through this analysis, one can pinpoint whether the company’s allocated their funds and resources inappropriately. The effect can cause a decrease of the company financial performance. The condition stated is called financial distress (Sadgrove, 2005; Vickerz, 2006; Beaver, Correia, and McNichols, 2011, Pucsek, 2013). Any companies can experience financial difficulties to the level of financial distress. Even though the economy is stable, still some companies can also experiencing financial distress problems. (Altman and Hotchins, 2006). Financial distress experienced by the company will give concerns of various parties, both internal sectors such as: managers and employees, as well as external parties such company: investors and creditors (Husnan and Pudjiastuti, 2002; Brigham & Houston, 2010; Harahap, 2015). Company with financial distress experience are showsn in their negative performance in their operating income and net income (Sawir, 2004; Brahmana, 2007). Liquidity problem also sign of financial distress (Hanifah, 2013). In 2015, in Indonesia, there are companies that experiencing poor performance and moreover, almost bankrupt (Khumaini, 2015). In Indonesia Stock Exchange there are various sectors of industry. One of them is a manufacturing Sector which comprises of various sub-sectors. In this study, the research will examine the various sectors of manufacturing sector, namely the Cigarette sub-sector. There are 4 companies listed in the Indonesia Stock Exchange as manufacturing companies in the Cigarette sub-sector.
Table 1. Cigarette Companies Code
Cement
Code
Wood-Processing
GGRM
Gudang Garam Tbk
WIIM
Wismilak Inti Makmur Tbk
HMSP
Handjaya Mandala Sampoerna Tbk
SULI
Bentoel International Investama Tbk
As Indonesia brimming with various issues and problems, one particular issues arise in terms of Cigarette prices. The issue arose in new leadership of Joko Widodo as President. It is interesting to see how the issue will resolve, however, it is also interesting to see the performance of the companies as the implementation of the new cigarette prices will surely affect the companies. Following Altman in 1968, many researcher developed methods or ways to predict the occurrence of financial distress such as Springate in 1978 and Zmijewski in 1984. (Sadgrove, 2005; Vickers, 2006; Pucsek, 2013). Based on the description above, the study will analyze the Financial Distress of Cigarette Sub Sectors Companies Listed at Indonesia Stock Exchange using Springate and Zmijewski Method From Year 2013-2015.
776
SEMNAS FEKON 2016
REVIEW OF RELATED LITERATURE Financial Statement Analysis Every company are in need to examine their own financial condition (Brigham and Houston, 2010; Kasmir, 2012; Harahap, 2015; Khumainii, 2015; Hery, 2015). Financial statement which consists of balance sheet, income statement, cash flows is often used to analyze the condition of the company. Any activities of the company and also transactions were recorded in the financial statements and the statements portraying the results of company’s operation and financial condition (Harahap, 2015, Kartikahadi, Sinaga, Syamsul & Siregar, 2012). Moreover, the financial statements can be regarded as a structured presentation of the financial position and financial performance of an entity (Kartikahadi, Sinaga, Syamsul & Siregar, 2012, p. 118). Fahmi (2014) added that generally there are 5 steps in analyzing financial performance, they are: to review financial report data, to calculate the data, to do data comparison using time series analysis and cross sectional approach, followed by interpretation of the analysis, and finally to find and give solution to the problem at hand (pp. 239-241). To list down parties that are interested in the financial statement, here are as follows: shareholders (Kasmir, 2012), management of the company (Kasmir, 2012), and creditors (Syamsuddin, 2009). Springate Method In analyzing the financial performance, one of the tools used is financial ratios (Sundana, 2011; Ida and Santono, 2011). And one of the method that can used to predict a company's financial distress condition is Springate method. The method was developed by Gordon L.V. Springate in 1978. Springate find out that there 4 out of 19 financial ratios contributed most to the company’s bankruptcy prediction (Vickers, 2006; Sadgrove, 2005). They are: working capital to total asset, earnings before interest and taxes to total assets, profit before tax to total current liabilities, and sales to total assets. The following description of the four financial ratios: 1. Working capital to total assets (X1) This ratio shows the importance of the source of loan capital and the level of security held by the creditor. The higher this ratio means that the smaller the amount of the loan capital used to finance the company's assets. 2. EBIT to total assets (X2) This ratio measures a company's ability to generate earnings before interest and taxes by using the total assets owned by the company. In other words, this ratio reflects the effectiveness and efficiency of the management of all the investments made by the company. The higher this ratio means more effective and efficient management of all assets owned by the company to generate earnings before interest and taxes. 3. EBT to current liabilities (X3) This ratio is included in the solvency ratio for the use of current liabilities and is used to measure the company's ability to gain maximum profit from obligations earned the company earned from loans received by the company through creditors or other parties. The higher the value derived or away from 0 then it can be said that the income earned prior to the effective tax on the liabilities of the company acquired and the larger the company can pay the liabilities of the company. 4. Sales to total assets (X4) Total asset turnover measures the effectiveness of the use of all of its assets in generating sales. The greater this ratio means that the effective management of all assets owned by the company. 777
SEMNAS FEKON 2016
There are four financial ratios that were combined in the formula that called the method Springate. Springate also impose standard in the form of 0.862 to predict the value of the company, potentially bankrupt or potential as a healthy company (not insolvent). (Sadgrove 2005, p.178). Springate method used S-Score formula to find financial distress of a company (Pucsek, 2013), as follow: S-Score = 1.03X1 + 3.07X2 + 0.66X3 + 0.4X4 Description: X1 = Working Capital/Total Assets X2 = Earnings Before Interest and Taxes / Total Assets X3 = Profit before tax / total current liabilities X4 = Sales / total assets. The Assessment of the company potential for bankruptcy are divided into two categories, namely: S < 0.862
Company potentially experiencing potentially going bankrupt.
S> 0.862
Company in financial sound and solvent
financial
difficulties
and
Zmijewksi Method Another tool that can be used in financial distress in analyzing the financial performance is Zmijewski method. Yosep (2011) describe the method as a financial ratio that was created in 1984. If Z < 0 the company can be declared solvent and thus financially sound. Zmijewski method used Z-Score formula to find financial distress of a company (Yosep, 2011), as follow: Z- = -4.3 – 4.5X1 + 5.7 X2 + 0.004X3 Description: X1 = Earning After Tax/Total Assets X2 = Total Debt/Total Assets X3 = Current Asset/Current liabilities
METHOD OF THE STUDY The study used descriptive method where the data used collected, analyzed and presented in a descriptive manner. The data used were secondary data derived from the financial report of Manufacturing Companies of Cigarette Sub Sector Companies of year 2014 and 2015. The sample used in the study was 4 companies that are listed as companies listed at Indonesia Stock Exchange from Cigarette Sub Sector. Analysis was done using two methods: the first one, Springate method of S-Score with four financial ratios: There are four financial ratios, they are: of working capital to total asset, earnings before interest and taxes to total assets, profit before tax to total current liabilities, and sales to total assets. The following is Springate method formula: S-Score = 1.03X1 + 3.07X2 + 0.66X3 + 0.4X4 778
SEMNAS FEKON 2016
The assessment of Springate formula: S < 0862 Prediction is that company potentially experiencing financial difficulties and potentially going bankrupt. S > 0862
Prediction is that the company is solvent thus has sound financial performance
The second method is Zmijewski method, with the following formula: Z- = -4.3 – 4.5X1 + 5.7 X2 + 0.004X3 The assessment of Springate formula: Z > 0 Prediction is that company potentially experiencing financial difficulties and potentially going bankrupt. Z< 0
Prediction is that the company is solvent thus has sound financial performance
The analysis on the differences of Cigareette companies S-Score and also Z-Score is done using paired sample t-test.
RESULT OF THE STUDY Springate Method Cigarette sub-sector is one of the industrial sector listed at Indonesian Stock Exchange. There are 4 companies listed in the sub sector (see Table 1). The following Table 2 shows 4 companies representation of the sub sector namely GGRM, HMSP, WIIM and RMBA. The table below shows the Springate Method S-Score of the companies that gives the financial condition of the companies. Springate used S-Score standard of 0.862 to differentiate companies that financially sound and companies that are potentially bankrupt. Table 2. S-Score of Cigarette Company Year 2014 2013 Cigarette Sub Sector Gudang Garam (GGRM) Sampoerna (HMSP) Wismilak (WIIM) Bentoel (RMBA)
SScore 1.7293 5.1769 2.5017 0.8585
Result Solvent Solvent Solvent Bankrupt
2014 SScore 1.6153 3.9921 1.3848 0.8047
Result Solvent Solvent Solvent Bankrupt
2015 S-Score Result 1.4980 4.1834 1.5869 1.0021
Solvent Solvent Solvent Solvent
Table 2 shows the results of S-Score of Cement Companies in year 2013-2015. The results of RMBA company or Bentoel International Investment Tbk shows that they are in the financial distress or having financial difficulties in year 2013 and 2014. Based on the formula, this is due to the negative income before tax. On the other hand, GGRM, HMSP and RMBA has their S-Score above the standard 0.862 that means that the company is financially sound and healthy.
779
SEMNAS FEKON 2016
6,0000 5,0000 4,0000 2013 3,0000
2014 2015
2,0000 1,0000 0,0000 GGRM
Sampoerna
Wismilak
Bentoel
Figure 1. Cigarette Sub Sector Springate Method Results Figure 1 above shows the graphic bar performance of companies listed at Cigarette subsector. The best financial performance shows in the figure are of Gudang Garam (GGRM), GGRM, Sampoerna (HMSP), and Wismilak (WIIM) as they shows their performance above the S-Score standard of 0.862. However, Bentoel (RMBA) shows poor financial performance as the S-Score is below the standard of 0.862. Zmijewsi Method Cigarette sub-sector is one of the industrial listed at Indonesian Stock Exchange. The table below shows the Zmijewski Method of the companies that gives the financial condition of the companies. Zmjewski used standard of X< 0 to differentiate companies that financially sound and X > 0 for companies that is potentially bankrupt. Table 3. S-Score of Wood Processing Company Year 2014 Cigarette Sub Sector Gudang Garam (GGRM) Sampoerna (HMSP) Wismilak (WIIM) Bentoel (RMBA)
2013 Zmijewsi Result -2.5074 -4.6445 -3.0775 3.3472
Solvent Solvent Solvent Bankrupt
2014 Zmijewsi Result -2.3028 -2.9708 -2.6700 3.1121
Solvent Solvent Solvent Bankrupt
2015 Zmijewsi Result -2.3302 -3.3649 -2.7439 1.3058
Solvent Solvent Solvent Bankrupt
Table 4 shows the results of Zmijewski Method of Cigarette Companies in year 2013 to 2015. The results of Bentoel (RMBA) company shows that they have poor financial performance as their Score X > 0 which not according to the standard X < 0. Based on the formula, this is due to the negative income before tax and liquidity problems. On the other hand, GGRM, HMSP, and RMBA shows good financial performance since the their as score X < 0, thus they are solvent and financially sound.
780
SEMNAS FEKON 2016
Bentoel
Wismilak 2015 2014 Sampoerna
2013
GGRM
-6,0000
-4,0000
-2,0000
0,0000
2,0000
4,0000
Figure 2. Cigarette Sub Sector Zmijewski Method Results Figure 2 above shows the graphic bar performance of companies listed at Cigarette subsector. The best financial performance shows in the figure are of HMSP, WIIM, and GGRM as they shows that their performance as standard X< 0 standard. Nonetheless, since RMBA has a poor financial performance based on the results, they are potentially bankrupt. Analysis of Data Differences The differences of the cigarette companies in their S-Score was analyzed using pairedsample t-test. The following Table 6 shows the paired results of the companies listed at cigarette sub sector. GGRM have mean of 1.61, HMSP with mean 4.45, WIIM with mean of 1.82 and RMBA with mean of 0.89. The results show that that the average S-Score of all companies listed at cigarette sub sector are above the standard 0.862, thus they are not potentially bankrupt and are financially sound. Note are for RMBA as the company has the lowest average and near to the point of bankrupt based on Springate Method. Table 4. Paired Sample t-test
Pair 1 Pair 2 Pair 3 Pair 4 Pair 5 Pair 6
Paired Samples Statistics Std. Mean N Deviation GGRM 1.61 3 0.12 HMSP 4.45 3 0.64 GGRM 1.61 3 0.12 WIIM 1.82 3 0.64 GGRM 1.61 3 0.12 RMBA 0.89 3 0.1 HMSP 4.45 3 0.64 WIIM 1.82 3 0.6 HMSP 4.45 3 0.64 RMBA 0.89 3 0.1 WIIM 1.82 3 0.6 RMBA 0.89 3 0.1
t
Sig
-8.91
0.012
-0.71
0.551
6.24
0.025
106.63
0
9.42
0.011
2.65
0.118
In analyzing the significant differences of the companies in the cigarette sub-sector, the result shows that there is significant difference between Pair 1 GGRM – HMSP with ρ = 781
SEMNAS FEKON 2016
0.012 at α = 0.05, Pair 3 GGRM – RMBA with ρ = 0.025 at α = 0.05, Pair 4 HMSP – WIIM with ρ = 0.000 at α = 0.05, Pair 5 HMSP - RMBA with ρ = 0.011 at α = 0.05. The difference is because the difference in number. However in terms the standard given of 0862, RMBA has the lowest performance, and HMSP has the highest performance and financially sound. CONCLUSION The study concluded that based on the results of the study, the cigarette sub-sector companies are in good performance and financially sound based on the Springate and Zmijewski results. However, there are one company, RMBA that shows financial difficulties in 2013 and 2014 for Springate Method, 2013 – 2015 for Zmijewski Method. The analysis of pair-sample t-test shows that there are significant differences between the S-Score pairing of Pair 1, Pair 3, Pair 4, and Pair 5. RMBA company are in need to evaluate their performance since they are potentially bankrupt based on the S-Score and Zmijewski score performance. The analysis of the study will be interesting considering the implementation of new cigarette price in Indonesia in contribution to the performance of the cigarette companies. REFERENCES [1] [2] [3] [4] [5]
[6] [7] [8] [9]
[10] [11]
[12]
[13] [14] [15] [16]
Beaver, W. H., Correia, M., and M. McNichols. (2011). Financial Statement Analysis and the Prediction of Financial Distress. Hannover, MA: now Publishers. Brahmana, R. (2007). Identifying financial distress condition in Indonesia manufacture industry. Journal of accounting, pp. 5-51 Brigham, E. F. dan Houston, J. F (2010). Dasar-Dasar Manajemen Keuangan. Jakarta: Salemba Empat. Fahmi, I. (2014). Analisis Kinerja Keuangan. Bandung: Penerbit Alfabeta. Hanifah, O. (2013). Pengaruh Struktur Corporate Governance dan Financial Indicators Terhadap Kondisi Financial Distress. Jurnal Maksi Undip, 25-53. Harahap, S.S. (2015). Analisa Kritis atas Laporan Keuangan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Hery. (2015) Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: CAPS (Center for Academic Publishing Service). Ida, & Santono, S. (2011). Analisis kebangkrutan dengan menggunakan metode springate. Media Bisnis, Maret 2011, Volume 3, No.1. Kartikahadi, H; Sinaga, R. U., Syamsul, M., and Siregar, S.V. (2012). Akuntansi Keuangan berdasarkan SAK berbasis IFRS.Buku 1. Jakarta Selatan: Salemba Empat. Kasmir (2012). Manajemen Perbankan. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada. Khumaini, M. A. (2015). Puluhan Perusahaan di Karawang Alami Krisis. [Online]. Available: http://bogor.antaranews.com/berita/13340/puluhan-perusahaan-di-karawangalami-krisis. [7 Juni 2015] Pucsek, J. (2013). Financial and accounting controlling. [Online]. Available: http://www.tankonyvtar.hu/en/tartalom/tamop412A/0007_e7_penzugyi_es_szamv iteli_kontrolling_eng/the_springate_model_1OvJnCchopOIaclw.html. [2013] Sadgrove, K. (2005). Complete Guide to Business Risk Management. United Kingdom: Gower. Sawir, A. (2004). Kebijakan Pendanaan dan Restrukturisasi Perusahaan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Husnan, S., and E. Pudjiastuti. (2002). Dasar-Dasar Manajemen Keuangan. UPP AMP YKPM: Yogyakarta. Sundana, I. M. (2011). Manajemen Keuangan Perusahaan: Teori dan Praktik. 782
SEMNAS FEKON 2016
[17]
[18]
[19]
Jakarta: Penerbit Erlangga. Syamsuddin, L. (2009). Manajemen Keuangan Perusahaan : Konsep Aplikasi dalam : Perencanaan, Pengawasan, dan Pengambilan Keputusan. Jakarta: Rajawali Pers. Vickers, F. (2006). The Dynamic Small Business Managers. [Online]. Available: https://books.google.co.id/books?id=niCnRlordoC&pg=PA67&dq=springate&hl=en&sa=X&ved=0CCIQ6AEwAWoVChMI p8DSjsPmxwIVUQqOCh1p0wXw#v=onepage&q=springate&f=false. [2006] Yoseph. (2011). Analisis Kebangkrutan dengan Metode Z-Score Altman, Springate, Zmijewski pada PT. Indofood Sukses Makmur Tbk Periode 2005-2009. Jurnal Ilmiah Akuntansi No. 1.
783
SEMNAS FEKON 2016
PENINGKATAN KINERJA GURU MELALUI KOMPETENSI PROFESIONAL DAN KOMITMEN AFEKTIF DENGAN INFORMATION COMMUNICATION TECHNOLOGY SEBAGAI VARIABEL MODERATING Aprila Arum Windasari Magister Manajemen Unissula [email protected] Abstract Di era yang sarat dengan perkembangan teknologi, dunia pendidikan memerlukan upaya -upaya untuk mengikuti setiap perkembangan yang ada. Salah satu unsur yang mendukung keberhasilan pendidikan adalah kinerja guru dalam proses pembelajaran. Oleh karenanya perlu dilakukan upaya peningkatan kinerja guru yang didalamnya terdapat faktor – faktor yang dapat mempengaruhi. Diantara faktor tersebut adalah kompetensi professional dan komitmen afektif dengan ditunjang ICT ( Information communication Technology ). Pada artikel ini akan mengembangkan definisi konseptual dan indikator dari variabel tersebut. Keywords: kompetensi professional, komitmen afektif, information communication technology, kinerja guru PENDAHULUAN Pendidikan pada umumnya berfungsi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, membentuk watak dan mengembangkan kemampuan serta peradaban bangsa yang bermartabat. Sardiman (1992:125) mengemukakan guru adalah salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar, yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial di bidang pembangunan. Untuk itu upaya peningkatan kualitas guru dan kinerja guru yang terukur harus senantiasa diupayakan. Kinerja guru merupakan elemen penting dalam pendidikan, selain itu juga merupakan penentu tinggi rendahnya kualitas pendidikan. Kualitas kinerja guru sangat menentukan pada kualitas hasil pendidikan dikarenakan guru merupakan sosok yang paling sering berinteraksi dengan siswa pada saat proses pembelajaran. Kinerja guru adalah kegiatan guru dalam proses pembelajaran, yaitu bagaimana seorang guru merencanakan, melaksanakan dan menilai hasil pembelajaran ( Permendiknas no. 41 tahun 2007 ). Merujuk pada pengertian kinerja dan mengajar sebagaimana telah diuraikan terdahulu, dapat disimpulkan kinerja mengajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah unjuk kerja guru dalam melaksanakan tugas mengajar Kinerja sumber daya manusia dipengaruhi oleh faktor – faktor yang saling mendukung. Diantara faktor tersebut adalah kompetensi yang dimiliki oleh sumber daya manusia. Kompetensi terkait dengan peran SDM dalam organisasi atau perusahaan memiliki arti yang sama pentingnya dengan pekerjaan itu sendiri. Dalam keterkaitan dengan kinerja guru kompetensi guru diartikan sebagai seperangkat pengetahuan, ketrampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya. Kompetensi dibutuhkan untuk melaksanakan peran tertentu untuk menghasilkan kinerja berupa prestasi kerja yang memuaskan yang mana dalam penelitian yang dilakukan oleh Rachman Halim dkk. ( 2014 ) menemukan hubungan yang signifikan antara kompetensi profesional guru yang bersertifikasi terhadap kinerja guru. Faktor selanjutnya adalah komitmen afektif yang terdapat dalam pribadi masing – masing sumber daya manusia. Menurut Allen and Meyer ( 1990 ) komitmen afektif merupakan keterikatan emosional, identifikasi dan keterlibatan dalam suatu organisasi, dalam hal ini individu menetap dalam suatu organisasi karena keinginannya sendiri tanpa danya paksaan dari pihak manapun. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Muhammad 784
SEMNAS FEKON 2016
Riaz Khan dkk. ( 2010 ) yang menemukan bahwa komitmen organisasi memberikan pengaruh positif terhadap kinerja karyawan, akan tetapi pada penelitian yang dilakukan oleh Sunarno dkk. Pada tahun 2015 memperoleh hasil bahwa komitmen organisasi tidak memberikan pengaruh terhadap kinerja guru. Berkaitan dengan factor penentu, pendidik dalam hal ini guru dituntut untuk dapat memenuhi kompetensinya. Sesuai dengan kurikulum 2013 mendorong pendidik untuk lebih inovatif dalam melaksanakan proses pembelajaran, salah satunya yaitu dengan memanfaatkan Information Communication Technology ( ICT ). ICT adalah suatu teknologi yang digunakan untuk mengolah data, termasuk memproses, mendapatkan, menyusu, menyimpan, memanipulasi data dalam berbagai cara untuk menghasilkan informasi yang berkualitas. ICT berkembang pesat di berbagai bidang begitu juga di dunia pendidikan ( Imam, 2014). Kehadiran ICT dalam dunia pendidikan memudahkan guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Pemanfaatan ICT akan sangat membantu kinerja guru dalam proses pembelajaran yang memberikan kontribusi terhadap perubahan prestasi ( Baser dan Durmus, 2010 ). Berdasarkan didkusi di atas dan perbedaan hasil penelitian, maka paper ini bertujuan untuk mengembangkan model peningkatan kinerja guru dengan melibatkan variabel kompetensi profesional, komitmen afektif dan penggunaan ICT sebagai variabel moderasi. KAJIAN PUSTAKA 1. Kinerja Guru Kinerja merupakan kondisi yang harus diketahui dan diinformasikan kepada pihakpihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu instansi dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi serta mengetahui dampak negatif suatu kebijakan operasional yang diambil. Dengan adanya informasi mengenai kinerja suatu instansi pemerintah, akan dapat diambil tindakan yang diperlukan seperti koreksi atas kebijakan, meluruskan kegiatan-kegiatan utama, dan tugas pokok instansi, bahan untuk perencanaan, menentukan tingkat keberhasilan instansi untuk memutuskan suatu tindakan dan lain-lain. Kinerja guru adalah kegiatan guru dalam proses pembelajaran, yaitu bagaimana seorang guru merencanakan, melaksanakan dan menilai hasil pembelajaran ( Permendiknas no. 41 tahun 2007 ). Merujuk pada pengertian kinerja dan mengajar sebagaimana telah diuraikan terdahulu, dapat disimpulkan kinerja mengajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah unjuk kerja guru dalam melaksanakan tugas mengajar. Dari penjelasan tersebut, maka secara umum dapat dikatakan bahwa kinerja guru merupakan prestasi yang dapat dicapai oleh seorang guru dalam melaksanakan tugas pembelajaran sebaik-baiknya dalam proses pengajaran, pelaksanaan kegiatan pembelajaran dan evaluasi hasil pembelajaran. Dengan demikian, kinerja terkait dengan guru atau kinerja guru, maka kinerja guru dikatakan kemampuan guru dalam mengaplikasikan keterampilannya melaksanakan perkerjaan tertentu dengan hasil yang nyata. Menurut Robbins, 2006 Indikator untuk mengukur kinerja secara individu yaitu Kualitas, Kuantitas, Ketepatan waktu, Efektivitas dan Kemandirian. 2. Kompetensi Profesional Kompetensi dikatakan sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja sumber daya manusia. Kompetensi diperlukan untuk membantu sebuar organisasi dalam rangka mewujudkan dan menciptakan kinerja yang tinggi. Banyaknya kompetensi yang digunakan oleh sumber daya manusia akan meningkatkan kinerja (Wibowo, 2012:323). Menurut Wijaya dan Rusyan (1994 : 8 ) kompetensi adalah kemampuan melaksanakan sesuatu yang diperoleh melalui pendidikan. Menurut UU RI No. 14/2005 Pasal 10 ayat 1 dan PP RI No. 19/2005 Pasal 28 ayat 3 kompetensi profesional guru diartikan sebagai kebulatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diwujudkan dalam bentuk tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang yang memangku jabatan guru sebagai profesi. Dari beberapa pendapat ahli diatas dapat didefinisikan bahwa kompetensi 785
SEMNAS FEKON 2016
profesional guru adalah suatu penguasaan terhadap pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap atau tindakan cerdas yang dimiliki seseorang dalam melaksanakan tugas – tugasnya dan memangku jabatan guru sebagai profesi. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia nomor 16 tahun 2007 disebutkan kompetensi professional sebagai berikut : menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu, menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran/bidang pengembangan yang diampu, mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif, mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif, memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk berkomunikasi dan mengembangkan diri. 3.
Komitmen Afektif Komitmen menurut Kreitner dan Kinicki adalah kesepakatan untuk melakukan sesuatu untuk diri sendiri, individu lain, kelompok atau organisasi. Sedangkan komitmen organisasi mencerminkan tingkatan keadaan di mana individu mengidentifikasikan dirinya dengan organisasi dan terikat pada tujuannya. Komitmen afektif merupakan salah satu kategori komitmen menurut Meyer, Allen & Smith (1993) yang mana komitmen ini merupakan ikatan secara emosional yang melekat pada seorang karyawan untuk mengidentifikasi dan melibatkan dirinya sendiri dengan organisasi. Luthans ( 2006 ) mendefinisikan komitmen afektif sebagai sebuah keterikatan emosional, identifikasi serta keterlibatan seseorang pada suatu organisasi. Komitmen affektif menunjukkan kuatnya keinginan seseorang untuk terus bekerja bagi suatu organisasi karena ia memang setuju dengan organisasi itu dan memang berkeinginan melakukannya. Indikator Komitmen afektif berdasarkan ( Meyer J.P,: Natalie J. Allen, dan Catherine A. Smith, 1993 ) adalah loyalitas, bangga terhadap organisasi tempat ia bekerja, ikut andil dalam pengembangan organisasi, menganggap organisasinya adalah yang terbaik, terikat secara emosional pada organisasi tempat ia bekerja. 4. ICT ( Information communication technology ) ICT adalah suatu teknologi yang digunakan untuk mengolah data, termasuk memproses, mendapatkan, menyusu, menyimpan, memanipulasi data dalam berbagai cara untuk menghasilkan informasi yang berkualitas. ICT berkembang pesat di berbagai bidang begitu juga di dunia pendidikan ( Imam, 2014). Kehadiran ICT dalam dunia pendidikan memudahkan guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Pemanfaatan ICT akan sangat membantu kinerja guru dalam proses pembelajaran yang memberikan kontribusi terhadap perubahan prestasi ( Baser dan Durmus, 2010 ). Indikator ICT ( Information communication technology ) menurut Sarosa dan Zowghi ( 2003 ) adalah sebagai berikut : intensitas Teknologi Informasi komunikasi, ketersediaan tenaga ahli, investasi pada teknologi, MODEL PENINGKATAN KINEJA GURU
Kompetensi Profesional
Kinerja Guru Komitmen Afektif
Using ICT
786
SEMNAS FEKON 2016
Berdasarkan model tersebut dapat diuraikan lebih detail yaitu apabila kompetensi professional yang dimiliki seorang guru meningkat maka akan mempengaruhi komitmen afektif. Selanjutnya apabila kompetensi professional meningkat akan mempengaruhi kinerja guru, begitu pula dengan komitmen afektif yang meningkat akan berpengaruh pada kinerja guru. Sedangkan ICT selaku variabel moderating berfungsi memperkuat ataupun justru dapat memperlemah ketiga hubungan tersebut. PENUTUP Guru mempunyai peran penting dalam sistem pendidikan nasional, oleh karena itu guru dituntut untuk mempunyai kompetensi profesional dengan harapan mampu meningkatkan kinerjanya. Namun demikian kinerja guru bukan hanya ditentukan oleh variabel tunggal tetapi melibatkan variabel lainnya seperti komitmen dan teknologi penunjang seperti ICT. Dari hasil diskusi di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja guru dapat dipengaruhi oleh kompetensi professional, komitmen afektif dan Information Communication Technology. Sehingga ketika seorang guru memiliki kompetensi professional ia akan merasa semakin perlu untuk ikut andil pada tempat bekerjanya, sehingga akan meningkatkan komitmen afektif dalam dirinya. Sedangkan kinerja guru akan dipengaruhi oleh kompetensi professional dan komitmen afektif yang akan diperkuat atau diperlemah oleh penggunaan ICT dalam pelaksanaan kinerjanya. DAFTAR PUSTAKA Aan Hardiyana, Sentot Iskandar dan Leli Nurlaila. 2013. Pengaruh Budaya Organisasi dan Kompensasi Terhadap Motivasi Kerja Serta Implikasinya Terhadap Kinerja Guru. Jurnal Ekonomi, Bisnis dan Enterpreneurship, Vol. 7, No. 2, Hal 64 - 73 Ade Sobandi. 2010. Pengaruh Kompetensi Guru Terhadap Kinerja Mengajar Guru SMKN Bidang Keahlian Bisnis dan Manajemen di Kota Bandung. Manajerial, Vol. 9, No.17, Hal 25 – 34. Budi Tetuko. 2012. Pengaruh Motovasi Kerja, Budaya Organisasi, Kepemimpinan Kepala Sekolah terhadap Kepuasan Kerja dan Kinerja Guru SMA Swasta di Kabupaten Grobogan. Educational Management, Hal 129 – 134. David A.Garvin. 2003. What Does Product Quality Really mean?.Sloan Management Review. 26(1). 25-43. Desta Miftachul Amin dan Dewi Syarifah. 2015. Pengaruh Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi terhadap Kinerja Guru yang Tersertifikasi pada Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Surabaya. Jurnal Psikologi Industri dan organisasi, Vol. 04, No. 02, Hal 267 – 276. Ghozali, Imam. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. Khan Muhammad R, Ziauddin, Jam Farooq A and Ramay MI. 2010. The Impact of Organizational Commitment on Employee Job Performance. European Journal of Social Sciences, Vol. 15, No. 3, Hal 292 – 298. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Rachman Halim Y dan Desi Nurhikmayanti. 2014. Pengaruh Motivasi dan Kompetensi Profesional Guru yang Bersertifikasi terhadap Kinerja Guru di SMP Negeri 1 Surabaya. Jurnal Inspirasi Manajemen Pendidikan, Vol. 3, No. 3, Hal 114 – 123. Ratlan Pardede dan Renhard Manurung. 2014.Analisis Jalur Path Analysis.Jakarta: Rineka Cipta. Sri Rahardjo. 2014. The Effect of Competence, Leadership and Work Environment Towards Motivation and Its Impact on the Performance of Teacher of elementary school in Surakarta City, Centtral Java, Indonesia. International Journal of Advanced Research in Management and Social Sciences, Vol. 3, No. 6, Hal 59 – 74. 787
SEMNAS FEKON 2016
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif Kualitatif, dan R&D.Bandung: Alfabeta. Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Sunarno dan Lie Liana. 2015. Pengaruh Komitmen Organisasional dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Guru dimediasi Kepuasan Kerja (Studi Kasus pada Guru SMA Ksatrian dalam Yayasan Pendidikan Ksatrian 67). Prosiding Seminar Nasional Multi Disiplin Ilmu & Call Of Papers Unisbank. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Widiyanto, Ibnu. 2008. Pointers : Metodologi Penelitian. BP Undip, Semarang.
788
SEMNAS FEKON 2016
PRESENTASI ADVANCE ORGANIZER PADA TUTON ILMU-ILMU EKONOMI DI UNIVERSITAS TERBUKA Enny Sri Martini Pengajar Fekon Universitas Terbuka Pada UPBJJ - UT Palembang Abstrak Tulisan ini bertujuan memberikan suatu gagasan untuk meningkatkan aktivitas belajar mahasiswa pada kegiatan tutorial online, khususnya di Fakultas Ekonomi pada Universitas Terbuka, melalui penggunaan pembelajaran Model Advance Organizer ( MAO ) yang diprakarsai oleh Ausubel. Tutorial Online (TUTON) yang selama ini dilakukan kurang memberikan motivasi kepada mahasiswa karena tidak dirancang sebagaimana pembelajaran yang menggunakan MAO. MAO memberikan informasi penting sebagai advance organizer yang dirancang sedemikian rupa dengan memperhatikan struktur kognitif yang ada pada diri pembelajar atau mahasiswa. Dengan advance organizer yang baik diharapkan akan mengaktifkan mahasiswa dalam membangun peta konsep kognitif yang dapat menjadi suatu informasi yang bermakna. MAO terdiri dari tiga tahapan pembelajaran. Pertama, presentasi advance organizer (informasi) yang dibuat dalam bentuk Rancangan Aktivitas Tutorial (RAT) yang disajikan melalui tatap muka atau videoconference. Kedua, Materi Pembelajaran yang dibuat dalam bentuk Satuan Acara Tutorial (SAT) yang disajikan dalam bentuk video film atau lainnya melalui internet (elearning). Dan ketiga, Penguatan Kognitif yang dapat berupa tugas-tugas mandiri yang dapat disatukan dengan materi pembelajaran. Kata Kunci: Model advance organizer (MAO) , Tutorial online (Tuton) PENDAHULUAN Pada masa sekarang ini kemajuan teknologi sudah tidak dapat dibendung lagi, khususnya di bidang teknologi informasi (IT). IT telah merambah ke segala aspek kehidupan manusia. Aspek sosial, ekonomi, sain dan teknologi, maupun pendidikan dan pengajaran tidak bisa lepas dari pengaruh ini. Pada bidang pendidikan dan pengajaran telah banyak sekali mempengaruhi cara belajar dan mengajar dari masyarakat pembelajar (siswa dan guru atau mahasiswa dan dosen). Kita tidak bisa mengintervensi semua kemajuan di bidang IT ini, tetapi yang harus kita lakukan adalah bagaimana menselaraskannya dengan kehidupan kita sehari-hari. Pada bidang pendidikan dan pengajaran, khususnya di perguruan tinggi, IT telah banyak mempengaruhi pembelajaran. Pada perguruan tinggi yang perkuliahannya berlangsung secara tatap muka, biasanya dosen aktif memberikan informasi melalui papan tulis (white board). Sering juga dibantu dengan laptop dan infocus dalam penyajian materi perkuliahan dalam bentuk power point. Dosen aktif menjelaskan, sementara mahasiswa dengan tekun mendengarkan sambil diselingi sedikit pertanyaan bila ada kesempatan. Hal ini berlangsung terus menerus dan cenderung membosankan. Sekarang ini dengan semakin tingginya kemampuan alat gadget, khususnya handphone (HP) yang mampu mengakses informasi dengan cepat, mahasiswa tidak lagi atau kurang mendengarkan apa-apa yang dijelaskan oleh dosen dalam perkuliahan. Para mahasiswa asyik membuka internet di HP nya, sementara dosen terus berbicara sendiri di depan kelas. Apa yang dijelaskan si dosen, mahasiswa dengan cepat mengetahuinya melalui internet yang ada di HP nya. Si dosen akan kecapekan dan cenderung dilecehkan, 789
SEMNAS FEKON 2016
sementara mahasiswa dengan santai terus memainkan alat gadget nya. Apa-apa yang dijelaskan si dosen dalam waktu singkat sudah ada di tangan mahasiswa. Keadaan ini tidak bisa dibiarkan terus menerus, harus dicarikan solusinya. Untuk itu setiap perguruan tinggi mencoba memanfaatkan TI untuk perkuliahannya, yakni melalui e-learning. Istilah e-learning dapat diartikan sebagai jenis pembelajaran yang memungkinkan tersampainya bahan ajar ke mahasiswa dengan menggunakan media internet. Dalam konsep e- learning, tidak saja materi perkuliahan yang disediakan secara online, tetapi juga ditandai dengan adanya suatu sistem (berupa software) yang mengatur dan memonitor interaksi antara dosen dan mahasiswa. Dalam e-learning, sistem ini dikenal dengan istilah LMS/CMS (Learning/Course Management System). Melalui LMS/CMS, dosen tidak saja dapat menaruh materi perkuliahan tetapi juga dapat berkomunikasi langsung dengan mahasiswa (chatting, teleconference, videoconference, e-mail dll). Walaupun demikian usaha yang dilakukan, masih banyak terdapat kelemahan. Masih banyak terdapat dosen yang menaruh materi perkuliahan dalam bentuk apa adanya, cenderung sulit untuk dipahami oleh mahasiswa. Dan akibatnya mahasiswa juga jarang mengakses materi yang disediakan si dosen. Hal ini terlihat dari sedikitnya mahasiswa yang mengakses materi di internet/website dan mengerjakan tugas-tugas yang disediakan. Walaupun materi perkuliahan telah disajikan dalam bentuk LMS/CMS melalui internet, masih banyak ditemui kendala-kendala yang dihadapi untuk meningkatkan keaktifan mahasiswa. Karena itu, timbul pemikiran untuk menyiapkan suatu model pembelajaran presentasi advance organizer pada tuton ilmu-ilmu ekonomi di Universitas Terbuka. Pada model pembelajaran ini, dosen menyiapkan suatu advance organizer (pengatur awal atau pembangkit motivasi ) untuk dipresentasikan kepada mahasiswa. Presentasi dapat dilakukan melalui tatap muka atau videoconference. Selebihnya mahasiswa aktif mengerjakan tugas tuton yang telah dirancang dengan baik oleh dosen atau tutor. Model Advance Organizer (MAO) Model Advance Organizer (MAO) dirancang untuk memperkuat struktur kognitif siswa—pengetahuan mereka tentang pelajaran tertentu dan bagaimana mengelola, memperjelas dan memelihara pengetahuan tersebut dengan baik (Ausubel dalam Bruce Joyce dkk). Dalam pendekatannya, guru bertanggung jawab dalam mengelola dan mempresentasikan apa yang akan dipelajari. Sedangkan peran utama pembelajar adalah menguasai gagasan dan informasi. Sementara pendekatan-pendekatan induktif dapat menuntun siswa menemukan (discovery models) atau menemukan kembali konsep-konsep, maka advance organizer menyediakan konsep-konsep dan prinsip-prinsip pada siswa secara langsung. Lebih lanjut Ausubel percaya bahwa struktur kognitif yang ada dalam diri seseorang merupakan faktor utama yang menetukan apakah materi baru akan bermanfaat atau tidak dan bagaimana pengetahuan baru ini dapat diperoleh dan dipertahankan dengan baik. Yang paling penting adalah bagaimana kita meningkatkan stabilitas dan kejelasan struktur kognitif siswa agar materi dapat disajikan secara efektif. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan mereka konsep-konsep yang dapat menentukan informasi untuk dipresentasikan kepada mereka. Jadi, berguna tidaknya materi lebih tergantung pada persiapan pembelajar dan pengolahan materi tersebut dari pada sekedar menerapkan metode presentasi saja. Jika pembelajar mengawalinya dengan “persiapan” yang tepat, dan jika materi dikelola dengan solid, pembelajaran yang bermanfaat pun pada akhirnya akan muncul. Mengolah Informasi Melalui Struktur Kognitif Menurut Ausubel, ada kesamaan antara cara mata pelajaran diolah dan cara orang mengolah informasi dalam pikiran mereka (struktur kognitif mereka). Dia berpandangan bahwa setiap disiplin akademik memiliki struktur konsep (dan/atau rancangan) yang dikelola secara hirarkis (Ausubel dal Bruce Joyce dkk). Berikut ini pada gambar 1 disajikan 790
SEMNAS FEKON 2016
ilustrasi struktur hirarki disiplin ilmu ekonomi, dengan konsep-konsep yang lebih abstrak dibagian atas piramida.
Penanaman Berpindah-Pindah Kompetisi Bebas Kepemilikan Pribadi
Perburuan & Pengumpulan Pertanian sbg Penyambung Hidup
Keuntungan dan Motif Keuntungan Ekonomi Campuran Demokrasi Politik Persediaan Permintaan
Ekonomi Ekonomi Kapitalis Sosialis Ekonomi Komunis
Struktur/Fungsi Tipe-Tipe Dasar
Analisis Ekonomi
Ekonomi Negara Prinsip Persediaan & Permintaan Kelangkaan
Harga
Keinginan & Kebutuhan
Barang Modal
Produk & Jasa
Harta Konsumen
Konsumen
Sistem Ekonomi
Gambar 1. Struktur Disiplin Ekonomi Seperti Jerome Bruner, Ausubel percaya bahwa setiap konsep-konsep struktural setiap disiplin ilmu dapat diajarkan pada siswa, yang bagi mereka, hal ini akan menjadi sistem memproses informasi. Semua konsep tersebut menjadi peta intelektual yang dapat digunakan oleh siswa untuk menganalisis ranah-ranah tertentu dan memecahkan masalahmasalah dalam ranah tersebut. Sebagai ilustrasi, bila siswa melihat suatu kegiatan atau peristiwa kehidupan sehari-hari dalam usaha pertanian, lingkungan perumahan, pasar, supermarket dan lain-lain. Setiap kegiatan tersebut banyak memberikan informasi. Siswa dapat mengolah dan mengobservasi peristiwa-peristiwa tersebut menjadi suatu bentuk analisis ekonomi yang sesuai dengai struktur kognitif yang telah ada. Ausubel menegaskan bahwa gagasan-gagasan baru dapat dipelajari dan dipertahankan secara fungsional bila gagasan tersebut dapat dihubungkan dengan rancangan-rancangan dan konsep-konsep yang sudah ada. Bila bertentangan dengan struktur kognitif siswa yang sudah ada atau tidak berhubungan sama sekali, maka siswa harus lebih aktif untuk mencari perbedaanperbedaan dan kesamaan-kesamaan dengan informasi yang sudah dimiliki siswa. Ini memerlukan usaha yang cukup serius bagi siswa agar dia mampu mengolah informasi tersebut. 1. Implikasi Pada Pengajaran Model Advance Organizer (MAO) dapat memperkuat struktur kognitif dan meningkatkan penyimpanan informasi baru. Ausubel mendiskripsikan advance organizer sebagai materi pengenalan yang disajikan pertama kali dalam tugas pembelajaran dan dalam tingkat abstaksi yang lebih tinggi dari pada tugas pembelajaran itu sendiri. Tujuannya adalah menjelaskan, mengintergrasikan, dan menghubungkan materi baru dalam tugas pembelajaran dengan materi yang telah dipelajari sebelumnya. Dan juga membantu pembelajar membedakan materi baru dari materi yang telah dipelajari sebelumnya. Sebagai ilustrasi, misalnya seorang guru ingin siswanya memperoleh informasi tentang permasalahan di bidang energi. Guru tersebut harus menyediakan data yang berhubungan dengan energi mulai dari pengolahan sumber daya, pemanfaatan, pemasaran, teknologi pengolahan, kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan energi, krisis energi dari berbagai sumber. Sumber tersebut dapat berasal dari koran, diktat, makalah seminar dan lain sebagainya. Dalam ilustrasi ini, konsep tentang energi dapat digunakan sebagai 791
SEMNAS FEKON 2016
organizer. Kemungkinan lain yang dapat digunakan sebagai organizer adalah ekologi, ekonomi, politik dll. 2. Presentasi Advance Organizer Pada Tuton Model Advance Organizer (MAO) memiliki 3 (tiga) tahapan kegiatan. Tahap pertama adalah presentasi advance organizer, tahap kedua adalah presentasi tugas pembelajaran atau materi pembelajaran, dan tahap ketiga adalah penguatan pengolahan kognitif (lihat tabel 1) Tabel 1. Struktur Pengajaran Model Advance Organizer Tahap Pertama: Presentasi Advance Organizer Mengklarifikasi tujuan-tujuan pelajaran Menyajikan organizer Mengidentifikasi karakteristikkarakteristik yang konklusif Memberi contoh-contoh
Tahap Kedua: Presentasi Tugas atau Materti Pembelajaran Menyajikan materi Mempertahankan perhatian Memperjelas pengolahan menjadi Memperjelas aturan materi pembelajaran yang masuk akal
Menyajikan konteks Mengulang Mendorong kesadaran pengetahuan dan pengalaman siswa Tahap Ketiga: Memperkuat Pengolahan Kognitif Menggunakan prinsip-prinsip rekonsiliasi integratif Menganjurkan pembelajaran resepsi aktif Membangkitkan pendekatan kritis pada mata pelajaran. Mengklarifikasi Tahap pertama terdiri dari tiga aktivitas: mengklarifikasi tujuan-tujuan pembelajaran, menyajikan advance organiser, dan mendorong kesadaran pengetahuan yang relevan. Mengklarifikasi tujuan pelajaran adalah salah satu cara untuk memperoleh perhatian siswa dan mengarahkan mereka pada tujuan-tujuan pembelajaran. Keduanya penting untuk memfasilitasi pembelajaran bermakna. Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, organiser bukan hanya sekedar statemen yang pendek dan sederhana; ia adalah gagasan dalam dirinya sendiri (seperti materi pelajaran) yang harus dieksplorasi secara terampil. Contoh, ketika kita mengajar, kita sering meminta siswa kita mengingat kembali apa yang telah kita ajarkan minggu lalu atau tahun lalu atau memberitahu mereka apa yang akan dipelajari besok. Dalam hal ini kita memberikan konteks atau orientasi dari presentasi kita. Atau kita mungkin meminta siswa untuk mengingat kembali pengalaman personal dan kemudian mengakui bahwa apa yang sedang kita bicarakan mirif dengan situasi tersebut yang akan membantu mereka memahami pengalaman sebelumnya. Mungkin kita memberikan penjelasan tentang tujuan dari suatu sesi pelajaran—apa yang akan terjadi, mereka akan keluar dari presentasi dan diskusi. Tidak ada satupun teknik-teknik yang sekedar didiskripsikan merupakan strategi dari model advance organiser. Namun, seluruhnya merupakan bagian presentasi yang telah dikelola dengan baik. Bagaimanapun, organiser yang benar-benar nyata dibangun berdasarkan konsepkonsep penting dari bidang kajian. Pertama, organiser harus dibangun sehingga pembelajar dapat menghayati kegunaannya—sebagai sebuah gagasan yang berbeda dari materi dalam tugas pembelajaran itu sendiri. Fitur utama suatu organiser yang demikian itu adalah , bahwa ia 792
SEMNAS FEKON 2016
berada dalam tingkat abtraksi dan generalisasi yang paling tinggi dari pada tugas pembelajaran itu sendiri. Tingkat abtraksi yang tinggi membedakan organiser dengan pembukaan pembelajaran biasanya. Hal ini disebabkan oleh bahwa orgainser adala preview dari materi pembelajaran. Kedua, apakah organiser tersebut ekspositori atau komparatif, fitur penting dari suatu rancangan harus ditunjukkan dan diljelaskan secara seksama. Karena itu dosen dan mahasiswa harus mengeksplorasi organiser tersebut seperti tugas pembelajaran. Artinya, kita harus memetik fitu-fitur penting, menjelaskannya, dan memberikan contoh-contoh. Presentasi organiser tidak perlu panjang, tetapi harus dapat dihayati dan dipahami dengan jelas, dan secara terus menerus berhubungan dengan materi pelajaran. Ini berarti bahwa pembelajar harus sudah akrab dengan bahasa atau gagasan dalam organiser tersebut. Setelah presentasi organiser dalam tahap pertama, materi pelajaran dipresentasikan dalam tahap kedua dalam bentuk ceramah video conference, diskusi, film, ekperimentasi, atau membaca. Selama presentasi , pengolahan materi pembelajaran perlu dibuat dengan jelas sehingga siswa dapat melihat dengan jelas urutan logis dari materi tersebut dan bagaimana hubungannya dengan advance organiser. Penutup Advance organiser merupakan suatu model pembelajaran siswa aktif. Guru atau dosen harus menyiapkan sedemikian rupa organiser yang mampu mengaktifkan struktur kognitif siswa yang telah ada. Advance Organiser (AO) bukan pembukaan pelajaran biasa, tetapi sesuatu yang dirancang yang berhubungan erat dengan materi pembelajaran. Dosen dalam melaksanakan TUTON harus membuat RAT-SAT yang berbasis kepada Advance Organiser (AO), supaya mahasiswa lebih aktif dan menarik untuk membaca lebih lanjut. Itulah tugas yang paling berat bagi tutor Tuton. Daftar Pustaka Bruce Joyce, Marsha Weil, Emily Calhoun. 2011. Models Of Teaching (Eigth Edition). New Jersey, USA: Pearson Education, Inc, publishing as Allyn & bacon, One lake street. Yudhi Munadi. 2013. Media Pembelajaran. Jakarta: Referensi (GP Press group) Yusufhadi Miarso. 2009. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
793
SEMNAS FEKON 2016
EFEKTIFITAS PENYELESAIAN KONFLIK SECARA DAMAI Surajiyo Dosen Tetap Universitas Indraptasta PGRI Abstrak Negara Indonesia adalah negara yang multikultur. Dalam suatu negara yang heterogin budaya maka praktis suatu negara tersebut sebenarnya terjadi rawan konflik, jika tidak ditangani secara baik. Berdasarkan penyelesaian konflik yang terjadi di Poso, Sumpit, Aceh, dan lainnya menunjukkan bahwa campur tangan Pemerintah masih sangat dominan dan kurang melibatkan pihak-pihak yang bertikai (konflik), sehingga penyelesaian itu belum menghasilkan solusi yang efektif. Oleh karena itu dalam rangka menjaga keutuhan, persatuan dan kesatuan bangsa dalam bingkai NKRI maka penanganan dan penyelesaian konflik secara damai merupakan upaya pencegahan agar konflik tidak meluas dan berdampak negatif bagi kehidupan masyarakat. Untuk lebih meningkatkan kualitas penyelesaian dan penanganan konflik yang komprehensif, maka diperlukan penyusunan kebijakan penanggulangan penyelesaian masalah-masalah konflik. Kata Kunci: Konflik, budaya, kebijakan, masyarakat madani. PENDAHULUAN Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan potret negara yang pluralis mendiami sekitar 17.667 pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke sambung menyambung menjadi satu. Indonesia terdiri dari sekitar 962 suku/etnis bangsa, dengan beragam budaya, agama, bahasa (dialek) dan lainnya. Bahasa (dialek) diperkirakan sekitar 239 macam. Unsur tersebut membuktikan keragaman bangsa. Potret keanekaragaman budaya, suku bangsa, agama, bahasa, ras maupun kesenian memberikan suasana Kebhinneka Tunggal Ikaan atau Unity In Diversity yaitu kesatuan dalam keberagaman. Semangat persatuan dan kesatuan masyarakat senantiasa senafas dengan nuansa keberagaman itu. Dalam suatu negara yang heterogin maka praktis suatu negara tersebut sebenarnya terjadi rawan konflik, jika tidak ditangani secara baik. Disamping itu faktor kepentingan manusia merupakan hal lain yang menimbulkan banyaknya ragam budaya di Indonesia. Kepentingan itu terlihat dalam menyangkut mata pencaharian yakni timbulnya masyarakat petani, nelayan, pegawai, dan sebagainya. Konflik yang terjadi di Indonesia sejak Orde Baru dan dilanjutkan pada masa Orde Refomasi merupakan bentuk dari banyaknya keinginan dari kelompok masyarakat yang ingin diwujudkan, sehingga kondisi itu mengakibatkan munculnya masalah-masalah krusial di pelbagai daerah. Konflik yang terjadi bisa dibagi menjadi dua yakni konflik horisontal dan vertikal. Konflik horisontal adalah konflik yang terjadi kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat lain. Misalnya konflik antara etnis Madura dan Dayak tercatat sampai 12 kali sejak 1950 sampai 1999. Konflik msyarakat Poso yang dilatarbelakangi masalah Agama. Sedangkan konflik vertikal adalah konflik yang terjadi 794
SEMNAS FEKON 2016
antara daerah dengan pusat. Seperti konflik antara Aceh dengan Pusat, dimana Separatis Aceh menginginkan adanya kemerdekaan lepas dari NKRI. Konflik-konflik tersebut telah diupayakan penyelesaiannya oleh pemerintah pusat. Konflik di Aceh dengan diterbitkannya Undang-Undang yang mengatur bahwa Provinsi Aceh menjadi daerah otonomi khusus. Konflik di Poso telah diupayakan dengan mempertemukan berbagai tokoh agama, dibentuk forum komunikasi antar etnis dan agama. Konflik Madura dan Dayak dibentuknya forum antar etnis, mengundang antar etnis yang bertikai dan membuat perjanjian-perjanjian. Dalam pelaksanaannya perjanjian itu tidak dibuat oleh kedua belah pihak tetapi perjanjian itu telah disiapkan oleh pemerintah. (Edi Petebang dan Eri Sutrisno, 2000, hal. 94-95) Berdasarkan penyelesaian konflik di atas menunjukkan bahwa campur tangan Pemerintah masih sangat dominan dan kurang melibatkan pihak-pihak yang bertikai (konflik), sehingga penyelesaian itu belum menghasilkan solusi yang efektif. Oleh karena itu dalam rangka menjaga keutuhan, persatuan dan kesatuan bangsa dalam bingkai NKRI maka penanganan dan penyelesaian konflik secara damai merupakan upaya pencegahan agar konflik tidak meluas dan berdampak negatif bagi kehidupan masyarakat. Untuk lebih meningkatkan kualitas penyelesaian dan penanganan konflik yang komprehensif, maka diperlukan penyusunan kebijakan penanggulangan penyelesaian masalah-masalah konflik. Dari latar belakang tersebut maka muncul persoalan bagaimana cara menyelesaikan konflik secara damai? Untuk menjawab persoalan ini maka pembahasan diawali dengan membahas masalah-masalah; keragaman budaya dalam masyarakat, Konflik, Kebijakan, dan masalah Masyarakat Madani Keragaman Budaya dalam Masyarakat Indonesia adalah negara yang mempunyai beragam kebudayaan yang membentang dari Sabang sampai Merauke. Bangsa Indonesia terdiri dari dari suku bangsa, bahasa, ras, agama, keyakinan dan kepercayaan, yang kesemuanya itu merupakan bagian dari satu kesatuan yang bulat dalam arti yang luas. .Hal ini menunjukkan bahwa negara kita mempunyai aset budaya yang dapat dikelola menjadi modal yang sangat strategis. Pengelolaan budaya ini salah satunya dapat dilakukan dalam bentuk penelitian tentang hubungan antar suku bangsa dalam masyarakat multi etnis yang bertujuan untuk memahami relasi antarsuku bangsa dan antaretnis.( Hajjah Bainar dkk, 2006). Kebudayaan suatu daerah yang hidup di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh budaya lain, seperti India, China, Arab, Persia dan lainnya. Kontak kebudayaan itu terjadi melalui proses perkawinan, perdagangan dan pendidikan yang menyebabkan membaurnya kebudayaan lokal dengan kebudayaan baru yang berasimilasi Dari berbagai suku bangsa dan mendiami dari Sabang sampai Merauke membentang banyak pulau yang terdiri dari penduduk asli dan pendatang harus ada proses integrasi dalam membangun hubungan harmonis. Indonesia sendiri telah mengeluarkan kebijakan dalam rangka menciptakan integrasi bagi seluruh warga negara di Republik ini. Pudiwati Sajogya dalam Hajjah Bainar (2006) berpendapat bahwa proses integrasi dalam bidang politik, pekerjaan, kebudayaan dan keagamaan ada empat hal yakni : Pertama, pengintegrasian masyarakat lokal ke dalam ’struktur politik’, berarti pembentukan atau perluasan birokrasi yang memerintahkan dijalankannya tugas-tugas pemerintahan di tingkat lokal. Kedua, proses pengintegrasian lain berupa timbul dan tumbuhnya ’spesialisasi’. Makin banyak orang-orang yang sungguh-sungguh spesialis pindah dari sektor pertanian ke sektor; perdagangan, pengajaran, kesehatan dan sebagainya. Hal ini dapat menimbulkan bentuk lain dalam pengintegrasian sosial. Ketiga, dalam hal ’kebudayaan’ juga nampak ada pengintegrasian yang lebih besar. Dalam hal ini pengajaran memegang peranan penting. Melalui pengajaran anak-anak dari masyarakat lokal, kebudayaan berbeda-beda di’sosialisasi’kan dan di’budaya’kan ke dalam masyarakat yang lebih luas dan ke dalam kebudayaan nasional. Timbullah wajah dunia yang baru bagi mereka bersama. Mereka menggunakan ’bahasa’ yang sama. Integrasi 795
SEMNAS FEKON 2016
kebudayaan tidak hanya terjadi karena pengajaran, akan tetapi juga bertambahnya fasilitator transport, media massa, penerangan, kampanye politik dan sebagainya. Keempat, kepercayaan keagamaan yang sifatnya lokal, yang memberi peranan kepada leluhur dan dewa-dewa lokal, tidak cocok lagi untuk dunia luas, di mana penduduk desa telah terlibat. Agama dunia dan ideologi ’duniawi’ mengandung pandangan hidup yang lebih sesuai. (Hajjah Bainar, dkk., 2006, hal. 109) Masalah Konflik Joseph A. DeVito (2001) berpendapat bahwa konflik mengacu kepada disagreement, yaitu pertentangan/perbedaan. Dalam hubungan antarpribadi, konflik merupakan pertentangan di antara individu-individu yang saling berhubungan, dimana setiap posisi seseorang akan mempengaruhi orang/pihak lain. Konflik antar pribadi dapat terjadi pada hubungan yang akrab/dekat (misalnya pada pasangan suami-istri, sahabat, dan lain-lain) maupun pada hubungan yang formal (pada dosen-mahasiswa, boss-karyawan, dan lain-lain). Menurut DeVito (2001), bentuk konflik mencakup: a. Content conflict, konflik yang disebabkan oleh obyek, individu atau peristiwa yang merupakan pihak luar. b. Relational conflict, konflik yang terjadi dalam hubungan (bersifat mendalam, meluas dan mempribadi). Sedangkan menurut Miller dan Steiberg (dalam DeVto, 2001) bentuk konflik adalah: a. konflik sederhana (simple conflict), terjadi ketika dua orang saling tahu apa yang diinginkan pihak lain, tetapi tidak seorangpun mendapatkannya tanpa menghambat pihak lain untuk mencapai tujuannya. b. Konflik palsu (pseudo conflict), terjadi ketika idividu dalam hubungan sudah menyepakati suatu hal, namun karena kesalahan komunikasi yang mereka lakukan, timbul ketidaksepakatan (terjadi karena salah menafsirkan pesan). c. Konflik ego (ego conflict), konflik yang melibatkan ego seseorang. Ini muncul ketika seseorang harus menyelamatkan harga dirinya, sehingga individu menjadi defensif. Sedangkan sumber konflik menurut R D Nye (1973) (dalam Jalaluddin Rakhmat, 2005) menyebutkan ada lima yakni: 1. Kompetisi. Salah satu pihak berusaha memperoleh sesuatu dengan mengorbankan orang lain. Misalnya menunjukkan kelebihan dalam bidang tertentu dengan merendahkan orang lain. 2. Dominasi. Salah satu pihak berusaha mengendalikan pihak lain sehingga orang itu merasakan hak-haknya dilanggar. 3. Kegagalan. Masing-masing berusaha menyalahkan yang lain apabila tujuan bersama tidak tercapai. 4. Provokasi. Salah satu pihak terus-menerus berbuat sesuatu yang ia ketahui menyinggung perasaan yang lain. 5. Perbedaan nilai. Kedua pihak tidak sepakat tentang nilai-nilai yang mereka anut. Para teoritisi konflik melihat masyarakat (kelompok) berada dalam konflik yang terus menerus diantara kelompok dan kelas. Perjuangan meraih kekuasaan dan penghasilan sebagai suatu proses yang kontinyu. Masyarakat dipandang sebagai suatu yang terikat bersama dengan kekuatan dari kelompok atau kelas yang dominan. Mereka mengklaim bahwa “ nilai-nilai bersama” yang dianut para fungsionalis, bukanlah benar-benar suatu konsensus. Sebaliknya konsensus tersebut ciptaan kelompok atau kelas yang dominan untuk memaksakan nilai-nilai serta peraturan mereka terhadap semua orang (Yusmar Yusuf, 1988, hal 46). Masyarakat merupakan sistem yang tidak stabil dari kelompok-kelompok yang saling bertentangan. Kelas sosial dianggap sebagai kelompok yang memiliki kepentingan ekonomi dan kebutuhan kekuasaan. Perbedaan sosial tidak diperlukan dan merupakan sesuatu yang tidak adil. Hal ini terjadi sebagai akibat adanya perbedaan dalam kekuasaan. 796
SEMNAS FEKON 2016
Semuanya ini dapat dihindarkan dengan penyusunan masyarakat kembali secara sosialistis (Yusmar Yusuf, 1988, hal 47). Nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat dianggap sebagai suatu kepentingan yang bertentangan dan akan memecah belah masyarakat. Khayalan konsensus terhadap nilainilai dipertahankan oleh kelas-kelas yang dominan. Sedangkan kehadiran lembagalembaga sosial, seperti sekolah, gereja,media massa merupakan lembaga yang dapat menanam nilai-nilai dan kesetiaan yang melindungi golongan yang mendapatkan hak-hak istimewa. (Yusmar Yusuf, 1988, hal 47) Menurut Ralf Dahrendorf, gambaran manusia sosial dari Marx lebih banyak bercorak kolektif, holistik dan organistis. Sedangkan dalam perspektif teori konflik lebih banyak bercorak individualistik. Menurut Vilfredo Pareto, mekanisme masyarakat senantiasa mengalami pergeseran di kalangan elitnya. Konflik tetap ada dan merupakan sifat dasar masyarakat, hanya saja posisi mereka yang mengalami koflik akan berubah. (Yusmar Yusuf, 1988, hal 48) Suatu kelompok dianggap sehat atau dinamik jika terjadi konflik diantara masingmasing anggota kelompok. Hal ini merupakan keinginan kelompok tersebut untuk menetapkan jenis interaksi yang diinginkan dan dianggap memiliki nilai dinamis. Bentuk konflik juga terjadi setelah kelompok dibangun, dimana diantara masing-masing anggota terjadi konflik, mungkin saja konflik dalam peran, fungsi dan tugas. Konflik dalam kelompok dapat terjadi akibat ketentuan norma yang berlaku tidak sesuai dengan norma pribadi individu selaku anggota kelompok. Disamping itu konflik bisa terjadi adanya penempatan posisi yang tidak diingini oleh kelompok, oleh karena kemampuan yang kurang dibanding dengan anggota kelompok lain dan bisa pula karena kohesi suatu kelompok amat rendah, sehingga tidak memiliki kemampuan untuk menarik individu anggota kelompok dan melakukan konformitas sikap dan persepsi dalam kelompok tersebut (Yusmar Yusuf, 1988, hal 90) Terdapat jenis kelompok yang menganggap suatu bentuk konflik memberi kekuatan pada kelompok untuk mengembangkan dirinya. Ada pula kelompok yang menghindari konflik dan mementingkan keseimbangan dalam kelompok. Akan tetapi konflik tetap muncul sejauh anggota kelompok tersebut tetap belum bisa menetapkan persepsi terhadap nilai, norma yang berlaku dalam suatu kelompok dan di sini pula peran seorang pemimpin kelompok untuk menggembleng keadaan, guna menggerakkan kelompok tersebut ke arah pencapaian tujuan kelompok. Suatu konflik timbul karena adanya persaingan, baik persaingan antara individu ataupun kelompok. Disamping itu konflik juga bisa timbul karena adanya perbedaan emosi antara orang-orang dalam suatu proses interaksi sosial dan timbulnya perbedaan emosi disebabkan adanya kepentingan sosial ( Abdul Syani, 1987) Menurut Soejono Dirdjosisworo, masalah timbul karena adanya kepentingan sosial yang berbeda pada setiap bentuk masyarakat dan hal ini sangat dirasakan pada masyarakat modern. Di dalam masyarakat, konsep “keadilan” relatif lebih subyektif dalam arti, bahwa apa yang menurut kelompok sosial tertentu adil, bisa merupakan perkosaan kepentingan bagi kelompok lain. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan-perbedaan kepentingan yang sangat erat hubungannya dengan hajat hidup manusia (Soejono D, 1983). Konflik atau pertikaian, apakah akan membawa pada akibat positif atau negatif, sangat tergantung pada persoalan yang dipertentangkan. Dengan kata lain bahwa akibat positif atau negatif dari suatu pertikaian tergantung pada beberapa faktor, yaitu : 1. pokok persoalan yang dipertentangkan; 2. Perbandingan antara struktur sosial dengan tujuan; 3. Nilai-nilai atau kepentingan. Sepanjang pertikaian atau pertentangan itu tidak berlawanan arah dengan pola-pola interaksi dalam struktur sosial, maka pertentangan itu positif, sebab kemungkinan ada persesuaian kembali antara tujuan, nilai dan kepentingan yang dipersoalkan. Setelah adanya persesuaian kembali antara emosi dan kepentingan yang berbeda tersebut, baru kemudian dapat diadakan perubahan-perubahan pendirian, kekuatan-kekuatan dan 797
SEMNAS FEKON 2016
introspeksi, sehingga kesinambungan atau persesuaian dapat ditemukan kembali. Paling tidak akibat dari pertentangan-pertentangan dapat memberikan batas-batas yang tegas, dalam arti kesadaran akan kedudukannya dalam masyarakat (Abdul Syani, 1987, hal 35) Ada beberapa bentuk pertentangan (konflik) dalam kehidupan masyarakat, yaitu : 1. Pertentangan individu, yaitu pertentangan yang terjadi antara dua orang; 2. Pertentangan kesukuan, yaitu pertentangan terjadi karena adanya perbedaan suku, dimana masing-masing menganggap bahwa sukunyalah yang paling baik. 3. Pertentangan kelas sosial, yaitu pertentangan yang disebabkan oleh perbedaanperbedaan kepentingan atau persaingan-persaingan untuk mencapai status tertentu (Abdul Syani, 1987, hal 36) Menurut Wichman (1970) konflik yang paling besar terjadi, ketika komunikasi tidak dapat dilakukan oleh individu dalam interaksi sosial (Sears dkk., 1994). Menurut David O Sears dkk, Apabila ada dua kelompok bersaing memperebutkan sumber yang langka, maka mereka akan saling mengancam. Hal ini menimbulkan permusuhan diantara mereka dan dengan demikian menciptakan penilaian negatif yang bersifat timbal balik. Prasangka merupakan konsekuensi adanya konflik yang nyata yang tak dapat dielakkan. Mungkin dapat diminimalkan, namun tidak dapat dihilangkan, karena ditimbulkan oleh realitas yang tak dapat dihindarkan. Disamping itu, ketidakpuasan bukan hanya timbul dari kekurangan obyektif, namun juga dari perasaan kurang secara subyektif. Jika orang merasa kurang dibandingkan dengan kelompok yang lain, mereka akan mengungkapkan kejengkelan mereka dalam bentuk antagonisme kelompok. ( Sears dkk., 1994 ). Masalah Kebijakan Kebijakan berasal dari kata dasar bijak yang berarti pandai atau mahir atau selalu menggunakan akal budinya. Kebijakan berarti kepandaian, kemahiran (Poerwodarminto, Kamus Besar Bahasa Indonesia). Dalam kebijakan disini adalah kepandaian atau kemahiran dalam membuat penyelesaian konflik secara damai untuk menuju masyarakat madani atau civil society. Salah satu ide penting yang melekat dalam konsep civil society adalah keinginan memperbaiki kualitas hubungan antara masyarakat dengan institusi sosial yang berada pada: sektor publik (pemerintah dan partai politik), sektor swasta (pelaku bisnis) dan sektor sukarela (lembaga swadaya masyarakat, organisasi keagamaan dan kelompok profesional). Secara politis, melalui konsep civil society dapat diciptakan bentuk hubungan yang kurang lebih semetris, sehingga kondusif bagi terciptanya demokrasi. Dasar asumsinya adalah apabila negara terlalu kuat, negara adi kuasa, tetapi masyarakat lemah, maka proses demokratisasi akan stagnant atau berjalan di tempat. Secara ekonomis, melalui konsep civil society dapat dibangun kegiatan dan hubungan ekonomi yang menciptakan kemandirian. Pesan ideologis yang melekat di dalamnya adalah tidak ada monopoli negara, tidak ada manipulasi, juga tidak ada dominasi pemilikan bagi kelompok yang kuat terhadap kelompok yang lemah. Kemudian secara sosial, melalui civil society dapat dibangun keseimbangan kedudukan dan peran orang sebagai individu dan sebagai anggota masyarakat, atau keseimbangan antara individual participation dan social (Sunyoto Usman, 9 Oktober 2001) Civil society berusaha menciptakan interaksi antara negara dan masyarakat dilekati interdependensi, saling mengisi dan saling menguntungkan satu sama lain. Nilai penting yang melekat dalam civil society adalah partisipasi politik dalam arti peran masyarakat sangat diperhitungkan dalam proses pengambilan keputusan publik atau masyarakat dapat mewarnai keputusan publik. Di samping itu juga ada akuntabilitas negara (state accountability) dalam arti negara harus bisa memperlihatkan kepada masyarakat bahwa kebijakan publik yang diambil sesuai dengan ketentuan yang berlaku, efisien (mengeluarkan resources secara porposional dengan hasil optimal) dan efektif (tidak merusak atau bertentangan dengan nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat). 798
SEMNAS FEKON 2016
Ide civil society menghendaki institusi-institusi yang berada pada sektor publik, sektor swasta maupun sektor sukarela adalah berbentuk forum-forum yang representatif atau berupa asosiasi-asosiasi yang jelas arahnya dan dapat dikontrol. Forum atau asosiasi semacam itu bersifat terbuka, inklusif dan harus ditempatkan sebagai mimbar masyarakat mengekspresikan keinginannya. Melalui forum atau asosiasi semacam itu civil society menjamin adanya kebebasan mimbar, kebebasan melakukan disiminasi atau penyebar luasan opini publik. Itulah sebabnya seringkali dinyatakan bahwa civil society adalah awal kondisi yang sangat vital bagi eksistensi demokrasi. Spiegel (1994) menjelaskan ada lima tindakan yang dapat kita lakukan dalam penanganan konflik : a. Berkompetisi Tindakan ini dilakukan jika kita mencoba memaksakan kepentingan sendiri di atas kepentingan pihak lain. Pilihan tindakan ini bisa sukses dilakukan jika situasi saat itu membutuhkan keputusan yang cepat, kepentingan salah satu pihak lebih utama dan pilihan kita sangat vital. Hanya perlu diperhatikan situasi menang – kalah (win-win solution) akan terjadi disini. Pihak yang kalah akan merasa dirugikan dan dapat menjadi konflik yang berkepanjangan. Tindakan ini bisa dilakukan dalam hubungan atasan–bawahan, dimana atasan menempatkan kepentingannya (kepentingan organisasi) di atas kepentingan bawahan. b. Menghindari konflik Tindakan ini dilakukan jika salah satu pihak menghindari dari situsasi tersebut secara fisik ataupun psikologis. Sifat tindakan ini hanyalah menunda konflik yang terjadi. Situasi menang kalah terjadi lagi disini. Menghindari konflik bisa dilakukan jika masing-masing pihak mencoba untuk mendinginkan suasana, membekukan konflik untuk sementara. Dampak kurang baik bisa terjadi jika pada saat yang kurang tepat konflik meletus kembali, ditambah lagi jika salah satu pihak menjadi stres karena merasa masih memiliki hutang menyelesaikan persoalan tersebut. c. Akomodasi Yaitu jika kita mengalah dan mengorbankan beberapa kepentingan sendiri agar pihak lain mendapat keuntungan dari situasi konflik itu. Disebut juga sebagai self sacrifying behaviour. Hal ini dilakukan jika kita merasa bahwa kepentingan pihak lain lebih utama atau kita ingin tetap menjaga hubungan baik dengan pihak tersebut. Pertimbangan antara kepentingan pribadi dan hubungan baik menjadi hal yang utama di sini. d. Kompromi Tindakan ini dapat dilakukan jika ke dua belah pihak merasa bahwa kedua hal tersebut sama –sama penting dan hubungan baik menjadi yang utama. Masing-masing pihak akan mengorbankan sebagian kepentingannya untuk mendapatkan situasi menang-menang (winwin solution) e. Berkolaborasi Menciptakan situasi menang-menang dengan saling bekerja sama. Pilihan tindakan ada pada diri kita sendiri dengan konsekuensi dari masing-masing tindakan. Jika terjadi konflik pada lingkungan kerja, kepentingan dan hubungan antar pribadi menjadai hal yang harus kita pertimbangkan. (Juanita, 2002) Sedangkan menurut Sunyoto Usman (2001) ada hal yang diperkirakan menjadi kendala membangun civil society di negeri ini yakni : Pertama adalah masalah public trust. Selama ini institusi birokrasi publik kita bekerja hampir tidak disertai mekanisme kontrol eksternal baik dari pihak institusi politik (partai dan legislatif) maupun dari media massa dan kelompok kepentingan. Kalaupun dahulu pernah ada, kontrol eksternal itu lebih sering palsu, tidak jujur, dan hanyalah sebuah rekayasa untuk menyenangkan atau mengelabuhi masyarakat. Hal ini terjadi karena pada saat itu rejim yang berkuasa berada pada puncak strata, dan dengan sewenang-wenang memanfaatkan kekuasaan yang dimiliki untuk kepentingan politiknya sendiri. Institusi birokrasi dan institusi politik tidak netral, tidak mampu melakukan fungsi kontrol, dan menjadi kepanjangan tangan rejim itu. Oleh karena kontrol eksternal hampir tidak ada, 799
SEMNAS FEKON 2016
maka rejim penguasa serta aparatur pemerintah di bawahnya sangat leluasa melakukan korupsi dan pelbagai bentuk penyimpangan lain yang merugikan hak-hak masyarakat. Konsekuensi yang terlihat sekarang adalah terjadi apa yang lazim disebut public distrust yang membuat segala bentuk kebijakan pemerintah selalu dicurigai, sehingga sulit membangun komitmen anggota masyarakat. Benar memang pemerintah yang sekarang sudah memperoleh legitimasi yang kuat karena dipilih oleh wakil-wakil rakyat yang dipilih melalui Pemilu yang cukup demokratis. Tetapi karena masih banyak warisan masalah politik yang belum dapat diselesaikan dengan tuntas, maka masih sulit menciptakan public trust. Kedua adalah masalah clientelisme yang melekat dalam interaksi antara pemerintah dan pelaku bisnis atau pengusaha. Sedikitnya ada dua macam tipe pengusaha yaitu: (1) the client bourgeoisie atau pengusaha yang tumbuh besar dengan fasilitas yang diberikan pemerintah, dan (2) the entrepreneours atau pengusaha yang tumbuh dan berkembang atas etos dan kemampuannya sendiri. Selama ini yang berkembang adalah tipe pengusaha the client bourgeoisie. Pengusaha tipe ini pada umumnya tidak memiliki skill yang baik dalam melakukan bisnis yang kompetitif. Mereka sangat tergantung pada kekuatan dan kemurahan penguasa, sehingga yang mereka kembangkan sebenarnya bukan nilai bisnis yang bisa mengembangkan usaha, tetapi lebih pada bagaimana mengembangkan hubungan baik dengan penguasa. Mereka sangat diuntungkan ketika penguasa memonopoli pasar dan berbagai perlakuan khusus dalam kegiatan bisnis. Sebaliknya, tipe pengusaha yang kedua (the entrepreneours), kendatipun mereka memiliki skill yang cukup, namun mereka tidak mudah mengembangkan usahanya. Mereka selalu kalah bersaing kecuali harus menjadi bagian dari pemerintah, sebagaimana yang dilakukan oleh the client bourgeoisie. Pada era reformasi sekarang memang sudah mulai terjadi keterbukaan dalam dunia bisnis, tidak ada lagi monopoli yang berlebihan dari penguasa. Tetapi situasinya masih jauh dari yang diharapkan bagi terciptanya civil society, karena dunia bisnis kita sebenarnya masih banyak dikuasai oleh the client bourgeoisie tersebut. Ketiga adalah masalah patrimonalisme. Bentuk struktur kekuasaan yang berkembang dalam kehidupan masyarakat kita adalah bersifat monolitik, di puncak strata ada sekelompok elit minoritas yang superior kemudian pada strata di bawahnya adalah kelompok massa mayoritas yang inferior. Kelompok elit sangat mendominasi pelbagai keputusan-keputusan penting, sedangkan kelompok massa tidak berdaya dan hanya mengikuti kehendak kelompok elit. Dalam kehidupan masyarakat kita menjadi semakin kompleks ketika warna patrimonialisme itu tidak hanya terkait dengan daerah melainkan juga dengan etnis dan agama. Dalam sifat hubungan semacam ini, di setiap daerah terdapat sejumlah pemimpin yang ditempatkan sebagai patron dalam berbagai macam persoalan politik. Apabila di daerah itu terdapat sejumlah etnis, maka akan diketemukan sejumlah pemimpin etnis yang seringkali juga ditempatkan sebagai patron dalam masalah politik. Demikian pula apabila di daerah itu terdapat sejumlah agama, maka akan didapati pula sejumlah pemimpin agama yang kerapkali menjadi patron dalam masalah politik pula. Bentuk struktur kekuasaan semacam itu sangat sulit mengembangkan perbedaan pendapat dan kritik (termasuk kritik yang kontruktif). Perbedaan pendapat biasanya dianggap ancaman solidaritas dan kritik biasanya dianggap cerminan rendahnya loyalitas, padahal dua hal tersebut sebenarnya sangat dibutuhkan sekali bagi terciptanya civil society. Upaya apakah yang seharusnya kita lakukan untuk mengikis faktor-faktor tersebut, sehingga proses menciptakan civil society dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan? Tidak mudah menjawab persoalan ini. Sunyoto Usman (2001) mengajukan tawaran bahwa untuk membangun public trust, antara lain harus ada komitmen semua pihak untuk menyelesaikan warisan masalah politik yang masih ada, terutama harus ada keberanian memberikan sangsi kepada biang keladi dari masalah politik tersebut. Untuk menghilangkan clientelism, antara lain harus ada transparansi dan mekanisme yang jelas dalam membangun akses pada modal dan pasar. Kemudian untuk melemahkan patrimonialisme harus ada pendidikan politik yang memungkinkan setiap anggota masyarakat memperoleh hak-hak politiknya. Di samping itu juga perlu dikembangkan 800
SEMNAS FEKON 2016
lembaga-lembaga sosial yang memungkinkan anggota masyarakat dapat mengembangkan kreativitasnya dan terjembatani kepentingan politiknya. Yang jelas bahwa kebijakan apa pun yang diambil untuk menyelesaikan konflik secara damai menuju masyarakat madani dengan melibatkan setiap unsur dalam masyarakat tetap dalam koridor nilai-nilai Pancasila yakni harus berKetuhanan, berkemanusiaan, berpersatuan, berkerakyatan dan berkeadilan, karena Pancasila adalah merupakan dasar negara dan ideologi negara Republik Indonesia. Masalah Masyarakat Madani Istilah civil society dapat diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan berbagai istilah, antara lain: 1. Civil society diterjemahkan dengan istilah masyarakat sipil. Civil artinya sipil, sedangkan society artinya masyarakat. 2. Civil society diterjemahkan dengan istilah masyarakat beradab atau berkeadaban. Ini merupakan terjemahan dari civilized (beradab) dan society (masyarakat) sebagai lawan dari masyarakat yang tidak beradab. 3. Civil society diterjemahkan sebagai masyarakat madani. Kata madani merujuk pada kata Madinah, kota tempat kelahiran Nabi Muhammad saw. Madinah berasal dari kata madaniyah yang berarti peradaban. Masyarakat madani juga berarti masyarakat yang berperadaban. 4. Berkaitan dengan nomor 3, civil society diartikan masyarakat kita. Hal ini karena Madinah adalah sebuah Negara kota. Masyarakat kota sebagai model masyarakat yang beradab. 5. Civil society diterjemahkan sebagai masyarakat warga atau kewargaan. Masyarakat disini adalah pengelompokan masyarakat yang bersifat otonom dari Negara. Dari makna-makna tersebut dapat dinyatakan bahwa masyarakat teratur tidak mungkin tanpa peradaban, dan peradaban hanya terwujud dalam masyarakat teratur. Dengan kata lain, masyarakat madani secara etimologis dapat dinyatakan sebagai masyarakat yang teratur dan beradab. Gagasan mengenai masyarakat madani di Indonesia mulai populer sejak awal tahun 1990-an, namun masih berbau asing bagi bangsa Indonesa. Konsep masyarakat madani ini berkembang di Barat, memiliki akar sejarah awal peradaban masyarakat Barat yang maju. Istilah masyarakat madani merupakan salah satu istilah lain dari civil society. Padanan masyarakat madani adalah masyarakat warga atau masyarakat kewargaan, masyarakat sipil, masyarakat beradab atau masyarakat yang berbudaya. (Hajjah Bainar, dkk., 2006, hal. 54) Konsep masyarakat madani bersumber dari pemikiran Barat, dimana konsep ini pertama kali lahir dapat dilacak dari akarnya sejak zaman Yunani Kuno. Menurut Jean L. Cohen dan Andrew Arato mengungkapkan bahwa versi awal konsep ini sebenarnya dari Aristoteles dengan istilah politike koinonea, dalam bahasa latin Societas civilis berarti masyarakat politik/komunitas politik (political society/community) yang merujuk pada polis, dan dipahami sebagai tujuan (telos), atau kodrat manusia sebagai makhluk politik (political animal atau zoon politicon). Aristoteles menggunakan istilah tersebut untuk menggambarkan sebuah masyarakat politik dan etis dimana warga negara di dalamnya berkedudukan sama di depan hukum (equal before the law). Hukum sendiri dianggap sebagai etos yaitu seperangkat nilai yang disepakati tidak hanya berkaitan dengan produser politik tetapi juga sebagai substansi dasar kebajikan (virtue) dari berbagai bentuk interaksi di antara warga komunitas. (Adi Suryadi Culla dalam Hajjah Bainar, dkk., 2006, hal. 54) Menurut Tilaar (1999, hal. 155-156), bahwa masyarakat madani (civil society) dapat digambarkan mempunyai karakteristik sebagai berikut: 1. Masyarakat yang mengakui akan hakekat kemanusiaan (dignity of man) yang bukan hanya sekedar untuk mengisi kebutuhannya untuk hidup (proses humanisasi). Tetapi juga untuk eksis sebagai manusia (proses humanisasi). 801
SEMNAS FEKON 2016
2. Pengakuan akan hidup bersama manusia sebagai makhluk sosial melalui sarana yang berbentuk organisasi sosial seperti Negara. Negara menjamin da membuka peluang yang kondusif agar para anggotanya dapat berkembang untuk merealisasikan dirinya baik dalam tatanan vertikal dengan Tuhannya. Artikulasi dari interaksi kedua tatanan tersebut sangat penting karena tanpa orientasi kepada Sang Pencipta maka tatanan kehidupan bersama menjadi tanpa makna. Sang Pencipta adalah sumber nilai yang mengatur keseluruhan kehidupan manusia. 3. Masyarakat yang mengakui kedua karakteristik tersebut yaitu yang mengakui akan hak asasi manusia dalam kehidupan yang demokratis. Inilah yang disebut masyarakat madani atau civil society. Visi Indonesia 2020 bisa dikatakan membentuk masyarakat madani Indonesia, yaitu suatu masyarakat yang memiliki keadaban demokratis. Masyarakat adab yang dituju menurut visi Indonesia 2020 adalah terwujudnya bangsa yang berdiri religius, manusiawi, bersatu, demokratis, adil, sejahtera, maju, mandiri, baik, dan bersih dalam penyelenggaraan negara.
KESIMPULAN Bangsa Indonesia adalah bangsa yang banyak budaya, banyak suku, banyak pulau yang rawan sekali konflik, jika tidak ditangani secara bijaksana. Efektivitas penanganan konflik sangat diperlukan untuk menuju masyarakat madani. Penanganan konflik secara damai sangat diperlukan. Untuk itu maka penyelesaiannya dengan mencari sumber masalah konflik dan penanganannya dengan melibatkan semua pihak yang berkonflik dan dalam hal ini pemerintah harus memfasilitasinya. Namun harus diingat bahwa kebijakan apa pun yang diambil untuk menyelesaikan konflik secara damai menuju masyarakat madani dengan melibatkan setiap unsur dalam masyarakat tetap dalam koridor nilai-nilai Pancasila yakni harus berKetuhanan, berkemanusiaan, berpersatuan, berkerakyatan dan berkeadilan, karena Pancasila adalah merupakan dasar negara dan ideologi negara Republik Indonesia. DAFTAR PUSTAKA Abdul Syani, 1987, Sosiologi Kelompok dan Masalah Sosial, Penerbit Fajar Agung, Jakarta. Hajjah Bainar, dkk., 2006, Ilmu Sosial, Budaya dan Kealaman Dasar, Jenki Satria, Jakarta. Edi Petebang dan Eri Sutrisno, 2000, Konflik etnis di Sambas., Institut Studi Arus Informasi (ISAI), Jakarta. Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2005. Jujun S. Suriasumanttri, 1984, Ilmu Dalam Perspektif, Gramedia, Jakarta. Juanita, Makalah ’Menejemen Konflik Dalam Suatu Organisasi’ Fakultas Kesehatan Masyarakat Jurusan Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Universitas Sumatera Utara, 2002 digitixed by USU digital library. Joseph A. DeVito, Komunikasi Antar Manusia, Professional Books, Jakarta, 1997. Judul asli Human Communication. Kaelan, 2005, Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat, Penerbit ”Paradigma”, Yogyakarta. Sears, dkk., 1994, Psikologi Sosial, Erlangga, Jakarta. Soejono D., 1983, Sosiologi Hukum Studi tentang Perubahan Hukum dan Sosial, CV. Rajawali, Jakarta. Sunyoto Usman, ’Peran Civil Society (Masyarakat Madani) Dalam Tata Pemerintahan’, makalah disampaikan pada seminar membangun Kemitraan antara Pemerintah dan Masyarakat Madani untuk Mewujudkan Tata Pemerintahan yang Baik, 802
SEMNAS FEKON 2016
diselenggarakan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Jakarta, 9 Oktober 2001. Suparlan Suhartono, 2005, Filsafat Ilmu Pengetahuan Persoalan Eksistensi dan Hakikat Ilmu Pengetahuan, Ar-Ruzz, Yogyakarta. Tilaar, 1999, Pendidikan, Kebudayaan dan Masyarakat Madani Indonesia, Strategi Reformasi Pendidikan Nasional, Penerbit PT Remaja Rosdakarya, Bandung. Yusmar Yusuf, 1988, Dinamika Kelompok, CV. Armico, Bandung. ---------------------------- srj ----------------------------
ERA DIGITAL DAN FAKULTAS EKONOMI BISNIS (FEB) Muhammad Agusalim [email protected] Abstract This article will review the potential benefits of the digital era by the Faculty of Economics and Business to survive in the midst of a very tight competition. This article is a conclusion of thought through a simple assessment based on the observation that refer to some relevant references. In the digital age, The Strategy is something very important. Faculty of Economics and Business required to adjust its strategy in maintaining its presence in the midst of a very tight competition. It takes support units (resources) that are able to move in a dynamic and pro-active with any changes. Faculty of Economics and Business should be able to maximize its potential as an integrated force. Keywords: Digital, Organization, Competition PENGANTAR Salah satu pencapaian terbesar yang pernah dicapai dalam peradaban manusia sampai saat ini adalah pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi. Hal ini nampak pada perannya yang sangat besar di hampir semua aktivitas masyarakat modern. Teknologi komunikasi dan informasi adalah teknologi yang berhubungan dengan komunikasi jarak jauh. Teknologi inilah yang memungkinkan seseorang dapat mengirimkan informasi atau menerima informasi ke atau dari pihak lain yang letaknya berjauhan. Menembus batas tanpa mengenal sekat teritorial. Era Digital Paradigma baru mewarnai seluruh aspek kehidupan manusia. Tak terkecuali sektor pendidikan cenderung melakukan transformasi. Era ini ditandai dengan digitalisasi informasi atau era digital, individu-individu banyak yang melakukan inovasi dengan bantuan teknologi informasi mutakhir. Transformasi yang terjadi pada banyak organisasi itu tujuannya adalah pengendalian biaya, layanan pelanggan, responsiveness serta inovasi. 803
SEMNAS FEKON 2016
Kehadiran multimedia yang interaktif memberi dampak langsung pada wujud baru, jejaring dari intelegensia manusia. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi Peran Teknologi Informasi (IT) harus menjadi pusat perhatian dan harus mendukung strategi setiap organisasi. Teknologi informasi komputer, komunikasi, perangkat lunak dan sebagainya harus dieksploitasi secara maksimal untuk menunjang kelangsungan organisasi. TUJUAN Artikel ini akan mengulas tentang potensi pemanfaatan era digital oleh FEB untuk tetap survive di tengah persaingan yang sangat ketat. METODOLOGI Artikel ini merupakan sebuah simpulan pemikiran melalui pengkajian sederhana berdasarkan pengamatan yang merujuk pada beberapa referensi yang relevan. HASIL Dalam era digital, jarak bukan masalah lagi dalam berkomunikasi, untuk daerah terpencil saja sudah dapat dijangkau melalui teknologi satelit. Kemajuan dalam bidang informasi, komunikasi dan teknologi menyebabkan informasi mampu melintasi batas dan sekat teritorial. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) bekerjasama dengan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat angka pertumbuhan pengguna internet di Indonesia hingga akhir tahun 2013 sudah mencapai 71,19 juta orang. Indonesia menduduki Peringkat 8 Dunia Pengguna Internet Terbesar. pada tahun 2013 pengguna internet menembus sampai 71 juta orang. Survei tersebut dilakukan pada 78 kabupaten/kota di 33 Propinsi Indonesia. Jumlah tersebut berarti tumbuh 13 persen dibandingkan catatan akhir 2012 yang sebanyak 63 juta orang. Indonesia juga menduduki peringkat empat besar dunia pengguna Facebook tertinggi. dari tahun 2013, jumlah pengguna internet di Indonesia terus meningkat. Penetrasi jumlah pengguna internet terus meningkat, saat ini mencapai 28 persen dari jumlah penduduk Indonesia yang sebanyak 248 juta orang. Angka tersebut diprediksi akan terus tumbuh. Dari data survei APJII memperlihatkan bahwa jumlah terbesar pengguna internet di Indonesia berada di pulau Jawa, namun angka penetrasi internet di pula Jawa relatif sama dengan daerah-daerah lain. Berikut grafik proyeksi pengguna internet Indonesia keluaran APJII:
804
SEMNAS FEKON 2016
Sumber: Harian TI Badan Pusat Statistik (BPS) bekerjasama dengan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat angka pertumbuhan pengguna internet di Indonesia hingga akhir tahun 2013 sudah mencapai 71,19 juta orang. Jumlah tersebut berarti tumbuh 13 persen dibandingkan catatan akhir 2012 yang sebanyak 63 juta orang.Penetrasi internet di Indonesia saat ini adalah sekitar 28 persen dari total populasi penduduk Indonesia. Data dari Lembaga riset pasar e-Marketer, populasi netter Tanah Air mencapai 83,7 juta orang pada 2014. yang menjadikan Indonesia berada pada peringkat ke-6 di dunia dimana 80% pengguna internet Indonesia adalah remaja berusia 15-19 tahun. Angka yang berlaku untuk setiap orang yang mengakses internet setidaknya satu kali setiap bulan itu mendudukkan Indonesia di peringkat ke-6 terbesar di dunia dalam hal jumlah pengguna internet. Pada 2017, e-Marketer memperkirakan netter Indonesia mencapai 112 juta orang, mengalahkan Jepang di peringkat ke-5 yang pertumbuhan jumlah pengguna internetnya lebih lamban.
805
SEMNAS FEKON 2016
Sementara itu di tahun 2013, BPS melakukan survei mengenai Pola Penggunaan Internet di Indonesia Pola Penggunaan Internet di Indonesia
sumber gambar: BPS & APJII Diposisi pertama hampir 95,75% pengguna memanfaatkan internet untuk surat elektronik, menggeser posisi akses layanan media sosial yang mencapai 61,23%. Pada peringkat selanjutnya pemanfaatan tertinggi internet adalah untuk mencari berita/informasi (78,49%), mencari barang/jasa (77,81%), informasi lembaga pemerintahan (65,07%), sosial media (61,23%). Media sosial merupakan bagian tidak terpisahkan dari kehidupan manusia di seluruh dunia. Menurut Robert Blake ada sekitar 85 juta orang Indonesia online setiap harinya. Dengan kuantitas pengguna media sosial yang begitu besar menjadikan Indonesia berpotensi untuk berjaya dalam pertumbuhan ekonomi digital. Jumlah tersebut berarti tumbuh 13 persen dibandingkan catatan akhir 2012 yang sebanyak 63 juta orang. Mayoritas warga Indonesia sesungguhnya sudah pandai dalam menggunakan informasi digital yang tersebar di internet, terbukti dari jumlah konsumsi internet yang sangat besar di Indonesia. Di Indonesia dengan perkembangan digitalisasi informasi, membawa dampak hadirnya perpustakaan online sebagai salah satu bentuk digitalisasi informasi dari buku 806
SEMNAS FEKON 2016
analog menjadi buku-e. Buku yang pada awalnya dikenal melalui media bacanya diatas kertas atau cetak mengalami penambahan seiring perkembangan teknologi yang ada. Perkembangan alat elektronik dengan berbagai kelebihan dan kemampuannya memberikan option tambahan dari media untuk membaca buku. Media elektronik ini, mulai dari komputer sampai smartphone menyajikan buku-e sebagai alternatif lain dalam membaca buku. Dengan kehadiran digitalisasi informasi ke dalam buku dan ditunjang dengan berkembangnya jaringan perpustakaan online yang menyimpan lebih banyak buku-e, Jika digunakan dengan cerdas bisa menjadi alternatif yang baik dan solusi bagi pengembangan dan penunjang pendidikan di Indonesia. Kehadiran media digital dan meningkatnya dokumentasi digital dan itu dapat diindikasikan sebagai hal yang positif dari peningkatan minat membaca. Efek positif Menciptakan masyarakat informasi. Dengan adanya informasi digital, masyarakat semakin mudah dalam mendapatkan berbagai informasi yang diinginkan sehingga masyarakat informasi semakin bertumbuh. Masyarakat juga dapat memilih dan menyaring berbagai informasi yang dibutuhkan karena informasi digital dapat didistribusikan secara luas. Memajukan dunia bisnis. Data mengenai pelanggan dan karyawan, data mengenai kemajuan perusahaan, dan data mengenai rencana kerja perusahaan akan lebih mudah untuk disimpan dan disebarluaskan jika disajikan dalam format digital . Informasi digital akan memudahkan masyarakat dalam menjalankan bisnis, khususnya dengan menggunakan telepon genggam yang berbasis internet. Menumbuhkan industri kreatif. Dengan adanya digitalisasi informasi, masyarakat menjadi lebih kreatif dalam berkomunikasi dengan memproduksi berbagai informasi yang unik dan menarik serta memiliki nilai jual tinggi seperti membuat video atau foto hasil editing yang kreatif dengan menggunakan software tertentu yang dikelola secara digital, baik melalui telepon genggam maupun komputer. Efek negatif Berdasarkan sifatnya yang mudah untuk didistribusikan, informasi digital yang disebarluaskan dapat disalahgunakan oleh orang yang tidak tepat, sehingga dapat menimbulkan krisis. Berdasarkan sifatnya yang mudah dicari dan diakses, informasi digital dapat dikonsumsi oleh mereka yang tidak memiliki kapasitas untuk mengolah informasi tersebut secara baik dan benar, seperti halnya kecenderungan anak balita yang selalu mengikuti perilaku role model yang mereka temui di sekitar mereka . Berdasarkan sifatnya yang mudah diperbaharui, informasi digital akan mengalami proses penyuntingan atau editing process selama beberapa kali sehingga originalitas informasi dan keakuratan informasi patut dipertanyakan. Kecenderungan ini dapat disalahgunakan juga oleh beberapa masyarakat yang tidak bertanggungjawab dalam mengubah isi dari informasi digital kemudian menyebarkannya demi kepentingan diri sendiri maupun kelompoknya, atau untuk tujuan mengadu domba, atau untuk tujuan menjatuhkan nama baik. Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) FEB yang didukung oleh sumber daya manusia baik tenaga akademik (dosen), tenaga administrasi dan ICT dengan berbagai tingkatan keilmuan harus eksis dan tetap survive di tengah persaingan yang semakin ketat. Tidak hanya dari perguruan tinggi yang berbeda, tetapi mulai dari tingkat fakultas meskipun dari institusi yang sama.Kekuatan FEB akan berperan secara strategis dalam menunjang perkembangan Universitas sebagai sebuah lembaga yang bergerak di sektor pendidikan. Untuk itu FEB dituntut untuk menyediakan sistem pengembangan sumber daya manusia yang bersifat fleksibel, mempunyai keahlian yang beragam (multi skill), dan memperkuat diri dengan pengetahuan baru (life long 807
SEMNAS FEKON 2016
education). Peningkatan Jumlah Mahasiswa menunjukkan sebuah trend positif. Untuk mempertahankan momentum pertumbuhan, FEB perlu dibangun sebagai kekuatan yang terintegrasi. Koordinasi antar jurusan harus dimaksimalkan, khususnya kerja sama antara berbagai jurusan atau program studi yang ada, terlebih lagi program studi yang baru. Demikian halnya dengan Pascasarjana yang mengelola Bidang Ilmu Ekonomi dan Manajemen, Sama pentingnya dengan membentuk kolaborasi antar semua sektor yang dapat mendukung pertumbuhan yang berkesinambungan termasuk didalamnya menyiapkan langkah untuk suvive bersama. Dengan segala perubahan yang sangat dinamis saat ini, penyesuaian dalam hal peraturan pun harus dilakukan demi melakukan penyesuaian pada generasi sekarang. Tantangan Don Tapscott (1996) mengidentifikasi dua belas hal yang berintikan digitalisasi informasi, diantaranya adalah: (1) Pengetahuan, Teknologi informasi memungkinkan sistem didasarkan atas pengetahuan. Sebagai contoh penggunaan e-KTM dengan pengaturan secara otomatis dengan berbagai keperluan dan fungsi. (2) Digitalisasi, Semua informasi dapat dihadirkan dalam bentuk digital dan membuat sebuah dunia dengan banyak kemungkinan. Manfaat email bukan semata-mata dapat menyampaikanpesan dengan lebih cepat atau lebih mudah. Tetapi merupakan langkah awal dari cara baru kerjasama antar manusia secara keseluruhan. (3) Virtualisasi, Perubahan informasi dari sistem analog ke sistem digital, maka benda fisik dapat menjadi maya atau virtual. (4) Integrasi, Dimungkinkannya terbentuk jaringan satu sama lain. Perpanjangan satu simpul dalam jejaring ikut memperoleh dan memanfaatkan kekuatan dari simpul lainnya. (5) Disintermediasi, Fungsi orang atau pihak ke tiga sebagai penengah atau perantara telah dapat dieliminasi melalui jaringan digital. Strategi FEB harus menyesuaikan strategi dalam mempertahankan eksistensinya di tengah persaingan yang sangat ketat. Unit-unit pendukung (sumber daya) harus mampu bergerak secara dinamis dan pro aktif terhadap setiap perubahan yang ada. FEB harus memaksimalkan pelayanan on line kepada semua pihak terutama mahasiswa sebagai customer dari sebuah lembaga pendidikan tinggi. Dengan dukungan perangkat, sistem dan sumber daya manusia harus memastikan bahwa layanan on line yang disediakan tidak mengecewakan bagi para penggunanya. Sehingga bisa menjaga trend peningkatan jumlah mahasiswa. KESIMPULAN Dalam Era digital, strategi adalah sesuatu yang sangat penting. FEB harus menyesuaikan strategi dalam mempertahankan eksistensinya. FEB harus dapat memaksimalkan potensi yang dimiliki sebagai sebuah kekuatan yang terintegrasi. DAFTAR PUSTAKA Don Tapscott, The Digital Economy: Promise and Peril In The Age of Networked Intelligence, McGraw-Hill, 1997. ISBN 0-07-063342-8 Nalin Kulatilaka and N. Venkatraman. Strategic Options in the Digital Era. Boston University School of Management. 595 Commonwealth Ave.Boston, MA 02215 H.E Robert O. Blake Jr . Innovation and The Digital Economy. Pusat Kajian Wilayah Amerika Universitas Indonesia (KWA UI). Universitas Indonesia. Selasa (9/2/2016).
808
SEMNAS FEKON 2016
Janita S. Meliala. Ekonomi Era Digital 2003 dan Dampaknya terhadap Kurikulum Perguruan Tinggi Berbasis Kompetensi. FOKUS. Jurnal Akuntansi dan Manajemen. Fakultas Ekonomi. Universitas Widyatama. Profil Terkini Internet Industri Indonesia, yang dipublikasi di Jakarta, Jumat (17/1).http://kbbi.web.id/digital diakses pada 20 Oktober 2016http://harianti.com/kini-pengguna-internet-di-indonesia-tembus-82-jutapengguna/ diakses pada 20 Oktober 2016
809
SEMNAS FEKON 2016
MODEL PENINGKATAN KINERJA ANGGOTA POLRI MELALUI KOMPETENSI DAN KOMPENSASI DENGAN PENGAWASAN SEBAGAI VARIABEL MODERASI Dina Munfa’atika [email protected] Program Pascasarjana Universitas Islam Sultan Agung Semarang Program Studi Magister Manajemen Abstrak Sumber daya manusia memiliki posisi sangat strategis dalam organisasi, artinya unsur manusia memegang peranan penting dalam melakukan aktivitas untuk mencapai tujuan organisasi. Organisasi yang baik adalah organisasi yang mempunyai sumber daya manusia yang memiliki kompetensi yang tinggi. Kompetensi yang tinggi untuk mencapai profesionalisme tidak muncul dengan sendirinya apabila anggota dalam organisasi tersebut tidak mendapatkan sesuatu yang menjadi haknya yaitu berupa kompensasi. Namun kompetensi dan kompensasi yang tinggi tidak akan meningkatkan kinerja apabila tidak didukung adanya sistem pengawasan yang efektif agar pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan organisasi. Kata Kunci : Kompetensi, Kompensasi, Pengawasan, Kinerja PENDAHULUAN Penggunaan sumber daya memiliki banyak keunggulan potensial bagi perusahaan seperti pencapaian efesiensi yang lebih besar dan selanjutnya biaya yang lebih rendah, peningkatan kualitas dan kemungkinan pangsa pasar serta profitabilitas yang lebih besar. Dari sumber daya manusia yang berkualitas diharapkan mampu menghasilkan produktivitas kerja yang baik dalam mencapai tujuan organisasi, sehingga dibutuhkan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi yang tinggi dalam rangka menjalankan aktivitas organisasi. Studi yang dilakukan Fernandes et al. (2005) menemukan bahwa secara umum kompetensi sumber daya memiliki pengaruh terhadap kinerja. Namun penelitian yang dilakukan Anak Agung Ngurah Bagus dkk (2012) pada Dinas PU Provinsi Bali didapat hasil bahwa kompetensi berpengaruh tidak signifikan terhadap kinerja pegawai. Hasil penelitian ini juga didukung penelitian Arumawan Mei Saputra dan Sutikno (2015) bahwa kompetensi tidak berpengaruh terhadap kinerja PNS. Kompetensi yang tinggi untuk mencapai profesionalisme tidak akan muncul dengan sendirinya tanpa adanya semangat kerja yang tinggi dan semangat kerja yang tinggi tersebut akan muncul apabila anggota dalam organisasi mendapatkan sesuatu yang menjadi haknya. Lebih lanjut Firmandari (2014) juga menyatakan bahwa tidak hanya faktor ketrampilan, kemampuan dan penguasaan kerja karyawan yang terus dikembangkan oleh perusahaan untuk meningkatkan kinerja karyawan, akan tetapi perusahaan harus memperhatikan pula faktor pemberian kompensasi sebagai salah satu motif bagi karyawan untuk bekerja. Oleh karena itu, perhatian organisasi terhadap pengaturan kompensasi secara rasional dan adil sangat diperlukan (Widodo, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Dhermawan, dkk. (2012) menyatakan bahwa kompensasi berpengaruh signifikan dan positif terhadap kinerja. Hal ini senada dengan penelitian yang dilakukan Widyatmini dan Hakim (2008) dalam penelitiannya menyatakan bahwa variabel kompensasi berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja. Namun demikian hasil penelitian tersebut bertolak belakang dengan hasil penelitian yang dilakukan Arfindy Parerung dkk (2014) menghasilkan temuan bahwa kompensasi secara parsial tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja pegawai. 810
SEMNAS FEKON 2016
Selain itu agar anggota organisasi bekerja sesuai dengan fungsi dan tanggung jawabnya dibutuhkan sistem pengawasan yang dirancang dengan efektif sehingga dalam melaksanakan pekerjaan sesuai dengan standar dan prosedur yang telah ditetapkan organisasi. Penelitian yang dilakukan oleh Schillewaert (2000) mengindikasikan supervisi dan fasilitas yang diterima karyawan berhubungan positif terhadap aktivitas karyawan. Berdasar research gap penelitian di atas, penulis tertarik mengembangkan model peningkatan kinerja pada instansi pelayanan jasa masyarakat yaitu pada instansi Kepolisian Negara Republik Indonesia, dengan alasan instansi ini termasuk instansi yang bergerak pada bidang pelayanan masyarakat yang mempunyai tanggung jawab besar dalam mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat. Fenomena yang terjadi saat ini adalah adanya dinamika sosial dan politik yang berkembang dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang menuntut Polri mempunyai kompetensi tinggi di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat (HARKAMTIBMAS). Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan sekaligus menjaga integritas anggota Polri, pemerintah telah memberikan remunerasi yang diberikan mulai Tahun Anggaran 2011 dengan tujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada publik. KAJIAN PUSTAKA 2.1. KINERJA Schermerhorn (2004) mendefinisikan, kinerja adalah fungsi dari kemampuan (ability), dukungan (support) dan usaha/kemauan (effort). Dengan asumsi bahwa dukungan (support) konstan, maka kinerja individu dipengaruhi oleh kemampuan (ability) dan usaha/kemauan (effort). Bernardin dan Russel (2003) mendefinisikan kinerja sebagai catatan dari outcomes yang dihasilkan sesuai dengan fungsi pekerjaan secara spesifik atau aktivitas selama periode waktu tertentu. Oliver dan Anderson (Setiawan,2003) menyatakan bahwa perilaku dalam kinerja karyawan dapat ditunjukkan dari segala aktivitas dan strategi yang dilakukan oleh karyawan dalam menghadapi tanggung jawab pekerjaan. Dengan menggunakan upaya dan ketrampilan, karyawan menghasilkan suatu output yang dinamakan sebagai kinerja karyawan. Adapun menurut Walker, Churchil dan Ford (Ardinal, 2014) menyatakan bahwa kinerja merupakan evaluasi terhadap hasil yang menjadi ukuran kontribusi yang selaras dengan tujuan organisasi. Indikator dari kinerja dikemukakan dalam penelitian Chiesa dan Masella (SB Handayani,2010). Ciesa dan Masella mengungkapkan bahwa kinerja karyawan dapat ditandai dengan efektivitas dalam pekerjaan, efisiensi dalam pemanfaatan waktu, produktivitas dalam pemenuhan target pekerjaan. Ketiga indikator di atas menjadi tolak ukur yang menentukan keberhasilan karyawan dalam bekerja. Kohli et al dalam SB Handayani (2010) menyatakan bahwa kinerja karyawan dipengaruhi oleh aktivitas karyawan dalam menjalankan tugasnya. Jadi kinerja merupakan kondisi yang harus diketahui dan diinformasikan kepada pihak-pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu instansi dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi serta mengetahui dampak positif dan negatif suatu kebijakan operasional yang diambil. Dengan adanya informasi mengenai kinerja suatu instansi pemerintah, akan dapat diambil tindakan yang diperlukan seperti koreksi atas kebijakan, meluruskan kegiatan-kegiatan utama, dan tugas pokok instansi, bahan untuk perencanaan, menetukan tingkat keberhasilan instansi untuk memutuskan suatu tindakan dan lain-lain. 2.2. KOMPETENSI
811
SEMNAS FEKON 2016
Kompetensi adalah suatu kemampuan untuk melaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan yang dilandasi atas keterampilan dan pengetahuan serta di dukung oleh sikap kerja yang dituntut oleh pekerjaan tersebut. Kompetensi merupakan landasan dasar karakteristik orang dan mengindikasikan cara berperilaku atau berpikir,menyamakan situasi,dan mendukung untuk periode waktu cukup lama. Wibowo (2007). Spencer and Spencer (Ardiana,2010) mendefinisikan kompetensi adalah karakteristik individu yang melekat yang merupakan bagian dari kepribadian individu yang bersangkutan di tempat kerja dalam berbagai situasi. Kompetensi merupakan spesifikasi dari pengetahuan dan keterampilan serta penerapan dari pengetahuan dan keterampilan tersebut dalam suatu pekerjaan atau lintas industri, sesuai dengan standar kerja yang disyaratkan. O’Regan and Ghobadian (2004) menemukan bahwa kompetensi perusahaan memiliki pengaruh positif terhadap strategi perusahaan dan pencapaian kinerja secara keseluruhan. Wang and Lo (2003) menyimpulkan bahwa kompetensi inti yang dimiliki perusahaan berpengaruh positif terhadap kinerja khususnya kinerja yang difokuskan pada pelanggan. Demikian pula penelitian King and Zeithamal (Raharjo,2016) yang menemukan adanya pengaruh antara kompetensi yang dimiliki dengan kinerja perusahaan. Prahalad and Hamel (Absah,2007) menemukan bahwa perusahaan yang sukses adalah perusahaan yang berfokus pada peningkatan kompetensi, yang digunakan dengan cara-cara baru dan inovatif untuk mencapai tujuan. Perhatian utama perusahaan adalah menggunakan sumberdayanya dalam cara-cara yang menantang dan kreatif untuk membangun kompetensi inti. Kompetensi memiliki pengaruh yang kuat terhadap kinerja perusahaan (Absah, 2007). Perusahaan yang memiliki tim manajemen dengan keahlian optimal dan metode bersaing yang didasarkan pada kompetensi inti akan mampu mencapai kinerja yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan lain yang tidak dapat melakukannya. Jadi dapat disimpulkan bahwa Kompetensi adalah sebuah pernyataan terhadap apa yang seseorang harus lakukan di tempat kerja untuk menunjukkan pengetahuannya, ketrampilannya dan sikap sesuai dengan standar yang dipersyaratkan oleh organisasi. 2.3. KOMPENSASI Salah satu cara manajemen untuk meningkatkan prestasi kerja, memotivasi dan meningkatkan kepuasan kerja para karyawan adalah melalui kompensasi (Mathis dan Jackson, 2000). Pemberian kompensasi dapat meningkatkan prestasi kerja dan memotivasi kerja. Oleh karena itu, perhatian organisasi terhadap pengaturan kompensasi secara rasional dan adil sangat diperlukan (Widodo, 2010). Bila karyawan memandang pemberian kompensasi tidak memadai, presatasi kerja, motivasi maupun kepuasan kerja mereka cenderung menurun (Robbins & Coulter, 2008). Dessler dalam CL Sumampouw (2013) menyatakan kompensasi adalah: semua bentuk upah atau imbalan yang berlaku bagi karyawan dan muncul dari pekerjaan mereka, dan mempunyai dua komponen. Ada pembayaran keuangan langsung dalam bentuk upah, gaji, insentif, komisi, dan bonus, dan ada pembayaran yang tidak langsung dalam bentuk tunjangan keuangan seperti uang asuransi dan uang liburan yang dibayarkan oleh majikan. Sementara itu Heidjrachman (2002) menyatakan bahwa kompensasi adalah suatu penerimaan sebagai suatu imbalan dari pemberian kerja kepada penerima kerja untuk suatu pekerjaan atau jasa yang telah dilakukan, dan berfungsi sebagai jaminan kelangsungan kehidupan yang layak bagi kemanusiaan dan dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut suatu persetujuan, undang-undang peraturan dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pemberi kerja dan penerima kerja. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kompensasi adalah sesuatu yang diberikan perusahaan kepada karyawan sebagai balas jasa mereka terhadap pekerjaan yang 812
SEMNAS FEKON 2016
dilakukannya dan kompensasi tersebut dapat dinilai dengan uang atau tanpa uang dan mempunyai kecenderungan yang tetap. Penelitian Tsutsumi dan Kawakami (2004), menguji pemberian kompensasi juga bisa menjadi faktor pengurang tingkat stres karyawan. Kompensasi yang dikelola dengan baik dapat membantu perusahaan atau organisasi dalam mencapai tujuan (Ardana, dkk.,2012). Wheatley and Doty (2010) menyatakan bahwa kompensasi berupa bonus diberikan kepada karyawan yang telah bekerja dengan baik. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Dhermawan, dkk.(2012) menyatakan bahwa kompensasi berpengaruh signifikan dan positif terhadap kinerja. 2.4. PENGAWASAN Suatu sistem pengawasan yang baik sangat penting dan berpengaruh dalam proses pelaksanaan kegiatan, baik dalam organisasi pemerintah maupun swasta. Karena tujuan pengawasan adalah mengamati apa yang sebenarnya terjadi dan membandingkan dengan apa yang seharusnya terjadi dengan maksud untuk secepatnya melaporkan penyimpangan atau hambatan kepada pimpinan yang bersangkutan agar diambil tindakan korektif yang perlu. Williams, (2001) menyatakan bahwa pengawasan merupakan proses umum dari standar baku untuk mencapai tujuan organisasi, membandingkan pelaksanaan aktual dengan standar-standar tersebut dan mengambil tindakan perbaikan apabila diperlukan. Manullang (2002) menyatakan pengawasan adalah suatu proses untuk menetapkan pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan, menilainya dan mengoreksi bila perlu dengan maksud supaya pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana-rencana semula. Henry Fayol, sebagaimana dikutip oleh Harahap (2001) mengatakan bahwa pengawasan mencakup upaya memeriksa apakah semua terjadi sesuai dengan rencana yang ditetapkan, perintah yang dikeluarkan dan prinsip yang dianut juga dimaksudkan untuk mengetahui kelemahan dan kesalahan agar dapat dihindari kejadiannya dikemudian hari. Kadarman (2001) pengawasan adalah suatu upaya yang sistematis untuk menetapkan kinerja standar pada rencana untuk merancang sistem umpan balik informasi untuk menetapkan apakah telah terjadi suatu penyimpangan dan mengukur signifikansi penyimpangan tersebut, serta untuk mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya yang telah digunakan seefektif dan seefisien mungkin guna mencapai tujuan organisasi. Sumberdaya yang dimiliki termasuk di dalamnya adalah sumber daya manusia yang mempunyai kompetensi. Jadi dalam setiap kegiatan yang akan diselenggarakan, pengawasan selalu dibutuhkan. Dengan adanya pengawasan yang baik diharapkan rencana atau tujuan yang telah ditetapkan akan dapat terjadi dengan cara yang efektif dan efisien. Karena melalui pengawasan diusahakan agar setiap tindakan atau perbuatan tidak menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang ada. MODEL KONSEPTUAL Untuk menghasilkan kinerja yang baik, maka organisasi membutuhkan sistem yang baik pula. Sistem ini bukan hanya peraturan atau standar yang ada dalam organisasi, melainkan juga melibatkan pihak-pihak yang terkait langsung yaitu sumber daya manusia yang mempunyai kompetensi yang tinggi. Selain kompetensi pemberian kompensasi dapat meningkatkan prestasi kerja dan memotivasi kerja. Sistem pengawasan yang baik sangat penting dan berpengaruh dalam proses pelaksanaan kegiatan. Karena tujuan pengawasan adalah mengamati apa yang sebenarnya terjadi dan membandingkan dengan apa yang seharusnya terjadi dengan maksud untuk secepatnya melaporkan penyimpangan atau hambatan kepada pimpinan yang bersangkutan agar diambil tindakan korektif yang perlu. Williams, (2001) menyatakan bahwa pengawasan merupakan proses umum dari standar 813
SEMNAS FEKON 2016
baku untuk mencapai tujuan organisasi, membandingkan pelaksanaan aktual dengan standar-standar tersebut dan mengambil tindakan perbaikan apabila diperlukan. Berdasarkan hasil diskusi di atas maka dikembangkan model peningkatan kinerja POLRI sebagai berikut:
Kompetensi
H1 Kinerja
Kompensasi
H2
H3 H4
Pengawasan
PENUTUP Peningkatan kinerja dapat dilakukan dengan meningkatkan kompetensi dan kompensasi. Kompetensi yang tinggi yang dimiliki oleh anggota polri sangat diperlukan dalam rangka menjalankan tugas dan tanggung jawab dibidang pemeliharaan dan ketertiban masyarakat. Peningkatan kompensasi juga diperlukan untuk meningkatkan kinerja. Terkait dengan hal tersebut dan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan sekaligus menjaga integritas anggota Polri, pemerintah telah memberikan remunerasi (kompensasi) yang diberikan mulai Tahun Anggaran 2011. Selanjutnya agar kinerja anggota Polri berkontribusi posistif terhadap kinerja organisasi maka perlu suatu upaya pengawasan. Sistem pengawasan yang dirancang secara efektif sangat diperlukan agar anggota bekerja sesuai dengan tugas pokok fungsi dan tanggung jawabnya, sehingga anggota dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik dan dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat secara optimal. DAFTAR PUSTAKA Absah, Yeni, 2007. Pengaruh Pembelajaran Organisasi, Kompetensi, dan Tingkat Diversifikasi terhadap Kinerja Perguruan Tinggi Swasta di Sumatera Utara, Disertasi,Surabaya, Universitas Airlangga. Anak Agung Ngurah dkk, 2012 , Jurnal Manajemen, Strategi Bisnis, dan Kewirausahaan Vol. 6, No. 2 Agustus 2012 Ardana, dkk. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Graha Ilmu. Ardiana: Kompetensi SDM UKM dan Pengaruhnya Terhadap Kinerja UKM di Surabaya , Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan Vol 12 No.1 , 2010
814
SEMNAS FEKON 2016
Arfindy Parerung, 2014, disiplin, kompensasi dan pengembangan karir pengaruhnya terhadap kinerja pegawai pada badan lingkungan hidup provinsi sulawesi utara, jurnal riset ekonomi, manajemen, bisnis dan akuntansi, vol 2 No.4, Unsrat. Arumawan , 2015, analisis pengaruh kompetensi, motivasi , disiplin, kepuasan kerja dan remunerasi terhadap kinerja pns, Jurnal Dinamika Manajemen (Journal of Management Dynamics) Proceeding Madic 2015 Bass, B.M. (1997). Does Transactional – Transformational Leadership Paradigm Transcend Organizational and National Boundaries. Journal American Psychologist, 52: 130-139. Dhermawan, dkk. 2012. Pengaruh Motivasi, Lingkungan Kerja, Kompetensi, dan Kompensasi Terhadap Kepuasan Kerja dan Kinerja Pegawai Di Lingkungan Kantor Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Bali. Fernandes, B.H., J.F. Mills and M.T. Fleury, 2005. Resources that Drive Performance: An Empirical Investigation, International Journal of Productivity and Performance Management, Vol.54, No.5/6, pp.340-354. Firmandani, 2014, Pengaruh Kompensasi Terhadap Kinerja Karyawan Dengan Motivasi Kerja Sebagai Variabel Moderasi, UIN Sunan Kalijaga. Gardner, W. L., & Schermerhorn, J. R. (2004). Unleashing individual potential: Performance gains through positive organizational behavior and authentic leadership. Organizational Dynamics, 33, 270–281. Handayani, 2010, analisis pengaruh supervisi, fasilitas dan konflik antara pekerjaan ~ keluarga terhadap aktivitas karyawan serta keterkaitannya pada kinerja karyawan dinakertransduk provinsi jawa tengah, juranal ekonomi manajemen dan akuntansi vol 17 no.29 , stie dharma putra Kadarman. 2001.Pengantar Ilmu Manajemen: Buku Panduan Mahasiswa.Jakarta: PT.Prehallindo. King, A.W. and C.P. Zeithaml, (2001) “Competencies and Firm Performance: Examining the Causal Ambiguity Paradox”, Strategic Management Journal,Vol.22, No.1, January, pp.75. Manullang, 2002. Manajemen Personalia, Jakarta: Penebar Swadaya Mathis, Robert L, dan John H. Jackson, Manajemen Sumber Daya Manusia, Buku Satu, Edisi Indonesia, PT Salemba Empat, Jakarta, 2001 O’Regan, N. and A. Ghobadian, 2004. The Importance of Capabilities for Strategic Direction and Performance, Management Decision, Vol.42, No.2, pp.292-312. Robbins, S. P & Coulter, M. 2008.Management. Bandung: Erlangga. Schillewaert, N., Ahearne, M.J., Frambach, R.T., Moenaert, R.K., 2000, The Acceptance of Information Technology in the Sales Force., Journal of Marketing. December.149. Schermerhorn, McCarthy (2004), Enhancing Performance Capacity in the Workplace: A Reflection on the Significance of the Individual, Irish Journal of Management, 25, 45-60 Setiawan, 2003, analisis kinerja tenaga penjualan berdasarkan sistem kontrol dan sinergi aktivitas tenaga penjualan, jurnal sains pemasaran indonesia volume ii, no. 1, mei 2003, halaman 33 – 52 815
SEMNAS FEKON 2016
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Bisnis. Cetakan Keenambelas. Alfabeta, Bandung. Tsutsumi, A & Kawakami, N. 2004. A Review of Empirical Studies on The Model of Effort Reward Imbalance At Work: Reducing Occupational Stress by Implementing a New Theory. Social Science & Medicine. Vol. 59, pp: 2335-2359. Wang, Y. and H. Lo, (2003) Customer-focused Performance and the Dynamic Model for Competences Building and Leveraging: A Resource-based View, Journal of Management Development, Vol.22, No.6, pp.483. Widyatmini, 2008, hubungan kepemimpinan, kompensasi dan kompetensi terhadap kinerja pegawai dinas kesehatan kota depok, Jurnal Ekonomi Bisnis No. 2 Vol. 13, Gunadarma. Wheatley, Kathleen K and D. Harold Doty. 2010. Executive Compensation As a Moderator Of The Innovation – Performance Relationship. Journal of Business and Management, 16(1), pp:90-102 Wibowo. 2007. Manajemen Kinerja. Edisi ketiga. PT.Raja Grafindo Prasada. Jakarta Widodo, 2010, “Efek Moderasi Kerja Cerdas pada Pengaruh Kompetensi, Reward, Motivasi terhadap Kinerja” Jurnal Dinamika Manajemen Vol. 1, No. 2, 2010, pp: 125-136 Williams, S. M. 2001. Is Intellectual Capital Performance and Disclosure Practices Related?, Journal of Intellectual Capital 2 (3): 192–203.
.
816
SEMNAS FEKON 2016
PENGUATAN KEWIRAUSAHAAN SOSIAL PADA USAHA TANI PALAWIJA Sudirah Universitas Terbuka Abstrak Permasalahan krusial yang dihadapi petani palawija adalah ketersediaan lahan yang sempit dan sumber pengairan yang sulit. Di Indramayu pada umumnya petani palawija memiliki lahan sempit sekitar 0,3 hektar, bahkan bukan lahan milik sendiri, tetapi lahan lanja (sewa). Penanaman tanaman palawija dilakukan secara musiman. Pola tanam pertanian padi sawah di Indramayu terdiri dari 3 musim, yaitu musim rendeng, sadon, dan palawija (BPS, 2015). Ketika musim tanam palawija memang debit air yang tersedia di saluran irigasi (teknis) sudah mulai berkurang, bahkan kering. Kehadiran agen-agen pembaharu (change agent) dari kalangan akademisi melakukan pembaharuan usaha tani palawija. Change agent inilah yang menggerakkan kelompok petani palawija, dan aparat yang terkait, dengan melibatkan partisipasi masyarakat. Dalam konteks ini kalangan akademisi mendorong petani palawija memanfaatkan lahan bantaran sungai untuk menanam palawija. Sedangkan air sungainya dimanfaatkan untuk sumber pengairan tanaman palawija. Pengambilan air sungai dilakukan dengan cara disedot dengan mesin pompa, kemudian dialirkan dengan menggunakan selang menuju lahan palawijanya. Selain itu, apabila debit air sungai berkurang, mereka membuat sumur bor. Kini kelompok petani palawija mulai merasakan hasil panennya, dan secara ekonomi dapat meningkatkan kesejahteraan hidup keluarganya. Penguatan kewirausahaan sosial tampaknya merupakan solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut. Kata Kunci: kewirausahaan sosial, usaha tani palawija, PENDAHULUAN Upaya-upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi bagi para petani, melalui intensifikasi maupun ekstensifikasi pertanian secara berkelanjutan terus dilakukan. Meski demikian, permasalahan ketersediaan lahan yang sempit dan sumber pengairan yang sulit bagi petani palawija di Indramayu masih dihadapi, setidaknya pada 2 tahun terakhir (tahun 2015). Pembaharuan yang berbasis pada penguatan kewirausahan sosial tampaknya menjadi solusi alternatif bagi usaha tani palawija dalam mengatasi permasalahan yang dihadapinya. Usaha tani palawija merupakan usaha tani yang dilakukan oleh petani padi sawah setelah menanam padi sawah pada musim rendeng, dan sadon. Pada usaha tani palawija, para petani menanam jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, dan ubi jalar. Dalam membahas kewirausahaan sosial (social entrepreneurship) pada petani palawija, ada 3 hal yang penting, yaitu pertama, kewirausahaan sosial berkenaan dengan aktivitas sosial ekonomi yang diinisiasi dan dilakukan oleh kelompok usaha tani palawija yang bersangkutan. Kedua, tingkat pengambilan keputusan yang terkait dengan 817
SEMNAS FEKON 2016
kewirausahaan sosial pada usaha tani palawija tidak didasarkan pada kepemilikan modal, tetapi didasarkan kepada kepentingan kelompok usaha tani palawija. Ketiga, tujuan dan target sasaran dari kegiatan kewirausahaan sosial adalah untuk memberikan bermanfaat yang sebesar-besarnya bagi peningkatan kesejahteraan kelompok usaha tani palawija. Wira usaha sosial (social entrepreneur) adalah orang-orang yang secara tim menggerakkan kelompok usaha tani palawija dengan melibatkan pihak-pihak yang terkait, seperti aparat desa, Dinas Pengairan, dan tokoh-tokoh masyarakat. Social entrepreneur ini adalah orang-orang yang memiliki jiwa kewirausahaan. Mereka berjiwa inovatif sehingga tindakannya berupaya untuk melakukan pembaharuan. Mereka juga berani menghadapi resiko, dan tajam dalam melihat peluang yang muncul. Intinya, wira usaha sosial adalah orang-orang yang melakukan aktivitas kewirausahaan dengan tujuan utama menyelesaikan permasalahan sosial dengan memberdayakan komunitas melalui kegiatan yang bernilai ekonomi. Penguatan kewirausahaan sosial mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat, termasuk kelompok usaha tani palawija. PEMBAHASAN Kewirausahaan sosial adalah sebuah isu yang menarik untuk dikaji. Kemunculannya yang didorong oleh revolusi industri di Eropa, kini mengalami kemajuan yang berarti. Intinya para wirausaha sosial sepatutnya mampu mendorong kemajuan ekonomi dan menampung tenaga kerja, termasuk ekonomi pertanian dan tenaga kerja pedesaan (Prasodjo, 2016). Kewirausahaan Sosial Usaha Tani Palawija Menurut Wibowo, (2010) ada dua dimensi dalam kewirausahaan sosial, yaitu pola pikir (mindset) dan pola tindak (method). Dimensi pola pikir mencakup cara pandang kita selaku wira usaha sosial terhadap isu-isu ataupun permasalahan yang ada di masyarakat, dan upaya yang sungguh-sungguh untuk mengatasi permasalahan tersebut. Dalam upaya mengatasi permasalahan ketersediaan lahan yang sempit dan sumber pengairan yang sulit bagi usaha tani palawija di Indramayu, para akademisi sebagai change agent bersama para aparat desa, Dinas pengairan, dan kelompok tani palawija, mencari solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut. Para pembaharu ini pantang menyerah dalam menghadapi berbagai kendala yang dihadapi, memiliki inisiatif, dan berjiwa inovatif. Pola pikir yang demikian ini sebagai modal sosial dalam menangani isu ataupun permasalahan yang dihadapi oleh msyarakat. Intinya, kegotongroyongan masyarakat, musyawarah mufakat, kebijakan pimpinan, kearifan lokal, dan nilai-nilai sosial lainnya yang dijunjung tinggi oleh masyarakat setempat merupakan modal sosial yang sepatutnya menjadi landasan pertimbangan bagi para pembaharu di dalam menyelesaikan sesuatu isu krusial yang ada di masyarakat. Berpijak pada landasan pertimbangan tersebut, para pembaharu yang berkecimpung di dalam wira usaha sosial memiliki sikap optimis dalam menangani isu krusial yang ada pada kelompok usaha tani palawija. Berbagai kendalakendala yang muncul dalam menangani isu krusial itu, namun mereka tetap memiliki sikap optimis untuk mampu menangani isu krusial tersebut, dan pantang menyerah. Mereka terus berjuang untuk tercapainya suatu tujuan yang sudah menjadi komitmen bersama. Para wira usaha sosial sepatutnya memiliki inisiatif untuk mencari solusi terbaik dalam mengatasi isu krusial, termasuk cara-cara baru yang bersifat inovatif untuk kemajuan bersama masyarakat perlu dikedepankan oleh para wira usaha sosial. Dimensi pola tindak berkenaan dengan cara untuk melaksanakan kegiatan kewirausahaan itu sendiri seperti manajemen produksi, strategi pemasaran, keuangan dan sebagainya. Orang dengan entrepreneurship mindset, dipercaya mampu memandang masalah sebagai peluang (problem as opportunity), bukan sebaliknya melihat peluang sebagai masalah. Mereka juga dicirikan dengan kemampuannya untuk melihat peluang di setiap kesempatan. Mereka selalu siap untuk menghadapi tantangan demi tantangan untuk mewujudkan harapannya. 818
SEMNAS FEKON 2016
Pada pola pikirnya ditanamkan tidak ada kesuksesan tanpa perjuangan, penuh optimisme dan pantang menyerah. Dengan demikian, apa yang didapatkan adalah hasil dari keringat sendiri yang diridhoi oleh Sang Maha Pencipta. Pola pikir wira usaha setidaknya menanamkan pada diri kita keyakian bahwa yang bekerja keras, akan menuai hasilnya. Tuhan telah menganugrahi kekayaan alam yang berlimpah dan dimanfaatkan oleh manusia, memberikan bekal kemampuan olah pikir, olah rasa dan olah raga, yang membedakan manusia dengan mahluk lainnya. Dalam konteks ini para pembaharu memberikan pemahaman kepada kelompok usaha tani palawija tentang intensifikasi dan ekstensifikasi usaha tani palawija, tetapi juga aspek-aspek yang berkaitan dengan manajemen produksi pasca panen, srategi pemasaran hasil panen, dan manajemen keuangan. Transfer of knowledge ini sekaligus memberikan pemahaman tentang kewirausahaan sosial kepada kelompok usaha tani palawija. Kini mereka memahami usaha tani palawija mulai dari persiapan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pasca panen dan pemasaran hasil panen. Semua itu membawa peningkatan kesejahteraan kepada kelompok usaha tani palawija. Penguatan Kewirausahaan Sosial Usaha Tani Palawija Ada 4 unsur yang mendorong penguatan kewirausahaan social (Tim Dosen Unand, 2016), yaitu: a) Nilai-nilai Sosial Nilai-nilai sosial yang ada pada masyarakat, seperti gotong royong, kekeluargaan, musyawarah untuk mufakat merupakan faktor penting yang dapat membentuk kearifan lokal. Selanjutnya kearifan lokal masyarakat mendorong manusia untuk hidup berkelompok dan membentuk entitas. Kearifan lokal merupakan modal sosial yang mendorong pemberdayaan ekonomi masyarakat. Hasil kajian menunjukkan bahwa modal sosial yang kuat mendorong pertumbuhan berbagai sektor ekonomi, karena adanya tingkat percaya diri yang tinggi, dan jaringan yang lebih luas di antara para pelaku ekonomi. Demikian pula kelompok usaha tani palawija memiliki nilai-nilai sosial, yang kemudian membentuk kearifan lokal. Dalam konteks permasalahan yang dihadapi kelompok usaha tani palawija kearifan lokal menjadi modal sosial untuk menciptakan manfaat ekonomi, sehingga muncul kewirausahaan sosial. Dengan demikian, nilai-nilai sosial mendorong penguatan kewirausahaan sosial. b) Masyarakat Sipil Para wira usaha yang peduli terhadap permasalahan sosial membentuk kewirausahaan sosial. Mereka dengan sungguh-sungguh membantu mengatasi setiap permasalahan masyarakat dengan pendekatan sosial. Wira usaha sosial tidak menekankan pada perolehan keuntungan, tetapi pada perolehan manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat. Dalam konteks permasalahan yang dihadapi oleh kelompok usaha tani palawija, pendekatan wirausaha sosial lebih menekankan kepada memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi peningkatan kesejahteraan kelompok usaha tani palawija, bukan untuk peninkatan kesejahteraan para wirausaha sosial. Partisipasi aktif semua anggota kelompok usaha tani palawija mendorong penguatan kewirausahaan sosial. c) Inovasi Para pembaharu senantiasa berusaha mencari cara-cara baru dalam memberikan solusi terhadap permasalahan yang dihadapi. Solusinya bersifat inovatif. Demikian pula solusi untuk menangani permasalahan yang dihadapi kelompok usaha tani palawija. Permasalahan tentang ketersediaan lahan yang sempit, solusinya adalah memanfaatkan bantaran sungai sebagai lahan untuk menanam palawija. Permasalahan tentang sumber pengairan yang sulit, solusinya adalah memanfaatkan air sungai yang ada, dan membuat sumur bor. 819
SEMNAS FEKON 2016
Solusi tersebut memang hasil koordinasi dan kerjasama semua pihak yang terkait. Dengan kedua solusi tersebut, mereka dapat melakukan usaha tani palawija, dan hasilnya dapat meningkatkan kesejahteraannya. Dengan demikian, inovasi mendorong penguatan kewirausahaan sosial. d) Aktivitas Ekonomi Aktivitas ekonomi merupakan aktivitas yang berkenan dengan permasalahan ekonomi, dan berorientasi pada profit. Prinsip-prinsip kegiatan yang bernilai ekonomi ini menjadi modal dalam upaya menyelesaikan permasalahan sosial dengan memberdayakan komunitas melalui kegiatan yang bernilai ekonomi. Dalam konteks permasalahan yang dihadapi kelompok usaha tani palawija, upaya yang dilakukan adalah memanfaatkan bantaran sungai sebagai lahan, dan memanfaatkan sungai sebagai sumber pengairan usaha tani palawija. Semua ini adalah upaya pemberdayaan komunitas melalui kegiatan yang bernilai ekonomi. Dengan demikian, aktivitas ekonomi mendorong penguatan kewirausahaan sosial. PENUTUP Simpulan 1. Ada dua dimensi dalam kewirausahaan sosial, yaitu pola pikir (mindset) dan pola tindak (method). 2. Aspek-aspek yang mendorong penguatan kewirausahaan sosial (social entrepreneurship) adalah nilai-nilai sosial, masyarakat sipil, inovasi, dan kegiatan ekonomi. Nilai-nilai sosial berkenaan dengan menciptakan manfaat bagi masyarakat sasaran. Masyarakat sipil erkenaan dengan inisiatif, dan partisipatif. Inovasi berkenaan dengan memecahkan permasalahan sosial yang inovatif. Aktivitas ekonomi berkenaan dengan menyeimbangkan aktivitas sosial dan aktivitas bisnis. Rekomendasi 1. Pola pikir dan pola tindak sepatutnya menjadi landasan dalam menangani permasalahan sosial masyarakat sasaran pemberdayaan. 2. Rekmendasi yang berkenaan dengan nilai-niai sosial, masyarakat sipil, inovasi dan aktivitas ekonomi sebagai berikut: a) Sasaran kewirausahaan sosial sepatutnya menciptakan manfaat bagi masyarakat sasaran pemberdayaan, dan lingkungan. b) Optimalkan modal sosial agar dapat mewujudkan masyarakat sipil yang inisiatif, dan partisipatif. c) Padukan kearifan lokal dan inovasi sosial agar dapat memecahkan permasalahan sosial yang inovatif. d) Aktivitas ekonomi sepatutnya ditujukan untuk keberlanjutan misi sosial organisasi. KEPUSTAKAAN Biro Pusat Statistik (BPS). 2015. Statistik Daerah Bongas Kabupaten Indramayu. Katalog BPS. Prasodjo I.B. 2016. Kewirausahaan Sosial dan Perubahan: disampaikan dalam seminar Nasional Ikatan Sosiologi Indonesia di Makasar. Tim Dosen. 2016. Kewirausahaan Teknologi dan sosial. Padang: Universitas Andalas. Wibowo H dan Nulhakin SA. 2010. Kewirausahaan Sosial Merevolusi Pola Pikir Menginisiasi Mitra Pembangunan. Bandung: UNPAD Press.
820
SEMNAS FEKON 2016
MINAT DAN MOTIVASI SISWA MELANJUTKAN STUDI KE PROGRAM STRATA SATU AKUNTANSI PADA PENDIDIKAN TINGGI JARAK JAUH (PTJJ) Etik Ipda Riyani1, Rini Dwiyani Hadiwidjaja2 , Yeni Widiastuti3, Irma4 Universitas Terbuka Abstrak Pengembangan kualitas sumber daya manusia secara berkelanjutan khususnya bidang pendidikan dengan cara diversifikasi program akademik perlu dilakukan. Salah satunya suatu sistem pendidikan yang dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat dengan tingkat sosial ekonomi yang beragam dan letak demografis yang tersebar. Sistem pendidikan tinggi masih didominasi oleh dosen dengan lebih banyak mengandalkan buku teks, sehingga mengabaikan mata kuliah yang sarat realita (simulasi, studi kasus, ataupun tugas menulis dalam tim), sehingga lulusan yang berkompeten masih minim. Lulusan yang berkompeten pada suatu program studi bergantung dari faktor minat dan motivasi mahasiswa saat awal memilih program studi. Minat dan motivasi patut menjadi perhatian khusus, karena minat sangat besar pengaruhnya terhadap proses belajar. Motivasi juga sangat erat hubungannya dengan tujuan yang akan dicapai. Motivasi diperlukan sebagai daya penggerak atau pendorong seseorang, untuk berbuat sesuatu dalam mencapai suatu tujuan (Andrianto, 2008). Motivasi yang kuat sangat diperlukan untuk menunjang keberhasilan proses belajar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui minat dan motivasi siswa SMA/SMK dan mahasiswa Program Diploma dalam melanjutkan studi ke jenjang strata satu dan memilih Prodi S1 Akuntansi di PTJJ seperti UT. Sampel penelitian diambil dengan cara cluster random sampling terhadap lima SMA/SMK, satu Sekolah Tinggi dan dua Lembaga Pendidikan yang ada di sekitar Tangerang dan Bogor. Jumlah responden 326 responden. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif verifikatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa minat dan motivasi siswa SMA/SMK dan mahasiswa Program Diploma untuk melanjutkan studi dan memilih Program Studi S1 Akuntansi baik, lebih dari 90% ingin melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi dan memilih Prodi S1 Akuntansi. Sedangkan perguruan tinggi yang siswa SMA/SMK minati adalah PTJJ seperti UT, karena mereka merasa kuliah di PTJJ seperti UT dapat bekerja sambil kuliah. Motivasi siswa SMA/SMK dan mahasiswa Program Diploma melanjutkan studi dan memilih Prodi S1 Akuntansi pada PTJJ adalah karena ingin menambah ilmu pengetahuan dan meningkatkan kesejahteraan. Keywords : minat, motivasi, akuntansi, PTJJ PENDAHULUAN 821
SEMNAS FEKON 2016
Pendidikan merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia sebagai salah satu faktor kunci dalam persaingan dan tuntutan di dunia kerja (Indriyanti, 2013). Pendidikan yang berkualitas diharapkan mampu menciptakan dan membentuk sumber daya manusia yang mampu bersaing dan berkembang di dunia kerja. Upaya pengembangan masyarakat (community development) secara berkelanjutan khususnya bidang pendidikan dengan cara diversifikasi program akademik perlu dilakukan (Ali, 2010). Salah satunya suatu sistem pendidikan yang dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat dengan tingkat sosial ekonomi yang beragam dan letak demografis yang tersebar. Sistem pendidikan yang memungkinkan hal tersebut terwujud adalah sistem pendidikan terbuka dan jarak jauh. Ali (2010) menyatakan bahwa pada hakikatnya pendidikan terbuka dan jarak jauh adalah sesuatu yang terbuka, mudah diakses, fleksibel, dan berkeadilan. Upaya itu juga telah dilakukan Universitas Terbuka yang salah satunya adalah pembukaan program studi (Prodi) S-1 Akuntansi pada 2006. Program ini dirintis mulai 1999, mendapat ijin berdasarkan SK Dirjen Dikti No. 2054/D/T/2005, dan dibuka masa registrasi 2006.1 secara bertahap di tiap unit program belajar jarak jauh (UPBJJ-UT) seluruh Indonesia. Dengan misi program studi adalah: 1) menyediakan akses pendidikan tinggi bidang ilmu Akuntansi bagi semua lapisan masyarakat, 2) mengkaji dan mengembangkan ilmu Akuntansi melalui sistem pendidikan tinggi terbuka dan jarak jauh, 3) memanfaatkan dan menyebarluaskan hasil kajian ilmu Akuntansi. Pencapaian misi program studi tidak terlepas dari analisis kekuatan, kelemahan, kesempatan, dan ancaman. Yunus (2011) menyatakan jika pada 1950-an, tantangan itu karena masih langkanya tenaga ahli akuntansi, kini di tengah era globalisasi, tantangan telah bergeser, yakni ketertinggalan dengan negara lain dan hantaman globalisasi ekonomi. Oleh karena itu tugas program studi dalam hal penyediaan lulusan yang berkualitas baik dari segi kompetensi akademik, adaptif dengan perubahan, dan tetap mengedepankan etika, lebih menjadi prioritas. Berbagai kasus yang terjadi di dalam maupun luar negeri menurut Ghozali (2004) tidak dapat dilepaskan dari masalah integritas seorang akuntan dan integritas tersebut tidak dapat dipisahkan dari aspek etika dan moral. Misalnya, terbongkarnya kasus skandal keuangan perusahaan Enron dan Worldcom di Amerika pada tahun 2001 tidak lepas dari peran akuntan. Akuntan perusahaan tersebut menggunakan trik-trik akuntansi untuk merekayasa laporan keuangan dan pada umumnya trik-trik akuntansi ini telah menjadi standar dan dapat dibenarkan secara legal berdasarkan standar akuntansi yang ada, walaupun secara moral dan etika tidak sesuai. Kemudian krisis keuangan yang terjadi pada tahun 2008-2009 dan hampir menjadi krisis dunia, hal ini terkait dengan peran dan tanggung jawab seorang akuntan. Munculnya skandal keuangan di Indonesia seperti kasus pada Bank Lippo yang menurunkan nilai assetnya dalam waktu 3 (tiga) bulan dan rekayasa laporan keuangan perusahaan farmasi Indofarma serta kasus lainnya. Kasus serupa lainnya yang terjadi yaitu dengan terbongkarnya 5 kantor akuntan publik besar (The Big Five) yang telah melakukan pelanggaran standar akuntansi pada saat mereka memeriksa bank-bank yang dilikuidasi pada tahun 1998. Selanjutnya Ghozali (2004) menyarankan bahwa pendidikan akuntansi yang sangat mengedepankan paham positivisme yaitu akuntansi sebagai fakta sosial yang bebas nilai (value free), tidak mengandung interpretasi subjektif ini perlu dikaji ulang dan memasukkan paham sosiologis akuntansi sebagai alternatif pembelajaran akuntansi di perguruan tinggi di Indonesia. Yunus (2011) menyatakan bahwa seorang akuntan harus profesional, independen, dan menjunjung tinggi kode etik profesi dalam menjalankan tugasnya. Etika profesi menjadi prioritas program studi sejalan dengan peningkatan kompetensi akademik. Frecka dan Reckers (2010) menyatakan bahwa perkuliahan masih didominasi oleh dosen dengan lebih banyak mengandalkan buku teks, sehingga mengabaikan mata kuliah yang sarat realita (simulasi, studi kasus, ataupun tugas menulis dalam tim), sehingga 822
SEMNAS FEKON 2016
integrasi antara ilmu pengetahuan dan pengembangan skill dalam kurikulum sangat minim. Ditambah lagi kurangnya program magang dan kerjasama yang disediakan oleh perguruan tinggi bagi mahasiswa semakin memperluas kesenjangan antara praktik dan teori. Janet et al. (2011) menyatakan bahwa persaingan yang semakin ketat tidak hanya terjadi pada antar disiplin ilmu (posisi akuntan sering diisi oleh orang dari disiplin lain seperti keuangan, sistem informasi manajemen) tetapi juga antar penyedia jasa pendidikan seperti pendidikan jarak jauh. Meskipun hal ini merupakan fenomena yang terjadi di luar negeri bukan tidak mungkin menjadi peluang bagi S-1 Akuntansi UT untuk ikut berkompetisi baik di dalam maupun di luar dalam hal penyediaan lulusan yang berkompeten. Lulusan yang berkompeten pada suatu program studi bergantung dari faktor minat dan motivasi mahasiswa saat awal memilih program studi. Minat dan motivasi patut menjadi perhatian khusus, karena minat sangat besar pengaruhnya terhadap proses belajar. Jika materi pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat mahasiswa, maka mahasiswa tersebut tidak akan belajar dengan sungguh-sungguh karena tidak ada daya tarik baginya (Andrianto, 2008). Mahasiswa menjadi enggan untuk belajar, karena ia tidak memperoleh kepuasan dari materi pelajaran tersebut. Sedangkan materi pelajaran yang menarik minat siswa akan lebih mudah dipelajari dan dipahami, karena minat dapat menambah semangat belajar. Motivasi atau motif juga sangat erat hubungannya dengan tujuan yang akan dicapai. Motivasi diperlukan sebagai daya penggerak atau pendorong seseorang, untuk berbuat sesuatu dalam mencapai suatu tujuan (Andrianto, 2008). Motivasi yang kuat sangat diperlukan untuk menunjang keberhasilan proses belajar. Berdasarkan fenomena-fenomena yang terjadi, maka peran universitas untuk mengetahui dan menganalisis minat dan motivasi masyarakat khususnya siswa SMA/SMK dan mahasiswa Program Diploma menjadi sangatlah penting. UT sebagai perguruan tinggi terbuka dan jarak jauh (PTTJJ) sangat berpotensi mempercepat desiminasi peran akuntan melalui Distance Learning dengan kapasitas yang tidak dibatasi oleh jarak ruang dan waktu. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui. a. Bagaimana minat siswa SMA/SMK dan mahasiswa Program Diploma terhadap Program Studi Akuntansi pada PTJJ? b. Bagaimana motivasi siswa SMA/SMK dan mahasiswa Program Diploma terhadap Program Studi Akuntansi pada PTJJ? TINJAUAN PUSTAKA Pendidikan Tinggi Terbuka dan Jarak Jauh (PTJJ) Salah satu karakteristik PTJJ dalam proses pembelajarannya dengan cara belajar mandiri. Mahasiswa belajar tanpa didampingi oleh pengajar atau tutor sehingga kehadiran pengajar harus digantikan oleh kehadiran bahan ajar yang dirancang khusus. UT yang menerapkan PTJJ mengembangkan bahan ajar yang dirancang khusus dengan memenuhi prinsip “self-contained” dan “self-instructional” agar dapat dipelajari secara mandiri oleh mahasiswa tanpa bantuan tutor. Program studi Akuntansi UT dirintis mulai 1999 di bawah jurusan Manajemen, dan mendapat ijin SK Dirjen Dikti No. 2054/D/T/2005. Pembukaan program dimulai pada masa registrasi 2006.1 dan kemudian secara bertahap di tiap unit program belajar jarak jauh (UPBJJ-UT). Ijin operasional program studi Akuntansi berdasarkan SK Dirjen Dikti No. 2054/D/T/2005. Selain itu, Prodi S1 Akuntansi UT memperoleh akreditasi BAN PT pada tahun 2016. Tantangan perkembangan akuntansi di dalam negeri juga tidak ringan sebagaimana diungkapkan oleh Yunus (2011) bahwa jika tahun 1950-an, tantangan itu karena masih langkanya tenaga ahli, kini di tengah era globalisasi, tantangan telah bergeser, yakni ketertinggalan dengan negara lain dan hantaman globalisasi ekonomi. Pembenahan pendidikan akuntansi memang telah dilakukan di Indonesia, tapi hingga sekarang pembenahan itu masih belum memuaskan. Minat dan Motivasi 823
SEMNAS FEKON 2016
Minat adalah suatu rasa dan suatu keterkaitan pada sesuatu hal/aktivitas, tanpa ada yang menyuruh dan timbul tidak secara tiba-tiba atau spontan, melainkan timbul akibat partisipasi, pengetahuan dan kebiasaan (Slameto, 2008). Kemudian Stiggins (1994) dalam Widyastuti (2004) mengatakan bahwa minat merupakan salah satu dimensi dari aspek efektif yang banyak berperan dalam kehidupan seseorang. Aspek afektif adalah aspek yang mengidentifikasi dimensi-dimensi perasaan dari kesadaran emosi, disposisi dan kehendak yang mempengaruhi pikiran dan tindakan seseorang. Sedangkan menurut Sardiman (2011), minat diartikan sebagai “suatu kondisi yang terjadi apabila seseorang melihat ciri-ciri atau arti sementara situasi yang dihubungkan dengan keinginan-keinginan atau kebutuhankebutuhannya sendiri”. Oleh karena itu, apa yang dilihat seseorang sudah tentu akan membangkitkan minatnya sejauh apa yang dilihat itu mempunyai hubungan dengan kepentingannya sendiri. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa minat adalah kecenderungan atau keinginan yang besar terhadap sesuatu dari dalam individu untuk tertarik pada sesuatu obyek atau menyenangi sesuatu obyek, semakin kuat atau dekat hubungan tersebut maka semakin besar minatnya. Minat biasanya ditunjukkan melalui pernyataan yang menunjukkan lebih menyukai suatu hal dan dapat dinyatakan juga dalam bentuk partisipasi dalam aktivitas yang diminatinya. Jadi, dapat dikatakan bahwa indikator dari minat antara lain adanya perasaan senang, adanya keinginan, adanya perhatian, adanya ketertarikan, adanya kebutuhan, adanya harapan, adanya dorongan dan kemauan. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat Melanjutkan Studi ke Perguruan Tinggi Muhibbin Syah (2011) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi belajar sebagai berikut: Pertama, Faktor Internal (faktor dari dalam siswa), yakni keadaan/kondisi jasmani dan rohani siswa. Faktor ini meliputi aspek, yakni a) Aspek fisiologis (yang bersifat jasmaniah) seperti: mata dan telinga. b) Aspek psikologis (yang bersifat rohaniah) seperti: intelegensi, sikap, bakat, dan motivasi. Kedua, Faktor Eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan disekitar siswa. Faktor ini meliputi a) Lingkungan sosial, seperti: keluarga, guru dan staf, masyarakat, dan teman. b) Lingkungan non sosial, seperti: rumah, sekolah, peralatan, dan alam. Ketiga, Faktor Pendekatan Belajar (approach to learning) yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran. Faktor ini meliputi a) Pendekatan tinggi, seperti: speculative, achieving b) Pendekatan sedang, seperti: analytical, deep c) Pendekatan rendah, seperti: reproductive, surface. Slameto (2010) menggolongkan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi belajar siswa menjadi dua, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. (1) Faktor Intern adalah faktor yang di dalam diri individu yang sedang belajar yang meliputi faktor jasmaniah, faktor psikologis, dan faktor kelelahan. (2) Faktor Eksternal yang meliputi faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat. Beberapa pakar menyatakan pengertian motivasi, salah satu teori tentang motivasi adalah pendapat pakar dari Sardiman (2011) bahwa motivasi dikatakan sebagai suatu dorongan bagi seseorang untuk melakukan aktivitas. Sedangkan Djiwandono (2002), yang menyatakan bahwa motivasi dipandang sebagai dorongan mental yang menggerakkan dan mengarahkan peilaku manusia termasuk perilaku belajar. Selain itu, motivasi dapat diartikan serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu, sehingga seseorang itu mau dan ingin melakukan sesuatu. Secara umum motivasi dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam dan diluar subjek untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi tercapainya tujuan. Seseorang melakukan suatu kegiatan tanpa motivasi tidak akan mencapai tujuan dari apa yang ingin dicapai. Karena motivasi adalah penggerak bagi seseorang untuk mempunyai prilaku tertentu, maka pada dasarnya motivasi adalah sangat penting bagi suatu aktivitas manusia. Dari beberapa pengertian motivasi dapat disimpulkan bahwa motivasi memiliki 3 (tiga) komponen, yaitu: 1) kebutuhan; kebutuhan terjadi bila individu merasa ada yang tidak seimbang antara apa yang dimiliki dan apa yang diharapkan, 2) dorongan; merupakan kekuatan mental untuk melakukan sesuatu kegiatan, 3) tujuan; adalah hal yang ingin 824
SEMNAS FEKON 2016
dicapai individu. Seseorang yang memiliki tujuan tertentu dalam melakukan pekerjaan, maka ia akan melakukan pekerjaan tersebut dengan penuh semangat (Rahayu, 2013). Dengan demikian, hubungan antara minat dan motivasi mempunyai keterkaitan yang sangat erat. Motivasi sebagai penggerak bagi seseorang untuk mencapai atau yang berhubungan langsung dengan hal-hal yang menjadi minatnya. Motivasi sebagai pendukung perbuatan, yang menyebabkan seseorang mempunyai kesiapan untuk memulai atau melanjutkan serangkaian kegiatan. Besar kecilnya pengaruh motivasi terhadap seseorang tergantung seberapa besar motivasi itu mampu membangkitkan motivasi seseorang untuk bertingkah laku. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan data sekunder. Penelitian ini berupaya menggambarkan minat dan motivasi siswa SMA/SMK dan Program Diploma untuk melanjutkan studi ke perguruan tinggi khususnya Prodi S1 Akuntansi pada PTJJ seperti UT. Populasi penelitian ini adalah seluruh sekolah menengah atas/kejuruan yang sederajat, sekolah tinggi dan politeknik di sekitar Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi). Sedangkan, sampel penelitian diambil dengan cara cluster random sampling terhadap lima SMA/SMK yang ada di sekitar Tangerang dan Bogor, yaitu SMA Dharma Karya UT, SMAN 8 Ciputat, SMK Ranti Mula Bogor, SMK PGRI 3 Bogor, dan SMK BINA WARGA 2 Bogor. Pada Program Diploma 1 (satu) sekolah tinggi dan 2 (dua) lembaga pendidikan yaitu STAN, AMIK Informatika Wahana Mandiri dan Politeknik LP3I kampus Ciputat. Instrumen penelitian merupakan alat bantu yang digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan data agar diperoleh data yang akurat. Berdasarkan sumber data yang ada dalam penelitian ini digunakan instrumen berupa kuesioner. Angket atau kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden, dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang ia ketahui (Arikunto, 1997). Peneliti memilih untuk menggunakan kuesioner yang sifatnya tertutup dan langsung. Artinya, peneliti sudah menyediakan jawaban dan responden menjawab tentang dirinya sendiri. Tabel 1. Instrumen Penelitian Minat 1. Saya ingin melanjutkan studi S1 setelah lulus SMA/SMK/Program Diploma 2. Jika saya ingin melanjutkan studi S1, maka saya akan memilih Prodi Akuntansi 3. Jika melanjutkan studi S1, maka saya akan memilih kuliah dengan Pendidikan Tinggi Jarak Jauh (PTJJ) seperti UT 4. Alasan saya memilih kuliah PTJJ seperti UT karena ingin kuliah sambil bekerja Motivasi 5. Saya ingin melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi untuk Meningkatkan kesejahteraan Menambah ilmu pengetahuan Menambah harga diri Mengisi waktu luang Dorongan orang tua 6. Saya akan menempuh pendidikan S1 Akuntansi di PTJJ seperti di UT dibandingkan dengan Perguruan Tinggi konvensional (Tatap Muka) karena, Belajar sambil bekerja Belajar secara online Waktu kuliah fleksibel Belajar mandiri 7. Saya akan memilih Prodi Akuntansi di Perguruan Tinggi konvensional (Tatap Muka) karena, 825
SEMNAS FEKON 2016
Lulusan PS Akuntansi lebih fokus pada ilmu akuntansi Lulusan PS Akuntansi lebih menjanjikan dalam jenjang karir saya Lulusan PS Akuntansi lebih banyak peluang dalam memperoleh pekerjaan Lulusan PS Akuntansi lebih banyak di minati oleh masyarakat Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif verifikatif dan data di análisis dengan analisis deskriptif. Sedangkan pendekatan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan ilmu akuntansi.
HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Responden Pada bagian ini mendeskripsikan profil responden yang terdiri dari siswa SMA/SMK dan mahasiswa Program Diploma di sekitar Tangerang Selatan dan Bogor. Jumlah responden yang menjawab kuesioner dan dapat dianalisis sebanyak 326 responden.
Tabel 2. Responden Penelitian Responden SMA/K Diploma Jumlah
Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan 41 147 65 73
15-25 188 99
Usia 26-35 36-45 38 1
46-55 -
56+ -
326
Apabila ditinjau dari jenis kelamin, 33% (106) berjenis kelamin laki-laki dan 88% (220) berjenis kelamin perempuan. Sedangkan apabila ditinjau dari usia, sebagian besar usia responden antara 15-25 tahun yaitu 88% (287) dari seluruh responden. Proporsi responden laki-laki dan perempuan dalam kajian ini disajikan dalam Gambar 4.1. Gambar 4.1
Profil Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 147 150 65
100
73
41 50 0 SMA/K
Jenis Kelamin Laki-Laki
Program Diploma
Jenis Kelamin Perempuan
Sumber : Hasil Olah Data, 2016 Minat Melanjutkan Studi dan Memilih Program Studi S1 Akuntansi pada PTJJ Berdasarkan data yang terhimpun dapat diketahui bahwa minat siswa SMA/SMK dan mahasiswa Program Diploma untuk melanjutkan studi dan memilih Program Studi Akuntansi UT dapat ditunjukkan dalam beberapa intrumen penelitian berupa pertanyaanpertanyaan dan tanggapannya yang disajikan dalam bentuk diagram berikut ini. 1. Apakah ingin melanjutkan studi S1 setelah lulus SMA/SMK/Program Diploma? 826
SEMNAS FEKON 2016
Gambar 4.2
Gambar 4.3
Ingin melanjutkan Studi Setelah Lulus SMA/SMK
Ingin Melanjutkan Studi Setelah Lulus Program Diploma
11%
1%
Ya
Ya
Tidak
89%
Tidak
99%
Sumber : Hasil Olah Data, 2016 Dari Gambar 4.2 diketahui bahwa sebagian besar siswa SMA/SMK ingin melanjutkan studi S1 setelah lulus SMA/SMK (89%). Sementara hanya 11% yang tidak ingin melanjutkan kuliah. Mereka ingin langsung bekerja dan mengaplikasikan pengetahun dan keterampilannya selama belajar di SMK. Sedangkan mahasiswa Program Diploma diketahui bahwa hampir semua mahasiswa Diploma (99%) ingin melanjutkan studi S1 setelah lulus. Sementara hanya 1% yang tidak ingin melanjutkan studi. Hal ini dapat ditunjukkan dalam Gambar 4.3. 2. Jika saya melanjutkan studi, maka saya akan memilih Prodi Akuntansi? Gambar 4.3 menjelaskan bahwa sebagian besar siswa SMA/SMK memilih Prodi Akuntansi sebagai program studi yang dituju (61%). Sedangkan sisanya 39% tidak memilih Prodi Akuntansi. Gambar 4.4
Grafik 4.5
Siswa SMA/SMK yang ingin melanjutkan Studi dengan memilih Prodi Akuntansi
Mahasiswa Program Diploma yang ingin melanjutkan studi dengan memilih Prodi Akuntansi 18%
39%
Ya
Ya 61%
Tidak
82%
Tidak
Sumber : Hasil Olah Data, 2016 Berdasarkan Gambar 4.5 menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa Program Diploma memilih Prodi Akuntansi sebagai program studi yang dituju (82%). Sedangkan sisanya 18% tidak memilih Prodi Akuntansi. Hal ini disebabkan, mereka memilih prodi yang sesuai dan linear dengan program diploma sebelumnya dan juga sejalan dengan bidang pekerjaan mereka saat ini. 3. Jika melanjutkan studi, maka akan memilih Pendidikan Tinggi Jarak Jauh (PTJJ) seperti di Universitas Terbuka (UT). Siswa SMA/SMK sebagian besar jika melanjutkan studi akan memilih PTJJ (57%), seperti UT sebagai alternatif Perguruan Tinggi. 43% sisanya tidak memilih PTJJ sebagai perguruan tinggi tujuan mereka (Gambar 4.6). Mahasiswa Program Diploma sebagian besar jika melanjutkan kuliah akan memilih PTJJ (51%), khususnya UT sebagai alternatif 827
SEMNAS FEKON 2016
Perguruan Tinggi. 49% sisanya tidak memilih PTJJ sebagai perguruan tinggi tujuan mereka (Gambar 4.7). Gambar 4.6
Gambar 4.7
Siswa SMA/SMK ingin melanjutkan studi di Pendidikan Tinggi Jarak Jauh (PTJJ) yaitu Universitas Terbuka
Mahasiswa Program Diploma ingin melanjutkan studi di Pendidikan Tinggi Jarak Jauh (PTJJ) yaitu Universitas Terbuka
43%
51%
Ya 57%
49%
Ya Tidak
Tidak
Sumber : Hasil Olah Data, 2016 4. Alasan saya memilih kuliah PTJJ seperti UT karena ingin kuliah sambil bekerja Gambar 4.8
Gambar 4.9
Siswa SMA/SMK memilih studi di PTJJ seperti UT karena ingin kuliah sambil bekerja
Mahasiswa Program Diploma memilih studi di PTJJ seperti UT karena ingin kuliah sambil bekerja
21% Ya 79%
Tidak
46% 53%
Ya Tidak
Sumber : Hasil Olah Data, 2016 Motivasi Melanjutkan Studi dan Memilih Program Studi S1 Akuntansi pada PTJJ Motivasi siswa SMA/SMK dan mahasiswa Program Diploma melanjutkan studi dan memilih Prodi S1 Akuntansi pada Program Studi Akuntansi UT dapat ditunjukkan dari intrumen penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan dan tanggapannya yang disajikan dalam bentuk grafik berikut ini. Motivasi siswa SMA/SMK melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi yaitu Strata Satu (lihat Gambar 4.10) menjelaskan bahwa sebagian besar adalah ingin menambah ilmu pengetahuan sebanyak 138 responden atau 64,2%, kemudian motivasi berikutnya adalah ingin meningkatkan kesejahteraan 24,7% (53), karena ada dorongan orang tua 5,1% (11), mengisi waktu luang 3,3% (7) dan ingin meningkatkan harga diri 2,8% (6).
828
SEMNAS FEKON 2016
Gambar 4.10
Gambar 4.11
Motivasi Siswa SMA/SMK Menamba Melanjutkan Studi ke Jenjang h ilmu Strata Satu (S1) pengetah
Motivasi Mahasiswa Program Diploma Melanjutkan Studi ke Menamba Jenjang Strata Satu (S1)
uan, 138 140
100
120
80
100
60
20 0
Menamba h harga diri; 1
60
80
40
Meningkat kan kesejahter aan; 45
h ilmu pengetahu an; 83
40 Meningka tkan Menamba kesejahte h harga diri, 6 raan, 53
Men…
Dorongan…
20 0
Doronga…
Mengisi…
Sumber : Hasil Olah Data, 2016 Motivasi mahasiswa Program Diploma melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi yaitu Strata Satu (lihat Gambar 4.11) menjelaskan bahwa sebagian besar adalah ingin menambah ilmu pengetahuan sebanyak 83 responden, kemudian motivasi berikutnya adalah ingin meningkatkan kesejahteraan 45 responden, karena ada dorongan orang tua 1, ingin meningkatkan harga diri 1, dan mengisi waktu luang 0. Sedangkan prodi yang dipilih oleh siswa SMA/SMK dan mahasiswa Program Diploma apabila melanjutkan studi S1 Akuntansi UT adalah dikarenakan lulusan prodi S1 Akuntansi UT lebih banyak peluang dalam memperoleh pekerjaan, ada 84 responden yang menyatakan hal tersebut. Kemudian alasan lain secara berurutan adalah karena lulusan prodi S1 Akuntansi lebih fokus pada ilmu akuntansi (54), lebih menjanjikan dalam jenjang karir (29) dan lebih banyak diminati oleh masyarakat (5).
90 80 70
Gambar 4.12
Gambar 4.13
Motivasi siswa SMA/SMK memilih Prodi Akuntansi
Motivasi Mahasiswa Program lebih memilih Prodi S1 Diploma fokus Akuntansi pada ilmu
lebih fokus pada ilmu akuntansi ; 54
lebih banyak…
akuntansi ; 52 60 50
60
40
50
30
40 30 20
lebih menjanjika…
lebih banyak…
20
lebih menjanjikan dalam… lebih lebih banyak banyak di peluang dalam… minati oleh masyarak at; 3
10
10
0
0
Sumber : Hasil Olah Data, 2016 Motivasi siswa SMA/SMK dan mahasiswa Program Diploma memilih Prodi S1 Akuntansi ditunjukkan pada Gambar 4.12 dan Gambar 4.13. Gambar 4.12 menjelaskan bahwa sebagian besar siswa SMA/SMK memilih Prodi S1 Akuntansi karena lulusan Prodi S1 Akuntansi lebih banyak peluang dalam memperoleh pekerjaan (84), berbeda dengan 829
SEMNAS FEKON 2016
mahasiswa Program Diploma yang sebagian besar memilih Prodi S1 Akuntansi dikarenakan lebih fokus ilmu yang mereka peroleh yang bidang akuntansi (52). Gambar 4.14
Gambar 4.15
Motivasi Siswa SMA/SMK memilih S1 Akuntansi di Pendidikan Tinggi Terbuka dan Jarak Jauh seperti di UT
Motivasi Mahasiswa Program Diploma memilih Prodi S1 Akuntansi di Pendidikan Tinggi Jarak Jauh (PTJJ) seperti di UT 48
200
44
50
152
40
150
30
100 50
8
20
16
0 Belajar sambil bekerja
Belajar secara online
Waktu kuliah fleksibel
Belajar mandiri
20
8
6
10 0 Belajar sambil bekerja
Belajar secara online
Waktu kuliah fleksibel
Belajar mandiri
Sumber : Hasil Olah Data, 2016 Motivasi siswa SMA/SMK dan mahasiswa Program Diploma memilih Prodi S1 Akuntansi di PTJJ seperti UT dikarenakan mereka bisa belajar sambil bekerja. Sedangkan mahasiswa Program Diploma selain itu termotivasi untuk studi di PTJJ seperti UT karena waktu kuliah yang fleksibel (44), hal ini mendukung karir mereka yang sudah bekerja sebelumnya. KESIMPULAN Minat dan motivasi siswa SMA/SMK dan mahasiswa Program Diploma untuk melanjutkan studi dan memilih Program Studi Akuntansi cukup baik, lebih dari 90% ingin melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi yaitu strata satu dan lebih dari 60% siswa SMA/SMK dan mahasiswa Program Diploma memilih Prodi S1 Akuntansi. Sedangkan perguruan tinggi yang siswa SMA/SMK minati adalah PTJJ seperti UT (57%), karena mereka merasa kuliah di PTJJ seperti UT dapat bekerja sambil kuliah. Motivasi siswa SMA/SMK dan mahasiswa Program Diploma melanjutkan studi dan memilih Prodi S1 Akuntansi pada Program Studi Akuntansi UT ditunjukkan dari lebih 50% karena ingin menambah ilmu pengetahuan dan meningkatkan kesejahteraan. Selain itu, motivasi memilih Prodi S1 Akuntansi sebagian besar dikarenakan lulusan Prodi S1 Akuntansi lebih mudah mencari pekerjaan dan lebih fokus ilmunya di bidang Akuntansi. DAFTAR PUSTAKA A.M, Sardiman. (2011). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Press. Ali, Anuwar, (2010), Developing the community: the roles of universities and open distance learning, 6th Pan-Commonwealth Forum on Open learning (PCF6), 24-28 November 2010, Kochi India. Andrianto, Hafiz Nindra. (2013). Minat Dan Motivasi Mahasiswa Program Studi Seni Rupa Angkatan 2005 – 2007 Jurusan Seni Dan Desain Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang Untuk Memilih Mata Kuliah Paket Desain Grafik Dan Animasi. Skripsi Universitas Negeri Malang Fakultas Sastra Jurusan Seni Dan Desain Program Studi Pendidikan Seni Rupa. Arikunto, S. (2009). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara 830
SEMNAS FEKON 2016
Belawati, Tian. Perkembangan pemikiran tentang pendidikan terbuka dan jarak jauh http://lppm.ut.ac.id/publikasi/ptjj/1_tian.pdf diunduh pada 18 Januari 2011 Janet C. Papiernik, D.B.A., CPA dkk (2011). Reviewing the Issues for Change in Accounting Education: Implications for Future Direction. http://college.cengage.com/accounting/resource/ Tanggal: 5 January 2011 Ghozali , Imam (2004) Pergeseran Paradigma Akuntansi Dari Positivisme Ke Perspektif Sosiologis Dan Implikasinya Terhadap Pendidikan Akuntansi Di Indonesia. Indriyanti, Ninuk. (2013). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat Melanjutkan Pendidikan ke Perguruan Tinggi pada Siswa kelas XII Akuntansi SMK Negeri 6 Surakarta tahun 2013. Jurnal Pendidikan (Jupe) UNS, Vol. 1, No.2, Hal 1 s/d 10. Frecka, T., and W. Nichols. (2004). Characteristics of Master’s of Accounting degree programs. Issues in Accounting Education 19 _2_: 165–188 DE: American Accounting Association. Frecka, T., dan Philip J. Reckers. (2010). Rekindling the Debate: What’s Right and What’sWrong with Masters of Accountancy Programs: The Staff Auditor’s Perspective, ISSUES IN ACCOUNTING EDUCATION, Vol. 25, No. 2 2010 pp. 215– 226 Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi, Pedoman Evaluasi Diri untuk Akreditasi Program Studi dan Institusi Perguruan Tinggi. Jakarta, 2008. Slamento. (2010). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT Rineka Cipta. Statuta Universitas Terbuka, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, 2004 Rahayu, Sri. (2013). Minat Siswa Melanjutkan Studi Ke Perguruan Tinggi Di Tinjau Dari Prestasi Belajar, Motivasi Belajar dan Status Sosial Ekonomi Orang Tua Pada Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri Jumapolo Tahun Pelajaran 2012/2013. Diunduh tanggal 25 Oktober 2016 http://eprints.ums.ac.id/25270/18/NASKAH_PUBLIKASI.pdf Rencana Strategis Universitas Terbuka tahun 2005-2020, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, 2004 Yunus, Hadori. (2011). Akuntan Harus Independen, Profesional,dan Menjunjung Tinggi Kode Etik diunduh http://www.sinarharapan.co.id/ceo/2004/0412/ceo1.html Widyastuti, Suryaningsum dan Juliana. (2004). Pengaruh Motivasi terhadap Minat Mahasiswa Akuntansi Untuk Mengikuti Pendidikan Profesi Akuntansi”. Simposium Nasional Akuntansi VII. Syah, Muhibbin. (2011). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
831
SEMNAS FEKON 2016
ANALISIS PENGARUH KOMPENSASI DAN PELATIHAN TERHADAP KINERJA SUMBER DAYA MANUSIA DENGAN MENGGUNAKAN KNOWLEDGE SHARING SEBAGAI VARIABEL MODERATING Hardiyan Dany Wibowo Magister Manajemen Unissula [email protected] Program Pascasarjana Universitas Islam Sultan Agung Semarang Program Studi Magister Manajemen Abstrak Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor yang sangat strategis dan fundamental dalam organisasi. Peranan sumber daya manusia akan sangat menentukan keberhasilan atau kegagalan organisasi dalam mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan. Untuk meningkatkan kinerja karyawan perusahaan perlu memperhatikan beberapa faktor yang berpengaruh dalam peningkatan kinerja karyawan diantaranya adalah kompensasi, pemberian kompensasi sebagai salah satu motif bagi karyawan untuk bekerja. selain dengan memberikan kompensasi bagi karyawan maka perlu diberikan pelatihan bagi karyawan untuk meningkatkan ketrampilan. Tujuan dari adanya pelatihan kerja karyawan adalah untuk memperbaiki kinerja karyawan sehingga karyawan lebih terampil. Tidak hanya faktor keterampilan, kemampuan dan penguasaan kerja karyawan yang terus 832
SEMNAS FEKON 2016
dikembangkan oleh perusahaan untuk meningkatkan kinerja karyawan. Akan tetapi perusahaan harus memperhatikan pula faktor knowledge sharing sebagai salah satu motif bagi karyawan untuk bekerja. Pada artikel ini akan mengembangkan definisi konseptual dan indikator dari variabel tersebut. Agenda penelitian mendatang akan menjelaskan dan mengarahkan bagaimana membuktikan kebenaran dari usulan penelitian. Keywords: Kompensasi, Pelatihan, Kinerja, Knowledge Sharing. PENDAHULUAN Patut disadari bahwa karyawan merupakan sumber daya langsung yang terlibat dalam menjalankan kegiatan perusahaan. Oleh sebab itu perusahaan harus memberikan perhatian maksimal bagi karyawan, baik perhatian yang memiliki hubungan langsung dalam upaya peningkatan kemampuan dan keterampilan karyawan maupun tingkat kesejahteraannya. Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor yang sangat strategis dan fundamental dalam organisasi. Peranan sumber daya manusia akan sangat menentukan keberhasilan atau kegagalan organisasi dalam mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan (Sudarmanto, 2009). Sudarmanto (2009) menambahkan bahwa untuk mengetahui sejauh mana keberadaan peran dan kontribusi sumber daya manusia dalam mencapai keberhasilan organisasi, tentu diperlukan pengukuran kinerja. Berhubungan dengan karyawan tidak akan lepas dari kinerja karyawan. “Kinerja karyawan individual merupakan faktor utama penentu keberhasilan organisasi dan mereka mempengaruhi produktivitas dan kinerja organisasional secara signifikan” (Mathis dan Jackson, 2011). Untuk meningkatkan kinerja karyawan perusahaan perlu memperhatikan beberapa faktor yang berpengaruh dalam peningkatan kinerja karyawan diantaranya adalah kompensasi. Kompensasi merupakan balas jasa yang diterima karyawan atas pekerjaan yang dilakukan.Pada prinsipnya karyawan berkeinginan untuk memperoleh penghasilan tinggi apabila karyawan ingin meningkatkan pendapatannya ia harus meningkatkan kinerjanyakarena pendapatan seorang karyawan ditentukan berdasarkan kinerja yang diberikan pada perusahaan. Apabila perusahaan memberikan kompensasi pada para karyawannya dengan baik maka mereka akan berusaha meningkatkan kinerjanya sebagai balasan atas kompensasi yang diterima. Untuk meningkatkan kinerja selain dengan memberikan kompensasi bagi karyawan maka perlu diberikan pelatihan bagi karyawan untuk meningkatkan ketrampilan. Tujuan dari adanya pelatihan kerja karyawan adalah untuk memperbaiki kinerja karyawan sehingga karyawan lebih terampil. Program pendidikan dan pelatihan menjadi salah satu pendekatan yang dilakukan perusahaan untuk meningkatkan kinerja karyawan. Dalam pengembangan dan pelatihan tidak hanya kemampuan dan pemahaman atas pekerjaan yang ingin dicapi tetapi, diharapkan melalui program pelatihan membentuk dan meningkatkan pola pikir, sikap, behavior, dan cara pandang yang lebih baik dari seorang karyawan terhadap pekerjaannya baik secara individu maupun dalam tim kerja. Dengan program pelatihan yang cukup dan sesuai untuk kebutuhan karyawan, karyawan akan semakin memahami dan menguasai dalam menjalankan profesinya. Tidak hanya faktor keterampilan, kemampuan dan penguasaan kerja karyawan yang terus dikembangkan oleh perusahaan untuk meningkatkan kinerja karyawan. Akan tetapi perusahaan harus memperhatikan pula faktor knowledge sharing sebagai salah satu motif bagi karyawan untuk bekerja. Hansen dan Avital (2005) mendefinisikan knowledge sharing behavior sebagai perilaku ketika seorang individu secara sukarela memberikan akses pada actor sosial lain atas pengetahuan dan pengalaman uniknya. Sharing merupakan bagian penting dalam transfer knowledge, tanpa adanya sharing maka hampir mustahil pengetahuan dapat ditransfer kepada orang lain (Syed-Ikhsan & Rowland, 2004). Walau demikian terdapat perbedaan hasil penelitian yang terkait dengan kinerja karyawan. Hasil penelitian Deni Primajaya (2010) menemukan bukti empiris bahwa pelatihan berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Hal senada juga disampaikan 833
SEMNAS FEKON 2016
oleh Kambey dan Suharnomo (2013), Pelatihan berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Namun hasil penelitian yang dilakukan oleh Zuswita (2010) menyatakan bahwa pendidikan dan pelatihan ternyata tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan. Oleh karena itu berdasarkan hasil diskusi diatas perlu dikembangkan model tentang bagaimana meningkatkan kinerja karyawan. Paper ini bertujuan untuk mengembangakan model solutif bagaimana kinerja karyawan dapat ditingkatkan dengan menggunakan variabel konpensasi, training atau pelatihan dan knowledge sharing. LANDASAN KONSEPTUAL Kinerja SDM Pengertian kinerja menurut Moeheriono (2012:95) yaitu “Kinerja atau performance merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program kegiatan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi yang dituangkan melalui perencanaan strategis suatu organisasi.” (Abdullah, 2014:3). Amstrong dan Baron (1998:15) memberikan pengertian bahwa kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategi organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan kontribusi ekonomi. Sedangkan menurut Wibowo (2007:7) menyebutkan bahwa kinerja berasal dari kata performance yang berarti hasil pekerjaan atau prestasi kerja. Namun perlu dipahami bahwa kinerja itu bukan sekedar hasil pekerjaan atau prestasi kerja, tetapi juga mencakup bagaimana proses pekerjaan itu berlangsung. Wirawan (2009:5) menyebutkan bahwa kinerja merupakan singkatan dari kinetika energi kerja yang padanannya dalam Bahasa Inggris adalah performance. Kinerja adalah keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indikator-indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu. Menurut Harsuko (2011), kinerja adalah sejauh mana seseorang telah memainkan baginya dalam melaksanakan strategi organisasi, baik dalam mencapai sasaran khusus yang berhubungan dengan peran perorangan dan atau dengan memperlihatkan kompetensi yang dinyatakan relevan bagi organisasi. Kinerja adalah suatu konsep yang multi dimensional mencakup tiga aspek yaitu sikap (attitude), kemampuan (ability) dan prestasi (accomplishment). Berdasarkan uraian tersebut di atas dengan pencatatan hasil kerja (proses) yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melakukan suatu pekerjaan dapat dievaluasi tingkat kinerja pegawainya, maka kinerja karyawan harus dapat ditentukan dengan pencapaian target selama periode waktu yang dicapai organisasi. Kompensasi Kompensasi merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan semua jenis pemberian penghargaan individual sebagai pertukaran dalam melakukan tugas keorganisasian Rivai (2005 dalam Nugraha, 2010). Sudarmayanti (2011 : 239) menjelaskan bahwa kompensasi adalah segala sesuatu yang diterima oleh karyawan sebagai balas jasa mereka. Kompensai bertujuan untuk membantu organisasi mencapai keberhasilan strategis dan menjamin hak internal dan eksternal perusahaan secara adil. Kompensasi menjadi salah satu alasan dan motif kuat bagi karyawan untuk melakukan suatu pekerjaan, karena menyangkut hal yang penting yaitu pemenuhan kebutuhan hidup. Melalu kompensasi financial langsung karyawan mampu memenuhi kebutuhan fisik yang merupakan kebutuhan dasarnya. Henry Simamora dalam Adhian (2004) menyatakan bahwa kompensasi yang baik adalah sistem kompensasi yang tanggap terhadap situasi dan sistem yang dapat memotivasi karyawan. Mondy (2008: 5), seseorang akan termotivasi secara proporsional terhadap presepsi keadilan atas imbalan yang diterima untuk sejumlah usaha tertentu dibandingkan apa yang diusahakan orang lain. Hal tersebut mendifinisikan bahwa imbalan atau kompensasi finansial langsung yang diterima karyawan haruslah memenuhi asas keadilan. Keadilan dalam kompensasi finansial langsung merupakan penilaian atas kinerja 834
SEMNAS FEKON 2016
dan sikap dalam bekerja dengan membandingkan kontribusi pada pekerjaan dan imbalan yang diperoleh dengan kontribusi dan imbalan yang diterima orang lain yang memiliki pekerjaan sebanding di dalam dataupun di perusahaan lain. Pelatihan Raymond dan Noe (2005 : 3) menjelaskan definisi bahwa Pelatihan mengarah kepada usaha yang direncanakan perusahaan untuk memfasilitasi pembelajaran dari kompetensi yang berhubungan dengan pekerjaan karyawan. Kompetensi tersebut mancakup pengetahuan, keterampilan atau perilaku-perilaku untuk keberhasilan kinerja karyawan. Sementara itu Mathis dan Jackson (2008 : 260) menjelaskan bahwa Pelatihan adalah proses bagi karyawan untuk memperoleh kemampuan yang mendukung bagi penyelenggaraan kerja. Pelatihan diberikan dengan merupakan pengetahuan spesifik yg bisa diidentifikasi dan keterampilan untuk pekerjaannya saat ini. Deasler (2011 : 89) menjelaskan bahwa Pelatihan berarti memberikan keterampilan yang dibutuhkan bagi karyawan baru atau karyawan yang sudah ada untuk menyelenggarakan pekerjaannya. Dari beberapa pendapat mengenai pelatihan diatas, Pelatihan merupakan proses dimana karyawan mendapatkan tambahan kemampuan dan keterampilan kerja dalam menjalankan pekerjaannya. pelatihan karyawan diharapkan dapat memberikan keterampilan dan pengetahuan baru untuk digunakan karyawan dalam pekerjaannya saat ini. Pelatihan yang diadakan bagi karyawan haruslah direncanakan secara tapat sesuai dengan kebutuhan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan karyawaan. Mathis dan Jackson (2008 : 285) menjelasan bahwa ‘training is expensive’, program pelatihan bagi karyawan memerlukan biaya yang cukup besar yang harus dikeluarkan perusahaan, sehingga perusahaan atau organisasi harus dapat mempersiapkan sebuah pelatihan yang tepat bagi karyawan mulai dari perencanaan, implementasi hingga pada tahap evaluasi. Knowledge Sharing Menurut Robertson (2004), knowledge sharing sangat penting tetapi banyak staf yang mengalami kesulitan dalam mengimplementasikan knowledge sharing seperti apa yang harus dilakukan dan bagaimana cara untuk men-sharing knowledge. Ketika istilah knowledge sharing muncul dalam organisasi mungkin staf berpikir pengetahuan apa yang harus di-sharing dan bagaimana cara mensharingnya, inilah pertanyaan yang timbul dalam proses knowledge sharing, untuk mengatasi hal ini menurut Anna (2011) maka seorang manajer haruslah mempunyai panduan yang lengkap dan banyak memberikan contohcontoh praktis bagaimana ber-sharing pengetahuan dalam organisasi. Hal ini bisa disosialisasikan melalui rapat staf, membentuk tim khusus yang mampu menerapkan dan membantu selama proses berlangsungnya knowledge sharing, atau memberikan seminar mengenai knowledge sharing. Knowledge sharing adalah tahapan disseminasi (penyebaran) dan penyediaan knowledge pada saat yang tepat untuk karyawan yang membutuhkan (Tobing, 2007: 9). Knowledge sharing dapat dilakukan dengan berbagai cara misalnya secara tatap muka (face to face) misalnya rapat, diskusi, pertukaran dokumen, training atau diklat, hingga melalui media intranet atau internet. Dengan kegiatan knowledge sharing, seseorang dapat menshare atau membagikan seluruh pengetahuan yang dimilikinya kepada orang lain sehingga bermanfaat baik untuk orang lain ataupun organisasinya. Hal ini juga didukung oleh pendapat dari Lin (2006) yang menyatakan bahwa melalui best practices transfer atau penyebaran pengetahuan terbaik yang dimiliki oleh karyawan atau employees dalam satu departemen atau unit bisa bermanfaat bagi employees lainnya dalam departemen atau unit yang sama atau yang berbeda (Pasaribu, 2009: 33). Penciptaan budaya knowledge sharing bukanlah hal yang mudah dimana individu cenderung memiliki kebanggaan jika berhasil memecahkan suatu masalah sendiri tanpa meminta nasehat dari pihak lain (Skyrme, 2008). Hal inilah yang menjadi salah satu penghambat proses sharing. Kondisi ini didukung dengan pemahaman knowledge is power 835
SEMNAS FEKON 2016
yang ditanamkan oleh individu selama beberapa tahun ini bahwa siapa yang mempunyai knowledge dialah yang berkuasa maka banyak individu yang menyimpan pengetahuan/ knowledge mereka untuk kepentingan sendiri. Selain itu banyak juga individu yang enggan men-sharing pengetahuan dan keahliannya karena mereka tidak merasakan keuntungan dari kegiatan tersebut. Beberapa individu enggan bersharing karena mereka takut jika keahliannya jatuh ke tangan kolega dan kehilangan exclusivisme di mata pemimpin. Sebuah organisasi atau sebuah perusahaan atau apapun dapat bekerja sama jika memiliki pengetahuan bersama yang tertanam dibenak masing-masing anggotanya dan terwujud dalam praktek-praktek yang melibatkan semua anggotanya. Tanpa pengetahuan bersama itu, tidak akan ada pengetahuan sama sekali yang dimiliki oleh siapapun diantara mereka, jika yang terakhir terjadi maka yang tampak adalah tidak berpengetahuan belaka, walaupun masing-masing orang mungkin menggangap bahwa diri mereka berpengetahuan. MODEL KONSEPTUAL Pengembangan model memberikan gambaran mengenai variabel-variabel yang digunakan untuk melihat hubungan yang terjadi antar variabel (antara variabel independent dan dependent ). Model yang dikembangkan adalah sebagai berikut: berikut:
Kompensasi (X1)
H1
(X1) H2
Knowledge Sharing H3 (Y2)
Kinerja (Y2)
Pelatihan (X2)
Bahwa kinerja karyawan dapat ditingkatkan dengan cara meningkatkan kompensasi dan meningkatkan pelatihan yang difasilitasi dengan memperbanyak berbagi pengetahuan diantara karyawan. Peningkatan kompensasi mungkin akan memberiakan daya dorong untuk bekerja lebih bersemangat, sedangkan training yang diringi dengan banyak berbagi pengetahuan akan mempertebal kemampuan-kemampuan mereka dalam menyekesaikan pekerjaaan. Kesimpulan dan Penelitian Mendatang Kesimpulan dari artikel ini, tercapainya kinerja dapat dipengaruhi oleh knowledge sharing, kompensasi, dan pelatihan. Sehingga apabila perusahaan memberikan kompensasi pada para karyawannya dengan baik maka mereka akan berusaha meningkatkan kinerjanya sebagai balasan atas kompensasi yang diterima. Kompensasi merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan semua jenis pemberian penghargaan individual sebagai pertukaran dalam melakukan tugas keorganisasian Rivai (2005 dalam Nugraha, 2010). Penciptaan budaya knowledge sharing bukanlah hal yang mudah dimana individu cenderung memiliki kebanggaan jika berhasil memecahkan suatu masalah sendiri tanpa meminta nasehat dari pihak lain (Skyrme, 2008). Selain itu banyak juga individu yang enggan men-sharing pengetahuan dan keahliannya karena mereka tidak merasakan keuntungan dari kegiatan tersebut. Sebuah organisasi atau sebuah perusahaan atau apapun dapat bekerja sama jika memiliki Knowledge sharring / pengetahuan bersama yang tertanam dibenak masing836
SEMNAS FEKON 2016
masing anggotanya dan terwujud dalam praktek-praktek yang melibatkan semua anggotanya. Tanpa pengetahuan bersama itu, tidak akan ada pengetahuan sama sekali yang dimiliki oleh siapapun diantara mereka, jika yang terakhir terjadi maka yang tampak adalah tidak berpengetahuan belaka, walaupun masing-masing orang mungkin menggangap bahwa diri mereka berpengetahuan. Untuk dapat memperoleh kinerja yang baik, maka berarti kemampuan dan keterampilan yang dimiliki oleh para karyawan perusahaan harus baik pula, dan hal ini akan terjadi jika diadakan pelatihan yang ditujukan untuk para karyawan. Pelatihan dan kinerja mempunyai hubungan yang sangat erat karena untuk dapat mencapai kinerja yang tinggi sangat ditentukan oleh adanya kemampuan dan keterampilan serta pengetahuan karyawan yang tinggi pula dari hasil pelatihan. Untuk menghasilkan kinerja yang baik, maka perusahaan membutuhkan sistem yang baik pula. Daftar Pustaka Aftab, H., and Idrees, W. (2012). A Study of Job Satisfaction and IT’s Impact on the Performance in the Banking Industry of Pakistan. Internatiaonal Journal of Business and Social Science, 3(19), 174-180. Allen, J., Ramaekers, G., Van der Velden, R., (2005). Measuring Competencies of Higher Education Graduates, New Directions InstitutionalResearch, No. 126, Wiley Periodicals, Inc. Bakker, A. B., Demerouti, E., & Verbeke, W. (2004). Using the job demands-resources model to predict burnout and performance. Human Resource Management, 43 , 83– 104. Boulter, N., Daniel, M. and Hill, J. (2001), People and Competencies. London : Bidlles, Ltd. Brahmasari, I. A.(2008). Pengaruh Motivasi Kerja, Kepemimpinan, dan Budaya Organisasi terhadap Kepuasan Kerja Karyawan serta Dampaknya Pada Kinerja Perusahaan. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, 10 (2), 124-135. Casmiati, Fathoni, A., dan Haryono, A. T. (2012). Pengaruh Job Demand dan Kecerdasan Emosional terhadap Kinerja dengan Burnout Sebagai Variabel Moderating pada Karyawan Rumah Sakit Banyumanik Semarang. Fakultas Ekonomi Universitas Pandanaran Semarang. Dedi, K., Lubis, A. R., dan Adam, M. (2012). Pengaruh Budaya Kerja dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Internasional Federation Red Cross (IFRC). Jurnal Ilmu Manajemen, 1 (1), 132-146. Demerouti, E, Nachreiner, F., Bakker, Arnold B., &Schaufeli, Wilmar B. (2001). The job demands-resources model of burnout. Journal Of Applied Psychology, 86, 3, 499512. Handaru, A.W. dan Ajiningtyasasih, N. (2011). Hubungan Antara Budaya Organisasi dan Motivasi dengan Pengembangan Karir Pegawai di Biro Kepegawaian dan Organisasi Tatalaksana Kementrian Pekerjaan Umum Jakarta Selatan. Jurnal Riset Manajemen Sains Indonesia, 2 (1), 18-33. Harter, J. K., Schmidt, F. L., Killham, E. A. & Agrawal, S. (2009). The relationship betweenengagement at work and organizational outcomes. Gallup Inc. Retrieved November 29, 2012,from http://nolostcapital.nl/sites/nolostcapital.nl/files/blogattachments/Q12_MetaAnalysis_The_Relationship_Between_Engagement_at_Work_and_Organizational_ Outcomes.pdf. Hasibuan Malayu S.P (2006), “Motivasi Dalam Meningkatkan Kinerja Karyawan”. Edisi Ketiga. Jakarta: Bumi Aksara. 837
SEMNAS FEKON 2016
Heijden, J.A.V., Engen, M.L., and Paauwe, J. (2009). Expatriate career support: predicting expatriate turnover and performance. The International Journal of Human Resource Management, 20 (4), 831 — 845 Heslin, P. A. (2005). Conceptualizing and evaluating career success. Journal of Organizational Behavior,26 (2), 113–136. Hurrell, J.J., Murphy, L.R., Sauter, S.L. & Cooper, C.L. (1998). Occupational Stress. Issues and Developments in Research. London: Taylor and Francis Ltd. Jackson, S.E. and Schuler, R.S. (2003). Managing Human Resources through Strategic Partnerships, 8th ed., South-Western, Mason, OH. Jiang, J. And Klein, G. (2000). Supervisor Career Support and Career Anchor Impact on the Career Satisfaction of the Entry-Level Information System Professional. Journal of Management Information System, 16 (3), 219-240 Mangkunegara, A.A Anwar Prabu. (2010). Evaluasi Kinerja SDM. Bandung: PT Revika Aditama Marsukin, Waridin. (2006). Pengaruh Motivasi Kerja, Kepuasan Kerja, Budaya Organisasi dan Kepemimpinan Terhadap Kinerja Pegawai. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Unissula, 7 (2), 197-209. Mas’ud, F. (2004). Survai Diagnosis Organisasional Konsep & Aplikasi. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. Mathis, R. L. & Jackson, J. H. (2002). Manajemen Sumber Daya Manusia. Salemba Empat. Jakarta Patrick, H. Hutton. (2012). Wellness Program Variables and Stress: An Extension of Job Demand-Control Model. Doctoral Dissertation. Northcentral University, Prescott Valley, Arizona. Robbins, S. (2006). Perilaku Organisasi Terj: Benyamin Molan. New Jersey Prentice Hall, Inc. Robbins, S. P. (2001). Organizational Behavior. Prentice Hall. Schaufeli, W. B., & Bakker, A. B. (2004). Job Demands, Job Resources, and Their Relationship with Burnout and Engagemnet: A Multi-Sample Study. Journal of Organizational Behavior, 24, 293-315 Shaikh, Z. A. (2009). Usage, Acceptance, Adoption, and diffision of Information & Comunication Technologies in Higher Educations: A Measurement of Critical Factors I. Journal of Imnformation Technology Impact, 9 (2), 63-80. Sitorus, o. V. (2008). Pengaruh Pengembangan Karir dan Kompetensi Terhadap Kepuasan Kerja Pada Kantor Pusat Teknologi Nuklir dan Radiometri (PTNBR) Bandung. Universitas Komputer Indonesia. Spencer, Lylc, M. Jr. & Spencer, Signer M. (1993). Competence at Work. New York: John Wiley & Sons, Inc. Timms, C., Brough, P. & Graham, D. 2012. Burnt-out but engaged: The co-existence of psychological burnout and engagement Journal of Educational Administration, 50. Trivellas, P., Kakkos, N., Blanas, N., and Santouridis, I. (2015). The Impact of Career Satisfaction on Job Performance in Accounting Firms, The Mediating Effect of General Competencies. Economies of Balkan and Eastern Europe Countries, 33, 468-476. Wahyudi, B. (2002). Manajemen Sumber Daya Manusia. Sulita: Bandung. Widyastuti. (2015). Peningkatan Kinerja Dosen Melalui Efikasi Diri, Pelatihan dan Prestasi Akademik dengan Budaya Organisasi sebagai Variabel Moderating di Universitas Islam Sultan Agung Semarang. Unissula: Tesis (Tidak dipublikasikan)
838
SEMNAS FEKON 2016
Xanthopoulou, D., Bakker, B.A., Demerouti, E. & Schaufeli, W.B. (2007), The role of personal resources in the Job Demands –Resources Model . International Journal of Stress Management. American Psychological Association. 14 (2). 121-141. Yap, M., Holmes, M., Hannan, C. A., and Cukier, W. (2014). Correlates of Career Satisfaction in Canada – The Immigrants Experience. Int. Migration & Integration, 15, 49-71.
PERAN RELIGIUSITAS DAN PERSON ORGANISATION FIT (POF) DALAM PENINGKATAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB Heny Astuti Mahasiswa Program Magister Manajemen UNISSULA Semarang Abstract The concept of this study aimed to analyze the role of satisfaction in solving the relationship of religiosity and Person of Fit (OF) on Organizational Citizenship Behavior (OCB) more effectively. This research background by the findings and empirical studies that show inconsistent results, associated with the relationship values that employees in the form of spiritual level with organizational Citizenship Behavior (OCB) and organizational commitment. Religiosity and POF will be effective, if the value of religiosity and POF raises intrinsic satisfaction for the employees so that raises awareness to do something 839
SEMNAS FEKON 2016
more for the company, not the employee-oriented extrinsic. On the other hand employee satisfaction which is the realm of the individual can be formed from the values espoused by the employee which is reflected in the level of religiosity and the extent to which the values are in accordance with the company's values. In these conditions the employees who voluntarily give extra thought their labor for the company. Employees who feel there is no conformity with their organizations, are likely to respond with hostility or dissatisfaction with the company. Employee satisfaction is a good approach to increase the level of motivation and contributions to organizational results. Satisfaction is expected to help solve the relationship of religiosity and POF on OCB more effectively. Keywords: Religiosity, Person of Fit (POF), Employee Satisfaction and Organizational Citizenship Behavior (OCB) PENDAHULUAN Keefektifan suatu organisasi hanya dapat ditentukan oleh anggota organisasinya (people). Hal ini mengimplikasikan bahwa sebuah oganisasi mampu bertahan dan berkembang secara berkelanjutan tegantung pada bagaimana kapasitas anggotanya (people perform) dalam kesungguhan bekerja. Kondisi tersebut menjadikan pengelolaan SDM menjadi banyak menjadi isu sentral dalam pengelolaan organisasi. Pengeloaan SDM yang didalamnya melekat modal intelektual bukan masalah yang sederhana. Hal ini dituntut kemampuan manajemen dalam memanfaatkan potensi yang ada pada SDM agar bersedia memeberikan kontribusi bagai organisasi. Disisi lain karyawan dalam sebuah organisasi juga menuntut penghargaan yang lebih atas kontribusinya terhadap organisasi. Sebagian besar tuntutan karyawan terhadap organisasi saat ini adalah tuntutan materi. Hal ini yang menjadikan dorongan bagi manejemen mengambil kebijakan kompensasi dalam upaya meningkatkan kinerja. Menurut Zohar & Marshall (2004) kebanyakan perusahaan– perusahaan lebih berorientasi kepada kapitalis materialistis dimana jika kebutuhan materi tidak terpenuhi sesuai harapan akan cenderung kontribusi dan peran karyawan terhadap organisasi menjadi rendah. Disisi lain keberhasilan perusahaan tidak lepas dari peran atau kontribusi besar dari karyawan. Perasaan, pemikiran, sikap dan perilaku karyawan terkait dengan pencapaian tujuan dan sasaran organisasi (Owolabi, 2012). Hal ini berarti bahwa organisasi yang sukses membutuhkan karyawan yang terus-menerus menampilkan sikap dan perilaku kerja yang positip. Sikap positip karyawan terhadap pekerjaan dan organisasi ditunjukkan dengan organizational citizenship behavior (OCB) Organizational Citizenship Behavior merupakan perilaku karyawan yang umumnya dianggap memberikan beberapa keuntungan yang diciptakan untuk organisasi, dengan melakukan aktivitas bagi organisasi, meskipun tidak ada paksaan untuk melakukan atas nama organisasi (Kwantes, 2003). Perilaku karyawan dalam melakukan kegiatan secara sukarela bagi organisasi banyak di latar belakangi kondisi individual karyawan yang diujudkan dalam tingkat religiusitas dan kesesuaian nilai-nilai karayawan dengan organisasi. Individu yang memiliki tingkat religiusitas, tidak hanya mereka yang memegang keyakinan terhadap agama tertentu, tetapi juga mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari (Morgan dan Lawton, 1996). Seseorang yang mengikuti kepercayaan agama tertentu akan menunjukkan set tertentu dari perilaku yang tercermin dalam kehidupan pribadi dan sosial mereka. Dengan demikian kemungkinan bahwa karyawan perilaku kerja akan juga dipengaruhi oleh preferensi agama mereka untuk sejauh mana mereka mengidentifikasi diri mereka dengan dan pengikut aktif dari agama tertentu. Religiusitas merupakan keyakinan terorganisir dari kepercayaan, praktik, ritual dan simbol yang dirancang (a) untuk memfasilitasi kedekatan dengan sakral atau transenden (Tuhan, kekuatan yang lebih tinggi, atau ultimate kebenaran / realitas), dan (b) untuk mendorong pemahaman tentang hubungan dan tanggung jawab seseorang untuk orang lain dalam hidup bersama dalam sebuah komunitas (AAhad M. et.al, 2010). Hal ini dapat disimpulkan bahwa sesorang yag memiliki tingkat religusitas yang tinggi, akan memilki 840
SEMNAS FEKON 2016
tanggung jawab terhadap lingkungannya, sehingga dapat melakukan ektivitas, walaupun bukan kewajibannya. Hal sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukan bahwa religiusitas berpengaruh terhadap organizational citizenship behavior (Olowookere, 2014) dan kepedulian terhadap organisasi ((Forward, et al, 2015). Namun demikian tingkat religiusitas juga sering menyesatkan tergantung pada orientasi seseorang. Hal sesuai dengan hasil penelitian yang menemukan orientasi religius dengan orientasi intrinsik memiliki dampak positif yang signifikan dengan kecerdasan emosional, tetapi orientasi religiusitas dengan orientasi ekstrinsik memiliki korelasi negatif dengan kecerdasan emosional (Liu, 2010). Kecocokan harapan nilai yang dirasakan dengan budaya organisasi atau Person Organisation Fit (POF) juga dapat meningkat perilaku ekstra peran terhadap oorganisasi dan lingkungan. Kesesuai nilai karyawan dan organisasi merupakan instrumen yang paling luas digunakan dan disukai, karena tidak seperti aspek lain yang dapat dengan mudah diubah, nilai-nilai karakteristik individu dan organisasi relatif stabil (Kristof-Brown et al., 2005). Karyawan semakin merasa cocok dengan organisasi mereka, semakin besar kemungkinan mereka untuk terlibat dalam OCB (Lamm, 2010). Sementara penelitian yang lain juga menunjukkan bahwa person organization fit berpengaruh terhadap organizational citizenship behavior (Khaola, and Sebotsa, 2015). Berbagai temuan dan kajian empiris tersebut menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Hasil penelitian Liu dan Cohen (2010) menunjukkan bahwa nilai-nilai yang dimiliki karyawan dalam bentuk tingkat spiritualitas berpengaruh terhadap organizational Citizenship Behavior (OCB) dan komitmen organisasi. Sementara tingkat religiusitas juga sering menyesatkan tergantung pada orientasi seseorang. Hal sesuai dengan hasil penelitian yang menemukan, bahwa religiusitas dengan orientasi intrinsik memiliki dampak positif yang signifikan dengan kecerdasan emosional, tetapi religiusitas dengan orientasi ekstrinsik memiliki korelasi negatif dengan kecerdasan emosional (Liu, 2010). Dengan demikian nilai-nilai individu yang sesuai dan religiusitas belum cukup untuk membentuk sikap organizational Citizenship Behavior (OCB). Religiusitas dan POF akan efektif, apabila nilai religisusitas dan POF tersebut memunculkan kepuasan intrisik) karyawan sehingga memunculkan kesadaran untuk melakukan sesuatu yang lebih (extra) bagi perusahaan, bukan pada karyawan yang berorientasi ekstrinsik. Religiusitas berpengaruh terhadap kepuasan hidup (Kozaryn, 2009). Kepuasan karyawan akan semakin tinggi pada sesorang yang memiliki regisusitas tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dimensi religiusitas dapat digunakan memprediksi kepuasan hidup yang lebih tinggi. Dengan kata lain, tidak hanya religiusitas yang membuat orang bahagia, tetapi juga membantu untuk memuaskannya (Okulicz, 2009). Demikian halnya penelitian lain menunjukan bahwa karyawan yang merasa puas yang ditunjukan dengan perasaan senang akan melakukan perkerjaan dengan sukrela bahan melakukan sesuatu bagi organisasi yang bukan kewajibannya ((Mark dan Zaiton, 2015). Disisi lain kepuasan kerja karyawan yang berada pada ranah individu dapat terbentuk dari nilai-nilai yang dianut oleh karyawan tersebut yang tercermin dalam tingkat religiusitas dan sejauh mana nilai nilai tersebut sesuai dengan nilai-nilai perusahaan (Okulicz, 2009). Dalam kondisi tersebut karyawan yang secara sukarela memberikan pemikiran tenaganya secara skstra bagi perusahaan. Kepuasan yang ditunjukan dengan Intensitas perasaan senang yang memuaskan (flow) berpengaruh terhadap OCB (Mark dan Zaiton, 2015). Person Organisation Fit yang tinggi juga merupakan anteseden dari kepercayaan, komitmen, dan kepuasan dalam sebuah organisasi, yang semuanya mengarah pada peningkatan OCB. Sebaliknya, mereka yang merasa tidak ada kesesuaian dengan organisasi mereka, cenderung untuk merespon dengan permusuhan atau ketidakpuasan terhadap perusahaan (Skarlicki dan Folger, 1997). Kepuasan (flow) merupakan pendekatan yang baik untuk meningkatkan tingkat motivasi dan kontribusi untuk hasil organisasi. Kepuasan ini diharapkan dapat membantu memecahkan hubungan religiusitas dan POF terhadap OCB secar lebih efektif 841
SEMNAS FEKON 2016
Oleh karena itu permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh peran kepuasan meningkatkan efektifitas hubungan Religiusitas dan Person Organisation Fit (POF) terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB). Penelitian ini bertujuan Menganalisis dan menguji secara empirik pengaruh religiusitas dan person organization fit (POF) terhadap organizational citizenship behavior (OCB) melalui kepuasan karyawan. Analisi tehadap hubungan tersebut dapat memberikan bukti empirik terhadap praktik manajemen terkait dengan pengembangan peran dan perilaku karyawan berbasis religiusitas dan person organisation fit KAJIAN LITERATUR Organzational Citizenship Behavior Organizational Citizenship Behavior (OCB) diusulkan oleh Organ et al pada tahun 1983 untuk pertama kalinya. Konsep ini dikembangkan melalui tulisan Barnard pada tahun 1938 tentang kesediaan untuk bekerja sama dan studi Katz ' tentang kinerja dan inovatif dan perilaku spontan pada tahun 1964, 1966 dan 1978 (Castro dan Ruiz, 2004). Dalam definisi utama OCB yang diwakili oleh Bateman dan Organ di tahun 1980-an, perilaku mereka umumnya dianggap melalui beberapa keuntungan yang diciptakan untuk organisasi jika karyawan melakukan aktivitas bagai organisasi, meskipun tidak ada paksaan untuk melakukan atas nama organisasi (Kwantes, 2003). Dalam definisi lain perilaku warga organisasi ditunjukkan sebagai komitmen permanen dan sukarela, dengan tujuan dan metode yang pada akhirnya mencapai kesuksesan organisasi. Organisasi yang telah didirikan berdasarkan partisipasi dan tindakan yang tepat dari karyawan, maka akan menikmati keuntungan tersebut (Brightman dan Moran, 1999). Organizational Citizenship Berhavior (OCB) dinilai berdasarkan item yang diadaptasi dari skala yang dikembangkan oleh Podsakoff, MacKenzie, Moorman dan Fetter (1990). Dua item yang digunakan untuk mengukur OCB yang menguntungkan organisasi, dan dua item lainnya yang digunakan untuk mengukur OCB yang diukur dengan menguntungkan rekan kerja, berpartisipasi dalam kegiatan yang tidak wajib, berupaya meningkatkan citra organisasi, dan bersedia memberikan waktu untuk membantu rekan kerja serta bersedia membantu memecahkan masalah yang berhubungan dengan pekerjaan. Religiusitas Religiusitas merupakan keyakinan terorganisir dari kepercayaan, praktik, ritual dan simbol yang dirancang (a) untuk memfasilitasi kedekatan dengan sakral atau transenden (Tuhan, kekuatan yang lebih tinggi, atau ultimate kebenaran / realitas), dan (b) untuk mendorong pemahaman tentang hubungan dan tanggung jawab seseorang untuk orang lain dalam hidup bersama dalam sebuah komunitas (AAhad M. et.al, 2010). Weaver dan Agle (2002) menunjukkan bahwa harapan peran agama, dihayati sebagai identitas religiusitas diri yang dapat mempengaruhi perilaku atau nilai-nilai individu etis. simbol-simbol religiusitas dan praktek menjadi lazim dan diterima di tempat kerja seperti yang terlihat oleh peningkatan pengayaan dan pemberdayaan program, pertemuan doa, studi Alkitab, bahasa religius dan permintaan istirahat untuk kewajiban agman atau hari besar keagamaan (Garcia-Zamor; 2003). Para peneliti sepakat bahwa orientasi religius individu memiliki dampak yang signifikan terhadap pribadi sikap dan perilaku. Ditemukan bahwa orientasi religius intrinsik memiliki positif yang signifikan korelasi dengan kecerdasan emosional, tetapi orientasi religiusitas ekstrinsik memiliki korelasi negatif dengan kecerdasan emosional (Liu, 2010). Ferm (1963) menyatakan bahwa definisi yang diterima dari religiusitas mengacu pada satu set perilaku atau makna yang terhubung ke tindakan orang yang religius. Menurut Al-Goaib (2003), dalam Islam, religiusitas adalah komitmen untuk dasar-dasar agama Islam secara empiris dan teoritis melalui pemenuhan hak-hak Allah, perlindungan hak-hak orang lain, mengikuti perintah Allah "s, menghindari tindakan buruk, dan melakukan ibadah. Individu yang meimiliki tingkat religiusitas, tidak hanya mereka yang memegang keyakinan terhadap agama tertentu, tetapi juga mempraktikkannya dalam kehidupan 842
SEMNAS FEKON 2016
sehari-hari (Morgan dan Lawton, 1996). Disarankan bahwa orang yang tahan dan ikuti dogma agama tertentu akan menunjukkan set tertentu dari perilaku yang tercermin dalam kehidupan pribadi dan sosial mereka. Dengan demikian kemungkinan bahwa karyawan "perilaku kerja akan juga dipengaruhi oleh preferensi agama mereka untuk sejauh mana mereka mengidentifikasi diri mereka dengan dan pengikut aktif dari agama tertentu. Religiusitas berpengaruh terhadap komitmen organisasi (Forward, et al, 2015). Religiusitas karyawan ditunjukkan dengan peningkatn tim kerja, kebaikan, keadilan, kejujuran, kepercayaan, perhatian pada pihak lain. Religiusitas berpengaruh terhadap organizational citizenship behavior (OCB) (Olowookere, 2014). Religiusitas berpengaruh terhadap kepuasan hidup (Kozaryn, 2009). Person Organisation Fit (POF) Person Organisation Fit (POF) merupakan kecocokan harapan nilai yang dirasakan dengan budaya organisasi.yang Cabel dan Judge (1997). Mengingat beberapa teori, dimensi, dan pengukuran Person Organisation Fit (POF), banyak literatur merekomendasikan spesifikasi yang jelas dari konsep. Person-organisation fit secara luas didefinisikan sebagai kesesuaian antara individu dan organisasi tempat mereka bekerja (Kristof-Brown et al, 2005). Hal ini berfokus pada fit dari orang dengan seluruh organisasi baik terkait dengan pekerjaan, panggilan, kelompok atau supervisor tertentu. Berbagai Dimensi juga telah digunakan untuk mengukur kesesuaian antara orang dan organisasi mereka, dan ini termasuk nilai kesesuaian, keselarasan tujuan, dan kesesuaian kepribadian dengan iklim organisasi (Kozaryn, Adam Okulicz, 2009). Sedangkan cara pengkuran nilai instrumen adalah instrumen yang paling luas digunakan, dan mungkin disukai karena tidak seperti aspek lain yang dapat dengan mudah diubah, nilai-nilai karakteristik individu dan organisasi relatif stabil (Kristof-Brown et al., 2005). Dengan demikian, penelitian ini didasarkan pada nilai kongruensi. Para peneliti telah Juga digunakan baik tindakan langsung atau tidak langsung untuk menilai apakah atau tidak cocok ada. Sementara penilaian langsung (dianggap) fit membutuhkan karyawan untuk membuat penilaian subjektif dalam kaitannya dengan seberapa baik mereka berpikir karakteristik mereka cocok dengan organisasi, sedagkan penilaian tidak langsung dialkukan dengan membandingkan antara individu dan organisasi karakteristik dinilai secara terpisah. Kristof-Brown et al. (2005) mencatat bahwa nilai-nilai yang dirasakan cocok sangat terkait dengan sikap karyawan dan perilaku dari fit sebenarnya. Karyawan merasa terintegrasi dalam organisasi mereka dan terdapat kesesuian dalam tujuan serta harapan, karyawan akan melakukan kegiatan dan tugas dengan sukarela dan memiliki perilaku yang bermanfaat yang membantu organisasi. Hubungan ini akan berdapak positif lebih besar pada saat didukung kinerja tugas, keramahan, dan harga diri (Lamm et al, 2010). Person of Fit yang tinggi merupakan anteseden dari kepercayaan, komitmen, dan kepuasan dalam sebuah organisasi, yang semuanya mengarah pada peningkatan OCB. Sebaliknya, mereka yang merasa tidak ada kesesuaian dengan organisasi mereka, cenderung untuk merespon dengan permusuhan atau ketidakpuasan terhadap perusahaan (Skarlicki dan Folger, 1997). Pentingnya POF telah ditekankan dalam berbagai hasil penelitian terdahulu; mereka yang menyelaraskan nilai dengan budaya organisasi lebih mungkin untuk mengalami hasil yang lebih positif berhubungan dengan pekerjaan, seperti keterlibatan kerja yang lebih tinggi, peningkatan komitmen organisasi, dan sikap kerja yang lebih baik serta lebih mungkin untuk tetap berada di lingkungan yang perusahaan (Vilela et al., 2008). Karyawan semakin merasa cocok dengan organisasi mereka, semakin besar kemungkinan mereka untuk terlibat dalam OCB (Lamm, 2010). Sementara penelitian yang ai juga menunjukkan bahwa person organization fit berpengaruh terhadap organizational citizenship behavior (Khaola, and Sebotsa, 2015). Dari kajian tersebut dapat dapat ditarikhipotesis sebagai berikut : Kepuasan Karyawan 843
SEMNAS FEKON 2016
Setiap karyawan menghaarpkan dapat memperoleh kepuasan dari tempat kerja. Pada dasrnya kepuasan merupakan hal yang bersifat individual, karena individu dapat memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku pada setiap individu. Semakin puas soerang karyawan, apabila banyak kesesuaian nilai-nilai individu dengan nilai-nilai organisasi. Kepuasan (flow) merupakan pendekatan yang baik untuk meningkatkan tingkat motivasi dan kontribusi untuk hasil organisasi. Kepuasan yang ditunjukan dengan Intensitas perasaan senang yang memuaskan (flow) berpengaruh terhadap OCB (Mark dan Zaiton, 2015). Kepuasan karyawan akan semakin tinggi pada sesorang yang meiliki regisusitas tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dimensi religiusitas yang berhubungan dengan modal sosial memprediksi kepuasan hidup yang lebih tinggi dan orang-orang beragama lebih bahagia di negara-negara yang beragama agama. Dengan kata lain, tidak hanya religiusitas yang membuat orang bahagia melainkan pengaturan sosial yang menawarkan. Orang-orang membutuhkan kepemilikan dan agama membantu untuk memuaskannya (Okulicz, 2009). Dari kajian tersebut dapat disimpulkan bahwa seorang karyawan akan melakukan kerja ekstra melebihi apa yang menjadi tuganya dapat terjadi, apabila, karyawan tersebut merasa puas dan senang bekerja pada oragansasi tersebut. Model Piktografi Hubungan antar Variabel Hubungan religiusitas, person organization fit (POF), kepuasan karyawan dan Organizational Citizenship Behavior (OCB), dapat digambarkan dalam kerangka model hubungan sebagai berikut : ` Religiusitas
Kepuasan Karyawan
Organizational Citizenship Behavior (OCB)
Gambar 1. Piktografi Hubungan antar Variabel Person Organisation Fit (POF)
844
SEMNAS FEKON 2016
PENUTUP Perilaku karyawan dalam melakukan kegiatan secara sukarela bagi organisasi banyak di latar belakangi kondisi individual karyawan yang diujudkan dalam tingkat religiusitas dan kesesuaian nilai-nilai karayawan dengan organisasi. Individu yang memiliki tingkat religiusitas, tidak hanya mereka yang memegang keyakinan terhadap agama tertentu, tetapi juga mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari (Morgan dan Lawton, 1996). Namun berbagai temuan dan kajian empiris tersebut menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Hasil penelitian Liu dan Cohen (2010) menunjukkan bahwa nilainilai yang dimiliki karyawan dalam bentuk tingkat spiritualitas berpengaruh terhadap organizational Citizenship Behavior (OCB) dan komitmen organisasi. Sementara tingkat religiusitas juga sering menyesatkan tergantung pada orientasi seseorang., bahwa religiusitas dengan orientasi ekstrinsik memiliki korelasi negatif dengan kecerdasan emosional (Liu, 2010). Karyawan yang merasa tidak ada kesesuaian dengan organisasi mereka, cenderung untuk merespon dengan permusuhan atau ketidakpuasan terhadap perusahaan Kepuasan (flow) merupakan pendekatan yang baik untuk meningkatkan tingkat motivasi dan kontribusi untuk hasil organisasi. Kepuasan ini diharapkan dapat membantu memecahkan hubungan religiusitas dan POF terhadap OCB secara lebih efektif
DAFTAR PUSTAKA AAhad M. Gani, Osman; Hashim, J. and Ismail, Y., 2010. Effects of Religiosity, Spirituality, and Personal Values on Employee Performance: A Conceptual Analysis, Presented at: 9th International Conference of the Academy of HRD (Asia Chapter), November 11 –November 14, 2010, Shanghai. Adam, La Ode Bahana, 2012. Peran Motivasi Spiritual Agamis Terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB) Dan Kinerja Dosen, Jurnal Aplikasi Manajemen, Volume 10 (4) : 880-889, Terakreditasi SK Dirjen Dikti No. 66b/DIKTI/KEP/2011 Al-Goaib, S. ,2003. Religiosity And Social Conformity Of University Students: An Analytical Study Applied At King Saoud University, Arts Journal Of King Saoud University, Vol. 16 (1) Ferm, V., 1963. An Encyclopedia Of Religion, London: Peter Owen. Forward,; Natalie Daugherty, N.;Michel H and Sandberg, D. The Effects of Communication, Religiosity, and Organizational Support on Student Commitment at a Church-Related University, Human Communication. A Publication of the Pacific and Asian Communication Association, Vol. 12 (1) : 33 - 52. Garcia-Zamor JC., 2003, “Workplace Spirituality And Organizational Performance”, Public Admin Rev. Vol. 63 (3) : 355-363. Judge, T.A. & Cable, D.M. 1997. Applicant personality, organisational culture, and organisation attraction. Personnel Psychology, 50(2), 359-394. Khaola, P.P. and Sebotsa, T., 2015. Person-organisation fit, Organisational commitment and organisational citizenship Behaviour, Danish Journal of Management and Business Sciences, Pages: 67-74 Kozaryn, Adam Okulicz, 2009. Religiosity and Life Satisfaction,A Multilevel Investigation Across Nations, Institute for Quantitative Social Science, Harvard University. 845
SEMNAS FEKON 2016
Kristof-Brown, A. L., Zimmerman, R. D., Johnson, E. C., 2005. Consequences Of Individual's Fit At Work: A Meta-Analysis Of Person-Job, Person-Organization, Person-Group, And Person-Supervisor Fit. Personnel Psychology, 58 (2) : 281-342 Kristof-Brown, A.L., Zimmerman, R.D. & Johnson, E.C. (2005). Consequences Of Individuals’ Fit At Work: A Meta Analysis Of Person-Job, Person-Organisation, Person-Group, And Person-Supervisor Fit. Personnel Psychology, 58, 281 - 342. Lamm, Michael S. ; Shaw, Gregory E.; Kuyumcu, Daniel And Dahling, J., 2010. The Effect Of Person-Organization Fit On The Display Of Organizational-Citizenship Behaviors Directed Towards The Organization (OCB-Os), Journal Of Student Scholarship, Vol 12 : 1-8. Liu, C.-C., 2010. The Relationship Between Personal Religious Orientation And Emotional Intelligence, Social Behavior And Personality 38 (4) : 461-468. Liu, Y., and Cohen, A., 2010.Values, Commitment, And OCB Among Chinese Employees, International Journal Of Intercultural Relations, Vol 34 : 493–506. Mark Kasa and Zaiton Hassan, 2015. The Role of Flow between Burnout and Organizational Citizenship Behavior (OCB) among Hotel Employees in Malaysia, 2nd Global Conference on Business and Social Science-2015, Procedia - Social and Behavioral Sciences 211 : 199 – 206 Morgan, P., And Lawton C. (Eds.), 1996. Ethical Issues In Six Religious Traditions, Edinburgh: Edinburgh University Press. Olowookere, E.I., 2014. Influence of Religiosity and Organizational Commitment on Organizational Citizenship Behaviours: A Critical Review of Literature, Advances in Social Sciences Research Journal, Vol.1 (3) : 49-64 Skarlicki, D., & Folger, R.,1997. Retaliation In The Workplace: The Roles Of Distributive, Procedural, And Interactional Justice. Journal Of Applied Psychology, 82 (3) : 434-443. Tehran,G.M; Abtahi, M.S. and Esmaeili S. , 2013. The Relationship between Organizational Citizenship Behavior and Performance of the Staff of Qazvin University of Medical Sciences and Health Services, International Journal of Academic Research in Business and Social Sciences, Vol. 3, No. 9 Vilela, B. B., Varela Gonzalez, J. A., & Ferrin, F. F.,2008. Person-Organization Fit, OCB And Performance Appraisal: Evidence From Matched Supervisor-Salesperson Data Set In A Spanish Context. Industrial Marketing Management. Vol 37 : 10051019. Weaver, G And Agle, B., 2002, Religiosity And Ethical Behavior In Organizations: A Symbolic Interactionist Perspective, Academy Of Management Review, Vol. 27 (1) : 77-97.
846
SEMNAS FEKON 2016
ANALISIS BEBAN KERJA TERHADAP KEBUTUHAN PEGAWAI ADMINISTRASI DALAM MENJAMIN OPTIMALISASI OPERASIONAL AKADEMIK Yusuf Anfas Raden Sudarwo Universitas Terbuka [email protected] Abstrak Jumlah kebutuhan pegawai harus didasarkan kepada beban kerja pegawai administrasi UPBJJ-UT Ternate. Untuk menghitung waktu aktifitas pegawai yang digunakan untuk bekerja dan waktu yang tidak, peneliti menggunakan tabel work sampling. Metode perhitungan kebutuhan tenaga kerja didasarkan pada perhitungan beban kerja dengan pendekatan per tugas jabatan sesuai Keputusan MenPAN Nomor: KEP/75/M.PAN/7/2004 tentang Pedoman Perhitungan Kebutuhan Pegawai berdasarkan Beban Kerja dalam rangka Penyusunan Formasi PNS. Sampel penelitian adalah pegawai UPBJJ-UT Ternate berstatus pegawai administrasi dengan pokok pekerjaan didasarkan Capaian Sasaran Kualitas Pegawai (CSKP). Perhitungan dan pengolahan data menggunakan Microsoft Excel. Penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat hasil yang signifikan pada penggunaan waktu kerja dan memiliki hasil jumlah karyawan yang dibutuhkan terhadap jumlah aktual karyawan, dapat diketahui bahwa terdapat 7 fungsi karyawan, unit tata usaha KTU memiliki kelebihan jumlah karyawan sebanyak 1 orang karyawan dan BPP memiliki kekurangan jumlah karyawan sebanyak 1 orang karyawan. Untuk unit registrasi dan pengujian PDA memiliki kekurangan jumlah karyawan sebanyak 1 orang karyawan. Kata Kunci:
Work sampling, beban kerja, capaian sasaran kualitas pegawai.
Setiap organisasi baik yang berbentuk perusahaan ataupun institusi, baik yang bersifat profit maupun non-profit (nirlaba) saat ini dihadapkan pada iklim globalisasi yang mengarah pada peningkatan pembangunan terutama yang bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan bangsa. KEPMEN DIKNAS RI Nomor 107/U/2001 tentang penyelenggaraan Program Pendidikan Tinggi Terbuka Jarak Jauh (PTJJ) juga membuka peluang bagi perguruan tinggi lain untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi jarak jauh di tanah air. Merupakan fenomena yang menggembirakan, meskipun harus disadari bahwa penyelenggaraan pendidikan tinggi jarak jauh mensyaratkan kualitas dan kuantitas. Universitas Terbuka mendayagunakan seluruh keuntungan yang diperoleh dari usaha bisnisnya untuk kepentingan meningkatkan kualitas pendidikan. Penyelenggaraan pendidikan di UT dalam rangka pencapaian tujuannya menghasilkan lulusan yang berkualitas juga tidak terlepas dari peran serta tenaga pendidik dan tenaga penunjang lainnya. Upaya UT untuk menghadapi tuntutan pembangunan dapat dilakukan melalui pengelolaan organisasi yang efektif dan efisien. Usaha yang efektif dan efisien mengandung arti bahwa output dari setiap pegawai memenuhi apa yang ditargetkan organisasi. Dengan jumlah hasil kerja yang mampu dihasilkan setiap pegawai maka dapat diketahui berapa tingkat kebutuhan pegawai untuk mencapai target. Hal tersebut dapat dilakukan melalui metode pengukuran beban kerja, sehingga pegawai dapat bekerja optimal sesuai batas kemampuannya. Beban kerja seseorang sudah ditentukan dalam bentuk standar kerja perusahaan menurut jenis pekerjaannya (Mangkuprawira, 2003). Beban kerja yang dibebankan kepada pegawai dapat terjadi dalam tiga kondisi. Pertama, 847
SEMNAS FEKON 2016
beban kerja sesuai standar. Kedua, beban kerja yang terlalu tinggi (over capacity). Ketiga, beban kerja yang terlalu rendah (under capacity). Beban kerja yang terlalu tinggi atau rendah akan berdampak pada inefisiensi kerja. Persaingan yang tinggi menuntut adanya perbaikan di lingkup kerja organisasi seperti pengurangan biaya (efisiensi), peningkatan produktifitas karyawan dan melakukan segala sesuatu dengan lebih baik dan murah. Hal tersebut tidak terlepas dari peranan SDM perusahaan. Peranan SDM dalam hal ini adalah sebagai penggerak utama dalam membantu perusahaan mencapai visi, misi dan tujuan serta strateginya. Perencanaan tenaga kerja yang baik adalah hal yang penting untuk dilakukan yaitu meliputi analisis pekerjaan dan beban kerja perusahaan secara keseluruhan. Menurut Moekijat (2008), analisis beban kerja merupakan metode yang biasa digunakan untuk menentukan jumlah atau kuantitas tenaga kerja yang diperlukan. Beban kerja yang didistribusikan secara tidak merata dapat mengakibatkan ketidaknyamanan suasana kerja karena pegawai merasa beban kerja yang dilakukannya terlalu berlebihan atau bahkan kurang. Sumber Daya Manusia pada masing-masing unit harus direncanakan dan dikelola dengan baik agar beban kerja yang ditanggung oleh masing-masing pegawai sesuai dengan kapasitas yang dimiliki. Jika terjadi kelebihan beban kerja, maka para karyawan akan merasa kelelahan dalam melayani kebutuhan administrasi mahasiswa dan dapat berakibat menurunnya kinerja layanan. SDM administrasi UPBJJ-UT Ternate pada penelitian ini terdiri dari Kasubag Tata Usaha (KTU), staf administrasi umum (ADU), Bendahara Pembantu Pengeluaran (BPP), staf Pengadministrasian Keuangan (ADK), staf Teknisi Sarana dan Prasarana Kantor (TSP). SDM tersebut berada pada unit tata usaha. Kemudian Koordinator Registrasi dan Ujian (KRU) dan staf Pengumpul dan Pengelola Data Akademik (PDA). SDM tersebut berada pada unit registrasi dan pengujian. Jumlah SDM administrasi tiap UPBJJ berbedabeda tergantung pada jumlah mahasiswa yang dikelola serta penggunan anggaran belanja pegawai. Masing-masing UPBJJ mendapatkan job description yang sama tanpa ada perbedaan. Pengukuran beban kerja perlu dilakukan kembali untuk mengetahui jumlah kebutuhan pegawai secara optimal. UPBJJ-UT Ternate memiliki amanat mulia yaitu meningkatkan kualitas SDM di Provinsi Maluku Utara. Untuk mendukungnya, optimalisasi organisasi harus diwujudkan. Hal ini dikarenakan ketidakefisienan akan menyebabkan turunnya produktivitas organisasi dan mengancam pelaksanaan pencapaian tujuan mulia UT. Hal inilah yang kemudian melatarbelakangi pentingnya melakukan analisis beban kerja dan jumlah kebutuhan karyawan di lingkungan kerja UPBJJ-UT Ternate. METODE Populasi penelitian yaitu pegawai administrasi akademik dan kemahasiswaan pada unit tata usaha dan unit registrasi dan pengujian UPBJJ-UT Ternate dengan jumlah populasi sebanyak 7 orang responden. Adapun cara pengambilan sampel masing-masing unit dilakukan dengan purposive sampling. Pengumpulan data primer mengenai karyawan diperoleh melalui metode work sampling yaitu pengamatan terhadap aktifitas pokok atau tugas pokok selama jam kerja dengan jarak waktu pengamatan setiap 10 menit. Pengamatan dilakukan selama 8.5 jam waktu kerja selama dua hari sehingga diperlukan 14 hari untuk melakukan pengamatan untuk 7 responden. Aktifitas yang diamati dalam penelitian menggunakan tabel work sampling dikelompokkan menurut kategori kegiatan produktif, tidak produktif, dan pribadi. Menurut Ilyas (2004), pengelompokkan kegiatan dapat disesuaikan dengan tujuan dan kebutuhan penelitian. Kegiatan produktif merupakan semua kegiatan yang berhubungan dengan penyelesaian pekerjaan seperti yang terdapat pada uraian tugas-tugas pokok. Kegiatan tidak produktif meliputi kegiatan yang dilakukan karyawan yang tidak bermanfaat bagi pekerjaan seperti terlambat, bermalas-malasan, mengobrol, dan sebagainya. Kegiatan pribadi merupakan kegiatan yang dilakukan karyawan untuk menghilangkan kelelahan. Pengumpulan data primer berupa standar kemampuan rata-rata waktu penyelesaian dan kuantitas beban tugas-tugas pokok pekerjaan selama setahun dilakukan dengan metode 848
SEMNAS FEKON 2016
gabungan wawancara dan observasi. Adapun data sekunder dikumpulkan melalui studi kepustakaan. Tabel 1. Format Tabel Work Sampling Bagian : .................... Tanggal : .................... Tempat : .................... Kegiatan yang dilakukan pegawai Waktu Tidak Produktif Pribadi Produktif 08:00 08:10 08:20 ..dst...
Ket.
Frekuensi dan waktu untuk menyelesaikan aktifitas mencerminkan nilai beban kerja yang selanjutnya digunakan untuk menentukan jumlah kebutuhan tenaga kerja melalui analisis perhitungan kebutuhan tenaga kerja. Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan kemudian dapat dibandingkan dengan jumlah tenaga kerja riil. Tabel 2. Operasionalisasi Variabel Variabel Definisi Operasional Beban sekumpulan atau sejumlah kerja kegiatan yang harus diselesaikan oleh suatu unit organisasi atau pemegang jabatan dalam jangka waktu tertentu. Kebutuha Jumlah tenaga yang n dibutuhkan berdasarkan pegawai hasil perhitungan dengan pendekatan per tugas jabatan sesuai Kep. MenPan Nomor: KEP/75/M.PAN/7/2004
Indikator Penilaian 1. Frekuensi pekerjaan 2. Waktu produktif, Waktu tidak produktif, Waktu pribadi 3. Absensi 4. Waktu efektif 1. Waktu kerja 2. Waktu penyelesaian tugas 3. Jumlah kebutuhan pegawai
Sumber Suharyono dan Adisasmito (2006); Ernawati, et all. (2011); Proborini (2011); Novera (2010); Setyawan (2008)
Langkah pertama pengolahan data yaitu melakukan pemeriksaan terhadap data yang telah diperoleh pada lembar pengamatan work sampling. Kegiatan dikelompokkan berdasarkan kategori kegiatan produktif, tidak produktif dan pribadi. Langkah kedua memasukkan data mengenai standar kemampuan rata-rata waktu penyelesaian tugas-tugas pokok pekerjaan serta kuantitas beban tugas selama setahun. Perhitungan dilakukan menggunakan bantuan Microsoft Excel. Melalui pengelompokkan kegiatan-kegiatan selama pengamatan, dapat diketahui gambaran penggunaan waktu kerja. Berdasarkan standar kemampuan rata-rata pencapaian waktu untuk menyelesaikan tugas-tugas pokok serta kuantitas beban tugas dalam setahun dapat diketahui. Beban kerja yang diperoleh menjadi dasar untuk melakukan perhitungan jumlah pegawai. Metode perhitungan kebutuhan tenaga kerja yang digunakan sesuai dengan Kep. MenPAN No. KEP/75/M.PAN/7/2004 tentang Pedoman Perhitungan Kebutuhan Pegawai berdasarkan Beban Kerja dalam rangka Penyusunan Formasi PNS.: a. Menetapkan waktu kerja Waktu kerja yang dimaksud adalah waktu kerja efektif. Waktu kerja efektif terdiri atas hari kerja efektif dan jam kerja efektif. Allowance diperkirakan ratarata sekitar 30 persen dari jumlah jam kerja formal. 849
SEMNAS FEKON 2016
Hari Kerja Efektif = (A – (B + C + D))
…………….(1)
Keterangan : A = Jumlah hari menurut kalender B = Jumlah hari Sabtu-Minggu setahun C = Jumlah hari libur dalam setahun D = Jumlah cuti tahunan b. Menyusun Waktu Penyelesaian Tugas (WPT) Waktu Penyelesaian Tugas (WPT) merupakan hasil perkalian dari jumlah Beban Tugas (BT) pokok dengan waktu Standar Kemampuan Rata-rata (SKR). Rumus perhitungan waktu penyelesaian tugas dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 3. Rumus perhitungan Waktu Penyelesaian Tugas No. Uraian Tugas Pokok BT SKR WPT (BT x SKR) 1 2 3 4 5 dst. ∑ WPT Keterangan : BT = Jumlah beban tugas SKR = Waktu kemampuan rata-rata WPT = Waktu penyelesaian tugas Perkalian antara beban tugas dengan waktu standar kemampuan rata-rata dilakukan per tugas pokok. Hasil perkalian dari seluruh tugas pokok dijumlahkan sehingga menghasilkan total Waktu Penyelesaian Tugas. c.. Menghitung Jumlah Pegawai Jumlah kebutuhan pegawai dengan demikian dapat dihitung setelah waktu penyelesaian tugas ditentukan. ∑ Waktu Penyelesaian Kebutuhan Pegawai x1 Tugas …………….(2) = orang ∑ Waktu Kerja Efektif HASIL PEMBAHASAN Berdasarkan hasil observasi, SDM UPBJJ-UT Ternate bekerja lima hari dalam seminggu dari hari Senin hingga Jumat atau sebanyak 238 hari kerja dalam setahun. Adapun jam kerja karyawan pada hari Senin hingga Kamis, yaitu sejak pukul 08.00 WIT sampai dengan pukul 16.30 WIT dan jam kerja karyawan khusus pada hari Jum’at, yaitu sejak pukul 08.30 WIT sampai dengan pukul 17.00 WIT. Hasil pengamatan penggunaan waktu kerja dengan metode work sampling selama dua hari terhadap karyawan administrasi dapat dilihat pada berikut ini. Tabel 4. Jumlah penggunaan waktu kerja SDM administrasi UPBJJ-UT Ternate Total Waktu (Menit) Persentase (%) Total Unit Jumlah Persentase 1 2 3 1 2 3 KTU 667 229 124 1020 65,39 22,45 12,16 100 ADU 466 384 170 1020 45,69 37,65 16,67 100 850
SEMNAS FEKON 2016
BPP ADK TSP KRU PDA Rata-rata Rata-rata per hari Jam perhari
573 309 138 544 329 147 498 380 142 623 258 139 600 261 159 567,29 307,14 145,57
1020 1020 1020 1020 1020 1020
56,18 53,33 48,82 61,08 58,82 55,62
30,29 32,25 37,25 25,29 25,59 30,11
13,53 14,41 13,92 13,63 15,59 14,27
100 100 100 100 100 100
283,64 153,57 4,73 2,56
510 8,50
-
-
-
-
72,79 1,21
Keterangan : 1 = Jenis kegiatan produktif 2 = Jenis kegiatan tidak produktif 3 = Jenis kegiatan pribadi Penggunaan waktu untuk kegiatan produktif 45,69-65,39 %. Penggunaan waktu untuk kegiatan tidak produktif 22,45-37,65 % dan kegiatan pribadi 12,16-14,41 %. Penggunaan waktu kegiatan produktif yang paling tinggi terletak pada unit tata usaha KTU sebesar 65,39 persen atau 667 menit, sedangkan yang paling rendah terdapat pada unit tata usaha ADU sebesar 46,69 persen atau 466 menit. Dari hasil pengamatan, tingginya angka penggunaan waktu untuk kegiatan produktif pada unit KTU dikarenakan aktivitas seharihari berhubungan dengan fungsi administratif kepegawaian, administrasi perkantoran, persuratan, dan perencanaan berbagai program kegiatan, serta pelayanan kemahasiswaan dan alumni yang dapat dikatakan cukup padat. Unit KRU memiliki angka penggunaan waktu produktif sebesar 623 menit atau 61,08 % atau tertinggi kedua setelah unit KTU. Hal ini disebabkan aktifitas pada hari pengamatan juga cukup padat dan beragam. Pekerjaan yang diamati mulai dari pengelompokan (collacting), pemisahan (batching), inputan registrasi, pengelolaan database, ferifikasi, dan validasi data kemahasiswaan. Urutan tertinggi penggunaan waktu produktif berikutnya unit PDA yaitu sebesar 600 menit atau 58,82 %. Angka penggunaan waktu produktif PDA dipengaruhi oleh tugastugas administrasi akademik dan kemahasiswaan di lingkup registrasi dan pengujian yang cukup banyak dan beragam, proses pekerjaan dilakukan dengan teliti dengan proses yang panjang. Karyawan PDA harus menangani berbagai kendala registrasi dan menumpuknya inputan data mahasiswa dipenghujung masa registrasi. Berdasarkan hasil pengamatan di unit BPP, dapat diketahui intensitas pekerjaan yang cukup padat walau tidak sepadat unit KTU, KRU, dan PDA. Dari pengamatan, BPP harus melakukan pengelolaan keuangan pada pelaksanaan kegiatan setiap usulan ketua pelaksana kegiatan serta memastikan administrasi keuangan lengkap dan sesuai dengan ketentuan peraturan keuangan. Waktu produktif BPP yaitu sebesar 573 menit atau sebesar 56,18 %. Hasil pengamatan baik di unit tata usaha TSP (Teknisi Sarana dan Prasarana) dan unit tata usaha ADK (Pengadministrasian Keuangan), dapat diketahui bahwa selama pengamatan berlangsung karyawan TSP dan ADK memiliki penggunaan waktu produktif terendah ke dua dan ketiga setelah Unit tata usaha ADU (Pengadministrasian Umum) yang merupakan unit dalam penggunaan waktu produktif terendah pertama. TSP dan ADK memiliki urutan masing-masing kedua dan ketiga terendah dalam penggunaan waktu produktif yaitu masing-masing dengan angka penggunaan waktu sebesar 498 dan 544 menit atau 48,82 % dan 53,33 %.
851
SEMNAS FEKON 2016
Penggunaan Waktu Produktif
Gambar 1. Diagram Batang Penggunaan Waktu Kerja Dapat diketahui bahwa rata-rata persentase penggunaan waktu untuk jenis kegiatan produktif yaitu sebesar 55,62 persen jauh diatas penggunaan nilai persentase untuk kegiatan tidak produktif yaitu 30,11 persen dan penggunaan nilai persentase untuk kegiatan pribadi yaitu 14,27 persen. Waktu produktif optimal adalah mencapai 55,62 persen. Berdasarkan hal ini, dapat disimpulkan bahwa rata-rata karyawan unit tata usaha dan unit registrasi dan pengujian menggunakan sebesar 34,82 persen dari 43,63 persen waktu produktif mereka untuk mengerjakan kegiatan yang tidak produktif. Nilai ini hampir sama dengan nilai penggunan waktu tidak produktif dan waktu pribadi karywan dengan akumulasi nilai penggunaan waktu sebesar 44,38 persen dari 55,62 persen waktu produktif mereka. Hal tersebut menyebabkan penggunaan waktu kerja untuk kegiatan yang produktif jauh lebih baik. Karyawan menggunakan waktu sebesar 14,27 persen atau sebesar 145,57 menit untuk kegiatan pribadi. Jika dirata-ratakan per hari, maka karyawan rata-rata menghabiskan sebanyak 72,79 menit atau 1,21 jam untuk kegiatan pribadi untuk keperluan pribadi seperti makan siang, ibadah, istirahat, dan sebagainya. Analisis mengenai jumlah kebutuhan karyawan untuk pekerjaan administrasi akademik dan kemahasiswaan dilakukan dengan menggunakan metode perhitungan kebutuhan tenaga kerja berdasarkan beban kerja dengan pendekatan tugas per tugas jabatan sesuai Keputusan MenPAN Nomor : KEP/75/M.PAN/7/2004 yaitu : A. Menetapkan waktu kerja Hari kerja efektif dapat dihitung dengan jumlah hari berdasarkan kalender 2015 adalah sebanyak 365 hari. Jumlah hari sabtu dan minggu adalah sebanyak 104 hari dalam setahun. Kemudian hari libur nasional pada tahun 2015 adalah sejumlah 11 hari dan cuti tahunan sejumlah 12 hari cuti bersama. Total hari libur diperoleh dengan menjumlahkan hari Sabtu dan Minggu, dengan hari libur nasional dan 12 hari cuti tahunan yaitu sebesar 127 hari. Hari kerja efektif diperoleh dengan mengurangi jumlah hari pada kalender 2015 dengan total hari libur sehingga diperoleh hari kerja efektif yaitu sebanyak 238 hari. Karyawan UPBJJ-UT Ternate bekerja selama 8,5 jam per hari atau sebanyak 2550 menit per minggu (8,5 jam dikalikan dengan lima hari kerja). Jam kerja efektif adalah jumlah jam kerja formal dikurangi dengan waktu kerja yang hilang karena tidak bekerja (allowance) seperti buang air, melepas lelah, istirahat makan, dan sebagainya. Allowance diperkirakan rata-rata sekitar 30 % dari jumlah jam kerja. Dengan demikian, jam kerja efektif karyawan UPBJJ-UT Ternate setelah dikurangi allowance menjadi 1.785 menit per minggu atau 92.820 menit per tahun. B. Menyusun Waktu Penyelesaian Tugas Setiap tugas pokok memiliki beban tugas yang menggambarkan seberapa banyak tugas tersebut dilakukan dalam satuan hasil dan jangka waktu tertentu. Misalnya pada unit Pengumpul dan Pengelola Data Akademik (PDA) (lampiran) untuk tugas pelayanan akademik mahasiswa salah satunya adalah Menginput data akademik dan dan 852
SEMNAS FEKON 2016
kemahasiswaan sesuai format pengolahan data. Beban tugas Menginput data akademik dan dan kemahasiswaan sesuai format pengolahan data selama setahun adalah 2.000 data. Standar kemampuan rata-rata yaitu dalam hal ini 5 menit per data. Waktu Penyelesaian Tugas (WPT) yaitu 2.000 data x 5 menit per data sama dengan 10.000 menit per tahun dan seterusnya. Hasil pengukuran waktu penyelesaian tugas dapat dilihat misalnya pada unit PDA. Hasil perkalian antara beban tugas dan standar kemampuan rata-rata untuk setiap tugas pokok kemudian dijumlahkan seperti yang terlihat pada lampiran, sehingga total waktu penyelesaian tugas (∑ WPT) adalah 233.320 menit per tahun. C. Menghitung Jumlah Kebutuhan Pegawai Misalnya diketahui pada langkah b, total waktu penyelesaian tugas administrasi dan akademik pada unit registrasi dan pengujian PDA adalah 233.320 menit per tahun. Jam kerja efektif adalah 92.820 menit per tahun. Jumlah kebutuhan karyawan administrasi akademik dan kemahasiswaan pada unit registrasi dan ujian PDA dapat dihitung dengan membagi jumlah total waktu penyelesaian tugas dengan jam kerja efektif. Hasil pembagian kemudian dikalikan dengan satu orang sehingga diperoleh angka kebutuhan karyawan yaitu sebesar 2,51 orang dan dibulatkan ke atas menjadi 3 orang. Tabel 5. Ringkasan perhitungan jumlah kebutuhan karyawan administrasi UPBJJ-UT Ternate No Perhitungan Kebutuhan Karyawan Unit Pembulatan (orang) . (orang) 1 KTU 1,69 2 2 ADU 0,51 1 3 BPP 1,91 2 4 ADK 1,25 1 5 TSP 1,49 2 6 KRU 1,28 1 7 PDA 2,51 3 Jumlah kebutuhan karyawan administrasi pada masing-masing unit tata usaha dan unit registrasi dan pengujian berkisar antara 0,51 hingga 2,51 orang. Perbedaaan angka kebutuhan karyawan dapat menunjukkan bagaimana gambaran beban kerja pada masingmasing unit. Dapat disimpulkan bahwa analisis kebutuhan sumberdaya manusia dengan pendekatan tugas per tugas jabatan memberikan gambaran mengenai jumlah karyawan administrasi yang dibutuhkan pada setiap unit Adapun jumlah karyawan yang saat ini terdapat pada unit tata usaha dan unit registrasi dan pengujian serta jumlah karyawan yang dibutuhkan dapat dilihat pada Tabel berikut. Tabel 6. Perbandingan jumlah kebutuhan karyawan dengan jumlah aktual karyawan Jumlah Kebutuhan Jumlah Aktual No. Unit Karyawan (orang) Karyawan (orang) 1 KTU 2 3 2 ADU 1 1 3 BPP 2 1 4 ADK 1 1 5 TSP 2 2 6 KRU 1 1 7 PDA 3 2 Berdasarkan hasil perbandingan jumlah karyawan yang dibutuhkan terhadap jumlah riil atau aktual karyawan, dapat diketahui bahwa terdapat 7 fungsi karyawan, unit tata usaha KTU memiliki kelebihan jumlah karyawan sebanyak 1 orang karyawan dan BPP memiliki kekurangan jumlah karyawan sebanyak 1 orang karyawan. Untuk unit registrasi dan 853
SEMNAS FEKON 2016
pengujian PDA memiliki kekurangan jumlah karyawan sebanyak 1 orang karyawan. Perhitungan kebutuhan karyawan berdasarkan beban kerja karyawan administrasi akademik dan kemahasiswaan pada unit tata usaha merupakan dasar bagi perencanaan sumberdaya manusia pada UPBJJ-UT Terbuka. Perencanaan SDM merupakan langkah awal dalam menyiapkan SDM yang berkompeten sesuai bidangnya sehingga efisiensi dan efektifitas kerja dapat terwujud dan tujuan perusahaan dapat tercapai (Mangkuprawira, 2003). Kelebihan jumlah tenaga kerja dapat diatasi dengan cara memperluas pekerjaan dan memperkaya pekerjaan. Perluasan pekerjaan berarti memberikan tambahan aktivitas dengan level yang sama kepada pekerja sehingga meningkatkan jumlah aktivitas yang mereka. Memperkaya pekerjaan berarti merencanakan kembali pekerjaan dengan cara meningkatkan kesempatan pekerja untuk mengalami perasaan tanggung jawab, pencapaian, pertumbuhan dan pengakuan. Langkah lainnya, dapat dilakukan dengan pemindahan tenaga kerja pada unit yang kelebihan tenaga kerja ke unit yang mengalami kekurangan tenaga kerja dengan terlebih dahulu melihat kompetensi tenaga kerja yang bersangkutan. SIMPULAN Tugas-tugas pokok administrasi kemahasiswaan pada unit memiliki tugas pokok pekerjaan yang berbeda-beda sesuai dengan bidang kerja yang ditangani. Semua tugas sudah tertera dalam pedoman pekerjaan yang telah disusun dan harus dipertanggunjawabkan pada Capaian Sasaran Kinerja Pegawai (CSKP). Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa pegawai pada unit-unit administrasi operasional akademik UPBJJ-UT Ternate bekerja lima (5) hari dalam seminggu, yaitu dari hari Senin hingga Jumat. Bila di rata-rata sebanyak 20 hari kerja dalam sebulan atau sebanyak 238 hari kerja dalam setahun. Adapun jam kerja karyawan per hari yaitu sejak pukul 08.00 sampai dengan pukul 16.30 WIT. Berdasarkan rata-rata persentase penggunaan waktu oleh pegawai administrasi secara keseluruhan unit untuk setiap jenis kegiatan, dapat disimpulkan bahwa rata-rata persentase penggunaan waktu untuk jenis kegiatan produktif yaitu sebesar 55,62 persen (waktu produktif optimal) jauh diatas penggunaan nilai persentase untuk kegiatan tidak produktif yaitu 30,11 persen dan penggunaan nilai persentase untuk kegiatan pribadi yaitu 14,27 persen. Berdasarkan hal ini, dapat disimpulkan bahwa rata-rata pegawai administrasi menggunakan sebesar 64,67 persen dari 81,04 persen waktu produktif mereka untuk mengerjakan kegiatan yang tidak produktif. Selisih sebesar 16,37 persen. Nilai ini hampir sama dengan nilai penggunan waktu tidak produktif dan waktu pribadi karyawan dengan akumulasi nilai penggunaan waktu sebesar 44,38 persen dari 55,62 persen waktu produktif mereka. Selisih sebesar 11,24 persen. Hal tersebut menyebabkan penggunaan waktu kerja untuk kegiatan yang produktif jauh lebih baik. Sedangkan untuk jenis kegiatan pribadi, rata-rata karyawan menghabiskan sebanyak 72,79 menit atau 1,21 jam per hari untuk kegiatan pribadi. Hal ini masih sesuai dengan jam untuk keperluan pribadi seperti makan, ibadah, istirahat, dan sebagainya, yang ditetapkan bagi karyawan yang bekerja di UPBJJUT Ternate yaitu satu jam. REFERENSI Arsi, Raras Mayang dan Partiwi, Sri Gunani. (2012). “Analisis Beban Kerja untuk Menentukan Jumlah Optimal Karyawan dan Pemetaan Kompetensi Karyawan Berdasar Pada Job Description (Studi Kasus: Jurusan Teknik Industri, ITS, Surabaya)”. Jurnal Teknik ITS. Vol.1 Nomor 1. pp.A526 – A529. Dessler, G. (2004). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Indeks. 854
SEMNAS FEKON 2016
Dhania, Dhini Rama. (2010). Pengaruh Stress Kerja, beban kerja terhadap Kepuasan Kerja (Studi Pada Medical Representatif di Tata Kota Kudus). Jurnal Psikologi Universitas Muria Kudus. Vol. 1 Nomor 1 pp. 15-233. Ernawati, Ni Luh Ade Kusuma. (2011). “Kebutuhan Riil Tenaga Perawat dengan Metode Workload Indicator Staff Need (WISN)”. Jurnal Ners. Volume 6 Nomor 1. pp.8693. Gibson, James L. (2009). Organization: Behavior, Structure, Processes. NewYork: McGraw-Hill Companies. Hasibuan, P., Melayu. (2007). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Binarupa Bumi Aksara. Heizer, Jay dan Barry Render. (2001). Prinsip-Prinsip Manajemen Operasi. Jakarta: Salemba Empat. Ilyas, Y. (2004). Perencanaan SDM Rumah Sakit: Teori, Metode dan Formula. Fakultas Kesehatan Mayarakat. Depok: Universitas Indonesia. Indriana, N. (2009). Analisis Kebutuhan Tenaga berdasarkan Beban Kerja di Bagian Human Resource Departement (HRD) Rumah Sakit Karya Bhakti Bogor. URL: http://lib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=125809&lokasi=lokal. 17 Maret 2015. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : KEP/75/M.PAN/7/2004 tentang Pedoman Perhitungan Kebutuhan Pegawai Berdasarkan Beban Kerja dalam rangka Penyusunan Formasi Pegawai Negeri Sipil. Mangkuprawira, S. (2003). Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik. Jakarta: PT. Ghalia Indonesia. Moekijat. (2008). Analisis Jabatan. Bandung: CV. Mandar Maju. Munandar, M. (2001). Budgeting, Perencanaan Kerja Pengkoodinasian Kerja Pengawasan Kerja. Ed. 1. Yogyakarta: BPFE Universitas Gajah Mada. Novera, Windry. (2010). Analisis Beban Kerja dan Kebutuhan Karyawan Bagian Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan (Studi Kasus Unit Tata Usaha Departemen Pada Institut Pertanian Bogor). URL: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/47740. 08 Februari 2015. Panggabean, Mutiara S, (2002). Manajemen Sumber Daya Manusia. Cetakan Pertama. Jakarta: Ghalia Indonesia. Proborini, Niken. (2012). Analisis Beban Kerja dan Kebutuhan Pegawai pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor Cabang Sebelas.URL: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/54326. 17 Maret 2015. Purwaningdiyah, et al. (2010). Borang UPBJJ-UT dalam rangka Akreditasi Program Studi Universitas Terbuka. UPBJJ-UT Padang: Padang. Rejeki, et all. (2011). “Evaluasi Pengaruh Sistem Gilir Kerja Terhadap Beban Kerja Fisik 855
SEMNAS FEKON 2016
Karyawan: Studi Kasus PT. Primarindo Asia Infrastructure, Tbk”. Prosiding SnaPP2011 Sains, Teknologi, dan Kesehatan. Vol. 2 Nomor 1. pp.438-448. Rivai, H. V. dan E. J. Sagala. (2009). Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan Dari Teori ke Praktik. Jakarta: Rajawali Pers. Sekaran, Uma. (2011). Research Methods For Business. Ed.4. John Wiley. Amerika Serikat. Setyawan, Teguh. (2008). Analisis Beban Kerja dan Kebutuhan Sumber Daya Manusia (Studi Kasus Seksi MDF Bogor Centrum Kantor Daerah Telkom Bogor).URL: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/18444. 17 Maret 2015. Siagian, S. P. (2008). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara. Sugiyono. (2004). Metode Penelitian Administrasi. Ed.5. Alfabeta: Bandung. Suharyono, M. Waseso dan Adisasmito, Wiku B.B. (2006). “Analisis Jumlah Kebutuhan Tenaga Pekarya dengan Work Sampling Di Unit Layanan Gizi Pelayanan Kesehatan”. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan. Vol. 6 Nomor 02. pp.72-79. UT. (2011). Renstra Universitas Terbuka 2010-2021. Tangerang Selatan: Senat Universitas Terbuka. Sutarto. (2006). Dasar-dasar Organisasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Tarwaka. (2011). Dasar – Dasar Pengetahuan Ergonomi Dan Aplikasi Di Tempat Kerja. Solo: Harapan Press Solo. Winaya, Kuna. (1989). Manajemen Sumber Daya Manusia (Lanjutan) Ed. 3. Denpasar: Fakultas Ekonomi Universitas Udayana.
856
SEMNAS FEKON 2016
857