PEMANFAATAN NANOSILIKA ABU KETEL INDUSTRI GULA SEBAGAI PENGISI MEMBRAN BERBASIS KITOSAN SULFAT PADA DIRECT METHANOL FUEL CELL
RATIH DAMAYANTI
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemanfaatan Nanosilika Abu Ketel Industri Gula sebagai Pengisi Membran Berbasis Kitosan Sulfat pada Direct Methanol Fuel Cell adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2016 Ratih Damayanti NIM F34120065
ABSTRAK RATIH DAMAYANTI. Pemanfaatan Nanosilika Abu Ketel Industri Gula sebagai Pengisi Membran berbasis Kitosan Sulfat pada Direct Methanol Fuel Cell. Dibimbing oleh NASTITI SISWI INDRASTI dan ANDES ISMAYANA. Nanosilika dari abu ketel industri gula memiliki karakteristik yang sesuai sebagai aditif membran DMFC (Direct Methanol Fuel Cell) untuk meningkatkan kinerja membran tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan amonium sulfat pada kitosan dan nanosilika pada membran berbasis kitosan sulfat untuk DMFC. Penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap yaitu sintesis nanosilika menggunakan presipitasi, proses sulfonasi kitosan dengan amonium sulfat pada tiga taraf 0.1 M, 0.5 M, 1 M, 1.5 M, dan pembuatan membran berbasis kitosan sulfat dengan penambahan nanosilika pada taraf 1%, 3%, dan 5%. Nanosilika yang dihasilkan bersifat amorf, ukuran partikel 330 nm, ukuran kristal 47.49 nm, derajat kristalinitas 64% dan Podispersity Index (PDI) 0.3. Karakteristik nanosilika tersebut sesuai untuk aditif membran DMFC. Hasil uji derajat sulfonasi pada kitosan dari konsentrasi amonium sulfat terendah adalah 15.86%, 19.00%, 22.84%, dan 24.75%. Bedasarkan analisis varian, penambahan amonium sulfat, penambahan nanosilika, dan interaksi keduanya memberikan pengaruh pada kinerja membran DMFC. Hasil penentuan menggunakan metode Comparative Performance Index (CPI) menunjukan membran kitosan amonium sulfat 0.1 M dengan penambahan nanosilika 3 % merupakan membran terbaik yang memiliki persentase kinerja membran daya serap air 40.75%, daya serap metanol 44.22%, kapasitas penukar ion 0.66 meq/g, dan 6.48 x 10-4 S/cm untuk konduktivitas ion. Membran komposit tersebut dapat diaplikasikan untuk DMFC. Kata kunci : abu ketel, kitosan sulfat, membran DMFC, nanosilika
ABSTRACT RATIH DAMAYANTI. Utilization of Nanosilica from Boiler Ash Sugar Cane Industry for Filler of Chitosan Sulfate Based Membrane on Direct Methanol Fuel Cell. Supervised by NASTITI SISWI INDRASTI and ANDES ISMAYANA. Nanosilica from boiler ash sugar cane industry has characteristics which suitable as additive of DMFC (Direct Methanol Fuel Cell) membrane in order to improve the membrane performance. This study aims to determine the effect by adding ammonium sulphate on chitosan and nanosilica on chitosan sulfate membrane for DMFC. This research is divided into three steps on nanosilica synthesis by using presipitation method, chitosan sulfonation process with ammonium sulphate in 0.1 M, 0.5 M, 1 M, 1.5 M level, and making chitosan sulfate membrane by adding nanosilica in 1%, 3%, 5% level. Characteristic nanosilica is produced as amorf, 330 nm particle size, 47.49 nm crystal size, 64% crystalinization degree, and 0.3 Podispersity Index (PDI). That characteristic is available to DMFC membrane additive. The test result of sulfonation degree on chitosan shows that the lowest of ammonium sulphate consentration is 15.86 %, 19.00%, 22.84%, and 2.75%. Based on variance analysis by adding ammonium sulphate and nanosilica show that both of interaction give the effect on DMFC membrane performance. The result by using Comparative Performance Index (CPI) method shows that chitosan membrane of 0.1 M ammonium sulphate by adding 3% nanosilica is the best membrane. It has membrane performance percentage of 40.75% water absorption, 44.22% methanol absorption, ion exchange capacity have a value 0.66 meq/g, and 6.48 x 10-4 S/cm for ion conductivity. The composite membrane can be applied for DMFC. Keywords : boiler ash, chitosan sulfate, membrane of DMFC, nanosilica
PEMANFAATAN NANOSILIKA ABU KETEL INDUSTRI GULA SEBAGAI PENGISI MEMBRAN BERBASIS KITOSAN SULFAT PADA DIRECT METHANOL FUEL CELL
RATIH DAMAYANTI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak Februari sampai Mei 2016 ini ialah nanopartikel, dengan judul Pemanfaatan Nanosilika Abu Ketel Industri Gula sebagai Pengisi Membran berbasis Kitosan Sulfat pada Direct Methanol Fuel Cell. Terimakasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti dan Dr Ir Andes Ismayana MT selaku pembimbing yang telah mendukukung dan senantiasa memberikan pencerahan kepada penulis. Terimakasih kepada Mamah Mi’ah Robi’ah (Alm) dan Appa Zaenal Arifin atas doa, dukungan, dan kasih sayangnya. Terimakasih kepada keluarga (Teh Tuti, A Uji, Teh Ena, Ai) atas dukungan semangat nya. Terimakasih kepada Kak Kamal, Erin, Sasongko, Ersyad, Aji, dan Novi atas bimbingannya. Terimakasih kepada sahabat terdekat penulis Teh Julpah, Chun Ami, Ceu Damay, Dino atas bantuan dan dukungannya. Di samping itu teman seperjuangan Dwi Sutartini, Yunia Istifani, Kak Elsa, dan Kak Nurul dalam penelitian yang selalu mendukung dan memberikan penyemangat kepada penulis. Ucapan terimakasih juga diucapkan untuk rekanrekan TIN 49, OMDA PMGC 49, Wisma Ash-Shaff, P2, dan laboran laboratorium TIN, atas doa dan dukungannya. Semoga karya ilimiah ini dapat bermanfaat.
Bogor, Agustus 2016 Ratih Damayanti
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
METODE PENELITIAN
2
Waktu dan Tempat Penelitian
2
Alat
2
Bahan
2
Prosedur Penelitian
3
Pembuatan Membran Kitosan Sulfat-Nanosilika
5
Karakterisasi Membran
6
Analisis Data
7
Simulasi Pengambilan Keputusan menggunakan Metode CPI
8
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Silika dalam Abu Ketel
9 9
Kitosan Sulfat
11
Membran Kitosan Sulfat-Nanosilika
12
Karakteristik Membran Kitosan Sulfat – Nanosilika
13
Pencirian Membran
17
Penentuan Komposisi Membran Terbaik
17
SIMPULAN DAN SARAN
19
Simpulan
19
Saran
19
DAFTAR PUSTAKA
19
RIWAYAT HIDUP
27
DAFTAR TABEL 1 2 3
Kandungan unsur abu ketel dan abu furnace PG Subang Pemilihan komposisi membran dengan metode CPI Perbandingan kinerja membran untuk DMFC
9 18 18
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Gambar 1 Diagram alir proses sintesis nanosilika dari abu ketel dengan metode presipitasi 4 Gambar 2 Diagram alir pembuatan membran komposit kitosan sulfatnanosilika 6 Gambar 3 Difraktogram Nanosilika 10 Gambar 4 Spektra FTIR ( ) Kitosan, ( ) Kitosan Sulfat 12 Gambar 5 Grafik pengaruh konsentrasi nanosilika dan konsentrasi kitosan (NH4)2SO4 terhadap daya serap air 13 Gambar 6 Grafik pengaruh konsentrasi nanosilika dan konsentrasi kitosan (NH4)2SO4 terhadap daya serap metanol 14 Gambar 7 Grafik pengaruh konsentrasi nanosilika dan konsentrasi kitosan (NH4)2SO4 terhadap kapasitas penukar ion 15 Gambar 8 Grafik pengaruh konsentrasi nanosilika dan konsentrasi (NH4)2SO4 terhadap konduktivitas ion 16 Gambar 9 Hasil uji FTIR Membran kitosan sulfat-nanosilika 17
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5
Analisis statistik terhadap DSA (Daya Serap Air) Analisis statistik terhadap DSM (Daya Serap Metanol) Analisis statistik terhadap KPI (Kapasitas Penukar Ion) Analisis statistik terhadap KI (Konduktivitas Ion) Penentuan membran menggunakan metode CPI
23 23 24 25 26
PENDAHULUAN Latar Belakang Industri gula menghasilkan abu ketel kira-kira 0.3% dari berat tebu yang diproduksi. Sebanyak 55.5% abu ketel terdiri dari silikon (Si) yang berpotensi sebagai bahan baku pembuatan silika (Hanafi dan Nandang 2010). Menurut Affandi et al. (2009), hasil karakterisasi abu ketel menggunakan XRF (X-Ray Fluorescence), menunjukkan bahwa kandungan terbesar dari abu ketel yaitu silika (SiO2) sebesar 50.36%. Silika banyak digunakan di industri karena sifat fisikokimianya. Silika biasanya digunakan pada industri pasta gigi, perawatan kulit, pemrosesan bir, pelapis kertas (paper coating), pendukung katalis hingga pada bidang farmasi (Imanuel dan Yohan 2011). Pemanfaatan silika akan lebih luas dengan menjadikan sebagai partikel nanosilika. Nanosilika dapat berfungsi sebagai bahan aditif produk keramik, filler produk karet (Wibowo 2015), membran ultrafiltrasi, komposit lapisan penyangga berpori (Setiyawati 2015), serta komposit membran elektrolit DMFC (Direct Methanol Fuel Cell) (Utomo 2015). Direct Methanol Fuel Cell (DMFC) merupakan jenis sel bahan bakar dari metanol. Membran yang digunakan pada rangkaian DMFC pada umumnya adalah politetrafluoroetilena (PTFE) tersulfonasi, yang dikenal dengan nama dagang Nafion. Nafion merupakan polimer yang mahal sehingga menjadi kendala untuk mengkomersialisasikan DMFC (Antonucci et al. 1999; Jung 2002; Dewi 2007). Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mensubtitusi nafion sebagai membran pada rangkaian DMFC. Polimer alam mulai dikembangkan sebagai membran polimer elektrolit (Ariyanto 2012). Polimer alam seperti kitosan cukup berpotensi dalam aplikasi membran sel bahan bakar. Kitosan mudah didapat, dan memiliki stabilitas termal yang tinggi, namun modifikasi pada bahan tersebut perlu dilakukan agar menghasilkan material yang bermuatan sehingga dapat digunakan sebagai membran polimer elektrolit (Pramono et al 2012). Kitosan dimodifikasi dengan penambahan gugus sulfat diharapkan dapat meningkatkan kinerja membran. Menurut penelitian Setiawan (2015), kitosan memiliki konduktivitas yang rendah sehingga sering digunakan aditif berbahan metal oksida untuk meningkatkan konduktivitasnya agar dapat diaplikasikan pada sistem sel bahan bakar berbasis metanol. Nanosilika dapat digunakan sebagai aditif pada membran DMFC (Setiawan 2015). Karakteristik aditif yang digunakan untuk komposit membran DMFC antara lain struktur powder silika amorf (Handayani et al. 2010), ukuran kristalit semakin kecil (Jung et al. 2004), derajat kristalinitas yang rendah akan meningkatkan hidrofilisitas membran (Iolevich 2014). Karakteristik nanosilika ini diperoleh oleh Utomo (2015) dari abu ketel industri gula dengan perlakuan pH 7 dan waktu aging 3 jam menghasilkan nanosilika dengan ukuran partikel dalam orde nano, bersifat hidrofilik (derajat kristalinitas terendah), dan Podispersity Index (PDI) <0.7. Karakteristik tersebut sesuai untuk diaplikasikan sebagai membran pada Direct Methanol Fuel Cell (DMFC). Penambahan Aditif memiliki peran penting meningkatkan karakteristik dan kinerja membran elektrolit. Adanya penambahan aditif ini maka dapat
2
dihasilkan membran dengan karakteristik yang dibutuhkan. Membran yang diinginkan untuk aplikasi DMFC adalah konduktivitas proton yang tinggi dan permeabilitas metanol yang rendah, karena itu dalam penelitian ini akan melihat pengaruh sulfonasi kitosan dan penambahan nanosilika terhadap membran komposit pada rangkaian DMFC. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan amonium sulfat pada kitosan dengan penambahan nanosilika sebagai bahan aditif pada membran elektrolit berbasis kitosan sulfat untuk Direct Methanol Fuel Cell (DMFC).
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik dan Manajemen Lingkungan, Laboratorium Dasar Ilmu Terapan, dan Laboratorium Pengawasan Mutu Departemen Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan selama empat bulan, yaitu dari bulan Februari hingga Mei 2016. Alat Alat yang digunakan meliputi peralatan kaca, tanur, neraca analitik, peralatan refluks, magnetic stirrer, pengering oven, pH meter, penyaring vakum, plat kaca. Peralatan analisis meliputi PSA (Particle Size Analyzer) Vasco, XRD (X-Ray Diffraction) GBC Emma, dan FTIR (Fourier Transform Infrared), LCRmeter HIOKI 3532. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi abu ketel yang diperoleh dari PG Subang, natrium hidroksida (Merck/teknis), asam sulfat (Merck/PA) untuk produksi silika, kitosan dari Departemen THP FPIK IPB (DA 93.80%), amonium sulfat, metanol (Merck/PA), HCl teknis, asam asetat 2%, dan akuades.
3
Prosedur Penelitian Sintesa Nanosilika dari Abu Ketel dengan Metode Presipitasi Abu ketel dicuci menggunakan air akuades dan selanjutnya dikeringkan dalam blower selama 5 jam. Setelah kering, abu ketel disaring menggunakan saringan kasar dan dipanaskan pada suhu 700˚C selama 6 jam menggunakan tanur (Thuadaij dan Nuntiya 2008). Hasil dari proses ini berupa abu furnace. Sepuluh gram sampel abu furnace diekstrak dengan NaOH 2.5 N sebanyak 80 ml selama 3 jam. Larutan disaring dan residu dicuci menggunakan 20 ml air akuades mendidih. Filtrat hasil penyaringan didinginkan pada suhu ruang. Filtrat dititrasi H2SO4 5 N hingga pH menjadi 2, dilanjutkan penambahkan NH4OH 2.5 N hingga pH menjadi 8.5 menggunakan magnetic stirrer. Larutan dibiarkan (aging) dalam suhu ruang selama 3.5 jam. Setelah didiamkan 3.5 jam, larutan dikeringkan pada suhu 105 ˚C selama 12 jam (Thuadaij dan Nuntiya 2008; Ismayana 2014). Silika yang dihasilkan selanjutnya disintesis dengan menggunakan metode presipitasi untuk mendapatkan nanosilika. Sintesis nanosilika dilakukan dengan cara silika dihidrolisis menggunakan HCl 3 N selama 6 jam. Setelah dilakukan proses hidrolisis selama 6 jam, larutan disaring dan residu dicuci dengan air akuades untuk membuang sisa asam hingga pH netral. Residu yang sudah netral dilarutkan dalam NaOH 2.5 N menggunakan magnetic stirrer. Larutan ditambahkan H2SO4 5 N hingga pH presipitasi 7. Larutan didiamkan (aging) pada suhu ruang selama 3 jam. Larutan kemudian dicuci menggunakan air panas dan dikeringkan pada suhu 105˚C selama 12 jam di dalam oven (Thuadaij dan Nuntiya 2008; Jalilpour dan Fathalilou 2012; Singh et al. 2012; Allaedini dan Muhammad 2013; Ismayana 2014; Setiawan 2015; Utomo 2015). Gambar 1 menunjukkan diagram alir proses sintesis nanosilika dari abu ketel dengan metode presipitasi. Pengujian Abu Ketel dan Abu Furnace Kandungan senyawa atau unsur pada abu ketel dan abu furnace dianalisis menggunakan XRF (X-Ray Fluorescence) Analyzer. Alat ini dioperasikan dengan arus 10 mA tegangan 50 kV. Sebanyak 5 gram sampel dipindai dan dikalibrasikan sesuai energi dan intensitasnya. Analisis unsur dari Na hingga U dengan detektor Si (Li) (Sintilation). Karakterisasi Nanosilika Ukuran partikel dan distribusi ukuran partikel nanosilika dianalisis menggunakan PSA (Particle Size Analyzer) Vasco. Sebanyak 0.002 gram nanosilika didispersikan dalam 100 ml akuades. Larutan diaduk menggunakan magnetic stirrer selama 20 menit. Pemindaian partikel nanosilika dilakukan dengan PSA selama 2-10 menit (Setiyawati 2015). Ukuran kristal, derajat kristalinitas, dan fase kristal dianalisis dengan XRD (X-Ray Diffraction) Emma GBC. Alat ini dioperasikan pada 35 kV dan 25 mA menggunakan radiasi Cu-Kα dengan panjang gelombang (λ) 1.54056 Å. Difraktogram dipindai mulai 10˚ sampai 80˚ (2θ) dengan laju pemindaian 3˚ per menit. Perhitungan derajat kristalinitas menggunakan software PowderX dan ukuran kristal menggunakan persamaan Scherrer (Utomo 2015).
4
Mulai
Abu Ketel
10 Gram Abu Furnace
Pencucian
Ekstraksi
Pengeringan
Penyaringan
Penyaringan Pengabuan
NH4OH 2.5 N
Presipitasi
NaOH 2.5N
H2SO4 5 N
Aging Pengeringan
Abu Furnace Silika Hidrolisis
HCl 3 N
Penyaringan Pencucian Pelarutan Presipitasi dengan pH 7 &waktu aging 3 jam
NaOH 2.5 N
H2SO4 5 N
Pengeringan Nanosilika Selesai
Gambar 1 Diagram alir proses sintesis nanosilika dari abu ketel dengan metode presipitasi
5
Pembuatan Membran Kitosan Sulfat-Nanosilika Kitosan sulfat Penambahan kitosan sulfat ditujukan untuk meningkatkan kinerja membran. Menurut Dhuhita dan Arti (2010) bahwa peningkatan derajat sulfonasi akan meningkatkan sifat hidrofilisitas membran sehingga kinerja membranpun meningkat. Penelitian mengenai sintesis kitosan sulfat untuk absorben limbah yang dilakukan Darjito (2001) dengan variasi konsentrasi amonium sulfat yang digunakan yaitu 0.005 M, 0.1 M, dan 0.5 M optimum pada kitosan yang disintesis menggunakan amonium sulfat 0.1 M. Pada penelitian ini pembuatan kitosan sulfat dilakukan dengan perbedaan konsentrasi amonium sulfat 0.1 M, 0.5 M, 1 M, dan 1.5 M dengan perbandingan 2 : 20 (W kitosan/V amonium sulfat) dengan pengadukan selama 4 jam. Campuran disaring dengan kertas saring, endapan dicuci dengan akuades sampai netral dan dikeringkan selama 4 jam dalam oven pada suhu 60 0C (Modifikasi Darjito 2001). Hasil dari proses ini berupa kitosan sulfat. Kitosan sulfat yang dihasilkan diidentifikasi kandungan sulfatnya menggunakan uji derajat sulfonasi. Derajat sulfonasi ditentukan dengan metode titrasi untuk mengetahui tingkat keberhasilan sulfonasi. Sebanyak 0.1 g kitosan sulfat direndam dalam NaOH 1 N sebanyak 10 ml selama 3 hari. Setelah 3 hari NaOH dititrasi dengan HCl 0.1 N menggunakan indikator fenolftalein sebanyak 3 tetes. Titik akhir titrasi terjadi saat terjadi perubahan warna dari merah muda menjadi tidak berwarna (Dhuhita dan Arti 2010). Derajat sulfonasi didapatkan melalui persamaan : DS
(Vawal Vakhir) N HCl BE SO 3 100% bobot sampel
Keterangan: Vawal = Volume HCl blangko (L), BE = Bobot ekuivalen (g/ek) Vakhir = Volume HCl sampel (L), N= Normalitas HCl (N) Pembuatan Membran Penelitian Setiawan (2015) menunjukkan bahwa nanosilika yang ditambahkan sebagai pengisi membran DMFC optimum pada penambahan nanosilika 3%. Pada penelitian ini, nanosilika sebanyak 0% (tanpa nanosiilika), 1%, 3%, 5% (b/b) ditambahkan ke dalam kitosan sulfat yang telah dilarutkan dalam asam asetat 2%. Selanjutnya larutan diaduk sampai tercampur sempurna pada suhu ruang menggunakan magnetic stirrer. Setelah larut sempurna dan tidak ada gelembung, membran komposit diultrasonik selama 30 menit. Larutan kemudian dicetak pada pelat kaca ukuran 10 × 15 cm dan dikeringkan dalam oven pada suhu 40 0C selama 24 jam. Membran yang telah kering selanjutnya disimpan dalam desikator sebelum digunakan (Setiawan 2015). Gambar 2 merupakan diagram alir pembuatan membran komposit kitosan sulfat-nanosilika.
6
Mulai
Kitosan
Sulfonasi
(NH4)2SO4 0.1M,0.5M, 1M, dan 1.5M
Penyaringan Pencucian
Akuades
Pengeringan
Kitosan sulfat
Pelarutan Nanosilika 1%, 3%, dan 5% dari bobot kitosan sulfat
Asam asetat 2 %
Pencampuran Ultrasonik 30’ Casting
Pengeringan 400C
Membran komposit kitosan sulfat-nanosilika
Selesai
Gambar 2 Diagram alir pembuatan membran komposit kitosan sulfat-nanosilika Karakterisasi Membran Analisis gugus fungsi membran Membran kitosan sulfat-nanosilika diletakkan pada cell holder kertas uji FTIR selanjutnya diamati spektrumnya dengan FTIR ABB 3000 dengan rentang panjang gelombang 400-4000 nm dengan 10 kali pemindaian. Pembacaan panjang gelombang didasarkan pada library yang terdapat pada alat.
7
Daya serap air dan metanol Sampel membran dipotong ukuran 1×1 cm selanjutnya dikeringkan dalam oven, kemudian ditimbang, didapat berat kering membran (Wkering). Kemudian sampel membran tersebut direndam dalam air/metanol 1 M selama 24 jam pada suhu kamar. Kemudian sampel membran yang telah direndam air/metanol 1 M ditimbang dan didapatkan berat basah (Wbasah) membran (Hartanto et al 2007). Daya serap terhadap air/metanol dihitung menggunakan persamaan: Wbasah Wkering 100% bobot membran
Daya serap
Kapasitas penukar ion Kapasitas penukar ion diukur dengan prinsip titrasi asam-basa. Membran 0.1 gram direndam dalam akuades 50 ml dan dioven pada suhu 60°C selama 1 jam kemudian ditambahkan NaCl 0.5 M. Campuran disimpan selama 24 jam pada suhu ruang. Larutan diambil selanjutnya dititrasi dengan NaOH 0.05 N dengan indikator PP (Pramono et al. 2012). Perhitungan kapasitas penukar ion mengikuti rumus berikut: KPI
MNaOH VNaOH bobot membran
Konduktivitas ion Sampel membran dipotong ukuran 4×1 cm selanjutnya diukur ketebalannya menggunakan mikrometer. Pengukuran konduktivitas dilakukan dengan LCR-meter HIOKI 3532. Membran dijepit di antara 2 elektrode karbon dan dihubungkan dengan kutub positif dan negatif sehingga dapat terbaca nilai konduktannya. Perhitungan konduktivitas mengikuti persamaan:
G
L A
� merupakan konduktivitas (S/cm), G besarnya konduktans (S) dengan L tebal (cm) membran dan A luasan membran (cm2). L/A dianggap sebagai tetapan karena bernilai sama untuk masing-masing sampel. Analisis Data Analisa statistik yang digunakan dalam pengolahan data adalah rancangan percobaan dua faktor dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL). Faktor I adalah konsentrasi (NH4)2SO4 pada Kitosan dengan empat taraf yakni (0.1 M, 0.5 M, 1 M, dan 1.5 M). Faktor II adalah penambahan nanosilika dengan tiga taraf yakni 1%, 3% dan 5%. Dibuat pula membran tanpa penambahan (NH4)2SO4 pada kitosan dan tanpa Nanosilika yang digunakan sebagai kontrol. Membran yang dibuat sebanyak 13 membran dengan dua kali ulangan. Berikut ini merupakan model rancangan penelitian ini:
8
Yij = µ + Ai + Bj + (AB)ij + Ԑij Keterangan: Yij µ Ai Bj (AB)ij Ԑij i j
= Nilai pengamatan pada perlakuan kitosan sulfat taraf ke-i dan komposisi nanosilika taraf ke-j = Nilai tengah populasi (rata-rata yang sesungguhnya) = Pengaruh perlakuan kitosan sulfat taraf ke-i = Pengaruh perlakuan komposisi nanosilika taraf ke-j = Interaksi dari kitosan sulfat dan nanosilika = Galat (sisa) dari perlakuan = Komposisi kitosan sulfat = Komposisi nanosilika
Simulasi Pengambilan Keputusan menggunakan Metode CPI Comparative performance index (CPI) merupakan indeks gabungan (Composite Index) yang dapat digunakan untuk menentukan penilaian atau peringkat dari berbagai alternatif (i) berdasarkan beberapa kriteria (j) (Rangkuti 2011). Berikut adalah formula yang digunakan dalam CPI : A ij
X ij (min) 100 / X ij (min)
A (i 1.j) (X (i 1.j) / X ij (min) 100 Iij
A ij Pj
Ii
(Iij )
n
j 1
Keterangan: Aij Xij (min) A(i + 1.j) X(i + 1.j) Pj Iij Ii i j
= nilai alternatif ke-i pada kriteria ke – j = nilai alternatif ke-i pada kriteria awal minimum ke-j = nilai alternatif ke-i + 1 pada kriteria ke – j = nilai alternatif ke-i + 1 pada kriteria awal ke – j = bobot kepentingan kriteria ke – j = indeks alternatif ke-i = indeks gabungan kriteria pada alternatif ke –i = 1, 2, 3,…, n = 1, 2, 3,…, m
Bobot faktor kriteria yang ditetapkan berdasarkan tingkat kepentingan kinerja membran, antara lain : faktor (1) DSA memiliki bobot 0.2, (2) DSM memiliki bobot 0.2, (3) KPI memiliki bobot 0.2, (4) KI memiliki bobot 0.4. Bobot untuk KI lebih tinggi daripada tiga faktor lainnya, arena konduktivitas menunjukkan kemampuan suatu membran dalam menghantarkan proton (Putro 2013).
9
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Silika dalam Abu Ketel Tebu merupakan salah satu monokotil akumulator Si yaitu tanaman yang serapan Si-nya melebihi serapannya terhadap air (Yukamgo dan Nasih 2007). Konsentrasi Si dalam tanaman tebu sangat tergantung kepada konsentrasi Si yang larut dalam air tanah. Distribusi Si dalam batang dan daun tergantung pada laju evapotranspirasi tanaman (Savant et al. 1999). Silika memiliki dua gugus fungsi yang berbeda pada permukaannya, yaitu gugus silanol (Si-OH) dan gugus siloksan (Si-O-Si). Suatu permukaan dengan 5-6 gugus silanol per nm2 menghasilkan silika yang hidrofilik. Gugus siloksan bersifat inert sehingga silika bersifat hidrofobik (Retnosari 2013). Proses ekstraksi cairan tebu yang diolah di pabrik gula memiliki hasil samping berupa ampas tebu. Ampas tebu dapat digunakan sebagai bahan bakar pada boiler (ketel). Abu ketel merupakan hasil dari proses pembakaran ampas tebu. Industri gula menghasilkan abu ketel kira-kira 1.5-2% dari total berat tebu yang digiling (Ismayana 2014). Kandungan unsur dari abu ketel dapat dapat diketahui dengan menggunakan XRF (X-Ray Fluorescence). Berikut adalah hasil karakterisasi menggunakan XRF terhadap abu ketel dan abu furnace Pabrik Gula Subang disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Kandungan unsur abu ketel dan abu furnace PG Subang No. Unsur Abu Ketel (%) Abu Furnace (%) 1 Si 57.4 56 2 Fe 29.3 32 3 Al 8.20 6.80 4 Ti 3.13 3.34 5 Mn 1.52 1.64 6 Zr 0.13 0.21 7 Zn 0.13 0.16 8 Cu 0.04 0.07 9 Ni 0.03 0.05 10 Cr 0.05 0.01 Uji XRF menunjukkan bahwa kandungan silika dari Abu Ketel dan Abu Furnace mencapai 57.4% dan 56%, hal ini tidak jauh berbeda dengan penelitian Hanafi dan Nandang (2010), dimana kandungan silika abu ketel mencapai 55.5%. Kadar silika yang tinggi dapat disintesis menjadi nanosilika. Setiyawati (2015) menjelaskan kadar silika tinggi akan mempengaruhi reaksi antara SiO2 dengan NaOH untuk membentuk natrium silikat (Na2SiO3). Na2SiO3 merupakan senyawa prekursor untuk membentuk silika dalam ukuran nano.
10
Karakteristik Nanosilika
Intensitas (counts)
Nanosilika yang telah dihasilkan diuji XRD untuk mengetahui fase kristal nanosilika yang terbentuk. Gambar difraktogram fase nanosilika dapat dilihat pada Gambar 3.
2θ (degrees)
Gambar 3 Difraktogram Nanosilika ( ) Fase Tridimit, ( ) Fase Kristabolit, ( ) Fase Quartz Pola difraksi dihasilkan dari analisis menggunakan XRD (X-Ray Diffraction). Pola difraksi dari setiap senyawa akan memiliki sifat yang khas pada nilai 2θ yang terbentuk. Sintesis nanosilika menggunakan metode presipitasi dengan pH 7 dan waktu aging 3 jam menghasilkan kemurnian 97.75%. Gambar 3 menunjukan fase puncak nanosilika yang terbentuk yaitu fase tridimit, kristabolit, dan quartz. Berdasarkan hasil analisis menggunakan kartu PDF (Powder Diffraction File) pada fase silika, nanosilika yang dihasilkan bersifat amorf. Bukit landai menunjukan bahwa nanosilika yang dihasilkan bersifat amorf (Krishnarao dan Godkhindi 1992). Struktur silika amorf akan memberikan daerah transport proton yang besar pada membran (Handayani et al. 2010). Ukuran kristal berbeda dengan ukuran partikel. Ukuran kristal erat hubungannya dengan derajat kristalinitas. Ukuran kristal dihitung menggunakan persamaan Scherrer dan software PowderX. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran kristal dan derajat kristalinitas nanosilika masing-masing yaitu 47.49 nm dan 64%. Hasil yang diperoleh tidak berbeda jauh dengan penelitian Utomo (2015) yaitu ukuran kristal sebesar 37.772 nm dan 66.387% untuk derajat kristalinitas. Ukuran kristal dan derajat kristalinitas berbanding lurus (Setyawati 2015). Semakin kecil ukuran kristal maka semakin rendah pula derajat kristalinitasnya. Derajat kristalinitas yang rendah sesuai untuk komposit membran DMFC. Hal ini disebabkan memban akan semakin amorf yang berarti daerah ruang kosong semakin besar sehingga transport proton semakin mudah (Jung et al. 2004).
11
Ukuran partikel merupakan aglomerasi dari ukuran kristal, sehingga ukuran partikel akan memiliki nilai lebih tinggi daripada ukuran kristal. Nanosilika yang dihasilkan memiliki ukuran partikel 330 nm dan menurut Namazi et al. (2012) nanopartikel didefinisikan sebagai parikel terdispersi atau partikel padat yang memiliki ukuran dalam kisaran 10-1000 nm, sehingga nanosilika yang dihasilkan masih dapat dimasukkan pada orde nano. Ukuran partikel berskala nano menyebabkan penyusupan partikel lebih cepat dan merata sehingga struktur partikel lebih solid, luas permukaan interaksi lebih besar dan partikel-partikel yang berinteraksi bertambah (Marlina et al. 2012). Distribusi ukuran partikel terkait dengan Podispersity Index (PDI), yaitu perhitungan massa rata-rata molekul dibagi dengan jumlah rata-rata massa molekul. Indeks polidispersitas semakin mendekati titik nol maka distribusinya semakin baik (Haryono et al. 2012). Nanosilika yang dihasilkan memiliki PDI 0.3. Hal ini menunjukkan bahwa nanosilika yang dihasilkan memiliki distribusi yang baik dan ukuran nanopartikel yang sevarian. Semua karakterisasi nanosilika sesuai untuk diaplikasikan sebagai komposit pada membran DMFC. Kitosan Sulfat Modifikasi kitosan menjadi kitosan sulfat bertujuan untuk mengubah gugus reaktif kitosan (gugus amina) menjadi lebih bersifat kationik. Ion sulfat digunakan karena kaya elektron. Konversi kitosan menjadi kitosan sulfat yaitu pengikatan ion sulfat pada gugus reaktif kitosan (gugus amina) menjadi gugus NH3+ OSO32- (Puspitasari 2007). Gugus sulfat mampu melepaskan H+ dengan mudah, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai gugus aktif dalam membran penghantar proton untuk sel bahan bakar. Kitosan sulfat diperoleh dari reaksi kitosan dengan penambahan larutan (NH4)2SO4 pada perbedaan konsentrasi larutan amonium sulfat 0.1 M, 0.5 M, 1 M, dan 1.5 M. Kitosan sulfat yang diperoleh diukur kandungan sulfatnya melalui uji derajat sulfonasi dan didukung dengan spektrum FTIR. Hasil pengujian derajat sulfonasi pada kitosan sulfat dari konsentrasi (NH4)2SO4 terendah adalah 15.86%, 19.00%, 22.84%, dan 24.75%. Data menunjukkan kenaikan nilai derajat sulfonasi disebabkan oleh tingginya konsentrasi agen pensulfonasi ((NH4)2SO4) yang digunakan. Peningkatan derajat sulfonasi akan meningkatkan konduktivitas proton. Menurut Dhuhita dan Arti (2010) peningkatan derajat sulfonasi akan meningkatkan sifat hidrofiliknya dan semakin menyerap banyak air, sehingga memberikan kesempatan pada air untuk menjadi media perpindahan proton. FTIR berfungsi untuk mengetahui gugus fungsi pada kitosan sulfat. Spektra FTIR kitosan dan kitosan sulfat ditunjukkan oleh Gambar 4.
12
B A
Gambar 4 Gambar 4 Spektra FTIR (
) Kitosan, (
) Kitosan Sulfat
Spektra FTIR kitosan dan kitosan sulfat menunjukkan puncak dengan intensitas yang sedikit berbeda pada daerah finger print. Gambar 4A menjelaskan bahwa puncak serapan S=O pada bilangan gelombang 1259 menunjukkan adanya keberadaan gugus sulfat, namun pada area ini juga terdapat serapan inframerah dari C-N yang dimiliki oleh gugus amina dari kitosan dan juga peak dari C-O yang dimiliki oleh gugus C-OH dari kitosan. Gambar 4B mendukung keberadaan gugus sulfat pada kitosan dan memberikan informasi bahwa bilangan gelombang pada 1500 antara spektrogram kitosan dan kitosan sulfat terdapat perbedaan. Pada spektrogram sampel kitosan sulfat serapan IR terlihat berkurang, hal ini merupakan efek interaksi intramolekul gugus sulfat dengan gugus amina, sehingga serapan IR dari ikatan N-H pada gugus amina struktur molekul kitosan sulfat akan berbeda dengan yang dimiliki oleh kitosan Membran Kitosan Sulfat-Nanosilika Pembuatan membran dalam penelitian ini menggunakan metode inversi fasa. Inversi fasa adalah metode yang paling banyak digunakan dalam pembuatan membran polimer untuk proses pemisahan (Kim dan Lee 1998). Inversi fasa yaitu proses dimana larutan polimer diubah menjadi bentuk padatan secara terkontrol. Tahap awal sintesis membran komposit kitosan sulfat-nanosilika adalah dengan melarutkan terlebih dahulu nanosilika dalam larutan asam asetat 2%. Variasi konsentrasi nanosilika yang ditambahkan yaitu 0% (tanpa nanosilika), 1%, 3%, dan 5% dari bobot kitosan sulfat. Campuran larutan kitosan sulfat-nanosilika
13
disebar merata diatas plat kaca berukuran 10×15 cm. Pengeringan membran dilakukan pada oven dengan suhu 60 oC. Karakteristik Membran Kitosan Sulfat – Nanosilika Daya Serap Air Tujuan dari pengujian daya serap air adalah untuk mengetahui seberapa besar membran dapat menyerap air. Air merupakan salah satu media penghantar proton H+ yang berkaitan erat dengan konduktivitas proton. Kandungan air pada membran merupakan salah satu bagian yang cukup penting karena berhubungan dengan kemampuan konduktivitasnya (Dhuhita dan Arti 2010).
Gambar 5 Grafik pengaruh konsentrasi nanosilika dan konsentrasi kitosan (NH4)2SO4 terhadap daya serap air ( ) kontrol tanpa (NH4)2SO4, ( ) kitosan (NH4)2SO4 0.1 M, ( ) kitosan (NH4)2SO4 0.5 M, ( ) kitosan (NH4)2SO4 1 M, ( ) kitosan (NH4)2SO4 1.5 M Gambar 5 menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi (NH4)2SO4 penyerapan air pada membranpun meningkat. Hal ini disebabkan peran gugus sulfat yang mampu melepaskan H+ dari air dan membantu transpor proton dengan baik. Penambahan nanosilika dapat meningkatkan daya serap air membran. Hal ini disebabkan nanosilika memiliki gugus Si-OH yang akan bereaksi dengan air sehingga membran bersifat hidrofilik dan membantu dalam transportasi proton. Berbeda halnya dengan penambahan konsentrasi (NH4)2SO4, penambahan nanosilika melebihi 3% akan menurunkan daya serap air membran. Hal ini disebabkan gugus sulfat tertutupi dengan nanosilika dan terbentuk aglomerasi partikel nanosilika sehingga mengurangi luas permukaan nanosilika dalam menyerap air. Berdasarkan analisis varian yang ditunjukan pada Lampiran 1, perbedaan konsentrasi (NH4)2SO4, konsentrasi nanosilika, dan interaksi keduanya berpengaruh pada kinerja membran daya serap air. Hal ini disebabkan sifat kitosan yang hidrofilik mampu mengikat gugus polar dalam air (Setiawan 2015). Nanosilika juga bersifat higroskopis sehingga memudahkan dalam menyerap air. Melalui uji lanjut Duncan interaksi konsentrasi nanosilika-konsentrasi (NH4)2SO4
14
berbeda nyata satu sama lain pada taraf nyata (α 0.05). Hal ini berarti perbedaan konsentrasi (NH4)2SO4 dan perbedaan konsentrasi nanosilika berpengaruh pada kinerja membran (DSA) pada taraf nyata (α 0.05). Daya serap air menggambarkan kemampuan membran untuk mengikat gugus polar (Setiawan 2015). Semakin tinggi nilai daya serap air maka konduktivitas ion pun akan meningkat karena banyak molekul air yang dapat menjadi media transfer ion. Namun, meningkatnya daya serap air dapat meningkatkan permeabilitas metanol dan menurunkan stabilitas membran yang menyebabkan terjadinya penurunan kinerja PEM (Proton Exchange Membrane) (Dhuhita dan Arti 2010). Penyerapan air yang terlalu tinggi membuat membran menjadi lunak. Membran yang lunak tidak dapat digunakan dalam fuel cell karena tidak dapat berfungsi sebagai penyekat diantara dua elektroda (Handayani 2010). Daya Serap Metanol Daya serap metanol (DSM) adalah kemampuan daya serap membran terhadap metanol yang berkaitan dengan permeabilitas metanol. DSM yang tinggi maka permeabilitas metanolpun tinggi. Permeabilitas metanol erat kaitannya dengan methanol cross-over. Menurut Im (2011) methanol cross-over menyebabkan hilangnya sebagian kecil bahan bakar yang digunakan dan menyebabkan laju reaksi di katoda menjadi lambat sehingga akan menurunkan kinerja voltase sel secara keseluruhan. Konsentrasi (NH4)2SO4 dan nanosilika masing-masing berdasarkan analisis varian berpengaruh pada daya serap metanol. Interaksi keduanya juga berpengaruh pada DSM (Lampiran 2). Uji lanjut Duncan menunjukkan interaksi konsentrasi nanosilika-konsentrasi (NH4)2SO4 berbeda nyata satu sama lain dengan taraf nyata (α 0.05). Hal ini berarti perbedaan konsentrasi (NH4)2SO4 dan perbedaan konsentrasi nanosilika berpengaruh pada kinerja membran (DSM) dengan taraf signifikansi α 0.05.
Gambar 6 Grafik pengaruh konsentrasi nanosilika dan konsentrasi kitosan (NH4)2SO4 terhadap daya serap metanol ( ) kontrol tanpa (NH4)2SO4, ( ) kitosan (NH4)2SO4 0.1 M, ( ) kitosan (NH4)2SO4 0.5 M, ( ) kitosan (NH4)2SO4 1 M, ( ) kitosan (NH4)2SO4 1.5 M
15
Gambar 6 menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi nanosilika maka daya serap terhadap metanol pun menurun. Namun, pada konsentrasi nanosilika 3% daya serap metanol memiliki nilai yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan metanol memiliki sifat sama seperti air yaitu bersifat polar, sehingga dapat terserap oleh silika yang bersifat higroskopis dan mempunyai luas permukaan yang besar (Hartanto et al 2007). Sama halnya dengan daya serap air, semakin tinggi konsentrasi (NH4)2SO4 akan meningkatkan daya serap membran terhadap metanol. Peningkatan persentase daya serap metanol juga disebabkan oleh pengaruh penambahan gugus sulfat pada gugus amina dalam kitosan membuat membran menjadi bersifat hidrofilik, sehingga membranpun dapat dengan mudah menyerap metanol. Semakin tinggi konsentrasi (NH4)2SO4 yang digunakan maka persentase DSM pun akan meningkat. Kapasitas Penukar Ion Kapasitas penukar ion (KPI) merupakan salah satu parameter uji agar suatu membran dapat diaplikasikan pada DMFC. KPI menunjukkan jumlah proton yang dapat ditransportasikan dari anoda ke katoda.
Gambar 7 Grafik pengaruh konsentrasi nanosilika dan konsentrasi kitosan (NH4)2SO4 terhadap kapasitas penukar ion ( ) kontrol tanpa (NH4)2SO4, ( ) kitosan (NH4)2SO4 0.1 M, ( ) kitosan (NH4)2SO4 0.5 M, ( ) kitosan (NH4)2SO4 1 M, ( ) kitosan (NH4)2SO4 1.5 M Nilai KPI berdasarkan Gambar 7 menunjukkan interaksi kitosan sulfat dan nanosilika lebih tinggi dibandingkan dengan membran kontrol yang dibuat. Semakin tinggi nilai kapasitas penukar ion maka semakin tinggi pula konduktivitas ion suatu membran. Berdasarkan uji lanjut Duncan (Lampiran 3) interaksi (NH4)2SO4 dan nanosilika berpengaruh pada taraf nyata (α 0.05). Adanya gugus SiO2 dalam larutan kitosan akan meningkatkan kapasitas penukar ion (Setiawan 2015). SiO2 akan terionisasi membentuk ion Si4+ dan akan meningkatkan nilai kapasitas penukar ion. Penambahan nanosilika 3% dapat meningkatkan kapasitas penukar ion membran kitosan sulfat (NH4)2SO4 1.5 M hingga 1.4009 meq/gram. Nilai KPI meningkat dengan adanya gugus sulfat pada membran akan membantu melepaskan H+ sehingga dapat meningkatkan kapasitas penukar ion. Gugus sulfat menurut Suka et al (2009) mampu melepaskan H+ dengan mudah, sehingga dapat
16
dimanfaatkan sebagai gugus aktif dalam membran penghantar proton untuk sel bahan bakar. Jika konsentrasi nanosilika ditingkatkan hingga 5%, nilai KPI cenderung menurun karena jumlah SiO2 yang terlalu banyak akan memicu terbentuknya asam silikat yang akan mengganggu terjadinya pertukaran proton pada membran (Setiawan 2015). Ion H+ yang seharusnya terdisosiasi semakin berkurang disebabkan konsentrasi asam semakin pekat sehingga menyebabkan pertukaran proton semakin menurun. Konduktivitas Ion (KI) Membran kitosan memiliki konduktivitas ion yang rendah dibandingkan dengan membran konvensional Nafion. Berdasarkan analisis varian (Lampiran 4) pada taraf nyata (α 0.05), konsentrasi (NH4)2SO4 , konsentrasi nanosilika dan interaksi keduanya berpengaruh pada kinerja membran (konduktivitas ion). Membran kitosan-nanosilika 3% memiliki konduktivitas ion 1.02x10-4 (Setiawan 2015). Penambahan gugus sulfat pada kitosan mampu meningkatkan konduktivitas ion membran.
Gambar 8 Grafik pengaruh konsentrasi nanosilika dan konsentrasi (NH4)2SO4 terhadap konduktivitas ion ( ) kontrol tanpa (NH4)2SO4, ( ) kitosan (NH4)2SO4 0.1 M, ( ) kitosan (NH4)2SO4 0.5 M, ( ) kitosan (NH4)2SO4 1 M, ( ) kitosan (NH4)2SO4 1.5 M Penambahan nanosilika dengan konsentrasi 3% dan (NH4)2SO4 1.5 M memiliki konduktivitas ion tertinggi yaitu 7.67 x 10-4 S/cm (Gambar 8). Gugus sulfat pada membran kitosan sulfat menyebabkan hidrofilisitas meningkat, sehingga mampu menyerap air dan dengan mudah dapat melepas proton sehingga dapat meningkatkan konduktivitas membran. Menurut Smitha et al (2006) membran yang mempunyai hantaran ionik/proton lebih besar dari 1 x 10-5 S/cm dapat digunakan untuk operasi sel bahan bakar. Walaupun konduktivitas ion membran yang dihasilkan lebih rendah dari membran nafion, namun membran kitosan sulfat-nanosilika 3% masih dalam kualifikasi membran elektrolit 1 x 10-5 S/cm.
17
Pencirian Membran Gugus fungsi membran Gugus fungsi membran dapat diketahui dengan spektrum FTIR. Hal ini bertujuan untuk mengetahui gugus fungsi yang terdapat pada membran kitosan sulfat-nanosilika yang dibuat. Gambar 9 merupakan hasil FTIR dari membran kitosan sulfat-nanosilika.
Si-OH
Si-O-Si S-O
Gambar 9 Hasil uji FTIR Membran kitosan sulfat-nanosilika Penambahan nanosilika dan gugus sulfat pada membran komposit kitosan sulfat-nanosilika akan mengubah pola spektrum infra merah dan akan memunculkan puncak-puncak serapan pada bilangan gelombang tertentu yang mengindikasikan adanya gugus Si-OH, Si-O-Si, dan vibrasi ulur ikatan S-O yang merupakan adanya gugus sulfat. Puncak serapan muncul pada bilangan gelombang 613 cm-1 yang menunjukkan adanya ikatan S-O. Menurut Soontarapa dan Intra (2006), adanya puncak sekitar 618 cm-1 merupakan tanda adanya ikatan S–O. Bilangan gelombang 890 cm-1 menunjukan adanya gugus Si-OH dari silika, bilangan gelombang ini tidak ditemukan pada kitosan sulfat (Gambar 4). Puncak pada bilangan gelombang 1150 cm-1 menunjukan adanya gugus fungsi siloksan (Si-O-Si). Adanya nanosilika yang mempunyai gugus silanol pada permukaan membran akan meningkatkan hidrofilisitas membran.
Penentuan Komposisi Membran Terbaik Penentuan membran menggunakan metode Comparative Performance Index (CPI). CPI merupakan indeks gabungan yang dapat digunakan untuk menentukan penilaian atau peringkat dari berbagai alternatif berdasarkan beberapa kriteria (Marimin dan Nurul 2010). Penentuan CPI ini dipilih karena penilaian
18
pada setiap kriteria dan arah penilaian kriteria tidak seragam. Metode CPI ini menggunakan 4 faktor kinerja membran (DSA, DSM, KPI, dan KI) sebagai kriteria. DSA memiliki tren negatif hal ini disebabkan semakin tinggi daya serap air membuat membran menjadi lunak dan tidak dapat digunakan dalam fuel cell (Handayani 2007). DSM juga memiliki tren yang negatif, karena semakin tinggi DSM maka kinerja membran semakin buruk (Fitrianingsih et al. 2013; Siniwi 2014). KPI dan KI merupakan tren positif karena semakin besar KPI dan KI maka kinerja membran semakin bagus (Handayani 2007; Setiawan 2015). Berikut ini adalah tabel penentuan komposisi membran terbaik berdasarkan metode CPI. Tabel 2 Penentuan komposisi membran dengan metode CPI Alternatif Komposisi Membran Nanosilika (NH4)2SO4
3% 1% 5% 1% 5%
0.1 M 0.5 M 0.5 M 0.1 M 0.1 M
Kriteria DSA (Tren -) bobot 0.2 87.6 73.1 77.9 94.0 100
DSM (Tren -) bobot 0.2 67.8 85.7 88.9 91.2 100
KPI (Tren +) bobot 0.2 152.6 156.2 129.6 110.2 100
KI (Tren +) bobot 0.4 173.7 151.5 130.8 105.9 100
Nilai Rank Total
131.1 123.6 111.6 101.4 100
1 2 3 4 5
Tabel 2 menunjukkan hasil skoring komposisi membran menggunakan metode CPI. Lampiran 5 menunjukan perhitungan menggunakan metode CPI. Menurut Hickner et al. (2004) daya serap air pada membran untuk target konduksi adalah dengan derajat penyerapan air maksimal 50%. Membran yang memiliki daya serap air < 50% sebanyak 5 membran. Hasil perhitungan alternatif komposisi membran menggunakan simulasi CPI menunjukkan nilai alternatif tertinggi adalah komposisi nanosilika 3% dengan kitosan (NH4)2SO4 0.1 M. Membran tersebut memiliki DSA sebesar 40.75% dan nilai KI 6.48 x 10-4. Membran tersebut dapat digunakan sebagai membran pada rangkaian DMFC. Tabel 3 Perbandingan kinerja membran DMFC Kinerja Membran
DSA(%) DSM (%) KPI (meq/g) KI (S/cm)
Membran kitosan sulfat 0.1 M & nS 3%
(1)
40.75 44.22 0.6642 6.48 x 10-4
Membran Nafion & nanosilika
Membran Nafion
(3)
(1)
(1)
45.15
Syarat membran DMFC (2)
55.274
< 50
-
-
-
0.9
-
-
5.34 x 10-2
(1)
6.09x10-2
(4)
1 x 10-5
Ket : (1) Susmayanti (2014), (2)Hickner et al (2004), (3) Handayani (2007), (4)Smitha et al (2006)
Tabel 3 menunjukkan perbandingan kinerja membran kitosan sulfat 0.1 M dengan penambahan nanosilika 3%. Membran tersebut telah memenuhi syarat untuk membran pada rangkaian DMFC. Membran komposit yang dihasilkan
19
masih dibawah Nafion dan Nafion termodifikasi nanosilika. Hal ini disebabkan membran Nafion merupakan membran yang mengandung atom F yang memiliki keelektronegatifan yang besar sehingga mudah terjadi ikatan hidrogen dengan air sehingga konduktivitas ionnya besar, karena air berperan dalam mobilitas transport ion (Susmayanti 2014).
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kitosan sulfat dan nanosilika masing-masing berpengaruh terhadap kinerja membran DMFC pada taraf nyata (α 0.05). Penambahan gugus sulfat yang kaya elektron pada polimer kitosan dapat melepaskan H+ sehingga mampu meningkatkan kinerja membran. Penambahan nanosilika pada larutan kitosan sulfat dalam pembuatan membran DMFC mampu mempengaruhi kinerja membran, karena adanya gugus silanol yang akan memudahkan membran dalam menyerap air sehingga mampu menghantarkan proton. Membran yang mampu menyerap air dengan baik akan meningkatkan kinerja membran, baik itu kapasitas penukar ion (KPI) maupun konduktivitas ion (KI). Interaksi membran kitosan (NH4)2SO4 dan nanosilika berdasarkan uji Duncan memiliki pengaruh nyata terhadap kinerja membran DSA, DSM, KPI, dan KI. Persentase kinerja membran yang dipilih berdasarkan metode CPI adalah membran kitosan (NH4)2SO4 0.1 M dengan penambahan nanosilika 3%. Pemilihan ini dilakukan karena membran tersebut memiliki nilai DSA kurang dari 50% yaitu 40.75% dan nilai KI 6.48 x 10-4 S/cm. Membran tersebut juga memiliki KPI 0.66 meq/g, dan DSM 44.22%. Membran ini dapat digunakan sebagai membran pada rangkaian DMFC.
Saran Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui permeabilitas metanol pada membran dan uji aplikasi membran pada rangkaian DMFC. Penelitian lebih lanjut dapat dilakukan pada komposit kitosan sulfat/PVA/nanosilika untuk mendapatkan kinerja membran yang lebih baik (menurunkan daya serap metanol dan meningkatkan konduktivitas ion).
DAFTAR PUSTAKA Affandi S, Setyawan H, Winardi S, Purwanto A, Balgis R. 2009. A facile method for production of high purity silica xerogel from bagasse ash. Journal Advanced Powder Technology. 20:468–472.
20
Allaedini G, Muhammad A. 2013. Study of influential factors in synthesis and characterization of cobalt oxide nanoparticles. Journal Of Nanostructure in Chemistry. 3:77–94. Antonucci PL, Arico AS, Creti P, Ramunni E, Antonucci V. 1999. Investigation of a direct methanol fuel cell based on a composite nafion-silika electrolyte for high temperature operation. Solid State Ionics 125:431-439. Ariyanto W. 2012. Pembuatan membran komposit kitosan-vanilin/polivinil alkohol/lempung sebagai membran polimer elektrolit [skripsi]. Surakarta (ID) : Universitas Sebelas Maret Darjito. 2001. Karakteristik adsorpsi Co(II) dan Cu(II) pada adsorben kitosansulfat [tesis]. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada Dewi EL. 2007. Development of local components for fuel cell technology. Jurnal Sains Materi Indonesia 9: 57-66. Dhuhita A, Arti DK. 2010. Karekterisasi dan uji kinerja SPEEK, cSMM, dan Nafion untuk aplikasi direct methanol fuel cell (DMFC) [skripsi]. Semarang (ID) : Universitas Diponegoro. Fitrianingsih E, Yusmaniar, Afrizal. 2013. Pengaruh penambahan silika terhadap membran sulfonasi polieter eter keton – akrilonitrilbutadiena stirena. JRSKT. 3(1): 251-256. Hanafi A, Nandang A. 2010. Studi pengaruh bentuk silika dari abu ampas tebu terhadap kekuatan produk keramik. Jurnal Kimia Indonesia. 5 : 35-38. Handayani S, Enniya EL, Widodo WP, dan Roekmijati WS. 2007. Preparasi membran elektrolit berbasis poliaromatik untuk aplikasi sel bahan bakar metanol langsung suhu tinggi. Jurnal Sains Materi Indonesia. 8(3):192-197. Handayani S, Junius H, Eniya LD. 2010. Membran elektrolit nano silika dengan polieter-eter keton tersulfonasi untuk DMFC. Jurnal Nanoteknologi Indonesia. Vol 1. No.1 ISSN : 2087-3395 Hartanto S, Sri H, Lin M, dan Latifah. 2007. Pengaruh silika pada membran elektrolit berbasis polieter eter keton. Jurnal Sains Materi Indonesia. 8(3): 205- 208 Haryono A, Restu WK, Harmani SB. 2012. Preparasi dan karakterisasi nanopartikel alumina fosfat. Jurnal Sains Materi Indonesia. 14(1):51-55. Hickner, MA., Ghassemi H, Kim YS, Einsla BR, McGrath JE. 2004. Alternative polymer systems for proton exchange membranes (PEMs). Chemical Reviews, 104(10):4587-4612. Im M. 2011. Pembuatan dan karakterisasi komposit membran PEEK/CLAY utuk aplikasi DMFC [tesis]. Semarang (ID) : Universitas Diponogoro Imanuel A, Yohan Y. 2011. Pembuatan silika berpori dari water glass melalui metode pemisahan fasa menggunakan gelatin sebagai template. Institut Teknologi Surabaya Ioelovich M. 2014. Crystallinity and hydrophility of chitin and chitosan. Journal of Chemistry. 3(3):7–14. Ismayana A. 2014. Perancangan proses co-composting dan nanoteknologi untuk penanganan limbah padat industri gula [disertasi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Jalilpour M, Fathalilou M. 2012. Effect of aging time and calcination temperature on the cerium oxide nanoparticles synthesis via reverse co-precipitation method. International Journal of the Physical Sciences. 7(6):944–948.
21
Jung DH. 2002. Performance evaluation of a nafion/silicon oxide hybrid Membranes for direct methanol fuel cell. Journal of Power Sources 106: 173-177. Jung B, Kim B, Yang JM. 2004. Transport of methanol and protons through partially sulfonated polymer blend membranes for DMFC. Journal of Membrane Science, (245):61-69 Kim JH, Lee KW. 1998. Effect of PEG additive on membrane formation by phase inversion. Journal of Membrane Science. Vol. 138, 153-163. Krishnarao RV, Godkhindi MM. 1992. Distribution of silica in rice husks and its effect on the formation of silicon carbide. Ceramics International. Vo.l 18: 243-249. Marimin, Nurul M. 2010. Aplikasi Teknik Pengambilan Keputusan dalam Manajemen Rantai Pasok. Bogor (ID) : IPB Press. Marlina L, Sriyanti I, Iskandar F, Khairurijal. 2012. Pengaruh komposisi sekam padi dan nano silika terhadap kuat tekan material nanokomposit. Jurnal Penelitian Sains. 15(3). Namazi H, Fathi F, Heydari A. 2012. Nanoparticles Based On Modified Polysaccharides. Iran : In Tech. Pramono E, Wicaksono A, Priyadi, Wulansari J. 2012. Pengaruh derajat sulfonasi terhadap degradasi termal polistirena tersulfonasi. Jurnal Physics. 2(2):157. Puspitasari A. 2007. Pembuatan dan pemanfaatan kitosan sulfat dari cangkang bekicot sebagai adsorben zat warna remazol yellow FG-6 [skripsi]. Surakarta (ID) : Universitas Sebelas Maret Putro AS. 2013. Membran komposit kitosan-zeolit untuk aplikasi direct methanol fuel cell. [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Rangkuti H. 2011. Teknik pengambilan keputusan multi kriteria menggunakan metode bayes, mpe, cpi dan ahp. Jurnal ComTech. 2(1): 229-2. Retnosari A. 2013. Ekstraksi dan penentuan kadar silika (SiO2) hasil ekstraksi dari abu terbang (fly ash) batubara. [skripsi]. Jember (ID) : Universitas Jember Savant N K, Komdorfer G H, Datnoff L E, Synder G H. 1999. Silicon nutrition and sugarcane production : a review. Journal Plant and Nutrition. 22 (12):1853-1903 Setiawan WK. 2015. Preparasi nanosilika dari abu ketel dengan metode kopresipitasi sebagai aditif membran elektrolit berbasis kitosan [tesis]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Setiyawati ME. 2015. Penambahan template kitosan dan albumin pada sintesis nanosilika abu ketel industri gula dengan metode kopresipitasi [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Siniwi WT. 2014. Sintesis dan karakterisasi proton exchange membrane kitosannanosilika [skripsi]. Semarang (ID): Universitas Negeri Semarang. Singh N, Dhruvashi, Kaur D, Mehra RM, Kapoor A. 2012. Effect of ageing in structural properties of ZnO nanoparticles with pH variation for application in solar cells. The Open Renewable Energy Journal. 5:15–18. Smitha B, Sridhar S, Khan AA. 2006. Chitosan-poly (vinyl pyrrolidone) blends as membranes for direct methanol fuel cell applications. Journal of Power Sources. Vol. 159:846-854 Soontarapa K, Intra U. 2006. Chitosan-based fuel cell membranes. Chem Eng Comm.. 193:855-868.
22
Suka IG, Rif’an M, Pandiangan KD, Simajuntak W, Dewi EL. 2009. Sulfonasi membran poliakrilonitril butadiene stirena (ABS) sebagai membran polimer elektrolit direct methanol fuell cell (DMFC). J Sains MIPA.15(1):28-34. Susmayanti W. 2014. Sintesis membran komposit nanosilika lapindo-nafion d2020 untuk fuel cell suhu tinggi [tesis]. Yogyakarta (ID) : Universitas Gajah Mada. Thuadaij N, Nuntiya A. 2008. Preparation of nanosilica powder from rice husk ash by precipitation method. Chiang Mai J. Sci. 35(1) : 206-211. Utomo SS. 2015. Sintesis dan pencirian nanosilika berbahan dasar abu ketel industry gula dengan variasi waktu aging dan pH presipitasi [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Wibowo A. 2015. Sintesis nanosilika dari abu ketel menggunakan metode hidrotermal dengan variasi waktu dan suhu proses [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Yukamgo E, Nasih WY. 2007. Peran silikon sebagai unsur bermanfaat pada tanaman tebu. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan. 7(2):103-116.
23
Lampiran 1 Analisis statistik terhadap DSA (Daya Serap Air)
Tabel Analisis Varian : Daya Serap Air (%) Source Konsentrasi (NH4)2SO4 Konsentrasi Nanosilika Konsentrasi (NH4)2SO4 *Konsentrasi Nanosilika Galat Total Corrected Total
Type III Sum of Squares 2562.741 248.292
df Mean Square 3 854.247 2 124.146
88.625
6
14.771
3.331 71175.419
12 24
.278
2902.988
23
F Sig. 3077.056 .000 447.182 .000 53.205
.000
Tabel uji lanjut Duncan interaksi konsentrasi (NH4)2SO4 dengan konsentrasi nanosilika terhadap DSA (α = 0.05) Nanosilika 1% 3% 5%
0.1M(NH4)2SO4 37.98b 40.75c 35.69a
Kitosan 0.5M(NH4)2SO4 1M(NH4)2SO4 48.85e 57.26f f 56.43 60.69h d 45.80 59.29g
1.5M(NH4)2SO4 63.67i 73.25j 60.36gh
Ket : Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji duncan)
Lampiran 2 Analisis statistik terhadap DSM (Daya Serap Metanol) Tabel Analisis Varian : Daya Serap Metanol (%) Source Konsentrasi (NH4)2SO4 Konsentrasi Nanosilika Konsentrasi (NH4)2SO4 * Konsentrasi Nanosilika Galat Total Corrected Total
Type III Sum of Squares 689.632 1913.747
df
Mean Square F Sig. 3 229.877 463.801 .000 2 956.873 1930.591 .000
74.785
6
12.464
5.948 46817.401 2684.111
12 24 23
.496
25.148
.000
24
Tabel uji lanjut Duncan interaksi konsentrasi (NH4)2SO4 dengan konsentrasi nanosilika terhadap DSM (α = 0.05) Nanosilika 1% 3% 5%
0.1M(NH4)2SO4 32.84b 44.22e 29.96a
Kitosan 0.5M(NH4)2SO4 1M(NH4)2SO4 34.95c 38.59d g 55.90 57.20g bc 33.69 35.25c
1.5M(NH4)2SO4 46.90f 64.11h 40.96e
Ket : Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji duncan)
Lampiran 3 Analisis statistik terhadap KPI (Kapasitas Penukar Ion) TTabel Analisis Varian : Kapasitas Penukar Ion (meq/g) Source Konsentrasi (NH4)2SO4 Konsentrasi Nanosilika Konsentrasi (NH4)2SO4 * Konsentrasi Nanosilika Galat Total Corrected Total
Type III Sum of Squares df .738 3 .564 2
Mean Square .246 .282
F 549.737 630.512
Sig. .000 .000
49.091
.000
.132
6
.022
.005 14.898 1.439
12 24 23
.000
Tabel uji lanjut Duncan interaksi konsentrasi (NH4)2SO4 dengan konsentrasi nanosilika terhadap KPI (α = 0.05) Nanosilika 1% 3% 5%
Kitosan 0.1M(NH4)2SO4 0.5M(NH4)2SO4 1M(NH4)2SO4 1.5M(NH4)2SO4 0.4796a 0.6799d 0.7298e 0.8683f cd f g 0.6642 0.8315 0.9401 1.4009h a b c 0.4353 0.5641 0.6223 0.7707e
Ket : Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji duncan)
25
Lampiran 4 Analisis statistik terhadap KI (Konduktivitas Ion) Tabel Analisis Varian : Konduktivitas Ion (S/Cm) Source Konsentrasi (NH4)2SO4 Konsentrasi Nanosilika Konsentrasi (NH4)2SO4 * Konsentrasi Nanosilika Galat Total Corrected Total
Type III Sum of Squares df Mean Square 1.887E-7 3 6.290E-8 1.022E-7 2 5.108E-8 3.946E-8
6
6.577E-9
2.520E-12 9.057E-6 3.303E-7
12 24 23
2.100E-13
F Sig. 299508.988 .000 243240.969 .000 31320.162
.000
Tabel uji lanjut Duncan interaksi konsentrasi (NH4)2SO4 dengan konsentrasi nanosilika terhadap KI (α = 0.05) Nanosilika 1% 3% 5%
0.1M(NH4)2SO4 3.95b 6.48e 3.73a
Kitosan 0.5M(NH4)2SO4 1M(NH4)2SO4 5.65d 6.52f 6.75h 6.87i c 4.88 6.52f
1.5M(NH4)2SO4 6.75h 7.67j 6.59g
Ket : Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji duncan)
26
Lampiran 5 Penentuan membran menggunakan metode CPI Kinerja Membran Komposisi Membran nanosilika 1% nanosilika 3% nanosilika 5%
0.1 M 0.5 M 0.1 M 0.1 M 0.5 M
Alternatif Komposisi Membran nanosilika 1% nanosilika 3% nanosilika 5% Bobot
0.1 M 0.5 M 0.1 M 0.1 M 0.5 M
DSA (%) 37.98 48.85 40.75 35.69 45.80
DSA (-) 94.0 73.1 87.6 100 77.9 0.2
DSM (%) 32.84 34.95 44.22 29.96 33.69
Kriteria DSM KPI (-) (+) 91.2 110.2 85.7 156.2 67.8 152.6 100 100 88.9 129.6 0.2 0.2
KPI (meq/g) 0.48 0.68 0.66 0.44 0.56
KI (+) 105.9 151.5 173.7 100 130.8 0.4
Contoh Perhitungan : DSA (Tren -) : Nanosilika 3% dengan 0.1 M (NH4)2SO4 35.69 x 100 = 87.6 40.75 KI (Tren +) : Nanosilika 3% dengan 0.1 M (NH4)2SO4 6.48 x 100 = 173.7 3.73
KI (1x10-4 S/cm) 3.95 5.65 6.48 3.73 4.88
Nilai Total 101.4 123.6 131.1 100 111.6
Rank 4 2 1 5 3
27
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kabupaten Ciamis Jawa Barat pada tanggal 14 Agustus 1994 dari pasangan appa Zaenal Arifin dan mamah Mi’ah Robi’ah. Penulis adalah putri ke empat dari lima bersaudara. Pendidikan pada tingkat perguruan tinggi ditempuh sejak diterima di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2012 melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Undangan. Sebelumnya, penulis telah menyelesaikan pendidikan di Madrasah Aliyyah Negeri 2 Ciamis pada tahun 2012, MTs. Nagarapageuh tahun 2009, dan SD Negeri 1 Nagarapageuh tahun 2006. Selama perkuliahan, penulis aktif menjadi staf Departemen Pengabdian Masyarakat Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri (HIMALOGIN IPB) Periode 2013-2015, dan staf keuangan Koperasi Mahasiswa (KOPMA) IPB Periode 2012-2013. Pada tahun 2014, penelitian PKM (Program Kreativitas Mahasiswa) penulis didanai DIKTI dan pada tahun yang sama penulis terpilih untuk mengikuti ajang Pekan Ilmiah Nasional (PIMNAS) ke 27 yang diadakan oleh DIKTI di Universitas Diponogoro dengan judul penelitian “Serat Batang Tanaman Pisang Abaka (Musa textilis) sebagai Komposit dalam Pembuatan Kain Musave (Kain Komposit Ramah Lingkungan) dalam Mensubstitusi Penggunaan Serat Sintetik”. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum Teknologi Minyak Atsiri, Rempah dan Fitofarmaka pada tahun 2015. Di samping itu penulis juga aktif dalam kepanitiaan berskala nasional, seperti Agroindustrial Fair 2014 sebagai staff Divisi lomba, dan menjadi staff HUMAS dalam acara Techno-F (Masa Perkenalan Fakultas Teknologi Pertanian). Penulis juga aktif di OMDA (Organisasi Mahasiswa Daerah) Paguyuban Mahasiswa Galuh Ciamis IPB. Penulis merupakan penerima dana Beasiswa Bidik Misi IPB. Pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2015, penulis melaksanakan praktik lapang di PT. Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLi) Bogor, Jawa Barat.