i
MEMBRAN KOMPOSIT POLISTIRENA TERSULFONASI– SiO2 UNTUK APLIKASI DIRECT METHANOL FUEL CELL
DAMIYATI
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Membran Komposit Polistirena Tersulfonasi–SiO2 untuk Aplikasi Direct Methanol Fuel Cell adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, April 2015 Damiyati NIM G44090007
v
ABSTRAK DAMIYATI. Membran Komposit Polistirena Tersulfonasi–SiO2 untuk Aplikasi Direct Methanol Fuel Cell. Dibimbing oleh ARMI WULANAWATI dan SRI MULIJANI. Nafion® merupakan membran elektrolit pada direct methanol fuel cell (DMFC) yang memiliki nilai permeabilitas metanol yang tinggi. Oleh karena itu, membran alternatif seperti polistirena tersulfonasi (PSS) yang ditambahi SiO2 dikembangkan untuk mengurangi tingginya permeabilitas metanol tersebut. Penelitian ini bertujuan menentukan pengaruh tambahan SiO2 pada kinerja PSS. Keberhasilan proses sulfonasi ditunjukkan oleh nilai derajat sulfonasi (DS) dari PSS dengan konsentrasi PS 15% sebesar 81%. Membran komposit dibuat dengan ragam konsentrasi 3%, 5%, dan 7%. Spektrum inframerah transformasi fourier membran komposit menunjukkan gugus sulfonat (-SO3) pada 1008 cm-1 dan O-SiO pada 1013 cm-1. Nilai konduktivitas proton dan beda potensial tertinggi dihasilkan pada membran PSS-SiO2 3% dengan nilai berturut-turut 2.1 × 10-4 S/cm dan 79 mV. Berdasarkan hasil tersebut, membran komposit PSS-SiO2 dapat diaplikasikan untuk DMFC. Kata kunci: membran komposit, SiO2, polistirena tersulfonasi, sel bahan bakar metanol
ABSTRACT DAMIYATI. Composite Sulfonated Polystyrene–SiO2 Membrane for Application on Direct Methanol Fuel Cell. Supervised by ARMI WULANAWATI and SRI MULIJANI. Nafion® is an electrolyte membrane used in direct methanol fuel cell (DMFC) with high methanol permeability. Therefore, an alternative membrane such as sulfonated polystyrene (PSS) with SiO2 addition was developed to reduce its methanol permeability. The aim of this research was to determine the effect of SiO2 on PSS performance. The success of sulfonation process was indicated by sulfonation degree (DS) value of PSS with 15% PS concentration of 81%. Composite membranes were prepared using various concentrations, i.e. 3%, 5%, and 7%. Fourier transform infrared spectra of the composite membranes showed sulfonate functional group (-SO3) at 1008 cm-1 and O-Si-O at 1013 cm-1. The composite membrane PSS-SiO2 3% gave the highest proton conductivity and voltage of 2.1 × 10-4 S/cm and 79 mV respectively. The result shows that the composite membrane of PSS-SiO2 can be applied as DMFC. Key words: composite membrane, direct methanol fuel cell, SiO2, sulfonated polystyrene
vi
vii
MEMBRAN KOMPOSIT POLISTIRENA TERSULFONASI– SiO2 UNTUK APLIKASI DIRECT METHANOL FUEL CELL
DAMIYATI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
viii
ix
Judul Skripsi : Membran Komposit Polistirena Tersulfonasi–SiO2 untuk Aplikasi Direct Methanol Fuel Cell Nama : Damiyati NIM : G44090007
Disetujui oleh
Armi Wulanawati, SSi, MSi Pembimbing I
Dr Sri Mulijani, MS Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
x
xi
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat anugerah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat meyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Membran Komposit Polistirena Tersulfonasi–SiO2 untuk Aplikas Direct Methanol Fuel Cell. Karya ilmiah ini disusun berdasarkan penelitian yang dilaksanakan pada bulan September 2014 hingga Februari 2015 di Laboratorium Kimia Fisik Departemen Kimia IPB. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Armi Wulanawati, SSi, MSi dan Ibu Dr Sri Mulijani, MS selaku pembimbing atas bimbingan dan dukungan yang diberikan kepada penulis. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada orang tua, kakak, dan seluruh keluarga atas doa, dukungan, perhatian, dan pengertiannya serta pihak-pihak di Laboratorium Kimia Fisik, antara lain Pak Mail dan Ibu Ai. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Kak Budi Arifin, rekan-rekan seperjuangan penelitian, dan teman-teman Kimia 46 dan Kimia 47 atas perhatian, saran, dan bantuannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi penulis maupun pembaca.
Bogor, April 2015
Damiyati
xii
DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Metode Pembuatan Membran Polistirena Tersulfonasi Pembuatan Membran Komposit Pencirian Membran Pengukuran Derajat Sulfonasi Pengujian Water Uptake Penentuan Bobot Jenis Permeabilitas Metanol Pengukuran Konduktivitas Proton Uji Aplikasi Sistem DMFC HASIL DAN PEMBAHASAN Membran Komposit Polistirena Tersulfonasi-SiO2 Pencirian Membran FTIR Derajat Sulfonasi Water Uptake Bobot Jenis Membran Permeabilitas Metanol Konduktivitas Proton Uji Aplikasi Sistem DMFC SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
xiii xiii 1 1 2 2 2 2 3 3 3 3 4 4 4 5 5 5 7 7 8 9 10 10 11 12 13 13 14 14 16 22
xiii
DAFTAR GAMBAR 1 Uji aplikasi DMFC 2 Reaksi polistirena tersulfonasi pada posisi para 3 Ikatan silang polistirena tersulfonasi posisi para 4 Larutan polistirena sebelum (a) dan sesudah (b) proses sulfonasi 5 Spektrum inframerah membran 6 Derajat sulfonasi pada membran PSS 7 Water uptake pada membran 8 Bobot jenis berbagai membran 9 Konduktivitas proton pada membran 10 Bejana pada sistem DMFC 11 Beda potensial membran aktivasi 12 Nilai arus yang dihasilkan membran
5 6 6 7 8 9 9 10 11 12 13 13
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7
Diagram alir penelitian Derajat sulfonasi membran Water uptake membran Bobot jenis membran Konduktivitas proton membran dengan aktivasi maupun nonaktivasi Data persentase peningkatan konduktivitas proton membran Beda potensial dan arus listrik dalam sistem DMFC
16 17 18 19 20 20 21
xiv
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Krisis energi merupakan tantangan besar yang harus dihadapi saat ini karena semakin menipisnya cadangan sumber energi fosil, sementara kebutuhan akan energi terus mengalami peningkatan seiring dengan perkembangan aktifitas manusia. Adanya ketergantungan manusia terhadap minyak bumi dan semakin berkurangnya cadangan minyak bumi telah mendorong manusia untuk menemukan bahan bakar alternatif seperti bahan bakar gas, listrik, baterai, sel bahan bakar (fuel cell), biodisel, dan lain-lain. Di antara beragam pilihan penghasil energi substituen, fuel cell merupakan salah satu contoh teknologi energi alternatif yang berpotensi untuk dikembangkan dengan memanfaatkan hidrogen murni sebagai sumber energi (donor elektron). Teknologi fuel cell dipandang lebih efisien dan tidak menimbulkan polusi (Sopian dan Daud 2005). Sel bahan bakar adalah suatu alat elektrokimia yang mengubah energi kimia secara langsung menjadi energi listrik, air, dan panas dari reaksi bahan bakar dan oksigen tanpa pembakaran sehingga mengurangi polusi dan risiko timbulnya ledakan (Li et al. 2003). Salah satu sel bahan bakar yang sedang dikembangkan, yaitu Direct Methanol Fuel Cell (DMFC). Suhada (2001) menjelaskan DMFC menggunakan polimer sebagai membran elektrolit dan biasanya sel ini beroperasi pada suhu kamar dengan kerapatan daya yang cukup tinggi. Saat ini membran polimer yang banyak digunakan adalah membran elektrolit komersial Nafion® yang terbuat dari fluoro polimer dengan menambahkan rantai cabang gugus sulfonat (Liu et al. 2010). Kelebihan dari membran Nafion® adalah memiliki gugus sulfonat yang mampu menghantarkan proton (H+) dan ketahanan mekanik yang baik (Hendrawan 2007). Nafion® memiliki konduktivitas proton yang tinggi sebesar 8.6 × 10-2 S/cm pada suhu 30-32 °C (Smitha et al. 2005) serta kestabilan mekanik dan kimia yang baik pada suhu rendah, yaitu 60-100 oC (Hendrana et al. 2007), namun kurang stabil pada suhu tinggi (Cho et al. 2005). Kekurangan membran Nafion® adalah adanya permeasi metanol melalui membran (methanol crossover) yang cukup besar, termasuk dalam polimer yang mahal serta kinerja membran Nafion® menurun di atas 80 °C. Namun demikian, telah banyak usaha yang dilakukan untuk mengganti Nafion® antara lain dengan polieter-eter keton, polisulfon, dan polistirena (Handayani 2009). Polistirena dari styrofoam dapat dijadikan membran alternatif pengganti Nafion® karena styrofoam mengandung 90-95% polistirena serta 5-10% gas nbutana dan n-pentana. Selain itu, styrofoam merupakan limbah yang sangat sulit penanggulangannya dan tidak dapat diuraikan oleh alam (BPOM 2008). Styrofoam dapat dimodifikasi melalui proses sulfonasi untuk digunakan sebagai Proton Exchange Membrane (PEM). Membran polistirena tersulfonasi (PSS) yang dihasilkan diharapkan memiliki sifat fisik seperti halnya Nafion®, yaitu kuat, biodegradable, dan memiliki kinerja yang baik. Modifikasi membran polistirena diharapkan dapat menghasilkan membran dengan karakter yang lebih baik, seperti peningkatan kestabilan membran polistirena dengan menambahkan polimer penguat seperti polieter-eter keton (PEEK) (Evaani dan Sari 2012). Membran
2
polistirena yang dibuat dalam penelitian ini akan dimodifikasi dengan penambahan SiO2. Silika dioksida (SiO2) merupakan oksida anorganik yang bersifat higroskopis. Adanya aditif oksida anorganik dalam membran komposit akan memberikan peningkatan daya tahan air pada suhu tinggi sehingga diharapkan dapat menjaga konduktivitas ionik akan tetap pada suhu tinggi. Selain itu, penggunaan aditif tersebut dapat menurunkan efek methanol crossover (Arico et al. 2003). Penelitian ini bertujuan menentukan pengaruh penambahan SiO2 terhadap karakteristik polistirena tersulfonasi sebagai membran Direct Methanol Fuel Cell. Fungsi penambahan SiO2 pada membran polistirena tersulfonasi agar dapat meminimalisasi methanol crossover. DMFC dibuat dengan memanfaaatkan limbah styrofoam. Membran PSS berbahan baku styrofoam diuji dengan spektrofotometer inframerah transformasi fourier (FTIR), serta diukur water uptake, dan konduktivitas proton pada membran, sedangkan kinerja DMFC dilakukan dengan pengukuran beda potensial listrik. Dengan demikian, membran PSS berbahan baku styrofoam untuk aplikasi DMFC diharapkan dapat digunakan sebagai sumber energi listrik yang ramah lingkungan dan dapat mengurangi dampak negatif limbah di lingkungan.
BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Alat yang digunakan antara lain peralatan gelas, labu leher tiga, piknometer, neraca analitik, oven, FTIR Shimadzu Prestige–21, dan LCR–meter HIOKI 3532– 50. Bahan yang digunakan adalah styrofoam, diklorometana, SiO2, H2SO4 pekat (98%), H2O2, kloroform, metanol, NaOH, HCl, larutan K3Fe(CN)6, larutan Na2HPO4, gas nitrogen (N2) dan air deionisasi.
Metode Pembuatan Membran Polistirena Tersulfonasi (Modifikasi Azimi 2011) Polistirena (PS) dilarutkan ke dalam kloroform dengan variasi komposisi (%b/v), yaitu 5%, 10%, dan 15% PS dalam 50 mL kloroform. Sebanyak 70 mL H2SO4 pekat (98%) dimasukkan ke dalam labu leher tiga. Larutan PS dimasukkan ke dalam kondensor yang dihubungkan dengan labu leher tiga, kemudian diteteskan secara bertahap. Kloroform yang menguap didorong oleh gas nitrogen keluar labu leher tiga. Proses sulfonasi dilakukan pada suhu 80 °C selama 2 jam dalam ruang asam. Selanjutnya padatan polistirena tersulfonasi (PSS) yang dihasilkan dipisahkan dari H2SO4 sisa reaksi. Kemudian dicuci hingga pH netral dan dikeringkan pada suhu ruang selama 24 jam.
3
Pembuatan Membran Komposit (Dewi dan Handayani 2007) Sebanyak 7.5 gram PSS dilarutkan ke dalam diklorometana dan ditambahkan SiO2 3%, 5%, 7% dari berat PSS. Selanjutkan diaduk hingga homogen lalu dituangkan ke dalam pelat kaca dan siap dicetak.
Pencirian Membran Analisis dengan menggunakan spektrofotometer inframerah transformasi fourier (FTIR) Sampel membran PS, PSS, PSS–SiO2 digerus dan dicampur ke dalam serbuk KBr kemudian ditempatkan dalam cell holder dan diukur spektrumnya. Pengujian dengan FTIR dilakukan untuk menentukan perubahan gugus fungsi membran polistirena–SiO2 (Handayani 2008).
Pengukuran Derajat Sulfonasi (Dhuhita dan Kusuma 2010) Derajat sulfonasi ditentukan dengan metode titrasi. Sebanyak 0.1 gram PSS (5%, 10%, dan 15%) direndam dengan 10 mL NaOH 1 N selama 3 hari. Selanjutnya dititrasi dengan HCl 1 N dan digunakan indikator fenolftalin sebanyak 3 tetes. Titrasi dilakukan hingga terjadi perubahan warna dari merah muda hingga tak berwarna. Volume HCl yang digunakan untuk titrasi NaOH tanpa sampel sebagai volume awal, sedangkan volume HCl yang digunakan untuk titrasi NaOH dengan sampel sebagai volume akhir. Standardisasi HCl dilakukan menggunakan NaOH. Penentuan derajat sulfonsai dapat diketahui melalui persamaan 1: w -
Keterangan:
(1)
Vawal = volume HCl blangko (mL) Vakhir = volume HCl sampel (mL) N = normalitas HCl (N) BE = bobot ekuivalen (g/ek)
Pengujian Water Uptake (Shin et al. 2005 dan Liu et al. 2010) Membran PSS–SiO2 digunting sebesar 1 × 1 cm2, kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 120 ºC selama 24 jam, lalu ditimbang sebagai wkering. Setelah kering, membran direndam dalam air deionisasi pada suhu kamar selama 48 jam. Kemudian membran dikeluarkan, lalu ditimbang sebagai wbasah. Penentuan kadar air dalam membran dihitung menggunakan persamaan 2: –
(2)
4
Penentuan Bobot Jenis Membran dipotong dengan ukuran yang seragam, kemudian dimasukkan ke dalam piknometer yang telah diketahui bobot kosongnya (w0). Bobot piknometer dan sampel dicatat sebagai (w1). Kemudian piknometer yang berisi potongan sampel ditambahkan akuades hingga tidak terdapat gelembung udara dan ditimbang bobotnya (w2). Bobot piknometer berisi air juga ditimbang dan bobotnya dicatat sebagai (w3). Bobot jenis sampel dihitung menggunakan persamaan 3: (
) (
(3)
)
Keterangan: d : bobot jenis sampel (g/mL) d1 : bobot jenis air (g/mL) da : bobot jenis udara (g/mL)
Permeabilitas Metanol (Shin et al. 2005) Permeabilitas metanol diuji secara kualitatif untuk mengukur dapat tidaknya metanol lewat melalui membran. Kompartemen A diisi dengan 50 mL metanol 3 N dan kompartemen B diisi dengan akuades. Kemudian posisi kompartemen A sistem dibalik agar metanol berada di atas membran selama 30 menit, kemudian bagian bawah membran dilap dengan tisu untuk melihat metanol yang terdifusi melalui membran.
Pengukuran Konduktivitas Proton Konduktans PS, PSS, PSS–SiO2 3%, PSS–SiO2 5%, dan PSS–SiO2 7% diukur menggunakan alat impedance analyzer LCR–meter HIOKI 3532–50. Elektrode karbon dari baterai dibersihkan dan dibuat pipih pada salah satu sisinya. Selanjutnya, aktivasi elektrode dengan merendam ke dalam larutan HCl 1 N selama 1 hari, kemudian perendaman dengan NaOH 1 N selama 1 hari, setelah itu elektrode aktif dicuci dengan air deionisasi sebanyak 3 kali dan direndam hingga akan digunakan (Wisojodharmo dan Dewi 2008). Setiap membran diaktivasi dengan cara direndam dalam air deionisasi selama 1 jam. Selanjutnya membran direndam dalam H2O2 selama 1 jam dan direndam kembali dalam H2SO4 selama 1 jam, kemudian membran dibilas dengan air deionisasi sebanyak 3 kali. Membran yang telah diaktivasi dan yang tidak diaktivasi diukur luasnya sesuai dengan luas elektrode dan diukur ketebalannya, kemudian dijepit di antara kedua karbon. Selanjutnya nilai konduktans diukur dengan alat impedance analyzer. Nilai konduktivitas proton ditentukan berdasarkan persamaan 4: (4)
5
Keterangan:
σ L G A
= konduktivitas proton (S.cm-1) = tebal membran (cm) = konduktans (S) = luas elektrode (cm2)
Uji Aplikasi Sistem DMFC Sistem DMFC memiliki 2 sisi, yaitu sisi katode dan anode. Sisi anode berisi 100 mL metanol 3 N, sedangkan sisi katode berisi 50 mL K3Fe(CN)6 dan 50 mL Na2HPO4. Membran diletakkan diantara kedua sisi anode dan katode, kemudian kedua sisi dihubungkan elektrode karbon yang telah diaktivasi. Konduktivitas proton ditentukan menggunakan impedance analyzer LCR–meter HIOKI 3532–50 (Gambar 1), sedangkan beda potensial diukur menggunakan voltmeter. Elektrode
Membran 50 mL K3Fe(CN)6
100 mL metanol 3 N
50 mL Na2HPO4 Gambar 1 Uji aplikasi DMFC
HASIL DAN PEMBAHASAN Membran Komposit Polistirena Tersulfonasi–SiO2 Sintesis polistirena tersulfonasi dilakukan dengan meneteskan larutan polistirena ke dalam H2SO4 pekat (98%) yang dialiri gas nitrogen sebagai pembawa uap kloroform keluar. Pereaksi sulfonasi selain menggunakan asam sulfat pekat dapat juga menggunakan asam sulfat berasap (oleum) (Dewi dan Handayani 2007). Polistirena tahan terhadap asam, basa, dan zat pengarat lainnya, tetapi mudah larut dalam hidrokarbon aromatik dan berklor (Cowd 1991). Proses sulfonasi termasuk reaksi substitusi elektrofilik aromatik karena terjadinya substitusi atom –H yang terikat pada salah satu atom C aromatik polistirena dengan gugus –SO3 yang bertindak sebagai elektrofilik (McMurry 2008). Reaksi sulfonasi ini dapat terjadi pada posisi orto dan para karena adanya gugus etilena yang memberikan efek dorongan elektron pada cincin aromatik. Berdasarkan hasil yang diperoleh, tersubstitusinya gugus sulfonat pada membran PSS terjadi pada posisi orto dan para yang didukung dengan pencirian gugus fungsi. Posisi para menunjukkan tidak adanya halangan sterik antara gugus stirena dengan gugus sulfonat, sedangkan posisi orto menunjukkan adanya halangan sterik antara gugus stirena dengan gugus sulfonat. Reaksi sulfonasi yang terjadi pada posisi orto dan para dilakukan selama 2 jam pada suhu 80 °C dalam ruang asam. Reaksi sulfonasi pada posisi para ditunjukkan pada Gambar 2.
6
Gambar 2 Reaksi polistirena tersulfonasi pada posisi para Substitusi pada posisi para menyebabkan PSS dapat berikatan silang dengan sesamanya dan membentuk PSS dalam bentuk anhidrat (Gambar 3). Hal ini berguna untuk proses penukaran proton dan membuat membran lebih higroskopis.
Gambar 3 Ikatan silang polistirena tersulfonasi posisi para Proses sulfonasi berlangsung homogen karena dilakukan pada fase yang sama antara larutan polistirena dan –SO3 dari asam sulfat pekat. Adanya gugus sulfonat menyebabkan polimer bersifat hidrofilik, sehingga kemampuan menyerap air menjadi lebih besar yang berfungsi sebagai media perpindahan proton yang dapat meningkatkan nilai konduktivitas proton. Proses sulfonasi larutan polistirena yang berbentuk cairan kental (Gambar 4a) dalam ruang asam menghasilkan padatan berwarna putih (Gambar 4b). Padatan tersebut dipisahkan dari asam sulfat pekat sisa reaksi. Kemudian dicuci menggunakan akuades hingga pH netral dan dikeringudarakan selama 24 jam pada suhu ruang.
7
(a)
(b)
Gambar 4 Larutan polistirena sebelum (a) dan sesudah (b) proses sulfonasi Selanjutnya, padatan PSS dilarutkan dalam diklorometana agar menjadi pasta. Pasta PSS ini segera dicetak pada pelat kaca dan dikeringudarakan untuk menghilangkan pelarutnya. Membran komposit dihasilkan dengan mencampurkan padatan PSS dengan SiO2 dalam berbagai variasi konsentrasi (3%, 5%, dan 7%) yang dilarutkan dalam diklorometana dan kemudian dicetak menggunakan pelat kaca. Membran dari ketiga konsentrasi SiO2 tidak menunjukkan perbedaan fisik yang signifikan.
Pencirian Membran FTIR Ukuran keberhasilan sulfonasi dan penambahan komposit SiO2 dibuktikan dengan analisis gugus fungsi menggunakan spektrofotometer inframerah transformasi fourier. Spektrum PS menunjukkan puncak serapan dengan adanya ikatan C-H pada cincin aromatik pada bilangan gelombang 3040.91 cm-1 (Gambar 5a). Membran PSS menunjukkan serapan gugus hidroksil (-OH) pada bilangan gelombang 3587.75 cm-1 (Gambar 5b), berupa pita lebar yang tidak ditemukan pada polistirena (Pavia et al. 2001). Hal ini membuktikan adanya ikatan O-H pada gugus SO3H. Serapan gugus sulfonat diperoleh pada bilangan gelombang 1007.85 cm-1 untuk vibrasi regang –SO3 dan 1227.74 cm-1 untuk vibrasi regang -S=O (Gambar 5b). Gugus alkil pada cincin aromatik yang berupa rantai karbon polistirena merupakan gugus pengarah orto dan para. Serapan pada bilangan gelombang 841.00 cm-1 (Gambar 5b) mencirikan gugus sulfonat tersebut berikatan pada cincin aromatik di posisi para, sedangkan posisi orto ditunjukkan oleh bilangan gelombang 767.70 cm-1 (Gambar 5b) (Pavia et al. 2001).
8
sulfonasi silika polistiren
902.72
4000 3500 polistirene-sulf onasi
2500
2000
1750
1500
1250
1000
684.76 647.15
909.48
750
589.28
710.80
904.65
841.00
1022.32
-SO3
b 767.70 760.95
-S=O3
1007.85
1197.85 1227.74
1446.67
1365.66
1603.88 1597.13
C-H
3000
a
p-SO3 o-SO3
1737.94
1806.41
1875.85
2860.56
3040.91 3030.30
3587.75
1947.22
1668.50
O-Si-O
-OH
c
757.09
1012.67
1228.71
1436.07
1353.12
1595.20
1722.51
1804.48
1946.26
3027.41
1873.93
%T
500 1/cm
Gambar 5 Spektrum inframerah membran PS (a), PSS (b), dan PSS–SiO2 7% (c) Spektrum membran komposit PSS–SiO2 7% (Gambar 5c) menunjukkan serapan pada 1012.67 cm-1 yang menunjukkan puncak serapan khas untuk gugus fungsi O-Si-O (Pavia et al. 2001). Spektrum komposit PSS–SiO2 7% tidak menunjukkan terbentuknya gugus baru, yang menandakan bahwa pencampuran terjadi secara fisik.
Derajat Sulfonasi Keberhasilan sulfonasi dapat ditunjukkan dengan derajat sulfonasi (DS). Derajat sulfonasi ditentukan dengan metode titrasi asam-basa. Besarnya nilai DS menandakan banyaknya gugus sulfonat (-SO3) yang mensubstitusi atom –H pada gugus aromatik. Berdasarkan Lampiran 2 derajat sulfonasi yang dihasilkan dengan penambahan konsentrasi PS 5%, 10%, dan 15% berturut-turut sebesar 73.52%, 80.01%, dan 81.13%. Nilai DS menunjukkan kemampuan menyerap air pada membran yang berfungsi sebagai media perpindahan proton. Semakin tinggi konsentrasi PS maka akan semakin besar nilai derajat sulfonasi yang dihasilkan. Namun, PS 10% menghasilkan nilai derajat sulfonasi yang tidak jauh berbeda dengan PS 15% dengan kenaikan sebesar 1.12% (Gambar 6). Hal ini menunjukkan bahwa pada konsentrasi tersebut gugus sulfonat yang terbentuk sudah maksimal sehingga penambahan PS dengan konsentrasi yang lebih tinggi akan menghasilkan nilai DS yang tidak signifikan. Konsentrasi PS yang memiliki nilai DS tertinggi digunakan untuk tahap pembuatan membran komposit.
9
DS (%)
85 80
80.01
81.13
10
15
73.52
75 70 65 5
Konsentrasi PS (%) Gambar 6 Derajat sulfonasi pada membran PSS
Water Uptake
Water uptake (%)
Pengujian water uptake dilakukan untuk mengukur kemampuan membran dalam menyerap air, karena air pada membran berfungsi sebagai media transport proton (H+) yang erat kaitannya dengan konduktivitas proton. Water uptake dilakukan pada PSS 15% dengan penambahan SiO2 3%, 5%, dan 7%. Lampiran 3 memperlihatkan terjadi peningkatan bobot membran setelah perendaman yang dinyatakan sebagai bobot basah. Hal ini menunjukkan bahwa membran mempunyai kemampuan untuk mengikat air bebas meskipun penambahan bobotnya tidak signifikan. Gambar 7 menunjukkan nilai water uptake yang dihasilkan pada membran PS lebih kecil dibandingkan dengan PSS. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan sifat membran dari hidrofobik menjadi hidrofilik, sehingga semakin banyak kandungan air yang terserap di dalam membran. Penyerapan oleh membran akan mempengaruhi perpindahan proton. Membran komposit PSS–SiO2 7% memiliki nilai water uptake tertinggi sebesar 73.94% dengan peningkatan sebesar 86.72% dari nilai water uptake PSS. Penambahan komposit akan meningkatkan kemampuan membran dalam menyerap air. Semakin tinggi penambahan SiO2 maka semakin besar daya serap membran tersebut sehingga air yang terserap ke dalam membran akan semakin banyak. Suatu polimer akan mengembang ketika molekul-molekul pelarut menembus jaringannya (Stevens 2007). 80 60
39.6
50.53
62.31
73.94
40 20
3.18
0 A
B
C
D
E
Membran Gambar 7 Water uptake pada membran A (PS), B (PSS 15%), C, D, dan E berturut-turut PSS–SiO2 dengan konsentrasi berturut-turut sebesar 3%, 5%, dan 7%
10
Bobot Jenis Membran
Bobot Jenis (g/mL)
Penentuan bobot jenis dilakukan menggunakan metode piknometri. Pengukuran dilakukan untuk menentukan kerapatan dan keteraturan molekul dalam menempati ruang dari membran yang dihasilkan. Semakin tinggi nilai bobot jenis maka semakin tinggi tingkat kerapatan dan keteraturan molekul dalam membran tersebut (Kemala et al. 2011). Namun, tersubstitusinya gugus sulfonat yang cukup besar pada posisi orto mempengaruhi struktur PS yang teratur menjadi kurang teratur atau acak serta memungkinkan terjadinya interaksi antarmolekul (Pramono et al. 2012). Berdasarkan data bobot jenis pada Lampiran 4, membran PSS memiliki nilai bobot jenis yang lebih tinggi dibandingkan PS. Hal ini karena adanya gugus sulfonat yang menyebabkan struktur dari PSS menjadi lebih rapat dibandingkan PS. Gambar 8 memperlihatkan nilai bobot jenis yang semakin meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi SiO2. PSS– SiO2 7% menghasilkan nilai bobot jenis tertinggi sebesar 1.8274 g/mL. Hal ini disebabkan penambahan komposit SiO2 juga dapat meningkatkan kerapatan membran karena fungsinya sebagai pengisi pori-pori PSS. 2 1,5
1.5793
1.6240
1.7365
1.8274
1.2719
1 0,5 0 PS
PSS
PSS-SiO2 PSS-SiO2 PSS-SiO2 3% 5% 7%
Membran Gambar 8 Bobot jenis berbagai membran
Permeabilitas Metanol Permeabilitas metanol diuji secara kualitatif untuk mengetahui adanya methanol crossover dalam membran. Methanol crossover merupakan ketidakmampuan membran untuk menahan metanol akibat proses difusi molekular dari anode ke katode yang dapat menyebabkan hilangnya sebagian kecil bahan bakar yang digunakan dan menyebabkan laju reaksi di katode menjadi lambat yang berarti menurunkan kinerja voltase sel secara keseluruhan (Handayani dan Dewi 2009). Berdasarkan hasil pengujian membran PS, PSS, PSS–SiO2 (3%, 5%, dan 7%) mampu menahan methanol crossover yang ditunjukkan dengan tidak terdifusinya metanol pada permukaan bawah membran, artinya membran tersebut baik digunakan untuk aplikasi Direct Methanol Fuel Cell.
11
Konduktivitas Proton
Konduktivitas proton σ 10-4 S/cm)
Membran polimer elektrolit yang baik digunakan untuk aplikasi DMFC seharusnya memiliki permeabilitas metanol yang rendah dan memiliki konduktivitas proton yang tinggi (Shin et al. 2005). Penentuan konduktivitas proton menggunakan alat impedance analyzer LCR-meter dengan elektrode karbon. Penentuan dilakukan pada membran PS, PSS, PSS-SiO2 3%, PSS-SiO2 5%, dan PSS-SiO2 7% dengan membandingkan antara membran aktivasi dan nonaktivasi (Lampiran 5). Membran yang diaktivasi menggunakan H2O2 dan H2SO4 memiliki nilai konduktivitas proton yang lebih tinggi dibandingkan membran nonaktivasi. Hal ini terjadi karena membran yang diaktivasi dengan berbagai oksidator kuat tersebut memiliki gugus penghantar proton yang lebih aktif sehingga konduktivitas protonnya akan semakin meningkat. Berdasarkan Lampiran 5, PSS dengan penambahan zat aditif dapat meningkatkan nilai konduktivitas proton. Sebaliknya, semakin tinggi konsentrasi SiO2 pada membran baik yang diaktivasi maupun nonaktivasi justru menurunkan nilai konduktivitas proton. Gambar 9 menunjukkan PSS–SiO2 3% memiliki konduktivitas proton tertinggi dibandingkan membran yang lain. PSS–SiO2 3% nonaktivasi menghasilkan konduktivitas proton sebesar 1.812 × 10-4 S/cm, sedangkan penambahan SiO2 5% dan 7% menurun sebesar 0.82% dan 3.51% (Lampiran 6). PSS–SiO2 3% yang diaktivasi sebesar 2.112 × 10-4 S/cm, sedangkan penambahan SiO2 5% dan 7% menurun sebesar 7.20% dan 5.56% (Lampiran 6). Hal ini menunjukkan bahwa penambahan zat aditif yang berlebih dapat menyebabkan tertutupnya gugus sulfonat sebagai penghantar proton sehingga akan menurunkan nilai konduktivitas proton. Nilai konduktivitas proton yang diperoleh pada penelitian ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan Anggraeni dan Rani (2013), yaitu membran PSS–natrium alginat 3% dan PSSzeolit 5% yang secara berturut-turut memiliki nilai konduktivitas proton sebesar 4.1825 × 10-6 S/cm dan 2.0339 × 10-6 S/cm. Semakin besar konduktivitas proton yang dihasilkan, maka membran tersebut semakin baik digunakan dalam sistem sel bahan bakar. Berdasarkan hasil yang diperoleh pada membran PSS–SiO2 3% baik nonaktivasi maupun yang diaktivasi, nilai tersebut masih lebih kecil dibanding konduktivitas membran Nafion® yaitu sebesar 8.6 × 10-2 S/cm (Smitha et al. 2005). 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 A
B
C
E
Membran Nonaktivasi
Gambar 9
D Aktivasi
Konduktivitas proton pada membran A (PS), B (PSS 15%), C, D, dan E berturut-turut PSS–SiO2 dengan konsentrasi 3%, 5%, dan 7%
12
Uji Aplikasi Sistem DMFC Membran elektrolit yang dihasilkan diuji pada sistem DMFC. Uji ini dilakukan pada sebuah bejana yang terdiri atas 2 kompartemen. Kompartemen A (anode) berisi larutan metanol yang berfungsi sebagai bahan bakar, sedangkan kompartemen B (katode) berisi larutan kalium ferisianida dalam buffer fosfat (Gambar 10).
Gambar 10 Bejana pada sistem DMFC Dalam DMFC metanol langsung diubah menjadi energi listrik melalui proses kimia dengan menggunakan membran sebagai penghalang selektif (Marita 2011). Proses oksidasi metanol menghasilkan elektron, proton, dan gas CO2. Gas CO2 dikeluarkan dari sistem, sementara proton bergerak melewati membran menuju katode kemudian bereaksi dengan O2 dan menghasilkan air, sedangkan tumpukan elektron di anode akan mengalir ke katode dengan menghasilkan beda potensial (Marita 2011). Fe3+ dari larutan K3Fe(CN)6 akan tereduksi menjadi Fe2+ oleh aliran elektron dari anode tersebut dengan ditandai timbulnya warna kuning kehijauan pada larutan. Berikut reaksi yang terjadi dalam sistem. Reaksi 1: Anoda : CH3OH(l) + H2O(l) CO2(g)+ 6H++ 6eKatoda : 3/2 O2(g) + 6H++ 6e- 3H2O(l) Reaksi keseluruhan : CH3OH(l) + 3/2 O2(g) CO2(g) + 2H2O(l) (Kundu dan Sharma 2007) Reaksi 2: Reduksi Oksidasi
: Fe3+ + e- Fe2+ : Fe Fe2+ + 2e-
E° = 0.77 V E° = 0.44 V
Nilai masing-masing beda potensial pada berbagai membran dapat dilihat pada Lampiran 7. Gambar 11 menunjukkan membran PSS–SiO2 3 % menghasilkan nilai beda potensial tertinggi dalam sistem DMFC sebesar 79.3 mV. Nilai tersebut jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan Anggraeni dan Rani (2013) terhadap pengaruh penambahan jenis komposit yang berbeda pada membran PSS, yaitu membran PSS–natrium alginat 3% dan PSS-zeolit 5% yang secara berturut-turut bernilai 20 mV dan 15 mV. Penambahan SiO2 meningkatkan nilai beda potensial dibandingkan tanpa penambahan SiO2. Akan tetapi, jika konsentrasinya ditingkatkan lagi maka terjadi penurunan kembali. Hal Ini berbanding lurus dengan nilai konduktivitas proton.
Beda potensial (mV)
13
100 79.3
80
63.5
60 40
29.4
33.9
PS
PSS
58.3
20 0 PSS-SiO2 PSS-SiO2 PSS-SiO2 3% 5% 7%
Membran Gambar 11 Beda potensial pada berbagai membran yang telah diaktivasi Arus yang dihasilkan dapat diperoleh dengan mengkonversi nilai beda potensialnya (Lampiran 7). Gambar 12 menunjukkan nilai arus yang dihasilkan pada sistem DMFC. Penambahan komposit dan gugus sulfonat dapat meningkatkan arus yang dihasilkan, hal ini dikarenakan arus berbanding lurus dengan beda potensial. Nilai arus yang dihasilkan menunjukkan banyaknya muatan listrik akibat pergerakan elektron pada sistem DMFC. Semakin banyak elektron yang bergerak maka nilai kuat arus yang dihasilkan akan semakin tinggi. 0.0458
Kuat arus (A)
0,05
0.0351
0,04
0.0312
0,03 0,02 0,01
0.0099 0.0038
0 PS
PSS
PSS-SiO2 PSS-SiO2 PSS-SiO2 3% 5% 7%
Membran Gambar 12 Nilai arus yang dihasilkan membran
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Membran komposit polistirena tersulfonasi-SiO2 dapat diaplikasikan dalam Direct Methanol Fuel Cell dengan nilai konduktivitas proton dan beda potensial yang diperoleh berturut-turut sebesar 2.112 × 10-4 S/cm dan 79.3 mV tanpa adanya methanol crossover.
14
Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut meliputi uji Differential Scanning Calorimetry (DSC) untuk analisis uji ketahanan membran terhadap suhu tinggi dan uji X-Ray Diffraction (XRD) untuk mengukur kristalinitas membran yang dapat mempengaruhi nilai konduktivitas proton membran.
DAFTAR PUSTAKA Anggraini Y. 2013. Membran komposit polistirena tersulfonasi-natrium alginat untuk aplikasi direct methanol fuel cell [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Arico AS, Baglio V, Di Blasi A, Creti P, Antonucci PL, Antonucci V. 2003. Influence of the acid-base characteristics of inorganic fillers on the high temperature performance of composite membranes in direct methanol fuel 161(3-4):251-256.doi:10.1016/S0167cells. Solid State Ionics. 2738(03)00283-2. Azimi M. 2011. Preparation of N, N-dichloropolystyrene sulfonamide nanofiber as a regenerable self-decontaminating material for protection against chemical warfare agents. IJND. 2(4):253-259. ISSN: 2008-8868. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2008. Kemasan Polistirena Foam (Styrofoam). Jakarta (ID): BPOM. Cho SA, Oh IH, Kim HJ, Ha HY, Hong SA, Ju JB. 2005. Surface modified Nafion® membrane by ion beam bombardment for fuel cell aplications. J Power Sources. 155(2):286-290.doi:10.1016/j.jpowsour.2005.05.040. Cowd MA. 1991. Kimia Polimer. Firman H, penerjemah; Padmawinata K, editor. London (UK): J Murray. Terjemahan dari: Polymer Chemistry. Dewi EL, Handayani S. 2007. Karakterisasi komposit hidrokarbon polimer tersulfonasi (sABS-Z) sebagai alternatif polielektrolit untuk fuel cell. JSMI. 43(1):1-4. ISSN:1411-1098 Evaani DY, Sari EC. 2012. Sintesis dan pemanfaatan kitosan–alginat sebagai membran ultrafiltrasi ion K+. UNESA J Chem. 1(2):1-7. Handayani S. 2009. Membran elektrolit berbasis polieter-eter keton tersulfonasi untuk direct methanol fuel cell suhu tinggi [disertasi]. Jakarta (ID): Universitas Indonesia. Handayani S, Dewi EL. 2008. Pengaruh suhu operasi terhadap karakteristik membran elektrolit polieter eter keton tersulfonasi. JSMI. 8(2):43-47. Handayani S, Dewi EL. 2009. Blending akrilonitril butadiena stiren dengan polietereterketon tersulfonasi untuk sel bahan bakar metanol langsung. Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia–SNTKI. ISBN 978-979-983001-2. Hendrana S, Pujiastuti S, Sudirman, Rahayu I, Rustam YH. 2007. Pengaruh suhu dan tekanan proses pembuatan konduktivitas ionik membran PEMFC berbasis polstirena tesulfonasi. JSMI. 8(3):187-191. Hendrawan. 2007. Sulfonasi film cPTFE tercangkok stirena untuk membran penghantar proton sel bahan bakar. Makara Teknol. 11(1):36-42.
15
Kemala T, Sjahriza A, Felani N. 2011. Sifat mekanis polipaduan polistirena pati menggunakan zat pemlastis epoksida minyak jarak pagar. Di dalam: Delvira N, editor. Prosiding Seminar Himpunan Kimia Indonesia; 2011 Jul 18-19; Pekanbaru, Indonesia. Pekanbaru (ID): Dewan Riset Nasional. ISSN: 20864310. Kundu PP, Sharma Vinay. 2007. Composites of proton-conducting polymer electolyte membrane in direct methanol fuel cels. Critical Reviews in Solid State and Materials Sciences. 32:51-66.doi:10.1080/10408430701364354 Li L, Xu L, Wang Y. 2003. Novel proton conducting composite membranes for direct methanol fuel cell. Mat Lett. 57(8):1406-1410.doi:10.1016/S0167577X(02)00998-9. Liu Q, Song L, Zhang Z, Liu X. 2010. Preparation and characterization of the PVDF-based composite membrane for direct methanol fuel cell. IJEE. 1:643-656. ISSN 2076-2909 Marita IM. 2011. Pembuatan dan karakterisasi komposit membran PEEK silika/clay untuk aplikasi direct methanol fuel cell (DMFC) [tesis]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. McMurry J. 2008. Organic Chemistry. Washington (US): Thomson Learning. Pavia DL, Lampman GM, Kriz GS. 2001. Introduction to Spectroscopy. Ed ke-3. Washington (US): Thomson Learning. Pramono E, Wicaksono A, Priyadi, Wulansari J. 2012. Pengaruh derajat sulfonasi terhadap degradasi termal polistirena tersulfonasi. IJAP. 2(2):157-163. Rani YS. 2013. Membran komposit polistirena tersulfonasi-zeolit untuk aplikasi direct methanol fuel cell [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Shin JP, Chang BJ, Kim JH, Le SB, Suh DH. 2005. Sulfonated polystyrene/PTFE composite membrane. J Membr Sci. 251(1):247254.doi:10.1016/j.memsci.2004.09.050. Smitha B, Sridhar S, Khan AA. 2005. Solid polymer electrolyte membranes for fuel cell applications—a review. J Membr Sci. 259(1):10-26. doi:10.1016/j.memsci.2005.01.035 Sopian K, Daud WRW. 2005. Challenges and future developments in proton exchange membrane fuel cells. Renewable energy 31(5):719727.doi:10.1016/j.renene.2005.09.003 Stevens M. 2007. Kimia Polimer. Sopyan I, penerjemah. Jakarta (ID): Pradnya Pramita. Terjemahan dari: Polymer Chemistry: An Introduction. Suhada H. 2001. Fuel cell sebagai penghasil energi abad 21. J Tek Mes. 3(2):92100. Wisojodharmo LA, Dewi LE. 2008. Pembuatan membrane electrode assembly (MEA) dengan katalis platina karbon pada PEMFC. Di dalam: Wisojodharmo LA, editor. Prosiding Seminar Teknologi; 2008 Nov 22; Yogyakarta, Indonesia. Yogyakarta (ID): BPPT. hlm 105-108.
16
LAMPIRAN Lampiran 1 Diagram alir penelitian Polistirena Ditambahkan ke dalam asam sulfat pekat pada suhu 80 ºC selama 2 jam Polistirena tersulfonasi (PSS) Penambahan SiO2 Membran PSS-SiO2
Pencirian membran
Aktivasi membran
FTIR
Kualitatif
Permeabilitas metanol
Kuantitatif
Derajat sulfonasi Water uptake Bobot jenis Konduktivitas proton Uji aplikasi DMFC
17
Lampiran 2 Derajat sulfonasi membran Volume HCl (mL) Bobot Derajat membran (g) awal akhir terpakai Sulfonasi (%) PSS 5 % 0.1000 25.00 33.90 8.90 73.52 PSS 10 % 0.1027 22.20 31.00 8.80 80.01 PSS 15 % 0.1007 0.00 8.80 8.80 81.13 Contoh perhitungan membran PSS 5%: Membran
Diketahui: Volume NaOH 1 N V awal = V HCl blanko Vakhir = V HCl terpakai BE SO3 Standardisasi HCl V NaOH × N NaOH 10 mL × 1.0000 N N HCl
= 10.00 mL = 9.80 mL = 8.90 mL = 80.06 g/ek
= V HCl ×V HCl = 9.80 mL × N HCl = 1.0204 N
w -
⁄
⁄
18
Lampiran 3 Water uptake membran Water Rerata uptake water uptake kering basah (%) (%) 1 0.0062 0.0063 1.6129 PS 2 0.0063 0.0065 3.1746 3.18 3 0.0063 0.0066 4.7619 1 0.0015 0.0020 33.3333 PSS 2 0.0020 0.0028 40.0000 39.60 3 0.0022 0.0032 45.4545 1 0.0056 0.0086 53.5714 PSS–SiO2 3% 2 0.0044 0.0068 54.5455 50.53 3 0.0046 0.0066 43.4783 1 0.0064 0.0113 76.5625 PSS–SiO2 5% 2 0.0080 0.0123 53.7500 62.31 3 0.0053 0.0083 56.6038 1 0.0092 0.0163 77.1739 PSS–SiO2 7% 2 0.0086 0.0145 68.6047 73.94 3 0.0071 0.0125 76.0563 Contoh perhitungan membran PSS–SiO2 7% ulangan 1: Bobot, w (g)
Membran
Ulangan
–
–
Water uptake = 77.1739%
= 73.94%
19
Lampiran 4 Bobot jenis membran Bobot, w (g/mL) Membran
Ulangan
PS
PSS
PSS–SiO2 3%
PSS–SiO2 5%
PSS–SiO2 7%
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
w0
w1
w2
w3
10.9905 10.9905 10.9905 10.9765 10.9765 10.9765 10.9975 10.9975 10.9975 10.9868 10.9868 10.9868 10.9918 10.9918 10.9918
11.1991 11.1746 11.2098 11.0132 11.0084 11.0098 11.0082 11.0093 11.0078 11.0023 11.0015 11.0075 11.0152 11.0148 11.0138
36.6962 36.7097 36.7197 36.5612 36.5523 36.5534 36.6142 36.6152 36.6139 36.5965 36.5963 36.5973 36.5926 36.5918 36.5906
36.6649 36.6649 36.6649 36.5434 36.5434 36.5434 36.6102 36.6102 36.6102 36.5896 36.5896 36.5896 36.5813 36.5813 36.5813
Contoh perhitungan untuk membran PS ulangan 1: Diketahui: Suhu pada percobaan 30 oC Bobot jenis air (d1) = 0.99623 g/mL Bobot jenis udara (da) = 0.00125 g/mL (
) (
)
–
d = 1.1719 g/mL
Bobot jenis, d (g/mL) 1.1719 1.3162 1.3277 1.9333 1.3812 1.4233 1.5902 1.7278 1.5540 1.7945 1.8295 1.5856 1.9254 1.8320 1.7248
Rerata d (g/mL) 1.2719
1.5793
1.6240
1.7365
1.8274
20
Lampiran 5 Konduktivitas proton membran dengan aktivasi maupun nonaktivasi Membran
Perlakuan
Konduktans, G K u v ,σ -3 ( × 10 S) ( × 10-4 S/cm)
PS 84.45 PSS 111.41 PSS–SiO2 3% Nonaktivasi 127.57 PSS–SiO2 5% 126.48 PSS–SiO2 7% 122.08 PS 115.22 PSS 126.00 PSS–SiO2 3% Aktivasi 148.65 PSS–SiO2 5% 137.93 PSS–SiO2 7% 130.31 Luas permukaan membran, A = 3.52 cm2 Tebal membran, L = 0.005 cm Contoh perhitungan membran PS nonaktivasi: σ σ σ
1.200 × 10-4 S/cm
1.200 1.583 1.812 1.797 1.734 1.637 1.790 2.112 1.960 1.851 Parameter: Frekuensi CC V-lim Range Open Short
: 100.00 kHz : 0.50 mA : 5.000 V : u Ω : Off : Off
Lampiran 6 Data persentase peningkatan konduktivitas proton membran Konduktivitas Peningkatan ( × 10-4 S/cm) konduktivitas (%) Nonaktivasi Aktivasi Nonaktivasi Aktivasi PS 1.200 1.637 0 0 PSS 1.583 1.790 31.92 9.35 Karbon PSS-SiO2 3% 1.812 2.112 14.46 17.99 PSS-SiO2 5% 1.797 1.960 - 0.82 - 7.20 PSS-SiO2 7% 1.734 1.851 - 3.51 - 5.56 Keterangan: tanda (-) menunjukkan persentase penurunan konduktivitas proton Elektrode
Membran
Contoh perhitungan peningkatan konduktivitas akibat penambahan gugus sulfonat (elektrode karbon, membran PSS nonaktivasi): Peningkatan (%) = Peningkatan (%) =
= 31.92%
21
Lampiran 7 Beda potensial dan arus listrik dalam sistem DMFC Konduktans, G Beda potensial, V (S) (mV) PS 0.1283 29.4 PSS 0.2910 33.9 PSS-SiO2 3% 0.5777 79.3 PSS-SiO2 5% 0.5533 63.5 PSS-SiO2 7% 0.5346 58.3 Contoh perhitungan pada membran PSS: Membran
I=G×V х I = 0.0099 Ampere
Arus listrik, I (Ampere) 0.0038 0.0099 0.0458 0.0351 0.0312
22
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tangerang pada tanggal 27 Februari 1991 dari ayah Rasim dan ibu Asnariyah. Penulis adalah putra kelima dari lima bersaudara. Tahun 2006 penulis lulus dari SMPN I Sepatan. Tahun 2009 penulis lulus dari MA Negeri Mauk Tangerang dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama masa perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum Kimia Fisik (mayor) pada tahun ajaran 2012/2013 dan asisten praktikum Kimia Fisik (layanan) pada tahun ajaran 2013/2014. Selain itu, penulis juga aktif mengajar di Serambi Belajar Cipta Cendekia (SBCC) Bukit Cimanggu City dari tahun 2011 sampai 2012 dan di Bimbingan Konseling dan Belajar (BKB) Nurul Fikri dari awal tahun 2013 sampai sekarang. Penulis juga pernah aktif sebagai ketua Komisi I DPM TPB IPB (2009-2010), ketua departemen Class Rohis Management (CRM) (2010-2011) dan ketua departemen Human Resource Development (HRD) (2011-2012) Serum-G FMIPA IPB. Bulan Juli sampai Agustus 2013 penulis melaksanakan Praktik Lapangan di Balai Besar Penelitian Veteriner (BBalitvet) Bogor dengan judul Analisis Residu Senyawa Trenbolon dalam Daging dan Hati Sapi Impor. Penulis juga aktif dalam mengikuti perlombaan. Beberapa prestasi yang diraih oleh penulis antara lain ialah Juara I bidang Qi ’ h S b’ h dan Juara II bidang T ilil Q ’ n pada ajang Musabaqah Tilawatil Q ’ n (MTQ) tingkat IPB VI tahun 2013, Juara II bidang Til il Q ’ n pada Musabaqah Tilawatil Q ’ n (MTQ) tingkat IPB V tahun 2011 serta pernah menjadi Kafilah IPB bidang Sy hil Q ’ n dalam ajang M s b q h Til il Q ’ n Mahasiswa Nasional (MTQMN) XII di Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar tahun 2011.