MEMBRAN KOMPOSIT POLISTIRENA TERSULFONASI – NATRIUM ALGINAT UNTUK APLIKASI DIRECT METHANOL FUEL CELL
YENY ANGGRAINI
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Membran Komposit Polistirena Tersulfonasi – Natrium Alginat untuk Aplikasi Direct Methanol Fuel Cell adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Desember 2013 Yeny Anggraini NIM G44090068
ABSTRAK YENY ANGGRAINI. Membran Komposit Polistirena Tersulfonasi – Natrium Alginat untuk Aplikasi Direct Methanol Fuel Cell. Dibimbing oleh SRI MULIJANI dan ARMI WULANAWATI. Membran elektrolit untuk sel bahan bakar metanol langsung adalah Nafion yang nilai permabilitas metanolnya tinggi sehingga diperlukan alternatif, yaitu membran polistirena tersulfonasi (PSS) yang ditambah natrium alginat. Penelitian ini mempelajari pengaruh penambahan natrium alginat pada kinerja PSS. Keberhasilan proses sulfonasi ditunjukkan oleh nilai derajat sulfonasi (DS). DS tertinggi sebesar 99.93% yang didapatkan menggunakan polistirena dengan konsentrasi 15%. Membran komposit dibuat dengan ragam konsentrasi 3%, 5%, dan 7%. Pencirian membran menggunakan spektrofotometer inframerah transformasi Fourier menunjukkan serapan gugus p-SO3 pada 775.42 cm-1 dan serapan gugus garam karboksilat pada 1594.23 cm-1. Mikroskop gaya atomik menunjukkan membran komposit tidak kasar. Membran komposit PSS–natrium alginat 3% memiliki konduktivitas proton dan beda potensial tertinggi sebesar 4.1825 × 10-6 S/cm dan 20 mV. Hal ini menunjukkan membran tersebut dapat diaplikasikan dengan baik dalam sel bahan bakar metanol langsung. Kata kunci: komposit, natrium alginat, polistirena tersulfonasi, sel bahan bakar metanol.
ABSTRACT YENY ANGGRAINI. Composite Sulfonated Polystyrene – Sodium Alginate Membrane for Application on Direct Methanol Fuel Cell. Supervised by SRI MULIJANI and ARMI WULANAWATI. Electrolyte membranes for direct methanol fuel cell (DMFC) is Nafion which has high methanol permeability so that it requires an alternative membranes, i.e. sulfonated polystyrene (SPS) membranes added by sodium alginate. In this experiment the effect of sodium alginate addition on performance of SPS membranes was studied. The success of the sulfonation was indicated by sulfonation degree (DS). The addition of 15% polystyrene gave the highest DS, i.e. 99.93 %. The composite membranes were made with various concentrations (3%, 5%, and 7%). The resulted membrane were characterized using fourier transform infrared spectrophotometer that showed p-SO3 absorption at 775.42 cm-1 and carboxylate salt absorption at 1594.23 cm-1. Atomic force microscopy showed that the composite membrane was not rough. The composite membrane of PS–3% sodium alginate had the highest proton conductivity of 4.1825 × 10-6 S/cm and the highest potential difference of 20 mV. This indicates that the membranes can be applied for direct methanol fuel cell. Key words: composite membrane, direct methanol fuel cell, sodium alginate, sulfonated polystyrene.
MEMBRAN KOMPOSIT POLISTIRENA TERSULFONASI – NATRIUM ALGINAT UNTUK APLIKASI DIRECT METHANOL FUEL CELL
YENY ANGGRAINI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Membran Komposit Polistirena Tersulfonasi - Natrium Alginat untuk Aplikasi Direct Methanol Fuel Cell Nama : Yeny Anggraini NIM : G44090068
Disetujui oleh
Dr Sri Mulijani, MS
Armi Wulanawati, SSi, MSi
Pembimbing I
Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Segala puji beserta syukur kehadirat Allah SWT penulis ucapkan atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Membran Komposit Polistirena Tersulfonasi – Natrium Alginat untuk Aplikasi Direct Methanol Fuel Cell. Karya ilmiah ini disusun berdasarkan penelitian yang dilaksanakan pada bulan Maret 2013 hingga Juli 2013 di Laboratorium Kimia Tingkat Persiapan Bersama, dan Laboratorium Kimia Fisik Departemen Kimia IPB. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr Sri Mulijani, MS dan Ibu Armi Wulanawati, SSi, MSi selaku pembimbing atas bimbingan dan dukungan yang diberikan kepada penulis. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada orang tua penulis atas doa, dukungan, dan pengertiannya serta pihak-pihak di Laboratorium TPB, antara lain Pak Uci dan Pak Yani. Pak Mail dan Ibu Ai selaku staf Laboratorium Kimia Fisik, Pak Syawal, Pak Caca, Pak Mul, Om eman, Pak Erizal (BATAN Patir), serta Pak Amar (Universitas Syiah Kuala Aceh) atas bantuannya selama melaksanakan penelitian. Terima kasih kepada ka yuriska selaku teman seperjuangan penelitian yang selalu membantu dan memberi semangat, Ka Tyas, Padjri, Denar, Anita, Yesi, Nola, Aji, Ida atas doa dan semangat yang diberikan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi penulis maupun bagi pembaca.
Bogor, Desember 2013 Yeny Anggraini
DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Metode Pembuatan Membran Polistirena Tersulfonasi Pembuatan Membran Komposit Penentuan Derajat Sulfonasi Penentuan Water Uptake Penetuan Bobot Jenis Pencirian Membran Pengukuran Permeabilitas Metanol Pengukuran Konduktivitas Proton Uji Aplikasi Sistem DMFC HASIL DAN PEMBAHASAN Membran Komposit Polistirena Tersulfonasi – Natrium Alginat Derajat Sulfonasi Water Uptake Penentuan Bobot Jenis Pencirian Membran FTIR Kajian Topografi Membran Permeabilitas Metanol Konduktivitas Proton Uji Aplikasi Sistem DMFC SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
vii vii 1 2 2 2 2 2 2 3 3 3 4 4 4 5 5 6 7 8 9 9 10 10 11 12 13 13 13 13 15 20
DAFTAR GAMBAR 1 Uji aplikasi DMFC 2 Perubahan warna sebelum dan setelah proses sulfonasi 3 Reaksi polistirena tersulfonasi pada posisi para 4 Membran PSS dan PSS – natrium alginat 5 Derajat sulfonasi pada membran PSS 6 Water uptake pada jenis membran 7 Bobot jenis dengan jenis membran 8 Spektrum inframerah membran 9 Topografi AFM pada PS, PSS, dan PSS – natrium alginat 7% 10 Kekasaran PS, PSS, dan PSS – natrium alginat 7% 11 Konduktivitas proton pada jenis membran 12 Prinsip kerja DMFC 13 Beda potensial pada jenis membran yang telah diaktivasi
4 5 6 6 7 8 8 9 10 10 11 12 13
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6
Diagram alir penelitian Penentuan derajat sulfonasi Penentuan water uptake Penentuan bobot jenis Penentuan konduktivitas proton Penentuan beda potensial dalam sistem DMFC
15 16 17 18 19 19
1
PENDAHULUAN Masalah besar yang dihadapi dalam kehidupan ini salah satunya adalah cadangan sumber energi fosil yang semakin menipis, sedangkan kebutuhan akan energi terus mengalami peningkatan sehingga perlu dilakukan pengembangan sumber energi alternatif yang ramah terhadap lingkungan, seperti sel bahan bakar. Sel bahan bakar dapat mengubah energi kimia menjadi energi listrik dengan menghasilkan listrik, tanpa adanya pembakaran sehingga dapat mengurangi adanya polusi dan timbulnya ledakan (Li et al. 2003). Keuntungan utama dari sel bahan bakar, antara lain tidak menimbulkan emisi rumah kaca, dan getaran saat beroperasi. Sel bahan bakar yang dikembangkan untuk aplikasi yang berbeda ada beberapa tipe, salah satunya untuk aplikasi skala kecil dan transportasi dengan menggunakan metanol sebagai bahan bakar yaitu Direct Methanol Fuel Cell (DMFC). Komponen utama dari DMFC adalah membran elektrolit dan elektrode. Membran elektrolit berfungsi sebagai sarana transportasi ion H+ dari reaksi oksidasi di anoda dan sebagai pembatas antar elektrode (Suka et al. 2010). Kriteria utama pada DMFC adalah konduktivitas protonnya tinggi namun permeabilitas metanolnya rendah (Dhuhita dan Arti 2010). Konduktivitas yang tinggi diharapkan dapat memindahkan proton secara maksimal dan kinerjanya menjadi lebih tinggi. Membran elektrolit yang digunakan untuk DMFC adalah politetrafluoroetilena (PTFE) atau dengan nama dagang Nafion yang memiliki nilai konduktivitas proton yang cukup tinggi sebesar 0.086 S/cm pada suhu 30 – 32 ºC (Smitha et al. 2005). Namun, membran ini memiliki beberapa kekurangan antara lain, permeabilitas metanol yang cukup besar akibat adanya daya serap metanol melalui membran (methanol crossover) dapat menyebabkan hilangnya sebagian kecil bahan bakar yang digunakan dan mengakibatkan laju reaksi di katode menjadi lambat yang berarti menurunkan kinerja voltase sel secara keseluruhan (Handayani dan Dewi 2009) serta mahal sehingga penggunaan bahan ini menjadi kendala untuk DMFC. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mendapatkan membran elektrolit alternatif. Salah satu membran yang dikembangkan sebagai pengganti Nafion adalah membran elektrolit berbasis stirena yaitu polistirena yang memanfaatkan limbah styrofoam melalui proses sulfonasi dengan menambahkan gugus sulfonat yang dapat meningkatkan kinerja membran seperti konduktivitas proton dan mengurangi permeabilitas metanol. Susiyanti (2012) melakukan penelitian polistirena tersulfonasi dengan menggunakan oleum pada suhu 30 ºC selama 30 menit menghasilkan konduktivitas proton sebesar 1.5511 × 10-6 S/cm. Berdasarkan penelitian tersebut polistirena tersulfonasi memiliki kemampuan untuk menghantarkan proton tetapi nilai tersebut masih terlalu rendah dibandingkan Nafion. Untuk meningkatkan sifat – sifat membran elektrolit, seperti konduktivitas proton serta mengurangi permeabilitas metanol. Anto (2013) melakukan penambahan zat aditif anorganik dengan penambahan natrium alginat pada membran kitosan pada suhu 30 ºC selama 30 menit. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa penambahan natrium alginat dapat meminimalisasi methanol crossover dan meningkatkan nilai konduktivitas proton.
2
Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan modifikasi polistirena tersulfonasi yang ditambahkan natrium alginat sebagai pengisi dalam membran. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari pengaruh penambahan natrium alginat terhadap kinerja dari membran polistirena tersulfonasi.
BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Alat yang digunakan antara lain peralatan gelas, oven, piknometer, neraca analitik, AFM Nanosurf Easyscan 2, FTIR Shimadzu Prestige – 21, dan LCR – meter HIOKI 3532 – 50. Bahan yang digunakan adalah styrofoam, diklorometana, natrium alginat, oleum, H2SO4, H2O2, kloroform, metanol, NaOH, HCl, larutan K3Fe(CN)6, larutan K2HPO4, dan air deionisasi.
Metode Pembuatan Membran Polistirena Tersulfonasi (Modifikasi Susiyanti 2012) Polistirena (PS) dilarutkan ke dalam kloroform dengan variasi komposisi (%b/v), yaitu 5%, 10%, dan 15% PS dalam 50 mL kloroform. Sebanyak 10 mL oleum dimasukkan ke dalam kondensor yang dihubungkan dengan labu leher 3, kemudian diteteskan secara bertahap dan gas SO3 didorong oleh gas nitrogen menuju larutan PS. Proses sulfonasi dilakukan pada suhu 60 °C selama 45 menit di lemari asam. Selanjutnya larutan polistirena tersulfonasi (PSS) dikeringkan pada suhu ruang selama 24 jam. Pembuatan Membran Komposit (Dewi dan Handayani 2007) Sebanyak 7.5 gram PSS dilarutkan ke dalam diklorometana dan ditambahkan natrium alginat 3%, 5%, 7% dari berat PSS. Selanjutkan diaduk hingga homogen lalu dituangkan ke dalam pelat kaca dan siap di cetak. Penentuan Derajat Sulfonasi, DS (Apriliana 2012) Sebanyak 0.1 gram PSS (5%, 10%, dan 15%) direndam dengan 10 mL NaOH 1 N selama 3 hari. Selanjutnya dititrasi dengan HCl 1 N dan digunakan indikator fenolftalin sebanyak 3 tetes. Titrasi dilakukan sampai terjadi perubahan warna dari merah muda hingga tak berwarna. Volume HCl yang digunakan untuk titrasi NaOH tanpa sampel sebagai volume awal sedangkan volume HCl yang digunakan untuk titrasi NaOH dengan sampel sebagai volume akhir. Penentuan derajat sulfonasi melalui persamaan 1:
3
(
)
Keterangan:
(1)
Vawal = volume HCl blangko (mL) Vakhir = volume HCl sampel (mL) N = normalitas HCl (N) BE = bobot ekuivalen (g/ek)
Penentuan Water Uptake Membran PSS – Natrium alginat digunting sebesar 1 × 1 cm2, kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 120 ºC selama 24 jam lalu ditimbang sebagai Wkering (Shin et al. 2005). Setelah kering, membran direndam dalam air deionisasi pada suhu kamar selama 48 jam (Liu et al. 2010). Kemudian membran dikeluarkan lalu ditimbang sebagai Wbasah. Penentuan kadar air dalam membran dihitung menggunakan persamaan 2: –
(2)
Penetuan Bobot Jenis Membran dipotong dengan ukuran yang seragam, kemudian dimasukkan ke dalam piknometer yang telah diketahui bobot kosongnya (W0). Bobot piknometer dan sampel dicatat sebagai (W1). Kemudian piknometer yang berisi potongan sampel ditambahkan akuades hingga tidak terdapat gelembung udara dan ditimbang bobotnya (W2). Bobot piknometer berisi air juga ditimbang dan bobotnya dicatat sebagai (W3). Bobot jenis sampel dihitung menggunakan persamaan 3: (
) (
(3)
)
Keterangan: D : bobot jenis sampel (g/mL) D1 : bobot jenis air (g/mL) Da : bobot jenis udara (g/mL) Pencirian Membran Analisis dengan menggunakan spektrofotometer inframerah transformasi fourier (FTIR) Sampel membran PS, PSS, PSS – natrium alginat dalam bentuk lapisan tipis, dan natrium alginat dalam bentuk serbuk ditempatkan dalam cell holder , kemudian diukur spektrumnya. Analisis dengan menggunakan mikroskop gaya atomik (AFM) Sampel membran dianalisis dengan menggunakan AFM NANOS Scan Panel bertempat di Universitas Syiah Kuala Lumpur.
4
Pengukuran Permeabilitas Metanol Permeabilitas metanol diuji secara kualitatif untuk melihat metanol yang lewat melalui membran. Kompartemen A diisi dengan 50 mL metanol 3 M kemudian posisi sistem dibalik agar metanol berada diatas membran selama 30 menit, kemudian bagian bawah membran dilap dengan tisu untuk melihat metanol yang terdifusi melalui membran. Pengukuran Konduktivitas Proton Konduktans PS, PSS, PSS – natrium alginat 3%, PSS – natrium alginat 5%, dan PSS – natrium alginat 7% diukur menggunakan alat impedance analyzer LCR – meter HIOKI 3532 – 50. Elektrode karbon dari baterai dibersihkan dan dibuat pipih pada salah satu sisinya. Selanjutnya, aktivasi elektrode dengan merendam ke dalam larutan HCl 1 N selama 1 hari, kemudian perendaman dengan NaOH 1 N selama 1 hari. Elektrode aktif dicuci dengan air deionisasi sebanyak 3 kali dan direndam hingga akan digunakan. Setiap membran diaktivasi dengan cara direndam dalam air deionisasi selama 1 jam. Selanjutnya membran direndam dalam H2O2 selama 1 jam dan direndam kembali dalam H2SO4 selama 1 jam, kemudian membran dibilas dengan air deionisasi sebanyak 3 kali. Membran yang telah diaktivasi dan yang tidak di aktivasi diukur luasnya sesuai dengan luas elektrode dan diukur ketebalannya, kemudian dijepit di antara kedua karbon. Selanjutnya nilai konduktans di ukur dengan alat impedance analyzer. Nilai konduktivitas proton ditentukan berdasarkan persamaan 4: (4) Keterangan:
σ = konduktivitas proton (S.cm-1) d = tebal membran (cm) G = konduktans (S) A = luas elektrode (cm2) Uji Aplikasi Sistem DMFC
Sistem DMFC memiliki 2 sisi, yaitu sisi katode dan anode. Sisi anode berisi 100 mL metanol 3 N, sedangkan sisi katode berisi 50 mL K3Fe(CN)6 dan 50 mL K2HPO4. Membran diletakan diantara kedua sisi anode dan katode, kemudian kedua sisi dihubungkan elektrode karbon yang telah diaktivasi. Konduktivitas proton ditentukan menggunakan impedance analyzer LCR – meter HIOKI 3532 – 50 (Gambar 1). Elektrode
Membran 50 mL K3Fe(CN)6 50 mL K2HPO4
100 mL metanol 3 N N Gambar 1 Uji aplikasi DMFC
5
HASIL DAN PEMBAHASAN Membran Komposit Polistirena Tersulfonasi – Natrium Alginat Teknik pembuatan membran polistirena tersulfonasi menggunakan teknik inversi fase, yaitu suatu proses pengubahan bentuk membran fase cair menjadi fase padat. Styrofoam dilarutkan dalam kloroform karena styrofoam larut dalam pelarut organik. Polistirena tersulfonasi disintesis menggunakan oleum dengan bantuan gas nitrogen yang mendorong gas SO3 ke dalam larutan polistirena pada suhu 60 ºC selama 45 menit yang ditandai dengan perubahan warna dari tidak berwarna (Gambar 2a) menjadi kuning kecoklatan (Gambar 2b).
(a) (b) Gambar 2 Perubahan warna sebelum (a) dan setelah (b) proses sulfonasi Reaksi sulfonasi merupakan reaksi substitusi elektrofilik untuk mensubstitusi atom H dengan gugus –SO3H pada molekul organik melalui ikatan kimia pada atom karbonnya. Pereaksi sulfonasi selain menggunakan asam sulfat berasap (oleum) dapat juga menggunakan asam sulfat pekat (Dewi dan Handayani 2007). Proses sulfonasi menggunakan oleum lebih menguntungkan dibandingkan dengan menggunakan pereaksi lain, karena waktu reaksi yang dihasilkan lebih cepat, pereaksi lebih sedikit, dan relatif lebih efisien. Proses ini berlangsung heterogen karena dilakukan pada fase yang berbeda antara larutan polistirena dan gas SO3 dari oleum. Adanya gugus sulfonat menyebabkan polimer bersifat hidrofilik sehingga kemampuan menyerap air menjadi lebih besar yang berfungsi sebagai media perpindahan proton yang dapat meningkatkan nilai konduktivitas proton. Reaksi sulfonasi dapat terjadi pada posisi orto, meta, dan para. Berdasarkan hasil yang diperoleh menempelnya gugus sulfonat pada membran PSS terjadi pada posisi orto dan para yang didukung dengan pencirian gugus fungsi. Posisi para menunjukkan tidak adanya halangan sterik antara gugus stirena dengan gugus sulfonat sedangkan posisi orto menunjukkan adanya halangan sterik antara gugus stirena dengan gugus sulfonat. Reaksi sulfonasi pada posisi para dapat dilihat pada Gambar 3.
6
Gambar 3 Reaksi polistirena tersulfonasi pada posisi para Membran komposit dihasilkan dengan mencampurkan padatan PSS dengan natrium alginat dalam berbagai variasi konsentrasi (3%, 5%, dan 7%) yang dilarutkan dalam diklorometana dan dicetak. Membran dari ketiga konsentrasi menunjukkan warna agak kekuningan. Perbedaan penambahan natrium alginat pada PSS menunjukkan perbedaan intensitas warna. Semakin tinggi konsentrasi yang ditambahkan maka semakin pekat warna pada membran komposit. PSS – natrium alginat 7% menghasilkan warna kekuningan (Gambar 4b), sedangkan membran PSS berwarna putih (Gambar 4a). Natrium alginat diduga hanya berinteraksi secara fisik dengan membran PSS. Hal ini didukung dengan pencirian gugus fungsi yang tidak muncul gugus baru pada membran komposit.
(a)
(b)
Gambar 4 Membran PSS (a) dan PSS – natrium alginat (b) Derajat Sulfonasi Derajat sulfonasi ditentukan dengan metode titrasi asam basa. Pengujian derajat sulfonasi untuk melihat banyaknya gugus sulfonat yang menempel pada polistirena. Semakin besar nilai derajat sulfonasi maka semakin banyak gugus
7
sulfonat yang terbentuk pada polistirena. Peningkatan derajat sulfonasi akan meningkatkan sifat hidrofiliknya dan semakin banyak menyerap air yang menjadi media perpindahan proton. Proses sulfonasi dilakukan pada suhu 60 ºC selama 45 menit. Berdasarkan Lampiran 2 derajat sulfonasi dengan penambahan konsentrasi PS 5%, 10%, dan 15% berturut-turut sebesar 93.94%, 99.46%, dan 99.93%. Semakin tinggi konsentrasi PS maka akan semakin besar nilai derajat sulfonasi yang dihasilkan. Akan tetapi, PS 10% menghasilkan nilai derajat sulfonasi yang hampir sama dengan PS 15% dengan kenaikan sebesar 0.47% (Gambar 5). Hal ini menunjukkan bahwa pada konsentrasi tersebut gugus sulfonat yang terbentuk sudah maksimal sehingga penambahan PS dengan konsentrasi yang lebih tinggi akan menghasilkan nilai DS yang tidak signifikan. Konsentrasi PS yang memiliki nilai DS tertinggi digunakan untuk tahap pembuatan membran komposit.
100
99.46
99.93
10
15
DS (%)
98 96
93.94
94 92 90 5
Konsentrasi PS (%)
Gambar 5 Derajat sulfonasi pada membran PSS Water Uptake Pengujian water uptake untuk melihat kemampuan membran dalam menyerap air karena air pada membran berfungsi sebagai media transport proton H+ yang erat kaitannya dengan konduktivitas proton. Water uptake dilakukan pada PSS 15% dengan penambahan natrium alginat 3%, 5%, dan 7%. Lampiran 3 memperlihatkan terjadi peningkatan bobot membran setelah perendaman yang dinyatakan sebagai bobot basah. Hal ini menunjukkan bahwa membran mempunyai kemampuan untuk mengikat air bebas meskipun penambahan bobotnya tidak signifikan. Gambar 6 menunjukkan nilai water uptake yang dihasilkan pada membran PS lebih kecil dibandingkan dengan PSS. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan sifat membran dari hidrofobik menjadi hidrofilik, sehingga semakin banyak kandungan air yang terserap di dalam membran dan semakin baik pula membran untuk swelling yang akan memengaruhi perpindahan proton. Membran komposit PSS – natrium alginat 3% memiliki nilai water uptake tertinggi sebesar 14.63%. Akan tetapi, membran komposit dengan natrium alginat 5% dan 7% nilai water uptake menurun karena semakin tinggi penambahan natrium alginat maka semakin rapat pori – porinya sehingga air yang terserap ke
8
dalam membran juga sedikit. Suatu polimer akan mengembang ketika molekulmolekul pelarut menembus jaringannya (Stevens 2007). 14.63
16.00
Water uptake (%)
14.00
11.20
12.00
8.43
10.00 8.00
5.19
6.00 4.00 2.00
0.44
0.00 A
B
C
D
E
Jenis membran
Gambar 6 Water uptake pada jenis membran A (PS), B (PSS 15%), C, D, dan E berturut-turut PSS – natrium alginat dengan konsentrasi 3%, 5%, dan 7%. Penentuan Bobot Jenis
Bobot jenis (g/mL)
Penentuan nilai bobot jenis untuk melihat keteraturan molekul dalam menempati ruang. Semakin tinggi nilai bobot jenis maka semakin tinggi tingkat keteraturan molekul menempati ruang dalam membran (Kemala et al. 2011). Pengukuran bobot jenis dengan menggunakan metode piknometri, yaitu contoh di potong dengan ukuran yang sama kemudian di ukur dengan menggunakan piknometer. Data bobot jenis dapat di lihat pada Lampiran 4. PSS memiliki nilai bobot jenis yang lebih tinggi dibandingkan PS. Hal ini karena adanya gugus sulfonat yang menyebabkan struktur dari PSS menjadi lebih rapat dibandingkan PS. Gambar 7 memperlihatkan nilai bobot jenis yang semakin meningkat dengan meningkatnya konsentrasi natrium alginat. PSS – natrium alginat 7% menghasilkan nilai bobot jenis tertinggi sebesar 1.5786 g/mL. Hal ini disebabkan natrium alginat mampu mengisi rongga-rongga pada membran. 2 1.5 1 0.5 0 PS
PSS
PSS – Alg 3%
PSS – Alg 5%
PSS – Alg 7%
Jenis membran Gambar 7 Bobot jenis dengan jenis membran. Keterangan: Alg = natrium alginat
9
Pencirian Membran FTIR Keberhasilan sulfonasi dan penambahan natrium alginat dianalisis berdasarkan gugus fungsi pada sampel membran. Gambar 8 merupakan spektrum FTIR dari PS dan PSS. Spektrum PS menunjukkan puncak serapan dengan adanya ikatan C-H pada cincin aromatik pada bilangan gelombang 2924.21 cm-1. Membran PSS menunjukkan serapan gugus sulfonat pada bilangan gelombang 834.25 cm-1 untuk vibrasi regang –SO3 dan 1195.92 cm-1 untuk vibrasi regang S=O. Serapan pada bilangan gelombang 834.25 cm-1 mencirikan gugus sulfonat tersebut berikatan pada cincin aromatik di posisi para (Pavia et al. 2001). Serapan gugus hidroksil pada bilangan gelombang 3526.99 cm-1 (Pavia et al. 2001). Hal ini membuktikan adanya ikatan O-H pada gugus SO3H.
c Garam karboksilat
d
a p-SO3
b
-S=O -OH
Gambar 8 Spektrum inframerah membran PS (a), PSS (b), natrium alginat (c), dan PSS – natrium alginat (d) Spektrum FTIR natrium alginat (Gambar 8) menunjukkan puncak serapan gugus garam karboksilat pada daerah bilangan gelombang 1613.52 cm-1 (Pavia et al. 2001). Spektrum membran komposit PSS – natrium alginat menunjukkan serapan gugus p-SO3 pada daerah bilangan gelombang 775.42 cm-1 dan gugus garam karboksilat pada bilangan gelombang 1594.23 cm-1 (Pavia et al. 2001). Hal ini menunjukkan adanya gugus sulfonat dan garam karboksilat pada membran komposit.
10
Kajian Topografi Membran Kajian topografi membran menggunakan AFM. Gambar 9 memperlihatkan topografi PS, PSS 15%, dan PSS – natrium alginat 7%. Topografinya menunjukkan PSS (Gambar 9b) terdapat daerah gelap yang menunjukkan adanya gugus sulfonat. Namun setelah ditambahkan natrium alginat, topografi pada membran PSS – natrium alginat (Gambar 9c) yang dihasilkan menunjukkan daerah gelap gugus sulfonat telah diisi dengan natrium alginat sehingga permukaan membran komposit menjadi halus dibandingkan PSS.
(a)
(b)
(c)
Gambar 9 Topografi AFM pada PS(a), PSS(b), dan PSS – natrium alginat 7%(c) Analisis AFM dapat menunjukkan kekasaran dari permukaan sampel membran. PS (Gambar 10a) lebih kasar dibandingkan PSS (Gambar 10b) dan PS – natrium alginat 7% (Gambar 10c). Hal ini disebabkan adanya gugus sulfonat pada PSS menjadi bersifat hidrofilik sehingga puncak dan lembah yang dihasilkan lebih landai dibandingkan PS. Adanya penambahan natrium alginat membuat membran lebih bersifat hidrofilik dan menjadi swelling sehingga permukaan lebih halus seperti terlihat pada Gambar 10c. Kekasaran ini sejalan dengan nilai konduktivitas proton dan beda potensial yang dihasilkan pada membran. Natrium alginat dapat menaikkan nilai konduktivitas proton dan beda potensial (Lampiran 5 dan Lampiran 6).
(a) (b) (c) Gambar 10 Kekasaran PS (a), PSS (b), dan PSS – natrium alginat 7% (c) Permeabilitas Metanol Permeabilitas metanol di uji secara kualitatif untuk melihat adanya methanol crossover dalam membran. Methanol crossover merupakan ketidakmampuan membran untuk menahan metanol akibat proses difusi molekular dari anode ke katode yang dapat menyebabkan hilangnya sebagian kecil bahan bakar yang digunakan dan menyebabkan laju reaksi di katode menjadi lambat yang berarti menurunkan kinerja voltase sel secara keseluruhan
11
(Handayani dan Dewi 2009). Berdasarkan hasil pengujian membran PS, PSS, PSS – natrium alginat (3%, 5%, dan 7%) mampu menahan methanol crossover yang ditunjukkan dengan keringnya tisu pada permukaan bawah membran, artinya membran tersebut baik digunakan untuk aplikasi Direct Methanol Fuel Cell. Konduktivitas Proton
Konduktivitas proton σ (× 10⁻⁶ S/cm)
Konduktivitas proton diukur menggunakan impidance analyzer LCR meter dengan elektrode karbon. Pengukuran konduktivitas proton dengan 2 perlakuan antara membran yang diaktivasi dan membran yang tidak diaktivasi. Membran yang diaktivasi menggunakan H2O2 dan H2SO4 yang memiliki nilai konduktivitas proton yang lebih tinggi dibandingkan membran yang tidak diaktivasi. Hal ini terjadi karena membran yang diaktivasi dengan berbagai oksidator kuat tersebut memiliki gugus penghantar proton yang lebih aktif sehingga konduktivitas protonnya akan semakin meningkat. Berdasarkan Lampiran 5 PSS dengan penambahan zat aditif dapat meningkatkan nilai konduktivitas proton. Akan tetapi, semakin tinggi konsentrasi natrium alginat baik yang diaktivasi maupun yang tidak diaktivasi malah menurunkan nilai konduktivitas proton. PSS – natrium alginat 3% yang diaktivasi sebesar 4.1825 × 10-6 S/cm sedangkan penambahan natrium alginat 5% dan 7% menurun sebesar 58.88% dan 59.48%. PSS – natrium alginat 3% yang tidak diaktivasi sebesar 1.5990 × 10-6 S/cm sedangkan penambahan natrium alginat 5% dan 7% menurun sebesar 7.87% dan 11.79%. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan zat aditif yang berlebih dapat menyebabkan tertutupnya gugus sulfonat sebagai penghantar proton sehingga akan menurunkan nilai konduktivitas proton. Gambar 11 menunjukkan PSS – natrium alginat 3% memiliki konduktivitas proton tertinggi dibandingkan membran yang lain. Selain itu, membran tersebut juga memiliki nilai water uptake tertinggi. Hal ini menunjukkan keberadaan air dapat membantu transfer proton sehingga meningkatkan nilai konduktivitas proton. Akan tetapi, jika penambahan konsentrasi natrium alginat yang terlalu berlebih maka akan menurukan nilai water uptake dan konduktivitas proton. Semakin besar konduktivitas proton yang dihasilkan, maka membran tersebut semakin baik digunakan dalam sistem sel bahan bakar. 5.0000 4.0000 3.0000 2.0000 1.0000 0.0000 A
B
C
D
E
Jenis membran Nonaktivasi
Aktivasi
Gambar 11 Konduktivitas proton pada jenis membran A(PS), B (PSS 15%), C, D, E berturut-turut PSS – natrium alginat dengan konsentrasi 3%, 5%, dan 7%
12
Uji Aplikasi Sistem DMFC Sistem DMFC menggunakan metanol di anode dan larutan kalium ferisianida dalam bufer fosfat di katode serta menggunakan elektrode karbon. Pada katode, Fe(III) akan tereduksi menjadi Fe(II) oleh aliran elektron dari anode. Proses reduksi yang terjadi ditandai dengan timbulnya warna kuning kehijauan pada larutan di katode. Oksidasi metanol terjadi di anode menghasilkan proton, elektron, dan CO2. CO2 dikeluarkan dari sistem anode sementara proton bergerak menyebrangi membran menuju katode yang kemudian bereaksi dengan oksigen menghasilkan air. Tumpukan elektron di anode menghasilkan beda potensial yang memaksa elektron mengalir dalam sirkuit arus yang dipakai sebagai arus searah oleh peralatan elektronik, kemudian sampai di katode sehingga menyempurnakan reaksi pembentukan molekul air.
Gambar 12 Prinsip kerja DMFC (Marita 2011) Metanol secara langsung diubah menjadi energi listrik melalui proses kimia dengan menggunakan membran sebagai penghalang selektif sehingga efisiensinya menjadi tinggi yang dapat menghemat metanol sebagai bahan bakar akibatnya CO2 yang dihasilkan dari reaksi dalam jumlah yang kecil. Reaksi yang terjadi dalam DMFC sebagai berikut. Reaksi di anode : CH3OH + H2O → CO2 + 6 H+ + 6eReaksi di katode : 3/2 O2 + 6 H+ + 6e- → 3H2O Reaksi total : CH3OH + 3/2 O2 → CO2 + 2 H2O Gambar 13 menunjukkan membran PSS – natrium alginat 3 % menghasilkan nilai beda potensial tertinggi dalam sistem DMFC sebesar 20 mV. Nilai tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan Anto (2013) dengan membran kitosan – natrium alginat yang bernilai 11 mV. Penambahan natrium alginat meningkatkan nilai beda potensial dibandingkan tanpa penambahan natrium alginat. Akan tetapi, jika konsentrasinya ditingkatkan lagi maka terjadi penurunan kembali. Hal Ini berbanding lurus dengan nilai konduktivitas proton.
Beda potensial (mV)
13
25 20 15 10 5 0 PS
PSS
PSS – Alg 3%
PSS – Alg 5%
PSS – Alg 7%
Jenis membran
Gambar 13 Beda potensial pada jenis membran yang telah diaktivasi. Keterangan: Alg = natrium alginat
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Membran komposit polistirena tersulfonasi – natrium alginat telah berhasil dibuat dengan proses sulfonasi pada suhu 60 ºC selama 45 menit yang menghasilkan konduktivitas proton dan beda potensial tertinggi sebesar 4.1825 × 10-6 S/cm dan 20 mV pada konsentrasi natrium alginat 3%. Membran komposit PSS – natrium alginat (3%, 5%, dan 7%) mampu menahan methanol crossover sehingga membran tersebut baik digunakan untuk aplikasi Direct Methanol Fuel Cell. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pembuatan membran komposit dengan menggunakan bahan lain seperti polisulfon dengan natrium alginat pada waktu reaksi optimum sehingga menghasilkan nilai konduktivitas proton yang tinggi, dan analisis uji termal (DSC). Pengukuran permeabilitas metanol secara kuantitatif untuk mengetahui keberadaan metanol secara pasti dalam sistem dan penggunaan elektrode lain seperti platinum.
DAFTAR PUSTAKA Anto R. 2013. Membran komposit kitosan-natrium alginat untuk aplikasi direct methanol fuel cell [skripsi]. Bogor: IPB. Apriliana SD. 2012. Membran polistirena tersulfonasi untuk aplikasi pada microbial fuel cell[skripsi]. Bogor: IPB.
14
Dewi EL dan Handayani S. 2007. Karakterisasi komposit hidrokarbon polimer tersulfonasi (sABS-Z) sebagai alternatif polielektrolit untuk fuel cell. J Sains Materi Indonesia: 1-4. Dhuhita A, Arti DK. 2010. Karekterisasi dan uji kinerja SPEEK, cSMM, dan Nafion untuk aplikasi direct methanol fuel cell (DMFC) [skripsi]. Semarang: Universitas Diponegoro. Handayani S dan Dewi EL. 2009. Blending Akrilonitril Butadiena Stiren Dengan Polietereterketon Tersulfonasi Untuk Sel Bahan Bakar Metanol Langsung. Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia – SNTKI. ISBN 978-979-98300-12. Kemala T, Sjahriza A, Fclani N. 2011. Sifat mekanis polipaduan polistirena pati menggunakan zat pemlastis epoksida minyak jarak pagar. Di dalam Delvira N, editor. Prosiding Seminar Himpunan Kimia Indonesia. Pekanbaru, 18-19 Juli 2011. Pekanbaru Dewan Riset Nasional ISSN: 2086-4310. Li L, Zhang J, Wang Y. 2003. Sulfonated poly(ether ketone) membrane for direct methanol fuel cell. J of Membrane Science 226: 159-167. Lira M, Santos L, Azeredo J, Pimentel EY, Elisabete M. 2007. Comparative study of silicone – hydrogel contact lenses surfaces before and after wear using atomic force microscopy. J of Biomed Materialis. Part B: appl biomaterials. DOI: 10.1002/jbm.b.30954. Liu Q, Song L, Zhang Z, Liu X. 2010. Preparation and characterization of the PVDF-based composite membrane for direct methanol fuel cell. J of Energy and Environment 1:643-656. Marita Im. 2011. Pembuatan dan karakterisasi komposit membran PEEK silika/clay untuk aplikasi direct methanol fuel cell (DMFC) [tesis]. Semarang: Universitas Diponegoro. Pavia DL, Lampman GM, Kriz GS. 2001. Introduction to Spectroscopy. Washington (US): Thomson Learning, Inc. Shin JP, Chang BJ, Kim JH, Le SB, Suh DH. 2005. Sulfonated polystyrene/ PTFE composite membrane. J of membrane Science 251: 247-254 Smitha B, Sridhar S, Khan AA. 2005. Solid polymer electrolyte membranes for fuel cell applications. J of Membrane Science 259: 10–26. Steven M. 2007. Kimia Polimer. Sopyan I, penerjemah. Jakarta (ID): Pradnya Pramita. Terjemahan dari: Polymer Chemistry: An Introduction. Suka IG, Wasinton S, Eniya LD. 2010. Pembuatan membran polimer elektrolit berbasis polistiren akrilonitril (SAN) untuk aplikasi direct methanol fuel cell. J Natur Indonesia 13(1): 1-6. Susiyanti HF. 2012. Sintesis dan Karakterisasi Membran Penukar Proton Polistirena Tersulfonasi sebagai Bahan Bakar Perangkat Direct Methanol Fuel Cell [skripsi]. Bogor: IPB.
15
Lampiran 1 Diagram alir penelitian
Polistirena Penambahan oleum pada suhu 60 ºC selama 45 menit Polistirena tersulfonasi (PSS)
Penambahan natrium alginat Membran PSS – natrium alginat
Kinerja Membran
Kualitatif
Permeabilitas metanol
Kuantitatif
Derajat sulfonasi Water uptake Bobot jenis Konduktivitas proton Uji aplikasi DMFC
Pencirian membran
FTIR AFM
16
Lampiran 2 Penentuan derajat sulfonasi Larutan
Bobot membran (g)
Volume
Volume HCl (mL)
NaOH 1 N (mL)
awal
akhir
terpakai
Derajat Sulfonasi (%)
PSS 5 %
0.1036
10
0.10
5.80
5.70
93.94
PSS 10 %
0.1060
10
23.10
28.70
5.60
99.46
PSS 15 %
0.1055
10
28.70
34.30
5.60
99.93
Contoh perhitungan: PSS 5% Diketahui: V awal = V HCl blanko = 6.90 mL Vakhir = V HCl terpakai = 5.70 mL BE SO3 = 80.06 g/ek Standardisasi HCl V NaOH × N NaOH = V HCl ×V HCl 10 mL × 0.6990 N = 6.90 mL × N HCl N HCl = 1.0130 N ( =
(
) -
×
⁄ ×
⁄
17
Lampiran 3 Penentuan water uptake Membran PS
PSS
PSS – Alg 3 %
PSS – Alg 5 %
PSS – Alg 7 %
Ulangan
Bobot membran (g)
Water uptake
Rerata water uptake
kering
basah
(%)
(%)
1
0.0344
0.0347
0.87
0.44
2
0.0433
0.0434
0.23
3
0.0438
0.0439
0.23
1
0.0283
0.0298
5.30
2
0.0307
0.0322
4.89
3
0.0278
0.0293
5.40
1
0.0431
0.0486
12.76
2
0.0402
0.0468
16.42
3
0.0428
0.0491
14.72
1
0.0365
0.0407
11.51
2
0.0405
0.0457
12.84
3
0.0378
0.0413
9.26
1
0.0343
0.0373
8.75
2
0.0313
0.0337
7.67
3
0.0361
0.0393
8.86
Contoh perhitungan: PSS – Na alginat 3 % ulangan 1 – –
Water uptake = 12.76 %
= 14.63 %
5.19
14.63
11.20
8.43
18
Lampiran 4 Penentuan bobot jenis Membran
PS
Ulangan
1 2
PSS
PSS – Alg 3 %
1 2
PSS – Alg 5 %
PSS – Alg 7 %
40.0301
1.0217
39.9814
0.99623
0.00125
1.0188
39.9902
0.99623
0.00125
1.0460
40.0105
0.99623
0.00125
1.0769
0.99623
0.00125
1.0531
0.99623
0.00125
39.9260
0.99623
0.00125
1.1002
0.99623
0.00125
1.1143
0.99623
0.00125
(g)
(g)
(g)
15.0033
15.0075
39.9691
39.9690
0.99623
15.0073 15.0078 15.0075 15.0073
40.0302 39.9815 39.9904 40.0108
15.0033
15.0070
40.0043
40.0041
15.0029
15.0102
39.9454
39.9445
15.0029
3
1.0204
0.00125
(g)
15.0033
3
1.0205
0.99623
W3
15.0033
2
0.00125
W2
15.0033
1
rerata D
W1
15.0033
3
D
W0
15.0103
39.9267
=
Da
1.1361
15.0029
15.0095
39.9543
39.9536
15.0034
15.0099
39.9720
39.9703
2
15.0034
15.0094
39.9226
39.9210
0.99623
0.00125
1.3580
3
15.0034
15.0095
39.9553
39.9537
0.99623
0.00125
1.3500
15.0033
15.0083
39.9539
39.9520
0.99623
0.00125
2
15.0033
15.0083
39.9834
39.9816
0.99623
0.00125
1.5559
3
15.0033
15.0082
39.9843
39.9825
0.99623
0.00125
1.5740
1
1
Contoh perhitungan untuk PS: (
D1
) (
(
)
(
–(
D = 1.0205 g/mL
= 1.0204 g/mL
×
1.3486
1.6061
1.0587
1.1169
1.3522
1.5786
19
Lampiran 5 Penentuan konduktivitas proton Perlakuan
Konduktans
Tebal membran
G ( × 10-6 S)
L (cm)
Konduktivitas σ ( × -6 S/cm)
PS
209.59
0.023
0.9641
PSS
226.64
0.023
1.0425
PSS – Alg 3 %
347.60
0.023
1.5990
PSS – Alg 5 %
320.23
0.023
1.4731
PSS – Alg 7 %
306.60
0.023
1.4104
PS
283.86
0.023
1.3058
PSS
300.16
0.023
1.3807
PSS – Alg 3 %
909.23
0.023
4.1825
PSS –Alg 5 %
373.91
0.023
1.7200
PSS – Alg 7 %
368.37
0.023
1.6945
Konsentrasi
Nonaktivasi
Aktivasi
Contoh perhitungan untuk PS nonaktivasi: σ= σ= σ=
× × 4 ×
× -6
S/cm
Lampiran 6 Penentuan beda potensial dalam sistem DMFC Membran
Beda potensial (mV)
PS
6
PSS
8
PSS – Alg 3 %
20
PSS – Alg 5 %
12
PSS – Alg 7 %
10
20
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Sukabumi, 13 Mei 1992. Penulis merupakan anak kedua dari pasangan Yayan Jayani dan Siti Nurhayati. Pada tahun 2009, penulis lulus dari SMA Muhammadiyah 4 Jakarta dan melanjutkan studi di Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor melalui jalur undangan seleksi masuk IPB (USMI). Selama masa kuliah, penulis aktif dalam berbagai kegiatan, antara lain organisasi dan kegiatan program kreativitas mahasiswa. Organisasi yang pernah diikuti selama kuliah, yaitu anggota GENTRA KAHEMAN, anggota Departemen Pengembangan Usaha Kimia, Imasika (2010-2011), Ketua Departemen Pengembangan Usaha Kimia, Imasika (2012). Selain itu, penulis pernah menjadi asisten praktikum, antara lain Kimia Anorganik (2011 dan 2013), Kimia Fisik (2013), Petrokimia dan Kimia Polimer (2013), dan Mikrobiologi (2013) di lingkungan D3 Analisis Kimia IPB. Tahun 2012, penulis memperoleh dana hibah dikti untuk program kreativitas mahasiswa (PKM) yang berjudul Aplikasi Teknologi Membran Ultrafiltrasi dari Limbah Bonggol Nanas yang Mampu Menyerap Logam Berat untuk Pengolahan Virgin Coconut Oil (VCO) yang Kaya Kandungan Asam Laurat (Laurat Acid). Penulis juga pernah melakukan praktik lapangan di Laboratorium Quality Control PT Pradja Pharin (Prafa) dengan judul laporan Validasi Metode Disolusi Zat Aktif Fenilpropanolamina HCl dan Klorfeniramina Maleat dalam Tablet Paratusin Menggunakan KCKT. .