PEMANFAATAN Methylobacterium spp. PADA INVIGORASI DAN TEKNIK COATING UNTUK MENINGKATKAN VIGOR BENIH KEDELAI
RATRI TRI HAPSARI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Pemanfaatan Methylobacterium spp. pada Invigorasi dan Teknik Coating Untuk Meningkatkan Vigor Benih Kedelai” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Januari 2013 Ratri Tri Hapsari NIM. A251100061
ABSTRACT RATRI TRI HAPSARI. Utilization of Methylobacterium spp. in Invigoration and Seed Coating Technique for Enhancing Soybean Seed Vigor. Under direction of ENY WIDAJATI, SELLY SALMA, MARYATI SARI. Soybean seed deterioration is one of the problem in supplying high seed quality in tropical environtment such as Indonesia. Methylobacterium spp. for invigoration and enhancing soybean seed storage by coating technique can be used to solve this problem. The aims of the research were: (1) to find out the potency of Methylobacterium spp. for soybean seed invigoration, (2) to get Methylobacterium spp coating formulation to enhancing soybean seed storage. (3) to enumerate viable Methylobacterium spp. in coated seed during open storage. Experiments were conducted in Soil Biology Laboratory and Screen House Indonesian Soil Research Institute (ISRI), PT. East West Seed Indonesia Laboratory, Seed Technology Laboratory IPB, Bogor from November 2011 to July 2012. The research materials were soybean seed (Argomulyo), four isolates of Methylobacterium spp namely TD-TPB3, TD-J7, TD-TM3 and TD-TM1. The research consisted of two experiment (1) Methylobacterium spp application for seed invigoration in different viability, (2) Methylobacterium spp. application with seed coating at various storage period. The first experiment using Randomized Complete Block Design factorial. The first factor were six levels invigoration aplication i.e: control, soaking seed by steril water, soaking seed by TD-TPB3, soaking seed by TD-J7, soaking seed by TD-TPB3 + TD-TM3, and soaking seed by TPB-3 + TD-J7. Second factor were different seed viabiliaty, i.e: V1 (seed germination: 78 %); V2 (seed germination: 83 %); V3 (seed germination: 94 %). The second experiment using Nested Design. The first factor was storage period, i.e: 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6 month. Second factor were 11 level formulations: control, coating with arabic gum, coating with arabic gum + tochopherol 800 ppm, coating with arabic gum + TD-TM1, coating with arabic gum + TD-TM3, coating with arabic gum + TD-TPB3, coating with arabic gum + TD-TPB3 + TD-TM1, coating with arabic gum + TD-TPB3 + TD-TM3, coating with arabic gum + peat, coating with arabic gum + TD-TPB3 + TD-TM1 + peat, coating with arabic gum + TD-TPB3 + TD-TM3 + peat. The result showed that at laboratory level, invigoration enhancing vigor index 8.9-20.6 %, and hypocotyls length 1.5-2.5 cm compare to control. In screen house experiment there was no significant improvement for vegetative stage in soybean. Coating with formula arabic gum, arabic gum + tochopherol 800 ppm, and arabic gum+TD-TM3 consistently maintain significant higher seed germination (SG) and germination rate (GR) seed viability until 6 month storage compare to control also have no significant vigor index (VI) compare to control. Coating formula with peat resulting low SG (78.3-80.7 %), whereas coating formula with Methylobacterium spp resulting higher SG (81.3-86.7 %) compare to without coating (79.3 %) after 6 month storage. Methylobacterium spp. still viable in formula coated seed until 6 month storage. Colony number decrease from 5.00 x 104 - 1.80 x 107 cfu g-1 seed to 1 x 101 - 1.14 x 102 cfu g-1seed at 6 month storage. Keywords: Tochopherol, arabic gum, Glycine max, seed longevity
RINGKASAN RATRI TRI HAPSARI. Pemanfaatan Methylobacterium spp. pada Invigorasi dan Teknik Coating Untuk Meningkatkan Vigor Benih Kedelai. Dibimbing oleh ENY WIDAJATI, SELLY SALMA, MARYATI SARI. Kemunduran benih kedelai merupakan salah satu masalah dalam penyedian benih bermutu di lingkungan tropis seperti Indonesia. Methylobacterium spp. pada teknik coating dan invigorasi dapat dimanfaatkan sebagai salah satu upaya untuk memecahkan masalah tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Mengetahui potensi Methylobacterium spp. untuk invigorasi benih kedelai, (2) mendapatkan formulasi coating dengan Methylobacterium spp. yang dapat mempertahankan viabilitas benih selama di penyimpanan, (3) mengetahui jumlah Methylobacterium spp. yang hidup pada coating benih kedelai selama penyimpanan. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Tanah dan Rumah Kaca Balai Penelitian Tanah (Cimanggu-Bogor), Laboratorium PT. East West Seed Indonesia (Purwakarta) dan Laboratorium Teknologi Benih IPB (Bogor) pada bulan November 2011 sampai Juli 2012. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kedelai Argomulyo dan empat isolat Methylobacterium spp, yaitu TD-TPB3, TD-TM1, TD-TM3, TD-J7. Penelitian ini terdiri atas dua percobaan, yaitu (1) Aplikasi Methylobacterium spp. untuk invigorasi pada benih kedelai. (2) aplikasi Methylobacterium spp untuk mempertahankan daya simpan benih kedelai dengan teknik coating pada berbagai periode simpan. Percobaan satu menggunakan Rancangan Acak Kelompok faktorial. Faktor pertama adalah aplikasi invigorasi, yaitu: kontrol (tanpa aplikasi perendaman air/isolat), perendaman benih dengan air steril, perendaman benih dengan Methylobacterium TD-TPB3, perendaman benih dengan Methylobacterium TD-J7, perendaman benih dengan Methylobacterium TD-TPB3+TD-TM3, perendaman benih dengan Methylobacterium TDTPB3+TD-J7. Faktor kedua adalah tingkat viabilitas awal benih yang berbeda, yaitu: V1 (DB: 78 %); V2 (DB: 83 %); V3 (DB: 94 %). Percobaan kedua, menggunakan Rancangan Petak Tersarang (Nested Design). Faktor pertama sebagai petak utama adalah periode simpan benih yaitu: 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6 bulan. Faktor kedua sebagai anak petak adalah formulasi coating dengan Methylobacterium spp., yaitu: (1) kontrol (tanpa coating), (2) coating arabic gum, (3) coating arabic gum + tokoferol 800 ppm, (4) coating arabic gum+TD-TM1, (5) coating arabic gum+TD-TM3, (6) coating arabic gum+TDTPB-3, (7) coating arabic gum+TD-TPB3+TD-TM1, (8) coating arabic gum+TD-TPB3+TD-TM3, (9) coating arabic gum+gambut, (10) coating arabic gum+TD-TPB3+TD-TM1+gambut, (11) coating arabic gum+TD-TPB3+TDTM3+gambut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan invigorasi terbukti efektif untuk meningkatkan nilai indeks vigor Argomulyo dengan DB awal 78-94 % dapat meningkatkan nilai indeks vigor rata-rata sebesar 8.9-20.6 % dan panjang hipokotil meningkat 1.5-2.5 cm dibandingkan kontrol. Perlakuan invigorasi tidak memberikan pengaruh yang efektif pada benih yang ditanam di rumah kaca. Formula arabic gum, arabic gum+tokoferol 800 ppm, dan arabic gum+TDTM3 secara konsisten dapat mempertahankan viabilitas benih sampai dengan
periode simpan 6 bulan yang nyata lebih tinggi dibandingkan kontrol berdasarkan kecepatan tumbuh (KCT) dan daya berkecambah (DB) serta memiliki nilai vigor (IV) yang tidak berbeda nyata dengan kontrol. Formula coating dengan gambut menghasilkan DB yang rendah (78.3-80.7 %), sedangkan formula coating dengan Methylobacterium spp menghasilkan DB yang lebih tinggi (81.3-86.7 %) dibandingkan dengan tanpa coating (79.3 %) setelah disimpan sampai 6 bulan. Methylobacterium spp. tetap hidup dalam coating benih selama periode simpan 6 bulan. Jumlah koloni berkurang dari 5.00 x 104 - 1.80 x 107 cfu g-1 benih menjadi 1 x 101 - 1.14 x 102 cfu g-1 benih setelah 6 bulan periode simpan. Kata kunci: Tokoferol, Glycine max, gum arab, daya simpan benih
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PEMANFAATAN Methylobacterium spp. PADA INVIGORASI DAN TEKNIK COATING UNTUK MENINGKATKAN VIGOR BENIH KEDELAI
RATRI TRI HAPSARI
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Giyanto, MSi
Judul Tesis : Pemanfaatan Methylobacterium spp. pada Invigorasi dan Teknik Coating Untuk Meningkatkan Vigor Benih Kedelai Nama : Ratri Tri Hapsari NIM : A251100061
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Eny Widajati, MS Ketua
Dra. Selly Salma, MSi Anggota
Maryati Sari, SP, MSi Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS
Dr. Ir. Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 30 Januari 2013
Tanggal Lulus: 28 Februari 2013
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan kasih sayangNya sehingga penulisan karya ilmiah dengan judul “Pemanfaatan Methylobacterium spp. pada Invigorasi dan Teknik Coating Untuk Meningkatkan Vigor Benih Kedelai” dapat diselesaikan. Penelitian dan penulisan tesis ini berlangsung di bawah bimbingan Dr. Ir. Eny Widajati, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing dan dua orang Anggota Komisi Pembimbing yaitu: Dra. Selly Salma, MSi, dan Maryati Sari, SP, MSi. Penulis menyampaikan rasa terimakasih dan penghargaan atas arahan, semangat dan bimbingan sejak perencanaan hingga penyelesaian tesis ini. Penghargaan dan ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada: 1. Kepala Badan Litbang Kementrian Pertanian, Kepala PUSLITBANGTAN, dan Kepala BALITKABI yang telah memberikan kesempatan dan beasiswa untuk mengikuti program S2 di IPB 2. Program KKP3T yang telah memfasilitasi pendanaan penelitian ini 3. Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS selaku Ketua Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih Sekolah Pascasarjana IPB, atas dorongan dan arahan yang diberikan 4. Dr. Ir. Darda Efendi M.Sc selaku Wakil Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih Ilmu, atas arahan dan saran pada ujian tesis 5. Dr. Ir. Giyanto, MSi selaku penguji luar komisi atas arahan dan masukan yang diberikan pada ujian tesis. 6. Seluruh staf Laboratorium Konservasi Mikrobiologi BB-BIOGEN, Biologi Tanah BALITTANAH, Ilmu dan Teknologi Benih IPB, dan UPBS BALITKABI atas bantuan dan kerjasamanya. 7. Suami tersayang (Anggraita Kusuma) atas doa, pengertian, kesabaran, dan semangat yang diberikan kepada penulis selama menempuh pendidikan. 8. Keempat orang tua (Bapak Supiyono, Ibu Sumbangsih, Bapak H. Soehartono dan Ibu Hj. Sri Wahyuni), kakak dan adik tersayang atas doa, kasih sayang, dan semangat yang diberikan kepada penulis selama ini. 9. Keluarga Benih 2010, Pasca ITB 2011 dan 2012, teman-teman AGH 45 benih, teman kost “KKB-Cibanteng” dan “Wisma Putri-Komplek IPB-2 Sindangbarang” atas kebersamaan, bantuan dan dukungan selama penelitian. 10. Kepada semua pihak yang telah membantu, namun tidak dapat disebutkan satu per satu dalam karya ilmiah ini, semoga Allah SWT membalas kebaikan dengan pahala berlipat ganda. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam tesis ini karena kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat. Bogor, Januari 2013 Ratri Tri Hapsari
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada 30 Oktober 1984 sebagai anak ketiga dari empat bersaudara pasangan Bapak Supiyono dan Ibu Sumbangsih. Pendidikan sarjana ditempuh di program studi Pemuliaan Tanaman, Fakultas Pertanian Universitas Jendral Soedirman (UNSOED) Purwokerto pada tahun 2007 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Pengalaman bekerja dimulai pada tahun 2007, penulis diterima sebagai CPNS Kementrian Pertanian. Penulis bertugas di Balai Penelitian Kacangkacangan dan Umbi-umbian (BALITKABI) Malang pada Kelompok Peneliti Pemuliaan Tanaman, Perbenihan dan Plasma Nutfah (KELTI PNP) tahun 2008 hingga saat ini. Tahun 2010 penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan program magister pada Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih, Sekolah Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian Republik Indonesia.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .......................................................................................... xviii DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xx DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xxi PENDAHULUAN Latar Belakang ..................................................................................... Tujuan Penelitian ................................................................................. Ruang Lingkup Penelitian ....................................................................
1 3 4
TINJAUAN PUSTAKA Potensi Methylobacterium spp. dalam Meningkatkan Vigor Benih .... Potensi Methylobacterium spp. dalam Mempertahankan Daya Simpan Benih ....................................................................................... Pelapisan Benih (Seed Coating) ........................................................... Invigorasi .............................................................................................
10 13 15
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. Bahan dan Alat Penelitian .................................................................... Metode Penelitian.................................................................................
17 17 18
HASIL DAN PEMBAHASAN
29
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan .............................................................................................. Saran .....................................................................................................
53 53
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
55
LAMPIRAN ....................................................................................................
63
5
DAFTAR TABEL Halaman 1.
Konsentrasi fitohormon yang terdapat pada 17 suspensi kultur Methylobacterium spp ..............................................................................
6
Konsentrasi tokoferol yang terdapat pada 21 suspensi kultur Methylobacterium spp ..............................................................................
11
Konsentrasi Methylobacterium spp. yang digunakan untuk invigorasi benih .........................................................................................................
20
4.
Konsentrasi Methylobacterium spp. yang digunakan untuk seed coating
25
5.
Pengaruh faktor tunggal lot benih terhadap kecepatan tumbuh pada uji di laboratorium .........................................................................................
29
Pengaruh faktor tunggal lot benih terhadap daya berkecambah pada uji di laboratorium .........................................................................................
30
Pengaruh faktor tunggal lot benih terhadap panjang akar pada uji di laboratorium..............................................................................................
31
Pengaruh faktor tunggal lot benih terhadap Berat Kering Kecambah Normal (BKKN) pada uji di laboratorium ...............................................
31
Pengaruh faktor tunggal perlakuan invigorasi dan lot benih terhadap indeks vigor pada uji di laboratorium .......................................................
32
10. Pengaruh faktor tunggal lot benih terhadap panjang hipokotil pada uji di laboratorium .........................................................................................
33
11. Pengaruh faktor tunggal lot benih dan perlakuan invigorasi terhadap tinggi tanaman 14 hst, 21 hst, 28 hst, dan 35 hst pada uji di rumah kaca
34
12. Pengaruh faktor tunggal lot benih dan perlakuan invigorasi terhadap jumlah daun 28 hst, dan 35 hst pada uji di rumah kaca ............................
36
13. Pengaruh perlakuan invigorasi terhadap bobot kering tajuk pada uji di rumah kaca ................................................................................................
36
14. Nilai rata-rata panjang akar dan bobot kering akar pada uji di rumah kaca ...........................................................................................................
37
2.
3.
6.
7.
8.
9.
15. Pengaruh faktor tunggal lot benih terhadap daya tumbuh bibit kedelai pada uji di rumah kaca ..............................................................................
37
16. Pengaruh faktor tunggal periode simpan dan formula coating terhadap daya berkecambah .....................................................................................
44
17. Pengaruh faktor tunggal periode simpan terhadap bobot kering kecambah normal kedelai..........................................................................
46
18. Pengaruh interaksi periode simpan dan formula coating terhadap kecepatan tumbuh benih kedelai ...............................................................
48
19. Pengaruh interaksi periode simpan dan formula coating terhadap indeks vigor benih kedelai ....................................................................................
49
20. Rata-rata jumlah Methylobacterium spp. yang hidup pada benih yang dicoating....................................................................................................
52
DAFTAR GAMBAR Halaman 1.
Alur pelaksanaan penelitian......................................................................
17
2.
Proses perendaman benih dengan isolat Methylobacterium spp menggunakan aerator ...............................................................................
21
3.
Grafik imbibisi benih kedelai ...................................................................
40
4.
Koloni bakteri yang terdapat dicoating benih kedelai pada periode simpan 1 bulan ..........................................................................................
51
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1.
Deskripsi kedelai Argomulyo ...................................................................
63
2.
Media AMS dalam 1 liter .........................................................................
63
3.
Trace elemen per 100 ml ..........................................................................
63
4.
Tryptophan................................................................................................
64
5.
Proses coating benih kedelai hingga dikemas untuk 6 bulan periode simpan .......................................................................................................
64
Rekapitulasi analisis keragaman pengaruh lot benih dan perlakuan invigorasi terhadap beberapa variabel pengamatan pada uji di laboratorium ..............................................................................................
65
Rekapitulasi analisis keragaman pengaruh perlakuan invigorasi dan lot benih terhadap beberapa variabel pengamatan pada uji di rumah kaca ....
65
Pengaruh faktor tunggal lot benih dan perlakuan invigorasi terhadap kadar air benih pada uji di laboratorium ...................................................
66
Rekapitulasi analisis keragaman periode simpan dan formula coating serta interaksinya terhadap beberapa variabel pengamatan pada benih kedelai .......................................................................................................
66
10. Pengaruh faktor tunggal periode simpan dan formula coating terhadap kadar air benih kedelai ..............................................................................
67
6.
7.
8.
9.
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Kedelai merupakan tanaman pangan fungsional dan sumber protein penting di Indonesia. Kandungan protein varietas kedelai di Indonesia berkisar antara 3045 % sedangkan kandungan lemak berkisar antara 7-25 % (BALITKABI 2008). Input utama dalam menghasilkan produk kedelai yang berkualitas adalah penyediaan benih kedelai bermutu tinggi. Salah satu faktor pembatas penyediaan benih kedelai di daerah tropis, seperti Indonesia adalah kemunduran benih yang berlangsung cepat selama penyimpanan sehingga mengurangi ketersediaan benih bermutu tinggi. Benih bermutu tinggi dapat dicirikan dari vigor yang tinggi (Ilyas 2012). Menurut Sadjad et al. (1999), vigor benih adalah kemampuan benih tumbuh normal dalam keadaan lapang suboptimum. Secara umum, vigor benih dibagi menjadi dua kategori, yaitu vigor kekuatan tumbuh dan vigor daya simpan. Vigor kekuatan tumbuh mengindikasikan vigor benih pada kondisi alam suboptimum, sedangkan vigor daya simpan adalah kemampuan benih untuk disimpan dalam kondisi suboptimum. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan vigor benih adalah dengan teknik seed enhancement. Menurut Taylor et al. (1998), terdapat tiga teknik yang dapat digunakan untuk meningkatkan mutu benih, yaitu presowing hydration treatment (priming), teknologi coating dan seed conditioning. Priming adalah perlakuan benih sebelum tanam dengan cara menyeimbangkan potensial air benih untuk merangsang kegiatan metabolisme di dalam benih sehingga benih siap berkecambah. Menurut Kuswanto (2003), seed coating merupakan pelapisan benih menggunakan zat tertentu seperti zat pengatur tumbuh, zat hara mikro, mikroba, fungisida ataupun antioksidan yang dapat meningkatkan penampilan benih di lapangan. Seed coating menggunakan zat antioksidan merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk memperlambat proses kemunduran benih kaya protein dan lemak seperti kedelai. Justice dan Bass (2002) menjelaskan selama benih
2 mengalami penyimpanan, proses oksidasi yang terjadi dapat memutuskan ikatan rangkap asam lemak tak jenuh sehingga menghasilkan radikal-radikal bebas yang dapat bereaksi dengan lipida lainnya. Menurut Bewley dan Black (1986) akumulasi radikal bebas menyebabkan kerusakan membran yang mengakibatkan terjadinya kebocoran elektrolit, sehingga berpotensi menurunkan viabilitas benih. Sattler et al. (2004) melaporkan tokoferol merupakan salah satu zat antioksidan yang dapat membatasi oksidasi lipid nonenzimatik selama penyimpanan, perkecambahan, dan perkembangan awal bibit. Tokoferol, telah diketahui sebagai antioksidan yang mampu mempertahankan integritas membran. Menurut Ardiansyah (2007), senyawa tersebut dilaporkan bekerja sebagai scavenger radikal bebas oksigen, peroksidasi lipid dan oksigen singlet. Mekanisme kerja antioksidan terkait dengan struktur molekulnya yang dapat memberikan elektronnya kepada molekul radikal bebas tanpa terganggu, sehingga dapat memutus reaksi berantai dari radikal bebas. Tokoferol dapat dimanfaatkan sebagai coating untuk meningkatkan daya simpan benih kedelai. Tokoferol bisa didapat secara alami dari tanaman dan Methylobacterium spp. ataupun secara sintetik. Hughes dan Tove (1982), berhasil mendeteksi kandungan derivat tokoferol menggunakan HPLC (High Performance Liquid Chromatography) pada Methanobacteria dan mikroorganisme lainnya. Hal ini didukung oleh penelitian Widajati et al. (2011) dengan perangkat HPLC dapat mendeteksi kemampuan Methylobacterium spp dalam memproduksi tokoferol. Methylobacterium spp. atau disebut juga Pink Pigmented Facultative Metylotroph
(PPFM)
juga
memiliki
keistimewaan
dapat
menghasilkan
fitohormon. Hasil penelitian Widajati et al. (2008) menunjukkan bahwa analisis fitohormon pada kultur Methylobacterium spp yang diisolasi dari berbagai jenis tanaman Indonesia menghasilkan kadar IAA berkisar antara 1.42 ppm – 15.14 ppm, kadar GA3 berkisar antara 20.28 ppm - 129.83 ppm, sedangkan kadar Trans zeatin berkisar antara 22.28 ppm – 89.21 ppm. Methylobacterium
spp.
telah
banyak
dilaporkan
berperan
dalam
meningkatkan daya berkecambah benih beberapa tanaman, seperti pada padi (Madhaiyan et al. 2004), kacang tanah (Madhaiyan et al. 2006a), tomat (Madhaiyan et al. 2007), tembakau (Abanda-Nkpwatt 2006), dan kedelai
3 (Meenakshi & Savalgi 2009). Hasil penelitian Radha et al. (2009), pada kedelai yang diinokulasi isolat bakteri Methylobacterium spp. yang dikombinasikan dengan Bradyrhizobium japonicum strain SB 120 dapat meningkatkan tinggi tanaman, jumlah daun, bobot kering tajuk dan bobot kering akar, jumlah nodul dan bobot kering nodul. Manfaat mikroba dalam usaha pertanian belum disadari sepenuhnya, karena pandangan umum terhadap mikroba lebih terfokus secara selektif pada mikroba patogen yang menyebabkan penyakit pada tanaman (Saraswati & Sumarno 2008). Berbagai penelitian menunjukkan perlakuan benih menggunakan mikroba dapat melindungi tanaman tidak hanya pada tahap pembibitan atau persemaian, tetapi selama siklus hidup tanaman tersebut (Copeland & McDonald 2001). Holland et al. (1996) melaporkan PPFM dapat digunakan sebagai inokulum pada benih atau seed coating yang bertujuan untuk meningkatkan perkecambahan, vigor dan daya simpan benih. Methylobacterium spp. dapat diaplikasikan dalam pelapisan dan invigorasi benih kedelai. Berdasarkan beberapa hasil penelitian dan potensi isolat Methylobacterium spp. yang dapat menghasilkan fitohormon dan tokoferol, diharapkan potensi Methylobacterium spp. tersebut dapat meningkatkan daya simpan dan vigor kekuatan tumbuh benih kedelai.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui potensi Methylobacterium spp. untuk meningkatkan vigor kekuatan tumbuh benih kedelai dengan teknik invigorasi. 2. Mendapatkan formulasi coating dengan Methylobacterium spp. yang dapat mempertahankan viabilitas benih selama di penyimpanan. 3. Mengetahui jumlah populasi Methylobacterium spp. pada coating benih kedelai selama penyimpanan.
4 Ruang Lingkup Penelitian Untuk mencapai tujuan penelitian disusun percobaan yang meliputi: (1) aplikasi Methylobacterium spp. untuk invigorasi pada benih kedelai. (2) aplikasi Methylobacterium spp untuk teknik coating. Percobaan pertama disusun untuk meningkatkan vigor kekuatan tumbuh khususnya pada benih kedelai yang telah mengalami
kemunduran,
sedangkan
percobaan
mempertahankan vigor daya simpan benih kedelai.
kedua
disusun
untuk
5
TINJAUAN PUSTAKA Potensi Methylobacterium spp. dalam Meningkatkan Vigor Benih Methylobacterium
spp.
disebut
juga
Pink
Pigmented
Facultative
Methylotroph (PPFM) karena memiliki pigmentasi merah muda yang khas. Menurut Holland et al. (2002), PPFM berwarna merah muda karena memiliki pigmen karetenoid, produk dari metabolisme isoprenoid. Green (1992) melaporkan bakteri PPFM memiliki ciri khas dapat hidup pada senyawa berkarbon tunggal (C1) dari tanaman yaitu metanol (CH3OH) atau metilamina (CH3NH2) sebagai sumber karbonnya. Kemampuan Methylobacterium spp dalam memanfaatkan gugus metil maupun kemampuannya untuk tumbuh pada senyawa multi karbon seperti suksinat, piruvat atau glioksilat, maka bakteri tersebut termasuk kelompok bakteri fakultatif metilotrof. Methylobacterium spp. merupakan mikrobiota normal pada filosfer hampir semua tanaman, lumut dan paku-pakuan. Menurut Amelia (2002) sebagai mikroflora normal pada filosfer hampir semua tanaman, hal ini memungkinkan bakteri tersebut memiliki peranan untuk mendukung pertumbuhan tanaman inang. Glick et al. (1999) melaporkan secara langsung maupun tidak langsung bakteri dapat mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Secara tidak langsung, bakteri tersebut dapat mengurangi atau mencegah kerusakan yang disebabkan oleh organisme fitopatogen melalui satu atau beberapa mekanisme yang berbeda seperti produksi antibiotik, antifungi dan lain-lain. Secara langsung, umumnya bakteri mensintesis senyawa tertentu seperti hormon tumbuh, vitamin, siderofor atau mempermudah pengambilan nutrien dari lingkungan. Simbiosis Methylobacterium dengan tanaman berawal dari pemanfaatan metanol yang diproduksi oleh tanaman. Metanol merupakan produk samping dari metabolisme pektin pada dinding sel yang sedang berkembang (Kutschera 2007). Salma et al. (2005) melaporkan metanol merupakan produk dari aktivitas enzim methanol
dehidrogenase
yang
dikeluarkan
melalui
stomata.
Penelitian
Chistoserdova et al. (2003) menunjukkan bahwa Methylobacterium spp. memiliki sedikitnya 100 gen yang berperan dalam metabolisme metanol.
6 Metanol yang dihasilkan tanaman merupakan tempat hidup yang baik untuk Methylobacterium
spp.
Sebagai
bentuk
simbiosisnya
dengan
tanaman,
Methylobacterium spp dilaporkan dapat memproduksi hormon pertumbuhan yang berguna untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Menurut Lidstrom dan Chistoserdova (2002) hormon pertumbuhan yang dihasilkan adalah jenis sitokinin trans-zeatin dan auksin Indole Acetic Acid (IAA). Widajati et al. (2008) melaporkan
dengan
perangkat
HPLC
(High
Performance
Liquid
Chromatography) dapat mendeteksi fitohormon jenis IAA, GA3 dan sitokinin pada suspensi kultur Methylobacterium spp. Tabel 1 menunjukkan konsentrasi fitohormon yang terdapat pada 17 suspensi kultur Methylobacterium spp. Tabel 1
Konsentrasi fitohormon yang terdapat pada 17 suspensi kultur Methylobacterium spp. IAA GA3 Trans-Zeatin No Isolat Asal Tanaman (ppm) (ppm) (ppm) 1 TD-TPB1 Terong bulat 2.31 79.64 25.79 2 TD-TPB2 Terong bulat 3.39 99.61 22.66 3 TD-TPB3 Terong bulat 9.56 129.83 33.14 4 TD-TM1 Tomat 7.2 86.18 52.08 5 TD-K2 Kedelai 9.63 59.11 43.79 6 TD-G2 Gambas 1.81 49.99 26.82 7 TD-G3 Gambas 5.74 20.28 69.36 8 TD-J2 Jagung 2.08 ttd 89.21 9 TD-J7 Jagung 9.13 98.75 74.37 10 TD-J10 Jagung 15.14 51.44 59.75 11 TD-L2 Labu siam 12.68 98.36 49.74 12 TD-P4 Padi 9.32 ttd 22.28 13 TD-P5 Padi 1.46 47.92 28.79 14 PPU-K2 Kedelai 3.69 92.89 27.9 15 PPU-K10 Kedelai 9.56 78.32 ttd 16 TD-T1 Terong ungu 1.42 83.15 39.71 17 TD-B1 Buncis 6.4 78.15 ttd Sumber: Widajati et al. (2008) Holland (1997) mengemukakan pemodelan produksi sitokinin yang dihasilkan tanaman akibat adanya asosiasi dengan PPFM. Teori tersebut mengasumsikan produksi sitokinin oleh PPFM terjadi pada jaringan yang sedang berkembang. Jaringan tersebut dikolonisasi oleh PPFM. Sitokinin disebutkan bertindak sebagai molekul sinyal yang dapat menginisiasi pembelahan sel
7 sehingga mendorong terjadinya demetilasi pektin yang melepaskan metanol. Metanol tersebut, dikonsumsi PPFM sebagai sumber nutrisi. Menurut Ivanova et al. (2007) gen yang bertanggung jawab dalam sintesis sitokinin adalah gen ipt pada hampir semua genom bakteri Methylotropic yang di uji menggunakan analisis PCR (Polymerase Chain Reaction). Hal ini dapat diketahui dari kemampuan
pembentukan
akar
plantlet
tembakau
transgenik
yang
mengekspresikan gen ipt. Selain menghasilkan sitokinin, Methylobacterium spp. juga dilaporkan dapat memproduksi IAA. Omer et al (2004) dengan kombinasi perangkat HPLC dan NMR (Nuclear Magnetic Resonance) berhasil mendeteksi fitohormon jenis IAA pada 16 suspensi kultur PPFM. Menurut Ivanova et al. (2007) pada Methylobacterium
extorquens,
gen
RMQ09094
yang
bernama
BfdC
(Benzoylformate Dercaboxylase) bertanggung jawab sebagai reaksi kunci pada sintesis IAA, misalnya pada dekarboksilasi indole-3-pyruvate (IpyA). Senyawa IpyA adalah senyawa intermediet dalam lintasan utama sintesis IAA. Hormon asam indol-3-asetat (IAA) merupakan auksin alami yang bersifat tidak stabil dan berperan merangsang pembelahan dan pembesaran sel pada pucuk tanaman, serta dalam pembentukan akar. Hormon asam geberelat (GA3) dapat merangsang pertumbuhan organ baru serta dapat mempengaruhi pembentukan daun dan akar. Hormon trans-zeatin (TZ) merupakan hormon sitokinin yang berperan dalam pembelahan sel jaringan dan merangsang tunas daun (Wetherell 1982). Kemampuan Methylobacterium spp. dalam memproduksi fitohormon menyebabkan bakteri ini dapat menstimulus perkecambahan benih. Holland dan Pollaco (1994) dalam Selvakumar et al. (2008) melaporkan benih yang diberi perlakuan PPFM memperlihatkan perkecambahan dan perkembangan tanaman yang lebih baik dibandingkan dengan yang tidak diberi perlakuan PPFM. Pengurangan populasi PPFM pada kulit benih menyebabkan daya berkecambah benih tersebut juga berkurang. Berbagai penelitian di dalam dan luar negri juga telah banyak membuktikan Methylobacterium spp. berperan dalam meningkatkan daya berkecambah benih beberapa tanaman, contohnya pada padi (Madhaiyan et al. 2004; Fitriani 2008),
8 kacang tanah (Madhaiyan et al. 2006a), tomat (Madhaiyan et al. 2007), cabai rawit (Afifah 2009), kakao (Sadikin 2009), dan cabai besar (Goni 2010). Menurut Riupassa (2003), Methylobacterium spp. memiliki pola adaptasi untuk mampu hidup pada lingkungan dengan daya dukung yang beragam, walaupun bakteri ini merupakan satu kelompok metilotrof. Hasil penelitian Madhaiyan et al. (2004) pada benih padi yang diberi perlakuan Methylobacterium spp. dapat meningkatkan rata-rata daya berkecambah berkisar antara 33.44 % - 38.74 % dibandingkan dengan kontrol 32.81 %. Selanjutnya, Madhaiyan et al. (2006a) melaporkan bahwa pada benih kacang tanah yang dimbibisikan dengan Methylobacterium sp. PPFM-Ah secara nyata dapat meningkatkan persentase daya berkecambah dari 82 % menjadi 98 % dan indeks vigor dari 2939 menjadi 3998 dibandingkan dengan kontrol. Radha et al. (2009), melaporkan bahwa benih kedelai yang diinokulasi isolat bakteri Methylobacterium yang dikombinasikan dengan Bradyrhizobium japonicum strain SB 120 mempunyai dampak yang signifikan meningkatkan tinggi tanaman, jumlah daun, bobot kering tajuk, bobot kering akar, jumlah nodul dan berat kering nodul. Secara tidak langsung, Methylobacterium spp juga dilaporkan dapat mengurangi atau mencegah efek yang ditimbulkan oleh mikroorganisme patogen melalui ketahanan sistemik terinduksi atau induced systemic resistance (ISR) pada padi (Madhaiyan et al. 2004) dan kacang tanah (Madhaiyan et al. 2006a). Madhaiyan et al. (2006a) melaporkan pada benih kacang tanah yang telah diimbibisi dengan Methylobacterium sp. PPFM Ah dan diinokulasi dengan Aspergilus niger dan Sclerotium rolfsii dapat meningkatkan daya berkecambah dan indeks vigor. Selain itu, juga dapat meningkatkan pathogenesis relatedprotein (PR-protein) dan fenolik dibandingkan dengan kontrol. Hal ini didukung oleh peningkatan aktivitas phenylalanine ammonia lyase (PAL), β-1.3 glukanase dan enzim peroksidase (PO) pada benih yang diberi perlakuan Methylobacterium sp. PPFM-Ah dibandingkan dengan kontrol. Menurut Heil dan Bostock (2002) PR-protein memegang peranan penting dalam meningkatkan resistensi tanaman terhadap invasi patogen. Beberapa fungsinya antara lain melisis dinding sel patogen, menginaktivasi enzim yang disekresikan patogen, menggangu struktur
9 dan fungsi membran sel patogen dan pertahanan dinding sel tanaman. Kelompok PR-protein yang umum dikenal antara lain kitinase, dan β-1.3 glukanase. Penelitian Madhaiyan et al. (2006b) melaporkan bahwa enzim 1aminocyclopropane-1-carboxylate (ACC) deaminase terdapat pada benih kanola yang diberi perlakuan dengan Methylobacterium fujisawaens. Benih kanola yang diberi perlakuan M. fujisawaens menunjukkan jumlah ACC yang lebih rendah dibandingkan dengan kontrol. Jumlah ACC yang berkurang diduga disebabkan oleh aktivitas ACC deaminase yang dihasilkan bakteri M. fujisawaens. Aktivitas ACC deaminase berperan menurunkan level etilen dengan cara mendegradasi ACC (prekursor hormon etilen). ACCD yang dihasilkan M. fujisawaens dapat meniadakan efek etilen sehingga dapat memacu pemanjangan akar dan memberikan pengaruh yang baik pada pertumbuhan tanaman. Lemus et al. 2009 melaporkan pada tanaman tomat, ACC deaminase yang dihasilkan oleh Burkholderia sp. dapat mempengaruhi level etilen serta memiliki peran penting dalam pertumbuhan tanaman. Hasil penelitian Akhwan et al. (2012) membuktikan bahwa bakteri penghasil ACC deaminase memberikan pengaruh lebih baik bagi pertumbuhan dan hasil bawang merah seperti pada berat kering akar, luas daun, laju pertumbuhan tanaman (LPT), berat kering total, tinggi tanaman, berat kering oven umbi, diameter umbi, indeks panen, berat segar umbi, susut bobot umbi, dan berat umbi jemur matahari. Methylobacterium spp. dilaporkan juga mampu mengurangi fitotoksik logam berat (Idris et al. 2006; Madhaiyan et al. 2007). Menurut Lacava et al. (2008)
Methylobacterium
siderophores.
spp
mampu
memproduksi
hydroxamate-type
Neilands (1995) melaporkan siderofor dapat digunakan dalam
pengendalian penyakit tumbuhan dengan memanfaatkan peranannya untuk menyerap besi dari lingkungan dan menyediakan mineral yang penting bagi sel mikroba. Menurut Budzikiewicz (2001) mekanisme kerja siderofor terjadi melalui perkembangan yang cepat dari bakteri yang mengolonisasi akar tanaman dan memindahkan besi di daerah permukaan serta terciptanya kondisi yang sesuai untuk pertumbuhan akar. Dey et al. (2004) mengemukakan bakteri penghasil siderofor juga dapat menginduksi ketahanan tanaman. Mekanisme ketahanan
10 tanaman terjadi karena adanya perbaikan lingkungan tumbuh dengan adanya interaksi mikroba tanaman. Potensi Methylobacterium spp dalam Mempertahankan Daya Simpan Benih Zat antioksidan ternyata juga terdapat pada bakteri Methylotroph yang dapat mensintesis PQQ (Pyrroloquinoline Quinon). Senyawa PQQ adalah suatu gugus prostetik (koenzim) dari metanol dehidrogenase. Pyrroloquinoline Quinon terletak pada periplasma dalam enzim metanol dehridogenase (Lidstrom et al. 1998). Kasahara dan Kato (2003) melaporkan enzim-enzim yang mengandung PQQ antara lain enzim metanol dehidrogenase. Pada bakteri metilotrof, perombakan metanol dan metilamina menjadi formaldehida (CH2O) memerlukan enzim metanol dehidrogenase dan metilamina dehidrogenase. Formaldehida selanjutnya dapat teroksidasi atau berasimilasi ke dalam sel karbon (Lidstrom et al. 1998). Morris et al. (1994) melaporkan pada Methylobacterium extorquens AM-1 dibutuhkan tujuh gen untuk mensistesis PQQ. Gen tersebut berkode pqqDGCBA dan pqqEF. Pyrroloquinoline Quinon dilaporkan dapat bekerja sebagai pembersih (scavenging) superoksida dan mampu mengikat radikal bebas beracun lainnya. Fungsi PQQ serupa dengan vitamin E, β-karoten, karetenoid, vitamin C, flavonoid, asam linoleat terkonjugasi dan senyawa fenolik (Klinman 1996). Hal serupa juga dikemukakan He et al. (2003) bahwa PQQ dapat berfungsi sebagai vitamin dan dapat bersifat sebagai antioksidan. Zat antioksidan memiliki berbagai manfaat, diantaranya dapat digunakan dalam bidang pertanian. Sattler et al. (2004) melaporkan salah satu zat antioksidan yang dapat membatasi oksidasi lipid nonenzimatik selama penyimpanan, perkecambahan, dan perkembangan awal bibit adalah tokoferol. Menurut Rahayu (2010) tokoferol sering disebut juga sebagai vitamin E. Tokoferol yang terbesar aktivitasnya adalah α-tokoferol. Hasil penelitian Fukuzawa dalam Sattler (2004) mengungkapkan bahwa satu molekul α-tokoferol dapat menetralkan hingga 120 molekul oksigen singlet sebelum terdegradasi. Menurut Ardiansyah (2007), mekanisme kerja antioksidan terkait dengan struktur molekulnya yang dapat
11 memberikan elektronnya kepada molekul radikal bebas tanpa terganggu, sehingga dapat memutus reaksi berantai dari radikal bebas. Tokoferol bisa didapat secara alami dari tanaman dan Methylobacterium spp. ataupun secara sintetik. Hughes dan Tove (1982), berhasil mendeteksi kandungan derivat tokoferol menggunakan HPLC (High Performance Liquid Chromatography) pada Methanobacteria dan mikroorganisme lainnya. Hal ini didukung oleh penelitian Widajati et al. (2011) dengan perangkat HPLC dapat mendeteksi kemampuan Methylobacterium spp dalam memproduksi tokoferol. Konsentrasi tokoferol yang terdapat pada 21 suspensi kultur Methylobacterium spp. ditampilkan pada Tabel 2. Tabel 2
Konsentrasi tokoferol yang terdapat pada 21 suspensi kultur Methylobacterium spp.
No Isolat 1 TD-TPB1 2 TD-TPB2 3 TD-TPB3 4 TD-TM1 5 TD-TM3 6 TD-B1 7 TD-G2 8 TD-G3 9 TD-J2 10 TD-J7 11 TD-L2 12 TD-P4 13 TD-P5 14 PPU-K2 15 PPU-K10 16 M. TL 17 M. Atas 18 DK-4 19 DK-1 20 Tantri TP 21 Tantri TL Sumber: Widajati et al. (2011)
Asal Tanaman Terong bulat Terong bulat Terong bulat Tomat Tomat Buncis Gambas Gambas Jagung Jagung Labu siam Padi Padi Kedelai Kedelai Durian Durian Kedelai Kedelai Durian Durian
Tokoferol (ppm) 0 422.85 871.70 1766.91 1611.80 486.80 312.71 247.94 216.58 190.18 313.94 771.04 683.17 370.05 316.01 258.25 128.30 59.41 144.80 121.70 265.68
Methylobacterium spp. yang mampu memproduksi tokoferol dapat dimanfaatkan untuk mempertahankan daya simpan benih. Penyimpanan benih selama periode tertentu berpengaruh terhadap viabilitas dan vigor benih. Benih
12 yang telah disimpan akan mengalami kemunduran benih yang ditunjukkan dengan menurunnya viabilitas dan vigor benih. Kemunduran benih adalah proses bertahap yang diikuti oleh terakumulasinya metabolit beracun yang makin lama semakin menekan daya berkecambah dan pertumbuhan kecambah. Kemunduran benih akan terjadi semakin cepat dikarenakan denaturasi protein akibat proses oksidasi lemak. Benih berkadar lemak tinggi cenderung tidak tahan disimpan lama. Proses yang terjadi selama penyimpanan dapat memutuskan ikatan rangkap asam lemak tak jenuh sehingga menghasilkan radikal-radikal bebas yang dapat bereaksi dengan lipida lainnya. Hal ini yang menyebabkan rusaknya struktur membran sel (Justice dan Bass 2002). Sattler et al. (2004) melakukan penelitian pada daun dan biji tanaman Arabidopsis thaliana dengan cara mengisolasi dan mengkarakterisasi lokus vitamin E (vte1 dan vte2) kemudian melakukan mutasi pada lokus tersebut. Mutasi menyebabkan defisiensi tokoferol di semua jaringan. Mutasi pada salah satu lokus tersebut menyebabkan umur benih berkurang secara signifikan dibandingkan dengan tipe liarnya. Pertumbuhan bibit mutan vte2 selama perkecambahan mengalami kerusakan dengan tingkat lemak hidroperoksida dan asam lemak hidroksi meningkat hingga 4 – 100 kali dibandingkan dengan tipe liarnya. Hal ini menunjukkan pentingnya peran tokoferol dalam mempertahankan viabilitas benih. Pemberian tokoferol sebelum masa simpan diduga dapat mempertahankan viabilitas benih selama periode simpan. Tokoferol diduga dapat berperan sebagai antioksidan untuk mengurangi efek radikal bebas yang terbentuk selama benih dalam
penyimpanan.
Penghambatan
pembentukan
radikal
bebas
dapat
mempertahankan struktur membran sel dari kemunduran. Hasil penelitian Sari (2009) menunjukkan benih kacang panjang yang dicoating dengan formulasi arabic gum dan tokoferol memiliki daya berkecambah 92 % dibandingkan kontrol 90.67 % setelah disimpan selama 3 bulan.
13 Pelapisan Benih (Seed Coating) Pelapisan benih merupakan salah satu metode seed enhancement, yaitu suatu metode untuk memperbaiki mutu benih menjadi lebih baik melalui penambahan bahan kimia pada lapisan luar benih yang dapat mengendalikan perkecambahan benih. Penambahan bahan kimia lain yang menguntungkan seperti ZPT atau hormon sintetik, zat hara mikro, mikroba dan fungisida pada pelapis dapat digunakan untuk meningkatkan performansi benih di lapangan (Copeland & McDonald 2001). Manfaat pelapisan benih menurut Kuswanto (2003) antara lain, yaitu melindungi benih dari gangguan atau pengaruh kondisi lingkungan selama penyimpanan atau dalam rantai pemasaran, mempertahankan kadar air benih, menyeragamkan ukuran benih, meningkatkan efisiensi pemakaian alat penanaman benih sehingga dapat digunakan untuk menanam berbagai jenis benih, memudahkan penyimpanan benih dan mengurangi dampak buruk kondisi lingkungan penyimpanan serta memperpanjang daya simpan benih. Copeland dan McDonald (2001) menyatakan bahwa polimer untuk pelapis benih idealnya memiliki karakter sebagai berikut: (1) water-based polymer, (2) nilai viskositas yang rendah, (3) memiliki konsentrasi yang tinggi pada saat padat, (4) memiliki pengaturan keseimbangan antara hidrofilik dengan hidrofobik, (5) membentuk lapisan tipis keras selama pengeringan. Selain itu, menurut Kuswanto (2003) bahan coating yang digunakan tidak bersifat toxic terhadap benih, mudah pecah dan larut apabila terkena air sehingga tidak menghambat proses perkecambahan. Bahan coating juga bersifat porus, sehingga benih masih dapat memperoleh oksigen untuk respirasi, bersifat higroskopis, tidak bereaksi dengan pestisida, bersifat perambat dan penyimpan panas yang rendah serta harus mudah didapat dengan harga yang relatif murah, sehingga dapat menekan harga benih. Desai et al. (1997) melaporkan bahwa bahan polimer yang memiliki sifat adhesi yang baik untuk digunakan pada coating benih, diantaranya adalah arabic gum, dextran, methylcellulose, dan parafin. Hasil penelitian Setiawan (2005), melaporkan arabic gum dapat digunakan sebagai bahan pelapis benih karena tidak bersifat racun dan tidak berpengaruh
14 terhadap mutu fisiologi benih, konsentrasi arabic gum yang baik untuk pelapisan benih cabai adalah 0.05 g ml-1. Pada konsentrasi tersebut nilai daya berkecambah dan potensi tumbuh maksimum masing-masing sebesar 95 % dan 98.5 %. Arabic gum atau gum Arab berasal dari getah atau eksudat yang dihasilkan oleh pohon akasia (Acacia sp.) yang merupakan respon tanaman karena adanya pelukaan yang disebut dengan gummosis. Fennema (1996) melaporkan arabic gum tersusun atas monosakarida (D-galaktosa dan D-glucoronic acid) dan polisakarida. Polimer penyusun arabic gum antara lain
β-D-galactose, L-
arabinose, D-gluconic acid, L-rhamnose, dan 4-O-methyl-D-glucoronic acid. Karakter arabic gum antara lain yaitu dapat larut dalam air dingin, kelarutan dalam air cukup tinggi (lebih dari 50%), pengemulsi yang baik dan menstabilkan emulsi, viskositas relatif pada konsentrasi tinggi, dan pH berkisar antara 4.0 – 4.8. Seed coating menggunakan PPFM telah dilakukan dan dipatenkan oleh Holland et al. (1996). Menurut Holland, jumlah populasi awal yang disarankan agar dapat meningkatkan perkecambahan pada benih kedelai adalah sekitar 107108 sel bakteri ml-1. Proporsi larutan coating pada benih dapat berkisar 0.1 sampai 25 % dari berat benih, bergantung dari tipe benihnya. Bahan perekat yang dapat digunakan dapat berupa vinyl pyrrolodine atau vinyl acetate, sedangkan carier yang dapat digunakan, antara lain gambut atau vermikulit. Proses pengeringan benih dapat dilakukan dengan airdryer menggunakan suhu tidak lebih dari 30 0C. Sari (2009) melaporkan pada benih kacang panjang, formulasi coating arabic gum + Methylobacterium TD-L2 merupakan formulasi terbaik berdasarkan tolok ukur Indeks vigor benih, potensi tumbuh maksimum, bobot kering kecambah, dan keserempakan tumbuh bibit. Benih yang dicoating dengan formulasi ini setelah disimpan 12 minggu masih memiliki viabilitas yang tinggi, ditunjukkan oleh tolok ukur daya berkecambah, yaitu 90.33%. Berdasarkan tolok ukur kecepatan tumbuh, potensi tumbuh maksimum, bobot kering kecambah, bobot kering bibit, keserempakan tumbuh bibit, dan daya tumbuh bibit, formulasi coating terbaik adalah arabic gum + tokoferol. Benih yang dicoating dengan formulasi tersebut setelah disimpan 12 minggu masih memiliki viabilitas yang tinggi, ditunjukkan oleh tolok ukur daya berkecambah, yaitu 92 %.
15 Invigorasi Invigorasi merupakan suatu proses yang dilakukan untuk meningkatkan vigor benih yang telah mengalami deteriorasi atau kemunduran (Ilyas 2012). Invigorasi sering juga disebut seed enhacement atau peningkatan mutu benih. Menurut Taylor et al. (1998), seed enhacement dapat didefinisikan sebagai perlakuan
pasca
panen
yang
dapat
memperbaiki
perkecambahan
atau
pertumbuhan kecambah atau memfasilitasi benih, dan materi lain yang diperlukan saat tanam. Definisi tersebut mencakup tiga metode umun, yaitu (1) pre-sowing hydration treatment atau priming, (2) teknologi coating dan (3) seed conditioning. Teknik priming mencakup dua kategori, yaitu (1) penyerapan air secara terkontrol dan (2) tidak terkontrol. Penyerapan air secara tidak terkontrol merupakan metode dimana air tersedia bebas dan tidak dibatasi oleh lingkungan. Oleh karena itu, pengambilan air diatur oleh afinitas jaringan benih. Teknik umum yang digunakan dalam penyerapan air tidak terkontrol adalah mengimbibisi benih pada media blotters yang lembab atau merendam benih dalam air. Perendaman benih dalam air dapat dilakukan dengan atau tanpa menggunakan aerasi. Penyerapan air secara terkontrol adalah metode yang mengatur kadar air sehingga mencegah perkecambahan. Terdapat tiga metode yang dapat digunakan untuk membatasi pengambilan air, yaitu: priming dengan larutan, priming dengan teknik matriks padat dan drum priming dengan hidrasi terkontrol (Taylor et al. 1998) Perlakuan invigorasi juga dapat diintegrasikan dengan hormon untuk meningkatkan perkecambahan. Selain itu, bisa pula dengan pestisida, biopestisida, dan mikroba yang menguntungkan untuk melawan penyakit benih dan bibit selama awal penanaman, atau untuk memperbaiki status hara, pertumbuhan, dan hasil tanaman (Ilyas 2012). Menurut Sutariati (1998) perlakuan invigorasi dengan menggunakan GA3 secara nyata dapat meningkatkan viabilitas dan vigor benih cabai serta mampu meningkatkan konsentrasi protein pada benih. Sitorus (2005) juga melaporkan perendaman benih kacang hijau dengan GA3 50 ppm, 100 ppm dan 150 ppm mampu meningkatkan daya berkecambah dari 87.11 % menjadi 96.89 %, 98.22 % dan 90.00 %. Salisbury dan Ross (1995) giberelin mempunyai efek fisiologi
16 terhadap pembelahan dan perpanjangan sel, merangsang sintesis enzim hidrolisis serta meningkatkan plastisitas dan turgiditas sel. Danial (2011) melaporkan invigorasi dengan cara merendam benih kedelai selama 12 jam dengan Methylobacterium TD-K2 dapat meningkatkan nilai indeks vigor sebesar 17.33 % dan Methylobacterium TD-J2 dapat meningkatkan kecepatan tumbuh sebesar 9.49 % dibandingkan dengan kontrol. Holland et al. (1996) juga melaporkan bahwa pada benih bunga matahari yang diimbibisi dengan aquades yang mengandung PPFM dapat meningkatkan daya berkecambah sampai 16 % dibandingkan dengan kontrol.
17
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Tanah dan Rumah Kaca Balai Penelitian Tanah (Cimanggu-Bogor), Laboratorium PT. East West Seed Indonesia (Purwakarta) dan Laboratorium Teknologi Benih (IPB-Bogor) pada bulan November 2011 sampai Juli 2012. Penelitian ini terdiri atas beberapa tahapan kegiatan seperti yang tersaji pada Gambar 1. Perbanyakan isolat Methylobacterium spp
Aplikasi ke benih
Invigorasi
Seed coating
Pengujian viabilitas benih di laboratorium dan rumah kaca
Penyimpanan 0-6 bulan pada suhu kamar
Pengujian viabilitas benih dan jumlah Methylobacterium spp yang hidup (viable count) Gambar 1 Alur pelaksanaan penelitian Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kedelai varietas Argomulyo (Lampiran 1), empat isolat Methylobacterium spp (TD-TPB3, TDTM1, TD-TM3, TD-J7), media kultur Amonium Mineral Salt (AMS), arabic gum, tokoferol, air steril, gambut, kertas stensil. Peralatan yang digunakan
18 meliputi alat untuk mengkultur bakteri, waterbath sonicator, shaker, vortex, aerator, alat pengecambah benih IPB 72-1, alat seed coating, plastik polipropilen, sealer.
Metode Penelitian Percobaan I: Aplikasi Methylobacterium spp. untuk invigorasi pada benih kedelai Rancangan percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dua faktor. Faktor pertama adalah aplikasi invigorasi, yaitu: P0: kontrol (tanpa aplikasi perendaman air/isolat) P1: aplikasi perendaman benih dengan air steril P2: aplikasi perendaman benih dengan Methylobacterium TD-TPB3 P3: aplikasi perendaman benih dengan Methylobacterium TD-J7 P4: aplikasi perendaman benih dengan Methylobacterium TD-TPB3 + TDTM3 P5: aplikasi perendaman benih dengan Methylobacterium TD-TPB3 + TDJ7 Faktor kedua adalah tingkat viabilitas awal benih Argomulyo yang berbeda, yaitu: V1 (DB awal: 78 %, tanggal panen 18-10-2010); V2 (DB awal: 83 %, tanggal panen 8-4-2011); V3 (DB awal: 94 %, tanggal panen 25-8-2011). Sebanyak 18 kombinasi perlakuan diulang sebanyak 3 kali, sehingga diperoleh 54 satuan percobaan. Model linear dalam Rancangan Acak Kelompok Faktorial sebagai berikut: Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + ρk + εijk Keterangan: Yijk = nilai pengamatan pada faktor aplikasi invigorasi taraf ke-i, faktor tingkat viabilitas awal benih taraf ke-j, dan ulangan ke-k µ = nilai tengah pengamatan karakter yang diamati αi = pengaruh utama dari faktor perlakuan aplikasi invigorasi ke-i βj = pengaruh utama dari faktor perlakuan tingkat viabilitas awal benih ke-j (αβ)ij = komponen interaksi dari faktor aplikasi invigorasi dan faktor tingkat viabilitas awal benih ρk = pengaruh aditif dari kelompok dan disumsikan tidak berinteraksi dengan perlakuan εijk = pengaruh acak yang menyebar normal
19 i j k
= perlakuan aplikasi invigorasi = perlakuan lot benih = ulangan 1, 2, 3 Apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata pada analisis sidik ragam
dengan taraf kepercayaan 95 %, maka analisis dilakukan dengan menggunakan Duncan’s Multiple Range Test (DMRT). Pemilihan isolat yang digunakan untuk aplikasi invigorasi didasarkan pada konsentrasi fitohormon tertinggi yang diproduksi Methylobacterium spp. menurut hasil penelitian Widajati et al. (2008) (Tabel 1). Selain itu, kemudahan isolat tersebut diperbanyak pada media cair juga menjadi pertimbangan karena dibutuhkan suspensi bakteri dalam jumlah yang cukup besar (+ 2 l per satu kombinasi
perlakuan
invigorasi).
Berdasarkan
penelitian
sebelumnya
Methylobacterium spp tidak memiliki kekhususan inang sehingga koleksi isolat Methylobacterium spp yang tercantum pada Tabel 1 dapat diaplikasikan pada berbagai jenis tanaman, yaitu diantaranya pada padi (Fitriani 2008), kakao (Sadikin 2009), cabai rawit (Afifah 2009), cabai besar (Goni 2010), dan kedelai (Danial 2011). Hal ini diperkuat oleh pernyataan Riupassa (2003), bahwa Methylobacterium spp. memiliki pola adaptasi untuk mampu hidup pada lingkungan dengan daya dukung yang beragam.
Prosedur Penelitian Persiapan Bakteri pada Media Cair Peremajaan isolat dilakukan terlebih dahulu dengan cara mengambil 1 ose biakan murni dari koleksi agar miring kemudian digoreskan pada media padat AMS. Media padat AMS adalah media yang berisi larutan AMS (Lampiran 2) dan trace elemen (Lampiran 3) sebanyak 25 μl l-1. Sebelum disterilisasi, terlebih dahulu diukur keasaman larutan dengan pH meter (pH=7) kemudian diberi penambahan bacto agar (20 g l-1). Media yang telah larut kemudian disterilisasi menggunakan autoklaf selama 20 menit pada suhu 121 0C. Penambahan metanol sebanyak 10 ml l-1 ke dalam media cair AMS dilakukan ketika suhu media (+ 30 0C) secara aseptik. Metanol yang diberikan terlebih dahulu disterilkan dengan cara menyaring larutan tersebut dengan
20 membran filter berpori (millipore) 0.22 μm merek Millex®GP. Media tersebut kemudian dituang secara aseptik dalam cawan petri yang telah di sterilisasi. Media padat digunakan untuk menumbuhkan dan memperbanyak isolat bakteri sebanyak yang dibutuhkan sebelum dikulturkan kembali pada media cair. Media padat yang telah digoreskan isolat Methylobacterium spp. kemudian diinkubasi selama 7 hari pada inkubator. Perbanyakan isolat pada media cair dilakukan dengan cara menyiapkan media cair AMS dengan penambahan trace elemen pada erlemeyer, kemudian disterilisasi. Penambahan metanol (10 ml l-1) dan triptofan (Lampiran 4) sebanyak 1 ml l-1 secara aseptik juga dilakukan setelah suhu media (+ 30 0C). Triptofan yang diberikan terlebih dahulu disterilkan dengan cara menyaring larutan tersebut dengan membran filter berpori (millipore) 0.22 μm merek Millex®GP. Sebanyak 1 ose biakan murni dari media padat dimasukkan ke dalam erlemeyer yang berisi media cair AMS secara aseptik. Erlemeyer kemudian diinkubasi dalam orbital shaker selama 7 hari dengan kecepatan 100 rpm pada suhu kamar. Sebelum digunakan untuk aplikasi, kerapatan bakteri dihitung dengan metode TPC (Total Plate Count). TPC dilakukan dengan melakukan serial pengenceran (10-1, 10-2, 10-3, 10-4, 10-5). Serial pengenceran dilakukan menggunakan garam fisiologis (NaCl 0.85 % ). Kemudian sebanyak 50 μl suspensi isolat pada pengenceran tersebut disebar menggunakan segitiga batang penyebar pada media padat AMS secara aseptik. Inkubasi dilakukan selama 7 hari pada suhu kamar untuk menumbuhkan bakteri yang telah disebar. Konsentrasi Methylobacterium spp. yang digunakan untuk invigorasi benih ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3 Konsentrasi Methylobacterium spp. yang digunakan untuk invigorasi benih Nama isolat Asal tanaman Konsentrasi TD-TM3
Tomat
3.00 x 106 cfu ml-1
TD-TPB3
Terong Putih Bulat
4.82 x 107 cfu ml-1
TD-J7
Jagung
2.60 x 107 cfu ml-1
21 Perendaman Benih Aplikasi invigorasi dengan priming dilakukan dengan cara merendam benih dalam wadah gelas plastik berukuran 420 ml yang berisi kultur Methylobacterium spp. Perendaman benih dalam media air/isolat dilakukan selama 2 jam pada suhu kamar (29 0C) dan diberi suplai oksigen menggunakan aerator (Gambar 2). Pengunaan aerator bertujuan untuk memberikan suplai oksigen kepada benih sehingga meminimalisasi terjadinya kondisi anaerob. Perbandingan benih dengan air/isolat 3:10 (w/v).
Gambar 2 Proses perendaman benih dengan isolat Methylobacterium spp menggunakan aerator Penanaman di laboratorium Penanaman di laboratorium dilakukan menggunakan teknik Uji Kertas Digulung didirikan dalam plastik (UKDdp). Setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali dan setiap ulangan menggunakan sample sebanyak 100 benih. Benih dikecambahkan pada ekogerminator tipe IPB-72-1. Pengamatan dilakukan setiap hari hingga hitungan terakhir (hari ke-5). Penanaman di rumah kaca Pengujian juga dilakukan di rumah kaca. Media tanah sebanyak 3 kg dimasukkan ke dalam polibag ukuran 25 cm x 25 cm. Pemberian pupuk urea 25
22 kg ha-1, SP-36 50 kg ha-1, KCl 75 kg ha-1 dan kompos 2 ton ha-1 dilakukan sesuai dengan dosis rekomendasi (BALITKABI 2012). Jika jarak tanam yang digunakan 40 cm x 10 cm, maka diasumsikan 1 ha lahan memiliki populasi tanaman kedelai sebanyak 250,000 sehingga setiap polibag diberikan pupuk urea 0.045 g, SP-36 0.072 g, KCl 0.18 g, dan kompos 8 g. Pupuk diberikan seluruhnya pada saat tanam, kecuali kompos yang telah diberikan 1 minggu sebelum tanam. Setiap perlakuan terdiri dari 3 ulangan dimana setiap ulangan terdiri dari 3 polibag yang ditanam 4 benih per polibag dan disisakan 1 tanaman sehat saat berumur 14 hari setelah tanam (hst). Penanaman dilakukan sore hari sehingga diharapkan benih yang telah direndam isolat tidak mengalami perubahan suhu yang ekstrim. Pemeliharaan Pemeliharaan yang dilakukan meliputi penyiraman yang dilakukan setiap hari. Penyemprotan pestisida Decis (bahan aktif deltametrin 25 g l-1) dengan konsentrasi 0.5 ml l-1 dilakukan setiap minggu untuk mencegah serangan hama. Pemanenan Panen dilakukan pada umur 35 hst ketika tanaman kedelai telah mencapai masa vegetatif akhir. Panen dilakukan dengan cara mencabut tanaman dengan hati-hati kemudian akarnya dibersihkan dengan air mengalir. Akar yang telah bersih kemudian dibungkus dengan kertas koran. a. Peubah yang diamati di Laboratorium 1. Kecepatan Tumbuh (% etmal-1) Kecambah tumbuh (KCT) dihitung berdasarkan nilai pertambahan perkecambahan (persentase kecambah normal) setiap hari pada kurun waktu perkecambahan dalam kondisi optimum. t 5
KCT di i 1
Dimana: i = kurun waktu perkecambahan (selama 5 hari) d = tambahan persentase kecambah normal per etmal (24 jam)
23 2. Daya Berkecambah (%) Penghitungan daya berkecambah (DB) dilakukan berdasarkan persentase kecambah normal (KN) pada pengamatan pertama dan kedua. Pengamatan pertama pada hari ke-3 setelah tanam (KN hitungan I) dan pengamatan kedua pada hari ke-5 setelah tanam (KN hitungan II). Nilai Daya Berkecambah (DB) didapat dengan rumus: DB
KN hitungan I KN hitungan II 100% benih yang dikecambahkan
3. Indeks Vigor (%) Penghitungan indeks vigor (IV) dilakukan berdasarkan persentase kecambah normal pada pengamatan pertama (KN hitungan I), yaitu hari ke-3 IV
KN hitungan I
benih yang dikecambahkan
x 100%
4. Panjang hipokotil (cm) Panjang hipokotil diukur pada saat pengamatan hari ke-5 dengan cara mengukur panjang hipokotil kecambah 5. Panjang akar (cm) Panjang akar diukur pada saat pengamatan hari ke-5 dengan cara mengukur panjang akar kecambah. 6. Bobot Kering Kecambah Normal (g) Bobot Kering Kecambah Normal (BKKN) merupakan bobot dari semua kecambah normal yang telah dibuang kotiledonnya pada hari ke-5. Kecambah dikeringkan pada oven dengan suhu 60 0C selama 3x24 jam. b. Peubah yang diamati di Rumah Kaca: 1. Daya Tumbuh (%) Pengamatan terhadap daya tumbuh (DT) benih dilakukan pada saat bibit berumur 1 MST. Penghitungan dilakukan terhadap bibit yang telah tumbuh normal (KN). DT
KN
benih yang disebar
x 100%
24 2. Tinggi Tanaman (cm) Tinggi tanaman diukur mulai dari pangkal batang sampai titik tumbuh. Pengukuran tinggi tanaman dilakukan setiap minggu selama fase vegetatif. 3. Jumlah Daun Tanaman kedelai dihitung jumlah daunnya ketika sudah ada daun trifoliat. Pengukuran jumlah daun dilakukan setiap minggu selama fase vegetatif. 4. Bobot Kering Tajuk (g) Bobot kering tajuk ditetapkan dengan memisahkan bagian tajuk dan akar, kemudian tajuk dioven. Setelah dioven tajuk ditimbang bobot keringnya. Bobot kering tajuk dihitung setelah tanaman berumur 35 hst. 5. Bobot Kering Akar (g) Bobot kering akar dilakukan dengan cara mengoven akar yang dipanen pada 35 hst. Akar dikeringkan pada oven dengan suhu 60 0C selama 3 x 24 jam. Setelah mencapai bobot yang konstan, akar kemudian ditimbang. Percobaan II: Aplikasi Methylobacterium spp untuk mempertahankan daya simpan benih kedelai dengan teknik coating pada berbagai periode simpan Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formulasi coating yang dapat meningkatkan daya simpan dan vigor benih serta mampu mempertahankan viabilitas Methylobacterium spp. selama penyimpanan. Penelitian disusun menggunakan Rancangan Petak Tersarang (Nested Design). Faktor pertama sebagai petak utama adalah periode simpan benih yaitu: S0 = 0 bulan
S4 = 4 bulan
S1 = 1 bulan
S5 = 5 bulan
S2 = 2 bulan
S6 = 6 bulan
S3 = 3 bulan Faktor kedua sebagai anak petak adalah formulasi coating dengan Methylobacterium spp., yaitu: 1.
P1 = Kontrol (tanpa coating)
2.
P2 = Coating arabic gum
3.
P3 = Coating arabic gum + tokoferol 800 ppm
4.
P4 = Coating arabic gum + TD-TM1
25 5.
P5 = Coating arabic gum + TD-TM3
6.
P6 = Coating arabic gum + TD-TPB3
7.
P7 = Coating arabic gum + TD-TPB3 + TD-TM1
8.
P8 = Coating arabic gum + TD-TPB3 + TD-TM3
9.
P9 = Coating arabic gum + gambut
10. P10 = Coating arabic gum + TD-TPB3 + TD-TM1 + gambut 11. P11= Coating arabic gum + TD-TPB3 + TD-TM3 + gambut Model aditif linier : Yijk = μ + Mi+ Kk(Mi) + Pj + (M*P)ij + εijk Keterangan : Yijk
: respon perlakuan periode penyimpanan ke-i, formula coating ke-j dan ulangan ke-k μ : rataan umum Mi : pengaruh utama periode penyimpanan ke-i Kk(Mi) : pengaruh ulangan ke-k dalam periode penyimpanan ke-i Pj : pengaruh utama formula coating pada waktu ke-j (M*P)ij : pengaruh interaksi antara periode penyimpanan dan formula coating εijk : galat percobaan
Pemilihan isolat yang digunakan untuk proses seed coating didasarkan pada konsentrasi tokoferol tertinggi yang diproduksi Methylobacterium spp. menurut hasil penelitian Widajati et al. (2011) (Tabel 2). Proses coating benih Seed coating dilakukan dengan melapisi benih kedelai dengan bahan perekat dan media cair yang berisi isolat Methylobacterium spp. Bahan perekat yang digunakan adalah arabic gum 0.25 g ml-1 (Sari 2009). Konsentrasi isolat yang digunakan disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Konsentrasi Methylobacterium spp. yang digunakan untuk seed coating Nama isolat Asal tanaman Konsentrasi TD-TM1
Tomat
5.80 x 107 cfu ml-1
TD-TM3
Tomat
1.00 x 106 cfu ml-1
TD-TPB3
Terong Putih Bulat
3.60 x 108 cfu ml-1
26 Pelapisan benih dilakukan dengan mesin seed coater PT. East West Seed Indonesia. Formula coating diberikan dengan cara mencampur kultur cair Methylobacterium spp dengan arabic gum sampai homogen. Perbandingan benih dengan formula coating adalah 20:1 (w/v). Perbandingan benih dengan gambut adalah 1:3 (w/w). Pemberian gambut yang telah disterilisasi, dilakukan setelah benih yang dicoating keluar dari mesin seed coater. Benih yang telah terlapisi kemudian ditempatkan pada kain strimin, dikeringkan dengan airdryer selama + 1 jam pada suhu 30 0C hingga benih memiliki kadar air kurang dari 12 % agar aman untuk disimpan. Benih yang telah kering dimasukkan segera pada kemasan plastik, ditutup rapat menggunakan alat sealer kemudian benih disimpan dalam kondisi suhu kamar selama 6 bulan (Suhu 28-29 0C, RH 71-78 %). Proses coating benih kedelai hingga dikemas untuk 6 bulan periode simpan dapat dilihat pada Lampiran 5. Pengujian viabilitas benih dan jumlah Methylobacterium spp. yang hidup (viable count) Pengujian viabilitas benih di laboratorium dilakukan menggunakan teknik Uji Kertas Digulung didirikan dalam plastik (UKDdp). Setiap perlakuan terdiri dari tiga ulangan dimana setiap ulangan terdiri dari 100 benih. Pengamatan terhadap peubah pengamatan dilakukan setiap hari. Pengujian jumlah Methylobacterium spp yang hidup pada benih yang dicoating juga dilakukan setiap bulannya dengan metode Total Plate Count (TPC). TPC dilakukan dengan cara mengambil contoh sebanyak 20 g benih kemudian dimasukkan ke erlemeyer yang berisi 180 ml media cair AMS. Erlemeyer tersebut lalu di sonifikasi pada waterbath sonicator selama 20 menit. Sonifikasi bertujuan untuk merontokkan Methylobacterium spp. yang masih melekat di permukaan benih. Setelah itu, media tersebut di shaker selama 20 menit. dan dilakukan serial pengenceran (10-1, 10-2, 10-3, 10-4, 10-5). Sebanyak 50 μl suspensi isolat pada pengenceran tersebut disebar menggunakan segitiga batang penyebar pada media padat AMS secara aseptik. Setiap perlakuan dilakukan dengan duplo. Selanjutnya diinkubasi selama 7 hari pada suhu kamar. Jumlah koloni Methylobacterium spp. yang tumbuh dihitung pada hari ke-7.
27 Peubah yang diamati meliputi: 1. Kadar air (%) 2. Indeks vigor (%) 3. Daya berkecambah (%) 4. Kecepatan tumbuh (% etmal-1) 5. Bobot kering kecambah normal (g) 6. Jumlah Methylobacterium spp yang hidup (cfu g-1)
28
29
HASIL DAN PEMBAHASAN
Percobaan I: Aplikasi Methylobacterium spp. untuk invigorasi benih kedelai A. Pengujian di Laboratorium Hasil rekapitulasi analisis keragaman pengaruh lot benih dan perlakuan invigorasi terhadap beberapa variabel pengamatan pada uji di laboratorium (Lampiran 6) menunjukkan tidak terdapat interaksi antara tingkat viabilitas benih yang berbeda dengan perlakuan invigorasi terhadap peubah yang diamati. Hal ini bermakna bahwa perilaku lot benih terhadap berbagai perlakuan invigorasi adalah sama pada semua variabel yang diamati. Pengaruh perbedaan nilai kecepatan tumbuh (Tabel 5), daya berkecambah (Tabel 6), panjang akar (Tabel 7) dan bobot kering kecambah normal (BKKN) (Tabel 8) nyata disebabkan tiga tingkat viabilitas benih yang berbeda. Tabel 5 Pengaruh faktor tunggal lot benih terhadap kecepatan tumbuh pada uji di laboratorium Perlakuan Kontrol (tanpa perendaman) Air steril TD-TPB3 TD-J7 TD-TPB3 + TD-J7 TD-TPB3 + TD-TM1 Rata-rata
Lot benih V1 V2 V3 .….Kecepatan Tumbuh (% etmal-1)…… 21.7 23.7 25.2 20.1 22.0 25.7 23.1 19.7 24.9 22.6 20.5 25.9 22.0 21.8 26.4 21.5 22.0 22.6 21.8 b 21.6 b 25.1 a
Ket: V1 = DB awal 78 %, V2 = DB awal 83 %, V3 = DB awal 94% Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%
Kecepatan tumbuh (KCT) lot benih V3 nyata berbeda dengan lot benih V1 dan V2 sedangkan kecepatan tumbuh lot benih V1 dan V2 tidak berbeda nyata (Tabel 3). Hasil ini menginformasikan bahwa lot benih V3 memiliki performa kecepatan tumbuh yang lebih baik dibandingkan V1 dan V2. Menurut Sadjad et al. (1999), kecepatan tumbuh merupakan salah satu tolok ukur yang mengindikasikan vigor kekuatan tumbuh benih. Nilai KCT yang tinggi mencerminkan benih yang vigor, karena benih dapat berkecambah cepat pada
30 waktu yang relatif singkat. Ilyas (1986) melaporkan bahwa pada benih kedelai, tolok ukur kecepatan tumbuh memiliki korelasi yang erat dengan produksi benih per hektar dibandingkan daya berkecambah, keserempakan tumbuh bibit, tinggi tanaman dan jumlah buku produktif. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat diasumsikan semakin tinggi kecepatan tumbuh suatu benih maka akan semakin tinggi juga produksi benihnya per hektar. Lot benih V3 yang lebih vigor juga tampak pada peubah daya berkecambah (Tabel 6). Menurut Ilyas (2012), daya berkecambah merupakan salah satu tolok ukur untuk mengetahui viabilitas benih. Viabilitas benih menunjukan daya hidup benih, aktif secara metabolis dan memiliki enzim yang dapat mengkatalisis reaksi metabolisme yang diperlukan untuk perkecambahan dan petumbuhan kecambah. Daya berkecambah benih lot V3 nyata berbeda dengan lot V1 dan lot V2. Lot benih V3 memiliki daya berkecambah yang lebih tinggi 13.5 % dibandingkan dengan lot V2 sedangkan dibandingkan lot V1, daya berkecambah lot V3 lebih tinggi 14.2 %. Lot benih V1 dan V2 tidak berbeda nyata secara statistik sehingga kemampuan daya berkecambah lot V1 dan lot V2 dianggap sama. Tabel 6 Pengaruh faktor tunggal lot benih terhadap daya berkecambah pada uji di laboratorium Perlakuan Kontrol (tanpa perendaman) Air steril TD-TPB3 TD-J7 TD-TPB3 + TD-J7 TD-TPB3 + TD-TM1 Rata-rata
Lot benih V1 V2 V3 .…..Daya Berkecambah (%)…… 78.3 82.7 94.0 71.7 73.0 84.0 72.0 70.3 83.0 74.0 69.3 92.0 70.0 72.3 89.0 70.7 73.3 80.0 72.8 b 73.5 b 87.0 a
Ket: V1 = DB awal 78 %, V2 = DB awal 83 %, V3 = DB awal 94% Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%
Trend yang hampir sama dengan kecepatan tumbuh dan daya berkecambah juga ditemui pada peubah panjang akar kecambah. Lot benih V3 memiliki akar kecambah lebih panjang dibandingkan dengan lot benih V1 dan V2 sedangkan panjang akar V1 tidak berbeda dengan V2 (Tabel 7). Selisih nilai panjang akar lot V3 dan lot V2 adalah 0.9 cm sedangkan selisih nilai V3 dengan V1 adalah 0.8 cm.
31 Tabel 7 Pengaruh faktor tunggal lot benih terhadap panjang akar pada uji di laboratorium Perlakuan Kontrol (tanpa perendaman) Air steril TD-TPB3 TD-J7 TD-TPB3 + TD-J7 TD-TPB3 + TD-TM1 Rata-rata
Lot benih V1 V2 V3 ….…….Panjang akar (cm)……….. 12.7 13.6 15.9 13.3 13.7 13.6 12.1 12.6 13.4 13.2 12.1 14.0 14.1 12.9 13.0 13.5 13.7 14.0 13.2 b 13.1 b 14 a
Ket: V1 = DB awal 78 %, V2 = DB awal 83 %, V3 = DB awal 94% Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%
Akar merupakan bagian tanaman yang memiliki peranan sangat penting dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Akar yang lebih panjang memungkinkan kecambah untuk memenuhi kebutuhan air yang akan terus dibutuhkan hingga fase perkembangan dan pertumbuhan tanaman selanjutnya. Hal ini membuktikan bahwa lot benih yang memiliki viabilitas tinggi ditunjang oleh akar kecambah yang panjang. Jika dikaji lebih dalam, diketahui bahwa lot benih V1 memiliki vigor yang lebih baik dibandingkan lot V2. Hal ini terbukti dari peubah berat kering kecambah normal (BKKN) (Tabel 8). Tabel 8
Pengaruh faktor tunggal lot benih terhadap berat kering kecambah normal (BKKN) pada uji di laboratorium
Perlakuan Kontrol (tanpa perendaman) Air steril TD-TPB3 TD-J7 TD-TPB3 + TD-J7 TD-TPB3 + TD-TM1 Rata-rata
Lot benih V1 V2 V3 ………….BKKN (g)………… 2.6 2.1 3.0 2.4 2.1 3.2 2.2 1.8 3.1 2.2 1.8 3.1 2.6 2.0 3.5 2.5 2.4 2.9 2.4 b 2.0 c 3.1 a
Ket: V1 = DB awal 78 %, V2 = DB awal 83 %, V3 = DB awal 94% Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%
32 Lot benih V3 tetap konsisten memiliki vigor terbaik dibandingkan lot benih V1 dan V2. Nilai rata-rata BKKN lot benih V3 lebih tinggi 0.7 g dibandingkan dengan lot benih V1 sedangkan lot benih V1 memiliki nilai rata-rata BKKN lebih tinggi 0.4 g dibandingkan dengan lot benih V2. Bobot kering kecambah normal (BKKN) menggambarkan viabilitas potensial benih yang ditanam pada kondisi optimum. Sadjad et al. (1999) melaporkan benih yang vigor memiliki proses reaktifasi yang cepat apabila berada pada kondisi lingkungan optimal dan proses metabolisme tidak terhambat sehingga proses katabolisme maupun anabolisme berjalan normal dan benih menunjukkan kecepatan tumbuh yang tinggi dalam proses pertumbuhannya. Hal yang serupa juga dilaporkan Copeland dan McDonald (2001) yang menyatakan benih yang berviabilitas tinggi memiliki kemampuan untuk mensitesis material baru secara efisien dan dengan cepat mentransfer material tersebut untuk pertumbuhan kecambah sehingga mengakibatkan peningkatan akumulasi bobot kering kecambah. Perlakuan invigorasi mampu memperbaiki performa perkecambahan pada variabel pengamatan indeks vigor (Tabel 9), dan panjang hipokotil (Tabel 10). Perlakuan invigorasi terbukti efektif untuk meningkatkan vigor benih Argomulyo yang memiliki kisaran nilai indeks vigor awal 28.7-42.3 %. Kenaikan indeks vigor rata-rata sebesar 8.9-20.6 % dibandingkan kontrol. Tabel 9 Pengaruh faktor tunggal perlakuan invigorasi dan lot benih terhadap indeks vigor pada uji di laboratorium Perlakuan Kontrol (tanpa perendaman) Air steril TD-TPB3 TD-J7 TD-TPB3 + TD-J7 TD-TPB3 + TD-TM1
Lot benih V1 V2 V3 Rata-rata ..….Indeks vigor (%)………… 28.7 42.3 41.3 37.4 c 53.7 55.3 65.0 58.0 a 49.0 51.7 52.3 51.0 ab 46.3 38.7 58.7 47.9 b 52.3 47.3 59.3 53.0 ab 45.0 51.7 42.3 46.3 bc
Ket: V1 = DB awal 78 %, V2 = DB awal 83 %, V3 = DB awal 94% Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%
Hasil yang hampir serupa juga dilaporkan Danial (2011) pada benih kedelai varietas Kaba yang diberi perlakuan invigorasi dengan isolat Methylobacterium
33 TD-K2 mampu meningkatkan indeks vigor 17.3 % dibandingkan kontrol. Kurniati (2009) juga melaporkan bahwa perlakuan invigorasi pada benih padi dengan perendaman isolat Methylobacterium TD-L2, TD-TPB3 dan TD-G3 sangat nyata meningkatkan nilai indeks vigor pada benih tingkat viabilitas sedang dengan sebesar 45.3 %, 48 %, dan 36 % dibandingkan kontrol 22.7 %. Panjang hipokotil benih kedelai yang diberi perlakuan invigorasi secara statistik berbeda nyata dengan benih yang tidak direndam (Tabel 10). Armstrong dan McDonald (1992) melaporkan perlakuan priming pada benih kedelai tanpa diikuti perlakuan pengeringan dapat meningkatkan panjang plumula, radikula dan berat kecambah. Walaupun demikian, hasil uji lanjut DMRT menginformasikan bahwa benih yang direndam dengan air steril secara statistik tidak berbeda nyata dengan perendaman isolat Methylobacterium spp., baik pada variabel indeks vigor maupun panjang hipokotil. Artinya, secara umum perendaman benih kedelai dengan Methylobacterium spp. selama 2 jam belum menunjukkan performa yang lebih baik dibandingkan dengan perendaman air steril. Tabel 10 Pengaruh faktor tunggal lot benih terhadap panjang hipokotil pada uji di laboratorium Lot benih V1 V2 V3 Rata-rata ……...Panjang hipokotil (cm).….. 9.3 10.5 8.8 9.5 b 11.8 12.0 12.3 12.0 a 11.4 11.3 10.4 11.0 a 11.1 11.3 11.3 11.2 a 12.4 11.0 11.4 11.6 a 11.6 11.7 12.1 11.8 a
Perlakuan Kontrol (tanpa perendaman) Air steril TD-TPB3 TD-J7 TD-TPB3 + TD-J7 TD-TPB3 + TD-TM1
Ket: V1 = DB awal 78 %, V2 = DB awal 83 %, V3 = DB awal 94% Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%
Abanda-Nkpwatt et al. (2006) melaporkan benih mustard, tomat dan tembakau
yang diinokulasi dengan
Methylobacterium extorquens dapat
meningkatkan bobot kecambah dan panjang hipokotil namun pada benih gandum, barley, jagung, wortel, buncis dan kacang kapri tidak berpengaruh nyata. Menurut Kalyaeva
et
al.
(2001),
kolonisasi
antara
eksplan
tembakau
dengan
34 Methylobacteria membentuk asosiasi yang stabil antara bakteri dengan tanaman inangnya sehingga dapat meningkatkan regenerasi dan formasi akar. B. Pengujian di Rumah Kaca Hasil rekapitulasi analisis keragaman pengaruh perlakuan invigorasi dan lot benih terhadap beberapa variabel pengamatan pada uji di rumah kaca (Lampiran 8) menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara pengaruh perlakuan invigorasi dan lot benih terhadap semua variabel yang diamati. Hal ini bermakna perilaku lot benih terhadap berbagai perlakuan invigorasi untuk seluruh variabel yang diamati adalah sama. Perlakuan invigorasi tidak menghasilkan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan kontrol pada tinggi tanaman (Tabel 11), jumlah daun (Tabel 12), bobot tajuk (Tabel 13), panjang dan bobot kering akar (Tabel 14), dan daya tumbuh (Tabel 15). Tabel 11 Pengaruh faktor tunggal lot benih dan perlakuan invigorasi terhadap tinggi tanaman 14 hst, 21 hst, 28 hst, dan 35 hst pada uji di rumah kaca Perlakuan
Tinggi Tanaman 14 hst (cm) Lot Benih Rata-
Tinggi Tanaman 21 hst (cm) Lot Benih Rata-
V1
V2
V3
Kontrol
24.6
25.8
31.6
27.3 a
46.8
49.2
58.2
51.4
Air steril
22.4
20.7
24.3
22.4 b
45.9
45.1
50.9
47.3
TD-TPB3
21.9
20.4
24.8
22.4 b
50.2
43.3
52.8
48.8
TD-J7 TD-TPB3+ TDJ7 TD-TPB3 + TD-TM1 Rata-rata
21.4
20.1
23.4
21.6 b
44.2
39.2
50.1
44.5
21.6
19.7
25.1
22.2 b
44.8
45.8
52.3
47.6
20.4
20.3
25.6
22.1 b
45.6
44.6
55.5
47.5
22.1 b
21.2 b
25.8 a
46.3 b
44.5 b
Perlakuan
rata
V1
V2
Tinggi Tanaman 28 hst (cm) Lot Benih Rata-
V3
rata
52.8 a
Tinggi Tanaman 35 hst (cm) Lot Benih Rata-
V1
V2
V3
rata
V1
V2
V3
Kontrol
78.8
84.6
90.3
84.5 a
96
109
106
103.7
Air steril
75.2
77.1
82.8
78.4 ab
97
93
101
97
TD-TPB3
78.9
75.8
84.2
79.6 ab
96
101
109
102
TD-J7 TD-TPB3 + TD-J7 TD-TPB3 + TD-TM1
66.9
66.5
74.7
69.4 c
92
92
98
94
76.1
72.8
79.7
76.2 abc
100
92
101
97.7
73.4
74.3
78.0
75.3 bc
97
94
100
97
Rata-rata
74.8 b
75.2 b
81.6 a
96.3
96.8
102.5
rata
35 Secara umum, tinggi tanaman kedelai pada umur 14, 21, 28 dan 35 hst memiliki pola yang sama (Tabel 11). Lot benih V3 secara statistik, nyata memiliki batang yang lebih tinggi dibandingkan dengan lot V1 dan lot V2 pada umur 14, 21 dan 28 hst. Trend yang hampir sama juga terjadi ketika tanaman berumur 35 hst, dimana lot V3 terlihat lebih tinggi dibandingkan dengan lot V1 dan V2, namun perbedaannya tidak nyata secara statistik. Perlakuan invigorasi tidak memberikan peningkatan panjang batang tanaman dibandingkan kontrol saat tanaman berumur 14 hst. Pada saat tanaman berumur 35 hst, tidak terdapat pengaruh dari perbedaan lot benih dan perlakuan invigorasi. Akan tetapi pola pertumbuhan dari masing-masing perlakuan hampir sama dengan hasil yang didapat pada umur 14, 21, dan 28 hst. Benih yang tidak direndam dan perlakuan perendaman TD-TPB3 stabil memberikan nilai rata-rata tinggi tanaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lain. Sedangkan perlakuan perendaman dengan isolat TD-J7 memperlihatkan nilai rata-rata tinggi tanaman yang terendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Jumlah daun tanaman pada umur 14 hst dan 21 hst secara statistik tidak dipengaruhi oleh lot benih maupun perlakuan invigorasi. Perlakuan invigorasi baru tampak memberikan pengaruh yang nyata terhadap variabel jumlah daun ketika tanaman berumur 28 hst dan 35 hst (Tabel 12). Perlakuan perendaman benih dengan air steril dan isolat TD-TPB3 menghasilkan jumlah daun yang sama dengan kontrol pada saat tanaman berumur 28 hst. Perendaman dengan isolat TDJ7, TD-TPB3 + TD-J7, dan TD-TPB3 + TD-TM1 belum memberikan pengaruh jumlah daun yang lebih banyak pada umur 28 hst dibandingkan kontrol. Ketika tanaman berumur 35 hst, seluruh perlakuan invigorasi tidak menghasilkan jumlah daun yang lebih banyak dibandingkan kontrol. Secara umum, perlakuan perendaman benih dengan isolat Methylobacterium spp saja belum cukup mampu memberikan kontribusi yang efektif pada variabel jumlah daun. Walaupun dengan perendaman benih diharapkan kolonisasi awal bakteri Methylobacterium spp dapat terjadi, namun diperlukan aplikasi lanjutan berupa penyemprotan isolat pada tanaman untuk hasil yang maksimal. Hasil yang hampir serupa dilaporkan Meenakshi (2008) bahwa perlakuan inokulasi benih kedelai yang dilanjutkan dengan penyemprotan isolat Methylobacterium spp. + B.
36 japonicum menghasilkan jumlah daun yang nyata lebih banyak (7 helai) dibandingkan dengan perlakuan pada benih saja pada 60 hst. Tabel 12 Pengaruh faktor tunggal lot benih dan perlakuan invigorasi terhadap jumlah daun 28 hst, dan 35 hst pada uji di rumah kaca
Perlakuan
Jumlah Daun 28 hst Lot Benih Rata-rata V1 V2 V3
Jumlah Daun 35 hst Lot Benih RataV1 V2 V3 rata
Kontrol Air TD-TPB3 TD-J7 TD-TPB3 + TD-J7 TD-TPB3 + TD-TM1
17 15 17 28 31 16.15 a 27 16 16 17 23 24 16.37 a 25 16 16 16 23 24 15.85 ab 22 13 14 15 22 21 22 14.04 c 16 14 15 21 24 14.85 bc 25 15 14 15 21 23 14.57 bc 23 16 15 16 24 23 25 Rata-rata Ket: V1 = DB awal 78 %, V2 = DB awal 83 %, V3 = DB awal 94% Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata dengan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%
28.56 a 23.89 b 23.00 b 21.33 b 23.44 b 22.56 b
uji Duncan
Nilai bobot kering tajuk yang tinggi kemungkinan merupakan dampak yang ditimbulkan tingginya nilai rata-rata jumlah daun dan tinggi tanaman kontrol dibandingkan tanaman yang diberi perlakuan isolat Methylobacterium spp. sehingga memberi sumbangan yang nyata terhadap akumulasi nilai bobot kering tajuk kontrol (Tabel 13). Tabel 13 Pengaruh perlakuan invigorasi terhadap bobot kering tajuk pada uji di rumah kaca Perlakuan Kontrol Air TD-TPB3 TD-J7 TD-TPB3 + TD-J7 TD-TPB3 + TD-TM1
Lot Benih V1 V2 V3 Rata-rata .…..….…Bobot Kering Tajuk (g)……… 4.09 3.79 4.37 4.08 a 3.20 3.46 3.45 3.37 b 3.31 3.11 3.19 3.20 b 3.13 2.40 2.80 2.78 b 3.07 2.76 2.96 2.93 b 3.05 2.72 3.17 2.98 b
Ket: V1 = DB awal 78 %, V2 = DB awal 83 %, V3 = DB awal 94% Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%
Nilai rata-rata panjang dan bobot kering akar yang diberi perlakuan invigorasi tidak berbeda nyata terhadap kontrol. Walaupun terdapat beberapa perlakuan yang memiliki nilai lebih tinggi daripada kontrol, namun secara statistik semua perlakuan belum memberikan kontribusi yang nyata (Tabel 14).
37 Tabel 14 Nilai rata-rata panjang akar dan bobot kering akar pada uji di rumah kaca Panjang Akar (cm) Lot Benih
Perlakuan
Bobot Kering Akar (g) Lot Benih
V1
V2
V3
Ratarata
Kontrol
31.6
28.6
32.9
31.0
0.5663
0.4249
0.5616
0.5176
Air
36.2
34.3
36.4
35.7
0.5875
0.6202
0.5994
0.6024
TD-TPB3
33.5
34.0
30.7
32.7
0.5808
0.5219
0.5348
0.5458
TD-J7
34.9
33.9
29.1
32.7
0.4469
0.3995
0.5192
0.4552
TD-TPB3 + TD-J7
34.3
32.6
34.7
33.9
0.4977
0.4551
0.5285
0.4938
V1
V2
V3
Ratarata
TD-TPB3 + TD-TM1
34.4 31.6 31.3 32.4 0.4732 0.4494 0.4676 0.4634 34.2 32.5 32.5 0.5254 0.4785 0.5352 Rata-rata Ket: V1 = DB awal 78 %, V2 = DB awal 83 %, V3 = DB awal 94% Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%
Sejalan dengan pengujian viabilitas yang dilakukan di laboratorium, pengujian di rumah kaca juga membuktikan bahwa lot V3 merupakan lot yang paling vigor dibandingkan dengan lot V1 dan V2. Hal ini dapat dilihat dari variabel pengamatan tinggi tanaman 14 hst (hari setelah tanam), 21 hst, 28 hst (Tabel 11) dan daya tumbuh (Tabel 15). Daya tumbuh kedelai pada pengujian di rumah kaca nyata dipengaruhi oleh perbedaan lot benih dimana lot benih V3 memiliki daya tumbuh yang lebih baik dibandingkan lot benih V1 dan V2 (Tabel 15). Lot benih V1 tidak berbeda dengan lot benih V2. Selisih nilai daya tumbuh lot benih V3 dibandingkan dengan lot benih V2 sebesar 15.4 % sedangkan dengan lot benih V1 sebesar 22.8 %. Tabel 15 Pengaruh faktor tunggal lot benih terhadap daya tumbuh bibit kedelai pada uji di rumah kaca Perlakuan Kontrol Air TD-TPB3 TD-J7 TD-TPB3 + TD-J7 TD-TPB3 + TD-TM1 Rata-rata
Lot Benih V1 V2 V3 ….……Daya Tumbuh (%)……... 69.3 83.3 97.3 66.7 83.3 89.0 72.3 75.0 89.0 52.7 58.3 86.3 77.7 72.0 86.0 64.0 75.0 92.0 67.1 b 74.5 b 89.9 a
Ket: V1 = DB awal 78 %, V2 = DB awal 83 %, V3 = DB awal 94% Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%
38 Pada Tabel 15 dapat diketahui bahwa lot benih V1 yang diberi perlakuan perendaman dengan isolat Methylobacterium TD-TPB3 (72.3 %) dan TD-TPB3 + TD-J7 (77.7 %) cenderung dapat meningkatkan daya tumbuh dibandingkan dengan kontrol (69.3 %) dan perendaman air steril (66.7 %) walaupun tidak berbeda nyata secara statistik. Daya tumbuh yang dapat meningkat pada benih kedelai yang diberi perendaman TD-TPB3 dan TD-TPB3 + TD-J7 diduga dikarenakan hormon tumbuh yang dihasilkan kedua isolat tersebut. Hasil ini didukung oleh penelitian Widajati et al. (2008) yang melaporkan bahwa isolat Methylobacterium spp. mampu memproduksi fitohormon dari jenis IAA, GA-3, dan transzeatin. Isolat TD-TPB3 yang diisolasi dari daun terong putih bulat dilaporkan menghasilkan IAA 9.56 ppm, GA-3 129.83 ppm dan trans zeatin 33.14 ppm. Isolat TD-J7 yang diisolasi dari daun jagung dilaporkan dapat memproduksi IAA 9.13 ppm, GA-3 98.75 ppm, dan trans zeatin 74.37 ppm. Kurang terekspresinya peranan Methylobacterium spp. pada penelitian ini diduga disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya adalah (1) metode aplikasi invigorasi yang belum tepat, (2) tidak terbentuknya asosiasi yang stabil antara bakteri dengan tanaman inangnya. Keberhasilan penggunaan metode priming dalam invigorasi benih telah banyak dilaporkan pada berbagai penelitian, diantaranya pada benih padi (Madhaiyan et al. 2004), cabai besar (Goni 2010), kakao (Sadikin 2009), tomat (Madhaiyan et al. 2007), dan tembakau (AbandaNkpwatt 2006). Penggunaan metode priming lebih banyak berhasil pada benih-benih yang berukuran kecil dibandingkan pada benih berukuran besar seperti kedelai (Hessel et al. 1986 dalam Copeland dan McDonald 2001) dan jagung (Bennett dan Waters et al. 1986 dalam Copeland dan McDonald 2001). Meskipun demikian, hasil penelitian Danial (2011) menunjukkan bahwa keberhasilan penggunaan metode priming dengan cara perendaman isolat Methylobacterium TD-TPB3 selama 12 jam dapat meningkatkan daya berkecambah benih kedelai berukuran biji besar seperti Anjasmoro. Daya berkecambah benih Anjasmoro dilaporkan nyata mengalami peningkatan sebesar 18.66 % dibandingkan kontrol. (dari 70.67 % menjadi 89.33 %). Peningkatan nilai indeks vigor juga dilaporkan terjadi pada benih kedelai berukuran biji sedang seperti Kaba. Nilai indeks vigor benih Kaba
39 yang diberi perlakuan perendaman isolat TD-K2 selama 12 jam, dilaporkan nyata mengalami peningkatan sebesar 17.33 % dibandingkan dengan kontrol (dari 72% menjadi 89.33 %). Metode priming termasuk teknik invigorasi benih dengan penyerapan air secara tidak terkontrol yang penerapannya lebih mudah dan praktis dibandingkan dengan matriconditioning. Penyerapan air secara tidak terkontrol menyebabkan hidrasi benih berjalan sangat cepat. Hal ini dapat diketahui dari kadar air benih perlakuan priming yang meningkat hingga 5 kali lipat dibandingkan kontrol dalam waktu dua jam perendaman. Tabel pengaruh faktor tunggal lot benih dan perlakuan invigorasi terhadap kadar air benih pada uji di laboratorium dapat dilihat pada Lampiran 8. Kadar air terendah dicapai oleh lot benih dengan viabilitas awal tinggi (V3) yang berbeda nyata dengan viabilitas awal benih rendah (V1 dan V2). Hasil ini menunjukkan bahwa lot benih dengan viabilitas awal tinggi mampu menahan laju air yang masuk ke dalam kulit benih dibandingkan dengan benih yang memiliki viabilitas awal rendah. Proses awal terjadinya imbibisi benih adalah melalui kulit benih. Bewley dan Black (1986) membagi proses imbibisi menjadi tiga fase, yaitu fase pertama yang ditunjukkan dengan pengambilan air yang cepat, fase kedua yang ditunjukkan dengan pembengkakkan setelah air mencapai bagian yang lebih dalam sampai radikula muncul dan fase ketiga ditunjukkan dengan pengambilan air di bagian-bagian kulit benih yang lembab. Pada fase kedua boleh dikatakan pengambilan air hampir tidak ada. Sedikit berbeda dengan pernyataan Bewley dan Black, Suriyong et al. (2002) juga melakukan penelitian tentang efek perlakuan pra-tanam terhadap imbibisi lima benih kedelai lokal Thailand. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pada benih kedelai proses imbibisi dibagi menjadi tiga tahap. Pada lima jam pertama, benih akan menyerap air dengan cepat dikarenakan perbedaan potensial air pada benih dan air. Pada tahap kedua, penyerapan air agak sedikit meningkat pada lima hingga sepuluh jam perendaman. Pada tahap ketiga, laju imbibisi mulai menurun dan benih yang terendam mulai stabil pada 12 jam perendaman (Gambar 3). Beberapa faktor yang mempengaruhi penyerapan air
40 pada benih kedelai diantaranya ketebalan kulit dan kandungan protein pada kotiledon. Bobot (g) 9 8.5 8 7.5 7 6.5 6 5.5 5 4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0
Varietas kedelai
0:00
1:30
3:00
4:30
6:00
7:30
9:00
10:30
12:00
Waktu (jam) Sumber: Suriyong et al. (2002) Gambar 3. Grafik imbibisi benih kedelai Koizumi et al. (2008) mempelajari peranan protektif kulit benih ketika imbibisi terjadi menggunakan Micro magnetic Resonance Imaging (MRI) dan mendapati bahwa kulit benih (testa) yang utuh, membantu mengatur penggabungan air ke dalam radikula, hipokotil dan kotiledon melalui lapisan dalam kulit benih sehingga berperan mencegah hancurnya jaringan benih pada awal imbibisi. Pada penelitian ini, diduga lot benih V3 memiliki kulit benih yang lebih kompak dan tebal sehingga laju imbibisi berjalan lebih lambat. Oleh karena itu, kandungan air yang terdapat dalam benih juga lebih rendah dibandingkan dengan lot benih V1 dan V2. Methylobacterium spp. yang diaplikasikan diharapkan sudah bekerja sejak saat benih diinokulasikan dengan cara perendaman. Amelia (2002) melaporkan kolonisasi awal bakteri mempunyai peranan penting bagi fisiologi tanaman. Kolonisasi awal bakteri diharapkan dapat meningkatkan kemampuan sintas (bertahan hidup) bakteri. Madigan et al. (1997) melaporkan kemampuan sintas bakteri berkaitan dengan adanya kompetisi antar mikroorganisme dalam penguasaan tempat hidup atau memperebutkan nutrisi, antibiosis dan predasi. Hasil
penelitian
Goni
(2010)
menunjukkan
bahwa
aplikasi
Methylobacterium spp. strain TD-J7 + TD-TPB3 dengan cara merendam benih
41 dan penyemprotan pada bibit setiap 2 minggu dapat meningkatkan tinggi bibit cabai sebesar 5.1 cm daripada perlakuan perendaman benih. Danial (2011) juga melaporkan bahwa benih kedelai yang direndam dan diberi penyemprotan isolat pada 10 hst dan 20 hst secara nyata meningkatkan tinggi tanaman sebesar 4.03 cm dibandingkan dengan benih yang hanya direndam saja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi Methylobacterium spp tidak cukup hanya dengan perendaman benih saja namun perlu dilakukan penyemprotan secara rutin pada tanaman. Pada penelitian kali ini, penggunaan isolat Methylobacterium spp. diaplikasikan hanya dengan teknik perendaman tanpa dilanjutkan penyemprotan. Harapannya, bakteri tersebut akan sedini mungkin terbawa di kotiledon kemudian meluas masuk ke jaringan tanaman dan terus terbawa hingga perkembangan tanaman sehingga dapat mendominasi filosfer daun dan memberikan pengaruh yang menguntungkan pada tanaman inang. Pada kenyataannya, hasil penelitian ini secara umum menunjukkan bahwa perlakuan invigorasi dengan teknik perendaman selama 2 jam menggunakan aerator tidak memberikan respon yang lebih baik pada pertumbuhan tanaman kedelai.
Percobaan II: Aplikasi Methylobacterium spp untuk mempertahankan daya simpan benih kedelai dengan teknik coating pada berbagai periode simpan Rekapitulasi analisis keragaman periode simpan dan formula coating serta interaksinya terhadap beberapa variabel pengamatan pada benih kedelai dapat dilihat pada Lampiran 9. Hasil analisis ragam menunjukkan terdapat interaksi yang sangat nyata antara periode simpan dengan formula coating pada variabel pengamatan kecepatan tumbuh dan indeks vigor. Hal ini menunjukkan bahwa diantara sebelas formula coating dan enam periode simpan yang diuji, responnya untuk variabel pengamatan kecepatan tumbuh dan indeks vigor tidak sama. Faktor tunggal periode simpan dan formula coating berpengaruh terhadap daya berkecambah, sedangkan variabel berat kering kecambah normal hanya dipengaruhi oleh faktor periode simpan. Pengaruh faktor tunggal periode simpan dan formula coating terhadap kadar air benih kedelai dapat dilihat pada Lampiran 10. Rata-rata kadar air benih kedelai
42 hingga periode simpan 6 bulan masih baik, yaitu dibawah 12 %. Hal ini menunjukkan bahwa pengemasan benih kedelai dalam plastik mampu menahan uap air dari udara. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Hasbianto (2012) yang menyatakan bahwa penggunaan kemasan plastik PP dapat mempertahankan kadar air benih kedelai pada tingkat aman hingga akhir periode simpan (4 bulan). Kadar air benih kedelai pada penyimpanan 6 bulan secara statistik masih sama dengan kadar air ketika awal disimpan (0 bulan), kecuali pada bulan ke-2. Hal ini diduga dikarenakan fluktuasi suhu dan RH ruang simpan. Penyimpanan dilakukan dalam suhu kamar sehingga suhu dan RH menjadi tidak terkontrol. Pada pengamatan suhu dan RH bulan ke-2 terjadi peningkatan suhu harian dari 25.5 0C menjadi 31.3 0C. Sedangkan RH ruangan berkisar antara 72-83 %. Menurut Justice dan Bass (2002) benih bersifat higroskopis, artinya benih akan selalu mengadakan keseimbangan kadar air dengan udara di sekitarnya, keseimbangan tersebut akan tercapai jika tidak ada lagi uap air yang bergerak dari udara ke dalam benih atau sebaliknya dari benih ke udara. Daya Berkecambah (DB) Secara umum pada Tabel 16 diketahui rata-rata sejalan dengan lamanya periode simpan, DB benih kedelai mengalami penurunan. Daya berkecambah benih rata-rata berkisar antara 83.8 - 90.6 %. Persentase DB yang beragam di setiap bulannya diduga disebabkan fluktuasi suhu dan RH ruang simpan. Rata-rata suhu harian selama 6 bulan periode simpan berkisar antara 25.5 – 32.5 0C, sedangkan kelembaban ruang simpan berkisar antara 54 – 87 %. Pada penelitian ini, diduga fluktuasi suhu dan RH menyebabkan terjadinya peningkatan respirasi benih sehingga mendorong terjadinya serangan cendawan. Selain itu, rata-rata peningkatan jumlah kecambah abnormal terjadi pada bulan ke-3 kemudian kembali menurun pada bulan ke-4. Menurut Alencar dan Faroni (2011) pada penyimpanan
benih
kedelai,
faktor
suhu
tidak
hanya
berakibat
pada
perkembangan cendawan tetapi juga dapat mendorong perubahan kimia dalam benih. Copeland dan McDonald (2001) menyatakan bahwa proses mundurnya
43 mutu fisiologis benih terjadi secara berangsur-angsur dan kumulatif akibat perubahan fisiologis dan biokimia benih. Daya berkecambah benih yang telah dicoating nyata lebih tinggi dibandingkan dengan benih yang tidak dicoating hingga periode simpan 6 bulan pada suhu kamar. Formula coating arabic gum, arabic gum + tokoferol 800 ppm, arabic gum + TD-TM1, arabic gum + TD-TM3, arabic gum + TD-TPB3 dan formula arabic gum + TD-TPB3 + TD-TM1 memiliki nilai DB yang berbeda nyata dengan kontrol. Benih yang diberi perlakuan coating pada periode simpan 6 bulan memiliki DB diatas 80 % dibandingkan kontrol, kecuali pada benih yang diberi perlakuan TD-TPB 3 + TD-TM1 + arabic gum + gambut dan TD-TPB3 + TD-TM3 + arabic gum + gambut. Daya berkecambah tersebut masih memenuhi SNI benih bersertifikat karena kemampuan daya berkecambahnya diatas 80 % (BSN 2003). Hasil ini sejalan dengan penelitian Sari (2009), benih kacang panjang yang diberi perlakuan arabic gum + Methylobacterium TD-L2 hingga periode simpan 12 minggu dapat meningkatkan DB 6.7 % dibandingkan tanpa perlakuan coating. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan coating dengan arabic gum mampu mempertahankan struktur dan permeabilitas membran benih dari kerusakan dan kebocoran metabolit akibat radikal bebas yang terbentuk selama penyimpanan, sehingga dapat menekan laju kemunduran benih. Benih yang diberi perlakuan gambut, pada saat pengamatan banyak terserang cendawan sehingga menyebabkan benih busuk. Walaupun gambut yang diberikan sudah steril, namun karena kadar air (KA) benih yang diberi perlakuan penambahan gambut hingga enam bulan periode simpan lebih tinggi (10.1-10.8%) dibandingkan kontrol (9.6%) dan perlakuan lain (9.4-9.9%) sehingga diduga dapat menstimulus pertumbuhan cendawan. Pada saat proses pengeringan, benih yang diberi tambahan gambut tidak ikut dimasukkan ke dalam airdryer seperti pada perlakuan yang lain. Hal ini dikarenakan penggunaan airdryer pada benih yang diberi penambahan gambut dikhawatirkan akan ikut terhempas ketika mesin tersebut dinyalakan, sehingga pengeringan pada benih tersebut dilakukan dengan penjemuran secara alami ditempat yang teduh dan tidak terkena sinar matahari langsung selama 2 hari.
44
Arabic gum
95.0
92.3
95.0
88.0
92.0
88.3
83.3
90.6 a
Tokoferol 800 ppm + Arabic gum
97.7
90.3
89.3
90.0
90.0
84.7
85.7
89.7 ab
TD-TM1 + Arabic gum
94.3
92.0
89.7
87.7
89.0
90.0
86.7
89.9 a
TD-TM3 + Arabic gum
93.3
92.0
89.3
88.3
90.3
87.7
83.0
89.1 ab
TD-TPB3 + Arabic gum
94.0
90.3
89.3
85.3
91.0
84.7
86.0
88.7 ab
TD-TPB3 + TD-TM1 + Arabic gum
91.3
92.3
94.7
86.7
83.3
87.7
86.0
88.9 ab
TD-TPB3 + TD-TM3 + Arabic gum
93.7
89.7
87.3
88.0
87.3
82.3
81.3
87.1 bc
Arabic gum + Gambut
94.3
88.7
84.0
84.3
82.3
73.7
80.7
84.0 d
TD-TPB3 + TD-TM1 + Arabic gum + Gambut
93.0
88.7
83.7
84.3
87.0
83.0
79.7
85.6 cd
TD-TPB3 + TD-TM3 + Arabic gum + Gambut
95.0
89.7
87.7
80.0
84.3
86.7
78.3
85.6 cd
Rata-rata 93.8 a 90.5 b 87.7 c 86.2 cd 87.4 c 84.6 de 82.7 e Ket: Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%
44
Tabel 16 Pengaruh faktor tunggal periode simpan dan formula coating terhadap daya berkecambah Periode Simpan (bulan) Formula Coating 0 1 2 3 4 5 6 Rata-rata …….………………….Daya Berkecambah (%)……………………………. Tanpa coating 91.0 89.7 74.7 85.3 84.7 81.7 79.3 83.8 d
45 Bobot Kering Kecambah Normal (BKKN) Berdasarkan data pada Tabel 17 diketahui bahwa BKKN kedelai dipengaruhi oleh periode simpan. Perlakuan coating tidak terlihat pengaruhnya terhadap BKKN. Secara umum, semakin lama benih disimpan akan mengurangi bobot kering kecambah normalnya. Hingga akhir penyimpanan (6 bulan) terjadi penurunan BKKN sebesar 0.98 g dibandingkan dengan awal penyimpanan (dari 3.4 g menjadi 2.5 g). Hal ini diduga disebabkan bobot kering kecambah dipengaruhi oleh ketersediaan cadangan makanan dan aktivitas metabolisme yang berlangsung di dalam benih. Bobot kering kecambah normal menggambarkan viabilitas potensial benih yang ditanam pada kondisi optimum. Menurut Sadjad et al. (1999), BKKN dapat dijadikan tolok ukur bahan cadangan makanan yang ada dalam benih. Bobot kering kecambah akan mencerminkan kondisi fisiologis benih. Benih dengan mutu fisiologis tinggi, vigor tinggi akan menghasilkan kecambah dengan bobot kering tinggi pula. Oleh karena itu, perbedaan kondisi fisiologis benih akan menghasilkan perbedaan bobot kering kecambah. Kecepatan Tumbuh (KCT) Kecepatan tumbuh benih pada periode simpan 0 bulan masih baik, yaitu berkisar antara 30 - 32 % (Tabel 17). Pada periode penyimpanan 1 bulan telah terjadi penurunan kecepatan tumbuh benih pada semua formula coating, yang berbeda sangat nyata dibandingkan saat 0 bulan. Kecepatan tumbuh benih yang paling menurun adalah formula coating arabic gum + TD-TPB3 Memasuki periode simpan 2 bulan, secara umum dapat diketahui bahwa semua perlakuan coating mampu mempertahankan kecepatan tumbuh lebih tinggi dibandingkan kontrol. Selisih rata-rata nilai kecepatan tumbuh benih perlakuan coating sebesar 2.3 - 6.6 % etmal-1 dibandingkan dengan kontrol. Pada periode simpan 2 bulan formula coating tokoferol 800 ppm+arabic gum mampu mempertahankan kecepatan tumbuhnya sama seperti periode 1 bulan. Kecepatan tumbuh formula arabic gum + TD-TPB3 mengalami kenaikan sebesar 1.2 % etmal-1 dibandingkan pada periode 1 bulan.
46
Arabic gum
3.6
3.5
3.1
3.1
3.1
2.9
2.5
Tokoferol 800 ppm + Arabic gum
3.5
3.1
3.4
2.8
3.2
2.7
2.6
TD-TM1 + Arabic gum
3.5
3.3
3.1
2.6
3.1
2.8
2.6
TD-TM3 + Arabic gum
3.4
3.4
3.2
3.0
3.1
2.8
2.4
TD-TPB3 + Arabic gum
3.5
3.0
3.0
3.1
3.1
2.8
2.6
TD-TPB3 + TD-TM1 + Arabic gum
3.6
3.3
3.2
2.8
2.9
2.6
2.6
TD-TPB3 + TD-TM3 + Arabic gum
3.3
3.2
3.2
3.1
3.2
2.7
2.6
Arabic gum + Gambut
3.4
3.5
3.4
2.9
3.2
2.4
2.2
TD-TPB3 + TD-TM1 + Arabic gum + Gambut
3.3
3.4
3.4
2.9
2.7
2.9
2.4
TD-TPB3 + TD-TM3 + Arabic gum + Gambut
3.4
3.7
3.3
2.7
2.7
2.9
2.1
Rata-rata 3.4 a 3.3 ab 3.2 b 2.9 d 3.0 c 2.7 e Ket: Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%
2.5 f
46
Tabel 17 Pengaruh faktor tunggal periode simpan terhadap bobot kering kecambah normal kedelai Periode Simpan (bulan) Formula Coating 0 1 2 3 4 5 6 …..…………………Bobot Kering Kecambah Normal (g)…………… Tanpa coating 3.4 3.5 3.0 2.8 3.2 2.4 2.3
47 Secara umum, pada periode simpan enam bulan, formula Arabic Gum, arabic gum + tokoferol, arabic gum + TD-TM3 dan arabic gum + TD-TPB3 dapat mempertahankan kecepatan tumbuh nyata lebih tinggi dibandingkan kontrol. Peningkatan kecepatan tumbuh perlakuan tersebut berkisar antara 3.2 4.1 %. Hasil ini menunjukkan formula coating yang digunakan sesuai untuk benih kedelai, karena terbukti dapat melindungi benih dari lingkungan mikro yang kurang menguntungkan tetapi juga tidak meracuni dan menghambat benih untuk berkecambah normal. Indeks Vigor (IV) Benih kedelai yang diberi perlakuan coating maupun kontrol memiliki vigor yang beragam selama 6 bulan periode simpan (Tabel 19). Perbedaan vigor benih antara yang di coating dengan kontrol mulai terlihat pada periode simpan 2 bulan. Benih yang di coating memiliki performa yang lebih baik dibandingkan kontrol. Selisih nilai indeks vigor benih kontrol dengan yang di coating berkisar antara 3 - 21%. Secara umum hingga periode simpan enam bulan, benih yang diberi perlakuan formula coating tanpa penambahan gambut dan kontrol (tanpa coating) memiliki nilai indeks vigor yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang diberi gambut. Benih yang diberi perlakuan gambut banyak yang terserang cendawan. Pemberian gambut bertujuan untuk mendukung pertumbuhan bakteri karena mengandung bahan organik yang sangat tinggi (Vijarnsonn 1996). Walaupun gambut yang digunakan sudah steril, namun karena KA benih yang diberi perlakuan penambahan gambut hingga enam bulan periode simpan lebih tinggi (10.1 - 10.8 %) dibandingkan kontrol (9.6 %) dan perlakuan lain (9.4 - 9.9 %) sehingga menstimulus pertumbuhan cendawan. Benih yang telah terserang cendawan, kemudian menyerang benih lain. Walaupun pada saat pengamatan benih yang terserang cendawan sudah disingkirkan, namun cendawan tersebut dapat juga menyebar melalui substrat media perkecambahan. Hal tersebut, menyebabkan semakin banyak benih yang terkena serangan cendawan sehingga berakumulasi pada rendahnya nilai indeks vigor.
48 48
Tabel 18 Pengaruh interaksi periode simpan dan formula coating terhadap kecepatan tumbuh benih kedelai Periode Simpan (bulan) Formula Coating 0 1 2 3 4
5
6
...…………………………Kecepatan Tumbuh (% etmal-1)……………….…………. Tanpa coating
30.6 a
25.3 b-i
20.8 n-p
23.4 g-n
26.5 b-e
20.2 o-p
21.3 m-p
Arabic gum
32.4 a
26.6 b-e
27.3 bc
25.0 b-j
26.4 b-f
25.2 b-i
25.0 b-j
Tokoferol 800 ppm + Arabic gum
32.5 a
25.6 b-i
25.2 b-i
24.4 c-l
27.6 b
23.5 f-n
24.5 c-l
TD-TM1 + Arabic gum
31.6 a
26.1 b-g
25.0 b-j
22.9 i-o
25.1 b-i
27.1 bc
23.8 e-m
TD-TM3 + Arabic gum
31.4 a
25.3 b-i
24.9 b-j
25.5 b-i
24.0 d-m
25.6 b-i
25.4 b-i
TD-TPB3 + Arabic gum
32.5 a
24.3 c-l
25.5 b-i
24.4 c-l
25.3 b-i
23.1 i-n
24.8 b-k
TD-TPB3 + TD-TM1 + Arabic gum
31.0 a
26.2 b-g
27.1 bc
24.7 b-k
24.3 c-l
25.7 b-h
23.5 f-n
TD-TPB3 + TD-TM3 + Arabic gum
31.8 a
24.7 b-k
24.8 b-j
23.7 e-m
26.5 b-e
24.4 c-l
23.7 e-m
Arabic gum + Gambut
31.3 a
25.8 b-h
23.0 i-o
22.7 i-p
27.3 b-c
20.0 p
21.2 m-p
TD-TPB3 + TD-TM1 + Arabic gum + Gambut
31.1 a
26.9 b-d
23.1 i-n
21.2 m-p
23.2 i-n
20.7 n-p
21.8 l-p
TD-TPB3 + TD-TM3 + Arabic gum + Gambut
31.4 a
25.4 b-i
23.4 f-n
21.4 m-p
23.3 i-n
21.7 l-p
22.1 j-p
Ket: Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%
49
Tabel 19 Pengaruh interaksi periode simpan dan formula coating terhadap indeks vigor benih kedelai
Tanpa coating
Periode Simpan (bulan) 0 1 2 3 4 5 6 ……………………………….Indeks Vigor (%)……………..…………………….. 61.0 a-i 52.7 a-n 31.3 l-t 49.0 a-q 64.7 a-e 27.3 o-t 40.7 e-s
Arabic gum
62.3 a-g
41.0 e-s
50.3 a-q
49.3 a-q
70.0 ab
57.7 a-j
58.0 a-j
Tokoferol 800 ppm + Arabic gum
60.3 a-i
60.7 a-i
41.7 e-s
58.0 a-j
72.0 a
38.3 f-s
51.0 a-q
TD-TM1 + Arabic gum
65.3 a-e
51.3 a-q
37.3 h-s
48.7 a-q
59.7 a-i
69.7 a-c
37.0 i-s
TD-TM3 + Arabic gum
63.0 a-f
51.7 a-p
37.0 i-s
61.3 a-i
65.3 a-e
53.7 a-m
52.0 a-o
TD-TPB3 + Arabic gum
61.0 a-i
58.3 a-j
47.7 a-q
45.0 c-q
67.0 a-d
30.3 m-t
47.0 b-q
TD-TPB3 + TD-TM1 + Arabic gum
55.3 a-l
48.3 a-q
48.3 a-q
45.0 c-q
60.3 a-i
43.0 d-s
44.0 d-r
TD-TPB3 + TD-TM3 + Arabic gum
62.0 a-h
53.0 a-n
41.3 e-s
48.0 a-q
67.3 a-d
38.0 g-s
49.7 a-q
Arabic gum + Gambut
54.0 a-m
47.7 a-q
32.0 k-t
41.3 e-s
60.3 a-i
13.0 t
28.7 n-t
TD-TPB3 + TD-TM1 + Arabic gum + Gambut
56.3 a-k
47.3 a-q
34.3 j-t
26.7 r-t
45.3 b-q
20.3 r-t
19.7 s-t
TD-TPB3 + TD-TM3 + Arabic gum + Gambut
49.3 a-q
34.0 j-t
27.0 r-t
27.0 r-t
46.3 b-q
49.3 a-q
27.0 r-t
Formula Coating
Ket: Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%
49
50 Jika ditelaah berdasarkan peubah vigor seperti DB (Tabel 16) dan KCT (Tabel 18) dapat diketahui bahwa formula arabic gum, arabic gum + tokoferol 800 ppm, arabic gum + TD-TM3 dan arabic gum + TD-TPB3 dapat mempertahankan KCT dan DB benih nyata lebih tinggi dibandingkan kontrol sampai periode simpan enam bulan. Berdasarkan peubah nilai IV (Tabel 19), formula arabic gum, arabic gum + tokoferol 800 ppm dan arabic gum + TD-TM3 dapat mempertahankan nilai IV secara konsisten lebih tinggi dibandingkan kontrol sampai enam bulan periode simpan, walaupun tidak berbeda nyata. Nilai IV yang beragam dikarenakan pada saat pengamatan banyak kecambah yang belum normal pada saat pengamatan hitungan pertama. Berdasarkan hasil pengamatan, kecambah yang belum normal pada hitungan pertama memiliki kecenderungan untuk menjadi kecambah abnormal pada hitungan kedua (DB). Menurut BPMBTPH (2005) penyebab abnormalitas pada benih dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantara yaitu: (1) pelukaan mekanis pada embrio, (2) kerusakan embrio akibat pemanasan, (3) kerusakan embrio akibat bahan kimia, (4) defisiensi fisiologis benih atau embrio, (5) infeksi primer dan penyakit pada kecambah, (6) penyebab yang tidak diketahui. Fluktuasi nilai IV pada setiap periode simpan diduga disebabkan fluktuasi suhu dan RH ruang simpan. Rata-rata suhu harian selama 6 bulan periode simpan berkisar antara 25.5 – 32.5 0C, sedangkan kelembaban ruang simpan berkisar antara 54 – 87 %. Pada penelitian ini, diduga fluktuasi suhu dan RH menyebabkan terjadinya peningkatan respirasi benih sehingga mendorong terjadinya serangan cendawan hingga akhirnya dapat menyebabkan benih yang abnormal. Menurut Alencar dan Faroni (2011) pada penyimpanan benih kedelai, faktor suhu tidak hanya berakibat pada perkembangan cendawan tetapi juga dapat mendorong perubahan kimia dalam benih. Viabilitas Methylobacterium spp. Keberlangsungan hidup Methylobacterium spp. setelah benih disimpan penting diketahui untuk menduga keefektivan formula coating yang telah ditambahkan bakteri. Berdasarkan Tabel 20 diketahui bahwa Methylobacterium spp. masih tetap hidup sampai 6 bulan periode simpan. Jumlah koloni
51 Methylobacterium spp. hingga periode simpan 1 bulan masih cukup tinggi berkisar 3.25 x 103 sampai 1.18 x 107 cfu g-1 benih. Hingga periode simpan benih 6 bulan, jumlah populasi bakteri Methylobacterium spp. mengalami penurunan sehingga jumlahnya berkisar antara 1 x 101 sampai 1.14 x 102 cfu g-1 benih. Nilai
0
(nol)
Methylobacterium
pada
Tabel
20
menunjukkan
tidak
ada
koloni
spp yang terdeteksi pada saat pengamatan menggunakan
metode TPC (Total Plate Count) pada periode simpan 0 dan 1 bulan sehingga pengamatan terhadap benih yang tidak diberi perlakuan Methylobacterium spp hanya dilakukan sampai periode simpan 1 bulan. Pada periode simpan 1 bulan terdeteksi bakteri lain pada kontrol di media selektif
AMS.
Bakteri
tersebut
berwarna
putih,
sedangkan
bakteri
Methylobacterium spp. yang terdeteksi pada coating benih yang diberi perlakuan berwarna merah muda hingga merah terang. Perbedaan bakteri yang terdeteksi pada kontrol dan yang diberi perlakuan dapat dilihat pada Gambar 4.
a. Kontrol
b.
TD-TPB 3 + TD-TM-3 + Arabic gum
Gambar 4 Koloni bakteri yang terdapat dicoating benih kedelai pada periode simpan 1 bulan Holland et al. (1996) menyarankan konsentrasi bakteri 105 – 1010 cfu ml-1 sebagai jumlah yang cukup efektif untuk meningkatkan daya berkecambah dalam teknologi coating benih, tetapi nilai optimum pada beberapa benih dan jenis bakteri dapat ditentukan berdasarkan pengalaman. Artinya, pada benih tertentu dan jenis isolat tertentu keefektifan jumlah sel bakteri dapat berbeda disesuaikan dengan pengalaman penelitian yang telah dilakukan.
52 52
Tabel 20 Rata-rata jumlah Methylobacterium spp. yang hidup pada benih yang dicoating Formula Coating
Periode Simpan (bulan) 1
2
3
4
5
6
……………………………..…..… Cfu g-1 benih…………………………………. Tanpa coating
0
-
-
-
-
-
Arabic gum
0
-
-
-
-
-
Tokoferol 800 ppm + Arabic gum
0
-
-
-
-
-
TD-TM1 + Arabic gum
5.00 x 103
6.77 x 102
4.08 x 102
7.18 x 102
4.75 x 101
1.00 x 101
TD-TM3 + Arabic gum
3.25 x 103
1.27 x 103
5.50 x 101
5.75 x 101
4.63 x 101
2.25 x 101
TD-TPB3 + Arabic gum
1.05 x 104
2.59 x 103
1.19 x 103
7.25 x 102
1.51 x 102
1.14 x 102
TD-TPB3 + TD-TM1 + Arabic gum
1.18 x 107
8.13 x 103
4.55 x 102
3.09 x 102
8.88 x 101
5.63 x 101
TD-TPB3 + TD-TM3 + Arabic gum
2.47 x 104 0
2.66 x 103 -
1.21 x 103 -
5.10 x 103 -
2.94 x 102 -
6.75 x 101 -
TD-TPB3 + TD-TM1 + Arabic gum + Gambut
3.00 x 103
4.83 x 102
2.60 x 102
4.58 x 102
3.25 x 102
7.75 x 101
TD-TPB3 + TD-TM3 + Arabic gum + Gambut
2.23 x 104
2.04 x 103
6.75 x 102
3.18 x 102
5.38 x 101
1.75 x 101
Arabic gum + Gambut
Ket: Jumlah populasi awal kultur Methylobacterium spp. saat dicampur bahan coating TD-TM1 (2.90 x 106 cfu g-1 benih), TD-TM3 (5.00 x 104 cfu g-1 benih), TD-TPB3 (1.80 x 107 cfu g-1 benih)
tanda - : tidak diamati
53
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1.
Perlakuan invigorasi, terbukti efektif untuk meningkatkan indeks vigor Argomulyo yang memiliki kisaran vigor awal 28.7-42.3 %. Kenaikan indeks vigor rata-rata sebesar 8.9-20.6 % dibandingkan kontrol, sedangkan rata-rata kenaikan panjang hipokotil antara 1.5-2.5 cm dibandingkan kontrol. Hasil perlakuan invigorasi yang ditanam di rumah kaca tidak menghasilkan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan kontrol.
2.
Formula coating arabic gum, arabic gum + tokoferol 800 ppm, arabic gum + TD-TM3
dan
arabic
gum
+
TD-TPB3
secara
konsisten
dapat
mempertahankan viabilitas benih sampai dengan periode simpan 6 bulan yang nyata lebih tinggi dibandingkan kontrol berdasarkan kecepatan tumbuh (KCT) dan daya berkecambah (DB) serta memiliki nilai vigor (IV) yang tidak berbeda nyata dengan kontrol. Formula coating dengan gambut menghasilkan DB yang rendah (78.3-80.7 %), sedangkan formula coating dengan Methylobacterium spp menghasilkan DB yang lebih tinggi (81.3-86.7 %) dibandingkan dengan tanpa coating (79.3 %) setelah disimpan sampai 6 bulan. 3.
Methylobacterium spp. tetap hidup dalam coating benih sampai periode simpan 6 bulan. Jumlah koloni berkurang dari 5.00 x 104 - 1.80 x 107 cfu g-1 benih menjadi 1 x 101 - 1.14 x 102 cfu g-1 benih setelah 6 bulan periode simpan. Saran Teknik coating dengan arabic gum dan Methylobacterium spp. sangat
prospektif untuk diterapkan pada penyimpanan benih kedelai dalam suhu kamar karena Methylobacterium spp. tetap hidup dalam coating benih sampai periode simpan 6 bulan dengan jumlah berkisar antara 1 x 101 - 1.14 x 102 cfu g-1 benih.
54
55
DAFTAR PUSTAKA Abanda-Nkpwatt D, Müsch M, Tschiersch J, Boettner M, Schwab W. 2006. Molecular interaction between Methylobacterium extorquens and seedling: growth promotion, methanol consumption, and localization of the methanol emission site. J Exp Bot 57(15): 4025-4032. Afifah N. 2009. Penggunaan Methylobacterium spp. untuk invigorasi benih cabai rawit (Capsicum frutescens L.) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Alencar ERD, Faroni LRD. 2011. Storage of soybeans and its effects on quality of soybean sub-products. Di dalam: Krezhova D, editor. Recent Trends for Enhancing the Diversity and Quality of Soybean Products. http://www.intechopen.com/books/recent-trends-for-enhancing-thediversity-and-quality-of-soybeanproducts/storage-of-soybeans-and-itseffects-on-quality-of-soybean-sub-products. Pp: 47-66 [14 Februari 2013]. Akhwan IAS, Sulistyaningsih E, Widada J. 2012. Peran JMA dan bakteri penghasil acc deaminase terhadap pertumbuhan dan hasil bawang merah pada cekaman salinitas. Vegetalika 1 (2): 139-152. Amelia R. 2002. Pengaruh inokulasi isolat bakteri pink pigmented facultative methylotroph terhadap pertumbuhan jagung dan kedelai. [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Ardiansyah. 2007. Antioksidan dan Peranannya Bagi Kesehatan, http://islamicspace. wordpress. com/2007/01/24/antioksidan-danperanannya -bagi-kesehatan/>.[31 Maret 2011]. Armstrong H, McDonald MB. 1992. Effect of osmoconditioning on water uptake and electrical conductivity in soybean seed. Seed Science and Technology 20: 391-400. [BALITKABI] Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. 2008. Deskripsi Varietas Unggul Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian. Puslitbangtan, Bogor. [BALITKABI] Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. 2012. Teknologi Produksi Kedelai untuk Lahan Sawah, Lahan Kering Masam, dan Lahan Pasang Surut Tipe C dan D. http://balitkabi.litbang.deptan.go.id/id/teknologi-produksi-kabi. [12 April 2012]. [BPMBTPH] Balai Pengembangan Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura. 2005. Evaluasi Kecambah Pengujian Daya Berkecambah. Jakarta: Dirjen Tanaman Pangan, Direktorat Perbenihan. 228 p.
56 [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2003. SNI 01-6234.1-2003 Benih kedelai – Bagian 1: kelas benih penjenis (BS). SNI. Bessile DV, Basile MR, Li QY, Corpe WA. 1985. Vitamin B12 stimulated growth and development of Jungermannia lelantha grolle and Gymnocolea inflate (Huds) Dum (Hepaticae). The Biologist 88 (2): 77-81. Bewley JD, Black M. 1986. Seeds Phisiology of Development and Germination. Second Printing. New York: Plenum Press. 367 p. Budzikiewicz H. 2001. Siderophore-antibiotic conjugates used as Trojan horses against Pseudomonas aeruginosa. Current Topics in Medicinal Chemystry 1: 73-92. Copeland LO, Mc Donald MB. 2001. Principle of Seed Science and Technology. New York: Chapman and Hall. 408p. Chistoserdova L, Chen SW, Lapidus A, Lidstrom ME. 2003. Methylotrophy in Methylobacterium extorquens AM1 from a genomic point of view. Journal Bacteriol. 185(10): 2980–2987. Danial D. 2011. Pengaruh aplikasi Methylobacterium spp. terhadap peningkatan vigor dan produksi tanaman kedelai [tesis]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Desai BB, Kotecha PM, Salunkhe K. 1997. Seed Handbook. New York: Marcel Dekker, Inc. 627p. Dey R, Pal KK, Bhatt DM, Chauhan SM. 2004. Growth promotion and yield enhancement of peanut (Arachis hypogaea L.) by application of plant growth-promoting rhizobacteria. Microbiological Research 159: 371-389. Fennema OR. 1996. Gum Arabic. http://food.oregonstate.edu/html [20 Maret 2010]. Fitriani D. 2008. Penggunaan Methylobacterium spp. untuk invigorasi benih padi (Oryza sativa L.) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Glick BR, Patten CL, Holguin G, Penrose DM. 1999. Biochemical and Genetic Mechanisms Used by Plant Growth Promoting Bacteria. London: Imperial college press. Goni. 2010. Pengaruh aplikasi Methylobacterium spp. terhadap vigor benih dan bibit cabai besar (Capsicum annum L.) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
57 Green PN. 1992. The genus Methylobacterium. Di dalam: Ballows A, Truper HG, Dworkin M, Harder W, Schleifer KH, editor. The Prokaryotes. New York: Springer. http://books.google.co.id. [15 Februari 2013]. Hasbianto A. 2012. Pemodelan Penyimpanan Benih Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) pada Sistem Penyimpanan Terbuka [tesis]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. He K, Nukada H, Urakami T, Murphy M. 2003. Antioxidant and prooxidant of pyroloquinoline-quinon (PQQ): implication for its function in biological system. Biochem. Pharmacol. 65:67-74. Heil M, Bostock RM. 2002. Induced Systemic Resistance (ISR) against pathogens in the context of induced plant defences. Ann Bot 89 (5): 503-512. http://aob.oxfordjournals.org/content/89/5/503.full. [15 Februari 2013]. Hughes PE, Tove SB. 1982. Occurrence of α-tocopherolquinone and αtocopherolquinol in microorganism. Journal of Bacteriology 151 (3): 13971402. Holland MA, Salisbury MD, Polacco JC, Columbia MO. 1996. Seeds, coated or impregnated with a PPFM. United States Patent Aplication Publication Pub No. US005512069 A. Holland MA. 1997. Methylobacterium and plants. Recent Res. Devel. In Plant Physiol 1: 207-221 Holland MA, Long RLG, Polacco JC. 2002. Methylobacterium spp: Phylloplane bacteria involved in cross talk with the plant host? Di dalam: Lindow SE, Hecht-Poinar, Elliot VJ, editor. Phyllosphere Microbiology. Minnesota: APS Press. Idris R, Kuffner M, Bodrossy L, Puschenreiter M, Monchy S, Wenzel W, Sessitsch A. 2006. Characterization of Ni-tolerant methylobacteria associated with the hyperaccumating plant Thlaspi goesingense and description of Methylobacterium goesingense sp. Nov. Syst. Appl. Microbiol 29: 634-644. Ilyas S. 1986. Pengaruh Faktor ‘Induced’ dan’ Enforced’ terhadap vigor benih kedelai dan hubungannya dengan produksi per hektar. [tesis]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Ilyas S. 2012. Ilmu dan Teknologi Benih: Teori dan Hasil-Hasil Penelitian. Bogor: IPB Press. 138 p. Ivanova EG, Fedorov DN, Doronina NV dan Trotsenko YA. 2007. Metabolic aspects of methylotrophic bacteria interaction with plants. Di dalam: Book of Abstracts Plant Growth Substances: Intracellular Hormonal Signaling
58 and Applying in Agriculture. 2nd International Symposium; 2007 October 8 12. Kyiv, Ukraine. Justice LO, Bass LN. 2002. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih. Roesli R, penerjemah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 446p. Terjemahan dari Principles and Practice of Seed Storage. Kalyaeva MA, Zakharchenko NS, Doronina NV, Rukavtsova EB, Ivanova EG, Alekseeva VV, Trotsenko YA, Buryanov YI. 2001. Plant growth and morphogenesis in vitro is promoted by associative methylotrophic bacteria. Russian Journal of Plant Physiology 48: 514–517. Kasahara T, Kato T. 2003. Nutritional biochemistry: A new redox-cofactor vitamin for mammals. Nature 422 (6934):832. Klinman JP. 1996. New quinocofactors in eukaryotes. J. Biol. Chem. 271:2718927192. Koizumi M, Kikuchi K, Isobe S, Ishida N, Naito S, Kano H. 2008. Role of seed coat in imbibing soybean seeds observed by micro-magnetic resonance imaging. Annals of botany 102: 343-352. http://aob.oxfordjournals.org [21 September 2010]. Kuswanto H. 2003. Teknologi Pemrosesan, Pengemasan dan Penyimpanan Benih. Jakarta: Kanisius. Kutschera U. 2007. Plant-Associated Methylobacteria Phytosymbionts. Plant signal behav 2 http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2633902 2011].
as Co-Evolved (2): 74-78. [24 Nopember
Lacava PT, Silva-Stenico ME, Araújo WL, Simionato AVC, Carrilho E, Tsai SM, Azevedo JL. 2008. Detection of siderophores in endophytic bacteria Methylobacterium spp. associated with Xylella fastidiosa subsp. pauca. Pesq. Agropec. Bras 43 (4): 521-528. Lemus JO, Lucas IH, Girard L, Mellado JC. 2009. ACC (1-Aminocyclopropane1-Carboxylate) deaminase activity, a widespread trait in Burkholderia sp., and its growth promoting effect on tomato plants. Appl. And Environ. Microbiol 75(20):6581-6590. Lidstrom ME, Chistoserdova L, Stolyar S, Springer AL. 1998. Genetics and regulation of C1 metabolism in methylotroph. Di dalam: Canters GW, Vijgenboom, editor. Biological Electron Transfer Chains: Genetic, Composition, and Made of Opertation. New York: Kluwer Academic Publisher. p.89-97. http://link.springer.com/chapter/10.1007%2F978-94011-5133-7_7#page-1 [12 Februari 2013].
59 Lidstrom ME, Chistoserdova L. 2002. Plants in the pink: cytokinin production by metylobacterium. Journal of Bacteriologi 184 (7): 1818. http://jb.asm.org/cgi/content/full/184/7/1818?view=full&pmid=11889085. [22 Pebruari 2011]. Madhaiyan M, Poonguzhali S, Senthilkumar M, Seshadri S, Chung H, Yang J, Sundaram S, Sa T. 2004. Growth promotion and induction of systemic resistence in rice cultivar Co-47 (Oryza sativa L.) by Methylobacterium spp. Bot. Bull. Acad. Sin 45: 315-324. http://ejournal.sinica.edu.tw/bbas/content/2004/4/Bot454-07.html [7 Januari 2013]. Madhaiyan M, Reddy BVS, Anandham R, Senthilkumar M, Poonguzhali S, Sundaram SP, Sa T. 2006a. Plant growth–promoting Methylobacterium induces defense responses in groundnut (Arachis hypogaea L.) compared with rot pathogens. http://www.aseanbiotechnology.info/Abstract/21023854.pdf [ 11 Februari 2013]. Madhaiyan M, Poonguzhali S, Ryu JH, Sa T. 2006b. Regulation of ethylene levels in canola (Brassica campertis) by 1- aminocyclopropane-1-carboxylate deaminase contzining Methylobacterium fujisawaense. Planta 224: 268278. Madhaiyan M, Poonguzhali S, Sa T. 2007. Metal tolerating methylotropic bacteria reduces nickel and cadmium toxicity and promotes plant growth of tomato (Lycopersicum esculentum L.). Chesmophere 69(2): 220-228. www.sciencedirect.com/science/article/pii/s0045653507004845. [27 Nopember 2012]. Madigan MT, Martinko JM, Parker J. 1997. Biology of Microorganism. Ed ke-8, New York: Pretince Hall Internasional. Inc. Meenakshi BC. 2008. Performance Of Methylotrophs In Soybean (Glycine max (L.) Merrill) Under Field Conditions. Department of Agricultural Microbiology College of Agriculture, Dharwad University of Agricultural Sciences, Dharwad - 580 005. Meenakshi BC, Savalgi VP. 2009. Effect of co-inoculation of Methylobacterium and B.japonicum on plant growth dry matter content and enzyme activities in soybean. Karnataka J. Agric. Sci 22(2): 334-348. Morris CJ, Bivelle F, Turlin E, Lee E, Ellermann K, Fan WH, Ramamoorthi R, Springer AL, Lindstrom ME 1994. Isolation, phenotypic characterization, and complementation analysis of mutants of Methylobacterium extorquens AM1 unable to synthesize pyrroloquinoline quinone and sequences of pqqD, pqqG, and pqqC. Journal of Bacteriology 176(6):1746-1755.
60 Neilands JB. 1995. Siderophores: structure and fungtional of microbial iron transport compounds. The Journal of Biologycal Chemistry 270 (45): 26723-26726. Omer ZS, Tombolini R, Broberg A, Gerhardson B (2004) Indole-3-acetic acid production by pink-pigmented facultative methylotrophic bacteria. Plant Growth Regul 43:93–96. Pirttilä AM, Laukkanen H, Pospiech H, Myllylä R, Hohtola A. 2000. Detection of intracellular bacteria in the buds of scotch pine (Pinus sylvestris L.) by in situ hybridization. Appl Environ Microbiol 66: 3073-3077. Radha TK, Savalgi VP, Alagawadi AR. 2009. Effect of Metylotrophs on growth and yield of soybean (Gycine max (L.) Merill). Karnataka J. Agric. Sci. 22 (1): 118-121 Rahayu ID. 2010. Vitamin E. http://imbang.staff.umm.ac.id/?tag=tokoferol-alpha [27 Maret 2011]. Riupassa PA. 2003. Kelimpahan dan keragaman genetik bakteri pink pigmented methylotroph dari beberapa daun sayuran lalapan [tesis]. Program Pasca sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 31 hal. Sadikin I. 2009. Pengaruh Methylobacterium spp. terhadap viabilitas benih kakao (Theobroma cacao) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sadjad S, Murniati E, Ilyas S. 1999. Parameter Pegujian Vigor Benih dari Komparatif ke Simulatif. Jakarta: Grasindo. 185 hal. Salisbury FB, Ross C. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid Tiga. DR Lukman Sumaryono, penerjemah; Niksolihin, editor. Bandung: ITB-Press. 343 hal. Terjemahan dari Plant Physiology. Ed ke-4. Saraswati R, Sumarno. 2008. Pemanfaatan mikroba penyubur tanah sebagai komponen teknologi pertanian. Iptek Tanaman Pangan 3 (1): 41-58. Sari PE. 2009. Pengaruh komposisi bahan pelapis dan Methylobacterium spp. terhadap daya simpan benih dan vigor bibit kacang panjang (Vigna sinensis L.) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sattler SE, Gililand LU, Lundback MM, Polard M, Dellapenna D. 2004. Vitamin E is essential for seed longevity and for preventing lipid peroxidation during germination. The Plant Cell 16: 1419-1432. Selvakumar G, Nazim S, Kundu S. 2008. Methylotrophy in bacteria concept and significance. Di Dalam: Saika R, editor. Microbial Biotechnology. India: New India Publishing. 422p. http://books.google.co.id. [11 Februari 2013].
61 Setiawan W. 2005. Pengaruh formula coating dan fungisida terhadap viabilitas benih cabai (Capsicum annum L.) varietas TIT Super [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sitorus S. 2005. Pengaruh Perlakuan Invigorasi terhadap Viabilitas Benih Kacang Hijau (Phaseolus radiatus), Kacang Tanah (Arachis hypogaea) dan Kedelai (Glycine max) pada Beberapa Periode Simpan. [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Suriyong S, Vearasilp S, Pawelzik E, Krittigamas N, Thanapornpoonpong S. 2002. Pre-emergence effect to imbibitions of soybean seeds. Di dalam: Conference an International Agricultural Research for Development. Witzenhausen, October 9-11 2002. Sutariati GAK. 1998. Pengaruh Perlakuan Invigorasi pada Tingkat Vigor Benih yang Berbeda terhadap Perubahan Fisiologis dan Biokomiawi Benih Cabai. [tesis]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sy A, Giraud E, Jourand P, Garcia N, Willems A, De Lajudie P, Prin Y, Neyra M, Gillis M, Boivin-Masson C, Dreyfus B. 2001. Methylotrophic Methylobacterium Bacteria Nodulate and Fix Nitrogen in Symbiosis with Legumes. J. Bacteriol. 183 (1): 214–220. Taylor AG, Allen PS, Bennet MA, Bradford KJ, Burris JS, Misra MK. 1998. Seed Enhancements. Seed Science Research 8: 245-256. Vijarnsonn P. 1996. Peatlands in Souteast Asia: A regional Perspective. Di dalam: E Maltby, CP Immirzi, RJ Safford, editor. Tropical Lowland Peatlands of Southeast Asia. Switzerland: IUCN. 75-92p. Wetherell DF. 1982. Pengantar Propagasi Tanaman Secara In Vitro. Koensoemardiyah S, penerjemah. Semarang: IKIP Semarang. 110 p. Terjemahan dari Introduction to Invitro Propagation. Widajati E, Salma S, Pratiwi E, Kosmiatin M, Rahayu S. 2008. Potensi Metylobacterium spp asal Kalimantan timur untuk meningkatkan mutu benih dan kultur invitro tanaman serta analisis keragamannya. Bogor: Laporan Penelitian LPPM IPB. Widajati E, Salma S, Sari M. Danial D. 2011. Pemanfaatan Isolat Methylobacterium spp untuk Peningkatan Vigor Benih dan Produksi Kedelai dalam Mendukung Swasembada Kedelai di Indonesia. Bogor: Laporan Penelitian LPPM IPB.
62
63 Lampiran 1 Deskripsi kedelai Argomulyo Dilepas tahun Nomor galur Asal
Daya hasil Warna hipokotil Warna bulu Warna bunga Warna kulit biji Warna hilum Tipe tumbuh Umur berbunga Umur saat panen Tinggi tanaman Percabangan Bobot 100 biji Kandungan protein Kandungan minyak Kerebahan Ketahanan thd penyakit Keterangan Pemulia
: 1998 :: Introduksi dari Thailand, oleh PT Nestle Indonesia pada tahun 1988 dengan nama asal Nakhon Sawan 1 : 1.5–2.0 t/ha : Ungu : Coklat : Ungu : Kuning : Putih terang : Determinit : 35 hari : 80–82 hari : 40 cm : 3–4 cabang dari batang utama : 16.0 g : 39.4% : 20.8% : Tahan rebah : Toleran karat daun : Sesuai untuk bahan baku susu kedelai : Rodiah S, C. Ismail, Gatot Sunyoto, dan Sumarno
Lampiran 2 Media AMS dalam 1 liter KH2PO4 Na2H2PO4 H2O (NH4)2SO4 MgSO4 .7H2O CaCl2. 2H2O FeSO4 7H2O Trace elemen Metanol Aquades
1.74 g 1.38 g 0.5 g 0.2 g 0.025 mg 4.8 mg 0.25 μl 1% 1000 ml
Lampiran 3. Trace elemen per 100 ml ZnSO4 .7H2O MnCl2. 4H2O CoCl2. 6H2O CuSO4 .5H2O H3. BO3 Na2MoO4 2H2O
0.05 g 0.4 g 0.001 g 0.0004 g 2g 0.5 g
64 Lampiran 4 Tryptophan L-Tryptophan Aquadest steril
0.5 g 50 ml
Lampiran 5 Proses coating benih kedelai hingga dikemas untuk 6 bulan periode simpan
a. Isolat TD-TPB3 sebelum dicampur dengan arabic gum
c. Formula coating dimasukkan ke dalam mesin seed coater sesuai kebutuhan
e. Mesin seed coater R&D East West Seed Indonesia
b. Isolat TD-TPB3 setelah dicampur dengan arabic gum
d. Benih kedelai + formula coating pada mesin seed coater
f. Benih yang telah dicoating ditempatkan pada kain strimin untuk dikeringkan
65
g. Benih coating setelah dikemas dalam plastik propilen Lampiran 6
h. Benih coating disimpan selama 6 bulan pada suhu kamar
Rekapitulasi analisis keragaman pengaruh lot benih dan perlakuan invigorasi terhadap beberapa variabel pengamatan pada uji di laboratorium
Variabel Pengamatan Kadar Air (%) Kecepatan Tumbuh (%/etmal) Indeks Vigor (%) Daya Berkecambah (%) BKKN (g) Panjang hipokotil (cm) Panjang akar (cm)
Lot benih <.0001** <.0001** 0.0647tn <.0001** <.0001** 0.6455tn 0.0299*
Perlakuan <.0001** 0.6442tn 0.0015** 0.00747tn 0.6037tn <.0001** 0.1364tn
Interaksi 0.8657tn 0.2573tn 0.3275tn 0.8750tn 0.7750tn 0.3964tn 0.1469tn
KK (%) 5.17 9.05 19.06 9.88 15.99 8.50 8.06
Lampiran 7 Rekapitulasi analisis keragaman pengaruh perlakuan invigorasi dan lot benih terhadap beberapa variabel pengamatan pada uji di rumah kaca Variabel Pengamatan Daya Tumbuh (%) Tinggi tanaman 14 hst (cm) Tinggi tanaman 21 hst (cm) Tinggi tanaman 28 hst (cm) Tinggi tanaman 35 hst (cm) Jumlah daun 14 hst Jumlah daun 21 hst Jumlah daun 28 hst Jumlah daun 35 hst Panjang akar (cm) Bobot akar (g) Bobot tajuk (g)
Lot benih <.0001** <.0001** 0.0004** 0.0326* 0.0749tn 0.7830tn 0.1047tn 0.1498tn 0.1378tn 0.3457tn 0.3967tn 0.2642tn
Perlakuan 0.0876tn <.0001** 0.2757tn 0.0152** 0.1612tn 0.3087tn 0.0514tn 0.0017** <.0001** 0.2398tn 0.1577tn 0.0004**
Interaksi 0.7429tn 0.8164tn 0.9526tn 0.9976tn 0.7387tn 0.3666tn 0.9557tn 0.4391tn 0.7391tn 0.7222tn 0.9822tn 0.9696tn
KK (%) 15.97 10.16 12.25 10.76 8.32 19.09 12.10 8.34 10.94 11.90 25.07 17.82
66 Lampiran 8 Pengaruh faktor tunggal lot benih dan perlakuan invigorasi terhadap kadar air benih pada uji di laboratorium Perlakuan Kontrol (tanpa perendaman) Air steril TD-TPB3 TD-J7 TD-TPB3+ TD-J7 TD-TPB3+ TD-TM1 Rata-rata
Lot benih V1 V2 V3 Rata-rata ....................Kadar Air (%)……………… 8.79 9.92 7.26 8.66 b 48.11 46.73 42.50 45.78 a 44.60 46.41 42.33 44.45 a 45.73 45.11 41.02 43.95 a 45.53 45.35 41.36 44.08 a 44.97 45.72 41.64 44.11 a 39.62 a 39.87 a 36.02 b
Lampiran 9 Rekapitulasi analisis keragaman periode simpan dan formula coating serta interaksinya terhadap beberapa variabel pengamatan pada benih kedelai Variabel Pengamatan Kadar Air (%) KCT (% etmal-1) Indeks Vigor (%) Daya Berkecambah (%) BKKN (g)
Periode simpan 0.0239** <.0001** 0.0052** <.0001** <.0001**
Formula coating <.0001** <.0001** <.0001** <.0001** 0.6951tn
Interaksi
KK (%)
0.1527tn <.0001** 0.0014** 0.0688tn 0.1413tn
4.66 5.67 21.19 4.59 9.03
67
67 Lampiran 10. Pengaruh faktor tunggal periode simpan dan formula coating terhadap kadar air benih kedelai Formula Coating
Periode Simpan 0
1
2
3
4
5
6
Rata-rata
……….……………………….Kadar Air (%)…………………………….. Tanpa coating
10.01
9.50
9.73
9.43
9.51
9.58
9.64
9.63 c-e
Arabic gum
9.50
9.57
10.23
9.70
9.69
9.56
9.73
9.71 cd
Tokoferol 800 ppm + Arabic gum
8.85
9.50
10.07
9.99
9.71
9.71
9.93
9.68 c-e
TD-TM1 + Arabic gum
10.02
10.06
10.00
9.82
9.74
9.71
9.80
9.85 bc
TD-TM3 + Arabic gum
9.68
9.42
10.59
9.72
9.40
9.49
9.57
9.70 cd
TD-TPB3 + Arabic gum
8.99
9.07
9.63
9.37
9.27
9.69
9.63
9.38 e
TD-TPB3 + TD-TM1 + Arabic gum
9.67
9.59
10.85
9.89
9.88
9.64
10.06
9.94 bc
TD-TPB3 + TD-TM3 + Arabic gum
9.28
9.21
10.10
9.69
9.43
9.54
9.55
9.54 de
Arabic gum + Gambut
11.5
11.14
10.59
10.46
10.38
10.65
10.51
10.75 a
TD-TPB3 + TD-TM1 + Arabic gum + Gambut
9.77
10.41
9.65
10.02
10.00
9.92
10.55
10.05 b
TD-TPB3 + TD-TM3 + Arabic gum + Gambut
10.18
10.26
10.23
10.21
10.12
10.09
10.16
10.18 b
Rata-rata
9.77 b
9.71 b
10.15 a
9.85 b
9.74 b
9.78 b
9.92 b
68