PEMANFAATAN LIMBAH BULU AYAM SEBAGAI SUMBER PROTEIN AYAM PEDAGING DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
TESIS Oleh
NURJAMA’YAH BR. KETAREN 067004011/PSL
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
2
PEMANFAATAN LIMBAH BULU AYAM SEBAGAI SUMBER PROTEIN AYAM PEDAGING DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
TESIS
Oleh
NURJAMA‘YAH BR. KETAREN 067004011/PSL
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
3
PEMANFAATAN LIMBAH BULU AYAM SEBAGAI SUMBER PROTEIN AYAM PEDAGING DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
TESIS Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains Dalam Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
NURJAMA‘YAH BR. KETAREN 067004011/PSL
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
4
Judul Tesis Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi
: PEMANFAATAN LIMBAH BULU AYAM SEBAGAI SUMBER PROTEIN AYAM PEDAGING DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP : Nurjama’yah Br. Ketaren : 067004011 : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) Menyetujui Komisi Pembimbing :
( Prof. Dr. Basuki Wirjosentoro, MS ) Ketua
( Dr. Zulfikar Siregar, MP) Anggota
Ketua Program Studi,
(Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS)
( Dr. Ir. Hasanuddin, MS) Anggota
Direktur,
(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc)
Tanggal Lulus: 14 Agustus 2008
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
5
Telah diuji pada, Tanggal 14 Agustus 2008
PANITIA PENGUJI TESIS Ketua Anggota
: :
1. 2. 3. 4.
Prof. Dr. Basuki Wirjosentoro, MS Dr. Zulfikar Siregar, MP Dr. Ir. Hasanuddin, MS Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc Dr. Dwi Suryanto, MS
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
6
ABSTRAK Pemanfaatan limbah bulu ayam sebagai sumber protein ayam pedaging diyakini mampu meminimalisasi dampak pencemaran limbah bulu ayam dan menciptakan suatu industri peternakan yang ramah lingkungan. Pemanfaatan limbah bulu ayam melibatkan peran mikroorganisme berupa jamur melalui proses fermentasi. Jamur dalam proses fermentasi berperan merombak komponen kompleks dalam tepung bulu ayam menjadi komponen yang lebih sederhana dan siap diserap oleh tubuh. Tujuan penelitian ini adalah menguji kemampuan isolat jamur kandang ayam dalam meningkatkan kecernaan tepung bulu ayam sehingga memberikan pengaruh yang baik terhadap pertumbuhan ayam dalam upaya meminimalisasi dampak pencemaran limbah bulu ayam di lingkungan. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, tahap pertama pengujian fermentasi menentukan dosis inokulum jamur terbaik yang dapat meningkatkan kandungan protein yang tertinggi. Pada fase pertama ini penelitian menggunakan rancangan acak lengkap non faktorial dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan, perlakuan terdiri dari R0 (kontrol/tepung bulu tanpa fermentasi), R1 (dosis inokulum jamur 1%), R2 (dosis inokulum jamur 2%) dan R3 (dosis inokulum jamur 3%). Pengujian tahap kedua pengujian biologis untuk menentukan pengaruh penggunaan tepung bulu ayam dalam ransum terhadap pertumbuhan ayam. Pada fase kedua penelitian menggunakan rancangan acak lengkap non faktorial dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan, yang terdiri dari 5 ekor ayam perplot dengan level penggunaan ransum yaitu T0 (ransum kontrol), T1 (tepung bulu 2,5%), T2 (tepung bulu 5%), T3 (tepung bulu 7,5%) dan T4 (tepung bulu 10%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan inokulum jamur sampai 3% dalam proses fermentasi memberikan pengaruh yang sangat berbeda nyata terhadap peningkatan kandungan protein tepung bulu ayam. Perbedaan ditunjukkan dengan peningkatan kandungan protein yang lebih tinggi dari T0 (tanpa fermentasi) dan T1 (dosis inokulum 1%) serta T2 (dosis inokum 2%). Pada pengujian tahap kedua menunjukkan bahwa penggunaan tepung bulu ayam yang difermentasi dengan isolat jamur Penicillium sp sampai level 5% dalam ransum, menunjukkan konsumsi ransum, pertambahan berat badan dan konversi ransum sangat berbeda nyata dengan kontrol (tanpa tepung bulu ayam). Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dosis inokulum jamur yang dapat digunakan untuk meningkatkan kandungan protein tepung bulu ayam adalah pada dosis 3%, sedangkan tepung bulu ayam fermentasi dengan inokulum jamur Penicillium sp yang dapat digunakan dalam ransum sebesar 5%. Kata Kunci : Limbah Bulu Ayam, Lingkungan Hidup, Sumber Protein.
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
7
ABSTRACT
The uses of chicken feather waste to become as source of protein for broiler hopefully may minimize the rate of pollution impact by the chicken feather it self and lead a poultry farm with a friendly environment. In exploiting the chicken feather waste involved the role of micro-organism with fungus through a fermented process, where the fungus in its fermented process playing its role to reform the component complete in powder product into a more simple component and existed to absorb by a living chicken. The objective of this study is to examine the existence of an isolate fungus as waste in the chicken pen in increasing absorbed in chicken feather powder and lead a good influence to the growing of chicken in order to minimize the pollution impacted by chicken feather waste for the environment. This study was conducted in two stages. The first phase is fermentation test, to determine the most valuable fungus inoculum dosage able to increase the content in greatest protein. On this first phase, the study adopted a non-factorial complete random design with 4 treatments and 3 repetitions. The treatment consist of R0 (control/feather powder unfermented), R1 (fungus inoculum dosage of 1%), R2 (fungus inoculum dosage of 2%) and R3 (innoculum fungus dosage of 3%). In the second phase test is about biological item to determine the influence uses of chicken feather powder in ransom for the growth of poultry. On the second phase, the test adopted a non-factorial complete random design with a 5 treatments and 4 repetitions comprising 5 per plot chicken with a level ransom uses of T0 (control ransom), T1 (feather powder 2.5%), T2 (feather powder 5%), T3 (feather powder 7.5%) and T4 (feather powder 10%). The result of study showed that uses of fungus inoculum through 3% in its fermented process show an influence in a different significant to improve the protein content in chicken feather powder. The difference can be seen with improving content of protein higher than T0 (unfermented) and T1 (inoculum dosage 1%) and T2 (inoculum dosage 2%). On the second phase test showed that the uses of fermented chicken feather powder with isolate fungus Penicillium sp up to 5% level in ransom, indicate ransom consumption, elevated weight of poultry and conversion of ransom is very significant with the control (without any chicken feather powder). In conclusion, the fungus inoculum dosage to be used in increasing content of protein on chicken feather is on dosage 3%, while the fermented chicken feather powder with fungus inoculum Penicillium sp able to use within ransom of 5%. Key words : Chicken feather waste, Environmental, Source of protein.
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
8
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah serta petunjuk-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Penelitian yang berjudul “Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup” disusun dalam rangka penulisan tesis untuk memperoleh gelar Magíster Sains dalam Program Magíster Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan pada Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara, Medan. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih belum sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna kesempurnaannya. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam Dan Lingkungan (PSL) Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS, para Pembimbing, Prof. Dr. Basuki Wirjosentoro, MS, Dr. Zulfikar Siregar, MP, Dr. Ir.Hasanuddin, MS yang telah banyak memberi bimbingan dan pengarahan kepada penulis dan kepada penguji Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc serta Dr. Dwi Suryanto, MS yang telah banyak memberikan pengarahan dan saran kepada penulis dalam penulisan tesis ini. Kepada semua rekan- rekan PSL 2006, fungsional laboratorium HPT serta laboratorium Produksi Ternak yang telah banyak memberikan bantuan dan informasi kepada penulis dalam pelaksanaan penelitian ini, semoga amal kebaikannya dibalas oleh Allah SWT. Dengan segala kerendahan hati, akhirnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada ibunda tercinta Rabumah Sagala yang telah mencurahkan kasih sayang, dukungan dan doanya kepada penulis. Serta kepada kakak dan abang yang telah banyak memberikan dukungan dan bantuan kepada penulis. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut berpartisipasi dalam penulisan tesis ini. Semoga tesis ini berguna dalam pengembangan dunia peternakan khususnya dalam upaya pengelolaan lingkungan hidup.
Medan,
Juni 2008 Penulis
NURJAMA’YAH BR. KETAREN 067004011/PSL
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
9
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 6 juli 1975 di Pancur Batu, anak ketujuh dari tujuh bersaudara, putri dari pasangan Amat Ketaren (almarhum) dan Rabumah Sagala. Pendidikan Sekolah Dasar tahun 1982-1988 di SD Negeri 101818 Pancur Batu, Sekolah Menengah Pertama tahun 1988-1991 di SMP Negeri-2 Pancur Batu, Sekolah Menengah Atas tahun 1991-1994 di SMA Negeri I Pancur Batu. Pada tahun 1994, penulis melanjutkan pendidikan di Universitas Sumatera Utara pada Fakultas Pertanian Jurusan Peternakan dan meraih gelar Sarjana Peternakan tahun 1999. Pada tahun 2002 penulis diterima sebagai tenaga pengajar pada Universitas Al-Azhar Medan dan pada tahun 2006 mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan Strata 2 di Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, dengan sumber dana dari BPPS.
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
10
DAFTAR ISI Halaman
ABSTRAK ....................................................................................................... ABSTRACT..................................................................................................... KATA PENGANTAR .................................................................................. ... RIWAYAT HIDUP.......................................................................................... DAFTAR ISI.................................................................................................... DAFTAR TABEL............................................................................................ DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................
i ii iii iv v viii ix x
I. PENDAHULUAN ........................................................................................ 1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1.2 Perumusan Masalah ............................................................................. 1.3 Kerangka Pemikiran............................................................................. 1.4 Tujuan Penelitian ................................................................................. 1.5 Hipótesis Penelitian.............................................................................. 1.6 Manfaat Penelitian ...............................................................................
1 1 6 6 8 9 9
II.TINJAUAN PUSTAKA............................................................................... 2.1 Dampak Pencemaran Limbah Bulu Ayam di Lingkungan .................. 2.2 Potensi Limbah Bulu Ayam ................................................................. 2.3 Keratin (Protein Fibrous) ..................................................................... 2.4 Peran Mikroba Sebagai Pendegradasi Limbah di Lingkungan ............ 2.5 Pengolahan Limbah Bulu Ayam .......................................................... 2.5.1 Perlakuan Fisik........................................................................ 2.5.2 Perlakuan Biologis .................................................................. 2.6 Proses Fermentasi dengan Médium Padat............................................ 2.7 Kapang (Jamur) Sebagai Inokulum Fermentasi ................................... 2.8 Kebutuhan Zat-zat Makanan Ayam Pedaging...................................... 2.8.1 Karbohidrat ....................................................................... 2.8.2 Protein ............................................................................... 2.8.3 Serat Kasar ........................................................................ 2.8.4 Lemak................................................................................ 2.8.5 Vitamin.............................................................................. 2.8.6 Mineral .............................................................................. 2.9 Standart Produksi Ayam Pedaging....................................................... 2.9.1 Konsumsi Ransum............................................................ 2.9.2 Pertambahan Bobot Badan ...............................................
10 10 12 14 17 18 18 19 20 20 22 23 24 24 24 25 25 26 26 27
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
11
2.9.3 Konversi Ransum ............................................................. 2.10 Kecernaan Ransum.............................................................................. 2.11 Income Over Feed Cost (IOFC) .........................................................
28 29 30
III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN.................................................. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................. 3.2 Bahan dan Alat.................................................................................... 3.2.1 Bahan dan Alat Untuk Pembuatan Isolat Jamur ........................ a. Bahan....................................................................................... b. Alat.......................................................................................... 3.2.2 Bahan dan Alat Untuk Pembiakan Jamur Pada Media Cair (Potato Dextrose Broth) ........................................................... a. Bahan...................................................................................... b. Alat......................................................................................... 3.2.3 Bahan dan Alat Untuk Penghitungan Jumlah Mikroba .............. a. Bahan...................................................................................... b. Alat......................................................................................... 3.2.4 Bahan dan Alat Untuk Fermentasi .............................................. a. Bahan....................................................................................... b. Alat.......................................................................................... 3.2.5 Bahan dan Alat Untuk Analisis Kandungan Protein Tepung Bulu Ayam .................................................................................. a. Bahan....................................................................................... b. Alat.......................................................................................... 3.2.6 Bahan dan Alat Untuk Uji Biologis ............................................. a. Bahan........................................................................................ b. Alat........................................................................................... 3.3 Rancangan Metode Penelitian............................................................... 3.4 Pelaksanaan Penelitian .......................................................................... 3.4.1 Isolasi Tanah Kandang Ayam ...................................................... 3.4.2 Pembiakan Jamur Pada Media Cair (Potato Dextrose Broth) ..... 3.4.3 Pelaksanaan Fermentasi ............................................................... a. Penghitungan Jumlah Total Mikroba ....................................... b. Fermentasi ................................................................................ c. Analisis Kandungan Protein Tepung Bulu Ayam Setelah Fermentasi ................................................................................ d. Analisis Kehilangan Berat Kering Tepung Bulu Ayam Fermentasi ................................................................................ 3.4.4 Pengujian Isolat Jamur ................................................................ 3.4.5 Penggunaan Tepung Bulu Ayam Sebagai Ransum Ayam Pedaging...................................................................................... a. Persiapan Kandang.................................................................. b. Persiapan Anak Ayam Pedaging (DOC) Strain 707 Sebanyak
31 31 31 31 31 31 32 32 32 32 32 33 33 33 33 33 33 34 34 34 34 35 38 38 39 40 40 40 41 41` 42 43 43
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
12
100 Ekor .................................................................................. c. Persiapan Ransum Sesuai Perlakuan...................................... d. Pengambilan Data .................................................................. 3.4.6 Koefisien Daya Cerna Ransum .................................................. 3.4.7 Income Over Feed Cost (IOFC).................................................
43 43 44 44 45
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 4.1 Hasil Isolasi Tanah Kandang Ayam ................................................ 4.2 Hasil Penghitungan Jumlah Spora dari Isolat Jamur Limbah Kandang Ayam ................................................................................................ 4.3 Hasil Uji Biologis PenggunaanTepung Bulu Ayam Fermentasi dengan Beberapa Isolat Jamur ........................................................................... 4.3.1 Pengaruh Penggunaan Tepung Bulu Ayam Fermentasi dalam Ransum Terhadap Pertumbuhan Ayam ......................................... 4.3.2 Koefisien Daya Cerna Protein Ransum Hasil Fermentasi dengan Beberapa Isolat Jamur .................................................................... 4.4 Hasil Analisis Persentase Kehilangan Berat Kering Tepung Bulu Ayam Fermentasi .................................................................................... 4.5 Hasil Analisis Kandungan Protein Tepung Bulu Ayam Fermentasi Dengan Isolat Jamur Penicillium sp........................................................ 4.6 Hasil Uji Biologis PenggunaanTepung Bulu Ayam Fermentasi dengan Isolat Jamur Penicllium sp ...................................................................... 4.6.1 Pengaruh Penggunaan Tepung Bulu Ayam Fermentasi dengan Isolat Jamur Penicillium spTerhadap Pertumbuhan Ayam dan Income Over Feed Cost (IOFC) .................................................... 4.6.2 Koefisien Daya Cerna Protein Ransum Penambahan Tepung Bulu Ayam Fermentasi dengan Isolat Jamur Penicillium sp ................ 4.7 Income Over Feed Cost (IOFC) .............................................................. 4.8 Dampak Pemanfaatan Tepung Bulu Ayam Fermentasi Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Terhadap Pengelolaan Lingkungan ...................
46 46
V. KESIMPULAN DAN SARAN........................................................................ 1. Kesimpulan.................................................................................................. 2. Saran ...........................................................................................................
67 67 68
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................
69
47 49 49 52 53 55 57 57 61 62 63
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
13
DAFTAR TABEL
No.
Judul
Halaman
1.
Komposisi Nutrien Hidrolisat Bulu Ayam ...............................................
13
2.
Perbandingan Komposisi Kandungan Asam Amino Antara Tepung Bulu Ayam, Tepung Ikan dan Bungkil Kedelai........................................
14
3.
Konsumsi Ransum Ayam Pedaging dan Berat Badan (Umur 1-6 Minggu)
27
4.
Jumlah Total Mikroba Inokulum Fermentasi .........................................
48
5.
Hasil Uji Biologis Penggunaan Tepung Bulu Ayam Fermentasi dengan Beberapa Isolat Jamur Terhadap Pertumbuhan Ayam..............................
50
Koefisien Daya Cerna Protein Ransum Penambahan Tepung Bulu Ayam Fermentasi dengan Beberapa Isolat Jamur ..............................................
52
7.
Persentase Kehilangan Berat Kering Tepung Bulu Ayam Fermentasi .....
54
8.
Hasil Analisis Kandungan Protein Tepung Bulu Ayam Fermentasi Dengan Isolat Jamur Penicillium sp .........................................................
55
Penggunaan Tepung Bulu Fermentasi dengan Isolat Jamur Penicillum sp dalam Ransum Terhadap Pertumbuhan Ayam Pedaging dan Income Over Feed Cost (IOF)............................................... ................................... ......
58
6.
9.
10. Hasil Uji Kecernaan Protein Ransum Penambahan Tepung Bulu Ayam Fermentasi dengan Isolat Jamur Penicillium sp........................................
61
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
14
DAFTAR GAMBAR No.
Judul
Halaman
1.
Diagram Alir Kerangka Pemikiran ……………………………….
8
2.
Struktur Kimia Keratin……………………………………………
16
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
15
DAFTAR LAMPIRAN No.
Judul
Halaman
1. Proses Pengolahan Limbah Bulu Ayam.....................................................
75
2. Gambar Isolat Jamur Helicomyces sp, Trichoderma sp dan Penicillium sp Hasil Isolasi.......................................................................
76
3. Gambar Isolat Jamur Perbesaran 400x......................................................
77
4.
Komposisi Zat Nutrisi Bahan Ransum .....................................................
78
5. Susunan Ransum Ayam Pedaging Fase Starter (0-4 Minggu) ..................
78
6.
Susunan Ransum Ayam Pedaging Fase Finisher (5-6 Minggu) ...............
79
7.
Konsumsi Ransum Mingguan ...................................................................
79
8. Pertambahan Berat Badan Mingguan........................................................
83
9.
Konversi Ransum Mingguan ....................................................................
87
10. Pendapatan (Income Over Feed Cost/IOFC) ............................................
91
11. Hasil Analisis Kandungan Protein Tepung Bulu Ayam Fermentasi dengan Isolat Jamur Penicillium sp ..........................................................
94
12. Gambar Ayam Pedaging Hasil Penelitian Selama 6 Minggu ...................
95
13. Hasil Analisis Laboratorium .....................................................................
96
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
16
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap makanan bergizi semakin meningkat. Bahan makanan yang berasal dari hewan memiliki banyak keunggulan dibanding bahan makanan yang berasal dari tumbuhan, karena mengandung asam amino yang lebih lengkap dan lebih mudah diserap oleh tubuh. Kebutuhan terhadap bahan makanan yang berasal dari hewan atau protein hewani mencapai 15 kg/kapita/tahun dan kebutuhan tersebut terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Populasi ternak dari tahun ke tahun terus meningkat namun belum dapat mengimbangi permintaan kebutuhan konsumsi daging terutama yang dihasilkan oleh ternak penghasil daging. Sementara bila dilihat dari potensi lokal dan sumberdaya alam yang ada maka pertumbuhan populasi ternak masih dapat ditingkatkan. Dimana sasaran populasi ternak ayam pedaging di propinsi Sumatera Utara untuk tahun 2007 sebanyak 58.212.381 ekor dengan sasaran produksi daging sebanyak 52.530 ton (Siregar, 2004). Peningkatan usaha peternakan ayam menimbulkan peningkatan limbah bulu ayam yang dihasilkan dari industri rumah potong ayam dan dari tempat pemotongan ayam lainnya. Pada industri rumah potong ayam, limbah bulu ayam merupakan suatu hal yang perlu penanganan khusus karena menimbulkan dampak yang sangat besar terhadap pencemaran lingkungan. Pemanfaatan limbah industri merupakan salah satu
1 Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
17
kebijakan pemerintah dalam melestarikan fungsi lingkungan hidup, seperti yang terdapat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang dijelaskan bahwa Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijakan penataan, pemanfaatan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasaan, dan pengendalian lingkungan hidup. Pelestarian fungsi lingkungan hidup tidak terlepas dari pemanfaatan limbah peternakan dengan prinsip zero waste yaitu mengurangi atau meminimalisasi pencemaran lingkungan dengan cara pemanfaatan limbah. Masalah limbah tak dapat lepas dari adanya aktifitas industri, termasuk industri ternak ayam pedaging. Semakin meningkat sektor industri maka taraf hidup masyarakat meningkat pula. Namun perlu dipikirkan efek samping yang ditimbulkan berupa limbah, yang merupakan hasil samping dari suatu usaha atau kegiatan. Dampak yang ditimbulkan dari limbah bulu ayam begitu besar terutama bagi kesehatan masyarakat, karena limbah bulu ayam yang berserakan di lingkungan rumah potong ayam, menimbulkan bau yang tidak sedap dan merupakan sumber penyebaran penyakit. Selain itu juga menimbulkan dampak penurunan kualitas tanah karena limbah bulu ayam sulit terdegradasi di lingkungan atau proses dekomposernya memakan waktu cukup lama. Salah satu alternatif yang dapat dikembangkan untuk meminimalisasi dampak limbah bulu ayam di lingkungan yaitu dengan metode pemanfaatan limbah sebagai pakan ternak (Imansyah, 2006).
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
18
Dalam upaya meningkatkan industri peternakan dan tetap menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup, maka perlu adanya penanganan terhadap dampak limbah bulu ayam. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan yaitu memanfaatkan limbah bulu ayam sebagai ransum tambahan sumber protein bagi ayam pedaging. Disamping itu dalam industri peternakan ransum merupakan hal yang sangat penting karena menyerap 60-80% dari biaya produksi (Anggorodi, 1995). Upaya untuk menekan biaya ransum adalah dengan memanfaatkan limbah bulu ayam sebagai sumber bahan ransum non konvensional. Bahan ransum non konvensional tersebut mempunyai nilai ekonomis rendah, tidak bersaing dengan manusia dan tersedia secara terus- menerus. Bulu ayam merupakan limbah yang masih punya potensi untuk dimanfaatkan, karena masih memiliki kandungan nutrisi protein yang sangat tinggi. Bulu ayam mempunyai kandungan protein kasar sebesar 80-91% dari bahan kering, melebihi kandungan protein kasar bungkil kedelai (42,5%) dan tepung ikan (66,2%) (Adiati dan Puastuti, 2004 ). Permasalahan dalam pemanfaatan limbah bulu ayam, karena adanya kandungan keratin. Keratin merupakan protein fibrous yang kaya sulfur dan banyak terdapat pada rambut, kuku dan semua produk epidermal (Haurowitz, 1984). Kecernaan yang rendah karena tepung bulu ayam mengandung ikatan sistin disulfida, ikatan hidrogen, dan interaksi hidrofobik molekul keratin (Williams et al., 1991). Keratin tidak larut dengan pemanasan alkali dan tidak larut oleh kelenjar saluran pencernaan atau pankreas (Underhill, 1952). Dalam pemanfaatan limbah bulu ayam perlu adanya pengolahan atau sentuhan teknologi sehingga dapat dimanfaatkan.
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
19
Bahan makanan sumber protein harus mengandung asam amino yang lengkap terdiri dari metionin, arginin, treonin, triptofan, histidin, isoleusin, lisin, valin dan fenilalanin. Jika suatu bahan ransum kekurangan salah satu unsur tersebut, maka harus dilengkapi oleh bahan ransum yang lain (Widodo, 2002). Adapun penggunaan tepung ikan dalam ransum adalah sebesar 10% (Rasyaf, 1996). Penggunaan limbah sebagai bahan pakan ternak harus melalui penanganan dan pengolahan lebih lanjut atau perlu adanya sentuhan teknologi untuk meningkatkan nilai gizi dari bahan ransum tersebut, karena memiliki kecernaan yang rendah (Zamora et al., 1989). Dalam penelitian ini pengolahan limbah bulu ayam dilakukan dengan menggunakan teknologi fermentasi. Fermentasi merupakan salah satu cara pengolahan dengan melibatkan mikroba (jamur atau bakteri) baik yang ditambahkan dari luar ataupun secara spontan sudah terdapat di dalam bahan baku tersebut. Fermentasi bertujuan untuk meningkatkan kecernaan suatu bahan pakan (Winarno, et al., 1980). Fermentasi yang dilakukan dalam penelitian menggunakan isolat jamur yang berasal dari tanah kandang ayam, Hadi dan Muhsin, (2002) melakukan isolasi jamur keratinofilik dari beberapa habitat yang berbeda diperoleh beberapa spesies jamur dermatofit dan non dermatofit yang diisolasi dari tanah lumpur limbah pembuangan kotoran. Jamur dermatofit yang diperoleh yaitu Mycrosporium dan Trichophyton serta Aspergillus flavus dengan kemampuan degradasi keratin masing-masing 48%, 38% da 32% untuk rambut, bulu domba serta bulu ayam.
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
20
Mikroba (jamur) punya peran yang sangat besar sebagai pendegradasi limbah yang ada di lingkungan melalui proses penguraian (dekomposer). Dalam penelitian ini isolat jamur dari tanah kandang ayam diuji kemampuannya untuk mendegradasi keratin yang terdapat pada tepung bulu ayam melalui proses fermentasi. Jamur yang diperoleh dari isolasi tanah kandang ayam merupakan jamur non dermatofit dan jamur dermatofit yaitu jamur penyebab penyakit kulit atau pendegradasi keratin pada jaringan kulit dan juga sebagai pengurai di lingkungan (Clement et al, 2006). Penelitian yang dilakukan ini sesuai dengan prinsip zero waste yaitu meminimalisasi limbah atau meminimalisai dampak pencemaran lingkungan akibat limbah bulu ayam dengan cara pemanfaatan limbah bulu ayam sebagai bahan baku ransum non konvensional sumber protein. Hal tersebut dilaksanakan untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup dalam rangka pengelolaan lingkungan. Berdasarkan uraian di atas, maka cukup alasan untuk mengadakan kajian tentang Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Bagi Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jamur sebagai inokulum fermentasi diinokulasi dari tanah di sekitar kandang ayam, dimana terdapat bulu ayam yang sudah membusuk dan sudah terlihat tumbuh jamur pada bulu ayam tersebut. Tanah ini diperoleh dari kandang ayam di daerah Karya Jasa gang Horas No. 50, Simpang Pos, Medan. Dari isolasi tanah tersebut diperoleh jamur kemudian diuji kemampuannya dalam mendegradasi keratin pada tepung bulu ayam dengan tehnik fermentasi dan uji biologis.
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
21
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1.2.1 Bagaimana kemampuan isolat jamur tanah kandang ayam dalam meningkatkan kecernaan tepung bulu ayam. 1.2.2
Bagaimana pengaruh tepung bulu ayam yang difermentasi dengan isolat jamur dari tanah kandang ayam terhadap pertumbuhan ayam.
1.2.3 Bagaimana menghasilkan suatu metode untuk meminimalisasi dampak pencemaran limbah bulu ayam dalam rangka Pengelolaan Lingkungan Hidup.
1.3 Kerangka Pemikiran Industri peternakan ayam terdiri dari industri pemotongan ayam dan usaha pemeliharaan ayam. Bulu ayam merupakan limbah dari usaha pemotongan ayam. Limbah ini terus meningkat seiring dengan peningkatan populasi ayam dan menimbulkan pencemaran bagi lingkungan. Pencemaran yang ditimbulkan dari limbah bulu ayam menimbulkan penurunan kualitas lingkungan hidup, yaitu penurunan kualitas udara dari bau yang dikeluarkan dan merupakan sumber penyebaran penyakit. Selain itu juga menimbulkan penurunan kualitas tanah dimana limbah bulu ayam sulit terdegradasi di lingkungan atau proses penguraian (dekomposer) dari limbah bulu ayam memakan waktu cukup lama karena adanya keratin (protein fibrous) yang berupa serat. Limbah bulu ayam terus meningkat
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
22
seiring peningkatan industri rumah potong ayam dan kebutuhan masyarakat akan protein hewan. Disisi lain tepung bulu ayam terproses atau hidrolisat bulu ayam memiliki kandungan protein yang tinggi lebih tinggi dari tepung ikan dan bungkil kedelai. Dalam upaya menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup sesuai Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, maka perlu dilakukan penanganan dampak limbah bulu ayam sebagai upaya meminimalisasi dampak pencemaran limbah dengan memanfaatkannya sebagai bahan ransum non konvensional sumber protein ayam pedaging, karena limbah bulu ayam punya potensi yang sangat baik dari segi kuntitas dan kualitas. Kelemahan dari limbah bulu ayam yaitu adanya keratin (protein fibrous) yang sulit dicerna dan rendahnya kandungan asam amino lisin, metionin, histidin dan triptophan. Oleh sebab itu dilakukan metode atau cara pemanfaatan limbah bulu ayam, untuk meminimalisasi dampak pencemaran lingkungan dengan cara fermentasi. Kebijakan dan perlakuan teknis yang dilakukan untuk meminimalisasi dampak pencemaran limbah bulu ayam merupakan aplikasi dari Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam menciptakan industri peternakan yang ramah lingkungan dan menghasilkan bahan ransum tambahan non konvensional sumber protein dan dapat dimanfaatkan kembali oleh industri peternakan khususnya usaha pemeliharaan ayam.
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
23
Secara jelas diagram alir kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut: INDUSTRI PETERNAKAN AYAM Terdiri dari : - Industri Rumah Potong Ayam (RPA) Industri Pemeliharaan Ayam
LIMBAH BULU AYAM
DAMPAK PENCEMARAN LINGKUNGAN - Penurunan kualitas udara - Penurunan kualitas tanah
DARAH
Ransum non
Metode atau Cara Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam
konvensional sumber protein bagi ayam pedaging
Potensi limbah bulu ayam dari segi kuantitas dan kualitas
Minimalisasi Dampak sesuai PP. R. I No.23 Tahun 1997/ Pengelolaan Lingkungan Hidup
APLIKASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
Gambar 1. Diagram Alir Kerangka Pemikiran 1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1
Untuk mengetahui kemampuan isolat jamur tanah kandang ayam dalam meningkatkan kecernaan tepung bulu ayam.
1.4.2 Untuk mengetahui pengaruh tepung bulu ayam yang difermentasi dengan isolat jamur dari tanah kandang ayam terhadap pertumbuhan ayam.
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
24
1.4.3 Untuk mendapatkan suatu metode meminimalisasi dampak pencemaran limbah bulu ayam dalam rangka Pengelolaan Lingkungan Hidup.
1.5 Hipotesis Penelitian 1.5.1
Isolat jamur dari tanah kandang ayam dapat meningkatkan kecernaan tepung bulu ayam.
1.5.2 Tepung bulu ayam yang difermentasi dengan isolat jamur dari tanah kandang ayam berpengaruh terhadap pertumbuhan ayam. 1.5.3 Pemanfaatan limbah bulu ayam sebagai sumber protein ayam pedaging dapat meminimalisasi dampak pencemaran limbah bulu ayam di lingkungan.
1.6 Manfaat Penelitian 1.6.1 Menciptakan suatu industri peternakan yang ramah lingkungan dalam rangka Pengelolaan Lingkungan Hidup. 1.6.2 Menghasilkan bahan ransum non konvensional sumber protein bagi industri peternakan ayam.
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
25
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dampak Pencemaran Limbah Bulu Ayam di Lingkungan Menurut Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, “Pencemaran Lingkungan Hidup adalah masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai peruntukannya.” Kegiatan manusia berupa adanya industri peternakan ayam khususnya rumah potong ayam, menghasilkan limbah berupa bulu ayam yang menimbulkan dampak pencemaran terhadap lingkungan. Pencemaran ini terus meningkat seiring dengan peningkatan industri peternakan ayam. Oleh sebab itu perlu adanya upaya meminimalisasi dampak pencemaran limbah bulu ayam di lingkungan agar tetap menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup. Dampak negatif yang ditimbulkan oleh industri peternakan ayam yaitu rumah potong ayam berupa terganggunya sanitasi lingkungan akibat limbah bulu ayam yang menimbulkan bau tidak sedap dan merupakan sumber penyebaran penyakit sebagai dampak penurunan kualitas udara. Bulu ayam yang diproduksi dalam jumlah besar merupakan produk limbah sisa industri peternakan khususnya rumah potong ayam. Berjuta ton produk bulu ayam dunia diperhitungkan menghasilkan limbah bulu ayam yang mengandung keratin. Bulu ayam merupakan sisa kegiatan atau limbah yang biasanya merupakan sampah atau sesuatu yang tidak berguna di suatu lapangan.
10 Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
26
Produk akhir ini biasanya sangat mengganggu kesehatan manusia (Periasamy and Subash, 2004). Selain itu limbah bulu ayam juga menimbulkan dampak penurunan kualitas tanah karena limbah bulu ayam sulit terdegradasi di lingkungan akibat adanya keratin atau protein fibrous berupa serat. Oleh sebab itu limbah bulu ayam resisten terhadap perombakan atau degradasi dan merupakan masalah yang serius di lingkungan (Savitha et al., 2007). Pencemaran lingkungan merupakan suatu permasalahan yang sangat global sehingga menuntut suatu sistem pengelolaan limbah secara efektif dan efesien dalam waktu cepat. Hal ini sebagai aplikasi dari kebijakan pengelolaan lingkungan hidup dengan cara meminimalisasi dampak pencemaran limbah bulu ayam yang terjadi di lingkungan. Salah satu upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi dampak pencemaran limbah bulu ayam adalah dengan prinsip zero waste yaitu meminimalisasi limbah bulu ayam dengan memanfaatkannya sebagai bahan baku ransum non konvensional sumber protein bagi ayam pedaging. Pengelolaan lingkungan bertujuan agar limbah bulu ayam yang dihasilkan dari suatu kegiatan industri peternakan ayam menghasilkan dampak pencemaran seminimal mungkin atau menjadikan limbah tersebut tidak berbahaya lagi bagi kesehatan dan lingkungan. Sehingga tidak menimbulkan penurunan kualitas udara dan tanah atau setidaknya dampak pencemaran tersebut dapat diminimalisasi (Budiyanto, 2004). Menurut Diwyanto, (2004), industri perunggasan Indonesia masih tetap mempunyai prospek yang baik jika didukung oleh inovasi teknologi yang baik terutama teknologi ransum disamping potensi sumberdaya alam yang ada. Salah satu
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
27
teknologi ransum yang perlu dikembangkan adalah dengan memanfaatkan sumber bahan ransum non konvensional. Bahan ransum non konvensional dapat diperoleh dengan cara pemanfaatan limbah. Pemanfaatan limbah merupakan suatu usaha untuk meminimalisasi dampak limbah terutama yang berasal dari industri peternakan ayam, disamping itu limbah bulu ayam masih memiliki kandungan protein yang sangat tinggi.
2.2 Potensi Limbah Bulu Ayam Limbah merupakan hasil samping dari suatu kegiatan industri, dalam hal ini bulu ayam merupakan hasil ikutan usaha pemotongan ayam. Bulu ayam merupakan salah satu hasil samping ternak ayam (petelur, pedaging dan buras) dari rumah potong dan tempat pemotongan ayam lainnya. Populasi ayam di Indonesia tahun 1999 sebesar 726,10 juta ekor (Statistik Peternakan, 1999), sedangkan untuk tahun 2003 populasi ayam pedaging meningkat sebesar 917.707.000 ekor (Mathius et al, 2003). Peningkatan populasi ayam ini akan menimbulkan peningkatan limbah bulu ayam, dan jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan. Pencemaran merupakan suatu kondisi yang tidak nyaman ditimbulkan dari suatu limbah. Limbah bulu ayam menimbulkan bau yang tidak sedap dan merupakan sumber penyebaran penyakit. Hal ini merupakan permasalahan lingkungan yang perlu segera ditangani, seiring dengan peningkatan populasi ayam. Berat bulu ayam menurut Card (1962) berkisar antara 4-9 % dari bobot hidup. Sedangkan menurut
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
28
Siregar (2003), berat bulu ayam 4% dari berat tubuh total. Populasi ayam di Indonesia tahun 1999 sebesar 726,10 juta ekor (Statistik Peternakan, 1999). Dari populasi 726,10 juta ekor berdasarkan data statistik di atas, dengan bobot badan rata-rata 1,2 kg, maka akan diperoleh limbah bulu ayam sebesar 34.853 ton. Limbah ini terus meningkat seiring dengan peningkatan populasi ayam dan kebutuhan masyarakat akan protein hewan. Jika limbah yang terus bertambah ini tidak dikelola dengan baik maka akan menimbulkan dampak pencemaran yang sangat besar terhadap lingkungan khususnya lingkungan rumah potong ayam. Bulu ayam diproses terlebih dahulu sehingga dinamakan tepung bulu terhidrolisis atau terproses. Tepung bulu memiliki kandungan leusin dan isoleusin yang baik, tetapi miskin akan metionin dan triptopan. Tepung bulu terproses dapat digunakan untuk pakan ayam perdaging (Rasyaf, 1994). Penggunaan tepung bulu dengan pengolahan, bagi ayam pedaging masih berbeda-beda yaitu 2,5% (Morris and Balloun, 1973), 5% (Williams et al., 1991) dan 6% (Cabel et al.,1988; Kamal, 1985). Tepung bulu ayam kaya akan leusin, isoleusin dan valin yang berturut-turut adalah 4,88, 3,12 dan 4,44% (Siregar, 2003). Komposisi nutrien hidrolisat bulu ayam disajikan pada tabel 1 berikut: Tabel 1. Komposisi Nutrien Hidrolisat Bulu Ayam Nutrien Kandungan Nutrien Bahan kering (%) 91,37 Protein kasar (%) 79,88 3,77 Lemak kasar (%) Serat kasar (%) 0,32 Sumber: Laboratorium Nutrisi Jurusan Peternakan FP-USU Medan (2000).
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
29
Disamping itu kandungan protein tepung bulu ayam lebih tinggi daripada tepung ikan dan bungkil kedelai. Perbandingan komposisi kandungan asam amino tepung bulu ayam, tepung ikan dan bungkil kedelai dapat dilihat pada tabel 2 berikut: Tabel 2. Perbandingan Komposisi Kandungan Asam Amino Antara Tepung Bulu Ayam, Tepung ikan dan Bungkil Kedelai Asam amino ( %) Tepung Bulu Ayam Arginin 5,57 Histidin 0,95 Isoleusin 3,91 Leusin 6,94 Lisin 2,28 Methionin 0,57 Penil alanin 3,94 Treonin 3,81 Triptofan 0,55 Valin 5,93 Sumber: National Research Council (1994).
Tepung Ikan 4,21 1,74 3,23 5,46 5,47 2,16 2,82 3,07 0,83 3,90
Bungkil Kedelai 3,14 1,17 1,96 3,39 2,69 0,62 2,16 1,72 0,74 2,07
2.3 Keratin (Protein Fibrous) Keratin adalah suatu kelompok protein yang sangat khusus memproduksi sel epitel tertentu dari hewan bertulang belakang dan lapisan tanduk kulit luar serta epidermal tambahan seperti rambut, kuku dan bulu ayam. Sedangkan keratinase adalah spesifik protease hidrolisis keratin yang terdapat pada bulu ayam, wool dan rambut. Keratin serupa dengan komponen protein lainnya secara umum dan tidak tampak jelas perbedaan substratnya. Keratin dapat didegradasi oleh mikroba dari jamur saprofit dan parasit (Dozie et al., 1994), Actynomycetes (Noval and Nickerson, 1959; Bockle et al., 1995), dan jamur dermatofit. Keratin juga dapat didegradasi oleh
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
30
mikroorganisme termofilik yaitu mikroba yang dapat tumbuh pada suhu 50- 650C (Zerdani et al., 2004). Keratin atau serat terdiri dari komponen ikatan sistin disulfida, ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik molekul keratin (Williams et al., 1991). Ikatan sistin disulfida atau ikatan silang terbentuk antara asam amino sistin yang mengandung gugus –SH. Jika dua unit sistin berikatan, maka terbentuklah sebuah jembatan disulfida _S-S- melalui oksidasi gugus-gugus -SH. Protein serat terbentuk dari molekul yang rapat dan teratur berupa ikatan silang antara rantai-rantai asam amino yang berdekatan sehingga molekul air sukar menerobos struktur ini, oleh karena itu protein serat tidak larut di dalam air (hidrofobik). Logam berat dapat merusak ikatan disulfida karena afinitasnya yang tinggi dan kemampuannya untuk menarik sulfur sehingga mengakibatkan denaturasi protein. Pembentukan ikatan silang sistin disulfida atau ikatan peptida kompleks terjadi karena proses hidolisis yang tidak sempurna, hal ini dapat diatasi dengan melakukan proses hidolisis ulang melalui fermentasi (Gaman and Sherrington, 1992). Selain itu ikatan keratin dapat diputuskan dengan bantuan enzim-enzim proteolitik. Secara jelas komponenkomponen keratin dapat dilihat pada struktur kimia keratin berikut ini:
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
31
NH
CHR
CO
NH
CH
CO
NH
NH
OC
CHR
CO
CH2 S S CH2 OC
CHR
NH
OC
CH
CHR
NH
Gambar 2. Struktur Kimia Keratin Sumber: Haurowitz (1984). Menurut Savitha et al., (2007), bulu ayam mengandung 90% protein dengan komponen beta-keratin, fibrous dan struktur protein yang kokoh dari disulfida. Komponen tersebut sangat sulit terdegradasi di lingkungan, sementara limbah bulu ayam sangat banyak diproduksi oleh industri peternakan ayam. Limbah ini terus meningkat seiring peningkatan populasi ayam. Pencemaran lingkungan akibat limbah bulu ayam hanya dapat diatasi melalui bantuan mikroorganisme sebagai dekomposer atau pengurai di lingkungan. Penggunaan mikroorganisme dalam mendegradasi limbah bulu ayam merupakan upaya menjaga stabilitas lingkungan dari pencemaran. Bulu ayam mempunyai kelemahan untuk dicerna dengan baik karena mengandung keratin, oleh sebab itu dalam pemanfaatannya perlu dilakukan hidrolisis atau pemasakan pada temperatur yang cukup tinggi yaitu sampai titik didih 1300C selama 30 menit (Murtidjo, 1987), karena dengan pengolahan tersebut ikatan keratin, berupa ikatan sistin disulfida dapat diputuskan atau pecah menjadi komponenkomponen asam amino yang mudah dicerna oleh unggas. Penelitian yang dilakukan
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
32
oleh Arifin, (2004), menunjukkan bahwa dengan metode pengukusan pada suhu 118oC selama 30 menit dan 60 menit menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan konsumsi nitrogen dan energi pada anak ayam. Williams et al., (1991) telah memperkenalkan teknologi pengolahan tepung bulu ayam secara enzimatis mempergunakan enzim dari jamur Cuninghamella spp yang difermentasi selama 11 hari menunjukkan hasil pemecahan ikatan keratin dalam tepung bulu ayam sehingga retensi nitrogen atau konsumsi nitrogen meningkat sebesar 49,19%.
2.4 Peran Mikroba Sebagai Pendegradasi Limbah di Lingkungan Mikroorganisme merupakan makhluk hidup yang sangat kecil, diantaranya terdiri dari bakteri dan jamur serta merupakan sumberdaya alam yang memiliki peranan sangat penting sebagai pendegradasi limbah yang ada di lingkungan. Degradasi merupakan proses perombakan za-zat yang ada di lingkungan dengan bantuan pengurai berupa mikroba. Mikroorganisme juga berperan dalam menjaga stabilitas lingkungan dari pencemaran. Untuk memperoleh mikroorganisme yang sesuai diperlukan isolasi mikroba dari lingkungan. Lingkungan yang paling umum digunakan sebagai isolasi yaitu dari tempat produksi atau pada tempat dimana produk limbah dihasilkan. Pada umumnya isolat diperoleh dari lingkungan yang mendekati atau pada substrat tempat tumbuhnya. Sumber isolat umumnya berasal dari tanah, karena tanah mengandung berbagai unsur hara yang sangat kompleks sehingga berbagai mikroba sebagai isolat dapat diperoleh (Budiyanto, 2004).
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
33
Isolat jamur sebagai hasil isolasi yang diperoleh dari tanah berupa biakan campuran yang terdiri dari bermacam jamur. Isolat yang diperoleh kemudian dimurnikan dengan cara ditumbuhkan pada media pertumbuhan. Kemurnian jamur ditunjukkan oleh keseragaman koloni jamur, sedangkan kultur campuran ditunjukkan dengan adanya gumpalan pada titik inokulum. Kultur campuran ditandai dengan perbedaan miselium, spora dan warna hifa. Setelah diperoleh biakan murni kemudian diidentifikasi lalu dilakukan pengujian terhadap produk yang diinginkan (Suhartini et al., 2006).
2.5 Pengolahan Limbah Bulu Ayam 2.5.1 Perlakuan Fisik Perlakuan fisik dengan penggilingan merupakan suatu proses perombakan bentuk fisik bahan ransum menjadi partikel-partikel yang lebih halus sehingga mudah dikonsumsi oleh ayam. Bentuk fisik bahan ransum akan mempengaruhi tingkat kesukaan makan (palatibilitas) ayam. Tepung bulu ayam sebelum difermentasi harus dioutoklaf supaya steril atau bebas dari mikroorganisme lainnya. Penggilingan dilakukan untuk memperkecil partikel bahan ransum sehingga bahan baku ransum yang dihasilkan halus, semakin halus suatu bahan baku ransum maka semakin mudah dikonsumsi ayam sehingga proses pencernaan berlangsung cepat (Parakkasi, 1983).
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
34
2.5.2 Perlakuan Biologis Perlakuan biologis dengan fermentasi menggunakan mikroba berupa bakteri atau jamur dapat meningkatkan kecernaan suatu bahan ransum, karena dalam fermentasi terjadi suatu proses perombakan atau perubahan kimia dari senyawa organik (karbohidrat, lemak, protein dan bahan organik lainnya) kompleks, baik dalam keadaan ada udara (aerob) maupun tanpa udara (anaerob) melalui bantuan enzim yang berasal dari mikroba menjadi komponen yang lebih sederhana dan memiliki tingkat kecernaan yang lebih tinggi (Tjitjah, 1997). Fermentasi merupakan aplikasi metabolisme mikroba untuk mengubah bahan baku menjadi produk yang bernilai lebih tinggi seperti protein. Protein mikroba ini dikenal dengan nama protein sel tunggal. Protein sel tunggal adalah istilah yang digunakan untuk protein kasar atau murni yang berasal dari mikroorganisme seperti jamur (Nurhayani et al., 2000). Fermentasi
mempunyai
nilai
gizi
lebih
baik
dari
asalnya
karena
mikroorganisme bersifat katabolik atau memecah komponen yang kompleks menjadi lebih sederhana sehingga mudah dicerna (Winarno et al., 1980). Fermentasi dapat dilakukan dengan metode kultur permukaan dan kultur terendam sub merged. Kultur permukaan yang menggunakan substrat padat atau semi padat banyak digunakan untuk memproduksi berbagai jenis asam organik dan enzim yang dihasilkan oleh mikroba (Nurhayani et al., 2000).
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
35
2.6 Proses Fermentasi dengan Medium Padat Menurut jenis mediumnya proses fermentasi dibagi menjadi dua yaitu fermentasi medium padat dan fermentasi medium cair. Fermentasi medium padat adalah merupakan proses fermentasi dimana medium yang digunakan tidak larut tetapi cukup mengandung air untuk keperluan mikroorganisme, sedangkan fermentasi medium cair adalah proses substratnya larut atau tersuspensi di dalam fase cair. Fermentasi medium padat dilakukan karena medium yang digunakan untuk fermentasi adalah dalam bentuk padat yaitu tepung bulu ayam yang sudah digiling dan dioutoklaf. Keuntungan penggunaan fermentasi medium padat antara lain: tidak memerlukan tambahan lain kecuali air yang berperan untuk memacu pertumbuhan jamur, persiapan yang dilakukan terhadap inokulum jamur relatif lebih sederhana cukup dibiakkan dalam medium cair dan siap untuk diaplikasikan ke medium fermentasi, menghasilkan produk dengan tingkat kepekatan tinggi, kontrol terhadap kontaminan lebih mudah, kondisi medium mendekati keadaan tempat tumbuh alamiah, memiliki tingkat produktifitas yang tinggi, aerasi optimum dan tidak memerlukan kontrol pH maupun suhu (Hardjo et al., 1989).
2.7 Kapang (Jamur) Sebagai Inokulum Fermentasi Penggunaan kapang (jamur) sebagai inokulum atau starter fermentasi sudah banyak dilakukan karena pertumbuhannya relatif mudah dan cepat, dan kadar asam nukleat
rendah
(Schellart,
1975).
Pertumbuhannya
mudah
dilihat
karena
penampakannya yang berserabut seperti kapas yang mulanya berwarna putih, tetapi
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
36
jika spora telah timbul akan terbentuk berbagai warna tergantung dari jenis kapang dan kapang ini terdiri dari suatu tallus bercabang yang disebut hifa, dimana miselium merupakan massa hifa (Fardiaz, 1989). Jamur yang digunakan dalam fermentasi diperoleh dari isolasi tanah kandang ayam. Isolasi jamur dilakukan sebanyak dua kali, setelah dilakukan identifikasi melalui pengamatan mikroskop dengan perbesaran 400x diperoleh isolat jamur Helicomyces sp. Klasifikasi isolat jamur Helicomyces sp menurut Barnett and Hanter, (1972) adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisio
: Eumycophyta
Klas
: Deutromycetes
Ordo
: Monilliales
Famili
: Monilliaceae
Genus
: Helicomyces
Species
: Helicomyces sp
Jamur ini memiliki ciri-ciri konidiofor berbentuk hialin sederhana, pendek, bersepta, konidia kurus seperti kawat pijar, ketat bergulung dan merupakan saprofit pada pembusukan kayu (Barnett and Hunter, 1972). Disamping itu jamur ini berfungsi sebagai pengurai (dekomposer) di lingkungan (Clement et al., 2006). Jamur Helicomyces sp termasuk klas Deutromycetes, menyebabkan berbagai macam
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
37
penyakit kulit (dermatofit) dan mampu mendegradasi keratin (Dwidjosaputro, 1984).
2.8 Kebutuhan Zat-zat Makanan Ayam Pedaging Menurut Rasyaf (1997) ransum adalah campuran bahan-bahan pakan untuk memenuhi kebutuhan zat-zat nutrisi yang seimbang dan tepat. Seimbang dan tepat berarti zat makanan tidak berlebihan dan tidak kurang. Ransum yang diberikan harus mengandung protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Tujuan pemeliharaan yaitu untuk memproduksi daging sebanyak mungkin dalam waktu singkat, maka jumlah pemberian pakan tidak dibatasi (adlibitum). Ayam pedaging selama pemeliharaannya mempunyai dua macam pakan yaitu starter (0-4 minggu) dan pedaging finisher umur 5 minggu hingga panen (Kartadisastra, 1999). Supaya jaringan daging tumbuh lebih cepat, zat makanan berupa protein dan energi harus diberikan secara maksimal. Sehingga tercapai keseimbangan antara protein dan energi yang dapat menghasilkan daging yang baik dalam waktu singkat (Widodo, 2002). Menurut Winarno (1992), laju pertumbuhan merupakan fungsi dari tingkat nutrisi. Semakin baik tingkat nutrisi yang diberikan maka laju pertumbuhan semakin baik. Efisiensi terhadap pemberian ransum akan berpengaruh nyata terhadap pertambahan keuntungan. Untuk itu hendaknya ransum yang digunakan mengandung susunan zat makanan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan, yakni kandungan energi yang tinggi, kualitas protein baik, kandungan asam amino essensial serta mineral dan vitamin yang cukup.
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
38
2.8.1 Karbohidrat Karbohidrat merupakan struktur kimiawi kompleks terdiri dari pati, selulosa, pentosan, beberapa gula dan bentuk lain. Fungsi karbohidrat bagi ternak unggas sebagi sumber energi dan panas serta disimpan sebagai lemak bila berlebih. Butiran dan hasil ikutannya merupakan sumber utama karbohidrat dalam ransum unggas. Karbohidrat sebagai penyumbang energi yang terbesar dalam ransum unggas (Anggorodi, 1995). Energi metabolis adalah energi kotor dari pakan yang dapat digunakan oleh tubuh. Pada unggas energi metabolis diperoleh dari penggunaan energi kotor pakan dengan energi ekskreta. Energi ekskreta berasal dari campuran energi feses dan urine. Energi urine adalah energi kotor dari urine yang berasal dari zat-zat makanan yang telah diabsorpsi tetapi tidak mengalami oksidasi sempurna (Widodo, 2002). Energi metabolisme penting diketahui dalam ransum, sebab bila ransum mengandung energi yang rendah, unggas akan mengkonsumsi makanan lebih banyak. Dan bila kandungan energi tinggi unggas akan mengkonsumsi pakan lebih sedikit. Ayam akan berhenti makan kalau kebutuhan energinya sudah terpenuhi. Oleh karena itu ransum yang nilai energinya tinggi, maka kandungan proteinnya pun harus ditingkatkan. Dengan kata lain kandungan energi dan protein harus seimbang (Rasyaf, 1996).
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
39
2.8.2 Protein Ciri khusus protein adalah adanya kandungan nitrogen. Protein merupakan gabungan asam amino melalui ikatan peptida, yaitu suatu ikatan antara gugus amino (NH2) dari suatu asam amino dengan gugus karboksil dari asam amino lain dengan membebaskan satu molekul air ( H2O). Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh karena zat ini berfungsi sebagai sumber energi dalam tubuh serta sebagai zat pembangun dan pengatur dalam tubuh. Protein adalah polimer dari asam amino yang dihubungkan dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung unsur-unsur C, H, O, N, P, S dan terkadang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga (Winarno, 1992).
2.8.3 Serat Kasar Serat kasar sangat penting diketahui dalam penyusunan bahan pakan unggas. Serat kasar berfungsi merangsang gerak peristaltik pada saluran pencernaan, sebagai media mikroba pada usus buntu untuk menghasilkan vitamin K dan B12, serta untuk memberi rasa kenyang. Penggunaan maksimum dalam ransum ayam pedaging tidak lebih dari 5%. Jika persentase serat kasar berlebih dalam ransum maka akan menghambat penyerapan zat-zat makanan dalam tubuh ayam (Kartadisastra, 1994).
2.8.4 Lemak Lemak adalah kelompok senyawa heterogen yang masih berkaitan dengan asam lemak. Asam lemak merupakan asam karboksilat dari hidrolisis ester terutama
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
40
gliserol dan kolesterol. Asam lemak tidak jenuh mengandung jumlah atom hidrogen kurang dari dua kali atom karbon, serta satu atau lebih pasangan atom karbon yang berdekatan dihubungkan dengan ikatan rangkap. Sedangkan asam lemak jenuh mempunyai atom hidrogen dua kali jumlah atom sebenarnya dan tiap molekul mengandung dua atom oksigen (Widodo, 2002).
2.8.5 Vitamin Vitamin adalah zat katalisator essensial yang tidak dapat disintesis tubuh dalam proses metabolisme sehingga harus ada dalam ransum. Vitamin bagi unggas diperlukan untuk pertumbuhan, kesehatan, reproduksi dan kelangsungan hidup (Anggorodi, 1995). Vitamin sangat diperlukan untuk reaksi-reaksi spesifik dalam sel tubuh unggas. Vitamin berperan sebagai koenzim atau katalisator hayati yaitu sebagai mediator dalam sintesis atau degradasi suatu zat tanpa ikut menyusun zat yang disintesis. Apabila vitamin tidak terdapat dalam ransum maka akan mengakibatkan defesiensi yang khas dan hanya dapat disembuhkan dengan pemberian vitamin itu sendiri (Widodo, 2002).
2.8.6 Mineral Mineral merupakan komponen anorganik yang diperlukan oleh tubuh unggas dalam jumlah yang relatif sedikit. Mineral essensial merupakan zat mineral yang
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
41
membantu fungsi metabolis dalam tubuh unggas. Unggas jika kekurangan mineral akan menunjukkan gejala defisiensi mineral. Menurut Widodo (2002), mineral secara umum berperan memelihara kondisi normal tubuh, keseimbangan asam dan basa tubuh, disamping itu memelihara tekanan osmotik cairan tubuh, menjaga kepekaan otot dan syaraf, mengatur transportasi zat makanan dalam sel, mengatur permeabilitas membran sel, dan mengatur metabolisme Kebutuhan ternak akan mineral tidak dapat dipisahkan dari kepentingan produksi antara lain terdiri dari perbaikan dan pertumbuhan jaringan seperti gigi dan tulang. Komposisi mineral dari tulang segar terdiri dari kalsium 36%, fosfor 17% dan magnesium 0,8%. Juga untuk perbaikan dan pertumbuhan bulu, tanduk, kuku, jaringan lunak dan sel darah.
2.9 Standart Produksi Ayam Pedaging 2.9.1 Konsumsi Ransum Konsumsi ransum merupakan kegiatan masuknya sejumlah nutrisi yang ada di dalam pakan tersebut yang telah tersusun dari berbagai bahan pakan untuk memenuhi kebutuhan ternak tersebut. Secara biologis ayam mengkonsumsi makanan untuk kepentingan
hidupnya,
kebutuhan
energi
untuk
fungsi-fungsi
tubuh
dan
memperlancar reaksi sintesis dari tubuh. Hal ini menunjukkan bahwa ternak ayam mengkonsumsi makanannya terutama untuk pertumbuhan. Ransum dikatakan baik bila dikonsumsi secara normal dan dapat mensuplai zat-zat makanan yang diperlukan oleh tubuh (Wahyu, 1992).
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
42
Konsumsi ransum diukur dalam waktu satu minggu. Konsumsi ransum komulatif adalah konsumsi ransum yang dihabiskan minggu lalu ditambahkan dengan konsumsi ransum yang dihabiskan pada minggu ini (Parakasi, 1983). Untuk mengetahui keserasian standart ayam pedaging pada umur 6 minggu dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini: Tabel 3. Konsumsi Ransum Ayam Pedaging dan Berat Badan (Umur 1 – 6 Minggu) Umur (Minggu)
Berat Badan (Kg) 1 0, 120 2 0, 275 3 0, 483 4 0, 733 5 1, 033 6 1, 378 Sumber: Murtidjo (1987).
Kebutuhan Pakan/hari Perekor/gram 13 33 48 65 88 117
Kumulatif (gram) 91 322 658 1113 1729 2548
2.9.2 Pertambahan Bobot Badan Menurut Anggorodi, (1990) pertumbuhan murni adalah pertambahan dalam bentuk dan bobot jaringan tubuh seperti urat daging, tulang, jantung, otak dan semua jaringan tubuh yang lainnya kecuali jaringan lemak. Pertumbuhan terjadi secara perlahan kemudian berlangsung lebih cepat, secara perlahan lagi tumbuh dan akhirnya berhenti sama sekali, pertumbuhan biasa digambarkan seperti kurva sigmoid.
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
43
Pertambahan bobot badan merupakan salah satu standart produksi bagi ayam pedaging. Pertambahan bobot badan adalah selisih bobot badan akhir dan bobot badan awal dibagi dengan lama penelitian. Pengukuran berat badan dilakukan dalam kurun waktu satu minggu sehingga untuk mendapatkan berat badan harian, bobot badan dibagi tujuh. Pertambahan bobot badan dapat dipengaruhi oleh konsumsi ransum, kesehatan ayam, suhu lingkungan dan strain ayam pedaging (Rasyaf, 1995). Pertambahan bobot badan ayam (strain) akan menentukan jumlah konsumsi pakan. Semakin besar bobot badan ayam semakin banyak jumlah konsumsi pakan. Di samping itu strain, jenis dan tipe ayam juga menentukan (Kartadisastra, 1994).
2.9.3 Konversi Ransum Konversi ransum (Feed Convertion Ratio) adalah perbandingan jumlah ransum yang dikonsumsi dalam waktu satu minggu dengan pertambahan berat badan yang dicapai pada minggu tersebut. Bila ratio kecil berarti pertambahan berat badan baik dan penggunaan ransum efesien. Hal ini dipengaruhi oleh besar dan bangsa ayam, tahap produksi, kadar energi dalam ransum dan temperatur lingkungan (Rasyaf, 1997). Menurut Tillman et al., (1991), pemanfaatan energi metabolisme untuk pertumbuhan sedikit lebih efesien dibanding untuk penggemukan. Oleh sebab itu konversi pakan akan lebih baik pada hewan yang sedang tumbuh dibanding hewan yang sedang digemukkan.
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
44
Pertumbuhan yang cepat mempunyai makna bahwa pertumbuhan ayam diusahakan sesuai dengan ambang batas genetisnya, sedangkan segi bisnis berarti waktu jual lebih cepat tercapai. Konversi ransum inilah yang sebaiknya digunakan sebagai pegangan berproduksi karena sekaligus melibatkan berat badan dan konsumsi ransum (Rasyaf, 1996).
2.10 Kecernaan Ransum Kecernaan ransum atau koefisien cerna suatu ransum didasarkan pada asumsi bahwa zat gizi yang tidak terdapat dalam feses adalah habis untuk dicerna dan diserap oleh tubuh. Sebagian dari bahan makanan yang terdapat dalam feses adalah enzim yang disekresikan ke dalam saluran pencernaan yang tidak diserap kembali oleh tubuh, dan juga berupa hasil kikisan sel-sel dari dinding pencernaan. Daya cerna suatu bahan makanan dipengaruhi oleh beberapa ransum diantaranya yaitu kandungan serat kasar dalam ransum, dimana jika ransum mengandung serat kasar yang lebih dari 5 maka daya cerna ransum akan rendah karena unggas tidak mampu mencerna makanan dengan kandungan serat kasar yang tinggi. Selain itu daya cerna dipengaruhi oleh keseimbangan kandungan zat gizi antara bahan-bahan penyusun ransum, semakin seimbang kandungan zat gizi dalam ransum maka daya cerna akan semakin tinggi. Daya cerna juga dipengaruhi oleh bentuk fisik ransum, semakin kecil ukuran ransum maka makin mudah untuk dicerna dalam saluran pencernaan (Tillman et al., 1991).
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
45
2.11. Income Over Feed Cost (IOFC) Income Over Feed Cost merupakan analisis pendapatan atau keuntungan terhadap penggunaan suatu ransum. Pendapatan atau keuntungan diperoleh dari perkalian antara hasil produksi peternakan yang dihitung dalam kilogram berat badan hidup dengan harga jual, sedangkan biaya ransum merupakan total konsumsi dikali harga ransum dalam menghasilkan kilogram berat badan ternak tersebut (Prawirakusumo, 1990). Keuntungan atau pendapatan dari setiap usaha yang dilaksanakan merupakan salah satu sasaran utama dalam berusaha, sehingga jika merencanakan suatu usaha yang sederhana sekalipun seorang pengusaha atau peternak berharap akan mendapatkan keuntungan. Usaha pemanfaatan limbah bukan hanya memberikan keuntungan dari segi ekonomi tetapi juga memberikan manfaat dalam penanganan dampak pencemaran lingkungan (Huitema, 1986).
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
46
III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman, Laboratorium Nutrisi Ternak dan Kandang Ternak Departemen Peternakan Universitas Sumatera Utara, Medan. Waktu Penelitian dimulai dengan pembuatan isolat jamur pada bulan Juli 2007 di Laboratorium Hama Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan sebagai penelitian awal, kemudian pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan Januari sampai April 2008.
3.2 Bahan dan Alat 3. 2.1 Bahan dan Alat Untuk Pembuatan Isolat Jamur a. Bahan Tanah dari limbah kandang ayam sebanyak 20 gram. Potato Dextrose Agar (PDA) dengan komposisi 39 gram medium PDA (Oxoid) dalam 1 liter air suling (aquadest). b. Alat Timbangan elektrik untuk menimbang sampel tanah bahan isolasi. Tabung reaksi untuk tempat pengenceran suspensi tanah.
31
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
47
Mikropipet untuk mengukur suspensi tanah yang ingin dipindahkan antar tabung reaksi. Beaker glass sebagai tempat suspensi tanah. Shaker untuk mengguncang sampel tanah dengan agudest sehingga terbentuk suspensi tanah.
3.2.2 Bahan dan Alat Untuk Pembiakan Jamur Pada Media Cair (Potato Dextrose Broth) a. Bahan Isolat jamur yang sudah murni. Kentang yang sudah bersih dan dipotong-potong sebanyak 250 gram. Air suling (aquadest) steril sebanyak 1 liter. Dextrose sebanyak 20 gram. b. Alat Panci sebagai tempat memasak kentang. Saringan untuk menyaring filtrat kentang. outoklaf untuk mensterilkan Potato Dextrose Broth (PDB). Shaker untuk mengguncang suspensi jamur sampai terjadi perubahan kekeruhan.
3.2.3 Bahan dan Alat Untuk Penghitungan Jumlah Total Mikroba a. Bahan Isolat jamur yang sudah tumbuh pada media cair.
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
48
Aguadest yang sudah disterilkan. b. Alat Mikroskop elektrik perbesaran 400x. Hemositometer untuk menghitung jumlah total mikroba.
3.2.4 Bahan dan Alat Untuk Fermentasi a. Bahan Tepung bulu ayam yang sudah siap digiling dan dioutoklaf. Inokulum jamur sebagai starter fermentasi. Aquadest yang sudah disterilkan. b. Alat Timbangan elektrik untuk menimbang banyak jamur yang digunakan sebagai starter fermentasi. Kantung plastik sebagai wadah fermentasi tepung bulu ayam.
3.2.5 Bahan dan Alat Untuk Analisis Kandungan Protein Tepung Bulu Ayam a. Bahan Tepung bulu ayam hasil fermentasi. Asam sulfat. Aquadest 100 ml. NaOH 35% sebanyak 5 ml. Asam borat (H3BO3 3%) 5 ml.
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
49
b. Alat Labu Kjeldahl sebagai tempat destilasi. Erlenmeyer sebagai tempat campuran NaOH dan asam borat (H3BO33%). Alat titrasi untuk mentitrasi hasil destilasi. 3.2.6 Bahan dan Alat Untuk Uji Biologis a. Bahan Tepung Bulu Ayam hasil fermentasi. Ayam pedaging umur 4 minggu sebanyak 15 ekor untuk isolat jamur. Anak ayam umur 1 hari (DOC) strain 707 sebanyak 100 ekor untuk pengujian biologis terhadap penggunaan isolat terbaik. Bungkil kelapa, dedak jagung, bungkil kedelai, tepung ikan, kapur, dan minyak nabati untuk bahan baku ransum yang lain sebagai campuran tepung bulu ayam fermentasi. Vitamin dan obat-obatan. Rodalon dan formalin untuk sterilisasi kandang. b. Alat Tempat pakan dan tempat minum. Lampu 40 watt sebanyak 20 buah untuk penerangan. Kandang ternak sebanyak 20 plot ukuran 1 meter x 1 meter x 0,5 meter.
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
50
3.3 Rancangan Metode Penelitian Pengujian yang digunakan dalam penelitian ini ada dua tahap yaitu pada pengujian tahap pertama (I) dilakukan sebagai pengujian kandungan protein tepung bulu ayam hasil fermentasi. Pada pengujian ini target yang ingin dicapai adalah menentukan dosis inokulum jamur terbaik yang dapat menghasilkan kandungan protein tepung bulu ayam tertinggi setelah fermentasi. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) non Faktorial dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan. Fermentasi dilakukan selama 11 hari (Williams et al., 1991). Model matematik yang digunakan: Yij = µ + α i + i = 1,2,3,…p j = 1,2,3…n Yij = Nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke- j µ = Nilai tengah umum α i = Pengaruh perlakuan ke-i Σij = Galat percobaan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke- j ( Sastrosupadi, 1995). Masing-masing Perlakuan terdiri dari: T1 = Tepung Bulu ayam tanpa perlakuan (kontrol) T2 = Tepung Bulu ayam ditambah inokulum jamur 1% T3 = Tepung Bulu ayam ditambah inokulum jamur 2% T4 = Tepung Bulu ayam ditambah inokulum jamur 3%
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
51
Tepung bulu ayam yang memiliki kandungan protein tertinggi setelah fermentasi pada pengujian tahap pertama digunakan sebagai bahan baku ransum ayam pedaging pada pengujian tahap kedua (II) atau uji biologis. Pengujian tahap kedua (II) atau uji biologis (tepung bulu fermentasi sebagai bahan baku ransum ayam pedaging umur 0-6 minggu), rancangan yang digunakan dalam pengujian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) non Faktorial dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Jumlah plot 20 dan setiap plot (kandang ukuran 1 meter x 1 meter x 0,5 meter) diisi dengan 5 ekor ayam. Kepadatan kandang dengan 5 ekor ayam untuk mencegah sifat kanibalisme (saling makan antar ayam). Penentuan ulangan pada pengujian biologis dengan Rumus: t (n-1) > 15 Dimana: t = Perlakuan 15 = Ketetapan Model matematik yang digunakan: Yij = µ + α i + Σij i = 1,2,3,…p j = 1,2,3…n Yij = Nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = Nilai tengah umum α i = Pengaruh perlakuan ke-i Σij = Galat percobaan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke- j ( Sastrosupadi, 1995).
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
52
Masing- masing perlakuan terdiri dari: T1 = Ransum tanpa tepung Bulu Ayam ( 0%) + 10% tepung ikan (kontrol) T2 = Ransum dengan Tepung Bulu Ayam 2,5 % T3 = Ransum dengan Tepung Bulu Ayam
5%
T4 = Ransum dengan Tepung Bulu Ayam
7,5%
T5 = Ransum dengan Tepung Bulu Ayam
10%
Parameter yang diukur terdiri dari: 1. Konsumsi ransum yaitu jumlah ransum yang diberikan selama satu minggu ditimbang kemudian dikurangi dengan sisa ransum. 2. Pertambahan berat badan yaitu berat badan pada akhir minggu dikurangkan dengan berat badan pada awal minggu. 3. Konversi ransum yaitu jumlah ransum yang dikonsumsi dalam waktu satu minggu dibagi dengan pertambahan berat badan pada minggu tersebut. 4. Kecernaan ransum yaitu kandungan zat gizi ransum dikurangkan dengan kandungan zat gizi dalam feses dibagi kandungan zat gizi ransum dikali seratus persen. 5. Income Over Feed Cost (IOFC) yaitu pendapatan (berat badan akhir ternak dikali harga ternak dalam satu kilogram) dikurangkan dengan biaya ransum (total konsumsi dikali harga ransum). Pada tahap ini target yang ingin dicapai adalah ransum dengan tingkat konversi paling rendah yang berarti dapat mencapai tingkat pertambahan berat badan tertinggi dengan penggunaan ransum yang sedikit. Hal ini berarti ransum tersebut
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
53
memiliki kandungan gizi yang optimal dan efesien untuk pertumbuhan ayam serta memberikan nilai keuntungan penggunaan ransum (IOFC) yang lebih tinggi.
3.4 Pelaksanaan Penelitian 3.4.1 Isolasi Tanah Kandang Ayam Isolasi tanah dari kandang ayam dilakukan untuk mendapatkan jamur yang dapat mendegradasi keratin pada tepung bulu ayam. Isolasi tanah dilakukan sebanyak dua kali. Jamur yang digunakan dalam fermentasi diperoleh dari isolasi tanah berasal dari kandang ayam. Isolasi dilakukan dengan mencampur tanah sebanyak 20 gram dalam air suling 200 ml, kemudian digoncang dengan shaker lebih kurang 10 menit. Suspensi partikel tanah sebanyak 1 ml tersebut dilarutkan dalam 9 ml air suling yang sudah steril, kemudian digoncang sampai homogen sehingga diperoleh pengenceran 10-1. Selanjutnya dibuat pengenceran 10-2 dengan cara mengambil 1 ml suspensi partikel tanah pada pangenceran 10-1 dilarutkan pada 9 ml air suling yang sudah steril sehingga diperoleh pengenceran 10-2. Pada pengenceran 10-5, 10-6 dan 10-7, masing masing diambil sebanyak 0,1 ml disebarkan dengan hockey stick pada media PDA (Potato Dextrose Agar) dengan komposisi 39 gram PDA (Potato Dextrose Agar) (Oxoid) dalam 1 liter air suling kemudian diinkubasi lebih kurang 1 minggu pada suhu 270C (suhu ruang) untuk pertumbuhan jamur (Cappuccino and Sherman, 1996). Pemurnian jamur dilakukan dengan mengambil 1 choock borrer biakan jamur kemudian diinokulasi pada media PDA, diinkubasi kembali pada suhu ruang (270C). Pada pemurnian pertama diperoleh isolat jamur seperti gambar (Lampiran 2),
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
54
pemurnian isolat jamur dilakukan sebanyak tiga sampai empat kali. Setelah diperoleh jamur yang murni baru dilakukan pembiakan jamur dengan pemindahan jamur pada media PDA (Potato Dextrose Agar) (Lay, 1994). Pada isolasi pertama (I) dari hasil identifikasi dengan pengamatan mikroskop perbesaran 400x diperoleh isolat jamur Helicomyces sp.
3.4.2 Pembiakan Jamur Pada Media Cair (Potato Dextrose Broth) Kentang sebanyak 250 gram yang sudah bersih dan dipotong-potong kemudian direbus selama 20 menit kemudian disaring sampai dihasilkan filtrat sebanyak 1 liter dengan penambahan air suling (air aquadest) yang steril. Larutan filtrat ditambahkan dengan 20 gram dextrose, kemudian larutan filtrat tersebut dituang ke 5 erlenmeyer dengan masing-masing erlenmeyer berisi 200 ml air filtrat dextrose, setelah itu diautoklaf pada suhu 1210C tekanan 15 psi (pounds per square inch) selama 15 menit. Kemudian dimasukkan pada erlenmeyer, jamur sebanyak 5 chooch borrer atau menurut Lay, (1994) sebanyak 106 spora/ml, kemudian digoncang pada shaker dengan kecepatan 60 rpm (rotation pert minute) selama 2 minggu (Atlas, 1997). Pengguncangan bertujuan untuk menciptakan oksigen sehingga memancing spora dari jamur tersebut keluar. Pengguncangan dilakukan sampai terjadi perubahan warna dari air filtrat dextrose menjadi lebih keruh dari sebelum pengguncangan (Lay, 1994).
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
55
3.4.3 Pelaksanaan Fermentasi a. Penghitungan Jumlah Total Mikroba Jumlah total mikroba (jamur) sebagai inokulum fermentasi dihitung dengan alat Hemositometer. Dari pengenceran inokulum jamur 10-1 kemudian diteteskan sebanyak satu tetes inokulum jamur, setelah slide penutup ditutupkan. Individu sel dalam suatu kelompok sel dihitung. Sel spora jamur yang dihitung yaitu pada sel yang terletak di atas dan kiri menyentuh garis tengah pada tepi bujur sangkar. Penghitungan jumlah mikroba (jamur) berdasarkan rumus: Jumlah sel per ml sampel = N x 5 x 10 x 1.000 Dimana, N 5
= Jumlah spora jamur dalam kotak besar = Jumlah kotak besar
10 = Faktor perkalian 1.000 = Faktor pengali dalam satuan mililiter (Raul and Jaime, 1986).
b. Fermentasi Tepung bulu ayam sebagai medium fermentasi harus mengandung kadar air minimal 30% untuk memudahkan pertumbuhan jamur. Tepung bulu ayam dalam kondisi kering tetap mengandung air sebanyak 10%, jadi dilakukan penambahan air sebanyak minimal 20% dari berat kering tepung bulu ayam dicampur dengan inokulum jamur 1% (v/w), 2% (v/w), dan 3% (v/w) dari berat kering bahan. Inokulum jamur yang sudah ditambah air ini, kemudian disiramkan secara merata
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
56
pada tepung bulu ayam sebanyak 20 gram yang sudah ditempatkan pada wadah plastik yang kedap udara sehingga terjadi proses fermentasi.
c. Analisis Kandungan Protein Tepung Bulu Ayam Setelah Fermentasi Analisis protein dilakukan dengan Metode Kjeldahl, dengan melakukan proses destruksi yaitu Tepung Bulu ayam ditimbang sebanyak 0,1 gram ditambah selenium sebanyak 0,1 gram sebagai katalis ditambah dengan asam sulfat, kemudian dibakar sampai putih diruang asam. Proses destilasi dengan menampung hasil destilasi pada labu kjeldahl lalu ditambah aquadest 100 ml ditambah NaOH 35% lebih kurang 5 ml kemudian ditampung pada erlenmeyer yang berisi asam borat (H3BO3 3%) sebanyak 5 ml kemudian ditambah aquadest 30 ml. Hasil destilasi ditampung kira- kira sampai 150 ml kemudian dititrasi dengan HCl. Rumus perhitungan kadar protein yang diperoleh : %N
= N. HCl X 14 X 100 Berat Sampel X 1000
% Protein
=
% N X 6,25 (Konversi dari kadar air)
Dimana, N = Kadar Nitrogen 14 = Ketetapan (Suhardi et al ., 1984).
d. Analisis Kehilangan Berat Kering Tepung Bulu Ayam Fermentasi Cawan porselin dioven pada suhu 1050C selama 1 jam, kemudian didinginkan dalam desikator selama 15 menit. Cawan dikeluarkan dari desikator, kemudian
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
57
ditimbang dan dicatat berat cawan kosong. Sampel ditimbang sebanyak 2,001g dengan 2 kali ulangan, kemudian timbang cawan tambah sampel dan dioven kembali pada suhu 1050C selama 8 jam. Kemudian sampel tersebut dikeluarkan dan didinginkan dalam desikator selama 1 jam, setelah itu ditimbang dan dicatat beratnya. Penimbangan dilakukan setiap 1 jam sekali dan dilakukan sebanyak tiga kali. Hasil penimbangan dijumlahkan kemudian dibagi tiga, hasil yang diperoleh merupakan berat cawan tambah sampel oven. Dari perhitungan ini diperoleh kadar air yang hilang dari sampel dengan rumus: BC – BC + S. Oven x 100 S Dimana: BC = Berat Cawan S = Sampel Berat kering = 100 – kadar air Kehilangan persentase berat kering tepung bulu ayam = Berat kering sebelum fermentasi – Berat kering setelah fermentasi x 100% Berat kering sebelum fermentasi Sumber: Abdul dan Ibrahim, (1993). 3.4.4 Pengujian Isolat Jamur Isolat jamur yang diperoleh dari hasil isolasi digunakan sebagai inokulum fermentasi. Tepung bulu ayam yang difermentasi dengan berbagai isolat jamur tersebut digunakan sebagai sumber protein bagi ayam pedaging. Pengujian ini
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
58
dilakukan selama satu minggu untuk menentukan jenis isolat jamur terbaik yang menunjukkan pertambahan berat badan tertinggi, digunakan sebagai isolat jamur pada pengujian tahap kedua (II) atau uji biologis.
3.4.5 Penggunaan Tepung Bulu Ayam Sebagai Ransum Ayam Pedaging a. Persiapan Kandang Kandang disterilisasi dengan formalin, dimana penggunaan formalin sebanyak 1 liter dicampur dengan 5 liter air kemudian kandang diisolasikan selama tiga hari. Tempat pakan dan tempat minum disterilisasi dengan rodalon supaya bebas dari bibit penyakit.
b. Persiapan Anak Ayam Pedaging (DOC) Strain CP 707 Sebanyak 100 Ekor Anak ayam umur satu hari (DOC) strain 707 sebanyak 100 ekor diproduksi oleh PT. Charoen Phakphan Indonesia. Sebelum dimsukkan ke kandang perlakuan, anak ayam ditimbang. Berat anak ayam pada setiap plot dihomogenkan atau disamakan agar kondisi setiap plot sama.
c. Persiapan Ransum Sesuai Perlakuan Tepung bulu ayam pedaging yang memiliki kandungan protein terbaik melalui analisis protein dengan metode kjeldahl setelah fermentasi, kemudian dicampur dengan bahan ransum yang lain yaitu jagung, bungkil kelapa, bungkil kedelai, tepung
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
59
ikan dan top mix. Tepung bulu ayam yang digunakan dalam ransum berasal dari limbah bulu ayam pedaging yang telah melalui proses pengolahan (Lampiran 1).
d. Pengambilan Data Pengambilan data dilakukan seminggu sekali sesuai parameter yang diteliti yaitu konsumsi ransum adalah jumlah ransum yang diberikan selama satu minggu, dikurangi dengan sisa ransum. Pertambahan berat badan yaitu berat badan pada akhir minggu dikurangi dengan berat badan pada awal minggu. Konversi ransum adalah jumlah ransum yang dikonsumsi dalam waktu satu minggu dibagi pertambahan berat badan pada minggu tersebut.
3.4.6 Koefisien Daya Cerna Ransum Koefisien daya cerna ransum dilakukan untuk mengetahui berapa besar persentase kandungan zat makanan dalam ransum yang dapat diserap oleh tubuh. Koefisien daya cerna merupakan selisih antara kandungan zat makanan dalam ransum yang dimakan ternak dengan kandungan zat makanan yang masih terdapat dalam feses. Penghitungan koefisien daya cerna ransum yang dilaksanakan adalah sebagai berikut:
Koefisien Cerna = N ransum - N feses x 100% N ransum
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
60
Keterangan: N ransum = Kandungan zat gizi ransum N feses
= Kandungan zat gizi yang tersisa dalam feses (Tillman et al., 1991).
3.4.7 Income Over Feed Cost (IOFC) Income Over Feed Cost dilakukan untuk mengetahui berapa besar pendapatan atau keuntungan yang diperoleh dari penggunaan ransum tersebut. Income Over Feed Cost merupakan selisih antara pendapatan yang diperoleh dari berat badan akhir ternak dikali harga jual dalam satu kilogram dengan biaya ransum. Secara jelas rumus Income Over Feed Cost (IOFC) adalah sebagai berikut: Income Over Feed Cost (IOFC) = (berat badan akhir x harga satu kg berat badan ayam) – (total konsumsi x harga ransum) Sumber: Prawirakusumo, (1990).
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
61
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Isolasi Tanah Kandang Ayam Dari hasil isolasi tanah kandang ayam yang dilakukan sebanyak 2 kali, pada isolasi pertama, setelah diidentifikasi melalui pengamatan mikroskop dengan perbesaran 400x diperoleh isolat jamur Helicomyces sp (Lampiran 3), dengan ciri-ciri memiliki miselium sederhana, konidiofor berbentuk hialin, bersepta, konidia tunggal dan menggulung. Hal ini sesuai dengan pendapat Barnett and Hunter, (1972), menyatakan bahwa Helicomyces sp, memiliki konidiofor berbentuk hialin sederhana, bersepta, konidia tunggal dan ketat bergulung. Selain itu Helicomyces sp merupakan jamur saprofit yang mampu mendegradasi keratin. Dozie et al., (1994), menyatakan bahwa keratin pada bulu ayam dapat didegradasi oleh jamur saprofit. Pada isolasi kedua, melalui pengamatan mikroskop dengan perbesaran 400x diperoleh isolat jamur Trichoderma sp dan Penicillium sp (Lampiran 3). Isolat jamur Trichoderma sp pertumbuhannya cepat, konidia hialin, bercabang banyak, fialides tunggal atau berkelompok dan koloni berwarna hijau. Barnett and Hunter, (1972), menyatakan bahwa Trichoderma sp memiliki konidiospora hialin, bercabang banyak, fialides tunggal atau berkelompok, saprofit di dalam tanah dan species ini merupakan parasit bagi jamur lain. Selain itu Trichoderma sp mampu memproduksi gula sederhana dan merupakan jamur termofilik, sesuai dengan pendapat Zerdani et al., (2004), yang menyatakan bahwa keratin pada tepung bulu ayam dapat didegradasi
46 Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
62
oleh mikroorganisme termofilik yaitu mikroorganisme yang mampu tumbuh pada suhu 50-650C. Isolat jamur Penicillium sp (Lampiran 3), mempunyai kemampuan tumbuh sangat cepat, koloninya berwarna hijau kebiruan atau kuning, mempunyai permukaan miselium sederhana, halus, panjang, dan konidiofor bercabang sekitar 2-3 cabang, fialides berisi rantai konidia dan konidia berbentuk bulat. Alexopoulus et al., (1996), menyatakan bahwa Penicillium sp memiliki miselium sederhana, konidia berbentuk bulat, terdiri atas satu sel. Di ujung cabang konidiofor terdapat sekumpulan fialides yang berisi rantai konidia. Menurut pendapat Periasamy et al., (2004), Penicillium sp merupakan jamur keratinofilik yang mamiliki kesukaan terhadap substrat keratin. Jamur keratinofilik dapat hidup pada jaringan keratin dengan menghasilkan enzim keratinase dan memanfaatkan substrat keratin tersebut sebagai sumber nutrien untuk pertumbuhan.
4.2 Hasil Penghitungan Jumlah Spora dari Isolat Jamur Limbah Kandang Ayam Hasil penghitungan jumlah total mikroba penggunaan berbagai isolat jamur sebagai inokulum fermentasi dalam 1 ml suspensi jamur dapat dilihat pada tabel 4 berikut:
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
63
Tabel 4. Jumlah Total Mikroba Inokulum Fermentasi Jenis Isolat Jamur Helicomyces sp Trichoderma sp Penicillium sp
Hasil Penghitungan Jumlah Spora 1,5 x 106 spora/ml 2,25 x 106 spora/ml 2,65 x 106 spora/ml
Berdasarkan tabel 4 di atas, jumlah total mikroba terbanyak pada isolat jamur Penicillium sp (2,65 x 106) spora/ml dan jumlah total mikroba paling sedikit pada isolat jamur Helicomyces sp (1,5 x 106) spora/ml. Hal ini terjadi karena, isolat jamur Penicillium sp memiliki cabang konidiofor yang banyak sekitar 2-3 cabang. Pada ujung cabang terdapat phialides berisi konidia yang menghasilkan banyak spora. Konidia hialin dan saling menumpuk sampai ke atas. Koloni jamur tumbuh menyebar dengan cepat. Cappuccino and Sherman, (1987), menyatakan bahwa Penicillium sp tumbuh menyebar dengan cepat, konidiofor bercabang sekitar 2-3 cabang, di ujung cabang terdapat phialides berisi rantai konidia (spora tunggal), dan menghasilkan banyak spora. Sedangkan isolat jamur Helicomyces sp memiliki konidiofor berbentuk hialin sederhana, konidia tunggal dan pertumbuhan koloni jamur relatif lambat sehingga menghasilkan jumlah spora yang sedikit. Mikroba (jamur) berasal dari satu sel spora yang tumbuh dan berkembang menjadi suatu individu jamur serta menghasilkan suatu enzim yang berperan dalam perombakan senyawa organik kompleks dalam proses fermentasi. Semakin banyak suatu mikroba yang membantu proses fermentasi berarti semakin banyak komponen senyawa organik kompleks yang mampu dirombak oleh mikroba tersebut. Jamur
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
64
Penicillium sp menghasilkan sel spora yang sangat banyak dan intensitas pertumbuhan sangat tinggi, berarti lebih banyak mikroba (jamur) dihasilkan, akan banyak pula komponen keratin (ikatan peptida kompleks) dari tepung bulu ayam yang mampu diputuskan menjadi ikatan peptida sederhana (protein) dengan bantuan enzim keratinase yang dihasilkan oleh isolat jamur tersebut. Tjitjah, (1997), menyatakan bahwa fermentasi merupakan proses perombakan senyawa organik kompleks menjadi lebih sederhana dengan bantuan enzim yang dihasikan dari suatu mikroba.
4.3
Hasil Uji Biologis Penggunaan Tepung Bulu Ayam Fermentasi dengan Beberapa Isolat Jamur
4.3.1 Pengaruh Penggunaan Tepung Bulu Ayam Fermentasi Dalam Ransum Terhadap Pertumbuhan Ayam Tepung bulu ayam difermentasi dengan beberapa isolat jamur digunakan sebagai bahan ransum ayam pedaging umur 5 minggu, dengan lama pengujian 1 minggu. Fermentasi dilakukan selama 11 hari (Williams et al., 1991) dengan dosis inokulum fermentasi sebanyak 2% untuk setiap jenis isolat jamur. Hasil uji biologis penggunaan tepung bulu ayam fermentasi dengan beberapa isolat jamur terhadap pertumbuhan ayam (konsumsi ransum, pertambahan berat badan dan konversi ransum) dapat dilihat pada tabel berikut:
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
65
Tabel 5. Hasil Uji Biologis Penggunaan Tepung Bulu Ayam Fermentasi dengan Beberapa Isolat Jamur Terhadap Pertumbuhan Ayam Jenis Isolat Jamur
Konsumsi Ransum (gr/ekor/minggu)
Helicomyces sp Trichoderma sp Penicillium sp Ransum (Kontrol)
301,5 403,2 415,6 427,3
Pertambahan Berat Badan (gr/ekor/minggu) 150,65 210,46 230,75 238,30
Konversi Ransum (rasio) 2,0 1,92 1,80 1,79
Hasil uji biologis di atas, menunjukkan bahwa pertumbuhan ayam yang paling rendah terdapat pada ransum dengan penambahan tepung bulu fermentasi dengan isolat jamur Helicomyces sp, ditunjukkan dengan konsumsi ransum sebanyak 301,5 gram/ekor/minggu, pertambahan berat badan sebesar 150,65 gram/ekor/minggu dan konversi ransum sebesar 2, sedangkan pertumbuhan ayam yang paling tinggi terdapat pada ransum penambahan tepung bulu ayam fermentasi dengan isolat jamur Penicillium sp,
yaitu
konsumsi
ransum
sebesar
415,6
gram/ekor/minggu,
pertambahan berat badan 230,75 gram/ekor/minggu dan konversi ransum 1,80. Hal ini
masih
menunjukkan
konvensional/buatan
pertumbuhan
pabrik
dengan
ayam
yang
konsumsi
sama
dengan
ransum
ransum
sebesar
427,3
gram/ekor/minggu, pertambahan berat badan sebesar 238,30 gram/ekor/minggu, dan konversi ransum 1,79. Hal ini terjadi karena ransum dengan penambahan tepung bulu ayam fermentasi dengan isolat jamur Penicillium sp lebih mampu diserap oleh tubuh ayam untuk menghasilkan pertumbuhan, sebab isolat jamur ini lebih mampu mendegradasi keratin pada tepung bulu ayam karena merupakan jamur keratinofilik (Periasamy et al., 2004).
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
66
Suatu ransum yang efesien dan memiliki kandungan zat gizi yang baik jika menghasilkan konversi ransum yang rendah, berarti kandungan zat gizi ransum tersebut dapat diserap oleh tubuh yang diekspresikan dengan peningkatan pertambahan berat badan. Sesuai menurut pendapat Gaman and Sherrington, (1992), menyatakan bahwa semakin banyak ikatan sistin disulfida (ikatan peptida kompleks) dari keratin yang dapat diputuskan menjadi ikatan peptida sederhana (protein) selama proses fermentasi, maka semakin banyak pula protein yang dapat diserap oleh tubuh dan menghasilkan pertumbuhan. Penggunaan isolat jamur Penicillium sp dalam fermentasi tepung bulu ayam tidak berpengaruh terhadap kesehatan ayam karena isolat jamur tersebut menghasilkan zat antibiotik penicillin, dimana zat antibiotik tersebut biasa digunakan sebagai makanan pelengkap untuk meningkatkan nilai gizi suatu ransum dan membantu proses pencernaan ransum dalam tubuh. Darkuni, (2001), menyatakan bahwa Penicillium sp menghasilkan zat antibiotik penicillin, yang bersifat anti bakteri bekerja menghambat pertumbuhan bakteri patogen yang berperan sebagai agen pembusuk dalam saluran pencernaan, sehingga turut membantu proses pencernaan makanan di dalam tubuh.
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
67
4.3.2 Koefisien Daya Cerna Protein Ransum Hasil Fermentasi Dengan Beberapa Isolat Jamur Hasil uji biologis penggunaan tepung bulu ayam fermentasi dengan beberapa isolat jamur dalam ransum terhadap koefisien daya cerna dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 6. Koefisien Daya Cerna Ransum Penambahan Tepung Bulu Ayam Fermentasi dengan Beberapa Isolat Jamur Jenis Isolat Jamur
Kandungan Protein Ransum (%)
Helicomyces sp Trichoderma sp Penicillium sp Ransum (Kontrol)
20,18 20,18 20,18 20,18
Kandungan Protein Veses (kotoran ayam) (%) 18,63* 16,87* 14,35* 12,39*
Koefisien Daya Cerna (%) 7,68 16,40 28,89 38,60
Keterangan: * = Hasil Analisis Laboratorium Sentral FP- USU Medan (2008). Berdasarkan hasil analisis koefisien daya cerna ransum penambahan tepung bulu ayam fermentasi dengan beberapa isolat jamur di atas, menunjukkan bahwa koefisien daya cerna tertinggi terdapat pada ransum dengan penambahan isolat jamur Penicillium sp sebesar 28,89% dan koefisien daya cerna terendah terdapat pada ransum dengan penambahan tepung bulu ayam fermentasi dengan isolat jamur Helicomyces sp sebesar 7,68%. Hal ini terjadi karena isolat jamur Penicillium sp menghasilkan enzim keratinase yang mampu mendegradasi keratin (ikatan peptida kompleks) tepung bulu ayam, menjadi ikatan peptida sederhana (protein) yang siap diserap oleh tubuh. Sedangkan isolat jamur Helicomyces sp merupakan jamur dermatofit yang dapat mendegradasi keratin pada jaringan kulit, sesuai pendapat
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
68
Dwidjosaputro, (1984), menyatakan Helicomyces sp menyebabkan berbagai macam penyakit kulit (dermatofit) dan mampu mendegradasi keratin. Koefisien daya cerna dipengaruhi oleh kandungan protein dan serat kasar ransum, dimana protein tepung bulu ayam terdiri dari protein serat (fibrous), jadi semakin banyak kandungan protein tepung bulu ayam yang dapat diserap oleh tubuh, berarti koefisien daya cerna ransum akan semakin meningkat. Widodo, (2002), menyatakan bahwa koefisien daya cerna atau tingkat kecernaan suatu ransum dipengaruhi oleh keseimbangan kandungan zat makanan antara protein dan serat kasar. Semakin banyak protein tercerna dalam ransum yang dapat diserap oleh tubuh, maka koefisien daya cerna ransum juga semakin meningkat.
4.4 Hasil Analisis Persentase Kehilangan Berat Kering Tepung Bulu Ayam Fermentasi Pengaruh penggunaan berbagai isolat jamur sebagai inokulum fermentasi terhadap persentase kehilangan berat kering tepung bulu ayam dapat dilihat pada tabel 7 berikut ini:
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
69
Tabel 7. Persentase Kehilangan Berat Kering Tepung Bulu Ayam Fermentasi Jenis Isolat Jamur
Tanpa Fermentasi (Kontrol) Helicomyces sp Trichoderma sp Penicillium sp
Berat Setelah Fermentasi (g)/[A]
Persentase Berat Kering(%)/100%K.Air [B]
-
98,04*
Berat Kering Bahan (g)/[B] x [A] [C] 19,6#
21,20 19,52 18,92
68,50* 70,15* 70,64*
14,52 13,69 13,36
Persentase Kehilangan Bahan Kering (%)/ BK Kontrol- [C] x 100% BK Kontrol 25,92 30,15 31,84
Keterangan: * = Hasil Analisis Laboratorium Nutrisi Jurusan Peternakan FP- USU Medan (2008). # = Berat Kering Sebelum Fermentasi Berat Sampel = 20 gram Berdasarkan hasil analisis di atas, persentase kehilangan berat kering tertinggi terdapat pada bulu ayam yang difermentasi dengan isolat jamur Penicillium sp sebesar 31,84% dan terendah pada isolat jamur Helicomyces sp sebesar 25,92%. Hal ini sesuai dengan yang dilaporkan Hadi dan Muhsin (2002), bahwa penggunaan isolat jamur Aspergillus sp dalam fermentasi tepung bulu ayam mengalami persentase kehilangan berat kering sebesar 32%. Pada perlakuan dengan isolat jamur Penicillium sp, mengalami kehilangan persentase berat kering tertinggi, karena jamur tersebut memiliki intensitas pertumbuhan yang tinggi, sehingga lebih mampu dalam melakukan proses perombakan bahan kering menjadi sumber nutrien untuk pertumbuhan. Bahan kering dirombak oleh jamur menjadi sumber nutrien untuk pertumbuhan selama proses fermentasi. Edhy dan Siregar, (2004), jika jamur memiliki intensitas pertumbuhan
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
70
yang tinggi, maka persentase kehilangan berat kering tepung bulu ayam setelah fermentasi meningkat. Sedangkan pada perlakuan dengan isolat jamur Helicomyces sp, mengalami kehilangan berat kering yang rendah karena intensitas pertumbuhan jamur tersebut rendah sehingga memiliki kemampuan yang rendah pula dalam merombak bahan kering sebagai sumber nutrien untuk pertumbuhan jamur. Hadi dan Muhsin, (2002), menyatakan bahwa degradasi keratin dalam proses fermentasi ditandai dengan adanya peningkatan persentase kehilangan berat kering tepung bulu ayam setelah fermentasi. Semakin tinggi persentase kehilangan berat kering, berarti isolat jamur tersebut lebih mampu mendegradasi keratin pada tepung bulu ayam.
4.5 Hasil Analisis Kandungan Protein Tepung Bulu Ayam Fermentasi Dengan Isolat Jamur Penicillium sp Hasil penggunaan berbagai dosis suspensi isolat jamur Penicillium sp sebagai inokulum fermentasi terhadap peningkatan kandungan protein terlarut tepung bulu ayam dapat di lihat pada tabel berikut ini: Tabel 8. Hasil Analisis Kandungan Protein Tepung Bulu Ayam Fermentasi dengan Isolat Jamur Penicillium sp Perlakuan
Rataan (%)
Kontrol (R0) 80,96 Inokulum Jamur 1% (R1) 88,20 Inokulum Jamur 2% (R2) 89,02 Inokulum Jamur 3% (R3) 90,90 Keterangan: Notasi yang berbeda menunjukkan (P<0,01) antar perlakuan.
Notasi 0,01 A B B C pengaruh yang sangat berbeda nyata
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
71
Berdasarkan hasil analisis peningkatan kandungan protein terlarut tepung bulu ayam fermentasi pada tabel 8 di atas, menunjukkan bahwa peningkatan kandungan protein tepung bulu ayam tanpa fermentasi atau kontrol/(R0) memberi pengaruh yang sangat berbeda nyata (P<0,01) dengan kandungan protein terlarut tepung bulu ayam fermentasi dosis inokulum jamur 1% (R1), 2% (R2) dan 3% (R3). Perlakuan tepung bulu difermentasi dengan dosis inokulum jamur 1% (R1), menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan perlakuan dosis inokulum jamur 2% (R2), tetapi memberi pengaruh yang sangat berbeda nyata (P<0,01) dengan perlakuan dosis inokulum jamur 3% (R3) dan kontrol (R0). Perlakuan dosis inokulum jamur 3% (R3), menunjukkan pengaruh yang sangat berbeda nyata (P<0,01) dengan dosis inokulum jamur 1% (R1), 2% (R2) dan kontrol (R0). Pada perlakuan fermentasi dosis inokulum jamur 3% (R3) terjadi peningkatan kandungan protein terlarut yang lebih tinggi dari dosis lainnya, karena pada dosis tersebut terjadi keseimbangan antara ketersedian sumber nutrien dalam medium fermentasi dengan jumlah mikroba yang tersedia, sehingga peningkatan jumlah massa sel mikroba akan menyebabkan peningkatan kandungan protein tepung bulu ayam setelah difermentasi. Hal ini sesuai pendapat Tjitjah, (1997), yang menyatakan bahwa dalam proses fermentasi jamur memanfaatkan substrat sebagai sumber nutrien untuk pertumbuhan. Peningkatan jumlah sel mikroba identik dengan peningkatan kandungan protein terlarut yang merupakan refleksi dari jumlah massa sel, karena semakin banyak mikroba yang merombak komponen keratin tepung bulu ayam maka protein terlarut setelah fermentasi juga akan semakin meningkat. Sedangkan pada
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
72
penggunaan dosis inokulum jamur yang lebih rendah dari 3% terjadi penurunan kandungan protein terlarut tepung bulu ayam, karena jumlah inokulum jamur yang tersedia pada awal fermentasi juga relatif sedikit sehingga pada akhir fermentasi menghasilkan protein yang rendah. Hal ini sesuai menurut Nurhayati et al, (2000), menyatakan bahwa perbedaan jumlah mikroba pada awal fermentasi mengakibatkan penggandaan jumlah sel yang berbeda dan berpengaruh terhadap peningkatan kandungan protein.
4.6 Hasil Uji Biologis Penggunaan Tepung Bulu Ayam Fermentasi dengan Isolat Jamur Penicillium sp 4.6.1 Pengaruh Penggunaan Tepung Bulu Ayam Fermentasi dengan Isolat Jamur Penicillium sp Terhadap Pertumbuhan Ayam dan Income Over Feed Cost (IOFC) Pengaruh level penggunaan tepung bulu ayam fermentasi dengan isolat jamur Penicillium sp terhadap pertumbuhan ayam (konsumsi ransum, pertambahan berat badan dan konversi ransum) dan Income Over Feed Cost (IOFC) dapat dilihat pada tabel berikut:
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
73
Tabel 9. Penggunaan Tepung Bulu Ayam Fermentasi dengan Isolat Jamur Penicillium sp Dalam Ransum Terhadap Pertumbuhan Ayam Pedaging dan Income Over Feed Cost (IOFC) Perlakuan
Rataan Konsumsi Ransum (gram/ekor/ minggu)
Rataan Pertambahan Berat Badan (gram/ekor/minggu)
Rataan Konversi Ransum (rasio)
IOFC (Rp)
Kontrol (T0) Tepung Bulu 2,5% (T1) Tepung Bulu 5% (T2) Tepung Bulu 7,5% (T3) Tepung Bulu 10% (T4)
388,23C 383,71C 388,64C 361,09B 353,46A
205,02C 206,85C 207,64C 166,84B 152,43A
1,84A 1,82A 1,80A 2,29B 2,53C
6.136,04C 6.315,13D 6.509,32D 4.695,07B 3.750,91A
Keterangan: Notasi yang berbeda menunjukkan pengaruh yang sangat berbeda nyata (P<0,01) antar perlakuan. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam di atas, menunjukkan bahwa perlakuan tanpa pemberian tepung bulu ayam (T0) tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P>0,05) dengan perlakuan tepung bulu 2,5% (T1) dan perlakuan tepung bulu 5% (T2) terhadap pertumbuhan ayam (konsumsi ransum, pertambahan berat badan dan konversi ransum), tetapi memberi pengaruh yang sangat berbeda nyata (P<0,01) dengan perlakuan tepung bulu 7,5% (T3) dan perlakuan tepung bulu 10% (T4). Perlakuan tepung bulu 7,5% (T3) menunjukkan pengaruh yang sangat berbeda nyata (P<0,01) dengan perlakuan tepung bulu 10% (T4). Konsumsi ransum dipengaruhi oleh keseimbangan kandungan zat-zat makanan dalam ransum. Penggunaan tepung bulu ayam yang semakin meningkat menimbulkan ketidakseimbangan kandungan asam amino (protein) dalam ransum, karena tepung bulu ayam kaya akan kandungan asam amino lisin dan isoleusin tetapi kandungan asam amino triptofan dan metionin rendah. Hal ini sesuai menurut
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
74
Burman and Burgess, (1986) serta Sutardi, (1979), bahwa konsumsi ransum akan dipengaruhi oleh keseimbangan kandungan asam amino dalam ransum. Apabila konsentrasi kandungan asam amino dalam ransum berubah, maka selera makan akan menurun akibatnya konsumsi ransum juga menurun. Penggunaan tepung bulu ayam menimbulkan konsumsi ransum yang rendah, karena adanya kandungan keratin pada bulu ayam. Semakin sedikit kandungan protein ransum yang dapat dicerna mengakibatkan hanya sedikit zat makanan yang dapat diserap oleh tubuh dan menghasilkan pertambahan berat badan yang rendah. Hal ini sesuai menurut Williams et al., (1991), menyatakan bahwa tepung bulu ayam mengandung keratin yang bersifat sukar larut dalam air dan sulit dicerna. Sehingga dengan peningkatan penambahan tepung bulu ayam dalam ransum, maka protein tak tercerna juga meningkat, akibatnya konsumsi ransum sedikit. Penggunaan tepung bulu fermentasi dengan isolat jamur Penicillium sp sampai 5% dalam ransum menunjukkan pertumbuhan ayam yang baik, berarti fermentasi tersebut sudah lebih berhasil dalam mendegradasi keratin pada tepung bulu ayam, karena jika tanpa perlakuan fermentasi tepung bulu ayam hanya dapat digunakan sebanyak 2% dalam ransum sesuai Pandiangan (2001), sedang penggunaan tepung bulu ayam dikombinasikan dengan enzim papain hanya dapat digunakan sebesar 2,5% untuk tepung bulu dan 0,03% enzim papain (Elfia et al., 2002). Pada perlakuan penggunaan tepung bulu ayam sampai 5% tidak menunjukkan penurunan konsumsi ransum yang sangat berbeda nyata (P<0,01)
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
75
karena pada level tersebut kandungan protein yang tidak tercerna (keratin) rendah dalam ransum, sehingga sebagian besar protein ransum tersebut masih dapat diserap oleh tubuh. Selain itu ketidakseimbangan kandungan asam amino akibat penggunaan tepung bulu ayam masih dapat dilengkapi oleh bahan ransum yang lain sehingga tidak mempengaruhi konsumsi ransum. Oleh sebab itu penggunaan tepung bulu ayam hanya sebagai tambahan tepung ikan untuk mengatasi ketidakseimbangan kandungan asam amino ransum sehingga lebih memacu pertumbuhan. Hal ini sesuai menurut Widodo, (2000), menyatakan bahwa jika suatu bahan ransum kekurangan salah satu kandungan asam amino maka harus dilengkapi oleh bahan ransum yang lain, sehingga terjadi keseimbangan kandungan asam amino ransum yang dibutuhkan untuk pertumbuhan. Pertambahan berat badan menurun dengan peningkatan penggunaan tepung bulu ayam, karena adanya penurunan konsumsi ransum. Hal ini juga akan meningkatkan konversi ransum, karena ayam kurang mampu menggunakan ransum secara efesien untuk pertumbuhan. Peningkatan penggunaan tepung bulu ayam menimbulkan peningkatan protein tak tercerna dalam ransum, akibatnya hanya sedikit protein yang dapat diserap oleh tubuh dan menghasilkan pertambahan berat badan. Hal ini sesuai menurut Siregar et al., (1989), menyatakan bahwa jika protein ransum hanya sedikit yang dapat diserap oleh tubuh, maka ayam tidak dapat tumbuh dengan normal akibatnya pertambahan berat badan menurun.
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
76
4.6.2
Koefisien Daya Cerna Protein Ransum Penambahan Tepung Bulu Ayam Fermentasi dengan Isolat Jamur Penicillium sp Hasil analisis uji kecernaan protein ransum penambahan tepung bulu ayam
fermentasi dengan isolat jamur Penicillium sp dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 10. Hasil Uji Kecernaan Protein Ransum Penambahan Tepung Bulu Ayam Fermentasi dengan Isolat Jamur Penicillium sp Perlakuan
Kontrol (T0) T. Bulu 2,5% (T1) T. Bulu 5% (T2) T. Bulu 7,5% (T3) T. Bulu 10% (T4)
Kandungan Zat Protein Dalam Ransum Hasil Analisis Laboratorium Protein (%) Serat kasar
22,48* 21,27* 21,93* 18,98* 17,30*
3,46* 3,99* 4,09* 4,85* 5,10*
Kandung an Zat Protein Dalam Feses (%) 10,63* 10,76* 10,80* 12,35* 13,60*
Koefisien Daya Cerna Protein Ransum (%) 52,71 49,41 50,75 34,93 21,39
Keterangan: * = Hasil Analisis Laboratorium Sentral FP- USU Medan (2008). Berdasarkan hasil analisis kecernaan protein ransum di atas, menunjukkan bahwa koefisien daya cerna yang tertinggi terdapat pada penggunaan tepung bulu ayam 5% sebesar 50,75%, sedangkan koefisien daya cerna terendah pada tepung bulu 10% sebesar 21,39%. Hal ini terjadi karena persentase kehilangan berat kering setelah fermentasi hanya sebesar 31,84%, sehingga keratin pada bulu ayam belum seluruhnya dapat diputuskan melalui proses fermentasi dengan isolat jamur Penicilium sp tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa ikatan peptida kompleks (keratin) yang terdapat pada tepung bulu ayam hanya mampu didegradasi dengan baik oleh jamur Penicillium sp pada level penggunaan tepung bulu ayam 5% (T2).
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
77
Koefisien daya cerna protein ransum penambahan tepung bulu ayam fermentasi sebagai bahan baku ransum ayam pedaging umur 0-6 minggu atau pengujian tahap dua (II)/uji biologis (Tabel 10), menunjukkan lebih tinggi dibanding koefisien daya cerna protein ransum penambahan tepung bulu fermentasi dengan beberapa isolat jamur kandang ayam, pada ayam pedaging umur 5 minggu (Tabel 5). Perbedaan ini disebabkan karena penggunaan tepung bulu ayam pada umur 0-6 minggu, ayam sudah diadaptasikan sejak awal (umur 1 hari) untuk makan ransum tersebut. Hal ini berpengaruh terhadap tingkat kesukaan makan (palatibilitas), sehingga
mempengaruhi
konsumsi
ransum
dan
pertambahan
berat
badan
(Anggorodi, 1985).
4.7 Income Over Feed Cost (IOFC) Pendapatan atau keuntungan penggunaan tepung bulu ayam fermentasi sebagai bahan ransum (IOFC) ayam pedaging umur 0-6 minggu (Tabel 9) di atas, menunjukkan bahwa dengan penggunaan tepung bulu ayam sampai level 5% (T2) dalam ransum, memberikan keuntungan yang sangat berbeda nyata (P<0,01) dengan kontrol (tanpa tepung bulu ayam), dimana pendapatan penggunaan ransum (IOFC) pada level 5% (T2) sebesar Rp 6.509,32 sedangkan pada kontrol (T0) hanya sebesar Rp 6.136,04. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan tepung bulu ayam dalam ransum sampai level 5%, memberikan pendapatan yang lebih besar dibanding dengan penggunaan ransum kontrol (T0) dengan penggunaan tepung ikan. Berarti ransum dengan penggunaan tepung bulu 5% (T2), masih mengandung zat-zat
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
78
makanan yang sesuai dengan kebutuhan tubuh ayam, sehingga tidak mempengaruhi konsumsi ransum dan pertambahan berat badan. Penggunaan tepung bulu ayam pada level yang lebih besar dari 5% menunjukkan keuntungan yang sangat berbeda nyata (P<0,01) lebih kecil dari kontrol. Hal ini berarti pada level penggunaan tepung bulu yang lebih tinggi terdapat peningkatan kandungan protein yang tidak dapat dicerna (keratin) sehingga hanya sedikit kandungan protein yang dapat diserap oleh tubuh dan menghasilkan berat badan yang rendah. Hal ini sesuai pendapat Widodo, (2000), menyatakan bahwa pertumbuhan ayam yang baik tercapai jika ransum mengandung zat-zat makanan yang lengkap diperlukan oleh tubuh khususnya kandungan asam amino (protein), protein merupakan zat yang sangat penting untuk pertumbuhan.
4.8 Dampak Pemanfaatan Tepung Bulu Ayam Fermentasi Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Terhadap Pengelolaan Lingkungan Hidup Rumah potong ayam menghasilkan limbah bulu ayam yang sangat banyak dan limbah tersebut terus meningkat seiring peningkatan populasi ayam. Limbah bulu ayam mengandung keratin, sehingga sulit terdegradasi di lingkungan dan proses degradasinya memakan waktu cukup lama serta melibatkan peran mikroba. Mikroba sangat berperan dalam mendegradasi limbah dan menjaga stabilitas lingkungan dari pencemaran. Mikroba (jamur) yang membantu proses degradasi limbah bulu ayam, merupakan jamur keratinofilik, yaitu jamur yang mampu hidup pada jaringan keratin dengan menghasilkan enzim keratinase dan memanfaatkan keratin tersebut sebagai
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
79
sumber nutrien untuk pertumbuhan. Untuk menghasilkan jamur yang mampu mendegadasi limbah bulu ayam, dilakukan isolasi tanah kandang ayam. Dari hasil isolasi diperoleh isolat jamur Penicillium sp yang merupakan jamur keratinofilik. Jamur Penicillium sp ini pertumbuhannya sangat cepat dan menghasilkan banyak spora. Dalam 1 ml suspensi jamur diperoleh 2,65 x 106 spora/ml (Tabel 4). Isolat jamur ini merupakan sumberdaya alam yang perlu dilestarikan untuk membantu proses degradasi limbah bulu ayam di lingkungan dalam rangka menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup. Pengelolaan Lingkungan Hidup sesuai Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1997, bahwa salah satu upaya untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup adalah dengan pemanfaatan limbah dan hal ini sesuai juga dengan prinsip Zero waste yaitu meminimalisasi dampak pencemaran lingkungan dengan pemanfaatan limbah. Penggunaan limbah bulu ayam sebagai bahan ransum sumber protein ayam pedaging harus melalui penanganan dan pengolahan lebih lanjut yaitu fermentasi. Fermentasi dilakukan untuk meningkatkan kecernaan suatu bahan ransum. Proses fermentasi melibatkan bantuan mikroba (jamur). Dalam proses fermentasi menggunakan isolat jamur Penicillium sp, karena isolat jamur tersebut dalam fermentasi mampu meningkatkan kecernaan tepung bulu ayam ditunjukkan dengan persentase kehilangan berat kering tepung bulu ayam sebesar 31,84% (Tabel 7) dan kandungan protein meningkat menjadi 90,90% setelah difermentasi.
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
80
Penggunaan tepung bulu ayam fermentasi sampai level 5% sebagai bahan ransum ayam pedaging dapat memberikan pengaruh yang sangat berbeda nyata (P<0,01) dengan kontrol (ransum konvensional/buatan pabrik) terhadap pertumbuhan ayam (konsumsi ransum, pertambahan berat badan dan konversi ransum). Hal ini berarti penggunaan tepung bulu ayam sampai level tersebut memiliki kualitas yang sama dengan ransum konvensional/buatan pabrik. Dari segi keuntungan penggunaan ransum (IOFC), bahwa penggunaan tepung bulu fermentasi sampai level 5% dalam ransum, memberikan keuntungan yang lebih besar yaitu Rp 6.509,32/ekor sedangkan ransum kontrol hanya memberikan keuntungan sebesar Rp. 6.136,04/ekor. Hal ini memberikan manfaat yang sangat besar bagi para peternak, karena dalam usaha peternakan biaya ransum menyerap 60-80% dari biaya produksi. Pemanfaatan limbah bulu ayam sebagai bahan ransum ayam pedaging merupakan salah satu upaya untuk meminimalisasi dampak pencemaran limbah bulu ayam di lingkungan khususnya lingkungan rumah potong ayam, sehingga dapat menciptakan suatu industri peternakan yang ramah lingkungan. Pihak rumah potong ayam tidak lagi melakukan pencemaran terhadap lingkungan, tetapi sudah mempunyai kesadaran dalam mengelola lingkungan hidup dengan memanfaatkan limbah bulu ayam sebagai bahan ransum non konvensional. Hal ini merupakan lapangan kerja baru bagi masyarakat di sekitarnya, karena dalam pembuatan ransum non konvensional dapat menyerap tenaga kerja. Oleh sebab itu pemanfaatan tepung bulu ayam fermentasi sebagai bahan ransum ayam pedaging selain memiliki nilai keuntungan dari segi ekonomi (profit), juga memiliki nilai manfaat (benefit) dalam
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
81
meminimalisasi dampak pencemaran limbah bulu ayam di lingkungan khususnya lingkungan rumah potong ayam.
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
82
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 5.1.1 Isolat jamur Penicillium sp lebih mampu meningkatkan kecernaan tepung bulu ayam, karena memiliki kemampuan dalam mendegradasi keratin dan menghasilkan antibiotik penisilin yang bersifat menghambat pertumbuhan bakteri patogen yang berperan sebagai agen pembusuk dalam saluran pencernaan sehingga turut membantu proses pencernaan dalam tubuh. 5.1.2 Penggunaan tepung bulu ayam fermentasi dengan isolat jamur Penicillium sp sampai level 5% menunjukkan pertumbuhan ayam yang masih baik, dimana angka konversi ransum, konsumsi ransum serta pertambahan berat badan tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan ransum kontrol, selain itu dari hasil analisis pendapatan atau keuntungan penggunaan tepung bulu ayam (IOFC) pada level tersebut, juga menunjukkan keuntungan sebesar Rp 6.509,32/ekor lebih besar dari ransum kontrol dengan keuntungan hanya sebesar Rp. 6.136,04/ekor. 5.1.3
Penggunaan tepung bulu ayam fermentasi dengan isolat jamur Penicillium sp sampai level 5% dalam ransum ayam pedaging umur 0-6 minggu merupakan suatu metode untuk meminimalisasi dampak pencemaran limbah bulu ayam di lingkungan dalam rangka Pengelolaan Lingkungan Hidup.
67 Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
83
5.1.4
Pertambahan berat badan yang rendah pada penggunaan tepung bulu ayam lebih besar dari 5%, karena ikatan peptida kompleks (keratin) pada tepung bulu ayam belum seluruhnya dapat didegradasi oleh isolat jamur Penicillium sp.
5.1.5 Penggunaan dosis inokulum jamur yang terbaik yaitu pada level 3%, ditunjukkan dengan peningkatan kandungan protein mikroba yang lebih tinggi dari level lainnya.
5.2 Saran 5.2.1 Penggunaan tepung bulu ayam fermentasi dengan isolat jamur Penicillium sp sampai level 5% dalam ransum harus tetap ditambah dengan tepung ikan untuk memacu pertumbuhan ayam, sehingga tercapai berat badan akhir sesuai dengan standart. 5.2.2
Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk menghasilkan isolat jamur yang lebih mampu mendegradasi ikatan peptida kompleks (keratin) dari tepung bulu ayam sehingga kandungan protein dari bulu ayam lebih banyak diserap tubuh dan usaha meminimalisasi dampak pencemaran limbah bulu ayam di lingkungan dapat lebih maksimal.
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
84
DAFTAR PUSTAKA Abdul, R. A. dan Ibrahim. M. 1993. Analisis Pakan Ternak Manual. Fakultas Kedokteran Hewan dan Sains Peternakan. Universitas Pertanian. Malaysia. Adiati, U. dan Puastuti. W. 2004. Bulu Unggas Untuk Pakan Ruminansia. Balai Peternakan. Ciawi. Bogor. Alexopoulus, C. J., Mims. C dan Blackweil. M., 1996. Introductory Mycology. Jhon Wiley and Sons, New York. Anggorodi, H. R. 1985. Kemajuan Mutahir Dalam Ilmu Makanan Ternak Unggas. Universitas Indonesia. Jakarta. ____________. 1990. Kemajuan Mutahir Dalam Ilmu Makanan Ternak Unggas. Universitas Indonesia. Jakarta. ____________. 1995. Nutrisi Ternak Unggas. PT. Gramedia Pustaka Utama Jakarta. Arifin, T. 2004. Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Potong Metode Pengukusan Untuk Ransum Ayam Potong. Tesis. Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Universitas Sumatera Utara. Medan. Atlas, R. M. 1997. Hand Book of Microbiological Media. Second Edition. Lawrence. Parks. Barnett, H. L. dan Hunter. B .B. 1972. Illustrated Genera Of Imperct Fungi. Printed In The United States Of America. Library Of Congress Catalog Card Number 71- 163710. Bockle, B., Galunsky, B., dan Muller. R. 1995. Characterization Of A Keratinolytic Serine Proteinase From Streptomyces pactum. DSM 40530. App. Environ. Microbiol. 61:3705 -3710. Budiyanto, A. K. 2004. Mikrobiologi Terapan. Universitas Muhammadiyah. Malang. Burman, K. N. dan Burgess. A. D. 1986. Responses to Amino Acid. Nutrient Requirements of Poultry and Nutritional Research. Poultry Sci. Symposium. Kent TN 15.
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
69
85
Cabel, M.C., Goodwin, T. I., dan Waldroup. P.W. 1988. Feather Meal As A Nonspecifi Nitrogen Source For Abdominal Fat Reductioan in Broiler During The Fhinising Period. Poultry Sci 63 : 300 – 306. Cappuccino, J. G dan Sherman. N. 1987. Microbiology, A Laboratory Manual. Rockland Community College, State University Of New York. _____________________________1996. Mikrobiology Laboratory Manual. Fourth Edition. The Benjamin/ publishing Company. California. Card, L.E. 1962. Poultry Production. Lea and Febiger. Philadelphia. London. Clement. K.M., Somsak., dan Mary. L.B. 2006. Molecular Systematics of Helicoma, Helicomyces and Helicosporium and Their Teleomorphs Inferred From DNA Sequences. Mycologia Society of America. 94-104. Darkuni, M. Noviar. 2001. Mikrobiologi (Bakteriologi, Virologi dan Mikologi). Universitas Negeri Malang. Dozie, I. N .S., Okeke, C. N., dan Unaeze. N. C. 1994. A Thermostabil Alkaline Active Keratinolytic Proteinase From Crysosporium Keratinophylum. Word.J. Microbia. Biotechnol. 10 : 563-567. Diwyanto, K. 2004. Industri Perunggasan Pasca Flu Burung. Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat. Jakarta. Dwidjoseputro. D. 1984. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Universitas Brawijaya. Malang. Edhy, M. dan Siregar, Z. 2004. Pemanfaatan Hidrolisat Tepung Kepala Udang dan Limbah Kelapa Sawit Difermentasi Dengan Aspergillus Niger, Rhizopus oligosporus dan Trichoderma viridae Dalam Ransum Ayam Pedaging. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan. Elfia, N., Koentjoko., dan Soehardjono. 2002. Pengaruh Penggunaan Tepung Bulu dan Papain Dalam Pakan Terhadap Penampilan Ayam Pedaging. Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya. Malang. Fadillah, R. 2004. Kunci Sukses Beternak Ayam Broiler Daerah Tropis. PT. Agromedia Pustaka. Jakarta. Fardiaz, S . 1989. Mikrobiologi Pangan . PAU. IPB dengan LSI IPR. Bogor.
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
86
Gaman, P. M, dan Sherrington, K. B. 1992. Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Guntoro, S. 1983. Tepung Bulu Untuk Makanan Ayam. Buletin Teknik dan Pengembangan Peternakan. N0. 7/III/1982/1983. Direktorat Jendral Peternakan. Jakarta. Hadi, R. B, dan Muhsin, T. M., 2002, Degradation Of Keratin Substrat By Fungi Isolated From Sewage Sludge. Mycopathologia. 154: 1- 4. Hardjo, S.S., N. S . Indrasti and B. Tajuddin. 1989. Pemanfaatan Limbah Industri Pertanian. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB. Harrow, B. dan Mazur. A. 1954. Textbook of Biochemistry. 6th Edition. W. B. Ders Company. Philadelpia and London. Haurowitz, F. 1984. Biochemistry An Introduction Texbook. Jhon Wiley And Sons Inc. New York. Chapman And Hall. Limited. London. Huitema, H. 1986. Peternakan di Daerah Tropis, Arti-arti Ekonomi From Oil Palm. Serdang. Malaysia. Imansyah, B. 2006. Mendaur Ulang Limbah Jadi Konsumsi Ternak. Tim Teknologi Informasi Peternakan. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Bandung. Kamal, M. A. 1985. Pemanfaatan Bulu Ayam Sebagai Pengganti Tepung Ikan Dalam Ransum Ayam Pedaging dan Petelur. Laporan Penelitian. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Kartadisastra, H.R. 1994. Pengelolaan Pakan Ayam Kiat Meningkatkan Keuntungan Agribisnis Unggas. Kanisius. Yogyakarta. Lay, B. W. 1994. Analisa Mikroba di Laboratorium. Rajawali Press. Jakarta. Madigan, M.T., Martinko, J.M., dan Parker, J. 2003. Biology of Microorganisms. 10th Edition. Prentice Hall. USA Mathius, Adiati.U dan Puastuti. W 2003. Peluang Pemanfaatan Tepung Bulu Ayam Sebagai Pakan Ternak Ruminansia. Balai Penelitian Ternak. Ciawi. Bogor. http : // www . Tepung Bulu Ayam.co.id/ Seach. Morris, W. C dan Balloun, S. I. 1973. Effect of Processing Methods On Utilation Of Feather Meal By Broiler Chick. Poult. Sci. 52 : 858- 866.
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
87
Murtidjo, B.M. 1987. Pedoman Beternak Ayam Broiler. Kanisius. Yogyakarta. National Research Council. 1994. Nutrient Requirements Of Poultry. 9th Edition. National Academic Press. Washington D. C. Noval J. J dan Nickerson W. J. 1995. Decomposition Of Native Keratin By Streptomyces. Fradie. J.Bacteriol. 77: 251- 263. Nurhayani. H. M., Nuryati. J dan Nyoman. I. P. A 2000. Peningkatan Kandungan Protein Kulit Umbi Kayu Melalui Proses Fermentasi. Departemen Biologi. Fakultas MIPA Institut Teknologi Bandung. JMS Vol. 6 No.1 hal .1. Pandiangan, D., 2001. Pengaruh Pemberian Tepung Bulu Unggas Dalam Ransum TerhadapPerformans Ayam Buras Umur 1-8 Minggu. Jurusan Peternakan. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan. Papadopoulus, M.C., Boushy, A. R. dan Katelnar B. H. 1985. Effect Of Different Processing Conditions Of Amino Acid Digestibility Of Fether Meal Deermined By Chikens Assay. Poult. Sci. 64 : 1729 – 1741. Parakkasi, A. 1983. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak Monogastrik. Angkasa. Bandung. Periasamy, A.H dan Subash, C. B. G. 2004. Keratinophilik Fungi of Poultry Farm and Feather Dumping Soil in Tamil Nadu. University of Madras. India. Prawirakusumo, S. 1990. Ilmu Usaha Tani. BPFE. Yogyakarta. Rasyaf, M. 1994. Makanan Ayam Broiler. Kanisius. Yogyakarta. ________. 1996. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya. Jakarta. ________. 1997. Makanan Ayam Pedaging. Penebar Swadaya. Jakarta. Raul, J. C dan Jaime, S. C. 1986. Microbiology. West Publishing Company. St. Paul New York Los Angeles. San Fransisco. Sastrosupadi, A. 1995. Rancangan Percobaan Praktis Untuk Pertanian. Kanisius. Yogyakarta. Savitha. G., Joshi. M. M., Tejashwini . N., Revati. R., Sridevi dan Roma .D. 2007. Isolation Identification and Characterization of a Feather Degrading Bacterium. Departement Of Biotechnology. B. V.B. College Of Engineering
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
88
and Technology. Vidyanagar. Hubii- 31. Karnataka. India. International Journal of Poultry Science 6 ( 9) : 689 – 693. Schellart, J.A. 1975. Fungal Protein From Corn Waste Effluens. Wangeningen. H. Veenman and B .S. Zone. D. Scott, M.L., Nesheim. M.L dan Young. R. J. 1982. Nutrition of the Chicken. 3th Edition. Scott. M.L and Associates Publisher. Ithaca. New York. Siregar, A.P., Sabrani. M dan Pramu. S. 1989. Tehnik Beternak Ayam Pedaging di Indonesia. Margie Group. Jakarta. ______, R. 2004. Kebijakan dan Strategi Pengembangan Bidang Peternakan Di Sumatera Utara. Dinas Peternakan. Sumatera Utara. Medan. ______, Z. 2003. Peningkatan Pertumbuhan Domba Persilangan dan Lokal Melalui Suplementasi Hidrolisat Bulu Ayam dan Mineral Esensial Dalam Ransum Berbasis Limbah Perkebunan. Disertasi.Universias Brawijaya. Malang. Statistik Peternakan, 1999. Data Sarana dan Prasana. Direktorat Jenderal Peternakan. Departemen Pertanian Republik Indonesia. Jakarta. Suhardi, Sudarmadji. S dan Haryono. B. 1984. Prosedur Analisis Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta. Suhartini, Masdiana. C. P dan Nur. H. 2006. Mikrobiologi Industri. ANDI. Yogyakarta. Sunday, O. 2001. Occurrence Of Keratinophilic Fungi and Dermathophytes On Domestic Birds in Nigeria. Departement Of Veterinary. Microbiology and Parasitology. University of Ibadan. Nigeria. Mycopathologi. 153 : 87- 89. Tillman, A. D., Hartadi, H., Reksohadiprojo, S dan Lebdosoekojo. S. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gajah Mada University Press. Fakultas Peternakan. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta Tjitjah, A. 1997. Fermentasi Onggok dalam Ransum Broiler. Fakultas Pertanian Universitas Pajajaran. Bandung. Underhill, F. P 1952. A Reference Hand Book of Medical Science. Vol. 5 : 717. Wahyu, J. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. Edisi Keempat. Universitas Gajah Mada Press. Yogyakarta.
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
89
Wawrzkiewiez. K., Wolsky. T dan Lobarzewsky. J. 1991. Screening The Keratinolytic Activity Of Dermatophytes In Vitro. Mycopathologia. 14 : 1- 8. Widodo.W. 2002. Bahan Pakan Kontekstual. Universitas Muhammadiah. Malang. Jawa Tengah. Williams, C. M., Lee, C. G., Garlich, J. D dan Jason C. H . 1991. Evaluation of Bacterial Father Fermation Product. Feather- Lysate. As A Feed Protein. Poultry Sci. 70 : 85- 94. Winarno, F. G., Fardiaz. S dan Fardiaz. D. 1980. Penghantar Teknologi Pangan Gramedia. Jakarta. Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta. Zamora, A. F., Calopardo. M. R., Rosano. K. P., Luis. E. S dan Dalmacio. I. F. 1989. Improvement of Copra Meal Quality for Use In Animal Feeds. Proc F. A.P/ UNDP Workshop on Biotechnologi in Animal Production And Health In AsiaAndLatin America. 312- 320. Zerdani .I., Faid. M dan Malki. A. 2004. Feather Wastes Digestion By New Isolated Strains Bacillus sp. In Morocco. African Journal Of Biotechnology Vol. 3 (1). pp. 67-70. Available Online At http : // www. Academicjournals. Org/ AJB.
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
90
Lampiran 1 PROSES PENGOLAHAN LIMBAH BULU AYAM BULU AYAM BROILER (PEDAGING)
Dicuci/dibersihkan dari kotoran
Dijemur di bawah sinar matahari selama + 4 hari atau dioven pada suhu 60 0C Selama 24 jam
Digiling sampai halus
Diautoklaf pada suhu 1000 C dengan tekanan 10 psi selama 10 menit supaya steril
Dioven pada suhu 500C selama satu jam untuk menghilangkan uap air d kt di t l Diolah sesuai dengan perlakuan (fermentasi) Tepung bulu ayam siap dicampur dengan bahan ransum yang lain Keterangan: Proses Pengolahan Limbah Bulu Ayam dari Laboratorium Produksi Ternak (2008).
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
91
Lampiran 2 Gambar Isolat Jamur Limbah Kandang Ayam
Gambar Isolat Jamur Helicomyces sp
Gambar Isolat Jamur Trichoderma sp dan Penicillium sp
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
92
Lampiran. 3 Gambar Isolat Jamur Perbesaran 400x
Gambar Isolat Jamur Helicomyces sp
Isolat Jamur Trichoderma sp
Isolat Jamur Penicillium sp
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
93
Lampiran 4 Komposisi Zat-Zat Nutrisi dalam Ransum Bahan Ransum
Protein (%)
Energi Metabolisme (kkal/kg)
Jagung 8,6 3370 Bungkil kelapa 18,56 2212 Dedak halus 12 1630 Tepung ikan 55 3080 Bungkil kedelai 40,1 2290 T. Bulu Ayam 91,20* 3437* M. Nabati 8600 Kapur Sumber: - Wahyu, 1992 - * Laboratorium Rispa, Medan (2008)
Serat Kasar Lemak (%) (%) 2 15 13 1 4,32 0,87 * -
3,9 1,8 13 9 0,9 4,56 * 100 -
Lampiran 5 Susunan Ransum Ayam Pedaging Fase Starter ( 0-4 Minggu) Bahan Ransum T0 Jagung 55 Bungkil kelapa 4 Dedak halus 5 Tepung ikan 10 Bungkil kedelai 24 T. Bulu Ayam M. Nabati 1,25 Kapur 0,75 Total 100
T1 57 2,5 3 33 2,5 1,25 0,25 100
Protein Energi Serat kasar
21,12 2958,72 3,912
21,24 2962,2 3,44
T2 56 5 4 28 5 1,25 0,25 100
T3 57 6 7 20,5 7,5 1,25 0,25 100
T4 60 5 5 18 10 1,25 0,25 100
21,81 2969,55 4,11
21,59 2992,2 4,25
22,6 3068,5 3,77
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
94
Lampiran 6 Susunan Ransum Ayam Pedaging Fase Finisher (5-6 minggu) Bahan Ransum T0 Jagung 60 Bungkil kelapa 4 Dedak halus 5 Tepung ikan 10 Bungkil kedelai 19 T. Bulu Ayam Minyak Nabati 1,25 Kapur 0,75 Total 100 Protein 20,31 Energi 3015,7 Serat kasar 3,87
T1 60 5 1.5 29 2,5 1,25 0,75 100 20,18 3000,1 3,9
T2 60 3 5 25 5 1,25 0,75 100 20,25 3009,21 3,70
T3 60 10 2 18,75 7,5 1,25 0.75 100 20,33 3039,58 4,15
T4 60 9 5 14 10 1,25 0,75 100 20,24 3067,38 4,13
Lampiran 7 Konsumsi Ransum Mingguan Konsumsi Ransum Minggu I (gram/ekor) Perlakuan To T1 T2 T3 T4 Total Rataan
I 138,49 136,2 131,306 124,788 121,43
Ulangan II 132,94 130,72 130,7875 124,144 117,6225
FK = KK=
317566,4 3,72
III 130,21 128,62 131,1725 121,975 104,2925
IV 129,775 129,025 130,616 121,644 104,426
Total
Rataan
531,415 524,565 523,882 492,551 447,771 2520,184
132,8538 131,1413 130,9705 123,1378 111,9428 126,0092
SK Perlakuan Galat
JK 1215,642 329,7735
DB 4 15
Total
1545,416
19
KT 303,9105 21,9849
F.hit 13,8236**
F0,05 3,055568
F0,01 4,89
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
95
Konsumsi Ransum Minggu II (gram/ekor) Perlakuan T0 T1 T2 T3 T4 Total Rataan
I 232,15 232,355 229,664 203,252 203,3
Ulangan II 233,056 231,685 233,61 201,1725 202,6375
III 232,8 230,976 231,21 195,8375 201,745
IV 227,7975 230,0425 230,382 203,408 199,052
Total
Rataan
925,8035 925,0585 924,866 803,67 806,7345 4386,133
231,4509 231,2646 231,2165 200,9175 201,6836 219,3066
FK= KK=
961908,1 1,04
ANOVA SK Perlakuan Galat
JK 4324,207 77,98622
DB 4 15
Total
4402,193
19
KT 1081,052 5,199081
F.Hit 207,9313**
F0,05 3,055568
F0,01 4,89
Konsumsi Ransum Minggu III (gram/ekor) Perlakuan T0 T1 T2 T3 T4 Total Rataan
I 339,555 232,355 330,1425 303,1075 301,74
Ulangan II 337,61 336,8625 334,46 303,03 303,9775
III 336,02 338,446 335,41 306,3475 300,4625
IV 323,0375 326,795 332,2725 305,1025 294,5825
Total
Rataan
1336,223 1234,459 1332,285 1217,588 1200,763 6321,316
334,0556 308,6146 333,0713 304,3969 300,1906 316,0658
FK= KK=
1997952 1,48
ANOVA SK Perlakuan Galat
JK 4863,033 328,3878
DB 4 15
Total
5191,421
19
KT 1215,758 21,89252
F.hit 55,53304**
F0,05 3,055568
F0,01 4,89
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
96
Konsumsi Ransum Minggu IV (gram/ekor) Perlakuan T0 T1 T2 T3 T4 Total Rataan
I 417,5575 416,0425 415,4675 403,4625 394,98
Ulangan II 417,554 421,795 418,9825 403,1775 398,55
III 417,9 417,5 416,0525 405,23 398,125
IV 415,86 417,115 417,45 406,63 394,6125
Total
Rataan
1668,872 1672,453 1667,953 1618,5 1586,268 8214,044
417,2179 418,1131 416,9881 404,625 396,5669 410,7022
Fk= KK=
3373526 0,44
ANOVA SK Perlakuan Galat
JK 1494,514 49,66287
DB 4 15
Total
1544,177
19
KT 373,6285 3,310858
F.hit 112,8494**
F.0,05 3,055568
F.0,01 4,89
Konsumsi Ransum Minggu V (gram/ekor) Perlakuan T0 T1 T2 T3 T4 Total Rataan
I 520,115 506,8275 509,825 494,1625 487,775
Ulangan II 516,9 513,1975 516,9625 491,9625 487,6625
FK= KK=
5106752 1,23
ANOVA SK Perlakuan Galat Total
III 513,668 518,07 517,79 494,9125 486,72
IV 509,1375 519,2 519,615 493,0775 488,6075
Total
Rataan
2059,821 2057,295 2064,193 1974,115 1950,765 10106,19
514,9551 514,3238 516,0481 493,5288 487,6913 505,3094
JK 22378,23 575,1585 22953,39
DB 4 15
KT 5594,558 38,3439
F. hit 145,9048**
F0,05 3,055568
F0,01 4,89
19
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
97
Konsumsi Ransum Minggu VI (gram/ekor) Perlakuan T0 T1 T2 T3 T4 Total Rataan
I 700,0125 698,18 698,4525 643,235 634,2
Ulangan II 696,54 699,415 696,7775 640,9625 629,4775
FK= KK=
9024110 0,92
III 699,564 697,35 700,7925 640,1725 604,1825
IV 699,245 700,2 697,4275 635,3975 622,7825
Total
Rataan
2795,362 2795,145 2793,45 2559,768 2490,643 13434,37
698,8404 698,7863 698,3625 639,9419 622,6606 671,7183
ANOVA SK Perlakuan Galat
JK 22378,36 575,1506
DB 4 15
Total
22953,51
19
KT 5594,591 38,34337
F.hit 145,9076**
F0,05 3,055568
F0,01 4,89
Data Rataan Konsumsi Ransum Ayam Pedaging Umur 0-6 Mingggu (gram/ekor/Minggu) Perlakuan T0 T1 T2 T3 T4 Total Rataan
I 391.3133 370.3267 385.8096 362.0013 357.2375
Ulangan II 389.1 388.9458 388.5967 360.7415 356.6546
III 388.3603 388.4937 390.7379 360.7458 349.2546
IV 384.1421 387.0629 389.432 360.8766 350.6772
Total
Rataan
1552.916 1534.829 1554.576 1444.365 1413.824 7500.51
388.2289 383.7073 388.644 361.0913 353.456 375.0255
FK= KK=
2812883 1,27
ANOVA SK Perlakuan Galat
JK 4394.046 338.3335
DB 4 15
Total
4732.38
19
KT 1098.512 22.55556
F.hit 48.70246**
F0,05 3.055568
F.0,01 4,89
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
98
Hasil Uji Beda Nyata Jujur Rataan Konsumsi Ransum (gram/ekor/minggu) Perlakuan
Rataan
Notasi 0,01 T0 388,229 C T1 383,707 C T2 387,776 C T3 361,091 B T4 353,456 A Keterangan: Notasi yang berbeda menunjukkan pengaruh yang sangat berbeda nyata (P<0,01) antar perlakuan. Lampiaran 8 Data Pertambahan Berat Badan Mingguan Data Pertambahan Berat Badan Minggu I (gram/ekor) Perlakuan To T1 T2 T3 T4 Total Rataan
I 92.946 81.97 82.11 60.3 64.18
Ulangan II 80.802 83.73 86.3625 69.26 64.225
III 93.91 82.22 91.4875 61.4625 56.695
IV 82.275 90.025 82.23 66.31 60.872
Total
Rataan
349.933 337.945 342.19 257.3325 245.972 1533.373
87.48325 84.48625 85.5475 64.33313 61.493 76.66863
FK= KK
117561.6 6,17
ANOVA SK Perlakuan Galat
JK 2557.48 335.1758
DB 4 15
Total
2892.656
19
KT 639.37 22.34505
F.hit 28.61349**
F0,05 3.055568
F0,01 4,89
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
99
Data Pertambahan Berat Badan Minggu II (gram/ekor) Perlakuan T0 T1 T2 T3 T4 Total Rataan
I 132.65 128.8 139.66 139.52 122.96
Ulangan II 135.1 123.2625 136.2875 137.1875 126.9875
III 119.25 138.45 136.05 138.6625 142.005
IV 147.75 136.0875 127.07 125.93 132.008
Total
Rataan
534.75 526.6 539.0675 541.3 523.9605 2665.678
133.6875 131.65 134.7669 135.325 130.9901 133.2839
FK= KK=
355292 6,02
ANOVA SK Perlakuan Galat
JK 57.83692 964.1535
DB 4 15
Total
1021.99
19
Kt 14.45923 64.2769
F.hit 0.224952tn
F0.01 3.055568
F0,01 4,89
Data Pertambahan Berat Badan Minggu III (gram/ekor) Perlakuan To T1 T2 T3 T4 Total Rataan
I 194.0375 191.275 184.2125 179.0375 186.3375
Ulangan II 197.05 209.8 196.0125 174.7375 186.145
FK= KK=
707876 5,23
III 208.95 185.878 183.8625 178.5625 171.575
IV 178.6875 192.7 209.65 181.3375 172.8
Total
Rataan
778.725 779.653 773.7375 713.675 716.8575 3762.648
194.6813 194.9133 193.4344 178.4188 179.2144 188.1324
ANOVA SK Perlakuan Galat
JK 1163.458 1453.817
DB 4 15
Total
2617.275
19
KT 290.8645 96.92113
F.hit 3.001043*
F 0,05 3.055568
F 0,01 4,89
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
100
Data Pertambahan Berat Badan Minggu IV (gram/ekor) Perlakuan T0 T1 T2 T3 T4 Total Rataan
I 244.775 257.6375 254.55 252.5525 258.9125
Ulangan II 249.68 244.9125 247.6375 254.15 247.8675
III 243.53 251.05 253.85 269.9875 250.0625
IV 253.7125 242.45 240.4125 257.6 255.1375
Total
Rataan
991.6975 996.05 249.1125 1034.29 1011.98 4283.13
247.9244 249.0125 249.1125 258.5725 252.995 251.5234
FK= KK=
917260.1 2,51
ANOVA SK Perlakuan Galat
JK 307.7018 595.6529
DB 4 15
Total
903.3547
19
KT 76.92546 39.71019
F.hit 1.937172*
F0,05 3.055568
F.0,05 4,89
Data Pertambahan Berat Badan Minggu V (gram/ekor) Perlakuan T0 T1 T2 T3 T4 Total Rataan
I 298.8125 299.3125 302.3625 193.7475 118.6625
Ulangan II 298.3 292.4875 292.325 207.5125 132.1375
FK= KK=
1234961 7,65
III 301.03 302.29 304.4125 197.55 169.825
IV 292.675 296.1875 290.625 264.8625 114.7125
Total
Rataan
1190.818 1190.278 1189.725 863.6725 535.3375 4969.83
297.7044 297.5694 297.4313 215.9181 133.8344 248.4915
ANOVA SK Perlakuan Galat
JK 85731.7 5425.616
DB 4 15
Total
91157.32
19
KT 21432.93 361.7077
F.hit 59.25481**
F.0.05 3.055568
F.0,01 4,89
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
101
Data Pertambahan Berat Badan Minggu VI (gram/ekor) Perlakuan T0 T1 T2 T3 T4 Total Rataan
I 207.825 296.9625 275.7875 162.1875 237.74
Ulangan II 278.08 292.4125 283.9875 216.2375 165.225
III 282.51 282.92 281.9625 117.675 96.2125
IV 306.2125 261.5 295.5125 97.675 126.3625
Total
Rataan
1074.628 1133.795 1137.25 593.775 625.54 4564.988
268.6569 283.4488 284.3125 148.4438 156.385 228.2494
FK= KK=
1041956 18,26
ANOVA SK Perlakuan Galat
JK 105923.4 26042.48
DB 4 15
Total
131965.8
19
KT 26480.84 1736.165
F.hit 15.25249**
F.0,05 3.055568
F.0,01 4,89
Data Rataan Pertambahan Berat Badan Ayam Pedaging Umur 0-6 Minggu (gr/ekor/minggu)
Perlakuan T0 T1 T2 T3 T4 Total Rataan
I 195.174 209.3263 206.4471 164.5575 164.58
Ulangan II 206.502 207.7675 207.102 176.5142 153.7646
FK= KK=
705043.2 3,22
III 208.197 207.1347 209.4375 160.65 147.7292
IV 210.2188 203.158 207.5833 165.6192 143.6488
Total
Rataan
820.0918 827.3865 830.5699 667.3409 609.7226 3755.112
205.0229 206.8466 207.6425 166.8352 152.4307 187.7556
ANOVA SK Perlakuan Galat
JK 10974.52 549.1094
DB 4 15
Total
11523.63
19
KT 2743.63 36.6073
F.hit 74.94762**
F.0,05 3.055568
F.0,01 4,89
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
102
Hasil Uji Beda Nyata Jujur Rataan Pertambahan Berat Badan (gram/ekor/minggu) Perlakuan
Rataan
Notasi 0,01 T0 205,023 C T1 206,847 C T2 207,643 C T3 166,835 B T4 152,431 A Keterangan: Notasi yang berbeda menunjukkan pengaruh yang sangat berbeda nyata (P<0,01) antar perlakuan. Lampiran 9 Data Konversi Ransum Mingguan Data Konversi Ransum Minggu I Perlakuan To T1 T2 T3 T4 Total Rataan
I 1,490005 1,661584 1,599147 2,069453 1,892022
Ulangan II 1,645256 1,561209 1,514402 1,792434 1,831413
III 1,38654 1,56434 1,433775 1,984543 1,839536
IV 1,577332 1,433213 1,588423 1,834474 1,715501
Total
Rataan
6,099133 6,220346 6,135747 7,680905 7,278473 33,4146
1,524783 1,555086 1,533937 1,920226 1,819618 1,67073
FK= KK=
55,82679 5,54
ANOVA SK Perlakuan Galat
DB 0,520129 0,128493
JK 4 15
Total
0,648621
19
KT 0,130032 0,008566
F.hit 15,17972**
F 0,05 3,055568
F 0.01 4,89
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
103
Data Konversi Ransum Minggu II Perlakuan T0 T1 T2 T3 T4 Total Rataan
I 1,750094 1,803998 1,644451 1,456795 1,653383
Ulangan II 1,725063 1,879607 1,714097 1,466405 1,595728
FK= KK
54,48606 6,7
III 1,952201 1,668299 1,699449 1,412332 1,420689
IV 1,541777 1,690401 1,813032 1,615247 1,507878
Total
Rataaan
6,969135 7,042305 6,871029 5,950779 6,177679 33,01093
1,742284 1,760576 1,717757 1,487695 1,54442 1,650546
ANOVA SK Perlakuan Galat
DB 0,251293 0,183426
JK 4 15
Total
0,434719
19
KT 0,062823 0,012228
F.hit 5,137479**
F 0,05 0,008252
F0,01 3,055568
Data Konversi Ransum Minggu III Perlakuan T0 T1 T2 T3 T4 Total Rataan
I 1,749945 1,763077 1,792183 1,692983 1,61932
Ulangan II 1,713321 1,605636 1,70632 1,734201 1,633015
FK= KK=
58,50212 4,64
III 1,608136 1,820796 1,824244 1,715632 1,751202
IV 1,807835 1,695874 1,584891 1,682512 1,70476
Total
Rataan
6,879238 6,885384 6,907638 6,825328 6,708296 34,20588
1,719809 1,721346 1,726909 1,706332 1,677074 1,710294
ANOVA SK Perlakuan Galat
DB 0,006432 0,094314
JK 4 15
Total
0,100746
19
KT 0,001608 0,006288
F.hit 0,255743tn
F 0,05 0,901633
F0,01 3,055568
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
104
Data Konversi Ransum Minggu IV Perlakuan T0 T1 T2 T3 T4 Total Rataan FK= KK=
I 1,705883 1,614837 1,632165 1,597539 1,525535
Ulangan II 1,672357 1,722227 1,691919 1,586376 1,607916
III 1,71601 1,661223 1,63897 1,500921 1,592102
IV 1,639099 1,720417 1,736391 1,578533 1,546666
Total
Rataan
6,733349 6,718704 6,699444 6,263369 6,272218 32,68708
1,683337 1,679676 1,674861 1,565842 1,568055 1,634354
53,42227 2,69
ANOVA SK Perlakuan Galat
DB 0,060735 0,029091
JK 4 15
Total
0,089826
19
KT 0,015184 0,001939
F. hit 7,829032**
F 0,05 3,055568
F 0,01 4,89
Data Konversi Ransum Minggu V Perlakuan T0 T1 T2 T3 T4 Total Rataan
I 1,740607 1,693305 1,686138 2,550549 4,110608
Ulangan II 1,732819 1,754596 1,768451 2,370761 3,690569
III 1,706368 1,713818 1,700949 2,505252 2,866009
IV 1,706368 1,752944 1,787923 1,861636 4,259409
Total
Rataan
6,886162 6,914663 6,943461 9,288197 14,92659 44,95908
1,721541 1,728666 1,735865 2,322049 3,731649 2,247954
FK= KK=
101,0659 13,99
ANOVA SK Perlakuan Galat
DB 12,06339 1,484437
JK 4 15
Total
13,54782
19
KT 3,015847 0,098962
F.hit 30,47465**
F 0,05 3,055568
F 0,01 4,89
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
105
Data Konversi Ransum Minggu VI Perlakuan I 3,368279 2,351071 2,532575 3,965996 4,268192
T0 T1 T2 T3 T4 Total Rataan
Ulangan II 2,504819 2,391878 2,45355 2,96416 3,80982
III 2,476245 2,464831 2,48541 5,440174 6,279667
IV 2,283529 2,677629 2,360061 6,505221 4,928539
Total
Rataan
10,63287 9,885409 9,831596 18,87555 19,28622 68,51165
2,658218 2,471352 2,457899 4,718888 7,714487 4,004169
FK= KK=
234,6923 21,97
ANOVA SK Perlakuan Galat
DB 24,22877 11,60504
JK 4 15
Total
35,8338
19
KT 6,057191 0,773669
F.hit 7,829177**
F 0,05 3,055568
F 0,01 4,89
Data Rataan Konversi Ransum Ayam Pedaging Umur 0-6 Minggu Perlakuan T0 T1 T2 T3 T4 Total Rataan
I 1,9675 1,8146 1,8144 2,2222 2,5115
Ulangan II 1,8323 1,8192 1,8081 1,9857 2,3614
FK= KK=
84,58426 6,07
III 1,8076 1,8156 1,7971 2,4265 2,6235
IV 1,7593 1,8284 1,8118 2,5129 2,6105
Total
Rataan
7,3667 7,2778 7,2314 9,1473 10,1069 41,1301
1,841675 1,81945 1,80785 2,286825 2,526725 2,056505
ANOVA SK Perlakuan Galat
DB 1,753322 0,233579
JK 4 15
Total
1,986901
19
KT 0,438330462 0,015571912
F.hit 28,148**
F 0,05 3,055568
F 0,01 4,89
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
106
Hasil Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) Rataan Konversi Ransum Perlakuan
Rataan
Notasi 0,01 T0 A 1,841 T1 A 1,819 T2 A 1,807 T3 B 2,286 T4 C 2,526 Keterangan: Notasi yang berbeda menunjukkan pengaruh yang sangat berbeda nyata (P<0,01) antar perlakuan. Lampiran 10 Pendapatan (Income Over Feed Cost/ IOFC) Penentuan Harga Tepung Bulu Ayam Satu goni kapasitas 30 kg berisi bulu ayam basah sebanyak 10 kg kering, setelah digiling diperoleh 5 kg tepung bulu ayam. Satu goni limbah bulu ayam diperoleh dengan memperkerjakan 3 orang pekerja selama 3 jam, jadi 9/8 jam kerja x Upah minimum Regional (UMR) = 9/8 x Rp 8 .500 = Rp 9.562,5 x 5 kg = Rp 1. 912,5 + Rp 300 (upah giling) = Rp 2.212,5 / kg Tepung Bulu Ayam
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
107
Income Over Feed Cost (IOFC)/ (Rp)/Ekor Perlakuan T0 T1 T2 T3 T4 Total Rataan
Ulangan II 5.784,87 6.220,416 6.571,908 5.362,668 3.786,984
I 6.331,086 6.783,678 6.515,796 4.495,296 3.870,426
III 6.042,846 6.231,18 6.522,822 4.282,572 3.910,434
IV 6.385,344 6.025,242 6.426,756 4.639,728 3.435,786
Total
Rataan
24.544,146 25.260,516 26.037,282 18.780,264 15.003,63 109.625,838
6.136,037 6.315,129 6.509,321 4.695,066 3.750,908 5.481,292
FK= KK=
600891217,9 5,5
ANOVA SK Perlakuan Galat
DB 23172795,76 1361900,384
Total
24534696,15
JK 4 15
KT 5793198,94 90793,3589
F.hit 63,80642
F0,05 3,06
F 0,01 4,89
19
Hasil Uji Beda NyataTerkecil (BNT) IOFC (Rp) Perlakuan T0 T1 T2 T3 T4 Keterangan:
Rataan
Notasi 0,01 C 6.136,037 D 6.315,129 D 6.509,321 B 4.695,066 A 3.750,908 Notasi yang berbeda menunjukkan pengaruh yang sangat berbeda nyata (P<0,01) antar perlakuan.
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008
108
Lampiran 11 Hasil Analisa Kandungan Protein Tepung Bulu Ayam Fermentasi dengan Isolat Jamur Penicillium sp Perlakuan
Total
Ulangan 1
T0 T1 T2 T3 Total Rataan FK = 91396,13 KK = 1,4
80,5 88,5 88,86 90,4
2
Rataan
3
81,1 86,2 90,8 91,1
81,3 89,9 87,4 91,2
242,9 264,6 267,06 272,7
80,96 88,2 89,02 90,9
1047,26 87,27167
Anova SK Perlakuan Galat
Jk 170,5089 13,52507
Total
184,034
DB 3 8
KT 56,8363 1,690633
F.hit 33,61835**
F0,05 4,066181
F 0,01 7,50
11
Hasil Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) Peningkatan Kandungan Protein Setelah Fermentasi Dengan Isolat Jamur Penicillium sp Perlakuan
Rataan (%)
Kontrol (R0) 80,96 Inokulum Jamur 1% (R1) 88,20 Inokulum Jamur 2% (R2) 89,02 Inokulum Jamur 3% (R3) 90,90 Keterangan: Notasi yang berbeda menunjukkan (P<0,01) antar perlakuan.
Notasi 0,01 A B B C pengaruh yang sangat berbeda nyata
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup USU Repository©2008