KEBIJAKAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP MENURUT UNDANG - UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1997 DI KOTA BINJAI
TESIS OLEH :
ELYUZAR SIREGAR NIM : 057005050 HUKUM EKONOMI
SEKOLAH PASCA SARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2007
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
NASKAH PUBLIKASI Judul Tesis
: KEBIJAKAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1997 DI KOTA BINJAI.
Nama Mahasiswa
: ELYUZAR SIREGAR
Nomor Pokok
: 057005050
Program Studi
: HUKUM EKONOMI
Menyetujui, Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Bismar Nasution, SH MH Ketua
Prof. H. Syamsul Arifin, SH.MH Anggota
Prof. Muhammad Abduh, SH Anggota
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
INTISARI KEBIJAKAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP MENURUT UNDANG - UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1997 DI KOTA BINJAI Oleh : Elyuzar Siregar * Bismar Nasution** Syamsul Arifin** Muhammad Abduh**
Kebijakan lingkungan hidup merupakan perwujudan dari pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang berkelanjutan (sustainability) dan berkeadilan seiring dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam lingkungan yang lebih baik dan sehat, artinya dalam penyediaan, penggunaan, peningkatan kemampuan sumberdaya alam dan peningkatan taraf ekonomi, perlu menyadari pentingnya pelestarian fungsi lingkungan hidup, kesamaan derajat antar generasi, kesadaran terhadap hak dan kewajiban masyarakat, pencegahan terhadap pembangunan yang merusak (destruktif) yang tidak bertanggungjawab terhadap lingkungan, serta berkewajiban untuk turut serta dalam melaksanakan pembangunan berkelanjutan pada setiap lapisan masyarakat. Pengelolaan lingkungan hidup di daerah diwujudkan melalui kebijakan pemerintah daerah dalam pengelolaan lingkungan hidup yang bertujuan untuk menciptakan pembangunan daerah berkelanjutan berwawasan lingkungan hidup harus didukung atas kerjasama yang erat serta memiliki komitmen yang kuat antar lembaga/instansi yang berkaitan dengan sosial, kultur maupun kependudukan, sehingga apa-apa saja kendala yang dihadapi dapat diatasi hal inilah yang menjadi landasan dan tolak ukur keberhasilan pembangunan di kota Binjai. Permasalahan yang timbul dalam pengelolaan hidup di kota Binjai dalam penelitian ini adalah Bagaimana penerapan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam perspektif otonomi daerah dan Bagaimana pelaksanaan kebijakan pengelolaan lingkungan hidup di Kota Binjai. Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan yuridis normatif, yang bersifat deskriptif analitis, sumber data yang dipergunakan untuk mendukung penelitian ini adalah data sekunder, yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Analisis data dilakukan secara kualitatif yang ditafsirkan secara logis dan sistematis, kerangka berpikir deduktif dan induktif akan membantu penelitian ini khususnya dalam taraf konsistensi, serta konseptual dengan prosedur *
Mahasiswa Sekolah Pascasarjana Program Studi Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara. Dosen Sekolah Pascasarjana Program Studi Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara. ** Dosen Sekolah Pascasarjana Program Studi Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara. ** Dosen Sekolah Pascasarjana Program Studi Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara. **
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
dan tata cara sebagaimana yang telah ditetapkan oleh asas-asas hukum yang berlaku umum dalam perundang-undangan. Hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitian ini adalah bahwa Otonomi daerah telah memberikan kewenangan penuh kepada setiap pemerintah daerah secara proporsional untuk mengembangkan potensi yang ada dalam proses pembangunan yang terencana dengan baik, realistik dan strategik dan bernuansa lingkungan yang dalam jangka panjang dapat menjamin pemanfaatan sumberdaya alam secara berkelanjutan. Oleh karena itu peran pemerintah daerah kota Binjai dalam perumusan kebijakan pengelolaan lingkungan hidup sangat diperlukan untuk mengurangi terjadinya dan pemanfaatan sumberdaya alam dengan tetap memperhatikan memperhatikan prinsip pembangunan berkelanjutan, penghormatan hak-hak asasi manusia, demokrasi, kesetaraan gender dan pemerintah yang baik. Pelaksanaan kebijakan pengelola lingkungan hidup di kota binjai merupakan bagian dari pembangunan nasional yang sejalan dalam rangka implementasi otonomi daerah, berbagai kebijakan dan program yang telah dilakukan bertujuan dalam rangka peningkatan pembangunan daerah yang berwawasan lingkungan dengan tetap beracuan kepada Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi sumberdaya alam dan lingkungan serta memberikan kesempatan kepada masyarakat adat dan lokal untuk dapat berperan aktif sehingga pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan di kota Binjai dapat tetap terjamin. Saran dalam penelitian ini adalah agar pemerintah kota Binjai mengembangkan potensi sumberdaya alam yang ada untuk menunjang pembangunan berkelanjutan yang meliputi aspek pelestarian, kesejahteraan sosial dengan melakukan, memperluas area hutan kota; meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat dalam pengurusan izin; melakukan sosialisasi yang rutin kepada masyarakat dan pelaku usaha dan/atau kegiatan terhadap pentingnya pengelolaan lingkungan hidup dan diharapkan kepada pemerintah daerah kota Binjai setiap mengeluarkan kebijakan yang berkaitan dengan proses pembangunan daerahnya tetap memperhatikan aspek pengelolaan lingkungan hidup dan melibatkan peran serta masyarakat untuk aktif dalam pengelolaan lingkungan hidup, sehingga secara dini dapat diantisipasi munculnya permasalahan dan resiko lingkungan yang negatif.
Kata kunci : Pengelolaan Lingkungan Hidup
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN DAFTAR ISI
.....................................................................................
i
ABSTRACT
.....................................................................................
ii
INTISARI
.....................................................................................
iii
A. Latar Belakang ............................................................................
1
B. Permasalahan ..............................................................................
4
C. Tujuan Penelitian ........................................................................
4
D. Manfaat Penelitian .....................................................................
5
E. Keaslian Penelitian ......................................................................
6
F. Kerangka Teori dan Konsepsi ......................................................
6
G. Metode Penelitian ........................................................................
9
H. Hasil Penelitian dan Pembahasan ...............................................
12
I. Kesimpulan ..................................................................................
24
J. Saran ...........................................................................................
24
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
BAB II
: PENGATURAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP….
23
A. Peraturan Perundang-undangan Pengelolaan Lingkungan Hidup
22
B. Peraturan Daerah Kota Binjai Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup ..........................................................................................
31
C. Kebijakan Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut
BAB III
UUPLH .......................................................................................
44
D. Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut UUPLH .....................
46
: PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DALAM PERSPEKTIF OTONOMI DAERAH .........................................
69
A. Pengelolaan Lingkungan Hidup Dalam Perspektif Otonomi Daerah .......................................................................................
69
B. Wewenang Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Berdasarkan UUPLH .................................................................
BAB IV
84
: PELAKSANAAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KOTA BINJAI ............................... 88 A. Gambaran Umum Kota Binjai .................................................. 88 B. Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Di Kota Binjai ................................................................................. 94 C. Hambatan dan Kendala .............................................................. 136
BAB V
: KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 143 A. Kesimpulan ............................................................................... 143 B. Saran ........................................................................................... 144
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
DAFTAR BACAAN .............................................................................................. 145
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Manusia dan lingkungan pada hakekatnya ibarat satu bangunan yang seharusnya saling menguatkan karena manusia amat bergantung pada lingkungan, sedang lingkungan juga bergantung pada aktivitas manusia. Namun dilihat dari sisi manusia maka lingkungan adalah sesuatu yang pasif, sedang manusialah yang aktif, sehingga kualitas lingkungan amat bergantung pada kualitas manusia. Sasaran kebijakan lingkungan hidup adalah merupakan perwujudan dari pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang berkelanjutan
(sustainability)
dan
berkeadilan
seiring
dengan
peningkatan
kesejahteraan masyarakat dalam lingkungan yang lebih baik dan sehat. 1 Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) merupakan standar yang tidak hanya ditujukan bagi perlindungan lingkungan, melainkan juga bagi kebijaksanaan pembangunan. Artinya, dalam penyediaan, penggunaan, peningkatan kemampuan sumberdaya alam dan peningkatan taraf ekonomi, perlu menyadari pentingnya pelestarian fungsi lingkungan hidup, kesamaan derajat antar generasi, kesadaran
terhadap
hak
dan
kewajiban
masyarakat,
pencegahan
terhadap
pembangunan yang merusak (destruktif) yang tidak bertanggungjawab terhadap
1
Sunoto, 1997, Analisis Kebijakan dalam Pembangunan Berkelanjutan, Bahan Pelatihan Analisis Kebijakan Bagi Pengelola Lingkungan, Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, Jakarta : hal. 10.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
lingkungan, serta berkewajiban untuk turut serta dalam melaksanakan pembangunan berkelanjutan pada setiap lapisan masyarakat. 2 Untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan diwujudkan dengan sebuah kebijakan yang merupakan suatu keputusan dalam upaya memecahkan suatu permasalahan yang melibatkan banyak pihak dan sumberdaya yang tidak sedikit. Sehingga diperlukan suatu pertimbangan yang serius dalam menentukan serta menetapkan suatu kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup tergolong pada kebijakan bagi kepentingan umum. Dengan demikian kepentingan seluruh lapisan masyarakat akan ditentukan oleh kebijakan tersebut. 3 Pembangunan berkelanjutan pertama kali di perkenalkan pada Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (selanjutnya disebut PBB) tentang Lingkungan dan Pembangunan (United Nations Conference on Environment and Development) atau yang
dikenal
dengan
Konferensi
Tingkat
Tinggi
(Earth
Summit)
yang
diselenggarakan pada bulan Juni 1992 di Rio De Jeneiro, merupakan tonggak sejarah yang menyatukan para Kepala Negara dan Pejabat Pemerintah dari seluruh dunia bersama dengan utusan Badan-Badan PBB, organisasi Internasional dan utusan lainnya dari berbagai organisasi non pemerintah (Ornop). Konferensi yang dihadiri oleh 179 negara tersebut secara jelas menyatakan bahwa pembangunan nasional atau 2
Alvi Syahrin, Pembangunan Berkelanjutan (Perkembangannya, Prinsip-Prinsip dan Status Hukumnya) (Medan : Fakultas Hukum USU, 1999), hal. 27. Perhatikan juga, Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan, Edisi ke-7 1999, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, hal. 18-19. 3 Sunoto, Op .Cit, hal. 10.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
negara tidak bisa lagi memisahkan antara pengelolaan lingkungan dengan pembangunan sosial ekonomi sebagai bidang-bidang yang terpisah, mengandung prinsip-prinsip dasar yang harus dilandasi setiap keputusan dan kebijakan pemerintah dimasa
depan,
dengan
mempertimbangkan
implikasi
lingkungan
terhadap
pembangunan, sosial ekonomi. Adapun modal pembangunan integrasi dimensi lingkungan keseluruh sektor pembangunan terkait merupakan suatu prasyarat. Agenda 21 yang merupakan program kerja besar untuk abad ini sampai dengan abad 21 dan cerminan konsensus yang dicapai oleh 179 negara tersebut, merupakan dokumen cetak biru dalam mewujudkan hubungan kemitraan global yang bertujuan terciptanya keserasian antara dua kebutuhan penting, yaitu lingkungan yang bermutu tinggi dan perkembangan serta pertumbuhan ekonomi yang sehat bagi seluruh penduduk dunia. Dengan adanya konferensi tersebut, pemerintah Indonesia dengan cepat telah menyusun suatu rencana guna memenuhi persyaratan umum dari prinsipprinsip pembagian lingkungan serta tujuan umum dari KTT bumi dalam melaksanakan
pembangunan
berkelanjutan.
Dalam
hal
ini
Pemerintah
mempunyai kewenangan untuk menetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pengelolaan lingkungan hidup. Untuk menindaklanjuti hasil dari konferensi tersebut Pemerintah diberi kewenangan untuk mengeluarkan kebijakan dalam pengelolaan lingkungan hidup. Oleh karena itu diterbitkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (selanjutnya disebut UULH) yang di ubah dengan dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (selanjutnya disebut UUPLH). Kemudian UUPLH ini dalam pelaksanaannya didukung dengan keluarnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 kemudian diubah Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang ini memberi kewenangan seluas-luasnya kepada pemerintah daerah untuk mengelola sumberdaya alam dan lingkungan hidup sebaik mungkin untuk kepentingan masyarakat dalam rangka pembangunan berkelanjutan. Berdasarkan Pasal 2 ayat (4) dan ayat (5) juncto Pasal 17 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, pengelolaan sumber daya alam ini dilakukan pemerintah daerah dalam hubungannya dengan pemerintah pusat dan pemerintah daerah lainnya. Dengan berlakunya Otonomi Daerah, telah memberikan kewenangan yang nyata dan bertanggungjawab pada Pemerintahan Kota Binjai untuk menggali dan melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang terdapat di daerah tersebut. Terutama untuk dapat mengantisipasi masalah-masalah lingkungan yang terjadi akibat kecepatan dinamika perubahan pembangunan. Untuk mencapai tujuan-tujuan pembangunan tersebut pemerintah kota Binjai diperlukan membuat sebuah kebijakan dan sebuah perencanaan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan, sehingga dapat memberikan jaminan, perlindungan, kepastian, dan arah bagi pengelolaan lingkungan hidup. Instrumen yang dibutuhkan untuk itu adalah undang-undang yang mengatur tentang pengelolaan
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
lingkungan hidup, yaitu UUPLH. 4 Undang-undang ini berfungsi mengatur, juga berfungsi sebagai pemberi kepastian, pengamanan, pelindung dan penyeimbang, yang sifatnya dapat tidak sekedar adaftif, fleksibel, melainkan juga prediktif dan antisipatif. Potensi undang-undang ini terletak pada dua dimensi utama dari fungsi hukum yaitu fungsi preventif dan fungsi represif.
5
Dimensi fungsi UUPLH
merupakan instrumen yang tidak hanya potensial untuk mengatur dan menjaga harmonisasi kehidupan masyarakat, melainkan juga potensial untuk merekayasa masyarakat dalam hal ini hukum sebagai sarana perubahan sosial atau sarana pembangunan. UUPLH merupakan sarana bagi pembangunan berwawasan lingkungan, dengan mengoperasionalkan dan memberdayakan hukum sebagai langkah yang harus diambil untuk memacu kesadaran dan kepatuhan hukum masyarakat dan aparat penegak hukum serta mengefektifkan pelaksanaan hukum (law enforcement). UUPLH telah mempresentasikan hak-hak masyarakat secara sosial, ekonomi, hukum dan politik untuk berpartisipasi dalam pengelolaan lingkungan hidup. Dengan demikian persoalan-persoalan pengelolaan lingkungan hidup harus memiliki prinsip-prinsip dasar bagi berkembangnya demokratisasi, transparansi dan independensi sebagai pelaksanaan good governance (tata pemerintahan yang efektif). Penelitian ini di fokuskan di kota Binjai, karena Penulis ingin melihat peran pemerintah daerah dalam menerapkan kebijakan dalam pengelolaan lingkungan hidup 4
Lili Rasjidi dan I.B. Wiyasa Putra, 1993, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Bandung : Remaja Rosdakarya, hal. 118. 5 Ibid, hal. 123.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
di Kota Binjai, hal ini dilakukan karena kota Binjai merupakan salah satu kota yang berusaha untuk menuju kota mandiri, maju, sejahtera dan berwawasan lingkungan. 6 Kota Binjai selain strategis, merupakan kota permukiman yang setiap tahun jumlah penduduknya meningkat, dan akan berakibat pula terhadap jumlah bangunanbangunan yang diperuntukkan dan disesuaikan dengan sektor yang terdapat di daerah juga akan bertambah sehingga akan menimbulkan banyak masalah yang timbul dalam proses pembangunan di Kota Binjai yang berkaian dengan lingkungan hidup, baik berupa perusakan dan/atau pencemaran lingkungan hidup. Hal ini disebabkan karena adanya berupa dikotomi pemikiran pembangunan dengan lingkungan yang menimbulkan tidak berjalan dengan baiknya clean government yang mengakibatkan program pembangunan berkelanjutan tidak berjalan sesuai dengan prinsip-perinsip pengelolaan lingkungan hidup. UUPLH sebagai payung hukum dalam pengelolaan lingkungan hidup merupakan sarana yang diterapkan untuk mengatasi masalah dan dampak yang ditimbulkan dengan adanya kegiatan pembangunan tersebut. Oleh karena itu diperlukan adanya kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah daerah dalam pengaturan
pengelolaan
lingkungan
hidup
yang
diharapkan
terwujudnya
pembangunan yang berkesinambungan dan berwawasan lingkungan hidup di kota Binjai.
6
Pemerintah Kota Binjai, Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Kota Binjai Tahun 2006.
hal 1.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
Kondisi yang terjadi adalah banyaknya terjadi perubahan terhadap eksploitasi
sumberdaya
alam
yang
tidak
sesuai
dengan
peruntukkannya,
pengembangan investasi, penerapan teknologi modern, perubahan kelembagaan seperti pelaksanaan otonomi daerah, kesemuanya dapat dilakukan dengan adanya kebijakan yang konsisten dari pemerintah daerah yang sesuai dengan kebutuhan pada saat ini dan dimasa mendatang. Peranan pembangunan dalam perumusan kebijakan pengelolaan lingkungan hidup harus dioptimalkan dalam rangka meningkatkan penegakan supremasi hukum untuk mewujudkan pelestarian fungsi lingkukungan hidup yang menyebabkan hakhak masyarakat untuk menggunakan dan menikmatinya menjadi terlindungi dan terbuka dan dapat mengurangi terjadinya konflik baik yang bersifat vertikal maupun horizontal. Kebijakan pemerintah daerah dalam pengelolaan lingkungan hidup bertujuan untuk menciptakan pembangunan daerah berkelanjutan berwawasan lingkungan hidup harus didukung atas kerjasama yang erat serta memiliki komitmen yang kuat antar lembaga/instansi yang berkaitan dengan sosial, kultur maupun kependudukan, sehingga apa-apa saja kendala yang dihadapi memiliki landasan yang dapat dijadikan tolak ukur keberhasilan pembangunan di kota Binjai. Oleh karena itu berdasarkan uraian latar belakang di atas Penulis memilih judul tentang “Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut UndangUndang Nomor 23 Tahun 1997 di Kota Binjai”.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
B. Permasalahan Sesuai dengan latar belakang di atas, maka beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut tentang : 1. Bagaimana penerapan Undang-undang Nomor 23 Tahun1997 tentng Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam perspektif otonomi daerah. 2. Bagaimana pelaksanaan kebijakan pengelolaan lingkungan hidup di Kota Binjai.
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah tentang 1. Untuk mengetahui penerapan Undang-undang Nomor 23 Tahun1997 tentng Pengelolaan Lingkungan Hidup Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam perspektif otonomi daerah. 2. Untuk mengetahui pelaksanaan kebijakan pengelolaan lingkungan hidup di Kota Binjai, beserta kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaannya.
D. Manfaat Penelitian Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat yaitu baik secara teoritis maupun secara praktis, yakni tentang : 1. Secara teoritis Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut dan mempunyai arti penting bagi penemuan konsep-konsep mengenai kebijakan dalam pengelolaan
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
lingkungan hidup di Kota Binjai. Dan diharapkan dapat memberi manfaat bagi bidang ilmu hukum. .
2. Secara praktis a. Sebagai pedoman dan masukan bagi pemerintah dan aparat penegak hukum dalam upaya pembaharuan dan pengembangan hukum nasional kearah pengaturan kebijakan dalam pengelolaan lingkungan hidup. b. Sebagai informasi bagi masyarakat dan pelaku usaha untuk mengetahui pengaturan mengenai kebijakan dalam pengelolaan lingkungan hidup. c. Sebagai bahan kajian bagi akademisi untuk menambah wawasan ilmu hukum, khususnya mengenai pengaturan yuridis dalam pengelolaan lingkungan hidup.
E. Keaslian Penelitian Berdasarkan
pemeriksaan
yang
telah
dilakukan
oleh
peneliti
di
perpustakaan Universitas Sumatera Utara dikatahui bahwa penelitian mengenai “Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-undang 23 Tahun 1997 di Kota Binjai,” belum pernah dilakukan dalam pendekatan dan perumusan masalah yang sama sebelumnya, walaupun ada beberapa topik penelitian tentang pengelolaan lingkungan namun jelas berbeda oleh karena itu dapatlah dikatakan bahwa penelitian ini adalah asli, dan penelitian ilmiah ini dilakukan sesuai dengan asas-asas keilmuan, yaitu jujur, rasional, obyektif dan terbuka sehingga dapat
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan terbuka terhadap masukan serta saransaran yang membangun sehubungan dengan pendekatan dan perumusan masalah dalam penelitian ini.
F. Kerangka Teori dan Konsepsional 1. Kerangka Teori Kerangka teori dalam Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-undang 23 Tahun 1997 di Kota Binjai, berkaitan erat dengan kekuasaan pemerintah khususnya pemerintah daerah dalam menjalankan tugasnya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam rangka implementasi otonomi daerah. Otonomi Derah telah memberikan kewenangan yang nyata dan bertanggung jawab pada pemerintahan kota Binjai untuk menggali dan melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang terdapat di daerah tersebut, terutama untuk dapat mengantisipasi masalah-masalah lingkungan yang terjadi akibat kecepatan dinamika perubahan pembangunan. Secara teoritis pelaksanaan otonomi daerah berkaitan dengan adanya kekuasaan. Kekuasaan tersebut dapat dapat dibagi dengan 2 (dua) cara yaitu : a. Secara vertical, pembagian kekuasaan menurut tingkatnya adalah pembagian kekuasaan antara beberapa tingkat pemerintahan Carl J Frederich memakai istilah pembagian kekuasaan. Ini dapat dengan jelas kita bandingkan antara Negara kesatuan, federasi dan konfederasi. b. Secara horizontal, pembagian kekuasaan menurut fungsinya adalah pembagian yang menunjukkan perbedaan antara fungsi-fungsi pemerintahan yang bersifat
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
legislatif, eksekutif yang lebih dikenal dengan trias politica atau pembagian kekuasaan (division of power). 7 Menurut CF. Strong, negara kesatuan adalah bentuk negara dimana wewenang legislatif tertinggi dipusatkan dalam satu badan legislatif nasional/pusat. Pemerintah pusat mempunyai wewenang untuk menyerahkan sebagian kekuasaannya kepada daerah berdasarkan hak otonomi (Negara kesatuan dengan sistem desentralisasi), tetapi pada tahap akhir kekuasaan tertinggi tetap dimiliki oleh pemerintah pusat. 8 Jadi kedaulatannya, baik kedaulatan ke dalam maupun kedaulatan keluar, sepenuhnya terletak pada pemerintah pusat. Dengan demikian, yang menjadi hakekat negara kesatuan ialah bahwa kedaulatannya tidak terbagi atau dengan perkataan lain, kekuasaan pemerintah pusat tidak dibatasi, oleh karena konstitusi negara kesatuan tidak mengakui badan legislatif lain, selain badan legislatif pusat. Jadi adanya kewenangan untuk membuat peraturan bagi daerahnya sendiri tidak berarti bahwa pemerintah daerah itu berdaulat, sebab pengawasan dan kekuasaan tertinggi tetap pada pemerintah pusat. Sejalan dengan pendapat CF. Strong, menurut I Nyoman Sumaryadi mengemukakan otonomi daerah sebagai perwujudan pelaksanaan asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan yang pada hakekatnya merupakan penerapan konsep areal divison of power yang membagi kekuasaan secara vertical yaitu
7
HR. Ridwan, Hukum Administrasi Negara, (Yogyakarta : UII Press, 2002), hal. 12-13. CF. Strong dalam M. Shiddiq Tgk Armia, Perkembangan Pemikiran Dalam Ilmu Hukum, (Jakarta : Pradnya Paramita, 2003), hal 167. 8
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
pembagian kekuasaan negara antara pemerintah pusat disatu pihak dan pemerintah daerah di pihak lain. 9 Seiring dengan perkembangan kenegaraan dan pemerintahan, ajaran negara hukum yang kini dianut oleh negara-negara di dunia khususnya setelah perang dunia kedua adalah negara kesejahteraan (welfare state). Konsep ini muncul sebagai reaksi atas kegagalan konsep legal state atau negara penjaga malam. Dalam konsep legal state terdapat prinsip staatsonthouding atau pembatasan peran negara dalam pemerintahan dalam bidang politik yang melahirkan dalil “the least government is the best government” dan terdapat prinsip “laissez faire, laissez aller” dalam bidang ekonomi yaitu melarang negara dan pemerintah mencampuri kehidupan ekonomi masyarakat (staatsbemoeienis). Akibat pembatasan ini pemerintah atau administrasi negara menjadi fassif dan oleh karenanya sering disebut negara penjaga malam. Adanya pembatasan negara yang menimbulkan reaksi dan kerusuhan sosial, dalam perkembangannya muncul gagasan yang menempatkan pemerintah sebgai pihak yang bertanggungjawab atas kesejahteraan rakyatnya yaitu teori welfare state. Negara kesejahteraan (welfare state) menurut istilah Lemaire, disebut bestuuszorg (negara berfungsi menyelenggarakan kesejahteraan umum) atau welvaarsstaat atau verzorgingsstaat merupakan konsepsi negara hukum modern, menempatkan peranan negara pada posisi yang kuat dan besar. Tugas dan wewenang serta tanggungjawab pemerintah semakin berkembang dan bertambah luas, baik
9
I. Nyoman Sumaryadi, Efektivitas Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah, (Jakarta : Citra Utama, 2005) hal. 61-62.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
secara kuantitatif maupun kualitatif. Tugas-tugas baru terus bertambah sementara tugas-tugas lama seamkin berkembang. Akhirnya sekarang ini konsepsi negara hukum modern menimbulkan dilemma yang penuh kontradiksi, sebab suatu negara hukum modern mengharuskan setiap tindakan pemerintah berdasarkan atas hukum dan bersamaan dengan itu kepada pemerintah daerah diserahi pula peran, tugas dan tanggungjawab yang luas dan berat. Dalam rangka melaksanakan tugas menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat tersebut harus diatur oleh hukum. Namun karena luas dan kompleksnya permasalahan masyarakat yang dihadapi, maka ternyata tidak semua tindakan yang akan dilakukan oleh pemerintah tersebut tersedia aturannya dalam undang-undang. Karena itu timbul konsekuensi khusus dimana pemerintah memerlukan kemerdekaan bertindak atas insiatif sendiri, utamanya dalam menyelesaikan masalah-masalah genting dan penting yang timbul secara mendadak. Sedangkan peraturan untuk menyelesaikannya belum ada atau samar-samar atau dirumuskan dengan sangat sumir atau samara-samar atau dengan kata-kata yang sangat umum. Konsep negara kesejahteraan (welfare state) berkembang di negara-negara eropah bahkan meluas hampir keseluruh negara-negara di dunia. Konsep negara ini juga dianut di Indonesia yang tercantum dalam pembukaan alinea ke empat UndangUndang Dasar 1945 (selanjutnya UUD 1945) yang berbunyi : “Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdasakan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia……..”
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
Kemudian konsep negara kesejahteraan ini tercermin dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, menyatakan : “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.” Dalam penerapannya negara Indonesia juga menganut paham negara kesejahteraan (welfare state), hal ini berarti terdapat tanggungjawab negara untuk mengembangkan kebijakan negara di berbagai bidang kesejahteraan serta meningkatkan kualitas pelayanan umum (public service) yang baik melalui penyediaan berbagai fasilitas yang diperlukan oleh masyarakat. Dalam melaksanakan negara kesejahteraan (welfare state) ini pemerintah pusat, tidak mungkin bisa optimal untuk mengurus warganya secara sentralistik karena faktor luas wilayah, banyaknya penduduk yang berbhineka tunggal ika, maka untuk memperjuangkan kesejahteraan masyarakat di daerah dibentuklah Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota guna mempercepat mewujudkan tujuan negara untuk mensejahterakan rakyatnya. Landasan konstitusinya diatur dalam Pasal 18 UUD 1945 setelah perubahannnya. Sebagai pelaksanaannya maka diterbitkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Konsep negara kesejahteraan (welfare state) juga tercantum dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup, dimana pemerintah menerbitkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-undang ini diterbitkan dalam rangka mendayagunakan sumberdaya alam guna memajukan kesejahteraan umum seperti diamanatkan dalam UUD 1945 dan untuk mencapai
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
kebahagiaan hidup berdasarkan Pancasila, perlu dilaksanakan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup berdasarkan kebijaksanaan nasional yang terpadu menyeluruh dengan memperhitungkan kebutuhan generasi masa kini dan generasi masa depan. Penyelenggaraan pengelolaan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup harus didasarkan pada norma hukum dengan memperhatikan tingkat kesadaran masyarakat dan perkembangan lingkungan global serta perangkat hukum internasional berkaitan dengan lingkungan hidup. Lingkungan hidup Indonesia sebagai suatu ekosistem terdiri atas berbagai subsistem, yang mempunyai aspek sosial, budaya, ekonomi, dan geografi dengan corak ragam yang berbeda yang mengakibatkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup yang berlainan. Keadaan yang demikian memerlukan pembinaan dan pengembangan lingkungan hidup yang didasarkan pada keadaan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup akan meningkatkan keselarasan, keserasian, dan keseimbangan subsistem, yang berarti juga meningkatkan ketahanan subsistem itu sendiri. Dalam pada itu, pembinaan dan pengembangan subsistem yang satu akan mempengaruhi subsistem yang lain, yang pada akhirnya akan mempengaruhi ketahanan ekosistem secara keseluruhan. Oleh karena itu, pengelolaan lingkungan hidup menuntut dikembangkannya suatu sistem dengan keterpaduan sebagai ciri utamanya. Untuk itu, diperlukan suatu kebijakan nasional dalam pengelolaan
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
lingkungan hidup yang harus dilaksanakan secara taat asas dan konsekuen dari pusat sampai ke daerah. Pembangunan merupakan bentuk dari pemanfaataan secara terus-menerus sumberdaya alam guna meningkatkan kesejahteraan dan mutu hidup rakyat. Sementara itu, ketersediaan sumber daya alam terbatas dan tidak merata, baik dalam jumlah maupun dalam kualitas, sedangkan permintaan akan sumber daya alam tersebut makin meningkat sebagai akibat meningkatnya kegiatan pembangunan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin meningkat dan beragam. Pembangunan yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumberdaya alam, menjadi sarana untuk mencapai keberlanjutan pembangunan dan menjadi jaminan bagi kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa depan. Oleh karena itu, lingkungan hidup Indonesia harus dikelola dengan prinsip melestarikan fungsi lingkungan hidup yang serasi selaras, dan seimbang untuk menunjang pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup bagi peningkatan kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan. Dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup, diselenggarakan dengan asas tanggungjawab negara, asas berkelanjutan dan asas manfaat bertujuan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. 10
10
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 3.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
Asas tanggungjawab negara merupakan implementasi dari teori hak menguasai negara, artinya bahwa pelimpahan unsur publik dari hak bangsa kepada negara untuk mengatur kekuasaan dan memimpin penggunaan seluruh wilayah negara kesatuan Republik Indonesia. Maka secara otomatis kewenangannya pun berunsur publik. Pelaksanaan kewenangan ini dapat dilimpahkan kepada pemerintah daerah untuk mengatur urusan rumah tangganya sendiri dengan bantuan dari partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup. Dengan demikian pengelolaan lingkungan hidup yang dipegang oleh pemerintah pusat dapat dilaksanakan secara terpadu oleh pemerintah daerah agar tidak menimbulkan disintegrasi bangsa, yang dapat dipicu oleh adanya kebijakan-kebijakan pengelolaan lingkungan hidup di daerah. Dengan
adanya
Undang-undang
Nomor
32
Tahun
2004
tentang
Pemerintahan Daerah telah memberikan kewenangan yang luas kepada daerah, terutama pemerintah kabupaten/kota dalam hal ini memberikan kesempatan yang sangat luas dan mengurus kepentingan masyarakat serta mengembangkan prakarsa dan aspirasi masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan masyarakat. Ketentuan ini juga termasuk dalam hal pengelolaan lingkungan hidup yang diatur dalam UUPLH yang merupakan payung hukum bagi penegakan supremasi hukum dalam bidang lingkungan hidup di Indoensia.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
2. Kerangka Konsepsional Konseptual adalah merupakan definisi dari operasional dari berbagai istilah yang dipergunakan dalam tulisan ini. Sebagaimana dikemukakan M. Solly Lubis, bahwa kerangka konsep adalah merupakan konstruksi konsep secara internal pada pembaca yang mendapat stimulasi dan dorongan konseptual dari bacaan dan tinjauan pustaka. 11 Adapun definisi operasional dari berbagai istilah tersebut adalah sebagai berikut di bawah ini : Kebijakan adalah suatu keputusan tetap yang dicirikan oleh konsistensi dan pengulangan tingkah laku dari mereka yang membuat dan mereka yang memenuhi keputusan tersebut, kebijakan sebagai suatu hasil keputusan dimaksud untuk menyelesaikan suatu permasalahan. 12 Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah Upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup. 13 Lingkungan Hidup ialah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan,
dan
makhluk
hidup,
termasuk
manusia
dan
perilakunya,
yang
11
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung : Mandar Maju, 1994), hal. 80. Heinz Eulau and Kennerth Prewit, dalam Ch. O. Jones, Pengantar Kebijakan Publik, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1991), hal. 57 13 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 1 angka 2. 12
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. 14
G. Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian Penelitian mengenai “Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 di Kota Binjai,” dilakukan melalui pendekatan yuridis, yakni bagaimana hukum didayagunakan sebagai instrumen untuk mewujudkan dan menemukan prinsip-prinsip hukum dalam pelaksanaan kebijakan dalam pengelolaan lingkungan hidup. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, artinya membatasi kerangka studi kepada suatu pemerian, suatu analisis atau klassifikasi tanpa secara langsung bertujuan untuk membangun atau menguji hipotesa-hipotesa atau teori-teori. Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif, karena materi yang dibahas mengutamakan tinjauan dari segi peraturan-peraturan yang berhubungan dalam kebijakan pengelolaan lingkungan hidup di kota Binjai. Metode pendekatan ini dipergunakan bertitik tolak dan menganalisis terhadap peraturan perundang-undangan di bidang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang dikaitkan dengan penerapan kebijakan pemerintah daerah mengenai pengelolaan lingkungan hidup di kota Binjai. 14
Ibid, Pasal 1 angka 1.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
2. Sumber Data Adapun sumber data yang dipergunakan untuk mendukung penelitian ini adalah data sekunder, dimana bahan-bahan hukum seperti yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto 15 meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Sehingga penulisan ini menitikberatkan pada penelitian bahan pustaka atau yang dalam metode penelitian dikenal sebagai data sekunder, yang terdiri dari : a. Bahan Hukum Primer Bahan hukum yang diperoleh melalui kepustakaan (library research) yaitu sebagai teknik untuk mendapatkan informasi melalui penelusuran peraturan perundang-undangan, bacaan-bacaan lain yang ada relevansinya dengan Undangundang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. b. Bahan Hukum Sekunder Bahan-bahan yang ada kaitannya dengan bahan hukum primer, berupa literatur bahan bacaan berupa buku, artikel, dan kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum. c. Bahan Hukum Tersier Bahan diambil dari terdiri dari kamus-kamus hukum, ensiklopedi, dan lain-lain.
15
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Yakarta : UI Press, 1984), hal. 21.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
3. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di daerah Pemerintah Kota Binjai, karena Kota Binjai dalam kenyatannya dewasa ini lagi giat-giatnya membangun dan menata kota untuk mewujudkan Binjai kota yang berwawasan lingkungan.
4. Teknik Pengumpulan Data Seluruh
data
sekunder
yang
dipergunakan
dalam
penelitian
ini
dikumpulkan, dan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah melalui studi dokumen terhadap bahan pustaka yang ada. Pengumpulan data didasarkan pada bukubuku literature dan peraturan perundang-undangan yang relevan berkaitan dengan tesis ini, guna memperoleh bahan-bahan yang bersifat teoritis ilmiah dan bahan-bahan yang bersifat yuridis normatif sebagai perbandingan dan pedoman menguraikan permasalahan yang dibahas.
5. Alat Pengumpul Data a. Studi Dokumen Yaitu menemukan dan mengetahui asas-asas hukum, pasal-pasal peraturan perundang-undangan yang berlaku, teori-teori hukum, doktrin-doktrin hukum, yurisprudensi, filsafat hukum dan hal-hal yang relevan dan menunjang terhadap kualitas dan kesempurnaan tesis ini.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
b. Wawancara Dengan melakukan wawancara dengan pihak yang berkompeten dalam hal ini adalah Kepala Bapedalda Kota Binjai yaitu pihak yang mengetahui dan terlibat langsung dalam hal pengelolaan lingkungan hidup di Kota Binjai.
6. Analisis Data Data yang telah dikumpulkan selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode analisis kualitatif yang didukung oleh logika berpikir secara deduktif. Digunakannya metode analisis kualitatif didasarkan pada berbagai pertimbangan, sebagai berikut : Pertama, analisis kualitatif didasarkan pada paradigma hubungan yang dinamis antara teori, konsep-konsep dan data yang merupakan umpan balik atau modifikasi yang tetap dari teori dan konsep yang didasarkan pada data yang dikumpulkan. Kedua, data yang dianalisis beraneka ragam serta memiliki sifat dasar yang berbeda antara yang satu dengan yang lain. Ketiga, sifat dasar data yang akan dianalisis dalam penelitian adalah bersifat menyeluruh dan merupakan satu kesatuan yang integral (holistic), yang menuntut tersedianya informasi yang mendalam (indepth information). 16 Data yang dianalisis menggambarkan dan mengungkapkan permasalahan yang terjadi, sekaligus diharapkan akan dapat memberikan solusi atas permasalahan dalam penelitian ini.
16
Mahmul Siregar, Perdagangan Internasional dan Penanaman Modal; Studi Kesiapan Indonesia dalam Perjanjian Investasi Multilateral, (Medan: Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, 2005), hal.29.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
BAB II PENGATURAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP A. Peraturan Perundangan-undangan Pengelolaan Lingkungan Hidup Ketentuan yang mengatur tentang segi-segi pengelolaan lingkungan hidup telah ada sebelum di keluarkannya Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, tanggal 11 Maret 1982. Namun ketentuan tersebut masih tersebar dengan sifatnya yang sektoral dan bercorak klassik. Kemudian dirubah dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH) pada tanggal 19 September 1997 dimuat dalam lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, dan sejak itu Undang-undang tersebut telah mempunyai kekuatan mengikat bagi seluruh rakyat Indonesia. Keberadaan undang-undang itu merupakan langkah awal yang penting bagi pembinaan hukum lingkungan nasional. Hal ini bertepatan pula dengan saat dunia memasuki “Dasawarsa Kedua Lingkungan Hidup” (The Second Environmental Decade) pada tanggal 5 Juni 1982 yang lalu, yaitu Hari Lingkungan sedunia, sepuluh tahun sejak diselenggarakannya Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Lingkungan Hidup di Stockholm Swedia (United Nations Conference on The Human Environment). 17
17
Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan, Edisi ke-7, 1999, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, hal. 18-19.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
Bagi Indonesia peraturan hukum yang tertuang dalam Undang-undang di atas, bertegak sebagai “Umbrella Provision” bagi peraturan perundang-undangan pengelolaan lingkungan hidup yang sudah ada (lex lata) maupun pengaturan lebih lanjut (lex feranda), dan dapat dibedakan atas dua macam, yaitu peraturan produk dari zaman kolonial yang masih berlaku berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan Undang-undang Dasar 1945 dan peraturan hukum yang dibentuk oleh Pemerintah Republik Indonesia. Peraturan-peraturan yang ada itu belum lengkap dan masih diperlukan peraturan terkait lainnya untuk melindungi hidup manusia dan sumber daya alam dalam kaitannya dengan pembangunan berkelanjutan. Pembinaan hukum lingkungan itu, berhubungan erat dengan fungsi hukum sebagai sarana pembangunan dan sarana pemenuhan kepentingan, terutama disebabkan pengelolaan lingkungan menyangkut penetapan nilai-nilai antara nilainilai yang sedang berlaku dan yang bertujuan menjadikan manusia sebagai “pembina lingkungan” dan berjiwa “akrab lingkungan”. 18 Di dalam undang-undang tersebut, secara tegas menetapkan sasaran pengelolaan lingkungan hidup adalah tentang a. Tercapainya keselarasan, keserasian dan keseimbangan antara manusia dan lingkungan hidup; b. Terwujudnya manusia Indonesia sebagai insan lingkungan hidup yang memiliki sikap dan tindak melindungi dan membina lingkungan hidup;
18
Syamsul Arifin, “Peraturan Perundang-undangan Pengelolaan Lingkungan Hidup”, Makalah Materi Kursus Dasar-Dasar Amdal Tipe A, Tanggal 10 s/d 20 Maret 2003. (Angkatan VI).
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
c. Terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan; d. Tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup; e. Terkendalinya pemanfaatan sumber daya secara bijaksana; f. Terlindunginya Negara Kesatuan Republik Indoensia terhadap dampak usaha dan/atau kegiatan di luar wilayah negara yang menyebabkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. 1. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 mulai berlaku 11 Maret 1982, setelah melalui proses yang cukup panjang dimana pada tahun 1976 telah dimulai penyusunan RUU Lingkungan Hidup dengan dibentuknya Kelompok kerja Pembinaan Hukum dan Aparatur dalam pengelolaan Sumber Alam dan Lingkungan Hidup dalam bulan Maret 1979 oleh Menteri Negara Peraturan Pemerintah LH. Pada tanggal 16 s/d 18 Maret 1981 telah diadakan rapat antar Departemen, bertempat di Puncak guna membicarakan naskah RUU yang disiapkan oleh Kelompok Kerja Peraturan Pemerintah LH. Berdasarkan hasil pembicaraan dalam rapat antar Departemen ini telah diadakan perubahan-perubahan dalam naskah RUU tersebut. 19 Pada tanggal 21 Maret 1981 Menteri Negara Peraturan Pemerintah LH mengirimkan konsep RUU hasil pembahasan antar Departemen untuk minta persetujuan para Menteri yang diwakili dalam rapat antar Departemen. Berdasarkan
19
ibid., hal. 68-69.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
saran dari para Menteri, konsep RUU hasil pembahasan antar Departemen diperbaiki dan disampaikan kepada Menteri/ Sekretaris Negara pada tanggal 3 Juli 1981. Pada tanggal 14 Nopember 1981, Kepala Biro Hukum dan Perundangundangan Sekretariat Kabinet mengirimkan naskah konsep RUU yang telah diperbaiki kepada beberapa Menteri untuk penyempurnaan lebih lanjut. Hasil perbaikan akhir kemudian diajukan kepada Presiden dan dengan surat Presiden tanggal 12 Januari 1982 RUU Lingkungan Hidup disampaikan kepada Pimpinan DPR. Badan Musyawarah DPR memutuskan untuk dibentuknya Panitia Khusus (PANSUS) guna menangani RUU Lingkungan Hidup ini. Pansus ini terdiri dari 24 anggota dengan komposisi sebagai berikut tentang : -
12 anggota Fraksi Karya Pembangunan
-
6 anggota Fraksi Partai Persatuan Pembangunan
-
4 anggota Fraksi ABRI
-
2 Anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia
Telah ditunjuk pula 24 anggota pengganti dengan komposisi yang sama. Pada tanggal 23 Januari 1982, Menteri Negara Peraturan Pemerintah LH menyampaikan Keterangan Pemerintah mengenai RUU Lingkungan Hidup, yang disusul kemudian dengan Pemandangan Umum Fraksi-Fraksi yang dilaksanakan pada tanggal 2 Februari 1982. Jawaban Pemerintah atas Pandangan Umum tersebut diberikan pada tanggal 15 Februari 1982. Rapat-rapat PANSUS diadakan pada tanggal 17 s/d 20 Februari 1982 secara terus menerus dan pada tanggal 22 Februari
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
1982 PANSUS dapat menyetujui hasil perumusan Tim Perumus yang dibentuk oleh PANSUS. 20 Pada tanggal 25 Februari 1982 dengan aklamasi RUU Lingkungan Hidup hasil PANSUS disetujui Sidang Paripurna DPR. Pada tanggal 11 Maret 1982 telah disahkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan penandatanganan oleh Presiden Republik Indonesia dan diundangkan pada hari yang sama dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 12. Adapun hal-hal yang ditonjolkan dalam undang-undang ini mengandung dua segi, yaitu tentang : 1. Undang-undang ini hanya memberi pengaturan secara garis besar dalam pokokpokoknya saja, sedangkan aturan yang lebih terperinci diatur dalam pelbagai peraturan pelaksana. 2. Undang-undang ini bukan mengatur tentang lingkungan hidup secara keseluruhan, akan tetapi hanya mengatur segi pengelolaan lingkungan hidup. UULH tersebut di atas memiliki ciri-ciri, sebagai berikut tentang 1. sederhana tetapi dapat mencakup kemungkinan perkembangan di masa depan, sesuai keadaan, waktu dan tempat; 2. mengandung
ketentuan-ketentuan
pokok
sebagai
dasar
bagi
peraturan
pelaksanaannya lebih lanjut;
20
ibid., hal. 69-70.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
3. mencakup semua segi di bidang lingkungan hidup, agar dapat menjadi dasar bagi pengaturan lebih lanjut masing-masing segi, yang akan dituangkan dalam bentuk peraturan tersendiri. UULH tersebut juga menjadi landasan untuk menilai dan menyesuaikan semua peraturan yang memuat ketentuan tentang segi-segi lingkungan hidup yang berlaku, yaitu peraturan perundang-undangan misalnya mengenai pengairan, pertambangan dan energi, kehutanan, perlindungan dan pengawetan sumber daya alam, industri, permukiman, tata ruang, pertanahan dan lain-lain. Sifat undang-undang ini secara khusus memberikan arah dan ciri-ciri bagi semua jenis tata pengaturan lingkungan hidup, yang perlu dituangkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan tersendiri. Selanjutnya, UULH ini juga menjadi dasar dan landasan bagi perkembangan hukum lingkungan selanjutnya, termasuk di dalamnya pembaharuan dan penyesuaian peraturan-peraturan hukum lama.
2. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup merupakan perubahan dari Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup yang berlaku pada tanggal diundangkannya (tanggal 19 September 1997). Undang-undang baru ini dianggap lebih bersifat komprehensif, karena dipersiapkan untuk menjawab isu-isu atau perkembangan baru dalam masyarakat.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
Pertimbangan penetapan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang : Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699) yang menyatakan tidak berlakunya lagi Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 adalah sebagai berikut : a. bahwa lingkungan hidup Indonesia sebagai karunia dan rahmat Tuhan Yang Maha Esa kepada rakyat dan bangsa Indonesia merupakan ruang bagi kehidupan dalam segala aspek dan matranya sesuai dengan Wawasan Nusantara; b. bahwa dalam rangka mendayagunakan sumber daya alam untuk memajukan kesejahteraan umum seperti diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan untuk mencapai kebahagiaan hidup berdasarkan Pancasila, perlu dilaksanakan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup berdasarkan kebijaksanaan nasional yang terpadu dan menyeluruh dengan memperhitungkan kebutuhan generasi masa kini dan generasi masa depan; c. bahwa dipandang perlu melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup untuk melestarikan dan mengembangkan kemampuan lingkungan hidup yang serasi, selaras, dan seimbang guna menunjang terlaksananya pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup; d. bahwa
penyelenggaraan
pengelolaan
lingkungan
hidup
dalam
rangka
pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkunan hidup harus didasarkan pada norma hukum dengan memperhatikan tingkat kesadaran masyarakat dan
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
perkembangan lingkungan global serta perangkat hukum internasional yang berkaitan dengan lingkungan hidup. 21 Materi bidang lingkungan hidup sebagaimana yang diatur dalam UUPLH sangat luas mencakup segi-segi ruang angkasa, puncak gunung sampai perut bumi dan dasar laut, dan meliputi sumber daya manusia, sumber daya alam hayati, sumber daya alam non hayati dan sumber daya buatan. Hal ini terlihat dari Pasal 1 angka (1) UUPLH yang memuat pengertian mengenai lingkungan hidup, yakni: “Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain”. UUPLH sebagaimana halnya dengan UULH juga mengatur mengenai “ketentuan-ketentuan pokok pengelolaan lingkungan hidup” sehingga fungsinya juga sebagai umbrella act/provision bagi penyusunan peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup dan bagi penyesuaian peraturan perundang-undangan yang telah ada. UUPLH memuat tentang asas, tujuan dan sasaran dari pengelolaan lingkungan hidup. Penyelenggaraan pengelolaan lingkungan hidup berdasarkan asas tanggung jawab negara, asas berkelanjutan, dan asas manfaat, yang bertujuan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seluruhnya yang beriman dan bertqwa 21
Koesnadi Hardjasoemantri, Op Cit, hal. 73.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
kepada Tuhan Yang Maha Esa. Asas tanggung jawab negara mempunyai makna negara menjamin bahwa pemanfaatan sumber daya alam akan memberikan manfaat yang sebesar-besar bagi kesejahteraan dan mutu hidup rakyat, baik generasi maupun generasi mendatang, serta negara melakukan pencegahan terhadap kegiatan pemanfaatan sumber daya alam yang ada di wilayah yurisdiksinya yang menimbulkan kerugian bagi negara lain, dan melindungi negara terhadap dampak kegiatan di luar wilayah negara. 22 Arah dan pendekatan pengelolaan lingkungan hidup dilandasi oleh cara pandang (visi) yang luas dan tajam jauh ke depan dengan misi yang jelas dan program-program nyata yang bermanfaat dalam rangka mewujudkan suatu kebijaksanaan
program
pengelolaan
lingkungan
hidup
dengan
paradigma,
mengintegrasikan tuntutan penerapan hak asasi, demokrasi dan lingkungan hidup dalam suatu kelestarian fungsi lingkungan yang menunjang ketahanan lingkungan.
B. Peraturan Daerah Kota Binjai Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup Otonomi daerah telah memberikan perubahan yang mendasar bagi perkembangan ketatanegaraan Indonesia, khususnya pada pemerintahan daerah. Otonomi daerah telah meletakkan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah secara proposional yang diwujudkan dalam pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumberdaya nasional yang berkeadilan serta perimbangan keuangan pusat dan daerah. Otonomi yang benar dalam hal ini terutama 22
ibid., hal. 73-76.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
adalah mengakomodasikan aspirasi yang secara riil ada di masyarakat dalam tindakan dan atau kebijaksanaan secara nyata. Di dalam kerangka otonomi daerah tersebut, berdasarkan perspektif hukum positif harus diarahkan pada satu kata kunci yaitu konsistensi. Konsistensi utama dan pertama-tama ditujukan terhadap asas hukum baik yang dituangkan di dalam peraturan perundang-undangan dalam perspektif Asas Umum Pemerintahan yang baik Asas hukum yang bersifat tersurat dan memang memerlukan penafsiran lebih lanjut akan tetapi jika didasarkan pada persamaan persepsi terhadap pemaknaan konsep yang utuh, tidak akan menimbulkan permasalahan. Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 mengatakan bahwa kewenangan daerah mencakup dalam bidang pemerintahan kecuali kewenangan dalam bidang politik, luar negeri, pertahanan kemanan, peradilan dan moneter dan fiskal serta kewenangan lain. Selanjutnya kewenangan yang diberikan kepada daerah kota dan kabupaten akan dibatasi oleh kewenangan Pemerintah pusat di bidang lainnya yang menyangkut : a. Kebijakan tentang perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan secara makro; b. Kebijakan dana perimbangan keuangan; c. Kebijakan sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara; d. Kebijakan pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang bersifat strategis;
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
e. Kebijakan konservasi; f. Kebijakan standarisasi nasional; Di samping itu kewenangan daerah kabupaten dan kota dibatasi pula oleh kewenangan daerah propinsi sebagaimana diatur dalam Pasal 9 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 beserta penjelasannya, yaitu kewenangan yang bersifat lintas kabupaten dan kota dan kewenangan dalam bidang pemrintahahan tertentu lainnya. Menurut Penjelasan Pasal 9 undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang termasuk kewenangan bidang pemerintahan yang bersifat lintas Kabupaten dan Kota antara lain : a. Kewenangan di bidang Pekerjaan Umum; b. Kewenangan di bidang Perkebunan; c. Kewenangan di bidang kehutanan; d. Kewenangan di bidang Perhubungan. Sedangkan yang dimaksud dengan kewenangan bidang pemerintahan tertentu lainnya adalah : a. Perencanaan dan pengendalian pembangunan secara makro; b. Pelatihan bidang tertentu alokasi sumber daya manusia potensial dan penelitian yang mencakup wilayah propinsi; c. Pengelolaan pelabuhan regional; d. Pengendalian lingkungan hidup; e. Promosi daging dan budaya pariwisata; f. Penanganan penyakit menular dan hama tanaman;
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
g. Perencanaan tata ruang propinsi. Dengan demikian, apabila semua daerah kabupaten dan kota sudah dapat melaksanakan semua kewenangannya, maka kewenangan yang tinggal pada daerah provinsi hanyalah kewenangan bidang pemerintahan yang bersifat lintas kabupaten dan kota serta kewenangan bidang tertentu lainnya sebagaimana telah dikemukakan di atas, di samping kewenangan sebagai wilayah administrasi yag dilimpahkan kepada gubernur selaku wakil Pemerintahan Pusat di daerah. Kewenangan
pemerintah
untuk
dalam
mengembangkan
aspek
kependudukan dan aspek perekonomian membutuhkan suatu kewenangan yang lebih besar di dalam pengelolaannya. Kewenangan daerah sebagaimana yang ditetapkan di dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Pasal 1 (c) adalah bahwa penyerahan wewenang pemerintah oleh Pemerintah kepada daerah otonomi dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan, daerah otonomi adalah Daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota. Kewenangan ini adalah berupa peraturanperaturan daerah yang menetapkan wewenang daerah untuk mengelola sumber daya nasional yang tersedia di wilayahnya dan bertanggungjawab terhadap kelestariannya. Melalui kewenangan yang dimiliki daerah tersebut, yaitu pihak eksekutif dan legislatif daerah menetapkan perda-perda. Bagian ini mencoba untuk menginventarisasikan berbagai perda-perda yang mengatur tentang kewenangan pemerintah daerah khususnya kota Binjai yang ada dalam konteks pengelolaan lingkungan di Kota Binjai
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
Perda-perda ini dimaksudkan agar pelaksanaan pembangunan di kota Binjai dapat memperhatikan ramah lingkungan yang merupakan bagian dari esensi pelaksanaan pembangunan yang berwawasan lingkungan bagi rencana usaha yang tidak ada dampak pentingnya atau secara teknologi sudah dapat dikelola dampak pentiingnya maka diwajibkan membuat UKL dan UPL. Baik AMDAL maupun UKL dan UPL adalah syarat untuk mendapatkan izin melakukan usaha. Adapun perda-perda yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah kota Binjai, antara lain yang yang mengatur kebijaksanan dan prosedur yang berkaitan pengelolaan lingkungan di Kota Binjai adalah : 1. Peraturan Daerah Kota Binjai Nomor 23 Tahun 1998 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan dalam Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Binjai. Perda ini diterbitkan bertujuan untuk mengatur tentang Retribusi izin mendirikan bangunan harus disesuaikan dengan ketentuan peraturan yang ada, dan sehubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan pembangunan di kotamadya Binjai. Perda ini bertujuan dalam rangka untuk pengaturan, pembinaan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan mendirikan bangunan guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Pada perda ini mengatur bahwa setiap orang pribadi atau badan yang mendirikan bangunan harus memperoleh izin dari Kepala Negara dan juga harus melengkapi adanya Dokumen Amdal yang disetujui Tim Komisi Tingkat II untuk usaha industri/pabrik, perumahan/real estate, pusat perbelanjaan dan usaha-usaha yang mempunyai dampak lingkungan lainnya.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
Pemegang izin mendirikan bangunan memilki kewajiabn yang harus dipenuhinya agar permohonan bangunan tidak ditolak atau dibongkar. Jika permintaan izin tidak dipenuhi maka permohonan akan ditolak dan akan terjadinya pembongkaran bangunan dengan izin kepala daerah untuk memberikan kesempatan kepada pemilik bangunan/pelaksana bangunan untuk membongkar bangunannya, dan apabila tidak dilakukan pembongkaran selambat-lambatnya 15 (lima belas hari) sesudah perintah pembongkaran maka kepala daerah atau pejabat yang dihunjuk dapat membongkar seluruh atau sebagian bangunan tersebut atas biaya dan resiko pemilik/pelaksana bangunan Pasal 8 point (d). Perda ini terdiri dari XXII Bab dan 34 Pasal yang mengatur tentang Ketentuan umum, Perizinan, Pelaksanaan Pekerjaan Mendirikan Bangunan, Objek dan Subjek Retribusi, Golongan Retribusi, Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa, Prinsip dan Sasaran dalam Penetapan Struktur dan Besarnya Tarif, Struktur dab Besarnya Tarif Retribusi, Cara Penghitungan Retribusi, Wilayah Pemungutan, Tatacara Pemungutan, Sanksi Administrasi, Tatacara Pembayaran, Tatacara Penagihan,
Pengembalian
Kelebihan
Pembayaran,
Keberatan,
Pengurangan,
Keringanan dan Pembebasan Retribusi, Kadaluarsa Penagihan, Penyidikan, Ketentuan Peralihan, Ketentuan Penutup.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
2. Peraturan Daerah Kota Madya Tingkat II Binjai Nomor 25 Tahun 1998 Tentang Retribusi Izin Gangguan. Perda ini diterbitkan untuk melaksanakan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Peraturan Daerah yang terkait atas pemakaian kekayaan perlu disesuaikan. Perda ini bertujuan untuk melakukan pengaturan guna melindungi kepentingan umum dan lingkungan yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian dan gangguan terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan. Perda ini mengatur tentang subjek hukum yang wajib memiliki izin gangguan/ tempat usaha dalam hal mendirikan atau memperluas tempat usahanya dilokasi tertentu yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian dan gangguan, tidak termasuk tempat usaha yang lokasinya telah ditunjuk oleh pemerintah pusat atau daeran. (Pasal 7 ayat (1)). Perda ini juga mengatur sanksi administrasi dan sanksi pidana, sanksi administrasi dikenakan bagi wajib pajak yang tidak membayar retribusi tepat pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi adminstrasi sebesar 2 % (Pasal16), sedangkan sanksi pidana dikenakan bagi pelaku yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan dalam peraturan daerah ini dan ancaman pidananya kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya 4 (empat) bulan kali retribusi terhalang (Pasal 24). Perda ini juga mengatur mengenai Penyidikan yaitu Pasal 25 ayat (1) yang memberikan wewenang kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang retribusi daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana. Perda ini terdiri dari XVII Bab dan 28 Pasal yang mengatur tentang Ketentuan umum, Subjek, Objek Retribusi, Golongan Retribusi, Retribusi Izin Gangguan, Jangka Waktu Berlakunya Izin Gangguan (Ho), Ketentuan Retribusi, Tatacara
Pemungutan,
Wilayah
Pungutan,
Sanksi
Administrasi,
Tatacara
Pembayaran, Tatacara Penagihan, Tatacara Perhitungan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Retribusi, Kadaluarsa, Tatacara Penghapusan Piutang Retribusi yang Kadaluarsa, Ketentuan Pidana, Penyidikan, Ketentuan Penutup. 3. Peraturan Daerah Kota Binjai Nomor 2 tahun 2001 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Binjai Tahun 2001, persetujuan DPRD Nomor 5/DPRD-II/5-2001 tanggal 29-3-2001, diundangkan dalam Lembaran Daerah No.2 Seri D tanggal 5-4-2000. 4. Peraturan Daerah Kota Binjai Nomor 5 Tahun 2001 Tentang Izin Tempat Usaha. Perda ini diterbitkan dalam rangka usaha-usaha Pemerintah Kota Binjai dalam melaksanakan penataan dan sekaligus pembinaan terhadap para pengusaha, oleh karena itu perlu diberikan Izin Tempat Usaha kepada para pengusaha yang melaksanakan kegiatan usaha di Kota Binjai. Pada perda ini dijelaskan subjek hukum yang wajib dikenakan retribusi yaitu orang pribadi atau badan hukum, badan hukum yaitu sekumpulan orang
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama di dalam bentuk apapun, Firma, Koperasi, Dana Pensiun, Persekutuan, Perkumpulan, Yayasan, Organisasi Sosial Politik atau organisasi yang sejenis, Lembaga Bentuk Usaha Tetap dan bentuk badan lainnya. Mengenai perizinan mempunyai jangka waktu 3 (tiga) tahun dan selanjutnya setiap tahun divalidasi sekaligus pembayaran retribusi dan pada Perda ini juga dilakukan pengawasan berupa pemeriksaan yang dilakukan oleh petugas yang telah diberi wewenang untuk itu
terhadap izin tempat usaha yang dilakukan setiap
tahunnya untuk memeriksa letak, ukuran luas, jenis usaha berubah dan atau kegiatan usaha dialihkan dan atau dipindahkan kepada pihak lain tanpa izin dari Kepala Daerah. Pada perda ini mengatur sanksi administrasi terhadap Wajib Retribusi yang tidak membayar tepat waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2 % (dua persen) setiap bulan dari besarnya Retribusi yang terutang yang tidak atau kurang bayar dan ditagih dengan menggunakan Surat Tagihan Retribusi Daerah. Dalam hal terjadinya pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan dalam perda ini diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya 4 (empat) kali Retribusi terutang, dan dalam proses
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
penyidikan terhadap tindak pidana perpajakan daerah dah retribusi diberikan kewenangan kepada PPNS tertentu di lingkungan pemerintah daerah setempat. Perda ini terdiri dari XVI Bab dan 23 Pasal yang mengatur tentang Ketentuan umum, Nama, Objek, Subjek Retribusi dan Persyaratan dalam Memperoleh Izin, Jangka Waktu Berlakunya Izin Tempat Usaha, Golongan Retribusi, Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa, Prinsip Penetapan dan Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi, Wilayah Pemungutan, Tatacara Pemungutan dan Penetapan Retribusi, Sanksi Administrasi, Tatacara Pembayaran, Tatacara Penagihan, Pengawasan, Ketentuan Pidana, Penyidikan, Ketentuan Peralihan dan Ketentuan Penutup. 5. Peraturan Daerah Nomor 5 tahun 2000 tentang Retribusi Izin Pengelolaan & Pengusahaan Burung Walet, persetujuan DPRD Nomor 22/DPRD-II/52000 tertanggal 7-9-2000, diundangkan dalam Lembaran Daerah No.3 Seri B tanggal 14-9-2000. 6. Peraturan Daerah Nomor
19 tahun 2001 tentang Retribusi Upaya
Pengendalian Pencemaran Udara, persetujuan DPRD Nomor 27/DPRDII/5-2001, tertanggal
6 Desember 2001, diundangkan dalam Lembaran
Daerah Nomor 7 Seri B tanggal 14 Desember 2001. 7. Peraturan Daerah Nomor 26 tahun 2001 tentang Retribusi Pemeriksaan Limbah Cair Industri, persetujuan DPRD Nomor 27/DPRD-II/5-2001, tertanggal 7-9-2001, diundangkan dalam Lembaran Daerah No. 12 Seri B tanggal 14-12-2001.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
Terdapatnya dua Peraturan Daerah mengenai Retribusi Upaya pengendalian Pencemaran Udara, dan Pemeriksaan Limbah Cair Industri merupakan ketentuan daerah yang baru jika dibandingkan dengan Peraturan Daerah sebelum adanya Otonomi Daerah. Karena dengan diterbitkannya Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 diubah dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, serta Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom membawa implikasi perkembangan bagi pengelolaan lingkungan hidup yakni diberikannya wewenang dan tanggungjawab penuh pada Pemerintah Daerah untuk pengelolaan lingkungan hidup. Di dalam Pasal 3 ayat (5) angka 16 Peraturan Pemerintah tersebut, telah menetapkan Kewenangan Propinsi di dalam bidang lingkungan hidup, yakni : a. Pengendalian lingkungan hidup lintas Kabupaten/Kota. b. Pengaturan pengelolan lingkungan dalam pemanfaatan sumberdaya laut 4 (empat) mil sampai dengan 12 (dua belas) mil. c. Pengaturan tentang pengamanan dan pelestarian sumber daya air lintas Kabupaten/Kota. d. Penilaian analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) bagi kegiatankegiatan yang potensial berdampak negatif pada masyarakat luas yang lokasinya meliputi lebih dari satu Kabupaten/Kota. e. Pengawasan pelaksanaan konsrvasi lintas Kabupaten/Kota.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
f. Penetapan baku mutu lingkungan hidup berdasarkan baku mutu lingkungan hidup nasional. 8. Keputusan
Walikota
Binjai
Nomor
503.640-223/SK/2000
Tentang
Pelaksanaan Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Kota Binjai Nomor 23 Tahun 1998 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan. Keputusan ini diterbitkan sebagai pelaksana dari Peraturan Daerah Kota Binjai Nomor 23 Tahun 1998 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan. Keputusan ini bertujuan untuk mengatur tentang izin mendirikan bangunan yang selanjutnya disebut retribusi yaitu pembayaran atas pemberian izin kepada orang pribadi atau badan, termasuk dalam kegiatan peninjauan, desain, dan pemantauan pelaksanaan pembangunannya agar tetap sesuai dengan rencana teknis bangunan, rencana tata ruang teknis bangunan, rencana tata ruang yang berlaku dengan tetap memperhatikan Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Luas Bangunan (KLB), Koefisien Ketinggian Bangunan (KKB) dan Pengawasan Penggunaan Bangunan yang meliputi pemeriksaan dalam rangka memenuhi syarat-syarat keselamatan bagi yang menempati bangunan tersebut. Keputusan ini terdiri dari XXII Bab dan 34 Pasal yang mengatur tentang mengatur tentang Ketentuan umum, Perizinan, Pelaksanaan Pekerjaan Mendirikan Bangunan, Objek dan Subjek Retribusi, Golongan Retribusi, Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa, Prinsip dan Sasaran dalam Penetapan Struktur dan Besarnya Tarif, Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi, Cara Penghitungan Retribusi, Wilayah Pemungutan, Tatacara Pemungutan, Sanksi Administrasi, Tatacara Pembayaran,
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
Tatacara Penagihan, Pengembalian Kelebihan Pembayaran, Keberatan, Pengurangan, Keringanan dan Pembebasan Retribusi, Kadaluarsa Penagihan, Penyidikan, Ketentuan Peralihan, Ketentuan Penutup. 9. Keputusan
Walikota
Binjai
Nomor
503.640-223/SK/2000
Tentang
Pelaksanaan Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Kota Binjai Nomor 23 Tahun 1998 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan ini juga didukung dengan adanya Ketetapan Tarif Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dalam Kota Binjai Nomor 503.648-611 Tanggal 20 Maret 2000. 10. Keputusan Walikota Binjai Nomor 620-252/SK/2000 Tentang Penetapan Kelas Jalan, Daerah Milik Jalan (DAMIJA) dan Garis Sempadan Bangunan (GSB) untuk izin Mendirikan Bangunan dalam Kota Binjai. Keputusan ini diterbitkan bertujuan untuk kelancaran pelaksanaan dalam menentukan Retribusi terutang terhadap suatu bangunan perlu ditetapkan Kelas Jalan Daerah Milik Jalan (DAMIJA) dan Garis Sempadan Bangunan (GSB) dalam kota Binjai. Keputusan ini menetapkan tentang kelas jalan, Daerah Milik Jalan (DAMIJA) dan Garis Sempadan Bangunan (GSB) untuk izin mendirikan bangunan dalam kota Binjai. Keputusan ini terdiri dari 3 Pasal yang mengatur ketetapan keputusan ini. 11. Keputusan Walikota Binjai Nomor 020-251/SK/2000 Tentang Penetapan Harga Dasar Bangunan dalam Kota Binjai.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
C. Kebijakan Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut UUPLH Kebijakan merupakan suatu keputusan dalam upaya memecahkan suatu permasalahan yang melibatkan banyak pihak. Sumberdaya yang diperlukan pun tidak sedikit. Sehingga diperlukan suatu pertimbangan yang serius dalam menentukan serta menetapkan
suatu
kebijakan-kebijakan
lingkungan hidup tergolong pada
yang
berkaitan
dengan
pengelolaan
kebijakan bagi kepentingan umum. Dengan
demikian kepentingan seluruh lapisan masyarakat akan ditentukan oleh kebijakan tersebut. Menurut Heinz dan Kennerth Prewitt, kebijakan adalah : “Suatu keputusan tetap yang dicirikan oleh konsistensi dan pengulangan tingkah laku dari mereka yang membuat dan mereka yang memenuhi keputusan tersebut. Kebijakan sebagai suatu hasil keputusan dimaksud untuk menyelesaikan suatu permasalan”. 23 Kebijakan (Policy) adalah suatu proses yang terdiri dari serangkaian keputusan yang sifatnya berkaitan dengan hal-hal yang lebih luas dan banyak aspek, sehingga sumber kebijakan berasal dari banyak pihak dengan berbagai kepentingan dan kewenangan. Penyusunan kebijakan pada umumnya dilakukan melalui proses yang panjang dan berkaitan dengan berbagai aspek, kepentingan dan kewenangan.
23
Heinz Eulau and Kennerth Prewit, dalam CH. O. Jones, Pengantar Kebijakan Publik, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1999), hal. 57.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
“Suatu kebijakan biasanya diterima sebagai suatu hasil keputusan bersama yang dikaitkan secara khusus dengan pembuatannya”. 24 Kewenangan yang menyangkut masalah pengelolaan lingkungan hidup didasarkan pada pertimbangan bahwa di dalam negara yang sedang berkembang seperti Indonesia masalah lingkungan hidup terjadi sebagai akibat dari kegiatan pembangunan, dan yang terutama harus dihadapi adalah rendahnya mutu lingkungan. Oleh karena itu, penanggulangan masalah lingkungan hidup di Indonesia dilaksanakan dalam rangka mempercepat proses pembangunan itu sendiri. Untuk mencegah timbulnya kerusakan lingkungan hidup serta untuk memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan, diupayakan “Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup”. Sebagai penjabaran dari kebijakan tersebut Pemerintah menuangkannya dalam instrumen izin yang digunakan oleh penguasa pada sejumlah besar bidang kebijaksanaan. Ini terutama berlaku bagi hukum lingkungan, hukum pengaturan ruang dan hukum perairan. Peraturan tersebut merupakan perlindungan terhadap lingkungan terhadap kegiatan manusia yang membawa dampak negatif bagi lingkungan hidup. Perlindungan terhadap lingkungan ini semakin penting karena seringnya terjadi pencemaran dan perusakan terhadap lingkungan hidup sehingga selanjutnya dapat merusak ekosistem. Oleh karena itu pemerintah mengeluarkan kebijaksanaan 24
Sunoto, Analisis Kebijakan dalam Pembangunan Berkelanjutan, Bahan Pelatihan Analisis Kebijakan Bagi Pengelola Lingkungan, (Jakarta : Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, 1971), hal 10.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
yang berhubungan dengan penerbitan izin mendirikan bangunan yang bertujuan untuk melindungi, memulihkan dan kembali menata tata hubungan secara berimbang dan serasi antara semua sub sistem dalam keseluruhan ekosistem, dan juga mengatur hak, kewajiban dan wewenang baik kepada warga negara maupun pemerintah untuk turut serta dalam pengelolaan lingkungan hidup. Di dalam berbagai sektor kebijakan pemerintah dapat berdiri secara berdampingan berbagai sistem izin dengan motif sejenis. Hal ini berhubungan dengan perkembangan, terutama pada tahun-tahun terakhir, bahwa di dalam bidang kebijaksanaan penguasa semakin banyak terjadi pengkhususan dari tujuan-tujuan kebijaksanaan itu. Dengan demikian timbul berbagai bidang bagian kebijaksanaan penguasa dengan sistem-sistem dalam rangka pengelolaaan lingkungan hidup.
D. Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut UUPLH Dalam Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (selanjutnya disebut UUPLH), disebutkan bahwa “pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan
hidup
yang
meliputi
kebijaksanaan
penataan,
pemanfaatan,
pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup”. Berdasarkan bunyi Pasal 1 angka 2 UUPLH, pengelolaan lingkungan hidup merupakan :
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
1. Upaya terpadu untuk “melestarikan fungsi lingkungan hidup”, yaitu memelihara kelangsungan lingkungan hidup, sehingga mampu mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain serta melindungi kemampuan lingkungan hidup terhadap serangan dari luar; 2. Upaya tersebut dirumuskan dalam pelbagai kegiatan yang merupakan langkah kebijakan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup. Perumusan pengelolaan lingkungan hidup dalam hal ini diberikan penekanan pada “melestarikan fungsi lingkungan hidup” yang dalam ketentuan sebelumnya (Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang UULH) tidak dijumpai, sedangkan 7 (tujuh) aktivitas lainnya yaitu penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup hanya dilihat sebagai “langkah kebijakan”. 25 Pengelolaan lingkungan hidup Indonesia didasarkan pada asas (prinsip) tertentu sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 UULH yang menyatakan bahwa pengelolaan lingkungan hidup berasaskan pelestarian kemampuan lingkungan yang serasi dan seimbang untuk menunjang pembangunan yang berkesinambungan bagi peningkatan kesejahteraan manusia. Dalam proses pembangunan itu terjadi dampak yang kurang baik terhadap lingkungan maka haruslah dilakukan upaya untuk meniadakan atau mengurangi
25
Abdurrahman, Pembaharuan Undang-undang tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia, Makalah, Kursus Dasar AMDAL Tipe A, PPL Univ. Lambung Mangkurat, 1997.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
dampak negatif tersebut, sehingga keadaan lingkungan menjadi serasi dan seimbang lagi. Dalam hal ini yang dilestarikan bukanlah “lingkungan an sich” melainkan “kemampuan lingkungan”. Kemampuan lingkungan yang serasi dan seimbang inilah yang perlu dilestarikan, sehingga setiap perubahan yang diadakan selalu disertai dengan upaya mencapai keserasian dan keseimbangan lingkungan pada tingkat yang baru. 26 Selanjutnya istilah “pelestarian kemampuan lingkungan yang serasi dan seimbang” membawa kepada keserasian antara “pembangunan” dan “lingkungan”, sehinga kedua pengertian itu, yaitu pembangunan dan lingkungan tidak dipertentangkan satu dengan yang lain. Adapun “pelestarian lingkungan” yang bermakna melestarikan lingkungan itu an sich digunakan dalam rangka pelestarian alam dan kawasan suaka alam. 27 Dalam UUPLH terdapat istilah “pelestarian fungsi lingkungan”, yang bermakna pelestarian fungsi lingkungan kawasan budidaya dan kawasan lindung. Pasal 1 angka 5 mengartikan pelestarian fungsi lingkungan adalah rangkaian upaya untuk memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Asas dan tujuan pengelolaan lingkungan disebutkan dalam Pasal 3 UUPLH bahwa pengelolaan lingkungan hidup yang diselenggarakan dengan asas tanggung jawab negara, asas berkelanjutan dan asas manfaat bertujuan untuk mewujudkan pembangunan
26 27
berkelanjutan
yang
berwawasan
lingkungan
dalam
rangka
Koesnadi Hadjasoemantri, 2005, Op cit, hal 89-90. Ibid.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dari bunyi Pasal 3 UULH, asas pengelolaan lingkungan hidup tidak lagi berasaskan pelestarian kemampuan fungsi lingkungan hidup tetapi dilaksanakan berdasarkan pada asas tanggung jawab negara, asas berkelanjutan, dan asas manfaat. Berdasarkan asas tanggungjawab negara, disatu sisi, negara menjamin pemanfaatan sumber daya alam akan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan mutu hidup rakyat, baik generasi masa kini maupun generasi masa depan. Sedangkan dilain sisi, negara mencegah dilakukannya kegiatan pemanfaatan sumber daya alam dalam wilayah yurisdiksinya yang menimbulkan kerugian terhadap wilayah yurisdiksi negara lain serta melindungi negara terhadap dampak kegiatan di luar wilayah Indonesia. Asas berkelanjutan mengandung makna bahwa setiap orang memikul kewajiban dan tanggung jawab terhadap generasi mendatang dan terhadap sesamanya dalam satu generasi. Untuk terlaksananya kewajiban dan tanggung jawab tersebut, maka kemampuan lingkungan hidup harus dilestarikan. Terlestarikannya kemampuan lingkungan hidup menjadi tumpuan terlanjutkannya pembangunan itu sendiri. Dengan asas manfaat mengandung makna bahwa segala usaha dan kegiatan pemanfaatan sumber daya alam akan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
Demikian pula Pasal 3 UUPLH mengatur tujuan pengelolaan lingkungan hidup yaitu untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup. Dalam Pasal 1 angka 3 UUPLH merumuskan pengertian pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah merupakan upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan. Menurut Rachmadi Usman, bahwa “Pembangunan yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya menjadi sarana untuk mencapai keberlanjutan pembangunan dan menjadi jaminan pula bagi kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan masa depan”. 28 Oleh karena itu, lingkungan hidup harus dikelola dengan prinsip melestarikan fungsi lingkungan hidup yang serasi, selaras dan seimbang untuk menunjang pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup bagi peningkatan kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan masa depan. Pelaksanaan suatu usaha dan/atau kegiatan wajib diikuti dengan upaya pencegahan dan/atau penanggulangan pencemaran dan/atau perusakan terhadap lingkungan hidup itu.
28
Rachmadi Usman, Pembaharuan Hukum Lingkungan Nasional, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2003), hal. 67.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
Menurut Pasal 4 UUPLH, terdapat 6 (enam) sasaran yang hendak dicapai dalam pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia, yaitu : 1. Tercapainya keselarasan, keserasian, dan kesimbangan antara manusia dan lingkungan hidup. Pancasila sebagai dasar dan falsafah negara memberikan keyakinan kepada rakyat dan bangsa Indonesia bahwa kebahagian hidup akan dapat tercapai jika didasarkan atas keselarasan, keserasian, dan kesimbangan, baik dalam hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa maupun manusia dengan manusia, manusia dengan alam, dan manusia sebagai pribadi, dalam rangka mencapai kemajuan lahir, dan kebahagian bathin. 2. Terwujudnya manusia Indonesia sebagai insan lingkungan hidup yang memiliki sikap dan tindak melindungi dan membina lingkungan hidup. Sasaran ini bermaksud menciptakan manusia dan masyarakat Indonesia yang berbudaya dan cinta pada lingkungan hidup, sehingga memiliki kemampuan untuk memelihara dan meningkatkan daya dukung serta daya tampung lingkungan hidup yang menjadi tumpuan keberlanjutan pembangunan. 3. Terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan. Sasaran ini mengingatkan kita bahwa pemanfaatan sumber daya alam sebagai pokok-pokok kemakmuran rakyat bukan saja dinikmati oleh generasi masa kini saja, melainkan harus pula dinikmati oleh generasi masa depan, yang merupakan warisan untuk anak cucu kita, artinya pemanfaatan sumber daya alam harus dilakukan secara lestari dan berkelanjutan
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
4. Tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup. 5. Terkendalinya pemanfaatan sumber daya secara bijaksana. Sasaran ini memiliki arti yang sangat penting dalam kaitannya dengan pemanfaatan sumber daya tidak terbarui (nonrenewable resource), sehingga aspek-aspek seperti kehematan, daya guna serta hasil guna menjadi mutlak diperhatikan disamping aspek daur ulang (recycling) yang senantiasa harus diusahakan dengan menggunakan bermacam-macam teknologi sederhana atau teknologi pedesaan (rural technology). Pengendalian pemanfaatan sumber daya secara bijaksana tidak hanya ditujukan kepada penghematan sumber daya tidak terbarui, tetapi juga kepada pencarian sumber daya alternatif lainnya guna memperoleh energi. Sumber daya lainnya itu menurut Koesnadi Hardjasoemantri, dapat berupa “biogas, biomassa, energi angin (windenergy), energi surya (solar energy), Ocean Thermal Energy Conversion (OTEC), energi nuklir dan lainlain”. 29 6. Terlindunginya negara kesatuan Republik Indonesia terhadap dampak usaha dan/atau kegiatan di luar wilayah negara yang menyebabkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. Sasaran yang terakhir ini sebagai wujud hak dari negara yang berdaulat seperti Indonesia untuk melindungi dirinya dari dampak pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang dilakukan oleh negara lain. Oleh karena itu, untuk
29
Koesnadi Hardjasoemantri, 2005, Op Cit, hal. 92.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
menanggulangi pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang bersifat transnasional diperlukan kerjasama dengan negara lain. Pasal 5 ayat (1) UUPLH menetapkan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Pengertian orang disini meliputi orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum. UUD 1945 tidak menyebutkan hak asasi sosial atau subjektif seperti ini. Hak ini baru diperkenalkan dalam UULH. Menurut Siti Sundari Rangkuti, “Konseptornya mendapat ilham dari negara maju yang lebih dahulu menuangkan hak seperti ini dalam konstitusinya”.30 Saat ini hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat telah dituangkan dalam Pasal 28 Piagam Hak Asasi Manusia sebagai bagian tidak terpisahkan dari Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, yang menyatakan setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Kemudian, dituangkan pula dalam Pasal 9 ayat (3) Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang menyatakan setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Penjelasan Pasal 5 ayat (1) tidak memberikan penjelasan pengertian “lingkungan yang baik dan sehat” itu. Pasal 5 ayat (1) ini menjamin orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum untuk menikmati lingkungan hidup yang tertata apik (asri) dan memenuhi syarat-syarat kesehatan, sehingga
30
Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional, (Surabaya : Airlangga University Press, 1996), hal. 269.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
terwujud lingkungan yang harmoni dimana manusia Indonesia dapat berkembang dalam keselarasan, keserasian, dan keseimbangan yang dinamis. Secara tidak langsung, pemerintah mempunyai kewajiban untuk mewujudkan suatu lingkungan yang baik dan sehat tersebut. Dengan adanya hak asasi sosial atau hak subjektif ini, maka setiap warga negara berhak menuntut negara untuk mewujudkan suatu lingkungan yang baik dan sehat. Heinhard Steiger C.S. dengan tulisan “The Fundamental Right to a Decent Environment” dalam “Trends in Environmental Policy and Law” menyatakan bahwa “apa yang dinamakan hak-hak subjektif (subjective right) adalah bentuk yang paling luas dari perlindungan seseorang”. 31 Dengan hak-hak subjektif memberikan kepada yang mempunyainya suatu tuntutan yang sah guna meminta kepentingannya akan suatu lingkungan hidup yang baik dan sehat itu dihormati, suatu tuntutan yang dapat didukung oleh prosedur hukum, dengan perlindungan hukum oleh pengadilan dan perangkat-perangkat lainnya. Tuntutan tersebut mempunyai 2 (dua) fungsi yang berbeda, yaitu fungsi pertama, yaitu yang dikaitkan pada hak membela diri terhadap gangguan dari luar yang menimbulkan kerugian pada lingkungannya, sedangkan fungsi yang kedua dikaitkan pada hak menuntut dilakukannya sesuatu tindakan agar lingkungannya dapat dilestarikan, dipulihkan atau diperbaiki.
31
Rachmadi Usman, Pembaharuan Hukum Lingkungan Nasional, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2003, hal. 75.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
Penegakan peraturan perundang-undangan perlu sekali bagi perlindungan hukum lingkungan hidup seseorang. Perlindungan ini biasanya dilaksanakan melalui proses peradilan. Akan tetapi, adapula kemungkinan-kemungkinan lain guna penegakan hukum lingkungan, sepeti misalnya hak untuk berperanserta dalam prosedur administratif atau untuk mengajukan permohonan banding kepada lembagalembaga administratif yang lebih tinggi. Kewajiban mewujudkan lingkungan hidup yang baik dan sehat bukan saja beban pemerintah, melainkan kewajiban setiap individu, kelompok orang atau badan hukum untuk memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup dan mencegah serta menanggulangi kerusakan atau pencemarannya. Pasal 6 ayat (1) UUPLH menetapkan setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup. Kewajiban setiap orang dimaksud tidak terlepas dari kedudukannya sebagai anggota masyarakat yang mencerminkan harkat manusia sebagai individu dan makhluk sosial. Dalam kewajiban tersebut mengandung makna, bahwa setiap orang, kelompok orang, atau badan hukum turut berperan serta dalam upaya memelihara lingkungan hidup, misalnya peranserta dalam mengembangkan budaya bersih lingkungan hidup, kegiatan penyuluhan dan bimbingan di bidang lingkungan hidup. Berdasarkan Pasal 6 ayat (1) UUPLH, dapat dikemukakan ada tiga kewajiban yang harus dilakukan atau dibebankan kepada setiap orang, kelompok orang atau badan hukum, yaitu :
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
1. Kewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup, jadi bukan memelihara kelestarian lingkungan hidup an sich, melainkan memelihara kelestarian “fungsi lingkungan hidup”, sebab lingkungan hidup bersifat dinamis. 2. Kewajiban mencegah terjadi atau timbulnya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. 3. Kewajiban menanggulangi pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang terjadi atau timbul. Apabila hak atas lingkungan yang baik dan sehat dihubungkan dengan kewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup, berarti lingkungan hidup beserta dengan sumber daya yang terdapat di dalamnya merupakan milik bersama dan dengan sendirinya tidak hanya melindungi kepentingan individual, kelompok orang atau badan hukum saja, tetapi juga melindungi kepentingan bersama secara menyeluruh dari orang yang mendiami lingkungan hidup tersebut. Karena itu, masyarakat atau individu dapat mengajukan gugatan ganti kerugian dan/atau tuntutan melakukan tindakan tertentu terhadap individu, kelompok orang atau badan hukum yang telah melakukan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, yang membawa akibat pada teganggunya kelestarian fungsi lingkungan hidup yang baik dan sehat tersebut. Pasal 5 ayat (2) UUPLH menetapkan setiap orang mempunyai hak atas informasi lingkungan hidup yang berkaitan dengan peran dalam pengelolaan lingkungan hidup.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
Secara umum hak atas kebebasan informasi ini dituangkan dalam Pasal 20 dan Pasal 21 Piagam Hak Asasi Manusia dan Pasal 14 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999. Penambahan hak atas informasi lingkungan hidup dalam UUPLH dimaksudkan untuk lebih mengefektifkan peranserta masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup. Penjelasan Pasal 5 ayat 2 UUPLH menyatakan bahwa hak atas informasi lingkungan hidup ini dirumuskan sebagai sesuatu konsekuensi logis dari hak berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup yang berlandaskan pada asas keterbukaan. Hak atas informasi lingkungan hidup akan meningkatkan nilai dan efektivitas peranserta dalam pengelolaan lingkungan hidup, disamping akan membuka peluang bagi masyarakat untuk mengaktualisasikan haknya atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Dalam hubungan dengan hak atas informasi lingkungan hidup, maka pihak lain mempunyai kewajiban memberikan informasi lingkungan hidup yang dibutuhkan dalam pengelolaan lingkungan hidup. Pasal 5 ayat (2) UUPLH mempunyai hubungan dengan Pasal 6 ayat (2) UUPLH yang menyatakan bahwa setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai pengelolaan lingkungan hidup. Informasi yang benar dan akurat itu dimaksudkan untuk menilai ketaatan penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan terhadap ketentuan peraturan perundangundangan. Lothar Gundling dengan tulisan berjudul “Public Participation in Environmental Decision Making” dalam “Trends in Environmental Policy and Law” menyatakan : Pemberian informasi yang benar kepada masyarakat adalah prasyarat
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
yang paling penting untuk peranserta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan di bidang lingkungan hidup. Informasi tersebut harus sampai ditangan masyarakat yang akan terkena rencana kegiatan dan informasi itu haruslah diberikan tepat pada waktunya (timely information), lengkap (comprehensive information) dan dapat dipahami (comprehensible information). 32 Kemudian Pasal 7 UUPLH mengatur mengenai hak masyarakat berperan dalam lingkungan hidup dan cara masyarakat berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup tersebut. Pasal 7 ayat (1) UUPLH menetapkan masyarakat mempunyai kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup. Dari bunyi Pasal 5 dan Pasal 7 UUPLH dihubungkan dengan penjelasannya, dapat dikemukakan beberapa hal, yakni : 1. Undang-undang mengakui hak setiap orang sebagai anggota masyarakat dengan memberikan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya guna berperan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup. Peranserta dimaksud meliputi peran dalam proses pengambilan keputusan, baik dengan cara mengajukan keberatan, maupun dengar pendapat atau dengan cara lain yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Peran tersebut dilakukan antara lain dalam proses penilaian AMDAL atau perumusan kebijakan lingkungan hidup. Pengakuan ini memberikan jaminan kepastian diberikannya hak subjektif, kesempatan yang
32
Koesnadi Hardjasoemantri, 2005, Op Cit, hal. 103.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
sama dan seluas-luasnya kepada masyarakat atau setiap orang untuk ikut berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup. 2. Pelaksanaan hak masyarakat untuk ikut berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup tersebut didasarkan pada prinsip keterbukaan, sebab dengan keterbukaan dimungkinkan masyarakat ikut memikirkan dan memberikan pandangan serta pertimbangan dalam pengambilan keputusan di bidang pengelolaan lingkungan hidup. Pengakuan hak masyarakat untuk ikut berperan dalam pengelolaan lingkungan ini bertujuan untuk mengikut sertakan masyarakat di dalam proses pengambilan keputusan di bidang pengelolaan lingkungan hidup. Bunyi penjelasan Pasal 5 ayat (3) UUPLH bahwa peran sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini meliputi peran dalam proses pengambilan keputusan, baik dengan cara mengajukan keberatan maupun dengar pendapat atau dengan cara lain yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Peran tersebut dilakukan antara lain dalam proses penilaian AMDAL atau perumusan kebijaksanaan lingkungan hidup. Dengan demikian, pengelolaan lingkungan hidup membutuhkan keterlibatan peran masyarakat yang didasarkan kepada prinsip keterbukaan. Dalam Undangundang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Peyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, prinsip keterbukaan telah diakui sebagai salah satu asas umum penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari KKN.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
3. Berperan dalam Pengelolaan Lingkugan Hidup ini merupakan suatu hak dari setiap orang atau masyarakat dengan memberikan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk ikut dalam pengelolaan lingkungan hidup tersebut. Karenanya, setiap orang atau masyarakat dapat menuntut untuk diikutsertakan berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup. Dibandingkan dengan rumusan sebelumnya yang jauh lebih tegas dan baik, sedangkan UUPLH lebih menegaskan kepada hak saja, tetapi di dalam UULH dikatakan sekaligus sebagai suatu kewajiban pula. Dengan demikian, menurut UULH, keikutsertaan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup bukan saja suatu hak melainkan sekaligus juga sebagai suatu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap orang atau masyarakat. Kalau hanya meletakkan peranserta masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup sebatas pada hak saja, maka tidak menjadi suatu keharusan bagi setiap orang atau masyarakat untuk ikut berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup. 4. Pelaksanaan hak untuk berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup tersebut dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berarti cara setiap orang atau masyarakat terlibat dalam pengelolaan lingkungan hidup (akan) ditentukan dalam peraturan perundang-undanan yang ada pada saat ini maupun peraturan perundang-undangan yang akan ditetapkan kemudian. Pasal 10 UUPLH menyebutkan kewajiban-kewajiban pemerintah dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup. Kewajiban-kewajiban pemerintah tersebut, meliputi :
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
1. Mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan kesadaran dan tanggungjawab para pengambil keputusan dalam pengelolaan lingkungan hidup. Pengambil keputusan dalam pengelolaan lingkungan hidup disini adalah pihakpihak yang berwenang, yaitu pemerintah, masyarakat dan pelaku pembangunan lainnya. 2. Mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan kesadaran akan hak dan tanggungjawab masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup. Kegiatan ini dilakukan melalui penyuluhan, bimbingan, serta pendidikan dan pelatihan dalam rangka peningkatan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia. 3. Mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan kemitraan antara masyarakat dunia usaha dan pemerintah dalam upaya pelestarian daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Peran masyarakat disini mencakup keikutsertaan, baik dalam upaya maupun proses pengambilan keputusan tentang pelestarian daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Dalam rangka peran masyarakat dikembangkan kemitraan para pelaku pengelolaan lingkungan hidup, yaitu pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat termasuk antara lain lembaga swadaya masyarakat dan oganisasi profesi keilmuan. 4. Mengembangkan
dan
menerapkan
kebijaksanaan
nasional
pengelolaan
lingkungan hidup yang menjamin terpeliharanya daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. 5. Mengembangkan dan menerapkan perangkat yang bersifat preemtif, preventif, dan proaktif dalam upaya pencegahan penurunan daya dukung dan daya tampung
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
lingkungan hidup. Perangkat yang bersifat preemtif adalah tindakan yang dilakukan pada tingkat pengambilan keputusan dan perencanaan, seperti tata ruang dan AMDAL. Adapun preventif adalah tindakan tingkatan pelaksanaan melalui penataan baku mutu limbah dan/atau instrument ekonomi. Sedangkan proaktif adalah tindakan pada tingkat produksi dengan menerapkan standarisasi lingkungan hidup seperti ISO 14000. Perangkat pengelolaan lingkungan hidup yang bersifat preemtif, preventif dan proaktif 33 misalnya pengembangan dan penerapan teknologi akrab lingkungan hidup, penerapan asuransi lingkungan hidup dan audit lingkungan hidup yang dilakukan secara sukarela oleh penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan guna meningkatkan kinerja. 6. Memanfaatkan dan mengembangkan teknologi yang akrab lingkungan hidup. 7. Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan di bidang lingkungan hidup. 8. Menyediakan informasi lingkungan hidup dan menyebarluaskannya kepada masyarakat. 9. Memberikan penghargaan kepada orang atau lembaga yang berjasa di bidang lingkungan hidup. Sebagaimana dikemukakan di atas, atas dasar Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, maka bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. Perkataan dikuasai bukan berarti dimiliki, melainkan adalah pengertian yang memberikan wewenang kepada negara sebagai organisasi kekuasaan dari bangsa Indonesia pada 33
Bapedaldasu, Op Cit, hal. 9.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
tingkatan yang tertinggi untuk mengatur pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam tersebut. Penguasaan sumber daya alam oleh negara tersebut dimaksudkan untuk dipergunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dengan demikian, pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam oleh negara tersebut harus mendatangkan keuntungan bagi rakyat banyak secara keseluruhan, bukan hanya dinikmati oleh segelintir atau sekelompok rakyat saja atau sebaliknya malahan menimbulkan kesengsaraan rakyat banyak. Dari Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 lahirlah apa yang dinamakan dengan hak menguasai dari Negara atas bumi, air dan ruang angkasa beserta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Lebih lanjut Pasal 8 UUPLH mempertegas pengertian hak menguasai dari Negara ini dalam kaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia. Pada prinsipnya ketentuan Pasal 8 UUPLH tersebut tidak berbeda dengan yang diatur dalam Pasal 10 UULH. Apabila diperbandingkan, maka ketentuan Pasal 8 UUPLH lebih lengkap dan jelas merinci pengertian dan ruang lingkup hak menguasai dari negara atas sumber daya alam tersebut. Pasal 8 UUPLH menetapkan : 1. Sumber daya alam dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat, serta pengaturannya ditentukan oleh pemerintah. 2. Untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud di atas, pemerintah : a. mengatur dan mengembangkan kebijaksanaan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup;
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
b. mengatur penyediaan, peruntukan, penggunaan, pengelolaan lingkungan hidup dan pemanfaatan kembali sumber daya alam, termasuk sumber daya genetika; c. mengatur perbuatan hukum dan hubungan hukum antara orang dan/atau subjek hukum lainnya, serta perbuatan hukum terhadap sumber daya alam dan sumber daya buatan, termasuk sumber daya genetika; d. mengendalikan kegiatan yang mempunyai dampak sosial, yang berpengaruh terhadap kepentingan umum baik secara kultural maupun secara struktural; e. mengembangkan pendanaan bagi upaya pelestarian fungsi lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3. Ketentuan sebagaimana dimaksud di atas diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Dengan demikian jelaslah bahwa Pasal 8 UUPLH telah memberikan hak kepada Negara untuk menguasai sumber daya alam dan kewenangan mengaturnya diserahkan kepada pemerintah. Kewenangan mengatur yang dimiliki oleh pemerintah tersebut mewajibkan kepada pemerintah dalam mengatur dan mengembangkan kebijaksanaan pengelolaan lingkungan hidup untuk memberikan perlindungan terhadap keberlanjutan sumber daya alam dan sumber daya buatan termasuk sumber daya genetika, sehingga pembangunan tetap terlanjutkan. Mas Achmad Santosa, mengatakan bahwa : Penguasaan sumber daya alam oleh Negara mengandung konsekuensi sifat keberlanjutannya (sustainability) banyak ditentukan oleh kemauan dan kemampuan pemerintah sebagai aparatur negara. Akan
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
tetapi, di dalam praktek seringkali pemerintah mengabaikan kewajibannya menjaga keberlanjutan sumber daya alam, misalnya mengabaikan perangkat perizinan sebagai alat pengendalian. Keadaan semacam ini menuntut kelompok-kelompok masyarakat atau organisasi lingkungan hidup untuk melakukan tindakan korektif terhadap pelaku ataupun terhadap pemerintah yang telah mengabaikan tugas sesuai dengan yang dimandatkan oleh hukum. Tindakan korektif ini salah satunya melalui upaya hukum gugatan. 34 Pengelolaan lingkungan hidup merupakan suatu sistem dengan keterpaduan sebagai ciri utamanya. Titik keterpaduan dalam pengelolaan lingkungan hidup tersebut terletak pada kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup. Mengenai hal ini telah diatur dalam Pasal 8 UULH dan Pasal 9 UUPLH. Pasal 8 UULH menetapkan : 1. Pemerintah menggariskan kebijaksanaan dan melakukan tindakan yang mendorong
ditingkatkannya
upaya
pelestarian
lingkungan
hidup
untuk
menunjang pembangunan yang berkesinambungan. 2. Kebijaksanaan dan tindakan pemerintah sebagaimana dimaksud di atas diatur dengan peraturan perundang-undangan.
34
Mas Achmad Santosa, Peran Serta Masyarakat dalam Pengendalian Dampak Lingkungan, (Jakarta : Indonesian Centre for Environmental Law, 1995), hal. 7-8.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
Menurut Abdurrahman, bahwa “apa yang digariskan dalam ketentuan Pasal 8 UULH kelihatannya sangat umum sekali, sehingga wajar bilamana dalam ketentuan baru ditentukan hal yang lebih realistis” 35 Pasal 9 UUPLH terdiri atas 4 (empat) ayat yang memuat pengaturan kewenangan pemerintah menetapkan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup dan penataan ruang. Bunyi Pasal 9 UUPLH sebagai berikut : 1. Pemerintah menetapkan kebijaksanaan nasional tentang pengelolaan lingkungan hidup dan penataan ruang, dengan tetap memperhatikan nilai-nilai agama, adat istiadat, dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. 2. Pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan secara terpadu oleh instansi pemerintah sesuai dengan bidang tugas dan tanggung jawab masing-masing, masyarakat serta pelaku pembangunan lain dengan memperhatikan keterpaduan perencanaan dan pelaksanaan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup. 3. Pengelolaan lingkungan hidup wajib dilakukan secara terpadu dengan penataan ruang, perlindungan sumber daya alam non hayati, perlindungan sumber daya alam buatan, konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, cagar budaya, keanekaragaman hayati dan perubahan iklim. 4. Keterpaduan perencanaan dan pelaksanaan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud di atas, dikoordinir aleh Menteri.
35
Abdurrahman, 1997, Op cit, hal. 23.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
Selanjutnya, penjelasan Pasal 9 ayat (1) UUPLH menyatakan dalam rangka penyusunan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup dan penataan ruang wajib diperhatikan secara rasional dan proporsional potensi, aspirasi, dan kebutuhan, serta nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang di masyarakat. Misalnya, perhatian terhadap masyarakat adat yang hidup dan kehidupannya bertumpu kepada sumber daya alam yang terdapat disekitarnya. Dari bunyi Pasal 9 ayat (1) UUPLH, jelaslah bahwa pemerintah mempunyai kewajiban atau harus memperhatikan dan mengindahkan secara rasional dan proporsional nilai-nilai agama, adapt istiadat, potensi, aspirasi dan nilai-nilai yang hidup, tumbuh dan berkembang dalam masyarakat dalam rangka menyusun dan menetapkan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup dan penataan ruang. Ketentuan ini bermaksud untuk melindungi dan mempertahankan kelestarian kebiasaan masyarakat hukum adat dan konsep agama dalam pengelolaan sumber daya alam atau lingkungan hidup, serta sekaligus mengukuhkan pengakuan hak hukum bagi masyarakat hukum adat dan masyarakat sekitar atas lingkungan hidupnya. Selama ini hak-hak masyarakat adat dan masyarakat lokal selalu dikalahkan oleh kepentingan pembangunan nasional maupun daerah, yang membawa akibat pada terganggunya ikatan masyarakat hukum adat dan masyarakat lokal terhadap lingkungan hidup sekitarnya yang merupakan wadah bagi mereka dalam melakukan kegiatan bersama. Demikian pula Pasal 9 ayat (1) UUPLH menyatukan antara kewenangan penetapan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup dengan kewenangan
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
penetapan kebijaksanaan nasional penataan ruang sekaligus dalam satu tangan. Hal ini dimaksudkan untuk mencapai keterpaduan (integrasi) dalam penetapan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup dan penataan ruang. Baik pengelolaan lingkungan hidup maupun penataan ruang, kedua-duanya mempunyai keterkaitan dan saling mempengaruhi. Ketentuan Pasal 9 ayat (1) UUPLH sejalan pula dengan Pasal 29 Undangundang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang. Dalam Pasal 29 Undangundang Nomor 24 Tahun 1992 dinyatakan bahwa Presiden menunjuk seorang Menteri yang bertugas mengkoordinasikan penataan ruang, termasuk pengendalian perubahan fungsi ruang suatu kawasan dan pemanfaatannya yang berskala besar dan berdampak penting. Dengan demikian, berdasarkan Pasal 29 Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992, maka pengendalian penataan ruang dipegang pula oleh seorang Menteri yang ditugasi untuk mengelola lingkungan hidup. Di samping itu, pengelolaan lingkungan hidup juga wajib dilakukan secara terpadu dengan perlindungan sumber daya alam non hayati, perlindungan sumber daya buatan, konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, cagar budaya, keanekaragaman hayati dan perubahan iklim. Kewajiban demikian disebutkan dalam Pasal 9 ayat (3) UUPLH yang menyatukan 4 (empat) Pasal dari UULH, yakni Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 dan Pasal 14. Kalau pengelolaan lingkungan hidup dilakukan tidak secara terpadu dengan perlindungan lingkungan hidup, dikhawatirkan akan bisa menimbulkan perbenturan antara pengelolaan lingkungan hidup dengan penataan ruang dan perlindungan lingkungan hidup.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
BAB III PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DALAM PERSPEKTIF OTONOMI DAERAH
A. Pengelolaan Lingkungan Hidup Dalam Otonomi Daerah Otonomi daerah telah memberikan kewenangan kepada Kabupaten/Kota dengan ketentuan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah beserta Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonomi dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Dengan
adanya
Undang-undang
Nomor
32
Tahun
2004
tentang
Pemerintahan Daerah beserta Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonomi, peraturan ini pada pokoknya memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab kepada daerah secara proposional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumberdaya nasional serta dengan memperhatikan potensi keanekaragaman daerah. 36 Realita
menunjukkan
pembangunan
di
daerah
dihadapkan
pada
permasalahan pokok. Meningkatnya kegiatan ekonomi menyebabkan banyaknya permintaan barang dan jasa, terutama yang disediakan alam dan memberi dampak 36
Indra JPiliang, Dkk, Otonomi Daerah, Evaluasi dan Proyeksi, (Jakarta : CV. Trio Rimba Persada, 2003), hal. 13.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
negatif pada ketersediaan sumberdaya alam dan lingkungan. Kecenderungan ini tercermin dari meningkatnya kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya alam. Hal ini berpengaruh pada penurunan kualitas dan kuantitas sumberdaya alam, dan lingkungan hidup yang pada akhirnya akan menjadi ancaman bagi kelangsungan kehidupan rakyat. Berbagai pengalaman selama ini menunjukkan bahwa pembangunan yang berorientasi pada aspek ekonomi tanpa pendekatan pemanfaatan sumberdaya yang berkelanjutan yang meliputi aspek pelestarian, kesejahteraan dan sosial ternyata hanya memberikan manfaat dalam jangka pendek. Pesatnya peningkatan pertumbuhan populasi, teknologi dan disisi lain semakin terbatasnya sumberdaya dan rendahnya mutu lingkungan dituntut adanya pola pembangunan yang terencana dengan baik, realistik dan strategik dan bernuansa lingkungan yang dalam jangkan panjang dapat menjamin pemanfaatan sumberdaya secara berkelanjutan. Sebagaimana lazimnya setiap pemerintah daerah berusaha sedapat mungkin mengembangkan potensi yang ada untuk menunjang biaya pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Pembangunan pada dasarnya merupakan suatu rangkaian usaha terencana yang dilakukan secara sadar oleh suatu masyarakat dan bangsa bersama pemerintah untuk mengubah suatu keadaan yang kurang baik menjadi lebih baik dengan cara melakukan proses pengolahan sumber daya alam dan sumber daya manusia dengan memanfaatkan teknologi untuk memenuhi masyarakat
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
yang semakin kompleks dan terus berkembang yang disebabkan oleh laju pertambahan penduduk. Keadaan ini akan membawa dampak negatif jika tidak ditata sejak dini dengan melaksanakan konsep pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup. Hal ini disebabkan karena banyaknya permasalahan yang dihadapi oleh daerah-daerah perkotaan di Indonesia. Melihat kecenderungan perkembangan dan tantangan pembangunan daerah-daerah perkotaan dimasa yang akan datang, perlu juga diperhatikan agar pembangunan dilakukan dan dipersiapkan sedini mungkin, salah satu kebijakan yang dapat dioperasikan adalah meningkatkan dan memantapkan peran pemerintah daerah sebagai fasilitator untuk mendorong peran swasta dan masyarakat dalam pembangunan dipedesaan, dengan menciptakan iklim yang kondusif bagi peran serta masyarakat, sehingga mutu atau kualitas pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup dapat diwujudkan. Seperti kita ketahui bahwa kondisi umum yang ada selama ini, konsep pembangunan berkelanjutan diletakkan
hanyalah
sebagai
kebijaksanaan
saja.
Namun,
didalam
pengalaman prakteknya, justru terjadi pengelolaan sumber daya alam yang tidak terkendali dengan akibat kerusakan lingkungan yang mengganggu kelestarian alam. Kekuatiran ini juga didukung oleh Santoso, dimana dalam pengamatannya ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kekuatiran munculnya pembangunan yang eksploitatif di era otonomi daerah, diantaranya : 1. tidak adanya perubahan paradigma pembangunan;
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
2. 3. 4. 5.
tingkat penataan lingkungan sangat rendah; sumberdaya alam masih diperlakukan sebagai asset penopang perolehan PAD. masih terbatasnya sumberdaya alam manusia yang handal; tidak adanya strategi. 37 Hal ini timbul karena luasnya ruang lingkup pembangunan daerah
terutama dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah yang belum didukung oleh kesiapan dan kemampuan sumber daya manusia dan aparatur pemerintah daerah yang memadai serta belum adanya perangkat peraturan bagi pengelolaan sumber daya alam di daerah. Untuk itulah kebijakan dan program pembangunan nasional ditetapkan sesuai dengan amanat konstitusi berdasarkan visi bangsa Indonesia yang ingin dicapai yaitu terwujudnya masyarakat Indonesia yang damai demokratis, berkeadilan, berdaya saing, maju dan sejahtera, dalam wadah negara Kesatuan Republik Indonesia yang didukung manusia Indonesia yang sehat, mandiri, beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, cinta tanah air, berkesadaran hukum dan lingkungan, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki etos kerja yang tinggi serta disiplin. Kebijakan pengelolaan lingkungan hidup dalam proses pembangunan dapat berjalan dengan baik dengan adanya peranserta masyarakat dalam pembangunan amat penting pengaruhnya dalam upaya meningkatkan daya guna pembangunan terkait dalam pengelolaan lingkungan hidup dan pembangunan.
37
Mas Achmad Santoso, Prinsip-Prinsip Dasar Pengembangan Penegakan Hukum Administrasi di Bidang Lingkungan Hidup dalam Konteks Otonomi Daerah, Makalah (Jakarta : Lokakarya dan Pelatihan Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam Konteks Desentralisasi, 2001), hal. 2.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
Dalam rangka mewujudkan visi yang dimaksud di atas telah ditetapkan salah satu misi pembangunan ekonomi nasional, yaitu pemberdayaan masyarakat dan seluruh kekuatan ekonomi nasional, terutama pengusaha kecil, menengah dan koperasi, dengan mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan berbasis pada sumber daya alam dan sumber daya manusia yang produktif, mandiri, maju, berdaya saing, berwawasan lingkungan, dan berkelanjutan. Pengelolaan lingkungan dilakukan berdasarkan pengelolaan atas dasar batas sistem ekologi suatu kawasan akan menjadi tidak efektif karena adanya batasan administratif masing-masing daerah otonom. Pembagian batas wilayah pengelolaan yang dipaksakan tersebut memunculkan dilema yang saat ini sedang dihadapi oleh pemerintah kabupaten/kota. Dilema pengelolaan sumber daya alam dalam lingkup satu wilayah administratif relatif lebih kecil dibandingkan pengelolaan sumber daya alam yang lintas batas administratif, bahkan pengelolaan sumber daya alam lintas batas tersebut merupakan salah satu sumber konflik antara beberapa wilayah kabupaten/kota. Bertitik tolak dari kondisi yang sedang terjadi di atas, perlu segera dirumuskan sebagaimana menyikapi penerapan otonomi daerah dalam konteks pengelolaan lingkungan hidup dan sumberdaya alam baik yang berada dalam batas administratif satu daerah otonom maupun sumberdaya alam yang lintas batas administratif. Forum dialog merupakan wahana yang tepat untuk menselaraskan kembali, antara kerangka kebijakan pengelolaan sumberdaya alam yang berwawasan
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
lingkungan di satu-sisi dengan adanya pelimpahan wewenang kepada pemerintah kabupaten/kota. Untuk mengatasi berbagai masalah di bidang pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup, telah ditetapkan salah satu prioritas pembangunan ekonomi nasional, yaitu mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat landasan pembangunan ekonomi berkelanjutan dan berkeadilan berdasarkan sistem ekonomi kerakyatan. Pembangunan sumber daya alam dan lingkungan hidup dalam bab ini menjadi acuan bagi kegiatan berbagai sektor pembangunan agar tercipta keseimbangan dan kelestarian fungsi sumber daya alam dan lingkungan hidup sehingga keberlanjutan pembangunan tetap terjamin. Pola pemanfaatan sumber daya alam seharusnya dapat memberikan akses kepada masyarakat adat dan lokal, bukan terpusat pada beberapa kelompok
masyarakat
dan
golongan
tertentu.
Dengan
demikian
pola
pemanfaatan sumber daya alam harus memberi kesempatan dan peran serta aktif masyarakat adat dan lokal, serta meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan. Peranan pemerintah dalam perumusan kebijakan pengelolaan lingkungan hidup harus dioptimalkan karena hal ini sangat penting peranannya terutama dalanl rangka meningkatkan pendapatan negara melalui mekanisme pajak, retribusi dan bagi hasil yang jelas dan adil, serta perlindungan dari bencana ekologi. Sejalan dengan otonomi daerah, pendelegasian secara bertahap wewenang pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam pengelolaan
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
sumber daya. alam dimaksudkan untuk meningkatkan peranan masyarakat lokal dan tetap terjaganya fungsi lingkungan. Otonomi daerah merupakan potensi utama dalam pengelolaan lingkungan hidup dengan lebih baik, dalam perwujudan pemerintahan yang baik, tuntutan kualitas sumberdaya manusia sangat diperlukan dalam rangka implementasi otonomi daerah dalam pengelolaan lingkungan hidup, yaitu dengan adanya : 1. Visi dan orientasi yang menghargai keterbatasan daya dukung lingkungan (pro nature). Visi yang demikian diharapkan mampu memadukan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. 2. Profesional, terbuka, akuntabel. Syarat inin diperlukan dalam menciptakan pemerintahan yang kuat (profesional) tetapi responsif terhadap kepentingan, aspirasi dan tuntutan masyarakat. 3. konsisten dan memiliki integritas, hal ini diperlukan dalam penegakan hukum. Penegakan hukum mempersyaratkan lembaga peradilan yang independen dan tidak memihak. 4. Berpikir dalam kerangka sistem dan holistic (bukan parsial dan ego daerah). 5. Daya kritis dan partisipatif dari masyarakat. Sebagaimana diketahui, salah satu pendorong penataan lingkungan (environmental complience) adalah adanya tekanan masyarakat.juga merupakan kontrol terhadap kebijakan pemerintah. Karena itu diperlukan daya kritis dan peran aktif masyarakat dalam penyusunan kebijakan dan implementasi. Daya kritis tentang lingkungan seharusnya perlu dilarutkan dalam agenda politik, kinerja wakil
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
rakyat dan parpol harus dievaluasi dari aspek lingkungan. 38 Kontrol masyarakat dan penegakan supremasi hukum dalam pengelolaan lingkungan hidup dan pelestarian fungsi lingkungan hidup merupakan hal yang penting, yang menyebabkan hak-hak masyarakat untuk menggunakan dan menikmatinya menjadi terbuka dan mengurangi konflik, baik yang bersifat vertikal maupun horizontal. Jika
semua
pihak
telah
melarutkan
aspek
lingkungan
dalam
pertimbangan kebijakannya, maka aspek lingkungan akan inheren dalam perilaku sehari-hari. Jika terjadi penyimpangan, akan mendapat teguran dari yang melihatnya. Perilaku yang demikian ini merupakan bagian penting dari self regulation dalam pengelolaan lingkungan hidup. Kemudian sistem hukum yang baik juga sangat diperlukan dalam pengelolaan lingkungan hidup, dimana hukum lingkungan harus memiliki perspektif berkelanjutan, penghormatan hak-hak asasi manusia, demokrasi, kesetaraan gender, dan pemerintahan yang baik (good governance). Peraturan perundangan yang mengatur pengelolaan lingkungan hidup harus dapat mengurangi tumpang tindih peraturan penguasaan dan pemanfaatan dalam rangka mewujudkan keselarasan peran antara pusat dan daerah serta antar sektor. Selain itu, peran serta aktif masyarakat dalam memanfaatkan akses dan mengendalikan kontrol terhadap penggunaan sumber daya alam yang terdapat pada lingkungan hidup harus lebih optimal karena dapat melindungi hak-hak publik 38
J.Piliang, Op Cit, hal. 125.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
dan hak-hak masyarakat adat. Kemiskinan akibat krisis ekonomi disertai melemahnya wibawa hukum perlu diperhatikan agar kerusakan sumber daya alam tidak makin parah, termasuk penjarahan terhadap hutan, kawasan konservasi alam dan sebagainya. Meningkatnya intensitas kegiatan penduduk dan industri perlu dikendalikan untuk mengurangi kadar kerusakan lingkungan dibanyak daerah antara lain pencemaran industri, pembuangan limbah yang, tidak memenuhi persyaratan teknis dan kesehatan, penggunaan bahan bakar yang tidak aman bagi lingkungan, kegiatan pertanian penangkapan ikan dan pengelolaan hutan yang mengabaikan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Dalam memperhatikan permasalahan dan kondisi sumber daya alam dan lingkungan hidup dewasa ini, kebijakan di bidang pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup ditujukan pada upaya : a. Mengelola sumber daya alam dan lingkungan hidup, baik yang dapat diperbaharui maupun tidak dapat diperbaharui melalui penerapan teknologi ramah lingkungan dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampungnya; b. Penegakan hukum secara adil dan konsisten untuk menghindari perusakan dan/atau pencemaran lingkungan hidup; c. Mendelegasikan kewenangan dan tanggung jawab kepada pemerintah daerah dalam pengelolaan lingkungan hidup secara bertahap; d. Memberdayakan masyarakat dan kekuatan ekonomi dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup bagi peningkatan kesejahteraan
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
lokal; e. Menerapkan secara efektif, penggunaan indikator-indikator untuk mengetahui keberhasilan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup; f. Memelihara kawasan konservasi yang sudah ada dan menetapkan kawasan konservasi bagi di wilayah tertentu; g. Mengikutsertakan masyarakat dalam rangka menanggulangi permasalahan lingkungan global. Sasaran yang ingin dicapai adalah terwujudnya pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang berkelanjutan dan berwawasan keadilan seiring dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat lokal serta meningkatnya kualitas lingkungan hidup sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan, serta terwujudnya keadilan antar generasi, antar dunia usaha dan masyarakat dan antar negara maju dengan negara berkembang dalam pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang optimal. Pembangunan nasional di bidang lingkungan hidup pada dasarnya merupakan upaya untuk mendayagunakan sumber daya alam untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup, pembangunan yang berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat lokal, serta penataan ruang. Untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan di atas, 1999-2004 mengamanatkan ; a. Mengelola sumber daya alam dan memelihara daya dukungnya agar
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan rakyat dari generasi ke generasi. b. Meningkatkan pemanfaatan potensi sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan melakukan konservasi, rehabilitasi dan penghematan penggunaan dengan menerapkan teknologi ramah lingkungan. Menerapkan
indikator-indikator
yang
memungkinkan
pelestarian
kemampuan keterbaharuan dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang dapat diperbaharui untuk mencegah kerusakan yang tidak dapat baik. Mendelegasikan secara bertahap wewenang pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam pelaksanaan pengelolaan sumberdaya alam secara selektif dan pemeliharaan lingkungan hidup sehingga kualitas ekosistem tetap terjaga, yang diatur dengan undang-undang. Mendayagunakan sumberdaya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup, pembangunan yang berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat lokal serta penataan ruang yang pengusahaannya diatur dengan undangundang. Dengan memperhatikan tujuan dan sasaran pembangunan yangmerupakan cerminan dari prioritas program bidang SDA dan lingkungan hidup, telah disusun beberapa kegiatan yang saling terkait satu sama lain dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang adil dan berkelanjutan dalam kualitas lingkungan hidup yang semakin baik. Program dimaksud meliputi kegiatan-kegiatan
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
yang berkaitan dengan upaya peningkatan diberbagai hal antara lain : a. Akses informasi b. Efektifitas pengelolaan c. pencegahan perusakan dan/atau pencemaran d. Penataan kelembagaan dan penegakan hukum e. Peran serta masyarakat. Selanjutnya
untuk
mendukung
penerapan
otonomi
dalam
rangka
terwujudnya kemandirian daerah, pemerintah daerah dapat melakukan sebagai bebrapa hal sebagai berikut : a. Mengembangkan otonomi daerah secara luas nyata dan bertanggungjawab dalam rangka pemberdayaan masyarakat, lembaga ekonomi, lembaga politik, lembaga hukum, lembaga keagamaan, lembaga adat dan lembaga masyarakat dan seluruh potensi masyarakat dalam wadah Negara kesatuan republik Indonesia. b. Melakukan pengkajian terhadap berlakunya otonomi daerah bagi daerah propinsi, daerah kabupaten, daerah kota dan desa. c. Mempercepat pembangunan pedesaan dalam rangka pemberdayaan masyarakat terutama petani dan nelayan melalui penyediaan prasarana, pembangunan, system agrobisnis, industri kecil dan kerajinan rakyat, pengembangan kelembagaan,penguasaan teknologi dan pemanfaatan sumberdaya alam. d. Mewujudkan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah secara adil dengan mengutamakan kepentingan daerah yang lebih luas melalui desentralisasi perizinan dan investasi serta pengelolaan sumberdaya alam.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
e. Memberdayakan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam rangka melaksanakan fungsi dan perannya guna memantapkan penyelenggarakan otonomi daerah yang luas nyata dan bertanggungjawab. f. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia di daerah sesuai dengan potensi dan kepentingan daerah melalui penyediaan anggaran yang memadai. g. Meningkatkan pembangunan di seluruh daerah terutama di kawasan timur Indonesia daerah perbatasan dan wilayah tertinggal lainnya dengan berlandaskan pada prinsip desentralisasi dan otonomi daerah. Kemudian dalam rangka penerapan otonomi daerah dalam hal pengelolaan lingkungan hidup juga diatur dalam kerangka Protokol Kyoto, yang merupakan persetujuan pelaksanaan Kerangka Konvensi Perubahan Iklim (KKPI). Protokol Kyoto memiliki 3 (tiga) mekanisme untuk mitigasi perubahan iklim yaitu : 1. Implementasi Patungan (IP) atau Joint Implementation (JI) antara negara Annex I; 2. Mekanisme Pembangunan Bersih (MBP) atau Clean Development Mechanism (CDM) antara negara Annex I dan negara non-Annex. 3. Perdagangan Emisi Internasional (PEI) atau International Emmisions Trading (IET) antara negara Annex I. 39 Ketiga mekanisme ini bersifat lentur (flexible) sehingga terbuka untuk badan pemerintah maupun swasta. 39
Otto Soermawoto, Konsep Atur Diri Sendiri Dalam Pengelolaan Kualitas Lingkungan Pada Pelaksanaan Otonomi Daerah, Makalah Seminar Nasional, Diadakan di Yogyakarta, Tanggal 9-11 Agustus 2001, (PSL Program Pascasarjana UGM : 2001), hal. 13
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
MBP merupakan mekanisme yang khusus mengatur perdagangan dengan negara sedang berkembang (negara non-Annex). MPB pada satu pihak bertujuan untuk membantu negara sedang berkembang untuk memberi kontribusi pada tercapainya stabilisasi kadar Gerakan Rumah Kaca (GRK) dalam atmosfer. Bantuan itu berupa pemindahan teknologi dan dana dari negara maju ke negara sedang berkembang untuk melakukan pembangunan berkelanjutan. Pada lain pihak MPB juga untuk membantu Annex 1 untuk memenuhi kewajiban mereka dalam mereduksi emisi GRK mereka dengan demikian MPN tidak menghambat usaha pembangunan Negara non-Annex 1 melainkan justru membantu. Dalam konteks otonomi daerah Protokol Kyoto memberi kesempatan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Adapun kebijakan yang diatur dalam Protokol Kyoto dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup khususnya dalam rangka Gerakan Rumah Kaca adalah sebagai berikut : 1. Kabupaten yang mempunyai hutan lindung dan taman nasional yang luas dengan memperbaiki pengelolaan hutan lindung dan taman nasionalnya serta rehabilitasi hutan dan reboisasi untuk menanggulangi lahan kritis. 2. Kotamadya, terutama yang besar, dengan mengurangi emisi CO2 dari peningkatan efisiensi sistem transpornya, misalnya dengan menggariskan kebijakan dengan mengurangi transport terpadu yang mencakup kenderaan bermotor dan transport tak bermotor, seperti berjalan kaki untuk jarak perjalanan sangat pendek sampai 1 Km dan sepeda untuk perjalanan pendek sampai 5 Km. Bersamaan dengan itu meningkatkan penanaman pohon lindung untuk
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
meningkatkan rosot karbon. 3. Mengurangi emisi CO2 dengan mengembangkan energi terperbarukan biomassa, surya (photovoltaic) dan angin. Teknologi untuk ketiga jenis tersebut telah tersedia. 4. Mengurangi emisi metan dengan mengurangi penanaman dan konsumsi beras melalui penganekaragaman pangan sehingga luas sawah sebagai penghasil metan berkurang. 5. Mengurangi emisi metan dengan memperbaiki pengelolaan peternakan sapi. 6. Mengurangi emisi metan dari tempat pembuangan sampah (TPA) 7. Industri dengan melakukan usaha penghematan energi dengan eko-efisiensi. Usaha pengelolaan yang diatur dalam Protol Kyoto dalam rangka otonomi daerah dapat dijadikan dasar dalam penyusunan pedoman dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup yang disetujui bersama berdasarkan nilai-nilai lokal yang terdapat disetiap daerah. Dengan telah tersedianya instrument pengelolaan lingkungan hidup dan didukung dengan adanya otonomi daerah maka program pembangunan di setiap daerah dapat dilakukan dengan tetap berlandaskan kepada pembangunan ramah lingkungan yang memberi keuntungan yang lebih besar daripada pembangunan yang merusak lingkungan hidup. Oleh karena itu kebijakan yang perlu diterapkan oleh pemerintah dalam pengelolaan lingkungan hidup di era otonomi daerah adalah Pertama, adanya peraturan perundang-undangan pemerintah yang tegas dan jelas, Kedua, adanya kode
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
praktek pengelolaan lingkungan hidup berbagai organisasi, misalnya International Standardization Organization (ISO) dan asosiasi perusahaan, juga kode praktek yang disusun oleh masyarakat, dimana kode praktek ini menjadi pedoman yang mengikat untuk mencapai kebutuhan, Ketiga, adanya pengawasan juga sangat diperlukan, dimana pengawasan ini yang dahulunya didominasi oleh pemerintah, sekarang telah bergeser kearah pengawasan oleh masyarakat sendiri, baik secara sendiri-sendiri, maupun sebagai anggota organisasi, misalnya LSM, Universitas, anggota asosiasi perusahaan. Dengan adanya pengawasan yang efektif maka pengelolaan lingkungan hidup dapat berjalan dengan baik dan kewenangan ini diberikan sepenuhnya dalam otonomi daerah agar dapat dimanfaatkan oleh daerah sebaik mungkin.
B. Wewenang Pengelolaan Lingkungan Hidup Di Daerah Berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 Mengenai wewenang pengelolaan lingkungan hidup di daerah menurut UUPLH diatur pada Pasal 12 dan 13 UUPLH, yang bertujuan untuk mewujudkan keterpaduan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup. Pemerintah berdasarkan Pasal 12 dan 13 UUPLH melimpahkan wewenang tertentu pengelolaan lingkungan kepada perangkat di wilayah dan mengikutsertakan peran pemerintah daerah untuk membantu pemerintah pusat dalam melaksanakan pengelolaan lingkungan di Daerah yang diatur dengan peraturan perundangundangan (Pasal 12).
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
Dengan rumusan Pasal 12 UUPLH, seolah-olah Pemerintah Daerah belum memiliki wewenang pengelolaan lingkungan. Penjelasan Pasal 12 ayat (1) huruf a UUPLH antara lain menyatakan: "... Pemerintah Pusat dapat menetapkan wewenang tertentu ... kepada perangkat instansi pusat yang ada di daerah dalam rangka pelaksanaan asas dekonsentrasi". Penjelasan huruf b menetapkan: "... Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah Tingkat I dapat menugaskan kepada Pemerintah Daerah Tingkat II untuk berperan dalam pelaksanaan kebijaksanaan pengelolaan lingkungan hidup sebagai tugas pembantuan. Melalui tugas pembantuan ini maka wewenang, pembiayaan, peralatan, dan tanggungjawab tetap berada pada pemerintah yang menugaskannya. Mengingat kaburnya rumusan dan Penjelasan Pasal 12 ayat (1) UUPLH, wajarlah apabila menurut ayat (2) ketentuan lebih lanjut pada ayat (1) diatur dengan peraturan perundang-undangan. Kita tunggu dengan sabar apalagi yang mau diatur, karena sudah tujuh betas tahun lebih Pemerintah Daerah berwenang di bidang pengelolaan lingkungan atas dasar Pasal 18 ayat (3) Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (UULH), bahkan sudah dibentuk pula BAPEDAL Daerah. Pasal 13 UUPLH menetapkan bahwa dalam rangka pelaksanaan pengelolaan lingkungan, Pemerintah dapat menyerahkan sebagian urusan kepada Pemerintah Daerah (ayat 1) yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah (ayat 2). Penjelasan ayat (1) menyatakan: "... Pemerintah Pusat dapat menyerahkan urusan di bidang lingkungan hidup kepada daerah menjadi wewenang, tugas dan
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
tanggung jawab Pemerintah Daerah berdasarkan asas desentralisasi". Namun, oleh karena menurut Pasal 13 ayat (2) UUPLH, penyerahan urusan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah, berarti wewenang pengelolaan lingkungan di Daerah masih harus menunggu terbentuknya Peraturan Pemerintah. Tidak jelas, mengapa kelembagaan yang sudah lama diatur dalam Pasal 18 ayat (3) UULH, yaitu pengelolaan lingkungan di Daerah dilakukan oleh Pemerintah Daerah masih perlu menunggu Peraturan pemerintah. Bagaimana seharusnya wewenang pengelolaan lingkungan di daerah telah diatur secara teknis yuridis menurut UUPLH. Dari ketentuan Pasal 12 dan 13 UUPLH tersebut, berarti pengelolaan lingkungan di daerah merupakan pelimpahan wewenang diberikan pemerintah pusat kepada daerah untuk ikut serta dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup.Kewenangan dimaksud diatur juga dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menyatakan bahwa kewenangan daerah mencakup wvenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan bidang lain yang antara mencakup pemberdayaan sumber daya alam serta teknologi yang strategis, konservasi, dan standardisasi nasional. Kewenangan yang diberikan kepada daerah merupakan kewenangan dalam mengelola sumberdaya alam, sumberdaya buatan, sumberdaya manusia yang tersedia di daerah. Kewenangan tersebut diberikan dengan tanggungjawab memelihara kelestarian lingkungan, artinya pengelolaan lingkungan selalu membawa perubahan sehingga yang dilestarikan bukanlah lingkungannya
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
melainkan kemampuan (fungsi) lingkungan. Berdasarkan penjelasan di atas jelas diberikan kewenangan yang sangat besar bahwa daerah berwenang mengelola sumber daya nasional yang tersedia di wilayahnya dan bertanggung jawab memelihara kelestarian lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
BAB IV PELAKSANAAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KOTA BINJAI A. Gambaran Umum Kota Binjai 1.
Kondisi Geografis Secara Geografis Kota Binjai terletak antara 3o 31”40” – 3o 40 “2” Lintang
dan 98o 27 “3” – 98o 32 “32” Bujur Timur, sebagian besar keadaan tanahnya datar dengan kemiringan antara 20 sampai 5 dengan ketinggian lebih kurang 28 meter di atas permukaan laut. Kota Binjai terletak di jalur arteri primer jalan negara yang menghubungkan Kota Binjai-Medan (22 Km), Kota Binjai-Langkat seterusnya menuju ke Propinsi NAD, dan ke arah Barat dengan kota Kuala yang berjarak 24 Km dan Bukit Lawang daerah wisata berjarak 66 km. Dalam perkembangannya Kota Binjai sebagai salah satu Pemerintah kota di Propinsi Sumatera Utara telah membenahi dirinya dengan melakukan pemekaran wilayah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1986, dimana wilayah kota Binjai telah diperluas menjadi 90,23 KM2 secara administratif kota Binjai terdiri dari 5 Kecamatan dan 37 Kelurahan dengan batas-batas sebagai berikut : 40 1. Sebelah utara dengan kecamatan kabupaten Langkat dan kecamatan Hamparan Perak kabupaten Deli Serdang. 2. Sebelah timur dengan kecamatan sunggal kabupaten Deli Serdang. 40
Bapedalda Kota Binjai, Status Lingkungan Hidup Daerah Kota Binjai 2006, (Binjai : 2007), hal.10-19.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
3. Sebelah selatan dengan kecamatan sei bingai kabupaten langkat dan kecamatan Kutalimbaru kabupaten Deli Serdang. 4. Sebelah barat dengan kecamatan selesai kabupaten Langkat. Pembagian wilayah kota Binjai terdiri dari 5 (lima) Bagian wilayah kota (BWK) meliputi : 1. BWK A, Kecamatan Binjai Utara seluas 2.359,12 Hektar, terdiri dari : a. Kelurahan Pahlawan; b. Kelurahan Jatinegara; c. Kelurahan Nangka; d. Kelurahan Jati Karya; e. Kelurahan Damai; f. Kelurahan Kebun Lada; g. Kelurahan Cengkeh Turi; h. Kelurahan Jati Makmur; i. Kelurahan Jati Utomo. 2. BWK B, Kecamatan Binjai Timur seluas 2.170.00 Hektar, terdiri dari : a. Kelurahan Mencirim; b. Kelurahan Tunggurono; c. Kelurahan Timbang Langkat; d. Kelurahan Tanah Tinggi; e. Kelurahan Sumber Muliorejo; f. Kelurahan Dataran Tinggi;
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
g. Kelurahan Sumber Karya. 3. BWK C, Kecamatan Binjai Kota seluas 412.00 Hektar, terdiri dari : a. Kelurahan Berngam; b. Kelurahan Satria; c. Kelurahan Setia; d. Kelurahan Kartini; e. Kelurahan Tangsi; f. Kelurahan Binjai; g. Kelurahan Pekan Binjai. 4. BWK D, Kecamatan Binjai Barat seluas 1.086.00 Hektar, terdiri dari : a. Kelurahan Bandar Senembah; b. Kelurahan Limau Mungkur; c. Kelurahan Limau Sundai; d. Kelurahan Paya Roba; e. Kelurahan Suka Maju; f. Kelurahan Suka Ramai. 5. BWK E, Kecamatan Binjai Selatan seluas 2.996.50 Hektar,terdiri dari : a. Kelurahan Tanah Merah; b. Kelurahan Binjai Estate; c. Kelurahan Tanah Seribu; d. Kelurahan Pujidadi; e. Kelurahan Rambung Dalam;
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
f. Kelurahan Rambung Darat; g. Kelurahan Rambung Timur; h. Kelurahan Bhakti Karya. 2. Kondisi Topografi dan Geologi Kondisi fisik tofografi relatif datar dengan kemiringan antara 20o sampai 5o dengan ketinggian lebih kurang 28 meter di atas permukaan laut. 3. Klimatologi Temperatur udara di Kota Binjai berdasarkan laporan BMG Balai Wilayah I Stasiun Klimatologi Sampali Medan, suhu maksimum rata-rata pertahun 31,8 C dan suhu minimum rata-rata 21,3 C. 4. Struktur Pemerintahan Organisasi Pemerintah Kota Binjai telah disesuaikan dengan ketentuan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, melalui Peraturan Daerah kota Binjai Nomor 6 Tahun 2001 tentang Organisasi Sekretariat Daerah Kota Binjai dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Binjai terdiri atas 2 (2) Asisten dan 8 (delapan) Bagian dan dibantu kelompok Jabatan fungsional yaitu : a. Sekretaris Daerah : b. 1. Sekretaris daerah 2. Asisten : a). Asisten Tata praja (asisten I) yang meliputi : 1). Bagian Tata Pemerintahan 2). Bagian hukum
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
3). Bagian Organisasi dan tata laksana 4). Bagian Bina Sosial. a). Asisten Ekonomi Pembangunan dan Umum yang meliputi : 1). Bagian Perekonomian 2). Bagian Pembangunan 3). Bagian Keuangan 4). Bagian Umum dan Perlengkapan Sesuai dengan kewenangan yang dimiliki Pemerintah Kota Binjai, baik atas dasar kewenangan pangkal maupun berdasarkan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004, dengan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2001, dibentuk Dinas-Dinas Daerah Kota Binjai, yang terdiri dari : 2. Dinas Kesehatan 3. Dinas Prasarana Wilayah 4. DinasPerhubungan 5. Dinas Perindustrian dan Perdagangan 6. Dinas Pendapatan Daerah 7. Dinas Pendidikan dan Pengajaran 8. Dinas Kopeasi, Usaha dan Menengah 9. Dinas Pertanahan 10. Dinas Kebersihan dan Pertamanan 11. Dinas Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga Sejahtera.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
Pembentukan lembaga teknis daerah Kota Binjai berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun yang terdiri dari : 1. Badan Pengawas Daerah 2. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah 3. Badan Pengendalian Dampak Lingkungan 4. Badan Kepegawaian Daerah 5. Badan Pengelola RSUD Dr. RM Djoelham 6. Kantor Pemberdayaan Masyarakat 7. Kantor Pengelola Pasar 8. Kantor Pariwisata Seni dan Budaya 9. Kantor Informasi dan Komunikasi 10. Kantor Tenaga Kerja 11. Kantor Peternakan dan Perikanan 12. Kantor Kebakaran 13. Kantor Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikulturan 14. Kantor Tata Kota dan Bangunan 15. Kantor Kesatuan Bangsa 16. Kantor Kebersihan dan Pertamanan 17. Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil 18. Kantor Perumahan dan Pemukiman 19. Kantor Arsip, Perpustakaan dan Pengelolaan Data Elektronik
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
20. Kantor Polisi Pamong Praja (POLPRA) dan Perlindungan Masyarakat (LINMAS). 21. Kantor Kesejahteraan Sosial.
C. PELAKSANAAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KOTA BINJAI Kebijakan merupakan suatu keputusan dalam upaya memecahkan suatu permasalahan yang melibatkan banyak pihak. Kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup tergolong pada kebijakan bagi kepentingan umum. Dengan demikian kepentingan seluruh lapisan masyarakat akan ditentukan oleh kebijakan tersebut. Kebijakan yang menyangkut kewenangan dalam masalah pengelolaan lingkungan hidup didasarkan pada pertimbangan bahwa di dalam negara yang sedang berkembang seperti Indonesia masalah lingkungan hidup terjadi sebagai akibat dari kegiatan pembangunan, dan yang terutama harus dihadapi adalah rendahnya mutu lingkungan. Oleh karena itu, penanggulangan masalah lingkungan hidup di Indonesia dilaksanakan dalam rangka mempercepat proses pembangunan itu sendiri. Untuk mencegah timbulnya kerusakan dn/atau pencemaran lingkungan hidup serta untuk memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan, diupayakan “Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup”. Kebijakan pengelolaan lingkungan hidup sangat erat kaitannya dengan pembangunan. Pembangunan merupakan perumusan atau penentu strategi
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
pembangunan yaitu penetapan tujuan dengan cara yang terbaik berdasarkan sumber daya dan dana yang ada. Dengan kata lain pembangunan yang dilaksanakan merupakan rangkaian program-program pembangunan daerah yang menyeluruh terarah dan terpadu serta berkesinambungan dan merupakan bagian dari Pembangunan Nasional. Sejalan dengan Otonomi Daerah, pendelegasian secara bertahap wewenang pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam pengelolaan lingkungan hidup dan sumber daya alam dimaksudkan untuk meningkatkan peranan masyarakat lokal dan agar tetap terjaganya fungsi lingkungan. Kontrol masyarakat dan penegakan supremasi hukum dalam pengelolaan lingkungan hidup dan sumber daya alam merupakan hal penting, yang menyebabkan hak-hak masyarakat untuk menggunakan dan menikmati menjadi terbuka serta dapat mengurangi konflik baik yang bersifat vertikal maupun horizontal. Sarana hukum yang berhubungan dengan pengelolaan lingkungan hidup dan pemanfaatan sumber daya alam adalah UUPLH yang memiliki prinsip preventif, berkelanjutan, penghormatan hak-hak asasi manusia, demokrasi, kesetaraan gender, dan pemerintah yang baik (Good Governance). UUPLH bertujuan untuk mewujudkan keselarasan peran antara pusat dan daerah serta antar sektor dalam pengelolaan lingkungan hidup. Selain itu, peran serta aktif masyarakat juga diatur dalam UUPLH dengan memanfaatkan akses dan mengendalikan kontrol terhadap penggunaan sumber daya alam harus lebih optimal karena dapat melindungi hak-hak publik dan hak-hak masyarakat adat.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
Gagasan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup lebih berlandaskan kepada pembangunan yang mempunyai kepentingan bersama sehingga perhatian terhadap interaksi ekologis menjadi perhatian dan hal ini tidak mengenal batas-batas milik perorangan, jurisdiksi politik, kewenangan daerah dari segi otonomi daerah maupun upaya peningkatan pendapatan daerah. Jalur pembangunan yang berkelanjutan dapat ditelusuri baik secara fisik, teoritik maupun kondisi sosial, namun suatu kegiatan yang berkelanjutan akan lahir dengan adanya suatu kebijakan-kebijakan pembangunan yang menaruh perhatian besar terhadap dampak terhadap lingkungan hidup. Tuntutan dasar dari pelaksanaan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah terbinanya keterkaitan (interlinkages) yang tepat antara lingkungan, sosial, kultur maupun kependudukan. Keberadaan saling keterkaitan didukung pula atas kerjasama yang erat serta memiliki komitmen yang kuat antar lembaga/ instansi. Kegiatan yang dilaksanakan didalam pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup haruslah terukur, sejauhmana pembangunan itu dilaksanakan, apa-apa yang dicapai, apakah pelaksanaannya masih tetap berada pada arah yang sesuai dengan rencana dan sasaran yang telah ditentukan. Apaapa saja kendala yang dihadapi, harus ada landasan yang dapat dijadikan tolak ukur untuk menyatakan hal-hal tersebut baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Keberhasilan pelaksanaan pembangunan berkelanjutan memerlukan suatu
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
pemikiran oleh semua pihak, pemerintah, swasta, pengusaha dan masyarakat untuk
melahirkan
suatu
pergeseran
arah
pembangunan
menuju
kepada
pembangunan yang berkelanjutan. Pembangunan
berkelanjutan
haruslah
diwujudkan
melalui
suatu
keterkaitan yang baik antara lingkungan, sosio-ekonomis, kultur dan juga antara berbagai instansi/institusi secara terpadu. Gagasan ini merupakan suatu kedinamisan. Perubahan terhadap eksploitasi sumber daya alam, pengembangan investasi, penerapan teknologi modem, perubahan kelembagaan
seperti
pelaksanaan
dengan
otonomi
daerah,
kesemuanya
haruslah
konsisten
kebutuhan pada saat ini dan dimasa mendatang. Peranan pemerintah daerah dalam perumusan kebijakan pengelolaan lingkungan hidup dalam pemanfaatan sumberdaya alam harus dioptimalkan karena sangat penting peranannya terutama dalam rangka pembangunan guna meningkatkan pendapatan melalui pajak, retribusi dan bagi hasil yang jelas dan adil, serta perlindungan dari bencana ekologis. Kontrol
masyarakat
dan
penegakkan
supremasi
hukum
dalam
pengelolaan lingkungan hidup yang diatur dalam UUPLH merupakan hal yang sangat penting untuk melindungi hak-hak masyarakat dalam menggunakan dan menikmati lingkungan secara terbuka dan juga mengurangi konflik, baik yang bersifat vertikal maupun horizontal. Sistem hukum yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup harus memiliki perspektif keberlanjutan, penghormatan hak asasi manusia, demokrasi, kesetaraan gender dan
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
pemerintahan yang baik (good governance). Selain itu peran aktif masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup dalam memanfaatkan dan mengendalikan penggunaan sumberdaya alam harus lebih optimal untuk dapat melindungi hak-hak publik dan hak-hak masyarakat. Berbagai kebijakan dan program yang dilakukan pemerintah Kota Binjai telah dilakukan dalam rangka mendukung pelaksanaan prioritas pembangunan nasional yang ketiga, yaitu mempercepat landasan pembangunan ekonomi berkelanjutan dan berkeadilan berdasarkan sistem ekonomi kerakyatan. Pengelolan lingkungan hidup dalam pembangunan sumber daya alam menjadi acuan bagi kegiatan berbagai sektor pembangunan agar tercipta keseimbangan dan kelestarian fungsi sumber daya alam dan lingkungan hidup sehingga berkelanjutan pembangunan tetap terjamin. Pola pemanfaatan sumber daya alam yang dilakukan bertujuan untuk memberikan akses kepada masyarakat adat dan lokal, bukan terpusat pada beberapa kelompok masyarakat dan golongan tertentu. Dengan demikian pola pemanfaatan sumber daya alam harus memberi kesempatan dan peran serta aktif masyarakat adat dan lokal, serta meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan. Pemerintah Kota Binjai dalam perumusan kebijakan pengelolaan lingkungan hidup lebih dioptimalkan dalam pemanfaatan sumberdaya alam dalam rangka meningkatkan pembangunan daerah dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan daerah melalui mekanisme pajak, retribusi dan bagi hasil yang jelas
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
dan adil, serta perlindungan dari bencana ekologis. Dalam hal pelaksanaan dan pengawasan terhadap pengelolaan lingkungan hidup di kota Binjai, dalam hal ini dilakukan oleh Badan Pengendalian Dampak Linkungan Kota Binjai (selanjutnya disebut Bapedaldako Binjai) dibantu oleh perangkat pemerintahan lainnya yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Bapedaldako Binjai menyebutkan bahwa : Pemerintah kabupaten dan pemerintahan kota mempunyai kewenangan dan bertanggung jawab terhadap pengelolaan dalam bidang lingkungan. Atas dasar itu Pemerintah Kota Binjai membentuk Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Kota Binjai dengan Peraturan Daerah Nomor 8 tahun 2001 tentang Organisasi Pembentukan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Pemerintah Kota Binjai (Bapedalko). 41 Sebagai alasan dibentuknya Bapedalko, karena pentingnya pengelolaan lingkungan kota dalam mewujudkan pembangunan kota yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup, dan secara dini dapat mengantisipasi munculnya permasalahan lingkungan dan resiko lingkungan yang negatif. Keadaan ini didasarkan atas letak Kota Binjai yang sangat strategis baik secara ekonomi, perumahan pemukiman, dan juga sebagai kota penyanggah dan lintas bagi kota-kota sekitarnya.
41
Hasil Wawancara dengan Bapak Drs. Forkas Lubis, Kepala Bapedaldako Binjai, Tanggal 21 Mei 2007.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
Dalam pelaksanaan kebijakan pengelolaan lingkungan hidup kota Binjai telah melakukan berbagai kegiatan antara lain : 42 1. Kebijakan Pengelolaan Tata Ruang Kebijakan dalam pengelolaan tata ruang setiap daerah sangat diperlukan guna keberhasilan pembangunan dari suatu daerah. Pengelolaan tata ruang berdasarkan Tata Ruang akan meningkatkan efisiensi pembangunan lahan, meningkatkan pendapatan asli daerah, pelaksanaan pembangunan lebih terencana, pertumbuhan ekonomi wilayah dan semakin mempertinggi daya tarik Kota Binjai dalam mengundang investor untuk melakukan investasi. Kebijakan pengelolaan tata ruang diatur pada Peraturan Daerah Kota Binjai Nomor 2 tahun 2001 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Binjai Tahun 2001, persetujuan DPRD Nomor 5/DPRD-II/5-2001 tanggal 29-3-2001, diundangkan dalam Lembaran Daerah Nomor 2 Seri D tanggal 5-4-2000. Perda ini dibuat untuk menertibkan proses pembangunan kota Binjai dan selanjutnya Rencana Umum Tata Ruang Kota Binjai mampu mendukung pembangunan dengan baik, hal ini dilakukan dengan maksud agar : a. Pembangunan dilaksanakan dapat dilakukan secara konsisten dengan peruntukan lahan yang telah disusun pada Rencana Umum Tata Ruang Kota Binjai. b. Tata Ruang yang ada terbukti mampu meningkatkan efisiensi dalam
42
Hasil Wawancara dengan Bapak Drs. Forkas Lubis, Kepala Bapedaldako Binjai, Tanggal 21 Mei 2007.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
penggunaan lahan dan pemanfaatan ruang. c. Pembangunan dengan mengacu kepada Rencana Umum Tata Ruang terbukti mampu mendukung pembangunan ekonomi yang digambarkan oleh pertumbuhan ekonomi. Tujuan dari penyusunan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) adalah untuk menata penggunaan berdasarkan kemampuan dan kesesuaian lahan sehingga keteraturan pembangunan dapat terpelihara. Sasaran penyusunan RUTR tersebut adalah adanya acuan untuk melaksanakan pembangunan yang mencirikan : a. Mewujudkan rencana pemanfaatan ruang berkualitas, serasi dan optimal sesuai dengan kebutuhan, kemampuan dan daya dukung lingkungan; b. Perwujudan
keterpaduan,
keterkaitan,
keseimbangan
dan
keserasian
perkembangan antar wilayah dan antar sector pembangunan; c. Perumusan kebijakan pokok pemanfaatan ruang. Dengan mengacu pada visi, misi dan tujuan pengembangan tata ruang Kota Nasional, maka kebijakan pengembangan tata ruang Pemerintah Kota Binjai ditempuh melalui : a. Memantapkan fungsi tata ruang sebagai arahan investasi dan dasar perizinan lokasi pembangunan; b. Perlunya revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) sebagai akibat lokasi jasa perdagangan ternyata dapat dimanfaatkan untuk pembudidayaan burung walet. c. Perlunya ditempuh upaya perluasan Kota Binjai melalui mekanisme yang ada.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
d. Memacu pertumbuhan ekonomi wilayah terbelakang melalui pengkaitan kegiatan ekonominya dengan wilayah yang lebih maju dan dengan program alokasi investasi. e. Mendorong pemerataan pembangunan seluruh wilayah Kota Binjai. f. Menetapkan arahan kawasan lindung dlan kawasan budidaya, arahan pengelolaan kawasan pedesaan, perkotaan dan kawasan budidaya, arahan pengelolaan kawasan pedesaan, perkotaan, dan kawasan tertentu serta arahan
pengembangan
kawasan
pemukiman,
kehutanan,
pertanian,
perindustrian, dan kawasan lain. g. Sosialisasi Rencana Umum Tata Ruang kota Binjai kepada masyarakat. Berbagai kebijakan dan tindakan yang dilakukan Pemerintah Kota Binjai
untuk
mendorong
dan
melaksanakan
pembangunan
khususnya
berkaitan dengan Rencana Umum Tata Ruang di kota Binjai adalah dengan melaksanakan : a. Melakukan revisi terhadap Rencana Umum Tata Ruang wilayah untuk menampung perubahan yang ada. b. Penataan ruang kawasan jasa perdagangan selain kawasan bisnis juga dapat bermanfaat untuk pembudidayaan burung walet. c. Mengupayakan Perluasan Wilayah Kota Binjai dengan memasukkan sebagai lahan PTP II. d. Penataan tata ruang untuk membangun kawasan industri, peternakan dan jasa perdagangan secara teratur.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
e. Melakukan identifikasi dan evaluasi penyimpangan-penyunpangan tata ruang. f.
Sosialisasi Rencana Tata Ruang secara luas di masyarakat.
g. Pemutahiran Rencana Tata Ruang. h. Menerbitkan peraturan daerah tentang RUTR Kota Binjai.
2. Kebijakan Pengelolaan Sistem Perizinan Dalam pengelolaan lingkungan hidup, sestem perizinan merupakan salah satu aspek penting dalam pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan di suatu daerah. Dalam prakteknya, Pemerintah mempunyai kewenangan untuk menetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh izin tersebut yang biasanya dituangkan dalam bentuk Surat Ketetapan. Izin merupakan keputusan tata usaha negara (beschikking) yang dalam hubungannya dengan pengelolaan lingkungan wajib disertai dengan persyaratanpersyaratan dan pertimbangan lingkungan. Pada lazimnya jenis izin mengenai kegiatan yang mempunyai dampak (penting) terhadap lingkungan dikenal dengan istilah izin lingkungan (environmental license). Khusus untuk kota Binjai sistem perizinan merupakan hal sangat signifikan dalam pengaturannya. Oleh karena itu pemerintah kota binjai banyak mengeluarkan peraturan tentang sistem perizinan baik berbentuk peraturan daerah atau keputusan walikota Binjai, antara lain : Peraturan Daerah Kota Binjai Nomor 5 Tahun 2001 Tentang Izin Tempat Usaha, Peraturan Daerah Kota Madya Tingkat II Binjai Nomor 25 Tahun 1998 Tentang Retribusi Izin Gangguan, Peraturan Daerah Kota Binjai
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
Nomor 23 Tahun 1998 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan dalam Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Binjai, Keputusan Walikota Binjai Nomor 503.640223/SK/2000 Tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Kota Binjai Nomor 23 Tahun 1998 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan, Keputusan Walikota Binjai Nomor 503.640-223/SK/2000 Tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Kota Binjai Nomor 23 Tahun 1998 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan ini juga didukung dengan adanya Ketetapan Tarif Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dalam Kota Binjai Nomor 503.648-611 Tanggal 20 Maret 2000, Keputusan Walikota Binjai Nomor 620252/SK/2000 Tentang Penetapan Kelas Jalan, Daerah Milik Jalan (DAMIJA) dan Garis Sempadan Bangunan (GSB) untuk izin Mendirikan Bangunan dalam Kota Binjai. Sistem perizinan yang mendapatkan perhatian khusus adalah mengenai Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Hal ini disebabkan karena Kota Binjai selain strategis, merupakan kota pemukiman yang setiap tahun jumlah penduduknya meningkat, dan akan berakibat pula terhadap jumlah bangunan-bangunan yang diperuntukkan dan disesuaikan dengan sektor yang terdapat di daerah juga akan bertambah. Sebagai sarana yang ditetapkan untuk mengatasi masalah dan dampak yang ditimbulkan dengan adanya kegiatan pembangunan tersebut adalah melalu pemberian izin kepada perusahaan-perusahaan untuk mendirikan bangunan. Mendirikan bangunan adalah pekerjaan mengadakan bangunan seluruhnya atau sebagian termasuk menggali, menimbun, meratakan tanah yang berhubungan
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
dengan pekerjaan mengadakan bangunan, pekerjaan memperbaiki/ renovasi, menambah, membongkar dan menggunakan bangunan. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Bapedaldako Binjai menyatakan bahwa : Pada dasarnya masalah mengenai prosedur dan persyaratan untuk Memperoleh Izin Mendirikan Bangunan (IMB) merupakan ketentuan yang mengatur secara khusus untuk melindungi lingkungan hidup, hal tersebut disebabkan karena efek dari mendirikan bangunan dapat menjadi beban yang berkepanjangan bagi lingkungan hidup apabila bangunan tersebut tidak memperhatikan ketentuan dari syarat dan prosedur mendirikan bangunan tersebut. 43 Untuk daerah kota Binjai, pemerintah daerah telah mengeluarkan berbagai peraturan yang mengatur mengenai ketentuan tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan yang bertujuan untuk memberikan perlindungan, pembinaan, pengamatan, pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestrarian lingkungan di kota Binjai. Retribusi izin mendirikan bangunan mencakup kepada pemberian izin bagi orang pribadi atau badan, termasuk dalam kegiatan peninjauan disain dan, dan pemantauan pelaksanaan pembangunannya agar tetap sesuai dengan rencana teknis bangunan, rencana tata ruang teknis bangunan, rencana tata ruang teknis bangunan, rencana tata ruang yang berlaku dengan tetap memperhatikan Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Luas Bangunan (KLB), Koefisien Ketinggian Bangunan
43
Ibid
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
(KKB) dan pengawasan penggunaan bangunan yang meliputi pemeriksaan dalam rangka memenuhi syarat-syarat keselamatan bagi yang menempati bangunan tersebut. Adapun prosedur dan Persyaratan-Persyaratan untuk Memperoleh Izin Mendirikan Bangunan (IMB) pada Pemerintah Kota Binjai diatur pada Pasal 2 Keputusan Walikota Binjai Nomor 503.640-223/SK/2000 Tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Kotamadaya Binjai Daerah Tingkat II Binjai Nomor 23 Tahun 1998 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan yang mengatur mengenai persyaratan untuk memperoleh izin untuk mendirikan bangunan : a. Setiap orang pribadi atau badan hukum yang mendirikan bangunan harus memperoleh izin dari kepala daerah dengan terlebih dahulu mengajukan permohonan melampirkan : 1) Tanda bukti pemilik dan penguasaan tanah yang dilegalisir oleh
Camat
setempat. 2) Surat keterangan tidak ada silang sengketa terhadap tanah yang akan didirikan bangunan dari Camat setempat; 3) Surat keterangan situasi bangunan; 4) Fotocopy tanda pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB); 5) Dokumen Amdal (Analisis mengenai dampak lingkungan) yang disetujui Tim Komisi tingkat dua untuk usaha industri/ pabrik/ perumahan/ Real estate, pusat perbelanjaan dan usaha-usaha yang mempunyai dampak lingkungan lainnya. b. Hal-hal lain yang ditetapkan oleh Kepala Daerah.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
1) Izin mendirikan bangunan yang diberikan terhadap kawasan-kawasan yang peruntukan tanahnnya telah ditetapkan sesuai dengan rencana tata ruang kota. 2) Bangunan yang didirikan, diperbaiki, ditambah, dirubah maupun dibongkar harus sesuai dengan izin yang diberikan. 3) Penggunaan bangunan yang telah selesai didirikan harus memperoleh izin dari Kepala Daerah. Adapun syarat-syarat untuk memperoleh izin mendirikan bangunan sebagai berikut : a. Permohonan izin mendirikan bangunan diajukan kepada Walikota Binjai c/q. Kepala Dinas Tata Kota kota Binjai dengan mengisi formulir yang telah disediakan untuk itu dan melampirkan syarat-syarat sebagai berikut : 1) surat permohonan diketahui oleh Kepala Kelurahaan setempat dan dibubuhi material. 2) Fotocopy surat tanah yang dilegalisir camat setempat. Bagi tanah yang dilegalisir camat setempat. Bagi tanah yang bersertifikat, melampirkan bukti penguasaan/ pemilikan tanah lainnya dengan dilengkapi surat keterangan tidak silang sengketa dari Lurah dan diketahui oleh Camat setempat. 3) Gambar bangunan terdiri dari : a). Gambar rencana bagunan b). Gambar konstruksi
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
c). Perhitungan konstruksi, rencana anggaran biaya serta gambar instalasi untuk bangunan khusus atau bila dianggap perlu yang ditandatangani oleh perencanaan. d). Sistem pengelolaan limbah untuk bangunan khusus e). Produk Amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan). f). Foto copy pelunasan PBB tahun terakhir. Setelah prosedur dan syarat-syarat diatas telah dipenuhi oleh orang pribadi atau badan hukum maka izin tersebut berlaku 6 (enam) bulan sejak izin diterbitkan dan dapat diperpanjang dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Daerah. (Pasal 3 Keputusan Walikota Binjai Nomor 503.640-223/SK/2000 Tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Kotamadaya Binjai Daerah Tingkat II Binjai Nomor 23 Tahun 1998 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan). Dari ketentuan peraturan di atas jelas bahwa hukum lingkungan merupakan hukum yang berorientasikan lingkungan hidup. Ketentuan dari Perda di atas merupakan peraturan hukum yang berorientasikan kepada izin untuk mendirikan bangungan yang bertujuan untuk mencegah timbulnya permasalahan lingkungan yang membahayakan bagi kehidupan dan kesejahteraan manusia. Gambaran mengenai banyaknya serta berjenisnya bangunan yang akan mendapatkan izin tentunya diperlukan pengaturan secara utuh, menyeluruh dan terpadu, serta menumbuhkan kesadaran modern manusia terhadap betapa pentingnya izin mendirikan bangunan tersebut bagi kelestarian lingkungan dan masyarakat banyak.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
Pembangunan gedung-gedung yang akan didirikan di kota Binjai merupakan salah satu program pembangunan Walikota Binjai untuk menciptakan Kota Binjai yang semakin baik perkembangan kotanya.
3. Kebijakan Pengelolaan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) Pengertian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan ditetapkan Pasal 1 butir 21 UUPLH jo Pasal 1 butir PP 27 Tahun 1999, yang berbunyi sebagai berikut : Analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. 44 Dengan kata lain, mencakup seluruh kegiatan studi/ pengkajian terhadap dampak yang telah atau diperkirakan akan timbul oleh karena adanya suatu kegiatan/ proyek terhadap lingkungan, baik lingkungan fisik maupun non-fisik serta rekomendasi berdasarkan hasil analisis tersebut. 45 Ditinjau dari jenis studi ataupun dokumennya, maka Analisis Mengenai Dampak Lingkungan meliputi : a. Kerangka Acuan (KA) adalah ruang lingkup kajian analisis mengenai dampak lingkungan hidup yang merupakan hasil pelingkupan;
44
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 Tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. 45 Janil Musanif, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), Makalah Kursus Amdal Angkatan X, USU, 1990 hal. 1
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
b. Analisis Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) adalah telaahan secara cermat dan mendalam tentang dampak besar dan penting suatu rencana usaha dan/atau kegiatan; c. Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) adalah upaya pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak besar dan penting akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan. d. Rencana Pemantauan Lingkungan hidup (RPL) adalah upaya pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak besar dan penting akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan. Pengertian dari dokumen-dokumen tersebut, secara yuridis telah ditetapkan dalam Pasal 1 butir 3,4,5 dan 6 PP No. 27 Tahun 1999 jo Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. 09 Tahun 2000 tentang Pedoman Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup. Di dalam Analisis Dampak Lingkungan, terdapat dua jenis batasan tentang dampak, yaitu : a. Dampak pembangunan terhadap lingkungan ialah perbedaan antara kondisi lingkungan sebelum ada pembangunan dan yang diperkirakan akan setelah ada pembangunan. b. Dampak pembangunan terhadap lingkungan ialah perbedaan antara kondisi lingkungan yang diperkirakan akan ada tanpa adanya pembangunan dan yang diperkirakan akan ada dengan adanya pembangunan tersebut.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
Di dalam Pasal 1 angka 2 PP 27 tahun 1999, menetapkan bahwa, dampak dasar dan penting adalah perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar yang diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan. Selanjutnya Pasal 3 menetapkan : 1. Usaha dan/atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup meliputi : a. pengubahan bentuk bahan dan benteng alam; b. eksploitasi sumber daya alam baik yang terbaharui maupun yang tak terbaharui; c. proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pemborosan, pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, serta kemerosotan sumber daya alam dalam pemanfaatannya; d. proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan buatan, serta lingkungan sosial dan budaya; e. proses dan kegiatan yang hasilnya akan dapat mempengaruhi pelestarian kawaan konservasi sumber daya dan/atau perlindungan cagar budaya; f. introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, jenis hewan dan jasad renik; g. pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan non hayati; h. penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar untuk mempengaruhi lingkungan hidup; i. kegiatan yang mempunyai resiko tinggi dan/atau mempengaruhi pertahanan negara.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
2. Jenis usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup ditetapkan oleh Menteri setelah mendengar dan memperhatikan saran dan pendapat Menteri lain/atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen yang terkait. 3. Jenis usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat ditinjau kembali sekurang-kurangnya dalam 5 (lima) tahun. 4. Bagi rencana usaha dan/atau kegiatan di luar usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib melakukan upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup yang pembinaannya berada pada instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan. 5. Pejabat dari instansi yang berwenang menerbitkan izin melakukan usaha/dan atau kegiatan wajib mencantumkan upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup dalam izin melakukan usaha dan/atau kegiatan. 6. Kegitan lebih lanjut mengenai persyaratan dan kewajiban upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungann hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan oleh instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan setelah mempertimbangkan masukan dari instansi yang bertanggung jawab. Penjabaran atas ketentuan ayat 2 di atas, pemerintah mengeluarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 3 Tahun 2000 tentang Jenis Usaha dan/atau kegiatan yang wajib AMDAL.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
Selanjutnya usaha dan/atau kegiatan yang akan dibangun di dalam kawasan yang sudah dibuatkan analisis mengenai dampak lingkungan hidup tidak diwajibkan membuat analisis mengenai dampak lingkungan hidup lagi usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwajibkan untuk melakukan pengendalian dampak lingkungan hidup dan perlindungan fungsi lingkungan hidup sesuai dengan rencana pengelolaan lingkungan hidup dan rencana pemantauan lingkungan hidup kawasan. 46 Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) merupakan instrumen pengendalian dampak lingkungan di lndonesia. Bahkan hingga saat ini Amdal masih
dikenal
meluas
diberbagai
lapisan
dan
golongan
masyarakat.
Instrumen ini dengan cepat dikenal karena disosialisasikan secara aktif melalui jalur pendidikan non formal (Kursus Dasar, Penyusun dan Penilai Amdal) maupun secara tidak langsung melalui jalur penilaian dokumen Amdal. Dibentuknya Komisi Pusat dan Daerah untuk penilaian Amdal, dan adanya persyaratan-persyaratan perijinan yang terkait dengan Amdal, secara tidak langsung telah mendorong banyaknya pihak, khususnya aparatur Pemerintah yang mengenal istilah AMDAL. 47 Namun setelah lebih 15 tahun AMDAL berjalan di Indonesia (terhitung sejak pertama kalinya ditetapkan Peraturan Pemerintah tentang AMDAL, 46
Pasal 4 PP 27 Tahun 1999 tentang AMDAL. Chapid Fandedi, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Prinsip Dasar dan Pemapanannya Dalam Pembangunan, (Yogyakarta : Liberty, 2001), hal. 33. 47
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
yakni PP Nomor 29 Tahun 1986), banyak pihak merasa bahwa AMDAL belum manjadi instrument yang efektif untuk pengendalian (terutama pencegahan) dampak lingkungan. Bahkan akhirnya AMDAL banyak dipandang sebagai cost center ketimbang sebagai kontributor untuk c o s t s a v i n g . Oleh karena itu untuk menanggulangi dan mengatasi masalah lingkungan yang semakin kompleks yang terjadi di kota Binjai dibentuklah Komisi AMDAL yang terdiri dari Badan/Dinas/Bagian serta LSM yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup. Komisi AMDAL ini dibentuk untuk sebagai penilai kualitas lingkungan hidup di Kota Binjai dengan menempatkan setiap anggota dalam Komisi AMDAL. Agar Komisi Amdal ini dapat berlaku efektif, hal-hal yang dilakukan adalah : a. Peningkatan terus menerus kompetensi teknis anggota, b. Tersedianya panduan, prosedur dan criteria penilaian dokumen AMDAL yang efektif digunakan; c. Akuntabilitas proses penilaian AMDAL. Ketiga faktor ini merupakan factor yang dapat terus ditingkatkan, dikembangkan dan di fasilitasi oleh Pemerintah agar mutu penilai AMDAL meningkat secara bertahap. Kepala Bapedalda Kota Binjai Menyatakan bahwa telah dibentuk Komisi AMDAL di kota Binjai yang terdiri dari Pakar lingkungan hidup, Perguruan Tinggi, LSM, dan Instansi Teknis yang keanggotaannya berjumlah 13 orang. Komisi AMDAL bertugas mengevaluasi layak tidaknya suatu kegiatan perekonomian
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
dibangun di kota Binjai dengan pertimbangan dampak lingkungan sosial dan ekonomi. 48
4. Kebijakan Pengelolaan Kualitas Air Air kita perlukan untuk proses hidup dalam tubuh kita, tumbuhan dan hewan. Sebagian besar tubuh kita, tumbuhan dan hewan terdiri atas air. Air juga kita perlukan untuk berbagai macam keperluan rumah tangga, pengairan pertanian, industri, rekreasi dan lain-lainnya. Karena itu air kita perlukan dalam kuantitas dan kualitas yang memadai dan pada waktu yang tepat. Air merupakan suatu sarana utama untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam penularan, terutama penyakit. Melalui penyediaan air bersih baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya di suatu daerah, maka penyebaran penyalat menular dapat ditekan seminimal mungkin. Disadari bahwa air merupakan salah satu mata rantai penularan penyakitt. Agar seseorang menjadi tetap sehat dipengaruhi oleh adanya kontak manusia tersebut dengan makanan dan minuman. Air merupakan salah satu diantara pembawa penyakit yang berasal dari tinja untuk sampai kepada manusia. Supaya air yang masuk ketubuh manusia baik berupa minuman ataupun makanan tidak menyehatkan/merupakan pembawa bibit penyakit, maka pengolahan air baik berasal dari sumber, jaringan
48
Hasil Wawancara dengan Bapak Drs. Forkas Lubis, Kepala Bapedaldako Binjai, Tanggal 21 Mei 2007.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
transmisi atau distribusi adalah mutlak diperlukan untuk mencegah terjadinya kontak antara kotoran sebagai sumber penyakit dengan air yang sangat diperlukan. Kebanyakan maupun kekurangan air akan menyebabkan masalah. Apalagi kalau kebanyakan air itu sampai menyebabkan banjir. Kualitas air juga sangat penting. Apabila kualitas air tidak memadai untuk suatu peruntukan tertentu, misalnya minum, haruslah air itu diolah dulu sehingga memakan biaya yang tinggi. Kualitas air menurun disebabkan pencemaran,dimana pencemaran yang terbesar adalah disebabkan karena limbah rumah tangga. 49 Pencemaran air dapat terjadi pada berbagai sumber air seperti mata air, air tanah dalam, danau, waduk, sungai dan saluran buatan. Demikian pula perairan pantai dan laut yang merupakan penampung air dari semua sumber pembuangan air limbah dapat pula tercemar. Air merupakan bagian dari sumber daya alam, juga sebagai bagian dari ekosistem secara keseluruhan. Mengingat keberadaannya di suatu tempat dan di suatu waktu tidak tetap artinya bisa berlebih atau kurang maka air harus dikelola dengan bijak dengan pendekatan terpadu dan menyeluruh. Terpadu mencerminkan keterikatan dengan berbagai aspek, berbagai pihak (stakehoiders) dan berbagai disiplin ilmu. Menyeluruh mencerminkan cakupan yang sangat luas (broad coverage), melintas batas antar sumber daya, antar lokasi, hulu dan hilir, antar pihak-pihak. Dengan kata lain pendekatan pengelolaan sumber daya air harus secara holistik dan 49
Chafid Fandeli, Op Cit, hal. 9.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
berwawasan lingkungan. Semua aspek dan ilmu antara lain : sosial, budaya, politik, teknik, lingkungan, hukum, bahkan politik terlibat dan saling bergantung. Semua pihak harus terlibat dan diperhitungkan baik langsung maupun tidak langsung. Peningkatan kualitas air minum dengan jalan mengadakan pengelolaan terhadap air yang akan diperlukan sebagai air minum dengan mutlak diperlukan terutama apabila air tersebut berasal dari air permukaan. Pengolahan yang dimaksud bisa dinilai dari yang sangat sederhana sampai yang pada pengolahan yang mahir/lengkap, sesuai dengan tingkat kotoran dari sumber asal air tersebut. Semakin kotor semakin berat pengolahan yang dibutuhkan, dan semakin banyak ragam zat pencemar akan semakin banyak pula teknik-teknik yang diperlukan untuk mengolah air tersebut, agar bisa dimanfaatkan sebagai air minum. Oleh karena itu dalam praktek sehari - hari pengolahan air adalah menjadi pertimbangan yang utama untuk menentukan apakah sumber tersebut bisa dipakai sebagai sumber persediaan atau tidak. Peningkatan kuantitas air adalah merupakan syarat kedua setelah kualitas, karena semakin maju tingkat hidup seseorang, maka akan semakin tinggi pula tingkat kebutuhan air dari masyarakat tersebut. Wilayah kota Binjai dilalui oleh 3 (tiga) buah sungai yaitu Sungai Bangkatan Sungai Mencirim, dan Sungai Bingei, ketiga sungai ini sangat dibutuhkan untuk kegiatan sehari-hari masyarakat kota Binjai dan digunakan sebagai salah satu sumber air minum bagi Perusahaan Daerah Air Minum (PSAM) Tirta Sari Kota Binjai. Oleh karena itu untuk mencegah dan mengantisipasi
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
terjadinya pencemaran yang menyebabkan kondisi air menjadi tidak sehat atau tercemar, maka Pemerintah Kota Binjai dalam hal ini diwakilkan oleh Bapedalda Kota Binjai melakukan kegiatan bimbingan dan sosialisasi yang terpadu terhadap masyarakat yang berdomisili secara langsung pada daerah aliran sungai tersebut. 50 Hal ini dilakukan dengan maksud untuk menggugah kesadaran masyarakat akan pentingnya memelihara, merawat dan melestarikan sungai sebagai sumber kehidupan. Kemudian Pemerintah Kota Binjai juga telah berupaya mengawasi sekaligus berupa menjaga kualitas air dalam program kali bersih (Prokasih). Pencegahan
sedini
mungkin
lebih
mengoptimalkan
guna
menghindari
pencemaran dimasa mendatang. Sebagai hasil dari itu semua hingga kini semua sungai
di
Kota
Binjai
belum
mengalami
pencemaran
yang
cukup
mengkhawatirkan atau dalam artian melampaui ambang batas. Dengan adanya Prokasih kualitas air sungai berhasil dipulihkan dengan mengurangi beban pencemaran karena pengusaha industri serta mau tidak mau wajib memenuhi baku mutu limbah cair. Pemerintah Kota Binjai telah pula melahirkan Peraturan Daerah (Perda) Kota Binjai Nomor 26 Tahun 2001 tentang Pemeriksaan Limbah Cair Industri, tentunya dalam hal ini merupakan terobosan tersendiri dalam upaya menciptakan
50
Hasil Wawancara dengan Bapak Drs. Forkas Lubis, Kepala Bapedaldako Binjai, Tanggal 21 Mei 2007.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
lingkungan yang bersih, lestari dan asri di Kota Binjai. Yang terpenting dalam menjaga serta melestarikan dari kualitas air tersebut adalah secara kontiniu memberikan kesadaran bagi masyarakat berupa penyuluhan dan bimbingan bagi masyarakat secara keseluruhan serta secara khusus bagi masyarakat yang berada pada daerah aliran sungai, dengan memanfaatkan aliran sungai sebagai tempat pembuangan limbah bagi industri, sampah rumah tangga, ternak (bangkai), clan penebangan liar didaerah aliran sungai (DAS). Program kali bersih (Prokasih) di Kota Binjai juga dibarengi dengan program pemberdayaan daerah hijau pada daerah aliran sungai, hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi degradasi (pengikisan tebing-tebing sungai) yang berada disekitarnya serta terpeliharanya baku mutu air yaitu batas kadar yang diperbolehkan bagi zat atau bahan pencemaran untuk dibuang dari sumber pencemaran ke dalam air pada sumber air, sehingga tidak mengakibatkan dilampauinya baku mutu air.
5. Kebijakan Pengelolaan Kawasan Hutan Hutan merupakan paru-paru dunia karena banyak ditumbuhi oleh berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang menghasilkan oksigen sebagai pernafasan makhluk hidup. Hutan selain sebagai paru-paru dunia, hutan juga berfungsi antara lain : a. Sebagai tempat hidup hewan, dan tumbuhan yang telah diuji keberadaannya; b. Penyaring udara dari pencemaran karbon dioksida atau C02;
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
c. Hutan merupakan sumber gen atau plasma nutfah; d. Pengatur suhu lingkungan; e. Pelindung terhadap angina; f. Penyangga penyakit dan hama tanaman; g. Pengatur tata air lingkungan; h. Sebagai sumber perekonomian. Permasalahan yang sering muncul di kota-kota adalah kurangnya tingkat kenyamanan penduduk kota. Kondisi ini lebih disebabkan oleh karena tidak sehatnya lingkungan akibat polusi udara, air dan tanah serta suhu udara yang relatif tinggi. Kota merupakan suatu ekosistem yang unik ditandai oleh tingginya tingkat hunian dan aktivitas manusia baik dalam bentuk transportasi, industri dan palayanan jasa, sehingga ciri-ciri ekosistem alami menjadi sangat menipis. Tingginya suhu udara di kota disebabkan oleh beberapa hal seperti : koefesien pantulan yang tinggi, sifat fisik dari bahan pembentuk permukaan, perbedaan medan angin, tegasnya bawah aras dari golak paksa sempurna terangkat jauh ke atas sehingga pemindahan bahan (energi gelombang panjang bumi) melalui golak hanya terbatas pada pemindahan oleh golak bebas yang terjadi di dekat permukaan. Hal ini membuat iklim kota cenderung menjadi tidak sehat dan tidak nyaman bagi penduduk kota. Aktivitas manusia akan terganggu oleh kondisi lingkungan yang tidak sehat. Kondisi ini diharapkan dapat diperkecil atau bahkan
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
dihilangkan jika hutan kota dapat berperan dalam pengendalian iklim kota. Aktivitas manusia cenderung terpusat di perkotaan, sehingga sejumlah besar manusia yang tinggal di daerah yang sempit berperan penting dalam merubah iklim kota. Hutan kota adalah segala bentuk komunitas vegetasi berkayu (pohon) yang memililfl fungsi ekologi dan atau sosial ekonomi bagi masyarakat perkotaan. Termasuk dalam defenisi ini adalah pepohonan jalan (road side trees), disepanjang sungai, danau atau jalur hijau. Hutan kota dapat memberikan manfaat lingkungan dalam kegunaan proteksi, estetika, rekreasi dan kegunaan lainnya. Hutan kota memiliki fungsi ekologis yang tidak ternilai secara ekonomi. Hutan kota diwajibkan untuk semua dalam penilaian adipura dimana kota Binjai telah mempunyai Hutan kota seluas 15.000 m2 yang terletak di Binjai Barat yang ditanami oleh beberapa jenis pohon-pohon langka yang pada statu saat lokasi hutan kota ini dapat menjadi tempat pembelajaran dan penelitian bagi siswa dan mahasiswa yang membutuhkannya. 51 Untuk mencegah terjadinya kerusakan hutan, khususunya hutan kota di wilayah kota Binjai maka Pemerintah Kota Binjai melakukan Upaya rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) melalui Gerakan Nasional Gerakan Hutan dan Lahan (Gerhan) dimaksudkan sebagai antisipasi terhadap dampak kerusakan hutan serta kritisnya fungsi lahan yang telah melalui tahap mengkhawatirkan. Gerakan Hutan dan Lahan (Gerhan) penyelenggaraannya dilaksanakan secara
51
Hasil Wawancara dengan Bapak Drs. Forkas Lubis, Kepala Bapedaldako Binjai, Tanggal 21 Mei 2007.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
smergi, terkoordinasi dan terintegrasi, merupakan upaya yang sangat strategis bagi kepentingan nasional, sehingga kegiatan tersebut diarahkan sebagai gerakan berskala nasional yang terencana dan terpadu, melibatkan berbagai pihak terkait, baik pemerintah,
swasta
dan
masyarakat
luas
melalui
suatu
perencanaan,
pelaksanaan serta pemantauan dan evaluasi yang efektif dan efesien. Di samping itu pelaksanaan Gerhan diharapkan sebanyak mungkin melibatkan masyarakat dan mendorong masyarakat untuk dapat berpartisipasi secara nyata. Sehingga perlu pengembangan dan penguatan kelembagaan masyarakat melalui upaya pengembangan kelembagaan aparatur pelaksana, penyuluhan dan pendampingan kepada kelompok tani serta pengembangan kemitraan. Dalam pelakanaannya Pemerintah Kota Binjai telah melakukan penanaman bibit pohon sebanyak 48.000 bibit pohon. Adapun jenis bibit tersebut antara lain : Pohon Rambutan, Mangga, Mahoni, Meranti, Melinjo, Asam Glugur, Jati, Jengkol, Pete, Mindi dan sebagainya.
6. Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Dalam Rangka Penataan Lingkungan Adipura Lingkungan hidup ialah jumlah semua benda yang hidup dan tidak hidup serta kondisi yang ada dalam ruang yang kita tempati. Manusia disekitar kita adalah pula bagian lingkungan hidup kita masing - masing. Oleh karena itu kelakuan manusia, dan dengan demikian kondisi sosial merupakan pula unsur lingkungan hidup kita.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
Antara manusia dan lingkungan hidupnya terdapat hubungan timbal balik. Manusia
mempengaruhi
lingkungan
hidupnya,
dan
sebaliknya
manusia
dipengaruhi oleh lingkungan hidupnya. Manusia ada di dalam lingkungan hidupnya dan ia tidak dapat terpisahkan daripadanya. Antara manusia dan lingkungan hidupnya terdapat hubungan yang dinamis. Perubahan dalam lingkungan hidup akan menyebabkan perubahan dalam kelakuan manusia untuk menyesuaikan diri dengan kondisi yang baru. Perubahan dalam kelakuan manusia ini selanjutnya akan menyebabkan pula perubahan dalam lingkungan hidup. Dengan adanya hubungan dinamis sirkuler antara manusia dengan lingkungan hidupnya itu, dapatlah dikatakan bahwa hanya dalam lingkungan hidup yang baik manusia daapt berkembang secara maksimal, dan hanya dengan manusia yang baik lingkungan hidup dapat berkembang kearah yang optimal. Akhir-akhir ini banyak diperbincangkan tentang masalah lingkungan antara lain kesemrawutan kota, pencemaran oleh industri, pestisida dan alat transport dan erosi, banjir dan kekeringan. Karena masalah tersebut banyak yang menganggap bahwa tindakan manusia telah merusak lingkungan hidup, sedangkan segala yang alamiah merupakan lingkungan hidup yang baik. Apabila kita melihat kualitas lingkungan hidup dari segi kebutuhan dasar manusia, akan nampaklah anggapan tersebut diatas tidaklah selalu benar. Konsep kualitas lingkungan sangat erat hubungannya dengan konsep kualitas hidup. Suatu lingkungan hidup yang dapat mendukung kualitas hidup yang baik
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
dikatakan mempunyai kualitas yang baik pula dari vice versa. Makin baik kebutuhan dasar itu dapat dipenuhi oleh lingkungan hidup, makin tinggi pula kualitas lingkungan hidup itu. Kebutuhan dasar itu mencakup : a. kebutuhan konsumsi untuk pribadi dan keluarganya; b. pelayanan umum yang esensil, antara lain kesehatan, sanitasi, persediaan air minum yang bersih dan pendidikan; c. partisipasi dalam proses pengambilan keputusan; d. lapangan pekerjaan baik sebagai sumber pendapatan bagi dirinya dan keluarganya maupun untuk martabat kemanusiaannay dan; e. terjaminnya hak-hak asasi manusia. Adipura
merupakan
prestasi
tertinggi
dari
tata
penyelenggaraan
pemerintahan di bidang pengelolaan lingkungan hidup (good environmental governance). Sudah menjadi tuntutan global juga relevan dengan kebijakan pembangunan nasional, yaitu pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Penilaian adipura dilakukan meliputi penilaian tingkat kebersihan, keteduhan, dan berwawasan lingkungan, semisal kantor, rumah sakit, puskesmas, sekolah, taman, perumahan dan jalan-jalan yang kesemuanya berjumlah 67 titik penilaian. Dalam rangka untuk meraih adipura dilakukan penataan lingkungan adipura dengan melakukan sosialisasi untuk memotivasi masyarakat agar turut serta dalam menjaga, menata dan memelihara pelestarian lingkungan. Sehingga piala
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
adipura sebagai penghargaan pada bidang kebersihan yang merupakan dambaan setiap daerah dapat diraih dan dipertahankan. Kota Binjai telah beberapa kali memperoleh piala Adipura sebagai penghargaan maupun supremasi dalam bidang penataan penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance) di bidang pengelolaan lingkungan hidup. Penghargaan ini didapat setelah melakukan pembenahan terhadap tatanan sosial, politik, hukum yang berjalan saat ini untuk mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance). Dan pada tahun 2007 ini pemerintah kota Binjai meraih kembali predikat Piala Adipura yang diserahkan langsung oleh Presiden Soesilo Bambang Yodhoyono di Istana Negara yang diterima oleh Walikota Binjai, Untuk membenahi dan memperkuat pemerintahan yang baik (good governance) diperlukan paling tidak ada 5 (lima) yang harus dilakukan, yaitu : a. Legislatif, lembaga perwakilan yang mampu menjalankan fungsi control yang efektif. b. Yudikatif, pengadilan yang independen (mandiri, bersih dan professional). c. Eksekutif, aparatur pemerintah (birokrasi) yang professional d. Masyarakat yang kuat sehingga mampu melaksanakan fungsi control public; e. Desentralisasi dan lembaga di daerah yang kuat. Kepemerintahan yang baik juga dituntut di bidang lingkungan hidup. Sejak Konferensi Bumi Rio de Janeiro tahun 1992, Negara - Negara yang turut menandatangani Deklarasi Rio dituntut untuk menjalankan pemerintahan yang berwibawa, khususnya di bidang lingkungan hidup (good environmental
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
governance) atau Tata Praja Lingkungan. Beberapa faktor yang diyakini sebagai prinsip dari Pemerintahan yang sudah melaksanakan tata praja lingkungan yang baik Beberapa faktor yang diyakini sebagai prinsip dari Pemerintahan yan sudah melaksanakan tatapraja lingkungan yang baik, yaitu : a. Transparansi; b. Partisipasi seluruh stakeholder; c. Tanggung jawab/akuntabilitas efisiensi dan efektifitas; d. Keberlanjutan. Faktor-faktor di atas diupayakan untuk diselenggarakan dengan baik oleh Pemerintah Daerah Kota Binjai sebagai penanggung jawab dalam pengelolaan lingkungan hidup dan pembangunan yang berwawasan lingkungan di kota Binjai.
7. Kebijakan Pengelolaan Daur Ulang Limbah Rumah Tangga Sumber pencemar dapat dibedakan menjadi sumber domestik (rumah tangga) yaitu dari perkampungan, kota, pasar, jalan, terminal, rumah sakit dan sebagainya, serta sumber non domestik, yaitu dari pabrik, industri, pertanian, peternakan, perikanan, transportasi dan sumber - sumber lainnya. Sedangkan bentuk pencemaran dapat dibagi menjadi bentuk cair, bentuk padat dan bentuk gas serta kebisingan. Limbah domestik adalah semua buangan yang berasal dari kamar mandi, wc, dapur, tempat cuci pakaian, cuci peralatan rumah tangga, apotik, rumah
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
sakit, rumah makan dan sebagainya yang secara kuantitatif limbah tadi terdiri atas zat organik baik berupa padat atau cair, bahan berbahaya dan beracun (B3), garam berlarut, lemah dan bakteri terutama golongan fekal coli, jasad pathogen dan parasit. Pembuangan limbah maupun pencemar lain ke dalam air akan mempengaruhi kehidupan dalam air itu. Suatu pencemaran dalam suatu ekosistem
mungkin
cukup
banyak
sehingga
akan
meracuni
semua
organisme yang ada di sana. Biasanya suatu pencemaran cukup banyak untuk membunuh spesies tertentu, tetapi tidak membahayakan spesies lainnya. Sebaliknya ada kemungkinan
bahwa
suatu
pencemaran
justru
dapat
mendukung perkembangan spesies tertentu. Jadi bila ia tercemar, ada kemungkinan pergeseran - pergeseran dari jumlah spesies yang banyak dengan ukuran yang sedang populasinya, kepada jumlah spesies yang sedikit tetapi berpupulasi yang tinggi. Penanganan limbah rumah tangga semisal sampah ialah mencegah timbulnya pencemaran. Misalnya Pertama dengan cara penimbunan (dumping) dengan maksud untuk menutupi rawa, jurang, lekukan tanah di tempat terbuka dan di laut. Cara ini murah tetapi masih menimbulkan bau, kotor, penyakit dan pencemaran. Cara Kedua ialah pengisian tanah kesehatan (sanitary lanfill) dengan mengisi tanah berlegok dan kemudian menutupnya dengan tanah, pada cara ini diperlukan tanah yang luas. Diharapkan sampah tidak akan mencemari lagi karena ditimbun dan ditutup. Cara Ketiga ialah dengan
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
pencacahan (grinding). Limbah organik dimasukkan kedalam alat penggiling sehingga menjadi kecil - kecil, dialirkan ke selokan, hanyut ke tempat pengolahan lebih lanjut. Cara Keempat ialah pengkomposan (composting), yakni pengolahan limbah untuk memperoleh kompos untuk menyuburkan tanah. Mikroorganisme (bakteri, jamur). Cara Kelima ialah pembakaran (incineration) dengan hasil gas dan residu. Metode Keenam ialah dengan pirolisis yakni mengolah limbah dengan proses dekomposisi senyawa kimia pada suhu tinggi dengan pembakaran tidak sempurna, atau suatu proses peruraian kimia isomerisasi, deoksigenisasi, denitrogenisasi, Untuk menanggulangi daur ulang limbah rumah tangga, pemerintah daerah kota Binjai dalam hal ini Bapedaldako Binjai melakukan kegiatan Sosialisasi dan Pelatihan Daur Ulang Limbah Rumah Tangga bertujuan untuk memanfaatkan limbah rumah tangga seperti sisa-sisa minyak goreng (jelantah) untuk diolah menjadi bahan produktif seperti hiasan rumah tangga. Pemanfaatan Sampah-sampah rumah tangga yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk kompos, kompos merupakan pupuk yang penting karena kompos merupakan pupuk organik. Penggunaan pupuk organik makin digalakkan penggunaannya karena mempunyai tiga keuntungan, yaitu keuntungan bagi lingkungan, keuntungan bagi tanah, dan keuntungan bagi tanaman. Kompos sangat membantu dalam penyelesaian masalah lingkungan, terutama sampah. Karena bahan baku pembuatan kompos adalah sampah maka permasalahan s a m p a h r u m a h tangga dan sampah kota dapat di atasi. Peserta sosialisasi dan pelatihan ini dihadiri dan diikuti oleh para ibu-ibu rumah
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
tangga. Kegiatan ini merupakan bentuk kerjasama Bapedalda Kota Binjai dan Bapedalda Propinsi Sumatera Utara. Kegiatan ini sangat menarik dan mendapatkan respon yang positif dari para peserta pelatihan. Untuk mendukung dan memperlancar pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup di atas, Pemerintah Daerah Kota Binjai melakukan beberapa program, yaitu : 1. Program Pengembangan dan Peningkatan Akses Informasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup. Sasaran yang ingin dicapai dari program ini adalah tersedianya dan teraksesnya informasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup berupa infrastruktur data spesial, nilai, dan neraca sumber daya alam dan lingkungan hidup masyarakat luas disetiap daerah. Kegiatan pokok yang dilakukan adalah : a. Inventarisasi dan evaluasi potensi sumber daya alam danlingkungan hidup baik didarat, laut, maupun udara. b. Pengkajian neraca sumber daya alam. c. Program peningkatan efekiifitas pengelolaan, konservasi dan rehabilitasi sumber daya alam. Sasaran program ini adalah terlindunginya kawasan-kawasan konservasi dari kerusakan akibat pemanfaatan sumber daya alam yang tidak terkendali ekploritatif. Kegiatan pokok yang dilakukan adalah : a. Pengkajian kembali kebijakan pengelolaan, konservasi, dan rehabilitasi sumber daya alam;
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
b. Penerapan sistem disissentif yang diwujudkan dalam bentuk tarif yang progresif dan rasional untuk melindungi sumber daya alam; c. Pengembangan riset terhadap potensi dan pemanfaatan sumber daya alam clan pelestarian lingkungan hidup dalam usaha meningkatkan nilai tambah yang optimal pasar global dan kualitas lingkungan hidup melalui mekanisme pembiayaan yang berasal dari hasil pemanfaatan sumber daya alam. d. Pengembangan teknologi pengunaan sumber daya alam yang ramah lingkungan termasuk teknologi yang terbaik, teknologi lokal, clan teknologi daur ulang yang tersedia; e. Rasionalisasi dan restrukturiasasi industri berbasis sumber daya alam.
2. Program Pencegahan dan Pengendalian Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan Hidup. Sasaran dari program ini adalah tercapainya kualitas lingkungan hidup yang bersih dan sehat sesuai dengan baku mutu lingkungan yang ditetapkan. Kegiatan pokok yang dilakukan adalah : a. Pengembangan teknologi yang berwawasan lingkungan khususnya teknologi tradisional yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya air, industri yang ramah lingkungan; b. Penetapan indeks dan baku mutu lingkungan; c. Pengembangan teknologi pengelolaan limbah rumah tangga, industri, dan transportasi;
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
d. Pengintegrasian biaya lingkungan terhadap biaya produktif; e. Pengembangan teknologi produksi bersih; f. Pengembangan kelembagaan pendanaan pengelolaan lingkungan hidup; g. Penjaminan terjadinya alih kapasitas; h. Pemantauan yang kontiniu, pengawasan dan evaluasi standard mutu lingkungan. Dalam upaya ini termasuk penataan ruang, permukiman dan industri yang konsisten dengan pencemaran lingkungan.
3. Program Penataan Kelembagaan dan Penegakan Hukum, Pengelolaan Sumber Daya dan Pelestarian Lingkungan Hidup. Sasaran program ini tersedianya kelembagaan bidang sumber daya alam dan lingkungan yang kuat, dengan didukung oleh perangkat hukum secara adil dan konsisten. Kegiatan pokok yang dilakukan adalah : a. Penyusunan Undang-undang Pengelolaan sumber daya alam berikut perangkat peraturannya; b. Penetapan kebijakan yang membuka peluang akses dan kontrol masyarakat sumber daya alam dan lingkungan hidup; c. Evaluasi terhadap pelaksanaan peraturan perundangan yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam lingkungan hidup; d. Pengakuan kelembagaan adat dan lokal dalam kepemilikan dan pengelolaan sumber daya alam; e. Penguatan institusi dan aparatur penegakan hokum dan pengelolaan somber daya
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
clam dan lingkungan hidup; f. Penguatan kapasitas pemerintah daerah dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup termasuk dalam pengelolaan sumber daya alam. Selain itu juga akan dilaksanakan kegiatan pokok lainnya yaitu : a. Pengembangan pelaksanaan perjanjian internasional dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup dan mewaspadai adanya upaya untuk menggunakan isu lingkungan yang menghambat eksport dan perkembangan ekonomi negara berkembang. b. Peningkatan sistem pengawasan terhadap pembajakan sumber daya hayati (biopiracy) dan pembajakan teknologi lokal dan pihak asing. c. Pengembangan sistem insentif dan disinsentif dalam pengelolaan dan konservasi sumber daya alam dan lingkungan hidup. d. Pelaksanaan program-program sukarela seperti sistem menegemen dan kinerja lingkungan (ISO-14000 dan Ekolobing). Sebanyak mungkin perusahaan industri dan jasa dapat bersaing di tingkat internasional.
4. Program Peningkatan Peranan Masyarakat dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Pelestarian Lingkungan Hidup. Sasaran dari program ini adalah tersedianya sarana bagi masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan hidup sejak proses
perumusan
kebijakan
dan
pengambilan
keputusan,
perencanaan,
pelaksanaaan, sampai pengawasan.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
Kegiatan pokok yang dilakukan adalah : a. Jumlah dan kualitas anggota masyarakat yang peduli dan mampu mengelola sumber daya alam dan melestarikan lingkungan hidup. b. Pemberdayaan masyarakat lokal dalam pengelolaan sumber daya alam dan pemeliharaan lingkungan hidup melalui pendekatan keagamaan, adat dan budaya. c. Pengembangan
pola
kemitraan
dengan
lembaga
masyarakat
yang
melibatkan pihak dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan hidup. d. Perlindungan hak-hak adat dan ulayat dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian hidup. Selain itu terdapat kegiatan pokok lain yaitu : a. Pemasyarakatan pembangunan berwawasan lingkungan; b. Pengkajian keadaan sosial-ekonomi dan budaya masyarakat adat dan lokal. c. Pemanfaatan kearifan tradisional dalam pemeliharaan lingkungan hidup. d. Peningkatan kepatuhan dunia usaha masyarakat terhadap peraturan perundangundangan dan tata nilai masyarakat lokal yang berwawasan lingkungan hidup. Kebijakan pengelolaan lingkungan hidup kota Binjai tentunya berkaitan dengan bidang-bidang lainnya, semisal pembangunan bidang ekonomi dan pembangunan sosial, dalam upaya mencapai arah tujuan sekaligus terhadap sasaran dari pelaksanaannya. Adapun sasaran dan tujuan yang perlu dikembangkan dan ditindaklanjuti, adalah :
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
1. Mengacu pada visi Kota Binjai dalam mewujudkan Kota Binjai yang bersih, nyaman, mandiri, sejahtera dan berwawasan lingkungan. Pembangunan pada setiap sektor hendaknya lebih diperhatikan dan dijaga terhadap dampak lingkungan yang dihasilkan dari pembangunan tersebut. Seperti halnya pemenuhan penyediaan sarana dan prasarana penunjang untuk mewujudkan kelestarian lingkungan sekitar. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga dampak yang ditimbulkan dari pembangunan tersebut, karena ketiadaan sarana penunjang terhadap lingkungan tersebut serta dalam upayamengurangi tingkat kerusakan maupun degradasi terhadap lingkungan hidup. Hal ini dimaksudkan dalam upaya menjamin keberlanjutan pembangunan, yaitu : a. Pemberian
kewenangan
yang
luas
terhadap
daerah
dalam
pengelolaan sumber daya alam sebagaimana tertuang dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. b. Mengantisipasi tekanan - tekanan dari pihak - pihak lain, baik yang berdampak
secara
pembangunan
langsung
tersebut,
yang
maupun
tidak
disebabkan
langsung telah
dari
terjadinya
pencemaran dan/atau kerusakan terhadap lingkungan. 2. Peningkatan dan pengoptimalan pemanfaatan area yang mengacu pada prinsip tata ruang, kelengkapan dan rekomendasi terhadap pemecahan issu lingkungan di
Kota Binjai. Dengan ditingkatkannya fungsi
pengawasan, penertiban dalam pemberian ijin dengan pertimbangan
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
utama adalah pengalokasian sumber daya alam dan kegiatan pembangunan. 3. Pertumbuhan penduduk yang tinggi terutama sekali pada daerah perkotaan perlu untuk segera diciptakan peluang-peluang baru yang memungkinkan untuk menampung lapangan kerja. 4. Pengendalian Pencemaran Lingkungan : a. Pencegahan pencemaran dan kerusakan terhadap lingkungan dengan mengefektifkan fungsi AMDAL, UKL, UPL. b. Peningkatan pengawasan pencemaran dan kerusakan lingkungan. c. Pemberian penegakkan hukum terhadap pelaku kerusakan dan pencemaran. d. Penciptaan Peraturan Daerah yang berkenaan dengan lingkungan 5. Pemantauan dan Pemulihan Kualitas Lingkungan : a. Meningkatkan pemantauan terhadap industri atau sector ekonomi yang berindikasi terhadap pencemaran lingkungan. b. Pemenuhan kualitas data yang akurat dan terpercaya. c. Program kali bersih. d. Program langit biru. e. Program reboisasi dan penghijauan. f. Terbentuknya kelompok pecinta lingkungan.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
C. Hambatan Dan Kendala Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terdapat beberapa kendalakendala yang timbul dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup di kota Binjai. Adapun hambatan-hambatan yang dijumpai dalam pelaksanaan Izin mendirikan bangunan di Kota Binjai adalah : 1. Kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pengelolaan lingkungan hidup bagi kepentingannya sendiri, masyarakat dan demi kelestarian lingkungan. Kurang sadarnya masyarakat akan pentingnya lingkungan hidup membawa dampak negatif kepada setiap usaha dan/atau kegiatan untuk mencegah dan melindungi lingkungan hidup sesuai dengan rencana pengelolaan lingkungan hidup dan rencana pemantauan lingkungan hidup. Akibatnya dapat menimbulkan risikorisiko kerusakan dan/atau pencemaran pada kemampuan dan fungsi sumber alam dan lingkungan hidup. Adapun resiko-resiko yang akan timbul dari kurang sadarnya masyarakat akan pentingnya pengelolaan lingkungan hidup adalah : a. Rusaknya berbagai sistem pendukung perikehidupan yang vital bagi manusia, baik sistem biofisik maupun sosial; b. Munculnya bahaya-bahaya baru akibat ciptaan manusia, seperti bahan berbahaya dan beracun dan hasil-hasil bioteknologi; c. Pengalihan beban dan risiko kepada generasi berikutnya atau kepada sektor atau kepada daerah lain; d. Kurang berfungsinya sistem organisasi sosial dalam masyarakat;
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
e. Kurangnya perhatian pelaku usaha dan/atau kegiatan untuk melengkapi Dokumen-dokumen yang dimiliki untuk menjalankan usahanya.
2. Birokrasi yang tidak dimengerti oleh masyarakat untuk mendapatkan izin yang berwawasan lingkungan Proses dan prosedur untuk mendapatkan izin dalam hubungannya dengan pengelolaan lingkungan hidup adalah merupakan suatu tindakan untuk melindungi lingkungan dari segala usaha dan/atau kegiatan yang akan membawa dampak negatif terhadap daya dukung lingkungan hidup. Prosedur dan persyaratan untuk memperoleh izin tersebut telah diatur dan ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan yang telah dikeluarkan oleh setiap daerah masing-masing. Adapun izin yang sering diminta oleh masyarakat adalah izin mendirikan bangunan (IMB), izin Ho dan lain-lain. Banyaknya prosedur dan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kelayakan untuk mendapatkan izin menyebabkan terjadinya Birokrasi dan prosedur yang berbelit-belit dan tidak dimengerti oleh masyarakat sehingga menyulitkan untuk mengurus mendapatkan izin. Hal ini bertambah parah dengan lemahnya SDM dari aparat yang bertanggungjawab untuk mengurus mendapatkan izin tersebut. Hal ini disebabkan karena adanya kerancuan secara kelembagaan lingkungan hidup dan otonomi daerah karena masih belum terpolanya pengertian manajemen lingkungan hidup yang baik. Faktor inilah salah satu yang menyebabkan terjadinya keengganan dari masyarakat
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
khususnya bagi pihak perusahaan untuk mengurus proses pembuatan sertifikasi izin yang mereka perlukan.. Oleh karena itu untuk menunjang adanya saling keterkaitan antara masyarakat dengan kelembagaan untuk mendapatkan izin yang mereka perlukan maka perlu disusun suatu sistem administrasi yang baik sehngga dapat menentukan peran dan wewenang dalam pelaksanaan penerbitan izin dengan hubungannya dengan pengelolaan lingkungan hidup. Sistem administrasi yang baik tentunya mempunyai peran yang sangat penting untuk dijadikan pedoman dari setiap aparatur pemerintah dan secara kelembagaan untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya untuk melayani masyarakat. Hal ini dipandang dari aspek ekonomi, sosial politik dan lingkungan dari setiap kelembagaan sehingga tercipta hubungan yang baik dengan masyarakat.
3. Kurangnya sosialisasi dari instansi yang berwenang mengenai pentingnya pengelolaan lingkungan hidup. Permasalahan mengenai kurangnya sosialisasi dari instansi yang berwenang mengenai pentingnya lingkungan hidup bagi masyarakat dan pihak pelaku kegiatan usaha dan/atau kegiatan merupakan permasalahan yang seharusnya tidak perlu terjadi. Hal ini disebabkan karena pemerintah dengan diwakilkan oleh instansi yang berwenang untuk itu telah memiliki tanggungjawab untuk memberikan informasi dan melakukan pengawasan yang baik kepada segala jenis usaha dan/atau kegiatan yang terjadi di lingkungan masyarakat.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
Sosialisasi ini diperlukan untuk memberitahukan bahwa pengembangan lingkungan tidak cukup hanya mengatur mengenai pengelolaan sumberdaya alam secara bertanggungjawab, tetapi harus didukung oleh partisipasi masyarakat yang dilengkapi dengan langkah-langkah usaha pengembangan konsumsi dan pola hidup yang wajar sesuai dengan kemampuan daya dukung alam demi menjaga kelestarian lingkungan hidup..
4.
Keterbatasan Biaya Keterbatasan biaya dalam pengelolaan lingkungan hidup merupakan
permasalahan klasik yang saat ini sedang dialami oleh pemerintah daerah dalam menjalankan program-program pengembangan dan pelestarian lingkungan hidup tidak berjalan dengan baik. Hal ini memicu terjadinya penurunan kualitas lingkungan hidup sebagai akumulasi dari pemanfaatan sumber daya alam akibat dari proses pembangunan di daerah yang tidak memperhatikan kelestarian lingkungan hidup. Jika hal ini terjadi ditengah-tengah masyarakat maka bukan tidak mungkin akan memicu berbagai konflik sosial yang dilatarbelakangi oleh permasalahan lingkungan hidup. Kasus-kasus pencemaran dan/atau perusakan lingkungan akan semakin meluas akibat dari banyaknya bangunan-bangunan, usaha dan/atau kegiatan yang berwawasan lingkungan karena tidak memiliki izin untuk menjalankan usaha danatau kegiatan. Oleh karena itu pemerintah kota Binjai harus segera mengantisipasi dengan melakukan social control bagi segala usaha dan/atau kegiatan yang tidak peduli terhadap Pengelolaan lingkungan hidup.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
5. Lemahnya Aparat dan Penegakan Hukum dalam Penegakan Hukum Lingkungan. Secara konseptual, inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup di dalam masyarakat. Penegakan hukum dapat dijalankan dengan baik apabila SDM dari aparat telah sesuai dengan yang diharapkan sehingga dapat dilakukan berbagai kegiatan kepada masyarakat untuk patuh terhadap aturan-aturan dalam pengelolaan lingkungan hidup, hal ini dapat dilakukan melalui penyuluhan hukum sebagai tindakan preventif, pengawasan dan penindakan sebagai tindakan represif. Oleh karena itu, hukum yang ingin ditegakkan harus baik dan tidak bertentangan satu sama lain, baik secara vertikal daupun horizontal. Selain itu juga harus didukung oleh aparat hukum dan sarana yang memadai. Suatu peraturan perundang-undangan atau hukum dapat dianggap baik dari sudut berlakunya apabila hukum tersebut dapat berlaku secara yuridis, sosiologis, dan filosofis. Penegakan ketentuan hukum yang tidak konsisten terhadap pelaksanaan mengenai sangat pentingnya kepatuhan terhadap hukum lingkungan dalam pengelolaan lingkungan hidup merupakan permasalahan yang saling kait mengkait antara berbagai aspek yang cukup kompleks. Tujuan utama pada penegakan hukum lingkungan itu sendiri pada hakekatnya adalah untuk mempertahankan dan
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
menciptakan kestabilan terhadap perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar yang diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan. Untuk megnantisipasi permasalahan dalam pengekan hukum lingkungan di kota Binjai, pemerintah daerah menerbitkan berbagai peraturan daerah dengan maksud dan tujuan tersebut serta untuk menjaring para pelanggar hukum yang melakukan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. Dengan adanya peraturan daerah terhadap pengelolaan lingkungan hidup ini diharapkan pelanggaran terhadap penegakan hukum lingkungan dapat segera ditindak dan ditertibkan oleh aparat penegak hukum. Oleh karena itu diperlukan sanksi yang cukup keras untuk mengatur mengenai pelanggaran terhadap ketentuan yang mengatur tentang pelaksanaannya. Hal ini tentunya dimaksudkan agar kesadaran masyarakat akan perlunya peraturan terhadap pengelolaan lingkungan hidup dan pentingnya penegakan hukum lingkungan dalam kehidupan manusia terus ditumbuh kembangkan melalui penerangan, penyuluhan dan pendidikan dalam dan luar sekolah, pembinaan rangsangan penegakan hukum dan disertai dengan dorongan peran aktif masyarakat (LSM) untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup dalam setiap ekonomi dan sosial. Pelaku yang melakukan tindakan dan/atau usaha pencemaran dan/atau perusakan lingkungan harus segera ditangani dalam upaya penegakan hukum lingkungan. Oleh karena itu penanggulangannya pun beraneka ragam, mulai dari penerangan atau penyuluhan hukum sampai pada penjatuhan sanksi apabila terjadi
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
pelanggaran. adapun upaya yang dapat dilakukan adalah dengan melalui berbagai instrumen hukum, yaitu Administrasi (Tata Usaha Negara), Pidana ataupun Perdata
:
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari uraian dalam tulisan ini, maka dapatlah diberikan kesimpulan demi menjawab permasalahan, yaitu : 1. Otonomi daerah telah memberikan kewenangan penuh kepada setiap pemerintah daerah secara proporsional untuk mengembangkan potensi yang ada dalam proses pembangunan yang terencana dengan baik, realistik dan strategik dan bernuansa lingkungan yang dalam jangka panjang dapat menjamin pemanfaatan sumberdaya alam secara berkelanjutan. Oleh karena itu peran pemerintah daerah kota Binjai dalam perumusan kebijakan pengelolaan lingkungan hidup sangat diperlukan untuk mengurangi terjadinya dan pemanfaatan sumberdaya alam dengan tetap memperhatikan
memperhatikan
prinsip
pembangunan
berkelanjutan,
penghormatan hak-hak asasi manusia, demokrasi, kesetaraan gender dan pemerintah yang baik. 2. Pelaksanaan kebijakan pengelola lingkungan hidup di kota binjai merupakan bagian dari pembangunan nasional yang sejalan dalam rangka implementasi otonomi daerah, berbagai kebijakan dan program yang telah dilakukan bertujuan dalam rangka peningkatan pembangunan daerah yang berwawasan lingkungan dengan tetap beracuan kepada Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi sumberdaya alam dan lingkungan serta memberikan kesempatan kepada
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
masyarakat adat dan lokal untuk dapat berperan aktif sehingga pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan di kota Binjai dapat tetap terjamin.
B. Saran-Saran 1. Dalam
penerapan
otonomi
daerah
pemerintah
daerah
diharapkan
mengembangkan potensi sumberdaya alam yang ada untuk menunjang pembangunan berkelanjutan yang meliputi aspek pelestarian, kesejahteraan sosial dengan melakukan : a. memperluas area hutan kota; b. meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat dalam pengurusan izin; c. melakukan sosialisasi yang rutin kepada masyarakat dan pelaku usaha dan/atau kegiatan terhadap pentingnya pengelolaan lingkungan hidup. 2. Diharapkan kepada pemerintah daerah Kota Binjai setiap mengeluarkan kebijakan yang berkaitan dengan proses pembangunan daerahnya tetap memperhatikan aspek pengelolaan lingkungan hidup dan melibatkan peran serta masyarakat untuk aktif dalam pengelolaan lingkungan hidup, sehingga secara dini dapat diantisipasi munculnya permasalahan dan resiko lingkungan yang negatif.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
DAFTAR BACAAN A. Buku-Buku Abdurrahman, Pengantar Hukum Lingkungan Indonesia. Bandung: Alumni, 1983. Absori, Penegakan Hukum Lingkungan & Antisipasi dalam Era Perdagangan Bebas. Yogyakarta: Muhammadiyah University Press, 2000. Alvi Syahrin, Tindak Pidana Lingkungan Hidup. Medan: Fakultas Hukum USU, 1997. Amsyari, Fuad, Prinsip-Prinsip Masalah Pencemaran Lingkungan. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1981. Alam Setia Zain, Hukum Lingkungan Konservasi Hutan, Rineka Cipta, 1997. Arifin, Syamsul, Upaya Penegakan Hukum Lingkungan dalam Mewujudkan Pembangunan Berwawasan Lingkungan di Sumatera Utara. Medan: Pustaka Bangsa Press, 2004. Bismar Nasution, dkk., Perilaku Hukum dan Moral di Indonesia, Kumpulan Tulisan 70 Tahun Prof. Muhamamad Abduh, SH. Medan: USU Press, 2004. Bapedaldasu bekerjasama dengan Lembaga Penelitian USU, Prosedur Penegakan Hukum Lingkungan Hidup. Medan: t.p., 2002. Harahap, M. Yahya, Beberapa Tinjauan tentang Permasalahan Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1997. Hardjasoemantri, Koesnadi, Hukum Tata Lingkungan, Edisi ke-7. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1999. Kamelo, Tan, Butir-Butir Pemikiran Hukum Guru Besar Dari Masa ke Masa, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Fakultas Hukum USU 1979-2001. Medan: Pustaka Bangsa Press, 2003. Mochtar Kusumaatmadja, Hukum, Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional Suatu Uraian tentang Landasan Pikiran Pola dan Mekanisme Pembaharuan Hukum Indonesia. Jakarta: Bina Cipta, 1976. Mertokusumo, Sudikno, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar). Yogyakarta: Liberty, 1988.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
M. Hamdan, Tindak Pidana Pencemaran Lingkungan Hidup, Bandung: Mandar Maju, 2000. Munadjat Danusaputro, Hukum Lingkungan, Buku I Umum, Bandung : Binacipta, 1981. -----------------, Bunga Rampai Hukum Lingkungan I, Jakarta : Binacipta, 1984. Moleong, Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 1998. Nasution, Bismar, dkk., Perilaku Hukum dan Moral di Indonesia, Kumpulan Tulisan 70 Tahun Prof. Muhamamad Abduh, SH. Medan: USU Press, 2004. Patterson, Edwin, Law in a Scientific Age. New York: Columbia University Press, 1963. Rasjidi, Lili dan Putra, I.B. Wiyasa, Hukum Sebagai Suatu Sistem. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993. R M. Gatot P Soemartono, Mengenal Hukum Lingkungan Indonesia, Sinar Grafika, 1991. Santoso, Mas Achmad, Penegakan Hukum Lingkungan Administratif, Pidana dan Perdata Berdasarkan Sistem Hukum Indonesia. 2000. ---------------, Peran Serta Masyarakat dalam Pengendalian Dampak Lingkungan, Jakarta : Indonesian Centre for Environmental Law, 1995. Sunoto, 1997, Analisis Kebijakan dalam Pembangunan Berkelanjutan, Bahan Pelatihan Analisis Kebijakan Bagi Pengelola Lingkungan, Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, Jakarta. Schaffmeister, E., Kekhawatiran Masa Kini (Pemikiran Mengenai Hukum Pidana Lingkungan Dalam Teori dan Praktek). Diterjemahkan oleh Tritam P. Moeliono, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1994. Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press, 1984. ----------------, Pembangunan Berkelanjutan (Perkembangannya, Prinsip-Prinsip dan Status Hukumnya). Medan: Fakultas Hukum USU, 1999.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
----------------, Pengaturan Hukum dan Kebijakan Pembangunan Perumahan dan Permukiman Berkelanjutan. Medan: Pustaka Bangsa Press, 2003.
B. Makalah Arifin, Syamsul, “Peraturan Perundang-undangan Pengelolaan Lingkungan Hidup”, Makalah Materi Kursus Dasar-Dasar Amdal Tipe A, Tanggal 10 s/d 20 Maret 2003. (Angkatan VI). Hamid, Hamrat, Penegakan Hukum Lingkungan Melalui Tindakan Administrasi Negara, Perdata, dan Pidana. Makalah Seminar Hukum Lingkungan Fakultas Hukum UNS, Surakarta, tanggal 21 Pebruari 1992. Staudinger, Jeff, RCRA Enforcement : Problem and Reform, dalam Stanford Environmental Law Society, Strategis for Environmental Enforcement. The Stanford University School of Law Environmental and Natural Resources, Stanford University, 1995.
C. Peraturan Perundang-Undangan Undang–Undang Dasar 1945 (Hasil Amandemen) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008