PEMANFAATAN EKSTRAK DAUN PARENGPENG (Macaranga javanica Blume Mull. Arg) SEBAGAI SENYAWA ANTIMIKROBA PADA NIRA AREN DAN PENGARUHNYA TERHADAP MUTU GULA SEMUT YANG DIHASILKAN
LIDIA CHRONIKA SIMANJUNTAK
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis tentang Pemanfaatan Ekstrak Daun Parengpeng (Macaranga javanica Blume Mull. Arg) Sebagai Senyawa Antimikroba Pada Nira Aren dan Pengaruhnya Terhadap Mutu Gula Semut yang Dihasilkan adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor,
Juni 2013
Lidia Chronika Simanjuntak NIM F351090021
RINGKASAN
LIDIA CHRONIKA SIMANJUNTAK. Pemanfaatan Ekstrak Daun Parengpeng (Macaranga javanica Blume Mull. Arg) Sebagai Senyawa Antimikroba Pada Nira Aren dan Pengaruhnya Terhadap Mutu Gula Semut yang Dihasilkan. Dibimbing oleh LIESBETINI HARTOTO dan MUHAMMAD ROMLI. Tanaman aren merupakan tanaman penghasil nira yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan gula aren atau gula semut. Kendala yang ditemukan pada pemanfaatan nira aren tersebut adalah lamanya penyadapan dan jauhnya jarak yang ditempuh ke tempat pengolahan, sehingga diperlukan upaya pengawetan nira aren agar tidak mudah rusak. Alternatif pengawetan gula nira tanpa merusak komposisi dan kandungan gizi adalah dengan menambahkan zat aktif yang ada pada tanaman parengpeng (Macaranga javanica Blume Mull. Arg) karena mengandung senyawa bioaktif dan belum banyak diekploitasi dalam penelitian ilmiah. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji efektivitas ekstrak parengpeng sebagai pengawet nira aren sebelum diolah lebih lanjut menjadi gula semut. Penelitian ini dimulai dengan tahap pembuatan ekstraksi daun parengpeng, penentuan kandungan fitokimia, penentuan Minimum Inhibitory Concentrate (MIC) dengan Metode Kontak, dan pembuatan gula semut dengan penambahan ekstrak parengpeng pada konsentrasi terpilih. Rancangan percobaan pada penelitian ini menggunakan rancangan lengkap (RAL) dengan (2) faktor, yaitu konsentrasi ekstrak parengpeng (0%, 6%, 9% dan 12%) dan waktu inkubasi (selama 13 jam). Proses ekstraksi komponen aktif ekstrak parengpeng dilakukan dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol menghasilkan total rendemen sebesar 16.03%. Hasil analisis fitokimia menunjukkan ekstrak parengpeng mengandung flavonoid, saponin, steroid dan tanin. Konsentrasi ekstrak parengpeng yang digunakan sebagai pengawet pada pembuatan gula semut melalui perhitungan nilai MIC adalah konsentrasi 6%. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh bahwa pengaruh penambahan 6% ekstrak parengpeng pada pembuatan gula semut berpengaruh nyata terhadap pH awal nila aren yaitu pH 7, kadar asam 0.22%, total mikroba menurun menjadi 103 CFU/g, warna gula semut agak coklat, aroma agak langu, tekstur agak keras, rasa agak pahit, memiliki aftertaste pahit, dan berdasarkan uji organoleptik tingkat kesukaan pada level agak tidak suka. Key word: Macaranga javanica (Blume) Mull. Arg, antimikroba, MIC, gula semut.
SUMMARY
LIDIA CHRONIKA SIMANJUNTAK. Study of The Benefits of Adding Macaranga javanica (Blume) Mull. Arg Leaf Extract and Its Effect on The Quality of Palm Sugar. Supervised by LIESBETINI HARTOTO and MUHAMMAD ROMLI. Aren plant is that produce sap as raw material for for palm sugar. The problems found in the use of palm juice is the time of process is very long and the distance between plantation and factory is too far. So that, new alternative is needed to overcome this problem. One of the solution is to add active ingredient from Macaranga javanica (Blume) Mull. Arg plant (parengpeng). The aim of this research is to investigate affectivity of parengpeng extract to preserve palm sap before actual produce palm sugar. The steps of this research is extraction of parengpeng, the determination of phytochemical content, the determination the determination of Minimum Inhibitory Concentrate (MIC) with the method of contact, and the manufacture of palm sugar with the addition of parengpeng extract at the concentration elected. The result showed that addition of 6% parengpeng will inhibits damage to palm sap. Total microbe count is significantly decrease compared to non-added palm sap. This also affecting the pH and acidity degree of palm sap mixture. The result showed more stable existence of acid material which also gives more stable fluctuation of mixture’s pH degree. The sensory properties however showed slightly undesired changes which are the color are less brown and have bitter taste. Organoleptic test showed slight decrease taste from the panelist compared to sugar available in the market produced by people in parigin village. Keyword : Macaranga javanica (Blume) Mull. Arg, antimikroba, MIC, palm sugar
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PEMANFAATAN EKSTRAK DAUN PARENGPENG (Macaranga javanica Blume Mull. Arg) SEBAGAI SENYAWA ANTIMIKROBA PADA NIRA AREN DAN PENGARUHNYA TERHADAP MUTU GULA SEMUT YANG DIHASILKAN
LIDIA CHRONIKA SIMANJUNTAK
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Prayoga Suryadarma, MT
Judul Tesis : Pemanfaatan Ekstrak Daun Parengpeng (macaranga javanica Blume Mull. Arg) Sebagai Senyawa Antimikroba Pada Nira Aren dan Pengaruhnya Terhadap Mutu Gula Semut yang Dihasilkan Nama : Lidia Chronika Simanjuntak NIM : F351090021
Disetujui oleh
~~
Komisi Pembimbing
-----
Dr Ir Liesbetini Hartoto, MS Ketua
ll>S~ Prof Dr Ir Muhammad Romli, MSc ST Anggota
Diketahui oleh Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian
Dr Ir Machfud, MS
Tanggal Ujian: (28 Juni 2013)
Dr If Dahrul Syah, MSc Agr
Tanggal Lulus:
30 JUL 2013
Judul Tesis :.Pemanfaatan Ekstrak Daun Parengpeng (Macaranga javanica Blume Mull. Arg) Sebagai Senyawa Antimikroba Pada Nira Aren dan Pengaruhnya Terhadap Mutu Gula Semut yang Dihasilkan Nama : Lidia Chronika Simanjuntak NIM : F351090021
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Liesbetini Hartoto, MS Ketua
Prof Dr Ir Muhammad Romli, MSc ST Anggota
Diketahui oleh Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Machfud, MS
Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr
Tanggal Ujian: (28 Juni 2013)
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Topik yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari sampai Juni 2012 berjudul Pemanfaatan Ekstrak Daun Parengpeng (Macaranga javanica Blume Mull. Arg) Sebagai Senyawa Antimikroba Pada Nira Aren dan Pengaruhnya Terhadap Mutu Gula Semut yang Dihasilkan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Liesbetini Hartoto, MS selaku ketua komisi pembimbing, serta Bapak Prof. Dr. Ir. Muhammad Romli MSc. ST selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada bapak, ibu, serta seluruh keluarga, teman-teman yang tercinta atas segala doa, dukungan, bantuan dan kasih sayangnya dan juga kepada pihak lain yang turut berperan dalam penelitian dan penyusunan tesis ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
Bogor, Juni 2013 Lidia Chronika Simanjuntak
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian
1 1 4 4 5
2 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Aren Tanaman Macaranga javanica Blume Mull. Arg Nira Aren Kerusakan Nira Aren Mikroba Perusak dalam Nira Aren Saccharomyces cerevisiae Leuconostoc mesenteroides Lactobacillus delbrueckii Ekstraksi Mekanisme Kerja Penghambatan Zat Aktif 3 METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan Alat Tahap Penelitian Prosedur Analisis Data
6 6 7 8 9 9 10 11 12 13 14 16 16 16 16 17 22
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi Senyawa Aktif Analisisi kualitatif dan kuantitatif Fitokimia Ekstrak Penentuan Nilai Minimum Inhibitory Concentrate (MIC) Sifat dan karasteristik nira aren Pertumbuhan Total Mikroba Pada Nira Aren Selama Inkubasi 13 jam Pertumbuhan Jumlah Khamir pada Nira Aren Selama Inkubasi 13 jam Pertumbuhan Jumlah BAL pada Nira Aren Selama Inkubasi 13 jam Perubahan Total Gula Parengpeng Perubahan Kadar Total Asam Selama Inkubasi 13 jam Uji Aktivitas Ekstrak Parengpeng Terhadap nilai pH Nira Aren
23 23 24 28 29 30 31 32 33 35 36
Hubungan Antara pH, Kadar Asam Dan Bakteri Asam Laktat Kimia Karakteristik Gula Semut Komposisi dan Sifat Kimia Gula Semut Karakteristik Organoleptik Gula Semut Parengpeng Mutu Hedonik Uji Hedonik (Kesukaan) Analisis Warna Gula Semut Indikator Kerusakan Makanan Oleh Mikroba Kajian Potensi Gula Semut Ekstrak Daun Parengpeng Sebagai Gula Fungsional
37 38 38 39 41 42 43 44
5 SIMPULAN DAN SARAN
46
Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA
46 46 47
LAMPIRAN
56
RIWAYAT HIDUP
77
DAFTAR TABEL
1 2 3 4 5 6 7
Hasil Analisis Kuantitatif Fitokimia Ekstrak Daun Parengpeng Hasil Analisis Kuantitatif Fitokimia Ekstrak Etanol Daun Parengpeng Karaksteristik nira aren dari Desa Pegradin Hasil Analisis Kimia Pada Gula Semut Ekstrak Daun Parengpeng Komposisi Gula Semut Ekstrak Etanol Daun Parengpeng Analisis Warna gula semut dengan nilai L, a, dan b Hasil Analisis Mikroba Gula Semut Ekstrak Etanol Daun Parengpeng 6% Setelah Disimpan Selama 10 Bulan 8 Hasil Analisis Kuantitatif Fitokimia Gula Semut Ekstrak Parengpeng 6%
25 28 29 38 39
42 44 44
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Pohon Aren 7 Tanaman Macaranga javanica Blume Mull. Arg 8 Saccharomyces cerevisiae 10 Leuconostoc mesenteroides 12 Lactobacillus delbrueckii 13 Skema Alur Penelitian Kajian Pengawetan Nira Aren Menggunakan Ekstrak Parengpeng 17 Deskripsi Nilai L, a, b pada Pembacaan Chromamater 21 Rendemen ekstrak daun perengpeng 24 Hasil analisis senyawa alkaloid 25 Hasil analisis senyawa flavonoid, saponin dan tannin 27 Hasil analisis senyawa steroid 27 Penentuan Nilai Minimum Inhibitory Concentrate (MIC) 28 Pertumbuhan Total Mikroba Pada Nira Selama inkubasi 13 jam 31 Pertumbuhan Total Khamir selama 13 jam 32 Pertumbuhan Total BAL selama 13 Jam 33 Pengukuran Total Gula Nira Aren Selama 13 Jam 34 Total Asam Pada Nira Selama Inkubasi 13 Jam 35 Perubahan pH Nira Selama Inkubasi 13 Jam 36 Grafik Hubungan BAL, Kadar Asam dan pH 37 Gula semut hasil penelitian 75 Gula semut petani 75 Alat evaporasi yang digunakan untuk memekatkan ekstrak 76
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Fitokimia Ekstrak Daun Parengpeng Uji Aktivitas Antimikroba Prosesur Analisis Kimia Nira Formulir Uji Organoleptik Produk Gula Semut Prosedur Analisis Kimia Gula Semut Nilai MIC ekstrak parengpeng terhadap Mikroba Uji Hasil Analisis sidik ragam terhadap perubahan pH nira aren Hasil Analisis sidik ragam terhadap perubahan total asam Hasil Analisis sidik ragam terhadap perubahan Kadar Gula Hasil Analisis sidik ragam terhadap perubahan MRSA Hasil Analisis sidik ragam terhadap perubahan PCA Hasil Analisis sidik ragam terhadap perubahan PDA Hasil uji beda (T-test) mutu hedonik gula parengpeng
57 59 61 62 64 66 67 68 69 70 71 72 73
RIWAYAT HIDUP
77
Penulis dilahirkan di Sumatra Utara pada tanggal 12 Agustus 1971. Penulis adalah anak bungsu dari enam bersaudara dari keluarga Bapak Salmon Simanjuntak dan Ibu Sabeda Silitonga. Saat ini penulis telah menikah dengan Robert Panjaitan. Penulis menyelesaikan pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Ilmu Biologi Lingkungan di Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta, lulus tahun 2000. Tahun 2009, penulis mendapat tugas belajar untuk melanjutkan pendidikan Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Mayor Teknologi Industri Pertanian. Beasiswa pendidikan Pascasarjana diperoleh dari BPPS Dikti, Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Penulis bekerja sebagai staf pengajar berstatus pegawai negeri sipil di Fakultas Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan Politeknik Negeri Pontianak Kalimantan Barat sejak tahun 2002. Selama bekerja penulis mendapat tugas mengajar matakuliah Pengolahan dan pemanfaatan limbah dan ilmu lingkungan dipoliteknik negeri Pontianak, Kalimantan Barat.
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Tanaman aren (Arenga pinnata Blume Mull. Arg) merupakan tanaman yang banyak tumbuh di Indonesia dan tersebar di wilayah Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara dan Nusa Tenggara Timur. Tanaman aren menghasilkan nira yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan gula aren atau gula semut dan minuman beralkohol. Selain itu, nira aren juga dapat dijadikan sebagai bahan baku penghasil energi misalnya bioetanol. Kelebihan lain tanaman ini adalah tidak mudah terserang hama dan penyakit, sehingga penggunaan pestisida dapat dihindari dan aman bagi lingkungan (DKPJT 2011). Nira aren yang menetes dari tandan bunga aren memiliki pH di atas 7. Proses penyimpanan akan menyebabkan penurunan pH, peningkatan total mikroba dan penurunan kandungan sukrosa. Hal ini dapat diatasi dengan pengolahan langsung nira aren yang baru disadap, misalnya untuk pembuatan gula semut. Gula semut merupakan gula merah yang berbentuk bubuk, sering disebut pula sebagai gula palem (palm sugar). Prospek permintaan pasar terhadap gula semut semakin hari semakin meningkat dan mempunyai peluang ekspor cukup besar karena bernilai ekonomis yang tinggi. Tahun 2012 produksi gula Indonesia hanya mampu mencukupi 60% kebutuhan Nasional dari jumlah konsumen (DJPDN 2012). Pemanfaatan gula semut pada makanan dan minuman digunakan yaitu sebagai bahan pemanis dan juga sebagai bahan tambahan pada industri makanan dan minuman. Nira aren mengandung gula yang cukup tinggi, sehingga mudah dirusak oleh mikroba kontaminan. Phaichamnan et al. (2010) melakukan penelitian terhadap perubahan nira yang disimpan pada suhu ruang yang steril. Hasil penelitian tersebut menunjukkan kerusakan nira akibat pencemaran oleh mikroba terjadi pada saat penyadapan dan penyimpanan sebelum nira diolah lebih lanjut. Naknean et al. (2010) menyebutkan jenis mikroba yang mengkontaminasi nira antara lain Saccharomyces cerevisiae dan Saccharomyces carlbergensis var alkoholophila. Mikroba tersebut akan memanfaatkan gula dan menghasilkan alkohol dan selanjutnya teroksidasi menghasilkan asam asetat. Selain itu terdapat juga bakteri yang dapat merusak nira aren, seperti Leuconostoc mesenteroides dan Lactobacillus delbrueckii yang menghasilkan asam laktat. Dengan demikian, terjadinya kerusakan pada nira aren ditandai dengan menurunnya nilai pH, sebagai akibat terbentuknya asam. Kondisi ini dapat menyebabkan produk gula aren yang dihasilkan menjadi lunak akibat sukrosa terkonversi menjadi glukosa dan fruktosa oleh mikroba. Selain itu, bila pH nira aren rendah maka akan menyebabkan warna gula yang diproduksi menjadi coklat pucat (Manel et al. 2010). Warna gula aren menurut SNI 01-3743-1995 adalah kuning sampai kecoklatan. Kendala lain pada pemanfaatan nira aren tersebut adalah lamanya penyadapan dan jauhnya jarak yang ditempuh ke tempat pengolahan, sehingga diperlukan upaya pengawetan nira aren agar tidak mudah rusak. Selain itu, upaya pengawetan perlu dilakukan untuk mempertahankan kualitas nira aren agar selalu stabil dan tidak berubah komposisinya sebelum dilakukan pengolahan. Menurut
2
Tranggono et al. (1990) pengawetan gula aren sebaiknya dilakukan dengan menambahkan zat pengawet alami dan memiliki dampak positif bagi kesehatan, bukan dari bahan pengawet kimia atau yang tidak aman bagi manusia. Sejak dahulu, para penyadap nira telah melakukan pengawetan terhadap nira yang disadap. Beberapa bahan alami yang digunakan untuk mengawetkan nira aren secara tradisional adalah akar kawao, kulit dan buah manggis, laru, kulit batang kosambi, daun jambu mete, tangkai dan kulit batang nangka, serta kulit batang ralu. Selain itu juga dapat dilakukan pengawetan dengan cara memanaskan terlebih dahulu nira sampai mendidih agar nira aren dapat bertahan sampai beberapa jam sebelum aren tersebut diolah. Hasil pengawetan ini belum optimal, karena nira aren bila dibiarkan beberapa jam saja akan cepat mengalami kerusakan menjadi asam (Sedarnawati 1999). Penelitian pengawetan nira aren yang dilakukan oleh Lalujan (1995) dengan menggunakan bahan kimia natrium metabisulfit, natrium benzoat dan kalsium oksida menunjukkan perbedaan hasil pada pH setelah diinkubasi selama 48 jam. Penambahan bahan kimia natrium metabisulfit menyebabkan penurunan pH dari 7,8 menjadi 7,3. Pada Penambahan natrium benzoat pH berubah dari 6,6 menjadi 6,4. Sebaliknya penambahan kalsium oksida akan meningkatkan pH nira aren dari 7,0 hingga 8,5 serta nira aren menjadi berwarna kuning, mempunyai rasa pahit, dan bau yang tidak sedap. Marsigit (2005) telah melakukan penelitian pengawetan nira aren dengan menggunakan beberapa bahan pengawet seperti buah safat, deterjen, biji jarak, biji kemiri dan minyak kelapa. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa penambahan zat pengawet tersebut dapat mencegah kerusakan nira dan mempertahankan pH nira aren dan memenuhi syarat untuk diolah menjadi gula. Kelemahan dari perlakuan menggunakan zat pengawet biji kemiri dan minyak kelapa adalah menyebabkan kadar padatan tak terlarut gula semut tidak memenuhi syarat mutu SNI. Demikian juga perlakuan buah safat dan deterjen tidak efektif untuk mencegah kerusakan nira dan gula semut yang dihasilkan tidak memenuhi syarat mutu SNI yakni kadar gulanya lebih rendah akibat sudah terdegradasi. Di samping itu detergen tidak dianjurkan sebagai zat pengawet makanan sesuai dengan peraturan Depertemen Kesehatan RI tentang zat pengawet. Peneliti lain melakukan pengawetan nira aren dengan menggunakan asap cair tempurung kelapa. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa setelah dilakukan pengawetan lebih dari 9 jam, terjadi penurunan dari pH 7,3 menjadi ± 5,5. Bila dibiarkan sampai keesokan harinya, kerusakan nira terus terjadi, sehingga menurunkan mutu produk gula aren yang dihasilkan (Tubagus 2009). Penelitian produksi gula merah yang diberi tepung kemiri sebagai pengawet pada nira aren yang disimpan selama 8 minggu menunjukkan bahwa perlakuan tanpa penambahan tepung kemiri menyebabkan kadar air dan gula pereduksi yang lebih tinggi dari nira yang diberi tepung kemiri, namun kadar sukrosa mengalami penurunan (Duma 2010). Hal tersebut akan berdampak pada lebih rendahnya rendemen produk gula yang dihasilkan dari nira aren. Berdasarkan hasil-hasil penelitian di atas, dapat dikatakan belum ditemukan pengawet yang efektif mencegah pertumbuhan mikroba, sehingga kerusakan nira aren dapat diminimalkan. Tanamana Macaranga javanica Blume Mull. Arg atau yang dikenal parengpeng (Sunda) termasuk tanaman hutan tropis
3
Indonesia yang mengandung senyawa bioaktif dan belum banyak diekploitasi dalam penelitian ilmiah. Tanaman ini memiliki beberapa senyawa yang dapat digunakan sebagai sebagai bahan baku obat penyembuh beberapa penyakit seperti malaria dan gatal-gatal. Senyawa bioaktif yang terdapat dalam tumbuhan merupakan hasil proses metabolit sekunder tanaman. Senyawa ini bermanfaat bagi kesehatan manusia. Pada tanaman senyawa bioaktif tersebut berfungsi untuk melindungi tanaman dari serangan serangga, bakteri, fungi dan jenis hewan patogen lainnya. Menurut Achmadi et al. (2001), tanaman Macaranga javanica atau yang dikenal parengpeng (Sunda) termasuk tanaman hutan tropis Indonesia yang mengandung senyawa bioaktif. Hasil penelitiannya menunjukkan ekstrak metanol dari kulit kayu Macaranga javanica mengandung senyawa tripernoid, flavonoid, dan tannin. Macaranga javanica merupakan salah satu jenis kerangka hidrokarbon triterpenoid yang mempunyai tiga cincin sikloheksana (cincin A, B, dan C) dan satu cincin siklopentana (cincin D), oleh karena itu termasuk ke dalam golongan triterpenoid tetrasiklik. Senyawa triterpenoid yang secara tentatif diidentifikasi sebagai 3-asetoksi lanost-22-en-24-on. Schutz et al.(1995) menyatakan daun Macaranga pleiostemona mengandung senyawa flavanon yang berfungsi sebagai zat antimikroba terhadap Escherichia coli dan Micrococcus luteus. Macaranga triloba tergolong dalam family Euphorbia. Dinh et al. 2006 dan Zakaria et al. 2010 menyatakan bahwa senyawa flavonoid pada Macaranga triloba terdiri dari 4 golongan. Keempat golongan tersebut terdiri dari 6-prenyl-3'-metoksi-eriodictyol, B-nymphaeol, Cnymphaeol, dan 6-farnesyl-3', 4', 5, 7-tetrahydroxyflavanone. Yazaki et al. (2009) menyatakan flavonoid merupakan senyawa hasil metabolisme sekunder tanaman obat yang mempunyai aktivitas biologis, seperti anti-kanker, anti-androgen, anti-leishmania dan antinitrik produksi oksida. Flavonoid berfungsi sebagai obat-obatan untuk menyembuhkan penyakit dan sebagai makanan fungsional. Basile et al. (1999) menyatakan flavonoid dapat digunakan sebagai senyawa antibakteri seperti Enterobacter cloaceae, Enterobacter aerogenes dan Pseudomonas aeruginosa. Ushio et al. (2011) menyatakan tannin adalah komponen senyawa yang berlimpah pada tanaman. Tanin merupakan hasil metabolisme sekunder dari tanaman berfungsi dalam untuk pengendalian hama herbivora pada tanaman. Senyawa ini terdapat pula pada tanaman parengpeng. Markstadter et al. (2000) menyatakan batang tanaman Macaranga (Euphorbiaceae) mengandung senyawa triterpenoid. Triterpenoid akan membentuk benang seperti kristal lilin pada epicuticular batang yang berfungsi untuk melindungi tanaman dari hama semut. Lim et al. (2009) menyatakan ekstrak metanol daun segar Macaranga gigantea, Macaranga pruinosa, Macaranga tanarius dan Macaranga triloba mengandung senyawa fenol yang bersifat sebagai antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Grampositif. Daun parengpeng secara tradisional telah digunakan oleh masyarakat di Desa Pegradin, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor sebagai bahan pengawet nira agar nira yang diperoleh tidak cepat rusak. Tanaman ini dapat dikatakan belum banyak dieksploitasi dalam penelitian ilmiah. Penggunaan ekstrak tanaman sebagai senyawa antimikroba lebih praktis oleh karena itu dalam penelitian ini
4
perlu dilakukan penelitian tentang ekstraksi tanaman dengan menggunakan pelarut yang berbeda-beda berdasarkan kepolaritasan, sehingga diharapkan senyawa bioaktif dapat terekstrak dengan baik sesuai dengan sifat kepolaran pelarut yang digunakan. Sifat fitokimia kualitatif dan kuantitatif ekstrak daun parengpeng perlu diuji. Selain itu perlu ditentukan konsentrasi ekstrak yang sesuai berdasarkan nilai MIC (Minimum Inhibitory Concentration) terhadap mikroba yang biasa mengkontaminasi nira aren. Penelitian selanjutnya mengkaji pemanfaatan ekstrak daun parengpeng sebagai senyawa antimikroba untuk mengawetkan nira aren sebelum diolah menjadi nira aren.
Perumusan Masalah Nira aren mengandung nutrisi yang cukup tinggi, terutama sukrosa, sehingga bila dibiarkan beberapa jam pada suhu ruang akan mengalami kerusakan. Kerusakan tersebut terutama diakibatkan oleh tumbuhnya mikroba yang merusak nira, dengan mengubah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa dan akan menghasilkan senyawa asam asetat dan asam laktat, sehingga akan mempengaruhi mutu gula semut yang dihasilkan. Oleh sebab itu nira aren perlu diawetkan dengan menggunakan bahan pengawet sebelum nira diolah lebih lanjut menjadi gula semut. Ekstrak daun parengpeng mengandung senyawa anti mikroba yang diduga berpotensi besar untuk mengawetkan nira aren sebelum diolah lebih lanjut. Penyiapan ekstrak parengpeng memerlukan menggunakan pelarut yang sesuai dengan karakteristik kepolaran senyawa aktif yang berfungsi sebagai pengawet. Serbuk parengpeng dibuat dengan cara maserasi yaitu daun terlebih dahulu dikeringkan lalu dihancurkan dan disaring sampai diperoleh ukuran partikel tertentu. Penggunaan parengpeng secara langsung dalam bentuk esktrak sebagai bahan pengawet pada nira aren belum pernah dilakukan. Penggunaan tanaman parengpeng diharapkan dapat menjadi salah satu pengawet alternatif untuk nira aren yang aman dan lebih tergula petani proses penggunaannya. Oleh karena itu, kajian potensi parengpeng sebagai bahan pengawet, serta pengkajian pengaruh ekstrak parengpeng terhadap pertumbuhan mikroba yang merusak nira aren perlu dilakukan. Di samping itu akan diteliti pengaruh pengawetan menggunakan ekstrak parengpeng terhadap produk gula semut yang dihasilkan.
Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah mengkaji efektivitas ekstrak parengpeng sebagai pengawet nira aren sebelum diolah lebih lanjut menjadi gula semut. Sedangkan tujuan khususnya yaitu : 1) Mendapatkan pelarut yang sesuai untuk mengekstraksi senyawa aktif antimikroba pada tanaman parengpeng berdasarkan rendemen yang tertinggi. 2) Menentukan sifat fitokimia secara kualitatif dan kuantitatif ekstrak daun parengpeng.
5
3) Menentukan konsentrasi ekstrak parengpeng sebagai pengawet alami nira melalui perhitungan nilai MIC terhadap mikroba yang ditentukan dan selanjutnya mengkaji pengaruh konsentrasi ekstrak daun parengpeng sebagai anti mikroba terhadap perubahan nira aren meliputi total mikroba, jumlah BAL (bakteri asam laktat), jumlah khamir, total gula, total asam, parameter pH. 4) Mempelajari pengaruh penambahan ekstrak parengpeng konsentrasi terpilih terhadap uji organoleptik terhadap mutu hedonik gula semut parengpeng yang dihasilkan terhadap warna, aroma, tekstur, rasa, aftertaste, dan tingkat kesukaan pada tingkat agak tidak suka.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang alternatif bahan yang dapat digunakan untuk mengawetkan nira aren agar lebih tahan dan memiliki kualitas yang baik. Selain itu juga penelitian ini diharapkan memberikan informasi para petani gula dan industri pembuat gula untuk dapat meningkatkan pemanfaatan bahan lokal yang tidak berbahaya dan bersifat alami sebagai bahan pengawet.
6
2 TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Aren Indonesia sangat kaya akan keanekaragaman hayati yang terdiri atas flora dan fauna. Salah satu flora jenis pohon yang banyak ditemui di Indonesia adalah tanaman aren (Arenga pinnata). Tanaman aren dapat tumbuh subur di tengah pepohonan lain, di semak-semak, di dataran, lereng bukit, lembah, dan gunung dengan ketinggian hingga 1,400 meter diatas permukaan air laut (mdpl). Akar tanaman ini dapat mencapai kedalaman 6-8 m yang dapat menahan erosi serta sangat efektif menarik dan menahan air. Aren termasuk jenis palma yang banyak kegunaannya sebab seluruh bagian dari tanaman ini dapat dimanfaatkan. Sejak tahun 2007, pemerintah Indonesia mencanangkan program nasional penanaman aren di wilayah Indonesia. Perencanaan program tersebut memicu semangat para petani aren untuk menanam tanaman aren. Permintaan aren tak hanya untuk memenuhi industri gula saja, namun juga untuk industri bioetanol. Diperkirakan luas lahan potensial yang bisa digarap untuk lahan aren sekitar 65.000 hektar (DKPJT 2011). Pohon aren tidak bercabang, tinggi batang mencapai 25 m, diameter 65 cm, sebagian batang berdaun, dibawahnya terdapat pelepah daun yang tepinya sobek-sobek menjadi serabut hitam yang dikenal sebagai ijuk (Gambar 1). Tangkai daun panjangnya mencapai 1,5 m, helaian daun mencapai 145 cm, lebar 7 cm, bagian bawah terdapat lapisan lilin. Pohon Aren berumah satu, tongkol betina dan jantan panjangnya sekitar 2,5 m. Tongkol bercabang satu kali. Bunga jantan berpasangan, panjang 12 sampai 15 mm serta benang sari banyak. Bunga betina berdiri sendiri, bentuk bulat dan bakal buah beruang 3 dengan 3 putik (BPTH 2009). Tanaman aren diklasifikasikan dalam : Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Bangsa : Spadicitlorae Suku : Palmae Marga : Arenga Jenis : Arenga pinnata Merr. Nama umum/dagang : Aren (DKPJT 2011).
7
Gambar 1 Pohon Aren (Arenga pinnata) (http://gulasemutaren.blogspot.com/2004/09/pohon-aren-kawung.html.2012)
Tanaman Macaranga javanica Blume Mull. Arg Tanaman golongan macaranga adalah tanaman pelopor yang tumbuh di daerah tropis yang menyebar di sekitar Asia Tenggara terutama untuk golongan famili Euphorbiaceae (Heil et al.1998). Menurut studi Zakaria et al. (2008) genus Macaranga yang paling banyak ditemukan di pulau Penang adalah jenis Macaranga tanarius dan Macaranga javanica dan jenis paling langka adalah Macaranga amissa. Macaranga javanica termasuk tanaman hutan tropis Indonesia yang mengandung senyawa bioaktif dan belum banyak diekploitasi dalam penelitian ilmiah. Macaranga javanica Muell. Arg adalah tanaman keras dengan tinggi tanaman 12-24 m yang tumbuh di ketinggian 10 m sampai 1100 m di atas muka laut (Gambar 2). Morfologi daun adalah bentuk bulat panjang dengan dasar bulat (deltoid), cukup kecil, sampai 15 cm, biasanya kurang, berambut ketika masih muda dengan panjang 6,525 cm dan lebar 2,5-9 cm. Tangkai daun berwarna merah kecoklatan, berambut dengan panjang 2,512 cm. Morfologi buah berbentuk dua bulatan, berduri pendek dengan ukuran 3 mm x 4 sampai 4,5 mm, dan bijinya berbentuk setengah lonjong, berwarna hitam mengkilat dengan panjang 2,5 – 2,75 mm (Becker et al. 1963). Tanaman parengpeng diklasifikasikan dalam : Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Bangsa : Euphorbiales Suku : Euphorbiaceae Marga : Macaranga Jenis : Macaranga javanica Blume Mull. Arg Parengpeng (Sunda)
8
Gambar 2 Macaranga javanica Blume Mull. Arg http://www.natureloveyou.sg/Macaranga%20heynei/Main.html (2012)
Nira Aren Nira adalah cairan yang keluar dari bunga tanaman palma seperti kelapa, aren, dan siwalan ketika disadap. Cairan yang keluar dari tangkai bunga ini steril, dan oleh masyarakat cairan ini digunakan sebagai bahan baku pada pembuatan gula atau dapat juga digunakan untuk pembuatan produk mimunan beralkohol (tuak) dan asam cuka. Sekalipun cairan yang keluar dari tangkai ini steril, namun cairan ini akan rusak karena adanya fermentasi gula dari sejak awal penyadapan yang disebabkan oleh kontaminasi mikroba selama penyadapan berlangsung. Mikroba akan tumbuh dengan baik karena nira sebagai sumber nutrisi dan akan menghasilkan enzim yang akan mengkonversi sukrosa menjadi gula invert, alkohol dan CO2. Gula invert (glukosa dan fruktosa) dan asam yang terbentuk di dalam nira akan menurunkan mutu gula yang dihasilkan (Yasnil et al. 1997). Komposisi gula pada nira aren tiap tanaman berbeda-beda, hal ini disebabkan oleh perbedaan pohon dan tempat tumbuhnya dan juga disebabkan oleh faktor-faktor lainnya. Menurut Sukriya (1982) komposisi nira aren terdiri dari : protein 0,26 %, sukrosa 10,87%, gula pereduksi 0,13%, vitamin C 1,5%, nilai pH sekitar 7 dan total asam (asam asetat) 0,025%. Nira dapat diolah menjadi produk gula semut. Pada pembuatan gula semut pH nira harus 7 (netral), kemudian nira dimasak sampai kental dengan panas api yang stabil. Setelah nira mencapai kekentalan tertentu, nira kental tersebut dipindahkan ke dalam wadah kemudian didinginkan suhu kamar sampai nira mengeras dan nira dimasukkan ke wadah sentrifus untuk pemecahan menjadi butiran, sehingga terbentuk gula semut yang siap untuk dikemas (Kristina et al. 2007).
9
Kerusakan Nira Aren Amin et al. (2010) menyatakan bahwa nira aren mengandung sukrosa yang cukup tinggi. Sukrosa dalam nira dapat diinversi menjadi glukosa dan fruktosa oleh mikroba yang mengkontaminasi nira. Reaksi konversi sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa adalah sebagai berikut : C12H22O11 Sukrosa
+
H2O
C6H12O6 + C6H12O6 Glukosa Fruktosa
Lee et al. (2010) menyatakan bahwa sukrosa adalah sumber karbon yang sangat disukai oleh mikroba. Pada akhir fermentasi, sukrosa akan membentuk senyawa asam asetat dan asam laktat. Fermentasi nira aren terjadi terutama karena adanya komponen gula yang mudah diuraikan oleh mikroba. Mikroba pengurai pada nira aren terdiri dari golongan khamir (Deryabin et al. 2006). Glukosa dan fruktosa selanjutnya akan dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae menghasilkan etanol (Horvath et al. 2003). Reaksi pemecahan glukosa dan fruktosa adalah sebagai berikut : C6H12O6 + Saccharomyces cerevisiae Glukosa/ Fruktosa
2CO2 + 2C2H5OH Etanol
Oleh bakteri asam asetat, etanol akan dioksidasi menjadi asam asetat dengan persamaan reaksi sebagai berikut : C2H5OH Etanol
+ O2
CH3COOH + H2O Asam asetat
Jenis bakteri pembentuk senyawa asam organik antara lain Streptococcus thermophilus, Lactobacillus delbrueckii subsp. Bulgaricus, Lactobacillus acidophilus dan Bifidobacterium bifidum. Pembentukan senyawa fruktosa dari hasil pemecahan sukrosa oleh Lactobacillus delbrueckii subsp. akan menghasilkan senyawa asam organik yang ditandai dengan penurunan nilai pH netral menjadi kurang dari 4,5 dalam waktu 24-36 jam (Popa et al. 2011), sehingga akan berpengaruh terhadap pembentukan gula semut.
Mikroba Perusak dalam Nira Aren Secara tradisional penyadapan nira dilakukan dengan menggunakan wadah terbuat dari bambu yang dinamakan lodong. Lodong harus dalam keadaan bersih untuk mencegah kontaminasi nira aren. Salah satu cara untuk mencegah kerusakan nira adalah dengan cara mencuci lodong dengan air bersih, kemudian dijemur untuk dikeringkan. Cara ini diharapkan dapat dipertahankan kadar sukrosa dan pH dari nira. Penggunaan lodong secara berulang-ulang akan menyebabkan tingginya kontaminan mikroba pada nira.
10
Perubahan sifat nira aren akibat adanya fermentasi akan tampak setelah satu sampai dua jam setelah tangkai tanaman aren disadap. Perubahan ini antara lain dengan meningkatnya kadar asam-asam organik dan terjadi penurunan pH. Nira aren yang dibiarkan sampai 96 jam dan tanpa adanya penambahan senyawa bioaktif akan menyebabkan nira aren akan mengalami fermentasi menjadi asam laktat, asam asetat dan asam tartarat. Jenis mikroba yang berperan dalam fermentasi nira tersebut antara lain Saccharomyces cerevisiae dan Schizosaccharomyces pombe, Lactobacillus plantarum serta Leuconostoc mesenteroides (Bettcock at al. 1998). Sumanti (1994) menyatakan bahwa perubahan nira aren segar dimulai dari terbentuknya senyawa asam laktat, alkohol dan asam asetat. Jenis bakteri yang mengkontaminasi nira terdiri dari golongan bakteri asam laktat (BAL), khamir dan bakteri asam asetat. Beberapa jenis BAL yang tumbuh pada nira segar adalah Leuconostoc spp dan Lactobacillus spp. Jenis khamir umum yang mengubah menjadi alkohol adalah Saccharomyces cerevisiae. Fermentasi akhir dilakukan oleh Acetobacter spp, Schizosaccha, Pichia spp, Aspergillus, Mucor dan Rhyzopus spp. Jenis mikroba dan jumlah mikroba yang tumbuh pada nira selama fermentasi sangat beragam tergantung komposisi nira, musim dan cara penyadapannya.
Saccharomyces cerevisiae Saccharomyces cerevisiae merupakan khamir yang termasuk ke dalam kelompok Hemiascomytes dan genus Saccharomyces. Sel Saccharomyces cerevisiae pada umumnya berbentuk bulat, berelongasi dan pada umumnya berbentuk pseudomiselium. Reproduksi mikroba ini adalah dengan pembentukan askospora yang diikuti dengan proses konyugasi dan pembentukan sel diploid pada tahap vegetatifnya. Askospora memiliki bentuk oval atau bulat telur (Gambar 3).
Gambar 3 Saccharomyces cerevisiae http://redchinchilla.org/wp-content/plugins/nextgen-gallery/saccharomycescerevisiae (2012) Saccharomyces cerevisiae banyak digunakan dalam industri makanan dan minuman (Vicente et al. 2005). Spesies ini dikenal sebagai khamir yang bersifat fermentatif dan dapat tumbuh dengan cepat pada suhu 20ºC. Khamir ini dapat tumbuh dengan baik karena keberadaan misellium (akar) yang dapat tumbuh
11
dengan cepat dan menghasilkan karbon dioksida. Khamir ini pada industri makanan berfungsi penghasil etanol. Hasil akhir dari fermentasi gula oleh Saccharomyces cerevisiae adalah sitrat, asam suksinat, dan tartarat. Proses fermentasi alkohol oleh Saccharomyces cerevisiae akan menggunakan gula dalam bentuk fruktosa, glukosa dan sukrosa (Li et al. 2010).
Leuconostoc mesenteroides Bakteri asam laktat sering di jumpai di habitat alaminya yaitu pada tanaman yang sudah mati dan juga pada susu. Produk fermentasi yang melibatkan bakteri asam laktat antara lain pikel buah dan sayuran, sauerkraut, kimchi, minuman berarkohol, taucho, miso, tempe, yogurt, keju, yakult dan dadih (Surono 2004). Leuconostoc mesenteroides merupakan bakteri yang tergolong ke dalam genus Leuconostoc. Genus ini bersifat heterofermentatif, memiliki kemampuan memfermentasikan gula menjadi asam laktat dan sejumlah senyawa lainnya seperti asam asetat, etanol, dan karbon dioksida. Dalam proses produksi makanan tertentu Leuconostoc memiliki sifat karakteristik yang sangat penting yang dapat mengubah bahan menjadi produk fermentasi. Sifat karakteristik tersebut diantaranya adalah (1) memproduksi diasetil dan penambah rasa pada produk makanan, (2) toleran terhadap kosentrasi garam, (3) memiliki kemampuan mengawali fermentasi pada sayuran dan cenderung tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan bakteri kompetitif lainnya. Bakteri ini menghasilkan asam laktat yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri non laktat, (4) toleran terhadap konsentrasi gula yang tinggi, (>55-60% untuk Leuconostoc mesenteroides). Hal ini memungkinkan beberapa spesies ini untuk tumbuh pada sirup, kue cair, dan campuran es krim, (5) memproduksi sejumlah gas karbondioksida dari gula yang difermentasi dan menyebabkan rusaknya kualitas keju dan beberapa produk makanan yang lain (Frazier et al. 1978). Leuconostoc mesenteroides merupakan salah satu golongan dari bakteri asam laktat. Bakteri ini bersifat Gram-positif terhadap pewarnaan, bentuk sel bulat (Gambar 4), tidak membentuk spora, tidak bergerak, katalase negatif, tumbuh lebih baik pada kondisi anaerob atau mikroaerofilik dan hidup pada kondisi pH (6.5). Berdasarkan tipe fermentatifnya Leuconostoc mesenteroides digolongkan ke dalam heterofermentatif, dimana glukosa dikonversikan menjadi asam laktat, etanol dan gas CO2 (Hemme et al. 2004). Berdasarkan tipe fermentasi terhadap subtrat, bakteri asam laktat ada dua macam yaitu pertama bakteri bersifat homofermentatif adalah bakteri asam laktat yang mampu mengubah subtrat glukosa 95% menjadi asam laktat, CO2 dan senyawa volatil, kedua bakteri bersifat heterofermentatif adalah bakteri yang dapat menggunakan subtrat gula 90% yang ada pada medium menghasilkan selain asam laktat juga senyawa lain seperti etanol, asam asetat dan CO2 (Rahayu 1992). Bakteri asam laktat tumbuh optimum dengan konsisi lingkungan antara lain kisaran suhu 30ºC sampai 37ºC, pH 3 sampai 8, dan sumber gula pada medium pertumbuhan adalah glukosa dan fruktosa.
12
Berdasarkan kebutuhan oksigen untuk pertumbuhannya bakteri asam laktat (BAL) diklasifikasikan menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah bakteri asam laktat bersifat fakultatif anaerob, dimana bakteri tersebut dapat tumbuh pada lingkungan yang ada atau tidak ada oksigen di lingkungan. Mikroba tersebut antara lain Lactobacillus, Streptococcus, dan Leuconostoc. Kelompok kedua adalah bakteri asam laktat yang bersifat aerob yaitu bakteri hanya dapat tumbuh apabila ada oksigen untuk pertumbuhannya, misalnya Bifidobacterium (Mc Donald et al. 1991).
Gambar 4 Leuconostoc mesenteroides http://cooknkohlmesenteroides.pbworks.com/w/page/16454572/Function (2013)
Lactobacillus delbrueckii Lactobacillus delbrueckii merupakan bakteri Gram-positif berbentuk batang (Gambar 5), tumbuh pada pH 3-5, tetapi tidak tumbuh pada pH 7. Lactobacillus delbrueckii adalah bakteri asam laktat yang termasuk ke dalam famili Lactobacillaceae dan genus Lactobacillus. Bakteri ini pada umumnya memiliki bentuk seperti batang dan silinder dan membentuk rantai pada beberapa spesies. Bakteri kelompok Lactobacillus biasanya bersifat aerofilik, namun ada sebagian kecil yang bersifat anaerob, memiliki karakteristik fisiologi yaitu dapat menghasilkan asam laktat dari fermentasi gula (bakteri heterofermentatif). Selain itu juga menghasilkan sejumlah kecil asam asetat, karbondioksida, dan beberapa produk fermentasi yang lain (Dellaglio et al. 2005). Mikroba ini mampu menggunakan glukosa sebagai sumber energi, hidup pada toleransi pH asam, dan memproduksi senyawa asam laktat (Akpinar et al. 2011). Lactobacillus delbrueckii termasuk ke dalam bakteri heterofermentatif yang dapat tumbuh dengan baik pada suhu 37ºC atau lebih tinggi. Jenis spesies ini dikenal dengan bakteri thermofilik, yaitu bakteri yang dapat tumbuh pada suhu tinggi (Zago et al. 2006).
13
Gambar 5 Lactobacillus delbrueckii http://bioinformatica.uab.es/biocomputacio/treballs00-01/estradaillescas/pag3.htm (2012)
Ekstraksi Ekstraksi merupakan proses pemisahan komponen-komponen terlarut dari campuran komponen tidak terlarut dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Komponen aktif pada tumbuhan dapat dipisahkan dengan cara mengektrasi bahan tanaman tersebut. Zat ekstraktif adalah sejumlah senyawa yang dipisahkan dari beberapa komponen terlarut lainnya. Pelarut organik yang umum digunakan untuk memperoleh ekstrak dari tanaman dan bagian-bagian tanaman lain dari tanaman adalah etil asetat, heksan, petroleum eter, benzene, toluen, etanol, isopropanol, aseton, dan air dan pelarut-pelarut lain tergantung dari jenis komponen aktif yang akan di ekstrak. Wijesekera (1991) menyatakan beberapa faktor yang mempengaruhi proses ekstraksi bahan adalah jenis dan ukuran partikel bahan yang akan diekstrak, proses difusi, pH, ukuran partikel, suhu dan jenis pelarut. Proses ekstraksi yang dilakukan harus cepat, efisien, sederhana dan dapat mengekstrak sebanyak mungkin senyawa yang diinginkan. Untuk mempermudah proses ekstraksi biasanya dilakukan proses preparasi bahan sebelum melakukan ekstrasi melalui pengeringan dan penghancuran dinding sel atau jaringan dengan cara menambahkan enzim atau memperkecil ukuran bahan sebelum diekstrak (Jones et al. 2006). Penghancuran atau memperkecil ukuran bahan berfungsi untuk memperluas permukaan bahan sehingga kontak larutan bahan juga semakin besar, dan akan memberikan hasil ektrak yang lebih tinggi. Beberapa cara dapat digunakan sebelum mengekstrak bahan sehingga diperoleh hasil ekstrasi yang optimum adalah penghancuran, pengeringan, lama ekstraksi, jumlah pelarut, suhu pelarut dan jenis pelarut yang digunakan (Benardini 1983). Pemilihan pelarut untuk mengekstrak tergantung dari sifat zat yang akan dilarutkan karena setiap zat memiliki tingkat kelarutan yang berbeda-beda (Achmadi 1992). Cara ekstraksi bahan dengan pelarut untuk memisahkan komponen aktif pada bahan tanaman menurut Ansel (1989) dapat dilakukan dengan 2 metode : (1) Metode Maserasi : metode ini dilakukan dengan merendam simplisia pelarut yang sesuai disertai dengan pengadukan atau penggojlokan sehingga senyawa aktif dapat tersaring dengan sempurna, (2) Metode Perkolasi : metode ini dilakukan
14
dengan menggunakan penambahan pelarut secara berkesinambungan (continuous extraction process) sehingga senyawa aktif dapat terekstrak dengan sempurna. Dibandingkan dengan cara ekstraksi lain, maserasi dapat mencegah rusaknya senyawa bioaktif. Ekstraksi bahan juga dapat dilakukan dengan bantuan peralatan yang disebut dengan alat Soxhlet. Metode ini disebut dengan Metode Soxhlet dimana pemisahan bahan aktif dilakukan dengan cara pelarut dan simplisia berada pada tempat terpisah dan penyarian terjadi secara berulang dan dilakukan proses pemanasan dan kondensasi pada pelarut, sehingga senyawa aktif dapat tersarikan (Ruiz 2004).
Mekanisme Kerja Penghambatan Senyawa Bioaktif Senyawa antimikroba dapat menghambat dan membunuh mikroba. Mekanisme daya hambat dan daya bunuh senyawa aktif terhadap mikroba dijelaskan oleh Tatiya et al. (2010) dan Oloyede et al. (2012) ada 4 cara yaitu : (1) adanya senyawa bioaktif bila berinteraksi terhadap sel mikroba sehingga menyebabkan dinding sel mikroba menjadi lisis atau rusak dan metabolis sel menjadi terganggu Kerusakan dinding sel ini disebabkan oleh perbedaan konsentrasi di dalam dan diluar dari sel. (2) senyawa bioaktif akan mengubah permeabilitas membran sitoplasma sel mikroba. Salah satu komponen dinding sel yang terdiri dari protein akan mengalami denaturasi dinding sel, sehingga permeabilitas membran menjadi rusak dan mengakibatkan kematian sel tersebut. (3) adanya senyawa bioaktif akan merusak enzim-enzim pada membran sel, contohnya enzim ATPase dan fosfolipase, sehingga pembentukan asam nukleat dan transformasi genetik bakteri terganggu. (4) kerusakan dinding sel terjadi karena senyawa bioaktif mampu mengikat dinding sel, sehingga proses pembentukan struktur dinding sel akan terhambat. Menaga et al. (2012) menyatakan bahwa senyawa bioaktif terpenoid, saponin dan tannin adalah senyawa yang menimbulkan efek lisis pada membran sel hingga menyebabkan kematian pada sel bakteri Gram-positif. Senyawa flavonoid akan mengganggu permeabilitas membran sel E.coli sehingga mengakibatkan membran sel mengalami kebocoran (lisis). Senyawa tannin memiliki sifat antimikroba. Kerusakan membran atau kematian sel terjadi karena adanya interkasi tannin dengan dinding sel bakteri. Senyawa bioaktif ini dapat di gunakan sebagai alternatif obat herbal di masa yang akan datang. Konsentrasi 1% senyawa fenolik akan mengakibatkan lisisnya membran sel. Senyawa tannin dengan sifat kesat (astringent) akan mengakibatkan kematian sel mikroba Staphylococcus aureus. Senyawa fenol yang terdapat pada tanaman Livistona chinensis akan menyebabkan kerusakan pada DNA, enzim dan protein Staphylococcus aureus. Senyawa Fenol akan berinteraksi dengan biomolekul dinding sel, sehingga protein penyusun dinding sel akan mengalami denaturasi. Kerusakan protein dinding sel akan menyebabkan kematian pada sel tersebut (Kaur et al. 2008). Vital et al. (2009) mengemukakan ekstrak etanol daun Chromolaena odorata mengandung senyawa flavonoid, saponin, tannin, steroid dan alkaloid. Hasil penelitiannya menyatakan senyawa bioaktif tersebut dapat menghambat
15
pertumbuhan bakteri seperti Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus, dan Salmonella typhimurium. Bakteri tersebut adalah bakteri yang bersifat Grampositif. Dinding sel bakteri Gram-positif terdiri dari peptidoglikan yang mempunyai fungsi sebagai pengatur permeabilitas membran sel. Lapisan terluar dari sel yang disebut membran sitoplasma berfungsi untuk melindungi sel dari pengaruh luar sel, sehingga sel dapat dilindungi dari infeksi yang disebabkan oleh faktor dan luar sel. Metabolisme sekunder merupakan sistem pertahanan tubuh organisme untuk melawan serangga, bakteri, virus, dan fungi. Senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan tanaman antara lain adalah terpenoid, fenol, dan alkaloid, tannin, steroid dan saponin (Vickery at al. 1981). Total flavonoid yang terkandung pada tiap tanaman bervariasi. Terpenoid adalah senyawa yang tersusun dari molekul isoprene CH2=C(CH3)-CH=CH2 dengan kerangka karbon dibangun oleh penyambungan dua atau lebih satuan C5. Terpenoid terdiri dari atas beberapa macam senyawa, mulai dari komponen minyak dan seskuiterpen yang mudah menguap. Alkaloid merupakan senyawa terbanyak yang terdapat dari tanaman, yang umumnya bersifat basa dan mengandung satu atau lebih atom nitrogen. Ekstraksi alkaloid dari jaringan tumbuhan biasanya menggunakan pelarut alkohol yang bersifat basa lemah kemudian diendapkan dengan penambahan amoniak pekat. Fungsi alkaloid pada tanaman masih belum jelas, diduga sebagai pengatur tumbuh atau penghalang atau penarik serangga. Tannin ditemukan hampir di setiap bagian dari tanaman. Tannin merupakan salah satu senyawa metabolit sekunder yang disintesis oleh tanaman. Tannin tergolong senyawa polifenol. Tannin dibagi dalam 2 kelompok, yaitu tannin yang mudah terhidrolisis dan tannin yang terkondensasi. Tannin dapat bereaksi dengan komponen dinding sel mikroba, sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Steroid merupakan salah satu dari bahan bioaktif yang terdapat pada makhluk hidup. Steroid merupakan terpenoid yang memiliki karakteristik 4 cincin karbon yang menentukan jenis dari steroid tersebut. Steroid berfungsi sebagai hormon. Steroid adalah kelompok lipofilik terdiri dari strogen, androgen, gestagens dan kortikosteroid dan berasal adalah kolesterol. Saponin merupakan glikosida berasal dari tanaman. Saponin berfungsi sebagai pelindung tanaman dari serangan kapang. Biosintesis saponin pada tanaman berpotensi untuk pengendalian penyakit tanaman (Harbone 1996).
16
3
METODOLOGI UMUM
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan Januari sampai Juni 2012. Pembuatan ekstrak parengpeng dan beberapa analisis seperti analisis total asam, total gula, uji mikrobiologi dan pengukuran pH dilakukan di Laboratorium Kimia PAU (Pusat Antar Universitas) IPB Bogor. Uji fitokimia parengpeng dilakukan di laboratorium Pusat Studi Biofarmaka IPB Baranangsiang, Bogor. Identifikasi tanaman parempeng dilakukan di Pusat Penelitian Biologi LIPI Cibinong. Pembuatan gula semut dilakukan langsung di Desa Pegradin, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor.
Bahan Bahan-bahan yang digunakan berupa : daun tanaman parempeng, nira aren segar, alkohol 70%, akuades, medium nutrient agar (NA), medium nutrient browth (NB), medium deMan’s Rogosa Sharpe Agar (MRSA), medium deMan’s Rogosa Sharpe Broth (MRSB), medium potato dextrose agar (PDA), medium Plate Count Agar (PCA), asam tartarat, kultur murni berupa Lactobacillus delbrueckii, Leuconostoc mesenteroides,dan Saccharomyces cerevisiae.
Alat Alat yang digunakan berupa blender, labu erlemeyer, shaker, kertas Bolmant, corong, pipet ukur, destilator, oven, dan spektrofotometer untuk analisis kimia, autoclave, inkubator, cawan petri, tabung reaksi, pipet mikro, pembakar Bunsen dan jarum Ose.
17
Tahap Penelitian Tahapan penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada diagram alur penelitian pada Gambar 6.
Identifikasi tanaman parengpeng T A H A P I
Pemilihan jenis pelarut
Ekstraksi dengan 3 jenis pelarut : Etanol ( polar), Heksana (non polar), Etil asetat (semi polar)
Ekstrak dengan pelarut terpilih (rendemen terbesar)
T A H A P II
T A H A P
Uji aktifitas antimikroba (penentuan MIC) : Lactobacillus delbrueckii, Leuconostoc mesenteroides Saccharomyces cerevisiae
Uji Fitokimia Flavonoid Alkaloid Tannin Saponin Steroid Triterpenoid
MIC terpilih ( 6%) III Aplikasi ekstrak daun parengpeng terhadap nira aren selama 13 jam terhadap : total mikroba, jumlah BAL, jumlah khamir, Total gula, Total asam dan pH
T A H A P IV
Pembuatan gula semut berdasarkan MIC terpilih
Penentuan mutu gula semut dan Uji organoleptik
Gambar 6 Skema Alur Penelitian Kajian Pengawetan Nira Aren Menggunakan Ekstrak Parengpeng
18
Penelitian ini dilakukan dalam 4 tahap yaitu :
Tahap I Determinasi Daun Parengpeng Daun parempeng diambil dari Desa Pegradin, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor. Determinasi tanaman dilakukan di Pusat Penelitian Biologi LIPI Cibinong. Sebelum diekstrak, daun terlebih dahulu disortir untuk mendapatkan kualitas daun yang baik. Pemilihan daun didasarkan keseragaman ukuran, umur, warna dan bentuk daun. Selanjutnya daun dipisahkan dari tangkai dan kemudian daun dikeringkan menggunakan oven pada suhu 50 °C selama 24 jam. Daun yang sudah kering selanjutnya dihancurkan dengan menggunakan hammer mill. Proses ekstraksi daun parempeng dilakukan dengan cara maserasi menggunakan pelarut yang memiliki polaritas berbeda, yaitu pelarut heksana (nonpolar), etil asetat (semipolar) dan etanol (polar). Ekstraksi dilakukan pada suhu ruang selama 24 jam. Proses ekstraksi diawali dengan perendaman serbuk daun parengpeng sebanyak 25 g direndam dalam pelarut heksana, etil asetat dan etanol dengan perbandingan 1:10 (b/v) sambil di kocok dalam shaker. Campuran tersebut kemudian disaring dengan kertas Bolmant dan selanjutnya ampas serbuk daun parengpeng tersebut dimaserasi kembali dengan perlakuan sama seperti di atas. Filtrat yang diperoleh selanjutnya dipekatkan dengan menggunakan vakum evaporator. Filtrat tersebut diambil sebagai ekstrak heksana, ekstrak etil asetat dan ekstrak etanol. Ekstrak yang diperoleh digunakan sebagai sampel untuk analisis fitokimia dan pengujian aktivitas lainnya. Harborne (1996) menyatakan rendemen ekstrak dalam persen ekstrak kering (tanpa pelarut) dapat dihitung dengan persamaan : x 100% = Rendemen ekstrak
Tahap II Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Fitokimia Ekstrak Daun Parengpeng Penentuan kandungan fitokimia secara kualitatif dengan metode Harborne, 1996 dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya golongan senyawa aktif yang terdapat pada daun parempeng meliputi alkaloid, flavonoid, saponin, tannin, steroid dan triterpenoid. Prosedur analisis dapat dilihat pada Lampiran 1.
19
Tahap III Penentuan Minimum Inhibitory Concentrate (MIC) Terhadap Bakteri Uji dengan Metode Kontak (Vigil et al. 2005) dan Kajian Pengaruh Penambahan Ekstrak Sebagai Pengawet Nira Aren Selama 13 Jam
Persiapan kultur mikroba Penyegaran kultur mikroba dilakukan dengan menginokulasi mikroba sebanyak 0,1 ml dalam 10 ml nutrient broth (NB), kemudian diinkubasi pada suhu 37ºC selama 24 jam. Setelah inkubasi selama 24 jam, mikroba siap untuk digunakan pada uji MIC selanjutnya. Penentuan MIC (Minimum Inhibitory Concentration) Uji aktivitas mikroba dilakukan dengan menentukan nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC) ekstrak parengpeng terhadap bakteri yang uji. Kultur murni yang digunakan adalah Lactobacillus delbrueckii, Leuconostoc mesenteroides, Saccharomyces cerevisiae. Uji MIC dilakukan untuk mengetahui dosis minimum ekstrak daun parengpeng yang dapat digunakan untuk mengetahui penghambatan pertumbuhan mikroba yang diperoleh dengan menentukan konsentrasi yang menunjukkan penurunan jumlah mikroba uji sebanyak 90-92% (Cosentino et al. 1999). Prosedur penentuan MIC diawali dengan pengambilan inokulum yang telah disegarkan dan dimasukkan ke dalam masing-masing tabung yang telah berisi media dan ekstrak daun parengpeng dengan konsentrasi yang berbeda-beda dan diinkubasikan pada suhu ruang dengan menggunakan shaker kecepatan 150 rpm selama 24 jam. Jumlah koloni yang tumbuh dihitung. Penghitungan jumlah total koloni mikroba yang tumbuh dilakukan dengan metode Bacteriological Analytical Manual (BAM) tahun 2001 (Lampiran 2). Penghitungan penghambatan pertumbuhan mikroba (MIC) menggunakan persamaan berikut : x 100%
(Zuraida 2008)
keterangan: Nt = Jumlah koloni mikroba (Cfu/ml) inkubasi selama 24 No = Jumlah koloni mikroba awal (Cfu/ml) Berdasarkan hasil perhitungan nilai MIC terpilih konsentrasi 6% karena pada konsentrasi tersebut pertumbuhan mikroba pada nira aren sudah terhambat. Penelitian selanjutnya adalah mengkaji pengaruh penambahan konsentrasi ekstrak daun parengpeng senyawa antimikroba untuk mengawetkan nira aren terhadap konsentrasi ekstrak daun parengpeng 0% dan 6% terhadap total mikroba, jumlah bakteri asam laktat dan jumlah khamir pada nira aren tiap 1 jam selama inkubasi 13jam dan konsentrasi ekstrak daun parengpeng 0%, 6%, 9%, 12% terhadap perubahan total gula, total asam dan pH (Lampiran 3).
20
Tahap VI: Pembuatan Gula Dan Analisis Kualitas Gula Uji Organoleptik Mutu Hedonik, Analisis Kandungan Kimia dan uji Kuantitatif Fitokimia Gula Semut Ekstrak Parengpeng Konsentrasi ekstrak parengpeng terpilih yang ditambahkan pada pembuatan gula semut adalah 6 %. Nilai ini diperoleh dari hasil perhitungan nilai MIC dan pertimbangan agar cita rasa gula semut dapat diterima oleh konsumen. Penambahan ekstrak parengpeng sebanyak 6 % berdasarkan uji MIC sudah dapat dikatakan sebagai penghambat pertumbuhan bakteri. Penambahan ekstrak parengpeng dengan konsentrasi lebih tinggi dikhawatirkan dapat menurunkan penerimaan masyarakat terhadap gula semut karena rasanya pahit. Ekstrak daun parempeng yang ditambahkan secara langsung dalam proses penyadapan nira dengan konsentrasi terpilih selanjutnya diolah menjadi gula aren. Gula aren atau gula semut yang dihasilkan kemudian diuji organoleptik. Uji organoleptik yang dilakukan meliputi uji hedonik dan uji mutu hedonik (Rahayu 2001). Uji hedonik adalah uji untuk menilai tingkat kesukaan konsumen terhadap gula semut, meliputi warna, rasa, aroma, dan tekstur. Kedua uji ini dilakukan dengan menggunakan skala 1 sampai 9. Formulir uji organoleptik yang digunakan berupa kuisioner penilaian produk. Hasil uji hedonik digunakan untuk menentukan formula atau produk terpilih berdasarkan nilai rata-rata dan persentase dari masing-masing komponen rasa, warna, aroma dan tekstur. Sedangkan uji mutu hedonik adalah uji untuk mengidentifikasi karakteristik gula semut, meliputi warna, tekstur, rasa, aroma asap, aroma, dan aftertaste. Skala penilaian yang digunakan sama dengan uji hedonik yaitu 1 sampai dengan 9 (Lampiran 4). Panelis yang digunakan terdiri dari 30 panelis semi terlatih. Analisis kandungan kimia gula dilakukan dengan metode Harborne (1996) untuk mengetahui : kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak pada gula semut (Lampiran 5). Analisis Kuantitatif Fitokimia Gula Semut Ekstrak Parengpeng Sebagai Gula Fungsional dilakukan untuk mengetahui kadar saponin, tannin dan flavonoid pada gula semut. Kadar saponn diuji dengan metode TLC scanner, tannin dan flavonoid diuji dengan metode Spektrofotometri. Analisis Warna Gula Semut Analisis warna secara kualitatif pada gula semut ekstrak parengpeng dilakukan untuk melihat pengaruh pengawet ekstrak terhadap warna gula semut. Alat analisis yang digunakan adalah chromameter tipe CR300. Angka hasil pemotretan chromameter CR300 adalah nilai tristimus untuk mengukur warna yang dipantulkan suatu permukaan. Angka yang terukur berupa nilai absolut maupun nilai selisih dengan warna standar. Nilai yang digunakan dalam penelitian ini berupa L, a*, dan b*. Nilai L menginterpretasikan kecerahan, nilai a(+) menginterpretasikan produk memiliki kecenderungan berwarna kemerahan, sedangkan nilai a(-) menandakan produk memiliki kecenderungan berwarna kehijauan. Nilai b(+) menginterpretasikan produk berwarna kekuningan
21
sedangkan nilai b(-) menandakan produk berwarna mengarah pada kebiruan (Yoshimura et al. 2001). Deskripsi Gambar pembacaan nilai L, a*, dan b* dapat dilihat pada Gambar 7 dibawar ini.
Gambar 7 deskripsi Nilai L, a, b pada pembacaan chromamater Keterangan : MU M KM KH H BH B BU
: Merah keunguan : Merah : Kuning kemerahan : Kuning Kehijauan : Hijau : Biru Kehijauan : Biru : Biru Keunguan
22
Prosedur Analisis Data Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini digunakan untuk melihat pengaruh ekstrak parengpeng terhadap perubahan inkubasi nira aren (tahap III) adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial 2 faktor. Faktor pertama adalah faktor A yaitu kosentrasi (%) ekstrak Parengpeng dengan 4 taraf, yaitu konsentrasi 0% (A1), konsentrasi 6% (A2), konsentrasi 9 % (A3) dan konsentrasi 12% (A4). Faktor kedua adalah lamanya inkubasi nira (jam) dengan 13 taraf, yaitu jam ke-0 (B1), jam ke-1 (B2), jam ke-2 (B3), jam ke-3 (B4), jam ke-4 (B5), jam ke-5 (B6), jam ke-6 (B7), jam ke-7 (B8), jam ke-8 (B9), jam ke-9 (B10), jam ke-10 (B11), jam ke-11 (B12), jam ke-12 (B13). Setiap kombinasi faktor perlakuan diulang dua kali. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis ragam (analysis of variance) dengan uji lanjut Duncan. Model rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut (Gomez dan Gomez 1995): Yijk = μ + Ai + Bj + (AB)ij + εijk
Keterangan : Yijk = Hasil pengamatan pada perubahan nira aren (A) taraf ke-i, waktu/jam faktor (B) taraf ke-j = Rata – rata yang sebenarnya Ai = Pengaruh faktor konsentrasi ekstrak parengpeng taraf ke-i (i = 1, 2,3,4) Bj = Pengaruh faktor waktu/jam taraf ke-j (j = 1, 2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13) (AB)ijk = Pengaruh interaksi faktor A taraf ke-i dan faktor B taraf ke-j εijk = Galat satuan percobaan taraf ke-i faktor A dan taraf ke-j faktor B. Rancangan berikutnya yang digunakan untuk mengevaluasi aplikasi MIC yang didapat dari percobaan pertama dalam produksi gula semut adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan 2 perlakuan dan 2 kali ulangan.
Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis menggunakan Sidik Ragam pada tingkat kepercayaan 95% dan uji lanjut Duncan. Analisis data menggunakan software SAS 9.1 dan software SPSS16 untuk melihat hubungan perbedaan mutu hedonik dan hedonik.
23
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ekstraksi Senyawa Aktif Ekstraksi dan identifikasi fitokimia tumbuhan dilakukan dengan metode pemisahan, pemurnian dan identifikasi kandungan yang terdapat di dalam tumbuhan yang dikenal dengan istilah ekstraksi. Proses ekstraksi parengpeng dilakukan dengan metode maserasi. Maserasi merupakan penyarian dengan cara yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk bubuk dalam pelarut. Pelarut akan masuk melalui dinding sel ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif dan akan melarutkan zat aktif dengan adanya perbedaan konsentrasi larutan di luar dan di dalam sel akan mendesak zat aktif keluar sel, sehingga akan terjadi keseimbangan konsentrasi. Perpindahan komponen bioaktif dari dalam bahan sel ke pelarut pada proses ekstraksi dikenal dengan teori difusi. Ekstraksi bahan dioptimalkan dengan pengadukan menggunakan alat shaker (Harbon 1996). Pemilihan metode maserasi dilakukan dengan pertimbangan agar komponen aktif yang terdapat dalam daun parengpeng tidak rusak karena pengaruh panas. Penggunaan suhu tinggi saat ekstraksi dapat merusak beberapa komponen senyawa aktif dalam bahan. Ekstraksi daun parengpeng dilakukan pada kondisi suhu kamar sehingga diharapkan senyawa kimia yang akan diekstrak tidak rusak oleh panas dan diperoleh hasil ekstraksi yang optimal. Ekstraksi daun parengpeng dilakukan dengan menggunakan tiga jenis pelarut. Jenis pelarut yang digunakan adalah berdasarkan tingkat kepolaran yang berbeda. Hal ini bertujuan untuk mengetahui jenis pelarut yang terbaik untuk memisahkan bahan aktif yang terdapat dalam daun parempeng yang belum diketahui tingkat kepolarannya. Jenis pelarut yang digunakan adalah heksana sebagai pelarut non polar, etil asetat sebagai pelarut semi polar dan etanol sebagai pelarut polar. Rendemen ekstrak menggunakan beberapa jenis pelarut dapat dilihat pada Gambar 8. Total rendemen ekstrak daun parengpeng yang diekstrak dengan etanol (ekstrak polar) adalah sebesar 16,03%, ekstrak semipolar (etil asetat) adalah sebesar 12,03% dan ekstrak non polar (heksana) menghasilkan rendemen sebesar 7,02%. Dari hasil perhitungan rendemen di atas terlihat etanol adalah pelarut yang mengekstrak senyawa aktif paling banyak dibandingkan dengan pelarut lainnya. Perbedaan rendemen tiap jenis pelarut disebabkan adanya perbedaan jenis komponen kimia dan perbedaan kelarutan senyawa yang terkandung pada daun parengpeng. Tingginya rendemen ekstrak etanol mengindikasikan bahwa komponen senyawa aktif yang terkandung dalam daun parengpeng sebagian besar merupakan senyawa yang bersifat polar.
24
Rendemen (%)
20 15
10 5 0 Etanol
Etil Asetat
Heksan
Jenis Pelarut
Gambar 8 Rendemen ekstrak daun perengpeng Berdasarkan rendemen dari ketiga jenis pelarut tersebut, maka untuk tahap selanjutnya digunakan pelarut etanol karena memberikan rendemen paling tinggi diantara ketiga jenis pelarut yang digunakan. Selain itu, pelarut etanol merupakan pelarut yang aman digunakan dalam ekstraksi bahan produk makanan. Berdasarkan peraturan Badan Pengawas Obat-obatan dan Makanan (BPOM) 2005, proses ekstraksi pada bahan pangan dan obat-obatan tidak boleh meninggalkan residu pelarut yang bersifat toksik. Etanol adalah salah satu jenis pelarut yang baik dan tidak meninggalkan senyawa toksik yang dianjurkan oleh BPOM sebagai pelarut pada bahan makanan. Penggunaan etanol sebagai pelarut sering digunakan untuk ngekstraksi. Pelarut etanol relatif aman digunakan untuk melarutkan berbagai senyawa organik. Vongsak et al. 2013 menyatakan metode maserasi dengan pelarut etanol untuk senyawa bioaktif sangat direkomendasikan di bidang farmasi. Keunggulan metode ini adalah proses ekstrasi lebih sederhana, aman, ekonomis dan menghasilkan beberapa senyawa bioaktif seperti fenol, flavonoid dan antioksidan. Etanol adalah pelarut yang mempunyai polaritas tinggi sehingga akan menghasilkan ekstrak lebih banyak dibandingkan jenis pelarut organik yang lain. Pelarut etanol mempunyai gugus karboksil (alkohol) sehingga mempunyai sifat polar yang tinggi. Etanol mempunyai titik didih yang rendah dan cenderung aman. Etanol juga tidak beracun dan tidak berbahaya. Berdasarkan hasil perhitungan data rendemen, penelitian selanjutnya penggunaaan pelarut etil asetat (semipolar) dan heksana (non polar) terhadap ekstrak daun parengpeng senyawa antimikroba untuk mengawetkan nira aren tidak diteliti lebih lanjut.
Analisisi Kualitatif dan Kuantitatif Fitokimia Ekstrak Analisis karakterisasi fitokimia daun tanaman parengpeng pada penelitian ini dilakukan secara kualitatif untuk mengidentifikasi adanya senyawa aktif tanaman tersebut. Senyawa fitokimia yang diidentifikasi antara lain alkaloid, flavonoid, saponin, steroid, tannin, dan triterpenoid. Hasil analisis fitokimia ekstrak etanol daun parengpeng disajikan pada Tabel 1. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa senyawa flavonoid, saponin, steroid, dan tannin terindentifikasi positif kuat pada ekstrak etanol parengpeng. Pelarut etanol mampu mengekstrak senyawa yang bersifat polar (saponin, flavonoid, tannin) lebih
25
banyak pada daun daripada senyawa nonpolar (alkaloid dan triterpenoid). Etanol adalah senyawa dengan rumus kimia C2H5OH yang memiliki gugus polar (hidroksil) bersifat polar. Hal ini menyebabkan etanol mampu mengekstrak lebih banyak senyawa yang bersifat polar dibandingkan non polar. Tabel 1 Hasil Analisis Kuantitatif Fitokimia Ekstrak Daun Parengpeng Senyawa Hasil Keterangan Uji Alkaloid Tidak terbentuk endapan warna jingga, putih dan coklat setelah ditambahkan perekasi Dragendroff, Mayern, dan Wagner. Flavonoid +++ Terbentuk berwarna jingga pekat setelah itu ditambahkan dengan 1 ml amil alkohol. Saponin +++ Terbentuk busa yang stabil setelah dikocok selama satu menit. Tannin +++ Terbentuk warna hijau kehitaman setelah ditetesi FeCl3 10 %. Steroid +++ Terbentuk warna hijau tua setelah ditambahkan dengan satu tetes H2SO4 pekat dan satu tetes asam asetat anhidrat. Triterpenoid Tidak memberikan warna merah setelah ditambahkan dengan satu tetes H2SO4 pekat dan satu tetes asam asetat anhidrat. Keterangan:
tanda (-) = tidak terdeteksi tanda (+) = positif lemah tanda (++) = positif tanda (+++) = positif kuat
Alkaloid merupakan senyawa organik yang terdapat pada tumbuhtumbuhan terbentuk sebagai metabolit sekunder. Alkaloid ditemukan pada berbagai organ tumbuhan seperti pada biji, buah, daun, batang dan akar. Pereaksi yang umum untuk analisis alkaloida adalah pereaksi Bouchardat (Iodium dalam kalium iodida), pereaksi Mayer (kalium merkuri iodida) dan Dragendorff (kalium bismuth iodida). Ekstrak daun parengpeng teridentifikasi tidak mengandung senyawa alkaloid. Uji positif senyawa alkaloid ditandai terbentuknya endapan warna berturut-turut jingga, putih dan coklat. Uji alkaloid pada ekstrak daun parengpeng menunjukkan hasil yang negatif karena tidak terbentuk endapan (Gambar 9). Senyawa alkaloid pada daun parengpeng bersifat nonpolar, sehingga ketika ekstraksi daun parengpeng dilakukan dengan pelarut etanol (polar) senyawa alkhaloid tidak dapat terekstrak dengan baik oleh pelarut etanol (Harborne 1996).
Gambar 9 Hasil analisis senyawa alkaloid
26
Flavonoid merupakan senyawa fenol yang terdapat dalam tumbuhtumbuhan dan terikat pada gula sebagai glikosida. Flavonoid golongan fenol merupakan senyawa bersifat antimikroba. Analisis fitokimia senyawa flavonoid menunjukkan bahwa ekstrak daun parengpeng positif kuat mengandung senyawa flavonoid. Hal ini ditunjukkan dengan terbentuknya larutan yang terbentuk berwarna jingga pekat seperti yang terlihat pada Gambar 10. Intensitas warna yang lebih pekat menunjukkan bahwa ekstrak tersebut mengandung senyawa flavonoid dengan konsentrasi yang lebih tinggi. Flavonoid adalah senyawa bioaktif tumbuhan umumnya yang tersebar diseluruh bagian tanaman dan bersifat polar (Harborne 1996). Bila senyawa tersebut terdapat dalam media yang mengandung mikroba maka akan terjadi interaksi antara senyawa flavonoid dengan dinding sel yang mengakibatkan kematian pada sel. Mekanisme kematian sel oleh zat aktif disebabkan oleh interaksi flavonoid dengan dinding sel yang mengakibatkan gangguan terhadap stabilisasi membran sitoplasma, sehingga permeabilitas membran sel akan rusak. Rusaknya dinding sel mikroba akan menyebabkan lisisnya membran sel yang berujung pada kematian sel tersebut. Oleh karena itu, senyawa flavonoid digolongkan sebagai senyawa bioaktif yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba (Satdive et al. 2012). Uji positif senyawa saponin pada suatu sampel dapat dilihat dengan terbentuknya busa yang stabil selama satu menit. Hasil Ekstrak daun parengpeng yang telah dididihkan dan dikocok menghasilkan busa yang cukup banyak (Gambar 10). Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak daun parengpeng mengandung senyawa saponin yang cukup banyak. Semakin banyak busa yang terbentuk ketika dikocok menunjukkan bahwa ekstrak tersebut mengandung senyawa saponin yang lebih tinggi. Saponin adalah senyawa aktif yang mengakibatkan hemolisis pada sel. Saponin bekerja sebagai senyawa antimikroba. Saponin merupakan senyawa bersifat polar yang dapat larut dengan baik pada pelarut etanol (Harborne 1996). Tannin adalah kelompok senyawa aktif yang banyak tersebar pada tumbuhan. Uji kualitatif tannin adalah untuk melihat adanya senyawa tannin pada ekstrak parengpeng. Hasil analisis fitokimia menunjukkan hasil positif apabila senyawa yang terbentuk adalah berwarna hijau kehitaman. Berdasarkan uji kualitatif tannin ekstrak daun parengpeng dapat diketahui bahwa ekstrak membentuk senyawa hijau kehitaman setelah ditambahkan FeCl3 10% (Gambar 10). Penambahan senyawa FeCl3 pada analisis tannin untuk menentukan apakah sampel mengandung gugus fenol. Warna hijau kehitaman atau biru tua menandakan ekstrak mengandung gugus fenol yang cukup banyak karena tannin akan membentuk senyawa kompleks dengan ion Fe (Harborne 1996). Menurut Lin et al. (2005) gugus fenol adalah senyawa bersifat hidrofobik. Senyawa fenol dapat merusak membran sel mikroba. Efek senyawa fenol pada membran sel dengan cara merusak membran sitoplasma sel sehingga akan menghambat pertumbuhan sel mikroba yang pada akhirnya akan menyebabkan kematian pada sel. Senyawa ini dapat digunakan mengendalikan pertumbuhan bakteri asam laktat pada makanan, sehingga senyawa ini dapat digunakan sebagai pengawet makanan pada golongan bakteri asam laktat. Senyawa fenolik merupakan senyawa metabolit sekunder tanaman yang memiliki sifat antimikroba. Pednekar et al. (2012) menyatakan bahwa senyawa tannin dari tanaman Semecarpus anacardium merupakan salah satu senyawa bioaktif yang mengakibatkan protein penyusun dinding sel mikroba mengalami denaturasi atau
27
kerusakan protein pada dinding sel. Kerusakan protein dinding sel akan mengakibatkan metabolisme pembentukan DNA dan pembentukan enzim akan terganggu. Hal ini akan berdampak kematian pada sel mikroba.
Gambar 10 Hasil analisis senyawa flavonoid, saponin dan tannin Analisis steroid pada ekstrak daun parengpeng dilakukan secara kualitatif. Sampel atau produk yang berwarna hijau atau biru setelah adanya penambahan asam sulfat dan asam asetat menunjukkan bahwa sampel tersebut mengandung senyawa steroid (positif kuat). Berdasarkan hasil analisis kualitatif senyawa steroid, ekstrak daun parengpeng menunjukkan warna hijau tua yang mengindikasikan ekstrak daun parengpeng mengandung senyawa steroid. Kepekatan warna ekstrak sampel menentukan kadar steroid pada ekstrak tanaman mengandung senyawa steroid pada ekstrak cukup tinggi. Senyawa steroid yang terdapat pada ekstrak merupakan senyawa polar karena senyawa steroid mampu larut pada pelarut etanol dengan baik. Hal ini dapat terlihat uji positif kuat senyawa steroid pada ekstrak (Harborne 1996). Hasil uji kualitatif senyawa steroid ekstrak daun parengpeng dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11 Hasil analisis senyawa steroid. Analisis lebih lanjut terhadap uji kuantitatif fitokimia dilakukan untuk mengetahui konsentrasi kadar saponin, tannin dan flavonoid pada ekstrak daun parengpeng. Kadar tannin pada ekstrak parengpeng adalah sebesar 12,12% dan kadar flavonoid sebesar 2,07%. Analisis kadar saponin dilakukan dengan menggunakan metode TLC scanner dengan jumlah total saponin pada ekstrak parengpeng adalah 1,71%. (Tabel 2). Senyawa saponin, tannin, flavonoid pada
28
tanaman parengpeng memiliki peranan dalam menghambat pertumbuhan mikroba pada nira aren. Tabel 2 Hasil Analisis Kuantitatif Fitokimia Ekstrak Etanol Daun Parengpeng No Jenis Pengujian Hasil pengujian (%) Metode Pengujian 1 Kadar Saponin 1,70 TLC scanner 3 Kadar Tannin 12,12 Spektrofotometri 4 Kadar Flavonoid 2,07 Spektrofotometri
Penentuan Nilai Minimum Inhibitory Concentrate (MIC)
MIC (v/v %)
Senyawa aktif pada tanaman dapat digunakan sebagai bahan pengawet makanan yang akan menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroba perusak. Pengujian untuk melihat potensi eksktrak parengpeng sebagai pengawet nira aren dilakukan dengan menentukan nilai Minimum Inhibitory Concentrate (MIC) ekstrak parengpeng terhadap mikroba yang ditentukan. Nilai MIC adalah konsentrasi terkecil yang mampu menghambat pertumbuhan mikroba sebesar 9092% setelah dikontakkan dengan ekstrak parengpeng selama 24 jam (Cosentino et al. 1999). Mikroba yang digunakan sebagai parameter adalah mikroba yang merusak nira Saccharomyces cerevisiae, Lactobacillus delbrueckii, dan Leuconostoc mesenteroides. Hasil uji MIC terhadap ketiga mikroba tersebut disajikan pada Gambar 12 berikut. 7 6 5 4 3 2 1 0 L. delbrueckii
L. mesenteroides
S. cerevisiae
Jenis Mikroba
Gambar 12 Nilai MIC ekstrak parengpeng terhadap mikroba uji Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak parengpeng dapat menghambat pertumbuhan khamir Saccharomyces cerevisiae pada konsentrasi minimum 2% dengan penghambatan sebesar 91,4%. Berbeda dengan bakteri asam laktat golongan Leuconostoc mesenteroides, konsentrasi ekstrak parengpeng minimumnya sebesar 3,5% dengan penghambatan sebesar 91,67%. Lactobacillus delbrueckii dihambat pertumbuhannya dengan penambahan ekstrak parengpeng pada konsentrasi minimum 6% dengan penghambatan sebesar 90,82%. Hasil perhitungan nilai MIC mikroba dapat dilihat pada Lampiran 6. Pengujian selanjutnya terhadap mikroba nira dilakukan dengan menggunakan konsentrasi MIC yang lebih tinggi dibanding dari hasil uji MIC
29
ekstrak parengpeng yang diperoleh. Konsentrasi yang digunakan pada nira selanjutnya adalah 0% (kontrol), 6%, 9% dan 12%. Penentuan ini diharapkan telah mampu menghambat pertumbuhan seluruh mikroba yang mengkontaminasi nira. Penghambatan pertumbuhan mikroba terjadi karena adanya interaksi senyawa bioaktif dengan dinding sel mikroba, sehingga akan mengganggu permeabilitas membran sel. Respon dinding sel mikroba terhadap zat bioaktif berbeda-beda. Perbedaan ini dipengaruhi oleh adanya perbedaan komposisi dinding sel mikroba. Bakteri Leuconostoc dan Lactobacillus termasuk bakteri Gram-positif. Bakteri ini memiliki dinding sel yang dilapisi oleh senyawa peptidoglikan yang dapat bereaksi dengan senyawa bioaktif. Masuknya senyawa antimikroba ke dalam sel mengakibatkan permeabilitas membran sel terganggu dan mengakibatkan kematian sel bakteri (Satdive et al. 2012). Hal ini dibuktikan dengan berbedanya hasil uji MIC untuk tiap jenis mikroba ketika dikontakkan dengan ekstrak parengpeng. Khamir lebih mudah dihambat pertumbuhannya dibandingkan bakteri karena dinding selnya lebih sensitif terhadap senyawa bioaktif. Karakteristik dinding sel khamir banyak mengandung kitin dan manan (Moore 2001). Bakteri yang paling tahan terhadap efek senyawa bioaktif yang terkandung pada ekstrak daun parengpeng adalah Lactobacillus delbrueckii. Konsentrasi ekstrak parengpeng berdasarkan nilai MIC yang paling tinggi ini yaitu 6% menjadi acuan pada penelitian pengawetan nira aren selanjutnya. Pada tahap penelitian ini dikaji pengaruh konsentrasi ekstrak daun parengpeng (0%, 6%, 9% dan 12%) terhadap perubahan pH dan total asam, serta pengaruh konsentrasi ekstrak daun parengpeng 0% dan 6% terhadap jumlah bakteri asam laktat, jumlah khamir dan total mikroba selama 13 jam penyimpanan nira aren setelah penyadapan.
Sifat dan karasteristik nira aren Nira aren segar rasanya manis dan jika dibiarkan di dalam bumbung bambu akan mengalami fermentasi. Nira aren sangat berpotensi sebagai media tumbuh mikroba berupa fungi atau bakteri yang berasal dari sekitarnya. Proses fermentasi menyebabkan nira aren mengalami perubahan menjadi asam. Karaksteristik nira aren yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Karaksteristik nira aren dari Desa Pegradin Jenis Pengujian Hasil pengujian pH 7,3 Total asam (%) 0,05 Total gula (g/l) 176,67 Nira aren segar memiliki pH 7,3 (netral) dan jumlah kandungan gula yang sangat tinggi 176,67 (g/l). Kandungan gula yang tinggi akan menyebabkan nira aren mudah mengalami kerusakan. Kerusakan ini terjadi karena adanya proses fermentasi oleh mikroba seperti bakteri asam laktat (Laktobacillus debrueikii, dan Leuconostoc mesenteroides) dan golongan khamir (Saccharomyces cerevisiae) sebagai produk akhir utama fermentasi karbohidrat (Battcock et al. 1998).
30
Kadar sukrosa pada nira sangat dipengaruhi oleh jenis tanaman, umur panen, mikroba pengkontaminasi dan cara penanganan nira sebelum diolah (Amin et al. 2010). Perubahan sifat nira aren akibat adanya fermentasi akan tampak setelah satu sampai dua jam setelah tangkai tanaman aren disadap. Sebelum diolah menjadi gula semut beberapa sukrosa akan mengalami penguraian menjadi glukosa dan fruktosa. Hal ini akan menghambat proses kristalisasi sukrosa pada produksi gula semut. Dalam pengolahan nira menjadi gula semut keberadaan gula pereduksi sangat tidak dikehendaki karena dapat menghambat proses kristalisasi sukrosa (Nengah 1990). Malbasa et al. (2008) menyatakan keragaman mikroba yang terdapat pada nira berasal dari lingkungan, terjadi secara alami dan akan mengkontaminasi nira yang kaya akan nutrisi. BAL dan khamir adalah golongan mikroba yang menghasilkan senyawa asam laktat dan etanol pada nira aren. Mula-mula khamir akan memfermentasi sukrosa menghasilkan senyawa glukosa dan fruktosa lalu akan menguraikan etanol dan dilanjutkan oleh BAL yang mendegradasi fruktosa dan glukosa dan menghasilkan asam organik dan senyawa alkohol. Umumnya tiga jam pertama fermentasi dilakukan oleh mikroba khamir kemudian fermentasi akan dilanjutkan oleh BAL. Lebih lanjut Guo et al. (2010) menyatakan bahwa jenis kapang yang produksi asam laktat adalah golongan Rhizopus oryzae. Gerez et al. (2008) menyatakan glukosa digunakan sebagai sumber karbon, sementara fruktosa digunakan sebagai akseptor elektron juga Calderon et al. (2003) menyatakan fruktosa berfungsi sebagai akseptor elektron dan proses fermentasi akan menghasilkan asam asetat dan pembentukan biomassa. Pertumbuhan Total Mikroba pada Nira Aren Selama Inkubasi 13 jam Jumlah total mikroba pada nira selama inkubasi 13 jam pada perlakuan kontrol lebih tinggi dibanding pada perlakuan penambahan ekstrak konsentrasi 6%. Pertumbuhan mikroba pada nira aren dengan penambahan ekstrak parengpeng 6% relatif stabil. Pemberian ekstrak daun parengpeng dapat menghambat pertumbuhan mikroba pada nira. Daun parengpeng yang mengandung senyawa flavonoid, saponin, tannin, dan terpenoid dapat menyebabkan kerusakan pada dinding sel mikroba. Hasil sidik ragam (ANOVA) terhadap pertumbuhan total mikroba pada nira aren yang diinkubasi selama 13 jam menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak parengpeng, lama inkubasi dan interaksi antar pelakuan berpengaruh nyata (p<0,05). Selanjutnya hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa pertumbuhan BAL pada nira aren tanpa penambahan ekstrak dan penambahan ekstrak 6% menunjukkan perbedaan yang nyata.
Jumlah Total Mikroba (logCFU/ml)
31
15 10
parengpeng 0% parengpeng 6%
5 0 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12
Jam ke
Gambar 13 Total mikroba pada nira selama inkubasi 13 jam Hasil pengukuran total mikroba awal pada nira aren tanpa penambahan ekstrak (0%) adalah sebesar 6,30 log CFU/ml, sedangkan pada nira aren yang ditambahkan ekstrak parengpeng 6% sebesar 3,62 log CFU/ml. Nira aren yang kaya akan sukrosa merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroba. Sukrosa yang ada pada nira aren adalah sumber karbon untuk pertumbuhan mikroba. Senyawa ini digunakan sebagai pembentuk produk baru dan pembentukan biomassa sel. Selama 3 jam pertama fermentasi nira didominasi oleh golongan mikroba kelompok khamir (Escalante et al. 2008). Semakin lama waktu inkubasi mikroba yang tumbuh semakin banyak.
Pertumbuhan Jumlah Khamir pada Nira Aren Selama Inkubasi 13 jam Khamir adalah jenis mikroba uniseluler yang bereproduksi aseksual dengan tunas dan umumnya hidup pada pH 7. Beberapa golongan khamir terkait dengan fermentasi makanan. Kebanyakan khamir membutuhkan kelimpahan dan substrat gula. Khamir dalam fermentasi gula menghasilkan alkohol. Hasil pengukuran rata-rata total khamir konsentrasi 0% adalah sebesar 6,96 log CFU/ml, sedangkan untuk nira aren yang ditambahkan konsentrasi 6% sebesar 3,52 log CFU/ml. Rata-rata jumlah khamir pada pemberian ekstrak parengpeng 6% lebih rendah dari jumlah khamir pada kontrol. Ini disebabkan bahan bioaktif pada ekstrak parengpeng mampu menghambat pertumbuhan khamir pada nira aren selama inkubasi 13 jam. Hasil sidik ragam (ANOVA) terhadap jumlah khamir pada nira yang disimpan selama 13 jam dengan tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak parengpeng, lama inkubasi dan interaksi antar perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap perubahan jumlah khamir pada nira selama 13 jam penyadapan. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa pertumbuhan khamir pada nira aren tanpa penambahan ekstrak dan penambahan ekstrak 6% menunjukkan perbedaan yang nyata (Lampiran 12).
Jumlah Khamir (log CFU/ml)
32
12 10 8 6 4 2 -
parengpeng 0% parengpeng 6%
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12 13
Jam ke
Gambar 14 Pertumbuhan Total khamir Selama 13 Jam Nira aren mengandung senyawa gula yang cukup tinggi, sehingga beberapa jenis mikroba dapat tumbuh dengan baik. Kerusakan nira ini terjadi selama melakukan penyadapan yang membutuhkan waktu sekitar 10-12 jam sampai nira tersebut akan diolah. Hal ini menyebabkan nira berubah menjadi asam organik. Perubahan nira disebabkan oleh adanya fermentasi secara alami oleh golongan khamir seperti Saccharomyces cerevisiae. Bila tidak diberi bahan tambahan sebagai bahan pegawet, maka proses fermentasi akan terjadi dengan cepat (Thabet et al. 2010). Shanavas et al. 2011 menyatakan hidrolisis sukrosa menjadi gula oleh Saccharomyces cerevisiae untuk produksi etanol terjadi selama 48 jam. Vernocchi et al. (2004) mengatakan Candida milleri dan Saccharomyces cerevisiae adalah mikroba pertama pemecah gula dan dilanjutkan oleh bakteri asam laktat heterofermentatif yang memproduksi asam asetat. Pertumbuhan Jumlah BAL pada Nira Aren Selama Inkubasi 13 jam Bakteri asam laktat adalah kelompok bakteri Gram-positif dengan bentuk sel bulat atau batang dan memproduksi senyawa asam laktat sebagai produk akhir utama fermentasi karbohidrat. Mikroba ini penting dalam fermentasi makanan. BAL dibedakan dalam dua kelompok yaitu kelompok homofermentatif dan kelompok heterofermentatif. Keduanya kelompok tersebut berbeda dalam jalur pembentukan asam laktat. Kelompok Homofermentatif memproduksi asam laktat melalui jalur glikolisis (Embden-Meyerhof) dan kelompok heterofermentatif menghasilkan asam laktat, etanol, asam asetat dan karbon dioksida, melalui jalur 6-fosfoglukonoat/fosfoketolase. BAL adalah mikroba yang menggunakan jalur glikolisis (Battcok et al. 1998). Hasil pengukuran jumlah BAL awal pada nira aren tanpa penambahan ekstrak (0%) adalah sebesar 7,17 log CFU/ml, sedangkan pada nira aren yang ditambahkan ekstrak parengpeng 6% sebesar 3,52 CFU/ml. Hasil analisis ragam (ANOVA) terhadap pertumbuhan jumlah BAL pada nira aren yang diinkubasi selama 13 jam menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak parengpeng, lama inkubasi dan interaksi antar pelakuan berpengaruh sangat nyata (p<0.01). Selanjutnya hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa pertumbuhan BAL pada nira aren tanpa penambahan ekstrak dan penambahan ekstrak 6% menunjukkan perbedaan yang nyata (Lampiran 10). Berdasarkan Gambar 16 dapat dilihat bahwa selama masa inkubasi 13 jam jumlah BAL yang tumbuh pada nira tanpa penambahan ekstrak parengpeng
33
(konsentrasi 0%) cenderung meningkat, sedangkan perlakuan penambahan ekstrak parengpeng konsentrasi 6% menunjukkan jumlah BAL yang tumbuh pada nira aren relatif tetap. Ekstrak parengpeng yang mengandung senyawa aktif flavonoid, steroid, tannin, saponin akan menghambat pertumbuhan BAL pada nira aren.
Jumlah BAL (log CUF/ml)
12 10 8
parengpeng 0% parengpeng 6%
6 4 2 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13
Jam ke
Gambar 15 Pertumbuhan Total BAL Selama 13 Jam BAL adalah salah satu golongan bakteri yang banyak terdapat pada nira aren, diantaranya bakteri Lactobacillus delbrueckii dan Leuconostoc mesenteroides yang tergolong bakteri Gram-positif. Bakteri Gram-positif memiliki komponen dinding sel yang dilapisi oleh senyawa polidoglikan yang sangat rentan terhadap zat bioaktif. Daun parengpeng mengandung senyawa flavonoid, saponin, tannin, dan terpenoid bila kontak dengan dinding sel bakteri akan menyebabkan kerusakan pada dinding sel (plasmolisis). Zat bioaktif akan masuk dan menembus membran sel, sehingga terjadi lisis pada sel mikroba dan mengakibatkan kematian sel mikroba yang terdapat pada nira aren (Satdive et al. 2012). Pednekar et al. (2012) menyatakan senyawa tannin merupakan salah satu senyawa bioaktif yang mengakibatkan kerusakan protein pada dinding sel mikroba. Kerusakan protein dinding sel akan mengakibatkan metabolisme sel akan terganggu. Hal ini akan berdampak pada kematian pada sel mikroba.
Perubahan Total Gula Parengpeng Karamoko et al. (2012) mengatakan, nira segar dari kelapa sawit (Elaeis guineensis) mengandung gula yang cukup tinggi dengan rasa manis, dan tingkat keasaman, alkohol yang sangat rendah. Selama penyadapan sampai nira akan diolah menjadi suatu produk, nira segar akan mengalami perubahan terhadap pH, total asam dan gula. Nilai pH dan kadar gula pada nira akan mengalami penurunan dan kadar asam akan mengalami peningkatan. Perubahan ini merupakan indikasi telah terjadi proses fermentasi pada gula nira. Fermentasi nira segar dilakukan oleh berbagai jenis mikroba antara lain khamir dan bakteri asam laktat (BAL). BAL adalah mikroba yang menghasilkan senyawa asam dari pemecahan senyawa fruktosa dan glukosa, selanjutnya senyawa tersebut akan pecah menghasilkan senyawa asam laktat dan senyawa asetat. Nira aren yang kaya akan nutrisi mampu mendukung berbagai jenis pertumbuhan mikroba. Total asam dalam fermentasi sukrosa bergantung pada aktivitas metabolisme bakteri
34
Total Gula (mg/ml)
yang menghasilkan asam asetat dan asam laktat yang berasal dari degradasi gula invert. Gardner et al. (2001) menyatakan menyatakan fermentasi glukosa dan fruktosa oleh BAL dapat menghambat produksi asam asetat dan produksi etanol. Hasil analisis sidik ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa penambahan ekstrak parengpeng pada nira yang disimpan selama 13 jam dengan tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak parengpeng, lama inkubasi dan interaksi antar perlakuan memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap total gula (Lampiran 9). Uji lanjut Duncan (α=0,05) menunjukkan bahwa total gula nira aren konsentrasi 0% memberikan pengaruh yang berbeda terhadap perlakuan konsentrasi 6%, 9%, dan 12%. Pengukuran total gula awal untuk nira aren 0% adalah sebesar 150,90 (g/l). Sedangkan untuk nira aren yang ditambahkan ekstrak parengpeng konsentrasi 6%, adalah sebesar 176,86 (g/l), konsentrasi 9% adalah sebesar 141,27 (g/l) dan konsentrasi 12% adalah sebesar 169,44 (g/l). Rata-rata kadar total gula terbesar pada konsentrasi 6% dan kadar gula terendah pada konsentrasi 9%. Hasil pengukuran total gula nira aren yang ditambahkan ekstrak parengpeng disajikan pada Gambar 16 berikut. Ekstrak parengpeng yang lebih besar dapat berpengaruh terhadap penampakan warna, aroma, dan rasa gula aren yang dihasilkan menjadi pahit. 250 200
konsentrasi o%
150
konsentrasi 6% konsentrasi 9%
100
konsentrasi 12%
50 0 1
5
9
13
Jam ke Gambar 16 Pengukuran Total Gula Nira Aren Selama 13 Jam Nira aren mengandung gula yang berfungsi sebagai sumber nutrisi bagi mikroba. Gambar 15 menunjukkan perubahan total gula selama inkubasi 13 jam. Penambahan ekstrak parengpeng konsentrasi 6%, 9% dan 12% menghasilkan kadar total gula yang lebih stabil dibandingkan dengan perlakuan nira kontrol. Penurunan kadar total gula disebabkan adanya fermentasi nira oleh mikroba. Rocha et al. (2011) menyatakan bahwa mikroba pada nira akan memanfaatkan glukosa sebagai sumber energi untuk pembentukan senyawa alkohol, senyawa asam organik dan pertumbuhan sel. Penambahan ekstrak yang mengandung senyawa aktif adalah salah satu cara untuk menghambat atau mencegah pertumbuhan mikroba pada nira, sehingga proses fermentasi nira menjadi alkohol lebih lama dibandingkan kontrol. Jenis bakteri penyebab degradasi pada nira aren adalah Leuconostoc mesenteroides dan Lactobacillus delbrueckii. Mikroba tersebut telah mengkontaminasi nira sebelum diberi perlakuan ekstrak parengpeng. Adanya mikroba tersebut sedikit demi sedikit akan membuat pH nira aren menurun.
35
Perubahan Kadar Total Asam Selama Inkubasi 13 jam Pada nira yang di inkubasi selama 13 tanpa adanya penambahan ekstrak parengpeng terjadi peningkatan total asam. Peningkatan total asam disebabkan oleh adanya fermentasi gula oleh mikroba dalam nira. Sukrosa akan diinversi menjadi glukosa dan fruktosa dan selanjutnya akan membentuk senyawa asam organik (Amin et al. 2010). Asam organik yang dihasilkan antara lain asam laktat, asam asetat dan asam tartarat (Filianty 2007). Penambahan ekstrak parengpeng (konsentrasi 6%, 9%, 12%) kadar total asam lebih stabil. Hal ini disebabkan ekstrak parengpeng yang mengandung senyawa fitokimia mampu menghambat pertumbuham mikroba pada nira aren. Hasil analisis ragam (ANOVA) terhadap perubahan kadar total asam nira aren yang diinkubasi selama 13 jam menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak parengpeng, lama inkubasi dan interaksi antar pelakuan berpengaruh sangat nyata terhadap total asam nira aren (p<0,01). Selanjutnya hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa total asam pada nira berbeda nyata pada semua perlakuan penambahan ekstrak parengpeng (Lampiran 8). Hasil analisis total asam awal nira aren perlakuan nira kontrol (0%) adalah sebesar 0,05%, sedangkan untuk nira aren penambahan 6% sebesar 0,33%, penambahan parengpeng 9% sebesar 0,50% dan penambahan ekstrak 12% sebesar 0,55%. Penambahan ekstrak parengpeng meningkatkan kadar total asam nira. Hal ini disebabkan karena ekstrak parengpeng bersifat asam.
Total Asam (%)
1 parengpeng 0% parengpeng 6% parengpeng 9% parengpeng 12%
0.5
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13
Jam ke
Gambar 17 Total asam pada nira selama inkubasi 13 jam Penambahan ekstrak parengpeng konsentrasi 6%, 9% dan 12% menyebabkan kadar total asam lebih stabil dibanding dengan perlakuan nira kontrol selama inkubasi 13 jam (Gambar 17). Hal ini menunjukkan ekstrak daun parengpeng dapat menghambat terjadinya pembentukan asam-asam organik selama inkubasi. Peningkatan total asam ini disebabkan oleh adanya pertumbuhan mikroba pada nira aren yang mengkonversi sukrosa menjadi asam organik seperti asam laktat, asam asetat dan asam tartarat. Naknean et al (2010) lebih lanjut menyatakan penguraian sukrosa pada nira disebabkan adanya reaksi inversi sukrosa menghasilkan glukosa dan fruktosa. Mikroba penting dalam fermentasi nira adalah Saccharomyces cerevisiae yang menghasilkan senyawa alkohol. Degradasi gula lebih lanjut dilakukan oleh bakteri asam laktat dari golongan Leuconostocs dan Lactobacilli membentuk asam laktat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Battcock et al. (1998); Kismurtono (2012). Disamping itu Popa et al.
36
(2011) menyatakan bahwa jenis bakteri asam laktat yang tumbuh pada nira aren antara lain Lactobacillus delbrueckii. Adanya bakteri asam asetat seperti Acetobacter spp. akan menghasilkan asam asetat (Sumanti et al. 2004). Terbentuknya asam-asam organik selama fermentasi akan meningkatkan total asam nira aren. Berdasarkan hasil penelitian, penambahan ekstrak parengpeng 6% sudah dapat menghambat kerusakan nira aren yang diakibatkan oleh kontaminasi mikroba. Hal ini ditunjukkan dengan total asam yang relatif tidak meningkat setelah diinkubasi 13 jam. Uji Aktivitas Ekstrak Parengpeng Terhadap nilai pH Nira Aren Perubahan sifat nira aren akibat adanya fermentasi oleh mikroba merupakan salah satu indikator telah terjadi kerusakan nira aren. Hal ini dapat dilihat dari terjadinya penurunan nilai pH dan peningkatan pertumbuhan sel (Mugula et al. 2003). Hasil analisis ragam (ANOVA) terhadap perubahan pH nira aren yang diinkubasi disimpan selama 13 jam menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak parengpeng, lama inkubasi dan interaksi antar pelakuan berpengaruh sangat nyata terhadap pH nira aren (p<0,01). Selanjutnya hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa pH nira aren berbeda nyata pada semua perlakuan penambahan ekstrak parengpeng (Lampiran 7) Hasil pengujian pH awal nira aren perlakuan nira kontrol (0%) adalah sebesar 7,4, sedangkan untuk nira aren penambahan 6% sebesar 7,1, penambahan parengpeng 9% sebesar 6,6 dan penambahan ekstrak 12% sebesar 6,3. Penambahan ekstrak parengpeng menurunkan pH nira aren. Hal ini disebabkan karena ekstrak parengpeng memiliki pH 5,2. Nira aren tanpa penambahan ekstrak parengpeng menunjukkan penurunan pH selama diinkubasi 13 jam. Penurunan pH nira aren ini sejalan dengan peningkatan total asam. Pada Gambar 13 terlihat pH nira aren yang ditambah ekstrak parengpeng 6% relatif stabil selama inkubasi 13 jam. Nira aren segar mempunyai pH 7,3. Rendahnya pH atau tingginya total asam serta terbentuknya glukosa dan fruktosa menyebabkan sulitnya dilakukan kristalisasi. Nira aren yang akan diolah menjadi gula semut sebaiknya mempunyai pH diatas 5,5 (Jackson 1995). Berdasarkan parameter total asam dan pH, penambahan ekstrak parengpeng sebesar 6% sudah dapat menghambat pertumbuhan mikroba yang merusak nira aren. 10
pH
8 parengpeng 0% parengpeng 6% parengpeng 9% parengpeng 12%
6 4 2 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13
Jam ke
Gambar 18 Perubahan pH Nira Selama Inkubasi 13 Jam
37
Hubungan Antara pH, Kadar Asam Dan Bakteri Asam Laktat Peningkatan keasaman pada proses fermentasi dalam suatu produk akan menyebabkan penurunan nilai pH (Malbasa et al. 2008). Keberadaan bakteri asam laktat berpengaruh terhadap perubahan pH dan kadar total asam pada nira. BAL adalah golongan mikroba yang bertanggung jawab terhadap fermentasi nira segar dan menghasilkan senyawa asam organik. Keberadaan BAL di dalam fermentasi nira berlangsung selama 24 jam, setelah itu dilanjutkan oleh mikroba yang tetap bertahan, antara lain jenis khamir (Saccharomyces cerevisiae). Grafik hubungan antara pH, kadar asam dan bakteri asam laktat disajikan pada Gambar 19 berikut. BAL (log CUF/ml)
Hasil Uji
8
pH
Total Asam (%)
6 4 2 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Jam ke
Gambar 19 Grafik Hubungan BAL, Kadar Asam dan pH Penambahan ekstrak parengpeng 6% menyebabkan pH nira aren cenderung stabil atau hanya sedikit menurun selama penyimpanan 13 jam (Gambar 19). Sedangkan jumlah bakteri asam laktat nira aren cenderung meningkat selama penyimpanan. Kadar asam nira aren tidak mengalami perubahan selama 13 jam penyimpanan. Hubungan dari ketiga parameter diatas adalah kadar asam berbanding terbalik dengan nilai pH aren. Total asam dan pH nira aren cenderung stabil. Pertumbuhan BAL pada jam ke 13 sedikit mengalami peningkatan. Allameh et al. (2012) mengatakan Leuconostoc mesenteroides adalah salah satu golongan bakteri asam laktat yang mampu bertahan dan tumbuh pada toleransi pH 3 sampai pH 8. Mikroba ini akan tumbuh dengan baik pada kondisi netral (pH 7). Pada pH 2 mikroba ini masih dapat tumbuh dengan baik dan pertumbuhan akan meningkat pada kondisi pH 3 sampai 7. Bila pH mencapai 8 maka pertumbuhan mikroba ini akan menjadi terhambat Bahan yang mengandung komponen fitokimia berupa alkaloid, diterpenoid, flavanoid dapat digunakan sebagai senyawa pengawet pada nira. Komponen tersebut merupakan senyawa antimikroba. Mathouthi (2000) menyatakan senyawa fitokimia dapat membunuh beberapa mikroba seperti Flavobacterium rigenes, Brevibacterium sulferens, Flavobacterium devorans, Candida fulcherrima, Klebsiiela ezaenae, Chromabacterium lividum, Bactobacillus arabinosus dan Saccharomyces lactis.
38
Karakteristik Kimia Gula Semut Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk melihat efek dari penambahan ekstrak parengpeng terhadap untuk gula semut yang dihasilkan. Pengolahan gula semut dilakukan di Desa Pegradin, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor. Pembuatan gula semut dilakukan dengan menggunakan metode tradisional menggunakan kayu bakar dengan konsentrasi ekstrak parengpeng sebesar 6% (berdasarkan hasil perhitungan nilai MIC). Selanjutnya gula parengpeng dianalisis kandungan kimia dan total gulanya. Hasil pengukurannya disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Hasil Analisis Kimia Pada Gula Semut Ekstrak Daun Parengpeng Jenis Pengujian Hasil pengujian (%) SNI 01-3743-1995 Air 3,44 Maks 10% Abu 2,32 Maks 2% Lemak 5,84 Protein 2,08 Karbohidrat 86,31 Gula Pereduksi 2,54 -
Berdasarkan analisis kimia gula semut aren diketahi bahwa kadar air gula semut parengpeng sebesar 3,44%, kadar abu 2,32%, lemak 5,84%, protein 2,08%, karbohidrat 86,31%, total gula 2,54% dan sukrosa 36,39% (Tebel 5). Pengukuran total gula untuk gula petani adalah sebesar 36,39%. Berdasarkan SNI (1995), kadar air gula parengpeng sudah sesuai dengan standar yang ditetapkan maksimum yaitu 10%. Sedangkan untuk kadar abu jumlah yang ditetapkan adalah 2%, lebih besar dari pengkuran kadar abu gula parengpeng yaitu 2,32%. Hal ini dipengaruhi oleh keberadaan mineral yang terdapat pada ekstrak daun parengpeng. Hasil analisis menunjukkan bahwa kandungan gula semut gula petani lebih besar dibandingkan dengan gula semut parengpeng. Tingginya kadar abu gula semut ekstrak parengpeng dari aren dipengaruhi oleh kandungan mineral yang terdapat pada bahan baku nira itu sendiri, juga mineral dari ekstrak parengpeng yang digunakan untuk pengawetan, sehingga akan meningkatkan kadar abu dari gula semut yang dihasilkan.
Komposisi dan Sifat Kimia Gula Semut Wind et al. (2010) mengatakan sukrosa adalah disakarida dari hasil proses fotosintesis tanaman. Sukrosa adalah molekul yang berasal dari dua gula sederhana monosakarida yang terdiri dari fruktosa dan glukosa. Khajavi et al. (2004) menyatakan bahwa hidrolisis satu molekul sukrosa setara dengan pembentukan molekul glukosa dan fruktosa. Pito et al. (2009) menyatakan hidrolisis sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa adalah reaksi bersifat irreversibel. Malbasa et al. (2007) menyatakan jenis mikroba yang memfermentasi sukrosa adalah Acetobacter, Saccharomycodes ludwigii, Saccharomyces
39
cerevisiae, Saccharomyces bisporus, Torulopsis sp. dan Zygosaccharomyces sp. Mikroba tersebut akan menghasilkan enzim invertase untuk mengubah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Glukosa digunakan sebagai sumber karbon, sementara fruktosa terutama digunakan sebagai akseptor elektron. Selanjutnya fruktosa akan diuraikan melalui metabolisme antimikroba heterofermentatif untuk menghasilkan asam asetat, asam laktat dan etanol. Gula semut merupakan gula merah yang berbentuk serbuk dengan aroma yang khas dan berwarna kuning kecoklatan. Cara pengolahan gula semut sama dengan pengolahan gula cetak dengan cara pemanasan nira (evaporasi), hingga menjadi kental. Setelah nira mulai mengental wajan diangkat dari tungku dan dilakukan pengadukan secara perlahan-lahan semakin lama pengadukan yang dilakukan semakin cepat hingga terbentuk serbuk gula (gula semut). Hasil analisis sukrosa dan glukosa gula semut disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Komposisi Gula Semut Ekstrak Etanol Daun Parengpeng Hasil pengujian (%) Jenis Pengujian Gula petani Parengpeng SNI 01-3743-1995 Sukrosa 38,08 36,39 13,69 Glukosa 2,16 0,68 -
Komposisi gula semut sukrosa pada ekstrak parengpeng 6% lebih rendah dari sukrosa gula semut petani, hal ini disebabkan penambahan campuran ekstrak yang diberi cukup tinggi yaitu 6%, namun bila dibanding dengan gula semut SNI 01-3743-1995 komposisi sukrosa 6% gula semut ekstrak parengpeng masih diatas standar gula semut SNI 01-3743-1995. Salah satu penyebab tingginya kadar sukrosa disebabkan karena adanya zat pengawet pada nira yang dapat menghambat proses fermentasi sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa selama penyadapan nira aren yang diakibatkan oleh adanya aktivitas mikroba. Kadar sukrosa nira aren pada penambahan ekstrak parengpeng 6% sebesar 36,39%, lebih tinggi dari standar SNI sebesar 13,69. Ohara et al. (2012) sukrosa pada nira merupakan bahan baku pembuatan gula semut dari tanaman aren. Sebelum diolah menjadi gula semut sebagian sukrosa akan mengalami penguraian menjadi glukosa dan fruktosa, hal ini akan menghambat proses kristalisasi sukrosa pada proses produksi gula semut.
Karakteristik Organoleptik Gula Semut Parengpeng Mutu Hedonik Petani aren umumnya masih mengolah nira menjadi gula semut secara tradisional. Gula semut nira aren memiliki warna coklat dengan rasa manis dengan aroma yang khas dan berbentuk serbuk. Komoditi tersebut memiliki potensi untuk dikembangkan karena memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi. Uji mutu hedonik adalah uji organoleptik yang melibatkan panelis untuk mengidentifikasi karakteristik atribut produk gula semut yang meliputi warna, aroma, tekstur, aroma asap, dan aftertaste. Skala yang digunakan untuk masingmasing atribut yaitu 1 sampai dengan 9.
40
Uji organoleptik adalah analisis yang menggunakan indra penglihatan, penciuman, pencicipan, perabaan, dan pendengaran. Dalam penilaian sampel panelis harus dilatih terlebih dahulu sebelum panelis menggunakan indra untuk memberikan penilaian agar hasil yang didapatkan dari suatu rangsangat yang lebih tepat (Rahayu 1998). Penampilan produk sangat penting dalam penyajian produk makanan. Semakin menarik penampilan makanan tersebut akan mengundang seseorang untuk menikmati makanan tersebut. warna gula semut yang ditambahkan parengpeng sebesar 6% adalah agak coklat dengan skor 6,06 (1=amat sangat hijau, 5=kuning, 9= amat sangat coklat). Sedangkan untuk warna gula semut petani rata-rata panelis menilai sangat coklat (7,89). Hasil uji beda (T-test) menunjukkan bahwa warna gula semut aren yang ditambahkan 6% parengpeng berbeda nyata dengan warna gula semut gula petani (p<0,05). Rata-rata panelis menilai bahwa gula semut yang ditambahkan ekstrak parengpeng konsentrasi 6% memiliki aroma agak langu dengan skor 4,70 (1=amat sangat langu, 5=netral, dan 9=amat sangat harum). Sedangkan gula semut petani memiliki aroma netral (skor 5). Aroma gula semut petani dan gula semut yang ditambahkan ekstrak parengpeng konsentrasi 6% tidak berbeda nyata secara statistik uji beda (T-test) (p>0,05). Aroma langu pada gula semut parengpeng disebabkan adanya penambahan ekstrak parengpeng yang merupakan tanaman yang memiliki aroma yang khas yaitu langu. Aroma merupakan salah satu hal yang sangat subjektif serta sulit diukur dalam penilaian. Aroma timbul dari adanya bauh yang keluar dari makanan. Tingkat sensitivitas orang terhadap aroma sangat bervariasi. Aroma merupakan salah satu indikator baiknya makanan untuk dikonsumsi. Penilaian rata-rata panelis menunjukkan bahwa baik gula semut petani maupun gula semut yang ditambahkan ekstrak parengpeng konsentrasi 6% tidak memiliki aroma asap yang terlalu kuat (netral). Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antara tingkat aroma asap gula semut petani dan gula semut yang ditambahkan ekstrak parengpeng konsentrasi 6% (p>0,05). Tekstur makanan pada penelitian ini dilakukan dengan cara menekan atau meraba makanan yang akan dianalisis oleh panelis. Tekstur adalah salah satu indikator makanan yang dikonsumsi tersebut masih baik atau tidak untuk dikonsumsi. Rata-rata panelis menilai bahwa gula semut yang ditambahkan parengpeng konsentrasi 6% memiliki tekstur agak keras dengan skor 4,17 (1= amat sangat keras, 5=sedang, 9=amat sangat lembut). Sedangkan gula semut petani memiliki tekstur agak lembut (skor 6,79). Hasil uji beda menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara tekstur gula semut yang ditambahkan ekstrak parengpeng konsentrasi 6% dan gula semut petani (p<0,05). Penilaian terhadap rasa produk makanan dilakukan setelah panelis menikmati makanan dan timbul tanggapan atas adanya respon pengecapan lidah yang diberikan. Rata-rata panelis menilai bahwa gula semut yang ditambahkan parengpeng konsentrasi 6% memiliki rasa agak pahit dengan skor 4,19 (1= amat sangat pahit, 5=sedang, 9=amat sangat manis), sedangkan gula semut petani memiliki rasa manis dengan skor 6,69. Hasil uji beda menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara tekstur gula semut yang ditambahkan ekstrak parengpeng konsentrasi 6% dan gula semut petani (p<0,05). Rasa pahit
41
pada gula semut parengpeng juga disebabkan oleh keberadaan ekstrak parengpeng yang memiliki rasa pahit. Aftertaste adalah rasa yang tertinggal pada lidah setelah produk atau gula semut ditelan. Rata-rata panelis menilai bahwa gula semut yang ditambahkan parengpeng konsentrasi 6% memiliki aftertaste pahit dengan skor 2,85 (1= amat sangat pahit, 5 = netral, 9=amat sangat manis). Sedangkan gula semut petani memiliki aftertaste agak manis dengan skor 6,02. Hasil uji beda menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara tekstur gula semut yang ditambahkan ekstrak parengpeng konsentrasi 6% dan gula semut petani (p<0,05).
Uji Hedonik (Kesukaan) Parameter hedonik adalah parameter untuk mengukur tingkat kesukaan panelis terhadap produk melalui karakteristik warna, aroma, rasa, dan tekstur. Skala yang digunakan untuk uji hedonik adalah skala 1 sampai dengan 9 (1=amat sangat tidak suka, 5=biasa, dan 9= amat angat suka). Tingkat kesukaan rata-rata panelis terhadap warna gula semut yang ditambahkan esktrak parengpeng 6% berada pada tingkat agak tidak suka dengan skor 4,78. Hal ini disebabkan karena penambahan ekstrak parengpeng menyebabkan warna gula semut menjadi coklat kehijauan sehingga tidak disukai. Sedangkan tingkat kesukaan untuk warna gula semut petani berada pada tingkat agak suka dengan skor 6,61. Hasil uji beda menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat kesukaan warna gula semut petani dan gula semut parengpeng (p<0,05). Hasil penilaian kesukaan untuk tekstur gula semut parengpeng 6% berada pada tingkat agak tidak suka dengan skor 4,5, sedangkan untuk kesukaan tekstur gula semut petani berada pada tingkat agak suka dengan skor 5,65. Tekstur gula semut parengpeng lebih tidak disukai karena menurut panelis tekstur yang dimiliki gula semut parengpeng masih agak keras untuk ukuran gula semut. Hasil uji beda menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat kesukaan tekstur gula semut petani dan gula semut parengpeng (p<0,05). Tingkat kesukaan rasa gula semut parengpeng konsentrasi 6% berada pada tingkat agak tidak suka dengan skor 3,7, sedangkan untuk gula semut petani berada pada tingkat agak suka dengan skor 5,94. Hasil uji beda menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat kesukaan rasa gula semut petani dan gula semut parengpeng (p<0,05). Pada lembar komentar sebagian besar panelis menyatakan bahwa gula semut parengpeng memiliki rasa pahit. Rata-rata panelis memiliki penilaian terhadap tingkat kesukaan aroma gula semut parengpeng konsentrasi 6% berada pada tingkat agak biasa dengan skor 4,9. Demikian pula untuk gula semut petani, tingkat kesukaan panelis untuk parameter aroma gula semut petani berada pada tingkat biasa dengan skor 5,2. Hasil uji beda menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang tidak signifikan antara tingkat kesukaan rasa gula semut petani dan gula semut parengpeng (p>0,05).
42
Analisis Warna Gula Semut Warna merupakan salah satu parameter produk terhadap penerimaan konsumen terhadap produk yang diinginkan. Analisis warna secara kuantitatif terhadap gula semut dilakukan dengan alat Chromameter tipe CR-300 (Chromameter). Parameter yang diamati meliputi L, a dan b (L: kecerahan, a: warna kromatik antara merah sampai hijau, b: warna kromatik antara kuning sampai biru). Nilai L menggambarkan kecerahan suatu produk yang dianalisis dimana semakin kecil nilai L maka nilai kecerahan semakin rendah sedangkan bila nilai L semakin tinggi maka nilai kecerahan dikatakan semakin tinggi. Berdasarkan hasil analisis warna gula semut ekstrak parengpeng dan gula semut petani dapat diketahui bahwa warna gula semut ekstrak parengpeng memiliki nilai L sebesar 48,18 lebih tinggi dari nilai warna L gula semut patani sebesar 22,77 yang artinya gula semut ekstrak parengpeng lebih cerah dibanding gula semut petani. Secara visual gula semut ekstrak parengpeng berwarna hijau kehitaman dan gula petani berwarna coklat kehitaman (Trilaksani at al. 2004). Nilai a adalah koordinat kromatis yang menunjukkan kemerahan atau kehijauan pada sampel. Nilai a positif menunjukkan sampel kemerahan sedangkan nilai a negatif menunjukkan kehijauan sampel. Nilai a gula semut ekstrak parengpeng yang diperoleh sebesar 5,39 yang artinya derajat koordinat kromatis kehijauan, dan nilai a gula semut petani yang diperoleh adalah 10,24 yang artinya derajat koordinat kromatis kemerahan. Nilai b menyatakan warna kromatis campuran biru-kuning. Nilai b positif menunjukkan kekuningan sampel sedangkan nilai b negatif menunjukkan kebiruan sampel. Nilai b pada gula semut ekstrak parengpeng diperoleh sebesar 12,02 lebih rendah dibanding warna gula semut petani sebesar 10,24 yang artinya berdasarkan perbedaan nilai kromatis b gula semut ekstrak parengpeng lebih mudah dari gula semut petani. Hasil analisis kuantitatif terhadap warna gula semut dengan alat Chromameter tipe CR-300 berdasarkan nilai L, a dan b dapat disimpulkan bahwa gula semut ekstrak parengpeng memiliki warna kuning kehijauan dan gula semut petani memiliki warna kuning kehitaman. Tabel 6 Analisis Warna gula semut dengan nilai L, a, dan b Jenis Analisis Jenis Sampel Metode Hasil Warna L 22,77 Gula Semut Petani a 10,24 b 14,63 CR-300 (Chromameter) L 48,18 Gula Semut Ekstrak a 5,39 Parengpeng 6% b 12,02 Keterangan : L = Kecerahan a = warna merah jika bertanda + dan hijau jika bertanda – b = warna kuning jika bertanda + dan biru jika bertanda –
43
Perbedaan intensitas warna gula semut karena adanya ekstrak parengpeng yang diberikan kedalam nira aren yang berwarna hijau tua. Warna kuning kehitaman pada gula semut petani terjadi karena adanya proses pencoklatan nonenzimatis. Menurut Miao et al. (2006) proses kristalisasi pada komponen gula memiliki hubungan langsung dengan reaksi NEB (Nonenzimatik browning). Heimburger (2012) menyatakan reaksi pencoklatan (browning) non-enzimatik dalam suatu produk dibedakan dalam tiga jenis yaitu pirolisis, karamelisasi dan reaksi Maillard. Pirolisis adalah proses pencoklatan non-enzimatik karena suhu tinggi, sehingga kadar air dalam produk menguap dan diperoleh produk akhir karbon berwarna hitam amorf. Karamelisasi adalah dehidrasi yang disebabkan adanya pemanasan pada produk makanan. Reaksi Maillard adalah reaksi pencoklatan karena interaksi antara gula sederhana dan asam amino pada suhu tinggi (> 80ºC) (Davies et al. 2013). Selama produksi gula aren proses pencoklatan yang terjadi adalah proses karamelisasi dan reaksi Maillard (Amin et al. 2010) juga Dong et al. (2012) menyatakan bahwa reaksi pencoklatan pada glukosa dapat terjadi karena adanya reaksi Maillard. Reaksi Maillard dapat mempengaruhi pembentukan melanoidin pada pemanasan glukosa dan fruktosa (Kim et al. 2008). Reaksi Maillard melibatkan reaksi kondensasi antara asam amino atau protein dengan gula pereduksi, yang terjadi umumnya dalam pengolahan makanan dan penyimpanan. Reaksi pencoklatan akan meningkat dengan meningkatnya pemanasan produk (Jing et al. 2002). Lebih lanjut Wang et al. (2002) reaksi pencoklatan terjadi ketika suhu pemasakan meningkat 130-160ºC. Reaksi pencoklatan non-enzimatik bertanggung jawab atas terbentuknya warna coklat pada bahan pangan secara alami. Reaksi pencoklatan merupakan salah satu masalah utama dalam produksi permen dan cokelat putih (Vercet 2003).
Indikator Kerusakan Makanan Oleh Mikroba Mikroba merupakan salah satu parameter yang perlu diperhatikan dalam setiap produk makanan. Kehadiran mikroba pada produk pangan akan mempengaruhi mutu produk dan juga keamanan pangan tersebut untuk dikonsumsi. Tabel 7 menunjukkan bahwa total mikroba, jumlah khamir, dan jumlah BAL pada gula semut yang disimpan selama 10 bulan sebesar <1,0 x 102 Cfu/ml. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah mikroba yang mengkontaminasi gula yang disimpan selama 10 bulan sebesar <1,0 x 102 koloni /g (tidak terdapat mikroba yang tumbuh), sehingga dapat dikatakan bahwa gula semut masih layak untuk dikonsumsi. Hal ini disebabkan oleh adanya bahan antimikroba yang terkandung pada gula semut berupa saponin, tannin, flavonoid yang mampu mencegah pertumbuhan mikroba dan rendahnya kadar air pada gula semut selama penyimpanan 10 minggu. Kontaminasi mikroba pada gula dapat mengakibatkan kerusakan organoleptik pada gula semut. Mikroba dalam gula semut akan mengubah sukrosa menjadi senyawa yang lebih sederhana dan beberapa mikroba akan menghasilkan senyawa yang dapat mengakibatkan rasa gula menjadi menjadi berubah.
44
Tabel 7 Hasil Analisis Mikroba Gula Semut Ekstrak Etanol Daun Parengpeng 6% Setelah Disimpan Selama 10 Bulan Pengenceran Jumlah Koloni Jenis Pengujian -1 -2 -3 (koloni /g) 10 10 10 Total Khamir 0 0 0 <1,0 x 102 Total BAL 0 0 0 <1,0 x 102 Total Mikroba 0 0 0 <1,0 x 102 Keterangan : bobot sampel 50 g
Kajian Potensi Gula Semut Ekstrak Daun Parengpeng Sebagai Gula Fungsional Penentuan kadar tannin, flavonoid dan Saponin dilakukan untuk mengetahui peranan ekstrak parengpeng sebagai pengawet pada nira aren. Keberadaan senyawa fitokimia seperti senyawa tannin, flavonoid dan saponin berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroba pada gula semut. Bahan yang mengandung komponen fitokimia berupa alkaloid, diterpenoid dan flavanoid dapat digunakan sebagai senyawa pengawet gula semut. Disamping itu tingginya kadar gula juga dapat mengakibatkan pengawetan makanan. Hasil pengukuran analisis kuantitatif fitokimia gula semut ekstrak etanol daun parengpeng 6% disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Hasil Analisis Kuantitatif Fitokimia Gula Semut Ekstrak Parengpeng 6% No Jenis Pengujian Hasil pengujian Metode Pengujian 1 Kadar Saponin (%) 4,71 TLC scanner 3 Kadar Tannin (%) 1,40 Spektrofotometri 4 Kadar Flavonoid (%) 0,24 Spektrofotometri Menurut Warta Penelitian Dan Pengembangan Pertanian (2006) pangan fungsional merupakan pangan alami atau pangan yang sudah melalui proses tertentu yang mempunyai fungsi fisiologis tertentu dan bermanfaat bagi kesehatan karena mengandung senyawa tertentu berdasarkan kajian ilmiah. Krystallis et al. (2008) menyimpulkan makanan fungsional harus memberikan manfaat kesehatan sesuai standar kualitas yang dibutuhkan oleh konsumen dari produk makanan tersebut. Meningkatnya kesadaran akan pentingnya fungsi makanan bagi kesehatan manusia, maka makanan harus dapat mencegah timbulnya suatu penyakit dalam tubuh. Dengan demikian salah satu fungsi makanan fungsional adalah untuk menjaga dan mencegah suatu penyakit didalam tubuh. Beberapa jenis senyawa bioaktif yang terdapat pada makanan telah diketahui mempunyai fungsi penting bagi kesehatan. Gula semut berpotensi sebagai makanan fungsional karena memiliki kandungan biokatif yang cukup tinggi (Tabel 8). Parengpeng adalah tanaman dari famili Euphorbiaceae. Euphorbiaceae golongan tanaman yang banyak digunakan sebagai obat tradisional untuk menyembuhkan berbagai penyakit seperti kanker, diabetes, diare, penyakit jantung, pendarahan, hepatitis, sakit kuning, malaria, penyakit mata, rematik dan kudis dan lain-lain. Tanaman tersebut mengandung komponen bioaktif yang telah
45
banyak diisolasi dan diuji secara farmakologi. Okoli et al. (2009) dalam penelitiannya tentang obat herbal dari tanaman menyimpulkan bahwa senyawa aktif yang terkandung dapat berfungsi sebagai antibiotik.
46
5
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Proses ekstraksi komponen aktif ekstrak Parengpeng dilakukan dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol menghasilkan rendemen 16.03%. Hasil uji kualitataif dan kuantitatif fitokimia, ekstrak daun parengpeng mengandung flavonoid, saponin, steroid dan tannin. Konsentrasi ekstrak parengpeng yang digunakan sebagai pengawet pada pembuatan gula aren melalui perhitungan nilai MIC adalah konsentrasi 6%. Berdasarkan hasil penelitian penambahan ekstrak parengpeng konsentrasi 6% pada nira aren berpengaruh nyata terhadap perubahan total pertumbuhan mikroba, total pertumbuhan bakteri asam laktat, total pertumbuhan khamir, kadar total gula, kadar total asam dan pH pada nira aren. Penggunaan konsentrasi yang lebih besar dari 6% akan menurunkan mutu produk gula aren yang dihasilkan. Analisis warna secara kuantitatif dengan alat Chromameter tipe CR-300 (Chromameter) terhadap gula semut ekstrak parengpeng memiliki warna kuning kehijauan dan gula semut petani memiliki warna kuning kehitaman. Uji organoleptik mutu hedonik gula semut parengpeng yang dihasilkan berwarna agak coklat, aroma agak langu, tekstur agak keras, rasa agak pahit, memiliki aftertaste pahit, dan tingkat kesukaan pada tingkat agak tidak suka.
Saran Perlu digunakan konsentrasi ekstrak parengpeng yang lebih kecil dari 6% agar cita rasa gula semut yang dihasilkan lebih dapat diterima. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai sifat fungsional gula aren yang menggunakan ekstrak daun parengpeng sebagai pengawet dan perlu dikaji lebih lanjut mengenai manfaat lain gula semut tidak hanya sebagai pemanis dan pemberi aroma yang khas. Perlu dilakukan kajian lebih lanjut mengenai manfaat penambahan tanaman parengpeng terhadap mutu gula semut yang dihasilkan sebagai makanan herbal yang sehat dan cocok untuk penderita diabet.
47
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi SS, Sutisna I, Affandi H. 2010. Lanostana dari kulit Danglo (Macaranga javanica Muell. Arg). Buleiin Kimia 1:67-73. Achmadi. 1992. Teknik kimia organik. Jurusan Kimia. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. IPB. Bogor. Afolayan, Meyer. 1997. The antimicrobial activity of 3, 5,7 trihydroxyflavone insolated from the shoots of Helichrysum aureon itens. Ethnopharm. 57 (3): 199-181. Akpinar A, Yerlikaya O, Kilic S. 2011. Antimicrobial activity and antibiotic resistance of Lactobacillus delbrueckii ssp. bulgaricus and Streptococcus thermophilus strains isolated from Turkish homemade yoghurts. Afr J Microbiol Res. 5(6): 675-682. Allameh SK, Daud H, Yusoff FM, Saad CR, Ideris A. 2012. Isolation, identification and characterization of Leuconostoc mesenteroides as a new probiotic from intestine of snakehead fish (Channa striatus). Afr J Biotech. 11(16): 3810-3816. Amin NAM, Mustapha WAE, Maskat MY, Wai HC, 2010. Antioxidative activities of palm sugar-like flavouring. J Food Sci. 4: 23-29. Ansel HC. 1989. Introduction to pharmaceutical dosage form. Lea and Febiger, Inc. New York. [AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 1995. Official method of th Analysis of AOAC International, 16 edition. AOAC International. Maryland. Escalante A, Gomez MG, Hernandez G, Cordova-Aguilar MS, Lopez-Munguia A, Gosset G, and Bolivar f. 2008. Analysis of bacterial community during the fermentation of pulque, a traditional Mexican alcoholic beverage, using a polyphasic approach. Int J Food Microbiol. 124: 126-134. Badan POM. 2005. Peraturan Perundang-Undangan di bidang Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka. Jakarta: 121. Badan Standarisasi Nasional. 1995. Persyaratan SNI 01-3743-1995 Tentang Standar Gula Palma. [BAM] Bacteriological Analytical Manual. 2001. Di dalam Sylviana, 2008. Prevalensi cemara Styphimurium pada potongan arkas ayam dan efektivitas ekstrak daun Sirih (Pipper betle.Linn) sebagai larutan sanitiser alami. Sekolah Pascasarjana, IPB. Bogor. [Tesis]
48
[BPTH] Balai Pembenihan tanaman hutan Bali Nusra. 2009. Arenga pinnata (Wurmb).http://bpthbalinusra.net/isbseedleaflet/201-arenga-pinnatawurmbmerr.html. [27 April 2011]. Battcok M, Azam-Ali S. 1998. Fermented fruis and vegetables: a global perspective. FAO’s Agricultural Services Bulletin series. http://www.fao.org/docrep/x0560e00. Becker CA, Bakhuizen RC. 1963. Flora of Java. Vol II. Groningen : NVP Noordhof-Groningen. Benardini E. 1983. Vegetables oil and fats processing. Vol. I. Interstampa, Roma. Cahyaningsih HE. 2006. Identifikasi bakteri asam laktat dari nira lontar serta aplikasinya dalam mereduksi S. thypimurium dan A. flavus pada biji Kakao. [Tesis]. Bogor. Institut Pertanian Bogor. Calderon M, Loiseau G, Guyot JP. 2003. Fermentation by Lactobacillus fermentum Ogi E1 of different combinations of carbohydrates occurring naturally in cereals: consequences on growth energetics and a-amylase production. Int J Food Microbiol. 80: 161– 169. Cosentino S, Tuberoso CIG, Pisano B, Satta M, Mascia V, Arzedi E, Palmas F. 1999. In vitro antimicrobial activity and chemical composition of Sardinian Thymus essential oils. Letters in Appl Microbiol. 29:130-135. Deryabin A, Sin’kevich NMS, Dubinina IM, Burakhanova EA, Trunova TI. 2006. Effect of sugars on the development of oxidative stress induced by hypothermia in potato plants expressing yeast invertase gene. J Plant Physiol. 54(1): 32–38. Dellaglio F, Felis GF, Castioni A, Torriani S, Germond JE. 2005. Lactobacillus delbrueckii subsp indicus subsp. nov., isolated from Indian dairy products. Afr J Microbiol Res. 5(6): 675-682. Dinh V, Zhang HP, DucNM, Tuu NV, Qin GW. 2006. A new geranyl flavanone from Macaranga triloba. J asian natural products research, 8(1-2): 155158. DJPDN (direktorat jendral perdagangan dalam negeri). 2012. Swasembada gula 2014 meramu potensi agar harga gula tetap manis. [28 november 2012]. http://ditjenpdn.kemendag.go.id/index.php/public/information/articlesdetail/berita/96. DKPJT (Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Tengah). 2011. Budidaya & potensi pengembangan tanaman aren. [28 April 2012]. http://dinhut.jatengprov.go.id/www/mod.php?mod=userpage&menu=908& page_id=16.
49
Duma N. 2010. Pengaruh penambahan tepung kemiri pada nira aren dan lama penyimpanan terhadap karakteristik gula merah. Balai Besar Industri Hasil Perkebunan, Makassar 5(1): 14-21. Filianty F. 2007. Teknik penghambatan degradasi sukrosa dalam nira Tebu (Saccharum officinarum) menggunakan Akar Kawao (Millettia Sericea) Dan Kulit Batang Manggis (Garcinia mangostana L.). [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Frazier WC, Westhoff DC. 1978. Food microbiology. Mcgraw-Hill Inc : USA. Garcia-Ayuso. 1998. Ultrasound-assisted Extraction. J Chromatogra 57:11961197. Gardner NJ, Savard T, Obermeier P, Caldwell G, Champagne CP. 2001. Selection and characterization of mixed starter cultures for lactic acid fermentation of carrot, cabbage, beet and onion vegetable mixtures. Int J Food Microbiol. 64: 261-275 Gerez CL, Cuezzo S, Rolla´n G, Valdez GFD. 2008. Lactobacillus reuteri CRL 1100 as starter culture for wheat dough fermentation. Food Microbiol. 25: 253-259. Guo Y, Yan Q, Jiang Z, Teng C, Wang X. 2010. Efficient production of lactic acid from sucrose and corncob hydrolysate by a newly isolated Rhizopus oryzae GY18. J Ind Microbiol Biotechnol. 37:1137-1143. Gomez KA, Gomez AA. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. Ed. ke-2. Sjamsudin E dan Baharsjah JS, penerjemah. Jakarta: UI Pr. Terjemahan dari: Statistical Procedures for Agricultural Res. Harbone JB. 1996. Metode Fitokimia: penuntun cara modern menganalisis tumbuhan. Terjemahan Padmawinata K & Soediro L. 2nd ed. Penerbit ITB Bandung. Heil, Fiala B, Kaiser W, Linsenmair KE. 1998. Chemical contents of Macaranga food bodies: adaptations to their role in ant attraction and nutrition. Functional Ecol. 14: 117–122. Heimburger Thibault. 2012. Rogers’ maillard reaction hypothesis explained in detail by rogers himself. [15 Juni 2012]. http://shroudofturin.files.wordpress.com/2012/08/rogers-maillard-reactionfor-dan-blog-2.pdf . 1-18. Hemme D, Catherine, Scheunemann F. 2004. Leuconostoc, characteristics, use in dairy tercnology and prospects infungtional food. Int Dairy J. 14: 467–494.
50
Horvath Sl, Franzen Cj, Mohammad, Taherzadeh, Niklasson C, Liden G. 2003. Effects of Furfural on the Respiratory Metabolism of Saccharomyces cerevisiae in Glucose-Limited Chemostats. Appl Environ Microbial. 69(7): 4076-4086. Jay TM. 1978. Modern food mikrobiology. Van Nostrand Reinhold Company, New York. Jackson EB. 1995. Sugar Confectionary Manufacture, Springer, 2 nd ed. Jing H, Kitts DD, 2002. Chemical and biochemical properties of casein–sugar Maillard reaction products. Food Chem Toxicol. 40: 1007-1015. Jones WP and Kinghorn AD. Extraction of Plant Secondary Metabolites. 2012. Di dalam Sarker SD, Latif Z, Gray AI. Edition Method in Biotechnology Natural Product Isolasition second Edition. Hamana Press, New Jersey. Karamoko D, Djeni NT, N’guessan KF, Bouatenin KMJP, Dje KMKM. 2012. The biochemical and microbiological quality of palm wine samples produced at different periods during tapping and changes which occured during their storage. Food Control. 26:504-511. Kaur G, Singh RP. 2008. Antibacterial and membrane damaging activity of Livistona chinensis fruit extract. Food Chem Toxicol. 46: 2429-2434. Khajavi SH, Kimura Y, Oomori T, Matsuno R, Adachi S. 2004. Kinetics on sucrose decomposition in subcritical water. LWT 38: 297-302. Khobragade CN, Bhanderm RM. 2012. In Vitro Antibacterial, Membrane Damage, Antioxidant And Anti-Inflammatory Activities Of Barleria Prionitis L Extract On Uti Causing Multidrug Resistant E.Coli. Int J Curr Pharm Res. 4(1): 64-69. Kim JS, Lee YS. 2008. Effect of reaction pH on enolization and racemization reactions of glucose and fructose on heating with amino acid enantiomers and formation of melanoidins as result of the Maillard reaction. Food Chem. 108: 582-592. Kismurtono M. 2012. Fed-batch Alcoholic Fermentation of Palm Juice (Arenga pinnata Merr): Influence of the Feeding Rate on Yeast, Yield and Productivity. Int J Engineering Technol. 2 (5): 795-799. Krystallis A, Maglaras G, Mamalis S. 2008. Motivations and cognitive structures of consumers in their purchasing of functional foods. Food Quality Preference. 19: 525-538. Kaur G, Singh RP. 2008. Antibacterial and membrane damaging activity of Livistona chinensis fruit extract. Food Chem Toxicol. 46: 2429-2434.
51
Kusumanto D. 2010. Mencari cara pengawetan alami nira aren untuk produksi gula organic. [11 April 2011]. http://kebunaren.blogspot.com/2010/02/mencari-cara-pengawetan-alaminira-aren.html Lalujan EL. 1995. Studi pengawetan nira aren untuk industri kecil. [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Lee JW, Choi S, Park JH, Vickers, Nielsen KL, Lee SY. 2010. Development of sucrose-tilizing Escherichia coli K-12 strain by cloning βfructofuranosidases and its application for L-threonine production. Appl Microbiol Biotechnol. 88: 905-913. Lertsiri S, Phontree K, Thepsingha W, Bhumiratana A, 2002. Evidence of enzymatic browning due to laccase-like enzyme during mash fermentation in Thai soybean paste. Food Chem. 80: 171-176. Li X, Yu B, Curran P, Liu1 SQ. 2010. Chemical and volatile composition of mango wines fermented with different Saccharomyces cerevisiae Yeast Strains. S. Afr J Enol Vitic. 32: 117-128. Lim TY, Lim YY, Yule CM. 2009. Evaluation of antioxidant, antibacterial and anti-tyrosinase activities of four Macaranga species. Food Chem. 114: 594-599. Lin YT, Labbe RG, Shetty K. 2005. Inhibition of Vibrio parahaemolyticus in seafood systems using oregano and cranberry phytochemical synergies and lactic acid. Innovative Food Sci Emerging Technol.6: 453-458. Malbasa R, Loncar E, Djuric M. 2008. Comparison of the products of Kombucha fermentation on sucrose and molasses. Food Chem. 106: 1039-1045. Manel Z, Sana M, Nedia K, Moktar M, Ali F. 2011. Microbiological Analysis and Screening of Lactic Acid Bacteria from Tunisian date palm sap. Afr J Microbiol Res. 5(19): 2929-2935. Marsigit W. 2005. Penggunaan bahan tambah pada nira dan mutu gula aren yang dihasilkan dibeberapa sentral produksi di bengkulu. J Penelitian UNIP. 10(1): 42-48. Markstadter1 C, Federle W, Jetter1 R, Riederer1 M, Holldobler B. 2000. Chemical composition of the slippery epicuticular wax blooms on Macaranga (Euphorbiaceae) ant-plants. Chemoecol. 10:033-040. Mathouthi, Mohamed. 2000. Highighls og the twentienth century progress in sugar. Thechology and The Prospects for The 20st century. www.google [3 Desember 2012].
52
Mc Donald, Henderson PAR, Heron SJ. 1991. The Biochemistry Silage. Second Edition. Calcombe Publicatio, Britain. Menaga, Mahalingam, Rajakumar, Ayyasamy. 2012. Evaluation of phytochemical characteristics and antimicrobial activity of pleurotus florida mushroom. Asian J Pharm Clin Res. 5(4): 102-106. Miao S, Roos YH. 2006. Isothermal study of nonenzymatic browning kinetics in spray-dried and freeze-dried systems at different relative vapor pressure environments. Innovative Food Sci Emerging Technol. 7: 182-194. Mugula JK, Nnko SAM, Narvhus JA, Sorhaug T. 2003. Microbiological and fermentation characteristics of togwa, a Tanzanian fermented food. Int J Food Microbiol. 80: 187-199. Muramalla T, Aryana KJ. 2011. Some low homogenization pressures improve certain probiotic characteristics of yogurt culture bacteria and Lactobacillus acidophilus La-K 1. Dairy Sci. 94(8): 3725-3738. Naknean P, Meenune M, Roudaut G. 2010. Characterization Of Palm Sap Harvested In Songkhla Province, Southern Thailand. Int Food Res J. 17: 977-986. Nengah KPI. 1990. Kajian reaksi pencoklatan termal pada proses pembuatan gula merah nira aren. [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Ohara S, Fukushima Y, Sugimoto A, Terajima Y, Ishida T, Sakoda A. 2012. Rethinking the cane sugar mill by using selective fermentation of reducing sugars by Saccharomyces dairenensis, prior to sugar crystallization. Biomass Bioenergy. 42: 78-85. Okoli R, Turay AA, Mensah JK, Aigbe AO. 2009. Phytochemical and antimicrobial properties of four herbs from edo state, Nigeria. Report and Opinion. 1(5): 67-73. Oloyede, Modupe A, Efem IK, Ejikeme. 2012. Evaluation of the antimicrobial and phytochemical properties of a herbal preparation. Nature Sci. 10(7): 43-48. Pednekar PA, Raman B. 2012. Pharmacognostic and phytochemical studies of Semecarpus Anacardium (Linn.F.) Leaves. Int J Pharmacy Pharm Sci. 4(3): 682-685. Phaichamnan M, Posri W, Meenune M. 2010. Quality profile of palm sugar concentrate produced in Songkhla Province, Thailand. Int Food Res. 17: 425-432.
53
Pito DS, Fonseca IM, Ramos AM, Vital Jand Castanheiro JE. 2009. Hydrolysis of sucrose using sulfonated poly(vinyl alcohol) as catalyst. Biores Technol. 100: 4546-4550. Popa D, Ustunol Z. 2011. Influence of sucrose, high fructose corn syrup and honey from different floral sources on growth and acid production by lactic acid bacteria and bifidobacteria. Int J Dairy Technol. 64(2): 247253. Rahayu WP. 2001. Penuntun praktikum penilaian organoleptik. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, IPB. Bogor. Rocha MPV, Rodrigues THS, MeloVMM, alves LRBG, Macedo GRD. 2011. Cashew apple bagasse as a source of sugars for ethanol production by Kluyveromyces marxianus CE025. J Ind Microbiol Biotechnol. 38:10991107. Ruiz-Jemenez J. 2004. Automatic Soxhlet extraction. J anal chim acta 155-525. Elsevier. Http://www.sciencedirect. Salama HMH, Maraikii N. 2009. Antimicrobialactivity and phytochemical analyses of Polygonum aviculare L. (Polygonaceae), naturally growing in egypt. Australian J Basic Appl Sci. 3(3): 2008-2015. Sarjono dan Dachlan MA. 1988. Penelitian pencegahan fermentasi pada penyadapan nira aren sebagai bahan baku pembuatan gula merah. Warta BBIHP 2: 55-58. Satdive RK, Chimata R, Namdeo A, Fulzele DP. 2012. In vitro screening for phytochemical and antimicrobial activity of poisonous plant ficus tseila roxb. Int J Pharma Bio Sci. 3(2): 213-221. Sedarnawati. 1999. Aktifitas antimikroba ekstrak kulit kayu Ralu (Xylocarpus moluccensis M. Roem) [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Shanavas S, Padmaja G, Moorthy SN, Sajeev MS and Sheriff JT. 2011. Process optimization for bioethanol production from cassava starch using novel eco-friendly enzymes. Biomass Bioenergy. 3(5): 901-909. Schutz B, Wright AD, Rali T, Sticher O. 1995. Prenylated flavanones from leaves of Macaranga pleiostemona. Phytochem. 40(4): 1273-1277. Sumanti D, Tjahjadi C, Betty DS, Cucu SA, Abdul R. 1994. Efek bahan pengawet alami terhadap pertumbuhan mikroorganisme kontaminan nira aren. Laporan penelitian Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran, Jatinangor. Sukriya DH. 1982. Beberapa usaha pengawetan nira Aren. Fakultas Teknologi Pertanian Bogor: Institut Pertanian Bogor.
54
Surono IS. 2004. Probiotik susu fermentasi dan kesehatan. Yayasan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia. Tatiya AU, Saluja AK. 2010. Evaluation of phytochemical standards and in vitro antioxidant activity of tannins rich fraction of stem bark of Bridelia retusa (li). Int J Pharm Tech Res. 2(1): 649-655. Thabet IB, Francis F, Pauw ED, Besbes S, Attia H, Deroanne C, Blecker C. 2010. Characterisation of proteins from date palm sap (Phoenix dactylifera L.) by a proteomic approach. Food Chem. 123: 765-770. Tranggono ZN, Wibowo D, Murdjiati G, Mary A. 1990. Kimia nutrisi pangan. PAU Pangan dan Gizi UGM. Yogjakarta. Trilaksani W, Riyanto B, Susanto H. 2004. Pemanfaatan protein ikan Mujair (Oreochromis mossambicus peters.) Sebagai bahan baku pembuatan fish cake goreng. Buletin THP FPIK-IPB 7(1): 12-25. Ushio M, Adams JM. 2011. A meta-analysis of the global distribution pattern of condensed tannins In tree leaves. The Open Ecol J. 4: 18-23. Tubagus B. 2009. Kajian pengawetan nira menggunakan asap cair tempurung kelapa. [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Vernocchi P, Valmorri S, Gatto V, Torriani V, Gianotti A, Suzzi G, Guerzoni ME, Gardini F. 2004. A survey on yeast microbiota associated with an Italian traditional sweet-leavened baked good fermentation. Food Res Int. 37: 469-476. Vercet Antonio. 2003. Browning of white chocolate during storage. Food Chem. 81: 371-377. Vigil ALM, Palou E, Parish ME, Davidson PM. 2005. Methods for activity assay and evaluation of results. Di dalam Davidson PM, Sofos JN dan Branen AL (ed.), Antimicrobial in Food. 3rd ed. Boca Raton: CRC Press. Vicente MDAJ, Fietto LG, Castro LDM, Santos ANG, Coutrim MCX. 2005. Isolation of Saccharomyces cerevisiae strains producing higher levels of flavoring compounds for production of ‘‘cachac¸a’’ the Brazilian sugarcane spirit. Int J Food Microbiol. 108: 51-59. Vickery MC, Vickery. 1981. Secondary plant metabolism. University Press. Baltimore. Vital PG, Rivera WL, 2009, Antimicrobial activity and cytotoxicity of Chromolaena odorata (L. f.) King and Robinson and Uncaria perrottetii (A. Rich) Merr. Extracts. J Medicinal Plants Res. 3(7): 511-518.
55
Vongsak B, Sithisarn P, MangmoolS, Thongpraditchote S, Wongkrajang Y, Gritsanapan W. 2013. Maximizing total phenolics, total flavonoids contents and antioxidant activity of Moringa oleifera leaf extract by the appropriate extraction method. Industrial Crops and Products 44: 566571. Wang HH, Sun D. 2002. Assessment of cheese browning affected by baking conditions using computer vision. J Food Eng. 56: 339-345. Wijesekera ROB.1991. The medicinal plant industri. CRC Press. London. Wind J, Smeekens S, Hanson J. 2010. Sucrose: Metabolite and signaling molecule. Phytochem. 71: 1610-1614. Yasni S, Suliantari, Fenta. 1997. Ekstraksi komponen aktif kulit Kusambi (Schleichera oleosa MERR.) dan daya hambatnya terhadap nira. Teknologi dan Industri Pangan 8(2): 14-23. Yazaki K, Sasaki K, Tsurumaru Y. 2009. Prenylation of aromatic compounds, a key diversification of plant secondary metabolites. Phytochem. 70:17391745. Yoshimura K, Harii K, Masuda YBS, Takahashi M, Aoyama T, Iga T. 2001. Usefulness of a narrow-band reflectance spectrophotometer in evaluating effects of depigmenting treatment. Aesth Plast Surg. 25:129-133. Zago M, Lorentiis AD, Carminati D, Comaschi L and Giraffa G, 2006, Detection and identification of Lactobacillus delbrueckii subsp. lactis bacteriophages by PCR. J Dairy Res. 73: 146-153. Zakaria R, Fadzly NRN. Mansor M and Zakaria YM. 2008. The Distribution of Macaranga, Genus (Family Euphorbiaceae) in Penang Island, Peninsular Malaysia. J Biosci. 19(2): 91-99. Zakaria I, Ahmat N, Ahmad R, Jaafar FM, Ghani N dan Khamis S. 2010. Flavanones from the Flower of Macaranga triloba. World Appl Sci J. 9(9): 1003-1007.
56
Lampiran
57
Lampiran 1 Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Fitokimia Ekstrak Daun Parengpeng
Penentuan Kandungan Fitokimia (Harborne, 1996) Penentuan kandungan fitokimia secara kualitatif dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya golongan senyawa aktif yang terdapat pada simplisia dan ekstrak kulit buah langsat, meliputi tanin, flavonoid, saponin, alkaloid, triterpenoid, dan steroid. Uji Alkaloid Sebanyak 0.1 g ekstrak ditambahkan dengan NH3 sebanyak 3 tetes, dan kloroform sebanyak 5 ml ke dalam tabung reaksi. Sampel tersebut kemudian dihomogenkan dengan menggunakan vortex, dan disaring, setelah itu tambahkan H2SO4 2 M sebanyak 3 ml dan dihomogenkan kembali sehingga terbentuk lapisan asam. Lapisan asam tersebut kemudian diuji dengan penambahan perekasi Dragendroff, Mayern, dan Wagner. Sampel positif mengandung alkaloid, jika berturut-turut akan membentuk endapan jingga, putih, dan cokelat. Uji Flavonoid Sebanyak 0.1 g ekstrak ditambahkan 2 ml air, kemudian didihkan selama beberapa menit, lalu disaring dan filtratnya ditambahkan serbuk Mg sebanyak satu ujung spatula, kemudian diteteskan dengan HCl pekat sebanyak 2-3 tetes, setelah itu ditambahkan dengan 1 mL amil alkohol. Campuran tersebut kemudian dikocok sampai homogen. Sampel yang positif akan warna jingga atau kuning pada lapisan amil alkohol. Uji Saponin Sebanyak 0.1 g ekstrak ditambahkan 2 ml air, kemudian didihkan selama beberapa menit, lalu disaring, filtrat hasil penyaringan dikocok kuat. Sample yang positif akan memunculkan busa yang stabil yang dapat bertahan selama 5 menit. Uji Tannin Sebanyak 0.1 g ekstrak ditambahkan 2 ml air, kemudian didihkan selama beberapa menit, lalu disaring dan filtratnya ditambah 1 tetes FeCl3 10 %. Sampel yang positif ditandai dengan warna hijau kehitaman. Uji Steroid dan Triterpenoid Sebanyak 0.1 g ekstrak ditambah 5 ml etanol 96 % lalu dipanaskan selama 2 menit dan disaring. Filtrat hasil penyaringan kemudian dipanaskan kembali sampai kering. Sample kering kemudian ditambahkan 1 ml dietil eter sampai larut dan dipindahkan ke dalam cawan porselen. Cawan yang berisi sample tersebut
58
kemudian ditambahkan dengan satu tetes H2SO4 pekat dan satu tetes asam asetat anhidrat. Sampel yang positif mengandung senyawa triterpenoid akan memberikan warna merah. Sampel yang positif mengandung senyawa steroid akan memberikan warna hijau atau biru. Sample yang positif mengandung senyawa triterpenoid dan steroid akan memberikan warna ungu.
59
Lampiran 2 Uji Aktivitas Antimikroba (Vigil et al. 2005) Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Macaranga javanica Pada uji aktivitas mikroba dilakukan dengan menentukan nilai MIC (Minimum Inhibitory Concentration) ekstrak daun parengpeng terhadap mikroba yang uji. Kultur murni yang digunakan adalah Lactobacillus delbrueckii, Leuconostoc mesenteroides yang mewakili bakteri asam laktat (BAL), dan Saccharomyces cerevisiae digunakan untuk mewakili mikroba golongan khamir. Prosedur Persiapan Kultur Mikroba Satu ose kultur mikroba yang diuji diinokulasikan dalam 10 ml Nutrient Broth (NB) kemudian diinkubasikan pada suhu 37oC selama 24 jam, mikroba siap digunakan untuk uji kontak. Dengan menggunakan metode cawan tuang kultur mikroba diambil langsung dari isolat sebanyak 1 ml dan diletakkan pada media MRSA (BAL) yang ditambahi CaCO3 dan PDA (khamir). CaCO3 berfungsi sebagai indicator terbentuknya koloni BAL. Setelah itu cawan yang berisi media diinkubasi pada suhu 37oC selama 48 jam dan siap untuk diuji. Prosedur Analisis Total Mikroba (Total Plant Count) Analisis total mikroba yang dilakukan pada penelitian ini merujuk pada metode Bacteriological Analytical Manual (BAM) tahun 2001, satu mililiter sampel dipipet dari pengenceran yang dikehendaki ke dalam cawan petri. Sebanyak ± 12-15 ml media dituang ke dalam cawan petri dan segera setelah penuangan agar, cawan petri kemudian digerakkan secara hati-hati untuk menyebarkan sel-sel mikroba secara merata, yaitu dengan gerakkan seperti angka delapan. Setelah agar membeku, cawan di inkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 37oC selama 48 jam. Setelah inkubasi, jumlah koloni yang tumbuh pada cawan dihitung berdasarkan metode Bacteriological Analytical Manual (BAM). Proses perhitungan total bakteri dilakukan dengan berbagai ketentuan berdasarkan BAM (2001), antara lain : 1. Cawan yang normal berisi 25-250 koloni. Semua koloni dihitung termasuk titik yang berukuran kecil. Pengenceran dan jumlah koloni semua dicatat untuk setiap cawan. 2. Cawan yang berisi lebih dari 250 koloni dicatat sebagai TBUD (Terlalu Banyak Untuk Dihitung). Jika tidak ada koloni yang tumbuh maka ditulis kurang dari 1 kali pengenceran terendah. 3. Rumus perhitungan yang digunakan adalah : Untuk sampel 25-250 koloni :
60
dimana : Keterangan : N C N1 N2 d
= Total bakteri = Jumlah total seluruh bakteri = Jumlah cawan pada pengenceran pertama = Jumlah cawan pada pengenceran kedua = Tingkat pengenceran
61
Lampiran 3 Prosedur Analisis Kimia Nira Nilai pH (AOAC, 1995) Sampel 30 -50 ml diukur nilai pHnya dengan pH meter. Sebelum digunakan pH meter harus dikalibrasi terlebih dahulu dengan larutan buffer pH 4,0 dan pH 7.0. Analisis Total Asam (AOAC 940.15, 1995) Sebanyak 600 ml aquades ditempatkan pada beakerglass 800 ml, kemudian ditambahkan 1 ml indikator PP. Larutan tersebut dititrasi dengan larutan 0,1N NaOH hingga larutan berubah menjadi berwarna merah muda. Selanjutnya ditambahkan 5-20 ml contoh dan dititrasi kembali dengan larutan 0,1N NaOH hingga larutan kembali berwarna merah muda. Jumlah asam dihitung sebagai g/100 ml contoh. Prosedur Jenis Gula (AOAC, 1995) Penentuan jenis dan kadar gula (sukrosa, glukosa dan fruktosa) dilakukan dengan menggunakan alat HPLC. Sebanyak 0.3 g sampel dilarutkan dalam 100 ml air dan disaring dengan kertas millipore berdiameter 0.45 m. Lalu 10 p1 filtrat disuntikkan ke dalam kolom yang sudah disiapkan, dengan menggunakan pelarut High Pure Water. Analisa dilakukan dengan kondisi alat pada laju aliran fase mobil 0.50 mllmenit, tekanan 33 bar, dan detector yang digunakan adalah RID (Refractive Index Detector). Dari hasil penyuntikan tersebut akan timbul kurva berupa peak yang menunjukkan adanya gula tertentu. Untuk mengetahui jenis gula pada contoh, dilakukan perbandingan dengan waktu retensi kurva standar. Kadar jenis gula dapat dihitung dengan rumus: Tc Cs D f Ts Jenis gula = 100% G Keterangan: Tc = Tinggi peak contoh Ts = Tinggi standar Cs = Konsentrasi standar Df = Faktor pengenceran G = Berat contoh
62
Lampiran 4 Formulir Uji Organoleptik Produk Gula Semut Lembar Kuisioner Uji Hedonik Nama Panelis : ______________ Jenis Kelamin : L / P
Tanggal Pengujian : ____________ Kode Produk : ____________
Nama Produk : Gula semut Parengpeng Di hadapan Anda disajikan 4 macam gula semut parengpeng. SaudaraAnda diminta untuk memberikan penilaian terhadap keempat sampel sesuai dengan persepsi kesukaan saudara, dengan ketentuan dibawah ini : Pengisisan dilakukan dengan cara membuat garis vertical pada setiap mistar sesuai dengan ketentuan. Diharapkan saudara berkumur terlebih dahulu dengan air miniral sebelum mencoba ke formula lainnya. Komentar mohon diisi.
Warna I----- I-----I-----I-----I-----I-----I-----I-----I Amat Sangat Tidak Suka Biasa Amat Sangat Sukat
Tekstur I----- I-----I-----I-----I-----I-----I-----I-----I Amat Sangat Tidak Suka Biasa Amat Sangat Sukat
Aroma I----- I-----I-----I-----I-----I-----I-----I-----I Amat Sangat Tidak Suka Biasa Amat Sangat Sukat
Rasa I----- I-----I-----I-----I-----I-----I-----I-----I Amat Sangat Keras Sedang Amat Sangat lembut
Komentar/saran : .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... TERIMA KASIH
63
Lembar Kuisioner Uji Mutu Hedonik Nama Panelis : ________________ Tanggal Pengujian : ____________ Jenis Kelamin : L / P Kode Produk : ____________ Nama Produk : Gula semut Parengpeng Di hadapan Anda disajikan 4 macam gula semut parengpeng. SaudaraAnda diminta untuk memberikan penilaian terhadap keempat sampel sesuai dengan persepsi kesukaan saudara, dengan ketentuan dibawah ini : Pengisisan dilakukan dengan cara membuat garis vertical pada setiap mistar sesuai dengan ketentuan. Diharapkan saudara berkumur terlebih dahulu dengan air miniral sebelum mencoba ke formula lainnya. Komentar mohon diisi. Warna I----- I-----I-----I-----I-----I-----I-----I-----I Amat Sangat Hijau Kuning Amat Sangat Coklat Aroma I----- I-----I-----I-----I-----I-----I-----I-----I Amat Sangat langu Netral Amat Sangat Harum Aroma Asap I----- I-----I-----I-----I-----I-----I-----I-----I Netral Amat Sangat Kuat Amat Sangat Lemah Tekstur I----- I-----I-----I-----I-----I-----I-----I-----I Amat Sangat Keras Sedang Amat Sangat lembut Rasa I----- I-----I-----I-----I-----I-----I-----I-----I Amat Sangat Pahit Sedang Amat Sangat Manis Aftertaste I----- I-----I-----I-----I-----I-----I-----I-----I Amat Sangat Pahit Netral Amat Sangat Manis
Komentar/saran : .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... ...................................................................................................... TERIMA KASIH
64
Lampiran 5 Prosedur Analisis Kimia Gula Semut
Analisis Kimia (Harborne, 1996) Penentuan Analisis kimia dilakukan secara kualitatif dilakukan untuk mengetahui kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak pada gula semut. Kadar Air Cawan aluminium dikeringkan dalam oven suhu 105OC selama 15 menit. Kemudian didinginkan lalu ditimbang (A). sampel ditimbang sebanyak 5 g (B). setelah itu cawan berisis sampel dikeringkan dalam oven pada suhu hingga diperoleh bobot tetap (C). kadar air dihitung dengan rumus : Kadar air (% wb) = x 100% Kadar air (% db) = =
x 100%
Kadar Abu Sampel ditimbang sebanyak 1- 5 g, lalu dimasukkan kedalam cawan porslen yang sudah diketahui bobot tetapnya. Sampel diarangkan diatas Bunsen tanur pada suhu 500 – 600OC sampai menjadi abu yang berwarna putih. Cawan yang berisi abu didinginkan dalam desikator dan dilakukan penimbangan hingga diperoleh bobot tetap. Kadar abu dapat dihitung dengan rumus : Kadar abu (%) = 100 Kadar Protein Sampel ditimbang sebanyak 0.5 – 3 g lalu dimasukkan ked lam labu Kjeldahi dan didestilasi dengan menggunakan 20 ml asam sulfat asam sulfat pekat dengan pemanasan sampai terjadi larutan berwarna jernih. Larutan hasil destruksi ditampung dalam 25 ml larutan H3BO3 3%. Larutan H3BO3 3% dititrasi dengan laritan HCl 0.02N standar dengan menggunakan metal merah sebagai indikaor. Hasil titrasi ini total nitrogen dapat diketahui. Kadar protein sampel dihitung dengan mengalikan total nitrogen dan factor korelasi. Perhitungan kadar protein dilakukan dengan rumus : Total nitrogen (%) = Kadar protein (%) = total N x 6.25
100%
65
Kadar Lemak Sebanyak 5 g sampel dalam bentuk tepung dibungkus dengan kertas saring dan diletakkan dalam alat dalam alat ekstraksi soxhlet dan alat kondensor dipasang di atas serta labu lemak dibawahnya. Pelarut lemak (dietil eter atau petroleum eter dituangkan ke dalam labu lemak sesuai dengan ukuran soxhlet yang digunakan). Selanjutnya dilakukan refluks selama minimum 5 jam sampai pelarut yang kembali ke labu lemak berwarna jernih. Kemudian labu lemak yang berisi lemak hasil ekstruksi dikeringkan dalam oven pada suhu 105 OC sampai berat tetap. Selanjutnya didinginkan dalam desikator dan dilakukan penimbangan hingga diperoleh bobot tetap. Berat lemak dihitung dengan rumus sebagai berikut: Kadar lemak (%) =
100%
66
Lampiran 6 Nilai MIC Ekstrak Parengpeng Terhadap Mikroba
Saccharomyces cerevisiae Konsentrasi ekstrak parengpeng (%) 0 0,125 0,16% 0,5% 0,65% 0,75% 1,5% 2%
Jumlah mikroba awal yang tumbuh (cfu/ml) ( No) U1 U2 2.21E+05 3.05E+05 2.21E+05 3.05E+05 2.21E+05 3.05E+05 2.21E+05 3.05E+05 2.21E+05 3.05E+05 2.21E+05 3.05E+05 2.21E+05 3.05E+05 2.21E+05 3.05E+05
Jumlah mikroba (cfu/ml) Konsentrasi ekstrak ( Nt) U1 U2 2.65E+08 1.59E+08 2.65E+08 1.59E+08 1.40E+08 4.18E+07 6.89E+07 6.83E+07 2.67E+08 1.59E+08 3.06E+05 2.66E+05 1.31E+05 2.02E+04 2.05E+04 2.65E+04
% Penghambatan = [100%-(Nt/No) x 100%)] U1 U2 40.90 93.38 90.74 91.33
Jumlah mikroba (cfu/ml) Konsentrasi ekstrak ( Nt) U1 U2 2.43E+08 2.33E+08 8.39E+07 8.44E+07 1.63E+08 1.23E+08 2.53E+07 1.52E+07 1.67E+06 1.67E+06 7.20E+05 7.50E+05 3.09E+05 2.05E+05 3.00E+04 2.39E+04
% Penghambatan = [100%-(Nt/No) x 100%)] U1 U2 9.91 17.34 91.27 90.36
Jumlah mikroba (cfu/ml) Konsentrasi ekstrak ( Nt) U1 U2 1.72E+08 2.27E+08 8.90E+06 9.40E+06 6.69E+06 4.80E+06 8.70E+05 7.80E+05 1.76E+05 1.89E+05
% Penghambatan = [100%-(Nt/No) x 100%)] U1 U2 60.33 64.25 91.98 91.36
Lactobacillus delbrueckii Konsentrasi ekstrak parengpeng (%) 0 0,5 1% 1,5% 2% 4% 5% 6%
Jumlah mikroba awal yang tumbuh (cfu/ml) ( No) U1 U2 3.43E+05 2.48E+05 3.43E+05 2.48E+05 3.43E+05 2.48E+05 3.43E+05 2.48E+05 3.43E+05 2.48E+05 3.43E+05 2.48E+05 3.43E+05 2.48E+05 3.43E+05 2.48E+05
Leuconostoc mesenteroides Konsentrasi ekstrak parengpeng (%) 0 2 2,5 3% 3,5%
Jumlah mikroba awal yang tumbuh (cfu/ml) ( No) U1 U2 2.19E+06 2.18E+06 2.19E+06 2.18E+06 2.19E+06 2.18E+06 2.19E+06 2.18E+06 2.19E+06 2.18E+06
67
Lampiran 7 Hasil Analisis Sidik Ragam Terhadap Perubahan pH Nira Aren
Sumber keragaman Konsentrasi ekstrak (A) Lama Inkubasi (B) Interaksi A * B Galat Jumlah Terkoreksi Koefisien keragaman Keterangan
Derajat Bebas (db)
Jumlah Kuadrat (JK)
Kuadrat Tengah (KT)
Fhitung
P-Value
3
22.6473
7.5491
591.96
<.0001**
12
12.9162
1.0763
84.40
<.0001**
36
22.2377
0.6177
48.44
<.0001**
51
0.6504
0.0128
103
58.8212
: :
1.840249 ns = non signifikan, * = berpengaruh nyata ** = berpengaruh sangat nyata
Hasil uji lanjut Duncan Perlakuan Konsentrasi Ekstrak A2 (6%) A3 (9%) A4 (12%) A1 (0%)
Rataan 6.8462 6.1231 6.0385 5.5385
Notasi A B C D
Lama inkubasi (jam) B1 6.8500 A B2 6.6250 B B3 6.5750 B B4 6.4000 C B5 6.2750 D B6 6.1000 E B7 5.9250 F F B10 5.8750 F B11 5.8500 F B8 5.8500 F B12 5.8250 F B9 5.8250 F B13 5.8000 F Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf nyata 5 %
68
Lampiran 8 Hasil Analisis Sidik Ragam Terhadap Perubahan Total Asam
Sumber keragaman
Derajat Bebas (db)
Jumlah Kuadrat (JK)
Kuadrat Tengah (KT)
F-hitung
P-Value
Konsentrasi ekstrak (A) Lama inkubasi (B) Interaksi A * B
3
1.1573
0.3858
256.35
<.0001**
12
0.6073
0.0506
33.63
<.0001**
36
1.1083
0.0308
20.46
<.0001**
Galat
51
0.0767
0.0015
Jumlah Terkoreksi Koefisien keragaman Keterangan
103 2.9552 : 7.910545 : ns = non signifikan, * = berpengaruh nyata ** = berpengaruh sangat nyata
Hasil uji lanjut Duncan Perlakuan
Rataan
Konsentrasi Ekstrak A2 (6%) A3 (9%) A4 (12%) A1 (0%)
0.5923 0.5923 0.4269 0.3500
Notasi A A B C
Lama inkubasi (jam) B13 0.6125 A B12 0.6000 A B11 0.5750 B A B10 0.5375 B C B9 0.5187 D C B8 0.5187 D C B7 0.4875 D D B6 0.4625 F E B5 0.4500 F E B4 0.4500 F E B3 0.4250 F B2 0.3750 G B1 0.3625 G Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf nyata 5 %
69
Lampiran 9 Hasil Analisis Sidik Ragam Terhadap Perubahan Kadar Gula
Sumber keragaman
Derajat Bebas (db)
Jumlah Kuadrat (JK)
Kuadrat Tengah (KT)
F-hitung
P-Value
3
20968.9544
6989.6515
6.38
0.0009*
12
20058.5665
1671.5472
1.53
0.1454
36
44540.0043
1237.2223
1.13
0.3397
51
55846.0155
1095.0199
103
145021.4013
Konsentrasi ekstrak (A) Lama inkubasi (B) Interaksi A * B Galat Jumlah Terkoreksi Koefisien keragaman Keterangan
: :
20.73168 ns = non signifikan, * = berpengaruh nyata ** = berpengaruh sangat nyata
Hasil uji lanjut Duncan Perlakuan
Rataan
Konsentrasi Ekstrak A2 (6%) A4 (12%) A1 (0%) A3 (9%)
176.855 169.444 150.901 141.265
Notasi
A B C D
Lama inkubasi (jam) B5 179.00 A B6 177.58 A B2 176.83 A B3 175.35 B A B4 166.08 B A B1 162.71 B A B11 158.12 B A B9 154.54 B A B12 148.96 B A B10 148.88 B A B13 147.71 B A B8 142.42 B A B7 136.84 B Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf nyata 5 %
70
Lampiran 10 Hasil Analisis Sidik Ragam Terhadap Perubahan MRSA
Sumber keragaman Konsentrasi ekstrak (A) Lama inkubasi (B) Interaksi A * B Galat Jumlah Terkoreksi Koefisien keragaman Keterangan
Derajat Bebas (db)
: :
Jumlah Kuadrat (JK)
Kuadrat F-hitung Tengah (KT)
P-Value
1
323.5991
323.5991
3830.57
<.0001**
12
13.6901
1.1408
13.50
<.0001**
12
9.7376
0.8115
9.61
<.0001**
25
2.1119
0.0845
51
349.3574
4.705065 ns = non signifikan, * = berpengaruh nyata ** = berpengaruh sangat nyata
Hasil uji lanjut Duncan Perlakuan
Rataan
Konsentrasi Ekstrak A1 (0%) A2 (6%)
8.6720 3.6828
Notasi A B
Lama inkubasi (jam) B13 7.2242 A B12 6.9514 B A B11 6.7292 B C B10 6.4856 C B9 6.3026 D C B4 6.0218 D E B5 5.9686 D B7 5.9425 D E B6 5.9330 D E B8 5.8511 D E B3 5.8426 D E B2 5.7067 F E B1 5.3469 F Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf nyata 5 %
71
Lampiran 11 Hasil Analisis Sidik Ragam Terhadap Perubahan PCA
Sumber keragaman
Derajat Bebas (db)
Jumlah Kuadrat (JK)
Kuadrat Tengah (KT)
F-hitung
P-Value
Konsentrasi ekstrak (A) Lama inkubasi (B)
1
347.2623
347.2623
11701.9
<.0001**
12
12.7914
1.0659
35.92
<.0001**
Interaksi A * B
12
11.9418
0.9951
33.53
<.0001**
Galat
25
0.7419
0.0296
Jumlah Terkoreksi Koefisien keragaman Keterangan
51 372.7385 : 2.824523 : ns = non signifikan, * = berpengaruh nyata ** = berpengaruh sangat nyata
Hasil uji lanjut Duncan Perlakuan
Rataan
Notasi
Konsentrasi Ekstrak A1 (0%)
8.6832
A
A2 (6%)
3.5148
B
Lama inkubasi (jam) B8
6.7841
A
B13
6.7142
A
B12
6.6505
B
A
B10
6.4425
B
C
B11
6.4042
B
C
B9
6.3907
B
C
B7
6.3254
C
B6
5.7752
D
B4
5.6989
D
B5
5.6914
D
B3
5.5863
D
B2
5.5837
D
B1 Keterangan :
5.2394 E Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf nyata 5 %
72
Lampiran 12 Hasil Analisis Sidik Ragam Terhadap Perubahan PDA
Sumber keragaman
Derajat Bebas (db)
Jumlah Kuadrat (JK)
Kuadrat Tengah (KT)
F-hitung
P-Value
Konsentrasi ekstrak (A) Lama inkubasi (B)
1
274.8844
274.8844
1546.79
<.0001**
12
46.2445
3.8537
21.69
<.0001**
Interaksi A * B
12
22.1156
1.8429
10.37
<.0001**
Galat
25
4.4428
0.1777
Jumlah Terkoreksi Koefisien keragaman Keterangan
51 348.0858 : 7.007828 : ns = non signifikan, * = berpengaruh nyata ** = berpengaruh sangat nyata
Hasil uji lanjut Duncan Perlakuan Konsentrasi Ekstrak A1 A2
Rataan 8.3147 3.7164
Notasi A B
Lama inkubasi (jam) B13 7.9013 A B12 7.3544 B A B10 6.9831 B B11 6.8870 B B9 6.0825 C B6 5.9790 C B7 5.8066 D B8 5.7820 D C B3 5.2828 E F B4 5.1397 E F B5 5.1238 F B1 4.9557 F B2 4.9245 F Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf nyata 5 %.
73
Lampiran 13 Hasil Uji Beda (T-test) Mutu Hedonik Gula Parengpeng Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means
Jenis Pengujian F
Warna
Aroma
Aroma Asap
Tekstur
Rasa
Aftertaste
Equal variances assumed
.
Sig.
.000
Equal variances not assumed Equal variances assumed
8.309E16
.
.000
3.787E16
.000
Equal variances not assumed Equal variances assumed
2.559E15
Equal variances not assumed
1.764E15
Lower
Upper
.12748
-2.46848
-1.37152
.015
-1.92000
.12748
-2.73781
-1.10219
.058
-.53500
.13537
-1.11745
.04745
-3.952 1.011
.156
-.53500
.13537
-2.21154
1.14154
3.898
.060
.26000
.06671
-.02702
.54702
3.898 1.106
.141
.26000
.06671
-.41754
.93754
14.051
.005
-2.64000
.18788
-3.44840
-1.83160
.017
-2.64000
.18788
-3.86123
-1.41877
.019
-2.70500
.38161
-4.34693
-1.06307
-7.088 1.662
.031
-2.70500
.38161
-4.71176
-.69824
13.867
.005
-3.17500
.22897
-4.16016
-2.18984
.010
-3.17500
.22897
-4.37906
-1.97094
.000 -7.088
.000
95% Confidence Interval of the Difference
-1.92000
2
2
2
1.422 14.051
Equal variances not assumed Equal variances assumed
2
Std. Error Difference
.004
.000 -3.952
Equal variances not assumed Equal variances assumed
15.062
df
1.435 15.062
Equal variances not assumed Equal variances assumed
t
Sig. (2Mean tailed) Difference
2
2
1.662 13.867
74
Hasil Uji Beda (T-test) Hedonik Gula Parengpeng
Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means
Jenis Pengujian F
Equal variances assumed
5.437E15
Sig.
t
.000 -5.711
df
2
Sig. Mean Std. Error (2Difference Difference tailed)
95% Confidence Interval of the Difference Lower
Upper
.029
-1.83500
.32129
-3.21738 -.45262
-5.711 1.288 .072
-1.83500
.32129
-4.28414
.016
-1.15000
.14765
-1.78528 -.51472
-7.789 1.535 .032
-1.15000
.14765
-2.01059 -.28941
.115
-.23500
.08732
-.61071
.14071
-2.691 1.110 .206
-.23500
.08732
-1.11499
.64499
15.240
.004
-2.21500
.14534
-2.84037 -1.58963
1.010 .041 15.240
-2.21500
.14534
-4.02116 -.40884
Warna1
Equal variances not assumed Equal variances assumed Tekstur Equal variances not assumed Equal variances assumed Aroma Equal variances not assumed Equal variances assumed Rasa Equal variances not assumed
4.446E15
3.161E17
5.379E16
.000 -7.789
.000 -2.691
.000
2
2
2
.61414
75
Gambar 20 Gula semut hasil penelitian
Gambar 21 Gula semut petani
76
Gambar 22 Alat Evaporasi yang Digunakan Untuk Memekatkan Ekstrak
PEMANFAATAN EKSTRAK DAUN PARENGPENG (Macaranga javanica Blume Mull. Arg) SEBAGAI SENYAWA ANTIMIKROBA PADA NIRA AREN DAN PENGARUHNYA TERHADAP MUTU GULA SEMUT YANG DIHASILKAN
LIDIA CHRONIKA SIMANJUNTAK
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis tentang Pemanfaatan Ekstrak Daun Parengpeng (Macaranga javanica Blume Mull. Arg) Sebagai Senyawa Antimikroba Pada Nira Aren dan Pengaruhnya Terhadap Mutu Gula Semut yang Dihasilkan adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor,
Juni 2013
Lidia Chronika Simanjuntak NIM F351090021
RINGKASAN
LIDIA CHRONIKA SIMANJUNTAK. Pemanfaatan Ekstrak Daun Parengpeng (Macaranga javanica Blume Mull. Arg) Sebagai Senyawa Antimikroba Pada Nira Aren dan Pengaruhnya Terhadap Mutu Gula Semut yang Dihasilkan. Dibimbing oleh LIESBETINI HARTOTO dan MUHAMMAD ROMLI. Tanaman aren merupakan tanaman penghasil nira yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan gula aren atau gula semut. Kendala yang ditemukan pada pemanfaatan nira aren tersebut adalah lamanya penyadapan dan jauhnya jarak yang ditempuh ke tempat pengolahan, sehingga diperlukan upaya pengawetan nira aren agar tidak mudah rusak. Alternatif pengawetan gula nira tanpa merusak komposisi dan kandungan gizi adalah dengan menambahkan zat aktif yang ada pada tanaman parengpeng (Macaranga javanica Blume Mull. Arg) karena mengandung senyawa bioaktif dan belum banyak diekploitasi dalam penelitian ilmiah. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji efektivitas ekstrak parengpeng sebagai pengawet nira aren sebelum diolah lebih lanjut menjadi gula semut. Penelitian ini dimulai dengan tahap pembuatan ekstraksi daun parengpeng, penentuan kandungan fitokimia, penentuan Minimum Inhibitory Concentrate (MIC) dengan Metode Kontak, dan pembuatan gula semut dengan penambahan ekstrak parengpeng pada konsentrasi terpilih. Rancangan percobaan pada penelitian ini menggunakan rancangan lengkap (RAL) dengan (2) faktor, yaitu konsentrasi ekstrak parengpeng (0%, 6%, 9% dan 12%) dan waktu inkubasi (selama 13 jam). Proses ekstraksi komponen aktif ekstrak parengpeng dilakukan dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol menghasilkan total rendemen sebesar 16.03%. Hasil analisis fitokimia menunjukkan ekstrak parengpeng mengandung flavonoid, saponin, steroid dan tanin. Konsentrasi ekstrak parengpeng yang digunakan sebagai pengawet pada pembuatan gula semut melalui perhitungan nilai MIC adalah konsentrasi 6%. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh bahwa pengaruh penambahan 6% ekstrak parengpeng pada pembuatan gula semut berpengaruh nyata terhadap pH awal nila aren yaitu pH 7, kadar asam 0.22%, total mikroba menurun menjadi 103 CFU/g, warna gula semut agak coklat, aroma agak langu, tekstur agak keras, rasa agak pahit, memiliki aftertaste pahit, dan berdasarkan uji organoleptik tingkat kesukaan pada level agak tidak suka. Key word: Macaranga javanica (Blume) Mull. Arg, antimikroba, MIC, gula semut.
SUMMARY
LIDIA CHRONIKA SIMANJUNTAK. Study of The Benefits of Adding Macaranga javanica (Blume) Mull. Arg Leaf Extract and Its Effect on The Quality of Palm Sugar. Supervised by LIESBETINI HARTOTO and MUHAMMAD ROMLI. Aren plant is that produce sap as raw material for for palm sugar. The problems found in the use of palm juice is the time of process is very long and the distance between plantation and factory is too far. So that, new alternative is needed to overcome this problem. One of the solution is to add active ingredient from Macaranga javanica (Blume) Mull. Arg plant (parengpeng). The aim of this research is to investigate affectivity of parengpeng extract to preserve palm sap before actual produce palm sugar. The steps of this research is extraction of parengpeng, the determination of phytochemical content, the determination the determination of Minimum Inhibitory Concentrate (MIC) with the method of contact, and the manufacture of palm sugar with the addition of parengpeng extract at the concentration elected. The result showed that addition of 6% parengpeng will inhibits damage to palm sap. Total microbe count is significantly decrease compared to non-added palm sap. This also affecting the pH and acidity degree of palm sap mixture. The result showed more stable existence of acid material which also gives more stable fluctuation of mixture’s pH degree. The sensory properties however showed slightly undesired changes which are the color are less brown and have bitter taste. Organoleptic test showed slight decrease taste from the panelist compared to sugar available in the market produced by people in parigin village. Keyword : Macaranga javanica (Blume) Mull. Arg, antimikroba, MIC, palm sugar
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PEMANFAATAN EKSTRAK DAUN PARENGPENG (Macaranga javanica Blume Mull. Arg) SEBAGAI SENYAWA ANTIMIKROBA PADA NIRA AREN DAN PENGARUHNYA TERHADAP MUTU GULA SEMUT YANG DIHASILKAN
LIDIA CHRONIKA SIMANJUNTAK
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Prayoga Suryadarma, MT
Judul Tesis : Pemanfaatan Ekstrak Daun Parengpeng (macaranga javanica Blume Mull. Arg) Sebagai Senyawa Antimikroba Pada Nira Aren dan Pengaruhnya Terhadap Mutu Gula Semut yang Dihasilkan Nama : Lidia Chronika Simanjuntak NIM : F351090021
Disetujui oleh
~~
Komisi Pembimbing
-----
Dr Ir Liesbetini Hartoto, MS Ketua
ll>S~ Prof Dr Ir Muhammad Romli, MSc ST Anggota
Diketahui oleh Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian
Dr Ir Machfud, MS
Tanggal Ujian: (28 Juni 2013)
Dr If Dahrul Syah, MSc Agr
Tanggal Lulus:
30 JUL 2013
Judul Tesis :.Pemanfaatan Ekstrak Daun Parengpeng (Macaranga javanica Blume Mull. Arg) Sebagai Senyawa Antimikroba Pada Nira Aren dan Pengaruhnya Terhadap Mutu Gula Semut yang Dihasilkan Nama : Lidia Chronika Simanjuntak NIM : F351090021
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Liesbetini Hartoto, MS Ketua
Prof Dr Ir Muhammad Romli, MSc ST Anggota
Diketahui oleh Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Machfud, MS
Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr
Tanggal Ujian: (28 Juni 2013)
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Topik yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari sampai Juni 2012 berjudul Pemanfaatan Ekstrak Daun Parengpeng (Macaranga javanica Blume Mull. Arg) Sebagai Senyawa Antimikroba Pada Nira Aren dan Pengaruhnya Terhadap Mutu Gula Semut yang Dihasilkan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Liesbetini Hartoto, MS selaku ketua komisi pembimbing, serta Bapak Prof. Dr. Ir. Muhammad Romli MSc. ST selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada bapak, ibu, serta seluruh keluarga, teman-teman yang tercinta atas segala doa, dukungan, bantuan dan kasih sayangnya dan juga kepada pihak lain yang turut berperan dalam penelitian dan penyusunan tesis ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
Bogor, Juni 2013 Lidia Chronika Simanjuntak
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian
1 1 4 4 5
2 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Aren Tanaman Macaranga javanica Blume Mull. Arg Nira Aren Kerusakan Nira Aren Mikroba Perusak dalam Nira Aren Saccharomyces cerevisiae Leuconostoc mesenteroides Lactobacillus delbrueckii Ekstraksi Mekanisme Kerja Penghambatan Zat Aktif 3 METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan Alat Tahap Penelitian Prosedur Analisis Data
6 6 7 8 9 9 10 11 12 13 14 16 16 16 16 17 22
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi Senyawa Aktif Analisisi kualitatif dan kuantitatif Fitokimia Ekstrak Penentuan Nilai Minimum Inhibitory Concentrate (MIC) Sifat dan karasteristik nira aren Pertumbuhan Total Mikroba Pada Nira Aren Selama Inkubasi 13 jam Pertumbuhan Jumlah Khamir pada Nira Aren Selama Inkubasi 13 jam Pertumbuhan Jumlah BAL pada Nira Aren Selama Inkubasi 13 jam Perubahan Total Gula Parengpeng Perubahan Kadar Total Asam Selama Inkubasi 13 jam Uji Aktivitas Ekstrak Parengpeng Terhadap nilai pH Nira Aren
23 23 24 28 29 30 31 32 33 35 36
Hubungan Antara pH, Kadar Asam Dan Bakteri Asam Laktat Kimia Karakteristik Gula Semut Komposisi dan Sifat Kimia Gula Semut Karakteristik Organoleptik Gula Semut Parengpeng Mutu Hedonik Uji Hedonik (Kesukaan) Analisis Warna Gula Semut Indikator Kerusakan Makanan Oleh Mikroba Kajian Potensi Gula Semut Ekstrak Daun Parengpeng Sebagai Gula Fungsional
37 38 38 39 41 42 43 44
5 SIMPULAN DAN SARAN
46
Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA
46 46 47
LAMPIRAN
56
RIWAYAT HIDUP
77
DAFTAR TABEL
1 2 3 4 5 6 7
Hasil Analisis Kuantitatif Fitokimia Ekstrak Daun Parengpeng Hasil Analisis Kuantitatif Fitokimia Ekstrak Etanol Daun Parengpeng Karaksteristik nira aren dari Desa Pegradin Hasil Analisis Kimia Pada Gula Semut Ekstrak Daun Parengpeng Komposisi Gula Semut Ekstrak Etanol Daun Parengpeng Analisis Warna gula semut dengan nilai L, a, dan b Hasil Analisis Mikroba Gula Semut Ekstrak Etanol Daun Parengpeng 6% Setelah Disimpan Selama 10 Bulan 8 Hasil Analisis Kuantitatif Fitokimia Gula Semut Ekstrak Parengpeng 6%
25 28 29 38 39
42 44 44
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Pohon Aren 7 Tanaman Macaranga javanica Blume Mull. Arg 8 Saccharomyces cerevisiae 10 Leuconostoc mesenteroides 12 Lactobacillus delbrueckii 13 Skema Alur Penelitian Kajian Pengawetan Nira Aren Menggunakan Ekstrak Parengpeng 17 Deskripsi Nilai L, a, b pada Pembacaan Chromamater 21 Rendemen ekstrak daun perengpeng 24 Hasil analisis senyawa alkaloid 25 Hasil analisis senyawa flavonoid, saponin dan tannin 27 Hasil analisis senyawa steroid 27 Penentuan Nilai Minimum Inhibitory Concentrate (MIC) 28 Pertumbuhan Total Mikroba Pada Nira Selama inkubasi 13 jam 31 Pertumbuhan Total Khamir selama 13 jam 32 Pertumbuhan Total BAL selama 13 Jam 33 Pengukuran Total Gula Nira Aren Selama 13 Jam 34 Total Asam Pada Nira Selama Inkubasi 13 Jam 35 Perubahan pH Nira Selama Inkubasi 13 Jam 36 Grafik Hubungan BAL, Kadar Asam dan pH 37 Gula semut hasil penelitian 75 Gula semut petani 75 Alat evaporasi yang digunakan untuk memekatkan ekstrak 76
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Fitokimia Ekstrak Daun Parengpeng Uji Aktivitas Antimikroba Prosesur Analisis Kimia Nira Formulir Uji Organoleptik Produk Gula Semut Prosedur Analisis Kimia Gula Semut Nilai MIC ekstrak parengpeng terhadap Mikroba Uji Hasil Analisis sidik ragam terhadap perubahan pH nira aren Hasil Analisis sidik ragam terhadap perubahan total asam Hasil Analisis sidik ragam terhadap perubahan Kadar Gula Hasil Analisis sidik ragam terhadap perubahan MRSA Hasil Analisis sidik ragam terhadap perubahan PCA Hasil Analisis sidik ragam terhadap perubahan PDA Hasil uji beda (T-test) mutu hedonik gula parengpeng
57 59 61 62 64 66 67 68 69 70 71 72 73
RIWAYAT HIDUP
77
Penulis dilahirkan di Sumatra Utara pada tanggal 12 Agustus 1971. Penulis adalah anak bungsu dari enam bersaudara dari keluarga Bapak Salmon Simanjuntak dan Ibu Sabeda Silitonga. Saat ini penulis telah menikah dengan Robert Panjaitan. Penulis menyelesaikan pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Ilmu Biologi Lingkungan di Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta, lulus tahun 2000. Tahun 2009, penulis mendapat tugas belajar untuk melanjutkan pendidikan Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Mayor Teknologi Industri Pertanian. Beasiswa pendidikan Pascasarjana diperoleh dari BPPS Dikti, Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Penulis bekerja sebagai staf pengajar berstatus pegawai negeri sipil di Fakultas Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan Politeknik Negeri Pontianak Kalimantan Barat sejak tahun 2002. Selama bekerja penulis mendapat tugas mengajar matakuliah Pengolahan dan pemanfaatan limbah dan ilmu lingkungan dipoliteknik negeri Pontianak, Kalimantan Barat.