PEMANFAATAN BAKTERIOFAGE ASAL TAWANGMANGU UNTUK MENGENDALIKAN BUSUK HITAM KUBIS1) Supyani2*), Yulia Rahmawati3), Sri Widadi2) ABSTRAK Busuk hitam yang disebabkan oleh bakeri Xanthomonas campestris pv campetris merupakan penyakit penting pada tanaman kubis yang sampai sekarang belum bisa dikendalikan dengan memuaskan. Sekarang ini semakin disadari dampak negatif dari penggunaan senyawa kimia sintetik dan pentingnya pemanfaatan agens hayati untuk mengendalikan OPT karena aman serta ramah lingkungan. Bakteriofage adalah virus yang mengifeksi bakteri. Sejak pertama kali ditemukan, bakteriofage talah dievaluasi secara ekstensif untuk mengendalikan berbagai macam penyakit yang disebabkan oleh bakteri. Sekarang ini bakteriofage telah berhasil digunakan untuk mengendalikan berbagai macam penyakit tanaman di lapangan. Di Indonesia, sejauh ini eksplorasi bakteriofage untuk dikembangkan sebagai agens hayati belum dilakukan. Di sisi lain, Indonesia merupakan salah satu negara dengan kekayaan hayati tertinggi di dunia, sehingga diperkirakan terdapat banyak strain-strain bakteriofage di alam yang dapat dikembangkan sebagai agens pengendali hayati penyakit busuk hitam kubis. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi bakteriofage dari lapangan, selanjutnya digunakan untuk mengendalikan penyakit busuk hitam kubis. Bakteriofage berhasil diisolasi dari sentra pertanaman kubis di Tawangmangu, Jawa Tengah. Hasil pengujian di lapangan menunjukkan bahwa isolat bakteriofage yang telah diperoleh mampu menekan perkembangan penyakit busuk hitam kubis secara signifikan dibandingkan dengan kontrol. Kata kunci: Bakteriofage, biokontrol, busuk hitam kubis.
________________________________________________________________ 1) Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Biodiversitas, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Tanggal 10 Nopember 2012. 2) Dosen Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret, Surakarta. 3) Mahasiswa S1 Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret, Surakarta. *)
[email protected]. 1
UTILIZATION OF BACTERIOPHAGE ISOLATED FROM TAWANGMANGU FOR CONTROLLING BLACK ROT DISEASE Supyani, Yulia Rahmawati, and Sri Widadi Study Program of Agrotechnology, Faculty of Agriculture Sebelas Maret University, Surakarta Abstract Black rot disease which is caused by Xanthomonas campestris pv campetris is the important disease on cabbage and so far could not be controlled satisfactory yet. Recently, people getting conscious the negative effect of applicating synthetic pesticides and the importance of using bioconrol agents fo controlling pests because they are relatively save and environmentally friendly. Bacteriophage is viruses that infect bacteria. The use of phages for disease control is a fast expanding area of plant protection with great potential to replace the chemical control measures now prevalent. Phages can be used effectively as part of integrated disease management strategies. The relative ease of preparing phage treatments and low cost of production of these agents make them good candidates for widespread use in developing countries as well. So far, in Indonesia bacteriophage exploration for development as biocontrol agents has not been conducted yet. On the other hand, Indonesia is one of view countries having a lot of biodiversity resourches in the world. So it can be predicted that it is a lot of bacteriophages strains naturally, which could be developed for biocontrol agents of black rot disease in cabbage. This research was aimed to isolate bacteriophage from field for controlling black rot disease of cabbage. Bacteriophage was successfully isolated from cabbage producing area in Tawangmangu, Central java. Experimental result showed that the isolated bacteriophage could significantly suppress the diseases compared to the control.
Key Words: Bacteriophage, biocontrol, black rot disease, cabbage.
2
PENDAHULUAN Busuk hitam (black rot) merupakan penyakit penting pada tanaman kubis. Penyakit ini terdapat di semua daerah penanam kubis di seluruh dunia dan menimbulkan kerugian yang besar. Di Indonesia, penyakit ini pertama kali dilaporkan pada tahun 1931, yaitu terdapat di Sumara Utara. Dewasa ini penyakit telah tersebar di Jawa, Sumatra, dan Sulawesi (Semangun, 1996). Penyakit disebabkan oleh bakeri Xanthomonas campestris pv Campetris yang dapat bertahan dari musim ke musim pada biji-bijian kubis, dalam tanah, pada tumbuhan lain serta dalam sisa-sisa tanaman sakit. Oleh karena itu penyakit ini sulit dikendalikan (Semangun, 1996). Sampai sekarang busuk basah kubis, maupun penyakit-penyakit yang disebabkan oleh bakteri pada tanaman secara umum belum bisa dikendalikan dengan memuaskan. Di sisi lain, dewasa ini semakin disadari bahwa penggunaan senyawa kimia sintetik untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman (OPT) menyebabkan dampak negatif berupa kerusakan agroekosistem, meningkatnya resistensi OPT, keracunan pada konsumen, maupun kerusakan ekosistem yang lebih luas. Oleh karena itu, dewasa ini semakin disadari pentingnya pemanfaatan agens hayati untuk mengendalikan OPT karena aman serta ramah lingkungan. Sampai sekarang berbagai organisme dari jenis virus, bakteri, jamur, serangga dan sebagianya telah dieksplorasi dari alam, diteliti, dikembangkan, serta diaplikasikan untuk mengendalikan berbagai macam OPT pada tanaman pertanian. Bakteriofage adalah virus yang mengifeksi bakteri. Sejak pertama kali ditemukan pada awal abad 20, bakteriofage talah dievaluasi secara ekstensif untuk mengendalikan berbagai macam penyakit yang disebabkan oleh bakteri, termasuk penyakit tumbuhan. Di luar negeri, akhir-akhir ini fage sedang dievaluasi untuk mengendalikan penyakit hawar api pada apel dan pir, layu pada tembakau, kanker pada jeruk, bercak pada jeruk, hawar pada geranium, lodoh pada jamur merang, dan hawar Xanthomonas pada bawang (Jones et al., 2007; Obradovic et al., 2005; Obradovic et al., 2004). Di Amerika, bakteriofage telah berhasil digunakan untuk mengendalikan penyakit bercak pada tomat baik di rumah kaca maupun di lapangan. Pengelolaan terpadu berbasis
fage
untuk
penyakit
bercak 3
tomat
sekarang
telah
secara
resmi
direkomendasikan terhadap petani tomat di Florida, dan pestisida hayati berbahan aktif bakteriofage telah tersedia di pasaran (Momol et al., 2002; Flaherty et al.,2000). Di Indonesia, sejauh ini eksplorasi bakteriofage untuk dikembangkan sebagai agens hayati belum dilakukan. Di sisi lain, Indonesia merupakan salah satu negara dengan kekayaan hayati tertinggi di dunia. Indonesia merupakan satu dari 17 negara yang dikategorikan sebagai negara dengan megabiodiversitas dan dua dari hanya 25 hotspot dunia berada di negara kita (Indonesian Biodiversity Strategy and Action Plan, data tidak dipublikasi). Berdasarkan realitas tersebut diperkirakan terdapat banyak strain-strain bakteriofage di alam yang dapat dikembangkan sebagai agens pengendali hayati penyakit busuk hitam kubis. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi bakteriofage yang virulen terhadap bakteri Xanthomonas campestris pv campetris dari lapangan, untuk dikembangkan sebagai angens hayati penyakit busuk hitam kubis.
METODE PENELITIAN Isolasi dan Kultur Bakteri Xanthomonas campestris pv. campestris Bakteri Xcc diisolasi dari wilayah endemi penyakit busuk hitam kubis di Daerah Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Bakteri kemudian ditumbuhkan pada media di dalam petridis berdiameter 9 cm dan diinkubasikan pada suhu ruang selama 72 jam hingga muncul kenampakan bakteri. Identifikasi Xanthomonas campestris pv. campestris (Xcc) melalui pengamatan koloni serta pengujian gram menggunakan larutan KOH 30%. Bakteri yang terbentuk kemudian dikulturkan pada media agar miring guna mendapatkan biakan murni Xcc. Isolasi, Purifikasi Bakteriofage, dan Uji Plaq Bakteriofage diisolasi dari tiga bagian: daun tanaman kubis sakit, akar tanaman kubis sakit, serta tanah rizosfer tanaman kubis sakit. Isolat murni Xcc dibiakkan dalam 300 ml medium YPG cair secara aerob pada suhu kamar selama 24 jam dengan cara digojok. 5 g bahan tanaman sakit maupun tanah yang mengandung bakteriofage masing-masing dimasukkan kedalam biakan bakteri yang telah disiapkan, dan inkubasi dilanjutkan lagi selama 24 jam. Biakan bakteri lalu didiamkan sejenak, supernatan diambil dan disentrifus dengan kecepatan 12.000 rpm selama 10 menit. Supernatan diambil, lalu disaring menggunakan miliphore berukuran 4
0,22 µm. Filtrat yang berisi fage lalu diencerkan berseri per sepuluh kali hingga pengenceran 105. 100µl suspensi fage pada masing-masing asal sampel dan tingkat pengenceran dicampur dengan 100µl suspensi Xcc, kemudian dituangkan kedalam agar air yang mencair. Campuran kemudian digojok menggunakan vortex hingga fage terdistribusi merata pada medium, kemudian secara aseptis dituangkan ke permukaan medium YPG dan diinkubasikan pada suhu kamar selama 24 jam. Lalu dilakukan pengamatan terbentuknya plaq berupa zona bening yang muncul pada media YPG, kemudian dihitung plak yang terbentuk. Uji Kinerja Bakteriofage untuk Mengendalikan Penyakit Busuk Hitam Kubis Percobaan dilakukan di Kebun Benih Hortikultura (KBH) Tawangmangu, Jawa Tengah, menggunakan tanaman kubis varietas Midori yang berumur 30 hari. Perlakuan menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 4 macam perlakuan yaitu: suspensi bakteriofage asal daun, suspensi bakteriofage asal akar, suspensi bakteriofag asal tanah rhisosfer, serta kontrol. Masing-masing perlakuan diulang 6 kali.
Perlakuan dimulai
saat tanaman berdaun lima helai. Perlakuan dilakukan dengan penyemprotan suspensi bakteriofage dengan kerapatan 108 CFU/ml sebanyak 10 ml tiap tanaman secara menyeluruh pada bagian daun. Dua jam kemudian, tanaman disemprot dengan suspensi bakteri Xcc dengan kerapatan 108 PFU/ml sebanyak 10 ml tiap tanaman. Pengamatan dilakukan terhadap: populasi bakteriofage, insiden penyakit, dan keparahan penyakit.
HASIL DAN PEMBAHASAN Populasi Bakteriofage Hasil uji plaq yang telah dilakukan menunjukkan bahwa bakteriofage terdapat/ditemukan pada ketiga jenis sampel, yaitu daun tanaman sakit, akar tanaman sakit, maupun tanah di sekitar tanaman sakit (Tabel 1). Dengan demikian dapat diperkirakan populasi bakteriofage pada tiap gram daun, akar, dan tanah rizosfer tanaman sakit berturut-turut adalah sekitar 1,2 x 105, 1,2 x 108, dan 1.0 x 107 partikel. Insiden Penyakit Hasil penelitian menunjukkan bahwa bakteriofage dapat menekan insiden penyakit secara signifikan dibandingkan dengan kontrol (Gambar 1). Penekanan terkuat 5
terjadi pada isolat bakteriofage asal daun tanaman sakit yaitu sebesar 11,1%, dibandingkan dengan kontrol sebesar 50,0%. Keparahan Penyakit Penekanan bakteriofage terhadap keparahan penyakit disajikan pada gambar 2 dan 3. Perlakuan bakteriofage asal daun tanaman sakit mampu menekan keparahan penyakit hingga maksimal sekitar 1,2% , dibandingkan dengan kontrol sekitar 14,2%. Dari data yang sudah diperoleh diketahui bahwa bakteriofage yang diisolasi dari daun tanaman sakit cenderung lebih kuat menekan perkembangan penyakit busuk hitam pada kubis. Karena penekanan bakteriofage terhadap bakteri terjadi di bagian/area dedaunan, diduga bakteriofage asal daun lebih teradaptasi dengan daerah tersebut.
Tabel 1. Populasi bakteriofage dari berbagai sampel. Asal Bakteriofage Daun tanaman sakit Akar tanaman sakit Tanah rizosfer tanaman sakit
Jumlah Bakteriofage/gram sampel 1,2 x 105 1,2 x 108 1.0 x 107
60
Insiden Penyakit (%)
50
40 30 20 10 0 IP (%)
K
DS
AS
TR
50
11.11
33.33
22.22
Keterangan : K: kontrol, DS: bakteriofage asal daun kubis sakit, AS: bakteriofage asal akar kubis sakit, TR: bakteriofage asal tanah rizosfer kubis sakit. K merupakan perlakuan yang paling berpengaruh terhadap IP berdasarkan uji regresi stepwise. Gambar 1. Rata-rata insiden penyakit busuk hitam kubis.
6
K = Kontrol
16
14.2
Keparahan penyakit (%)
14
14.2
12 10
10.5
10.5
4.9 3.7 3.1
4.9 4.3 3.7
8
6.2 4.9 4.3
6 4
6.2 4.9 4.3
2 0
TR = Bakteriofage asal tanah rizosfer sakit DS = bakteriofage asal daun sakit AS = Bakteriofage asal akar kubis sakit
0 0
2
4
6
8
Hari ke-
Keparahan Penyakit (%)
Gambar 2. Grafik perkembangan tingkat keparahan penyakit busuk hitam.
16 14 12 10 8 6 4 2 0 KP (%)
K
DS
AS
TR
14.19
1.23
8.64
6.17
Keterangan : K: kontrol, DS: bakteriofage asal daun kubis sakit, AS: bakteriofage asal akar kubis sakit, TR: bakteriofage asal tanah rizosfer kubis sakit. K merupakan perlakuan yang paling berpengaruh terhadap KP berdasarkan uji regresi stepwise. Gambar 3. Rata-rata keparahan penyakit busuk hitam kubis.
KESIMPULAN DAN SARAN 1. Bakteriofage berhasil diisolasi dari bagian tanaman kubis yang sakit, maupun tanah di sekitarnya. 2. Isolat bakteriofage tersebut mampu menekan perkembangan penyakit busuk hitam pada tanaman kubis. 7
3. Bakteriofage yang diisolasi dari daun tanaman sakit cenderung lebih kuat menekan perkembangan penyakit busuk hitam pada kubis. 4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut, maupun eksplorasi bakteriofage untuk mengendalikan penyakit bakteri pada tanaman pertanian.
UCAPAN TERIMAKASIH Penelitian ini dibiayai dari sumber dana penelitian Hibah Fundamental DIPA BLU Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan Nomor Kontrak: 01/UN 27.7/PG/2011. Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Triwidodo Arwiyanto, M.Sc. atas pelatihan uji plaq yang beliau berikan. DAFTAR PUSTAKA Flaherty JE, Jones JB, Harbaugh BK, Somodi GC, Jackson LE. 2000. Control of bacterial spot on tomato in the greenhouse and .eld with H-mutant bacteriophages. HortScience 35:88284 Jones, J.B., L.E. Jackson. B. Balogh, A. Obradovic, F.B. Iriarte, and M.T. Momol. 2007. Bacteriophages for Plant Disease Control.. Annu. Rev. Phytopathol..45:245262. Momol MT, Jones JB, Olson SM, Obradovic A, Balogh B, King P. 2002. Integrated management of bacterial spot on tomato in Florida. Rep. PP110, EDIS, Inst. Food Agric. Sci., Univ. FL. Online. Obradovica A., Jones, JB, Momol MT, Olson SM, and Jackson LE. 2005. Integration of biological control agents and systemic acquired resistance inducers against bacterial spot on tomato. Plant Dis. 89:71216 Obradovic A, Jones JB, Momol MT, Balogh B, and Olson SM. 2004. Management of tomato bacterial spot in the .eld by foliar applications of bacteriophages and SAR inducers. Plant Dis. 88:73640 Semangun, H. 1996. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University Press. Yogyakayta.
8