PEMANFAATAN BAHAN HUMAT DAN ABU TERBANG UNTUK REKLAMASI LAHAN BEKAS TAMBANG
SURYA HERJUNA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pemanfaatan Bahan Humat dan Abu Terbang Untuk Reklamasi Lahan Bekas Tambang adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Februari 2011
Surya Herjuna NRP A152070031
ABSTRACT SURYA HERJUNA. Reclamation of Ex-Mining Area Using Amelioran Materials of Humic Subtances and Fly Ash. Under direction of SUWARDI, SRI DJUNIWATI, and WIDIATMAKA. Open pit coal mining activities consist of land clearing, removal and placement of top soil, removal and dumping of overburden, and coal getting. Those activities have some impact on landscape changes and degradation of soil. Therefore, reclamation of ex-mining area is needed to improve post mining land become a stable and productive land. Impact of open pit coal mining generally are decreasing of soil characteristics such as declining of soil pH, soil nutrients, and soil organic matter. Improvement of the soil can be done by application of soil amendments. One of alternatives for soil amendment that available in the field is fly ash. Having high pH and nutrients, fly ash can be used to increase soil pH and source of soil nutrients. However most of K, Na, Ca and Mg in fly ash are still bounded in oxide bonding. Humic subtances may be used for increasing of the release of nutrients in fly ash. Humic subtances have polyelectrolite macromolecules such as carboxyl and OH-fenolic that can stimulate for releasing nutrients in fly ash. The objectives of this research are studying influence of humic subtances and fly ash on plant growth, absorption of the plant, and soil chemical characteristics. This research was conducted on February to July 2009 in nursery and post mining land at Sangatta Region, PT Kaltim Prima Coal, East Kutai Regency, East Kalimantan. The experiment was conducted in two locations i.e. first experiment in nursery area using Completely Randomize Design with 2 factors; humic subtances dosages (0,00; 0,075; and 0,15 ml/polybag) and fly ash dosages (0; 200; dan 400 g/polybag). Albazia falcataria and Shorea parvifolia Dyer are use as indicator plants. Second experiment was conducted in post mining area using Group Randomize Design with 2 factors, humic subtances dosages (0,000; 0,9375; and 1,875 ml/plant) and fly ash dosages (0,0; 2,5; and 5,0 kg/measurement plot). The plants were planted in three slopes i.e. upper slope, middle slope, and foot slope. The growth and production of plants were measured. Plant analysis was also conducted to evaluate the effect of soil amendments on plant absorption. The soil analysis covers pH, organic matter, N, P-Bray I, exchangeable bases of Ca, Mg, K, Na, exchangeable Al and CEC. The results showed that humic subtances increase the CEC and organic matter of soil while fly ash increases the pH, P and exchangeable bases. Humic subtances and fly ash increase the growth of Albazia falcataria relatively quick than that of Shorea parvifolia Dyer. Humic subtances and fly ash increase the absorption of Ca and Mg by plants. There is a positive correlation between increasing soil nutrients and plant growth as well as plant absorption. Keyword: fly ash, humic subtances, plant growth, soil amendment.
RINGKASAN SURYA HERJUNA. Pemanfaatan Bahan Humat dan Abu Terbang Untuk Reklamasi Lahan Bekas Tambang. Dibimbing oleh SUWARDI, SRI DJUNIWATI, dan WIDIATMAKA. Kegiatan pertambangan merupakan bagian dari kegiatan pembangunan ekonomi yang mendayagunakan sumber daya alam. Kegiatan pertambangan dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya pada masa kini dan menjamin kehidupan di masa yang akan datang. Kegiatan pertambangan terbuka meliputi proses pembersihan lahan, pengambilan dan penempatan material top soil, pengambilan dan penempatan material overburden, penambangan bahan galian, reklamasi dan penutupan tambang. Kegiatan pertambangan akan memberikan dampak perubahan terhadap bentang alam dan penurunan kesuburan tanah. Selama ini, kegiatan reklamasi menjadi satu-satunya kegiatan untuk dapat mengembalikan lahan agar dapat berfungsi sesuai dengan peruntukkannya. Kegiatan reklamasi yang dilakukan pada pertambangan terbuka antara lain: penutupan lahan bekas tambang (bakcfilling), penataan lahan bekas tambang (landscaping), pembuatan drainase, pemupukan dan penebaran cover crop, serta penanaman dan pemeliharaan tanaman reklamasi. Kegiatan pemupukan digunakan untuk meningkatkan kandungan hara tanah. Permasalahan di pertambangan adalah kurangnya ketersediaan pupuk terutama pupuk organik sehingga diperlukan alternatif pengganti berupa bahan-bahan pembenah tanah (amelioran). Salah satu bahan amelioran yang dapat digunakan adalah abu terbang dan bahan humat. Abu terbang adalah partikel yang sangat kecil dari mineral sisa hasil pembakaran batubara dalam tungku. Bahan amelioran kedua adalah bahan humat yang biasanya mengandung makromolekul polielektrolit yang memiliki gugus fungsional seperti –COOH, -OH fenolat maupun –OH alkoholat. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap ketersediaan hara dalam tanah, serapan daun tanaman dan pertumbuhan tinggi tanaman. Percobaan dilakukan di dua lokasi yaitu; percobaan I di rumah kaca dan percobaan II di areal bekas tambang yang siap untuk dilakukan revegetasi. Percobaan I dilakukan dengan model Rancangan Acak Lengkap pola faktorial dengan menggunakan 2 faktor yaitu: bahan humat sebanyak 3 tingkat (0; 0,075; dan 0,15 ml/polybag) (setara dengan 0, 15, dan 30 liter/hektar) dan abu terbang sebanyak 3 tingkat (0; 200; dan 400 g/polybag) (setara dengan 0, 40, dan 80 ton/hektar). Indikator tanaman pada percobaan I adalah sengon dan meranti. Perlakuan diulang sebanyak 5 kali pada masing-masing jenis tanaman sehingga untuk 2 jenis tanaman terdapat 90 satuan percobaan. Percobaan II dilakukan dengan menggunakan model Rancangan Acak Kelompok pola faktorial dengan 2 faktor yaitu: bahan humat sebanyak 3 tingkat (0; 0,9375; dan 1,875 ml/petak ukur) (setara dengan 0, 15, dan 30 liter/hektar) dan abu terbang sebanyak 3 tingkat (0; 2,5; dan 5 kg/petak ukur) (setara dengan 0, 40, dan 80 ton/hektar) dengan indikator tanaman adalah sengon. Kelompok didasarkan kelerengan tanah pada lahan bekas tambang yang telah direklamasi yaitu menjadi 3 tingkatan lereng, sehingga terdapat 27 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan adalah satu petak
ukur dengan luas 1 x 1 m2. Setiap petak ukur digali tanah untuk dicampur dengan amelioran seluas 0,5 x 0,5 m2 dengan kedalaman 50 cm. Analisis tanah meliputi pH, C-organik, N-total, P-Bray I, Ca, Mg, K, Na, KTK, dan Al. Analisis tanaman meliputi serapan hara N, P, K, Ca dan Mg dan pertumbuhan tanaman antara lain: pertumbuhan tinggi, percabangan akar dan bobot kering daun. Pada tanaman sengon diukur bintil akar sedangkan pada tanaman meranti diukur panjang akar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ameliorasi berpengaruh nyata memperbaiki sifat kimia tanah namun kedua amelioran tidak saling interaksi. Bahan humat berpengaruh nyata meningkatkan KTK tanah dan C-org sedangkan abu terbang berpengaruh meningkatkan nilai pH tanah dan ketersediaan C-Org, P, K, Na, Ca dan Mg. Pada pertumbuhan tanaman, ameliorasi berpengaruh nyata dalam meningkatkan pertumbuhan tinggi, jumlah bintil dan jumlah cabang perakaran tanaman pada percobaan I tanaman sengon tapi tidak terdapat interaksi. Bahan humat dan abu terbang dalam mempengaruhi pertumbuhan tinggi dan jumlah cabang akar tanaman pada percobaan I sedangkan terhadap jumlah bintil akar ada pengaruh interaksi bahan humat dan abu terbang. Pada percobaan I dengan tanaman meranti menunjukkan bahwa amelioasi berpengaruh nyata dalam meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman namun tidak saling interaksi. Pada perkembangan panjang dan jumlah percabangan akar menunjukkan ameliorasi tidak berpengaruh nyata. Pada percobaan II tanaman sengon menunjukkan bahwa ameliorasi tidak berpengaruh nyata dalam meningkatkan pertumbuhan tinggi, jumlah percabangan dan bintil akar. Ameliorasi bahan humat berpengaruh nyata meningkatkan berat kering daun. Pada serapan daun tanaman, ameliorasi berpengaruh nyata dan saling interaksi meningkatkan serapan N, Ca, dan Mg pada percobaan I dengan tanaman sengon sedangkan pada serapan P dan K tidak dipengaruhi secara nyata oleh kedua amelioran. Pada percobaan I dengan tanaman meranti menunjukan bahan humat berpengaruh nyata meningkatkan serapan N dan K sedangkan serapan Mg dipengaruhi secara nyata oleh kedua bahan ameliorasi namun tidak saling interaksi. Bahan humat dan abu terbang berpengaruh nyata dan saling interaksi dalam meningkatkan serapan Ca sedangkan pada serapan P tidak ada pengaruh nyata kedua bahan ameliorasi tersebut. Pada percoban II menunjukkan abu terbang berpengaruh nyata meningkatkan serapan N sedangkan bahan humat berpengaruh nyata meningkatkan serapan P. Bahan humat dan abu terbang berpengaruh nyata namun tidak saling interaksi dalam meningkatkan serapan K dan Ca. Bahan humat dan abu terbang berpengaruh nyata dan saling interaksi dalam meningkatkan serapan Mg. Prospek bahan humat dan abu terbang sangat besar dalam memberikan kontribusi dalam peningkatan kualitas tanah dan tanaman. Oleh karena itu dengan penelitian ini dapat memberikan kontribusi dan masukan kepada instansi yang berwenang untuk memberikan rekomendasi penggunaan abu terbang untuk reklamasi lahan bekas tambang. Kata kunci: ameliorasi, abu terbang, bahan humat, pertumbuhan tanaman, serapan hara, sifat kimia tanah
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengkutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya Tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PEMANFAATAN BAHAN HUMAT DAN ABU TERBANG UNTUK REKLAMASI LAHAN BEKAS TAMBANG
SURYA HERJUNA
Tesis sebagian salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Agroteknologi Tanah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Judul Tesis
:
Nama NRP
: :
Pemanfaatan Bahan Humat dan Abu Terbang Untuk Reklamasi Lahan Bekas Tambang Surya Herjuna A152070031
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Suwardi, M.Agr Ketua
Dr. Ir. Sri Djuniwati, M.Sc Anggota
Dr. Ir. Widiatmaka, DEA Anggota
Mengetahui
Ketua Program Studi Agroteknologi Tanah
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Suwardi, M. Agr
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S
Tanggal Ujian: 4 Januari 2011
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji Syukur penulis panjatkan kepada Alloh Swt atas segala rahmat-Nya sehingga Tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2009 adalah ameliorasi, dengan judul Pemanfaatan Bahan Humat dan Abu Terbang Untuk Reklamasi Lahan Bekas Tambang. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Suwardi M.Agr, Ibu Dr. Ir. Sri Djuniwati, M.Sc dan Bapak Dr. Ir. Widiatmaka, DEA selaku pembimbing. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Dr. Ir. Iskandar sebagai penguji tesis atas masukan-masukannya. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral yang telah membantu membiayai kuliah dan penelitian ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Pimpinan PT Kaltim Prima Coal beserta staf khususnya Unit Nursery dan Reklamasi yang telah membantu selama pengumpulan data. Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada ibu, istri dan keluarga tercinta atas segala doa dan dukungannya. Penulis juga sampaikan terima kasih kepada teman-teman mahasiswa Program S2 Agroteknologi Tanah, mahasiswa S1 dan laboran-laboran Jurusan Ilmu Tanah yang banyak membantu kelancaran penelitian. Semoga tesis ini dapat memberikan manfaat.
Bogor,
Februari 2011 Surya Herjuna
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Surakarta pada tanggal 29 September 1977 sebagai anak sulung pasangan Suyono Budihardjo dan Marieyati. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan UGM, lulus tahun 2001. Kesempatan melanjutkan sekolah diperoleh pada tahun 2007 di Program Studi Agroteknologi Tanah Program Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia. Penulis bekerja sebagai staf di Direktorat Jenderal Mineral, Batubara dan Panas Bumi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral di Jakarta. Bidang pekerjaan yang menjadi tanggung jawab peneliti ialah perencanaan wilayah, reklamasi dan penutupan tambang. Selama mengikuti kagiatan perkuliahan program S2, penulis aktif dalam kegiatan Himpunan Ilmu Tanah Indonesia, Forum Reklamasi Bekas Tambang dan kegiatan seminar-seminar tentang reklamasi bekas tambang.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ...................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................
xv
I
PENDAHULUAN.......................................................................... 1.1 Latar Belakang ...................................................................... 1.2 Perumusan Masalah .............................................................. 1.3 Tujuan Penelitian .................................................................. 1.4 Kerangka Pemikiran .............................................................. 1.5 Manfaat Penelitian ................................................................
1 1 4 4 4 5
II
TINJAUAN PUSTAKA................................................................. 2.1 Kegiatan Pertambangan Terbuka Batubara........................... 2.2 Abu Terbang Sebagai Amelioran .......................................... 2.3 Bahan Humat Sebagai Amelioran .........................................
7 7 14 16
III
METODE ....................................................................................... 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ................................................ 3.2 Bahan dan Alat ...................................................................... 3.3 Metode Penelitian.................................................................. 3.4 Pelaksanaan Percobaan ......................................................... 3.5 Analisis Data .........................................................................
19 19 19 21 23 25
IV
HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 4.1 Pengaruh Pemberian Bahan Humat dan Abu Terbang Terhadap Sifat-sifat Kimia Tanah ......................................... 4.2 Pengaruh Pemberian Bahan Humat dan Abu Terbang Terhadap Pertumbuhan Tanaman ......................................... 4.3 Pengaruh Pemberian Bahan Humat dan Abu Terbang Terhadap Serapan Daun Tanaman ........................................ 4.4 Prospek Bahan Humat dan Abu Terbang Sebagai Amelioran..............................................................................
26
SIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 5.1 Simpulan ............................................................................... 5.2 Saran......................................................................................
44 44 44
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
45
LAMPIRAN ............................................................................................
47
V
26 31 35 41
DAFTAR TABEL Halaman 1
Karakteristik kimia abu terbang di PLTU PT Kaltim Prima Coal .......
20
2
Karakteristik bahan humat ..................................................................
20
3
Perlakuan ameliorisasi media polybag di dalam rumah kaca dengan indikator tanaman sengon (Albazia falcataria) dan meranti (Shorea parvifolia) ...............................................................................
21
Perlakuan ameliorisasi pada tanah lahan bekas tambang dengan indikator tanaman sengon (Albazia falcataria) ....................................
23
5
Parameter yang diukur dan metode pengukuran ..................................
25
6
Pengaruh bahan humat dan abu terbang terhadap parameter pH tanah ...............................................................................................
26
Pengaruh bahan humat dan abu terbang terhadap kandungan C-org dalam tanah ..........................................................................................
27
Pengaruh bahan humat dan abu terbang terhadap kandungan P-tersedia tanah ...................................................................................
28
Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap kandungan K, Na, Ca dan Mg tanah pada percobaan I ........................
29
10 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap kandungan K, Na, Ca dan Mg pada percobaan II ................................
29
11 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap nilai KTK tanah ............................................................................................
30
12 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap beda tinggi tanaman, perkembangan cabang perakaran, dan bobot kering daun pada percobaan I tanaman sengon .........................
31
13 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap perkembangan bintil perakaran pada percobaan I tanaman sengon .....
32
14 Korelasi antara pH, ketersediaan hara, dan faktor penghambat Al terhadap pertumbuhan tinggi tanaman dan perakaran .........................
32
15 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap pertumbuhan tinggi tanaman, perkembangan cabang perakaran, panjang akar dan bobot kering daun pada percobaan I tanaman meranti ..........
33
16 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap beda tinggi tanaman, perkembangan bintil dan cabang perakaran serta bobot kering daun pada percobaan II tanaman sengon .............................................
34
17 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap serapan N daun tanaman sengon pada percobaan I ...........................................
35
4
7 8 9
xii
18 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap serapan Ca daun tanaman sengon pada percobaan I .........................................
35
19 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap serapan Mg daun tanaman sengon pada percobaan I ........................................
36
20 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap serapan N, K dan Mg daun tanaman meranti pada percobaan I ........................
36
21 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap serapan Ca daun tanaman meranti pada percobaan I ........................................
36
22 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap serapan N, P, K dan Ca daun tanaman sengon pada percobaan II ....................
37
23 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap serapan Mg daun tanaman sengon pada percobaan II .......................................
37
24 Rata-rata peningkatan kation basa-basa, nilai pH dan KTK tanah masing-masing percobaan yang dipengaruhi amelioran ......................
38
25 Rata-rata serapan N, P, K, Ca, Mg masing-masing percobaan yang dipengaruhi amelioran .................................................................
38
26 Rata-rata beda tinggi tanaman, perakaran dan bobot kering daun tanaman masing-masing percobaan yang dipengaruhi amelioran ...................... 39
xiii
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Kerangka pikir penelitian .....................................................................
5
2
Tahapan persiapan meliputi: (1) Pembebasan lahan, (2) Pembuatan sarana dan prasaran tambang, dan (3) Pembersihan tapak tambang ....
8
Tahapan operasi produksi meliputi: (1) Pengupasan tanah pucuk, (2) Pengupasan batuan penutup dan penimbunan di waste dump atau inpit dump, (3) Penempatan tanah pucuk pada lokasi yang aman, (4) Penggalian batubara, (5) Pengangkutan batubara ke stockpile, (6) dan (7) Pengolahan batubara dan penimbunan di stockpile ......................................................................
11
Tahapan pasca operasi meliputi: (1) Rangkaian kegiatan reklamasi dan revegetasi, (2) Pelepasan tenaga kerja, dan (3) Penutupan tambang ........................................................................
14
Lokasi penelitian ..................................................................................
19
3
4
5
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1
Sifat-sifat kimia tanah pada percobaan I indikator tanaman sengon ...
47
2
Sifat-sifat kimia tanah pada percobaan I indikator tanaman meranti...
48
3
Sifat-sifat kimia tanah pada percobaan II indikator tanaman sengon ..
49
4
Hasil analisis varian pengaruh pemberian amelioran terhadap pH tanah .....................................................................................................
50
Hasil analisis varian pengaruh pemberian amelioran terhadap C-org tanah ...........................................................................................
50
Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap kandungan N tanah ..............................................................................
50
Hasil analisis varian pengaruh pemberian amelioran terhadap N-total tanah .........................................................................................
51
Hasil analisis varian pengaruh pemberian amelioran terhadap P-tersedia dalam tanah .........................................................................
51
Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap kandungan K-tersedia, Na-tersedia, dan Ca-tersedia dalam tanah pada percobaan II .................................................................................
51
10 Hasil analisis varian pengaruh pemberian amelioran terhadap kandungan Kdd dalam tanah .................................................................
52
11 Hasil analisis varian pengaruh pemberian amelioran terhadap kandungan Nadd dalam tanah ...............................................................
52
12 Hasil analisis varian pengaruh pemberian amelioran terhadap kandungan Cadd dalam tanah ................................................................
52
13 Hasil analisis varian pengaruh pemberian amelioran terhadap kandungan Mgdd dalam tanah...............................................................
53
14 Hasil analisis varian pengaruh pemberian amelioran terhadap KTK...
53
15 Hasil analisis varian pengaruh pemberian amelioran terhadap Aldd ....
53
16 Rata-rata beda tinggi tanaman sengon dan meranti pada percobaan I ...........................................................................................
54
17 Rata-rata beda tinggi tanaman sengon pada percobaan II ....................
54
18 Hasil analisis pengaruh pemberian amelioran terhadap beda tinggi tanaman pada percobaan I dan II ...............................................
54
19 Data perkembangan perakaran pada percobaan I tanaman sengon dan meranti ...........................................................................................
55
20 Data perkembangan perakaran pada percobaan II ...............................
55
5 6 7 8 9
xv
21 Hasil analisis pengaruh pemberian amelioran terhadap perkembangan perakaran pada percobaan I tanaman sengon .......................................
55
22 Hasil analisis pengaruh pemberian amelioran terhadap perkembangan perakaran pada percobaan I tanaman meranti ......................................
56
23 Hasil analisis pengaruh pemberian amelioran terhadap perkembangan perakaran pada percobaan II ................................................................
56
24 Hasil analisis pengaruh pembeian amelioran terhadap bobot kering daun pada percobaan I dan II ........................................................................ 56 25 Rata-rata kadar hara oleh daun tanaman sengon pada percobaan I .....
57
26 Rata-rata kadar hara oleh daun tanaman meranti pada percobaan I.....
57
27 Rata-rata kadar hara oleh daun tanaman sengon pada percobaan II ....
57
28 Hasil analisis pengaruh pemberian amelioran terhadap serapan hara N daun tanaman ..............................................................
58
29 Hasil analisis pengaruh pemberian amelioran terhadap serapan hara P daun tanaman ...............................................................
58
30 Hasil analisis pengaruh pemberian amelioran terhadap serapan hara K daun tanaman ..............................................................
58
31 Hasil analisis pengaruh pemberian amelioran terhadap serapan hara Ca daun tanaman .............................................................
59
32 Hasil analisis pengaruh pemberian amelioran terhadap serapan hara Mg daun tanaman ............................................................
59
33 Kontribusi batubara dalam energi pembangkit listrik dan energi campur 3 tahun terakhir dan prediksi sampai tahun 2020....................
59
34 Foto-foto percobaan I di lokasi pembibitan .........................................
60
35 Foto-foto percobaan II di lokasi lahan bekas tambang ........................
63
xvi
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pembangunan berkelanjutan hakekatnya merupakan usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dari generasi ke generasi. Sudah sejak lama, komitmen pertambangan dilakukan dengan tetap memperhatikan perlindungan lingkungan. Pada perjalanannya, komitmen tersebut masih ada kekurangan yang perlu diperbaiki dan disempurnakan. Pengaturan tentang pertambangan sudah banyak diperbaiki dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Berbagai pengaturan yang mendorong tumbuhnya investasi tetap selalu memperhitungkan aspek perlindungan lingkungan. Visi dan Misi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral berkenaan dengan perlindungan lingkungan harus dilaksanakan dalam penyusunan kebijakan, pembinaan dan pengawasan. Hal ini sangat penting, karena keberlanjutan pembangunan hanya bisa dicapai melalui keberlanjutan sumber-sumber yang menjadi modal dasar pembangunan itu sendiri, dalam hal ini sumber daya tambang yang bisa menjadi penggerak (prime mover) pembangunan (Witoro 2007). Kegiatan pertambangan merupakan bagian dari kegiatan pembangunan ekonomi yang mendayagunakan sumber daya alam. Sumber daya alam tak terbarukan harus dikelola oleh negara agar fungsinya dapat terpelihara sepanjang masa. Kegiatan pertambangan harus memberikan manfaat sebesar-besarnya pada masa kini dan menjamin kehidupan di masa yang akan datang. Kegiatan pertambangan terbuka meliputi proses pembersihan lahan, pengambilan dan penempatan material top soil, pengambilan dan penempatan material overburden (batuan penutup), penambangan bahan galian, reklamasi dan penutupan tambang. Kegiatan pertambangan
akan memberikan dampak
perubahan terhadap bentang alam dan penurunan kesuburan tanah. Perubahan bentang alam akan mengakibatkan kehilangan kesempatan pemanfaatan lahan untuk kegiatan sektor lain. Dampak penurunan kesuburan tanah yang diakibatkan oleh kegiatan pertambangan adalah penurunan hara tanah, khususnya kandungan
bahan organik tanah. Material overburden biasanya mempunyai karakteristik berupa porositas, kemampuan mengikat air, C organik, N total dan Kapasitas Tukar Kation (KTK) yang rendah sehingga jika proses backfill (penutupan lahan bekas tambang dengan material overburden dan top soil) tidak benar, maka akan berdampak pada penurunan kualitas tanah sebagai media tanam lahan reklamasi. Dampak penurunan kualitas tanah lainnya dari kegiatan pertambangan adalah pada lahan bekas tambang banyak ditumpuk material overburden dibanding top soil. Sifat fisik material overburden mempunyai persentase rock fragmen rendah, tekstur cenderung berkadar liat rendah (37,81%), bulk density rendah, kemampuan mengikat air rendah, kandungan hara tanah rendah. Walaupun secara mineralogi sifat batuan penutup mirip dengan sifat tanah di sekitarnya, tetapi perlakuan terhadap batuan penutup harus hati-hati terutama terhadap kandungan-kandungan mineral yang mempunyai potensi air asam tambang seperti mineral Pirit (FeS2), Kalkosit (Cu2S), dan lain sebagainya. Adanya air asam tambang akan mengakibatkan ketersediaan hara tanaman berkurang, logam berat menjadi terlarut, dan penurunan aktivitas mikroba yang semuanya itu akan menyebabkan keracunan terhadap vegetasi pada tahap reklamasi. Kegiatan reklamasi adalah kegiatan
mengembalikan
lahan
agar
dapat
berfungsi
sesuai
dengan
peruntukannya. Dampak penurunan kualitas lahan oleh kegiatan pertambangan akan mengakibatkan berkurangnya alternatif penggunaan lahan pada masa pasca tambang. Kerusakan tanah sebagai media tumbuh tanaman oleh kegiatan pertambangan akan menyulitkan dalam proses revegetasi tanaman reklamasi, khususnya jenis-jenis tanaman indegenous seperti meranti, kapur, ulin, dan lain sebagainya. Tanaman tersebut biasanya mempunyai sifat slow growing plants yaitu mempunyai
kecenderungan
pertumbuhan lambat
di
masa
muda.
Pertumbuhan menjadi lambat karena adanya sifat intoleran terhadap matahari. Hal ini tentunya akan menghambat proses pengembalian lahan bekas tambang menjadi lahan hutan. Beberapa teknik reklamasi lahan bekas tambang diusahakan untuk mempercepat proses perbaikan. Kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kesuburan tanah dapat dilakukan dengan penambahan pemupukan dan amelioran
2
misalnya dengan bahan organik, kapur, bahan humat, abu terbang, zeolit dan lain sebagainya. Salah satu alternatif amelioran yang terdapat pada lokasi tambang (in-situ) adalah abu terbang atau fly ash. Abu terbang adalah partikel sangat kecil dari mineral sisa hasil pembakaran batubara dalam tungku. Setiap unit partikel sangatlah kecil, berbentuk seperti bubuk bedak, dan terbawa ke atas keluar dari tungku melalui aliran pembuangan tungku setelah batubara dibakar. Karakteristik abu terbang adalah memiliki nilai pH tinggi (di atas pH 7) dan kandungan hara yang berasal dari oksida seperti K, Na, Ca dan Mg. Sebagai amelioran, abu terbang diharapkan dapat meningkatkan hara tanah dan meningkatkan pH tanah. Produksi abu terbang di Amerika Serikat pada tahun 2005 adalah sebesar 71,1 juta ton dimana 29,1 juta ton digunakan ulang untuk aplikasi tertentu dan 42 juta ton lainnya yang tidak terpakai dilakukan proses daur ulang. Proses daru ulang tentunya akan memerlukan lahan untuk penampungan material yang diperkirakan mencapai ± 678 hektar dengan ketinggian penumpukan abu terbang rata-rata 5 meter. Dengan semakin banyaknya penggunaan batubara untuk pembangkit listrik akan berdampak semakin luasnya wilayah penyimpanan abu terbang, yang tentunya akan menambah beban biaya pengamanan. Pemanfaatan abu terbang selama ini masih sebagai bahan campuran semen, tanggul dan stabilisasi struktur reklamasi tambang, bahan dasar jalan raya, dan lain sebagainya. Akhir-akhir ini telah dilakukan penelitian peranan abu terbang dalam memperbaiki kualitas tanah, diantaranya penelitian Iskandar et al. (2008), yang menyatakan bahwa pemberian abu terbang pada tanah gambut meningkatkan kandungan P dan kation basa seperti K, Na, Ca dan Mg. Alternatif amelioran lain yang dapat digunakan adalah bahan humat. Bahan humat adalah senyawa berbobot molekul tinggi, berwarna coklat – hitam yang merupakan hasil reaksi sintesa sekunder. Bahan humat memiliki gugus fungsional seperti –COOH, -OH fenolat maupun –OH alkoholat. Gugus-gugus tersebut dapat membentuk muatan negatif melalui pelepasan ion H+ sehingga dapat menjerap dan membentuk kompleks dengan kation-kation. Kemampuan bahan humat untuk menjerap atau mengkelat kation-kation dapat menjadi alternatif kombinasi yang baik bagi abu terbang dalam menyediakan hara makro dan mikro dalam tanah.
3
Penggunaan bahan humat sebagai amelioran salah satunya dilakukan oleh Atekan dan Surahman (1997), yang menunjukkan bahwa penambahan bahan organik sebagai amelioran telah meningkatkan kation-kation dalam tanah.
1.2. Perumusan Masalah Kegiatan penambangan batubara akan berdampak pada perubahan bentang alam dan penurunan kualitas tanah yaitu penurunan pH, bahan organik tanah, dan basa-basa seperti Ca, Mg, Na, dan K, kemungkinan timbulnya air asam tambang, dan kerusakan kualitas fisik tanah karena bercampurnya material top soil dan batuan penutup. Perubahan bentang alam dapat dikurangi dengan penimbunan kembali lahan bekas tambang dengan material overburden dan top soil. Penurunan kualitas tanah dapat diperbaiki dengan proses pemupukan dan penanaman cover crop. Proses pemupukan dalam lokasi lahan bekas tambang memiliki beberapa kendala antara lain sumber dan jumlah pupuk organik yang sulit diperoleh serta biaya pengadaan yang mahal jika harus didatangkan dari luar daerah bahkan di luar pulau. Oleh karena itu, penggunaan alternatif amelioran terutama yang banyak terdapat di lokasi tambang batubara seperti abu terbang dan dikombinasikan dengan bahan humat yang merupakan ekstrasi batubara jenis lignit diharapkan dapat memberikan perbaikan sifat-sifat tanah seperti perbaikan pH tanah, penambahan hara makro dan mikro dalam tanah serta dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman.
1.3. Tujuan Penelitian Mengkaji pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap sifatsifat kimia tanah, pertumbuhan tanaman sengon dan meranti, dan serapan hara daun tanaman.
1.4. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 1.
4
KEGIATAN PERTAMBANGAN
DAMPAK TERHADAP LAHAN BEKAS TAMBANG PENURUNAN KUALITAS TANAH
SUMBER DAN SUPPLY PUPUK (ORGANIK) MASIH KURANG
PERUBAHAN BENTANG ALAM
PERLU REKLAMASI PENGEMBALIAN TANAH PUCUK DAN PEMUPUKAN
ALTERNATIF PENGGANTI
AMELIORAN
PENUTUPAN LAHAN BEKAS TAMBANG, PENATAAN LAHAN, DAN PEMBUATAN DRAINASE
ABU TERBANG BAHAN HUMAT
H I P O T E S A
DIHARAPKAN MENINGKATKAN : 1. PERBAIKAN TANAH 2. SERAPAN HARA TANAMAN REKLAMASI 3. PERTUMBUHAN TANAMAN REKLAMASI
PERCOBAAN I KOMBINASI BAHAN HUMAT DAN ABU TERBANG DI DALAM RUMAH KACA DENGAN INDIKATOR TANAMAN SENGON DAN MERANTI
SISA PEMBAKARAN BATUBARA DI PLTU EKSTRAKSI BAHAN ORGANIK
Perlu dilakukan penelitian penggunaan abu terbang dan bahan humat sebagai amelioran dalam lahan bekas tambang
PERCOBAAN II KOMBINASI BAHAN HUMAT DAN ABU TERBANG DI LAHAN BEKAS TAMBANG DENGAN INDIKATOR TANAMAN SENGON
Gambar 1 Kerangka pikir penelitian
1.5. Manfaat Penelitian a. Penelitian ini memperkaya penelitian sebelumnya mengenai penggunaan abu terbang dan bahan humat terutama dalam memperbaiki sifat tanahtanah bekas tambang.
5
b. Bagi perusahaan tambang dapat menjad referensi alternatif pemanfaatan abu terbang untuk reklamasi lahan bekas tambang. c. Masukan bagi Pemerintah untuk mengevaluasi kebijakan pemanfaatan abu terbang yang baik, aman dan ramah lingkungan. d. Bagi masyarakat pada umumnya dapat menjadi referensi bagi pemanfaatan abu terbang sebagai amelioran untuk memperbaiki kualitas tanah dan tanaman.
6
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kegiatan Pertambangan Terbuka Batubara Berdasarkan Amdal PT KPC (2005), kegiatan pertambangan dapat dikelompokkan menjadi tiga tahapan, yaitu tahap persiapan, tahap operasi, dan tahap pasca operasi penambangan. 2.1.1.Tahapan Persiapan Jenis kegiatan pada tahapan persiapan meliputi: 1.
Pembebasan Lahan Kegiatan pembebasan lahan meliputi pembebasan terhadap hak-hak milik
pada lahan tersebut dengan sistem ganti untung barang-barang yang menjadi milik penduduk. Jika areal penambangan merupakan kawasan hutan, maka perusahaan diwajibakan memohon izin pinjam pakai dari Kementerian Kehutanan. Pembebasan lahan dilakukan supaya tidak terjadi konflik tumpang tindih kepentingan pada lokasi yang akan dilakukan penambangan. 2.
Pembangunan sarana dan prasarana tambang Pembangunan sarana dan prasarana diperlukan untuk mendukung kegiatan
utama penambangan agar sesuai dengan rencana penambangan. Sarana dan prasarana yang akan dibangun meliputi jalan tambang dan angkutan batubara, bengkel, gudang, sarana perkantoran, mes karyawan, pos keamanan, kantin, mushola, klinik, dan lain sebagainya. Jalan tambang merupakan jalan tanah yang diperkeras dengan pasir batu (sistem macadam). Pembangunan jalan mengikuti kemajuan kegiatan pertambangan. Jalan tambang mempunyai lebar 25 meter dengan kemiringan maksimum 4–8%. Ukuran bengkel disesuaikan dengan jumlah dan ukuran kendaraan yang dipergunakan. Pembangunan mes, kantor, kantin, mushola, dan pos keamanan disesuaikan dengan jumlah karyawan yang ada. Disamping itu, perusahaan juga membangun unit sarana pengelolaan limbah, penimbunan tanah, penimbunan batubara, unit pengolahan batubara, fasilitas pemuatan, tempat penyimpanan bahan pengunjang. 3.
Pembukaan dan pembersihan lahan Kegiatan ini dilakukan pada lokasi rencana pertambangan terbuka (open pit
mining). Kegiatan ini dilakukan dengan menggunakan chain saw dan bulldozer
untuk membersihkan lahan dari tanaman dan material lainnya. Dalam pembersihan lahan tidak dilakukan pembakaran terhadap batang, ranting, dan daun tanaman, akan tetapi bagian-bagian tersebut dapat dimanfaatkan oleh masyarakat setempat.
(1) Gambar 2
(2)
(3)
Tahapan persiapan meliputi: (1) Pembebasan lahan, (2) Pembuatan sarana dan prasaran tambang, dan (3) Pembersihan tapak tambang
2.1.2.Tahapan Operasi Jenis kegiatan pada tahap operasi penambangan sistem open pit meliputi pengupasan dan penempatan top soil, pembongkaran dan penimbunan tanah penutup, penggalian, pengangkutan, pengolahan, dan penimbunan batubara. 1.
Pengupasan tanah pucuk (top soil) Pekerjaan pengupasan top soil pada sistem penambangan terbuka jauh lebih
luas dibanding pada sistem tambang tertutup. Lapisan top soil merupakan lapisan tanah yang mempunyai ketebalan kurang lebih 30 cm dan mempunyai sifat relatif subur. Pengupasan top soil dilakukan pada daerah pit tambang, out pit dump, stockpile, jalan tambang dan angkutan batubara, bangunan perkantoran dan sarana prasarana lainnya. Pekerjaan pengupasan top soil dilakukan dengan hati-hati agar tingkat kesuburannya dapat dipertahankan sampai pada saat akan dikembalikan ke lahan bekas tambang. 2.
Pembongkaran batuan penutup (overburden) Batuan penutup merupakan lapisan tanah dan atau batuan yang berada di
antara top soil dan batubara. Batuan penutup ini terdiri dari batuan penutup dan lapisan tanah subsoil yang berada di bawah topsoil. Penggalian batuan penutup dilakukan dengan menggunakan alat mekanis seperti excavator dan bulldozer
8
serta kadang-kadang dilengkapi dengan ripper jika ditemukan batuan penutup yang keras. Pada areal yang memiliki batuan penutup yang lebih keras digunakan bahan peledak untuk membongkarnya. 3.
Penimbunan top soil dan overburden Lapisan top soil dan overburden yang sudah dikupas kemudian diangkut
secara terpisah ke area penimbunan top soil dan waste dump untuk disimpan sementara waktu. Top soil dan overburden ini akan dikembalikan ke areal bekas lubang tambang pada saat reklamasi. Lapisan top soil yang ditimbun sementara dan dilakukan pemeliharaan untuk mempertahankan zat hara dan organisme di dalamnya tetap dalam kondisi baik. Jika penyimpanan top soil memerlukan waktu yang lama, timbunan top soil ditanam tanaman penutup (cover crop). Lapisan overburden ditimbun pada out pit dump yang terletak tidak jauh dari areal lubang tambang pada saat pembukaan tambang pertama. Pada pembukaan tambang selanjutnya dilakukan inpit dump pada lokasi tambang pertama atau biasa disebut dengan sistem backfilling. Sistem ini untuk mengurangi lubang bekas tambang pada saat penutupan tambang. Proses penutupan lahan bekas tambang dimulai dari penimbunan lapisan batuan penutup kemudian dilakukan re-contouring atau reshaping yang biasa disebut dengan penataan lahan. Kegiatan berikutnya setelah penataan lahan adalah melapisi lahan dengan top soil. Pada lapisan batuan yang mengandung material yang berpotensi menjadi air asam tambang dilakukan pelapisan dengan metarial non acid forming (NAC) dan tanah liat yang sudah dipadatkan supaya tidak terkontaminasi dengan oksigen sehingga menyebabkan terjadinya oksidasi material pembentuk air asam tambang atau potensial acid forming (PAF). Kegiatan pertambangan dengan sistem backfilling dilakukan dengan cara membagi-bagi blok penambangan secara berurutan dengan material penutup sebagai bahan pengisi lubang tambang yang sudah selesai tambang. Proses ini dilakukan secara simultan sampai pada blok penambangan terakhir. 4.
Penggalian Batubara Penggalian batubara dilakukan dengan mengikuti arah kemajuan dari
pengupasan top soil dan overburden atau mengikuti arah jurus lapisan batubara (seam). Penggalian batubara dilakukan dengan excavator, dengan ront-end loader batubara ini dimuat ke dump truck untuk diangkut ke mine stockyard. Pengaturan
9
saluran air dilakukan terlebih dahulu sebelum dibuat saluran-saluran di permukaan untuk mengurangi volume air yang masuk ke dalam lubang tambang. Air hujan dan air tanah yang masuk ke dalam lubang tambang akan diatur dengan pembuatan saluran tiap-tiap tanggul dan dikumpulkan ke titik tambang paling rendah. Dari titik ini air di pompa keluar dengan menggunakan pompa yang dioperasikan secara rutin. Air pompa ini ditampung dalam sediment pond dan diolah (dinetralisir) terlebih dahulu sebelum dialirkan ke badan air penerima. 5.
Pengangkutan Batubara Pengangkutan
batubara
untuk
tambang
terbuka
dilakukan
dengan
menggunakan dump truck dari lokasi tambang ke stockpile. Konstruksi jalan tambang terbuat dari tanah yang diperkeras dengan pasir batu (jalan macadam). Lebar jalan tambang sekitar 25 meter termasuk berm dan saluran drainase di kirikanan jalan. Kemiringan maksimum 4–8%. Jalan tambang dipakai untuk mengangkut batubara dari front penambangan ke mine stockyard. Jalan tambang dan jalan angkut batubara dilakukan pemeliharaan dengan menggunakan grader dan compactor. Penambalan jalan yang rusak menggunakan quarry diambil dari areal sekitar tambang. Untuk menekan tingginya polusi debu di udara pada musim kemarau sepanjang jalan tambang dan jalan angkut batubara dilakukan penyiraman air pada badan jalan dan penanaman pohon masing-masing 50 meter pada sisi kiri-kanan jalan. Penyiraman dilakukan setiap 3 – 4 jam dengan menggunakan truk air. 6.
Pengolahan Batubara Proses pengolahan batubara terdiri dari peremukan (crushing) dan pencucian
(washing). Proses pencucian batubara dapat dilakukan pada batubara yang bersih (clean coal) dan batubara yang masih kotor (dirty coal). Pada batubara yang sudah bersih dilakukan peremukan untuk mendapatkan butiran batubara dengan ukuran sesuai dengan permintaan pasar. Pencucian batubara dapat menurunkan jumlah material pengotor (biasanya ash content) dari batubara yang diproduksi. 7.
Penimbunan Batubara Penimbunan batubara dilakukan dekat pelabuhan laut. Batubara dapat
diangkut ke pelabuhan atau port dengan menggunakan conveyor. Pengangkutan
10
dengan menggunakan conveyor dapat mengurangi penggunaan jalan dan polusi debu.
Gambar 3
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6) dan (7)
Tahapan operasi produksi meliputi: (1) Pengupasan tanah pucuk, (2) Pengupasan batuan penutup dan penimbunan di waste dump atau inpit dump, (3) Penempatan tanah pucuk pada lokasi yang aman, (4) Penggalian batubara, (5) Pengangkutan batubara ke stockpile, (6) dan (7) Pengolahan batubara dan penimbunan di stockpile
2.1.3.Tahapan Pasca Operasi Tahapan pasca operasi meliputi reklamasi dan revegetasi, pelepasan tenaga kerja dan penutupan tambang. 1.
Reklamasi dan Revegetasi Pekerjaan reklamasi adalah pengembalian kondisi lahan dengan menimbun
kembali lubang bekas tambang dengan overburden diikuti dengan penataan, pembuatan saluran air dan penaburan top soil serta pemupukan. Pada sistem penambangan terbuka, penataan lahan dilakukan dengan cara meratakan lahan yang telah selesai ditimbun dengan material overburden dan top soil. Setelah penataan lahan kemudian dilakukan recontouring untuk mendapatkan muka lahan yang aman stabil. Dalam kegiatan penataan lahan dan recontouring tersebut digunakan alat berat bulldozer dan grader. Penataan lahan pada areal bekas lubang tambang dilakukan hingga diperoleh bentuk morfologi dan topografi
11
wilayah yang layak untuk budidaya. Pada areal bekas lubang yang cukup dalam, penataan lahan diarahkan menjadi kolam penampungan air hujan atau menjadi kolam budidaya ikan. Kegiatan revegetasi merupakan kegiatan penanaman kembali areal bekas tambang setelah lahan selesai ditata. Setelah penataan selesai, lahan terlebih dahulu ditanami tanaman penutup tanah (cover crop) sebelum ditanami tanaman utama. Jenis tanaman reklamasi yang diutamakan adalah jenis lokal dan pioner semacam meranti, bangkirai, kapur, sengon, gamal, gmelina, jabon, dan lain sebagainya. Dalam penelitian ini pemberian amelioran bahan humat dan abu terbang pada tanah media polybag dan lahan bekas tambang menggunakan indikator tanaman sengon dan meranti. Sengon yang dicoba dalam penelitian ini adalah jenis Albazia falcataria (sengon laut). Sengon merupakan jenis pohon yang banyak disukai masyarakat karena cepat tumbuh, pemeliharaan mudah dan kayunya dapat digunakan untuk beragam manfaat seperti kayu perkakas, kayu bakar, daunnya untuk pakan ternak serta pembuatan kompos. Menurut Heyne (1987) sengon merupakan salah satu tumbuhan yang dapat memperbaiki tanah, semua tanaman yang dibudidayakan di bawahnya tumbuh dengan baik. Pertumbuhan sengon yang cukup baik walaupun pada kondisi tanah yang secara umum kurang subur tersebut kemungkinan disebabkan oleh kesesuiannya dengan kondisi iklim sekitarnya. Sengon dapat tumbuh mulai dari pantai sampai ketinggian 1.600 m di atas permukaan laut, optimum pada ketinggian 0 – 800 m di atas permukaan laut, beradaptasi dengan iklim monsoon dan lembab dengan curah hujan 200 – 2.700 mm/tahun dengan bulan kering sampai empat bulan serta pada temperatur 250 C. Sengon dapat ditanam pada tapak yang tidak subur tanpa dipupuk tidak tumbuh subur pada tanah yang berdrainase jelek (Hidayat 2002). Jenis meranti yang dicoba dalam penelitian ini adalah jenis meranti merah atau Shorea parvifolia Dyer. Jenis meranti merah memiliki wilayah penyebaran yang luas, terdapat di Semenanjung Malaya, Kalimantan, Sumatera dan daerah lainnya. Jenis ini sangat baik tumbuhnya di luar Semenanjung Malaya. Jenis ini banyak terdapat di lembah-lembah hutan meranti campuran dengan ketinggian lebih kurang 800 m dari permukaan laut. Di Indonesia jenis Shorea parvifolia Dyer terdapat hampir di seluruh Kalimantan, Sumatera dan Maluku serta tumbuh
12
dalam hutan tropis dengan tipe curah hujan yang bervariasi. Jenis ini tumbuh pada tanah latosol, podsolik merah kuning, sampai ketinggian 1.300 m dari permukaan laut, juga tumbuh pada dataran yang sering tergenang air pada musim hujan dan tepi-tepi sungai pada tanah alluvial. Pohon berukuran besar dengan ketinggian dapat mencapai 50 m, tinggi bebas cabang sampai 30 m dengan diameter sekitar 100 cm, mempunyai banir mencapai 3,5 m. Batang kulit luar berwarna coklat, beralur dangkal, sedikit mengelupas. Warna penampang kulit hidup merah kecoklat-coklatan. Kayu gubal berwarna kuning pucat atau kuning muda, terasnya berwarna kemerah-merahan dan damar berwarna kuning. Daun berbentuk telur, lonjong (ellips) atau segi empat panjang, pangkal membulat, tulang daun sekunder lebih kurang 12 pasang, dan panjang tangkai daun lebih kurang 7 mm. Permukaan atas daun licin atau berbulu bintang, pada waktunya terang warnanya abu-abu atau merah coklat. Bunga kecil dengan warna kemerah-merahan, pada leher tangkai dan keping-kepingnya melekat tidak begitu kuat dan jatuh sendiri bila terpisah dengan bunganya, periode kuncup bunga terjadi pada bulan Januari sampai bulan Maret. Buah berbentuk buah telur atau panjang, ujungnya lancip, bermacammacam ukuran, kebanyakan panjangnya ada 1 cm dilengkapi dengan sayap, tiga sayap bagian luar panjang 6 cm, lebar 1,5 cm dan dua sayap lainnya lebih pendek. Tanaman meranti mempunyai sifat pertumbuhan yang bervariasi sesuai umur tanaman. Pada waktu muda, tanaman meranti cenderung intoleran (respon pertumbuhan kurang jika terkena sinar matahari) sehingga pertumbuhannya lambat. Pada waktu tanaman sudah mencapai tingkat tiang dan pohon sekitar diameter 10-20 cm, tanaman meranti cenderung toleran (respon pertumbuhan meningkat waktu terkena sinar matahari). 2.
Pelepasan Tenaga Kerja Pelepasan tenaga kerja dilakukan pada akhir kegiatan operasi penambangan
dimana cadangan batubara sudah habis ditambang. Tenaga reklamasi dan penutupan tambang tetap ada sampai kondisi reklamasi dan penutupan tambang disetujui oleh Pemerintah. 3.
Penutupan Tambang Penutupan tambang adalah kegiatan akhir dari suatu operasi penambangan.
Kegiatan ini meliputi penanganan sarana dan prasarana tambang, pemindahan
13
lokasi tambang, demobilisasi peralatan, dan pemantauan lingkungan. Fasilitasfasilitas umum tetap dipertahankan semacam mess, jalan, klinik, masjid, bengkel, sumber energi, sumber ar bersih. Sarana ini dialihkan kepada Pemerintah Daerah untuk dapat dikelola lebih lanjut. Pekerjaan pemantauan lingkungan tetap dilaksanakan sampai tercapainya kondisi ekologi yang cukup kuat untuk dilakukan
kegiatan
bukan
pertambangan
seperti
pertanian,
kehutanan,
perkebunan, dan lain sebagainya.
(1)
(2) Gambar 4
(3)
Tahapan Pasca Operasi meliputi: (1) Rangkaian kegiatan reklamasi dan revegetasi, (2) Pelepasan tenaga kerja, dan (3) Penutupan tambang
2.2. Abu Terbang Sebagai Amelioran Fly ash atau abu terbang adalah partikel kecil mineral sisa hasil pembakaran dari batubara dalam tungku pembakar. Partikel abu terbang sangat kecil seperti bedak dan terbawa keluar dari tungku melalui lubang exhaust. Abu terbang termasuk karbon dan oksida logam. Abu terbang dapat juga termasuk sejumlah pengotor organik yang terbentuk bersama terbentuknya bahan organik. Abu terbang memiliki pH alkalin (11-12) dengan susunan kimia didominasi oleh SiO2 dan Al2O3. Berdasarkan susunan kimia, abu terbang dapat dikelompokkan menjadi kelas F (kaya Fe) dan kelas C (kaya Ca). Pembakaran batubara jenis antrasit dan bituminous biasanya akan menghasilkan abu terbang kelas F. Abu terbang ini mempunyai karakteristik pozolanik (membentuk semen) dan terdiri
14
dari CaO kurang dari 10%. Abu terbang kelas F biasanya dipakai untuk campuran semen seperti semen jenis portland. Abu terbang yang dihasilkan dari pembakaran batubara jenis lignit atau sub bituminous mempunyai ciri kandungan CaO lebih dari 20%. Kandungan alkali dan sulfat biasanya tinggi pada abu terbang kelas C. Penelitian McCarthy et al. (1994) menunjukkan bahwa pemberian abu terbang dalam tanah dapat meningkatkan nilai pH tanah. Iskandar et al. (2003) melakukan penelitian penggunaan abu terbang dengan dosis 5 dan 10 kg/tanaman pada jenis akasia yang dapat meningkatkan nilai pH tanah, ketersediaan kation seperti K, Na, Ca dan Mg serta P-tersedia. Truter et al. (2001) melakukan penelitian dengan mencampur abu terbang, kotoran limbah, dan kapur dengan rasio 60%, 30% dan 10% (berat kering) menunjukkan adanya efek positif dalam meningkatkan pH, Ca, Mg dan P tersedia dalam tanah. Penelitian Iskandar et al. (2008) menunjukkan terjadi pelepasan unsur hara mikro dari abu terbang berturutturut Fe > Cu > Mn > Zn > Cr > Pb > Ni > Cd. Bayat (2002) dalam penelitiannya mengenai penyerapan logam oleh abu terbang menyimpulkan bahwa abu terbang mampu menghilangkan logam berat sama efektifnya dengan karbon aktif pada kondisi tertentu dengan proses adsorpsi maksimum terjadi pada kondisi pH 7-7,5. Penggunaan abu terbang untuk material inpit dump (penutupan lahan bekas tambang) pernah dilakukan oleh perusahaan pertambangan batubara PT Jorong Barutama Greston (PT JBG). Abu terbang yang digunakan untuk proses inpit dump berasal dari PLTU Asam-asam milik PT JBG. Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KLH) memberikan persetujuan terhadap kegiatan inpit dump dengan menggunakan abu terbang tersebut. KLH juga meminta kepada PT Jorong Barutama Greston untuk melakukan revisi atas AMDAL dengan disesuaikan penggunaan material abu terbang sebagai bagian dari kegiatan reklamasi. Sampai saat ini, abu terbang masih dianggap sebagai limbah B3 berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 85 tahun 1999 jo Nomor 18 Tahun 1999 tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Pada pasal 2 PP Nomor 18 tahun 1999 disebutkan bahwa pengelolaan limbah B3 bertujuan untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh limbah B3 serta melakukan pemulihan kualitas lingkungan
15
yang dapat tercemar sehingga sesuai fungsinya kembali. Pada pasal 3 disebutkan bahwa setiap orang yang melakukan usaha dan atau kegiatan yang menghasilkan limbah B3, dilarang membuang limbah B3 yang dihasilkannya itu secara langsung ke dalam media lingkungan hidup, tanpa pengolahan terlebih dahulu. Pada pasal 7 ayat 2 disebutkan bahwa daftar limbah dengan kode limbah D220, D221, D222 dan D223 dapat dinyatakan sebagai limbah B3 setelah dilakukan uji Toxicity Characteristic Leaching Procedure
(TCLP) dan atau uji karakteristik.
Berdasarkan kondisi tersebut di atas, penelitian toksisitas abu terbang perlu dilaksanakan secara menyeluruh dengan tujuan melihat lebih jauh pengaruh pemanfaatan abu batubara tersebut untuk kehidupan makhluk hidup dengan pendekatan secara biologi. Oleh karena itu, penelitian abu terbang untuk ameliorasi perlu dilakukan untuk melihat kondisi karakteristik dan toksisitas. Menurut Stuczynski (1998) dosis yang digunakan dalam penelitian ameliorasi tanah adalah 0; 20; 40 dan 80 g/kg dan diinkubasi selama 10, 25 dan 60 hari. Menurut Iskandar (2003), dosis pemberian ameliorasi abu terbang di tanah gambut adalah sebesar 5 – 10 kg/pohon pada kondisi lapang.
2.3. Bahan Humat Sebagai Amelioran Menurut Aiken et al. (1985) secara kimia, bahan-bahan organik dalam tanah dapat diklasifikasikan menjadi 3 fraksi yaitu: 1.
Humin; tidak larut dalam larutan asam maupun basa.
2.
Asam humat; larut dalam larutan basa tetapi tidak larut dalam larutan asam (pH < 2),
3.
Asam fulvat; larut dalam larutan asam maupun larutan basa. Bahan humat merupakan bahan makromolekul polielektrolit yang memiliki
gugus fungsional seperti –COOH, -OH fenolat maupun –OH alkoholat sehingga bahan humat memiliki peluang untuk membentuk kompleks dengan ion logam karena gugus ini dapat mengalami deprotonasi pada pH yang relatif tinggi (Alimin et al. 2005). Deprotonasi gugus-gugus fungsional bahan humat akan menurunkan kemampuan pembentukan ikatan hidrogen, baik antar molekul maupun sesama molekul dan meningkatkan jumlah muatan negatif gugus fungsional bahan humat, sehingga akan meningkatkan gaya tolak menolak antar gugus dalam molekul
16
bahan humat (Swift 1989, diacu dalam Alimin et al. 2005). Kedua pengaruh tersebut akan menyebabkan permukaan partikel-partikel koloid bahan humat bermuatan negatif dan menjadi lebih terbuka serta berbentuk linear dengan meningkatnya pH. Salah satu faktor yang mempengaruhi kelarutan bahan humat adalah pH, yang lebih lanjut akan mempengaruhi disosiasi gugus yang bersifat asam pada bahan humat. Dalam larutan (pH 3,5 - 9), bahan humat membentuk sistem koloid polielektrolit linear yang bersifat fleksibel; sedangkan pada pH rendah bahan humat berbentuk kaku (rigid) dan cenderung teragregasi membentuk suatu padatan makromolekul melalui ikatan hidrogen.
Peningkatan pH akan
menyebabkan ikatan hidrogen semakin lemah sehingga agregat akan terpisah satu sama lain. Keadaan tersebut dipengaruhi oleh disosiasi gugus fungsional yang bersifat asam pada bahan humat seperti -COOH. Umumnya gugus -COOH terdisosiasi pada pH sekitar 4-5, sedangkan gugus -OH fenolat atau –OH alkoholat terdisosiasi pada pH sekitar 8-10 (Alimin et al. 2005). Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa kondisi pH yang relatif tinggi (konsentrasi H+ rendah) akan meningkatkan konsentrasi -COO- yang dapat berfungsi sebagai ligan pada bahan humat. Walaupun pada pH yang relatif rendah bahan humat cenderung tidak berinteraksi dengan ion logam, akan tetapi sebagai padatan polielektrolit, bahan humat memiliki kemampuan untuk mengadsorpsi logam. Bahan humat dengan ion logam dapat mengalami presipitasi. Tingkat flokulasi yang terjadi bergantung pada pH, sifat-sifat gugus fungsional pada bahan humat yang dapat bertindak sebagai ligan dan sifat ion logam (Alimin et al. 2005). Hasil dari spektroskopi infra merah membenarkan bahwa gugus COOH, atau yang lebih tepat karboksilat (COO-) memegang peranan penting dalam pengompleksan ion logam oleh bahan humat. Beberapa bukti menunjukkan bahwa gugus OH, C=O, dan NH juga terlibat (Vinkler et al. 1976; Boyd et al. 1979; Piccolo dan Stevenson 1981, diacu dalam Huang, 1997). Gugus-gugus fungsional ini dapat memindahkan muatannya membentuk senyawa kompleks dengan logamlogam seperti Fe dan Al. Penelitian mengenai bahan humat yang dilakukan oleh Nurjaya et al. (2006) menunjukkan bahwa pemberian bahan organik dalam tanah mampu menurunkan
17
kandungan logam berat terutama Pb tersedia dalam tanah 1,91 ppm dari 10 ton bahan organik yang diberikan dalam 1 ha lahan. Menurut Alimin et al. (2005), pengaruh asam humat terhadap sifat kelarutan logam pada berbagai pH diharapkan mengikuti kecenderungan antara lain walaupun asam humat pada pH yang relatif rendah (3 ≤ pH < 4) cenderung tidak berinteraksi dengan logam melalui pembentukan kompleks, namun sebagai padatan polielektrolit, asam humat memiliki kemampuan untuk mengadsorpsi logam. Pada pH yang relatif tinggi (7 < pH < 10), asam humat cenderung membentuk kompleks dengan logam yang larut dalam air, tingginya konsentrasi OH- dalam larutan memberi peluang untuk terbentuknya endapan hidroksida logam yang sukar larut dalam air. Dengan demikian, pada pH yang tidak terlalu tinggi (tidak terlalu rendah) yaitu 4 ≤ pH < 7, diperkirakan terjadi kompetisi antara sifat asam humat sebagai ligan dengan sifat asam humat sebagai padatan polielektrolit dalam mengikat logam. Penelitian Rizqiani et al. (2007) menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik cair dapat meningkatkan jumlah daun, jumlah cabang, fruit set, luas daun umur, indeks luas daun umur, panjang akar, volume akar, jumlah polong, bobot segar polong per tanaman dan bobot segar polong per hektar untuk jenis tanaman Buncis. Penelitian Wachjar dan Kadarisman (2007) tentang penggunaan pupuk organik cair menunjukkan bahwa pupuk organik cair dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman Jambu Mete. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis pemberian pupuk organik cair sebesar 15 ml/liter air memberikan pengaruh pertumbuhan tanaman yang paling baik dibanding dosis 5 ml; 10 ml; dan 20 ml. Penelitian Parman (2007) mengenai pemberian pupuk organik cair terhadap pertumbuhan tanaman kentang menunjukkan bahwa dosis 4 mg/liter memberikan produksi kentang basah paling besar dibanding dosis lain yaitu 0; 1; 2 dan 3 mg/liter. Penelitian Atekan dan Surahman (1997) menunjukkan bahwa pemberian bahan organik asal pangkasan daun gamal (Gliricidia sepium) ke dalam tanah mineral masam dapat memperbaiki sifat kimia tanah. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan total kation basa (Ca, Mg, dan K), peningkatan pH tanah, dan turunnya konsentrasi Al-monomerik yang bersifat racun bagi tanaman.
18
III. METODE
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi penelitian adalah di areal pembibitan dan areal bekas tambang Blok Sangata, PT Kaltim Prima Coal, Kabupaten Kutai Timur Provinsi Kalimantan Timur (Gambar 5). Analisis tanah dan tanaman dilakukan di Laboratorium Kesuburan, Fisik Tanah dan Mineralogi Tanah di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB di Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari – Juli 2009 selama 6 (enam) bulan.
Lokasi Penelitian di tambang batubara PT Kaltim Prima Coal, Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kaltim
Gambar 5
Lokasi penelitian
3.2. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan humat, abu terbang, bibit sengon, bibit meranti, plastik, label, dan aquades, media tanah dan polybag. Abu terbang yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari PLTU PT Kaltim Prima Coal. Karakteristik kimia abu terbang yang dihasilkan disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1
Karakteristik kimia abu terbang di PLTU PT Kaltim Prima Coal
Indikator pH C-Organik (%) N-Total (%) P-Bray I (ppm) P - HCl 25% (ppm) Kation-kation me/100 g Ca Mg K Na Al (me/100g) H (me/100g) Fe (ppm) Cu (ppm) Zn (ppm) Mn (ppm) Cd (ppm) Cr (ppm) Si (ppm)
Nilai 7,40 1,84 0,17 48,80 336,90 4,32 4,37 0,38 0,63 2,35 0,04 64,12 1,96 2,36 9,40 0,002 0,35 28,41
Sumber : Hasil analisis abu terbang di laboratorium Kesuburan, Departemen ITSL IPB, 2009 dan data AMDAL PT KPC, 2001
Amelioran lain yang digunakan adalah bahan humat cair yang merupakan ekstraksi dari batubara jenis lignit menjadi bahan humat yang dilakukan oleh Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, IPB. Bahan humat yang diekstrak merupakan jenis K-humat. Karakteristik bahan humat cair disajikan pada Tabel 2. Tabel 2
Karakteristik bahan humat
Jenis Analisis Kemasaman (pH) Daya Hantar Listrik (DHL) (mS cm-1) Kandungan Karbon (C) (%) Kandungan abu (%) Kandungan padatan (%) Bobot isi (gram cm-3) Kandungan asam humat (%)
Nilai 9 – 10 20 – 30 10 – 13 10 – 15 25 – 35 1,10 - 1,18 20 – 26
Sumber : Analisis bahan humat di laboratorium Mineralogi, Departemen ITSL IPB, 2007
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Peralatan tanam meliputi cangkul, sekop, dan linggis.
20
2.
Peralatan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang meliputi sarung tangan, rompi K3, helm safety, dan kaca mata.
3.
Peralatan pendukung seperti botol ukur, pipet, water sprayer, bambu, tali rafia, alat tulis, kamera, buku catatan, timbangan, dan lain sebagainya.
4.
Peralatan analisis tanah dan tanaman
3.3. Metode Penelitian Percobaan dilakukan di dua lokasi. Percobaan I dilakukan di rumah kaca area pembibitan sedangkan percobaan II dilakukan di areal bekas tambang yang siap untuk dilakukan revegetasi. Percobaan I dilakukan dengan model Rancangan Acak Lengkap pola faktorial 2 faktor, yaitu: bahan humat dengan dosis 3 level (0,00; 0,075; dan 0,15 ml/polybag) dan abu terbang dengan dosis 3 level (0; 200; dan 400 g/polybag). Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 5 kali pada masing-masing jenis tanaman (3 x 3 x 5 = 45 polybag) sehingga untuk 2 jenis tanaman terdapat 90 satuan percobaan. Perlakuan dan dosis masing-masing amelioran disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3
Perlakuan ameliorasi media polybag di dalam rumah kaca dengan indikator tanaman sengon (Albazia falcataria) dan meranti (Shorea parvifolia)
Perlakuan
Bahan humat (ml/polybag)
Abu terbang (g/polybag)
H0 F0 H0 F1
0,000 0,000
0 200
H0 F2 H1 F0 H1 F1 H1 F2 H2 F0 H2 F1
0,000 0,075 0,075 0,075 0,150 0,150
400 0 200 400 0 200
H2 F2
0,150
400
Kombinasi perlakuan ini diberikan pada tanaman sengon dan meranti. Pemilihan jenis tanaman dilakukan dengan pertimbangan, yaitu meranti merupakan jenis asli daerah dengan ciri pertumbuhan lambat (intoleran pada
21
waktu muda) dan sengon merupakan jenis tanaman luar dengan pertumbuhan cepat. Pemilihan kedua jenis tanaman yang berbeda untuk menunjukkan kemampuan kedua bahan amelioran dalam mempengaruhi pertumbuhan masingmasing tanaman tersebut. Dosis pemberian amelioran bahan humat cair pada tanah seluas 1 hektar atau setara dengan tanah seberat 2.000 ton diperlukan 15 liter bahan humat yang belum diencerkan (Suwardi 9 September 2009, komunikasi pribadi). Pada percobaan I, media tanah yang digunakan seberat 10 kg berat kering udara (KA = 24,3%), dan dosis pemberian bahan humat sebanyak (0,01/2000) x 15 liter = 0,075 ml. Oleh karena itu, dalam percobaan ini digunakan dosis bahan humat 0,00; 0,075 dan 0,15 ml/10 kg berat kering udara media tanah atau setara dengan 0; 15 dan 30 liter ha-1. Dosis bahan humat tersebut kemudian diencerkan sebanyak 100 kali dengan aquades. Dosis pemberian abu terbang didasarkan pada dosis yang pernah dilakukan oleh Stuczynski (1998), adalah 0, 20, 40 g kg-1. Pada percobaan ini, untuk media tanah seberat 10 kg berat kering udara diberi level perlakuan 0; 200; dan 400 g/polybag atau setara dengan 0, 40 dan 80 ton ha-1. Percobaan II dilakukan dengan menggunakan model Rancangan Acak Kelompok pola faktorial dengan perlakuan yang sama dengan percobaan I tetapi hanya dengan indikator tanaman sengon. Percobaan dilakukan pada petak ukur seluas 1 m x 1 m. Pada petak ukur tersebut, tanah dicangkul pada luasan 0,5 m x 0,5 m dengan asumsi kedalaman perakaran adalah 50 cm dan bobot isi tanah 1000 kg m-3 maka berat tanah sama dengan 0,5 x 0,5 x 0,5 x 1000 = 125 kg atau 0,125 ton. Amelioran bahan humat yang diperlukan sebanyak (0,125/2000) x 15 liter = 0,94 ml/petak ukur perlakuan sehingga dosis bahan humat adalah 0,000; 0,94; dan 1,88 ml/petak ukur. Dosis bahan humat tersebut kemudian diencerkan sebanyak 100 kali dengan aquades. Selanjutnya, dosis pemberian abu terbang untuk asumsi tanah seberat 0,125 ton adalah 0,0; 2,5; dan 5,0 kg/petak ukur. Kelompok atau blok penanaman didasarkan pada kelerengan tanah di lahan bekas tambang. Pengelompokan blok penanaman sebanyak 3 level kelerengan yaitu lereng atas, tengah dan bawah (dianggap sebagai 3 ulangan), sehingga terdapat 27 satuan percobaan (3 x 3 x 3). Dosis bahan humat dan abu terbang per pohon setiap perlakuan disajikan pada Tabel 4.
22
Tabel 4
Perlakuan ameliorasi pada tanah lahan bekas tambang dengan indikator tanaman sengon (Albazia falcataria)
Perlakuan
Bahan humat (ml/petak ukur)
Abu terbang (kg/petak ukur)
H0 F0
0,00
0,0
H0 F1 H0 F2 H1 F0 H1 F1 H1 F2
0,00 0,00 0,94 0,94 0,94 1,88 1,88 1,88
2,5 5,0 0,0 2,5 5,0 0,0 2,5 5,0
H2 F0 H2 F1 H2 F2
Penelitian ini tidak menggunakan tambahan pupuk dasar seperti pupuk NPK atau organik. Jumlah hara yang diserap oleh tanaman diharapkan dapat diambil dari abu terbang dan bahan humat dimana bahan humat diharapkan dapat mempercepat proses pelepasan hara yang terkandung dalam abu terbang.
3.4. Pelaksanaan Percobaan 3.4.1.Percobaan I di lokasi rumah kaca 1. Amelioran bahan humat dan abu terbang disiapkan sesuai takaran dalam Tabel 3, sedangkan untuk bahan humat dilakukan pengenceran sebanyak 100 kali dengan aquades. 2. Tanah ditimbang seberat 10 kg berat kering udara sesuai dengan ukuran polybag, kemudian dilanjutkan dengan pencampuran tanah dengan amelioran sesuai dengan dosis perlakuan pada Tabel 3. Tanah dan amelioran diaduk secara merata sehingga tercampur secara homogen. Media tanah diambil dari lokasi lahan bekas tambang. 3. Tanah yang telah diberi perlakuan tersebut kemudian diinkubasi selama 30 hari. 4. Selama menunggu inkubasi, jenis tanaman sengon dan meranti dipilih secara homogen baik umur, tinggi dan kesehatan tanaman. 5. Tanaman sengon dan meranti ditanam pada media polybag setelah masa inkubasi selesai.
23
6. Kadar air dan iklim mikro diusahakan tetap stabil sesuai dengan kondisi lapang, sehingga diperlukan penyiraman setiap pagi dan sore hari. 7. Parameter-parameter vegetatif seperti tinggi tanaman diukur setiap bulan sekali selama tiga bulan. Pada bulan ketiga pada masa pemanenan diukur jumlah cabang dan bintil dari perakaran tanaman untuk tanaman sengon dan panjang akar untuk tanaman meranti. Bobot kering daun diukur untuk masing-masing perlakuan dan tanaman. 8. Analisis tanah dan tanaman dilakukan setelah tanaman di panen untuk mengetahui kadar hara N, P, K dan Ca, Mg guna menghitung serapan hara dan sifat kimia tanah setelah percobaan meliputi pH, C-organik, N, P-tersedia, K, Na, Ca, dan Mg yang dapat dipertukarkan, serta KTK dan Aldd. 3.4.2.Percobaan II di lokasi lahan bekas tambang 1. Pembuatan petak ukur perlakuan seluas 1 m x 1 m sebanyak 27 petak ukur terbagi dalam 3 level kelerengan, yaitu lereng atas, tengah dan bawah (sebagai ulangan). Setiap petak ukur dibatasi oleh bambu dan pita penanda. 2. Pada petak ukur seluas 1 m x 1 m tersebut, tanah dicangkul dengan luas 50 x 50 cm dengan kedalaman 50 cm. Lubang dimasukkan tanah yang dicampur dengan amelioran bahan humat (sudah pengenceran) dan abu terbang sesuai dosis pada Tabel 4. 3. Tanah bekas tambang yang sudah diberikan perlakuan kemudian diinkubasi selama 30 hari. 4. Setelah dilakukan inkubasi, tanaman reklamasi jenis sengon ditanam pada petak ukur masing-masing satu unit. 5. Parameter vegetatif seperti tinggi tanaman diukur setiap bulan selama tiga bulan. Pada bulan ketiga pada masa pemanenan diukur jumlah cabang dan bintil dari perakaran tanaman serta bobot kering daun. 6. Analisis tanah dan tanaman sama seperti pada percobaan I.
24
3.5. Analisis Data Analisis tanah dilakukan pada tanah awal sebelum dilakukan perlakuan ameliorasi dan setelah panen. Analisis tanah awal dan akhir meliputi pH, Corganik, N-total, P-Bray I, Cadd, Mgdd, Kdd, Nadd, KTK dan Aldd. Metode yang digunakan untuk setiap parameter kimia tanah dan serapan hara daun disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 No A 1 2 3 4 5
Parameter yang diukur dan metode pengukuran
Parameter Analisis tanah pH C-Organik N total P-tersedia Cadd dan Mgdd
6
Kdd dan Nadd
7
KTK
8
Aldd
B 1
Analisis daun Ca dan Mg
2 3
4 C 1 2 3 4
Metode / Alat ukur pH meter Walkley & Black N-Kjeldahl Uji Bray 1. Ekstrak NH4OAc 1 N, hasil diukur dengan AAS Ekstrak NH4OAc 1 N hasil diukur dengan Flame photometer Ekstrak NH4OAc 1 N hasil diukur dengan titrasi NaOH Ekstrak dengan NaOH 0,1 N, diukur dengan titrasi HCl
Diekstrak dengan pengabuan basah, hasil diukur dengan AAS K dan Na Diekstrak dengan pengabuan basah, hasil diukur dengan flame photometer P Diekstrak dengan pengabuan basah, hasil diukur dengan spectrofotometri serapan atom N Diekstrak dengan Kjeldahl Analisis pertumbuhan tanaman Tinggi tanaman Menggunakan meteran, diukur dari pangkal batang sampai ujung batang Jumlah percabangan akar Dihitung secara nonparametrik dengan tingkat banyak, sedang dan sedikit Jumlah bintil akar (khusus Dihitung secara nonparametrik dengan tanaman sengon) tingkat banyak, sedang dan sedikit Panjang akar (tanaman Menggunakan meteran, diukur dari meranti) pangkal akar sampai ujung akar utama Dari hasil pengukuran dilihat pengaruh ameliorasi terhadap sifat-sifat kimia
tanah, serapan hara daun tanaman dan pertumbuhan fisik tanaman baik pengaruh masing-masing amelioran maupun interaksi.
25
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pengaruh Pemberian Bahan Humat dan Abu Terbang Terhadap Sifat – sifat Kimia Tanah Penelitian ini mengevaluasi pengaruh pemberian amelioran bahan humat dan abu terbang terhadap kandungan hara tanah meliputi parameter pH, C-Org, NTotal, P-tersedia, K, Na, Ca, dan Mg yang dapat dipertukarkan, serta KTK dan Aldd. Secara umum pemberian amelioran bahan humat dan atau abu terbang berpengaruh nyata meningkatkan kandungan hara tanah namun tidak ada interaksi antara kedua amelioran (Tabel 6-11). Nilai pH tanah Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap pH tanah disajikan pada Tabel 6. Tabel 6
Pengaruh bahan humat dan abu terbang terhadap parameter pH tanah
Amelioran Bahan Humat H0 H1 H2 Abu Terbang F0 F1 F2
P-I sengon
P-I meranti
P-II
4,62a 4,68b 4,68b
4,35 4,36 4,35
5,39 5,46 5,61
4,58a 4,67b 4,72c
4,20a 4,35b 4,51c
5,41 5,23 5,71
Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata menurut uji DMRT (taraf α=5%) Keterangan : P-I sengon : Percobaan I di rumah kaca dengan indikator tanaman sengon P-I meranti : Percobaan I di rumah kaca dengan indikator tanaman meranti P-II : Percobaan II di lahan bekas tambang dengan indikator tanaman sengon
Tabel 6 menunjukkan bahwa pemberian bahan humat atau abu terbang berpengaruh nyata meningkatkan nilai pH tanah pada percobaan I tanaman sengon sedangkan pada percobaan I tanaman meranti hanya abu terbang saja yang berpengaruh nyata meningkatkan nilai pH. Pada dosis abu terbang F2 menunjukkan nilai pH tertinggi. Percobaan II tidak menunjukkan pengaruh nyata. Peningkatan nilai pH tanah oleh abu terbang disebabkan pH yang tinggi pada abu terbang.
Peningkatan pH tanah tidak terlalu besar dibandingkan kontrol (H0 dan F0), karena sifat tanah lahan bekas tambang di PT KPC mempunyai kandungan Aldd yang cukup tinggi sehingga mengakibatkan buffering capacity yang tinggi. Pemberian abu terbang dosis maksimal pada tanah tersebut tidak menunjukkan peningkatan pH tanah yang tinggi. Kandungan C-Org dan N tanah Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap kandungan C-organik (C-org) dalam tanah disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap kandungan C-org dalam tanah Amelioran
P-I sengon P-I meranti P-II -------------------------------(%)-------------------------------
Baha Humat H0 1,05 0,63a 1,20 H1 1,09 1,35b 1,02 H2 1,11 1,28b 1,30 Abu Terbang F0 0,94a 1,09 1,07 F1 1,10b 0,98 1,09 F2 1,20b 1,18 1,37 Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata menurut uji DMRT (taraf α=5%)
Hasil analisis menunjukkan peningkatan C-org tanah dalam media polybag dengan indikator tanaman sengon nyata dipengaruhi oleh abu terbang saja (Tabel 7) sedangkan pada percobaan I tanaman meranti peningkatan C-org tanah nyata dipengaruhi oleh bahan humat. Pada percobaan percobaan II pemberian amelioran tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan C-org dalam tanah (Tabel 7). Kenaikan C-org tanah oleh penambahan abu terbang disebabkan adanya sisa kandungan C dalam abu terbang (1,84%) akibat pembakaran batubara yang tidak optimal. Kenaikan C-org oleh penambahan bahan humat disebabkan adanya kandungan C-org dalam bahan humat (10-13%). Lebih tingginya peningkatan Corg akibat bahan humat karena kadar C-org bahan humat lebih tinggi daripada abu terbang. Menurut Hwang (1991) komponen mineral utama abu terbang adalah aluminosilikat, besi oksida, silikat densitas rendah, dan sisa karbon, serta
27
kemungkinan adanya mineral mullite, sehingga kemungkinan masih ada sisa C dalam abu terbang. Hasil analisis pemberian amelioran terhadap peningkatan N tanah pada percobaan I tanaman sengon nyata dipengaruhi oleh abu terbang saja (Lampiran 6). Pada percobaan I tanaman meranti dan percobaan II, kedua amelioran tidak berpengaruh nyata terhadap N tanah (Lampiran 6). Secara umum kedua amelioran tidak memberikan sumbangan terhadap ketersediaan N dalam tanah. Kandungan P–tersedia dalam tanah Pengaruh ameliorasi terhadap kandungan P-tersedia tanah disajikan pada Tabel 8. Tabel 8
Pengaruh bahan humat dan abu terbang terhadap kandungan P-tersedia tanah
Amelioran
P-I sengon P-I meranti P-II ------------------------------- (ppm) -------------------------------
Bahan Humat H0 5,95ab 4,14 1,68 H1 5,14a 4,62 1,56 H2 7,18b 4,68 2,01 Abu Terbang F0 5,48 3,99a 1,13a F1 5,99 4,56ab 1,63ab F2 6,81 4,88b 2,50b Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata menurut uji DMRT (taraf α=5%)
Hasil analisis menunjukkan bahwa peningkatan P–tersedia dipengaruhi secara nyata oleh bahan humat pada percobaan I tanaman sengon. Percobaan I tanaman meranti dan percobaan II, abu terbang berpengaruh nyata terhadap peningkatan P-tersedia (Tabel 8). Peningkatan kandungan P–tersedia dalam tanah oleh penambahan abu terbang disebabkan adanya kandungan P dalam abu terbang. P-tersedia dalam abu terbang mencapai 48,8 ppm (Tabel 1). Pengaruh bahan humat dalam meningkatkan P tersedia dalam tanah adalah karena kemampuan bahan humat dalam menjerap Al dari ikatan Al-P sehingga ion P menjadi tersedia dalam tanah. Kation basa tanah yang dapat dipertukarkan (K, Na, Ca dan Mg) Pengaruh ameliorasi terhadap kandungan Kdd, Nadd, Cadd dan Mgdd dalam tanah disajikan pada Tabel 9 dan 10. Hasil analisis menunjukkan bahwa pada
28
percobaan I tanaman sengon dan meranti, abu terbang berpengaruh nyata terhadap peningkatan kandungan Kdd dan Nadd (Tabel 9). Pada percobaan II, pemberian amelioran tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan K-tersedia dan Natersedia (Tabel 10). Peningkatan kandungan Kdd dan Nadd dalam tanah diperoleh dari kandungan K dan Na dalam abu terbang. Pada percobaan I dan II, Kdd dan Nadd dalam tanah lebih kecil daripada kandungan Cadd dan Mgdd. Hal ini disebabkan sumbangan hara K dan Na lebih kecil daripada Ca dan Mg dalam abu terbang. Tabel 9
Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap kandungan Kdd, Nadd, Cadd dan Mgdd tanah pada percobaan I Kdd
Amelioran P-I sengon Bahan Humat H0 0,19 H1 0,20 H2 0,20
Abu Terbang F0 0,17a F1 0,20b F2 0,23c Angka yang diikuti oleh DMRT (taraf α=5%)
P-I meranti 0,22 0,24 0,24
N NH4OAc pH 7.0 (me/100 g) Nadd Cadd P-I P-I P-I P-I sengon meranti sengon meranti 0,41 0,44 0,44
0,37 0,41 0,44
0,19a 0,35a 0,23b 0,45b 0,27c 0,49b huruf yang berbeda
1,73b 1,53a 2,17c
Mgdd P-I sengon
P-I meranti
0,17 0,16 0,18
0,51a 0,68ab 0,85b
0,86 0,89 1,15
0,34a 1,57b 0,65a 0,42b 1,94c 0,93a 0,46b 1,2a 1,32b pada kolom yang sama berbeda
0,15 0,52a 0,18 0,58a 0,18 0,94b nyata menurut uji
Tabel 10 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap kandungan Kdd, Nadd, Cadd dan Mgdd tanah pada percobaan II Amelioran
Kdd
N NH4OAc pH 7.0 (me/100 g) Nadd Cadd
Bahan Humat H0 0,3 0,68 H1 0,31 0,73 H2 0,49 0,66 Abu Terbang F0 0,3 0,63 F1 0,31 0,73 F2 0,49 0,71 Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama DMRT (taraf α=5%)
2,21 2,64 2,84 2,45 2,62 2,62 berbeda nyata
Mgdd 4,59a 5,13b 5,74c 4,76a 5,32b 5,39b menurut uji
Tabel 9 di atas menunjukkan bahwa bahan humat atau abu terbang berpengaruh nyata terhadap peningkatan kandungan Cadd tanah pada percobaan I dengan tanaman sengon sedangkan pada percobaan I dengan tanaman meranti,
29
abu terbang berpengaruh nyata terhadap Cadd. Pada percobaan II menunjukkan kedua amelioran tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan Cadd (Tabel 10). Pada percobaan I dengan tanaman sengon, kedua amelioran tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan Mgdd (Tabel 9). Percobaan I dengan tanaman meranti dan percobaan II, kedua amelioran berpengaruh nyata terhadap peningkatan Mgdd (Tabel 9 dan 10). Peningkatan kandungan Ca dan Mg dalam tanah disumbangkan oleh adanya kandungan Ca dan Mg dalam abu terbang. Pengaruh bahan humat dalam meningkatkan kandungan Ca dan Mg dalam tanah terutama dalam menjerap Ca dan Mg. Kapasitas Tukar Kation (KTK) Pengaruh ameliorasi terhadap nilai KTK tanah disajikan pada Tabel 11. Tabel 11 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap nilai KTK tanah Amelioran
P-I sengon
KTK (N NH4OAc pH 7.0) P-I meranti
P-II Bahan Humat H0 7,81 9,22 9,21a H1 8,39 9,13 10,24b H2 9,22 10,89 11,27c Abu Terbang F0 8,08 8,82 9,83 F1 8,61 9,75 10,2 F2 8,73 10,67 10,74 Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata menurut uji DMRT (taraf α=5%)
Tabel 11 menunjukkan bahwa bahan humat bepengaruh nyata terhadap peningkatan nilai KTK tanah pada percobaan II. Percobaan I pengaruhnya tidak nyata. Lebih tingginya KTK pada percobaan II karena nilai pH percobaan II lebih tinggi daripada percobaan I. Pengaruh bahan humat terhadap KTK tanah disebabkan oleh adanya gugus karboksil (-COOH) dan OH fenolat yang jika ion H terdisosiasi akan bermuatan negatif, sehingga mampu menarik kation-kation basa. Kandungan Aldd dalam tanah Hasil analisis lanjutan baik percobaan I dan II menunjukkan tidak ada pengaruh nyata pemberian kedua amelioran terhadap kandungan Aldd dalam tanah (Lampiran 15). Unsur Al dalam abu terbang tidak berbahaya jika masih dalam
30
kondisi basa kuat dimana molekul Al 2O3 dalam kondisi stabil sehingga tidak mudah terserap oleh tanaman. Namun ion Al 3+ akan mudah terhidrolisis pada saat terjadi proses oksidasi berantai dan melepaskan H+ sehingga pH tanah menjadi masam. Secara umum dapat ditarik kesimpulan bahwa penambahan bahan humat dapat meningkatkan nilai KTK dan kandungan C-org tanah sedangkan penambahan abu terbang dapat meningkatkan ketersediaan hara C-org, P-tersedia, Kdd, Nadd, Cadd dan Mgdd dalam tanah.
4.2. Pengaruh Pemberian Bahan Humat dan Abu Terbang terhadap Pertumbuhan Tanaman Pengaruh pemberian amelioran terhadap pertumbuhan tanaman dievaluasi dalam hal tinggi tanaman, banyaknya percabangan akar, bobot kering daun. Pada tanaman sengon diukur bintil akar sedangkan pada tanaman meranti diukur panjang akar. Perubahan beda tinggi tanaman merupakan beda tinggi tanaman bulan ke-3 setelah perlakuan dengan tinggi tanaman awal. Jumlah bintil dan percabangan dihitung secara kualitatif (naik, tetap dan turun) karena sulit dihitung dengan kuantitatif. Dalam analisis lanjutan, data jumlah percabangan dan bintil akar diubah menjadi parameter kuantitatif untuk mempermudah perhitungan. Jumlah perkembangan naik diberi nilai 3, jumlah tetap diberi nilai 2, dan jumlah turun diberi nilai 1. Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap perubahan beda tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah bintil akar dan bobot kering daun pada percobaan I tanaman sengon disajikan pada Tabel 12 dan 13. Tabel 12 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap beda tinggi tanaman, perkembangan cabang perakaran dan bobot kering daun pada percobaan I tanaman sengon Amelioran
Beda tinggi tanaman (cm)
Percabangan akar
Bobot kering daun (g/tanaman)
Bahan Humat H0 28,0a 2a (tetap) 5,274 H1 40,1b 2a (tetap) 5,706 H2 40,27b 3b (naik) 6,653 Abu Terbang F0 29,2a 2a (tetap) 5,592 F1 33,4a 2b (tetap) 5,918 45,7b F2 3b (naik) 6,122 Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata menurut uji DMRT (taraf α=5%)
31
Tabel 12 di atas menunjukkan bahwa bahan humat atau abu terbang berpengaruh nyata terhadap peningkatan beda tinggi dan cabang tanaman sengon pada percobaan I. Tabel 13 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap perkembangan bintil perakaran pada percobaan I tanaman sengon Bahan humat H0 H1 H2
F0 1a (turun) 1a (turun) 2ab (tetap)
Abu Terbang F1 1a (turun) 3cd (naik) 3d (naik)
F2 2ab (tetap) 2bc (tetap) 3d (naik)
Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata menurut uji DMRT (taraf α=5%)
Bahan humat dan abu terbang berpengaruh nyata terhadap peningkatan perkembangan jumlah bintil akar serta ada interaksi antara kedua amelioran tersebut (Tabel 13). Perlakuan H2F2 dan H2 F1 memberikan hasil pertumbuhan bintil akar yang paling baik dibanding kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa pada dosis bahan humat maksimal, baik dosis abu terbang F1 maupun F2 tetap memberikan pengaruh terhadap peningkatan jumlah bintil akar tanaman sengon. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah nilai pH tanah, ketersediaan hara dan faktor penghambat tumbuh (Leiwakabessy 1988). Korelasi antara pH, ketersediaan hara, dan Aldd dengan beda tinggi tanaman dan perakaran disajikan dalam Tabel 14. Tabel 14 Korelasi antara pH, ketersediaan hara, dan Al dd terhadap beda tinggi tanaman dan perakaran Korelasi antara P tersedia Kdd Cadd Mgdd pH Aldd C-Org
Beda tinggi tanaman 0,279 0,494 0,474 0,642 0,775* -0,766* 0,644
Jumlah bintil akar 0,604 0,159 0,589 0,683* 0,617 -0,836** 0,760*
Jumlah cabang akar 0,567 0,316 0,542 0,747* 0,778* -0,912** 0,872**
Keterangan : ** = korelasi signifikan pada taraf 99% * = korelasi signifikan pada taraf 95%
32
Tabel 14 diatas menunjukkan bahwa pH dan ketersediaan hara berkorelasi positif terhadap perubahan beda tinggi dan perakaran tanaman. Nilai pH dan ketersediaan C-org berpengaruh signifikan pada taraf 99% dan 95%. Menurut Lakitan (2007) perkembangan sistem percabangan akar akan lebih terangsang pada tempat-tempat dimana air dan unsur hara lebih tersedia. Perkembangan percabangan akar sampai pada bagian bulu-bulu akar diikuti dengan pertumbuhan bintil-bintil akar. Semakin bertambahnya Aldd dalam tanah menyebabkan pertumbuhan tinggi dan perakaran tanaman menurun, yang ditunjukkan dengan nilai korelasi negatif dan signifikan pada taraf 99% untuk perakaran tanaman dan 95% untuk beda tinggi tanaman. Reaksi tanah (pH) berkorelasi positif dan nyata dalam meningkatkan pertumbuhan tinggi dan perakaran tanaman (jumlah bintil dan cabang), terutama yang berkaitan dengan pengaruhnya terhadap ketersediaan unsur-unsur hara tertentu. Adanya Aldd dalam tanah dapat menyebabkan kerusakan fungsi tanaman terutama pada sistem perakaran. Tabel 14 menunjukkan bahwa sistem perakaran baik jumlah cabang dan bintil menurun dengan adanya penambahan Aldd dalam tanah. Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap perubahan beda tinggi, perkembangan akar dan bobot kering daun tanaman meranti disajikan pada Tabel 15. Tabel 15 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap beda tinggi tanaman, jumlah cabang perakaran, panjang akar dan bobot kering daun pada percobaan I tanaman meranti Amelioran Bahan Humat H0 H1 H2 Abu Terbang F0 F1 F2
Beda tinggi tanaman (cm)
Percabangan akar
Panjang akar (cm)
Bobot kering daun (g/tanaman)
21,61b 17,45ab 14,40a
2 (tetap) 3 (naik) 2 (tetap)
5,83 6,73 7,80
1,35 1,40 1,42
11,93a 23,82c 17,71b
2 (tetap) 2 (tetap) 2 (tetap)
6,20 6,33 7,83
1,34 1,37 1,45
Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata menurut uji DMRT (taraf α=5%)
33
Tabel 15 di atas menunjukkan bahwa bahan humat atau abu terbang berpengaruh nyata terhadap peningkatan beda tinggi tanaman meranti. Pada peningkatan dosis abu terbang dari kontrol (F0) ke F1 terjadi kenaikan tinggi tanaman kemudian turun pada F2 walau masih lebih tinggi dibandingkan kontrol sedangkan penambahan bahan humat menyebabkan penurunan tinggi tanaman. Kedua amelioran tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan percabangan perakaran, panjang dan bobot kering daun (Tabel 15). Tanaman meranti mempunyai karakteristik fisiologis yang berbeda dengan jenis sengon. Tanaman meranti muda biasanya mempunyai sifat intoleran terhadap sinar matahari sehingga memiliki pertumbuhan vertikal yang lambat. Pada masa muda, meranti lebih banyak melakukan pertumbuhan akar dan daun. Tabel 15 menunjukkan bahwa penambahan bahan humat dan abu terbang dapat meningkatkan bobot kering daun. Pertumbuhan akar lebih banyak memanjang ke bawah untuk menunjang berdirinya pohon karena pohon meranti jika dewasa cenderung besar dan tinggi sehingga diperlukan penahan akar yang kuat. Pengaruh pemberian amelioran terhadap pertumbuhan tanaman sengon pada percobaan II disajikan dalam Tabel 16. Tabel 16 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap beda tinggi tanaman, perkembangan jumlah bintil dan cabang perakaran serta bobot kering daun pada percobaan II dengan tanaman sengon Amelioran Bahan Humat H0 H1 H2 Abu Terbang F0 F1 F2
Beda tinggi tanaman (cm)
Jumlah bintil akar
Percabangan akar
Bobot kering daun (g/tanaman)
2,57 3,54 3,76
2 (tetap) 2 (tetap) 2 (tetap)
2 (tetap) 2 (tetap) 2 (tetap)
0,729a 0,857a 1,638b
1,77 2 (tetap) 2 (tetap) 0,708 4,24 2 (tetap) 2 (tetap) 0,883 3,86 2 (tetap) 2 (tetap) 1,632 Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata menurut uji DMRT (taraf α=5%)
Tabel 16 menunjukkan bahwa kedua amelioran tidak berpengaruh nyata terhadap beda tinggi dan perkembangan perakaran (jumlah bintil dan cabang). Perkembangan bintil dan percabangan akar menunjukkan nilai tetap untuk semua
34
perlakuan. Bahan humat berpengaruh nyata terhadap peningkatan bobot kering daun (Tabel 16). 4.3. Pengaruh Pemberian Bahan Humat dan Abu Terbang Terhadap Serapan Daun Tanaman Bahan sampel yang diambil untuk analisis serapan daun tanaman adalah seluruh daun tanaman kecuali kuncup daun muda. Jika ketersediaan unsur hara esensial kurang dari jumlah yang dibutuhkan tanaman, maka tanaman akan terganggu metabolismenya yang secara visual dapat terlihat dari penyimpanganpenyimpangan pada pertumbuhannya. Pengaruh ameliorasi terhadap serapan daun tanaman sengon pada percobaan I disajikan pada Tabel 17, 18 dan 19. Tabel 17 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap serapan N daun tanaman sengon pada percobaan I Bahan Humat H0 H1 H2
Abu Terbang F0 F1 F2 ---------------------mg/tanaman--------------------134,21abc 134,02abc 201,92cd 132,03abc 108,58ab 80,06a 142,43abc 174,22bc 253,67d
Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata menurut uji DMRT (taraf α=5%)
Tabel 18 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap serapan Ca daun tanaman sengon pada percobaan I Bahan Humat H0 H1 H2
Abu Terbang F0 F1 F2 ---------------------mg/tanaman--------------------16,68ab 19,74ab 26,54bcd 22,30ab 21,24ab 14,04a 24,15abc 33,49cd 35,67d
Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata menurut uji DMRT (taraf α=5%)
Pada percobaan I tanaman sengon, kedua amelioran berpengaruh nyata terhadap serapan N, Ca dan Mg daun tanaman dan kedua amelioran saling interaksi (Tabel 17, 18 dan 19). Tabel 17 menunjukkan bahwa serapan N daun tanaman tertinggi pada perlakuan H2F2 dan terendah pada perlakuan H1F2. Tabel 18 menunjukkan bahwa serapan Ca daun tanaman tertinggi pada perlakuan H2F1
35
dan terendah pada perlakuan H1F2 dan tidak berbeda dengan H2F2. Tabel 19 menunjukkan bahwa serapan Mg daun tanaman tertinggi pada perlakuan H2F2 dan terendah pada perlakuan H0F1. Namun kedua amelioran tidak berpengaruh nyata terhadap serapan P dan K daun tanaman (Lampiran 29 dan 30). Tabel 19 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap serapan Mg daun tanaman sengon pada percobaan I Bahan Humat H0 H1 H2
Abu Terbang F0 F1 F2 ---------------------mg/tanaman--------------------13,24ab 6,08a 11,91ab 9,10ab 14,82ab 13,45ab 15,64b 7,28ab 30,42c
Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata menurut uji DMRT (taraf α=5%)
Pengaruh pemberian amelioran terhadap serapan daun tanaman meranti pada percobaan I disajikan pada Tabel 20 dan 21. Tabel 20 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap serapan N, K dan Mg daun tanaman meranti pada percobaan I Amelioran Bahan Humat H0 H1 H2 Abu Terbang F0 F1 F2
N K Mg ---------------------mg/tanaman--------------------33,51a 47,07b 23,69a
7,47a 10,49b 11,06b
1,42a 1,85ab 2,49b
32,07 36,34 35,87
8,79 10,01 10,23
1,49a 1,83ab 2,44b
Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata menurut uji DMRT (taraf α=5%)
Tabel 21 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap serapan Ca daun tanaman meranti pada percobaan I Bahan Humat H0 H1 H2
Abu Terbang F0 F1 F2 ---------------------mg/tanaman--------------------3,60a 3,02ab 3,00ab 5,20c 8,51d 9,44d 4,63bc 4,77bc 5,63c
Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata menurut uji DMRT (taraf α=5%)
36
Tabel 20 menunjukkan bahwa bahan humat berpengaruh nyata terhadap serapan N dan K daun tanaman meranti. Bahan humat atau abu terbang berpengaruh nyata terhadap peningkatan serapan Mg daun tanaman meranti namun tidak saling berinteraksi. Tabel 21 menunjukkan bahwa kedua amelioran berpengaruh nyata dan saling berinteraksi terhadap peningkatan serapan Ca daun tanaman meranti. Serapan Ca daun tanaman meranti tertinggi adalah pada perlakuan H1F2 dan H1 F1 dan terendah pada H0 F0. Kedua amelioran tidak berpengaruh nyata terhadap serapan P daun tanaman meranti. Pengaruh ameliorasi terhadap serapan daun tanaman sengon pada percobaan II disajikan pada Tabel 22 dan 23. Tabel 22 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap serapan N, P, K dan Ca daun tanaman sengon pada percobaan II Amelioran Bahan Humat H0 H1 H2 Abu Terbang F0 F1 F2
N P K Ca ---------------------mg/tanaman--------------------34,26 33,91 46,52
2,133a 2,425a 3,8733b
10,58a 12,12a 23,86b
0,83a 1,10a 1,88b
38,20ab 25,10a 51,38b
2,553 2,387 3,487
10,96a 10,90a 24,72b
0,63a 1,40b 1,77b
Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata menurut uji DMRT (taraf α=5%)
Tabel 23 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap serapan Mg daun tanaman sengon pada percobaan II Bahan Humat H0 H1 H2
Abu Terbang F0 F1 F2 ---------------------mg/tanaman--------------------0,28a 0,93a 4,52b 0,78a 1,16a 4,64b 4,17b 4,00b 4,02b
Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata menurut uji DMRT (taraf α=5%)
Tabel 22 di atas menunjukkan bahwa abu terbang (F2) berpengaruh nyata terhadap peningkatan serapan N daun tanaman sengon dibandingkan F1. Bahan humat (H2) berpengaruh nyata terhadap peningkatan serapan P daun tanaman sengon. Bahan humat (H2) atau abu terbang (F2) berpengaruh nyata terhadap peningkatan serapan K dan Ca daun tanaman sengon namun tidak ada interaksi
37
antara kedua amelioran. Tabel 23 menunjukkan bahwa kedua amelioran berpengaruh nyata dan saling berinteraksi terhadap serapan Mg daun tanaman sengon. Pada percobaan II, serapan Mg daun tanaman sengon tertinggi pada perlakuan H1F2, tidak berbeda dengan perlakuan H2F0, H2 F1, dan H2F2 sedangkan terendah pada perlakuan H0F0 tetapi tidak berbeda dengan H0F1, H1 F0, dan H1 F1. Rata-rata kandungan hara, pH dan KTK tanah yang dipengaruhi oleh amelioran pada masing-masing percobaan disajikan dalam Tabel 24. Tabel 24 Rata-rata peningkatan kation basa-basa, nilai pH dan KTK tanah masing-masing percobaan yang dipengaruhi amelioran
1
Sifat Kimia Tanah pH
2
C-Org (%)
0,40
1,14
1,47
1,37
3 P (ppm) Kation Basa (me/100g) 4 Kdd 5 Nadd 6 Mgdd 7 Cadd 8 KTK (me/100g) 9 Aldd (me/100g)
4,10
6,49
4,89
2,49
Abu Terbang Abu Terbang/Bahan Humat Abu Terbang
0,13 0,26 0,68 4,70 7,22 0,48
0,23 0,46 0,20 2,01 8,76 2,10
0,29 0,44 1,94 1,58 12,10 2,10
0,32 0,71 5,39 2,62 11,27 0,41
Abu Terbang Abu Terbang Abu Terbang Abu Terbang Bahan Humat Abu Terbang
No
Tanah Awal 4,20
P-I Sengon 4,70
P-I Meranti 4,58
P-II
Pengaruh Amelioran
5,71
Rata-rata serapan hara tanaman masing-masing percobaan yang dipengaruhi amelioran disajikan pada Tabel 25. Tabel 25 Rata-rata serapan N, P, K, Ca, Mg masing-masing percobaan yang dipengaruhi amelioran Percobaan Serapan dipengaruhi Abu Terbang P-I sengon P-I meranti P-II Serapan dipengaruhi Bahan Humat P-I sengon P-I meranti P-II Serapan dari perlakuan H2F2 P-I sengon P-I meranti P-II
Serapan Daun Tanaman (mg/tanaman) N P K Ca Mg 178,551 34,937 38,654
18,560 137,901 21,581 14,936 3,080 10,520 4,765 1,890 3,380 18,996 1,379 3,653
190,14 31,90 34,49
17,27 3,16 3,00
253,673 20,446 43,880
21,698 163,170 25,900 21,630 2,734 9,746 4,112 2,004 3,906 25,067 1,947 4,567
133,41 10,38 18,11
28,53 5,11 1,42
14,01 1,83 3,39
Keterangan: yang bercetak tebal yang dipengaruhi secara nyata
38
Rata-rata beda tinggi, perakaran dan bobot kering daun tanaman masingmasing percobaan yang dipengaruhi oleh amelioran disajikan pada Tabel 26. Tabel 26 Rata-rata beda tinggi tanaman, perakaran dan bobot kering daun tanaman masing-masing percobaan yang dipengaruhi amelioran Percobaan P-I sengon P-I meranti P-II
Beda tinggi tanaman (cm) H2 F2 40,21 45,71 14,40 17,71 3,76 3,86
Jumlah bintil akar H2 F2 Naik Naik Tetap Tetap
Jumlah cabang akar H2 F2 Naik Naik Tetap Tetap Tetap Tetap
Bobot kering daun (g) H2 F2 6,653 6,122 1,420 1,450 1,638 1,632
Tabel 24 di atas menunjukkan bahwa pemberian abu terbang dapat meningkatkan nilai pH tanah terutama pada lahan bekas tambang. Pada media polybag, peningkatan pH tidak terlalu tinggi dibanding lahan bekas tambang disebabkan karena Aldd pada percobaan I lebih besar daripada percobaan II sehingga Aldd sebagai buffer dalam mempertahankan peningkatan pH tanah. Al dd yang tinggi akan menyumbangkan ion Al3+ dalam tanah yang jika terhidrolisis dapat melepaskan ion H+ sehingga nilai pH menjadi turun. Buffer pH pada percobaan I lebih besar daripada percobaan II disebabkan oleh tingginya Aldd. Konsentrasi P dalam percobaan I lebih besar daripada percobaan II disebabkan karena adanya retensi ion P oleh Al atau Fe dalam tanah sehingga tidak mudah tersedia oleh tanah dan tanaman. Faktor retensi P dipengaruhi oleh adanya adsorpsi oleh oksida atau hidrus oksida Al atau Fe dan kadar liat. Tanah pada lahan bekas tambang mempunyai kandungan liat lebih tinggi (37,81%) dibanding dengan tanah di polybag (23,65%). Dengan kadar liat yang semakin tinggi, daya retensi P semakin besar. Menurut Leiwakabessy (1988) fosfat dalam jumlah yang cukup akan memperbesar pertumbuhan akar. Hasil penelitian mendukung pernyataan Leiwakabessy (1988) bahwa pada tanah-tanah dengan kandungan P tersedia cukup besar (percobaan I) terjadi perkembangan perakaran yang cukup pesat dibanding pada tanaman sengon percobaan II (Tabel 12 dan 16). Tabel 25 menunjukkan bahwa serapan P daun tanaman sengon pada percobaan I lebih besar daripada percobaan II.
39
Abu terbang berpengaruh nyata terhadap peningkatan ketersediaan basabasa yang dapat dipertukarkan dalam tanah seperti K, Na, Ca dan Mg. Ketersediaan Kdd, Cadd dan Mgdd pada tanah di dalam polybag percobaan I tanaman sengon tampak lebih rendah daripada tanah lahan bekas tambang pada percobaan II bahkan dibandingkan dengan tanah dalam polybag percobaan I tanaman meranti (Tabel 24). Tanaman sengon pada percobaan I lebih banyak melakukan penyerapan hara K, Ca dan Mg sehingga ketersediaan hara di dalam tanah lebih rendah (Tabel 25). Ketersediaan Ca dalam tanah lebih besar daripada K namun serapan Ca lebih kecil dibanding K karena hara K lebih banyak dibutuhkan oleh tanaman sengon sehingga serapannya lebih besar. Salah satu fungsi hara K adalah sebagai katalisator metabolisme pada proses fotosintesa dan respirasi. Tabel 25 menunjukkan bahwa tanaman sengon memiliki kemampuan menyerap hara lebih banyak dibanding tanaman meranti. Disamping itu, tanaman sengon pada media polybag mempunyai serapan hara lebih besar daripada tanaman sengon pada lahan bekas tambang. Serapan hara tanaman sangat tergantung dari kemampuan akar tanaman untuk menyerap hara dan ketersediaan hara dalam tanah. Ketersediaan hara pada percobaan I dan II dengan indikator tanaman sengon tidak banyak berbeda sehingga kemungkinan faktor kemampuan perakaran dalam menyerap hara menjadi faktor utama. Pada lahan bekas tambang yang melalui proses backfilling menggunakan alat berat menyebabkan terjadinya pemadatan tanah sehingga kurangnya ruang dalam tanah untuk udara dan sistem perakaran. Penyebaran perakaran menjadi terhambat dengan adanya pemadatan tanah. Pada tanah polybag, stuktur tanah diubah karena adanya proses pencampuran homogen dengan amelioran sehingga tanah cukup memberikan ruang bagi perakaran untuk berkembang. Tabel 26 menunjukkan bahwa perkembangan perakaran tanaman sengon pada media polybag (percobaan I) lebih baik daripada percobaan II sehingga kemampuan menyerap hara tanaman sengon pada percobaan I lebih baik pada percobaan II. Serapan tanaman meranti lebih kecil daripada sengon disebabkan karena sifat fisiologis tanaman meranti yang tumbuh lambat pada waktu muda sehingga berpengaruh terhadap berkurangnya aktivitas penyerapan hara tanaman. Karakteristik perakaran tanaman meranti yang
40
tidak berkembang dan menyebar seperti halnya tanaman sengon berpengaruh dalam proses penyerapan hara tanaman. Banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman, yang paling utama adalah faktor bukan biotik (suhu, kelembaban nisbi, energi cahaya, atmosfir, struktur tanah dan susunan udara tanah, serta reaksi tanah) dan faktor biotik (ketersediaan hara dan adanya zat-zat penghambat tumbuh). Tabel 26 di atas menunjukkan bahwa terdapat kenaikan beda tinggi tanaman sengon (percobaan I dan II) dan tanaman meranti (percobaan I) dibandingkan kontrol. Perkembangan beda tinggi tanaman sengon pada percobaan I lebih baik daripada percobaan II kemungkinan disebabkan karena serapan hara tanaman sengon pada percobaan I lebih besar daripada serapan hara tanaman sengon pada percobaan II (Tabel 25). Serapan hara yang lebih besar dapat meningkatkan kemampuan tanaman untuk melakukan aktivitas biologisnya seperti fotosintesis dan respirasi sehingga dapat dihasilkan lebih banyak zat-zat pembentuk tanaman terutama untuk menunjang tinggi tanaman dan perakaran tanaman sengon.Tanaman meranti mempunyai karakteristik yang berbeda dengan tanaman sengon. Tanaman meranti mempunyai sifat intoleran pada waktu mudanya sehingga pertumbuhan tinggi tanaman tidak banyak berbeda dengan kontrol. 4.4.Prospek Bahan Humat dan Abu Terbang Sebagai Amelioran Bahan humat dan abu terbang merupakan alternatif bahan daur ulang yang dapat digunakan sebagai amelioran bagi peningkatan kualitas tanah. Bahan humat yang digunakan merupakan ekstrak dari batubara jenis lignit yang biasanya berwarna coklat yang merupakan batubara muda menurut istilah geologi. Batubara jenis lignit diekstrak menjadi bahan humat cair yang mengandung antara lain asam humat, asam fulfat dan humin. Abu terbang merupakan sisa pembakaran batubara dalam tungku yang biasanya berbentuk debu-debu halus. Peranan bahan humat dan abu terbang sebagai alternatif ameliorasi dalam penelitian ini memperlihatkan peran positif meskipun pada beberapa parameter tidak menunjukkan interaksi antara keduanya dalam meningkatkan kualitas tanah dan tanaman. Keuntungan yang dapat diperoleh dengan pemanfaatan batubara jenis lignit untuk dijadikan bahan humat cair antara lain:
41
a. memperbaiki kualitas tanah lokasi tambang, b. menciptakan lapangan kerja baru pengolahan lignit menjadi pupuk humat cair. Indonesia memiliki potensi batubara yang sangat besar selain China, USA dan Brazil. Sumberdaya batubara diperkirakan mencapai 104,156 milyar ton dan cadangan terkira mencapai 13,18 milyar ton (Kementerian ESDM 2009). Dengan kualitas batubara yang baik dan jumlah yang besar maka batubara dapat menjadi sumber energi listrik bagi Indonesia. Dari pembakaran batubara dihasilkan sekitar 5% polutan padat yang berupa abu (fly ash dan bottom ash). Pembakaran batubara memberikan hasil berupa bottom ash sebesar lebih kurang 10-20% dan abu terbang sekitar 80-90%. Tahun 1999, peranan batubara dalam penyediaan energi nasional baru mencapai sekitar 12% dan diperkirakan pada tahun 2020 akan mencapai 39,6% sehingga diperkirakan kenaikan penggunaan batubara untuk pembangkit listrik per tahun mencapai rata-rata 3%. Jika memakai data tahun 2009 (Lampiran 33), hasil pembakaran batubara dari pembangkit tenaga listrik sebesar 32.987.810 ton diperkirakan akan menghasilkan polutan (fly ash dan bottom ash) sekitar 1.649.390,5 ton sehingga abu terbang yang dihasilkan adalah sekitar 1.319.512,4 ton. Prediksi sampai tahun 2020 adalah produksi abu terbang akan mencapai 14.968.438,33 ton. Dengan semakin bertambahnya jumlah abu terbang hasil pembakaran tentunya sangat menyulitkan dalam penempatan abu terbang tersebut. Dampak yang ada adalah beban lingkungan semakin berat dan perlu diantisipasi dengan pemakaian teknologi batubara bersih dan pemanfaatan secara optimal dari abu terbang. Salah satu penanganan lingkungan yang sekarang sedang diterapkan adalah dengan memanfaatkan limbah abu terbang untuk keperluan bahan bangunan teknik sipil. Hasil pemanfaatan tersebut belum dapat dimasyarakatkan secara optimal, karena keterbatasan teknologi dan penetapan abu terbang menjadi limbah B3 oleh KLH berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 85 tahun 1999 tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Pemanfaatan abu terbang sebagai amelioran masih belum banyak dilakukan. Dengan adanya kendala dalam penempatan abu terbang dan dampaknya terhadap lingkungan maka diperlukan pemanfaatan yang bersih dan aman. Karakteristik abu terbang dalam menyediakan unsur-unsur seperti P, K, Na, Ca,
42
dan Mg serta nilai pH yang cukup tinggi maka direkomendasikan untuk menggunakan abu terbang menjadi amelioran. Dengan jumlah pemakaian batubara khususnya untuk pembangkit tenaga listrik yang mencapai 32,987 juta ton maka abu terbang yang dapat dihasilkan setiap tahunnya mencapai 1,319 juta ton. Dengan asumsi dosis pemberian abu terbang yang direkomendasikan untuk penanaman tanaman budidaya reklamasi mencapai 80 ton ha-1 maka setiap tahun produksi abu terbang dari pembangkit tenaga listrik dapat digunakan sebagai ameliorasi pada areal seluas 26.000 hektar. Keuntungan yang dapat diperoleh antara lain: a. mengurangi penyediaan tempat penyimpanan abu terbang, b. mengurangi dampak lingkungan akibat penyimpanan abu terbang yang tidak dimanfaatkan, c. memperbaiki sifat tanah terutama meningkatkan nilai pH dan tambahan hara bagi tanah, d. meningkatkan pertumbuhan tanaman reklamasi.
43
V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan 1. Bahan humat dapat meningkatkan KTK dan C-org tanah sedangkan abu terbang dapat meningkatkan nilai pH, C-org, P tersedia, kation basa seperti Kdd, Nadd, Cadd dan Mgdd dalam tanah. 2. Bahan humat dan abu terbang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman sengon lebih baik dan dalam waktu relatif cepat dibandingkan tanaman meranti. Tanaman meranti mempunyai sifat fisiologis pertumbuhan yang lambat pada masa muda. 3. Bahan humat dan abu terbang dapat meningkatkan serapan Ca dan Mg daun tanaman sengon dan meranti.
5.2. Saran 1. Perlu penelitian lanjutan dengan jangka waktu penelitian yang lebih lama misalnya selama 12 bulan agar dapat diketahui pengaruhnya terhadap petumbuhan tanaman hutan seperti meranti yang cukup lama pertumbuhannnya. 2. Perlu penelitian lanjutan pemberian bahan humat dan abu terbang pada beberapa areal lahan bekas tambang yang beragam untuk mengetahui keragaman pengaruh amelioran terhadap berbagai sifat tanah, serapan dan pertumbuhan tanaman. 3. Penelitian ini dapat menjadi masukan bagi PT Kaltim Prima Coal untuk dapat menggunakan abu terbang sebagai amelioran pada lokasi reklamasi lahan bekas tambang. 4. Penelitian ini juga dapat menjadi masukan bagi Kementerian Negara Lingkungan Hidup untuk menyusun kebijakan berkaitan dengan penggunaan abu terbang sebagai amelioran yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
DAFTAR PUSTAKA
Aiken, G.R., McKnight, D.M., Wershaw, R.L., and MacCarthy, P. 1985. An Introduction to Humic Subtance in Soil, Sediment and Water. In Aiken, G.R., McKnight, D.M., Wershaw, R.L., dan MacCarthy, P., 1985. Humic Subtances in Soil, Sediment and Water: Geochemistry, Isolation, and Characterization. John Wiley & Sons, New York. Alimin, Narsito, Santosa, S.J., dan Noegrohati, S. 2005. Fraksinasi Asam Humat Dan Pengaruhnya Pada Kelarutan Ion Logam Seng (II) Dan Kadmium (II) (Humic Acid Fractionation And Its Effects On The Solubilities Of Metal Ions Zinc (II) And Cadmium (II)). ILMU DASAR 6: 1-6. Atekan dan Surahman, A. 1997. Peranan Bahan Organik Asal Daun Gamal (Gliricidia Sepium) Sebagai Amelioran Aluminium Pada tanah Ultisol. Malang: Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Bayat, B. (2002). Comparative Study of Adsorption Properties of Turkish Fly Ashes: I. The case of Nickel (II), Copper (II) and Zinc (II). Journal of Hazardous Materials. B95, 251-273. McCarthy, G.W., Siddaramappa, R., Wright, R.J., Codling, E.E., and Gao, G. 1994. Evaluation of coal combustion byproduct as soil liming materials: Their influence on soil pH and enzyme activities. Biol. Fertil. Soil. 17:167172. Hidayat. 2002. Informasi Singkat Benih Paraserianthes falcataria (L) Nielsen. Bandung. Indonesian Forest Seed Project. Huang, P.M., and Schnitzer, M. 1997. Interaksi Mineral Tanah Dengan Organik Alami dan Mikroba. D.H. Goenadi, penerjemah; Sudarsono, editor. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: Interactions of Soil Minerals With Natural Organics and Microbes. Hwang, J.Y. 1991; Beneficial Use of Fly Ash, Technical Report, Michigan Technologycal University. http://www.ceramicbulletin.org. Iskandar, Djajakirana, G., dan Marolop, R. 2003. The Use of Fly Ash as ameliorant to Improve The Chemical Properties of Peat Soil. In M. Osaki et al. (eds.) Proceeding of The International Symposium on Land Management and Biodiversity in Southeast Asia. Bali, September 18-20, 2002. Iskandar, Suwardi, dan Ramadina, E.F.R. 2008. Pemanfaatan Bahan Amelioran Abu Terbang Pada Lingkungan Gambut: (I) Pelepasan Hara Makro. Tanah Indonesia 1:1-6. Kaltim Prima Coal, PT. 2001. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan PT Kaltim Prima Coal untuk Kegiatan Peningkatan Kapasitas Produksi Batubara. Jakarta: PT Kaltim Prima Coal. Kementerian ESDM. 2009. Mineral, Coal, Geothermal and Ground Water Statistic. Jakarta.
Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 1999. Peraturan Pemerintah Nomor 85 Jo Nomor 18 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Jakarta: KLH; 1999. Lakitan. 2007. Dasar-dasar Fisiologis Tumbuhan. Jakarta: Penerbit Rajagrafindo Persada. Leiwakabessy, F.M. 1988. Kesuburan Tanah. Bogor: Jurusan Tanah Fakultas Pertanian IPB. Nurjaya, Zihan, E., dan Saeni, M.S. 2006. Pengaruh Amelioran Terhadap Kadar Pb Tanah, Serapannya serta Hasil Tanaman Bawang Merah Pada Inceptisol. Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia 8. Rizqiani, Ambarwati, E., dan Yuwono, N.W. 2007. Pengaruh Dosis dan Frekuensi Pemberian Pupuk Organik Cair Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Buncis (Phaseolus vulgaris L) Dataran Rendah. Ilmu Tanah dan Lingkungan 7:4353. Parman, S. 2007. Pengaruh Pemberian Pupuk Organik Cair terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kentang (Solanum tuberosum L.). Anatomi dan Fisiologi 15. Stuczynski, T.I., McCarthy, G.W., Wright, R.J., and Reeves, III J.B. 1998. Impact of Coal Combustion Product Amendment on soil quality: II. Mobilization of soil organic carbon. Soil Science.163: 960-969. Swift, R.S., 1989. Moleculer Weight, Size, Shape, and Characteristics of Humic Acid, Soil. Sci. 62 :439-47. Witoro, S.S. 2007. Perencanaan Penutupan Tambang Untuk Menunjang Pembangunan Berkelanjutan (Disertasi). Jakarta: Program Pascasarjana Lingkungan Universitas Indonesia. Wachjar, A., dan Kadarisman, L. 2007. Pengaruh Kombinasi Pupuk Organik Cair dan Pupuk Anorganik serta Frekuensi Aplikasinya terhadap Pertumbuhan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.). Agronomi Indonesia 35. Truter, W. F., Rethman, N.F.G., Reynold, K.A., and Kruger, R.A. 2001. The Use of Soil ameliorant based on Fly ash and Seawed Sludge. International Ash Utilization Symposium, Centre of Energy Research. University of Kentucky.
46
Lampiran 1 Sifat – sifat kimia tanah pada percobaan I indikator tanaman sengon Perlakuan H0F0 H0F1 H0F2 H1F0 H1F1 H1F2 H2F0 H2F1 H2F2
Ulangan
pH
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
4,50 4,55 4,65 4,60 4,70 4,70 4,60 4,60 4,70 4,70 4,70 4,75 4,65 4,60 4,65 4,70 4,70 4,75
C-Org N - - - (%) - - 0,838 0,06 0,822 0,08 1,261 0,10 1,013 0,10 1,277 0,12 1,077 0,10 1,077 0,09 0,822 0,09 1,101 0,09 1,013 0,10 1,181 0,10 1,333 0,11 1,021 0,08 1,077 0,10 1,197 0,09 1,013 0,11 1,197 0,10 1,141 0,11
P ppm 5,61 5,88 4,82 6,22 6,79 6,39 2,56 6,05 3,74 6,39 5,02 7,06 5,90 6,89 7,18 7,56 7,67 7,90
Kdd Nadd Mgdd Cadd KTK Aldd - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - (me/100 g) - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - 0,12 1,44 0,148 0,294 6,664 2,685 0,18 1,38 0,154 0,360 8,700 3,808 0,20 1,96 0,212 0,400 7,404 2,365 0,23 1,84 0,180 0,426 7,404 3,126 0,16 2,05 0,251 0,488 7,404 2,164 0,16 1,70 0,206 0,480 9,255 2,685 0,14 1,38 0,212 0,389 8,515 2,645 0,14 1,56 0,161 0,404 8,515 3,126 0,14 1,65 0,219 0,400 8,885 2,244 0,20 1,64 0,180 0,513 7,589 2,645 0,22 1,49 0,257 0,421 9,255 2,124 0,11 1,47 0,225 0,535 7,589 2,325 0,16 1,74 0,187 0,284 8,144 2,244 0,16 1,92 0,187 0,382 11,106 2,806 0,16 2,14 0,193 0,431 8,515 2,124 0,17 2,41 0,212 0,524 8,700 2,565 0,22 2,50 0,193 0,473 9,625 2,004 0,23 2,28 0,219 0,567 9,255 2,445
Lampiran 2 Sifat-sifat kimia tanah pada percobaan I indikator tanaman meranti Perlakuan H0F0 H0F1 H0F2 H1F0 H1F1 H1F2 H2F0 H2F1 H2F2
Ulangan
pH
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
4,20 4,10 4,30 4,35 4,70 4,45 4,30 4,20 4,45 4,30 4,50 4,40 4,25 4,15 4,40 4,30 4,55 4,45
C-Org N - - - (%)- - 0,365 0,070 0,694 0,118 0,445 0,080 0,822 0,152 1,123 0,080 0,319 0,152 1,083 0,060 1,843 0,132 1,263 0,070 0,822 0,118 1,283 0,100 1,780 0,180 1,542 0,070 1,013 0,125 1,442 0,070 1,077 0,166 1,422 0,100 1,141 0,132
P ppm 3,148 3,361 4,918 4,034 4,820 4,538 4,820 3,697 4,820 4,370 5,115 4,874 5,016 3,866 4,525 4,706 4,721 5,210
Kdd Nadd Mgdd Cadd KTK Aldd - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - (me/100 g) - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - 0,174 0,336 0,417 0,260 8,144 2,886 0,148 0,305 0,333 0,210 7,589 4,128 0,225 0,326 0,317 0,950 8,885 2,685 0,199 0,382 0,500 0,900 7,589 3,487 0,309 0,442 0,700 1,769 9,625 2,044 0,238 0,426 0,816 1,100 13,512 2,966 0,219 0,357 0,433 0,700 9,255 2,886 0,193 0,349 0,566 0,760 7,404 3,888 0,225 0,473 0,467 0,720 10,366 2,525 0,212 0,404 0,550 0,900 8,515 3,768 0,296 0,421 1,066 1,439 11,476 2,164 0,270 0,469 1,016 0,800 7,774 3,126 0,219 0,357 0,533 0,750 11,846 2,846 0,199 0,360 0,866 1,200 8,700 3,848 0,257 0,389 0,850 1,339 11,846 2,525 0,238 0,535 0,800 0,800 11,291 3,246 0,270 0,442 0,850 1,519 12,587 2,084 0,257 0,578 1,200 1,300 9,070 2,525
48
Lampiran 3 Sifat-sifat kimia tanah pada percobaan II indikator tanaman sengon Perlakuan H0F0
H0F1
H0F2
H1F0
H1F1
H1F2
H2F0
H2F1
H2F2
Ulangan
pH
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
5,10 5,30 5,30 5,40 5,75 5,30 5,40 5,65 5,30 5,60 5,60 5,30 6,10 5,20 5,20 6,40 5,90 5,50 6,25 4,85 5,35 6,60 4,95 5,25 6,80 5,10 5,35
C-Org N - - - (%) - - 0,824 0,08 0,585 0,07 0,884 0,06 0,924 0,09 1,123 0,06 1,402 0,06 1,323 0,09 1,183 0,08 1,343 0,07 1,402 0,08 0,684 0,04 0,884 0,05 1,043 0,08 0,784 0,05 1,323 0,07 1,123 0,09 1,063 0,07 1,502 0,07 1,363 0,11 0,904 0,05 1,083 0,04 1,277 0,08 1,462 0,07 1,582 0,05 1,508 0,08 1,422 0,09 1,722 0,07
P ppm 1,28 0,79 1,18 2,66 1,77 1,28 1,57 3,34 1,28 1,18 0,79 1,18 1,28 1,18 1,18 3,84 2,07 1,28 1,28 1,38 1,08 2,47 2,26 0,59 1,97 5,21 1,87
Kdd Nadd Mgdd Cadd KTK Aldd - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - (me/100 g) - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - 0,00 0,322 0,442 3,874 2,889 9,995 0,232 0,523 4,893 1,540 7,774 0,00 0,322 0,619 4,604 1,979 8,885 0,12 0,00 0,322 1,272 4,043 3,149 9,995 0,238 0,533 5,131 1,869 8,515 0,00 0,328 0,405 5,148 1,769 9,255 0,24 0,00 0,360 1,188 4,383 2,859 11,106 0,238 0,576 4,655 1,269 8,885 0,00 0,335 0,544 4,621 2,569 8,515 0,24 0,00 0,335 1,367 3,704 4,178 10,366 0,245 0,555 5,233 1,879 9,625 0,00 0,315 0,405 5,080 1,819 8,885 0,00 0,00 0,354 1,283 4,723 3,918 11,476 0,251 0,523 5,742 2,209 9,995 0,24 0,322 0,448 5,352 1,929 9,255 0,44 0,00 0,347 1,304 4,893 3,299 12,217 0,257 0,352 6,082 2,319 10,736 1,32 0,347 0,373 5,386 2,169 9,625 0,28 0,00 0,335 1,046 5,488 4,098 11,476 0,251 0,267 4,893 1,929 11,476 1,12 0,335 0,448 5,063 1,709 9,995 0,00 0,00 0,354 1,152 5,912 4,198 11,846 0,270 0,437 5,369 2,199 10,736 0,60 0,347 0,544 6,456 2,319 10,366 0,20 0,00 0,360 1,174 6,150 4,348 12,587 0,277 0,405 6,456 2,299 11,846 0,52 0,373 0,459 5,895 2,439 11,106 0,12
49
Lampiran 4
Hasil analisis varian pengaruh pemberian amelioran terhadap pH tanah
Source Percobaan I tanaman sengon Bahan Humat Abu Terbang Bahan Humat * Abu Terbang Percobaan I tanaman meranti Bahan Humat Abu Terbang Bahan Humat * Abu Terbang Percobaan II Abu Terbang Bahan Humat Abu Terbang * Bahan Humat
Lampiran 5
df
Mean Square
F
Sig.
R Squared
0,014 0,054 0,004
2 2 4
0,007 0,027 0,001
8,167 32,667 1,167
0,009 0,000 0,387
0,906
0,000 0,285 0,028
2 2 4
0,000 0,143 0,007
0,017 170,407 0,856
0,983 0,001 0,525
0,81
0,426 0,347 0,168
2 2 4
0,213 0,174 0,042
0,703 0,574 0,138
0,508 0,573 0,966
0,147
Hasil analisis varian pengaruh pemberian amelioran terhadap C-org tanah Source
Percobaan I tanaman sengon Bahan Humat Abu Terbang Bahan Humat * Abu Terbang Percobaan I tanaman meranti Bahan Humat Abu Terbang Bahan Humat * Abu Terbang Percobaan II Abu Terbang Bahan Humat Abu Terbang * Bahan Humat
Lampiran 6
Type III Sum of Squares
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
R Squared
0,011 0,203 0,053
2 2 4
0,006 0,101 0,013
0,408 7,471 0,969
0,677 0,012 0,47
0,686
1,88 0,124 0,194
2 2 4
0,94 0,062 0,049
6,993 0,461 0,362
0,015 0,645 0,83
0,645
0,512 0,359 0,076
2 2 4
0,256 0,179 0,019
3,509 2,458 0,261
0,052 0,114 0,899
0,419
Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap kandungan N tanah
Amelioran Bahan Humat H0 H1 H2 Abu Terbang F0 F1 F2
PI-Sengon
N (%) PI-Meranti
PII
0,09 0,10 0,10
0,11 0,11 0,11
0,07 0,07 0,07
0,08a 0,10b 0,11b
0,10 0,11 0,12
0,06 0,07 0,08
Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata menurut uji DMRT (taraf α=5%)
50
Lampiran 7
Hasil analisis varian pengaruh pemberian amelioran terhadap N-total tanah
Source Percobaan I tanaman sengon Bahan Humat Abu Terbang Bahan Humat * Abu Terbang Percobaan I tanaman meranti Bahan Humat Abu Terbang Bahan Humat * Abu Terbang Percobaan II Bahan Humat Abu Terbang Bahan Humat * Abu Terbang
Lampiran 8
df
Mean Square
F
Sig.
R Squared
7,78E-05 0,002 0,001
2 2 4
3,89E-05 0,001 0
0,368 7,947 1,237
0,702 0,01 0,362
0,706
6,41E-05 0,002 0,002
2 2 4
3,21E-05 0,001 0,001
0,014 0,343 0,233
0,987 0,719 0,913
0,154
0 0,001 0
2 2 4
0 0,001 3,15E-05
0,304 1,511 0,092
0,741 0,247 0,984
0,186
Hasil analisis varian pengaruh pemberian amelioran terhadap P-tersedia dalam tanah
Source Percobaan I tanaman sengon Bahan Humat * Abu Terbang Bahan Humat Abu Terbang Percobaan I tanaman meranti Bahan Humat * Abu Terbang Bahan Humat Abu Terbang Percobaan II Bahan Humat Abu Terbang Bahan Humat * Abu Terbang
Lampiran 9
Type III Sum of Squares
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
R Squared
0,981 12,74 5,354
4 2 2
0,245 6,37 2,677
0,165 4,289 1,802
0,951 0,049 0,22
0,588
0,734 1,051 2,462
4 2 2
0,183 0,526 1,231
0,82 2,348 5,499
0,544 0,151 0,028
0,678
0,995 8,629 1,277
2 2 4
0,498 4,315 0,319
0,539 4,672 0,346
0,593 0,023 0,844
0,396
Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap kandungan K-tersedia, Na-tersedia, dan Ca-tersedia dalam tanah pada percobaan II
Amelioran Bahan Humat H0 H1 H2 Abu Terbang F0 F1 F2
K
N NH4OAc pH 7.0 (me/100 g) Na
Ca
0,3 0,31 0,49
0,68 0,73 0,66
2,21 2,64 2,84
0,3 0,31 0,49
0,63 0,73 0,71
2,45 2,62 2,62
51
Lampiran 10 Hasil analisis varian pengaruh pemberian amelioran terhadap kandungan Kdd dalam tanah Source Percobaan I tanaman sengon Bahan Humat Abu Terbang Bahan Humat * Abu Terbang Percobaan I tanaman meranti Bahan Humat Abu Terbang Bahan Humat * Abu Terbang Percobaan II Bahan Humat Abu Terbang Bahan Humat * Abu Terbang
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
R Squared
0,00 0,01 0,002
2 2 4
0,000 0,005 0,001
0,46 12,84 1,489
0,645 0,002 0,284
0,783
0,002 0,02 0,003
2 2 4
0,001 0,01 0,001
2,109 20,498 1,366
.0,177 0,000 0,319
0,849
0,205 0,203 0,34
2 2 4
0,103 0,102 0,085
1,119 1,106 0,926
0,348 0,352 0,471
0,312
Lampiran 11 Hasil analisis varian pengaruh pemberian amelioran terhadap kandungan Nadd dalam tanah Source Percobaan I tanaman sengon Bahan Humat Abu Terbang Bahan Humat * Abu Terbang Percobaan I tanaman meranti Bahan Humat Abu terbang Bahan Humat * Abu terbang Percobaan II Bahan Humat Abu Terbang Bahan Humat * Abu Terbang
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
R Squared
0,005 0,063 0,007
2 2 4
0,003 0,032 0,002
0,776 90,769 0,564
0,489 0,006 0,695
0,722
0,016 0,043 0,005
2 2 4
0,008 0,021 0,001
2,89 7,512 0,422
0,107 0,012 0,789
0,714
0,028 0,052 0,092
2 2 4
0,014 0,026 0,023
0,076 0,143 0,127
0,927 0,868 0,971
0,05
Lampiran 12 Hasil analisis varian pengaruh pemberian amelioran terhadap kandungan Cadd dalam tanah Source Percobaan I tanaman sengon Bahan Humat Abu Terbang Bahan Humat * Abu Terbang Percobaan I tanaman meranti Bahan Humat * Abu Terbang Bahan Humat Abu Terbang Percobaan II Bahan Humat Abu Terbang Bahan Humat * Abu Terbang
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
R Squared
1,261 0,513 0,18
2 2 4
0,63 0,257 0,045
34,694 14,118 2,477
0,000 0,002 0,119
0,923
0,453 0,305 1,374
4 2 2
0,113 0,153 0,687
1,419 1,911 8,603
0,304 0,203 0,008
0,748
1,845 0,177 0,186
2 2 4
0,922 0,088 0,047
0,88 0,084 0,044
0,432 0,92 0,996
0,105
52
Lampiran 13 Hasil analisis varian pengaruh pemberian amelioran terhadap Mgdd Source Percobaan I tanaman sengon Bahan Humat Abu Terbang Bahan Humat * Abu Terbang Percobaan I tanaman meranti Bahan Humat * Abu Terbang Bahan Humat Abu Terbang Percobaan II Bahan Humat Abu Terbang Bahan Humat * Abu Terbang
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
R Squared
0,002 0,005 0,007
2 2 4
0,001 0,003 0,002
0,947 2,385 1,559
0,423 0,148 0,266
0,589
0,059 0,339 0,613
4 2 2
0,015 0,169 0,307
0,832 9,609 17,401
0,538 0,006 0,001
0,864
5,935 2,157 0,693
2 2 4
2,967 1,079 0,173
10,691 3,886 0,624
0,001 0,04 0,651
0,637
Lampiran 14 Hasil analisis varian pengaruh pemberian amelioran terhadap KTK Source Percobaan I tanaman sengon Bahan Humat Abu Terbang Bahan Humat * Abu Terbang Percobaan I tanaman meranti Bahan Humat Abu Terbang Bahan Humat * Abu Terbang Percobaan II Bahan Humat Abu Terbang Bahan Humat * Abu Terbang
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
R Squared
6,102 1,419 0,738
2 2 4
3,051 0,71 0,184
2,619 0,609 0,158
0,127 0,565 0,954
0,441
11,752 10,279 10,003
2 2 4
5,876 5,139 2,501
1,756 1,536 0,747
0,227 0,267 0,584
0,515
19,032 3,778 0,578
2 2 4
9,516 1,889 0,144
9,375 1,861 0,142
0,002 0,184 0,964
0,561
Lampiran 15 Hasil analisis varian pengaruh pemberian amelioran terhadap Aldd Source Percobaan I tanaman sengon Bahan Humat Abu Terbang Bahan Humat * Abu Terbang Percobaan I tanaman meranti Bahan Humat Abu Terbang Bahan Humat * Abu Terbang Percobaan II Bahan Humat Abu Terbang Bahan Humat * Abu Terbang
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
R Squared
0,607 1,104 0,148
2 2 4
0,304 0,552 0,037
1,663 3,021 0,202
0,243 0,099 0,931
0,531
0,159 2,647 0,058
2 2 4
0,08 1,323 0,014
0,174 2,883 0,032
0,843 0,108 0,998
0,409
0,25 0,087 0,386
2 2 4
0,125 0,043 0,097
0,968 0,337 0,748
0,399 0,719 0,572
0,237
53
Lampiran 16 Rata-rata beda tinggi tanaman sengon dan meranti pada percobaan I No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Beda tinggi tanaman selama 3 bulan (cm) sengon meranti 13,0 21,9 22,0 32,4 40,0 19,4 32,6 13,6 42,4 19,9 45,1 19,9 33,0 9,2 35,6 19,2 14,8 52,0
Perlakuan H0 F0 H0 F1 H0 F2 H1 F0 H1 F1 H1 F2 H2 F0 H2 F1 H2 F2
Lampiran 17 Rata-rata beda tinggi tanaman sengon pada percobaan II Perlakuan
Beda tinggi tanaman sengon (cm) selama 3 bulan Bagian atas Bagian tengah Bagian bawah
H0 F0 H0 F1 H0 F2 H1 F0 H1 F1 H1 F2 H2 F0 H2 F1 H2 F2
0,1 1,0 0,4 0,1 5,2 0,0 2,3 1,2 0,6
2,0 5,7 7,8 4,2 6,2 8,8 3,9 7,4 8,8
3,3 0,0 2,8 0,0 6,3 1,1 0,0 5,2 4,4
Lampiran 18 Hasil analisis pengaruh pemberian amelioran terhadap beda tinggi tanaman pada percobaan I dan II Type III Sum of Squares Percobaan pembibitan tanaman sengon Abu Terbang 2219,068 Bahan Humat 1478,848 Bahan Humat * Abu Terbang 357,836 Percobaan pembibitan tanaman meranti
df
Mean Square
F
2 2 4
1109,534 739,424 89,459
7,18 4,79 0,579
0 0,01 0,68
0,422
1061,141 392,545 280,713
2 2 4
530,571 196,273 70,178
9,183 3,397 1,215
0,001 0,045 0,322
0,455
7,242 31,962 16,796
2 2 4
3,621 15,981 4,199
0,38 1,677 0,441
0,689 0,215 0,778
0,246
Source
Abu Terbang Bahan Humat Bahan Humat * Abu Terbang Percobaan lahan bekas tambang Bahan Humat Abu Terbang Bahan Humat * Abu Terbang
Sig.
R Squared
54
Lampiran 19 Data perkembangan perakaran pada percobaan I tanaman sengon dan meranti P-I Sengon Perlakuan
Jumlah bintil
Percabangan akar
turun turun tetap turun naik tetap tetap naik naik
turun tetap naik tetap naik naik tetap naik naik
H0F0 H0F1 H0F2 H1F0 H1F1 H1F2 H2F0 H2F1 H2F2
P-I Meranti Panjang akar Percabangan (cm) akar 5,0 naik 5,6 tetap 6,9 tetap 7,8 tetap 7,2 naik 8,4 naik 5,8 tetap 6,2 tetap 8,2 naik
Lampiran 20 Data perkembangan perakaran pada percobaan II Perlakuan H0F0 H0F1 H0F2 H1F0 H1F1 H1F2 H2F0 H2F1 H2F2
Perkembangan Bintil Akar Bagian Bagian Bagian Atas Tengah Bawah tetap tetap naik tetap tetap tetap tetap turun tetap naik tetap turun tetap naik tetap naik naik tetap turun turun turun tetap naik tetap tetap tetap tetap
Perkembangan Percabangan Akar Bagian Bagian Bagian Atas Tengah Bawah tetap turun tetap naik turun tetap tetap naik naik tetap tetap turun tetap naik turun naik tetap naik turun tetap turun naik naik naik turun turun naik
Lampiran 21 Hasil analisis pengaruh pemberian amelioran terhadap perkembangan perakaran pada percobaan I tanaman sengon Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Bahan Humat Abu Terbang Bahan Humat * Abu Terbang
13,733 8,133 3,333
2 2 4
6,867 4,067 0,833
32,526 19,263 3,947
0 0 0,009
0,768
Perkembangan percabangan akar Bahan Humat Abu Terbang Bahan Humat * Abu Terbang
3,511 5,511 3,422
2 2 4
1,756 2,756 0,856
4,937 7,75 2,406
0,013 0,002 0,067
0,493
Source
R Squared
Perkembangan bintil akar
55
Lampiran 22 Hasil analisis pengaruh pemberian amelioran terhadap perkembangan perakaran pada percobaan I tanaman meranti Source Perkembangan Panjang Akar Abu Terbang Bahan Humat Bahan Humat * Abu Terbang Perkembangan Percabangan Akar Bahan Humat Abu Terbang Bahan Humat * Abu Terbang
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
24,678 29,078 4,889
2 2 4
12,339 14,539 1,222
2,332 2,748 0,231
0,112 0,078 0,919
0,235
1,2 0,533 1,467
2 2 4
0,6 0,267 0,367
1,038 0,462 0,635
0,364 0,634 0,641
0,133
R Squared
Lampiran 23 Hasil analisis pengaruh pemberian ameliorasi terhadap perkembangan perakaran pada percobaan II tanaman sengon Source Perkembangan Bintil Akar Bahan Humat Abu Terbang Bahan Humat * Abu Terbang Perkembangan Percabangan Akar Bahan Humat Abu Terbang Bahan Humat * Abu Terbang
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
R Squared
1,407 0,963 3,259
2 2 4
0,704 0,481 0,815
2,375 1,625 2,75
0,122 0,225 0,06
0,514
0,000 2,667 4,000
2 2 4
0,000 1,333 1,000
0,000 2,400 1,800
1,000 0,119 0,173
0,400
Lampiran 24 Hasil analisis pengaruh pemberian amelioran terhadap bobot kering daun pada percobaan I dan II Type III Sum of Squares Bobot Kering Daun Percobaan I Tanaman Sengon Bahan Humat 17,95 Abu Terbang 2,14 Bahan Humat * Abu Terbang 30,32 Bobot Kering Daun Percobaan I Tanaman Meranti Bahan Humat 0,034 Abu Terbang 0,097 Bahan Humat * Abu Terbang 0,118 Bobot Kering Daun Percobaan II Bahan Humat 2,909 Abu Terbang 2,893 Bahan Humat * Abu Terbang 0,657 Source
df
Mean Square
F
Sig.
R Squared
2 2 4
8,975 1,07 7,58
2,83 0,34 2,39
0,0719 0,7149 0,0685
0,31
2 2 4
0,017 0,049 0,029
0,154 0,445 0,270
0,858 0,644 0,896
0,060
2 2 4
1,454 1,447 0,164
26,323 26,186 2,975
0,000 0,000 0,08
0,929
56
Lampiran 25 Rata-rata kadar hara daun tanaman sengon pada percobaan I Perlakuan H0F0 H0F1 H0F2 H1F0 H1F1 H1F2 H2F0 H2F1 H2F2
N P K Ca Mg ----------------------------------%---------------------------------2,430 0,239 1,816 0,367 0,182 2,576 0,253 2,000 0,441 0,134 2,862 0,335 2,249 0,415 0,197 2,098 0,244 1,697 0,387 0,223 2,054 0,259 2,040 0,400 0,240 1,994 0,258 2,179 0,314 0,289 2,694 0,252 2,030 0,366 0,292 2,402 0,235 1,783 0,544 0,225 3,432 0,287 2,186 0,343 0,269
Lampiran 26 Rata-rata kadar hara daun tanaman meranti pada percobaan I Perlakuan H0F0 H0F1 H0F2 H1F0 H1F1 H1F2 H2F0 H2F1 H2F2
N P K Ca Mg ----------------------------------%---------------------------------2,180 0,202 0,654 0,181 0,100 2,514 0,190 0,693 0,277 0,120 2,718 0,201 0,659 0,243 0,127 2,764 0,215 0,693 0,399 0,118 3,460 0,206 0,649 0,428 0,108 2,814 0,204 0,673 0,399 0,110 2,080 0,209 0,639 0,306 0,104 1,510 0,202 0,732 0,307 0,147 1,480 0,194 0,613 0,306 0,163
Lampiran 27 Rata-rata kadar hara daun tanaman sengon pada percobaan II Perlakuan H0F0 H0F1 H0F2 H1F0 H1F1 H1F2 H2F0 H2F1 H2F2
N P K Ca Mg ----------------------------------%--------------------------------2,810 0,380 1,066 0,097 0,126 2,260 0,354 1,269 0,157 0,229 3,270 0,342 1,632 0,111 0,291 2,660 0,410 1,626 0,123 0,229 3,010 0,481 1,722 0,445 0,318 3,113 0,354 1,291 0,086 0,224 2,720 0,209 1,159 0,075 0,251 2,873 0,312 1,567 0,127 0,240 2,737 0,249 1,586 0,125 0,315
57
Lampiran 28 Hasil analisis pengaruh pemberian amelioran terhadap serapan N daun tanaman Source Percobaan I tanaman sengon Bahan Humat Abu Terbang Bahan Humat * Abu Terbang Percobaan I tanaman meranti Bahan Humat Abu Terbang Bahan Humat * Abu Terbang Percobaan II Bahan Humat Abu Terbang Bahan Humat * Abu Terbang
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
R Squared
52653,338 16824,092 38051,945
2 2 4
26326,669 8412,046 9512,986
7,72 2,467 2,79
0,002 0,099 0,041
0,467
4133,863 164,048 584,692
2 2 4
2066,932 82,024 146,173
10,78 0,428 0,762
0 0,655 0,557
0,414
619,123 2071,922 703,568
2 2 4
309,561 1035,961 175,892
2,066 6,914 1,174
0,183 0,015 0,384
0,716
Lampiran 29 Hasil analisis pengaruh pemberian amelioran terhadap serapan P daun tanaman Source Percobaan I tanaman sengon Bahan Humat Abu Terbang Bahan Humat * Abu Terbang Percobaan I tanaman meranti Bahan Humat Abu Terbang Bahan Humat * Abu Terbang Percobaan II Bahan Humat Abu Terbang Bahan Humat * Abu Terbang
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
R Squared
165,467 208,134 391,692
2 2 4
82,733 104,067 97,923
1,84 2,314 2,178
0,173 0,113 0,091
0,321
3,679 1,304 1,05
2 2 4
1,84 0,652 0,262
1,697 0,602 0,242
0,198 0,553 0,913
0,134
10,531 4,218 3,624
2 2 4
5,266 2,109 0,906
4,832 1,935 0,831
0,038 0,200 0,538
0,652
Lampiran 30 Hasil analisis pengaruh pemberian amelioran terhadap serapan K daun tanaman Source Percobaan I tanaman sengon Bahan Humat Abu Terbang Bahan Humat * Abu Terbang Percobaan I tanaman meranti Bahan Humat Abu Terbang Bahan Humat * Abu Terbang Percobaan II Bahan Humat Abu Terbang Bahan Humat*Abu Terbang
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
R Squared
8796,603 9740,904 10604,705
2 2 4
4398,301 4870,452 2651,176
2,292 2,539 1,382
0,116 0,093 0,26
0,297
66,902 10,851 14,84
2 2 4
33,451 5,426 3,71
8,962 1,454 0,994
0,002 0,26 0,436
0,580
634,617 761,494 39,193
2 2 4
317,309 380,747 9,798
11,891 14,268 0,367
0,003 0,002 0,826
0,857
58
Lampiran 31 Hasil analisis pengaruh pemberian amelioran terhadap serapan Ca daun tanaman Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
742,821 103,221 395,778
2 2 4
371,41 51,611 98,944
12,179 1,692 3,245
0,000 0,212 0,036
0,693
106,242 16,677 15,323
2 2 4
53,121 8,339 3,831
52,095 8,178 3,757
0,000 0,003 0,022
0,883
3,625 4,059 0,82
2 2 4
1,813 2,029 0,205
5,983 6,698 0,677
0,022 0,017 0,625
0,757
Percobaan I tanaman sengon Bahan Humat Abu Terbang Bahan Humat * Abu Terbang Percobaan I tanaman meranti Bahan Humat Abu Terbang Bahan Humat * Abu Terbang Percobaan II Bahan Humat Abu Terbang Bahan Humat * Abu Terbang
R Squared
Lampiran 32 Hasil analisis pengaruh pemberian amelioran terhadap serapan Mg daun tanaman Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
260,446 391,393 572,75
2 2 4
130,223 195,696 143,187
5,79 8,701 6,366
0,011 0,002 0,002
0,752
5,143 4,121 0,533
2 2 4
2,571 2,061 0,133
5,072 4,064 0,263
0,018 0,035 0,898
0,518
16,358 25,347 13,616
2 2 4
8,179 12,673 3,404
22,785 35,304 9,483
0 0 0,003
0,945
Percobaan I tanaman sengon Bahan Humat Abu Terbang Bahan Humat * Abu Terbang Percobaan I tanaman meranti Bahan Humat Abu Terbang Bahan Humat * Abu Terbang Percobaan II Bahan Humat Abu Terbang Bahan Humat * Abu Terbang
R Squared
Lampiran 33 Kontribusi batubara dalam energi pembangkit listrik dan energi campur 3 tahun terakhir dan prediksi sampai tahun 2020 2007
2008
2009
Kenaik an/ Tahun
29.788.000
32.027.000
32.987.810
3%
374.210.958
4.213.000
6.843.000
6.979.860
2%
79.178.948
57.877
943.877
962.754
2%
10.921.404
24.936
9.217.831
9.402.188
2%
106.657.630
34.083.813
49.031.708
50.332.612
2%
570.968.941
Kebutuhan (Ton) No
Penggunaan
1 2
Pembangkit Listrik Industri Semen
3
Metalurgi
4
Briket dan lainnya Jumlah
Prediksi (2010 – 2020)
59
Lampiran 34 Foto-foto percobaan di rumah kaca lokasi pembibitan
Foto percobaan I lokasi pembibitan
Foto percobaan I di lokasi pembibitan
60
H0 F0
H0 F1
H0 F2
H1 F0
H1 F1
H1 F2
H2 F0 H2 F1 Foto pertumbuhan tanaman sengon hasil percobaan I di lokasi pembibitan
H2 F2
61
H0 F0
H0 F1
H1 F0
H1 F1
H2 F0 H2 F1 Foto pertumbuhan tanaman meranti hasil percobaan I di lokasi pembibitan
H0 F2
H1 F2
H2 F2
62
Lampiran 35 Foto-foto percobaan II di lokasi lahan bekas tambang
Foto lokasi lahan untuk percobaan II
Foto blok penanaman di lereng bagian atas
63
H0 F0
H1 F0
H0 F1
H1 F1
H0 F2
H1 F2
H2 F0 H2 F1 H2 F2 Foto pertumbuhan tanaman sengon hasil percobaan II di lokasi lahan bekas tambang lereng bagian atas
64
Foto blok penanaman di lereng bagian tengah
H0 F0
H0 F1
H0 F2
H1 F0
H1 F1
H1 F2
65
H2 F0 H2 F1 H2 F2 Foto pertumbuhan tanaman sengon hasil percobaan II di lokasi lahan bekas tambang lereng bagian tengah
Foto blok penanaman di lereng bagian bawah
66
H0 F0
H1 F0
H0 F1
H1 F1
H0 F2
H1 F2
H2 F0
H2 F1 H2 F2 Foto pertumbuhan tanaman sengon hasil percobaan II di lokasi lahan bekas tambang lereng bagian bawah
67