PEMANFAATAN AMPAS BAWANG PUTIH DALAM PEMBUATAN BUBUK BAWANG PUTIH
Oleh: TRI PURWANDOKO F34104027
2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Tri Purwandoko. F34104027. Pemanfaatan Ampas Bawang Putih dalam Pembuatan Bubuk Bawang Putih. Di bawah bimbingan : Ir. M. Zein Nasution, MappSc dan Ir. Sugiarto, MSi. 2008.
RINGKASAN Bawang putih adalah tanaman yang umum digunakan baik untuk masakan maupun sebagai tanaman obat. Pada industri pembuatan kacang bawang, digunakan campuran sari bawang sebagai penambah cita rasa bawang dalam produk yang dihasilkan, namun ampas sisa pengepresan sari bawang belum dimanfaatkan secara optimal. Untuk memberikan nilai ekonomis dan memberikan alternatif penggunaan bawang putih yang lebih praktis adalah dengan pembuatan bubuk bawang putih. Proses pengeringan oven dipilih karena mudah ditemui dan mudah penggunaannya. Penambahan bahan pengisi dalam adonan bubuk bawang ini sebagai carriers dan fillers yang menjaga kualitas bubuk bawang putih untuk jangka waktu tertentu. Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan perbandingan antara ampas bawang putih dengan bawang putih yang memiliki aroma kuat dan warna yang cerah dalam pembuatan bubuk bawang putih dengan harga yang ekonomis dan berkualitas. Selain itu untuk menentukan bahan pengisi yang memberikan tekstur merata dalam pembuatan bubuk bawang putih antara CMC dan gum arab. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kondisi pengeringan yang sesuai dan konsentrasi bahan pengisi yang ditambahkan. Proses pembuatan bubuk bawang putih dimulai pada proses pemilihan (sortir) bawang putih, pengupasan, penghancuran, pencampuran dengan ampas bawang putih, penggilingan kedua bahan tersebut dengan pencampuran air garam 2000 ppm, penambahan tepung tapioka 4% (b/b), penambahan bahan pengisi, pengadukan dengan mixer, pengeringan dengan oven dan penepungan dengan mortar. Pembuatan bubuk bawang putih ini berdasarkan metode Dewayanti (1995). Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap faktorial dengan 2 kali ulangan. Faktor pertama pada penelitian tersebut diatas adalah perbandingan antara ampas bawang putih dengan bawang putih (A) berturut-turut 3:1 (A1), 2:1 (A2) dan 1:1 (A3) faktor kedua adalah penambahan bahan pengisi (B) yaitu CMC (B1) dan gum arab (B2). Pengamatan yang dilakukan terhadap produk meliputi rendemen, kadar air, kadar abu, VRS dan kecerahan. Faktor perbandingan antara ampas bawang putih dengan bawang putih berpengaruh nyata terhadap kadar abu dan kadar VRS. Perlakuan A3B1 menghasilkan bubuk dengan nilai kadar abu dan VRS tertinggi. Faktor penambahan bahan pengisi dan interaksi antara keduanya tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap analisa yang dilakukan. Dari hasil pengujian hedonik, tiap-tiap kombinasi perlakuan hanya memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap penampakan bubuk bawang putih yang dihasilkan. Panelis umumnya menyukai tekstur yang rata dan halus, aroma yang gurih dan warna kuning keputihan. Berdasarkan analisis kimiawi dan uji hedonik, faktor perlakuan terbaik yaitu A3B1 memiliki kadar VRS tertinggi 5,3meq/g, rendemen 27,77%, kadar air 11,29%, kadar abu 3,36% dan kecerahan 50,07.
PEMANFAATAN AMPAS BAWANG PUTIH DALAM PEMBUATAN BUBUK BAWANG PUTIH
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh TRI PURWANDOKO F34104027
2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR PEMANFAATAN AMPAS BAWANG PUTIH DALAM PEMBUATAN BUBUK BAWANG PUTIH
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh TRI PURWANDOKO F34104027
Dilahirkan pada tanggal 2 April 1986 di Pamekasan Tanggal Lulus : 28 Mei 2008
Bogor, Mei 2008 Menyetujui,
Ir. M. Zein Nasution, MappSc Dosen Pembimbing 1
Ir. Sugiarto, MSi Dosen Pembimbing 2
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Rempah-rempah seperti bawang putih (Allium sativum) telah dikenal sebagai pemberi cita rasa atau bumbu. Sifat tersebut disebabkan kandungan zat aktif aromatis di dalamnya. Di Indonesia sebagian besar rempah-rempah digunakan dan diperdagangkan dalam bentuk segar. Dengan cara ini memang lebih mudah untuk ditangani dan bila digunakan dalam pangan olahan akan lebih sedikit kehilangan flavor atau cita rasa.
Rempah-rempah dalam bentuk segar banyak memiliki kekurangan, antara lain memerlukan banyak tempat dalam penyimpanannya karena sifatnya yang kamba (bulky), mutu dan kekuatan cita rasanya bervariasi tergantung pada umur, asal rempah-rempah dan kondisi penyimpanan, adanya komponen tannin di dalamnya dapat mempengaruhi warna dari produk olahan yang menggunakan rempah-rempah dan selama penyimpanan dapat kehilangan minyak volatil atau komponen-komponennya. Pada proses pembuatan kacang bawang di PT Dua Kelinci, diperlukan sari bawang putih untuk memberikan citarasa bawang pada kacang. Ampas yang dihasilkan dari pengepresan bawang tersebut belum dimanfaatkan secara optimal, padahal kandungan zat aromatis yang terkandung masih cukup tinggi. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memanfaatkan hasil samping tersebut dan memberikan alternatif penggunaan bawang putih yang lebih praktis adalah dengan mengolahnya menjadi bubuk bawang putih sebagai upaya dalam menerapkan program produksi bersih. Jenis bawang putih yang digunakan adalah varietas kating yang memiliki aroma kuat. PT Dua Kelinci membutuhkan sekitar 400-500 kg bawang per hari, dengan ampas yang dihasilkan sebanyak 162 kg. Pengolahan ampas bawang yang masih mengandung zat volatil dilakukan untuk memperoleh penyajian bawang putih yang lebih praktis baik dalam penggunaan maupun penyimpanannya.
Bubuk bawang putih berwarna kuning atau kuning keputihan, dapat dibuat dengan pengeringan bawang putih yang dilanjutkan dengan penggilingan. Pembuatan bubuk bawang ini menggunakan penambahan bahan pengisi berupa gum arab dan CMC sebagai pengisi (filler) pada produk yang dihasilkan. Pengeringan oven digunakan dalam pembuatan bubuk bawang karena memiliki suhu konstan dan pengoperasian yang mudah.
B. TUJUAN Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan perbandingan antara ampas bawang putih dengan bawang putih yang memiliki aroma kuat dan warna yang cerah dalam pembuatan bubuk bawang putih dengan harga yang ekonomis. Selain itu untuk menentukan bahan pengisi merata dalam pembuatan bubuk bawang putih, antara CMC dan gum arab.
C. RUANG LINGKUP Penelitian ini dilakukan di PT. Dua Kelinci, Pati yang merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang industri makanan ringan. Analisis dilakukan di laboratorium teknik kimia dan pengawasan mutu Teknologi Industri Pertanian, Bogor. Ruang lingkup penelitian ini meliputi penentuan kondisi pengeringan optimum dengan pengering oven dan penambahan bahan pengisi. Proses pembuatan bubuk bawang putih dari ampas bawang putih dengan menggunakan campuran bawang putih segar, CMC dan gum arab sebagai bahan pengisi. Pengujian produk bubuk meliputi rendemen, uji kadar air, kadar abu, VRS, kecerahan dan uji hedonik.
D. MANFAAT Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan dalam pembuatan bubuk bawang putih dengan menggunakan ampas bawang putih dalam upaya penerapan produksi bersih dalam industri yang menggunakan bawang. Selain itu dapat meningkatkan efisiensi dalam sebuah industri pembuatan bubuk bawang putih yang lebih ekonomis.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. BAWANG PUTIH Sistematika botani bawang putih menurut Bailey (1947) adalah sebagai berikut: Divisio
: Spermathophyta
Subdivisio
: Angiospermae
Klas
: Liliflorae
Famili
: Liliaceae
Genus
: Allium
Spesies
: Allium sativum L.
Tanaman bawang putih berasal dari Asia Tengah yang merupakan bawang liar. Bawang putih kemudian tersebar ke daerah-daerah Laut Tengah dan negara-negara lain, misalnya Spanyol yang pernah sebagai negara produsen terbesar di dunia (Jones dan Mann, 1963). Tanaman
bawang
putih
merupakan
tanaman
musiman
dan
pertumbuhannnya dapat mencapai ketinggian 30 cm. Tanaman ini berbentuk seperti rumput, tunas-tunas batang berubah bentuk menjadi umbi-umbi kecil (umbi lapis). Tanaman bawang putih tumbuh baik di daerah tropik dan subtropik, terdapat 3 varietas tanaman ini yang sudah umum diketahui. Pada umumnya budidaya pertanian untuk tiap varietas berbeda sesuai dengan lokasi penanamannya. Varietas bawang putih tersebut adalah: varietas sativum, varietas ophios corodan, varietas pekinense (Helm, 1956). Varietas bawang putih dapat bertambah banyak karena adanya mutasi selama penanaman secara vegetatif terus-menerus. Perbedaan varietas dapat dibedakan dari besar tanaman, kadar zat kimia, umur bunting, jumlah siung, besar, bentuk, dan warna umbi (Surachmat, 1975). Jenis bawang putih cukup banyak tetapi tidak ada perbedaan yang mencolok, kecuali pada bentuk umbinya. Bawang putih merupakan tanaman berumbi yang memiliki flavor lebih kuat dari jenis-jenis umbi lapis lainnya (Anonymous, 1977).
Kadar gizi umbi bawang putih mengandung zat hara yaitu belerang, besi, kalsium, fosfor disamping zat organik lemak, protein dan karbohidrat. Secara rinci kadar zat gizi bawang putih dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kadar zat gizi umbi bawang putih per 100 gram Kandungan
Nilai Gizi
Protein (g)
4,50
Lemak (g)
0,20
Hidrat arang (g)
23,10
Kalsium (mg)
42,00
Fosfor (mg)
134,00
Besi (mg)
1,00
Vitamin B1 (mg)
0,22
Vitamin C (mg)
15,00
Air (g)
71,00
Kalori (kal)
95,00
Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1992)
Menurut Santoso (1991), umbi bawang putih mengandung sejenis minyak atsiri (Methylallyl disulfida) yang berbau menyengat. Adanya kandungan minyak atsiri dalam bawang putih dapat digunakan sebagai obatobatan. Umbi bawang putih juga mengandung asam amino yang disebut alliin. Bila alliin ini mendapat pengaruh enzim alliinase, alliin dapat berubah menjadi allisin. Allisin terdiri dari beberapa jenis sulfida, dan yang paling banyak adalah allil sulfida. Bila allisin bertemu dengan vitamin B1 akan membentuk ikatan allitiamin (Lamina, 1989). Adapun menurut Rismundar (1989), kandungan minyak atsiri tersebut diberi nama Allicin merupakan gugusan kimiawi yang terdiri dari beberapa jenis sulfida dan yang paling banyak adalah Allyl sulfida. Sulfida mengandung unsur zat hara sulfur (belerang). Allyl sulfida dibentuk di dalam umbi bawang sebagai hasil dari aktivitas sejenis enzim, yang kadarnya tergantung pada zat belerang yang dapat dihisap oleh perakarannya.
Seorang peneliti gizi dan pendiri The International Academy of Biological Medicine, Dr. Paavo Airola di dalam Santoso (1991), menyatakan bahwa beberapa komponen aktif dalam umbi bawang putih telah ditemukan dan diisolasi, diantaranya : (1) Alliin, sejenis asam amino antibiotik (2) Allicin, yang dibentuk oleh alliin yang bersifat antibiotik sebagai zat aktif yang mempunyai daya bunuh terhadap bakteri dan daya antiradang (3) Gurwitch Rays (Sinar Gurwitch), sinar atau radiasi mitogenetik ini dapat merangsang pertumbuhan sel tubuh dan mempunyai daya peremajaan (rejuvenating effect) pada semua fungsi tubuh (4) Selenium, sejenis mikromineral yang bersifat antioksidan (anti kerusakan sel-sel tubuh) dan dapat mencegah terbentuknya gumpalan darah yang dapat menyumbat pembuluh darah jantung dan otak (5) Cordinin, sejenis zat yang dapat mempercepat pertumbuhan (6) Methylallyl trisulfide, faktor pencegah pengentalan darah (antikoagulan) yang dapat menyumbat pembuluh darah jantung dan otak. Faktor ini mempunyai keampuhan yang serba guna (7) Antihemolytic factor, faktor anti lesu darah atau anti kekurangan sel-sel darah merah (8) Antiarthritic factor (faktor antirematik), yang dibuktikan dalam penelitianpenelitian di Jepang, terutama di rumah sakit angkatan darat (9) Sugar regulating factor (faktor pengatur pembakaran gula secara normal efisien dalam tubuh), bermanfaat untuk menunjang pengobatan diabetes (10) Allitiamin, suatu sumber ikatan-ikatan biologi yang aktif serta vitamin B1 (11)Germanium, seperti selenium, merupakan mineral antikanker yang ampuh yang dapat menghambat dan memusnahkan sel-sel kanker dalam tubuh (12)Antitoksin, anti racun atau pembersih darah dari racun-racun bakteri ataupun polusi logam-logam berat Komposisi komponen aktif dalam bawang putih tertera pada Tabel 2.
Tabel 2. Komponen-komponen dari ekstrak bawang putih per 100 gram dalam 200 ml pelarut Trichlorofluoromethan. Komponen
Persentase (%)
Allyl Alkohol
5,4
Methylallyl disulfida
1,2
Diallyl disulfida
5,7
Dimethyl trisulfida
2,4
Methylallyl trisulfida
1,5
(144-I)
23,5
Diallyl trisulfida
1,0
(144-II)
55,4
Bawang putih merupakan salah satu komoditas pertanian yang banyak dibutuhkan penduduk Indonesia, terutama dimanfaatkan sebagai bahan penyedap atau pewangi beberapa jenis makanan. Bawang putih selain dikenal sebagai penyedap masakan, lebih dari 5000 tahun yang lalu bawang putih juga dikenal sebagai obat tradisional yang berkhasiat. Di luar negeri umbi bawang putih segar banyak dijual dan dikonsumsi dalam bentuk granular atau tepung (dry garlic). Bawang putih kering jika mengalami perawatan yang baik dapat tahan disimpan untuk waktu 6-8 bulan pada kelembaban (RH) 70-75 % dan suhu 0oC. Pada tubuh, bawang putih dapat merangsang nafsu makan, tetapi penderita sakit ginjal dan wanita yang sedang mengandung tidak baik mengkonsumsi terlalu banyak bawang putih karena dapat menimbulkan berbagai hal yang tidak diinginkan (Jones dan Mann, 1963; Anonymous, 1977; Sunarjono, 1972). Penelitian pertama kali tentang komponen cita rasa bawang putih dilaporkan oleh Wertheim pada tahun 1884 sebagai diallil disulfida. Selanjutnya Semmler berhasil mengisolasi sejenis disulfida (C6H10S2) dari minyak bawang putih yang disimpulkan bertanggung jawab terhadap cita rasa bawang putih (Morton dan Macleod, 1982). Block (1985) mengungkapkan bahwa kandungan bawang putih terdiri atas beberapa senyawa yaitu dimetil, allil metil, metil allil, (E dan Z)-1-