PEMANFAATAN ALAT PENGUSANGAN CEPAT (APC) IPB 77-1 MM UNTUK PENDUGAAN VIGOR DAYA SIMPAN BENIH KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.)
ANNISA IMANIAR A24080075
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
Pemanfaatan Alat Pengusangan Cepat (APC) IPB 77-1 MM untuk Pendugaan Vigor Daya Simpan Benih Kedelai (Glycine Max (L.) Merr.) The Utilization of Rapid Aging Tools (APC) IPB 77-1 MM to Estimate The Shelf Life Vigor of Soybean (Glycine max (L.) Merr.) Seed. Annisa Imaniar1, M. Rahmad Suhartanto2 1 2
Mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB
Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB
Abstract The research was conducted at the Laboratory of Seed Science and Technology, Department of Agronomy and Horticulture, Faculty of Agriculture, Bogor Agricultural Institute from April to May 2012. The objective of the research was to test the utilization of Rapid Aging Tools (APC) IPB 77-1 MM to estimate the shelf life vigor of soybean (Glycine max (L.) Merr.) seed and to obtain the procedures for using APC IPB 77-1 MM. This research used physical accelerated aging and chemical accelerated aging on soybean seed of different vigor levels by using APC IPB 77-1 MM. The working principle of this tool is aging seed with a scourging heat vapor for physical accelerated aging and the steam of 95% ethanol for chemical accelerated aging during a given period. The results showed that APC IPB 77-1 MM can be used to estimate the shelf life of soybean seed vigor with physical accelerated aging and chemical accelerated aging. However, a method of physical accelerated aging more consistent than with chemical accelerated aging. Physical accelerated aging conducted using a scourging heat vapor for 0, 1×15, 2×15, 3×15 dan 4×15 minutes on temperature and RH of 52°C and 89%, and chemical accelerated aging conducted using the steam of 95% ethanol for 0, 1×20, 2×20, 3×20 dan 4×20 minutes on temperature and RH of 32°C and 82%. In terms of technical, procedure of chemical accelerated aging easier to do than with physical accelerated aging.
Key words : APC IPB 77-1 MM, physical accelerated aging, chemical accelerated aging
ii
RINGKASAN
ANNISA IMANIAR. Pemanfaatan Alat Pengusangan Cepat (APC) IPB 77-1
MM untuk Pendugaan Vigor Daya Simpan Benih Kedelai (Glycine Max (L.) Merr.). (Dibimbing oleh M. RAHMAD SUHARTANTO). Vigor daya simpan (VDS) adalah suatu parameter vigor benih yang ditunjukkan dengan kemampuan benih untuk disimpan dalam keadaan suboptimum. Pengujian vigor daya simpan benih dapat dilakukan dengan metode pengusangan cepat untuk mempercepat kemunduran benih. Benih diperlakukan dalam kondisi suboptimum (cekaman) buatan untuk menduga kondisi simpan sebenarnya seperti suhu tinggi, kelembaban (RH) tinggi, kimia (etanol, methanol, NaOH, PEG) dan air panas. Jika proses kemunduran viabilitas benih secara alami disebut deteriorasi benih, maka penurunan viabilitas benih secara buatan disebut devigorasi benih. Penelitian ini dilakukan untuk menguji pemanfaatan Alat Pengusangan Cepat (APC) IPB 77-1 MM untuk pendugaan vigor daya simpan benih kedelai (Glycine max (L.) Merr.) dengan pengusangan secara fisik dan kimia, serta untuk memperoleh prosedur penggunaan Alat Pengusangan Cepat (APC) IPB 77-1 MM. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada bulan April sampai dengan Mei 2012. Penelitian ini dilakukan dalam dua percobaan, yaitu pengusangan cepat benih secara fisik dan pengusangan cepat secara kimia pada benih kedelai dengan tingkat vigor yang berbeda dengan menggunakan Alat Pengusangan Cepat (APC) IPB 77-1 MM. Prinsip kerja alat ini adalah mengusangkan benih dengan penderaan uap panas untuk pengusangan fisik dan uap etanol 95% untuk pengusangan kimia selama periode tertentu. Pembuatan lot benih perlu dilakukan terlebih dahulu dengan menyimpan benih di ruang AC (V1) dan metode deteriorasi terkontrol pada RH 97% dan suhu 28.1°C selama 10 hari (V2) dan 20 hari (V3) untuk memperoleh lot benih dengan tingkat vigor yang berbeda. Penelitian ini menggunakan dua pendekatan, yaitu analisis regresi linier sederhana
iii
dan analisis korelasi regresi untuk mengetahui dan membandingkan hubungan antara berbagai peubah viabilitas dan vigor benih dengan peubah waktu pengusangan benih. Hasil menunjukkan bahwa adanya korelasi yang negatif antara waktu pengusangan fisik dan kimia dengan parameter viabilitas dan vigor benih yang diamati, yaitu daya berkecambah, potensi tumbuh maksimum, indeks vigor dan kecepatan tumbuh. Semakin lama waktu pengusangan, viabilitas dan vigor benih akan semakin rendah yang menandakan benih mengalami kemunduran. Parameter viabilitas dan vigor benih kedelai dapat dideteksi berdasarkan waktu pengusangan melalui persamaan regresi y = a + bx dengan y sebagai parameter viabilitas dan vigor benih dan x sebagai waktu pengusangan benih jika nilai korelasinya nyata. Sudut kemiringan (α) garis regresi menunjukkan laju penurunan vigor benih kedelai hasil pengusangan dan dapat mengindikasikan vigor daya simpan benih. Nilai vigor benih hasil pengusangan fisik dan kimia merupakan fungsi nilai dari vigor awal lot benih dibagi dengan sudut kemiringan (α) garis regresi hubungan antara waktu pengusangan dengan viabilitas dan vigor benih. Metode pengusangan fisik lebih konsisten dalam hasil pengusangan dilihat dari konsistensi nilai vigor yang dihasilkan pada semua tolok ukur yang diamati. Berdasarkan hasil percobaan tersebut dapat disimpulkan bahwa Alat Pengusangan Cepat (APC) IPB 77-1 MM dapat menduga vigor daya simpan benih kedelai (Glycine max (L.) Merr.) dengan metode pengusangan fisik dan pengusangan kimia. Namun, metode pengusangan fisik lebih konsisten dibandingkan dengan pengusangan kimia. Pengusangan fisik dilakukan dengan penderaan uap panas terhadap benih selama 0, 1×15, 2×15, 3×15 dan 4×15 menit pada suhu ±52° dan RH 89%, sedangkan pengusangan kimia dilakukan dengan penderaan uap etanol 95% terhadap benih selama 0, 1×20, 2×20, 3×20 dan 4×20 menit pada suhu ±32° dan RH 82%. Dari segi teknis, prosedur pengusangan kimia lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan pengusangan fisik.
iv
PEMANFAATAN ALAT PENGUSANGAN CEPAT (APC) IPB 77-1 MM UNTUK PENDUGAAN VIGOR DAYA SIMPAN BENIH KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.)
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
ANNISA IMANIAR A24080075
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
v
Judul : PEMANFAATAN ALAT PENGUSANGAN CEPAT (APC) IPB 77-1 MM UNTUK PENDUGAAN VIGOR DAYA SIMPAN BENIH KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) Nama : ANNISA IMANIAR NIM
: A24080075
Menyetujui, Pembimbing
Dr. Ir. M. Rahmad Suhartanto, M.Si. NIP. 19630923 198811 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB
Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr. NIP. 19611101 198703 1 003
Tanggal Lulus :
vi
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tangerang pada tanggal 21 Desember 1989. Penulis merupakan anak ketiga dari pasangan Bapak Rachman Siregar dan Ibu Farida Hanum Hutasuhut. Tahun 2002 penulis lulus dari SD Negeri Ciputat 1, kemudian pada tahun 2005 penulis menyelesaikan studi di SMP Negeri 87 Jakarta. Penulis menempuh pendidikan di SMA Negeri 82 Jakarta dan lulus pada tahun 2008. Tahun 2008 penulis diterima di IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dan pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian. Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjabat sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Agronomi (Himagron) pada tahun 2010. Penulis juga mengikuti kepanitian di beberapa acara yang diadakan di IPB. Selama menjalani perkuliahan, penulis mendapat beberapa beasiswa yaitu beasiswa PPA (Peningkatan Prestasi Akademik) pada tahun 2010 dan beasiswa BBM (Bantuan Belajar Mahasiswa) pada tahun 2011 hingga 2012. Pada kegiatan akademik di kampus, penulis pernah menjadi asisten praktikum Mata Kuliah Dasar Ilmu dan Teknologi Benih pada tahun 2012.
vii
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penelitian “Pemanfaatan Alat Pengusangan Cepat (APC) IPB 77-1 MM untuk Pendugaan Vigor Daya Simpan Benih Kedelai (Glycine max (L.) Merr.)” ini dapat terselesaikan dengan baik. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. M. Rahmad Suhartanto, MSi selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan selama pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini. 2. Dr. Ir Abdul Qadir, M.Si dan Dr. Ir. Herdhata Agusta selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukkan dalam penyusunan skripsi. 3. Dr. Ir. Eko Sulistyono, MSi selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan arahan dalam pelaksanaan akademik penulis. 4. Ayahanda Rachman Siregar dan ibunda Farida H. Hutasuhut yang selama ini telah memberikan doa dan kesabarannya serta dukungan baik secara moril maupun materiil kepada penulis. 5. Abang Tagor dan Abang Jeffry serta keluarga yang senantiasa memberikan dukungan moril dan motivasinya kepada penulis. 6. Bapak Rahmat Leuwikopo dan Mba Adria Nova Pramudia atas bantuannya demi kelancaran pelaksanaan penelitian ini. 7. Riah Badriah, teman seperjuangan selama penelitian hingga skripsi ini selesai. 8. Dira, Keswari, Tira, Yuyuk, Lidya dan Tiara serta seluruh teman-teman AGH 45 atas bantuan dan dukungannya kepada penulis selama menjalankan penelitian. Penulis mengharapkan semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang memerlukan. Bogor, Juli 2012 Penulis
viii
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .......................................................................................... ix DAFTAR GAMBAR .......................................................................................x DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xi PENDAHULUAN ...........................................................................................1 Latar Belakang ........................................................................................1 Tujuan .....................................................................................................3 Hipotesis .................................................................................................3 TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................4 Sifat Fisik dan Kimia Benih Kedelai ......................................................4 Viabilitas dan Vigor Benih .....................................................................5 Vigor Daya Simpan (VDS) ......................................................................6 Kemunduran Benih .................................................................................7 Pengusangan Cepat Benih ......................................................................7 Alat Pengusangan Cepat (APC) IPB 77-1 M ........................................8 BAHAN DAN METODE ..............................................................................12 Tempat dan Waktu ................................................................................12 Bahan dan Alat .....................................................................................12 Metode Penelitian .................................................................................12 Pelaksanaan Penelitian .........................................................................15 Pengamatan ...........................................................................................18 HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................21 Pengembangan Metode Pengusangan APC IPB 77-1 MM ..................21 Pembuatan Lot Benih ...........................................................................25 Perubahan Kadar Air Selama Pengusangan Fisik dan Kimia ...............26 Daya Berkecambah Benih Setelah Pengusangan Fisik dan Kimia ....................................................................................................28 Potensi Tumbuh Maksimum Benih Setelah Pengusangan Fisik dan Kimia .............................................................................................29 Indeks Vigor Benih Setelah Pengusangan Fisik dan Kimia .................30 Kecepatan Tumbuh Benih Setelah Pengusangan Fisik dan Kimia ....................................................................................................31 Sudut Kemiringan dan Nilai Vigor .......................................................33 Instruksi Kerja APC IPB 77-1 MM .....................................................36 KESIMPULAN DAN SARAN .....................................................................39 Kesimpulan ...........................................................................................39 Saran .....................................................................................................39 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................40 LAMPIRAN ...................................................................................................42
ix
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Nilai tengah dan standar deviasi viabilitas dan vigor tiga lot benih kedelai .................................................................................26 2. Persamaan regresi dan nilai korelasi (r) antara kadar air
benih kedelai dengan waktu pengusangan fisik dan kimia ................27 3. Persamaan regresi dan nilai korelasi (r) antara daya
berkecambah benih kedelai dengan waktu pengusangan fisik dan kimia ....................................................................................28 4. Persamaan regresi dan nilai korelasi (r) antara potensi
tumbuh maksimum benih kedelai dengan waktu pengusangan fisik dan kimia ...............................................................29 5. Persamaan regresi dan nilai korelasi (r) antara indeks
vigor benih kedelai dengan waktu pengusangan fisik dan kimia ...................................................................................................30 6. Persamaan regresi dan nilai korelasi (r) antara kecepatan
tumbuh benih kedelai dengan waktu pengusangan fisik dan kimia ............................................................................................32 7. Rekapitulasi sudut kemiringan (α) garis regresi dan nilai
vigor setiap lot benih kedelai pada seluruh tolok ukur setelah pengusangan fisik dan pengusangan kimia ............................34
x
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Struktur benih kedelai ..........................................................................5 2. Tampak bagian depan APC IPB 77-1 MM ..........................................9 3. Tampak bagian dalam APC IPB 77-1 MM ..........................................9 4. Tampak bagian samping APC IPB 77-1 MM ....................................10 5. Perangkat pengusangan fisik pada APC IPB 77-1 MM ....................10 6. Perangkat pengusangan kimia pada APC IPB 77-1 MM ...................11
7. Alat pengusangan cepat (APC) IPB 77-1 MM ...................................12 8. Diagram alir pelaksanaan penelitian ..................................................14 9. Metode deteriorasi terkontrol pada RH 97% dan suhu
28.1°C .................................................................................................15 10. Pemaparan benih di ruang suhu kamar untuk penyamaan
kadar air ..............................................................................................16 11. Pelembaban benih kedelai dengan kertas merang ..............................16 12. Setelan pengatur pengusangan ...........................................................21 13. Tombol pengatur waktu pemasukan uap (kiri), waktu
penderaan (tengah) dan timer (kanan) ................................................22 14. Tombol ON/OFF APC IPB 77-1 MM ...............................................22 15. Tabung pemanas etanol yang berembun ...........................................25 16. Laju penurunan vigor tiga lot benih kedelai hasil pengusangan kimia pada tolok ukur potensi tumbuh maksimum ..........................................................................................33
xi
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Garis regresi antara kadar air dengan waktu pengusangan fisik pada tiga lot benih kedelai ..........................................................43 2. Garis regresi antara kadar air dengan waktu pengusangan
kimia pada tiga lot benih kedelai .......................................................43 3. Garis regresi antara daya berkecambah dengan waktu
pengusangan fisik pada tiga lot benih kedelai ....................................44 4. Garis regresi antara daya berkecambah dengan waktu
pengusangan kimia pada tiga lot benih kedelai ..................................44 5. Garis regresi antara potensi tumbuh maksimum dengan
waktu pengusangan fisik pada tiga lot benih kedelai .........................45 6. Garis regresi antara potensi tumbuh maksimum dengan waktu pengusangan kimia pada tiga lot benih kedelai .......................45 7. Garis regresi antara indeks vigor dengan waktu pengusangan fisik pada tiga lot benih kedelai ....................................46 8. Garis
regresi antara indeks vigor dengan waktu pengusangan kimia pada tiga lot benih kedelai ..................................46
9. Garis regresi antara kecepatan tumbuh dengan waktu
pengusangan fisik pada tiga lot benih kedelai ....................................47 10. Garis regresi antara kecepatan tumbuh dengan waktu
pengusangan kimia pada tiga lot benih kedelai ..................................47
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Kedelai (Glycine max L. Merr) merupakan salah satu tanaman polong yang penting bagi Indonesia, karena merupakan bahan dasar makanan dan sumber utama protein nabati, serta komponen pakan ternak. Ketergantungan terhadap kedelai impor sangat memprihatinkan, karena seharusnya Indonesia mampu mencukupinya sendiri. Hal ini dikarenakan semakin meningkatnya kebutuhan kedelai yang tidak diimbangi dengan peningkatan produksi kedelai. Produksi kedelai pada tahun 2010 mengalami penurunan sebesar 6.93% dibandingkan pada tahun 2009 yaitu dari 974,512 ton menjadi 907,031 ton. Penurunan produksi kedelai tersebut meningkat yaitu sebesar 6.97% pada tahun 2011 (Badan Pusat Statistik, 2011). Ketersediaan benih bermutu merupakan salah satu faktor yang membatasi produksi kedelai di Indonesia. Salah satu masalah yang dihadapi dalam penyediaan benih bermutu adalah penyimpanan benih. Benih tidak selalu langsung ditanam, sehingga mengalami penundaan tanam yang artinya mengalami penyimpanan. Benih akan mengalami penurunan mutu, baik viabilitas maupun vigor benih selama penyimpanan (deteriorasi), terutama penyimpanan pada kondisi suboptimum yang merupakan kondisi penyimpanan yang kurang baik. Padahal benih dituntut untuk dapat mempertahankan mutunya tetap tinggi sampai benih akan ditanam kembali. Penyimpanan benih kacang-kacangan di daerah tropis lembab seperti di Indonesia juga dihadapkan kepada masalah daya simpan yang rendah. Kemunduran benih yang cepat selama penyimpanan dapat mengurangi penyediaan benih yang bermutu tinggi. Benih kedelai termasuk benih yang cepat mengalami kemunduran di dalam penyimpanan karena kandungan proteinnya yang tinggi. Menurut Copeland dan McDonald (2001) kemunduran benih merupakan proses penurunan mutu secara berangsur-angsur dan kumulatif serta tidak dapat balik (irreversible) akibat perubahan fisiologi yang disebabkan oleh faktor internal. Vigor adalah karakter benih yang ditunjukkan melalui kecepatan dan keseragaman pertumbuhan benih, kemampuan benih untuk tumbuh normal pada
2 kondisi suboptimum dan viabilitasnya tetap tinggi setelah disimpan (ISTA, 2007). Vigor benih dapat menentukan daya simpan benih. Vigor benih yang tinggi akan mempunyai daya simpan yang tinggi. Di sinilah letak pentingnya vigor daya simpan (VDS) yang didefinisikan sebagai suatu parameter vigor benih yang ditunjukkan dengan kemampuan benih untuk disimpan dalam keadaan suboptimum (Sadjad et al., 1999). Pengujian vigor daya simpan benih umunya dilakukan dengan simulasi. Simulasi tersebut dapat dilakukan dengan metode pengusangan cepat untuk mempercepat kemunduran benih. Benih diperlakukan pada kondisi suboptimum (cekaman) buatan untuk menduga kondisi simpan sebenarnya seperti suhu tinggi, kelembaban udara (RH) tinggi, kimia (etanol, methanol, NaOH, PEG), dan air panas. Jika proses kemunduran viabilitas benih secara alami disebut deteriorasi benih, maka penurunan viabilitas benih secara buatan disebut devigorasi benih. Sadjad merekayasa mekanisme pengusangan secara kimia dengan etanol 95% pada tahun 1977 dan memperkenalkan Mesin Pengusangan Cepat (MPC) IPB 77-1 sebagai alat pendugaan daya simpan benih melalui penelitian akurasinya pada tahun 1982 (Sadjad et al., 1982). Untuk mencapai efisiensi yang lebih tinggi, alat ini kemudian dimodifikasi menjadi MPC IPB 77-1 M pada tahun 1991 (Sadjad, 1991). Modifikasi MPC IPB 77-1 menjadi MPC IPB 77-1 M memungkinkan waktu deraan yang memendek, yaitu terjadi peningkatan efisiensi penderaan uap etanol dari kelipatan 60 menit menjadi 30 menit untuk benih jagung, dan dari 30 menit pada menjadi 20 menit untuk benih kedelai. Dalam mesin ini benih mengalami gesekan antara butiran, kelembaban nisbi yang tinggi dan suhu yang tidak optimum. Dalam penelitiannya, Suhartanto (1994) memanfaatkan dan memodifikasi MPC IPB 77-1 menjadi APC IPB 77-1 MM untuk menguji viabilitas benih berdasarkan sistem multiplikasi devigorasi (SMD) secara fisik dan kimia. Pada tahun 2011, Suhartanto meningkatkan efesiensi Alat Pengusangan Cepat (APC) IPB 77-1 MM sebagai modifikasi lebih lanjut dengan model ukuran yang lebih kecil 60% dari ukuran sebelumya untuk menghindari kebocoran uap sehingga uap penderaan dapat lebih fokus mengenai benih di ruang deraan yang lebih kecil.
3 APC IPB 77-1 MM ini juga dirancang dengan menempatkan benih dalam keadaan non-stationer dan memungkinkan terjadiya devigorasi benih secara bertahap. Penelitian ini dilakukan dalam dua percobaan, yaitu pengusangan cepat benih secara fisik dan pengusangan cepat secara kimia pada benih kedelai dengan tingkat vigor yang berbeda dengan menggunakan Alat Pengusangan Cepat (APC) IPB 77-1 MM. Prinsip kerja alat ini adalah mengusangkan benih dengan penderaan uap panas untuk pengusangan fisik dan uap etanol 95% untuk pengusangan kimia selama periode tertentu. Penderaan uap panas memberikan cekaman benih dengan suhu dan kelembaban udara (RH) tinggi, sedangkan penderaan uap etanol 95% memberikan cekaman benih dengan etanol selama proses devigorasi. Dalam penelitian ini juga dipelajari dampak penderaan secara fisik dan kimia terhadap benih dengan tingkat vigor yang berbeda. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menguji pemanfaatan Alat Pengusangan Cepat (APC) IPB 77-1 MM untuk pendugaan vigor daya simpan benih kedelai (Glycine max (L.) Merr.) dengan pengusangan fisik dan kimia, serta untuk memperoleh prosedur penggunaan Alat Pengusangan Cepat (APC) IPB 77-1 MM. Hipotesis 1. Alat Pengusangan Cepat (APC) IPB 77-1 MM dapat digunakan untuk menduga vigor daya simpan benih kedelai (Glycine max (L.) Merr.) dengan melihat hubungan berbagai parameter viabilitas dan vigor benih dengan waktu pengusangan. 2. Vigor daya simpan berbanding lurus dengan vigor awal, tetapi berbanding terbalik dengan sudut kemiringan (α) garis regresi hubungan viabilitas dan vigor benih dengan waktu pengusangan, maka VDS =
4
TINJAUAN PUSTAKA
Sifat Fisik dan Kimia Benih Kedelai Benih kedelai (Glycine max (L.) Merr.) sama seperti benih-benih family Leguminosae, yang terdiri dari embrio dan kulit benih. Bagian embrio terdiri dari plumula, poros hipokotil akar (axis) serta dua kotiledon. Plumula embrio terdiri dari dua calon daun dan titik tumbuh, sedangkan poros hipokotil akar merupakan bagian embrio yang terletak di bawah kotiledon (Hidayat dalam Afifah, 1991). Kotiledon mengandung bahan makanan yang kebanyakan terdiri dari lemak dan protein, yang jumlah kandungannya tergantung dari varietas (Somaatmadja dalam Afifah, 1991), yaitu kandungan lemak kurang lebih 21% dan kandungan protein 40%. Kulit benih terdiri dari tiga lapisan sel, yaitu epidermis, hipodermis dan parenkima. Struktur benih kedelai dapat dilihat pada Gambar 1. Menurut Justice dan Bass (2002), daya simpan benih dipengaruhi oleh faktor genetik antara lain struktur kulit benih dan komposisi kimia benih. Kulit benih kedelai amat tipis sehingga mudah terinfeksi oleh cendawan, bakteri, dan virus serta rentan terhadap kerusakan fisik dan mekanik. Berdasarkan komposisi kimia benih, benih kedelai termasuk ke dalam kelompok benih berlemak dan berprotein yang memiliki kandungan lemak dan kandungan proteinnya sebesar 18-50%. Komposisi kimia benih berhubungan dengan mutu daya simpannya. Hasil penguraian lemak tak jenuh di dalam benih akan menghasilkan asam lemak bebas, lalu terurai menjadi radikal bebas yang akan merusak fungsi enzim di dalam proses metabolisme benih. Pada akhirnya benih cepat mengalami kemunduran (Wirawan dan Wahyuni, 2002). Sifat dari mutu fisiologis benih kedelai tergolong cepat mengalami penurunan viabilitas (daya tumbuh dan kekuatan tumbuh) dan vigor pada kondisi suhu dan kelembaban yang relatif tinggi, akibat laju respirasi yang meningkat (Wirawan dan Wahyuni, 2002; Rahayu, et al., 2009). Hasil penelitian Tatipata, et al. (2004) menunjukkan benih kedelai yang mengalami kemunduran dapat dicerminkan oleh menurunnya kadar fosofolipid, protein membran, fosfor anorganik mitokondri, aktivitas spesifik suksinat dehidrogenase dan sitokrom oksidase serta laju respirasi.
5
Gambar 1. Struktur benih kedelai (Thompson dalam Tatipata,1993) Viabilitas dan Vigor Benih Kualitas benih dapat dilihat dari viabilitas dan vigor benih tersebut. Benih harus memiliki tingkat daya berkecambah tertentu, yang ditetapkan oleh suatu peraturan pemerintah di daerah itu, agar dapat diklasifikasikan sebagai benih. Sadjad et al. (1999) menyatakan bahwa viabilitas benih adalah gejala hidup benih yang ditunjukkan melalui metabolisme benih dengan gejala pertumbuhan. Sadjad (1993) mengemukakan bahwa vigor benih dalam hitungan viabilitas absolut merupakan indikasi viabilitas benih yang menunjukkan benih kuat tumbuh di lapang dalam kondisi yang suboptimum, dan tahan untuk disimpan dalam kondisi yang tidak ideal. Oleh karena itu, vigor benih dipilah atas dua kualifikasi, yaitu Vigor Kekuatan Tumbuh (VKT) dan Vigor Daya Simpan (VDS). Kedua macam vigor itu dikaitkan pada analisis suatu lot benih, merupakan parameter viabilitas absolut yang tolok ukurnya dapat bermacam-macam. Vigor benih tertinggi tercapai pada saat benih masak secara fisiologis (Justice dan Bass, 2002; Sadjad, 2010). Sejak itu, benih perlahan-lahan kehilangan vigor dan akhirnya mati.
Vigor benih sewaktu disimpan merupakan faktor
penting yang mempengaruhi umur simpannya. Vigor dan viabilitas benih tidak selalu dapat dibedakan, terutama pada lot-lot yang mengalami kemunduran cepat. Proses kemunduran benih berlangsung terus dengan semakin lamanya benih disimpan sampai akhirnya semua benih mati (Justice dan Bass, 2002). Pada dasarnya proses kehilangan vigor benih terjadi bersamaan dengan viabilitasnya, tetapi pada tingkatan yang lebih rendah. Laju kemunduran vigor dan
6 viabilitas benih tergantung pada beberapa faktor, di antaranya faktor genetik dari spesies atau kultivarnya, kondisi benih, kondisi penyimpanan, keseragaman lot benih serta cendawan gudang, bila kondisi penyimpanan memungkinkan pertumbuhannya (Justice dan Bass, 2002). Vigor Daya Simpan Menurut Sadjad et al. (1999), vigor daya simpan ialah suatu parameter vigor benih yang ditunjukan dengan kemampuan benih untuk disimpan dalam keadaan suboptimum. Benih dikatakan disimpan dalam keadaan suboptimum, apabila disimpan dalam keadaan terbuka dan langsung berhubungan dengan udara luar. Benih dikatakan disimpan dalam keadaan optimum, apabila benih itu disimpan dalam keadaan ruang simpan yang suhu dan kelembaban nisbi udara dan biosfernya serba terkontrol. Benih yang memiliki vigor daya simpan tinggi mampu disimpan untuk periode simpan yang normal dalam keadaan suboptimum dan lebih panjang daya simpannya apabila ruang simpan dalam keadaan optimum. Analisis vigor daya simpan dapat dikembangan berkat ditemukannya metoda pengusangan cepat yang menjabarkan kemunduran benih secara artifisial. Kalau deteriorasi merupakan kemunduran viabilitas benih akibat faktor-faktor alami, devigorasi digunakan untuk menyebutkan kemunduran viabilitas benih oleh proses pengusangan cepat (Sadjad, 1993). Vigor daya simpan untuk mengukur benih sejauh mana dapat disimpan atau untuk mengukur periode simpan, disimulasi dengan metode uji pengusangan cepat. Benih diperlakukan dalam kondisi cekaman buatan baik yang mengungkapkan kondisi simpan sebenarnya, misalnya pada suhu dan kelembaban nisbi udara yang tinggi, maupun yang mengungkapkan secara tidak langsung, misalnya dengan menginduksikan uap etanol atau ethylaldehid ke dalam benih. Kalau dalam cekaman seperti itu benih mundur (devigorate) secara cepat dalam waktu pendek dan menunjukkan kinerja mundur tidak beda dengan kondisi simpan terbuka untuk jangka suatu periode simpan alami tertentu, maka perlakuan itu dapat digunakan menduga daya simpan benih secara langsung. Pendugaan daya simpan secara tidak langsung juga dapat dilakukan dengan
7 membuat model simulasi yang menunjukkan hubungan VDS dengan daya simpan alami (Sadjad et al.,1999). Kemunduran Benih Suseno (1975) menyatakan bahwa kemunduran benih diartikan sebagai turunnya kualitas, sifat, atau vitalitas benih yang mengakibatkan rendahnya vigor dan jeleknya pertanaman dan hasil. Kejadian itu merupakan proses degenerasi yang tidak dapat balik dari kualitas suatu benih setelah mencapai tingkat kualitas yang maksimum. Kemunduran benih dapat didefinisikan jatuhnya mutu benih yang menimbulkan perubahan secara menyeluruh di dalam benih dan berakibat pada berkurangnya viabilitas benih. Kemunduran benih merupakan proses penurunan mutu secara berangsurangsur dan kumulatif serta tidak dapat balik (irreversible) akibat perubahan fisiologis yang disebabkan oleh faktor dari dalam benih (Copeland dan McDonald, 2001). Menurut Barton dalam Justice dan Bass (2002) kadar air merupakan faktor yang paling mempengaruhi kemunduran benih. Justin dan Bass (2002) menambahkan, beberapa faktor yang mempengaruhi laju kemunduran benih diantaranya adalah jenis benih, berat dan bagian benih yang terluka, kelembaban dan suhu lingkungan di lapangan, penanganan panen dan kondisi penyimpanan benih. Kemunduran benih dapat ditengarai secara biokimia dan fisiologi. Indikasi biokimia kemunduran benih dicirikan antara lain penurunan aktivitas enzim, penurunan cadangan makanan, meningkatnya nilai konduktivitas. Indikasi fisiologi kemunduran benih antara lain penurunan daya berkecambah dan vigor (Tatipata, et al., 2004). Pengusangan Cepat Benih Metode pengusangan cepat merupakan salah satu metode pengujian vigor dan pengujian daya simpan benih. Pengusangan cepat benih dapat dilakukan dengan cara penderaan, baik secara fisik maupun kimia. Pengusangan secara fisik dilakukan dengan cara memperlakukan benih pada suhu 40ºC dan kelembaban nisbi 100%. Pengusangan cepat secara kimia dapat dilakukan dengan
8 menggunakan larutan etanol, uap etanol jenuh maupun larutan metanol (Mugnisjah, et al. 1994). Pengusangan cepat secara fisik (accelerated aging) merupakan salah satu metode uji vigor benih yang digunakan secara resmi oleh International Seed Testing Association (ISTA). Pengusangan cepat adalah percepatan laju kerusakan benih dengan perlakuan suhu dan RH tinggi (95%), sehingga kadar air meningkat dan menyebabkan kemunduran benih lebih cepat (ISTA, 2010). Benih vigor tinggi akan bertahan pada kondisi ekstrim dibandingkan benih vigor rendah, sehingga benih bervigor tinggi akan memiliki perkecambahan yang tinggi, sedangkan benih yang bervigor rendah akan kehilangan kemampuan untuk berkecambah. Sadjad dalam Sadjad (1982) menyatakan bahwa etanol dapat mempercepat kemunduran benih sehingga dapat dimanfaatkan untuk menduga daya simpan benih. Dampak etanol terhadap viabilitas benih jagung ditemukan Sadjad pada tahun 1964 dan digunakan dalam penelitiannya dengan substrat kertas untuk uji viabilitas (Sadjad et al., 1999). Hasil penelitian Pian (1981) menunjukkan perlakuan benih dengan uap etanol dapat meningkatkan kandungan etanol dalam benih yang mengakibatkan perubahan sifat molekul makro yang berpengaruh terhadap enzim, membran sel, mitokondria dan organel lainnya yang berperan dalam perkecambahan benih. Benih jagung yang dimundurkan secara cepat dengan deraan uap etanol menunjukkan peningkatan kadar alkohol dalam benih tersebut, dan hubungannnya sangat nyata dengan mundurnya viabilitas benih. Alat Pengusangan Cepat (APC) IPB 77-1 MM Alat Pengusangan Cepat (APC) IPB 77-1 MM ini merupakan alat yang dirancang untuk dapat melakukan pengusangan cepat baik secara fisik maupun kimia. Alat ini merupakan modifikasi dari MPC IPB 77-1 dan MPC IPB 77-1 M yang bertujuan untuk menyempurnakan sistem pergerakan benih dalam ruang deraan yang lebih efisien dalam rangka uji sistem multiplikasi devigorasi (Suhartanto, 1994). Pada bagian depan alat yang berbentuk tabung besar ini terdapat motor yang menempel di bagian luar tutup ruang deraan (Gambar 2). Motor tersebut dihubungkan dengan kerekan (pulley) untuk menggerakan sebuah poros di dalam ruang deraan yang di permukaanya dipasang 12 tabung wadah
9 benih. Berputarnya tabung-tabung tersebut dapat menempatkan benih dalam keadaan non-stationer, sehingga memudahkan uap penderaan mengenai seluruh permukaan benih yang ada di dalam tabung pada saat proses penderaan. Di dalam ruang deraan juga terdapat saluran uap untuk mengeluarkan uap penderaan ke dalam ruang deraan (Gambar 3).
Gambar 2. Tampak bagian depan APC IPB 77-1 MM
Gambar 3. Tampak bagian dalam APC IPB 77-1 MM Pada bagian depan alat pengusangan juga terdapat sebuah selang untuk saluran pengeluaran air sisa uap panas selama pengusangan fisik (Gambar 2). Bagian samping alat pengusangan terdapat dua buah tombol hijau untuk mengatur waktu pemasukan uap dan waktu penderaan, serta satu tombol merah untuk timer (Gambar 4). Tombol pengatur waktu pemasukan uap berfungsi untuk mengatur berapa lama uap panas atau uap etanol masuk ke dalam ruang deraan, sedangkan tombol pengatur waktu penderaan berfungsi untuk mengatur berapa lama motor yang menggerakkan tabung-tabung wadah benih yang berputar di dalam ruang deraan. Tombol timer akan menyala berwarna merah dan berbunyi jika waktu
10 yang diatur sudah habis. Tombol-tombol tersebut diatur sesuai dengan waktu yang dikehendaki sebelum memulai pengusangan.
Gambar 4. Tampak bagian samping APC IPB 77-1 MM Alat ini dirancang untuk metode pengusangan fisik dengan satu buah botol kaca untuk menampung air yang akan dipanaskan dan dihubungkan langsung menuju tabung pemanas air (heater) untuk menghasilkan uap panas. Uap panas yang dihasilkan kemudian diarahkan ke dalam tabung penampung uap panas dan disalurkan masuk ke dalam ruang deraan. Pada tabung penampung uap panas juga terdapat kran untuk mengatur uap panas yang keluar dari tabung. Sebagian uap panas dikeluarkan untuk mengatur suhu di dalam ruang deraan agar tidak terlalu tinggi. Perangkat untuk pengusangan fisik pada Alat Pengusangan Cepat (APC) IPB 77-1 MM secara umum dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Perangkat pengusangan fisik pada APC IPB 77-1 MM APC IPB 77-1 MM ini juga dirancang untuk pengusangan kimia dengan tiga buah tabung yang terdiri dari satu buah tabung pemanas etanol dan diapit dua
11 buah tabung lainnya untuk menampung uap etanol. Etanol yang dimasukan ke dalam tabung pemanas etanol kemudian dipanaskan menghasilkan uap etanol yang langsung disalurkan ke tabung penampung uap dan masuk ke dalam ruang deraan. Perangkat untuk pengusangan kimia pada Alat Pengusangan Cepat (APC) IPB 77-1 MM secara umum dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Perangkat pengusangan kimia pada APC IPB 77-1 MM
12
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor pada bulan April sampai dengan Mei 2012. Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan adalah benih kedelai Varietas Anjasmoro. Bahan lain yang digunakan adalah etanol 95%, fungisida (Dithane M-45), kertas merang, plastik strimin, kawat, plastik, dan label. Alat yang digunakan yaitu Alat Pengusangan Cepat (APC) IPB 77-1 MM, Alat Pengecambah Benih (APB) IPB 72-1 (Gambar 7), alat pengepres kertas IPB 75-1, wadah tertutup, kawat, seperangkat alat pengukur kadar air (oven kadar air, desikator, timbangan, cawan), boks plastik, kranjang.
Gambar 7. Alat pengusangan cepat (APC) IPB 77-1 MM Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam dua percobaan. Percobaan I adalah pengusangan cepat benih secara fisik dengan menggunakan penderaan uap panas pada Alat Pengusangan Cepat (APC) IPB 77-1 MM. Percobaan II adalah pengusangan cepat secara kimia dengan menggunakan penderaan uap etanol 95% pada Alat Pengusangan Cepat (APC) IPB 77-1 MM.
13 Pengusangan fisik dan kimia dilakukan pada tiga tingkat vigor benih kedelai yang dibuat dengan perlakuan penyimpanan pada ruang AC (V1), metode deteriorasi terkontrol pada RH 97% dan suhu kamar 28.1°C selama 10 hari (V2) dan metode deteriorasi terkontrol pada RH 97% dan suhu kamar 28.1°C selama 20 hari (V3) yang kemudian diusangkan dengan Alat Pengusangan Cepat (APC) IPB 77-1 MM selama 0, 1×15, 2×15, 3×15 dan 4×15 menit untuk pengusangan fisik dan selama 0, 1×20, 2×20, 3×20 dan 4×20 menit untuk pengusangan kimia. Waktu pengusangan tersebut diperoleh dari hasil pra-eksperimen sebelumnya. Setiap percobaan terdiri dari 15 satuan perlakuan dengan masing-masing perlakuan akan diulang sebanyak tiga kali, sehingga jumlah satuan tiap percobaan diperoleh 45 satuan percobaan. Kebutuhan benih dari setiap satuan percobaan terdiri dari 100 butir benih untuk pengujian kadar air, indeks vigor dan daya berkecambah, potensi tumbuh maksimum dan kecepatan tumbuh yang masingmasing pengamatan sebanyak 25 butir. Diagram alir pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Gambar 8. Penelitian ini menggunakan dua pendekatan, yaitu analisis regresi linier sederhana dan analisis korelasi regresi. Pendekatan pertama dengan analisis regresi linier sederhana bertujuan untuk mengetahui dan membandingkan hubungan antaraberbagai peubah viabilitas dan vigor benih dengan peubah waktu pengusangan benih. Persamaan regresi yang diperoleh dari analisis tersebut yaitu: Y = a + bX dengan : Y = parameter viabilitas dan vigor benih a = titik potong garis dengan sumbu y b = kemiringan atau koefisien regresi X = waktu pengusangan benih Pendekatan kedua adalah analisis korelasi regresi antara parameter viabilitas dan vigor dengan waktu pengusangan benih. Parameter viabilitas dan vigor benih dinyatakan sebagai sumbu Y dan waktu pengusangan dinyatakan sebagai sumbu X. Nilai koefisien korelasi (r) digunakan untuk melihat keeratan hubungan antara peubah viabilitas dan vigor benih dengan peubah waktu pengusangan benih.
14 Satu Lot Benih Kedelai Varietas Anjasmoro
Pembuatan Tiga Lot Benih: V1 = Benih disimpan di ruang AC V2 = Benih dengan perlakuan metode deteriorasi terkontrol pada RH 97% dan suhu 28.1°C selama 10 hari V3 = Benih dengan perlakuan metode deteriorasi terkontrol pada RH 97% dan suhu 28.1°C selama 20 hari
Penyamaan Kadar Air Benih (Benih dipaparkan pada suhu ruang selama 5-10 hari)
Pelembaban Benih (Benih dilembabkan dengan kertas merang basah selama 11 jam
Pengusangan Cepat Fisik
Pengusangan Cepat Kimia
pada 0, 1×15, 2×15, 3×15 dan 4×15menit
pada 0, 1×20, 2×20, 3×20 dan 4×20 menit
Uji Kadar Air dan Analisis Viabilitas dan Vigor Benih: 1. Daya Berkecambah 2. Potensi Tumbuh Maksimum 3. Indeks Vigor 4. Kecepatan Tumbuh
Gambar 8. Diagram alir pelaksanaan penelitian
15 Nilai koefisien korelasi yang mendekati 1 (r ≈ 1) menggambarkan adanya keeratan hubungan atau korelasi antara parameter viabilitas dan vigor benih dengan waktu pengusangan. Viabilitas dan vigor benih dapat dideteksi berdasarkan waktu pengusangan benih melalui persamaan regresi apabila koefisien korelasinya nyata. Nilai koefisien determinasi (R2) digunakan untuk melihat seberapa besar keragaman parameter viabilitas dan vigor benih (Y) dapat digambarkan oleh keragaman waktu pengusangan benih (X). Nilai koefisien determinasi yang tinggi menunjukkan hubungan yang erat secara kuantitatif antara waktu pengusangan benih dengan berbagai parameter viabilitas dan vigor benih yang diamati. Pelaksanaan Penelitian Pembuatan Lot Benih dengan Metode Deteriorasi Terkontrol Satu lot benih kedelai dibuat menjadi tiga lot dengan tingkat vigor yang berbeda. Lot benih diperoleh dari penyimpanan di ruang AC (V1) dan metode deteriorasi terkontrol (V2 dan V3). Metode deteriorasi terkontrol dilakukan untuk memperoleh beragam status viabilitas dan vigor benih. Metode deteriorasi tekontrol ini dilakukan dengan menyimpan benih kedelai di dalam lingkungan simpan yang memiliki kelembaban udara terkontrol mencapai 97% pada suhu kamar 28.1°C selama 10 hari (V2) dan 20 hari (V3). Benih kedelai diberi fungisida (Dithane M-45) terlebih dahulu sebelum disimpan untuk menghindari serangan cendawan. Benih kedelai yang akan disimpan lalu dipaparkan secara merata di dalam plastik strimin dan disimpan di dalam wadah tertutup yang berisi air sehingga kondisi RH tinggi mencapai 97% dan suhu 28.1°C selama 10 dan 20 hari (Gambar 9).
Gambar 9. Metode deteriorasi terkontrol pada RH 97% dan suhu 28.1°C
16 Benih kedelai yang telah disimpan, sebagian langsung dikecambahkan dengan metode Uji Kertas Digulung dalam Plastik (UKDdp) pada Alat Pengecambah Benih IPB 72-1 untuk mengamati viabilitas dan vigor benih setelah penyimpanan. Pengecambahan dilakukan sebanyak tiga ulangan untuk masingmasing tingkat vigor. Setiap ulangan menggunakan 25 butir benih untuk daya berkecambah, potensi tumbuh maksimum, indeks vigor dan kecepatan tumbuh. Setelah disimpan, benih dipaparkan pada suhu ruang selama 5-10 hari agar kadar air benih mencapai kesetimbangan sebesar 12%, sehingga kadar air pada semua
perlakuan
penderaan
seragam
dan
tidak
menjadi
faktor
yang
mempengaruhi dalam pengujian viabilitas dan vigor benih (Gambar 10).
Gambar 10. Pemaparan benih di ruang suhu kamar untuk penyamaan kadar air Sebelum diusangkan dengan APC IPB 77-1 MM, tiga lot benih yang memiliki tingkat vigor yang berbeda dilembabkan terlebih dahulu dengan menumpukkan benih secara merata dengan kertas merang basah selama 11 jam hingga kadar air mencapai ±26%. Pelembaban tersebut bertujuan agar benih mengalami imbibisi yang dapat memudahkan uap panas dan uap etanol masuk ke dalam benih selama proses pengusangan (Gambar 11). Setelah dilembabkan, benih dibagi menjadi dua bagian yang akan digunakan untuk pengusangan cepat fisik dan pengusangan cepat kimia.
Gambar 11. Pelembaban benih kedelai dengan kertas merang
17 Pengusangan Cepat Fisik dengan APC IPB 77-1 MM Pengusangan cepat fisik dengan APC IPB 77-1 MM ini dilakukan dengan menggunakan uap panas. Uap panas tersebut dihasilkan dari proses pemanasan 900 ml air yang kemudian uap panas tersebut ditampung dan disalurkan masuk ke dalam ruang deraan benih. Suhu dan kelembaban udara di dalam ruang deraan akan mencapai konstan yaitu ±52°C dan 89% selama ±1.5 jam. Selama proses pemanasan sampai uap panas masuk ke dalam ruang deraan, kran keluaran uap panas perlu dibuka untuk mengatur suhu di dalam ruang deraan dengan membuang sebagian uap panas keluar. Setelah suhu dan kelembaban di dalam ruang deraan mencapai konstan, benih didera dengan uap panas selama 0, 1×15, 2×15, 3×15 dan 4×15 menit. Benih hasil pengusangan fisik tersebut kemudian diukur kadar airnya untuk mengetahui perubahan kadar air setelah pengusangan dan dikecambahkan dengan metode Uji Kertas Digulung dalam Plastik (UKDdp) dalam Alat Pengecambah Benih IPB 72-1 untuk diamati viabilitas dan vigor benih dengan tolok ukur daya berkecambah, potensi tumbuh maksimum, indeks vigor dan kecepatan tumbuh. Pengusangan Cepat Kimia dengan APC IPB 77-1 MM Pengusangan cepat kimia dengan APC IPB 77-1 MM ini dilakukan dengan menggunakan uap etanol 95%. Uap etanol tersebut dihasilkan dari proses pemanasan ±50 ml etanol 95% yang kemudian masuk ke dalam ruang deraan benih. Setiap melakukan pengusangan kimia, etanol yang akan digunakan harus yang baru agar konsentrasi etanol tetap terjaga. Sisa etanol pada APC IPB 77-1 MM dari percobaan sebelumnya harus selalu diganti dengan etanol yang baru sebelum memulai pengusangan. Pengusangan cepat kimia pada APC IPB 77-1 MM ini tidak memerlukan waktu untuk pemanasan terlebih dahulu sehingga dapat langsung dilakukan penderaan benih dengan uap etanol selama 0, 1×20, 2×20, 3×20 dan 4×20 menit. Suhu dan kelembaban udara di dalam ruang deraan selama pengusangan yaitu 32°C dan 82%. Benih hasil pengusangan kimia tersebut kemudian diukur kadar airnya untuk mengetahui perubahan kadar air setelah pengusangan dan dikecambahkan dengan metode Uji Kertas Digulung dalam Plastik (UKDdp) dalam Alat
18 Pengecambah Benih IPB 72-1 untuk diamati viabilitas dan vigor benih dengan tolok ukur daya berkecambah, potensi tumbuh maksimum, indeks vigor dan kecepatan tumbuh. Pengamatan Pengamatan dilakukan untuk menganalisis viabilitas dan vigor benih meliputi analisis berbagai peubah. Pengamatan yang dilakukan dalam penelitian pengujian VDS ini, meliputi peubah sebagai berikut : 1. Kadar Air Benih Kadar air benih diiuji sebelum dan sesudah pengusangan baik pada pengusangan fisik maupun pengusangan kimia. Benih yang akan diusangkan harus diuji kadar airnya terlebih dahulu sebelum dilakukan percobaan untuk menyamakan kadar air benih. Setelah benih diusangkan secara fisik dan kimia, kemudian benih diuji kadar airnya untuk mengetahui perubahan kadar air benih sebelum dan sesudah pengusangan. Pengujian kadar air benih dilakukan dengan menggunakan metode langsung yaitu dengan oven suhu rendah konstan (103±2°C) selama ±17 jam. Kadar air benih dapat dihitung dengan rumus: KA =
M
M
M
M
× 100%
Keterangan: KA = Kadar air benih (%) M1 = Berat cawan + tutup M2 = Berat cawan + tutup + benih sebelum dipanaskan M3 = Berat cawan + tutup + benih setelah dipanaskan 2. Daya Berkecambah (DB) Daya Berkecambah adalah persentase total kecambah normal selama pengamatan. Pengamatan dilakukan dua kali yaitu pada hari ke-3 dan hari ke-5 setelah dikecambahkan. Daya berkecambah dapat dihitung dengan rumus:
19 DB =
∑ KN I
∑ KN II
∑
× 100 %
Keterangan: DB
= Daya berkecambah (%)
∑ KN I = jumlah kecambah normal pada hari ke-3 ∑ KN II = jumlah kecambah normal pada hari ke-5 3. Potensi Tumbuh Maksimum (PTM) Potensi tumbuh maksimum merupakan dihitung berdasarkan jumlah kecambah normal dan abnormal yang tumbuh sampai akhir pengamatan. PTM dapat dihitung dengan rumus: PTM =
∑ KN
∑ KAN
∑
× 100%
Keterangan: PTM
= Potensi tumbuh maksimum (%)
∑ KN = jumlah kecambah normal ∑ KAN = jumlah kecambah abnormal 4. Indeks Vigor (IV) Indeks vigor adalah persentase kecambah normal pada hitungan pertama yaitu pada hari ke-3 saja. Indeks vigor dapat dihitung dengan rumus: IV =
∑ KN I ∑
× 100%
Keterangan: IV
= Indeks vigor (%)
∑ KN I = jumlah kecambah normal pada hari ke-3 5. Kecepatan Tumbuh (KCT) Kecepatan tumbuh diukur berdasarkan jumlah tambahan perkecambahan setiap hari atau etmal selama kurun waktu perkecambahan. Pengamatan dilakukan dengan mengambil dan menghitung kecambah normal setiap
20 etmal (24 jam) mulai dari hari pertama pengamatan hingga akhir pengamatan. Kecepatan tumbuh dapat dihitung dengan rumus: KCT = ∑ Keterangan : t = waktu pengamatan N = persentasen kecambah normal setiap pengamatan tn = waktu akhir pengamatan
21
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengembangan Metode Pengusangan APC IPB 77-1 MM Alat Pengusangan Cepat (APC) IPB 77-1 MM ini dirancang untuk dapat melakukan pengusangan cepat secara fisik maupun kimia. Prosedur penggunaan Alat Pengusangan Cepat (APC) IPB 77-1 MM diperoleh berdasarkan hasil praeksperimen yang dilakukan beberapa kali. Pengusangan Cepat Fisik Sebelum melakukan pengusangan fisik, botol penampung air diisi sebanyak 900 ml air untuk menghasilkan uap panas setelah proses pemanasan. Setelan pengatur pengusangan yang terdapat di belakang alat diatur ke arah kanan yang bertuliskan “uap air” untuk memilih pengusangan yang akan dilakukan adalah pengusangan fisik dengan penderaan uap panas (Gambar 12). Untuk pengusangan fisik, perlu dilakukan pemanasan air terlebih dahulu untuk menghasilkan uap panas sebelum dilakukannya pengusangan, sehingga belum dilakukannya penderaan. Tombol pengatur waktu pemasukan uap ke dalam ruang deraan dan timer (Gambar 13) diatur sesuai dengan waktu yang dikehendaki untuk proses pemanasan sampai uap panas masuk ke dalam ruang deraan. Setelah tomboltombol tersebut diatur, kemudian alat dinyalakan (Gambar 14) dan proses pemanasan pun berlangsung.
Gambar 12. Setelan pengatur pengusangan
22
Gambar 13. Tombol pengatur waktu pemasukan uap (kiri), pengatur waktu penderaan (tengah), dan timer (kanan)
Gambar 14. Tombol ON/OFF APC IPB 77-1 MM Air yang berasal dari botol penampung air masuk ke dalam tabung pemanas air melalui selang yang dihubungkan antara kedua tabung. Air tersebut dipanaskan di dalam tabung pemanas air (heater) menghasilkan uap panas. Uap panas yang dihasilkan dari tabung pemanas air kemudian diarahkan ke dalam tabung penampung uap panas melalui selang.
Jika uap panas sudah terkumpul dan
tabung penampung uap panas sudah terasa panas, kran penghubung tabung penampung uap panas dengan ruang deraan yang berwarna biru dibuka untuk membuka jalan uap panas masuk ke dalam ruang deraan. Waktu yang dibutuhkan selama proses pemanasan sampai uap panas di dalam ruang deraan mencapai suhu dan kelembaban yang konstan adalah ±1.5 jam. Selama proses pemasukan uap panas ke dalam ruang deraan, kran keluaran uap panas yang terdapat pada tabung penampung uap panas perlu dibuka-tutup untuk mengatur uap panas yang masuk ke dalam ruang deraan. Jika suhu di dalam ruang deraan sudah terlalu tinggi, maka kran keluaran uap panas dibuka untuk mengeluarkan sebagian uap panasnya, sehingga uap panas yang masuk ke dalam ruang deraan tidak terlalu banyak. Kran tersebut juga berfungsi untuk mengeluarkan air di dalam tabung penampung uap panas. Uap panas yang sudah lama mengumpul di tabung penampung uap berkondensasi menjadi air yang jika
23 semakin
banyak
akan
menghambat
proses
penampungan
uap
panas.
Terhambatnya proses penampungan uap panas tersebut dikarenakan selang penghubung dari tabung pemanas air tertutup oleh air sehingga sulitnya uap panas naik ke tabung penampung uap panas. Jika suhu dan kelembaban di dalam ruang deraan sudah konstan, yaitu mencapai ±52°C dengan RH 89%, alat dimatikan terlebih dahulu. Tabung-tabung wadah benih yang sudah berisi benih yang akan diusangkan kemudian dimasukan ke dalam ruang deraan. Jika benih sudah dimasukkan, ruang deraan ditutup rapat kembali dengan mengunci engkel penutupnya. Atur tombol waktu penderaan yang terletak di samping alat sesuai dengan waktu yang dikehendaki, yaitu 0, 1×15, 2×15, 3×15 dan 4×15 menit. Tombol waktu pemasukan uap juga diatur sesuai dengan lamanya waktu penderaan, sehingga uap panas akan terus masuk ke dalam ruang deraan selama waktu penderaan. Tombol timer juga disamakan untuk mengetahui habisnya waktu pengusangan. Selanjutnya, alat kembali dinyalakan untuk melakukan penderaan. Timer akan menyala berwarna merah dan berbunyi jika waktu yang diatur sudah habis. Suhu dan RH konstan ditentukan dari pengukuran dengan alat Thermohygrometer dari awal uap panas masuk sampai suhu dan RH di dalam ruang deraan konstan pada pra-eksperimen sebelumnya. Selama penelitian ini, peneliti masih harus mengukur suhu dan RH dengan alat Thermohygrometer selama proses pemasukan uap panas untuk memastikan suhu dan RH di dalam ruang deraan sudah konstan. Namun, suhu dan RH di dalam ruang deraan dapat mengalami perubahan. Suhu dapat naik turun tergantung besar kecilnya kran keluaran uap panas pada tabung penampung uap panas dibuka. Suhu dan RH juga dapat turun pada saat pembukaan tutup ruang deraan ketika pemasukan benih sebelum pengusangan atau pengambilan benih yang telah diusangkan dan masih akan melanjutkan proses pengusangan. Hal ini dapat diminimalisir dengan cara tidak membuka tutup ruang deraan terlalu lebar agar tidak terlalu banyak uap panas yang keluar sehingga suhu dan RH tidak menurun drastis. Akan tetapi, hal ini tidak menjamin suhu dan RH tetap sama dan konstan selama pengusangan. Selama penelitian ini, kendala yang dihadapi banyak terjadi pada tabung pemanas air (heater). Tutup tabung pemanas air yang hanya direkatkan dengan
24 lem seringkali tidak rapat dan mudah terlepas karena tidak kuat menahan tekanan uap panas yang besar. Kendala lainnya yaitu tabung pemanas air yang mengeluarkan bau terbakar dan asap akibat kekeringan air saat pemanasan. Dari sini, peneliti mengetahui bahwa terdapat volume minimal untuk pengisian air agar tidak terjadi kekeringan selama pemanasan. Untuk sekali pengusangan fisik dibutuhkan 900 ml air atau tidak boleh kurang dari 700 ml air agar aman dari kekeringan saat pemanasan. Pengusangan Cepat Kimia Sebelum melakukan pengusangan, etanol dimasukkan ke dalam tabung pemanas etanol sebanyak ±50 ml. Tabung-tabung wadah benih yang sudah berisi benih yang akan diusangkan kemudian dimasukan ke dalam ruang deraan. Jika benih sudah dimasukkan, ruang deraan ditutup rapat kembali dengan mengunci engkel penutupnya. Setelan pengatur pengusangan yang terdapat di belakang alat diatur ke arah kiri yang bertuliskan “etanol” untuk memilih pengusangan yang akan dilakukan adalah pengusangan kimia dengan penderaan uap etanol. Tombol-tombol waktu pemasukan uap, waktu penderaan, dan timer diatur sesuai dengan waktu yang dikehendaki, yaitu 0, 1×20, 2×20, 3×20 dan 4×20 menit. Ketiga tombol tersebut diatur dengan waktu yang sama agar uap etanol akan tetap masuk ke dalam ruang deraan selama penderaan. Kran penghubung tabung penampung uap etanol dengan ruang deraan yang berwarna merah dibuka untuk membuka jalan uap etanol masuk ke dalam ruang deraan. Setelah tomboltombol sudah diatur dan kran sudah dibuka, kemudian alat dinyalakan dan proses pengusangan pun berlangsung. Suhu dan kelembaban di dalam ruang deraan selama proses pengusangan kimia adalah 32°C dan 82%. Suhu dan RH tersebut ditentukan dari pengukuran dengan alat Thermohygrometer pada pra-eksperimen sebelumnya. Timer akan menyala berwarna merah dan berbunyi jika waktu yang diatur sudah habis. Jika tabung pemanas etanol bekerja, tabung akan menjadi panas untuk mempercepat proses penguapan etanol sehingga etanol yang dibutuhkan untuk pengusangan sangat banyak dan uap etanol yang dihasilkan menjadi hangat. Akan tetapi, setiap peneliti melakukan pengusangan, tabung pemanas uap etanol justru
25 menjadi dingin bahkan sampai berembun dan uap etanol yang terbentuk dingin (Gambar 15). Etanol yang dibutuhkan selama pengusangan juga tidak banyak. Namun, hal tersebut tidak terlalu mempengaruhi hasil pengusangan, hanya terdapat sedikit perbedaan pada kadar air. Jika tabung pemanas etanol bekerja dan uap yang dihasikan hangat, jumlah etanol yang masuk ke dalam alat pengusangan pun banyak dan semakin banyak etanol yang masuk ke dalam benih menggantikan kadar air benih. Penurunan kadar air benih selama pengusangan kimia menjadi sangat terlihat.
Gambar 15. Tabung pemanas etanol yang berembun Pembuatan Lot Benih Pembuatan lot benih dilakukan untuk mendapatkan beberapa tingkat vigor yang berbeda. Lot benih didapat dengan perlakuan deteriorasi terkontrol. Metode deteriorasi tekontrol ini dilakukan dengan menyimpan benih kedelai di dalam wadah tertutup yang berisi air sehingga kelembaban udara terkontrol mencapai 97% pada suhu kamar 28.1°C selama 10 dan 20 hari. Metode deteriorasi terkontrol dapat memberikan keragaman viabilitas dan vigor pada lot benih kedelai dan diperoleh hasil lot benih dengan waktu deteriorasi terkontrol selama 10 hari sebagai vigor 2 (V2) dan deteriorasi terkontrol selama 20 hari sebagai vigor 3 (V3), sedangkan vigor 1 (V1) diperoleh dengan penyimpanan pada ruang AC. Nilai tengah status viabilitas dan vigor yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 1. Nilai tengah diperoleh dari rataan tiga ulangan pada masing-masing lot.
26 Tabel 1. Nilai tengah dan standar deviasi viabilitas dan vigor tiga lot benih kedelai Lot Benih
DB (%)
PTM (%)
IV (%)
KCT (%/etmal)
V1 V2 V3
100a ± 0 94.67ab ± 9.24 74.67bc ± 10.07
100a ± 0 100a ± 0 100a ± 0
85.33a ± 2.31 76ab ± 8 24c ± 10.58
31.38a ± 0.31 29.2ab ± 2.9 18.13c ± 3.14
Keterangan : V1= Penyimpanan di ruang AC; V2= Metode deteriorasi terkontrol selama 10 hari; V3= Metode deteriorasi terkontrol selama 20 hari; DB= Daya Berkecambah; PTM= Potensi Tumbuh Maksimum ; IV= Indeks Vigor ; KCT= Kecepatan Tumbuh. Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom, menunjukkan tidak berbeda nyata menurut Uji Tukey pada taraf 5%.
Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa benih yang diperlakukan deteriorasi terkontrol selama 10 hari (V2) dan 20 hari (V3) mengalami penurunan pada parameter viabilitas potensial maupun vigor benih. Tolok ukur daya berkecambah mengalami penurunan yang tidak berbeda nyata pada ketiga lot benih. Penurunan vigor lot pada tolok ukur indeks vigor dan kecepatan tumbuh juga tidak berbeda nyata antara V1 dan V2, tetapi berbeda nyata pada V3, sedangkan pada tolok ukur potensi tumbuh maksimum tidak mengalami penurunan sama sekali. Kemunduran meningkat sejalan dengan meningkatnya kadar air benih setelah penyimpanan (deteriorasi terkontrol). Secara umum, viabilitas dan vigor benih menurun sejalan dengan meningkatnya suhu dan kelembaban, dan semakin lamanya benih terkena suhu dan kelembaban tinggi serta dengan meningkatnya kandungan kadar air benih (Justice dan Bass, 2002). Menurut Tatipata et al. (2004), suhu dan kelembaban tinggi akan mempercepat kemunduran benih akibat penurunan aktivitas enzim, penurunan cadangan makanan, meningkatnya nilai konduktivitas, dan penurunan daya berkecambah dan vigor. Perubahan Kadar Air Selama Pengusangan Fisik dan Kimia Setelah benih diusangkan secara fisik dan kimia, kemudian benih diuji kadar airnya untuk mengetahui perubahan kadar air benih sebelum dan sesudah mengalami pengusangan.
27 Tabel 2. Persamaan regresi dan nilai korelasi (r) antara kadar air benih kedelai dengan waktu pengusangan fisik dan kimia Lot
Pengusangan Fisik 2
Pengusangan Kimia
Persamaan Regresi
R
r
Persamaan Regresi
R2
r
V1
y = 27.15 + 0.06764 x
0.43
0.66 **
y = 30.79 - 0.04558 x
0.84
-0.92 **
V2 V3
y = 27.44 + 0.06393 x y = 27.79 + 0.05527 x
0.32 0.42
0.57 * 0.65 **
y = 27.95 - 0.03252 x y = 27.49 - 0.02268 x
0.35 0.62
-0.59 * -0.79 **
Keterangan : y = peubah kadar air benih (%) dan x = peubah waktu pengusangan (menit). Angka yang diikuti oleh tanda (*) adalah nyata pada taraf 5% dan (**) adalah sangat nyata pada taraf 1%.
Hasil analisis korelasi regresi antara kadar air dengan waktu pengusangan dapat dilihat pada Tabel 2. Hasilnya menunjukkan bahwa terjadi korelasi yang positif antara kadar air dengan waktu pengusangan pada pengusangan fisik dan korelasi negatif antara kadar air dengan waktu pengusangan pada pengusangan kimia. Gambar garis regresi antara kadar air dengan waktu pengusangan secara fisik dan kimia pada tiga lot benih dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2. Korelasi positif pada pengusangan fisik ini menunjukkan hubungan yang berbanding lurus antara kedua peubah, yang artinya semakin lama waktu pengusangan maka kadar air benih akan semakin tinggi. Hal ini dikarenakan benih yang bersifat higroskopis sangat mudah menyerap air dari udara di sekitarnya (Sutopo, 2002). Selama proses penderaan dengan uap panas, benih menyerap uap panas dari lingkungan yang lembab sehingga kadar air benih meningkat. Korelasi negatif pada pengusangan kimia menunjukkan hubungan yang berbanding terbalik antara kedua peubah, yang artinya semakin lama waktu pengusangan maka akan semakin rendah kadar airnya. Hal ini dikarenakan kadar air di dalam benih digantikan oleh etanol yang masuk ke dalam benih. Etanol adalah senyawa organik yang bersifat nonpolar yang dapat mendenaturasi protein pada konsentrasi tertentu (Baum dan Scaif dalam Saenong dan Sadjad, 1984) dan bersifat dehidran sehingga dapat menyerap air yang menyelimuti protein (Priestley dan Leopold dalam Tatipata, 1993) Nilai korelasi (r) tertinggi dari analisis regresi kadar air dengan waktu pengusangan (Tabel 2) dicapai oleh lot benih V1 pada pengusangan kimia sebesar 0.92. Artinya, peubah kadar air (sumbu y) dipengaruhi oleh peubah waktu pengusangan (sumbu x) sebesar 92%. Nilai korelasi yang mendekati satu (r ≈ 1)
28 menunjukkan hubungan yang sangat erat antara waktu pengusangan dengan kadar air benih kedelai. Nilai korelasi pada seluruh lot dalam kedua pengusangan menunjukkan nilai korelasi yang nyata. Daya Berkecambah Benih Setelah Pengusangan Fisik dan Kimia Daya berkecambah merupakan salah satu tolok ukur viabilitas potensial benih. Daya berkecambah adalah kemampuan benih untuk tumbuh menjadi kecambah normal dalam lingkungan tumbuh yang optimum. Tabel 3. Persamaan regresi dan nilai korelasi (r) antara daya berkecambah benih kedelai dengan waktu pengusangan fisik dan kimia Lot
Pengusangan Fisik Persamaan Regresi
2
R
Pengusangan Kimia r tn
V1
y = 104.8 - 0.4089 x
0.24
-0.49
V2 V3
y = 81.60 - 1.511 x y = 59.20 - 1.236 x
0.71 0.76
-0.84 ** -0.87 **
Persamaan Regresi
R2
r
y = 108.5 - 1.043 x
0.88
-0.94 **
y = 64.53 - 0.9867 x y = 60.53 - 0.8400 x
0.8 0.83
-0.90 ** -0.91 **
Keterangan : y = peubah daya berkecambah (%) dan x = peubah waktu pengusangan (menit). Angka yang diikuti oleh tanda (*) adalah nyata pada taraf 5%, (**) adalah sangat nyata pada taraf 1%, dan (tn) adalah tidak nyata pada taraf 5%.
Hasil analisis korelasi regresi antara daya berkecambah dengan waktu pengusangan dapat dilihat pada Tabel 3. Hasilnya menunjukkan bahwa terjadi korelasi yang negatif antara daya berkecambah dengan waktu pengusangan baik pada pengusangan fisik maupun pengusangan kimia. Gambar garis regresi antara daya berkecambah dengan waktu pengusangan secara fisik dan kimia pada tiga lot benih dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 4. Korelasi negatif ini menunjukkan hubungan yang berbanding terbalik antara kedua peubah, yang artinya semakin lama waktu pengusangan maka daya berkecambahnya akan semakin rendah. Viabilitas benih yang memiliki vigor tinggi akan tetap memiliki total kecambah normal yang tinggi setelah mengalami penderaan uap panas maupun uap etanol pada benih, sedangkan lot benih yang memiliki vigor rendah akan berkurang total kecambah normalnya. Justice dan Bass (2002) mengungkapkan pada dasarnya proses kehilangan vigor benih terjadi bersamaan dengan viabilitasnya, tetapi pada tingkatan yang lebih rendah. Nilai korelasi (r) tertinggi dari analisis regresi daya berkecambah dengan waktu pengusangan (Tabel 3) dicapai oleh lot benih V1 pada pengusangan kimia
29 sebesar 0.94. Artinya, peubah daya berkecambah (sumbu y) dipengaruhi oleh peubah waktu pengusangan (sumbu x) sebesar 95%. Nilai korelasi yang mendekati satu (r ≈ 1) menunjukkan hubungan yang sangat erat antara waktu pengusangan dengan daya berkecambah benih kedelai. Nilai korelasi pada seluruh lot dalam kedua pengusangan menunjukkan nilai korelasi yang nyata, kecuali lot benih V1 pada pengusangan fisik yang menunjukkan nilai korelasi yang tidak nyata. Potensi Tumbuh Maksimum Benih Setelah Pengusangan Fisik dan Kimia Potensi tumbuh maksimum adalah total benih hidup atau menunjukkan gejala hidup (Sadjad, 1994). Potensi tumbuh maksimum merupakan presentase pemunculan kecambah yang dihitung berdasarkan jumlah benih yang tumbuh terhadap jumlah benih yang ditanam. Tabel 4. Persamaan regresi dan nilai korelasi (r) antara potensi tumbuh maksimum benih kedelai dengan waktu pengusangan fisik dan kimia Lot
Pengusangan Fisik 2
Pengusangan Kimia
Persamaan Regresi
R
r
Persamaan Regresi
R2
r
V1
y = 100.0 - 0.0000 x
0.01*
-0.1 tn*
y = 102.9 - 0.2867 x
0.61
-0.79 **
V2
y = 116.8 - 1.547 x
0.58
-0.77 **
y = 105.1 - 0.6133 x
0.8
-0.90 **
V3
y = 104.8 - 1.920 x
0.89
-0.95 **
y = 106.4 - 1.293 x
0.89
-0.95 **
Keterangan : y = peubah potensi tumbuh maksimum (%) dan x = peubah waktu pengusangan (menit) . Angka yang diikuti oleh (*) adalah nyata pada taraf 5% dan (**) adalah nyata pada taraf 1%, dan (tn) adalah tidak nyata pada taraf 5%. (*) Nilai R2 dan r lot V1 pada pengusangan fisik diasumsikan 0.01 dan 0.1
Hasil analisis korelasi regresi antara potensi tumbuh maksimum dengan waktu pengusangan dapat dilihat pada Tabel 4. Hasilnya menunjukkan bahwa terjadi korelasi yang negatif antara potensi tumbuh maksimum dengan waktu pengusangan baik pada pengusangan fisik maupun pengusangan kimia. Gambar garis regresi antara potensi tumbuh maksimum dengan waktu pengusangan secara fisik dan kimia pada tiga lot benih dapat dilihat pada Lampiran 5 dan 6. Korelasi negatif ini menunjukkan hubungan yang berbanding terbalik antara kedua peubah, yang artinya semakin lama waktu pengusangan maka potensi tumbuh maksimum semakin rendah.
30 Nilai korelasi (r) tertinggi dari analisis regresi potensi tumbuh maksimum dengan waktu pengusangan (Tabel 4) dicapai oleh lot benih V3 pada pengusangan fisik dan pengusangan kimia sebesar 0.95. Artinya, peubah potensi tumbuh maksimum (sumbu y) dipengaruhi oleh peubah waktu pengusangan (sumbu x) sebesar 95%. Nilai korelasi yang mendekati satu (r ≈ 1) menunjukkan hubungan yang sangat erat antara waktu pengusangan dengan potensi tumbuh maksimum benih kedelai. Nilai korelasi pada seluruh lot dalam kedua pengusangan menunjukkan nilai korelasi yang nyata, kecuali lot benih V1 pada pengusangan fisik yang menunjukkan nilai korelasi yang tidak nyata. Indeks Vigor Benih Setelah Pengusangan Secara Fisik dan Kimia Presentase kecambah normal pada hitungan pertama pengujian daya berkecambah menunjukkan presentase benih yang cepat berkecambah dan hal ini menunjukkan indeks vigor. Menurut Copeland dan McDonald (2001) nilai indeks vigor benih adalah nilai perkecambahan pada hitungan pertama, yang merupakan salah satu tolok ukur yang dapat digunakan untuk menentukan vigor benih. Tingginya total kecambah normal pada hitungan pertama megindikasikan indeks vigor yang tinggi. Tabel 5. Persamaan regresi dan nilai korelasi (r) antara indeks vigor benih kedelai dengan waktu pengusangan fisik dan kimia Lot
Pengusangan Fisik 2
Pengusangan Kimia
Persamaan Regresi
R
r
Persamaan Regresi
R2
r
V1
y = 105.3 - 0.5244 x
0.28
-0.53 *
y = 102.9 - 1.359 x
0.9
-0.95 **
V2
y = 38.40 - 0.8000 x
0.76
-0.87 **
y = 9.600 - 0.1533 x
0.26
-0.52 *
V3
y = 16.00 - 0.3467 x
0.56
-0.75 **
y = 10.93 - 0.1800 x
0.38
-0.62 *
Keterangan : y = peubah indeks vigor (%) dan x = peubah waktu pengusangan (menit). Angka yang diikuti oleh tanda (*) adalah nyata pada taraf 5% dan (**) adalah sangat nyata pada taraf 1%.
Hasil analisis korelasi regresi antara indeks vigor dengan waktu pengusangan dapat dilihat pada Tabel 5. Hasilnya menunjukkan bahwa terjadi korelasi yang negatif antara indeks vigor dengan waktu pengusangan baik pada pengusangan fisik maupun pengusangan kimia. Gambar garis regresi antara indeks vigor dengan waktu pengusangan secara fisik dan kimia pada tiga lot benih
31 dapat dilihat pada Lampiran 7 dan 8. Korelasi negatif ini menunjukkan hubungan yang berbanding terbalik antara kedua peubah, yaitu semakin lama waktu pengusangan maka akan semakin rendah indeks vigornya. Benih yang memiliki vigor tinggi akan memiliki nilai perkecambahan pada hitungan pertama yang tinggi meskipun setelah mengalami penderaan uap panas maupun uap etanol dibandingkan dengan benih bervigor rendah yang akan kehilangan kemampuannya untuk berkecambah. Menurut Justice dan Bass (2002) kehilangan vigor dapat dianggap sebagai suatu tahap perantara dari kehidupan benihnya, yaitu yang terjadi antara awal dan akhir proses kemunduran (kematian). Dina et al. (2006) mengemukakan bahwa parameter yang menunjukkan menurunnya viabilitas benih lebih dini merupakan indeks vigor yang lebih peka. Nilai korelasi (r) tertinggi dari analisis regresi indeks vigor dengan waktu pengusangan (Tabel 5) dicapai oleh lot benih V1 pada pengusangan kimia sebesar 0.95. Artinya, peubah indeks vigor (sumbu y) dipengaruhi oleh peubah waktu pengusangan (sumbu x) sebesar 95%. Nilai korelasi yang mendekati satu (r ≈ 1) menunjukkan hubungan yang sangat erat antara waktu pengusangan dengan indeks vigor benih kedelai. Nilai korelasi pada seluruh lot dalam kedua pengusangan menunjukkan nilai korelasi yang nyata. Kecepatan Tumbuh Benih Setelah Pengusangan Secara Fisik dan Kimia Nilai KCT menunjukkan presentase rata-rata kecambah yang tumbuh setiap hari. Menurut Sadjad (1994) tolok ukur KCT dianggap secara umum mengindikasikan vigor benih dalam keadaan lapang yang suboptimum karena diasumsikan bahwa benih yang cepat tumbuh mampu mengatasi segala macam kondisi suboptimum. Benih yang lebih cepat tumbuh menunjukkan benih tersebut memiliki vigor yang lebih tinggi. Semakin tinggi nilai KCT maka semakin tinggi pula vigor lot benih tersebut. Hasil analisis korelasi regresi antara kecepatan tumbuh dengan waktu pengusangan dapat dilihat pada Tabel 6. Hasilnya menunjukkan bahwa terjadi korelasi yang negatif antara kecepatan tumbuh dengan waktu pengusangan baik pada pengusangan fisik maupun pengusangan kimia. Gambar garis regresi antara kecepatan tumbuh dengan waktu pengusangan secara fisik dan kimia pada tiga lot
32 benih dapat dilihat pada Lampiran 9 dan 10. Korelasi negatif ini menunjukkan hubungan yang berbanding terbalik antara kedua peubah, yang artinya semakin lama waktu pengusangan maka semakin rendah kecepatan tumbuhnya. Tabel 6. Persamaan regresi dan nilai korelasi (r) antara kecepatan tumbuh benih kedelai dengan waktu pengusangan fisik dan kimia Lot
Pengusangan Fisik 2
Pengusangan Kimia
Persamaan Regresi
R
r
Persamaan Regresi
R2
r
V1
y = 32.60 - 0.1410 x
0.22
-0.47 tn
y = 34.84 - 0.3187 x
0.87
-0.93 **
V2
y = 20.37 - 0.3796 x
0.72
-0.85 **
y = 14.90 - 0.2326 x
0.73
-0.86 **
V3
y = 12.31 - 0.2572 x
0.72
-0.85 **
y = 14.92 - 0.2154 x
0.83
-0.92 **
Keterangan : y = peubah kecepatan tumbuh benih (%/etmal) dan x = peubah waktu pengusangan (menit). Angka yang diikuti oleh tanda (*) adalah nyata pada taraf 5% dan (**) adalah sangat nyata pada taraf 1%, dan (tn) adalah tidak nyata pada taraf 5%.
Salah satu indikasi pertama dari kemunduran adalah penurunan vigor kecambah yang terlihat dari penurunan laju perkecambahan (Justice dan Bass, 2002). Sadjad et al. (1999) menyatakan bahwa benih yang vigor akan menunjukkan nilai KCT yang tinggi karena benih tersebut berkecambah cepat dalam waktu yang relatif singkat, sedangkan benih yang kurang vigor akan berkecambah normal dalam jangka waktu yang lebih lama. Nilai korelasi (r) tertinggi dari analisis regresi kecepatan tumbuh dengan waktu pengusangan (Tabel 6) dicapai oleh lot benih V1 pada pengusangan kimia sebesar 0.93. Artinya, peubah kecepatan tumbuh (sumbu y) dipengaruhi oleh peubah waktu pengusangan (sumbu x) sebesar 93%. Nilai korelasi yang mendekati satu (r ≈ 1) menunjukkan hubungan yang sangat erat antara waktu pengusangan dengan kecepatan tumbuh benih kedelai. Nilai korelasi pada seluruh lot dalam kedua pengusangan menunjukkan nilai korelasi yang nyata, kecuali lot benih V1 pada pengusangan fisik yang menunjukkan nilai korelasi tidak nyata. Analisis regresi terhadap kedua metode pengusangan pada tolok ukur yang terpilih dilakukan untuk melihat nilai koefesien determinasi R-Sq/R2 > 80%. Metode yang mempunyai tolok ukur dengan nilai R2 > 80% terbanyak adalah metode pengusangan kimia. Nilai koefisien determinasi yang tinggi menunjukkan hubungan yang erat secara kuantitatif antara waktu pengusangan benih dengan berbagai parameter viabilitas dan vigor benih yang diamati.
33 Sudut Kemiringan dan Nilai Vigor Berdasarkan garis regresi hubungan antara waktu pengusangan (sumbu X) dan tolok ukur viabilitas dan vigor benih (sumbu Y) didapatkan sudut kemiringan (α) garis regresi yang menunjukkan besarnya laju penurunan vigor benih kedelai setelah mengalami pengusangan. Sudut kemiringan (α) yang lebih besar menunjukkan laju penurunan vigor yang lebih cepat dalam hasil pengusangan. Sebaliknya, sudut kemiringan (α) yang lebih kecil menunjukkan laju penurunan vigor yang lebih lambat sehingga lot benih tersebut dapat mempertahankan viabilitas dan vigornya tetap tinggi meski sudah diusangkan. Sudut kemiringan (α) garis regresi hasil pengusangan fisik dan kimia dapat membandingkan perbedaan vigor daya simpan benih antara V1 dan V2 karena berdasarkan hasil uji viabilitas dan vigor awal kedua lot tidak berbeda nyata. Garis regresi yang menunjukkan laju penurunan vigor hasil pengusangan dengan APC IPB 77-1 MM dinilai lebih peka mendeteksi pengaruh pengusangan untuk mengetahui vigor daya simpan daripada hanya menganalisa vigor awalnya saja. Berikut digambarkan laju penurunan vigor tiga lot benih kedelai hasil pengusangan kimia pada tolok ukur potensi tumbuh maksimum (Gambar 16). Dapat dilihat bahwa lot benih V1 memiliki penurunan yang landai atau sudut kemiringan yang kecil dibandingkan dengan V2 dan V3. Artinya, V1 memiliki vigor daya simpan yang lebih besar karena kemampuannya mempertahankan vigornya tetap tinggi meskipun sudah mengalami pengusangan.
Potensi Tumbuh Maksimum (%)
120
Variable V1 V2 V3
100
80 60 40 20
0 0
10
20 30 40 50 60 70 Waktu Pengusangan (menit)
80
90
Gambar 16. Laju penurunan vigor tiga lot benih kedelai hasil pengusangan kimia pada tolok ukur potensi tumbuh maksimum
34 Nilai vigor benih hasil pengusangan fisik dan kimia (Tabel 7) merupakan fungsi nilai dari vigor awal (Va) lot benih dibagi dengan sudut kemiringan (α) garis regresi. Nilai vigor tersebut diindikasikan dapat menggambarkan vigor daya simpan benih kedelai. Tabel 7. Rekapitulasi sudut kemiringan (α) garis regresi dan nilai vigor tiga lot benih kedelai pada seluruh tolok ukur setelah pengusangan fisik dan pengusangan kimia Pengusangan Fisik Tolok Ukur
DB
PTM
IV
KCT
Lot Benih
Va (%)
α°
V1 V2 V3 V1 V2 V3 V1 V2 V3 V1 V2 V3
100 94.67 74.67 100 94.67 74.67 100 94.67 74.67 100 94.67 74.67
7.99 27.23 22.83 0.10* 26.70 31.79 9.95 14.43 6.67 8.50 22.48 15.42
Nilai Vigor (Va/α°) 12.52 3.48 3.27 1000 3.55 2.35 10.05 6.56 11.19 11.77 4.21 4.84
Pengusangan Kimia Va (%)
α°
100 94.67 74.67 100 94.67 74.67 100 94.67 74.67 100 94.67 74.67
23.76 23.16 20.36 8.23 17.46 33.94 36.35 4.67 5.03 20.32 17.47 16.18
Nilai Vigor (Va/α°) 4.21 4.09 3.67 12.15 5.42 2.20 2.75 20.25 14.84 4.92 5.42 4.62
Keterangan : IV = Indeks Vigor; DB = Daya Berkecambah; KCT = Kecepatan Tumbuh; PTM = Potensi Tumbuh Maksimum; Va = Vigor Awal; α = sudut kemiringan garis regresi. Pada sudut kemiringan yang diikuti tanda * tidak memiliki nilai sudut kemiringan dan diasumsikan 0.1.
Pada Tabel 7, tingkat vigor pada lot benih V1 dan V2 yang digunakan menunjukkan vigor awal yang tinggi (>80%), sedangkan V3 mempunyai vigor awal yang rendah (<80%). Salah satu standar kelulusan lot benih kedelai adalah daya berkecambah minimal 80% (Badan Standardisasi Nasional, 2003), sehingga jika daya berkecambah benih kurang dari itu tidak dapat dikatakan benih. Oleh karena itu, lot benih V3 tidak dapat dibandingkan dengan V1 dan V2, karena vigor awalnya yang rendah. Tabel 7 menunjukkan sudut kemiringan (α) garis regresi dan nilai vigor yang dihasilkan dari lot benih hasil pengusangan fisik dan pengusangan kimia. Pada pengusangan fisik, sudut kemiringan (α) garis regresi seluruh lot benih pada
35 seluruh tolok ukur berkisar antara 0.1° sampai dengan 31.79°. Lot benih V1 memiliki sudut kemiringan yang lebih kecil pada seluruh tolok ukur jika dibandingkan dengan V2. Pada tolok ukur potensi tumbuh maksimum, lot benih V1 tidak memiliki sudut kemiringan karena garis regresi yang linier, sehingga nilai sudut kemiringannya (α) diasumsikan sebesar 0.1. Lot benih V1 dengan vigor awal yang tinggi dan sudut kemiringan yang kecil akan menghasilkan nilai vigor yang lebih tinggi dibandingkan V2 pada seluruh tolok ukur yang diamati. Pada pengusangan kimia (Tabel 7), sudut kemiringan (α) garis regresi seluruh lot benih pada seluruh tolok ukur berkisar antara 4.67° sampai dengan 36.35°. Lot benih V1 memiliki sudut kemiringan (α) yang lebih besar dibandingkan dengan V2 pada seluruh tolok ukur, kecuali pada tolok ukur potensi tumbuh maksimum yang lebih kecil dari V2. Meskipun sudut kemiringan (α) yang besar, lot benih V1 akan tetap menghasilkan nilai vigor yang lebih tinggi pada tolok ukur daya berkecambah dan potensi tumbuh maksimum, tetapi pada tolok ukur indeks vigor dan kecepatan tumbuh, lot benih V2 yang memiliki nilai vigor yang lebih tinggi. Menurut Murniati (1986) yang meneliti benih jagung dengan vigor awal sangat tinggi memperlihatkan dampak devigorasi oleh deraan etanol pada MPC IPB 77-1 sampai 10 tingkat deraan yang tidak nyata, sedangkan Pian (1981) dengan cara yang lain menunjukkan devigorasi secara nyata pada deraan 50 menit. Kedua hasil penelitian tersebut menjukkan pengaruh deraan etanol terhadap devigorasi sangat bersifat kondisional, baik kondisi benihnya sendiri maupun lingkungan deraan (Sadjad, 1994). Perbedaan hasil pengusangan cepat secara fisik dan kimia ini perlu dikaji lebih lanjut untuk memastikan konsistensi hasil pengusangan dengan APC IPB 77-1 MM. Vigor awal yang tinggi jika dibagi dengan sudut kemiringan (α) garis regresi yang kecil akan menghasilkan nilai vigor yang tinggi, yang artinya vigor daya simpan
tinggi. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa vigor daya
simpan benih berbanding lurus dengan vigor awal benih, tetapi berbanding terbalik dengan sudut kemiringan (α) garis regresi hubungan viabilitas dan vigor benih dengan waktu pengusangan. Dalam garis viabilitas benih dari momen periode viabilitas (MPV) masak fisiologis sampai MPV mati, vigor awal berpengaruh
36 besar pada kurun waktu awal, kemudian vigor daya simpan yang sangat dipengaruhi kondisi lingkungan, dan akhirnya benih sampai pada kurun waktu menjelang kematian (Sadjad, 1994). Jika dilihat dari konsistensi nilai vigor yang dihasilkan, pengusangan fisik lebih konsisten dalam hasil pengusangan pada semua tolok ukur. Hal ini menunjukkan bahwa pengusangan fisik lebih konsisten dalam menentukan vigor daya simpan benih pada APC IPB 77-1 MM ini. Berdasarkan nilai vigor yang dihasilkan oleh lot benih V1 yang lebih besar dari V2 pada sebagian besar tolok ukur baik setelah pengusangan fisik dan pada pengusangan kimia (Tabel 7), dapat dikatakan bahwa lot benih V1 memiliki vigor daya simpan yang lebih tinggi dibandingkan V2. Instruksi Kerja APC IPB 77-1 MM Pengusangan Fisik 1. Botol penampung air diisi sebanyak 900 ml air. 2. Setelan pengatur pengusangan diatur ke arah kanan yang bertuliskan “uap air”. 3. Tombol pengatur waktu pemasukan uap ke dalam ruang deraan dan timer diatur selama 15 menit untuk proses pemanasan air. 4. Alat dinyalakan dengan menekan tombol ON dan proses pemanasan air berlangsung. 5. Jika timer sudah berbunyi dan menyala menandakan waktu habis, kemudian alat dimatikan. 6. Alat dinyalakan kembali untuk proses penampungan uap panas dengan pengaturan waktu pemasukan uap dan timer yang sama (15 menit). 7. Jika timer sudah berbunyi dan menyala menandakan waktu habis, kemudian alat dimatikan. 8. Alat Thermohygrometer dimasukkan ke dalam ruang deraan untuk mengetahui suhu dan RH di dalam ruang deraan selama proses pemasukan uap panas. 9. Tombol pengatur waktu pemasukan uap dan timer diatur selama 30 menit untuk proses pemasukan uap panas ke dalam ruang deraan.
37 10. Setelah tombol-tombol diatur, kemudian alat dinyalakan kembali untuk proses pemasukan uap panas ke dalam ruang deraan. 11. Selama proses pemasukan uap panas, perlu diperhatikan aliran uap panasnya. Jika uap panas sudah mencapai selang penghubung tabung penampung uap panas dengan ruang deraan, kran uap panas yang berwarna biru dibuka untuk membuka jalan uap panas masuk ke dalam ruang deraan. 12. Jika timer sudah berbunyi dan menyala menandakan waktu habis, kemudian alat dimatikan. 13. Alat dinyalakan kembali dengan aturan waktu pemasukan uap dan timer yang sama (30 menit). 14. Kran keluaran uap panas di tabung penampung uap panas dibuka untuk mengeluarkan sebagian uap panas dan mengatur suhu uap panas di dalam ruang deraan. 15. Selama proses pemasukan uap panas juga perlu diperhatikan suhu dan RH di dalam ruang deraan yang tertera pada alat Thermohygrometer. Jika suhu dan RH tidak berubah-ubah lagi atau konstan (±52°C dan 89%) sampai waktu habis, alat dimatikan. Namun, jika belum konstan, alat dinyalakan lagi untuk pemasukan uap panas sampai suhu dan RH konstan. 16. Setelah suhu dan RH di dalam ruang deraan konstan, sensor alat Thermohygrometer dikeluarkan. 17. Tabung-tabung wadah benih yang berisi benih yang akan diusangkan dimasukkan ke dalam ruang deraan dan ruang deraan ditutup rapat. 18. Tombol pengatur waktu pemasukkan uap panas, waktu penderaan, dan timer diatur selama 15 menit. 19. Alat dinyalakan dan proses pengusangan berlangsung. 20. Jika timer sudah berbunyi dan menyala menandakan waktu habis, kemudian alat dimatikan. 21. Tabung wadah benih diambil sebanyak 3 buah dari ruang deraan untuk hasil pengusangan 1×15 menit dan ruang deraan ditutup kembali. 22. Alat dinyalakan kembali dengan waktu pengaturan yang sama (15 menit). 23. Jika timer sudah berbunyi dan menyala menandakan waktu habis, kemudian alat dimatikan.
38 24. Tabung wadah benih diambil sebanyak 3 buah dari ruang deraan untuk hasil pegusangan 2×15 menit dan ruang deraan ditutup kembali. 25. Langkah pada poin 22 sampai dengan 24 diulangi seterusnya sampai waktu 4×15 menit dan tabung wadah benih sudah habis terambil semua. 26. Benih hasil pengusangan tersebut kemudian diuji kadar air dan dikecambahkan untuk mengamati viabilitas dan vigor benihnya. Pengusangan Kimia 1. Etanol dimasukkan ke dalam tabung pemanas etanol sebanyak ±50 ml. 2. Tabung-tabung wadah benih yang berisi benih yang akan diusangkan dimasukkan ke dalam ruang deraan dan ruang deraan ditutup rapat. 3. Setelan pengatur pengusangan diatur ke arah kiri yang bertuliskan “etanol”. 4. Tombol pengatur waktu pemasukkan uap panas, waktu penderaan, dan timer diatur selama 20 menit. 5. Kran uap etanol yang berwarna merah dibuka. 6. Alat dinyalakan dengan menekan tombol ON dan proses pengusangan berlangsung. 7. Jika timer sudah berbunyi dan menyala menandakan waktu habis, kemudian alat dimatikan. 8. Tabung wadah benih diambil sebanyak 3 buah dari ruang deraan untuk hasil pengusangan 1×20 menit dan ruang deraan ditutup kembali. 9. Alat dinyalakan kembali dengan waktu pengaturan yang sama (20 menit). 10. Jika timer sudah berbunyi dan menyala menandakan waktu habis, kemudian alat dimatikan. 11. Tabung wadah benih diambil sebanyak 3 buah dari ruang deraan untuk hasil pegusangan 2×20 menit dan ruang deraan ditutup kembali. 12. Langkah pada poin 9 sampai dengan 11 diulangi seterusnya sampai waktu 4×20 menit dan tabung wadah benih sudah habis terambil semua. 13. Benih hasil pengusangan tersebut kemudian diuji kadar air dan dikecambahkan untuk mengamati viabilitas dan vigor benihnya.
39
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Alat Pengusangan Cepat (APC) IPB 77-1 MM dapat menduga vigor daya simpan benih kedelai (Glycine max (L.) Merr.) dengan metode pengusangan fisik dan pengusangan kimia. Namun, metode pengusangan fisik lebih konsisten dibandingkan dengan pengusangan kimia. Pengusangan fisik dilakukan dengan penderaan uap panas terhadap benih selama 0, 1×15, 2×15, 3×15 dan 4×15 menit pada suhu ±52° dan RH 89%, sedangkan pengusangan kimia dilakukan dengan penderaan uap etanol 95% terhadap benih selama 0, 1×20, 2×20, 3×20 dan 4×20 menit pada suhu ±32° dan RH 82%. Dari segi teknis, prosedur pengusangan kimia lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan pengusangan fisik. Saran Perlu modifikasi lebih lanjut pada metode pengusangan fisik agar lebih mudah dalam pelaksanaannya, dan penyempurnaan pada metode pengusangan kimia agar lebih konsisten dalam hasil pengusangan terhadap kemunduran benih. Selain itu, perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk membandingkan vigor daya simpan hasil pengusangan APC IPB 77-1 MM dengan penyimpanan alami untuk mengetahui daya simpan benih.
40
DAFTAR PUSTAKA Afifah, S. 1990. Pengaruh Kondisi Kulit Benih Terhadap Viabilitas Benih pada Berbagai Varietas Kedelai. Skripsi. Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 103 hal. Atikah, T. 1989. Studi Pembandingan Berbagai Tolok Ukur Viabilitas untuk Metode Pengusangan Cepat cara Fisik dan cara Kimia pada Benih Padi (Oryza sativa L.) Jagung (Zea mays L.) dan Kedelai (Glycine max Merr). Skripsi. Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Badan Pusat Statistik. 2009. Produksi dan produktivitas tanaman pangan. http://www.bps.go.id. [10 Juli 2012]. Badan Standardisasi Nasional. 2003. Benih Kedelai Kelas Benih Penjenis (BS). Badan Standardisasi Nasional. Jakarta. 17 hal. Copeland, O.L., and M.B McDonald. 2001. Principle of Seed Science and Technology. New York : Chapman & Hall. 408 hal. Dina, M.E. Hartati, Ismiatun, dan Ismanto. 2006. Pengujian vigor benih : Telaah prospek penerapannya di Indonesia. Vigor. Jurnal Informasi Pengembangan Mutu Benih 4(4):14. International Seed Testing Association. 2007. Seed Science and Technology. International Rules for Seed Testing. International Seed Testing Association. Zurich. International Seed Testing Association. 2010. Seed Science and Technology. International Rule For Seed Testing. International Seed Testing Association. Switzerland. Justice, O. L. dan L. N. Bass. 2002. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih (diterjemahkan dari : Principles and Practices of Seed Storage, penerjemah : R. Roesli) Ed. 1 Cet. 3. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 446 hal. Mugnisjah, W. Q., A. Setiawan, Suwarto, C. Santiwa. 1994. Panduan Praktikum dan Penelitian Bidang Ilmu dan Teknologi Benih. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 283 hal. Murniati, E. 1986. Beberapa Tolok Ukur Vigor Awal Benih Jagung (Zea mays L.) untuk Indikasi Status Vigor Benih, Pertumbuhan dan Produksi. Tesis. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 67 hal. Pian, Z. A. 1981. Pengaruh Uap Etil Alkohol terhadap Viabilitas Benih Jagung (Zea mays L.) dan Pemanfaatannya untuk Menduga Daya Simpan. Disertasi. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 278 hal.
41 Rahayu, M., Sudarto, K. Puspadi, I. Mardian. 2009. Paket Teknologi Produksi Benih Kedelai. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat. Nusa Tenggara Barat. 48 hal. Sadjad, S., M. B. Purnomohadi, E. Murniati, F. C. Suwarno, dan S. Ilyas. 1982. Penelitian Akurasi Alat Penduga Daya Simpan Benih Type IPB 77-1. Laporan Akhir Penelitian. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 36 hal. _______. 1991. Modifikasi Mesin Pengusangan Cepat IPB 77-1. Laporan Akhir Hasil Penelitian. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 40 hal. _______. 1993. Dari Benih Kepada Benih. Grasindo. Jakarta. 144 hal. _______. 1994. Kuantifikasi Metabolisme Benih. Grasindo. Jakarta. 160 hal. _______., E. Murniati, dan S. Ilyas. 1999. Parameter Pengujian Vigor Benih dari Komparatif ke Simulatif. Grasindo. Jakarta. 185 hal. _______. 2010. Menduga kekuatan benih. Sinar Tani Edisi 29(3373):11 Saenong, S. dan S. Sadjad. 1984. Alat IPB 77-1 untuk Pendeteksian Vigor Benih Jagung (Zea Mays L.) oleh Keragaman Faktor Indus. Jurusan Agronomi, Faperta, IPB. Bogor.
Suhartanto, M. R. 1994. Studi Sistem Multiplikasi Devigorasi secara Fisik dan Kimi pada Kasus Kemunduran Viabilitas Benih Kedelai (Glycine max L. Merr.) Akibat Goncangan. Tesis. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. 51 hal. Suseno, H. 1975. Fisiologi dan biokomia kemunduran benih, hal 87. Dalam S. Sadjad, H. Suseno, S. S. Harjadi, J. Soekarta, Mugikarso, dan Sudarsono (Eds). Dasar-dasar Teknologi Benih: Capita Selecta. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sutopo, L. 2010. Teknologi Benih. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. 238 hal. Tatipata, A. 1993. Dampak Variasi Deraan dalam Mesin Pengusangan Cepat IPB 77-1 M terhadap Aberasi Kromosom Kedelai (Glycine max L. Merr.). Tesis. IPB. 63 hal. Tatipata, A., P. Yudono, A. Purwantoro, dan W. Mangoendidjojo. 2004. Kajian aspek fisiologi dan biokimia deteriorasi benih kedelai dalam penyimpanan. Jurnal Ilmu Pertanian 11(2):76-87. Wirawan, B. dan S. Wahyuni. 2002. Memproduksi Benih Bersertifikat. Penebar Swadaya. Jakarta. 120 hal.
42
LAMPIRAN
43 Lampiran 1. Garis regresi antara kadar air dengan waktu pengusangan fisik pada tiga lot benih kedelai 36
Variable V1 V2 V3
Kadar Air (%)
34
32
30
28
26 0
10
20 30 40 Waktu Pengusangan (menit)
50
60
Lampiran 2. Garis regresi antara kadar air dengan waktu pengusangan kimia pada tiga lot benih kedelai Variable V1 V2 V3
31 30
Kadar Air (%)
29 28 27 26 25 24 23 22 0
10
20 30 40 50 60 70 Waktu Pengusangan (menit)
80
90
44 Lampiran 3. Garis regresi antara daya berkecambah dengan waktu pengusangan fisik pada tiga lot benih kedelai Variable V1 V2 V3
Daya Berkecambah (%)
100
75
50
25
0
0
10
20 30 40 Waktu Pengusangan (menit)
50
60
Lampiran 4. Garis regresi antara daya berkecambah dengan waktu pengusangan kimia pada tiga lot benih kedelai 125
Variable V1 V2 V3
Daya Berkecambah (%)
100
75
50
25
0
0
10
20 30 40 50 60 70 Waktu Pengusangan (menit)
80
90
45 Lampiran 5. Garis regresi antara potensi tumbuh maksimum dengan waktu pengusangan fisik pada tiga lot benih kedelai
Potensi Tumbuh Maksimum (%)
120
Variable V1 V2 V3
100 80 60 40 20 0
0
10
20 30 40 Waktu Pengusangan (menit)
50
60
Lampiran 6. Garis regresi antara potensi tumbuh maksimum dengan waktu pengusangan kimia pada tiga lot benih kedelai
Potensi Tumbuh Maksimum (%)
120
Variable V1 V2 V3
100
80 60 40 20
0 0
10
20 30 40 50 60 70 Waktu Pengusangan (menit)
80
90
46 Lampiran 7. Garis regresi antara indeks vigor dengan waktu pengusangan fisik pada tiga lot benih kedelai 120
Variable V1 V2 V3
Indeks Vigor (%)
100 80 60 40 20 0
0
10
20 30 40 Waktu Pengusangan (menit)
50
60
Lampiran 8. Garis regresi antara indeks vigor dengan waktu pengusangan kimia pada tiga lot benih kedelai Variable V1 V2 V3
100
Indeks Vigor (%)
80
60
40
20
0 0
10
20 30 40 50 60 70 Waktu Pengusangan (menit)
80
90
47 Lampiran 9. Garis regresi antara kecepatan tumbuh dengan waktu pengusangan fisik pada tiga lot benih kedelai 35
Variable V1 V2 V3
Kecepatan Tumbuh (%/etmal)
30 25 20 15 10 5 0 -5 0
10
20 30 40 Waktu Pengusangan (menit)
50
60
Lampiran 10. Garis regresi antara kecepatan tumbuh dengan waktu pengusangan kimia pada tiga lot benih kedelai
Kecepatan Tumbuh (%/etmal)
40
Variable V1 V2 V3
30
20
10
0
0
10
20 30 40 50 60 70 Waktu Pengusangan (menit)
80
90