DETEKSI STATUS VIGOR BENIH KEDELAI (Glycine max L. Merr) MELALUI METODA UJI DAYA HANTAR LISTRIK
DEWI TALIROSO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Deteksi Status Vigor Benih Kedelai (Glycine max
L. Merr) melalui Metoda Uji Daya Hantar Listrik
adalah karya saya sendiri di bawah bimbingan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Maret 2008 Dewi Taliroso NIM. A351050131
ABSTRACT DEWI TALIROSO. Conductivity Seed Testing to Determine Status of Soybean (Glycine max L. Merr) Seed Vigor. Under direction of FAIZA C. SUWARNO and ENDANG MURNIATI Identity of seed quality written at seed label consisted of data of water content, purity of seed and seed germination (SG). SG is physiological quality data of seed which is obtained by germination test that performed in optimum and controlled condition yields a maximum germination. Practically, cultivation in field scale more often not optimize than in laboratory, so that, high germination seed may perform low seed germination in field scale. Based on this fact, it is required germination test which may detect the ability of seed germination precisely and the correlation with growth in the field. Conductivity Test is one of vigor examination which particularly excellence. This test is vigor examination for pea seed (Pisum sativum). The result of electric conductivity of soybean seed may not accepted as formal method in ISTA Rules, therefore further research is required to prove it scientifically. The experiment was aimed (1) to study the effect of different varieties (large and medium size) on seed conductivity and some parameters of vigor, (2) to study the effect of storage period on conductivity and some parameters of vigor (3) to study the effect of interaction between varieties and seed longevity on seed conductivity and some parameters of vigor, (4) to study the correlation between soybean seed conductivity and some parameters of seed vigor, (5) to study the estimation of seed longevity by using seed conductivity The experiment was conducted in the laboratory of BBPPMBTPH, Cimanggis, Depok from December 2006 up to June 2007. The experiment was arranged in Split Plot Design with two factors. The first factor was variety which was consisted of 6 levels i.e. Panderman, Burangrang, Baluran, Sinabung, Wilis and Kaba. The second factor was storage period which was consisted of 8 levels i.e. 0, 3, 6, 9, 12, 15, 18, 21 weeks. The observation was done in every 3 weeks. The parameters were seed quality (viability and vigor test) i.e. water content (WC), electric conductivity (EC), seed germination (SG), index vigor (IV), speed of germination (SoG), viability after accelerated ageing (VAA), and field emergence (FE). The result showed that large size soybean variety has WC, FE, and EC which is not significantly different from medium size soybean variety, meanwhile for variable of IV, SoG, and VAA of large size soybean variety has lower value than medium size. Variable of SG and K ion from large size soybean variety has higher value level. The changes in SG, VI, SoG, VAA, FE, EC and K ion during storage period was differ among varieties. Variety of Burangrang is variety which capable to maintain the longest viability and vigor and then followed by variety of Kaba. Regression and correlation analysis showed that the conductivity test closely related to seed vigor, so that the conductivity test could be used for determination of seed vigor. Conductivity test could be used for estimating soybean field emergence and seed storability. The estimation of soybean field emergence could be obtained by equation of y = -0.195X2 + 4.3296X + 80.165. The estimation of large size seed longevity could be determined by equation y = 0.0328X2 + 2.9211X + 63.559, and for medium size, the equation was y = 0.0018X2 - 2.0266X + 60.975. For both large and medium size seed, the equation was y = 0.0434X2 - 3.6431X + 74.78. Key word: Conductivity test, soybean, vigor
RINGKASAN DEWI TALIROSO. Deteksi Status Vigor Benih Kedelai (Glycine max L. Merr) melalui Uji Daya Hantar Listrik. Dibimbing oleh FAIZA C. SUWARNO dan ENDANG MURNIATI Identitas mutu yang tercantum pada label benih terdiri atas data kadar air, kemurnian benih dan daya berkecambah (DB). DB merupakan data mutu fisiologis benih yang diperoleh melalui pengujian daya berkecambah yang dilakukan dalam kondisi optimum dan terkontrol sehingga menghasilkan perkecambahan maksimum. Pada kenyataannya kondisi penanaman di lapang lebih sering tidak se-optimum kondisi di laboratorium, sehingga lot benih yang mempunyai persentase daya berkecambah tinggi dapat memiliki nilai pemunculan kecambah (field emergence) yang rendah di lapang. Melihat kenyataan di atas diperlukan adanya suatu pengujian mutu benih yang mampu mendeteksi daya tumbuh benih secara cepat dan berkorelasi dengan pertumbuhan di lapang. Conductivity Test (pengujian konduktivitas) atau umumnya dikenal dengan istilah “Daya Hantar Listrik” pada benih merupakan salah satu pengujian vigor yang memiliki keunggulan tersendiri. Pengujian ini merupakan pengujian vigor yang sudah valid untuk benih kacang kapri (Pisum sativum). Prinsip pengujian daya hantar listrik dilakuan dengan cara mengukur daya hantar listrik ion-ion anorganik yang terdapat pada larutan. Semakin tinggi kandungan ion-ion anorganik yang ada dalam larutan, akan menunjukkan nilai daya hantar listrik yang tinggi. Hasil penelitan uji daya hantar listrik untuk benih kedelai belum diterima sebagai metode resmi dalam ISTA Rules, oleh karena itu diperlukan penelitian-penelitian untuk membuktikannya secara ilmiah. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui pengaruh varietas kedelai berukuran besar dan sedang terhadap daya hantar listrik dan berbagai peubah vigor benih (2) mengetahui pengaruh periode simpan terhadap daya hantar listrik dan berbagai peubah vigor benih (3) mengetahui pengaruh interaksi varietas dan periode simpan terhadap daya hantar listrik dan berbagai peubah vigor benih (3) mempelajari korelasi antara daya hantar listrik benih kedelai dengan berbagai peubah vigor benih (4) mempelajari pendugaan daya simpan benih dengan menggunakan DHL. Penelitian ini dilaksanakan di BBPPMBTPH, Cimanggis, Depok dari bulan Juni hingga Desember 2007. Penelitian ini disusun dengan menggunakan rancangan petak terbagi (Split Plot Design) yang terdiri dari dua faktor. Faktor pertama adalah varietas yang terdiri dari 6 (enam) taraf yaitu: Panderman, Burangrang, Baluran, Sinabung, Wilis dan Kaba. Faktor kedua adalah periode simpan sebagai anak petak yang terdiri dari 8 (delapan) taraf yaitu: penyimpanan 0 minggu hingga 21 minggu. Pengamatan terhadap viabilitas dan vigor benih dilakukan setiap 3 minggu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Varietas kedelai ukuran besar memiliki nilai KA, DT dan DHL yang tidak berbeda nyata dengan varietas kedelai ukuran sedang, sedangkan IV, KCT, dan VAA varietas kedelai berukuran besar mempunyai nilai yang lebih rendah dari pada varietas kedelai berukuran sedang. Pada peubah DB dan ion K, varietas kedelai ukuran besar memiliki nilai yang lebih tinggi. Perubahan nilai DB, IV, KCT, VAA, DT, DHL dan ion K selama periode simpan berbeda antar varietas. Varietas Burangrang merupakan varietas yang mampu mempertahankan viabilitas dan vigor paling lama ditunjukkan oleh DB
yang menurun pada minggu ke 21, KCT pada minggu ke 18 dan DT pada minggu ke 9, diikuti varietas Kaba (DB menurun pada minggu ke 21, KCT pada minggu ke 18 dan DT pada minggu ke 3). Hasil analisis regresi dan korelasi membuktikan bahwa DHL memiliki keeratan hubungan yang nyata dengan tolok ukur vigor benih kedelai yang diamati (IV, KCT, VAA, dan DT) sehingga DHL terbukti dapat digunakan untuk menentukan status vigor. Uji DHL dapat digunakan untuk mendeteksi Daya Tumbuh (DT) dan Daya Simpan (DS) benih kedelai. Pendugaan DT dapat diperoleh dengan persamaan y = -0,195x2 + 4,3296x + 80,165. Pendugaan DS pada varietas kedelai berukuran besar dapat ditentukan dengan persamaan y= 0,0328X2 - 2,9211x+63,559, pada varietas kedelai berukuran sedang diperoleh persamaan y = 0.0018x2 - 2.0266x + 60.975. Pada varietas kedelai ukuran besar dan sedang persamaan yang diperoleh y= 0,0434X2-3,6431x+74,78. Kata kunci : kedelai, vigor, uji daya hantar listrik
DETEKSI STATUS VIGOR BENIH KEDELAI (Glycine max L. Merr) MELALUI METODA UJI DAYA HANTAR LISTRIK
DEWI TALIROSO
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Agronomi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
Judul Tesis Nama NIM
: Deteksi Status Vigor Benih Kedelai (Glycine max L. Merr) melalui Metoda Uji Daya Hantar Listrik : Dewi Taliroso : A351050131
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Faiza C. Suwarno, M.S. Ketua
Dr. Ir. Endang Murniati, M.S. Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Agronomi
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, M.S
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S
Tanggal Lulus: 14 MAR 2008
Tanggal Ujian: 15 Februari 2008
Penguji Luar komisi pada Ujian Tesis: Ir. Abdul Qadir, M.St
PRAKATA
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya maka kami dapat menyelesaikan tesis ini. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan dari Bulan Desember 2006 hingga Bulan Juni 2007 ini adalah Deteksi Status Vigor Benih Kedelai (Glycine max
L. Merr) melalui
Metoda uji Daya hantar Listrik. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Faiza C. Suwarno, M.S dan Dr. Ir. Endang Murniati, M.S selaku pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan dan saran serta Ir Abdul Qadir, M.St selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan kritik dan masukan untuk perbaikan tesis ini. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Kepala Balai Besar Pengembangan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikltura (Balai Besar PPMBTPH), Departemen Pertanian atas fasilitas yang telah diberikan kepada penulis selama penulis menempuh pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB. Ungkapan
terima
kasih juga disampaikan kepada Ir. Akhmad Riyadi
Wastra, MM dan Keluarga yang tidak pernah bosan memberi motivasi. Rasa terima kasih tidak lupa penulis tujukan pada rekan-rekan di Balai Besar PPMBTPH, teman-teman mahasiswa pascasarjana Program Studi Agronomi yang telah mendukung kelancaran penyelesaian pendidikan penulis. My beloved family suamiku dan buah hatiku “Nanda”, bunda tersayang di Karawang serta ibu Tangerang atas segala doa, dorongan semangat dan pengertiannya. Semoga karya ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2008 Dewi Taliroso
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kabupaten Karawang, pada tanggal 31 Mei 1967. Penulis adalah anak ke-tiga dari
enam
bersaudara dari pasangan Bapak
Soeparto Wachyudianto, B.Sc (alm) dengan Hj. Triatmi. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Dharma Bhakti I Karawang pada Tahun 1979, kemudian pada Tahun 1982 penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Pertama Negeri II Karawang. Tahun 1985 Penulis lulus dari SMAN Kalasan Yogyakarta selanjutnya penulis masuk ke Institut Pertanian “INSTIPER” Yogyakarta dan lulus pada Tahun 1990. Pendidikan Program Pasca Sarjana Magister Manajemen telah diselesaikan oleh penulis pada Tahun 2005 dengan memilih jurusan Sumber Daya Manusia di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi “IPWIJA” Jakarta. Riwayat pekerjaan penulis diawali dari pengangkatan sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) pada Tahun 1992 di Departemen Pertanian dan ditugaskan di Satuan Tugas Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (Satgas BPSB) I DKI Jakarta. Tahun 2000 penulis memperoleh jabatan fungsional sebagai Pengawas Benih Tanaman Ahli Muda di Balai
Pengembangan
Mutu
Benih
Tanaman
Pangan
dan
Hortikultura
(BPMBTPH). Tahun 2002, penulis berhenti sementara dari pejabat fungsional dan mendapat tugas sebagai Kepala Seksi Jaringan Laboratorium di BPMBTPH. Seiring dengan berjalannya waktu dan adanya perubahan struktur dan organisasi BPMBTPH menjadi Balai Besar Pengembangan dan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (Balai Besar PPMBTPH), saat ini penulis aktif di BBPPMBTPH sebagai Kepala Seksi Informasi dan Dokumentasi. Pada Tahun 2005, penulis mendapat kesempatan untuk menempuh pendidikan ke Sekolah Pascasarjana, IPB dengan biaya dari DIPA BPMBTPH. Penulis diterima di program studi Agronomi dengan minat khusus Ilmu dan Teknologi Benih.
DAFTAR ISI Halaman
DAFTAR TABEL………………………………………..……………...........
vi
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………...........
vii
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………..…………............
viii
PENDAHULUAN………………….………………………...……………..........
1
Latar Belakang.....……...………. ……………...……...…....……........
1
Tujuan Penelitian ……………………….……...………...……….........
3
Hipotesis............................................................................................. 3 TINJAUAN PUSTAKA.. ………...………………………………..……..........
4
Viabilitas Benih ...............................................................................
4
Vigor Benih .....................................................................................
5
Berbagai Metode Pengujian Vigor Benih ..........................................
7
BAHAN DAN METODE …………………………………................................. 17 Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................
17
Bahan dan Alat ................................................................................ 17 Metode ............................................................................................
18
HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………………………………. 26 Pengaruh Varietas Kedelai Ukuran Besar dan Sedang, Periode Simpan dan Interaksinya terhadap Viabilitas dan Vigor Benih ........ 26 Korelasi antara Daya Hantar Listrik Benih dengan Berbagai Peubah Vigor Benih .........................................................................
45
Pendugaan Daya Tumbuh di Lapang berdasarkan Peubah Daya Hantar Listrik (DHL) .......................................................................... 57 Pendugaan Daya Simpan Benih Kedelai dengan Menggunakan Peubah Daya Hantar Listrik (DHL) .................................................. 59 KESIMPULAN DAN SARAN......................................................................... 62 Kesimpulan........................................................................................ 62 Saran ................................................................................................ 62 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
63
LAMPIRAN ..................................................................................................
67
DAFTAR TABEL Halaman 1 Pengujian vigor benih yang dilakukan secara rutin di Brazil untuk beberapa jenis tanaman .....................................................................
8
2 Pengujian vigor pada berbagai benih tanaman menggunakan metode Accelerated Aging..................................................................
11
3 Interpretasi hasil uji konduktivitas listrik pada benih kapri.....................................................................................................
13
4 Berbagai varietas kedelai sebagai bahan penelitian...........................
17
5 Mutu awal benih kedelai varietas Panderman, Burangrang, Baluran, Sinabung, Wilis dan Kaba ..................................................................
26
6 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh varietas (V), periode simpan (P) dan Interaksi antara varietas dan periode simpan (VxP) terhadap peubah yang diamati .........................................................................
27
7 Rata-rata kadar air benih (%) dari 6 varietas kedelai pada beberapa periode simpan....................................................................................
28
8 Rata-rata daya berkecambah (%) dari 6 varietas kedelai pada beberapa periode simpan...................................................................
31
9 Rata-rata indeks vigor (%) dari 6 varietas kedelai pada beberapa periode simpan....................................................................................
34
10 Rata-rata persentase kecepatan tumbuh (%/etmal) dari 6 varietas kedelai pada beberapa periode simpan..............................................
36
11 Rata-rata persentase viabilitas setelah didera fisik (VAA) dari 6 varietas kedelai pada beberapa periode simpan................................
38
12 Rata-rata persentase daya tumbuh dari 6 varietas kedelai pada beberapa periode simpan………………………………….....................
39
-1 -1
13 Rata-rata nilai daya hantar listrik (µS cm g ) dari 6 varietas kedelai pada beberapa periode simpan……………………………………….....
41
14 Rata-rata nilai ion K (ppm) dari 6 varietas kedelai pada beberapa periode simpan…………………………………………...........................
44
15 Persamaan regresi antara DHL dengan beberapa peubah vigor benih kedelai........................................................................................
45
16 Persamaan regresi antara DHL dengan beberapa peubah vigor benih kedelai berukuran besar.............................................................
49
17 Persamaan regresi antara DHL dengan beberapa peubah vigor benih kedelai berukuran sedang..........................................................
53
18 Pendugaan daya tumbuh benih kedelai di lapang berdasarkan nilai DHL......................................................................................................
58
19 Pendugaan daya simpan benih kedelai berdasarkan nilai DHL...........
61
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Bagan Alir Penelitian ...............................................................................
21
2 Garis regresi antara nilai DHL dan DB benih kedelai.............................
46
3 Garis regresi antara nilai DHL dan IV benih kedelai...............................
47
4 Garis regresi antara nilai DHL dan KCT benih kedelai..............................
47
5 Garis regresi antara DHL dan VAA benih kedelai.....................................
48
6 Garis regresi antara DHL dan DT benih kedelai.....................................
48
7 Garis regresi antara nilai DHL dan Ion K benih kedelai...........................
49
8 Garis regresi antara nilai DHL dan DB benih kedelai ukuran besar........ 50 9 Garis regresi antara nilai DHL dan IV benih kedelai ukuran besar.........
50
10 Garis regresi antara nilai DHL dan KCT benih kedelai ukuran besar........
51
11 Garis regresi antara nilai DHL dan VAA benih kedelai ukuran besar........
51
12 Garis regresi antara nilai DHL dan DT benih kedelai ukuran besar......... 52 13 Garis regresi antara nilai DHL dan Ion K (ppm) benih kedelai ukuran besar.........................................................................................................
52
14 Garis regresi antara nilai DHL dan DB benih kedelai ukuran sedang ....
54
15 Garis regresi antara nilai DHL dan IV benih kedelai ukuran sedang.....
54
16 Garis regresi antara nilai DHL dan KCT benih kedelai ukuran sedang....
55
17 Garis regresi antara DHL dan VAA benih kedelai ukuran sedang.............
55
18 Garis regresi antara nilai DHL dan DT benih kedelai ukuran sedang......
56
19 Garis regresi antara nilai DHL dan Ion K benih kedelai ukuran sedang...
56
20 Garis regresi polynomial antara nilai DHL dan DT benih kedelai ukuran besar dan sedang.........................................................................
58
21 Garis regresi antara DHL dan daya simpan benih kedelai ukuran besar.........................................................................................................
60
22 Garis regresi antara DHL dan daya simpan benih kedelai ukuran sedang......................................................................................................
60
23 Garis regresi antara nilai DHL dan daya simpan benih kedelai ukuran besar dan sedang.........................................................................
61
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Deskripsi benih kedelai varietas Panderman...........................................
68
2 Deskripsi benih kedelai varietas Burangrang...........................................
69
3 Deskripsi benih kedelai varietas Baluran..................................................
70
4 Deskripsi benih kedelai varietas Sinabung...............................................
71
5 Deskripsi benih kedelai varietas Wilis.......................................................
72
6 Deskripsi benih kedelai varietas Kaba .....................................................
73
7 Data Suhu (oC) dan kelembaban (%) di ruang simpan benih...................
74
8 Tabel kondisi iklim rata-rata bulanan di wilayah Cibinong dari bulan Desember 2006 hingga Juli 2007.. ................................... ......................
74
9 Benih kedelai yang digunakan sebagai bahan penelitian………………...
75
10 Kondisi penyimpanan benih kedelai selama 21 minggu...........................
75
11 Pengujian daya tumbuh benih kedelai di lapang......................................
76
12 Pengujian benih dengan metoda Accelerated Ageing..............................
76
13 Pengujian benih dengan metoda uji daya hantar listrik............................
76
14 Sidik ragam pengaruh varietas dan periode simpan terhadap peubah kadar air (KA) benih Kedelai ....................................................................
77
15 Sidik ragam pengaruh varietas dan periode simpan terhadap peubah daya berkecambah (DB) benih Kedelai ...................................................
77
16 Sidik ragam pengaruh varietas dan periode simpan terhadap peubah indeks vigor (IV) benih kedelai ... ............................................................
77
17 Sidik ragam pengaruh varietas dan periode simpan terhadap peubah kecepatan tumbuh (KCT) benih kedelai... ................................................
78
18 Sidik ragam pengaruh varietas dan periode simpan terhadap peubah vigor setelah Accelerated Ageing (VAA) benih Kedelai.............................
78
19 Sidik ragam Pengaruh varietas dan periode simpan terhadap peubah daya Tumbuh (DT) benih Kedelai.......... ..................................................
78
20 Sidik ragam pengaruh varietas dan periode simpan terhadap Peubah DHL benih Kedelai....................................................................................
79
21 Sidik ragam pengaruh varietas dan periode simpan terhadap Kandungan ion K benih Kedelai ..............................................................
79
22 Sidik ragam pengaruh ukuran varietas kedelai dan periode simpan terhadap peubah kadar air (KA) ............................................................
79
23 Sidik ragam pengaruh ukuran varietas kedelai dan periode simpan terhadap peubah daya berkecambah (DB) ............................................
80
24 Sidik ragam persamaan regresi antara DHL dan DB pada semua varietas kedelai .......................................................................................
80
Halaman 25 Sidik ragam persamaan regresi antara DHL dan IV pada semua varietas kedelai .......................................................................................
80
26 Sidik ragam persamaan regresi antara DHL dan VAA pada semua varietas kedelai .......................................................................................
81
27 Sidik ragam persamaan regresi antara DHL dan KCT pada pada semua varietas kedelai .......................................................................................
81
28 Sidik ragam persamaan regresi antara DHL dan DT pada semua varietas kedelai .......................................................................................
81
29 Sidik ragam persamaan regresi antara DHL dan Ion K pada semua varietas kedelai .......................................................................................
81
30 Sidik ragam persamaan regresi antara DHL dan DB pada varietas kedelai berukuran besar.........................................................................
82
31 Sidik ragam persamaan regresi antara DHL dan IV pada varietas kedelai berukuran besar.........................................................................
82
32 Sidik ragam persamaan regresi antara DHL dan KCT pada varietas kedelai berukuran besar..........................................................................
82
33 Sidik ragam persamaan regresi antara DHL dan VAA pada varietas kedelai berukuran besar.........................................................................
82
34 Sidik ragam persamaan regresi antara DHL dan DT pada varietas kedelai berukuran besar..........................................................................
83
35 Sidik ragam persamaan regresi antara DHL dan Ion K pada varietas kedelai berukuran besar............................................................
83
36 Sidik ragam persamaan regresi antara DHL dan DB pada varietas kedelai berukuran sedang.......................................................................
83
37 Sidik ragam persamaan regresi antara DHL dan IV pada varietas kedelai berukuran sedang.......................................................................
83
38 Sidik ragam persamaan regresi antara DHL dan VAA pada varietas kedelai berukuran sedang.......................................................................
84
39 Sidik ragam persamaan regresi antara DHL dan KCT pada varietas kedelai berukuran sedang.......................................................................
84
40 Sidik ragam persamaan regresi antara DHL dan DT pada varietas kedelai berukuran sedang.......................................................................
84
41 Sidik ragam persamaan regresi antara DHL dan Ion K pada varietas kedelai berukuran sedang..........................................................
84
PENDAHULUAN Latar Belakang Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan tanaman yang penting bagi Indonesia. Biji kedelai memiliki kandungan gizi yang tinggi, sehingga dapat digunakan sebagai sumber kalori dan protein nabati yang murah harganya. Ratarata kebutuhan kedelai mencapai 2 juta ton/tahun, sedangkan produksi kedelai dalam negeri hanya 0,8 juta ton/tahun, sehingga untuk memenuhinya diperlukan impor sebanyak 1,2 juta ton, yang berdampak terhadap menghilangnya devisa negara sebesar Rp. 3 triliun per tahun (Deptan, 2006). Guna pemenuhan akan kebutuhan kedelai, Pemerintah telah mencanangkan program Bangkit Kedelai, yang dilaksanakan mulai tahun 2007 sampai tahun 2014 (Deptan, 2007). Program ini bertujuan untuk (1) meningkatkan produksi dan produktivitas, (2) mempercepat penerapan alih teknologi, (3) memperbaiki mutu lahan, (4) memperbaiki tata niaga kedelai, dan (5) mempercepat swasembada kedelai. Upaya swasembada kedelai melalui program intensifikasi maupun ekstensifikasi perlu ditingkatkan. Intensifikasi kedelai di beberapa daerah pelaksana Intensifikasi Khusus (Insus) dapat meningkatkan produksi dari 1,2 juta ton/ha menjadi 2,0 - 2,5 ton/ha. Program ekstensifikasi masih memungkinkan pada tanah sawah berpengairan, tadah hujan dan lahan kering (Deptan, 2003). Salah satu faktor pembatas produksi benih kedelai di daerah tropis adalah benih bermutu. Berdasarkan data dari Direktorat Perbenihan tanaman Pangan (2005), kebutuhan benih kedelai pada tahuan 2004 adalah sebesar 54.954 ton sedangkan ketersediaan benih hanya sebesar 4.395 ton. Cepatnya
kemunduran
benih
selama
penyimpanan
mengurangi
penyediaan benih bermutu tinggi. Menurut Sadjad (1980) dengan kandungan protein yang tinggi (+ 37%), benih kedelai memerlukan penanganan khusus karena sifatnya yang sangat peka terhadap perlakuan suhu dan RH. Pada suhu 30oC dan kadar air benih 14 %, benih kedelai tidak dapat mempertahankan viabilitasnya dalam waktu 3 bulan Menurut Copeland dan McDonald (1995), kemunduran benih merupakan proses penurunan mutu secara berangsur-angsur dan kumulatif serta tidak dapat balik (irreversible) akibat perubahan fisiologis yang disebabkan oleh faktor dalam. Proses penuaan atau mundurnya vigor secara fisiologis ditandai dengan
2 penurunan daya berkecambah, peningkatan jumlah kecambah abnormal, penurunan pemunculan kecambah di lapangan (field emergence), terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan tanaman, meningkatnya kepekaan terhadap lingkungan yang ekstrim yang akhirnya dapat menurunkan produksi tanaman. Pengujian daya berkecambah (DB) merupakan pengujian yang digunakan secara luas oleh industri benih. Pengujian DB di laboratorium pengujian mutu benih selalu dilakukan dalam kondisi optimum dan terkontrol sehingga menghasilkan perkecambahan maksimum. Pada kenyataannya kondisi penanaman di lapang lebih sering tidak se-optimum kondisi di laboratorium, sehingga lot benih yang mempunyai persentase daya berkecambah tinggi dapat memiliki nilai pemunculan kecambah (field emergence) yang rendah di lapang. Melihat kenyataan tersebut diperlukan adanya suatu pengujian mutu benih yang mampu mendeteksi kemampuan daya tumbuh benih di lapang. Pengujian vigor untuk kedelai (Glycine max L.) yang sudah diterima sebagai metode resmi dalam peraturan ISTA (International Seed Testing Association) adalah pengujian viabilitas setelah didera fisik (Accelerated Ageing Test) dan pengujian viabilitas secara biokhemis (uji tetrazolium/TZ). Namun dalam
pelaksanaannya
pengujian-pengujian
tersebut
memiliki
beberapa
kelemahan. Pada pengujian Vigor setelah AA, waktu yang diperlukan melebihi uji DB, yaitu 11 hari. Kelemahan pada pelaksanaan uji tetrazolium adalah sangat subyektif tergantung dari analis yang terlatih dan berpengalaman dalam menganalisis hasil pengujian. Menurut Copeland dan McDonald (1995), kendala dalam evaluasi vigor pada uji TZ adalah standardisasi kemampuan analis untuk menentukan tingkat vigor benih dan ketidakmampuan pengujian TZ untuk mendeteksi fitotoksik. Conductivity Test (pengujian konduktivitas) atau umumnya dikenal dengan istilah “Daya Hantar Listrik” pada benih merupakan salah satu pengujian vigor yang memiliki keunggulan tersendiri. Pengujian ini telah direkomendasikan oleh ISTA dalam peraturannya Tahun 2006 untuk kacang kapri (Pisum sativum) karena memiliki korelasi dengan daya tumbuh di lapang. Prinsip pengukuran uji daya hantar listrik adalah menganalisis ion-ion anorganik dan senyawa organik yang terdapat pada larutan air rendaman benih. Semakin tinggi kandungan senyawa organik, ion-ion anorganik yang ada dalam air rendaman benih akan menunjukkan nilai daya hantar listrik yang tinggi dan semakin rendah vigor benihnya. Miguel dan Filho (2002) mengemukakan bahwa
3 Kalium merupakan ion-ion utama yang terdapat dalam bocoran air rendaman benih jagung selama proses imbibisi, diikuti oleh Natrium dan Kalsium dan dapat digunakan sebagai indikator dari integritas membran sel. Hal senada juga diungkapkan oleh Hsu et al. (2000) pada benih sorgum (Sorghum sudanense Stapf). Uji daya hantar listrik untuk benih kedelai belum diterima sebagai metode resmi dalam ISTA Rules, oleh karena itu diperlukan dukungan data teknis sehingga dapat diterima secara ilmiah.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui pengaruh varietas kedelai berukuran besar dan sedang terhadap daya hantar listrik dan berbagai peubah vigor benih. 2. Mengetahui pengaruh periode simpan terhadap daya hantar listrik dan berbagai peubah vigor benih. 3. Mengetahui pengaruh interaksi antara varietas kedelai dan periode simpan terhadap daya hantar listrik dan berbagai peubah vigor benih. 4. Mempelajari korelasi antara daya hantar listrik benih kedelai dengan berbagai peubah vigor benih. 5. Mempelajari pendugaan daya tumbuh dan daya simpan benih dengan menggunakan peubah DHL. Hipotesis Hipotesis yang diajukan untuk penelitian ini adalah: 1. Varietas kedelai berukuran besar memiliki nilai DHL yang berbeda nyata dengan varietas kedelai berukuran sedang. 2. Periode simpan berpengaruh terhadap daya hantar listrik dan berbagai peubah vigor benih. 3. Terdapat interaksi antara varietas kedelai dan periode simpan terhadap berbagai peubah vigor benih. 4. Nilai daya hantar listrik memiliki korelasi yang nyata dengan peubah vigor benih. 5. Nilai DHL dapat menduga daya tumbuh dan daya simpan benih kedelai.
TINJAUAN PUSTAKA Viabilitas Benih Kualitas benih dapat dilihat dari viabilitas dan vigornya. Menurut Copeland dan McDonald (1995), sebagian besar ahli teknologi benih dan kalangan perdagangan
mengartikan
viabilitas
sebagai
kemampuan
benih
untuk
berkecambah dan menghasilkan kecambah secara normal. Sadjad (1972) yang menyatakan viabilitas benih adalah gejala hidup benih yang dapat ditunjukkan melalui metabolisme benih dengan gejala pertumbuhan. Menurut Sadjad (1993) tujuan analisis viabilitas benih adalah untuk memperoleh informasi mutu fisiologi benih. Gejala yang dimaksud adalah potensi tumbuh dan daya berkecambah. Klasifikasi metode analisis viabilitas benih meliputi metode langsung dan tidak langsung. Metode langsung apabila deteksi viabilitas dilakukan terhadap sejumlah benih sekaligus. Metode tidak langsung dilakukan dalam pengujian viabilitas benih apabila deteksi viabilitas didasarkan pada aktivitas pernafasan sejumlah benih atau aktivitas suatu enzim yang ada kaitannya dengan pertumbuhan. Mengacu pada definisi ISTA (2006) yang dimaksud dengan daya berkecambah di dalam pengujian laboratorium adalah muncul dan berkembangnya kecambah sampai suatu tahap dimana struktur esensialnya mengindikasikan dapat tidaknya berkembang lebih lanjut menjadi tanaman yang normal pada kondisi tanah yang sesuai. Pada kenyataannya kondisi penanaman di lapang lebih sering tidak seoptimum kondisi di laboratorium, sehingga lot benih yang mempunyai
persentase
daya
berkecambah
tinggi
dapat
memiliki
nilai
pemunculan kecambah (field emergence) yang rendah di lapang. Perdagangan benih di Indonesia mengacu kepada Undang-undang Nomor 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman. Pada pasal 13 ayat (3) disebutkan ‘Benih bina yang lulus sertifikasi apabila akan diedarkan wajib diberi label’. Pada Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 39/Permentan/ OT.140/8/2006 tentang Produksi, Sertifikasi dan Peredaran Benih Bina, disebutkan pada pasal 35 ayat (1): ”untuk mengetahui mutu fisik dan fisiologis kelompok calon benih dilakukan uji di laboratorium”. Pengujian mutu benih yang dilakukan di laboratorium dan datanya dicantumkan pada label benih adalah kadar air (KA), kemurnian benih (KM) dan daya berkecambah (DB). Data DB merupakan data mutu fisiologis benih. Pada umumnya data DB seringkali memberikan hasil yang over estimate, berbeda
5 dengan kenyataan di lapang. Hal ini terjadi karena kondisi di lapang tidak selalu optimum. Pengujian daya berkecambah benih merupakan suatu peubah viabilitas benih yang memperkirakan parameter viabilitas potensial lot benih, diukur dengan persentase kecambah normal. Daya berkecambah benih adalah muncul dan berkembangnya struktur terpenting dari embrio benih serta kecambah tersebut menunjukkan kemampuan untuk berkembang menjadi tanaman normal pada kondisi lingkungan yang menguntungkan. (Copeland & McDonald 1995). Penggunaan kondisi laboratorium yang optimum/terkontrol memungkinkan hasil persentase DB maksimum sehingga dapat memberikan hasil yang konsisten bila diuji di berbagai laboratorium. Copeland dan McDonald (1995) mengatakan bahwa pengujian daya berkecambah adalah prosedur analisis untuk mengevaluasi perkecambahan benih pada kondisi yang optimum (favourable) dan terstandardisadi yang jarang sekali sesuai dengan kondisi lapang. Lebih lanjut Bradford (2004) menambahkan bahwa apabila pengujian dilakukan sesuai dengan kondisi di lapang maka konsistensi dan keseragaman sukar dicapai, meskipun cara pengujian ini berkorelasi lebih tinggi.
Vigor Benih
Definisi vigor menurut ISTA (2006) adalah sekumpulan sifat yang dimiliki benih yang menentukan tingkat potensi aktivitas dan kinerja benih atau lot benih selama perkecambahan dan munculnya kecambah. Copeland dan McDonald (1995) menyatakan kinerja tersebut adalah (1) proses dan reaksi biokimia selama perkecambahan seperti reaksi enzim dan aktivitas respirasi, (2) rata-rata keseragaman perkecambahan benih dan pertumbuhan kecambah, (3) rata-rata keseragaman munculnya kecambah dan pertumbuhannya di lapang dan (4) kemampuan munculnya kecambah pada kondisi lingkungan yang sub optimum. Secara umum vigor diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh normal pada keadaan lingkungan yang sub-optimum. Ciri-ciri vigor tersebut menurut Sadjad (1980) diperlihatkan oleh pertumbuhan merata
yang
cepat
dan
pada kondisi lapang yang beragam. Lebih lanjut Sadjad (1993)
mendefinisikan vigor benih sebagai suatu kemampuan benih untuk tumbuh menjadi tanaman yang berproduksi normal dalam keadaan yang sub optimum,
6 dan diatas normal dalam keadaan yang optimum, atau mampu disimpan pada kondisi yang suboptimum dan tahan disimpan lama dalam kondisi yang optimum. Definisi vigor menurut AOSA (1983) adalah suatu indikator yang dapat menunjukkan bagaimana benih tumbuh pada kondisi lapang yang bervariasi. Vigor merupakan gabungan antara umur benih, ketahanan, kekuatan dan kesehatan benih yang diukur melalui kondisi fisiologisnya, yaitu pengujian stress atau melalui analisis biokimia. Sutopo (2002) mengatakan bahwa secara umum vigor dapat diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh normal pada keadaan lingkungan yang sub optimum. Sadjad (1993) mengemukakan bahwa vigor benih dalam hitungan viabilitas absolut merupakan indikasi viabilitas benih yang menunjukkan benih kuat tumbuh di lapang dalam kondisi yang suboptimum dan tahan disimpan dalam kondisi yang tidak ideal. Berdasarkan hal tersebut vigor benih dipilah atas dua klasifikasi, yaitu vigor kekuatan tumbuh (VKT) dan vigor daya simpan (VDS). Kedua nacam vigor itu dikaitkan pada analisis suatu lot benih, merupakan parameter viabilitas absolut yang peubahnya dapat bermacam-macam. Sutopo (2002) menyatakan bahwa vigor benih yang tinggi dicirikan antara lain oleh: (1) tahan disimpan lama (2) tahan terhadap hama dan penyakit (3) pertumbuhan yang cepat dan merata (4) mampu menghasilkan tanaman dewasa yang normal dan berproduksi baik dalam keadaan lingkungan sub-optimal. Copeland dan McDonald (l995) mengemukakan bahwa proses penuaan atau mundurnya vigor secara fisiologis ditandai dengan penurunan daya berkecambah, peningkatan jumlah kecambah abnormal, penurunan pemunculan kecambah di lapangan (field emergence), terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan tanaman, meningkatnya kepekaan terhadap lingkungan yang ekstrim yang akhirnya dapat menurunkan produksi tanaman. Informasi vigor benih penting diketahui untuk mengetahui pertumbuhan benih pada lingkungan yang memiliki tingkat kesuburan yang beragam, kelembaban yang berbeda dan musim yang tidak terduga. Pengujian vigor benih memiliki
beberapa
keunggulan
dibandingkan
dengan
pengujian
daya
berkecambah. Menurut Copeland dan McDonald (1995) kelebihan pengujian vigor dibandingkan pengujian daya berkecambah adalah : 1. Definisi perkecambahan benih menekankan evaluasi terhadap struktur esensial yang akan menghasilkan tanaman normal.
Penekanan pada
morfologi kecambah sedikit korelasinya dengan kecepatan tumbuh, yang merupakan kriteria utama bagi keberhasilan pertanaman.
7 2. Uji daya berkecambah harus dilakukan pada media standar yang steril dalam ruangan lembap dengan suhu terkontrol. Pada dasarnya uji daya berkecambah menunjukkan kemampuan maksimum suatu lot benih untuk menghasilkan tanaman. Nilai daya berkecambah umumnya lebih besar dari pemunculan bibit di lapang. 3. Penghitungan pertama pada uji daya berkecambah bertujuan untuk mengeluarkan benih yang telah berkecambah normal. Penghitungan terakhir dirancang untuk memberikan cukup waktu sehingga benih yang kurang vigor dapat berkecambah normal. Nilai yang diperoleh pada pengujian ini adalah persentase perkecambahan yang merupakan gabungan kecambah kuat dan lemah. Pada umumnya kecambah yang lemah tidak akan tumbuh baik di lingkungan yang sub-optimum. 4. Berdasarkan
definisi,
perkecambahan
tidak
berskala.
Penilaian
perkecambahan suatu benih terbagi dalam germinable atau non-germinable, tidak ada pemisahan kecambah kuat dan lemah, sedangkan benih yang dinilai germinable dapat menunjukkan keragaman pertumbuhan di lapang. Uji daya berkecambah tidak dapat menduga sifat progresif deteriorasi benih yang berdampak pada tegakan pertanaman. Pengujian vigor benih dapat memberikan informasi yang lebih banyak dibandingkan pengujian daya berkecambah, dan bermanfaat untuk melihat potensi daya simpan, estimasi nilai penanaman atau performa pertumbuhan benih di lapang. Pengujian vigor merupakan indeks mutu benih yang lebih peka dibandingkan pengujian daya berkecambah, karena penurunan vigor lebih dulu terjadi sebelum penurunan perkecambahan.
Berbagai Metode Pengujian Vigor Benih
Metode pengujian vigor yang ideal menurut Copeland dan McDonald (1980) memiliki beberapa karakteristik, yaitu: (1) murah, (2) pelaksanaannya cepat, (3) mudah dilakukan, (4) objektif (dapat distandarisasi dengan mudah dan terhindar dari interpretasi subjektif), (5) reproducible (dapat diulang), (6) berkorelasi erat dengan pertumbuhan di lapang. Berbagai metode pengujian vigor telah banyak dilakukan oleh para peneliti namun yang sudah diterima oleh ISTA sebagai metode resmi untuk pengujian vigor adalah uji DHL bagi benih kacang kapri dan Accelerated Ageing Test (AA) untuk kedelai.
Hasil
survey tahun 2000 di Brazil menunjukkan pengujian vigor sudah dilaksanakan
8 secara rutin di laboratorium swasta (60%) dan di laboratorium pemerintah (71%) dengan berbagai metode (Tabel 1). Pengujian vigor merupakan salah satu cara yang semakin sering digunakan oleh industri benih di Brazil untuk menentukan mutu fisiologis benih dan dapat digunakan sebagai jaminan dalam komersialisasi benih. Tabel 1. Pengujian vigor benih yang dilakukan secara rutin di Brazil untuk beberapa jenis tanaman Tanaman Kedelai
Kapas
Lab. Swasta Primer Sekunder*) TZ (20%) AA (5%) AA (10%) TZ (5%) SVC (5%)
Lab. Pemerintah Primer Sekunder*) AA (71%) AA (14%) TZ (29%) TZ (14%) EC (14%) EC (14%) CD (14%) AA (43%) GLT (43%)
CT (5%) SVC (5%) SVC (5%)
TZ (5%)
Jagung
CT (5%) AA (5%)
CT (10%) AA (5%)
AA (14%) AA (14%) AA (29%) TZ (14%) CT (57%) AA (29 %)
Gandum Sorgum
AA (10%)
CT (5%)
AA (29 %) EC (14%)
Kacang Tanah Kopi Padi
-
EC (14%) TZ (14%) EC (14%) AA (29%) CT (14%) TZ (14%) CT (14%) CT (14%) EC (14%)
Sumber : Vieira et al. (2004) Ket: SVC : seedling vigor classification; CD : controlled deteriorasition GLT : germination at low temperature; TZ : tetrazolium test.
EC : electrical conductivity; AA : accelerated Ageing; CT : cold test;
*) Pengujian sekunder yang dilakukan sewaktu-waktu disamping pengujian primer yang rutin dilaksanakan sebagai pengujian utama di laboratorium. Pengujian vigor benih perlu dilakukan terutama untuk benih-benih yang sudah mendekati batas masa kadaluarsa. Vigor benih terbukti berpengaruh pertumbuhan di lapang. Sadjad (1994) mengemukakan bahwa uji vigor dapat diamati dengan indikasi langsung maupun tidak langsung. Indikasi langsung ditunjukkan oleh kinerja pertumbuhan benih tersebut, sedangkan indikasi tidak langsung ditunjukkan oleh aktivitas metabolisme benih. Pengujian vigor yang sudah diterima sebagai metode resmi
dalam
peraturan ISTA tahun 2006 adalah konduktivitas listrik untuk kacang kapri (Pisum sativum) dan Accelerated Ageing untuk benih kedelai (Glycine max L.).
9 Menurut Hampton dan TeKrony 1995, metode pengujian vigor lain yang disarankan untuk digunakan adalah cold test, cool germination test, controlled deterioration test, complex stressing vigor test, hiltner test, seedling growth test dan tetrazolium test. Beberapa peubah vigor atau indikasi vigor yang dapat digunakan untuk mendeteksi vigor : Kecepatan Tumbuh (KCT) Pengujian mutu benih harus dapat menduga pertumbuhan benih di lapang, sehingga kebutuhan benih dalam suatu areal pertanaman dapat diestimasi dengan baik. Pada benih yang memiliki nilai KCT yang tinggi akan menunjukkan bahwa benih tersebut memiliki vigor yang lebih tinggi. Menurut Sadjad (1993), peubah Kecepatan Tumbuh (KCT) mengindikasikan VKT karena benih yang cepat tumbuh lebih mampu menghadapi kondisi lapang yang suboptimum. KCT diukur dengan jumlah tambahan perkecambahan setiap hari atau etmal dalam kurun waktu perkecambahan pada kondisi optimum. Unit peubah KCT adalah % per hari atau % per etmal. Secara teoritis, KCT maksimal adalah 50% per etmal apabila benih tumbuh normal 100% sesudah dua etmal. Apabila perkecambahan benih dihitung pada kurun waktu 5 etmal dan pada atmal ke 1, 2 masih belum ada tambahan perkecambahan, setelah atmal ke 3, 4 dan 5 masing-masing terdapat pertambahan persentase kecambah 30, 40 dan 30% maka nilai KCT yang didapatkan adalah 10+10+6% per etmal atau 26% per etmal. Semakin tinggi nilai KCT semakin tinggi pula vigor lot benih tersebut. Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Ilyas (1986) menunjukkan bahwa peubah kecepatan tumbuh berkorelasi paling erat dengan produksi kedelai per hektar dibandingkan daya berkecambah, keserempakan tumbuh bibit, tinggi bibit, tinggi tanaman dan jumlah buku produktif. Penelitian Kulik dan Yaklich (1982) mengemukakan bahwa pengujian kecepatan tumbuh pada benih kedelai merupakan pengujian laboratorium yang dapat digunakan untuk menduga pertumbuhan di lapang.
Hal senada
diungkapkan oleh Sukarman dan Muhadjir (1993) yang mengemukakan bahwa indeks kecepatan tumbuh pada kedelai varietas Galunggung, Kerinci dan Lokon dengan Kadar air 7 – 10% dapat menggambarkan pertumbuhan di lapang dibandingkan nilai daya berkecambah. Menurut Contreras dan Barros (2005) kecepatan tumbuh pada benih lettuce dapat menunjukkan karakter vigor.
10 Indeks Vigor (IV) Copeland dan McDonald (1995) mengatakan bahwa indeks vigor merupakan persentase kecambah normal pada hitungan pertama pengujian daya berkecambah. Indeks vigor dan KCT yang tinggi akan menunjukkan benih berkecambah lebih cepat, sehingga digolongkan dalam vigor. Menurut Sadjad (1994), benih yang cepat tumbuh menunjukkan benih tersebut mampu mengatasi berbagai macam kondisi sub-optimum. Nilai indeks vigor selalu lebih rendah dibandingkan nilai daya berkecambah tetapi cenderung mendekati pertumbuhan benih di lapang. Miguel dan Filho (2002) menunjukkan bahwa pada benih jagung perhitungan pertama pada pengujian perkecambahan dapat menunjukkan performansi pertumbuhan benih di lapang (seedling emergence) . Nilai IV dapat digunakan untuk menduga pertumbuhan di lapang. Hal ini sesuai dengan penelitian TeKrony dan Egli (1977) pada benih kedelai yang menunjukkan bahwa pengujian persentase kecambah normal pada hari ke-4 berkorelasi dengan field emergence (dihitung segera setelah benih mulai berkecambah hingga kotiledon muncul di atas permukaan tanah). Contreras dan Barros (2005) yang menyakan hal senada bahwa nilai IV pada benih lettuce memiliki korelasi dengan pertumbuhan di lapang. Nilai indeks vigor dapat digunakan untuk mendeteksi mutu benih selama penyimpanan. Penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni dan Nugraha (1995) juga menunjukkan bahwa nilai indeks vigor berhubungan dengan vigor benih selama penyimpanan. Benih padi dengan berat jenis ≤ 1.125 (g/ml) memiliki vigor terendah dibanding fraksi berat jenis yang lebih tinggi, sedangkan benih dengan berat jenis yang lebih tinggi masih memiliki vigor yang tinggi sampai periode simpan 5 bulan
Vigor setelah Accelerated Ageing (VAA) Accelerated Ageing Test merupakan salah satu pengujian vigor yang paling populer. Hal ini karena pengujian ini sederhana sehingga mudah untuk distandardisasikan. Meskipun demikian, dalam ISTA Rules pengujian vigor yang menggunakan metode ini baru untuk benih kedelai (Glycine max). Pada prinsipnya pengujian Accelerated Ageing (AA) dapat diterapkan untuk berbagai jenis benih tanaman dengan berbagai persyaratan yang berbeda antar jenis benih (Tabel 2).
11 Tabel 2. Pengujian vigor pada berbagai benih tanaman menggunakan metode Accelerated Ageing Inner Chamber 1) Jenis Tanaman Phaseolus vulgaris (dry)
Berat Jumlah benih (g) chamber 42 1
Outer Chamber 2)
KA3)
Suhu (oC) 41
Waktu (jam) 72
28-30
Glycine max (L). Merril)
42
1
41
72
27-30
Zea mays
40
2
45
72
26-29
Z.mays L. Saccharata
24
1
41
72
31-35
Lactuca sativa
0.5
1
41
74
38-41
Allium cepa
1
1
41
72
40-45
Capsicum spp
2
1
41
74
40-45
Sorghum bicolor
15
1
43
74
28-30
Lycopersicum
1
1
41
72
44-46
Triticum aestivum
20
1
41
72
28-30
Sumber : Hampton dan TeKrony (1995) 1) 2) 3)
Kotak plastik tempat benih Inkubator Kadar air setelah Ageing (berdasarkan berat basah)
Pengujian ini mengekspos benih pada dua kondisi lingkungan yang menyebabkan deteriorasi benih secara cepat, yaitu suhu dan kelembapan tinggi. Benih yang bervigor tinggi akan tetap memiliki performa yang baik dan mengalami deteriorasi yang lebih lambat dibandingkan benih yang bervigor rendah.
Performa yang ditunjukkan melalui uji AA dapat dilihat melalui
persentase kecambah normal.
Daya Tumbuh (DT) Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui hubungan pengujian vigor di laboratorium dengan pemunculan kecambah di lapang, pertumbuhan tanaman di lapang dan produksi tanaman. Berdasarkan hasil penelitian Tekrony dan Egli (1977) menunjukkan bahwa pengujian AA pada benih kedelai berkorelasi dengan daya tumbuh di lapang, hal ini ditunjukkan dengan adanya nilai r sebesar 0.672. Kulik dan Yaklich (1982) memberikan dua istilah yang berbeda untuk pendugaan daya tumbuh pada benih kedelai yaitu estimating potensial field emergence (E) dan predicting field emergence (P). Bilamana nilai E ≥ 80%
12 menunjukkan bahwa benih akan berkecambah (emerge) 80 % atau lebih pada kondisi tertentu seperti dalam laboratorium. Sedangkan bilamana nilai P sebesar ≥ 80 % maka benih akan berkecambah (emergence) lebih atau sama dengan 80 % pada kondisi apapun. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kulik dan Yaklich (1982) pada tahun 1975 dan 1976 menunjukkan bahwa hasil pengujian AA, uji tetrazolium dan Cold test
pada benih kedelai dapat
mengestimasi potensi daya tumbuh di lapang dengan melihat munculnya satu atau dua daun trifoliate telah terbuka. Beberapa penelitian tentang conductivity Test (pengujian konduktivitas) menunjukkan adanya korelasi dengan daya tumbuh (field emergence) di lapang Tao (1980) menunjukan korelasi tersebut pada benih kedelai, legum (Wang, 2004) dan pada benih kacang buncis (Kolasinska et al, 2000). Miguel dan Filho (2002) mengemukakan bahwa untuk mengetahui pertumbuhan benih jagung di lapang dapat diketahui melalui kebocoran kalium. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dina (2006) menunjukkan bahwa uji tetrazolium pada benih kedelai memberikan suatu pola tertentu yang berkorelasi dengan pertumbuhan di lapang Pada penelitian ini, pengamatan daya tumbuh mengacu pada penelitian Kulik dan Yaklich (1982) yang mengatakan nilai field emergence pada benih kedelai merupakan jumlah kecambah dengan satu atau dua daun trifoliat yang telah muncul dan terbuka di atas permukaan tanah.
Daya Hantar Listrik (DHL) Conductivity Test (pengujian konduktivitas) atau umumnya dikenal dengan istilah “Daya Hantar Listrik” pada benih merupakan salah satu pengujian vigor yang memiliki keunggulan tersendiri. Uji ini merupakan pengujian secara fisik untuk melihat tingkat kebocoran membran sel. Struktur membran yang jelek menyebabkan kebocoran sel yang tinggi dan erat hubungannya dengan benih yang rendah vigornya. Semakin banyak elektrolit seperti asam amino, asam organik lainnya serta ion-ion anorganik yang dikeluarkan benih ke air rendaman akan semakin tinggi pengukuran daya hantar listriknya. Prinsip pengujian konduktivitas listrik adalah mengukur jumlah larutan elektrolit atau ion yang keluar dari benih sebagai akibat kebocoran membran sel menggunakan alat yang disebut “Konduktometer”. Jumlah larutan elektrolit yang tinggi menunjukkan kebocoran yang tinggi yang menandakan membran sel
13 mengalami kerusakan sehingga digolongkan dalam lot benih bervigor rendah. Menurut Copeland dan McDonald (1995), benih bervigor rendah memiliki integritas membran yang rendah sebagai akibat dari deteriorasi selama penyimpanan dan yang disebabkan oleh adanya luka mekanis. Vigor benih dapat dideteksi secara dini dari integritas membran sel yang dapat diukur melalui konduktivitas
bocoran
benih.
Menurut
Heydecker
(1974)
gejala
utama
kemunduran benih adalah degradasi membran sel yang dikuti oleh penurunan energi untuk biosintesis. Gejala ini akan diikuti oleh gejala umum yang terjadi pada benih mundur. Roberts (1972) mengemukakan bahwa eksudat yang keluar karena kebocoran membran dapat mendorong berkembangnya mikroorganisme sehingga perkecambahan berjalan lambat, tegakan kecambah tidak seragam, kecambah peka terhadap stres ligkungan, pertumbuhan kecambah abnormal meningkat dan akhirnya benih kehilangan kemampuan berkecambah. Chang dan Sung (1998) mengatakan bahwa kerusakan membran pada benih tanaman jagung manis dapat menyebabkan perubahan metabolik yang merugikan, diikuti kekacauan sintesis dan kebocoran metabolit dan kebocoran elektrolit. Kebocoran gula dan elektrolit menyebabkan kemunduran metabolisme, penurunan respirasi, biosintesis dan efisiensi transport energi Pelaksanaan pengujian ini sederhana dan mudah. Meskipun demikian, dalam ISTA Rules (2006) pengujian daya hantar listrik yang sudah diterima sebagai metode resmi hingga saat ini hanya untuk benih kacang kapri (Pisum sativum)
yang berkorelasi dengan potensi perkecambahan di lapangan.
Interpretasi uji konduktivitas listrik belum ditetapkan selain hanya untuk perbandingan antar lot benih. Matthews dan Powell 1981 diacu dalam Hampton dan TeKrony (1995) mengemukakan interpretasi hasil uji konduktivitas listrik untuk kapri seperti pada Tabel 3. Tabel 3. Interpretasi hasil uji konduktivitas listrik pada benih kapri Kisaran nilai DHL < 25 µS cm-1g-1 -1 -1
25 – 29 µS cm g
Rekomendasi dapat ditanam pada kondisi apapun benih dapat ditanam tetapi pertumbuhannya akan buruk pada kondisi yang tidak sesuai
-1 -1
30 – 43 µS cm g
benih tidak dapat ditanam khususnya pada kondisi yang tidak sesuai
-1 -1
> 43 µS cm g
benih tidak layak ditanam
Sumber : Matthews & Powell dalam Hampton & TeKrony 1995
14 Uji ini juga dilaporkan memberikan hasil yang berkorelasi dengan daya tumbuh (field emergence) di lapang pada benih kedelai (Tao, 1980),
legum
(Wang, 2004) dan pada benih kacang buncis (Kolasinska et al, 2000). Melihat sisi positif dari pengujian daya hantar listrik, maka metode ini memberikan peluang yang sangat baik untuk diterapkan pada benih kedelai yang memiliki kemunduran cepat. Benih yang memiliki kebocoran elektrolit tinggi dianggap memiliki vigor rendah, sedangkan yang kebocoran elektrolitnya rendah adalah benih bervigor tinggi (ISTA 2006). Selama imbibisi, benih yang memiliki struktur membran yang rusak akan melepas zat terlarut dari sitoplasma ke media imbibisi. Zat terlarut dengan sifat elektrolit membawa muatan listrik yang dapat dideteksi oleh konduktometer. Menurut Saenong (l986) pengukuran daya hantar listrik untuk taraf integritas membran juga dapat dijadikan indikasi vigor benih. Pengukuran tersebut didasarkan pada jumlah senyawa anorganik yang keluar ke dalam air rendaman benih yang dimbibisikan selama waktu tertentu. Semakin tinggi nilai daya hantar listrik maka viabilitas benih semakin menurun. Pertumbuhan benih yang kurang memuaskan di lapang antara lain disebabkan karena vigor benih yang rendah. Kelompok benih yang memiliki vigor tinggi mempunyai struktur sel dan membran sel yang masih baik sehingga dapat menahan bahan-bahan organik maupun anorganik yang ada di dalam membran, sebaliknya benih yang memiliki vigor rendah memiliki membran sel yang rusak sehingga tidak dapat mempertahankan bahan-bahan organik dan anorganik yang ada di dalamnya. Tingkat kebocoran membran dapat dijadikan indikasi vigor benih. Lebih lanjut Saenong (1986) mengatakan bahwa peubah DHL dapat digunakan sebagai indikasi vigor benih kedelai oleh pengaruh faktor induced karena didasarkan pada kepekaannya membedakan keragaman antar lot benih. Viabilitas benih yang diukur dengan peubah DHL akan lebih dini dalam menunjukkan kemunduran benih. Pian (l981) meneliti jumlah kebocoran glukosa dan fosfat anorganik dalam air rendaman benih jagung, yang pada dasarnya juga untuk mengukur integritas membran sebagai indikasi kemunduran benih. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai kebocoran glukosa dan senyawa fosfat organik, benih semakin mundur. Daya hantar listrik benih bertambah besar apabila benih telah mengalami kemunduran sehingga kebocoran elektrolit juga makin besar (Sadjad,1993).
Menurut Copeland dan McDonald, (1995)
15 pengukuran konduktivitas pada kebocoran benih merupakan prosedur yang sederhana, cepat, praktis, dan tidak mahal. Kadar air dan ukuran benih berpengaruh terhadap jumlah elektrolit. Tingkat kebocoran membran dapat mengindikasikan vigor benih. Suatu lot benih yang memiliki vigor yang tinggi akan menunjukkan tingkat kebocoran membran yang rendah, sedangkan benih bervigor rendah akan menunjukkan tingkat kebocoran membran yang tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Budiarti (1999) menunjukkan bahwa benih kakao yang bervigor tinggi akan menunjukkan tingkat kebocoran membran yang rendah dan sebaliknya bagi benih yang bervigor rendah akan menunjukkan tingkat kebocoran membran yang tinggi. Hasil yang sama juga dilaporkan pada benih sudangrass (Sorghum sudanense Stapf) (Hsu et al. 2000); pada benih common bean (Kolasinska et al. 2000), pada benih jagung (Miguel & Filho, 2002). Purwanti (2004) mengatakan bahwa pada benih kedelai hitam dan kedelai kuning, kebocoran membran sel akibat deteriorasi menyebabkan penurunan vigor kedelai kuning menjadi lebih cepat. Semakin lama benih disimpan semakin bertambah tua sel-sel dalam benih. Kerusakan membran sel akibat deteriorasi akan mempengaruhi keadaan poros embrio dan kotiledon yang sebagian besar terdiri atas karbohidrat, protein dan lemak yang berguna untuk pertumbuhan awal benih. Kerusakan yang terjadi pada benih akan mengjambat lanju pertumbuhan kedelai. ISTA (2006) mengemukakan bahwa ukuran benih akan mempengaruhi laju kebocoran, sehingga akan berpengaruh pula pada nilai DHL. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Tao (1980) yang mengatakan bahwa ukuran benih kedelai akan berpengaruh terhadap hasil uji DHL. Berdasarkan hal tersebut maka penggunaan metode uji DHL pada benih kedelai perlu diuji pada berbagai ukuran benih.
Kebocoran Ion
Menurut Abdul Baki dan Anderson dalam Pian (1981), di dalam benih yang mengalami kemunduran terjadi berbagai perubahan biokimia, perubahan biokimia terjadi jauh sebelum daya berkecambah menurun. Perubahan yang terjadi antara lain perubahan membran, cadangan makanan, aktivitas enzim, respirasi, laju sintesis etanol dan kromosom.
16 Salah satu peubah kimiawi yang dapat diamati dan berkaitan dengan pengujian daya hantar listrik adalah kandungan elektrolit yang terdapat dalam air rendaman benih. McDonald dan Wilson (1979) mengemukakan, air rendaman benih mengandung beberapa eksudat organik dan inorganik. Miguel dan Filho (2002) mengemukakan bahwa pada benih jagung, kalium merupakan ion-ion utama yang terdapat dalam bocoran selama proses imbibisi, diikuti oleh natrium dan kalsium dan dapat digunakan sebagai indikator dari integritas membran sel. Bhandal dan Malik dalam Salisbury (1995), mengemukakan bahwa kalium merupakan pengaktif dari sejumlah besar enzim yang penting untuk fotosintesis dan respirasi. Kalium mengaktifkan pula enzim yang diperlukan untuk membentuk pati dan protein. Berdasarkan hasil penelitian Budiarti (1999) pada benih kakao, hasil pengukuran kebocoran membran dengan peubah daya hantar listrik, kebocoran P dan kebocoran K menunjukkan nilai yang semakin tinggi dengan semakin rendahnya kadar air benih. Woodstock et al. yang diacu dalam Arief et al. (2004) mengemukakan bahwa kebocoran kalium dan kalsium dari benih kapas mampu menunjukkan indikasi potensi fisiologis benih. Indikasi potensi fisiologis yang ditunjukkan oleh adanya bocoran kalium memberikan hasil yang konsisten dengan uji konduktivitas. Cheng et al.(2005) menunjukkan adanya korelasi yang baik antara rasio +
+
K /Na dengan perkecambahan dan indeks perkecambahan pada benih Chinese cabbage (Brassica pekinensis (Louv.) Rupr). Hsu et al. (2000) menganalisis kandungan gula total dan kandungan kalium pada bocoran air rendaman benih Sudangrass (Sorghum sedanense Stapf). Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa kandungan kalium pada bocoran benih mengalami peningkatan namun kandungan total gula dan gula reduksi mengalami penurunan pada beberapa periode imbibisi. Informasi kebocoran kalium pada air rendaman benih belum banyak diketahui sehingga masih memerlukan kajian dan pengembangan untuk dapat diaplikasikan dalam pengujian mutu benih.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Varietas Kedelai Ukuran Besar dan Sedang, Periode Simpan dan Interaksinya Terhadap Viabilitas dan Vigor Benih
a. Mutu benih pada awal penyimpanan Mutu benih awal sangat menentukan daya simpan benih. Informasi status mutu benih awal dalam penelitian ini akan menentukan ketepatan dari kesimpulan yang diambil. Secara keseluruhan data mutu benih awal dari benih kedelai yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Mutu awal benih kedelai varietas Panderman, Burangrang, Baluran, Sinabung, Wilis dan Kaba No
Peubah
Varietas Panderman Burangrang
Baluran
Sinabung
Wilis
Kaba
1
Kadar Air (%)
10.0
10.2
9.6
10.0
10.1
9.4
2
DB (%)
94
96
95
87
94
92
3
Bobot 1000 btr (g)
192.4
137.6
152.8
105
105
103
4
Diameter (mm)
0.8
0.7
0.7
0.5
0.4
0.5
5
Benih Murni
99.9
99.8
99.4
98.6
99.9
99.9
6
Kotoran Benih
0.1
0.2
0.6
1.4
0.1
0.1
7
Bocoran Ion: - Ion K
59.00
41.00
41.38
39.75
36.38
30.75
- Ion Ca
4.83
8.04
0.79
0.48
0.94
0.38
- Ion Mg
0.80
1.83
1.43
1.32
1.66
0.73
Mengacu pada keputusan Menteri Pertanian tentang pelepasan varietas kedelai, varietas Panderman, Burangrang dan Baluran termasuk dalam klasifikasi benih ukuran besar. Kedelai varietas Sinabung, Wilis dan Kaba termasuk dalam klasifikasi benih ukuran sedang. Kondisi mutu benih awal
benih yang digunakan mempunyai daya
berkecambah yang tinggi sesuai dengan persyaratan sebagai benih bina berdasarkan SNI nomor 01-6234.4-2003 yang menentukan syarat mutu benih kedelai yaitu nilai DB minimum: 80.0 %, kadar air maksimum: 11,0 %, benih murni: minimum 97.0 % kotoran benih: maksimum 3.0 %. BTL (Benih Tanaman Lain): 0,0 % dan benih gulma: 0,0 %. Tabel 5 menunjukkan bahwa bahwa daya berkecambah benih untuk seluruh varietas lebih dari 80%, tingkat kemurnian
27 yang tinggi dan kandungan air pada benih kurang dari 11 %. Berdasarkan analisis mutu tersebut, benih yang digunakan memiliki mutu fisiologis yang baik, sehingga diharapkan penelitian penyimpanan dapat dilakukan dengan baik dan penarikan kesimpulan yang keliru (misleading interpretation) dapat dihindari. Hasil uji kandungan bocoran ion pada air rendaman benih kedelai (Tabel 5), diperoleh data bahwa ion K merupakan ion yang paling tinggi terkandung dalam air rendaman kedelai, sehingga untuk pengamatan selanjutnya kandungan ion yang dianalisa adalah ion K. Rekapitulasi analisis ragam pengaruh varietas, periode simpan serta interaksinya terhadap berbagai peubah yang diamati, ditampilkan pada Tabel 6. Tabel 6 menunjukkan hasil yang berpengaruh nyata pada varietas, periode simpan maupun pada interaksinya untuk semua peubah vigor yang diamati. Tabel 6. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh varietas (V), periode simpan (P) dan interaksi antara varietas dan periode simpan (V x P) terhadap semua peubah yang diamati. Peubah
Perlakuan V
P
VP
Kadar Air (KA)
*
*
*
Daya Berkecambah (DB)
*
*
*
Indeks Vigor (IV)
*
*
*
Kecepatan Tumbuh (Kct)
*
*
*
Vigor setelah Accelerated Ageing (VAA)
*
*
*
Daya Tumbuh (DT)
*
*
*
Daya Hantar Listrik
*
*
*
Ion K
*
*
*
Ket :
* = berpengaruh nyata pada taraf uji α 5 %.
Data sidik ragam pengaruh varietas dan periode simpan terhadap berbagai peubah pada benih kedelai dapat dilihat pada Lampiran 14 s.d 21.
b. Kadar Air (KA)
Hasil analisis statistik terhadap faktor varietas, periode simpan dan interaksinya pada peubah KA menunjukkan adanya pengaruh yang sangat nyata untuk faktor varietas (Lampiran 14). Namun hasil analisis lebih lanjut terhadap kelompok varietas berukuran besar dan kelompok varietas berukuran sedang (Lampiran 22) tidak menunjukkan adanya perbedaan
28 antara kedua kelompok ukuran benih terhadap peubah KA. Nilai rata-rata KA pada kelompok varietas berukuran besar sebesar 10,03% sedangkan nilai rata-rata kelompok varietas berukuran sedang sebesar 9.93 % (Lampiran 23). Interaksi antara faktor varietas dan periode simpan pada peubah KA dapat dilihat pada Tabel 7. Perbedaan KA antar varietas diduga karena KA awal yang berbeda (Tabel 6) disamping itu pula karena faktor genetis dari masing-masing varietas. Seperti yang diungkapkan oleh Soepriaman (1989) bahwa kulit benih (seed coat) pada kedelai dan jagung mempunyai bebagai macam tebal lapisannya, sehingga akan memiliki daya serap air yang berbeda.
Tabel 7. Rata-rata kadar air benih (%) dari 6 varietas kedelai pada beberapa periode simpan Periode Simpan (minggu) Varietas
0
Panderman
9,98 i-m
10,00 h-m 10,23 b-e
Burangrang
10,15 c-h
10,03 g-k
3
6
9
12
15
18
21
9,93 k-n
10,10 d-j 10,08 e-k
9,98
i-m
10,08 e-k
10,48 a 10,25 b-d
10,30 bc 10,38 ab
10,30 bc
10,23b-e
p-r
9,93 k-n
Baluran
9,55 rs
9,48 st
10,48 a
9,58 q-s
Sinabung
9,95 k-m
9,98 i-m
10,38 ab 10,05 f-k 10-15 c-h
10,18 c-g
10,05 f-k
10,10 d-j
Wilis
10,13 d-i
10,18 c-g
10,18 c-g 10,08 e-k 10,13 d-i
10,13 d-i
9,88 l-o
10,20 c-f
Kaba
9,35 t
9,20 u
9,75 op
9,68 p-r
9,35
t
9,78 n-p
9,75 op
9,73
o-q
9,68 p-r
9,88 l-o
9,68
Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada taraf uji DMRT 5 %
Berdasarkan hasil penelitian, terjadi perubahan kandungan KA pada benih kedelai selama 21 minggu periode simpan. Hal ini dapat terjadi karena penyimpanan di lakukan pada kondisi ruang yang tidak terkendali (suhu kamar). Suhu ruang simpan berkisar antara 25 – 33oC dengan kelembapan berkisar 48 – 85 %. Seperti yang dikemukakan oleh Soemardi dan Thahir (1995) penyimpanan kedelai berhubungan erat dengan penanganan benih. Benih yang telah terpilih, bersih dan sehat perlu ditangani dengan baik agar daya berkecambahnya tidak cepat menurun. Benih kedelai akan turun daya berkecambahnya dalam jangka waktu satu bulan jika tidak dilakukan
29 penanganan terhadap benih. Menurut Justice dan Bass (2002), struktur benih akan berpengaruh terhadap masa simpannya. Sukarman dan Muhadjir (1993) menyatakan bahwa benih kedelai varietas Lokon memiliki kulit biji yang lebih permeabel dibandingkan dengan varietas Galunggung dan Kerinci, sehingga imbibisi lebih cepat terjadi. Kondisi daya tumbuh benih di akhir penyimpanan selama 7 bulan menunjukkan bahwa varietas Lokon memiliki daya tumbuh yang paling kecil dibandingkan varietas Galunggung dan Kerinci. Hal lain yang berkaitan dengan perubahan KA selama penyimpanan adalah adanya sifat fisik benih kedelai yang higroskopis. Menurut Barlian (1991) kadar air benih kedelai sangat mudah berubah dan sangat tergantung dengan kelembapan nisbi dan suhu di sekitarnya. Menurut Purwanti (2004) suhu ruang simpan berperan dalam mempertahankan
viabilitas benih kedelai selama penyimpanan, yang
dipengaruhi oleh kadar air benih, suhu dan kelembapan nisbi ruangan. Pada suhu rendah respirasi berjalan lambat dibandingkan dengan suhu tinggi. Pada kondisi tersebut, viabilitas benih dapat dipertahankan lebih lama. Kadar Air (KA) di awal penyimpanan berkisar dari 9.35 – 10.15 % dan di akhir penyimpanan ada pada kisaran 9.78-10.23%. Selama masa penyimpanan terjadi perubahan KA dalam benih namun demikian perubahan ini tetap berada di bawah batas toleransi maksimal benih, yaitu 11%. Kondisi ini berkaitan dengan adanya pengemasan dengan menggunakan plastik poly ethylene 0,08 mm. Kantong plastik disini berperan sebagai moisture barrier yang menghalangi terjadinya pertukaran udara di sekitar benih dengan udara di luar. Meskipun telah dikemas dengan tehnik pengemasan yang tertutup rapat (disealed) namun masih terjadi perubahan KA hal ini diduga terkait dengan aktivitas respirasi benih. Menurut Sukarman dan Muhadjir (1993) produk respirasi pada benih kedelai berupa H2O dan CO2 dapat menyebabkan peningkatan KA benih.
c. Daya Berkecambah (DB) Mutu fisiologis identik dengan peubah daya berkecambah dimana peubah ini menunjukkan kemampuan benih untuk tumbuh normal dalam kondisi optimum (AOSA, 2001). pengujian
daya
berkecambah
ISTA (2006) menunjukkan bahwa tujuan adalah
untuk
menentukan
potensi
perkecambahan maksimum dari suatu lot benih yang dapat digunakan untuk
30 membandingkan mutu benih dari lot yang berbeda dan untuk menduga mutu benih sebagai bahan tanaman (the field planting value). Hasil analisis statistik terhadap faktor varietas, periode simpan dan interaksinya pada peubah DB menunjukkan adanya pengaruh yang sangat nyata untuk faktor varietas (Lampiran 15). Pengujian statistik lebih lanjut terhadap kelompok varietas berukuran besar dan kelompok varietas berukuran sedang menunjukkan adanya perbedaan yang nyata pada peubah DB (Lampiran 22). Nilai rata-rata DB pada kelompok varietas berukuran besar adalah 90,99% sedangkan nilai rata-rata kelompok varietas berukuran sedang sebesar 88.30% (Lampiran 23). Interaksi antara faktor varietas dan periode simpan pada peubah DB dapat dilihat pada Tabel 8. Berdasarkan hasil penelitian diketahui adanya penurunan DB pada semua varietas selama periode simpan. Penurunan persentase DB benih kedelai selama penyimpanan terjadi karena adanya faktor suhu tidak terkendali di ruang penyimpanan. Menurut Purwanti (2004) suhu ruang penyimpanan di atas 20oC umumnya kurang baik untuk benih kedelai. Pada ruangan bersuhu 30oC, benih yang daya berkecambahnya tinggi dalam waktu 6 bulan daya kecambahnya akan turun menjadi 0%. Penyimpanan dalam gudang atau ruangan biasa (suhu 26oC, RH 80-90%) hanya dapat mempertahankan daya berkecambah benih kedelai > 84 % selama 4 bulan. Hal senada juga dikemukakan oleh Sarungallo (2001) DB benih kedelai dari berbagai tingkat kemasakan mengalami penurunan selama 5 bulan periode simpan. Viabilitas potensial benih diketahui melalui peubah DB. Benih yang paling awal mengalami penurunan DB adalah Panderman (minggu ke-12), Sinabung mulai turun di minggu ke-15, sedangkan DB Baluran dan Wilis mulai turun pada minggu ke-18. Burangrang dan Kaba mulai turun pada minggu ke-21. Penurunan DB pada benih Menurut Purwanti (2004) suhu ruang penyimpanan di atas 20oC umumnya kurang baik untuk benih kedelai. Pada ruangan bersuhu 30oC, benih yang berdaya kecambah tinggi dalam waktu 6 bulan daya kecambahnya akan turun menjadi 0%. Penyimpanan dalam gudang atau ruangan biasa (suhu 26oC, RH 80-90%) hanya dapat mempertahankan daya berkecambah benih kedelai > 84 % selama 4 bulan. Keragaman penurunan DB pada periode simpan tertentu diduga karena adanya faktor genetis dari masing-masing varietas. Arief et al. (2004) mengemukakan bahwa suhu udara yang berkisar 28-32oC serta fluktuasi
31 kelembapan nisbi udara yang cukup tinggi mendorong terjadinya deteriorasi benih lebih cepat pada penyimpanan benih jagung. Copeland dan MCDonald (1995) mengatakan bahwa faktor internal yang berpengaruh terhadap viabilitas benih selama penyimpanan adalah sifat genetik, daya tumbuh dan vigor, kondisi kulit dan kadar air benih awal. Tabel 8. Rata-rata daya berkecambah (%) dari 6 varietas kedelai pada beberapa periode simpan Periode Simpan (minggu)
Varietas 0
3
6
9
12
15
18
Panderman
94,00a-e
97,00a
95,00 a-d
95,5ab
Burangrang
95,50 abc
95,75ab
94,50 a-e
Baluran
94,50a-e
97,00a
Sinabung
87,00e-j
Wilis Kaba
88,00 c-j
88,00c-j
77,00lm
76,00m
96,00 ab
94,00a-e
91,00a-i
90,00a-j
83,00jkl
93,00 a-g
91,00 a-i
94,00a-e
92,00a-h
86,00f-j
86,00f-j
87,50d-j
88,50 b-j
85,00 h-j
87,50d-j
77,00lm
93,50a-f
95,00a-d
92,50 a-g
91,50 a-h 94,50a-e
92,00a-h
93,00a-f
90,00 a-j
92,50 a-h
93,00a-f
21
78,00kl m
76,00m
90,00a-j
84,00ijk
85,50h-j
92,50a-h
91,50a-h
83,50jkl
Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada taraf uji DMRT 5 %
DB varietas Sinabung memiliki nilai yang terendah dibandingkan dengan varietas lainnya. Hal ini berhubugan erat dengan mutu awal benih sebelum disimpan. Dari ke-enam varietas benih kedelai, varietas Sinabung memiliki nilai DB yang terendah, sehingga di akhir penyimpananpun mutu benih ini meliliki nilai DB yang kecil dibadingkan benih lainnya. Sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Kartono (2004) beberapa faktor yang mempengaruhi daya berkecambah benih kedelai selama penyimpanan adalah (1) mutu dan daya berkecambah benih sebelum disimpan; (2) kadar air
benih;
(3)
kelembapan
ruang
penyimpanan;
(4)
suhu
tempat
penyimpanan; (5) hama dan penyakit di tempat penyimpanan; dan (6) lama penyimpanan. Agrawal penyimpanan
(1981)
menyampaikan
mempengaruhi
kualitas
bahwa benih
kualitas selama
benih
awal
penyimpanan.
Persentase DB di awal penyimpanan berkisar 87.00– 95.5 % sedangkan di
32 akhir penyimpanan ada pada kisaran 76.00-86.00%. Menurut Chai et al., dalam Tatipata et al. (2004) perkecambahan benih kedelai akan menurun dari perkecambahan awal yaitu diatas 90% menjadi 0% tergantung spesies dan kadar air selama penyimpanan. Beberapa penelitian terdahulu telah mengungkapkan fenomena yang terjadi selama penyimpanan benih. Purwanti (2004) mengemukakan bahwa penyimpanan kedelai pada suhu tinggi dapat mempercepat aktivitas enzim respirasi. Hasil respirasi selama penyimpanan benih berupa panas dan uap air. Panas yang timbul sebagai hamburan energi dalam benih yang seharusnya
disimpan
selama
penyimpanan
secara
langsung
dapat
menyebabkan viabilitas dan vigor benih menurun. Menurut Priestley (1986) perombakan cadangan makanan berupa karbohidrat, protein dan lemak akibat respirasi menghasilkan bahan metabolit sebagian
bahan
metabolit
ini
bersifat
menghambat
atau
meracuni
metabolisme yang lain. Hidrolisis dari ikatan ester antara rantai asil dan gliserol dalam triasil gliserol benih akan menghasilkan asam lemak jenuh dan tak jenuh. Damanhuri et al. (1993) menambahkan bahwa selama penyimpanan benih kedelai terdapat beberapa asam lemak jenuh yang dihasilkan dan menyebabkan degradasi peroksida, sehingga tidak hanya lemak yang hancur tetapi juga reaksi kompleks yang menghasilkan suatu produk toksin yang potensial yang dapat mengakibatkan hilangnya daya berkecambah sebelum persediaan sumber energi habis. Perbedaan DB pada masing-masing varietas sangat dipengaruhi oleh faktor
genetis
diungkapkan
dari
oleh
masing-masing Justice
dan
varietas
Bass
(2002)
tersebut. variasi
Seperti antar
yang
spesies
mempengaruhi umur simpan benih. Sebagian benih kedelai ukuran besar memiliki umur simpan yang lebih pendek dibandingkan kedelai berukuran kecil. Hal ini sesuai dengan pendapat yang disampaikan oleh Harnowo dan Adie (1999). Purwanti (2004) juga mengatakan bahwa benih kedelai berukuran kecil memiliki daya simpan yang lebih baik dibandingkan dengan benih kedelai berukuran lebih besar. Pada kelompok kedelai berukuran sedang diperoleh data bahwa varietas Sinabung
memiliki nilai DB yang
paling kecil hal ini terkait erat dengan mutu benih awal dimana kedelai varietas Sinabung memiliki nilai DB yang terendah dibandingkan varietas lainnya.
33 d. Indeks Vigor (IV) Indeks vigor
merupakan nilai yang ditunjukkan oleh banyaknya
jumlah kecambah normal pada hitungan pertama yaitu hari ke-5 dalam pengujian DB (Copeland & McDonald, 1995). Nilai indeks vigor yang tinggi menunjukkan benih berkecambah lebih cepat, sehingga digolongkan dalam vigor kuat. Benih yang cepat tumbuh menunjukkan benih tersebut mampu mengatasi segala macam kondisi sub optimum (Sadjad, 1984). Hasil analisis statistik terhadap faktor varietas, periode simpan dan interaksinya pada peubah IV menunjukkan adanya pengaruh yang sangat nyata untuk faktor varietas (Lampiran 16). Pengujian statistik lebih lanjut terhadap kelompok varietas berukuran besar dan kelompok varietas berukuran sedang menunjukkan adanya perbedaan yang nyata pada peubah IV (Lampiran 22). Lampiran 23 menunjukkan niilai rata-rata IV pada kelompok varietas berukuran besar (76,62%) lebih rendah dibandingkan nilai rata-rata kelompok varietas berukuran sedang (79,74%). (Lampiran 23). Interaksi antara faktor varietas dan periode simpan pada peubah DB dapat dilihat pada Tabel 9. Berdasarkan hasil penelitian diketahui adanya penurunan IV pada semua varietas selama periode simpan. Penurunan persentase IV benih kedelai selama penyimpanan terjadi karena adanya faktor suhu tidak terkendali di ruang penyimpanan. Nilai IV yang tinggi menunjukkan benih berkecambah lebih cepat sehingga digolongkan dalam benih yang vigor. Menurut Sadjad (1994), benih yang cepat tumbuh menunjukkan benih tersebut mampu mengatasi segala macam kondisi suboptimum. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa kelompok varietas kedelai berukuran sedang memiliki daya simpan yang lebih panjang dibandingkan kelompok varietas kedelai berukuran besar. Penurunan DB benih kedelai diikuti oleh penurunan nilai IV selama masa periode simpan. Secara keseluruhan nilai IV semakin rendah hingga akhir masa periode simpan. Nilai IV tertinggi ditunjukkan oleh kedelai varietas Kaba sedangkan IV terendah ditunjukkan oleh kedelai varietas Panderman. TeKrony et al. (1987) mengatakan bahwa ukuran benih dapat mengindikasikan vigor, benih yang berukuran lebih besar mempunyai tingkat vigor yang lebih tinggi dari pada benih yang berukuran lebih kecil. Ungkapan ini tidak sejalan dengan penelitian ini karena dari hasil penelitian ternyata terdapat keragaman data vigor benih kedelai berukuran besar dan sedang.
34 Miguel dan Filho (2002) menunjukkan bahwa pada benih jagung perhitungan pertama pada pengujian perkecambahan dapat menunjukkan performansi pertumbuhan benih di lapang (seedling emergence). Tabel 9 menunjukkan bahwa nilai IV mengalami penurunan selama penyimpanan. Nilai IV yang rendah pada awal periode simpan adalah adalah varietas Burangrang (78.5%) dan varietas Panderman (83%) sedangkan IV tertinggi adalah Sinabung (87%) dan Wilis (85%) dari kelompok varietas berukuran sedang. Di akhir periode simpan nilai IV yang rendah ditunjukkan oleh varietas Panderman (57%) dan Baluran (62.25%). Tabel 9. Rata-rata indeks vigor (%) dari 6 varietas kedelai pada beberapa periode simpan
Periode Simpan (minggu)
Varietas 0
3
6
9
12
15
18
21
Panderman
83,00b-j
85,00 a-h
82,00 d-l
77,50 h-m
82,50c-k
75,00 i-n
61,00 rs
Burangrang
78,50e-m
87,25a-e
73,00 l-o
82,50 c-k
82,00d-l
72,00 m-p
72,50m-p 76,50h-m
Baluran
86,00 a-g
79,00d-m
72.00 m-p
82,00 d-l
86,00a-g
82,50 c-k
64,00qrs
62,25 rs
Sinabung
81,00d-m
80,25 d-m
78,75 d-m
77,00 g-m
64,25p-s
63,75 qrs
60,25rs
57,00 rs
Wilis
85,00a-h
88,00 a-d
92,50 a
91,50 abc
82,50c-k
82,50 c-k
84,00a-i 73,50 k-o
Kaba
84,00a-i
84, 00 a-i
85,50 a-h
85,75 a-h
77,50g-m
77,75 f-m
87,00a-f 81,00 d-m
57,00rs
Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada taraf uji DMRT 5 %
Pada pengujian IV dapat dilihat bahwa pada minggu ke-0 nilai IV berkisar dari 78.5 – 87% dan pada akhir periode simpan kisaran IV adalah 57-81%. Pada Tabel 9 terlihat bahwa benih kedelai varietas Panderman dan Burangrang menunjukkan penurunan IV pada minggu ke 15. Benih kedelai varietas Baluran, Sinabung dan Wilis menunjukkan penurunan nilai IV pada minggu ke 18. Sedangkan kedelai varietas Kaba hingga minggu ke 21 belum menunjukkan penurunan nilai IV. Penurunan dan perubahan nilai IV antar varietas menunjukkan data yang tidak konsisten hal ini terjadi diduga karena adanya peranan faktor genetis dari masing-masing varietas.
35 e. Kecepatan Tumbuh (KCT) Peubah kecepatan tumbuh (KCT) mengindikasikan vigor kekuatan (VKT) tumbuh karena benih yang cepat tumbuh lebih mampu menghadapi kondisi lapang yang sub optimum. KCT diukur dengan cara menjumlahkan pertambahan kecambah normal setiap hari atau etmal pada kurun waktu perkecambahan dalam kondisi optimum (Sadjad, 1993). Hasil analisis statistik terhadap faktor varietas, periode simpan dan interaksinya pada peubah KCT menunjukkan adanya pengaruh yang sangat nyata untuk faktor varietas (Lampiran 17). Pengujian statistik lebih lanjut terhadap kelompok varietas berukuran besar dan kelompok varietas berukuran sedang menunjukkan adanya perbedaan yang nyata pada peubah KCT (Lampiran 22). Nilai rata-rata KCT pada kelompok varietas berukuran sedang lebih besar dari pada nilai KCT pada kelompok varietas berukuran besar. Lampiran 23 menunjukkan bahwa nilai KCT kelompok varietas berukuran sedang adalah 19.98%/etmal sedangkan nilai KCT rata-rata kelompok varietas berukuran besar adalah 18,78%/etmal. Interaksi antara faktor varietas dan periode simpan pada peubah KCT dapat dilihat pada Tabel 10. Nilai KCT dengan satuan %/etmal menunjukkan jumlah benih yang tumbuh menjadi kecambah setiap 24 jam. Pada Tabel 10 dapat dilihat adanya penurunan kecepatan tumbuh benih kedelai dari berbagai varietas sejak dari awal hingga akhir periode simpan. Kisaran persentase KCT pada awal periode simpan adalah 25.35%/etmal
23.90%/etmal -
namun pada akhir periode simpan kisaran persentase KCT
adalah 10.80%/etmal - 18.73%/etmal. Pada akhir periode simpan terlihat bahwa varietas Burangrang memiliki nilai KCT yang paling rendah sedangkan nilai KCT yang paling tinggi adalah varietas Kaba. Nilai KCT Sinabung
tertinggi pada awal periode simpan adalah varietas
(25.35%)
hal
ini
menunjukkan
bahwa
untuk
mencapai
perkecambahan 100% dibutuhkan waktu 100/25.35 atau 3.95 hari. Semakin tinggi nilai KCT maka kelompok benih tersebut akan membutuhkan waktu yang lebih singkat untuk tumbuh menjadi kecambah normal. Menurut Sukarman dan Muhadjir (1993) indeks kecepatan tumbuh pada benih kedelai varietas
Lokon dengan KA awal 7,34% memiliki
kecepatan tumbuh yang tinggi. Hal ini berhubungan dengan laju imbibisi yang mempengaruhi proses perkecambahan, sehingga berpengaruh terhadap laju kecepatan tumbuh.
36 Tabel 10. Rata-rata persentase kecepatan tumbuh (%/etmal) dari 6 varietas kedelai pada beberapa periode simpan
Periode Simpan (minggu) Varietas 0
3
6
9
12
15
Panderman
24,43a-d
22,85 b-i
23,38b-g
19,23 c-l
17,40 g-l
17,73 g-l
16,25 jkl
13,58 lm
Burangrang
24,18a-l
21,35 b-j
20,10b-k
l
17,38 g-l
17,23 g-l
14,85 klm
10,80 m
Baluran
25,03abc
20,25b-k
17,95f-l
16,68 i-l
16,83h-l
16,70 i-l
16,63 jkl
15,60 j-m
Sinabung
25,35ab
21,30 b-j
21,25b-j
17,15h-l
18,07i-l
17,45 g-l
17,70 g-l
Wilis
24,13a-e
22,95b-h
20,98b-k
l
19,20c-l
19,30b-l
18,83 d-l
17,75 g-l
Kaba
23,90b-f
21,30b-j
19,38b-l
19,18 c-l
19,35b-l
19,33b-l
18,85 e-l
18,73 f-l
18,28 e-
18,40 el
19,53 b-
18
21
Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada taraf uji DMRT 5 %
Apabila dibandingkan dengan peubah DB maka nilai KCT lebih awal menunjukkan penurunan vigor benih (Tabel 10). Pada varietas Sinabung, uji DB menunjukkan penurunan di minggu ke-15 sedangkan berdasarkan nilai KCT sudah terlihat menurun di minggu ke-9. Pada minggu ke-6 kedelai Baluran sudah menunjukkan adanya penurunan KCT, Panderman pada minggu ke-12, sedangkan Burangrang, Wilis dan Kaba pada minggu ke-18. Penelitian yang dilakukan oleh Ilyas (1986) menunjukkan bahwa peubah KCT memiliki korelasi yang paling erat dengan produksi kedelai per hektar dibandingkan daya berkecambah, keserempakan tumbuh bibit, tinggi bibit, tinggi tanaman dan jumlah buku produktif. Nilai KCT menunjukkan jumlah benih yang tumbuh menjadi kecambah normal setiap 24 jam. Data pada Lampiran 25 menunjukkan nilai KCT varietas kedelai berukuran besar di minggu ke 3 sebesar 21.48%, hal ini berarti untuk mencapai
perkecambahan
100%,
varietas
kedelai
berukuran
besar
membutuhkan waktu 100/21,48 atau 4,7 hari. Varietas kedelai berukuran
37 sedang nilai KCT sebesar 21.85% pada minggu ke 3, sehingga waktu yang dibutuhkan untuk mencapai perkecambahan 100% adalah 4,6 hari.
f. Vigor setelah Accelerated Ageing (VAA) Pengujian penuaan dipercepat (Accelerated Ageing/AA) pada benih kedelai merupakan metode uji vigor yang sudah distandardisasi oleh ISTA. Prinsip pengujian tersebut adalah memberi perlakuan pada benih
dalam
periode yang singkat pada suhu dan kelembapan relatif tinggi ( 95%). Pada pengujian AA, benih didera pada kondisi suhu tinggi (41oC) dan kelembapan tinggi ( 95%) selama 72 jam. Selama pengujian, benih menyerap uap air dari lingkungan yang lembap sehingga kadar air benih meningkat. Benih yang mempunyai vigor tinggi akan mampu bertahan pada kondisi yang ekstrim dan proses penuaan lebih lambat dibandingkan dengan lot benih yang mempunyai vigor rendah. Viabilitas setelah didera fisik (VAA) pada benih yang mempunyai vigor tinggi akan tetap memiliki total kecambah normal yang tinggi, sedangkan lot benih yang mempunyai vigor rendah total kecambah normalnya akan berkurang. Benih yang bervigor tinggi akan tetap memiliki performansi yang baik dibandingkan benih yang bervigor rendah. Performasi benih pada pengujian AA ditunjukkan melalui persentase kecambah normal pada benih yang telah didera. Berdasarkan penelitian Ram dan Wiesner (1988) pada benih gandum, terlihat bahwa benih yang memiliki vigor tinggi akan memberikan nilai kecambah normal yang tinggi pula setelah Accelerated Ageing Hasil analisis statistik terhadap faktor varietas, periode simpan dan interaksinya pada peubah VAA menunjukkan adanya pengaruh yang sangat nyata untuk faktor varietas (Lampiran 18). Pengujian statistik lebih lanjut terhadap kelompok varietas berukuran besar dan kelompok varietas berukuran sedang menunjukkan adanya perbedaan yang nyata pada peubah VAA (Lampiran 22). Nilai rata-rata VAA pada kelompok varietas berukuran sedang lebih besar dari pada nilai VAA pada kelompok varietas berukuran besar. Lampiran 23 menunjukkan bahwa nilai VAA kelompok varietas berukuran sedang adalah 63,62% sedangkan nilai VAA rata-rata kelompok varietas berukuran besar adalah 53,22%. Interaksi antara faktor varietas dan periode simpan pada peubah KCT dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 menunjukkan VAA pada berbagai varietas mengalami penurunan
selama periode simpan. Kedelai varietas
38 Burangrang mengalami penurunan nilai VAA yang paling tajam di akhir periode simpan, sedangkan kedelai varietas Wilis memiliki nilai VAA yang paling tinggi pada akhir periode simpan (31.50%).
Tabel 11. Rata-rata persentase VAA dari 6 varietas kedelai pada beberapa periode simpan Periode Simpan (minggu) Varietas 0
3
6
9
12
15
18
21
Panderman
87,00 abc 87,50 abc
89,50 ab
74,00 efg
30,00 n
21,50 pq
14,25 r
7,00s
Burangrang
89,00ab 90,00 a
89,50 ab
73,25e-h
44,50 jk
42,00 jkl
22,00 opq
1,00 t
Baluran
82,50 bcd 85,00a-d
79,50 def
73,50 efg
30,00 n
33,00 mn
27,75 no
4,50st
Sinabung
79,75 de 79,50 def
85,50a-d
74,50 efg
68,00 gh
67,00 h
31,00 mn
27,25nop
91,50a
91,00 a
73,00 fgh
60,00 i
47,50 j
36,75 lm
31,50 mn
87,00 abc 85,00a-d
81,00 cd
70,00 gh
58,00 i
44,00 jk
40,50 kl
19,00 qr
91,00a
Wilis Kaba
Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada taraf uji DMRT 5 %
Hasil penelitian TeKrony dan Egli (1977) pada benih kedelai menunjukkan bahwa pengujian AA berkorelasi dengan field emergence (dihitung
segera
setelah
benih
mulai berkecambah hingga kotiledon
muncul di atas permukaan tanah). Hal senada juga diungkapkan oleh Kulik dan Yaklich (1982) memberikan hasil pengujian AA pada benih kedelai dapat mengestimasi potensi field emergence (satu atau dua daun trifoliate telah muncul dan terbuka).
g. Daya Tumbuh (DT) Pengujian DT bertujuan untuk mengetahui kemampuan tumbuh benih pada kondisi yang sub-optimum. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data DT benih kedelai yang semakin turun seiring dengan lamanya periode simpan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Purwanti (2004) mengatakan bahwa selama enam bulan penyimpanan benih kedelai kuning dan kedelai hitam mengalami penurunan daya berkecambah
dan
39 vigor benih kedelai dan daya tumbuh yang rendah. Benih kedelai yang mempunyai daya daya berkecambah dan vigor yang sudah menurun pertumbuhan bibitnya juga rendah, hal ini menyebabkan tanaman kurang mampu beradaptasi dengan lingkungan. Hasil analisis statistik terhadap faktor varietas, periode simpan dan interaksinya pada peubah DT menunjukkan adanya pengaruh yang sangat nyata untuk faktor varietas (Lampiran 14). Namun hasil analisis lebih lanjut terhadap kelompok varietas berukuran besar dan kelompok varietas berukuran sedang (Lampiran 22) tidak menunjukkan adanya perbedaan antara kedua kelompok ukuran benih terhadap peubah DT. Nilai rata-rata DT pada kelompok varietas berukuran besar sebesar 62,72% sedangkan nilai rata-rata kelompok varietas berukuran sedang sebesar 61,62 % (Lampiran 23). Interaksi antara faktor varietas dan periode simpan pada peubah DT dapat dilihat pada Tabel 12. Menurut TeKrony et al. (1987) ukuran benih dapat mengindikasikan vigor.
Tabel 12 Rata-rata persentase daya tumbuh (%) dari 6 varietas kedelai pada beberapa periode simpan Periode Simpan (minggu) Varietas 0
3
Panderman
95,50 a
92,00 b
Burangrang
89,50bcd
Baluran
6
9
12
15
18
21
89,50 bcd
80,50 e
53,00 i
36,50 k
15,00 m
11,00 n
90,50 bc
89,00 bcd
76,00 f
76,00 f
42,00 j
25,75 m
14,50n
89,00 cd
90,00 bcd
87,50 cd
82,50 e
80,50e
52,00 i
35,06 kl
14,19 no
Sinabung
87,00 d
82,00 e
81,50e
81,50 e
72,50 g
65,00 h
32,50l
14,78 n
Wilis
90,00 cd
90,50 bc
89,50 bcd
82,50 e
74,00 fg
36.50 k
25.00 k
15,89 n
Kaba
91,00b
87,50cd
81,75 e
76,56f
63,88 h
23.75 m
20.00 l
15,25 n
Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada taraf uji DMRT 5 %
Benih yang memiliki ukuran lebih besar mempunyai tingkat vigor yang lebih tinggi dibandingkan dengan benih yang berukuran lebih kecil. Namun hal ini tidak sesuai dengan penelitian ini. Berdasarkan hasil penelitian pada 6 varietas yang diamati, Panderman, Sinabung dan Kaba telah menunjukkan
40 penurunan DT pada minggu ke-3 sedangkan Burangrang, Baluran dan Wilis memperlihatkan penurunan nilai DT di minggu ke-9. Penurunan nilai vigor pada benih dapat mengakibatkan tanaman kurang mampu beradaptasi dengan lingkungan. Pada Tabel 12 terlihat bahwa penurunan DT terjadi pada semua varietas. Penurunan yang nyata untuk kedelai varietas Panderman, Burangrang, Baluran, Wilis dan Kaba terjadi pada periode simpan minggu ke-9. Pengamatan yang dilakukan pada DT ini mengacu pada penelitian Kulik dan Yaklich (1982) yaitu jumlah kecambah dengan satu atau dua daun trifoliat yang telah muncul dan terbuka di atas permukaan tanah . Acuan lain yang digunakan dalam penentuan DT pada benih kedelai menurut Nakagawa dalam Viera et al. 2001 adalah presentase
field seedling emergence
dievaluasi 14 hari setelah penanaman, yaitu setelah satu atau dua daun trifoliat muncul.
h. Daya Hantar Listrik (DHL) Kebocoran membran sel akibat deteriorasi menyebabkan penurunan vigor menjadi lebih cepat. Pada Tabel 13 menunjukkan adanya pertambahan nilai DHL pada benih kedelai seiring dengan lamanya periode simpan. Semakin lama benih disimpan maka nilai DHL semakin tinggi namun peubah lain yaitu viabilitas benih yang ditunjukkan oleh peubah DB serta peubah vigor lainnya mengalami penurunan selama periode simpan. Saenong (1986) mengatakan bahwa banyaknya kebocoran metabolit seiring dengan semakin menuanya benih. Sejalan dengan peneltian yang dilakukan oleh Purwanti (2004) yang mengatakan bahwa proses penuaan pada kedelai kuning yang disimpan pada suhu tinggi mengakibatkan kebocoran membran sel-sel benih semakin tinggi dan permeabilitas sel juga menurun. Kerusakan membran sel akibat deteriorasi akan mempengaruhi keadaan embrio dan kotiledon yang sebagian besar terdiri atas karbohidrat, protein dan lemak yang berguna untuk pertumbuhan awal benih. Penurunan vigor diikuti pula oleh turunnya pertumbuhan di lapang. Hasil analisis statistik terhadap faktor varietas, periode simpan dan interaksinya pada peubah DHL menunjukkan adanya pengaruh yang sangat nyata untuk faktor varietas (Lampiran 14). Namun hasil analisis lebih lanjut terhadap kelompok varietas berukuran besar dan kelompok varietas
41 berukuran sedang (Lampiran 22) tidak menunjukkan adanya perbedaan antara kedua kelompok ukuran benih terhadap peubah DHL. Nilai rata-rata DHL pada kelompok varietas berukuran besar sebesar 25,46% sedangkan nilai rata-rata kelompok varietas berukuran sedang sebesar 24,70 % (Lampiran 23). Interaksi antara faktor varietas dan periode simpan pada peubah DHL dapat dilihat pada Tabel 13. Data pada Tabel 13 menunjukkan bahwa penurunan vigor mulai terlihat pada minggu ke 3 (Panderman dan Wilis), sedangkan Baluran, Sinabung dan Kaba menunjukkan penurunan pada minggu ke-6 dan pada Burangrang turun pada minggu ke-12. Saenong (1986) mengatakan bahwa banyaknya kebocoran metabolit seiring dengan semakin menuanya benih. Purwanti (2004) yang mengatakan bahwa proses penuaan
pada
kedelai
kuning
yang
disimpan
mengakibatkan kebocoran membran sel-sel benih
pada
suhu
tinggi
semakin tinggi dan
permeabilitas sel juga menurun.
Tabel 13. Rata-rata nilai daya hantar listrik kedelai pada beberapa periode simpan
(µS cm-1g-1) dari 6 varietas
Periode Simpan (minggu) Varietas 0
3
6
9
Panderman
12,02 q
21,49m-0
22,04 l-o
Burangrang
18,77 op
20,48 n-o
20,87m-o 27,41 f-h
Baluran
20,69 m-o
21,30 m-o
22,99j-n
Sinabung
20,43 n-o
20,69 m-o
26-67g-j
Wilis
16,76p
22,08 l-o
Kaba
18,92 op
20,21 n-o
12
25.60 g-l 25,97 g-k
15
18
21
26,53 g-j
28,15 e-h
32,85 a-d
24,38 i-l
26,74 g-j
27,99e-h
35,37a
26,00 g-k 23,37 i-l
27,06 g-i
29,39 c-f
32,96 abc
28,42 e-g
26,41 g-j
31,09 c-f
33,05 ab
22,12l-o
22,60k-o 25,97 g-k
26,41 g-j
28,04 e-h
31,21 b-d
23,34i-l
23,11 j-n 22,24 k-n
27,66 e-h
29,27d-f
31,04b-f
22,52 k-o
Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama, nyata pada taraf uji DMRT 5 %
tidak berbeda
Keragaman nilai DHL yang terjadi antar varietas diduga karena adanya
perbedaan ketebalan kulit biji yang dimiliki oleh masing-masing
varietas. Soepariaman (1999) mengemukakan bahwa kulit biji kedelai
42 mempunyai berbagai macam ketebalan sehingga akan memiliki daya serap air yang berbeda. Nilai awal DHL pada enam varietas yang diuji berkisar antara 12.02 – 20.60 µS cm-1g-1 dan pada akhir periode simpan terjadi kenaikan dengan kisaran 31.04 – 35.37 µS cm-1g-1 . Peningkatan nilai DHL berkaitan dengan adanya kebocoran membran sel akibat deteriorasi. Viera et al. (2001) mengungkapkan bahwa benih kedelai yang disimpan dalam alumunium foil pada suhu 20oC daya berkecambah dan vigor menurun dengan cepat dan DHL meningkat dengan cepat pula namun setelah dipindah pada suhu 10oC, vigor terus menurun sedangkan DHL tetap selama periode simpan. Berdasarkan penelitian tersebut dapat dilihat adanya peningkatan DHL pada kedelai yang disimpan pada suhu tinggi. Peningkatan nilai DHL berkaitan dengan adanya kebocoran membran sel akibat deteriorasi. Viera et al. (2001) mengungkapkan bahwa pada benih kedelai terjadi peningkatan DHL yang disimpan pada suhu tinggi namun setelah disimpan kembali pada suhu rendah nilai DHL tidak mengalami kenaikan. Berdasarkan hasil penelitian pada varietas Panderman dan Wilis untuk peubah DB (Tabel 8) dan pada Tabel 13 terlihat bahwa penurunan daya berkecambah (indikator viabilitas benih) didahului oleh adanya peningkatan DHL pada minggu ke-3. hal ini menunjukkan bahwa uji DHL lebih dini dalam memdeteksi vigor benih kedelai dibandingkan uji DB. Menurut Nugraha dan Wahyuni (1998) peningkatan konduktivitas listrik menunjukkan penurunan integritas membran sel. Benih-benih yang memiliki vigor rendah memperlihatkan kebocoran membran yang lebih tinggi, menyebabkan kehilangan metabolit (asam amino dan asam organik) yang lebih besar dan meningkatkan konduktivitas dari air yang digunakan untuk merendam benih (AOSA, 1983).
i. Kebocoran Ion K Proses imbibisi pada benih selalu disertai dengan keluarnya bahanbahan organik dan anorganik melalui plasmalema dan membran tonoplas ke media imbibisi (Bewley dan Black, 1985). Pada penelitian ini, pengamatan terhadap eksudat anorganik air rendaman benih dilakukan
terhadap
43 kandungan ion K yang merupakan bocoran yang tertinggi dibandingkan ion Ca dan Mg. Miguel dan Filho (2002) mengemukakan bahwa pada benih jagung, Kalium, Natrium dan Kalsium dan dapat digunakan sebagai indikator dari integritas membran sel. Selanjutnya Cheng (2005) menunjukkan adanya korelasi yang baik antara rasio K+/Na+ dengan perkecambahan dan indeks perkecambahan pada benih Chinese cabbage (Brassica pekinensis (Louv.) Rupr). Berkaitan dengan penelitian yang telah dilakukan keberadaan ion pada air rendaman benih kedelai pada semua varietas semakin meningkat seiiring dengan pertambahan periode simpan. Hasil analisis statistik terhadap faktor varietas, periode simpan dan interaksinya pada bocoran ion K pada air rendaman benih kedelai menunjukkan adanya pengaruh yang sangat nyata untuk faktor varietas (Lampiran 18). Demikian pula dengan pengujian statistik lebih lanjut terhadap kelompok varietas berukuran besar dan kelompok varietas berukuran sedang menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (Lampiran 22). Nilai rata-rata bocoran ion K pada kelompok varietas berukuran besar lebih besar dari pada nilai VAA pada kelompok varietas berukuran sedang. Lampiran 23 menunjukkan bahwa bocoran ion K pada kelompok varietas berukuran besar adalah 45,78ppm sedangkan bocoran ion K pada kelompok varietas berukuran besar adalah 37,18ppm. Tingginya bocoran ion K pada kelompok varietas berukuran besar diduga karena kandungan cadangan makanan pada kelompok ini lebih tinggi dari pada kelompok varietas ukuran sedang, sehingga pada saat perendeman akan mengeluarkan metabolit yang lebih banyak dari pada kelompok varietas ukuran sedang. Pada umumnya terjadi peningkatan bocoran ion K selama penyimpanan. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Arief et al. (2004) yang mengatakan kandungan ion K pada air rendaman benih jagung semakin meningkat selama penyimpanan. Interaksi antara faktor varietas dan periode simpan terhadap bocoran ion K pada air rendaman benih kedelai dapat dilihat pada Tabel 14. Peningkatan kandungan ion K di minggu ke-6 pada kedelai varietas Panderman. Pada awal penyimpanan kandungan ion K berkisar antara 30.75 – 36.38 ppm dan pada akhir periode simpan mengalami kenaikan hingga pada kisaran 37.38 – 68.75 ppm.
44 Penambahan kandungan tertinggi ion K selama penyimpanan dijumpai pada varietas Panderman sedangkan penambahan kandungan ion K terendah terdapat pada varietas Kaba. Hal ini diduga berhubungan dengan ukuran benih yang berbeda. Semakin besar ukuran benih maka bocoran yang dikeluarkan akan semakin banyak pada periode simpan yang semakin lama. Pada kedelai varietas Panderman terlihat adanya peningkatan ion K yang nyata pada minggu ke-6. Pada kedelai varietas Burangrang, Baluran Sinabung, dan Wilis terjadi peningkatan pada minggu ke 21. Sedangkan pada kedelai varietas Kaba tidak terjadi perbedaaan yang nyata selama penyimpanan. Kandungan ion K pada air rendaman kedelai pada umumnya mengalami
peningkatan
selama
penyimpanan.
Peningkatan
ion
K
menunjukan kecenderungan yang sama dengan nilai DHL, yaitu terjadi peningkatan dengan penambahan periode simpan. Tabel 14. Rata-rata nilai ion K (ppm) dari 6 varietas kedelai pada beberapa periode simpan Periode Simpan (minggu) Varietas 0
3
6
9
12
15
18
Panderman
35,84 i-l
35,88 i-l
43,22fgh
60,42 bc
60,75 bc
61,31 b
Burangrang
41.00 f-j
35,35 i-l
40,39 f-j
40,86f-j
39,88g-k
39,94 g-k 40,00g-k
50,50 de
Baluran
41.38 f-i
39,50 g-k
44,,54f-g
42,77fgh
41,87 f-i
42.78 fgh 43,75 fg
50,13 cd
Sinabung
39.75 g-k
40,13 g-k
43,30d-n
42,78fgh
40,63 f-j
41,47 f-i
42,81fgh
47,00 ef
Wilis
33,63h-l
38,63 g-k
36,41 h-l
33,43k-l
42,25 d-k
34.33 jkl
33.41 kl
40,25f-j
Kaba
30,75l
30,25l
30.50l
30,43l
30,63 l
30,00l
30,87 l
31.13 l
Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama, nyata pada taraf uji DMRT 5 %
61,88 b
21 68,75 a
tidak berbeda
Abdul Baki dan Anderson dalam Pian (1981) mengemukakan bahwa di dalam benih yang mengalami kemunduran terjadi berbagai perubahan biokimia. Perubahan biokimia terjadi jauh sebelum daya berkecambah menurun. Perubahan yang terjadi antara lain perubahan membran, cadangan makanan, aktivitas enzim, respirasi, laju sisntesis dan kromosom.
45 Korelasi antara Daya Hantar Listrik dengan Berbagai Peubah Vigor Benih
Untuk mengetahui pengaruh ukuran benih terhadap kepekaan DHL dalam mendeteksi vigor maka dilakukan analisis regresi dan korelasi terhadap kelompok varietas benih kedelai ukuran besar, ukuran sedang dan gabungan ukuran besar dan sedang. Benih kedelai ukuran besar meliputi Panderman, Burangrang dan Baluran sedangkan benih kedelai ukuran sedang meliputi Sinabung, Wilis dan Kaba. Berdasarkan analisis regresi dan korelasi pada benih kedelai berukuran besar dan sedang, menunjukkan adanya hubungan yang erat antara uji DHL dengan peubah vigor lainnya. Pada Tabel 15 menunjukan nilai koefisien korelasi yang diperoleh dari persamaan regresi antara DHL dengan peubah DB, IV, KCT, VAA, DT dan ion K. Sidik ragam persamaan regresi antara DHL dan peubah lainnya pada semua varietas kedelai dapat dilihat pada Lampiran 24-29. Tabel 15. Persamaan regresi antara DHL dengan beberapa peubah vigor pada benih kedelai ukuran besar dan sedang. No
Peubah
Persamaan
r
Nilai P
1
DB
y = -0,855x + 111,07
- 0,70
0,000**
2
IV
y = -1.077x + 105.16
- 0,55
0,000**
3
KCT
y = -0,5168x + 32,179
- 0,80
0,000**
4
VAA
y = -4,9699x + 182,56
- 0,82
0,000**
5
DT
y = -5,358x + 196,26
- 0,85
0,000**
6
Ion K
Y= 0,8723x + 19,598
0,46
0,001**
Ket :
** = berpengaruh sangat nyata pada taraf uji α 5 %.
Peubah DB, IV, KCT, VAA dan DT memiliki korelasi negatif dengan DHL, sedangkan peubah ion K memiliki korelasi yang positif. Korelasi yang negatif menandakan bahwa semakin tinggi nilai DB, IV, KCT, VAA maupun DT maka nilai DHL akan semakin rendah. Nilai koefisien korelasi yang mendekati satu menunjukkan hubungan yang sangat erat antara peubah (Aunudin, 2005).
46 Koefisien korelasi yang tinggi menunjukkan keeratan hubungan antara variabel x dan y.
Persamaan garis regresi menyatakan hubungan antara peubah DHL
(sumbu x) dengan peubah lainnya (sumbu y) yaitu DB, IV, KCT, VAA, DT dan Ion K.
Nilai koefisien korelasi yang tertinggi adalah 0,85, yaitu korelasi
antara DHL dengan DT . Hal ini menunjukkan bahwa variabel y dipengaruhi oleh variabel x sebanyak 85%. Garis regresi (Gambar 2 sampai 7) menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai DB, IV, VAA, KCT, DT maka nilai DHL semakin rendah.
y = -0,855x + 111,07 R2 = 0,4839
120 100
DB (%)
80 60 40 20 0 0
10
20
30 -1 -1
Nilai DHL (µS cm g )
Gambar 2. Garis regresi antara nilai DHL dan DB benih kedelai
40
47
y = -1.077x + 105.16 2
R = 0.3023 100 90
IV (%)
80 70 60 50 40 30 20 10 0 0
10
20
30
40
-1 -1
Nilai DHL (µS cm g ) Nilai DHL (µS cm-1g-1)
Gambar 3. Garis regresi antara Nilai DHL dan IV benih kedelai y = -0,5168x + 32,179 R2 = 0,6364
30
Kct (%/etmal)
25 20 15 10 5 0 0
10
20
30 -1 -1
Nilai DHL (µS cm g )
Gambar 4. Garis regresi antara nilai DHL dan KCT benih kedelai
40
48 y = -4,9699x + 182,56 2
R = 0,6767
VAA (% Kecambah Normal setelah AA)
140 120 100 80 60 40 20 0 0
10
20
30
40
-1 -1
Nilai DHL (µS cm g )
Gambar 5. Garis regresi antara DHL dan VAA benih kedelai
y = -5,358x + 196,26 R 2 = 0,7258
140 120
DT (%)
100 80 60 40 20 0 0
10
20
30 -1 -1
Nilai DHL (µS cm g )
Gambar 6. Garis regresi antara DHL dan DT benih kedelai
40
49 y = 0,8723x + 19,598 R 2 = 0,2136
80 70 Ion K (ppm)
60 50 40 30 20 10 0 0
10
20
30
40
-1 -1
Nilai DHL (µS cm g )
Gambar 7. Garis regresi antara DHL dan ion K (ppm) benih kedelai
Berdasarkan analisis regresi dan korelasi pada benih ukuran besar antara nilai DHL dengan peubah vigor lainnya diperoleh beberapa persamaan dan data seperti pada Tabel 16. Tabel 16. Persamaan regresi antara DHL dengan beberapa peubah vigor benih kedelai berukuran besar. No Peubah
Persamaan
r
Nilai P
1
DB
y = -0,8737x + 112,45
- 0,76
0,000**
2
IV
y = -1,0637x + 102,84
- 0,64
0,001**
3
KCT
y = -0,6109x + 33,537
- 0,87
0,000**
4
VAA
y = -5,6017x + 190,84
- 0,88
0,000**
5
DT
y = -5,3648x + 194,58
- 0,90
0,000**
6
Ion K
y = 1,1941x + 16,258
0,61
0,002**
Ket :
** = berpengaruh sangat nyata pada taraf uji α 5 %.
Nilai koefisien korelasi pada peubah KCT, VAA, dan DT masing-masing -0,87, -0,88 dan -0,90 menunjukkan keeratan hubungan yang bersifat negatif dengan peubah DHL. Hal ini menandakan bahwa makin tinggi nilai vigor dengan peubah KCT, VAA, dan DT nilai DHL-nya semankin rendah. Sidik ragam persamaan regresi antara DHL dan peubah lainnya pada benih kedelai ukuran besar dapat dilihat pada Lampiran 30-35.
50 Garis persamaan regresi antara nilai DHL dan peubah lain pada kedelai ukuran besar dapat dilihat pada Gambar 8 sampai 13. y =-0,8737x = -0,8737x + 112,45 Y + 112,45 22 = 0,5800 R R = 0,58
120 100
DB (%)
80 60 40 20 0 0
10
20
30
40
-1 -1
Nilai DHL (µS cm g )
Gambar 8 Garis regresi antara nilai DHL dan DB benih kedelai ukuran besar y = -1,0637x + 102,84 R 2 = 0,4048
100
IV (%)
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 0
10
20
30 -1 -1
Nilai DHL (µS cm g )
Gambar 9. Garis regresi antara nilai DHL dan IV benih kedelai ukuran besar
40
51 y = -0,6109x + 33,537 2
R = 0,7555
30
Kct (%/etmal)
25 20 15 10 5 0 0
10
20
30
40
-1 -1
Nilai DHL (µS cm g )
Gambar 10. Garis regresi antara nilai DHL dan KCT benih kedelai ukuran besar y = -5,6017x + 190,84 R2 = 0,7676
VAA (% Kecambah Normal setelah AA)
140 120 100 80 60 40 20 0 0
5
10
15
20
25
30
35
-1 -1
Nilai DHL (µS cm g )
Gambar 11. Garis regresi antara nilai DHL dan VAA benih kedelai ukuran besar
52 y = -5,3648x + 194,58 R2 = 0,8051
140 120
DT (%)
100 80 60 40 20 0 0
10
20
30
40
-1 -1
Nilai DHL (µS cm g )
Gambar 12. Garis regresi antara nilai DHL dan DT benih kedelai ukuran besar y = 1,1941x + 16,258 R2 = 0,3718
80 70 Ion K (ppm)
60 50 40 30 20 10 0 0
5
10
15
20
25
30
35
40
-1 -1
Nilai DHL (µS cm g )
Gambar 13. Garis regresi antara nilai DHL dan Ion K benih kedelai ukuran besar
53 Pada benih berukuran sedang, analisis regresi dan korelasi memberikan beberapa persamaan sebagai berikut (Tabel 17).
Tabel 17. Persamaan regresi antara uji DHL dengan beberapa peubah vigor benih kedelai berukuran sedang No
Peubah
Persamaan
r
Nilai P
1
DB
y = -0,7826x + 108,3
- 0,61
0,001**
2
IV
y = -1.1954x + 110.17
- 0,53
0,008**
3
KCT
y = -0,4333x + 31,006
- 0,84
0,000**
4
AA
y = -4,4511x + 176,6
- 0,84
0,000**
5
DT
y = -5,441x + 200,23
- 0,80
0,000**
6
Ion K
y = 0,652x + 20,638
0,57
0,004**
Ket :
** = berpengaruh sangat nyata pada taraf uji α 5 %.
Pada benih berukuran sedang juga dijumpai adanya korelasi yang erat antara nilai DHL dengan peubah vigor lainnya. Nilai koefisien korelasi pada peubah KCT, VAA, dan DT masing-masing -0,84; -0,84 dan -0,80. Tanda negatif menunjukkan hubungan yang berbanding terbalik, hal ini menandakan bahwa makin tinggi nilai vigor dengan peubah KCT, VAA, dan DT nilai DHL-nya semakin rendah. Sidik ragam persamaan regresi antara DHL dan peubah lainnya pada benih kedelai ukuran sedang dapat dilihat pada Lampiran 36-41. Gambar 14 sampai 20 menunjukkan garis regresi antara uji DHL dengan peubah vigor lain pada benih kedelai ukuran sedang.
54 y = -0 ,7 8 2 6 x + 1 0 8 ,3 2 R = 0 ,3 7 6 9
100 90 80 D B (% )
70 60 50 40 30 20 10 0 0
5
10
15
20
25
30
35
-1 -1
Nilai DHL (µS cm g )
Gambar 14. Garis regresi antara nilai DHL dan DB benih kedelai ukuran sedang
y = -1.1954x + 110.17 R 2 = 0.279 100 90
IV (%)
80 70 60 50 40 30 20 10 0 0
5
10
15
20
25
30
35
-1 -1
Nilai DHL (µS cm g )
Gambar 15. Garis regresi antara nilai DHL dan IV benih kedelai ukuran sedang
55
y = -0,4333x + 31,006 R 2 = 0,7031
30 25
Kct (%/etmal)
20 15 10 5 0 0
5
10
15
20
25
30
35
-1 -1
Nilai DHL (µS cm g )
V A A (% K e c a m b a h N o rm a l s e te la h A A )
Gambar 16. Garis regresi antara nilai DHL dan sedang
KCT
benih kedelai ukuran
y = -4 ,4 5 1 1 x + 1 7 6 ,6 R 2 = 0 ,6 9 8 2
120
100
80
60
40
20
0 0
5
10
15
20
25
30
35
-1 -1
Nilai DHL (µS cm g )
Gambar 17. Garis regresi antara nilai DHL dan VAA benih kedelai ukuran sedang
56
y = -5,441x + 200,23 R2 = 0,6476
120 100
DT (%)
80 60 40 20 0 0
5
10
15
20
25
30
35
-1 -1
Nilai DHL (µS cm g )
Gambar 18. Garis regresi antara nilai DHL dan DT benih kedelai ukuran sedang
y = 0 ,6 5 2 x + 2 0 ,6 3 8 2
R = 0 ,3 2 5 6
50 45 I o n K (p p m )
40 35 30 25 20 15 10 5 0 0
5
10
15
20
25
30
35
-1 -1
Nilai DHL (µS cm g )
Gambar 19. Garis regresi antara nilai DHL dan Ion K benih kedelai ukuran sedang
57 Pada umumnya gambar persamaan regresi yang diperoleh pada kelompok varietas kedelai berukuran benih besar (Panderman, Burangrang dan Baluran), varietas kedelai berukuran benih sedang (Sinabung, Wilis dan Kaba) maupun varietas kedelai berukuran benih besar dan sedang menunjukkan bahwa semakin makin tinggi nilai DB, IV, KCT, VAA dan DT maka nilai DHL-nya semakin rendah. Berdasarkan pada hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa uji DHL dapat digunakan untuk mendeteksi vigor benih kedelai berukuran besar maupun sedang.
Pendugaan Daya Tumbuh di Lapang berdasarkan Peubah Daya Hantar Listrik (DHL) Uji DHL telah telah direkomendasi dalam ISTA (2006) sebagai metode untuk menguji vigor benih Pisum sativum karena memiliki korelasi yang baik dengan pertumbuhan di lapang. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tao dalam Wahyuni dan Nugraha (1995) uji DHL dilaporkan memberikan hasil yang berkorelasi sangar erat dengan daya tumbuh (field emergence) benih kedelai di lapang. Hal ini sesuai dengan penelitian ini, dimana benih kedelai pada ukuran besar, sedang dan gabungan besar dan sedang memiliki hubungan yang erat dengan nilai DT. Pada varietas kedelai berukuran benih besar nilai koefisien korelasi (r= -0,90), pada varietas kedelai ukuran sedang nilai r= -0,80 sedangkan nilai koefisien korelasi pada varietas kedelai ukuran besar dan sedang adalah 0,85. Pendugaan DT pada benih kedelai melalui nilai DHL diperoleh dari persamaan regresi antara nilai DHL dengan DT pada kedelai berukuran besar dan sedang. Penentuan persamaan hubungan antara nilai DT dan nilai DHL dilakukan melalui analisa secara statistik dengan cara membuat persamaan melalui persamaan linier, logaritmic, eksponensial dan polynomial. Nilai koefisien korelasi yang ditunjukkan melalui persamaan linier adalah 0,85 dengan persamaan : y = -5,358x + 196,26. Melalui persamaan logarithmic diperoleh nilai kofisien korelasi sebesar: 0,81 dan persamaannya y = -118,96Ln(x) + 443,02. Pada persamaan secara eksponensial diperoleh nilai koefisien korelasi sebesar: 0,83 dan persamaan yang diperoleh adalah y = 1067,4e-0,1207x., sedangkan persamaan yang
diperoleh
dari
berdasarkan analisis
secara polinomial,
diperoleh persamaan y= -0,195x2+4,3296x+80,165. Nilai koefisien korelasi yang
58 didapatkan: 0,88. Gambar 20 menunjukkan garis regresi polynomial antara nilai DHL dan DT kedelai berukuran besar dan sedang.
y = -0,195x 2 + 4,3296x + 80,165 R 2 = 0,7682
120 100
D T (% )
80 60 40 20 0 0
10
20
30
40
-2 0 -1 -1
Nilai DHL (µS cm g )
Gambar 20. Garis regresi polynomial antara nilai DHL dan DT benih kedelai ukuran besar dan sedang Berdasarkan data tersebut maka dibuat suatu pendugaan daya tumbuh di lapang melalui nilai DHL. Persamaan yang digunakan adalah y = -0,195x2 + 4,3296x + 80,165. Pendugaan yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18. Pendugaan daya tumbuh benih kedelai di lapang berdasarkan nilai DHL Nilai DHL (µScm-1g-1)
Pendugaan Daya Tumbuh (DT) di Lapang (%)
< 17.8
≥ 95
17.9 - 19.3
91 -95
19.4 - 22.1
81 - 90
22.2 - 24.2
71 - 80
24.3 - 26
61 - 70
26.1 - 27.6
51 - 60
27.7 - 29.1
41 - 50
29.2 - 30.6
30 - 40
> 30.6
< 30
59 Pendugaan daya tumbuh benih kedelai melalui nilai DHL dapat diaplikasikan di tingkat lapang. Misalnya bila nilai DHL pada suatu lot benih berkisar antara 17,9 – 19,3 maka pendugaan daya tumbuhnya adalah 91 – 95%.
Pendugaan Daya Simpan Benih Kedelai dengan Menggunakan Peubah Daya Hantar Listrik (DHL)
Pengujian mutu benih yang baik adalah yang mampu menduga pertumbuhan benih di lapang secara tepat dan dapat distandardisasi. Hasil pengujian mutu benih dapat digunakan sebagai dasar untuk mengestimasi kebutuhan jumlah benih dan penanganan pertanaman. Standardisasi pengujinan bertujuan agar metode yang digunakan dapat diulang oleh orang lain dan memberikan hasil yang sama apabila semua kondisi pengujian tidak berbeda. Mengacu pada Keputusan Direktur Jendral Tanaman Pangan Tahun 1991 yang menetapkan standar minimal daya tumbuh (kecambah) benih kedelai adalah 80 % sehingga data mutu fisiologis yang tercantum pada label benih adalah persentase DB. Daya berkecambah diperlukan oleh petani untuk mengestimasi kebutuhan benih menjelang tanam. Bertitik-tolak dari nilai tersebut maka pada penelitian ini di sajikan nilai DHL benih yang dihubungan dengan nilai daya berkecambah benih hingga batas minimal ketentuan yang berlaku (80%). Analisis daya simpan pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan benih untuk dapat mempertahankan viabilitasnya hingga 80%. Untuk mendapatkan data pendugaan daya simpan benih melalui uji DHL, dibuat persamaan daya simpan pada varietas kedelai berukuran besar dan sedang. Analisis daya simpan benih diperoleh dengan cara membuat garis regresi hubungan antara data DB dengan periode simpan dan garis regresi hubungan antara nilai DHL dengan periode simpan untuk setiap varietas. Batasan periode simpan hingga DB 80 % digunakan sebagai batasan”Daya Simpan (DS)” benih. Selanjutnya Data DS digunakan untuk membuat persamaan regresi baru antara DS dengan DHL. Persamaan regresi antara DHL dan DS pada benih berukuran besar adalah y= 0,0328X2 - 2,9211x+63,559, Nilai R2 0,71 (Gambar 21). Persamaan regresi pada varietas kedelai ukuran sedang adalah y = 0.0018x2 2.0266x + 60.975, nilai R2 = 0.89 (Gambar 22). Persamaan regresi antara DHL dan DS pada varietas kedelai berukuran besar dan sedang adalah y= 0,0434X23,6431x+74,78 dengan nilai R2 sebesar 0,75 (Gambar 23).
60
2
30
Y= 0,0328X – 2,911x + 63,559 2 2 y = 0,0328x 2,9211x + 63,559 R = -0,7059 2
R = 0,7059
Daya Simpan (minggu)
25 20 15 10 5 0 0
10
20
30
40
-1 -1
DHL (µS cm g ) DHL (uSg-1cm-1)
Gambar 21. Garis regresi antara DHL dan daya simpan benih kedelai ukuran besar y = 0.0018x2 - 2.0266x + 60.975 R 2 = 0.8913
D aya Simpan (minggu)
30 25 20 15 10 5 0 0
5
10
15
20
25
30
35
-1 -1
DHL (µS cm g )
Gambar 22. Garis regresi antara DHL dan daya simpan benih kedelai ukuran sedang
61
30 Daya Sim pan (m inggu)
2
y = 0,0434x - 3,6431x + 74,78 2 R = 0,7539
25 20 15 10 5 0 0
10
20
30
40
-1 -1
DHL(uSg-1c-1) (µS cm g ) DHL
Gambar 23. Garis regresi antara nilai DHL dan daya simpan benih kedelai ukuran besar dan sedang. Berdasarkan persamaan yang telah ada maka didapatkan suatu data pendugaan daya simpan benih berdasarkan nilai DHL yang diklasifikasikan dalam suatu kisaran waktu (Tabel 19).
Tabel 19. Pendugaan daya simpan benih kedelai berdasarkan nilai DHL
Benih Berukuran Besar < 16,0
DHL (µS cm-1g-1) Benih Berukuran Sedang < 18,0
Benih berukuran Besar & Sedang < 17,0
Daya Simpan Benih Dugaan (minggu) > 25
16,5 - 18,5
18,5 – 20,0
17,5 - 19,0
21-24
19,0 – 21,0
20,5 – 22,0
19,5 - 21,0
17-20
21,5 - 23,5
22,5 – 24,0
22,0 - 23,5
13-16
24,0-27,0
24,5 -26,5
24,0 - 26,5
9-12
27,5 – 32,0
27,0 - 28,5
27,0 - 30,5
5-8
>32,5
> 29,0
> 31,0
<4
Dengan menggunakan data pada Tabel 20 maka pendugaan daya simpan benih berdasarkan ukuran benih lebih mudah. Pendugaan daya simpan benih sangat penting untuk diketahui pengguna benih untuk memilih lot mana yang harus segera digunakan/tanam/jual dan lot benih mana yang masih dapat disimpan.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Varietas kedelai ukuran besar memiliki nilai KA, DT dan DHL yang tidak berbeda nyata dengan varietas kedelai ukuran sedang, sedangkan pada peubah IV, KCT, dan VAA varietas kedelai berukuran besar mempunyai nilai yang lebih rendah dari pada varietas kedelai berukuran sedang. Pada peubah DB dan ion K, varietas kedelai ukuran besar memiliki nilai yang lebih tinggi. Perubahan nilai DB, IV, KCT, VAA, DT, DHL dan ion K selama periode simpan berbeda antar varietas. Varietas Burangrang merupakan varietas yang mampu mempertahankan viabilitas dan vigor paling lama ditunjukkan oleh DB yang menurun pada minggu ke 21, KCT pada minggu ke 18 dan DT pada minggu ke 9, diikuti varietas Kaba (DB menurun pada minggu ke 21, KCT pada minggu ke 18 dan DT pada minggu ke 3). Hasil analisis regresi dan korelasi membuktikan bahwa DHL memiliki keeratan hubungan yang nyata dengan tolok ukur vigor benih kedelai yang diamati (IV, KCT, VAA, dan DT) sehingga DHL terbukti dapat digunakan untuk menentukan status vigor. Uji DHL dapat digunakan untuk mendeteksi Daya Tumbuh (DT) dan Daya Simpan (DS) benih kedelai. Pendugaan DT dapat diperoleh dengan persamaan y = -0,195x2 + 4,3296x + 80,165. Pendugaan DS pada varietas kedelai berukuran besar dapat ditentukan dengan persamaan y= 0,0328X2 - 2,9211x+63,559, pada varietas kedelai berukuran sedang diperoleh persamaan y = 0.0018x2 - 2.0266x + 60.975. Pada varietas kedelai ukuran besar dan sedang persamaan yang diperoleh y= 0,0434X2-3,6431x+74,78.
Saran Dalam rangka penerapan uji DHL sebagai deteksi vigor benih kedelai perlu dilakukan penyempurnaan data pada beberapa aspek, antara lain: 1. Perlu dilakukan pengujian yang sama dengan menggunakan lot benih yang lebih banyak pada varietas yang lain sehingga
uji DHL untuk
mendeteksi vigor dapat berlaku umum. 2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang hubungan hasil uji DHL dengan produksi.
DAFTAR PUSTAKA Agrawal RL. 1981. Seed Technology. Oxford and IBH Publ. Co.New Delhi. 318 hal. [AOSA] Association of Official Seed Analyst. 1983. Seed Vigor Testing Handbook. The seed vigor test commitee of the association of official seed analyst. Contribution No.32. Arief R, Syam’un E, Saenong S. 2004. Evaluasi Mutu Fisik dan Fisiologis Benih Jagung CV. Lamuru dari Ukuran Biji dan Umur Simpan yang Berbeda. Jurnal Sains & Teknologi 2: 54-64. Aunuddin. 2005. Statistika; Rancangan dan Analisis Data . Bogor: IPB Press. Barlian J. 1991. Pengadaan benih kedelai dalam rangka pengembangan agro industri di Indonesia. Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih. Institut Pertanian Bogor. Bradford KJ. 2004. Seed Production and Quality. www.kew.org/sid/viability/index/html. [09-06-2006].
Halaman
107-111.
Bewley JD, Black M. 1985. Seed Physiology of Development and Germination. Plenum. New York. Budiarti T. 1999. Konservasi vigor benih rekalsitran kakao (Theobroma cacao L.) dengan penurunan kadar air dan proses invigorasinya [Desertasi]. Bogor : Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Chang, Sun SM, Sung JM. 1998. Deteriorative changes in prime sweet corn seed during storage. Seed Sci. Technol 26:13-26. Cheng H, Zheng G, Wang X, Liu, Lin. 2005. Possible Involvement of K+/Na+ in Assesing The Seed Vigor Index.
[email protected]. [09-06-2006]. Contreras S, Barros M. 2005. Vigor test on lettuce seeds and their correlation with emergence. Cien. Inv. Agr 32: 3-10 Copeland OL, McDonald MB. 1995 Principle of Seed Science and Technology. New York: Chapman & Hall,. 408 hal. Damanhuri TS, Sudikno, Yudono P. 1993. Penurunan kualitas fisiologis dan kimiawi benih kedelai selama penyimpanan. BPPS-UGM 6: 297-307. Departemen Pertanian. 2003. Produksi kedelai nasional belum mencukupi (National Soya Bean Production). Portal Republik Indonesia. www.Indonesia.go.id, [04-09-2006]. Departemen Pertanian, 2006. Peraturan Menteri Pertanian Nomor:39/Permentan/ OT.140/8/2006, Tentang: Produksi, Sertifikasi dan Peredaran Benih Bina. Departemen Pertanian. 2007. Deptan RI canangkan program bangkit kedelai. http://jabar.go.id/user/detail_berita_umum.jps?id=43, [04-09-2007].
64 Dina. 2006. Uji tetrazolium secara kualitatif dan kuantitatif sebagai tolok ukur vigor benih kedelai (Glycine max L. Merr) [Tesis]. Bogor. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Harnowo D, Adie M. 1999. Teknologi pengolahan dan penyimpanan benih kedelai, Di dalam: Prosiding Lokakarya Sistem Produksi dan Peningkatan Benih Kedelai di Jawa Timur. Malang. Balai Penelitian Tanaman Kacangkacangan dan Umbi-umbian, hlm 80-93. Hampton JG. TeKrony DM. 1995. Handbook of Vigour Test Methods. International Seed Testing Association, Zurich, Switzerland. Hal : 109. Heydecker W. 1974. Vigour. Di dalam Roberts EH, editor. Viability of Seeds. Champman Hall Ltd, London. Hal: 209-252. Hsu F. Lin JB. Chang SR. 2000. Effect of waterlogging on seed germination, electric conductivity of leakage and developments of hypocotyl and radicle in sudangrass. Botanical Bulletin of Academia Sinica. 41. Ilyas S. 1986. Pengaruh factor “induced” dan “enforced” terhadap vigor benih kedelai (Glycine max L) dan hubungannya dengan produksi per hektar [tesis]. Bogor. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. [ISTA]. International Seed Testing Association. 2006. Seed Science and Technology. International Rules for Seed Testing. Zurich: International Seed Testing Association. Justice OL. Bass LN. 2002. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih. Rennie Roesli, penerjemah; Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Terjemahan dari: The Principles and Practises of Seed Storage. 446 hal Kartono. 2004. Tehnik penyimpanan benih kedelai varietas Wilis pada kadar air dan suhu penyimpanan yang berbeda. Buletin Teknik Pertanian 9: 79-82. Kolasinska K. Szyrmer J. Dul S. 2000. Relationship between laboratory seed quality tests and field emergence of common bean seed. J. Crop Science Society of America.4 0: 470-475. Kulik MM, Yaklich RW. 1982. Evaluation of vigor test in soybean seed: relationship of accelerated aging, cold, sand bench and speed of germination test to field performance. Crop Science 22:766-770. Miguel MVC. Filho M. 2002. Potassium leakage and maize seed physiological potential. Scientia Agricola 59: 2: 315-319. http://www.scielo.br/pdf/ sa/v59n2/8927.pdf. [09-06-2006]. Nugraha US, Wahyuni S. 1998. Pengaruh kadar air benih dan jenis kemasan terhadap daya simpan benih pada suhu kamar. Penelitian Pertanian. Bogor. 59-67 Pian ZA. 1981. Pengaruh uap etil alkohol terhadap viabilitas benih jagung (Zea mays L.) dan pemanfaatannya untuk menduga daya simpan [Desertasi]. Bogor : Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
65 Pili-Sevilla E. 1987. Germination and tetrazolium testing. J. Seed Science and Technology 15 : 691 – 698. Priestley. DA.1986. Seed Ageing. Comstock Publishing Associetes. A Devision of Cornell University Press Ithaca and London. Purwanti, S. 2004. Kajian suhu ruang simpan terhadap kualitas benih kedelai hitam dan kedelai kuning. Ilmu Pertanian 11 : 1 : 2-31. Rachmawati F. 1999. Pengaruh Tingkat Kadar Air Benih dan Invigorasi dengan NAA dan GA3 terhadap Viabilitas Benih Kakao (Theobroma cacao L.). Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian. Faperta. IPB. Bogor. Robert EH. 1972. Cytological, Genetic and Metabolic Change Associated With Loss of Viability. Di dalam Roberts EH, editor. Viability of Seeds. Champman Hall Ltd, London. Hal : 253-306. Ram C. Wiesner LE. 1988. Effect of artificial ageing on physiological and biochemical parameters of seed quality in wheat. Seed Sci & Technol. 16: 579-587. Sadjad S. 1972. Kertas merang untuk uji viabilitas benih di Indonesia. beberapa penemuan dalam teknologi benih [Desertasi]. Bogor. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Sadjad S. 1980. Panduan pembinaan mutu benih tanaman kehutanan di Indonesia. Proyek Pusat Pembinaan Kehutanan Direktorat Reboisasi dan Rehabilitasi. Ditjen Kehutanan-IPB. Sadjad. 1984. Seed storage and seed storability lettuce. Note to The Participants of The 2nd FAO/Austria Workshop on Testing for Tropic. Tegalgondo. Sadjad S. 1993. Dari Benih Kepada Benih. Grasindo. Jakarta. 144 hal. Sadjad S. 1994. Kuantifikasi Metabolisme Benih. Jakarta : PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Saenong. S. 1986. Kontribusi vigor awal terhadap daya simpan benih jagung (Zea mays L.) dan kedelai (Glycine max L. Merr) [Desertasi]. Bogor : Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Salisbury FB, Ross CW. 1995. Fisiologi Tumbuhan I. Bandung.Institut Teknologi Bandung. Sarungallo A. 2001. Daya simpan benih kedelai var Meratus pada berbagai tingkat kemasakan dan kadar air benih [tesis]. Makassar. Sistem-sistem pertanian program Pascasarjana. Universitas Hasanudin. Soepriaman J. 1989. Pengaruh tempat dan kemasan terhadap kualitas dan daya simpan benih kedelai dan jagung. Seminar Hasil Penelitian Tanaman Pangan. Balittan Bogor. 45-55.
66 Sukarman, Muhadjir MF. 1993. Viabilitas Benih Kedelai Pada Kadar Air Awal dan Cara Penyimpanan yang Berbeda. Penelitian Pertanian 13: 31-34. Sumardi. Thahir R. 1995. Pascapanen kedelai dalam Kedelai. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. 429-440. Sutopo L. 2002. Teknologi Benih. RajaGrafindo Persada. Jakarta. Tao KJ. 1980. Vigor “referee” test for soybean and corn. AOSA Newsletters 54: 4058. Tatipata A, Yudono P, Purwantoro A, Mangoendidjojo W. 2004. Kajian aspek fisiologi dan biokimia deteriorasi benih kedelai dalam penyimpanan. Ilmu Pertanian:11: 2. 76-87. TeKrony DM. Egli DB. White GM. 1987. Seed Production and Technology. Dalam: Wilcox JR. (Ed). Soybeans: Improvement, Production and Uses. Ed ke-2. American Society of American Society of Agronomy. Inc. Madison: Crop Science Society of America. Inc. Soil Science of America. Inc. 295-346. Tekrony DM. Egli DB. 1977. Relation between laboratory indices of soybean seed vigor and field emergence. Crop Science 17: 573-577 Viera RD, Tekrony DM, Egli DB, Rucker M. 2001. Electrical conductivity of soybean seeds after storage in several environments. Seed Science and Technology 29: 599-608. Viera RD. Bittencourt SRM, Panobianco M. 2004. Seed vigour-An important component of seed quality in Brazil. A News Bulettin Seed Testing International 126: 21-22. Wahyuni S, Nugraha US. 1995. Viabilitas dan vigor benih padi dari berbagai berat jenis selama penyimpanan. Jurnal Penelitian Pertanian:14: 174-185. Wang YRL. Yu ZB. Liu YL. 2004. Vigor test used to rank seed lot quality and predict field emergence in four forage species. Crop Sci 44:535-541. http://crop.scijournals.org/cgi/content/abstrac/44/2/535 [09-06-2006].
LAMPIRAN
68 Lampiran 1. Deskripsi kedelai varietas Panderman Nomor galur
: GC 87032-10-1
Asal
: Introduksi asal Taiwan
Warna hipokotil
: hijau
Warna epikotil
: hijau
Warna daun
: hijau tua
Warna bulu
: coklat
Warna bunga
: putih
Warna kulit polong
: coklat
Warna kulit biji
: kuning muda
Warna hilum
: coklat tua
Tipe tumbuh
: determinate
Tinggi tanaman
: 44 cm
Umur berbunga
: 33 hari
Umur masak
: 83 hari
Bentuk biji
: agak bulat
Berat 100 biji
: 18,19 gram
Kadar protein
: 36,91%
Kadar lemak
: 17,66 %
Potensi hasil
: 2,37 ton/hektar
Kerebahan
: tahan rebah
Pemulia
: M Muchlis Adie, Mohammad Ma’sum, Lena Wahyu Marwati, M Aris, Lin Yen Jen, Chen Keng-Feng, Chen II Tsung
Tahun di lepas
: 2003 (SK Mentan No. 395/Kpts/SR.120/8/2003
69 Lampiran 2. Deskripsi kedelai varietas Burangrang Nomor galur
: C1-I-2-/KPR-3
Asal
: Segregat silang alam, diambil dari tanaman petani di Jember
Warna hipokotil
: ungu
Warna bunga
: ungu
Warna biji
: kuning
Warna hilum biji
: terang
Warna bulu
: coklat kekuningan
Tipe tumbuh
: determinate
Tinggi tanaman
: 60-70 cm
Bentuk daun
: oblong, ujung runcing
Percabangan
: 1-2 cabang
Umur berbunga
: 35 hari
Umur masak
: 80-82 hari
Bentuk biji
: agak bulat
Kerebahan
: tahan rebah
Berat 100 biji
: 17 gram
Kadar protein
: 39%
Kadar lemak
: 20 %
Ukuran biji
: besar
Daya hasil
: 1,6 – 2,5 ton/hektar
Ketahanan terhadap hama penyakit: toleran terhadap karat daun Keterangan
: sesuai untuk bahan baku susu kedelai, temped an tahu
Pemulia
: R.P.P. Rodiah, Ono Sutrisno, Gatot Kustiyono, Sumarno dan Sugito
Tahun di lepas
: 1999 (SK Mentan No. 766/Kpts/TP. 240/6/1999
70 Lampiran 3. Deskripsi kedelai varietas Baluran Nomor galur
: GC88025-3-2
Asal
: Persilangan AVRDC
Warna hipokotil
: ungu
Warna epikotil
: hijau
Warna daun
: hijau
Warna bunga
: ungu
Warna kulit biji
: kuning
Warna hilum
: coklat muda
Warna bulu
: coklat
Warna polong masak
: coklat
Tipe tumbuh
: determinate
Tinggi tanaman
: 60-80 cm
Bentuk daun
: oblong, ujung runcing
Percabangan
: 1-2 cabang
Umur berbunga
: 33 hari
Umur masak
: 80 hari
Bentuk biji
: bulat telur
Kerebahan
: tahan rebah
Berat 100 biji
: 15-17 gram
Kadar protein
: 38-40 %
Kadar lemak
: 20-22 %
Ukuran biji
: besar
Daya hasil
: 2,5-3,5 ton/hektar
Pemulia
: Ir Suyono, MS, Dr. Ir. T. Adisarwanto, Dr.I.Hartana
Tahun di lepas
: 2002 (SK Mentan No. 257/Kpts/TP. 240/4/2002
71 Lampiran 4. Deskripsi kedelai varietas Sinabung Nomor galur
: MSC 9526-IV-C-4
Asal
: Silang ganda 16 tetua
Warna hipokotil
: ungu
Warna epikotil
: hijau
Warna daun
: hijau tua
Warna bulu
: coklat
Warna bunga
: ungu
Warna kulit polong
: coklat
Warna kulit biji
: kuning
Warna hilum
: coklat
Tipe tumbuh
: determinate
Tinggi tanaman
: 66 cm
Umur berbunga
: 35 hari
Umur polong masak
: 88 hari
Bentuk biji
: lonjong
Berat 100 biji
: 10,68 gram
Kadar protein
: 46,0%
Kadar lemak
: 13,0 %
Potensi hasil
: 2,16 ton/hektar
Ketahanan terhadap hama penyakit : tahan rebah Pemulia
: M Muchlish Adie Soegito, Darman M. Arsyad, Arifin
Tahun di lepas
: 2003 (SK Mentan No. 533/Kpts/TP.240/10/2001
72 Lampiran 5. Deskripsi kedelai varietas Wilis Nomor galur
: B 3034
Asal
: Seleksi keturunan persilangan Orba x N0.1682
Warna hipokotil
: ungu
Warna batang
: hijau
Warna daun
: hijau - hijau tua
Warna bulu
: coklat tua
Warna bunga
: ungu
Warna polong tua
: coklat tua
Warna kulit biji
: kuning
Warna hilum
: coklat tua
Tipe tumbuh
: determinate
Tinggi tanaman
: 40-50 cm
Umur berbunga
: + 39 hari
Umur masak
: + 88 hari
Bentuk biji
: oval, agak pipih
Berat 100 biji
: +10 gram
Kadar protein
: 37%
Kadar lemak
: 18 %
Potensi hasil
: tertinggi 2,7 ton/ha Hasil rata-rata 1,6 ton
Ketahanan hama penyakit
: agak tahan penyakit karat dan virus
Sifat-sifat lain
: tahan rebah
Pemulia
: Sumarno, Darman M.Arsyad, A. Dimyati, Rodiah dan Ono Sitrisno
Tahun di lepas
: 1983 (SK Mentan No. TP.240/519/Kpts/7/1983
73 Lampiran 6. Deskripsi kedelai varietas Kaba Nomor galur
: MSC 9526-IV-C-4
Asal
: Silang ganda 16 tetua
Warna hipokotil
: ungu
Warna epikotil
: hijau
Warna daun
: ungu
Warna bulu
: hijau tua
Warna bunga
: hijau
Warna kulit polong masak
: coklat
Warna kulit biji
: kuning
Warna hilum
: coklat
Tipe tumbuh
: determinate
Tinggi tanaman
: 64 cm
Umur berbunga
: 35 hari
Umur polong masak
: 85 hari
Bentuk biji
: lonjong
Berat 100 biji
: 10,37 gram
Kadar protein
: 44,0%
Kadar lemak
: 14,0 %
Potensi hasil
: 2,13 ton/hektar
Ketahanan terhadap hama penyakit
: agak tahan terhadap penyakit karat daun
Pemulia
: M Muchlish Adie Soegito, Darman M. Arsyad, Arifin
Tahun di lepas
: 2003 (SK Mentan No. 532/Kpts/TP.240/10/2001
74 Lampiran 7. Data suhu (oC) dan kelembaban (%) di ruang simpan benih Tanggal
1 – 15 Desember 2006 16- 31 Desember 2006 1 – 15 Januari 2007 16 – 31 Januari 2007 1 – 14 Pebruari 2007 15 – 28 Pebruari 2007 1 – 15 Maret 2007 16 – 31 Maret 2007 1 – 15 April 2007 16 – 30 April 2007 1 – 15 Mei 2007 16 – 31 Mei 2007 1 – 15 Juni 2007 16 – 30 Juni 2007 1 – 15 Juli 2007
Suhu Maksimum (oC) 31 30 32 32 31 32 32 32 32 32 32 33 33 33 32
Suhu Minimum (oC) 26 26 26 26 26 26 26 26 26 26 26 26 26 26 26
Kelembaban Maksimum (%) 86 85 85 86 85 85 85 85 85 85 85 85 85 85 85
Kelembaban Minimum (%) 52 51 49 49 49 49 49 47 47 47 47 49 48 48 50
Lampiran 8. Tabel kondisi iIklim rata-rata bulanan di wilayah Cibinong dari bulan Desember 2006 hingga Juli 2007 Temperatur R PG LP I KA HH CH KN Tx Tn Tm Desember 2006 31,5 23,2 26,1 87 4,1 50 254 2,4 23 563 Januari 2007 31,7 22,4 26,2 81 3,0 61 223 3,0 14 489 Pebruari 2007 29,7 22,6 25,1 87 3,0 43 254 2,2 19 213 Maret 2007 30,7 22,9 25,7 86 3,7 45 240 3,7 19 615 April 2007 31,6 22,9 25,8 85 3,8 59 257 2,1 20 292 Mei 2007 31,8 22,9 26,0 86 3,5 71 254 1,9 10 174 Juni 2007 31,4 22,3 25,6 83 3,6 76 253 2,0 11 218 Juli 2007 31,7 21,8 25,5 81 3,7 86 272 2,2 6 178 Sumber: Badan Meteorologi dan Geofisika, Stasiun Klimatologi Klas I, Bogor Keterangan : Tn : Temperatur minimum (oC) Tx : Temperatur maksimum (oC) Tm : Temperatur rata-rata (oC) RKN : Rata-rata kelembapan nisbi PG : Penguapan LP : Lama penyinaran I : Intensitas KA : Kecepatan Angin HH : Hari hujan CH : Curah hujan KA : Kecepatan angin (m/detik) Bulan
75
Lampiran 9. Benih kedelai yang digunakan sebagai bahan penelitian
Lampiran 10. Kondisi penyimpanan benih kedelai selama 21 minggu
76
Lampiran 11. Pengujian daya tumbuh benih kedelai di lapang
Lampiran 12. Pengujian benih dengan metoda Accelerated Ageing
a
Ket: (a) : Alat pengukur daya hantar listrik (Conductivitymeter) (b) : Dip cell dimasukkan dalam larutan air rendaman untuk mengetahui nilai DHL
Lampiran 13. Pengujian benih dengan metoda uji daya hantar listrik
b
77 Lampiran 14. Sidik ragam pengaruh varietas dan periode simpan terhadap peubah kadar air (KA) benih kedelai Sumber Keragaman Varietas (V) Kelompok Galat a Periode Simpan (P) VxP Galat b Total KK = 0.99
Derajat Bebas 5 3 15 7 35 126 191
Jumlah Kuadrat 11.7154 0.1959 0.2218 2.2549 1.5141 1.2196 17.1220
Kuadrat Tengah 2.3431 0.0653 0.0148 0.3221 0.0433 0.0097
F Hitung 242.05 4.42 1.53 33.28 4.47
Pr > F 0.0001** 0.0204** tn 0.1049 0.0001** 0.0001**
Lampiran 15. Sidik ragam pengaruh varietas dan periode simpan terhadap peubah daya berkecambah (DB) benih kedelai Sumber Keragaman Varietas (V) Kelompok Galat a Periode Simpan (P) VxP Galat b Total
Derajat Bebas 5 3 15 7 35 126 191
Jumlah Kuadrat 1796.1510 36.4739 233.6197 3352.4947 1108.2239 2362.6562 8889.6197
Kuadrat Tengah 359.2302 12.1579 15.5746 478.9278 31.6635 18.7512
F Hitung 19.16 0.65 0.83 25.54 1.69
Pr > F 0.0001** tn 0.5854 tn 0.6422 0.0001** 0.0191*
KK = 4.83
Lampiran 16. Sidik ragam pengaruh varietas dan periode simpan terhadap peubah indeks vigor (IV) benih kedelai Sumber Keragaman Varietas (V) Kelompok Galat a Periode Simpan (P) VxP Galat b Total
Derajat Bebas 5 3 15 7 35 126 191
Jumlah Kuadrat 12346.2131 68.8072 159.7239 12893.3282 8958.0781 4014.7187 38440.8692
Kuadrat Tengah 2469.24270 22.9357638 10.6482638 1841.90401 255.945089 31.8628472
F Hitung 77.50 0.72 0.33 57.81 8.03
Pr > F 0.0001** tn 0.5419 tn 0.9906 0.0001** 0.0001**
KK = 7.27 Keterangan : Pr > F = Peluang nyata tn = tidak berpengaruh nyata
** *
= berpengaruh sangat nyata = berpengaruh nyata
78 Lampiran 17. Sidik ragam pengaruh varietas dan periode simpan terhadap peubah kecepatan tumbuh (KCT) benih kedelai Sumber Keragaman Varietas (V) Kelompok Galat a Periode Simpan (P) VxP Galat b Total
KK =
Derajat Bebas 5 3 15 7 35 126 191
Jumlah Kuadrat 267.3631 39.0237 163.3356 1302.3941 709.5877 1547.9356 4029.6400
Kuadrat Tengah 53.4726 13.0079 10.8890 186.0563 20.2739 12.2852
F Hitung 4.35 1.06 0.89 15.14 1.65
Pr > F 0.0011** 0.3691* 0.5807tn 0.0001** 0.0238*
18.07
Lampiran 18. Sidik ragam pengaruh varietas dan periode simpan terhadap peubah vigor setelah accelerated ageing (VAA) benih kedelai Sumber Keragaman Varietas (V) Kelompok Galat a Periode Simpan (P) VxP Galat b Total
Derajat Bebas 5 3 15 7 35 126 191
Jumlah Kuadrat 5139.1667 95.2917 310.7083 134890.4166 11009.8333 2076.5000 153521.9166
Kuadrat Tengah 1027.8333 31.7639 20.7139 19270.0602 314.5667 16.4802
F Hitung
Pr > F
62.37 1.93 1.26 1169.29 19.09
0.0001** 0.1285* 0.2395* 0.0001** 0.0001**
KK = 6.97
Lampiran 19. Sidik ragam pengaruh varietas dan periode simpan terhadap peubah daya tumbuh (DT) benih kedelai Sumber Keragaman Varietas (V) Kelompok Galat a Periode Simpan (P) VxP Galat b Total
Derajat Bebas 5 3 15 7 35 126 191
Jumlah Kuadrat 262.4965 25.0332 79.4128 180781.3328 5554.1384 507.2726 187209.6863
Kuadrat Tengah 52.4992 8.3444 5.2942 25825.9046 158.6897 4.0260
F Hitung
Pr > F
13.04 2.07 1.32 6414.82 39.42
0.0001** 0.1072* 0.2027* 0.0001** 0.0001**
KK = 3.26 Keterangan : Pr > F = Peluang nyata tn = tidak berpengaruh nyata
** *
= berpengaruh sangat nyata = berpengaruh nyata
79 Lampiran 20. Sidik ragam pengaruh varietas dan periode simpan terhadap peubah daya hantar listrik (DHL) benih kedelai Sumber Keragaman Varietas (V) Kelompok Galat a Periode Simpan (P) VxP Galat b Total
Derajat Bebas 5 3 15 7 35 126 191
Jumlah Kuadrat 418.6614 8.0747 55.1780 925.9747 372.2208 413.8865 2193.9982
Kuadrat Tengah 83.7323 2.6916 3.6787 132.2821 10.6349 3.2848
F Hitung 25.49 0.82 1.12 40.27 3.24
Pr > F 0.0001** tn 0.4855 tn 0.3455 0.0001** 0.0001**
KK = 7.76
Lampiran 21. Sidik ragam pengaruh varietas dan periode simpan terhadap peubah kandungan ion K benih kedelai Sumber Keragaman Varietas (V) Kelompok Galat a Periode Simpan (P) VxP Galat b Total
Derajat Bebas 5 3 15 7 35 126 191
Jumlah Kuadrat 18804.1031 12.7919 528.4263 1058.3218 571.8093 2571.3760 23546.8285
Kuadrat Tengah 3760.8206 4.2639 35.2284 151.1888 16.337408 20.407746
F Hitung 184.28 0.21 1.73 7.41 0.80
Pr > F 0.0001** tn 0.8901 0.0537* 0.0001** tn 0.7739
KK = 10.55
Lampiran 22. Hasil sidik ragam pengaruh kelompok varietas kedelai berukuran besar dan kelompok varietas berukuran sedang terhadap peubah yang diamati Peubah
DF
SS
F Value
Pr > F
Kadar Air
1
0.131406
9.29
0.0040**
Daya berkecambah
1
328.130208
17.50
0.0001**
Indeks vigor
1
14179.687500
514.17
0.0001**
Kecepatan tumbuh Vigor setelah Accelerated Ageing Daya tumbuh
1
177.870000
14.58
0.0002**
1
4351.020833
264.02
0.0001**
1
2251.321102
559.20
0.0001**
Daya hantar listrik
1
22.113675
6.23
Ion K
1
8547.205633
418.82
Keterangan : Pr > F = Peluang nyata tn = tidak berpengaruh nyata
** *
0.0139* 0.0001**
= berpengaruh sangat nyata = berpengaruh nyata
80
Lampiran 23. Nilai rata-rata peubah viabilitas dan vigor benih pada kelompok Kelompok Varietas
Peubah
Ukuran Besar
Ukuran Sedang
Kadar air (%)
10.03 a
9.93 a
Daya berkecambah (%)
90.99 a
88.30 b
Indeks vigor (%)
76.62 b
79.74 a
Kecepatan tumbuh (%/etmal)
18.78
b
19.98 a
Vigor setelah Accelerated Ageing (VAA) (%)
53.22 b
63.62 a
Daya tumbuh (%)
62.72 a
61.62 a
Daya hantar listrik (µS cm-1g-1)
25.46 a
24.70 a
Ion K (ppm)
45.78 a
37.18
b
varietas kedelai berukuran besar dan sedang Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada baris yang sama, tidak berbeda nyata pada taraf uji DMRT 5 %
Lampiran 24 Sidik ragam persamaan regresi antara DHL dan DB pada semua varietas kedelai Sumber Keragaman Persamaan Regresi Galat Total
Derajat Bebas 1 46 47
Jumlah Kuadrat 756.93 807.29 1564.22
Kuadrat Tengah 756.93 17.55
F Hitung 43.13
Pr > F 0.000**
KK = 4,19 Lampiran 25. Sidik ragam persamaan regresi antara DHL dan IV pada semua varietas kedelai
Sumber Keragaman Persamaan Regresi Galat Total
Derajat Bebas 1 46 47
KK = 7,76 Keterangan : Pr > F : Peluang nyata ** : berpengaruh sangat nyata
Jumlah Kuadrat 1201.0 2771.3 3972.4
Kuadrat Tengah 1201.0 60.2
F Hitung 19.94
Pr > F 0.000**
81
Lampiran 26. Sidik ragam persamaan regresi antara DHL dan VAA pada semua varietas kedelai Sumber Keragaman Persamaan Regresi Galat Total
Derajat Bebas 1 46 47
Jumlah Kuadrat 25575 12216 37791
Kuadrat Tengah 25575 266
F Hitung 96.30
Pr > F 0.000**
KK = 16,29 Lampiran 27. Sidik ragam persamaan regresi antara DHL dan KCT pada semua varietas kedelai Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F Hitung
Pr > F
Persamaan Regresi Galat Total
1 46 47
276.56 158.02 434.58
276.56 3.44
80.51
0.000**
KK = 1,85 Lampiran 28. Sidik ragam persamaan regresi antara DHL dan DT pada semua varietas kedelai Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F Hitung
Pr > F
Persamaan Regresi Galat Total
1 46 47
29724 11229 40953
29724 244
121.77
0.000**
KK = 4,19 Lampiran 29. Sidik ragam persamaan regresi antara DHL dan Ion K pada semua varietas kedelai
Sumber Keragaman Persamaan Regresi Galat Total
Derajat Bebas 1 46 47
Jumlah Kuadrat 787.77 2901.01 3688.78
KK = 7,94 Keterangan : Pr > F : Peluang nyata ** : berpengaruh sangat nyata
Kuadrat Tengah 787.77 63.07
F Hitung 12.49
Pr > F 0.001**
82 Lampiran 30. Sidik ragam persamaan regresi antara DHL dan DB pada varietas kedelai berukuran besar Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F Hitung
Pr > F
Persamaan Regresi Galat Total
1 22 23
456.22 330.34 786.56
456.22 15.02
30.38
0.000**
KK =3,87 Lampiran 31. Sidik ragam persamaan regresi antara DHL dan IV pada varietas kedelai berukuran besar Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F Hitung
Pr > F
Persamaan Regresi Galat Total
1 22 23
676.21 994.09 1670.30
676.21 45.19
14.97
0.001**
KK = 6,72 Lampiran 32. Sidik ragam persamaan regresi antara DHL dan KCT pada varietas kedelai berukuran besar Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F Hitung
Pr > F
Persamaan Regresi Galat Total
1 22 23
223.04 72.17 295.21
223.04 3.28
67.99
0.000**
KK = 1,81
Lampiran 33. Sidik ragam persamaan regresi antara DHL dan VAA pada varietas kedelai berukuran besar Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
Persamaan Regresi Galat Total
1 22 23
16000 5587 21587
16000 266
KK = 16,31 Keterangan : Pr > F : Peluang nyata ** : berpengaruh sangat nyata
F Hitung
Pr > F
60.14
0.000**
83 Lampiran 34. Sidik ragam persamaan regresi antara DHL dan DT pada varietas kedelai berukuran besar Sumber Keragaman Persamaan Regresi Galat Total
Derajat Bebas 1 22 23
Jumlah Kuadrat 17202 4164 21366
Kuadrat Tengah 17202 189
F Hitung 90.89
Pr > F 0.000**
KK = 13,76 Lampiran 35. Sidik ragam persamaan regresi antara DHL dan Ion K pada varietas kedelai berukuran besar Sumber Keragaman Persamaan Regresi Galat Total
Derajat Bebas 1 22 23
Jumlah Kuadrat 852.23 1439.72 2291.95
Kuadrat Tengah 852.23 65.44
F Hitung 13.02
Pr > F 0.002**
KK = 8,09
Lampiran 36. Sidik ragam persamaan regresi antara DHL dan DB pada varietas kedelai berukuran sedang Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F Hitung
Pr > F
Persamaan Regresi Galat Total
1 22 23
262.18 433.44 695.62
262.18 19.70
13.31
0.001**
KK = 4,44 Lampiran 37. Sidik ragam persamaan regresi antara DHL dan IV pada varietas kedelai berukuran sedang Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F Hitung
Pr > F
Persamaan Regresi Galat Total
1 22 23
611.81 1581.05 2192.86
611.81 71.87
8.51
0.008**
KK = 8,48 Keterangan : Pr > F : Peluang nyata ** : berpengaruh sangat nyata
84 Lampiran 38. Sidik ragam persamaan regresi antara DHL dan VAA pada varietas kedelai berukuran sedang Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F Hitung
Pr > F
Persamaan Regresi Galat Total
1 22 23
8482.4 3666. 12148.84
8482.4 166.7
50.90
0.000**
KK = 12,91 Lampiran 39. Sidik ragam persamaan regresi antara DHL dan KCT pada varietas kedelai berukuran sedang Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F Hitung
Pr > F
Persamaan Regresi Galat Total
1 22 23
80.385 33.939 114.324
80.385 1.543
52.11
0.000**
KK = 1,24 Lampiran 40. Sidik ragam persamaan regresi antara DHL dan DT pada varietas kedelai berukuran sedang Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
Persamaan Regresi Galat Total
1 22 23
12675 6898 19573
12675 314
F Hitung
Pr > F
40.42
0.000**
KK = 17,71 Lampiran 41. Sidik ragam persamaan regresi antara DHL dan Ion K pada varietas kedelai berukuran sedang Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F Hitung
Pr > F
Persamaan Regresi Galat Total
1 22 23
182.00 377.02 559.03
182.00 17.14
10.62
0.004**
KK = 4,14 Keterangan : Pr > F : Peluang nyata ** : berpengaruh sangat nyata