PEMANASAN BUMI DAN TANGGUNG JAWAB ARSITEK Tri Harso Karyono Pengajar Arsitektur di Universitas Tarumanagara, Jakarta Balai Besar Teknologi Energi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Email:
[email protected] Dipresentasikan dalam SeminarPemanasan Bumi di Jurusan Teknik Arsitektur, Universitas Atamajaya,Yogyakarta,6 September 2007
ABSTRAK Pemanasan bumi mengakibatkan perubahan cuaca global. Belakangan ini banyak dijumpai anomali cuaca di berbagai tempat di dunia. Hujan lebat turun tidak pada waktunya, gelombang panas melanda tempat yang tidak pernah mengalami sebelumnya. Pemanasan bumi diduga keras akibat dari emisi gas karbon dioksida (CO2) secara berlebihan ke atmosfir. Perubahan iklim global membawa dampak terhadap semua sendi kehidupan manusia. Terjadinya perubahan iklim secara langsung atau tidak langsung merubah lingkungan fisik manusia di mana mereka tinggal dan melakukan kegiatan kesehariannya. Perubahan iklim global memberikan dampak terhadap perubahan parameter iklim (suhu udara, suhu radiasi, kelembaban, kecepatan angin) kota, kawasan di sekitar bangunan, serta parameter iklim di dalam bangunan itu sendiri. Emisi CO2 bukan saja dihasilkan oleh pembakaran bahan bakar untuk industri dan transportasi namun juga dihasilkan dari pembakaran bahan bakar pembangkit listrik yang digunakan bangunan dalam rangka pencapaian kenyamanan fisik manusia. Karena kekeliruan arsitek banyak bangunan tidak nyaman, karena terlalu panas. Untuk itu diperlukan AC untuk mendinginkannya. Diperlukan listrik dalam jumlah besar yang bersumber dari energi minyak dan mengemisi CO2. Dari tangan arsitek pula bangunan menyumbangkan panas bagi lingkungan di sekitarnya. Dan arsitek pula yang perlu bertanggung jawab terhadap kenaikan suhu (pemanasan) kota, atau populer dengan fenomena’ heat urban island’. Kenaikan suhu kota dan kenaikan suhu lingkungan di sekitar bangunan menyulitkan pengguna bangunan mencapai kenyamanan termal tanpa AC, menyulitkan pengguna kendaraan untuk nyaman tanpa kendaraan ber-AC. Semua ini semakin mendorong penggunanan mesin AC untuk mendinginkan ruang di dalam bangunan. Dan semua ini berkonsekuensi terhadap semakin besarnya bahan bakar (minyak) yang harus dibakar untuk pembangkit listrik. Kenaikan suhu kota diperkirakan turut menyumbang terjadinya perubahan cuaca lokal dan regional, sementara intensitas kenaikan pembakaran bahan bakar (minyak) menyumbang emisi CO2 ke atmosfirdan memicu pemanasan global Paper ini memberikan pengenalan terhadap pemanasan global, penyebab terjadinya, serta memberi gambaran bagaimana tangan arsitek turut bertanggung jawab terhadap pemanasan globa tersebutl. Paper ini juga memberikan beberapa solusi rancangan arsitekturbangunan dan kota yang diharapkan dapat mengurangi terjadinya pemanasan lingkungan dan pemanasan bumi. Kata kunci: bahan bakar minyak (bbm), energi, heat urban island, karbon dioksida, kenaikan suhu, rancangan kota, pemanasan bumi 1. PENDAHULUAN Peningkatan keragaman aktifitas manusia serta peningkatan tuntutan kualitas hidup manusia mendorong penggunaan teknologi yang konsumtif terhadap penggunaan sumber energi tidak terbarukan seperti halnya minyak bumi. Penggunaan minyak bumi sebagai sumber energi listrik maupun energi mekanik saat ini sulit dilepaskan dari kehidupan manusia sehari-hari
Di sisi lain, berbagai penemuan ilmu pengetahuan dan teknologi banyak membantu menciptakan kemudahan hidup manusia di dunia ini. Transportasi cepat dan nyaman, bangunan indah dan nyaman, peralatan-peralatan elektronika dan komunikasi yang mampu mendukung aktifitas manusia secara lebih mudah, cepat dan pasti. Semuanya merubah pola dan cara pandang hidup manusia terhadap dunia. Terjadi pergeseran pola dan aktifitas manusia, dari kehidupan tradisional agraris yang bergantung dengan alam, menjadi suatu kehidupan modern industrialistis, serba cepat dan sangat tergantung terhadap teknologi. Dari sisi fisik muka bumipun terjadi perubahan-perubahan yang mencolok. Kawasan hutan berubah menjadi pertanian, Kawasan pertanian berubah menjadi permukiman dan desa, desa berubah menjadi kota kecil, kota kecil berubah menjadi kota besar, kota besar menjadi metropolitan, dan kota metropolitan menjadi megapolitan dan seterusnya. Kehidupan manusia menjadi lebih dinamis, lebih cepat, dan tergantung kepada teknologi modern. Sayangnya hampir semua teknologi modern yang digunakan manusia saat ini sangat bergantung kepada sumber energi bahan bakar minyak (BBM) yang notabene tidak terbarukan. Mesin ketik manual yang mengandalkan tenaga tangan manusia diganti dengan komputer yang dioperasikan listrik. Timba air atau pompa air tangan diganti pompa listrik, tungku kayu bakar diganti kompor gas atau kompor listrik, sepeda dan alat transportasi hewan diganti sepeda motor, mobil, kereta api, kapal motor dan bahkan pesawat terbang. Semuanya mengkonsumsi banyak energi yang sebagain besar bersumber dari minyak. Pembakaran minyak secara kontinyu dalam jumlah yang sangat besar di satu sisi menyebabkan penipisan cadangan sumber daya energi yang tidak terbarukan, sementara di sisi lain menghasilkan polutan CO2 yang diduga keras sebagai penyebab terjadinya pemanasan bumi (global warming). Sejak revolusi Industri aktifitas manusia di dunia diperkirakan mengemisi sekitar 25% CO2 lebih banyak dari waktu-waktu sebelumnya [1]. Konsekuensi dari pemanasan bumi adalah terjadinya perubahan cuaca yang tidak beraturan dan sulit diprediksi. Badai panas melanda daratan Eropa merenggut puluhan jiwa. Banjir melanda Inggris saat musim panas. Hujan lebat turun tidak pada waktunya menyebabkan banjir di beberapa tempat di Sulawesi belakangan ini. Anomali iklim dan cuaca muncul di berbagai tempat di dunia. Banyak dijumpai kejadian-kejadian janggal dalam pola iklim di berbagai tempat di seluruh bagian dunia. Hujan lebat dan banjir di bulan-bulan musim kemarau di Indonesia. Gelombang panas di Turki yang tidak pernah terjadi pada waktu sebelumnya.
2
2. PENINGKATAN KONSENTRASI CO2 DAN PEMANASAN BUMI Baron Jean Baptiste Fourier [2], akhli matematik Perancis, mencetuskan teori sekitar tahun 1820an bahwa atmosfir bumi yang terbentuk dari berbagai kompisisi gas (karbon dioksida/CO2, uap air dan methane) berperilaku semacam kaca transparan yang menyelimuti bumi. Selimut atau selubung transparan (bening) ini berfungsi sebagaimana sebuah rumah kaca yang memungkinkan panas serta cahaya matahari menembus permukaan bumi. Sebagai rumah kaca, selimut ini tidak membiarkan seluruh panas yang sudah diterima oleh bumi kemudian kembali ke angkasa luar. Dengan selimut transparan ini, sejumlah panas yang cukup ideal bagi kelangsungan hidup makhluk bumi dan tumbuhan, diperangkap di antara permukaan bumi dan lapisan atmosfir. Seandainya gas-gas pembentuk atmosfir bumi yang berperan seperti selimut ini tidak ada, maka seluruh panas dari matahari akan dilepas kembali ke angkasa luar mengakibatkan bumi beku. Contoh klasik peran CO2 dalam pengaturan suhu atmosfir planet adalah yang terjadi pada Venus. Konsentrasi CO2 pada atmosfir Venus sangat tinggi mengakibatkan suhu planet ini demikian tingginya sehingga tidak memungkinkan suatu kehidupan berlangsung. Phenomena sebaliknya terjadi pada planet Mars. Konsentrasi CO2 di sekitar planet ini sangat rendah sehingga hampir seluruh panas matahari yang jatuh ke planet dikembalikan ke angkasa luar, membuat suhu udara Mars sangat rendah dan tidak memungkinkan suatu kehidupan berlangsung. Woodwell [3], akhli biologi dan lingkungan, memperkirakan bahwa perusakan hutan tropis merupakan faktor penting lain yang menyebabkan terjadinya pemanasan bumi, karena kemampuan penyerapan karbon dioksida di udara menjadi sangat berkurang dengan berkurangnya jumlah area hutan tropis. Kemampuan vegetasi menyerap CO2 di udara dibuktikan oleh Charles Keeling [3] di Lembaga Penelitian di Hawaii, bahwa konsentrasi CO2 di wilayah beriklim empat musim akan mencapai titik maksimum pada akhir musim dingin (dimana pohon kehilangan seluruh daunnya), serta mencapai titik minimum pada akhir musim panas (di mana pohon memiliki kelebatan daun yang tinggi). Variasi tahunan perubahan konsentrasi CO2 di udara ini tidak terjadi pada kawasan Tropis, karena sepanjang tahun vegetasi pada kawasan ini tidak mengalami proses perontokan daun seperti halnya yang terjadi pada musim Dingin di wilayah Sub Tropis. Amerika Serikat dengan penduduk sekitar 4% dari populasi dunia mengemisi CO2 sebanyak 25% atau seperempat dari total emisi CO2 seluruh dunia. Amerika mengemisi CO2 lebih besar dari total tiga Negara besar, China, India dan Jepang [1].
3
3. PEMANASAN BUMI, EFEK RUMAH KACA DAN PERUBAHAN IKLIM GLOBAL Pemanasan bumi (global warming) adalah suatu fenomena alam di mana suhu udara rata-rata permukaan bumi (pada lapisan atmosfir) meningkat. Diperkirakan dalam seratus tahun terakhir ini, suhu udara rata-rata dunia naik sekitar 0.74 ± 0.18 °C [1]. Akibat dari pemanasan bumi ini terjadi perubahan cuaca secara acak di berbagai belahan dunia. Diperkirakan akan terjadi kenaikan suhu udara bumi sekitar (1.5 - 4°C) pada akhir tahun 2100 jika tidak dilakukan usahausaha untuk menanggulanginya [1]. Pemanasan bumi terjadi akibat efek rumah kaca (greenhouse) yang disebabkan oleh gasgas rumah kaca. Gas rumah kaca terdiri dari uap air (tidak termasuk awan), yang mempengaruhi antara 36–70% terjadinya efek rumah kaca; CO2 yang mempengaruhi sekitar 9–26% terjadinya efek rumah kaca; methane (CH4), yang mempengaruhi sekitar 4–9% terjadinya efek rumah kaca; dan ozone, yang mempengaruhi sekitar 3–7% terjadinya efek rumah kaca [4 ]. Efek rumah kaca pertama kali ditemukan oleh Joseph Fourier tahun 1824, kemudian dilakukan penelitian secara kuantitatif oleh Svante Arrhenius tahun 1896 [4]. Efek rumah kaca merupakan proses yang terjadi akibat pancaran sinar matahari berupa gelombang pendek menembus kaca (atau bidang transparan yang berperilaku seperti kaca), memanaskan bendabenda di dalamnya. Benda-benda tersebut kemudian menjadi panas dan memancarkan (meradiasi kembali) panasnya dalam bentuk gelombang panjang (infrared) ke udara. Karena kaca (atau selubung transparan) tidak dapat ditembus oleh radiasi gelombang panjang (infrared), maka panas terperangkap di dalamnya. Fenomena ini mengakibatkan kenaikan suhu ruang di dalam rumah kaca tersebut. Pemanasan bumi terjadi melalui proses yang sama sebagaimana terjadi pada fenomena rumah kaca. Hanya saja dalam kasus pemanasan bumi, bidang transparan yang menyelubungi bumi adalah kumpulan gas. Semakin tinggi konsentrasi gas, akan semakin sulit ditembus oleh radiasi infrared atau radiasi panas dari bumi yang dipancarkan kembali ke ruang angkasa. Terjadi akumulasi panas di bawah lapisan atmosfir bumi, menaikan suhu udara rata-rata di atas permukaan bumi dan mengakibatkan pemanasan bumi. Fenomena rumah kaca tidak selalu berkonotasi negative. Efek rumah kaca diperlukan bumi untuk mengatur suhu udara permukaan bumi sedemikian rupa agar kehidupan makhluk hidup dapat berlangsung. Tanpa adanya gas-gas rumah kaca yang menimbulkan efek rumah kaca, suhu udara bumi diperkirakan akan turun sekitar 30 °C [4], dan diperkirakan tidak akan ada kehidupan di muka bumi ini.
4
4. KONSEKUENSI PEMANASAN BUMI 4.1. Perubahan Pola Iklim Pemanasan bumi memunculkan berbagai kejanggalan (anomali) iklim di mana-mana. Beberapa tempat yang seharusnya musim panas dan kering, namun justru kebanjiran. Badai tropis, badai panas, gelombang laut muncul tidak sesuai dengan pola iklim sebelumnya.
4.2. Kenaikan suhu udara rata-rata bumi Pemanasan bumi menaikkan suhu udara rata-rata bumi diikuti dengan semakin seringnya muncul badai panas, seperti yang sering terjadi akhir-akhir ini. Dalam seratus tahun terakhir, kenaikan suhu rata-rata di Amerika Serikat mencapai hingga 2 oC. Kenaikan tertinggi terjadi dalam 3-5 tahun terakhir ini [4]. Sejak tahun 1980, suhu bumi mencapai titik yang tertinggi dalam catatan sejarah. Tahun 2005 merupakan tahun yang terpanas sementara tahun 2002 dan 2003 tercatat dalam urutan dua dan tiga terpanas sepanjang sejarah fluktuasi panas bumi [4].
4.3. Kekeringan dan Kebakaran Hutan Tingginya suhu udara akan menyebabkan kekeringan di berbagai tempat di dunia dan menimbulkan kebakaran hutan secara alami. Di beberapa tempat di dunia telah terjadi kebakaran hutan dan belukar secara alami akibat panas dan ranting-ranting kering yang saling bergesekan. Pada tahun 2002 Amerika Serikat bagian barat, Colorado, Arizona, Oregon, dan lainnya mengalami kebakaran hutan yang paling hebat dalam 50 tahun terakhir. Lebih dari 3 juta hektar lahan terbakar [1].
4.4. Peningkatan Hujan Badai dan Banjir Tingginya suhu udara meningkatkan penguapan air laut secara signifikan. Besarnya kandungan uap air di udara mengakibatkan terjadinya hujan lebat di beberapa tempat di dunia. Konsekuensinya adalah bencana banjir melanda kawasan tersebut. Banjir melanda berbagai tempat di dunia belum lama ini: Inggris, China, Korea, Jepang, Indonesia (Sulawesi Tengah), dan lainnya.
4.5. Merebaknya Berbagai Penyakit Berbagai bencana alam yang disebabkan oleh perubahan ekstrim iklim seperti banjir, badai panas dan lainnya menimbulkan berbagai penyakit. Badai panas di tahun 2003 menewaskan lebih dari 20 ribu jiwa di Eropa dan sekitar 1500 korban di India. Lebih dari 250 ribu jiwa melayang di
5
Amerika Serikat tahun 1999 akibat badai panas. Penyakit yang ditularkan melalui nyamuk meluas di mana-mana karena perubahan cuaca dan kenaikan temperatur. Nyamuk yang banyak dijumpaui di wilayah tropis basah akan menyebar ke wilayah iklim lain karena peningkatan suhu dan kelembaban di iklim tersebut yang mendekati atau menyerupai iklim tropis basah. Nyamuk demam berdarah yang sebelumnya hanya hidup di wilayah dengan ketinggian di bawah 10.000m, belum lama ini dijumpai di pegunungan Andes di Colombia dengan ketinggian sekitar 23.000m di atas permukaan laut [1]. Di Indonesia, nyamuk malaria dijumpai di berbagai tempat yang lebih tinggi dari sebelumnya [4].
4.6. Pemanasan Air Laut Pemanasan bumi menaikkan suhu air laut dan berkonsekuensi terhadap terjadinya badai dan angin topan di laut. Suhu air laut yang lebih tinggi memiliki energi potensial tinggi dan sewaktuwaktu dapat dilepaskan dan siap menghancurkan apa saja. Dalam beberapa bulan terakhir ini badai laut menghancurkan banyak kapal dan memusnahkan permukiman nelayan di beberapa pantai di Indonesia dan negara Asia lainnya.
4.7. Mencairnya Es di Kutub dan Kenaikan Permukaan Air Laut Kenaikan suhu bumi mempercepat pencairan es di kutub, menaikan ketinggian permukaan air laut, menciptakan berbagai gelombang pasang yang pada akhirnya akan menenggelamkan banyak kawasan pantai di manapun. Antara bulan Januari dan Maret 2002 sebagian kawasan es di Antartika mencair. Sejak 1995, daratan es Antartika mencair dan berkurang hingga 40 prosen [4]. Menurut laporan NASA, ketebalan lapisan es di Artik berkurang hingga 40 prosen. Kenaikan permukaan air laut diperkirakan mencapai 100m [5].
5. SAHAM ARSITEK DALAM PEMANASAN BUMI Karbon dioksida bukan saja diemisi dari pembakaran bahan bakar industri dan transportasi, namun juga pembakaran bahan bakar untuk pembangkit listrik yang digunakan bangunan untuk memenuhi kebutuhan kenyamanan fisik manusia di dalamnya. Arsitek merubah kawasan hutan, pertanian, rawa dan ruang hijau lain menjadi perumahan dan kota. Dari tangan arsitek ditentukan apakah kota dan bangunan yang dirancang akan hemat enegi atau sebaliknya, konsumtif terhadap pemakaian BBM dan mengemisi banyak CO2 serta menyebabkan pemanasan bumi?. Dari tangan arsitek, kota dirancang minim jalur pedestrian. Kota disterilkan dari pejalan kaki dan hanya memberi ruang maksimal bagi kendaraan bermotor, 6
berkonsekuensi terhadap melonjaknya konsumsi BBM. Dari tangan arsitek pula, sejumlah kota menjadi miskin vegetasi. Kota dipenuhi oleh hamparan aspal dan beton, menaikkan suhu udara kota. Karena tangan arsiteklah kota menjadi panas. Di sisi lain vegetasi berfungsi sebagai penyerap CO2 di udara. Udara kota yang panas memaksa arsitek mulai merancang bangunan dengan mesin pendingin (AC). Konsumsi listrik melonjak, pembakaran minyak melonjak. Emisi CO2 tidak terbendung lagi. Dan sekali lagi, memanaskan bumi. Pemanasan bumi mengakibatkan kenaikan suhu rata-rata di permukaan bumi. Hal ini menimbulkan masalah terhadap pemenuhan kebutuhan kenyaman termal manusia, terutama yang tinggal di kawasan tropis seperti Indonesia. Semua manusia di muka bumi, tanpa kecuali, memerlukan suhu nyaman agar dapat melangsungkan aktifitasnya dengan baik. Tanpa suhu nyaman manusia tidak dapat bekerja secara optimal. Arsitek, sebagai orang yang bertanggung jawab terhadap pengukiran kulit bumi, dan bertanggung jawab terhadap penyediaan lingkungan buatan yang nyaman, harus mampu mangantisipasi kenaikan suhu udara luar rata-rata dan menyediakan tempat tinggal yang layak serta nyaman bagi manusia. Bagaimana kenaikan suhu luar rata-rata dapat diantisipasi dan dimodifikasi melalui rancangan bangunan yang tepat sehingga manghasilkan suhu di dalam bangunan yang nyaman – sesuai dengan kebutuhan manusia - tanpa harus menguras sumber energi tidak terbarukan. Bagaimana rancangan kota mampu mengantisipasi kenaikan suhu udara luar rata-rata sehingga suhu udara kota masih tetap berada dalam batas-batas yang dapat ditolerir oleh kemampuan fisik manusia.
6. PERAN ARSITEK UNTUK MEMINIMALKAN PEMANASAN BUMI 6.1. Penghijauan Kota dan Kawasan Taman dan jalur hijau kota umumnya diinterpretasikan sebagai lahan kota di mana tumbuhan berada. Meskipun wujud fisik dari taman atau jalur hijau kota tidak seluruhnya berupa tumbuhan, namun peran tumbuhan pada taman dan jalur hijau terhadap kota sangat penting. Bagi kota tropis seperti di Indonesia tumbuhan atau pohon yang ditanam pada taman dan jalur hijau berfungsi paling tidak untuk mengurangi pencemaran dan pemanasan udara kota. Dalam proses fotosintesis [6]: 6CO2 + 6H2O + katalis (5 kWh/kg radiasi matahari + khlorofil) = C6H12O6 + 6O2 terlihat bagaimana CO2 diikat air dengan bantuan radiasi matahari dan khlorofil sebagai katalis. Sementara O2 dihasilkan sebagai produk ikutan yang bermanfat bagi kelangsungan hidup manusia. Dengan digunakannya radiasi matahari dalam jumlah tertentu dalam proses fotosintesis 7
tersebut, secara langsung tumbuhan berfungsi menyerap sebagian panas matahari yang jatuh ke permukaan bumi. Artinya tumbuhan akan menurunkan suhu udara di sekitarnya. Di sisi lain, dalam proses fotosintesis tersebut diserap pula sejumlah gas CO2, yang berarti tumbuhan akan mereduksi sejumlah CO2 sebagai polutan udara kota. Dengan kata lain tumbuhan akan membantu 'membersihkan' udara kota. Peneliti Norwegia memperlihatkan, dalam satu musim pertumbuhan, pohon dengan diameter 14 m dengan luas permukaan daun sekitar 1.600 m2 menyerap sejumlah CO2 dan SO2 di udara untuk menghasilkan sejumlah O2 yang cukup bagi keperluan bernafas satu orang dalam satu tahun. Pohon yang sama akan memfilter satu ton debu per tahun, mengurangi kotornya udara kota. Sementara itu pada kasus lain, dengan perkiraan sebuah mobil menempuh perjalanan rata-rata 1600 km per tahun di dalam kota diperlukan 200 batang pohon untuk menyerap CO2, maka kota baru hemat energi Milton Keynes, 65 km utara London, ditanami sejuta pohon untuk mengantisipasi CO2 yang dihembuskan oleh 5 ribu kendaraan bermotor di kota itu [7]. Pada sisi lain, tumbuhan juga berfungsi menyerap polutan udara dalam bentuk NOx. Penelitian Nanny Kusminingrum dari Puslitbang PU terhadap kemampuan tumbuhan dalam mengurangi tingkat polusi (NOx) memperlihatkan kemampuan tumbuhan dalam menyerap NOx [8]. Dari penelitian tersebut diperlihatkan bahwa jenis tumbuhan yang sering ditanam pada taman kota dan jalur hijau kota seperti Angsana, Mahoni, Kenari, Salam, Bugenfil, Nusa Indah, Kembang Sepatu, dan lainnya, mampu mengurangi NOx rata-rata di atas 50%.
6.2. Meminimalkan Efek ‘Heat Urban Island’ Matahari memancarkan panasnya melalui radiasi ke permukaan bumi. Implikasi radiasi matahari ke permukaan bumi berbeda sesuai dengan perbedaan karakter permukaan tanah. Material keras menyerap panas banyak namun pada saatnya dipancarkan kembali. Warna permukaan juga menentukan jumlah penyerapan panas, warna gelap lebih banyak menyerap sementara warna terang lebih banyak memantulkan panas radiasi tersebut. Akibat tertutupnya permukaan tanah oleh beton - baik berupa bangunan, parkir atau jalan di kawasan kota, radiasi matahari yang jatuh pada kawasan itu sebagian besar diserap dan kemudian dilepaskan kembali ke udara di sekitarnya. Karena sebagian besar area kota tertutup material keras, suhu udara kota menjadi lebih tinggi dibanding kawasan rural di sekelilingnya. Fenomena ini disebut heat urban island, dimana area fisik kota seolah menjadi sebuah pulau yang memancarkan panas di tengah hamparan kehijauan kawasan rural. Bagaimana agar fenomena ini berkurang, dalam arti suhu udara kota tidak jauh berbeda dengan suhu udara kawasan rural atau desa sekitarnya?. 8
Dalam proses fotosintesis di atas tampak bahwa sejumlah panas matahari digunakan untuk mengikat CO2 dengan air, akibatnya suhu udara di sekitar tumbuhan turun. Dalam hal ini keberadaan tumbuhan secara langsung atau tidak langsung akan menurunkan suhu udara di sekitarnya, karena radiasi panas matahari akan diserap oleh daun untuk proses fotosintesa dan penguapan seperti terlihat pada reaksi fotosintesis tersebut. Dengan demikian, selain mengurangi CO2 dan meningkatkan O2, tumbuhan juga berfungsi menurunkan suhu udara kota, atau dengan kata lain menyejukkan kota. Penelitian Parker [9] dan Akbari [10] di AS memperlihatkan penanaman pohon lindung di sekitar rumah tinggal akan menurunkan suhu udara sekitar 3 oC, sehingga penggunaan energi listrik pada rumah tinggal yang ber - AC berkurang hingga sekitar 30%, karena secara teori penurunan suhu sekitar 1oC setara dengan pengurangan energi sekitar 10%. Dapat disimpulkan penurunan suhu udara hingga 3oC dapat dicapai jika ruang terbuka sekitar bangunan ditanami pohon pelindung, dengan pengertian halaman, jalan masuk kendaraan serta halaman parkir terlindung dari radiasi matahari. Kesimpulan penelitian Parker dan Akbari di atas menunjukkan suatu gambaran kuantitatif mengenai kemampuan tumbuhan untuk mengurangi penggunaan energi pada bangunan di kota yang disebabkan oleh penurunan suhu udara di sekitar tumbuhan tersebut. Peran taman dan jalur hijau tampak jelas di sini, bahwa jika taman dan jalur hijau tersebut ditanami cukup tumbuhan, maka penggunaan energi untuk pendinginan bangunan ber-AC pada kawasan kota akan berkurang karena menurunnya suhu udara kota akibat keberadaan tumbuhan tersebut.
6.3. Merancang Bangunan dan Kota sesuai Iklim: Meminimalkan Penggunaan Energi untuk Kenyamanan Fisik 1.
Prinsip utama menurunkan suhu (panas) di dalam rumah adalah mengurangi ‘perolehan panas’ (heat gain) radiasi matahari yang jatuh mengenai bangunan rumah. Pengurangan radiasi matahari ini dapat melalui ‘pembayangan’ bangunan lain di sekitarnya, atau dengan pembayangan pohon besar di sekitar rumah. Jika perolehan panas matahari dapat diminimalkan, maka suhu udara di dalam rumah menjadi lebih rendah. Meskipun ini bersifat relatif, artinya jika kondisi suhu udara luar di sekitar rumah sudah cukup tinggi, maka suhu udara di dalam rumah juga akan sulit mencapai suhu nyaman, Dari hasil penelitian penulis, suhu nyaman di Jakarta dicapai antara 24,5 hingga 28,5 oC [11], dengan kelembaban di bawah 70% dan aliran udara di atas 0,2 m/detik. Namun seandainya pengkondisian udara mekanis (AC) tetap harus digunakan, maka dengan memperhatikan hal-hal berikut ini 9
diharapkan beban pendinginan AC menjadi lebih rendah, artinya kapasitas daya yang digunakan berkurang dan konsekuensinya menghemat pemakaian listrik. 2.
Usahakan agar ruang di bawah atap (antara penutup atap dan langit-langit) diberi ventilasi semaksimal mungkin. Hal ini dimaksudkan agar udara panas yang terperangkap di bawah penutup atap (karena radiasi matahari) dapat dibuang atau dialirkan keluar, sehingga panas tersebut tidak merambat ke langit-langit melalui proses konduksi, yang akhirnya memanaskan ruang di bawahnya melalui proses radiasi. Dalam membuat bukaan perlu diperhatikan masuknya burung atau kelelawar, untuk itu lubang-lubang ventilasi perlu diberi kawat (ayakan pasir). Atap merupakan komponen utama yang membuat rumah menjadi panas. Jika panas dari atap dapat dibuang, ruangan di bawahnya cenderung lebih dingin. Atap yang tinggi (volume ruang antara penutup atap dan langit-langit besar) membantu mengurangi pemanasan ruang-ruang di dalam rumah. Coba perhatikan desain rumah-rumah masa kolonial Belanda dengan atap yang tinggi dan besar.
3.
Jika ruang tidak menggunakan AC, usahakan agar terjadi aliran udara yang menerus (ventilasi silang) di dalam rumah, terutama bagi ruang-ruang yang dirasa panas. Dari sisi akustik hal ini memang kurang menguntungkan, namun ini merupakan pilihan, mana yang perlu dikalahkan. Hindari menutup seluruh lahan dengan bangunan yang menyebabkan aliran udara menerus tidak dimungkinkan. Aliran udara penting untuk menciptakan efek dingin bagi tubuh manusia. Ciptakan ruang-ruang terbuka di sekitar rumah jika lahan memungkinkan, agar ventilasi silang mudah berlangsung.
4.
Hindarkan penempatan ruang-ruang utama, seperti ruang tidur, ruang keluarga, dan lainnya pada sisi barat, kecuali ada pembayangan dari bangunan lain atau pohon besar pada sisi tersebut. Dinding ruang di bagian barat akan mendapatkan radiasi matahari siang dan sore yang sangat tinggi, dan membuat ruang di dalamnya panas. Sebaiknya sisi barat rumah digunakan untuk ruang-ruang servis seperti KM/WC, gudang, tangga, terutama jika sisi ini tidak mendapat pembayangan.
5.
Minimalkan penggunaan material keras (beton, aspal) untuk menutup permukaan halaman, taman atau parkir tanpa adanya peneduh. Material keras yang terkena radiasi matahari langsung akan menaikkan suhu udara di sekitar rumah dan akhirnya membuat ruangan di dalam rumah panas.
10
6.4. Menggunakan Sumber Energi non BBM bagi Bangunan Lalu bagaimana caranya agar fenomena pemanasan bumi ini dapat dicegah? Jenis sumber energi apa yang cukup aman digunakan bagi pembangkit listrik?. Sumber energi lain di luar minyak bumi yang digunakan sebagai pembangkit listrik adalah energi nuklir. Sumber energi ini sebetulnya relatif bersih dengan harga yang cukup bersaing setelah digunakan beberapa waktu, namun yang menjadi kendala adalah sampah radioaktif yang dihasilkan dari reaksi fusi Uranium (U235 dan U238) pada reaktor pembangkit. Teknologi pembuangan limbah radioaktif ini (yang umumnya ditanam dalam tanah hingga kedalaman 600 meter) masih menjadi perdebatan para ilmuwan, politisi dan wakil rakyat di banyak negara, karena limbah buangan ini diperkirakan tetap akan bersifat radioaktif selamanya. Alternatif pembuangan di dasar laut bahkan di ruang angkasa kiranya masih sulit diterima oleh berbagai kalangan karena tetap akan membahayakan kelangsungan hidup manusia. Sumber energi alternatif yang dianggap paling aman adalah energi matahari atau tenaga surya. Tenaga (energi) surya adalah tenaga yang berasal langsung dari radiasi matahari, seperti halnya panas matahari, energi listrik yang dibangkitkan photovoltaic, serta jenis tenaga yang terbentuk sebagai akibat (efek) langsung atau tidak langsung dalam jangka yang relatif pendek dari radiasi matahari, seperti halnya angin. Konversi dari tenaga surya menjadi tenaga listrik tidak akan menghasilkan polutan ataupun limbah. Tenaga surya dapat dimanfatkan secara pasif dan aktif. Dalam pemanfaatan tenaga surya secara aktif, dimana dilakukan konversi menjadi tenaga listrik, dikenal beberapa teknologi konversi. Secara teori teknologi konversi yang dapat digunakan untuk merubah tenaga surya menjadi tenaga listrik diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Pembangkit listrik tenaga surya - secara teori panas matahari digunakan untuk memanaskan benda cair yang kemudian digunakan untuk menggerakkan turbin pembangkit listrik. Meskipun pada kenyataannya hal ini sangat sulit dilakukan meingingat jumlah panas yang diterima relatif sangat sedikit, efisiensi mesin rendah, serta banyaknya panas yang terbuang dalam proses. 2. Satelit pembangkit listrik tenaga matahari - dengan menggunakan satelit ruang angkasa (di luar atmosphere bumi) yang berupa panel solar sel raksasa dengan dimensi sekitar 10 km2 untuk menangkap dan mengkonversi energi matahari menjadi energi listrik yang kemudian ditransmisikan - setelah dirubah dahulu dengan konverter menjadi energi gelombang pendek - ke stasiun penerima di bumi yang berupa panel seluas 10 x 15 km [13]. Sistem ini
11
diperkirakan akan menghasilkan sekitar 5 giga watt atau setara dengan lima stasiun pembangkit listrik raksasa di bumi 3. Solar-sel (photovoltaic) yang ditempatkan di luar bangunan sebagai alat konversi gelombang radiasi matahari menjadi arus listrik 4. Pembangkit Listrik Tenaga Angin (wind-power), dimana tenaga angin digunakan untuk menggerakan turbin pembangkit tenaga listrik 5. Pembangkit Listrik Tenaga Air (hydro-power), umumnya digunakan pada bendungan atau air terjun, dimana tenaga gerak air digunakan sebagai pemutar turbin pembangkit listrik
7. PENUTUP Tidak ada yang menyangkal bahwa pemanasan bumi tengah berlangsung. Pemanasan bumi mengakibatkan perubahan cuaca global. Para ilmuan sepakat bahwa penyebab utama pemanasan bumi adalah emisi berlebihan dari karbondioksida (CO2) ke atmosfir. Karbon dioksida sebagian besar diemisikan dari hasil pembakaran minyak bagi kebutuhan aktifitas manusia. Pembangkit listrik, kendaraan bermotor, industri, dan beberapa sektor lain merupakan penyumbang CO2 terbanyak di udara. Beberapa konsekuensi dari pemanasan bumi adalah terjadinya perubahan cuaca yang tidak beraturan, badai panas, badai tropis, gelombang pasang laut, mencairnya lapisan es di kutub utara dan selatan, kenaikan ketinggian muka air laut, dan menyebarnya berbagai macam penyakit. Arsitek, sebagai orang yang paling bertanggung jawab dalam pengukiran kulit bumi, merupakan sosok yang turut bertangung jawab terhadap pemanasan bumi. Dari tangan arsiteklah lingkungan alamiah yang berupa hutan, rawa, daerah pertanian di rubah menjadi bangunan, kumpulan bangunan, jalan, dan kota. Aktifitas manusia kota lebih bergantung kepada teknologi yang digerakan oleh listrik dan bahan bakar minyak (BBM) disbanding aktifitas manusia di hutan atau desa. Rancangan kota dan bangunan sangat mempengaruhi besar sedikitnya energi yang digunakan oleh setiap individu dan sangat mempengaruhi jumlah pelepasan atau emisi CO2 ke udara yang menyebabkan pemanasan bumi. Arsitek harus bertanggung jawab terhadap setiap garis yang ditorehkan di atas kertas. Garis-garis tersebut akan sangat menentukan besar kecilnya emisi ketika ia mulai diwujudkan menjadi bangunan aatu kota. Garis-garis yang dibuat tanpa pengetahuan atau tanpa kesadaran terhadap konsekuensi penggunaan energi dan akhirnya konsekuensi terhadap emisi CO2 akan menjadi awal bencana pemanasan bumi ketika garis-garis tersebut sudah mulai diwujudkan menjadi bangunan atau kota.
12
Arsitek masa kini dan masa depan adalah arsitek yang memahami dan menguasai strategi perancangan bangunan dan kota yang mampu meminimalkan penggunaan energi BBM, dan otomatis meminimalkan emisi CO2 ke udara, sehingga membantu memperlambat atau meniadakan proses pemanasan bumi.
8. REFERENSI 1. http://www.climatehotmap.org 2. Smyth, A and Wheater, C (1990), Here's Health The Green Guide, Argus Book, England. 3. Woodwell, GM (1978), The Carbon Dioxide Question, in Energy and Environment, WH Freeman and Co, USA 4. http://www.ncdc.noaa.gov/oa/climate/globalwarming.html 5. USA Environmental Protection Agency, Climate Change, Website, 2007 6. Szokolay, SV (1976), Solar Energy and Building, The Architectural Press, London, UK 7. Vale, B dan Vale, R (1991), Green Architecture, Thames and Hudson, London 8. Kompas (1997), Tumbuhan Terbukti mampu Mereduksi Polusi, PT Gramedia, Jakarta 17 Mei, hal.12. 9. Akbari, H. et al. (1990), Summer Heat Island, Urban Trees and White Surfaces, ASHARE Transactions, pp.1381-1388. 10. Parker, J. (1981), Uses of landscaping for energy conservation, Florida International University and the Governor's Energy Office of Florida. 11. Karyono, T.H. (2000), Report on Thermal Comfort and Building Energy Studies in Jakarta, Journal of Building and Environment, vol. 35, pp 77-90, Elsevier Science Ltd., UK 12. Smyth, A and Wheater, C (1990), Here's Health The Green Guide, Argus Book, England.
13