PEMANA ASAN BE ERULANG G TERHA ADAP KANDUNGA AN GIZI “SIE REUBO OH” MAK KANAN TR RADISIONAL ACE EH
LAILI SUHAIRI
SE EKOLAH PASCAS SARJANA A INS STITUT PERTANIA AN BOGO OR BOGOR 2007
ABSTRAK LAILI SUHAIRI. Pemanasan Berulang terhadap Kandungan Gizi Sie Reuboh Makanan Tradisional Aceh. Dibimbing oleh EVY DAMAYANTHI dan FAISAL ANWAR. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan gizi dari sie reuboh yang telah mengalami pemanasan berulang. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Tahap pendahuluan bertujuan untuk mencari resep standar sie reuboh dengan menggunakan wawancara dan uji organoleptik terhadap panelis di Aceh Besar yang memiliki kebiasaan dan pengetahuan tentang sie reuboh. Tahap lanjutan bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemanasan berulang sie reuboh terhadap mutu protein, keruskan lemak, jumlah mikroba, dan kesukaan panelis. Analisis data penelitian menggunakan program SPSS 11.5 for Windows dan Microsoft Excel 2003. Untuk menganalisis data-data uji beda pada penelitian pendahuluan digunakan tabel uji beda dari Jellinek (1985). Data-data sifat kimia dan mikroba dinalisis menggunakan ragam Anova, sedangkan untuk mengetahui perbedaan masing-masing perlakuan digunakan uji lanjut Duncan. Data organoleptik pada penelitian pendahuluan dan lanjutan dianalisis secara statistik menggunakan analisis ragam (One Way Anova). Hasil wawancara didapatkan dua macam resep yang sering digunakan dalam pembuatan sie reuboh. Resep pertama menggunakan bumbu bawang putih, cabe rawit, cabe merah, cabe merah kering, bubuk kunyit, lenguas, jahe, dan cuka aren. Resep kedua tidak menggunakan bawang putih, lengkuas, dan jahe. Resep standar yang dipakai pada tahap lanjutan adalah 2000 g daging, 20 g bawang putih, 20 g cabe rawit, 100 g cabe merah, 20 g cabe merah kering, 50 g bubuk kunyit, 40 g lengkuas tumbuk, 600 g lemak, 40 g jahe, 150 g cuka aren, dan 250 ml air. Pemanasan berulang terhadap sie reuboh menyebabkan kadar protein menurun yaitu dari 82,36 menjadi 62,60% (bk) dan meningkatkan persentase penurunan daya cerna protein sie reuboh yaitu dari 2,57 menjadi 8,68%. Kadar asam lemak bebas meningkat dari pemanasan kontrol (9,78 ml NaOH 0,1 N/ 100 g) sampai 19,86 ml NaOH 0,1 N/ 100 g pada pemanasan ke-6. Bilangan peroksida meningkat dari 3,57 menjadi 13,32 mg O2/100g. Bilangan TBA mengalami peningkatan yaitu dari 0,99 menjadi 2,25 ppm. Jumlah mikroba selama pemanasan berulang mengalami kenaikan pada pemanasan ke-4 tetapi menurun kembali pada pemanasan ke-5 dan ke-6 dan berkisar antara 2,20-4,26 log koloni per ml. Pemanasan berulang berpengaruh nyata (α<0,05) terhadap penurunan kadar protein dan daya cerna protein, meningkatkan kadar asam lemak bebas, bilangan peroksida, dan bilangan TBA. Pemanasan berulang tidak berpengaruh nyata (α>0,05) terhadap jumlah mikroba. Pemanasan berulang sie reuboh memberikan pengaruh yang nyata (α<0,05) terhadap peningkatan kesukaan rasa, dan keempukan serta penurunan kesukaan terhadap warna. Pemanasan berulang tidak memberikan pengaruh nyata (α>0,05) terhadap kesukaan aroma.
Kata kunci : Sie reuboh, pemanasan, masakan Aceh
ABSTRACT LAILI SUHAIRI. The Effect of Repeated on Nutrient Content and Acceptance of Aceh
Traditional Food (Sie Reuboh). Supervised by EVY DAMAYANTHI and FAISAL ANWAR This study was done in two steps. First step is to look for sie reuboh standard recipe that is created by trial and error based on interview result and organoleptic test by native of 20 panelis of Aceh Besar who were familiar and accustom to cook sie reuboh. Second step is to analyze the effect of repeated heating of sie reuboh, which made by standardized recipe, on water, protein, and fat content; protein quality (digestibility); the degree of fat deterioration (FFA, peroxide, and TBA number); amaunt of microbe; and the acceptance. Experimental design was done in second step was Completely Randomized Design with 6 treatment and repeated 2 times. Analysis of experiment data was used SPSS 11.5 for Windows and Microsoft Excel 2003. Analysis of different test data was used Jellinek different test table. Chemical characteristic and microbe data were analyted with variant analysis, and to know the difference amounts treatment was used Duncan analysis. To analysis organoleptic data in first step and second step experiments were used variant analysis (one way anova). Chosen recipe from first step experiment is recipe which used complete spices. They are meat, onion, chili paper, red hot chili paper, dry red hot chili paper, turmeric, ginger plant, fat, ginger, sugar palm vinegar, and water. Repeated heating to sie reuboh can caused decreasing protein level from 82,36-62,60% dry basic (db) and percentage of decreasing of digestion ability became 2,57-8,68%. Free fatty acid level increasing from heating control (9,78 ml NaOH/100 mg) to 19,86 ml NaOH/100 mg at 6th heating. Peroxide number increasing from 3,57 to 13,32 mg O2/100 mg and TBA number increasing from 0,99 to 2,25 ppm. Amount of microbe as long as repeated heating was increasing at 4th, but at 5th and 6th heating it was decreasing again approximately 2,20-4,20 log colony/ml. Repeated heating were significantly (α = 0,05) decrease protein level and protein digestion ability, increasing free fatty acid level, peroxide number, and TBA number, but not significant to amount of microbe. Result from variant analysis of sie reuboh repeated heating was significant to increasing taste and meat tenderization, decreasing the color acceptance, but not significant to flavor acceptance. Key words : traditional food, Sie reuboh, repeated heating, nutrient composition
PEMANASAN BERULANG TERHADAP KANDUNGAN GIZI SIE REUBOH MAKANAN TRADISIONAL ACEH
LAILI SUHAIRI
Tesis Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains pada Departemen Gizi Masyarakat
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
Judul Tesis
: Pemanasan Berulang Terhadap Kandungan Gizi Sie Reuboh Makanan Tradisional Aceh
Nama
: Laili Suhairi
NRP
: A551040021
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Faisal Anwar, MS Anggota
Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS Ketua
Diketahui
Ketua Program Studi GMK
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS
Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
Tanggal Ujian : 26 Juni 2007
Tanggal Lulus :
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Lilik Kustiyah, M.Si
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul PEMANASAN BERULANG TERHADAP KANDUNGAN GIZI SIE REUBOH MAKANAN TRADISIONAL ACEH adalah karya saya sendiri dengan arahan pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juni 2007
Laili Suhairi
© Hak cipta milik IPB, tahun 2007 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Istitut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm dan sebagainya
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan baik. Penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang tak terhingga kepada : 1. Dr.Ir. Evy Damayanthi, MS, sebagai ketua komisi pembimbing dan Prof. Dr. Ir. Faisal Anwar, MS sebagai anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan sejak persiapan, selama penelitian, sampai tersusunnya tesis ini. 2. Dr. Ir. Lilik Kustiyah, M.Si sebagai penguji luar komisi yang telah banyak memberi masukan untuk perbaikan tesis ini. 3. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB beserta staf administrasi dan staf pengajar, khususnya Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga atas bekal materi pengajaran dan pelayanan akademik yang diberikan selama penulis menempuh pendidikan di IPB. 4. Rektor, Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti Pendidikan Magister Sains di IPB. 5. Pengelola bantuan dana pendidikan (BPPS) dari Dikti, Pemda Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dan Yayasan Damandiri atas bantuan biaya pendidikan yang telah diberikan kepada penulis. 6. Bapak Mashudi, Ibu Rizki, Ibu Nina atas semua bantuannya di Laboratorium. 7. Penghargaan dan terima kasih yang tulus ikhlas terutama kepada Ibunda tercinta Hj. Rahmani dan Ayahanda Abd. Hamid Ali (Almarhum) yang senantiasa mengiringi langkah kami anak-anaknya dengan doa, dan menjadikan kami orang berilmu. Kepada suami, T. Burdan dan putra-putri tersayang Cut Ghumaisha Milhan, T.M. Nabil dan T.M. Mutasyammil (lahir saat sedang studi pascasarjana) terima kasih atas curahan kasih sayang, perhatian, pengertian, kesabaran, dan semua pengorbanan yang diberikan demi keberhasilan studi ini. 8. Seluruh keluarga yang selalu memberi dukungan dan menguatkan penulis dalam penyelesaian studi terutama kakak-kakak dan adik-adik. Kepada Kakak Siti Lailina, SE dan Keluarga, Ferriyati , SE dan Keluarga di Banda Aceh, Abang Hilman Susandi & Keluarga di Tiga Raksa, serta adik-adik tersayang, Mashuri, S.Sos dan Karyawati, SE.Ak di Banda Aceh. Terima kasih atas semua bantuan, pengasuhan kepada anak-anak, serta dukungan dan doanya selama ini. 9. Khususnya teman-teman satu angkatan di GMK, P.Edi, Maryam, Fia, Uli, Inne, dan Ana, juga Atit dan Eka. Kepada teman-teman dari PKK Unsyiah yang samasama mengikuti S2 di GMK, Bu Indani dan Bu Fitriana, serta semua temanteman di Prodi PKK FKIP Unsyiah. Terima kasih banyak atas semua doa dan dukungan yang telah diberikan selama perkuliahan dan penyelesaian studi ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat. Bogor, Juni 2007
Laili Suhairi
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Aceh Besar, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) pada tanggal 8 Oktober 1970 sebagai anak keempat dari enam
bersaudara, anak dari
pasangan Abd Hamid Ali dan Hj. Rahmani Ibrahim. Pada tahun 1990 penulis lulus dari SMA Negeri 3 Banda Aceh dan lulus seleksi masuk
di Program Studi PKK FKIP
UNSYIAH (Universitas Syiah Kuala) Nanggroe Aceh Darussalam dan lulus pada tahun 1996. Mulai tahun 1999 sampai sekarang menjadi staf pengajar Program Studi PKK bidang keahlian Tata Boga Jurusan Pendidikan dan Teknologi Kejuruan FKIP UNSYIAH Nanggroe Aceh Darussalam. Pada tahun 2004 mendapat kesempatan tugas belajar pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga
Program Magister
Sains di Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor dengan beasiswa BPPS. Pada tahun 1999 menikah dengan Teuku Burdan dan dikaruniai tiga orang putraputri yang diberi nama Cut Ghumaisha Milhan, T.M.Nabil, dan T.M. Mutasyammil.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ................................................................................................. vi DAFTAR GAMBAR
.......................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... .... viii PENDAHULUAN ................................................................................................ Latar Belakang ......................................................................................... Tujuan ........................................................................................................ Manfaat .....................................................................................................
1 1 3 4
TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 5 Daging ..................................................................................................... 5 Perubahan Sifat Kimia Pangan selama Pengolahan .............................. 7 Perubahan Sifat Kimia Protein ........................................................... 8 Perubahan Sifat Kimia Lipid ................................................................. 9 Bahan Pelengkap untuk Pembuatan Sie Reuboh ..................................... 11 Cabai Merah dan Cabai Rawit ............................................................. 11 Bawang Putih ....................................................................................... 12 Kunyit ................................................................................................... 13 Lengkuas ............................................................................................. 14 Jahe ..................................................................................................... 14 Proses Pembuatan Sie Reuboh ................................................................ 15 BAHAN DAN METODE .................................................................................... 17 Waktu dan Tempat .................................................................................... 17 Bahan dan Alat .......................................................................................... 17 Metode ...................................................................................................... 18 Penelitian Pendahuluan ........................................................................ 18 Penelitian Lanjutan ............................................................................... 19 Rancangan Percobaan dan Analisis Data ................................................ 22 Definisi Operasional .................................................................................. 23 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 25 Gambaran Umum Tradisi Pembuatan Sie Reuboh ................................... 25 Hasil Uji Resep Sie Reuboh ...................................................................... 26 Hasil Uji Organoleptik Resep Sie Reuboh ................................................. 27 Uji Beda Resep .................................................................................... 27 Uji Kesukaan Resep ........................................................................... 29 Penelitian Lanjutan ..................................................................................... 30 Kandungan Gizi Sie Reuboh selama Pemanasan .............................. 31 Kadar Air ..................................................................................... 32 Kadar Protein ............................................................................... 34 Daya Cerna Protein (In Vitro)....................................................... 36 Kadar Lemak................................................................................ 39 Kerusakan Lemak Sie Reuboh selama Pemanasan (Asam Lemak Bebas, Bilangan Peroksida, dan Bilangan TBA) ................................. 40 Kadar Asam Lemak Bebas ......................................................... 41
Bilangan Peroksida ..................................................................... 42 Bilangan TBA (Thiobarbituric Acid) .............................................. 44 Jumlah Mikroba .................................................................................... 46 Uji Kesukaan Sie Reuboh selama Pemanasan ................................... 48 Warna ......................................................................................... 48 Aroma ......................................................................................... 49 Rasa ............................................................................................ 50 Tekstur (Keempukan) ................................................................. 51 Keamanan Pangan Sie Reuboh .......................................................... 52 KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................................. 55 Kesimpulan ............................................................................................ .....55 Saran ..................................................................................................... .....55 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 57 LAMPIRAN ........................................................................................................ 62
DAFTAR TABEL Halaman 1
Rekap data produksi daging sapi di pulau Sumatera tahun 2001-2006 ....... 5
2
Beberapa reaksi kimia yang dapat menyebabkan perubahan nilai gizi dan kemanan pangan ......................................................................................... 8
3
Komponen kimia cabai merah (100 g bahan) ............................................... 11
4
Komposisi kimia jahe per 100 g (berat basah) ............................................. 15
5
Kegiatan pemenasan berulang dan uji yang dilakukan pada sie reuboh ..... 21
6
Hasil wawancara panelis .............................................................................. 25
7
Persentase bumbu berdasarkan berat daging .............................................. 27
8
Hasil uji beda panelis (%) terhadap sie reuboh ............................................ 28
9
Hasil uji kesukaan panelis (%) terhadap sie reuboh ...................................... 29
10 Hasil analisis kandungan gizi sie reuboh selama pemanasan berulang ...... 31 11 Kadar protein hasil olahan daging (% bk) ...................................................... 34 12 Daya cerna protein berbagai olahan daging (%) secara in vitro ................... 37 13 Hasil analisis kerusakan lemak sie reuboh selama pemanasan ................... 41
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Bagian-bagian karkas sapi ............................................................................ 6 2 Diagram alir proses pembuatan sie reuboh ................................................... 20 3 Diagram alir proses pemanasan sie reuboh ................................................. 21 4 Rata-rata kesukaan panelis terhadap sie reuboh .......................................... 30 5 Rata-rata kadar air sie reuboh selama pemanasan ...................................... 32 6 Rata-rata kadar protein sie reuboh selama pemanasan ............................... 35 7 Rata-rata daya cerna protein sie reuboh selama pemanasan ....................... 37 8 Persentase penurunan daya cerna protein sie reuboh ................................. 38 9 Rata-rata kadar lemak sie reuboh selama pemanasan ................................. 40 10 Rata-rata kadar asam lemak sie reuboh selama pemanasan ...................... 42 11 Rata-rata bilangan peroksida sie reuboh selama pemanasan ..................... 43 12 Rata-rata bilangan TBA sie reuboh selama pemanasan .............................. 45 13 Rata-rata jumlah mikroba selama pemanasan ............................................ 46 14 Rata-rata kesukaan warna sie reuboh selama pemanasan ......................... 49 15 Rata-rata kesukaan aroma sie reuboh selama pemanasan ......................... 50 16 Rata-rata kesukaan rasa sie reuboh selama pemanasan ............................ 51 17 Rata-rata kesukaan keempukan sie reuboh selama pemanasan ................ 52 18 Rata-rata kesukaan secara keseluruhan selama pemanasan ..................... 53
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Kuesioner penelitian pendahuluan ............................................................. 63
2
Form uji beda berpasangan dan uji tingkat kesukaan panelis pada penelitian pendahuluan ............................................................................... 65
3
Rekap bumbu (lengkap) pembuatan sie reuboh penelitian pendahuluan ............................................................................................... 66
4
Rekap bumbu (tidak lengkap) pembuatan sie reuboh pada penelitian pendahuluan ............................................................................................... 66
5
Nilai minimal panelis untuk uji beda ............................................................ 67
6
Form uji organoleptik penelitian lanjutan .................................................... 68
7
Persentase bumbu berdasarkan berat daging (resep standar) .................. 69
8
Rekap data uji beda sie reuboh pada penelitian pendahuluan ................... 69
9
Rekap data uji tingkat kesukaan panelis penelitian pendahuluan ............. 70
10 Analisis ragam tingkat kesukaan panelis penelitian pendahuluan .............. 68 11 Uji lanjut mann-whitney tingkat kesukaan panelis penelitian pendahuluan ............................................................................................... 71 12 Rekap data uji tingkat kesukaan warna dan aroma panelis pada penelitian lanjutan ....................................................................................... 71 13 Rekap data uji tingkat kesukaan keempukan dan rasa panelis pada penelitian lanjutan .............................................................................. 72 14 Analisis ragam tingkat kesukaan panelis pada penelitian lanjutan ............. 72 15 Uji lanjut mann-whitney tingkat kesukaan warna panelis pada penelitian lanjutan ....................................................................................... 73 16 Uji lanjut mann-whitney tingkat kesukaan keempukan panelis pada penelitian lanjutan .............................................................................. 73 17 Uji lanjut mann-whitney tingkat kesukaan rasa panelis pada penelitian lanjutan ....................................................................................... 73 18 Rekap data analisis kimia sie reuboh selama pemanasan ......................... 74 19 Rekap data jumlah mikroba sie reuboh selama pemanasan ...................... 75 20 Analisis ragam kadar air sie reuboh selama pemanasan ........................... 75 21 Uji lanjut duncan kadar air sie reuboh selama pemanasan ........................ 75 22 Analisis ragam kadar lemak sie reuboh selama pemanasan ...................... 75 23 Uji lanjut duncan kadar lemak sie reuboh selama pemanasan ................... 76 24 Analisis ragam kadar protein sie reuboh selama pemanasan .................... 76 25 Uji lanjut duncan kadar protein sie reuboh selama pemanasan ................. 76
26 Analisis ragam daya cerna protein sie reuboh selama pemanasan ............ 76 27 Uji lanjut duncan daya cerna protein sie reuboh selama pemanasan ........ 77 28 Analisis ragam bilangan peroksida sie reuboh selama pemanasan ........... 77 29 Uji lanjut duncan bilangan peroksida sie reuboh selama pemanasan ........ 77 30 Analisis ragam kadar asam lemak bebas sie reuboh selama pemanasan ................................................................................................. 77 31 Uji lanjut duncan kadar asam lemak sie reuboh selama pemanasan ......... 78 32 Analisis ragam kadar TBA sie reuboh selama pemanasan ........................ 78 33 Uji lanjut duncan kadar TBA sie reuboh selama pemanasan ..................... 78 34 Analisis ragam jumlah mikroba sie reuboh selama pemanasan ................. 78 35 Prosedur analisis ........................................................................................ 79
PENDAHULUAN Latar Belakang Saat ini diperkirakan sekitar 50 persen penduduk Indonesia atau lebih dari 100 juta jiwa mengalami aneka masalah gizi kurang. Masalah gizi kurang ini sering terluput dari penglihatan atau pengamatan biasa, namun dibalik itu dapat memunculkan masalah besar karena secara perlahan berdampak pada tingginya angka kematian ibu, angka kematian bayi, angka kematian balita, serta rendahnya umur harapan hidup. Selain bukti tingginya kematian, dampak kekurangan gizi terlihat juga pada rendahnya partisipasi sekolah anak Indonesia, rendahnya pendidikan, serta lambatnya pertumbuhan ekonomi. Di samping itu, Indonesia juga menghadapi masalah gizi lebih yang cenderung meningkat. Masalah gizi dipengaruhi oleh ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga, keamanan pangan, pola hidup dan pola asuh, serta pelayanan gizi kesehatan (Murniningtyas & Atmawikarta 2006) Upaya perbaikan mutu gizi masyarakat telah dimulai sejak tahun 1974 (Amang & Sawit 1999). Salah satu upaya tersebut adalah dengan meningkatkan mutu gizi makanan tradisional pada masing-masing daerah di samping program pendidikan dan promosi gizi, suplementasi serta fortifikasi pangan. Winarno (2004) menyebutkan bahwa makanan tradisional merupakan makanan yang kuat dengan tradisi setempat di mana seseorang dilahirkan dan dibesarkan. Makanan mempunyai fungsi majemuk dalam masyarakat setiap bangsa. Fungsi tersebut bukan hanya sebagai fungsi biologis, tetapi juga berfungsi sosial, budaya, dan agama. Makanan erat kaitannya dengan tradisi suatu masyarakat setempat, karena itu makanan memiliki fenomena lokal. Seluruh aspek makanan tersebut merupakan bagian dari warisan tradisi suatu golongan masyarakat. Makanan tradisional dapat digunakan sebagai aset atau modal bagi suatu bangsa untuk meningkatkan gizi masyarakatnya, mutu manusia, dan untuk membantu perkembangan pariwisata di suatu negara (Winarno 2004). Sie reuboh adalah salah satu makanan tradisional Aceh yang dapat menjadi alat untuk upaya perbaikan gizi masyarakat. Sie reuboh adalah suatu bentuk masakan daging sapi atau kerbau khas Aceh yang proses pembuatannya menggunakan bahan-bahan seperti asam cuka, lemak, garam dan rempahrempah di dalam potongan-potongan daging serta dilakukan proses pemanasan hingga diperoleh daging yang sangat empuk. Sie reuboh biasanya dibuat dalam
2
jumlah besar (5 – 10 kg) terutama pada hari-hari besar Islam seperti Idul Fitri, Idul Adha maupun bulan Ramadhan. Sie reuboh ini mampu bertahan hingga satu bulan atau lebih yang disimpan pada suhu ruang dan dilakukan pemanasan berulang secara berkala. Pemanasan dilakukan setiap kali hendak dikonsumsi hingga lemak-lemak didalamnya mencair dan diambil pada jumlah tertentu sesuai kebutuhan serta sisanya disimpan untuk disantap pada waktu yang lain. Daging sebagai sumber protein hewani memiliki nilai hayati yang tinggi karena kandungan asam-asam amino essensialnya (Lawrie 1991). Oleh karena itu setiap langkah perlakuan yang dilakukan pasca sembelih perlu mendapat pengawasan yang baik guna menekan laju kerusakan zat-zat gizi yang dikandungnya. Dalam rangka mempertahankan nilai gizi daging dilakukan upaya pengolahan untuk tujuan pengawetan dan perluasan jangkauan pemasaran. Dikenal berbagai cara pengolahan daging seperti pemanasan, perebusan, pengeringan, pengasapan, pengasaman, penggaraman atau kombinasi dari perlakuan-perlakuan tersebut agar daging yang dihasilkan dapat disimpan lebih lama tanpa mengalami perubahan mutu serta tidak mengalami perubahan cita rasa yang spesifik pada daging dan produk olahannya. Proses
pembuatan
dan
lama
penyimpanan
sie
reuboh
akan
mempengaruhi mutu dari sie reuboh itu sendiri. Resiko dari proses pembuatan sie reuboh adalah semakin besarnya peluang terjadinya kerusakan protein dan lemak daging akibat perlakuan pemanasan berulang yang dilakukan sebagai upaya pengawetan sie reuboh. Kandungan protein dan asam amino pada daging akan mengalami penurunan apabila diberi perlakuan pemanasan. Fennema (1996) menyatakan bahwa pemanasan daging sapi pada suhu 70oC akan mengurangi jumlah lisin yang terkandung di dalamnya menjadi 90 persen, sedangkan pemanasan pada suhu 160oC akan menurunkan kadar lisin hingga 50 persen. Kandungan lemak dalam daging ikut menentukan kualitas daging, karena lemak merupakan komponen yang menentukan dan membentuk cita rasa dan aroma khas pada daging. Lemak sapi kaya akan asam stearat, asam palmitat dan asam oleat. Pemanasan berulang pada daging akan membuat daging menjadi lebih lunak daripada keadaan segarnya. Ketika daging dipanaskan atau dimasak dengan pemanasan terdapat tiga hal yang mempengaruhi proses pelunakan daging yaitu (1) lemak pada daging meleleh dan memberikan
3
kontribusi terhadap pelunakan daging, (2) jaringan penghubung kolagen menjadi terlarut di dalam medium pemanasan, (3) serat-serat otot terpisah dan jaringan menjadi lebih lunak (Lawrie 1991). Penelitian mengenai sie reuboh masih terbatas dan yang telah dilaporkan adalah tentang penyimpanan sie reuboh. Penyimpanan sie reuboh dalam kondisi vakum atau hampa udara mampu mempertahankan sie reuboh selama 21 hari dalam suhu kamar. Namun belum dilakukan penelitian lebih lanjut tentang resep standar sie reuboh, komposisi gizi sie reuboh setelah pemanasan berulang dan tingkat kerusakan lemak pada sie reuboh akibat pemanasan berulang. Berdasarkan hal tersebut maka peneliti bermaksud melakukan penelitian lebih lanjut khususnya mengenai kandungan gizi dari sie reuboh sehingga mampu memperkaya informasi dan khasanah sie reuboh sebagai salah satu pangan tradisional Indonesia dengan informasi gizi yang lebih lengkap.
Tujuan Penelitian Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan gizi dari sie reuboh yang telah mengalami pemanasan berulang.
Tujuan Khusus Tujuan khusus yang hendak dicapai melalui penelitian ini adalah : 1. Menemukan resep standar dari sie reuboh sehingga mampu menghasilkan produk akhir dengan cita rasa dan aroma khas yang konsisten 2. Mengetahui pengaruh pemanasan berulang terhadap kandungan gizi dan mutui protein dan lemak. 3. Mengetahui
pengaruh
pemanasan
berulang
terhadap
kandungan
mikroorganisme dari sie reuboh 4. Mengetahui pengaruh pemanasan berulang terhadap sifat organoleptik dari sie reuboh
4
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi kandungan zat gizi dan jumlah mikroba pada sie reuboh yang telah mengalami pemanasan berulang sebagai salah satu metode pengawetan.
TINJAUAN PUSTAKA Daging Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya (Soeparno 1998). Data dari Direktorat Jenderal Peternakan (2006) menunjukkan bahwa produksi daging sapi di Pulau Sumatera mengalami kenaikan dari tahun-ketahun. Produksi daging sapi di Propinsi NAD pada tahun 2006 masuk posisi empat besar di pulau Sumatera (Tabel 1). Data Dinas Peternakan Kabupaten Aceh Besar tahun 2001 menunjukkan produksi daging sapi hampir 1.000 ton dan pada tahun 2005 produksi daging sapi mengalami peningkatan menjadi 1.700 ton dengan urutan produksi tiga besar di Propinsi NAD. Lawrie (1991) mendefinisikan daging sebagai sesuatu yang berasal dari hewan termasuk limpa, ginjal, otak serta jaringan lain yang dapat dimakan. Soeparno (1998) menjelaskan lebih lanjut keadaan fisik daging dapat dikelompokkan menjadi (1) daging segar yang dilayukan atau tanpa pelayuan, (2) daging yang dilayukan kemudian didinginkan (daging dingin), (3) daging yang dilayukan, didinginkan, kemudian dibekukan (daging beku), (4) daging masak, (5) daging asap, dan (6) daging olahan. Tabel 1 Rekap data produksi daging sapi di Pulau Sumatera tahun 2001-2006 No.
Propinsi
1 2 3 4 5
NAD Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan
6
Tahun
Pertumbuhan
2001 6,065 6,827 10,621 2,880 3,892
2002 6,335 6,836 10,086 4,495 2,332
2003 6,488 6,894 12,142 4,648 3,729
2004 6,635 6,982 13,544 3,754 2,884
2005 7,172 9,884 14,716 4,593 2,855
2006 7,338 11,009 14,946 4,599 2,940
(2005-2006) %
9,750
9,970
9,623
8,704
8,705
11,065
27.11
2.31 11.38 1.56 0.13 2.98
Sumber: Departemen Pertanian (2006)
Soeparno (1998) menyatakan bahwa karkas tersusun atas kurang lebih enam ratus jenis otot yang berbeda ukuran dan bentuknya, susunan syaraf dan persediaan darahnya serta perlekatannya pada bagian tulang dan tujuan serta jenis geraknya. Karkas sapi dapat dilihat pada Gambar 1. Kesehatan daging merupakan bagian yang penting bagi kesehatan makanan dan selalu menjadi
6 pokok perm masalahan yang y menda apatkan perh hatian khussus dalam penyediaan p daging d bagi konsumen.
gian karkas sapi s (Wikiped dia 2007) Gambar 1 Bagian-bag
apat dikonsu umsi adalah daging yan ng berasal dari d hewan Dagiing yang da yang y sehat.. Saat penyyembelihan dan pemassaran berada dalam pe engawasan petugas rum mah potong hewan serta a terbebas dari d pencem maran mikroo organisme. Secara S fisik, kriteria atau ciri-ciri dag ging yang baik adalah b berwarna me erah segar, matis, memiliki konsistensi yang ke enyal dan bila ditekan tiidak terlalu berbau arom banyak men ngeluarkan cairan. c Dagiing sebagai sumber prrotein hewan ni memiliki nilai hayati (biological value) yang tinggi, men ngandung 19 9% protein, 5% lemak, 70% air, 3,5% zat-zat n bahan-bah han lainnya (Forrest ett al. 1992). non protein dan 2,5% mineral dan d menu urut Lawrie (1991) ( terdirri atas 75% air, 18% pro otein, 3,5% Komposisi daging lemak dan 3,5% 3 zat-zat non protein yang dapat larut. Seccara umum, komposisi kimia daging g terdiri atas s 70% air, 20 0% protein, 9% lemak d dan 1% abu. Jumlah ini akan a beruba ah bila hew wan digemukkkan yang akan menurrunkan perssentase air dan d protein serta meningkatkan perrsentase lem mak (Romanss et al. 1994 4). akan sumbe er utama untuk menda apatkan asam amino Dagiing merupa esensial. e As sam amino esensial te erpenting di dalam otott segar adalah alanin, glisin, g asam glutamat, dan d histidin. Daging sapii mengandung asam am mino leusin, alin yang leb bih tinggi da aripada daging babi atau domba. Pemanasan P lisin, dan va dapat d memp pengaruhi kandungan k p protein dagin ng. Daging sapi yang dipanaskan d pada suhu 7 70oC akan mengalami m penguranga an jumlah lissin menjadi 90 persen, sedangkan s pemanasan pada suhu 160oC akan n menurunkkan jumlah lisin hingga
7 50 persen. Pengasapan dan penggaraman juga sedikit mengurangi kadar asam amino (Lawrie 1991). Kandungan lemak pada daging menentukan kualitas daging karena lemak menentukan cita rasa dan aroma daging. Keragaman yang nyata pada komposisi lemak terdapat antara jenis ternak memamah biak dan ternak tidak memamah biak adalah karena adanya hidrogenasi oleh mikroorganisme rumen (Soeparno 1998). Lawrie (1991) menyatakan lemak sapi kaya akan asam stearat, asam palmitat dan asam oleat. Protein daging terdiri dari protein sederhana dan protein terkonjugasi. Berdasarkan asalnya protein dapat dibedakan dalam 3 kelompok yaitu protein sarkoplasma, protein miofibril, dan protein jaringan ikat. Protein sarkoplasma adalah protein larut air karena umumnya dapat diekstrak oleh air dan larutan garam encer. Protein miofibril terdiri atas aktin dan miosin, serta sejumlah kecil troponin dan aktinin. Protein jaringan ikat ini memiliki sifat larut dalam larutan garam. Protein jaringan ikat merupakan fraksi protein yang tidak larut, terdiri atas protein kolagen, elastin, dan retikulin (Muchtadi & Sugiono 1992).
Perubahan Sifat Kimia Bahan Pangan Selama Pengolahan Banyak reaksi-reaksi kimia yang terjadi selama pengolahan pangan yang pada akhirnya berpengaruh terhadap nilai gizi, keamanan dan penerimaannya. Beberapa reaksi penting dan contoh dimana terjadinya reaksi tersebut disajikan pada Tabel 2. Masing-masing jenis reaksi dapat melibatkan reaktan atau substrat yang berbeda, tergantung pada jenis bahan pangan dan kondisi penanganan, pengolahan dan penyimpanan. Komposisi bahan pangan secara umum sama, terutama terdiri dari lipid, karbohidrat dan protein, dengan demikian banyak reaksi-reaksi umum yang sama. Disamping itu, banyak reaktan untuk suatu reaksi terdapat pada sebagian besar bahan pangan. Sebagai contoh, reaksi pencoklatan nonenzimatis (reaksi Maillard) melibatkan senyawa karbonil yang dapat berasal baik dari gula pereduksi atau hasil oksidasi asam askorbat, hidrolisis pati dan oksidasi lipid. Oksidasi dapat melibatkan lipid, protein, vitamin, pigmen, dan lebih spesifik lagi oksidasi melibatkan triasilgliserida yang umum terdapat pada bahan pangan atau fosfolipid yang ada di sebagian bahan pangan.
8 Tabel 2 Beberapa reaksi kimia yang dapat menyebabkan perubahan nilai gizi dan keamanan pangan Jenis reaksi Pencoklatan nonenzimatis Oksidasi Lipid Hidrolisis Interaksi logam Isomerisasi lipid Polimerisasi lipid Denaturasi protein Cross-linking protein Perubahan glikolitik
Contoh (terjadi pada) Pada bahan-bahan pangan yang dipanggang (menghasilkan off-flavour, bau dan rasa yang menyimpang), degradasi vitamin dan protein Lipid, protein, vitamin, karbohidrat, pigmen Kompleksasi (antosianin), kehilangan Mg dari klorofil Cis berubah menjadi trans Pada penggorengan Koagulasi putih telur, inaktivasi enzim Pada pengolahan bahan berprotein pada suasana alkali Pada pasca mortem jaringan hewan atau pasca panen jaringan tanaman
Sumber : Apriyantono (2001)
Perubahan Sifat Kimiawi Protein Pengolahan komersial melibatkan proses pemanasan, pendinginan, pengeringan, penambahan bahan kimia, fermentasi, radiasi dan perlakuanperlakuan lainnya. Dari semua ini, proses pemanasan merupakan proses yang paling banyak diterapkan dan dipelajari. Purnomo (1997) menyatakan bahwa pengolahan daging dengan menggunakan suhu tinggi akan menyebabkan denaturasi protein sehingga terjadi koagulasi dan menurunkan solubilitas atau daya kemampuan larutnya. Davidek et al. (1990) menyatakan bahwa denaturasi pertama terjadi pada suhu 45°C yaitu denaturasi miosin dengan adanya pemendekan otot. Aktomiosin terjadi denaturasi maksimal pada suhu 50-55°C dan protein sarkoplasma pada 55-65°C. Denaturasi akan menyebabkan perubahan struktur protein dimana pada keadaan terdenaturasi penuh, hanya struktur primer protein saja yang tersisa, protein tidak lagi memiliki struktur sekunder, tersier dan kuartener. Akan tetapi belum terjadi pemutusan ikatan peptida pada kondisi terdenaturasi penuh. Denaturasi protein yang berlebihan dapat menyebabkan insolubilitasi yang dapat mempengaruhi sifat-sifat fungsional protein yang tergantung pada kelarutannya (Fennema 1996). Dari sisi gizi, denaturasi parsial protein sering meningkatkan daya cerna dan ketersediaan biologisnya. Pemanasan yang moderat dapat meningkatkan daya cerna protein tanpa menghasilkan senyawa toksik. Disamping itu, dengan pemanasan yang moderat dapat menginaktivasi beberapa enzim seperti
9 protease, lipase, lipoksigenase, amilase, polifenoloksidase, enzim oksidatif dan hidrolitik lainnya. Jika gagal menginaktivasi enzim-enzim ini maka akan mengakibatkan off flavour, ketengikan, perubahan tekstur, dan perubahan warna bahan pangan selama penyimpanan. Oleh karena itu, sering dilakukan inaktivasi enzim dengan menggunakan pemanasan sebelum penghancuran. Perlakuan panas yang moderat juga berguna untuk menginaktivasi beberapa faktor antinutrisi seperti enzim antitripsin dan pektin (Fennema, 1996). Keberadaan senyawa pengoksidasi dalam bahan pangan dapat berasal dari aditif seperti hidrogen peroksida dan benzoil peroksida yang ditambahkan sebagai bakterisidal pada susu atau pemutih pada tepung, dapat pula berasal dari radikal bebas yang terbentuk selama pengolahan (peroksidasi lipid, fotooksidasi riboflavin, reaksi Maillard). Selain itu, polifenol yang banyak terdapat pada bahan yang berasal dari tanaman dapat dioksidasi oleh oksigen pada pH netral atau alkali membentuk quinon sehingga terbentuk peroksida. Senyawasenyawa pengoksidasi ini dapat menyebabkan oksidasi beberapa residu asam amino dan menyebabkan polimerisasi protein. Residu asam amino yang rentan terhadap reaksi oksidasi adalah metionin, cystein/cystine, tryptofan dan histidin (Fennema, 1996).
Perubahan Sifat Kimia Lipid Lipid merupakan salah satu komponen utama bahan pangan selain karbohidrat dan protein. Oleh karena itu peranan lipid dalam menentukan karakteristik bahan pangan cukup besar. Reaksi yang umum terjadi pada lipid selama pengolahan meliputi hidrolisis, oksidasi dan pirolisis. Oksidasi lipid biasanya melalui proses pembentukan radikal bebas yang terdiri dari tiga proses dasar yaitu inisiasi, propagasi dan terminasi (Apriyantono 2001). Pada tahap awal reaksi terjadi pelepasan hidrogen dari asam lemak tidak jenuh secara homolitik sehingga terbentuk radikal alkil yang terjadi karena adanya inisiator (panas, oksigen aktif, logam atau cahaya). Pada keadaan normal radikal alkil cepat bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksi dimana radikal peroksi ini bereaksi lebih lanjut dengan asam lemak tidak jenuh membentuk hidroproksida dengan radikal alkil, kemudian radikal alkil yang terbentuk ini bereaksi dengan oksigen. Dengan demikian reaksi otoksidasi adalah reaksi berantai radikal bebas.
10 Karena laju reaksi antara radikal alkil dengan oksigen cepat, maka kebanyakan radikal bebas berbentuk radikal peroksi. Akibatnya, reaksi terminasi utama biasanya melibatkan 2 radikal peroksi. Laju oksidasi meningkat dengan meningkatnya jumlah ikatan rangkap pada asam lemak, sebagai contoh, asam linoleat (18:2) dioksidasi 10 kali lebih cepat daripada asam oleat (18:1) dan asam linoleat (18:3) dioksidasi 20-30 kali lebih cepat daripada asam oleat. Hidroperoksida dapat terbentuk pada berbagai posisi dimana ikatan rangkap berada, sebagai contoh pada asam oleat terdapat 4 hidroperoksida yang dibedakan atas posisi peroksida yaitu dapat pada posisi 8, 9, 10 atau 11. Semakin banyak ikatan rangkap asam lemak, maka semakin banyak pula kemungkinan posisi hidroperoksida yang terbentuk. Hal ini berarti akan semakin banyak jenis produk degradasi asam lemak yang bersangkutan seperti akan dijelaskan di bawah ini. Hidroperoksida asam lemak tak jenuh yang terbentuk karena oksidasi sangat tidak stabil dan mudah mengalami pemecahan dan membentuk berbagai senyawa flavor dan juga produk nonvolatil. Dekomposisi hidroperoksida melibatkan pemutusan gugus-OOH sehingga terbentuk radikal alkoksi dan radikal hidroksi. Radikal alkoksi kemudian mengalami pemutusan beta pada rantai C-C sehingga terbentuk aldehid dan radikal alkil. Berbagai kelas komponen dihasilkan dari degradasi lipid diantaranya hidrokarbon, aldehid, keton, asam karboksilat, alkohol dan heterosiklik. Oksidasi lipid disamping dapat menurunkan jumlah lipid yang dapat dicerna
dan tersedia sebagai sumber energi juga dapat
menghasilkan senyawa-senyawa radikal. Senyawa-senyawa radikal dalam bahan pangan dapat terserap ke dalam tubuh kemudian dapat memicu terbentuknya senyawa radikal dalam tubuh. Senyawa radikal dalam tubuh dipercaya berperan dalam menentukan proses penuaan (aging), terjadinya aterosklerosis dan penyakit jantung koroner (CHD, coronary heart disease) (Ho & Hartman 1994).
11 Bahan Pelengkap untuk Pembuatan Sie Reuboh
Cabai Merah dan Cabai Rawit Cabai merah (Capsicum annuum) merupakan tanaman yang termasuk dalam keluarga solanaceae dan merupakan tanaman asli Amerika Tropik. Cabai merah menyebar dari Meksiko sampai bagian utara Amerika Selatan. Kini tanaman ini dikenal hampir di seluruh negara beriklim tropis (Prajnanta 2002). Cabe merah bersifat panas dan merupakan stimulan untuk meningkatkan nafsu makan. Di samping itu juga berkhasiat sebagai diaforetik atau perangsang keringat, peluruh kulit dan sebagai obat gosok. Cabe merah berkhasiat tonik, stimulan kuat untuk jantung dan aliran darah. Juga antirematik, menghancurkan bekuan darah atau antikoagulan, stomakik, perangsang kulit, peluruh liur dan peluruh kencing. Cabai merah mengandung kapcaisin, hidrokapsaisin, vitamin A, vitamin C, zat warna kapsantin serta karoten. Cabai merah juga mengandung beberapa jenis mineral seperti fosfor, zat besi, kalium, kalsium dan niasin (Prajnanta 2002). Cabai merah tersusun atas beberapa senyawa kimia dimana air adalah komponen dengan jumlah terbesar. Komposisi kimia cabai merah selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3. Konsentrasi cabai merah sebesar 20% (b/v, bk) dalam bumbu rendang efektif menghambat pertumbuhan flora mikroba maupun B. Cereus dalam sistem pangan selama 6 jam (Edy 1998 diacu dalam Suyasa 2002). Tabel 3 Komponen kimia cabai merah (100 g bahan) Komponen
Jumlah
Komponen
Jumlah
Air
90%
Abu
0,5 g
Energi
32 Kal
Kalsium
29,0 mg
Protein
0,5 g
Fosfor
45 mg
Lemak
0,3 g
Besi
0,5 mg
Karbohidrat
7,8 g
Vitamin A
470 UI
Serat
1,6 g
Vitamin C
18,0 mg
Sumber : Ashari (1995)
Cabai rawit rasanya pedas, sifatnya panas, masuk meridian jantung dan pankreas. Tumbuhan ini berkhasiat tonik, stimulan kuat untuk jantung dan aliran darah, antirematik, menghancurkan bekuan darah (antikoagulan), meningkatkan nafsu makan (stomakik), perangsang kulit (kalau digosokkan ke kulit akan
12 menimbulkan rasa panas, sehingga banyak digunakan sebagai campuran obat gosok), peluruh kentut (karminatif), peluruh keringat (diaforetik), peluruh liur, dan peluruh kencing atau diuretik (Prajnanta 2002).
Bawang Putih Komponen bioaktif dari suatu bahan pangan memegang peranan penting dalam memberikan efek kesehatan. Komponen aktif yang terdapat pada bahan tanaman dikenal dengan istilah fitokimia. Pengertian fitokimia adalah suatu bahan dari tanaman (phytos = tanaman), yang dapat memberikan fungsi-fungsi fisiologis untuk pencegahan penyakit. Bahan yang dimaksud adalah senyawa kimia berupa komponen bioaktif yang dapat digunakan untuk pencegahan atau pengobatan penyakit. Karena banyaknya komponen-komponen yang terkandung di dalam bawang putih menyebabkan metode persiapan dan ekstraksi (lama dan metode ekstraksi serta jenis pelarut) memegang peranan penting untuk mendapatkan komponen bioaktif dari bawang putih. Pelarut (solvent) yang sering digunakan adalah ethanol, methanol, aseton, dan air atau kombinasinya. Komponen-komponen bioaktif yang terdapat di bawang putih bekerja secara sinergis satu sama lain untuk menimbulkan efek kesehatan (Ardiansyah 2006). Diantara beberapa komponen bioaktif yang terdapat pada bawang putih, senyawa sulfida adalah senyawa yang banyak jumlahnya. Senyawa-senyawa tersebut antara lain adalah dialil sulfida atau dalam bentuk teroksidasi disebut dengan alisin. Sama seperti senyawa fenolik lainnya, alisin mempunyai fungsi fisiologis yang sangat luas, termasuk diantaranya adalah antioksidan, antikanker, antitrombotik, antiradang, penurunan tekanan darah, dan dapat menurunkan kolesterol darah. Data epidemiologis juga menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara konsumsi bawang putih dengan penurunan penyakit kardiovaskuler, seperti aterosklerosis (penumpukan lemak), jantung koroner, dan hipertensi (Ardiansyah 2006). Bawang putih juga terbukti dapat menghambat pertumbuhan dan respirasi fungi patogenik. Daya antimikroba tinggi yang dimiliki bawang putih dan bawang Bombay dikarenakan kandungan alisin dan senyawa sulfide lain yang terkandung dalam minyak astiri bawang putih dan Bombay (Whitmore & Naidu 2000). Pengujian aktivitas antimikroba bawang putih pertama kali dilakukan oleh Cavalito dan Bailey pada tahun 1944. Dialil
sulfide dan dialil polisulfida
(komponen flavor utama bawang putih) tidak menunjukkan aktivitas antimikroba.
13 Namun alisin menunjukkan aktivitas penghambatan bagi pertumbuhan bakteri gram positif dan gram negative (Hirasa & Takemasa 1998). Suharti (2004) meneliti tentang sifat antibakteri bawang putih terhadap bakteri Salmonella typhimurium. Hasilnya adalah serbuk bawang putih dengan konsentrasi 5% dapat menghambat pertumbuhan bakteri yang setara dengan tetrasiklin 100 μg/ml. Penelitian Safithri (2004) menunjukkan bahwa ekstrak air dan etanol bawang putih dapat menghambat pertumbuhan bakteri S. agalactie, S. aureus, dan e. coli. Ekstrak air bawang putih dengan konsentrasi 20% mempunyai aktivitas antibakteri yang sama dengan ampicillin 5 μg terhadap S. agalactie, S. aureus, dan e. coli. Ekstrak etanol bawang putih pekat mempunyai aktivitas anti bakteri lebih lemah dari ampicillin 5 μg terhadap S. agalactie, S. aureus, dan e. coli.
Kunyit Rimpang kunyit yang matang mengandung beberapa komponen antara lain minyak volatil, campuran minyak (lemak), zat pahit, resin, protein, selulosa, pati, dan beberapa minyak. Komponen utamanya adalah pati dengan jumlah berkisar antara 40-50% dari berat kering. Kunyit mempunyai rasa dan bau yang khas, yaitu pahit dan getir serta barbau langu. Kunyit berwarna kuning atau jingga pada bagian dalamnya dan berwarna kecoklatan serta bersisik pada bagian luarnya serta mempunyai tekstur yang keras tetapi rapuh (Anonim 2001). Diantara semua genus curcuma, kunyit merupakan jenis yang paling banyak kegunaannya. Menurut Rukmana (1995), manfaat kunyit antara lain sebagai bahan bumbu dalam berbagai masakan, bahan pembuat ramuan untuk mengobati berbagai jenis penyakit pada manusia, bahan baku industri jamu dan kosmetika, bahan penunjang industri teknik dan kerajinan, dan desinfektan untuk mengawetkan benih yang disimpan. Kunyit dapat digunakan sebagai obat dalam maupun luar. Kunyit sebagai obat luar berfungsi untuk mengobati eksim, bengkak, rematik, dan memperlancar air susu ibu. Sedangkan sebagai obat dalam, kunyit digunakan untuk mengobati panas, demam, diare, gusi bengkak, kencing manis, hepatitis, dan untuk membersihkan rahim baik pada wanita yang baru melahirkan maupun setelah mendapat haid (Sinaga 2006). Kunyit
bersifat
bakterisidal
terhadap
bakteri
gram
positif,
yaitu
Lactobacillus fermentum, L. bulgaricus, Bacillus cereus, B. subtilis, dan B.
14 megaterium Kunyit mengandung lebih dari satu senyawa yang bersifat bakterisidal. Salah satu senyawa tersebut adalah senyawa kurkumin yang merupakan senyawa golongan fenol yang terdiri dari dua cincin fenol simetris dan dihubungkan dengan satu rantai hiptadiena (Suwanto 1983 diacu dalam Sihombing 2007). Senyawa fenol menghambat pertumbuhan mikroba dengan cara merusak membrane sel yang akan menyebabkan denaturasi protein sel dan mengurangi tekanan permukaan sel.
Lengkuas Di banyak Negara Asia, rimpang lengkuas digunakan sebagai bumbu masak. Lengkuas juga banyak dimanfaatkan sebagai obat karena lengkuas memiliki sifat anti fungi, anti tumor, analgenikum, dan anti kembung. Lengkuas biasanya digunakan sebagai obat penyakit kulit, sakit perut, radang tenggorokan, diare, sariawan, dan herpes (Sinaga 2000). Aree et al. (2005) menyatakan bahwa ekstrak lengkuas yang larut etanol mengandung komponen asetokavikol asetat, p-coumaril siasetat, asam palmitat, eugenol, asetosiugenol asetat, bisabolene, farnesen, dan eskuifelandren yang merupakan komponen terpenoid. Lengkuas juga mengandung komponen fenolik, ester asam lemah, asam lemak, terpen, dan lain-lain. Lengkuas muda berumur 3-4 bulan memiliki aktivitas antimikroba yang lebih tinggi dibandingkan lengkuas tua yang berumur 12 bulan. Aktivitas yang tinggi ini disebabkan komponen larut air pada lengkuas jenis merah yang muda lebih besar dibandingkan pada lengkuas tua. Komponen bioaktif lengkuas yang bersifat larut air adalah golongan senyawa fenolik (Robinson 1995 di acu dalam Rahayu 1999). Pratiwi (1992) diacu dalam Sukmawati (2007) rimpang lengkuas merah dan putih dapat menghambat pertumbuhan bakteri maupun jamur, pada Staphylococcus aureus dan Candida albicans dengan 0,871 mg/ml dan pada Bacillus subtilis dan Mucor gypseum dengan 1,741 mg/ml.
Jahe Jahe (Zingiber officinalis) adalah tanaman rimpang yang sangat populer sebagai rempah-rempah dan bahan obat. Rimpangnya berbentuk jemari yang menggembung di ruas-ruas tengah. Rasa dominan pedas disebabkan senyawa keton bernama zingeron. Aroma jahe disebabkan oleh minyak atsiri sedangkan
15 kandungan oleoresinnya menyebabkan rasa pedas (Koswara 1995). Komposisi kimia jahe dapat dilihat pada Tabel 4. Ekstrak jahe mempunyai daya antioksidan yang dapat dimanfaatkan untuk mengawetkan minyak dan lemak. Enzim protease pada rimpang jahe menyebabkan jahe ini dapat dimanfaatkan untuk melunakkan daging sebelum dimasak (Muchtadi & Sugiyono 1992). Rimpang jahe banyak digunakan untuk radang lambung, masuk angin, menambah nafsu makan, muntah-muntah, kolera, sakit perut, rematik, bengkak-bengkak, terkilir, difteri, memperlancar peredaran darah, gangguan syaraf, dan penghangat badan (Koswara 1995). Tabel 4 Komposisi kimia jahe per 100 gram (berat basah) Komponen Energi (KJ) Protein (g) Karbohidrat (g) Lemak (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Vitamin A (SI) Vitamin C (mg) Serat kasar (g) Total abu (g)
Jumlah Jahe segar 184,0 1,5 1,0 10,1 21 39 4,3 30 4 7,53 3,70
Jahe kering 1424,0 9,1 6,0 70,8 116 148 12 147 5,9 4,7
Sumber : Koswara (1995)
Proses Pembuatan Sie Reuboh Sie reuboh merupakan produk pengolahan bahan pangan daging khas Aceh. Dalam proses pembuatannya sie reuboh menggunakan daging sapi atau kerbau dengan penambahan cuka aren, garam, lemak, dan rempah-rempah. Pada sie reuboh dilakukan proses pemanasan berulang secara berkala sampai lemaknya mencair dengan bertujuan untuk keawetan dan menjaga higienitas dari sie reuboh itu sendiri. Perebusan daging dalam pembuatan sie reuboh dilakukan pada suhu didih air (+ 100oC) hingga daging masak. Pemberian cuka aren dilakukan ketika daging sudah mendidih (15 menit setelah mendidih). Bahan-bahan yang digunakan pada pembuatan sie reuboh selain daging sebagai bahan baku utama adalah cuka aren, garam, lemak dan rempah atau bumbu. Asam asetat untuk produksinya dapat dilakukan secara fermentasi dan kimia. Di Indonesia fermentasi asam asetat merupakan kegiatan industri rumah
16 tangga terutama di daerah yang banyak ditumbuhi pohon aren. Dari bagian tandan bunga pohon aren diperoleh cairan bening yang rasanya manis dan dikenal sebagai nira aren. Nira aren dapat dimanfaatkan menjadi gula merah, tuak dan cuka aren. Cuka aren diperoleh dengan membiarkan nira mengalami fermentasi secara alamiah. Garam (NaCl) sering disebut garam dapur, banyak digunakan sebagai penyedap pada makanan maupun bahan pengawet ikan, daging dan telur (Buckle, 1985). Tujuan pemberian garam pada makanan adalah untuk memberikan cita rasa, melunakkan daging, menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme pembusuk yang bersifat proteolitik dan mengaktifkan kerja enzim (Landsdell et al., 1995). Awetnya suatu bahan pangan akibat penambahan garam adalah karena menurunnya aktivitas air hingga titik tertentu (Huffman et al. 1996). Secara teoritis penurunan aktivitas air tersebut diakibatkan oleh garam terionisasi dalam larutan dan setiap ion menarik molekul air dari dalam daging sehingga air didalam daging tertarik keluar dan kedudukan air digantikan oleh garam hingga tercapai keadaan tekanan osmosis yang seimbang. Akibatnya sisa cairan didalam daging semakin mengental dan protein mengalami penggumpalan yang mengakibatkan daging mengalami pengerutan. Keberadaan lemak pada permukaan daging dapat berfungsi sebagai emulsi dan anti mikroba. Lebih lanjut dikatakan bahwa asam lemak bebas, ester monogliserol, ester poligliserol dan trigliserida memperlihatkan aktivitas melawan beberapa bakteri gram negatif dan ragi. Pencegahan pertumbuhan mikroba yang diperlihatkan oleh lemak adalah dengan mempengaruhi dinding sel bakteri. Asam lemak juga membentuk suatu selaput selapis disekeliling bakteri yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan bakteri tersebut karena terjadi penghambatan pengangkutan hara ke dalam sel dan peningkatan hasil metabolisme di dalam sel. Penambahan lemak tidak hanya berfungsi sebagai anti mikrobial tetapi juga mampu meningkatkan cita rasa. Fardiaz (1992) menyatakan bahwa komposisi lemak yang terdapat pada bahan pangan mempunyai efek melindungi mikroba terhadap pemanasan, sehingga bahan pangan berlemak membutuhkan suhu dan waktu pemanasan yang lebih tinggi dan lebih lama.
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini terbagi atas dua tahap yaitu di Aceh Besar yang dilakukan pada bulan Maret – Juli 2006 dan di Laboratorium Pengolahan, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB pada bulan Agustus – September 2006. Uji organoleptik dilakukan di Laboratorium Uji Organoleptik, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB, pada bulan Agustus – September 2006. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan untuk pembuatan sie reuboh terdiri atas daging sapi bagian paha (round), lemak sapi, bawang putih, cabe merah segar, cabe merah kering, cabe rawit, lengkuas, jahe, bubuk kunyit, cuka aren, garam dan air. Peralatan yang digunakan untuk pembuatan sie reuboh adalah kuali tanah liat, blender (merk National), kompor gas (merk Rinnai), sendok kayu untuk pengaduk sie reuboh, dan termometer. Analisis kadar air menggunakan peralatan oven, desikator, cawan petri, blender (merk National), dan timbangan digital dengan tingkat ketelitian 2 desimal. Analisis
kadar
lemak
menggunakan
metode
ekstraksi
Soxhlet
(Apriyantono et al. 1989). Peralatan yang digunakan adalah timbangan digital dengan tingkat ketelitian 2 desimal, labu Soxhlet, oven, desikator, botol timbang. Bahan kimia yang digunakan untuk analisis kadar lemak adalah kertas saring, dan ether. Analisis kadar protein menggunakan metode semi mikro Kjeldahl (Apriyantono et al. 1989). Bahan kimia yang digunakan adalah selenium mix, H2SO4 pekat, aquades, NaOH, asam borat, metil merah dan HCl. Peralatan yang digunakan untuk analisis ini adalah blender, labu Kjeldahl, labu erlenmeyer dan buret. Analisis tingkat ketengikan lemak (rancidity) sie reuboh menggunakan metode bilangan peroksida (Apriyantono et al., 1989). Bahan yang digunakan untuk analisis ini adalah aquades, asam asetat, kloroform, larutan KI jenuh, larutan Na2S2O3, dan larutan pati 1%. Peralatan yang digunakan adalah labu erlenmeyer, buret, pipet ukur dan labu ukur.
18
Analisis asam lemak bebas (Apriyantono et al. 1989) menggunakan bahan kimia alkohol netral 95%, NaOH, indikator PP (Phenolphtalin) dan aquades. Peralatan yang dibutuhkan adalah labu erlenmeyer, timbangan digital, buret, pipet ukur, labu ukur dan kompor listrik. Analisis Thio Barbiturat Acid (TBA) (Ketaren 1989) menggunakan bahan kimia HCl, akuades, dan pereaksi TBA. Peralatan yang dibutuhkan adalah waring blender, labu distilasi, alat distilasi, tabung reaksi bertutup, dan spektrofotometer. Pengujian total mikroba menggunakan metode Standard Plate Count dengan media Plate Count Agar (PCA). Bahan yang digunakan adalah plate count agar (PCA), larutan pengencer Broth Peptone Water (BPW) dan aquades. Peralatan yang digunakan adalah timbangan digital, pipet ukur, pipet volume, cawan petri dan inkubator. Analisis daya cerna protein secara in vitro menggunakan teknik multi nzim (Apriyantono et al., 1989). Bahan yang digunakan adalah air destilata, HCI atau NaOH 0,1 N, dan larutan multi enzim. Peralatan yang digunakan adalah mortar atau blender, ayakan ukuran 80 mesh, gelas piala, penangas air (water both), magnetic stirrer, dan pH meter.
Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan dilakukan dengan tujuan untuk menentukan resep standar sie reuboh yang dimulai dengan melakukan survey dan wawancara terhadap masyarakat Aceh Besar yang dipilih secara purposif, kemudian dilanjutkan dengan pengujian resep menggunakan uji organoleptik (uji beda berpasangan dan uji kesukaan). Survey dan wawancara ini dilakukan dengan menggunakan alat bantu kuesioner seperti yang tersaji pada Lampiran 1. Berdasarkan survey dan wawancara tersebut, kemudian dilakukan uji coba pembuatan sie reuboh dan selanjutnya produk yang dihasilkan diuji organoleptik (uji beda berpasangan dan kesukaan) dengan menggunakan formulir seperti pada Lampiran 2. Penelitian pendahuluan ini dilakukan di Aceh Besar pada bulan Maret – Juli 2006. Pemilihan lokasi penelitian tahap pertama di Aceh Besar dilakukan secara purposif dengan mempertimbangkan bahwa sie reuboh merupakan makanan khas masyarakat Aceh Besar sehingga mempermudah identifikasi proses dan resep pembuatan sie reuboh itu sendiri. Penentuan responden pada
19
penelitian pendahuluan ini dilakukan secara purposif yaitu harus memenuhi kriteria-kriteria seperti warga asli Aceh Besar dan berdomisili di Aceh Besar, berusia ≥ 45 tahun, mampu dan biasa memasak dan mengolah sie reuboh, dan biasa mengkonsumsi sie reuboh. Berdasarkan hasil survei dan wawancara terhadap 20 orang responden tersebut diperoleh kesimpulan umum bahwa resep sie reuboh terdiri atas 2 jenis, yaitu (1) menggunakan bumbu yang lebih lengkap dan (2) kurang lengkap. Bahan dan jumlah masing-masing resep dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 4. Kedua resep tersebut kemudian diuji beda berpasangan (paired different test) menggunakan 30 orang panelis yang berasal dari Aceh Besar. Masing-masing responden akan diberikan empat sie reuboh, yaitu dua sie reuboh yang dimasak dengan bumbu lengkap dan dua sie seuboh yang dimasak dengan bumbu kurang lengkap. Keempat sie reuboh tersebut kemudian diberi kode yang berbeda. Panelis pada uji beda berpasangan diminta mengidentifikasi sampel yang sama dan lebih baik menurut panelis. Menurut Jellinek (1985) bahwa pada uji beda berpasangan menggunakan 30 panelis, jumlah minimum panelis yang menjawab benar dengan selang kepercayaan 5% adalah 20 orang. Nilai minimal panelis untuk uji beda berpasangan disajikan pada Lampiran 5. Uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah dari dua resep yang didapatkan memiliki perbedaan yang nyata. Uji terakhir untuk menentukan resep standar sie reuboh adalah dengan uji kesukaan. Uji kesukaan dilakukan setelah uji beda berpasangan. Parameter uji kesukaan ini meliputi kesukaan warna, aroma, rasa, dan keempukan dari sie reuboh. Uji kesukaan pada penelitian pendahuluan ini menggunakan 5 skala pengukuran, yaitu (1) tidak suka, (2) agak tidak suka, (3) netral/ biasa, (4) agak suka, dan (5) suka. Resep yang memiliki hasil rata-rata kesukaan lebih tinggi akan dipilih sebagai resep standar dari sie reuboh untuk digunakan dalam penelitian lanjutan.
Penelitian Lanjutan Penelitian lanjutan ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh frekuensi pemanasan berulang terhadap kandungan gizi sie reuboh (kadar air, protein, dan lemak); mutu protein (daya cerna protein); kerusakan lemak (kadar asam lemak bebas, bilangan peroksida, dan bilangan TBA); jumlah mikroba dan sifat organoleptik sie reuboh. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus –
20
September 2006 di Laboratorium Pengolahan, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Proses
pembuatan
sie
reuboh dilakukan sesuai dengan diagram alir hasil penelitian pendahuluan (Gambar 2). Daging sapi segar bagian paha Rempah / bumbu : Bawang putih Cabe merah segar Cabe rawit Cabe merah kering Kunyit Jahe Lengkuas Garam
Pembersihan dan pembuangan lemak
Pemotongan bentuk kubus seberat 80 – 100 gram
Pencucian dengan air bersih 3-4 kali
Penirisan 5 – 10 menit
Daging siap olah
Air
Penggilingan hingga halus
Lemak (gajih) bersih dipotong seberat 10 – 30 gram
Pencampuran semua bahan di dalam kuali tanah
Pemasakan dengan api sedang hingga mendidih dan biarkan selama 15 menit
Penambahan cuka aren
Pemasakan lebih lanjut menggunakan api besar selama + 45 menit
SIE REUBOH
Gambar 2 Diagram alir proses pembuatan sie reuboh
Bumbu halus
21
Daging sapi bagian paha untuk penelitian lanjutan diperoleh dari pedagang daging di Pasar Anyar Bogor. Mula-mula dibuat sie reuboh dalam dua belanga tanah yang berbeda namun dilakukan pada suhu dan waktu yang sama. Fungsi pembuatan sie reuboh dalam dua belanga tanah ini adalah sebagai ulangan dari perlakuan pemasakan sie reuboh. Setelah pembuatan sie reuboh selesai dilakukan pemanasan setiap dua hari sekali sebanyak 6 kali sehingga diperlukan total waktu 13 hari, seperti yang disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Kegiatan pemanasan berulang dan uji yang dilakukan pada sie reuboh Kegiatan
0 P0 P0 √ √
Ulangan 1 Ulangan 2 Uji Kimia Uji Kesukaan
1
2 P1 P1 √
3
4 P2 P2 √ √
5
Hari ke6 7 P3 P3 √
8 P4 P4 √ √
9
10 P5 P5 √
11
12 P6 P6 √ √
Keterangan : P0-6 : Pemanasan ke-0 sampai dengan pemanasan ke-6 √ : Uji Kimia dan uji kesukaan Prosedur pemanasan dilakukan seperti pada diagram alir proses pemanasan ulang sie reuboh (Gambar 3). Analisis kandungan gizi sie reuboh yang meliputi kadar protein, kadar lemak, daya cerna protein secara in vitro, kerusakan lemak (metode bilangan peroksida, asam lemak bebas, dan bilangan TBA) dan kadar air. Selain itu juga dilakukan analisis jumlah mikroba setiap dua hari sekali setelah proses pemanasan berulang. SIE REUBOH Pemanasan dengan api kecil selama 5 menit hingga mencapai suhu + 45oC Air 100 gram Pemanasan kembali dengan api kecil o hingga suhu 65 C selama + 5 menit o
Pemanasan lebih lanjut dengan api sedang hingga suhu 110 C – o 115 C selama + 20 menit hingga semua lemak mencair SIE REUBOH Hasil Pemanasan Ulang ke-n
Gambar 3 Diagram alir proses pemanasan sie reuboh
22
Uji kesukaan dilakukan di Laboratorium Uji Organoleptik, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB. Uji kesukaan dilakukan setiap 4 hari sekali dengan menggunakan panelis yang sama, sehingga dilakukan 4 kali uji kesukaan selama 13 hari penelitian. Uji organoleptik dilakukan setiap 4 hari dimaksudkan agar panelis dapat merasakan sifat organoleptik sie reuboh karena pengaruh pemanasan berulang yang dilakukan. Uji kesukaan dilakukan baik untuk sie reuboh ulangan ke-1 dan ke-2. Untuk mendapatkan panelis yang sama, pada proses rekruitmen, panelis diminta kesediaannya untuk melakukan uji organoleptik setiap 4 hari sekali selama penelitian berlangsung. Uji kesukaan ini bertujuan untuk melihat tingkat kesukaan panelis terhadap karakteristik sie reuboh yang telah mengalami pemanasan berulang. Adapun karakteristik sie reuboh yang ingin diketahui meliputi tingkat kesukaan terhadap rasa, aroma, warna, dan tekstur (keempukan). Uji kesukaan pada sie reuboh tahap lanjutan ini menggunakan 7 skala pengukuran yaitu (1) sangat tidak suka, (2) tidak suka, (3) agak tidak suka, (4) netral/ biasa, (5) agak suka, (6) suka, (7) sangat suka (Jellinek 1985). Lembar uji organoleptik untuk tahap ini tersaji pada Lampiran 6. Analisis kandungan gizi yang dilakukan pada sie reuboh meliputi mutu protein menggunakan metode Semi Mikro Kjeldahl (Apriyantono et al., 1989), penentuan tingkat kerusakan lemak yang diwakili dengan penentuan angka peroksida berdasarkan prosedur pada Apriyantono et al. (1989), penentuan asam lemak bebas (FFA) berdasarkan metode Apriyantono et al. (1989), dan bilangan TBA berdasarkan prosedur dari Ketaren (1986). Jumlah mikroba (total bakteri) pada sie reuboh dianalisis menggunakan metode cawan total (total plate count) berdasarkan Fardiaz (1989). Daya cerna protein secara in vitro ditetapkan dengan Metode Tarladgis (1960) diacu dalam Apriyantono et al. (1989).
Rancangan Percobaan dan Analisis Data Penentuan panelis untuk penelitian pendahuluan dilakukan secara purposif. Penentuan resep standar didasarkan pada hasil wawancara dan uji organoleptik. Uji organoleptik terdiri dari uji beda berpasangan dan uji kesukaan. Uji beda resep sie reuboh dilakukan dengan uji beda berpasangan (paired different test) terhadap 30 orang panelis. Rancangan percobaan yang
23
dilakukan pada penelitian lanjutan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan 7 taraf perlakuan dan 2 ulangan. Model matematik yang digunakan adalah :
γij = μ + σi + εij γij = Hasil pengamatan perlakuan ke-i pada ulangan ke-j μ = Nilai tengah umum σi = Pengaruh perlakuan pemanasan εij = Galat percobaan dari perlakuan ke-i dan pada ulangan ke-j i = Perlakuan yang diberikan (pemanasan, i = 0,1,2,3,4,5,6) j = ulangan dari perlakuan (1,2) Analisis untuk mengolah data penelitian ini menggunakan program SPSS 11.5 for Windows dan Microsoft Excel 2003. Untuk menganalisis data hasil uji beda berpasangan pada penelitian pendahuluan digunakan tabel uji beda berpasangan dari Jellinek (1985). Data-data sifat kimia dan jumlah mikroba dinalisis menggunakan ragam Anova, sedangkan untuk mengetahui perbedaan perlakuan (pemanasan) digunakan uji lanjut Duncan. Data uji kesukaan pada penelitian pendahuluan dan lanjutan dianalisis secara statistik menggunakan sidik ragam (One Way Anova) (Stell & Torrie 1997).
Definisi operasional •
Sie reuboh adalah produk pengolahan bahan pangan daging khas daerah Aceh Besar yang diawetkan dengan metode pemanasan, perebusan, penurunan aktivitas air, penggaraman, pengasaman dan penggunaan rempah-rempah.
•
Resep standar adalah resep yang menggunakan komposisi dan berat bahanbahan dengan ukuran tertentu dari waktu ke waktu dan mampu menghasilkan produk dengan cita rasa yang konsisten
•
Resep kontrol adalah resep standar sie reuboh yang mengalami satu kali proses pemasakan atau sie reuboh yang baru dimasak dan belum mengalami pemanasan berulang.
•
Organoleptik (sifat inderawi) adalah sifat-sifat yang melekat pada suatu bahan pangan yang dapat diinderakan/dikarakterisasi oleh alat inderawi seperti indera perasa, pencium dan penglihatan
24 •
Pemanasan
berulang
adalah
prosedur
pengawetan
menggunakan
pemanasan berupa perebusan yang dilakukan secara periodik dari waktu ke waktu, pada penelitian ini periode pemanasan dilakukan setiap 2 hari sekali
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Tradisi Pembuatan Sie Reuboh Penelitian pendahuluan dilakukan dengan wawancara dan survei terhadap 20 orang responden yang yang dipilih secara purposif dan berdomisili di Aceh Besar dengan tujuan untuk melihat gambaran umum pembuatan sie reuboh. Kriteria pemilihan panelis ini adalah (1)
warga asli Aceh Besar dan
berdomisili di Aceh Besar, (2) berusia ≥ 45 tahun, (3) mampu dan biasa memasak dan mengolah sie reuboh, dan (4) biasa mengkonsumsi sie reuboh. Hasil wawancara terhadap panelis secara ringkas disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Hasil wawancara panelis Karakteristik Memasak sie reuboh dikaitkan dengan kesempatan khusus Ya (idul Fitri, Meugang, Idul Adha) Tidak Jumlah daging yang digunakan 1-2 kg 3-4 kg > 4 kg Perlakuan terhadap sie rebouh yang tidak habis Diolah kembali Disimpan Tempat menyimpan sie reuboh Kuali tanah, tidak tertutup rapat Lemari (masih menggunakan kuali tanah, tidak tertutup) Lemari es Pemanasan ulang sie reuboh 1 hari sekali 2 hari sekali 3 hari sekali Waktu untuk mengkonsumsi sie reuboh hingga habis 1 minggu 2 minggu 3 minggu 4 minggu Bumbu yang digunakan untuk membuat sie reuboh Lengkap Tidak lengkap Bagian daging yang digunakan Paha Semua bagian Waktu memasak sie reuboh hingga matang 0,5-1 jam 1-2 jam
n
%
11 9
55 45
10 7 3
50 35 15
10 10
50 50
9 10 1
45 50 5
8 10 2
40 50 10
5 9 5 1
25 45 25 5
10 10
50 50
17 3
85 15
13 7
65 35
26
Berdasarkan hasil survei dan wawancara (Tabel 6) terhadap 20 orang responden, diperoleh kesimpulan bahwa secara umum sie reuboh biasanya dimasak di hari-hari khusus yaitu Idul Fitri, Idul Adha, dan pada hari Meugang (salah satu tradisi masyarakat Aceh dalam menyambut bulan puasa, Idul fitri, dan Idul Adha yaitu dengan melaksanakan pemotongan hewan pada satu atau dua hari sebelum hari besar tersebut). Sebagian besar panelis menggunakan daging sapi bagian paha dengan jumlah 1-2 kg. Jumlah ini ternyata lebih sedikit jika dibandingkan dengan kebiasaan terdahulu dimana setiap satu kali pemasakan sie reuboh menggunakan 5-7 kg daging sapi, hal ini diduga terkait dengan faktor ekonomi dimana harga daging sapi yang semakin mahal. Setengah dari responden melakukan pemanasan ulang sie reuboh dua hari sekali, waktu untuk menghabiskan sie reuboh hingga habis sekitar 2 minggu. Waktu untuk memasak sie seuboh hingga matang adalah 0,5-1 jam dan resep sie reuboh terdiri atas 2 jenis, yaitu yang menggunakan bumbu lengkap dan kurang lengkap. Resep lengkap menggunakan bumbu bawang putih, cabe rawit, cabe merah, cabe merah kering, bubuk kunyit, lengkuas, jahe, dan cuka aren. Resep kurang lengkap tidak menggunakan bawang putih, lengkuas, dan jahe.
Hasil Uji Resep Sie Reuboh Resep standar yang sesuai dengan definisi operasional adalah resep yang menggunakan komposisi dan berat bahan-bahan dengan ukuran tertentu dari waktu ke waktu dan mampu menghasilkan produk dengan cita rasa yang konsisten. Hasil wawancara terhadap panelis didapatkan macam dan jumlah bahan yang sering digunakan untuk pembuatan sie reuboh. Hasil tersebut kemudian dicatat dan dikelompokkan menjadi beberapa kelompok besar. Hasil wawancara bumbu-bumbu dan berat daging yang sering digunakan dalam pembuatan sie reuboh dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 4. Hasil wawancara didapatkan bahwa bumbu sie seuboh yang sering digunakan adalah bumbu lengkap dan kurang lengkap. Bumbu sie reuboh yang lengkap terdiri atas garam, cuka aren, cabe merah keriting segar, cabe rawit, bawang putih, bubuk kunyit, lengkuas, jahe, dan cabe merah kering. Sie reuboh yang menggunakan bumbu kurang lengkap adalah sie reuboh yang tidak menggunakan bawang putih, lengkuas dan jahe. Basis yang digunakan sebagai dasar perhitungan resep standar sie reuboh untuk mendapatkan rerata
27
persentase bumbu atau rempah yang digunakan adalah berat daging sapi sebesar 2000 gram. Resep standar sie reuboh didapatkan dari hasil wawancara dan survei masyarakat yang telah terbiasa memasak dan mengkonsumsi sie reuboh, uji beda perpasangan, dan terakhir adalah dengan uji kesukaan panelis. Berat lemak sapi standar yang dipakai untuk membuat sie reuboh didapatkan dengan membagi berat lemak dari hasil wawancara dibagi dengan berat daging sapi (600 g : 2000 g). Dengan demikian dihasilkan persentase sebesar 0,3% untuk berat lemak sapi. Hasil berat standar untuk bahan lainnya diperoleh dengan cara yang sama. Persentase lemak sapi yang harus digunakan untuk membuat sie reuboh adalah 0,3%, air 0,125%, cabe merah 0,05%, cabe rawit dan cabe merah kering 0,01% serta cuka aren sebanyak 0,075%. Bagian berat semua bahan pelengkap sie reuboh dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Persentase bumbu berdasarkan berat daging Berat
Persen bahan per
Persen bahan per
(g)
jumlah
berat daging
Daging sapi
2000
59.88
Lemak sapi
600
17.96
0.3
Lengkuas
40
1.20
0.02
Jahe
40
1.20
0.02
Bawang putih
20
0.60
0.01
Cabe merah
100
2.99
0.05
Cabe Rawit
20
0.60
0.01
Cabe merah kering
20
0.60
0.01
Bubuk kunyit
50
1.50
0.025
Cuka aren
150
4.49
0.075
Garam
50
1.50
0.025
Air
250
7.49
0.125
Jumlah
3340
100.00
Bahan
Hasil Uji Organoleptik Resep Sie Reuboh Uji Beda Resep. Uji organoleptik yang dilakukan untuk menemukan resep standar yang akan digunakan dalam penelitian lanjutan meliputi dua metode, yaitu dengan uji beda berpasangan (different paired test) dan uji
28
kesukaan. Hasil wawancara dan survei terhadap 20 orang panelis diperoleh kesimpulan bahwa dalam resep pembuatan sie reuboh terdiri atas 2 jenis yaitu (1) bumbu lengkap, dan (2) bumbu kurang lengkap. Dari hasil wawancara tersebut maka dilakukan uji organoleptik terhadap produk sie reuboh dengan menggunakan kedua resep yang didapatkan. Kriteria panelis yang digunakan yaitu (1) berusia ≥ 45 tahun dengan alasan sie reuboh merupakan masakan tradisional Aceh yang diwariskan secara turun-temurun, sehingga panelis yang berusia ≥ 45 tahun lebih memiliki pengetahuan dan pengalaman yang lebih banyak mengenai sie reuboh, (2) warga asli Aceh Besar dan berdomisili di Aceh Besar, dikarenakan sie reuboh adalah masakan khas daerah Aceh Besar (3) biasa mengkonsumsi sie reuboh, (4) bersedia menjadi panelis untuk uji organoleptik. Kriteria ini digunakan mengingat karakteristik dari uji organoleptik ini adalah panelis yang digunakan berfungsi seperti instrumen yang tugasnya adalah menganalisis apakah terdapat perbedaan antara dua sampel yang diujikan atau tidak, meskipun perbedaan itu sangatlah kecil (Jellinek 1985), sehingga uji ini memerlukan sensitivitas yang tinggi. Uji beda berpasangan dilakukan untuk melihat apakah resep sie reuboh yang berbumbu lengkap dan berbumbu kurang lengkap dapat dibedakan oleh panelis. Sedangkan uji kesukaan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui resep mana yang lebih disukai oleh panelis. Jumlah panelis yang digunakan adalah 30 orang. Sesuai dengan pendapat Jellinek (1985), bahwa jumlah orang yang terlibat pada uji beda adalah minimal 10 orang, namun jumlah panelis 20 hingga 30 orang adalah lebih baik. Tabel 8 Hasil uji beda panelis (%) terhadap sie reuboh Uji beda sie reuboh
n
%
Bisa membedakan
21
70
Tidak bisa membedakan
9
30
Total
30
100
Hasil perhitungan uji beda pada Tabel 8 menunjukkan bahwa 21 panelis dapat membedakan sie reuboh yang diujikan. Mengacu pada tabel signifikansi uji beda berpasangan (Roessler et al. 1978 diacu dalam Jellinek 1985), bahwa pada uji beda berpasangan menggunakan 30 panelis, jumlah minimum panelis yang menjawab benar dengan selang kepercayaan 5% adalah 20 orang (Lampiran 5).
29
Hasil uji beda berpasangan yang dilakukan terhadap sie reuboh ini ada 21 panelis yang mampu membedakan, sehingga dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (pada selang kepercayaan 5%) antara sie reuboh berbumbu lengkap dan kurang lengkap. Rekap data hasil uji beda dapat dilihat pada Lampiran 8. Untuk menentukan resep mana yang dipakai dalam penelitian selanjutnya maka dilakukan uji kesukaan terhadap sie reuboh. Uji Kesukaan Resep. Daya terima terhadap suatu makanan ditentukan oleh rangsangan yang timbul oleh makanan melalui panca indera penglihatan, penciuman, pencicipan, dan pendengaran. Namun demikian faktor utama yang akhirnya mempengaruhi daya terima terhadap makanan adalah rangsangan citarasa yang ditimbulkan oleh makanan. Oleh karena itu, penting sekali dilakukan penilaian citarasa untuk menjajaki daya penerimaan konsumen (Soekarto 1985). Selanjutnya dikatakan pula bahwa penilaian citarasa makanan dengan menggunakan indera manusia sebagai alat penilaian dikenal dengan istilah penilaian organoleptik/ inderawi/ sensori. Cara ini sering disebut juga penilaian subjektif karena sepenuhnya tergantung pada kemampuan/ kepekaan inderawi manusia. Pengujian organoleptik dapat dilakukan dalam berbagai cara, salah satu diantaranya adalah uji hedonik (kesukaan). Hasil uji kesukaan terhadap resep secara ringkas disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Hasil uji kesukaan panelis (%) terhadap sie reuboh Kesukaan terhadap resep Bumbu lengkap Bumbu kurang lengkap Total
n
%
22
73.33
8 30
26.67 100
Tabel 9 menunjukkan bahwa sebanyak 73,33% panelis menyukai sie reuboh dengan bumbu lebih lengkap. Penentuan kesukaan terhadap resep ditentukan dengan penjumlahan skor kesukaan, dimana resep yang memiliki skor kesukaan yang tertinggi akan menjadi resep yang disukai oleh panelis. Uji hedonik atau kesukaan pada sie reuboh dilakukan untuk mengetahui daya terima produk pada dua resep yang berbeda. Skala pengukuran tingkat kesukaan yang digunakan pada uji organoleptik pada tahap ini adalah sebanyak 5 skala, yaitu
30
(1) sangat tidak suka, (2) tidak suka, (3) biasa, (4) suka, dan (5) sangat suka (Jellinek 1985). Rata-rata hasil uji hedonik terhadap warna, rasa, aroma, dan tekstur sie reuboh disajikan pada Gambar 4. . Rata-rata kesukaan panelis
5 4,1 4
3,87
4,17
4,07
3,77 3,33
3,27
3,57
3
Bumbu lengkap
2 Bumbu kurang lengkap
1 0 Warna
Rasa
Tekstur
Aroma
Kesukaan
Gambar 4 Rata-rata kesukaan panelis terhadap sie reuboh Penilaian mutu bahan makanan pada umumnya sangat bergantung pada beberapa faktor, antara lain cita rasa, warna, tekstur, dan nilai gizinya (Winarno 1997). Tabel 9 dan Gambar 4 memperlihatkan bahwa resep berbumbu lengkap memiliki rata-rata kesukaan yang lebih tinggi dibandingkan resep yang kurang lengkap Hasil uji ragam (Lampiran 10) menunjukkan bahwa antara resep pertama dan kedua hanya berpengaruh nyata (α<0,05) terhadap daya terima rasa dan aroma dari sie reuboh yang dihasilkan. Hal ini diduga dikarenakan adanya perbedaan penggunaan bumbu baik dalam hal jumlah maupun macamnya pada kedua resep. Resep pertama merupakan resep yang menggunakan lebih banyak dan beragam bumbu (bumbu lengkap) sehingga menghasilkan sie reuboh yang mempunyai rasa dan aroma yang lebih baik menurut panelis. Dari hasil uji beda berpasangan dan uji kesukaan, maka resep sie reuboh yang digunakan pada penelitian tahap lanjutan adalah resep sie reuboh dengan bumbu lengkap dan dengan demikian resep tersebut dijadikan sebagai resep standar.
Penelitian Lanjutan Penelitian lanjutan bertujuan untuk melihat pengaruh pemanasan sie reuboh terpilih terhadap kesukaan, kandungan gizi, dan jumlah total mikroba. Analisis kandungan gizi meliputi kadar protein, daya cerna protein secara in vitro, dan kerusakan lemak meliputi bilangan peroksida, asam lemak bebas, dan TBA.
31
Sie reuboh terpilih disimpan selama 12 hari dan dilakukan pemanasan sebanyak 6 kali, yaitu pada penyimpanan hari ke-0, 2, 4, 6, 8, 10, dan 12. Uji kimia dan jumlah mikroba dilakukan di setiap pemanasan dan untuk uji kesukaan dilakukan pada hari ke-0, 4, 8, dan 12. Sie reuboh dibuat dalam dua belanga tanah yang berbeda dan dilakukan di waktu yang bersamaan. Fungsi pembuatan sie reuboh dalam dua belanga ini adalah sebagai ulangan dari perlakuan pemasakan. Setiap akan melakukan pemanasan kembali, ditambahkan air sebanyak 100 ml ke dalam belanga yang bertujuan untuk mencegah produk menjadi hangus.
Kandungan Gizi Sie Reuboh selama Pemanasan Teknik pengolahan dengan pemanasan mampu menghasilkan produk yang memiliki cita rasa yang luar biasa dibandingkan dengan teknik lain (Winarno 1993). Namun demikian Kinsman et al. (1994) menyatakan bahwa pengolahan dengan panas dapat menyebabkan zat gizi menurun bila dibandingkan dengan bahan segarnya. Pemanasan
selama
pemasakan
menghasilkan
perubahan
pada
penampilan dan bahan-bahan fisik dari jaringan otot. Perubahan tersebut tergantung pada waktu pemasakan dan kondisi suhu (Kinsman et al. 1994). Pemanasan diatas 60°C dapat menyebabkan molekul protein, karbohidrat, lemak, dan asam nukleat menjadi tidak stabil (Hawab 1999). Analisis kandungan gizi yang dilakukan selama pemanasan berulang meliputi kadar air, lemak, protein, dan daya cerna protein. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Hasil analisis kandungan gizi sie reuboh selama pemanasan berulang Pemanasan
Air (%)
Lemak (%bk)
Protein (%bk)
Kontrol
58.77
20.68
82.36
Daya cerna protein (%) 87.42
1
56.56
19.47
81.06
85.17
2
55.43
20.13
78.37
85.06
3
54.54
23.79
74.20
83.49
4
57.72
23.83
71.01
83.09
5
55.52
21.18
68.17
80.92
6
58.27
24.95
62.60
79.83
32
Kadar Air Kadar air sangat penting dalam menentukan daya awet dari bahan makanan karena mempengaruhi sifat fisik, kimia, perubahan mikrobiologi, dan perubahan enzimatis. Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan penerimaan konsumen, kesegaran, dan daya tahan bahan. Kandungan air yang tinggi
dalam
bahan
menyebabkan
daya
tahan
bahan
rendah.
Untuk
memperpanjang daya tahan suatu bahan, sebagian air dalam bahan harus dihilangkan dengan berbagai cara tergantung dari jenis bahan (Winarno 1997). Rara-rata umum kadar air sie reuboh pada penelitian ini adalah 56,69% dan berkisar antara 54,54-58,77%. Setiap akan melakukan pemanasan kembali, ditambahkan air sebanyak 100 ml ke dalam belanga yang bertujuan untuk mencegah produk menjadi hangus. Dalilah (2006) dan Anshori (2002) menyatakan dalam penelitiannya bahwa kadar air daging sapi segar memiliki rata-rata sebesar 75,13% dan 75,31%. Penurunan rata-rata kadar air daging sapi segar akibat adanya pemanasan pada sie reuboh kontrol dibandingkan dengan hasil penelitian Dalilah (2006) dan Anshori (2002) adalah 21,78-21,96%. Kadar air sie reuboh kontrol adalah 58,77% selanjutnya mengalami penurunan sampai pada pemanasan ke-3. Kadar air sie reuboh mengalami kenaikan pada pemanasan ke-4 dan ke-6. Histogram perubahan kadar air pada sie reuboh selama pemanasan disajikan pada Gambar 5.
Rata-rata kadar air sie reuboh (%)
80 60
d 58.77
abcd 56.56
ab 55.43
a 54.54
bcd 57.72
abc 55.52
cd 58.27
Kontrol
1
2
3
4
5
6
40 20 0 Pemanasan ke
Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
Gambar 5 Rata-rata kadar air sie reuboh selama pemanasan Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 20), pemanasan sie reuboh memberikan pengaruh yang nyata (α<0,05) terhadap kadar air sie reuboh. Uji lanjut Duncan (Lampiran 21) memperlihatkan bahwa adanya perbedaan yang
33
nyata antara kontrol dengan pemanasan ke-2, 3, dan 5 yaitu menunjukkan semakin banyak pemanasan maka semakin rendah kadar air sie reuboh. Adanya proses pemanasan menyebabkan semakin rendahnya kadar air, tetapi hal ini tidak terlihat pada pemanasan ke-4 sampai ke-6. Dengan semakin banyaknya proses pemanasan justru semakin meningkatkan kadar air sie reuboh. Hal ini diduga terkait dengan adanya penambahan air sebanyak 100 ml pada saat setiap kali pemanasan dilakukan. Dan karena adanya laju penguapan yang berbeda-beda pada saat pemanasan, laju penguapan ini tidak bisa dikontrol secara sempurna mengingat kelembaban lingkungan setiap saat dapat berubah. Air yang terikat di dalam otot daging dapat dibagi menjadi tiga kompartemen air, yaitu air yang terikat secara kimiawi oleh protein otot sebesar 4-5% sebagai lapisan monomolekuler pertama. Air terikat agak lemah sebagai lapisan kedua dari molekul air terhadap grup hidrofilik, kira-kira sebesar 4%, dan lapisan ketiga adalah molekul-molekul air bebas diantara molekul protein, berjumlah kira-kira 10% (Soeparno 1998). Air yang terikat secara kimia lebih sulit untuk dibebaskan dibandingkan dengan air bebas dan air terikat pada lapisan kedua. Pada pemanasan awal, air bebas dalam otot akan dibebaskan terlebih dahulu, dan hal ini diduga menjadi penyebab turunnya kadar air selama pemanasan ke-1 sampai ke-3. Terjadinya penurunan kadar air ini pun didukung dengan adanya penambahan garam pada sie reuboh. Menurut Huffman et al (1996), penambahan garam pada bahan pangan dapat menggantikan kedudukan air dalam jaringan bahan pangan tersebut sehingga dapat membatasi air yang tersedia dan mengeringkan protoplasma. Dengan demikian air yang ada dalam daging akan keluar dan kedudukan air digantikan oleh garam sampai tercapai suatu tekanan osmosis dan seimbang. Akibatnya sisa cairan dalam daging semakin mengental dan protein akan menggumpal (terdenaturasi), selanjutnya daging akan mengkerut. Semakin banyaknya pengulangan pemanasan yang dilakukan terhadap sie reuboh, jaringan otot daging pun semakin lunak. Hal ini diduga karena adanya proses denaturasi protein daging oleh panas. Proses denaturasi protein akibat pemanasan dapat membebaskan molekul air terikat di lapisan pertama dan kedua karena adanya kerusakan pada struktur primer, sekunder, dan tersier protein sehingga kemampuan untuk mengikat airnya sangat menurun sehingga meningkatkan kadar air produk itu sendiri dan jaringan menjadi lunak (Wismer-
34
Pedersen (1972) diacu dalam Soeparno (1998), sehingga diduga pada pemanasan ke-4 sampai ke-6 bertambahnya air disebabkan oleh bebasnya molekul air pada bagian tersebut.
Kadar Protein Protein merupakan bagian yang sangat penting karena pada sebagian besar jaringan tubuh, protein adalah komponen terbesar setelah air. Protein juga merupakan sumber asam-asam amino, yang mengandung unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat (Winarno 1997). Kadar protein sie reuboh berkisar antara 62,60-82,36% (bk). Secara keseluruhan besarnya kadar protein dapat dilihat pada Gambar 6. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dalilah (2006) menunjukkan bahwa kadar protein kasar pada daging sapi segar sebesar 19,00% bb. Hasil penelitian terhadap sie reboh kontrol didapatkan kadar protein kasar sebesar 33,95% bb (82,36% bk). Berdasarkan berat basah didapatkan kenaikan kadar protein kasar daging sapi segar menjadi sie reuboh kontrol sebesar 44,04%. Kadar protein dari hasil produk olahan daging lainnya dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Kadar protein hasil olahan daging (% bk) secara in vitro Produk olahan lain Sosis
Bakso
Dendeng
Panggang
Abon
76,40
35,36
36,70
36,30
51,04
39,87
Sie reuboh kontrol 82,36
Domba**
80,78
32,25
39,87
39,00
54,09
36,23
-
Ayam boiler*** Ayam kampung****
91,03
43,85
54,18
39,53
79,30
38,49
-
47,21
37,19
35,26
46,09
58,08
38,42
-
Daging
Segar
Sapi*
Sumber : * Dalilah (2006) ** Ridwan (2006) *** Nurjamilah (2006) **** Riyanto (2006) Tabel 11 memperlihatkan hasil penelitian yang dilakukan oleh oleh Dalilah (2006), Ridwan (2006), dan Nurjamilah (2006), bahwa kadar protein produk olahan daging menjadi lebih rendah dibandingkan dengan daging segar. Penelitian yang dilakukan oleh Riyanto (2006) kadar protein produk olahan daging ayam kampung yaitu daging panggang yang hanya mengalami peningkatan kadar protein yaitu sebesar 10,87%.
35
Mengacu pada Riyanto (2006), kenaikan kadar protein hasil olahan dibandingkan dengan produk segarnya disebabkan rendahnya kadar air pada produk olahan yang disebabkan proses pengolahan oleh panas. Penurunan kadar air selama proses pemasakan dapat meningkatkan kadar protein pada produk olahan. Ranken (2000) menyebutkan bahwa pemanasan dengan suhu tinggi akan menyebabkan kehilangan air yang lebih tinggi sehingga akan meningkatkan jumlah lemak, karbohidrat, dan protein. Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 24) terhadap kadar protein menunjukkan bahwa pemanasan pada sie reuboh berpengaruh nyata (α<0,05) terhadap penurunan kadar protein. Uji lanjut Duncan (Lampiran 25) menunjukkan adanya perbedaan untuk semua perlakuan ulangan pemanasan kecuali
Rata-rata kadar protein (%bk)
pemansan ke-1. 100
a 82.36
80
a 81.06
b 78.37
c 74.29
d 71.01
e 68.17
1
2
3
4
5
f 62.6
60 40 20 0 Kontrol
6
Pemanasan ke
Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
Gambar 6 Rata-rata kadar protein sie reuboh selama pemanasan Gambar 6 memperlihatkan bahwa terjadinya penurunan kadar protein selama pemanasan. Winarno (1997) menyatakan bahwa pemanasan (perebusan dan penggorengan) yang dilakukan secara berlebihan atau waktu yang lama tanpa penambahan karbohidrat, dapat mengakibatkan nilai gizi protein akan berkurang karena terbentuknya ikatan silang dalam protein. Protein merupakan senyawa yang reaktif terhadap panas, dimana sisi aktif beberapa asam amino dapat bereaksi dengan komponen lain misalnya gula pereduksi, polifenol, lemak dan produk oksidasinya. Namun Hawab (1999) menyatakan bahwa pemanasan 100°C tidak sampai merusak molekul protein secara total. Pemanasan sie reuboh ini memakai suhu 115°C dengan demikian masih ada sebagian protein di dalam sie reuboh yang tidak rusak.
36
Muchtadi (1989) menjelaskan lebih lanjut bahwa sumber utama menurunnya nilai gizi protein bahan pangan selama pengolahan dan pemasakan adalah reaksi pencoklatan non-enzimatis (reaksi Maillard). Reaksi Maillard dengan beberapa gula (khususnya gula pereduksi) dapat menyebabkan penurunan kualitas protein, yaitu hilangnya residu asam amino dan penurunan kecernaan protein. Penurunan nilai gizi yang disebabkan oleh reaksi Maillard selama pengolahan dan pemasakan terjadi karena adanya reaksi antara gula pereduksi dengan protein (asam amino) daging yang ditambah bumbu. Reaksi Maillard dapat terjadi akibat adanya protein, gula pereduksi (glukosan dan fruktosa), dan panas. Otot daging mengandung glikogen, oleh enzim atau asam gikogen dipecah menjadi glukosa, sehingga reaksi Maillard terjadi selama pemanasan. Sie reuboh merupakan makanan khas Aceh yang memadukan daging dan lemak dalam pembuatannya. Interaksi antara protein daging dan lipid yang teroksidasi karena pengaruh panas juga dapat menyebabkan penurunan nilai gizi protein. Muchtadi (1989) menyatakan bahwa produk-produk yang terbentuk saat oksidasi lipid dapat bereaksi dengan protein terutama asam amino triptofan dan asam-asam amino yang mengandung belerang dapat rusak teroksidasi oleh radikal bebas dan hidroperoksida.
Daya Cerna Protein (In Vitro) Kemampuan suatu protein untuk dihidrolisa menjadi asam-asam amino oleh enzim-enzim pencernaan (protease) dikenal dengan istilah daya cerna atau nilai kecernaan. Jumlah asam-asam amino yang dapat diserap dan digunakan oleh tubuh dalam jumlah tinggi ditunjukkan oleh suatu protein yang mudah dicerna. Sebaliknya suatu protein yang sukar dicerna berarti jumlah asam-asam amino yang dapat diserap dan digunakan oleh tubuh rendah, karena sebagian besar akan dibuang oleh tubuh bersama feses (Muchtadi et al. 1993). Daya cerna protein sie reuboh berkisar antara 79,83-87,42%. Penelitian Dalilah (2006) menyatakan bahwa daya cerna daging sapi segar sebesar 79,03 %. Daya cerna protein daging mengalami peningkatan setelah diolah menjadi sie reuboh. Daya cerna sie reuboh kontrol yang mencapai 87,42% menunjukkan bahwa 87,42% dari seluruh protein yang dikandungnya dapat dicerna secara in vitro. Besarnya daya cerna protein sie reuboh selama pemanasan dapat dilihat pada Gambar 7.
Rata-rata daya cerna protein (%)
37
100
a 87.42
ab 85.17
ab 85.06
1
2
80
b 83.49
bc 83.09
cd 80.92
d 79.83
3
4
5
6
60 40 20 0 Kontrol
Pemanasan ke
Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
Gambar 7 Rata-rata daya cerna protein sie reuboh selama pemanasan Tabel 12 menunjukkan bahwa proses pengolahan panas memberikan pengaruh yang berbeda terhadap daya cerna protein pada setiap produk olahan daging. Peningkatan daya cerna protein terlihat pada produk bakso dan sie reuboh pada pemanasan kontrol. Peningkatan daya cerna protein pada sie reuboh diduga karena adanya proses denaturasi selama proses pemanasan. Denaturasi protein mengakibatkan terbukanya susunan tiga dimensi molekul protein menjadi struktur yang acak (Lehninger 1998). Dengan terbukanya lipatan protein menyebabkan enzim pencernaan lebih mudah untuk menghidrolisis dan mudah memecah protein menjadi monomer-monomer. Tabel 12 Daya cerna protein berbagai olahan daging (%) secara in vitro Produk olahan lain Sosis
Bakso
Dendeng
Panggang
Abon
79,03
89,60
83,27
61,59
59,73
58,87
Sie reuboh kontrol 87,42
Domba**
78,09
79,68
90,77
64,13
75,41
70,26
-
Ayam boiler*** Ayam kampong****
90,71
86,51
82,33
71,35
77,88
73,84
-
85,46
80,80
93,20
53,97
71,53
60,77
-
Daging
Segar
Sapi*
Sumber : * Dalilah (2006) ** Ridwan (2006) *** Nurjamilah (2006) **** Riyanto (2006) Rendahnya daya cerna protein abon, dendeng, dan daging panggang dibandingkan dengan sosis dan bakso diduga berkaitan dengan suhu yang digunakan dalam pengolahan. Proses pembuatan bakso dan sosis yang dapat menyebabkan denaturasi antara lain penggilingan dan perebusan. Suhu yang
38
dipakai untuk perebusan bakso hanya sekitar 80°C. Pemanasan yang dilakukan dalam pembuatan sosis berkisar antara 65°C. Dalam pembuatan abon dilakukan pengukusan dengan menggunakan suhu 95°C, penggorengan dengan suhu 150°C, dan pengerigan dengan oven pada suhu 130°C. panggang menggunakan
suhu sekitar 120°C
Pembuatan daging
dan dendeng mengalami
pengeringan pada suhu 70°C dan penggorengan pada suhu 120°C. Penggunaan suhu yang tinggi dan pengolahan yang lebih dari satu kali pada abon, dendeng, dan daging panggang diduga dapat menyebabkan tidak hanya terjadi denaturasi tetapi juga raseminasi protein sehingga daya cerna dari ketiga produk olahan ini lebih rendah. Menurut Sediaoetama (1991) protein tergolong baik bila daya cernanya sama atau lebih besar dari 80%, sehingga nilai kecernaan protein sie reuboh selama proses pemanasan dalam penelitian ini tergolong baik karena berkisar antara 79,83-87,42%. Hanya pada pemanasan ke-6 kualitas daya cerna sie reuboh lebih rendah dari 80% dan berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 26) terhadap daya cerna protein menunjukkan bahwa pemanasan berulang pada sie reuboh berpengaruh nyata (α<0,05) terhadap penurunan daya cerna protein. Uji lanjut Duncan (Lampiran 27) menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk pemanasan kontrol, ke-3, 4, 5, dan 6. Perlakuan pemanasan berulang terhadap sie reuboh dapat menyebabkan tidak hanya terjadi denaturasi akan tetapi terjadi juga reseminasi protein, reaksi Maillard, dan terbentuknya ikatan silang dalam protein seperti lisinoalanin dan lantionin. Menurut Winarno (1997) terbentuknya ikatan silang akan menurunkan kecernaaan protein. Gambar 8 memperlihatkan bahwa pemanasan berulang
Penurunan daya cerna protein (%)
dapat meningkatkan penurunan daya cerna protein sie reuboh.
10 7,44
8 6 4
4,50 2,57
2,70
1
2
8,68
4,95
2 0 3
4
5
6
Pemanasan ke
Gambar 8 Persentase penurunan daya cerna protein sie reuboh
39
Perlakuan pemanasan yang terus berulang pada sie reuboh merupakan pemanasan dengan menggunakan suhu lebih tinggi dari 100°C. Winarno (1997) menyatakan
bahwa
penggunaan
suhu
pemasakan
lebih
dari
100°C
menyebabkan menurunnya kecernaan. Suhu tinggi menyebabkan tidak hanya membuka lipatan protein akan tetapi sudah sampai memotong potein menjadi bagian-bagian kecil yang mungkin sudah menjadi protein asing bagi enzim. Winarno menambahkan denaturasi berat menyebabkan protein terpotong dan bersifat irreversible. Protein yang telah terdegradasi tidak dikenali lagi oleh enzim. Enzim memiliki daya kerja yang spesifik sehingga hanya memecah protein-protein yang dikenalinya saja. Adanya interaksi antara semua komponen-komponen yang ditambahkan dalam pembuatan sie reuboh diduga pula dapat mempengaruhi penurunan daya cerna protein sie reuboh selama pengulangan pemanasan. Muchtadi (1993) menjelaskan bahwa menurunnya daya cerna protein pada suatu makanan olahan dapat terjadi karena adanya interaksi antara komponen protein dan lipid, misalnya terjadinya raseminasi asam amino (bentuk L menjadi bentuk D) dan juga reaksi antara asam amino. Perubahan bentuk asam amino L menjadi D diduga menyebabkan enzim pencernaan tidak reaktif. Asam amino bentuk D tidak dapat dimanfaatkan oleh tubuh. Demikian juga ikatan peptide L-D, D-L, atau D-D tidak dapat diserang oleh enzim proteolitik sehingga daya cerna protein menurun (Muchtadi 1993). Peranan senyawa-senyawa anti nutrisi terhadap penyerapan protein yang terdapat secara alami dalam bahan pangan dapat mengakibatkan kerusakan protein (Muchtadi 1989). Senyawa anti nutrisi ini sebagian terdapat dalam rempah-rempah, misalnya senyawa tanin yang terdapat pada kunyit dan lengkuas.
Kadar Lemak Lemak merupakan bagian integral dari semua bahan. Lemak berperan dalam menambahan kalori serta memperbaiki tekstur dan citarasa bahan pangan (Winarno 1997). Kandungan lemak pada daging sapi segar menurut Departemen Kesehatan RI (1995) adalah 14%. Rerata umum kadar lemak sie reuboh pada penelitian ini adalah 22,00% bk dan berkisar antara 19,47-24,95 % bk (Gambar 9). Adanya peningkatan kadar lemak pada sie reuboh dikarenakan adanya
40
penambahan lemak sapi pada proses pembuatan sie reuboh yaitu seberat 600 g untuk 2000 g daging sapi. Hasil
analisis
ragam
(Lampiran
22)
menunjukkan
pemanasan
memberikan pengaruh yang nyata (α<0,05) terhadap kadar lemak sie reuboh dengan uji lanjut Duncan (Lampiran 23) terlihat adanya perbedaan antara pemanasan ke-1, 3, 4, 5, dan 6. Gambar 9 menunjukkan bahwa semakin banyak pemanasan semakin meningkatkan kadar lemak sie reuboh. Menurut Soeparno (1998), daging atau otot selain memiliki depot protein juga memiliki depot lemak yang biasa disebut lemak intramuskular. Lemak intramuskular terletak diantara ikatan serabut otot atau antara matriks-matriks otot. Pemanasan yang berulang diduga menyebabkan lemak tersebut terurai menjadi monomer-monomer lemak (asam lemak) sehingga mudah berpenetrasi ke dalam matriks-matriks otot akibatnya jumlah lemak meningkat dengan
Rata-rata kadar lemak (%bk)
banyaknya ulangan pemanasan.
30 25
ab 20.68
20
a 19.47
ab 20.13
1
2
c 23.79
c 23.83
3
4
b 21.18
c 24.95
15 10 5 0 Kontrol
5
6
Pemanasan ke
Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
Gambar 9 Rata-rata kadar lemak sie reuboh selama pemanasan
Kerusakan Lemak Sie Reuboh selama Pemanasan (Asam Lemak Bebas, Bilangan Peroksida, dan Bilangan TBA) Dua hal penting yang dipertimbangkan mengapa pengolahan pangan perlu dilakukan. Yang pertama adalah untuk mendapatkan bahan pangan yang aman untuk dimakan sehingga nilai gizi yang dikandung bahan pangan tersebut dapat dimanfaatkan secara maksimal. Yang kedua adalah agar bahan pangan tersebut dapat diterima, khususnya diterima secara sensori, yang meliputi
41
penampakan (aroma, rasa, mouthfeel, dan aftertaste) dan tekstur (kekerasan, kelembutan, konsistensi, kekenyalan, dan kerenyahan). Di satu sisi pengolahan dapat menghasilkan produk pangan dengan sifatsifat yang diinginkan yaitu aman, bergizi dan dapat diterima dengan baik secara sensori. Di sisi lain, pengolahan juga dapat menimbulkan hal yang sebaliknya yaitu menghasilkan senyawa toksik sehingga produk menjadi kurang atau tidak aman, kehilangan zat-zat gizi dan perubahan sifat sensori ke arah yang kurang disukai dan kurang diterima seperti perubahan warna, tekstur, bau dan rasa yang kurang atau tidak disukai. Hasil analisis kerusakan lemak pada sie reuboh akibat pemanasan tersaji pada tabel 13. Tabel 13 Hasil analisis kerusakan lemak sie reuboh selama pemanasan
Kontrol
Asam lemak bebas (ml NaOH 0,1 N/100 ml) 9.78
Bilangan peroksida (mg O2/100g) 3.57
1
11.03
5.56
1.03
2
12.60
7.23
1.25
3
16.03
8.40
1.36
4
15.87
10.00
1.56
5
15.93
11.13
1.92
6
19.86
13.32
2.25
Pemanasan
Bilangan TBA 0.99
Asam Lemak Bebas Jumlah asam-asam lemak bebas yang semakin meningkat merupakan tanda dari adanya proses ketengikan dalam bahan pangan. Asam-asam lemak bebas dihasilkan dari proses hidrolisis karena terdapatnya sejumlah air dalam lemak atau minyak. Hasil hidrolisa lemak dalam bahan pangan tidak hanya mengakibatkan bau yang tidak enak, tetapi juga dapat menurunkan nilai gizi, karena kerusakan vitamin larut lemak dan asam lemak esensial dalam lemak (Ketaren 1989). Total asam tertitrasi sie reuboh selama pemanasan berkisar antara 9,7819,86 ml NaOH 0,1 N/ 100 g. Kadar asam lemak sie reuboh sebelum perlakuan pemanasan (kontrol) adalah 9,78 ml NaOH 0,1 N/ 100 g, selanjutnya mengalami peningkatan sampai pemanasan ke-6. Histogram perubahan kadar asam lemak bebas pada sie reuboh selama pemanasan disajikan pada Gambar 10.
42
(mlNaOH 0,1N/100g)
Rata-rata asam lemak bebas
25 20 15 10
a 9.78
a 11.03
b 12.6
c 16.03
c 15.87
c 15.93
3
4
5
d 19.86
5 0 Kontrol
1
2
6
Pemanasan ke
Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
Gambar 10 Rata-rata kadar asam lemak bebas sie reuboh selama pemanasan Hasil analisis ragam (Lampiran 30) terhadap kadar asam lemak menunjukkan bahwa pemanasan berpengaruh nyata (α<0,05) terhadap kenaikan kadar asam lemak pada sie reuboh setelah pemanasan berulang. Uji lanjut Duncan (Lampiran 31) menunjukkan bahwa perlakuan pengulangan pemanasan berbeda nyata antara pemanasan kontrol, ke-2, 3, 4, 5, dan 6. Gambar 10 menunjukkan bahwa perlakuan pemanasan berulang mengakibatkan meningkatnya kadar asam lemak bebas pada sie reuboh. Bilangan asam lemak bebas yang semakin tinggi mengindikasikan kerusakan lemak akibat pemanasan pada sie reuboh dalam penelitian ini. Semakin tinggi kadar asam lemak suatu bahan pangan maka semakin tinggi pula kerusakan lemak akibat proses pengolahan pangan itu sendiri. Asam-asam lemak bebas dapat dihasilkan dari proses oksidasi lemak atau minyak. Pemanasan akan mengakibatkan adanya proses oksidasi antara lemak atau minyak dengan oksigen, selanjutnya proses oksidasi akan membentuk peroksida-peroksida dan terurainya asam-asam lemak yang disertai dengan konversi hidroperoksida menjadi aldehid dan keton serta asam-asam lemak bebas. Semakin tingginya kadar asam lemak bebas pada setiap pemanasan pertanda bahwa sie reuboh telah mengalami tanda-tanda kerusakan.
Bilangan Peroksida Bilangan peroksida menunjukkan terjadinya suatu reaksi oksidasi yang terjadi pada minyak atau lemak yang dipanaskan dan adanya kontak minyak dengan udara. Bilangan peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukan derajat kerusakan pada minyak atau lemak. Asam lemak tidak jenuh dapat
43
mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida (Ketaren 1986). Bilangan peroksida dapat digunakan sebagai petunjuk adanya kerusakan oksidatif pada minyak atau lemak. Peroksida merupakan produk pertama dari reaksi otooksidasi. Kerusakan lemak yang utama adalah timbulnya bau tengik yang disebut proses ketengikan. Proses ketengikan sangat dipengaruhi oleh adanya prooksidan dan antioksidan. Prooksidan akan mempercepat terjadinya oksidasi sedangkan antioksidan akan menghambatnya (Winarno 1997). Bilangan peroksida sie reuboh selama pemanasan berkisar antara 3,5713,32 mg O2/100 g. Bilangan peroksida pada sie reuboh kontrol adalah 3,57 mg O2/100 g selanjutnya mengalami peningkatan sampai pemanasan ke-6. Histogram perubahan bilangan peroksida pada sie reuboh selama pemanasan
Rata-rata bilangan peroksida (mg O2/100g)
disajikan pada Gambar 11. 15
10
5
a 3.57
b 5.56
c 7.23
d 8.40
e 10.00
f 11.13
g 13.32
0 Kontrol
1
2
3
4
5
6
Pemanasan ke
Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
Gambar 11 Rata-rata bilangan peroksida sie reuboh selama pemanasan Hasil analisis ragam (Lampiran 28) terhadap bilangan peroksida menunjukkan bahwa pengulangan pemanasan berpengaruh nyata (α<0,05) terhadap peningkatan bilangan peroksida sie reuboh. Uji lanjut Duncan (Lampiran 29) terlihat bahwa perlakuan pemanasan mengakibatkan perbedaan yang nyata untuk semua perlakuan pemanasan. Gambar 11 memperlihatkan bahwa pemanasan berulang meningkatkan bilangan peroksida pada sie reuboh. Bilangan peroksida ini mengindikasikan kerusakan lemak akibat pemanasan pada sie reuboh dalam penelitian ini. Semakin tinggi bilangan peroksida suatu bahan pangan maka semakin tinggi pula kerusakan lemak akibat proses pengolahan pangan khususnya pemanasan.
44
Peningkatan bilangan peroksida secara nyata selama pemanasan menunjukkan bahwa telah terjadi reaksi oksidasi pada produk. Proses oksidasi dapat terjadi bila ada kontak antara minyak atau lemak dengan oksigen. Oksidasi ini terjadi pada ikatan tidak jenuh dalam asam lemak. Pada suhu kamar sampai suhu 100°C, setiap 1 ikatan tidak jenuh dapat mengabsorbsi 2 atom oksigen, sehingga terbentuk persenyawaan peroksida yang bersifat labil (Ketaren 1986). Menurut Ketaren (1986), bahan pangan akan bersifat sangat beracun dan tidak dapat dimakan jika bilangan peroksida dalam bahan pangan lebih dari 100 mg O2/100g. Oleh karena itu, sie reuboh yang mengalami pemanasan berulang sebanyak enam kali dan penyimpanan selama 12 hari masih dapat dikonsumsi karena kadar peroksida sie reuboh masih berada di bawah 100 O2/100 g. Oksidasi dimulai dengan pembentukan peroksida dan hidroperoksida dengan peningkatan oksigen pada ikatan rangkap pada asam lemak tidak jenuh. Kenaikan bilangan peroksida merupakan salah satu indikator dan peringatan bahwa produk sebentar lagi akan berbau tengik dan mengalami kerusakan. Pada saat produk yang mengandung minyak atau lemak berbau tengik, bilangan peroksida turun karena akan terurai (Ketaren 1986). Pembentukkan peroksida juga mempunyai korelasi dengan tipe dan jumlah radikal bebas dalam lemak serta kecepatan proses oksidasinya tergandung dari tipe lemak dan kondisi penyimpanan (Ketaren 1986). Kandungan gula yang tinggi dapat berperan untuk menghambat porses timbulnya reaksi oksidasi dan ketengikan (Winarno 1997).
Bilangan TBA (Thiobarbituric Acid) TBA adalah suatu test kimia untuk uji ketengikan yang dapat digunakan pada bermacam-macam bahan dan merupakan uji yang paling sering digunakan untuk mengukur ketengikan. Uji TBA merupakan uji yang spesifik untuk hasil oksidasi asam lemak tidak jenuh dan dapat digunakan pada produk makanan sehari-hari yang proporsi asam lemak tidak jenuhnya rendah Kelebihan lain dari uji ini adalah pereaksi TBA dapat digunakan langsung untuk menguji lemak dalam suatu bahan tanpa mengekstraksi fraksi lemaknya (Ketaren 1986). TBA mengukur warna merah muda yang dihasilkan oleh pereaksi TBA dengan malonaldehid. Warna merah muda ini diketahui merupakan bentuk kondensasi produk antara dua molekul TBA dengan satu molekul malinic dialdehid. Malonaldehid merupakan produk oksidasi lanjut yang berasal dari
45
aldehid tidak jenuh yang merupakan hasil pemecahan hidroperoksida. Uji TBA memiliki kelemahan, yaitu TBA tidak stabil dan terurai dalam kondisi yang panas dan tinggi asam, terutama bila ada peroksida. Produk uraian ini dapat menyerap pada gelombang yang sama dengan TBA (Ketaren 1986). Bilangan TBA sie reuboh selama pemanasan berkisar antara 0,99-2,25 ppm. Bilangan TBA sie reuboh sebelum perlakuan pemanasan (kontrol) adalah 0,99 ppm dan sampai pemanasan ke-6 bilangan TBA mengalami peningkatan sampai 2,25 ppm. Histogram perubahan kadar TBA pada sie reuboh selama
Rata rata bilangan TBA (ppm)
pemanasan disajikan pada Gambar 12. e 2.25
3
2
1
a 0.99
a 1.03
Kontrol
1
b 1.36
b 1.25
c 1.56
d 1.92
0 2
3
4
5
6
Pemanasan ke
Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
Gambar 12 Rata-rata bilangan TBA sie reuboh selama pemanasan Hasil analisis ragam (Lampiran 32) menunjukkan bahwa proses pemanasan berulang berpengaruh nyata pada kadar TBA (α<0,05). Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 31) diketahui bahwa perlakuan pengulangan pemanasan berbeda nyata antara pemanasan kontrol, dengan pemanasan ke-2, 3, 4, 5, dan 6. Perlakuan pemanasan mengakibatkan meningkatnya kadar TBA pada sie reuboh. Kadar TBA yang semakin tinggi mengindikasikan kerusakan lemak akibat pemanasan berulang pada sie reuboh dalam penelitian ini semakin rendah. Gambar
12
memperlihatkan
bahwa
selama
pemanasan
terjadi
peningkatan kadar TBA pada sie reuboh. Meningkatnya kadar TBA dan menurunnya bilangan peroksida pada suatu produk dapat menjadi salah satu tanda terjadinya ketengikan dan kerusakan produk. Dikarenakan belum terjadinya penurunan pada bilangan peroksida selama pemanasan berulang pada sie reuboh, maka dapat dinyatakan bahwa produk masih dapat dikonsumsi
46
tetapi tanda-tanda awal dari kerusakan sudah ada yaitu dengan TBA meningkat (Ketaren 1986).
Jumlah Mikroba Analisis kuantitatif mikroba pada bahan pangan penting dilakukan untuk mengetahui mutu bahan pangan dan menghitung proses pengawetan yang akan diterapkan pada bahan pangan tersebut. Jumlah dan jenis jasad renik pada makanan yang telah diolah selain dipengaruhi oleh sifat bahan pangan juga dipengaruhi oleh ketahanan mikroorganisme terhadap proses pengolahan yang diterapkan terhadap makanan tersebut (Fardiaz 1992). Metode yang dilakukan dalam penentuan jumlah total mikroba pada penelitian ini adalah metode hitungan cawan. Prinsip dari metode hitungan cawan adalah jumlah mikroba yang masih hidup ditumbuhkan pada medium agar, mikroba tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung dan dihitung dengan mata tanpa menggunakan mikroskop (Fardiaz 1992). Gambar 13 memperlihatkan kurva pertumbuhan mikroba selama pemanasan
berulang
yang
terlihat
persis
dengan
kurva
pertumbuhan
mikroorganisme umumnya, yaitu berbentuk hutuf u terbalik. Menurut Fardiaz (1992) pertumbuhan mikroorganisme melalui beberapa fase, yaitu fase pertumbuhan, fase logaritma, fase pertumbuhan yang mulai terhambat, dan fase kematian. Fase pertumbuhan dan fase logaritma terdapat pada sie reuboh kontrol sampai pemanasan ke-3, fase pertumbuhan tetap berjadi pada pemanasan ke-3 samapai 4, fase pertumbuhan mulai terhambat terlihat pada
Rata-rata jumlah mikroba (log koloni/ ml)
pemanasan ke-4 sampai pemanasan ke-6. b 4.28
5 4 3
a 2.2
ab 2.69
ab 2.85
1
2
b 4.21
ab 3.32
ab 3.05
2 1 0 Kontrol
3
4
5
Pemanasan ke
Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
Gambar 13 Rata-rata jumlah mikroba selama pemanasan
6
47
Jumlah mikroba sie reuboh selama pemanasan berkisar antara 2,20-4,28 log koloni per ml dan secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 13. Hasil analisis ragam (Lampiran 34) menunjukkan bahwa perlakuan pemanasan tidak berpengaruh nyata (α > 0,05) terhadap pertumbuhan jumlah mikroba sie reuboh. Penelitian yang dilakukan oleh Murhadi (1994) terhadap efektifitas bumbu rendang terhadap jumlah mikroba menunjukkan bahwa perlakuan pemanasan dapat menekan perkembangan mikroba selama penyimpanan. Pemanasan selama 5 menit (70-75°C) setelah waktu penyimpanan dapat menurunkan total mikroba terutama setelah penyimpanan 12 dan 24 jam. Pemanasan tersebut sangat efektif menurunkan total mikroba masing-masing dari 3,1x103 koloni/g menjadi berkurang mendekati jumlah 5,0x102 koloni/g. Ketahanan mikroba terhadap panas mempunyai peranan penting dalam menentukan tipe mikroorganisme mana yang akhirnya banyak terdapat setelah perlakuan pemanasan (Fardiaz 1992). Kandungan air yang tinggi dalam medium pemanasan akan mempercepat proses denaturasi protein mikroba yang diduga akibat terbentuknya gugus sufhidril (-SH) yang mengakibatkan peningkatan kapasitas mengikat air oleh protein. Adanya air yang terikat pada protein inilah yang mempermudah pemecahan ikatan-ikatan peptida atau protein sehingga ketahanan panas mikroba menurun. Batas aman yang ditetapkan SNI untuk jumlah mikroba dalam bahan makanan adalah 106 atau 6 log koloni/ ml. Jumlah tertinggi mikroba dalam sie reboh terdapat pada pemanasan ke tiga yaitu sebesar 4,28 log koloni/ ml dan jumlah ini masih dalam batas aman yang ditetapkan oleh SNI. Penelitian Edy (1998) diacu dalam Suyasa (2002) menyatakan bahwa bumbu rendang memiliki aktivitas antimikroba terhadap flora mikroba yang terdapat pada ekstrak daging, santan serta campuran daging dan santan. Efek penghambatan bumbu rendang terhadap beberapa bakteri yang diujikan diduga karena adanya aktivitas antimikroba rempah-rempah dalam bumbu terutama cabe merah selain dari pengaruh pemanasan itu sendiri. Komponen antimikroba setelah dipanaskan akan terurai menjadi komponen-komponen yang lebih mudah berpenetrasi ke dalam sel mikroba, merusak dinding sel, sitoplasma, dan mengkoagulasi protein sel mikroba sehingga menyebabkan kematian mikroba. Senyawa alifatik selain kapsaisin seperti senyawa disulfida yang terdapat pada bawang merah, alisin pada bawang putih, kurkumin pada kunyit, dan
48
senyawa antimikroba pada komponen rempah-rempah lainnya bersifat saling memperkuat efek penghambatan bumbu sie reuboh terhadap mikroba. Penambahan asam (cuka aren) juga diduga memiliki pengaruh terhadap jumlah mikroba pada sie reuboh. Pemberian asam ke dalam bahan pangan daging mempunyai beberapa keuntungan, diantaranya mendapatkan citarasa yang diinginkan serta berkhasiat dalam mencegah pertumbuhan mikroba, karena dapat menurunkan pH pada bahan pangan.
Uji Kesukaan Sie Reuboh setelah Pemanasan Berulang Uji kesukaan terhadap sie reuboh setelah pemanasan berulang terdiri dari respon terhadap warna, aroma, rasa, dan keempukan. Menurut Meigaard et al. (2000), dalam uji kesukaan indera yang berperan adalah indera penglihatan, pencicipan, peraba, dan pendengara. Untuk produk pangan yang paling jarang digunakan adalah indera pendengaran. Pelaksanakan penilaian kesukaan ini diperlukan panel. Panel ini terdiri dari orang atau kelompok yang bertugas menilai sifat atau mutu komoditi berdasarkan kesan subjektif. Panelis yang digunakan dalam penelitian lanjutan ini terdiri dari 30 orang panelis. Uji kesukaan ini bertujuan untuk melihat tingkat kesukaan panelis terhadap karakteristik sie reuboh yang telah mengalami pemanasan berulang.
Warna Warna makanan memiliki peranan utama dalam penampilan makanan, meskipun makanan tersebut lezat, tetapi bila penampilan tidak menarik waktu disajikan akan mengakibatkan selera orang yang akan memakannya menjadi hilang (Moehyi 1992). Warna biasanya merupakan tanda kemasakan atau kerusakan dari makanan, seperti perlakuan penyimpanan yang memungkinkan adanya perubahan warna. Oleh karena itu untuk mendapatkan warna yang sesuai dan menarik harus digunakan tehnik memasak tertentu atau dengan penyimpanan yang baik (Meilgaard et al. 2000). Rerata umum kesukaan warna sie reuboh pada penelitian ini adalah 5,06 dan berkisar antara 4,68-5,28 (biasa-agak suka) dan secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 14. Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 14), pemanasan berulang sie reuboh memberikan pengaruh yang nyata (α<0,05) terhadap kesukaan warna. Hasil uji lanjut (Lampiran 15) menunjukkan bahwa pemanasan ke-2, 4, dan 6 memberikan perbedaan yang nyata.
49
Gambar 14 menunjukkan adanya penurunan kesukaan terhadap warna sie reuboh pada pemanasan ke-6 (hari ke-12) yaitu warna menjadi semakin pekat. Semakin pekat sie reuboh selama pemanasan berulang diduga disebabkan karena oleh adanya proses pencoklatan yang terjadi karena reaksi Maillard. Reaksi Maillard adalah suatu reaksi gula dengan senyawa amino dimana
tahap
akhir
akan
membentuk
polimer
coklat
atau
melanoidin
Rata-rata kesukaan warna
(Apriyantono 2001).
6
ab 5.06
b 5.28
b 5.21
Kontrol
2
4
5
a 4.68
4 3 2 1 0 6
Pemanasan ke-
Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
Gambar 14 Rata-rata kesukaan warna sie reuboh selama pemanasan
Aroma Aroma adalah rasa dan bau yang sangat subyektif serta sulit diukur, karena setiap orang mempunyai sensitifitas dan kesukaan yang berbeda. Meskipun mereka dapat mendeteksi, tetapi setiap individu memiliki kesukaan yang berlainan (Meilgaard et al. 2000). Timbulnya aroma makanan disebabkan oleh terbentuknya senyawa yang mudah menguap. Aroma yang dikeluarkan setiap makanan berbeda-beda. Selain itu, cara memasak yang berbeda akan menimbulkan aroma yang berbeda pula (Moehyi 1992). Rata-rata umum kesukaan aroma sie reuboh pada penelitian ini adalah 5,22. dan berkisar antara 4,99-5.38 (biasa-agak suka) dan secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 15. Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 14), pemanasan berulang sie reuboh memberikan pengaruh yang tidak nyata (α>0,05) terhadap kesukaan aroma selama pemanasan berulang. Pemberian rempah-rempah pada makanan dapat meningkatkan citarasa, aroma, nilai organoleptik, merangsang selera, dan merangsang pencernaan (Sinaga 2006). Kandungan lemak dalam daging pun ikut menentukan kualitas
50
daging, karena lemak merupakan komponen yang menentukan dan membentuk citarasa dan aroma khas pada daging (Buckle et al. 1985).
Rata-rata kesukaan aroma
6
5.29 5.20
5.38 4.99
5 4 3 2 1 0 Kontrol
2
4
6
Pe manasan ke
Gambar 15 Rata-rata kesukaan aroma sie reuboh selama pemanasan
Rasa Rasa makanan merupakan faktor kedua yang mempengaruhi citarasa makanan setelah penampilan makanan itu sendiri (Moehyi 1992). Rasa merupakan tanggapan atas adanya rangsangan kimiawi yang sampai di indera pengecap lidah, khususnya jenis rasa dasar yaitu manis, asin, asam, dan pahit (Meilgaard et al. 2000). Pada konsumsi tinggi indera pengecap akan mudah mengenal rasa-rasa dasar tersebut. Beberapa komponen yang berperan dalam penentuan rasa makanan adalah aroma makanan, bumbu masakan dan bahan makanan, keempukan
atau
kekenyalan
makanan,
kerenyahan
makanan,
tingkat
kematangan dan temperatur makanan (Meilgaard et al. 2000). Rerata umum kesukaan warna sie reuboh pada penelitian ini adalah 5,20. dan berkisar antara 4,82-5,63 (biasa - agak suka) dan secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 16. Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 14), pemanasan berulang sie reuboh memberikan pengaruh yang nyata (α<0,05) terhadap peningkatan kesukaan rasa. Hasil uji lanjut (Lampiran 17) menunjukkan bahwa hanya pada sie reuboh kontrol dan pemanasan ke-6, pemanasan ke-2 dan ke-6, serta pemanasan ke-4 dan ke-6 memberikan perbedaan yang nyata.
51
Rata-rata kesukaan rasa
6 5
a 4.82
a 5.08
a 5.09
2
4
b 5.63
4 3 2 1 0 Kontrol
6
Pemanasan ke
Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
Gambar 16 Rata-rata kesukaan rasa sie reuboh selama pemanasan Gambar 16 memperlihatkan bahwa selama proses pemanasan berulang terjadi kenaikan kesukaan terhadap rasa sampai pemanasan ke-6. Hal ini diduga karena dengan semakin banyaknya proses pemanasan yang dilakukan dapat menyebabkan semakin meresapnya bumbu, adanya lemak pada sie reuboh dapat berfungsi memberi rasa dan keharuman yang lebih baik pada makanan. Kandungan lemak dalam daging pun ikut menentukan kualitas makanan, karena lemak merupakan komponen yang menentukan dan membentuk citarasa dan aroma khas pada makanan (Winarno 1997).
Tekstur (Keempukan) Penilaian tekstur makanan dapat dilakukan dengan jari, gigi, dan langitlangit (tekak). Dari nilai yang diperoleh diharapkan dapat diketahui kualitas makanan. Menurut Meilgaard et al. (2000). Faktor tekstur diantaranya adalah rabaan oleh tangan, keempukan,
kemudahan dikunyah serta kerenyahan
makanan. Untuk itu cara pemasakan bahan makanan dapat mempengaruhi kualitas tekstur makanan yang dihasilkan. Rerata umum kesukaan keempukan sie reuboh pada penelitian ini adalah 5,12 dan berkisar antara 4,79-5,63 (agak suka - suka) dan secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 17. Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 14), pemanasan berulang sie reuboh memberikan pengaruh yang nyata (α<0,05) terhadap kesukaan keempukan. Hasil uji lanjut (Lampiran 16) menunjukkan bahwa pada sie reuboh kontrol, pemanasan ke-2 dan ke-4 ,asing-masing berbeda nyata dengan
dan pemanasan ke-6 memberikan perbedaan yang
52
nyata, yaitu kesukaan panelis terhadap keempukan sie reuboh semakin
Rata-rata kesukaan keempukan
meningkat dengan semakin berulangnya pemanasan.
6 5
a 4.79
a 5.01
a 5.03
2
4
b 5.63
4 3 2 1 0
Kontrol
6
Pemanasan ke
Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
Gambar 17 Rata-rata kesukaan keempukan sie reuboh selama pemanasan Kebanyakan protein pangan terdenaturasi jika dipanaskan pada suhu moderat (60-90°C) selama satu jam atau lebih. Denaturasi adalah perubahan struktur protein dimana pada keadaan terdenaturasi penuh, hanya struktur primer protein saja yang tersisa, protein tidak lagi memiliki struktur sekunder, tersier, dan kuartener (Fennema 1996). Pada pemanasan ke-6 terhadap sie reuboh mengakibatkan
struktur
jaringan
mengalami
kerusakan
dan
mengalami
pelunakan jaringan. Pemanasan berulang pada daging akan membuat daging menjadi lebih lunak daripada keadaan segarnya. Ketika daging dipanaskan atau dimasak dengan pemanasan terdapat tiga hal yang mempengaruhi proses pelunakan daging yaitu (1) lemak pada daging meleleh dan memberikan kontribusi terhadap pelunakan daging, (2) jaringan penghubung kolagen menjadi terlarut di dalam medium pemanasan, (3) serat-serat otot terpisah dan jaringan menjadi lebih lunak (Soeparno 1998).
Keamanan Pangan Sie Reuboh Keamanan pangan tradisional erat kaitannya dengan budaya praktek higiene perorangan, keluarga dan masyarakat setempat, bahan mentah yang digunakan, polusi lingkungan, serta kemajuan teknologi dalam pertanian dan pengolahan pangan. Budaya praktek higiene perorangan sangat besar peranannya dalam menentukan tingkat pencemaran mikroba dalam makanan (Winarno 2004).
53
Makanan tradisional Indonesia, biasanya memerlukan persiapan dan pemasakan yang relatif sangat lama. Bahkan beberapa jenis masakan terasa lebih enak dan lezat bila sudah berumur beberapa hari (wayu), diantara contohnya adalah gudeg, sayur lodeh, rendang, dan sambel goreng (Winarno 2004). Teknologi modern telah maju dan pembuatan makanan yang aman dikonsumsi telah diupayakan, namun foodborne disease masih tetap menjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat. WHO mendefinisikan foodborne disease atau keracunan makanan sebagai penyakit yang umumnya bersifat infeksi atau racun yang disebabkan oleh agent yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan yang dicerna. Dari semua jenis keracunan makanan ternyata lebih dari 90% disebabkan oleh kontaminasi mikroba, baik yang berasal dari air, tanah, udara, peralatan, bahan, dan badan manusia (Winarno 2004). Perlakuan sie reuboh selama pemanasan berakibat pada kerusakan protein dan lemak. Penurunan mutu protein ditandai dengan semakin menurunnya daya cerna protein selama pemanasan. Sedangkan kerusakan lemak ditandai dengan angka asam lemak bebas, bilangan peroksida, dan bilangan TBA yang semakin meningkat. Kandungan jumlah mikroba tetap berada di bawah ambang batas yang telah ditetapkan oleh Dewan Standarisasi Nasional. Sesuai dengan yang dinyatakan oleh Winarno (2004), bahwa keracunan makanan lebih sering disebabkan oleh kontaminasi mikroba yang sudah di atas ambang batas aman. Dengan demikian sie reuboh dapat digolongkan masih aman untuk dikonsumsi selama penyimpanan 12 hari dengan pemanasan dua hari sekali.
Rata-rata kesukaan
5,03
5,63
4,79
5,01
5,63
5,09
4,82
5,08
4,99
5,38
5,2
5,29
4,68
5,21
5,06
5
5,28
6
4 3 Kontrol
2
Pemanasan 2 Pemanasan 4
1
Pemanasan 6
0 Warna
Aroma
Rasa
Keempukan
Kesukaan
Gambar 18 Rata-rata kesukaan secara keseluruhan selama pemanasan
54
Gambar 18 terlihat bahwa dari segi kesukaan terhadap warna, aroma, rasa, dan keempukan, sie reuboh pada pemanasan ke-6 memiliki rata-rata kesukaan aroma, rasa, dan keempukan yang lebih tinggi dari pemanasan yang lain. Oleh karena itu, dari ketiga rata-rata tertinggi tersebut, dapat dinyatakan bahwa sampai pemanasan ke-6 ternyata kesukaan terhadap aroma, rasa, dan keempukan dapat dipertahankan dan masih dapat dikonsumsi dari segi organoleptik (kesukaan).
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Resep standar yang dipakai pada penelitian ini adalah sie reuboh dengan bumbu lengkap yang terdiri dari 2000 g daging, 20 g bawang putih, 20 g cabe rawit, 100 g cabe merah, 20 g cabe merah kering, 50 g bubuk kunyit, 40 g lengkuas tumbuk, 600 g lemak, 40 g jahe, 150 g cuka aren, dan 250 ml air. Pemanasan berulang terhadap sie reuboh menyebabkan penurunan kadar protein dari 82,36 menjadi 62,60% (bk), penurunan daya cerna protein dari 87,42% menjadi 79,83%. Kadar asam lemak bebas meningkat 9,78 ml NaOH 0,1 N/ 100 g menjadi 19,86 ml NaOH 0,1 N/ 100 g. Bilangan peroksida meningkat dari 3,57 menjadi 13,32 mg O2/100g. Bilangan TBA pun mengalami peningkatan yaitu dari 0,99 menjadi 2,25 ppm. Jumlah mikroba selama pemanasan berulang mengalami kenaikan sampai pemanasan ke-3, tidak nyata perubahannya dari pemanasan ke-3 sampai ke-4, tetapi menurun kembali setelah pemanasan ke4sampai ke-6. Jumlah mikroba berkisar antara 2,20-4,26 log koloni per ml. Pemanasan berulang berpengaruh terhadap penurunan kadar protein dan daya cerna protein, serta meningkatkan kadar asam lemak bebas, bilangan peroksida, dan bilangan TBA, tetapi tidak berpengaruh terhadap jumlah mikroba. Pemanasan berulang sie reuboh memberikan pengaruh pada peningkatan kesukaan terhadap rasa dan keempukan serta penurunan kesukaan terhadap warna, tetapi tidak memberikan pengaruh terhadap kesukaan aroma.
Saran Kandungan gizi sie (kadar protein dan daya cerna protein) dan jumlah mikroba sie reuboh selama pemanasan berulang masih berada pada tingakatan baik dan masih dapat dikonsumsi. Oleh karena itu, tradisi pembuatan sie ruboh sebagai makanan tradisional perlu dipertahankan. Karena mampu menjadi alat untuk perbaikan gizi masyarakat. Perlu dilakukan analisis terhadap kadar kolesterol pada sie reuboh setelah mengalami pemanasan berulang dan uji biologis untuk melihat apa yang terjadi di dalam sel. Meminimalkan proses pemanasan berulang pada sie reuboh untuk menghindari kerusakan lemak yang tinggi.
DAFTAR PUSTAKA Amang, B., M.H. Sawit. 1999. Kebijkan Beras dan Pangan Nasional. Bogor: IPB Press. Anonimous. 2006. Tanaman obat Indonesia : Kunyit. .net.id/ind/pd_tanobat/view.php?id=213, [24 Juli 2006].
http://www.iptek
Anshori, M. 2002. Evaluasi penggunaan jenis daging dan konsentrasi yang berbeda terhadap mutu bakso. Skripsi. Fakultas Peternakan. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Apriyantono, A. Press.
1989.
Petunjuk Laboatorium Analisis Pangan. Bogor: IPB
. 2001. Perubahan sifat kimia pangan selama pengolahan. Ffakultas Teknologi Pertanian. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Ardiansyah. 2006. Bawang putih untuk kesehatan. http://www. Beritaiptek .com/zberita-beritaiptek-2006-03-10-Bawang-Putih-Untuk Kesehatan. [4 Agustus 2006]. Aree, J.E., T. Suzuki, P. Gasaluck, G. Eumkeb. 2005. Antimicrobial properties and action of galangal on Staphilococus aureus. J. Food Science and Technology 2005 : 1-7. Ashari, S. 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. Jakarta: UI Press. Buckle KA, Edwars RA, Fleet HA, Wootton M. 1985. Ilmu Pangan. Purnomo H, Adiono, penerjemah. Jakarta: UI Press. Dalilah, E. 2006. Evaluasi nilai gizi dan karakteristik protein daging sapi dan hasil olahannya. Skripsi. Fakultas Peternakan. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Davidek, J., J. Vellisek dan J. Pokorny. 1990. Chemical Change during Food Processing. Departement of Food Chemistry and Analysis. New York: Institut Chemical Techology. Departemen Kesehatan RI. 1995. Daftar Komposisi Zat Gizi Pangan Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Departemen Pertanian. 2006. Produksi daging sapi di pulau Sumatera tahun 2001-2006. http.www.deptan.go.id. [28 Mei 2007]. Direktorat Jenderal Peternakan. 2006. Produksi daging sapi kabupaten Aceh Besar. http:www.bankdata.depkes.go.id. [28 Mei 2007]. Fardiaz S. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Fennema, O.R. Editor. 1996. Food Chemistry, 3rd ed. Marcel Dekker. New York
58
Forrest, J.C., E.D. Aberde, H.B. Hendrick. M.D. Judge, R.A. Merkel. 1975. Principle of Meat Science. W.H. Freeman and Co. San Fransisco – USA Hammes, G.G., D.M. Wulf, C.B. Ramsey. 1971. Regulation of Enzyme Activity. Review (Abstract). Journal of Animal Science and Food Technology. 72 : 1205 - 1211 Hawab, H.M. 2002. Pembebasan asam amino dari protein berkeratin tinggi secara In Vitro. Jurnal Ilmu-Ilmu Kimia Vol 2 No. 2. Hirasa, K. dan M. Takemasa. 1998. Antimicrobial and Antioxidant Properties of Spices. Di dalam: Spice Science and Technology. pp : 163-177. New York: marcel Dekker, Inc. Ho, C.T. and Hartman, T.G. (ed). 1994. Lipids in Food Flavors. ACS Symposium Series 558. ACS, Washington DC Huffman, K.L., M.F. Miller, L.C. Hoover, C.K. Wu, B.C. Britttin, C.B. Ramsey. 1996. Effect of beef tenderness on consumer satisfaction with steaks consumed in the home and restaurant. Journal of Animal Science 74 : 91 - 97 Jellinek, G. 1985. Sesnsory Evaluation of Food. Ellis Horwood. England Ketaren. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UIPress. Kisman, D.M., A.W. Kotula dan B.C. Breindenstein. 1994. Muscle Food, Meat, Poultry and Seafood Technology. London: Chapman and Hall. Koswara, S. 1995. Jahe dan Hasil Olahannya. Jakarta: Pustaka Sinar harapan. Landsdell, J.L., M.F.Miller, T.L. Wheeler, M. Koohmaraie, C.B. Ramsey. 1995. Postmortem Injection of Natrium Chloride Effects on Beef Quality Traits. Journal of Animal Science 73 : 1735 – 1740. Supp. 1.87th Annual Meeting Abstracts Lawrie, R.A. 1991. Meat Science 4th Edition. Pergamon Press. New York Lehninger, A.L. 1998. Dasar-Dasar Biokimia. Terjemahan, M. Thenawidjaja. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Meilgaard, M., Civille G.V., Carr B.T. 2000. Boca Raton, Florida: CRC Press.
Sensory Evaluation Techniques.
Moehyi, S. 1992. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga. Jakarta: Bharata. Muchtadi, D. 1989. Petunjuk Laboratorium Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
59
Muchtadi, D. 1993. Teknik Evaluasi Nilai Gizi Protein. Program Pascasarjana. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Muchtadi, D., M. Astawan, dan N.S. Palupi. 1993. Metabolisme Zat Gizi USmber, Fungsi dan Kebutuhan bagi Manusia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Muchtadi, T.R. dan Sugiono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Murhadi. 1994. Identifikasi dan ketahanan panas bakteri pada produk rendang daging sapi. Tesis. Program Pascasarjana. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Murniningtyas, E. dan A. Atmawikarta. 2006. Rencana aksi nasional pangan dan gizi (RANPG) 2006-2010. Jakarta: Dewan Ketahanan Pangan, Departemen Pertanian, Departemen Kesehatan dan DPP PERGIZI Pangan. Nurjamilah. 2006. Perubahan mutu protein daging ayam broiler akibat proses pengolahan. Skripsi. Fakultas Peternakan. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Prajnanta, F. 2002. Agribisnis Cabai Hibrida. Jakarta: Penebar Swadaya. Purnomo, H. 1997. Studi tentang stabilitas protein daging dan dendeng selama penyimpanan. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan. Malang: Universitas Brawijaya. Rahayu, W.P. 1999. Kajian Aktivitas antimikroba Ekstrak dan Fraksi Rimpang Lengkuas terhadap mikroorganisme Patogen dan Perusak Pangan. Disertasi. Program Studi Ilmu Pangan. Program Pascasarjana. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Ranken, M.D. 2000. Handbook of Meat Product Technology. Oxford: Blackwell Science Ltd. Ridwan, A.A. 2006. Perubahan-perubahan protein yang diakibatkan oleh proses pengolahan pada daging domba. Skripsi. Fakultas Peternakan. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Riyanto, I. 2006. Analisis kadar, daya cerna dan karakteristik protein daging ayam kampung dan hasil olahannya. Skripsi. Fakultas Peternakan. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Romans, J.R., W.J. Costello, C.W. Carlson, M.L. Greaser, K.W. Jones. 1994. The Meat We Eat 13th Ed. Interstate Publishers Inc. Danviile. Illinois
60
Rukmana, R. 1995. Kunyit. Jakarta: Jakarta. Safithri, M. 2004. Aktivitas antibakteri bawang putih (Allium sativum) terhadap bakteri mastitis subklinis secara in vitro dan in vivo pada ambing tikus putih. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Sediaoetama, A.D. 1991. Ilmu Gizi untuk Profesi dan Mahasiswa. Jakarta: Dian Rakyat. Sinaga, E. 2000. Botani Lengkuas (Alpinia galanga (L) Willd). Pusat Penelitian dan Pengembangan Tumbuhan Obat UNAS/ P3TOUNAS. http;//iptek.apjii.or.id. [28 April 2006]. Sinaga, E. 2006. Botani Kunyit. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tumbuhan Obat UNAS/ P3TOUNAS. http;//iptek.apjii.or.id. [28 April 2006]. Sihombing, P.A. 2007. Aplikasi ekstrak kunyit (Curcuma domestica) sebagai bahan pengawet mie basah. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Soekarto S.T. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Jakarta: Bhratara Karya Aksara. Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta: Gajah Mada University Press Steel, R.G.D., J.H. Torie, D.H. Dickey. 1997. Principles and Procedures of Statistics : A Biometrical Approach, 3rd Ed. McGraw Hill Inc. Singapore Sudarmadji, S., B. Haryono, Suhardi. 1997. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Penerbit Liberty. Sukmawati, M. 2007. Aplikasi ekstrak daun salam (Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) dan lengkuas (Alpina galangal (L.) Swartz) sebagai pengawet mie basah. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Bogor: IPB. Suharti, S. 2004. Kajian antibakteri Temulawak, Jahe, dan Bawang Putih tehadap Bakteri Salmonela Typhimurium serta Pengaruh Bawang Putih terhadap Performans dan Respon Imun Ayam Pedaging. Tesis. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Suyasa, I.N. 2002. Penambahan asam asetat dan asam laktat serta pengaruhnya terhadap kualitas daging sapi. Tesis. Program Pascasarjana. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Whirmore, B.B. dan A.S. Naidu. 2000. Thiosulfinates. Di dalam: Natural Food Anti Mikrobial System. A.S. Naidu (ed). New York: CRC Press. Wikipedia Indonesia. 2007. Sapi. http://id.wikipedia.org/wiki/sapi [2 Juni 2007]. Winarno, F.G. 1993. Pangan Gizi, Teknologi dan Konsumen. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta:
61
Winarno, F.G . 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Utama.
Jakarta: Gramedia Pustaka
. 2004. Keamanan Pangan Jilid 1. Bogor: M-Brio Press.
LAMPIRAN
62
Lampiran 1 Kuesioner penelitian pendahuluan PETUNJUK UMUM
1. Kuesioner ini merupakan alat bantu pengumpulan data dalam rangka penyusunan tugas akhir pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Keluarga, Sekolah Pasca Sarjana IPB dari Laili Suhairi (A.55104002.1) 2. Identitas responden tidak akan dinyatakan didalam naskah tugas akhir 3. Apabila responden tidak berkenan diwawancarai secara langsung, maka kuesioner ini dapat ditinggalkan untuk diisi sendiri oleh responden dan diambil kembali oleh peneliti / enumerator pada waktu yang telah disepakati bersama 4. Semua data yang diperoleh melalui pengisian kuesioner ini hanya akan digunakan untuk penyelesaian studi dan tidak akan disalahgunakan. I. IDENTITAS RESPONDEN 1.
Nama
: ...................................................................................
2.
Alamat
: ................................................................................... ...................................................................................
3.
No. Telepon
4.
Usia
: ................................................................................... : ...................................................................................
5.
Pekerjaan
: ...................................................................................
6.
Jumlah Anggt Klrg
: ...................................................................................
II. INFORMASI tentang SIE REUBOH Berikan tanda silang di kotak yang telah disediakan sesuai dengan pilihan Anda atau tuliskan jawaban Anda ditempat yang telah disediakan. 1. Apakah Anda bisa memasak sie reuboh? Ya, lanjutkan ke pertanyaan berikutnya Tidak, hentikan wawancara dan terima kasih atas waktu yang diberikan 2. Kapan Anda sering memasak sie reuboh ? ......................................................................................................................................................... 3. Berapa jumlah sie reuboh yang Anda masak untuk satu kali pengolahan ? ........................................................................................................................................ 4. Apakah sie reuboh tersebut habis untuk satu kali konsumsi ? Ya, lanjutkan ke pertanyaan no 8 Tidak, lanjutkan ke pertanyaan no 5 5. Apa yang Anda lakukan dengan sisa sie reuboh yang masih ada tersebut ? ……………………………………………………………………………………………………………… 6. Bagaimanakah Anda menyimpan sisa sie reuboh tersebut ? Didalam belanga tanah dalam keadaan terbuka dan diletakkan didapur Didalam belanga tanah dalam keadaan tertutup dan diletakkan didapur Didalam belanga tanah dalam keadaan terbuka dan disimpan didalam lemari Didalam belanga tanah dalam keadaan tertutup dan disimpan didalam lemari Lainnya .................................................................................................................
63
7. Berapa lama waktu yang diperlukan untuk melakukan pengawetan dari sisa sie reuboh seperti yang Anda tulis pada jawaban dari pertanyaan no 5 ? …………………………………………………………………………………………………. 8. Berapa lama waktu yang Anda perlukan untuk mengkonsumsi sie reuboh hingga habis ? ……………………………………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………… 9. Sebutkan bahan-bahan dan jumlah dari masing-masing bahan yang Anda gunakan untuk memasak sie reuboh ! ....................................................................................................................................... ....................................................................................................................................... ....................................................................................................................................... 10. Sebutkan cara Anda memasak sie reuboh ! ....................................................................................................................................... ....................................................................................................................................... ....................................................................................................................................... ....................................................................................................................................... 11. Bagian daging manakah yang Anda gunakan untuk memasak sie reuboh ? ....................................................................................................................................... ....................................................................................................................................... 12. Sebutkan peralatan yang Anda butuhkan untuk memasak sie reuboh ! ....................................................................................................................................... .......................................................................................................................................
13. Berapa lama waktu yang Anda perlukan untuk memasak sie reuboh ? ....................................................................................................................................... 14. Dari siapa Anda belajar memasak sie reuboh ? ....................................................................................................................................... 15. Apakah Anda mengajarkan cara memasak sie reuboh kepada anggota keluarga yang lain ? Ya, sebutkan kepada siapa Anda mengajarkan ! .............................................................................................................................. Tidak, jelaskan alasan Anda ! .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. 16. Apakah Anda bersedia untuk mencicipi dan merasakan sie reuboh (uji organoleptik)? Bersedia Tidak bersedia
64
Lampiran 2
Form uji beda berpasangan dan uji tingkat kesukaan panelis pada penelitian pendahuluan LEMBAR UJI ORGANOLEPTIK ( Paired Difference Test )
Nama
: ...........................................................................................................................
Tanggal : ...........................................................................................................................
Petunjuk : 1. Di hadapan Anda terdapat empat piring sie reuboh yaitu piring nomor 231, 331, 134, 147. Anda diminta untuk mencicipi dan merasakan dari keempat sie reuboh tersebut. 2. Sebelum merasakan sie reuboh yang berikutnya, Anda diminta untuk minum air putih yang telah disediakan. Tunggu sekitar 1 - 2 menit setelah minum air putih sebelum melanjutkan mencicipi dan merasakan sie reuboh yang lain. 3. Sekarang Anda diminta untuk mencicipi dan merasakan sie reuboh yang lain. 4. Tandai dua (2) buah sie reuboh yang menurut anda memiliki rasa, aroma, warna, dan keempukan yang lebih baik. Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan memberikan tanda silang didalam kotak dari jawaban yang Anda setujui : 231
331
134
147
LEMBAR UJI ORGANOLEPTIK (Uji Kesukaan ) Nama
: ...........................................................................................................................
Tanggal : ........................................................................................................................... Petunjuk : 1. Di hadapan Anda terdapat dua piring sie reuboh yaitu piring nomor 231 dan 331. Anda diminta untuk mencicipi dan merasakan salah satu dari kedua sie reuboh tersebut. 2. Sebelum merasakan sie reuboh yang kedua, Anda diminta untuk minum air putih yang telah disediakan. Tunggu sekitar 1 - 2 menit setelah minum air putih sebelum melanjutkan mencicipi dan merasakan sie reuboh yang kedua. 3. Sekarang Anda diminta untuk mencicipi dan merasakan sie reuboh yang kedua. 4. Berikan penilaian untuk masing-masing karakteristik dari sie reuboh di hadapan Anda “ Karakteristik
231
Warna Rasa Aroma Tekstur Cara penilaian : 1 2 3 4 5
Sangat Tidak Suka Tidak Suka Netral Suka Sangat Suka
5. Terima kasih atas bantuan dan waktu yang telah Anda sediakan.
331
65
Lampiran 5 Nilai minimal panelis untuk uji beda (Roessler et al. 1978 diacu dalam Jellinek 1985) Jumlah subyek uji organoleptik 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
Jumlah minimum jawabab benar pada α = 5% 7 7 8 9 10 10 11 12 12 13 13 13 14 15 15 16 17 17 18 18 19 19 20 20 21 22 22 23 23
Jumlah minimum jawabab benar pada α = 1% 7 8 9 10 10 11 12 12 13 14 14 15 15 16 17 17 18 19 19 20 20 21 22 22 23 24 24 25 25
Jumlah minimum jawabab benar pada α = 0,1% 10 11 12 13 13 14 15 16 16 17 18 18 19 20 20 21 22 22 23 24 24 25 26 26 27 27
66
Lampiran 6 Form uji organoleptik penelitian lanjutan
LEMBAR UJI ORGANOLEPTIK Nama
: ...........................................................................................................................
Tanggal : ........................................................................................................................... Asal
: ………………………………………………………………………………………..
Petunjuk : 1. Di hadapan Anda terdapat piring sie reuboh yaitu. Anda diminta untuk mencicipi dan merasakannya. 2. Anda diminta untuk minum air putih yang telah disediakan. Tunggu sekitar 1 - 2 menit setelah minum air putih sebelum melanjutkan mencicipi dan merasakan sie reuboh yang kedua. 3. Sekarang Anda diminta untuk mencicipi dan merasakan sie reuboh yang kedua. 4. Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan memberikan tanda silang didalam kotak dari jawaban yang Anda setujui :
“ Berikan penilaian untuk karakteristik dari sie reuboh di hadapan Anda “ Karakteristik Warna Rasa Aroma Tekstur/keempukan Cara penilaian : 1 2 3 4 5 6 7
130
Sangat Tidak Suka Tidak Suka Agak Tidak Suka Netral\Biasa Agak Suka Suka Sangat Suka
5. Terima kasih atas bantuan dan waktu yang telah Anda sediakan.
222
67
Lampiran 7 Persentase bumbu berdasarkan berat daging (Resep Standar) Bahan
2000 600 40 40
persen bahan per total bahan 59.88 17.96 1.20 1.20
20 100 20 20 50 150 50 250 3340
Berat (g)
Daging sapi Lemak sapi Lengkuas Jahe Bawang putih Cabe merah Cabe Rawit Cabe merah kering Bubuk kunyit Cuka aren Garam Air Jumlah
persen bahan per berat daging 0.3 0.02 0.02
2000 g daging 2000 600 40 40
0.60 2.99 0.60
0.01 0.05 0.01
20 100 20
0.60 1.50 4.49 1.50 7.49 100.00
0.01 0.025 0.075 0.025 0.125
20 50 150 50 250
Lampiran 8 Rekap data uji beda sie reuboh pada penelitian pendahuluan No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30.
231
331
v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v
v v v v v v v -
Kode Sampel 331
Keterangan : 231 = resep bumbu lengkap
v v v v v -
231 v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v
Hasil ++++ ++-++++ ++++ ++++ ---++++ ++++ --++ ++++ ++++ ++++ ++++ --++ ++++ ++----++++ ++++ ++++ ++++ ---++++ ++++ ++++ --++ ++++ --++ ++++ ++++
331 = resep bumbu kurang lengkap
68
Lampiran 9 Rekap data uji tingkat kesukaan panelis penelitian pendahuluan Resep lengkap Warna Rasa Keempukan 1 5 4 4 2 4 4 4 3 3 3 2 4 4 4 5 5 4 5 3 6 4 5 3 7 3 4 4 8 5 4 4 9 4 5 4 10 4 4 4 11 4 4 3 12 4 4 4 13 4 4 4 14 4 4 4 15 4 4 3 16 5 3 3 17 4 4 4 18 5 4 4 19 4 4 4 20 4 4 5 21 4 4 4 22 4 5 5 23 4 4 3 24 4 4 3 25 4 4 4 26 4 4 4 27 4 4 3 28 4 4 4 29 5 4 4 30 4 4 4 Rataan 4.10 4.07 3.77 Keterangan: 1 = sangat tidak suka Panelis
2 = tidak suka
Resep kurang lengkap Aroma Warna Rasa Keempukan Aroma 5 3 4 2 3 4 4 2 2 4 4 3 3 1 4 5 4 3 3 4 4 4 3 5 4 4 4 3 5 4 3 3 3 3 3 4 3 4 3 4 3 4 2 2 3 3 3 3 4 2 4 4 4 4 5 5 4 4 4 4 5 3 2 2 4 4 3 2 2 2 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 5 4 3 4 4 4 5 3 4 4 4 4 5 5 3 5 5 5 3 3 4 4 2 2 2 5 3 2 2 3 4 5 5 4 4 4 4 4 4 5 3 3 3 4 2 5 4 4 4 5 4 4 4 4 4 5 4 3 4 4 4 5 3 4 4 4 4 2 2 2 4.17 3.87 3.27 3.33 3.57 3 = netral/ biasa 5 = sangat suka 4 = suka
Lampiran 10 Analisis ragam tingkat kesukaan panelis penelitian pendahuluan Test Statisticsa,b
Chi-Square df Asymp. Sig.
warna 1.770 1 .183
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: resep
rasa 14.456 1 .000
tekstur 1.519 1 .218
aroma 6.238 1 .013
69
Lampiran 11 Uji lanjut Mann-Whitney tingkat kesukaan panelis penelitian pendahuluan Warna
Rasa
Tekstur
Aroma
Mann-Whitney U
36.500
207.000
361.000
286.500
Wilcoxon W
796.500
642.000
796.000
721.500
Z
-1.330
-3.802
-1.232
-2.498
α
0.183
0.000
0.218
0.013
Keterangan
Tidak beda
Beda
Tidak beda
Beda
nyata
nyata
nyata
nyata
Variabel grup : resep
Lampiran 12 Rekap data uji tingkat kesukaan warna dan aroma panelis pada penelitian lanjutan Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Rataan
Panas 0 5.5 5.5 5.25 6.5 5 6 3.75 5.5 5.75 4.75 3.25 4 5.75 5 5 3.75 4.5 5 4.75 5.75 5.75 6.25 6 5.25 4.5 4 6 5.25 4.5 4 5.06
Warna Panas Panas 2 4 4 6 5.25 5.5 5 5 4.25 6 5.25 5.25 5.25 6 5.5 5 2.75 5 5.75 4.25 6.25 5.5 5.25 5 4 5 5.75 5.5 5.5 5.75 6 4.5 5.5 5.5 4.25 5.5 6 5.25 5 4.5 6 6 6 6 5.5 5.5 6.75 5 6 3.5 6 6 2.5 4 6.5 6 6 5 5 5 5.5 4.25 5.28 5.21
Panas 6 4.25 4.75 3.5 3 3.75 5 3.75 4.5 4 4 4.75 2.5 3.5 6 5.25 5.25 5.75 5.5 5.25 6.25 5.5 4 5 4.5 5 3.5 4.25 5.75 6.25 6 4.68
Panas 0 4.25 4.75 6.25 5.25 4.75 4.75 4 5.75 6 4 6.25 4.5 4.75 4 5.75 3.5 6 5 4.75 6 6 6 6.5 5.5 6.75 4.25 6.5 5.5 6.75 4.25 5.20
Aroma Panas Panas 2 4 3.25 5 6 5.5 5 3.75 5 2.75 5.5 3.5 4.5 5.5 4.5 3.25 5.75 6 5.25 4 6 4.75 5.5 5.5 4.5 3.25 5.75 4.5 7 5.25 6 5 5.5 6.5 5 4.5 4.5 5.75 5.25 6.5 6 6 6 6 4.75 6 4.5 6.25 5 4.75 5.5 5 6 5 6.5 5.5 4.5 3.25 4 6 6.5 4 5.29 4.99
Panas 6 6 6.5 4.5 2.25 4.25 5.5 5.5 4.5 4.75 5 5.75 4.25 6.5 6.75 5 6 6 7 5.5 5 5.5 5.25 6.25 5 5.5 5.75 5.5 6 6.5 4.75 5.38
70
Lampiran 13 Rekap data uji tingkat kesukaan keempukan dan rasa panelis pada penelitian lanjutan Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Rataan
Panas 0 4.25 3.75 4.5 5 4.5 3.75 3.25 5.25 6 5.25 5.75 4.5 3.5 6 5 3.75 5.5 4.5 3.75 6 5.75 5.5 5.75 5 4.5 4.25 5.75 5 4.5 4.25 4.79
Keempukan Panas Panas 2 4 2.75 3.75 4.75 6.25 5.5 4.25 4.75 2.5 5 4.25 5.5 4.5 5 3.75 4.75 5.75 5.75 4.5 5 5.25 5.5 4 4.5 3.25 5 4.5 5 4.75 5.75 5 5 5 4.75 4.75 5 6 5 5.5 5.75 6 6 6 3.75 6 3.75 6.75 5.5 6 5.25 6.5 6 6 4.75 4.5 3.5 3.75 4.5 5.75 5 4.5 5.01 5.03
Panas 6 6 6.25 4.25 4.25 5.5 6 5 4.5 5.5 5.75 5.5 5.25 6.25 6.25 5.75 5.25 6.75 5.5 6 6.25 6 5.5 6.5 5.5 5.25 5.75 5.5 5.5 6.75 5 5.63
Panas 0 5 5.25 4.5 5.5 3.25 5.75 3.5 5.25 5.25 4.5 4 4.75 4.5 4 5 4 4.5 4.75 4.25 6 6 5 4.75 5.5 5 5.5 4.75 5.5 5 5.5 4.82
Rasa Panas Panas 2 4 4 5.25 4.75 6.25 5.5 4.25 5 2.5 4.25 4.25 5.25 4.5 4.25 3.75 5.5 5.75 3.75 4.5 4.75 5.25 5.25 4 6 3.25 5.5 4.5 6 4.75 5.75 5 5 5 5 4.75 4.5 6 5.5 5.5 5.75 6 6 6 4.75 6 4.5 6.75 5.5 6 4.5 6.5 5.5 6 5.25 4.5 6 3.75 5 5.75 5.5 4.5 5.08 5.09
Panas 6 6 6.25 4.25 4.25 5.5 6 5 4.5 5.5 5.75 5.5 5.25 6.25 6.25 5.75 5.25 6.75 5.5 6 6.25 6 5.5 6.5 5.5 5.25 5.75 5.5 5.5 6.75 5 5.63
Lampiran 14 Analisis ragam tingkat kesukaan panelis pada penelitian lanjutan Warna
Aroma
Keempukan
Rasa
Chi-Square
8.109
2.859
16.734
15.923
Df
3
3
3
3
Signifikan
0.044
0.414
0.001
0.001
Keterangan
Berbeda nyata
Tidak berbeda nyata
Berbeda nyata
Berbeda nyata
Variabel grup : pemanasan
71
Lampiran 15 Uji lanjut Mann-Whitney tingkat kesukaan warna panelis pada penelitian lanjutan Pemanasan
N
Rata-rata
Kehomogenan*
Pemanasan 0
30
5.0583
ab
Pemanasan 2
30
5.2750
b
Pemanasan 4
30
5.2083
b
Pemanasan 6
30
4.6750
a
Keterangan : * Sampel dengan huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata
Lampiran 16 Uji lanjut Mann-Whitney tingkat kesukaan keempukan panelis pada penelitian lanjutan Pemanasan
N
Rata-rata
Kehomogenan*
Pemanasan 0
30
4.8000
a
Pemanasan 2
30
4.9333
a
Pemanasan 4
30
4.9750
a
Pemanasan 6
30
5.6333
b
Keterangan : * Sampel dengan huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata
Lampiran 17 Uji lanjut Mann-Whitney tingkat kesukaan rasa panelis pada penelitian lanjutan Pemanasan
N
Rata-rata
Kehomogenan*
Pemanasan 0
30
4.8667
a
Pemanasan 2
30
5.0250
a
Pemanasan 4
30
5.1250
a
Pemanasan 6
30
5.6333
b
Keterangan : * Sampel dengan huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata
72
Lampiran 18 Rekap data analisis kimia sie reuboh selama pemanasan Parameter
Kadar air (%)
Kadar lemak (% bk)
Kadar Protein (% bk)
Daya Cerna Protein (%)
Asam Lemak Bebas (ml NaOH 0.1N/100 g sample)
Bilangan Peroksida mg O2/ 100 g
Kadar Bilangan TBA
Pemanasan ke0 1 2 3 4 5 6 0 1 2 3 4 5 6 0 1 2 3 4 5 6 0 1 2 3 4 5 6 0 1 2 3 4 5 6 0 1 2 3 4 5 6 0 1 2 3 4 5 6
Ulangan 1 59.22 56.18 55.43 55.44 57.54 56.03 59.97 20.41 19.58 19.78 23.30 23.38 20.73 25.67 82.67 81.21 79.69 74.10 71.11 68.67 62.46 88.55 84.81 85.29 82.95 83.00 81.11 78.46 9.59 11.63 12.42 15.74 15.45 15.26 19.61 3.78 5.76 6.89 8.55 10.26 10.76 13.90 0.95 0.96 1.25 1.39 1.48 1.93 2.23
Ulangan 2 58.32 56.94 55.44 53.64 57.91 55.01 56.58 20.95 19.37 20.49 24.29 24.28 21.62 24.23 82.04 80.92 77.05 74.29 70.91 67.67 62.75 86.30 85.54 84.84 84.03 83.18 80.73 81.20 9.98 10.44 12.79 16.31 16.29 16.59 20.11 3.36 5.36 7.56 8.25 9.74 11.51 12.75 1.03 1.09 1.26 1.33 1.65 1.91 2.26
Rata-rata 58.77 56.56 55.43 54.54 57.72 55.52 58.27 20.68 19.47 20.13 23.79 23.83 21.18 24.95 82.36 81.06 78.37 74.20 71.01 68.17 62.60 87.42 85.17 85.06 83.49 83.09 80.92 79.83 9.78 11.03 12.60 16.03 15.87 15.93 19.86 3.57 5.56 7.23 8.40 10.00 11.13 13.32 0.99 1.03 1.25 1.36 1.56 1.92 2.25
73
Lampiran 19 Rekap data jumlah mikroba sie reuboh selama pemanasan Parameter
Jumlah mikroba (log koloni/ ml)
Pemanasan ke0 1 2 3 4 5 6
Ulangan 1 15 270 225 4200 7750 1150 1800
Ulangan 2 300 720 1175 33500 25000 3050 430
Rata-rata 157.5 495 700 18850 16375 2100 1115
log 2.2 2.69 2.85 4.28 4.21 3.32 3.05
Lampiran 20 Analisis ragam kadar air sie reuboh selama pemanasan Sumber Jumlah Derajat Kuadrat F hitung α keragaman kuadrat bebas tengah Pemanasan 31.029 6 5.172 4.194 0.041* Galat 8.631 7 1.233 Total 45029.978 14 R Squared = 0.782 (Adjusted R Squared = 0.596) * Berpengaruh nyata
Lampiran 21 Uji lanjut Duncan kadar air sie reuboh selama pemanasan Pemanasan
N
Rata-rata
Kehomogenan*
Pemanasan 0
2
58.7700
D
Pemanasan 1
2
56.5600
ABCD
Pemanasan 2
2
55.4350
AB
Pemanasan 3
2
54.5350
A
Pemanasan 4
2
57.7250
BCD
Pemanasan 5
2
55.5200
ABC
Pemanasan 6
2
58.2750
CD
Keterangan : * Sampel dengan huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata
Lampiran 22 Analisis ragam kadar lemak sie reuboh selama pemanasan Sumber Jumlah Derajat Kuadrat F hitung keragaman kuadrat bebas tengah Pemanasan 55.100 6 9.183 23.395 Galat 2.748 7 0.393 Total 6837.368 14 R Squared = 0.952 (Adjusted R Squared = 0.912) * berpengaruh nyata
α 0.000*
74
Lampiran 23 Uji lanjut Duncan kadar lemak sie reuboh selama pemanasan Pemanasan
N
Rata-rata
Kehomogenan*
Pemanasan 0
2
20.6800
AB
Pemanasan 1
2
19.4750
A
Pemanasan 2
2
20.1350
AB
Pemanasan 3
2
23.7950
C
Pemanasan 4
2
23.8300
C
Pemanasan 5
2
21.1750
B
Pemanasan 6
2
24.9500
C
Keterangan : * Sampel dengan huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata
Lampiran 24 Analisis ragam kadar protein sie reuboh selama pemanasan Sumber Jumlah Derajat Kuadrat F hitung α keragaman kuadrat bebas tengah Pemanasan 623.245 6 103.874 168.885 0.000* Galat 4.305 7 0.615 Total 77223.486 14 R Squared = 0.993 (Adjusted R Squared = 0.987) * berpengaruh nyata
Lampiran 25 Uji lanjut Duncan kadar protein sie reuboh selama pemanasan Pemanasan
N
Rata-rata
Kehomogenan*
Pemanasan 0
2
82.3550
A
Pemanasan 1
2
81.0650
A
Pemanasan 2
2
78.3700
B
Pemanasan 3
2
74.1950
C
Pemanasan 4
2
71.0100
D
Pemanasan 5
2
68.1700
E
Pemanasan 6
2
62.6050
F
Keterangan : * Sampel dengan huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata
Lampiran 26 Analisis ragam daya cerna protein sie reuboh selama pemanasan Sumber Jumlah Derajat Kuadrat F hitung α keragaman kuadrat bebas tengah Pemanasan 81.838 6 13.640 13.036 0.002* Galat 7.324 7 1.046 Total 97866.062 14 R Squared = 0.918 (Adjusted R Squared = 0.847) * berpengaruh nyata
75
Lampiran 27 Uji lanjut Duncan daya cerna protein sie reuboh selama pemanasan Pemanasan
N
Rata-rata
Kehomogenan*
Pemanasan 6
2
79.8300
d
Pemanasan 5
2
80.9200
cd
Pemanasan 4
2
83.0900
bc
Pemanasan 3
2
93.4900
b
Pemanasan 2
2
85.0650
ab
Pemanasan 1
2
85.1750
ab
Pemanasan 0
2
87.4250
a
Keterangan : * Sampel dengan huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata
Lampiran 28 Analisis ragam bilangan peroksida sie reuboh selama pemanasan Sumber Jumlah Derajat Kuadrat F hitung α keragaman kuadrat bebas tengah Pemanasan 134.093 6 22.349 103.238 0.000* Galat 1.515 7 0.216 Total 1137.441 14 R Squared = 0.989 (Adjusted R Squared = 0.979) * berpengaruh nyata
Lampiran 29 Uji lanjut Duncan bilangan peroksida sie reuboh selama pemanasan Pemanasan
N
Rata-rata
Kehomogenan*
Pemanasan 0
2
3.5700
A
Pemanasan 1
2
5.5600
B
Pemanasan 2
2
7.2250
C
Pemanasan 3
2
8.4000
D
Pemanasan 4
2
10.000
E
Pemanasan 5
2
11.1350
F
Pemanasan 6
2
13.3250
G
Keterangan : * Sampel dengan huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata
Lampiran 30 Analisis ragam kadar asam lemak bebas sie reuboh selama pemanasan Sumber Jumlah Derajat Kuadrat F hitung α keragaman kuadrat bebas tengah Pemanasan 145.538 6 24.256 71.425 0.000* Galat 2.377 7 0.340 Total 3068.550 14 R Squared = 0.984 (Adjusted R Squared = 0.970) * berpengaruh ntaya
76
Lampiran 31 Uji lanjut Duncan kadar asam lemak sie reuboh selama pemanasan Pemanasan
N
Rata-rata
Kehomogenan*
Pemanasan 0
2
9.7850
A
Pemanasan 1
2
11.0350
A
Pemanasan 2
2
12.6050
B
Pemanasan 3
2
16.0250
C
Pemanasan 4
2
15.8700
C
Pemanasan 5
2
15.9250
C
Pemanasan 6
2
19.8600
D
Keterangan : * Sampel dengan huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata
Lampiran 32 Analisis ragam kadar TBA sie reuboh selama pemanasan Sumber Jumlah Derajat Kuadrat F hitung α keragaman kuadrat bebas tengah Pemanasan 2.596 6 0.433 105.914 0.000* Galat 2.860E-02 7 4.086E-03 Total 33.291 14 R Squared = 0.989 (Adjusted R Squared = 0.980) * berpengaruh nyata
Lampiran 33 Uji lanjut Duncan kadar TBA sie reuboh selama pemanasan Pemanasan
N
Rata-rata
Kehomogenan*
Pemanasan 0
2
0.9900
A
Pemanasan 1
2
1.0250
A
Pemanasan 2
2
1.2550
B
Pemanasan 3
2
1.3600
B
Pemanasan 4
2
1.5650
C
Pemanasan 5
2
1.9200
D
Pemanasan 6
2
2.2450
E
Keterangan : * Sampel dengan huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata
Lampiran 34 Analisis ragam jumlah mikroba sie reuboh selama pemanasan Sumber Jumlah Derajat Kuadrat F hitung keragaman kuadrat bebas tengah Pemanasan 807340061 6 134556676.8 1.620 Galat 581362813 7 83051830.36 Total 1841115175 14 R Squared = 0.581 (Adjusted R Squared = 0.223) ** tidak beda nyata
α 0.270**
77
Lampiran 35 Prosedur Analisis
1. Kadar Air dengan Metode Oven (Apriyantono et al., 1989) Cawan kosong dan tutupnya dikeringkan dalam oven selama 15 menit dan dinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang (untuk cawan aluminium didinginkan selama 10 menit dan cawan porselin didinginkan selama 20 menit). Timbang dengan cepat kurang lebih 5 gram sampel yang telah dihomogenkan dalam cawan. Angkat tutup cawan dan tempatkan cawan beserta isi dan tutupnya di dalam oven selama 6 jam. Hindarkan kontak antara cawan dengan dinding oven. Untuk produk yang tidak mengalami dekomposisi dengan pengeringan yang lama, dapat dikeringkan selama 1 malam (16 jam). Pindahkan cawan ke desikator, tutup dengan penutup cawan lalu dinginkan. Setelah dingin timbang kembali. Keringkan kembali ke dalam oven sampai diperoleh beras yang tetap. Kadar air sampel dihitung menggunakan persamaan berikut : Berat sampel (gram) = W1 Berat sampel setelah dikeringkan (gram) = W2 Kehilangan berat (gram) = W3
Persen kadar air (dry basis ) =
W3 x100 W2
Persen kadar air ( wet basis ) =
W3 x100 W1
Total pada tan =
W2 x100 W1
2. Kadar Protein Kasar dengan Metode Kjeldahl-Mikro (Apriyantono et al., 1989) Bahan ditimbang sebanyak 0,5-0,9 gram menurut besarnya kandungan protein. Bahan tersebut dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl dan dimasukkan 2,5-5 gram selenium mixture serta 25 ml H2SO4 pekat. Kemudian dipanaskan pada ruang asap mula-mula dengan api kecil, kemudian dibesarkan sehingga larutan berwarna kehijauan dan uap SO2 hilang.
78
Larutan tesebut dipindahkan ke dalam labu ukur 100 ml dan diencerkan sampai tanda tera. Larutan dipipet sebanyak 10 ml NaOH 30% kemudian disuling. Destilat ditampung ke dalam 20 ml larutan H3BO3 3%. Destilasi dilakukan sampai uap destilasi tidak bereaksi lagi (diuji dengan kertas pH). Selesai destilasi ujung kondensor dibilas dengan air suling. Larutan H3BO3 ditirtasi dengan HCl standar. Metil merah digunakan sebagai indikator. % Total Nitrogen =
ml contoh x N HCl x faktor pengencera n x 14 x 100 % mg bobot contoh
Pr otein = % Total N x FaktorKonv ersi
3. Kadar Lemak dengan Metode Ekstraksi Soxhlet (Apriyantono et al., 1989) Ambil labu lemak yang ukurannya sesuai dengan alat ekstraksi Soxhlet yang akan digunakan, keringkan dalam oven, dinginkan dalam desikator, timbang. Timbang 5 gram sampel dalam saringan timbel yang sesuai ukurannya, kemudian tutup dengan kapas wool yang bebas lemak. Letakkan timbel atau kertas saring yang berisi sampel tersebut dalam alat ekstraksi Soxhlet, kemudian pasang alat kondesor di atasnya, dan labu lemak dibawahnya. Tuangkan pelarut dietil eter atau petroleum eter ke dalam labu lemak secukupnya, sesuai dengan ukuran Soxhlet yang digunakan. Lakukan refluks selama minimum 5 jam sampai pelarut yang turun kembali ke labu lemak berwarna jernih. Distilasi pelarut yang ada di dalam labu lemak, tampung pelarutnya. Selanjutnya labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC. Setelah dikeringkan sampai berat tetap dan dinginkan dalam desikator, timbang labu beserta lemaknya tersebut. Berat lemak dapat dihitung menggunakan persamaan berikut :
% Lemak =
Berat lemak ( gram) x100 Berat sampel ( gram)
4. Kadar Asam Lemak Bebas (Apriyantono et al., 1989) Bahan diaduk merata dan berada dalam keadaan cair pada waktu diambil contohnya. Timbang sebanyak 28,2 + 0,2 gram contoh dan masukkan dalam erlenmeyer. Tambahkan 50 mL alkohol netral yang panas dan 2 mL indikator phenolphthalein (PP). Titrasilah dengan larutan 0,1 N NaOH yang telah
79
distandarisasi sampai diperoleh warna merah jambu dan tidak hilang selama 30 detik. Persen asam lemak bebas dinyatakan sebagai oleat pada kebanyakan minyak dan lemak. Untuk minyak kelapa dan minyak inti sawit dinyatakan sebagai laurat, sedang pada minyak kelapa sawit dinyatakan sebagai palmitat Asam lemak bebas dinyatakan sebagai %FFA atau sebagai angka asam. Angka asam adalah mg KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan 1 gram contoh.
% FFA =
mL NaOH x N x Berat molekul asam lemak x100 berat contoh x 1000
5. Penetapan Bilangan Peroksida (Apriyantono et al., 1989) Timbang 5 + 0,05 gr contoh dalam erlenmeyer 250 mL bertutup dan + 30 mL larutan asam asetat kloroform (3 : 2). Goyangkan larutan hingga bahan terlarut semua. Tambahkan 0,5 mL larutan KI jenuh. Diamkan selama 1 menit dengan sesekali digoyang kemudian + 30 mL aquadest. Titrasi dengan larutan 0,1 N Na2S2O3 sampai warna kuningnya hampir hilang. + 0,5 mL larutan pati 1% dan lanjutkan titrasi hingga warna biru mulai hilang. Angka peroksida dinyatakan dalam mili equivalen dari peroksida dalam tiap 1000 gram contoh.
Angka peroksida =
mL Na2 S 2O3 x N thio x1000 berat contoh ( gr )
6. Penetapan Bilangan TBA dengan Metode Tarladgis (1960) dalam Apriyantono et al., 1989 Timbang bahans sebanyak 10 gram, masukkan ke waring blender, tambahkan 50 ml akuades dan hancurkan selama 2 menit. Pindahkan secara kuantitatif ke dalam labu distilasi sambil dicuci dengan 47,5 ml akuades. Tambahkan + 2,5 ml HCl 4 M sampai pH menjadi 1,5. Tambahkan batu didih dan pencegah buih (anti foaming agent) secukupnya dan pasanglah labu distilasi pada alat distilasi. Jika ada gunakan eectric mantle heater. Distilasi
80
dijalankan dengan pemanasan tinggi sehingga diperoleh 50 ml destilat selama 10 menit pemanasan. Aduk merata distilat yang diperoleh, pipet 5 ml distilat ke dalam tabung reaksi bertutup. Tambahkan 5 ml pereaksi TBA, tutup, campur merata lalu panaskan selama 35 menit dalam air mendidih. Buat blanko dengan menggunakan 5 ml akuades dan 5 ml pereaksi, lakukan seperti penetapan sampel di atas. Dinginkan tabung reaksi dengan air pendingin selama + 10 menit kemudian ukur absorbansinya (D) pada panjang gelombang 528 nm dengan larutan blanko sebagai titik nol. Gunakan sampel sel berdiameter 1 cm. Hitung bilangan TBA yang dinyatakan dalam mg malonaldehid-per kg sampel. Bilangan TBA = 7,8 D.
7. Analisis Daya Cerna Protein dengan Metode Enzimatis (Sanders, Connor, Bickkoff & Kohler, 1973) Timbang sejumlah sampel kira-kira setara dengan 0.2 gr protein ke dalam gelas piala atau erlenmeyer 100 ml. Tambahkan ke dalamnya HCl 0.1N sebanyak 25 ml. Tambahkan sebanyak 0.1gr pepsin atau 1 ml suspensi pepsin (1 gr pepsin dilarutkan ke dalam HCl 0.1 N sebanyak 10 ml) . Tambahkan sebanyak 1 ml Na Azid 0.05N. Inkubasikan selama 3 jam pada suhu 370C dalam waterbath bergoyang. Atur pH sampai 7.0 dengan menambahkan NaOH 4N. Tambahkan 0.1 gr Pankreatin atau 1 ml suspensi Pankreatin (1 gr Pangkreatin dilarutkan ke dalam 10 ml akuades). Inkubasikan selama 24 Jam pada suhu 370C dalam waterbath bergoyang. Saring dengan menggunakan kertas saring sampai semua residu tertinggal ke dalam kertas saring. Residu dianalisis kandungan proteinnya dengan menggunakan metode Kjeldahl. Protein Total – Protein Tidak Tercerna Daya Cerna Protein = ----------------------------------------------------------- x 100 Protein Total
81
8. Penentuan Total Bakteri menggunakan Metode Cawan Sebanyak 10 gram contoh yang telah dihaluskan dilarutkan dalam larutan garam fisiologis 0,85% sebanyak 90 mL. Dari larutan ini diencerkan kembali sampai tingkat pengenceran yang dikehendaki. Dari setiap tingkat pengenceran diambil 1 mL dan dimasukkan ke dalam cawan petri dan diberi 15 – 20 mL PCA cair. Selanjutnya cawan diputar membentuk angka delapan dan dibiarkan membeku. Cawan petri tersebut kemudian dibalik dan diinkubasi pada suhu 35oC selama 2 x 24 jam. Perhitungan jumlah bakteri dilakukan dengan Standar Plate Count