PEMAKNAAN PENONTON TERHADAP PENCITRAAN BAKAL CALON PRESIDEN DAN CALON WAKIL PRESIDEN MELALUI TAYANGAN KUIS (Analisis Resepsi Pemaknaan Penonton Terhadap Pencitraan Bakal Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden Wiranto-Hary Tanoesoedibyo melalui Tayangan “Kuis Kebangsaan” di RCTI) CINDY NATASYA CASTELLA 100904104 Abstrak Penelitian ini berjudul Pemaknaan Penonton Terhadap Pencitraan Bakal Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden Melalui Tayangan Kuis (Analisis Resepsi Pemaknaan Penonton Terhadap Pencitraan Bakal Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden Wiranto-Hary Tanoesoedibyo melalui Tayangan “Kuis Kebangsaan” di RCTI). Tujuan penelitian ini untuk melihat pemaknaan penonton terhadap pencitraan Wiranto dan Hary Tanoesoedibyo melalui tayangan Kuis Kebangsaan di RCTI, posisi penonton serta faktor-faktor yang mempengaruhi posisi penonton. Metode penelitian yang digunakan metode kualitatif dengan pendekatan analisis resepsi. Teori dasar yang digunakan adalah teori encoding-decoding yang ditemukan oleh Stuart Hall tentang bagaimana khalayak memproduksi sebuah pesan dari suatu teks media. Proses tersebut akan menghasilkan makna yang tidak selalu sama karena dipengaruhi oleh kapasitas setiap penonton. Data diperoleh melalui wawancara mendalam terhadap empat informan dengan latar belakang berbeda. Hasil penelitian menunjukkan Kuis Kebangsaan dimaknai oleh informan sebagai kuis yang menampilkan pencitraan dan promosi yang dilakukan oleh WIN-HT. Pemaknaan tersebut mempengaruhi posisi informan, dimana informan I berada pada Opositional Position, Informan II dan IV berada pada Negotiated Position dan informan III berada pada Dominant Position. Faktor-faktor yang mempengaruhi posisi penonton dilihat dari faktor latar belakang pendidikan, pekerjaan, dan pengetahuan lainnya terkait pencitraan dan politik. Kata Kunci
: Pencitraan, Kuis Kebangsaan, Pemaknaan Penonton, Analisis Resepsi
PENDAHULUAN Konteks Masalah Kuis interaktif bertajuk Kuis Kebangsaan pertama kali tayang di salah satu stasiun televisi swasta nasional, yaitu RCTI (Rajawali Citra Televisi). Kuis yang dipandu oleh seorang pembawa acara wanita ini bertujuan untuk menguji pengetahuan dan wawasan peserta yang mengikuti kuis tentang Indonesia seperti sejarah, geografi, pengetahuan umum, hingga hal-hal terbaru tentang Indonesia. Kuis Kebangsaan di RCTI setiap hari ditayangkan sejak 1 Oktober 2013, pada pukul 10.00 WIB dan 17.00 WIB. Namun, selama kurang lebih dua bulan, pada pagi harinya kuis tersebut tayang lebih cepat setengah jam dari tayangan sebelumnya menjadi pukul 09.30 WIB. 1
Kuis Kebangsaan merupakan kuis interaktif yang digunakan WIN-HT sebagai salah satu cara untuk memperkenalkan diri mereka, anggota partai dan partai. Cara seperti ini belum ada dilakukan oleh pihak lain untuk membentuk pencitraan dimata publik. Namun, karena menggunakan ruang dan frekuensi publik yang didalamnya ada peraturan penyiaran, hal ini membuat WIN-HT dianggap berlebihan oleh sebagian orang, hingga memunculkan pro dan kontra, terlebih di jejaring sosial seperti twitter dan kaskus, juga banyak pihak-pihak yang mempelopori untuk menghentikan kuis ini dan mendesak Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Namun, tidak hanya sampai disitu, Kuis Kebangsaan yang selama ini sudah menuai pro dan kontra, melakukan sebuah kesalahan saat on air pada tanggal 7 Desember 2013. Kesalahan yang terjadi dimana, penelepon terlebih dahulu menjawab sebelum pertanyaan ditampilkan dan ditanyakan oleh si penanya secara langsung. Sejak saat itu, muncul dugaan “setting-an” yang dilakukan oleh Kuis Kebangsaan. Kuis yang tayang di televisi, dipersembahkan untuk para penonton agar penonton dapat menikmatinya. Hal ini tentunya berkaitan dengan penonton yang akan memaknai maksud, bahasa maupun ideologi yang disampaikan. Teks media mendapatkan makna hanya pada saat penerimaan (resepsi), yaitu pada saat mereka dibaca, dilihat dan didengarkan. Dengan kata lain, penonton dilihat sebagai produser makna dan bukan hanya konsumen konten media, dalam hal ini, penonton memaknai teks media sesuai dengan latar belakang budaya dan pengalaman subyektif yang mereka alami dalam kehidupan. Sehingga, satu teks media akan menimbulkan banyak makna dalam sebuah teks yang sama. Setiap teks mengandung ideologi yang menjadikan pentingnya kajian resepsi. Studi analisis yang mencoba memberikan sebuah makna atas pemahaman teks media (cetak, elektronik, internet) dengan memahami bagaimana karakter teks media dibaca oleh khalayak (Hadi, 2009). Peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai analisis resepsi yaitu pemaknaan penonton terhadap pencitraan WIN-HT melalui tayangan Kuis Kebangsaan di RCTI, yang sudah banyak mengalami pro dan kontra diberbagai kalangan penikmat televisi, atas dasar penjelasan di atas. Penelitian ini akan melihat faktor-faktor apa yang mempengaruhi penonton sebagai khalayak aktif dalam memaknai kuis tersebut. Fokus Masalah Berdasarkan uraian konteks masalah diatas, maka fokus masalah yang akan diteliti lebih lanjut adalah sebagai berikut: “Bagaimanakah Pemaknaan Penonton Terhadap Pencitraan Bakal Calon Presiden dan Wakil Presiden Wiranto-Hary Tanoesoedibjo melalui Tayangan Kuis Kebangsaan di RCTI?” Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui bagaimana pemaknaan penonton terhadap pencitraan bakal calon presiden dan wakil presdien Wiranto-Hary Tanoesodibjo melalui tayangan Kuis Kebangsaan di RCTI.
2
b. Untuk mengetahui posisi penonton terhadap pencitraan bakal calon presdien dan wakil presiden Wiranto-Hary Tanoesoedibjo melalui tayangan Kuis Kebangsaan di RCTI. c. Untuk mengetahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi posisi penonton URAIAN TEORITIS Paradigma Kajian Teori kritis lahir sebagai koreksi dari pandangan konstruktivisme yang kurang sensitif pada proses produksi dan reproduksi makna yang terjadi secara historis maupun intitusional. Analisis teori kritis tidak dipusatkan pada kebenaran/ketidakbenaran struktur tata bahasa atau proses penafsiran seperti konstruktivisme. Analisis kritis menekankan pada konstelasi kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan reproduksi makna. Individu tiak dianggap sebagai subjek yang netral yang bisa menafsirkan secara bebas sesuai dengan pikirannya, karena sangat berhubungan dan dipengaruhi oleh kekuatan sosial yang ada dalam masyarakat. Bahasa komunikasi tidak dipahami sebagai medium netral yang terletak di luar diri si pembicara. Bahasa dalam pandangan kritis dipahami sebagai representasi yang berperan dalam membentuk subjek tertentu, tema-tema wacana tertentu, maupun strategi-strategi tertentu di dalamnya. Oleh karena itu, analisis dipakai untuk membongkar kuasa yang ada dalam proses komunikasi: batasanbatasan apa yang diperkenankan, perspektif yang mesti dipakai, topik apa yang dibicarakan (Ardianto & Q-Anees, 2007: 167). Komunikasi Massa Devito (dalam Effendy, 2006: 21), menampilkan definisi mengenai komunikasi massa dengan lebih tegas, seperti berikut: Pertama, komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa, kepada khalayak yang luar biasa banyaknya. Kedua, komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh pemancar-pemancar yang audio dan atau visual. Komunikasi massa barangkali akan lebih mudah dan lebih logis bila didefinisikan menurut bentuknya: televisi, radio, surat kabar, majalah, film, dan buku. Televisi Televisi merupakan salah satu bagian dari media massa. Tayangan televisi dijelajahi dengan tayangan hiburan, berita dan iklan. Fungsi televisi sama dengan fungsi media massa lainnya, yakni memberi informasi, mendidik, menghibur, dan membujuk. Tetapi fungsi menghibur lebih dominan pada media televisi, karena pada umumnya tujuan utama khalayak menyaksikan televisi adalah hiburan, selanjutnya memperoleh informasi (Ardianto & Erdinaya, 2004: 128). Kuis Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), kuis memiliki beberapa arti seperti ujian lisan atau tertulis yang singkat; untuk di televisi, kuis berasal dari Bahasa Inggris “quiz” yang merupakan padanan kata atau sinomim untuk permainan tekateki yang biasanya berhadiah. Kuis dikenal melalui acara televisi yang disiarkan secara rutin setiap pekan atau setiap hari. 3
Komunikasi Politik Budiarjo (dalam Damsar, 2010: 208) memberikan pengertian bahwa komunikasi politik merupakan fungsi sosialisasi dan budaya politik. Komunikasi yang berjalan baik menjadi prasyarat sosialisasi politik untuk dapat berjalan dengan baik pula, sehingga budaya politik dapat dilangsungkan dengan baik. Pencitraan Politik Citra politik dapat dipahami sebagai gambaran seseorang tentang politik (kekuasaan, kewenangan, otoritas, konflik, dan konsensus). Salah satu tujuan komunikasi politik adalah membentuk citra politik yang baik bagi khalayak. Citra politik itu terbentuk berdasarkan informasi yang kita terima, baik langsung maupun melalui media politik, termasuk media massa yang bekerja untuk menyampaikan pesan politik yang umum dan aktual (Arifin, 2003: 105-106). Analisis Resepsi Studi mengenai hubungan yang terjadi antarmedia dan khalayak (pembaca, pemirsa, pengguna internet) menjadi perhatian utama antara industri media, akademisi, maupun pemerhati media dan masalah sosial. Media mampu menjadi stimuli untuk menikmati sajian pesan atau program yang ditampilkan. Isi media mampu menjadi wacana perbincangan (penerimaan khalayak) yang menarik apabila dikaitkan dengan konteks budaya. Salah satu standar untuk mengukur khalayak media adalah menggunakan reception analysis. Konsep teoritik terpenting dari reception analysis adalah teks media (penonton) atau program televisi, bukanlah makna yang melekat pada teks media tersebut, tetapi makna diciptakan dalam interaksinya antara khalayak dan teks. Makna diciptakan karena menonton atau membaca dan memproses teks media. Kemunculan studi resepsi bukan sebagai reaksi terhadap metode survei dalam riset audiens, melainkan lebih sebagai metode analisis teks dalam studi media. Perbedaan dengan analisis teks media adalah jika pada analisis teks media, makna temuan penelitian dicapai melalui pemaknaan atas teks oleh peneliti, sementara dalam studi analisis resepsi, makna yang ditemukan merupakan hasil pemaknaan pesan atau teks media oleh audiens yang diteliti. Menurut Hall, khalayak melakukan decoding terhadap pesan media melalui tiga kemungkinan posisi, yaitu hegemoni dominan, negosiasi, dan oposisi (Morissan dkk, 2010: 171-172): 1. Hegemoni Dominan (Dominant-Hegemonic Position) 2. Negosiasi (Negotiated Position). 3. Oposisi (Oppositional Position). Khalayak Aktif Pada studi khalayak yang baru seperti yang dikatakan oleh Evans (Ferguson & Goldings, 1997: 123-124) penelitian khalayak pada studi media dikarakteristikkan oleh dua asumsi: (a) bahwa khalayak selalu aktif dan, (b) bahwa isi media selalu bersifat polisemi atau terbuka untuk diinterpretasi. Asumsi di atas berarti bahwa mayoritas khalayak secara rutin memodifikasi atau merubah berbagai ideologi dominan yang direfleksikan dalam isi media. 4
Pemaknaan Pemaknaan terhadap fakta atau kenyataan, dilakukan dengan berbagai cara. Metode pamaknaan meliputi empat cara, yaitu (Muhadjir, 2000: 187-188): a. Terjemahan b. Penafsiran c. Ekstrapolasi d. Pemaknaan Model Teoritik Kerangka Pemikiran Pemaknaan Penonton
Pencitraan WIN-HT dalam Kuis Kebangsaan
Hegemoni Dominan
Negosiasi
Oposisi
METODOLOGI PENELITIAN Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif yang peneliti gunakan adalah pendekatan analisis resepsi, yaitu penelitian yang mendasarkan pada kesadaran atau cara subjek dalam memahami objek dan peristiwa dengan pengalaman individu. Analisis resepsi dapat melihat mengapa khalayak memaknai sesuatu secara berbeda, faktor-faktor psikologis dan sosial apa yang mempengaruhi perbedaan tersebut, dan konsekuensi sosial yang muncul (Anggara, 2012: 32). Teknik yang digunakan adalah purposive sampling. Subjek Penelitian Subjek penelitian atau informan dalam penelitian ini adalah penonton. Karakteristik informan dikategorikan dengan pertimbangan sebagai berikut: - usia (diatas 17 tahun), - jenis kelamin (laki-laki/perempuan), - pendidikan (minimal SMA/Sarjana), - pekerjaan (misalnya: pelajar/ mahasiwa/ dosen/ pedagang/ wartawan, pegawai negeri atau swasta/ ibu rumah tangga dan sebagainya), - frekuensi menonton (minimal 3 kali). Informan yang diteliti berjumlah 4 orang dan berlokasi di kota Medan. Informan I dipilih berdasarkan tingkat pendidikannya, peneliti memilih mahasiswa yang sudah pernah mempelajari komunikasi dan politik. Informan II peneliti memilih dosen/ahli politik, dikarenakan berpengalaman dari segi 5
keilmuan. Informan III peneliti memilih mahasiswa yang tidak pernah mempelajari komunikasi dan politik. Informan IV peneliti memilih ibu rumah tangga yang tidak memiliki kegiatan apapun di luar rumah. Keberagaman informan ini bertujuan untuk mendapatkan pemaknaan yang bervariasi dari setiap informan yang terpilih dan mereka dipilih secara purposive sampling, karena berdasarkan tujuan penelitian dan kriteria informan yang dicari. Objek Penelitian Objek penelitian adalah pencitraan WIN-HT dalam tayangan Kuis Kebangsaan di RCTI yang tayang setiap hari pada pukul 09.30 WIB. Kerangka Analisis Penelitian kualitatif ini didesain dengan menggunakan analisis resepsi. Pendekatan analisis resepsi digunakan karena pada dasarnya audiens aktif meresepsi teks dan tidak dapat lepas dari pandangan moralnya, baik pada taraf mengamati, meresepsi atau dalam membuat kesimpulan. Dengan analisis resepsi ini, peneliti berupaya untuk mengetahui bagaimana khalayak memahami dan menginterpretasi isi pesan (memproduksi makna) berdasarkan pengalaman (story of life) dan pandangannya selama berinteraksi dengan media. Dengan kata lain pesan-pesan media secara subjektif dikonstruksikan khalayak secara individual. Teknik Pengumpulan Data 1. Wawancara Mendalam 2. Dokumenter 3. Kepustakaan Keabsahan Data Untuk menetapkan keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan yang tepat. Ada empat kriteria yang diperlukan dalam uji keabsahan data (Moleong, 2000: 173-179) : 1. Derajat Kepercayaan (Credibility) Dalam penelitian ini peneliti hanya menggunakan tiga teknik pemeriksaan, yaitu : a. Ketekunan Pengamatan b. Triangulasi c. Pemeriksaan Sejawat 2. Keteralihan (Transferability) 3. Kebergantungan (Dependability) 4. Kepastian (Comfirmability) Teknik Analisis Data Menurut Strauss dan Corbin (Poerwandari, 2005), ada tiga tahapan coding dalam analisis data, yaitu: 1. Open Coding 2. Axial Coding 3. Selective Coding 6
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini melibatkan 4 informan yang terdiri dari 1 orang laki-laki dan 3 orang perempuan. Keempatnya akan dilihat bagaimana pemaknaannya terhadap masalah penelitian ini. Kriteria pasti dalam memilih informan sudah ditentukan seperti sudah berusia diatas 17 tahun, berasal dari berbagai latar belakang pendidikan dan pekerjaan yang berbeda, serta sudah pernah menyaksikan Kuis Kebangsaan minimal 3 kali di televisi. Pesan yang akan disampaikan melalui media televisi memerlukan pertimbangan-pertimbangan lain agar pesan dapat diterima oleh khalayak sasaran. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah pemirsa, waktu, durasi, dan metode penyajian (Ardianto & Erdinaya, 2004: 128-133). Kuis Kebangsaan juga memperhatiakan faktor-faktor tersebut agar pesan dapat diterima oleh penonton yang menyaksikan kuis. Kuis Kebangsaan tayang dua kali dalam sehari pada pukul 09.30 WIB dan 17.00 WIB. Menurut para informan, pemilihan waktu tayang tersebut bertujuan untuk mencapai sasaran penonton. Untuk waktu tayang di pagi hari yang menjadi sasaran penonton adalah ibu-ibu. Karena menurut mereka pada pukul 09.30 merupakan waktunya ibu-ibu menonton televisi sambil mengerjakan pekerjaan rumah ataupun sudah selesai. Untuk waktu sore hari, pukul 17.00 WIB merupakan waktu keluarga. Kuis Kebangsaan hanya berdurasi selama 5-7 menit. Kehadiran kuis ini menurut para informan merupakan metode penyajian baru yang dibuat oleh Wiranto dan Hary Tanoe sebagai sarana untuk memperkenalkan dan mempromosikan Partai Hanura serta WIN-HT. Pemahaman para informan menghasilkan sebuah pemaknaan, setiap informan masing-masing memilki tanggapan terhadap pencitraan yang dilakukan Wiranto dan Hary Tanoesoedibjo melalui Kuis Kebangsaan di RCTI. Pemaknaan yang mereka dapat dari Kuis Kebangsaan adalah jika Wiranto dan Hary Tanoesoedibjo melakukan pencitraan di dalam kuis tersebut dengan tujuan untuk memperkenalkan atau mempromosikan partai Hanura. Selain itu, tidak hanya Partai Hanura yang ditampilkan, kuis ini juga dimanfaatkan untuk mempromosikan diri mereka sebagai bakal calon presiden dan wakil presiden dari Partai Hanura. Hal lain yang yang memperkuat jawaban dari informan jika Kuis Kebangsaan mengandung unsur politik terlihat jelas dari password kuis yang digunakan, yaitu “Bersih, Peduli, Tegas”. Ketiga kata tersebut merupakan slogan dari partai Hanura. Password bukan satu-satunya bagian dari kuis, yang memperkuat Kuis Kebangsaan mengandung unsur politik. Ada juga pengisi acara yang bertugas untuk membacakan soal atau pertanyaaan serta menemani pembawa acara, dimana pengisi acara merupakan calon anggota legislatif yang juga diusung dari partai Hanura. Pencitraan erat kaitannya dengan politik. Citra politik juga berkaitan dengan pendapat umum, karena pada dasarnya pendapat umum politik terbangun melalui citra politik. Citra politik terbentuk berdasarkan informasi yang diterima, baik secara langsung maupun melalui media politik, termasuk media massa yang bekerja untuk menyampaikan pesan politik yang umum dan actual (Arifin, 2003:
7
105-106). Melalui Kuis Kebangsaan, Wiranto dan Hary Tanoe berusaha membangun citra politik yang baik di mata masyarakat. Tujuan yang diinginkan oleh Wiranto dan Hary Tanoe tidak dengan mudah diterima oleh masyarakat. Oleh sebab itu, kuis juga banyang yak mengalami pro dan kontra. Hal ini disebabkan masyarakat di Indonesia, secara keseluruhan bukan lagi masyarakat yang tidak peduli terhadap perkembangan industri media. Masyarakat Indonesia masuk ke dalam karakteristik khalayak aktif. Khalayak aktif memiliki dua asumsi, yaitu bahwa khalayak selalu aktif dan bahwa media selalu bersifat polisemi atau terbuka untuk diinterpretasikan atau dimaknai (Ferguson & Goldings, 1997: 123-124). Khalayak aktif di sini adalah siapa saja yang menggunakan segala bentuk media penyiaran, dalam keadaaan apapun serta memberikan pemaknaan pada media tersebut. Hal ini lah yang sudah dilakukan oleh keempat informan. Dimana, mereka sudah berperan sebagai khalayak aktif dengan memberikan tanggapan dan memaknai tujuan dibalik Kuis Kebangsaan, sesuai dengan yang mereka ketahui. Perbedaan pemaknaan muncul karena perbedaan posisi sosial dan atau pengalaman budaya antara penonton dan produsen media. Stuart Hall mengkategorikan perbedaan tersebut ke dalam 3 tipe pemaknaan penonton, yaitu Dominant-Hegemonic Position, Negotiated dan Oposition. Informan III setuju dengan kehadiran Kuis Kebangsaan dan tidak ada masalah dengan adanya Wiranto-Hary Tanoe serta Partai Hanura dalam kuis. Ia menyukai konsep kuis yang ditayangkan. Ia juga tidak ada masalah dengan semua bagian kuis yang berhubungan dengan Wiranto-Hary Tanoe dan partai Hanura. Ia beranggapan jika Kuis Kebangsaan dapat menambah elektabilitas partai Hanura dan Wiranto-Hary Tanoe. Menurutnya, Wiranto dan Hary Tanoe kreatif karena mempunyai ide untuk memunculkan kuis yang mendidik serta menambah wawasan dan informasi seputar Indonesia. Itu merupakan bentuk pencitraan yang ditampilkan Wiranto-Hary Tanoe dalam Kuis Kebangsaan. Peneliti memilih Informan II dan IV yang masuk kedalam posisi penonton Negotiated Position. Dari hasil wawancara, ditemukan bahwa terdapat beberapa bagian kuis yang disukai dan disetujui oleh kedua informan ini. Namun di sisi lain, terdapat pula bagian-bagian yang oleh keduanya dianggap bertentangan dengan apa yang mereka pahami. Informan II dari awal kuis tayang, ia merasa lucu karena kuis mengarah ke satu calon yang mendeklarasikan diri, jika mereka adalah calon presiden dan wakil presiden dari satu partai. Menurutnya, konsep kuis tidak nyambung dengan judul serta isinya dan ada unsur politik yang kental. Ini merupakan salah satu cara baru berkampanye yang dilakukan oleh Wiranto dan Hary Tanoe untuk lebih memperkenalkan dan mempromosikan diri serta partai yang mengusung, yaitu Partai Hanura. Informan menyatakan tidak setuju pada bagian-bagian, seperti judul yang tidak nyambung dengan isi, kehadiran pengisi acara yang merupakan anggota dan calon legislatif dari partai Hanura. Kehadiran Kuis Kebangsaan membentuk citra positif dan negatif terhadap Wiranto dan Hary Tanoe. Namun menurut informan II, pencitraan Wiranto dan Hary Tanoe yang sesuai dengan yang dipikirkan olehnya belum ada ditemukan dalam Kuis Kebangsaan. Kuis hanya memperkuat, tidak menampilkan pencitraan yang mendalam. Informan II 8
mengatakan jika sah saja membuat acara kuis, namun jangan dimasukkan unsur politik. Hal ini bisa saja tidak menampilkan kesan yang baik di mata masyarakat, justru sebaliknya. Pencitraan baik yang ingin dibangun, tetapi malah terjadi penolakan dari masyarakat. Informan IV saat pertama kali menyaksikan kuis, berfikir ternyata ini cara Wiranto dan Hary Tanoe mau mempromosikan diri untuk mengambil hati masyarakat. Ia setuju dengan judul kuis jika dikaitkan dengan soal atau pertanyaan yang isinya tentang Indonesia. Jadi ada kesinambungan dengan kata Kebangsaan yang menjadi judul kuis. Namun, jika dikaitkan dengan Wiranto dan Hary Tanoe judul tersebut tidak ada kesinambungannya. Begitupun dengan password, pengisi acara, dan sponsor. Tetapi, karena mau mengambil simpati masyarakat informan IV merasa jika itu adalah salah satu trik Wiranto dan Hary Tanoe. Apalagi kuis tayang di televiso milik Hary Tanoe, jadi Hary Tanoe yang berhak. Di awal kuis tayang, Informan I merasa penasaran dengan kuis, karena menjadi perbincangan dikalangan teman kampusnya. Namun, setelah menyaksikan informan I tidak setuju dengan adanya kuis tersebut. Ia merasa jika kuis tidak murni sepenuhnya kuis biasa, ada unsur politik yang melekat. Hal ini terlihat jelas dari beberapa bagian dari kuis yang didalammnya terdapat unsur politik, seperti penyelenggara kuis, password, pengisi acara, serta sponsor. Sehingga, walaupun kuis itu isinya berhubungan dengan sejarah Indonesia dan hal-hal yang terkait dengan Indonesia, tetapi di dalamnya tetap ada unsur politik, ia menolak dengan keras. Ia menganggap Hary Tanoe berlebihan menggunakan media yang dimilikinya dan tidak menempatkan medianya sesuai dengan fungsi media. Kuis Kebangsaan dijadikan sarana untuk pencitraan dan menarik hati penonton serta untuk mempromosikan pasangan Wiranto-Hary Tanoe dan Partai Hanura. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Pemaknaan penonton terhadap pencitraan bakal calon presiden dan calon wakil presiden melalui tayangan Kuis Kebangsaan di RCTI adalah jika Kuis Kebangsaan dijadikan sarana untuk memperkenalkan dan mempromosikan Wiranto-Hary Tanoesoedibjo serta Partai Hanura. 2. Pemaknaan penonton terhadap pencitraan bakal calon presiden dan calon wakil presiden melalui tayangan Kuis Kebangsaan di RCTI, ternyata memunculkan ketiga kategori pemaknaan, yaitu dominant-hegemonic, negotiated dan oppositional. Penuturan para informan mengenai pencitraan bakal calon presiden dan calon wakil presiden Wiranto dan Hary Tanoesoedibjo, melalui Kuis Kebangsaan di RCTI maupun di media lain, dapat mempengaruhi posisi kategori Informan berdasarkan kajian resepsi. Informan I termasuk ke dalam kategori oppositional. Informan II termasuk ke dalam kategori negotiated. Informan III termasuk ke dalam kategori dominathegemonic. Informan IV juga termasuk dalam kategori negotiated.
9
3. Berdasarkan hasil wawancara dengan keempat informan, faktor-faktor yang mempengaruhi posisi penonton adalah pendidikan, pekerjaan, dan pengetahuan lainnya terkait pencitraan. Saran Pencitraan tidak hanya dapat dilakukan melalui kuis. pencitraan juga dapat dilakukan oleh siapapun. Untuk itu peneliti mengharapkan ada penelitian lain terkait pencitraan yang dilakukan oleh seseorang atau lembaga, dengan menggunakan analisis resepsi. Karena analisis resepsi kajiannya lebih mendalam dan melihat bagaimana khalayak/penonton/pembaca dalam memaknai teks. DAFTAR PUSTAKA Anggara, Dwiko Surya. 2012. Pemaknaan Pembaca Terhadap Identitas Kaum Gay dalam Novel. Medan: Skripsi Mahasiwa FISIP USU Ardianto, Elvinaro & Lukiati K. Erdiyana. 2004. Komunikasi Massa: Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. Ardianto, Elvinaro & Bambang Q-Anees. 2007. Filsafat Ilmu Komunikasi.Bandung: Simbiosa Rekatama Media. Arifin, Anwar. 2003. Komunikasi Politik. Jakarta: Balai Pustaka. Baran, Stenley. J & Dennis K. Davis. 2010. Teori Komunikasi Massa: Dasar, Pergolakan, dan Masa Depan. Jakarta: Salemba Humanika. Damsar. 2010. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta: Kencana. Effendy, Onong Uchjana. 2006. Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya. Ferguson, Marjorie & Peter Golding. 1997. Cultural Studies in Question Great. Britain: Sage. Hadi, Ido Prijana. 2009. Penelitian Khalayak dalam Perspektif Reception Analisys– Jurnal Ilmiah SCRIPTURA. Surabaya: Universitas Kristen Petra. Vol. 3, No. 1, Januari 2009: 69 – 84. Moleong, Lexy J. 2000. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Morrisan & Andy Corry Wardhany. 2009. Teori Komunikasi. Bogor: Ghalia Indonesia. Morissan, Andy Corry Wardhany & Farid Hamid. 2010. Teori Komunikasi Massa. Bogor: Ghalia Indonesia. Muhadjir, N. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi IV. Yogyakarta: Rake Sarasin. Poerwandari, E Kristin. 2005. Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi. Jakarta: FP Universitas Indonesia. Soehartono, Irawan. 2008. Metode Penelitian Sosial: Suatu Teknik Penelitian Bidang Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya, Bandung: Remaja Rosdakarya.
10