PEMAKAIAN BEGESTING PADA GEDUNG BERTINGKAT
Kusdiman joko Priyanto
ABSTRAK Pada setiap pembangunan gedung khususnya gedung bertingkat selalu dibutuhkan adanya alat bantu berupa konstruksi begesting. Begesting merupakan konstruksi yang bersifat sementara, yang cara kerjanya merupakan satu kesatuan dengan acuan dan perancah untuk membentuk dan menempatkan beton bertulang pada kondisi yang dikendaki,misalnya untuk mencetak dan membentuk plat lantai, balok, kolom dan sloof. Konstruksi begsting harus direncanakan sedemikian hingga mampu untuk menahan beban yang bekerja baik beban mati ( dead load ) maupun beban hidup ( live load ), yang meliputi beban berat sendiri, beton segar, beban berguna, peralatan, pekerja dan beban lain selama masa pelaksanaan. Dalam pelaksanaan konstruksi begesting perlu mempertimbangkan dan memperhitungkan beberapa aspek, antara lain adalah mutu bahan begesting dan kesesuaian pemakaian begesting. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kelayakan bahan yang dipakai dan pemakaian konstruksi begesting yang tepat, aman ekonomis. Kata kunci : konstruksi begesting, gedung bertingkat, beban kerja. 1. Pendahuluan Sebelum proses pelaksanan pembangunan gedung, ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan secara matang, salah satunya adalah persiapan konstruksi begesting. Konstruksi begesting harus sudah dibuat terlebih dahulu sebelum proses pengecoran beton (beton plat lantai, balok, kolom, sloff dan pondasi), dengan melihat beberapa aspek untuk mencapai hasil pekerjaan yang diharapkan. Untuk itu diperlukan ketelitian dan kejelian dalam memilih jenis bahan maupun model/sisitem konstruksi. Konstruksi begesting yang sering digunakan adalah konstruksi dengan menggunakan bahan kayu papan yang di topang oleh acuan dan perancah dari kayu, bamboo, dolken maupun dari besi. Perencanaan dan pembuatan begesting atau kotak cetakan mencakup tiga aspek penting yaitu :
a. Mutu Kualitas hasil cetakan harus sesuai dengan bentuk, ukuran dan posisi yang
direncanakan, sehingga dalam pembuatan konstruksi begesting betul-betul teliti dan akurat. b. Keamanan Konstruksi begesting dan perancahnya harus mampu menahan beban yang bekerja, baik beban mati ( berat konstruksi ) maupun beban berguna (nbeban hidup ), sehingga tidak membahayakan bagi pekerja atau keruntuhan salama masa pelaksanaan. c. Biaya Konstruksi begsting dan perencah harus dapat menghasilkan konstruksi yang efisien serta hemat dalam segi waktu dan biaya pada pelaksanaan pembangunan tersebut. Pemilih jenis bahan dan model / system pelaksanaan sangat diperlukan dalam pembuatan konstruksi begesting. Pemilihan jenis bahan yang digunakan dan model / system pelaksanaan sangat menentukan kekuatan dan besarnya biaya yang dibutuhkan, sehingga dalam pembuatan begesting perlu
direncanakan sesuai dengan kebutuhan dan besarnya beban yang bekerja. Pada pelaksanaan pembangunan gedung bertingkat perlu diperhitungkan terhadap aspek mutu, keamanan, dan biaya dari pembuatan begesting tersebut. Pada kenyataan bahwa pada pembangunan gedung bertingkat biaya begesting bisa mencapai kurang lebih 30% dari nilai setruktur betonnya. Penghematan biaya pembuatan begesting akan dicapai tergantung dari kondisi daerah dan pengalaman dalam pemilihan jenis bahan dan model / system pelaksanaan.
2. Jenis Bahan a. Bahan kayu Kayu yang sering dipakai untuk konstruksi begesting pada umumnya kayu cemara Eropa atau kayu cemara Amerika yang dibelah menjadi papan kayu. Namun dapat juga digunakan kayu jenis lain asalkan memenuhi kekuatan yang disyaratkan untuk konstruksi begesting. Sebagai material untuk konstruksi begesting, kayu mempunyai sifat yang menguntungkan yaitu : a. Harga relative murah dan mudah didapat. b. Mudah untuk dikerjakan dengan alat sambung sederhana. c. Isolasi termis yang sangat baik. d. Dapat menerima tumbukan dan getaran yang baik ditempat didirikannya bangunan. e. Kekuatna yang besar pada suatu massa volume yang kecil. Namun demikian, dammar yang dihasilkan dalam kayu merupakan sebuah unsur yang dapat menimbulkan ganguan dalam pengerjaan kayu dan menimbulkan bekas pada kulit beton. Kayu mempunyai kepekaan terhadap waktu pembenaan, yaitu jangka waktu ditempatkannya secara aktif suatu muatan diatas konstruksi tersebut. Sebuah konstruksi kayu dibebani aktif, maka akan segera mengalami perubahan bentuk tertentu. Perubahan bentuk ini akan meningkat bibawah suatu muatan yang
konstan. Setelah muatan tersebutdilepas akan mengalami pengeperan kembali secara berlahan dan elastis, akhirnya meninggalkan deformasi yang tetap. Pada pembebanan yang dilakukan berulang kali, kayu akan tetap elastis. b. Pelat Tripleks ( Multipleks ) Tripleks terdiri dari sejumlah ganjil lapisan kayu finer yang direkatkan bersilang satu diatas yang lainnya, dimana ketebalan satu lapis finer 1.5 mm – 2 mm dan 3 mm dengan asumsi setiap lapis finer dari satu pelat tidak harus sama tebal dan dari jenis kayu yang sama. Tripleks yang berperan sebagai material kontak, dapat salah satu atau kedua lapisan luar dibuat dari jenis kayu yang tahan lama. Dengan demikian dapat dicapai ketahanan yang lebih besar terhadap keausan, kekuatan, lentikan dan kekuatan yang tinggi pada beban pembiayaan yang relatif murah.
c. Hardboard Merupakan material pelat yang terbuat dari serat kayu yang dihaluskan dan di bentuk dari sebuah pelat. Pelat yang ekstra berat (super hardboard) dibentuk lewat perkerasan kembali pelat serat yang dipres. Pada pengerjaan ini, kekuatan dan ketahanan terhadap perubahan cuaca dan terhadap bahaya keausan ditingkatkan .
d. Pelat Serpih Kayu Pelat serpih kayu dibuat dari bagian kecil kayu yaitu serpihan kayu yang berbentuk dan ukurannya bervariasi. Serpihan ini disatukan dalam bentuk pelat pada temperature yang ditingkatkan dan dibawah satu tekanan oleh lem yang terbuat dari dammar buatan. Untuk mencegah membengkaknya pelat serpih dalam sebuah lingkungan yang lembab, lem dicampur dengan bahan yang dapat mengisolir air ( bahan yang menyerupai parafin ).
e. Alumunium
Adanya hal tertentu dalam alumunium yang lebih menguntungkan dibanding dengan baja, maka material alumuniumlebih sesuai untuk begesting. Hal ini Karena beratnya yang lebih ringan dan tidak memerlukan pemeliharaan yang besar seperti baja.
terhadap bahaya keausan. Diperoleh dalam berbagai bentuk dan sangat sesuai untuk pembuatan sambungan dan bisa digabungkan dengan material lainnya. Tahan terhadap lingkungan dasar dari spesi beton.
Alumunium merupakan campuran yang paling sesuai untuk begesting adalah tipe AlMg-Si (campuran dengan kadar magnesium dan Silsilium yang rendah). Mempunyai tingkat kekerasan 750 – 1200 N/mm2 dan modulus kekenyalannya 70 – 75 N/mm2. Profil yang bersifat khusus telah dikembangkan yang terjadi dari profil penyangga dan profil kotak atau profil panel yang dapat digunakan untuk bidang yang berbentuk lengkung, seperti terowongan dan reservoir air. Desain ini dapat pula digunakan untuk dinding penopang karena beratnya yang ringan. Jenis matrial ini harus mempunyai persyaratan : Dibuat dan dipasang sesuai dengan bentuk, ukuran dan posisi seperti yang disyaratkan. Cukup kuat untuk menahan tekanan atau beban akibat dari beton basah, beban pelaksanaan, getaran akibat alat getar, dan beban lainnya tanpa mengakibatkan kerusakan konstruksi. Perancangan harus didasarkan pada kemudahan pemasangan, pembukaan, cepat dan biaya murah. System yang dipakai tidak menghambat pekerjaan selanjutnya. Ranngan system sambungan harus baik dan tidak rusak/bocor pada saat proses penuangan/pengecoran beton.
Dalam penggunaanya sebagai material begesting, para pengguna harus jeli pada saat akan menggunakannya, karena baja mempunyai beberapa kekurangan, yaitu : Berat massa yang cukup tinggi, yaitu sekitar 7850 kg/m3 Akibat cuaca dapat terjadi karat (korosi) Mempunyai daya hantar termis yang relative cukup besar.
f. Besi dan Baja Material besi dan baja digunakan dalam bentuk dan kualitas sebagai alat penghubung. Disamping itu berfungsi sebagai material / kompenen pembantu pada begesting tradisional hingga sepenuhnya berfungsi sebagai konstruksi penyangga dan konstruksi begesting. Dalam fungsinya sebagai material begesting, besi dan baja mempunyai beberapa keuntungan sebagai berikut : Mempunyai kekuatan yang tinggi ( modulus kekenyalan besar) Susunannya yang homogen Mempunyai tingkat kekerasan yang tinggi dan tahan
Penggunaan baja dalam teknik begesting sangat bervariasi, mulai dari paku, baut, mur hingga system begesting secara lengkap. Dapat dikombinasikan dengan material lainnya, misalnya sebuah panel begesting yang terdiri dari dinding tripleks, ditopang oleh rusuk baja dan dikelilingi oleh sebuah bingkai baja dan berbagai kemungkinan penghubung untuk panel yang berdampingan serta gelagar penyangga. 3. a. a.1
a.2
a.3
Perancangan Konstruksi Beban Rencana Beban Mati (dead load) yang terdiri dari beban sendiri beton, acuan (cetakan) dan perancah. Dalam analisa menurut ACI-347 berat cetakan diambil sebesar 50 kg/m3, atau sering kali beban rencana cetakan dan perancah diambil sebesar 10% dari berat sendiri beton yang bersangkutan. Dalam analisa praktis, beban mati dianggap sama dengan 1.10 dari berat sendiri beton yang bersangkutan. Beban Hidup (live load) selama pelaksaan, yang meliputi beban pekerja, peralatan, beban kejut dan beban bergerak lainnya yang akan hilang setelah pelaksnaan berakhir. Menurut ACI-347 memberikan besaran beban hidup rencana minimum sebesar 250 kg/m2, atau seringkali diambil sebesar 50% dari berat sendiri beton yang bersangkutan. Dalam analisa praktis, beban mati dan beban hidup diambil 1.60 dari berat sendiri beton yang bersangkutan selama masa pelaksaan. Menurut ACI-347 selanjutnya juga memberikan rekomendasi bahwa untuk
perancangan perancah tersebut harus mampu memikul 1.50 kali beban rencana, sehingga dengan demikian perancah harus dirancang trhadap beban sebesar 1.50 kali dari (berat sendiri D + berat cetakan dan perancah 0.10 D + beban hidup selama pelaksaan konstruksi 0.50 D) = 2.40 D. b.Faktor yang diperhitungkan Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam merencanakan konstruksi begesting : Kapasitas struktur dalam memikul beban. Berat sendiri beton basah, cetakan dan perancah. Beban hidup selama pelaksaan konstruksi (construction live load). Mutu beton yang disyaratkan. Siklus waktu dalam pengecoran. Kekuatan dasar lantai yang menunjang lantai yang di cor. Bentang struktur antar kolom. Jenis dari perancah yang digunakan. c. Asumsi dalam perencanaan Dalam perancangan suatu konstruksi begesting, semuanya tidak lepas dari beberapa asumsi/anggapan sebagai berikut : Perancah harus kuat dan kaku dibandingkan dengan pelat lantai. Lantai yang dihubungkan oleh perancah akan mengalami lendutan yang sama besar pada saat dibebani, sehingga setiap lantai akan menerima beban sesuai dengan kekakuannya. Perancah pada lantai dasar sangat kaku. Pengaruh rangkak (creep) dan susut (shrinkage) tidak diperhitungkan. 4.
Kegagalan konstruksi Ada kalanya dijumpai konstruksi bangunan yang mengalami kegagalan struktur akibat dari perencanaan konstruksi begesting yang tidak baik. Hal ini tertuna perlu dicermati terhadap persiapan dalam pembuatan konstruksi begesting, yang merupakan konstruksi pertama yang menompang terhadap berdirinya suatu bangunan. a. Akibat acuan atau cetakan Perencanaan dan pembuatan acuan dan cetakan yang kurang sempurna seringkali menghasilkan beberapa akibat yang tidak diharapkan antara lain adalah :
Ukuran tidak sesuai dengan rencana. Bentuk penampang tidak sesuai dengan rencana. Posisi dan penempatan tidak sesuai dengan rencana. Cacat pada permukaan beton. Hasil kurang baik akibat dari pemakaian ulang yang berlebihan. Akibat dari kegagalan tersebut diatas dapat mengakibatkan beberapa hal, antara lain adalah : Tambahan pekerjaan untuk penyesuaian ukuran dan bentuk yang dilakukan karena kebutuhan arsitektur dan kebutuhan pekerjaan mekanik dan elektrik. Kebutuhan nilai struktur, karena ukuran yang menghasilkan lebih kecil dari rencana. Pembongkaran struktur karena posisi dan penempatan yang keliru. Penambahan biaya dan waktu pelaksaan. b. Akibat Perancah Kegagalan dan keruntuhan sebagai atau keseluruhan struktur dapat diakibatkan oleh salah satu atau beberapa penyebab seperti dibawah ini. b.1 Pelepasan Perancah Terlalu Awal Pelepasan Perancah Yang Terlalu Awal Sebelum beton cukup umur dalam memikul berat sendiri dan beban kerja diatasnya mempunyai tingkat resiko yang besar. Hal ini disebabkan struktur tersebut sangat rawan terhadap gaya gesernya dan ledutannya. Kegagalan tersebut dapat mengakibatkan beberapa hal, antara lain adalah : Ledutan yang berlebihan pada struktur. Retakan pada struktur. Penurunan kekuatan ( strength) struktur. Penurunan keawetan ( durability) struktur. Penurunan daya layan (serviceability) struktur. Keruntuhan struktur. Semua kegagalan tersebut berpengaruh pada mutu, kualitas, biaya dan waktu penyelesaian pekerjaan dan keamanan pekerja tau peghuni bangunan. b.2 Ketidakstabilan perancah perencaan perancah biasanya tidak ditentukan oleh kekuatan bahan perancah,
tetapi lebih banyak ditentukan oleh bahaya tekuk / ketidakstabilan perancah, hal ini disebabkan oleh beberapa hal antara lain adalah : Jumlah penunjang yang dipakai sedikit dan kurang rapat. Ukuran penampang bahan perancanh terlalu langsing atau kecil bila dibandingkan dengan ketinggian bangunan. Jumlah dan penempatan pengaku yang tidak tepat. Kondisi perancah yang sudah tidak memadai sehingga tidak layak dipakai. Perancah tidak tepat menumpu ctakan dari beton yang akan dituangkan. Perancah berada pada tanah yang tida stabil. Perancah pengalami pergerakan lateral saat pengecoran akibat beban cor yang tidak simetris terutama pada balok besar dan struktur yang bermassa besar. Perancah megalami pergerakan vertical akibat dari getaran peralatan kerja seperti alat penggetar ( vibrator) dan pompa beton ( concrete pump) Perencanaan perancah yang kurang baik, dimana beban rencana yang dipakai lebih kecil. Kebutuhan peranah lebih dari satu tingkat. Kegagalan dan kurang stabilnya perancah terutama dijumpai pada struktur yang sangat tinggi yang menimbulkan beban berat pada puncaknya dan sangat peka terhadap beban yang sangat eksentris dan beban lateral. Beban mati dan beban hidup seringkali selama konstruksi dari satu lantai melampaui kemampuan pikul dari lantai pendukung perancah dibawahnya, maka perlu dibutuhkan perancah yang lebih besar untuk mengatasi beban dan ledutan yang berlebihan dari lantai pendukung tersebut.
5. Penutup Proses perencaan begesting perlu memperhatikan dan memperhitungkan terhadap aspek mutu, keamanan dan ekonomis yang memegang peranan penting dalam menentukan keberhasilan pelaksaan pembangunan gedung bertingkat. Dengan perencaan dan persiapan
begesting yang baik akan dapat menekan tingkat keborosan sekitar 30% dari nilai struktur. Salah satu perencaan begesting yang baik dengan mempertimbangkan dan melakukan pemilihan bahan / material yang tepat dan berkualitas. Tetapi masih dijumpai adanya kegagalan akibat kesalahan dalam pelaksaan,misalnya terlalu awal dalam pelepasan begesting dengan tujuan mengejar waktu pelaksaan walaupun beton tersebut belum cukup umur, sehingga tidak mampu memikul beran sendiri dan beban kerja diatasnya.
DAFTAR PUSTAKA 1. F. Wighbout “Pedoman Tentang Begesting (Kotak Cetak) “Erlangga Jakarta,1992. 2. R. Sagel, P. Kole, Gideo Kusuma “Pedoman Pengerjaan Beton “Erlangga Jakarta, 1994. 3. Andi Tenrisukki. T “Konstruksi Begesting Dalam Pembangunan Gedung Bertingkat” Medkom Teksi, 1999.