PEMAHAMAN TERHADAP AL-QUR’AN DALAM RUBRIK TAUSIYAH DI MAJLIS TAFSIR AL-QUR’AN
Oleh: Mir’atun Nisa’, S.Th.I NIM : 08 213 538
TESIS Diajukan kepada Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Magister Studi al-Qur’an dan Hadis
YOGYAKARTA 2011
i
PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
: Mir’atun Nisa’, STh.I
NIM
: 08213538
Jenjang
: Magister
Program Studi
: Agama dan Filsafat
Konsentrasi
: Studi Qur’an Hadis
menyatakan
bahwa
naskah
tesis
ini
secara
keseluruhan
adalah
hasil
penelitian/karya saya sendiri, kecuali pada bagian-bagian yang dirujuk sumbernya.
ii
iii
iv
NOTA DINAS PEMBIMBING Kepada Yth. Direktur Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Assalamu’alaikum wr.wb. Setelah melakukan bimbingan, arahan dan koreksi terhadap penulisan tesis yang berjudul : PEMAHAMAN TERHADAP ALAL-QUR’AN DALAM RUBRIK TAUSIYAH DI MAJLIS TAFSIR ALAL-QUR’AN yang ditulis oleh : Nama
: Mir’atun Nisa’, STh.I
NIM
: 08 213 538
Jenjang
: Magister
Prodi
: Agama dan Filsafat
Konsentrasi
: Studi Qur’an Hadis
Saya berpendapat bahwa tesis tersebut sudah dapat diajukan kepada Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga untuk diujikan dalam rangka memperoleh gelar Magister Studi Islam
Wassalamu’alaikum wr.wb. Yogyakarta, 18 Februari 2011
v
MOTTO
ﺴﻬﹺﻢ ِ ﺎﹺﺑﺄﹶﻧ ﹸﻔﻭﺍ ﻣﻴﺮﻐ ﻳ ﻰﺣﺘ ﻮ ﹴﻡ ﺎﹺﺑ ﹶﻘﺮ ﻣ ﻴﻐ ﻳﷲ ﹶﻻ َ ﹺﺇ ﱠﻥ ﺍ [ 11:ﺪ ] ﺍَﹶﻟﺮﻋ
Tidak ada orang yang lebih disia-siakan hidupnya, daripada dia yang diharuskan menerima apa adanya, saat yang lebih baik masih mungkin baginya. Jika yang lebih baik bagimu masih mungkin, mengapakah engkau berhenti pada yang ada? [Mario Teguh]
vi
ABSTRAK Pemahaman terhadap al-Qur’an muncul dalam beragam ekspresi. Salah satunya diekspresikan melalui tulisan-tulisan keagamaan dalam sebuah rubrik di media massa. Seperti rubrik bernama Taus{iyah, di dalamnya termuat teks-teks pemahaman terhadap al-Qur’an dengan tema-tema seputar peristiwa aktual di masyarakat. Hal ini merupakan fenomena pemahaman al-Qur’an di tengah masyarakat yang realistis untuk diteliti. Terlebih rubrik Taus{iyah memilih media internet sebagai media yang kini digandrungi publik. Terlebih lagi, rubrik Taus{iyah lahir dari sebuah lembaga yang menamakan dirinya Majlis Tafsir AlQur’an. Sebuah Majlis dengan nama dan tujuan yang berfokus pada kajian alQur’an. Oleh sebab itu, mengetahui bagaimana metodologi pemahaman terhadap al-Qur’an yang ditawarkan dalam rubrik tersebut menjadi tujuan dalam penelitian ini. Selain metodologi, wacana yang digemakan dalam teks-teks tersebut tak terkecuali menjadi tujuan penelitian ini. Mengetahui metodologi pemahaman al-Qur’an meniscayakan adanya teori yang dipakai dalam penelitian. Landasan teori dalam penelitian ini adalah teori yang diintrodusir oleh Islah Gusmian dengan alasan teori ini telah digunakan untuk meneliti khazanah tafsir di Indonesia, juga teori ini memberikan pembedaan yang jelas antara teknik penafsiran dengan aspek pemaknaan [hermeneutik]. Sebagai pengayaan teori dalam beberapa bagian, tidak dikesampingkan pula teori yang sudah populer dalam studi tafsir yakni metodologi penafsiran al-Farma@wi@. Berpijak pada teks-teks dalam rubrik Taus{iyah, penelitian ini tergolong penelitian kepustakaan. Metode pengolahan data primer berupa teks-teks yang dipublikasikan dari Januari hingga September 2010 dan data sekunder berupa literatur penunjang dengan menggunakan metode analisis deskriptif, yakni memaparkan apa adanya berdasarkan pemahaman peneliti. Untuk mengetahui wacana dalam teks-teks tersebut, digunakan pendekatan analisis wacana yang mencakup tiga elemen; struktur makro, struktur skematis, yang keduanya dapat diketahui melalui analisis metodologis dengan kerangka teori yang dipakai, dan struktur mikro melalui interpretasi terhadap pesan teks. Proses analisis dilakukan dengan menguraikan persoalan-persoalan yang didapatkan kemudian memasukkan teks-teks yang diteliti sesuai persoalan tersebut guna didapatkan pemaparan yang utuh dan sistematis. Hasil yang diperoleh dari penelitian menunjukkan bahwa metodologi pemahaman al-Qur’an dalam rubrik Taus{iyah dilihat dari aspek tehnis penulisan menggunakan sistematika penyajian tematik, bentuk penyajian global, gaya bahasa populer, bentuk penulisan non ilmiah, sifat penulis individu, menggunakan literatur non akademik dengan tanpa keterangan sumber rujukan. Penelusuran terhadap aspek pemaknaan [hermeneutik] menunjukkan bahwa metode yang dipakai adalah riwayat, nuansa pemahamannya teologis, psikologis dan sosial kemasyarakatan. Pendekatannya adalah tekstual. Secara struktural, teks-teks tersebut terdiri atas paparan pembuka, isi dan penutup. Konstruksi wacana yang terbangun adalah seputar akhlak, dakwah dan akidah yang ditampilkan dengan model pemahaman literalis skripturalis yang memiliki kelemahan di antaranya ketidakmampuan model ini dalam menjawab problem yang diketengahkan. vii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB LATIN
Transliterasi kata-kata Arab yang dipakai dalam penyusunan skripsi ini berpedoman pada Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia tertanggal 22 Januari 1988 Nomor: 157/1987 dan 0593b/1987. Konsonan Tunggal Huruf Arab
Nama
Huruf Latin
Keterangan
ﺍ ﺏ ﺕ ﺙ ﺝ ﺡ ﺥ ﺩ ﺫ ﺭ ﺯ ﺱ ﺵ ﺹ ﺽ
Alif
tidak dilambangkan
tidak dilambangkan
ba'
b
be
ta'
t
te
sa'
s|
es (dengan titik di atas)
jim
j
je
ha'
}h
ha (dengan titik di bawah)
kha'
kh
dal
d
de
Ŝal
Ŝ
zet (dengan titik di atas)
ra'
r
er
zai
z
zet
sin
s
es
syin
sy
es dan ye
sād
}s
es (dengan titik di bawah)
dad
}d
de (dengan titik di bawah)
viii
ka dan ha
ﻁ ﻅ ﻉ ﻍ ﻑ ﻕ ﻙ ﻝ ﻡ ﻥ ﻭ ﻩ ﺀ ﻱ
ta'
}t
te (dengan titik di bawah)
za'
}z
zet (dengan titik di bawah)
'ain
`
koma terbalik di atas
gain
g
ge
fa'
f
ef
qāf
q
qi
kāf
k
ka
lam
l
'el
mim
m
'em
nun
n
'en
wawu
w
w
ha'
h
ha
hamzah
'
apostrof
ya'
y
ye
Konsonan Rangkap karena Syaddah Ditulis Rangkap
ﻣﺘﻌﻘﺪﻳﻦ
Ditulis
muta‘aqqidīn
Ditulis
‘iddah
ﻋﺪﺓ Ta' marbutah 1. Bila dimatikan Ditulis h
ﻫﺒﺔ ﺟﺰﻳﺔ
Ditulis
hibbah
Ditulis
jizyah
ix
(ketentuan ini tidak diperlakukan terhadap kata-kata Arab yang sudah terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti shalat, zakat, dan sebagainya, kecuali bila dikehendaki lafal aslinya). a. Bila diikuti dengan kata sandang ‘al serta bacaan kedua itu terpisah, maka Ditulis dengan h Ditulis
ﻛﺮﺍﻣﺔ ﺍﻷﻭﻟﻴﺎﺀ
karāmah al-auliyā'
b. Bila ta` marbutah hidup atau dengan harkat, fathah, kasrah dan dammah Ditulis t. Ditulis
ﺯﻛﺎﺓ ﺍﻟﻔﻄﺮ
zakātul fi}tri
Vokal Panjang 1
2
3
4
Ditulis
ā
Ditulis
jāhiliyyah
Ditulis
ā
Ditulis
yas‘ā
kasrah + ya' mati
Ditulis
ī
ﻛﺮﱘ
Ditulis
karīm
dammah + wawu mati
Ditulis
ū
ﻓﺮﻭﺽ
Ditulis
furū}d
fathah + alif
ﺟﺎﻫﻠﻴﺔ fathah + ya' mati
ﻳﺴﻌﻰ
Vokal Rangkap 1
2
Fathah + ya' mati
Ditulis
ai
ﺑﻴﻨﻜﻢ
Ditulis
bainakum
Fathah + wawu mati
Ditulis
au
ﻗﻮﻝ
Ditulis
Qaulun
x
Vokal Pendek yang Berurutan dalam Satu Kata Dipisahkan dengan Apostrof
ﺃﺃﻧﺘﻢ ﺃﻋﺪﺕ ﻟﺌﻦ ﺷﻜﺮﰎ
Ditulis
a'antum
Ditulis
u'iddat
Ditulis
la'in syakartum
Kata Sandang Alif + Lam Bila diikuti Huruf Qamariyyah
ﺍﻟﻘﺮﺁ ﻥ ﺍﻟﻘﻴﺎﺱ
Ditulis
al-Qur'ān
Ditulis
al-Qiyās
ج
Bila diikuti huruf Syamsiyyah Ditulis dengan menggandakan huruf Syamsiyyah yang mengikutinya, serta menghilangkan huruf l (el)nya.
ﺍﻟﺴﻤﺂﺀ
Ditulis
as-Samā'
ﺍﻟﺸﻤﺲ
Ditulis
asy-Syams
Penulisan Kata-kata dalam Rangkaian Kalimat
Ditulis menurut bunyi pengucapannya dan menulis penulisannya.
ﺫﻭﻱ ﺍﻟﻔﺮﻭﺽ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺴﻨﺔ
Ditulis
Ŝawī al-furūd
Ditulis
ahl as-sunnah
xi
KATA PENGANTAR
Sebuah karya dalam bentuk apapun merupakan sebentuk kesyukuran atas potensi yang dianugerahkan. Demikian pula dengan karya tulis dalam bentuk tesis dengan judul “Pemahaman Terhadap Al-Qur’an Dalam Rubrik Taus{iyah Di Majlis Tafsir Al-Qur’an”. Sesederhana apapun tulisan ini merupakan kesyukuran atas keilmuan yang penulis dapatkan, meski kesyukuran yang jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, dengan terselesaikannya karya tesis ini, sangat patut bagi penulis untuk mengucap rasa syukur kepada Allah S.W.T. atas segala anugerah yang dihadiahkan kepada penulis, termasuk anugerah kelancaran dalam proses penulisan karya ini melalui bantuan, bimbingan dan kasih sayang dari berbagai pihak yang terkait. Tanpa kebaikan hati dan “tangan-tangan” mereka, barangkali karya ini tak dapat terwujud indah. Karena itu, dalam kesempatan ini penulis hendak menghaturkan terimakasih kepada mereka yang sangat mendukung penyelesaiannya. Pertama, kepada Prof. Dr. H. Musa Asy’arie selaku Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Kedua, kepada Prof. Dr. H. Khoiruddin Nasution, M.A. selaku Direktur Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga beserta Asisten Direktur I, Dr. Yani Anshori, M.A., Asisten Direktur II, Prof. Dr. H. Sutrisno, M.Ag., dan Asisten Direktur III, Prof. Dr. Ratno Lucito, M.A.
xii
Ketiga, kepada Dr. Alim Ruswantoro selaku Ketua Prodi Agama dan Filsafat Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga beserta sekretaris, Dr. H. Abdul Mustaqim, M.Ag. Keempat, kepada Dr. H. A. Malik Madaniy, M.A. sebagai Pembimbing tesis. Penulis sangat berterimakasih kepada beliau yang telah meluangkan waktu di tengah kesibukan beliau untuk memberikan bimbingan, arahan, masukan dan koreksi terutama berkaitan dengan bahasa Arab sehingga membuat penulis semakin menyadari bahwa penguasaan bahasa Arab penulis masih jauh dari yang semestinya. Kelima, kepada Dr. Hamim Ilyas, M.A. sebagai Dosen Pengajar sekaligus Penguji tesis. Penulis juga sangat berterimakasih kepada beliau atas masukan yang sangat berharga terkait dengan pembacaan kritis dalam penelitian sehingga membuat penulis semakin mengagumi kapasitas keilmuan dan logika pemikiran beliau. Keenam, kepada seluruh Dosen dan Staff Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, terutama Program Studi Agama dan Filsafat, khususnya kepada Ibu Etik dan Bapak Hartoyo yang dengan kinerja baik telah memberikan keteladanan juga bagi mahasiswa. Ketujuh, kepada Drs. Ahmad Sukina, Ketua Umum Majlis Tafsir Al-Qur’an, dan Drs. Medi, sekretaris Majlis Tafsir Al-Qur’an. Penulis berterimakasih atas perijinan penelitian dan kesediaan waktu untuk memberikan data dan informasi seputar Majlis Tafsir Al-Qur’an. Semoga penelitian ini dapat disarikan manfaatnya oleh Majlis Tafsir Al-Qur’an.
xiii
Kedelapan, kepada Drs. Abdurrahman Suparno sebagai Penanggungjawab rubrik Taus{iyah. Penulis pun berterimakasih atas kesempatan wawancara dan informasi terkait rubrik yang diteliti. Semoga rubrik Taus{iyah ke depan dapat lebih tercerahkan. Kesembilan, kepada kedua orangtua penulis, H. Muzafir dan Hj. NurYanah. Sungguh tidak ada kata-kata yang pantas untuk mewakili semua rasa syukur penulis kepada keduanya. Dengan semua yang telah keduanya persembahkan; do’a, motivasi, pelajaran dan keteladanan, perhatian tanpa batas, cinta yang ‘bukan cinta biasa’ dan kasih sayang yang tak berkesudahan, penulis hanya dapat berucap “luar biasa”. Kesepuluh, kepada keluarga penulis, terlebih saudara; Firman Susanto Noor [terimakasih untuk filosofi ikan dan air tawar], Lathifah, M.S.I [atas pelajaran kedahsyatan kelembutan, dua hal yang tampak kontradiktif], Achmad Ghoni [satu hal yang tak terlupakan “Tak perlu takut untuk menjadi kaya”], dan Taushiatul Hijriyyah [untuk pelajaran kesabaran dan ketulusan]. Terimakasih pula kepada teman-teman penulis di antaranya; semua teman kelas Pascasarjana jurusan Studi Qur’an Hadis angkatan 2008, terutama Wahyuni Eka Putri, M.S.I, yang terkondisikan untuk bersama menjalani proses penulisan tesis ini sehingga menjadi teman diskusi yang “terpaksa” harus memberikan motivasi, gagasan dan kritikan, sampai kemudian menemukan kata-kata ini “Jika sulit, jalani saja! Kita akan diteroboskan”. Terimakasih kepada Andriani Asna, M. Hum., yang juga menjadi referensi dalam pengerjaan tesis terutama persoalan teknis penulisan dan penyajian, meski terkadang harus berputar-putar antara
xiv
idealisme dan realitas, namun tetap berujung pada satu prinsip “Apapun yang anda inginkan, mungkinkan!”. Selanjutnya kepada Musfiyatul Muniroh, S.Pd.I, yang telah menjadi teman diskusi di segala musim. Tidak lupa kepada Imamatus Sholihah, S.Pd.I, yang selalu siap menjadi ‘peta hidup’ memberikan rute perjalanan ke gedung Majlis Tafsir Al-Qur’an sehingga penulis dapat “menaklukkan” kota tempat majlis tersebut berada. Terakhir, yang tak kalah penting, adalah rasa syukur untuk impian yang ditiupkan oleh-Nya sehingga menjadi penyebab dan pemantik semangat untuk segera merampungkan penulisan karya ini. Pada akhirnya tesis ini adalah upaya memantaskan diri meraih impian tersebut. Sebagai kelengkapan pengantar ini, penulis berharap semoga karya ini dapat memberikan kontribusi bagi penelitian kajian al-Qur’an. Guna perbaikan tulisan, penulis selalu membuka ruang saran dan kritik konstruktif terhadap penelitian ini.
Yogyakarta, 18 Februari 2011
Mir’atun Nisa’, S.Th.I
xv
PERSEMBAHAN
Tesis ini penulis persembahkan;
Untuk peminat studi Qur’an Selalu ada celah…
Teruntuk Ayah dan Ibu, yang terutama. Janji ini telah tertunaikan, kini. Ma’af atas penundaan…
Kepada hati yang kelak terdamaikan “..…adalah cinta yang membebaskan,
yang tak terbelokkan oleh kemiskinan dan kebodohan….”
xvi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .........................................................................................
i
PERNYATAAN KEASLIAN ...........................................................................
ii
PENGESAHAN DIREKTUR .......................................................................... iii PERSETUJUAN TIM PENGUJI .................................................................... iv NOTA DINAS PEMBIMBING........................................................................
v
MOTTO ............................................................................................................. vi ABSTRAK ......................................................................................................... vii PEDOMAN TRANSLITERASI ...................................................................... viii KATA PENGANTAR ....................................................................................... xii PERSEMBAHAN.............................................................................................. xvi DAFTAR ISI ...................................................................................................... xvii
BAB
I
: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ......................................................
1
B. Rumusan Masalah ...............................................................
7
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ........................................
7
D. Telaah Pustaka ....................................................................
8
E. Kerangka Teori.................................................................... 13 F. Metode Penelitian................................................................ 18 G. Sistematika Pembahasan ..................................................... 21 BAB II
: GAMBARAN UMUM MAJLIS TAFSIR AL-QUR’AN ..... 23 A. Sejarah Berdirinya ............................................................... 23 B. Visi dan Misi ....................................................................... 24 C. Struktur Lembaga ................................................................ 25 D. Aktifitas ............................................................................... 26 xvii
1. Pengajian ....................................................................... 26 a. Pengajian khusus ..................................................... 26 b. Pengajian umum ...................................................... 28 2. Pendidikan ..................................................................... 30 a. Pendidikan formal ................................................... 30 b. Pendidikan non formal ............................................ 31 3. Kegiatan Sosial.............................................................. 31 4. Ekonomi ........................................................................ 32 5. Kesehatan ...................................................................... 32 6. Penerbitan, Komunikasi dan Informasi ......................... 32 a. MTA FM ................................................................. 33 b. MTA TV.................................................................. 34 E. Rubrik Taus{iyah .................................................................. 35 BAB III
: METODOLOGI PEMAHAMAN TERHADAP AL-QUR’AN DALAM RUBRIK TAUSIYAH DI MAJLIS TAFSIR ALQUR’AN ................................................................................... 38 A. Seputar Teks Pemahaman Terhadap Al-Qur’an dalam Rubrik Taus{iyah .............................................................................. 38 B. Aspek Teknis Penulisan ...................................................... 41 1. Sistematika Penyajian ................................................... 42 2. Bentuk Penyajian .......................................................... 45 3. Gaya Bahasa Penulisan ................................................. 47 4. Bentuk Penulisan ........................................................... 49 5. Sifat Penulis .................................................................. 50 6. Asal-usul Literatur ........................................................ 51 7. Sumber-sumber Rujukan ............................................... 51 C. Aspek Pemaknaan [Hermeneutik]....................................... 52 1. Metode........................................................................... 53 2. Nuansa Pemahaman ...................................................... 54 3. Pendekatan .................................................................... 107 xviii
D. Aspek Struktural Teks Tausiyah ......................................... 111 E. Problem Metodologi ........................................................... 117 BAB IV
: KONSTRUKSI WACANA DALAM RUBRIK TAUSIYAH DI MAJLIS TAFSIR AL-QUR’AN....................................... 124 A. Teks dan Pembinaan Akhlak ............................................... 125 1. Akhlak : Refleksi Keimanan ......................................... 127 2. Akhlak : Dari Individu ke Sosial................................... 129 a. Akhlak pribadi ......................................................... 132 b. Akhlak berkeluarga ................................................. 142 c. Akhlak bermasyarakat dan bernegara ..................... 143 3. Hati Sebagai Komponen ............................................... 145 4. Media Massa [Televisi] : Ancaman Bagi Moralitas ..... 154 B. Teks dan Kepentingan Berdakwah...................................... 159 1. Dakwah : Tanpa Batas Ruang dan Waktu..................... 159 2. Dana Dakwah : Sebuah Keniscayaan ............................ 164 C. Teks dan Peneguhan Aqidah ............................................... 166 1. Iman : Solusi Segala Problem ....................................... 166 2. Materialisme dan Sekulerisme : Sumber Problem ........ 168 D. Kembali Kepada [Teks] Al-Qur’an dan Hadis : Refleksi Kritis Terhadap Wacana ................................................................ 171
BAB V
: PENUTUP ................................................................................ 184 A. Kesimpulan ......................................................................... 184 B. Saran .................................................................................... 186
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 188 LAMPIRAN-LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP
xix
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Satu keunikan al-Qur’an sebagai kitab suci adalah kitab ini tidak pernah “diam”. Satu sisi kitab ini dalam wujudnya, berisi teks [nas{] yang “bisu”, diimani sebagai kala@m Allah yang mutlak benar, tidak terbantahkan, dan disepakati semua pemeluk agama Islam sebagai sumber ajaran. Sisi lain, sepanjang sejarahnya berinteraksi dengan peradaban manusia, kitab ini mampu berdialog dengan pemeluknya dari segala zaman, menembus ruang dan waktu. Al-Qur’an tidak “pilih kasih”, hanya bisa berbicara dengan pengguna bahasa Arab saja yang notabene menjadi bahasa al-Qur’an, tetapi semua umat Islam, begitu pula diluar Islam seperti orientalis pun tidak tertutup kesempatan untuk mendekati al-Qur’an. Daya tarik luar biasa dari alQur’an mampu memikat manusia untuk
membaca, merespon
dan
mengapresiasinya. Dua sisi yang saling bersinggungan tersebut akan menjadi wajar ketika tidak dilepaskan dari dua hal. Pertama, al-Qur’an meminjam bahasa Arab untuk mengenalkan dirinya. Dalam teori filsafat bahasa, hakikat bahasa adalah merupakan sistem tanda yang mengacu pada sesuatu benda, konsep atau nilai. Bahasa sebagai sistem tanda menurut Ferdinand de Saussure bercirikan adanya hubungan yang erat antara [1] signifiant, yaitu gambaran tatanan bunyi secara abstrak dalam kesadaran batin para pemakainya, [2]
2
signifie, yaitu gambaran makna secara abstrak sehubungan dengan adanya kemungkinan hubungan antara abstraksi bunyi dengan dunia luar, [3] form, yaitu kaidah abstrak yang mengatur hubungan antara butir-butir abstraksi bunyi sehingga memungkinkan digunakan untuk berekspresi, serta [4] substance, yaitu perwujudan bunyi ujaran khas.1 Demikian halnya dengan alQur’an yang menggunakan media bahasa adalah merupakan sistem tanda yang mengacu pada sesuatu benda, konsep atau nilai-nilai. Kedua, statemen al-Qur’an sebagai “petunjuk ke jalan yang sebaik-baiknya” [Q.S.alIsra@’[17]:9]. Statemen ini bukan tanpa syarat, karena jaminan memperoleh petunjuk kehidupan yang baik ini disertai perintah memperhatikan ayatayatnya [Q.S.az-Zumar [39]: 18, Q.S. Muh{ammad [47]: 24]. Perhatian umat Islam terhadap al-Qur’an ini terkait dengan bagaimana mereka meresepsi [menerima] dan menyikapinya. Secara umum, resepsi [sikap penerimaan] terhadap al-Qur’an terbagi menjadi tiga; resepsi hermneutis, sosial budaya, dan estetis.2 Resepsi hermeneutis lebih memperlihatkan upaya memahami kandungan al-Qur’an yang banyak dilakukan dengan penerjemahan, pengkajian dan penafsiran. Aktivitas seperti ini cenderung berorientasi pada pemahaman [understanding]. Resepsi sosial budaya memperlihatkan bagaimana umat Islam memfungsikan al-Qur’an secara sosial budaya untuk “kepentingan” tertentu yang terkadang tidak memiliki kaitan langsung dengan makna teks. Aktivitas seperti yang kedua
1
Kaelan, Filsafat Bahasa [Yogyakarta: Paradigma, 2002], hlm.263. Ahmad Baedowi, “ Resepsi Estetis Terhadap al-Qur’an”, Esensia, vol.8, no.1 [Yogyakarta: Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, 2007], hlm.19-20. 2
3
ini lebih berorientasi pada pengamalan [action] berupa respon atau praktik perilaku masyarakat yang terinspirasi dari al-Qur’an.3 Resepsi ketiga adalah resepsi estetis yang diekspresikan dengan tujuan estetis untuk lebih menonjolkan sisi keindahan dari al-Qur’an. Ketiga model penerimaan terhadap al-Qur’an pada dasarnya merupakan upaya mengaktualisasikan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Aktualisasi mewujud dalam berbagai bentuk dan model yang berbeda. Karena itu, meski umat Islam sepakat bahwa al-Qur’an menjadi sumber ajaran utama namun sejak awal mereka berbeda dalam memahami makna praktis dan teoritis dari wahyu Allah tersebut.4 Pada prinsipnya al-Qur’an boleh dikaji oleh siapapun dengan bentuk dan model kajian yang ditawarkan selama tidak kehilangan wilayah sakralitas dan nilai-nilai transendentalnya sebagai bagian inheren al-Qur’an.5 Munculnya teks-teks keagamaan di masyarakat dapat dikatakan sebagai bentuk resepsi hermeneutis terhadap al-Qur’an. Teks-teks keagamaan yang merujuk pada ayat-ayat al-Qur’an dapat dibagi menjadi dua macam. Pertama, teks atau tulisan yang membahas persoalan-persoalan umum dengan merujuk ayat-ayat al-Qur’an. Dalam kasus ini penulis memang tidak langsung
Orientasi pengamalan bersifat tila@wah sedangkan orientasi pemahaman bersifat qira@’ah. Secara semantis, dalam tila@wah ada aspek mengikuti [ittiba@’ atau iqtida@’], sedang dalam qira@’ah terkandung makna perenungan pemahaman [tadabbur]. Lihat, Abdul Mustaqim,”Metode Penelitian Living Qur’an : Model Penelitian Kualitatif”, dalam Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadis, Sahiron Syamsuddin [ed.] [Yogyakarta: Teras, 2007], hlm.68-69. 4 Abdul Munir Mulkhan, Kesaleh{an Multikultural [Jakarta: Pusat Studi Agama dan Peradaban, 2005], hlm.203. 5 Muhammad Yusuf, “Pendekatan Sosiologi Dalam Penelitian Living Qur’an”, dalam Metodologi Penelitian Living Qur’an , Sahiron Syamsuddin [ed.] [Yogyakarta: Teras, 2007], hlm.41. 3
4
menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an, tetapi dengan merujuk al-Qur’an , penulis mau tidak mau harus memberi penjelasan ayat-ayat yang menjadi rujukan itu. Kedua, tulisan yang membahas ayat-ayat al-Qur’an tetapi penjelasannya memakai bahan-bahan empiris atau teori ilmu-ilmu sosial. Dengan pendekatan ini, maka penulis akan bisa menemukan makna-makna baru dari al-Qur’an.6 Salah satu bentuk teks di atas adalah teks yang dimunculkan oleh lembaga Majlis Tafsir Al-Qur’an dalam sebuah rubrik.7 Rubrik tersebut bernama Taus{iyah. Rubrik Taus{iyah diterbitkan di website resmi Majlis Tafsir Al-Qur’an sehingga dapat diakses melalui www.MTA-online.com
8
Rubrik Taus{iyah berisi tulisan artikel keagamaan dengan berbagai judul seperti Bunuh Diri Jalan Haram Mengakhiri Frustasi,9 Jika Hati Menjadi Keras,10 Ketika Jilbab Hanya Sebagai Aksesori,11 Bahaya Besar Dari Budaya Korupsi.12 Berdasarkan hal tersebut di atas, terdapat beberapa hal yang mendorong penulis untuk mengangkat teks-teks dalam rubrik Taus{iyah menjadi objek penelitian terkait dengan bentuk pemahaman terhadap al-Qur’an. 6
M. Dawam Rahardjo, Paradigma al-Qur’an ; Metodologi Tafsir dan Kritik Sosial [Jakarta: Pusat Studi Agama dan Peradaban [PSAP] Muhammadiyah, 2005], hlm.3-4. 7 Rubrik adalah ruangan atau kolom khusus pada surat kabar, majalah dan sebagainya. Lihat, Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer [Jakarta: Modern English Press, 1991], hlm. 1286. 8 Website adalah halaman informasi yang disediakan melalui jalur internet sehingga bisa diakses di seluruh dunia selama terkoneksi dengan jaringan internet. Website merupakan komponen atau kumpulan komponen yang terdiri dari teks, gambar, suara animasi sehingga lebih merupakan media informasi yang menarik untuk dikunjungi. Www. Google.com., diakses pada tanggal 12 Februari 2011. 9 Dipublikasikan pada tanggal 6 Januari 2010. 10 Dipublikasikan pada tanggal 11 Januari 2010. 11 Dipublikasikan pada tanggal 14 Januari 2010 12 Dipublikasikan pada tanggal 27 Mei 2010.
5
Pertama, rubrik Taus{iyah merupakan fenomena pemahaman terhadap alQur’an di masyarakat. Meski penelitian ini tidak beranjak dari teks,13 juga menjadikan pemahaman terhadap teks al-Qur’an sebagai objek penelitian,14 akan tetapi penelitian yang banyak ditemukan di lingkungan akademis, khususnya dalam studi al-Qur’an dan Hadis, memusatkan kajian penelitian dengan objek material berupa konsep teoritis atau pemikiran filosofis seorang tokoh15. Karena itu, penelitian terhadap teks dalam rubrik di media tertentu masih sangat terbuka untuk diteliti. Kedua, rubrik Taus{iyah dimunculkan melalui media internet dimana media tersebut kini dapat diakses oleh masyarakat luas dan dikonsumsi oleh publik. Media seperti ini menganut komunikasi satu arah dan menjadi pilihan yang sangat mungkin agar sebuah pesan dapat segera sampai kepada masyarakat, dibaca dan menjadi common sense dalam masyarakat pembaca yang dituju.16 Berdasarkan asumsi bahwa media adalah tempat strategis untuk
13
Selama ini orientasi kajian al-Qur’an memang lebih banyak diarahkan kepada kajian teks, wajar jika ada yang menyebut bahwa peradaban Islam identik dengan h{ad{ar@ at an-nas{. Termasuk penelitian yang berkaitan dengan al-Qur’an lebih banyak berkaitan dengan teks. Lihat, Abdul Mustaqim, “Metode Penelitian…”, hlm.67. 14 Secara garis besar, genre dan obyek penelitian al-Qur’an dapat dibagi dalam empat bagian. Pertama, penelitian yang menempatkan teks al-Qur’an sebagai objek kajian. Kedua, penelitian yang menempatkan hal-hal di luar teks al-Qur’an, namun berkaitan erat dengan kemunculannya sebagai objek kajian. Ketiga, penelitian yang menjadikan pemahaman terhadap teks al-Qur’an sebagai objek penelitian. Keempat, penelitian yang memberikan perhatian pada respon masyarakat terhadap teks al-Qur’an dan hasil penafsiran seseorang. Lihat, Sahiron Syamsuddin,”Ranah-ranah Penelitian dalam Studi al-Qur’an dan Hadis”, dalam Pengantar Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadis [Yogyakarta: Teras,2007], hlm.xi-xiv. 15 Penelitian dengan objek material pemikiran seorang tokoh seperti penelitian yang dilakukan oleh Saifullah dalam tesisnya. Lihat, Saifullah al-Ali, “Batas Aurat Wanita dalam Tafsir al-Mis{ba@h{“, Tesis [Yogyakarta: Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, 2008]. Lihat juga, Ilham Tahir, “Penafsiran Ayat-ayat Perumpamaan Menurut M.Quraish Shihab dalam Tafsir al- Mis{ba@h{.“, Tesis [Yogyakarta: Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, 2010]. 16 Komunikasi seperti ini tergolong domain [cabang utama] komunikasi yang disebut “dokumen”, yakni semua bentuk komunikasi berperantara yang menyampaikan komunikasi berisi tulisan atau tipografi dan visual terstruktur kepada individu-individu melalui media. Bentuk
6
menyampaikan pesan, nilai-nilai, baik agama, moral maupun politik, maka menjadi menarik untuk mengetahui arah wacana dalam rubrik Taus{iyah yang dihantarkan kepada pembaca. Ketiga, rubrik Taus{iyah mengangkat judul-judul seputar fenomena yang terjadi di masyarakat. Bagaimana teks-teks tersebut mendialogkan antara alQur’an dengan realitas merupakan persoalan yang hendak diketahui jawabannya. Hal ini tentu saja terkait dengan metode pemahaman terhadap alQur’an yang digunakan dalam rubrik tersebut. Keempat, pemilihan rubrik Taus{iyah dan bukan yang lain di antara rubrik pemahaman atau kajian al-Qur’an yang lain17 didasarkan pada lembaga yang mempublikasikan teks-teks ini. Lembaga tersebut adalah Majlis Tafsir AlQur’an. Sebuah lembaga dengan nama dan tujuan berfokus pada kajian alQur’an dan tafsir al-Qur’an. Visi majlis ini adalah kembali kepada al-Qur’an dengan pengkajian berupa penghayatan, pemahaman dan pengamalan alQur’an. Sebagai lembaga yang memperkenalkan dirinya untuk concern terhadap pengkajian al-Qur’an, idealnya memiliki metode tersendiri dalam penghayatan, pemahaman dan pengamalannya. Atas dasar asumsi ini, masih sangat memungkinkan bagi penulis untuk mengadakan penelitian pada metodologi pemahamannya. Selain metodologi, penelitian juga diarahkan komunikasi ini bersifat satu arah dan mempunyai keunggulan mampu mempengaruhi orang pada tingkat emosional. Selain itu juga sangat efektif dalam merangsang imajinasi dan memudahkan pemikiran abstrak dan analitis. Lihat, Roger Fidler, Medimorfosis, terj. Hartono Hadikusumo [Yogyakarta: Bentang Budaya, 2003], hlm.64. 17 Seperti wacana tafsir dalam majalah Suara Muhammadiyah, rubrik Mutiara al-Qur’an dalam Suara Hidayatullah, rubrik Tafsir al-Qur’an di majalah Ummi dan al-Wa’ie, atau Tahannus dalam majalah Syir’ah.
7
untuk mengetahui wacana dalam rubrik Taus{iyah antara lain dikarenakan lembaga ini dicitrakan sebagai lembaga yang ekstrem di masyarakat.18
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dipaparkan di atas, maka rumusan masalah yang hendak dicari jawabannya adalah : 1. Bagaimana metodologi pemahaman terhadap al-Qur’an dalam rubrik Taus{iyah? 2. Apa wacana yang terbangun dalam teks-teks dalam rubrik Taus{iyah?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai berdasarkan rumusan masalah di atas adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui metodologi yang digunakan dalam memahami al-Qur’an. 2. Mengetahui wacana yang tertuang dalam rubrik Taus{iyah. Adapun kegunaan yang dapat diperoleh dari tujuan penelitian ini adalah : 1. Memberikan wawasan mengenai metodologi yang digunakan oleh Majlis Tafsir Al-Qur’an dalam upayanya memahami kandungan alQur’an. 2. Memberikan pandangan dalam membaca kecenderungan wacana dalam rubrik kajian al-Qur’an.
18
Lihat, Http://groups.yahoo.com/group/assunnah.
8
D. Telaah Pustaka Penulis menemukan dua penelitian tentang Majlis Tafsir Al-Qur’an dalam bentuk skripsi. Skripsi pertama berjudul “Peranan Yayasan Majelis Tafsir Al-Qur’an dalam Dakwah Islamiyyah di Yogyakarta”. Skripsi kedua berjudul “Aktivitas Dakwah Islam Yayasan Majelis Tafsir Al-Qur’an Cabang Tanom Kabupaten Sragen”. Skripsi ini ditulis oleh Siti Chabibah pada tahun 1996. Namun sayangnya, kedua skripsi tersebut tidak dapat penulis temukan dalam bentuk hardcopy-nya oleh karena ketidak tersediaannya di UIN Sunan Kalijaga. Akan tetapi, melihat kedua judul skripsi dari mahasiswa fakultas Dakwah tersebut dapat tergambar bahwa objek penelitiannya berbeda dengan objek yang akan diteliti oleh penulis. Kedua skripsi tersebut memfokuskan penelitian pada sisi dakwah Isla@miyyah dalam Majlis Tafsir Al-Qur’an sedangkan penulis berfokus untuk meneliti pemahaman terhadap al-Qur’an di lembaga tersebut sehingga masih terbuka celah dan ruang bagi penulis untuk mengadakan penelitian. Selain kedua skripsi di atas, penulis tidak menemukan penelitian yang berkaitan dengan Majlis Tafsir Al-Qur’an. Terdapat beberapa penelitian seputar penafsiran dan lembaga kemasyarakatan dengan tema yang berbeda, misalnya, penelitian yang dilakukan oleh Samsuddin dengan judul “Makna Do’a dan Qada’ Qadar Tuhan dalam Perspektif Majlis Tarji@h{ dan Tajdi@d Muhammadiyah”.19 Sebuah studi dokumentasi literatur
19
putusan-putusan
Samsuddin, “Makna Do’a dan Qada’ Qadar Tuhan dalam Perspektif Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah”, Skripsi [Yogyakarta: Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, 2008]
9
Pimpinan Pusat Majlis Tarji@h{ dan Tajdi@d Muhammadiyah, ditunjang dengan penelusuran data-data kepustakaan beserta wawancara. Pemilihan Majlis
Tarji@h{ dan Tajdi@d Muhammadiyah oleh karena majlis tarji@h{ dan tajdi@d dalam Muhammadiyah ini mempunyai pengaruh dan peran penting dalam organisasi [pengurus dan pengikutnya] dalam memberikan pemahaman terhadap masyarakat terutama tentang problem keberagamaan. Salah satu persoalan yang sering terjadi dalam masyarakat adalah tentang doa dan ikthiar dimana satu ketika manusia harus memohon kepada Allah dan satu ketika harus berusaha memenuhi kebutuhannya sendiri. Dalam penelitian ini, Samsuddin menyimpulkan bahwa do’a dalam perspektif Majlis Tarji@h{ dan Tajdi@d Muhammadiyah merupakan manifestasi dari keimanan manusia terhadap Allah. Selain itu, doa juga berfungsi secara psikologis sebagai sumber harapan dan motifasi yang amat penting dalam kehidupan. Khoirun Nikmah dengan sebuah penelitian berbentuk skripsi juga dengan judul “Hak-hak Perempuan Dalam Perspektif Majlis Mujahidin [Telaah Atas Surat an-Nisa@’ (4):34, 3,11].20 Fokus penelitiannya adalah tentang penafsiran Majlis Mujahidin terhadap hak-hak perempuan yang bertitik tolak pada tiga hal ; kepemimpinan perempuan dalam politik, poligami, dan kewarisan. Majlis Mujahidin berpendapat bahwa perempuan tidak boleh menjadi pemimpin publik atau hakim, lebih-lebih pemimpin negara. Bahkan, pengangkatan perempuan sebagai presiden hukumnya haram dan melanggar
20
Khoirun Nikmah, “Hak-hak Perempuan Dalam Perspektif Majlis Mujahidin [Telaah Atas Surat an-Nisa’ (4):34, 3,11]”, Skripsi [Yogyakarta, Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga 2005].
10
syariat Islam sehingga baik pelakunya maupun bangsanya akan ditimpa musibah dan azab yang besar. Adapun tentang poligami, Majlis Mujahidin memandang bahwa poligami dianjurkan bagi laki-laki muslim yang mampu dalam hal materi. Sedangkan dalam hal immateri tidak menjadi bahan pertimbangan sebab Nabi sendiri tidak mampu berbuat adil. Dalam hal kewarisan, Majlis Mujahidin menafsirkan bahwa konsep waris bagi laki-laki dan perempuan dengan formula 2:1 merupakan keadilan dari Allah karena laki-laki yang berkewajiban memberi nafkah kepada anggota keluarganya, baik istri, anak-anak bahkan orang tua mereka sedangkan perempuan menjadi tanggungjawab suami, ayah ataupun paman mereka.
Kesimpulan yang
didapat dalam penelitian tersebut bahwa penafsiran-penafsiran dari Majlis Mujahidin membuka bias gender dan menimbulkan pendapat beberapa kalangan yang pro kontra serta sorotan serius terhadap kelompok-kelompok Islam yang lain akibat klaim kebenaran yang diusungnya. Penelitian konsep tertentu dalam sebuah majlis dilakukan oleh Sri Sunarwono
dalam
skripsi
“Pluralisme
Dalam
Pandangan
Majlis
Buddhayana”.21 Penulis skripsi ini tertarik untuk mengetahui konsep majlis Buddhayana tentang pluralisme, yaitu harmoni-aktif. Konsep ini merupakan solusi menyeluruh pada penyadaran manusia untuk lebih mengenal agamanya dan maz|hab berdampingan dengan agama serta aliran lain karena dalam majlis tersebut tercakup toleransi, belas kasih, saling memahami. Implikasi dari konsep pluralisme yang dikembangkan majlis ini adalah memberi 21
Sri Sunarwono, “Pluralisme Dalam Pandangan Majelis Buddhayana”, Skripsi [Yogyakarta: Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga 2005].
11
cakrawala pada setiap pemeluk Buddha bahwa fenomena pluralitas merupakan realitas yang tidak harus dihindari akan tetapi menjadi kenikmatan hubungan yang harmoni dan bekerja sama saling membantu dengan keanekaragaman masing-masing. Jika penelitian-penelitian di atas mengambil tema atau konsep tertentu dalam sebuah majlis, berbeda dengan Siti Khulashoh yang membidik objek penelitiannya pada peran dalam departemen sebuah majlis. Penelitian itu berjudul “Peran Muslimah Dalam Penegakan Syari’at Islam Menurut Departemen an-Nisa@’ Majlis Mujahidin Indonesia”.22 Alasan pemilihan departemen tersebut untuk diteliti adalah peran departemen an-Nisa@’ sebagai komponen penting dari upaya redefinisi identitas komunal melalui perhatian mendalam terhadap keberadaan perempuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa menurut departemen an-Nisa@’, peran muslimah dalam penegakan Syari’at Islam dapat dilihat dari beberapa bidang, yakni ; pendidikan, ekonomi, sosial politik, dan pada lingkup keluarga. Kritik yang disampaikan oleh penulis kepada departemen an-Nisa@’ bahwa secara personal departemen ini mempunyai peranan kuat disebabkan organisasi Majlis Mujahidin ini sangat menghargai pendapat yang berbeda namun dilihat dari struktur keorganisasian, perempuan tidak mempunyai wewenang penuh dalam pengambilan keputusan serta kebijakan-kebijakan organisasi, karena tugas
22
Siti Khulashoh, “Peran Muslimah Dalam Penegakan Syari’at Islam menurut Departemen An-Nisa@’ Majlis Mujahidin Indonesia”, Skripsi [Yogyakarta: Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, 2005].
12
departemen hanya sebagai wadah para kader yang terbatas pada kepengurusan wilayah. Penafsiran-penafsiran dalam penelitian di atas menjadi produk penafsiran sebuah majlis tertentu yang tertuang tidak dalam media tersendiri semisal majalah. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Subhan as-Shidiq, ia mengadakan pengamatan terhadap metode penafsiran dalam media massa tertentu. Majalah Islamia menjadi pilihan pengamatannya yang berjudul “Hermeneutika Sebagai Metode Penafsiran al-Qur’an [Studi Analisis Terhadap Majalah Islamia]”.23 Problem yang meresahkan penulis skripsi ini sehingga mengangkat majalah tersebut sebagai objek penelitiannya adalah hipotesisnya bahwa majalah tersebut menolak pendekatan hermeneutika dalam tafsir dan memilih paradigma sendiri dalam tafsir. Selain fokus pada pemikiran-pemkiran keislaman, majalah ini menurut dugaan Subhan menjadi motor
bagi
komunitas
yang
kontra
terhadap
hermeneutik.
Dalam
kesimpulannya, Subhan membenarkan bahwa Islamia hanya melihat hermeneutika secara peyoratif atau hanya melihatnya sebagai sesuatu yang bermasalah tanpa kesediaan melihat secara adil keniscayaan ilmiahnya serta potense-potensi positifnya. Ia mengandaikan adanya dialog terbuka yang memungkinkan untuk mengajukan pertanyaan dua arah antara Islamia dengan muslim modernis sehinga tidak terjadi miskomunikasi tentang metode seperti hermeneutik.
23
Subhan as-Shiddiq, “Hermeneutika Sebagai Metode Penafsiran al-Qur’an [Studi Analisis Terhadap Majalah Islamia]”. Skripsi [Yogyakarta: Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, 2009].
13
Penelitian yang sama dilakukan oleh Ali Ahmad Hamdani24 terhadap media massa Islam Suara Muhammadiyah dan Suara Hidayatullah. Penelitian itu dimaksudkan untuk meneliti teks-teks tafsir yang terdapat dalam kedua majalah tersebut sebagai majalah keagamaan tertua di Indonesia. Dengan meneliti kedua majalah tersebut, Hamdani bertujuan untuk mengetahui konstruksi hermeneutika, wacana dan ideologi tafsir yang tersembunyi dibalik karya tafsir yang diterbitkan oleh media massa Islam. Pemaparan di atas sekaligus menegaskan bahwa masih terbuka kesempatan bagi penulis untuk mengadakan penelitian dengan tema tentang pemahaman terhadap al-Qur’an dalam Majlis Tafsir Al-Qur’an.
E. Kerangka Teori Sebagaimana tujuan dalam penelitian ini yakni untuk mengetahui metodologi pemahaman terhadap al-Qur’an dalam rubrik Taus{iyah, maka penulis menggunakan kerangka teori yang berkaitan dengan metodologi penafsiran. Metodologi berasal dari dua kata; method dan logos. Dalam bahasa Indonesia method dikenal dengan metode yang artinya cara yang teratur dan terpikirkan baik-baik untuk mencapai maksud [dalam ilmu pengetahuan dan sebagainya]. Cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan
24
Ali Ahmad Hamdani, “Tafsir al-Qur’an dalam Media Massa Islam [Telaah Teks-teks Tafsir dalam Majalah Suara Muhammadiyah dan Suara Hidayatullah Tahun 2000]”, Skripsi [Yogyakarta: Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, 2006].
14
suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.25 Dalam penelitian filsafat, metode harus dibedakan dengan metodologi. Metode adalah suatu cara, jalan, petunjuk pelaksanaan atau petunjuk teknis, sehingga memiliki sifat yang praktis. Adapun metodologi disebut pula sebagai science of methods, yaitu ilmu yang membicarakan cara, jalan atau petunjuk praktis dalam penelitian, sehingga metodologi penelitian membahas konsep teoritik berbagai metode.26 Sebagai kerangka teori, penulis menggunakan konstruksi metodologi tafsir yang dikenalkan oleh Islah Gusmian dalam buku Khazanah Tafsir Indonesia; dari Hermeneutika hingga Ideologi.27 Alasan pemilihan metodologi tafsir tersebut sebagai kerangka teori karena telah digunakan untuk meneliti karya-karya tafsir keIndonesiaan, juga yang terpenting karena metodologi ini memberikan pembedaan yang jelas antara aspek teknis penulisan dengan aspek hermeneutik [pemaknaan]. Ada dua medan pokok dalam metodologi penafsiran pada buku tersebut. Pertama, aspek luar medan teknis penulisan. Analisis teknis penulisan ini bergerak menelusuri seluruh aspek yang ada dalam bangunan tekstualitas dan teknis penulisan meliputi; [1] sistematika penyajian, setidaknya ada dua bentuk dasar yang bisa diurai, yaitu [a] sistematika penyajian runtut sesuai dengan susunan kitab tertentu yang menjadi objek pemahaman, dan [b]
25
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia [Jakarta: Balai Pustaka, 1989], hlm.580-581. 26 Kaelan, Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat [Yogyakarta: Paradigma, 2005], hlm. 7. 27 Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia; Dari Hermenutika Hingga Ideologi [Jakarta: Teraju, 2003]
15
sistematika penyajian tematik sesuai dengan yang telah dipilih penulis; [2] bentuk penyajian meliputi bentuk penyajian global dan rinci; [3] penggunaan gaya bahasa meliputi gaya bahasa ilmiah, populer, kolom dan reportase; [4] bentuk penulisan literatur, berupa bentuk ilmiah atau non ilmiah; [5] keilmuan penulis, meliputi latar belakang intelektual penulis literatur; [6] sifat penulis, meliputi penulisan literatur secara individual atau kolektif; [7] asalusul literatur meliputi akademik dan non-akademik, terakhir, [8] sumbersumber yang dirujuk penulisan literatur.28 Kedua, aspek dalam, yaitu bangunan hermeneutik sebuah literatur. Dalam sejarah hermeneutika tafsir al-Qur’an, setidaknya terbagi dua; hermeneutik tradisional dan kontemporer. Hermeneutik al-Qur’an tradisional menggunakan perangkat metodologi sebatas pada linguistik dan riwa@yah sehingga unsur triadik [teks, penafsir dan audiens] belum terangkai secara sistemik. Sedangkan hermeneutik kontemporer tidak lagi berpusat pada teks tetapi telah terbangun unsur triadik yang sistemis. Aspek hermeneutik ini mengacu pada tiga variabel. Pertama, metode pemahaman. Kedua, nuansa pemahaman. 29 Untuk memperkaya kategori ini, penulis menambahkan teori corak tafsir periode pertengahan yakni falsafi dan ‘ilmi@. Falsafi adalah tafsir yang didominasi oleh teori-teori filsafat atau menempatkan teori-teori ini sebagai paradigmanya. Sedangkan ‘ilmi@ adalah tafsir yang menempatkan berbagai terminologi ilmiah dalam ajaran-ajaran tertentu al-Qur’an.30 Ketiga,
28
Ibid., hlm.120. Ibid, hlm.196. 30 Abdul Mutaqim, Aliran-aliran Tafsir [Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2005], hlm.73-74. 29
16
pendekatan pemahaman, setidaknya ada dua macam pendekatan; [a] pendekatan tekstual dimana titik tolaknya adalah teks atau gerak dari proses pemahaman cenderung berpusat pada teks yang sifatnya ke bawah: dari refleksi [teks] ke praksis [realitas], dan [b] pendekatan kontekstual, yaitu pendekatan yang bertitik tolak dari konteks [realitas] sosio historis penulis sehingga arah geraknya bersifat keatas: dari praksis [realitas] ke refleksi [teks].31 Selain menggunakan kerangka teori di atas, untuk memberikan ketajaman analisa, penulis juga menggunakan teori metodologi penafsiran yang populer yakni metode yang dikenalkan oleh ‘Abd al-H{ay al-Farma@wi@. Metode tersebut adalah tah{li@li@, ijma@li@, muqa@ran dan maud{u@’i@. 32 Metode tah{li@li@ adalah memaparkan segala aspek yang terkandung dalam ayat serta menerangkan makna yang tercakup di dalamnya sesuai dengan keahlian yang dimiliki.33 Dalam metode tah{li@li@, biasanya diuraikan makna yang terkandung dalam al-Qur’an, ayat demi ayat dan s{ur@ ah demi s{ur@ ah sesuai dengan urutannya dalam mus{ha{ f. Uraian tersebut menyangkut berbagai aspek yang dikandung ayat seperti arti kosakata, konotasi kalimatnya, latar belakang turunnya ayat, kaitannya dengan ayat-ayat yang lain, baik sebelum maupun sesudahnya, dan tidak ketinggalan pendapat yang diberikan berkaitan
31
Islah Gusmian, Khazanah Tafsir…,hlm.248. ‘Abd al-H{ay al-Farma@wi@, Metode Tafsir Maud{u@’i@ dan Cara Penerapannya, terj. Rosihan Anwar [Bandung: Pustaka Setia, 2002], hlm.52-55. 33 Bustami A. Gani. [ed], Beberapa Aspek Ilmiah Tentang al-Qur’an [Jakarta : Perguruan Tinggi Ilmu al-Qur’an, 1986], hlm. 37. 32
17
ayat tersebut, baik yang disampaikan oleh Nabi, sahabat, para ta@bi’i@n maupun ahli tafsir lainnya. Berbeda dengan metode ijma@li@. Metode ini digunakan untuk menjelaskan ayat al-Qur’an secara singkat dan global dengan menjelaskan makna yang dimaksud pada setiap kalimat dengan bahasanya yang ringkas dan mudah dipahami.34 Sistematika penulisan mengikuti susunan ayat di dalam mus{h{af. Selain itu, penyajiannya tidak terlalu jauh dari gaya bahasa al-Qur’an sehingga pembaca seakan-akan masih tetap membaca al-Qur’an. Ciri-ciri metode ijma@li terletak pada sistematika pembahasan, bukan pada jumlah ayat yang dijelaskan. Metode ini hanya menjelaskan ayat-ayat tertentu secara ringkas dan detail, tanpa membandingkan atau mengikuti tema tertentu. Berbeda pula dengan metode muqa@ran yang lebih fokus mengambil sejumlah ayat al-Qur’an lalu membandingkan beberapa pendapat mufasir terkait dengan ayat tersebut. Metode muqa@ran bisa juga diartikan sebagai : 1]. metode yang membandingkan teks [nas{] ayat al-Qur’an yang memiliki persamaan atau kemiripan redaksi dalam dua kasus atau lebih, dan atau memiliki redaksi yang berbeda bagi satu kasus yang sama, 2]. membandingkan
ayat
al-Qur’an
dengan
hadis
yang pada lahirnya
bertentangan, dan, 3]. membandingkan berbagai pendapat ulama tafsir dalam menafsirkan al-Qur’an.35
Moch. Nur Ichwan, Tafsir ‘Ilmi@; Memahami al-Qur’an Melalui Pendekatan Sains Modern [Yogyakarta: Menara Kudus Jogja 2004], hlm.119. 35 Nasruddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an [Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005], hlm. 65. 34
18
Adapun metode maud{u@’i@ dilakukan dengan cara memilih topik tertentu yang hendak dicarikan penjelasannya menurut al-Qur’an kemudian dikumpulkan semua ayat yang berhubungan dengan topik untuk dibahas secara tuntas dan sempurna. Metode tafsir maud{u@’i@ ada dua macam, yaitu tafsir s{ur@ ah dan tafsir tematik. Tafsir s{u@rah , yaitu menjelaskan suatu s{u@rah secara keseluruhan dengan menjelaskan isi kandungan s{ur@ ah tersebut, baik yang bersifat umum atau khusus. Selain itu, tafsir s{ur@ ah juga menjelaskan keterkaitan tema yang satu dengan tema lainnya sehingga pembahasan s{u@rah nya tampak kokoh dan cermat. Sedangkan tafsir tematik, yaitu menghimpun sejumlah ayat al-Qur’an yang mempunyai tema, kemudian dibahas secara mendetail dan tuntas.36
F. Metode Penelitian Penelitian dalam tesis ini termasuk penelitian kepustakaan [library research],37 yakni penelitian yang menggunakan buku-buku, data-data literatur dari sebuah perpustakaan atau lembaga sebagai sumber data.38 Dalam penelitian ini, data literatur yang digunakan bersumber dari lembaga berupa teks-teks yang dipublikasikan oleh lembaga Majlis Tafsir Al-Qur’an. Teks yang diteliti adalah teks-teks yang dipublikasikan dari Januari hingga September 2010 dengan pertimbangan agar fokus penelitian tetap terjaga dan atas dasar pemilihan tema teraktual. Data berupa teks-teks tersebut menjadi 36
Ibra@him al-Fayu@mi@, Dira@sah fi Tafsi@r al-Maud{u’@ i@ [Kairo: Da@r al-Taufi@qiyyah, 1980],
37
Winarno Surakhmad, Penelitian Ilmiah [Bandung: Tarsito, 1994], hlm.251. Sutrisno Hadi, Metodologi Research [Yogyakarta: Andi Offset, 1990], hlm.9.
hlm.25. 38
19
data primer.39 Sedangkan data sekunder sebagai penunjang didapatkan dari majalah dan buku yang diterbitkan oleh lembaga terkait, juga artikel dan buku-buku lain yang berkenaan dengan pembahasan. Untuk menghasilkan data yang lebih akurat, peneliti juga menggunakan teknik wawancara.40 Salah satu metode pengumpulan data yakni jalan wawancara dengan informan [dalam hal ini adalah pengurus dan penanggungjawab rubrik Taus{iyah] guna mendapatkn informasi yang lebih jelas. Metode ini digunakan untuk memperkuat data yang ditemukan agar memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang objek material yang diteliti. Setelah data primer terkumpul, peneliti menyajikan data tersebut kemudian memaparkannya berdasarkan kerangka teori yang digunakan dengan
metode
analisa
deskriptif
[descriptive
analysis].41
Langkah
selanjutnya adalah mengadakan pengolahan data, primer dan sekunder, dengan pendekatan analisis wacana. Analisis wacana adalah studi tentang struktur pesan dalam komunikasi. Analisis wacana lahir dari kesadaran bahwa persoalan yang terdapat dalam komunikasi bukan terbatas pada penggunaan kalimat atau bagian kalimat, fungsi ucapan, tetapi juga mencakup struktur
39
Data Primer yaitu buku-bukuyang secara langsung berkaitan dengan objek material penelitian. Lihat, Kaelan, Metode…,hlm.148. 40 Irawati Singarimbun, “Teknik Wawancara” , dalam Metode Penelitian Survai , Masri Sangarimbun dan Sofian Efendi [ed.],[ Jakarta: LP3ES, 1988], hlm 145. 41 Analisis deskriptif ialah pemaparan apa adanya terhadap apa yang terdapat atau dimaksud oleh teks dengan cara memparafrasekannya dengan bahasa peneliti. Analisis ini merupakan cerminan dari pemahaman peneliti terhadap teks yang bersangkutan. Karena itu, analisis ini digunakan dalam berbagai penelitian literatur tanpa memandang metode dan pendekatan apa yang diaplikasikan terhadapnya. Secara praktis, analisis ini berupaya meng-infer (menyimpulkan) makna sebuah teks. Disampaikan oleh Sahiron Syamsuddin dalam mata kuliah Hermeneutika al-Qur’an dan Hadis dalam kelas Studi Qur’an Hadis Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga periode 2008.
20
pesan yang lebih kompleks dan inheren yang disebut wacana.
Dalam
pandangan Littlejohn, terdapat beberapa untai analisis wacana. Pertama, seluruhnya mengenai cara-cara wacana disusun, prinsip yang digunakan oleh komunikator untuk menghasilkan dan memahami tipe-tipe pesan. Kedua, wacana dipandang sebagai aksi; ia adalah cara melakukan segala hal dengan kata-kata, bahasa, yang digunakan dengan suatu strategi guna mencapai tujuan yang diinginkan . Ketiga, analisis wacana adalah pencarian prinsipprinsip yang digunakan oleh komunikator dari perspektif mereka. Ciri analisis wacana adalah usaha memahami makna tuturan dalam konteks, teks dan situasi.42 Adapun kerangka analisis wacana yang akan diterapkan dalam penelitian ini terdiri dari tiga elemen; 1]. struktur makro, yakni makna global dari suatu teks yang dapat diamati dari topik atau tema yang diangkat oleh suatu teks, 2]. superstruktur atau struktur skematis adalah kerangka suatu teks seperti bagian pendahuluan, isi, penutup dan kesimpulan. Elemen pertama dan kedua dalam penelitian ini didapatkan dari penelusuran terhadap metodologi kajian al-Qur’an dalam rubrik Taus{iyah, 3]. struktur mikro, adalah makna lokal dari suatu teks yang dapat diamati dengan menganalisis kata, kalimat, gaya yang dipakai oleh suatu teks.43 Oleh karena teks yang diteliti tidak hanya satu teks tetapi terdiri dari banyak judul, maka dalam mengaplikasikan kerangka
42
Stephen W. Littlejohn, Theories of Human Communication [California: Wadsworth Publishing Company, 1996], hlm. 84-85, sebagaimana dikutip Alex Sobur, Analisis Teks Media [Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002], hlm. 48-49. 43 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media,cet.ke-7 [Yogyakarta: LkiS, 2009], hlm.227-228.
21
elemen ketiga ini tidak dimulai dari pengamatan makna lokal dari setiap teks terlebih dahulu, akan tetapi akan diketengahkan persoalan-persoalan yang mengacu pada elemen pertama [makna umum] yang didapatkan dari setiap teks untuk kemudian menempatkan teks-teks yang diteliti dalam setiap persoalan yang diketengahkan. Langkah ini dilakukan guna mendapatkan kesatuan pandangan dan diharapkan akan lebih sistematis.
G. Sistematika Pembahasan Bab pertama, berisi tentang pendahuluan. Mula-mula dalam bab ini berbicara tentang latar belakang penelitian, kemudian disimpulkan dalam suatu rumusan masalah. Tujuan dan kegunaan penelitian diungkapkan untuk mengetahui kepentingan penelitian terhadap objek yang diteliti. Objek yang diteliti akan menentukan metode dan pendekatan yang dipakai dalam penelitian. Sementara telaah pustaka dilakukan dalam rangka meneguhkan posisi peneliti di antara peneliti yang lain, setelah itu dikemukakan kerangka teori yang dipakai. Bab dua, akan disajikan pembahasan mengenai profil Majlis Tafsir AlQur’an.
Profil
meliputi
sejarah
berdirinya,
perkembangan,
struktur
kepengurusan dan aktifitas-aktifitasnya, termasuk memberikan penjelasan tentang keberadaan media yang di dalamnya terdapat objek penelitian. Hal ini dilakukan guna mengetahui keterkaitan antara teks yang diteliti dengan lembaga yang memunculkannya sebagai konteks dari teks.
22
Bab tiga, berisi tentang teks-teks yang dipublikasikan kemudian dianalisis berdasarkan teori yang ditetapkan dalam penelitian sebagai analisis metodologis. Pengetahuan tentang metodologi ini sangat berguna sebagai titik pijak untuk mengetahui konstruksi struktural teks dan wacana yang hendak dianalisis pada bab selanjutnya. Bab empat, berisi tentang uraian-uraian bersifat analitis terhadap metodologi pemahaman al-Qur’an yang telah didapatkan pada bab sebelumnya. Selain analisis metodologis, dalam bab ini diuraikan tentang persoalan-persoalan yang diwacanakan dengan menggunakan pendekatan analisis wacana. Bab lima, merupakan bab penutup yang memuat kesimpulan dari hasil penelitian dan saran.
23
BAB II GAMBARAN UMUM MAJLIS TAFSIR AL-QUR’AN
A. Sejarah Berdirinya Kondisi umat Islam pada akhir dekade 60 dan awal dekade 70 turut melatarbelakangi berdirinya Majlis Tafsir Al-Qur’an. Perbaikan-perbaikan yang dilakukan oleh umat Islam semenjak zaman Belanda di bidang politik, ekonomi maupun kultural seolah membuat umat Islam justru terpinggirkan. Ustaz Abdullah Thufail Saputra, sebagai seorang yang berprofesi pedagang dan telah berkeliling hampir di seluruh Indonesia merasakan kegelisahan akibat hal tersebut. Menurut pengamatannya, umat Islam di Indonesia telah banyak menyimpang dari rel Islam seperti munculnya berbagai macam amalan bid'ah dan khurafat yang mewarnai kehidupan umat Islam. Beliau berkeyakinan bahwa faktor utama penyebab penyimpangan tersebut adalah minimnya pengetahuan umat Islam terhadap Islam itu sendiri khususnya pemahaman terhadap isi al-Qur'an.44 Abdullah Thufail menaruh harapan besar terhadap umat Islam Indonesia untuk dapat kembali pada al-Qur’an dan Sunnah berpijak dari sabda Nabi s.a.w. bahwa umat tidak akan dapat menjadi baik kecuali dengan apa yang telah menjadikan umat Islam baik pada awalnya yaitu al-Qur'an dan Sunnah. Harapan itu bertujuan agar umat Islam dapat meraih kesuksesan hidup dengan 44
Www. MTA-online.com. Diakses pada tanggal 30 Oktober 2010. Semua data tentang profil Majlis Tafsir al-Qur’an diperoleh dari website tersebut.
24
merealisasikan nilai dan ajaran al-Qur'an dalam setiap aktivitas. Hal inilah yang memotivasi Abdullah Thufail untuk mendirikan Majlis Tafsir Al-Qur'an setelah sebelumnya berkonsultasi dengan beberapa ulama yang dianggap capable. Dengan demikian, berdirinya Majlis Tafsir Al-Qur’an adalah sebuah bukti keseriusannya mengajak umat untuk back to Qur'an.
B. Visi dan Misi Tanggal 19 September 1972 menjadi tonggak sejarah berdirinya Majlis Tafsir Al-Qur’an di Surakarta. Majlis Tafsir Al-Qur’an atau disingkat MTA45 menjadi sebuah lembaga independen bergerak dibidang pendidikan dan dakwah Islamiyyah. MTA tidak dikehendaki menjadi lembaga yang illegal, menjadi ormas atau orpol tersendiri ditengah-tengah ormas-ormas dan orpolorpol Islam yang ada, juga tidak berada dibawah partai politik tertentu. Untuk memenuhi keinginan ini, bentuk badan hukum yang dipilih adalah yayasan atau lembaga. Oleh karena itu, pada tanggal 23 Januari 1974, MTA resmi menjadi yayasan dengan akta notaris R. Soegondo Notodirejo. Tujuan didirikan MTA adalah mengajak umat Islam kembali ke alQur’an dan Sunnah. Sesuai dengan nama dan tujuannya, pengkajian alQur’an ditekankan pada pemahaman, penghayatan, dan pengamalan alQur’an. Inilah yang menjadi fokus kegiatan utama MTA.
45
Dalam bab ini dan setelahnya, yang dimaksud MTA adalah Majlis Tafsir Al-Qur’an. Pemakaian singkatan dipakai untuk lebih memudahkan.
25
C. Struktur Lembaga MTA telah berkembang di berbagai kota dan propinsi di Indonesia. Pada awalnya, setelah mendirikan MTA di Surakarta, Ustadz Abdullah Thufail Saputra membuka cabang di beberapa kecamatan di sekitar Surakarta yaitu di kecamatan Nogosari (Ketitang) kabupaten Boyolali, kecamatan Polan Harjo dan kecamatan Juwiring kabupaten Klaten dan di kecamatan Gemolong kabupaten Sragen. Perkembangan selanjutnya terjadi karena siswa-siswa [sebutan bagi peserta kajian] MTA yang mengaji baik di MTA pusat maupun di cabang-cabang atau di perantauan kota-kota besar membentuk kelompokkelompok
pengajian.
Kelompok-kelompok
pengajian
ini
kemudian
mengajukan permohonan kepada MTA pusat agar dikirim guru pengajar dari siswa-siswa senior. Kelompok-kelompok pengajian ini pun menjadi cabangcabang MTA yang baru. Cara seperti ini dianggap efektif untuk menumbuhkan cabang-cabang baru dari tahun ke tahun. Kebutuhan akan koordinasi bagi cabang-cabang disetiap kabupaten meniscayakan dibentuknya perwakilan yang bertanggungjawab membina kelompok-kelompok baru yang disiapkan untuk menjadi cabang baru. Apabila kelompok pengajian ini merupakan kelompok pengajian yang pertama di kabupaten, kelompok pengajian ini diresmikan sebagai perwakilan.46 Demikianlah, cabang-cabang dan perwakilan-perwakilan baru
46
Sebagai contoh peresmian cabang di kabupaten Ngawi pada tanggal 2 Oktober 2010 dengan agenda peresmian tiga cabang. Dalam rangka peresmian ini MTA menggelar pengajian akbar yang dihadiri sedikitnya 30.000 orang dengan menghadirkan penceramah dari MUI Pusat.
26
tumbuh di berbagai daerah di Indonesia sehingga MTA memperoleh strukturnya seperti sekarang, yaitu MTA pusat, berkedudukan di Surakarta; MTA perwakilan, di daerah tingkat dua; dan MTA cabang di tingkat kecamatan, kecuali di DIY, perwakilan berada di tingkat propinsi dan cabang berada di tingkat kabupaten. Adapun susunan kepengurusan Majlis Tafsir Al-Qur’an adalah sebagai berikut; Ahmad Sukina selaku ketua umum. Suharto sebagai ketua I. Dahlan Harjotaroeno menjabat sebagai ketua II. Yoyok Mugiyatno selaku sekretaris I dan Medi sebagai sekretaris II. Sedangkan bendahara I dijabat oleh Mansyur Masyhuri dan bendahara II oleh Sri Sadono.
D. Aktifitas 1. Pengajian a. Pengajian khusus Kegiatan utama di MTA adalah pengajian al-Qur’an sesuai dengan tujuan pendiriannya yaitu mengajak umat Islam kembali kepada al-Qur’an. Pengajian ini dapat dikategorikan menjadi dua; yakni umum dan khusus. Pengajian khusus adalah pengajian yang dihadiri oleh siswa-siswa, yang juga disebut dengan istilah peserta, yang terdaftar di setiap pertemuannya. Pengajian ini diselenggarakan seminggu sekali, baik di pusat maupun di perwakilan-perwakilan dan cabang-cabang dengan guru pengajar yang dikirim dari pusat atau yang diberi wewenang oleh pusat. MTA perwakilan atau cabang yang
27
tidak memungkinkan untuk mengadakan pengajian satu kali dalam seminggu
dengan
pertimbangan
waktu
dan
lain
sebagainya
diselenggarakan lebih dari satu minggu sekali, bahkan satu semester sekali secara otonom. Materi yang disampaikan dalam pengajian khusus adalah tafsir al-Qur’an dengan acuan Tafsir al-Qur’an Departemen Agama dan kitab-kitab tafsir, baik karya tafsir Indonesia maupun karya tafsir ulama-ulama dari dunia Islam, salaf dan khalaf. Kitab tafsir yang dikaji antara lain kitab tafsir Ibn Kas|ir@ , kitab tafsir Ibn Abbas dan lainlain. Kajian terhadap kitab tafsir Ibn Abbas khusus dilakukan oleh siswa-siswa MTA yang memiliki kemampuan berbahasa Arab baik. Pengajian khusus dilakukan dengan teknik ceramah dan tanya jawab.47 Melalui tanya jawab ini pokok bahasan dapat berkembang ke
47
Berdasarkan pengajian khusus yang diikuti penulis di MTA cabang Maguwoharjo Yogyakarta pada tanggal 29 Oktober 2010, teknik ceramah dan tanya jawab memang diterapkan dalam pengajian ini. Pada awalnya penceramah memberikan ulasan tema yakni tentang pentingnya iman berpadu amal s.oleh.. Iman, menurut penceramah, adalah modal bagi umat Islam. Orang yang tidak beriman disebut sebagai syarr ad-dawa@b ka al-‘an’a@m, mereka tidak berarti dihadapan Allah sampai ajal tiba. Allah memberikan rahmat berupa al-Qur’an yang lengkap di dalamnya, maka maksud dari bi fad{lilla@h adalah iman, Islam dan mengaji. Tak jarang penceramah mengutip ayat-ayat sebagai penjelas dan sesekali mengutip hadis. juga. Setelah ceramah usai lantas dilanjutkan dengan tanya jawab singkat. Pertanyaan bisa seputar tema namun bisa pula tentang brosur yang didapatkan di pengajian umum. Tehnik yang sama juga dipakai pada saat penulis mengikuti pengajian khusus di MTA cabang Bantul. Berbeda dengan pengajian di MTA Maguwoharjo, di pengajian ini tanya jawab berlangsung sebelum penceramah memberikan ceramahnya. Isi ceramah banyak berisi ayat-ayat al-Qur’an. Hal ini dilakukan dengan dasar bahwa al-Qur’a@n yufassiru ba’d{uhu ba’d{an. Seperti pada saat penceramah mengutip Q.S. al-Qa@ri’ah [101]: 6-9, ayat yang berbicara tentang orang-orang yang berat timbangan kebaikannya versus orang-orang yang ringan timbangannya bertempat di neraka. Ayat tersebut dijelaskan dengan mengutip banyak s{ur@ ah dalam al-Qur’an, yakni Q.S. al-Baqarah [2]: 81-82 tentang orang yang berdosa ditempatkan di neraka sebaliknya yang beriman di surga. Sebagai penjelas dari siapa orang yang berdosa tersebut, penceramah menghadirkan Q.S. al-Baqarah [2]: 39 untuk menjawab pertanyaan tersebut. Dalam ayat itu terdapat kata kafir dan mendustakan agama. Kata mendustakan agama dijelaskan dengan mengutip Q.S. at-Taubah [9]: 68 karena disitu terdapat kata kafir dan munafik yang dilaknat dan diancam dengan neraka. Selain orang kafir dan munafik,
28
berbagai hal yang dipandang perlu untuk dibahas. Dari sinilah, kajian tafsir al-Qur’an berkembang menjadi kajian aqidah, syari’at, akhlak, ta@ri@kh dan masalah-masalah aktual sehari-hari. Dengan demikian, meskipun materi pokok dalam pengajian khusus ini adalah tafsir alQur’an, tidak berarti cabang-cabang ilmu agama yang lain tidak disinggung bahkan sering kali kajian tafsir hanya disajikan sekali dalam satu bulan dan apabila dipandang perlu kajian tafsir ini diganti dengan kajian masalah-masalah lain yang mendesak untuk segera diketahui oleh siswa. Disamping itu, kajian tafsir al-Qur’an di MTA juga mencakup kajian hadis karena ketika pembahasan berkembang ke persoalan lain dengan sendirinya meniscayakan hadis sebagai rujukan. b. Pengajian umum Pengajian umum adalah pengajian untuk umum yang siswa atau pesertanya tidak terdaftar. Materi pengajian lebih ditekankan pada halhal yang diperlukan dalam pengamalan agama sehari-hari. Pengajian umum ini diselenggarakan oleh MTA pusat satu kali dalam seminggu setiap hari Minggu pagi yang dikenal dengan nama “Jihad Pagi”, kepanjangan dari “Pengajian Ahad Pagi”. Pengajian rutin ini dihadiri sekitar 6000 orang setiap minggunya dengan memanfaatkan gedung MTA Pusat di Surakarta. Pengajian ini diisi oleh ketua umum MTA
orang yang mendurhakai Allah dan rasul-Nya dan melangar ketentuan-Nya pun terancam masuk neraka. Keterangan tersebut didapatkan dari Q.S. an-Nisa@’ [4]: 14. Ayat-ayat tersebut adalah sebagian dari ayat-ayat yang dihadirkan oleh penceramah dalam pengajian khusus.
29
sendiri dan disiarkan melalui radio Persada FM dan MTA FM, juga termasuk MTA TV. Sebelum memasuki area pengajian, siswa [istilah bagi peserta pengajian] dibekali dengan selebaran atau disebut brosur Jihad dengan satu tema tertentu berisi cuplikan ayat dan hadis. Setelah pengajian dimulai, salah satu peserta yang diberi tugas segera membacakan brosur tersebut beserta pertanyaan tentang ayat atau hadis yang dibacakan dan langsung dijawab oleh penceramah.48 Sesi tanya jawab tidak langsung [diwakili oleh pembaca brosur] ini berlangsung lama sekitar satu sampai dua jam. Setelah tanya jawab, penceramah memberikan penjelasan, baik yang berkaitan dengan brosur maupun tidak.
48
Pembacaan brosur dapat dicontohkan seperti pada pengajian Ahad pagi pada tanggal 31 Oktober 2010 yang diikuti oleh penulis. Brosur tersebut bertemakan “S{alat Safar [ke-1]” berisi delapan halaman dengan satu cuplikan ayat dan 15 hadis. Hadis yang dibacakan tidak secara berurutan tetapi secara acak. Contoh hadis yang dikutip adalah ;
ل َ َ َُ ْ َ ُ ا َ ِ س َر ٍ $ َ ِ ْ ْ ا َ َ%َ &ِ 'ْ ِ ْ َ ٍ ْ ( َ ُ ٍ* َو+ ِ َ ْ َ %َ ,َ َا َ ُ ََ َأ َ ل َ َ َ َِ ْ ِإ ُ ْ َُ ََ َ =ري$روا> ا. َْ َ 0ْ َ َأ,َْ َوِإنْ ِزد,ْ&( َ َ &َ َ َ %َ .َ / ْ 0ِ َ,ْ&1َ َ ِإذَا ُ3 ْ َ 1َ &ُ ( ُ 4ْ 5َ &َ َ َ %َ .َ / ْ 0ِ *َ َ َ ْ ِ َو َ ُ ا+ َ 6 $ِ َأَ َم ا 2:34 Dari Ibnu ‘Abbas ra berkata : Nabi s.a.w. [ketika menaklukkan Makkah] beliau tinggal disana selama 19hari, kami mengqas{ar s{alat dan jika lebih dari itu kami s{alat tamam.[HR.Bukha@ri@ juz II, hlm.34]. Selepas dibacakan hadis ini lantas dibacakan pertanyaan tentang arti tamam. Pertanyaan tersebut dijawab dengan singkat yakni bermakna sempurna.
30
2. Pendidikan Pengamalan al-Qur’an membawa kepada pembentukan kehidupan bersama berdasar al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Kehidupan bersama menuntut adanya berbagai kegiatan yang terlembaga untuk memenuhi kebutuhan anggota. Salah satu kegiatan terlembaga yang dibutuhkan oleh anggota adalah pendidikan yang diselenggarakan berdasarkan nilai-nilai keislaman.
Oleh
karena
itu,
disamping
pengajian,
MTA
juga
menyelenggarakan pendidikan formal dan non-formal. a. Pendidikan formal Pendidikan formal yang telah diselenggarakan terdiri atas TK, SD, SMP dan SMA. SMP MTA bertempat di Gemolong, kabupaten Sragen,
dan
SMA
bertempat
di
Surakarta.
Tujuan
dari
penyelenggaraan SMP dan SMA MTA ini adalah untuk menyiapkan generasi penerus yang cerdas dan berakhlak mulia. Oleh karena itu, di samping memperoleh pengetahuan umum berdasar kurikulum nasional yang dikeluarkan oleh Depdiknas, siswa-siswa SMP dan SMA MTA juga memperoleh pelajaraan di@niyyah. Selain pelajaran di@niyyah, siswa SMP dan SMA MTA juga diberi bimbingan dalam beribadah dan bermu’amalah. Untuk itu, para siswa SMP dan SMA MTA yang memerlukan asrama diwajibkan tinggal di asrama yang disediakan oleh sekolah. Para siswa yang berada di asrama akan mendapatkan bimbingan dan pengawasan untuk dapat mengamalkan pelajaran di@niyyah dengan baik. SMP dan SMA MTA
31
berhasil meraih prestasi akademis yang cukup menggembirakan. Oleh karena prestasi tersebut, SMA MTA masuk dalam daftar lima puluh SMU Islam unggulan se-Indonesia. b. Pendidikan non-formal Pendidikan non-formal diselenggarakan oleh MTA pusat, kecuali kursus bahasa Arab yang diselenggarakan oleh sebagian perwakilan dan cabang. Selain kursus bahasa Arab, pendidikan non-formal lain adalah kursus otomotif bekerjasama dengan BLK Kota Surakarta. Kursus menjahit bagi siswi-siswi putri dan bimbingan belajar bagi siswa-siswa SMP dan SMA. Selain itu, berbagai kursus insidental sering diselenggarakan oleh MTA pusat misalnya kursus kepenulisan dan jurnalistik. 3. Kegiatan Sosial MTA mengagendakan kegiatan yang bermanfaat untuk masyarakat umum bukan hanya untuk warga MTA semata. Agenda ini seperti donor darah, kerja bakti bersama Pemda dan TNI, pemberian santunan berupa sembako, pakaian, dan obat-obatan kepada umat Islam pada khususnya dan masyarakat pada umumnya yang sedang tertimpa musibah dan lain sebagainya. Donor darah dan kerja bakti bersama Pemda dan TNI sudah mentradisi di MTA baik pusat maupun perwakilan dan cabang. Donor darah dilakukan secara rutin tiga bulan sekali sehingga MTA mampu memiliki tidak kurang dari lima ribu pedonor tetap.
32
4. Ekonomi Kehidupan bersama di MTA juga menuntut adanya kerjasama dalam pengembangan ekonomi. Kerjasama ini direalisasikan dalam bentuk usaha bersama berupa simpan-pinjam yang bertujuan agar siswa atau warga MTA dapat memperoleh modal untuk mengembangkan kehidupan ekonominya. Disamping itu, siswa atau warga MTA dapat bertukar pikiran tentang perekonomian dengan harapan warga MTA yang belum mendapat pekerjaan atau kehilangan pekerjaan dapat belajar pengetahuan atau keterampilan tertentu kepada siswa warga MTA yang lain. 5. Kesehatan Dalam bidang kesehatan, MTA merintis untuk mendirikan sebuah rumah sakit yang diselenggarakan secara Islami. MTA pusat telah dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan berupa balai pengobatan dan rumah bersalin. Di samping itu, untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada siswa atau warga MTA dibentuk kader-kader kesehatan dari perwakilan dan cabang-cabang yang secara periodik mengadakan pertemuan. 6. Penerbitan, Komunikasi, dan Informasi Penerbitan, komunikasi, dan informasi merupakan sendi-sendi kehidupan modern, bahkan juga merupakan sendi-sendi globalisasi. Untuk itu, MTA tidak mengabaikan bidang ini meskipun yang dapat dikerjakan
belum
sesempurna
yang
diharapkan.
Dalam
bidang
penerbitan, MTA memiliki majalah bulanan yang sudah terbit sejak
33
tahun 1974 dan telah memiliki STT sejak tahun 1977 namun belum tampak adanya perkembangan yang menggembirakan dari majalah yang diberi nama Respon ini. Di samping Respon, MTA juga telah menerbitkan berbagai buku keagamaan. Dalam bidang informasi, MTA telah mempunyai web site dengan alamat: http://www.mta-online.com. Selain itu, MTA juga memiliki saluran radio MTA FM. Radio MTA FM merupakan sebuah radio dakwah yang mengudara di frekuensi 107,9 MHz. Sejak pertama kali mengudara dari awal tahun 2007, keberadaan radio MTA FM ternyata mampu menarik para pendengar. Format siaran dikemas dalam nuansa dakwah dirasa mampu menarik minat para pendengar. a. MTA FM Radio MTA FM merupakan radio dakwah yang mengudara di frekuensi 107,9 MHz. Radio ini mengudara untuk pertama kali pada tahun 2007. Keberadaan radio MTA FM mampu menarik para pendengarnya. Ini tidak terlepas dari format siaran yang dikemas dalam nuansa dakwah dan dirasa mampu menarik minat para pendengar. Siaran radio MTA FM menjangkau wilayah yang cukup luas; dari wilayah eks karesidenan Surakarta seperti kabupaten Boyolali, Sragen, Karanganyar, Klaten, Wonogiri, Sukoharjo dan Kodya Surakarta sampai sebagian wilayah Semarang selatan, Gunung Kidul, Pacitan, Bojonegoro, Ponorogo, Ngawi, Blora, Purwadadi,
34
Cepu, Rembang dan Tuban. Bahkan sudah menjamah ke luar negeri, dengan pencapaian wilayah jangkauan (coverage area) melalui internet. Dalam perkembangannya, radio MTA FM menyajikan informasi dan hiburan bagi para pendengarnya. Informasi yang dihadirkan berupa pendidikan, ekonomi dan bisnis, kesehatan, teknologi sampai pertanian. Informasi yang disajikan ini dikemas dalam bentuk news dan talk show. b. MTA TV. Selain MTA FM, Majlis Tafsir Al-Qur’an memiliki program televisi bernama MTA TV. Kemunculan MTA TV sebagai televisi dakwah ini dilatarbelakangi oleh kegelisahan MTA akan banyaknya informasi-informasi yang tak terkontrol seiring dengan gencarnya arus informasi dan globalisasi di Indonesia. Problem yang dihadapi adalah adanya tayangan-tayangan acara televisi yang tidak selayaknya disaksikan dapat dengan mudah disaksikan sehingga dapat merusak mentalitas karena tidak sesuai dengan tuntunan agama. Ironisnya, banyak umat Islam yang tidak peduli akan hal tersebut. Hal di atas mendorong Majlis Tafsir Al-Qur’an untuk menyiarkan acara yang tidak menyimpang dari tuntunan Islam sebagai wujud kepedulian dan keprihatinan terhadap situasi dan kondisi tersebut. MTA TV mengharapkan dapat mengalihkan umat
35
Islam dari tayangan-tayangan yang tidak Islami dan
menjadi
tuntunan melalui tontonan. Agenda acara yang ditayangkan adalah pengajian Ahad pagi, pengajian akbar dan acara ustadz on air.
E. Rubrik Taus{ {iyah Tausiyah Selain MTA FM dan MTA TV yang dikatakan sebagai media dakwah, Majlis ini pun memanfaatkan perkembangan teknologi berupa internet untuk tujuan berdakwah. Majlis Tafsir Al-Qur’an memiliki website resmi dengan alamat www.MTA-online.com. Menurut penanggungjawab website MTA, media ini dirasa memiliki kegunaan yang signifikan, terbukti dengan banyaknya pengunjung dari dalam dan luar negeri setiap harinya, juga mudahnya mereka mendownload arsip atau MP3 untuk kemudian disiarkan di radio swasta sebagai bahan dakwah. Pengunjung situs49 MTA ini dapat menemukan informasi seputar MTA. Secara umum, situs MTA memuat; 1. Home, halaman beranda depan yang berisi; a. Taus{iyah pilihan b. Informasi terbaru seperti agenda pengajian akbar, kajian dan silaturrahim, informasi peresmian perwakilan atau cabang baru,
49
Situs adalah sebutan bagi sekelompok halaman web (web page), yang umumnya merupakan bagian dari suatu nama domain (domain name) atau subdomain di World Wide Web [WWW] di Internet. WWW terdiri dari seluruh situs web yang tersedia kepada publik. Pengertian ini didapatkan dari http://id.wikipedia.org/wiki/Situs-web.
36
selayang pandang majalah Respon yang akan terbit, dan informasi sebelumnya. c. Info nomor rekening untuk infaq dakwah MTA. d. Media MTA, berisi berita seperti tentang MTA FM. e. Pengajian Ahad Pagi, memuat informasi peresmian atau berita pengajian yang dihadiri tokoh masyarakat. f. Kolom al-Ustaz, memuat artikel-artikel. g. Brosur “Jihad Pagi”. h. Link-link, berisi MP3 “Jihad Pagi”, MTA FM dan MTA TV. 2. Profil, memuat informasi tentang sejarah berdiri dan sebagainya. 3. Taus{iyah, memuat tulisan-tulisan kajian al-Qur’an. 4. Download, berisi kumpulan brosur “Jihad Pagi”. 5. Buku tamu. 6. Kontak, berisi alamat cabang ataupun perwakilan MTA di Indonesia. Salah satu rubrik yang ditampilkan dalam situs MTA adalah rubrik Taus{iyah. Rubrik ini,seperti disinggung di atas, memuat tulisan-tulisan dengan berbagai judul. Taus{iyah dimunculkan tidak terjadwal, dalam arti tidak setiap hari, minggu atau bulan yang ditentukan tanggal publikasinya.50 Ini dapat dilihat dari tanggal pemunculannya pada tiap-tiap judul. Tujuan utama dimunculkannya Taus{iyah ini adalah mengajak umat Islam untuk kembali kepada al-Qur’an dan Sunnah sehingga menjadi orang yang
50
Penerbitan tak terjadwal ini berdasarkan informasi yang penulis dapatkan dari Yudha Yudhanto, penanggungjawab website MTA, pada tanggal 08 Februari 2011.
37
bertaqwa. Demikian pula pesan Taus{iyah adalah mengajak untuk kembali kepada al-Qur’an dan Sunnah, agar umat Islam merasa menegakkan sunnah, tidak seperti keadaan dewasa ini yang banyak ditemukan amalan-amalan bid’ah. Selain itu, pesan utama melalui rubrik Taus{iyah adalah mengajak umat Islam untuk berakhlak kari@mah. MTA, dengan demikian menjadi bagian dari kelompok-kelompok penegak al-Qur’an dan Sunnah bagi masyarakat.51 Teks Taus{iyah tidak hanya ditulis oleh penanggungjawab website saja, tetapi dari warga MTA [pengirim naskah] yang telah diedit materinya oleh penanggungjawab rubrik tersebut. Dalam rubrik ini, tersedia kolom bagi pengunjung yang hendak menyampaikan komentarnya mengenai judul yang dipublikasikan.
51
Berdasarkan wawancara dengan Abdurrahman Suparno, penanggungjawab website MTA, pada tanggal 2 November 2010.
38
BAB III METODOLOGI PEMAHAMAN TERHADAP AL-QUR’AN TAUSIYAH {IYAH DI MAJLIS TAFSIR AL-QUR’AN DALAM RUBRIK TAUS{
A. Seputar Teks Pemahaman Terhadap al-Qur’an dalam Rubrik Taus{ {iyah Tausiyah. iyah Telah disinggung pada bab sebelumnya bahwa teks-teks dalam rubrik Taus{iyah tidak dipublikasikan secara terjadwal. Teks-teks yang diteliti adalah teks yang dipublikasikan dari mulai bulan Januari hingga September 2010. Dalam kurun waktu tersebut, rubrik Taus{iyah mempublikasikan sebanyak 47 judul. Dari semua judul, penulis mendapatkan dua judul dengan keterangan nama penulis teks [pengirim naskah], yakni judul Jika Hati Menjadi Keras [11 Januari 2010], dan Bonek: Sebuah Potensi Salah Ekspresi [26 Januari 2010].52 Penulis juga mendapatkan tiga judul dengan keterangan referensi dari brosur pengajian Ahad pagi di MTA, yakni teks berjudul Bunuh Diri Jalan Haram Mengakhiri Frustasi [6 Januari 2010],53 Dengki Akhlak Yang Berduri [21 januari 2010]54 dan Tarikh Proses Larangan Miras [2 Februari 2010]55 . Satu judul dari majalah Respon yang juga diterbitkan oleh Majlis Tafsir Al-Qur’an yakni judul Muslimah-muslimah Pendakwah Agama
52
Pengirim naskah kedua judul tersebut adalah Tri Harmoyo, warga MTA, berasal dari
Sukoharjo. 53
Referensi dari brosur berjudul Larangan Bunuh Diri dan Risalah Janaiz [1]. Referensi dari brosur pengajian Ahad Pagi, 25 Agustus 2002 berjudul Haram Dalam Islam (ke-62), tentang larangan berbuat dengki. 55 Referensi dari brosur pengajian Ahad Pagi, 19 Januari 2003 tentang Ta@ri@kh Nabi Muhammad S.A.W. [ke-112]. 54
39
Allah. Selebihnya tidak didapati keterangan nama penulis atau referensi dari brosur. Judul-judul teks dalam rubrik Taus{iyah adalah sebagai berikut;56 1.
Bunuh Diri Jalan Haram Mengakhiri Frustasi [ 6 Januari 2010]
2. Jika Hati Menjadi Keras [11 Januari 2010] 3. Ketika Jilbab Hanya Sebagai Asesoris [14Januari 2010] 4. Hidup Di Dunia Hanya Sehari Saja [21Januari 2010] 5. Dengki Akhlak Yang Berduri [21 Januari 2010] 6. Menjadi Muslim Anti Dengki [25 Januari 2010] 7. Bonek: Sebuah Potensi Salah Ekspresi [26 Januari 2010] 8. Melawan Arus Deras Materialisme & Atheisme [29 Januari 2010] 9. Tarikh : Proses Larangan Miras [2 Februari 2010] 10. Mu’jizat-Mu’jizat Nabi Isa Alaihis Salam [3 Februari 2010 ] 11. Salah Kaprah Kaum Adam & Hawa Memaknai Cinta [8 Februari 2010] 12. Mengemis, Kok Enak! [10 Februari 10] 13. Menghindari Pola Hidup Sekuler [17 Februari 2010] 14. Muslimah-Muslimah Pendakwah Agama Allah, Adakah Sosok Itu Kini? [25 Februari 2010] 15. Empat Amanah Istimewa [3 Maret 2010] 16. Konsep Cerdas Dalam Perpektif Islam [9 Maret 2010] 56
Pada sub-bab ini, penulis tidak mencantumkan keseluruhan teks dalam rubrik Taus.iyah. Teks dicantumkan pada sub-bab berikutnya berdasar pembahasan, juga tidak secara keseluruhan, tetapi dicantumkan sebagai contoh pembahasan.
40
17. Perlunya Manusia Yang Berpribadi Adil [12 Maret 2010] 18. Memberikan Nilai Sebagai Cermin [19 Maret 2010] 19. Cara Jitu Menghindari Bujuk Rayu Setan [24 Maret 2010] 20. Menjadi Saksi Mengamalkan Islam Sebenarnya [29 Maret 2010] 21. Menumbuhkan Perilaku Sopan Santun dan Lembut Hati [6 April 2010] 22. Ujian Kesabaran, Ibarat Menanti Hujan Reda [9 April 2010] 23. Nabi Ibrahim Anak Seorang Penyembah Berhala [19 April 2010] 24. Anak Adam Yang Lucu dan Selalu Disayang Allah [12 April 2010] 25. Bermimpi Memiliki Universitas Islam MTA [21 April 2010] 26. Islam Sangat Memuliakan Kaum Wanita [27 April 2010] 27. Indahnya Hidup sesuai Aturan Allah [12 Mei 2010] 28. Menyembuhkan HOBY “Suka Membuat Sulit Orang Lain” [20 Mei 2010] 29. Bercahaya Tanpa “Skin Care Massage” [25 Mei 2010] 30. Bahaya Sangat Besar Dari Budaya Korupsi [27 Mei 2010] 31. Sejarah Panjang Perjuangan Palestina [3 June 2010] 32. Cara Mencintai Al-Islam Dan Al-Qur’an [14 Juni 2010] 33. Tidak Faham Al-Qur’an, Pasti Menyesal [16 Juni 2010] 34. Bertasbih, Sifat Universal Jagat Raya [19 Juni 2010] 35. Tontonan Penghancur Moral Bangsa [23 Juni 2010] 36. Cara Jitu Mengusir Setan Dari Rumah 2 [24 Juni 2010] 37. Menggapai Perlindungan Allah Yang Paripurna [28 Juni 2010]
41
38. Kerjasama MUI dan POLISI dalam mencegah Kejahatan [29 Juni 2010] 39. Jangan Tergesa Dalam Berproses Sunnatullah [14 Juli 2010] 40. Mustahilnya T E I T T [16 Juli 2010] 41. Manfaatkan Ramadhan Secara Maksimal [2 August 2010] 42. Jangan Sombong Karena Sombong Dilaknat Allah [13 Augustus 2010] 43. Jangan Berdusta![14 Augustus 2010] 44. Tunaikanlah Amanat, Jangan Berkhianat [22 Augustus 2010] 45. Sekolah Jujur 30 Hari [30Augustus 2010] 46. Ketika Ketupat Telah Habis [21September 2010] 47. Menyantuni Perjuangan Dakwah Islam [28 September 2010]
B. Aspek Teknis Penulisan Teknis penulisan adalah suatu kerangka teknis yang digunakan penulis dalam menampilkan sebuah teks. Aspek teknis penulisan ini lebih terkait pada penulisan yang bersifat teknis, bukan pada proses yang bersifat metodologis. Aspek teknis penulisan ini sebagaimana yang telah dipetakan oleh Islah Gusmian dalam bukunya Khazanah Tafsir Indonesia; dari Hermeneutika hingga Ideologi terbagi menjadi delapan bagian; [1] sistematika penyajian; [2] bentuk penyajian; [3] gaya bahasa penulisan; [4] bentuk penulisan; [5]
42
sifat penulis; [6] asal-usul dan keilmuan penulis; [7] asal-usul teks; [8] sumber-sumber rujukan.57 Pada aspek ini, penelitian ini mereduksi satu elemen yang terdapat di dalamnya, yakni keilmuan penulis. Keilmuan dihilangkan karena ia lebih masuk ke dalam kategori psikologi teks. Ia tidak berbicara pada masalah teknik penulisan tetapi lebih banyak mengupas spesifikasi keilmuan seorang penulis teks yang mempengaruhi teks yang ia tulis. Dengan mereduksi hal di atas, kajian ini membidik aspek penulisan dari; [1] sistematika penyajian, [2] bentuk penyajian, [3] gaya bahasa penulisan, [4] bentuk penulisan, [5] sifat penulis, [6] asal-usul teks, [7] sumber rujukan. 1. Sistematika Penyajian. Sistematika penyajian merupakan rangkaian yang dipakai dalam penyajian teks. Sistematika ini dapat dikelompokkan menjadi dua bagian pokok. Pertama, sistematika penyajian runtut. Sistematika penyajian runtut adalah sebuah model sistematika penyajian penulisan yang rangkaian penyajiannya mengacu pada urutan s{ur@ ah yang ada dalam model mus{ha{ f standard dan atau mengacu pada urutan turunnya wahyu. Kedua, sistematika penyajian tematik. Sistematika penyajian ini adalah suatu bentuk rangkaian penulisan yang struktur paparannya diacukan pada tema tertentu atau pada ayat, s{ur@ ah, dan juz tertentu atas pilihan penulis dengan maksud menggali visi al-Qur’an tentang tema tersebut. 58
57
Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia…, hlm. 122
58
Ibid. hlm.128
43
Penyajian tematik ini lebih dikenal dengan istilah maud{u@’i@. Penyajian tematik ini terbagi juga menjadi dua bagian; tematik klasik dan tematik modern. Tematik klasik adalah model sistematika penyajian teks yang mengambil satu s{ur@ ah tertentu dengan topik sebagaimana tercantum dalam s{ur@ ah yang dikaji itu. Sedangkan tematik modern adalah model sistematika penyajian yang mengacu pada tema tertentu yang ditentukan sendiri oleh penafsir. Berkaitan dengan maud{u@’i@ ini, al-Farma@wi@ dalam buku al-Bida@yah fi@ at-Tafsi@r al-Maud{u@’i@; Dira@sah Manhajiyyah Maud{u@’iyyah memberikan pengertian tafsir maud{u@’i adalah upaya menghimpun seluruh ayat alQur’an yang memiliki tujuan dan tema yang sama. Setelah itu, apabila memungkinkan, disusun berdasarkan kronologis berdasar asba@b an-nuzu@l. Langkah selanjutnya adalah menguraikannya dengan menjelajahi seluruh aspek yang dapat digali serta mengemukakan tujuan yang menyeluruh dengan ungkapan yang mudah dipahami. Ayat yang dikaji bersifat spesifik dan mengerucut. Hasilnya diukur dengan teori-teori akurat sehingga tersaji secara komprehensif. 59 Al-Farma@wi@ juga memperkenalkan metode tafsir maud{u@’i@ ini dengan membaginya menjadi dua; pertama, mengkaji sebuah s@urah dengan kajian universal yang di dalamnya dikemukakan misi awalnya lalu misi utamanya serta kaitan antara satu bagian s{ur@ ah dan bagian lain sehingga
‘Abd al-H{ay al-Farma@wi@, Metode Tafsir Maud{u@’i@ dan Cara Penerapannya, terj. Rosihan Anwar [Bandung: Pustaka Setia, 2002], hlm. 42 59
44
saling melengkapi, kedua, menghimpun seluruh ayat al-Qur’an yang berbicara tentang tema yang sama. Semua ayat tersebut diletakkan dibawah satu judul lalu ditafsirkan dengan metode maud{u@’i@. Berdasarkan penjelasan di atas, keseluruhan teks yang disajikan dalam rubrik Taus{iyah menganut model sistematika penyajian tematik dimana penulisnya memilih tema-tema tertentu terutama tema yang sedang marak diperbincangkan atau tema yang up to date.60 Seperti judul teks dalam rubrik Taus{iyah pada tanggal 26 Januari 2010 Bonek: Sebuah Potensi Salah Ekspresi. Tulisan ini dimunculkan berkaitan dengan tindakan anarkhi yang dilakukan para supporter sepakbola yang terjadi beberapa hari sebelum kemunculan tulisan ini.61 Judul lain semisal Sejarah Panjang Perjuangan Palestina62 juga tidak terlepas dari peristiwa sebelumnya yang hangat diperbincangkan dimanamana. Pada
saat
bulan
Ramadhan
datang,
rubrik
Taus{iyah
MTA
mengeluarkan judul Manfaatkan Ramadhan Secara Maksimal63 untuk memotivasi umat Islam memasuki bulan Ramad{an@ dengan memberikan strategi dalam memasuki bulan Ramad{an agar memperoleh nilai ibadah
60
Pernyataan ini juga berdasarkan hasil wawancara penulis dengan pengelola rubrik Taus{iyah, Abdurrahman Suparno, pada tanggal 2 November 2010 di MTA cabang Kasihan Bantul Yogyakarta. Mengenai pemilihan tema, berdasarkan informasi yang didapatkan penulis dari Tri Harmoyo, salah satu penulis teks Taus{iyah, menyebutkan bahwa pemilihan tema dapat diambil dari inisiatif pengirim naskah [teks Taus{iyah] sendiri, dapat pula dari tema yang telah ditentukan pengurus atau penanggungjawab Taus{iyah. 61 Aksi kebrutalan para suporter sepakbola tersebut terjadi pada tanggal 23 januari 2010, seperti yang diberitakan oleh surat kabar Solopos dengan judul “Antisipasi Bonek Ngamuk, Polwil kerahkan Seluruh Personil”. Http://www.solopos.com/2010. 62 Dipublikasikan pada tanggal 3 juni 2010. 63 Dipublikasikan pada tanggal 2 Agustus 2010
45
dan nilai ilmu. Pada saat bulan Ramad{an akan berakhir, rubrik Taus{iyah menyajikan teks dengan judul Sekolah Jujur 30 Hari64 dengan pembahasan seputar latihan kejujuran yang dewasa ini dianggap sebagai utopia belaka ketika melihat ketidakjujuran yang seolah mengakar di masyarakat dan bangsa. 2. Bentuk Penyajian. Teks kajian terhadap al-Qur’an yang ditulis oleh penulisnya dan disajikan
kepada pembaca
memiliki
karakteristik
bentuk
dalam
penguraiannya. Bentuk uraian dalam penyajian inilah yang dimaksud dengan bentuk penyajian. Terdapat dua bagian dalam bentuk penyajian ini. Bentuk pertama adalah
bentuk penyajian global dengan penjelasan yang singkat dan
global serta menitikberatkan pada inti dan maksud dari ayat-ayat alQur’an yang dikaji. Bentuk ini dapat diidentifikasi melalui model analisis yang hanya menampilkan bagian terjemah, sesekali asba@b an-nuzu@l dan perumusan pokok-pokok kandungan dari ayat-ayat yang dikaji.65 Sedangkan bentuk yang kedua adalah bentuk penyajian rinci. Bentuk ini menitikberatkan pada uraian-uraian secara detail, mendalam dan komprehensif. Untuk menemukan makna yang tepat dan sesuai konteks ayat biasanya dilakukan dengan analisa term-term kunci, sedangkan untuk menarik suatu kesimpulan dilakukan dengan menelisik asba@b al-nuzu@l
64 65
Dipublikasikan pada tanggal 30 Agustus 2010 Islah Gusmian, Khazanah…hlm.148.
46
menggunakan kerangka analisis yang beragam seperti analisis sosiologis, antropologis dan sebagainya.66 Berdasarkan definisi dan pembagian dari bentuk penyajian di atas, keseluruhan teks dalam rubrik Taus{iyah termasuk bagian bentuk penyajian yang pertama yakni penyajian teks dengan uraian yang global, tidak mendetail juga tidak mendalam.67 Uraian teks-teks dalam rubrik Taus{iyah lebih banyak menampilkan ayat beserta terjemahannya kemudian penjelasan singkat dari ayat tersebut atau pembahasan secara umum tanpa analisis term kunci dan tanpa menelisik asba@b an-nuzu@l. Contoh penjelasan secara umum dari sebuah ayat yang dikutip dapat dilihat pada judul Jika Hati Menjadi Keras”68. Setelah mengutip sebuah ayat dalam Q.S. az-Zumar [39] : 22; ِ1 I َ Jِ َ ُُ ُ ُ*ْ ِْ ِذ ْآ ِ& ا ِ أُو%ِ َ ِ َ4ْ ِ ٌ 5ْ َ 1َ ِ ُِّ ٍر ِْ َر, َ َ َ ُ 1َ ِمEْFِ >ُ ْ َر+ َ ُ ح ا َ &َ H َ َْ 1َ َأ ٍ ِ$ُ ل ٍ Eَ
“Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.”
terdapat uraian tentang ayat ini secara umum
yakni tentang
keberuntungan bagi orang-orang yang menerima ajaran Islam dengan sepenuh hati karena segala permasalahan hidupnya akan dibimbing oleh
66
Ibid., hlm.152. Berdasarkan informasi yang didapatkan dari pengirim naskah pada rubrik Taus{iyah bahwa bentuk penyajian yang dipilih adalah ringkas, mudah dipahami dan diamalkan. 68 Dipublikasikan pada tanggal 11 Januari 2010.Lihat pada lampiran 2. 67
47
Allah. Tidak ada kekhawatiran baginya. Demikian awal penjelasan terhadap ayat tersebut. Tidak didapati penjelasan terhadap kata qulu@b sebagai kata kunci sekaligus judul teks, seperti arti qalb dilihat dari sisi kebahasaan dengan analisis semantik misalnya. Uraian berkisar tentang hati yang mendapat petunjuk dengan segenap kebaikan karenanya kemudian berpindah pada penjelasan tentang bujukan setan dan kegelapan hati yang disebabkan oleh hawa nafsu. Contoh kedua adalah judul Ketika Jilbab Hanya Sebagai Asesoris.69 Sebagai pengantar uraian, dimunculkan fenomena pemakaian jilbab masa kini kemudian dihadirkan sebuah ayat berkaitan dengan jilbab dalam Q.S. an-Nu@r [24]: 31. Uraian terhadap ayat tersebut sangat sedikit dan hanya sebagai penegas dari terjemah ayat lantas dihadirkan ayat lain dalam surat lain baru kemudian disinggung definisi jilbab sebagaimana terjemahan ayat yakni sejenis baju kurung yang lapang yang dapat menutup kepala hingga dada. Teks ini tidak menjelaskan bagaimana
asba@b an-nuzu@l ayat juga konteks sosio historis ayat yang diketengahkan. 3. Gaya Bahasa Penulisan Orientasi dari analisa gaya bahasa penulisan di sini adalah melihat bentuk-bentuk bahasa yang dipakai seorang penulis, apakah memakai gaya bahasa kolom, gaya bahasa reportase, gaya bahasa ilmiah, atau gaya bahasa populer.
69
Dipublikasikan pada tanggal 14 Januari 2010.
48
Gaya bahasa tulisan kolom adalah gaya penulisan dengan memakai kalimat yang pendek, lugas dan tegas. Diksi-diksi yang dipakai dalam bentuk ini dipilih melalui proses yang serius dan akurat sehingga mampu menghentakkan imajinasi pembaca.70 Gaya bahasa penulisan reportase dapat diketahui dari penggunaan kalimat yang sederhana, elegan, komunikatif dan bersifat pelaporan seperti yang sering digunakan dalam majalah atau koran. Model seperti ini biasanya memikat emosi pembaca dan mengajak pembaca masuk dalam tema yang ditulis.71 Pelibatan pembaca misalnya dilakukan dengan memakai kata”kita”. Gaya bahasa penulisan ilmiah adalah gaya bahasa penulisan yang dalam proses komunikasinya terasa formal dan kering. Gaya bahasa semacam ini lebih melibatkan otak ketimbang emosi pembaca sehingga pembaca kurang dilibatkan dalam wacana peristiwa yang dipaparkan.72 Adapun gaya bahasa penulisan populer adalah model gaya bahasa yang menempatkan bahasa sebagai medium komunikasi dengan karakter pilihan kata maupun kalimat yang mudah dan sederhana. Teks yang ditulis dengan gaya bahasa populer terasa ringan dan mudah dipahami. Istilah yang rumit dan sulit dipahami pembaca [awam] dicarikan padanannya yang lebih mudah sehingga makna sosial maupun moral yang terkandung dalam al-Qur’an mudah ditangkap dan tidak
70
Ibid., hlm.165 Ibid., hlm 167 72 Ibid., hlm.169 71
49
disalahpami oleh pembaca.73 Dari keempat gaya bahasa yang telah disebutkan, teks-teks Taus{iyah masuk dalam kategori yang terakhir ini yakni gaya bahasa penulisan populer.74 4. Bentuk Penulisan Bentuk penulisan di sini adalah mekanisme penulisan yang menyangkut aturan teknis dalam penyusunan keredaksian sebuah literatur. Aturan yang dimaksud adalah tata cara mengutip sumber, penulisan catatan kaki, penyebutan buku-buku yang dijadikan rujukan serta hal-hal lain yang menyangkut konstruksi keredaksionalan. Ada dua hal pokok dalam bentuk penulisan, ilmiah dan non ilmiah. Bentuk penulisan ilmiah sangat ketat dalam memperlakukan mekanisme redaksionalnya. Kalimat ataupun pengertian yang didapat dari beberapa literatur lain diberi catatan kaki ataupun catatan perut untuk menunjukkan sumber asli yang dirujuk. Selain itu, judul buku, tempat, tahun, penerbit serta nomor halaman buku menjadi penting untuk dituturkan dalam bentuk penulisan ilmiah ini. Tidak demikian dengan penulisan non ilmiah, Penulisan ini tidak menggunakan kaidah penulisan ilmiah yang mensyaratkan adanya footnote, endnote maupun catatan perut dalam memberikan penjelasan atas literatur yang dirujuk. Tidak
73
Ibid., hlm.170. Lihat, lampiran 3. Pengkategorian ini juga didasarkan pada hasil wawancara penulis dengan penanggungjawab rubrik Taus{iyah dan pengirim naskah, bahwa bahasa yang digunakan adalah bahasa yang sederhana 74
50
digunakannya kaidah penulisan ilmiah dalam bentuk penulisan ini bukan berarti dari segi isinya pun tidak ilmiah. 75 Dua bentuk penulisan di atas sangat jelas perbedaannya dan dapat diidentifikasi dengan mudah. Tidak sulit untuk menentukan teks-teks dalam rubrik Taus{iyah termasuk kategori yang mana karena hal tersebut jelas bahwa teks-teks dalam Taus{iyah tidak menggunakan kaidah penulisan yang ketat seperti penulisan ilmiah sehingga termasuk dalam kategori bentuk penulisan non ilmiah.76 5. Sifat Penulis Dalam menyusun sebuah teks, seseorang bisa melakukannya secara individual, kolektif atau bahkan dengan membentuk tim atau panitia khusus secara resmi. Secara individual berarti suatu karya lahir dan ditulis satu orang. Sedangkan kolektif berarti suatu karya disusun lebih dari dua orang. Kolektif ini dapat dibagi menjadi kolektif resmi dan kolektif tidak resmi. Kolektif resmi adalah kolektivitas yang dibentuk secara resmi oleh lembaga tertentu dalam bentuk tim atau panitia khusus dalam rangka menulis tafsir. Sedangkan kolektif tidak resmi terdiri dari dua orang penyusun yang tidak bersifat formal. Teks-teks dalam rubrik Taus{iyah meski dipublikasikan oleh sebuah yayasan namun tergolong bersifat individual karena ditulis secara individu.77
75
Ibid., hlm.172-175 Lihat, lampiran 3. 77 Lihat, lampiran 4. 76
51
6. Asal-usul Literatur Literatur berasal dari ruang akademik yakni berasal dari tulisan ustaz| yang turut mengelola MTA, dari pengirim [pembaca], dari orang-orang yang dipercaya untuk mengisi tulisan, juga dari artikel pengajian atau brosur,78 dan artikel dari majalah MTA.79 7. Sumber-sumber Rujukan Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan pengurus MTA, sumber yang dijadikan rujukan tidak berpatok pada satu kitab. Ada berbagai kitab tafsir yang dijadikan sumber rujukan yakni tafsir al-Jawa@hir, al-Mana@r, arRa@zi@, Ibnu kas|ir, Ibnu Abbas, al-Mara@ghi@, tafsir Departemen Agama. 80 Kitab-kitab yang telah disebutkan di atas dapat diketahui dengan jelas pada saat membaca buku berjudul Tafsir al-Qur’an yang diterbitkan oleh MTA,81 namun dalam teks-teks rubrik Taus{iyah sangat sulit melacak sumber rujukan yang dipakai karena tidak disebutkan di dalam penjelasan terhadap ayat atau penjelasan secara umum mengenai sumber tersebut dan karena bentuk penulisannya menganut bentuk non ilmiah yang tidak ketat mencantumkan mekanisme redaksionalnya.
78
Misalnya judul Mengemis Kok Enak diambil dari Brosur MTA Ahad, 20 April 2008 : Rasulullah s.a.w. Suri Tauladan yang Baik, dan brosur Keutamaan Bekerja. Lihat, lampiran 5. 79 Contoh berasal dari artikel di majalah RESPON MTA pada judul Muslimah-muslimah Pendakwah Agama Allah, Adakah Sosok Itu Kini? dipublikasikan pada tanggal 25 Februari 2011. 80 Berdasarkan wawancara dengan Abdurrahman Suparno, pada tanggal 2 November 2010 di MTA cabang Kasihan Bantul Yogyakarta. 81 Contoh sumber rujukan dalam buku Tafsir al-Qur’an karya MTA adalah ketika membahas tentang pokok-pokok isi al-Fa@tih{ah, pada penjelasan tentang bismilla@hirroh{ma@nirrah{i@m, di situ mengutip penjelasan Muhammad ‘Abduh dalam tafsirnya sebagai sumber rujukan. Lihat, Majlis Tafsir Al-Qur’an, Tafsir al-Qur’an : Surat al-Fa@tih{ah dan al-Baqarah ayat 1-39 [t.tp: Yayasan Majlis Tafsir Al-Qur’an,t.t], hlm.11.
52
Berdasarkan pembahasan tentang aspek teknis penulisan dengan ketujuh elemen di atas, secara keseluruhan dapat tergambar dalam tabel berikut;
Tabel 1 Aspek Teknis Penulisan Teks-teks dalam Rubrik Taus{iyah
Sistematika Penyajian Tematik Bentuk Penyajian Global Gaya Bahasa Populer Bentuk Penulisan Non Ilmiah Sifat Penulis Individual Asal-Usul Majalah Respon Brosur MTA Sumber Rujukan Tidak didapati keterangan sumber
C. Aspek Hermeneutik Sejarah hermeneutika tafsir al-Qur’an, setidaknya terbagi menjadi dua; hermeneutik al-Qur’an tradisional dan hermeneutika al-Qur’an kontemporer. Perbedaan antara keduanya terletak pada perangkat metodologi yang digunakan. Hermeneutika al-Qur’an tradisional sebatas menggunakan linguistik dan riwayat, belum terdapat rajutan sistemik antara teks, penafsir dan audiens sasaran teks, meskipun unsur triadik ini telah hidup di dalamnya waktu itu. Sedangkan hermeneutik al-Qur’an kontemporer telah melakukan perumusan sistematis unsur triadik tersebut.
53
Bagian aspek hermeneutik ini akan mencoba menelisik sisi hermeneutik tersebut dalam teks-teks pada rubrik Taus{iyah dengan mengacu pada tiga hal yakni metode, nuansa dan pendekatan. 1. Metode Dua arah penting dalam melihat kerangka metodologi yang dipakai adalah metode riwayat dan pemikiran. Seperti yang terjadi dalam hermeneutik al-Qur’an tradisional, riwayat merupakan satu variabel yang digunakan untuk menjelaskan makna teks.82 Metode riwayat merupakan suatu proses pengkajian al-Qur’an yang menggunakan data riwayat dari Nabi s.a.w. dan atau sahabat. Data material dalam metode ini mengacu pada hasil penafsiran Nabi yang ditarik dari riwayat pernyataan Nabi atau dalam bentuk asba@b an-nuzu@l sebagai satu-satunya sumber data otoritatif. Teks-teks yang dipublikasikan di rubrik Taus{iyah MTA menggunakan metode riwayat ini terlihat dari data material berupa pernyataan Nabi dalam bentuk hadis, apa adanya. Artinya, hadis-hadis tersebut dihadirkan sebagai penjelasan terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang diketengahkan. Dalam beberapa judul, hadis-hadis bahkan mendominasi isi teks. Keberadaan hadis-hadis dalam satu teks terkadang tidak setema. Sebagai contoh dalam judul Bunuh Diri Jalan Haram Mengakhiri Frustasi83 terdapat dua buah hadis yang berkaitan dengan tema yakni bunuh diri dan tiga buah hadis yang berbeda tema yakni tentang keniscayaan adanya penyakit dalam tubuh manusia. Sebanyak 17 judul dari 47 judul di 82 83
Ibid., hlm.196 Lihat, lampiran 6.
54
dalamnya menggunakan hadis sebagai penjelas. Selebihnya tidak didapati hadis sebagai penjelas, tetapi dengan menghadirkan ayat lain.
2. Nuansa Pemahaman Maksud dari nuansa pemahaman di sini adalah ruang dominan sebagai sudut pandang dari sebuah karya. Dalam konteks ini, setiap teks dapat hadir dengan nuansa yang berbeda-beda. Adakalanya teks tersebut terbangun
dalam
nuansa
atau
laun
[warna]
teologis,
sosial
kemasyarakatan, kebahasaan, psikologis, sufistik, falsafi@, ‘ilmi@, atau fiqhi@. Nuansa teks dalam rubrik Taus{iyah adalah sebagai berikut :
a. Nuansa Teologis Sebuah teks dapat dikatakan bernuansa teologis jika bangunan teks tersebut mengedepankan sistem keyakinan ketuhanan sebagai variabel tema yang penting. Hal ini dilakukan dengan cara mengungkap pandangan al-Qur’an mengenai sistem keyakinan dan teologi melalui pelacakan tema-tema pokok beserta konteksnya. Tema pokok berkaitan dengan sistem keyakinan dan teologi semisal hubungan manusia dengan Tuhannya, kekuasaan Tuhan, konsep seputar iman, taqwa, kafir, munafik, persoalan eskatologi, konsepsi tauhid, dan rukun iman.84 Terdapat beberapa judul dalam Taus{iyah yang sekalipun tidak secara langsung berbicara tentang tema keimanan, kekafiran misalnya,
84
Ali Ahmad Hamdani, “Tafsir al-Qur’an…”, hlm.204.
55
tetapi dalam teks tersebut menuansakan persoalan teologis. Judul-judul tersebut adalah: 1) Hidup Di Dunia Hanya Sehari Saja. Teks ini diawali dengan menyodorkan sebuah ayat tentang ungkapan kesan orang-orang di akhirat berkenaan dengan kehidupan mereka di dunia dalam Q.S.T{ah@ a@ [20]: 104. Pada saat manusia saling berbisik tentang keberadaan mereka yang hanya sepuluh hari saja di dunia. Sementara orang yang paling lurus di antara mereka mengatakan bahwa persinggahan di dunia hanyalah sehari saja. Nuansa teologis didapatkan pada saat digambarkan keadaan orang kafir dan mukmin di akhirat dengan merujuk ayat tersebut. Selepas ayat ini, tidak didapati penjelasan maksud dari ayat yang disajikan dengan mengungkap sisi muna@sabah ayat ini misalnya dengan ayat sebelum dan sesudahnya atau dengan mengetengahkan penafsiran ulama tafsir sehingga tergambar di benak pembaca tentang penyebab dikatakannya hidup di dunia hanya sehari saja. Respon terhadap ayat ini hanya dikatakan betapa bahagianya hidup yang singkat tersebut ketika dihabiskan bersama Rasul dan orang-orang ahli kebenaran. Untuk mendukung penjelasan singkat ini, pembaca disodori dengan sebuah ayat lain dalam Q.S. al-A’r@af [7]:157 tentang orang-orang yang mengikuti
56
Rasul dan beriman kepadanya adalah termasuk orang-orang yang beruntung. Orang-orang tersebut dikategorikan sebagai orang-orang yang bertaqwa. Ketaqwaan menjadikan perbuatan manusia berkualitas tinggi dan berbuah di dunia dan akhirat. Perjuangan untuk bersabar dalam ketaqwaan sebagai jalan yang diridhoi oleh Allah akan memperoleh derajat yang tinggi dan memiliki kualitas moral yang tinggi pula. Perjuangan ini juga butuh pengendapan dan pembiasaan ilmu, iman dan amal saleh. Penjelasan tentang ketaqwaan ini pun memberikan warna teologis dalam teks ini. 2) Melawan Arus Deras Materialisme dan Atheisme. Judul ini masuk dalam kategori teks yang bernuansa teologis oleh karena dalam judul ini membahas tentang sebuah keyakinan [akidah] Islam yang dilawankan dengan yang tak bertuhan juga yang menuhankan materi. Teks ini menjelaskan bahwa materialis berpijak pada prinsip bahwa alam raya ada dengan sendirinya dan bersifat kekal sehingga manusia hanyalah akibat adanya alam raya. Hidup dan mati tidak memiliki
suatu
tanggungjawab
sehingga
manusia
berhak
menciptakan alur kehidupan yang dilakukan dengan membuat aturan-aturan yang disepakati di antara mereka tanpa merujuk pada hukum-hukum Allah Tuhan semesta alam, aturan universal yang telah ditetapkan oleh Allah atas umat manusia. Sebaliknya,
57
menurut teks ini, manusia yang patuh dengan peraturan-peraturan Allah akan merasakan ketenangan, ketenteraman dan kebahagiaan. Semua itu berpangkal pada jiwa manusia. Rasa terlindungi dan terjaga membawa jiwa manusia kepada ketenangan. Penyebab terbelenggunya manusia pada kehidupan materialis adalah kecintaan kepada dunia dan harta benda. Ini sudah menjadi sebuah pola hidup manusia modern. Solusi penting untuk menghindarinya adalah tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsip Islam yang sempurna sehingga keindahan zaman modern tidak menjadi sebuah malapetaka. 3) Mukjizat-mukjizat Nabi Isa. Meski judul teks ini dikhususkan pada mukjizat Nabi Isa, tetapi pembahasan di dalamnya diarahkan untuk mengingatkan manusia akan keagungan Allah. Diutusnya para nabi, termasuk nabi Isa dengan mukjizat yang telah diberikan diharapkan dapat membawa manusia ke jalan yang lurus. Secara
individu
maupun
kolektif,
manusia
berpotensi
melakukan penyimpangan-penyimpangan yang juga pernah terjadi pada umat terdahulu. Jalan keluar terhadap penyimpangan ini sama seperti jalan keluar yang terdahulu, tetap mengagungkan Allah melalui tanda kebesaran-Nya dan melaziminya. Di sinilah tampak nuansa teologis dalam teks ini.
58
4) Menghindari Pola Hidup Sekuler. Meski teks ini menyinggung tentang sekuler, namun isi teks tidak jauh dari pembahasan yang beraroma teologis, hubungan manusia dengan Tuhan-Nya, juga berkisar tentang keimanan. Pembahasan berawal dari jalan hidup sekuler yang mewabah ke seluruh penjuru dunia ketika manusia terkungkung dengan peraturan-peraturan agama dan mencoba keluar dari kungkungan tersebut dengan menambah dan mengurangi isi agama seperti penyimpangan yang dilakukan oleh manusia sebelum datangnya Islam yang dicontohkan dengan ayat dalam Q.S. al-Baqarah [2] : 75 dan 79, juga Q.S. A@li ‘Imra@n [3] : 187. Idealnya, manusia yang mengamalkan ajaran agama dengan benar dan lurus akan mendapat curahan petunjuk dan rahmat dari Allah yang dapat dicirikan dengan ketenangan, ketentraman, kebahagiaan dalam jiwanya. Sekularisasi dibarengi dengan adanya revolusi ilmu dan teknologi
disusul
dengan
revolusi
industri
dan
budaya.
Kecenderungan manusia untuk mencintai dunia yang amat sangat mengakibatkan manusia tidak lagi mengetahui tujuan kehidupan. Tujuan tersebut adalah melihat tanda-tanda keagungan Allah dan bersyukur kepada-Nya. Orang-orang yang mengabaikan tuntunan Allah dan acuh-tak acuh dengannya, tidak menjalankan perintahNya, suka melanggar larangan-Nya maka mereka akan menjadi manusia yang menempuh jalan kehinaan, tidak lagi suka mendekat
59
kepada Allah Tuhan Yang Maha Suci bahkan mereka lebih suka meyakini bahwa Allah itu tidak ada alias atheis. Ketika manusia sedang berbondong-bondong menuju kehidupan sekuler dapat dipastikan
kejiwaan
manusia
sedang
terjangkiti
penyakit
kesombongan dan kedurhakaan kepada Allah dan pasti akan memunculkan kesengsaraan dan penderitaan jiwa. Walaupun manusia bergelimang dengan ilmu dan teknologi, bergelimang dengan harta benda dan gemerlapnya suasana namun jiwanya akan semakin susah. Kebalikan dari mereka yang mengabaikan tuntunan Allah adalah orang yang tumbuh dengan pemahaman dan amalan-amalan yang benar dan lurus, rajin mendidik diri dengan al-Qur’an dan Sunnah. Mereka akan menemukan ilmu dan teknologi sebagai nikmat-nikmat Allah di kehidupan dunia ini sebab ilmu Allah itu sangat luas tak terbatas. Demikian ringkasan dari teks yang dapat menggambarkan nuansa teologisnya. 5) Cara Jitu Menghindari Bujuk Rayu Setan. Teks ini tidak jauh berbeda dengan teks sebelumnya yang tidak jauh pula dari pembahasan mengenai hati dan keimanannya sebagai wilayah teologis. Ada beberapa sebab yang menjadikan setan masuk ke dalam manusia dan merasa nyaman membersamai manusia untuk berbuat kerusakan sebagaimana Q.S. asy-Syu’ara@’ [26] : 221-223. Dosa, atau kekotoran hati adalah pangkal
60
kedatangan setan ke dalam hati manusia. Ibarat tempat sampah dipenuhi dengan lalat, bakteri dan penyakit, demikian pula setan sangat menyenangi hati orang-orang yang suka berbuat dosa, mengkufuri nikmat dan rahmat dari Allah. Setan sangat mahir membuat kebingungan dalam diri manusia. Kegelapan setan menjadikan manusia terhalangi atau tersesatkan dari mengikuti jalan-jalan petunjuk yang benar. Cara atau tips seperti dalam judul ini yang dihadiahkan bagi pembaca untuk menghindari godaan setan sebagai “sunnatullah” adalah meningkatkan daya tahan dalam memegang petunjuk Allah. Sebagai contoh sebatang besi yang satu terlindungi oleh minyak dan yang lain tidak terlindungi bahkan masuk ke dalam cairan garam, pasti akan rapuh dan rusak. Demikian pula hati manusia yang terlindungi dengan iman akan menjadi hati yang kuat dan tangguh. Sebaliknya hati yang tidak terlindungi dengan iman atau bahkan ada di lingkungan yang rusak pasti akan menjadi lemah dan rusak. 6) Nabi Ibrahim Anak Seorang Penyembah Berhala. Berbeda dengan teks lain yang menyinggung tentang keimanan, teks ini lebih cenderung berbicara persoalan ketauhidan sebagai persoalan teologis. Mengacu pada judul tentang seorang Nabi yang dijuluki sebagai bapak tauhid, sebagai nabi yang ditugasi untuk mengakhiri kemusyrikan di tengah masyarakatnya
61
dan menuntun mereka pada
jalan tauhid, meski beliau sendiri
adalah anak seorang penyembah berhala bahkan produsen berhala. Bukan sebuah ketauhidan ketika apapun
dijadikan sebagai
tuhan, baik dalam bentuk berhala maupun bentuk lain, bahkan malaikat sekalipun. Penyimpangan dalam bentuk apapun telah dijelaskan dalam al-Qur’an sebagai penoda ketauhidan. Untuk meluruskan penyimpangan tersebut diutuslah nabi bagi ummatnya, termasuk nabi Ibrahim sebagai panutan yang sangat luar biasa hebatnya
dengan
segala
resiko
yang
diterimanya
dari
masyarakatnya namun diselamatkan oleh Allah. Pelajaran
dari
penjelasan
ketauhidan
nabi
Ibrahim
diungkapkan bahwa menjadi seorang pioneer kebenaran di setiap zaman, waktu, tempat dan suasana bukanlah hal yang mudah. Oleh karena itu, orang-orang yang memproklamirkan dirinya sebagai orang yang mempercayai al-Qur’an di tengah-tengah budaya yang selainnya adalah orang-orang yang dianugerahi keteguhan iman. 7) Indahnya Hidup Sesuai Aturan Allah. Teks ini diawali dengan sebuah hadis sebagai pengantar pembahasan tentang kehidupan manusia di dunia beserta kehendak bebasnya. Penjelasan disertai dengan hadis : Dari Ali r.a. berkata; Rasul s.a.w. bersabda ; “Jibril mendatangiku dan berkata : Ya Muhammad, hiduplah sesukamu karena engkau akan mati, cintailah siapa yang kamu mau karena engkau akan meninggalkannya, beramallah sesukamu karena engkau akan dibalas dan ketahuilah bahwa kemuliaan seorang mukmin pada qiya@mullail dan ‘izzahnya pada kemandiriannya.
62
Selanjutnya dijelaskan penghargaan Islam terhadap kebebasan manusia adalah sebuah penghargaan yang sebenarnya. Kebebasan berpendapat, berekspresi dan segala kebebasan dalam standar aturan yang benar. Sebuah kebebasan yang tidak boleh melanggar kebebasan dan hak orang lain. Manusia diberi kebebasan untuk menempuh kehidupannya dengan cara-masing-masing namun ada prinsip yang harus dibangun dan disadari bahwa kehidupan dunia penuh keterbatasan, tidak abadi. Kehidupan dunia berakhir dengan kematian.
Keimanan
pada
adanya
hari
akhir
seyogyanya
menjadikan manusia mengikuti petunjuk dan aturan Allah. Dari sini pembahasan teologisnya terlihat. 8) Cara Mencintai al-Islam dan al-Qur’an Judul ini masuk dalam tulisan yang bernuansa teologis oleh karena isi yang dibangun berkenaan dengan pokok keimanan yakni mengimani kitab suci yang dibawa oleh Muhammad s.a.w. Allah menghendaki keselamatan bagi siapa saja yang mengimani, mempercayai dan mengamalkannya. Nilai-nilai kebenaran yang ada dalam al-Qur’an lebih mulia dari sekedar nilai-nilai materi yang telah Allah sebarkan di muka bumi. Walaupun manusia tidak mau meyakini kebenaran al-Qur’an, namun Allah, malaikat-malaikat-Nya dan orang-orang yang saleh yang berbakti kepada-Nya meyakini kebenarannya. Manusia boleh memilih apakah akan mengimani atau mengkafiri firman Allah
63
dalam kitab suci al-Qur’an namun masing-masing dengan segala konsekuensinya. 9) Tidak Faham Al-Qur’an, Pasti Menyesal. Tidak jauh berbeda dengan point kedelapan tentang keimanan terhadap wahyu yang diberikan kepada Rasul terakhir sehingga nuansa teks bersifat teologis. Dalam teks ini banyak menghadirkan ayat-ayat dengan sedikit penjelasan. Ayat pertama yang dihadirkan adalah Q.S. at-Takwi@r [81] : 24-29 , kemudian Q.S. al-Isra@’[17]: 15 dan 111. Selepas ayat-ayat tersebut, disusul dengan ayat-ayat lain dengan sedikit penjelasan di antaranya yang berbunyi “Allah menjelaskan kepada kita akan asal-muasal diri kita dan perjalanan kita di muka bumi serta akhir dari perjalanan diri kita di dunia ini juga kemana kita akan pergi”. Perjalanan di muka bumi adalah pertanggungjawaban yang harus dipertanggungjawabkan karenanya harus sesuai dengan petunjuk yang telah digariskan. Di samping itu juga memerlukan adanya kehati-hatian, sebab ujian, cobaan dan tipuan setan selalu menghadang. Ada orang atau sekelompok orang, menurut isi dari penjelasan teks, yang merasa berbuat yang terbaik menurut pikiran, hati dan kehendak serta ilmu yang ada pada mereka, padahal mereka telah berbuat sesuatu yang paling merugikan diri mereka di dunia dan di akhirat.
64
Banyak manusia dimata manusia awam telah menghasilkan karya-karya besar, revolusioner, monumental, mengglobal namun banyak dari mereka yang tidak mau beriman kepada Allah dan tidak mengamalkan al-Qur’an. Penjelasan ini kemudian dilengkapi dengan Q.S. asy-Syu@ra [42]:45, Q.S. al-A’ra@f [7]:51, Q.S. alJa@si| yah [45]: 34. 10) Bertasbih, Sifat Universal Jagat Raya. Judul satu ini termasuk kategori nuansa teologis sebab isi dari teks ini berkaitan dengan kekuasaan Tuhan. Allah menciptakan akal, indra dan hati tidaklah tanpa kehendak khusus di dalamnya. Semuanya itu digunakan melihat tanda-tanda keagungan Allah, untuk bertasbih dan bersyukur dengan nikmat-Nya. Hal tersebut menjadi tugas segenap makhluk untuk menyibukkan diri melihat tanda-tanda keagungan Allah bahkan ini menjadi kewajiban manusia untuk melakukannya. Usaha manusia untuk cinta bertasbih dan bersujud kepada Allah
membutuhkan
kesungguhan.
Ini
disebabkan
adanya
“makhluk-makhluk” jahat yang siap memangsa manusia dan membelokkan dari jalan yang lurus. Dalam teks ini, makhluk yang dimaksud adalah setan, dapat dilihat dari ayat yang dipaparkan setelah penjelasan tersebut. Ayat dalam Q.S. al-Baqarah [2]: 169 juga Q.S. an-Nisa@’[4]: 117 menyebut kata setan di dalamnya. Hanya saja satu ayat yang juga dicantumkan setelah kedua ayat
65
tersebut tidak terdapat kata setan, akan tetapi menyebut tentang kata fa@siq, ini didapati dalam Q.S. al-H{asyr [59]: 19. Bertasbih kepada Allah, seperti dalam sub judul teks ini, sebagai
obat
kesusahan
dan
kegelisahan
jiwa.
Manusia
membutuhkan makanan dan minuman untuk jiwanya berupa iman dan amal saleh untuk dapat terhindar dari makhluk makhluk yang siap memangsa seperti dijelaskan di atas. Sangat berbahaya ketika manusia telah melalaikan syariat Allah dan membuat syariat sendiri, apalagi melalaikan Allah. Sudah dapat dipastikan ketika hal ini terjadi, manusia menjemput kesesatan yang mengungkung jiwa dan siap meluncur ke dalam jurang kesusahan dan kekalutan jiwa sebagai penyebab pertikaian, perseteruan, kekacauan, dan bahkan peperangan besar di antara umat manusia. Di sinilah mengapa bertasbih,
bersujud,
ta’at
mengagungkan
Allah
sepanjang
kehidupan dunia menjadi pesan penting dalam bagian akhir teks ini. 11) Menggapai Perlindungan Allah Yang Paripurna. Paragraf pertama dari teks ini diawali dengan pernyataan bahwa terjadinya banyak musibah, bencana yang datang silih berganti menunjukkan tidak ada perlindungan yang hakiki kecuali perlindungan Allah. Pada saat manusia dilanda kegelisahan, kegalauan, keputusasaan, saat itu hamba yang taat akan mendapatkan hikmah. Dalam keadaan terjepitpun, Allah berkenan
66
memasukkan hikmah perlindungan dan keamanan yang paripurna pada hamba yang bertaqwa. Apa yang diucapkan oleh manusia ketika tertimpa musibah dengan ucapan “Inna lilla@hi wa inna ilaihi ra@ji’u@n”, dikatakan dalam teks sebagai insting mulut jiwa, bisikan hati yang diridhoi oleh Allah dan membutuhkan adanya latihan untuk mencapai kesucian jiwa. Di antara beberapa hal yang menjadi jalan untuk mendapat jalan dan keselamatan adalah; pertama, mengikuti petunjuk al-Qur’an, kedua; beramal saleh sesuai petunjuk Allah, ketiga; suka berderma karena mencari ridho Allah, keempat; hidup dengan memelihara iman, kelima; membela kebenaran Allah di tengah-tengah
masyarakat,
keenam;
menghayati
nilai-nilai
kebenaran Islam dan mengamalkannya, ketujuh; mengimani firman Allah dan mengadakan perbaikan diri, dan yang terakhir, kedelapan ; belajar menjadi kekasih Allah.
b. Nuansa Psikologis Pengertian nuansa psikologis adalah suatu nuansa tafsir yang analisisnya menekankan pada dimensi psikologi manusia. Ruang lingkup psikologi modern terbatas pada tiga dimensi, yaitu fisikbiologi, kejiwaan, dan sosio-kultural, maka ruang lingkup psikologi
67
Islami di samping tiga hal tersebut juga mencakup dimensi kerohanian dan dimensi spiritual. 85 1) Jika Hati Menjadi Keras. Teks ini mencoba menyentuh sisi terdalam dari manusia yakni hati, sebab itu termasuk bernuansa psikologis. Hati adalah tempat dianugerahinya keimanan yang akan mengantarkan pada sebuah ketundukan [isla@m] pada ketentuan-ketentuan Allah. Hati yang telah dianugerahi dengan keberserahan diri akan tercermin lewat ketaqwaan, sementara hati yang membatu sudah pasti berada dalam kesesatan. Pernyataan ini dikuatkan dengan menyitir ayat Q.S. azZumar [39]:22. Kejernihan hati, dijelaskan dalam teks ini, tidaklah bergaransi. Penyebab keruhnya hati adalah godaan setan. Akibat tergoda, manusia menurutkan hawa nafsu yang
menodai hati menjadi
lambat laun mengeras dan membatu. “Hati yang sakit”, demikian istilah dalam teks ini, tidak mempan dengan nasehat dan peringatan yang baik, ibarat badan yang sakit tidak dapat merasakan makanan yang lezat. Solusi yang ditawarkan oleh teks ini di bagian akhir adalah mengembalikan kesucian hati dengan mematikan hawa nafsu
85
Islah Gusmian, Khazanah…, hlm. 246-247.
68
duniawi dan menghidupkan hati dengan berkelana mengarungi makna dan ayat-ayat-Nya. Sebagai penutup teks, pembaca dihadiahi dengan kalimat yang mengesankan hubungan personal yang bersifat vertikal antara hati manusia dengan Tuhannya dalam kalimat berikut : Hati bisa sakit sebagaimana sakitnya jasmani, dan kesembuhannya adalah dengan bertaubat. Hati pun bisa kotor dan berdebu sebagaimana cermin, dan cemerlangnya adalah dengan berdzikir. Hati bisa pula telanjang sebagaimana badan, dan pakaian keindahannya adalah taqwa. Hati pun bisa lapar dan dahaga sebagaimana badan, maka makanan dan minumannya adalah mengenal Allah, cinta, tawakkal, bertaubat dan berkhidmat untuk-Nya. 2) Ketika Jilbab Hanya Sebagai Aksesoris. Teks ini mengangkat judul dari fenomena yang ada di masyarakat tentang cara berjilbab. Ini dapat dilihat pada kalimat pengantar pada paragraf pertama; Seorang perempuan muda berjilbab mini tengah mengambil bolpoin yang jatuh di lantai. Secara mengejutkan, pakaian yang tak kalah mini dengan jilbabnya, terangkat ke atas hingga memperlihatkan bagian tubuhnya. Na’u@zu| billa@hi min z|alik, jika contoh yang dilukiskan itu sudah menjadi gambaran dari muslimah-muslimah sekarang ini. Niatnya memang baik, menutup aurat yang sudah menjadi kewajiban bagi setiap muslimah. Hanya saja, seringkali aurat yang ditutup tidak sesuai dengan apa yang seharusnya dituntunkan oleh Islam. Satu contoh di atas kemudian diikuti dengan contoh lain yang tidak jauh berbeda. Setelah mengungkap contoh fakta tersebut, pembaca diarahkan untuk membaca ayat tentang perintah berjilbab. Ayat yang dikutip adalah Q.S. an-Nu@r [24]: 31, juga Q.S. al-Ah{za@b [33]: 59;
69
َْ َأن,ْ َأدI َ ِ َذ ِ $ِ ِEَM ِْ ِ ْ َ َ َ ِ,ْ5ُ َ ِِ ْOُ ْ َ ِء ا/,ِ َوI َ 0ِ ََ َوI َM ِ زْوَاN ْ ُ 6 $ِ َ ا65َ َأ5 ً ِ ُرًا َرQR َ ُ ن ا َ َ َوآ َ 5ْ ْ َذO5ُ Eَ1 َ ْ1&َ .ْ 5ُ
“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Sebagai keterangan dari ayat yang ditampilkan, jilbab didefinisikan sebagai jilbab yang sejenis baju panjang yang lapang dan dapat menutup kepala hingga dada. Jika mengenakan jilbab yang mini dimana umumnya jilbab diikatkan ke leher, maka berarti tidak sesuai dengan apa yang dimaksudkan dalam ayat. Bukan berarti Islam melarang tampil modis, demikian dijelaskan, akan tetapi pakaian dan terutama jilbab haruslah sesuai dengan unsur syar’i. Ada pesan yang lebih ditonjolkan dengan mengulas persoalan jilbab dalam teks ini yang dapat dilihat dari sub judulnya yakni jilbab sebagai cermin menjaga hati. Inilah mengapa penulis mengkategorikan judul ini bernuansa psikologis karena meskipun mengangkat fenomena masyarakat namun hal tersebut hanya sebagai pengantar untuk membahas tentang sisi kerohanian manusia yakni tentang menjaga hati. Selain contoh kasus pada paragraf awal, teks ini kembali menghadirkan fenomena lain yang tidak asing di masyarakat tentang bagaimana perilaku wanita
70
berjilbab yang dianggap tidak mencerminkan perilaku yang baik, padahal dengan mengenakan jilbab diharapkan dapat merubah perilaku dan sikap menjadi lebih baik, menjadikannya sebagai alat menjaga hati dan perilaku. 3) Bunuh Diri Jalan Haram Mengakhiri Frustasi. Sebagai prolog teks ini mengetengahkan fakta yang terjadi di Solo tentang adanya bunuh diri yang dilakukan oleh seseorang yang ternyata penyebabnya adalah penyakit yang tak kunjung sembuh. Setelah itu diungkap fakta-fakta lain tentang bunuh diri yang dikaitkan dengan
keputusasaan dan dalil tentang tidak
diperbolehkannya putus asa. Dalil yang diambil adalah Q.S. al-H{ijr [15]: 56, Q.S.Yu@suf [12]: 87, Q.S.az-Zumar [39]: 53, dan satu ayat tentang larangan membunuh diri sendiri dalam Q.S. an-Nisa@’[4]: 29. Selain ayat-ayat tersebut, disebutkan pula dua buah hadis berikut ; َ ِر, ِ1 َ ُ 1َ ُ / َ Qْ ,َ َ Xَ 4َ 1َ ٍ $َ M َ ِْ &َدى0َ َْ : صW ِ لا ُ ْ ُ ل َر َ َ :ل َ َ َ& َة رض5ْ &َ ْ َاِ ُه َ >ُ /3 َ Xَ 5َ >ِ ِ 5َ ِ1 ُ 6 / ُ 1َ ُ / َ Qْ ,َ َ Xَ 4َ 1َ Z ُ /3 َ 0َ َْ َو، ْ َ َا ًَا1ِ =ًا َ ُ ْ َ \ًَِا1ِ &َدىXَ 5َ *َ َ M َ ِ1 َِ ]ُM َ Xَ 5َ >ِ ِ 5َ ِ1 ُ 0ُ َ 5ْ ِ 3 َ 1َ ،ٍ َة5ْ ِ 3 َ ِ ُ / َ Qْ ,َ َ Xَ َ َْ َو، ْ َ َا ًَا1ِ =ًا َ ُ َ َ* \ًَِاM َ َ ِر, ِ1 ^/&_ى و اX* و ا/ =رى و$ ا. ْ َ َا ًَا1ِ =ًا َ ُ َ َ* \ًَِاM َ َ ِر,
Dari Abu Hurairah r.a. ia berkata : Rasulullah s.a.w. bersabda, “Barangsiapa menerjunkan diri dari gunung untuk bunuh diri, maka dia di neraka jahannam menerjunkan diri di dalamnya, kekal lagi dikekalkan di dalamnya selama-lamanya. Dan barangsiapa meminum racun untuk bunuh diri, maka dia meminum racun di tangannya itu di neraka jahannam, kekal lagi dikekalkan di dalamnya selama-lamanya. Dan barangsiapa
71
bunuh diri dengan senjata tajam, maka senjata tajam itu di melukainya di neraka jahannam, kekal lagi dikekalkan di dalamnya selama-lamanya”. [H.R. Bukha@ri, Muslim, Tirmiz|i,@ dan Nasa’i@] ،ِِ ار1 َ4ُ ُ = ْ 5َ ُ / َ Qْ ,َ ` ُ ُ = ْ 5َ ا_ِى: صW ِ لا ُ ْ ُ ل َر َ َ :ل َ َ َ& َة رض5ْ &َ ْ َاِ ُه َ =رى$ ا.ِ ا ِر1 *ُ 3 ِ Xَ 4ْ 5َ *ُ 3 ِ Xَ 4ْ 5َ َو ا_ِى،ِِ ار1 ُ / َ Qْ ,َ ُ .ُ a ْ 5َ ُ / َ Qْ ,َ ُ .ُ a ْ 5َ َو ا_ِى
Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata : Rasulullah s.a.w bersabda; “Orang yang bunuh diri dengan menggantung diri, dia akan menggantung diri di neraka. Orang yang menikam dirinya (dengan senjata tajam) maka dia akan menikam dirinya di neraka. Dan orang yang bunuh diri dengan menerjunkan diri dari tempat yang tinggi, maka dia akan menerjunkan diri di neraka”. [H.R. Bukha@ri].86 Dari ayat-ayat yang disitir tentang putus asa, pembahasan kembali kepada penyebab bunuh diri yang diungkap di dalam prolog teks, yakni sakit yang tak kunjung sembuh. Di sinilah mengapa penulis mengkategorikan tulisan ini bernuansa psikologis karena tulisan ini membahas tentang sifat keputusasaan yang menghampiri manusia juga secara fisik manusia tak bisa terhindar
Sanad dan matan berdasarkan penelususran hadis melalui CD Mausu@’ah al-H{adi@s|| berbunyi sebagai berikut; 86
$َ %& َ ْ ِ( َو%َ َ (ُ % ) ا%* َ + ِ َ َل ا- َ َل- (ُ ْ َ (ُ % ا َ. ِ َ َة َر1ْ َ ْ َأِ ُه َ ج ِ َ ْ َ ْ ْ ا َ ََ َأُ ا َ ِد َ ٌْ َ ُ ََ َ ! ْ ن َأ ِ َ#َ ْ ََ َأُ ا َ ِ ا ر3 َ4ُ ُ 5 ْ 1َ َ4ُ ُ 5 ْ 1َ ِي7 ِ ا ِر وَا3 َ48ُ ُ 9 ْ 1َ (ُ : َ ;ْ َ < ُ ُ 9 ْ 1َ ِي7 ا ِHadis nomor 1276 dalam S{ah{ih@ { Bukha@ri@ ini bersanad marfu@’ muttas{il. Adapun hadis lain dengan redaksi yang berbeda terdapat dalam Musnad Ahmad dengan hadis nomor 9245 berbunyi ; َ# ُ( ِإ: َ ;ْ َ ُ َ 5 ْ 1َ ِي7 ا$َ %& َ ْ ِ( َو%َ َ (ُ % ) ا%* َ ِ ْ ا َ َ َة1ْ َ ْ َأِ ُه َ ج ِ َ ْ َ ْ ا ِ َ ْ َأِ ا َ ِد َ ن َ َ%= ْ َ ِ ْ ا ِ َ )َ> ْ 1َ ََ َ ِ ا ِر3 َ48ُ ُ 9 ْ 1َ (ُ : َ ;ْ َ < ُ ُ 9 ْ 1َ ِي7 ِ ا ِر وَا3 $ُ > 8َ @َ 1َ َ4ِ3 $ُ > 8َ @َ 1َ ِي7 ِ ا ِر وَا3 َ4ُ َ 5 ْ 1َ
72
dari rasa sakit, tetapi yang harus disadari oleh manusia bahwa rasa sakit yang melanda, ada pesan kesabaran di dalamnya. 4) Dengki Akhlak Yang Berduri Satu sifat yang juga kerap kali menghampiri manusia adalah sifat dengki. Dengki atau h{asad adalah sebuah penyakit berbahaya yang bibitnya hidup dalam tubuh manusia dan senang menjumpai pemicunya. Ketika saudara, teman atau tetangganya tersenyum senang maka sang pendengki akan kusut muka, sedih, pusing kepala
menyesali
kebahagiaan
teman
yang
didengkinya.
Sebaliknya ketika terdengar kabar buruk, kesedihan atau musibah, maka sang pendengki puas bersorak bahagia walau kadang-kadang menutupinya agar terkesan tidak terlihat, bahkan terlihat simpatik. Kedengkian, dalam penjelasan berikutnya, tidak akan muncul di hati manusia beriman yang selalu berusaha menuju taqwa, setiap waktu
diguyur
ilmu,
amal
dan
berada
dalam
lingkaran
persaudaraan yang ikhlas siap dalam membantu dan menasehati. Iri dengki tidak hanya menyangkut hal-hal yang bersifat duniawi, seperti rumah dan kendaraan, melainkan juga menyangkut capaian-capaian di lingkup keagamaan, misalnya dakwah. Ini juga berarti bahwa penyakit dengki bukan hanya menjangkiti kalangan biasa tetapi dapat pula menjangkiti kalangan yang berilmu, pejuang dan da’i. Seorang yang mengikuti kelompok atau jama’ah tertentu sangat
benci
kepada
kelompok
atau
jama’ah
lain
yang
73
mendapatkan kemenangan-kemenangan. Dan masih banyak lagi bentuk lainnya dari sikap iri dengki di kalangan para “pejuang” padahal kedengkian dapat mengantarkan pada dosa-dosa yang akan mencoret pahala. Kesimpulan dalam teks ini berbunyi; “sikap dengki akan membebani psikologis pelakunya sehingga tidak produktif (malas) didunia apalagi akhirat, cenderung tidak disukai orang lain, merasa berkehidupan sempit dan lupa untuk memperbaiki diri”. 5) Menjadi Muslim Anti Dengki. Masih setema dengan teks sebelumnya yakni tentang dengki yang menyelinap dalam diri manusia. Dengki dalam teks ini merupakan kezaliman yang diawali dengan rasa iri ingin memperoleh kenikmatan seperti orang lain peroleh, tetapi tidak suka kalau melihat orang lain mendapat kenikmatan atau sangat senang bila orang lain mendapat kesusahan. Iri dengki menjadi kendaraan setan untuk meniupkan perasaan tersebut di antara muslim. Orang-orang muslim sangat rentan terhadap perasaan iri, prasangka buruk dan khawatir, karena itu dianjurkan untuk berlindung kepada Allah [Q.S. al-A’ra@f : 200]. Perasaan iri hanya dibolehkan untuk dua hal. Ini dapat dilihat dari hadis yang dimunculkan dalam teks ini. “Tidak ada iri hati kecuali terhadap dua perkara, yakni seorang yang diberi Allah harta lalu dibelanjakan pada jalan yang benar, dan seorang yang diberi ilmu
74
dan kebijaksaan lalu dia melaksanakan dan mengajarkannya.” (H.R. Bukha@ri). 6) Salah Kaprah Kaum Adam dan Hawa Memaknai Cintai Ketertarikan antara kaum lelaki dengan kaum perempuan adalah wajar adanya. Ayat yang disisipkan untuk mendukung pernyataan tersebut dalam teks adalah Q.S. A@li Imra@n [3]: 14 dan Q.S. an-Najm [53]: 45. Hal yang tidak wajar adalah ketika perasaan cinta ditorehkan dalam sebuah ikatan hubungan yang bertentangan dengan syariat Islam, demikian penjelasannya. Lantas bagaimana pemaknaan terhadap cinta yang ditawarkan dalam teks ini?. Jawabannya adalah memilihnya karena mencintai Allah. Kata ‘memilih’ dimaksudkan untuk menghindari jebakan salah kaprahnya memaknai cinta karena sejatinya cinta hanyalah untuk-Nya semata. Kata ini juga dimaksudkan untuk tidak melulu beralasan lantaran ada rasa cinta atau tidak cinta kepada seseorang ketika hendak membina mahligai rumah tangga. Cinta pada Allah yang membuat seseorang memilih pasangannya dengan maksud untuk mendekatkan diri pada-Nya dan bukan sebaliknya. Cinta pada pasangannya hanya sebatas rasa kasih sayang yang tidak melebihi kadar kecintaan kepada-Nya. Pengungkapan rasa cinta pun selayaknya tidak melebihi koridor. Jika memang belum siap memasuki koridor yang dituntunkan yakni pernikahan. Cinta dan
75
kasih sayang dalam pembahasan dalam teks ini yang membuatnya bernuansa psikologis. 7) Bonek, Sebuah Potensi Salah Ekspresi. Meski istilah bonek dikenal sebagai sekelompok orang pendukung tim olahraga, namun bonek, kepanjangan dari “bondo nekat” tidak terlepas dari sifat individu dari kelompok. Bonek, seperti dijelaskan dalam teks ini, sebetulnya mempunyai potensi yang luar biasa. Sebuah bentuk keberanian, tekad dan semangat serta ketawakalan namun belum terarahkan dengan baik. Potensi yang belum tersalurkan dengan benar. Sebagai sebuah kewajaran dalam diri pemuda memiliki jiwa membara untuk menunjukkan eksistensinya. Inilah psikologi pada diri bonek. Dengan mengetahui psikologi tersebut, sejatinya akan lebih mudah bagi orang tua dan lingkungan sekitar, juga media massa berperan untuk mengarahkan dan mengakomodasi keberanian, tekad yang mereka miliki ke arah yang lebih bertanggungjawab misalnya melalui pengorganisasian yang sistemik sehingga tidak lagi bersikap anarkhis. Di samping mengenalkan psikologi para bonek, teks ini mengenalkan beberapa faktor yang menyebabkan sikap anarkhis di antaranya stigma negatif pada diri mereka. Semakin dilabel dan diberitakan, para bonek semakin bangga menunjukkan kenekatan dan anarkhistisnya. Faktor lain adalah godaan situasi kerumunan. Massa berkerumun cenderung berpotensi mudah diprovokasi.
76
Untuk itu, pendekatan sosial yang diperlukan adalah rekayasa kultur dan rekayasa teknis agar ulah para bonek dapat direduksi, meski rekayasa kultur tidak bisa dilakukan dalam jangka pendek. 8) Konsep Cerdas Dalam Perspektif Islam Muncul di benak pembaca ketika membaca judul ini adalah sesuatu
yang
tidak
jauh
dari
intelektualitas.
Tulisan
ini
mendefinisikan kecerdasan sebagai berpadunya pikir dengan zikir dalam diri seorang muslim. Pikir merupakan kerja otak sedangkan zikir menjadi kerja hati. Definisi ini didasarkan pada penyebutan kata berakal atau berfikir yang tersebar tidak kurang dalam 19 ayat, seperti firman Allah SWT dalam QS.ar-Ra’d [13] : 19. Menurut teks ini yang berdasar pada ayat tersebut, orang-orang yang berakal bukanlah orang-orang yang hanya mengandalkan pikir otak saja. Bahkan orang-orang yang hanya mau menggunakan pikir saja tanpa menggunakan hati bisa disebut sebaliknya yakni orang yang bodoh. Pernyataan ini dikuatkan dengan realita yang terjadi di masyarakat dengan adanya manusia yang secara pikir ‘lebih pandai’ tetapi hatinya tidak hidup atau orang dengan kemampuan berpikir ‘kurang’ tetapi hatinya tetap hidup. Idealnya memang seseorang dikaruniai kecerdasan otak yang handal tetapi hatinya juga hidup, selalu ingat kepada Allah SWT, dan itulah yang paling baik. Menjadi sangat berbahaya, ketika manusia yang “moncer” dengan otaknya tetapi hatinya tidak tersentuh atau
77
terbimbing nilai-nilai agama. Contoh yang terjadi adalah jika mereka menempati posisi lebih tinggi dalam masyarakat akan menindas orang-orang yang bodoh dan lemah dalam kekuasaanya. Berbeda dengan orang yang secara kekuatan otak minim dan hatinya jauh dari Allah SWT, efeknya bagi manusia lain tidak akan celaka seperti yang dilakukan orang yang pintar namun minus moral. Contoh kongkrit adalah kasus Century yang berlarut-larut karena kebohongan orang-orang yang justru memiliki kepandaian. Sebagai penjelas dari konsep cerdas yang dimaksud, teks ini menghadirkan sebuah hadis; Dari Ibnu ‘Umar r.a. ia berkata : Saya datang kepada Nabi s.a.w, kami serombongan sebanyak sepuluh orang kemudian ada seorang laki-laki Ans{ar bertanya, “Wahai Nabi, siapa orang yang paling cerdas dan paling teguh di antara manusia?”. Nabi s.a.w bersabda, “Orang yang paling banyak mengingat mati di antara mereka dan orang yang paling banyak mempersiapkan bekal untuk mati. Mereka itulah orang-orang yang cerdas, mereka pergi dengan membawa kemuliaan dunia dan akhirat”. [H.R. Ibnu Abi ad-Dunya di dalam kita@b al-maut. T{abrani di dalam As{-S{aghir dengan sanad hasan dan Baihaqi juga meriwayatkan di dalam kita@b az-Zuhu@d; Sesungguhnya ada seorang laki-laki bertanya kepada Nabi s.a.w, “Siapa di antara orang-orang mukmin itu yang lebih utama?” Nabi s.a.w menjawab; “Orang yang paling baik akhlaknya di antara mereka”. Orang tersebut bertanya lagi, “Siapakah di antara orang-orang mukmin yang paling cerdas?”. Nabi s.a.w menjawab, “Orang yang paling banyak ingat mati di antara mereka, dan orang yang paling baik persiapannya untuk kehidupan selanjutnya. Mereka itulah orang-orang yang cerdas”. Dari hadis tersebut kemudian disimpulkan bahwa orang cerdas adalah yang mampu memadukan pikir dan zikir, mengoptimalkan
78
kemampuan dalam dirinya. Kualitas iman dan taqwa semakin tebal dengan menguasai Iptek [Ilmu Pengetahuan dan Teknologi]. 9) Menumbuhkan Perilaku Sopan Santun dan Lembut Hati Teks ini diawali dengan menuliskan dua buah hadis yang sesuai dengan judul. Hadis tersebut berbunyi; Dari Ibnu Mas’ud r.a, ia berkata : Rasulullah s.a.w. bersabda: ”Maukah aku kabarkan kepadamu orang yang diharamkan masuk neraka atau orang yang nereka itu haram baginya?, (neraka itu) diharamkan atas setiap orang yang halus, lembut dan mudah [H.R. Tirmiz|i,@ ia berkata: "Hadis h{asan", dan Ibnu H{ibban dalam s{ah{ihn{ ya] Dari Jari@r bin Abdullah r.a, ia berkata : Nabi s.a.w. bersabda : ” Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla memberi kepada orang yang berkasih sayang sesuatu yang tidak diberikan kepada orang yang bodoh. Apabila Allah mencintai kepada seorang hamba, Allah memberinya sifat kasih sayang. Tiadalah suatu keluarga yang terhalang kasih sayang, melainkan mereka terhalang pula dari kebaikan”. [H.R. T{abra@ni, Muslim dan Abu Da@wud] Dari hadis ini kemudian diberikan penjelasan bahwa sifat kasih sayang
dalam
diri
manusia
dapat
ditumbuhkan
dengan
meninggalkan kebodohan serta rajin menuntut ilmu Islam dan kemudian berusaha diamalkan. Penjelasan ini ditambahkan dengan tiga buah hadis lagi yang berkisar tentang kasih sayang. Orang-orang yang berperangai lembut, penuh sopan santun dan kasih sayang ada dalam masyarakat yang membersihkan diri dari kemaksiatan dengan berpegang pada al-Qur’an dan Sunnah. Masyarakat yang demikian itu sayangnya tidak ditemukan di zaman sekarang ini oleh karena telah terkontaminasi dengan hal-hal
79
yang merusak yang dapat diakses dengan mudah melalui media massa. Hal-hal yang berbau kriminal, kejahatan, kemarahan, kekejian dan lain sebagainya. Pembahasan tentang jiwa yang ber sifat kasih sayang inilah yang menjadikan teks ini bernuansa psikologis. 10) Ujian Kesabaran Ibarat Menanti Hujan Reda. Sebuah perumpamaan yang hendak ditampilkan dalam judul teks ini yakni kesabaran yang diumpamakan seperti menanti hujan reda. Bila ujian kesabaran diibaratkan dengan menanti hujan reda, apakah orang akan menumpahkan kekesalannya pada rintik-rintik hujan itu? hujan terlalu biasa untuk dikeluhkan orang. Ketika air hujan semakin deras mengguyur, saat itulah kesabaran orang benarbenar berada di titik kulminasi. Hujan sering dianggap sebagai penghambat urusan duniawi. Padahal, hujan merupakan berkah dari Allah. Begitu juga dengan ujian kesabaran pada jiwa manusia seringkali dianggap sebagai sesuatu yang pahit dirasakan. Ujian bagi manusia tak hanya mencakup kesedihan, tetapi juga kebahagiaan. Sikap manusia beriman ketika mendapat ujian adalah tetap bersabar dan mengambil hikmah dari setiap cobaan tersebut. Teks ini menganjurkan untuk bersikap sabar. Kesabaran jiwa inilah yang membuatnya lekat dengan unsur psikologis manusia sehingga teks ini dikategorikan dalam nuansa psikologis.
80
11) Anak Adam Yang Lucu dan Selalu Disayang Allah Pesan utama dalam judul ini terkait dengan hubungan antara orang tua dan anak dalam sebuah keluarga. Orang tua yang berperan dalam mendidik anak sesuai bingkai Islam akan menghasilkan manusia yang lucu dan selalu disayang Allah. Betapa sangat menyenangkan bagi orang tua ketika anak-anak yang dididiknya tumbuh berkembang tetap di jalan yang lurus, penuh santun dan bermanfaat bagi semua, sesuai dengan doa yang dianjurkan ًَ ِإ َ ِ4Xُ ْ ِ َْ .َ M ْ وَا ٍ ُ ْ َ ُ & َة َأ0ِ 5رb َ َو ُذM ِ ْ ََ ِْ َأزْوَاcرََ َه ”Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa.” Nuansa Psikologis yang terbangun dalam teks ini berkaitan dengan sikap kelembutan dan kasih sayang antara manusia, antara anak dan orang tua. 12) Bercahaya Tanpa Skin Care Massage Kebahagiaan, ketentraman dan kedamaian seseorang dapat terlukis di wajahnya sehingga ia akan menebarkan aura positif bagi lingkungan sekitarnya. Tak hanya wajahnya yang melukiskan kedamaian jiwanya, tetapi juga tercermin dari untaian kata-kata yang diucapkan, yang muncul dari hati yang bersih. Kelembutan hati juga kasih sayang tumbuh setelah bersungguh-sungguh mendidik diri dengan hal-hal yang menyebabkan kebaikan tumbuh
81
dalam pribadi seseorang. Dari sini teks ini membangun nuansa psikologisnya. Manusia menyadari adanya kontradiksi dalam dirinya. Antara bisikan kebaikan dan bisikan kejahatan. Bila menurutkan kebaikan, pilihan itu menghantarkan pada kemuliaan yang tersirat pada wajahnya yang berseri-seri. Penampilan ini didapatkan tanpa harus menghabiskan isi dompet dengan melakukan skin care massage. 13) Jangan Tergesa Dalam Berproses Sunnatullah Judul ini berkaitan dengan tuntutan jiwa manusia untuk berusaha karena itu termasuk bernuansa psikologis. Prinsip utama ikhtiar adalah berusaha keras, dengan cara halal, berdo’a dan bersiap dengan apapun yang didapatkan. Dalam hal kesabaran berusaha, manusia dapat belajar dari metamorfosis kupu-kupu. Seringkali manusia berkeinginan serba instan dan terburu-buru [Q.S.al-Anbiya@’[21]: 37]. Kesabaran dan ketekunan dengan perencanaan adalah kunci sukses menjalani hidup. Tidak ada kekhawatiran dan kesedihan bagi yang menyandarkan dirinya kepada Allah. Ketika semua usaha telah dilakukan namun hasilnya tidak sesuai keinginan, maka sikap yang tepat adalah tetap dalam kesabaran dan menghindari sikap berputus asa. 14) Manfaatkan Ramadan Secara Maksimal Teks ini dihadirkan sebagai penyambut datangnya bulan ramadan. Ada beberapa strategi yang diungkapkan dalam rangka
82
memasuki bulan ini dengan tujuan mendapatkan nilai ibadah dan ilmu. Pertama, mengetahui ilmunya dengan mempelajari hukumhukum amalan ibadah. Kedua, menghindari perbuatan syirik, hurahura, tidak berdalil dan tidak bermanfaat. Ketiga, membuat perencanaan yang matang mengenai zakat, infa@q, sadaqah dan lainlain. Keempat, menyiapkan kondisi dan ekonomi. Kelima, menyambut dengan gembira dan rasa syukur. dikategorikan
bernuansa
psikologis
oleh
Teks ini
karena
dalam
penjelasannya menyinggung tentang pentingnya setiap individu untuk memaksimalkan kesehatan jiwa dan raganya di bulan suci. 15) Jangan Sombong, Karena Sombong Dilaknat Allah. Sombong didefinisikan sebagai penolakan kebenaran dan merasa dirinya lebih besar sehingga merendahkan orang lain. Sifat inilah yang kental dengan jiwa manusia sehingga teks ini masuk dalam nuansa psikologis. Makhluk yang dikenal sombong adalah iblis. Kisah-kisah terdahulu tentang kesombongan seperti Fir’aun dan Qarun juga telah menjadi pelajaran berharga bagi manusia. Teks ini kemudian banyak menghadirkan ayat-ayat yang berbicara tentang
kesombongan
seperti
ayat
penciptaan
Adam
dan
ketidaktundukan iblis pada perintah Allah, juga mengenyangkan pembaca dengan hadis-hadis yang bertemakan sikap tawad{u’.
83
16) Jangan Berdusta Teks ini pun masuk dalam kategori bernuansa psikologis oleh karena berkenaan dengan sisi kejiwaan manusia dalam judul ini yakni tentang kejujuran. Seperti teks sebelumnya, teks ini diisi penuh dengan ayat-ayat, hadis-hadis dan sedikit sekali penjelasan yang didapatkan kecuali hanya pengantar untuk ayat berikutnya. Terdapat kata-kata yang berkaitan dengan judul dalam ayat-ayat yang dikutip seperti qaul sadi@d, al-kaz|ibu, al-sidq, lalu ayat yang dijadikan
contoh
sebuah
kebohongan
adalah
ayat
yang
menyinggung tentang Yahudi; Q.S. at-Taubah [9]: 30-31. Selain orang Yahudi dan Nasrani juga disindir tentang orang munafik sebagai orang yang memiliki sifat berdusta. 17) Tunaikanlah Amanat, Jangan Berkhianat Masih tidak jauh berbeda dengan dua teks sebelumnya, dalam teks ini juga berisi kumpulan ayat-ayat yang dianggap setema, yakni ayat-ayat yang mengandung kata ama@nah. Jika teks ini masuk dalam kategori bernuansa psikologis, maka lebih didasarkan pada ayat-ayat
yang
diambil
sesuai
dengan
judul
yakni
berhubungan dengan amanah sebagai sifat yang idealnya dimiliki oleh manusia.
84
18) Sekolah Jujur 30 Hari Maksud tiga puluh hari dalam judul ini adalah Ramadan. Ramadan diibaratkan sekolah yang dilakukan berulang-ulang sebelum habisnya umur manusia. Ketidakjujuran dikatakan sebagai penyakit mental. Sebaliknya, kejujuran merupakan mozaik yang amat mahal harganya. Secara psikologis, kejujuran mendatangkan ketentraman jiwa. Sebaliknya, seorang yang tidak jujur akan tega menutup-nutupi kebenaran dan tega melakukan kezaliman terhadap hak orang lain. Contoh kongkrit yang coba diungkap dalam teks ini adalah korupsi, kolusi, penipuan, manipulasi. Tidak hanya itu, fenomena ketidakjujuran mengantarkan masyarakat dan bangsa pada beberapa musibah nasional yang berlangsung secara beruntun dan silih berganti tiada henti. Terjadinya malapetaka berupa krisis ekonomi yang melanda bangsa Indonesia adalah cermin paling jelas dari makin hilangnya sukma kejujuran menurut teks ini sehingga masuk dalam kategori nuansa psikologis. 19) Ketika Ketupat Telah Habis Teks ini membahas tentang bulan Syawal. Secara garis besar terdapat dua kelompok ketika memasuki bulan Syawal. Istilah yang digunakan adalah hamba semusim vs hamba istiqa@mah. Hamba semusim adalah hamba yang bersungguh-sungguh beribadah pada bulan ramadan akan tetapi sehabis bulan Ramadan hamba tersebut
85
kembali seperti semula, tidak lagi seperti pada saat
Ramadan.
Sebaliknya, hamba yang istiqa@mah adalah hamba yang menjaga ibadahnya saat Ramadan dan selebihnya. Nuansa psikologis yang terbangun adalah ketika teks ini mengungkap tentang sifat manusia kaitannya dengan kontinyuitas dalam melakukan kebaikan, dan ini termasuk sisi psikologis manusia.
c. Nuansa Sosiologis Kemasyarakatan Nuansa
sosial
kemasyarakatan
yang
dimaksud
disini
menitikberatkan penjelasan ayat al-Qur’an dari; [1] segi ketelitian redaksinya, [2] menyusun kandungan ayat-ayat tersebut dalam suatu redaksi dengan tujuan utama memaparkan tujuan-tujuan al-Qur’an, [3] penjelasan terhadap ayat dikaitkan dengan sunnatullah yang berlaku dalam masyarakat. Apabila mengacu pada kerangka di atas, teks-teks dalam rubrik Taus{iyah selain bernuansa teologis dan psikologis juga bernuansa sosial kemasyarakatan. Berikut pembahasan tentang teks-teks yang bernuansa sosial kemasyarakatan 1) Tarikh : Proses Larangan Miras Miras, minuman keras, juga menjadi persoalan yang diangkat sebagai problem masyarakat, karena itu teks ini termasuk bernuansa sosial. Paragraf awal dari teks ini berisi dialog tentang minuman keras. Cuplikan dialog tersebut sebagai berikut ;
86
“Kalaulah pabrik miras ditutup maka akan banyak pengangguran dan hilangnya mata pencaharian rakyat. Dan jika perusahaan ditutup maka akan hilanglah perolehan pajak kepada negara dan pemerintah setempat, maka yang rugi adalah kita semua.” “Kan yang minum bukan orang muslim, Indonesia negara heterogen maka menjunjung tinggi keberagaman.” Dialog ini ditampilkan untuk menggambarkan betapa banyak alasan
yang terlontar ketika muncul pertanyaan mengapa
pemusnahan minuman keras tidak menimbulkan efek jera?. Satu hadis yang dikenalkan kepada pembaca adalah ; &َ d dَf ْ 5َ ُ& َوd dْ= َ ْب ا َ &َ d dْ-5ُ َو ُ d dْh َ ْ اi َ d dُ$jْ 5َ ُ* َوd dْ.ِ ْ اkَ d dَ1ْ&5ُ ْ َان%ِ َ ddd/ط ا ِ &َاd dْHْ َاd dِ ن ِا =رى$ ا.َ,lّ ا Sesungguhnya di antara tanda-tanda datangnya kehancuran suatu bangsa ialah diangkatnya pengetahuan agama dan didukungnya sifat jahil (bodoh) tentang agama, diminumnya minuman keras secara terang-terangan dan dilakukan perzinaan secara meluas dan terang-terangan. [H.R. Bukhari juz I, hal. 28] Teks ini juga mengenalkan pada pembaca tentang sejarah diharamkannya
minuman
keras
di
dalam
Islam.
Proses
pengharaman miras terbilang unik karena dilakukan dengan bertahap sampai dengan total pelarangan. Larangan minum khamr (minuman keras), diturunkan secara berangsur-angsur sebab minum khamr bagi orang Arab sudah menjadi adat kebiasaan yang mendarah daging semenjak zaman jahiliyah. Mula-mula dikatakan bahwa dosanya lebih besar daripada manfaatnya, kemudian orang yang mabuk tidak boleh mengerjakan shalat, dan
87
yang terakhir dikatakan bahwa minum khamr adalah keji dan termasuk perbuatan setan. Akhirnya Allah mengharamkan minum khamr secara tegas.
2) Mengemis, Kok Enak! Mengemis merupakan salah satu fenomena yang menjadi problem masyarakat. Cuplikan kisah di awal kalimat dalam teks ini dapat disimak ; Pada suatu Ahad yang panas, “Mas, tahu tidak yang sering nungguin kita habis kajian itu ternyata bukan orang miskin lho. Di daerahnya punya s.a.w.ah, rumah dan hidup kecukupan. Konon sehari bisa 50rb bersih. Dan sip-nya lagi mereka punya koordinator yang menjaga dan siap mengkoordinir grup yang seperti ini, jadi tidak perlu takut bermaratonan dengan bp/ibu satpol pp.” Fakta yang ditampilkan dengan dialog keseharian kemudian diarahkan untuk memasuki pembahasan tentang etos kerja. Memiliki etos dan kemampuan berusaha dengan cara yang halal, bukan menghalalkan segala cara agar martabat atau harga diri tetap bisa dipertahankan. Termasuk mengemispun tidak boleh dilakukan. Hadis yang dijadikan sandaran adalah hadis berikut: ْ* ُ ُآd dَ َ_ َاd dُ\ْ]5َ ْنm َ َ >ِ ِ d dَ ِ dddِ/Qْ ,َ _ِىd d َو ا:ل َ dddَ صW ِ لا َ ْd dُن َر َ& َة رض َاd dْ5&َ ُهdddِْ َاd dَ .ُ dddَ.َ َ َْ ُ> َاوdddَa ْ َ]َ ُ َاdddْ/ َ 1َ E ً dddُM َر َ 0ِ ْ]dddَ5 ْْ َانdddِ ُ dddَ ٌ&dddْ \ َ >ِ &ِ dddْn َ dddَ َ c َ dddِaXَ 3 ْ َ 1َ ُ dddَ$ْ َ =رى$ا
Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah s.a.w bersabda; “Demi Tuhan yang jiwaku di tangan-Nya, sungguh seseorang di antara kalian mengambil tali, lalu mencari kayu bakar dan
88
membawanya di atas punggungnya adalah lebih baik baginya daripada ia datang kepada seseorang untuk minta-minta, baik orang itu memberinya maupun tidak memberinya“. [H.R. Bukha@ri juz 2, hal. 129] Apa yang ingin ditekankan oleh teks ini adalah sebuah usaha yang dijalani secara halal dengan tetap memperhatikan kewajiban zakat dan infaq. Seorang pengemis pastilah berbeda dengan orang biasa yang sekedar meminta bantuan, terutama dari segi motivasi dan cara kerja. Pada akhir teks ini disebutkan bahwa tulisan ini bukan berarti mendiskreditkan para peminta-minta/pengemis, tetapi sebagai bahan pemikiran dengan tetap berpikir positif kepada siapapun dan tetap semangat bekerja.
3) Muslimah-muslimah Pendakwah Agama Allah Teks ini merupakan artikel majalah Respon yang kemudian di tampilkan dalam Taus{iyah. Peran wanita dalam jihad Rasulullah pada saat itu sangatlah signifikan. Sebut saja wanita-wanita yang sangat populer dalam sejarah Islam seperti Khadijah, Fatimah, Aisyah dan masih banyak lagi. Pertanyaan yang dimunculkan kemudian adalah adakah sosoksosok seperti itu masa kini? dilihat dari sisi pribadi wanita masa kini, secara fisik wanita masa kini kurang mencitrakan dirinya sebagai muslimah, seperti busana yang dikenakan, juga akhlak
89
yang jauh dari harapan apalagi dilihat dari sisi perjuangan mendakwahkan Islam. Peran wanita dalam berdakwah tentu tak sepenuhnya sama dengan laki-laki. Bagaimanapun, laki-laki diciptakan untuk menjadi pemimpin bagi wanita didasarkan pada Q.S. an-Nisa@’[4]: 34. Namun demikian, peran wanita muslimah juga penting sebagai pendukung di belakang layar yang menentukan perjuangan dakwah. Pembahasan peran wanita dalam dunia publik ini yang membuat teks tersebut bernuansa sosial. 4) Empat Amanah Istimewa Judul ini termasuk bernuansa sosial kemasyarakatan oleh karena menyangkut hubungan antara individu dengan individu yang lain dalam satu bingkai amanah. Ada beberapa macam amanah yang diembankan kepada manusia. Empat amanah berat yang dimaksudkan dalam judul ini adalah ; a. Memberi maaf ketika marah Marah memerlukan control management. Dalam kondisi marah, manusia seringkali dibuat gelap mata bahkan berpeluang melakukan pembalasan terhadap sesuatu yang menyebabkan kemarahan. Pada saat seperti ini, memberi maaf menjadi sikap yang susah sekali ditunaikan. Padahal, dalam ilmu psikologi, memberi ma’af dapat mendatangkan rasa tenteram
dan
kesejukan
dalam
bermuamalah
serta
90
menyuburkan silaturrahim. Di samping itu, faktor terpenting dari memberi ma’af adalah merupakan ciri-ciri insan yang bertaqwa. b. Berderma ketika miskin Kenapa hal ini berat dilakukan? karena status miskin seringkali dianggap sebagai status yang aman untuk berkata tidak dalam bersedekah. Memposisikan dirinya sebagai objek dan bukan subjek dalam bersedekah. Kondisi seperti ini yang membuat
seseorang
sangat
sulit
menerima
himbauan
bersedekah kepada orang lain. Namun ini tidak berlaku bagi mereka yang memiliki keimanan yang mantap. Kemiskinan bukanlah masalah begitu juga kekayaan. Nikmat iman dan kesehatan merupakan nikmat yang tak dapat diuangkan. Demikian pesan yang dapat ditangkap dari penjelasan mengenai berderma ketika miskin. c. Meninggalkan yang haram dan z{a@lim ketika sendirian Hal ketiga yang susah dilakukan adalah meninggalkan kez{a@liman ketika sendirian. Meninggalkan kez{al@ iman atau kemaksiatan secara bersama-sama di lingkungan saleh adalah mudah, selain malu kepada Allah juga akan merasa malu dan hina diketahui oleh orang lain. Tetapi ketika sendirian, akal sehat seringkali terbelokkan. Sesuatu yang haram ‘dibungkus’ seolah menjadi halal dengan dalih tidak ada yang melihat,
91
tidak ada yang dirugikan, darurat dan sebagainya. Pesan terpenting dalam hal ini adalah ih{sa@n, merasa dilihat oleh Yang Maha Melihat. d. Berkata jujur kepada siapapun. Berkata benar dan jujur kepada sesama teman mungkin hal yang sangat mudah, tetapi berkata benar dan jujur kepada seseorang yang tidak disukai atau kepada lawan adalah hal yang sulit. Dibutuhkan keberanian mengatakan kejujuran tentang seseorang yang mungkin sangat dihormati. 5) Perlunya Manusia Yang Berpribadi Adil. Sikap adil dalam teks ini semula dikesankan sebagai sikap yang dapat dimiliki ketika manusia melatih dirinya untuk bertaqwa, namun pada pembahasan berikutnya sikap adil ini dikatakan sebagai sikap yang dibutuhkan oleh pemimpin masyarakat modern atau masyarakat paternalistik karenanya teks ini sangat bernuansa sosial. Keadilan ini dibutuhkan dalam rangka mencapai masyarakat yang “Gemar ripah, Loh Jinawi, Toto Tentrem kerto raharja“ atau dalam Islam diringkas dengan kehidupan yang penuh berkah dari Allah. Keadilan yang hilang akan membawa manusia pada kesulitan-kesulitan sebagaimana dapat dilihat pada umat-umat terdahulu.
92
6) Memberikan Nilai Sebagai Cermin Dalam berinteraksi dengan orang lain, tentu tidak terlepas dari sebuah penilaian. Memberikan penilaian terhadap orang lain seringkali dilakukan hanya berdasar persepsi pribadi saja [baca: subjektif], bahkan seringkali penilaian itu berdasarkan apa yang tampak dari lahiriahnya saja, tidak berdasarkan sudut pandang yang tepat apalagi bertabayyun. Kekhawatiran yang muncul akibat penilaian tersebut adalah prasangka buruk. Padahal prasangka itu belum tentu kebenarannya. Pesan yang tersampaikan oleh teks berjudul memberikan nilai sebagai cermin bahwa penilaian buruk terhadap orang lain terkadang justru akan menciutkan motivasi orang tersebut untuk berbuat baik. Akan lebih baik untuk menilai diri sendiri [introspeksi] dan menyadari bahwa penilaian yang paling adil adalah penilaian di akhirat kelak. Nuansa sosial dalam teks ini muncul ketika berbicara tentang hubungan antar individu dalam masyarakat. 7) Menjadi Saksi Mengamalkan Islam Sebenarnya Munculnya judul ini terkait dengan kesalahpahaman sebagian orang dalam menilai orang yang berusaha rajin mengkaji alQur’an.
93
Untuk menjadi baik, yang harus diketahui adalah jalan menuju kebaikan. Di antara jalan itu adalah seperti ringkasan point-point di bawah ini ; a. Tetap terus mengkaji Tidak ada istilah lulus dalam kegiatan mengkaji al-Qur’an karena ini merupakan bagian dari menuntut ilmu sepanjang kehidupan. Banyak keuntungan yang didapat dengan mengkaji yakni memberikan tambahan pengetahuan dan wawasan. b. Memperbaiki akhlak Akhlak merupakan simbol utama seorang muslim, karena itulah yang akan dilihat dan dirasakan oleh diri dan lingkungan. Akhlak adalah respon otomatis yang diberikan oleh hati. c. Selalu introspeksi diri [muh{as@ abah] No body is perfect. Pasti selalu ada kesalahan dan kekhilafan dalam diri manusia. Perenungan menjadi penting terlebih setelah mendapatkan ilmu dari kajian-kajian sehingga tidak hanya sia-sia tanpa bekas. Seseorang yang selalu introspeksi akan dengan senang hati menerima nasehat dan berterimakasih, bukan tersinggung, sibuk membela diri atau mendebat.
94
d. Berani mencegah kemungkaran Keberanian untuk mengatakan bahwa ini benar dan ini salah mencirikan adanya keimanan, karena dengan begitu tidak ada istilah grey area [wilayah abu-abu]. Keberanian itulah yang muncul ketika melihat kemungkaran. Apakah kemudian menjadi tidak disukai masyarakat adalah hal yang biasa, sebagai ujian kesungguhan apakah tetap beriman, teguh pendirian ataukah munafik yang plin plan? e. Berdakwah di manapun adanya Point kelima adalah berdakwah. Dikatakan bahwa kewajiban seorang muslim adalah tidak berkeberatan untuk menyampaikan kebenaran walaupun satu ayat. Islam jauh dari sifat menyimpan ilmu rapat-rapat untuk diri sendiri dan Islam bisa mendunia hanya dengan dakwah. f. Meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadah Salah satu parameter peningkatan sebuah iman adalah rajin melaksanakan ibadah wajib maupun sunnah. Rajin yang dimaksudkan di sini
bukan hanya sekedar menggugurkan
kewajiban, tetapi merasakan kenikmatan menjalankan ibadah tersebut. g. Rela mengorbankan harta fi@ sabi@lilla@h Al-Qur’an sering menyebutkan kombinasi amal antara shalat dan zakat. Artinya, shalat yang telah dilakukan sungguh-
95
sungguh memberikan efek positif kepada pelakunya untuk secara ikhlas membantu yang lain. Keimanan juga dicirikan dengan kedermawanan di saat ada atau tiada. Berdasarkan penjelasan di atas, teks ini terbangun nuansa sosialnya dari pengungkapannya tentang pentingnya berinteraksi baik di masyarakat dengan cara mengamalkan ajaran yang benar. 8) Bermimpi Memiliki Universitas MTA Satu-satunya judul yang berbicara langsung mengenai MTA adalah judul ini. Sebuah peran yang didambakan oleh MTA di tengah masyarakat. Sebuh kesimpulan yang didapat bahwa peradaban akan menonjol, mengemuka dan memancar keluar apabila kota itu memiliki pusat-pusat pembelajaran yang berkualitas. Menyadari akan pentingnya pendidikan yang berkualitas, baik metode maupun pendukung sarana, maka membangun universitas telah menjadi pilihan yang ditempuh oleh banyak kalangan untuk andil membangun peradaban umat manusia di masa depan. Siapapun yang mampu membangun sebuah universitas bergengsi akan memiliki kesempatan yang luas untuk ikut andil membangun peradaban dunia di masa depan di seluruh belahan dunia. Universitas merupakan bentuk pendidikan tinggi yang dapat mewadahi berbagai jenjang dan program studi secara fleksibel dan sesuai dengan kebutuhan. Sebagai contoh di Indonesia, pendidikan
96
keahlian yang menyinergikan teori dan praktek adalah pendidikan kesehatan dan kedokteran. Teks ini kemudian mencoba mengkritisi lembaga-lembaga pendidikan yang berlabel Islam. Ada sesuatu yang hilang di lembaga-lembaga tersebut karena dikejar padatnya kurikulum dan muatan inti pengajaran sehingga tanpa disadari telah memutuskan hubungan antara ulama dan umat. Maksud dari pernyataan ini adalah tidak berpadunya antara ilmu-ilmu alat dan keterampilan yang diajarkan dengan ulama umat sehingga seolah terpisah jauh dari contoh-contoh kearifan ulama. Inilah yang menjadikan MTA berharap
Indonesia menjadi pusat peradaban masyarakat dunia
dalam mengimplementasikan iman, islam, taqwa dan beramal salih yang penuh kedamaian dan keberkahan. Ini pulalah yang menjadikan teks ini memiliki nuansa sosial kemasyarakatan. 9) Islam Sangat Memuliakan Kaum Wanita Definisi kemuliaan yang dikenalkan kepada pembaca dalam teks ini mengacu pada Q.S. al-H{ujura@t [49]: 13. Sedangkan kemuliaan yang diperoleh wanita didapat dari penghormatan anak dan suaminya kepadanya. Sifat mulia yang dianugerahkan kepada wanita adalah kehalusan, kelembutan perasaan dan sifat malu yang dominan. Kedua sifat tersebut sangat dekat dengan iman dan taqwa. Kedua sifat ini pula yang diperlukan dalam pembentukan generasi
97
penerus. Jalan untuk memelihara kedua sifat tersebut dijelaskan melalui banyak ayat, di antaranya Q.S.al-Ah{za@b [33]: 33-35. Adapun cara yang ditawarkan di antaranya menjaga kewibawaan demi memasung diri dari pergaulan bebas. Bagaimana dengan persoalan wanita dan kepemimpinan? teks ini juga mengulas tentang hal itu karenanya memiliki nuansa sosial dalam pembahasannya. Penjelasan yang didapatkan adalah bahwa Islam tidak melarang kaum perempuan untuk bekerja ditengahtengah masyarakat asal sesuai dengan fitrah dan tetap menjaga kestabilan hidup rumah tangganya. Rasulullah Muhammad s.a.w telah mengajarkan kepada umat Islam tentang pentingnya kepemimpinan kaum perempuan terutama di tengah-tengah keluarganya. Islam mensejajarkan setiap manusia, baik laki-laki dan perempuan dan masing-masing diberi kelebihan pada bidangnya masing-masing. Kelebihan yang diberikan oleh Allah pada laki-laki adalah pada kemampuannya mencari nafkah dan melindungi segenap anggota keluarga [Q.S. an-Nisa@’ [4]:34]. Sebaliknya kaum wanita memiliki kelebihan dalam membangun keharmonisan keluarga, baik terhadap suami dan terutama membangun agama, akhlak, budi pekerti untuk anak-anak mereka. Dewasa ini semakin banyak anak-anak yang menyimpang akibat terabaikannya peran ibu dalam rumah. Penyebab lain adalah dominasi informasi dari
98
luar lewat berbagai multi media yang menerobos ke dalam rumahrumah, yang mampu meracuni jiwa para kaum ibu dan kaum wanita sehingga mereka terseret kepada akhlak yang rendah. Dari pembahasan kepemimpinan wanita, teks ini beranjak pada pembahasan kesesatan hati dalam memaknai kehidupan dunia seperti dalam sub judul yang ditampakkan. Isi sub judul ini berkisar tentang perbedaan sudut pandang antara muslim dan kafir dalam memandang dunia ini. Orang kafir melihat dunia sebagai terminal akhir kebahagiaan, tidak demikian dengan muslim. Menjadi sangat sulit hidup di tengah bercampurnya prinsip hidup yang beraneka ragam, namun kebenaran dan kebatilan tak akan pernah sama. Demikian kesimpulan yang didapat dari teks ini. 10) Menyembuhkan Hobi Suka membuat Sulit Orang Lain Iman
dan
taqwa
sangat
penting
untuk
menciptakan
ketentraman, kebahagiaan dan kedamaian dalam diri pribadi dan masyarakat. Demikian ditegaskan dalam teks ini. Iman dan taqwa sangat dinamis tergantung bagaimana manusia mengolahnya, mengisinya dengan ketaatan ataukah sebaliknya. Manusia yang beriman akan melihat orang lain sebagai objek untuk melakukan kebaikan karena dengan begitu ia berbuat baik untuk dirinya sendiri. Sering terdengar kata-kata yang tidak sepatutnya terdengar dari kabi@r al-ummah ,”dipersulit saja bisa, kenapa dipermudah?”, padahal seharusnya kabi@r al-ummah, kha@dimuhum”. Para pembesar
99
suatu kaum justru pelayan bagi umatnya yang melayani sepenuh hati. Dengan cara menyusahkan orang lain berarti manusia masih suka mencelakai dan menyulitkan dirinya sendiri, namun terpulas di hati merasa sangat beruntung. Dari penjelasan tentang pentingnya membangun relasi baik dalam birokrasi atau dalam urusan melayani masyarakat inilah tampak nuansa sosial di dalamnya. 11) Bahaya Sangat Besar dari Budaya Korupsi. Korupsi dalam teks ini dikaitkan pembahasannya dengan kejujuran. Terlihat dari kalimat pembuka dalam teks ini ; Allah telah memberikan pendidikan yang amat tegas tentang pentingnya kejujuran dalam perdagangan dan pelayanan jasa kepada sesama umat manusia. Betapa Allah sangat-sangat benci kepada orang-orang yang curang sehingga Allah pernah memusnahkan suatu kaum disebabkan mereka membangkang kepada utusan Allah yang memperingatkan umatnya agar mereka tidak curang dan agar mereka berlaku jujur. Kalimat di atas kemudian dilengkapi dengan banyak ayat. Budaya korupsi sama dengan budaya ketidakjujuran. Maka untuk melawan budaya ini adalah dengan membangun budaya kejujuran. Ini bisa terwujud dimulai dengan membangun jiwa saleh, dermawan dan ikhlas. Kesalehan, kedermawanan dan keikhlasan tersebut akan menghindarkan diri dari tindakan menyimpang bahkan bisa dapat membentuk lembaga-lembaga amal yang mengelola dana masyarakat yang dikelola untuk membangun perusahaan-perusahaan
penghasil
keuntungan,
yang
dapat
100
menopang
kesejahteraan
kehidupan
masyarakat
termasuk
mendukung kuatnya sebuah negara. Sifat cinta berkurban, jujur, amanah, dermawan dapat mendukung terciptanya sebuah sistem pemerintahan yang kuat dan dicintai umat. Setelah pembahasan tentang kejujuran dan ketidakjujuran, sub judul berikutnya adalah tanda-tanda keruntuhan umat. Isi dari sub judul ini tentang kesilapan manusia disebabkan karena kelemahan menghadapi dunia yang sering melenakan. Ayat penutup teks ini adalah: Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayatayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. [Q.S.al-A’ra@f [ 7]: 96]. Pembahasan tentang korupsi yang merusak tatanan kehidupan kemasyarakatan ini membuat teks ini kental dengan nuansa sosial. 12) Sejarah Panjang Perjuangan Palestina Sebagaimana judul yang tertera, teks ini membahas tentang sejarah dilatari oleh tragedi kemanusiaan yang tidak juga berakhir, masih antara Palestina dan Israel. Teks ini dimunculkan sebagai respon atas tragedi kemanusiaan yang terulang pada tanggal 31 Mei 2010 dimana Israel menyerang kapal-kapal penyalur
bantuan
untuk Gaza. Teks ini kemudian mencoba mengulas sebab musabab konflik tersebut dengan menampilkan sejarahnya mulai tahun 2000 SM sampai diterbitkannya tulisan ini juga disertai dengan peta
101
Gaza. Teks ini pada dasarnya bernuansa sejarah, hanya saja dimasukkan dalam sosial kemasyarakatan karena teks ini menjadi bentuk keprihatinan terhadap Palestina. 13) Tontonan Penghancur Moral Bangsa Judul ini berkaitan dengan merebaknya tayangan yang tak layak dipertontonkan. Moral yang menjadi komponen utama bangsa kembali dipertanyakan. Selain korupsi dan syirik, perzinahan menjadi problem bagi negara. Pembahasan tentang problem yang dihadapi masyarakat ini menjadikan teks bernuansa sosial kemasyarakatan. Tentu persoalan ini tidak tanpa akibat. Rusaknya moral akan diikuti dengan kekacauan ekonomi, terguncangnya pendidikan, politik, budaya, dan terlebih nilai-nilai agama akan terpinggirkan. Moral yang rusak karena perbuatan zina jelas merupakan fah{is@ yah dan sa@’a sabi@la. Q.S.Al-Isra@’ [17]:32 dan hadis berikut sebagai dalilnya ; Rasulullah s.a.w juga bersabda; “Hendaknya kalian menjauhi perbuatan zina, karena akan mengakibatkan empat hal yang merusak, yaitu menghilangkan kewibawaan dan keceriaan wajah, memutuskan rezeki (mengakibatkan kefakiran), mengundang kutukan Allah, dan menyebabkan kekal dalam neraka.” (H.R. T{abra@ni@ dari Ibn ‘Abba@s). Solusi yang ditawarkan dalam menghadapi problem ini adalah komitmen dan kepedulian kuat dari semua komponen bangsa. Selain itu, nilai-nilai agama harus terinternalisasi secara konsisten pada pikiran, jiwa maupun prilaku masyarakat. Tak kalah
102
pentingnya adalah hukuman yang akan menimbulkan efek jera pada pelakunya. Tidak lain karena zina menimbulkan bahaya yang besar seperti dalam hadis-hadis yang banyak dikutip dalam teks ini.
Dari Abu Bakrah, ia berkata; Rasulullah s.a.w bersabda; “Tidak ada dosa yang lebih pantas untuk disegerakan siksanya oleh Allah bagi pelakunya di dunia ini di samping siksanya di akhirat nanti selain dari perbuatan zina dan memutuskan shilaturrahim”. [H.R. Ibnu Ma@jah juz 2, hal. 1408, no. 4211] Apabila perbuatan zina dan riba telah terang-terangan di suatu negeri, maka penduduk negeri itu sudah rela terhadap datangnya azab Allah pada diri mereka. [H.R. H{ak@ im] Tidaklah suatu kaum yang di tengah-tengah mereka dilakukan kemaksiatan, sedang mereka mampu mencegahnya, tetapi tidak mau mencegahnya, melainkan Allah akan menimpakan azab secara merata kepada mereka. [H.R. Abu@ Da@wu@d juz 4, hal. 122] 14) Cara Jitu Mengusir Setan Dari Rumah Menilik sejarah zaman Rasul sebelum dijadikannya masjid sebagai tempat belajar Islam, para sahabat menjadikan rumahrumah mereka sebagai tempat belajar. Dari sejarah ini kemudian teks ini mencoba melihat ke masa sekarang dengan perubahan pola kehidupan melalui hadirnya pengajar yang –dikatakan- super cerdik di rumah-rumah yakni televisi. Dia adalah guru-guru yang lebih ampuh dari guru-guru kelas, lebih ampuh dari guru-guru masyarakat dari zaman kapanpun. Perubahan yang pelan tapi pasti telah terjadi secara EvolusiRevolusi. Keduanya berjalan dengan sangat presisi mengajar kepada seluruh masyarakat dunia. Pengajaran yang terus menerus disampaikan dan diulang-ulang, maka secara evolusirevolusi telah menjadikan manusia menjadi murid-murid setia dari apa saja yang diceritakan oleh si guru cerdik siaran televisi.
103
Televisi telah menyita perhatian setiap orang dan mengalihkan perhatian orang dari masjid-masjid. Pesan yang disampaikan teks ini sebagai solusi adalah berlaku cerdik dan cerdas pula menghadapinya. Dimulai dari lingkungan terdekat yakni keluarga untuk menyadarkan diri bahwa dunia adalah ujian dan cobaan, juga bersungguh-sungguh untuk menyenangi dan mencintai Islam. Selain itu, selayaknya di setiap rumah disediakan ruang khusus untuk beribadah, bersholat, berdzikir, muhasabah, tadarus, sebagai proses ta’lim al-Qur’an dan Sunnah bagi keluarga. Kepedulian pada perubahan masyarakat dan pemberian solusi di atas mengesankan teks ini bernuansa kemasyarakatan. 15) Kerjasama MUI dan Polisis dalam Mencegah Kejahatan Teks ini berkaitan dengan dakwah di masyarakat, karenanya bernuansa sosial kemasyarakatan. Problem yang menjadi sorotan adalah terjadinya kemungkaran dan penyimpangan di tengahtengah masyarakat yang menyebabkan kemerosotan moral dan kebinasaan. Di sisi lain, lembaga-lembaga dakwah berjuang keras berdakwah langsung pada sasaran. Cara ini yang diharapkan untuk dikembangkan dan didukung oleh lembaga formal dakwah seperti MUI [Majelis Ulama Indonesia] dan bekerjasama dengan aparat [Polisi] yang berkompeten untuk membendung tumbuhnya kejahatan di tengah masyarakat.
104
Kerjasama lembaga-lembaga formal semacam MUI dan POLISI dalam memahami hakekat kejiwaan manusia dan melakukan
usaha-usaha
preventif
terhadap
antisipasi
dan
pencegahan munculnya, terjangkitnya, dan tersebarnya berbagai penyakit
jiwa
di
tengah-tengah
masyarakat
akan
dapat
memunculkan keserasian dan keindahan tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Selain itu akan dapat mewujudkan dan melestarikan kebesaran dan kejayaan bangsa dalam pergaulan dunia Internasional, wujud dari kebahagiaan di dunia dan di akhirat. 16) Mustahilnya TEITT Teks ini bernuansa sosial oleh karena mengungkap tentang persoalan ekonomi. TEITT merupakan singkatan dari Tata Ekonomi Tanpa Taqwa. TEITT adalah kemustahilan karena dewasa ini banyak yang menginginkan masyarakat yang adil tapi tanpa taqwa, padahal sifat adil dan dermawan akan tumbuh dengan cara memelihara ketaqwaan. Lebih lanjut dijelaskan, produktifitas jiwa dan raga merupakan kata kunci keadilan dan kemakmuran. Maksud produktif jiwa adalah kesucian batin yang dapat dibangun melalui ketekunan dalam majlis-majlis ilmu dan amal yang dapat memelihara ketaqwaan. Sedangkan produktifitas raga dengan giat menekuni dan mempraktekkan ilmu-ilmu materi.
105
Setelah membahas tentang produktifitas, teks ini kemudian menyinggung tentang bank modern. Harapan yang dilontarkan adalah adanya bank-bank modern yang dapat menjalankan operasionalnya tanpa bunga. Caranya dengan mensyaratkan nasabah untuk beriman, bertaqwa, berilmu, terampil, jujur dan produktif. Keseimbangan antara ketekunan dalam pendidikan rohani dan jasmani dapat membangun bank-bank modern tanpa bunga. Biaya operasional bank didapatkan dari proses bagi hasil dari keuntungan riil yang diperoleh para nasabah. Daya tarik bank tidak lagi dengan hadiah-hadiah perhiasan dunia yang melimpahyang dibebankan pada inflasi yang terus meninggi, namun daya tarik bank adalah saling tolong menolong dan menguatkan saudarasaudaranya
yang
masih
lemah
dengan
peningkatan
ilmu,
keterampilan, iman dan taqwa. Pesan yang dapat dipetik dari teks ini bahwa kata kunci dari semua masalah tersebut adalah pada ilmu, iman dan taqwa. Bila sebuah masyarakat memahami agama dengan benar maka segala apa yang dititipkan oleh Allah, baik materi atau non materi, agar dapat menjadi sesuatu yang bermanfaat dan kekal haruslah ditukarkan dengan amal-amal saleh yang didasari dengan iman dan taqwa.
106
17) Menyantuni Perjuangan Dakwah Islam Strategi dan metode dakwah Nabi pada saat itu adalah memenuhi hajat ummat melalui ketersediaan dana dakwah bagi banyak kepentingan. Dana diambil dari harta Nabi sendiri, dapur ummat, orang-orang dekat nabi dari sahabat Muhajirin dan Anshar, Baitul ma@l wa az-zaka@t, dan terkadang melalui sistem penawaran sebagai hasil penempaan tarbiyah ru@hi{ yyah Rasul. Sahabat penyandang da’wah ini terkenal dengan sebutan al-Abra@r. Menurut teks ini, dana dakwah diperlukan untuk menjadi daya pendorong pelaksanaan program, menjadi daya panggil bagi muslim yang mulai belajar, menjadi pengikat bagi para mu’allaf yang baru masuk Islam, menjadi tenaga dalam melaksanakan program dan perencanaan dakwah, seperti pendidikan, kesehatan dan lain-lain. Kelemahan gerakan dakwah Islamiyyah sekaligus menjadi kelebihan dakwah misionaris dan menjadi daya tarik laju perkembangan aliran sesat berpusat pada penyediaan dan pengelolaan dana. Kekuatan infaq dan sadaqah dapat mewujudkan kembali “jihad ekonomi”.
Jihad
ekonomi
dapat
memerangi
pemurtadan,
kebodohan, penanggulangan bencana, membantu daerah konflik, menyantuni yatim piatu, dan yang terpenting adalah menggerakkan roda kegiatan dakwah. Akar masalah yang ada lebih pada rendahnya tingkat kesadaran ummat Islam yang selama ini kurang
107
disentuh oleh para penyeru da’i melalui paket kegiatan dan program dakwah. Kepedulian pada pentingnya dana bagi kesejahteraan masyarakat dengan meneladani Rasul inilah yang menjadikan teks bernuansa sosial.
3. Pendekatan. Pendekatan dimaknai sebagai titik pijak keberangkatan dari proses tafsir. Dengan pendekatan tafsir yang sama bisa melahirkan corak tafsir yang berbeda. Ada dua pendekatan: [1] berorientasi pada teks dalam dirinya yang kemudian disebut pendekatan teksual, dan [2] berorientasi pada konteks pembaca (penafsir), yang kemudian disebut pendekatan kontekstual.87 a. Pendekatan tekstual: teks al-Qur’an sebagai pusat. Praktik tafsir lebih berorientasi pada teks dalam dirinya. Kontekstualitas suatu teks lebih dilihat sebagai posisi suatu wacana dalam konteks internalnya. Pandangan yang mengemuka dalam konteks ini bahwa dalam memahami suatu wacana atau teks, seseorang harus melacak konteks penggunaannya pada masa di mana teks itu muncul. Pengertian kontekstualitas dalam pendekatan tekstual cenderung bersifat kearaban. Analisis tafsir yang menggunakan pendekatan tekstual ini cenderung bergerak dari refleksi [teks] ke praksis
87
Ibid.,hlm. 247.
108
[konteks], itupun praksis yang menjadi muaranya lebih bersifat kearaban sehingga pengalaman lokal [sejarah dan budaya] seorang penafsir tidak menempati posisi yang signifikan.88 b. Pendekatan
kontekstual:
realitas
kehidupan
sebagai
medan
keberangkatan penafsiran. Orientasi dalam pendekatan ini terletak pada pembaca [penafsir] teks al-Qur’an. Latar belakang sosial historis di mana teks muncul dan diproduksi menjadi point penting dalam pendekatan ini. Namun yang lebih penting adalah ketika ditarik
ke dalam konteks pembaca
[penafsir] di mana ia hidup dan berada, dengan pengalaman budaya, sejarah dan sosialnya. Karena itu, sifat gerakannya dari bawah ke atas: dari praksis [konteks] menuju refleksi [teks].89 Berdasarkan dua pembedaan tersebut, teks-teks dalam rubrik Taus{iyah memiliki pendekatan tekstual. Meski menampilkan fenomena atau realitas sosio historis sebagai pembahasan untuk disarikan jawaban atas problemnya, tetapi fenomena tersebut hanya sebagai contoh yang dimasukkan dalam teks. Dengan kata lain, konteks tersebut berada dalam kungkungan teks. Setelah mengadakan penelusuran terhadap aspek hermeneutika dalam teks-teks rubrik Taus{iyah, berikut gambaran aspek tersebut dalam tabel.
88 89
Ibid. hlm.248 Ibid.hlm.249.
109
Tabel II Aspek Hermeneutika Teks-teks dalam Rubrik Taus{iyah
Nuansa pemahaman
1.
2.
Teologis
Psikologis
Metode Riwayat Hidup di Dunia Hanya Sehari Saja Melawan Arus Deras Materialisme dan Atheisme Mukjizat-mukjizat Nabi Isa Menghindari Pola Hidup Sekuler Cara Jitu menghindari Bujuk Rayu Setan Nabi Ibrahim Anak Seorang Penyembah Berhala Indahnya Hidup Sesuai Aturan Allah Cara Mencintai al-Islam dan al-Qur’an Tidak Faham al-Qur’an Pasti Menyesal Bertasbih Sifat Universal Jagat Raya Menggapai Perlindungan Allah Yang Paripurna Jika Hati Menjadi Keras Ketika Jilbab Hanya Sebagai Aksesoris Bunuh Diri Jalan Haram Mengakhiri Frustasi Dengki Akhlak Yang Berduri Menjadi Muslim Anti Dengki Salah Kaprah Kaum Adam dan Hawa Memaknai Cinta Bonek Sebuah Potensi Salah Ekspresi Konsep Cerdas dalam Perspektif Islam Menumbuhkan Perilaku Sopan Santun dan Lembut Hati Ujian Kesabaran Ibarat Menanti Hujan Reda Anak Adam Yang Lucu dan Selalu Disayang Allah Bercahaya Tanpa Skin Care Massage Jangan Tergesa dalam Berproses Sunnatullah
21 Januari 2010 29 Januari 2010 3 Februari 2010 17 Februari 2010 24 Maret 2010 19 April 2010 12 Mei 2010 14 Juni 2010 16 Juni 2010 19 Juni 2010 28 Juni 2010 11 Januari 2010 14 Januari 2010 6 Januari 2010 21 Januari 2010 25 Januari 2010 8 Februari 2010 26 Januari 2010 9 Maret 2010 6 April 2010
9 April 2010 12 April 2010 25 Mei 2010 14 Juli 2010
110
3.
Sosial Kemasyarakatan
Manfaatkan Ramadan Dengan Maksimal Jangan Sombong Karena Sombong Dilaknat Allah Jangan Berdusta Tunaikanlah Amanat Jangan Berkhianat Sekolah Jujur 30 Hari Ketika Ketupat Telah Habis Tarikh Proses Larangan Miras Mengemis, Kok Enak! Muslimah-muslimah Pendakwah Agama Allah, Adakah Sosok Itu Kini? Empat amanah Istimewa Perlunya Manusia Yang Berpribadi Adil Memberikan Nilai Sebagai Cermin Menjadi Saksi Mengamalkan Islam Sebenarnya Bermimpi Memiliki Universitas MTA Islam Sangat Memuliakan Kaum Wanita Menyembuhkan Hobi Suka Membuat Sulit Orang Lain Bahaya Sangat Besar dari Budaya Korupsi Sejarah Panjang Perjuangan Palestina Tontonan Penghancur Moral Bangsa Cara Jitu Mengusir Setan dari Rumah Kerjasama MUI dan Polisi dalam Mencegah Kejahatan Mustahilnya TEITT Menyantuni Perjuangan Dakwah Islam Pendekatan Tekstual
2 Agustus 2010 13 Agustus 2010 14 Agustus 2010 22 Agustus 2010 30 Agustus 2010 21 September 2010 2 Februari 2010 10 Februari 2010 25 Februari 2010
3 Maret 2010 12 Maret 2010 19 Maret 2010 29 Maret 2010
21 April 2010 27 April 2010 20 Mei 2010 27 Mei 2010 3 Juni 2010 23 Juni 2010 24 Juni 2010 29 Juni 2010 16 Juli 2010 28 September 2010
111
D. Aspek Struktural Teks Taus{ {iyah Tausiyah. iyah Telah diketahui pada pembahasan sebelumnya tentang metodologi pemahaman terhadap al-Qur’an dalam teks rubrik Taus{iyah melalui aspek luar berupa sistematika, bentuk penyajian, gaya bahasa penulisan, bentuk penulisan, dan aspek dalam berupa metode, nuansa pemahaman dan pendekatan. Pada bagian ini akan dipaparkan struktur skematis teks Taus{iyah. Struktur skematis atau superstruktur dalam pendekatan analisis wacana adalah penggambaran bentuk umum dari suatu teks. Bentuk umum disusun dengan sejumlah kategori atau pembagian umum seperti pendahuluan, isi, kesimpulan, penutup dan sebagainya. 90 Struktur skematis teks Taus{iyah meliputi tiga bagian yakni paparan pembuka, isi dan penutup. Pada struktur pertama, paparan pembuka, teks Taus{iyah berisi beberapa komponen sebagai berikut ; 1. Ayat al-Qur’an. Prolog ayat al-Qur’an dapat ditemukan pada satu judul yakni Manfaatkan Ramadan Secara Maksimal. Ayat yang dikutip untuk menyapa pembaca adalah Q.S. al-Baqarah [2]: 183. 2. Hadis. Selain ayat, terdapat satu judul yang menjadikan hadis sebagai pembuka teks yakni judul Indahnya Hidup Sesuai Aturan Allah. Hadis tersebut berbunyi : Imam T{abra@ni@ dalam kitab Ja@mi` al-Awsat{, Abu Nu`’aim di dalam kitab al-H{ilyah dan juga al-H{ak@ im di dalam kitab Mustadrak meriwayatkan, dari Ali r.a, ia berkata : telah bersabda Rasu@lulla@h s.a.w : “Jibril mendatangiku dan berkata : Ya Muhammad, hiduplah
90
Alex Sobur, Analisis Teks Media [Bandung : Remaja Rosdakarya, 2002], hlm. 76.
112
sesukamu karena engkau akan mati, cintailah siapa yang kamu mau karena engkau akan meninggalkannya, beramallah sesukamu karena engkau akan dibalas dan ketahuilah bahwa kemuliaan seorang muk`min pada qiya@mul lail dan ‘izzahnya pada kemandiriannya “ 3. Fenomena atau peristiwa aktual masyarakat dan dialog keseharian. Fenomena sebagai pembuka teks Taus{iyah terdapat dalam judul-judul berikut ; a. Bunuh Diri Jalan Haram Mengakhiri Frustasi, kalimat pembukanya adalah; Kasus terjun bebas dari lokasi parkir lantai 4 di Solo Grand Mall (SGM) masih terus diselidiki aparat kepolisian. Namun korban diduga nekat mengakhiri hidupnya lantaran penyakit yang dideritanya tak kunjung sembuh.[Solopos, 04 Januari 2010]. b. Ketika Jilbab Hanya Sebagai Aksesoris, dengan paragraf pembuka sebagai berikut; Seorang perempuan muda berjilbab mini tengah mengambil bolpoin yang jatuh di lantai. Secara mengejutkan, pakaian yang tak kalah mini dengan jilbabnya, terangkat ke atas hingga memperlihatkan bagian tubuhnya. c. Bonek; Sebuah Potensi Salah Ekspresi, diawali dengan kalimat ; Pada tanggal 23 Januari 2010, sekitar 4000 bonek yang berangkat dari Surabaya ke Bandung via Solo melakukan tindakan anarkhi berupa pelemparan batu dan penganiayaan terhadap sejumlah orang. Selain itu tim yang akrab dengan tindakan hooliganisme ini juga melakukan tindakan kriminal penjarahan, pemukulan terhadap wartawan Antara, Hasan Sakri Ghozali, anggota Brimob, Briptu Marsito, perusakan stasiun Purwosari Solo dan stasiun lainnya, perusakan rumah warga, serta tindakan-tindakan tidak terpuji lainnya. d. Tarikh: Proses Larangan Miras, judul ini dibuka dengan kalimat dialog langsung di masyarakat, berikut dialog tersebut ;
113
“Kalaulah pabrik miras ditutup maka akan banyak pengangguran dan hilangnya mata pencaharian rakyat. Dan jika perusahaan ditutup maka akan hilanglah perolehan pajak kepada negara dan pemerintah setempat, maka yang rugi adalah kita semua.” “Kan yang minum bukan orang muslim, Indonesia negara heterogen maka menjunjung tinggi keberagaman.” “Kan itu diatur undang-undang, tidak bisa sembarang menjual atau mengkonsumsinya.” e. Mengemis, Kok Enak?, judul ini merupakan kalimat keseharian yang diawali dengan kalimat keseharian pula sebagai kutipan berikut; Pada suatu Ahad yang panas…”Mas, tahu yang sering nungguin kita habis kajian itu ternyata bukan orang miskin lho. Di daerahnya punya sawah,rumah dan hidup kecukupan. Konon sehari bisa 50rb bersih. Dan sip-nya lagi mereka punya koordinator yang menjaga dan siap mengkoordinir grup yang seperti ini, jadi tidak perlu takut bermaratonan dengan bp/ibu satpol pp.” f. Menjadi Saksi mengamalkan Islam Sebenarnya. Judul ini juga diawali dengan kalimat langsung; “Mas, tetangga saya itu suka bohong padahal dia ngaji disana..maka ojo ikut-ikutan ngaji” “Lihatlah perilaku keluarga itu..setiap hari cekcok melulu..padahal kalo Ahad pagi ya ngajinya disitu…” Dua kalimat diatas adalah contoh negatif, bagaimana masyarakat akan selalu menilai terhadap apa yang dilakukan orang-orang yang sudah mengaji. Hal yang harus difahami adalah seseorang yang sudah mengaji (mengkaji islam) belumlah menjadi jaminan untuk menjadi baik. Dan apalagi orang yang tidak mau mengkaji. Bagaimana mungkin seseorang bisa menjadi baik tetapi tidak tahu bagaimana jalan-jalan lurus yang telah diberikan Allah? g. Ketika Ketupat Telah Habis. Prolog dalam judul ini adalah fenomena yang biasa terjadi menjelang lebaran; Riak petasan atau kembang api di langit, pesta pora manusia di pusat belanja, kemacetan para pemudik di jalan menuju tanah air telah berlalu. Kupat, roti dan segala aneka makanan telah habis, Sementara masjid mulai sepi kembali ke kondisi ’semula’. Jumlah shaff mengempis dan peserta kegiatan-kegiatan amal ibadah mulai menurun tergerus aktifitas keseharian yang mulai kembali
114
menyibukkan. Kembali fokus bersibuk-ria Ramadan tiba, katanya.
seperti sebelum
4. Komponen keempat sebagai pembuka teks adalah kalimat pembuka yang pada umumnya dipakai dalam ceramah atau khutbah di masyarakat. Kalimat ini sangat dominan dipakai dalam teks Taus{iyah terlebih pada teks-teks yang bernuansa teologis.91 Contoh kalimat tersebut adalah ; Segala puji hanya bagi Allah, shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah Muhammad, keluarga, sahabat dan seluruh pengikut beliau. Alhamdulillah, Allah telah menunjuki dan memahamkan kita akan jalan lurus. Jalan hidup yang dirahmati oleh Allah Tuhan semesta Alam. Pada struktur kedua, paparan isi, teks Taus{iyah berisi penjelasan dari ayat-ayat al-Qur’an yang dimunculkan. Dalam beberapa judul, ayat-ayat ini mendominasi isi teks sehingga yang ditemukan bukan penjelasan terhadap ayat namun sebaliknya. Judul-judul berikut memuat banyak ayat-ayat alQur’an dengan sedikit penjelasan; Bahaya Besar Dari Budaya Korupsi, Cara Mencintai al-Islam dan al-Qur’an, Jangan Sombong Karena Sombong Dilaknat Allah, Tidak Faham al-Qur’an Pasti Menyesal, Jangan Berdusta, Tunaikanlah Amanat Jangan Berkhianat.
91
Kalimat pembuka seperti contoh didapati dalam judul-judul; Hidup Di Dunia Hanya Sehari Saja, Melawan Arus Deras Materialisme dan Atheisme, Mukjizat-mukjizat Nabi Isa, Menghindari Pola Hidup Sekuler, Cara Jitu Menghindari Bujuk Rayu Setan,Cara Mencintai alIslam dan al-Qur’an, Bertasbih Sifat Universal Jagat Raya, Menggapai Perlindungan Allah Yang Paripurna. Judul-judul tersebut masuk dalam kategori nuansa teologis. Sedangkan judul bernuansa sosiologis yang menggunakan kalimat pembuka yang senada adalah ; Menyembuhkan Hobi Suka membuat Sulit Orang Lain, Bahaya Sangat BesarDari Budaya Korupsi, Cara jitu mengusir Setan Dari Rumah, Kerjasama MUI dan Polisi Dalam Mencegah Kejahatan, Mustahilnya TEITT.
115
Pada kesempatan lain, bagian isi teks Taus{iyah memberikan contoh kasus fenomena, problem, atau isu yang ada di tengah masyarakat dewasa ini. Seperti dalam judul Tontonan Penghancur Moral Bangsa disinggung tentang pornografi. Kritik terhadap bank-bank modern terdapat dalam judul Mustahilnya TEITT. Kasus Century dijadikan contoh dalam judul Konsep Cerdas Dalam Perspektif Islam. Pada struktur terakhir, penutup, teks Taus{iyah mengakhiri pembahasan dengan beberapa cara; 1. Penutup berupa ayat al-Qur’an, seperti dalam judul Ujian Kesabaran Ibarat Menanti Hujan Reda, Jangan Tergesa Dalam Berproses Sunnatullah, dan judul Ketika Ketupat Telah Habis. 2. Penutup berupa hadis, seperti dalam judul Menjadi Muslim Anti Dengki, Tarikh Proses Larangan Miras. 3. Kalimat bernada persuasif, dapat ditemukan dalam banyak judul seperti; Ketika Jilbab Hanya Menjadi Aksesoris, Melawan Arus Deras Materialisme, Cara Jitu menghindari Bujuk Rayu Setan, Menjadi Saksi Mengamalkan Islam Sebenarnya, Bertasbih Sifat Universal Jagat Raya, Jangan Sombong Karena Sombong Dilaknat Allah, Sekolah Jujur 30 Hari, Menyantuni Perjuangan Dakwah Islam. Satu contoh kalimat bernada persuasif sebagai kalimat penutup seperti dalam judul Cara Jitu menghindari Bujuk Rayu setan; Ambillah kata kunci, tinggalkan dosa, jauhi semua hal yang dapat merangsang untuk berbuat dosa!!!, dan mari berbondong-bondong mengaji di kajian-kajian al-Qur’an dan Sunnah serta bersama-sama diamalkan. Di sana malaikat akan datang dan mengokohkan
116
keimanan kita, maka kita akan kuat dan tabah menghadapi godaan dan bujuk rayu saitan. 4. Kalimat penutup berupa do’a, dapat ditemukan dalam judul Dengki Akhlak Yang Berduri, Mukjiza-mukjizat Nabi Isa, Empat Amanah Istimewa, Menumbuhkan Perilaku Sopan Santun dan Lembut Hati, Bahaya Sangat Besar Dari Budaya Korupsi, Cara Mencintai al-Islam dan al-Qur’an, Tontonan Penghancur Moral Bangsa, Cara Jitu Mengusir Setan Dari Rumah, Mustahilnya TEITT. Contoh kalimat penutup berupa doa seperti dalam judul Tontonan Penghancur Moral Bangsa; “Ya Allah kuatkan hati dan bantulah kami melawan perusakperusak akhlak Islam. Sehingga tontonan maksiat tidak menjadi tuntunan. Jaga diri dan keluargamu dengan kesungguhan yang sangat jika anda tidak ingin kecewa. 5. Kalimat penutup berisi solusi, seperti dalam judul Muslimah-muslimah Pendakwah Agama Allah, Adakah Sosok Itu Kini? Ini jika konteksnya sudah berkeluarga, bagi yang belum berkeluarga, para wanita muslimah tetap bisa ambil peran dalam mendukung perjuangan dakwah Islam. Misalnya berdakwah di lingkungan sekitar seperti di sekolah, kampus, tempat kerja atau lingkungan sekitar lainnya. Tak hanya itu, para wanita muslimah juga bisa berdakwah dengan memanfaatkan bidang-bidang yang dikuasainya. 6. Pertanyaan retoris, seperti dalam judul Indahnya Hidup Sesuai Aturan Allah; Masihkan anda ingin hidup seenaknya ? Pura-pura merasa tidak akan mati karena berumur panjang? Sengaja tidak mau mengetahui aturan hidup yang sudah jelas? Dan pura-pura tidak ada Allah dan tidak ada kehidupan setelah mati?
117
Gambaran aspek struktural teks dapat dilihat dalam tabel berikut : Tabel III Aspek Struktural Teks dalam Rubrik Taus{iyah
Struktur Pembuka
Isi
Penutup
Komponen Ayat-ayat al-Qur’an Hadis Fenomena atau Peristiwa aktual Kalimat pembuka ceramah Penjelasan Dominasi Ayat-ayat al-Qur’an Dominasi Hadis Ayat al-Qur’an Hadis Kalimat Persuasif Do’a Solusi Pertanyaan retoris
E. Problem Metodologi. Setelah mengadakan penelusuran terhadap metodologi penulisan rubrik Taus{iyah baik yang berkaitan dengan aspek teknis penulisan maupun aspek pemaknaan dan juga aspek struktural teks, pada bagian ini akan diuraikan persoalan-persoalan berkaitan dengan hal-hal tersebut sebagai sebuah analisis metodologis. Pada aspek teknis penulisan berkaitan dengan sistematika penyajian, sebagaimana telah dikategorikan sebelumnya, bahwa rubrik Taus{iyah menyajikan teks-teksnya secara tematis. Setiap tema yang ditentukan, di dalamnya terkumpul ayat-ayat al-Qur’an yang dikaitkan dengan tema. Hanya saja, merujuk kepada definisi tematik yang dikenalkan oleh al-Farma@mi@, teksteks dalam rubrik Taus{iyah belum menyajikan kajiannya secara tematik komprehensif oleh karena ayat yang dikaji tidak bersifat spesifik dan
118
mengerucut, bahkan dapat dikatakan jauh dari kriteria tematik sebagaimana yang ditetapkan oleh al-Farma@wi@. Sistematika penyajian tematik dalam rubrik Taus{iyah sangatlah sederhana, hanya menampilkan ayat-ayat sebagai pelengkap tema yang ditentukan sehingga ayat-ayat dari berbagai s{u@rah yang dikutip terkesan hanya sebagai legitimasi terhadap penjelasan tema. Selain itu, ayat-ayat yang dikutip terkadang keluar dari tema yang dibangun di bagian awal tulisan. Satu contoh seperti saat menampilkan tema tentang kesombongan dalam judul Jangan Sombong Nanti Dilaknat Allah.92Ayat-ayat yang dikaji mula-mula adalah ayat tentang kesombongan iblis saat diperintahkan bersujud pada Adam. Ayat yang dihadirkan adalah Q.S. alBaqarah [2]: 34, Q.S. al-A’ra@f [7]: 11-13, Q.S. S{a@d [38]: 71-78, kemudian beralih pada ayat lain pada Q.S.al-Mu’min [40]: 60. Dari pengutipan ayat tersebut berpindah pada ayat-ayat tentang sombong dengan kosakata yang berbeda seperti dalam Q.S. Luqman [31]: 18 dan Q.S. al-Isra@’[17]: 37. Setelah dihadirkan sejumlah ayat-ayat tanpa diberikan penjelasan yang memadai, lantas dihadirkan sejumlah hadis juga tanpa penjelasan terhadapnya. Pada akhir tulisan, dikutip ayat yang sama sekali tidak berkaitan dengan kesombongan yakni pada Q.S.al-Hujura@t [49]: 13. Problem selanjutnya adalah pada aspek pemaknaan. Dalam metode pemahaman yang dikategorikan pada bagian sebelumnya, rubrik Taus{iyah menggunakan ayat-ayat dan hadis-hadis sebagai penjelasan terhadap tema
92
Lihat contoh pada lampiran 1.
119
yang disampaikan kepada pembaca. Dalam sejarah dan perkembangan tafsir, tafsir secara tradisional dimulai pada masa sahabat.93 Metode penafsiran sahabat adalah metode tafsir bi ar-riwa@yah, artinya para sahabat hanya sekedar meriwayatkan tafsir-tafsir dari Rasul s.a.w. dan sesama para sahabat sendiri. Sumber penafsiran mereka adalah al-Qur’an, qira@’ah, hadis Nabi, ijtihad dan keterangan ahli Kitab.94 Penafsiran al-Qur’an dengan al-Qur’an, al-Qur’an dengan Sunnah, al-Qur’an dengan riwayat sahabat Nabi dan tabi’in termasuk kategori tafsir bi al-ma’s|u@r. Tafsir bi al-ma’s|u@r ialah keteranganketerangan dan perincian-perincian yang ada dalam sebagian ayat-ayat alQur’an sendiri dan apa yang dinukilkan [dikutip] dari hadis-hadis Rasul dan dari sahabat.95 Berdasar pada prinsip al-Qur’a@n yufassiru ba’d{uhu ba’d{an, model penafsiran tersebut akan mengumpulkan ayat-ayat yang menyangkut sebuah topik dan merujuk-silangkan [cross referensing] satu kepada lainnya untuk memperoleh keterangan mengenai sesuatu yang hanya disebutkan secara ringkas dengan bantuan berbagai ayat atau untuk memperoleh kejelasan tentang sesuatu yang mujmal, untuk menghubungkan sesuatu yang nampak
mut{laq dengan keterangan yang tidak muqayyad, yang umum dengan yang khusus.96 Di samping merujukkan ayat pada ayat-ayat lain, dalam metode ini
93
Nur Kholis, Pengantar Studi al-Qur’an dan al-Hadis [Yogyakarta: Teras, 2008], hlm.
138. 94
Abdul Mustaqim, Madzahibut Tafsir; Peta metodologi Penafsiran al-Qur’an Periode Klasik Hingga Kontemporer [Yogyakarta: Nun Pustaka, 2003], hlm. 38. 95 Mahmud Basuni Faudah, Tafsir-tafsir al-Qur’an; Perkenalan dengan Metodologi Tafsir, terj. Mochtar Zoeni [Bandung: Penerbit Pustaka, 1987], hlm. 24. 96 Ibid., hlm.25.
120
juga menjadikan hadis-hadis Nabi sebagai penjelasan. Hal ini berdasar prinsip bahwa hadis berfungsi sebagai baya@n mujmal [penjelasan atas hal-hal yang bersifat global], penjelasan atas hal-hal yang bersifat musykil, dan fungsi lainnya adalah takhsish [pengkhususan]. 97 Rubrik Taus{iyah dalam metodenya menganut model penafsiran periode klasik, yakni mencukupkan penjelasan ayat dari ayat lain atau hadis. Persoalannya bukan pada pemakaian model ini, tetapi pada aplikasi dari pemilihan model ini sebagai model yang diingini. Jika memang rubrik ini menginginkan metode tafsir riwayat yang hanya merujuksilangkan satu ayat dengan ayat-ayat lain atau dengan hadis Nabi, setidaknya model ini diterapkan dengan sistematis. Sayangnya, penerapan yang sistematis sesuai dengan “aturan main” metode riwayat ini tidak didapati dalam rubrik Taus{iyah. Sebagai contoh dalam mengetengahkan satu ayat untuk dibahas, perujukan pada ayat-ayat lain seringkali bukan pada ayat yang dapat menjadi penjelas. Problem lain terkait relevansi metodologi pemahaman terhadap alQur’an dengan masa kini. Para sahabat menggunakan metode tersebut di antaranya karena kebutuhan mereka tercukupi dengan metode tersebut. Problem yang mereka hadapi dapat terjawab dengan penggunaan metode tersebut. Problem yang dihadapi umat Islam pada kenyataannya berkembang sejalan dengan perkembangan dan perubahan zaman. Problem ini menuntut
97
Ibid., hlm.32.
121
untuk dicarikan solusinya oleh umat Islam sendiri. Satu sisi rubrik Taus{iyah mengetengahkan tema-tema tentang problem kekinian, tetapi sisi lain rubrik ini menafikan realitas tersebut. Artinya, metode yang digunakan tidak dapat menjawab persoalan yang dilontarkan atau dengan kata lain menjadi tidak relevan. Problem selanjutnya terkait dengan aspek struktural teks. Sebagaimana dijelaskan pada sub bab terdahulu bahwa struktur teks dalam rubrik Tausiyah meliputi bagian Paparan pembuka, isi dan penutup yang masingmasing berisi beberapa komponen. Dilihat dari sudut pandang estetika, bangunan tulisan dalam rubrik ini kurang –untuk tidak mengatakan tidakmengikuti prinsip dasar keindahan tulisan. Prinsip keindahan tulisan yang dimaksud adalah : 98 1. Mengandung kesatuan dan keutuhan. Eksistensi tiap satuan unsur dalam sesuatu yang bernilai estetik sangatlah penting. Pasalnya, nilai estetik yang muncul dari sesuatu tersebut
bergantung
pada
hubungan
timbal
balik
unsur-unsur
pendukungnya. Sesuatu dikatakan indah bila unsur-unsurnya terlihat saling menopang menjadi satu kesatuan utuh. Prinsip ini sejajar dengan proses berpikir jernih yang menimbang segala sesuatunya secara objektif, matang dan logis.
98
Wahyu Wibowo, 6 Langkah Jitu AgarTulisan Anda Makin Hidup dan Enak Dibaca [Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005], hlm. 5-7.
122
2. Mengandung satu pikiran utama yang jelas. Dalam dunia tulis menulis, tema yang jelas akan tercermin dalam satu pikiran utama. Ibarat pintu gerbang, pikiran utama ini akan membawa pembaca pada keseluruhan tulisan. Dengan menyuguhkan satu pikiran utama yang jelas berarti juga menghargai pembaca. Menghargai pembaca berarti penulis memberdayakan daya empatinya. Daya empati ini disebut einfuhlung, yakni bagaimana seorang penulis memproyeksikan dirinya sendiri dalam subjek tulisannya. 3. Mengandung prinsip perkembangan. Sejumlah unsur yang membangun sesuatu yang bernilai estetik idealnya mencerminkan sebuah mata rantai sebab akibat yang jalin menjalin. Di dalamnya terdapat perbedaan dan pertentangan yang halus. Berdasarkan prinsip keindahan tulisan di atas, jika dicermati, rubrik Taus{iyah
kurang
mengindahkan
prinsip
tersebut.
Misalnya
ketika
mengetengahkan judul Jika Hati Menjadi Keras.99 Pada paragraf setelah pengutipan ayat, penjelasan masih singkron dengan paragraf sebelumnya yakni tentang kondisi orang muslim yang menerima ajaran Islam dengan sepenuh hati. Kondisi tersebut digambarkan dengan adanya ketentraman hati, tidak ada kekhawatiran, tidak merasa minder. Dari sini penjelasan beralih pada penjelasan tentang ulah setan yang mengotori hati manusia sehingga penjelasan ini membuat unsur sebelumnya seolah terputus. Setelah
99
Lihat lampiran 2.
123
pembahasan tentang hati yang ternodai, objek pembahasan di bagian-bagian akhir tidak lagi tentang manusia dan hatinya, tetapi beralih pada pembahasan tentang Allah dan hamba-Nya sehingga pembaca direpotkan untuk mencari satu pikiran utama yang jelas dengan alur yang sistematis.
124
BAB IV KONSTRUKSI WACANA DALAM RUBRIK TAUS{ {IYAH TAUSIYAH DI MAJLIS TAFSIR AL-QUR’AN
Kata wacana dipakai oleh banyak kalangan mulai dari studi bahasa, psikologi, komunikasi, sastra, juga termasuk studi agama. Pemakaian istilah ini sering kali diikuti dengan beragamnya istilah dan definisi. Tiap disiplin ilmu mempunyai istilah sendiri, bahkan dalam kamus pun ditemukan acuan definisi yang berbeda. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, wacana diartikan sebagai ucapan, perkataan, tuturan yang merupakan suatu kesatuan.100 Dalam bahasa Inggris, wacana adalah discourse. Kata discourse [bahasa Latin discursus ] memiliki arti ; 1]. komunikasi pikiran dengan kata-kata, ekspresi ide-ide atau gagasan-gagasan; konversasi atau percakapan, 2]. komunikasi secara umum, terutama sebagai suatu subjek studi atau pokok telaah, 3]. risalat tulis, kuliah, ceramah khutbah.101 Pada level konsep teoritis, wacana adalah ujaran atau teks yang mempunyai makna dan mempunyai efek dalam dunia nyata. 102 Jika teks diartikan sebagai pelembagaan peristiwa dalam bentuk tulisan, sementara konteks adalah situasi yang berada di luar teks dan mempengaruhi pemakaian bahasa, maka wacana, teks dan konteks merupakan satu kesatuan. Dengan demikian, analisis wacana merupakan proses penggambaran antara teks
100
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia [Jakarta: Balai Pustaka, 1989], hlm. 1005. 101 Webster’s New Twentieth Century Dictionary [USA: the World Publishing Company, 1983], hlm.522, sebagaimana dikutip Alex Sobur, Analisis…,hlm.10. 102 Ibid.,hlm. 11.
125
dengan konteks. Seperti telah disinggung dalam metode penelitian ini, bahwa analisis wacana berarti memahami cara-cara wacana tersusun, mencari prinsipprinsip yang digunakan, dengan berasumsi bahwa wacana adalah aksi. Berdasarkan penjelasan di atas, maka dalam bab ini akan diuraikan mengenai wacana yang terbangun dalam rubrik Taus{iyah di Majlis Tafsir al-Qur’an.
A. Teks dan Pembinaan Akhlak. Pembicaraan tentang akhlak, dalam tradisi filsafat, telah berlangsung sejak ribuan tahun sedikitnya sejak zaman Yunani kuno.103 Dalam istilah kefilsafatan, pengertian akhlak dipadankan dengan etika atau moral. Etika memiliki empat pengertian. Pertama, etika adalah prinsip tentang tingkah laku yang benar atau baik atau kumpulan dari prinsip-prinsip itu. Kedua, etika merupakan sistem prinsip-prinsip atau nilai-nilai moral. Ketiga, dalam kata ethics [ethic dengan tambahan “s” tapi dalam penggunaan mufrad] diartikan sebagai kajian tentang hakikat umum moral dan pilihan-pilihan khusus moral. Keempat, ethics [dengan tambahan “s” dalam penggunaan mufrad dan jamak]
Tokoh filsafat Yunani kuno yang paling berpengaruh adalah Aristoteles. Dalam buku utamanya tentang akhlak yakni Etika Nekomakia [akhir abad IV SM], ia memberikan batasan kebahagiaan yakni kegiatan yang sejalan dengan hakikat khusus kemanusiaan. Kesenangan menyertai kegiatan itu, tetapi bukan tujuan utama. Untuk meraih kebahagiaan, seseorang harus mengembangkan dua jenis kebiasaan. Pertama, kegiatan mental, seperti pengetahuan yang menuju kepada kegiatan kemanusiaan tertinggi yaitu perenungan [tafakkur]. Kedua, tindakan dan emosi praktis, seperti keberanian. Keutamaan moral adalah kebiasaan perilaku yang bersesuaian dengan jalan tengah emas [golden mean] yaitu prinsip kesederhanaan. Jalan tengah tersebut merupakan keadaan antara dua ekstrem yang berlebihan dan kekurangan, jadi kemurahan hati adalah jalan tengah antara keborosan dan kekikiran. Lihat Aep Saepudin, “Akhlak Dalam Perspektif Wacana Pemikir Muslim”, Ta’dib, vol.2, no. 1 [Bandung; Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Bandung, 2002], hlm. 38-39. 103
126
ialah ketentuan-ketentuan yang mengatur tingkah laku para anggota suatu profesi. Sedangkan kata akhlak sendiri terambil dari bahasa Arab akhla@q sebagai bentuk jamak dari khuluq. Akar kata akhla@q yaitu khalaqa
dengan arti
menciptakan, seakar kata dengan kha@liq yang berarti pencipta dan makhlu@q sebagai yang diciptakan. Secara etimologis akhlak berarti tabiat, budi pekerti.104 Secara terminologis, akhlak adalah nilai-nilai dan sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan bermacam perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. 105 Kata akhlak meski berasal dari bahasa Arab akhla@q namun kata itu tidak ditemukan dalam al-Qur’an. Dalam al-Qur’an hanya dapat ditemukan bentuk tunggalnya yakni khuluq dan bahan dasar kata akhlak yakni khalaqa.106 Kata khalaqa jarang sekali dipakai untuk manusia, hanya sekali dan itupun dalam konotasi makna yang negatif seperti dalam Q.S. al-Ankabu@t [29]: 17.107 Pada dasarnya istilah akhlak an sich berarti netral yakni perbuatan, tidak baik dan tidak buruk, kemudian baru berkonotasi positif atau negatif ketika dikaitkan dengan nilai atau kesadaran sebagaimana diungkapkan Rasulullah s.a.w.
Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir ; Kamus Arab Indonesia [Yogyakarta: Pondok Pesantren al-Munawwir, 1984], hlm. 393. Lihat pula Louis Ma’lu@f, al-Munjid fi alLughah wa al-A’la@m [Beirut: al-Maktabah al-Kas|ulikiyah, t.t.], hlm. 194. 105 Ima@m al-Ghazali@, Ih{ya@’ ‘Ulu@muddi@n [Kairo: al-Masyhad al-Husain, t.t.], hlm. 56. 106 Lihat Faid{ullah bin Mu@sa, Fath{urrah{ma@n li T{a@libi A@ya@t al-Qur’a@n [Indonesia: Maktabah Dah{la@n, t.t.], hlm. 135-138. 107 Kata khalaqa dalam arti berbuat, disebut sebanyak kurang lebih 262 kali dalam alQur’an. Hampir semuanya dipakai untuk Allah. Kata ini memiliki dua pengertian pokok, pertama, membuat sesuatu dari tidak ada menjadi ada [Q.S. al-An’a@m [6]; 73, Q.S.as-Sajdah [32]: 04], kedua, membuat sesuatu dari bahan baku yang lainnya seperti untuk kejadian manusia yang dibuat dari saripati tanah, air mani, segumpal darah, segumpal daging kemudian dibungkus daging [Q.S. al-Mu’minu@n [23]: 12-14. Lihat ar- Ra@gib al-As{fahani@, Mu’jam Mufrada@t Li Alfa@z{ al-Qur’a@n [Beirut: Da@r al-Fikr, 1972], hlm. 158. 104
127
bahwa; “aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia”. Meski secara etimologis akhlak berarti kelakuan atau perbuatan yang tidak terkait dengan nilai, namun dalam sehari-hari hampir dapat dipastikan tidak ada perbuatan yang tidak terkait dengan nilai. Karena itu dalam realitas sosial, akhlak tetap tercitrakan sebagai kelakuan yang di dalamnya ada unsur nilai dan kesadaran, dalam arti perilaku yang didasari kesengajaan dan kesadaran nilai, terlihat atau tidak terlihat oleh manusia. 108
1. Akhlak : Refleksi Keimanan. Berkaitan dengan perbuatan atas dasar kesadaran nilai, pada hakikatnya akhlak bukan perbuatan yang sifatnya keterpaksaan [Q.S.anNisa@’[4]: 148] tetapi merupakan refleksi dari keyakinan. Iman atau keyakinan sebagai internal power yang dimiliki oleh setiap orang mukmin berfungsi sebagai motor penggerak dan memotivasi terbentuknya kehendak untuk direfleksikan dalam tata rasa, karsa, cipta dan karya yang konkret. Dalam konteks ini iman sangat signifikan fungsinya menjadi dasar pijakan setiap tindakan maupun perbuatan karena keimanan yang sempurna akan melahirkan kesempurnaan akhlak. Dengan kata lain, keindahan akhlak merupakan manifestasi daripada kesempurnaan iman.109 Kesempurnaan
iman
akan
merefleksikan
keindahan
akhlak,
sebaliknya kelemahan iman pun akan tampak dalam perilaku yang tidak
108
Sanusi Uwes, “Filosofi Pembinaan Akhlak”, Ta’dib, vol.2, no. 1 [Bandung; Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Bandung, 2002], hlm. 3. 109 Zahruddin AR dan Hasanuddin Sinaga, Pengantar Studi Akhlak [Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004], hlm. 63.
128
dikatakan baik dan terpuji. Pandangan seperti ini yang tertangkap dari teks rubrik Taus{iyah berjudul Bahaya Sangat Besar Dari Budaya Korupsi. Dalam menyoroti persoalan korupsi, teks ini tidak melihat persoalan tersebut dari sudut pandang politik, hukum atau ekonomi tetapi dari aspek moralitas. Akhlak tidak terpuji yang ditengarai menjadi sumber budaya korupsi adalah ketidakjujuran. Budaya ketidakjujuran dalam sebuah sistem kehidupan bersama akan mengakibatkan kerugian yang teramat besar. Pemerintahan dikatakan menuju keruntuhan apabila pajak yang dikenakan semakin meninggi dan penyimpangan uang dilakukan oleh pemegang amanah.110 Kesimpulan dari teks ini bahwa budaya korupsi yang merajalela merupakan cermin lemahnya keimanan dan ketaqwaan manusia. 111 Peningkatan keimanan dan ketaqwaan dapat dilakukan dengan menumbuhkan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Ketika keimanan dan ketaqwaan telah menyatu dalam diri manusia, akan berimbas pada perilakunya terhadap orang lain. Manusia yang beriman akan melihat orang lain sebagai objek untuk memperbanyak amal kebaikan. Ia akan berlaku kasih sayang, menyantuni orang lain dan tidak suka menyulitkan orang lain oleh sebab kesadaran bahwa perbuatan baik itu akan kembali kepada dirinya sendiri. Pesan inilah yang terungkap dari judul teks Menyembuhkan Hobi Suka Membuat Sulit Orang Lain.
110 111
Redaksi, “Bahaya Sangat Besar Dari Budaya Korupsi”, hlm.3 Ibid.,hlm.5.
129
Apa keterkaitan antara judul teks yang unik tersebut dengan pesan yang disampaikan kepada pembaca?. Ini dapat diamati dari contoh kata sehari-hari yang ditampilkan dalam teks tersebut berupa sindiran bagi penguasa ummat, pemimpin ummat, atau birokrasi yang tidak melayani dengan baik. Tidak melayani sama dengan tidak berakhlak baik. Tidak berakhlak baik berarti tidak memiliki keimanan dan ketaqwaan yang baik pula.
2. Akhlak : dari Individu ke Sosial Pendorong [stimulant] bagi timbulnya perbuatan berada dalam diri manusia.
112
Akhlak timbul dari dalam jiwa kemudian berbuah ke segenap
anggota yang menggerakkan perbuatan atau amal. Karena itu, akhlak sangat berkaitan dengan psikologi. Objek penelitian dalam psikologi adalah peranan yang dimainkan dalam perilaku manusia seperti suara hati, kemauan, daya ingatan, kecenderungan-kecenderungan, sedangkan akhlak mempersoalkan hasil perbuatan yang bersumber dari psikologi atau kejiwaan manusia. Jika akhlak membahas tentang berbagai perilaku manusia yang ditimbulkan oleh kehendak, maka tidak bisa dipisahkan dari kehidupan diluar dirinya, kehidupan kemasyarakatan yang melingkupinya.
112
Pendorong [stimulant] adalah kekuatan yang menjadi sumber perilaku akhlak [moral action]. Setiap tindakan manusia memiliki pendorong tersendiri, hanya saja tindakan bersifat konkret lahiriah, sementara pendorong bersifat abstrak tersembunyi. Lihat Yatimin Abdullah, Studi Akhlak Dalam Perspektif Al-Qur’an [Jakarta: Amzah, 2007], hlm. 8.
130
Karena itu, selain berkaitan dengan psikologi, akhlak sangat berkaitan dengan sosiologi.113 Keterkaitan antara akhlak dengan psikologi dan sosiologi dapat lebih dimengerti dengan mengetahui ruang lingkup akhlak sebagai berikut ;114 a. Akhlak pribadi [al-akhla@q al-fardiyyah] yang terdiri atas; (a) yang diperintahkan [al-awa@mir], (b) yang dilarang [an-nawa@hi@], (c) yang diperbolehkan [al-muba@ha{ t@ ], (d) akhlak dalam keadaan darurat [al-
mukha@lafah bi al-id{tira@r]. b. Akhlak berkeluarga [al-akhla@q al-usariyyah], yang terdiri atas; (a) kewajiban timbal balik orang tua dan anak [wa@jiba@t nah{wa al-us{ul@ wa al-furu@’], (b) kewajiban suami istri [wa@jiba@t baina al-azwa@j], dan (c) kewajiban terhadap karib kerabat [wa@jiba@t nahwa al-aqa@rib]. c. Akhlak bermasyarakat [al-akhla@q al-ijtima@’iyyah], terdiri atas; (a) yang dilarang [al-mah{zu{ r@ a@t], (b) yang diperintahkan [al-awa@mir], dan (c) kaidah-kaidah adab [qawa@’id al-adab]. d. Akhlak bernegara [al-akhla@q ad-daulah], terdiri atas; (a) hubungan antara pemimpin dan rakyat [al-‘ala@qah baina ar-ra’i@s wa as-sya’b], dan (b) hubungan luar negeri [al-‘ala@qah al-kha@rijiyyah]. e. Akhlak beragama [al-akhla@q ad-di@niyyah] yaitu kewajiban terhadap Allah swt. [wa@jiba@t nah{wa Allah].
113
Zahruddin AR dan Hasanuddin Sinaga, Pengantar…, hlm.56-57. Lihat pula Ahmad Amin, Etika [Ilmu Akhlak] [Jakarta: Bulan Bintang, 1975], hlm. 8-9. 114 Ramlan Sasmita, “Dimensi Akhlak Dalam Ajaran Islam”, Ta’dib, vol.2 no.1 [Bandung: Universitas Islam Bandung, 2002], hlm.30.
131
Ruang lingkup akhlak di atas mencakup aspek vertikal manusia dengan Allah swt dan aspek horizontal manusia dengan sesamanya [h{ablun minalla@h wa h{ablun minanna@s]. Dalam hubungan dengan sesama yang bersumber dari akhlak individu semakin tampak adanya nilai kesadaran pada
perilaku yang dimunculkan. Apa yang diperintahkan
adalah berimplikasi baik bagi individu dan lingkungannya, sebaliknya yang dilarang adalah berimplikasi tidak baik bagi individu dan lingkungannya. Karena itu, pembahasan akhlak tidak bisa dilepaskan dari nilai baik dan buruk. Akhlak baik dikenal dengan istilah al-akhla@q al-
mah{mu@dah, sedangkan akhlak yang tercela adalah al-akhla@q almaz|mu@mah. Kategori akhlak terpuji [al-akhla@q al-mah{mu@dah] antara lain ; (1) jujur [as-s{idq], (2) dapat dipercaya [al-ama@nah], (3) pema’af [al-‘afw], (4) tekun, menundukkan diri [al-khusyu@’], (5) malu [al-h{aya@’], (6) menahan diri dari maksiyat [al-h{ilm], (7) menghukum secara adil [al-h{ukmu bi al‘adli], (8) berbuat baik [al-ih{sa@n], (9) sabar [as-s{abr], (10) berani [assaja@’ah] . Sedangkan akhlak tercela di antaranya ; (1) kikir [al-bukhl], (2) khianat [al-khiya@nah], (3) aniaya [az{-z{ulm] (4) kemarahan [al-gad{ab], (5) dengki [al-h{asad], (6) berlebihan [al-isra@f] (7) kesombongan [at-takabbur], (8) dendam [al-h{iqd], (9) bohong [al-kaz|b], (10) pengecut [al-jubn].
132
a. Akhlak pribadi. Teks-teks dalam rubrik Taus{iyah dalam banyak judul tidak keluar dari koridor ruang lingkup dan bagian akhlak seperti penjelasan di atas. Beberapa judul termasuk dalam ruang lingkup akhlak pribadi, judul lain termasuk ruang lingkup akhlak berkeluarga, bermasyarakat dan bernegara. Teks dalam rubrik Taus{iyah yang termasuk dalam kategori pembinaan akhlak pribadi
antara lain; Bunuh Diri Jalan Haram
Mengakhiri Frustasi. Pesan utama dalam teks tersebut adalah menghindari sifat berputus asa dan memilih untuk bersabar. Menghadapi kebahagiaan dan kesedihan juga merupakan ujian kesabaran sebagaimana inti dari judul Ujian Kesabaran Ibarat Menanti Hujan Reda. Kalimat tersebut dapat ditemukan dalam kutipan berikut ; Ujian dari Allah tak hanya berupa kesedihan, tapi juga mencakup kebahagiaan. Sayangnya, ketika orang diuji dengan kebahagiaan, orang lupa jika itu hanyalah sebuah ujian. Ketika mendapat kebahagiaan, orang malah berpikir bahwa itu adalah keberuntungan. Padahal, keberuntungan di dunia ini hanyalah merupakan tipuan. Untuk mendukung pernyataan tersebut, teks ini menghadirkan satu ayat dalam Q.S.al-H{adi@d [57]: 23 =ُ ٍر1َ ل ٍ َX= ْ ُ ُآc 6 3 ِ 5ُ m ُ َ ُآ*ْ وَا0o َِ َ& ُاQْ 0َ mَ ُ'*ْ و0َ َ1 َ َ َ ْا َ ْ]0َ Eْ 'َ ِ “Supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu.” Pernyataan bahwa kesedihan merupakan ujian kesabaran tidak sepenuhnya salah karena al-Qur’an menyinggung tentang hal itu
133
seperti didapati pada Q.S.Luqman [31]: 17 tentang kesabaran menghadapi malapetaka atau dengan kata d{arra’ dalam Q.S. al-Baqarah [2]: 177. Hanya saja ketika dinyatakan tentang kesabaran juga dibutuhkan dalam menghadapi kebahagiaan, pernyataan ini tampaknya tidak berdasar bahkan tidak tepat jika mendasarkannya pada ayat di atas. Secara semantik, kata s{abr berlawanan dengan jaza’ yang artinya sifat yang dimiliki oleh mereka yang tidak dapat menahan dengan sabar apa yang menimpanya dan cepat menunjukkan agitasi; dengan demikian s{abr itu sendiri mengandung pengertian memiliki kekuatan jiwa yang cukup agar tetap sabar dalam keadaan sengsara dan tetap gigih di tengah kesulitan memperjuangkan tujuan. 115 Makna seperti ini terlebih didapati pada periode pertama dalam sejarah ummat Islam. Kondisi awal ummat Islam yang banyak mendapat tantangan dan godaan membutuhkan sikap pertahanan yang tangguh. Dari sini kesabaran menggambarkan aspek penting dari iman. Sebagai aspek khusus dari iman, kesabaran ditunjukkan ketika sedang menghadapi keadaan yang tidak menyenangkan.116 Pada dasarnya kesabaran memang tidak hanya dititahkan dalam menghadapi keadaan yang tidak menyenangkan saja, tetapi seluruh keadaan dan situasi yang dihadapi manusia. Di antara sekian keadaan dan situasi tersebut, dalam al-Qur’an ditemukan beberapa konteks
115
Toshihiko Izutsu, Konsep-konsep Etika Religius dalam Qur’an, terj. Agus Fahri Husein [Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1993], hlm. 122. 116 Ibid., hlm. 124.
134
perintah bersabar yakni; bersabar menanti ketetapan Allah [Q.S. Yu@nus [10]: 109], bersabar menanti datangnya janji atau hari kemenangan [Q.S. ar-Ru@m [30]: 60], bersabar menghadapi ejekan orang-orang yang tidak percaya [Q.S. T{ah@ a@ [20]: 130], bersabar menghadapi kehendak nafsu untuk melakukan pembalasan yang tidak setimpal [Q.S. an-Nah{l [16]: 127], bersabar dalam melaksanakan ibadah [Q.S. Maryam [19]: 65 dan T{ah@ a@ [20]: 132], bersabar dalam usaha memperoleh apa yang dibutuhkan, al-Qur’an mengistilahkannya dengan ba’sa@’ [Q.S. alBaqarah [2]: 153 dan 177]. Dari beberapa konteks tersebut dapat disimpulkan bahwa ada tiga jenis sabar, yaitu: sabar dalam menghadapi musibah, sabar dalam melakukan ibadah dan sabar dalam menahan diri untuk tidak melakukan maksiat.
117
Dengan demikian, pernyataan
bahwa sabar dibutuhkan untuk menghadapi kebahagiaan dengan mengambil pijakan Q.S. al-H{adi@d [57]: 23 tidak ditemukan korelasinya. Pada judul yang lain dalam rubrik Taus{iyah, kesabaran dilawankan dengan ketergesaan yang menafikan proses. Point inilah yang ditekankan dalam judul Jangan Tergesa Dalam Berproses Sunnatullah. Penjelasan yang dapat ditemukan di dalamnya bahwa manusia diciptakan dengan nafsu tergesa-gesa, ingin cepat membuahkan hasil terutama bagi yang merasa benar dalam menempuh jalannya. Ayat yang disitir adalah satu ayat dalam Q.S.al-Anbiya [21]: 37;
117
Waryono Abdul Ghafur, Tafsir Sosial; Mendialogkan Teks dengan Konteks [Yogyakarta: elSAQ, 2005], hlm.40-41.
135
ن ِ ُh ِ .ْ Xَ / ْ 0َ Eَ1 ِ0َ5o ْ*'ُ 5ُِ]ر َ ٍh َ َ ِْ ن ُ َ/,ْ p` ا َ ِ\ ُ “Manusia telah dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa. Kelak akan aku perlihatkan kepadamu tanda-tanda azab-Ku. Maka janganlah kamu minta kepada-Ku mendatangkannya dengan segera.” Idealnya, dalam teks ini dijelaskan situasi yang melatari turunnya ayat ini, tetapi tidak ditemukan pada penjelasannya. Konteks ayat ini berkenaan dengan perolok-olokan kaum kafir atau musyrik Makkah akan berita yang dibawa Nabi bahwa mereka akan ditimpa azab. Tergesa-gesa mereka berkaitan dengan keinginan mereka untuk segera melihat azab itu. Sudah barang tentu ini hanya olok-olok mereka. Pesan yang tertangkap dari ayat ini dalam realitas kehidupan adalah mengindari membutuhkan
sikap waktu
ketergesaan. seringkali
Proses-proses dirasakan
alamiah
sebagai
hal
yang yang
menghalangi manusia untuk sampai kepada terwujudnya apa yang diinginkannya. Tidak jarang ketergesaan berakibat ketidaksempurnaan hasil yang dicapai. Karena itu, semestinya ayat ini mendedah kesadaran untuk mengontrol [self controlling] sifat ketergesaan agar tidak merugi dan menyesal di akhir sebuah perjuangan atau pada saat melihat hasil perbuatan.118
118
Machasin, “Al-Qur’an Sebagai Petunjuk Etika Manusia”, dalam Spiritualitas Al-Qur’an dalam Membangun Kearifan Umat, Muhammad Mahfud [ed.], [Yogyakarta: UII Press, 1997], hlm. 451.
136
Sementara itu, teks Hidup Di Dunia Hanya Sehari Saja juga menyinggung soal kesabaran. Ayat yang menjadi inti pembahasan adalah Q.S.T{a@ha@ [20]:104; “Mereka berbisik-bisik diantara mereka: ”Kami tidak berdiam (di dunia) melainkan hanyalah sepuluh (hari)”. [Q.S. T{a@ha@ [20]: 103] Kami lebih mengetahui apa yang mereka katakan, ketika berkata orang yang paling lurus jalannya diantara mereka: “Kamu tidak berdiam (di dunia), melainkan hanya sehari saja”. [Q.S. T{a@ha@ [20]: 104]. cuplikan penjelasan ayat adalah sebagai berikut: Ternyata hidup kita di dunia lebih pendek dari satu bulan. Padahal orang-orang beriman sudah biasa hidup berpuasa satu bulan penuh di bulan Ramadan.Tentu untuk berpuasa sehari akan lebih ringan insyaAllah. Memang hidup di dunia amat singkat. Dalam waktu yang singkat itu kita dituntut untuk beramal sholih yang membawa kita bahagia di akhirat yang lebih kekal. Hidup di dunia digambarkan oleh Allah tidak lebih dari sehari saja. Kesabaran sering diuji dengan waktu. Semakin panjang waktu ujian kadang-kadang orang menjadi tidak sabar dengan ujian yang berat-berat dan melelahkan.119 Jika ditelisik melalui muna@sabah [kesesuaian] dengan ayat sebelumnya, secara z{ahir ayat ini mengilustrasikan tentang keadaan orang-orang yang memikul dosa di hari kiamat akibat berpaling dari alQur’an [Q.S. T{ah@ a@ [20]: 100]. Pada hari itu dikumpulkan orang-orang yang berdosa dengan muka yang biru muram [Q.S.T{ah@ a@ [20]: 102]. Orang-orang yang berdosa di hari itu saling berbisik dengan mengatakan “&ًاْ َ m *ْ ِإXُ jْ $ِ ”إِن, dalam al-Qur’an terjemah diartikan dengan “Kamu tidak berdiam [di dunia] hanyalah sepuluh [hari]”. Di
119
Redaksi, “Hidup Di Dunia Hanya Sehari Saja”, hlm.3.
137
antara mereka terdapat orang yang lurus jalan pikirannya yang *ْ ِإXُ jْ $ِ ”إِن, yang diterjemahkan dengan mengatakan kepada mereka “ًْ5َ m “Kamu tidak berdiam melainkan hanya sehari”. Alih-alih memaknai ayat secara mendalam, mengaitkan dengan ayat sebelumnya pun tidak dilakukan dalam teks berjudul Hidup Di Dunia Hanya Sehari Saja. Tanpa memperhatikan teks apalagi konteks ayat, serta merta teks rubrik ini memberikan kesimpulan bahwa hidup di dunia lebih pendek dari satu bulan, bahkan kesimpulan ini dijadikan sebuah judul. Penjelasan semakin tidak singkron ketika dikatakan bahwa orang beriman sudah terbiasa berpuasa Ramadan selama satu bulan, karena itu tidak merasa berat jika hanya berpuasa satu hari saja. Ini sangat melenceng dari teks maupun konteksnya. Selain itu, ketidakakuratan penjelasan semakin kentara ketika dikatakan bahwa Allah menggambarkan hidup di dunia ini hanya sehari saja. Bagaimana bisa didapatkan kesimpulan ini? sementara ayat tersebut secara tekstual juga tidak menyatakan bahwa gambaran hidup di dunia hanya satu hari. Secara lahiriyah, ayat tersebut menyatakan bahwa perkataan “Kamu tidak berdiam di dunia melainkan hanya sehari” adalah perkataan orang yang paling lurus di antara orang-orang yang berdosa saat mereka dikumpulkan di hari kiamat. Jika memang rubrik ini memiliki tujuan memahami al-Qur’an, akan lebih dapat dipertanggungjawabkan penjelasannya apabila mengambil rujukan kitab tafsir, minimal tafsir klasik seperti tafsir at-T{abari@ yang
138
kental dengan tafsir bi al-ma’s|ur@ .
Dalam tafsir at-T{abari@, ayat ini
diberikan penjelasan dari beberapa riwayat.120 Dari riwayat-riwayat yang dipaparkan, at{-T{abari@ memberikan penafsiran bahwa maksud Allah mengutip perkataan mereka saat itu adalah untuk memberi pengetahuan tentang orang-orang yang kufur kepada-Nya. Mereka telah lalai mengenai kedahsyatan yang akan mereka alami pada hari kiamat kelak. Mereka juga lupa akan kenikmatan-kenikmatan yang mereka terima saat di dunia, dengan hidup beberapa waktu lamanya di dunia, hingga dibayangkan kepada orang yang paling mengerti dan paling pandai diantara mereka bahwa mereka tidak hidup melainkan hanya satu hari.121 Kembali kepada pembahasan akhlak pribadi, terdapat satu teks berjudul Menjadi Muslim Anti Dengki. Kedengkian merupakan kezaliman yang senantiasa diawali dengan rasa iri terhadap nikmat yang diperoleh oleh orang lain. Iri dan dengki dikatakan sebagai kendaraan setan sehingga diperintahkan untuk menjauhi kedengkian terhadap sesama muslim karena nikmat yang diperoleh merupakan given yang
Salah satu riwayat yang dihadirkan oleh at{-T{abari@ dalam upaya penafsiran terhadap ayat ini adalah riwayat berikut; “Ali bin Daud menceritakan kepadaku, ia berkata : Abdullah bin S}aleh menceritakan kepada kami, ia berkata : Mu’awiyah menceritakan kepada kami dari Ali, dari Ibnu Abbas, mengenai firman Allah “ْ*ُ َ ْ َ ن َ ُX1َ َ=Xَ 5َ ”, ia berkata, maksudnya adalah saling merahasiakan di antara mereka. Bisyr menceritakan kepada kami, ia berkata : Yazid menceritakan kepada kami, ia berkata: Sa’id menceritakan kepada kami dari Qata@dah, mengenai firman Allah, &ًاْ َ m *ْ ِإXُ jْ $ِ ن َ ْ َ ُ*ْ إِن َ ُX1َ َ=Xَ 5َ , Ia berkata, maksudnya adalah mereka saling merahasiakan di antara mereka bahwa kalian tidaklah tinggal di dunia kecuali sepuluh hari. Lihat, Abu@ Ja’far bin Jari@r at{T{abari@, Tafsi@r at{-T{abari@, jld.17, terj. Ahsan Askan dan Khoirul Anam [Jakarta: Pustaka Azzam, 2009], hlm. 958. 120
121
Ibid., hlm. 959.
139
sudah ditentukan.122 Pernyataan ini dalam teks tersebut didasarkan pada Q.S. an-Nisa@’[4]: 32. Pembahasan lain tentang dengki terdapat dalam judul Dengki Akhlak Yang Berduri. Dalam teks tersebut dikatakan bahwa kedengkian sebagai penyakit berbahaya tidak hanya menyangkut hal-hal yang bersifat duniawi tetapi juga capaian-capaian keagamaan yakni dakwah. Maksud kalimat tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut: Iri dengki itu ternyata dapat menjalar dan menjangkiti kalangan yang dikategorikan berilmu, pejuang, dan bahkan da’i. Seorang da’i atau muballig, misalnya, tidak suka melihat banyaknya pengikut da’i atau muballig lain. Tidak suka pengikutnya pergi mengikuti yang lain padahal lebih baik. Seorang yang mengikuti kelompok atau jama’ah tertentu sangat benci kepada kelompok atau jama’ah lain yang mendapatkan kemenangan-kemenangan. Dan masih banyak lagi bentuk lainnya dari sikap iri dengki di kalangan para “pejuang”. Tapi bagaimana ini bisa terjadi? Jadi, dalam konteks perjuangan, dengki dapat merayapi hati orang yang merasa kalah wibawa, kalah popularitas, kalah pengaruh, kalah pengikut. Yang didengki tentulah pihak yang dianggapnya lebih dalam hal wibawa, polularitas, pengaruh, dan jumlah pengikut. Merasa iri kepada orang yang dianggapnya lebih “kecil” atau lebih lemah adalah kecil, tapi bisa jadi muncul sebaliknya. Kedengkian luar biasa dalam wujud kebahagiaan karena melihat yang didengki susah, kalah dan terkena musibah.123 Sebuah teks tidak terlepas dari konteksnya.
124
Jika demikian, teks
ini pun tidak terlepas dari situasi yang melatarinya. Sebagai sebuah lembaga, MTA memiliki warga yang jumlahnya tidak sedikit dan selalu
122
Redaksi, “Menjadi Muslim Anti Dengki”, hlm.2 Redaksi, “Dengki Akhlak Yang Berduri”, hlm.2 124 Konteks adalah semua situasi dan hal yang berada di luar teks dan mempengaruhi pemakaian bahasa, seperti partisipan dalam bahasa, situasi di mana teks tersebut diproduksi, fungsi yang dimaksudkan dan sebagainya. Eriyanto, Analisis Wacana; Pengantar Analisis Teks Media [Yogyakarta: LkiS, 2009], hlm.9. 123
140
berkembang. Dalam upaya perkembangannya, MTA mengakui adanya rintangan. Salah satu rintangan yang dimaksud adalah anggapan dari luar MTA terhadap warga MTA sebagai pembawa agama baru ketika mengamalkan apa yang didapatkan dari pengajian.125 Anggapan yang diterima dapat diidentifikasi sebagai sebentuk kebencian pihak lain. Dengan kata lain, warga MTA menjadi objek ke”sinis”an pihak lain. Teks ini boleh jadi menjadi sindiran terhadap orang-orang atau kelompok yang menyuburkan kedengkian dan kebencian terhadap orang atau kelompok lain semisal MTA. Masih terkait dengan anggapan yang cenderung negatif, penilaian terhadap objek secara subjektif, hanya berdasar persepsi pribadi tanpa melihat dari berbagai sudut pandang juga dapat menjadi sindiran yang dikesankan dari teks dalam rubrik Taus{iyah berjudul Memberikan Nilai Sebagai Cermin. Gegabah menilai baik atau buruk tanpa kroscek [diistilahkan dengan tabayyun] terlebih dahulu menjadi sebuah akhlak yang sepatutnya dihindari dan menggantinya dengan introspeksi diri karena belum tentu apa yang dinilainya adalah benar, bisa jadi sebaliknya. Judul berikutnya tentang akhlak pribadi adalah
Jangan
Sombong Karena Sombong Dilaknat Allah. Definisi sombong adalah penolakan kebenaran yang datang dari Allah dan merasa dirinya besar sehingga menghina atau merendahkan sesama manusia.126 Sombong
125
Tentang tuduhan membawa agama baru berdasarkan pembahasan rintangan dan dorongan dalam Profil MTA di Www. MTA-online.com. 126 Redaksi, “Jangan Sombong Karena Sombong Dilaknat Allah”, hlm. 1.
141
identik dengan sifat iblis yang tidak patuh pada perintah Allah sehingga bentuk apapun dari ketidakpatuhan adalah kesombongan. Judul lain adalah Jangan Berdusta. Dalam teks ini, banyak dikutip ayat dan hadis tentang kejujuran. Pentingnya kejujuran juga dipesankan dalam teks berjudul Sekolah Jujur 30 Hari. Teks ini dimunculkan dalam rangka Ramadan. Pesan yang ditegaskan di dalamnya adalah kejujuran. Kejujuran ini terutama ditekankan sebagai penangkal bagi penyakit korup, suap dan musibah nasional sebagai bentuk akibat ketidakjujuran. Penyebab ketidakjujuran adalah keserakahan dan ketamakan yang menjadikan manusia zaman ini terhempas ke dalam kubangan materialisme dan hedonisme. Teks ini juga mengkritisi situasi kondisi bangsa Indonesia seperti dalam kutipan berikut; Fenomena kebohongan dan tersingkirnya sifat kejujuran, mengantarkan masyarakat dan bangsa Indonesia pada beberapa musibah nasional yang berlangsung secara beruntun dan silih berganti tiada henti. Terjadinya malapetaka berupa krisis ekonomi yang melanda bangsa Indonesia adalah cermin paling jelas dari makin hilangnya sukma, kejujuran, dan semakin mekarnya kepalsuan dalam kehidupan bangsa.127 Jika teks sebelumnya berkaitan dengan bulan puasa, teks berjudul Ketika Ketupat Telah Habis dimunculkan pada bulan Syawal. Sebagai bahan penyampai pesan, teks ini menampilkan tradisi khas di masyarakat selepas bulan puasa seperti disulutnya petasan, kemacetan para pemudik, keramaian pusat belanja. Segala euforia tersebut pada akhirnya diarahkan untuk melihat dua kecenderungan sikap yakni
127
Redaksi, “Sekolah Jujur 30 Hari”, hlm.3
142
hamba istiqa@mah vs hamba semusim. Kategori pertama adalah mereka yang tetap konsisten dalam menjalani amalan-amalan seperti saat puasa, sebaliknya yang kedua adalah mereka yang inkonsisten. Satu persoalan yang menjadi problem masyarakat dibahas dalam judul Mengemis, Kok Enak?. Dalam menanggapi persoalan ini, teks dalam rubrik Taus{iyah tidak jauh dari sisi pembinaan mental dan kejiwaan pribadi. Nasehat yang ditekankan adalah pembinaan sikap mental bekerja keras, memiliki etos dan kemampuan berusaha dengan cara yang halal bukan menghalalkan segala cara sehingga martabat atau harga diri tetap bisa dipertahankan. Termasuk mengemispun tidak boleh dilakukan. Demikianlah pembahasan-pembahasan dalam judul-judul rubrik Taus{iyah yang terkait dengan akhlak pribadi. b. Akhlak berkeluarga. Berdasarkan penjelasan ruang lingkup akhlak di atas bahwa kewajiban timbal balik orang tua dan anak termasuk kategori akhlak berkeluarga. Terdapat dua judul dalam teks Taus{iyah yang menyangkut tentang pendidikan dalam keluarga. Islam Sangat Memuliakan Kaum Wanita adalah satu judul yang menyinggung peran wanita dalam pendidikan anak. Salah satu sifat mulia yang dianugerahi Allah kepada wanita adalah kehalusan budi pekerti dan sifat malu. Kedua sifat ini dikatakan sangat berpengaruh dalam kualitas mendidik anak. Tidak menjadi persoalan bagi wanita untuk bekerja di luar rumah dengan syarat sesuai fitrah dan tetap terjaga ketaqwaannya. Maksud menjaga
143
ketaqwaan dalam teks ini lebih menekankan pada batasan pergaulan antara laki-laki dan perempuan sehingga teks ini lebih cenderung mengarahkan perempuan untuk berperan di wilayah domestik ketimbang di wilayah publik. Peran di wilayah domestik ini
juga
dikatakan tidak bebas dari ancaman media berupa televisi yang dikesankan menyesatkan. Ancaman ini tentu saja merupakan ancaman pula bagi pendidikan anak dalam keluarga. Anak Adam Yang Lucu Dan Selalu Disayang Allah menjadi salah satu judul yang menyiratkan pesan pendidikan anak dalam keluarga. Anak-anak yang menggemaskan dapat tumbuh menjadi dewasa dengan tetap berkarakter lucu dan penuh kasih sayang apabila dididik dalam bingkai yang fitrah dan islami, kutipan berikut akan memperjelas maksud dari pernyataan di atas; Didikan dalam bingkai Islam, yang dijalankan di dalam kehidupan sebuah keluarga akan menghasilkan manusia-manusia yang lucu dan selalu disayang Allah di sepanjang hidupnya. Sehingga sepak terjangnya selalu dalam jalan-jalan yang dicintai oleh Allah sesuai dengan apa-apa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad. Dan manusia-manusia yang demikian itu pasti juga disayangi oleh orang-orang ahli kebaikan.128 c. Akhlak bermasyarakat dan bernegara. Beberapa teks yang keluar dari kerangka akhlak pribadi dan berkeluarga menuju akhlak bermasyarakat dan bernegara adalah teks berjudul Perlunya Manusia Berpribadi Adil. Sifat adil dalam diri manusia, dalam teks ini, merupakan sifat yang dibutuhkan untuk
128
Redaksi, “Anak Adam Yang Lucu Dan Selalu Disayang Allah”, hlm.2
144
mencapai masyarakat yang gemah ripah loh jinawi tata tentrem kerto raharja atau masyarakat yang penuh berkah dari Allah. Dalam tatanan masyarakat
paternalistik
ataupun
juga
masyarakat
modern
membutuhkan pemimpin-pemimpin yang memiliki sifat-sifat adil. Pemimpin adalah manusia, namun memiliki tanggung jawab yang sangat besar dihadapan Allah. Bila pemimpin melakukan kesalahan yang fatal maka akan berakibat fatal di dunia terlebih di akhirat.129 Teks ini menyiratkan harapan akan adanya pemimpin yang adil ditengah masyarakat dewasa ini. Bukan hanya berpribadi adil, tetapi menunaikan amanah juga diharuskan sebagai tanggungjawab pribadi dan sosial. Sebagai tanggungjawab pribadi disebabkan secara global amanah diembankan kepada manusia untuk menghambakan diri kepada Allah, menjadi khalifah di muka bumi, berdakwah kepada yang ma’ruf dan menjauhi yang mungkar. Dari berbagai amanah, terdapat empat amanah yang berat untuk ditunaikan; pertama, memberi ma’af ketika marah, kedua, berderma ketika miskin, ketiga, meninggalkan yang haram dan zalim ketika sendirian, keempat, berkata jujur kepada siapapun. 130 Pemenuhan amanah adalah sebagai bentuk perjanjian kepada Allah oleh karena bertitik tolak dari pengucapan kalimat syahadat yang berarti berjanji ta’at pada Allah. Pemenuhan janji tersebut melalui
129 130
Redaksi, “Perlunya Manusia Yang Berpribadi Adil”, hlm. 2 Redaksi, “Empat Ama@nah Istimewa”, hlm.2-4.
145
penunaian amanah didasarkan pada
Q.S. al-Ma@’idah [5]:1, Q.S.al-
Baqarah [2]: 40, Q.S. an-Nah{l [16]: 91.
3. Hati Sebagai Komponen Akhlak. Meski dalam teks Jika Hati Menjadi Keras tidak terdapat penjelasan secara eksplisit bagaimana pengaruh hati terhadap perilaku manusia, namun tampak dalam teks tersebut keterpengaruhan kondisi hati terhadap gaya hidup seseorang atau sebaliknya. Dalam teks ini dijelaskan tentang hawa nafsu yang menjadikan kerasnya hati. Ketika hati kehilangan kelembutan, kejernihan dan kebeningannya, maka kehidupan pemiliknya menjadi terombang-ambing dalam kesesatan, kesenangan yang dirasa hanya fatamorgana, semu dan menipu. Kehidupan glamour dan fantastis hanya untuk menutupi hatinya yang sakit.131 Berpijak pada Q.S. az-Zumar [39]: 22, teks ini kemudian mengkontraskan antara hati yang suci dengan hati yang sakit namun tidak ditemukan kejelasan istilah al-Qur’an berkaitan dengan kedua kondisi hati tersebut dalam teks ini, padahal alQur’an mengintrodusir beberapa istilah sehubungan dengan hati yang bisa digali lebih dalam yakni; qalbun Sali@m, qalbun mayyit, qalbun mari@d{, qalbun muni@b. 132
131
Redaksi, “Jika Hati Menjadi Keras”, hlm.2 Qalbun Sali@m adalah qalb yang selamat, sejahtera, terhindar dari bahaya dan kecelakaan. Ia menunjukkan keadaan dimana qalb terpelihara dalam fit{rah ru@hi{ yyah munazzalahnya yang suci, bersih, tinggi dan condong kepada kebaikan, kebenaran, keindahan dan kecenderungan terhadap Allah. Konteks penggunaan qalbun Sali@m dapat dilihat dalam dialog dan do’a nabi Ibrahim [Q.S.as-Syu’araa [26]: 75-89. Keadaan qalb disitu berkaitan dengan peneguhan tauhid kepada Allah dengan keyakinan penuh sekaligus menafikan segala yang dipertuhankan. 132
146
Pembahasan tentang hati juga dimunculkan dalam judul Cara Jitu Menghindari Bujuk Rayu Setan. Disebutkan bahwa dosa atau kekotoran hati adalah pangkal kedatangan setan ke dalam tubuh manusia. Setan mendatangi orang-orang kafir, menyenangi hati orang-orang yang suka berbuat dosa, mengkufuri nikmat dan rahmat dari Allah.133 Cara yang ditawarkan untuk menghindarkan hati dari kondisi tersebut adalah meningkatkan daya tahan dalam memegang petunjuk Allah. Cara berikutnya adalah menyehatkan hati dengan meninggalkan dosa, meninggalkan lingkaran setan dan memaksa diri untuk menempuh jalan mendaki, jalan mengendalikan hawa-nafsu. Tidak dijelaskan dalam teks ini bagaimana jalan pendakian tersebut dapat ditempuh seperti yang dikenalkan oleh al-Ghazali misalnya. Jalanjalan mendaki dalam konsep al-Ghazali adalah; ‘aqabatul ‘ilmi, sebuah jalan pemerolehan keyakinan tentang ketuhanan, kenabian beserta syari’at kehidupan. ‘Aqabah at-taubah, yakni pembersihan diri dari dosa dan menemukan pencerahan. ‘Aqabah al-‘awa@’iq adalah jalan pertaubatan dengan empat rintangan yang mengahalangi kepentingan duniawi, pengaruh buruk lingkungan, bisikan dan godaan setan, kecenderungan
Qalb ini pun menjadi sumber perilaku baik di tengah masyarakat. Qalbun mayyit menunjukkan qalb yang seolah-olah mati. Kematian qalb terjadi apabila yang berkuasa pada jiwa adalah nafs syahwiyyah dan akal yang sudah terkooptasi. Qalb mari@d{ adalah qalb yang sakit karena terpinggirkan oleh kepentingan-kepentingan nafsu. Keadaan ini menyebabkan jiwa pemiliknya pun sakit dan memunculkan perilaku yang tidak normal dari sudut pandang kebenaran seperti kemunafikan. Tak heran bila al-Qur’an mengaitkan orang-orang munafiq dengan qalb bentuk ini [Q.S. al-Ah{za@b [33]: 12, 60]. Sedangkan qalbun muni@b adalah qalb yang berproses kembali pada fitrah kesucian dan kebersihannya. Lihat Asep Dudi S,”Membina Akhlak Melalui Qalbu”, Ta’dib, vol.2, no.1 [Bandung; Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Bandung, 2002], hlm. 87-88. 133 Redaksi, “Cara Jitu Menghindari Bujuk Rayu Setan”, hlm.2.
147
hawa nafsu. ‘Aqabah al-‘awa@rid{ yakni jalan yang dipenuhi persoalan yang menguras hati dan pikiran sehingga seseorang harus mengokohkan tawakkal, kesabaran dan keridhoan. ‘Aqabah al-bawa’@ i@s| adalah jalan pendakian untuk memerangi pudarnya semangat kebaikan dengan menghayati kembali hakikat khauf dan raja@’. ‘Aqabah al-qawa@dih yakni jalan kesungguhan untuk ikhlas akibat terselipnya kecacatan dalam ibadah. Terakhir adalah ‘aqabatul h{amd wa as-syukr sebagai jalan yang dipenuhi limpahan anugerah sehingga menuntutnya untuk senantiasa bersyukur.134 Meski teks dalam rubrik Taus{iyah tersebut tidak menjelaskan secara gamblang, namun dalam penjelasannya terdapat kecenderungan mengikuti konsep jalan pendakian al-Ghazali tersebut. Tentang hati ini, teks dalam rubrik Taus{iyah juga membahasnya dalam judul Bercahaya Tanpa Skin Care Massage. Mengapa judul ini? teks ini hendak menunjukkan perbedaan antara perawatan lahiriah dan batiniah. Secara lahiriah dicontohkan seperti dalam kata-kata berikut. Mungkin seseorang berduit berusaha memulas kulit wajahnya dengan teknologi baru berupa “Skin Care Massage”, yang sedang menjamur diberbagai tempat di keramaian kota dan desa, namun kadang tidak semakin menambah tampan atau cantik alamiah, namun kadang malah semakin nampak menonjolkan sifat-sifat imitasinya. Sedangkan secara batiniah digambarkan seperti berikut; Orang-orang yang rajin siang dan malam beribadah ikhlas kepada Allah, selalu berusaha menempuh jalan-jalan yang ditunjuki oleh Allah, maka walaupun tidak pernah mengenal teknologi “skin care massage” namun memiliki wajah yang lebih cerah, lebih bersih, lebih
134
Asep Dude S, “Membina…”, hlm. 95.
148
tampan, lebih cantik, lebih lembut, lebih ramah, lebih tenang dan lebih tenteram, lebih sejuk dipandang, ketenangan jiwa telah muncul dan mengemuka dalam kecemerlangan cahaya wajahnya. Dua keadaan ini dikontraskan untuk menunjukkan kepada pembaca adanya fenomena tersebut di masyarakat yang dinilai baik atau buruk. Penilaian baik atau buruk terhadap fenomena yang terjadi di masyarakat juga terlihat dalam judul Ketika Jilbab Hanya Sebagai Aksesoris. Jilbab dinilai buruk ketika tidak sesuai dengan teks Q.S.an-Nu@r [24 ]:31 dan alAh{za@b [33 ]: 59. Berdasar ayat tersebut, jilbab didefinisikan sebagai jilbab yang sejenis baju kurung yang lapang yang dapat menutup kepala hingga dada. Tak hanya digunakan untuk menutupi kepala saja (dalam artian rambut) namun juga digunakan untuk menutupi bagian tubuhnya, termasuk dada. Jika mengenakan jilbab yang mini dimana umumnya jilbab diikatkan ke leher, ini berarti tidak sesuai dengan apa yang dimaksudkan dalam ayat ini. Dari definisi ini kemudian pembaca diarahkan untuk pesan yang tidak sekedar bagaimana model jilbab yang ideal menurut teks ini. Pesan tersebut sebagaimana dalam kutipan di bawah ini ; Jilbab sebagai alat untuk menjaga hati, bukan menjaga hati terlebih dulu, kemudian baru mengenakan jilbab. Karena menutup aurat hukumnya adalah wajib, maka dengan mengenakan jilbab sekaligus menjilbabi hati adalah hal yang harus kita lakukan sebagai seorang muslimah. Esensi dari pembahasan tentang jilbab dalam teks ini justru terdapat pada kalimat di atas yang tidak jauh dari judul sebelumnya yaitu seputar pembinaan hati.
149
Definisi jilbab yang diambil dari penerjemahan teks ayat di atas, yang kemudian dijadikan landasan penilaian benar dan salah, tidak jauh berbeda dengan pembacaan konservatif yang memaknai Q.S. an-Nu@r [24]: 30-31 sebagai pemberian hak kepada laki-laki muslim untuk memaksa perempuan agar mengenakan penutup mulai dari h{ija@b [penutup seluruh kepala kecuali wajah] hingga burqa@ [jubah yang menutupi kepala hingga jari kaki] dengan alasan bahwa tubuh perempuan merupakan aurat [organ sensual]
sehingga
secara
seksual
dapat
memikat
orang
yang
memandangnya. Pembacaan kaum konservatif terhadap kedua ayat dalam surah anNu@r, dalam pandangan Asma Barlas, telah terjadi pemutarbalikan. Menurut Asma Barlas, fokus utama ayat-ayat tersebut adalah persoalan penyimpangan perilaku seksual laki-laki ja@hiliyyah dan perlunya melindungi perempuan muslim dari gangguan laki-laki ja@hiliyyah bukan persoalan tentang tubuh perempuan muslim dan perlunya melindungi perempuan muslim dari gangguan laki-laki muslim atau perlunya membentengi laki-laki muslim dari memandang tubuh perempuan yang mendatangkan
bencana
seperti
pandangan
kaum
konservatif.135
Pembacaan terhadap ayat tersebut, masih dalam pandangan Asma Barlas, tak bisa dilepaskan dari konteks masyarakat ja@hiliyyah sebagai masyarakat yang mengakui sistem perbudakan, di mana pelecehan perempuan oleh
135
Asma Barlas, Cara Qur’an Membebaskan Perempuan, terj. R. Cecep Lukman Yasin [Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2005], hlm. 125
150
laki-laki muslim sudah lumrah terjadi.136 Dari sini, Asma Barlas hendak menegaskan bahwa gagasan tentang h{ija@b dalam kedua ayat tersebut harus dibedakan dari yang spesifik dan yang umum. Ayat pertama menyiratkan jenis yang spesifik sementara yang kedua menyiratkan jenis yang umum.
H{ija@b dalam kedua rangkaian ayat tersebut tidaklah sama. Al-Qur’an menggunakan kata jilba@b [penutup kepala] dan khumur [kerudung], yang secara umum dipakai untuk menutupi dada [juyu@b] dan leher, bukan wajah, kepala, tangan atau kaki. Tidak ada satu ayat al-Qur’an pun yang memerintahkan penutupan seluruh tubuh.137 Sampai pada penjelasan ini, dapat dikatakan bahwa persoalan akhlak menjadi
pembahasan
dominan
dalam
teks-teks
rubrik
Taus{iyah.
Berdasarkan kerangka ruang lingkup dan pembagian akhlak sebagaimana di atas, teks-teks ini bergerak seputar akhlak, baik pribadi, berkeluarga maupun bermasyarakat dan bernegara dengan pesan moral kejujuran, kesabaran, ketekunan, bersikap adil, amanah, menjauhi kesombongan, kedengkian, keputusasaan, kebohongan. Oleh karena penekanannya pada pembentukan perilaku, maka dalam menyoroti fenomena masyarakat bahkan problem krusial negara seperti korupsi pun tidak keluar dari perspektif moralitas. Ini tidaklah salah, karena ketegasan untuk jujur adalah modal untuk memberantas sikap korup. Hanya saja, pembahasan
Jilbab dimaksudkan agar perempuan muslim bisa dikenali dan menjadi perlindungan bagi mereka dalam struktur sosial masyarakat yang melegalkan kepemilikan budak.Ibid., hlm.123. 137 Ibid. 136
151
dan solusi yang ditawarkan mengenai korupsi tidaklah sesederhana seperti dalam teks berjudul Bahaya Sangat Besar dari Budaya Korupsi. Solusi mengatasi korupsi yang ditawarkan seperti anjuran bersikap jujur, amanah, dermawan, dan taqwa memang baik tetapi belum menyentuh akar persoalan dan tidak realistis. Korupsi adalah persoalan duniawi yang tidak dapat diselesaikan hanya dengan berfokus pada pembinaan spiritualitas individu sebab korupsi terjadi karena beberapa faktor; politik, ekonomi dan budaya.
138
Akan lebih mendekati kemungkinan aplikasinya apabila
tawaran solusi pemberantasan korupsi diberikan melalui tiga pendekatan; yaitu pendekatan pada posisi sebelum perbuatan korupsi, saat korupsi terjadi dan setelah korupsi terjadi. Dari tiga pendekatan ini bisa diklasifikasikan tiga strategi pencegahan yaitu strategi preventif untuk mencegah terjadinya korupsi, strategi detektif untuk mendeteksi terjadinya dan strategi represif untuk memberikan sanksi hukum bagi pelakunya.139 Selain solusi yang tidak aplikatif, anggapan bahwa korupsi adalah ketidakjujuran
yang
mendatangkan
dosa
tampaknya
terlalu
menyederhanakan persoalan. Tafsir baru dengan basis teologi baru diperlukan dalam memandang persoalan korupsi. Jika korupsi hanya
138
Politik atau kekuasaan politik merupakan aspek paling dominan bagi tumbuh suburnya perbuatan korupsi. Sementara aspek ekonomi yang carut marut, keadilan yang tidak merata, membuat korupsi bisa tumbuh subur bukan hanya di tingkat elite tapi juga sampai ke daerah. Terjadinya korupsi juga berkolerasi dengan tatanan sosial feodal karena struktur masyarakat yang berbudaya feodal memberi kesempatan bagi timbulnya kevakuman moral sehingga interaksi sosial tidak berproses secara egaliter. Selain itu, lemahnya penerapan hukum terhadap berbagai kasus korupsi membuat korupsi semakin berkembang dan tak terselesaikan. Lihat, Ahmad Baidowi, “Pemberantasan Korupsi dalam Perspektif Islam”, dalam Esensia, vol.10.No.2 [Yogyakarta: Fakultas Ushuluddin UIN sunan Kalijaga, 2009], hlm. 144. 139 Ibid., hlm.147-148.
152
dipandang sebagai dosa, maka dosa korupsi dapat diputihkan dengan sedekah dan ibadah tertentu. Selama ini korupsi dipandang sebagai dosa kecil yang bisa diampuni apalagi jika sebagian disisihkan untuk ibadah atau sedekah bagi fakir miskin dan anak yatim. Di akhirat nanti timbangan sedekah koruptor akan lebih berat dibanding sanksi dosanya. Karenanya, tafsir baru korupsi sebagai perilaku syirik yang tak bisa diputihkan dengan amal saleh apa pun menjadi lebih logis dan aplikatif dalam pemberantasan korupsi. 140 Kembali kepada pembahasan akhlak, dalam menyoroti kecenderungan aliran dalam berakhlak, terlebih dulu akan dijelaskan kajian akhlak yang dilakukan oleh pemikir Islam. Kajian tersebut dapat disederhanakan menjadi dua mazhab besar, pertama, rasionalis [‘aqliyyu@n], kedua, intuisionalis [z|auqiyyu@n]. Mazhab rasionalis tidak dapat dilepaskan dari pengaruh filsafat Yunani. Ada konsistensi pemikiran yang merupakan benang merah di antara mereka dengan filosof Yunani. Tentang kebaikan, misalnya, tokoh seperti Ibnu Miskawaih yang dianggap representatif untuk mazhab ini, mengembangkan konsep kebaikan menurut Plato dengan memberikan gradasi-gradasi dari empat kebaikan menurut Plato; kearifan, keberanian, kesederhanaan dan keadilan. Dalam padangan para filosof akhlak mazhab ini, akhlak cenderung berada dalam tataran teoritis [sekedar thinkable] atau
140
Abdul Munir Mulkhan, Manusia al-Qur’an [Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2007], hlm. 227-228.
153
lebih bersifat intelektual, sehingga sangat abstrak dan sulit dijadikan pedoman praktis bagi kehidupan sehari-hari [tidak aplicable] sesuai dengan karakteristik akhlak itu sendiri. Berbeda dengan mazhab intuisionalis, pandangan tentang akhlak cenderung bersifat praktis, dan tidak teoritis filosofis bahkan kering dari aspek rasional [akal] karena mereka meyakini bahwa yang mengantarkan manusia kepada hakikat adalah intuisi dan kondisi. Metode yang dipakai bukan hanya merenung dan menyimak tetapi juga bersusah payah untuk berperilaku baik. Tokoh yang dianggap representatif adalah al-Ghazali.141 Di antara dua mazhab tersebut, teks-teks dalm rubrik Taus{iyah lebih cenderung pada aliran intuisionalis [z|auqiyyun]. Konsep teoritis akhlak hampir tidak ditemukan, minimal secara definitif tentang kejujuran atau kesabaran secara filosofis, tetapi pesan-pesan dalam teks lebih bersifat persuasif, sebuah ajakan kepada pembaca untuk mengimplementasikan nilai-nilai moralitas tersebut dalam dataran praktis. Jika ditelisik lebih jauh, hal ini tidak dapat dilepaskan dari sifat kelembagaan MTA sebagai lembaga dakwah. Segala upaya, proses dan aktivitas yang sifatnya mengajak, memotivasi, menyeru terhadap individu dan masyarakat untuk beriman disertai dengan totalitas ketundukan sesuai dengan akidah, syari’at dan akhlak adalah termasuk terminologi dakwah.
142
Jadi dalam
hal ini, teks-teks dalam rubrik Taus{iyah memerankan diri sebagai
141
Aep Saepudin, “Akhlak Dalam Perspektif…”, hlm.41-48. Muhammad Sulton, Desain Ilmu Dakwah; Kajian Ontologis, Epistemologis dan Aksiologis [Yogykarta: Pustaka Pelajar, 2003], hlm.9. 142
154
pendakwah yang mengajak masyarakat untuk membina moralitas yang dikenalkan melalui konsep-konsep akhlak seperti kesabaran, ketundukan, ketabahan dan sebagainya dalam penjelasan dari ayat-ayat yang mewarnai teks-teks tersebut.
4. Media Massa [Televisi] : Ancaman Bagi Moralitas. Satu judul yang menyinggung tentang efek negatif media massa adalah Tontonan Penghancur Moral Bangsa. Tontonan yang dimaksud adalah seperti kutipan di bawah ini ; Merebaknya video mesum (porno) yang kini banyak dikonsumsi oleh masyarakat dan generasi muda, sungguh sangat memprihatinkan. Jika hal ini terus berlangsung tanpa kendali, maka moral bangsa akan semakin hancur dan terpuruk. Dan ini akan berakibat pada kehidupan lain secara lebih luas. Ekonomi akan terganggu, pendidikan terguncang, politik jadi tidak bermoral, budaya dan tradisi bangsa tercampakkan, serta nilai-nilai agama akan terpinggirkan. Prolog teks ini kemudian diarahkan pada pembahasan tentang zina dengan mengutip ayat dan hadis. Solusi yang ditawarkan adalah berbentuk komitmen seluruh komponen bangsa untuk menjauhinya. Selanjutnya adalah internalisasi nilai-nilai agama secara konsisten dalam pikiran, jiwa dan perilaku masyarakat dan bangsa. Adapun pelaku dikenakan hukuman yang menimbulkan efek jera yakni seperti dalam ayat yang dikutip. Tawaran solusi dari teks tersebut tidak jauh berbeda dengan teks-teks yang dibahas sebelumnya, yakni tidak keluar dari pembinaan akhlak individu dan bersifat normatif.
155
Jika teks di atas melihat media sebagai penyebab banyaknya perzinahan, maka dalam teks Menumbuhkan Perilaku Sopan Santun dan Lembut Hati melihat segala macam tayangan televisi yang ada sekarang bersifat destruktif. Seperti terlihat dalam cuplikan di bawah ini ; Dalam suatu masyarakat yang masih memegang teguh al-Qur’an dan as-Sunnah dan benar-benar membersihkan dari segenap godaan dan rayuan kemaksiyatan, akan banyak ditemukan manusia-manusia yang berperangai lembut, penuh sopan santun dan kasih sayang. Namun suasana zaman dihari ini, di negeri ini, dimana setiap orang dengan terang-terangan atau sembunyi-sembunyi telah bisa melihat tayangan-tayangan kejahatan, kekerasan, kebrutalan, kebengisan, kegarangan, kemarahan, kekejaman, kekejian, yang ditampilkan dari berbagai jenis multi media. Walaupun diamana-mana merebak pengajian-pengajian yang mengajak orang keluar dari kebodohan, mengajak orang untuk menjadi orang shalih, namun masih saja umat manusia terkontaminasi dengan rangsangan-rangsangat kekejian dan kejahatan tersebut. Sehingga walaupun rajin mengaji, namun belum pula tumbuh iman dan kasih sayang, sopan santun dan kelembutan hati. Tidak dijelaskan maksud dari tayangan kejahatan dan sebagainya, apakah kejahatan yang dikemas dalam bentuk berita yang sifatnya informatif atau seperti apa. Terlepas dari itu, tayangan media televisi pada dasarnya memiliki dua sisi, baik dan buruk. Dua sisi berbeda ini menyatu dalam perdebatan pro dan kontra berbagai pihak. Konsekuensi dari perbedaan
pandangan
ini
adalah
“kebingungan
publik”.
Dalam
kebingungan itu kemungkinan yang dapat dilakukan masyarakat hanya meraba di antara wajah humanis dan bengis televisi. Teknologi tidak pernah netral atau bebas nilai dari kungkungan kaum kapitalis. Pendekatan kritis [critical approach] memang diperlukan
156
dalam menghadapi derasnya arus era digital saat ini.143 Hanya saja konsumen televisi sangat bervariatif, yang dimungkinkan tidak semuanya menggunakan logika kritisnya pada saat menonton televisi yang seolah “menghipnotis” pemirsanya. Lumpuhnya logika kritis ini terbukti dengan lebih diminatinya isu-isu “individual privacy” dalam televisi seperti berita seputar perselingkuhan, perzinahan, cerai rujuk dan peristiwa privasi yang dikemas secara vulgar. Tayangan seperti ini dapat menimbulkan voyeurisme, sebuah bentuk keingintahuan yang berlebihan sehingga menjadi gosip visual. Tayangan seperti ini yang tampaknya meresahkan lembaga MTA yang notabene lembaga dakwah, berkepentingan mengubah sikap yang dianggap tidak Qur’ani di masyarakat sehingga memunculkan “tandingan” berupa tontonan yang menjadi tuntunan dengan memilih strategi dakwah melalui televisi “MTA TV”. Strategi dakwah melalui teknologi seperti ini menjadi strategi yang progresif karena beranjak dari metode konvensional [bil lisa@n dan bil h{al@ ]. Sejalan dengan kemajuan teknologi, bersikap apriori terhadapnya tidak akan menyelesaikan persoalan-persoalan ummat. Pilihan untuk berdakwah dengan strategi seperti ini terlebih di bawah naungan sebuah lembaga berbasis manajemen lembaga yang rapi menjadi pilihan
143
Andi Andrianto, “Dua Wajah Televisi Kita”, dalam Reformulasi Komunikasi; Mengusung Nilai Dakwah Dalam Media Massa [Yogyakarta: CV. Arta Wahyu Sejahtera, 2008], hlm. 73.
157
yang tepat dan efektif, tentu saja dengan metode, muatan, modus operandi yang tepat pula.144 Kembali kepada teks Menumbuhkan Perilaku Sopan Santun dan Lembut Hati, dijelaskan bahwa mengkonsumsi tayangan-tayangan yang tidak mencerminkan kesantunan akan menghapus ilmu dan iman. Kutipan berikut sebagai penjelas pernyataan tersebut; Allah telah melarang umat beragama untuk mengkonsumsi tayangan-tayangan hiburan kejahatan yang ditawarkan oleh orangorang yang tidak beriman. Karena tayangan kejahatan yang dilihatnya itu akan menghapus ilmu dan iman yang sudah dikajinya dengan susah payah. Manusia harus sadar bahwa hidup yang singkat ini tidak boleh lengah dan bermanja-manja dengan hiburan yang merusak iman dan akhlaknya. Ayat yang dijadikan landasan adalah Q.S. al-Baqarah [2]: 42, ن َ َُ.ْ 0َ ْ*Xُ ,َ` َوأ 3 َ ْ ُا اXُ 'ْ 0َ َو ِq ِ َ$ِْ ` 3 َ ْ ُا ا/$ِ ْ 0َ m َ َو “Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang batil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui.” Juga Q.S. A@li ‘Imra@n [3]: 71. ن َ َُ.ْ 0َ ْ*Xُ ,َ` َوأ 3 َ ْ ن ا َ ُXُ 'ْ 0َ َو ِq ِ َ$ْ ِ ` 3 َ ْ ن ا َ ُ/$ِ ْ 0َ *َ ِ ب ِ َX'ِ ْ ا َ ََأ ْه5
“Hai Ahli Kitab, mengapa kamu mencampur adukkan antara yang haq dengan yang bathil, dan menyembunyikan kebenaran, padahal kamu mengetahui.” Allah melarang untuk mencampurkan antara yang h{aq dengan ba@t{il adalah benar dalam ayat tersebut, tetapi dengan menjadikan ayat ini
144
Masdar Hilmy, Islam Profetik; Substansi Nilai-nilai Agama Dalam Ruang Publik, [Yogyakarta; Penerbit Kanisius, 2008], hlm.98
158
sebagai dasar larangan Allah untuk mengkonsumsi tayangan-tayangan “kejahatan” seperti dalam kutipan di atas tampaknya terkesan dipaksakan. Q.S.al-Baqarah ayat 42 berkenaan dengan pemberitahuan akan datangnya seorang Rasul dalam kitab Taurat. Tanda-tanda kedatangan Rasul tersebut telah jelas, tetapi pada waktu itu para pemuka agama melarang pengikut mereka untuk percaya kepada Rasul s.a.w. dengan dalih bahwa dalam kitab mereka pun terdapat pemberitahuan akan adanya nabi palsu. Karena itu mereka lantas mempengaruhi pengikut mereka bahwa Rasul s.a.w adalah nabi palsu. Untuk kepentingan itu, mereka memutarbalikkan fakta, menyembunyikan kebenaran bahkan menafsirkan kitab mereka sesuai kehendak sendiri. Di sinilah mereka dikatakan mencampuradukkan yang benar dengan yang salah. 145 Adapun Q.S.A@li Imra@n [3]: 71 juga berkenaan dengan berita kedatangan Rasul. Dalam tafsir al-Azhar, Hamka menambahkan penjelasan bahwa tidaklah selalu mata manusia yang mencari hakikat kebenaran dapat disesatkan. Kian lama manusia merasa bebas menyelidiki kebenaran sehingga datang suatu zaman tidak dipedulikan orang bagi kekuasaan golongan agama menentukan kebenaran menurut kemauan mereka saja. Maka jika orang telah bebas mencari kebenaran, usaha menyesatkan orang dan mencampuradukkan kebenaran dengan kepalsuan tidak akan laku lagi.146
145 146
Hamka, Tafsir al-Azhar, juz 1 [Jakarta: Penerbit Pustaka Panjimas, t.th], hlm. 189. Ibid., juz 3, hlm. 205.
159
B. Teks dan Kepentingan Berdakwah 1. Dakwah : Tanpa Batas Ruang dan Waktu. Terlepas dari persoalan keharusan berdakwah bagi siapapun atas dasar Q.S.A@li ‘Imra@n [3]: 104,147 lembaga Majlis Tafsir Al-Qur’an, sebagaimana telah diketahui dari profil tentang MTA, adalah lembaga yang memang memiliki tujuan berdakwah, mengajak umat Islam kembali kepada al-Qur’an dan Sunnah. Dakwah dalam definisi yang lazim adalah setiap usaha atau aktivitas dengan lisan atau tulisan yang bersifat menyeru, mengajak, memanggil manusia lainnya untuk beriman dan menaati Allah sesuai dengan garis-garis aqidah, syari’ah serta akhlak.148 Fakta yang dirasa dewasa ini bahwa berdakwah secara kelembagaan memang lebih efektif. Dakwah lebih bermakna apabila misi yang disampaikan dapat diterima, dipahami dan dilaksanakan oleh sasaran [mad’u].149 Dalam ilmu komunikasi, karena pada dasarnya dakwah tidak terlepas dari dinamika proses komunikasi, efek dari kegiatan yang berhubungan dengan masyarakat adalah terjadinya perubahan sikap,
147
Ayat ini dijadikan dasar oleh para ulama sebagai kewajiban berdakwah dengan adanya perbedaan jenis kewajibannya. Sebagian memahami sebagai wajib ‘ain karena memahami min dalam ayat tersebut sebagai min baya@niyyah yang menunjukkan penjelasan bukan pembatasan. Sedangkan yang lain berpendapat min sebagai tab’idh dengan melihat adanya kalangan yang tidak mampu menegakkan yang ma’ruf dan mencegah yang munkar. Sebagian memahami dakwah sebagai fard{u kifa@yah. Lihat, Cahyadi Takariawan, Prinsip-prinsip Dakwah [Yogyakarta: ‘Izzan Pustaka, 2005], hlm. 4-5. 148 Rafi’uddin dan Maman Abdul Djaliel, Prinsip dan Strategi Dakwah [Bandung: CV Pustaka Setia, 1997], hlm.24. 149 Abu Laka, “Upaya Penguatan Dakwah Melalui Peningkatan Manajemen: Kajian Terhadap Strategis Dalam Manajemen Kelembagaan Dakwah”, dalam Reformulasi Komunikasi [ed.], [Yogyakarta: CV Arta Wahyu Sejahtera, 2008], hlm.134.
160
pendapat dan tingkah laku publik sesuai dengan yang diharapkan oleh komunikator dalam hal ini adalah da’i.150 Pada teks-teks dalam rubrik Taus{iyah, misi dakwah kembali kepada al-Qur’an dan Sunnah dengan mengajak masyarakat agar mengamalkan apa yang sudah didapatkan dari kajian-kajian yang diikuti dari MTA, khususnya, menjadi sangat kentara. Ini dapat dilihat dalam cuplikan paragraf sebagai berikut; “Lihatlah perilaku keluarga itu..setiap hari cekcok melulu..padahal kalo ahad pagi ya ngajinya disitu” Kalimat di atas memberikan motivasi tambahan kepada kita semua agar selalu dan selalu berusaha mengamalkan apa yang sudah kita kaji. Karena ketika kita tidak mau berusaha mengamalkan apa yang sudah dipelajari, selain berdosa juga akan memberikan stigma negatif kepada tempat kajian atau bahkan agama Islam secara keseluruhan. Masyarakat akan selalu menilai, sudah diamalkan belum? Sudah berganti akhlaknya menjadi baik belum? Dan yang terjadi sekarang adalah hal-hal yang negatif lebih menjadi sorotan daripada hal-hal yang baik yang telah dilakukan. Apalagi sorotan tersebut didasari dengan motivasi-motivasi lain selain dari kebaikan. Paragraf di atas adalah bagian dari judul Menjadi Saksi Mengamalkan Islam Sebenarnya. Dari situ dapat terlihat bagaimana teks ini berbicara kepada pembaca dengan terlebih dahulu menampilkan dialog keseharian yang sangat terkait dengan aktivitas pengajian di MTA [pengajian Ahad pagi]. Penekanannya terletak pada ajakan pengamalan ajaran dalam perilaku keseharian, selain sebagai perintah agama juga terdapat tendensi agar lembaga yang menjadi tempat kajian tidak dicitrakan negatif oleh publik. 150
hlm.87.
A.W. Widjaja , Komunikasi dan Hubungan Masyarakat [Jakarta: Bumi Aksara, 1993],
161
Dakwah untuk mengamalkan apa yang telah didapat, dalam teks tersebut, dibarengi dengan nasehat untuk tetap menghadiri kajian yang telah diikuti. Hal ini bisa dikatakan sebagai pemberian motivasi bagi warga MTA jika dikaitkan dengan fakta yang disoroti oleh MTA terhadap mereka-mereka yang mendapat banyak tantangan ketika harus menghadiri kajian di MTA.151 Dengan motivasi tersebut, komunikator [yang diperankan oleh teks tersebut] adalah mengajak untuk mengubah sikap. Sikap yang dikehendaki adalah keberanian dalam mengatakan bahwa sesuatu itu benar atau salah. Tidak ada istilah grey area, demikian dikatakan.
152
Satu ayat yang
dijadikan dasar ajakan keberanian ini adalah Q.S.al-‘Ankabu@t [29]:2-3. W ُ ا َ َ.ْ َ َ1َ ْ*ِ ِ$ْ َ ِ َ 5ِ_ اXَ 1َ ْ4َ َ{ َو2}ن َ ُXَ Qْ 5ُ m َ ْ*ُُا ءَا َ َو ُه45َ ْ َ&آُا أَنX5ُ س أَن ُ اc َ / ِ َ َأ {3} َ ِ ا ْ'َ ِذ َ َ.ْ َ َ َُا َو+ َ َ 5ِ_ا Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan [saja] mengatakan:”Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?[2]. Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelumnya, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang berdusta.[3] Pada point selanjutnya, teks ini dengan jelas mengarahkan pembaca untuk berdakwah. Dakwah yang dimaksudkan tidak harus dengan menjadi
151
Dapat dilihat dalam postingan MTA dengan judul “Mengulik Beragam Kisah Dibalik Pengajian Ahad Pagi”, pada tanggal 8 Januari 2010 di www.MTA-online.com. Dikisahkan di dalamnya bahwa tidak sedikit orang yang mendapat perlakuan sinis dari keluarga dan masyarakat sekitarnya ketika harus menghadiri agenda rutin MTA. 152 Berdasarkan wawancara penulis dengan seorang warga MTA sebagai informan, salah satu ketertarikannya mengikuti kajian di MTA adalah ketegasan MTA untuk mengatakan yang sesuai ajaran Islam atau tidak yang ditunjukkan oleh figur penceramah yang bertugas mengisi kajian di cabang MTA.
162
penceramah, tetapi mengamalkan Islam sebaik-baiknya sehingga membuat orang lain tersentuh. Di sini menjadi semakin jelas bahwa teks ini menghendaki adanya efek komunikasi,153 tidak hanya berupa respon dari pembaca, tetapi juga tindakan praktis terhadap pesan yang disampaikan. Satu judul tentang dakwah yang dikaitkan dengan wanita adalah Muslimah-muslimah Pendakwah Agama Allah. Di era sekarang, muslimah tersebut adalah langka. Demikian statemen awal yang dapat ditangkap dari teks tersebut. Dakwah menjadi kewajiban termasuk bagi muslimah, dengan mendasarkan pada Q.S. an-Nah{l [16]: 125. Kata hikmah dalam ayat tersebut diartikan dengan perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang h{aq dengan yang ba@ti{ l. Hanya saja, tidak didapati dasar pemaknaan kata hikmah ini dalam penjelasan berikutnya. Quraish Shihab dalam tafsir al-Misbah memberi penjelasan tentang kata hikmah dalam ayat ini antara lain berarti yang paling utama dari segala sesuatu baik pengetahuan maupun perbuatan. Ia adalah pengetahuan atau tindakan yang bebas dari segala kesalahan atau kekeliruan. Hikmah juga diartikan sebagai sesuatu bila digunakan akan mendatangkan kemaslahatan dan kemudahan yang besar atau lebih besar serta menghalangi terjadinya kesulitan yang besar atau lebih besar. Makna ini ditarik dari kata h{akamah 153
Efek adalah kegiatan komunikasi diharapkan mempunyai hasil. Suatu kegiatan komunikasi akan mencapai hasil apabila komunikasi itu memberikan efek berupa tanggapan [respon] dari komunikan terhadap messages [pesan-pesan] yang dilancarkan oleh komunikator. Efek dalam suatu kegiatan komunikasi biasanya dapat diketahui dari reaksi arus balik, umpan balik [feedback] dari komunikan. Hasil tahap pertama sebagai tolok ukur [kriteria] adalah jumlah komunikan yang terjangkau yang berarti message sudah sampai pada sasaran namun komunikasi belum accepted sehingga belum melakukan action sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh komunikator.Lihat, A.W. Widjaja , Komunikasi…., hlm.92.
163
yang berarti kendali karena menghalangi hewan kendaraan mengarah ke arah yang tidak diinginkan. Hikmah terwujud dalam pemilihan perbuatan yang terbaik dan sesuai, termasuk dalam memilih dua hal yang buruk pun dinamai hikmah.154 Masih terkait dakwah, teks berjudul Kerjasama MUI dan Polisi Dalam Mencegah Kejahatan dilatarbelakangi oleh fenomena adanya lembaga dakwah yang berani bertindak tegas dalam memberantas kemungkaran dengan resiko yang diterima. Lembaga yang mendakwahkan secara langsung pada sasaran dakwah dengan mengajak langsung untuk mengamalkan al-Qur’an dan Sunnah serta memberikan kepedulian dan perhatian kepada masyarakat sekitar. Tampaknya melalui teks ini, MTA mengandaikan metode tersebut dalam pengembangannya dengan harapan adanya kerjasama dengan lembaga formal dakwah semisal MUI serta polisi
yang
berkompeten
membendung
tumbuhnya
kejahatan
di
masyarakat. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sebagai lembaga dakwah, MTA menggunakan rubrik Taus{iyah ini untuk mewacanakan pentingnya berdakwah. Dakwah yang didakwahkan kepada masyarakat adalah agar masyarakat mengamalkan apa yang didapatkan dari kajiankajian yang dihadiri di majlis ini.
T{abat{aba’i menyatakan secara singkat bahwa hikmah adalah sesuatu yang mengenai kebenaran berdasar ilmu dan akal. Dengan demikian hikmah adalah argumen yang yang menghasilkan kebenaran yang tidak diragukan, tidak mengandung kelemahan juga kekaburan. Lihat, Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, juz.7 [Jakarta: Lentera Hati, 2004], hlm. 386. 154
164
2. Dana Dakwah : Sebuah Keniscayaan. Satu judul yang menyinggung tentang dana dakwah dan urgensinya adalah Menyantuni Perjuangan Dakwah Islam. Satu hadis yang ditampilkan sebagai pengantar pembahasan adalah hadis berikut;155 ،ِ ُْا ْ َايْ َْ ِم َا:ل َ َ41َ ُ َ َْ َ0َ1َ >ُ 5َ ُ> ِاa ْ َ1َ . ِ ْ َ$َ M َ َ ْ َ ًَ R َ ص $ِ ل ا َ ]َ َ E ًM ُ َان َرt ٍ ,َ ْ َا َ َ1َ ،َ ,ْ 6 اm ُ ِا5ْ &ِ 5ُ َ *ُ ِ/ ْ َُ ُM ُ &ن ا َ َ ِانْ آ:ٌt,َ ل َا َ َ .&َ 4ْ Qَ ْف ا ُ َ=5َ َ َ ًءa َ ِa.ْ ُُ ًا3 َ ُ ِانW ِ َ ا1َ */ .َ ْ َ َ َ َ َو,ْ 6 ا َ ِ ِ ْ َ ِاc َ ُم َاE َ ْm ِ ْن ا َ ْ'ُ 5َ Xَ ِ ُْا/ ْ 5ُ Dari Anas bahwasanya ada seseorang meminta kambing kepada Nabi s.a.w. yang berada di antara dua bukit. Maka beliau memberikannya kepada orang itu. Setelah orang itu kembali kepada kaumnya ia mengajak kaumnya dan berkata, “Hai kaumku, masuk Islamlah kalian. Demi Allah, sesungguhnya Muhammad memberi sebagai pemberian orang yang sama sekali tidak takut menjadi fakir”. Anas berkata, “Sungguh dahulunya seseorang masuk Islam tidak lain karena ingin dunia, tetapi tidak lama kemudian ia cinta pada Islam melebihi daripada dunia dan apa yang ada padanya”. [H.R. Muslim juz 4, hal. 1806]. Dari hadis ini kemudian diambil pelajaran tentang metode dan strategi dakwah Nabi, yakni memenuhi hajat umat melalui ketersediaan dana dakwah bagi banyak kepentingan atau hajat syar’iyyah.156 Selain hadis, ayat yang dikaitkan dengan dana dakwah adalah ayat tentang infaq.[Q.S.al-Baqarah[2]: 265]. Juga pendapat Imam Nawawi yang dikutip dalam teks ini sebagai penegasan pentingnya dana dakwah bagi aktivitas
155
Berdasarkan penelitian penulis terhadap hadis ini, didapati bahwa hadis ini berkualitas
s{{ah{ih@ { dengan sanad yang muttas{il. Lihat, Hadis Sahih Muslim, no.4276 dalam CD Mausu@’ah alH{adi@s.\ 156
Dana tersebut awalnya diambil dari harta Nabi s.a.w. sendiri, menyusul dari dapur ummat al-mu’mini@n, dari orang-orang dekat Nabi selain dari baitul al-ma@l wa az-Zaka@t atau terkadang melalui sistem penawaran. Lihat, Redaksi, “Menyantuni Perjuangan Dakwah Islam”, hlm.1
165
berdakwah. Dana da’wah dikatakan
untuk menjadi daya dorong
pelaksanaan program, daya panggil bagi muslim yang mulai belajar, pengikat bagi para mu’allaf yang baru masuk Islam, juga tenaga dalam melaksanakan program dan perencanaan dakwah, seperti program tarbiyah, program kesehatan dan lain sebagainya.157 Selain berpesan untuk menggemari infaq dan sadaqah sebagai bentuk “jihad ekonomi”, di bagian penutup teks ini memberikan klarifikasi ketidakbenaran tentang isu dana yang dihembuskan pada lembaga Majlis Tafsir al-Qur’an. Dalam hal ini, teks dalam rubrik Taus{iyah juga memainkan peran sebagai counter isu. Terkait dengan “jihad ekonomi”, dapat diketahui prinsip yang dikehendaki dalam judul Mustahilnya TEITT. Prinsip ekonominya dibangun di atas landasan iman dan taqwa. Ini tercermin dalam kutipan berikut; Maka Bank-Bank modern dijaman ini insyaAllah bisa menjalankan operasionalnya tanpa bunga. Bila seluruh nasabahnya memiliki persyaratan beriman, bertaqwa, berilmu, trampil, jujur dan produktif. Keseimbangan antara ketekunan dalam pendidikan rohani dan jasmani akan dapat membangun bank-bank modern tanpa bunga sepeserpun. Biaya operasional bank didapatkan dari proses bagi hasil dari keuntungan riil yang telah diperoleh para nasabahnya. Apalagi bila para pegawai bank adalah orang-orang yang sudah kaya dan dermawan, maka mungkin saja mereka akan menginfakkan gaji-gaji mereka kepada bank-bank yang mereka urusi, sehingga mereka memang orang-orang yang ingin beramal sebanyak-banyaknya kepada umat manusia.
157
Ibid. hlm.2
166
Satu sisi teks ini menjadi sarana mengkritisi keberadaan bank-bank yang ada yang dianggap memakai cara-cara “ribawi” – demikian diistilahkan dalam teks ini- . Sisi lain adalah mengajak untuk mewujudkan tata ekonomi dengan prinsip taqwa. Sayangnya, tata perekonomian seperti yang dikehendaki tampaknya belum terealisasi oleh karena dalam persoalan pendanaan, lembaga ini pun memanfaatkan bank yang ada dalam rangka penggalangan dana dakwah.158
C. Teks dan Peneguhan Akidah 1. Iman : Solusi Segala Problem. Secara
umum,
teks-teks
dalam
rubrik
Taus{iyah
dalam
pembahasannya selalu bermuara pada persoalan akidah, meski dengan tema yang memuat problem dan persoalan yang berbeda. Misalnya pada judul-judul yang telah dibahas sebelumnya dengan arah wacana akhlak ataupun
dakwah,
teks-teks
tersebut
tidak
pernah
memisahkan
pembahasannya dari ruang lingkup pembahasan aqidah, yakni ila@hiyyah, nubuwwah, ru@ha{ niyyah, sam’iyyah.159 Segala persoalan yang diangkat dengan menjadikan fenomena yang terjadi di masyarakat sebagai contoh kongkrit problematika kehidupan 158
Lihat profil lembaga pada pembahasan halaman website www.MTA-online.com yang membuka rekening untuk mengajak berderma untuk kepentingan dakwah. 159 Ila@hiyyah, yakni pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan ila@h [Allah]. Nubuwwah, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan nabi dan rasul, termasuk pembahasan tentang kitab-kitab Allah, mu’jizat dan lain-lain. Ru@ha{ niyyah, adalah pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam metafisik. Sam’iyyah, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa diketahui lewat sam’i [dalil naqli berupa alQur’an dan sunnah seperti alam barzakh, akhirat, surga dan neraka. Lihat, Yunahar Ilyas, Kuliah Aqidah Islam [Yogyakarta: LPPI, 1993], hlm. 5-6.
167
yang dihadapi oleh masyarakat seperti tayangan-tayangan televisi, bunuh diri, kemiskinan, bahkan korupsi, dalam teks-teks rubrik Taus{iyah selalu diarahkan pada solusi yang bersifat spiritual religius. Teks-teks tersebut menjadi media dakwah peneguhan keimanan. Judul seperti Indahnya Hidup Sesuai Aturan Allah, yang mengusung persoalan kebebasan manusia untuk bertindak pada akhirnya digiring untuk meyakini adanya hari pembalasan. Tidak jauh berbeda seperti judul Konsep Cerdas Dalam Perspektif Al-Qur’an. Cerdas pada awalnya dimaknai sebagai perpaduan antara
berpikir
dengan
otak
dan
berzikir
dengan
hati.
Ketidakseimbangan antara pikir dengan zikir tersebut dicontohkan dengan kasus Century. Pada akhirnya teks ini menawarkan konsep kecerdasan yang diambil dari hadis, bahwa orang yang cerdas adalah yang mengingat kematian dan mempersiapkan bekal untuk kehidupan setelah kematian. Sebagai respon atas apa yang terjadi akhir-akhir ini dengan banyaknya musibah di negeri ini, ditulis judul Menggapai Perlindungan Allah Yang Paripurna. Ketika musibah menimpa manusia, tidak ada yang dapat memberikan perlindungan kecuali Allah. Pada akhirnya pembahasan musibah nasional ini pun dimuarakan pada persoalan aqidah. Teks ini menawarkan solusi bagaimana agar mendapat perlindungan dari Allah. Cara yang ditawarkan adalah 1] mengikuti petunjuk al-Qur’an, 2] beramal saleh sesuai petunjuk Allah, 3] suka berderma karena mencari ridho Allah, 4] hidup dengan memelihara iman,
168
5] membela kebenaran Allah di tengah masyarakat, 6] menghayati nilai kebenaran Islam dan mengamalkannya, 7] mengimani firman Allah dan mengadakan perbaikan diri, 8] belajar menjadi kekasih Allah. Selain judul di atas, judul Bertasbih, Sifat Universal Jagat Raya juga mengandung pesan untuk beriman dengan meneladani alam semesta yang bertasbih kepada-Nya didasarkan pada Q.S.ar-Ra’d [13]:13 dan Q.S.al-Anbiya@’[21]:79. Bertasbih dikatakan sebagai makanan yang menyehatkan jiwa guna terhindar dari penyakit nafsu dan bisikan setan yang tidak mendamaikan dan menentramkan. Bisikan kejahatan setan hanya akan menghantarkan manusia pada kesesatan dan kesengsaraan di dunia dan akhirat. Seperti dicontohkan pada zaman sekarang yang banyak
merebak
kemaksiatan
di
tengah
masyarakat
sekaligus
merebaknya ilmu-ilmu sihir. Kesesatan yang sama yang dialami oleh manusia sebelum datangnya nabi utusan Allah hingga Allah menurunkan mu’jizat kepada Nabi agar manusia kembali ke jalan yang ditunjukkan oleh nabi-Nya. Pesan demikian terkandung dalam teks berjudul Mukjizatmukjizat Nabi Isa.
Di sini menjadi jelas terlihat teks-teks tersebut
berorientasi pada dimensi spiritual. Teks-teks dalam rubrik Taus{iyah tidak pernah keluar dari koridor tersebut dalam semua pembahasannya.
2. Materialisme dan Sekulerisme : Sumber Problem [source of problem]. Dalam teks-teks rubrik Taus{iyah, dua hal yang ditengarai sebagai sumber dari problem yang harus dihadapi dengan pemurnian iman dan
169
pemulihan akidah adalah materialisme dan sekulerisme. Tanpa definisi yang jelas tentang keduanya dalam teks-teks tersebut, gambaran yang dapat ditangkap dari pengertian materialisme adalah kecintaan kepada kehidupan dunia dan harta benda. Dunia yang dimaksud adalah dunia tanpa mengenal Allah, penuh kesedihan dan kesusahan jiwa namun dihibur dengan nikmatnya materi. Dunia tanpa ta’at kepada Allah dan agama-Nya yaitu Islam. Materialisme ini dikatakan berpijak pada prinsip bahwa alam raya ada dengan sendirinya dan bersifat kekal. Manusia hanyalah akibat dari alam raya yang tidak memiliki tanggungjawab dan berhak menciptakan alur kehidupan dengan aturan sendiri tanpa merujuk pada aturan universal hukum Allah. Gaya hidup materialis ini disiarkan di tengah masyarakat sehingga semakin marak dan akibatnya adalah pertikaian bahkan peperangan. Demikian definisi yang dapat tergambar dari teks dalam rubrik Taus{iyah berjudul Melawan Arus Deras Materialisme dan Atheisme. Adapun Sekulerisme, pun tanpa definisi yang jelas, dimaksudkan ketika manusia merasa terkungkung dengan peraturan-peraturan agama yang dibuat oleh para petinggi-petinggi agama. Para pemikir, ilmuwan dan filosof yang menjadi gerah dan merasa terkungkung kemudian mencetuskan
pemikiran-pemikiran,
pemahaman-pemahaman
yang
mengajak masyarakat keluar dari kungkungan aturan-aturan agama yang telah ditelorkan oleh para pemuka-pemuka agama.
170
Penambahan dan atau pengurangan isi agama, barangkali definisi ini inti dari sekulerisme yang dimaksudkan dalam judul Menghindari Pola Hidup Sekuler.160 Proses sekulerisasi, disebutkan, bebarengan dengan revolusi ilmu dan teknologi, revolusi industri kemudian budaya. Ilmu dan teknologi hanya digunakan untuk memperturutkan hawa nafsu di kalangan sekuleris. Kecenderungan mencintai dunia secara berlebihan membuat manusia melupakan tujuan sebenarnya. Kehidupan sekuler ini menyebabkan penyakit kesombongan dan kedurhakaan. Indikasi penyakit ini adalah merebaknya minuman keras, narkoba, tempat-tempat hiburan bagi jiwa yang ingin berobat secara instant dari penyakit jiwanya. Pada akhirnya orang-orang sekuler ini dikatakan akan hidup dalam keadaan menderita di dunia dan akhirat.161 Kesusahan di dunia dan akhirat oleh orang sekuler dijelaskan dengan dalil al-Qur’an surat al-Isra@’ [17]: 72 dan al-Mu’minu@n [23] 103-108. Dalam judul Menghindari Pola Hidup Sekuler, penulis tidak menemukan definisi yang jelas tentang sekulerisme yang dimaksud. Tidak ditemukan titik temu antara para pembuat [menambahi atau mengurangi] isi agama pada paragraf-paragraf awal dengan orang-orang yang mencintai dunia dan materi pada penjelasan selanjutnya. Penjelasan
160 161
Lihat, redaksi Taus{iyah, “Menghindari Pola Hidup Sekuler”,hlm. 1. Ibid., hlm. 5.
171
kemudian menjadi rancu antara defini sekulerisme dengan materialisme pada teks Melawan Arus Deras Materialisme dan Atheisme.162 Kedua hal ini, materialisme dan sekulerisme, dalam rubrik Taus{iyah, mengcover semua judul-judul yang menyinggung problem-problem di masyarakat. Solusi yang ditawarkan dari problem-problem tersebut adalah kembali pada al-Qur’an dan Sunnah.
D. Kembali Kepada [Teks] Al-Qur’an dan Sunnah : Refleksi Kritis Terhadap Wacana. Sebagaimana telah dibahas di atas, bahwa inti dan solusi dari semua problem dalam realitas kehidupan adalah kembali kepada akidah Islam. Cara kembali adalah dengan kembali kepada al-Qur’an dan Sunnah. Dua judul dengan menggunakan kata al-Qur’an secara langsung dalam rubrik ini adalah Cara Mencintai al-Islam dan al-Qur’an, dan Tidak Faham al-Qur’an Pasti Menyesal. Dalam judul yang pertama dibahas tentang kemuliaan al-Qur’an, bahwa al-Qur’an dijaga oleh Allah kesucian isinya [Q.S.al-H{ijr [15]: 9], sebagai
petunjuk
[Q.S.al-Baqarah
[2]:2
dan
Q.S.an-Nisa@’[4]:174],
keselamatan bagi yang mengimani, mempercayai dan mengamalkan [Q.S.al-
162
Sebagai pengayaan pengertian, secara umum, sekulerisme adalah sebuah terminologi Barat yang latar sejarahnya adalah pemisahan otoritas Gereja dan negara. Ketidakmampuan gereja dalam mempertahankan kebenaran teks suci terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, di samping faktor politik dan ekonomi, menyebabkan runtuhnya otoritas Gereja. Gereja tidak lagi berhak ikut campur dalam politik, ekonomi dan pemerintahan. Seiring gerakan rasionalisme dan ide demokrasi, Gereja [agama] diberikan kapling yang terbatas agar tidak lagi menghegemoni sektor lain selain agama seperti sebelum masa pencarahan. Dalam perkembangannya, di abad 19, pengertian sekuler menjadi wordly not religious or spiritual [duniawi, tidak religius ataupun spiritual]. Lihat, Pardoyo, Sekularisasi Dalam Polemik [Jakarta: Grafiti, 1993], hlm. 19.
172
Ma@’idah [5]:16], kitab penuh barakah [Q.S.S{aad [38]:29], dan kemuliaan lain dengan menyertakan ayat-ayat dari al-Qur’an. Kesimpulan yang didapat dari penjelasan panjang beserta ayat-ayat tersebut adalah do’a agar dibimbing oleh Allah untuk mencintai dalam mempelajari dan mengamalkan petunjuk Islam yakni al-Qur’an dan Sunnah. Judul kedua Tidak Faham Al-Qur’an Pasti Menyesal berisi tentang pesan mengimani kehidupan akhirat. Dengan kesadaran eskatologis tersebut diharapkan dapat
mengimani dan mengamalkan al-Qur’an oleh karena
banyak didapati orang-orang yang menelorkan karya besar yang mendunia tapi tidak berlandaskan iman. Sebab itu, kesyukuran kepada-Nya adalah dengan menekuni dan mengamalkan al-Qur’an dan Sunnah. Sebagai penutup teks tersebut, dikatakan , bila dalam hidup ini belum pernah khatam al-Qur’an dan keinginan mengamalkannya, kemunginan besar akan menyesal di akhirat.163 Pesan utama dalam kedua judul tersebut berkaitan dengan al-Qur’an adalah mengimani dan mengamalkan al-Qur’an. Pesan ini terkait dengan tujuan utama lembaga Majlis Tafsir Al-Qur’an, termasuk tujuan rubrik Taus{iyah, yakni mengajak masyarakat untuk kembali kepada al-Qur’an dan Sunnah. Ditilik dari perspektif historisnya, semboyan untuk kembali kepada alQur’an dan sunnah tidak bisa dilepaskan dari sejarah pergolakan umat Islam
163
Lihat, redaksi ,”Tidak Faham Al-Qur’an Pasti Menyesal”, hlm.4.
173
dengan dunia di luar dirinya [baca: Barat].164 Pergolakan ini berujung pada tumbuhnya kesadaran kaum muslim untuk memulihkan kekuatan Islam dengan mengadakan penolakan terhadap Barat sebagai peradaban yang patut ditiru.
Umat
Islam
bangkit
untuk
menemukan
identitasnya
dan
mempertahankan ajaran agamanya. Sikap ini tidak sepenuhnya positif. Jika sebelumnya sebagian umat berupaya meniru segala yang dihasilkan Barat, maka pada periode kebangkitan ada juga yang berusaha mempertahankan segala yang dihasilkan oleh leluhur tanpa mengadakan pembaruan.165 Pentingnya kembali kepada al-Qur’an dan sunnah merupakan ide-ide yang telah mendapat popularitas yang luar biasa besarnya. Ide-ide inilah yang mengiringi kebangkitan Islam dengan tujuan menumbangkan atau mengubah suatu sistem sosial yang diyakini sebagai penyebab dekadensi, kerusakan,
164
Sedikit menengok ke belakang, ketika kaum muslim pertama kali bereaksi terhadap dominasi Barat semasa zaman kolonial, mereka menjelma dalam dua kecenderungan. Di antaranya ada yang mau menyerap apa yang dipandang baik dari Barat meliputi pemikiran politik, organisasi ekonomi, sistem pendidikan dan teknologi, sambil mempertahankan Islam terutama dalam bentukbentuk ritus dan aturan prilaku individual. Sedangkan yang lain memandang bahwa pemikiran dan praktek-praktek Barat sebenarnya telah ada dalam Islam. Demokrasi, sosialisme, sains dan akal semuanya merupakan bagian dari Islam sehingga apa yang mendesak dilakukan adalah melakukan penafsiran kembali terhadap Islam sesuai dengan ide dan praktek Barat. Dua kecenderungan akibat kekecewaan tersebut tampaknya masih tidak terlepas dari “kekaguman” terhadap Barat. Terbukti dalam satu atau dua dekade pasca kemerdekaan, sistem sosial dan ideologi Barat masih berpengaruh pada mereka yang dijajah sehingga tidak tergugah untuk melakukan perjuangan melawan dominasi dan budaya Barat. Tetapi, perubahan-perubahan di Barat sendiri yang dapat merubah sikap Muslim. Krisis nilai, kapitalisme, sosialisme Marxis dan ideologi-ideologi Barat yang lain yang tidak mampu menangani masalah-masalah masyarakat semakin membangunkan kesadaran Muslim akan hak-hak budaya dan ekonomi mereka, membantu mendorong lahirnya perasaan memiliki identitas di kalangan kaum Muslim yang sebelumnya tidak dimiliki. Lihat, Chandra Muzaffar, “Kebangkitan Kembali Islam: Suatu Pandangan Global dengan Ilustrasi dari Asia Tenggara”, dalam Pembangunan dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara, Saiful Muzani [ed.] [Jakarta: LP3ES, 1993], hlm. 67-69. 165 Quraish Shihab, Lentera Hati [Jakarta: Mizan, 2006], hlm. 78.
174
ketidakadilan sosial, penindasan.166 Dari sini kemudian semboyan “kembali kepada al-Qur’an dan sunnah” menggema di dunia Islam. Pada dataran pemaknaan terhadap ide “kembali kepada al-Qur’an dan sunnah” di kalangan pemikir Islam sendiri mengalami keragaman. Keragaman pemaknaan ini akan ditelisik melalui periodesasi pemaknaan semboyan tersebut.167 1. Periode Klasik. Pada periode ini, semboyan “kembali kepada al-Qur’an dan sunnah” dipahami sebagai kewajiban untuk mengikuti petunjuk al-Qur’an dan hadis secara h{arfiyyah. Pemaknaan secara h{arfiyyah ini biasa disebut sebagai Literalist atau Scripturalist, yakni cara membaca yang mengikuti apa adanya bunyi atau ayat yang tertulis tanpa harus menggali lebih jauh muatan-muatan makna yang terkandung dalam teks. Aliran yang cukup dikenal dalam mempopulerkan semboyan tersebut di antara aliran-aliran yang lain adalah Salafiyyah. Secara umum aliran ini berpedoman bahwa satu-satunya jalan yang valid untuk mengetahui segala jenis aqidah dan hukum Islam adalah al-Qur’an dan hadis. Manusia dengan akal fikirannya tidak memiliki kekuasaan untuk mena’wil, menafsir atau menguraikannya kecuali dalam batas-batas kebahasaan tertentu.
166
Ide-ide tersebut tertuang dalam aktifitas dan gerakan yang dikenal dengan pembaharuan. Lihat, Ali Rahnema [ed]., Para Perintis Zaman Baru Islam [Bandung: Mizan, 1996], hlm. 11 167 Periodesasi ini tidak dengan memberikan batasan kurun waktu secara pasti, tetapi lebih pada karakteristik yang muncul dalam setiap periode. Pembagian ini didasarkan pada pemetaan yang dilakukan oleh Fahrudin Faiz dalam bukunya. Lihat, Fahruddin Faiz, Hermeneutika al-Qur’an [Yogyakarta: eLSAQ Press, 2005], hlm.50-55.
175
Kelemahan dari kelompok Literalist ini adalah adanya truth claim, yakni klaim dan apologi mereka sebagai satu-satunya pemahaman dan pemaknaan yang benar. Selain truth claim juga tidak realistis karena pemahaman setiap orang terhadap al-Qur’an dan hadis tidak dapat dilepaskan dari dimensi ruang dan waktu, sehingga sekalipun sudah mengakses al-Qur’an dan hadis secara langsung, tetap tak bisa terhindar dari keragaman pemahaman dan perilaku yang mengemuka. Akibat adanya truth claim, mereka menganggap pemahaman di luar mereka yang beragam tersebut adalah keliru. 168 2. Periode Pertengahan. Periode ini ditandai dengan munculnya kelompok mazhab. Mereka yang termasuk dalam kelompok ‘mazhab’ pun mengambil posisi untuk tidak keluar dari jalur al-Qur’an dan hadis dengan menggemakan semboyan “kembali kepada al-Qur’an dan sunnah”. Bertolak dari kesadaran akan ketidakmampuan untuk memahami sendiri, orang-orang ini kemudian memilih untuk bermazhab dengan asumsi bahwa terdapat kelompok lain yang lebih mampu untuk dijadikan panutan sehingga sikap bermazhab bagi mereka lebih “aman”. Kelemahan dalam cara berpaham seperti ini adalah otoritarianisme. Adanya hirarki ‘orang pintar-orang awam’ menjadi tak terelakkan di dalamnya oleh karena orang yang dilabeli pintar dijadikan referensi wajib 168
Fahruddin Faiz, “Perkelahian Pemaknaan Seputar Jargon Kepada Al-Qur’an dan Hadis; Sebuah Pembacaan Hermeneutik”, dalam Esensia, vol.5 no.1 [Yogyakarta: Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, 2004], hlm. 9.
176
dan orang yang merasa awam seakan tidak memiliki kesempatan untuk mengakses ilmu hanya dengan ikut-ikutan. 3. Periode Modern. Semboyan
“kembali
kepada
al-Qur’an
dan
sunnah”
pada
perkembangannya menjadi prinsip dasar dari kalangan pembaharu dalam periode ini. Menurut kalangan ini, umat Islam harus membaca dan memahami sendiri al-Qur’an dan hadis tanpa harus terikat oleh aturan dan tata berpikir mazhab tertentu, serta berani berijtihad. Kalangan ini bertolak belakang dengan kalangan Literalist. Dalam pandangan mereka, kebekuan dan kejumudan pemikiran dalam Islam ditengarai oleh ketakutan umat Islam untuk melakukan terobosan pemikiran yang membarukan. Upaya menghantarkan umat Islam untuk meninggalkan tradisi lama oleh kalangan pembaharu ini tidak dapat dikatakan akan terhindar dari eksklusifitas seperti kelompok-kelompok pada periode sebelumnya. Eksklusifitas mereka terletak pada pandangan mereka terhadap cara berpikir di luar mereka yang dianggap terbelakang, dengan kata lain mereka beranggapan bahwa cara bernalar mereka lebih mendekati benar. 4. Periode Kontemporer. Menurut pemikiran kontemporer, pembacaan terhadap semboyan “kembali kepada al-Qur’an dan sunnah” yang diaplikasikan oleh pemikir sebelumnya terlalu memihak pada teks dan seolah menafikan realitas yang ada. Teks dianggap memiliki otoritas untuk membentuk realitas sehingga terkadang cenderung menyalahkan realitas ketika tidak sesuai dengan teks.
177
Pemikiran seperti ini di kalangan pemikir kontemporer hanya akan menciptakan gap antara teks yang normatif dengan realitas. Pemaknaan semboyan “kembali kepada al-Qur’an dan sunnah” dalam masa ini lebih melihat pada aspek dialog antara bahasa-pemikiran dan sejarah dalam setiap fase dan kehidupan manusia. Kelebihan pandangan ini terletak pada penghargaannya pada pluralitas. Pembacaan kontemporer seperti ini pun pada dasarnya bukan tanpa cela. Cara berpikir yang deterministik menjadi jebakan bagi pemikir kontemporer. Tekanan yang sangat berat terhadap kehidupan nyata dalam bentuk ekstremnya akan membawa kepada cara pandang hyper-reality, dimana di sini yang menjadi penentu nasib bukan lagi Tuhan atau kitab suci, tetapi realitas itu sendiri.169 Periodesasi pemaknaan semboyan “kembali kepada al-Qur’an dan sunnah” di atas akan digunakan untuk menelisik kecenderungan pemaknaan kembali kepada al-Qur’an dan sunnah dalam teks rubrik Taus{iyah. Berdasarkan metodologi yang digunakan, teks-teks dalam rubrik Taus{iyah , pada aspek hermeneutisnya, menggunakan pendekatan tekstual. Pendekatan ini lebih mengedepankan teks dalam dirinya. Metode literal adalah metode yang dipakai dalam teks ini, dimana kajian yang dilakukan mencukupkan diri dengan pemahaman tekstual terhadap ayat yang
169
Fahruddin Faiz, Hermeneutika…, hlm. 62.
178
ditafsiri, sebuah pemahaman yang didasarkan hanya pada makna z}ah@ irnya. Pola kerja metode literal ini berwujud dalam bentuk penerjemahan teks atau ayat al-Qur’an ke dalam bahasa Indonesia. Pada praktiknya, metode ini bekerja dalam bentuk penjelasan yang global, tidak didapati uraian-uraian kata kunci dan penjelasan yang detail serta komprehensif mengenai konteks sosial dan historis dari ayat yang dikaji. Pemakaian metode literal dalam rubrik Taus{iyah semakin tampak ketika melihat konstruksi struktural teks pada bagian penjelas yang banyak mengutip ayat-ayat dengan sedikit penjelasan. Atas dasar ini, ajakan untuk mengamalkan al-Qur’an melalui ide kembali kepada al-Qur’an dan sunnah dalam teks-teks rubrik Taus{iyah adalah kembali kepada teks h{arfiyyah alQur’an. Dengan kata lain, dalam persoalan ini, rubrik Taus{iyah lebih cenderung pada pemaknaan periode klasik yakni pemahaman dan pengamalan al-Qur’an mengikuti apa adanya bunyi teks al-Qur’an. Ada beberapa problem yang dapat diurai dengan mengetahui kecenderungan pemahaman literalist dalam rubrik ini. Problem pertama adalah pengabaian konteks. Al-Qur’an, menurut pengamatan Nas{r H{am @ id Abu@ Zaid adalah sebuah teks keagamaan yang baku dalam hal kata-kata literalnya [mant{uq@ ], namun ketika ia ditundukkan kepada akal manusia, ia menjadi sebuah konsep [mafhum] yang kehilangan kebakuannya karena ia bergerak dan menciptakan makna. Kebakuan adalah sebuah sifat dari yang absolut dan ila@hiyyah, sedangkan realitas dan perubahan adalah manusiawi. Kata-kata literal teks al-Qur’an bersifat ila@hiyyah, namun ia
179
menjadi sebuah konsep yang relatif dan bisa berubah ketika ia dilihat dari perspektif manusia, ia menjadi sebuah teks manusiawi.170 Dengan kata lain, sakralitas al-Qur’an terletak pada teks literalnya sebagai wahyu [tanzil]. Ketika ia sudah jatuh ke tangan pembaca, maka proses pembacaan, pemahaman, interpretasi [ta’wi@l] tidak
lagi masuk dalam
wilayah sakral. Inilah yang menjadi perbedaan mencolok dari kelompok Literalist. Model pembacaan literal berhenti pada teks literal al-Qur’an yang sakral dan mengabaikan keberadaan konteks dibalik teks.171 Pembacaan seperti ini tidak hanya tidak menghargai kesempatan serta peran untuk mendialogkan antara teks dengan konteks, tetapi juga menutup relatifitas penafsiran. 172 Implikasi dari model pembacaan di atas, meminjam istilah Nas{r H{am @ id, akan mengarah pada pembekuan makna teks dan pemahaman mitologis atas teks.173 Ketika makna teks telah menjadi beku dan baku
170
Moch. Nur Ichwan, Meretas Kesarjanaan Kritis Al-Qur’an; Teori Hermeneutika Nas{r
H{am @ id Abu@ Zaid [Jakarta: Teraju, 2003], hlm. 72. 171
Teks, bagaimanapun adalah simbol yang mengandung makna dibalik susunan hurufnya. Kehadiran sebuah simbol [signifiant] selalu mengasumsikan adanya objek yang ditandai [signifie]. Objek yang ditandai itu adalah wacana; konteks sosio-historis dan sosio psikologis. Kitab suci pun demikian. Ia adalah sebuah teks yang mengandung objek sehingga memerlukan penafsiran guna memperoleh sesuatu yang mendekati maksud Tuhan. Lihat, Ahmad Fuad Fanani, Islam Mazhab Kritis; Menggagas Keberagamaan Liberatif [Jakarta: Kompas, 2004], hlm. 88 172 Relativisme penafsiran bukan berarti tidak ada sebuah kebenaran pada tafsir terhadap teks, akan tetapi sebuah karya tafsir masih bisa dirubah dan disesuaikan dengan konteks yang berkembang karena tujuan sang penafsir dalam menafsirkan teks pertama kali adalah untuk menjembatani masa lalu dan masa sekarang. Ibid.,hlm. 89. 173 Pembekuan makna teks adalah akibat pengabaian aspek tekstualitas al-Qur’an. Maksud aspek tekstualitas adalah tekstualitas yang didasarkan pada ungkapan al-Qur’an sendiri. Pertama, kata wah{y dalam al-Qur’an secara semantik setara dengan perkataan Allah [kala@m Allah] dan al-Qur’an adalah sebuah pesan [risa@lah]. Sebagai perkataan dan pesan, al-Qur’an meniscayakan dirinya untuk dikaji sebagai sebagai sebuah teks. Kedua, urutan tekstual surat dan ayat dalam teks al-Qur’an tidak sama dengan urutan kronologis pewahyuan. Urutan kronologis pewahyuan al-Qur’an merefleksikan historisitas teks, sementara struktur dan urutan yang ada
180
[frozen and fixed], ia akan dengan sangat mudah dimanipulasi sesuai dengan interes ideologis seseorang atau pembaca.174 Jika problem pertama adalah pengabaian konteks yang berarti kegagalan menguak makna yang terselubung dibalik teks karena berhenti hanya pada teks, maka problem kedua adalah kecenderungan pemahaman dan pemikiran positivistik [legal formal] dan dogmatism. Dengan model pemahaman dan pemikiran seperti ini, setiap persoalan sosial kompleks selalu dilihat dari sisi tekstual; surga-neraka, mukmin-kafir, halal-haram, pahala-dosa, hak dan kewajiban.
175
Selain itu, solusi yang ditawarkan
dalam menghadapi problem yang tak pernah sama adalah solusi yang “melangit” dan tidak lagi “membumi”. Tradisi yang didengungkan adalah tradisi keselamatan akhirat dan bukan keselamatan dunia, atau dalam istilah Komaruddin Hidayat adalah “sindrom akhirat”.176 Ketika sindrom ini melanda, maka kekalahan dan kegagalan umat dalam menghadapi problem modernitas dijawab dengan kembali ke masa lalu.
seperti sekarang merefleksikan tekstualitasnya. Ketiga, al-Qur’an terdiri dari ayat-ayat muh{kama@t [ayat-ayat yang jelas] yang merupakan induk teks, ayat-ayat mutasya@biha@t [ambigu] yang harus dipahami berdasarkan atas ayat-ayat muh{kama@t . Keberadaan dua macam ini merangsang pembaca bukan hanya untuk mengidentifikasi ayat-ayat mutasyabiha@t, namun juga membuatnya bisa menentukan bahwa ayat-ayat muh{kama@t adalah kunci untuk melakukan penjelasan dan klarifikasi terhadap ayat-ayat mutasyabiha@t. Tekstualitas ini mengarahkan pemahaman dan penafsiran seseorang atas pesan-pesan al-Qur’an. Lihat, Moch. Nur, Meretas…,hlm. 77. 174 Menurut Nas{r H{am @ id, makna pada hakikatnya hampir-hampir baku disebabkan karena historisitasnya dan yang dinamis adalah signifikansinya. Ibid. 175 Jawahir Thantawi, Islam Neo Imperialisme dan Terorisme; Perspektif Hukum Internasional dan Nasional [Yogyakarta: UII Press, 2004], hlm. 27. 176 Komaruddin Hidayat dan M. Yudhie Haryono, Manuver Politik Ulama; Tafsir Kepemimpinan Islam dan Dialektika Ulama Negara [Yogyakarta: Jalasutra, 2004], hlm. 24.
181
Doktrin utama “kembali kepada al-Qur’an dan sunnah” [back Qur’an and sunnah] , dengan demikian pada dasarnya adalah “kembali ke masa lalu” [back to the past]. Masa lalu diyakini sebagai masa terbaik berpijak pada pernyataan Muhammad s.a.w. bahwa “sebaik-baik zaman adalah zamanku”. Sayangnya, dalam hal ini, Islam dan Muhammad tidak pernah hadir sebagai sejarah. Sebaliknya keduanya hidup dalam keseharian kehadiran tanpa kritik dan apresiasi. Keduanya selalu hadir dan dihadirkan guna menjawab, menentramkan, dan menjaga problem kemanusiaan, walaupun sejarah Islam dan Muhammad sudah melewati berabad-abad lamanya.177 Problem ketiga adalah sikap keberagamaan eksklusif. Pemikiran yang legalistik formal atau dogmatism berakibat timbulnya sikap dan keyakinan yang eksklusif . Ironisnya, cara berpikir yang seperti ini lebih populis. Hal ini bisa jadi karena pemikiran-pemikiran keagamaan yang ditawarkan lebih muda dicerna oleh masyarakat umum karena lebih bersifat tekstualis, sangat h{arfiyyah dan tidak mengandung penjelasan filosofis. contoh dalam mewacanakan
persoalan
178
Sebagai
akhlak, baik konsep teoritis
maupun praktis, dalam rubrik Taus{iyah dimaknai dengan pemaknaan sederhana, mendasar, apa adanya. Masyarakat pada umumnya lebih mudah mencerna pemaknaan-pemaknaan yang ringan dan “simpel”, tidak memerlukan pemaknaan yang kritis. Pemaknaan seperti ini lebih pada
177
Ibid. Siti Musdah Mulia, Islam dan Inspirasi Kesetaraan Gender [Yogyakarta: Kibar Press, 2006], hlm. 47. 178
182
“mengenalkan”
konsep
tertentu
kepada
masyarakat,
bukan
pada
“memahamkan”. Selain itu, orientasi dari pemaknaan tersebut adalah untuk “dilakukan” melalui tindakan praktis, bukan untuk “dipikirkan” melalui pemikiran filosofis. Tidak mengherankan bila kemudian lembaga Majlis Tafsir Al-Qur’an dapat meraup jumlah pengikut yang banyak dengan model pemikiran dan pemahaman seperti di atas. Terlebih lagi lembaga ini berpretensi menjadi lembaga dakwah yang tidak dapat dipungkiri target dakwahnya adalah “massa”. Dalam berdakwah, tujuan pengembangan kuantitas [numuwwu al-kammiyyah] memanglah penting karena memang memiliki landasan dasar pengembangannya.179 Hanya saja, persoalannya kembali kepada pemikiran dan pemahaman yang tekstual dan legal formal
akan
menggiring masyarakat pada kedangkalan pemahaman dan ruang eksklusifitas keberagamaan. Implikasinya adalah klaim kebenaran [truth claim], ekstremitas dan tertutupnya pintu dialog yang bebas, merdeka dan rasional. Atas dasar ini, tidak sepenuhnya salah bila lembaga ini dikesankan sebagai lembaga yang tidak kompromistis dan open minded terhadap perbedaan pemikiran, pemahaman dan keberagamaan di luar dirinya.
179
180
Dalam persoalan wacana yang dikembangkan di rubrik
Tiga landasan untuk memahami pentingnya pertumbuhan kuantitas. Pertama, perhatian al-Qur’an mengenai urgensi jumlah kaum muslimin [Q.S. al-Anfa@l [8]:65-66]. Kedua, Nabi membanggakan jumlah ummatnya yang banyak. Ketiga, sejarah ekspansi dakwah Islam sejak zaman Nabi s.a.w. hingga para khalifah yang empat, terutama di zaman pemerintahan Umar bin Khathab semangat elegan kaum muslimin terus menerus melakukan kerja dakwah. Lihat, Cahyadi Takariawan, Prinsip-prinsip…, hlm. 40. 180 Lihat, http://muslimgrobogan.forums-free.com.
183
Taus{iyah tidak terlalu tampak ekstremitas tersebut, meski pada beberapa tempat terlihat bagaimana teks-teks tersebut melakukan justifikasi bahwa ini benar dan ini salah dengan tanpa pijakan yang jelas serta problem validitas dalil yang digunakan. Bisa jadi, salah satu penyebab samarnya ekstremitas oleh karena wacana yang diusung berkisar tentang konsep dasar iman, taqwa, amal saleh, berakhlak kari@mah, yang bukan menjadi persoalan yang banyak diperdebatkan. Dengan kata lain, rubrik ini tidak menyentuh persoalan fiqh dalam arti masalah hukum, baik ibadah maupun muamalah,
sehingga
tidak
terlalu
tampak
ke-kaku-annya
dalam
berargumen. Pada dasarnya, semboyan “kembali kepada al-Qur’an dan sunnah” yang diusung oleh setiap gerakan dari yang anti perubahan hingga yang pragmatis, dari yang radikal dan militan hingga moderat, dari masa ke masa adalah bertujuan normatif yang sama, agar tampak moderat dan humanis, yaitu penerapan Islam bagi kedamaian dan kesejahteraan dunia. Jika kembali kepada al-Qur’an dan sunnah dengan kembali ke masa lalu hanya akan semakin mengasingkan umat Islam dari tujuan normatif tersebut, mengapakah tidak segera memilih jalan yang membebaskan, yang rahmah li al-‘a@lami@n, agar tak lagi terpasung dalam romantisme masa lalu yang tak lagi mendamaikan??.[ ]
184
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Kesimpulan yang didapat dari penelitian terhadap teks-teks dalam rubrik Taus{iyah adalah; 1. Berdasarkan kerangka teori yang dipakai, metodologi pemahaman alQur’an dalam rubrik Taus{iyah dapat diketahui melalui dua aspek yakni aspek teknis penulisan dan aspek pemaknaan. Hasil penelitian terhadap aspek teknis penulisan adalah ; a]. sistematika penyajian teks berbentuk tematik, namun belum komprehensif oleh karena tidak bersifat spesifik dan mengerucut. b.] bentuk penyajiannya adalah global. c]. bentuk penulisannya adalah non ilmiah. d]. bentuk penulisannya adalah non ilmiah karena tidak memakai kaidah ilmiah seperti mencantumkan catatan kaki atau catatan perut. e]. sifat penulis adalah penulis individual, meski dipublikasikan oleh lembaga namun penulisannya dikerjakan oleh individu. f]. asal-usul literatur berasal dari ruang non akademik yakni dari majalah dan brosur MTA. g]. sumber-sumber rujukan, tidak didapati sumber yang dirujuk karena pembahasan lebih merupakan pengembangan penulis teks. Adapun pada aspek pemaknaan diperoleh hasil sebagai berikut; a.] metode yang digunakan adalah metode riwayat dengan menghadirkan hadis sebagai penjelas. b].
185
nuansa pemahaman dalam teks-teks Taus{iyah adalah nuansa teologis, psikologis dan sosial kemasyarakatan. c]. pendekatan yang digunakan adalah pendekatan tekstual, meski menampilkan fenomena kekinian namun fenomena posisinya sebagai wacana teks. 2. Konstruksi struktural teks terdiri atas paparan pembuka meliputi ; ayat al-Qur’an, hadis, fenomena seputar, kalimat pembuka dalam ceramah. Paparan isi terdiri dari penjelasan, berisi ayat atau hadis. Sedangkan paparan penutup menggunakan beberapa cara; diakhiri dengan ayat, hadis, kalimat persuasif, berupa do’a, solusi, pertanyaan retoris. Adapun wacana yang terbangun adalah wacana akhlak, meliputi akhlak pribadi, berkeluarga, bermasyarakat dan bernegara dengan komponen hati, wacana dakwah, dan wacana keimanan atau aqidah. Model pemaknaan dalam rubrik Tausiyah mengikuti
model pemaknaan klasik yakni
memahami dan memaknai ayat al-Qur’an seperti apa adanya bunyi teks dalam al-Qur’an. Model pemaknaan Literalist seperti ini memiliki kelemahan mengabaikan konteks sehingga tidak dapat menyingkap makna teks, mengarah pada pemikiran yang dogmatis dan membuka ruang keberagamaan yang eksklusif dan rigid.
186
B. Saran Setelah melewati proses penelitian terkait dengan resepsi atau sikap penerimaan umat Islam terhadap al-Qur’an, terdapat dua hal yang diangankan untuk ditindaklanjuti. Pertama, pada lembaga keagamaan Islam umumnya dan Majlis Tafsir AlQur’an khususnya agar mengembangkan metode pemahaman terhadap alQur’an menjadi metode yang tidak hanya tekstual atau h{arfiyyah tetapi berkembang menuju pemahaman yang lebih terbuka terhadap perangkat metodologi pemahaman al-Qur’an yang dikenalkan oleh pemerhati ulu@m alQur’an
dan
Tafsir.
Dengan
mengakses
metode-metode
baru
dan
mengaktualisasikannya, diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam, mencerahkan, mencerdaskan masyarakat dan memberikan solusi positif bagi problem kekinian. Kedua, kajian al-Qur’an di masyarakat, khususnya dalam sebuah lembaga, merupakan realitas yang unik. Setiap lembaga, tidak bisa tidak, mengusung visi dan misi yang berbeda. Perbedaan visi dan misi ini akan sangat terkait dengan metode dan aplikasi setiap lembaga tersebut dalam pengkajian alQur’an. Hal ini dapat menjadi lahan bagi peminat studi al-Qur’an untuk mengadakan penelitian dengan objek beberapa lembaga keagamaan di Indonesia berkaitan dengan pengkajian al-Qur’an. Harapan yang diandaikan, dapat ditemukan pola-pola baru yang lebih mencerahkan. Ketiga, jika pada point pertama yang menjadi objek penelitian adalah institusinya, maka tidak tertutup kemungkinan pula untuk dapat diadakan
187
penelitian tentang rubrik-rubrik kajian al-Qur’an yang sangat beragam. Harapannya akan didapatkan kerangka metodologi baru bagi kajian al-Qur’an dalam media massa.
188
DAFTAR PUSTAKA
A. Gani, Bustami [ed], Beberapa Aspek Ilmiah Tentang al-Qur’an, Jakarta : Perguruan Tinggi Ilmu al-Qur’an, 1986. Abdullah, Yatimin, Studi Akhlak Dalam Perspektif Al-Qur’an, Jakarta: Amzah, 2007. Al-As{fahani@, ar- Ra@gib, Mu’jam Mufrada@t Li Alfa@z| al-Qur’a@n , Beirut: Da@r alFikr, 1972 Al-Farma@wi@, ‘Abd al-H{ay, Metode Tafsir Maud{u@’i@ dan Cara Penerapannya, terj. Rosihan Anwar, Bandung: Pustaka Setia, 2002. Al-Fayu@mi@, Ibra@him , Dira@sat fi Tafsi@r al-Maud{u’@ i@, Kairo: Da@r al-Taufi@qiyyah , 1980. Amin, Ahmad, Etika : Ilmu Akhlak, Jakarta: Bulan Bintang, 1975. AR, Zahruddin dan Hasanuddin Sinaga, Pengantar Studi Akhlak , Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004. At{-T{abari@, Abu@ Ja’far bin Jari@r, Tafsi@r at{-T{abari@, jld.17, terj. Ahsan Askan dan Khoirul Anam, Jakarta: Pustaka Azzam, 2009. Baidan, Nasruddin, Metodologi Penafsiran al-Qur’an, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005. Baidowi, Ahmad “Pemberantasan Korupsi dalam Perspektif Islam”, dalam Esensia, vol.10.No.2, Yogyakarta: Fakultas Ushuluddin UIN sunan Kalijaga, 2009. _______, Ahmad, “ Resepsi Estetis Terhadap Al-Qur’an” dalam Esensia, vol.8, no.I , Yogyakarta: Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, 2007. Barlas, Asma, Cara Qur’an Membebaskan Perempuan, terj. R. Cecep Lukman Yasin, Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2005. Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Surabaya: Mahkota, 1989 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia , Jakarta: Balai Pustaka, 1989.
189
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media,cet.ke-7 , Yogyakarta: LkiS, 2009. Faiz, Fahruddin, Hermeneutika al-Qur’an , Yogyakarta: eLSAQ Press, 2005. ___, Fahruddin, “Perkelahian Pemaknaan Seputar Jargon Kepada Al-Qur’an dan Hadis; Sebuah Pembacaan Hermeneutik”, dalam Esensia, vol.5 no.1, Yogyakarta: Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, 2004. Fanani, Ahmad Fuad, Islam Mazhab Kritis; Menggagas Keberagamaan Liberatif, Jakarta: Kompas, 2004. Faudah, Mahmud Basuni, Tafsir-tafsir al-Qur’an; Perkenalan dengan Metodologi Tafsir, terj. Mochtar Zoeni, Bandung: Penerbit Pustaka, 1987. Fidler, Roger, Medimorfosis, terj. Hartono Hadikusumo, Yogyakarta: Bentang Budaya, 2003. Ghafur, Waryono Abdul, Tafsir Sosial; Mendialogkan Teks dengan Konteks, Yogyakarta: elSAQ, 2005. Ghazali, Ima@m, Ih{ya@’ ‘Ulu@muddi@n , Kairo: al-Masyhad al-Husain, t.t. Gusmian, Islah, Khazanah Tafsir Indonesia; dari Hermenutika hingga Ideologi ,Jakarta: Teraju, 2003. Hadi, Sutrisno, Metodologi Research , Yogyakarta: Andi Offset, 1990. Hamdani, Ali Ahmad, “Tafsir al-Qur’an dalam Media Massa Islam [Telaah Teksteks Tafsir dalam Majalah Suara Muhammadiyah dan Suara Hidayatullah Tahun 2000], Skripsi, Yogyakarta: Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, 2006. Hidayat, Komaruddin dan M. Yudhie Haryono, Manuver Politik Ulama; Tafsir Kepemimpinan Islam dan Dialektika Ulama Negara, Yogyakarta: Jalasutra, 2004. Hilmy,
Masdar, Islam Profetik; Substansi Nilai-nilai Agama dalam Ruang Publik, Yogyakarta; Penerbit Kanisius, 2008.
Ichwan, Moch Nur, Tafsir ‘Ilmi@; Memahami al-Qur’an Melalui Pendekatan Sains Modern , Yogyakarta: Menara Kudus, 2004. ______, Moch. Nur, Meretas Kesarjanaan Kritis Al-Qur’an; Teori Hermeneutika Nas{r H{a@mid Abu@ Zaid, Jakarta: Teraju, 2003.
190
Ilyas,Yunahar, Kuliah Aqidah Islam, Yogyakarta: LPPI, 1993. Izutsu, Toshihiko, Konsep-konsep Etika Religius dalam Qur’an, terj. Agus Fahri Husein, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1993. Kaelan, Filsafat Bahasa , Yogyakarta: Paradigma, 2002. ______, Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat, Yogyakarta: Paradigma, 2005 Kholis, Nur, Pengantar Studi al-Qur’an dan al-Hadis, Yogyakarta: Teras, 2008. Khulashoh, Siti, “Peran Muslimah dalam Penegakan Syari’at Islam menurut Departemen An-Nisa’ Majelis Mujahidin Indonesia”, Skripsi, Yogyakarta: Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, 2005. Laka, Abu, “Upaya Penguatan Dakwah Melalui Peningkatan Manajemen: Kajian Terhadap Strategis Dalam Manajemen Kelembagaan Dakwah”, dalam Reformulasi Komunikasi [ed.], Yogyakarta: CV Arta Wahyu Sejahtera, 2008. Ma’lu@f, Louis, al-Munjid fi al-Lughah wa al-A’la@m , Beirut: al-Maktabah alKas|ulikiyyah, t.t. Majlis Tafsir Al-Qur’an, Tafsir al-Qur’an : Surat al-Fa@tih{ah dan al-Baqarah ayat 1-39 , t.tp: Yayasan Majlis Tafsir al-Qur’an,t.t. Mu@sa, Faid{ullah bin, Fath{urrah{ma@n li T{al@ ibi A@ya@t al-Qur’a@n , Indonesia: Maktabah Dah{la@n, t.t Mulia, Siti Musdah, Islam dan Inspirasi Kesetaraan Gender, Yogyakarta: Kibar Press, 2006. Mulkhan, Abdul Munir, Kesalehan Multikultural , Jakarta: Pusat Studi Agama dan Peradaban, 2005. _______, Abdul Munir, Manusia al-Qur’an, Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2007. Munawwir, Ahmad Warson, al-Munawwir ; Kamus Arab Indonesia , Yogyakarta: Pondok Pesantren al-Munawwir, 1984. Mustaqim, Abdul, ”Metode Penelitian Living Qur’an : Model Penelitian Kualitatif” dalam Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadis, Sahiron Syamsuddin [ed.], Yogyakarta: Teras, 2007.
191
________, Abdul, Aliran-aliran Tafsir , Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2005. ________, Abdul, Madzahibut Tafsir; Peta Metodologi Penafsiran al-Qur’an Periode Klasik Hingga Kontemporer, Yogyakarta: Nun Pustaka, 2003. Muzaffar, Chandra, “Kebangkitan Kembali Islam: Suatu Pandangan Global dengan Ilustrasi dari Asia Tenggara”, dalam Pembangunan dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara, Saiful Muzani [ed.], Jakarta: LP3ES, 1993. Nikmah, Khoirun, “Hak-hak Perempuan dalam Perspektif Majelis Mujahidin [Telaah Atas Surat an-Nisa’ (4):34, 3,11]”, Skripsi, Yogyakarta: Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, 2005. Pardoyo, Sekularisasi Dalam Polemik , Jakarta: Grafiti, 1993. Rafi’uddin dan Maman Abdul Djaliel, Prinsip dan Strategi Dakwah , Bandung: CV Pustaka Setia, 1997. Rahardjo, M. Dawam, Paradigma Al-Qur’an ; Metodologi Tafsir dan Kritik Sosial , Jakarta: Pusat Studi Agama dan Peradaban [PSAP] Muhammadiyah, 2005. Rahnema, Ali, [ed]., Para Perintis Zaman Baru Islam, Bandung: Mizan, 1996. Saepudin, Aep, “Akhlak dalam Perspektif Wacana Pemikir Muslim” dalam Ta’dib, vol.2, no. 1, Bandung: Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Bandung, 2002. Salim Peter dan Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer , Jakarta: Modern English Press, 1991. Samsuddin, “Makna Do’a dan Qad{a’ Qadar Tuhan dalam Perspektif Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah”, Skripsi, Yogyakarta: Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, 2008. Sasmita, Ramlan, “Dimensi Akhlak Dalam Ajaran Islam” dalam Ta’dib, vol.2 no.1, Bandung: Universitas Islam Bandung, 2002. Shiddiq, Subhan, “Hermeneutika Sebagai Metode Penafsiran al-Qur’an [Studi Analisis Terhadap Majalah Islamia]”. Skripsi, Yogyakarta: Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, 2009. Shihab, Quraish, Tafsir al-Misbah, juz.7, Jakarta: Lentera Hati, 2004.
192
Singarimbun, Irawati, “Teknik Wawancara” dalam Metode Penelitian Survai, Masri Sangarimbun dan Sofian Efendi [ed.], Jakarta: LP3ES, 1988. Sobur, Alex, Analisis Teks Media, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002. Sulton, Muhammad, Desain Ilmu Dakwah; Kajian Ontologis, Epistemologis dan Aksiologis , Yogykarta: Pustaka Pelajar, 2003. Sunarwono, Sri, “Pluralisme dalam Pandangan Majelis Buddhayana”, Skripsi, Yogyakarta, Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, 2005. Surakhmad, Winarno, Penelitian Ilmiah, Bandung: Tarsito, 1994. Syamsuddin, Sahiron, ”Ranah-ranah Penelitian dalam Studi al-Qur’an dan Hadis” dalam Pengantar Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadis ,Yogyakarta: Teras,2007. Takariawan, Cahyadi, Prinsip-prinsip Dakwah , Yogyakarta: ‘Izzan Pustaka, 2005. Thantawi, Jawahir, Islam Neo Imperialisme dan Terorisme; Perspektif Hukum Internasional dan Nasional, Yogyakarta: UII Press, 2004. Uwes, Sanusi, “Filosofi Pembinaan Akhlak” dalam Ta’dib, vol.2, no.1 , Bandung: Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Bandung, 2002. Wibowo,Wahyu, 6 Langkah Jitu Agar Tulisan Anda Makin Hidup dan Enak Dibaca, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005. Widjaja, A.W. , Komunikasi dan Hubungan Masyarakat , Jakarta: Bumi Aksara, 1993. Yusuf, Muhammad, “Pendekatan Sosiologi Dalam Penelitian Living Qur’an” dalam Metodologi Penelitian Living Qur’an , Sahiron Syamsuddin [ed.], Yogyakarta: Teras, 2007.
Lampiran 1
: Contoh Sistematika Penyajian. Penyajian 1
Jangan Sombong karena Sombong Dilaknat Allah • • • •
Friday, August 13, 2010, 9:23 Tausiyah 1,272 views 1 comment
Materi #1 Nafar Ramadhan 1431H - Sombong adalah sifat tercela dan merupakan dosa besar dan dilaknat oleh Allah. Sombong ialah menolak kebenaran yang datang dari Allah dan merasa dirinya besar sehingga menghina atau merendahkan sesame manusia. Orang yang tidak mau tunduk dan taat kepada perintah Allah, iapun termasuk orang yang sombong. Sebagaimana iblis yang tidak mau tunduk pada perintah Allah ketika diperintahkan supaya bersujud kepada Adam, maka ia dinyatakan “Ia (iblis) enggan dan sombong dan adalah ia termasuk orang-orang kafir” Tentang kesombongan Iblis ini diungkapkan dalam Al Qur’an sebagai berikut :
ﻦ ﻓﺮﹺﻳﻦ ﺍﹾﻟﻜﹶﺎ ﻣ ﻭﻛﹶﺎ ﹶﻥ ﺮ ﺒﺘ ﹾﻜﺳ ﺍﻰ ﻭﺲ ﹶﺃﺑ ﻴﺑﻠﻭﺍ ﺇﹺﻻ ﹺﺇﺠﺪ ﺴ ﻡ ﹶﻓ ﺩ ﻭﺍ ﻵﺠﺪ ﺳ ﺔ ﺍ ﺋ ﹶﻜﻼﻟ ﹾﻠﻤ ﺎﻭﹺﺇ ﹾﺫ ﹸﻗ ﹾﻠﻨ dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada Para Malaikat: “Sujudlah kamu kepada Adam,” Maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia Termasuk golongan orang-orang yang kafir. (QS. Al Baqarah :34) Allah juga mengungkapkan kesombongan iblis didalam Al Qur’an QS. Al A’raf ayat 11-13
(ﻗﹶﺎ ﹶﻝ١١) ﻦ ﻳﺎ ﹺﺟﺪﻦ ﺍﻟﺴ ﻣ ﻦ ﻳ ﹸﻜ ﻢ ﺲ ﹶﻟ ﻴﺑﻠﻭﺍ ﺇﹺﻻ ﹺﺇﺠﺪ ﺴ ﻡ ﹶﻓ ﺩ ﻭﺍ ﻵﺠﺪ ﺳ ﺔ ﺍ ﺋ ﹶﻜﻼﻟ ﹾﻠﻤ ﺎﻢ ﹸﻗ ﹾﻠﻨ ﻢ ﹸﺛ ﺎ ﹸﻛﺭﻧ ﻮ ﺻ ﻢ ﻢ ﹸﺛ ﺎ ﹸﻛﺧﹶﻠ ﹾﻘﻨ ﺪ ﻭﹶﻟ ﹶﻘ ﲔ ﻃ ﹴ ﻦ ﻣ ﻪ ﺘﺧﹶﻠ ﹾﻘ ﻭ ﺎ ﹴﺭﻦ ﻧ ﻣ ﺘﻨﹺﻲﺧﹶﻠ ﹾﻘ ﻪ ﻨﻣ ﺮ ﻴﺧ ﺎﻚ ﻗﹶﺎ ﹶﻝ ﹶﺃﻧ ﺗﺮ ﻣ ﺪ ﹺﺇ ﹾﺫ ﹶﺃ ﺠ ﺴ ﺗ ﻚ ﺃﹶﻻ ﻌ ﻨﻣ ﺎ(ﻣ١٢) ﻳﻜﹸﻮ ﹸﻥ ﺎﺎ ﹶﻓﻤﻨﻬﻣ ﻂ ﻫﹺﺒ ﹾ ﻗﹶﺎ ﹶﻝ ﻓﹶﺎ ﻦ ﻏﺮﹺﻳ ﺎﻦ ﺍﻟﺼ ﻣ ﻚ ﻧﺝ ﹺﺇ ﺮ ﺧ ﺎ ﻓﹶﺎﻴﻬﺮ ﻓ ﺒﺘ ﹶﻜﻚ ﹶﺃ ﹾﻥ ﺗ ﹶﻟ 11. Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu (Adam), lalu Kami bentuk tubuhmu, kemudian Kami katakan kepada Para Malaikat: “Bersujudlah kamu kepada Adam”, Maka merekapun bersujud kecuali iblis. Dia tidak Termasuk mereka yang bersujud. 12. Allah berfirman: “Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu aku menyuruhmu?” Menjawab iblis “Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang Dia Engkau ciptakan dari tanah”.
Penulis tidak mengadakan pengubahan pada format tulisan contoh teks kecuali font tulisan Arab dan judul yang diperbesar, pada lampiran ini dan semua lampiran berkaitan dengan contoh teks. 1
13. Allah berfirman: “Turunlah kamu dari surga itu; karena kamu sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya, Maka keluarlah, Sesungguhnya kamu Termasuk orang-orang yang hina”. Iblis tidak mau sujud kepada Adam, walaupun yang memerintahkan sujud itu adalah Allah. Karena ia merasa lebih baik dan lebih tinggi derajatnya daripada Adam. Hal tersebut diungkapkan juga didalam QS.Shaad ayat 71-78 :
ﲔ ﻃ ﹴ ﻦ ﻣ ﺍﺸﺮ ﺑ ﻖ ﻟﺎﺔ ﹺﺇﹺﻧّﻲ ﺧ ﺋ ﹶﻜﻼﻟ ﹾﻠﻤ ﻚ ﺑﺭ (ﹺﺇ ﹾﺫ ﻗﹶﺎ ﹶﻝ٧١) ﻦ ﻳﺎ ﹺﺟﺪﻪ ﺳ ﻮﺍ ﹶﻟﻲ ﹶﻓ ﹶﻘﻌﻭﺣﻦ ﺭ ﻣ ﻪ ﻴﺖ ﻓ ﺨ ﹶﻔﻭﻧ ﻪ ﺘﻳﻮ ﺳ ﹶﻓﹺﺈﺫﹶﺍ ﻚ ﹶﺃ ﹾﻥ ﻌ ﻨﻣ ﺎﺲ ﻣ ﻴﺑﻠﺎ ﹺﺇ(ﻗﹶﺎ ﹶﻝ ﻳ٧٤) ﻦ ﻓﺮﹺﻳﻦ ﺍﹾﻟﻜﹶﺎ ﻣ ﻭﻛﹶﺎ ﹶﻥ ﺮ ﺒﺘ ﹾﻜﺳ ﺲ ﺍ ﻴﺑﻠ(ﺇﹺﻻ ﹺﺇ٧٣) ﻮ ﹶﻥﻤﻌ ﺟ ﻢ ﹶﺃ ﻬ ﺋ ﹶﻜ ﹸﺔ ﹸﻛﱡﻠﻼﺪ ﺍﹾﻟﻤ ﺠ ﺴ (ﹶﻓ٧٢) ﲔ ﻃ ﹴ ﻦ ﻣ ﻪ ﺘﺧﹶﻠ ﹾﻘ ﻭ ﺎ ﹴﺭﻦ ﻧ ﻣ ﺘﻨﹺﻲﺧﹶﻠ ﹾﻘ ﻪ ﻨﻣ ﺮ ﻴﺧ ﺎ(ﻗﹶﺎ ﹶﻝ ﹶﺃﻧ٧٥) ﲔ ﻟﺎﻦ ﺍﹾﻟﻌ ﻣ ﺖ ﻨﻡ ﹸﻛ ﺕ ﹶﺃ ﺮ ﺒﺘ ﹾﻜﺳ ﻱ ﹶﺃ ﺪ ﻴﺖ ﺑﹺ ﺧﹶﻠ ﹾﻘ ﺎﻟﻤ ﺪ ﺠ ﺴ ﺗ ﺪّﻳ ﹺﻦ ﻮ ﹺﻡ ﺍﻟ ﻳ ﻲ ﹺﺇﻟﹶﻰﻨﺘﻌ ﻚ ﹶﻟ ﻴﻋﹶﻠ ﻭﹺﺇ ﱠﻥ (٧٧) ﻢ ﺭﺟﹺﻴ ﻚ ﻧﺎ ﹶﻓﹺﺈﻨﻬﻣ ﺝ ﺮ ﺧ (ﻗﹶﺎ ﹶﻝ ﻓﹶﺎ٧٦) 71. (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada Malaikat: “Sesungguhnya aku akan menciptakan manusia dari tanah”. 72. Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan)Ku; Maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadaNya”. 73. lalu seluruh malaikat-malaikat itu bersujud semuanya, 74. kecuali Iblis; Dia menyombongkan diri dan adalah Dia Termasuk orang-orang yang kafir. 75. Allah berfirman: “Hai iblis, Apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku. Apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu (merasa) Termasuk orang-orang yang (lebih) tinggi?”. 76. iblis berkata: “Aku lebih baik daripadanya, karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan Dia Engkau ciptakan dari tanah”. 77. Allah berfirman: “Maka keluarlah kamu dari surga; Sesungguhnya kamu adalah orang yang terkutuk, 78. Sesungguhnya kutukan-Ku tetap atasmu sampai hari pembalasan”. Dari ayat-ayat diatas jelaslah bahwa disebabkan karena kesombongan bisa menyebabkan kekafiran dan dilaknakk Allah. Orang-orang sombong akhirnya dihancurkan oleh Allah sebagaimana kisahnya Fir’aun yang akhirnya ditenggelamkan di tengah laut, dan kisahnya Qarun yang akhirnya dibenamkan ke dalam bumi. Maka Allah menyuruh manusia supaya menyembah dan berdoa hanya kepada Allah dan melarang berlaku sombong. Firman Allah SWT :
ﻦ ﺧ ﹺﺮﻳ ﺍﻢ ﺩ ﻨﻬ ﺟ ﺧﻠﹸﻮ ﹶﻥ ﺪ ﻴﺳ ﻲﺩﺗ ﺎﻋﺒ ﻦ ﻋ ﻭ ﹶﻥﺘ ﹾﻜﹺﺒﺮﺴ ﻳ ﻦ ﻳﻢ ﹺﺇ ﱠﻥ ﺍﱠﻟﺬ ﺐ ﹶﻟ ﹸﻜ ﺠ ﺘ ﹺﺳ ﻮﻧﹺﻲ ﹶﺃﻋﻢ ﺍﺩ ﺑ ﹸﻜﺭ ﻭﻗﹶﺎ ﹶﻝ
dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam Keadaan hina dina”. (QS. Al Mu’min : 60) Dalam QS. Al Israa’ ayat 37, Allah SWT juga melarang manusia berbuat sombong :
ﻃﹸﻮﻻ
ﺎ ﹶﻝﺠﺒ ﺍﹾﻟ ﹺ
ﺒﹸﻠ ﹶﻎﺗ
ﻦ ﻭﹶﻟ
ﺽ ﺭ ﺍﻷ
ﻕ ﺨ ﹺﺮ ﺗ
ﻦ ﻟﹶ
ﻚ ﻧﹺﺇ
ﺎﺮﺣ ﻣ
ﺽ ﺭ ﹺ ﺍﻷ
ﻲﻓ
ﺶ ﻤ ﹺ ﺗ
ﻻﻭ
dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung. Juga dalam QS. Luqman ayat 18 :
ﻮﺭﺎ ﹴﻝ ﹶﻓﺨﺨﺘ ﻣ ﺐ ﹸﻛ ﱠﻞ ﺤ ﻳ ﻪ ﻻ ﺎ ﹺﺇ ﱠﻥ ﺍﻟﱠﻠﺮﺣ ﻣ ﺽ ﺭ ﹺ ﻲ ﺍﻷﺶ ﻓ ﻤ ﹺ ﺗ ﻻﺱ ﻭ ﺎ ﹺﻠﻨﻙ ﻟ ﺪ ﺧ ﺮ ﻌّ ﺼ ﺗ ﻻﻭ ٍ
dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Didalam hadist-hadist juga banyak disebutkan agar manusia bersifat Tawaadlu’ dan tidak berlaku sombong. Diantaranya sebagai berikut
ﺍ ﱠﻥ :ﺟ ﹲﻞ ﺭ ﹶﻓﻘﹶﺎ ﹶﻝ.ﺒ ﹴﺮﻛ ﻦ ﻣ ﺓ ﺭ ﻣﹾﺜﻘﹶﺎ ﹸﻝ ﹶﺫ ﻪ ﻰ ﹶﻗ ﹾﻠﹺﺒﻦ ﻛﹶﺎ ﹶﻥ ﻓ ﻨ ﹶﺔ ﻣﳉ ﺧ ﹸﻞ ﹾﺍ ﹶ ﺪ ﻳ ﹶﻻ:ﻲ ﺹ ﻗﹶﺎ ﹶﻝ ﻨﹺﺒﻋ ﹺﻦ ﺍﻟ ﺩ ﺭﺽ ﻮ ﻌ ﺴ ﻣ ﺑ ﹺﻦ ﷲ ِ ﺪ ﺍ ﺒﻋ ﻦ ﻋ .ﺱ ﺎ ﹺﻂ ﺍﻟﻨ ﻤ ﹸ ﻭ ﹶﻏ ﻖ ﳊ ﺮ ﹾﺍ ﹶ ﺑ ﹶﻄ ﺮ ﺒﻜ ﹶﺍﹾﻟ.ﺎ ﹶﻝﳉﻤ ﺐ ﹾﺍ ﹶ ﺤ ﻳ ﻴ ﹲﻞﻤ ﺟ ﷲ َ ﺍ ﱠﻥ ﺍ :ﻨ ﹰﺔ؟ ﻗﹶﺎ ﹶﻝﺴ ﺣ ﻪ ﻌﹸﻠ ﻧ ﻭ ﺎﺴﻨ ﺣ ﻪ ﺑﻮ ﻮ ﹶﻥ ﹶﺛ ﻳ ﹸﻜ ﺐ ﹶﺍ ﹾﻥ ﺤ ﻳ ﺟ ﹶﻞ ﺮ ﺍﻟ ﻣﺴﻠﻢ ﻭ ﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻯ ﰱ ﺍﻟﺘﺮﻏﻴﺐ ﻭ ﺍﻟﺘﺮﻫﻴﺐ Dari Abdullah bin Mas’ud RA, dari Nabi SAW beliau bersabda, “Tidak akan masuk surga barangsiapa yang di dalam hatinya itu ada sebesar dzarrah dari sombong”. Lalu ada seorang laki-laki bertanya, “Sesungguhnya ada orang senang bajunya itu bagus dan sandalnya bagus, (yang demikian itu bagaimana, ya Rasulullah ?”). Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah itu indah dan suka pada keindahan. Sombong itu ialah menolak kebenaran dan merendahkan manusia”. [HR. Muslim dan Tirmidzi, dalam Targhib wat Tarhib juz 3, hal. 567]
ﻱ ﺍ ﹺﺭﺍﺯ ﻤ ﹸﺔ ﻌ ﹶﻈ ﻭ ﺍﹾﻟ ﻱ ﺍ ِﺀﺎ ُﺀ ﹺﺭﺩﺒ ﹺﺮﻳﻜ ﹶﺍﹾﻟ:ﻼ ﻋ ﹶ ﻭ ﺟ ﱠﻞ ﷲ ُ ﻮ ﹸﻝ ﺍ ﻳ ﹸﻘ :ﷲ ﺹ ِ ﻮ ﹸﻝ ﺍ ﺳ ﺭ ﻗﹶﺎ ﹶﻝ:ﺱ ﺭﺽ ﻗﹶﺎ ﹶﻝ ﺎ ﹴﻋﺒ ﺑ ﹺﻦﻋ ﹺﻦ ﺍ . ﻲ ﻋﹺﻨ ﺯ ﺎﻦ ﻧ ﻤ ﹶﻓ ﺍﺑﻦ ﻣﺎﺟﻪ ﰱ ﺍﻟﺘﺮﻏﻴﺐ ﻭ ﺍﻟﺘﺮﻫﻴﺐ.ﺎ ﹺﺭﻰ ﺍﻟﻨﻪ ﻓ ﺘﻴﺎ ﹶﺍﹾﻟ ﹶﻘﻬﻤ ﻨﻣ ﺍﺣﺪ ﺍﻭ Dari Ibnu Abbas RA ia berkata: Rasulullah SAW bersabda, “Allah Jalla wa ‘Alaa berfirman : Sombong itu adalah selendang-Ku dan kebesaran itu adalah pakaian-Ku, maka barangsiapa mencabut salah satunya dari-Ku, Aku akan melemparkan orang itu ke neraka”. [HR. Ibnu Majah, dalam Targhib wat Tarhib juz 3, hal. 563]
ﻮ ﹶﻟ.ﻒ ﻌ ﻀ ﺘﻣ ﻒ ﻴﻌ ﺿ ﹸﻛ ﱡﻞ: ﻗﹶﺎ ﹶﻝ ﺹ.ﺑﻠﹶﻰ :ﺍ؟ ﻗﹶﺎﹸﻟﻮﻨﺔﳉ ﻫ ﹺﻞ ﹾﺍ ﹶ ﻢ ﹺﺑﹶﺎ ﺮ ﹸﻛ ﺧﹺﺒ ﹶﺍ ﹶﻻ ﹸﺍ:ﻲ ﺹ ﻗﹶﺎ ﹶﻝ ﻨﹺﺒﻊ ﺍﻟ ﻤ ﺳ ﻪ ﻧﺐ ﹶﺍ ﻫ ﹴ ﻭ ﺑ ﹺﻦ ﺎ ﹺﺭﹶﺛ ﹶﺔﻦ ﺣ ﻋ ﻗﹶﺎ ﹶﻝ:ﺑﻠﹶﻰ :ﺍﺎﺭﹺ؟ ﻗﹶﺎﹸﻟﻮﻫ ﹺﻞ ﺍﻟﻨ ﻢ ﹺﺑﹶﺎ ﺮ ﹸﻛ ﺧﹺﺒ ﹶﺍ ﹶﻻ ﹸﺍ:ﻢ ﻗﹶﺎ ﹶﻝ ﹸﺛ.ﻩ ﺮ ﺑﷲ َ ﹶﻻ ِ ﻋﻠﹶﻰ ﺍ ﻢ ﺴ ﹶﺍ ﹾﻗ: ﻣﺴﻠﻢ.ﺘ ﹾﻜﹺﺒ ﹴﺮﺴ ﻣ ﻅ ﺍﺟﻮ ﺘ ﹼﻞﻋ ﹸﻛ ﱡﻞ Dari Haritsah bin Wahb bahwasanya ia mendengar Nabi SAW bersabda, “Maukah kalian kuberitahu tentang penghuni surga ?”. Mereka menjawab, “Mau ya Rasulullah”. Beliau bersabda, “(Yaitu) setiap orang yang lemah dan ditindas. Seandainya ia bersumpah atas nama Allah, tentu ia menepatinya”. Kemudian beliau bersabda, “Maukah kalian kuberitahu tentang penghuni neraka ?”. Mereka menjawab, “Mau, ya Rasulullah”. Beliau bersabda, “Yaitu setiap orang yang keras, kasar lagi sombong”. [HR. Muslim juz 4, hal. 2190]
ﺪ ﺣ ﻊ ﹶﺍ ﺿ ﺍﺗﻮ ﺎﻭ ﻣ .ﺍﻋﺰ ﺍ ﱠﻻ ﻌ ﹾﻔ ﹴﻮ ﺍ ﹺﺑﺒﺪﻋ ﷲ ُ ﺩ ﺍ ﺍﺎ ﺯﻭ ﻣ ،ﺎﻝﹴﻦ ﻣ ﻣ ﺪﹶﻗ ﹲﺔ ﺻ ﺖ ﺼ ﻧ ﹶﻘ ﺎ ﻣ:ﷲ ﺹ ﻗﹶﺎ ﹶﻝ ِ ﻮ ﹺﻝ ﺍ ﺳ ﺭ ﻦ ﻋ ﺮ ﹶﺓ ﻳﺮ ﻫ ﻦ ﹶﺍﺑﹺﻰ ﻋ ﻣﺴﻠﻢ.ﷲ ُ ﻪ ﺍ ﻌ ﺭﹶﻓ ﺍ ﱠﻻ ﷲ ِِ Dari Abu Hurairah, dari Rasulullah SAW, beliau bersabda, “Shadaqah itu tidak akan mengurangi harta. Dan tidaklah Allah menambah kepada seorang hamba yang pemaaf kecuali kemuliaan. Dan tidaklah seseorang bertawadlu’ karena Allah, kecuali Allah mengangkat derajat orang itu”. [HR. Muslim juz 4, hal. 2001]
ﻮ ﹶﻥ ﻫ ﻦ ﹶﺍ ﻧﻮ ﻴ ﹸﻜﻭ ﹶﻟ ﻢ ﹶﺍ ﻨﻬ ﺟ ﻢ ﺤ ﻢ ﹶﻓ ﻫ ﺎﻧﻤﺍ :ﺍﺗﻮﺎﻦ ﻣ ﻳﺬ ﻢ ﺍﱠﻟ ﺋ ﹺﻬﺎﻭ ﹶﻥ ﹺﺑﺎٰﺑ ﺮ ﺨ ﺘﻳ ﹾﻔ ﻡ ﺍﻦ ﹶﺍ ﹾﻗﻮ ﻴﺘ ﹺﻬﻨﻴ ﹶﻟ:ﻲ ﺹ ﻗﹶﺎ ﹶﻝ ﻨﹺﺒﻋ ﹺﻦ ﺍﻟ ﺮ ﹶﺓ ﻳﺮ ﻫ ﻦ ﹶﺍﺑﹺﻰ ﻋ ﻲ ﻘ ﺗ ﻦ ﻣ ﺆ ﻣ ﻮ ﻫ ﺎﻧﻤﺍ .ﺎ ِﺀﺎ ﹺﺑ ﹾﺎﻻٰﺑﺮﻫ ﺨ ﻭ ﹶﻓ ﺔ ﻴﻠﻫ ﳉﺎ ﻴ ﹶﺔ ﹾﺍ ﹶﺒﻋ ﻢ ﻨ ﹸﻜﻋ ﺐ ﻫ ﷲ ﹶﺍ ﹾﺫ َ ﺍ ﱠﻥ ﺍ .ﻪ ﻔ ﻧﺍ َﺀ ﹺﺑﹶﺎﳋﺮ ﻩ ﹾﺍ ﺪ ﻫ ﺪ ﻳ ﻯﻌ ﹺﻞ ﺍﱠﻟﺬ ﳉ ﻦ ﹾﺍ ﹸ ﷲ ﻣ ِ ﻋﻠﹶﻰ ﺍ ﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻯ.ﺏ ﺍ ﹺﺘﺮﻦ ﺍﻟ ﻣ ﻖ ﻠﺧ ﻡ ﺩ ٰﻭ ﺍ ﻡ ﺩ ٰﻮ ﺍ ﻨﺑ ﻢ ﻬ ﺱ ﹸﻛﻠﱡ ﺎ ﺍﹶﻟﻨ.ﻲ ﻘ ﺷ ﺮ ﻭ ﻓﹶﺎ ﹺﺟ Dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW, beliau bersaba, “Hendaklah orang-orang itu berhenti dari membanggakan nenek-moyang mereka yang telah mati, sesungguhnya mereka itu menjadi bara api Jahannam, atau orang-orang itu akan menjadi lebih hina menurut pandangan Allah daripada kumbang pemakan kotoran yang mendorong kotoran dengan moncongnya. Sesungguhnya Allah telah menghilangkan dari kalian kesombongan jahiliyyah dan berbangga dengan nenek moyang. Sesungguhnya manusia itu hanya (ada dua), orang mukmin yang thaat atau orang jahat yang celaka. Manusia semuanya adalah keturunan Adam, dan Adam diciptakan dari tanah”. [HR. Tirmidzi juz 5, hal. 390] Dan Allah SWT berfirman :
ﻢ ﻴﻋﻠ ﻪ ﻢ ﹺﺇ ﱠﻥ ﺍﻟﱠﻠ ﺗﻘﹶﺎ ﹸﻛﻪ ﹶﺃ ﺪ ﺍﻟﱠﻠ ﻨﻋ ﻢ ﻣ ﹸﻜ ﺮ ﺭﻓﹸﻮﺍ ﹺﺇ ﱠﻥ ﹶﺃ ﹾﻛ ﺎﺘﻌﻟ ﺋ ﹶﻞﺎﻭﹶﻗﺒ ﺎﻮﺑﺷﻌ ﻢ ﺎ ﹸﻛﻌ ﹾﻠﻨ ﺟ ﻭ ﻧﺜﹶﻰﻭﹸﺃ ﻦ ﹶﺫ ﹶﻛ ﹴﺮ ﻣ ﻢ ﺎ ﹸﻛﺧﹶﻠ ﹾﻘﻨ ﺎﺱ ﹺﺇﻧ ﺎﺎ ﺍﻟﻨﻳﻬﺎ ﹶﺃﻳ ﲑ ﺧﹺﺒ
Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS.Al Hujurat : 13) Maka marilah kita bersikap tawaadlu’ dan menjauhi kesombongan. Semua manusia adalah dari keturunan yang sama, dan orang yang paling mulia adalah yang paling bertaqwa.
Lampiran 2
: Contoh Bentuk Penyajian. Penyajian
Jika Hati Menjadi Keras Keras • • • •
Monday, January 11, 2010, 20:23 Tausiyah 1,231 views 11 comments
Sungguh Allah telah membukakan hati-hati hambaNya dengan hidayah keimanan. Dengan keimanan itulah Allah melunakkan hati-hati hambaNya untuk menerima cahaya Islam. Dengan penuh ketundukan berserah diri kepada segala ketentuan-ketentuan yang telah digariskan olehNya.
ِ َ ِ ُُ ُ ُْ ِ ْ ِذ ْآ ِ ا ِ َْ ِ ٌْ َ َ ِ ِّ "ُ ٍر ِ ْ َر#َ$ َ َ ُ َ *)ْ َر ُ( ِ'ْ& ِم َ ُح ا َ َ , َ ْ -َ َ َأ ٍ ِ3 ُ ل ٍ &َ. /ِ 0 َ 1ِ َأُو Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka Kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata. (QS. Az Zumar : 22) Maka dalam ayat tersebut di atas Allah memberikan sebuah pertanyaan sebagai bahan perenungan, apakah sama orang telah dibukakan hatinya oleh Allah untuk menerima agama Islam lalu mendapat cahaya dari Tuhannya sama dengan orang yang membatu hatinya ? Sebuah pertanyaan yang tidak memerlukan jawaban. Melainkan hanya butuh penegasan untuk membedakan orang yang hatinya lunak menerima Islam dan orang yang hatinya keras membatu dari mengingati Allah. Sehingga mereka dalam kesesatan yang nyata. Jelaslah, bagi setiap muslim yang dengan lapang dada menerima ajaran Islam dengan sepenuh hati akan menemukan ketentraman hidup di dunia dan kebahagiaan hidup di akherat. Segala permasalahan hidupnya akan dibimbing Allah melalui cahaya petunjukNya. Kehidupan yang membawa ketentraman, kedamaian dan keberkahan menyelimuti segenap aspek kehidupannya. Karena mereka yakin akan janji-janji Allah yang telah dikhabarkan dalam Al Qur’an dan As Sunnah.. Bahwa seorang mukmin itu tiada rasa kekhawatiran dan sedih hati. Mereka tidak merasa minder dengan derajat sosial yang ia sandang karena meyakini bahwa orang yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertaqwa. Bahkan sebuah hadis menyebutkan bahwa rasulullah sendiri heran akan keadaan seorang muslim, apabila ia diberikan nikmat ia bersyukur, dan apabila ia diberi ujian ia bershabar. Subhanallah. Tapi, meski Allah telah memancarkan cahaya petunjuk ke lubuk-lubuk hati manusia, ulah setan tiada pernah berhenti untuk menggoda anak-anak dan keturunan Adam. Manusia dibuatnya lupa untuk mengingat Allah dengan mengabaikan perintah-perintahNya dan menerjang larangan-laranganNya.
Dosa-dosa seolah-olah sudah menjadi biasa. Sedikit demi sedikit manusia terseret ke jurang kenistaan lantaran hidupnya di penuhi dengan kemaksiatan dan dosa-dosa telah menjadi titik-titik hitam yang menodai hati sanubari untuk menerima petunjuk kebenaran. Allah telah mengkhabarkan kepada manusia akan adanya siksa neraka yang maha dahsyat untuk melunakkan hati manusia, agar takut dan senantiasa ingat dengan mendekatkan diri kepada Allah. Tapi kalau hati sudah keras membatu dari mengingati Allah, diterangkan oleh Allah sebagai sebuah kecelakaan yang besar. Dan mereka dalam kesesatan yang nyata. Kerasnya hati, timbul karena menuruti hawa nafsu.. Orang yang mengikuti hawa nafsu dengan menerjang larangan Allah dan mengabaikan perintahperintahNya, maka hidupnya akan terombang-ambing dalam kesesatan. Hatinya sakit, hidupnya terasa sempit, kesenangan yang dirasakannya bagai fatamorgana yang semu dan menipu. Gaya hidupnya glamaor dan serba fantastis hanyalah topeng untuk menutupi hatinya yang resah gelisah tidak menentu. Kegagahan dan kesombongan yang dinampakkan hanyalah pembalut yang membungkus keroposnya tongkat pegangan hidupnya. Mereka terjerat dalam lingkaran-lingkaran setan yang memperbudak diri mereka dengan kebutuhan materi yang tiada pernah ada habisnya. Hati yang lunak tunduk dan pasrah kepada Allah adalah hati yang jernih, bersih dan sehat. Sebaliknya hati yang keras membatu adalah hati yang kotor, busuk dan sakit. Sebagaimana badan yang sakit, tidak dapat merasakan lezatnya makanan.. Hati yang sakitpun tidak mempan dengan nasehat-nasehat dan peringatan-peringatan yang baik. Hal inilah yang menyebabkan dia akan semakin tersesat jauh hidup dalam ketidakmenentuan nilai dan terombang-ambing dalam kesesatan yang nyata. Barangsiapa hendak mensucikan hatinya maka ia harus mengutamakan Allah dibanding keinginan dan hawa nafsunya. Karena hati yang tergantung dengan hawa nafsu akan tertutup dari Allah, sekedar tergantungnya jiwa dengan hawa nafsunya. Banyak orang menyibukkan dirinya dengan gemerlapnya dunia. Seandainya mereka sibukkan dengan mengingat Allah dan negeri akhirat tentu hatinya akan berkelana mengarungi makna-makna kalamullah dan ayat-ayat-Nya yang nampak ini, dan ia pun akan menuai hikmah-hikmah yang langka dan faedah-faedah yang indah. Jika hati disuapi dengan berdzikir dan disirami dengan berfikir serta dibersihkan dari kerusakan, ia pasti akan melihat keajaiban dan diilhami hikmah. Tidak setiap orang yang berhias dengan ilmu dan hikmah serta memeganginya akan masuk dalam golongannya. Kecuali jika mereka menghidupkan hati dan mematikan hawa nafsunya. Adapun mereka yang membunuh hatinya dengan menghidupkan hawa nafsunya, maka tak akan muncul hikmah dari lisannya. Rapuhnya hati adalah karena lalai dan merasa aman, sedang kuatnya hati karena takut kepada Allah dengan berdzikir. Kerinduan bertemu Allah adalah angin semilir yang menerpa hati, membuatnya sejuk dengan menjauhi gemerlapnya dunia. Siapapun yang
menempatkan hatinya disisi Tuhannya, ia akan merasa tenang dan tentram. Dan siapapun yang melepaskan hatinya di antara manusia dan gemerlapnya dunia, ia akan semakin gundah gulana. Kecintaan terhadap Allah tidaklah akan masuk ke dalam hati yang mencintai dunia secara berlebihan. Jika Allah cinta kepada seorang hamba, maka Allah akan memilih dia untuk diri-Nya sebagai tempat pemberian nikmat-nikmat-Nya, dan Ia akan memilihnya di antara hamba-hamba-Nya, sehingga hamba itu pun akan menyibukkan harapannya hanya kepada Allah. Lisannya senantiasa basah dengan berdzikir kepada-Nya, anggota badannya selalu dipakai untuk berkhidmat kepada-Nya.
Hati bisa sakit sebagaimana sakitnya jasmani, dan kesembuhannya adalah dengan bertaubat. Hati pun bisa kotor dan berdebu sebagaimana cermin, dan cemerlangnya adalah dengan berdzikir. Hati bisa pula telanjang sebagaimana badan, dan pakaian keindahannya adalah taqwa. Hati pun bisa lapar dan dahaga sebagaimana badan, maka makanan dan minumannya adalah mengenal Allah, cinta, tawakkal, bertaubat dan berkhidmat untuk-Nya.
Lampiran 3
: Contoh Gaya Bahasa dan Bentuk Penulisan
Ketika Ketupat Telah Habis • • • •
Tuesday, September 21, 2010, 9:03 FrontPage, Tausiyah 625 views 2 comments
Riak petasan atau kembang api di langit, pesta pora manusia di pusat belanja, kemacetan para pemudik di jalan menuju tanah air telah berlalu. Kupat,roti dan segala aneka makanan telah habis, Sementara masjid mulai sepi kembali ke kondisi ’semula’, jumlah shaff mengempis dan peserta kegiatan-kegiatan amal ibadah mulai menurun tergerus aktifitas keseharian yang mulai kembali menyibukkan. Kembali fokus bersibuk-ria seperti sebelum Ramadhan tiba, katanya Masyarakat kita bergembira karena mereka telah menuntaskan ibadah sebulan berpuasa. Sebuah babak baru di bulan Syawal, apakah kembali kepada sifat kemaksiyatan dan keburukan ataukah benar-benar meninggalkan semua sifat keburukan menuju jiwa yang lebih baik? Secara garis besar akan terbentuk dua kelompok ketikan memasuki bulan Syawal dan seterusnya. Hamba Semusim vs Hamba Istiqamah Kelompok pertama adalah orang yang pada bulan Ramadhan tampak sungguhsungguh dalam ketaatan, sehinggga orang tersebut selalu dalam keadaan sujud, shalat, membaca Al-Quran atau bahkan menangis dan bermurah hati dalam sedekah. Kita akan tertegun melihat kesungguhan dan giatnya dalam beribadah. Namun itu semua hanya berlalu begitu saja bersama habisnya bulan Ramadhan, dan setelah itu ia kembali lagi bermalas-malasan, kembali mendatangi maksiat seolah-olah ia baru saja dipenjara dengan berbagai macam ketaatan. Kembalilah ia terjerumus dalam syahwat dan kelalaian nikmat dunia sesaat. Kasihan sekali orang-orang seperti ini.
-@A ا.6 ُ 7 َ 8َ ْع َو ا ُ ْ: ُ ْ*َ ِ ِ ا ِ ْ ِ ُ < ;= َ ٍ >ِ َ* ب ُر Berapa banyak orang berpuasa hasil yang diperoleh dari puasanya itu hanyalah lapar dan haus saja. [HR. Ibnu Khuzaimah] Sesungguhnya kemaksiatan itu adalah sebab dari kehancuran, karena dosa adalah ibarat luka-luka, sedang orang yang terlalu banyak lukanya maka ia mendekati kebinasaan. Banyaknya kemaksitan-kemaksiatan akan menghalangi hati dan pikir seorang hamba. Hati menjadi bruwet, berjelaga dan pekat menutupi kemurnian hati. Sehingga untuk mengucap “La ilaha illallah” ketika sakaratul mautpun lupa atau bahkan tidak bisa.
Setelah sebulan penuh ia hidup dengan iman, Al-Quran serta amalan-amalan yang mendekatkan diri kepada Allah, tiba-tiba saja ia ulangi perbuatan-perbuatan maksiatnya di masa lalu. Mereka itulah hamba-hamba musiman. Hanya satu musim saja (yakni Ramadhan), atau hanya ketika terhimpit ditimpa kesusahan dan kesedihan. Jika musim atau kesusahan itu telah berlalu maka ketaatannyapun ikut berlalu. Ya Alloh, jauhkanlahh hamba dari sifat manusia yang seperti ini….
ً$ُN َ ُ ْ O َ ْ ُ اJ َ َوِإذَا- ً$@ُوD َ ; M ُ اJ َ ِإذَا- ً$ُ َهH َ ِA ُ ن َ َJ"ْ Kن ا ِإ- #َ$ْوBََ Cَ -َ D َ َو 18. serta mengumpulkan (harta benda) lalu menyimpannya. 19. Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. 20. apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, 21. dan apabila ia mendapat kebaikan ia Amat kikir, (QS. Al Ma’arij (70) : 18-21) ن َ ُ ِآM ْ Pُ ْQُ "ْ َأRُ ب ٍ ْ َآ ِّ َ َو ِ ْ ُآNْ ِ ْSُ ّ: ِ Nَ ُ ُ ا ِ ُ
Katakanlah: “Allah menyelamatkan kamu dari bencana itu dan dari segala macam kesusahan, kemudian kamu kembali mempersekutukan-Nya.” (QS. An’am (6) : 64) Kelompok yang kedua : Orang yang bersedih ketika berpisah dengan bulan Ramadhan. Mereka rasakan nikmatnya kasih dan penjagaan Allah, mereka lalui dengan penuh kesabaran, mereka sadari hakekat keadaan dirinya, betapa lemah, betapa kecilnya mereka di hadapan Yang Maha Kuasa, mereka berpuasa dengan sebenar-benarnya, mereka shalat dengan sungguh-sungguh dan ikhlas berbanyakkan dalam bersedekah dengan harta yang paling baik. Perpisahan dengan bulan Ramadhan membuat mereka sedih, bahkan tak jarang di antara mereka yang meneteskan air mata. Seperti para shahabat Rasulullah SAW di jamannya. Apakah keduanya itu sama? Segala puji hanya bagi Allah! Dua golongan ini tidaklah sama, akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui atau menyadari. Barang siapa berpuasa siang hari di bulan Ramadhan dan shalat di malam harinya, melakukan kewajiban-kewajibannya, menahan pandangan-nya, menjaga anggota badan serta menjaga shalat jum’at dan jama’ah dengan sungguh-sungguh untuk menyempurnakan ketaatannya sesuai yang ia mampu maka bolehlah ia berharap mendapat ridha Allah, kemenangan di Surga dan selamat dari api Neraka. Orang yang tidak menjadikan ridha Allah sebagai tujuannya maka Allah-pun tidak akan melihat apalagi peduli terhadapnya. Hati-hatilah, jangan seperti seorang wanita yang memintal benang (menenun) dari kain tersebut ia bikin sebuah gamis atau baju. Ketika semuanya telah usai dan nampak kelihatan indah, maka tiba-tiba saja ia potong dan merobek-robek kain tersebut dan ia cerai beraikan, helai-demi helai benang dengan tanpa sebab.
Berhati-hati jualah Anda! jangan sampai seperti seorang yang diberi oleh Allah keimanan dan Al-Quran namun kemudian ia berpaling dari keduanya, dan ia lepaskan keduanya sebagaimana seekor domba yang dikuliti, akhirnya ia masuk keperangkap syetan sehingga jadi orang yang merugi, orang yang terjerumus di dalam jurang yang dalam, menjadi pengikut hawa nafsunya, Naudzu billah mindzalik. Sobat, ingatlah bahwa lepasnya keimanan itu mudah sekali. Pagi beriman, sore mati dalam kekafiran dan begitupun sebaliknya. Mudah! seolah semudah menarik rambut dari tepung dan secepat unta liar yang lepas dari pengaitnya.
َN1ْ , ِ َْ َو- َ َِوTْ ا َ ِ ن َ َSَ ن ُ َ7ْ M ُ ا8َ 3َ Pْ Bََ َNْ ِ U َ َJ َ "ْ َ َNPِ َV (ُ َNْ Pَ V ِيX اBَ3َ "َ ِْ ْ َ$ َ ُ Pْ وَا ُ ُ ْآQْ Pَ َْ ْ ِ َ ْ َ^ْ َأو$ َ ْ-ِ Y ْ Pَ ْ ِإنZ ِ ْ Sَ ْ ا ِ [َ -َ َ[ُ ُ َآ-َ َ (ُ َهَاCَ 3َ Pض وَا ِ ْ ا]ر#ََ َ) ِإA ْ ُ َأN Sِ ََ ُ( َِ َوN8ْ َ َ َ ن َ ُوS _َ Qَ َ ُْ 8َ َ ` َ a َ َ ْ ` ا ِ a ُ ْ َ َNPِ َbِ ُاX َآ َ ِX ا ْ َْ ِم ا ُ [َ َ 0 َ َِ َْ^ْ َذ Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al Kitab), kemudian Dia melepaskan diri dari pada ayat-ayat itu, lalu Dia diikuti oleh syaitan (sampai Dia tergoda), Maka jadilah Dia Termasuk orang-orang yang sesat. Dan kalau Kami menghendaki, Sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi Dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, Maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya Dia mengulurkan lidahnya (juga). demikian Itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami. Maka Ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir. (QS.Al A’raaf (7):175-176) Amal yang paling dicintai oleh Allah Rasulullah SAW pernah ditanya : Amalan apa yang paling di sukai Allah? Beliau menjawab: “Yakni yang terus menerus walaupun sedikit”. Aisyah RA ditanya: Bagaimana Rasulullah mengerjakan sesuatu amalan, apakah ia pernah mengkhusus-kan sesuatu sampai beberapa hari tertentu, ia menjawab: “Tidak, namun Beliau mengerjakan secara terus menerus, dan siapapun diantara kalian hendaknya ia jika mampu mengerjakan sebagaimana yang di kerjakan SAW . The last…Mari kita jaga amal dan ibadah semaksimal mungkin. Banyaklah berdoa
ب ُ اْ َهe َ "ْ َا0 َ " ِا،ً-َ = ْ َر0 َ "ْ )ُ ْ ِ َNَ ْZَ َو َهNQَ ْ )َ َ) ِاذْ َه8ْ َ َNَ ُُْ ْ ِ@غPُ d َ َN َر. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau, sesungguhnya Engkau lah Maha Pemberi (karunia). [QS. Ali Imran : 8]
e ُ ْ ُ َ .0 َ Nِ ْ ِد#َ$ #ِ3ْ َ ْe3ّ Rَ ب ِ ُُْ ْ اZ َ َّ ُ َ …(Ya Allah yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku atas agamaMu)….(HR.Tirmidzi) Seorang petinju yang selalu berlatih ….mustinya akan semakin pintar dan kuat dalam menghadapi lawan. Begitu juga kita yang telah berlatih berulang-ulang di musim Ramadhan dalam menghadapi berbagai godaan syetan, mustinya kita menjadi lebih kuat dan SEMANGATT. Sesuai cita-cita Taqwa :
ن َ ُQ Pَ ْSُ 8َ َ ْSُ ِ3ْ َ ْ ِ َ ِX ا#َ$ َ Z َ Qِ َ ُآ-َ ُم َآa ِّ ُ اSُ ْ َ$ َ Z َ Qِ ُا ُآN َ V َ ِXَ َأ ;َ ا Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu AGAR KAMU BERTAQWA (QS. Al BAqarah (2):183) Semoga bermanfaat -
Lampiran 4
: Sifat Penulis [dari pengirim naskah]
Bonek:Sebuah Potensi Salah Ekspresi • • • •
Tuesday, January 26, 2010, 9:17 Tausiyah 1,051 views 15 comments
Pada tanggal 23 Januari 2010, sekitar 4000 bonek yang berangkat dari Surabaya ke Bandung via Solo melakukan tindakan anarki berupa pelemparan batu dan penganiayaan terhadap sejumlah orang. Selain itu tim yang akrab dengan tindakan hooliganisme ini juga melakukan tindakan kriminal penjarahan, pemukulan terhadap wartawan Antara, Hasan Sakri Ghozali, anggota Brimob, Briptu Marsito, perusakan stasiun Purwosari Solo dan stasiun lainnya, perusakan rumah warga, serta tindakantindakan tidak terpuji lainnya. Satu bonek dilaporkan meninggal karena terjatuh dari atap kereta api Pasundan yang ditumpanginya, beberapa bonek mengalami keadaan kritis, dan puluhan orang dari pihak bonek dan penduduk di pinggiran rel kereta api mengalami luka-luka. Kerugian besar juga dialami oleh pihak Kereta Api Indonesia karena bonek melakukan perusakan terhadap kereta api, stasiun, dan menolak membayar penuh, serta menaiki kereta api melebihi kapasitas. (wikipedia) Bonek sebetulnya mempunyai potensi yang luar biasa. Bondo nekat. Sebuah bentuk keberanian, tekad dan semangat serta ketawakalan yang belum terarahkan saja. Sebuah potensi yang belum tersalurkan dengan benar. Setiap orang yang menginjak usia muda memiliki jiwa yang membara untuk menunjukkan eksistensinya. Ada hadis yang mafhumnya bukanlah pemuda yang bangga dengan berkata…. ini bapak saya. Tapi seorang pemuda adalah yang bangga dengan berkata inilah saya. Demikianlah psikologi yang ada pada diri bonek. Sebab lawan mereka bukan siapasiapa melainkan sesama bonek sendiri. Mereka hanya ingin menunjukkan ini lho aku. Akulah yang paling bonek. Sebagaimana sekelompok pejuang yang tentunya ingin tampil sebagai pemberani. Hanya keberanian yang ditunjukkan bonek adalah keberanian yang belum tersalurkan kalau tidak mau dikatakan salah kaprah. Nah, sebetulnya kalau potensi keberanian, tekad dan ketawakalan yang ada pada diri bonek ini sudah teridentifikasi, para orang tua (pemerintah, aparat keamanan, dan tim sepakbola) harus bisa memenejnya, mengarahkannya, mengakomodasinya sehingga tersalurkan dengan baik dan tidak menimbulkan hal-hal yang kontraproduktif. Misalnya saja dengan pengorganisasian yang sistemik, merubah karakter supporter yang seportif, dan lain sebagainya. Faktor kedua, yang menyebabkan mereka anarki adalah stigma negatif yang ada pada diri mereka. Karena stigma itulah mereka justru ingin menunjukkannya. Semakin
dilabel dan diberitakan, para Bonek semakin bangga menunjukkan kenekatan dan anarkistisnya. Maka, di sini peran media sangat besar. Cobalah direview kembali sejarah bonek, sebetulnya mereka pun pernah juga menunjukkan sportivitas. Bonek bertindak tidak selalu anarkis ketika kesebelasan Persebaya kalah. Tahun 1995, saat Ligina II, Persebaya dikalahkan Putra Samarinda 0 - 3 di Gelora 10 November. Tapi tidak ada amuk Bonek sama sekali. Para Bonek hanya mengeluarkan yel-yel umpatan yang menginginkan pelatih Persebaya mundur. Saat masih di Divisi I, Persebaya pernah ditekuk PSIM 1 - 2 di kandang sendiri. Saat itu juga tidak ada aksi kerusuhan. Padahal, jika menengok fakta sejarah, hubungan suporter Persebaya dengan PSIM sempat buruk, menyusul meninggalnya salah satu suporter Persebaya dalam kerusuhan di kala perserikatan dulu. Faktor ketiga, Bonek bisa begitu anarkistis karena faktor godaan situasi kerumunan. Massa berkerumun cenderung berpotensi mudah diprovokasi. Karena yang namanya kerumunan, di mana pun, apalagi seperti Bonek, mereka dengan mudah akan terpancing mengembangkan perilaku satu orang memulai yang lain ikutikutan.Untuk itu, pendekatan sosial yang diperlukan adalah rekayasa kultur dan rekayasa teknis agar ulah para Bonek ini bisa direduksi. Rekayasa kultur tidak bisa dilakukan dalam jangka pendek. Mengantisipasi dendam dendam kesumat Nampaknya insiden ini akan menimbulkan dendam kesumat utamanya bagi bonek dan warga Solo yang direpresentasikan oleh Pasopati. Nampaknya warga solo kemarin belum puas dengan aksi balas dendam yang mereka lakukan. Dan aksi balas dendam itu juga menyisakan dendam bagi bonek. Terlihat di televisi di acara penguburan salah seorang anggota bonek yel-yel umpatan kepada wong solo. Dan entahlah …. kenapa Solo ….. meski di tempat lain mereka melakukan aksi anarkisme dan mendapatkan balasan. Kini dendam itu bagaikan sebuah bisul. Tinggal tunggu waktu kapan meletusnya. Nah, kalau hal ini sudah bisa diprediksi, maka jauh-jauh harus sudah diantisipasi. Misalnya diadakan pengarahan-pengarahan yang intensif persuasif kepada para bonek. Ini bisa dilakukan utamanya oleh Klub Persebaya sendiri sebagai idola mereka, pemerintah dan aparat keamanan. Tujuan utamanya adalah merubah stigma negatif yang telah disandangnya, dan mengganti dengan jargon yang lebih baik dan simpatik. Saya yakin kebanyakan temen-temen bonek ini agamanya Islam. Maka perlu diadakan pengajian Bonek, nah di sini peran MTA Surabaya, sebagai lembaga dakwah dituntut untuk aktif membuka pembinaan pengajian bagi para Bonek. Ingatlah sobatt.. sebuah anarkis kepada siapapun dalam bentuk apapun, memanjakan sebuah dendam, usaha memprovokasi dan fanatisme yang salah sasaran adalah kejahatan tidak dibenarkan oleh agama manapun. Semoga bermanfaat Penulis : Tri Harmoyo (
[email protected])
Lampiran 5
: Contoh AsalAsal-usul rujukan [dari Brosur MTA]
Mengemis, Kog Enak! • • • •
Wednesday, February 10, 2010, 0:31 Tausiyah 1,329 views 14 comments
Pada suatu Ahad yang panas…Mas, tahu ndak yang sering nungguin kita habis kajian itu ternyata bukan orang miskin lho. Di daerahnya punya sawah,rumah dan hidup kecukupan.Konon sehari bisa 50rb bersih. Dan sip-nya lagi mereka punya koordinator yang menjaga dan siap mengkoordinir grup yang seperti ini, jadi tidak perlu takut bermaratonan dengan bp/ibu satpol pp. Terlepas benar tidak nya informasi itu membuat hatiku jadi berpikir dan sedikit ‘panas’. Diriku saja yang kerja seharian kesana-kemari dari pagi sampai petang ratarata dapat 15ribu. Terkadang kurang dari itu. Rumahpun tak punya apalagi sawah dan kendaraan pula. Menjadi ’sedikit’ meng-andaikan..bagaimana kalo saya banting setir saja ya ..ganti kostum, ikut kumpulannya dan sedikit belajar acting. Wah dapet duit mengalir hanya dengan pura-pura mengharap belas kasihan.. He3..nggak mungkinlah!..money oriented banget seh otakku ini..aku masih ingin dicatat sebagai manusia yang berusaha jujur,bermartabat, kerja keras dan satu lagi..bermanfaat bagi orang lain (س ِ ِ ُْ ُ َ ْ س َأ ِ ْ ُا َ )..amiin Subhanallah pas sekali temanya dengan yang catatan2 kajian yang hari ini ku buka. Sebagai orang yang mengaku beriman, kita harus memiliki etos dan kemampuan berusaha dengan cara yang halal, bukan menghalalkan segala cara sehingga martabat atau harga diri tetap bisa dipertahankan. Termasuk mengemispun tidak boleh dilakukan, Rasulullah saw bersabda:
3 َ 4 ِ 5َ 6 ْ َ 7َ 'ُ َ(ْ ) َ ْ ُآ+ُ ) َ َا,َ ُ ْ-َ ْن. َ َ /ِ +ِ َ #ِ "ِ0ْ َ ِى, َو ا:ل َ َ ص ِ لا َ ْ ُ ن َر
ِ" ُه َ ْ َ َة رض َا#ْ َا$% َ ا (@ رى.'ُ َ َ 8َ ْ َاو/ُ َ4 َ% ْ َ ُ' َا-َ0 ْ َ 7َ : ً; ُ " َر َ <ِ ْ-َ ْْ َان$8ِ 'ُ َ ٌْ َ /ِ ِ ْ > َ "َ % َ “Dari Abu Hurairah RA bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Demi Tuhan yang jiwaku di tangan-Nya, sungguh seseorang diantara kalian mengambil tali, lalu mencari kayu bakar dan membawanya di atas punggungnya adalah lebih baik baginya daripada ia datang kepada seseorang untuk minta-minta, baik orang itu memberinya maupun tidak memberinya“. [HR. Bukhari juz 2, hal. 129] Oleh karena itu, mencari nafkah secara halal merupakan sesuatu yang sangat mulia yang memang harus dilakukan oleh seorang muslim. Kemudian jangan lupa dan menunda menunaikan kewajian (zakat/infaq) atas rizki yang didapat. Dan tetaplah memegang prinsip hemat efektif/tidak boros tetapi juga bukan pelit.
Demi menjaga kemandirian dan menghindari tergantung dengan orang lain, maka berusahalah untuk bisa menabung sebagai bentuk persiapan di masa mendatang dan di masa-masa sulit darurat. Ini merupakan sesuatu yang sangat baik sehingga Allah swt akan merahmati orang yang demikian, Rasulullah saw bersabda: 'ِ 5ِ ; َ َ) َو/ِ ِ Aْ 7َ ِ َْ ِم: ًC ْ 7َ َم+ َ ًا َو+D ْ َ E َ َ ْ (ً َوَأFG َ 3 َ 0 َ 5َ ًَأ ِا ْآ8ْ ا ُ ) َ ا ِ َر.
“Allah akan memberikan rahmat kepada seseorang yang berusaha dari yang baik, membelanjakan uang secara sederhana dan dapat menyisihkan kelebihan untuk menjaga saat dia miskin dan membutuhkannya” (HR. Muslim dan Ahmad). Seorang pengemis pastilah berbeda dengan orang biasa yang sekedar meminta bantuan. Terutama dari segi motivasi dan cara kerja. Oh pengemis…sosok yang tak asing lagi kusaksikan tiap hari, dari bayi sampai tua renta…bahkan dari yang lemah sampai yang segar bugar…hanya pakaian saja yang memperjelas profesi mereka. Ada apakah dengan mereka? Dalam sebuah hadist diceritakan Rasulullah SAW pernah bersabda, “Yang demikian
itu lebih baik bagimu daripada kamu datang meminta-minta, karena meminta-minta itu akan membekaskan noda di wajahmu pada hari qiyamat. Sesungguhnya mintaminta itu tidak pantas dilakukan kecuali oleh tiga golongan, yaitu orang yang sangat faqir, atau orang yang terbeban hutang, atau orang yang harus membayar diyat (tebusan) yang sangat memberatkan“. [HR. Abu Dawud juz 2, hal. 120, no. 1641].
.Mِ N َ ْ ِ Oَ ْ ا3 ِ َG َ "ِ7 L َ ْ ّ ُهَ اIَ ُ َو،LQ6 َ ْ ا. َ َوMُ َ +َ D
ا. َ ُة َو: َD
ّ ُهَ اIَ ُ . َ ً#ُْب ُذ ِ ُْ,L ا$ َ 8ِ ن
ِا "(ا4 ( و ' و ا# $#ا “Sesungguhnya diantara dosa-dosa itu ada dosa-dosa yang tidak bisa terhapus oleh shalat, sedeqah dan hajji. Tetapi bisa terhapus oleh lelahnya seseorang dalam mencari ma‘isyah“. [HR. Ibnu Babawaih dan Thabrani] Sungguh tulisan ini bukan berniat mendiskreditkan para peminta-minta/pengemis, tetapi sebagai bahan pemikiran dengan tetap berpikir positip kepada siapapun. Agar diri ini makin bersemangat dalam bekerja keras demi melancarkan jalan menuju akherat dan hidup layak di bumi yang sebentar ini. Yen kerjo ojo mau model ‘bakmi’ …. Bakmi = Bosenan, ….., malas dan isinan Referensi : - Brosur MTA Ahad, 20 April 2008 : Rasulullah SAW suri teladan yang baik (ke-46), Keutamaan Bekerja
Lampiran 6
: Contoh Metode
Bunuh Diri Jalan Haram Mengakhiri Frustasi • • • •
Wednesday, January 6, 2010, 5:31 Tausiyah 813 views 7 comments
Kasus terjun bebas dari lokasi parkir lantai 4 di Solo Grand Mal (SGM) masih terus diselidiki aparat kepolisian. Namun korban diduga nekat mengakhiri hidupnya lantaran penyakit yang dideritanya tak kunjung sembuh…….Solopos, 04 Januari 2010 Peristiwa diatas adalah realita yang terjadi di masyarakat sekarang. Dan ini bukanlah yang pertama, sebelumnya telah berjejer kisah-kisah yang hampir sama walau motifnya berbeda. Di berbagai tempat, dengan pelaku dari anak kecil sampai dengan dewasa. Seorang anak yang malu belum bayar sekolah, Seorang usahawan sukses yang terlilit hutang, seorang yang malu karena gagal dalam jodoh sampai kepada seorang yang tidak kuat menanggung kemiskinan sehingga memilih jalan haram (baca:bunuh diri). Naudzubillah min dzalik..memang dunia ini makin tua, semakin pijakan keyakinan kita tidak kuat maka diri ini akan mudah tergerus dan terombang-ambing situasi jaman yang sangat dinamis. Didukung dengan semakin canggihnya syetan menggoda manusia untuk mengekor kepadanya menuju Neraka. Sobat, Putus asa dari rahmat Allah Ta’ala termasuk dosa besar. Allah Ta’ala berfirman:
ن َ ;h ِ ِإ اi ِ َر-َ = ْ ِ ْ َرj ُ Nَ ْ َ ْ َ ل َو َ َ “Ibrahim berkata :’Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Rabbnya, kecuali orang-orang yang sesat.’”(Q.S. Al Hijr: 56) Dan firman-Nya:
ن َ َ ُِوSْ ح ا ِ ِإ ا ْ َْ ُم ا ِ ْس ِ ْ َرو ُ Bَْ َ َ ُ " ح ا ِ ِإ ِ ُْا ِ ْ َروBَْ Pَ ََو “Dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah, sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah melainkan kaum yang kafir.”(Q.S. Yusuf : 87)
،ً8ْ -ِ D َ ب َ ْ"ُ X; ِ_ ُ اTْ َ l َ نا ِا،ِl ِ ا-َ = ْ ْا ِ ْ ر7 ُ Nَ ْ Pَ d َ ِْ J ِ _ُ "ْ َا#َ$ َ ُْا ْ َا َ ْ Xِ ي ا َ َ ِد38ِ ُْ ُ ْ = ِ ُ_ْ ُر اTَ ِْا" ُه َ ا Katakanlah, “Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. [QS. Az-Zumar : 53]
… = ْ ًا ِ ْ َرSُ ِ ن َ َ آl َ نا ِا،ْSُ J َ _ُ "ْ َاVُُْQْ Pَ d َ َو ….. dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. [QS. An-Nisaa' : 29]
"َ ِر#ِ َ ُ َ ُ J َ _ْ "َ َ Qَ َ َ ٍ 3َ D َ ْ ِ َدىPَ ْ َ : صl ِ لا ُ ْ ُ ل َر َ َ :ل َ َ ُه َ ْ َ َة رض#ِ ْ َا$ َ "َ ِر#ِ (ُ JY َ Qَ َ (ِ )ِ َ #ِ ُ -; J ُ َ ُ J َ _ْ "َ َ Qَ َ َ q- ُ #JY َ Pَ ْ َ َو،)ًا ِ َْ َا َ)ًاO َ ُ َِ)ًاA َْ ِ َدىQَ َ َ N َ D َ َِ)ًاA َ N َ D َ "َ ِر#ِ َِ BُD َ Qَ َ (ِ )ِ َ #ِ ُ Pُ )َ ْ )ِ Y َ َ ،ٍ ِ) ْ َ)ةY َ ِ ُ J َ _ْ "َ َ Qَ َ ْ َ َو،)ًا ِ َْ َا َ)ًاO َ ُ َِ)ًاA َ N َ D َ #>JNى و اX Q و اJ رى وO3 ا.)ًا ِ َْ َا َ)ًاO َ ُ Dari Abu Hurairah RA ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa menerjunkan diri dari gunung untuk bunuh diri, maka dia di neraka jahannam menerjunkan diri di dalamnya, kekal lagi dikekalkan di dalamnya selama-lamanya. Dan barangsiapa minum racun untuk bunuh diri, maka racunnya itu di tangannya dia meminumnya di neraka jahannam kekal lagi dikekalkan di dalamnya selamalamanya. Dan barangsiapa bunuh diri dengan senjata tajam, maka senjata tajam itu di tangannya dia melukai dengannya di neraka jahannam, kekal lagi dikekalkan di dalamnya selama-lamanya”. [HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi, dan Nasai]
ِىX َو ا،ِرN ا#ِ َُ NُO ْ َ ُ J َ _ْ "َ H ُ NُO ْ َ ِىX ا: صl ِ لا ُ ْ ُ ل َر َ َ :ل َ َ ُه َ ْ َ َة رض#ِ ْ َا$ َ رىO3 ا. ِرN ا#ِ ُ Y ِ Qَ ْ َ ُ Y ِ Qَ ْ َ ِىX َو ا،ِرN ا#ِ ُ J َ _ْ "َ ُ 8ُ 7 ْ َ ُ J َ _ْ َ" ُ 8ُ 7 ْ َ Dari Abu Hurairah RA, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Orang yang bunuh diri dengan menggantung diri, dia akan menggantung diri di neraka. Orang yang menikam dirinya (dengan senjata tajam) maka dia akan menikam dirinya di neraka. Dan orang yang bunuh diri dengan menerjunkan diri dari tempat yang tinggi, maka dia akan menerjunkan diri di neraka”. [HR. Bukhari] Maka berputus asa dari rahmat Allah dan merasa jauh dari rahmat-Nya merupakan dosa besar. Kewajiban seorang manusia adalah selalu berbaik sangka terhadap Rabb-nya. Jika dia meminta kepada Allah, maka dia selalu berprasangka baik bahwa Allah akan mengabulkan permintaannya. Jika dia beribadah sesuai dengan syariat, dia selalu optimis bahwa amalannya akan diterima, dan jika dia ditimpa suatu kesusahan dia tetap berprasangka baik bahwa Allah akan menghilangkan kesusahan tersebut. Anda mesti pernah merasakan sakit kan, siapa sih yang tidak pernah sakit sepanjang hidupnya ? Hewan unta di gurun pasir aja yang terkenal tangguh mesti juga pernah sakit. Tingkat keparahan sakit kita bisa bervariasi, dari flu yang hanya beberapa hari, walaupun kadang flu bisa berlangsung beberapa pekan, sakit gigi, diare, maag, tifus, DB, cicunguknya, TBC hingga yang mungkin bisa dikategorikan parah dan butuh perawatan selama beberapa bulan, tahunan bahkan seolah tidak kunjung berakhir. Saat sakit itu yang tidak boleh kita lupa adalah tentu saja berikhtiar mencari penyembuhan dengan cara yang terbaik dan dibenarkan agama, dan berdo’a kepada Allah ta’ala untuk mendapatkan kesembuhan. Dalam menghadapi sakit, ketika ikhtiar sudah kita lakukan dan do’a terus kita panjatkan, kita perlu menenangkan hati
dengan bersabar menerima penyakit yang kita derita tersebut. Sakit adalah salah satu bentuk ujan yang Allah Swt untuk melihat tingkat kesabaran dan keimanan kita.
_َ ًء, ِ ُ َ ل َ @َ "ْ َاd دَا ًء ِاl ُ لا َ @َ "ْ َ َا:ل َ َ ص/ ّ 3ِ N ا ِ$ َ ُه َ ْ َ َة رض#ِ ْ َا$ َ Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Tidaklah Allah menurunkan penyakit melainkan Dia menurunkan pula obatnya“. [HR. Bukhari juz 7, hal. 12] Bagi yang tidak mengerti atau tahu tapi tidak sabar maka jalan mengikuti syetan akan ditempuh bahkan sampai bunuh diri sekalipun, na’udzubillahi mindzalik. Dalam sakit ada kafarat untuk penghapusan dosa, ini manakala kita menghadapi sakit yang menyambangi kita itu dengan kesabaran, mengembalikan semua urusan kepada Allah Swt, Zat Yang Maha Menyembuhkan. Ingatlah bagaimana kisah nabi Ayub as yang diuji oleh Allah Swt dengan sakit yang cukup lama, bertahun-tahun, hingga bahkan isterinya tidak sabar untuk menunggui beliau. tetapi nabi Ayub terus bersabar dengan terus berikhtiar mengobati penyakitnya dan berdo’a untuk mendapatkan kesembuhan. Do’a minta kesembuhan seorang nabi Ayub as ternyata tidak serta merta dikabulkan Allah Swt, perlu waktu bertahun-tahun hingga kemudian Allah swt mengembalikan kesehatan nabi Ayub as, dan mengembalikan kebahagiaan keluarganya seperti semula. Sakit memang menjadi ujian kesabaran bagi seorang manusia mulia dan sabar yang bernama Ayub as. Ujian kesabaran sering kali terkait dengan lama waktu ketika seseorang terkena penyakit atau tertimpa suatu musibah. Kita perlu menyadari bahwa penyakit perlu waktu penyembuhan yang bervariasi, dari yang hanya beberapa hari atau beberapa pekan, hingga ada yang perlu waktu beberapa bulan, bahkan beberapa tahun… karena itu yang terbaik bagi kita adalah bersabarlah, dan ketahuilah bahwa berlalunya waktu merupakan bagian dari proses penyembuhan. Kesembuhan yang sempurna kadang perlu waktu yang tidak sebentar.
ُ َ Cَ . َ َوd ْ دَا ًء ِاCh َ َ َْ D َ @ َو$ َ l َ نا َِ )َا َووْاPَ :ل َ َ ص/ 3ِ Nن ا َا0 ٍ ْ َ , ُ ِ ْ َ َ َ ْ ُا$ َ َا ْ َ َ ُم:)ٍ = ِ ْ َ دَا ٍء وَاs َ َدوَا ًء Dari Usamah bin Syuraik, bahwa Nabi SAW bersabda, “Berobatlah kalian, karena sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla tidak mengadakan penyakit kecuali mengadakan obatnya, kecuali satu penyakit (yang tak ada obatnya) yaitu umur tua”. [HR. Abu Dawud juz 4, hal. 3]
l ِ نا ِ ْ َدوَا ُء ا)ا ِء َ ََأ ِِذZ َ ْ * ِ دَا ٍء َدوَاءٌ َ ِذَا ُا ّ Sُ ِ :ل َ َ ُ " ص َاl ِ لا ِ ْ ُ ْ َر$ َ ٍ ِ َD ْ $ َ D َ @ َو$ َ Dari Jabir, dari Rasulullah SAW, beliau bersabda, “Setiap penyakit ada obatnya. Maka jika bertemu (cocok) obat itu dengan penyakitnya, sembuhlah orang yang sakit itu dengn idzin Allah ‘Azza wa Jalla”. [HR. Muslim juz 4, hal. 1729] Terakhir, Sebenarnya tidak hanya masalah Sakit yang berpotensi menimbulkan rasa frustasi yang hebat (jika tidak sabar). Beberapa hal lain yang
dapat menimbulkan efek frustasi yang berlebih ternyata tidak jauh dari kita. Seperti : Kekuasaan dan jabatan, Masalah Harta, Ketahanan dalam mencari Ilmu, Perihal jodoh dan Keluarga, Malu dengan kehinaan dan hal lainnya. InsyaAllah bisa dibahas ditulisan mendatang. Dakwahkan ilmu anda dengan tulisan, maka akan menjadi abadi walau anda telah tiada. Referensi : Brosur MTA Larangan Bunuh Diri Risalah Janaiz (1)
Lampiran 7
: Contoh Teks Bernuansa Teologis
Hidup Di Dunia Hanya Sehari Saja • • • •
Thursday, January 21, 2010, 11:16 Tausiyah 882 views 6 comments
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah Muhammad SAW. keluarga, sahabat dan seluruh pengikut beliau. Alhamdulillah senantiasa kita bisikkan kepadaNya atas nikmatnya yang selalu dilimpahkan kepada kita semua. Allah telah menggambarkan bagaimana ungkapan keluh kesah dan kesan orang-orang di hari akherat tentang kehidupan mereka di dunia sebagaimana firmanNya yang artinya:
mereka berbisik-bisik diantara mereka:”Kami tidak berdiam (di dunia) melainkan hanyalah sepuluh (hari)”. (QS. 20:103) Kami lebih mengetahui apa yang mereka katakan, ketika berkata orang yang paling lurus jalannya diantara mereka: “Kamu tidak berdiam (di dunia),melainkan hanya sehari saja”. (QS. 20:104) Berbahagialah orang-orang yang hidup di dunia dalam waktu yang amat singkat itu dekat dengan para Rasul-Rasul Allah dan mereka menjadi orang yang taat kepada Allah dan Rasulnya. Dan berbahagialah pula orang-orang yang dalam hidupnya yang singkat itu selalu bersama dengan orang-orang ahli kebenaran dan kebaikan penerus para Rasul dan selalu tolong menolong dalam ber ‘amar ma’ruf dan ber nahi mungkar. Sehingga hidup mereka selalu dalam keberuntungan.
(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (al-Qur’an), mereka itulah orang-orang yang beruntung. (QS. 7:157) Berbahagialah anak-anak yang dididik dalam keluarga yang bertaqwa, dan berbahagialah orang-orang yang hidup dalam lingkungan orang-orang yang bertaqwa, dan berbahagialah manusia-manusia yang hidup dengan selalu menjaga taqwa. Karena dengan taqwa maka segala perbuatan manusia menjadi berkwalitas tinggi dan berbuah di dunia dan di akherat.
Sungguh orang-orang bertaqwa adalah orang-orang yang dimuliakan oleh Allah, berkat perjuangan mereka untuk selalu bersabar di jalan yang benar dan diridoi oleh Allah maka mereka memperoleh derajad yang tinggi, dan memiliki kwalitas moral yang sangat tinggi, sebagaimana yang digambarkan Allah,
Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri(muslimin)” (QS. 41:33) Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. (QS. 41:34) Dan apabila dibacakan (al-Qur’an itu) kepada mereka, mereka berkata:”Kami beriman kepadanya; sesungguhnya; al-Qur’an itu adalah suatu kebenaran dari Tuhan kami, sesungguhnya kami sebelumnya adalah orang-orang yang membenarkan(nya). (QS. 28:53) Mereka itu diberi pahala dua kali disebabkan kesabaran mereka, dan mereka menolak kejahatan dengan kabaikan, dan sebagian dari apa yang kami rezkikan kepada mereka, mereka nafkahkan. (QS. 28:54) Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa mema’afkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim. (QS. 42:40) Membiasakan diri untuk selalu menjadi manusia yang berkwalitas moral tinggi membutuhkan pengendapan dan pembiasaan ilmu, iman dan amal sholih. Bila seseorang telah belajar untuk selalu dan selalu dan selalu menempuh jalan-jalan kesholihan maka mereka akan dapat mencapai derajad manusia-manusia yang selalu sabar. Selalu sabar untuk selalu beramal sholih dan hidup dalam rahmat Allah.
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan:”Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu” (QS. 41:30) Allah dan Rasulnya mengajari umat manusia untuk berlatih bersabar menjadi orang shalih, baik dalam bentuk ilmu atau pula dalam bentuk amal-amal yang nyata. Sholat sehari lima kali adalah termasuk cara-cara yang dikehendaki oleh Allah agar manusia selalu dalam kesholihan. Keseharian para sahabat-sahabat Rasulullah untuk bertadarus dan bertadabur Al-Qur’an setiap hari adalah jalan-jalan menumbuhkan kesabaran didalam mewujudkan amal sholih. Potongan ayat diatas menyampaikan bahwa ….”Kamu tidak berdiam (di dunia), melainkan hanya sehari saja”. (QS. 20:104), ternyata hidup kita di dunia lebih pendek dari satu bulan. Padahal orang-orang beriman sudah biasa hidup berpuasa satu bulan penuh di bulan Romadhon. Tentu untuk berpuasa sehari akan lebih ringan insyaallah. Memang hidup di dunia amat singkat. Dalam waktu yang singkat itu kita
dituntut untuk beramal sholih yang membawa kita bahagia di akherat yang lebih kekal. Hidup di dunia digambarkan oleh Allah tidak lebih dari sehari saja. Kesabaran sering diuji dengan waktu. Semakin panjang waktu ujian kadang-kadang orang menjadi tidak sabar dengan ujian yang berat-berat dan melelahkan. Seorang mukmin yang hidup di zaman modern, zaman penuh dengan ujian iman, kesabaran menjaga iman diuji dengan ujian yang besar-besar dan melelahkan. Namum seorang mukmin sudah sering dilatih oleh Allah untuk puasa 30 hari di dalam bulan romadhon. Segala puji bagi Allah, mari kita berpagi-pagi menyiapkan diri kita dan generasi penerus kita untuk memahami arti hidup yang sebenarnya. Sebuah waktu yang sangat pendek, namun sangat menentukan. Janganlah waktu yang amat pendek itu diisi dengan hal-hal yang dapat merusakkan ilmu, iman dan amal sholih. Bersabarlah, hidup di dunia karena hidup di dunia hanya sehari saja. Setiap manusia yang pernah hidup di muka bumi, pasti ingin menghasilkan suatu karya yang berguna. Allah lah yang menentukan perbedaan kecerdasan,, kemampuan dan bakat seseorang.. Namun setiap manusia yang beriman dituntut untuk berkarya yang terbaik dalam sepanjang hidupnya. Dan Allah tidak membebani kecuali sekadar kemampuannya.
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya…….. (QS. 2:286) Kami tiada membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya, dan pada sisi Kami ada suatu kitab yang membicarakan kebenaran, dan mereka tidak dianiaya. (QS. 23:62) Dan tidaklah Kami mengutus para rasul itu melainkan untuk memberi kabar gembira dan memberi peringatan. Barangsiapa yang beriman dan mengadakan perbaikan, maka tak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS. 6:48) Karya-karya yang ikhlash dan selalu mengharapkan keridhoan Allah, pasti Allah akan membimbing kepada jalan yang benar dan lurus. Yang akan bermanfaat bagi generasi berikutnya dalam meneruskan estafet mewujudkan Umat Islam yang Rahmatan lil ‘alamin seperti yang dikehendaki Allah untuk selalu bisa berlanjut sepanjang masa hingga akhir zaman. Wallahu a’lam
Lampiran 8
: Contoh Teks Bernuansa Sosial Kemasyarakatan
MuslimahMuslimah-Muslimah Pendakwah Agama Allah, Adakah Sosok Itu Kini? • • • •
Thursday, February 25, 2010, 11:30 Media MTA, Tausiyah 1,191 views 10 comments
RESPON (3/2010). Di masa Rasulullah Saw, sosok-sosok wanita muslimah yang berjuang gigih mendakwahkan agama Allah banyak dijumpai. Bahkan, sejarah Islam mencatat bahwa sosok yang pertama kali menyambut dakwah Islam adalah seorang wanita, yaitu Khadijah binti Khuwailid, istri Rasulullah Saw. Selain Khadijah Ra masih banyak wanita-wanita Islam yang namanya abadi. Di antara mereka ada Aisyah Ra, Ummu Sulaim, Nusaibah, Sumayyah, Asma binti Abu Bakar, Shafiyyah binti Abdul Muthalib, Fathimah binti Khatab dan masih banyak wanita lain yang memegang peranan penting dalam perintisan dakwah Rasulullah Saw. Di masa itu, peran wanita muslimah dalam jihad Rasulullah Saw amat signifikan. Meski peran mereka hanya di belakang layar, namun perjuangan mereka sangat menentukan dalam syiar Islam. Banyak tokoh-tokoh menjadi penting dan terkenal lantaran ditopang oleh peran wanita. Lalu, jika konteksnya dialihkan ke masa sekarang, adakah sosok-sosok seperti itu kini? Yang jelas, wanita-wanita yang memegang teguh agamanya serta gigih memperjuangkan dakwah amat sangat jarang didapati di masa sekarang ini. Kenyataan justru berkata lain. Banyak dari wanita yang sebetulnya mengimani Islam, namun justru sikap dan tingkah lakunya tidak menunjukkan bahwa ia adalah seorang muslimah. Bahkan, sangat mirip dengan mereka, para wanita jahil. Banyak juga dari wanita yang mengaku beragama Islam, namun justru enggan mengenakan busana yang mencitrakan ia sebagai seorang muslimah. Sebaliknya, mereka malah mengenakan busana yang mempertontonkan auratnya. Ironisnya, itu sudah menjadi kebanggaan bagi mereka, seolah dengan busana yang serba minim itu akan meningkatkan pamornya di mata kaum Adam. Atau, banyak pula para muslimah yang sudah terbuka hati menutup auratnya, namun masih perhitungan dalam hal ukuran, sehingga masih memperlihatkan bentuk lekuk tubuhnya. Yang lebih memprihatinkan adalah ketika banyak dari para muslimah yang tidak bisa menjaga kehormatannya sebagai seorang muslimah, seperti halnya busana muslimah yang telah dikenakannya. Bahkan, citra muslimah justru terlunturkan oleh akhlaqnya yang bertentangan dengan Islam. Ini baru dilihat dari pribadi para muslimah sendiri, belum dalam hal perjuangannya menyuarakan agama Allah. Yang menjadi pertanyaan, mendakwahi dirinya sendiri saja belum sepenuhnya dijalankan, bagaimana bisa mendakwahi orang lain? Jelas, potret para wanita muslimah sekarang ini tak bisa disamakan dengan para wanita
muslimah di jaman Rasulullah Saw dulu. Mereka dengan gigih dan berani menyuarakan Islam. Mendukung perjuangan suaminya dalam menegakkan syariat Islam. Seperti halnya semangat juang para suaminya, mereka juga tak takut akan hantaman apapun, meski nyawa taruhannya. Bagaimana dengan sekarang? Jangankan berani mempertaruhkan nyawa, hanya mendapat cercaan yang tidak mengenakan saja sudah langsung patah arang. Apalagi bila harus dikucilkan, bisa-bisa ia malah berbalik arah dari jalan yang dirahmati Allah.
ْ$Oَ #ِ ُ َ% ْ ُه َ َأV َ # ن َر
ِإ$ ُ0 َ) ْ َأX َ ِهXِ5 ِ# ُْ ْ َو;َ ِدMِ َ 0 َ6 َ ْ اMِ W َ% ِ ْOَ ْ وَاMِ Oَ Iْ 6 ِ ْ ِ# V َ #ِّ َرU ِ ِ( َ "َ ع ِإ ُ ْاد $ َ +ِ 5َ ْ Oُ ْ ِ# ُ َ% ْ (ِِ ِ' َو ُه َ َأ َ ْ$% َ U
Y َ “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS An-Nahl 125) Kewajiban bagi setiap muslim dan muslimah adalah mendakwahkan agama Allah, menyeru manusia kepada jalan yang diridhai Allah, menyuruh mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mengerjakan yang mungkar. Dalam berdakwah, kita dituntunkan untuk menggunakan cara yang baik, tidak dengan cara kekerasan. Menyeru dengan cara yang hikmah, dimana hikmah disini diartikan sebagai perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang bathil. Biarpun dalam kenyataannya orang yang kita dakwahi masih tetap dalam kesesatan, maka tidak ada tanggung jawab bagi kita untuk memikul dosa mereka, karena kewajiban kita hanyalah berdakwah (lihat QS Al-An’am 69). Sayangnya, bagi kebanyakan orang, khususnya para muslimah sendiri, akan menjadi gengsi ketika ia harus menegakkan syariat Islam. Apalagi ketika ia dianggap asing di lingkungannya. Bagi muslimah yang usianya relatif muda, tentu menjadi taruhan besar ketika ia harus dijauhi oleh teman-temannya, karena ketidakbiasaannya mempertahankan prinsip agama. Pendukung yang Menentukan Peran wanita dalam berdakwah, tentu tak sepenuhnya sama dengan laki-laki. Bagaimanapun, laki-laki diciptakan untuk menjadi pemimpin bagi wanita sebagaimana Allah jelaskan itu dalam QS An-Nisaa’ 34, “Kaum laki-laki itu adalah
pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita)…”
Pun demikian, para wanita muslimah tetap berperan penting dalam menyuarakan agama Allah, karena kewajiban berdakwah tak hanya dibebankan kepada kaum lakilaki muslim saja. Hanya saja, peran para wanita muslimah ini adalah sebagai pendukung di belakang layar, namun menentukan dalam perjuangan dakwah.
Jika di jaman Rasulullah Saw, ketika para suami berjihad di medan perang, maka peran istri adalah mendukung sepenuhnya suami mereka dalam menegakkan syariat Islam. Menjadi kebahagian yang tiada tara ketika mendapati suami mereka mati dalam keadaan syahid. Demikian halnya dengan masa sekarang, seorang istri yang shalihah akan sepenuhnya mendukung suaminya dalam menyuarakan agama Allah. Tidak ada rasa berat di hati ketika waktu untuk keluarganya menjadi terkurangi lantaran suaminya sibuk berdakwah atau sibuk dalam aktifitas lain yang ditunaikan lantaran mengharap keridhaan dari Allah. Sebagai istri, ia harus serta merta menjaga diri ketika suaminya tidak ada di rumah. Ia juga harus berperan penting dalam mendidik putra-putrinya agar kelak menjadi anak yang shalih dan shalihah. Jika diijinkan oleh suami, istri juga bisa berdakwah kepada para wanita muslimah lain, melalui kajian khusus muslimah ataupun dalam forum lainnya. Ini jika konteksnya sudah berkeluarga, bagi yang belum berkeluarga, para wanita muslimah tetap bisa ambil peran dalam mendukung perjuangan dakwah Islam. Misalnya berdakwah di lingkungan sekitar seperti di sekolah, kampus, tempat kerja atau lingkungan sekitar lainnya. Tak hanya itu, para wanita muslimah juga bisa berdakwah dengan memanfaatkan bidang-bidang yang dikuasainya.
Lampiran 9 : Contoh Teks Bernuansa Psikologis. Psikologis.
Menjadi Muslim Anti Dengki • • • •
Monday, January 25, 2010, 2:04 Tausiyah 812 views 5 comments
Rejeki itu bukan hanya harta tetapi mempunyai banyak cabang, termasuk antara lain kekuasaan, pemahaman ilmu, kesehatan dan lain-lain. Maha suci Allah Subhana wata’ala (Swt), yang meluaskan rejeki kepada siapa yang dikehendaki dan menyempitkan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Oleh karena itu Rejeki yang diberikan kepada Seseorang atau Kelompok bahkan Negara seharusnya dipandang sebagai ketentuan Allah Swt dan takdir Illahi. Kerasulan Nabi Muhammad Salallahu “alaihi wassalam (Saw) adalah takdir Illahi walaupun orang-orang kafir (Yahudi/Nasrani) dengki (hasud) terhadap Kerasulan Nabi Muhammad Saw, sehingga tak mau mengikutinya. Orang-orang hasad tidak akan ridha dengan takdir dan ketentuan Allah Swt dalam pembagian nikmat-Nya kepada para hamba-Nya. Dengan demikian setiap kenikmatan yang dianugerahkan Allah Swt kepada hamba-Nya selalu ada musuhnya dan orang yang hasud itulah musuhnya. Hasud itu kezhaliman dan senantiasa diawali dengan rasa iri yang merupakan perasaan ingin memperoleh kenikmatan seperti orang lain peroleh, tetapi tidak suka kalau melihat orang lain mendapat kenikmatan atau sangat senang bila orang lain mendapat kesusahan. Untuk itu Nabi Muhammad Saw bersabda : :ل َ َ ْ َاو،َ34 َ6 َ ْ ا ُر اU ُ ْ ُآ-<َ َOت َآ ِ ََ06 َ ْ اU ُ ْ ُآ-َ +َ 0 َ6 َ ْن ا
ِ7َ ،َ+0 َ6 َ ْ ِا ُآْ َو ا:ل َ َ صX
(ِ
ن ا
ِ" ُه َ ْ َ َة َا#ْ َا$% َ [ل8 و ه+" ا# ا$# اه# ا+; /" ا د7 '. \Y ، داود# ا.3 َ N ْ ُ ْا
Dari Abu Hurairah bahwasanya Nabi SAW bersabda, “Hati-hatilah kalian terhadap dengki, karena sesungguhnya dengki itu memakan kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar“, atau beliau bersabda, “(memakan) rumput“. [HR. Abu Dawud juz 4, hal. 276, no. 4903). Kalau direnungkan perintah Nabi Saw untuk mewaspadai terhadap iri dan dengki tersebut, sesungguhnya ditujukan kepada orang-orang mukmin, karena sayangnya Nabi Saw kepada pengikutnya supaya tidak berbuat kezhaliman. Iri dengki adalah kendaraan Syetan, sehingga Allah Swt melarang orang muslim terhadap muslim yang lain saling iri dengki, karena setiap rezeki yang didapatkan dari usaha masing-masing tersebut given dan sudah menjadi ketentuan Allah.
O8ِ ٌ3ِDَ َ ِء0ِّ ِ (ُا َو0 َ 5َ ا ْآO8ِ ٌ3ِDَ ل ِ َ;ِّ ِ _ ٍ ْ #َ "َ % َ ْIُ C َ ْ #َ 'ِ #ِ 'ُ
اU َC
7َ َ8 ْاOَ 5َ <َ .َو ًOِ % َ ْ ٍءX` َ U ِّ Iُ #ِ ن َ َن ا َ' آ
ِ ِ' ِإC ْ 7َ ْ$8ِ 'َ
ُا ا-َ ْ وَا$ َ (ْ 0 َ 5َ ا ْآ "Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada
sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang lakilaki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." [QS.An Nisaa' 32]. Karena setiap manusia termasuk orang muslim tidak bisa terhindar dari sifat-sifat dengki, prasangka buruk, dan kawatir, maka setiap kedengkian itu muncul dalam hati berlindunglah kepada Allah Swt dan jangan dituruti untuk menyatakannya.
ٌِ % َ ٌaِO َ 'ُ ِ ِ' ِإ# ْ,ِ 5َ ْ َ7 ٌْغcَ ن ِ َ4ْ N
ا$ َ 8ِ V َ d َ cَ ْ َ 8َوِإ “Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan syaitan, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” [QS.Al A'raf' : 200]. Seorang muslim hanya dibolehkan iri itu sebagaimana sabda Nabi Saw: “Tidak ada
iri hati kecuali terhadap dua perkara, yakni seorang yang diberi Allah harta lalu dia belanjakan pada jalan yang benar, dan seorang diberi Allah ilmu dan kebijaksaan lalu dia melaksanakan dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari). Mengapa harus iri dengki sesama muslim? Bukankah sesama muslim itu bersaudara? Supaya tidak iri barangkali perlu dipatrikan dalam hati Sabda Rasullullah Saw: “Apabila seorang melihat dirinya, harta miliknya atau saudaranya sesuatu yang
menarik hatinya (dikaguminya) maka hendaklah dia mendoakannya dengan limpahan barokah. Sesungguhnya pengaruh iri adalah benar.” (H.R. Abu Ya’la). Sedangkan agar tidak dengki, beliau bersabda: “Semoga Allah mengangkat derajat seseorang yang mendengar ucapanku, lalu dia memahaminya. Berapa banyak pembawa fikih yang tidak fakih. Tiga perkara yang (karenanya) hati seorang mukmin tidak akan ditimpa dengki: mengikhlaskan amal karena Allah, memberi nasihat kepada para pemimpin kaum muslimin dan berpegang kepada jama’ah mereka, karena doa mereka mengelilingi mereka dari belakang mereka” (H.R. Bazzar). Wallahu A’lam Bis Shawab
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. Data Pribadi Nama
: Mir'atun Nisa'
Tempat dan Tanggal lahir
: Gresik, 26 Maret 1982
Alamat di Yogyakarta
: Jl. Ringinsari I RT: 01 RW: 49 No: 46 Maguwoharjo Sleman Yogyakarta
Alamat Asal
: Jl. Belimbing RT: 03 RW: 01 No.: 78 Gresik Jawa Timur
Nama Ayah
: H. Muzafir
Nama Ibu
: Hj. Nuryanah
B. Pendidikan Pendidikan Formal 1. TK Aisyiyah Bustan al-Athfal, 1989. 2. Madrasah Ibtidaiyah Maskumambang Gresik, 1995. 3. Madrasah Tsanawiyah Maskumambang Gresik, 1997. 4. Madrasah Aliyah Negeri I Surakarta, 2000. 5. UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2005. 6. Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2008. Pendidikan Non Formal 1. Rifka Annisa WCC, Yogyakarta, 2005. 2. Ms Office XP, Smile group Yogyakarta, 2006. 3. General English Course. Lembaga Bahasa UNY Yogyakarta, 2006. 4. Jogja Writing School, Yogyakarta, 2006. 5. Forum Lingkar Pena Yogyakarta, 2007. 6. Ma’had Ali Bin Abi Thalib Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2008.
C. Pengalaman Organisasi 1. Pengurus Bagian Pendidikan dan Bahasa MAKN-MAN I Surakarta 2. Sekretaris Organisasi Pelajar Program Kegamaan MAKN-MAN I Surakarta 3. HAPPMAS Himpunan Alumni Pondok Pesantren Maskumambang 4. Forum Lingkar Pena Yogyakarta D. Karya Tulis 1. Skripsi, berjudul “Al-Rizq dalam Penafsiran Sayyid Qutb”. 2. Buku Kumpulan Karangan, “Hermeneutika al-Qur’an dan Hadis” [Yogyakarta, ElSAQ, 2010]. 3. Artikel, berjudul “Dilematika Eksistensi kaum Ibu”, dipublikasikan oleh Majalah Suara ‘Aisyiah, no.4, Th. ke-84, April 2007. 4. Artikel berjudul “Idul Fitri”, dipublikasikan oleh Majalah Suara ‘Aisyiyah, no.10, Th.ke-85, Oktober 2008. 5. Cerpen, dalam Majalah Anggun, no.19, vol.11, Desember 2006. 6. Cerpen, dalam Majalah Mentari, edisi 409, 2006.
Yogyakarta, 18 Februari 2011
Mir’atun Nisa’, S.Th.I