MAKALAH PANCASILA
PEMAHAMAN SERTA PENGAMALAN PANCASILA SECARA GARIS BESAR HISTORIS
Disusun Oleh : ALVIN INDRA CAHYA NIM. 11.11.5302 KELOMPOK E S1 - TEKNIK INFOTMATIKA Dosen : Abidarin Rosidi, Dr, M.Ma.
Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer
AMIKOM YOGYAKARTA TAHUN 2011
ABSTRAKSI Panca artinya lima "syiila"vokal" i pendek artinya "batu sendi","alas",atau "dasar" "syiila "vokal" i" panjang artinya "peraturan tingkah laku yang baik, yang penting atau yang senonoh. Ajaran Pancasila menurut Budha adalah merupakan lima aturan (larangan) atau five moral principles, yang harus ditaati dan dilaksankan oleh para penganut biasa atau awam. Secara historis perumusan Pancasila diawali ketika dalam sidang BPUPKI pertama Dr.Rajiman Widyodiningrat, mengajukan suatu maslah, khususnya akan dibahas pada sidang tersebut.Masalah tersebut adalah tentang calon rumusan dasar negara Indonesia yang akan dibentuk. Rumusan-rumusan Pancasila secara historis terbagi dalam tiga kelompok. 1.
Rumusan Pancasila yang terdapat dalam sidang-sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang merupakan tahap pengusulan sebagai dasar negara Republik Indonesia.
2.
Rumusan
Pancasila
yang
ditetapkan
oleh
Panitia
Persiapan
Kemerdekaan Indonesiasebagai dasar filsafat Negara Indonesia yang sangat erat hubungannya dengan Proklamasi Kemerdekaan. 3.
Beberapa rumusan dalam perubahan ketatanegaraan Indonesia selama belum berlaku kembali rumusan Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945.
1
LATAR BELAKANG MASALAH Suatu masalah dasar yang dihadapi Pancasila sebagai dasar Negara selain berubah-ubahnya penjelasan Ir. Soekarno sebagai perumus pertama Pancasila sebagai respons terhadap kondisi dunia dalam era Perang Dingin adalah belum jernihnya esensi substansi, keterkaitan antar sila-silanya, hubungannya dengan pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945, serta bagaimana format pelaksanaannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Masalah dasar tersebut timbul sebagai akibat interpretasi yang amat personalistik, elitis, dan miopik terhadap Pancasila, sehingga Pancasila hanya difahami sebagai hasil karya pemikiran pribadi Ir. Soekarno, dan merupakan serangkaian asas yang perlu dikembangkan dan disosialisasikan oleh para pemimpin kepada rakyat, serta terbatas pada sejarah Indonesia setelah tahun 1945. Masalah dasar di atas akan dapat diselesaikan dengan menempatkan Pancasila secara historis sebagai kristalisasi dari perjuangan panjang bangsa Indonesia dalam memerdekakan diri dari penjajahan, membentuk suatu negara nasional baru, serta membangun suatu masyarakat yang adil dan makmur dalam negara baru yang dibangun bersama tersebut. Oleh karena itu diperlukan reinterpretasi serta rekonstruksi terhadap Pancasila yang memungkinkan Pancasila bisa dipahami secara konsisten dan koheren serta dapat ditindaklanjuti dalam konteks dan dalam kerangka institusional kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
2
RUMUSAN MASALAH Dengan memperhatikan latar belakang tersebut, agar dalam penulisan ini penulis memperoleh hasil yang diinginkan, maka penulis mengemukakan beberapa rumusan masalah. Rumusan masalah itu adalah: 1. Apakah landasan filosofis Pancasila? 2. Apakah pengertian dari pancasila sebagai ideologi bangsa? 3. Pembahasan Pancasila secara historis
3
TUJUAN PENULISAN Tujuan dari penyusunan makalah ini antara lain: 1. Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pancasila. 2. Untuk menambah pengetahuan tentang Pancasila dari segi historis. 3. Untuk mengetahui landasan filosofis Pancasila. 4. Untuk mengetahui fungsi utama Pancasila bagi bangsa dan negara Indonesia. 5. Untuk mengetahui bukti bahwa Pancasila dijadikan sebagai dasar falsafah negara Indonesia.
4
PEMBAHASAN HISTORIS Menurut Muhammad Yamin, dalam bahasa Sansekerta perkataan Pancasila memiliki dua macam arti : Panca artinya lima "syiila"vokal" i pendek artinya "batu sendi","alas",atau "dasar" "syiila "vokal" i" panjang artinya "peraturan tingkah laku yang baik, yang penting atau yang senonoh. Ajaran Pancasila menurut Budha adalah merupakan lima aturan (larangan) atau five moral principles, yang harus ditaati dan dilaksankan oleh para penganut biasa atau awam. Pancasila yang berisi lima larangan atau pantangan itu menurut isi lengkapnya sbb : 1. Dilarang membunuh 2. Dilarang mencuri 3. Dilarang berzina 4. Dilarang berdusta 5. Dilarang minum-minuman keras. Istilah Pancasila sudah dikenalsejak jaman Majapahit dalam buku Negarakertagama karangan Mpu Prapanca dan buku Sutasoma karangan Mpu Prapanca yang diartikan lima perintah kesusilaan (Pancasilakrama) yang berisi lima larangan sebagai berikut tidak boleh: 1. Melakukan kekerasan 2. Mencuri 3. Berjiwa dengki 4. Berbohong 5. Mabuk akibat minuman keras Setelah Majapahit runtuh dan agama Islam mulai tersebar keseluruh Indonesia maka sisi-sisa pengaruh ajaran moral Budha (Pancasila) masih juga
5
dikenal di dalam masyarakat Jawa, yang disebut dengan "lima larangan" atau "lima pantangan" moralitas yaitu : 1. Mateni artinya membunuh 2. Maling artinya mencuri 3. Madon artinya berzina 4. Mabok artinya minuman keras 5. Main artinya berjudi Semua huruf diberi awalan M atau dalam bahasa Jawa disebu Ma oleh karena itu lima prinsip Ma lima atau M5 yaitu lima larangan (Ismaun,1981:79)
PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA Istilah ideologi berasal dari kata idea yang berarti gagasan, konsep, pengertian dasar, cita-cita dan logos yang berarti ilmu. Kata idea berasal dari bahasa Yunani eidos yang artinya bentuk, kata idein yang artinya melihat.Maka secara harfiah, ideologi berarti ilmu pengertianpengertian dasar. Dalam pengertian sehari-hari idea disamakan artinya dengan cita-cita. Cita-cita yang dimaksud adalah cita-cita yang bersifat tetap yang harus dicapai, sehingga cita-cita yang bersifat tetap itu sekaligus merupakan dasar, pandangan atau faham.
PENGERTIAN PANCASILA Secara historis perumusan Pancasila diawali ketika dalam sidang BPUPKI pertama Dr.Rajiman Widyodiningrat, mengajukan suatu maslah, khususnya akan dibahas pada sidang tersebut.Masalah tersebut adalah tentang calon rumusan dasar negara Indonesia yang akan dibentuk. Proses perumusan Pancasila adalah sebagai berikut :
6
A. Mr.Muhammad Yamin Pada tanggal 29 Mei 1945 tersebut BPUPKI mengadakan sidangnya yang pertama. Pada kesempatan in Mr. Muhammad Yamin mendapat kesempatan yang pertama untuk mengemukakan pemikirannya tentang dasar negara di hadapan sidang lengkap Badan Penyelidik. Dalam pidato tersebut merumuskan sebagai berikut 1. Peri Kebangsaan 2. Peri Kemanusiaan 3. Peri Ketuhanan 4. Peri Kerakyatan 5. Peri Kesejahteraan Rakyat Setelah berpidato beliu merumuskan rancangan UUD RI. sebagai berikut : 1. Ketuhanan Yang Maha Esa 2. Kebangsaan Persatuan Indonesia 3. Rasa Kemanusiaan yang adil dan beradab 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
B. Rumusan Soepomo Pada tanggal 31 Mei 1945, Mr. Soepomo mendapat kesempatan mengemukakan pokok-pokok pikiran seperti berikut: 1. Negara Indonesia merdeka hendaknya merupakan Negara nasional yang bersatu dalam arti totaliter atau integralistik. Maksudnya Negara Indonesia merdeka tidak akan mempersatukan diri dengan golongan yang terbesar, akan tetapi yang mengatasi segala golongan, baik golongan besar maupun golongan kecil. 2. Setiap warganegara dianjurkan takluk kepada Tuhan, supaya tiap-tiap waktu ingat kepada Tuhan. Dalam Negara nasional yang bersatu urusan
7
agama
akan
diserahkan
kepada
golongan-golongan
agama
yang
bersangkutan. 3. Mengenai kerakyatan beliau mengusulkan agar dalam pemerintahan Negara Indonesia harus dibentuk sistim Badan Permusyawaratan. Oleh karena itu kepada Negara harus berhubungan erat dengan Badan Permusyawaratan agar mengetahui dan merasakan keadilan dan cita-cita rakyat. 4. Dalam lapangan ekonomi, Prof. Soepomo mengusulkan agar sistim perekonomian Negara nasional yang bersatu itu diatur berdasarkan asas kekeluargaan. Asas ini merupakan sifat dari masyarakat timur, termasuk masyarakat Indonesia. 5. Mengenai hubungan antar bangsa mengusulkan supaya Negara Indonesia bersifat Negara Asia Timur Raya yang merupakan anggota dari pada kekeluargaan Asia Timur Raya. Apabila kita analisis pokok-pokok pikiran Dr. Soepomo di atas, maka dapat kita peroleh adanya lima hal untuk dasar Negara Indonesia merdeka. Meskipun tidak dituliskan secara terperinci. Prof. Dr. Soepomo menyarankan Negara Indonesia memilih teori Negara Integralistik yang dinilai lebih sesuai dengan semangat kekeluargaan. Kelima pokok pikiran tersebut sebagai berikut: 1. Paham Negara Persatuan 2. Warga Negara hendaknya tunduk kepada Tuhan supaya ingat kepada Tuhan 3. Sistem Badan Permusyawaratan 4. Ekonomi Negara bersifat Kekeluargaan 5. Hubungan antar bangsa bersifat Asia Timur Raya Jika kita analisis perbandingan dengan rumusan Pancasila yang sekarang (Pembukaan UUD 1945), pokok-pokok pikiran Soepomo itu termasuk dalam rumusan Pancasila. Pokok pikiran pertama termasuk sila ketiga. Pokok pikiran kedua termasuk sila pertama. Pokok pikiran ketiga termasuk sila keempat. Pokok pikiran keempat termasuk sila kelima dan pokok pikiran kelima masuk dalam sila
8
kedua. Hal penting yang disampaikan oleh Soepomo dan diterima adalah paham Negara integralistik-nya. C. Ir. Soekarno Pada tanggal 1 Juni 1945 tersebut Soekarno mengucapkan pidatonya dihadapan sidang Badan Penyelidik. Dalam pidato tersebut diajukan oleh Soekarno secara lisan usulan lima asas sebagai dasar negara indonesia yang akan dibentuknya, yang rumusannya sebagai berikut : 1. Nasionalisme atau Kebangsaan Indonesia 2. Internasionalisme atau Perikemanusiaan 3. Mufakat dan Demokrasi 4. Kesejahteraan Sosial 5. Ketuhanan Yang Berkebudayaan Beliu mengusulkan rumusan dasar tersebut mengajukan nama Pancasila sebagai dasar negara, istilah tersebut atas saran seorang ahli bahasa.Usul mengenai nama Pancasila bagi dasar negara Republik Indonesia secara bulat disepakati diterima sidng BPUPKI dan ditetapkan bahwa tanggal 1 Juni pada saat ini disebut hari lahirnya Pancasila.
D. PIAGAM JAKARTA Pada tanggal 22 Juni 1945 sembilan tokoh nasional Dokuritzu Zyunbi Tioosakay membahas mengenai dasar negara yang telah dikemukakan dalam sidang badan penyelidik yang dikenal dengan panitia sembilan berhasil menyusun sebuah naskah piagam yang dikenal dengan “Piagam Jakarta” yang didalamnya memuat Pancasila yang rumusannya sebagai berikut : 1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemelukpemeluknya 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
9
3. Persatuan Indonesia 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
E. LAHIRNYA PEMERINTAH INDONESIA Kemerdekan Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 disaksikan juga oleh PPKI tim perumus yang terdiri dari 9 orang antara lain : 1. Ir. Soekarno 2. Drs. Mohammad Hatta 3. Mrs.A.A. Maramis 4. Abikusno Tjokrosujoso 5. Abdulkhar Muzakir 6. Haji Agus Salim 7. Mr.Ahmad Subardjo 8. K.H.A. Wahid Hasyim 9. Mr.Mohammad Yamin. Keesokan harinya tangal 18 Agustus 1945, PPKI mengadakan sidangnya dan menetapkan : 1. Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 2. Undang-Undang Dasar 1945 3. Memilih Ir. Soekarno sebagai Presiden dan Drs.Mohammad Hatta sebagai wakil Presiden Republik Indonesia. 4. Pekerjaan Presiden sementara waktu dibantu oleh sebuah komite nasional. Dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke 4 mengandung isi dasar negara Indonesia yaitu PANCASILA 1. Ketuhanan Yang Maha Esa 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab 3. Persatuan Indonesia 10
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Rumusan-rumusan Pancasila secara historis terbagi dalam tiga kelompok. 1.
Rumusan Pancasila yang terdapat dalam sidang-sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang merupakan tahap pengusulan sebagai dasar negara Republik Indonesia.
2.
Rumusan Pancasila yang ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesiasebagai dasar filsafat Negara Indonesia yang sangat erat hubungannya dengan Proklamasi Kemerdekaan.
3.
Beberapa rumusan dalam perubahan ketatanegaraan Indonesia selama belum berlaku kembali rumusan Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945.
REFORMASI PEMIKIRAN DAN PELAKSANAAN PANCASILA Reformasi secara sempit dapat diartikan sebagai menata kembali keadaan yang tidak baik menjadi keadaan yang lebih baik. Reformasi kadang disalahartikan sebagai suatu gerakan demonstrasi yang radikal, “semua boleh”, penjarahan atau “pelengseran” penguasa tertentu. Beberapa catatan penting yang harus diperhatikan agar orang tidak salah mengartikan reformasi, antara lain sebagai berikut. 1. Reformasi bukan revolusi 2. Reformasi memerlukan proses 3. Reformasi memerlukan perubahan dan berkelanjutan 4. Reformasi menyangkut masalah struktural dan kultural 5. Reformasi mensyaratkan adanya skala prioritas dan agenda 6. Reformasi memerlukan arah Berbagai faktor yang mendorong munculnya gerakan reformasi antara lain: Pertama, akumulasi kekecewaan masyarakat terutama ketidakadilan di bidang
11
hukum, ekonomi dan politik; kedua, krisis ekonomi yang tak kunjung selesai; ketiga, bangkitnya kesadaran demokrasi, keempat, merajalelanya praktek KKN, kelima, kritik dan saran perubahan yang tidak diperhatikan. Gerakan reformasi menuntut reformasi total, artinya memperbaiki segenap tatanan kehidupan bernegara, baik bidang hukum, politik, ekonomi, sosialbudaya, hankam dan lain-lain. Namun pada masa awal gerakan reformasi, agenda yang mendesak untuk segera direalisasikan antara lain: pertama, mengatasi krisis; kedua, melaksanakan reformasi, dan ketiga melanjutkan pembangunan. Untuk dapat menjalankan agenda reformasi tersebut dibutuhkan acuan nilai, dalam konteks ini relevansi Pancasila menarik untuk dibicarakan. Eksistensi Pancasila dalam reformasi di tengah berbagai tuntutan dan euforia reformasi ternyata masih dianggap relevan, dengan pertimbangan, antara lain: pertama, Pancasila dianggap merupakan satu-satunya aset nasional yang tersisa dan diharapkan masih dapat menjadi perekat tali persatuan yang hampir koyak. Keyakinan ini didukung oleh peranan Pancasila sebagai pemersatu, hal ini telah terbukti secara historis dan sosiologis bangsa Indonesia yang sangat plural baik ditinjau dari segi etnis, geografis, maupun agama. Kedua, Secara yuridis, Pancasila merupakan Dasar Negara, jika dasar negara berubah, maka berubahlah negara itu. Hal ini didukung oleh argumentasi bahwa para pendukung gerakan reformasi yang tidak menuntut mengamandemen Pembukaan UUD 1945 yang di sana terkandung pokok-pokok pikiran Pembukaan UUD 1945 yang merupakan perwujudan nilai-nilai Pancasila. Kritik paling mendasar yang dialamatkan pada Pancasila adalah tidak satunya antara teori dengan kenyataan, antara pemikiran dengan pelaksanaan. Maka tuntutan reformasi adalah meletakkan Pancasila dalam satu kesatuan antara
pemikiran
dan
pelaksanaan.
Gerakan
reformasi
mengkritik
kecenderungan digunakannya Pancasila sebagai alat kekuasaan, akhirnya hukum diletakkan di bawah kekuasaan. Pancasila dijadikan mitos dan digunakan untuk menyingkirkan kelompok lain yang tidak sepaham.
12
Beberapa usulan yang masih dapat diperdebatkan namun kiranya penting bagi upaya mereformasi pemikiran Pancasila, antara lain: Pertama, mengarahkan pemikiran Pancasila yang cenderung abstrak ke arah yang lebih konkret. Kedua, mengarahkan pemikiran dari kecenderungan yang sangat ideologis (untuk legitimasi kekuasaan) ke ilmiah. Ketiga, mengarahkan pemikiran Pancasila dari kecenderungan subjektif ke objektif, yaitu dengan menggeser pemikiran dengan menghilangkan
egosentrisme
pribadi,
kelompok,
atau
partai,
dengan
menumbuhkan kesadaran pluralisme, baik pluralisme sosial, politik, budaya, dan agama. Berbagai
bentuk
penyimpangan,
terutama
dalam
pemikiran
politik
kenegaraan dan dalam pelaksanaannya dimungkinkan terjadi karena beberapa hal, di antaranya, antara lain: Pertama, adanya gap atau ketidakkonsisten dalam pembuatan hukum atau perundang-undangan dengan filosofi, asas dan norma hukumnya. Ibarat bangunan rumah, filosofi, asas dan norma hukum adalah pondasi, maka undang-undang dasar dan perundang-undangan lain di bawahnya merupakan bangunan yang dibangun di luar pondasi. Kenyataan ini membawa implikasi pada lembaga-lembaga tertinggi dan tinggi negara tidak dapat memerankan fungsinya secara optimal. Para ahli hukum mendesak untuk diadakan amandemen UUD 1945 dan mengembangkan dan mengoptimalkan lembaga judicial review yang memiliki independensi untuk menguji secara substansial dan prosedural suatu produk hukum.
PANCASILA DAN PERMASALAHAN HAM Hak asasi manusia menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa, adalah hak yang melekat pada kemanusiaan, yang tanpa hak itu mustahil manusia hidup sebagaimana layaknya manusia. Dengan demikian eksistensi hak asasi manusia dipandang sebagai aksioma yang bersifat given, dalam arti kebenarannya seyogianya dapat dirasakan secara langsung dan tidak memerlukan penjelasan lebih lanjut (Anhar Gonggong, dkk., 1995: 60).
13
Masalah HAM merupakan masalah yang kompleks, setidak-tidaknya ada tiga masalah utama yang harus dicermati dalam membahas masalah HAM, antara lain: Pertama, HAM merupakan masalah yang sedang hangat dibicarakan, karena (1) topik HAM merupakan salah satu di antara tiga masalah utama yang menjadi keprihatinan dunia. Ketiga topik yang memprihatinkan itu antara lain: HAM, demokratisasi dan pelestarian lingkungan hidup. (2) Isu HAM selalu diangkat oleh media massa setiap bulan Desember sebagai peringatan diterimanya Piagam Hak Asasi Manusia oleh Sidang Umum PBB tanggal 10 Desember 1948. (3) Masalah HAM secara khusus kadang dikaitkan dengan hubungan bilateral antara negara donor dan penerima bantuan. Isu HAM sering dijadikan alasan untuk penekanan secara ekonomis dan politis. Kedua, HAM sarat dengan masalah tarik ulur antara paham universalisme dan partikularisme. Paham universalisme menganggap HAM itu ukurannya bersifat universal diterapkan di semua penjuru dunia. Sementara paham partikularisme memandang bahwa setiap bangsa memiliki persepsi yang khas tentang HAM sesuai dengan latar belakang historis kulturalnya, sehingga setiap bangsa dibenarkan memiliki ukuran dan kriteria tersendiri. Ketiga, Ada tiga tataran diskusi tentang HAM, yaitu (1) tataran filosofis, yang melihat HAM sebagai prinsip moral umum dan berlaku universal karena menyangkut ciri kemanusiaan yang paling asasi. (2) tataran ideologis, yang melihat HAM dalam kaitannya dengan hak-hak kewarganegaraan, sifatnya partikular, karena terkait dengan bangsa atau negara tertentu. (3) tataran kebijakan praktis sifatnya sangat partikular karena memperhatikan situasi dan kondisi yang sifatnya insidental. Pandangan bangsa Indonesia tentang Hak asasi manusia dapat ditinjau dapat dilacak dalam Pembukaan UUD 1945, Batang Tubuh UUD 1945, Tap-Tap MPR dan Undang-undang. Hak asasi manusia dalam Pembukaan UUD 1945 masih bersifat sangat umum, uraian lebih rinci dijabarkan dalam Batang Tubuh UUD 1945, antara lain: Hak atas kewarganegaraan (pasal 26 ayat 1, 2); Hak kebebasan beragama (Pasal 29 ayat 2); Hak atas kedudukan yang sama di dalam hukum dan
14
pemerintahan (Pasal 27 ayat 1); Hak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat (Pasal 28); Hak atas pendidikan (Pasal 31 ayat 1, 2); Hak atas kesejahteraan sosial (Pasal 27 ayat 2, Pasal 33 ayat 3, Pasal 34). Catatan penting berkaitan dengan masalah HAM dalam UUD 1945, antara lain: pertama, UUD 1945 dibuat sebelum dikeluarkannya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948, sehingga tidak secara eksplisit menyebut Hak asasi manusia, namun yang disebut-sebut adalah hak-hak warga negara. Kedua, Mengingat UUD 1945 tidak mengatur ketentuan HAM sebanyak pengaturan
konstitusi
RIS
dan
UUDS
1950,
namun
mendelegasikan
pengaturannya dalam bentuk Undang-undang yang diserahkan kepada DPR dan Presiden. Masalah HAM juga diatur dalam Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak
Asasi
Manusia.
Tap
MPR
ini
memuat
Pandangan
dan
Sikap
Bangsa Indonesia terhadap Hak Asasi Manusia serta Piagam Hak Asasi Manusia.
15
KESIMPULAN Adalah merupakan tantangan sejarah bagi gelombang demi gelombang negarawan serta cendekiawan Indonesia pasca peristiwa berdarah tersebut untuk merumuskan, meluruskan, dan menjabarkan Pancasila dalam pasal-pasal UndangUndang Dasar 1945 ke dalam undang-undang organik, secara lebih historis, dinamis, konsisten dan koheren, sehingga dapat diwujudkan aspirasi dan kepentingan rakyat Indonesia yang menjadi raison berdirinya Negara kesatuan Republik Indonesia ini. Suatu masalah dasar yang dihadapi Pancasila sebagai dasar Negara selain berubah-ubahnya penjelasan Ir. Soekarno sebagai perumus pertama Pancasila sebagai respons terhadap kondisi dunia dalam era Perang Dingin�adalah belum jernihnya esensi substansi, keterkaitan antar sila-silanya, hubungannya dengan pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945, serta bagaimana format pelaksanaannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Masalah dasar tersebut timbul sebagai akibat interpretasi yang amat personalistik, elitis, dan miopik terhadap Pancasila, sehingga Pancasila hanya difahami sebagai hasil karya pemikiran pribadi Ir. Soekarno, dan merupakan serangkaian asas yang perlu dikembangkan dan disosialisasikan oleh para pemimpin kepada rakyat, serta terbatas pada sejarah Indonesia setelah tahun 1945. Masalah dasar di atas akan dapat diselesaikan dengan menempatkan Pancasila secara historis sebagai kristalisasi dari perjuangan panjang bangsa Indonesia dalam memerdekakan diri dari penjajahan, membentuk suatu negara nasional baru, serta membangun suatu masyarakat yang adil dan makmur dalam negara baru yang dibangun bersama tersebut. Oleh karena itu diperlukan reinterpretasi serta rekonstruksi terhadap Pancasila yang memungkinkan Pancasila bisa dipahami secara konsisten dan koheren serta dapat ditindaklanjuti dalam konteks dan dalam kerangka institusional kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
16
DAFTAR PUSTAKA ASAL MULA PANCASILA 1.
A.T. Soegito, 1983, Pancasila Tinjauan dari Aspek Historis, FPIPS – IKIP, Semarang. 2. A.T. Soegito, 1999, Sejarah Pergerakan Bangsa Sebagai Titik Tolak Memahami Asal Mula Pancasila, Makalah Internship Dosen-Dosen Pancasila se Indonesia, Yogyakarta. 3. Alhaj dan Patria, 1998. BMP. Pendidikan Pancasila. Penerbit Karunika, Jakarta 4 – 5. 4. Bakry Noor M, 1998, Pancasila Yuridis Kenegaraan, Liberty, Yogyakarta. 5. Dardji Darmodihardjo, 1978, Santiaji Pancasila, Lapasila, Malang. 6. Harun Nasution, 1983. Filsafat Agama, NV Bulan Bintang. Jakarta. 7. Kaelan, 1993, Pendidikan Pancasila Yuridis Kenegaraan, Paradigma, Yogyakarta. 8. Kaelan, 1999, Pendidikan Pancasila Yuridis Kenegaraan, Paradigma, Yogyakarta. 9. Koentjaraningrat, 1974, Kebudayaan Mentalitet dan Pembangunan, PT. Gramedia,Jakarta. 10. Notonagoro, 1957, Beberapa Hal Mengenai Falsafah Pancasila Cet. 2, Pantjoran tujuhJakarta. 11. Soenoto, 1984, Filsafat Pancasila Pendekatan Melalui Sejarah dan Pelaksanaannya, PT. Hanindita, Yogyakarta. PEMBAHASAN PANCASILA 1. Heuken, 1988, Ensiklopedi Populer Politik Pembangunan Pancasila, edisi 6, Yayasan Cipta Loka Caraka, Jakarta. 2. Kaelan, 1996, Pendidikan Pancasila Yuridis Kenegaraan, Paradigma, Jogjakarta. 3. Koentjaraningrat, 1980, Manusia dan Kebudayaan Indonesia, PT. Gramedia, Jakarta. 4. Manuel Kasiepo, 1982, Dari kepolitikan Birokratik ke Korporatisme Negara, Birokrasi, dan Politik di Indonesia Era Orde Baru, Dalam Jurnal Ilmu Politik, AIPI-LIPI, PT. Gramedia, Jakarta. 5. Kaelan, 1999, Pendidikan Pancasila Yuridis Kenegaraan, Paradigma, Jogjakarta. 6. Hadi Sitia Unggul, SH, 2001, Ketetapan MPR 2001, 2000 dan perubahan I dan II UUD 1945, Harvarindo, Jakarta. 7. http://vivixtopz.wordpress.com/modul-kuliah/pendidikan-pancasila/modulmata-kuliah-pancasila/ 8. http://www.setneg.go.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=520
17