PELUANG SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA (SBSN) SEBAGAI ALTERNATIF PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI P. Adiatna
[email protected]
Pradono
[email protected]
Abstract Development of transportation infrastructure in Indonesia is still hampered mainly because of limited government funds rely on a limited budget and the budgets of foreign debt is planned to be kept reduced by the government. For those reasons, the government today is looking for various alternatives for financing the infrastructure that is expected to rely on domestic funding base that is the participation of communities themselves to invest, one of its with SBSN Publishing Law (Sharia State Securities) or often referred to as the Sovereign/State Sukuk issued in 2008. The purpose of this paper is to identify opportunities in government as an alternative source of published SBSN financing for transport infrastructure development, how the mechanisms, potentials and constraints, as well as any matters that must be considered to improve government performance in order SBSN has optimal benefits for infrastructure development national. The analysis used descriptive analysis to explain the infrastructure financing mechanism through SBSN (Sukuk State) and SWOT analysis to assess the extent to which opportunities for the use of SBSN financing infrastructure projects. Based on the results obtained, the analysis SBSN by the Indonesian government has a great opportunity to fund a national infrastructure projects. Keywords: financing, transportation infrastructure, SBSN, sukuk countries, SWOT analysis.
PENDAHULUAN Lemahnya pembangunan infrastruktur telah menjadi salah satu faktor yang menyebabkan ketertinggalan Indonesia dalam memacu pembangunan ekonomi. Ketersediaan infrastruktur yang baik merupakan pondasi dari pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Kondisi pembangunan infrastruktur Indonesia saat ini mengalami berbagai permasalahan diantaranya adalah ketidakjelasan sumber pembiayaan (funding gap) guna menutupi kekurangan yang ada. Hal ini menggambarkan bagaimana lemahnya kondisi infrastruktur di Indonesia sehingga pemerintah dalam Undang-Undang APBN 2009 menyebutkan bahwa salahsatu prioritas pembangunan Nasional adalah pembangunan infrastruktur, untuk itu diperlukan suatu struktur pembiayaan yang tepat untuk mengatasi permasalahan utama dalam pembangunan infrastruktur yang mempunyai keterbatasan akses dalam investasi dengan jumlah dana yang besar (huge invest), berjangka panjang
Simposium XIII FSTPT, Unika Soegijapranata
(long term) dan jenis pembangunan infrastruktur yang benar-benar diperlukan oleh masyarakat guna menunjang peningkatan ekonomi dan kesejahteraan (Infrastructure Friendly) (Kadin Indonesia, National Summit 2009). Sementara di sisi lain model sistem pembiayaan syariah saat ini mengalami perkembangan yang cukup tinggi dan mempunyai daya tarik tersendiri bagi investor (Standar&Poor, 2008). Model yang berbasiskan sistem fee/margin/bagi hasil ini telah terbukti kehandalannya dalam menghadapi krisis yang terjadi sekitar awal tahun 2009. Sistem syariah dapat terhindar dari krisis yang terjadi diantaranya adalah karena ada prinsipprinsip yang dipegang secara konsisten yaitu dengan menghindari gharar (spekulasi), maisyir(ketidakpastian) dan riba (bunga). Obligasi Syariah (Sukuk) sebagai salahsatu sistem pembiayaan syariah di Indonesia telah dimulai oleh sektor swasta (Corporate Sukuk) sekitar tahun 2002 kemudian berlanjut pada sektor pemerintah (Sovereign Sukuk) pada tahun 2008 yang juga telah mulai mengeluarkan Sukuk Negara untuk pembiayaan yang diprioritaskan melalui APBN. Sukuk dari tahun ke tahun mengalami peningkatan penempatan dana oleh perusahaan-perusahaan mutual fund, dana pensiun, dan institusi keuangan lainnya dari negara-negara Eropa dan Asia sebagai bagian dari strategi diversifikasi yang merupakan investor konvensional (Ida Musdafia, 2008). Untuk itu pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) pada bulan Mei Tahun 2008, tujuan dikeluarkannya UU SBSN ini adalah untuk membiayai APBN termasuk di dalamnya membiayai pembangunan proyek infrastruktur yang salah satu diantaranya adalah infrastrukur perhubungan (transportasi), selain infrastruktur sektor energi, telekomunikasi, pertanian, industri manufaktur dan perumahan rakyat (Dirjen Pengelolaan Utang Departemen Keuangan RI, 2008). Dengan melihat prospek perkembangan Sukuk di pasar Global maupun dalam negeri yang pesat serta di sisi lain pemerintah mempunyai permasalahan kekurangan dana untuk pembiayaan infrastruktur termasuk untuk pembiayaan infrastruktur transportasi, maka ini merupakan suatu hal yang menarik untuk mengkaji kemungkinan penerapan Sukuk Negara (SBSN) sebagai alternatif pembiayaan infrastruktur transportasi. Ada beberapa permasalahan yang dimunculkan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut: a). Bagaimana mekanisme penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) untuk pembiayaan pembangunan proyek infrastruktur transportasi? b). Bagaimana prospek penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) untuk pembiayaan pembangunan proyek infrastruktur transportasi? Tujuan paper ini adalah untuk mengkaji prospek pemanfaatan Sukuk sebagai sumber pembiayaan infrastruktur transportasi dengan melihat mekanisme dan potensi SBSN dalam membiayai sebuah proyek infrastruktur transportasi. Penelitian ini menggunakan data-data sekunder yang diperoleh melalui kegiatan studi literatur, yaitu dengan mengumpulkan dan mengeksplorasi berbagai buku, dokumen, hasil studi, jurnal, artikel dan peraturan perundang-undangan. Di samping data sekunder juga melakukan wawancara dengan ahli untuk mengkonfirmasi temuan. Wawancara ini untuk mempelajari tentang kondisi dan masalah yang berhubungan dengan pembiayaan infrastruktur di Indonesia serta untuk mengetahui sejauhmana penerapan mekanisme SBSN untuk pembiayaan infrastruktur. Analisis pada tahap ini digunakan analisis deskriptif untuk mengetahui mekanisme pembiayaan infrastruktur dengan SBSN kemudian analisis SWOT untuk mengetahui peluang penggunaan SBSN untuk Infrastruktur. Penyusunan paper ini di dimulai dengan pendahuluan yang berisi latarbelakang,
2
Simposium XIII FSTPT, Unika Soegijapranata
perumusan masalah dan tujuan penelitian dilanjutkan dengan kajian literatur kemudian gambaran umum studi kasus proyek dilanjutkan analisis berupa kajian prospek SBSN untuk pembiayaan proyek infrastruktur transportasi dan terakhir berupa kesimpulan.
OBLIGASI SEBAGAI SUMBER PEMBIAYAAN PROYEK INFRASTRUKTUR Infrastruktur merupakan sistem fisik yang menyediakan transportasi, pengairan, drainase, bangunan-bangunan gedung dan fasilitas publik yang lain yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dalam lingkup sosial dan ekonomi (Grigg, 1988 dalam Kodoatie, 2005). Keterkaitan antara sistem infrastruktur dan sistem ekonomi masyarakat mempunyai hubungan yang erat serta saling mempengaruhi diantara keduanya. Sesuai dengan keterkaitan ini maka harus ada penyelesaian untuk memenuhi kebutuhan infrastruktur bagi peningkatan kehidupan ekonomi masyarakat. Pembangunan suatu proyek dalam pelaksanaannya tidak lepas dari peran penting dari sistem pembiayaan proyek (project financing). Untuk pembiayaan infrastruktur ada beberapa alternatif selain APBN dan APBD yaitu kredit investasi berupa pinjaman kepada lembaga perbankan, pelibatan swasta berupa development sharing dan built operate & transfer (BOT), serta partisipasi masyarakat dalam bentuk obligasi (Purwoko, 2005). Obligasi mempunyai potensi yang cukup besar karena dapat meningkatkan peran masyarakat dalam investasi pembangunan proyek infrastruktur. Hal ini memberikan nilai positif sebagai bentuk partisipasi masyarakat dalam pembangunan dan dapat dinikmati hasilnya oleh masyarakat sendiri disamping adanya upaya pemerintah mengurangi utang luar negeri yang menguras modal negara yang pergi ke luar negeri. Ada berbagai jenis obligasi yang selama ini sudah ada yang berpatokan sistem bunga dengan berbagai variasi penerbitan berdasarkan kriteria tertentu menjadikan jenis obligasi menjadi beragam yang selanjutnya disebut Obligasi Konvensional. Karakteristik obligasi ini memiliki kesamaan sebagaimana karakteristik sekuritas pendapatan tetap (fixed income securities) lainnya, yaitu: nilai penerbitan obligasi (jumlah pinjaman dana), memiliki jangka waktu tertentu atau masa jatuh tempo, tingkat suku bunga dan jadwal pembayaran suku bunga (Henny, 2006). Sedangkan Obligasi Non Konvensional, salah satunya yaitu obligasi yang berbasis sistem syariah yang menggunakan imbal hasil/margin (profit-lost sharing) sebagai keuntungan dari transaksinya yang kemudian disebut sebagai Obligasi Syariah (Sukuk), dimana saat ini mengalami peningkatan yang cukup siginifikan dalam perkembangannya, baik di Indonesia maupun terlebih lagi di pasar global. Obligasi Konvensional vs Obligasi Syariah Obligasi Konvensional ini terbagi atas beberapa jenis obligasi, yang digolongkan berdasarkan kriteria-kriteria tertentu, yaitu: Obligasi berdasarkan jenis penjaminan pembayarannya seperti General Obligation Bond (jaminan pemerintah), Revenue Bond (jaminan oleh pendapatan proyek), Double Barelled Bond (kombinasi antara jaminan oleh pendapatan proyek dan jaminan pemerintah) (Winda, 2009). Obligasi berdasarkan Penerbitnya yaitu obligasi domestik (dalam negeri), dan obligasi Internasional. Obligasi berdasarkan bentuk jaminan yaitu unsecured bonds (tanpa jaminan) dan secured bonds (dengan jaminan). Obligasi bedasarkan jenis kupon yaitu fixed rate bond (tingkat suku
3
Simposium XIII FSTPT, Unika Soegijapranata
bunga tetap hingga jatuh tempo) dan floating rate bond (tingkat bunga berdasarkan tingkat suku bunga variable yang disesuaikan secara berkala) serta mixed rate bond (kombinasi suku bunga tetap dengan mengambang). Obligasi berdasarkan call feature terdiri dari freely callable bond (obligasi dilunasi sebelum jatuh tempo), noncallable bond yaitu obligasi yang tidak dapat ditarik sebelum jatuh tempo) serta diffrenet callable bond yaitu kombinasi dari freely bond dan noncallable bond (memiliki masa dimana penerbit tidak boleh menarik obligasi). Obligasi Syariah merupakan salah satu bentuk investasi dari pembiayaan Islam (Islamic Financing) yang terbagi atas beberapa jenis berdasarkan kriteria-kriteria akad (perjanjian) tertentu. Obligasi Syariah (Sukuk) sebelumnya sudah ada dalam sejarah Islam, istilah ini sudah dikenal sejak abad pertengahan yang dipergunakan umat Islam dalam konteks perdagangan internasional (Adrian Sutedi, 2008). Menurut The Accounting And Auditing Organisation for Islamic Financial Institutions (AAOIFI) definisi sukuk adalah sebagai sertifikat dari sebuah nilai yang sama, yang merepresentasikan saham yang tidak dibagikan atas aset berwujud (tangible asset), hak manfaat (usufruct) dan jasa-jasa atau kepemilikan atas proyek utama atau kegiatan investasi tertentu (Rania dalam Sunarsih, 2008). Jenis obligasi ini merupakan salah satu bentuk pembiayaan syariah Islam yang paling inovatif dalam pengembangan sistem keuangan syariah kontemporer. Ada beberapa jenis obligasi Syariah sebagai sumber pendanaan dan investasi yang dibedakan berdasarkan penerbit dan jenis akadnya. Obligasi syariah berdasarkan penerbit dibagi dua yaitu Obligasi Syariah Negara (Sovereign Sukuk/Sukuk Negara) adalah obligasi Syariah yang diterbitkan oleh pemerintah suatu negara untuk membiayai program-program pembangunan negara tersebut. Bisa berupa penerbitan untuk kalangan dalam negeri sendiri atau juga bisa untuk luar negeri (sovereign/sukuk global). Misalnya pemerintah Indonesia mengeluarkan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). Obligasi Syariah Perusahaan (Corporate Sukuk) yaitu obligasi syariah yang diterbitkan oleh suatu perusahaan untuk membiayai unit-unit usahanya. Obligasi Syariah berdasarkan jenis akadnya (Syariah Product dalam Sunarsih, 2008) terdiri dari Obligasi Mudharabah yaitu obligasi dengan aqad atau perjanjian Mudharabah yaitu skema kerja sama dengan skema bagi hasil pendapatan atau keuntungan, obligasi jenis ini akan memberikan return dengan menggunakan term indicative/expected return karena sifatnya yang floating dan tergantung pada kinerja pendapatan yang dibagihasilkan. Obligasi Ijarah yaitu obligasi syariah dengan aqad ijarah yaitu akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang tersebut. Pemegang obligasi ijarah akan mendapatkan keuntungan berupa fee (sewa) dari aset yang disewakan. Obligasi Syariah Istishna yaitu obligasi berdasarkan aqad istishna yaitu Istishna akad jual beli antara para pihak untuk melakukan pembiayaan suatu proyek dimana cara dan jangka waktu penyerahan barang serta harga ditentukan berdasarkan kesepakatan para pihak. Obligasi ini akan mendapatkan keuntungan berupa mark-up/margin keuntungan pembelian suatu barang. Obligasi Syariah Musyarakah adalah obligasi syariah dengan akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk menggabungkan modal, baik dalam bentuk uang atau bentuk lainnnya, untuk tujuan memperoleh keuntungan, yang akan dibagikan sesuai dengan perbandingan yang telah disetujui sebelumnya, sedangkan kerugian yang timbul akan ditanggung bersama sesuai dengan jumlah pastisipasi modal masing-masing pihak.
4
Simposium XIII FSTPT, Unika Soegijapranata
Menurut Heri Sudarsono (2002), obligasi syariah bukan merupakan utang berbunga tetap sebagaimana yang terdapat dalam obligasi konvensional, tetapi lebih merupakan penyerta dana yang didasarkan pada prinsip bagi hasil. Transaksinya bukan akad utang piutang melainkan penyertaan. Ditambahkan pula bahwa obligasi syariah lebih kompetitif di banding obligasi konvensional sebab pertama: kemungkinan perolehan dari bagi hasil pendapatan lebih tinggi daripada obligasi konvensional. Kedua : obligasi syariah aman karena untuk mendanai proyek prospektif. Ketiga: bila terjadi kerugian (di luar kontrol), investor tetap memperoleh aktiva. Keempat: terobosan paradigma, bukan lagi surat utang, tapi surat investasi. Perbedaan antara sukuk (obligasi syariah) dengan obligasi konvensional. Sukuk dan obligasi konvensional sangat berbeda karena obligasi konvensional tidak mengharuskan adanya asset yang menjamin sedangkan sukuk harus memiliki asset yang menjaminnya.
SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA (SBSN) SEBAGAI SUMBER PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR Pemerintah Indonesia khususnya kementerian keuangan melakukan usaha diversifikasi dalam sumber-sumber pembiayaan untuk mendukung APBN khususnya untuk memperoleh tambahan budget untuk pembangunan infrastruktur. Instrumen SBSN merupakan salah satu dari alternatif sumber pembiayaan APBN. Pengajuan usulan proyek yang akan di biayai oleh Sukuk Negara bisa diusulkan langsung oleh Kementerian atau Lembaga yang sebagai pihak yang mempunyai kegiatan pembangunan maupun dapat ditawarkan sebagai pilihan oleh Bappenas atau Kementerian Keuangan kepada Kementerian atau Lembaga yang mempunyai proyek, apakah proyek yang diusulkan akan dibiayai oleh Sukuk atau pembiayaan biasa (APBN atau PHLN). Adapun alur mekanisme pengusulan kegiatan Kementerian atau Lembaga yang akan dibiayai oleh Sukuk menurut Kementerian Keuangan, Direktorat Pembiayaan Syariah (2008) yaitu pertama, adanya pengajuan usulan proyek/kegiatan oleh Kementerian/Lembaga yang dilengkapi dengan Kerangka Acuan Kerja dan Studi Kelayakan, kemudian dilanjutkan tahap kedua, yaitu penilaian kelayakan dan kesiapan proyek/kegiatan yang akan dibiayai SBSN oleh Bappenas. Ketiga, Bappenas melakukan penyusunan dan penyampaian daftar prioritas kegiatan kepada Kementerian Keuangan. Keempat, Kementerian Keuangan melakukan penganggaran terhadap proyek yang memenuhi kriteria dari penilaian Bappenas. Kelima, penerbitan DIPA proyek yang dilanjutkan penerbitan SBSN untuk proyek tersebut oleh Kementerian Keuangan untuk membiayai proyek tersebut. Mekanisme Pembiayaan Proyek dan Prospek Pembangunan Infrastruktur Transportasi dengan SBSN : Studi Kasus Infrastruktur Pelabuhan Laut Sukuk (SBSN) dengan struktur Istishna’ dapat dipergunakan untuk pembiayaan proyekproyek pemerintah yang bersifat pelayanan kepada masyarakat (public services) dan tidak memberikan aliran kas (cash flow). Supaya terjadi cash flow stream selama masa/periode sukuk adalah dengan mengkombinasikan struktur Istishna’ (pemesanan barang/bangunan) dengan Ijarah (sewa barang/bangunan). Yaitu dengan mempergunakan struktur Istishna’ pada saat pembangunan proyek, dan aqad Ijarah pada saat penggunaan proyek sampai terlunasinya biaya proyek dengan jangka waktu tertentu sesuai kesepakatan. Melalui kombinasi struktur Istishna dengan Ijarah ini memungkinkan proyek untuk memberikan
5
Simposium XIII FSTPT, Unika Soegijapranata
return tetap (fixed income) kepada pemegang sukuk, yaitu dengan membayar sewa dimuka (forward Ijarah) (Ahsan dalam Depkeu, 2009). Untuk studi kasus proyek pembangunan Terminal Petikemas Gabion usulan proyek bisa dilakukan oleh Kementerian Perhubungan yang berkoordinasi dengan PT. Pelindo I selaku operator pelabuhan Belawan kepada Kementerian Bappenas selaku koordinator pembangunan Nasional. Pada periode konstruksi proyek pembangunan Terminal Petikemas Gabion dilaksanakan dengan struktur Istisna (pemesanan barang) selama 4 tahun dari Tahun 2010 sampai 2013 sampai selesainya pembangunan proyek. Pada periode istisna ini pembayaran dari investor kepada SPV yang diteruskan pada kontraktor proyek di bagi ke dalam 4 tahap (tahun) yaitu dari tahun 2010 sampai tahun 2013. Setelah selesainya pembangunan proyek dengan struktur Istisna (pemesanan barang) selama periode 4 tahun dari tahun 2010 sampai 2013. Maka dilanjutkan dengan tahap cicilan (installment) dan struktur sewa (ijarah) bangunan oleh pemerintah kepada SPV (Special Purpose Vehicle) yang kemudian diteruskan kepada investor selama 11 tahun, yaitu dari tahun 2014 sampai tahu 2024. Cicilan dibagi 11 tahap begitu juga dengan sewa bangunan dengan menggunakan rumus pencicilan secara flat. Mekanisme pembayaran sewa dilakukan setelah sebelumnya Pemerintah menandatangani Ijarah Agreement yaitu suatu perjanjian dimana setelah proyek selesai dibangun pemerintah akan menyewa proyek tersebut dalam periode tertentu dengan nilai sewa yang disepakati bersama (Depkeu, 2009). Untuk mekanisme Pembayaran sewa Proyek Pengembangan Terminal petikemas GabionBelawan dapat dilakukan setelah proyek selesai dilaksanakan yaitu di mulai tahun 2014 sampai akhir masa pembayaran cicilan istisna selama 11 tahun sampai tahun 2024. Jumlah dana pembangunan dan jumlah dana sewa ini yang nantinya dijadikan tenor SBSN Istishna-Ijarah. Jadi pemerintah atau perusahaan dalam pembangunan proyek ini membayar jumlah dari biaya proyek yang ada dalam perjanjian istisna sebelumnya, ditambah dengan jumlah bayaran sewa terhadap fasilitas setiap tahunnya selama 11 tahun sampai berakhirnya masa pelunasan yaitu di tahun ke-15 di dalam masa konsesi selama 25 tahun. Pada saat jatuh tempo sukuk, pihak pemerintah harus membayar sisa pelunasan sukuk jika dibayar secara cicilan atau dibayar total sejumlah harga sukuk yang dikeluarkan ditambah dengan sewa pada tahun terakhir masa sewa proyek tersebut. Untuk proyek Pembangunan Terminal Petikemas Gabion ini dengan masa sukuk diasumsikan 11 tahun maka di tahun ke-15 (tahun 2024) dihitung setelah proyek dilaksanakan (selesainya akad Istisna-pembangunan proyek) pemerintah RI membayar sewa tahun terakhir dan juga sisa cicilan sukuk Ijarah. Analisis SWOT Untuk melihat sejauhmana sejauhmana prospek penggunaan SBSN sebagai alternatif pembiayaan infrastruktur transportasi, dilakukan analisis dengan metode SWOT. Analisis ini dimaksudkan untuk melihat lebih dalam tentang apa kelebihan, kelemahan, peluang serta ancaman dari penerbitan SBSN sebagai sumber pembiayaan proyek pembangunan infrastruktur transportasi serta strategi apa yang perlu dilakukan agar penerbitan SBSN untuk pembiayaan infrastruktur transportasi dapat berjalan dengan baik. 1. Strength (Kekuatan). Kebutuhan diversifikasi sumber dana pembangunan infrastruktur nasional merupakan kekuatan utama dari penerbitan SBSN yang bertujuan untuk
6
Simposium XIII FSTPT, Unika Soegijapranata
mengantisipasi rencana akan dikuranginya pinjaman luar negeri (sesuai hasil wawancara dengan Agus P. Laksono, 2010). Kekuatan kedua, adanya kebutuhan mendesak pemerintah untuk mengatasi kekurangan dana pembangunan infrastruktur yang besar. Kekuatan ketiga, investasi sukuk berdasar aset nyata sehingga menjauhi unsur ketidakjelasan dan ketidakpastian dalam berinvestasi. Kekuatan keempat, eksistensi SPV sebagai risk management tools untuk menghindari kebangkrutan dari pihak yang menerbitkan sukuk (bankruptcy remoteness) (Yudi, 2010). Kekuatan kelima, Perbankan Syariah dan instrumen pembiayaan syariah lainnya sudah banyak berdiri. Kekuatan keenam, Minat masyarakat dalam bisnis Syariah semakin meningkat. 2.Weakness (Kelemahan). Kelemahan pertama adalah pasar keuangan syariah di Indonesia tidak terlalu likuid (Sunarsip, 2007). Kelemahan kedua, belum adanya kepastian masalah perpajakan terkait dengan transaksi yang melibatkan investor sukuk (Sunarsip, 2007). Kelemahan ketiga, pemerintah belum melengkapi instrumen-instrumen yang diperlukan untuk penerbitan SBSN. Kelemahan keempat, belum adanya koordinasi yang baik antar pihak-pihak yang terlibat dalam penerbitan SBSN. Kelemahan kelima, kurangnya sosialisasi pada pihak-pihak yang terlibat dalam penerbitan sukuk. Kelemahan keenam, pengalaman Penundaan Bayar beberapa Sukuk Global seperti Nakheel (Dubai) dan Investment Dar Kuwait menimbulkan kekhawatiran investor untuk berinvestasi Sukuk. Kelemahan ketujuh, laporan The Accounting And Auditing Organisation for Islamic Financial Institutions (AAOIFI, 2006) menyebutkan sekitar 85% sukuk yang beredar belum sesuai syariah. 3. Opportunity (Peluang). Peluang pertama, penerbitan Undang-Undang SBSN menjadi landasan pokok dalam penerbitan SBSN beserta peraturan pelengkap teknis lainnya untuk pembiayaan infrastruktur. Peluang kedua, penduduk Indonesia 88% muslim sehingga jumlah yang besar ini merupakan suatu modal yang besar bagi penghimpunan dan Sukuk untuk infrastruktur. Peluang ketiga, kebutuhan masyarakat Indonesia akan partisipasi kepemilikan publik. Peluang keempat, meningkatkan upaya tertib pencatatan administrasi aset negara untuk dijadikan underlying aset sukuk, karena banyak aset negara yang tersebar di lembaga dan kementerian yang tidak diperhatikan catatan administrasinya, sehingga dengan penggunaan aset-aset negara yang ada pada lembaga dan kementerian sebagai underlying aset sukuk maka secara tidak langsung memacu tertib administrasi aset negara. Peluang kelima, SBSN menjadi benchmark bagi penerbitan sukuk korporasi, sehingga meningkatkan perusahaan untuk mengeluarkan sukuk untuk pembiayaan operasional perusahaan. Peluang keenam, pricing determintion (penentuan harga) Sukuk tidak menggunakan instrumen bunga sehingga merupakan jenis bisnis yang halal untuk muslim. Peluang ketujuh, proyek-proyek yang menyangkut hajat hidup orang banyak akan lebih diprioritaskan negara, walaupun mungkin dari segi materil keuntungannya lebih sedikit (Irawan, 2010). 4. Threath (Ancaman). Faktor ancaman pertama, yaitu kebanyakan produk keuangan syariah bersifat “debt-based” atau “debt-likely” seharusnya “profit-loss sharing” (Sunarsip, 2007). Ancaman kedua, pricing sukuk pun cenderung mengikuti bond di pasaran, sehingga interest based bond benchmark ini mengundang kontroversi di industri keuangan Islam sendiri (Yudi, 2010). Ancaman ketiga, Sukuk pada saat ini menganut instrumen pasar dan akibatnya menjadi lebih mahal (Agus, 2010). Ancaman keempat, SBSN dapat menyerupai obligasi konvensional jika tidak adanya pengawasan yang ketat dari DSN-MUI. Ancaman
7
Simposium XIII FSTPT, Unika Soegijapranata
kelima, pada saat ini birokrasi penerbitan Sukuk menjadi agak rumit karena ada beberapa tahap yang harus dilalui sesuai dengan ketentuan syariah yang belum tersosialisasi dengan baik. Untuk lebih jelasnya ditunjukkan oleh matrik SWOT di bawah ini. Tabel 2 Matrik SWOT IFAS
Kekuatan (Strength) - S
Kelemahan (Weakness)-W
1
Kebutuhan diversifikasi sumber dana pembangunan infrastruktur (Agus, 2010)
1
Pemerintah belum melengkapi instrumen-instrumen penerbitan SBSN
2
Kebutuhan pembangunan Infrastruktur yang mendesak
2
Belum adanya koordinasi dan sosialisasi yang baik antar pihak-pihak yang terlibat dalam penerbitan SBSN
3
Investasi Sukuk harus berdasar aset nyata sehingga menjauhi unsur ketidakjelasan dan ketidakpatian dalam berinvestasi
3
Kurangnya sosialisasi pada pihak-pihak yang terlibat dalam penerbitan sukuk
4
Eksistensi SPV sebagai risk management tools untuk menghindari kebangkrutan dari pihak yang menerbitkan sukuk (bankruptcy remoteness) (Yudi, 2010)
4
5
Perbankan Syariah dan instrumen pembiayaan syariah lainnya sudah banyak berdiri
5
Terbitnya Undang-Undang SBSN sebagai landasan untuk 1 menerbitkan SBSN untuk pembiayaan Infrastruktur
1
Optimalisasi SBSN sebagai sumber alternatif pendanaan pembangunan infrastruktur (S1,O1,O3)
1
Memperkuat peran DSN-MUI/badan syariah Internasional untuk mengatur penggunaan SBSN agar sesuai standar syariah (W5, O5)
2 Penduduk Indonesia 88% muslim
2
Memanfaatkan minat masyarakat untuk berinvestasi syariah dalam proyek pembangunan infrastruktur nasional (S3,S4,S5, O5)
2
Peningkatan sosialisasi dan koordinasi antar pihak dalam penerbitan Sukuk sehingga pelaksanaannya bisa berjalan dengan baik (W2,W3,O2,O3)
3
Memanfaatkan peningkatan basis pendanaan infrastruktur sehingga lebih banyak infrastruktur yang dibangun untuk kepentingan masyarakat (S2, O2, O4)
3
Meningkatkan peran pemerintah untuk segera melengkapi peraturan teknis pelaksaaan penerbitan UU SBSN (W1,W4, O1)
EFAS
Strengthten (S) - Opportunities (O)
Peluang (Opportunities) - O
3
Kebutuhan masyarakat Indonesia akan partisipasi kepemilikan publik
Pengalaman Penundaan Bayar beberapa Sukuk Global seperti Nakheel (Dubai) dan Investment Dar Kuwait menimbulkan kekhawatiran investor untuk berinvestasi Sukuk Berdasarkan laporan The Accounting And Auditing Organisation for Islamic Financial Institutions (AAOIFI) sekitar 85% sukuk yang beredar belum sesuai syariah.
Weakness (W) - Opportunity (O)
Meningkatkan upaya tertib pencatatan administrasi aset 4 negara untuk dijadikan underlying aset sukuk.(Depkeu, 2009) Benchmark bagi penerbitan sukuk korporasi dan 5 mendorong pertumbuhan industri keuangan terutama industri keuangan syariah(Yudi, 2010)
Ancaman (Threats) - T Pricing sukuk pun cenderung mengikuti bond di pasaran, sehingga interest based bond benchmark ini mengundang 1 kontroversi di industri keuangan Islam sendiri (Yudi, 2010)
Strengthten (S) - Threats(T)
Weakness (W) - Threats(T)
1
Meningkatkan peranan pengawasan DSN MUI terhadap SBSN yang diterbitkan agar sesuai dengan ketentuan syariah (S3,S5,T1,T3)
1
Adanya pedoman mengenai ketaatan pada kebijakan syariah melalui fatwa DSN MUI sehingga bisnis yang dijalankan sesuai syariah (W5, T1,T3)
2
Sukuk pada saat ini menganut instrumen pasar dan akibatnya menjadi lebih mahal (Agus, 2010)
2
Penyederhanaan sistem pelaksanaan teknis penerbitan Sukuk untuk Infrastruktur tanpa keluar koridor peraturan syariah (S1,T4)
2
Dalam penerbitan SBSN meningkatkan sistem transparansi, kepercayaan dan pertanggungjawaban secara professional (W2,W3,W4,T2)
3
SBSN dapat menyerupai obligasi konvensional jika tidak adanya pengawasan yang ketat dari DSN-MUI
3
Peningkatan sosialisasi SBSN kepada pihak-pihak yang terlibat didalamnya (S2,S4,T2,T5)
3
Pemerintah segera melengkapi peraturan pelaksanaan UU SBSN dengan instrumen teknis yang jelas (W1,T4)
Saat ini birokrasi penerbitan Sukuk menjadi agak rumit 4 karena ada beberapa tahap ketentuan syariah yang belum tersosialisasi dengan baik. Kebanyakan produk keuangan syariah bersifat “debt5 based” atau “debt-likely” seharusnya “profit-loss sharing” (Sunarsip, 2007)
Sumber : Analisis 2010
Berdasarkan analisis SWOT yang telah dilakukan maka strategi yang sebaiknya ditempuh dalam rangka menggunakan SBSN berada pada kuadran I yaitu strategi agresif. Secara keseluruhan strategi yang harus ditempuh guna meningkatkan peluang SBSN sebagai alternatif pembiayaan infrastruktur nasional adalah sebagi berikut: a. Strategi memanfaatkan Kekuatan untuk menangkap Peluang. Optimalisasi SBSN sebagai sumber alternatif pendanaan pembangunan infrastruktur (S1,S6,O1,O3). Kemudian memanfaatkan minat masyarakat untuk berinvestasi syariah dalam proyek pembangunan infrastruktur nasional (S3,S4,S5,O5,O6). Serta Sukuk sebagai peningkatan basis
8
Simposium XIII FSTPT, Unika Soegijapranata
pendanaan infrastruktur sehingga lebih banyak infrastruktur yang dibangun untuk kepentingan masyarakat (S2,O2,O4). b. Strategi memanfaatkan peluang untuk mengeliminasi ancaman. Meningkatkan peranan pengawasan DSN MUI terhadap SBSN yang diterbitkan agar sesuai dengan ketentuan syariah (S3,S5,S6,T1,T3). Penyederhanaan sistem pelaksanaan teknis penerbitan Sukuk untuk Infrastruktur tanpa keluar koridor peraturan syariah (S1,T4), dan kemudian adanya peningkatan sosialisasi SBSN kepada pihak-pihak yang terlibat didalamnya (S2,S4,T2,T5). c. Strategi memperbaiki kelemahan untuk menangkap Peluang. Memperkuat peran DSNMUI/badan syariah Internasional untuk mengatur penggunaan SBSN agar sesuai standar syariah (W5, O5,O6). Kemudian peningkatan sosialisasi dan koordinasi antar pihak dalam penerbitan Sukuk sehingga pelaksanaannya bisa berjalan dengan baik (W2,W3,O2,O3), serta meningkatkan peran pemerintah untuk segera melengkapi peraturan teknis pelaksaaan penerbitan UU SBSN (W1,W4, O1). d. Strategi memperbaiki kelemahan untuk mengeliminasi Ancaman. Adanya pedoman mengenai ketaatan pada kebijakan syariah melalui fatwa DSN MUI sehingga bisnis yang dijalankan sesuai syariah (W5, T1,T3). Kemudian dalam penerbitan SBSN perlu meningkatkan sistem transparansi, kepercayaan dan pertanggungjawaban secara professional (W2,W3,W4,T2). Juga pemerintah harus segera melengkapi peraturan pelaksanaan UU SBSN dengan instrumen teknis yang jelas (W1,T4).
KESIMPULAN Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, baik berupa kajian literatur maupun hasil pengolahan data dan wawancara dihasilkan kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut: a. SBSN mempunyai potensi yang menarik untuk digunakan sebagai alternatif atau bahkan solusi untuk mengatasi permasalahan akan kurangnya dana pembiayaan pemerintah untuk proyek pembangunan infrastruktur transportasi b. Melalui manfaat dari mekanisme sukuk maka basis pendanaan pembangunan infrastruktur lebih besar sehingga lebih banyak pembangunan infrastruktur yang dilakukan sehingga manfaatnya dapat dirasakan masyarakat. c. Adanya kasus gagal bayar Sukuk di Timur Tengah hendaknya para pihak yang terlibat dalam penerbitan Sukuk agar lebih berhati-hati dalam berinvestasi Sukuk dengan menerapkan sistem transparansi, kepercayaan dan pertanggungjawaban penggunaan dana secara lebih professional. d. Belum lengkapnya instrumen untuk penerbitan SBSN untuk peraturan legal dalam penerbitannya dan sosialisasi yang masih terbatas sehingga menjadi kendala dalam pelaksanaan penerbitan SBSN. Berdasarkan kesimpulan di atas maka rekomendasi bagi penerbitan SBSN sebagai alternatif pembiayaan infrastuktur adalah sebagai berikut: a. Pemerintah harus dapat melengkapi instrumen-instrumen yang diperlukan untuk penerbitan SBSN ini sebagaimana persyaratan yang diperlukan sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Kementerian Keuangan Republik Indonesia. b. Agar semua pihak yang terlibat di dalam penerbitan SBSN mendalami mekanisme Sukuk agar mempunyai persamaan persepsi sehingga dapat menjalankan koordinasi dengan baik.
9
Simposium XIII FSTPT, Unika Soegijapranata
c.
Sosialisasi mekanisme penerbitan SBSN untuk pembiayaan proyek infrastruktur sangat diperlukan agar pihak-pihak yang berkepentingan dapat melihat potensi yang besar dalam penerbitan SBSN ini.
DAFTAR PUSTAKA Adam, Nathif Jama. 2005. Sukuk: A Panacea for Convergence and Capital Market Development in the OIC Countries. Ibrahim, Ida Musdafia. Analisis Obligasi Syariah (Sukuk) Bagi Perkembangan Investasi di Indonesia, The 1st Annual Graduate Student Research And Creativity Symposium, UPI YAI. Kajian Pembiayaan Proyek dengan Penerbitan SBSN Istishna’-Ijarah (2008), Direktorat Pembiayaan Syariah-Direktorat Jenderal Pengelolaan Uang-Departemen KeuanganRI. Tidak dipublikasikan. Karim, Zuber (2008). Empirical Case Study: Of Tabreed 06 Sukuk. Kodoatie, Robert J (2005). Pengantar Manajemen Infrastruktur, Pustaka Pelajar, Yogyakarta Lusiana, Lulu. 2008. Tinjauan Kesesuaian Tatanan Kepelabuhanan Nasional dan Kebijakan Pembangunan DKI Jakarta terhadap Potensi Pengembangan Pelabuhan Sunda Kelapa. ITB, Bandung. MI. Sigit Pramono dan A. Aziz (2008). Obligasi Syariah (Sukuk) untuk Pembiayaan Infrastruktur: Tantangan dan Inisiatif Strategis. Priandita, Winda, (2009). Studi Peluang Penerbitan Obligasi Daerah sebagai alternatif Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur Perkotaan. Tidak dipublikasikan. di era desentralisasi fiskal. Studi Kasus: Kota Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi. ITB, Bandung. Tidak dipublikasikan. Purwoko (2005). “Analisis Peluang Penerbitan Obligasi Daerah sebagai alternatif Pembiayaan Infrastruktur Daerah”. Sudarsono, Heri (2002). Konsep Ekonomi Islam – Suatu Pengantar. Penerbit Ekonisia. Yogyakarta. Sutedi, Adrian (2009). Aspek Hukum Obligasi dan Sukuk, Sinar Grafika, Jakarta. Sunarsih (2008), Potensi Obligasi Syariah sebagai Sumber Pendanaan Jangka Menengah dan Jangka Panjang bagi Perusahaan Indonesia. Jurnal Asy-Syir’ah. Sunarsip (2008).”Prospek Sukuk di Indonesia”. Harian Ekonomi dan Bisnis Kontan. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran. Http://konsultasimuamalat.wordpress.com/2008/03/11/obligasi-syariah-sukuk-untukpembiayaan-infrastruktur-tantangan-dan-inisiatif-strategis,diakses 26 November 2009 .
10