PELUANG PENGEMBANGAN BUAH MERAH (Pandanus conoideus Lamk.) DI PROVINSI PAPUA Jermia Limbongan1 dan Afrizal Malik2 1
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan, Jalan Perintis Kemerdekaan Km. 17,5, Kotak Pos 1234, Makassar. Telp. (0411) 556449, Faks. (0411) 554522, E-mail:
[email protected] 2 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua, Jalan Yahim Sentani, Kotak Pos 256 Sentani, Jayapura 99352 Telp. (0967) 592179, Faks. (0967) 591235, E-mail:
[email protected] Diajukan: 24 April 2009; Diterima: 10 Oktober 2009
ABSTRAK Tanaman buah merah (Pandanus conoideus Lamk.) merupakan salah satu tanaman tradisional Papua, tumbuh menyebar mulai dari dataran rendah hingga dataran tinggi. Tanaman tumbuh mengelompok di sekitar aliran sungai, dan beradaptasi dengan baik pada tanah tandus dengan pH masam (4,30−5,30). Tanaman umumnya dibudidayakan secara tradisional, tanpa pemupukan, dan penanganan pascapanen secara sederhana. Minyak yang dihasilkan dari buah merah digunakan sebagai penyedap masakan yang bernilai gizi tinggi karena mengandung beta-karoten, juga dimanfaatkan sebagai pewarna alami yang tidak mengandung logam berat dan mikroorganisme berbahaya. Minyak buah merah juga berkhasiat mengobati beberapa penyakit, seperti kanker, HIV, malaria, kolesterol, dan diabetes. Ampas dari pemerasan buah merah dapat digunakan sebagai pakan unggas. Karena kegunaannya yang beragam, minyak buah merah diminati konsumen baik di dalam negeri maupun mancanegara dengan harga yang cukup tinggi. Peluang pengembangan buah merah cukup baik, karena selain harganya yang mahal, budi daya dan cara pengolahannya sederhana. Faktor pendukung lainnya adalah tersedianya lahan yang luas di Papua serta varietas unggul dan teknologi budi daya, panen, dan pascapanen. Kata kunci: Pandanus conoideus, varietas, budi daya, teknologi pascapanen, gizi, analisis ekonomi
ABSTRACT Opportunity of red fruit crop (Pandanus conoideus Lamk.) development in Papua Province Red fruit (Pandanus conoideus Lamk.) is one of traditional crops of Papua. The crop grows spreadly from lowland to highland in a cluster around river stream, and adapts well to acid unfertile soils with pH of 4.30−5.30. Farmers commonly cultivate the crop traditionally, without fertilizer, and apply simple postharvest handling. Oil extracted from the fruit is used as valuable food flavoring because it contains high nutrients such as betacarotene, also utilized as natural colorant that does not contain heavy metal and pathogenic microorganisms. The special usage of the oil is to cure some diseases such as cancer, HIV, malaria, cholesterol, and diabetes melitus. Dregs of red fruit oil extraction can be used as feed supplement for poultry. Due to these various usages, red fruit oil is preferred by people in Indonesia and foreign states and has high price. Agribusiness of red fruit is prospective to be developed because the oil has high price and its cultivation and processing technology is simple. It is also supported by land availability in this province, superior variety, cultivation technology, harvest and postharvest technology. Keywords: Pandanus conoideus, varieties, cultivation, postharvest technology, nutrients, economic analysis
T
anaman buah merah (Pandanus conoideus Lamk.) termasuk dalam famili Pandanus. Tanaman ini banyak ditemukan di Papua, Papua Nugini, dan secara sporadis mulai ditanam di beberapa daerah seperti Maluku, Sulawesi, Kalimantan, Jawa, dan Sumatera. Daerah penyebarannya di Papua cukup luas, meliputi lembah Baliem Wamena, Tolikara, Pegunungan Bintang, Yahukimo, Jayapura, daerah sekitar kepala burung (Sorong dan Manokwari), dan beberapa daerah pedalaman. 134
Tanaman buah merah tumbuh subur secara alami di dataran rendah hingga tinggi (Wamaer dan Malik 2009). Masyarakat Papua secara turun-temurun mengolah buah merah menjadi minyak makan atau digunakan langsung sebagai penyedap masakan. Mereka mengenal buah merah sejak puluhan tahun lalu sebagai makanan berenergi dan minyak makan, serta digunakan sebagai obat untuk menyembuhkan berbagai penyakit (Ohtsuka dalam Surono et al. 2006).
Hadad et al. (2005) mengelompokkan tanaman buah merah menjadi empat tipe berdasarkan warna, ukuran, dan bentuk buah, yaitu buah merah panjang, buah merah pendek, buah merah kecoklatan, dan buah kuning. Sementara itu, Kore (2002) serta Limbongan dan Uhi (2005) mengelompokkan tanaman buah merah menjadi enam, yaitu buah merah panjang, buah merah coklat, buah merah pendek, buah merah sedang, buah merah kuning panjang, dan buah merah kuning pendek. Jurnal Litbang Pertanian, 28(4), 2009
Dari sekian banyak aksesi yang ada, enam aksesi diminati dan dibudidayakan oleh masyarakat, yaitu Maler, Mbarugum, Ibagaya, Kuanggo, Kenen, dan Muni. Pada tahun 2006, melalui SK Mentan No. 161/Kpts/SR.120/3/2006 tanggal 6 Maret 2006, Mbarugum telah dilepas sebagai varietas unggul buah merah. Tanaman buah merah dapat tumbuh pada dataran rendah hingga ketinggian 2.500 m dari permukaan laut (dpl), dengan kesuburan tanah rendah, masam sampai agak masam, dan naungan 0−15% (Nainggolan 2001). Salah satu sentra pengembangan tanaman buah merah di Papua adalah Kecamatan Kelila, yang terletak pada ketinggian 2.500 m dpl, dan tanahnya didominasi Podsolik dengan tekstur gelum. Kedalaman tanah sampai batas batuan kasar atau lapisan akar tanaman mampu menembus tanah untuk menyerap unsur hara berkisar antara 100−150 cm. Tanaman ini memiliki akar tunjang yang panjang dan jumlahnya banyak. Akar tersebut berfungsi menyerap oksigen dari udara dan hara dari tanah. Tanaman lebih menghendaki tanah yang lembap. Berdasarkan hasil analisis tanah dari empat lokasi pengembangan buah merah di Papua (Hadad et al. 2005), umumnya tanaman buah merah dapat tumbuh pada tanah kurang subur, banyak mengandung pasir, dan bersifat agak masam (pH 4,30− 5,30). Tanaman tumbuh mengelompok di sekitar aliran sungai. Menurut Yuhono dan Malik (2006), lebih dari 90% tanaman buah merah tumbuh secara liar atau dipelihara dengan teknologi budi daya dan pascapanen seadanya. Iklim Papua sesuai bagi pertumbuhan tanaman buah merah. Data dari Stasiun Meteorologi dan Geofísika Kabupaten Jayawijaya tahun 2004 menunjukkan, curah hujan rata-rata sebesar 173 mm/ bulan, tertinggi pada bulan Desember dan terendah bulan Juli. Jumlah hari hujan 25 hari/bulan dengan suhu udara rata-rata 20,20°C dan kelembapan 84,70% (Badan Pusat Statistik Provinsi Papua 2005). Kondisi iklim tersebut sangat mendukung bagi pertumbuhan tanaman buah merah. Buah merah mengandung asam lemak terutama asam oleat sekitar 30%, sehingga bermanfaat untuk meningkatkan status gizi masyarakat. Buah merah juga mengandung antioksidan yang cukup tinggi, di antaranya karotenoid dan tokoferol. Antioksidan bermanfaat mencegah penyakit gondok, kebutaan, dan sebagai antikanker. Buah merah juga mengandung Jurnal Litbang Pertanian, 28(4), 2009
mineral Fe, Ca, dan Zn (Budi 2003). Daya tarik buah merah adalah kandungan kimianya, yaitu zat gizi penting untuk ketahanan tubuh. Oleh karena itu, Hadad et al. (2006) menyatakan, tanaman ini berpotensi dikembangkan sebagai bahan baku obat degeneratif untuk mengobati penyakit HIV, di samping sebagai penunjang makanan pokok sehari-hari. Tulisan ini menginformasikan peluang pengembangan buah merah, termasuk karakteristik botani, varietas, cara budi daya, panen, pascapanen, dan kegunaannya sebagai sumber pangan, pakan, pewarna alami maupun bahan baku obat-obatan.
CIRI BOTANI Beberapa kultivar buah merah ditemukan di Provinsi Papua. Kultivar dibedakan berdasarkan ukuran buah, warna buah, dan bentuk buah. Kultivar yang dikenal antara lain adalah kultivar merah pendek, merah coklat, merah sedang, merah panjang, kuning panjang, dan kuning pendek (Sadsoeitoeboen 2003; Limbongan dan Uhi 2005). Umumnya tanaman berumur hingga 10 tahun, umur berbuah 3−5 tahun, dan umur buah sampai panen 3−4 bulan. Tanaman tumbuh mengelompok dengan kerapatan 12−30 individu setiap rumpun. Hasil observasi Lebang et al. (2004) menunjukkan, tanaman buah merah memiliki akar tunjang 0,20−3,50 m, lingkar akar 6−20 cm, berwarna coklat dengan bercak putih, bentuk bulat, dan permukaan berduri. Jumlah akar dalam satu rumpun berkisar antara 11−97. Lingkar batang utama berkisar antara 20−40 cm, tinggi tanaman 2−3,50 m. Batang berwarna coklat dengan bercak putih, berbentuk bulat, berkas pembuluh tidak tampak jelas, keras, arah tumbuh vertikal atau tegak, jumlah percabangan 2−4, dan permukaan berduri. Daun berukuran 96 cm x 9,30 cm sampai 323 cm x 15 cm. Ujung daun bertusuk (micronate), pangkal merompong (cut off), tepi daun dan bagian bawah tulang daun berduri. Komposisi daun tunggal dengan susunan daun berseling (alternate). Daun lentur, berwarna hijau tua, pola pertulangan daun sejajar, tanpa tangkai daun (sessile), dan tidak beraroma. Bunga menyerupai bunga nangka dengan warna kemerahan. Buah berukuran panjang 68– 110 cm, diameter 10−15 cm, berbentuk silindris, ujung menumpul, dan pangkal menjantung. Saat masih muda, buah
berwarna merah pucat, dan berubah menjadi merah bata saat tua. Lebang et al. (2004) menemukan tiga jenis buah merah unggul, yaitu buah merah Mbarugum, Maler, dan Magari. Beberapa kriteria buah merah unggul yaitu: 1) jumlah buah 5–10 butir/rumpun, 2) empulur lunak, 3) ukuran buah besar (diameter 10−15 cm) dan panjang (60−110 cm), 4) hasil sari (minyak) tinggi, rata-rata 120 ml/kg buah, 5) jumlah anakan banyak, yaitu 5−10 anakan/rumpun, dan 6) jumlah akar tunjang banyak, yaitu 11−97 akar/rumpun, sehingga mampu memasok hara lebih banyak, menyerap oksigen dari udara, dan memperkokoh tanaman berdiri tegak.
MANFAAT BUAH MERAH Masyarakat Papua umumnya mengonsumsi buah merah sebagai campuran sayuran daun labu siam, daun ubi jalar (hipere), atau kol. Buah merah mengandung lemak cukup tinggi sehingga sayuran menjadi lebih gurih. Namun bila diolah menjadi saus kurang diminati masyarakat karena bila dikonsumsi dalam jumlah banyak akan menyebabkan sulit tidur. Buah merah juga diolah menjadi aneka makanan seperti puding, es krim, dan taro (Anonymous 2006). Agar hasil olahan berkualitas baik, buah harus dipanen saat telah masak. Selain sebagai makanan, obat-obatan, dan pakan, masyarakat Papua menggunakan tanaman buah merah sebagai umpan untuk menangkap burung cenderawasih, kuskus pohon, dan tikus tanah karena buah dan bunganya beraroma harum dan rasanya manis. Akar tanaman dimanfaatkan untuk membuat tali, pengikat, dan tikar, dan batangnya untuk papan rumah.
Sumber Nutrisi Kandungan nutrisi minyak buah merah hasil analisis di laboratorium Jepang disajikan pada Tabel 1. Setiap 100 g ekstrak minyak buah merah mengandung 94,20 mg lipida, 5,10 mg karbohidrat, dan tidak ditemukan adanya protein. Ekstrak minyak buah merah juga mengandung beta-karoten dan alfa-karoten masingmasing 130 µg dan 1.980 µg/100 g sampel, tetapi tidak ditemukan lutein, zeasantin, dan likopen. Kandungan vitamin E cukup tinggi, yaitu 21,20 mg/100 g sampel. Hal ini berarti buah merah sangat baik sebagai 135
Tabel 1. Hasil analisis laboratorium ekstrak minyak buah merah per 100 g sampel. Parameter yang diamati Air (g) Energi (kkal) Protein Lipida (mg) Karbohidrat (mg) Abu Sodium (mg) Αlfa-karoten (µg) Beta-karoten (µg) Beta-kriptosantin (µg) Lutein Zeasantin Likopen Vitamin E (alfa-tokoferol) (mg)
Nilai 0,70 868 0 94,20 5,10 0 3 130 1.980 1.460 Tidak terdeteksi Tidak terdeteksi Tidak terdeteksi 21,20
Sumber: Surono et al. (2006).
sumber vitamin E alami. Ekstrak minyak buah merah tidak mengandung logam berat dan mikroorganisme berbahaya. Hadad et al. (2005) menyatakan, kandungan kimia, terutama beta-karoten, buah merah yang berasal dari dataran tinggi lebih tinggi daripada buah merah dari dataran rendah, yaitu berturut-turut 8.590 ppm dan 3.698 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas buah merah yang ditanam di dataran tinggi, seperti Wamena (Kabupaten Jayawijaya), Kelila, Bokondini, dan daerah sekitarnya, lebih baik daripada yang ditanam di dataran rendah, seperti Sentani (Kabupaten Jayapura) dan sekitarnya. Limbongan dan Uhi (2005) melaporkan, buah merah berkhasiat mengobati mata rabun, gatal-gatal, luka tergores, pegal dan capek, menyuburkan rambut, mengobati kanker dan penyakit degeneratif (jantung, kolesterol, diabetes, darah tinggi), serta untuk kesehatan ternak, khususnya babi. Sutarno (2001) telah melakukan pengujian beberapa jenis tumbuhan penghasil zat pewarna alami, termasuk buah merah, dan menyimpulkan bahwa minyak buah merah dapat digunakan sebagai pewarna alami untuk warna merah kosmetik dan kuning.
Penghambat Sel Kanker, Penyakit Malaria, dan Menurunkan Glukosa Darah Kandungan alfa kriptosantin dalam ekstrak buah merah, walaupun jumlahnya 136
sedikit (1.460 µg/100 g sampel), secara in vitro dapat menghambat pertumbuhan sel kanker A 549 (Surono et al. 2006; Waspodo dan Nishigaki 2007). Hasil pengujian pada 110 ekor tikus putih betina (Rattus novergicus) menunjukkan, persentase tikus yang memperlihatkan gejala tumor menurun setelah diberi minyak buah merah (Munim et al. 2006). Tabel 2 menunjukkan, tikus yang diberi perlakuan kontrol normal (diberi 1 ml minyak wijen dan akuades) tidak ditemukan kelainan pada paru-paru maupun organ lainnya. Pada perlakuan kontrol yang diberi DMBA (7,12 dimetilbenz(a)antrasene), 10% hewan uji memiliki benjolan pada paru-paru serta 5% hewan uji memiliki dua benjolan bulat di bawah kulit dengan berat masing-masing 2,06 g dan 0,32 g. Pada kondisi ini, 20% hewan uji normal, 60% pada stadium awal, dan 20% terkena kanker ganas. Pada kelompok preventif 1, hanya 5% hewan uji yang memiliki benjolan pada paru-paru, dan 50% hewan uji terkena kanker ganas. Pada kelompok preventif 2, tidak ditemukan benjolan pada paru-paru, tetapi 5% hewan uji memperlihatkan adanya benjolan di bawah kulit paha. Hasil pengamatan mikroskopis pada kelompok preventif 2, ditemukan 90% hewan uji normal dan 10% mengalami tahap awal penebalan sel. Pada kelompok preventif 3 tidak ditemukan benjolan. Berdasarkan pengamatan mikroskopis, pada kelompok ini ditemukan 50% hewan uji normal dan 20% mengalami kanker ganas. Pada kelompok preventif 4, ditemukan 5% hewan uji
yang memiliki benjolan pada paru-paru, di mana 60% hewan uji normal dan 20% mengalami kanker ganas. Hasil penelitian Moeljoprawiro et al. (2007) pada manusia menunjukkan, dari uji sitotoksisitas terlihat bahwa IC50 ekstrak buah merah terhadap sel kanker payudara lebih rendah dari sel kanker rahim. Ekstrak metanol buah merah jenis Mbarugum dan ekstrak kloroform buah merah jenis Maler lebih toksik terhadap sel kanker payudara dan rahim dibanding doksorubisin. Disimpulkan pula bahwa struktur senyawa bioaktif dalam fraksi isolat tengah terhadap sel kanker payudara (T47D) dalam ekstrak kloroform buah merah jenis Maler adalah hexadecanoic acid dan 9-octadecanoic acid (Z). Penelitian efektivitas buah merah terhadap penyakit malaria pada manusia dengan cara menilai berat dan gambaran histologis limpa mencit Swiss yang diinfeksi Plasmodium berghei ANKA, telah dilakukan Angrieni (2008). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian minyak buah merah 0,05 ml/hari selama tujuh hari menghasilkan perbedaan yang nyata pada gambaran limpa yang diamati secara mikroskopis, namun tidak dapat menurunkan secara nyata berat limpa mencit Swiss yang diinfeksi P. berghei ANKA. Efek hipoglikemik ekstrak kloroform buah merah pada kelinci New Zealand jantan diteliti oleh Lestari (2008). Hasilnya menunjukkan, dosis ekstrak kloroform 200 dan 300 mg/kg berat badan kelinci dapat menurunkan secara nyata kadar glukosa darah dibanding kontrol. Namun, kemampuan menurunkan kadar glukosa darah masih lebih baik dibandingkan dengan glibenklamid dosis 0,23mg/kg berat badan kelinci. Dosis ekstrak buah merah 100 mg/kg berat badan kelinci tidak mampu menurunkan kadar glukosa darah secara nyata. Pengaruh minyak buah merah terhadap kadar gula darah pada tikus diteliti oleh Winarto (2007). Disimpulkan bahwa pemberian minyak buah merah pada tikus dapat menurunkan secara nyata kadar gula darah pada pemeriksaan hari ke-1, 7, dan 14 dibandingkan dengan kontrol.
Pakan Ampas pemerasan minyak buah merah dapat digunakan sebagai pakan terutama pada unggas. Ampas perasan minyak buah merah jumlahnya cukup besar, sekitar 60% dari berat buah yang diolah. Hasil Jurnal Litbang Pertanian, 28(4), 2009
Tabel 2. Persentase munculnya gejala tumor pada organ tikus yang diberi minyak buah merah setelah dilakukan pembedahan. Persentase tikus yang memperlihatkan gejala tumor Perlakuan
Benjolan pada paru-paru
Benjolan pada kulit
Diberi 1 ml minyak wijen dan selanjutnya hanya diberi akuades sampai akhir penelitian (kontrol normal)
−
Diinduksi dengan DMBA tanpa pemberian minyak buah merah (kontrol DMBA)
Kelainan paru-paru menurut pengamatan mikroskopis Normal
Stadium awal
Ganas
−
100
−
−
10
5
20
60
20
Diberi minyak buah merah 0,43 ml/200 g berat badan tikus 2 minggu sebelum induksi DMBA sampai akhir penelitian (preventif 1)
5
−
50
−
50
Setelah induksi DMBA diberi minyak buah merah 0,21 ml/200 g berat badan tikus sampai akhir penelitian (preventif 2)
−
5
90
10
−
Setelah induksi DMBA diberi minyak buah merah 0,43 ml/200 g berat badan tikus sampai akhir penelitian (preventif 3)
−
−
50
30
20
Setelah induksi DMBA diberi minyak buah merah 0,86 ml/200 g berat badan tikus sampai akhir penelitian (preventif 4)
5
−
60
20
20
DMBA = 7, 12-dimetilbenz(a)antrasene (zat perangsang kanker). − = tidak terdapat tumor. Sumber: Munim et al. (2006).
Tabel 3. Rata-rata pertambahan bobot badan ayam buras periode grower dan mortalitas anak ayam umur 2 bulan, Kabupaten Jayapura, 2007. Pertambahan bobot badan (g/ekor/minggu)
Mortalitas (%)
Jagung 46% + dedak 15% + pakan pabrik 25% + tepung (ikan, sagu, kangkung, ubi kayu) – (kontrol)
111,80
12,50
Jagung 46% + dedak 15% + pakan pabrik 25% + tepung (ikan, sagu, kangkung, ubi kayu) + pasta buah merah 3%
137,90
0
Kombinasi pakan
Sumber: Usman (2007).
penelitian Usman (2007) pada ayam buras periode grower dapat dilihat pada Tabel 3. Pemberian pasta buah merah sebanyak 3% dalam kombinasi pakan, dapat meningkatkan bobot badan ayam buras periode grower dari 111,80 g menjadi 137,90 g ekor/ minggu. Demikian pula mortalitas anak ayam menurun dari 12,50% menjadi 0%. Pengaruh pemberian ampas buah merah terhadap produksi telur dan bobot ayam buras telah diteliti oleh Tirajoh et al. Jurnal Litbang Pertanian, 28(4), 2009
(2004). Disimpulkan bahwa pemberian ampas buah merah sebanyak 5% dicampur dengan jagung 50% dan pakan pabrik 45% belum memperlihatkan pengaruh yang nyata.
ditemukan pada suatu daerah diberi nama sesuai suku dan kebiasaan masyarakat di daerah tersebut. Berdasarkan bentuk, ukuran, dan warna buah, aksesi buah merah dikelompokkan menjadi empat tipe, yaitu: 1) Tipe merah panjang, memiliki buah berbentuk segitiga dan silindris, ujung tumpul dan pangkal menjantung. Panjang buah berkisar antara 60−105 cm dengan lingkar pangkal buah 35− 74 cm dan ujung buah 14−20 cm. Bobot tiap buah 6−10 kg dan warna biji merah tua. 2) Tipe merah pendek, bentuk buah silindris, ujung lancip, dan pangkal menjantung. Panjang buah mencapai 55 cm dengan diameter 10−15 cm atau lingkar buah 20−30 cm. Bobot tiap buah 2,50− 4 kg.
VARIETAS UNGGUL
3) Tipe merah kecoklatan, bentuk buah silindris, ujung tumpul, dan pangkal menjantung. Panjang buah berkisar antara 27−33 cm dengan diameter 6,50− 12 cm. Bobot tiap buah 2,50−4 kg.
Hadad et al. (2006) dalam eksplorasinya di Papua melaporkan, calon aksesi yang
4) Tipe buah kuning, bentuk buah silindris, ujung lancip dan pangkal menjantung. Panjang buah 35−45 cm 137
dengan diameter 12−14 cm. Bobot tiap buah 2,50−3,50 kg. Salah satu contoh tipe buah merah panjang adalah varietas Mbarugum yang telah dilepas oleh Menteri Pertanian sebagai varietas unggul pada tahun 2006 (Gambar 1). Pengamatan terhadap penyebaran tanaman, kepemilikan, cara panen dan pemasaran menemukan enam aksesi yang paling banyak diminati masyarakat, seperti terlihat pada Tabel 4.
BUDI DAYA Meskipun tanaman buah merah oleh sebagian masyarakat masih dianggap sebagai tanaman tradisional, upaya pengembangannya perlu diikuti dengan teknik budi daya yang sesuai, meliputi pembibitan, penanaman, dan pemeliharaan tanaman. Tanaman diperbanyak secara vegetatif menggunakan setek tunas dari akar atau setek batang. Ukuran setek tunas berkisar antara 20−40 cm, dan bila menggunakan setek batang ukurannya 80−100 cm. Setek tunas dipilih yang mempunyai paling sedikit satu akar agar dapat memacu pertumbuhan tunas. Bila setek diangkut ke lokasi yang jauh, setek diletakkan pada tempat yang basah agar anakan tidak mati karena kekurangan air.
Pembibitan dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu: 1) membuat pesemaian sementara di bawah induk tanaman, 2) dibibitkan pada kantong plastik yang diisi media tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 3:1, dan 3) setek langsung ditanam di lahan dengan diberi naungan sampai tanaman tumbuh dengan baik. Waktu yang diperlukan untuk pembibitan dalam kantong plastik berkisar antara 1–2 bulan. Lahan tempat penanaman dibersihkan dari gulma, lalu dicangkul sedalam 15–20 cm. Bisa menggunakan lahan bekas tanaman lain seperti ubi atau pisang. Lahan sebaiknya dekat dengan sumber air. Tanah dikeringanginkan 1−2 hari dan tidak perlu dibuat drainase karena tanaman ini tumbuh baik pada tanah gembur dan lembap. Bibit ditanam pada lubang tanam ukuran 30 cm x 30 cm x 30 cm dengan jarak tanam 5 m x 5 m. Tanaman ini dapat ditumpangsarikan dengan tanaman lain, seperti ubi jalar, jagung, dan kacang-kacangan. Pemeliharaan tanaman, terutama pengendalian gulma dilakukan pada saat tanaman masih muda. Gangguan hama dan penyakit sedikit, tetapi yang sering terjadi adalah gangguan ternak, seperti sapi, babi, kerbau, dan kambing. Cendawan biasanya muncul pada buah yang luka karena jatuh atau dirusak ternak.
PANEN DAN PENGOLAHAN Umur panen buah untuk tanaman yang berasal dari setek tunas berkisar antara 3− 5 tahun. Dalam satu tahun dapat dilakukan dua kali panen, yaitu pada bulan Juni− Agustus (panen pertama) dan November− Januari (panen kedua). Kriteria buah yang siap panen adalah: 1) umur sekitar 3−4 bulan, 2) warna buah berubah dari merah muda menjadi merah tua, 3) pelepah pembungkus buah berwarna coklat kering, dan 4) biji pada ujung buah terlepas. Buah dipanen dengan menggunakan galah dari kayu yang ujungnya berbentuk huruf V, dan dilakukan secara hati-hati agar buah tidak terbelah atau rusak. Diagram alir proses pengolahan buah merah menjadi minyak disajikan pada Gambar 2. Pembuatan minyak buah merah dimulai dengan memilih buah yang benarbenar matang. Selanjutnya, buah dibelah dan empulurnya dikeluarkan, lalu daging buah dipotong-potong dan dicuci bersih. Daging buah dikukus 1−1,50 jam, dan setelah matang atau lunak diangkat dan didinginkan. Irisan buah matang ditambah sedikit air lalu diremas dan diperas hingga menjadi pasta. Pasta lalu disaring untuk memisahkan ampas biji dari pasta. Selanjutnya, pasta dimasak 4−5 jam. Setelah mendidih, pasta dibiarkan tetap di atas api selama 10 menit sampai muncul minyak berwarna hitam pada permukaannya. Rebusan pasta lalu diangkat dan didiamkan selama 1 hari kemudian minyak diambil secara perlahan menggunakan sendok. Minyak dipindahkan ke wadah transparan dan didiamkan selama 2 jam hingga minyak terpisah dari air dan pasta. Langkah ini diulangi beberapa kali hingga tidak ada lagi air di bawah lapisan minyak. Air dapat pula dihilangkan dengan cara memanaskan minyak pada suhu 95−100°C selama 2−3 menit sampai tidak ada lagi gelembung air yang terlihat. Hasil akhir berupa sari buah atau disebut minyak buah merah didinginkan lalu dikemas.
ANALISIS FINANSIAL
Gambar 1. Bibit buah merah dan tanaman dewasa serta buah siap olah dari tipe buah merah panjang. 138
Buah merah yang diperdagangkan sebagian besar berasal dari tanaman yang tidak dibudidayakan, sehingga biaya budi daya dianggap nol. Hasil analisis finansial pengolahan minyak buah merah di Sentani, Kabupaten Jayapura dapat dilihat pada Tabel 5. Analisis berpedoman pada harga buah merah Rp35.000−Rp50.000/buah (Karyono 2003). Jurnal Litbang Pertanian, 28(4), 2009
Tabel 4. Deskripsi karakter aksesi tanaman buah merah yang banyak dibudidayakan petani di Papua. Aksesi
Batang/cabang
Daun
Buah
Maler
Berbatang tinggi, besar dan bercabang, 2–15 cabang/batang; diameter batang bawah 40–56 cm; jumlah akar tunjang 6–16 buah/ batang; umur mulai berbuah 3 tahun (berumur dalam)
Daun besar, panjang daun 1,40–2,10 cm, lebar daun 7–10 cm, termasuk terbesar, duri rapat
Buah besar panjang, buah panjang (60– 86 cm), bentuk bulat agak segitiga, lingkar pangkal buah 35–54 cm, lingkar ujung buah 16–28 cm, berat 6–9,50 kg; biji berwarna merah berbaris tidak beraturan; kandungan minyak banyak
Mbarugum
Tinggi 2−3,50 m, diameter 20−40 cm, 2–4 cabang/batang; jumlah akar tunjang 11–97, akar berduri panjang; umur mulai berbuah 3−5 tahun, umur panen 3−4 bulan
Daun besar, panjang daun 323 cm, lebar daun 15 cm, duri rapat, ujung daun bertusuk
Buah besar dan panjang (68–110 cm), berbentuk silindris, lingkar pangkal buah 31,50–40,50 cm, lingkar ujung buah 14–20 cm, berat 7–10 kg, biji berwarna merah berbaris tidak beraturan; hasil minyak 120 cc/buah, rendemen minyak 15%
Ibagaya
Berbatang pendek-sedang dan bercabang sedang (2–8 cabang/ batang); diameter batang bawah 30– 46 cm; jumlah akar tunjang 6–13 buah/batang; umur mulai berbuah 16 bulan (termasuk berumur genjah)
Daun sedang, panjang daun 1,10–1,60 cm, lebar daun 4–8 cm, termasuk terbesar, duri agak jarang
Buah kecil, panjang buah 30–46 cm, berbentuk agak bulat, lingkar pangkal buah 35–44 cm, lingkar ujung buah 10–15 cm, berat 4–7 kg, biji berwarna merah berbaris tidak beraturan, kandungan minyak sedikit, minyak enak dimakan
Kuanggo
Berbatang sedang dengan jumlah cabang sedang (2–8 cabang/batang); diameter batang bawah 30–46 cm; jumlah akar tunjang 6–13 buah/batang; umur mulai berbuah 16 bulan (termasuk berumur genjah)
Daun sedang, panjang daun 1,10–1,60 cm, lebar daun 4–8 cm, termasuk terbesar, duri rapat dan tajam
Buah berbentuk agak segitiga, lingkar pangkal sedang, panjang buah 35–58 cm, buah 39–54 cm, lingkar ujung buah 10–15 cm, berat 5–6 kg; biji berwarna merah berbaris tidak beraturan; kandungan minyak sedang
Kenen
Berbatang pendek, sedang dengan jumlah cabang sedang (2–8 cabang/batang); diameter batang bawah 30–46 cm; jumlah akar tunjang 6–13 buah/batang; umur mulai berbuah 16 bulan (termasuk berumur genjah)
Daun sedang, panjang daun 1,10–1,60 cm, lebar daun 4–8 cm, termasuk terbesar, duri agak jarang
Buah kecil, panjang buah 30–46 cm, berbentuk agak bulat, lingkar pangkal buah 35–44 cm, lingkar ujung buah 10–15 cm, berat 4–7 kg; biji berwarna merah berbaris tidak beraturan; kandungan minyak sedikit, minyak enak dimakan
Muni
Batang agak tinggi dan bercabang, 2–9 cabang/batang; diameter batang bawah 40–56 cm; jumlah akar tunjang 60–12 buah/batang; umur mulai berbuah 3 tahun (termasuk berumur dalam)
Daun besar, panjang daun 1,40–2,10 cm, lebar daun 7–10 cm, termasuk terbesar, duri tidak tajam
Buah sedang agak pendek, panjang buah 50–73 cm, berbentuk segitiga, lingkar pangkal buah 55–74 cm, lingkar ujung buah 14–20 cm, berat 5−8 kg; biji berwarna merah berbaris tidak beraturan; kandungan minyak banyak
Sumber: Hadad et al. (2006).
Komponen biaya terbesar pada pengolahan buah merah adalah biaya tenaga kerja yakni Rp2.800.000, meliputi upah pengupasan, pemotongan, pencucian, peremasan, perebusan, penyaringan, dan pengepakan. Komponen biaya yang cukup besar lainnya adalah biaya pembelian bahan baku atau buah merah. Untuk menghasilkan 45 liter minyak buah merah diperlukan 80 buah dengan total harga Rp3.100.000. Total biaya untuk satu kali proses dengan hasil minyak 45 liter mencapai Rp7.347.775, dengan tingkat keuntungan Rp15.125.225 dan R/C 3,05. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa usaha pengolahan minyak buah merah pada skala rumah tangga menguntungkan. Jurnal Litbang Pertanian, 28(4), 2009
PELUANG DAN UPAYA PENGEMBANGAN Buah merah merupakan salah satu komoditas unggulan Papua. Secara tradisional, buah merah sudah dikenal masyarakat yang bermukim di daerah pantai maupun pegunungan. Daya tarik buah merah adalah kandungan kimianya, berupa zat gizi penting untuk ketahanan tubuh seperti beta-karoten, tokoferol (vitamin E), asam linolenat, asam oleat, asam stearat, dan asam palmitat. Beta-karoten dan tokoferol dikenal sebagai senyawa antioksidan yang dapat menghambat perkembangan radikal bebas di dalam tubuh manusia. Oleh karena itu, buah merah potensial dikembangkan sebagai bahan baku obat
degeneratif, seperti gangguan jantung, lever, kolesterol, diabetes, asam urat, osteoporosis, serta sebagai antiinfeksi seperti HIV (Hadad et al. 2005). Lahan yang berpotensi untuk pengembangan komoditas perkebunan, termasuk buah merah, di Papua tersebar di beberapa kabupaten, antara lain Jayawijaya, Puncak Jaya, Tolikara, Yahukimo, Jayapura, Manokwari, Sorong, Merauke, Biak, Nabire, Paniai, Yapen Waropen, Mimika, dan Fakfak. Luasnya mencapai 7,20 juta ha, namun baru dimanfaatkan 165.885 ha (Rumbarar 2002). Pemanfaatan buah merah oleh masyarakat lokal, baik sebagai sumber gizi, penyedap masakan, obat beberapa jenis penyakit, maupun pakan ternak, telah 139
Buah merah matang t t
t
Empulur dibuang
Daging buah dipotong-potong dan dicuci bersih Dikukus 1 − 1,50 jam didinginkan, ditambahkan air, diremas, diperas, disaring t t
t
Ampas untuk pakan
Pasta Dimasak 4 − 5 jam, didiamkan 1 hari, didiamkan 2 jam t
t
t
Ampas (kue, dodol, dsb.)
Sari (minyak) buah merah
Gambar 2. Diagram pembuatan minyak buah merah (Limbongan dan Uhi 2005).
Tabel 5. Analisis finansial pengolahan minyak buah merah untuk satu kali proses, Sentani, Kabupaten Jayapura, 2006. Uraian A. Bahan Buah (Tolikara) Buah (Sentani) Air Kayu bakar Minyak tanah B. Alat Dandang Toples Jerigen Drum Kompor C. Biaya operasional Tenaga kerja Pengepakan Insentif pakar D. Hasil Minyak E. Biaya (A+B+C) F. Pendapatan (D-E) R/C
Volume
Harga satuan (Rp)
Jumlah (Rp)
20 60 4 4 20
buah buah drum ikat liter
50.000 35.000 3.000 5.000 3.000
1.000.000 2.100.000 12.000 20.000 60.000
2 4 16 1 1
buah buah buah buah buah
170.000 35.000 25.000 125.000 375.000
14.150 3.800 64.000 5.200 15.625
8 0 OH 8 OH 1 OH
35.000 35.000 1.000.000
2.800.000 280.000 1.000.000
4 5 liter
500.000 7.374.775 15.125.225 3,05
22.500.000
Sumber: Wamaer dan Malik (2009).
dimulai sejak puluhan tahun lalu. Beberapa pengusaha di tingkat lokal maupun nasional telah melirik komoditas ini sebagai bahan baku industri makanan 140
dan obat-obatan. Sejak tahun 2003, minyak buah merah dalam kemasan telah dipasarkan ke beberapa daerah di Indonesia dan mancanegara. Harga
minyak buah merah dalam kemasan botol 250 ml mencapai Rp125.000. Peluang pengembangan buah merah cukup besar karena didukung hal-hal sebagai berikut: 1) tanaman beradaptasi cukup luas mulai dari dataran rendah hingga dataran tinggi, dapat tumbuh pada tanah miskin hara tetapi cukup air dengan curah hujan lebih dari 1.000 mm/tahun, 2) budi daya cukup mudah, tanaman kurang disukai hama, buah tidak cepat busuk, dan pengolahan buah menjadi minyak dapat dilakukan di tingkat petani, dan 3) pemasaran minyak buah merah cukup mudah karena permintaan bukan hanya dari konsumen lokal, tetapi juga dari daerah lain dan mancanegara. Oleh karena itu, prospek penggunaan minyak buah merah sebagai bahan baku industri obat-obatan, makanan, dan kosmetik cukup baik. Upaya yang perlu dilakukan untuk mendorong pengembangan tanaman buah merah ialah ekstensifikasi dengan cara mendorong petani untuk membudidayakan buah merah dengan menggunakan bibit unggul, pembibitan yang baik, pengolahan tanah, pembuatan lubang tanam, pengaturan jarak tanam, pemangkasan, penyiangan, dan pemupukan. Secara ilmiah, tanaman buah merah belum banyak dikenal sehingga perlu dilakukan penelitian yang berkaitan dengan budi daya tanaman, seperti teknologi perbanyakan tanaman, pemupukan, jarak tanam, kesesuaian lahan, serta panen dan pascapanen, termasuk teknologi pengolahan minyak sebagai bahan makanan, pakan maupun bahan baku obat-obatan.
KESIMPULAN DAN SARAN Peluang pengembangan tanaman buah merah ke depan cukup baik karena budi daya tanaman dan cara pengolahan minyaknya mudah dilaksanakan di tingkat petani, selain harga minyak cukup tinggi. Masyarakat meyakini bahwa minyak buah merah memiliki berbagai manfaat, antara lain sebagai bahan baku obat-obatan, makanan, pewarna alami, kosmetik, dan limbahnya sebagai pakan. Untuk mendapatkan produksi yang tinggi dan kualitas hasil yang baik, pengembangan tanaman buah merah harus dilakukan dengan menerapkan teknologi budi daya dan pascapanen sesuai dengan sifat dan karakter biologis tanaman. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang tingkat keefektifan minyak buah merah sebagai Jurnal Litbang Pertanian, 28(4), 2009
bahan baku obat, makanan, dan pewarna alami dari berbagai jenis buah merah pada
lokasi yang berbeda. Kerja sama instansi terkait juga diperlukan untuk mendorong
pengembangan tanaman buah merah pada masa yang akan datang.
dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Papua dengan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Provinsi Papua.
Hortikultura Kabupaten Jayapura dengan Universitas Negeri Papua.
DAFTAR PUSTAKA Angrieni, W. 2008. Pengaruh pemberian buah merah (Pandanus conoideus Lamk.) terhadap berat dan gambaran histologis limpa mencit Swis yang diinfeksi Plasmodium berghei ANKA. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia 3(1): 5−8. Anonymous. 2006. Pandanus. Pacific Food Leaflet. Healthy Pacific Lifestyle Section– Secretariat of the Pacific Community, Noumea Cedex 98848, New Caledonia. 6 pp. Badan Pusat Statistik Provinsi Papua. 2005. Papua dalam Angka Tahun 2004/2005. Badan Pusat Statistik Provinsi Papua. hlm. 35−61. Budi, M. 2003. Potensi kandungan gizi buah merah (P. conoideus Lamk.) sebagai sumber pangan alternatif untuk mendukung ketahanan pangan masyarakat Papua. hlm. 211− 214. Lokakarya Nasional Pendayagunaan Pangan Spesifik Lokal, Jayapura 2−4 Desember 2003. Kerja sama Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Jayapura dengan Universitas Negeri Papua. Hadad, M., T. Sugandi, D. Wamaer, M. Ondikleu, dan P. Ramba. 2005. Laporan Eksplorasi Tanaman Buah Merah di Papua. Kerja Sama Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat dengan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua. Hadad, M., Atekan, A. Malik, dan D. Wamaer. 2006. Karakteristik dan potensial tanaman buah merah (Pandanus conoideus Lamk.) di Papua. hlm. 243–255. Prosiding Seminar Nasional BPTP Papua, Jayapura 24−25 Juli 2006. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Bogor. Karyono, O.K. 2003. Nilai Ekonomi Buah Merah di Bawah Tegakan Hutan Rakyat; Studi Kasus di Kabupaten Wamena. Laporan Hasil Penelitian. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Bogor. Kore, G.I. 2002. Variasi Pandanus dan Pemanfaatannya oleh Masyarakat Ayamaru. Skripsi Fakultas Kehutanan, Universitas Negeri Papua, Manokwari. Lebang, A., Amiruddin, J. Limbongan, G.I. Kore, S. Pambunan, dan I M. Budi. 2004. Laporan Usulan Pelepasan Varietas Buah Merah Mbarugum. Kerja Sama Balai Pengawasan
Jurnal Litbang Pertanian, 28(4), 2009
Lestari, S.E. 2008. Efek Hipoglikemik Ekstrak Kloroform Buah Merah (Pandanus conoideus Lamk.) pada Kelinci New Zealand Jantan yang Dibebani Glukosa. Tesis, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Limbongan, J. dan H.T. Uhi. 2005. Penggalian data pendukung domestikasi dan komersialisasi jenis, spesies dan varietas tanaman buah di Provinsi Papua. hlm. 55−82. Prosiding Lokakarya I Domestikasi dan Komersialisasi Tanaman Hortikultura, Jakarta 15 September 2005. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Jakarta. Moeljoprawiro, S., T.R. Nuringtyas, R. Noveriza, dan O. Trisilawati. 2007. Kajian Bioaktif Antikanker 3 Varietas Buah Merah: Identifikasi fraksi bioaktif antikanker payudara dan kanker rahim dan mikrobia kontaminan pada 3 varietas buah merah (Pandanus conoideus Lamk.). Laporan Hasil Penelitian Kerja Sama Universitas Gadjah Mada dengan Badan Litbang Pertanian. 61 hlm. Munim, A.R. Andrajati, dan H. Susilowati. 2006. Uji hambatan tumorigenesis sari buah merah (Pandanus conoideus Lamk.) terhadap tikus putih betina yang diinduksi 7, 12 dimetilbenz(a)antrasene (DMBA). Majalah Ilmu Kefarmasian III(3): 153−161. Nainggolan, D. 2001. Aspek Ekologis Kultivar Buah Merah Panjang (Pandanus conoideus Lamk.) di Daerah Dataran Rendah Manokwari. Skripsi Fakultas Kehutanan, Universitas Negeri Papua, Manokwari. Rumbarar, L. 2002. Kebijakan pembangunan wilayah perkebunan. hlm. 6−15. Prosiding Seminar Regional Peran Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi Mendukung Ketahanan Pangan dan Agribisnis pada Era Otonomi Khusus Papua, Jayapura 7−8 Januari 2002. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor. Sadsoeitoeboen, M.J. 2003. Buah merah (Pandanus conoideus Lamk.) dalam kehidupan suku Arfak di Kabupaten Manokwari. hlm. 155−160. Prosiding Lokakarya Nasional Pendayagunaan Pangan Spesifik Lokal, Jayapura 2−4 Desember 2003. Kerja Sama Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan
Surono, I.S., T. Nishigaki, A. Endaryanto, and P. Waspodo. 2006. Indonesian biodiversities from microbes to herbal plants as potential functional food. J. Fac. Agric. Shinshu Univ. 44(1−2): 23−27. Sutarno, S. 2001. Tumbuhan Penghasil Warna Alami dan Pemanfaatannya dalam Kehidupan Suku Meyah di Desa Yoom Nuni, Manokwari. Skripsi Fakultas Pertanian, Universitas Negeri Papua, Manokwari. Tirajoh, S., A. Hanafiah, dan D. Tungkoye. 2004. Pemanfaatan limbah buah merah (Pandanus conoideus Lamk.) sebagai pakan untuk meningkatkan produktivitas ayam buras. hlm. 319−324. Prosiding Seminar Nasional BPTP Papua 5−6 Oktober 2004. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor. Usman. 2007. Pemanfaatan pasta buah merah sebagai pakan alternatif ayam buras periode grower. hlm. 238−243. Prosiding Seminar Nasional BPTP Papua, 5−6 Juni 2007. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Bogor. Wamaer, D. dan A. Malik. 2009. Analisis finansial pascapanen buah merah (Pandanus conoideus Lamk.). Jurnal Tambue Universitas Moh. Yamin Solok VIII(1): 96−100. Waspodo, P. and T. Nishigaki. 2007. Novel Chemopreventive Herbal Plant Buah Merah (Pandanus conoideus Lamk.) for Lung Cancer. Association of Tropical Medicinal Plants, Japan SEAMEO TROP-MEDRCCN, University of Indonesia. 15 pp. Winarto. 2007. Pengaruh Minyak Buah Merah (Pandanus conoideus Lamk.) terhadap Gambaran Sel A-Pankreas dan Efek Hipoglikemik Glibenklamid pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan Galur Wistar Diabetik. Tesis Sekolah Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 58 hlm. Yuhono, Y.T. dan A. Malik. 2006. Keragaan komoditas buah merah (Pandanus conoideus Lamk.): Teknologi pendukung dan solusi arah kebijakannya sebagai sumber pendapatan daerah Papua. hlm. 273−281. Prosiding Seminar Nasional BPTP Papua 24−25 Juli 2006. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Bogor.
141