39
PELUANG BEKERJA DAN BERUSAHA SERTA PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT UPAH WANITA KEPALA RUMAH TANGGA (WKRT) Peluang Bekerja dan Berusaha Wanita Kepala Rumah Tangga (WKRT) Peluang bekerja dan berusaha adalah kesempatan bagi seseorang untuk memperoleh pekerjaan dan melakukan usaha dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup pokoknya untuk membina kesejahteraan rumah tangganya agar lebih baik dari keadaan sebelumnya. Peluang bekerja dan berusaha WKRT diukur dengan alat ukur, yaitu usaha mencari pekerjaan, faktor pendukung berusaha, kesulitan pinjaman, dan jenis pekerjaan. Jumlah dan persentasenya jika seluruh alat ukur dihitung maka dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17 Jumlah dan persentase responden berdasarkan peluang bekerja dan berusaha di Desa Cihideung Udik tahun 2012 Peluang bekerja dan berusaha Sulit Mudah Total
Jumlah 34 7 41
Persentase 82.9 17.1 100.0
Secara umum peluang bekerja dan berusaha pada WKRT di Desa Cihideung Udik tergolong sulit. Tabel 17 menunjukkan bahwa peluang bekerja dan berusaha mayoritas responden tergolong sulit, yaitu sejumlah 34 responden (82.9%), dan tergolong mudah, yaitu sejumlah 7 responden (17.1%). Salah satu alat ukur untuk melihat peluang bekerja dan berusaha responden adalah dengan melihat usaha mencari pekerjaan. Keadaan menjadi WKRT tentunya memaksa mereka untuk mencari nafkah dalam menghidupi kebutuhan rumah tangga, namun tidak seluruh responden memiliki pengalaman bekerja sebelum menjadi WKRT. Usaha dalam mencari pekerjaan dibagi menjadi dua kategori, yaitu sulit dan mudah, seperti dalam Tabel 18. Tabel 18 Jumlah dan persentase responden berdasarkan usaha mencari pekerjaan di Desa Cihideung Udik tahun 2012 Usaha mencari pekerjaan Sulit Mudah Total
Jumlah 17 24 41
Persentase 41.5 58.5 100.0
Secara umum, hasil persentase kategori sulit dan mudah dalam usaha mencari pekerjaan tidak terlalu jauh berbeda. Pada Tabel 18 menunjukkan bahwa mayoritas responden tergolong mudah dalam usaha mencari pekerjaan (58.5%). Usaha dalam mencari pekerjaan responden tergolong mudah karena responden memperoleh pekerjaan yang tidak terlalu membutuhkan keterampilan tinggi dan cenderung jenis pekerjaan nonformal, seperti dalam Tabel 20.
40 Faktor pendukung berusaha dibagi menjadi dua kategori, yaitu sulit dan mudah, seperti Tabel 19. Faktor pendukung berusaha dilihat dari kesulitan modal, waktu bekerja, persaingan, sosialisasi dengan pekerja lain, dan lokasi. Tabel 19 Jumlah dan persentase responden berdasarkan faktor pendukung berusaha di Desa Cihideung Udik tahun 2012 Faktor pendukung berusaha Sulit Mudah Total
Jumlah 26 15 41
Persentase 63.4 36.6 100.0
Mayoritas responden dalam faktor pendukung berusaha termasuk dalam kategori sulit, yaitu sejumlah 63.4% dari keseluruhan responden. Responden mengalami kesulitan dalam hal modal, waktu bekerja yang menyita keseluruhan waktu responden, banyak saingan dengan pekerja lainnya, sulit dalam bersosialisasi, dan lokasi bekerja yang termasuk jauh dari rumah. Jenis pekerjaan yang dimiliki oleh responden dapat dibagi menjadi dua kategori, kategori pertama adalah nonformal, dan kategori kedua adalah formal, seperti Tabel 20. Jenis pekerjaan nonformal artinya tidak memiliki peraturan yang jelas dan tertulis seperti pekerjaan formal. Hasil penelitian menunjukkan, mayoritas responden termasuk ke dalam jenis pekerjaan nonformal sebesar 75.6% lebih besar dibandingkan responden yang memiliki jenis pekerjaan formal, yaitu 24.4%. Tabel 20 Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis pekerjaan di Desa Cihideung Udik tahun 2012 Jenis pekerjaan Nonformal Formal Total
Jumlah 31 10 41
Persentase 75.6 24.4 100.0
Pekerjaan responden di Desa Cihideung Udik beragam. Berdasarkan data di lapang, pekerjaan yang dimiliki responden dapat diklasifikasikan, yaitu buruh cuci, buruh konveksi, buruh pabrik, buruh tani, cleaning service, pedagang, pegawai kantin, pengusaha, PRT (Pembantu Rumah Tangga), SPG (Sales Promotion Girl). Pekerjaan yang paling banyak adalah pedagang, yaitu 12 reponden. Pekerjaan sebagai pedagang ini seluruhnya pedagang kecil yang berdagang, seperti nasi uduk, gorengan, sayur, jajanan anak, mie ayam, gadogado. Lalu jenis pekerjaan sebagai PRT (Pembantu Rumah Tangga) terbanyak setelah pedagang, yaitu 10 responden. Hal tersebut karena di sekitar RW 03, RW 06, dan RW 08 terdapat banyak perumahan sehingga beberapa WKRT mencari nafkah disana. Data yang lebih terperinci dapat dilihat pada Tabel 21. Pekerjaan yang dimiliki oleh responden menghasilkan upah yang beragam pula. Jenis upah responden dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori, kategori pertama adalah memiliki upah pasti, dan kategori kedua adalah memiliki upah tidak pasti, seperti Tabel 22. Hasil penelitian di lapang menunjukkan, mayoritas responden memiliki upah yang tidak pasti sejumlah 61% dibandingkan dengan responden yang memiliki upah pasti sebesar 39%.
41 Tabel 21 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pekerjaan di Desa Cihideung Udik tahun 2012 Pekerjaan Buruh cuci Buruh konveksi Buruh pabrik Buruh tani Cleaning service Pedagang Pegawai kantin Pengusaha PRT (Pembantu Rumah Tangga) SPG (Sales Promotion Girl) Total
Jumlah 1 3 4 2 1 12 1 5 10 1 41
Persentase 2.4 7.3 9.8 4.9 2.4 29.3 2.4 12.2 24.4 2.4 100.0
Tabel 22 Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis upah di Desa Cihideung Udik tahun 2012 Jenis upah Memiliki upah pasti Memiliki upah tidak pasti Total
Jumlah 16 25 41
Persentase 39 61 100
Berdasarkan hasil penelitian di lapang, responden mudah memperoleh pekerjaan karena pekerjaan yang dapat mereka akses adalah pekerjaan yang mudah dan tidak terlalu banyak persyaratan maupun aturan tertulis, seperti berdagang makanan di depan rumah, usaha kecil-kecilan, menjadi PRT (Pembantu Rumah Tangga), buruh cuci, dan buruh tani, seperti Tabel 21. Pekerjaan tersebut tentunya tidak perlu waktu lama dalam memperolehnya, dan responden sepakat mereka bekerja apapun asal halal dan dapat memperoleh penghasilan meskipun upah yang diperolehnya tidak pasti, seperti Tabel 22. Hal ini juga tidak terlepas dari dukungan keluarga dan teman responden yang telah bekerja dalam mencari pekerjaan sehingga hanya perlu menunggu waktu sekitar seminggu atau dua minggu langsung mendapatkan pekerjaan tanpa proses yang sulit. Sementara responden yang tidak tahu harus bekerja apa akan berdagang di depan rumahnya bahkan ada yang berkeliling di sekitar rumah tanpa harus lama menentukan jenis pekerjaan apa yang cocok dilakukan. Jenis pekerjaan tidak menjadi masalah bagi mereka, hanya pengalaman bekerja sewaktu masih ada suami yang menjadi perbedaan pada masing-masing responden. Penuturan beberapa responden mengenai kesulitan bekerja: “Saya cuma bisa nangis cari uang, palingan dikasi saudara terus pas disini ade saya bantu cari kerja. Saya mah yang penting kerja bisa hidupin keluarga, pas waktu itu juga nunggu dulu mau masuk ke pabrik. Kalo ade saya ga bantu bilang ke bosnya ga bakalan deh saya bisa masuk (Em 42 tahun).” “Saya baru kerja setelah ditinggal suami, dulu mah perjuangan banget sampe akhirnya saya bisa buka usaha rias penganten. Saya pernah kerja di konveksi sebentar (5-6 bulan), jualan makanan, buruh cuci, sales kosmetik, sales yakult, yang
42 penting tuh anak bisa jajan neng. Terus sampe akhirnya ada yang minta dandanin, saya belajar sendiri dari majalah-majalah wanita tentang cara rias..(Nr 50 tahun).” “Saya sering nangis gatau mau kerja apa, pernah nguli di sawah tapi kan ga tentu dapet uangnya, terus sampe saya nanya-nanya temen ada kerjaan nggak, akhirnya saya ditawarin buat nyuci di rumah dosen. Saya tuh yang penting dapet duit dari kerja..(Rn 44 tahun).”
Peluang bekerja dan berusaha WKRT juga diukur dengan melihat seberapa sulit WKRT memperoleh pinjaman. Secara umum kesulitan mencari pekerjaan tidak terlalu sulit dan tidak terlalu mudah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa separuh jumlah responden (51.2%) mengalami kesulitan dalam mencari pinjaman, sedangkan kurang dari separuhnya (48.8%) tidak terlalu mengalami kesulitan dalam mencari pinjaman, seperti Tabel 23. Tabel 23 Jumlah dan persentase responden berdasarkan kesulitan mencari pinjaman di Desa Cihideung Udik tahun 2012 Kesulitan mencari pinjaman Sulit Mudah Total
Jumlah 21 20 41
Persentase 51.2 48.8 100.0
Pada Tabel 23 memperlihatkan bahwa jumlah responden yang menyatakan sulit dalam mencari pinjaman tidak jauh berbeda dengan jumlah responden yang mudah dalam mencari pinjaman. Responden yang mengalami kesulitan dalam memperoleh pinjaman karena tidak mau meminjam ke orang-orang sekitar bahkan tidak pernah sama sekali. Responden juga menyatakan takut untuk meminjam ke orang sekitar karena takut tidak bisa membayar dan menjadi bahan pembicaraan masyarakat. Sementara itu, responden yang tidak mengalami kesulitan dalam memperoleh pinjaman karena meminjam dengan saudara, teman, bahkan meminjam ke tempat mereka bekerja. Hal ini didukung dengan pernyataan beberapa responden: “Kalo minjem-minjem uang saya ama sodara aja, soalnya orang lain mah ga percaya nanti malah jadi omongan. Ya kalo kepepet waktu itu anak mau beli sepatu, ya saya minjem di bank keliling” (Mr 42 tahun). “Kalo butuh apa-apa kayak pas mau lebaran, saya tinggal pinjem aja ke pabrik, ga susah jadi nanti uang tiap bulan saya tinggal dipotong aja. Saya ga berani kalo minjem ke yang lain, nanti takut ga kebayar” (Is 42 tahun).
Sebagian besar responden yang diwawancarai menyatakan tidak pernah meminjam ke lembaga formal, seperti bank, koperasi, dan pegadaian. Namun, hanya ada tiga responden yang menyatakan pernah meminjam ke lembaga formal. Responden pertama, yaitu Ibu Aa (48 tahun) pernah meminjam ke bank dan menjadi anggota koperasi karena beliau memiliki usaha di bidang perdagangan di Jakarta. Mendiang suami beliau termasuk tokoh agama di kampungnya, dan dikenal sebagai orang kaya di kampungnya. Responden kedua, yaitu Ibu Et (40 tahun) pernah meminjam ke bank untuk menggadaikan SK. Mendiang suaminya adalah PNS dan memiliki dana pensiunan sehingga beliau termasuk keluarga yang kaya dan terpandang di kampungnya. Responden ketiga, yaitu Ibu Nr (50
43 tahun) yang pernah meminjam ke bank dan pegadaian. Berdasarkan wawancara mendalam dengan beliau, beliau mengalami kesulitan ketika meminjam ke bank untuk modal usaha rias pengantinnya. Beliau mengatakan karena usahanya masih baru dan belum menjanjikan sehingga agak kesulitan, lalu beliau juga mengatakan harus membuktikan statusnya sebagai Wanita Kepala Rumah Tangga (WKRT) dengan menunjukkan surat keterangan kematian mendiang suaminya.
Hubungan Ideologi Gender dengan Peluang Bekerja dan Berusaha Wanita Kepala Rumah Tangga (WKRT) Ideologi gender memperlihatkan bahwa suatu pemikiran masyarakat mengenai perbedaan akses dan kontrol antara pria dan wanita menjadi pedoman dalam bersikap dan bertingkah laku. Hal tersebut tergambarkan dari hasil penelitian terhadap responden bahwa mayoritas responden (73.2%) termasuk tidak sadar gender, dan sisanya kurang dari setengah termasuk sadar gender (26.8%). Sementara itu, mayoritas peluang bekerja dan berusaha responden (82.9%) termasuk sulit lebih besar persentasenya dibandingkan yang termasuk mudah (17.1%). Ideologi gender tersebut akan dilihat pengaruhnya terhadap peluang bekerja dan berusaha dari responden dengan tabulasi silang, pada Tabel 24. Tabel 24 Jumlah dan persentase responden berdasarkan hubungan ideologi gender dengan peluang bekerja dan berusaha di Desa Cihideung Udik tahun 2012 Peluang bekerja dan berusaha Sulit Mudah Total
Ideologi gender Tidak sadar gender Sadar gender Jumlah Persentase Jumlah Persentase 25 83.3 9 81.8 5 16.7 2 18.2 30 100.0 11 100.0
Pada Tabel 24, memperlihatkan bahwa peluang bekerja dan berusaha responden yang sulit lebih besar persentasenya (83.3%) pada ideologi gender yang termasuk tidak sadar gender. Lalu peluang bekerja dan berusaha responden yang mudah lebih besar persentasenya (18.2%) pada ideologi yang termasuk sadar gender. Secara umum, responden termasuk ke dalam kategori ideologi gender yang tidak sadar gender. Hal ini berarti terdapat hubungan antara ideologi gender dengan peluang bekerja dan berusaha. Ideologi gender memiliki hubungan yang cukup kuat jika dilihat dari hasil tabulasi silang di mana peluang bekerja dan berusaha responden menjadi sulit. Konstruksi sosial budaya yang ada di masyarakat masih memiliki pengaruh kuat dalam hal membeda-bedakan akses dan kontrol antara pria dan wanita. Dalam hal ini, posisi WKRT yang berjenis kelamin wanita dipersulit dengan adanya ideologi gender tersebut. Pembagian peran yang berdasarkan jenis kelamin dan tidak berdasarkan kemampuan menyebabkan ketidakadilan gender terutama bagi WKRT yang harus berperan ganda dalam rumah tangganya. Hal tersebut turut mempersulit WKRT dalam mengakses pekerjaan dan usaha yang menghasilkan upah tinggi.
44 Banyaknya responden yang menganut ideologi tidak sadar gender tergolong kuat terlihat dari keputusan bekerja, jabatan dalam bekerja, lokasi bekerja, waktu bekerja, jenis pekerjaan yang dapat dilakukan, dan beban ganda yang harus dilakukan. Ideologi yang mengharuskan wanita bekerja pada kegiatan domestik, yaitu rumah tangga mempengaruhi keputusan mereka dalam bekerja. Ideologi yang dianut responden terpaksa diabaikan karena status yang mengharuskan mereka bekerja. Ideologi tersebut juga mengakibatkan mereka hanya bisa mengakses pekerjaan yang tidak membutuhkan keterampilan tinggi, jenis pekerjaan yang nonformal dengan upah yang rendah. Hal ini mempengaruhi peluang bekerja dan berusaha responden sebagai Wanita Kepala Rumah Tangga (WKRT) yang akhirnya menjadi sulit.
Hubungan Karakteristik dengan Peluang Bekerja dan Berusaha Wanita Kepala Rumah Tangga (WKRT) Karakteristik yang melekat pada WKRT menggambarkan WKRT secara keseluruhan. Karakteristik WKRT dilihat berdasarkan usia, lamanya menjadi WKRT, dan tanggungan anak. Usia mayoritas responden termasuk tua (80.5%); mayoritas responden berdasarkan lamanya menjadi WKRT berada pada kategori baru (≤14 tahun) sejumlah 92.7%; dan tanggungan anak kategori sedikit (≤3 anak) sejumlah 78%. Sementara itu, mayoritas peluang bekerja dan berusaha responden (82.9%) termasuk sulit lebih besar persentasenya dibandingkan yang termasuk mudah (17.1%). Karakteristik tersebut akan dilihat pengaruhnya terhadap peluang bekerja dan berusaha dari responden dengan tabulasi silang, pada Tabel 25, 26, dan 27. Tabel 25 Jumlah dan persentase berdasarkan hubungan karakteristik usia responden dengan peluang bekerja dan berusaha responden di Desa Cihideung Udik tahun 2012 Peluang bekerja dan berusaha Sulit Mudah Total
Karakterisik usia Tua Jumlah Persentase 7 87.5 1 12.5 8 100.0
Muda Jumlah Persentase 27 81.8 6 18.2 33 100
Pada Tabel 25 menunjukkan bahwa peluang bekerja dan berusaha responden yang termasuk sulit lebih besar persentasenya (87.5%) pada karakteristik usia yang termasuk tua. Lalu peluang bekerja dan berusaha responden yang termasuk mudah lebih besar persentasenya (18.2%) pada karakteristik usia yang termasuk muda. Hal ini berarti ada hubungan antara karakteristik usia dengan peluang bekerja dan berusaha responden. Usia responden yang termasuk tua akan mengalami kesulitan memperoleh peluang bekerja dan berusaha di masyarakat. Usia yang semakin tua menjadikan mereka semakin terbatas dalam bekerja keras dalam memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Responden yang bekerja dalam usia yang termasuk tua seringkali
45 karena tuntutan ekonomi yang mendasarinya dan tidak ada anggota rumah tangga lainnya yang dapat diandalkan. Tabel 26 Jumlah dan persentase berdasarkan hubungan karakteristik lamanya menjadi WKRT responden dengan peluang bekerja dan berusaha responden di Desa Cihideung Udik tahun 2012 Peluang bekerja dan berusaha Sulit Mudah Total
Karakterisik lamanya menjadi WKRT Baru Lama Jumlah Persentase Jumlah Persentase 31 81.6 3 100 7 18.4 0 0 38 100.0 3 100
Pada Tabel 26 menunjukkan bahwa peluang bekerja dan berusaha yang termasuk sulit lebih besar persentasenya (100%) pada karakteristik lamanya menjadi WKRT yang termasuk lama. Lalu peluang bekerja dan berusaha yang termasuk mudah lebih besar persentasenya (18.4%) pada karakteristik lamanya menjadi WKRT yang termasuk baru. Hal ini berarti tidak menunjukkan adanya hubungan antara karakteristik lamanya menjadi WKRT dengan peluang bekerja dan berusaha. Namun, terdapat kecenderungan bahwa karakteristik lamanya menjadi WKRT responden mayoritas termasuk baru jumlahnya besar persentasenya pada peluang bekerja dan berusaha (81.6%) sejumlah 31 responden. Mayoritas responden baru bekerja setelah menjadi WKRT sehingga memiliki kesulitan dalam berusaha dan bekerja. Responden yang telah lama menjadi WKRT rata-rata sudah mulai memiliki pengalaman dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. Tabel 27 Jumlah dan persentase berdasarkan hubungan karakteristik tanggungan anak dengan peluang bekerja dan berusaha responden di Desa Cihideung Udik tahun 2012 Peluang bekerja dan berusaha Sulit Mudah Total
Karakterisik tanggungan anak Banyak Sedikit Jumlah Persentase Jumlah Persentase 7 77.8 27 84.4 2 22.2 5 15.6 9 100.0 32 100.0
Pada Tabel 27 menunjukkan bahwa peluang bekerja dan berusaha yang termasuk sulit lebih besar persentasenya (84.4%) pada karakteristik tanggungan anak yang termasuk sedikit. Lalu peluang bekerja dan berusaha yang termasuk mudah lebih besar persentasenya (22.2%) pada karakteristik tanggungan anak yang termasuk banyak. Hal ini berarti tidak ada hubungan antara karakteristik tanggungan anak dengan peluang bekerja dan berusaha. Namun, terdapat kecenderungan antara keduanya. Mayoritas responden yang memiliki tanggungan anak sedikit rata-rata masih memiliki anak yang sebagian besar masih sekolah dan belum bekerja, sedangkan mayoritas responden yang memiliki anak banyak rata-rata anaknya sudah berusia dewasa dan sudah berumah tangga sendiri sehingga tidak terlalu menjadi beban bagi responden.
46 Hubungan Peluang Bekerja dan Berusaha dengan Tingkat Upah Wanita Kepala Rumah Tangga (WKRT) Pengakuan yang minim dari masyarakat bahkan konstruksi sosial di masyarakat (yang menempatkan wanita di sektor domestik) menghambat kegiatan wanita sebagai kepala rumah tangga yang pada akhirnya mempersulit mereka dalam memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Hal tersebut didukung dengan hasil penelitian mengenai peluang bekerja dan berusaha mayoritas responden (82.9%) termasuk sulit lebih besar persentasenya dibandingkan yang termasuk mudah (17.1%) Adanya ketidakadilan gender sehingga mempersulit responden sebagai Wanita Kepala Rumah Tangga (WKRT) dalam memperoleh pekerjaan yang berupah tinggi, kesulitan dalam faktor pendukung berusaha, jenis pekerjaan yang dapat diakses tergolong nonformal, kesulitan memperoleh pinjaman. Hal tersebut akan mempengaruhi tingkat upah yang diperoleh WKRT menjadi rendah seperti pada Tabel 28. Upah rata-rata keseluruhan responden adalah sebesar Rp760 683. Hal tersebut dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori, yaitu kategori pertama termasuk tinggi, yaitu di atas rata-rata dan kategori kedua termasuk rendah, yaitu di bawah rata-rata, seperti Tabel 28. Upah responden memiliki sebaran yang beragam, mulai dari yang terkecil sebesar Rp125 000 hingga yang terbesar sebesar Rp3 000 000. Mayoritas responden berupah di bawah rata-rata atau kurang dari sama dengan Rp760 683 sejumlah 28 responden atau sebesar 68.3%, sedangkan sisanya berupah di atas rata-rata sejumlah 13 responden atau sebesar 31.7%. Tabel 28 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat upah di Desa Cihideung Udik tahun 2012 Tingkat upah Tinggi (> Rp760 683) Rendah (≤ Rp760 683) Total
Jumlah 13 28 41
Persentase 31.7 68.3 100.0
Hubungan peluang bekerja dan berusaha terhadap tingkat upah dianalisis dengan tabulasi silang. Pada Tabel 29 akan dijelaskan tabulasi silang mengenai hubungan peluang bekerja dan berusaha dengan tingkat upah. Terlihat bahwa tingkat upah yang tergolong rendah lebih besar persentasenya (85.7%) pada peluang bekerja dan berusaha yang tergolong mudah, sedangkan tingkat upah tinggi lebih besar persentasenya (35.3%) pada peluang bekerja dan berusaha yang termasuk sulit. Hal ini menunjukkan bahwa antara peluang bekerja dan berusaha tidak terdapat hubungan dalam menentukan tingkat upah. Akan tetapi, terdapat kecenderungan bahwa peluang bekerja dan berusaha responden mayoritas sulit dan tingkat upahnya rendah, yaitu 22 responden. Keberagaman pekerjaan yang dimiliki responden terkait dengan tingkat upahnya. Setelah dilakukan penelitian, pada Tabel 28 mayoritas responden (68.3%) tergolong memiliki upah rendah, yaitu dibawah rata-rata upah keseluruhan responden atau kurang dari sama dengan Rp760 683. Rendahnya upah responden tidak terlepas dari pekerjaan yang mudah dan tidak memerlukan keterampilan tinggi. Pekerjaan-pekerjaan yang
47 dimiliki responden (Tabel 21 dan 22 halaman 43) juga sebagian besar (61%) tidak pasti, meskipun kondisinya seperti itu mereka tetap menjalani pekerjaannya dengan landasan faktor ekonomi. Tabel 29 Jumlah dan persentase berdasarkan hubungan peluang bekerja dan berusaha dengan tingkat upah responden di Desa Cihideung Udik tahun 2012 Tingkat upah Rendah Tinggi Total
Peluang bekerja dan berusaha Sulit Mudah Jumlah Persentase Jumlah Persentase 22 64.7 6 85.7 12 35.3 1 14.3 34 100.0 7 100.0
Kenyataan di lapang menunjukkan bahwa wanita belum mampu menggunakan hak-hak ekonominya karena tidak memiliki akses dan kontrol terhadap sumber daya pembangunan yang berakar pada persoalan ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender. Salah satunya terlihat dari keterbatasan meraih peluang bekerja dan berusaha yang pada akhirnya mendorong timbulnya perbedaan dalam memperoleh upah dan peluang bekerja dan berusaha. Tenaga kerja WKRT ini berada di pasar sekunder, yaitu kurang terampil, berupah rendah, dan kondisi kerja yang kurang baik. Menurut Hubeis (2010) alasan mereka bekerja di pasar sekunder karena kemajuan bekerja wanita yang dinilai rendah, secara sosial wanita berbeda dengan pria, komitmen yang rendah dan tanggung jawab yang terfokus dengan pekerjaan domestik, dinilai sebagai makhluk yang tidak terlalu berambisi untuk mendapatkan upah tinggi, dan solidaritas rendah. WKRT yang menjadi responden seluruhnya bekerja dan masih memiliki anak usia sekolah hingga setara SMA/sederajat. Responden bekerja untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya, dan memiliki tanggung jawab yang besar terhadap rumah tangganya termasuk dalam hal pendidikan anak. Pendidikan anak penting terutama dalam hal pertumbuhan dan perkembangannya. Namun, dalam mendukung pendidikan anak yang berkualitas diperlukan biaya yang besar. Sementara itu, mayoritas peluang bekerja dan berusaha responden termasuk sulit dengan tingkat upah yang rendah. Tingkat keberhasilan pendidikan anak responden mayoritas tidak berhasil (58.5%) dengan melihat anak yang berhenti dipertengahan sekolah sebelum lulus, anak yang tidak melanjutkan sekolah setelah lulus, dan masuknya ke sekolah unggulan. LP3ES (1998) menyatakan bahwa salah satu pengeluaran yang menyita sumber ekonomi rumah tangga adalah biaya pendidikan anak. Hal ini juga didukung dengan hasil penelitian Rianingsih (2005), yang menyatakan bahwa penghasilan WKRT yang tergolong minim menjadi salah satu faktor terhadap keberhasilan pendidikan anak Semua responden memiliki kesadaran akan pentingnya pendidikan bagi anak-anak mereka, tidak saja bagi anak laki-laki tetapi juga anak perempuan. Namun, karena tingkat upah mereka yang relatif rendah, seringkali terpaksa harus mengorbankan pendidikan anak. Meskipun sudah ada bantuan dari pemerintah melalui dana BOS (Biaya Operasional Sekolah), namun biaya berupa seragam, buku, dan keperluan sekolah lainnya masih membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Dalam membiayai pendidikan anak-anak sebagian dari mereka berusaha
48 mengatasi sendiri, sedang sebagian lainnya mendapat bantuan dari orang lain, seperti anak, saudara kandung atau ipar. Usaha yang dilakukan responden sebagai WKRT sangat menentukan keberhasilan pendidikan anak. Terdapat perbedaan pada responden yang sangat mengusahakan untuk pendidikan anak sehingga mereka bekerja keras untuk memenuhi pendidikan anak sedangkan responden yang kurang mengusahakan hanya pasrah karena memiliki upah rendah. Keberhasilan pendidikan anak juga tidak terlepas dari kemauan anak untuk bersekolah.
Ikhtisar a. Secara umum peluang bekerja dan berusaha pada WKRT di Desa Cihideung Udik tergolong sulit. Jika dilihat dari alat ukurnya, mayoritas responden tergolong mudah dalam usaha mencari pekerjaan, berdasarkan faktor pendukung berusaha termasuk dalam kategori sulit, berdasarkan jenis pekerjaan termasuk nonformal, dan berdasarkan kesulitan pinjaman termasuk sulit. b. Hubungan ideologi gender terhadap peluang bekerja dan berusaha dianalisis dengan tabulasi silang. Terdapat hubungan antara ideologi gender dengan peluang bekerja dan berusaha. Terlihat dari peluang bekerja dan berusaha responden yang sulit lebih besar persentasenya pada ideologi gender yang termasuk tidak sadar gender. Lalu peluang bekerja dan berusaha responden yang mudah lebih besar persentasenya pada ideologi yang termasuk sadar gender. c. Hubungan karakteristik usia responden terhadap peluang bekerja dan berusaha dianalisis dengan tabulasi silang. Terdapat hubungan antara karakteristik usia dengan peluang bekerja dan berusaha responden. Terlihat dari peluang bekerja dan berusaha responden yang termasuk sulit lebih besar persentasenya pada karakteristik usia yang termasuk tua. Lalu peluang bekerja dan berusaha responden yang termasuk mudah lebih besar persentasenya pada karakteristik usia yang termasuk muda. d. Hubungan karakteristik lamanya menjadi WKRT responden terhadap peluang bekerja dan berusaha dianalisis dengan tabulasi silang. Tidak terdapat hubungan antara karakteristik lamanya menjadi WKRT dengan peluang bekerja dan berusaha. Namun, terdapat kecenderungan bahwa karakteristik lamanya menjadi WKRT responden mayoritas termasuk baru jumlahnya besar persentasenya pada peluang bekerja dan berusaha sejumlah 31 responden. e. Hubungan karakteristik tanggungan anak responden terhadap peluang bekerja dan berusaha dianalisis dengan tabulasi silang.tidak terdapat hubungan antara karakteristik tanggungan anak dengan peluang bekerja dan berusaha. Namun, terdapat kecenderungan antara keduanya. Mayoritas responden yang memiliki tanggungan anak sedikit rata-rata masih memiliki anak yang sebagian besar masih sekolah dan belum bekerja, sedangkan mayoritas responden yang memiliki anak banyak rata-rata anaknya sudah berusia dewasa dan sudah berumah tangga sendiri sehingga tidak terlalu menjadi beban bagi responden. f. Hubungan peluang bekerja dan berusaha terhadap tingkat upah dianalisis dengan tabulasi silang. Terlihat bahwa tingkat upah yang tergolong rendah
49 lebih besar persentasenya pada peluang bekerja dan berusaha yang tergolong mudah, sedangkan tingkat upah tinggi lebih besar persentasenya pada peluang bekerja dan berusaha yang termasuk sulit. Hal tersebut menunjukkan bahwa antara peluang bekerja dan berusaha tidak terdapat hubungan dalam menentukan tingkat upah. Akan tetapi, terdapat kecenderungan bahwa peluang bekerja dan berusaha responden mayoritas sulit dan tingkat upahnya rendah, yaitu sebanyak 22 responden.