•
32 .
PELESTARIAN SUMBER KEKAYAAN DAYA PERIKANAN SEBAGAI IMPLEMENTASI WAWASAN NUSANTARA BESERTA KETENTUAN HUKUM YANG BERKAITAN DENGANNYA •
_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ Oleh: Esmi Warassih, S.H. _ _ _ _ _ _ _ _ __ Sebagai negara kepulauan atau negara nusantara, Indonesia merupakan kesatuan wilayah yang batas-batasnya ditentukan oleh laut yang di dalam lingkungannya terdapat pulau-pulau. Azas Negara Nusantara ini telah dituangkan dalam Pengumuman Pemerintah mengenai perairan Negara Republik Indonesia tertanggal 13 Desember 1957. Menurut Ketetapan MPR No.lV / MPR/1973 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara mengenai Pola Dasar Pembangunan Nasional Bab II Sub E demikian juga Ketetapan MPR No.lV / MPR/1978 dan Ketetapan MPR No.lI/ MPR/1983 dalam bab yang sarna menegaskan, bahwa wawasan dalam mencapai tujuan pembangunan nasional adalah Wawasan Nusantata yang mencakup satu kesatuan Politik, satu Kesatuan Sosial Budaya, satu kesatuan Ekonomi dan satu kesatuan pertahanan.! ) Dalam rangka mewujudkan serta mengembangkan Wawasan Nusantara di atas, maka pemerintah RI telah mengeluarkan peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan perairan Indonesia serta hubungannya dengan azas Wawasan Nusantara. Di samping itu sebagai pengirnplementasian dari Wawasan Nusantara terse but telah 1)
M. Budiarto, Wawasan Nusantara da·
lam Peraturan .Perundang·undangan • Negara Republik Indonesia, Ghalia Indonesia, 1980, hal. IS.
pula dikeluarkan undang-undang mcngenai landas kontinen maupun pengumuman pemerintah RI ten tang Zona • Ekonomi Eksklusip. Adanya produk-produk perundangundangan tersebut memberi kewenangan pada kita untuk mengeksploitasi sumber-sumber kekayaan baik yang hayati maupun non hayati yang tcrkandung di laut. Khususnya pengelolaan sub sektor perikanan yang menjadi kebutuhan mendesak bagi kita untuk kesejahteraan rakyat sebagaimana telah diarahkan dalam pasal 33 ayat 3 UUD 1945. Untuk menjaga kelestarian sum ber diperlukan adanya pengelolaan atau management akan sumber-sumber tersebut. Akibat perkembangan ilmu dan teknologi yang begitu pesat menyebabkan undang-undang mengenai perikanan produk Hindia Belanda sudah tidak memadai lagi. Demikian pula SK Menteri Pertanian yang mengatur soal perikanan masih bersifat sektoral. Sehubungan dengan hal. terse but di at as maka pelestarian ikan mempunyai arti • yang sangat penting khususnya dalam rangka usaha mewujudkan Tujuan Nasional Indonesia. Masalahnya sekarang sampai sejauh mana pemerintah RI melakukan usaha pemanfaatan dan pelestarian ikan beserta implementasi pelaksanaannya melalui pengelolaan sumber kekayaan hayati. Maka pertamatama akan dikaji tentang Wawasan Nu. santara beserta implementasinya. Se-
•
33
Wawasan Nusantara
lanjutnya akan dikaji pula usaha-usaha pcngclolaan sumber kckayaan hayati yang telah dilakuk an .
,
Berdasarkan pasa l II aluran peralihan Undang-Undang Dasar 1945 berlakulah bagi lau! Ind o nesia "Territoriale zee en Maritieme Kringen Ordonantie 1939 (Stbl. 44 2/1939) Menurut ordonansi tersebut, maka masing-m as ing pulau di Indones ia mempun yai laut wi layah yang leba rnya 3 mil laut dihitung dari garis pangkal yang meng iku ti Iiku-liku pantai pada waktu air surat. Cara pengukuran laut wilayah yang berdasarkan ordonansi itu yang terhitung dari garis da sar (base - line ) yang berupa garis air rend ah secara teoritis mengakibatkan setiap pulau di Indonesia mempunyai laut wilay ah sendiri-sendiri. Negara Indonesia sebaga i negara kepulauan yang terdiri dari ribuan pulau-pula u besar dan ke cil serta diapit oleh dua benua dan d ua samudera, maka cara pengukuran yang demikian itu jelas tidak sesuai dengan azas Negara Nusantara . Kepulauan Indonesia harus meru pakan suatu kesatuan (unit) dan bahwa lautan di antara pulau-pulau kita merupakan bagian"1ang tidak dapat dip isahkan dari bagian darat / pulau-pulau negara kita . Dengan mewarisi peraturan yang dibuat oleh pem e rintah kolonial Belanda, maka perairan wilayah kita h anyalah terdiri dari masing-masing pulau, sehingga an tara pulau-pulau tersebut terdapat perairan intern asional. Keadaan perairan yang demikian berakibat menyulitkan atau'pun mem bahayakan pemeliharaan kepen t ingan-kepentingan vital bangsa Indonesia baik di bidang sosial budaya, politik , ekonomi maupun pertahanan keamanan nasional. Adanya penentuan yang hanya 3 mil dari masing-masing pulau menyebabkan di satu pihak ada bagian perairan internasional di an tara perairan wila-
yah yang memungkinkan beroperasinya kapal-kapal asing dapat berlayar dengan leluasa tanpa memerlukan izin pemerintah . Dengan demikian pula akan mengakibatkan "kantong-kantong" lautan bebas di tengah-tengah wilayah negara. U ntuk mengatasi kesulitan itu maka pemeri ntah Indonesia tanggal 13 Desember 1957 mengumumkan, bahwa Jebar laut wilayah Indonesia adalah 12 mil dan lebar laut tersebut diukur dari garis pangkal yang menghubungkan titik luar dari pulau-pulau Indonesia yang terluar. Pertimbangan yang mendorong pemerintah untuk mengeluarkan deklarasi luanda 13 Desember 1957 tersebut adalah sebagai berikut: 2) I. Bentuk geografi Indonesia sebagai suatu negara kepulauan yang terdiri dari (beribu-ribu) pulau mempunyai sifat dan corak tersendiri; 2 . Bagi keutuhan teritorial dan untuk melindungi kekayaan negara Indonesia semua kepulauan serta laut terletak di antaranya harus dianggap sebagai suatu kesatuan yang bulat ;
3. Penentuan batas lautan teritorial seperti termaktub dalam "Territoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonnantie 1939" (Stbl. 1939 No. 442) artikel/ ayat (I) tidak lagi sesuai dengan pertimbangan-pertimba ngan tersebut di atas karena mem bagi wilayah daratan Indonesia daJam bagian-bagian terpisah dengan teritorialnya sendiri-sendiri. Kasus perj.kanan Inggeris Norwegia 195 I yang telah diputus oleh Mahkam ah Internasional yang menyatakan "that the base line fixed by the said decree were not contrary to Internati ona l Law,3) maka Mochtar Kusuma2)
Ibid .
3)
Ibid. halam an 14.
Pebruari 1985
34
•
. Hukum dan Pnnbangu1/1J1/
atmadja mengemukakan konsep Wawasan Nusantara dengan azas tersebut. Dengan konsep terse but maka lahirlah suatu "Negara Kepulauan" atau "Negara Nusantara", yang berarti merombak hukum internasional laut. Konsep tersebut pada pokoknya 4 berisi ketentuan sebagai berikut: ) 1) Mencabut ordonansi 1939 StbL 442/1939 ; 2) Segala perairan di sekitar, di antara dan yang menghubungkan pulaupulau atau bagian pulau-pulau yang termasuk daratan Negara RI dengan tidak memandang luasnya dan lebarnya merupakan bagian dari wilayah daratan RI; 3) Penentuan bat as laut teritorial yang lebarnya 12 mil laut diukur dari garis yang menghubungkan titik-titik ujung terluar pada pulau-pulau negara Indonesia; 4) Penempatannya ke dalam un dangundang tentang perairan Indonesia. Meskipun dalam Konperensi Hukum Internasional Laut Jenewa 1958 Konsep Wawasan Nusantara tidak mend apat sambutan yang positip, Pemerintah RI merasa perlu untuk meningkatkan azas negara kepulauan atau azas negara nusantara yang terkandung di dalam Deklarasi Juanda 13 Desember 1957 dengan memberi dasar landasan hukum yang kokoh. Untuk keperluan terse but ditetapkanlah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.4 tahun 1960 yang mulai berlaku pada tanggal 18 Pebruari 1960 dan telah ditingkatkan menjadi Undang-Undang No.4 Prp tahun 1960. Dengan demikian Wawasan Nusantara telah mempunyai kekuatan mengikat secara nasional dan dapat juga diltatakan telah sah menurut hl\kum nasional. 5) 4) ~
ibid. Mochtar
Setelah Wawasan Nusantara mencapai tahap pemantapan. maka t idak perlu dipersoalkan lagi cksistcnsinya. Perlu dipikirkan ialah pengisiannya heserta pembinaannya . Dengan keluarnya Undang-undang No.4 / Prp. tahun 1960. maka laut-Iaut an tara pulau-pulau di Indonesia menjadi laut pedalaman yang sifatnya tertutup. Sebagai peraturan pelaksanaan pasal 3 Undang-undang ini tentang lalu !intas laut damai, maka pemerintah menetapkan pula Peraturan Pemerintah NO.8 tahun 1962 tenlang lalu-lintas damai kendaraan air asing dalam perairan Indonesia. Peraturan Pemerintah tersebut mulai berlaku pada tanggal 28 Juli 1962. Dalarn Peraturan Pernerintah terscbut kapal-kapal asing d iberi hak lintas darnai. Untuk menjaga kedaulatan dan keselamatan negara. dalarn pelayaran dan laut bebas ke laut bebas disebutkan dalarn pasal 4, hahwa Presiden Republik Indonesia bcrhak melarang untuk sernentara waktu lalu!intas laut darnai sebagai bagian lertentu dari perairan Indonesia (ayat I) Pelarangan-pelarangan un tuk sernen ta ra waktu tersebut pad a ayat (I) dilaksanakan setelah diadakan pengumuman terlebih dahulu dengan penyiaran yang lazirn dalarn dunia pelayaran ayat (2). Di sarnpingitu pernerintah untuk rnenjaga surnber kekayaan perikanan. rnaka dalarn pasal 5 peraturan pernerintah ini , bahwa selarna berada atau melintasi laut wilayah dan perairan pedalarnan Indonesia , kendaraan air penangkap ikan asing diharuskan menyirnpan dalarn keadaan tcrbungkus alat-alatnya penangkap ikan di dalarn palkah-palkah (ayat I). Dalam pelayaran yang disebutkan pada ayat (I) kendaraan air penangkap ikan asing harus berlayar rnelalui alur-alur yang telah atau akan ditetapkan oleh MenLaut Internasional, BPHN, Jakarta,
Kusumaatmadja,
Hukum
1978, hal. 129-166 .
• •
Wawasan Nusantara l~ri ! K~pala
• •
Slat" Angkulan Laut. Adanya pa sal Il'rs~bul jelas menunjukkan bah wa pc m erinlah kita telah pula me n! ikirka n kekayaan sum ber hayati ya ng te rk andung di dalam laut , merupak a n suatu kekayaan yang tak ternila i . Seperti te lah kita ketahui bahwa U nd a ng-Un dang Nomor 4 / Prp / tahun 1960 adalah merupakan wujud hukumfo rmil daripada "konsepsi Nusantara" yang telah dideklarasikan oleh pemeTinta h kita pada tanggal 13 Desem ber 1957 , mempunyai arti penting dalam rangk a melestarikan sum ber kekayaan h ayat i kita terutama ten tang ikan. Salah sat u pokok pertim bangan yang melandasi ditetapkannya undang-undang t e rse but adalah menyangku t kepentinga n perikanan. K ecuaIi itu pula undang-u n dang ini juga merupakan implem entasi dar i pasal 33 ayat 3 UUD 1945 y ang berbunyi: "Bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesarbesarn ya bagi kemakmuran rakyat". De ngan demikian kekayaan alam yang terdapat di dalamnya , baik yang berupa kekayaan hay ati maupun nabat i mempunyai arti penting bagi kese jahteraan rakyat Indonesia. Khususnya m engenai sum ber kekayaan hayati perika n an merupak an sum ber potensial yang perlu dimanfa atkan . Telah kita sad ari bahwa ika n m e mpunyai arti penting dalam m encukupi kekurangan ka d ar protein hewani ini. Ikan t erk enal Illengandung kad ar protein y ang L' uk u p tinggi. Untuk pe manfaatan akan ikan pl'rlu dipikirkan pula peiestariannya. Sehingga penge lolaan sum ber da pa t menuju ter capainya keadaan le sta ri d i salllping sum ber juga harus bermanfaa t bagi kemakmuran seluruh lapisan m asyarakat. Untuk itu pe rlu diperhatik an pula kendala-kend a la (co nst rain ) da lam pe-
..
35
ngem bangan populasi ikan di Indonesia antara lain sebagai berikut: a. Adanya investasi berlebihan, yang tidak seimbang dengan day a dukung sum ber day a perikanan; b . Kegiatan perikanan yang merusak kelestarian sum ber daya hayati misalnya : penangkapan ikan dengan bahan peledak / racun/listrik, penggunaan insektisida dan jenis racun lainnya unutuk pem berantasan harna dan sebagainya ; c, Kegiatan lain yang bukan perikanan, nam un akibatnya dapat merusak kelestarian sum ber misalnya penggunaan petisida untuk pertanian dan sektor lain , pencemaran sungai akibat buangan kotoran pabrik yang dapat mengganggu kelestarian ikan dan lain-lain . Selain daripada itu untuk memperkuat posisi Kawasan Nusantara dala m mengusahakan dan memanfaatkan segala kekayaan di laut , khususnya di dasar laut dan tanah di bawahnya, maka pada tanggal 17 Pebruari 1969 dikeluarkanlah " Pengumuman Pemerintah RI tentang Landasan Kontinen Indonesia " , yang kemudian dituangkan ke dalam Undang-Undang No . 1 tahun 1973 ten tang Landasan Konti- "nen Indonesia. Guna memperkuat posisi Wawasan Nusantara terhadap Negara-negara tetangga , telah dilakukan perundingan• perundingan bilat eral guna menetapkan " batas w ilayah negara". 6) Dengan te rcap ain y a persetujuanpersetuju an bilateral, maka terdapatlah "secara tidak langsung " pengakuan terhadap Waw asan Nusa ntara, karena dalam menetap k an Garis batas tersebut sud ah dengan se ndirinya Indonesia
6)
S T . Munadiat Danusaputro , Wawasan N usantara (d alam p olitik dan hukum ), Alumn i, Bandung , 1978 , hal. 113-114.
Pebruari 1985
Hukum dan Pembanguna n
jb
berpijak at as batas-batas Perairan dan Landasan Kontinen seperti ditetapkan dalam Undang-Undang No.4/Prp/1980 dan Undang-Undang No. 1 tahun 7 1973. ) Dengan memperhatikan pasal 1 Konvensi Jenewa 1958 ten tang landasan kontinen, maka yang dimaksud dengan "Continental shelf" itu adalah: •
"the seabed and subsoil of the submarine areas adjacent to the coast but outside the area of the territorial sea to a depth of 200 meter or, beyond that limit, to where the dept of the superjacent waters admits of the exploitation of the natural resources of the said area"
Selanjutnya . pasal 2 ayat 1 bahwa Landas Kontinen dalam pengertian yuridis ini, Negara pantai mempunyai hak-hak sovereinitas "for the purpose of exploiting its natural resources". Jadi air yang terletak di at as Landas Kontinen adalah tetap air laut bebas dengan segala kebebasan-kebebasannya yang dijamin oleh Konvensi · Genewa 1958 tentang Laut Bebas yaitu kebebasan berlayar, menangkapikan, meletakkan kabel-kabel dan pipa-pipa di atas dasar laut dan kebebasan terbang di atasnya. Walaupun Indonesia telah menandatangani dan meratifisir Konvensi Genewa 1958, tetapi ratifikasi Indonesia terhadap konvensi Landas Kontinen ditolak oleh Sekjen PBB, karena Indonesia mengadakan Reservation terhadap pasal-pasaJ yang oleh Konvensi itu sendiri tidak diperkenankan adanya reservation. Walaupun secara hukum di dunia Internasional, Indonesia tidak terikat dengan Konvensi tentang Landas Kontinen tersebut, namun seca'ra praktis · di dalam negeri Indonesia telah menyetujuinya dengan pengertian bahwa konsepsi Landas Kontinen terse but haIbid.
nya berlaku bagi daerah-daerah dasar laut di sekitar Indonesia yang terletak di luas Perairan Nusantara dan Laut Wilayah Indonesia. s) Adapun yang dimaksudkan dengan kekayaan alam di Landas Kontinen yang masih mungkin diselenggarakan eksplorasi dan eksploitasinya adalah: I. bahan-bah an tainbang dan sumber tak bernyawa lainnya di dasar laut dan atau di dalam lapisah tanah di bawahnya; 2. organisme hidup yang termasuk dalam jenis sidinter yaitu organisme yang pada masa perkembangannya • tidak bergerak baikdi atas maupun di bawah dasar laut at au tak dapat bergerak kecuali dengan cara selalu menempel Pllda dasar laut atau lapisan tanah di bawahnya (pasal 1b UUNo.1 tahun 1973). Dengan adanya UU No.1 tahun 1973 tentang Landas Kontinen dilihat dari segi bidang perikanan laut sedikit banyak juga merupakan perluasan daerah penangkapan. OIeh karena sampai kedalaman 200 meter atau lebih, masih mungkin diselenggarakan eksplorasi dan eksploitasi kekayaan alamnya. Selanjutnya dalam rangka pengimplementasian Wawasan Nusantara, maka pada tanggal 21 Maret 1980 Pemerintah RI telah mengeluarkan Pengumuman tentang Zona Ekonomi Eksklusip Indonesia selebar 200 mil yang diukur dari garis-garis pangkal laut wilayah Indonesia. Adanya pengumuman tersebut maka yurisdiksi nasional Indonesia atas lautan bertambah luas. Selain itu pula aspek penting dari pengumuman pemerintah adalah menyangkut pemanfaatan sumber-sumber yang merupakan suatu Modal Dasar Pembangunan guna mencapai kesejahteraan seluruh rakyat
">
Hasjim Djalal, Perjuangan Indonesia di bidang Hukum !Aut", BPHN, 1979, hal. 43 •
•
Wawasa n Nusantara
Indonesia sesuai dengan UUD 1945. Di dalam paragrap-paragrap ,pengumuman pemerintah ini Indonesia mempunyai hak-hak berdaulat dan jurisdiksi bukan saja menyangkut eksplorasi dan eksploitasi pengelolaan sumber-sum ber ,daya hayati dan non hayati, tetapi juga menyangkut perlindungan dan pelestarian lingkungan laut dan penelitian ilmiah . Adanya Indonesia memiliki yurisdiksi tertentu atas Zona Ekonomi Eksklusip tersebut dapat dilihat juga hasil perkembangan Hukum Laut Internasional, tentang Conservation of the living resources da n ten tang Utilization of the living resources, yang berarti adanya perluasan wilayah per- ' ikanan di Zona Ekonomi Eksklusip . Beverapa faktor pendorong yang menyebabkan pemerintah RI mengeluarkan Pengumum an Pemerintah tentang Zona Ekonomi Eksklusip: ~ I. Semakin terbatasnya persediaan ikan. Peningkatan jum lah penduduk dunia menyebabkan perm intaan dunia meningkat yaitu 52 juta per tahun . Mengingat ikan merupakan bahan makanan rakyat Indonesia yang banyak mengandung protein hewani, maka Indonesia sebagai negara pantai yang sedang berk embang , merasakan adanya kebutuhan yang sangat mendesak untuk melindungi sumber-sumber daya hayati yang berada di luar laut wilayah ; 2 . Dalam rangk a mewujudkan tujuan Nasional Indonesia , maka kekayaan/sum ber daya ala m yang terdapat di luar batas laut wilayah sampai batas 200 mil perlu dilindungi •
Mochtar Kusurnaatmadja, " Beberapa Perrnasalah an Pokok Sekitar Pengurnurnan Pemerintah RI ten tang Zona Ekonorni Eksklusip ", Hukum dan Pembangunan, No.4 , Th. X, 1980, hal. 384.
37
dan dikelola sehingga dapat dim anfaatkan bagi peningkatan kesejahteraan bangsa; 3. Sampai sa at ini telah ada sebanyak kurang lebih 90 negara yang telah mengeluarkan rernyataan tentang Zona Ekonomi Eksklusip ataupun Zona Perikanan \ yang lebarnya 200 mil. Jumlah keseluruhan dari luas zona-zona terse but adalah sarna dengan kira-kira dua pertiga luas daratan bumi. Kenyataan ini menunjukkan praktek Negara y ang konsisten sehingga adakonvensi ataupun tidak ada konvensi hukum laut yang baru, ZEE telah menjadi bagian dari hukum internasional kebiasaan . Karena tanpa Zona Ekonomi Eksklusip maka kita akan kehilangan sum ber-sum ber daya ikan di situ. Adanya faktor-fak tor tersebut, kiranya sungguh tepat tindakan pemerintah khususnya dalam melindungi sumber-sumber daya ikan. Sehingga untuk kelanjutannya perlu dipikirkan mengenai masalah pelestarian ikan itu sendiri. Ketentuan-ketentuan hukum produk Nasional seperti yang telah dibahas di muka, khususnya yang menyangkut masalah perikanan mulai mewujudkan sasarannya bagi tujuan pengembangan dan managemen perikanan, meskipun dalam implementasinya mengalami beberapa kesulitan, dan belum ada undang-undang yang mengaturnya. Adapun managemen sumber daya hayati perairan yang berlaku sekarang meliputi ketentuan-ketentuan hukum produk sebelum Perang Dunia II yang tidak sesuai dengan kebutuhan Pembangunan Nasional, baik karen a wak tu pem buatannya maupun karena kemajuan-kemajuan di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, serta intensitas dan ekstensitas dalam managemen sumber Pebruari 1985
•
38
, •
Hukllnt dan Pcmblln.r!ltnllll
daya hayati dan perluasan kedaulatan dan hak perairan. Peraturan perundang-undangan yang menyangkut bidang perikanan . yal.t u: 1 0) . antara 1am 1. Kust Visscherij ordonnantie No. 144 tahun 1927 sudah tidak sesuai lagi. Misalnya pasal 3 yang dimaksud wilayah per air an Indonesia masih berdasar Stbl. 1939 No.442; 2, Stbl. No. 145 tahun 1927 tentang penangkapan ikan paus, belum disesuaikan dengan Zona Ekonomi Eksklusip; 3. PP No. 64 tahun 1957, tidak sesuai dengan perkem bangan teknologi perikanan; 4, Surat Keputusan Menteri Pertanian RI tanggal 2 lanuari 1975 No. Oi l Kpts/ tJm/l j7 5 ten tang, Pem binaan Kelestarian Kekayaan yang terdapat dalam sum ber Perikanan Indonesia, masih bersifat sektoral.
•
•
Indonesia sebagai negara kepulauan dengan panjang pantainya sangat besar akan' mempunyai banyak masalah yang dapat melibatkan implementasi managemen zona pantai; apalagi sebagai negara yang sedang membangun. Ditam bah p.ula posisi geografi Indonesia sebagai jalan antara dua samudra dan antara negara industri Jepang dan Australia maka persoalan managemen 7.Ona makin banyak.ll) 10\
I
1 I)
Himpunan Undang-undang. Peraturan-peraturan dan Surat-surat Keputusan, Dinas Perikanan Daerah Propinsi Daerah Tk. I Jawa Timur, 1979. Mengenai istilah manajemen zona pantai sebenarnya berasal dari istilah "Coastal Zona Management" tulisan Donglas M. Johnston dalam Law of the sea oleh Edward Miles dan John King Gamble Jr. Balinger Publishing C0l!'pany, Mssachusetts 1977, hal. 61-62 yang ditulis kembali oleh Sulaeman daJam karyanya Implemen· tasi Prinsip-prinsip "Coastal Zona Management Pada Nega'ra Kesatuan RI
Masalah managt'men Ion a pant~i antara negara yang sa t u dl'nga n nl'!~a ra lainnya berh.:da-heda .seSlIa i dCIH!an , posisi negara itu sendiri. Untuk Indonesia masalah keselamatan dan kelestarian lingkungan laut Nusantara perlu mendapat perhatian yang seksama. Terutama akibat peristiwa yang sangat menyedihkan yaitu kandasnya tanker raksasa Jepang Showa Maru di Selat Singapura pada tanggal 6 Januari 1975. Masalah polusi merupakan masalah utama dalam ha,l manaiemen zona pantai. " . Untuk itu perlu dipikirkan pengaturan mengenai zona pantai ini khususnya dalam rangka usaha melestarikan sumber-sumber daya hayati, . ' . . manajemen zona pan tal mempunyal makna yang cukup penting. Negara-negara yang telah mempllnyai undang-undang tentang manajemen zona pantai m isalnya Amerika tahun 1972. Jika melihat pernyataan di dalam perundang-undangan Federal kelihatan bahwa program negara bagian dalam hal ini melipllti: 1 2) a. mdindllngi kekayaan alam di perairan daral. perairan• pantai dan tanah basah; b. menghindarkan bahaya alam yang berhllbllngan dengan perairan darat: c. melindungi penggunaan air. Selain itu Uni Emirat Arab dan Swedia telah memiliki pula program manajemen zona pantai. Dalam rangka pem bicaraan llIengenai pelestarian sumber daya hayati perikanan maka arti manajemen di sini "must be concerned with maintaininl{ or rnhancing an I'm 'iro nm ent outabl,' for all It/ e history stage of an exploit I'd .'"PI·Cil'S, K husus di Propinsi Ja wa Tl!n[.!aiz, Bandung,1980,haJ.2S-40. 12)
Ibid.
,
•
•
,
.
1t'rl(~' a.Hlll
;c/tic,1t o f COlirse illcluri,'s '( '1'
! it, '
39.
.'Vusunlara
,It"
,\"(1111('
{"(JHernl
flrl!tllli.,tII( , Oil zclt/c ' ;' fhc ' .\ ' /n'd. .
13
)
Ikngan pt:ngt:rtian tcrst:but di alas, Il·la, kiranya Illasalah manaJemen Lona I'antai perlu m~ndapatkan perhatian kita hersaillu Oleh karena kerugian ak'ln popula si ikan tidak hanya dari iJl\estasi yang berkbih-Iebihan me lainbnlLlga akibat adanya polu si. Sehenarnya dalam PI' No.S tahun 1')h2 lentang Linta s Daillai kendaraan ;Jsing Jalalll pnairan Ir,,'onesia telah 1I1 l'ng;lllllllng prlllsip manageillent I.u na 1' .11 1! a l , clara t idak langsung . 14) I), dalalll "ilil1o("(' I7! IJaSsag{''' telah Il'Ik; lndling arli ilarllS paluh kcpada I'l'I"al uran iJukum negara panlal. apahiLI bpal-kapal negara a sing tidak )1l1'lllallihinya . lIIaka mereka dapat diIllml;! untuk dengan segl'ra meninggalkan Jwrairan Indonesia. kar e na mereka t Idak dapal dianggap melakukan lalulinlas laul damai. lInd:JI1g-undang No.1 tahun 1973 I,'nlang Landas Kontinen Indonesia .Juga Ille'ngandung unsur-un sur peng.llllIan wilayah pantai dan pengclolaannya . Selanjutnya Pengumulllan Peme') intah RI tentang Zona Ekonomi I:k,klusip yang mcnetapkan zona seiL'har 200 mil laut dihitung dari garis pangkal luru s , tcrkandung makna pelaksanaan implcmentasi prinsi -prinsip llIl'ngelola wilayah pantai . Adanya perke m bangan i1m u dan teknologi dan juga mengingat posisi letak negara Indonesia sebagai negara kepulauan, masalah managemen yang utama di sa m ping pelestarian akan ikan Juga masalah pencemaran lingkunganperlu mendapat perhatian yang seksama. Ada empat langkah dalam proses perencanaan managemen zona •
13)
George A, Rounsefell, Ecology, utili-
zation and management of marine jisheries, The CV MOsby Company saint Louis, 1975, haL 250-251, 14)
Sulacman, op. cit, hal. 42.
pantai yang dihadapi oleh bangsa-bangsa dengan konflik dalam penggunaan slirnber kekayaan pantai yaitu: IS ) I. Pengembangan tujuan pokok dan alasan penggunaan sum ber kekayaan pantai; ::. Mernperkembangkan dan mempergllnakan cara-cara dan program zona pantai; 3. Perurnusan berbagai kebijaksanaan at au strategi dasar; 4 . Penetapan ketentuan-ketentuan dan peraturan-peraturan serta pengatur. an secara organisatoris untuk impleIllentasi kebijaksanaan terse but dalam bentuk pengawasan , pembinaan dan pengem bangan kekayaan pant ai . .'
Adapun langkah-langkah yang perlu diambil dalam mengelola mengenai perikanan : I. Perlu dilihat faktor-faktor lingkungan alamnya untuk mengetahui letak sumber-sum ber ikan; 2. Jenis ikan itu sendiri yang dilihat dari sifat ikan; 3, Faktor manusianya juga harus dibe, dakan antara: a. Nelayan, ada yang memakai alat tradisional tetapi ada juga yang memakai peralatan yang serba modern; b. Konsumen ikan yang dapat mempengaruhi jumlah penangkapan ikan; .
c, Industrialist atau sebagai pemroses yang cukup menentukan dalam bidang harga, Untuk menyeimbangkan antara pertum buhan dan penangkapan ikan diperlukan managemen sumber hayati perikanan, Faktof-faktor yang perlu diperhatikan ' dalam managemen sumber perikanan ini yaitu:
Is..J
Ibid. hal. 38,
Pebruari 1985
,
I
•
Hukum dan Pembangunan
40 I. Perlindungan sumber telur ikan, maupun ikannya sendiri yang sedang dalam masa bertelur; 2. Alat-alat yarig digunakan untuk menangkap ikan serta area-area mana yang boleh diizinkan untuk kegiatan penangkapan ikan;
3. Perlu diperhatikan unsur Maxim um Susteinable Yield. Melalui managemen sum ber hayat i perikanan, diharapkan tujuan yang hendak dicapai sesuai dengan arah Pembangunan Nasional yang telah digariskan o leh pemerintah dapat terca• pal.
DAFTAR KEPUSTAKAAN 1. BUDIARTO M,
Wawasan Nusantara dalam Peraturan PeruJJdang-undangan Ne gara Republik Indonesia, Ghalia Indonesia, 1980 . •
·2. DANUSAPUTRO, MUNADJAT ST, Wawasan Nusantara (dalam ilmu politik dan hukum), Alumni, Bandung, 1978. 3. DJALAL, HAJIM,
Perjuangan Indonesia di bidang Hukum Laut, BPHN, 1979.
4. KUSUMAATMADJA, MOCHTAR, Hukum Laut Internasional, BPHN, Binacipta, Jakarta, 1978. •
•
5 . KUSUMAATMADJA, MOCHTAR, Beberapa Permasalahan Pokok Sekitar Pengumuman Pemerintah RI ten tang Zona Ekonomi Eksklusip, Hukum dan Pembangunan No.4 tahun X, 1980. 6 . ROUNSEFELL, GEORGE A, Ecology, utilization and management of marine fisheries, The CV Mosby Company Saint Louis, 1975. 7. SULAEMAN, NA, Implementasi Prinsip-prinsip "Coastal Zona Management" pada Negara Kesatuan RI khusus di Propinsi Jawa Tengah, Bandung, 1980. •
8.
Himpunan Undang-Undang, Peraturan-Pera turan dan Surat-sural Keputusan, Dinas Perikanan Daerah Propinsi Daerah Tk. I Jawa
Timur, 1979. 9.
Hasil Lokakarya R UU Perikanan sebagai implementasi Wawasan Nusantara, Buku I dan II, Departemen Pertanian, Jakarta, 1980.
.
,
•