PELESTARIAN LINGKUNGAN DAN BANGUNAN KUNO DI KORIDOR JALAN RAJAWALI KOTA SURABAYA R. Winton Danardi, Antariksa, Septiana Hariyani Jurnal Perencanaan Wilayah Dan Kota Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Jl. Mayjen Haryono 167 Malang 65145, Indonesia, Telp. +62 341 553286/573944 Email:
[email protected]
ABSTRAK Tujuan dari studi ini adalah mengidentifikasi karakteristik koridor Jalan Rajawali Kota Surabaya; menganalisis pengaruh faktor kerusakan bangunan kuno dan faktor linkage system terhadap penurunan citra kawasan koridor Jalan Rajawali Kota Surabaya; dan menentukan pelestarian fisik bangunan kuno di koridor Jalan Rajawali Kota Surabaya. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif untuk mengidentifikasi karakteristik fisik Jalan Rajawali; metode deskriptif dan evaluatif untuk menganalisis pengaruh faktor kerusakan bangunan kuno dan faktor linkage system terhadap penurunan citra kawasan; dan metode development menggunakan Analytic Hierarchy Process untuk menghasilkan pelestarian fisik bangunan kuno. Hasil studi, didapat 15 bangunan kuno di koridor Jalan Rajawali, yang terdiri dari satu bangunan preservasi Golongan A (potensial tinggi), sepuluh bangunan rehabilitasi Golongan B (potensial sedang) dan empat bangunan adaptasi Golongan C (potensial rendah). Kata kunci: Jalan Rajawali, pelestarian lingkungan dan bangunan kuno
ABSTRACT The purpose of this study is to identify the characteristic of Rajawali street Surabaya; analyze the effect of old building damage factor and linkage system factor to the decrease in image of Rajawali Street Surabaya; and to determine the environmental direction and phisics preservation of old buildings in the corridor of Rajawali Street Surabaya. The research method implemented in this study were descriptive method to identifying the characteristics of Rajawali Street; descriptive and evaluative method to analyzing the influence of old building damage factor and linkage system factor to decrease in the image of Rajawali Street; and development method use Analytic Hierarchy Process to produce cultural meaning that resulted direction of conservation. The results show that there are 15 old buildings on Rajawali Street, consisting of one preservation A tipe old building (high potential), ten rehabilitation B type building (adequately high potential) and four adaptation C type old building (low potential). Key words: Rajawali Street, preservation of environmental and old buildings
Pendahuluan Surabaya sebagai kota yang berdiri sejak tanggal 31 Mei 1293 memliki sejarah panjang sejak jaman Kerajaan Hindu-Mataram sampai jaman kolonial Belanda (Handinoto 1996:6). Sebagai sebuah kota yang memiliki sejarah panjang, Kota Surabaya juga memiliki suatu kawasan pusat kota lama yang dikenal dengan nama kota bawah (Benedenstad) atau dikenal juga dengan sebutan Soerabaia Lama (Oud Surabaya). Kawasan Benedenstad dengan luas 300 Ha memiliki pusat kota di kawasan Jembatan Merah (Handionoto 1996:37). Benedenstad terdiri dari Kawasan Eropa, Kawasan Tionghoa dan Kawasan Arab. Menurut Handinoto (1996:91), Koridor Jalan Rajawali merupakan salah satu bagian dari pola jalan kota lama, yang jalan-jalan utamanya adalah Willemstraat (sekarang Jalan Jembatan Merah); Roomkatholikstraat (sekarang Jalan Kepanjen); Boomsatraat (sekarang Jalan Branjangan); Schoolstraat (sekarang Jalan Garuda); Werfstraat (sekarang Jalan Penjara); Societeitstraat (sekarang Jalan Veteran); Hereenstraat (sekarang Jalan Rajawali).
arsitektur e-Journal, Volume 3 Nomor 2, Juli 2010
87
Koridor Jalan Rajawali, yang terletak di ujung sebelah barat Jembatan Merah, merupakan pusat bongkar muat barang dari kapal-kapal yang berlayar menyusuri Sungai Kalimas pada jaman Belanda (Purwono, 2006:47). Selain menjadi pusat bongkar muat, Jalan Rajawali ini juga berkembang menjadi pusat kegiatan perdagangan utama pada tahun 1900, yang sebelumnya juga pernah menjadi pusat permukiman orang-orang Eropa. Setelah tahun 1900-an daerah perdagangan meluas ke arah selatan dan timur sampai ke Jalan Veteran (Handinoto 1996:53). Karakterisitik Jalan Rajawali sebagai pusat pedagangan utama pada saat itu terlihat dari terdapatnya deretan bangunan-bangunan perkantoran dan perdagangan dengan gaya arsitektur yang khas dan beragam yang masih terlihat kondisi eksistingnya sampai saat ini. Perkembangan fisik Kota Surabaya yang relatif cepat mengakibatkan terjadinya beberapa faktor yang menyebabkan penurunan citra kawasan pada Jalan Rajawali yang diidentifikasi dari terjadinya penurunan kualitas identitas kawasan sebagai pembentuk citra kawasan. Berdasarkan latar belakang, permasalahan yang akan dibahas adalah bagaimana karakteristik koridor Jalan Rajawali Kota Surabaya, yang akan mengidentifikasi karakteristik koridor Jalan Rajawali; bagaimana pengaruh faktor kerusakan bangunan kuno dan faktor linkage system terhadap penurunan citra kawasan di koridor Jalan Rajawali Kota Surabaya; dan bagaimana pelestarian fisik bangunan kuno di koridor Jalan Rajawali Kota Surabaya.
Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam studi ini adalah metode deskriptif untuk mengidentifikasi karakteristik fisik Jalan Rajawali; metode deskriptif dan evaluatif untuk menganalisis pengaruh faktor kerusakan bangunan kuno dan faktor linkage system terhadap penurunan citra kawasan; dan metode development menggunakan Analytic Hierarchy Process melalui proses penghitungan makna kultural untuk menghasilkan strategi pelestarian fisik bangunan kuno. 1. Penentuan populasi, sampel dan wawancara Populasi bangunan kuno dalam penelitian ini berjumlah 15 bangunan. Didapat dari identifikasi awal dengan kriteria berumur lebih dari 50 tahun, memiliki gaya arsitektur kolonial dan memiliki peranan sejarah perkembangan kota atau sejarah nasional. Sampel masyarakat dalam studi diambil dengan purposive sampling menggunakan rumus Slovin dengan derajat deviasi 0,07%, didapat responden sebanyak 204 orang, yang digunakan untuk membantu mengetahui bagaimana kondisi lingkungan bangunan kuno di sekitar koridor Jalan Rajawali berdasarkan pandangan masyarakat sekitar. Jenis wawancara yang dilakukan antara lain: 1. Wawancara terstruktur, responden mengikuti pertanyaan yang telah ditentukan sebelumnya. Pertanyaan yang diajukan bersifat tertutup dan responden diberi beberapa pilihan jawaban. 2. Wawancara tidak terstruktur, responden memberikan informasi bebas tanpa terikat oleh pertanyaan dan responden dianjurkan untuk memperinci atau memperjelas jawaban. Wawancara dan pengisian kuisioner juga dilakukan kepada ahli arsitektur kolonial, ahli perencana kota, konservasionis dan ahli sejarah Kota Surabaya terkait penghitungan makna kultural bangunan kuno. 2. Metode analisis data a) Karakteristik Analisis karakteristik berdasarkan pada tinjauan historis perkembangan fisik kota Surabaya dan perkembangan sejarah koridor Jalan Rajawali, analisis berdasarkan elemen-elemen perancangan kota dan analisis berdasarkan pengendalian bangunan.
88
arsitektur e-Journal, Volume 3 Nomor 2, Juli 2010
b) Pengaruh faktor kerusakan bangunan kuno dan faktor linkage system terhadap penurunan citra kawasan Pembahasan mengenai bagaimana faktor kerusakan bangunan kuno dan faktor linkage system berpengaruh terhadap penurunan citra kawasan ini dibatasi dengan hanya membahas faktor terkait tampilan serta kondisi bangunan kuno dan faktor linkage system. Hal ini didasari oleh studi-studi terdahulu dan wawancara serta observasi yang mengindikasikan adanya penurunan citra kawasan di wilayah studi yang disebabkan oleh kedua faktor tersebut. Jenis analisis yang digunakan adalah deskriptif dan evaluatif dengan metode komparatif yang membandingkan dengan kebijakan pemerintah. c) Pelestarian fisik bangunan kuno Metode development digunakan untuk menentukan pelestarian bangunan kuno di koridor Jalan Rajawali Kota Surabaya. Metode analisis yang digunakan adalah metode Analytic Hierarchy Process (AHP) dengan variabel makna kultural (estetika, kelangkaan, keaslian bangunan, keterawatan, keluarbiasaan historis bangunan dan citra kawasan).
Hasil dan Pembahasan 1. Sejarah Koridor Jalan Rajawali A. Periode tahun 1743-1808 Tahun 1743-1808 adalah periode Kota Surabaya jatuh ke tangan VOC. Pada periode ini pusat Kota Surabaya sudah terbentuk di sekitar Jembatan Merah. Pada priode ini Jalan Rajawali berkembang menjadi permukiman orang Eropa di Surabaya. Saat itu dibangun sebuah rumah sakit militer yang besar pada tahun 1790, yang pada kondisi eksisting pada tahun 2010 bangunannya sudah tidak ada karena digantikan oleh bangunan baru. Perkembangan sebagai pusat perdagangan dan jasa belum terlalu nampak pada periode ini. B. Periode tahun 1808-1870 Pada tahun 1808 Kota Surabaya diserahkan VOC kepada Pemerintah Kolonial Belanda. Surabaya berubah menjadi kota dagang sekaligus menjadi kota benteng, dengan dibangunnya benteng pertahanan di sekeliling kota. Pusatnya tetap berada di sekitar Jembatan Merah. Jalan Rajawali menjadi suatu perkampungan orang Eropa yang memiliki fasilitas lengkap, dimana pada ujung sebelah timurnya dibangun Kantor Residen atau dikenal juga dengan city hall, yang merupakan one stop service bagi segala kebutuhan warga kota. Pada saat ini Jalan Rajawali belum tampak sebagai kawasan perdagangan dan jasa, karena masih diperuntukan sebagai perkampungan orang Eropa oleh Pemerintah Belanda C. Periode tahun 1870-1940 Pada tanggal 19 April 1871, benteng yang mengitari Kota Surabaya mulai diruntuhkan. Kawasan Jembatan Merah sebagai pusat kota berkembang pesat. Pada periode ini Jalan Rajawali tumbuh pesat sebagai pusat perdagangan yang terletak di pusat kota pada waktu itu. Perkembangan sebagai pusat perdagangan dan ini terlihat dari terdapatnya beberapa gedung penting yang dibangun sekitar tahun 1900 seperti gedung Geo Wahry dan CO yang merupakan perusahaan dagang yang dibangun pada tahun 1913, Gedung Perusahaan perdagangan Inggris bernama Bridgestone (terkenal dengan sebutan Gedung Cerutu) yang dibangun pada tahun 1916, Gedung Dunlop (sekarang bangunan kantor PT. Pantja Niaga) yang juga merupakan perusahaan dagang dibangun sekitar tahun 1900 dan gedung sindikat (kongsi dagang) gula NIVAS (sekarang bangunan kantor PTPN Korwil II/ VII-XIII) yang selesai di renovasi oleh C.Citroen pada tahun 1926. (Gambar 1)
arsitektur e-Journal, Volume 3 Nomor 2, Juli 2010
89
Sumber : Krokodilenstad (1980)
Gambar 1 Suasana sekitar Jembatan Merah.
D. Periode setelah tahun 1940 Pada masa pemerintah Belanda bernama Hereenstraat, setelah kemerdekaan Indonesia diganti menjadi Jalan Rajawali. Setelah masa kemerdekaan, pusat pemerintah Surabaya dipindahkan ke selatan Kawasan Jembatan Merah. Secara umum penggunaan lahan di Jalan Rajawali pasca kemerdekaan Indonesia masih sama seperti periode sebelumnya, yaitu perdagangan dan jasa, bahkan sampai tahun 2010 ada beberapa bangunan yang mempertahankan keaslian bentuknya walaupun beberapa bangunan lainnya mengalami perubahan dan penghancuran seperti bangunan bekas rumah sakit militer di Jalan Rajawali No. 25-27 dan sebuah gudang dan kantor di Jalan Rajawali No.64, sehingga kesan kolonialnya sudah mengalami penurunan. 2. Karakteristik A. Sejarah perkembangan guna lahan Sebelum tahun 1808 Jalan Rajawali sudah berkembang sebagai kawasan permukiman orang Eropa. Perkembangan itu masih berpusat di sekitar kawasan Jembatan Merah yang masih dikelilingi benteng pertahanan. Pada tahun 1871 benteng yang mengelilingi kota mulai diruntuhkan, setelah itu kecenderungan perkembangan kota mulai mengarah ke arah Selatan. Mulai terjadi perubahan guna lahan di sekitar Jalan Rajawali, yang semula merupakan kawasan permukiman orang Eropa mulai berubah dan tumbuh sebagai pusat perdagangan utama di Kota Surabaya. Sejak kemerdekaan RI, fungsi kawasan Jalan Rajawali yang yang merupakan pusat perdagangan, jasa dan perkantoran tetap tidak berubah. Kondisi eksisting tahun 2010 fungsi kegiatan di koridor Jalan Rajawali masih didominasi oleh perdagangan (46,8%) dan perkantoran (23,4%). Sisanya adalah jasa, permukiman, gudang, fasum, perdagangan dan permukiman dan bangunan kosong. Secara umum skala kegiatan studi adalah skala lokal dan kota, apabila dibandingkan dengan kebijakan pemerintah dalam RTRW, maka skala kegiatan di koridor Jalan Rajawali masih bisa ditingkatkan menjadi skala regional. B. Intensitas penggunaan lahan a) Luas perpetakan lahan Secara umum eksisting tahun 2010 di Jalan Rajawali didominasi oleh bangunan dengan klasifikasi lahan V (100-250m2) yaitu sebanyak 44,35%. b) KDB Kondisi secara umum eksisting KDB tahun 2010 adalah berkisar antara 60%-100%. Secara umum lahan dengan fungsi perkantoran dan pergudangan memiliki KDB berkisar antara 70%-100%, untuk fungsi perdagangan dan jasa berkisar antara 60%-100%. Untuk bangunan kuno yang memiliki fungsi sebagai perkantoran dan perdagangan secara
90
arsitektur e-Journal, Volume 3 Nomor 2, Juli 2010
umum memiliki KDB sebesar 100%. Setelah dibandingkan dengan peraturan, terdapat 51% bangunan yang melewati batas arahan. c) KLB Kondisi eksisting tahun 2010 untuk bangunan perdagangan dan jasa memiliki nilai KLB antara 0,6-7,5, bangunan permukiman memiliki nilaiKLB antara 0,3-1, untuk bangunan kantor memiliki nilai KLB antara 0,7-6,6. Untuk bangunan kuno, nilai KLB antara 0,5-5,6. Setelah dibandingkan dengan peraturan, terdapat 3% bangunan yang melewati batas arahan. d) Sempadan bangunan Kondisi eksisting tahun 2010 garis sempadan bangunan secara umum di wilayah studi berkisar antara 0-12 meter. Untuk bangunan kuno didominasi bangunan yang memiliki garis sempadan bangunan 0-1 meter. Setelah dibandingkan dengan peraturan, terdapat 19% bangunan yang melewati batas arahan. e) Façade dan skyline • Koridor barat sebelah utara Skyline mencapai klimaks karena mengalami perubahan yang drastis ketika mendekati akhir koridor ini, karena bangunan nomor U18 yaitu bangunan perkantoran OSINDO (Gambar 2) memiliki ketinggian yang paling tinggi, yaitu setinggi 10 lantai atau 30 m. Pada bagian ini tidak terdapat bangunan kuno. Terdapat beberapa bangunan baru yang tampilannya menyerupai tampilan gaya arsitektur kolonial, seperti bangunan ruko (Gambar 2). Terjadi irama yang tampilan yang kontras antara bangunan yang memiliki tampilan gaya arsitektur kolonial dengan bangunan lain. • Koridor barat sebelah selatan Pada bagian awal koridor dibuka dengan skyline yang meninggi dikarenakan terdapat bangunan Holland Bakery dengan ketinggian 3 lantai setinggi 9 meter. Skyline kembali menurun dan relatif datar dengan ketinggian 1 lantai setinggi 4 meter. Skyline mulai naik di pertengahan koridor, yaitu pada bangunan ruko nomor S10 dan puncaknya pada bangunan dengan ketinggian 3 lantai setinggi 11 meter. Skyline kembali menurun pada bangunan ruko dan berlanjut sampai akhir koridor dengan ketinggian 1 lantai setinggi 4 meter. Pada bagian ini tidak terdapat bangunan kuno. Pada bangunan Holland Bakery (Gambar 3), gaya tampilan fasade menyerupai bangunan berarsitektur kolonial. Secara keseluruhan terdapat irama tampilan bangunan yang kontras antara tampilan bangunan yang menyerupai bangunan kolonial dengan bangunan disekitarnya.
(a) Keterangan: (a). Bangunan ruko nomor U4 dan U5 (b). Bangunan perkantoran Osindo nomor U18
(b)
Gambar 2 Tampilan Bangunan di Koridor Barat Sebelah Utara
arsitektur e-Journal, Volume 3 Nomor 2, Juli 2010
91
(a) Keterangan: (a). Bangunan Holland Bakery nomor S16 (b). Bangunan ruko nomor S7
(b)
Gambar 3 Tampilan Bangunan di Koridor Barat Sebelah Selatan
•
Koridor timur sebelah utara Skyline koridor timur sebelah utara tidak terlalu bervariasi karena banyak terdapat bangunan kuno yang memiliki fisik bangunan tinggi dan besar, sehingga bangunan baru disekitarnya menyesuaikan dengan ketinggian bangunan-bangunan kuno tersebut. Pada bagian ini, terdapat beberapa bangunan kuno berarsitektur kolonial seperti bangunan Gereja GPIB, Rajawali Motor, Kantor PTPN XII, Kantor PT. Pantja Niaga, Kantor PT Arina Multikarya, dan Kantor bank milik negara (Gambar 4). Terdapat juga banyak bangunan baru yang tampilannya mengadopsi tampilan gaya arsitektur kolonial, sehingga mulai tercipta suatu irama tampilan yang harmonis. • Koridor timur sebelah selatan Diawali dengan bangunan SLTPN5 Surabaya dengan ketinggian 2 lantai setinggi 7 meter. Skyline mulai naik pada bangunan BCA nomor dengan ketinggian 3 lantai setinggi 9 meter. Kemudian turun pada bangunan Korps Cacat Veteran nomor dengan ketinggian 1 lantai setinggi 6 meter. Skyline terlihat naik pada bangunan kuno PT Tjiwi Kimia nomor dengan ketinggian 2 lantai setinggi 10 meter. Ketinggian relatif stabil dengan rata-rata ketinggian 2 lantai dengan ketinggian 10 meter. Hal ini dikarenakan terdapat deretan bangunan kuno yang memiliki ketinggian relatif rata. Skyline mengalami kenaikan drastis yang mengakibatkan terjadinya klimaks pada bangunan Hotel Ibis nomor dengan ketinggian 9 lantai setinggi 30 meter.setelah itu skyline menurun lagi pada bangunan Gedung Cerutu (Gambar 5c) dengan ketinggian 2 lantai setinggi 15 meter. Pada bagian ini terdapat beberapa bangunan kuno berarsitektur kolonial, seperti bangunan SLTPN 5 Surabaya, Korps Cacat Veteran, Kantor PT Tjiwi Kimia, kantor PTPN VII-XIII/Korwil II, bangunan toko dan foto kopi, bangunan ex Aneka Kimia, Hotel Ibis, dan Gedung Cerutu (Gambar 5 a-e). Selain itu juga terdapat beberapa bangunan baru yang tampilan arsitekturnya mengadopsi gaya arsitektur kolonial, seperti bangunan Giant Hypermart. Pada bagian ini tercipta suatu irama harmonis antara bangunan baru dengan bangunan lama, kecuali pada bangunan BRI. Tetapi keadaan ini dapat diminimalisir dengan kemunduran bangunan yang berbeda antara bangunan BRI dengan bangunan kuno di kedua sisinya, dimana bangunan BRI memiliki kemunduran bangunan yang lebih menjorok ke dalam sehingga tidak terlalu dominan dalam menciptakan suatu kesan tampilan.
92
arsitektur e-Journal, Volume 3 Nomor 2, Juli 2010
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g)
Keterangan: (a). GPIB; (b). PT. Pantja Niaga; (c). Rajawali Motor; (d). PTPN XII; (e). PT. Arina Multikarya; (f). Bank Milik Negara (Jl. Rajawali No.10); (g). Bank Milik Negara (Jl. Rajawali No.16)
Gambar 4 Tampilan Bangunan Kuno di Koridor Timur Sebelah Utara
(a)
(b) Keterangan: (a). Bangunan SLTPN 5 Surabaya nomor S17; (b). Bangunan Korps Cacat Veteran
arsitektur e-Journal, Volume 3 Nomor 2, Juli 2010
93
(c)
(d)
(e)
Keterangan: (c). Bangunan Gedung Cerutu; (d). Bangunan Hotel Ibis; (e). PT Tjiwi Kimia
Gambar 5 Tampilan bangunan kuno di koridor timur bebelah selatan.
C. Place a) Skala perkotaan Sudut pandang yang terbentuk di koridor timur Jalan Rajawali, yaitu antara 450 sampai 600, berarti kesan yang terbentuk di koridor timur Jalan Rajawali adalah kesan yang agak netral (harmonis) yang mengarah ke kesan sempit. Sudut pandang yang terbentuk di koridor barat Jalan Rajawali, yaitu antara 100 sampai 400, berarti kesan yang terbentuk di koridor timur Jalan Rajawali adalah kesan luas (sunyi) menuju ke kesan ruang yang agak netral. b) Tipologi Berdasarakan bentukannya, tipologi ruang di Jalan Rajawali merupakan tipologi ruang dinamis, karena merupakan koridor/jalan dimana pergerakan bisa terjadi di dalam koridor jalan. Karakteristik khusus ruang dinamis Jalan Rajawali dibentuk oleh fungsi dan fisik bangunan. Ruang dinamis Jalan Rajawali merupakan jalan dengan fungsi dominan berupa perkantoran, perdagangan dan jasa dengan dibatasi oleh fisik bangunanbangunan berarsitektur kolonial. c) Morfologi Perubahan fungsi kegiatan di Jalan Rajawali mulai terlihat setelah tahun 1871, saat benteng kota mulai diruntuhkan. Kawasan Jalan Rajawali mulai mengalami perubahan fungsi dari permukiman orang Eropa menjadi pusat perdagangan dan jasa di Kota Surabaya. Pada saat itu kawasan permukiman mulai berpindah dan berkembang ke daerah selatan kota. Perubahan fisik Jalan Rajawali juga mulai terlihat, dengan mulai adanya bangunan-bangunan kantor dan gudang yang mulai dibangun setelah tahun 1871, seperti bangunan Kantor Sindikat/Asosiasi Gula NIVAS (Gambar 6). Selanjutnya setelah tahun 1900, perkembangan fisik di Jalan Rajawali semakin jelas terlihat dengan semakin banyaknya pembangunan bangunan-bangunan kantor perdagangan yang biasanya juga dilengkapi gudang di belakang bangunan sebagai tempat penyimpanan. Hal ini menyebabkan banyaknya bangunan-bangunan yang memiliki gaya arsitektur kolonial yang berkembang sekitar tahun 1890-1940. Setelah jaman kemerdekaan sampai saat ini, fungsi perdagangan, jasa dan perkantoran di Jalan Rajawali tidak berubah banyak, dimana saat ini bangunan dengan fungsi pedagangan, jasa dan perkantoran masih mendominasi fungsi kegiatan sebesar 76,7%. d) Path Elemen path adalah Jalan Rajawali itu sendiri yang di bentuk oleh jalan lingkungan di sekitarnya dan bangunan-bangunan kuno sebagai elemen enclosure. e) Edge Elemen edge adalah Sungai Kalimas (Gambar 7). Fungsi Sungai Kalimas sebagai edge adalah memisahkan/membagi dua wilayah, yaitu wilayah Kembang Jepun sebagai
94
arsitektur e-Journal, Volume 3 Nomor 2, Juli 2010
kawasan permukiman dan Jalan Rajawali sebagai kawasan perkantoran, perdagangan dan jasa serta fasilitas umum.
Gambar 6. Bekas Kantor Sindikat/Asosiasi Gula NIVAS yang saat ini menjadi kantor PTPN VII-XIII / Korwil II.
Gambar 7 Edge koridor Jalan Rajawali.
f) Landmark Beberapa bangunan yang dapat diidentifikasi sebagai landmark adalah Gedung Cerutu dan Gedung PTPN VIII-XIV. Landmark utama adalah bangunan Hotel Ibis. (Gambar 8)
a. Hotel Ibis
b. Gedung PTPN VIII-XIV Gambar 8 Landmark Koridor Jalan Rajawali
c. Gedung Cerutu
Before after Tata guna lahan dominan mengalami perubahan pada kondisi before, antara periode tahun 1808-1870 dan periode tahun 1870-1940. Dari penggunaan lahan permukiman menjadi guna lahan perdagangan dan perkantoran. Pada kondisi after, yaitu D.
arsitektur e-Journal, Volume 3 Nomor 2, Juli 2010
95
periode tahun 1940-2010 tata guna lahan tetap didominasi oleh fungsi perdagangan dan perkantoran. Elemen path mengalami perubahan secara fisik, khususnya pada fisik jalan Rajawali. Bangunan yang berkembang juga mengalami perubahan pada masa before pada tahun 1870-1940 Elemen landmark pada koridor Jalan Rajawali yang tidak mengalami perubahan pada kondisi before, yaitu periode tahun 1870-1940 sampai kondisi after, yaitu periode tahun 1940-2010 adalah gedung perusahaan perdagangan Bridgestone (Gedung Cerutu) yang dibangun tahun 1916 , gedung pusat asosiasi gula NIVAS (sekarang Kantor PTPN VII-XIII / Korwil II) yang dibangun tahun 1850 dan gedung perusahaan perdagangan Geo Wahry and CO (sekarang Hotel Ibis) yang dibangun tahun 1913. Elemen edge pada koridor jalan Rajawali tidak mengalami perubahan pada kondisi before, yaitu periode tahun 1743-1808, tahun 1808-1870, tahun 1870-1940 sampai pada kondisi after periode tahun 1940-2010, yaitu berupa Sungai Kalimas 3.
Pengaruh faktor kerusakan bangunan kuno dan faktor linkage system terhadap penurunan citra kawasan A. Kerusakan bangunan kuno Terdapat 15 bangunan kuno yang berpotensi sebagai bangunan cagar budaya. Secara umum kerusakan yang terjadi adalah seperti kerusakan yang terjadi berupa pemudaran cat dan berjamurnya fasade bangunan, terkelupasnya lapisan semen pada dinding bangunan, plafon triplek yang berlubang dan kaca jendela yang pecah dan digantinya beberapa ornamen asli bangunan dengan desain yang baru (Gambar 9). Kerusakan ini mengakibatkan kaburnya citra bangunan-bangunan ini sebagai bangunan kuno yang memiliki sejarah sehingga mempengaruhi kualitas identitas kawasan berupa landmark, sehingga berakibat buruk pada citra kawasan di Jalan Rajawali. (Gambar 10 dan Gambar 11)
Gambar 9. Persebaran bangunan kuno di Jalan Rajawali.
96
arsitektur e-Journal, Volume 3 Nomor 2, Juli 2010
Gambar 10. Kondisi eksisting bangunan kuno.
Gambar 11. Kerusakan bangunan kuno.
arsitektur e-Journal, Volume 3 Nomor 2, Juli 2010
97
B. Linkage system a) Jaringan jalan Berdasarkan kebijakan RTRK UD Krembangan-Perak 2006, Jalan Rajawali adalah jalan arteri sekunder. Kondisi fisik jaringan jalan di Jalan Rajawali terbagi dua, yaitu kondisi jaringan Jalan Rajawali koridor timur dan kondisi jaringan Jalan Rajawali koridor barat. Untuk Jalan Rajawali bagian timur memiliki rumija 20 meter dengan 3 sampai 4 lajur satu arah. Dengan jalur pedestrian di kedua sisinya yang memiliki dimensi 4 meter dan tinggi berkisar antara 40 sampai 55 centimeter. Untuk Jalan Rajawali bagian barat memiliki rumija sebesar 40 meter, dengan median dengan lebar 16 meter dan berupa jalan dengan dua arah yang masing-masing memiliki 3 lajur. Baik untuk sebelah barat maupun sebelah timur, memiliki perkerasan berupa aspal hotmix. b) Pergerakan arus kendaraan Secara umum kendaraan yang melewati Jalan Rajawali di dominasi oleh kendaraan bermotor baik kendaraan pribadi berupa mobil dan motor maupun kendaraan umum seperti angkutan kota, bis kota dan bis berukuran sedang atau biasa disebut bison. Banyak juga kendaraan tidak bermotor seperti becak yang melewati jalan Rajawali. Jalan Rajawali merupakan bagian dari sirkulasi kendaraan satu arah, yaitu Jl. Kebonrojo–Jl. Indrapura–Jl. Rajawali–Jl. Veteran. Secara umum pola pergerakan di Jalan Rajawali hanya pola pergerakan orang yang dilakukan dengan kendaraan umum dan kendaraan pribadi ataupun berjalan kaki, pola pergerakan barang hanya terjadi akibat fungsi kegiatan perkantoran dan pergudangan. Beberapa titik yang sering terjadi tundaan adalah di depan bangunan PT. Arina Multikarya dan di depan bangunan Dinas Komunikasi dan Informatika tempat berhentinya banyak moda angkutan umum seperti bus kota dalam jangka waktu 15-20 menit. Arus pergerakan kendaraan terlihat padat sekitar pukul 6.30 pagi sampai pukul 8.30 pagi. Dan pada pukul 16.00 sampai pukul 17.00 sore hari. Disimpulkan bahwa terjadi konflik kepentingan antara para operator kendaraan umum dan pengguna jalan lainnya. c) Perparkiran Ditemukan beberapa masalah terkait perparkiran, yaitu antara lain (Gambar 12): 1. Konflik antara kebutuhan parkir secara on street dengan keberadaan tanda larangan parkir. Dimana pada kondisi ini bangunan tidak memiliki lahan parkir khusus. 2. Konflik antara pejalan kaki dengan pemilik kendaraan roda dua yang memarkir kendaraannya di atas trotoar. 3. Belum adanya kantong-kantong parkir off street yang tersebar di sepanjang koridor guna mengurangi konflik pada point nomor 1 dan nomor 2.
(a)
(b)
(c)
(a). Kendaraan yang di parkir diatas jalur pedestrian (b). Parkir on street di kawasan tanda larangan parkir (c). Parkir off street di dalam bangunan PTPN VII-XIV / Korwil II. Gambar 12 Kondisi perparkiran di Jalan Rajawali.
d) Jalur pedestrian Ditemukan beberapa masalah terkait jalur pedestrian, yaitu antara lain:
98
arsitektur e-Journal, Volume 3 Nomor 2, Juli 2010
1. Masih terdapat bagian yang belum memiliki jalur pedestrian dengan perkerasan, yaitu di koridor bagian barat sebelah selatan 2. Penyalahgunaan fungsi jalur pedestrian sebagai lahan parkir kendaraan roda dua dan tempat berjualan PKL. 3. Belum difungsikan secara optimal sebagai jalur pejalan kaki. Ketidakteraturan dan konflik yang terjadi terkait linkage system berpengaruh buruk terhadap identitas kawasan berupa elemen path, sehingga kemudian mempengaruhi citra di koridor Jalan Rajawali sebagai kawasan cagar budaya. B. Pelestarian fisik bangunan kuno Pelestarian fisik bangunan kuno didapat dari hasil perhitungan makna kultural dari para ahli menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Kemudian hasil perhitungan tersebut di klasifikasikan menjadi tiga golongan bangunan kuno, yaitu Bangunan Golongan A dengan nilai potensial tinggi, Bangunan Golongan B dengan nilai potensial sedang dan Bangunan Golongan C dengan nilai potensial rendah. Dari hasil perhitungan di dapat hasil sebagai berikut: • 1 bangunan, yaitu bangunan Korps Cacat Veteran termasuk bangunan preservasi Golongan A (potensial tinggi). (Gambar 13)
Gambar 13 Bangunan kuno preservasi Golongan A.
• 10 bangunan, yaitu adalah Kantor Cabang Tjiwi Kimia,GPIB,Kantor PTPN VII-XIII / Korwil II, PT. Arina, SLTPN 5 Kota Surabaya, Bank milik Negara (Jl. Rajawali No.10), Kantor PTPN XII, Hotel Ibis, Kantor PT. Pantja Niaga dan Gedung Cerutu termasuk bangunan rehabilitasi Golongan B (potensial sedang). (Gambar 14)
Gambar 14 Contoh bangunan rehabilitasi Golongan B.
• 4 bangunan, yaitu Bank milik negara (Jl. Rajawali No. 16), Toko dan foto kopi (Jl.Rajawali No. 19-21), Ex gedung Aneka Kimia dan Rajawali Motor termasuk bangunan adaptasi Golongan C (potensial rendah). (Gambar 15)
arsitektur e-Journal, Volume 3 Nomor 2, Juli 2010
99
Gambar 15 Contoh bangunan kuno adaptasi Golongan C.
Gambar 16 Peta pelestatarian fisik bangunan kuno di Jalan Rajawali.
Kesimpulan Kondisi eksisting tahun 2010 fungsi kegiatan di koridor Jalan Rajawali masih didominasi oleh perdagangan (46,8%) dan perkantoran (23,4%). Sisanya adalah jasa, permukiman, gudang, fasum, perdagangan dan permukiman dan bangunan kosong. Pada koridor barat irama tampilan bangunan cenderung bersifat kontras. Pada koridor bagian timur irama tampilan bangunan cenderung bersifat harmmonis. Kemudian yang diidentifkasi sebagai path adalah Jalan Rajawali itu sendiri, yang terbentuk oleh jalan lingkungan di sekitarnya dan bangunan-bangunan kuno sebagai elemen enclosure, edge adalah sungai Kalimas. Elemen landmark adalah Gedung Cerutu dan Gedung PTPN VIIIXIV. Elemen landmark utama adalah bangunan Hotel Ibis. Elemen lingkungan yang mengalami perubahan adalah tata guna lahan, path dan landmark. Terdapat beberapa bangunan kuno yang mengalami kerusakan pada muka bangunan berupa terkelupasnya semen pada dinding bangunan, plafon triplek yang berlubang dan kaca jendela yang pecah dan digantinya beberapa ornamen asli bangunan dengan desain yang baru. Kerusakan ini berpengaruh buruk terhadap kualitas identitas kawasan berupa landmark.
100
arsitektur e-Journal, Volume 3 Nomor 2, Juli 2010
Terdapat konflik kepentingan antara pejalan kaki dengan pengendara kendaraan bermotor dan antara operator kendaraan umum dan pengguna kendaraan lainnya. Ketidakteraturan lingkungan ini secara langsung berpengaruh buruk terhadap kualitas identitas kawasan berupa path. Ditemukan satu bangunan kuno preservasi Golongan A (potensial tinggi), yaitu Korps Cacat Veteran; sepuluh bangunan kuno rehabilitasi Golongan B (potensial sedang), yaitu Kantor Cabang Tjiwi Kimia,GPIB,Kantor PTPN VII-XIII / Korwil II, PT. Arina, SLTPN 5 Kota Surabaya, Bank milik Negara (Jl. Rajawali No.10), Kantor PTPN XII, Hotel Ibis, Kantor PT. Pantja Niaga dan Gedung Cerutu serta empat bangunan kuno adaptasi Golongan C (potensial rendah), yaitu Bank milik negara (Jl. Rajawali No. 16), Toko dan foto kopi (Jl.Rajawali No. 19-21), Ex gedung Aneka Kimia dan Rajawali Motor.
Daftar Pustaka Buitenweg, H. 1980. Krokodillenstad, Katjwijk: Service BV Katwijk Aanze. Faber, G.H.V. 1931. Oud Soerabaia, De Geschiedenis van Indies’s eerste koopstad van de oudste tijden tot de instelling van gemeenteraad, Soerabaja: N.V Koninklijke Boekhandel en Drukkerij G. Kolff & Co. Handinoto. 1996. Perkembangan Kota dan Arsitektur Kolonial Belanda di Surabaya (1870-1940), Yogyakarta: Penerbit ANDI Yogyakarta. Purwono, N. 2006. “Mana Soerabaia Koe: Mengais Butiran Mutiara Masa Lalu”, Surabaya: Pustaka Eureka.
Copyright © 2010 by Antariksa
arsitektur e-Journal, Volume 3 Nomor 2, Juli 2010
101