PELESTARIAN BAHAN PUSTAKA DENGAN ENKAPSULASI PADA PERPUSTAKAAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Perpustakaan (S.IP)
oleh:
Hanifudin Ibrahim NIM. 1111025100064
PROGRAM STUDI ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H / 2015 M
ABSTRAK
Hanifudin Ibrahim NIM. 1111025100064, Pelestarian Bahan Pustaka dengan Enkapsulasi pada Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Di bawah bimbingan Nuryudi, S.Ag, SS, MLIS. Program Ilmu Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2015. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebijakan, prosedur, dan mengetahui solusi guna menghadapi kendala-kendala yang dihadapi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dalam melaksanakan enkapsulasi. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dan menggunakan metode penelitian kualitatif. Informan dalam penelitian ini berjumlah tiga orang yang terdiri atas Kepala Sub. Bidang Perawatan dan Perbaikan dan dua orang Staff Sub. Bidang Perawatan dan Perbaikan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi dan wawancara. Hasil atau data-data yang diperoleh dianalisis melalui tiga tahapan yaitu dengan cara direduksi, selanjutnya data disajikan dalam bentuk teks naratif dan menarik kesimpulan sesuai dengan rumusan masalah yang telah dijabarkan. Hasil observasi dan wawancara peneliti menunjukkan bahwa kegiatan pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia telah berjalan. Namun Perpustakaan Nasional Republik Indonesia belum memiliki kebijakan tertulis mengenai pelestarian bahan pustaka termasuk di dalamnya enkapsulasi. Prosedur enkapsulasi melalui tiga proses yaitu proses pra enkapsulasi, proses enkapsulasi, dan proses paska enkapsulasi. Solusi yang dilakukan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia ialah dengan cara memesan bahan-bahan tersebut jauh sebelum jatuh tempo pelaksanakan enkapsulasi dan petugas yang telah mengerti tentang pelaksanaan enkapsulasi mendampingi petugas yang belum cukup mengerti. Kata kunci : Pelestarian bahan pustaka, enkapsulasi, Perustakaan Nasional Republik Indonesia
i
ABSTRACT
Hanifudin Ibrahim NIM. 1111025100064, The Preservation of Library Material with Encapsulation at the National Library of the Republic of Indonesia. Under the guidance of Nuryudi, S.Ag, SS, MLIS. Library Science Program of the Faculty of Adab and Humaniora of State Islamic University of Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015. This research aims to find out the policy, procedure, and solution against the constraints faced by the National Library of the Republic of Indonesia in implementing encapsulation. This research constitutes a descriptive one and exploits a qualitative research method. Informants in this research aggregate three people consisting of the Head of Sub-Sector of Maintenance and Repair and two Staffs of Sub-Sector of Maintenance and Repair of National Library of the Republic of Indonesia. Data collecting technique in this research is observation and interviews. The results or data being obtained are analyzed through three stages, namely by reducing, then being presented in the form of narrative text, and drawing a conclusion in accordance with the formulation of the problem which has been described. The results of observation and interview by the researcher shows that the activities of preserving the library materials by encapsulation in the National Library of the Republic of Indonesia has been running. However, the National Library of the Republic of Indonesia has not had a written policy regarding the preservation of library materials including the encapsulation in it. The Encapsulation procedure is through three processes, namely the pre-encapsulation process, encapsulation process, and postencapsulation process. A Solution conducted by the National Library of the Republic of Indonesia is by ordering those materials long before the due of implementing encapsulation and the officers who have understood about the implementation of the encapsulation should accompany those who do not quite understand. Keywords: Preservation of library materials, encapsulation, National Library of the Republic of Indonesia
ii
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Puji dan syukur penulis ucapkan hanya kepada Allah SWT, yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini guna melengkapi persyaratan mencapai gelar Sarjana. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kelemahan dan kekurangan. Sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Penulis mengucapkan terima kasih yang sangat istimewa dan sebesarbesarnya kepada ayahanda tercinta Muhammad Mundirin, ibunda tercinta Rumini dan kakanda yang saya sayangi Rofiq Hidayat, S.IP dan Andri Sulaiman, A.Md yang telah memberikan dukungan kepada penulis hingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari penyelesaian skripsi ini tentu tidak lepas dari dukungan semua pihak yang meluangkan waktunya dalam membantu penulis. Maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Sukron Kamil, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora. 2. Bapak Prof. Dr. Oman Fathurahman, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora periode 2014-2015. 3. Bapak Pungki Purnomo, MLIS, selaku Ketua Jurusan Ilmu Perpustakaan dan Informasi. 4. Bapak Mukmin Suprayogi, M.Si, selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Perpustakaan dan Informasi.
iii
5. Bapak Nuryudi, S.Ag, SS, MLIS, selaku pembimbing yang telah berkenan untuk memberikan bimbingan dan pengarahan serta meluangkan pikiran, tenaga dan waktu dalam membantu penyelesaian skripsi ini. 6. Ibu Maryam, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing Akademik yang memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini. 7. Seluruh jajaran Wakil Dekan dan para pegawai FAH UIN Jakarta. 8. Seluruh Dosen Jurusan Ilmu Perpustakaan dan Informasi yang telah memberikan banyak ilmu pengetahuan yang tak terhingga. Semoga ilmu yang telah diberikan dapat bermanfaat. 9. Ibu Made Ayu Wirayati, Mikom selaku Kepala Sub. Bidang Perawatan dan Perbaikan Bahan Pustaka yang telah memberikan bimbingan dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 10. Bapak Cecep Nurjanjati, S.sos dan ibu Ellis Sekar Ayu, SPd selaku Staff Sub. Bidang Perawatan dan Perbaikan Bahan Pustaka yang telah memberikan bimbingan dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 11. Sahabatku
Derry Herdiyana Wiguna, Hasbi Fikri, Muhammad Adam,
Muhammad Fahmi Rizal dan Muhammad Yukha Mulyawan. Terima kasih telah memberikan saran dan mengingatkan ketika ada perilaku yang salah. 12. Teman-teman seperjuangan Ilmu Perpustakaan 2011, khususnya IPI C 2011. Semoga kita semua dapat menjadi orang-orang yang bermanfaat bagi diri sendiri orang lain. 13. Terimakasih pula kepada teman-teman kakak Semester Arief Dwi Hermawan, Zulfachri Tribuana Said, dan Zulfikar Arman.
iv
14. Teman-teman Intan Skateboarding Community and Culture (INSOMNIAC) dan Komunitas Music Cilandak Familia yang telah mendoakan dan memberikan semangat. 15. Dan semua orang yang sudah banyak mendukung dalam menyelesaikan tugas akhir ini, yang tidak dapat diucapkan satu persatu, Terimakasih untuk segalanya, semoga Allah SWT yang membalas semua kebaikan dan doa yang sudah diberikan kepada penulis.
Jakarta, 11 September 2015
Hanifudin Ibrahim
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ......................................................................................................... i ABSTRACT ...................................................................................................... ii KATA PENGANTAR ...................................................................................... iii DAFTAR ISI .................................................................................................... vi DAFTAR TABEL .............................................................................................. x DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xi
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang ............................................................................ 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ........................................... 6 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................... 7 D. Definisi Istilah ............................................................................. 8 E. Sistematika Penulisan .................................................................. 9
BAB II
TINJAUAN LITERATUR A. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia 1. Definisi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia .............. 11 2. Fungsi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia ............... 13 3. Tugas Perpustakaan Nasional Republik Indonesia ................. 16 B. Pelestarian Bahan Pustaka 1. Pengertian Pelestarian Bahan Pustaka ................................... 18 2. Fungsi Pelestarian Bahan Pustaka ......................................... 19
vi
3. Unsur-unsur Pelestarian Bahan Pustaka ................................ 24 C. Faktor-faktor Kerusakan Bahan Pustaka .................................... 26 D. Pencegahan Kerusakan Bahan Pustaka ...................................... 33 E. Usaha Memperbaiki Bahan Pustaka yang Rusak ........................ 35 1. Menambal dan Menyambung Kertas (Mending) .................... 35 2. Laminasi ............................................................................... 35 3. Desidifikasi .......................................................................... 36 4. Penjilidan ............................................................................. 38 5. Fumigasi ............................................................................... 39 F. Enkapsulasi ............................................................................... 39 G. Penelitian Terdahulu ................................................................. 46
BAB III
METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian 1. Jenis Penelitian Deskriptif .................................................... 50 2. Pendekatan Penelitian Kualitatif ........................................... 51 B. Sumber Data 1. Sumber Data Primer .............................................................. 52 2. Sumber Data Sekunder ......................................................... 53 C. Informan ................................................................................... 53 D. Teknik Pengumpulan Data ........................................................ 56 1. Wawancara ........................................................................... 57 2. Observasi .............................................................................. 57 3. Kajian Pustaka ...................................................................... 57
vii
E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ....................................... 58 1. Reduksi Data ........................................................................ 58 2. Penyajian Data ...................................................................... 60 3. Penarikan Kesimpulan .......................................................... 60 F. Jadwal Penelitian ....................................................................... 62
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Profil Objek Penelitian 1. Sejarah Berdirinya Perpustakaan Nasional Republik Indonesia ................................................................ 63 2. Visi dan Misi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia ................................................................ 66 3. Struktur Organisasi ................................................................ 66 4. Koleksi .................................................................................. 67 B. Hasil Penelitian ......................................................................... 73 1. Kebijakan Ekapsulasi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Dalam Melaksanakan Kegiatan Pelestarian Bahan Pustaka Dengan Enkapsulasi ...................................... 74 2. Prosedur Kegiatan Pelestarian Bahan Pustaka Dengan Enkapsulasi di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia ... 82 a. Jenis Bahna Pustaka yang Dienkapsulasi di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia ............................................ 82
viii
b. Alat dan Bahan Yang Digunakan Pada Proses Enkapsulasi ........................................................... 85 c. Prosedur Pelestarian Bahan Pustaka Dengan Enkapsulasi ......................................................... 87 1) Pra Enkapsulasi ........................................................... 88 2) Proses Enkapsulasi ...................................................... 93 3) Paska Enkapsulasi ........................................................ 98 3. Kendala-kendala Dalam Pelaksanaan Kegiatan Pelestarian Bahan Pustaka Dengan Enkapsulasi di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia ...................... 102 C. Pembahasan ............................................................................... 104
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ............................................................................... 111 B. Saran .......................................................................................... 112 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... ......... 114 LAMPIRAN-LAMPIRAN BIODATA PENULIS
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Jadwal Pembuatan dan Penelitian Skripsi ............................................ 62 Tabel 2 Koleksi Buku Monograf ..................................................................... 69 Tabel 3 Jumlah Koleksi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia ................. 72
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Struktur organisasi pusat preservasi .................................................. 67 Gambar 2 Perpustakaan Nasional Republik Indonesia ...................................... 72 Gambar 3 Double Side Tape dan Mylar............................................................. 86 Gambar 4 Pemberat .......................................................................................... 86 Gambar 5 Cutter .............................................................................................. 87 Gambar 6 Mesin HDS KEEPER ....................................................................... 88 Gambar 7 Proses Rinsing (perendaman) ........................................................... 90 Gambar 8 Proses Leaf Casting ......................................................................... 92 Gambar 9 Proses Pemberian Lem CMC ........................................................... 92 Gambar 10 Proses Flatenning ........................................................................... 92 Gambar 11 Proses Pengeringan ........................................................................ 92 Gambar 12 Proses Meletakkan Pemberat di Atas Dokumen dan Mylar .............. 93 Gambar 13 Proses Penempelan Double Side Tape ............................................ 94 Gambar 14 Proses Mencukil Kertas Double Side Tape ..................................... 95 Gambar 15 Proses Menggosok Permukaan Mylar ............................................ 96 Gambar 16 Proses Merapihkan Pinggir Mylar ................................................... 96 Gambar 17 Proses Meletakkan Bahan Pustaka di Bawah Karpet Untuk Menghilangkan Gelembung Udara ....................................... 97 Gambar 18 Proses Mengepres Pinggir Mylar Dengan Sinar Ultra Sonic .......... 98
Gambar 19 Proses Pemindahan Bahan Pustaka ke Portepel .............................. 99
xi
Gambar 20 Flowchart Prosedur Enkapsulasi .................................................. 100
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Hasil Wawancara Lampiran 2 : Draf Kebijakan Pelestarian Bahan Pustaka Lampiran 3 : Foto-foto Lampiran 4 : Lembar Permohonan Pembimbing Lampiran 5 : Lembar Tugas Menjadi Pembimbing Lampiran 6 : Lembar Izin Penelitian Lampiran 7 : Lembar Penguji Skripsi
xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Informasi merupakan bagian dari kebutuhan sehari-hari yang sangat penting. Informasi yang didapat harus benar-benar tepat, jelas, aktual, dan terkini untuk masyarakat, sehingga nilai informasi yang terkandung benarbenar berguna bagi penggunanya. Manusia merupakan makhluk yang tidak bisa hidup tanpa informasi. Informasi sendiri timbul sejak manusia petama yaitu Nabi Adam a.s diciptakan. Beliau diajarkan Allah mengenai ilmu pengetahuan berupa nama-nama benda. Informasi tersebut berkembang hingga saat ini. Salah satu lembaga yang menyediakan, bertugas mengumpulkan, dan menyimpan informasi tersebut ialah perpustakaan. Perpustakaan merupakan pusat informasi baik itu mengenai ilmu pengetahuan secara umum maupun khusus. Sedangkan pengertian perpustakaan itu sendiri adalah institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi para pemustaka.1 Perpustakaan memiliki koleksi yang terbuat dari bahan kertas, baik dalam bentuk buku, surat kabar, serial, naskah, peta, gambar, dokumen, dan bahan cetak lainnya. Selain itu, perpustakaan juga mempunyai koleksi audio
1
Undang - undang nomor 43 tahun 2007 tentang perpustakaan
1
visual yang terdiri dari bahan film (film hitam putih dan berwarna), mikrofilm, negatif foto (hitam putih dan berwarna) serta rekaman suara atau pita kaset, rekaman video, dan lain sebagainya.2 Perpustakaan merupakan sebuah ruangan, bagian dari sebuah gedung ataupun gedung tersendiri yang digunakan untuk menyimpan buku serta terbitan lainnya.3 Perpustakaan mempunyai tugas dalam melaksanakan peraturan pemerintah di bidang perpustakaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal ini, Perpustakan Nasional Republik Indonesia merupakan perpustakaan yang melaksanakan Undangundang Perpustakaan Nomor 43 Tahun 2007 tentang perpustakaan dan peraturan Kepala Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2001 tentang tata kerja Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Diantara tugas Perpustakaan Nasional Republik Indonesia ialah melaksanakan pelestarian bahan pustaka. Sebagaimana telah diterangkan dalam pengertian perpustakaan menurut Keputusan Presiden RI Nomor 11 Tahun 1989 yaitu merupakan salah satu sarana pelestarian bahan pustaka sebagai hasil budaya dan mempunyai fungsi sebagai sumber informasi ilmu pengetahuan, teknologi dan kebudayaan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan menunjang pelaksanaan pembangunan sosial.4
2
Darmono. Perpustakaan Sekolah: Pendekatan Aspek Manajemen dan Tata Kerja. Jakarta: Grasindo, 2007.h.73-74 3 Sulistyo Basuki, Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta : Universitas Terbuka, Depdikbud, 1993.h.5 4 Supriyanto...[et al.]. Aksentuasi Perpustakaan dan Pustakawan. Jakarta: Ikatan Pustakawan Indonesia Pengurus Daerah DKI Jakarta, 2006.h.38
2
Pelestarian bahan pustaka merupakan upaya perlindungan terhadap bahan pustaka dari kerusakan dan kemusnahan, baik berbentuk fisik maupun informasi yang terkandung di dalam bahan pustaka tersebut. Kegiatan pelestarian bahan pustaka pada hakikatnya mencakup dua segi, yaitu melestariakan kandungan informasi dan melestarian fisik dokumen atau bahan pustaka yang bersangkutan. 5 Pemeliharaan, perawatan, dan penyelamatan informasi adalah salah satu tugas perpustakaan dan bukanlah pekerjaan yang mudah. Umumnya perpustakaan belum memperhatikan secara khusus usaha pemeliharaan bahan pustaka, seperti pengaturan suhu udara. Hal itu seharusnya dilaksanakan secara cermat dan efektif, mengingat iklim tropis Indonesia yang kurang menguntungkan. Dalam konteks ini, bahwa penggunaan berbagai bahan insektisida, pengaturan ruangan secara khusus, dan penyelenggaraan pendidikan pemustaka merupakan usaha-usaha untuk mencegah atau mengurangi kerusakan kerusakan bahan pustaka.6 Di antara tugas pelestarian bahan pustaka tidak hanya menyangkut pelestarian dalam bidang fisik, tetapi juga pelestarian dalam bidang informasi yang terkandung di dalamnya. Maksud pelestarian ialah mengusahakan agar bahan pustaka yang kita miliki tidak cepat mengalami kerusakan. Bahan pustaka yang mahal dan langka akan informasinya, diusahakan agar bertahan lama, dan bisa menjangkau lebih banyak pembaca perpustakaan. Pelestarian bahan 5
pustaka secara fisik atau informasi salah satunya ialah dengan
Hernandono, Perpustakaan dan Kepustakawanan. Jakarta: Universitas Terbuka,
1999.h.11 6
Rahayuningsih, F. Pengelolaan Perpustakaan. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005. h. 131
3
enkapsulasi. Enkapsulasi adalah salah satu cara melindungi kertas dari kerusakan yang bersifat fisik, misalnya rapuh karena umur, pengaruh asam, karena dimakan serangga, kesalahan penyimpanan, dan sebagainya.7 Kebijakan
Perpustakaan
Nasional
Republik
Indonesia
dalam
melaksanakan pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi belum sepenuhnya dapat terlaksana. Menurut penulis, bahan pustaka yang telah ada di ruangan preservasi Perpustakan Nasional Republik Indonesia belum sepenuhnya dapat dienkapsulasi, karena kendala bahan material yang digunakan untuk enkapsulasi belum tersedia di Indonesia melainkan material tersebut harus dipesan terlebih dahulu dari negara Jepang. Kedatangan material tersebut tidak selalu tepat waktu, sehingga menyebabkan terhambatnya pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Selain itu, Sumber Daya Manusia yang belum merata merupakan kendala yang dihadapi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia merupakan perpustakaan yang
melaksanakan
pelestarian
bahan
pustaka
dengan enkapsulasi.
Pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi yang dilaksanakan oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia idealnya menjadi panutan bagi perpustakaan-perpustakaan
lain
yang
ada
di
Indonesia
mengingat
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia merupakan perpustakaan negara.
7
Karmidi Martoatmodjo. Pelestarian bahan pustaka. Jakarta: Universitas Terbuka, 1999.
h. 113
4
Pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi belum banyak diikuti atau diterapkan pada perpustakaan-perpustakaan yang ada di Indonesia, karena bahan yang digunakan untuk melaksanakan enkapsulasi belum banyak tersedia di Indonesia melainkan harus dipesan terlebih dahulu dari luar Indonesia seperti halnya yang dialami oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Selain itu, kurangnya perhatian akan pentingnya pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi, menjadi pemicu perpustakaan-perpustakaan yang ada di Indonesia belum seluruhnya menerapkan pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi. Pentingnya perhatian khusus terhadap bahan pustaka yang mengalami kerusakan, mengingat pelestarian bahan pustaka merupakan cara untuk menyelamatkan khazanah budaya bangsa dan hasil pemikiran manusia. Bahan pustaka yang mengalami kerusakan harus ditangani secara serius dan khusus karena melaksanakan pelestarian bahan pustaka bukan hal yang mudah dan memerlukan keahlian khusus. Dengan demikian, karena pentingnya pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi pada perpustakaan terutama di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia yang menjadi acuan bagi semua perpustakaan yang ada di Indonesia, maka penulis berkeinginan untuk mengangkat permasalahan ini dalam sebuah penulisan skripsi dengan judul “Pelestarian Bahan Pustaka Dengan Enkapsulasi Pada Perpustakaan Nasional Republik Indonesia”.
5
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Untuk memperoleh hasil penelitian dengan penafsiran yang lebih terkonsentrasi dengan mengangkat masalah enkapsulasi yang dilakukan di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dengan mengangkat masalah enkapsulasi, maka penulis perlu membatasinya sebagai berikut: a. Kebijakan
Perpustakaan
Nasional
Republik
Indonesia
dalam
melaksanakan kegiatan pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi. b. Prosedur kegiatan pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi di Perpustakan Nasional Republik Indonesia. c. Solusi guna menghadapi kendala-kendala dalam pelaksanaan kegiatan pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi di Perpustakan Nasional Republik Indonesia. 2. Perumusan Masalah Agar penulisan lebih terarah dan sesuai dengan masalah yang akan diteliti pada Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, maka perlu dirumuskan
bagaimana
pelaksanaan
kegiatan
enkapsulasi
pada
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dengan pertanyaan sebagai berikut: a. Bagaimana kebijakan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dalam melaksanakan kegiatan pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi? b. Bagaimana prosedur kegiatan pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia?
6
c. Bagaimana solusi guna menghadapi kendala-kendala yang dialami Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dalam melaksanakan kegiatan pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi?
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 1. Tujuan Penelitian a. Untuk
mengetahui
kebijakan
Perpustakaan
Nasional
Republik
Indonesia dalam melaksanakan kegiatan pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi. b. Untuk mendeskripsikan prosedur kegiatan pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi di Perpustakan Nasional Republik Indonesia. c. Untuk mengetahui kendala dan solusi dalam melaksanakan prosedur kegiatan pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi di Perpustakan Nasional Republik Indonesia.
2. Manfaat Penelitian a. Memberikan kontribusi bagi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia agar lebih memperhatikan pentingnya pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi. b. Memberikan sumbangsih tentang pengetahuan akan pentingnya pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi di perpustakaan yang ada di Indonesia.
7
c. Menambah pengetahuan untuk penulis tentang hal-hal, permasalahan serta solusi dari kegiatan pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi di Perpustakan Nasional Republik Indonesia. d. Diharapkan bisa menjadi pengetahuan tambahan bagi pustakawan dan mahasiswa mengenai pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi.
D. DEFINISI ISTILAH 1. Enkapsulasi Enkapsulasi adalah salah satu cara melindungi kertas dari kerusakan yang bersifat fisik. Enkapsulasi dilakukan dengan cara meletakkan bahan pustaka diantara dua lembar plastik transparan bebas asam (mylar). Bahan pustaka yang dienkapsulasi umumnya bahan pustaka berupa lembaran kertas lepas yang dapat diletakkan atau diapit diantara dua plastik transparan bebas asam (mylar) sehingga tulisan tersebut tetap dapat dibaca dari luar. Kertas yang umumnya dienkapsulasi ialah surat kabar lama, naskah kuno, peta dan sebagainya.
2. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Perpustakaan
Nasional
Republik
Indonesia
merupakan
perpustakaan negara, perpustakaan induk dan sebagai contoh bagi perpustakaan-perpustakaan yang ada di Indonesia. Menurut Undangundang No. 43 tahun 2007 Perpustakaan Nasional Republik Indonesia didefinisikan sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND)
8
yang melaksanakan tugas pemerintahan dalam bidang perpustakaan yang berfungsi
sebagai
perpustakaan
pembina,
perpustakaan
rujukan,
perpustakaan deposit, perpustakaan penelitian, perpustakaan pelestarian dan pusat jejaring perpustakaan, serta berkedudukan di ibukota negara.
3. Pelestarian Pelestarian bahan pustaka merupakan upaya perlindungan terhadap bahan pustaka dari kerusakan dan kemusnahan, baik berbentuk fisik maupun informasi yang terkandung di dalam bahan pustaka tersebut. Tujuan dari pelestarian bahan pustaka ialah melestarikan kandungan informasi bahan pustaka dengan menggunakan media lain atau melestarikan bentuk aslinya selengkap mungkin untuk digunakan secara optimal.
E. Sistematika Penulisan Dalam sistematika penulisan ini akan menguraikan secara sistematis mulai dari Bab I sampai Bab V dengan rincian sebagai berikut: Bab I
Pendahuluan Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, definisi istilah dan sistematika penulisan.
9
Bab II
Tinjauan Literatur Dalam bab ini penulis menguraikan tentang definisi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, fungsi dan tugas perpustakaan, mengenai pengertian pelestarian bahan pustaka, fungsi pelestarian bahan pustaka, unsur-unsur pelestarian bahan pustaka, faktor kerusakan bahan pustaka, usaha pencegahan kerusakan bahan pustaka, usaha perbaikan bahan pustaka, menguraikan tentang pengertian enkapsulasi serta penelitian terdahulu.
Bab III
Metode Penelitian Pada bab ini akan membahas tentang jenis pendekatan penelitian, sumber data, pemilihan informan, teknik pengumpulan data, teknik pengolahan dan analisis data serta jadwal penelitian.
Bab IV
Hasil Penelitian Bab ini membahas tentang profil tempat penelitian, hasil penelitian dan pembahasan yang berkaitan dengan kebijakan, prosedur, dan solusi guna menghadapi kendala-kendala dalam pelaksanaan kegiatan enkapsulasi di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.
Bab V
Penutup Pada bab ini terdiri atas kesimpulan dan saran yang dibuat oleh penulis setelah melakukan penelitian di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.
10
BAB II TINJAUN LITERATUR
A. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia 1. Definisi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Perpustakaan merupakan pihak yang bertindak sebagai penyimpan khazanah hasil pemikiran manusia. Bagi masayarakat awam perpustakaan merupakan sebuah ruang tempat menyimpan buku. Ada berbagai pengertian perpustakaan yang telah dibicarakan dalam berbagai sumber, namun secara umum perpustakaan dapat didefinisikan sebagai institusi yang di dalamnya tercakup unsur koleksi (informasi), pengolahan, penyimpanan, dan pemakai. 8 Perpustakaan
Nasional
Republik
Indonesia
merupakan
perpustakaan yang harus menjalankan unsur-unsur tersebut, karena Perpustakaan Nasional Republik Indonesia merupakan perpustakaan negara, perpustakaan induk, dan sebagai contoh bagi perpustakaanperpustakaan yang ada di Indonesia. Perpustakaan Nasional adalah perpustakaan yang didirikan oleh suatu negara (biasanya di satu negara hanya satu) yang mempunyai fungsi utama untuk menyimpan semua bahan pustaka tercetak, terekam, serta multimedia yang diterbitkan oleh
8
Purwono Sri Suharmini, Perpustakaan dan kepustakawanan Indonesia, Jakarta: Universitas Terbuka, 2008. h.12
11
negara tersebut dan/atau mengenai negara tersebut. Sebagai contoh, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. 9 Menurut Undang-undang No 43 tahun 2007 Bab VII pasal 21 ayat 1 menyatakan bahwa Perpustakaan Nasional Republik Indonesia merupakan
lembaga
pemerintah
non
departemen
(LPND)
yang
melaksanakan tugas pemerintah dalam bidang perpustakaan yang berfungsi
sebagai
perpustakaan
pembina,
perpustakaan
rujukan,
perpustakaan deposit, perpustakaan penelitian, perpustakaan pelestarian, dan pusat jejaring perpustakaan, serta berkedudukan di ibukota negara. Pada tahun 1970, UNESCO dalam konferensi umumnya ke-16 memberikan definisi Perpustakan Nasional Republik Indonesia sebagai perpustakaan yang bertanggung jawab atas akuisisi dan pelestarian kopi semua terbitan yang signifikan yang diterbitkan di sebuah negara dan berfungsi perpustakaan deposit, baik menurut undang-undang maupun kesepakan lain, dengan tidak memandang nama perpustakaan.10 Dengan demikian, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia adalah perpustakaan yang didirikan di ibukota negara dan merupakan perpustakaan induk dari semua jenis perpustakaan yang ada di negara Indonesia. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia merupakan pusat lembaga perpustakaan yang ada di Indonesia. Sebagai induk perpustakaan yang ada di Indonesia, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dituntut
9
Abdul Rahman Saleh. Manajemen Perpustakaan. Jakarta: Universitas Terbuka, 2009.h.1.15 10 Sulistyo Basuki. Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: Universitas Terbuka, 2010.h.2.5
12
sebagai perpustakaan panutan bagi perpustakaan-perpustakaan yang ada di Indonesia. Kegiatan yang ada di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia haruslah menjadi panutan dan contoh bagi perpustakaanperpustakaan yang ada di seluruh Indonesia.
2. Fungsi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Fungsi perpustakaan merupakan sarana pendidikan, pembelajaran, informasi, penelitian, rekreasi, dan preservasi. Fungsi-fungsi tersebut dilaksanakan
dalam
rangka
pencapaian
tujuan
perpustakaan.11
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia sebagai perpustakaan negara, harus memiliki fungsi yang sesuai dengan undang-undang yang telah ditetapkan. Fungsi ini diatur dalam Undang-undang no. 43 tahun 2007 pasal 3 yang berbunyi: “Perpustakaan berfungsi sebagai wahana pendidikan, penelitian, informasi, dan rekreasi untuk meningkatkan kecerdasan dan keberdayaan bangsa.” Fungsi
Perpustakaan
Nasional
Republik
Indonesia
adalah
memfasilitasi dan memberikan pembinaan terhadap kegiatan instasi pemerintah di bidang perpustakaan.12 Fungsi Perpustakan Nasional Republik Indonesia diantaranya: a. Membantu presiden dalam rangka merumuskan kebijaksanaan mengenai pengembangan dan pembinaan serta pendayaguanaan perpustakaan di Indonesia. 11 12
Suwarno Wiji. Psikologi Perpustakaan. Jakarta: Sagung Seto, 2009.h.42 Sutarno, NS. Perpustakaan dan Masyarakat. Jakarta: Sagugn Seto. 2006.h. 38
13
b. Melaksanakan pembangunan tenaga perpustakaan dan kerjasama antar badan/lembaga termasuk perpustakaan baik di dalam maupun di luar negeri. c. Melaksanakan
pembinaan
atas
semua
jenis
perpustakaan
di
instansi/lembaga pemerintah ataupun swata yang ada di pusat dan di daerah negara Indonesia. d. Melaksanakan pengumpulan, penyimpanan, dan pengolahan bahan pustaka dari dalam dan luar negeri. e. Melaksanakan penyusunan naskah Bibliografi Nasional dan Katalog Induk Nasional (BN dan KIN). f. Melaksanakan penyusunan bahan rujukan berupa indeks, serta bibliografi, subjek, abstrak, dan penyusunan perangkat lunak bibliografi. g. Melaksanakan jasa koleksi rujukan dan naskah. h. Melaksanakan tugas lain yang ditetapkan oleh presiden. i.
Melaksanakan kerjasama perpustakaan dan jaringan informasi tingkat nasional dan internasional.13 Menurut Sulistyo Basuki, fungsi utama Perpustakaan Nasional
Republik Indonesia adalah menyimpan semua bahan pustaka yang tercetak dan terekam yang diterbitkan di suatu negara.14 Fungsi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia diantaranya:
13
Zainudin, Kamal. Pemasyarakatan Perpustakaan. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI,
2006.h.11 14
Sulistyo, Basuki. Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
1993 .h. 44
14
a. Menyimpan setiap bahan pustaka yang diterbitkan di sebuah negara. b. Mengumpulkan atau memilih bahan pustaka terbitan negara lain mengenai negara yang bersangkutan. c. Menyusun bibliografi nasional yakni daftar buku yang diterbitkan di sebuah negara. d. Menjadi pusat informasi negara yang bersangkutan. Biasanya jasa ini diberikan atas jasa permintaan. e. Berfungsi sebagai pusat antar pinjam perpustakaan di negara yang bersangkutan dan negara yang bersangkutan dengan negara lain. Umumnya
Perpustakaan
Nasional
Republik
Indonesia
tidak
meminjamkan buka langsung ke pembaca melainkan harus melalui perpustakaan. f. Sebagai tugas tambahan biasa Perpustakaan Nasionala Republik Indonesia memberikan jasa penerjemah, latihan kerja bagi pustakawan, mencatat hak cipta atas buku dan sebagainya. Menurut penulis, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia memiliki fungsi sebagai penyelamat khazanah bangsa. Selain itu, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia merupakan sebagai pelaksana undang-undang
perpustakaan
yang
berfungsi
sebagai
pengumpul,
pengolah, melayankan, dan melestariakan bahan pustaka.
15
3. Tugas Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Perpustakaan Nasional Republik Indonesia memiliki tugas terhadap negara
diantaranya
membantu
presiden
dalam
menyelenggarakan
pengembangan dan pembinaan perpustakaan dalam rangka pelestarian bahan pustaka sebagai hasil budaya dan pelayanan informasi ilmu pengetahuan, teknologi, dan kebudayaan. Menurut keputusan Presiden No. 50 tahun 1998 Tentang Perpustakaan Nasional Republik Indonesia adalah sebagai berikut: a. Melaksanakan pembinaan atas semua jenis perpustakaan, baik perpustakaan di lembaga Pemerintah maupun swasta yang ada di pusat dan daerah. b. Melaksanakan UU No. 4 tahun 1990 dan PP No. 70 1991 (deposit), untuk perawatan pelestarian dan pendayaguanaan. c. Melaksanakan penyusunan naskah Bibliografi Nasional Republik Indonesia dan Katalog Induk Nasional. d. Melaksanakan pengembangan tenaga perpustakaan dan kerja sama antar badan/lembaga termasuk perpustakaan baik di dalam maupun di luar negeri dalam jaringan informasi. e. Melaksanakan layanan rujukan, informasi ilmiah, dan penelitian.15 Sesuai peraturan Undang-undang perpustakaan no 43 tahun 2007 Bab VII pasal 21 ayat 2 dan 3, menyebutkan tugas Perpustakaan Nasional Republik Indonesia ialah: 15
Purwono, Materi Pokok Perpustakaan dan Kepustakawanan Indonesia. Jakarta: Universita Terbuka, 2006.h.2.3
16
Ayat 2 Perpustakaan Nasional bertugas: a. Menetapkan kebijakan nasional, kebijakan umum, dan kebijakan teknis pengelolaan perpustakaan. b. Melaksanakan pembinaan, pengembangan, evaluasi, dan koordinasi terhadap pengelolaan perpustakaan. c. Membina kerja sama dalam pengelolaan berbagai jenis perpustakaan. d. Mengembangkan standar nasional perpustakaan. Ayat 3: a. Mengembangkan koleksi nasional dan memfasilitasi terwujudnya masyarakat terpelajar sepanjang hayat. b. Mengembangkan koleksi nasional untuk melestarikan hasil budaya bangsa. c. Melakukan promosi perpustakaan dan gemar membaca dalam rangka mewujudkan masyarakat pembelajaran sepanjang hayat. d. Mengidentifikasi dan mengupayakan pengembalian naskah kuno yang berada diluar negeri. 16 Menurut penulis, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia memiliki
tugas
sebagai
perpustakaan
negara
yang
membimbing
perpustakaan-perpustakaan yang ada di Indonesia. Selain itu, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia juga memiliki tugas sebagai penyelamat hasil budaya bangsa.
16
Undang-undang no 43 tahun 2007 bab VII pasal 21 ayat 2 dan 3 tentang Tugas Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.
17
B. Pelestarian Bahan Pustaka 1. Pengertian Pelestarian Bahan Pustaka Bahan pustaka adalah semua hal yang mengandung informasi yang disimpan dan disajikan oleh perpustakaan.17 Poerwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, memberi penjelasan bahwa pelestarian adalah menjadikan (membiarkan) tetap tak berubah. Pelestarian bahan pustaka artinya melindungi bahan pustaka dari kemusnahan dan kerusakan. Sedangkan pelestarian menurut International Federation of Library Association (IFLA) adalah mencakup semua aspek usaha melestarikan bahan pustaka dan arsip. Termasuk didalamnya kebijakan pengelolaan,
keuangan,
ketenagaan,
metode,
dan
teknik
penyimpanannya.18 Pelestarian bahan pustaka tidah hanya terbatas pada pelestarian fisik
bahan
pustaka,
namun
pelestarian
bahan
pustaka
harus
memperhatikan pentingnya informasi yang terkandung pada sebuah bahan pustaka. Dalam pembahasan mengenai pelestarian bahan pustaka, penulis menjumpai di dalam pelestarian bahan pustaka terdapat kata-kata “pelestarian, pengawetan, dan perbaikan” yang dapat dirumuskan sebagai berikut: a. Pelestarian (Preservation) Pelestarian merupakan cangkupan unsur-unsur pengelolaan dan keuangan, termasuk cara penyimpanan dan alat-alat bantunya, taraf 17 18
Suwarno, Wiji. Psikologi Perpustakaan. Jakarta: Sagung Seto, 2009.h.87 Sudarsono, Blasius. Antologi Kepustakawanan Indonesia. Jakarta: Sagung Seto, 2006.
h. 314
18
tenaga kerja yang diperlukan, kebijaksanaan, teknik dan metode yang diterapkan untuk melaksanakan pelestarian bahan pustaka dan arsip serta informasi yang dikandungnya. b. Pengawetan (Conservation) Pengawetan merupakan kebijakan dan cara tertentu yang digunakan untuk melindungi bahan pustaka dan arsip dari kerusakan dan kehancuran, termasuk metode dan teknik yang diterapkan oleh petugas teknis. c. Perbaikan (Restoration) Perbaikan merupakan teknik-teknik dan pertimbangan-pertimbangan yang digunakan oleh petugas teknis yang bertugas memperbaiki bahan pustaka dan arsip yang rusak akibat waktu, memperbaiki bahan pustaka dan arsip yang rusak akibat waktu, pemakain, atau faktorfaktor lainnya. 19
2. Fungsi Pelestarian Bahan Pustaka Perpustakaan berkewajiban untuk melakukan upaya preservasi koleksi, antara lain: memelihara bahan pustaka, merawat bahan pustaka, melakukan penyiangan, melakukan fumigasi, menjaga temperatur/suhu agar stabil, mengatur ventilasi udara, menjaga koleksi supaya tetap baik, menjaga kebersihan perpustakaan, dan lain-lain.20
19
Dureu, J.M. Dasar-dasar Pelestarian dan Pengawetan Bahan Pustaka. Jakarta: Perpustakaan Nasional, 1990.h.6 20 Sutarno, NS. Perpustakaan dan Masyarakat. Jakarta: Sagung Seto, 2006.h.74
19
Fungsi pelestarian bahan pustaka ialah menjaga agar koleksi perpustakaan tidak diganggu oleh tangan jahil, serangga yang iseng, atau jamur yang merajalela pada buku-buku yang ditempatkan di ruang yang lembab.21 Fungsi pelestarian bahan pustaka ialah menjaga agar koleksi perpustakaan tidak diganggu oleh tangan jahil, serangan dari hama biotik seperti serangga dan jamur yang merajalela pada buku-buku yang ditempatkan di ruangan yang lembab. Menurut Karmidi Martoatmodjo fungsi pelestarian bahan pustaka merupakan upaya menjaga bahan pustaka agar tidak diganggu oleh faktor penyebab kerusakan bahan pustaka tersebut seperti, tangan jahil manusia, serangga, jamur, dan lain-lain. Dengan menjaga bahan pustaka dari penyebab kerusakan bahan pustaka, maka bahan pustaka tersebut diharapkan dapat berumur lebih panjang, sehingga bahan pustaka tersebut bisa dimanfaatkan informasinya. Pelestarian bahan pustaka mememiliki beberapa fungsi antara lain: a. Fungsi melindungi Bahan pustaka dirawat dan dilindungi dari penyebab kerusakan bahan pustaka seperti serangga-serangga, tangan jahil manusia, panas matahari, air, dan lain sebagainya. Pelestarian bahan pustaka yang baik dan terkontrol, membuat serangga dan binatang lainnya penyebab rusaknya bahan pustaka, tidak dapat menyentuh bahan pustaka. Dengan mempelajari dan melakukan pelestarian bahan pustaka, maka manusia 21
Karmidi, martoatmodjo. Materi Pokok Pelestarian Bahan Pustaka. Jakarta: Universitas Terbuka, 2010. 1.6
20
tidak akan salah dalam menangani dan memakai bahan pustaka. Salain itu, mempelajari dan melakukan pelestarian bahan pustaka merupakan salah satu upaya melindungi bahan pustaka dari kepunahan atau kehilangan akan informasi. b. Fungsi pengawetan Untuk memperpanjang umur bahan pustaka, maka bahan pustaka harus senantiasa dikontrol. Bahan pustaka yang senantiasa terkontrol akan lebih awet, dengan harapan memeperpanjang umur bahan pustaka baik fisik maupun informasi yang terkandung di dalamnya. Dengan demikian, diharapkan lebih banyak pemustaka yang menggunakan dan memanfaatkan bahan pustaka tersebut. c. Fungsi kesehatan Bahan pustaka harus senantiasa diperhatikan kebersihannya agar pemustaka yang memanfaatkan bahan pustaka tersebut merasa nyaman saat menggunakannya. Dengan pelestarian bahan pustaka yang baik, maka bahan pustaka akan senantiasa bersih, bebas dari debu, jamur, binatang pengrusak, sumber dan sarang dari berbagai penyakit. Dengan demikian pemustaka maupun pustakawan menjadi tetap sehat. Pembaca lebih bergairah memanfaat bahan pustaka yang ada diperpustakaan. d. Fungsi pendidikan Pemustaka dan pustakawan harus mengetahui dan mengerti bagaimana cara memakai serta menjaga dokumen agar senantiasa dalam keadaan baik. Sebelum pemustaka menggunakan bahan pustaka, sebaiknya
21
diberikanan arahan agar bahan pustaka tidak cepat rusak dalam penggunaannya.
Dengan
pengetahuan
tersebut,
mereka
harus
menerapkannya dengan menjaga disiplin seperti tidak membawa makanan dan minuman ke dalam perpustakaan, tidak mengotori bahan pustaka maupun ruangan perpustakaan. Mengajarkan kepada pemustaka untuk senantiasa disiplin dan menghargai kebersihan. Dengan demikian, pemustaka dengan sendirinya memiliki rasa tanggung jawab saat menggunakan bahan pustaka tersebut. e. Fungsi kesabaran Menjaga dan merawat bahan pustaka dengan penuh perhatian, melatih dan mengajarkan tentang kesabaran. Bagaimana kita menjaga bahan pustaka agar tetap baik. Jika bahan pustaka mengalami kerusakan, maka bahan pustaka tersebut harus segera diperbaiki agar informasi yang terkandung tetap terselamatkan. Pelestarian bahan pustaka mengajarkan bagaimana merawat bahan pustaka dengan cara menambal kertas yang berlubang, membersihkan dari kotoran binatang kecil, kutu buku, noda dan lain sebagai dengan sabar. f. Fungsi sosisal Pelestarian bahan pustaka mengajarkan untuk bersosisal, kerena menjalankan pelestarian bahan pustaka tidak bisa dilakukan oleh seorang diri melainkan dengan bantuan orang lain. Pustakawan dan pemustaka harus senantiasa bekerja sama untuk tetap menjaga bahan pustaka yang ada dengan baik.
22
g. Fungsi ekonomi Pelestarian bahan pustaka yang dilakukan melalui pengawasan yang baik, menjadikan bahan pustaka lebih awet dan terjaga baik fisik maupun informasi yang terkandung di dalam bahan pustaka tersebut. Dengan demikian, dapat menghemat anggaran keuangan perpustakaan. h. Fungsi keindahan Pelestarian bahan pustaka harus dilakukan dengan baik agar bahan pustaka senantiasa indah dan nyaman saat digunakan. Bahan pustaka yang baik akan terlihat lebih indah diperhatikan mengenai penataannya. Bila penataan bahan pustaka sudah baik maka bahan pustaka tersebut akan terlihat lebih menarik. Sehingga menambah daya tarik orang untuk datang keperpustakaan guna memanfaatkan informasi yang ada.22 Menurut penulis, fungsi pelestarian bahan pustaka yaitu sebagai penyelamat bahan pustaka baik untuk menyelamatkan fisiknya maupun informasi yang terkandung di dalamnya. Pelestarian bahan pustaka berfungsi untuk melindungin bahan pustaka dari hal-hal yang dapat merusaka bahan pustaka itu sendiri, seperti tangan jahil manusia, serangga, jamur, maupun rusak karena dimakan usia. Pelestarian bahan pustaka dimaksudkan untuk menyelamatkan informasi yang terkandung di dalam bahan pustaka tersebut.
22
Karmidi, Martoatmodjo. Pelestarian Bahan Pustaka. Jakarata: Universitas Terbuka,
1999.h.6-7
23
3. Unsur-unsur Pelestarian Bahan Pustaka Untuk melaksanakan pelestarian bahan pustaka, maka terlebih dahulu
harus
diketahui
unsur-unsur
pelestarian
bahan
pustaka.
Penyimpanan dan pelestraian bahan pustaka terdiri atas kegiatan-kegiatan diantaranya: a. Menyusun rencana operasional penyimpanan dan pelestarian b. Mengidentifikasi bahan pustaka c. Mengelola jajaran bahan pustaka d. Merawat bahan pustaka e. Melakukan opname bahan pustaka f. Mereproduksi bahan pustaka g. Pengembangan/penambahan bahan pustaka23 Berbagai unsur penting yang perlu diperhatikan dalam pelestarian bahan pustaka adalah: a. Manajemennya, perlu diperhatikan siapa yang bertanggung jawab dalam pekerjaan ini. Bagaimana prosedur yang harus diikuti. Bahan pustaka yang akan diperbaiki harus dicatat dengan baik, apa saja kerusakannya, apa saja alat-alat dan bahan kimia yang diperlukan dan sebagainya. b. Tenaga yang merawat bahan pustaka dengan keahlian yang mereka miliki. Mereka yang mengerjakan pelestarian ini hendaknya mereka yang telah memiliki ilmu atau keahlian/keterampilan dalam bidang ini.
23
Sutarno, NS. Perpustakaan dan Masyarakat. Jakarta: Sagung Seto, 2006.h.104
24
Paling tidak mereka sudah mengikuti penataran dalam bidang pelestarian dokumen. c. Laboratorium, suatu ruangan pelestarian dengan berbagai peralatan yang diperlukan, misalnya alat penjilidan, lem, alat laminasi, alat untuk fumigasi, berbagai sikat untuk memebersihakan debu “vacuum cleaner” dan sebagainya. Sebaiknya setiap perpustakaan memiliki ruangan laboratorium sebagai “bengkel” atau gudang buat bahan pustaka yang perlu dirawat atau diperbaiki. d. Dana untuk keperluan kegiatan ini harus diusahakan dan dimonitor dengan baik, sehingga pekerjaan pelestarian tidak akan mengalami gangguan. Pendanaan ini tergantung dari lembaga tempat perpustakaan bernaung. Kalau tidak mungkin menyelenggarakan bagian pelestarian sendiri, dianjurkan diadakan kerjasama dengan perpustakaan lain. Ini dapat menhemat biaya yang besar. Kalau di kota ada badan komersial dalam bidang ini, perpustakaan dapat menggunakan jasa mereka.24 Dari pemaparan di atas penulis menyimpulkan bahwa, agar pelestarian bahan pustaka dalam pelaksanaannya dapat terarah, maka perlu diketahui unsur-unsur yang harus dilakukan sebelum melaksanakan pelestarian bahan pustaka. Sebelum melaksanakan pelestarian bahan pustaka, perlu diketahui jenis bahan pustaka, Sumber Daya Manusia (SDM),
tempat
pelaksanaan
pelestarian
bahan
pustaka,
waktu
pelaksanaannya dan tidak kalah penting yaitu mengenai biayanya. 24
Karmidi, Martoatmodjo. Pelestarian Bahan Pustaka. Jakarta: Universitas Terbuka,
1999.h.7
25
C. Faktor-faktor Kerusakan Bahan Pustaka Pada umumnya bahan pustaka yang ada di perpustakaan terbuat dari bahan kertas. Bahan pustaka yang terbuat dari kertas mudah rusak bila tidak mendapat perhatian khusus mengenai pelestarian bahan pustaka. Pelestarian bahan pustaka bukanlah suatu hal yang mudah, perlu keahlian khusus untuk menerapkan pelestarian bahan pustaka. Untuk mencegah terjadinya kerusakan pada bahan pustaka, maka terlebih dahulu harus diketahui faktor-faktor penyebab kerusakan bahan pustaka tersebut. Dalam bukunya yang ditulis tahun 1966, plumbe menjelaskan secara panjang lebar mengenai berbagai perusak bahan pustaka untuk daerah tropis, terutama yang dikenal di Indonesia yaitu: (a) serangga, (b) binatang pengerat, (c) jamur, (d) kelembapan, (e) debu, (f) gempa bumi, (g) kekeringan, (h) gelombang pasang surut, dan (i) angin topan.25 Faktor yang dapat merusak kertas dapat dibagi dalam 4 kelompok. 1. Kerusakan karena faktor Biologi a. Jamur (fungi) Fungi adalah tumbuhan yang tidak mempunyai chlorophyl. Mereka mengambil makanan dari makhluk hidup lain sebagai parasit atau bahan organik mati seperti sapropit. Sapropit penyebab kerusakan yang hebat pada bahan yang mengandung selulosa seperti kertas. Fungi juga memproduksi beberapa asam organik seperti asam oksalat, asam
25
Karmidi Martoatmodjo. Materi Pelestarian Bahan Pustaka. Jakarta: Universitas Terbuka, 2010.h.2.3
26
fumoric, sitrat, dan menyebabkan asam pada kertas dan akhirnya kertas menjadi rapuh.26 Jamur juga memproduksi beberapa macam oreganik, seperti: asam oklat, asam fumorik, dan asam sitrat yang menyebabkan kertas menjadi cepat rapuh.27 Jamur yang bisa merusak bahan pustaka adalah jenis jamur yang lazim kita lihat pada pakaian, kertas, atau bendabenda yang lain. Jamur jenis ini akan biasa membiak dengan leluasa jika benda tersebut terkena kotoran, debu serta tingkat kelembapan yang tinggi yaitu 80% ke atas, dengan temperatur di atas 21 derajat celcius.28 b. Serangga dan binatang pengerat Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki iklim tropis. Iklim tersebut merupakan habitat binatang perusak bahan pustaka seperti rayap, kecoa, kutu buku, silverfish (ikan perak) dan lain-lain. Serangga sangat berbahaya bagi buku dan merupakan ancaman yang paling potensial, terutama di negara-negara yang beriklim tropis seperti Indonesia. Serangga seperti silverfish, kecoa, rayap, kutu buku dan bubuk buku (cacing buku) merupakan serangga pemusnah buku yang sudah umum dikenal orang. Selain binatang-binatang tersebut, tikus merupakan binatang pengerat yang dapat merusak buku. Biasanyanya buku yang suka dirusak oleh 26
Darmono. Perpustakaan Sekolah. Jakarta: Grasindo, 2007.h.93 Muhammad Razak. Pedoman Teknis Fumigasi. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI,
27
1998.h.13 28
Karmidi Martoatmodjo. Materi Pokok Pelestarian Bahan Pustaka. Jakarta: Universitas Terbuka, 2010.h.2.6-2.7
27
tikus buku yang memiliki aroma tidak baik karena suhu ruangan dan terletak pada tempat yang gelap. 1) Kecoa Kecoa merupakan salah satu penyebab penyakit pes, kolera, tifus, dan lumpu anak. Kotoran kecoa yang berupa cairan dapat merusak bahan pustaka. Kecoa senang bermukim di tempat-tempat gelap, di sudut ruangan, dan lain-lain. Makanan kegemarannya ialah sisasisa makanan, makanan busuk, serangga-serangga yang mati, kanji, perekat, sampul buku serta kain pada punggung buku.29 Jenis-jenis kecoa yang dikenal ialah sebagai berikut: a) Kecoa Timur (Blatta Orientalis) b) Kecoa Amerika (Periplaneta American) c) Kecoa Jerman (Blatta Germanica) d) Kecoa Australia (Periplaneta Australia)30 2) Rayap Rayap merupakan serangga yang sangat berbahaya terutama dapat merusak bahan pustaka yang mengandung sellusoa di daerah tropis maupun subtropis. Makanan utama rayap adalah kayu, kertas, foto, gambar, rumput, dan lain-lain. Rayap dapat memusnahkan setumpuk bahan pustaka dalam waktu singkat.31
29 30
Karmidi. Materi Pokok Pelestarian Bahan Pustaka.h.2.5 Karmidi Martoatmodjo. Pelestarian Bahan Pustaka. Jakarta: Universitas Terbuka,
1999.h.38 31
Karmidi. Pelestarian Bahan Pustaka.h.37-38
28
Rayap merupakan serangga yang harus dibasmi, karena dapat merusak bahan pustaka terutama bahan pustaka yang terbuat dari kayu dan kertas. Serangga ini berukuran kecil struktur tubuhnya lunak serta berwarna pucat (tidak berwarna putih), tampak seperti semut, dan hidupnya berkelompok dengan sistem kasta yang berkembang sempurna. Tiap koloni terdiri dari raja, ratu, dan pekerja. 3) Ikan Perak (silverfish) Jenis serangga ini hidup di tempat-tempat yang gelap seperti di belakang buku-buku, rak-rak, dan lemari. Makanan yang menjadi sasaran utamanya ialah perekat yang terbuat dari tepung kanji. Bagian buku yang paling cepat dirusak ialah punggung buku, kulit buku, label buku, gambar, dan lain-lain.32 4) Kutu Buku Bentuk jenis serangga ini sangat kecil sehingga sering disebut kutu buku. Bagian buku yang diserang ialah punggung dan pinggir buku.33 5) Tikus Serangga lain seperti tikus serta beberapa mamalia kecil lainnya dapat juga menyebabkan kerusakan pada buku dan perlengkapan lain, dan harus ditangani oleh petugas pemberantas hama yang
32 33
Karmidi. Pelestarian Bahan Pustaka.h.38 Karmidi. Pelestarian bahan pustaka.h.38
29
terlatih.34 Tikus juga merupakan binatang perusak buku yang cukup sulit diberantas. Mereka biasanya memakan buku-buku yang disimpan dalam gudang dan kadang-kadang kertas disobek-sobek lalu dikumpulkan dan dijadikan sarang. Tindakan pencegahan untuk melindungi kertas dari serangan tikus adalah tempat penyimpanan harus bersih dan kering serta selalu dikontrol secara berkala. Lubang-ubang yang memungkinkan tikus dapat masuk harus ditutup dengan rapat. c. Kerusakan karena faktor fisika 1) Cahaya Cahaya adalah suatu bentuk energi elektromagnetik yang berasal dari radiasi cahaya matahari dan lampu listrik. Bahan yang terbuat dari selulosa seperti kertas dan tekstil dapat rusak oleh cahaya ini. Kerusakan yang terjadi berupa perubahan warna dari cemerlang menjadi pudar dan menurunnya kekuatan serat. Kerusakan ini disebakan karena reaksi dari energi cahaya, adanya bahan aditive dan residu dari bahan pemutih pada saat pembuatan kertas, serta karena adanya uap air dan oksigen di sekitar kertas. Cahaya merupakan energi. Gelombang cahaya mendorong komposisi kimiawi bahan-bahan organik, terutama cahaya ultra violet (UV) dengan gelombang yang lebih tinggi yang bersifat paling merusak. Oleh karena itu, tingkat cahaya harus dijaga 34
Dureau J.M. Dasar-dasar pelestrian dan pengawetan bahan pustaka, Jakarta: Perpustakaan Nasional, 1990.h.26
30
serendah mungkin dalam ruangan penyimpanan, baca dan pameran.35 2) Debu Debu merupakan salah satu faktor penyebab kerusakan pada bahan pustaka. Debu sangat mudah bersenyawa dengan kertas, apalagi pada ruangan yang lembab. Untuk menghindari kerusakan bahan pustaka yang disebabkan oleh debu, perpustakaan hendaknya selalu bebas dari debu. Caranya ialah dengan selalu membersihkan ruangan perpustakaan. Alat pembersih yang paling bagus untuk bahan pustaka adalah vacum cleaner.36 3) Suhu dan kelembapan udara Sebenarnya kekuatan kertas tidak akan berkurang oleh perubahan suhu yang tidak begitu ekstrim seperti yang terjadi di Indonesia, aslakan kandungan dalam kertas itu rendah. Karena Indonesia merupakan negara tropis, yang kelembaban relatif tinggi pada musium hujan. Jika udara lembab, maka kandungan air dalam kertas akan bertambah karena kertas bersifat higroskopis. Perubahan suhu pada saat kertas mengandung banyak air inilah yang menyebabkan struktur kertas menjadi lemah. Jika kejadian itu berlangsung berulang kali, menyebabkan struktur kertas menjadi lemah karena putusnya rantai ikatan kimia pada polimer selulosa. 35
Dureau J.M. Dasar-dasar pelestrian dan pengawetan bahan pustaka, Jakarta: Perpustakaan Nasional, 1990.h10 36 Karmidi Martoatmodjo. Pelestarian bahan pustaka. Jakarta: Universitas Terbuka, 1999.h.44
31
d. Kerusakan karena pengaruh senyawa kimia Kertas akan bersifat asam karena pengaruh asam yang berasal dari berbagai sumber, antara lain: 1) Asam yang telah ada sejak kertas itu diprosuksi. Pada proses pembuatan bubur kertas (pulp) biasanya menggunakan bahan kimia untuk menghancurkan kayu dan memutihkan bubur kertas. Bahan-bahan ini meningalkan ampas yang bersifat keras kadangkadang masih mengandung lignin (zat kayu) yang bersifat asam. 2) Asam kertas yang dihasilkan oleh reaksi fotokimia pada serat selulosa oleh pengaruh sinar ultra violet. Asam yang diserap oleh kertas dari lingkungannya seperti gas-gas pencemar udara, dari perekat dan asam yang terdapat dalam karton atau kertas yang digunakan untuk sampul. e. Kerusakan pengaruh faktor lain 1) Kerusakan karena bencana alam Bencana alam seperti banjir dan gempa bumi, kehujanan, kebakaran, kerusuhan, dan kesalahan dalam penanganan seperti salah meletakkan buku, selama dalam pelaksanaan konservasi dan restorasi merupakan sebab-sebab kerusakan bahan pustaka.37 Bahaya banjir merupakan musibah yang sering melanda beberapa
37
Darmono. Perpustakaan Sekolah. Jakarta: Grasindo, 2007.h.91-95
32
tempat di Indonesia. Bahan pustaka yang rusak oleh air harus diperbaiki dengan cara dikeringkan atau dianginkan.38 2) Manusia Terjadinya kerusakan bahan pustaka karena disebabkan beberapa faktor. Pertama kita harus mengetahui apa saja yang menyebabkan kerusakan pada bahan pustaka agar kerusakan tidak meluas. Manusia merupakan makhluk yang dapat menyayangi bahan pustaka namun disisi lain manusia juga bisa menjadi perusak buku yang hebat. Kecerobohan yang dilakukan manusia dapat merusak bahan pustaka. Contoh kecerobohan yang dapat merusak bahan pustaka misalnya habis makan tidak mencuci tanagan terlebih dahulu, menyebabkan buku menjadi kotor. Apabila buku dipegang dengan tangan kotor atau berminyak, buku akan bernoda.39
D. Pencegahan Kerusakan Bahan Pustaka Pencegahan kerusakan pada bahan pustaka harus dilakukan dan diberikan perhatian lebih guna menanggulangi kerusakan bahan pustaka baik dalam bentuk fisik maupun informasi yang terkandung di dalamnya. Bila tidak dilakukan pencegahan kerusakan pada bahan pustaka, maka umur bahan pustaka tidak akan panjang dan tidak dapat dimanfaatkan oleh generasi selanjutnya dengan baik. Bahan pustaka yang mendapatkan perhatian khusus
38
Karmidi Martoatmodjo. Pelestarian bahan pustaka. Jakarta: Universitas Terbuka,
1999.h.47 39
Karmidi Martoatmodjo. Materi Pokok Pelestarian Bahan Pustaka. Jakarta: Universitas Terbuka, 2010.h.2.15
33
mengenai keadaan fisiknya akan senantiasa berumur panjang dan dapat dimanfaatkan oleh banyak pemustaka. Selain itu, bahan pustaka yang dirawat dan diperhatiakan keadaannya dengan mencegah kerusakan pada fisiknya akan membuat pemustaka merasa nyaman dalam memanfaatkan bahan pustaka tersebut. Usaha pelestarian bahan pustaka dapat dibedakan atas dua jenis kegiatan, yaitu pencegahan kerusakan koleksi dan perbaikannya. Tentu usaha pencegahan akan lebih murah dibandingkan dengan perbaikan yang harus dilaksanakan bila kerusakan telah terjadi.40 Tujuan pencegahan kerusakan bahan pustaka diantaranya: 1. Menghindari dan menyelamatkan koleksi agar tidak dimakan oleh serangga atau dirusak binatang pengerat. 2. Memperbaiki kerusakan dan mengobati koleksi yang terkena penyakit, misalnya terkena jamur. 3. Menghindarkan koleksi dari penyakit maupun kerusakan lainnya. 4. Menjaga melestraikan fisik bahan pustaka. 5. Menjaga kelestarian informasi yang terkandung dalam bahan pustaka. 6. Menyadarkan pustakawan atau pegawai yang bekerja di perpustakaan bahwa bahan pustaka bersifat rawan kerusakan. 7. Mendidik para pemustaka untuk berhati-hati dalam menggunakan buku, serta ikut menjaga keselamatannya.
40
Blasius Sudarsono. Antologi kepustakawanab indonesia. Jakarta: Ikatan Pustakawan Indonesia, 2006.h.318
34
8. Menghimbau semua pihak baik petugas perpustakaan maupun pemustaka untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan.41
E. Usaha Memperbaiki Bahan Pustaka yang Rusak Bahan pustaka yang rusak harus segera diperbaiki agar kondisi fisik maupun informasi yang terkandung di dalamnya dapat terselamatkan. Beberapa usaha perbaikan bahan pustaka diantaranya: 1. Menambal dan Menyambung Kertas (Mending) Menambal adalah menutup bagian bahan pustaka yang berlubang sehingga tampak utuh seperti semula. Sedangkan menyambung adalah merekatkan bagian yang robek agar tidak menjadi bertambah lebar.42 Menambal dan menyambung kertas merupakan upaya dalam pelestarian bahan pustaka. Kegiatan ini menyelamatkan bahan pustaka baik fisik maupun informasi yang terkandung di dalamnya.
2. Laminasi Laminasi adalah teknik memperkuat kertas atau dokumen melalui pelapisan dua lembar tisu Jepang (Japanes tissue) pada permukaan kertas atau dokumen.43 Laminasi artinya melapisi bahan pustaka dengan tisu khusus, agar bahan pustaka menjadi lebih awet. Proses laminasi biasanya digunakan untuk kertas-kertas yang sudah tidak dapat diperbaiki, dengan 41
Karmidi Martoatmodjo. Pelestarian Bahan Pustaka. Jakarta: Universitas Terbuka,
1999.h.68 42
Made Ayu Wirayati. Pedoman Teknis Pelestarian Bahan Pustaka. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, 2014.h.25 43 Made Ayu Wirayati. Pedoman Teknis Pelestarian Bahan Pustaka.h.27
35
cara lain misalnya seperti melambal, menjilid, menyambung dan sebagainya.44 Laminasi dilakukan dengan dua cara, yaitu laminansi dengan menggunakan cara manual dan laminasi dengan menggunakan mesin. a. Laminasi secara manual Laminasi ini dilakaukan secara manual sesuai dengan keahlian petugas pelestarian bahan pustaka. Proses ini dilakukan dengan cara melembabkan permukaan kertas menggunakan sprayer air dan kuas secara manual. Kemudian kedua permukaan bahan pustaka diberi tisu khusus (Japanes tissue) dan kedua permukaan tersebut direkatkan. b. Laminasi menggunakan mesin Laminasi ini dilakukan menggunakan mesin pemanas yang disebut dengan laminators atau thermostatically. Kerja alat tersebut ialah menekan secara kuat tisu yang sudah diberi perekat dengan merekatkan kepada bahan pustaka. Laminasi dengan menggunakan mesin ini memiliki resiko merusak kertas karena efek mesin pemanasnya. 3. Deasidifikasi Deasidifikasi adalah suatu cara proses untuk menghilangkan pengaruh asam yang ada pada kertas, baik karena pengaruh faktor yang berasal dari dalam maupun dari luar. Perubahan yang nampak pada kertas adalah perubahan menjadi kuning yang membuat kertas menjadi rapuh dan 44
Karmidi Martoatmodjo. Pelestarian Bahan Pustaka. Jakarta: Universitas Terbuka, 1999.h.111
36
akhirnya hancur.45 Deasidifikasi adalah kegiatan pelestarian bahan pustaka dengan cara menghentikan proses keasaman yang terdapat pada kertas.46 Deasidifikasi merupakan cara pelestarian bahan pustaka dengan menghilangkan asam pada kertas namun tidak dapat memperkuat kertas yang sudah rapuh. Deasidifikasi memiliki tiga cara, diantaranya: a. Desidifikasi Aqueous Deasidifikasi
ini
disebut
juga
deasidifikasi
basah
kerena
menggunakan cairan. Cairan tersebut diantaranya: 1) Magnesium karbonat 2) Sodium dan potassium karbonat 3) Kalsium dan magnesium Hidrogsida 4) Sodium dan potassium Hydroksida 5) Sodium Tetraborate b. Deasidifikasi Non-Aqueous Deasidifikasi ini disebut juga deasidifikasi kering. Larutan yang digunakan diantaranya: 1) Barium Hydroksida 2) Kalsium, barium, dan magnesium asetat 3) Magnesium methoxide 4) Methyl magnesium karbonat
45
Made Ayu Wirayati. Pedoman Teknis Pelestarian Bahan Pustaka. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, 2014.h.23 46 Karmidi Martoatmodjo. Pelestarian Bahan Pustaka. Jakarta: Universitas Terbuak, 1999.h.104
37
c. Deasidifikasi dalam bentuk gas Deasidifikasi ini menggunakan zat diantaranya: 1) Anomia 2) Morpholine and uap air 3) Cyclohexylamine (CHC) 4) Zinc deithyl 4. Penjilidan Penjilidan merupakan proses, cara menjilid bahan pustaka dengan tujuan untuk melindungi koleksi dari kerusakan.47 Penjilidan sangat bermanfaat bagi bahan pustaka yang rusak. Penjilidan harus dilakukan guna menyelamatkan informasi yang terdapat di dalam bahan pustaka. Penjilidan
merupakan
proses
perbaikan
bahan
pustaka
dengan
menggabungkan lembaran-lembaran kertas buku yang terlepas menjadi satu lalu disatukan dengan membuat sampul agar menjadi sebuah buku kembali. Agar bahan pustaka yang telah melalui proses penjilidan tetap awet, maka bahan yang digunakan untuk penjilidan haruslah bahan yang kuat dan memiliki kualitas tinggi. Selain itu, teknik dalam melaksanakan penjilidan harus benar-benar tepat agar pengerjaannya tidak terlihat asal-asalan melainkan sesuai dengan prosedur dan memiliki kualitas yang baik. Dengan demikian perlunya pendidikan khusus agar kegiatan ini berjalan dengan baik. 47
Darmaji Ratmono. Pedoman Teknis Penjilidan Bahan Perpustakaan, Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, 2013.h.7
38
5. Fumigasi Fumigasi ialah salah satu cara melestarikan bahan pustaka dengan cara mengasapi bahan pustaka agar jamur tidak tumbuh, binatang mati, dan perusak bahan pustaka lainnya terbunuh.48 Fumigasi menurut Sutarno NS dalam Kamus perpustakaan dan Informasi menyatakan bahwa: “Fumigasi adalah suatu upaya melakukan tindakan untuk mencegah kerusakan bahan pustaka dari serangga yang dilakukan dengan beberapa cara, seperti memberikan obat dengan menyuntikkannya ke dalam tanah dibawah gedung, atau menaruh di ruang perpustakaan yang tertutup rapat selama beberapa hari agar serangga tersebut mati.”49
F. Enkapsulasi Pelestarian bahan pustaka perlu dilakukan guna menyelamatkan hasil karya pikir manusia. Banyak cara untuk melestarikan bahan pustaka, salah satunya dengan enkapsulasi. Enkapsulasi adalah salah satu cara melindungi kertas dari kerusakan yang bersifat fisik, misalnya rapuh karena umur, pengaruh asam, karena dimakan serangga, kesalahan menyimpan, dan sebagainya.50 Enkapsulasi mirip halnya seperti menempatkan bahan pustaka pada sebuah amplop yang terbuat dari plastik, akan tetapi amplop tersebut bebas dari asam dan udara. University Product the archivel company mengatakan bahwa: “One of the safest, most effective means of protecting a document from harm is through encapsulation. Encapsulation allows you to view and handle a document without exposing it to hazardous elements. The process involves the positioning of a flat document between two pieces of polyester film that are then sealed on all sides. There are a variety of clear plastic films on the market. Some contain plasticizers or surface coatings that are inappropriate for encapsulation. They can and will react with the items they come in 48
Karmidi Martoatmodjo. Pelestarian Bahan Pustaka. Jakarta: Universitas Terbuka,
1999.h.96 49
Sutarno NS. Kamus perpustakaan dan Informasi, Jakarta: Jala Permata, 2008.h.50 Karmidi Martoatmodjo. Materi Pelestarian Bahan Pustaka. Jakarta: Universitas Terbuka, 2010.4.21 50
39
contact with, doing more harm than good. If you are planning to encapsulate, be certain you are using Melinex or other brands of polyester determined to be inert. The material you choose should be free of plasticizers, or surface coatings of any kind.”51
Enkapsulasi adalah suatu cara untuk memperkuat kertas atau dokumen yang berbentuk lembaran lepas agar terhindar dari kerusakan yang bersifat fisik.52 Enkapsulasi merupakan bagian dari pelestarian bahan pustaka dengan cara melindungi kertas dari kerusakan fisik, misalnya rapuh karena umur dan melindungi kertas dari zat asam yang dapat merusak kertas. Menurut Muhammadin Razak dalam buku Pelestraian bahan pustaka dan arsip memberikan pengertian tentang enkapsulasi bahwa: “Enkapsulasi adalah salah satu cara preservasi kertas dengan menggunakan bahan pelindung untuk menghindari dari kerusakan yang bersifat fisik, misalnya rapuh karena umur, rusak karena pengaruh asam, polusi udara, berlubang karena dimakan serangga, kesalahan penyimpanan atau salah dalam pemakaian seperti menggulung atau melipat atau rusak karena selalu sering mengalami kerusakan kecil pada bagian pinggirnya lebih baik dienkapsulasi, karena untuk menambal kerusakan itu akan menghabiskan waktu yang terlalu lama.”53 Tujuan dari enkapsulasi merupakan upaya melestarikan khazanah budaya bangsa dan ilmu pengetahuan dengan teknik memperkuat bahan pustaka yang sudah rapuh. Dengan cara memperkuat fisik bahan pustaka, maka bahan pustaka tidak terlihat rapuh saat dipegang untuk dimanfaatkan informasi yang terkandung di dalamnya. Pelestarian bahan pustaka dengan 51
How-to Tips & Videos Encapsulation, http://www.universityproducts.com/resources.php?m=how_to_detail&id=12 , diakses pada tanggal 28 Juli 2015 pukul 20.00 52 Made Ayu Wirayati. Pedoman Teknis Pelestarian Bahan Pustaka. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, 2014.h.29 53 Muhammad Razak. Pelestarian Bahan Pustaka dan Arsip, Jakarta: Program Pelestarian Bahan Pustaka dan Arsip, 1992.h.39
40
enkapsulasi memiliki tujuan untuk memperpanjang umur fisik dan informasi yang terkandung di dalamnya. Enkapsulasi dilakukan setelah menghilangkan keasaman pada bahan pustaka yaitu setelah dideadisifikasi atau menghilangkan keasaman pada bahan pustaka. Bahan pustaka yang rusak karena rapuh, pengaruh asam, dimakan serangga, kesalahan dalam penyimpanan dan lain sebagainya, dapat diselamatkan dengan menggunakan metode enkapsulasi. Selain itu, salah satu tujuan pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi merupakan upaya dalam menjalankan undang-undang mengenai perpustakaan dan pelestarian bahan pustaka. Dalam
hal
ini,
enkapsulasi
mengacu
pada
Undang-undang
Perpustakaan Nomor 43 Tahun 2007 tentang perpustakaan, Peraturan Kepala Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2001 tentang organisasi dan tata kerja Perpustakaan Nasional Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Kepala Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2012 dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2014 tentang pelaksanaan Undang-undang Nomor 43 tahun 2007 tentang perpustakaan. Jenis-jenis bahan pustaka yang dienkapsulasi merupakan bahan pustaka yang bersifat fisik (kertas), diantaranya koran langka, naskah kuno, peta, dan poster yang umumnya sudah mengalami kerusakan seperti rapuh karena usia, penyebab keasaman, rusak karena dimakan serangga dan lain
41
sebagainya. Martoatmadjo menjelaskan mengenai bahan pustaka yang dienkapsulasi bahwa: “pada umumnya kertas yang akan dienkapsulasi adalah berupa kertas lembaran seperti naskah kuno, peta, poster, dan sebagainya yang umumnya sudah rapuh.”54
Idealnya pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi dilakukan pada bahan pustaka berbentuk lembaran seperti peta, gambar, surat kabar atau dokumen berbentuk lembaran lainnya.55 Dalam melakukan enkapsulasi, terlebih dahulu diketahui alat dan bahan dalam melaksanakan kegiatan tersebut. Karmidi Martoatmodjo menjelaskan bahwa enkapsulasi dilakukan dengan menggunakan dua lembar plastik transparan agar tulisan tetap terbaca dari luar. Selain itu enkapsulasi membutuhkan double side tape untuk merekatkan pinggiran plastik tersebut agar bahan pustaka tidak terlepas.56 Sedangkan menurut Muhammad Razak peralatan dan bahan yang diperlukan dalam pelaksanaan enkapsulasi ialah gunting, alas dari plastik tebal yang dilengkapi dengan garis-garis yang berpotongan tegak lurus untuk mempermudah pekerjaan, sikat halus, film plastik polyester, pisau, pemotong (cutter), double sided tape 3M, pemberat, kertas, penyerap bebas asam dan lembaran kaca.57 Alat dan bahan yang diperlukan dalam melakukan enkapsulasi diantaranya:
54
Karmidi Martoatmodjo. Materi Pelestarian Bahan Pustaka. Jakarta: Universitas Terbuka, 1993.h.113 55 Made Ayu Wirayati, Pedoman Teknis Pelestarian Bahan Pustaka. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, 2014.h.29 56 Karmidi Martoatmodjo. Materi Pelestarian Bahan Pustaka. Jakarta: Universitas Terbuka, 1993.h.113 57 Muhammad Razak. Pedoman Teknis Fumigasi. Jakarta: Perpustakaan Nasional
42
1. Plastik Polyethlylane/Poliester. Plastik tersebut merupakan plastik yang bebas asam contohnya mylar. Ukuran plastik tersebut lebih besar dari bahan pustaka berupa lembaran kertas sebanyak dua lembar. 2. Double side tape, perekat ini merupakan perekat yang bebas asam contohnya 3M. Lebar duble side tape tersebut yaitu 5mm. 3. Pemberat 4. Cutter 5. Cutter mat58 Setelah mengetahui alat dan bahan dalam melakukan enkapsulasi, selanjutnya yang perlu diketahui dalam melakukan enkapsulasi ialah mengenai
teknik
melakukan
enkapsulasi.
Karmidi
Martoatmodjo
menerangkan bahwa idealnya enkapsulasi dilakukan dengan cara mengapit bahan pustaka berupa lembaran dengan plastik transparan. Lembaran bahan pustaka tersebut diletakkan di antara dua lembar plastik transparan tersebut, jadi tulisan tetap dapat dibaca dari luar. Selanjutnya, pinggiran plastik transparan tersebut ditempeli double side tape yang berguna mengeratkan kedua sisi plastik tersebut. Dengan demikian bahan pustaka tidak terlepas.59 Karmidi
Martoatmodjo
menerangkan
mengenai
cara
melaksanakan
enkapsulasi bahwa: “Pada umumnya kertas yang akan dienkapsulasi berupa lembaran kertas seperti naskah kuno, peta, poster, yang umumnya sudah
RI, 1998. h. 56 58 Made Ayu Wirayati, Pedoman Teknis Pelestarian Bahan Pustaka. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, 2014.h.137 59 Karmidi Martoatmodjo. Materi Pelestarian Bahan Pustaka. Jakarta: Universitas Terbuka, 1993.h.113
43
rapuh. Pada enkapsulasi setiap lembar kertas diapit dengan cara menepatkannya di antara dua lembar plastik transparan.”60 Enkapsulasi merupakan cara untuk melindungi bahan pustaka dari kerusakan. pada proses enkapsulasi setiap lembar kertas atau dokumen dilindungi dengan plastik bebas asam. Cara yang dilakukan dalam melakukan proses enkapsulasi ialah dengan mengapit lembaran kertas atau dokumen di antara dua plastik dan pada bagian pinggirnya direkatkan dengan mengguanakan double side tape. Cara kerja dalam melaksanakan enkapsulasi diantaranya: 1. Letakkan mylar di atas meja, lalu bersihkan dengan lap bersih jika ada bagian yang kotor. 2. Letakkan kertas dokumen di atas mylar dengan posisi ada di tengah-tengah plastik. 3. Letakkan pemberat di atas dokumen. 4. Tempelkan double side tape yang bebas asam di atas mylar pada garis lurus pinggir dokumen dan letaknya berjarak 2-3 mm dari pinggir dokumen sehingga double side tape yang bebas asam tersebut tidak bersentuhan dengan kertas dokumen. 5. Lebuhkan double side tape yang bebas asam sekitar 5 mm dari garis lurus dokumen kertas. 6. Potong double side tipe yang bebas asam dengan cutter.
60
Karmidi Martoatmodjo. Materi Pokok Pelestarian Bahan Pustaka. Jakarta: Universitas Terbuka, 2010
44
7. Lakukan penempelan double side tape yang bebas asam dengan cara yang sama pada ketiga sisi lainnya dari kertas dokumen. 8. Setelah penempelan double side tape yang bebas asam di atas mylar selesai, sisihkan pemberat. 9. Letakkan selembar mylar lagi di atas kertas dokumen. 10. Letakkan kembali pemberat di atas mylar. 11. Cungkil kedua kertas double side tape yang bebas asam dengan cutter. 12. Lepaskan sedikit kertas double side tape. 13. Rekatkan kedua sisi mylar dengan double side tape. 14. Lakukan hal yang sama pada ujung diagonal kertas dokumen tersebut. 15. Setelah kedua ujung tersebut menempel, kemudian tarik sisa kertas double side tape sehingga semua kertas double side tape lepas dan kedua lembar mylar menempel pada double side tape. 16. Lakukan hal yang sama pada ketiga kertas double side tape. 17. Gosok permukaan mylar yang ditempel double side tape supaya double side tape menempel kuat pada mylar. 18. Letakkan penggaris 2-3 mm dari pinggir double side tape, kemudian rapihkan pinggiran mylar dengan memotong mylar yang berlebih. 19. Lakukan pada keempat pinggir mylar. 20. Diakhiri dengan merapihkan bahan pustaka yang telah dienkapsulasi.61 Menurut penulis, enkapsulasi merupakan salah satu cara preservasi bahan pustaka dengan cara menempatkan lembaran bahan pustaka di antara 61
Made Ayu Wirayati. Pedoman Teknis Pelestarian Bahan Pustaka. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, 2014.h.137-145
45
dua plastik polyster untuk menghindari kerusakan fisik karena sering dipegang atau digunakan dengan tujuan melindungi bahan pustaka dari zat asam, debu dan pollutant. Dengan dienkapsulasi bahan pustaka akan selalu dalam ke adaan baik, karena bahan pustaka terlindungi oleh plastik bebas asam. Jika bahan pustaka tersebut ingin digunakan atau dimanfaatkan untuk hal-hal tertentu, maka bahan pustaka yang telah dienkapsulasi dapat diambil secara utuh dengan cara memotong plastik pelindung bebas asam pada bagian tepi salah satu sisi bahan pustaka yang telah dilindungi oleh plastik bebas asam. Kelebihan enkapsulasi bahan pustaka ialah bahan pustaka tidak menempel seperti halnya laminasi, sehingga kalau bahan pustaka diperlukan, bahan pustaka bisa diambil dengan utuh, dengan cara menggunting bagian tepi plastik pelindungnya. Ijazah atau bahan pustaka penting lainnya lebih baik dienkapsulasi, karena suatu saat dokumen tersebut ingin dipergunakan aslinya, makan dokumen tersebut bisa dipergunakan aslinya secara utuh dengan cara memotong pinggir mylar pada enkapsulasi. Yang penting harus diperhatikan dalam pelaksanaan enkapsulasi adalah bahwa kertas harus bersih, kering, dan bebas asam (sudah dideasidifikasi).62
G. Penelitian Terdahulu Sebelum mengadakan penelitian ini, terlebih dahulu penulis melakukan tinjauan pustaka untuk melihat dan mencari judul skripsi yang ada di perpustakaan utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarata dan 62
Karmidi Martoatmodjo. Materi Pelestarian Bahan Pustaka. Jakarta: Universitas Terbuka, 1993.h.113
46
perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora. Penulis menemukan ada beberapa skripsi yang membahas tema serupa, yaitu: 1. “Pelaksanaan Fumigasi pada Perpustakan Nasional Republik Indonesia sebagai upaya pelestarian bahan pustaka”, yang disusun oleh Zulfachri Tribuana Said / 108025000009 Fakultas Adab Dan Humaniora, Jurusan Ilmu Perpustakaan, tahun 2012. Skripsi tersebut membahas mengenai pelaksanaan fumigasi yang dilakukan oleh perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Tujuan dari skripsi ini adalah : Untuk mengetahui kebijakan pelaksanaan kegiatan fumigasi di PNRI. Untuk mengetahui teknik pelaksanaan kegiatan fumigasi di PNRI. Untuk mengetahui bahan fumigant yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan fumigasi di PNRI. Untuk mengetahui kendala apa saja yang dihadapi dalam kegiatan fumigasi di PNRI. 2. “Pelestarian bahan koleksi buku langka di perpustakaan kementrian pekerjaan umum”, yang disusun oleh Ahmad Nawai / 106025001044 Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan Ilmu perpustakaan. Skripsi tersebut membahas tentang pelestarian bahan koleksi langka di Perpustakaan Kementrian Umum. mengetahui apa saja faktor-faktor penyebab kerusakan koleksi
buku
langka.
Mengetahui teknik
pelestarian buku langka yang dilakukan di perpustakaan kementrian pekerjaan umum. Mengetahui kendala apa saja yang di hadapi dalam melakukan pelestarian koleksi buku langka.
47
Penelitian terdahulu merupakan penelitian yang membahas mengenai pelestarian bahan pustaka. Penelitian yang dibahas oleh saudara Zulfachri Tribuana Said membahas mengenai pelestarian bahan pustaka dengan menggunakan metode fumigasi. Penelitian tersebut dilakukan pada Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh saudara Ahmad Nawai membahas mengenai pelestarian bahan pustaka langka. Penelitian tersebut dilakukan pada Perpustakaan Kementrian Umum. Keduanya sama-sama membahas pelestarian bahan pustaka. Perbedaan penelitian yang penulis teliti yaitu mengenai subjek penelitian. Penelitian terdahulu membahas mengenai fumigasi dan koleksi langka. Sedangkan penulis membahas mengenai enkapsulasi bahan pustaka. Kesamaan penelitian penulis terhadap penelitian terdahulu yaitu saudara Zulfachri Tribuana Said yaitu terletak pada tempat penelitian yaitu pada Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Namun kesamaan keduanya yaitu membahas mengenai pelestarian bahan pustaka dengan menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Sehubungan dengan penelitian ini, Inggris dan Amerika merupakan negara yang memiliki banyak topik mengenai pembahasan pelestarian bahan pustaka. Pelestarian dan pengawetan serta pemeliharaan bahan pustaka di Inggris sangat maju. Selain itu, perhatian untuk menjaga bahan pustaka sangat tinggi. Misalnya saja perhatian terhadap tinta yang ada
48
dibuku. Salah satu bab dari buku Languell membicarakan tentang “tinta”. Dikatakan bahwa: “tinta memiliki pengaruh besar dalam hal pengawetan dan pemeliharaan bahan pustaka. Sebab bahan untuk membuat tinta campuran dari besi belerang dengan “oak-gall”, cepat meresap ke dalam kertas dengan suatu tendensi untuk menyebar.”63
Keadaan pelestarian bahan pustaka di Amerika Serikat terlihat lebih maju, karena negara tersebut memiliki perpustakaan-perpustakaan yang bergerak dalam bidang pelestarian bahan pustaka. The Libray of Conggress merupakan salah satu pelopor yang gigih dalam mengadakan pemeliharaan dan pengawetan bahan pustaka. Selain itu perpustakaanperpustakaan lain yang ada di negara tersebut juga ikut menyusul dalam bidang pelestarian bahan pustaka. The New York Public Library, Massachusetts Institute of Technology (MIT) di Boston, The Newbery Public Library di Chicago, serta masih banyak perpustakaan lainnya.64 Sehubungan dengan pembahasan tersebut, perpustakaan di Indonesia juga melakukan pelestarian bahan pustaka. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia merupakan perpustakaan yang melakukan pelestarian bahan pustaka. Sedangkan yang melaksanakan pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi diantaranya Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), museum Bung Karno dan Bung Hatta (mengenkapsulasi mata uang kertas).
63
Karmidi Martoatmodjo. Materi Pelestarian Bahan Pustaka. Jakarta: Universitas Terbuka, 1999.h.216 64 Karmidi. Materi Pelestarian Bahan Pustaka.h.244
49
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian 1. Jenis Penelitian Deskriptif Dalam penelitian, penulis menggunakan penelitian kualitatif deskriptif sebagaimana menurut Bogdan dan Taylor dalam buku Metode Penelitian Kualitatif yang dibuat oleh Lexy J. Moleong, metode penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data – data deskriptif berupa kata – kata tertulis atau lisan dari orang–orang dan perilaku yang diamati.65 Dalam hal ini, Uhur Suharsaputra menjelaskan bahwa: “Penelitian kualitatif atau naturalistic inquary adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati, demikianlah pendapat Bogdan dan Guba, sementara itu Krik dan Mliller mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya.”66 Penelitian kualitatif pada akhirnya menghasilkan sebuah data. Data kualitatif merupakan data yang berbentuk seperti kalimat, foto-foto,
65
Lexy J. Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:: Remaja Rosdakarya,
2001. h. 3 66
Uhar Suharsaputra. Metode penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Tindakan. Bandung: PT Refika Aditama, 2012.h.181
50
rekaman suara, dan gambar.67 Sedangkan pengertian deskriptif menurut Mohammad Nazir menjelaskan bahwa: “Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang.”68 Menurut Erickson dalam Susan Stainback (2003), metode penelitian
kualitatif
itu
dilakukan
secara
intensif,
peneliti
ikut
berpartisipasi lama di lapangan, mencatat secara hati-hati apa yang terjadi di lapangan, dan membuat laporan penelitian secara mendetail.69 Penelitian deskriptif merupakan jenis penelitian yang memberikan gambaran mengenai suatu keadaan secara jelas tanpa ada perlakuan terhadap obyek yang diteliti.70 Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang bertujuan mendeskripsikan atau menjelaskan suatu hal atau keadaan seperti apa adanya.71
2. Pendekatan Penelitian Kualitatif Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan mewawancarai
seorang
Informan.
Informan
adalah
orang
yang
dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian72. Penentuan Informan ditentukan dengan mencari tahu
67
Prasetya Irawan. Logika dan prosedur Penelitian. Jakarta: STIA-LAN, 1999.h.86 Mohammad Nazir. Metode Penelitian. Jakarta: Ghakia Indonesia, 2009.h.54 69 Sugiyono. Memahami Penelitia Kualitatif. Bandung: Alfabeta, 2012.h. 10. 70 Ronny Kountur. Metode Penelitian: Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis. Jakarta: PPM, 2003.h.105 71 Prasetya Irawan. Logika dan prosedur Penelitian. Jakarta: STIA-LAN, 1999.h.60 72 Lexy J. Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001. h.90 68
51
pihak yang paling memahami objek penelitian. Penelitian ini, penulis menggunakan teknik purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu, yakni sumber data dianggap yang paling tahu tentang apa yang diharapkan sehingga mempermudah peneliti dalam menjelajahi objek atau situasi sosial yang akan diteliti.73
B. Sumber Data 1. Sumber Data Primer Sumber data primer merupakan sumber data yang diambil secara langsung, tanpa perantara melainkan langsung dari sumbernya.74 Sumber data primer merupakan sumber data yang didapat dari sumber pertama, seperti hasil wawancara, penelitian atau observasi melakukan sendiri observasi di lapangan maupun di laboratorium.75 Sumber data primer merupakan sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data. Untuk mengambil data primer ini, penulis melakukan pengamatan di lapangan serta wawancara kepada petugas pada bagian preservasi yang berada di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.
73
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2008.h.219 74 Prasetya Irawan. Logika dan prosedur Penelitian. Jakarta: STIA-LAN, 1999.h.86 75 Ipah Farihah. Buku Panduna Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta: UIN Press, 2006.45
52
2. Sumber Data Sekunder Sumber data skunder merupakan sumber data yang diambil secara tidak langsung dari sumbernya. Data sekunder dapat diambil dari dokumendokumen seperti halnya laporan, karya tulis orang lain, koran, majalah dan lain sebagainya. Selain itu seseorang yang mendapatkan informasi dari orang lain. Orang lain tersebut yang merupakan sumber data primer, sedangkan seseorang yang mendapatkan informasi dari orang lain tersebut merupakan sumber data sekunder.76 Sumber data sekunder merupakan sumber data yang diperoleh melalui hasil dari pihak lain atau data primer yang telah diolah oleh pihak lain, umumnya disajikan dalam bentuk tabel atau grafik.77 Sumber data sekunder merupakan sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya melalui orang lain, literatur-literatur, undang-undang dan lain sebagainya.
C. Pemilihan Informan Sesuai dengan penelitian ini, penulis melakukan pemilihan informan untuk mendapatkan informasi atau sumber data yang benar-benar akurat. Informan merupakan orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian.78 Penulis mencari informan yang benar-benar mengerti tentang pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Pemilihan informan tersebut
76
Prasetya Irawan. Logika dan prosedur Penelitian. Jakarta: STIA-LAN, 1999.h.87 Ipah Farihah. Buku Panduna Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta: UIN Press, 2006.45 78 Prasetya Irawan, Logika dan Prosedur Penelitian, Jakarta: STIA-LAN, 1999.h.86 77
53
berawal dari observasi pertama penulis saat melaksanakan praktek kerja lapangan di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia pada akhir semester 6. Penulis melakukan observasi ke dua pada tanggal 10 februari 2015 di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Selanjutnya penulis melakukan wawancara terhadap informan pada Sub. Bidang Perawatan dan Perbaikan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia pada tanggal 16 juni 2015 dengan mewawancarai 3 informan. Berikut ini profil informan yang penulis wawancarai antara lain: 1.
Nama
: Made Ayu Wirayati, MIkom
Jenis Kelamin
: Perempuan
Pendidikan
: S1 UNAS, S2 UNPAD
Jabatan
: Kepala SUB. Bidang Perawatan dan Perbaikan Bahan Pustaka
2.
NIP
: 196706101993032001
Nama
: Ellis Sekar Ayu, SPd
Jenis Kelamin
: Perempuan
Pendidikan
: S1 IKIP Jakarta
Jabatan
: Staff SUB. Bidang Perawatan dan Perbaikan Bahan Pustaka
3.
NIP
: 197112281999032001
Nama
: Cecep Nurjanjati, S.sos
54
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Pendidikan
: S1 Ilmu Sosial Universitas Diponegoro
Jabatan
: Staff SUB. Bidang Perawatan dan Perbaikan Bahan Pustaka
NIP
: 19690326198900011001
Menurut penulis, petugas yang ada diruangan Sub. Bidang Perawatan dan Perbaikan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia merupakan orang yang tepat, karena mereka adalah petugas yang melaksanakan atau mempraktekan mengenai pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi dan dirasa mereka merupakan informan yang tepat. Selain itu, informan tersebut dapat memberikan bimbingan teknis tentang enkapsulasi. Dengan demikian, penulis menetapkan petugas-petugas tersebut untuk menjadi informan dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini digunakan prosedur pemilihan informan secara purposive sampling. Purposive sampling adalah metode pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu yang dianggap relevan atau dapat mewakili objek yang akan diteliti.79 Dalam penggunaan purposive sampling ini, peneliti memilih sampel yang benarbenar punya pengaruh terhadap topik yang dijadikan penelitian, dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan itu misalnya orang tersebut yang dianggap benar-benar tahu dan mengerti tentang apa yang kita harapkan atau orang tersebut
79
Sofian Effendi. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES, 2012.h.172
55
merupakan pejabat atau petugas lapangan yang bener-benar mengerti sehingga akan memudahkan peneliti menjelajah objek atau situasi yang akan diteliti. Dalam penelitian ini menggunakan metode pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu yang dianggap relevan atau dapat mewakili objek yang akan diteliti. Dalam penggunaan pengambilan sampling ini, peneliti memilih sampel yang benar-benar berpengaruh terhadap topik yang dijadikan penelitian, karena keterbatasan informasi yang diperlukan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, tidak mengharuskan berapa jumlah minimal Informan. Bila jumlah Informan dianggap sudah cukup representatif untuk hasil penelitian. Jadi, penelitian ini menekankan pada informan dan kriterianya, sehingga nantinya kedalaman informasi yang akan didapat.
D. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini disesuaikan dengan fokus tujuan penelitian. Data yang dikumpulkan berdasarkan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara yang diubah menjadi tulisan. Untuk data sekunder diperoleh dari penelusuran data dan informasi dari dokumen atau catatan yang memiliki keterkaitan dengan objek penelitian. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah :
56
1. Wawancara Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu oleh pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.80 Peneliti mengajukan beberapa pertanyaan yang telah peneliti siapkan kepada informan, lalu dijawab oleh pemberi data dengan bebas terbuka. Jenis wawancara ini merupakan wawancara terpimpin, dimana pertanyaan yang diajukan berdasarkan pertanyaan yang telah disusun oleh penulis.81 2. Observasi Observasi merupakan metode penelitian yang pengambilan datanya bertumpu pada pengamatan langsung terhadap objek penelitian.82 Observasi bertujuan untuk mendeskripsikan keadaan yang dipelajari dan aktifitas–aktifitas yang tengah berlangsung. Kemudian hasil dari observasi tersebut dicatat menjadi suatu catatan observasi yang berisi deskripsi hal– hal yang diamati secara lengkap dengan keterangan tanggal dan waktu. 3. Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan penelitian yang datanya diambil terutama atau seluruhnya dari kepustakaan (buku, dokumen, artikel, laporan dan sebagainya).83 Kajian pustaka adalah pengidentifikasian
80
Sofian Effendi. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES, 2012.h.135 Riduwan. Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung: Alfabet, 2010.h.102 82 Prasetya Irawan. Logika dan Prosedur Penelitian. Jakarta: STIA – LAN Press., 1999. h. 63 83 Prasetya. Logika dan Prosedur Penelitian.h. 65 81
57
secara sistematis, penemuan dan analisis dokumen-dokumen yang memuat informasi yang berkaitan dengan penelitian.84
E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data Dalam penelitian kaulitatif, data yang diperoleh dari berbagai sumber dengan menggunakan teknik pengumpulan data dan dilakukan secara terus menerus, dengan pengamatan secara terus menerus dan menghasilkan variasi data yang tinggi. Dengan demikin, analisis data merupakan proses mencari dan menyusun secara sistematis, data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumen, dengan cara mengelompokkan data ke dalam kategori, menjelaskan ke dalam unit-unit, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga dapat dipahami oleh diri sendiri maupun oran lain.85 Data akan dianalisis melalui tiga tahapan yaitu : 1. Reduksi Data Menurut Miles dan Suhardi, reduksi data merupakan proses pemililihan
data,
pemusatan
perhatian
pada
penyederhanaan,
pengabstrakan, transformasi data kasar yang mucul dari catatan-catatan lapangan.86 Data yang diperoleh penulis melalui observasi, wawancara dan kajian pustaka dicatat secara rinci, lalu mengelompokkan atau memilah– milah dan memfokuskan pada hal penting yang terkait dengan penelitian. 84
Consuelo G. Svila, [et.all]; penerjemah, Alimudin Tuwu, Pengantar Metode Penelitian, Jakarta: UI Press, 1993.h.31 85 Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta, 2012.h.87 86 Suhadi, Bab 7 Pengolahan Data Kualitatif, artikel diakses pada tanggal 2 Agustus 2015 dari http://www.scribd.com/doc/24844905/Bab-7-Pengolahan-Data-Kualitatif, h.56
58
Observasi merupakan metode penelitian yang pengambilan datanya bertumpu pada pengamatan langsung terhadap objek penelitian.87 Penulis melakukan penelitian dengan mengamati kejadian atau fenomena yang terkait deng pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Penulis melakukan pengamatan dengan tujuan mendeskripsikan atau memberikan gambaran mengenai kegiatan enkapsulasi, selanjutnya hasil pengamatan tersebut menghasilkan deskripsi atau gambaran yang akan dicatat secara lengkap yang diikuti dengan keterangan tempat, tanggal dan waktu. Selanjutnya penulis melakukan wawancara terhadap informan yang telah ditentukan sehubungan dengan penelitian yang penulis lakukan. Wawancara tersebut
dilakukan dengan maksud untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang penulis telah susun. Selanjutnya pertanyaanpertanyaan tersebut diajukan guna menjawab rumusan masalah yang terkait dengan penelitian ini. Setelah melakukan observasi dan wawancara, penulis melakukan kajian pustaka. Kajian pustaka merupakan penelitian atau pengambilan data yang berasal dari kepustakaan, seperti buku, artikel, dokumen dan lain sebagainya. Kajian pustaka dilakukan dengan maksud mengidentifikasi secara sistematis penemuan atau dokumen yang sesuai dengan penelitian. Selanjutnya penulis melakukan memilih, mengelompokkan, dan memfokuskan hal-hal yang terkait dengan penelitian guna memperjelas
87
Prasetya Irawan. Logika dan Prosedur Penelitian. Jakarta: STIA – LAN Press., 1999. h. 63
59
arah dan hasil penelitian yang penulis teliti. Dengan demikian data yang didapat bisa memberikan gambaran yang jelas. 2. Penyajian Data Setelah data direduksi,
langkah selanjutnya
ialah penulis
melakukan penyajian dalam bentuk teks bersifat naratif. Menurut Miles dalam Suhadi penyajian data merupakan analisis merancang deretan dan kolom sebuah matriks untuk data kualitatif dan menentukan jenis serta bentuk data yang dimasukkan kedalam kotak-kotak matriks. Peyajian data dalam bentuk uraian yang bersifat naratif, bagan, hubungan antar katagori, diagram alur, dan lain jenisnya. Penyajian dalam bentuk-bentuk tersebut yang akan memudahkan penulis memahami apa yang terjadi dalam penelitian. Penulis menjelaskan dan melakukan penyajian
data
dengan
menyusun
satuan-satuan
data
kemudian
dikatagorikan dalam bentuk teks yang bersifat naratif tentang data yang telah diperoleh. 3. Penarikan Kesimpulan Data–data yang terangkum dan dijabarkan dalam bentuk naratif, kemudian penulis membuatkan kesimpulan. Kesimpulan awal yang akan dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan tanda-tanda atau bukti-bukti yang kuat untuk melakukan pengumpulan data berikutnya. Selanjutnya apabila yang dikemukakan pada tahap awal memiliki tanda-tnada atau bukti-bukti yang kuat dan
60
konsisten, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang credibel. Kesimpulan digunakan untuk menjawab rumusan masalah. kesimpulan dalam penelitian ini merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan tersebut dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas.
61
F. Jadwal Penelitian
Tabel 1. Jadwal Pembuatan Skripsi Dan Penelitian
No. 1.
2.
3.
4.
5. 6.
7.
Jenis Kegiatan
Februari
Maret
Tahun 2015 April Mei Juni
Juli
Agustus
Penyerahan Proposal Skripsi dan Dosen Pembimbing Pelaksanaan Bimbingan Skrispi Pengumpula n Literatur Mengenai Skripsi Melakukan Wawancara dengan Informan Analisis Data Penyerahan Laporan Skripsi Sidang Skripsi
62
Sept emb er
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Profil Objek Penelitian 1. Sejarah Berdirinya Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Perpustakaan Nasional Republik Indonesia didirikan pada tanggal 17 Mei 1980, melalui keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudyaan No. 0164/0/1980, dengan status sebagai salah satu UPT dari Ditjen Kebudayaan, Departemen pendidikan dan kebudayaan. Pendirian Perpustakaan Nasional merupakan gabungan dari empat perpustakaan yang telah ada sebelumnya. Yaitu Perpustakaan Museum Nasional (semula Bataviaasch Genootschap van Kunsten Wetenschapen) pada tanggal 24 April 1778, Perpustakaan Sejarah Politik dan Sosial, (semula Perpustakaan Sticusa), Kantor Bibliografi Nasional, dan Perpustakaan Wilayah (Negara) Jakarta. Walaupun secara resmi PNRI berdiri di pertengahan tahun 1980, namun integrasi keseluruhan secara fisik baru dapat dilakukan pada Januari 1981 sampai dengan tahun 1987. PNRI masih berlokasi di tiga tempat terpisah, yaitu Jl. Merdeka Barat 12 (Museum Nasional), Jl. Merdeka Selatan No.11 (Perpustakaan PSP), dan Jl. Imam Bonjol No. 1 (Museum Naskah Proklamasi). Kepala PNRI pada saat itu adalah Mastini Hardjoprakoso, MLS.
63
Dengan selesainya pembangunan dan renovasi sebagian gedung di Jl. Salemba Raya No. 28 A, pada awal 1987 pimpinan dan staf dari tiga bidang (kecuali bidang koleksi) pindah ke lokasi tersebut. Gedung baru ini menyatakan semua kegiatan di bawah satu atap yang sebelumnya terpencar di beberapa tempat di Jakarta. Pada tahun 1989, status PNRI berubah menjadi lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND), melalui keputusan Presiden RI No. 11 Tahun 1989. Dengan keputusan Presiden ini, PNRI menjadi lembaga yang berdiri sendiri dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Implikasi dari perubahan status ini, antara lain adalah Perpustakaan Wilayah yang semula di bawah pusat pembinaan perpustakaan, berubah menjadi bagian dari Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Sejak saat itu, pembinaan dan pengembangan kegiatan perpustakaan di daerahdaerah di seluruh Indonesia merupakan bagian dari tugas dan kewenangannya di bidang perpustakaan. Selanjutnya, pada tahun 2007 undang-undang no. 43 tahun 2007 tentang perpustakaan ditetapkan, yang lebih memperkuat status dan kedudukan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia secara hukum. Keberadaan Kepres nomor 11 Tahun 1989 dinilai kurang efektif lagi, terutama bila dikaitkan dengan telah diberlakukannya undang-undang no. 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah. Kebijakan otonomi daerah dianggap telah mengakibatkan ketidak jelasan kewenangan pusat dan daerah dalam bidang perpustakaan.
64
Undang-undang no. 43 tahun 2007 tentang perpustakaan memberi definisi perpustakaan sebagai institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan atau karya rekam secara professional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi dan rekreasi, para pemustaka (pengguna perpustakaan). Sementara itu, masih menurut undang-undang perpustakaan menyebut Perpustakaan Nasional Republik Indonesia sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) yang melaksanakan tugas pemerintahan dalam bidang perpustakaan yang berfungsi sebagai perpustakaan rujukan, perpustakaan deposit, perpustakaan penelitian, perpustakaan pelestarian, dan pusat jejaring perpustakaan, serta berkedudukan di ibukota negara.88 Pada tahun, 1970, dalam konferensi umumnya yang ke 16, UNESCO mengeluarkan Recommendations Concerning the International Standarizations of Library Statistic yang memuat definisi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia sebagai berikut: “Nasional libraries: which, irrespective of their title, are responsible for aquaring and conservationing copies of all significant publications published in the country and functioning as a ‘deposit’ library, either by law or under other arragements. They will also normally perfom some of the following functions: produce a nasional bibliography’ hold and keep up to date a large and reprsentative collection of foreign literature including books about the country; act as a national bibliographical information center, compile union catalogues; publiac the retrospective national
88
Sulistyo Basuki. Sejarah Perpustakaan Nasional RI Sebuah Kajian, Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, 2008.h.1.4
65
bibliography. Libraries which my be called ‘national’ definition should not be placed in the ‘national libraries’ category”89
2. Visi dan Misi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Dalam implementasi tugas dan fungsinya, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia tentu saja membuat visi dan misi agar berjalan sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Visi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia yaitu: “Terdepan dalam informasi pustaka, menuju Indonesia gemar membaca.” Sedangkan Misi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia yaitu : a. Mengembangkan koleksi perpustakaan di seluruh Indonesia. b. Mengembangkan layanan informasi perpustakaan berbasis teknologi informasi dan komunikasi (TIK). c. Mengembangkan
infrastruktur
melalu
penyediaan
sarana
dan
prasarana serta kompetinsi Sumber Daya Manusia (SDM).
3. Struktur Organisasi Berdasarkan Keppres no. 103 tahun 2001 tentang kedudukan, tugas, fungsi, kewenangan, susunan organisasi, dan tata kerja lembaga pemerintah non departeman, dan sk kepala Perpustakaan Nasional Republik Indonesia no. 3 tahun 2001 tentang organsisasi dan tata kerja Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, dan peraturan kepala
89
IFLA, Recommendations Concerning the International Standarizations of Library Statistics, diakses pada tanggal 2 Agustus 2015 dari http://portal.unesco.org/en/ev.phpURL_ID=13086&URL_SECTION=201.html
66
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia no. 1 tahun 2012 tentang perubahan atas keputusan kepala Perpustakaan Nasional Republik Indonesia no. 3 tahun 2001 tentang organisasi dan tata kerja Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Berikut ini merupakan struktur organisasi pusat preservasi bahan pusataka Perpustakaan Nasional Republik Indonesia :
Pusat Preservasi Bahan Pustaka
Bidang Konservasi
Bidang Reprografi
Sub. Bidang Perawatan dan Perbaikan Bahan Pustaka
Sub. Bidang Mikrofilm
Sub. Bidang Teknis Penjilidan Bahan Pustaka
Sub. Reproduksi Bahan Pustaka
Bidang Transformasi
Gambar 1. Struktur organisasi pusat preservasi
4. Koleksi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia memiliki banyak koleksi guna memenuhi kebutuhan informasi pemustakanya. Jenis koleksi
67
bahan pustaka yang dilayankan oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia yaitu antara lain: a.
Koleksi Buku (Monograf) Koleksi buku mempunyai pelayanan bahan pustaka dan referensi (rujukan) kepada pemustaka, baik untuk anggota maupun pengunjung perpustakaan biasa (non anggota). Koleksi buku atau monograf mencakup terbitan tahun 1556 sampai yang paling mutakhir, yaitu terdiri atas buku-buku teks, laporan penelitian, skripsi, tesis, dan buku rujukan. Koleksi buku (monograf) di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia ini dapat dikelompokkan menjadi beberapa macam koleksi monograf terdiri dari: 1) Koleksi buku tentang Presiden Soekarno, yaitu mencakup biografi, antobiografi dan kumpulan pidato. 2) Koleksi buku langka. Pada awalnya merupakan koleksi perpustakaan Museum Nasional. Buku-buku ini mencakup terbitan zaman kolonial sejak tahun 1556-1985. 3) Koleksi varia (lembaran) berupa ilustrasi yang terdapat pada lembaran-lembaran lepas yang terkumpul dalam portepel dan kotak karton, terdiri dari: surat kabar, gambar, peta, piagam, lukisan, asli dan naskah. 4) Koleksi
terlarang
yaitu,
bahan
pustaka
yang
memuat
paham/ideologi yang dilarang pada zaman pemerintahan orde
68
baru, seperti komunisme. Koleksi deposit tahun 1924-1989, terdiri atas terbitan Indonesia pada masa itu. Berikut ini adalah jumlah koleksi buku (monograf) di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia : Tabel 2. Koleksi Buku Monograf
b.
Kelas
Judul
Eksemplar
000
453
1332
100
740
2212
200
3064
10.276
300
3003
8168
400
358
1153
500
551
1452
600
2695
8354
700
1804
5814
800
3061
7827
900
761
1770
Referensi
458
939
Jumlah
16.948
42.295
Koleksi Surat Kabar Koleksi surat kabar terjilid yang dimiliki Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, terdiri atas terbitan masa kolonial
69
Belanda, zaman pendudukan Jepang, masa awal kemerdekaan, periode 1950-an sampai dengan terbitan tiga tahun lalu. Tersedia lebih dari 1000 judul koleksi surat kabar terjilid, terbitan dalam dan luar negeri dalam bahasa Indonesia, bahasa daerah, bahasa asing seperti Bahasa Belanda, Inggris, Perancis, Arab, Cina, dan Jepang. Selain terbitan LKBN antara, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia memiliki surat kabar tua terbitan tahun 1812 yang merupakan koleksi unggulan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. c.
Koleksi Majalah Meliputi
terbitan
sebelum
perang
dunia
II,
zaman
pendudukan Jepang, periode kemerdekaan sampai yang diterbitkan tiga tahun terakhir. Majalah tertua Perpustakaan Nasional Republik Indonesia terbit tahun 1731, majalah luar negeri tahun 1779, dan majalah dalam negeri berbahasa Indonesia tahun 1903. d.
Koleksi Kliping Koleksi kliping ini mencakup kumpulan guntingan berita dan artikel berbagai surat kabar khususnya terbitan tiga tahun terakhir tentang berbagai subjek.
b. Koleksi Peta Koleksi peta yang tersedia terbitan dari tahun 1609 sampai dengan sekarang. Peta Batavia merupakan koleksi tertua yang diterbitkan tahun 1669. Jenis koleksi peta yang tersedia meliputi peta
70
topografi, geologi, kemampuan tanah, pertambangan, pertanian, dan sejarah. Media yang digunakan berupa kain, kertas, dan plastik. c. Koleksi lukisan Untuk koleksi lukisan sebagaian besar merupakan reproduksi lukisan arkeologi Indonesia seperti candi, patung, keris, dan sebagainya. Reproduksi lukisan tersebut merupakan hadiah dari The British Library kepada Perpustakaa Nasional Republik Indonesia pada tahun 1995 yang aslinya masih disimpan di sana. Koleksi lukisan unggulan lainnya adalah karya pelukis berkebangsaan Belanda dimasa kolonial yang bernama Johannes Rach. d.
Koleksi Audio Visual Koleksi audio visual disebut juga koleksi pandang dengar, yang terdiri atas mikrofilm, mikrofis, foto, video, dan kaset yang berisi tentang film dokumenter seni serta berbagai koleksi PNRI dalam format mikrofilm, mikrofis, maupun digital.
e.
Koleksi Manuskrip/Naskah Nusantara Koleksi yang tersedia sebagian besar diantaranya hasil pengumpulan kolektor seperti Pigeaud, Brandes, Cohen, Von de Wall, Van der Tuuk dan Artati Soedirjo, serta Gusdur. Jumlah koleksi naskah sekitar ± 10000 judul. Koleksi ini berusia ± 100 tahun, dan yang sudah dialih media ke bentuk mikrofilm sekitar ± 80% dari jumlah koleksi. Dan yang dialih media dalam bentuk layanan digital baru sekitar 300-an judul naskah.
71
Berikut ini adalah jumlah koleksi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia berdasarkan jenis bahan pustaka : Tabel 3. Jumlah Koleksi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Jenis Bahan Pustaka
Judul
Eksemplar
Visual
51
212
Buku
15.508
44.259
Suara
1.908
3.956
Rekam Video
291
868
Jumlah
16.948
49.295
Gambar 2. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
72
B. Hasil Penelitian Pada bab ini selain menjelaskan profil objek penelitian, penulis akan memaparkan mengenai hasil obeservasi dan wawancara terhadap pelaksanaan kegiatan pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi pada Perpustakaan Nasional Republik Indonesia yang mencangkup mengenai kebijakan, prosedur, dan kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi pada Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi merupakan upaya penyelamatan khazanah pemikiran manusia. Upaya pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi pada Perpustakaan Nasional Republik Indonesia mencakup dua aspek mendasar yaitu menyelamatkan isi yang terkandung pada suatu bahan pustaka dan memperkuat bahan pustaka itu sendiri. Untuk memperoleh informasi yang akurat, maka penulis melakukan wawancara terhadap informan yang ada di ruangan Sub. Bidang Perawatan dan Perbaikan Bahan Pustaka Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Hasil wawancara terhadap informan-informan tersebut, selanjutnya akan dijabarkan mengenai kebijakan, prosedur, dan kendala Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dalam melaksanakan pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi.
73
1. Kebijakan Enkapsulasi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Dalam Melaksanakan Kegiatan Pelestarian Bahan Pustaka Dengan Enkapsulasi Dalam hal ini, undang-undang No. 4 tahun 1990 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam merupakan acuan bagi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dalam pelaksanaan pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi. Selain itu undang-undang no. 43 tahun 2007 tentang perpustakaan juga menjadi landasan pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi yang diikuti dengan peraturan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia no. 3 tentang organisasi dan tata kerja Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Dari hasil wawancara kepada informan (MAW) Selaku Kepala Sub. Bidang Perawatan dan Perbaikan Bahan Pustaka, yang dilakukan pada tanggal 16 juni 2015, mengatakan bahwa: “Kebijakan mengenai enkapsulasi, belum ada kebijakan tertulis. Pelestaraian bahan pustaka belum memiliki kebijakan tertulis. Hanya ada penjelasan berupa lembar draf. Isinya tidak teknis sekali, ini kan hanya menjelaskan secara umum, kita belum membuat kebijakan enkapsulasi/laminasi seperti apa, itu belum ada.”90 Selain itu, penulis mewawancarai informan (ESA), mengatakan bahwa: “Tidak ada undang-undang khusus, hanya menggunakan undangundang no 4 tahun 1990 sama no 43 tentang perpustakaan, selain itu peraturan perpusnas no 3 sebagai landasan dasar hukum.”91 90
Wawancara dengan informan Made Ayu Wirayati pada tanggal 16 juni 2015 pukul
91
Wawancara dengan informan Ellis Sekar Ayu pada tanggal 16 juni 2015 pukul 11.30
11.00
74
Artinya Perpustakaan Nasional Republik Indonesia belum memiliki
kebijakan
tertulis
secara
khusus
untuk
melaksanakan
enkapsulasi. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia melaksanakan enkapsulasi dengan landasan yang dijelaskan di dalam draf tentang pelestarian bahan pustaka secara umum yang disusun oleh pihak Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Isi di dalamnya menjelaskan mengenai kewajiban Perpustakaan Nasional Republik Indonesia untuk melaksanakan pelestarian bahan pustaka secara umum saja. Landasan yang tertera di dalam draf tersebut mengenai pelestarian bahan pustaka diantaranya: a. Undang-undang Republik Indonesia No. 4 Tahun 1990 tentang Serah Terima Karya Cetak Karya Rekam pasal 1 (ayat 5,6). b. Undang-undang Republik Indonesia No 43 Tahun 2007 tentang perpustakaan. c. Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. d. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2014 tentang Undang-undang No. 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan e. Standar Nasional Perpustakaan Menurut penulis, meskipun undang-undang mengenai pelestarian bahan pustaka hanya dijelaskan secara umum, namun landasan tersebut cukup kuat dari segi relugasinya. Untuk kedepannya seiring berjalannya
75
waktu, pihak Perpustakaan Nasioanl Republik Indonesia membuat kebijakan tertulis khusus mengenai enkapsulasi. Hal ini tersebut terkait dengan pengertian bahan pustaka menurut International Federation of Library Assosiation Informan (IFLA) yaitu mencakup semua aspek usaha melestarikan bahan pustaka dan arsip. Termasuk di dalamnya kebijakan, pengolahan, keuangan, metode dan teknik penyimpanan.92 Tujuannya ialah agar pelestarian bahan pustaka di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia lebih terarah. Dengan adanya kebijakan tertulis pelestarian bahan pustaka, jika ada pergantian SDM pada Sub. Bidang Perawatan dan Perbaikan Bahan Pustaka, maka SDM baru tersebut dapat mempelajari dari kebijakan tertulis tersebut. (MAW) mengutarakan penjelasannya, bahwa: “Yang melatar belakangi tidak ada undang-undang khusus, tapi berdasarkan hasil survey IRT (International Riview Team), mengatakan bahwa kondisi koleksi di Perpustakaan Nasional sebagian sudah mengalami kerusakan termasuk diantaranya surat kabar lama, dan itulah yang menjadi acuan kita untuk melakukan enkapsulasi terhadap surat kabar di Perpustakaan Nasional ini. Selain itu undang-undang nomor 43 tahun 2007 dan peraturan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia no 3 tentang organisasi dan tata kerja perpusnas juga mendasarinya karena kita melestarikan. Jadi, berdasarkan hasil survey IRT (International Riview Team) mengatakan bahwa kondisi koleksi di perpustakaan nasional sebagian sudah mengalami kerusakan sekitar 70%.”93 Menurut penulis, pelestarian bahan pustaka yang diterapkan di Perpustakaan
92
Nasional
Republik
Indonesia
dikategorikan
sebagai
Sudarsono Blasius, Antopologi Kepustakawanan Indonesia. Jakarta: Sagung Seto,
2006.h.314 93
Wawancara dengan informan Made Ayu Wirayati pada tanggal 16 juni 2015 pukul
11.00
76
pelestarian modern dan masih terhitung muda. Pelaksanaannya dimulai pada tahun 1989 berdasarkan rekomendasi Internasional Review Team (IRT) yang terdiri atas para pakar pelestarian berasal dari Public Record Office (Inggris), National Library of Australia, Royal Library of the Nederlands (Belanda), Leiden University (Belanda), National Diet Library (Jepang), New
York
State
Library (Amerika), Library
of
Congress (Amerika). Hasil kajian tim tersebut mencakup sumber daya manusia, kondisi fisik koleksi serta faktor lingkungan yang mempengaruhi rusaknya bahan perpustakaan. Salah satu rekomendasi IRT ialah perlu didirikannya Pusat Pelestarian bertaraf Nasional yang mampu mengakomodasi masalah pelestarian di Indonesia. Sebagai acuan dalam pelaksanaan pelestarian direkomendasikan untuk mengadopsi prinsip-prinsip dasar pelestarian (Principles
for
the
preservation
and
conservation
of
library
materials) yang diterbitkan oleh International Federation of Library Association and Institutions (IFLA), 1986, yaitu meliputi pelestarian mengenai fisik bahan pustaka dan kandungan informasinya. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia telah melaksanakan enkapsulasi sesuai dengan teori enkapsulasi yang sudah ada. Tujuan menggunakan teori-teori yang sudah ada ialah agar pelaksanaan pelestrian bahan pustaka tidak keluar dari kaidah-kaidah yang sudah ada mengenai enkapsulasi itu sendiri. Menurut (ESA), bahwa:
77
“Ya sudah sesuai, jadi kita pakai teori enkapsulasi yang bahannya sudah sesuai bebas asam baik mylar maupun double tape.94 Diantaranya teori yang digunakan Pepustakaan Nasional Republik Indonesia ialah yang diungkapkan oleh Muhammad Razak, bahwa: “Enkapsulasi adalah salah satu cara preservasi kertas dengan menggunakan bahan pelindung untuk menghindarkan dari kerusakan yang bersifat fisik, misalnya rapuh karena umur, rusak karena pengaruh asam, polusi udara, berlubang karena dimanakan serangga, kesalahan penyimpanan atau salah dalam pemakaian seperti menggulung atau melipat atau rusak karena selalu sering mengalami kerusakan kecil pada bagian pinggirnya lebih baik dienkapsulasi, karena untuk menambal kerusakan itu akan menghabiskan waktu yang terlalu lama.”95
Teori lain yang diungkapkan oleh Karmidi Martoatmodjo, Enkapsulasi merupakan salah satu cara melindungi kertas dari kerusakan yang bersifat fisik, misalnya rapuh karena umur, pengaruh asam, karena dimakan serangga, kesalahan menyimpan, dan sebagainya.96 Dengan teori-teori yang ada, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia mengembangkan teori-teori yang sudah ada dengan cara studi banding ke beberapa negara. Negara-negara tersebut diantaranya Jepang, Belanda dan Malaysia. Teori-teori tersebut lalu dibandingkan dengan literatur-literatur yang ada di luar negeri. Setelah studi banding dan membandingkan dengan literaturliteratur yang ada diluar negeri, selanjutnya pihak Perpustakaan Nasional Republik Indonesia melakukan pengembangan pembahasan mengenai 94
Wawancara dengan informan Ellis Sekar Ayu pada tanggal 16 juni 2015 pukul 11.30 Muhammad Razak. Pelestarian Bahan Pustaka dan Arsip, Jakarta: Program Pelestarian Bahan Pustaka dan Arsip, 1992.h.39 96 Karmidi Martoatmodjo. Materi Pelestarian Bahan Pustaka. Jakarta: Universitas Terbuka, 2010.4.21 95
78
enkapsulasi secara fokus. Perpustakaan menjelaskan mengenai pelestarian bahan pustaka lebih mendalam hingga penjelasan mengenai praktek di lapangan mengenai enkapsulasi. Teori tersebut dikembangkan disesuaikan dengan kondisi bahan pustaka yang ada di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia namun tidak menyimpang dari teori enkapsulasi itu sendiri. Tidak semua bahan pustaka yang ada di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dienkapsulasi. Sejauh ini Perpustakaan Nasional Republik Indonesia melaksanakan enkapsulasi bahan pustaka berupa surat kabar lama, sedangkan bahan pustaka berupa peta baru dienkapsulasi pada tahun 2015. Peta dienkapsulasi karena melihat kondisi yang tidak memungkinkan untuk dilining (memperkuat kertas dengan memberikan lapisan tisu Jepang pada sisi belakang dokumen) karena warna peta menjadi buram, maka dilakukan pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi. Pernyataan tersebut diutarakan oleh informan (ESA), bahwa: “Kebijakannya kalo untuk enkapsulasi itu biasanya surat kabar lama, peta yang memiliki dua sisi tapi biasanya peta itu dilining jika satu sisinya tidak ada kecuali kalau dua sisinya ada gambar baru dienkapsulasi. Terus kalo untuk naskah jarang sekali dienkapsulasi tapi mungkin kedepannya ya karena biasanya kalau naskan suka ada komplain, kalau di tisuin itu jadi buram.”97 Perpustakaan
Nasional
Republik
Indonesia
melaksanakan
enkapsulasi pada surat kabar lama, peta, naskah kuno dan jenis surat perjanjian berupa sertifikat-sertifikat zaman Belanda. Pernyataan tersebut diutarakan oleh informan (MAW), bahwa: 97
Wawancara dengan informan Ellis Sekar Ayu pada tanggal 16 juni 2015 pukul 11.30
79
“Selain surat kabar lama, peta, dan naskah kuno biasanya kalo dikoleksi langka itu ada jenis-jenis surat-surat perjanjian, ada sertifikat-sertifikat zaman Belanda itu juga dienkapsulasi.”98 Pernyataan
tersebut
sesuai
dengan
teori
yang
dijelaskan
Martoatmodjo, bahwa: “Pada umumnya kertas yang akan dienkapsulasi berupa lembaran kertas seperti naskah kuno, peta, poster, yang umumnya sudah rapuh. Pada enkapsulasi setiap lembar kertas diapit dengan cara menepatkannya di antara dua lembar plastik transparan.”99
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia melakukan enkapsulasi tentu saja memiliki tujuan. Tujuan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia melakukan enkapsulasi diantaranya: a. Faktor history yang sangat bernilai b. Enkapsulasi dilakukan untuk menghindari sentuhan langsung dengan tangan manusia, karena tangan manusia memiliki keasaman. c. Untuk menyelamatkan informasi yang terkandung pada suatu dokumen. Menyikapi tujuan yang dilakukan oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, maka pihaknya berusaha mengajak perpustakaanperpustakan yang ada di Indonesia untuk melaksanakan pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi. Informan (ESA) mengatakan, bahwa: “memberikan penyuluhan kesetiap provinsi, dari setiap provinsi biasanya mengundang perpustakaan yang ada di kabupaten kota,
98
Wawancara dengan informan Made Ayu Wirayati pada tanggal 16 juni 2015 pukul
11.00 99
Karmidi Martoatmodjo. Materi Pokok Pelestarian Bahan Pustaka. Jakarta: Universitas Terbuka, 2010
80
jadi kita mempraktekkan bagaimana cara enkapsulasi, semacam Bimtek (bimbingan teknis).”100 Usaha tersebut dilaksanakan dengan melakukan penyuluhan ke daerah-daerah yang ada di Indonesia dengan tujuan agar perpustakaanperpustakaan yang ada di Indonesia melakukan pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi. Himbauan tersebut dituangkan dalam bentuk penyuluhan mengenai pelestarian bahan pustaka termasuk di dalamnya mengenai enkapsulasi. Selain itu, pendidikan dan pelatihan merupakan bentuk upaya Perpustakaan Nasional Republik Indonesia untuk mengajak perpustakaan-perpustakaan
yang
ada
di
Indonesia
melaksanakan
pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi. Pendidikan dan pelatihan penunjang kepustakawanan yang di dalamnya terdapat materi enkapsulasi termasuk upaya Perpustakaan Nasional Republik Indonesia untuk menerangkan betapa pentingnya dan berharganya bahan pustaka yang ada di perpustakaan. Maka bahan pustaka tersebut harus diselamatkan dengan melaksanakan pelestarian bahan pustaka termasuk di dalamnya enkapsulasi. Namun hingga saat ini, pihak Perpustakaan Nasional Republik Indonesia belum mengetahui secara keseluruhan perpustakaan yang telah melakukan enkapsulasi di Indonesia. Pihaknya hanya mengetahui yang telah melakukan enkapsulasi diantaranya ANRI (Arsip Nasional Republik Indonesia), selain itu Museum Bung Karno dan Bung Hatta melakukan
100
Wawancara dengan informan Made Ayu Wirayati pada tanggal 16 juni 2015 pukul
11.30
81
enkapsulasi mata uang kertas mengingat kedua museum tersebut merupakan anak dari Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Dengan demikian menurut penulis, kebijakan yang berlaku di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia yaitu mengacu pada isi yang tertera pada draf yang dibuat oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Draf tersebut menjelaskan pelestarian bahan pustaka secara umum dan tentang organisasi dan tata kerja Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.
2. Prosedur Kegiatan Pelestarian Bahan Pustaka Dengan Enkapsulasi di Perpustakan Nasional Republik Indonesia Pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi memang belum diketahui oleh banyak orang. Untuk mengetahui kegiatan pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi, maka terlebih dahulu kita ketahui jenis bahan pustaka yang akan dienkapsulasi, alat dan bahan, dan prosedur enkapsulasi. a. Jenis Bahan Pustaka yang Dienkapsulasi di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Perpustakaan
Nasional
Republik
Indonesia
merupakan
perpustakaan yang melaksanakan kegiatan pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi. Sebelum melakukan enkapsulasi, maka terlebih dahulu diketahui jenis bahan pustaka seperti apa yang akan
82
dienkpasulasi agar kegiatan tersebut terlaksana sesuai dengan kaidahkaidah yang berlaku. Jenis bahan yang dienkapsulasi di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia merupakan jenis bahan pustaka yang tercetak. Bahan pustaka tercetak tersebut diantaranya seperti surat kabar lama, naskah
kuno,
peta,
dan
sertifikat-sertifikat
zaman
Belanda.
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia melakukan enkapsulasi sejak tahun 1998 hingga saat ini. Sejak tahun tersebut, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia melaksanakan enkapsulasi pada bahan pustaka jenis surat kabar lama. Menurut Made Ayu Wirayati, bahwa: “Untuk enkapsulasi itu sendiri sudah dilakukan berjalan sejak tahun 1998 dan itu sudah berjalan sampai sekarang dan dilakukan untuk surat kabar lama.”101 Perpustakaan Nasional Republik Indonesia melaksanakan enkapsulasi
pada
surat
kabar
lama,
dengan
tujuan
untuk
menyelamatkan informasi yang terkandung di dalamnya. Selain itu Perpustakaan Nasional Republik Indonesia ingin menyelamatkan nilainilai history yang ada di dalamnya. Enkapsulasi yang dilakukan pada surat kabar lama untuk memperkuat bahan pustaka tersebut dan menghindari sentuhan langsung tangan manusia terhadap bahan pustaka berupa surat kabar lama yang dinilai rentan terhadap kerusakan karena termakan usia.
101
Wawancara dengan informan Made Ayu Wirayati pada tanggal 16 juni 2015 pukul
11.00
83
Jenis surat kabar lama yang dienkapsulasi yang ada di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia merupakan surat kabar terbitan Indonesia dan Belanda. Surat kabar lama tersebut mayoritas warna kertasnya sudah berubah berwarna kuning dan sudah rentan terhadap kerusakan karena termakan usia. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia juga melaksanakan enkapsulasi pada naskah kuno. Namun enkapsulasi ini dilakukan apabila ada permintaan dari pihak bagian layanan naskah kuno saja, karena tidak semua naskah kuno dapat dienkapsulasi. Mayoritas naskah kuno dipertahankan bentuk aslinya karena dinilai itu merupakan bahan pustaka yang memiliki nilai history yang sangat tinggi. Seperti halnya enkapsulasi pada surat kabar lama, naskah kuno juga dienkapsulasi sesuai dengan teori dan teknik enkapsulasi yang dimiliki Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Pada tahun 2015, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia baru melaksanakan enkapsulasi peta seperti halnya pada surat kabar lama. Saat ini pihaknya melaksanakan enkapsulasi pada peta, karena dinilai peta merupakan bahan pustaka yang tidak dapat dibleaching (memutihkan kertas). Seiring berjalannya waktu, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia mempelajari pelestarian bahan pustaka untuk tidak dilakukannya
bleaching
pada
peta.
Bleaching
pada
peta
mengakibatkan memudarnya warna pada peta. Oleh sebab itu
84
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia melaksanakan pelestarian bahan pustaka pada peta tidak menggunakan metode bleaching lagi melainkan menggunakan metode enkapsulasi. b. Alat dan Bahan Yang Digunakan Pada Proses Enkapsulasi Setelah mengetahui jenis bahan pustaka dan bahan pustaka dalam kondisi seperti apa, selanjutnya yang perlu diperhatikan adalah mengenai alat dan bahan yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia melaksanakan enkapsulasi dengan dua cara dalam pelaksanaannya. Cara tersebut yaitu enkapsulasi secara manual dan enkapsulasi dengan cara menggunakan mesin. Alat dan bahan yang digunakan untuk enkapsulasi secara manual diantaranya ialah: 1) Plastik Polietilen/Polister yang bebas asam (contohnya mylar) dengan ukuran lebih besar dari kertas dokumen sebanyak dua lembar. 2) Double side tape yang bebas asam (contohnya 3M) dengan lebar 5mm. 3) Pemberat 4) Cutter 5) Cutter mate
85
Gambar 3. Double Side Tape dan Mylar
Gambar 4. Pemberat
Gambar. 5 Cutter Alat dan bahan yang digunakan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia sesuai dengan pendapat Muhammad Razak, bahwa peralatan dan bahan yang digunakan dalam pelaksanaan enkapsulasi ialah gunting, plastik poliester (mylar), pisau pemotong (cutter), double side tape 3M, pemberat, dan alas.102 Sedangkan alat dan bahan yang digunakan untuk enkapsulasi dengan cara menggunakan mesin diantaranya ialah: a) Plastik Polietilen/Polister yang bebas asam (comtohnya mylar) dengan ukuran lebih besar dari kertas dokumen sebanyak dua lembar.
102
Muhammad Razak. Pedoman Teknis Fumigasi. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, 1998.h. 56
86
b) Double side tape yang bebas asam (contohnya 3M) dengan lebar 5mm. c) Cutter d) Mesin HDS KEEPER
Gambar 6. Mesin HDS KEEPER
c. Prosedur Pelestarian Bahan Pustaka Dengan Enkapsulasi Pada prosedur enkapsulasi, Sub. Bidang Perawatan dan Perbaikan Bahan Pustaka tentu saja bekerja sama dengan pihak bagian layanan yang ada di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Namun sebelum bahan pustaka tersebut bisa dienkapsulasi, maka bahan pustaka tersebut harus melalui beberapa tahap. Tujuannya ialah tentu saja agar bahan pustaka tersebut tetap terjaga keutuhan dan keindahannya. Bahan pustaka yang akan dienkapsulasi tidak serta merta langsung dienkapsulasi, melainkan harus melalui beberapa
87
prosedur agar dalam pelaksanaanya berjalan sebagaimana semestinya. Sebelum memasukin kegiatan enkapsulasi itu sendiri, prosedur enkapsulasi itu sendiri memiliki tiga proses, yaitu meliputi proses enkapsulasi proses pra (sebelum), proses enkapsulasi dan paksa enkapsulasi enkapsulasi. 1) Pra Enkapsulasi Pertama-tama bagian pelayanan mensortir bahan pustaka yang diprioritaskan untuk dienkapsulasi. Setelah disortir bahan pustaka yang akan dienkapsulasi, selanjutnya bahan pustaka tersebut dipindahkan ke ruangan Sub. Bidang Perawatan dan Perbaikan Bahan Pustaka Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Setelah bahan pustaka yang ingin dienkapsulasi berada di ruangan Sub. Bidang Perawatan dan Perbaikan Bahan Pustaka, petugas yang melaksanakan enkapsulasi membagi-bagi bahan pustaka yang sudah ada di ruangan tersebut sesuai dengan yang mereka sepakati. Menurut wawancara dengan informan (CN) bahwa: “Misalnya saja jatah tahun 2015 ini ada 2000 halaman berarti ada 1000 lembar. Dari 1000 lembar tersebut dibagi sepuluh orang berarti setiap orang mendapatkan 100 lembar.”103 Setelah bahan pustaka dibagi-bagi secara merata kepada petugas konservasi yang melakukan enkapsulasi tersebut, selanjutnnya petugas tersebut melakukan paginasi bahan pustaka. Paginasi merupakan pemberian nomor ulang bahan pustaka yang terjilid.
103
Wawancara dengan informan Cecep Nurjajanti pada tanggal 16 juni 2015 pukul 10.00
88
Bahan pustaka terjilid diantaranya naskah, buku, majalah yang terkadang terdapat lampiran, sisipan, gambar, dan lain-lain tanpa nomor halaman. Paginasi dilakukan untuk menghindari kekeliruan saat mendata bahan pustaka, karena terkadang bahan pustaka terjilid memiliki kendala seperti halaman yang hilang atau halaman yang tidak berurutan.104 Meskipun halaman pada bahan pustaka terjilid sudah ada, namun petugas harus melakukan paginasi untuk menghindari kekeliruan dalam bekerja dan melaksanakan prosedur dalam melaksanakan pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi. Selain itu, yang perlu diperhatikan dalam melakukan paginasi, petugas harus melakukannya dengan menggunakan pensil yang bersifat lunak (2B) tujuannya ialah apabila terjadi kesalahan dalam pemberian nomor tersebut dapat dihapus. Setelah kegiatan paginasi selesai, selanjutnya bahan pustaka dibongkar dengan penuh kehati-hatian mengingat bahan pustaka yang dienkapsulasi tersebut mayoritas merupakan bahan pustaka yang mengalami kerusakan. Agar memudahkan pekerjaan saat membongkar bahan pustaka yang ingin dienkapsulasi, maka bahan pustaka
tersebut
diletakkan
di
atas
alas
yang
berfungsi
memudahkan pada saat membongkar bahan pustaka tersebut.
104
Wawancara dengan informan Made Ayu Wirayati pada tanggal 16 juni 2015 pukul
11.00
89
Setelah bahan pustaka tersebut dibongkar dan diletakkan pada sebuah alas, selanjutnya bahan pustaka tersebut dibersihkan terlebih dahulu seperti mengangkat selotape dan lain-lain. Setelah proses tersebut selanjutnya bahan pustaka melalui proses rinsing. Rinsing merupakan proses perendaman dengan menggunakan air yang
mengalir.
Rinsing
dilakukan
dengan
tujuan
untuk
menghilangkan debu, kotoran dan sedikit keasaman yang melekat pada bahan pustaka. Rinsing atau perendaman bahan pustaka dengan menggunakan air yang mengalir dilakukan selama kurang lebih satu jam. Selama perendaman tersebut kotoran atau debu yang melekat, sedikit demi sedikit akan terangkat.
Gambar 7. Proses Rinsing (perendaman)
Setelah proses rinsing selesai, selanjutnya bahan pustaka tersebut diangkat tentu saja beserta alas yang digunakan. Penggunaan alas tersebut dengan maksud untuk menghindari bahan pustaka hancur saat diangkat setelah melalui proses rinsing. Setelah bahan pustaka diangkat, selanjutnya bahan pustaka tersebut melalui proses leaf casting apabila bahan pustaka tersebut mengalami kerapuhan atau
90
bolong.
Leaf casting merupakan teknik yang digunakan untuk
menambal bahan pustaka yang mengalami kerusakan dengan menggunakan pulp atau bubur kertas sebagai bahannya. Petugas Bidang Perawatan dan Perbaikan Bahan Pustaka bahan pustaka di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia melakukan leaf casting dengan menggunakan mesin. Mesin yang digunakan untuk proses leaf casting ialah mesin leaf caster. Menurut informan (CN), bahwa: “Setelah dokumen tersebut diangkat maka selanjutnya melakukan proses penambalan menggunakan mesin leaf caster. Penambalan dokumen berupa koran tidak dilakukan secara manual melainkan mengunakan mesin leaf caster. Sedangkan penambalan yang dilakukan secara manual hanya khusus naskah.”105 Bahan pustaka tersebut diletakkan di dalam mesin leaf caster, selanjutnya pulp yang ikut dimasukkan ke dalam mesin tersebut akan mengisi bagian yang hilang sehingga kertas tampak utuh. Setelah bahan pustaka tersebut melalui proses leaf casting, selanjutnya bahan pustaka tersebut diperkuat dengan menggunakan tisu Jepang (Japanese tissue). Tisu Jepang tersebut diletakkan pada bahan pustaka yang ingin diperkuat sesuai dengan kebutuhan. Setelah tisu Jepang diletakkan pada bahan pustaka, selanjutnya bahan pustaka tersebut diberi perekat dengan dengan menggunakan lem. Lem tersebut ialah CMC (Carboxly Methyl Cellulose).
105
Wawancara dengan informan Cecep Nurjajanti pada tanggal 16 juni 2015 pukul 10.00
91
Gambar 8. Proses Leaf Casting
Gambar 9. Proses Pemberian Lem CMC
Setelah bahan pustaka tersebut diberikan perekat berupa lem CMC, selanjutnya proses flatenning (meratakan) bahan pustaka diatas akrilik (Fleksi Glass). Proses meratakan tersebut harus dilakukan secara hati-hati agar hasilnya maksimal. Setelah proses meratakan, selanjutnya bahan pustaka tersebut dijemur hingga bahan pustaka tersebut dalam keadaan kering. Jika bahan pustaka tersebut dirasa sudah kering, selanjutnya bahan pustaka tersebut dilepaskan dari alasnya dan diberikan angin agar tidak lembab.
Gambar 10. Proses Flatenning
Gambar 11. Proses Pengeringan
Setelah bahan pustaka melalu prosedur tersebut, barulah bahan pustaka
tersebut
dapat
dienkapsulasi.
Sebelum
melakukan
pelestarian bahan pustaka, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia melakukan pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi
92
dengan dua cara. Cara yang digunakan ialah pelestarian bahan pustaka
dengan
enkapsulasi
secara
manual
dan
dengan
menggunakan mesin. Mesin yang digunakan untuk melaksanakan enkapsulasi dengan mesin ialah mesin yang bernama HDS KEEPER. 2) Proses enkapsulasi a)
Enkapsulasi Dengan Cara Manual Berikut merupakan proses dan teknik dalam melaksanakan enkapsulasi dengan cara manual di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. (1) Letakkan mylar di atas meja, bersihkan dengan lap bersih jika ada bagian yang kotor. (2) Letakkan kertas dokumen di atas mylar dengan posisi ada di tengah-tengah mylar. (3) Letakkan pemberat di atas dokumen.
Gambar 12. Proses Meletakkan Pemberat di Atas Dokumen dan Mylar
(4) Tempelkan double side tape yang bebas asam di atas mylar pada garis lurus pinggir dokumen dan letaknya berjarak 2 – 3 mm dari pinggir dokumen sehingga daouble 93
side tape yang bebas asam tersebut tidak bersentuhan dengan kertas dokumen. (5) Lebihkan double side tape bebas asam sekitar 5 mm dari garis lurus dokumen kertas. (6) Potong double side tape yang bebas asam dengan cutter. (7) Lakukan penempelan double side tape yang bebas asam dengan cara yang sama pada ketiga sisi lainnya dari kertas dokumen. (8) Setelah penempelan double side tape yang bebas asam diatas mylar selesai, sisihkan pemberat. (9) Letakkan selembar mylar lagi di atas kertas dokumen. (10)
Letakkan kembali pemberat di atas mylar.
Gambar 13. Proses Penempelan Double Side Tape
(11)
Cungkil kedua kertas double side tape yang bebas
asam dengan cutter. (12)
Lepaskan sedikit kertas double side tape.
(13)
Letakkan kedua sisi mylar dengan double side tape.
94
(14)
Lakukan hal yang sama pada ujung diagonal
dokumen tersebut. (15)
Setelah kedua ujung tersebut menempel, kemudian
tarik sisa kertas doubles side tape sehingga semua kertas double side tape lepas dan kedua lembar mylar menempel pada double side tape. (16)
Lakukan hal sama pada ketiga kertas doube side
tape
Gambar 14. Proses Mencukil Kertas Double Side Tape
(17)
Gosok permukaan mylar yang ditempeli double side
tape supaya double side tape menempel dengan kuat pada mylar. (18)
Letakkan penggaris 2 – 3 mm dari pinggir double
side tape, kemudian rapihkan pinggir mylar dengan memotong mylar yang berlebih. (19)
Lakukaan pada keempat pinggir mylar.
95
Gambar 15. Proses Menggosok Permukaan Mylar
Enkapsulasi
dengan
Gambar 16. Proses Merapihkan Pinggir Mylar
cara
manual
yang
dilaksanakan
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia sesuai dengan teori yang
dijelaskan
oleh
Martoatmodjo,
bahwa
idealnya
enkapsulasi dilakukan dengan cara mengapit bahan pustaka berupa lembaran dengan plastik transparan (bebas asam). Lembaran bahan pustaka tersebut diletakkan di antara dua lembar plastik tersebut. Selanjutnya, pinggiran plastik tersebut ditempeli double side tape yang berguna merekatkan kesua sisi palstik tersebut. dengan demikian plastik tersebut tidak terlepas.106 b) Enkapsulasi Dengan Cara Menggunakan Mesin (1) Siapkan 2 lembar mylar yang telah disesuaikan dengan bahan pustaka yang ingin dienkapsulasi (2) Letakkan bahan pustaka yang ingin dienkapsulasi di atas salah satu mylar tersebut
106
Karmidi Martoatmodjo. Materi Pokok Pelestarian Bahan Pustaka. Jakarta: Universitas Terbuka, 2010
96
(3) Pastikan bahan pustaka yang ingin dienkapsulasi berada di tengah-tengah mylar (4) Selanjutnya letakkan mylar yang lainnya di atas bahan pustaka tersebut (5) Pastikan bahan pustaka dengan mylar pada posisi yang sesuai (6) Nyalakan mesin enkapsulasi yaitu HDS KEEPER (7) Letakkan bahan pustaka dibawah karpet yang telah tersedia pada mesin HDS KEEPER agar tidak ada gelembung udara pada bahan pustaka dan mylar
Gambar 17. Proses Meletakkan Bahan Pustaka di Bawah Karpet Untuk Menghilangkan Gelembung Udara
(8) Lalu kedua bagian mylar yaitu bagian atas dan bawah dipres menggunakan mesin tersebut yaitu melalui sinar ultra sonic (9) Pastikan alat tersebut mengepres pinggir mylar tersebut
97
(10)
Hindari terkenanya bahan pustaka, karena akan
merusak bahan pustaka, mengingat kerja mesin tersebut hanya untuk mengepres sisi-sisi mylar saja (11)
Lakukan
pada
ke
empat
sisi
mylar
yang
membungkus bahan pustaka tersebut
Gambar 18. Proses Mengepres Pinggir Mylar dengan Sinar Ultra Sonic
(12)
Bila sudah, lakukan pemotongan sisi mylar yang
tidak rata (13)
Terakir mengelap sisa-sia pembakaran pada mylar
3) Paska Enkapsulasi Setelah melakukan proses pra enkapsulasi dan proses enkapsulasi dengan cara manual atau menggunakan mesin, selanjutnya perlu diketahui proses paska (sesudah) enkapsulasi. Bahan pustaka yang sudah dienkapsulasi selanjutnya disusun sesuai paginasi. Setelah bahan pustaka tersusun rapih, selanjutnya bahan pustaka tersebut dimasukkan ke dalam portepel. Portepel merupakan suatu wadah atau tempat yang terbuat dari bahan karton board dengan ukuran tertentu sesuai dengan ukuran bahan pustaka yang ingin disimpan.
98
Gambar 19. Proses Pemindahan Bahan Pustaka ke Portepel
Setelah bahan pustaka dimasukkan ke dalam portepel, selanjutnya bahan pustaka tersebut dikirim kembali ke bagian pelayanan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Dengan demikian, artinya bahan pustaka tersebut sudah siap dilayankan kembali kepada pemustaka Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Berikut ini merupakan gambaran prosedur enkapsulasi.
99
Gambar 20. Flowchart Prosedur Enkapsulasi Mulai Manual Mensortir Bahan Pustaka
Siapkan 2 Lembar Mylar
Pembagian Bahan Pustaka
Letakkan BP di Tengah Mylar
Paginasi
Letakkan Pemberat di Tengah Mylar Tempelkan Double Side Tape Pada Sisi Mylar
Rinsing
Bolong
Bolong atau Utuh?
Leaf Casting
Flatening
Pengeringan Bahan Pustaka
Mesin atau Manual
Utuh
Sisihkan Pemberat dan Letakkan Selembar Mylar Lainnya di Atas BP
Letakkan Kembali Pemberat dan Cungkil Double Side Tape Secara Perlahan
Gosok Permukaaan Mylar Agar Double Side Tape BenarBenar Melekat
Memotong Dan Meratakan Ke Empat Sisi Mylar
Mesin atau Manual
100
Mesin
Siapkan 2 Lembar Mylar
Letakkan BP di Tengah Mylar
Nyalakan Mesin HDS KEEPER
Letakkan Bahan Pustaka di Bawah Karpet Yang Tersedia Pada Mesin HDS KEEPER
Pres Pinggir Bagian Atas dan Bawah Mylar Menggunakan Mesin HDS KEEPER Melalui Sinar Ultra Sonic
Potong dan Ratakan Bagian Pinggir Mylar Lalu Sesuaikan
Bersihkan SisaSisa Pembakaran Pada Mylar
Selesai
Dikirimkan Kembali Pada Bagian Pelayanan
Masukkan Bahan Pustaka Pada Portepel
Susun Bahan Pustaka Sesuai Paginasi
101
3. Kendala-Kendala Dalam Pelaksanaan Kegiatan Pelestarian Bahan Pustaka Dengan Enkapsulasi di Perpustakan Nasional Republik Indonesia Didalam
pelaksanaan
pelestarian
bahan
pustaka
dengan
enkapsulasi, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia tentu masih mengalami kendala dan hambatan. Kebijakan tertulis tentang enkapsulasi belum dimiliki oleh Perpustakaan Nasional Repblik Indonesia. Selain itu, bahan yang digunakan untuk enkapsulasi belum bisa didapatkan di Indonesia melainkan harus dipesan terlebih dahulu dari negara Jepang melalui rekanan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Menurut hasil wawancara penulis terhadap informan (MAW), beliau mengatakan bahwa: “Yang menjadi kendala cuma bahan karena tidak semua plastik bisa dipakai untuk enkapsulasi dan double side tape juga harus import karena harus bebas asam itu saja bahannya yang masih sulit dan anggaran tentu saja. Anggaran tidak bisa turun beberapa milyar karena harus dibagi-bagi dengan bagian lainnya.”107 Pendapat serupa juga disampaikan oleh informan (CN), beliau mengatakan bahwa: “Jadi begini, kedalanya itu jadi kan kita masih meng-import bahanbahan yang digunakan untuk enkapsulasi seperti tisu Jepang terus termasuk mylar, kitakan masih mengimport keluar.”108 Dari pemaparan di atas dapat diketahui bahwa, sulitnya bahan yang digunakan untuk melaksanakan enkapsulasi merupakan kendala yang 107
Wawancara dengan informan Made Ayu Wirayati pada tanggal 16 juni 2015 pukul
108
Wawancara dengan informan Cecep Nurjajanti pada tanggal 16 juni 2015 pukul 10.00
11.00
102
dialami oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Bahan yang sudah dipesan melalui rencana sesuai anggaran awal tahun yaitu pada bulan januari, mengalami kendala. Bahan yang sudah dipesan pada bulan Januari yang rencana akan digunakan dibulan Agustus atau September, terkendala belum sampai di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia pada bulan tersebut. Salah satu penyebab terkendalanya yaitu tertahannya bahan-bahan yang dipesan tersebut pada Bea Cukai. Bahan-bahan tersebut baru sampai di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia pada akhir bulan September atau awal Oktober. Ini merupakan kendala yang dialami Perpustakaan Nasional Republik Indonesia mengingat rencana kerja yang telah disusun untuk satu tahun, kegiatan pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi jatuh pada bulan Agustus hingga Desember. Ini mempersulit Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dalam mengerjakan enkapsulasi yang seharusnya dikerjakan Agustus sampai Desember namun terkendala terlambat datangnya bahan-bahan yang digunakan untuk enkapsulasi. Keterlambatan datangnya bahan-bahan untuk enkapsulasi tersebut merupakan penghambat,
bahan pustaka
yang
seharusnya
sudah
dienkapsulasi jadi terbengkalai menunggu bahan-bahan tersebut datang. Bahkan bila pengerjaan enkapsulasi tidak dapat selesaikan hingga akhir tahun, maka pekerjaan tersebut harus dikerjakan pada tahun berikutnya. Selain kendala bahan yang digunakan untuk enkapsulasi, Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan kendala yang dirasakan oleh
103
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Menurut hasil wawancara terhadap informan (ESA), beliau mengatakan bahwa: “Iya, soalnya sumber daya manusia kan yang menentukan, jadi rapih atau tidaknya, bagus atau tidaknya, dan teliti atau tidaknya tergantung dari manusianya. Terkadang dikasih contoh yang benar, tetapi kadang tdak dihiraukan, maunya yang gampang dan cepat.”109 Tidak semua petugas Perpustakaan Nasional Republik Indonesia mengikuti langkah-langkah dalam melaksanakan pelestarian bahan pustaka. Terkadang diantara petugas yang melaksanakan kegiatan tersebut melakukannya tidak sesuai dengan urutannya dengan dalih agar cepat selesai. Misalnya saja dalam kegitan tersebut memiliki prosedur dari A – Z. Diantara petugas tersebut tidak melakukannya dari A lagi, tapi dari K ke B. Hasilnya bahan pustaka tersebut tidak memiliki unsur keindahan mengingat
salah
satu tujuan pelestarian
bahan pustaka adalah
memperindah bahan pustaka yang sudah jelek atau rusak. Solusinya ialah petugas yang telah mengerti harus mendampingi agar tidak terjadi kesalahan yang fatal.
C. Pembahasan Dalam hal ini, penulis akan membahas hasil penelitian pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi pada Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Pembahasan tersebut diantaranya mengenai kebijakan, prosedur
109
Wawancara dengan informan Ellis Sekar Ayu pada tanggal 16 juni 2015 pukul 11.30
104
pelestaraian bahan pustaka dengan enkapsulasi, dan kendala yang dialami oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia merupakan perpustakaan yang melaksanakan pelestarian bahan pustaka termasuk di dalamnya enkapsulasi. Dalam melaksanakan pelestarian bahan pustaka, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia mengacu pada undang-undang nomor 4 tahun 1990 tentang Serah Terima Karya Cetak dan Karya Rekam pasal 1, undangundang nomor 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan, dan peraturan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia no. 3 tentang organisasi dan tata kerja Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Dalam hal ini, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia belum memiliki kebijakan tertulis mengenai pelestarian bahan pustaka. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia melaksanakan pelestarian bahan pustaka dengan landasan undang-undang tentang perpustakaan secara umum. Artinya Perpustakaan Nasional Republik Indonesia belum memiliki kebijakan tertulis secara khusus untuk melaksanakan enkapsulasi. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia melaksanakan pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi, dengan landasan yang dijelaskan di dalam draf. Draf tersebut dibuat oleh pihak Perpustakaan Nasional Republik Indonesia yang isinya mengenai pelestarian bahan pustaka secara umum. Menurut penulis, meskipun undang-undang mengenai perpustakaan dan draf yang dibuat oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia hanya dijelaskan secara umum, namun landasan tersebut cukup kuat dari segi
105
relugasi-nya. Di antara penyebab Perpustakaan Nasional Republik Indonesia belum memiliki kebijakan tertulis mengenai pelestarian bahan pustaka termasuk di dalamnya enkapsulai ialah karena adanya pergantian pemimpin Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Pemimpin yang silih berganti dan pindah jabatan dari satu orang ke orang yang lain merupakan faktor yang membuat kebijakan tertulis tersebut belum terselesaikan. Pasalnya, apabila seorang yang menduduki jabatan tersebut dengan mempelajari dan membuat kebijakan tertulis namun belum selesai dan ada pergantian pimpinan baru, maka kebijakan tersebut harus dipelajari dan disusun dari awal kembali oleh pemimpin baru tersebut. Dengan demikian, pejabat tersebut harus mempelajari dari awal agar kebijakan tersebut lebih terarah alur pelaksanaan pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi. Sementara itu, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia melakukan enkapsulasi pada surat kabar lama, naskah kuno, surat-surat perjanjian pada zaman Belanda, dan peta yang umumnya sudah rapuh. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia melaksanakan enkapsulasi pada bahan pustaka tersebut sesuai dengan yang dijelaskan Martoatmodjo, bahwa: “pada umumnya kertas yang akan dienkapsulasi adalah berupa kertas lembaran seperti naskah kuno, peta, poster, dan sebagainya yang umumnya sudah rapuh.”110 Perpustakaan Nasional Republik Indonesia melaksanakan enkapsulasi pada surat kabar lama karena dinilai enkapsulasi tersebut lebih efisien dibandingkan laminasi. Bahan pustaka yang dienkapsulasi, apabila suatu saat 110
Karmidi Martoatmodjo. Materi Pelestarian Bahan Pustaka. Jakarta: Universitas Terbuka, 1993.h.113
106
ingin digunakan atau diambil aslinya maka tinggal memotong bagian pinggir mylar-nya saja dan dapat diambil dengan utuh. Selain itu, bahan pustaka yang dienkapsulasi tidak terlihat buram saat dibaca dibandingkan dengan metode laminasi. Surat kabar lama memang sudah selayaknya dienkapsulasi untuk menyelamatkan informasi, fisik, dan nilai history yang terkandung di dalamnya. Sedangkan naskah kuno, dienkapsulasi apabila ada permintaan dari bagian pelayanan yang ada di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia mengingat tidak semua naskah kuno bisa dienkapsulasi karena berbagai macam bentuk dan bahan dari naskah kuno tersebut. Selain itu, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia melaksanakan enkapulasi surat-surat perjanjian pada zaman Belanda. Enkapsulasi pada surat-surat tersebut dilakukan mengingat betapa pentingnya surat-surat tersebut terhadap sejarah bangsa Indonesia. Bahan pustaka lainnya yang dienkapsulasi ialah peta. Peta dilakukan enkapsulasi mengingat peta yang memiliki warna dan tidak selayaknya menggunakan metode bleaching karena dapat menyebabkan memudarnya warna yang terdapat di peta. Selain itu, metode lain pelestarian bahan pustaka pada peta yaitu dengan laminasi. Menurut hemat penulis, pelestarian bahan pustaka dengan laminasi pada peta mengakibatkan peta menjadi terlihat buram karena menggunakan Japanes tissue atau tisu Jepang. Namun apabila peta dienkapsulasi, maka warna yang ada pada peta akan terselamatkan. Selain itu, tampilan pada peta tidak terlihat buram mengingat enkapsulasi menggunakan plastik bebas asam transparan atau mylar. Akan
107
tetapi yang perlu diperhatikan apabila enkapsulasi dilakukan pada peta, maka diperlukan mylar yang ekstra banyak mengingat lebar peta sangat luas dibandingkan dengan bahan pustaka lain seperti surat kabar lama, naskah kuno dan surat-surat perjanjian zaman Belanda yang ada di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Kegiatan
pelestarian
bahan
pustaka
dengan
enkapsulasi
di
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dilaksanakan sejak tahun 1998. Pelaksanaan enkapsulasi tersebut dilakukan pada surat kabar lama. Perlu diketahui bahan pustaka yang dienkapsulasi di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia diantaranya surat kabar lama, naskah kuno, surat-surat perjanjian zaman belanda, dan peta. Menurut penulis, pelaksanaan enkapsulasi di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia belum sepenuhnya berjalan sebagaimana semestinya. Pasalnya, belum semua petugas mengikuti prosedur pelaksanaan enkapsulasi tersebut. Beberapa petugas masih melaksanakan enkapsulasi dengan cara cepat tanpa memperhatikan unsur-unsur kerapihan dan keindahan bahan pustaka. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia melaksanakan enkapsulasi secara manual dan dengan cara menggunakan mesin. Menurut penulis, pelaksanakan enkapsulasi di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia sudah sesuai dengan teori enkapsulasi. Bahkan pihak Perpustakaan Nasional Republik Indonesia telah mengembangkan teori enkapsulasi dengan cara menggambarkan teknis pelaksanaan enkapsulasi. Namun saat melaksanakan
108
enkapsulasi secara manual, masih ada beberapa petugas yang tidak mengikuti alur kerja secara berurutan dengan dalih agar cepat selesai. Akan tetapi pelaksanaan yang tidak sesuai dengan alur kerja akan berdampak pada hasil akhirnya. Salah satunya unsur keindahan yang seharusnya ada pada bahan perpustakaan kurang dimunculkan mengingat maksud dari pelestarian bahan pustaka ialah adanya unsur keindahan bahan pustaka. Sedangkan pelaksanaan enkapsulasi yang menggunakan mesin HDS KEEPER dilakukan secara bergantian mengingat mesin tersebut hanya dimiliki Perpustakaan Nasional Republik Indonesia sebanyak 1 unit saja. Selain itu belum semua petugas dapat mempraktekkan atau mengoprasikan mesin tersebut. Dalam pelaksanaan enkapsulasi, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia mengalami kendala. Kendala-kendala tersebut yang pertama timbul terhadap pelaksanaan enkapsulasi diantaranya mengenai bahan-bahan yang digunakan untuk melaksanakan enkapsulasi itu sendiri. Bahan-bahan yang sulit didapatkan karena tidak diproduksi di dalam negeri, menyebabkan pihak Perpustakaan Nasional Republik Indonesia meng-import dari negara Jepang. Bahan-bahan tersebut diantaranya mylar dan doubble side tape. Saat perencanan anggaran awal atau anggaran tahun baru sedang diproses, maka Perpustakaan Nasional Republik Indonesia melakukan pemesanan melalui vendor terkait. Namun pemesanan tersebut tidak semulus yang diharapkan. Barang yang sudah dipesan jauh-jauh hari terkendala pada pengiriman menggunakan kapal laut yang mungkin terkendala oleh faktor
109
cuaca. Selain itu, terhambatnya bahan-bahan tersebut pada saat melalui bagian Bea Cukai. Bahan-bahan tersebut yang seharusnya sudah diperhitungkan sampai pada bulan agustus, namun karena terkendala oleh penyebab-penyebab tersebut maka bahan tersebut baru sampai di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia pada bulan september bahkan November. Ini merupakan kendala bagi petugas yang melaksanakan enkapsulasi mengingat agenda kerja yang sudah disusun bahwa enkapsulasi dilaksanakan dari bulan Agustus sampai Desember. Dengan demikian,
petugas harus bekerja ekstra atau akan
menumpuk sampai tahun yang akan datang mengingat tahun yang akan datang ada agenda kerja yang lain. Selain itu, enkapsulasi pada peta memerlukan mylar yang extra banyak mengingat peta memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan bahan pustaka lain yang dienkapsulasi di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Selain itu, apabila peta akan dienkapsulasi dengan menggunakan mesin, maka mesin tersebut belum menjangkau luas peta tersebut mengingat peta memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan bahan pustaka lainnya yang dienkapsulasi.
110
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dijelaskan di atas, maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia belum memiliki kebijakan tertulis secara khusus mengenai pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia belum memiliki undang-undang khusus mengenai pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi. Kebijakan tersebut masih mengacu pada draf yang dibuat Perpustakaan Nasional Republik Indonesia yang menjelaskan pelestarian bahan pustaka secara umum, diantaranya undang-undang nomor 43 tahun 2007, nomor 4 tahun 1990 pasal 1, dan peraturan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia no. 3 tentang organisasi dan tata kerja Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. 2. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia telah melaksanakan pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi sejak tahun 1998 hingga saat ini. Prosedur
kegiatan pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi di
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia meliputi tiga proses, yaitu proses pra (sebelum) enkapsulasi, proses enkapsulasi baik secara manual atau menggunakan mesin, dan proses paska (sesudah) enkapsulasi. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia melaksanakan enkapsulasi
111
pada bahan pustaka berupa surat kabar lama, peta, naskah kuno, suratsurat perjanjian pada zaman Belanda. 3. Kendala yang dialami Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dalam melaksanakan pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi diantaranya mengenai bahan. Bahan yang digunakan seperti plastik bebas asam atau mylar dan double side tape yang masih diimport dari negara Jepang. Sering terlambat datangnya bahan-bahan tersebut sampai di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia merupakan kendala dalam melaksanakan pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi tepat waktu. Selain itu, Sumber daya manusia belum secara merata menguasai tentang teknik melaksanakan enkapsulasi yang baik dan benar. Solusi yang dilakukan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia ialah dengan cara memesan bahan-bahan tersebut jauh sebelum jatuh tempo pelaksanakan enkapsulasi dan petugas yang telah mengerti tentang pelaksanaan enkapsulasi mendampingi petugas yang belum cukup mengerti agar tidak terjadi kesalahan yang fatal.
B. Saran 1. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia sebaiknya membuat peraturan atau membuat pedoman khusus pelestarian bahan pustaka agar pelestarian bahan pustaka memiliki landasan yang kuat termasuk di dalamnya mengenai enkapsulasi.
112
2. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia lebih mensosialisasikan pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi kepada perpustakaanperpustakaan
yang
ada
di
Indonesia
mengingat
pentingnya
menyelamatkan informasi, fisik, dan nilai history pada suatu bahan pustaka. 3. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
sebaiknya
melakukan
kerjasama dengan pihak terkait baik itu pemerintah atau perusahaan swasta yang bergerak dibidang pembuatan bahan-bahan untuk pelestarian bahan pustaka yang ada di Indonesia, untuk membuat atau menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk enkapsulasi mengingat bahan-bahan untuk melaksanakan enkapsulasi masih import dari luar negeri. Jika alat dan bahan diproduksi di Indonesia, maka akan memudahkan dalam pelaksanakan enkapsulasi bahan pustaka. Selain itu, apabila alat dan bahan dapat diproduksi di Indonesia dapat menghemat biaya dan kemungkinan terlambat datangnya alat dan bahannya tersebut dapat dihindari. 4. Perlunya kesadaran terhadap petugas di lapangan untuk melakukan pelestarian bahan pustaka sesuai tahap atau prosedur yang sudah ada. Dengan demikian, pelestarian bahan pustaka benar-benar terlaksana dengan baik, baik itu melindungi atau memperkuat bahan pustaka namun juga memiliki unsur kerapihan dan keindahan.
113
DAFTAR PUSTAKA
Abdul, Rahman Saleh. Manajemen Perpustakaan. Jakarta: Universitas Terbuka, 2009 Darmaji Ratmono. Pedoman Teknis Penjilidan Bahan Perpustakaan, Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, 2013 Darmono. Perpustakaan Sekolah: Pendekatan Aspek Manajemen dan Tata Kerja. Jakarta: Grasindo, 2007 Dureu J.M. Dasar-dasar Pelestarian dan Pengawetan Bahan Pustaka. Jakarta: Perpustakaan Nasional, 1990 Hernandono. Perpustakaan dan Kepustakawanan. Jakarta: Universitas Terbuka, 1999 Ipah Farihah. Buku Panduna Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta: UIN Press, 2006 Karmidi Martoatmodjo. Materi Pokok Pelestarian Bahan Pustaka. Jakarta: Universitas Terbuka, 2010 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Pelestarian Bahan Pustaka. Jakarata: Universitas Terbuka, 1999 Lexy J. Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:: Remaja Rosdakarya, 2001 Made Ayu Wirayati, Pedoman Teknis Pelestarian Bahan Pustaka. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, 2014 Mohammad Nazir. Metode Penelitian. Jakarta: Ghakia Indonesia, 2009 Muhammad Razak. Pelestarian Bahan Pustaka dan Arsip, Jakarta: Program Pelestarian Bahan Pustaka dan Arsip, 1992 . . . . . . . . . . . . . . . Pedoman Teknis Fumigasi. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, 1998 Prasetya Irawan, Logika dan Prosedur Penelitian. Jakarta: STIA – LAN Press., 1999 Purwono, Materi Pokok Perpustakaan dan Kepustakawanan Indonesia. Jakarta: Universita Terbuka, 2006
114
Purwono, Sri Suharmini, Perpustakaan dan kepustakawanan Indonesia, Jakarta: Universitas Terbuka, 2008 Rahayuningsih F. Pengelolaan Perpustakaan. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005 Ronny Kountur. Metode Penelitian: Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis. Jakarta: PPM, 2003 Sofian Effendi. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES, 2012 Sudarsono Blasius. Antologi Kepustakawanan Indonesia. Jakarta: Sagung Seto, 2006 Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2008 Sulistyo Basuki. Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta : Universitas Terbuka, Depdikbud, 1993 . . . . . . . . . . . . . Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993 . . . . . . . . . . . . . Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: Universitas Terbuka, 2010 . . . . . . . . . . . . . Sejarah Perpustakaan Nasional RI Sebuah Kajian, Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, 2008 Supriyanto...[et al.]. Aksentuasi Perpustakaan dan Pustakawan. Jakarta: Ikatan Pustakawan Indonesia Pengurus Daerah DKI Jakarta, 2006 Sutarno NS. Perpustakaan dan Masyarakat. Jakarta: Sagung Seto. 2006 . . . . . . . . . . Kamus perpustakaan dan Informasi, Jakarta: Jala Permata, 2008 Suwarno Wiji. Psikologi Perpustakaan. Jakarta: Sagung Seto, 2009 Uhar Suharsaputra. Metode penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Tindakan. Bandung: PT Refika Aditama, 2012 Undang-undang nomor 43 tahun 2007 tentang perpustakaan Zainudin Kamal. Pemasyarakatan Perpustakaan. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, 2006
115
How-to Tips & Videos Encapsulation, http://www.universityproducts.com/resources.php?m=how_to_detail&id=12 diakses pada tanggal 28 Juli 2015 pukul 20.00 IFLA, Recommendations Concerning the International Standarizations of Library Statistics, diakses pada tanggal 2 Agustus 2015 dari http://portal.unesco.org/en/ev.phpURL_ID=13086&URL_SECTION=201.html Preservation Services, http://www.recordsave.com/preservation-services/, diakses pada tanggal 28 Juli pukul 19.30
116
LAMPIRAN - LAMPIRAN
HASIL WAWANCARA
Nama
: HANIFUDIN IBRAHIM
Tema
: Pelestarian Bahan Pustaka dengan Enkapsulasi Pada Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
Mahasiswa
: Jurusan Ilmu Perpustakaan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
A. Kebijakan
Perpustakaan
Nasional
Republik
Indonesia
dalam
melaksanakan kegiatan pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi. 1. Menurut bapak/ibu, bagaimana kebijakan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dalam melaksanakan kegiatan pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi dan apa tujuannya? Jawab:
Made Ayu Wirayati: Kebijakan mengenai enkapsulasi belum ada kebijakan tertulis. Pelestaraian bahan pustaka belum memiliki kebijakan tertulis. Hanya ada penjelasan di lembar draf. Isinya tidak teknis sekali, ini kan hanya menjelaskan secara umum, kita belum membuat harusnya kebijakan enkapsulasi seperti apa, itu belum ada.
Ellis Sekar Ayu: Kebijakannya kalo untuk enkapsulasi itu biasanya koran langka, peta yang memiliki dua sisi tapi biasanya peta itu dilining jika satu sisinya tidak ada kecuali kalau dua sisinya ada gambar baru dienkapsulasi.
Terus
kalo
untuk
naskah
jarang
sekali
dienkapsulasi tapi mungkin kedepannya ya karena biasanya
kalau naskah suka ada komplain, kalau di tisuin itu jadi buram, jadi
kedepannya
perlu
didiskusikan
lagi
apakah
akan
dienkapsulasi atau dilaminasi. 2. Menurut bapak/ibu, apakah Perpustakaan Nasional Republik Indonesia melaksanakan enkapsulasi sesuai dengan teori-teori yang sudah ada? a. Jika
iya,
Perpustakaan
Nasional
Republik
Indonesia
menggunakan teori yang mana? Selanjutnya, berapa persen sudah sesuai dengan teori-teori yang sudah ada dan sejauh mana dalam pelaksanaannya, tolong dijelaskan!
Made Ayu Wirayati: Ya, enkapsulasi itu sendiri kita mendapatkan ilmunya dari Jepang, Belanda, juga study banding ke Kuala Lumpur, jadi memang sesuai dengan metode preservasi. Selain itu kita juga membandingkan literatur yang ada di luar negeri yang sesuai denga alat, bahan, dan metodenya semua sama. Selanjutnya perpusnas mengembangkannya secara detail samapai prakteknya dan disesuainkan dengan kondisi bahan pustaka yanga ada di Indonesia. Kita kembangkan, disesuaikan dan yang terpenting tidak menyimpang dari kaidah-kaidah teori konservasi.
Ellis Sekar Ayu: Ya sudah sesuai, jadi kita pakai teori yang enkapsulasi yang bahannya sudah sesuai
bebas asam baik mylar maupun
double tape nya kalau secara dia manual, ataupun kita menggunakan mesin. b. Jika tidak, mengapa tidak menggunakan teori yang sudah ada? Tolong dijelaskan! 3. Menurut bapak/ibu, apa yang melatarbelakangi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia melaksanakan enkapsulasi? Apakah
ada undang-undang khusus atau peraturan khusus yang menjelaskan tentang enkapsulasi? Jawab: a. Jika iya, undang-undang nomor berapa yang menjelaskan secara khusus tentang enkapsulasi? b. Jika tidak, apa yang menjadi pedoman atau yang mendasari Perpustakaan Nasional Republik Indonesia melaksanakan enkapsulasi? Apakah ada peraturan lain yang mendasari untuk melaksanakan enkapsulasi?
Made Ayu Wirayati: Yang melatar belakangi tidak ada undang-undang khusus, tapi berdasarkan hasil survey IRT (International
Riview
Team) tahun nah itu mengatakan bahwa kondisi koleksi di perpustakaan nasional sebagian sudah mengalami kerusakan termasuk diantaranya surat kabar lama, dan itulah yang menjadi acuan kita untuk melakukan enkapsulasi terhadap surat kabar di Perpustakaan Nasional ini. Selain itu undangundang nomor 43 tahun 2007 dan peraturan PNRI no 3 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Perpustakaan Nasional republik
Indonesia
juga
mendasarinya
berdasarkan
hasil
karena
kita
survey
IRT
melestarikan.
Jadi
(International
Riview Team) mengatakan bahwa kondisi
koleksi di perpustakaan nasional sebagian sudah mengalami kerusakan sekitar 70%.
Ellis Sekar Ayu: Tidak ada undang-undang khusus hanya menggunakan undang-undang no 4 tahun 1990 sama no 43 tentang perpustakaan, selain itu peraturan perpusnas no 3 sebagai landasan dasar hukum.
4. Menurut bapak/ibu, jenis bahan pustaka apa saja yang dienkapsulasi pada Perpustakaan Nasional Republik Indonesia? Selanjutnya, mengapa bahan pustaka tersebut dienkpsulasi? Bagaimana dengan bahan pustaka yang lain, apakah tidak bisa atau tidak perlu dienkapsulasi?
Made Ayu Wirayati: Jadi bahan pustaka yang dienkapsulasi adalah surat kabar langka, untuk peta baru dienkapsulasi tahun 2015 ini, karena melihat kondisi yang tidak memungkinkan untuk di bleaching tidak mungkin bisa dilakukan apa-apa hanya bisa dienkapsulasi. Kenapa harus di enkapsulasi? Pertama karena faktor history dan sangat bernilai, yang kedua itu enkapsulasi untuk menghindari sentuhan langsung dengan tangan yang memiliki keasaman. Selain itu untuk menyelamatkan informasi yang terkandung didalamnya. Selain koran langka, peta, dan naskah kuno biasanya kalo dikoleksi langka itu ada jenis-jenis surat-surat perjanjian, ada sertifikat-sertifikat zaman Belanda itu juga dienkapsulasi.
5. Menurut bapak/ibu, apakah Perpustakaan Nasional Republik Indonesia telah menghimbau atau mengajak kepada perpustakaanperpustakaan yang ada di Indonesia untuk melaksanakan pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi? a. Jika sudah, apakah sudah diterapkan oleh perpustakaanperpustakaan yang ada di Indonesia? Selanjutnya, perpustakaan mana saja yang sudah melaksanakan enkapsulasi? Jawab:
Made Ayu Wirayati: Perpusnas
melakukan
penyuluhan
ke
daerah-daerah
kunjungan pelestarian diantaranya adalah enkapsulasi. Selain itu juga diklat seperti diklat penunjangan misalnya diklat kepustakawanan lalu ada materi enkapsulasi.
Saya kurang tahu sudah diterapkan pada perpustakaanperpustakaan yang ada di indonesia, mungkin beberapa. Karena kendalanya adalah bahannya, bahan tersebutkan import susah didapat dan mahal, dan beberapa perpustakaan didaerah sulit untuk medapatkannya. Jadi sepertinya belum diterapkan didaerah karena langkanya bahan seperti mylar. Yang sudah melakukan enkapsulasi kemungkinan ANRI (Arsip Nasional Republik Indonesia). Saya kurang tahu kalau musium ya, musium Bung Karno dan Bung Hatta mengenkapsulasi mata uang karena musium Bung Karno dan Bung Hatta adalah anak dari Perpustakaan Nasional tentu saja melakukan enkapsulasi.
Ellis Sekar Ayu: Iya, malah memberikan penyuluhan kesetiap provinsi, dari setiap provinsi biasanya mengundang perpustakaan yang ada di kabupaten kota, jadi kita mempraktekkan bagaimana cara enkapsulasi, semacam Bimtek (Bimbingan Teknis). Sejauh ini perpustakaan yang ada di Indonesia belum melakukannya, Cuma untuk kalo pribadi mungkn iya, karena itu kan meraka terapkan ke Ijazah sertifikat yang mereka punyai kita sarankan jangan dilaminating tapi dienkapsulasi. Karena untuk di perpustakaan kan bahan masih import mylar nya jadi merka kesulitan adalam pengadaan bahan jadi belum diterapkan. Perpustakaan yang telah melakukan enkapsulasi perpusnas.
b. Jika belum, mengapa? Bagaimana caranya agar perpustakanperpustakaan lain bisa melaksanakan enkpsulasi?
B. Proses kegiatan pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi di Perpustakan Nasional Republik Indonesia. 1. Menurut bapak/ibu, bagaimana proses kegiatan pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia? Jawab:
Cecep Nurjanjati Bagian pelestarian bahan pustaka bekerja sama dengan bagian pelayanan.
Bagian
pelayanan
mensortir
mana
yang
diprioritaskan untuk dienkapsulasi. Setelah disortir, lalu dibawa ke bagian konservasi. Setelah bahan pustaka telah masuk kebagian konservasi, selanjutnya petugas konservasi tersebut membagi-bagi
banyaknya
bahan
pustaka
yang
ingin
dienkapsulasi. Misalnya saja jatah tahun 2014 ini ada 2000 halaman berarti ada 1000 lembar. Dari 1000 lembar tersebut dibagi sepuluh orang bearti setiap orang mendapatkan 100 lembar. Setelah pembagian tersebut terbagi secara merata, selanjutnya petugas melakukan paginasi atau pemberian nomor ulang pada bahan pustaka. Selanjutnya bahan pustaka tersebut dibongkar, dengan menarunya di atas alas yang berfungsi memudahkan
pada
saat
mengangkat
dokumen
setelah
melakukan proses rising. karena apabila tidak menggunakan alas
maka
resiko
robek
atau
merusak
dokumen
saat
mengangkatan sangat tinggi. Selanjutnya koleksi tersebut melalui tahapan rinsing. Rinsing yaitu perendaman dengan menggunakan air mengalir. Rinsing dilakukan kurang lebih selama satu jam, gunanya untuk menghilangkan debu dan sedikit keasaman. Selain itu selama perendaman kotoran atau debu akan terangkat dikit demi sedikit. setelah dokumen tersebut diangkat maka selanjutnya melakukan proses penambalan menggunakan mesin leaf caster. Penambalan dokumen berupa
koran tidak dilakukan secara manual melainkan mengunakan mesin leaf caster. Sedangkan penambalan yang dilakukan secara manual hanya khusus naskah. Setelah melakukan leaf casting atau penambalan dokumen, makan dokumen tersebut di perkuat dengan tissue Japanes atau tisu Jepang. Setelah diperkuat dengan menggunakan tisu jepang, selanjutnya proses Flatenning (meratakan) di atas Fleksi Glass (akrilik) dan dijemur. Setelah kering lalu dibuka dan diangin-anginkan kembali. Selanjutnya kita siapkan kebutuhaan untuk enkapsulasi. Langkah selanjutnya menyiapkan plastik mylar atau plastik poliester yang bebas asam. Metode lama yaitu menggunakan double tape. Sekarang yang baru menggunakan mesin yaitu menggunakan mesin yang bernama HDS KEEPER. Dengan mesin ini benar-benar tidak ada udara karena benar-benar dipress pinggiran plastiknya. 2. Menurut bapak/ibu, kapan waktu yang tepat untuk melaksanakan enkapsulasi? Jawab:
Ellis Sekar Ayu: Saat kondisi bahan pustaka belum terlalu rapuh, kalau sudah rapuh kita mesti ekstra hati-hati. Karena kalau enkapsulasi itu kan mesti melalui tahap leaf casting dulu ya, kalau kertasnya sudah rapuh banget agak susah, bisa si cuma perlu ketelitian ekstra dan penanganan ekstra.
Cecep Nurjanjati: Jadi dibagian konservasi tersebut terdapat beberapa kegiatan pelestarian bahan pustaka selain enkapsulasi. Jadi disesuain yang sesuai dengan kesiapan para petugasnya. Jadi awal tahun atau awal anggaran baru dari bulan januari awal tahu kita sudah mempersiapkan,
jadi
kegiatan
yang
mana
dulu
yang
diperioritaskan. Dari bulan februari, maret, dan april biasanya kegiatan difokuskan untuk buku langka sama majalah langka.
Mei dan juni itu naskah dan manuskrip. Agustus peta. Dari september sampai desember barulah kegiatan yang difokuskan untuk koran yang dienkapsulasi. Jadi kurang lebih pertengahan tahun melakukan enkapsulasi koran langka. Bahan pustaka yang dienkapsulasi sesuai permintaan pemustaka. Bahan pustaka seperti apa yang
sudah waktunya harus
dienkapsulasi? Jadi dilihat dari kebutuhan pemustaka. jadi bahan pustaka yang sering dimanfaatkan pemustaka kemungkinan bahan pustaka tersebut kemungkinan mengalami kerusakan, bagian yang hilang rapuh dan mendapatkan perhatian untuk menyelamatkn bahan pustaka tersebut. Selanjutnya mengenai sejarah bahan pustakan tersebut apabila memiliki nilai history. Jadi bahn pustaka yang dikonservasi itu minimal berumur 50 tahun. Jadi koran jepang lalu perpusnas juga memiliki koran terbitan indonesia. Pnri juga menjalankan uu no 4 tahun 1990 mengenai KRKC (Karya Rekam, Karya Cetak) jadi setiap penerbit harus menerbitkan 2eksemplar dua judul kepada Perpustakaan Nasional yaitu dari nilai-nilai historys. Yasudah cuman dari itu saja. 3. Menurut bapak/ibu, sebelum bahan pustaka dienkapsulasi, bahan pustaka tersebut harus melalui proses apa saja yang pada akhirnya bahan pustaka tersebut dapat dienkapsulasi? Jawab:
Cecep Nurjanjati Jadi proses sebelum dienkapsulasi yaitu direndam di dalam air (Rinsing) namun tidak perlu diputihkan terlebih dahulu (Bleaching). Kalo bleaching kita melihat jenis kertas atau kertas yang sulit di bleaching. Kalau untuk koran sama majalah kertasnya beda dengan kertas-kertas yang model eropa. Jadi kalo keluaran kertas eropa contohnya stakbalt zaman dahulu kalo kita terawang ada watermarknya atau gambar ditengah dilantai 5
ada, jadi gambar watermark itu menunjukkan tahun berapa dibuat, jadi gambar tersebut seperti embos jadi gambar tersebut nimbul, itu merupakan kertas eropa. Sedangkan model majalah sama koran itu beda. Jadi begitu kita bleaching bukannya kita lestarikan malah mengahancurkan koran tersebut. Jadi kita harus mengetahui terlebih dahulu karakteristik jenis kertas bahan pustaka. Jadi tidak kita bleaching kecuali buku langka, peta, tau gambar baru kita bleaching. 4. Menurut bapak/ibu, apa saja alat dan bahan yang digunakan dalam melaksanakan pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia? Jawab:
Cecep Nurjanjati: Jadi kan ada yang menggunakan mesin dan ada juga yang manual. Alat yang digunakan untuk enkapsulasi dengan mesin yaitu menggunakan mesin HDS KEEPER. Kalau yang manual kita menggunakan pemberat, terus cutter, gunting, sama alas cuttingmet atau cuttermet. Kalau bahan itu plastik poliesther atau mylar sama double tape. Jadi untuk pelaksanaan memperkuat bahan pustaka dengan enkapsulasi. Jadi proses penguatan koran itu menggunakan tisu Jepang, jadi sebelum dienkapsulasi menggunakan tisu Jepang. Jadi bahan pustaka yang sudah rapuh diperkuat atau ditempelkan tisu Jepang sesuai ukuran lembaran koran. Untuk menempelkan tisunya itu kita gunakan lem. Lem tersebut adalah lem CMC. Nah seperti ini( beliau menunjukan lem CMC tersebut). Jadi lem tersebut langsung menyatu dengan tisu, jadi transparan.
5. Menurut bapak/ibu, apa saja teknik atau langkah-langkah dalam melaksanakan enkapsulasi di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia? Jawab:
Cecep Nurjanjati: Jadi teknik dan langkanya setau saya itu sama semuanya. Jadi langkahnya ya dokumen yang sudah dikonservasi kita perbaiki, apabila sudah siap setelah itu kita persiapkan mylar sesuai dengan dokumen yang telah kita konservasi ini.
6. Menurut bapak/ibu, apakah ada teori yang mengatur tentang langkah-langkah dalam melaksanakan enkapsulasi? Jika ada, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia menggunakan teori yang mana? Jawab:
Ellis Sekar Ayu: Teori ada, perpusnas sendiri membuat dan menggunakan teori sendiri.
Cecep Nurjanjati: Iya, jadi mungkin dulu kita bicara soal dulu, jadi kita menggunakan double tape, kita kasih rongga yang atau sela udara, nah kebetulan waktu itu saya bersama atasan diajak malaysia disana menggunakan yaitu HDS KEEPER, mesin yang membantu kita memudahkan untuk kita mengenkapsulasi, selanjutnya pulang dari sana lalu saya bilang keatasn kenapa kita tidak ajukan untuk mengadakan mesin HDS KEEPER tersebut? Lalu atasan tersebut mengajukan pada saat waktu anggaran baru atau awal tahun. Jadi (beliau langsung mengambilkan buku terbitan perpusnas engenai pelestarian bahan pustaka). Jadi terbitan terdahulu, tidak menggambarkan enkapsulasi secara rinci dan jelas. Sekarang kita satu team bersama bu Elis bu Ayu kita sudah mulai menerbitkan buku seperti ini (sambil menunjukan buku terbitan perpusnas) nanti saya kasih dan bisa dibaca-baca. Perpusnas itu menggunakan teori yang sudah ada lalu dijelaskan secara rinci.
C. Solusi guna menghadapi kendala-kendala dalam pelaksanaan kegiatan pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi di Perpustakan Nasional Republik Indonesia. 1. Menurut bapak/ibu, apa saja kendala dalam melaksanakan pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia? Jawab:
Made Ayu Wirayati: Yaitu mengenai bahannya, kalau alat alhamdulillah sudah ada mesin yang paling baru yaitu HDS KEEPER, SDM nya juga sudah ada. Yang menjadi kendala cuma bahan karena tidak semua plastik bisa dipakai untuk enkapsulasi dan double side tape juga harus import karena harus bebas asam itu saja bahannya yang masih sulit dan anggaran tentu saja.
Faktor
kebijakan tidak menjadi kendala karena tidak ada kebijakan tertulis. Kalau kebijakan untuk melestariakan memang harus karena memang seharusnya melestarikan. Kalau pelestarian kan ada tuh ya di undang-undang, Cuma terbentur lagi dengan bahan yang susah karena harus import. Kebijakan memang sudah ada perpusnas harus melestarikan surat kabar Cuma yang menjadi kendala adalah keterbatasan yang diberikan oleh negara kepada perpusnas dan keterbatasan bahan yang harus diimport, itu saja. anggaran tidak bisa turun beberapa miliyar karena harus dibagibagi dengan bagian lainnya.
Ellis Sekar Ayu: Kendala yang dialami yaitu masalah bahan yang tidak tepat waktu, jadi kita sudah menyusun light table (meja berlampu) mengerjakan misalkan mengerjakan enkapsulasi dibulan juni agustus kadang bahannya belum datang suka pekerjaanya kadang suka mundur dan tahun beriknya menjadi permasalahan banget.
Cecep Nurjanjati Jadi begini, kedalanya itu jadi kan kita masih mengimport bahan-bahan yang digunakan untuk enkapsulasi seperti tisu jepang terus termasuk mylarnya kitakan masih mengimport keluar. Jadi kita kan sudah merencanakan pengadaan bahan untuk bulan september, jadi kan kita memesan melalui rekanan. Pada saat kita sudah siap semua, koran sudah kita konservasi nahkan kita tinggal mengenkapsulasinah kita nunggu mylarnya itu, jadi mungkin bisa datang sekitar bulan oktober, jadi pemesanan memang sudah jauh-jauh hari tapi kan kadangkadang seperti ini jadi kalo di Indonesia ya kendala seperti di beacukai. Jadi berat pasti dihitung kan namanya rollan kan kita misalnya membutuhkan 2000halaman. Kan saya sudah biasa ya, jadi satu roll itu kita butuhkan ukuran normal dari surat kabar itu kan sekitar 40x60 kita lebihkan, jadi satu roll itu Cuma dapat 45 lembar atas bawah. Jadi kan kalau 2000 halaman sekian roll baru kita pesan. Jadi yaitu satu kendalanya.
2. Menurut bapak/ibu, bahan pustaka yang seperti apa yang sulit dienkapsulasi? Selanjutnya, bahan pustaka seperti apa yang paling mudah dienkapsulasi?
Ellis Sekar Ayu Paling kalo yang susah itu dokumen yang terlalu tebal, kalau tipis seperti hvs dan sejenisnya masih gampang jadi hasilnya bagus tetapi kalau terlalu tebal jadinya agak bergelombang.
Cecep Nurjanjati Bahan pustaka yang paling sulit dienkapsulasi yaitu bahan pustaka yang sudah benar-benar rapuh, yang sudah tidak dapat dikonservasi, jenisnya biasanya ada koran, jadi ada macam2 jenisnya tergantung dari sana dari layanan, jadi satu lembar ni udah terceraiberai, nah pada saat kita meleaf chasting itu ga mungkin nanti begitu kena semprotan air ia akan hancur, nah itu
jadi kita apa adanya. Kita hilangkan ke asamannya, jadi bentuknya ga beraturan ya begitu aja mau kita tambalpun sangat sulit. Jadi tidak dikasih tisu lagi, jadi apa adanya saja seperti kertas yang robek-robek ya sudah kita alasi dengan mylar terus langsung kita tutup kita kasih plastik lagi biar dia ga kemanamana (tercerai-berai), jadi ga ditambal juga ga dikasih tisu namun kita hilankan keasamannya. Itu yang benar-benar rapuh yang paling sulit dienkapsulasi mau nambalpu kita ga bisa. Yang paling mudah, yaitu kertasnya yang kuat dan masih utuh, jadi sebenarnya seperti ini, yang dulu pernah saya dapatkan enkapsulasi itu sebenarnya seperti ini memang khusus untuk yang sudah rapuh, sepanjang perjalanan kesininya itu sudah berubah lagi, jadi ini seperti yang saya bilang tadi surat kabar sudah kita konservasi tadinya rapuhkan, kita kasih tisu. Setelah jadi dan selesai kita proses pengeringan dan kita striming itu sudah kuat karena sudah denga tisu nah terus diperkuat lagi dengan enkapsulasi. Jadi kalau dulu waktu saya ke malaysia itu surat kabar setelah kita konservasi yasudah langsung dijilid tidak dienkapsulasi 3. Menurut bapak/ibu, apakah ketersediaan alat dan bahan untuk melaksanakan enkapsulasi mengalami kendala? Jika iya, apa kendalanya dan mengapa kendala tersebut bisa terjadi?
Cecep Nurjanjati Jadi kendalanya mylar dan double tape yang dipesan dari luar. Jadi kan begini, double tape yang di produksi Indonesia itu kan mereknya kenko joyko pokomya macam-macam kalau itu tingkat keasamannya tinggi. Tapi yang layak untuk konservasi itu merknya 3M, atau scots brand. Nah itu yang layak, itu sudah kita lihat bahkan kita coba itu perbedaanya jauh jadi mas hanif bisa meliahat perbedaan yang ini pakai 3M ini pakai yang merk kenko misalnya seperti itu.
Untuk alatnya tidak ada kendala misalnya manual, kalau menggunakan mesin kendalanya paling ini masalah kemarin ini menunggu intruktunya jadi misalnya kita sudah pesan, tapi ga bisa menjalankan dan menoprasikannya ya kita menunggu instrukturnya. Itu kalau untuk mesin, jadi kan mesih ada dua tuh nah HDS KEEPER kan mesin yang baru yang satunya lagi yang lama adlah siller. Kalau ini kan menggunakan ultra sonic. Jadi mesin yang lama sudah rusak. Jadi modelnya dimasukkan kemesinnya seperti yag bungkus kue namun alatnya sudah rusak. Jadi pemanasnya menggunakan ribon, jadi ada tembaga begitu dihubunhkan kelistrik dia akan memanas nah pada saat panas
dia
cuman
mengepresnya
atas
bawah.
Cuma
kelemahannya itu meninggalkan nodan bakar, jadi keliahatan benar hasil pembakarannya itu. Kalau mesinya yang baru tidak, alus sekali hasilnya. Dari caranya juga beda dia menggunakan ultra sonic. Kalau yang lama kan jelas-jelas mnggunakan pembakaran. Mesin tersebut diproduksi dari luar, kalau yang HDS kipper dari Inggris, kalau yang siller itu kemarin kalau ga salah america punya. 4. Menurut bapak/ibu, selain alat dan bahan faktor apa saja yang menjadi kendala dalam pelaksanaan enkapsulasi di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia? a. Apakah kendala tersebut disebabkan oleh faktor sumber daya manusia? Jika iya, mengapa itu bisa terjadi dan bagaimana solusinya? Tolong dijelaskan!
Ellis Sekar Ayu Ya, soalnya sumber daya manusia kan yang menentukan, jadi rapih atau tidaknya bagus atau tidaknya teliti atau tidaknya. Solusinya dikasih tau contoh yang benar, tetapi kadang suka keraskepala, maunya yang gampang dan cepat.
Cecep Nurjanjati Iya, sebenarnyakan begini SDM disini itu kalau boleh apaya, tidak merata. Dalam artikata seperti ini, sudah diterapkan aturan main. Ini contoh gambarannya, jadi prosesnya dari A-Z namun pada pelaksanaanya itu bukan dari A lagi, mungkindari Z ke R gitu. Ini hanya gambarannya saja. Jadi ungkin pada saat di training atau kita kasih tahu mungkin ada yang ga masuk atau sungkan untuk nanya, tapi untuk informasi itu kita dari mulut kemulut sesama teman jadi harus begini harus begini, jadi biar semuanya seragam, sama satu suara ini dari A-Z tapi ya kadang-kadang prakteknya ya gitu mungkindari SDMnya. Jadi beberapa ada teman disini yang pengin bisa, pengin pintar jadi mengikuti diklat, tadi ada teman-teman yang begitu diajukan tentang diklat ada yang segan tidak mau. Itu salah satunya jadi pada saat sudah dihadapkan hal-hal yang trouble yasudah tidak bisa. Solusinya yang minimal kita harus mendampinginya. Jadi disini kadang-kadang ada yang kekeh dengan pendiriannya tapi tetap kita yang tahu dan bisa kita kasih tahu supaya jangan sampai salah fatal.
b. Apakah kendala tersebut disebabkan oleh faktor kebijakan? Jika iya, mengapa itu bisa terjadi dan bagaimana solusinya? Tolong dijelaskan!
Ellis Sekar Ayu Tidak, karena kebijakan justru mempermudah mendorong
Cecep Nurjanjati Kalau kebijakan tidak, karena kebijakan kan sifatnya dari atas turun kebawah yang terpenting adalah adanya komunikasi. Jadi ga masalah mengenai kebijakan.
c. Apakah kendala tersebut disebabkan oleh faktor biaya? Jika iya, mengapa itu bisa terjadi dan bagaimana solusinya? Tolong dijelaskan!
Ellis Sekar Ayu Biaya tidak menjadi masalah karena sudah dianggarkan.
Cecep Nurjanjati Kalo biaya itu kan, jadi kan sudah dikomunikasikan antara atasan dan petugas dilapangan. Kalau misalnya kita mengerjakan sekian 2000 halaman, terus kita butuhkan alat dan bahannya berapa, yang tau pimpinan dan rekanan. Jadin anggaran tidak masalah tiggal kita ajukan. Jadi tidak ada keterlabatan turunnya anggaran. Jadi kan begini, anggaran itu kan pada saat rekanan mengadakan anggaran sini kan belum cair, nah rekana sebagai pihak ketiga mengadakan dulu sesuai kebutuhan kita. Stelah ada pencairn tinggal dibayar kerekanan tersebut, jadi ga ada masalah. Kita kan sudah tahu misalnya anggar untuk surat kabar sepuluh ribu, yasudah sepuluh ribu saja, itu misalnya.
d. Apa saja kendala
yang dialami paska
bahan pustaka
dienkapsulasi? Mengapa itu bisa terjadi dan bagaimana solusinya? Tolong dijelaskan!
Ellis Sekar Ayu Paska enkapsulasi, paling setelah dilayankan itu menjadi lebih
berat
ya,
bawanya
transitnya.
Terus
kadang
mencarinya tidak segampang sebelumnya perlu ketelitian. Agak dibutuhkan tenaga untuk membukanya.
Cecep Nurjanjati Mungkin begini, tadinya awalnya koran/surat kabar itu dijilid,
jadi
ketebalannya
misalnya
7cm
setelah
dienkapsulasi berubah jadi 15cm karena ada penambahan tisu jepang, plastik mylar. Kalau misalnya dulu dijilid kan
menggunakan box. Kendalanya bukan di bagian kita namun dibagian
pelayanan.
Jadi
makin
berat
proses
penyimpanannya juga mungkin lebih sulit. Jadi misalnya mau melihat atau mau memfotokopi mencarinya sedikit terkendala. Itu termasuk kendala pelayananya setelah dienkapsulasi. 5. Menurut bapak/ibu, bagaimana solusi guna menghadapi kendalakendala yang dialami Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dalam melaksanakan kegiatan pelestarian bahan pustaka dengan enkapsulasi? Jawab:
Made Ayu Wirayati: Solusinya tentu saja yang pertama anggaran, yang kedua diusahakan untuk bahan tidak import bagaimana caranya kita membeli bahan untuk enkapsulasi tidak import, yang ketiga kebijakan tertulis untuk proses preservasi fisik ini harus segara
ada
supaya
semua
didaerah
indonesia
bisa
melakukannya juga enkapsulasi. SDM tentu saja menjadi kendala, SDM itu hanya ada di Perpustakaan Nasional semua daerah kurang untuk enkapsulasi namun itu tidak begitu menjadi masalah, namun yang menjadi masalah adalah kemampuan
Perpustakaan
Nasional
untuk
melakukan
penyuluhan, sosialisasi ke daerah-daeran di Indonesia yang bisa menyadarkan mereka untuk bisa melakukan enkapsulasi.
Ellis Sekar Ayu Solusinya ya kalau maslah bahan mungkin mesti dipesan jauh-jauh hari pelaksanaan, mungkin terkait sama rekanannya atau sama proses dibandaranya atau beacukay, jadi mungkin benar-benar harus ditangani oleh orang-orang yang mengerti supaya tidak terjadi masalah.
Cecep Nurjanjati Yang terpenting masalah bahan harus tepat waktu. Yang paska enkapsulasi misalnya satu judul dari 7cm dipaksakan 1 box ga bisa, jadi harus dibuat 2 box tapi satu judul, box A dan B. Misalnya indonesia raya itukan terbitan tahun1945 sapai dengan 10950an gitu kan itu satu jilid, nah setelah konservasi harus dibuat menjadi 2 box supaya menjadi ringan. Bahan harus tepat waktu aja, kalo ga kita kan dituntuk sampai desember kalau bahnnya belum datang menjadi menumpuk. Begitu bahan lewat dari september atau oktober baru datang kita kwalahan karena desember harus selesai.
Pertanyaan tambahan: a. Menurut ibu kebijakan peestarian Perpustakaan Nasional Republik Indonesia sesuai atau tidak dengan realita yang ada dilapangan seperti sdm teknologi dan sarana prasarana? Jawab:
Made Ayu Wirayati: Ya hampir sesuai, memang sesuai untuk perpusna ada sarana
dan
prasarana
sdmnya
ada
bahannya
ada
tekhnologinya ada hampir semua ada bahan import jug masih bisa Cuma anggaran tidak bisa sebesar yang kita minta selain itu sudah oke. b. Bahan kan suka telat datang untuk menanggulanginya itu seperti apa? Jawab:
Made Ayu Wirayati: Untuk menanggulanginya memang sulit ya, karena kita memang import. kadang-kadang tertahan di beacukai, dan ya itu yang menjadi kendala kita tidak bisa memungkiri. Paling
tidak kita harus mengganti dengan kegiatan yang lainya dulu itu akan dilaksanakan setelah barang keluar. Dalam setahun kan banyak kegiatan ada konservasi buku, majalah dan lainlain, nah enkapsulasi merupakan kegiatan terakhir setelah barang datang.
Gambar Bahan Pustaka Yang Telah dienkapsulasi
Gambar
Gambar Mesin HDS KEEPER
Gambar
Penulis Menyalakan Mesin HDS KEEPER Penulis Mempraktekkan Enkapsulasi Dengan Mesin HDS KEEPER
BIODATA PENULIS Hanifudin Ibrahim, dilahirkan atas izin Allah SWT sebagai buah hati dari pasangan bapak Muhammad Mundirin dan ibu Rumini, anak ketiga dari tiga saudara bertempat di Jakarta pada tanggal 19 Agustus 1993. Menyelesaikan pendidikan MI Al-ANWAR Jakarta (1999 - 2005 ), MTSN 19 Jakarta (2005 2008), MAN 11 Jakarta (2008 – 2011), dan kuliah mengambil Jurusan Ilmu Perpustakaan di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (20112015). Dalam masa perkuliahan penulis melaksanakan praktek kerja lapangan di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dan mengikuti kegiatan Kuliah kerja nyata di Desa Mekar Sari, Kecamatan Tanjung Rasa, Bogor. Pernah menjadi regu inti Pramuka MI-MTS, ikut andil menjadi OSIS, tim futsal dan marawis MTSN 19 Jakarta, anggota music MAN 11, anggota organisasi JIPMusik (Musik Jurusan Ilmu Perpustakaan) 2014-2015, anggota komunitas musik Cilandak Familia, anggota komunitas Intan Skateboarding Community and Culture, dan anggota Satu Atap Fondution yang bergerak pada bidang sosial.